I I
L^ ta I I
ra
I
t^ uI IJ
- ll cI {
@l SYARAH JAMI' TIRMIDZI
Ahu Al Llla Muhamrnad
Ahdunahman bin Abdurrahim
Al Mubarakfuri
hkhrij:
Isham Ash,Shahabithi
Pcmhahasan: Thaharah
e@s4 @
I,'lr ,' +.-, I r-'i
Klli l, I
ixl
ill II
lll ill
EMtsEEEEEE
@6
&
ffiffiffiffiffi
Abu Al'Ula Muhammad Abdurrahman bin
AMurrahim Al Mubaralifirri
SYARAH
I SUNAI\TIRMIDZI
{
( Jitid r
t
I
T
g
A Penerbit Buku lslam Rahmatan
ffiffiffiffiffiffiffiHHffi
Perpustakaan Nasional R7: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Al Mubarakfuri,Abu Alula Muhammad AMurrahman bin Abdurrahim
Syarah Sunan TirmidzilAbu Alula Muhammad Abdunahman bin Abdurrahim Al
Mubarakfuri; penerjemalf Shafaul Qalbi ... [et al.]; editor, Mu]filis B Mukti.
- -Jakarta : PusakaAzzarn, 2008.
Cet. I
787+viiihlm; 15crn
Judul asli : Tulfatul Ahwdzi bi Syarh Jami' At-Tirmidzi
ISBN978{o2-ffi7-164 (no.jil.lengkap)
rsBNy/8{o2-ffi7-17-t (iil. r)
LFikih. I. Judul tr. Shafaul Qalbi
Itr.MukhlisB. Mukti. yl.4
De.sainCover :A&MDesign
Cetakan
: Pertama, Februari 2m8
Penerbil
:PI.]STAKAAZZAIVI
Alarnat ANGGOIA IKAPI DKI JAKARIA
Telp
Fil( : Jl. KampungMelayu Kecil [yl5 Jak-Sel 12E40
E-lvlail
Website : (@l)83091O5831l5l0
:(O2l)829685
: pustaka_azzam @telkom.net
: Http//www.pustakaazzam. com
Dilarangmemperbanyak isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit
All Righx Reserved
Hak terjemahan dilindungi undang-undang.
DAFTAR ISI
KATA PENGAI\TAR I
PENGANTARPENSYARAH l6
y:yvlt)ypdtaltw)v(..-a az.la
.r.. ..4 ! t
r. KITAB THAHARAH (BERSUCI) DARI 35
RASI]LI.JLLAHSAW
l. Bab: Tidak Diterima ShalatTanpa Bersuci t7
2. Bab: Tentang Keutamaan Bersuci I
3. Bab: Kunci ShalatAdalah Bersuci 74
4. Bab: Doa Ketika Masuk Kamar Kecil (Wc) 86
5. Bab: Doa Ketika Keluar Dari Kamar Kecil ...
I
6. Bab: l:rangan Menghadap Kiblat Ketika Buang Hajat Besar 106
AtaupunHajatKecil
tn
7. Bab: Rukhshah Mengenai Masalah Tadi ................
8. Bab: hrangan Buang Hajat Kecil Sambil Berdiri 133
9. Bab: Rukhshah Mengenai Masalah Tadi ......................... .... 140
10. Bab: Bertutup Ketika Buang Hajat .... t47
ll. Bab: Makruhnya Istinja (Cebok) DenganTangan Kanan 156
t2. Istinja Dengan Bebatuan .... l6l
13. Bab: IstinjaDenganDuaBatu........ ........... 167
14. Bab:I-aranganBeristinjaDenganItu............. ..............181
Syereh Sunsn fimrftlzi v
15. Bab:lstinjaDenganAir r88
16. Bab: Apabila Nabi Saw Hendak Buang Hajat, Beliau Pergi ke
193
TempatyangJauh
17. Bab Larangan BuangAir Kecil DiTempat Mandi 198
18. Bab: Siwak 20s
19. Bab : Apab i la Seseorang Kal ian Bangrm Dari Tidurny4 Maka 219
Janganlah Ia Mencelupkan Tangannya Ke Dalam Bejana
SehinggaMencucinya
20. Bab : Membaca Basmalah Ketika Wudhu ................. :..... r........ D7
21. Bab : Berkumur Dan Membersihkan Lnbang Hidung ...............
237
22. Bab: Berkumur Dan Membersihkan Lobang Hidung Dari Satu
244
23. Bab: MenyelaJenggot 256
24. Bab : Mengusap Kepala Mulai Depan Sampi Ak{rrir ....... 267
25. Bab : Memulainya Dari Belakang Kepala .....-........ ....... n0
26. Bab: MengusapKepalaSekali ..................... m
27. Bab : Mengambil Air Baru Untuk Kepala ............... 276
28. Bab: Mengusap DuaTeling4 LuarDan Dalam 280
29. Bab : Dua Telinga ltu Termasuk Kepala .... :... :.... 292
30 Bab : Menyela Jari-jemari
285
31. Bab : Ancaman Untuk Kaki Yang Tidak Dibasuh
2n
32. Bab : Benvudhu Sekali-sekali ........... 297
33. Bab : Berwudhu DuaKaliduaKali 300
34. Bab : Berwudhu Tiga Kali-tiga Kali 303
35. Bab: Wudhu Sekali, Dtra Kali, Tiga Kali 308
36. Bab: Orang Yang Mewudhukan Sebagian Anggota Wudhunya
Dua KaliDan Sebagian l,ainnyaTigaKali ...-..................:............. 3t2
37, Bab: CaraWudhuNabi SAW ......... ....:.....:.,....r......-.... 314
38 Bab: Memercikkan Air Setelah Wudhu 321
39 Bab: Menyempumakan Wudhu .............................. ....... 327
: 332
40 Bab: Penggunaan Handuk Setelah Wudhu.......
u S/erah Sunan,Titmidzi
41. v2
42,. Bab: Wudhu Dengan Saur Mud Air -.............. A9
43. Bab: Makruhrtya Menggunakan Air Berlebihan Dalam Btrwudhu 357
M. Bab: Wudhu Setiap Kali Shalat 361
45. Bab: Mengerjakan Beberapa ShalatDengan Satu Wudhu 370
46. Bab : Wudhu I^aki-laki Dan Wanita Dalam Satu Bejana ........... : 377
379
47. Bab: Makruhnya Menggunakan Air Bekas Yang Dipergunakan
Wanita Untuk Bersuci
48. Bab: Rukhshah Dalam Masalah Tersebut....... - 385
49. Bab: Air Tidak Dapat Dinajiskan Oleh Sesuatu 389
50. Bab: Riwayat Lain Dalam Masalah Di Atas......
M
5l: Bab: Makruhnya Kencing DiAirYang Diam ............ 4U7
52. Bab: Tentang Air Laut Bahwa Ia Adalah Suci hgi Menyucikan .... 410
53. Bab: Tentang Sikap Keras terhadap Masalah Air Kencing 425
54. Bab: Memercikkan Air Ke Air Kerrcing Bayi Yang Be lum Diberi
Makanan 432
55. Bab: Tentang Air Kenc ing B inatang Yang Dimakan Dagingnya ...... 44
56. Bab: Tentang Berwudhu l(arena Kentut 458
57. Bab: Tentang Wudhu KarenaTidur 468
58. Bab: Tentang Berwudhu Dari Apa Yang Dirubatr Oleh Api 477
59. Bab: Tentang Tidak Berwudhu thri Apa Yang Dirubah Oleh Api ... 481
60. Bab: Berwudhu Dari (Memakan) Daging Onta 4E9
61. Bab: Tentang Berwudhu Karena Menyentuh Kemaluan ................. 504
62. Bab: Meninggalkan Wudhu lGrena Menyennrh Kemaluan 5ll
63. Bab: Tidak Perlu Berwudhu Akibat Mencium ............ 523
g. Bab: Berwudhu Akibat Munah dan Mimisan 5U
%65. Bab: Berwudhu Dengan Menggunakan Nabidz (Sari Kurma) .........
6. Bab: Berkumtr Karena Minum Susu 555
67. Bab: Makruhnya Menjawab Ucapan Salam Bagi OrangTidak 55E
Berwudhu...
s63
6t. Bab: SisaMinumanAnjing ...............
$yrnh Sunrn Tirmidzi vl
o. Bab: Sisa Minuman Kucing ...................... s78
70. Bab: Mengusap Dua Khutr(Scpan Kulit) 5m
7t. Bab: Mengusap Dua Khuff Bagi Musafir Dan Mukim 598
ffi72. Bab: Mengusap Dua Khuf Pada Bagian Aas dan Bawalrnya ........
73. Bab: Mengusap Dua KhufPada Bagian Luar 614
74. Bab: Mengusap Kedua lbus Kaki Dan Kedua Sandal 618
75. Bab: Mengusap Serban.... a7
76. Bab: MandiKarenaJunub 6s
Tt. Bab: Apakah Wania Hanrs Mengurai Ikaan Rambutnya Ketika
Ivlandi 679
78. Bab: Di Setiap Pangkal RambutTerdapatJunub &
79. Bab: Tentang Berwudhu Setelah Mardi 689
80. Bab: Apabila Dua Kemaluan Bertemu, Maka Wajib Mandi 6v2
81. Bab: Bahwa Air (Mandi Junub) Itu Sebab Air (Mani) ..................... 700
12. Bab: Tentang Orang Yang Bangun Tidur Lalu Melihat Basah (Air
Mani) Namun Tidak Merasa Bermimpi (Basah) 747
83. Bab: Tentang Mani Dan tdadzi ........7t2
.........716
u. Bab: MadziYangMengenaiPakaian
85. Bab: Mani Yang Mengenai Pakaian Tzt
86. Bab: Mencuci Mani Pada Pakaian 727
87. Bab: Orang Junub Tidrn Sebelum Mandi ...,............ 730
88. Bab: Wudhu Untuk Yang Junub Bila Hendak Tidur . Tts
89. Bab: Berjabat Thngan Dengan Orang Junub 739
90. Bab: Wania Bermimpi Sebagaimana Mimpinya [aki-laki .............. 742
91. Bab: Suami Mendekap lsti Setelah Mandi 746
92. Bab: Tayammum Bagi Orang Junub Bila Tidak Menernukan Air .... 748
93. Bab: Wanita Mustahadhah 754
94. Bab: Bahwa Wanita Musahadhah Berwudhu Untuk Setiap Shalat . 761
95. Bab: Wanita Mustahadhatr Menggabungkan Dua Shalat Dengan
SatuMandi 7ffi
lm Syarah Sunan Tirmidzi
KATA PENGANTAR
F)if$ifi*
Alfiamdulillah, segala puji hanya milik Allah yang telatr
menciptakan jiwa, menganugerahkan berbagai kenikmatan, dan
mengadakan segala sesuatu yang tadinya tidak ada, serta menciptakan
catraya dan kegelapan. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan
kepada sang lentera penerang, aktor isra' dan mi'raj, manusia pilihan
di antara para hamba, pemberi syafa'at pada hari berbangkit, Sffig
pemilik tempat terpuji dan telaga yang terbentang, manusia pertama
yang akan dibangkitkan pada hari pembangkitan, pemberi kabar
gembira kepada manusia di kala mereka frustasi, pemberi syafa'at
(rekomendasi) saat mereka tertahan, panji pujian di tangannya, yang
merubah kegaiban dan segala macamnya, tidak seorang nabi pun dari
keturunan Adarn, kecuali yang selainnya berada di bawah panjinya ...
wa ba'd.
Allah Ta'ala berfirman,
\ ;au -# g ieii J;li'$iv c3
"b
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa
yang dilarangrya bagimu mala ttnggalkanlah." (Qs. Al Hasyr
[s9]: 7)
Di dalam ayat yang mulia ini Allah SWT menetapkan landasan
yang agung di antara landasan-landasan Islam, yaitu mengikuti Rasul
SAW dalam setiap yang diajarkannya. Apabila beliau memerintahkan
sesuatu, maka wajib ditaati dan dilaksanakan perintahnya, atau apabila
beliau melarang tentang sesuatu, maka wajib dihindari apa yang
dilarangnya itu. Beliaulah yang menyrlmpaikan dari Allah, dan semua
yang datang dari beliau -baik Al Qur'an maupun As-Sunnah-, itu
adalah watryu dari Allah.
Al Qur'an adalah watryu yang dibacakan, sedangkan As-Sunnatr
adalah watryu yang tidak dibacakan.
@,*iGs $li ol @ b';Lt,r |P-ci
"Dan tidaHah yang diucapkannya itu (Al gur'o,nl menurut
keinginanrrya. Tidak lain (Al Qur'an itu) adalah wahyu yang
dtw ahyukan (lcepadanya). " (Qs. An-Najm [5 3] : 3a)
Abu Daud meriwayatkan di dalam Marasilnya: Dari Hassan bin
Athiyyah, dia menuturkan, "Jibril AS turun kepada Rasulullatr SAW
dengan membawakan As-Sunnah sebagaimana dia membawakan Al
Qur'an, untuk ia ajarkan kepada beliau sebagaimana ia mengajarkan
Al Qur'an kepada beliau."
Rasul SAW tidak memerintahkan kecuali apa yang
diperintahkan oleh Allah, dan beliau pun tidak melarang kecuali apa
yang dilarang oleh Allah. Allatt telatr berfirman,
i@,iiGi Sl *ol @ {t'l;, tsr.-ci
"Dan tidaHah yang diucaplcannya itu (Al Qur'an) menurut
lccinginannya. Ttdak lain (Al Qur'an ilu) adalah wahyu yang
dtw alrytkan (kcpadonya). " (Qs. An-Najm [53 ] : 3a)
Karena itu, menaati beliau dalam hal yang beliau perintatrkan
dan yang beliau larang adalah merupakan ketaatan terhadap Allah,
sebagaimana firman Allah SWT,
'rfrLvl3iiEliei
"Barongsiapa menaati Rasul (Muhammad), sesungguhnya dia
telah menaati Allah." (Qs. An-Nisaa' [4]: 80)
Sebagaimana yang difirmankan melalui lisan Nabi-Nya,
'fit'f;;J- airiv'iit t)# B ol U
"Katalranlah (Muhammad), 'Jika kamu mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimn'." (Qs. Aali 'lmraan
[3]:31).
Allah telah menyertakan penyebutan ketaatan terhadap Rasul
dengan ketaatan terhadap-Nya, dan menjadikan orang yang berpaling
dari menaati Allah dan Rasul-Nya termasuk golongan orang-orang
kafir, sebagaimana firman-Nya,
# tii@ U-.,iKi S'frfr i)P op"= ;'li, li iriai J'
"Katalranlah (Muhammad),'Taatilah Allah dan Rasul. Jtka
l<amu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyul<oi orang-
orang lcofir'." (Qs. Aali 'Imraan [3]:32)
-n\:*r+S'i )i,1. -"* t1 !#,fi- E C;3i.t u5 Jo
@+i li;l.is,,;r|6+;"#i
*Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka
menjadikan engluu (Muhammad) sebagai hakim dalam perlcara
yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa
keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (Qs. An-
Nisaa' [a]:65).
Bukanlah omng beriman bila tidak mematuhi hukum Rasulullatr
SAW dan menjadikan pendapatnya mengikuti pendapat beliau, dan
menjadikan pilihannya mengikuti pilihan beliau, sebagaimana firman
Allah SWT,
4*i'&'ors; 6l rri;fiiis'frfr dn ii vil.'o( t:
@ ry tJ*';b "i,1ti:s'ffrrr"liuigj.i b'rd
"Dan tidaHah pontas bagi laki-laki yang mukmin dan
Syarah Sunan Tirmidzi E
perempuan yang mulonin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, alran ada pilihan (yang lain) bagi
mereka tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya, malu sungguh, dia telah tersesat, dengan
kesesatan yang nyata." (Qs. Al l$zaab [33]: 36).
Allah telah mengancam orang yang menyelisihi perintah Rasul
dengan siksaan yang pedih, sebagaimana firman-Nya,
+t'iL -#. -'ri@.#-; ;1lt:,;l b6Abg)fr )'rt"
@Hj
*Malra hendaHah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-
Nya talcut akan mendapat cobaan atau ditimpa adzab yang
pedih;' (Qs. An-Nuur pal: 63).
Dan Allah menjadikan "berhukum" kepada apa yang datang dari
Allah dan Rasul sebagai suatu kewajiban, sebagaimana firman-Nya,
b
,ty-;* ;fi ;i6J;;l1i+ls'frfri;+l ti.t; A"fr qJi
,iii irV ayi'{ ol )ilis {t JIr:'j ;;; A'e*
L .-u
,i!l
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Muhammad), dan lJlil Amrui (pemegang kehtasaan)t di
antara lramu. Kemudian, jtlca kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kcmbalilcanlah kepada Allah (Al Qur'an) dan
Rasul (sunnahnya), jilu kamu bertman kcpada Allah dan hari
kcmudian." (Qs.An-Nisaa' [a]: 59)
Mengembalikan kepada Allah adalah mengembalikan kepada
Kitab-Nya, sedangkan mengembalikan kepada Rasul adalah merujuk
beliau ketika masih hidup, dan merujuk kepada Sunnatrnya setelah
beliau wafat.
' S"lr-" pemegang kekuasaan b..p.g*g pada Kitab Altah dan Sunnah Rasul.
4 Syarah Sunan Tirmidzi
Rasulullah SAW juga telah memperingatkan orang-orang yang
merujuk kepada sunnahnya, yang numa beliau bersabda, "Hampir saja
seseorang duduk bersandar (santai) di atas dipannya sambil
menceritalran haditslcu, lalu berkata, 'Di antara kami dan kalian ada
Kitabullah 'Azza wa Jalla. Apa yang komt temulwn halal di dalamnya
maka kami menghalalkannya, dan apa yang komi temukan haram di
dalamnya maka knmi mengharamkannya.' Ketahuilah, sesungguhnya
apa yang diharamknn oleh Rasulullah SAW adalah seperti yang
diharamlran oleh Allah." (HR. Ibnu Majah tl2l).
Karena semua itu, kaum muslimin sangat membutuhkan Sunnah
Nabi mereka, sebagaimana mereka membutuhkan Kitab Rabb mereka,
sehingga mereka pun memelihara keduanya dengan sungguh-sungguh,
dan mereka pun menghafalnya dan menulisnya, membuatkan
nrmusan-nrmusan untuk menjelaskan yang shahih dari yang tidak
shahih, dan menetapkan landasan-landasan periwayatan untuk
menjadi standarnya, sehingga para perawi harus memiliki syarat-
syarat yang harus dipenuhi, sehingga dengan begitu mereka bisa
menghindari As-Sunnah dari penolakan dan penyia-nyiaan para
penolak.
Di antara dampak positif kepedulian ini, bahwa Maktabah
Islamiyyah telah memulai di awal masanya, dan bersama dengan
berjalannya waktu terus melahirkan karya-karya berharga. Kini,
Maktabah Islamiyyah pun mempersembahkan salah satu darinya,
yaitu kitab Tuhfat Al Abwadzi bi Syarh Jami' At-Tirmidzi, yaitu
cetakan baru yang disertai takhrij hadits-haditsnya oleh Saudara yang
mulia Isham Ash-Shababithi.
Semoga Allah menjadikannya di dalam timbangan amal
kebaikan kita pada saat berjumpa dengan-Nya.
Dr. Musthafa Muhammad Husain Adz-Dzahabi
Kairo,2l September 2000 M.
Syarah Sunan Tirmidzi 5
MUQADDIMAH
,rJit?lifi*,
Alfoamdulillah, segala puji hanya milik Allah. Kami memuji-
Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, serta beriman
dan bertawakkal kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari
kejatratan jiwa kami dan dari keburukan amal perbuatan kami.
Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat
menyesatkannya, dan barangsiapa disesatkan-Nya, maka tidak ada
yang dapat memberinya petunjuk.
Amma ba'd. Harrba yang lemah, yang mengharapkan rahmat
Rabbnya yang Mulia, Muhammad Abdunahman Ibnu Al Hafizh
Asebbdaugrarai hteimmp-saet mkeongikamAaltlaahn-mbeenrkjaadtaik:aBneterkmapt aptekrteomlobnaglai nmAerlelakha
Ta'ala, saya sudatr menyelesaikan penyuntingan pendahuluan yang
akan saya sertakan di awal syarah saya terhadap Jami' At-Tirmidzi,2
dan sekarang tiba sadnya untuk mengedit syarahnya, semoga Allatr
Ta'ala membimbingku unfuk menyelesaikannya, serta menolongku
dalam mengerjakannya dengan fadhilatr dan karamrt-Nyu, yaitu yang
saya beri judulTuhfat Al Ahwadzifi Syarh Jami' At-Tirmidzi.
Wahai Rabb kami, terimalah dari kami, sesungguhnya Engkau
Matra Mendengar lagi matra Mengetahui. Berilah manfaat dengannya
kepada setiap yang meriwayatkanny4 baik penuntut ilmu yang baru
memulai maupun yang memang menginginkannya, dan jadikanlah itu
2 Namun muqaddimah yang dimaksud, yang terdiri dari satu jilid ini tdak kami
terjemahkan dalam edisi Indonesianya, karena penerjemahan lebih kami fokuskan
kepada penjelasan hadia (Red).
6 Syarah Sunan Tirmidzi
bagi kami termasuk peninggalan yang shalih dan amalan yang tidak
terputus pahalanya hingga setelah kematian.
Ketahuilatr, semoga Allah menganugerahi Anda ilmu yang
bermanfaat, saya melihat bahwa mayoritas pensyarah kitab-kitab
hadits mengawali syarah-syaratr mereka dengan menyebutkan sanad-
sanadnya (mata rantai periwayatannya) hingga sampai kepada
pengarangnya.
Al Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan di dalam Fath Al Bari dari
sebagian tokoh, "Bahwa sanad adalah nasabnya kitab," maka saya
ingin mengawali syarah saya dengan menyebutkan isnad
(penyandaran riwayat) saya kepada Imam Tirmidzi, semoga Allah
Ta'ala meratrmatinya, untuk itu, saya katakan: Sesungguhnya saya
telalr membacakan Jami' At-Tirmidz, dari awal hingga akhir kepada
guru kami, Al Allamah As-Sayyid Muhammad Husain, ahli hadits
Datrlawi, semoga Allah Ta'ala merahmatinya, pada tahun seribu tiga
ratus enam (1306) Hijriyah di Dihli, lalu beliau mengijazahkanku
dengannya dan semua yang telah saya bacakan kepadanya dari kitab-
kitab hadits dan lainnya. Beliau juga menuliskan lizAh tersebut
dengan tulisannya yang mulia, isinya sebagai berikut:
Alftamdulillaahi rabbil 'aalamiin, semoga puji hanya milik
Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada makhluk paling mulia, Muhammad, juga kepada
keluarga dan para sahabatnya.
Amma ba'd. Hamba yang lemah, yang mengharapkan dua
kebaikan, Muhammad Na&ir Husain, semoga Allah memaafkannya
di dua negeri, berkata: Sesungguhnya, maulaku yang cerdas, Abu Al
'Ula Muhammad Abdunatrman Ibnu Al Hafiztr Al Haj Abdurratrim
Al A'dzam Kadhi Al Mubarakfuri, telah membacakan kepadaku
Shahih Al Bukhari, Shahih Muslim, Jami' At-Tirmidzi dan Sunan Abi
Daud, masing-masing dengan lengkap dan sempurna, bagian-bagian
akhir (,Srnan) An-Nasa'i, bagian-bagian awal (Sunan) Ibni Majah,
Mirylrah Al Mashabih, Bulugh Al Maram, Tafsir Al Jalalain, Tafsir Al
Syarah Sunan Tirmidzi 7
Baidhawi, bagian-bagian awal Al Hidayah, dan sebagian besar dari
Nukhbah Al Fikr, serta mendengarkan terjemah Al Qur'an Al Majid
kecuali enam juz, karena itu, hendaknya ia berupaya membacakan
kitab-kitab tersebut.
Juga Al Mtmaththa', Sunan Ad-Darimi, Al Muntaqa, serta kitab-
kitab hadits, tafsir dan fikih lainnya, juga untuk mengajarkannya,
karena dia adalah ahlinya dengan syarat-syarat yang diakui oleh para
ahli hadits. Dan aku telah memperoleh bacaan, pendengaran dan
ijazah dari Syaikh yang mulia lagi shalih Muhammad Ishak ahli hadits
Dalrlawi, semoga Allah Ta'ala merahmatinya, dan dia memperoleh
bacaan, pendengaran dan ijazatr dari Syaiki yang agung guru besar,
sisa para salaf dan argumen khalaf Asy-Syah Waliyullah atrli hadits
Dahlawi, semoga Allah merahmatinya. Sisa sanadnya ada tertulis
padanya.
Aku nasihatkan kepadanya agar bertakwa kepada Allah Ta'ala
baik secara terang-terangan maupun tersembunyi, menjalankan dan
menyebarkan sunnah tanpa ada rasa takut terhadap celaan pencela.
Tertanggal, tahun 1306 Hijriyatr yang suci.
Saya katakan: Sisa sanadnya seperti itu: Asy-Syah lValiyyrllah
berkata: Aku membacakan bagian dari Jami' At-Tirmidzi kepada Abu
Thatrir, yakni, Muhammad bin lbratrim Al Kurdi Al Madani, dan
mengijazatrkan untuk semuanya dari ayahnya, yakni Ibratrim Al Kurdi
Al Madani, dari Al Mizatri, yakni As-Sulthan bin Ahmad, dari Asy-
Syihab Ahmad bin Al Khalil As-Subki, dari An-Najm Al-Ghaithi, dari
Az-Zun Zakariyya, dari Al 'Izz Abdurrahim bin Muhammad bin Al
Furat, dari Umar bin Al Hasan Al Maraghi, dari Al Fakhr bin Ahmad
Al Bukhari, dari Umar bin Thabrazd Al Baghdadi; Abu Al Fath Abdul
Malik bin Abdullah bin Abu Satrl Al Karukhi mengabarkan kepada
kami, Al Qadhi Abu Amir Mahmud bin Al Qasim bin Muhammad Al
Azdi mengabarkan kepada kami, Abu Muhammad Abdul Jabbar bin
Muhammad bin Abdullah Al Jarratri Al Marwazi mengabarkan kepada
kami, Abu Al 'Abbas Muhammad bin Ahmad bin Matrbub Al
8 Syarah Sunan Tirmidzi
Matrbubi Al Marwazi mengabarkan kepada kami, Abu Isa bin Saurah
bin Musa At-Tirmidzi mengabarkan kepada kami.
Saya telah membacakan beberapa bagian dari Jami' ArTirmidzi
serta kitab-kitab induk yang enam dan lainnya kepada guru kami, Al
Allarhatr Syaikh Husain bin Muhsin Al Anshari Al Khazraji Al
Yamani, lalu beliau mengijazatrkan kepada saya untuk semua kitab
hadits yang telatr saya bacakan kepada beliau, bahkan untuk semua
yang tercakup oleh lttihaf Al Akabtr fi Isnad Ad-Dafotir dari kitab-
kitab hadits dan lainnya, dan beliau menuliskan ijazah utnuk saya,
isinya sebagai berikut:
Alftamdulillaah, segala puji hanya milik Allah yang telah
memberikan fadhidalh dan kebaikan-Nya kepada kita, yang kebaikan
dan anugerah-Nya telah sampai kepada kita. Shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada manusia yang sanad kesempurnaannya
shahih, dan sampai riwayatnya secara marfu' sebagai pemberiannya,
juga kepada keluarga, pilo sahabat, pendukung dan golongawrya. Wa
ba'd.
Sungguh telah terjadi kesepakatan di negeri Arab tentang maula
saya Muhammad Abdurrahman Al Mutawaththan Mubarakburi dari
bukti-bukti besar yang menguatkannya. Ia telah membacakan
kepadaku bagian-bagian dari kitab-kitab rujukan yang enam, dari
Muwaththa' Imam Malik, Musnad Ad-Darimi, Musnad Imam Syaf i,
Imam Ahmad, Al Adab Al Mufrad karya Al Bukhari, Mu'jam Ath-
Tlwbrani Ash-Slughir dan Sunan Ad-Daroquthni. Dan ia meminta
ijazzrh dari saya setelatr membacakan itu, dan menyambungkan
sanadnya dengan sanad pengarangnya yang mulia lagi luhur, maka
saya pun mengabulkan permintaannya, untuk merealisasikan dugaan
dan keinginannya. Bila ternyata saya tidak layak untuk itu dan tidak
termasuk yang berkompeten mengenai masalatr ini, namun hal ini
adalatr karena kemiripannya dengan para imam tokoh terdahlu yang
mulia.
Bila aku mengijazatrkan dengan keterbatasan diriku, maka aku
berharap (itu adalah karena) keserupaannya dengan orang-orang yang
tel ah mend apat ijaz,ah.
Untuk menempuh kepada hakikat suatu metode yang sudah
lebih dulu mereka lakukan untuk mencapai kamar-kamar surga
sehingga mereka meraihnya.
Saya katakan: Dengan nama Allah dan bimbingan-Nya, saya
telah mengijazatrkan kepada murid saya, Muhammad Abdurrahman
tersebut, untuk meriwayatkan dari saya kitab-kitab tadi dengan sanad-
sanadnya yang bersambung hingga ke pengarangnya, yaitu yang telah
disebutkan oleh gurunya para guru kami Al Imam Ar-Rabbani Al
Qadhi Muhammad Ali Asy-Syaukani, yaitu yang disebut lttihaf Al
fiAlcobir Isnad Ad-Dofatir disertai penjelasan setiap isnad hingga
sampai kepada pengarangnya.
Bahkan saya pun telatr mengijazatrkan untuk meriwayatkan dari
saya semua yang terkandung di dalam htihaf Al Alcabir yang berupa
kitab.kitab hadits dan lainnya. Saya pun telatr diizinkan meriwayatkan
semua yang terkandung di dalamnya oleh guru saya, yang mulia
Muhammad bin Nashir Al Husni Al Hazimi, dan guru kami, Al Qadhi
Al Allamah Ahmad putranya sang Al Imam, sang pengarang,
Muhammad bin Ali Asy-Syaukani, keduanya berasal dari
pengarangnya, Al Imam Al Hafizh Ar-Rabbani Mutrammad bin Ali
Asy-Syaukani -semoga Allah Ta' al a merahmatinya-.
Saya berwasiat kepadanya untuk bertakwa kepada Allah baik
secara terang-terangan maupun secara tersembunyi, senantiasa
mengikuti As-Sunnah, serta tidak lupa untuk mendoakan saya dengan
ketulusan doanya dalam setiap hal, juga guru saya, orang tua dan
anak-anak saya. Semoga Allah menunjuki kami dan dia kepada apa
yang diridhai-Nya, serta menempuhkan jalan keselamatan kepada
kami dan dia.
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam, dari awal
hingga akhir, secara zhatrir maupun batin. Cukuplah Allah sebagai
10 Syarah Sunan Tirmidzi
penolong kami, sesungguhnya Dialah sebaik-baik penolong. Tidak
ada daya dan tidak pula kekuatan kecuali dengan Allah yang Matra
Tinggi lagi Maha Agung. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan
kepada makhluk terbaik, Muhammad, juga keluarga dan para
satra[atnya.
Tertanggal, hari Ahad, dua belas Sya'ban, tahun seribu tiga ratus
empat belas semenjak hijrahnya Nabi SAW, semoga shalawat yang
paling suci dan salam paling mulia dilimpatrkan kepada beliau.
Didiktekan oleh pemberi ijazah dengan lisannya, yang hina lagi fakir
terhadap kebaikan Rabbnya yang Maha Mulia dan Maha Pencipta,
Husain bin Muhsin Al Anshari Al Khazraji Al Yamani, semoga Allah
memaafkannya.
Saya katakan: Gurunya para guru kami, Al Qadhi Asy-
Syaukani, dengan lttihaf Al Alabir yang ada pada saya, yang telatr
saya salin dengan pena secara shahih, yang disalin dari tulisan
muridnya sang pengarang yang telah mendapat ijazah darinya, yaitu
Syail& Al Allamah Abu Al Fadhl Abdul Haq Al Muhammadi, dan
sekarang tulisan yang diberkahi ini telatr dicetak dan disebar luaskan.
Al Qadhi Asy-Syaukani, penulis karya ini telah menyebutkan
sanad-sanad Jami' At-Tirmidzi pada pasal huruf sitn,ia berkata: Sunan
At-Tirmtdzf saya riwayatkan dengan mendengarkan semuanya dari
lafazh guru kami, As-Sayyid Al Allamatr Abdul Qadir Ahmad, dengan
isnadnya yang telah disebutkan pada Tafsir Ats-Tsa'labi, hingga
sampai kepada Asy-Syamakhi, dari Ahmad bin Muhammad Asy-
Syaraji Al Yamani , dari Zahir bin Rustum Al Asfatrani, dari Al Qasim
bin Abu Sahl Al Harawi, dari Matrmud bin Al Qasim Al Azdi, dari
Abdul Jabbar bin Muhammad Al Marwazi, dari Muhammad bin
Ahmad bin Mahbub Al Marwazi, dari pengarang.
Saya juga meriwayatkannya dari guru kami tersebut dengan
isnadnya yang lalu di awal ringkasan ini hingga kepada Muhammad
Al Babili, dari An-Nur Ali bin Yahya Az-Ziyadi, dari Ar-Ramli,
dengan isnadnya yang lalu hingga hampir kepada Ibnu Thabrazd, dari
Syarah Sunan Tirmidzi ll
Abdul Malik bin Abu Sahl Al Karukhi, dari Mahmud bin Al Qasim Al
Azdi, dari Abdul Jabbar bin Muhammad Al Man>tazi, dari
Muhammad bin Matrbub Al Marwazi, dari pengarang.
Saya juga meriwayatkannya dari guru kami tersebut, dari
Muhammad bin Ath-Thayyib Al Maghribi, dari Ibratrim bin
Muhammad Al Maraghi, dari Ahmad bin Muhammad Al 'Ijli, dari
Yahya bin Mukrim Ath-Thabari, dari kakeknya, Al Muhibb Ath-
Thabari, dai Az-Zain Al Maraghi, dari Abu Al 'Abbas Ahmad bin
Abu Thalib Al Hajjar, dari Abu An-Naja Abdullah bin Umar Al-Latti,
dari Abu Al Waqt Abdul Awwal bin Isa As-Sajzi, dari Abu Amir Al
Azdi, dari Abu Muhammad Al Jarratri, dari Abu Al Abbas Al
Mahbubi, dari pengarang.
Dan saya juga meriwayatkannya dari guru kami, As-Sayyid Ali
bin Ibratrim bin Amir dengan isnadnya yang lalu di dalam Sunan Abi
Daud hingga kepada Ad-Daiba', dari As-Sakhawi, dari Ibnu Hajar,
dari Al Burhan At-Tanukhhi, dari Abu Al Qasim bin Asakir, dari
Abdurrahman bin Muhammad bin Mas'ud, dari Muhammad bin Ali
bin Shalih, dari Abu Amir Mahmud bin Al Qasim Al Azadi, dari Abu
Al 'Abbas Muhammad bin Ahmad Al Mahbubi, dari pengarang.
Saya juga meriwayatkannya dari guru kami, As-Sayyid Ali
tersebut, dan guru kami, Al Hasan bin Ismail Al Maghribi dengan
isnad yang lalu pada Sunon Abi Daud, hingga sampai kepada Ali bin
Ahmad Al Marhumi, dari Ibrahim Adz-Dzimari, dari Asy-Syihab Al
Qalyubi, dari An-Nw Az-Ziyadi, dari Asy-Syams Ar-Ramli, dari
Zakariyya Al Anshari, dari Asy-Syams Al Qayati, dari Ahmad bin
Abu Zur'ah, dari ayahnya, dai Az-Zaid Abdunahim Al 'Iraqi, dari
Umar Al 'Iraqi, dari Ali bin Al Bukhari, dari Ibnu Thabrazd dengan
isnadnya yang lalu hingga sampai kepada pengarang.
Saya juga meriwayatkannya dari guru kami, Yusuf bin
Muhammad bin 'Ala' Ad-Diin Al Mazjaji, dari ayahnya, dari
kakeknya, dari Ibrahim Al Kurdi dengan isnadnya yang lalu pada
Sunan Abi Daud hingga sampai kepada Ibnu Thabrazd dengan
isnadnya di sini hingga sampai kepada pengarang. Sampai di sini apa
yang dicantumkan di dalam lttthaf Al Akabir.
Saya katakan: Al Allamatr Asy-Syaukni telatr menyebutkan di
dalam pengantar catatan ini: "Biasanya aku hanya mencukupkan
dengirn menyebutkan safu sanad, dan membiarkan sanad-sanad
lainnya saling menguatkan agar bisa ringkas." Sebaiknya Anda
merujuk htihaf Al Akabir untuk mengkaji sanad-sanad Jami' At-
Tirmidzi yang saling menguatkan. Saya sebutkan di sini sanad-sanad
yang telatr dikemukakan di dalam Tafsir Ats-T sa'labi hingga sampai
kepada Asy-Syamakhi.
fiAsy-Syaukani berkata *Tafsir Al Kasyf dan Al Bayan Tafsir
Al Qur'an: Aku meriwayatkannya dari gunrku, Tuan Abdul Qadir bin
Ahmad, dari gurunya, Tuan Sulaiman bin Yahya Al Ahdal, dari Tuan
Ahmad bin Muhammad Al Ahdal, dari Tuan Yatrya bin Umar Al
Ahdal, dari Tuan Al Allamatr Abu Bakar bin Ali Al Baththatr Al
Ahdal, dari Yusuf bin Muhammad Al Baththatr Al Ahdal, dari Tuan
Thatrir bin Husain Al Ahdal, dari Al Hafizh Ad-Daiba', dari
Zainuddin Asy-Syarji, dari Nafisuddin Al Alawi, dari ayatrnya, dari
Ahmad bin Abu Al Iftair Asy-Syamakhi dst."
Inilatr saya kemukakan yang dimaksud itu, dengan bertawakkal
kepada Allah Sang Matra Raja yang Matra Penyayang. Tidak ada
petunjuk bagiku kecuali dari Allah. Cukuplah Dia sebagai penolongku
dan Dialah sebaik-baik penolong.
SANAD PENSYARAH
-*Jie"liffi*
Alftamdulillah, segala puji hanya milik Allah. Shalawat dan
salam semoga dilimpahkan kepada makhluk-Nya yang paling mulia,
Muhammad, juga kepada keluarga dan semua sahabatnya.
Amma bo'd. Hatrrba yang lemah, Muhammad Abdurrahman
Ibnu Al Hafiztr Abdurrahim Al Mubarakfuri, semoga Allah Ta'ala
mengampuni keduanya, berkata: Sesungguhnya saya telah
membacakan kitab yang diberkatri ini k-aymaik, nAil Jami' At-Tirmidzi-
dari awal sampai akhir, Allamah As-Sayyid
kepada guru
Muhammad Nadzir Husain, ahli hadits Dahlawi, semoga Allah Ta'ala
meratrmatiny4 beliau pun telatr mengijzahkannya kepada saya dengan
berkata:
Sesungguhnya aku telatr mendapatkan pembacaan,
diperdengarkan dan ijazah dari syaikh yang mulia lagi sangat shalih di
jagat ini, Muhammad Ishak, ahli hadits Dahlawi, dan beliau telatr
memperoleh pembacaan, diperdengarkan dan ijazah dari syaikh yang
luhur yang sangat menghargai waktu, Asy-Syah Abdul Aziz, ahli
hadits Dahlawi, dan beliau telah memperoleh pembacaan,
memperdengarkan dan ijazatr dari ayahnya, Syaikh yang mulia dan
dimuliakan oleh sisa para ulama salaf, Asy-Syah Waliyyullah bin
Asy-Syatr Abdunatrim, ahli hadits Dahlawi.
Asy-Syah waliyullah berkata: Aku telah membacakan kepada
Abu Ath-Thahir Al Madani sebagian dari Jami' At-Tirmidzi, dan
beliau mengijazatrkan seluruhnya dari ayahnya, dari Al Mizahi, dari
Asy-Syihab Ahmad As-Subki, dari An-Najm Al Ghaithi, dari Az-Zain
Zakariyya, dari Al Izz Abdurrahim bin Muhammad Al Furat, dari
Umar bin Al Hasan Al Maraghi, dari Al Fakhr bin Ahmad Al Bukhari,
dari Umar bin Thabrazd Al Baghdani: Abu Al Fath Abdul Malik bin
Abu Al Qasim mengabarkan kepada kami ... dst.
Syarah Sunan Tirmidzi t5
PENGANTAR PENSYARAH
-*Ji,f?yifi*
Syaikh Abu Al Fath Abdul Malik bin Abu Al Qasim Abdullah
bin Abu Sahl Al Harawi Al Karukhi mengabarkan kepada kami, pada
sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah tahun 547 (lima ratus empat
puluh tujuh) di Makkah yang mulia dan aku mendengarkan, ia
berkata: Al Qadhi Az-Zahid Abu Amir Mahmud bin Al Qasim bin
Muhammad Al Azdi -semoga Allah merahmatinya- mengabarkan
kepada kami dengan cara dibacakan kepadanya dan aku
mendengarkan, pada bulan Rabi'ul Awwal tahun 482 (empat ratus
delapan puluh dua).
Al Karukhi berkata: Syaildr Abu Nashr Abdul Aziz bin
Muhammad Ibnu Ali bin Ibrahim At-Tiryaqi dan Syaikh Abu Bakar
Ahmad bin Abdushshamad bin Abu Al Fadhl bin Abu Hamid Al
Ghauraji -semoga Allah merahmati mereka- mengabarkan kepada
kami dengan cara dibacakan kepada mereka dan aku mendengarkan,
pada bulan Rabi'ul akhir tahun 481 (empat ratus delapan puluh satu).
Mereka berkata: Abu Muhammad Abdul Jabbar bin Muhammad bin
Abdullah bin Abu Al Jarrah Al Jarrahi Al Marwazi Al Marzubani
mengabarkan kepada kami dengan cara dibacakan kepadanya, Abu Al
Abbas Muhammad bin Ahmad bin Mahbub bin Fudhail Al Mahbubi
Al Marwazi mengabarkan kepada kami, lalu Syaikh yang tstqah lagi
terpercaya mengakuinya.
Ucapannya,
F)iflTifr*
16 Syarah Sunan Tirmidzi
beliau membuka kitab ini dengan basmalah karena mengikuti
Kitabullah yang Agung, dan mengikuti kitab-kitab Nabinya yang
mulia, serta sebagai pengamalan haditsnya tentang mengawali segala
sesuatu yang penting dengan bismillaahir rafumaanir rahiim, yait:u
yang'diriwayatkan oleh Al Hafizh Abdul Qadir Ar-Rahawi di dalam
krtab Arba'inny4 dari hadits Abu Hurairah secara marfu': "Setiap
perleara penting yang tidak diawali dengan bismillaahir rahmaanir
rafiiim, malra itu terputus."
Pengarang mencukupkan dengan basmalah sebagaimana yang
dilakukan oleh Imam Bukhari di dalam kitab Shahih-nya, dan
sebagaimana mayoritas para pendahulu dalam karangan-karangan
mereka. Beliau tidak menyebutkan hamdalah dan tidak pula syahadah,
walaupun ada sabda Nabi SAW yang menyebutkan: "setiap perkara
penting yang tidak diawali dengan hamdalah, maka ia terputus."3 dan
sabda beliau, *Setiap khutbah yang tidak disertai dengan syahadat,
malro itu seperti tangan yang buntung.'A Kedua hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Daud dan yang lainnya dari hadits Abu
Hurairatr.
Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan di dalam Fath Al Bari:
"Bahwa masing-masing dari kedua hadits ini ada catatan tersendiri.
Kami menilai keduanya memang layak dijadikan argumen, namun
demikian bukan berarti keduanya bisa dilontarkan dan tulis
bersamaan. Sehingga kemungkinannya adalah; memanjatkan pujian
dan bersyahadat secara lisan ketika mengarang kitab, namun hal itu
tidak dicantumkan (dalam tulisan) dan cukup dengan basmalah.
Karena yang memadukan ketiga unsur tadi adalah dzikrullah, dan itu
telah tercapai dengannya." Selesai perkataan Al Hafizh.
Saya katakan: Telah disebutkan dalam suatu riwayat dengan
3 Abu Daud di dalam pembahasan tentang etika (,1840), dan Ibnu Majah di
dalam pembahasan tenrang *kah (1894).
1At-Tirrnidzi di dalam pembahasan tentang nikah (1106), Abu Daud di dalam
pembahasan tentang etika (48,11), dan Ahmad (21343).
Syarah Sunan Tirmidzi t7
tafazh "dzilcrullah", di dalam Musnad Ahmad disebutkan: Ayahku
menceritakan kepada kami, Yahya bin Adam menceritakan kepada
kami, Ibnu Al Mubarak menceritakan kepada kami, dari Al Auza'i,
dari Qunah bin Abdurrahman, dari Az-Zr;[ri, dari Abu Hurairah, ia
berkata, "Rasulullah SAW bersabda, "Setiap perlcara yang tidak
dibuka dengan dzilcrullah, maka perkara itu terputus." atau
"terputtts."5
Dengan riwayat ini telah terpadulatr ketiga riwayat yang
beragam tadi. Tajuddin As-Subki mengatakan di bagian awal
Thabaqat Asy-Syafi'Wah dalam menyingkronkan ketiga riwayat yang
berbeda itu, redaksinya: "Adapun pujian dar basmalah, maka itt
boleh. Yakni yang lebih umum dari keduanya, yaitu dzikrullah dan
memanjatkan pujian kepada-Nya secara global, baik dengan ungkapan
pujian ataupun lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh riwayat tentang
dzikrullatr, saat itulah yang berarti batrwa pujian, dzikir dm basmalah
adalah sama.
Boleh juga menyendirikan pujian dan menyendirikan basmalah,
saat itulatr, berarti riwayat tentang dzikir itu bermakna lebih umum
lalu ditetapkan berdasarkan dua riwayat lainnya, karena yang mutlak
itu" bila dibatasi dengan dua hal yang terbatas, maka tidak
dicondongkan kepada salah satunya, akan tetapi tetap dibiarkan pada
asalnya yang bersifat mutlak (tidak terikat).
Adapun kami mengatakan batrwa menyendirikan pujian dan
basmalah itu kontradiktif, karena permulaan itu hanya dengan satu,
jadi bila permulaannya sudatr dengan pujian, maka tidak ada
basmalah, begitu pula sebaliknya. Hal ini ditunjukkan oleh maksud
dzikir tersebut. Maka riwayatnya itulah yang mu'tabar (dan) bahwa
mayoritas perbuatan syar'iyyah tidak dimulai dengan pujian, seperti:
shalat, akan tetapi dimulai dengan takbir, demikian juga haji dan lain-
lain.
sAhmad (21359) Syarah Sunan Tirmidzi
a
Bila Anda berkata, 'Namun riwayat tentang memuji Allatr lebih
valid daripada riwayat tentang dzikrullah.' Saya katakan: Memang
benar, akan tetapi, mengapa Anda mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan memuji Allah adalah lafazh al fuamdu? Dan mengapa bahwa
yang dimaksudnya itu tidak lebih umum daripada lafazh al ftamdu dan
basmalah? Hal ini dibuktikan oleh amal-amal syar'iyyah yang telah
saya sebutkan, yang mana pembuat syari'at tidak mengkhususkan
pembukaan amal-amal tersebut khusus dengan al fuamdu." Sampai di
sini perkataan At-Taj As-Subki.
Kemudian Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam menguatkan
perkataannya tersebut, "Ini ditegaskan, bahwa Al Qur'an yang
pertama kali diturunkan adalah: 'Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu yang menciptakan.' (Qs. Al 'Alaq [96]: l), jadi
permulaannya adalah dibuka dengan basmalah. Ini juga ditegaskan
oleh realita surat-surat Nabi SAW kepada para raja, dan surat-suratnya
tentang sejumlatr keputusan yang diawali dengan basmalah tanpa
disertai hamdalah dan lainny4 sebagaimana yang disebutkan di dalam
hadits Abu Sufyan tentang kisatr Hiraclius, hadits Al Bara' tentang
kisah Suhail bin Amru tentang perjanjian Hudaibiyatr, dan hadits-
hadits lainnya."
Perhatian: Syaikh Badruddin Al Aini di dalam 'Umdah Al Qari
-Syarh Al Bukharf berkata, "Mereka tidak membenarkan Al Bukhari
yakni karena beliau hanya mencantumkat basmalaft- dengan alasan-
alasan yang cenderung tidak menerima."
Selanjutnya Al Aini menyebutkan tujuh alasan dan mengupas
masing-masing alasan itu, kemudian berkat4 "Yang lebih baik
mengenai hal ini dari sebagian guru saya, batrwa ia menyebutkan
hamdalah setelatr basmalah, sebagaimana biasanya etika para penulis
dalam karya-karya tulis merek4 dan sebagaimana yang disebutkan
pada karya-karya beliau yang lainnya. Hanya saja, hal itu luput pada
sebagian penyalin, sehingga hal itu terus berlanjut seperti itu." Sampai
di sini perkataan Al Aini.
Syarah Sunan Tirmidzi 19
Saya katakan: Alasan ini juga seolah tidak diterima, karena
sebenarnya itu tidaklah baik karena ada yang lebih baik. Bahkan
semua alasan itu sangat jauh, karena ucapannya (batrwa beliau
menyebutkan hamdalah setelah basmalah pada karangannya dst.)
adalah pernyataan yang tidak berdalih.
Adapun ucapannya (sebagaimana biasanya etika para penulis)
menunjukkan batrwa ia tidak pemah melihat karya-karya para imam
dari kalangan gurunya Al Bukhari dan gurunya para guru Al Bukhari,
orang-orang di masanya dan lainJainnya dari kalangan para
pendatrulu. Karena kebiasaan mereka dalam karya tulis mereka tidak
menyebutkan hamdalatr setelatr basmalah. Bahkan kebiasaan mereka
hanya menyebutkan basmalaft, sebagaimana yang dinyatakan oleh Al
Hafizh Ibnu Hajar.
Adapun ucapannya (sebagaimana yang disebutkan pada karya-
karya beliau yang lainnya) menunjukkan batrwa ia tidak pernah
melihat karya-karya Al Bukhari lainnya, karena di antara karya-karya
beliau adalatr: Al Adab Al Mufrad, Kitab Khalqu Afal Al 'Ibad, Ar-
Radd 'Ala Al Jahmiyyah, Kitab Adh-Dhu'afa', At-Tarikh Ash-Shaghir,
Juz'u Al Qira'ah Khalfa Al Imam dan Juz'u Rafu Al Yadain, pada
kesemuanya ini, tidak satu pun yang beliau awali dengan hamdalah
setelah basmalah, bahkan pada masing-masing itu beliau hanya
menyebutkan basmalah.
Al Hafrzh mengatakan di dalam Al Fath: "Dan lebih jauh dari
itu semua adalah ucapan orang yang menyatakan 'Bahwa beliau
mengawali perkataannya di dalamnya dengan pujian dan syahadat,
lalu hal itu dibuang oleh sebagian orang yang menyalin kitabnya.'
Seolah-olah, orang yang mengatakan ini tidak pematr melihat karya-
karya para imam gurunya Al Bukhari dan gurunya para guru Al
Bukhari serta orang-orang yang di masanya, seperti Malik dengan Al
Muwaththa', Abdurrazzaq dengan Al Mushannaf, Atwrad dengan Al
Musnad, Abu Daud dengan As-Sunan, dan masih banyak lagi yang
lainnya, yang mana di awal karya tulis mereka, mereka mengawali
m Syarah Sunan Tirmidzi
tidak lebih dai. basmalah, dan mereka itu mayoritas, dan sedikit dari
mereka yang mengawali kitabnya dengan khutbatr.
Apakatr pada semuakaryatulis mereka itu dikatakan bahwa para
perawinya membuang itu? Tentu saja tidak, batrkan itu menunjukkan
batrwa hal tersebut adalah perbuatan mereka, yakni bahwa mereka
menyebutkan pujian hanya dengan lafazh.
Hal ini ditegaskan oleh apa yang diriwayatkan oleh Al Khathib
di dalam Al Jamt'dari Ahmad: Batrwa ia melafazhkan shalawat untuk
Nabi SAW ketika menulis hadits, namun (shalat itu) tidak ditulisnya.
Yang mendorong hal itu adalatr, agar cepat atau lainnya. Atau
mungkin mereka memandang hal itu (pencantuman shalawat)
dikhususkan untuk khutbah, bukan untuk kitab. Karena itulah, orang
yang mengawali kitabnya dengan khutbah, di antara mereka ada yang
bertatrmid dan bersyahadat, sebagaimana yang dilakukan Muslim.
Wallahu Ta'ala A'lam." Sampai di sini perkataan Al Hafizh.
Perhatian: Ada perbedaan pendapat tentang hadits "pujian"
tersebut, sebagian mereka menilainya lemah, sebagaimana Al Hafizh
Ibnu Hajar, sebagian lainnya menilainya hasan sebagaimana Al
Hafizh Ibnu Ash-Shalah, dan sebagian lagi menilainya shahih
sebagaimana Ibnu Hibban
AI Aini mengatakan di dalam 'Umdah Al Qari, "Hadits ini
shahih, dinilai shahih oleh lbnu Hibban dan Abu Awanah. Lalu diikuti
oleh Sa'id bin Abdul Aziz Qunah, sebagaimana yang diriwayatkan
oleh An-Nasa'i."
Saya katakan: Mengenai sanad dan matannya terjadi banyak
perbedaan pandangan. Semua jalur dan lafazl'nya telah dikemukakan
oleh Tajuddin As-Subki di permulaan kitab Thabaqat Asy-SyaJt'tyyah
Al Kubra, ia mengemukakan panjang lebar dalam menjelaskan
perbedaan-perbedaan yang terjadi pada sanad-sanad dan matannya,
kemudian menjelaskan tentang ketertolakkannya.
Di bagian akhirnya ia menyebutkan sebagai berikut: "Ini ujung
Syarah Sunan Tirmidzi I
perkataan tentang hadits tersebut. Tidak diragukan lagi, bahwa setelatr
dipastikan keshahihanrrya dan marfu'nya sanad, tidak mencapai
tingkat hadits-hadits yang disepakati musnad, akan tetapi yang benar
adalah ada beberapa tingkat." Sampai di sini perkataan As-Subki.
Di tengatr perkataannya ia berkata, "Ibnu Ash-Shalah telatr
menetapkan, bahwa hadits im hasan, di bawatr shahih di atas dha'if,ia
berdalih, batrwa para perawinya adalatr para perawi Ash-Shafuifuain
selain Qunatr. Ia berkat4 'Ia termasuk perawi yang hanya dipakai
oleh Muslim, tapi Al Bukhari tidak mengeluarkan riwayat darinya'."
Catatan: Al Hafizh mengatakan di dalam Al Fath: "Para
pendahulu telatr berbeda pendapat tentang kitab yang semua isinya
bisa berupa sya'ir, apakah perlu diawali dengan basmalah? Riwayat
dari Asy-Sya'bi menyatakan pmeermlarualanagnnnyyaa--.yakni penulisan
bismillaahtr raftmaanir raftimm di
Riwayat dari Az-Zuhri, ia berkata, 'Telah berlaku kebiasaan,
batrwa pada (kitab) sya'ir tidak dituliskan Drimillaahir raftmaanir
rafiimm.' Riwayat dari Sa'id bin Jubair, bahwa ia membolehkannya,
hal ini diikuti oleh Jumhur. Al Khathib berkata, 'Ini pendapat yang
dipilih'."
Al Qari mengatakan di dalam Al Mirqah: "Yang lebih baik
adalah merincikan (ienis sya'irnya), batrkan inilah yang benar. Karena
sya'ir itu, yang baiknya adalatr baik dan yang buruknya adalatr buruk.
Maka tidak dicantumkan basmalah pada sya'ir berjenis celaan, pujian
terhadap kedraliman dan serupanya."
Ucapannya: (Syaikh Abu Al X'ath mengabarkan kepada
kami), yang mengucapkan ini adalah Umar bin Thabrazd Al
Baghdadi, muridnya Abu Al Fath Abdul Malik. (Abdullah bin Abu
Sahl) adalah nama ayalurya Abu Al Qasim. (Al Harawi) dengan ftaa'
dan raa'berhakarat fathah pada keduanya, adalah penisbatan kepada
Al Harah, yaitu nama sebuatr kota terkenal yang terletak di Khurasan,
demikian yang disebutkan di dalam Al Mughni karya Al Allamah
@ sYarah sunan Tirmidzi
Muhammad Thahir pengarang Majma' Al Bihar.
Al Karukhi, dengan fathah pada huruf kaaf, dhammah pada
hnruf raa' tanpa tasdid, dan ldtaa', adalah penisbatan kepada Karukh,
suatu, tempat yang termasuk negeri Khurasan, dan yang dimaksud
adalatr Abdul Malik bin Abu Al Qasim, perawi At-Tirmidzi, demikian
yang disebutkan di dalam Al Mughni. Disebutkan di dalam Al Qamus:
KaruuWt seperti polaShabuur,yaitu suatu desa di Hirah. Selesai.
Catatan: Al Hafizh Ibnu Ash-Shalah mengatakan di dalam
muqqaddimahnya, "Dulu orang-orang Arab biasa menisbatkan kepada
kabilatrnya. Setelah Islam datang dan mendominasi mereka di desa-
desa dan kota-kota, penisbatan mereka beralih kepada tempat, dan
banyak dari mereka yang menghilangkan penisbatan mereka
sebelumnya, sehingga yang ada hanyalah penisbatan kepada tempat."
Lebih jauh ia berkata, "Adapun orang yang pindah dari suatu
negeri ke negeri lainnya dan ingin memadukan keduanya dalam
penisbatan namanya, maka dia mendahulukan penyebutan tempat
yang pertama, kemudian tempat yang kedua di mana ia pindatr ke
'i'sana. Baik pula menyertakan kata (tsumma [kemudian]), sehingga
untuk orang yang pindatr dari Mesir ke Damaskus misalnya,
sebutannya menjadi 'Al Mishri tsumma Ad-Dimasyqi' (orang Mesir
kemudian orang Damaskus).
Adapun yang tadinya \rarga suatu desa di antara desa-desa
sebuatr negeri, maka dia menisbatkan kepada desa tersebut atau
kepada negeri tersebut, atau kepada suatu tempat yang masih termasuk
di dalam wilayah negeri tersebut." Selesai.
@an eku mendengarkan), ini adalah jumlah haaliyyah
Qtresent tense), maksudnya, Umar bin Thabrazd berkata: Abu Al Fath
mengabarkan kepada kami, dan saat itu aku mendengarkan.
(Ia berkata: AI Qadhi mengabarkan kepada kami), yakni Al
Karukhi berkata: Al Qadhi mengabarkan kepada kami. Ucapannya,
$\anaa adalah singkatan dan akhbaranaa (rl:pi1 [mengabarkan
kepada kamil.
An-Nawawi mengatakan di dalam muqaddimah Syarh Muslim,
*Sudah berlaku kebiasaan meringkas penulisan haddatsanaa 1Ul:.r;1
[menceritakan kepada kami] dan akhbaranaa (tiifrf [mengabarkan
kepada kamil dengan simbol, dan istilatr itu terus berlanjut dari sejak
z:lman dulu hingga masa kita sekarang, datr itu sudah populer
sehingga tidak asing lagi, mereka biasa menuliskan tsanaa (ur) yaitu
tsaa', nuun dan alif, atau tanpa menyertakan /saa' (yakni menjadi naa
[u]), dan menuliskan akhbaranaa (uJrrD dengan simbol anaa (t;i),
karena tidak bagus menuliskan baa'sebelum naa." Selesai.
Catatan: An-Nawawi berkata, "Madzhab yang dianut oleh
Imam Muslim Allah meratrmatinya- adalatr membedakan
antara hadda-tsseamnaoaga(dalam buku ini diterjematrkan menjadi
'menceritakan kepada kami') dan akhbaranaa (dalam buku ini
diterjematrkan menjadi 'mengabarkan kepada kami') dalam sanad
hadits, yaitu; haddatsana tidak boleh digunakan kecuali bagi yang
khusus mendengarnya dari lafazh syaikh (secara langsung), adapun
aHtbaranaa adalah yang dibacakan kepada syaikh (guru).
Perbedaan ini juga yang dianut Asy-Syaf i dan para sahabatnya,
serta mayoritas ahli ilmu di Masyriq. Mutrammad bin Al Hasan Al
Jauhari Al Mishri berkata, 'Ini madzhab yang dianut oleh mayoritas
atrli hadits yang tidak terhingga banyaknya. Madztrab ini juga
diriwayatkan dari Ibnu Juraij, Al Auza'i dan Ibnu Wahb.'
Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan di dalam Syarh An-Nukhbah,
'Pengkhususan penggunaan kata tohditts (haMatsanaa) adalatr bagi
yang mendengar dari lafaztt syaikh, inilah istilatr yang populer di
kalangan atrli hadits'." Selesai.
Saya katakan: Demikian juga iWtbaar (aldrbaranaa) secara
khusus dengan cara dibacakan kepada syaikh. Al Hafizh berkata,
"Secara bahasa, tidak ada perbedaan antara tahdiits (haddatsanaa) dan
A Syarah Sunan Tirmidzi
ikhboar (akhbaranaa), dan untuk menyatakan perbedaan antara
keduanya adalatr suatu beban yang berat, namun karena sudah menjadi
istilah yang berlaku, maka hal itu menjadi hakikat dan kebiasaan yang
diakui, sehingga lebih didatrulukan daripada hakikat secara bahasa.
Lain dari itu, istilah ini sudah populer di kalangan ulama
belatran timur dan yang mengikuti mereka, sedangkan mayoritas
ulama wilayah barat tidak menggunakan istilah ini, bahkan menurut
mereka batrwa ikhbaar (akhbaranaa) dan tahdiits (haddatsanaa)
artinya sama." Sampai di sini perkataan Al Hafizh.
Saya katakan: Ini adalah madzhabnya Imam Bukhari. Perlu
diketatrui, bahwa ada penjelasan lain mengenai hal ini, yaitu, bahwa
orang yang mendengarkan (suatu riwayat) secara sendirian dari lafazh
syaikh, maka dia mengatakan " haddotsanii" (menceritakan kepadaku),
sedangkan orang yang mendengar bersama orang lain, maka dia
mengatakan " haddat s anaa" (menceritakan kepada kami).
Demikian juga perbedaan antara akhbaranii (mengabarkan
kepadaku) dan akhbaranaa (mengabarkan kepada kami). (Al AzdD
adalatr penisbatan kepada Al Azd, dengan harakat fathah pada huruf
hamzah dar sukun para huruf zaay bertitik satu, yaitu nama suatu
kabilah.
(dengan cara dibacakan kepadanya dan aku
mendengarkan), yakni Al Qadhi mengabarkan kepada kami dengan
cara dibacakan kepada beliau dan aku mendengarkan, atau ketika ada
orang lain yang selainku membacakan kepadanya aku mendengarkan.
Ucapannya, "qiraa'atan" adalah mashdar yang bermalrrra ismul fa'il
(sebutan subjek) atau ismul maful (sebutan obyek), ini dikaitkan
dengan kondisi.
As-Suyuthi mengatakan di dalam Tadrib Ar-Rawi: Ucapan
perawi "akhboronaa" baik dengan cara mendengar atau membacakan
termasuk kategori ungkapan "aku mengupayakan mendatanginya",
dan ungkapan "musyaafahah" (secara lisan), bagi An-Nuhat ada
Syarah Sunan Tirmidzi B
beberapa versi pengertian:
Pertama, ini pendapat Sibawaih, bahwa itu adalah mashdar
yang- statusnya sebagai fa'il (subjek) saat itu, sebagaimana mashdar
yang berstatus sebagai na't (penyerta). Ungkapan *Zaid 'adl" (Zaid
adil), tidak digunakan kecuali untuk yang didengar, dan tidak dapat
dikiaskan. Berdasarkan ini, penggunaan ungkapan tadi dalam suatu
riwayat tidak diperbolehkan, karena orang-orang Arab tidak biasa
menggunakannya.
Kedua, yaitu pendapat Al Mubarrad; itu bukan kondisi, akan
tetapi subjek dari perbuatan yang tidak diungkapkan dalam lafazh, dan
yang tidak diungkapkan itu adalah kondisi, dan ini bisa dikiaskan pada
setiap yang ditunjukkan oleh perbuatan yang telatr disebutkan
sebelumnya. Berdasarkan ini, ungkapan tadi boleh digunakan, batrkan
ucapan Ibnu Hibban di dalam Tadzkirahnya mengindikasikan, batrwa
aHtbaranaa simaa'ah adalah mendengar, sedangkan akhbaranaa
qiraa'atan tidak mendengar, yang pertama tidak dapat dikiaskan
kepada yang kedua.
Ketiga, yaitu pendapat Az-Zujjaj, ia berpendapat dengan
pendapatnya Sibawaih, maka tidak boleh disembunyikan tapi bisa
dikiaskan.
Keempat, yaitu pendapat As-Sairafi, ia berkata, 'Ini termasuk
kategori jalastu qu'uudan, manshub ztratrir, mashdar ma'nawi'."
Sampai di sini perkataan As-Suyuthi.
(At-Tiryaqi) adalah penisbatan kepada At-Tiryaq, dengan
lrasrah (pada huruf taa), yaitu nama sebuah desa di Haratr. (At
Ghauraji), disebutkan di dalam Al Mughni; Dengan dhammah (pada
huruf ghain), suhtn pada huruf wawu, kemudian raa' dan jiim, ini
adalatr penisbatan. Maksudnya adalah Ahmad bin Abdushshamad bin
Abu Al Fadhl, salah seorang guru Al Karukhi dalam meriwayatkan
Jami' At-Tirml'dzi. Selesai.
Disebutkan di dalam Al Qamus pada bab al ghaur: al ghaur
x Syarah Sunan Tirmidzi
dengan harakat dhammah (pada huruf ghain), adalah nama sebuatr
desa di gerbang Harah, yaitu Ghauraji yang berbeda dengan kias.
Selesai.
(Mereka mengatakan), yakni Al Azdi, At-Tiryaqi dan Al
Ghauraji, yaitu guru-gurunya Al Karukhi.
(Al Jarrahi), disebutkan di dalam Al Mughni: dengan harakat
fathah pada huruf jiim, dar tasydid pada huruf raa' tanpa titik, yaitu
Abdul Jabbar bin Muhammad. Selesai.
(Al Marrvazi) adalah penisbatan kepada Marw. Disebutkan di
dalam Al Qamus: Suatu negeri di Persia" penisbatannya adalah Marwi,
Marawi dan Marwazi. Selesai.
Ia juga mengatakan di dalamnya: Al Marwazi adalah penisbatan
kepada Marw dengan tambatran huruf zaay, yaitu nama sebuah kota di
Khuasan. Selesai.
Ibnu Al Hamam mengatakan di dalam Fath Al Qadir: Al Marwi,
dengan harakat sulatn pada huruf raa', adalah penisbatan kepada suatu
desa di antara desa-desa di Kufah, adapun penisbatan kepada Marw
yang dikenal berada di Kurasan, mereka biasa menggunakan
tambatran huruf zaay (yakni menjadi Al Marwazi), sehingga dengan
begitu ada perbedaan antara keduanya. Selesai.
(Al Marzubani), disebutkan di dalam Al Mughni: Dengan
fathah (para huruf miim), sulun pada huruf roa', dhammah pada huruf
zaoy lalu huruf nuun bertitik satu, adalah penisbatan kepada
Marzaban, kakeknya Muhammad bin Ahmad, perawi At-Tirmidzi.
Selesai.
Saya katakan: Bahwa kalimat Al Marzubani adalah na't (yang
mengikuti kata) Abu Muhammad Abdul Jabbar, bukan Muhammad
bin Ahmad. Disebutkan di dalam Al Qamus: Al Marzabaft seperti pola
Marhalah, yaitu kepala kuda, yaitu marzuban mereka, dengan
dhammah pada huruf zoay,bentuk jamaknya adalah marazibah.
(Abu Al Abbas Muhammad bin Ahmad bin Mahbub bin
syarah Sunan Tirmidzi W
Fudhail Al Mahbubi AI Marvazi mengabarkan kepada kami,lalu
Syaikh yang tsiqah lagr terpercaya mengakuinya), demikian
redaksi yang tercantum pada cetakan Al Hind, yaitu dengan tambahan
redaksi (lalu Syaikh yang tsiqah lagi terpercaya mengakuinya)
setelah lafazh Al Marwazi, sedangkan redaksi yang tercantum pada
naskatr tulisan pena yang shahih adalatr sebagai berikut: "Syaikh yang
tsiqah lagi terpercaya, Abu Al Abbas Mutrammad bin Ahmad bin
Matrbub bin Fudhail Al Mahbubi Al Marwazi mengabarkan kepada
kami," tanpa menyertakan redaksi "mengakuitryo", redaksi "asy-
syaikh ats-tsiqah al amiin" (Syaikh yang tsiqah lagi terpercaya)
dicanfumkan setelatr kata " anao" (memberitatrukan kepada kami).
Seperti itu pula yang dicantumkan di dalam naskatr-naskah
tulisan tangan yang shahift, seperti pada naskah tulisan tangan Al
Kurdi, Al Kuzbari, Asy-Syanwani dan Asy-Syah Waliyyullah. Inilatr
di antara yang diberikan kepada saya oleh guru kami Al Allamatr Al
Qadhi Husain bin Mtrhsin Al Anshari Al ICrazraji As-Sa'di Al
Yamani Allah mengampuninya-. Redaksi ini dicantumkan
di dalam-sneasmkaotgr atangan yarg shahih lagi valid, sebagai berikut: "Dia
berkata: Abu Al Abbas Muhammad bin Matrbub bin Fudhail Al
Mahbubi Al Marwazi, seorang syaik{r yang tsiqah lagi terpercaya,
mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Isa bin Saurah At-
Tirmidzi memberitatrukan kepada kami" tanpa redaksi
"mengakuinya". Naskah ini berada di Maktabah Khada Bakhsy Khan
Al Aztrim Abadi.
Catatan: Redaksi yang dicantumkan pada sebagian naskatr
tulisan tangan dan catatan-catatan (salinan-salinan) yang shahih,
maknanya cukup jelas, demikian juga redaksi yang dicantumkan pada
naskah tulisan tangan Al 'Ariqah maknanya cukup jelas. Adapun
redaksi yang dicantumkan pada naskatr versi cetakan, sebagian ahli
ilmu menyatakan batrwa kalimat "LaIu Syaikh yarig tsiqaft lagi
terpercaya mengakuinya" adalah keliru, maknanya tidak jelas.
Saya katakan: Menurut saya, batrwa redaksi ini bukan
B Syarah Sunan Tirmidzi
kekeliruan, bahkan itu benar, dan maknanya jelas. Perlu diketahui,
batrwa yang dimaksud dengan "Syaikh yang tsiqah lagi terpercaya"
dalam kalimat ini adalah Abu Muhammad Abul Jabbar.
Pengertian kalimat ini: Bahwa Al Qadhi Az-Zahid Abu Amir,
Syaikn Abu Nashr Abdul Aziz dan Syaikh Abu Bakar Ahmad bin
Abdushshamad adalatr murid-muridnya Abu Muhammad Abdul
Jabbar, mereka menerima kitab ini darinya dengan cara diajukan
kepadanya, yaitu salah seorang muridnya membacakan kepadanya
sementara yang lainnya mendengarkan, sementara Syaikh Abu
Muhammad Abdul Jabbar mencermati dan memahami serta tidak
mengingkari.
Adapun bacaan si pembaca kepadanya adalah sebagai berikut:
Aku katakan: Abu Al Abbas Muhammad bin Ahmad bin Mahbub bin
Fudhail Al Mahbubi Al Marwazi mengabarkan kepada kami ... dst.
Lalu hal itu diakui oleh Syaikh yang tsiqah lagi terpercaya, yakni
beliau menyetujui apa yang dibacakan kepadanya dan tidak
mengingkari, sehingga benarlah mendengamya mereka (para murid
itu) darinya, dan mereka boleh meriwayatkan darinya.
Bagi setiap orang yang membacakan kitab ini dan
mengajukannya kepada guruny4 hendaknya setelah mengatakan
"membacakan kepadanya" ia mengucapkan: Dikatakan kepadanya:
Engkau berkata: Abu Al Abbas mengabarkan kepada kami ... dst.
Kemudian dari itu, perlu juga kami sebutkan di sini sebagian redaksi
Tadrib Ar-Rawt dan yang lainnya, agar Anda merasa lebih jelas lagi
mengenai apa yang telatr kami katakan tentang benamya kalimat tadi.
As-Suyuthi mengatakan di dalam At-Tadrtb: "Bagian kedua
(dilihat) dari segi kandungan makna: (yaitu) membacakan kepada
syaikh, yang mana sebagian atrli hadits menyebutnya 'ardh, baik itu
Anda membacakannya sendiri kepada syaikh, atau dibacakan oleh
selain Andq sementara Anda mendengarkan. Yang lebih terjaga
dalam periwayatan kategori ini adalah dengan berkata: 'Aku bacakan
kepada Fulan,' bila ia membacakannya sendiri, atau 'Dibacakan
Syarah Sunan Tirmidzi E
kepadanya dan aku mendengarkan lalu ia mengakuinya'.
Berikutnya adalah redaksi mendengar yang dibatasi dengan
bacaan, seperti: 'Ia menceritakan kepada kami dengan bacaanku' (aku
bacakan kepadanya); atau 'dengan cara dibacakan kepadanya (oleh
selainku) sedangkan aku mendengarkan'; atau 'Ia mengabarkan
kepada kami dengan bacaanku'; atau 'dengan cara dibacakan
kepadanya dan aku mendengarkan'."
Lain dari itu ia berkata: "Jika membacakan sendiri kepada
syaikh, maka ia mengatakan (saat membacakannya): 'Fulan
mengabarkan kepadamu', atau serupa itu, misalnya: 'Fulan
mengabarkan kepada kami', sementara syaikhnya memperhatikannya
dan memahaminya serta tidak mengingkarinya, dan ia mengakui
lafazltnya, maka dengan begitu benarlatr maksud 'mendengar' itu, dan
boleh meriwayatkannya, yaitu cukup dengan pembacaan tersebut dan
tidak disyaratkan pernyataan pengakuan syaikh itu, seperti ucapannya
'Ya'. Demikian menurut pendapat yang shahih yang ditetapkan oleh
mayoritas ahli seni hadits, sementara sebagian sahabat kalangan Asy-
Syafi'i dan Azh-Zhahiri mensyaratkan pernyataan lisan syaikh."
Sampai di sini perkataan As-Suyuthi secara ringkas.
An-Nawawi mengatakan di dalam Pendahuluan Syarh Muslim:
"Kebiasaan yang berlaku pada ahli hadits adalah dengan membuang
kata 'mengatakan' dan serupanya di dalam tulisan di antara nama-
nama perawi yang dicantumkan di dalam sanad, namun pembaca
hendaknya mengucapkan kata itu. Jadi, bila di dalam kitab
dicantumkan: 'Dibacakan kepada Fulan: Fulan mengabarkan
kepadamu', hendaknya si pembaca mengucapkan (saat membacanya):
'Dibacakan kepada Fulan: Dikatakan kepadanya: Fulan mengabarkan
kepadamu'. Bila yang tercantum di dalam kitab: 'Dibacakan kepada
Fulan: Fulan mengabarkan kepada kami' maka si pembaca hendaknya
mengucapkan (saat membacanya): 'Dibacakan kepada Fulan:
Dikatakan kepadanya: Engkau berkata: Fulan mengabarkan kepada
kami'." Sampai di sini perkataan An-Nawawi.
$ Syarah Sunan Tirmidzi
Jika redaksinya seperti itu, dan Anda telatr mengetahui
indikasinya, maka insya Allatr Ta'ala telatr jelas apa yang kami
katakan tentang shahihnya kalimat "Lalu syaikh yang tstqah lagi
terpercaya mengakuinya".
'Perhatianz Pengarang Al 'Urf Asy-Syadz dalam menafsirkan
kalimat tersebut mengatakan sebagai berikut, "Yang dimaksud dengan
'Syaikh' adalah Al Mahbubi, sebagaimana ditetapkan lbnu Abidin.
Ungkapan ini -yakni 'Lalu Syaikh yang tsiqah lagi terpercaya
mengakuinya'- tidak terdapat pada naskatr yang mu'tabar, adapun
bila diprediksi keberaduumnya di dalam kitab ini, maka yang dimaksud
adalah Syaikh Al Matrbubi penyalin kitab ini, yang mana ilmu
sebelumnya berada di dada, kemudian ketika ilmu itu menjadi kitab,
maka para murid Syaikh Al Mahbubi perlu pengakuan Al Mahbubi
setelatr pencatatannya dan tentang kebenarannya. Karena itu,
muridnya Al Matrbubi berkata 'Syaikh Al Mahbubi mengakui kitab
ini karena sesuai dengan kitab ini'." Sampai di sini perkataannya.
Saya katakan: Ini penafsiran yang sangat batil, karena
landasannya batrwa ilmu orang yang sebelum Syaikh Mahbubi di
antara para penyusun kitab yang enam dan lainnya adalah di dalam
dada dan tidak dicatat di buku, ini adalatr kebatilan yang nyata. Anda
telatr mengetatrui di dalam pendatruluan, behwa penulisan hadits dan
penghimpunannya di dalam buku telatr dilakukan di awal masa
generasi tabi'in.
Al Hafidr mengatakan di dalam pendatruluan Al Fath:
"Sesungguhnya atsar-atsar Nabi SAW belum tertulis di dalam kitab-
kitab pada masanya dan pada masa para sahabatnya serta generasi
pengikut mereka." Hingga perkataannya: "kemudian di akhir masa
tabi'in terjadilah penulisan atsar-atsar itu dan penjudulan khabar-
khabar setelah para ulama menyebar ke berbagai kota dan telah
banyak terjadi berbagai bid'ah."
Catatan: Sebagian mereka mengatakan tentang penafsiran
kalimat tersebut: "Sesungguhnya perkataannya (lalu Syaikh yang
Syarah Sunan Tirmidzi 3l
tsiqah lagi terpercaya mengakuinya) mengandung dua arti:
Pertama; Bahwa yang dimaksud dengan 'Syaikh yang tsiqah
lagi terpercaya' adalah Abu Al Abbas, yang mana muridnya adalatr
Abu Muhammad Abdul Jabbar.
Pengertian menurut penafsiran ini adalatr: Bahwa Al Qadhi Az-
Zahid Abu Amir, atau Syaikh Abu Nashr, atau Syaikh Abu Bakar,
yang mana mereka itu adalah para murid Muhammad Abdul Jabbar,
tAelbatbr amse-ngbkaotnrfwirma:asEiknagnkakueptaedlaahgumruenpagraabgaurkruannyaki-taybakinnii Abu Al
kepada
muridmu, Abu Muhammad Abdul Jabbar, lalu ia pun mengakuinya,
yakni bahwa Abu Al Abbas memang telah mengabarkan kitab ini
kepadanya, lalu ia pun mengakui penyampaian khabar itu.
Kedua; Batrwa yang dimaksud dengan 'Syaikh yarlrg tsiqah lagi
terpercaya' adalatr Abu Muhammad Abdul Jabbar, sehingga artinya
menurut penafsiran ini: Batrwa ia salatr seorang muridny4 yakni: Al
Qadhi Az-Zahtd Abu Amir, Abu Nashr dan Abu Bakar,
mengkonfirmasikan kepadanya: Bahwa engkau telah mengabarkan
kepada gurumu, Abu Al Abbas, lalu Abu Muhammad Abdul Jabbar
mengakui bahwa ia memang menerima kitab ini dari gurunya, Syaikh
Abu Al Abbas. Demikian penafsiran kedua.
Menurut kedua penafsiran ini, kata garfti (bihi) pada ucapannya
itu kepada 'penyampaikan khabar tentang kitab ini' yang dipatrami
dari kandungannya, sedangkan subjek yang dimaksud dari kata
'mengakui' yang dinyatakan dengan kalimat 'syaikh yang tsiqah lagi
terpercaya' adalatr Abu Al Abbas, atau Abu Muhammad AMul
Jabbar." Sampai di sini perkataannya.
Saya katakan: Penafsiran ini juga tidak mengena. Karena pada
kedua penafsiran itu juga mengandung kelematran. Penafsiran
pertama; Karena landasannya batrwa salah satu murid Abu
Muhammad Al Jabbar tersebut telatr berjumpa dengan guru dari para
gurunya, yakni Abu Al Abbas. Ini hanya asumsi belaka, karena
terlebih datrulu perlu dibuktikan perjumpaan dengannya, kemudian
setelatr itu barulah ditafsirkan seperti demikian, bila tidak maka tidak
bisa dipastikan.
Penafsiran kedua; Dinyatakan batrwa Abu Muhammad AMul
Jabbat, ketika menceritakan kepada para muridnya itu dengan
menggunakan lafhztt: 'Abu AI Abbas mengabarkan kepada kami',
maka setelatr mereka mendengar latazlt. ini darinya, tidak bermakna
lagi pertanyaan salatr seorang muridnya tentang: 'Bahwa engkau
dikhabari oleh gurumrl Abu Al Abbas.' Silakan Anda fikirkan.
Peringatan lain: Pengarang Ath-Thayyib Asy-Syadzi dalarr
menafsirkan kalimat tersebut mengatakan sebagai berikut: "Yang
tampak, batrwa yang dimaksud dengan 'Syaikh yang tsiqah' adalah
Abu Al Abbas Muhammad bin Ahmad Al Matrbubi. Jadi yang
mengatakan perkataan ini adalah Abu Muhammad Abdul Jabbar Al
Jarahi. Sehingga, maknanya adalah: Batrwa murid-murid Abu Al
Abbas, setelatr mereka membacakan kitab ini kepada guru mereka,
Abu Al Abbas, ia mengatakan kepada mereka, 'Ya, ini telatr aku
bacakan kepada kalian'." SamFai di sini perkataannya.
Saya katakan: Penafsiran ini juga sangat batil, karena para
murid Abu Al Abbas, bisa jadi mereka membacakan kitab ini kepada
guru mereka, Abu Al Abbas, sementara ia diam memperhatikan
bacaan mereka. Atau bisajadi ia sendiri yang membacakan, sementara
mereka diam memperhatikan bacaannya. Berdasarkan prediksi
pertama, tidak ada arti untuk perkataannya 'Ya, ini telatr aku bacakan
kepada kalian.' Dan berdasarkan prediksi kedua, tidak ada artinya
untuk perkataannya, 'setelatr mereka membacakan kitab ini'. Silakan
Anda fikirkan.
Lebih jauh ia berkat4 "Mungkin juga yang dimaksud dengan
'yang tsiqah lagi terpercaya' adalah Abdul Jabbar, sedangkan yang
mengatakan 'lalu diakui juga' adalah Abdul Jabbar. Sehingga
pengertiannya: Bahwa murid-muridnya Abdul Jabbar mengatakan
kepadanya, 'Abu Al Abbas mengabarkan kepadamu?' Lalu ia
Syarah Sunan Tirmidzi 30
menjawab, 'Ya. Guruku, Abu Al Abbas telah mengabarkan
kepadaku.' Inilah pengertian dari ucapannya 'lalu syaikh yang tsiqah
lagi terpercaya mengakuinya' ."
Saya katakan: Pengarang Ath-Thayyib Asy-Syadzi telah
mengemukakan penafsiran ini pada penafsiran kedua dari kedua
penafsiran yang telah disebutkan pada sebagian mereka, hanya saja ia
tidak menjabarkan perkataannya, dan yang mengucapkan
'mengakuinya', demikian juga Abdul Jabbar.
v Syarah Sunan Tirmidzi
,r--*)g\i{t*,
'Ia berkata: Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa At-
Tirmidzi Al Hafidr mengabarkan kepadaku, dia berkata:
Ucapannya, (Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah) dengan
harakat fathah pada huruf siln dan sulcun pada huruf raa', (At-
Tirmidzi) dengan kasrah pada huruf taa' dan miim, boleh juga dengan
dhammah pada keduanya [yakni At-Tirmidzi], dan boleh juga dengan
fathah pada huruf taa' dan lrasrah pada huruf miim lyakai At-
Tirmidzi], lalu huruf dzaal muJamah, adalah penisbatan kepada
sebuatr kota lama yang terletak di jalanan Jaihun, yaitu sungai Balkh.
(AI Hafizh), telah dikemukakan tentang pengertian al hafizh
dalam muqaddimah, dan telah dikemukakan juga biograpi Abu Isa At-
Tirmidzi serta hal-hal yang terkait dengan julukannya.
.'..ot.l"rorlo..t!z
Pf d)y$C/ralttbvt:l
1. KITAB THAHA*" (BERSUCI) DARI
RASTILULLAH SAW
Ucapannya, 'Pi yit * itt J?i ;laitat |ars
(Kitab thaharah [bersuci] dari Rasulullah SAW), abwaab adalatr
bentuk jamak (prular) dui baab (pintu), ini adalah hakikat, karena
secara realita memang melalui itulah untuk masuk kepada yang
lainnya. Juga bermakna kiasan sebagai judul dari berbagai masalatr
yang senrmpun.
Perlu diketatrui, batrwa telah berlaku kebiasaan pada mayoritas
Syarah Sunan Tirmidzi Et
pengarang dari kalangan ahli fikih, batrwa mereka menyebutkan
maksud-maksud mereka dengan judul kitaab, baob datfasftl. Menurut
mereka, kitaab adalatr ungkapan tentang kelompok masalah yang
dianggap tersendiri, baik mencakup banyak masalah ataupun tidak.
Bila di bawatrnya terdapat banyak masalah, maka setiap masalah itu
disebut baab, dan anak masalah yang termasuk ke dalam kategori
setiap masalatr disebutfas hl.
As-Sayyid Nuruddin di dalam Furuq Al Lughaaf berkata,
"Kitaab adalatr adalatr himpunan sejumlatr masalah yang digabungkan
karena sejenis namun tipe beragam, sementara fashl (baab) adalah
himpunan sejumlah masalah yang digabungkan karena tipenya sama
namun masih satu jenis, sedangkan fashl adalah himpunan sejumlah
masalatr yang digabungkan ke dalam satu tipe, nitmun ragamnya
berbeda." Selesai. Demikianlatr kebiasaan yang berlaku pada
mayoritas ahli hadits, bahwa mereka menyebutkan hadits-hadits dan
atsar-atsar di dalam kitab-kitab mereka seperti cara para ahli fikih,
yaitu dengan mencantumkan kitab dan bab.
Namun At-Tirmidzi mengganti kata kitaab dengan lafazh
Ptabwaab. Tentang lafain y 1r' ,p ttt ):b:i4 fauri Rasulullah
SAW), At-Tirmidzi berkata: Bab-bab Thaharah; Bab-bab Shalat; Bab-
bab Zakat, dan seterusnya, kemudian menambahkan kata tersebut,
misalnya: Bab-bab Thatrarah dari Rasulullah SAW; Bab-Bab Shalat
dari Rasulullah SAW.
Sebagian ulama mengatakan mengenai arah tambahan redaksi
rinedi adkaslia"mdalraifaRzatrsnuylual:laGhuSnaApWen"y-ebaudtaalnanhyase-byaagaki nisiyapreantyebbauhtwana
hadits-hadits yang dikemukakannya di situ adalah marfu', bukqrr
mauquf. Demikian ini, karena sebelum masa At-Tirmidzi dan
angkatannya, kebiasaan mereka masih mencampurkan antara hadits
dengan atsar, sebagaimana yang dikemukakan pada Muwaththa'
Malik, Maghazi Musa bin Uqbah dan yang lainnya, kemudian Al
Bukhari, At-Tirmidzi dan yang seperti mereka membedakan hadits-
E :- - SYarah Sunan Tirmidzi
hadits yang marfu' dari atsar." Selesai.
Yang dimaksud dengan thatrarah (bersuci), adalatr bersuci dari
hadats dan kotoran. Asalnya adalatr membersihkan dan menyucikan
dari setiap aib, baik riil maupun maknawi, sebagaimana disebutkan di
dalant firman Allah Ta'ola,
brfi";-'*ei'&l
" Se sungguhnya me reka adalah orang-orang yang b erpur a-pura
menyucikan diri." (Qs. Al A'raaf l7l:82)
Karena thaharah merupakan kuncinya shalat, yang mana shalat
itu merupakan tiangnya agama, maka dengan itulah para pengarang
mengawali karangan-karangan mereka.
*a;*{;ut;Eiti
1. Bab: Tidak Diterima Shelat Tanpa Bersuci
,??.u . ... U.!gJ. > n rn.l L.1iar.>
,t ./. . t
# lt-, +S
5s? c-Aly
f (y.*..' - \
; e *',!? *,h.,,;,|.,r'€rg:r; ,:,txslt- : c
iY*,pt y *,*b,*,itf ,:#,r.t7y
'iti .Jii'n*vt y*L r.
')*r'o1YY 4 ir3 jd
.',*ir*glr rii €:A'&f L;;lrut:u,+ ilA
firi;; ,tii-,*.i *- C:rt ,r: c *et €j
Syarah Sunan Tirmidzi
i* i 'i #,-;r-,1 i.-: ,i?i'yG :'^--,r dr-,i U ;r,t
.'d+,t
1.6 q,rtaibatr bin Sa'id menceritakan kepada kami, Abu Awanah
menceritakan kepada kami, dari Simak bin Harb {h} Dan Hannad
menceritakan kepada kami, Waki' menceritakan kepada kami, dari
Israil, dari Simak, dari Mush'ab bin Sa'd, dari Ibnu Umar, dari Nabi
SAW, beliau bersabda, "Tidak diterima shalot tanpa bersuci, dan
tidak pulo sedekah dari hasil berkhianat (korupsi)."
Hannad menyebutkan di dalam haditsnya: "kecuali dengan
bersuci."
Abu Isa berkata, "Ini hadits yang paling shahih dan paling bagus
dalam masalah ini."
Mengenai masalatr ini telah diriwayatkan juga dari Abu Al
Malih -dari ayahnya-, Abu Hurairatr dan Anas.
Abu Al Mdih bin Usamah, namanya adalah Amir, disebut juga:
Zaidbin Usamatr bin Umair Al Hudzali.
Penjelasan Hadits:
Ucapannya, ,l# P.i'li- $t I iE v qu. (Bab ridak Diterima
Shalat Tanpa Bersuci) dengan harakat dhammah pada huruf thaa'
(yakni thuhuur) ataufathah (yakni thahuur).
6 Hadits shohh, Diriwaya*an oleh Muslim (224), Ibnu Majah (272), keduanya
dari hadits lbnu Umar menyerupai itu. HR. Abu Daud (59), An-Nasa'i (139), Ibnu
Majah (271), ketiganya dari jalur Abu Al Malih bin Usamah, dari ayahnya, Usamah
bin Umair Al Hudzali, ia seorang sahabat. Ibnu Al Malih meriwayatkan sendirian
darinya dan isnadnya jayyid. HR. Ibnu Majah (273) dari hadits Anas, di dalam
isnadnya terdapat Sinan bin Sa'd yang juga disebut Sa'd bin Sinan, ia dinilai lemah
sebagian ahli hadits. HR. Ibnu Majah (274) dari hadits Abu Bakrah, di dalam
isnadnya terdapat Al Khalil btn Zakariyya, ia haditsnya ditinggalkan. Riwayat yang
paling shahrJ, dalam masalah ini adalah yang Driwayatkan oleh Al Bukhari (135)
dan Muslim (225), keduanya dari hadits Abu Hurairah.
EI Syarah Sunaq Tirmidzi
Ucapannya, 'ti uib lqutaibah menceritakan kepada kami)
dengan harakat dhammah pada huruf qaaf danfathah padahuruf raa'.
6 At (Ibnu Sa'id) Ats-Tsaqafi maulahum Abu Raja' Al
Baghplani, seorang atrli hadits Khurasan, lahir pada tahun 149 (seratus
empat puluh sembilan), ia mendengar dari Malik, Al-Laits, Ibnu
Lahi'ah, Syarik dan yang seangkatan dengan mereka, lalu orang-orang
yang meriwayatkan darinya adalatr jama'atr selain Ibnu Majah. Ia
seorang yang tsiqah lagi 'alim, atrli hadits dan suka berpetualangan
(mencari hadits), ia juga seorang yang kaya harta.
Ibnu Ma'in berkata, "Ia seorang yang tsiqaft." Meninggal pada
tatrun 240 (dua ratus empat pulutr) dalam usia 9l (sembilan puluh
satu) tatrun. Demikian yang dicantumkan di dalam Tadzkiratul
Hufazh.
'rit? f 1eU" Awanah), namanya adalatr Al Wadhatr bin
Abdullatr Al Yasykuri Al Wasithi AlBazzaz salah seorang tokoh, ia
meriwayatkan dari Qatadatr, Ibnu Al Munkadir dan lainJain.
Sedangkan yang meriwayatkan darinya adalah: Qutaibah, Musaddad
dan lainJain. Ia seorang perawi yang tsiqaft, meninggal pada tatrun
176 H.
Catatan: An-Nawawi berkata, "Kebiasaan para atrli hadits
adalah tidak mencantumkan kata"qaala" (ia mengatakan/berkata) dan
serupanya di antara para perawi yang disebutkan di dalam tulisan mata
rantai suatu riwayat, namun hendaknya pembaca mengucapkannya."
Saya katakan: Hendaknya membaca sanad ini sebagai berikut:
'Qutaibah bin Sa'd menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu
Awanatr mengabarkan kepada kami ...' yaitu dengan menyebutkan
lafazh 'qaala' (ia mengatakan) sebelum latazh 'haddotsanaa
qutaibah' [dalam edisi terjematran menjadi setelah kalimat 'Qutaibah
menceritakan kepada kami'] dan sebelum kalimat 'akhbaranaa abu
autonah' [dalam edisi terjematran menjadi setelatr kalimat 'Abu
Awanatr mengabarkan kepada kami']."
Syarah Sunan Tirmidzi tr:l
)9 ,r, (dari Simak) dengan harakat kasrah pada huruf siin
tanpa titik, kemudian miim tanpa tasydid.
7'i i. @in Harb) bin Aus bin I(halid Adz-Dztthali Al Bakri Al
Kufi, ia perawi yang jujur. Secara khusus riwayatnya yang berasal dari
Ikrimah adalah riwayat yang kacau, dan di akhir usianya mengalami
perubahan, sehingga kadang hafalarurya dituntun. Demikian yang
dikemukakan di dalam At-Taqrib.
Disebutkan di dalam Al Khulashah:la seorang tokoh tabi'in, ia
meriwayatkan dari Jabir bin Samurah, An-Nu'man bin Basyir,
kemudian dari Alqamah bin Wail, Mush'ab bin Sa'd, dan lain-lain.
Orang-orang yang meriwayatkan darinya adalah Al A'masy, Syu'bah,
Israil, Zaidah, Abu Awanatr dan lain-lain. Ibnu Al Madini berkata, "Ia
mempunyai sekitar dua ratus hadits lebih."
Ahmad berkata, "Hadits yang paling shahih adalah dari Abdul
Malik bin Amru." Ia dinilai tsiqah oleh Abu Hatim dan Ibnu Ma'in
dalam riwayat Ibnu Abi Khaitsamah dan Ibnu Abi Maryam. Abu
Thalib mengatakan dari Ahmad, "Ia haditsnya kacau."
Saya katakan: (Bahwa yang kacau adalah riwayatnya) dari
Ikrimah saja. Ia meninggal pada tahun 123 H.
g {h} Perlu diketatrui, batrwa bila suatu hadits mempunyai dua
jalur periwayatan (isnad/sanad) atau lebih, maka ketika berpindah dari
penyebutan satu isnad kepada isnad lainnya, mereka mencantumkan
huruf 3, yaitu huruf fuaa'tanpatitik sendirian.
Pendapat yang terpilih, bahwa simbol ini diambilkan dari kata
J!;41@erpindahan), karena berpindah dari satu isnad kepada isnad
lainnya, dan pembaca membacanya dengan ucapan tersebut (ar-
tafuawwul) ketika bacaannya sampai kepada simbol tersebut, lalu
melanj utkan bacaannya.
Ada juga yang mengatakan, bahwa huruf itu adalatr simbol dari
ln Syarah Sunan Tirmidzi
Jti, yakni pembatas yang membatasi dua hal, yaitu karena ia
membatasi antara dua isnad, dan huruf itu tidak dilafazhkan ketika
periwayatannya sampai kepadanya. Ada juga yang mengatakan,
bahwa huruf itu adalah simbol dari ungkapan d+.tll (al fuadits). Para
ulama Maghribi (Maroko) semwmya mengatakan, bahwa itu adalah
bila ucapan mereka sampai pada hadits dimaksud. Demikian yang
dikatakan oleh An-Nawawi.
i.3th U i,ltt (Ia berkata: Dan Hannad menceritakan kepada
kami), yakni bahwa Abu Isa At-Tirmidzi berkata: Dan Hannad
menceritakan kepada kami. Yaitu Ibnu As-Sari bin Mush'ab Al
Hafizh, Teladan yang zuhud, gunrnya negeri Kufah, Abu As-Sari At-
Tamimi Ad-Darimi. Ia meriwayatkan dari Abu Al Ahwash Sallam,
Sarik bin Abdullah, Ismail bin Ayyasy dan angkatan mereka. Orang-
orang yang meriwayatkan darinya adalatr jama'ah, selain Al Bukhari
dan yang lainnya.
Ketika Ahmad bin Hanbal ditanya, dari siapa ia menulis
(riwayat) di Kufah? Ia berkat4 "Hendaklatr kalian (berguru kepada)
Hannad." Qutaibatr berkata, "Aku tidak pernah melihat Waki'
memuliakan seseorang sebagaimana ia memuliakan Hannad."
Kemudian ia bertanya tentang keluarga. An-Nasa'i berkata, "la
seorang yallrg tsiqa&, meninggal pada tatrun 243 H. dalam usia 9l
tahun. Ia tidak pernah menikah dan tidak pula mempunyai budak
perempuan. Ia disebut rahib Kufah, ia mempunyai karangan besar
mengenai zuhud. Demikian yang disebutkan di dalam At-Tadzkirah.
Perhatian: Pengarang Al 'Urf As-Syodzi, mengatakan sebagai
berikut, "Mungkin Anda temukan dalam kitab-kitab shahih dan yang
lainnya, bahwa mereka (para perawi) mengawali sanad dari awal,
yakni dari atas, dengan 'an'anah (dengan 'an fulan 'an fulan ldai
fulan, dari fulan]), kemudian di bagian bawahnya menggunakan
redaksi ikhbar (mengabarkan) dan tahdits (menceritakan), karena
tadlis (penipuan ringan) tidak terjadi daripada generasi terdahulu,
Syarrh Sunan Tirmidzi 4t,