menghilangkan najisnya dan sekaligus bekasnya, sedangkan batu
hanya menghilangkan najisnya tanpa membersihkan bekasnya namun
dimaafkan untuk itu, dan shalat pun satr dengan begitu." Sampai di
sini perkataan Al Aini.
Perlu diketatrui, batrwa Imam Al Bukhari telatr mencantumkan
judul bab di dalam kitab Shahih-nya *bab istinja dengan air" dan
menyebutkan hadits Anas tersebut.
Al Hafidr mengatakan di dalam Al Fath, "Maksud Al Bukhari
dengan judul ini adalah sebagai bantahan terhadap orang yang
memakruhkannya dan terhadap orang yang tidak mengetahui bahwa
itu dilakukan oleh Nabi SAW, karena Ibnu Abi Syaibatr telatr
meriwayatkan dengan sanad-sanad yarg shahih dari Hudzaifatr bin AI
Yaman: 'Bahwa ia ditanya tentang istinja dengan air, ia pun
menjawab, 'Kalau begitu, masih ada kebusukan di tanganku." Dari
Nd', dari Ibnu Umar: 'Ia tidak beristinja dengan air.' Dari Ibnu Az-
Zubur, ia berkata, 'Kami tidak melakukannya.' Dinukil dari Ibnu At-
Tin dari Malik 'Bahwa ia mengingkari bahwa Nabi beristinja dengan
air.' Dari Ibnu Habib dari kalangan ulama Madzhab Maliki: 'Batrwa ia
melarang istinja dengan air, karena air termasuk yang dikonsumsi.'
(yakni minuman)."
Saya katakan: Mungkin At-Tirnidzi juga bermaksud seperti
yang dimaksud oleh AI Bukhari. Wallahu a'lam.
EI
d'tr u;wd Vcq;F o, * dii,,:vr;\t
-i;x:t4
16. Bab: Apabila Nabi SAW Hendak Buang Hajat, Maka
Beliau Pergi ke Tempat yang Jauh
gf *,:,$:ttJ7u6,)tt '.* ti,,L ,rH. 'i 'rZJ $:-r; -y.
/ i4t;,'^;L eri *,.t-b i f
*t yht ,*Ut ,iu,f e*t y?'t S*7t
co l.rP-.,.,oJ1r1.rtj .tz.t
.j-t1Jt r4:>L>
,/..Gi,i;s ,rlr,,:, €j i flt* r *gt ;1 ,Ju
.?lati )ry,u6,/.1),;; eh,yri'*,lZL i ,*-t
'*"FL-*rta:ur-* lje
,t3tEJ !:;,"1f; ok'fi ,*, y\t ,kUt* ai'i.:
J'ji, i #:St ;:" ; lr *l; '^*,,t'a:,1-, i:, ,,ln itf; t {
-U;!t'
2L.o'Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada tu*i,
Abdul Watrhab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami, dari
Muhammad bin Amru, dari Abu Salamah, dari Al Mughiratr bin
Syu'bah, ia berkata" *Aku bersama Nabi SAW dalam suatu
{5 Hadits shahh. HR lbnu Majah (331) menyerupai itu dari Al Mughirah bin
Syu'bah, (333) dari Ya'la bin Murrah, (336) dari Bilal bin Al Harits Al Muzani. Di
sanadnya yang terakhir ini ada kelemahan karena &tuduh berdusta. HR. Ibnu Majah
(334), An-Nasa'i (16), keduanya dari ha&s AMunahman bin Abu Qurad RA.
Syarah Sunan.Tirmidzi ul
perjalanan, lalu Nabi SAW hendak buang hajat, maka beliau pun pergi
jauh-jauh."
Ia berkata, "Mengenai masalah ini (ada riwayat lain) dari
Abdunahman bin Abu Qurad, Abu Qatadah, Jabir, Yatrya bin Ubaid
dari ayatrnya, Abu Musa, Ibnu Abbas dan Bilal bin Al Harits."
Abu Isa berkata, "Ini hadits hasan shahih."
Dan diriwayatkan dari Nabi SAW: "Bahwa beliau mencari
tempat (tanatr yang) lembek sebagaimana beliau mencari tempat
singgah."
Abu Salamah namanya adalatr Abdullatr bin AMurrahman bin
Auf Az-Zuhri.
Penjelasan Hadits:
Ucapannya,'Jiiil ?6i, lb (euau wahhab Ats-Tsaqafi) adalatr
Abdul Watrhab bin Abdul Majid bin Ash-Shalt Abu Muhammad Al
Bashri, ia seorang yang tsiqah, tiga tahun sebelum meninggal
mengalami perubatran. Ia meriwayatkan dari Humaid, Aynrb, Khalid
Al Hadzdza' dan lain-lain. Adapun yang meriwayatkan darinya
adalah: Ahmad, Ishak, Ibnu Ma'in dan Al Madini, serta Asy-Syaf i.
Ibnu Al Madini berkata, "Di dunia ini tidak ada kitab dari Yahya Al
Anshari yang lebih shahih daripada kitab Abdul Wahhab." la
meninggal pada tatrun 194 H.
t-P i r:;,i'ib (dari Muhammad bin Amru) Ibnu Alqamatr bin
W"gq"rt at-iaitsi Al madani, ia seorang yang jujur namun suka
berasumsi. Demikian yang dikatakan oleh Al Hafizh di dalam lr-
Taqrib. Dan di dalam Tahdzib At-Tahdzib ia berkata, "Ia
meriwayatkan dari ayatrnya dan dari Abu Salarnah bin Abdurrahman,
Ubaidatr bin Sufran," dan masih banyak guru-gurunya yang ia
sebutkan, kemudian ia menyebutkan pendapat sejumlatr imam hadits
mengenainy4 yang kesimpulannya adalah sebagaimana yang ia
t9f Syarrh Sunan Tirmfulzi
katakan di dalam At-Taqrib, yaitu batrwa ia jujur narnun suka
berasumsi.
* ,fqt @*, Abu Salamatr) Ibnu AMirrahman bin Auf Az-
Z;.thri. Ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Abdullatr, ada
juga yang mengatakan Ismail. Ia seorang yang tsiqah, banyak
meriwayatkan hadits, ia termasuk level ketiga. Demikian disebutkan
di dalam At-Taqrib.
'zia ;. :4, * @*, Al Mughirah bin Syu'batr) Ibnu Mas'ud
bin Mu'tib Ats-Tsaqafi, ia seorang satrabat yang terkenal, memeluk
Islam sebelum perjanjian Hudaibiyatr, menjabat sebagai gubemur
Bashratr, kemudian Kufatr. Demikian disebutkan di dalam At-Taqrib.
Ucapannya, 'rA.6 @ergi jauh-jauh) --dengan fathah pada miim
[yakni madzhabJ- yakni pergi jauh untuk buang hajat. Dalam riwayat
Abu Daud disebutkan: "Apabila beliau hendak buang hajat maka
beliau pergi jauh-jauh." Syaikh Waliynrddin Al 'Iraqi, "Dengan
fathah pada miim dan sulam pada dzaal, seperti pola maf'al, adalah
dari dzahaab.
Ini bisa mempunyai dua makna" salatr satunya adalatr tempat
yang dituju, dan kedua adalah sebagai mashdar. Dikatakan dzahaba-
dzahaaban dan madzhaban. Maka diartikan bahwa yang dimaksud
adalah tempat, sehingga perkiraan maknanya adalah: Beliau pergi ke
suatu tempat, yakni tempat buang hajat. Dan bisa juga yang dimaksud
adalatr mashdor, yakni beliau beranjak pergi.
Kemungkinan pertama yang dinukil dari ahli bahasa Arab,
demikian juga yang dikatakan oleh Abu Ubaidah dan yang lainnya,
serta yang dinyatakan di dalam An-Nihayaft. Sedangkan kemungkinan
makna yang kedua sesuai dengan yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi:
'hendak buang hajat, maka beliau pun pergi jauh-jauh', ini jelas
menunjukkan batrwa yang dimaksud adalah mashdar."
Ucapannya,:,j gri .U. ;,-lt # * qlt dj(Mengenai masalah
Syarah Sunan Tirmidzi 195
ini [ada riwayat lain] dari Abdturahman bin Abu Qurad) -dengan
dhammah pada huruf qaaf,lalu raa' tanpa tasydid- Al Anshari, ia
seorang sahabat dan mempunyai suatu hadits. Disebut juga Ibnu Al
Fakih. Haditsnya diriwayatkan oleh An-Nasa'i dan Ibnu Majah, ia
berkata, "Aku keluar bersama Rasulullatr SAW menuju tempat buang
hajat. Adalah beliau, bila hendak buang hajat, beliau pergi jauh-jauh."
Ini lafaztr An-Nasa'i.
i )*rt,/V i,i,,;.i g;it,yri',* ,P i.e-t,lrai ,lsui *it
:ld, (Abu Qatadah, Jabir, Yatrya bin Ubaid dari ayahnya, Abu
Musq Ibnu Abbas dan Bilal bin Al Harits), hadits Abu Qatadah saya
belum menemukannya. Hadits Jabir diriwayatkan oleh Ibnu Majatr, ia
berkata, "Kami pergi bersama Rasulullatr SAW dalam suatu
perjalanan. Dan adalah Rasulullah SAW, beliau tidak buang hajat
kecuali setelah bersembunyi sehingga tidak terlihat." (HR. Abu Daud)
Al Mundziri berkata, "Di dalamnya terdapat Ismail bin Abdul
Malik Al Kufi, ia pindah ke Makkatr. Lebih dari satu orang yang
memperbincangkannya." Hadits Ibnu Abbas diriwayatkan oleh Ath-
Thabrani di dalam Al Ausath, di dalam sanadnya terdapat Sa'd bin
Tharif yang dituduh memalsukan hadits. Demikian yang disebutkan di
dalam Majma' Az-hwa'id.
Hadits Bilal diriwayatkan oleh Ibnu Majatr, di dalam sanadnya
terdapat Katsir bin Abdullah bin Amru bin Auf. Mereka telatr sepakat
balrwa ia lematr, namun At-Tirmidzi mengftasankan haditsnya.
Ucapannya, '* '# L-! r.ii ltni hadits hasan shahih)
dikeluarkan juga oleh Ad-Darimi, Abu Daud, An-Nasa'i dan Ibnu
Majatr, sementara Abu Daud tidak mengomentarinya. Al Mundziri
menukil penilaian shahih dari At-Tirmidzi dan mengakuinya.
*Ucapannya, sk a.litii- ir,g ifi ;j;t b, e'ri, ,r ajT.:
@an diriwayatkan dari Nabi SAW: Batrwa beliau mencari tempat
ttanatr yang] lembek), yakni mencari tempat (tanah) yang lembek agar
ls Syarah Sunan Tirmidzi
cipratan kencingnya tidak berbalik kepadanya. Dikatakan raada,
irtaada dan istaraada. Demikian yang disebutkan di dalam An-
Nihayah karaya Al Jazari. Saya belum menemukan orang yang
mengeluarkan hadits ini dengan lafaz}n tersebut.
Sementara Ath-Thabrani mengeluarkan di dalam Al Ausath dari
Abu Hurairatr dengan lafazh: "Rasulullah SAW mencari tempat untuk
kencingnya sebagaimana mencari tempat untuk persinggatrannya."
Al Hafizh Al Haitsami mengatakan di dalam Majma' Az-
Zmta'id setelah menyebutkannya, "Ini dari riwayat Yatrya bin Ubaid
bin Rujay dari ayatrnya. Namun aku belum melihat orang yang
menyebutklan keduanya. Adapun para perawi lainnya adalatr orang-
orang tsiqah."
Abu Daud meriwayatkan dari Abu Musa, ia berkata, "Pada suatu
hari aku sedang bersama Nabi SAW, lalu beliau hendak buang air
kecil, beliau pun menghampiri tempat (tanah yang) lembek pada
pangkal dinding, lalu beliau buang air kecil, kemudian beliau
bersabda, 'Apabila seseorang kalian hendak buang air kecil, malca
hendaHah mencari tempat (tanah yang) lembek untuk kencingnya'."
Ucapannya, L€J,)t Of U J.rJt * U rll Jrt 1.-,1 4.lJ yt1 (Abu
Salamatr rurmanya adalah Abdullah bin Abdurrahman bin Auf Az-
Zuhri), dikatakan di dalam At-Taqrib: "Abu Salamah bin
Abdunahman bin Auf Az-Zuhri Al Madani, ada yang mengatakan
bahwa namanya adalah Abdullah, ada juga yang mengatakan Ismail.
Ia seorang yang tsiqah, barryak meriwayatkan hadits, termasuk level
ketiga, yakni dari kalangan pertengatran tabi'in."
Disebutkan di dalam Al Khulashah,"Amnr bin Ali mengatakan,
bahwa ia tidak mempunyai nama. Ia meriwayatkan dari ayahnya,
Usamatr bin Zatd, Abu Ayyub dan lain-lain. Adapun yang
meriwayatkan darinya adalatr: Arlru, Urwatr, Al A'raj, Asy-Sya'bi,
Az-Zl*rri dan lain-lain. Ibnu Sa'd berkata, 'Ia tsiqah, ahli fikih,
haditsnya banyak.' Abu Abdillah Al Hakim menukil, bahwa ia adalah
Syarah Sunan Tirmidzi fn
salah seorang dari ketujuh ahli fikih."
F,e)19ffia:6utq
17. Bab Larangan Buang Air Kecil di Tempat Mandi
c 4t I lc Jltc^>lltJ
d-r, / y, ,f ,P,ac'-,.t..)-,. , t
c t lo 0,, U./r1;J"..- -Y \
U.
#,;u' *,;'cAi *,-# *,tr.t il a' '"? t:?( :yu
Li e *, *\'* ,1'Lf :y, i !'* c,;;it
.\ qtylt ta\,,5G: W ; "V:StJi
.*, y \, *'et I7u.bt i,h, qer,!: :JG
tit o *r; q.L t.tt :ura I lu
?y ,1r\tl; .d!t '.*f ';'su;li,,br .rii i.',*l
'fa $ui ,J:.i!t q J;t #, ff , ?; ,,i u,,
,d,y,.uf i:,&,,#' ff ,*- y.|e;i,ayt-)
.'i *? v tt,t.,r ,tut ,i qr-)t daht,sti-'i't
y,o; t;1 43lr 4 Jlr C'&:r'i :tl:!t,;; S* ,
.;d'
" Ifu'*,o+ *,!,*'il, ;:.t?';.'r3l uy,rei"x- : io
*3ti)t*
ls Syarah Sunan Tirmidzi
21.06 Ali bin Hujr dan Ahmad bin Muhammad bin Musa
Mardawaih menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abdullatr
bin Al Mubarak mengabarkan kepada kami, dari Ma'mar, dari Asy'ats
bin Abdullah, dari Al Hasan, dari Abdullatr bin Mughaffal: "Bahwa
Nabi SAW melarang seseorang buang air kecil di tempat mandinya,
dan beliau bersabda, 'Sesungguhnya mayoritas waswas adalah dari
itu'."
Ia berkata, "Mengenai masalatr ini (ada riwayat lain) dari
seorang laki-laki satrabat Nabi SAW."
Abu Isa berkat4 "Ini hadits gharib, kami tidak mengetatruinya
marfu' kecuali dari hadits Asy'ats bin Abdullah. Ada yang
mengatakan Asy'ats Al A'ma."
Segolongan dari ahli ilmu memaknrhkan buang air kecil di
tempat mandi, dan mereka berkata, "Mayoritas waswas dari itu."
Sebagian atrli ilmu memberikan rukhshah, di antaranya: Ibnu Sirin.
Dikatakan kepadany4 *Telatr dikatakan bahwa mayoritas waswas dari
itu," ia pun berkatq *Allah Rabb kami, tidak ada sekutu bagi-Nya."
Ibnu Al Mubarak berkatq "Ada kelonggaran untuk buang air di
tempat mandi bila air bisa mengalirpadanya."
Abu Isa berkata, "Ahmad bin Abdah Al Amuli menceritakan itu
kepada kami, dari Hibban, dari Abdullatt bin Al Mubarak."
Penjelesen Hedits: U.";bb (Atrmad bin Muhammad bin
Ai i yUcapannya,
sDiriwaya*an juga oleh Abu Daud (27), Ibnnu Maiah (34), An-Nasa'i (36) dan
isnadnya sfiahilr. Adapun 'an'anahnya Al Hasan Al Bashd, maka adalah benar ia
mendengamya dari Abdullah bin Mughaffd RA. HR Ibnu Abi Hatim dari Ahmad
bin Hanbal. Hadits ini tidak dikomentari oleh Abu Daud dan At-Tirmidzi. Larangan
buang air kecil di tempat mandi karena pelakunp ddak terjamin dari bekas
kerrcingnya. Adapun hla tempat mandi mituem-suenpgekninikdainzaumnatunkkidaibseenkihakraanngdeknegraans
dan ada salurannya seperti got yang
menyiramkan air padanp, malca tidak ada madharat.Vlallalu a'lon.
Syrrah Sunan Tirmidzi l9
Musa) Al Marwazi Abu Al Abbas As-Simsar, Marduwaih Al Hafizh.
Ia meriwayatkan dari Ibnu Al Mubarah Jarir bin AMul Hami dan
Ishak Al Azraq. Adapun yang meriwayatkan darinya adalatr: Al
Bukhari, At-Tirmidzi dan An-Nasa'i, dan ia berkata, *Tidak ada
masalatr padanya." Ia meninggal @atahun 235H.
Al Hafizh Ibnu Hajar bertata "la yang dikenal dengan
Marduwaih, ia tsiqah." Di dalam Al Mughni karya pengarang Majma'
Al Bibar disebutkan: "Marduwaih Aenganfathah pada miim, suhtn
pada raa', dhammah pada doal tarya titik, lalu yaa' bertitik dua di
bawalr- adalatr gelar Ahmad bin Muhammad."
)t#, U. !, '* vpt :l'6 fteduanya berkata: Abdullah bin Al
Mubarak mengabarkan kepada kami) biograpinya telatr dikemukakan
fdi dalam pendahuluan cf (dari Ma'mar) juga telah dikemukakan.
&t ',* (dari Asy'ats) bin Abdullah bin Jabir Abu Abdillah Al
Bashri. Ia meriwayatkan dari Anas, Syahr bin Hausyab dan yang
lainnya. Adapun yang meriwayatkan darinya adalah: Ma'mar,
Syu'batr dan yang lainnya. ts dinilai tsiqah oleh An-Nasa'i dan yang
lainnya.
Al Aqili menyinggungrya di dah; Adh-Dhu'afa'dan berkata,
"Haditsnya mengandung asumsi." Adz-Dzahabi berkata "Ucapan Al
Aqili, 'Haditsnya mengandrmg asumsi' tidak tepat, dan aku heran,
mengapa Asy-Syaikhani tidak mengeluarkan riwayatnya?" Syaikh
Waliynrddin Al 'Iraqi berkata "Ia tidak dinilai dengan apa yang
tercantum pada penilaian-penilaian Abdul Haq yang menyatakan
bahwa Asy'ats tidak mendengamya dari Al Hasan, karena itu adalah
asumsi."
,f5:;Sr (dartAl Hasan) Ibnu Abi Al Hasan Yasar Al Bashri, ia
seorang yang tsiqah, ahli fikih, utama dan terkenal, ia sering
meriwayatkan secara mursal dan mentadlis. Ia termasuk tokoh level
ketiga. Al Bazzan berkata, "Ia pernah meriwayatkan dari jama'ah
padahal tidak mendengar dari merek4 dan ia berkata: 'Ia
m Syarah Sunan Tirmidzi
menceritakan kepada kami, ia berkhutbah pada kami', yakni kaumnya
yang menyampaikan hadits dan berkhutbatr di Bashrah."
Demikian yang disebutkan di dalam At-Taqrib. Syaikh
Waliyyuddin Al Iraqi berkata, "Ahmad bin Hanbal menyatakan
mendengamya Al Hasan dari Abdullah bin Mughaffal."
Ucapannya € ,ylt i;-'oi .,ii (melarang seseorang
buang air kecil di tempat mandinya), yakni mughtasal (di tempat
mandinya) sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits yang
diisyaratkan oleh At-Tirmidzi yang lafazhnya telah kami kemukakan.
Al Jazari mengatakan di dalam An-Nthayah, *Al mustafiamm
adalatr tempat yang digunakan mandi oleh orang yang mandi. Asal
maknanya adalatr air panas, kemudian istifumaam digunakan untuk
sebtrtan mandi dengan air apa pun [baik air panas maupun dingin].
Beliau melarang demikian adalatr bila di tempat itu tidak ada saluran
yang mengalirkan air kencing, atau tempatnya keras sehingga bisa
menimbulkan keraguan pada orang yang mandi kalau-kalau ia terkena
oleh kencingnya sehingga menimbulkan waswas."
,J1911Jt i;O 'ttt ,J,6: (dan beliau bersaMa, 'sesungguhnya
mayoritas waswas) dengan kasrah pada wamtz lebih utarna [yakni a/
wiswaasl. Dalam riwayat Abu Daud disebutkan dengan redaksi: ']b
inno' aammotal wis'n aas".
t tauri itu) yakni dari kencing, yaitu kencing di tempat mandi.
Artinya, mayoritas waswas terjadi karena kencing di tempat mandi,
karena dengan begitu tempatnya menjadi najis sehingga di dalam
hatinya terjadi keraguan, apakatr ia terkena percikannya atau tidak. Al
Jaari mengatakan di dalam An-Nihayah,"llaswasat ilahihi nafsuhu -
wiswaasan, dengan lcasrah, adapun dengatfathah adalatr sebagai isrz.
Al waswaasjuga sebutan untuk syetan."
*'j;tUcapannya, h, ,P 4, ?G&l 1 tt ,* ql et
(Mengenai masalatr ini [ada riwayat lain] dari seorang laki-laki
Syareh Sunan Tirmidzi mt
salrabat Nabi SAW) diriwayatkan oleh Abu Daud dengan lafazh:
"Rasulullatr SAW melarang seseorang karni bersisir setiap hari atau
buang air kecil di t€mpat mandinya." An-Nasa'i juga
mengeluarkannya secara ringkas. Abu Daud dan Al Mundziri tidak
mengomentarinya
Ucapannya, +-iL-* r5 (Iri hadits gharib)dikeluarkan juga
oleh Abu Daud An-Nasa'i dan Ibnu Majah. Abu Daud dan Al
Mundziri tidak mengomentarinya
irre ftayUcapannya,
,#, W. !,',p)t (Sebagian atrli
ilmu memberikan rultshan, di antaranya: Ibnu Sirin) yaitu
Muhammad bin Sirin AI Anshari Abu Bakar bin Amruatr Al Bashri, ia
seorang yang tsiqah, vali{ ahli ibadatr dan berwibawa. Ia tidak
meriwayatkan dengan mal<n4 ia termasuk level ketiga, meninggal
pada tatnur 110 (serahrs sepuluh). Demkian yang disebutkan di dalam
At-Taqrib.
Namun sebagian lainnya memaknrhkan itu, dan mereka berdalih
dengan hadits pada bab ini. Dan tentang ucapan mereka: 'Inilatr yang
kuat yang sesuai dengan hadits padrz bab id', Asy-Syaukani
mengatakan di dalam An-Nail, "Ianangan itu terikat dengan alasan
bahwa yang dilarang itu bisa menyebabkan waswas, sehingga dengan
begitu larangan pengharaman itu diartikan sebagai pemakruhan."
'i Ei(Dikatakan kepadanya) yakni kepada Ibnu Sirin.
'i u-1 t 'trr ui', iri ,:i /,*i, ' o it ,J6- fil (..relah
dikatakan batrwa mayoritas waswas dari itu," ia pun berkata, *Allatl
Rabb kami, tidak ada sekutu bagi-Nya.") Abu Ath-Tatryyib As-Sindi
di dalam Syarh At-Tirmidztnya berl<al4 "Dia mentauhidkan Pencipta,
maka tentang kencing di tempat mandi, tidak ada porsinya pada Sang
Pencipta.
Sebagian ulanra mengatakan tentang jawabannya,
'Sesungguhnya Allah Ta'alo telah menjadikan sebab untuk segala
@I SYarah Sunan Tirmidzi
sesuatu, maka harus menghindari sebab-sebab yang buruk.' Aku
katakan: Keburukannya diketatrui dengan adanya larangan pembuat
syari'at."
A)i,Lt;,st 4 ,srz ts1,J:,AIJ €,&jli :J1ri,ir 'i.t ,;tti (rbnu Al
Mubarak berkata "Ada kelonggaran untuk buang air di tempat mandi
bila air bisa mengalir padanya.") Al Hafizh Waliyyuddin Al 'Iraqi
berkat4 "Segolongan ulama mengartikan hadits ini, bahwa itu adalah
bila tempat mandi itu (tanah yang) lembek dan tidak ada saluran
pembuangan, yang mana bila kencing dikeluarkan di situ, maka akan
di serap oleh tanatrnya.
Adapun bila lantainya keras yang terbuat dari tembok dan
serupanyq yang mana air kencing bisa mengalir dan tidak tetap di
situ, atau ada saluran pembuangannya seperti got atau serupanya,
maka tidak terlarang." Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Atha', ia
berkata, "Bila mengalir, maka tidak apa-apa."
Ibnu Majatr di dalam Y,rtab Sunon-nya berkata, "Aku mendengar
Ali bin Muhammad Ath-Thanafisi berkata: 'Sesungguhnya ini pada
lobang, adapun sekarang, di tempat-tempat mandi mereka terdapat
saluran dan penampungan. Bila kencing lalu disiram air, maka tidak
apa-apa'." An-Nawawi berkata, "Dilarangnya mandi di dalamnya
adalatr bila keras sehingga dikhawatirkan cipratannya mengenainya,
tapi bila tidak dikhawatirkan itu, misalnya karena adanya saluran
pembuangan atau lainnya, maka tidak terlarang."
Syaikh Waliyyuddin berkata, "Itu kebalikan dari yang dikatakan
oleh jama'ah, karena mereka mengartikan larangan itu terhadap tanah
yang lembek, sedangkan beliau mengartikannya pada yang keras,
karena tersirat pada beliau makna lain, yaitu pada yang keras
dikhawatirkan memantulnya cipratan, berbeda dengan yang lembek.
Sementara mereka memandang, bahwa pada tanah yang lembek itu air
kencingnya akan tetap di sana sedangkan pada yang keras akan
mengalir dan tidak menetap, bila disiramkan air padanya maka
Syrrah Sunan Tirmidzi N
bekasnya akan hilang semua"
Yang dikatakan oleh An-Nawawi telatr lebih dulu dikemukakan
oleh pengarangAn-Nihuyah, sebagaimana yang Anda ketatrui tadi.
Saya katakan: Yang lebih utama adalah mengartikan hadits
secara mutlak, dan tidak membatasi tempat mandi itu dengan kriteria-
kriteria. Jadi menghindari buang air kecil di tempat mandi secara
mutlak, baik ada salurrrnya maupun tidak, dan baik tempatnya itu
keras maupun lembek. Karena waswas itu kadang juga terjadi karena
kencing di tempat mandi yang ada saluran pembuangannya, dan
kadang juga terjadi karena kencing di tempat mandi yang lantainya
lembek dan keras.
Ucapannya, l#5tt itr:b i lrli,f lenmad bin Abdah Al Amuli)
-{engan madd, laht dhammah pada miim lyakurri Al Aamul{l-
dijuluki Ja'far, ia seorang yang jujur, termasuk level kesebelas. Abu
Daud dan At-Tirmidzi meriwayatkan darinya.
U.d Ut; (menceritakan itu kepada kami) yahi pendapat Ibnu
Al Mubarak tersebut. oV ',f (dari Hibban) -dengan kasrah pada
huruf fuaa' tarrpa ntrk, tasydtd pada huruf boa' be*itik satu- yaitu
Hibban bin Musa bin Siwar As-Sulami Abu Muhamrnad Al Marwazi.
Ia meriwayatkan dari Ibnu Al Mubarak dan Abu Hamzah As-Sukkari.
Adapun yang meriwayatkan darinya adalatr: Al Bukhari, Muslim, At-
Tirmidzi dan An-Nasa'i. Ibnu Ma'in berkata, "Tidak ada masalah
padanya." Ia disebutkan oleh lbnu Hibban di dalam Ats-Tsiqat.
Demikian yang dikemukakan di dalam Al Khulashah. Al Hafizh
berkata, "Ia tsiqah."
m4 Syarah Sunan Titmidzi
18. Bab: Siwak
i'*A*?rr;tg* ,or,JL'i i* tfl'r- ,?)i f c.r- -vr
it,Sy, Jv:Jv,r;-:; Oj?,lk eri *,s-b
.$ek y ),:/ur;,,;\ ,tf Jr'";;i't-,i't'i :S:
jc9. ., o' lc J.t6.ze..I . d-lJiJ| l '., 631 Jo'iul :6.*,e E'.'
\r,,-,'l ,r l,La -ft JU
h' ,J- Ct,f ,i3fy'ri;;-ijto|,j-?^x*- €,)si*q,eri,;,L*.ir?y
Ls,rE tjl)t
U,,r ilya.
?',,L,.i;'.,l'rtt1:i)'{$," ,&^l,L:eit* * Ut f ,*t \,
* *
,i;:}, c
erf ,Ls
f ,rifi q,ry:':J"fis.?d\i;-) si
i *i-'-)V ,tJ u*3i *';,*l';'*r fi'
!*l"rsv
l- ..
f r Iie,-e.s,r|*i,o_?i,dr *J qer er,,A
i,1.ti ,s7* /.ir *1 l/0 ,!y irt,*-Li ,tV i.ti
/.i' yt,t& y-;F;r,o*{ti:,**f!i',rt;Ynf t*l!i,tt,{Q- ?iitii,,:i:ia#z
22.47 Abu Kuaib menceritakan kepada kami, Abdah bin
oHadia *a[ih. HR Al Bukhari (ES7). HR ltnu Maiah (287), An-Nasa'i (7),
Syrrrt Sura Timidzi EI
Sulaiman menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Amru, dari
Abu Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah SAW
bersabda, 'seandainya tidak akan menytlitkan umatlru, tentu alcu
perintahlran mereka untuk bersiwak pada setiap shalat' ."
Abu Isa berkat4 "Hadits ini telah diriwayatkan juga oleh
Muhammad bin Ishak, dari Muhammad bin Ibratrim, dari Abu
Salamatr, dariZaid bin Khalid, dari Nabi SAW."
Hadits Abu Salarnatr dari Abu Hurairah danZatd bin Khalid dari
Nabi SAW, me,nurutku keduanya shahth, karena hadits ini telatr
diriwayatkan dari jalur lainnya dari Abu Htrairah dari Nabi SAW.
Shahih-nya hadits Abu Hurairah karena diriwayatkan dari jalur lain
juga.
Adapun Muhammad bin Ismail, ia menyatakan batrwa hadits
Abu Salamatr dari Z,atdblrl^ Khalid lebrh shahih.
Abu Isa be*at4 "Mengenai masalah ini (ada riwayat lain) dari
Abu Bakar Ash-Shiddiq, Ali, Aisyah, Ibnu Abbas, Hudzaifatr, Zaid
bin Khalid, Anas, Abdullatr bin Amru, Ibnu Umar, Umrhu Habibah,
Abu UmamalU Abu Ayyub, Tammam bin Abbas, Abdullah bin
Hanzhalatr, Ummu Salamah, Watsilah bin Al Asqa' dan Abu Musa."
Penjelasan lledits:
e;qUgapannya, )r,iS, 6 q5. (Bab: Siwak) -dengan kasrah
pada siin- ini yang paling fasitU adalah sebutan untuk alat dan juga
perbuatan, inilah yang dimaksud di sini.
Ucapannya, t'-i f rir; leuu Kuraib menceritakan kepada
kami), yaitu Muhammad bin AI 'Ala' bin Kuraib Al Hamdani AI
Kufi,' ia dikenal dengan julukannya. Ia seorang yang tsiqah lagi
hafrzh, termasuk level kesepuluh. Imam hadits yang enam
Abu Daud ('16).
i'ffi1
meriwayatkan darinya.'i!, ei '* (dari Abu Salamah), yaitu Abu
Salamatr bin Abdurratrman bin Auf Az-Zuhri.
Ucapannya, iil 'dbf i,( li (Seandainya tidak akan
"Jb
menyulitlran umatlat), yakni: seandainya tidak akan memberatkan
mereka dengan timbulnya kesulitan, yaitu beban. Demikian yang
dikatakan di dalam An-Nihayaft. Dikatakat syaqqa 'alaihi, yakni
memberatkannya atau membebaninya karena perintatr yang berat yang
menyulitkan dan terasa berat. Artinya: Seandainya tidak
dikhawatirkan terjadinya kesulitan pada mereka. Atau an di sini
sebagai mashdar yang pangkatnya marfu' sebagai mubtada',
sedangkan klnbarnya tidak disebutkan, yakni bila disebutkan
menj adi :' seandainya tidak terdapat kesulitan'.
io y * )rilurii#l Qentu aht perintahkan mereka) yakni
mewajibkan mereka, (untuk bersiwak), yakni menggunakan siwak.
Karena siwak adalah alat, tapi digunakan juga sebagai sebutan
l,perbuatan. (pada setiap shalat), Al Qari mengatakan di dalam
Mirqah, "Yakni pada setiap wudhunya. Hal ini berdasarkan apa yang
diriwayatkan oleh Ibnu Iftuzaimatr di dalam kitab Shahih-nya dan Al
Hakim, dan ia mengatakan isnadnya shahih, serta Al Bukhari secara
mu'allaq di dalam kitab puasa: Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
SAW bersabda, 'Seandainya tidak akan menyulitkan umatku, tentu
aht perintahlcan mereka untuk bersiwak pada setiap wudhu.'
Juga berdasarkan khabar Ahmad dan yang lainnya: 'Seandainya
tidak alran menyulitlcon umatlan, tentu oht perintahkan mereko untuk
bersiwak pada setiap bersuci.' Dengan begiru jelaslatr letak bersiwak
pada setiap shalat.
Sementara ulama madztrab Syaf i memadukan kedua hadits itu
dengan bersiwak di permulaan masing-masing [yakni permulaan
wudhu dan permulaan shalat]. Kemudian, perlu diketahui, batrwa
penyebutan wudhu dan bersuci adalatr keterangan tentang saat-saat
yang ditegaskan unttrk menggunakan siwak.
Syrnh Sunan Tirmidzi NI
Adapun asal anjuran penggumannya tidak terikat dengan waktu
maupun sebab. Memang benar ada juga karena sebagian sebab
sehingga ditegaskan penggunaannya, seperti: berubalrnya aroma mulut
karena makanan, atau diam yang cukup lama, dan sebagainya. Hanya
saja para ulama kami tidak menjadikan itu termasuk dalam sunnah-
sunnah shalat, karena hd itu bisa melukai gusi dan keluarnya daratr.
Dan menunrt kami, batrwa penggunaannya sebelum shalat juga
kontradiktif yang mungkin bisa menyebabkan kesalatran, karena tidak
ada riwayat yang menyebutkan batrwa beliau SAW bersiwak ketika
berdiri untuk shalat. Maka sabda beliau: 'tentu aht perintahkan
merelra untuk berstwak pada settap shalat,' diartikan pada setiap
wudhu, dengan bukti riwayat Ahmad dan Ath-Thabrani: 'tentu aht
perintahkan mereka untuk bersiwak pada setiap wudhu.' Atau
perkiraan lain tentang maknanya: Seandainya tidak akan terdapat
kesulitan pada mereka dengan bersiwak pada setiap shalat, tentu aku
memerintahkannya. Namun aku tidak memerintahkannya karena
adanya kesulitan itu.
Sebagian ulama kami dari kalangan sufi mengatakan di dalam
Nasha'ih Al'Ibadiyyalmy4'Di antaranya adalah: Mendawamkan
penggunaan siwak pada setiap shalat. Nabi SAW telah bersabda,
'Seandainya tidak akan menlrulttkan umatlat, tentu aku perintahkan
merelra untuk bersiwak bersama setiap shalat atalu pada setiap
shalat.' Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani.
Ahmad juga meriwayatkan, bahwa beliau SAW bersabda,
'Shalat dengan siwak lebih utama dari tujuh puluh shalat tanpa
siwak.' Huruf 6a'(dengan) ini sebagai partikel penggabung atau yang
menyertakan, dan hakikatnya adalatr yang berhubungan secara
lahiriyah ataupun tradisi. Demikian juga kata ma'a (bercama) dan
'inda (pada). Nash-nash ini diartikan sesuai konteksnya bila
memungkinkan, dan di sini memang memungkinkan, sehingga tidak
perlu diartikan dengan kiasannya, atau diperkirakan penyandarannya.
Mengapa pul4 karena telatr disebutkan siwak pada shalat di sebagian
@ Syarah Sunan Tirmidzi
kitab cabang yang mu'tobar.'
Disebutkan di dalam At-Tanarkhaniltyah nukilan dari At-
Tanimmah, 'Dan menurut kami, siwak dianjurkan pada setiap shalat
dan wudhu, serta pada setiap yang dapat merubah (kondisi) mulut, dan
ketika bangun tidur.' Yang muli4 sang peneliti, Ibnu Al Humam,
mengatakan di dalam Syarh Al Hidayah, 'Penggunaan siwak
dianjurkan pada lima kondisi: (l)Menguningrya gig|' (2) berubahnya
aroma mulut; (3) bangun dari tidur; (4) berdiri untuk shalat;dar(5)
saat berwudhu.' Dengan begitu jelaslah, batrwa yang disebutkan di
dalam kitab-kitab yang menyatakan makruhnya menggunakan siwak
pada shalat dengan alasan karena bisa menyebabkan berdaratr
sehingga membatalkan wudhu, adalatr tidak berdasar. Memang, untuk
orang yang sensitif (gusinya), hendaklah menggunakan dengan lembut
pada gigi dan lidatr, tanpa mengenai gusi." Sampai di sini perkataan
Al Qari.
Saya katakan: Hadits Abu Hurairatr yang dikemukakan pada
bab ini telah diriwayatkan dengan banyak lafaztr.
Al Mundziri mengatakan di dalam At-Targhib: Dari Abu
Hurairalr, bahwa Rasulullatr SAW b€rsaM4 "Seandainya tidak akan
meryrulitkan umatht, tentu aht perintahkan merekn untuk bersiwak
bersama setiap shalat." Diriwayatkan oleh Al Bukhari dan ini
Iafazhnya.
Diriwayatkan juga oleh Muslim, namun dengan lafazh: "Pada
setiap shalaf'. Juga diriwayatkan oleh An-Nasa'i dan Ibnu Hibban di
dalam kitab Shahih-nya, namun dengan lafazh:"Bersamawudhu pada
setiap shalat." Diriwayatkan juga oleh Ahmad dan Ibnu lGuzaimatr di
dalam kitab Sftahih-nya dengan lafafu, "Tentu aht perintahkon
mereka untuk bersiwak bersama setiap wudlnt." Sampai di sini apa
yang dikemukakan di dalam At-Taghrib.
Al Hafizh mengatakan di dalam Bulugh Al Moram: Hadits Abu
Hurairatr dengan lafazh: *Seandoinya ttdak akan menytlitkan umatht,
Syenh Sunen Tirmidzi D
tentu aht perintahkan mereka untuk bersiwak bersama settap wudhu."
Al Hafifi berkata" "Diriwayatkan oleh Malik, Ahmad, An-
Nasa'i, dinilai shahih oleh Ibnu KhuzaimalL dan disebutkan oleh Al
Bukhari secara mu'ollaq." Seandainya sabda beliau 'pada setiap
shalat' diartikan'setiap kali wudhu' sebagaimana yang dikatakan oleh
Al Qari dan yang lainny4 maka itu terbantah dengan yang disebutkan
oleh sebagian ulama dari Madztrab Hanafi dari kalangan sufi. Dan
diartikan sesuai konteksnya dan dikatakan 'dianjurkan juga
bersiwak pada shalatnyai-
Namun bila dipadukan antara kedua riwayat itu sebagaimana
yang dikatakan oleh ulama Syaf i dan sebagian ulama Hanafi dari
kalangan Sufi, maka tidak terbantah. Itulatt yang tepat dan yang kuat.
Karena riwayat Zudbin Khalid Al Juhani diartikan sesuai konteksnya
sebagaimana yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi pada bab ini.
Al I(hathib meriwayatkan di dalam Kttab Asma'dari Malik dari
jalur Yahya bin Tsabit, dari Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al A'*j,
dari Abu Hurairatr, ia berkar4 *Adalah para satrabat Nabi SAW,
siwak-siwak mereka diletakkan di atas telinga mereka (dijepitkan
telinga), mereka bersiwak dengan setiap kali shalat." Ia juga
meriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibatr, dari Shalih bin Kaisan: "Bahwa
Ubadah bin Ash-Shamit dan para sahabat Rasulullah SAW pergi pagi-
pagi, sementara siwak di atas telinga mereka."
Syaikh Al Allamatr Syamsul Haq -semoga Allah meratrmatinya-
mengatakan di dalam Ghayat Al Maqshud sebagai berikut, "Hadits-
hadits mengenai masalatr ini, di samping apa yang diriwayatkan oleh
Malik, Ahmad, An-Nasa'i dan dinilai slwhih oleh Ibnu l(huzaimatr
dan disebutkan oleh Al Bukhari secara mu'allaq, dari Abu Hurairatr,
dari Rasulullah SAW, bahwa beliau bersaMa, 'Seandainya tidak akan
menyulitlran umatlat, tentu aht perintahkan mereka untuk bersiwak
bersama setiap wudhu,' menunjukkan disyari'atkannya siwak pada
setiap wudhu dan shalat.
2t0
Maka tidak perlu memperkirakan ungkapan, misalnya dengan
dikatakan: pada setiap wudhu dan shalat, sebagaimana yang
diperkirakan oleh sebagian ulama Hanafi. Bahkan dalam hal ini
mengandung penyelisihan terhadap sunnatr yang shahih lagi jelas,
yaitu bersiwak pada setiap shalat. Alasan yang menyatakan batrwa
bersiwak tidak pantas dilakukan di dalam masjid karena bersiwak
adalah menghilangkan kotoran, maka alasan ini tertolak, karena
hadits-hadits menunjukkan dianjukannya bersiwak pada setiap shalat.
Dan ini tidak mengindikasikan untuk tidak dikerjakan kecuali di
masjid, sehingga alasan ini melebar. Akan tetapi boleh bersiwak
kemudian masuk masjid untuk shalat, sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Ath-Thabrarni di dalam Mu'jamnya, dari Shalih bin Abu Shalih,
dariZaid bin Khalid Al Juhani, ia berkata, "Tidaklah Rasulullah SAW
keluar dari rumahnya untuk shalat, kecuali beliau bersiwak."
Bila sedang di masjid lalu hendak shalat, maka boleh keluar dari
masjid, lalu bersiwak, kemudian masuk lagi, lalu shalat. Demikian ini
kalau dianggap bahwa bersiwak itu trntuk menghilangkan kotoran,
tapi kami tidak mengangggap demikian. Bagaimana begitu? Padatral
tadi telah dikemukakan bahwa Taid bin Khalid Al Juhani telatr
mengikuti banyak shalat di sejumlah masjid, sementara siwaknya di
atas telinganya seperti halnya pena pada telinga para penulis. Ia tidak
mengerjakan shalat kecuali bersiwak dultl kemudian mengembalikan
siwak ke tempatnya. Para sahabat Rasulullah SAW juga siwak-siwak
mereka di belakang telinga mereka, mereka bersiwak dengannya
setiap kali shalat. Dan juga Ubadah bin Ash-Shamit serta para satrabat
Rasulullah, mereka keluar di pag hari sementara siwak di atas telinga
mereka.
Saya kataken: Perkataan Syaikh Syamsul Haq ini adalatr
perkataan yang bagus lagi bailq namun pengarang Ath-Thayyib Asy-
Syadzi tidak rela dengan itu, maka ia pun menukil sebagian kecil
darinya dan meninggalkan sebagan besarnya, kemudian ia berbicara
dengan apa yang menunjuld<an batrwa ia tidal( mematrami
Syarah Sunan Tirmidzi AI
perkataannya itu, atau ia terlalu fanatik yang menyebabkannya
berbicara seperti itu.
Adapun hadits Ahmad yang disebutkan oleh Al Qari dengan
lafazh "Shalat dengan siwak lebth utama daripada tujuh puluh shalat
tanpa stwdk," saya belum mengkaji latazh ini. Memang benar, Ahmad
dan yang lainnya meriwayatkan dari Aisyah, dari Nabi SAW, beliau
bersabda, "Keutamaan slalat dengan stwak atas shalat tanpa siwak
adalah tujuh puluh kali."
Al Mundziri mengatakan setelatr menyebutkannya,
"Diriwayatkan oleh Ahmad, Al fiazzer, Abu Ya'la dan Ibnu
Khuzaimah di dalam kttab Shahih-nya." Sementara di dalam Al Qalb
ia berkata, "Ada sesuatu pada khabar ini. Aku khawatir batrwa
Muhammad bin Ishak tidak mendengarnya dari Ibnu Syihab.
Diriwayatkan juga oleh Al Hakim dan ia mengatakan batrwa isnadnya
slmhih. Sementara Muslim mengeluarkan riwayat Mtrhammad bin
Ishak di dalam Al Mutaba'at.
Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW
bersabda, 'Aku shalat dua rakaat dengan bersiwak lebth aht sulrai
daripada alat shalat tujuh puluh rakaat tanpa siwak.' Diriwayatkan
oleh Abu Nu'aim pada kitab siwak dengan isnad baik. Diriwayatkan
dari Jabir, ia berkata: Rasulullah SAW bersabdq 'Dua rakaat dengan
siwak lebih utama fuipada tujuh pluh rakaat tanpa stwak.'
Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim juga dengan isnad shahlh." Sampai di
sini yang dikemukakan di dalam At-Targhib.
Ucapannya, 'r:Ai ri'ii leaapun Muhammad) bin Ismail Al
Bukhari, '{'l !.o i {-:'if 'zJt ,i t* bt e,i'(ia menyatakan
batrwa hadits Abu Salamah dart T:rid bin Khalid lebih shahih). Al
Hafizfi mengatakan di dalam Fath Al Bari,*At-Tirmidzi menceritakan
dari Al Bukhari, bahwa ia menanyakan kepadanya tentang riwayat
Muhammad bin Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, dan
riwayat Muhammad bin Ibrahim dari Abu Salamah dari Zaid bin
Khalid, Al Bukhari menjawab, 'Riwayat Muhammad bin Ibratrim
lebih shahih.' At-Tirmi&i berkata 'Menurutku kedua hadits itu
shahih;
Menurut say4 Al Bukhari lebih menguatkan yang dari jalur
Muhammad bin Ibratrim karena dua hal: Pertama, karena di dalamnya
terdapat kisatr, yaitu ucapan Abu Salamatr, yang mana Zaidbin I(halid
menempatkan siwak seperti penulis kitab menempatkan pena. Setiap
kali berdiri untuk shalat ia bersiwak.
Kedua, riwayat int dimutaba'ah, yang mana Imam Ahmad
mengeluarkan dari jalur Yatrya bin Abu Katsir: Abu Salamatr
menceritakan kepada kami, dari Zatd bin Khalid, lalu disebutkan
menyerupai itu." Sampai di sini perkataan Al Hafizh.
Ucapanny4 ,/& ir't rd,stbt ,ir*i ,ritZl, f.Ct ,* q$r ,ji
,fy
iii ,+".i ?li ,# i:i ,tt' i.!, yi !-:i ,u-:Li
,ft i,z^il
fr4fi ,gi:"lr y w.,:i ,'ra, ??t ,ziih:i i. !, t ,/# i. ets: ,qi eti
,r.y' ltvtengenai masalah ini [ada riwayat lain] dari Abu Bakar Ash-
Shiddiq, Ali, Aisyatr, Ibnu Abbas, Hudzaifatr, Zaid bin Khalid, Anas,
AMullah bin Amru, Ibnu Umar, Ummu Habibah, Abu Umamah, Abu
Ayyub, Tammam bin Abbas, AMullatt bin Hanzhalah, Ummu
SalamalL Watsilatr bin Al Asqa' dan Abu Musa). Hadits Abu Bakar
RA diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Ya'la secara morfu'dengan
lafaztr: "Siwak itu pembersih mulut don pengundang ridlw Allah." N
Hafi* Al Haitsami mengatakan di dalam Majma' Az-Zawa'td,"Para
perawinya tsiqah, hanya saja Abdullah bin Muhammad tidak
mendengar dari Abu Bakar."
Hadits Ali diriwayatkan oleh Ath-Thabrani di dalarn Al Ausath
dengan lafaztr: *Rasulullah SAW bersaM4 'Seandainya tidak akan
menytlitkan bast umatht, tentu aht perintahkan mereka untuk
bersiwak bersama setiap wudhu' ."
Al Haitsami berkata, "Di dalam sanadnya terdapat Ishak, ia
Sfrnh Sunrn Tirmidzi zIF,.
tsiqah namun mudallts.Ia telatr menyatakan penceritaan hadits, dan
isnadnya hasan." Isnadnya drlusanl<an juga oleh Al Mundziri di
dalam At-Targhib. Hadits Aisyah diriwayatkan oleh An-Nasa'i, Ibnu
Khuzaimah dan Ibnu Hibban di dalam btab Shahfft mereka seperti
hadits Abu Bakar tadi. Diriwayarkan juga oleh Al Bukhari secara
mu' all aq yang dipastikcn.
Al Mundziri berkate "Riwayat-riwayat yang dikemukakan oleh
Al Bukhari secara mu'allaq yang dipastikan adalah shahih." Selain itu
ada juga hadits-hadits Aisyatr yang lainnya berkenaan dengan siwak.
Hadits Ibnu Abbas diriwayatkan oleh Ath-Thabrani di dalam Al Kabir
dan Al Ausath seperti hadits Abu Bakar tersebut. Ia menambatrkan di
dalamnya: "dan menguatkan pandongon' Ada hadits-hadits Ibnu
Abbas lainnya berkenaan dengan siwak.
Hadits Hudzaifah dirirvayatkan oleh Asy-Syaikhani (Al Bukhari
darr Muslim) dengan lafazh: "Adalah Nabi SAW, apabila berdiri rmtuk
shalat tatrajjud beliau membersihkan mulutnya dengan siwak." Hadits
Z.ard,bin Khalid diriwayatkan oleh Abu Daud dan At-Tirmidzi. Hadits
Anas diriwayatkan oleh Al Bukhari dengan lafazh: "Rasulullatr SAW
bersabda, 'Aku sering kali (menyarankon) kalian untuk bersiwak'."
Ada hadits-hadits Anas lainnya berkenaan dengan siwak.
Hadits AMullah bin Amru diriwayatkan oleh Abu Nu'aim pada
kitab siwak dengan lafazh: *Seondainya tifuk alcan menyulitkan bagi
umatlat, tentu ahr perintahkan mereka ilntuk bersiwak pada setiap
shalat." Al Haitsami berkata, "Paraperawinya tsiqah."
Hadits Ibnu Umar diriwayatkan oleh Ahmad secara marfu'
dengan lafazh: "HendaHah lcalian bersiwah lcarena sesungguhnya itu
membersihknn mulut dan mendritangkan ridha Rabb Yang Maha Suci
lagi Maha Tinggi." Di dalam isnadnya tendapat Ibnu Latri'ah. Selain
ini ada hadits-hadits Ibnu Umar lainnya berkenaan dengan siwak.
Hadits Abu Umamah diriwayatkan oleh lbnu Majatr secara
marfu' dengan lafaztr: "BersiwaHah kalian, lurena sesungguhnya
214 Syarah Sunan Tirmidzi
siwak itu membersihlran mulut dan mendatangkan ridha Allah.
Tidaklah Jibril mendatangiht kecuali ia mewasiatkan siwak
kepadaht." Al Hadits.
Hadits Abu Aynrb diriwayatkan oleh Ahmad dan At-Tirmidzi
secara marfu' dengan lafazh: "Empat hal yang termasuk sunnah-
sunnah para,rasul; Khitan, mengenakan wewangiani,, siwah dan
nikah."
Hadits Tammam bin Abbas diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath-
Thabrani di dalam Al Kabir secara marfu'dengan lafazh: "Mengapa
lraltan masuk ke tempatlu dalam kcadaan ada kotoran pada gigi.
Bersiwaklah lroltan. Seandainya tidak alcan menyulitkan umatlru, tentu
aku memerintahlcan. merelca untuk bersiwak setiap kali bersuci." Ini
lafhzh Ath-Thabrani.
Al Haitsami berkata, "Di dalam sanadnya terdapat Abu Ali Ash-
Shaiqal, ia tidak dikenal." Hadits AMullah bin Hanzhalatr saya belum
mengkajinya. Hadits Ummu Salamah diriwayatkan oleh Ath-
Thabrani, Ia berkata, "Rasulullatr SAW bersaMa, 'Jibril masih terus
berpesan kcpadafu tentang bersiwah sampai-sampai aku
mengWnw atir kan gi gi geralwmka' ."
Al Mundziri berkata, "Isnadnya lemah." Hadits Watsilatr, yaitu
Ibnu Al Asqa', diriwayatkan oleh Ahmad dan Ath-Thabrani secara
marfu' dengan lafazh: "Aka diperintahlun bersiwak sampat-sampai
aht Huu,atir akan diwajibkan atosht." Al Mundziri berkata, "Di
dalam sanadnya terdapat Lais bin Salim." Hadits Abu Musa
diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani (Al Bukhari dan Muslim) pada bab
bersiwak pada ujung lidah.
Perlu Anda ketahui, bahwa mengenai siwak banyak sekali hadits
dari para sahabat tadi dan juga yang lainnya -semoga Allah meridhai
mereka- baik di dalam kitab-kitab shahih maupun yang lainnya. Al
Hafizh AMul 'Azhim Al Mundziri menyebutkannya dr dalam At-
Targhib, Al Hafizh Al Haitsami di dua tempat pada kitabnya Majma'
Az-7awa'id. Al Hafizh Ibnu Hajar di dalam At-Tall*ish, dan Syaikh
Ali Al Muttaqi di dalam Karu Al 'Ummal. Bagi yang ingin
mendalaminya, silakan merujuk kitab-kitab tersebut.
,|ai)y i. r*,i 7 ,0t4.';.i* $:"r,3r5 u:'; -rr
i,if,Gy,j,r;y'i&grldhtrfl:r;4i,it:Ji*tr'*;ri',*1*?,tJ\-yi,,r*h: ,trS*,,q*tl)ty.Jtyi'-r#,,€',+;*'t
,*-ir )k(n1ta.22
t.u .. 1, .. ,>t'itdt +ti ,JG ;i i:-j o(l :JG
..
i pte;:! ejlii-v,?t'\e>,2st
,-dr g\fi
.@-.,f 7. n.
Ql o>.t
|
t t ,tFtt &f . t.J'...l :6!__e fje
'
23.48 Hannad menceritakan kepada kami, Abdah bin Sulaiman
menceritakan kepada kami, dari Mutrammad bin Ishak, dari
Muhammad bin lbratrim, dari Abu Salamah, dart Z:rid bin Khalid Al
Juhani, ia berkata, ee2{ku mendengar Rasulullatr SAW bersaMa"
'Seandainya tidak akan menyulitlcan umatht, tentu aht perintahkan
merelra untuk bersiwak pada setiap shalat, dan sungguh aht akhirlan
shalat hya hingga sepertiga malam'." Ia (Abu Salamah) berkata"
"Adalah Zatd bin Khalid, ia mengikuti shalat-shalat di masjid
sementara siwaknya di atas telinganya (dijepitkan) seperti letak pena
pada telinga penulis. Ia tidak berdiri untuk melaksanakan shalat
kecuali bersiwak (ebih dulu), kemudian mengembalikannya pada
tempatrya (semula).'
Abu Isa berkata" "Ini hadits hasan slahih."
oHadia srrard,L d&eluarLan iuga oleh Abu Daud (4?)
Syrrah Sungtr Tirmfolzi
Penjelasan Hadits:
Ucapannya, iu$i U i:* $V (Abdah bin Sulaiman
rlti'*menceritakan kepada kami) biograpinya telah dikemukakan,
erjlo, tarri Muhammad bin Ibratrim) Ibnu Al Harits bin Iftalid At-
Taimi Abu Abdillatr Al Madani, ia seorang yang tsiqoft, ia termasuk
perawi yang meriwayatkan sendirian dari level keempat. Ia
meriwayatkan dari Anas, Jabir dan lain-lain.
Adapun yang meriwayatkan darinya adalatr: Yatrya bin Abu
Katsir, Ibnu Ishak dan lain-lain. Ibnu Sa'd berkata, "Ia seorang atrli
fikih yang juga atrli hadits." Ahmad berkata, "Ia meriwayatkan hadits-
hadits mungkar." Ia dinilai tsiqah oleh Ibnu Ma'in, Abu Hatim, An-
Nasa'i dan Ibnu Khirasy. Ia meninggal pada tatrun 120 (seratus dua
puluh).
Ucapannya , )tilu; ie;\ ,fl & 'dbt of Ii geandainya tidak
akan menyulitlran umatht, tentu aht perintahkan merelca untuk
bersiwak), yakni mewajibkannya. Artinya: Seandainya tidak
dikhawatirkan akan menyulitkan mereka karena bersiwak untuk setiap
shalat, tentu aku memerintahkan itu dan mewajibkannya atas mereka.
Namun aku tidak memerintahkan itu da4 tidak mewajibkannya atas
mereka karena khawatir menimbulkan kesulitan.
Al Qadhi Abu Bakar Ibnu Al Arabi mengatakan di dalam ll
'Aridhah, "Para ulama berbeda pendapat tentang [huk"mJ bersiwak.
Ishak berkata, '[Bersiwak] itu wajib, dan bagi yang meninggalkannya
dengan sengaja, maka hanrs mengulang shalat.' Asy-Syaf i berkata
'[Bersiwak] itu sunnatr yang termasuk sunnah wudhu.' Malik
menganjurkannya pada setiap terjadi perubatran pada mulut. Adapun
yang mewajibkannya, maka konteks sejumlatr hadits menggugurkan
pendapatnya. Sedangkan yang mengatakan sunnah atau mustahab
[dianjurkan], maka itu sudatr diakui, namun statusnya sebagai sunnah
lebih kuat."
Syarah Sunan Tirmidzi zft
/X' i" jJ/l:.t;.jb 'c,'?\2 @an sungguh aku alihirkan shalat
Isya hingga sepertiga malam) penjelasannya akan dikemukakan pada
j*batrasannya. JE (Ia berkata) yakni Abu Salamut. ';). :t; iisi
(Adalah ZudbinKhalid) yang meriwayatkan hadits iru, e't:i)illt'l4;!-
(ia mengikuti shalat-shalat) yakni shalat yang lima" yaitu ia
mengikutiny u +At &d tai masjid) secara berjama'ah, y.\l krn,
(sementara siwaknya di atas telinganya), dengan dhommah pada huruf
dzaal, dan bisajuga dengan suhn [yakni udzun atau udzn (telinga)],
kalimat ini statusnya sebagai keterangan kondisi.
j,3' )if'q P, g" (seperti letak pena pada telinga penulis),
yakni kondisi siwaknya adalatr menempati tempat di atas telinganya
(dijepitkan) seperti letak pena pada telinga penulis. (Ia tidak berdiri
untuk melaksanakan shalat kecuali bersiwak) yakni membersihkan
gigi dengan menggunakan siwak.
a*f t,)t'o:t: Gemuaian mengembalikannya pada tempatnya
[semula]) yakni pada telinganya. Dalam riwayat Abu Daud
disebutkan: Abu Salamatr berkata "Lalu aku melihat Zaid sedang
duduk di masjid, sementara siwaknya pada telinganya seperti letak
pena pada telinga penllis. Setiap kali berdiri untuk shalat ia
bersiwak."
Al Qari mengatakan di dalam At Mirqah, *7aid bin Khalid
meriwayatkan ini sendirian sehingga tidak bisa dijadikan argumen.
Atau bersiwak mtuk kesuciannya.'
Saya katakan: Zatd bin Khalid tidak meriwayatkannya
sendirian sebagaimana yang telah Anda ketatrui. Adapun
perbuatannya itu dilandasi oleh hadits pada bab ini, dan bukannya
menafikan sesuatu dari hadiB-hadits yang marfu'. Bagaimana
mungkin itu tidak bisa dijadikan argumen?
Ucapannya, '* ";; L-t; rj6 (ni hadits hasan shahih)
218 Syarah Sunan Tirmidzi
diriwayatkan juga oleh Abu Daud.
* 1.*ru1tnW: yY uffi-ii.t u).Vt; I
q+
19. Bab: Apabila Seseorang Kalian Bangun dari Tidurnya,
Maka Janganlah Ia Mencelupkan Tangannya ke Dalam
Bejana Sehingga Mencucinya
yt ,1'; ,ie- ,,l*;x,i'tyt )gbJt';;'*r3lU{t!t*Io$"i-vr-it t /
i "qt $:L i
,:o!- O.lt'.$t i *'*,:r1.b!Jt f ,€*t:'ri\;t)f ,#
'€Ll uiii"'t ri1,,Jv
*t *Xi *|;t -iV
,au \f ,f;,i*t Li e ,:6)i *,;u-'5,'i-fi ,F, q
.i:i-',it;. ui ,1r*i f1t
:&.q /r|j * .u.t s.+Qt qi
"*"F,>tLt.taj:fu I je
i|i6'rf -^rG 1flt ;l'b;d,".t ,gt,'*ii ,t6,1bt lv
'o('P i.t- 1;''i oy ,W ,b :fi ei,i- l-i r'ol ,6:;
::- ,). k| 61,itlt ,:'*-'ltt ,li 'u; c-;f .r,Ly(;
Syarah Sunan Tirmidzi 2t9
i f]t iil;r- )1,',(, 1Yt
q,'uiZ:"".t ts1,,S?';.':.;^3;i ,Sv
.irtt u.tLlA|J;G,t&Li,J:i lft €.
i x,'Sz, liiu;'rlt,, 11)u., iflt q'v'+i"-. I tiy,'6;l'1.iv :
t t - tot +z
,t' $y-l,d,1 o. 4/
.t-€J--!-
24.0e AbuAl walid Ahmad bin Bakkar Ad-Dimasyqi -ada yang
berkata: Ia termasuk keturunan Busr bin Arthah, sahabat Nabi SAW-
menceritakan kepada kami, Al Walid bin Muslim menceritakan
kepada kami, dari Al Avza'i, dari Az-Zuhri, dari Sa'id bin Al
Musayyib dan Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW,
beliau bersabda, *Apobtla seseorang kalian bangun pada malom hari,
malro janganlah ta memosukknn tangannya ke dalam bejana sehingga
menyiramlran (air) padanya dua atau tiga kali, karena sesungguhnya
ia tidak tahun, di mana letak tangannya (ketika ttdur)."
Mengenai masalatr ini (ada riwayat lain) dari Ibnu Umar, Jabir
dan Aisyah.
Abu Isa berkata, "Ini hadits hasan shahih."
Asy-Syaf i berkata, "Aku menyukai bagi setiap yang bangun
dari tidur, baik siang hari ataupun lainny4 agar tidak memasukkan
tangannya ke air wudhunya sehingga mencucinya (lebih dulu). Bila ia
memasukkan tangannya sebelum mencucinya, maka aku
memakruhkan itu, namun hal itu tidak merusak air tersebut bila tidak
ada najis di tangannya."
Ahmad bin Hanbal berkata "Apabila (seseorang) bangun dari
tidur pada malam hari lalu memasukkan tangannya ke air wudhunya
sebelum mencucinya, maka lebih aku sukai untuk menumpahkan air
tersebut."
ae Hadits shaluh. HR Al Bukhari (162) lebih panjang dari ini, namun tidak
menyebutkan jumlah basuhan. HR. Muslim (87, 88), Abu Daud (103, 105), Ibnu
Majah (393).
n Syarah Sunan Tirmidzi
Ishak berkata, "Apabila (seseorang) bangun dari tidur pada
malam hari ataupun siang hari, maka janganlah ia memasukkan
tangannya ke dalam air wudhunya sehingga mencucinya (lebih dulu)."
Penjelasan Hadits:
Ucapannya, )k. 'i. 'Gt tSj, I (Abu Al walid Ahmad bin
Bakkar) {engan fathah pada hunrf baa' bettttk satu dan tasydid
para huruf luaf- yaitu Ahmad bin Abdurrahman bin Bakkar bin
Abdul malik bin Al Walid bin Abu futhah. Al Hafizh berkata, "Ia
seorang yang jujur, ia diperbincangkan namun tanpa landasan."
iVti i / lt'U'i (Ia termasuk keturunan Busr bin Arthah)
-{engan dhammah pada huruf waawu dan suhtn pada laam [yakni:
wutdl- adalatr bentuk jarnak dari walad. ,i
(gusr)
-dengan
dhammah pada huruf baa' bertitik satq lall.t suhtn pada siin tanpa
titik- ada yang mengatakan Busr bin Abu Arthah.
* U Ujr 1ru Walid bin Muslim) Al Qurasyi maula mereka
Abu Al Abbas Ad-Dimasyqi. Ia seorang yang tsiqaft namun sering
mentadlis dan taswiyah. Ia meriwayatkan dari Ibnu 'Ajlan, Al Auza'i
dan yang lainnya. Adapun yang meriwayatkan darinya adalah Ahmad,
Ishak,Ibnu Al Madini dan lain-lain. Ia meninggal pada tahun 195 H.
,;ti!\t ;,e (dari Al Auza'i), namanya adalatr Abdunahman bin
Amru bin Abu Amru sang ahli fikih, ia tsiqah lagi terhormat. Ibnu
Sa'd berkata,"la tsiqah, terpercaya, utama, baik, banyak hadits, ilmu
dan fikihnya." Ishak berkata, "Apabila Al Auza'i, Ats-Tsauri dan
Malik sepakat akan suatu perkara, maka itu adalah sunnah." Ia
meninggal pada tatrun 157 H.
'qtllt * @u, Az-Ztthi), nurmanya adalatr Muhammad bin
Muslim bin Ubaidullatr bin Abdullatr bin Syihab bin Abdullah bin Al
Harits bin Zuhrah bin Kilat Al Qurasyi Az-Zvhi. Julukannya adalah
Abu Bakar Al Faqih Al Hafizh. Ia disepakati kemuliaannya dan
ketekunannya, termasuk para pemuka level keempat. Demikian yang
disebutkan di dalam At-Taqrib. Muhammad bin Muslim ini dikenal
dengan Az-Ztilri dan Ibnu Syihab.
*]S., lllot. i. +i.Ibnu Huzn Abu Wahb bin Amru Al Qurasyi Al
Makhzumi , ,uti seorang ulama yang kredibel, ahli fikih besar,
termasuk tokoh level kedua. Ibnu Al Madini berkata, "Aku tidak
mengetahui di antara tabi'in yang lebih luas ilmtrnya daripadanya." la
meninggal setelah tatrun sembilan puluh dalam usia lebih dari delapan
puluh tahun. Demikian yang disebutkan di dalam At-Taqrib.
* *ri (dan Abu Salamah) yaitu Ibnu Abdirrahman bin Auf
Az-ZuJrrri Al Madani, salah seorang tokoh. Amru bin Ali berkata, "Ia
tidak mempunyai nama." Ia meriwayatkan dari ayahnya, Usamah bin
Zaid, Abu Ayytrb, Abu Hurairah dan lain-lain. Adapun yang
meriwayatkan darinya adalatr: Anaknya, Umar, Urwah, Al A'raj, Az-
Zthn dan lainJain. Ibnu Sa'd berkata, "la tsiqah, ahli fikih, dan
banyak haditsnya." Ia meninggal pada tatrun 94 H, kelatrirannya tatrun
dua puluhan.
Ucapannya, #ilr 4 €Yt 'ui?l ti1 (Apabila seseorang kolian
bangun pada malam hari) demikian yang dicantumkan di dalam
riwayat At-Tirmidzi dan Ibnu Majatr, sedangkan yang tercantum di
dalam riwayat Asy-Syaikhani (Al Bukhari dan Muslim): "Apabila
seseorang lralian bangun dari tidurnya," pada riwayat mereka (Asy-
Syaik'trani) tidak terdapat kalimat "pada malam hari". (maka
janganlah ta memasukkan) dalam riwayat Asy-SyailJrani
dicanfumkan dengan kalimat: "maka janganlah ia mencelupknn",ilJi-
:tli d (tangannya ke dalam beiana) yakni bejana air, 'Li- e
S(sehingga menyiramlran) dari al ifraagh yakni menyiramkan air,
#@adanya) yakni pada tangannyu, \i ,fr (dua atau tiga kali),
dalam riwayat Muslim dan yang lainnya disebutkan dengan redaksi:
m Syarah Sunan Tirmidzi
* Se hinggo mencucinya tiga (lcalt)" .
Dalam hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan Ad-Daraquthni
disebutkan dengan redaksi : "sehingga mencuciny a tiga kali."
Ii-t'oU- c,;t;. gf- t!'$ ltarena sesungguhnya ia tidak tohu, di
mana letak tangannya firetika tidur). An-Nawawi meriwayatkan dari
Asy-Syaf i dan ulama lainnya: Batrwa penduduk Hijaz biasa
beristinja dengan bebatuan, sementara negeri mereka itu panas. Bila
tidur, mereka berkeringat, sehingga tidak terjamin tangannya untuk
berpindah-pindatr ke tempat-tempat najis atau koreng atau bisul.
Larang mencelupkan tangan sebelum mencucinya adalatr rjma', hanya
saja jumhur menyatakan batrwa itu adalatr larangan yang ditekankan,
bukan pengharaman. Bila mencelupkan tangan (sebelum dicuci) maka
tidak merusak aimya dan pelakunya tidak berdosa.
At-Turbasyri berkata "Ini berkenaan dengan orang tidur yang
istinjanya dengan batu saj4 adapun yang tidak demikian maka
perkaranya fleksibel, tapi dianjurkan pula baginya untuk mencucinya,
karena sunnah itu, bila mengandung suatu makna, maka tidak akan
hilang dengan hilangnya makna itu." Demikian yang dikemukakan di
dalam Al Mirqah.
Ucapannya, YOi /rEj'# ,f.U.t qq, O.t (Mengenai masilatr
ini [ada riwayat lain] dari Ibnu Umar, Jabir dan Aisyah), hadits Ibnu
Umar diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dan ia berkata, "lsnadnya
hasan." Lafazlnya: "Apabila seseorang kalian bangun dari ttdurnya,
malra janganlah ia memasukknn tangannya ke dalam bejana sehingga
mencuctnya tiga lrali. Karena sesungguhnya ia tidak mengetahut di
mana letak tangannyo, atau kemana tangannya bergerak." Hadits
Jabir diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ad-Daraquthni.
Hadits Aisyatr diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim di dalam Al
'Ilal, dan ia menceritakan dari ayahnya, bahwa itu prediksi. Demikian
yang disebutkan di dalam An-Nail.
Syarah Sunan Tirmidzi B
Ucapannya, "* '# L-f r5i (Ini hadits hasan shahih)
dikeluarkan juga oleh Asy-Syaikhani dan yang lainnya.
,ucapannya ')t u€ Y ,tflii,J-g.'ui'o,:'t,t*ii ,yl.t-ft ,tolf,lrt io
#
e:s- Sttt'oi ei,t6-,fu-r'oi ,ap
eqjoli.lf
L* ti $iw *-'rt"f:::- d"
,:i irlJi lasy-syaf i berkata,
*Aku menyukai bagi setiap yang bangun dari tidur, baik siang hari
ataupun lainnya, agar tidak memasukkan tangannya ke air wudhunya
sehingga mencucinya fiebih dulu]. Bila ia memasukkan tangannya
sebelum mencucinya, maka aku memakruhkan itu, namun hal itu tidak
merusak air tersebut bila tidak ada najis di tangannya.")
Asy-Syaf i mengartikan hadits pada bab ini sebagai anjuran,
dan ini juga merupakan pendapat jumhur.
Ibnu Taimiyah mengatakan di dalam Al Muntaqa, "Mayoritas
ulama mengartikan ini -yakni hadits pada bab ini- sebagai anjuran,
seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairatr: Bahwa Nabi SAW
bersabdq 'Apabila seseorang koltan bangun dari tidurnya, molra
hendaklah membersihkan hidungnya (dengan air), karena
sesungguhnya syetan menginap di saluran pernafasannya.' Muttafaq
'Alaih."
Asy-Syaukani mengatakan di dalam An-Nail, "Pengarang [yakni
pengarang Al Muntaqa y{ry disyaratrnya dalam Nail Al Autharl
memberi contoh topik yang diperdebatkan dengan hadits ini, karena
ada kesepakatan pendapat tentang tidak wajibnya mencuci hidung
ketika bangun tidur, dan tidak seorang pun yang mewajibkannya."
+e :?i Ci,t6- p\16 ,Jitt q f,'n'uiz:,t $1 1p 'i'rtbi iJtt
it;st g-1- oi St';*6 ,rii.-r{ Lf lamaa bin Hanbal berkata, "Apabila
[seseorang] bangun dari tidur pada malam hari lalu memasukkan
tangannya ke air wudhunya sebelum mencucinya, maka lebih aku
sukai untuk menumpahkan air tersebut.") Disebutkan di dalam Al
Mirqah, "Al Hasan Al Bashri dan Imam Ahmad dalam salah satu dari
dua riwayatnya berpendapat kepada yang zhatrir dan keduanya
menghukumi najisnya air tersebut. Demikian yang dinukil oleh Ath-
Thayyibi. Asy-Syumuni berkata, 'Dari Urwah bin Az-Zubair, Ahmad
bin Hanbal dan Daud, batrwa orsng yang bangun dari tidur malam
wajib mencuci kedua tangan berdasarkan konteks hadis ini'." Sampai
di sini yang dikemukakan di dalamll Mirqah.
An-Nawawi mengatakan di dalam Syarh Muslim di bawatr
hadits masalatr ini, *Ini mengandung larangan mencelupkan tangan ke
dalam bejana sebelum mencucinya. Dan ini telatr menjadi
kesepakatan, hanya saja jumhur ulama dahulu dan kemudian
menyatakan batrwa ini adalatr larangan yang ditegaskan, bukan
pengharaman.
Bila menyelisihi ini dan mencelupkan (tangannya sebelum
dicuci), maka tidak merusak airny4 dan pelakunya tidak berdosa. Para
sahabat kami menceritakan dari Al Hasan Al Bashri, bahwa airnya
menjadi najis bila (pelakunyaa) bangun dari tidur malam. Demikian
juga yang diceritakan dari Ishak bin Ratrwaih dan Muhammad bin
Jarir Ath-Thabari, tapi pendapat ini sangat lemah, karena hukum
asalnya pada air dan tangan adalah suci, sehingga tidak menjadi najis
hanya karena keraguan. Kaidah-kaidatr syari'at diterapkan pada ini."
Lebih jauh ia berkata, "Kemudian menunrt pendapat kami dan
pendapat para peneliti, bahwa hukum ini tidak dikhususkan untuk
bangun dari tidur, akan tetapi untuk yang ada keraguan tentang adanya
najis pada tangannya. Jadi, bila ragu tentang adanya najis pada tangan,
maka dimakruhkan mencelupkannya ke dalam bejana sebelum
mencucinya, baik itu ketika bangun dari tidur malam maupun tidur
siang, ataupun ketika merasa ragu tentang najis pada tangannya bukan
karena tidur. Ini juga merupakan pendapatnya jumhur ulama.
Diriwayatkan juga dari Ahmad suatu riwayat, batrwa bila
seseorang bangun dari tidur malam, maka dimakruhkan (mencelupkan
tangannya ke dalam bejana sebelum mencucinya), dan ini makruhnya
adalah makruh tatrim. Tapi bila itu bangun dari tidur siang, maka
Syarah Sunan Tirmidzi n5
makruhnya makruh tar:.r:ih. Hal ini disepakati oleh Daud Azh-Zhahin
berdasarkan lafazh mabiit [yakni 'baatat yahudu'l di dalam hadits.
Pendapat ini juga sangat lemah, karena Nabi SAW telatr
menerangkan alasannya dengan sabdanya, yaitu: 'karena
sesungguhnya ia tidak mengetahui di mana letak tangannyo', artinya:
Bahwa ia (orang yang tidur itu tidak dapat menghindarkan najis dari
tangannya. Atau ini bersifat umum karena kemungkinan adanya najis
ketika tidur malam dan siang hari serta ketika jaga. Disebutkannya
malam lebih dulu karena itu yang dominan, namun tidak
membatasinya dengan itu karena dikhawatirkan dipatrami bahwa itu
khusus untuk malam, karena itulah beliau menyebutkan alasan
setelahnya." Sampai di sini perkataan An-Nawawi. ',fit.16 lfsnat
berkata) yaitu Ibnu Rahwaih, VU-r6,lSu, \t ,Purli, |'tzi!! 't ti1.
W- ,f y?t e iu- (Apabila [seseorang] bangun dari tidur pada
malam hari ataupun siang hari, maka janganlatr ia memasukkan
tangannya ke dalam air wudhunya sehingga mencucinya fiebih dulu]),
Ishak bin Ratrawaih tidak mengkhususkan hukum ini bagi yang
bangun dari tidur malam saja seperti Imam Ahmad
mengkhususkannya.
Saya katakan: Pendapat yang tepat menurut saya adalah
pendapat yang dikemukakan oleh Ishak. Wallahu a'lam. Adapun bila
memasukkan tangannya ke dalam bejana sebelum mencucinya,
apakatr airnya menjadi najis atau tidak? Yang tampak, bahwa airnya
menjadi meragukan, sehingga hukumnya adalatr hukum air yang
meragukan . Wallahu a'lam.
Perlu Anda ketatrui, batrwa Jumhur tidak mengartikan hadits
pada masalah ini sebagai pengharusan dengan berbagai alasan yang
saya sendiri menilai tidak mantap, bagi yang merasa mantap (dengan
argumen mereka), maka silakan berpendapat dengan pendapatnya
Jumhur.
D5 Syarah Sunan Tlrmidzi
./;)t:,i-i,5Jre.,VE'.?\t
20. Bab: Membaca Basmalah Ketiha Wudhu
,Uy, :u'i. *r, ,:€eiAr ;''i'H 61"1- -to
)o.ej * ,*? y.nT,* r ,J1,ilr U ?tlitL :rv
o6 *fG" ,a$t
i,,-b:-; i,r: ,*'), * i
t,su,wj
,:r;-'{3
y\'i, i'i;;';: *;."':*'Li'i*
'* ltrt'-k* I e,
i ,* *,Ft ,i;.:; o\t ,!;i ,^u.a qet q: :JG
'r'.s/. 'Y..
rle ,p licq"6
c ije,c
v{l irr
'rLt v Jtrc^.> r;*
t'it2. ,) L' ,.
Ji-
E; tJo;ai tLG a'. --o.iJl,la
It t,stt'rll1 ,;tPt.
ot ,. o
,(y't-rt
.;?;l.fr?\i,,iu
,c j67
,rr,6" &_J.> .rf,l' l.te G I
lt t-1Lr Ic Jl4t^.*,t.
d.
)t.a a. a
J^e U.
,f ;f * U isr*t;r', c;,Jlt,W1i o. .
4. .. tt 4.. .. lo I -tzz t, ' '
t t CUjt -r,1 Jti
a .. . a, b:rEt.:
U U
:p *).,,.-,rtF., t. ,
U +ry.
rlt * U Ltli ,i?L'i di t:', UA, )n. i:,t
Syarah Sunen Tirmidzi at
.*a;u k t';
a/
,4; i f eri *:Jta ">Yr ri a:' .ir'Leju
25.'0 Nash, bin Ali Al Jatrdhami dan Bisyr Uin Vtr'ua, et
'Aqadi menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Bisyr bin Al
Mufadhdhal menceritakan kepada kami, dari Abdurratrman bin
Harmalatr, dari Abu Tsifal Al Murri, dari Rabah bin Abdurrahman bin
Abu SuSatr bin Huwaithib, dari neneknya, dari ayahnya, ia berkata,
"Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada wudhu bagi
yang tidak menyebut nama Allah padanya'."
Ia berkata, "Mengenai masalatr ini (ada riwayat lain) dari
Aisyatr, Abu Sa'id, Abu Hurairah, Sahl bin Sa'd dan Anas."
Abu Isa berkata, "Ahmad bin Hanbal berkata, 'Aku tidak
mengetahui suatu hadits pun mengenai masalah ini yang isnadnya
bagus'."
Ishak berkata, "Bila meninggalkan basmalah secara sengaja,
maka harus mengulangi wudhtl namun bila lupa atau karena
menakwilkan, maka itu sah."
Muhammad bin Ismail berkata, "Yang paling bagus dalam
masalatr ini adalatr hadits Rabah bin Abdunatman."
Abu Isa berkata: Rabah bin Abdurrahman (meriwayatkan) dari
neneknya dari ayatrnya. Ayatrnya (ayatr neneknya) adalatr Sa'id bin
Zudbin Amru bin Nufail.
Abu Tsifal Al Murri rurmanya adalatr Tsumamatr bin Hushain.
Rabatr bin Abdurrahman adalatr Abu Bakar bin Huwaithib. Dari
mereka ada yang meriwayatkan hadits ini, lalu berkata: Dari Abu
5o Isnadnya diperbincangkan. HR. Ibnu Majah (397), dan dinilai hasan oleh Al
Bushiri di dalam Az-Zawaid, sebagaimana dinilai hasan oleh Al Albani dan Ahmad
Syakir.
n Syarah Sunan Tirmidzi
Bakff bin Huwaithib, lalu dinisbatkan kepadakakeknya.
Penjelasan Hadits:
Ucapanny t, ,7ttt + ;q-rrJ-3lt ,1. 6 \tV. (Bab: Membaca
Basmalah Ketika Wudhu), ada banyak hadits mengenai masalatr ini,
dan para imam hadits berbeda pendapat mengenai shahih dan
lematrnya. Sebagian mereka berkate "Semua yang diriwayatkan
mengenai masdah ini tidak kuat." Sebagian lainnya berkata
"(Riwayat) pada bab ini tidak lepas dari lasan dan shahih yang
nyata." Al Hafiztr Ibnu Hajar berkata" "Yang tampak, batrwa
gabungan keseluruhan haditsnya mengindikasikan kuat, hal ini
menunjukkan bahwa itu memang ada asalnya."
Saya katakan: Perkaranya adalah sebagaimana yang dikatakan
oleh Al Hafizh. Dan hadits-hadits pada masalah ini mengindikasikan
wajib. Wallahu a'lam.
*Ucapannya, U. Id (N*t, bin Ali menceritakan kepada
l@mi) Ibnu Nashr bin Ali Al Jaltdhami, ia seorang yang tsiqah lagi
valid, pernah diminta menjadi qadhi namun menolak. Ia termasuk
level kesepulutr. Demikian yang disebutkan di dalam At-Taqrib.
Disebutkan di dalam Al Khulaslah, "Ia salah seorang imam Bashrah.
Ia meriwayatkan dari Al Mu'tamir, Yazid bin Zurai', Ibnu Uyainah
dan lain-lain.
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah -yakni para imam
yang enam-." Abu Hatim berkata "Menurutku, ia lebih tsiqah darr
lebih hafal daripada Al Fallas." Al Bukhari berkata, "Ia meninggal
pada tatrun 250 (dua ratus lima puluh)."
)A U ]l.r @isyr bin Mu'adz) At Bashri Adh-Dharir, dijuluki
Abu Satrl. Ia seorang yang jujur dari level kesepuluh. foriiir 1ef
'Aqadi) dengan fathah pada hunrf 'ain tanpa titik dan qaaf, U 'h
Syarah Sunan Tirmidzi n9
S:i;li, @isyr bin Al Mufadhdhal) Ibnu Latriq Ar-Raqasyi Abu Ismail
Al Bashri, ia seorang yang tsiqah, valid dan ahli ibadatr, dari level
kedelapan.
u7'-1.c. i.o ,f.orjat rb ,f (dari Abdunahman bin Harmalah) Ibnu
Amru bin Sanatr Al Aslami Al Madani, ia seorang yang jujur namun
tkadang keliru. )Y g,1 @an Abu Tsifal) dengan kasrah pada huruf
ts aa' bertitik tiga, lalufaa' setelatrnya.
&iir tef Murri) dengan dhammah pada huruf miim dan tasydid
padaraa', namanya adalah Tsaumamatr bin Wail bin Hushain, kadang
dinisbatkan kepada kakeknya. Ada yang mengatakan bahwa namanya
adalah Wail bin Hasyim bin Hushain, ia dikenal dengan julukannya.la
perawi yang dapat diterima riwayatnya, termasuk level kelima.
Demikian yang disebutkan di dalam ArTaqrib. Disebutkan di dalam
Al Khulashah, "Al Bukhari berkata, 'Ada catatan mengenai
hadistnya'." Demikian yang disebutkan di dalam Al Khulashatr.
f.-r i. o6 i.'rri flt y i g$'* (dari Rabatr bin
Abdunahman bin Abu Sufuah bin Huwaithib) --denganfathah pada
raa' dan baa' bertitik satu- Al Madani. Dikatakan di dalam Ar
Taqrib, "Dapat diteirma." y:-q'* (dari neneknya), dalam riwayat Al
Flakami disebutkan dengan redaksi: 'Nenekku, Asma' binti Sa'id bin
Zaid bin Amru, menceritakan kepadaku, bahwa ia mendengar
Rasulullah SAW bersabda."
Al Hafiztr mengatakan di dalam At-Taqrib, "Asma' binti Sa'id
-bn Zaid bin Amru bin Nufail tidak disebutkan di dalam dua kita-b
yakni Jami' At-Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majatr-, narnun Al Baihaqi
menyebutkamya. Ada yang mengatakan bahwa ia shahabiyah." Al
Hafizh Adz-Dzahabi menyebutkannya di dalam Al Mizan pada
kelompok para wanita yang tidak dikenal.
*Wrt (dari ayahnya) yaitu Sa'id'bin Zaid bin Amru bin Nufail
@ Syarah Sunan Tirmidzi
Al Adawi Abu Al A'war, salah seorang dari yang sepuluh orang yang
dijamin masuk surga.
*Ucapannya, lt ?, S tii,l.i*i t (Tidak ado wudhu bagi
yang tidak merryebut nama Allah padanya), Asy-Syatr Waliynrllatr
Ad-Dahlawi mengatakan di dalam kitabnya Hujjatullah Al Balighah,
"Ini adalah nash yang menunjukkan bahwa membaca basmalah adalatr
rukun atau syarat. Bisa juga bermakna batrwa: Tidak sempurna
wudhu. Namun aku tidak rela dengan penakwilan ini, karena ini
merupakan penakwilan jauh yang akhimya menyelisihi lafazh."
Saya katakan: Tidak diragukan lagi, bahwa hadits ini adalah
nash yang menunjukkan batrwa membaca basmalah adalah rukun
wudhu atau syaratnya, karena konotasi ucapan beliau: 'Tidok ada
wudhu', batrwa itu tidak sah dan tidak ada, karena asal penafian itu
adalah hakikat.
Al Qari mengatakan di dalam Al Mirqah, "Al Qadhi berkata,
'ffi adalaft ungkapan hakiki tentang penafian sesuatu, dan digunakan
sebagai kiasan tentang dampak tidak adanya keabsatran. Seperti pada
sabda beliau SAW, 'Tidak ada shalat kccuali dengan bersuci.'sl
Adapun pengertian yang diaratrkan pada penafian kesempurnaannya
adalatr seperti sabda beliau SAW, 'Tidak ada shalat bagt tetangga
masjid lecuali di masjid.'s2
Dan di sini (hadits: Tidak ada wudhu) diartikan menjadi
penafian kesempurnaan, ini berbeda dengan yang . mengprtikan
menurut konteksnya. Demikian ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Ibnu Mas'ud, bahwa Nabi SAW
bersabda, 'Barangsiapa berwudhu dan menye,but nama Allah, maka
itu menjadi penyuci untuk seluruh tubuhnya. Dan barangsiapa
berwudhu dan tidak menyebat nama Allah padanya, maka itu ftanya)
menjadi penyuci untuk anggota wudhunya.' Yang dimaksud dengan
srAl Bukhari (5183), Muslim (2006), Ibnu maiah (1912), dan Ahmad (31498).
52At-Tirmidzi (3000), dan lbnu Majah (176, pendahuluan).
Syarah Sunan Tirmidzi BI
suci ini adalah suci dari dosa-dosa, karena hadats itu tidak terbagi-
bagi."
Saya katakan: Hadits Ibnu Umar dan Ibnu Mas'ud ini lemah.
Ad-Daraquthni dan Al Baihaqi meriwayatkannya dari hadits Ibnu
Umar, di dalam sanadnya terdapat Abu Bakar Ad-Dahiri Abdullatr bin
Al Hakam, riwayatnya ditinggalkan dan dicap memalsukan hadits.
Ad-Daraquthni dan Al Baihaqi juga meriwayatkannya dari
hadits Abu Hurairatr, di dalam sanadnya terdapat Midras bin
Muhammad bin Abdullatr bin Aban, dari ayatrnya, keduanya adalatr
perawi yang lematr.
Ad-Daraquthni dan Al Baihaqi juga meriwayatkannya dari
hadits Ibnu Mas'ud, di dalam sanadnya terdapat Yatrya bin Hisyam
As-Simsar, riwayatnya ditinggalkan.
Jadi hadits ini tidak layak untuk dijadikan argumen, sehingga
tidak bisa berdalih dengannya untuk menyatakan bahwa 'penafian'
pada sabda beliau SAW: 'Ttdak ada wudhu bagi yang tidak menyebut
nama Allah padanya' diartikan sebagai penafian kesempurnaan.
Jika Anda berkat4 "Ibnu Sayyidinnas telatr menyatakan di
dalam Syarh ArTtrmidzi, bahwa telatr disebutkan pada sebagian
riwayat: 'Tidak ada wudhu secara sempurno', dan Ar-Raf i berdalih
dengan riwayat ini untuk menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
sabda beliau 'tidak ada wudhu' pada hadits masalatr ini adalatr
penafi an kesempurnaan. "
Saya katakan: Al Hafidr mengatakan di dalam At-Talkhish,
eeflku kira tidak demikian." Jadi, kondisi riwayat ini tidak diketa]rui,
lalu apa bisa dijadikan argumen atau tidak? Wallahu a'lam.
,yUcapannya" i &rj,ryj,,f:t,* *!:,nb ,r v(it Q.i
;ti lVtengenai masalatr ini [ada riwayat lain] dari Aisyatr, Abu Sa'id,
Abu Hurairatr, Sahl bin Sa'd dan Anas). Hadits Aisyah diriwayatkan
oleh Al Bazz-ar dan Abu Bakar bin Abi Syaibatr di dalam Musnad
El SYarah Sunan Tirmidzi
mereka, serta Ibnu Adi. Di dalam sanadnya terdapat Haritsatr bin
Muhammad, iaperawi yang lemah.
Hadits Abu Hurairatr diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud,
Ibnu Majatr, At-Tirmidzi di dalam Al 'Ilal, Ad-Daraquthni, Ibnu As-
Sakan, Al Hakim dan Al Baihaqi dari jalur Muhammad bin Musa Al
Makhzumi, dari Ya'qub bin Salamatr, dari ayahnya" dari Abu
Hurairatr, dengan lafazh ini.
Diriwayatkan juga oleh Al Hakim dari jalur ini, lalu ia berkata,
"Ya'qub bin Abu Salamah" batrwa itu adalah Al Majisyun, lalu ia
men-shahih-kawrya karena itu, ternyata ia hanya memprediksi. Yang
benar, bahwa itu adalatr Al-Laitsi.
Al Hafizh berkata "Al Bukhari berkata, 'Tidak diketahui ia
mendengar dari ayahnya, dan tidak pula ayatrnya dari Abu Hurairah.'
Ayahnya disebutkan oleh Ibnu Hibban di dalam Ats-Tstqat, lalu ia
berkata, 'Terkadang ia keliru, dan ungkapan ini dari kelemahannya.
Haditsnya sangat sedikit sekali, tidak ada yang meriwayatkan darinya
selain anaknya.'
Bila ia keliru padahal yang diriwayatkannya hanya sedikit,
bagaimana bisa ia dinilai tsiqah.Ibnu Ash-Shalah berkata, 'Sanadnya
terbalik pada riwayat Al Hakim, sehingga validitasnya tidak bisa
dijadikan argumen dengan mentakhrijnya.' An-Nawawi
memut ab a' ahny a melalui j alur-j alur lainny4 semuanya lernah. "
Hadits Abu Sa'id Al Khudri diriwayatkan oleh Ahmad, Ad-
Darimi, At-Tirmidzi di dalam Al 'Ilal,Ibnu Majah, Ibnu Adi, Ibnu As-
Sakan, AlBazzar, Ad-Daraquthni, Al Hakim dan'Al Baihaqi dengan
lafazh hadits bab ini. Ibnu Adi menyatakan, bahwa Zaidbin Al Hubab
meriwayatkannya sendirian dari Katsir bin Zud. Al Hafizh berkata,
*Tidak begitu, karena Ad-Daraquthni meriwayatkannya dari hadits
Abu Amir Al 'Aqadi, Ibnu Majah dari hadits Abu Ahmad Az-Ztt}lui."
Tentang Katsir bin Zaid,Ibnu Ma'in berkata, "Ia tidak kuat."
Abu Zur'atr berkata" "Ia jujur namun ada kelematran padanya." Abu
Syarah Sunan Tirmidzi 8
Hatim berkata, "Haditsnya bagus, namun ia tidak kuat, hadistnya
boleh ditulis." Katsir bin Zaid meriwayatkannya dari Rubaih bin
Abdunatrman bin Abu Sa'id.
Tentang Rubaih, Abu Hatim berkata, "Ia seorang syaikh."
Al Bukhari berkata, "Haditsnya mungkar."
Ahmad berkata" *Bukan orang baik."
Al Marwazi berkata, "Ahmad tidak menilainya shahih, dan ia
berkata, 'Tidak ada yang valid padanya'."
AlBazzar berkata, "Setiap yang diriwayatkan pada bab ini tidak
kuat." Ia menyebutkan, bahwa telah diriwayatkan dari Katsir binZ,ard,
dari Al Walid bin Rabah, dari Abu Hurairah.
Al Aqili berkata "Sanad-sanad pada bab ini mengandung
kelemahan, namun Ahmad mengatakan, bahwa itu adalah yang paling
baik pada bab ini. Tapi ia juga berkata, 'Aku tidak mengetahui suatu
hadits pun yang shahih tentang basmalah, adapun yang paling kuat
adalalr hadits Katsir bin Z,aid dari Rubaih'." Ishak berkata, "Ini -yakni
hadits Abu Sa'id- adalah yang paling shahih dalam masalah ini."
Hadits Sahl bin Sa'd diriwayatkan oleh Ibnu Majatr dan Ath-Thabrani,
di dalam sanadnya terdapat Abdul Muhaimin bin Abbas bin Satrl bin
Sa'd, ia perawi yang lemah. Saudaranya" yakni Ubay bin Abbas,
memutaba'almya, rurmun ia diperdebatkan. Hadits Anas diriwayatkan
oleh Abdul Malik bin Habib Al Andalusi. Abdul Malik sangat lemah.
I :FUcapannya ,'& 'lEl1li urte -,qir rji Q,'{tl 'i'{,rl i'6
(Ahmad bin Hanbal berkat4 'Aku tidak mengetatrui suatu hadits pun
mengenai masalatr ini yang isnadnya bagug.') Al Bazz-ar berkata,
"Setiap yang diriwayatkan pada bab ini tidaklah kuat."
Saya kataken: Hadits-hadits pada bab ini cukup banyak,
masing-masing saling menguatkart, gabungan keseluruhannya
menunjukkan bahwa itu ada asalnya. Al Hafizh lbnu Hajar berkata,
"Yang jelas, batrwa gabungan keselunrhan hadits-haditsnya
ru Syarah Sunan Tirmidzi
mengindikasikan kuat yang menunjukkan bahua iu ada asalnya"
Abu Bakar bin Abu Syaibah berkata *Telah diriwayatkan
kepada kami secara pasti, bahwa Nabi SAW bersabda-"
Ibnu Sayyidinnas mengatakan di dalam $ryh At-Tirmidzi,
"(Riwayat) pada bab ini tidak lepas dari hasur yang nyata dan sluhih
yang nyata."
Al Hafizh Al Mundziri mengatakan di dalm At-Toghib, "Ada
banyak hadits pada bab ini, ddak ada satu prm yang luput dari
perbincangan. Al Hasan, Ishak, Ibnu Rahwaih dan ahli zhahir
berpendapat wajibnya membaca basmalah ketika wudhu, sehingg4
bila sengaja meninggalkannya maka harus mengulang wudhu. Ini juga
salatr satu riwayat dari Imam Ahmad. Tidak airagutan lagi, bahwa
hadits-hadits dalam masalatr ini, walaupun tidak ada satu pun yang
luput dari perbincangan, namun saling mengukuhkan karena
banyaknya jalur periwayatan dan melatrirkan kekuatan." Sampai di
sini perkataan Al Mundziri.
Hadits bab ini, yakni hadits Sa'id bin 7aid, dkeluarkan juga
oleh Ahmad, Ibnu Majatr, AJBazza4 Ad-Daraquthni, Al Aqili dan AI
Hakim. Aku menilainya cacat karena adanya peftdaan dan mursal.
Di dalam sanadnya terdapat Abu Tsiqal yang merivrayatkan dari
Rabah, keduanya tidak dikenal. Jadi, hadits ini tidak shahih. Demikian
yang dikatakan oleh Abu Hatim dan Abu Zrr'ah. Al Hafizi Ibnu
Hajar telatr membatras hadits Sa'id bin T:lidinn sesara panjang lebar di
dalam At-Talkhish.
Ucapannya, og 'ttfi i*i 's6lf f,vrbi;5t 'ry'itl.:ig$ S'6 i
alihl li?-\1 ,qrj (Ishak berkata, "Bila meninggalkan basmalahsecara
sengaj4 maka harus mengulangi rnrdhrl nemun bila lupa atau karena
menakwilkan, maka itu satr.') Menurut Ishak, membaca bosmalah
ketika wudhu adalatr wajib. Ini juga merupakan pendapatnya golongan
A^-Zhahtriyah dan salah satu riwayat dari Ahmad bin Hanbal. Ialu
mereka berbeda pendapat apakatr ini wajib mutlak atau hanya
Syarah Sunan Tirmidzi T5
sebutan? Menurut Ishak adalatr sebatas sebutan, sedangkan menurut
golongan Azh-Zhahiriyatr adalah mutlak.
Ulama Syafi'i, Ulama Hanafi, Malik dan Rabi'atr berpendapat
batrwa itu sunnatr. Kelompok pertama berdalih dengan hadits-hadits
pada bab ini, sedangkan yang lairurya berdalih dengan hadits Ibnu
Umar secra marfu': "Barangsiapa berwudhu dan menyebut nama
Allah, maka itu menjadi penyuci untuk seluruh tubuhnya." Al hadits,
telah dikemukakan tadi. Anda pun sudah mengetatrui bahwa ini
lemah, tidak layak dijadikan argumen.
Ucapannya, {"L-y -,qir r5 4ie'.?l ,J",tJl'i'rrfi'6
f,j, y i.(Muhammad bin Ismail berkata, "Yang paling bagus
dalam masalatr ini adalah hadits Rabatr bin Abdurrahman.") yakni
hadits Sa'id bin Zatd yang disebutkan pada bab ini. Ahmad
mengatakan, "Yang paling kuat dalam hal ini adalah hadits Katsir bin
Zatd dmt Rubaih." Yakni hadits Abu Sa'id. Ishak bin Rahwaih
ditanya "Hadits mana yang paling shahih tentang membaca
basmalah?" Ia pun menyebutkan hadits Abu Sa'id.
Ucapannya, L,i 'rJ;r 'q;J Jw li (Abu Tsifal Al Murri
sp ilnamanya adalatr Tsumamatr) dengan'dha' mmah pada ts a' . tUio
Hushain) dengan bentuk tashghir. Hushain adalah #eknya Abu
Tsifal. Nama ayahnya adalah Wail, sebagairnana yang telah
:b di4dikemukak*r. @du dinisbatkan kepada kakeknya) yaitu
kepada kakeknya yang paling tinggi.
fi ,;;fiv i.*i-ci; ,!;ri$t J'e u o*Jt ui; -rr
ieri ,*')t * i d;r'* ,le;, )o. *eri ,iV i ri.
?x Syarah Sunan Tirmidzi
2 7r. t (Wl1o,. f c\.S. c. c,+o n4izb ,.,f *-fotcz2t > jlo'-odt t+i;
dt tJ.J:+,
Y*'*io'*
26. Al Hasan bin Ali Al Hulwani menceritakan kepada kami,
Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Iyadh,
dari Abu Tsifal Al Murri, dari Rabah bin Abdurratunan bin Abu
Su&an bin Huwaithib, dari nenekny4 yaitu bintu Sa'id bin Z,atd, dari
ayahnya, dari Nabi SAW, seperti itu.
gry)btrrnvu'."[
21. Bab: Berkumur dan Membesihkan Lobang Hidung
c'r-;i ,i) ,c ib $1r; c4,7 U -^# 6i; -rv
U.
int Jy, Jv :Ju
:.i)ii -';-litiy, ;,su -V; tt;,,rL; yX *
i q *f,4, r,,-,,6 il r,i?
ot"L qet,!: :Ju
.i;; ,r!r,i,L i ,I:rr,:*; ey /
'*'#.>.tLf i*u*:,foliu
6t .ot:1,1yrj a;:*it:!; q.irir Sti ;;t*r,
y)aii r:fr: ,;itLst;ci jb ,? €.6; fi,61:osv
|rdt; l' '"?i 1P ,tjl,;tiA * .i,? !u,t:r;t €.
.',;;t;T;fi
Syarah Sunan Tirmfulzi ZN
.-a!:,>:tr ,1'kJ'oY), :'.{Li JG',
ri,!@,ey-#t,yf',1 +"Uv: iur IiC
.-:F,,yl ,F:t,|er?to$:" lI i;,:*i, e4
;L t ifr).d:iar err
€.,:*s; ; ;; i;a1t ,:*Ir ,f..-/.1+G Uot Ut
'4 y ,*i y ht *
ii.:tr € e,f;;rt) cvi Si ,!.tLrt €r)
'*It27.53 qutaibatr bin Sa'id menceritakan kepada kami, Hammad
binZuddan Jarir menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Hilal
bin Yasaf dari Salamatr bin Qais, ia berkata, "Rasulullah SAW
bersabda, 'Apabila engkau berwudhu, malca bersihkanlah lobang
hidung, dan bila engkau beristijmar (bersuci dengan benda padat)
malca ganjillanlah'."
Ia berkata "Mengenai masalah ini (ada juga riwayat) dari
Utsman, Laqith bin Shabirah, Ibnu Abbas, Al Miqdam bin Ma'di
Karib, Wail Ibnu Hujr dan Abu Hurairah."
Abu Isa berkata, "Hadits Salamah bin Qais adalatr hadits hasan
shahih;'
Para ahli ilmu berbeda pendapat tentang orang yang
meninggalkan berkumur dan membersihkan lobang hidung.
Segolongan dari mereka berkata, *Bila meninggalkan keduanya di
dalam wudhu sampai shalat, maka harus mengulang shalat. Mereka
memandang itu pada wudhu dan mandi junub adalah sama. Demikian
yang dikatakan oleh Ibnu Abi Lail4 Abdullah bin Al Mubarak,
Ahmad dan Ishak. Ahmad berkata 'Membersihkan lobang hidung
lebih ditekankan daripada berkumur'."
Abi Isa berkata, "Segolongan atrli ilmu berkata, 'Hanrs diulang
53 Hadits shahh, dikeluarkan juga oleh An.Nasa'i (89), Ibnu Maiah (406)
pada mandi junub dan tidak diulang pada wudhu.' Ini merupakan
pendapatnya Suffan Ats-Tsauri dan sebagian ulama Kufah."
Segolongan lainnya berkata, *Tidak perlu diulang dalam wudhu
dan tidak pula pada mandi junub, karena keduanya [berkumur dan
membersihkan lobang hidungl adalatr sunnatr dari Nabi SAW
sehingga tidak wajib mengulang bagr yang meninggalkannya pada
wudhu dan juga pada mandi junub." Ini merupakan pendapat Malik
dan Asy-Syaf i.
Penjelasan Hadits:
9rylttUcapannya , e;Aitp7b1)t 6 iU (Bqb: Berkumur dan
Membersihkan Lobang Hidung), asal makna ol madhmadhah adalah
at-tahriik (menggerakkan), contoh kalimat: madhmadha an-nu'aas fii
'ainihi (orang ngantuk matanya bergerak), yakni matanya bergerak
karena mengantuk. Kemudian sering digunakan sebagai sebutan
'memasukkan air ke mulut dan menggerakkannya'.
Adapun maknanya dalam wudhu syar'i, yang lengkap adalatr:
memasukkan air ke dalam mulut lalu memutarnya kemudian
mengemutnya [yakni berkumur]. Demikian yang dikemukakan di
dalam Al Fath. Adapun al istinsyaaq adalahmemasukkan air ke dalam
hidung [yakni membersihkan lobang hidung dengan air].
Ucapannya,'J-*t (dan Jarir) adalatr Ibnu Abdul Hamid bin
Qurth Adh-Dhabbi Al Kufi yang pindatr ke Ar-Rayy dan menjadi
qadhinya. Ia seorang yang tsiqah dan kitabnya shahih. Ada yang
mengatakan bahwa di akhir usianya ia sering memprediksi dari
hafalannya. Meninggal pada tatrun 188 (seratus delapan puluh
delapan). Ia termasuk para perawi kitab hadits yang enam.
)H Af (dari Manshur) Ibnu Al Mu'tamir bin Abdullah As-
Sulami Al Kufi, ia seorang yang tsiqah lagi valid, ia kadang
mentadlis. Termasuk level Al A'masy. Meninggal pada tahun 132
Syarah Sunan Tirmidzi
(seratus tiga puluh dua), ia juga termasuk para perawi kitab hadits
yang enam.
:LJ- i )\ C (dari Hilal bin Yasaf), dikatakan di dalam At-
Taqrib: Dengan kosrah pada huruf yaa' bertitik dua di bawah,
demikian juga di dalam Al Qamus [yakni Yisaafl, sementara Al
Khazraji mengatakan denganfatlah pada yaa'bertitik dua di bawah,
Al Asyja'i maula mereka. Ia seorang yafig tsiqah dari kalangan
pertengatran tabi'in. f i 'e;t; V (dari Salamah bin Qais) Al
Asyja'i, ia seorang sahabat, tinggal di Kufah.
Ucapannyq 'F'6 ?tlbi $1 lnpabtta engkau bery,udhu, maka
bersihlunlah lobang hidung), dikatalon di dalam Al Qamw:
"Istatsara adalah memasukkan air kemudian nrengeluarkan dengan
hidung, seperti intotsara."
Al Hafidr berkata, "Isttntsu adalah membuang air yang dihirup
oleh orang yang wudhu. Yakni menghirup udara dengan hidungnya
untuk membersihkan bagian dalamnya lalu mengeluarkannya dengan
udara hidungnya, baik itu dengan bantuan tangannya maupun tidak.
Diceritakan dari Malik tentang larangan melakukannya tanpa banhran
tangan, karena hal itu menyerupai perbuatan binatang. Yang masyhur
adalatr tidak maknrh (tidak terlarang). Bila mengeluarkan air dari
hidung dianjurkan untuk menggunakan tangan kiri. An-Nasa'i
mencantumkan judul dengan hadits ini dan mengeluarlcannya dengan
dibatasi oleh hadits Ali."
o:niq!-r tiyl ldan bita engtcaw beristtjmar) yakai bila engkau
menggunakan jimaar, yaitu bebatuan kecil, untuk istinja, 'l)16 6atra
ganjilkanlah), yakni tiga atau lima kali. Dalam riwayat Abu Hurairatt
dikemukakan: "Barangsiapa beristijmar maka hendaHah ia
mengganjillran. Barangsiapa melalatlun malca ia telah berbuat baik
dan siapa yang tidak melahtlcan malu tidak berdosa." HR. Ahmad,
Abu Daud dan Ibnu Majah.
?fr Syarah Sunan Tirmidzi
Al Hafizh mengatakan di dalam Al Fath, "Tambahan ini
isnadnya hasan. Abu Hanifatr dan Malik mengambil riwayat ini, lalu
mereka berkata, 'Bilangan itu tidak dianggapr akan tetapi yang
dianggap addah ganjilnya.' Sementara Asy-Syafi'i, Ahmad dan para
ahli hadits mengambil hadits Salman dari Nabi SAW, yang mana
beliau bersabda, 'Janganlah seseorang kalian beristinja dengan
latrang dari tiga batu.' HR. Muslim.
Lalu mereka mensyaratkan agar tidak kurang dari tiga dengan
tetap memperhatikan bersihnya. Jika dengan itu (dengan tiga) belum
tercapai (yakni belum bersih), maka ditambah lagi hingga bersih, dan
saat itulatr dianjurkan ganjil, berdasarkan sabda beliau, 'Barangsiapa
beristijmar mako hendaklah ia mengganjilkan.' Namun hal ini tidak
wajib, berdasarkan sabda beliau, 'Barangstapa tidak melakukonnya
malra tidak berdosa.' Dengan begitu tercapailah penyingkronan antara
riwayat-riwayat pada bab ini."
Ucapannya, .u.{4ti ,/& ili ,r? i.y!3 o@ ,* ql 4j
fr i ,af,f.rtt gril (Mengenai masalah ini [ada juga riwayat] dari
Utsman, Laqith bin Shabirah, Ibnu Abbas, Al Miqdam bin Ma'di
Karib, Wail Ibnu Hujr). Hadits Utsman diriwayatkan oleh Asy-
Syaikhani.
Hadits Laqith bin Shabirah diriwayatkan oleh Ahmad, para
penyusun kitab sunan yang empat, Asy-Syafi'i, Ibnu Al Jarud, Ibnu
Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Baihaqi, di sebutkan di dalamnya:
" dan ber sungguh-sungguhl ah dalam is tinsyaq (membersihkan lobang
hidung dengan ur) kccuali engkau sedang berpuasa." Dalam riwayat
lain pada hadits ini disebutkan: "Apabila engkau berwudhu, makn
berlatmurlaft." Diriwayatkan oleh Abu Daud yang yang lainnya.
Al Hafizh mengatakan di dalam Al Fath, "Isnadnya shahih." Di
dalam At-Talkhish, Al Hafizh telatr membantah apa yang dinilai
menyebabkan cacatnya hadits Laqith bin Shabiratr, yaitu bahwa tidak
ada yang meriwayatkan dari Ashim bin t aqith bin Shabiratr selain
Syarah Sunan Tirmidzi ut