The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by kantor, 2022-04-13 21:40:00

Kitab Jawa Kuno

Kitab Jawa Kuno

danau kawah, menjadi grojogan, menghempas, membentuk kabul.
Sampai di tepian bengawan Gangga hanyutan kembang angsoka
yang bersinar sayu. Senang, ada burung kepodang bersimburan serta
bertelisik, mengurai-urai sayap.

Merana bunga-bunga kuncup pepohonan, semuanya belum
pemah mencium sanggul. Mendambakan untuk dijadikan sumping,
agar diamat-amati oleh sang penyair yang unggul. Datang mende-
katlah Raden Arjuna bersama kekasihnya, sedang terendam cinta.
Mereka dipekiki oleh burung kuwong, agar beristirahat, diminta
singgah oleh sulur teratai.

Halla lewatlah mereka dari situ. Nampaklah bedeng-bedeng
markas musuh. Waktu itu setengah lima sore. Sang surya diselimuti
oleh jatuhnya hujan. Membentuk garis-garis, berwarna kelabu,
melayang-layang, mengikuti angin di sisi langit. Ada burung-burung'
melayap seperti kembang menur dirangkaikan, diuntai oleh panda-
ngan mata. Daerah arah dhatulaya Manimantaka dihinggapi hujan.

2016Masih saja ditengok oleh sang surya, yang menyepuh dinding dan

gapura emas. Berkilau-kilau kelihatan tingkat atas rumah di pusat

erpusdabenteng. Sepuluh kali lipat mengalahkan Suralaya keindahannya

sebagai hasil keadaan sedang jaya. Ketika sang surya terbenam, tiada
kegelapan timbul berkat terang bulan.

Makin mendekat layap jalan Sang Putra Mahkota bersama

Ppendampingnya."Bunyi-bunyian alam, Nini, yang gemuruh ini?
ediaMungkin memaklumkan kembul bujana andrawina para. Segenap

asura bemabuk-mabukan, berjingkrak jingkrak, dari kubu ke kubu

Msemuanya riuh," tanya Sang Putra Mahkota. Menjawablah sang
Alihjelita, "Benar kata Sang Rajaputra. Jelaslah mereka menyusun pasukan-

pasukan, hendak menye-rang Sani, Dewa Indra, serempak bertempur.
Membenahi senjata, berperang-perangan di alun-alun, ber-
amuk-amukan, mengerikan. Bahwasanya tujuh malam dinantinya
untuk menyerbu kahyangan

Sang, Putra Mahkota, jika diperhitunkan bahayanya, perintah
Sang Dewa Indra sukar dilaksanakan. Singung dan takut hati or-
ang yang diserahkan ke tangan nasib, didesak untuk menyembah
musuh. Siapa tak akan marah dan muak, sementara sadar akan
dijamah oleh orang yang berwatak jahat? Lebih baik mati daripada
hina menanggung malu serta derita. Kebahagiaan apakah diberikan
oleh takdir? Dibelitkan hatiku dipaksa-paksa menggayut yang tak
mungkin dipeluk dijadikan penopang. Hasilnya penat, berakhir
dengan menjeriti angkasa kosong, yang tegar berlaku kejam, kata

367

sang widodari, lalu berusaha menangis, lerisak-isak, berpura-pura.
"Dinda, mengapa kalamu merasa hina terhadap perinlah-

perinlah Sang Dewa Indra? Dirasa-rasakan, memang benar. Namun
aku ada, menjadi saksi untuk mengawasi kamu dekal-dekal. Apa
pula yang diwas surnelangkan? Jika dijamah sekalipun oleh asura
itu, apa pula yang dilakulkan? Biarkan, lahan saja. Nini, bayang-
bayangkan aku. Jadi sungguh-sungguh caramu mempermanis
secara lahiriah pandangan malamu. Sangal besar jasamu, jika
bertumpah ruah caranya memberitahukan rahasia kemaliannya.
Tercapailah itu, Dinda, jika seperti dulu di wukir .tingkahmu, di gua
itu," kala Raden Arjuna, laJu membenahi sanggul dia yang diajak
bicara. Kemerul keningnya bukan karena sedih, nyalanya ditimpali
dengan mesam-mesem.

BanyakJah percakapan mereka. Tak akan ada habisnya, jika
hendak dicerilakan. BerdaJih-dalih, seakan-akan saling menyembu-
nyikan keharuan. Lagi pula ucapan yang berisi muslihal sudah

2016lersusun rapi. Maka kini mereka pun liba di lempal yang hendak

dituju. Di laman, di jalan masuk dhatulaya, mereka berislirahal.

erpusdaWanita-wanila kepulren kebetulan sedang bersenang-senang di

bawah lerang bulan. Termasuk pula wanita kiriman Sanghyang
Indra dahulu. Banyak widodari bermain-main, bercengkerama. Ada
bangunan indah, sunyi, lersendiri. Ke sana, pada pohon kalpalaru,

PSang Arya Raden Arjuna menuju. Di sanggar meslika pendamping-
edianya (Dewi Supraba) menanli. Sejarak perkalaan yang lembul

lerdengar, jauhnya. Rupanya, bila mengurai, lebal sanggulnya. Lagi

Mkainnya kulil naga berwarna merah. Tubuhnya pun bagaikan emas
Alihmenlah baru digangsur. Cemerlanglah sanggar meslika, bersinar-

sinar, dimasi.
Menjadi sangal elok sanggar meslika itu, berganli cahayanya.

Banyak Widodari memandang dengan penuh keraguan. Itulah
sebabnya mereka dalang menengok, lagi ada yang menyapa."Nini,
siapakah kamu, Dinda, sayangku," kalanya. Maka muslahillah Sang
Pulra Mahkola keJihalan oleh mereka. Seenaknya saja, karena
mengenakan oles mala, yang membuallak kelihalan dan berhakikal
halus. Sang jelila jua mereka lihal. Sangal kasihan. Tampak sedih,
kelelahan, serupa daun muda yang layu, lerkulai.

Gemelarlah hali orang yang merasa kasihan. Mendekatlah orang
itu. Dia ini wanita dari kediaman Indra, kiriman Sanghyang Indra
dahulu. "Aku amal-amati dia, agaknya aku kenai," kalanya.
Manlaplah keyakinan hatinya, maka dalang seraya berkala,

368

r

"Sayangku, Nini, siapa menyertai engkau datang di sini? Bagaikan
andaru pergi diam-diam, pikirku, Dewi. Seri dhatulaya Indra engkau
ini, turun datang di sini. Didambakan Sang Prabu kamu, Dewi
Suprabaku, sayangku.

Sangat tegar kemarahan Sang Raja Raseksa terhadap Sanghyang
Indra. Tak lain sebabnya, bahwa engkau tak diberikan dulu. Semakin
ditambah lagi dengan kedatangan Raden Arjuna di sana. Itulah
sebabnya Sang Dewa Indra hendak menyerang. Tak kebingungankah
gerangan Sanghyang Indra kini? Apa kabar di surga? Beritahulah
Kakangmas, sayangku." Demikian katanya, beserta tangis sebab
gembira. Berkatalah dia yang dijamu, mengambil hatinya.

"Aduh, bahagia aku, kakangmas, bertemu dengan dikau, yang
datang seperti disuruh. Demikian inilah keindahan Manimantaka,
tiada bandingnya. Dulu pasti aku datang, seandainya tahu, bahwa
lebih daripada Suralaya. Semakin binasalah Suralaya, habis musnah,

2016berantakan. Alasannya, sudah kelihatan Sang Dewa Indra akan

menyerbu. Jelaslah hancur Suralaya, binasa, habis rusak. Inilah
sebabnya aku datang bersujud di kaki Sang Raja yang serupa padma.

erpusdaMemanfaatkan wiktu yang baik dengan menghamba. Aku berbakti,

supaya -Iak jadi rampasan." "Bibi, Nini Dewi, betapa gembira Sang
Prabu, jika mendengar perkataanmu. Seperti seri musim semi datang,

Ppada sang candra Hapit jua dikau. Merananya pepohonan laiknya
ediacinta dia yang rindu padamu. Nini, Aku hendak memberi tahu,

berhasrat melihat kegembiraan Sang Raja." Kau yang akan memberi

Mtahu. Tinggal satu, bercakap-cakap dengan sang sayu. Datanglah
lihmereka, memberi tahu dengan hormat pada Sang Prabu Niwatakawaca.

A"Ampun Sang Prabu, Dewi Supraba baru saja datang menyembah

Sang Raja. Kini tiba dari Suralaya, ada di taman, sangat kasihan.
Sebabnya datang ialah kerinduannya dulu untuk menjadi hamba
di hadapan perkenanan Sang Raja. Sanghyang Sakra jua tak rela,
pergi diam-diam dia ini akhimya. Sebab jelas binasa Suralaya oleh
Sang Raja. Ia bijaksana, memanfaatkan waktu yang baik dengan
menghamba. Terus terang, tak mau jadi rampasan."

Demikian katanya. Disuruh menghadap dekat-dekat oleh Prabu
Niwatakawaca. Gembira, dia pun mengganjar dengan cerianya
mesam-mesem, manis pandangan matanya. Yang dirindukannya
dulu konon datang tanpa terbayang dalam benaknya. Seketika tak
berbicara, berulang kali menahan-nahan keharuan hatinya.

Ia berkata, "Bahagia jua, bahwa datang manikam Surendrabuana.
Seri keindahan SuraIaya terkuasai olehku, sudah berpindah."

369

Demikian katanya. Bersiaplah ia berangkat ke taman untuk me-
nyongsong. Pergi diam-diam caranya berjalan, tiada orang kesa-
yangan yang mengikuti. Telah tiba dia di taman hutannya. Bagai-
kan siang oleh sang candra yang cemerlang, ditambah kernilau segala
yang terbuat dari manikam. Ke sanggar mestika ia menuju, seraya
memandang tubuh dia yang baru datang. Gemulai tingkah Dewi
Supraba menyembah, kelelahan, dipangku Prabu Niwatakawaca.

Naik ke dalam sanggar mestika Sang Prabu Niwatakawaca. Sang
kekasih dipangkunya, selalu bergeser, gelisah, mendesah. Pergilah
para mbok emban. Siapa pula mereka was sumelangkan? Berkatalah
Sang Raja Manimantaka, seraya menyuruh untuk memandang,
"Nah, sekarang inilah berbaliknya hati yang lesu menjadi bergairah
untuk menikmati keharuan. Dua hari ini Kakangmas, sayangku,
bergetar keningku yang kanan. Banyak sudah utusan bahagia yang
menimbulkan kegembiraan, namun akhimya tak ada kenyataannya.

Aku bermimpi, Nini, terlanda banjir madu. Kenyataannya

2016sebaliknya, kamu tak datang juga. Lagi pula, Nini, semen tara

kupikir-pikirkan perkenaanrnu, rasanya tak di dunia lagi. Bagaikan
sulur teratai memeluk pohon meranggas! Rintikan awan dikau ini,

erpusdamenuruni burung cataka yang sangat kasihan. Sanghyang Candra

turun, berbelas kasih melihat burung wayah, itulah dikau."
Demikian kata Sang Prabu Niwatakawaca, seraya lahap menciumi.

PHampir-hampir lepas nandhang kasmaran, mencari simpul kain jua
ediadia. Sang daun muda kembang angsoka kelelahan, merapat-rapatkan

kain, sangat kasihan. Maka ia pun berkata, seraya menyembah,

Mtingkahnya minta dikasihani.
Alih"Ampun Sang Prabu, janganlah kiranya diabaikan sembah or-

ang yang mencari pertolongan pada Sang Raja. Jika boleh ditawar
oleh widodari ini, hendaklah dinantikan sampai siang hari, agaknya
terkuasai. Mana mungkin lenyap rasa gula yang dikulum? Tindakan
Sang Raja hendaklah disabarkan. Besamya usaha hamba Sang Raja
untuk menjadi abdi hendaklah diterima dengan baik, dibiarkan
berbuah dahulu. Seri kerajaan laiknya widodari ini. Jika dalam hal
sakti mencari perlindungan pada Sang Raja, nyatanya Sang Raja
sempurna, telah memperoleh anugerah, kebal, tak dapat mati,
kedelapan kemampuan ada.

Keunggulanmu menguasai segenap dunia. Seluruh wilayah
Brahma sudah terlintasi. Wilayah Sanghyang Wisnu dan wilayah
Siwa semua terdiam. Tak usah disebut, wilayah Indra ketakutan.
Menakjubkan kedahsyatanmu. Apa sebabnya konon? Oleh

370

pengendalian indera dan tarak brata? jika seratus yuga tapa brata
Sang Raja dipelihara, anugerah Rudra yang luar biasa diperoleh."
"Sayangku, Nini, hendak aku beri tahu juga kamu. Tempatku tarak
brata luar biasa pantasnya.

Lereng wukir Himawan, ada gua. Empat kali hujan batu,
sesudah itu tertutup rapat. Pemujaan terhadap Rudra tak ternoda,
tak terputus. Berkenanlah Sanghyang, berbelas kasihan. Segala
kehendak terkabul diminta. Dunia, surga dan lain-lainnya
diberikannya menjadi hamba. Adapun kesaktianku-rahasia pesan
ini- di ujung lidah, pemberiannya sebagai buah tapa. Brahma,
Sanghyang Wisnu, ketakutan semua, terkuasai. Hanya Sang Dewi
boleh tahu. janganlah membocorkannya!" Demikian katanya, selagi
membe~i tahu, seperti kebobolan. Kena cumbu rayu, tak tahu
bagaimana ha'lls berbuat. Hancur luluh hatinya dilanda kemanisan.
Kini nafsulah yang menjelma, mengakibatkan celaka.

2016Maka Sang Raden Arjuna pun mendengarkan. Ingallah dia

konon akan janjinya. "Terbang ke atas gapura, seketika tiba, gumre-
gah. Runtuh remuk sudah didepaknya. Berteriaklah seisi kraton

erpusdahi'llk pikuk. Banyak wanita tertimpa robohan rumah emas. Terkejut-

lah Sang Raja Manimantaka. Sungguh-sungguh terlena, bingung,
gumregah. Sang kekasih, terlentang dia sementara. Terbanglah ia,

Pmemanfaatkan keadaan terlentang itu. Ba'll saja menoleh, Raden
ediaArjuna menyongsong di angkasa. Maka tetaplah terkecoh musuh-

nya.

Alih M6. Titah Sang Maha Dewa Indra
Sebagai raja besar, Airlangga mampu menampilkan diri sebagai
penguasa yang berwibawa sampai saat tu'lln tahta, karena mampu
melaksanakan lengser keprabon madeg pandhita. Sedang hiruk
pikuk seisi negeri, ada yang memberi tahu pada Sang Prabu
Niwatakawaca. Tidak dihiraukan tangis mereka semua. Sekali-kali
terdiam, berke'llt keningnya. Sebab kehilangan manikam, pikirnya.
Tak ternilai harganya, tangannya sendiri sebagai embanannya.
Dicarinya, telah terbang, lenyap. Tahulah dia bahwa terkena
muslihat. jelaslah muslihat Sanghyang Sakra. Telah jernih bening
kelihatan olehnya. Adapun keluar ucapannya memberitahukan
rahasia, karena ia was sumelang, jangan jangan tidak dilengketi
oleh Dewi Supraba.

Segera gumregahlah kegarangannya, sebesar wukir Seme'll ber-
tengger di hatinya. Datanglah segenap bala tentera asura yang kuat.

371

Serentak masuk pada malarn hari tanpa diperintah. Sudah penuh
pasar pajak besar. Sampai alun-alun semuanya sesak padat.
Oijunjung sembah titah Sang Maha Oewa lndra untuk menyerang
Sang Surapati, berangkat sebentar lagi. Pagi-pagi cacat netra Sang
Raja Raseksa hendak keluar. Wadya bala siap, telah tersusun rapi.
Saling berpanggil-panggilan, riull, berjingkrak-jingkrak. Genderang,
gong, terompet gegap gempita. Adalah seperti guntur selaksa juta
mereka yang serentak berteriak perang gemuruh. Ngerilah rasa
semesta dunia oleh wadya bala Sang Prabu Niwatakawaca.

Memang watak Prabu Niwatakawaca ganas dan garang. Geram
terhadap mereka yangmenuruti saja dan merancang-rancang siasal.
Bukan lagi perdamaian, perselisihan, maupun kanugrahan. Yang
ada hanyalah lindak hukuman. Besamya kekuatan jua diadu dengan
keberanian. Menterinya empat, dari ke dua cabang silsilah berdarah
murni lagi ternama, Krudaksa, Ouskerta, Wirakta, dan
Karalawaktra. Keturunan Hiranyakasipu, wangsa Kalakeya. Tetap

2016berjaya, mahir terlatih di medan laga.
Tak kenal takut, dulu terusa menerus diserbu para Oewa di wukir

erpusdaSemeru. Adapun kini Sanghyang Sakralah yang hams digasak

diserang. Lagi manusia ungisan hina itulah itulah yang membuat
mereka garang. Takkan gentar menyerang meluhlantakkan
lndraloka. Berangkatlah Sang Raja Raseksa, mengerikan, berwujud

Pdewa Maul. Sudah bersemayarn di atas kereta intan. Gajah raksasa
edia. menariknya, berwama belang bonteng satu sisinya. Gemeretak belah

segala tanah yang digilas.

MOengan garang bersandarlah ia pada tempat duduk kereta yang
Alihlebar. Seorang widodari memangku kakinya yang silang berjuntai.

Yang lain lagi mengipasi, karena panasihatnya. Api kemarah;ln
berpijar-pijar, keluar pada matanya yangmerah. Sangat berdesakan
jalannya pasukan bala tentera Oaitva. Berduyun-duyun, seratus
raskasa penjaganya. Harimau, kuda, singa, ada pula keledai
kendaraannya. Seenaknya senjata menyembul pada bulu tubuhnya.
Panji-panji berpusaran, kulit naga beserta dengan kepalanya.
Manikamnya merupakan hiasan kepala, berbinar-binar. Seribu
delapan puluh, bersusun-susun, aneka warna. Bagaikan bianglala
memenuhi dunia tunggul Sang Raja Raseksa.

Krudaksa dan Ouskerta menjadi pemuka, serempak, bergegas-
gegas. Bersedulur, sarna senjatanya, sarna tunggul dan kendaraan-
nya. Anak Sunda dan Upasunda yang berani dan sangat kuat. Segala
yang sangat elok dan mengerikan busananya. Segenap asura dan

372

danawa barisan depannya. Lengkap bersenjata, ada yang berjalan
di angkasa, ada yang berjalan kaki. Panji-panjinya kulit gajah yang
lebar beserta dengan gadingnya. Bagaikan sang surya gemerlap,
kemilau kilatnya. Dua orang yang menjadi penjaga belakang barisan
sebagai manggalayuda Kembar, bertabiat unggul Wirakta dan
Karalawaktra. Keduanya berkendaraan keturunan asura, yang
berwujud gajah besar. Mahir perihal senjata gada, sarna-sarna
membawa alugora intan.

Banyak sekali danawa yang gagah berani dan mahaasura yang
menjadi pasukim penjaga kaki. Berjumlah sepuluh juta manggala-
yudanya, belum lagi bala tenteranya. Panji-panjinya singa yang
diseset kulitnya, gemerlap bulunya. Bagaikan gelombang lautan
tertiup angin yang kencang. Segenap asura dan danawa yang bukan
manggalayuda tak putus-putus keluar dari benteng empat pintunya.
Bagaikan wukir berjalan jalan beserla dengan hutan dan jurangnya.

2016Bagaikan samudera gulung-gemulung, gemuruh segala yang

di-Ianda.

erpusdaMaka tiada lagi hutan tegak, semuanya luluh lantak. Sebab roboh

tertiup angin yang kencang. Musnah oleh kuda dan roda kereta,
digasak dan diinjak. Gempa, hujan serla halilintar menggelegar, dan
puting beliung. Alamat seluruh kerajaan Manimantaka musnah,

Pruntuh wukir di sepanjang sisi selatan wukir Semeru. Porak-
ediaporanda diinjak'oleh pasukan bala tentera Raseksa. Surga musnah,

segala yang dilewati dirusak dan digasak.

MKetika Sang Raja Raseksa berangkat, tersebutlah datang Sang
AlihRaden Arjuna, yang telah berhasil usahanya. Segera menyembah

Sanghyang Dewa Indra. Bertepatan saatnya dengan rapat segenap
dewa. Lengkaplah caranya memerikan kabar beritanya. Bila ada
sesuatu yang tidak jelas, banyak yang bertanya. Lebih lagi ada yang
bersorak "jaya-jaya" dan karena gembira tertawa keras-keras,
berkatalah Raden Arjuna, bahwa bala tentera asura telah berangkat,
mungkin tiba lengkap dengan senjata dan siap berperang,
"Hendaklah Sang Dewa Indra bersiap-siap, apa yang hendak
diperbuat dan apa gelar perang untuk melawannya. Sebab sepanjang
lereng Meru bala tentera asura berdesakan. Musnah surga digilas.
Mundur, semuanya melarikan diri. Jelaslah mereka akan datang,
pasti mencari ungsian pada kaki Sang Dewa Indra."

"Baiklah, Putraku, sesungguhnya kamulah yang aku nantikan.
Sudah siap semuanya untuk menyerang dan mendatangi. Berangkat
sudah musuh yang sulit dikalahkan, maka susunlah baik-baik gelar

373

perang untuk melawannya. Segenap yang digilas olehnya suruhlah
melarikan diri seketika, serentak jagalah dan bantulah. Maka
perhatikanlah caranya merundingkan, apa saja yang
membahagiakan orang banyak.

Budi orang yang mahaperwira, diserang atau menyerang
tidaklah berbeda. Makin sulit berhasilnya. Matilah harimau, jika
datang menyerang jika mendatangi daerah harimau. Orang, jika
merasa tak aman di suatu tujuannya, tak tahu bahayanya," kata
Sanghyang Sakra. Citranggada pun Sang Dewa Indra. Inti sari Kitab
Kamandaka itulah hendaknya diperhatikan. Contoh yang jelas
sudah dialami. Kalah orang oleh Boma, kemudian juga oleh Indrajit.
Terkejut, kebingungan diserang. Tak berdaya didesak. Kewalahan,
banyak yang tak berhasil.

Berangkatnya musuh menyerang, hendaklah ditandingi, dicegah
di jalan cepat-cepat. Dua keuntungannya, menimbulkan penghinaan
yang luar biasa dan tertolonglah seluruh wilayah selatan Semeru.

2016Lagi pula sudah bersiapJah Sang, Dewa Indra berbenah senjata, tak

ada yang tak siap berperang. Tetaplah orang siap siaga. Entah kalah,
entah menang sudah melaksanakan perang menurut darma," kata

erpusdaSang Citragada, meneguhkan keputusan Sang Dewa Indra dan

segenap golongan para dewa. Siasat umum sudah dilaksanakannya
bersama. Semua serentak bersiap siaga segera. Siasat rahasia Raden

PArjuna, jua telah pasti, bersama sang Dewa Indra. Jika musuh tak
ediabersiasat terbuka, hendaknya ditandingi dengan bahaya mata-mata

yang menyamar.

MSanghyang Dewa Indra keluar dari kraton, beserta bala tentera
lihdewa, gemuruh suaranya. Pelangki gajah besar Erawana tempat
Asemayamnya, terbuat dari permata seperti wukir api. Senjata Bajra

menghadapnya, berpayung bulu garuda seperti mega. Semata-mata
sang surya di wukir timur bentuk busurnya bersinar-sinar.

Kelompok siddha dan dewata semua menyongsong di anokasa,
gegap gempita bersorak "jaya-jaya". Tertaburlah kembang dewata
serta jatuhlah hujan sekejap tanpa awan. Banyaklah tanda alam
dan getar tubuh, alamat baik perjalanannya. Tempat padatlah dunia
oleh bunyi genderang, ketipung, terompet, gong, dan tambur
gemuruh. Bidadara pemuka perang bersorak-sorak, berdesakan,
bersusun-susun di depan. Sepuluh ribu berperisai, beriring-iring
yang mahir berperang, berjumlah beribu-ribu. Pohon angsoka
dewata, dilukisi gajah ganas, dihiasi rumbai-rumbai emas, itulah
panji-panjinya, seperti awan mengandung hujan lebat, bertepi kHat.

374

Ci lranggada di depan mereka, berkendaraan kerela manikam,
zamrud semuanya. Sejumlah sepuluh jUla pasukan depannya, semua
mahir berperang, membawa kerlala. Panji-panjinya semua merah,
menggelambir panjang serla berujung lombak. Bernyala-nyala
kelihalannya, dioles wewangian, berupa emas dan yang gemerlapan.
Di belakang Sang Dewa Indra Cilrasena, lengkap berbusana
kebesaran, membawa busur. Duduk di atas kerela meslika, yang
menjadi semarak cemerlang berkal kainnya yang merah. Bajalah
kerisnya. Pedang wadya bala, kilauannya menyilaukan, selagi
diIambai-Iambaikan. Seratus delapan, seperti sulra perak di angkasa,
panji-panjinya, berlegakkan.

Pulra sulung Sang Dewa Indra, Sang Jayanla, kerela mestika
lempal duduknya. Sudah leguh dimanlrai, sehingga menjadi lebih
pejaI daripada besi semberani yang keras. Putih tunggulnya, kulil
pohon dewadaru, ujungnya berbenluk perahu beratapkan emas.

2016Semerbak, seraya membawa serla bau harum kesluri pada seliap

langkahnya. Pasukan perjuril apsara semua memakai caping.
Membawa lomara pasukan depannya. Lainnya berbeda senjalanya,

erpusdamelambungkan coli, sedang golok ada di pinggang. Semuanya

berkelopong, berbaju zirah, dihiasi simbar, berkalung bunga,
serenlak berleriak bersahul-sahulan.Garang, berlangir jenu, berboreh

Pemas cair, penuh semangal berleriak-leriak.
ediaSang Raden'Arjuna menjadi penulup barisan, berkendaraan

kerela lerbual dari manikam. Sang Malali nama kusirnya yang sakti.

MSecepal pikiran kerelanya. Putih lunggulnya, seperli berwarna-
lihwarni berkal busur, yang bergaris-garis sinarnya. Cahaya kelopong
Adan baju zirah merupakan pelangi yang berkelebalan jua di

hadapannya. Pemuda gandarwa di depan pasukan pemanah,
perjuril pejalan kakirrya sembilan ribu. Lagi yang naik gajah
berduyun-duyun, belum lerhitung yang berkuda, sepuluh juta,
membawa lohok. Berkibar-kibar tunggulnya, sayap garuda, seperti
mega menghampiri sang surya. Pedang-pedangnya seperli lidah sang
maul,menjilal-jilal, hendak memagul dunia.

Sang Cilrarala dijadikan pendamping ulama, diperinlah Sang
Dewa Indra unluk mendampingi. Sedangkan segenap dewa
penghuni Suralaya mengikuli di belakang Sang Pulra Mahkola.
Aneka ragam lala aluran pasukan bersenjalanya, seperli awan,
seperli kiIal berbelilan, seperli puncak wukir ditengok sang surya,
ada pula yang seperli laul pasang. Tampaknya, kelika mereka berjalan
di udara, berpusaran dari benleng manikam, melayap hendak

375

mendarat, turun menuju ke kaki Semeru, bagaikan samudera
mengangkasa. Menyebar, padat, gemuruh, seolah-olah langit runtuh
beserta kesembilan badan angkasa berpijaran, seperti andaru
sembilan ribu. Sang candra dan sang surya padam berkat perjalanan
Sang Dewa Indra. Seolah-olah ketujuh dunia baru saja menjadi
berkat ciptaan Sang Pasopati. Serentak mereka bersiap mengatur
dirinya menu rut kelompok pasukannya, mengagumkan, luas
meliput. Segala yang dilewati menjadi abu berkat derap kuda dan
kereta Sang Dewa Indra. Bengawan dan jUIang menjadi rata.. Menjaeli
padanglah wukir dan hutan e1igilasnya.

Tiba di lereng wukir agung Semeru sebelah selatan, Sang Dewa
Indra bersenjata lengkap, siap bertempur. Sebab nyatalah musuhnya
membumihanguskan sepanjang lereng punggung wukir berkeliling.
Beranlakan mereka yang dilalui dan dianiaya, lari lercerai-berai,
dijumpai oleh para dewa dan apsara. Selebihnya dari yang dimakan,
e1itawan, dibawa lari oleh bala lenlera Raseksa dan raksasa.

2016Tak lama kemuelian datanglah pasukan depan Sang Raja Mani-

mantaka, mengepung dan dengan ganas menyerang. Tiada bermang-
galayuda perjuril-perjuril mudanya, hanya dengan panji-panjinya,

erpusdalanpa senjata. Terkejul, melihal orang berbaris rapi. Mundurlah

mereka, makin berjejal berdesakan, mengatur diri. Gelar perang Sang
Dewa Indra mengerikan, padat, berbentuk Mulut Makara. ltulah

Psebabnya mereka lerhenti. Adapun Sang Dewa Indra menyiapkan
ediadiri sebagai tulang punggung, sudah menjadi badan gelar perang.

Di depan dilempatkan Sang Bangsawan Raden Arjuna, sebagai

Mpemuka para dewa eli medan laga. Cilrarata yang unggul lemannya,
lihberada di dekal kerela, gagah, naik gajah. Sedangkan golongan para
Adewa merupakan penjaga yang kuat. Gajah, kuda, kerela, dan

perjurit pejalan kakinya berjumlah sepuluh jula. Lagi pula wukir
itu sulil dilempuh, padang perlempuran rata, diapit oleh lereng.
Kering, kurang air, ditumbuhi semak pung dan' widuri. Jalan lahar
letusan wukir bertimbunkan batu. Berbahaya jurangnya di sebelah
barat lempal mereka berhenti, menghadang, menyepil musuh. Di
sanalah lempal tolak untuk memulus jalannya pasukan depan. Ada
yang bertiarap eli rumput.

Sang Citranggada dan Citrasena sebagai taring kanan menanti
di lereng. Berkedudukan di kirilah Sang Jayantaka, membenlang,
padat, maju ke depan dengan mantap. Nyatalah merupakan tangan
gelar perang, penuh hasrat berniat mencerai-beraikan musuh.
Sungguh-sungguh gelar perangnya teguh, teratur rapi, sulil

376

dikalahkan, sukar ditembus. Setelah mereka siap teratur,
kelihatanlah derap para Raseksa, berjalan darat, gemuruh. Teriakan
mereka, selagi semua berjingkrak jingkrak berpekik-pekik, nyatalah
merupakan halilintar sejuta. Keriut kereta, ringkikan kuda dan pekik
gajah serta kelepak tunggul sangat dahsyat. KHat yang timbul dari
berpagutnya ujung gading tak putus-putus.

Membentang, padat pasukan bersenjata, banjir mahaasura, laut
meluap susunannya, selagi tumPah' Gempalah bumi, berguncanglah
permukaan tanah' belah, menderita, seperti berayun-ayun. Gelaplah
sang surya, debu menebal, kabut bercampur puting berpusaran.
Sanghyang Meru roboh, laut menggelora, dunia Brahma (bumi)
terhenti, retak. Serangan para Raseksa meluap seperti banjir dari
gunung, bersama mengamuk, tanpa keputusan, tak kenaI bahaya.

Gemeretak, penuh hasrat, semuanya garang, sebab berang, telah
lama geram. Serangan para dewa yang gagah berani itu pun kuat,

2016serempak bertumbuk, bertemu di tengah' Seperti letusan v.'Ukir ber-

pagut, bertumbuk di depan, tiada yang berniat mundur. Gaung gong

erpusdadan riuh genderang tak lagi terdengar berkat peri-sai berdentang-

dentang. Menyayat hati gemerincing golok, gelegar korrta mengenai
gajah. Lagi ulah lenguhan orang yang menghembuskan nyawa,
meng-aduh, mengerikan. Serta pekik orang yang memenggali kepala,

Pdeburan orang yang kembali menyerang, terinjak-injak. Tiada guna
ediajentera jemparing dan tombak, kesempitan, kikuk, tak dapat dipakai.

Hanyalah pedang dan gada tepat guna, saling beradu dengan tomara

Mdan tohok. Yang lain lagi memagut, menyeruduk, serempak saling
Alihbergulat, lupa akan senjatanya. Banyak yang mati dengan saling

menusuk, bertubi-tubi cundrik dan keris pemenggalnya.
Serentak gugurlah demi seribu, sepuluh juta, belum terhitung

gajah dan kudanya. Runtuhlah pelangki kereta yang berbenturan
saling bertindih, berantakan, mengerikan. Bertempur di wukir
mayatlah akhimya para' pemberani, seraya berlutut. Menyeberangi
laut darah, bergulat, bergumul, penuh semangat, berjingkrak
jingkrak, gegap gempita. Sang siddha dan dewata ada di langit,
hendak menonton, menjadi takut, lalu lari. Semuanya menutupi
telinga, kebisingan, menjadi ngeri, lalu terbang ke atas. Sebab seolah-
olah dipangganglah langit oleh nyala segala macam senjata, yang
meluap berkobar-kobar. Mereka pun berdesakan di wilayah surya,
mengungsi. Lenyap, padamlah sang surya.

Keadaan yang demikian itu hanyalah sekejap. Berpekikanlah
golongan raksasa. Terkejut, ketika dipotong, diserang tiba-tiba,

377

diputus-putus dari arah lereng, tak berdaya. Sang Citranggada dan
Citrasena mendesak dan Sang Jayanta mengejar. ltulah sebabnya
kacau balau eli belakang, takut, bingung, tak tahu lawan tempurnya,
karena tercampur baur. Mereka tercerai-berai, terpukul mundur.
Yang lain lagi serempak menyerang membabi buta, mencari bela.
Lagi pula mereka terdesak mundur ke jurang. Baru saja kem-bali
menyerang, terinjak-injak. Yang lain lagi ada di angkasa, dijem-
paring, hancur, jatuh menggelegar, oleh Raden Arjuna dan Sang
Dewa Indra mendesak dari muka dengan ganas. Keempat menteri
Sang Prabu Niwatakawaca, dua yang terpenggal bersama. Banyak
sekali bala tentera Raseksa terkemuka dikalahkan di segala sisi, lebih
dari sejuta. Ketika mereka dipotong-potong, serempak menyerang
membabibutalah para perjurit bidadara. Terkejut, tak berdaya,
ditindih, eliserang kembali oleh golongan raksasa.

Segenap yang tersiksa pulih kekuatannya, ketika datang Sang
Maharaja Raseksa membalas serangan. Meluap kemarahannya,

2016karena habis tersapu bersih segenap pemimpin pasukannya. ltulah

sebabnya ia datang menyerang bagaikan api pemusnah dunia nyata-
nyata berkobar. Padatlah raksasa yang berdesakan menyerang.

erpusdaSegala yang ditempuhnya hancur lebur menjadi abu.

7. Gelar Perang Mulut Makara

PTersiksalah para dewa oleh Sang Dewa Indra, mati, bertimbun-
ediatimbun, bertindihan, diinjak-injak, ditantang dengan pekikan. Yang

hendak membalas serangan tak menemukan jalan, mememotong

Mjalan dengan tombak, memadati, menahan, dan mendesak-desak.
lihMaka ke situlah Sang Raja Raksasa datang memuntir kepala, penuh
Asemangat, mencekik, menghantam, menampar. Bertubi-tubi

melepaskan senjata dari bulu tubuhnya. Dari matanya jemparing
yang ampuh bersusul-susulan. Gajah, kereta, dan kuda menjadi
debu, luluh lantak, dibenturkan, tak berdaya, mengerikan, bagaikan
wukir dipelantingkan. Bala tentera dewa ngeri, diserang berhadap-
hadapan, takut, dihancurkan, musnah, berantakan, kacau balau.

Gelar perang Sang Dewa Indra, Mulut Makara, hancurlah ta-
ringnya lebih dahulu, kalah keempat sisinya. Dengan bertelekung
kembali menyeranglah Sang Putra Mahkota, yang menjaeli penopang
belakang mereka yang mundur minta belas kasihan.

Mantra jemparing Sanghyang Pasupata ditafakuri. Sang Putra
Mahkota pun bertapa brata seketika. Sekejap menjelmalah api
bertubuh raksasa, tujuh juta, semuanya lengkap bersenjata.

378

I

Mengombak, menggelornbanglah mereka ke angkasa, penuh sesak
keluar dari ujung busur. Mengerikan wujudnya, dalang menyerbu,
membakar para asura beserla perjuril dan kendaraannya. Secara gaib
Sang Raja Manimanlaka memuja anugerah Sanghyang Berawa.
Kebal, panlang maul, legak menjulang di lengah abu berkal musnah,
nya bala lenlera asura. Ia pun bersemadi, sekejap keluarlah lagi bala
lenlera asura dari mululnya, luar biasa mengerikan. Dengan enaknya
lak henli-henli dengan dahsyal membalas serangan, menyerbu,
melebihi sepuluh kali lipal kebaikan mereka yang musnah. Empal
lima kali dilakukannya demikian, lagi-Iagi dengan mengerikan ia
pun bertubuh dahsyal. Kini jemparing api Sanghyang Tripuranlaka
dilepaskan padanya, lagi-lagi ia pun bertubuh dahsyal. Maka ketika
itu dipasanglah rahasia siasal oleh Sang Arya Arjuna. ll(l1u gaib
perihal kutuk balik direnungkannya demi berakhimya anugerah.

Menggigil kelakulan segenap dewa, kacau balau melarikan diri
karena kesaklian musuh yang luar biasa. Raden Arjuna pun dengan

2016sengaja turul lari kebingungan, ikul menjadi penutup mereka yang

mengungsi. Seperli kerepolan, mengungsi dengan aneka bawaan,

erpusdadia ini diserang, disergap, dikeroyok, dan didesak oleh para raksasa

manggalayuda pasukan, yang memanah dan menghujani dengan
musala dan lomara. Oleh karena itu giranglah Sang Prabu Niwalaka-
waca, menunjuk-nunjuk dengan langan kiri, sambi! melambung-

Pkan lomara."I:Ia-ha, manusia saktikah kau, berani menanlang aku,
ediaPanglebur Gangsa yang menjelma?

Aku inilah yang memiliki bulalan dunia, akulah yang mengua-

Msai, "Trilokengral. Pasrahlah saja, iniIah bekalmu pulang ke neraka,"
Alihdemikian kalanya. Adapun Sang Raden Arjuna, lamalah dia lelah

membenlangkan jemparingnya yang lerampuh. Senjala Naraca
Gligengwaja namanya, diserlai dengan japa dan lapa brala pada
dewa. Sekelika lomara yang ampuh itu menempuh dirinya, dengan
sengaja dia menyepilnya, sambi! pura-pura lerjerembab di· kerela.
Berpekiklah Sang Raja Manimanlaka, dalang dengan berleriak-leriak,
seraya menanlang perang. Saal itulah ia lerkecoh, lerjeral tipu mus-
lihal. Terbukalah pintu masuk ke arah anugerah yang ada padanya.
Tak pelak lagi dijemparing, penuh sesak dengan jemparing senjala
ampuh mululnya, lerkapar di kerela. Balin yang lekebur dan cong-
kak membual orang lupa. ltulah sebab musabab kemalian liba. Sing-
kalnya libalah kutuk balik. ltulah yang diikuli oleh kekuasaan hu-
kum madyapada.

Telah gugur Sang Dewa Indra dalam pertempuran, dikeroyok

379

oleh jemparing api beserta bala tentera dan kendaraannya. Seperti
Kalayawana menjadi debu seketika, dikutuk oleh Balai Rukmi
Mereukundha, Sang Ayogi. Langit suram, pelangi melengkung-
lengkung di angkasa. Awan terang temaram mengandung hujan.
Sang surya bersinar, bulatannya sebelah saja kelihatan. Alamat
istimewa orang keramat, tatkala wafat. Para dewa dan apsara yang
mati ataupun sakit dirawat dengan amerta oleh Sang Dewa Indra.
Sesungguhnya demikianlah para dewa tak lanjut mati, kembali segar
bugar beserta bala tentera dan kendaraannya.

Pulanglah Sang Dewa Indra. Sudah pasti kebahagiaannya nada
bandingnya, eahayanya nampak pada wajahnya. Pulang, ikut naik
kereta Raden Arjuna, asyik mempereakapkan langkah tingkahnya
berperang. Menghadaplah golongan para dewa pada kereta, menam-
pilkan ulah dan perkataan penuh pujian. Semua mempereakapkan
langkah nngkahnya berperang. Sebaliknya sang unggul jasanya
tak kegirangan. Singkatnya, mereka yang hendak pulang sedang

2016ada di jalan. Aneka ragarnlah buah kemenangannya, hakaian yang

indah, kendaraan istimewa, ada pula gaelis seeantik permata, serta
segala tanda kehurmatan, sebab berhasil memperoleh kemenangan.

erpusdaAdapun kini mereka yang terindu hendak dilukiskan. Para

kekasih bagaikan hanyutan bengawan sama-sama berebut kasih.
Aneka maeam berita didengar-dengarkan. Tabiat orang yang was
sumelang dipermadukan wanita rampasan. Ada yang merindu,

edia Pberakhir dengan mengenakan selimut. Menderita cinta, sesekali

menjadi lesu, sudah berkain nada guna. Katanya dalam han, yang
nba-tibamenjadi kesal, "Bagaimanapun jua lebih baik aku melipur

lih Mlara eli halaman." Ada yang pereaya akan cinta kekasihnya.
ABerani bertaruh atas dasar besarnya pengabdiannya pada suami.

Pemeo saja biearanya, bila kehabisan kata, "Masakan mampu air
tawar membinasakan laut?" Ada pula yang sangat sedih, terlalu
bingung hatinya. Barangkali selalu disumpahi di peraduan. Cadis
keeil belurn tahu liku-liku pereintaan. Boleh saja orang bermain
bohong selagi bercinta. Ada yang mempersiapkan pandangan manis
sebagai sambutan. Kesal hatinya hendak diselimuti dengan eerianya
mesam-mesem. Hendak menyaksikan lelakinya merayu.

"Malahan harus dicumbu rayu dia," demikian katanya. Yang
lain lagi menyimpan bedak wewangiannya. Kelihatan menyembul
di han, tak tertutup oleh kain. Tingkahnya pura-pura sakit, bersan-
dangkan kain selimut. Dimintai persetujuan, tak akan ditemukan.
Terlalu banyak, jika dilukiskan lara para widoclari, kesedihan orang

380

yang bam dipermadukan wanita rampasan. Datanglah Sang Dewa
Indra, serentak gemuruh. Suara bunyi-bunyian bergaung sampai
ke langit.

Halla telah tibalah dia. Suka ria kemenangan tak hendak dicerita-
kan. Adalah hutan Nandana yang suci, itulah tempat yang didatangi
Sang Raden Arjuna. Maka aneka ragamlah pelipur hatinya, yang
memuat segala macam kenikmatan. Puas sempurna kesepuluh
inderanya, mencapai tujuan semua. Dilaksanakanlah penobatan
dengan maksud agar dia menjadi raja di Indraloka. Kehendak Sang
Dewa Indra, agar ia pun mengambil alih takhta selama tujuh malam.
Satu paroh-gelaplah lamanya malam Suralaya, siangnya satu paroh-

~ terang. Maka dari itu tujuh bulanlah ia akan menikmati hasil kepah-
lawanannya.
Saat yang baik tiba, segera tampillah Sang Dewa Indra di balai
penghadapan. Diundanglah segenap resi, siddha, dan dewa, serem-
pak mengatur did di balairung. Segala perangkat upacara Suralaya

I 2016tersaji rapi, diatumya semua. Ada pula kewas sumelangan dia yang
akan memperoleh kedelapan keunggulan? Datanglah Sang Arya
erpusdaRaden Arjuna, disiapkan untuk bersemayam di singgasana manikam.
Mahkota dan lain-lain, segenap busana kebesaran Sang Dewa Indra
dikenakannya. Berkain kelupas kulit Sang Ananta, sudah dikembang-
kembang dengan manikam biru, bercampur sasarudira yang dicair-
Pkan, indah, mempesona.
ediaSang Dewa Indra bersama Yama, Baruna, dan Kuwera mengha-
dap siap. Kecer, ketipung, terompet, dan tambur gemuruh, beserta
lih Mpuji sembah segenap dewa. Gumregahlah Sang Wasista-dialah yang
Amenjadi manggalayuda ketujuh dewata beserta puja selamat, yang
dengan ucapan "jayacjaya" dan amerta meneguhkan dia yang bersifat
dewata. Air seratus patirtan dikumpulkan dalam tujuh jambangan
intan. Butiran air raksa, ramuan air raksa, segala rnacam logam cair,
tujuh jambangan. Amerta hasilnya· menyadap sang candra purna-
rna, tujuh jun.
Dua puluh satu tempayan manikam beserta rangkaian upacara
dan tapa brata pelaksanaan pemandiannya. Ada sesaji mulia, yang
menakjubkan besar dan indahnya, datang permata bening, yang
kerobongnya berpahatkan Pengadukan Laut. Segala yang ada di
wilayah Sanghyang Wisnu, wilayah Siwa, dan wilayah Brahma
datang, segala yang berisi kenikmatan tertinggi bersama dengan
Alam Sunyaruri. Akan berkepanjangan, jika diceritakan jalannya
penobatan Sang Raden Arjuna. Sesudah yang demikian itu, ada

381

rumah penyambttt sang pengantin. Kelebihannya dari kediarnan
dewa Astnara, wujud Ratih penuh sesak di sana. Ke sanalah ia Raden
Arjuna dipersilakan beristirahat.

Ia pun menanggalkan busana kebesaran, telah siap berganti
persalin. Ada mega, yang dimerahkan oleh sang surya bersinar, itulah
busananya. Mengurai rambut, seakan-akan nandhang kasmarannya
sudah lama, jua rupanya. Pesona dnta di mata, gigi, dada, dan
busana itulah pembawaan aslinya senantiasa. Di serambi rumah
pengantin, di sanalah dia bersila. Rumah indah tujuh buah
berkeliling, hiasannya semuanya luar biasa. Ada yang serba
manikam bangunannva, ada yang istimewa ter-buat dari bunga,
tempat istirahat mereka yang dengan upacara dibersiahkan oleh Dewa
Kamajaya untuk pertempuran.

Berkat jasa-jasanya terhadap Negara Kahuripan, maka raja
Airlangga mendapat kanugrahan sejati yang berupa penghormatan
tertinggi dari rakyatnya, sebagaimana sang Arjuna yang dielu-

2016elukan oleh para bidadari. Tersebutlah, Dewi Menaka, dialah yang

disuruh oleh Sang Dewa Indra untuk menghadap Raden Arjuna.
Dia itu dihormati oleh para widodari, ditaati oleh seluruh

erpusdaKahyangan. Lagi pula tak lain nenek moyanglah kedudukannya,

sarna wangsa dengan Arya Arjuna.
Dia pun berkata-kata bagaikan melipur kesayuan Raden

Arjuna."Putraku, puaskanlah hatimu dengan ganjaran orang yang

edia Pmenang dalam medan perang. Hendaklah dipenuhi godaan mereka

bertujuh ini, Angger, oleh Sang Putra Mahkota. Berbahagialah raja
keharuman, dihormati sebagai guru kemanisan. Dalam hal tingkah

lih Mlaku yang luwes semuanya telah berkeunggulan, semuanya telah
Amahir.

ltulah Dewi Supraba kesukan dhadhu, lihatJah, bersama dengan
Tilo-tama. Caranya meminta lemparan dadu beserta dengan perasaan
te-nang oleh kedatanganmu, tak ribut-ribut. Menanglah poor yang
kalah, makin mempesona, berhiaskan kembang teratai. Songsonglah
pandangan matanya, Putraku, pura-pura membe-nahi sanggulnya
yang tak lepas. ltu yang lain lag; asyik membaca puisi, ada pula
yang baru selesai bercermin. Menata sangguUah inangnya, disisir-
sisirnya dengan tangan. Ada yang memetik lagu sedih, merangkai-
rangkai, memperagakan kemahiran jari. Bagaikan intan sempurna
dipandang, hendaklah kau amati baik-baik selama bereinta.

Puncak segala puncak mereka ini semua. Aku pun tak akan
menghalangi lebih lanjut, Sayangku. Berjalanlah dahulu masuk ke

382

dalam peraduan. Aku akan mengutus dia yang kiranya serasi."
Demikian itulah katanya. Yang disapa ini salah jawab. Berkata lain,
seperti tak paham, namun masuklah jua dia ke dalam peraduan.
Dewi Supraba, dialah yang disuruh pertama kali menikmati yang
demikian itu. Berkat sudah berpiutang kasih, merajuk-rajuk dahulu
di gua. hamalah kedekatan dan kebersamaan mereka dahulu di
perjalanan. Rasanya tak akan menolak dipeluk. Kemerut kemarahan-
nya tak sampai ke dalam hati.

Senang Raden Arjuna mendekat-dekat, membelai tubuh,
mencumbu-cumbu. Menepiskan tanganlah dia yang menolak, barn
saja dipeluk pinggangnya. Serentak menutup-nutupi kedua
payudaranya. Adakah yang dicurigainya dengan tindakannya itu?
Segan tampaknya menutup. Debar-debarnya rata menyebar.
Berkatalah Sang Putra Mahkota, keluarlah bisa cintanya, "Nini,
hendaklah berbelas kasihan. Betapa manismu, seandai-nya lurns

2016ramping keningmu, jika memandang. Sudah terlalu biasa kemerut-

mu. Jika mengulum gigi, sudah matang merahnya.
Sedihlah aku, didiamkan, bagaikan berkata-kata dengan topeng.

erpusdaBagaimana gerangan caranya berhias, Nini, sehingga mendapat-

kan kecantikan? Manguneng galuhkah yang senantiasa menjadi
keramas melebatkan sanggul? Berpupur melati, berboreh kembang

Pangsokakah, Dewiku? Atau bersugi tebukah gerangan, Rayi, selalu
ediaberpelupuh madu?" Dia yang disapa demikian terpupus hatinya,

namun membalas mencumbu. Lemah lunglai, menjawab dengan

Mdesah dan isaknya. Terdapatkanlah simpul kainnya, lepas, ketika ia
lihditindih. netra yang berisi Cinta ditatapkan pada netra yang tahan
Atak berkedip.

Setelah dia terkuasai, lekalah hatinya, meringkuk di ujung ba-
wah tempat tidur. Menangis, menunduk, ia pun menyapu keringat-
nya, yang menyusuri gurat pinggangnya. Bertutup kain selimut
jua dia, jijikoleh basahnya kain. Lagi pula pahanya bagaikan buluh
gading berkilau-kilau sampai ke betis. Sang Putra Mahkota me-
nuntaskan dirinya dalam ulah keharuman cumbu rayu. Sampai dua
tiga kali dia disetujui lagi, bam serasi tingkah mereka. Buluh berge-
sekan dengan tebu pertemuan mereka itu, semua-nya dirias dengan
kemanisan. Sepadan, segera bertemu aras, bertemu buku, saling
menatap mata.

Maka aneka ragamlah permainan dan istirahatnya, segala sesuatu
yang kiranya menyenangkan indera. Ada kalanya mereka keluar,
membuat selingan, berhias, ber-sanding, bertindih-tindihan paha.

383

Sang Putra Mahkota pun mengajak masuk, mengawang-awang
dalam puncak rasa. Getah pohon kukap seperti lengket membutakan,
seperti endapan madu. Waktu pun berjalan, hampir tibalah saatnya.
Teringatlah Dewi Supraba. Turon ke air, lalu pulang, merah mata-
nya, pedih. Bergegas-gegas langkahnya, melipat-lipat tepi kain yang
terlepas. Melirik-lirik melihat ke bawah, nampak kemerut. Apa gera-
ngan yang terlihat?

Para gandarwa wanita dan widodari membawa genderang
tepukan, mengiringi swarawati. Kemahiran petikan kecapi dan siter
berganti-ganti, ada pula diiringi kidung. Bau kain baru berharumkan
bunga, boreh serta wangi dupa tak putus-putus. Batin sang
pengantin menggigil mendayu-dayu, selalu bermimpi ke kediaman
Dewa Kamajaya. Segenap wanita mbok emban membawa hatinya
pada telinga, bersaina-sama menguping semua. Hanya samar-samar
saja terdengar cumbu rayu mereka yang dipernikahkan, membelah
teratai hati. ltulah sebabnya mereka menyisir sanggul, setiap kali

2016peluk-me-meluk, ada pula yang disiku. Yang lain lagi gumregah

nandhang kasmaran, berhasrat saling memangku, cium-mencium,
berselubungkan kain selimut.

erpusdaTerkejut, ketika Dewi Supraba keluar, bergegaslah mereka

mengiringkan keluamya. Sebab selama satu paroh-gelap perhitu-
ngan dunia, yang sesungguhnya satu malam perhitungan
Kahyangan, mereka bertujuh akan berganti-ganti. Maka dua hari

edia Pdua malamlah jumlahnya lima belas malam di-bagi tujuh jangka

waktunya. ltulah sebabnya dia (Dewi Supraba) pulang, masih lekat
hatinya. Tersebutlah-dia yang menggantikannya. Berangkatlah

lih MRatna Tilotama masuk, tak terlalu segan, sebab telah berpengalaman.
ADia terkenal selalu melumatkan tapa, telah unggul berjasa, ma-tang

dalam hal menggoda. Lagi masih muda, seperti telur dikuliti warna
tubuhnya, payu-daranya kencang. Setiap kali mandi di bengawan
Suralaya, itulah kiranya dia kem-bali menjadi gadis secantik permata. ,

Sang Menaka membawanya masuk, berkata kepada Sang Arya,
"PutrakU, persenanglah hatimu. Janganlah merasa lelah melaksana-
kan usaha, seperti yang layak bagimu, yang menguasai ilmu
percintaan." Demikian katanya, ketika membujuk. Pulanglah dia.
Mereka yang ditinggalkan bertumpang tindih di peraduan. Seperti
orang berperang, siap sudah ditusuki tombak, berdesakan, bersatu
nikmat. Berkatalah Sang Putra Mahkota, "Dewi, apa sebabnya, jika
dihadapi, membalikkan diri, bertingkah selaku perawan? Hendak
kudapati indah permainan kata-katamu, yang merajuk-rajuk dahulu

384

di gua. Kini serba menyikukan tangan. Kalah aku, Nini, oleh godaan.
Batinku takut, jangan jangan menjadi anak batu tulis di dalam
kasang, yang menderita sakit karena bekas, kuku.

Jika aku mati kelak, biarlah aku menjadi kain selimut, agar se-lalu
berdampingan lagi disayang.Bahagialah aku, jika kausanding,
ditiduri oleh orang yang berpura-pura sakit, berpepat hati. Busana
orang yang sedih, lalu menjadi selimut orang yang keluar diam-
diam pada waktu sang eandra pumama. Dewi, senang juga aku ini
menikmati sedapnya disiku, ketika memeluk pinggang."

Demikian katanya, manis, seperti bersiasat menggetarkan lu-buk
hati. Yang dibujuk dipangkunya jua, tak kunjung terkuasai, selalu
merapat-rapatkan kain. Bukan karena takut disakiti oleh orang yang
mahir, namun ada yang diwas sumelangkannya dalam hal tingkah
laku. Biasanya berkuranglah utah eumbuan, senang berenak-enak
saja, jika sudah diberi.

2016Singkatnya, setelah dia terkuasai, sampailah saatnya kuasa dalam

tingkah memberikan segala sesuatu yang menyenang-kan. Mantap-
lah nikmat tingkahnya, seperti pinang luwak bertemu dengan sirih

erpusdawangi. Berkuranglah mereka berbisik-bisik. Berbunyilah balai-

balai-nya bersama dengan gesekan kain selimut baru. Suara "ah-
ah" samar-samar serta isak, itulah yang didengar oleh mereka yang

Pmenguping, saling menggamit.
edia8. Kembang Kilayu Mekar

MBanyaklah tanda keharuan Sang Putra Mahkota, menyenang-
lihnyenangkan sang widodari. Asyik memandangi, memangku kepala,
Adiperbolehkan membuai-buai payudara. Bernafsu memangku, lalu

mencium pipi. Sal\ggul yang terlepas dibenahinya. Berkatalah ia,
sementara terbius cinta, setelah memberikan sepah dengan giginya,
"Nini, yang bagaikan keindahan, berkat keeantikanmu maka kamu
membuat pilu hati orang yang merindu. Taji yang sesentak membu-
nuh kiranya bentuk cukuran keningmu, berhasil menembus hati.
Seri eahaya netra orang yang merindu keeantikanmu, dijadikan
permainan, dibelai-belai. Seperti mengenali orang yang lama berpisah,
sudah bertemu, caranya memandangi dikau.

Tak jemah membangkitkan cinta pula garit lehermu bagaikan
ditulisi. Membuat pilu bekas sabukmu oleh karena kancingmu
kembang kilayu yang sedang mekar. Dewi, sekalipun kamu diam,
Rayi, ujung keningmu jua hendaklah menjawab. Sanghyang Srikah
itu yang lewat? Bukan! Wangi kainmu itu, tertiup angin!" "Aduhai

385

Sang Putra Mahkota, earanya berbieara sarna dengan membuai ke
angkasa, membawa ke seberang sana. Nah menggarami lautlah dia
ini, yang mencumbu rayu orang yang merindu, lama menderita cinta.
Sekarang inilah kemasyhuranmu, orang yang sarna dengan sepah
orang yang siap bunuh diri. Bagaikan kembang angsoka terdahulu
berbunga pada musim ketiga, tak jemah diperebutkan.

Kalauput boleh berbicara pula, sudah terlanjur mati, memandang
kediaman Sanghyang Wisnu. Sengsara orang yang menatap gigirnu.
Memuneak sakitnya orang yang disanding hendak berbicara. Raden,
sepelekah gerangan gerahnya orang yang menahan rindunya,
menangisi angkasa? Serupakah kiranya sanggul itu dengan orang
yang nandhang kasmaran, dijagai oleh lambaianmu, sementara kamu
mengurai rambut?" DemikianJah katanya. Lalu mereka pun keluar,
bersanding, bersantap di Iuar. Segala rasa nikmat tertinggi dikenyam.
Inti sari rasa nikmat tak tercela semua ada. Disingkat sckian tingkah
laku mereka. Tibalah saatnya perjan-jian ditepati. Pulanglah Sang

2016Dewi THotama, diiringkan oleh inang-inang wanita.
Kanak-kanak itulah yang ganti dilatih perihal einta, diajar perihal
isyarat gerak-gerik. Subangnya terbuat dari manikam, untuk

erpusdamenghiasi yang men-dum, jika dia disambut. Gaya jalannya

bagaikan lenggang gajah, santainya sesuai de-ngan lenturnya
pinggang. Meliuk-liuk pelan, ada kalanya seperti diiringi beradunya

Pge-lang kaki bersusun. Bangun-bangunan Sang Cinta yang
ediamembuat sayu, rumah dia yang membuat haru hati. Kemampuannya

memberi sakit einta tepi baturannya, baru berjerambah payudaranya

Myang mempesona. Pintu-pintunya adalah hatinya, seperti tak susah
lihmenyangga bubungan cumbu rayu. Usuk perawakannya terbuat
Adari kesedihan, pengerernya ada-Iah kemanisan matanya, jika

memandang.
Dia inilah yang dibawa masuk. IDngunglah dia yang diterima

berpangkukan pinggang. Keluarlah Dewi Manaka. Segan, mende-
sah, dia ini dipangku, bergeser di peraduan. Kelihatanlah
keringatnya, jadilah seperti intan diremuk di sela sela payudara.
Segera memberitahukan gerah hatinya terus lerang kepada Sang
Putra Mahkota. Berkatalah Sang Arya, "Sayangku, merupakan
kanugrahanJah kemanisan pandangan malamu, jika melihat. Mata-
mu diriasi pantis, agar kamu membuat rindu, selalu menimbulkan
lara di hati. Pipimu disengal kumbang nandhang kasmaran, melebihi
bau harum kembang pudak. Kainmu diketatkan benar, seperti kain
yang sudah dirapikan sebagai pembungkus bulan."

386

Demikian kata Sang Putra Mahkota, terhimpit perasaannya,
sangat terburu nafsu. Tiada kernbang layu dicium oleh kumbang!
Maka bersiaplah ia hendak menguasai. Sebab masih seperti kanak-
kanak, diremas-remas, menolak dada, kelelahan, mencubit tangan.
Ketakutan dia yang sedang pertama kali diububi sarna dengan
semburan dia yang berbuat demikian. Keluarlah dia, disongsong
oleh inang. semuanya berbelas kasih-an, nampak tertawa, serempak
berkata, "Adikku, seperti keluh orang yang menjejaki karang tajam,
sampai kemerut kedua keningnya berpadu. Sakit itu berakhir
bahagia, biarkan saja, Nini. Berbasuh-basuh-lah semuanya.

Seperti orang menggenggam sembilu ditarik-tarik jua sakitnya,
Sayangku, tahanlah!" Demikianlah kata inang, mengantarkan
untuk masuk kembali. Takutlah dia yang disuruh. Kelihatanlah
kemanisan gigi sang kekasih bagaikan bepercikan madu. la pun
menahan jua, ketika dimintai belas kasihan, mahir me-ngiringi
dengan beradunya gelang kaki. Mulai sarna-sarna mulai, berhenti

2016sarna-sarna berhenti. Tanda-tanda mereka berhenti, suaranya tak

ribut lagi.

erpusdaMemang benar, mana ada orang tak jijik karena tak suka

mene-rima tamu. Ketakutan dia memandang. tampak seperti ukiran
keris orang yang bermain wayang. Ada kalanya memejamkan mata,
menyerah, sekalipun mendesah-desah, akhirnya berhenti menolak.

edia PSebab baru saja menemukan nikmat, lepas bebas, tak berkecap-kecap.

Lewatlah batasnya, pulanglah dia. lnang bersiap mengiringkan.
Rupanya menyerupai Dewi Sud Selamurti, langit tanpa awan. Seperti

lih Mseri keindahan senja, berserimut kain merah yang di-tulis. Betis
Atersingkap, bentuknya seperti bekas bintang beralih.

Tiada habisnya, jika hendak dilukiskan satu demi satu caranya
be,rtingkah sebagai pengantin. Tiga jerus saja yang dilukiskan, dara,
tua, kanak-kanak, nyata dalam ulah. Pendek kata, mereka bertujuh
sudah sepengabdian lakunya. Wanita-wanita utama lainnya yang
ikut masuk tak hendak disebutkan. Pada saat yang demikian itu
nikmat dan kuasa tak terperikan. Didapati oleh Raden Arjuna, bahwa
sedihlah hatinya, mau tak mau. Perihal mereka yang tertinggal di
pertapan, bagaimana pula keadaannya kini? Demikianlah sulitnya
menjelma manusia, kenapa terplanting orang hidup itu.

ltulah sebabnya dia tercenung-cenung, pergi diam-diam menuju
hutan Nandana. Ada bangunan bergaya madyapada, menyerupai
pertapan. Berandong lungsir merah, seperti mesam-mesem jajaran
penyongsong. Berpandang-pandang, bercemara seperti asap,

387

berasana yang lebat daunnya. Sebab segera jenuhlah dia oleh
perhiasan surga. Seperti halnya bumi yang berubah-ubah merupa-
kan tubuh du-ma manusia, demikianlah cahava merupakan ciri khas
susunan alam dewa. Oleh karena itu segalanya serba cemerlang,
terbuat dari mani-kam, ada pula yang terbuat dari emas.

Tak takjub melihat Kalpataru dan Parijata yang tiada bandingan.
Terdesak perasaannya oleh keprihatinan dan baktinya akan ibu dan
ingkJlng raka-nya. Menengok, betapa kasihan mereka yang menanti-
nanti, tertinggal di hutan. Oleh karena itu ia pun memerah dengan
selimur merangkai sajak sedih. Dituliskan pada papan, rapi, berupa
goresan. Ditatap-tatap, jadilah pelipur lara, arah batin pun mengem-
bara. Selesai satu-satu jua, akhirnya tak diselesaikan. Dikernyiti
pandangan, bahkan terus-menerus diulangi membacanya.

'1ika mati kelak, Nini, guruhIah akan penje1maanku, hendak menyer-

tai sang candra pumama. Dewi, kalaupun sudah bertemu dengan
dia yang menjadi pengganti, apa boleh buat, biarkanlah. Jika saatnya

2016kamu ada di peraduan, tengoklah aku, perhatikan tangisku, dengarkan.

Maka tak rengganglah caramu merneJuk, ingat akan segala pesonaku.

erpusdaJika hendak dicari hidupku, amat-amatilah pada asana yang ter-

dahulu berbunga secabang. Lamunan rinduku, Nini, akan kelihatan
pada burung yang jauh berkelip-kelip di lereng gunung. Ling-
lungku, lihatlah pada sang candra kesiangan. hendaklah diingat

Ppula, jika kamu mendengar burung kuwong." Sekian batasnya
ediamerangkai. Terlalu lama memikir-mikirkan penutupnya, supaya enak

bunyinya.

MMaka Sang Ratna Tilotama pun mengikuti, berjalan diam-diam
Alihdi belakang, tak diketahui. Resah batinnya, karena tak lanjut syair

itu, kesal, tak kuat menahan. ltulah sebabnya ia mengidung satu
larik, berbentuk sajak, menyelesaikan pola Raden Arjuna berkata,
"Itulah kesetiaan namanya bagi orang seperti kamu, mengabdi seD-
rang penyair, yang merupakan puncak tapa dan brata." Demikianlah
penutup ciptaan Tilotama, yang berlindungan pohon pujaan, seraya
mengandung mesam-mesem. Sang Yarta pun leka menoleh."Siapa
pula iill, yang melanjutkan dengan cendekia?" demikian katanya.
Yang berlindungan pun ganti menghapus kemelongoan Sang Putra
Mahkota, Tilotama, dahat memberikan yang membuat keharuman,
mendampingi dalam cinta, seperti ada melihat was sumelangan hati
Raden Arjuna.

Demikianlah cengkerama Sang Putra Mahkota. Keluarlah dia
seraya bergandengan tangan. Terlalu banyak, jika hendak diceritakan

388

asyik masyuknya, satu demi satu, yang berganti-ganti dialaminya.
Sekianlah yang hendak dipercontohkan. Telah mencapailah ia tujuh
sang candra penuh. Itulah sebabnya ia pun bermohon diri hendak
pulang pada Sang Dewa lndra, penuh hormat menyembah. Unjuk-
nya, "Ampun Sanghyang, hendak pulang hamba Sang Dewa Indra,
memohon amerta pujaan." "Baiklah, Putraku, kelihatan baktimu
akan ingkang raka dan ibumu tak akan surut. Janganlah dianggap
salah, bahwa aku menahan kamu, demi hendak membayar hutang
sepantasnya. Agar indah dilukiskan oleh orang, yang menaruh
hormat pada kejayaanmu, itulah tujuanku."

Lapangkan batinmu, Putraku. Janganlah orang berubah hati,
setelah turun anugerah. Seperti batinmu dulu, ketika sedang tarak
brata jua, hendaklah berbatin tak lupa akan tapa brata. Sang yogi
agung, bahkan yang memperoleh kedelapan kemampuan, masih
tenggelam juga dalam kesenangan. Jika berlarut-Iarut dilayani indera
itu, mengakibatkan tenggelam dalam dosa. Jelaslah, mulai lagi dari

2016awa!.
Banyak candi roboh -nyatanya- oleh beringin atau bodi atau

erpusdaambulu. Sewaktu masih lembut akar gantungnya, itulah saatnya

harus diambi!. Cabutilah itu, kapan saja, jika ada. Maka dari itu
bantunlah jua kemabukan dan kebingungan yang tumbuh di hati-
mu! Sapu bersih! Jika berlarut-larut dilayani marabalaya itu, bila

edia Pkekuasaannya menghebat, akan hancurlah kepahlawanan,"
Demikianlah kata Sanghyang lndra. Lama disambut oleh Sang

MMatali, naik ke atas kereta, beserta segenap senjatanya, siap, disim-
lihpan. Berangkat, makin tak terindra. Mengikuti awan, berkat larinya
Aangin. Tak diceritakan perjalanan Raden Arjuna. Tangis yang mende-

rita lara, itulah kini hendak dilukiskan. Segenap mempelai hilang
akal, semua telah dipiutangi matan dnta. Leka batinnya mengikuti
mandang angkasa. Lelehan air mata, kemerutnya kening menjadi
rias mereka, bertigaan dengan merosotnya kain. Keluh kesahnya di
hati semua kelihatan pada kembang pudak, ada pula yang keluar
disusunnya pada pelipit atap,

"Aduh, Emas Manikamku, bolehkah berpangkukan dikau, jika
kamu nyata hadir, sementara dibayangkan? Yang mencari-cari kema-
nisanku, sampai kamu gemes, merayu-rayu, senang mengulang-
ulangi. Yang tahu akan lagak gayaku, jika kamu kelelah-Ielahan,
sangat lara, tak disapa. Pergilah sudah yang biasa ngurusi pipi.
Pergilah sudah yang telah satu tekad. Jika kamu bercinta, bertukar-
tukaran hidup. Ke manakah aku hendak mencari kenikmatan

389

cintamu, yang dibisik-bisikkan sementara berduaan dalam satu
selimul. Tengoklah rusaknya sanggulku, tak kau sisiri dengan jari,
jatuh terurai di bahu. Hendak kuperhatikan gores-goresku pada
payudara hasil perbuatanmu unluk mengingat-ingat keprihati-
nanku.

Manakah kekuatanmu. Tak pedulikah akan putus asaku, bila
aku berminyak wangi bila malam tiba? Hendak kuamat-amati wajahku,
berpura-pura tidur, menyem-bunyikan mesam-mesem, lalu dipangku
kepalaku. Lagi jika marah, memalingkan muka, siapakah akan
menyongsong, mencari arah pandangan mataku, kekasih Tak
cintalah kamu, meninggalkan. Siapa pula akan merapikan keningku,
jika patah?

Pada penjelmaan kembali, jika menjadi burung kalangkyanglah
kamu, akulah awan yang menjalari gunung. Hendak kuamat-amati
tangismu, kerjalah mendengku, pandangilah dari pohon yang
meranggas. Jika hampir jika hendak menyambar aku, akan ber-

2016lindunglah aku di bawah naungan grojogan. Nikmatilah rintik-

rintikku. Pada terbenamnya sang surya akan membalaslah aku
dengan kejam. Jika kamu menjelma menjadi batang teratai. Aku

erpusdaakan menjadi pohon aren di ngarai jurang. Jelaslah kamu akan

memeluk, jika pada pucuk aren memutih, karena baru mekar, Sulur-
sulurmu menggapai-gapai.mencium-mencium, hendak bercinta.

PAkan menggelegak aku, tertiup angin, supaya kamu tahu sedihnya
ediaorang berhasrat mencumbu rayu hanya berakhir dengan menggapai-
Alih Mgapai angkasa.

390

BAB XIV

SERAT TRIPAMA

1. Ajaran Prajurit Sejati
Dhandhanggula
Yogyanira kang para prajurit
Lamun bisa sira anulada

2016Duk inguni caritane

Andelira Sang Prabu

erpusdaSasrabahu ing Maespati

Aran Patih Suwanda
Lelabuhanipun
Kang ginelung tri pakara

edia PGuna kayl!: purun ingkang den antepi

Nuhoni trah utama

lih MLire lelabuhan tri prakawis
AGuna; bisa saniskareng karya

Budi dadya nanggule
~aya sayektinipun
Duk bantu prang Magada agri
Amboyong putri dhomas
Katur ratunipun
Purune sampun tetela
Aprang tandhing Ian ditya Ngalengka nagri
Suwanda mati ngrana

Wonten malih tuladhan prayogi,
Satriya gung negari ing Alengka
Sang Kumbakama arane
Tur iku wama ditya

391

Suprandene nggayuh utami
Duk wiwit prang Alengka
Dennya darbe atur
Mnring saka amrih raharja
Dasamuka tan keguh ing atur yekti
Dene mungsuh wanara

Kurnbakama kinen mengsah jurit
Mring kang raka sira pan nglenggana
Nglungguhi kasatriyane
log tekad datan sujud
Amung cipta labuh negari
Lan noleh yayah rena
Myang leluhuripun
Wus mukti aneng Alengka
Mangka arsa rinusak ing bala kapi

2016Punapi mati ngrana

Wonten malih kinarya palupi

erpusdaSuryaputra Narpati Ngawangga

Lan Pendawan tur kadange
Lan yayah tunggil ibu

PSuwita mring Sang Kurupati
ediaAning nagri Ngatina

Kinarya gul-agul

MManggala golonganing prang
lihBratayuda ingadegken senapati
ANgalaga ing Kurawa.

Den mungsuhken kadange pribadi
Aprang tanding Ian Sang Dananjaya
Sri Kama suka manahe
De gonira pikantuk
Marga dennya arsa males sih
Ira Sang Duryudana
Marmanta kalangkung
Dennya ngetog kasudiran
Aprang rame Kama mati jinemparing
Sumbaga wiratama.

Katri mangka sudarsaneng jawi

392

Pantes sagung kang para prawira
Amirida sakadare
lung lelabuhanipun
Ajwa kongsi buang palupi
Menawa sibeng nista
Ing estinipun
Senadyan sekadhing buda
Tan prabeda budi pandurning durnadi
Marsudi ing kotaman

2. Guna Kaya Purun
"Seyogyanya wahai para prajurit
tirutah sebisa-bisanya
cerita di zaman dahulu,
yakni tangan kanan Sang Prabu

2016Sasrabahu di Maespati

Yang bernama Patih Suwanda

erpusdaBekal pengabdiannya

Meliputi tiga hal
Guna, kaya dan purun yang selalu dipegang
Sebagai seorang manusia utama

P.'
ediaAdapun ketiga bekal peng'abdian itu
MGuna; berarti serba bisa
lihBerusaha untuk selalu berhasil
AKaya; sesungguhnya

Ketika menjadi panglima perang
melawan Negeri Magada
Ia sukses memboyong pum domas
Kemudian dihaturkan kepada rajanya
Purun; jelas ketika bertempur melawan raksasa Alengka
Suwanda gugur di medan laga

"Ada lagi teladan yang baik
Satria agung dari Alengka
Sang Kumbakarna namanya
Ia berbadan raksasa
Akan tetapi berdta-cita luhur
Ketika mulai perang Alengka

393

Dia telah berkata
Pada kakaknya hanya untuk membela keselamatan negara
Dasamuka sungguh kewalahan
Perang melawan kera

Kumbakama disuruh maju berperang

Oleh Sang Kakak ia tidak menolak

Ia menempatkan sifat kesatriaannya

Tekadnya tidak tunduk

(pada keangkaramurkaan Dasamuka)

Tapi hanya untuk membela negeri

Dan mengingat ibu bapak

Serta para leluhurnya

Yang dibesarkan di Alengka

Sekarang mau dirusak tentara kera

2016"Adalagi untuk dicontoh
Lebih baik mati perang"

Suryaputra Narpati Ngawangga
erpusdaLain ayah satu ibu
Dengan Pendawa masih bersaudara

Mengabdi pada Sang Kurupati

Di negeri Astina
edia PPanglima prajurit perang
Sebagai kebanggaan

Ketika perang Bratayuda diangkat sebagai senapati
Alih MBerhadapan dengan saudaranya sendiri
Memihak para Kurawa. -

Perang tanding dengan Sang Dananjaya

Sri Kama suka hatinya

Karena mendapatkan jalan untuk berbalas budi

Pada sang Duryudana

Oleh sebab itu ia bersungguh-sungguh

Dalam mengeluarkan segala kesaktian

Berperang ramai dan tewas terpanah

Terpujilah perwira utama:'.

"Ketiganya buat contoh orang Jawa (Nusantara)
Pantas sekalian para perwira
Menirulah sebisanya

394

Dalam hal pengabdian
Jangan sampai membuang tauladan
Jika terjatuh dalam kenistaan
Hina sebenarnya
Walaupun tekada jaman dahulu
Tiada beda budi masing-masing manusia
Jalan mencari kebenaran"

3. Sri Mangkunegara IV
Sri Mangkunegara IV di Surakarta meninggalkan sebuah wari-

'san utama bagi bangsa ini berupa Seral Tripama. Serat ini mence-
ritakan tentang tiga tauladan utama keprajuritan dan warga negara
yang total mengabdikan hidup dan perjuangannya di garisnya ma-
sing-masing.

Tokoh yang sangat menarik untuk diambil suri tauladannya
adalah Patih Suwanda. Patih Suwanda. ketika masih kecil bernama

2016Bambang Sumantri, putra Begawan Suwandagni. Sesudah dewasa

ia mengabdikan did kepada Prabu Sasrabahu, raja Maespati. Sebagai

erpusdaabdi negara ia telah menunjukkan loyalitasnya dengan mengor-

bankan jiwa dan raganya.
Pujian Mangkunegara IV terhadap Patih Suwanda sebagai

berikut :

PYogyanira.kang para prajurit
ediaLamun bisa sira anulada

Duk inguni caritane

lih MAndelira Sang Prabu
ASasrabahu ing Maespati

Aran Patih Suwanda
Lelabuhanipun
Kang ginelung tri pakara
Guna kaya purun ingkang den antepi
Nuhoni trah utama

Lire lelabuhan tri prakawis
Guna; bisa saniskareng karya
Budi dadya nanggule
Kaya sayektinipun
Duk bantu prang Magada Nagri
Amboyong putri dhomas
Katur ratunipun

395

Purune sampun tetela
Aprang tandhing Ian ditya Ngalengka nagri
Suwanda mati ngrana

Terjemah :

nSeyogyanya wahai para prajurit
tirulah sebisa-bisanya
cerita di zaman dahulu,
yakni tangan kanan Sang Prabu
Sasrabahu di Maespati
Yang bemama Patih Suwanda
Bekal pengabdiannya
Meliputi tiga hal
Cuna, kaya dan purun yang selalu dipegang
Sebagai seorang manusip utama

2016Adapun ketiga bekal pengabdian itu

CUria; berarti serba bisa

erpusdaBerusaha untuk selalu berhasil

Kaya; sesungguhnya
Ketika menjadi panglima perang
melawan Negeri Magada

edia PIa sukses memboyong putri domas

Kemudian dihaturkan kepada rajanya
Purwl; jelas ketika bertempur melawan raksasa Alengka

Alih MSuwanda gugur di medan lagan.
Dalam syair-syair di atas, kila dapat mengemukakan tiga sifat
keprajuritan Patih Suwanda:
a. Cuna: berarti ahli, pandai dan trampil-. Dalam mengabdi kepada

bangsa dan negaranya, Suwanda selalu membekali diri dengan
berbagai ilmu dan ketrampiIan. Dia bekerja tidak asal-asalan agar
segalanya bisa sukses.
b. Kaya berarti kaya, serba kecukupan. Sewaktu Patih Suwanda
diutus oleh rajanya, dia kembali memperoleh harta rampasan
perang yang berlimpah-limpah. Banyaknya hasil rampasan itu'
tidak disimpan sendiri, tetapi diserahkan kepada negara.
c. Pururl berarti pemberani, bersemangat dan dinamis sebagai pemuka
negara. Suwanda selalu tampiI dengan semangat menyala-nyala

396

tanpa disertai pamrih. Bahkan bila perlu jiwa raganya pun
dikorbankan. Hal ini terbukti ketika ia berperang melawan
Dasamuka, raja Alengka dan dia gugur di medan laga.

4. Konsep Bela Negara
Tokoh pahlawan yang kedua adalah Raden Kumbakarna. Dia

adalah adik raja Alengka, Prabu Dasamuka. Raden Kumbakarna
bertubuh raksasa, tetapi jiwanya tidak seburuk raganya. Sifat-sifat
ciota tanah air dan perjuangan tergambar dalam tembang berikut:

Wonten malih tuladhan prayogi,
Satriya gung negari ing Alengka
Sang Kumbakarna arane
Tur iku warna ditya
Suprandene nggayuh.utami
Duk wiwit prang Alengka

2016Dennya darbe atur

Moring saka amtilJ. raharja

erpusdaDasamuka tan keguh ing atur yekti

Dene mungsuh wanara

Kumbakarna kinen mengsah jurit

edia PMring kang' raka sira pan nglenggana

Nglungguhi kasatriyane
log tekad datan sujud

lih MAmung cipta labuh negari
ALan noleh yayah rena

Myang leluhuripun
Wus mukti aneng Alengka
Mangka arsa rinusak ing bala kapi
Punapi mati ngrana

Terjemahan:

"Ada lagi teladan yang baik
Satria agung dad Alengka
Sang Kumbakarna namanya
Ia berbadan raksasa
Akan tetapi bercita-cita luhur
Ketika mulai perang Alengka

397

Dia telah berkata
Pada kakaknya hanya untuk membela keselamatan negara
Oasamuka sungguh kewalahan
Perang melawan kera

Kumbakama disuruh maju berperang
Oleh Sang Kakak ia tidak menolak
la menempatkan sifat kesalriaannya
Tekadnya tidak lunduk
(pada keangkaramurkaan Oasamuka)
Tapi hanya unluk membela negeri
Dan mengingat ibu bapak
Serta para leluhurnya
Yang dibesarkan di A1engka
Sekarang mau dirusak tentara kera
Lebih bail< mati perang"

2016Oalam menilai watak Kumbakarna, kita harus berhati-hati. Hen-

daknya kita dapat membedakan peran Kumbakarna sebagai saudara

erpusdaOasamuka dan peran Kumbakarna sebagai seorang ksatria.
Kumbakarna perang melawan prajurit kera, tidak bermaksud
membela kesalahan kakaknya. Dia sangat tidak seluju dengan ideo-

Plogi dan kepribadian Oasamuka. Oia berperang hanya semata-mata
ediamenjaJankan kewajibannya sebagai satria dan warga negara. Oi

sinilah kita bisa melihat rasa nasionalisme yang dimiliki Kumbakama.

MSifat seperti ini mungkin juga tercermin dengan istilah "wrong right
lihmy coun try", benar salah adalah negaraku.
AApapun alasannya, tanah tumpah darah memang seharusnya

dibela, mengingat di sinilah orang lua, Jeluhur dan kita dilahirkan,
dibesarkan dan kelak dikubur.

5. Keseliaan pada Janji
Adipati Kama adalah pulra Oewi Kunthi dengan Batara Surya.

Itulah sebabnya dia juga disebut Suryatmaja atau Suryaputra.
Sedangkan Oewi Kunthi dengan Prabu Pandhu Oewanata menu-
runkan Puntadewa, Werkudara dan Arjuna. Berdasarkan silsilah
tersebut temyata Adipati Kama masih bersaudara dengan Pendawa, .
yaitu salu ibu lain ayah. Namun, setelah dewasa mengabdikan
dirinya pada Negara Aslina. Sifat keprajuritannya digambarkan
dalam tembang berikut:

398

~.

•I Wonten malih kinarya palupi
r Suryaputra Narpati Ngawangga
~ Lan Pendawan tur kadange
Lan yayah tunggil ibu
I

Suwita mring Sang Kurupati

Aning nagri Ngatina ,
Kinarya gul-agul
Manggala golonganing prang
Bratayuda ingadegken senapati

Ngalaga ing Kurawa.

Den mungsuhken kadange pribadi

Aprang tanding Ian Sang Dananjaya

Sri Kama suka manahe

De gonira pikantuk

Marga dennya arsa males sih
Ira Sang Duryudana

2016Marmanta kalangkung

Dennya ngetog kasudiran

erpusdaAprang rame Kama mati jinemparing

Sumbaga wiratama.

Terjemahan :

edia P"Adalagi untuk dicontoh

Suryaputra Narpati Ngawangga

lih MDengan Pendawa masih bersaudara
ALain ayah satu ibu
Mengabdi pada Sang Kurupati

Di negeri Astina

Sebagai kebanggaan

Panglima prajurit perang

Ketika perang Bratayuda diangkat sebagai senapati

Memihak para Kurawa.

Berhadapan dengan saudaranya sendiri
Perang tanding dengan Sang Dananjaya
Sri Kama suka hatinya
Karena mendapatkan jalan untuk berbalas budi
Pada sang Duryudana.
Oleh sebab itu ia bersungguh-sungguh

399

Oalam mengeluarkan segala kesaktian
Berperang ramai dan tewas terpanah
Terpujilah perwira utama".

Kita mungkin heran mengapa Kama memihak Kurawa. Padahal
!<ita tahu bahwa watak Kurawa itu kurang terpuji yang penuh dengan
kesombongan, fitnah dan kelicikan. Perlu diketahui bahwa Kama
sendiri lelah mengelahui hal itu. Oemi sifal salrianya yang harus
memegang janjinya, dia rela secara lahiriah membantu Kurawa. Akan
lelapi hatinya mengakui keunggulan dan keulamaan Pendawa. Oleh
karena itu, dalarn menilai sual Kama kila juga perlu hati-hati. Jangan
melihal filsafal cerilanya dengan sepolong-sepolong agar tidak salah
tafsir.

Seral Tripama diakhiri dengan sebuah lembang dhandhangguia
sebagai berikul;

2016Kalri mangka sudarsaneng jawi

Panles sagung kang para prawira
Amirida sakadare

erpusdalung lelabuhanipun

Ajwa kongsi buang palupi
Menawa sibeng nisla

PIng estinipun
ediaSenadyan sekadhing buda

Tan prabeda budi panduming dumadi

Alih MMarsudi ing kolarnan
Terjemahan:

"Keliganya bual contoh orang Jawa (Nusanlara)
Panlas sekalian para perwira
Menirulah sebisanya
Oalam hal pengabdian
Jangan sampai membuang lauladan
Jika terjatuh dalam kenislaan
Hina sebenamya
Walaupun lekada jarnan dahulu
Tiada beda bucli masing-masing manusia
Jalan mencari kebenaran"

400

Demikianlah bunyi bait terakhir Sural Tripama itu. Dengan mem-
perhatikan data dan analisa di atas, kita dapat menarik kesimpulan:
a. Tiap-tiap warga negara mempunyai kewajiban membela tanah

airnya.
b. Ajaran tentang cinta tanah air dan wajib bela negara itu juga bisa

kita temui dalam ungkapan-ungkapan tradisional;.
c. Dalam menilai suatu hal kita perlu cermat dan hati-hati, harus

bisa membedakan baik buruknya secara tepat.
d. Kepentingan bangsa dan negara harus lebih diutamakan daripada

kepentingan pribadi dan golongan.
e. Demi kepentingan bangsa dan negara kita harus rela berkorban

jiwa, harta dan raga.

Alih Media Perpusda 2016

401

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik (ed). 1974. Islam di Indonesia Sepintas Lalu tentang
Beberapa Segi. Jakarta: Tintamas.

Adhikara. 1986. AnaUsa Serat Bima Suci. Yogyakarta: Lembaga
Javanologi.

2016___. 1984. Dewaruci. Bandung: Penerbit ITB.

_ _ _. 1985. Nawaruci. Bandung: Penerbit ITB.
Achmad, Asmoro. 1998. Nilai-nilai Substallsial dalam Macapat.

erpusdaYogyakarta: Tesis Pascasarjana OGM.
Any, Anjar. 1983. Menyingkap Serat Wedhatama. Semarang: Aneka IImu.
______. 1979. Rahasia Ramalan ]ayabaya, Ranggawarsita,
Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu.

edia P____. 1983. Ranggawarsita, Apa yang Terjadi? Semarang:

Aneka Ilmu.
Aryandini, Woro. 1996. Citra Bima Sepanjallg Zaman. Jakarta:

lih MPepadi.
AAsrori S. Karni dan Rachmat Hidayat, 2001, Menebar Islam,

Ditopang Mahapahit, Gatra, Edisi Khusus No.5 Tahun V1Il, Surabaya.
Bakker, A.H. 1978. Manusia dan Simbol. Jakarta: Grarnedia.
Brandes, JeA. 1896. Pararafon (Ken Arok) at hef Boek der Konillgen

van Tumapel en vall Majapahit.
_____. 1904. Negarakertagama. Lofdicat van Prapantja op

Koning Radjasanagara Hayam Woeroek van Majapahit.
Bratadiningrat, 1990, Asalsilah Warna Warni, Surakarta.
Bratakesawa. 1952. Katrangan Candra Sangkala. Jakarta: Balai

Pustaka.
Buwana IV; Paku. 1925. Seraf Wulangreh. Kediri: Tresna.
Ciptoprawiro, Abdullah. 1986. Filsafat Jawa. Jakarta: Balai

Pustaka.

402

Cudami. 1989. Pengantar Agama Hindu. Jakarta: Dharma Santhi.
Darori Amin, 2000, Islam dan Kebudayaan ]awa, Gama Media,
Yogyakarta.
Darusuprapta. 1984. Babad Blambangan Pembahasan, Sun/ingan
Naskah; Terjemahan. Yogyakarta: Disertasi UGM.
_ _ _. 1986. Sera/ Wulangreh. Surabaya: Citra Jaya Murti.
Dhe, Pak. 1990. Makna Gendhing Patalon. dalam Masalah Gatra.
Jakarta: Pepadi.
Dipo Handoko, 2001, Berilir-llir Sampai Dewa Ruci, Gatra, Edisi

Khusus No.5 Tahun vrn, Yogyakarta.

Diputhera, Okka. 1985. Citra Agama Budha dalam Falsafah
Paneasi/a. Jakarta: Danau Batur.

Drewes, G.W.J. 1965. De Drie ]avaansehe Goeroe's. Dissertatie.
Leiden.

_____ . 1977. Ranggawarsita, the Pustaka Raja Madya and the
Wayang Madya. Oriens Extremus.

2016Effendy Zarkasi, 1987, Unsur Islam dalam Pewayangan, Analisis

Tentang Da'wah dan Uraian tentang Sejarah Pewayangan, Maeam-

erpusdaMaeamnya, Gubahan Ceritanya yang Berhubungan dengan Islam, PT.

Alma'arif, Bandung.
Endang Sukendar, 2001, Berdakwah Dengan Tembang dan Gending,

Gatra, Edisi Khusus No.5 Tahun VIII, Gresik.

edia PEndraswara, Suwardi. 2003. Mistik Kejawen, Sinkretisme, Simbolisme

dan Sufisme dalam Budaya Spiritual ]awa, YO\iYakarta : Narasi.

MEnsiklopedi Islam 4.5. Ikhtiar Bani. Jakarta: Van Hoeve.
lihGazali. 1958. Langgam Sas/ra Lama. Jakarta: Balai Pustaka.
AGeertz, Clifford. 1981. Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat

]awa. Terjemahan Aswab Mahasin. Jakarta: Pustaka Jaya.
Gibb, H.A.R dan J.H. Kramers. 1953. Shorter Encyclopedia of Islam.

Leiden: E.J. Brill.
Gonda, J. 1925. Sanskrit in Indonesia. Den Haag.
Graaf, de H.J dan' Pigeaud, Th. G.Th. 1989. Kerajaan-Kerajaan Is-

lam di ]awa Terjemahan Javanologi. Jakarta: Grafiti Pers.
Graff, de H.J. 1987. Awal Kebangkitan Mataram Masa Pemerintahan

Senapati. Jakarta: Grafiti Pers.
Hadiwijono, Harun. 1983. Konsepsi Tentang Manusia dalam

Kebatinan Jawa. Jakarta: Sinar Harapan.
Haqq, Faqier A. 1959. Suluk Seh Malaya. Yogyakarta: Bratakesawa.
Hardjowirogo. 1952. Sejarah Wayang Purwa. Jakarta: Balai

Pustaka.

403

Harjowirogo, Marbangun. 1994. Manusia lawa. Yogyakarta:
Hadindita.

Haryanto, S. 1988. Pratiwimba Adiluhung Sejarah dan Perkembangan
Wayang. Jakarta: Djambatan.

_ _ _. 1992. Bayang-Bayang Adiluhung: Filsafat Simbolis dan
Mistik dalam Wayang. Semarang: Dahara Prize.

Hazeu, G.A.]. 1987. Kawruh Asalipun Ringgit sarta Gegepokanipun
Kaliyan Agami ing laman Kina. alih aksara oleh Sudibyo. Jakarta: Balai
Pustaka.

Herry Mohammad dan Mujib Rahman, 2001, Duk nalikaning Tuhan
Bersatu Diri, Gatra, Edisi Khusus No.5 Tahun VIII, Surabaya.

ismunandar, K. 1983. Wayang Asal-Usul dan lenisnya. Semarang:
Dahara Prize.

Jay, Robert R 1963. Religion and Politics in Rural lawa. Yale University.
Jayasubrata, Raden Panji. 1917. Babad Tanah lawi. Aksara Jawa 4
Jilid. Semarang: Van Dorp & Co.

2016Jendra, Mifedwill. 1986. Asmarakandi, Sebuah Tinjauan dari Aspek

Tasawuf. Yogyakarta: Javanologi.
Jong, S. De. 1985. Salah Satu Sikap Hidup Orang lawa. Yogyakarta:

erpusdaKanisius.
Kamajaya. 1992. Karangan Pilihan KGPAA. Mangkunegara IV.
Yogyakarta: Yayas,m Centhini.

____. 1985. Lima Karya Pujangga Ra'lggawarsita. Jakarta: Balai

edia PPustaka.
____. 1980. Pujangga Ranggawarsita. Yogya: Departemen

MPendidikan dan Kebudayaan.
lih____. 1992. Serat Centhini Latin lilid 1-6. Yogyakarta: Yayasan

ACenthini.
Kartodirjo, Sartono. 1987. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500
- 1900, dari Emporium sampai Imperium I. Jakarta: Gramedia.

Kelana, Aries, 2001; Si Tamba Ati dari Tuban, Gatra, Edisi Khusus

No. 5 Tahun vrn, Gresik.

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan lawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Kholis Bahtiar Bakri dan Nurul Fitriyah, 2001, Ajaran Putih Dari

Gunung, Gatra, Edisi Khusus No.5 Tahun vrn, Surabaya.

Mangunwijaya, M.Ng. 1928. Serat Dewarud. Kediri: Tan Khoen Swie.
Marsono, 1996. Lokajaya, Suntingan Teks. Terjemahan. Struktur Teks,
Analisis Intertekstual dan Semiotik. Yogyakarta: Disertasi UGM.
Marwanto. 1992. Wejangan Wewarah Bantah Cangkriman Piwulang
Kaprajan. Surakarta: Cendrawasih.

404

,

Meinsma. J.J. 1903. Serat Babad Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam
Dumugi ing Tahun 1647. S'Gravenhage

Moedjanto, G. 1994. Konsep Kekuasaan Jawa, Penerapannya oleh Raja-
raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius.

Moertono, Soemarsaid. 1984. Budi dan Kekuasaan dalam Konteks
Kesejarahan. Jakarta: Sinar Harapan.

_ _ _. 1985. Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa Masa Lampau,
Studi Tentang Masa Mataram II Abad XVI sampai XIX. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.

Mulder, Niels. 1984. Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa.
Jakarta: Gramedia.

Mulyono, Slamet. 1956. Kesusasteraan Indonesia. Jakarta:
Djambatan.

_ _ _. 1979. Negara Kertagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta:
Bhatara.

Mulyono, Sri. 1982. Wayang Asal-Usul dan Masa Depannya. Jakarta:

2016Haji Masagung.
____. 1982. Wayang dan Filsafat Nusantara. Jakarta: Gunung

erpusdaAgung.
____. 1989. Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang. Jakarta:
Haji Masagung.

Nasution, Harun. 1973. Filsafat dan Mistikisme dalam Islam.

PJakarta: Bulan·Bintang.
edia____. 1988. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: VI

Press.

lih MNicholson, Reynold A. 1975. The Mystic of Islam. London:
ARoutledge and Kegan Paul.

Nur Hidayat dan Kristiyanto, 2001, Topo Ngeli dari Muria, Gatra,
Edisi Khusus No.5 Tahun VIII, Yogyakarta.

Padmawarsita. 1953. Silsilah Kraton Surakarta. Semarang: Pelajar.
Padmosoekotjo. S. 1960. Memetri Basa Jawa. Surabaya: Jayabaya.

. 1987. Paramasastra Jawa. Surabaya: Citra Jaya
Murti.

_ _ _ _ _.1995. Silsilah Wayang Purwa mawa Carita Jilid I-VII.
Surabaya: Citra Jaya Murti.

Partokusumo, Karkono. 1998. Falsafah Kepemimpinan dan Satria
Jawa dalam Perspektif Budaya. Jakarta: Bina Rena Pariwara.

Pigeaud, Th. G. Th. 1924. De Tantu Panggelaran Nitgegeven, Vertaald
en Toegelicht. Disertasi Leiden.

Poerbatjaraka, 1964. Kapustakan Jawi, Jakarta: Djambatan.

405

Simanjuntak dan Simorangkir. 1959. Kesusasteraan Indonesia Baru.
Jakarta: Gunung Agung.

Simuh. 1988. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Rang-gawarsita:
Suatu Studi Terhadap Serat Wirid Hidayat Jati. Jakarta: UI Press.

_ _ _ .1995. Suftsme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik
Jawa. Yogyakarta: Bentang Budaya.

Siswoharsoyo. 1952. Serat Dewaruei. Yogyakarta: Percetakan
Persatuan.

_____ .1957. Serat Guna Cara Agama. Yogyakarta: Percetakan
Persatuan.

_____ . 1956. Wahyu Makutharama. Yogyakarta: Percetakan
Persatuan.

Soedarsono. 1986. Serat Kandha Ringgit Tiyang LAmpahan Mintaraga
Jilid I & 11. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Soedharsono, Manteb. 1988. LAmpahan Bima Bungkus. Surakarta:
Naskah Pedalangan STSI.

2016______. 1989. Lampahan Dewaruei. Surakarta: Naskah

Pedalangan STSI.

erpusda_____. 1990. Lampahan Birna Suci. Surakarta: Naskah

Pedalangan STSI.
Soedaryanto, dkk. 1991, Kamus Indonesia - Jawa. Yogyakarta :

Dutawacana University Press.

edia PSoerjohoedojo, Soetardi. 1996. Pepali Ki Ageng Sela. Surabaya :

Citra Jayamurti.
_ _ _ _ _ _. 1922. Serat Madu Rasa. Kediri: Tan Khoen Swie.

lih MSoekatno, 1992. Wayang Kulit Purwa. Semarang: Aneka Ilmu.
ASoeratman, Darsiti. 1989. Kehidupan Dunia Kraton Surakarta 1830-

1939. Yogyakarta: Disertasi Pascasarjana UGM.
Soeryohudoyo, Soetardi. 1996. Pepali Ki Ageng Selo. Surabaya:

Citra Jaya Murti.
Smart, Ninian. 1972. History of Mistieisme, the Encyclopedia of Phi-

losophy. New York: Macmillan Publishing Co in the Free Press.
Stange, Paul. 1998. Politik Perhatian Rasa dalam Kebudayaan Jawa.

Yogyakarta: LKlS.
Subalidinata. 1986. Sejarah Ejaan Bahasa Jawa dengan Huruf LAtin.

Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM.
Sudewa, A. 1989. Serat Panitisaslra: Tradisi, Resepsi dan Transformasi.

Yogyakarta: Disertasi Pascasarjana UGM.
_ _ _ _. 1995. Dari Kartasura ke Surakarta, Studi Kasus Serat

Iskandar. Yogyakarta: Lembaga Studi Asia.

407

Poerwadarminta, W]S. 1939. Bausastra Jawa, Groningen, Batavia

: JB Wolter's Uitgevers' Maatschappij NY

Poerwakoesoemo, Soedarisman. 1985. Kadipaten Paku A/aman.
Yogyakarta : Gama Press.

Poespowardojo, Soerjanto dan K. Bertens. 1983. Sekitar Manusia,
Bunga Rampai ten tang Fi/safat Manusia. Jakarta: Gramedia.

Pradopo, Rahmat Djoko. 1988. Beberapa Gagasall da/am Bidang
Kritik Sastra Indonesia Modem. Yogyakarta: Lukman.

Prawiroatrnodjo, S. 1957. Bausastra Jawa - Indonesia. Surabaya :
Penerbit Ekspress & Marfiah.

Prijana. 1938. Sri Tanjung, een dud Javaansch Verhaa/. Disertasi
Leiden.

Priyohutomo. 1934. Nawarud. Groningen: JB. Wolters Uitgevers

Maatschapij.
Puar, Yusuf Abdullah, 1981. Masuknya Islam ke Indonesia. Jakarta

: CV Indrajaya.
Punyatrnaja, Okka. 1989. Panca Cradha. Jakarta: Dharma Santillo

2016Purwadi, 2002. Penghayatan Keagamaan Orang Jawa. Yogyakarta :

Media Pressindo.

erpusda__~, 2003. Tasawuf Jawa. Yogyakarta: Narasi.

Rahimsah, MB. 2002. Legenda dan Sejarah Lengkap Wali Songo,
Surabaya : Amanah.

Ricklefs, M.e. 1995. Sejarah Indonesia Modern. Terjemahan

edia PDharmono Hardjowidjono. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.
______. 1974. Yogyakarta under Sultall Mallgkubumi 1749-

lih M1792 A History ofthe Division ofJava. London: Oxford University Press.
ARihad Wiranto dan Sawariyanto, 2001, Mengubah Tajug Menjadi

Al-Quds, Gatra, Edisi Khusus No.5 Tahun VID, Yogyakarta.
Romdon. 1993. Tasawuf dan Aliran Kebatinan Perbandingan Alltara

Mistik dengan Aspek-aspek dalam Budaya lawa, Jakarta: LESl.
Saiful Anam dan Nurul Fitriyah, 2001, Tak Sunil Ditolak Raja,

Gatra, Edisi Khusus No. 5 Tahun VID, Gresik.
Sastroatrnodjo, Soeryanto, 2003. Masyarakat Samin. Yogyakarta

: Penerbit Narasi.
Sastroarnijoyo, Seno. 1964. Renungan tentang Pertunjukan Wayang

Kulit. Jakarta: Kinta.

_ _~. 1972. Hakikat Hidup dan Kehidupan Manusia. Jakarta: Bharata.

Satoto, Budiono Heru. 1987. Simbolisme dalam Budaya lawa.
Yogyakarta: Hanindita.

406

Simanjuntak dan Simorangkir. 1959. Kesusasteraan Indonesia Baru.
Jakarta: Gunung Agung.

Simuh. 1988. Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Rang-gawarsita:
Suatu Studi Terhadap Serat Wirid Hidayat Jati. Jakarta: UI Press.

_ _ _ .1995. Sujisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik
Jawa. Yogyakarta: Bentang Budaya.

Siswoharsoyo. 1952. Serat Dewaruei. Yogyakarta: Percetakan
Persatuan.

_____ .1957. Serat Guna Cara Agama. Yogyakarta: Percetakan
Persatuan.

_____ . 1956. Wahyu Makutharama. Yogyakarta: Percetakan
Persatuan.

Soedarsono. 1986. Serat Kandha Ringgit Tiyang LAmpahan Mintaraga
Jilid I & 11. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Soedharsono, Manteb. 1988. LAmpahan Bima Bungkus. Surakarta:
Naskah Pedalangan STSI.

2016______. 1989. Lampahan Dewaruei. Surakarta: Naskah

Pedalangan STSI.

erpusda_____. 1990. Lampahan Birna Suci. Surakarta: Naskah

Pedalangan STSI.
Soedaryanto, dkk. 1991, Kamus Indonesia - Jawa. Yogyakarta :

Dutawacana University Press.

edia PSoerjohoedojo, Soetardi. 1996. Pepali Ki Ageng Sela. Surabaya :

Citra Jayamurti.
_ _ _ _ _ _. 1922. Serat Madu Rasa. Kediri: Tan Khoen Swie.

lih MSoekatno, 1992. Wayang Kulit Purwa. Semarang: Aneka Ilmu.
ASoeratman, Darsiti. 1989. Kehidupan Dunia Kraton Surakarta 1830-

1939. Yogyakarta: Disertasi Pascasarjana UGM.
Soeryohudoyo, Soetardi. 1996. Pepali Ki Ageng Selo. Surabaya:

Citra Jaya Murti.
Smart, Ninian. 1972. History of Mistieisme, the Encyclopedia of Phi-

losophy. New York: Macmillan Publishing Co in the Free Press.
Stange, Paul. 1998. Politik Perhatian Rasa dalam Kebudayaan Jawa.

Yogyakarta: LKlS.
Subalidinata. 1986. Sejarah Ejaan Bahasa Jawa dengan Huruf LAtin.

Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM.
Sudewa, A. 1989. Serat Panitisaslra: Tradisi, Resepsi dan Transformasi.

Yogyakarta: Disertasi Pascasarjana UGM.
_ _ _ _. 1995. Dari Kartasura ke Surakarta, Studi Kasus Serat

Iskandar. Yogyakarta: Lembaga Studi Asia.

407

Sukatno, Anom. 1993. Lampahan Bima Suci. Surakarta:
Cendrawasih.

Sumarti. 1985. Tokoh Bima da/am Masyarakat dan Budaya Jawa.
Yogyakarta: Yayasan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Panung-
galan.

Sunarto. 1960. Serat Sasangka Jati. Surakarta: Pangestu.
Supadjar, Damardjati. 1978. Unsur Kefi/safatan Sosial yang
Terkandung daJam Serat Sastra Gendhing. Yogyakarta: Skripsi Fakultas
Filsafat UGM.
_ _ _.1993. Nawangsari. Yogyakarta: MW Mandala.
Suparlan, D.S. 1959. Rangkuman Kesusasteraan Indonesia. Jakarta:
Pustaka Dewata.
Surahardjo, VA. 1983. Mistisisme: Suatu Introduksi di da/am Usaha
Memahami Geja/a Mistik yang ada di Illdonesia. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Suripan Sadi Hutorno, 2001, Sinkretisme Jawa - Is/am, Yayasan

2016Bentang Budaya, Yogyakarta.
Suryadipura, Paryana. 1993. Alam Pikirall. Jakarta: Burni Aksara.
_ _ _. 1994. Manusia dengan Atomnya. Jakarta: Bumi Aksara.
erpusdaSuryomentaram, Ki Ageng. 1981.Wejangan Pokok lJmu Bahagia.
Jakarta: Yayasan Idayu.

Suseno, Franz Magnis. 1986. Kuasa dan Moral. Jakarta: Grarnedia.
_ _ _. 1989. Etika Dasar, Masa/ah-Masa/ah Pokok Filsafat Moral.

edia PYogyakarta: Kanisius.
_____. 1996. Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi tentallg
Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: Gramedia.

M____. 1997. 13 Tokoh Etika. Yogyakarta: Kanisius.
AlihSutamo. 1995. Wayang Kulit Purwa. Surakarta: Cend(awasih.

Sutarjo. 1993. Begawall Ciptolling. Semarang: Dahara Prize.
Suyamto, 1992. Refleksi Budaya Jawa da/am Pemerintahan dan
Pembangullan. Semarang: Dahana Prize.
Swantoro, P. 2002. Dali Buku ke Buku sambullg Menyambung Menjadi
Satu. Jakarta: Grarnedia Pustaka Utarna.
Swie, Tan Khoen. 1929. Serat Dewa Ruei. Kediri.
Tanaya, R. 1979. Serat Bima Suci Kidullg Basa Mardawa. Jakarta:
Balai Pustaka.
Ranggawarsita, R.Ng. 1993. Serat Pustakaraja Purwa. Jilid 1-10.
alih aksara oleh: Karkono Kamajaya. Yogyakarta: Yayasan Centhini.
Taqwin, Ahmad. 1995. Mallunggaling Kawu/a Gusti Phallteislll doll
Monisllle do/am Sastra Su/uk Jawa. Sernarang: lAIN Walisongo.

408

Ulbricht, Hans. 1970. Wayang Purwa, SlJadows of tlJe Past. Kuala _","
Lumpur: Oxford up. '.,.

Usman. 1994. Mistisisme Serat Dewaruci. Yogyakarta : Fakultas
Filsafat UGM.

Waston. 1997. Filsafat KetulJanan dalam Serat Dewaruci. Yogyakarta:
Tesis Pascasarjana UGM.

Wellek, Rene & Austin Warren. 1990. Teod Kesusasteraan.
Terjemahan Melani Budhianta. Jakarta: Gramedia.

Wibisono, Singgih. 1996. PengarulJ Islam Sufi dalam Serat Dewaruci.
Jakarta: Pepadi.

Wijanarko. 1990. Mendalami Seni Wayang. Sala: Amigo.
Wiryosuparto, Sucipto. 1972. KanikalJ BlJaratayudlJa. Jakarta:
Bharata.
Wojowasito. 1983. Kamus Kawi Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.
Yafie, Ali. 1997. Teologi Sosial TelaalJ Kritis Persoalan Agama dan
Kemanusiaan. Yogyakarta: Tiara Anisa.

2016Yasadipura I. 1912. Serat Rama. alih aksara oleh J. Kats. Jakarta:

Balai Pustaka.

erpusda____. 1920. Serat Babat Giyanti. Jakarta: Balai Pustaka.

____ . 1930. Serat Bratayuda. alih aksara oleh Cuhen Stuart.
Jakarta: Balai Pustaka.

____. 1934. Serat Dewaruci Jarwa Sekar Maeapat. Yogyakarta:

edia PBratakesawa.
____ . 1936. Serat Bima Suei. BerbalJasa Jawa, berlJuruf Jawa,

Mdan berbentuk tambang maeapat. Yogyakarta.
lih____ . 1972. Serat Dewaruci Jarwa Sekar Maeapat. alih aksara

Aoleh: Marsono. Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM.
____. 1979. Serat Bima Suei. alih aksara oleh R. Tanaya. Jakarta:
Balai Pustaka.

Yasadipura II. 1982. Serat Wicara Keras. alih aksara oleh Wirasmi.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

_____. 1982. Semt Dannasunya. alih aksara oleh Sudibjo.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

_____ . 1982. Serat Sasana Sunu. alih aksara oleh Sudibjo.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Yuwono, Budi, 1992. Konsep KetulJanan dalam Lakon Wayang
Dewaruci. Yogyakarta: Fakultas Filsafat UGM.

Zahri, Musthafa. 1984. Kunci Memahami TaslTWuf Surabaya: Bina llmu.
Zoetmulder, PJ. 1985. Kalangwan: Sastra Jawa Kuna Selayang
Pandang. Terjemahan Dick Hartoko. Jakarta: Djambatan.

409

BIOGRAFI PENULIS

A. Biodata
- Nama: Dr. Purwadi, M.Hum
- Tempat & Tanggal lahir: Nganjuk, 16 September 1971
- Agama: Islam

2016- Namat asal: Gragol, Mojorembun, Rejoso, Nganjuk
Telp. (0358) 611939

- Namat rumah: JI. Kakap Raya 36 Minomartani Yogyakarta

erpusdaTelp. (0274) 881020 HP. 081578865170

Fax. (0274) 566171
E-mail: [email protected]

PWebsite: www.geodties.comlIsbuja
ediaB. Pendidikan
M- SO, SMP, dan SMA di Nganjuk
lih- Fakultas Sastra UGM (1990 - 1995)
A- Program Pasca Sarjana (1996 - 1998)

- Program Doktor (1999 - 2001)

C. Karya Tulis
1.Ceritera Sella Sinaraya daJam Pendekatan Struktur dan Makna
2. Pakem Pedhalangan
3. Ajaran Moral dalam Serat Bimapaksa
4. Koosep Moral dalam Serat Werkudara Sud
5. Desa Mawa Cara Negara Mawa Tata
6. Suwarga unut Neraka Kalut
7. Sekar Putri Ambarwati
8. Penghayatan Keagamaan Orang Jawa
9. Babad Tanah Jawi

410 ..

10. Pendidikan Budi Pekerti
11. Memular Taman Sriwedari
12. Sejarah Susaslra dan Budaya Jawa
13. Golong Royong di Kabupalen Nganjuk
14. Kamus Jawa Indonesia unluk SO
15. Kamus Jawa Indonesia unluk SLTP - SLTA
16. Kamus Jawa Indonesia Populer
17. Kamus Jawa Indonesia Lengkap
18. Kamus Jawa Kawi Indonesia
19. Garnelan dan Ternbang Jawa
20. Teori Politik Jawa
21. Teori Mililer Jawa
22. Wulangan Basa Jawa Kanggo SO Kelas I
23. Wulangan Basa Jawa Kanggo SO Kelas Il
24. Wulangan Basa Jawa Kanggo SO Kelas III
25. Wulangan Basa Jawa Kanggo SO Kelas IV

201626. Wulangan Basa Jawa Kanggo SO Kelas V

27. Wulangan Basa Jawa Kanggo SO Kelas VI

erpusda28. Wulangan Basa Jawa Kanggo SMP Kelas I

29. Wulangan Basa Jawa Kanggo SMP Kelas II
30. Wulangan Basa Jawa Untuk Urnum
31. Cara Memimpin Rakyal Oesa

edia P32. Pandhuan Akademik ISBUJA

33. Kursus Percakapan Bahasa Jawa

M34. Song of Java I
lih35. Song of Java Il
A36. Song of Java III

37. Song of Java IV
38. Song of Java V
39. Song of Java VI
40. Song of Java VIT
41. Song of Java VIll
42. Pujangga Nusanlara
43. Manunggaling Kawula Gusti
44. Sejarah Tanah Jawa Jilid I
45. Sejarah Tanah Jawa Jilid II
46. Sejarah Tanah Jawa Jilid III
47. Sejarah Tanah Jawa Jilid IV
48. Pendidikan PancasiIa dan Kewarganegaraan untuk SO Kelas I
49. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SO Kelas IT

411

so. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SO Kelas ill

51. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SO Kelas N
52. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SO Kelas V
53. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SO Kelas VI
54. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SLTP Kelas I
55. Pendidikan Pancasiia dan Kewarganegaraan SLTP Kelas II
56. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SLTP Kelas ill
57. Biografi Ki Narto Sabdo
58. Biografi Pujangga Kyai Yasadipura I
59. Visi Negarawan Patih Gadjah Mada
60. Antropologi Budaya Sultan Agung
61. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
62. Sosiologi Mistik R. Ng. Ranggawarsita
63. Ramalan Sakti Prabu ]ayabaya
64. Kawruh Beja Ki Ageng Suryo Mentaram
65. Kamus Politik Lokal

201666. Sultan Agung, Kajian Anthropologi Budaya

67. Sejarah Raja-raja ]awa
68. Filsafat Ilmu dalam Perspektit Islam

erpusda69. UUO 1945 Bahasa ]awa

70. UU Mahkamah Konstitusi Basa ]awa
71. Kamasutra ]awa

P72. Babad Joko Tingkir
edia73. Gerakan Spiritual Siti Jenar

74. Nyai Roro Kidul

M75. Semar Jagad Mistik Jawa
lih76. Kisah Cinta Ken Arok - Ken Oedes
A77. Sejarah Ajisaka

78. IImu Kecantikan Ratu Kalinyamat
79. Tasawut Muslim ]awa
80. Semar, ]agad Mistik Jawa
81. Sejarah Wali Songo
82. Ilmu Kasampurnan Sunan Gunungjati
83. Ilmu Makrifat Sunan Bonang
84. Filsafat Jawa
85. Ilmu Kesaktian Prabu Jayabaya
86. Arjuna Lelananging Jagad
87. Novel Ramayana
88. K1AT (Kamus Indah AIamat Ternan)
89. Seratus Tokoh Masa Oepan Indonesia

412

90. Ilmu Sangkan Paraning Dumadi
91. Strategi Politik Ken Arok
92. Novel Mahabarata
93. Jalan Cinta Syekh Siti Jenar
94. Sejarah Presiden Soekarno
95. Kamus Sastra Indonesia
96. Kitab Makrifat Sejati
97. Babad Tanah Leluhur
98. Nenek Moyang Orang Jawa
99. Asal Usul Manusia Jawa
l00.Dukun Jawa, Aji dan Mantranya
101.Wahyu Keprabon Susila Barnbang Yudhoyono, Satria Piningit

dari Padtan
102.Pamedhar Sabda, Sesorah Budi Rahayu
103.Babad Demak, Sejarah Penyebaran islam di Tanah Jawa
104.Sejarah Prabu Brawijaya

2016105.Bung Karno Sang Pembebas

106.Ratu Kencana Wungu, Sebuah Novel

erpusda107.Ilmu Kecantikan Putri Jawa

108.Membaca Batin Putri Jawa
109.Sistem Pemerintahan Indonesia Klasik
110.Integrasi Islam dengan Budaya Lokal

edia Pl11.Kiat Bisnis Orang Jawa, Madhep Ngalor Sugih Madhep
Ngidul Sugih

M112.Hidup, Mistik dan Kematian Sultan Agung
lih113.Arjuna Mencuri Cinta, Sebuah Novel
A114.Tata Bahasa Jawa

115.Pangeran Diponegoro
116.Kisah Pendawa Lima, Sebuah Novel

4. Organisasi
- Ketua Paguyuban Kethoprak
- Ketua Paguyuban Niyaga Pustaka Laras

5. Pakaryan
Dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

- Dosen Pasca Sarjana lAID Ciamis Jawa Barat
- Dosen Pasca Sarjana Widyagama Malang

413

6. Pengalaman
- Narasumber TVRI, RCTI
- Narasumber RRI dan Radio Komunitas
- Narasumber Koran Kompas, Jawa Pos, KedauJatan Rakyat,
Minggu Pagi, Suara Merdeka, Wawasan, Bemas dan Republika.
- Narasumber Majalah Gatra, Kabare Jogja, Djoko Lodang, Gama
- Narasumber Tabloid Adil, Nyata
- Narasumber Seminar Nasional dan Intemasional

Alih Media Perpusda 2016

414

Alih Media Perpusda 2016


Click to View FlipBook Version