akan tetapi terjadi pada generai mutahir, sehingga para penutur hadits
perlu menyatakan tentang mendengar."
Saya katakan: Ucapannya, "Tadlis (penipuan ringan) tidak
terjadi dari pada generasi terdahulu, akan tetapi terjadi pada generasi
mutaakhir" bertolak dari keluputannya terhadap nama-nama perawi,
karena sebenamya tadlis itu juga terjadi pada generasi terdahulu,
sebab banyak dari kalangan tabi'in dan para pengikut mereka yang
melakukan tadlis.Ini perkara yang sangat jelas bagi yang menela'ah
kitab nama-nama perawi dan kitab-kitab yang dikarang oleh para
mudallts.
Di antara generasi tabi'in yang dicap mudallis adalatr: Qatadatr,
Abtr Az-Zubair Al Makki, Humaid Ath-Thawil, Amru bin Abdullatr
As-Sabi'i, Az-brhn, Al Hasan Al Bashri, Habib bin Abu Tsabit Al
Kufi, Ibnu Juraij Al Makki, Sulaiman At-Taimi, Sulaiman bin Matran
Al Ahmasy, Muhammad bin 'Ajlan Al Madani, Abdul Malik bin
Umair Al Qibthi Al Kufi, Athiyyah bin Sa'id Al Aufi, dan lain-lain.
Mereka semua dicap sebagai paramudallis.
Lalu ucapannya "Karena tadlis (penipuan ringan) tidak terjadi
dari pada generasi terdatrulu, akan tetapi terjadi pada generasi
mutaakhir" adalah ucapan batil, tanpa pembuktian, bahkan
kenyataannya adalatr sebal iknya.
Al Fadhil Al-Laknawi mengatakan di dalam Zhafr Al Amani
halaman 213: Al Halabi mengatakan di dalam ArTabyin: Setelah
tahun tiga ratus, sangat sedikit terjadi tadlis. Al Hakim berkata, "Para
generasi muta'akhir, aku tidak mengetahui orang yang dikenal men-
tadlis selain Abu Bakar Muhammad bin Muhammad bin Sulaiman Al
Baghandi."
Perhatian: Orang ini juga berkata, "Syu'bah berkata,
'sesungguhnya tadlis adalah haram, sedangkan pelakunya adalah
orang yang telah gugur watak adil darinya,' karena itulah mereka
berkata, 'Sanad yang di dalamnya terdapat Syu'bah terbebas dari
EI SYarah Sunan Tirnidzi
t adlts, walaupun diriwayatkan secara mu' an' an' ."
Saya katakan: Tidak seorang pun imam atrli hadits yang
mengatakan batrwa sanad yang di dalamnya terdapat Syu'bah maka
terbebas dari tadlts, bahkan mereka mengatakan, bahwa Syu'bah tidak
meriWayatkan dari para gurunya ymg mudallis kecuali yang ia
mendengarnya sendiri. Demikian yang dinyatakan oleh Al Hafizh di
dalam Al Fath.
Sementara Al Baihaqi mengatakan di dalam Al Ma'rifah, "Kami
meriwayatkan dari Syu'batr, ia berkata, 'Aku memperhatikan gerakan
mulut Qatadah, ternyata ia berkata: tsanaa wa samt'tu hafizhtuhu (ia
menceritakan kepada kami, dan aku mendengamya, aku
menghafalnya). Bila ia berkata: Haddatsanaa fulan (Fulan
menceritakan kepada kami) maka aku meninggalkannya'."
Ia juga berkata, "Kami meriwayatkan dari Syu'bah, batrwa ia
berkata, 'Aku cukupkan bagi kalian tadlis tiga orang: Al A'masy, Abu
Ishak dan Qatadatr'."
Al Hafizh mengatakan di dalam kitabnya Ta'rif Ahli At-Taqdis
bi Maratib Al Maushufin bt At-Tadlis, setelah mengemukakan
perkataan Al Baihaqi tadi, sebagai berikut: *Ini kaidah yang bagus
mengenai hadits-hadits ketiga orang tersebut, bahwa bila datang dari
jalur Syu'batr, berarti itu menunjukkan ia mendengar, walaupun
diriwayatkan secara mu' an' an."
Adapun pendapat yang menyatakan batrwa sanad yang di
dalamnya terdapat Syu'bah terbebas dai tadlis, tidak seorang pun
yang pernah mengatakannya demikian secara mutlak. Silakan Anda
pertimbangkan.
€i S:t, (Waki' menceritakan kepada kami) yaitu Ibnu Al
Jarratr bin Malih Ar-Rawwasi Al Kufi, ahli hadits Irak, ia lahir pada
tatrun 129 (seratus dua puluh sembilan), ia mendengar dari Hisyam
bin Urwatr, Al A'masy, Ibnu Aun, Ibnu Juraij, Sufuan dan lain-lain.
Orang-orang yang meriwayatkan darinya adalatr: Ibnu Al Mubarak,
Syarah Sunan Tirmidzi Et
walaupun ia lebih senior, Ahmad, Ibnu Al Madini, Yahya, Ishak,
Suhair dan lain-lain. Ayatrnya bertugas di baitul mal, sementara Ar-
Rasyid hendak menugaskan Waki' sebagai qadhi di Kufatr, namun ia
menolak.
Ahmad berkata, "Aku tidak pernah melihat orang yang lebih
menyadari dan lebih hafal tentang ilmu daripada waki'." Ia meninggal
pada tahun 197 (seratus sembilan puluh tujuh), pada hari 'Asyura'.
Demikian yang dicantumkan di dalam Tadzkirah Al Huffazh. Al
Hafi*berkata "Ia seorang yang tsiqah lagi hafizh."
Perhatian: Sebagian ulama golongan Hanafi berkata
"Sesungguhnya Waki' bin Al Jarrah pemah berfatwa dengan ucapan
Abu Hanifah, dan ia pernah mendengar banyak hal darinya (dari Abu
Hanifah)." Sebagian mereka menyatakan, bahwa Waki' bermadzhab
Hanafi, ia berfatwa dengan ucapan Abu Hanifah dan menirukannya.
Saya katakan: Perkataan yang menyatakan batrwa Waki'
adalatr seorang penganut madzhab Hanafi dan menirukan Abu
Hanifatr adalah pernyataan yang sangat batil. Tidakkah Anda melihat
batrwa At-Tirmidzi mengatakan di dalam kitab Jamthya ini pada bab
"Menandai hewan kurban": Aku mendengar Yusuf bin Isa berkata:
Aku mendengar Waki' mengatakan ketika meriwayatkan hadits ini
(yakni hadits Ibnu Abbas: Batrwa Nabi SAW mengalungkan dua
sandal dan menandai hewan kurban).7
Ia berkata, "Janganlah kalian memandang kepada perkataan para
penganut madztrab Hanafi mengenai penandaan hewan kurban, karena
sesungguhnya menandai hewan kurban adalah sunah, sedangkan
perkataan mereka adalah bid'ah." Aku mendengar Abu As-Saib
berkata: Ketika kami sedang di tempat Waki', seorang laki-laki yang
termasuk pengikut madztrab Hanafi berkata, "Rasulullatr SAW
menandai hewan kurban, sementara Abu Hanifirh berkata, 'Batrwa itu
7 At-Tirmidzi (kitab Haji, 906), An-Nasa'i (Manasik Haji, 2791), Abu Daud
(Manasik, 1725), Ibnu Majah (Manasik, 3097), Ahmad (l/344), Ad-Darimi
(Manasik, l9l2).
4 Syarah Sunan Tinnidzi
adalah merusak fisik (hewan tersebut)'."
Laki-laki itu pun berkat4 "Sesungguhnya telah diriwayatkan
dari Ibrahim An-Nakha'i, dia berkata, 'Menandai hewan kurban
adalah merusak fisik'." Ia melanjutkan: Lalu aku melihat Waki'
sangat marah, dan berkata, "Aku katakan kepadamu ucapan
Rasulullah SAW, sementara engkau malah berkata, 'Ibrahim berkata,'
aku tidak memberimu hak untuk menahan (pendapatmu) kemudian
engkau keluar (dari tempat ini) sehingga engkau menarik kembali
perkataanmu itu."
Perkataan Waki' ini, dari awal sampai akhir, adalah pemyataan
tinggi batrwa ia tidak meniru Abu Hanifah dan tidak pula orang lain,
akan tetapi ia mengikuti Sunnah, ia sangat mengingkari orang yang
menyelisihi Sunnah, dan mengingkari orang yang ketika disebutkan
padanya sabda Rasulullah SAW malah menyebutkan perkataan orang
lain yang menyelisihi sabda Nabi SAW.
Adapun perkataan orang yang menyatakan, batrwa Waki' pernatl
berfatwa dengan perkataan Abu Hanifah, maksudnya bukan berarti ia
berfatwa dengan semua pendapat Abu Hanifah dalam semua masalah,
akan tetapi, maksudnya adalah, bahwa ia pernah berfatwa dengan
pendapatnya Abu Hanifah pada sebagian masalah.
Kemudian, batrwa fatwa itu bukan berarti menirukan Abu
Hanifatr, akan tetapi hal itu sebagai ijtihad darinya yang kebetulan
sama dengan pendapat Abu Hanifah, lalu hal itu di duga bahwa ia
berfatwa dengan pendapatnya Abu Hanifah. Dalil semua ini adalatr
perkataan Waki' yang telah dikemukakan tadi.
Kemudian dari itu, kenyataannya, bahwa masalah yang mana
Waki' memberi fatwa padanya dengan pendapat Abu Hanifah, yaitu
tentang minum tuak (rendaman sari buah) buatan orang-orang Kufah,
Al Hafizh Adz-Dzahabi menyebutkan di dalam Tadzkirah Al Huffazh
pada biograpinya: "Itu hanya tentang minum tuak orang-orang kufatr
dan interaksinya dengan itu. Mengenai hal ini, ada riwayat lain
Syarah Sunan Tirmidzi EI
darinya."
U)pl.dP @ari Israil) yaitu Ibnu Yunus bin Abu Ishak As-Sabi'i
Al Kufi. Ahmad berkat4 "Ia perawi yang valid." Abu Hatim berkata,
"Ia jujur, termasuk para satrabat Ishak yang teliti." Al Hafizh
mengatakan di dalam At-Taqrib, "Ia tsiqah, pernah dibicarakan
(kredibilitasnya) namun tanpa argumen (yang cukup)."
JL d +U } (Dari Mush'ab bin Sa'd) Ibnu Abu Waqqash
ez-Ziirrri et' UuAini, ia seorang perawi yang tsiqah, termasuk
kalangan pertengahan tabi'in, ia meriwayatkan secara mursal dari
Ikrimah bin Abu Jahl, ia meninggal pada tatrun 103 (seratus tiga).
* y) dp (Dari Ibnu Umar), yaitu Abdullatr bin Umar bin
Khaththab Al 'Adawi Abu Abdinahman. Ia latrir beberapa waktu
setelatr diutusnya (Nabi SAW), dan ia dipandang masih kecil ketika
terjadinya perang Uhud, saat itu ia berusia empat belas tahun. Ia salah
seorang satrabat yang banyak meriwayatkan hadits, dan termasuk
salah satu rulma Abdullah (yang sering disinggung dalam periwayatan
hadits). Ia termasuk orang yang sangat teguh dalam mengikuti atsar. [a
meninggal pada tahun 73 (tujuh puluh tiga) akhir atau awal tahun
setelahnya. Demikian yang disebutkan di dalam At-Taqrib.
SaMa beliau )t* *$e |,5" (Tidak diterima shalat tanpa
bersuci), dengan harakat dhammah pada huruf tha' lyakni thuhuur),
maksudnya adalah lebih umum dari wudhu dan mandi. An-Nawawi
berkata, "Mayoritas ahli batrasa berkata: Dikatakan: thuhuur dan
wudhuu' dengan harakat dhammah pada masing-masing huruf
fi'lawalnya, yaitu apabila yang dimaksud adalah Qrcrbuatan) dalam
bentuk mashdar.
Dikatakan: thahuur dan wadhuz' dengan harakat fathah pada
masing-masing huruf awalnya, yaitu apabila yang dimaksud adalatr air
yang digunakan untuk bersuci. Demikian yang dikutip oleh lbnu AI
Anbari dan sejumlah ahli batrasa dan dikutip pula oleh sejumlatr orang
dari mayoritas ahli bahasa. Sementara Al Khalil, Al Ashma'i, Abu
Hatim As-Sijistani dan jama'ah berpendapat, bahwa untuk kedua arti
itu sama-sama menggunakan fathah (pada awal huruftya; yakni
thahuur datwadhuu)."
Yang dimaksud dengan "diterima" di sini adalatr persamaan sah,
yaitu mencukupi. Hakikat diterima adalah sebagai buah dari terjadinya
ketaatan yang mencukupi (yang satr) yang mengangkat beban yang
telatr diwajibkan. Karena pelaksanaan yang memenuhi syarat-
syaratnya diduga mencukupi, yang mana diterimanya pelaksanaan itu
merupakan buahnya (hasilnya), lalu hal itu diungkapkan dengan kata
"diterima" sebagai ungkapan kiasan.
Adapun ungkapan "terima" yang disertai penafiannya (yakni
tidak diterima), seperti pada sabda Nabi SAW:
.b,'i'J'fi I it? ,it;
"Barangsiapa mendatangi dukun, malro shalatnya tidak alran
diterima."t
Ini adalatr hakikat, karena boleh jadi amalnya (pelaksanaan
shalatnya) itu sendiri sah, namun menjadi tidak diterima karena
adanya penghalang. Karena itulah sebagian salaf berkata,
"Diterimanya satu shalatku adalatr lebih aku sukai dari isi seluruh
dunia." Demikian yang dikatalcan oleh Ibnu Umar.
Ia juga berkata, "Karena Allah Ta'ola telatr berfirman,
ittP:i;rfrfr'J,qcrl
"Sesungguhnya Allah honya menerima dari orang-orang yang
bertakwa.' (Qs. Al Maaidah [5]: 27)." Demikian yang
disebutkan di dalam Al Fath.
Hadits ini merupakan nash tentang wajibnya bersuci untuk
8 Muslim (Salam, 2230), dan Ahmad (4/68) o
Syarah Sunan Tirmidzi
shalat. Umat telah sepakat bahwa bersuci adalatr syarat sahnya shalat,
dan telah sepakat pula tentang haramnya shalat tanpa bersuci, baik
dengan air maupun tanah, tanpa membedakan antara yang wajib
dengan yang nafilah (sunah). Hadits ini juga menunjukkan wajibnya
bersuci untuk melaksanakan shalat jenazah, karena shalat jenazah juga
sebagai shalat.
Nabi SAW bersabda, "Siapa yang mau menshalatlcan jenazah,"
beliau juga bersabda, "shalatkanlah teman kalian,"e dan beliau juga
bersabda, " sholatkanlah An-Naj asyi."to
Imam Bukhari berkata, "Beliau menyebutnya shalat, walaupun
di dalamnya tidak ada ruku dan sujud, tidak pula ada perkataan (yang
terdengar), namun di dalamnya terdapat takbir dan salam. Ibnu Umar
tidak pernah menshalatkan jenazah kecuali dalam keadaan suci."
Al Hafizh berkata "Ibnu Abdil Barr menukil terjadinya
kesamaan pendapat tentang disyaratkannya suci untuk
melaksanakannya, yakni shalat jenazah, kecuali pendapat yang
diriwayatkan dari Asy-Sya'bi, ia berkata,'la disepakati oleh Ibrahim
bin Ulayyah.' Sementara yang lainnya menukil, bahwa Ibnu Jarir Ath-
Thabari sependapat dengan keduanya. Namun ini adalah pendapat
yang janggal." Sampai di sini u@pan Al Hafizh.
, Saya k*takan: Yang benar, bahwa bersuci adalah syarat sahnya
shalat jenazah dan tidak pertu menoleh kepada pendapat yang dinukil
dari Asy-Sya'bi dan yang lainnya, .
l
Catatan: Al Bukhari mengatakan di dalam kitab Shahih-nya,
"Apabila berhadats pada hari Id atau ketika menghadiri jenazah, maka
hendaknya mencari air (untuk berwudhu) dan tidak (hanya)
bertayammum."
Al Hafizh mengatakan di dalam Al Fath: Segolongan salaf
berpendapat, bahwa boleh bertayammum bagi yang khawatir
eAl Bukhari (Pengalihan, 2169), An-Nasa'i (Jenazah, 1961), dan Ahmad (4/50)
t0lbnu Majah (TentangJenazah,l53T), dan Ahmad (,1/7).
tE Syarah Sunan Tirmidzi
tertinggal; yakni tertinggal pelaksanaan shalat jenazah bila
mengupayakan berwudhu. Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu Al
Mundzir dari Atha', Salim, Az-Zuhi, An-Nakha'i, Rabi'ah, AI-Laits
dan para ulama Kufah, dan ini juga merupakan satu riwayat dari
Ahmad. Mengenai hal ini ada hadits marfu'yang berasal dari Ibnu
Abbas yang diriwayatkan oleh Ibnu Adi namun isnadnya lematr.
l& U "A:* li (dan tidak pula sedekah dari hasil berkhianat
[korupsi) dengan harakat dhammah pada huruf ghain [yakni
ghuluull. Ghulul adalatr khianat, asal maknanya adalatr mencuri harta
rampasan perang sebelum dibagikan, demikian yang dikatakan oleh
An-Nawawi, sementara Al Qadhi Abu Bakar Ibnu Al Arabi berkata,
"Ghulul adalah khianat secara tersembunyi." Maka bersedekah dari
harta haram menyebabkan tidak diterima dan melahirkan sanksi
sebagaimana halnya shalat tanpa bersuci.
Ucapannya, l<br$l,:-y d 3tii Jti lHannaa menyebutkan di
dalam haditsnya: "lrecuali dengan bersuci.") yakni sebagai ganti
redaksi "tanpa bersucf'. Maksud At-Tirmidzi dengan mengemukakan
perbedaan antara hadits Qutaibah "dan hadits Hannad ini, bahwa
Qutaibatr menyebutkan [dalam redaksi haditsnya] :
,r* ;' "iya J?Jt
'
"Tidak ditertma shalat tanpa bersuci"i'rr
Sedangkan Hannad menyebutkan [dalam redaksi haditsnya]:
,r*.li>aJ? y
"Tidak diterima shalat kccuali dengan bersuci."t2
:g '*i *Pr4Ucapannya: .';,,;,1i.7qir r.i.6 r5 (Ini hadits
yang paling shahih dan paling bagus dalam masalatr ini), hadits ini
rrMuslim (Bersuci, 224), Ahmad (2/73).
12 Ibnu Majah (Bersuci dan Sunnah-Sunnahnya, 272).
Syarah Sunan Tirmidzi
diriwayatkan oleh jama'ah selain Al Bukhari, demikian yang
disebutkan di dalam Al Muntaqa.
Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabrani di dalam Al Ausath
dengan lafazh:
'i;* v "; $b I
"Tidak ada shalat bagi yang tidak bersuci."t3
.nr: i;-j #.it -yrt '*- #t Ct * ql,di (Mensenai
masalah ini telatr diriwayatkan juga dari Abu Al Malih {ari
ayahnya-, Abu Hurairah dan Anas), hadits Abu Al Malih dari
ayahnya diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasa'i dan Ibnu Majah
dengan lafazh:
t,
,y tt:rb Jtk ii,r ;A
J* I*.tstP! c< -oft*" ) ,
a.
*Allah tidak menerima sedekah dart hasil Htianat (larupsi) dan
tidak pula (menerima) shalat tanpa bersuci."t4
Hadits ini tidak dikomentari oleh Abu Daud kemudian juga oleh
Al Mundziri.
' Sedangkan hadits Abu Hurairah diriwayatkan oleh Asy-
Syaikhani (Al Bukhari dan Muslim) dengan lafazh:
1b;.&Le;it'y.g'-I '..l. . Y
'
;>t2 .irt
Ji.it
*Allah tidak menerima shalat seseorang lralian apabila ia
berhadats sehinggo ia berwudhu."|S Alhadits.
Adapun hadits Anas diriwayatkan oleh trbnu Majah dengan
lafaztr:
13Abu Daud (Bersuci, 101), Ibnu Majah (Bersuci dan Sunah.Sunahnya,3gg).
ra Muslim (Bersuci, 224), lbnu Majah (Bersuci dan Sunah-sunahnya, 2?2),
Ahmad (2173).
fsAl Bukhari (Rekaperdaya,6554), Muslim (Bersuci, 225), Abu Daud (Bersuci,
60), Ahmad (21308).
fll Syarah Sunan Tirmidzi
)ili'i*,p.r) l*,,tti:lr- i,r ;a r
*Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci dan tidak pula
sedekah dari hastl khianat (korupsi)."t5
Al Hafizh mengatakan di dalam At-Talkhish: Mengenai masalah
ini ada riwayat dari Walid Abu Al Malih, Abu Hurairah, Anas, Abu
Bakrah, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Az-Zubair bin Al 'Awwam, Abu
Sa'id Al Khudri dan lain-lain. Saya telah menjelaskan jalur-jalur
periwayatannya dan lafazh-lafazlnya ketika menyinggung tentang
bagian-bagian pertama At-Tirmidzi."
Saya katakan: Mengenai masalah ini ada juga riwayat dari
Imran bin Hushain, Abu Sabrah, Abu Darda, Abdullah bin Mas'ud,
Rabah bin Huwaithib dari neneknya, dan Sa'd bin Imarah. Hadits para
satrabat RA ini disebutkan oleh Al Hafizh Al Haitsami di dalam
Majma' Az-Zawa'id pada bab Kewajiban Wudhu disertai komentar
terhadapnya. Bagi yang ingin mengetahuinya silakan merujuk kitab
tersebut.
Dua catatan: Pertama, bahwa pernyataan At-Tirmidzi dalam
hadits imnia-syaalaktrniinhi"adaidtsa Ibnu Umar- "Ini hadits yang paling shahih
dalam paling shahih
catatan, karena hadits yang
dalam masalah ini adalah hadits Abu Hurairatr yang telatr disinggung
oleh At-Tirmidzi sendiri dan telah kami sebutkan lafazhnya, karena
hadits tersebut Muttafaq 'Alaih.
Kedua, kebiasaan At-Tirmidzi di dalam Al Jami ' ini, bahwa
setelatr mengemukakan hadits-hadits topik yang dibahasnya ia
seringkali berkata, "Mengenai masalah ini ada (riwayat lain) dari fulan
dan fulan", ia tidak memaksudkan haditsnya, akan tetapi maksudnya
adalah bahwa ada hadits-hadits lainnya yang layak dicantumkan di
dalam topik tersebut.
Al Hafizh Al Iraqi berkata, "Ini adalah perbuatan yang benar,
16 Ibnu Majah (Bersuci dan Sunnah-sunnahnya, 273) s
Syarah Sunan Tirmidzi
hanya saja banyak orang yang memahaminya, bahwa sahabat yang
namanya disebutkan itu telah meriwayatkan hadits itu sendiri [yakni
hadits yang dikemukakan oleh At-Tirmidzil, padatral bukan itu
maksudnya, tapi kadang memang begitu [yakni memang
meriwayatkan hadits itu juga], dan kadang hadits lainnya [selain
hadits yang telah dikemukakan itu] yang layak untuk dikemukakan
pada topik tersebut. Mengenai hal ini telah disinggung di dalam
pendatruluan, silakan Anda kembali memperhatikannya.
Ucapannya, #t ils @* Abu Al Malih) dengan harakat
fathah pada huruf miim dan kasrah pada huruf laam.
"rtb :ij,J"t dtfll il Oin Usamah, namanya Amir), AI Hafizh
mengatakan di dalam At-Taqrib: Abu Al Malih bin Usamah bin Umair
atau Amir bin Hunaif bin Najiyah Al Hudzali, namanya adalatr Amir,
ada juga yang mengatakan Zud, dan ada juga yang mengatakan
Ziyad.Ia perawi yang tsiqah dan tingkatan ketiga.
i$t;,;.qlvr'.?\t
2. Bab: Tentang Keutamaan Bersuci
;* '; 'F 6L ,tSrt;\r ;; , '6;1 Cf- -Y
i .f*. * ,!6'* fi,:-^# G-o:) a ; i." $!t- ,l;rfii
y
q,
f y *,'i*
bt ,k )t J;, Jv :Jv ,i;:-, eri * ,yr'it*i; ,lG ,i
u? ^+i ,f.:, q'F, )i |$r r:it t1t ,,{"t,
ir :a, y e'1f ,,t)t't ?. qt,a k
e y:At it4 t72iah; ,y !-" q,'C? !:r- ,k ti{, l*
.=iu,rq e;..&dt p rI e'ri
'f:, "# :rr* I,djt.j.l.,l et -r--,rl zlt
,"t C+."o tz z Iz -" u
,>.'-tL tt-a ,-lU
;a it,'i,pite.* it,i;:r *e,i yj ,r,p'*
.orfi it-r, ,L,Ar
l' + $vi,# *,tju; c&t C+tr;) i:;
ii 4;y,j..u\t1.1...t.
i.zc !c ttO:;z,Jt',.'sG s'.'25,. jt ,s-,*
:u# tOVi:
c,st-iL o d.c l,-roi.e f c jC
,J q 6t €)
.:-*r 3' t.sj Ot:-l-j',':+ i :*: rlr.nilrt
q Ls'i A /-At f orl ;,s :t,s!t'*clat t
,,-5-: r1^i# i,i;:St'4,-:'^*,,ti*,y\t * it Ji,
*,t-'t,z;t',ry; i' .,r; Ut jtbr,it *(:
A
*tyiu'
*, y'ht* 1,* a:ril:,,i)dr'€;i *, *
.c+rli
*:r*\,,)* dt+o'",;*t f\, i elirt:)
f h',k d,'+ : Jv i-* C;:,rb:-i |r!-ar,'i jtr-
$.)-,'",#>[;!r 5, ";t{J g?l, tto
t
J *
'4
2." Ishak bin Musa Al Anshari menceritakan kepada kami,
Ma'n bin Isa Al Qazzaz menceritakan kepada kami, Malik bin Anas
menceritakan kepada kami {h} Qutaibah menceritakan kepada kami,
f7 Hadits shahih. HR. Muslim (224) dari jalur Malik bin Anas. Hadits ini
dicantumkan juga di dalam Al Muwathtlw' (Bersuci, 3l).
Syarah Sunan Tirmidzi 50
dari Malik, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayatrnya, dari Abu
Hurairah, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Apabtla seorang
hamba muslim atau mukmin berwudhu lalu membasuh waiahnya,
maka keluarlah setiap kesalahan dari waiahnya yang telah dilihat
oleh kedua matanya bersamaan dengan air atau bersamaan dengan
tetesan air yang terakhir, atau serupa itu. Apabila ia membasuh kedua
tangannya, maka keluarlah dari kedua tangannya itu setiap kesalahan
yang telah dilakukan oleh kedua tangannya bersamaan dengan air
atau bersamaan dengan tetesan air yang terakhtr, sehingga ia keluar
dalam lreadaan bersih dart dosa-dosa'."
Abu Isa berkata, "Ini hadits hasan shahih, yaitu hadits Malik
dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairatr. Abu Shalih adalah
bapaknya Suhail, yaitu Abu Shalih As-Samman, namanya Dzakwan."
Sedangkan Abu Hurairah, mereka berbeda pendapat mengenai
n.Lmanya. Mereka berkata" 'Abdusyams,' mereka juga berkata,
'Abdullah bin Amru'. Demikian juga yang dikatakan oleh Muhammad
bin Ismail, dan itu yang lebih benar.
Abu Isa berkata "Mengenai masalah ini (ada riwayat) dari
Utsman bin Affan, Tsauban, Ash-Sunabihi, Amru bin Abasah, Salman
dan Abdullah bin Amru."
Ash-Shunabihi yang meriwayatkan dari Abu Bakar Ash-
Shiddiq, ia tidak mendengar langsung dari Rasulullah SAW. Namanya
adalatr Abdunahman bin Usailah dan dijuluki Abu Abdillah, ia
berangkat untuk berjumpa Nabi SAW, nuunun Nabi SAW meninggal
ketika ia sedang di perjalanan. Ia meriwayatkan sejumlah hadits dari
Nabi SAW.
Ash-Shunabih bin Al A'sar Al Ahmasi, satrabat Nabi SAW,
biasa juga dipanggil Ash-Shunabihi. Haditsnya adalah: Ia berkata,
"Aku mendengar Nabi SAW bersabda, 'Sesungguhnya aku
membanggalran banyaknya jumlah lralian di hadapan umat-umat lain,
malra j anganl ah s al i ng me mbunuh s e t e I ah l<p t i adaa nlat' ."
g Syarah Sunan Tirmidzi
Penjelasan Hadits:
P i(Ucapannya , ;fu,
,t iE '; @at: Tentang Keutamaan
Bersuci) dengan harakat dhammah pada huruf tha' lyakrti thuhuurl,
telah dikemukakan pendapat mayoritas ahli bahasa, bahwa dikatakan
dengdn dhammah [yakni thuhuur] bila yang dimaksud adalah
perbuatan, dan dikatakan dengan fathah [yakni thahuurl bila yang
dimaksud adalah air [yakni penyuci]. Sedangkan yang dimaksud di
sini adalah perbuatan [yakni bersuci].
Ucapannya, !1rr!1r en i. 'r#t e:t, flshak bin Musa Al
Anshari menceritakan kepada kami) yaitu Ishak bin Musa Al Anshari
Al Khathmi Al Madini, ahli fikih, hafizh dan valid, Abu Musa qadhi
Naisabur, ia mendengar dari Sufyan bin Uyainah, Abdussalam bin
Harb dan Ma'n bin Isa, ia termasuk imam atrli hadits, pembela sunnah.
Ketika disebutkan oleh Abu Hatim, ia sangat memujinya.
An-Nasa'i berkata, "Ia perawi yang tsiqah." Telah
meriwayatkan darinya: Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasa'i dan lain-lain.
Ada yang berkata, "Ia meninggal di Jusiyyatr, negeri kecil yang
termasuk wilayah kekuasaan Himsh, yaitu pada tahun 244 (dua ratus
empat puluh empat)." Demikian yang disebutkan di dalam Tadzkirah
Al Huffazh. Disebutkan di dalam At-Taqrib, "Ia seorang ymtg tsiqah
lagi teliti."
Catatan: Al Hafizh Adz-Dzahabi mengatakan di dalam Al
Mizan, "Bila At-Tirmidzi mengatakan 'Ibnu Al Anshari', maka yang
dimaksudnya adalah lshak bin Musa Al Anshari."
Saya katakan: Memang demikian seperti yang dikatakan oleh
Adz-Dzalnbi, namun di sini At-Tirmidzi mengatakan 'Al Anshari'
bukan 'Ibnu Al Anshari', sebagaimana yang ia katakan padabab Air
Laut ltu Penyuci (dapat menyucikan):
Qutaibah menceritakan kepada kami, dari Malik {h} Al Anshari
menceritakan kepada kami, ia berkata: Ma'n menceritakan kepada
kami ... dst. Dan juga sebagaimana yang ia katakan pada bab Berpagi
Buta saat Fajar: Qutaibah menceritakan kepada kami, dari Malik bin
Anas {h} Ia berkata: Al Anshari menceritakan kepada kami, Ma,n
menceritakan kepada kami ... dst.
Kemudian ia berkata: Al Anshari berkata, "Lalu kaum wanita
lewat berselimutkan kain lebar mereka ... dst. Kesimpulannya, bahwa
bila At-Tirmidzi mengatakan Al Anshari di antara para gumnya, maka
yang dimaksud adalah Ishak bin Musa Al Anshari, bukan yang
lainnya. Ingatlatr selalu tentang ini, karena ini sangat bermanfaat.
Perhatian: Pengarang Ath-Thayyib Asy-Syadzi telatr luput dari
apa yang kami kemukakan tadi, yaitu batrwa apabila At-Tirmidzi
mengatakan 'Al Anshari' maka yang dimaksudnya dalah Ishak bin
Musa Al Anshari, karena itulah ia telah terperosok ke dalam kesalatran
yang besar, yaitu, ia mengatakan pada bab Atr Laut ltu Penyuct yang
redaksinya sebagai berikut: "Ucapannya, 'Al Anshari', adalatr Yatrya
bin Sa'id Al Anshari sebagaimana yang tampak pada pernyataan Al
Hafizh di dalam At-Talkhish sebagaimana yang akan dikemukakan
pada pen-shahth-an hadits ini."
Saya katakan: Anehnya dari kekeliruan yang fatal ini,
bagaimana bisa ia menetapkan batrwa Al Anshari itu adalah Yahya bin
Sa'id Al Anshari, padahal Al Anshari (yang dimaksudnya) adalah
gurunya At-Tirmi&i, karena ia mengatakan "Al Anshari menceritakan
kepada kami", sedangkan Yatrya bin Sa'id AI Anshari adalatr tabi'in
kecil, antara At-Tirmidzi dan Yahya bin Sa'id Al Anshari ada jarak
yang terpaut jauh, apa mungkin At-Tirmidzi mengatakan "Yahya bin
Sa'id Al Anshari menceritakan kepada kami"?, tidak, sama sekali
tidak.
Kemudian anehnya lagi, batrwa ia mengatakan "$ebagaimana
yang tampak pada pernyataan Al Hafizh di dalam At-Talkhish,"
padahal Al Hafizh tidak menyatakan di dalam At-Talkhish, batrwa Al
Anshari itu adalah Yahya bin Sa'id Al Anshari, bahkan ini tidak
tersirat sedikit pun dari perkataannya. Dengan begitu ia (pengarang
Ath-Tyayyib Asy-Syadz) telah terperosok ke dalam kekeliruan lainnya.
EI SYarah Sunan Tirmidzi
Intinya, batrwa bila seseorang berbicara bukan pada bidangnya, maka
ia akan mengemukakan hal-hal aneh seperti ini.
4 '#U $:b (Ma'n bin Isa menceritakan kepada kami) Abu
Yahya Al Madani Al Qazzaz Al Asyja'i maula mereka, ia menerima
riwayat dari Ibnu Abi Dzi'b, Mu'awiyah bin Shalih, Malik dan
angkatan mereka.
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah: Ibnu Abi
Khaitsamah, Harun Al Jammal dan lain-lain. Abu Hatim berkata, "Ia
lebih aku sukai daripada Ibnu Wahb, ia adalatr orang yang paling valid
di antara para sahabat Malik." Ia meninggal pada bulan Syawwal
tahun 198 (seratus sembilan puluh delapan). Demikian yang
disebutkan di dalam Tadzkirah Al Huffazh, dan disebutkan di dalam
At-Taqrtb, "Ia seorang yangtsiqah lagi valid."
fi U ',$6 $:.1; (Malik bin Anas menceritakan kepada kami),
yaitu Malik bin Anas bin Malik Al Ashbahi Al Madani, Imam Darul
Hijrah, tokoh para perawi yang teliti dan pemuka para perawi yang
valid. Biograpinya telatr dikemukakan pada pendahuluan.
y'b g-i i ,W dp (Dari Suhail bin Abu Shalih) Al Madani,
seorang perawi yang jujur, namun hafalannya mengalami perubahan
di akhir hayatnya. Al Bukhari meriwayatkan darinya dengan disertai
yang lainnya di samping secara mu'allaq. Ia termasuk generasi
keenam, ia meninggal pada masa khilafah Al Mansur. Demikian yang
disebutkan di dalam At-Taqrtb.
Saya katakan: Adz-Dzahabi mengatakan di dalam Al Mizan,
r"iYwaanygatladinanryinay-ayasekbneilusmelatienrjIabdnui Ma'in- berkata, 'Malik menerima
hafalannya).' Al
perubahan (pada
Hakim berkata, 'Muslim banyak meriwayatkan darinya, dan
mayoritasnya disebutkan sebagai riwayat penguat'."
yl t tO*i ayatrnya) yakni Abu Shalih, namanya adalah
Dzkwan, sebagaimana yang dinyatakan oleh At-Tirmidzi sendiri di
Syarah Sunan Tirmidzi v
dalam bab ini. Al Hafizh mengatakan di dalam AtTaqrtb, "Dzakwan
Abu Shalih As-samman Az-Zayyat Al Madani adalalt seorang yang
tstqah lagi valid. la mengimpor minyak dari Kufatr, termasuk
tingkatan ketiga, meninggal pada tatrun 101 (seratus satu)."
Perhatian: Perlu diketahui, bahwa Abu Shalih ayahnya Suhail
adalah Abu Shalih As-Samman, namanya Dzakwan. Ini cukup jelas
bagi yang memperhatikan seni hadits, dan At-Tirmidzi sendiri telah
menyatakarurya pada bab ini.
Sementara pengarang Ath-Thayyib Asy-Syadzi telah terperosok
ke dalam kekeliruan yang besar, karena ia mengira bahwa Abu Shalih
ayatrnya Suhail ini adalatr Abu Shalih yang namanya Mina, yang
mana ia berkata, "Ucapannya, (dari ayahnya) adalatr maula Dhuba'ah,
ia haditsnya lemah, termasuk tingkatan ketiga, namanya Mina, dengan
lmsrah pada huruf miim."
Sungguh aneh memang, bagaimana bisa ia terjebak ke dalam
kesalatran ini, padahal At-Tirmidzi sendiri telah menyatakan pada bab
ini, batrwa Abu Shalih ayatrnya Suhail adalah Abu Shalih As-Samman
yang bernama Dzakwan. Kemudian At-Tirmidzi menilai bahwa hadits
ini hasan shahih, bagaimana bisa ia (pengarang Ath-Thayyib Asy-
Syadzi) mengira bahwa Abu Shalih ayatrnya Suhail adalah Abu Shalih
yang bernama Mina, yang haditsnya lematr?
Ucapannya, qfit \f ,i,tliJ $jr lbti ri1 (Apabila seorang
hamba muslim atau mukrnin berwudha) ini keraguan dari perawi,
P fIdemikian juga ucapannya el-Lil { 'ri ,:it C (bersamaan
dengan air atau bersamaan dengan tetesan air yang terakhir),
demikian yang dikatakan oleh An-Nawawi dan yang lainnya.
+'t ,F Qalu membasuh wajahnya) ini kalimat lanjutan dari
redaksi "berwudhu" yang bentuknya kalimat lanjutan penafsiran, atau
batrwa yang dimasud dengan wudhu adalah bila membasuh wajatr
(dst).
!B Syarah Sunan Tirmidzi
+t"U'*? (keluarlah dari wajahnya) adalah sebagai kalimat
iljawaban dari kalimat ,A,t -r+, ,y (setiap kesalahan yang telah
dtlihat) yakni sebagai dampak dari sebab fipr(oleh l<edua matanya),
Ath-Thayyibi berkata, "(Ini merupakan kalimat) penegas."
:,i.it € (bersamaan dengan air) yakni bersamaan dengan
f !penghabisannru,:d, tT tl6t"u bersamaan dengan tetesan air
yang terakhir, atau serupa itu), ada yang mengatakan, bahwa kata
"atau" di sini adalatr keraguan dari perawi, ada juga yang mengatakan,
bahwa itu adalah untuk menunjukkan kemungkinan dua perkara itu. Al
qathr adalatr mengalirkan air dan menurunkan tetesannya. Demikian
yang disebutkan di dalam Al Mirqah.
Saya katakan: kata "atau" di sini adalah karena keraguan
perawi, bukan karena kemungkinan kedua perkara itu, hal ini
dibuktikan dengan ucapan perawi (atau serupa itu).
Al Qadhi berkata" "Yang dimaksud dengan keluarnya
(kesalatran) bersama air adalatr bentuk ungkapan kiasan tentang
diampuninya ftesalatran tersebut), karena kesalahan itu tidak
berwujud, sehingga tidak keluar secara hakiki.' Ibnu Al Ambi di
dalam 'Artdhah Al Ahwsdzf berkata "Ucapanny4 Qrnluarlah
lrcsalahan-lcesalahan) yalmi diampuni,: karena kesalahan adalah
perbuatan dan sikap, tidak ada wujudnya, bagaimSna bisa dinyatakan
dengan ungkapan masuk atau keluar? Namun, karena Allah telah
menetapkan adanya ampunan dalam bersuci yang sempurna pada
anggota tubuh, maka diungkapkanlah permisalan itu dengan ungkapan
'keluar'."
As-Suyuthi di dalam Qut At Mughtadzi setelah mengutip
perkataan Ibnu Al Arabi ini, ia mengatakan sebagai berikut: "Bahkan
yang tampak adalah diartikan secara hakiki. Demikian ini, karena
kesalatran itu meninggalkan dampak hitam pada lahir dan batin yang
bisa diketahui oleh orang-orang yang bisa menampak kondisi dan hal-
Syarah Sunan Tirmidzi I
hal yang tersembunyi, lalu bersuci menghilangkannya.
Hal ini dibuktikan oleh riwayat yang diriwayatkan oleh
pengarang, An-Nasa'i, Ibnu Majatr dan Al Hakim dari Abu Hurairah,
dari Nabi SAW, beliau bersabda,
€'4t-ii+e ',-tr; ,iri,';k 45 gi u\l $ latLY
,:r')r lgsr:, ,i!; 'p j- -;r; '>G'o$ '^fi J* ';;Lrj
gk t A.F ,* ko,r'J; :or[ C iu'';?i elt
.o.r/.
.d-,.*\
'Sesungguhnya apabila hamba melakukan suatu dosa,
bernodalah di dalam hatinya satu noda hitam. Bila ia bertobat
dan meninggalkan (perbuatan itu) serta memohon ampunan,
malra bersihlah hatinya. Bila ia mengulangi @erbuatan dosa),
malca (noda) itu alun bertambah hingga menutupi hatinya.
hulah ar-raan yang telah dtsebutkan Allah di dalam Al Qur'an:
'Selrali-lcali tidak (demikian), sebenornya apa yang selolu
merelra usahalran itu menutup hati merels.' (Qs. Al Muthaffrfin
[83]: l4)'."'8
Atrmad dan Ibnu Khuzaimatr mengeluarkan riwayat dari Ibnu
Abbas, ia berkata "Rasulullah SAW bersabda,
etirtttr-- 1c|,
ca . t).3*c ,
4bq *f \i;att9^U Oa
oGt,'oLit E_.t?.+-4.
F *i uu'i;i- til:
"f'Hajar Aswad adalah permata putth dari surga. Dulurrya lebih
putih daripada salju, namun dihitamkan oleh kesalahan-
lce s al ahan orang-orang musyr ik' ."19
'EAt-Tirmidzi (Tafsir Al Qur'an, 3334), Ibnu Majah (Zuhud,4244), dan Ahmad
QneT.
te At-Tirmidzi (Haji, 788), An.Nasa'i (Manasik Haii, 2935\, dan Ahmad
(U307).
() Syarah Sunan Tirmidzi
As-Suyuthi berkata "Karena kesalahan-kesalatran itu bisa
berpengaruh terhadap batu tersebut, maka terhadap tubuh pun bisa
berpengaruh. Bisa diartikan, bahwa yang keluar dari wajahnya adalah
bekas kesalahannya atau hitam yang telatr terjadi (karena kesalahan),
dan bisa juga dikatakan, bahwa kesalahan itu sendiri berkaitan dengan
tubuh dan ada wujudnya tapi tidak berupa benda, hal ini berdasarkan
penetapan alam permisalan, dan bahwa setiap yang ada di alam
semesta ini adalah berwujud yang ada bendanya di alam permisalan.
Karena itu, adalah benar ditampakkannya banyak hal kepada
Adam AS kemudian kepada para malaikat, lalu dikatakan kepada
mereka, 'Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda iru.' (Qs. Al
Baqarah l2l: 3l), jika tidak, bagaimana membayangkan
ditampakkannya benda-benda itu bila memang tidak ada wujudnya
sehingga bisa dibedakan?"
Lebih jauh ia berkata, "Aku telah meneliti hal itu dalam satu
karangan tersendiri, dan aku mengisyaratkan kepadanya pada catatan
kaki yang aku cantumkan pada Tafsir Al Baidhawi. Di antara bukti-
bukti yang menguatkannya adalatr riwayat yang diriwayatkan oleh AI
Baihaqi di dalam kitab Sunarmya, dari Ibnu -Umar, ia berkata: Aku
mendengar Rasulullah SAW bersabd4'Sesungguhnya, apabila
hamba berdiri melaksanakan shalat, maka didatangkan dosa-dosanya
lalu ditempatkan di atas kepalanya dan pundalorya. Setiap kali ia rulat
dan sujud, maka berguguranlah (dosa-dosa) itu darinya.'
AlBazzar dan Ath-Thabrani mengeluarkan riwayat dari Salman,
ia berkata: Rasulullatr SAW bersabda, 'Seorang muslim yang sedang
shalat, dosa-dosanya diangkat di atas kepalanya, seiiap kali ia sujud,
malra berguguranlah (dosa-dosa) itu darinya'." Sampai di sini
perkataan As-Suyuthi.
Saya katakan: Tidak diragukan lagi, bahwa yang tampak (dari
hadits yang tengatr dibatras ini) diartikan pada hakikatnya, adapun
tentang alam permisalan, menunrt saya, itu ada catatannya, silakan
Anda pertimbangkan.
Syarah Sunan Tirmidzi EI
Ucapannya, itlj- t$:rlrj. (yang telah dilakukan oleh kedua
./r!ltangannya) yakni yang telatr diambilnya, 'U ,3J tF" ,p
(sehingga ia keluar dalam keadaan bersih dari dosa-dosa),Ibnu Al
Malik berkata, "Yakni sehingga ketika orang yang berwudhu itu
selesai dari wudhunya, ia menjadi bersih dari dosa-dosa, yakni dari
dosa-dosa yang telah dilakukan oleh anggota tubuh tersebut atau dari
semua dosa kecil."
Ada juga yang berkata, "Sehingga orang yang berwudhu itu
keluar menuju shalat dalam keadaan bersih dari dosa-dosa." Abu Ath-
Thayyib As-Sindi mengatakan di dalam Syarh ArTirmidzi,
"Ucapannya, (sehingga ia keluar) adalatr setelah sempurnanya wudhu,
karena penjabarannya adalah: dan demikianlah semua anggota wudhu,
sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Muslim 'apabila
membasuh kakinya... dst.' al hadits, dan riwayat-riwayat lainnya."
Saya katakan: Perkaranya adalatr sebagaimana yang dikatakan
oleh As-Sindi, yang mana Malik dan An-Nasa'i telah meriwayatkan
dari Abdullah Ash-Shunabihi secara marfu':
tiy,y i nat'G? :?U,"i',q;t'$st li ; $t
*" ivU; +t,p tty,gi u.rbAr'c;?'*,
?$_',p,iy,F )*i # qeF &,*ri
#tilti,i_7; )wi q e;#,b,!-{_ i \wt'4?
:\ #rtr;,^ilsf q eis &,yi, g2 6-rbAt'4?
# qe)-: & *: qG-wt'e? *: f
.'i'^ti.u uvj s^*)r d'^;i ok'n ,*l )wf
*Apabila hamba yang mukmin berwudhu, lalu berkumur, maka
lreluarlah lrcsalahan-lcesalahan dari mulutnya, bila beristintsar
(membersihkan lobang hidung dengan air) maka lreluarlah
e Syarah Sunan Tirmidzi
lre salahan-ke s alahan dari hidungrrya, b ila membasuh w aj ahnya
malrn keluarlah lcesalahan-kesalahan dari wajahnya, sampai
lceluar pula dari bowah kelopak matanya, bilo membasuh kedua
tangannya malra keluarlah kcsalahan-kesalahan dari kedua
,tangannya, sampai keluar pula dari bawah kulat tangannya, bila
me ngus ap kepal anya maka lre luarl ah ke s al ahan- ke s al ahan dar i
kcpalanya, sampai kpluar pula dari kedua telinganya, bila
me mbasuh kc dua kaktnya maka kc I uarl ah ke salahan- ke s alahan
dari lredua lradnya, sampai lceluar pula dari latfu-kuku kedua
lrakinya. Kemudian berjalannya lw masjtd dan shalat yang ia
lahtlran menambah pahalanya."2o Demikian yang disebutkan di
dalam Al Misylcah.
Ath-Thayyibi berkata" "Bila dikatakan: 'Telah disebutkan setiap
anggota tubuh secara khusus dengan dosa-dosanya dan apa yang
menghilangkannya dari itu, sedangkan wajatr itu sudah mencakup
mata, hidung dan telinga, lalu mengapa mata disebutkan secara
khusus?' Jawabannya, karena mata ada jendela hati dan barometernya,
bila telah disebutkan, maka yang lainnya tidak perlu lagi disebutkan."
Ath-TIbhnauyHyiabjai-r,Aol'MMaatkakidimaenngggaatapkasneb-akgeatiikbaarmomemetbearnstaehbapgeanidmaapnaat
yang ia sebutkan, ini tidak rnelatrirkan jawaban tentang
dikhususkannya kesalahannya yang diampuni itu sebagaimana yang
tampak (dari redaksinya), akan tetapi, ym8 bisa mernberikan jawaban
adalah, bahwa sebab dikhususkannya adalah, karena masing-masing
dari mulut, hidung dan telinga ada thaharatr tersendiri di luar
membasuh wajah, sehingga (thaharah yang dilakukan pada mulut,
hidung dan telinga) itu berfungsi mengeluarkan kesalatran-
kesalahannya, berbeda dengan mata, karena tidak ada thaharah
tersendiri kecuali bersamaan dengan membasuh wajah, sehingga
dikhususkan kesalahannya keluar ketika membasuh wajah, tidak
20 An-Nasa'i (Bersuci, 103), Ibnu Majah (Bersuci dan Sunah-Sunahnya,282\,
Ahmad (+/349), dan Malik (Bersuci, 62).
Syarah Sunan Timidzi ql
bersama yang lainnya yang disebutkan (dalam hadits ini). Demikian
jtzT'yang disebutkan oleh Al Qari di dalam Al Mirqah hal 64
Saya katakan: Perkaranya adalah sebagaimana yang dikatakan
oleh Ibnu Hajar, hal ini ditunjukkan oleh riwayat Malik dan An-Nasa'i
tadi. Ibnu Al Arabi mengatakan di dalam Al 'Artdha&, "Kesalahan-
kesalahan yang dinyatakan diampuni itu adalah dosa-dosa kecil, tidak
termasuk dosa-dosa besar, hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW,
'Shalat yang lima waktu, dan Jum'at ke Jum'at, adalah penebus
(dosa-dosa) di antara itu selama dosa-dosa besar diiauhi.'2t Jika
shalat disertai dengan wudhu (sebelumnya) tidak dapat menghapuskan
dosa-dosa besar, maka apalagi hanya sebatas wudhu."
Iajuga berkata, "Penghapusan itu adalah untuk dosa-dosa yang
berkaitan dengan hak-hak Allah SWT, adapun yang berkaitan dan
hak-hak manusia, maka hal itu tergantung dengan kebaikan dan
keburukan."
Ucapannya, '* '# u* rji (ni hadits hasan shahih),
dikeluarkan juga oleh Muslim di dalam kitab Shahih-nya. Tentang
kriteria hasan dan shahih telah dikemukakan secara detail di dalam
pendahuluan.
I ,i lP fiUcapannya, itl,:J' eb
,W ntt leuu Shalih
adalah bapaknya Suhail, yaitu Abu Shalih As-Samman) dengan
tasydid pada huruf miim, artinya adalatr penjual lemak, ia memang
biasa mengimpor minyak dan lemak dari Kufatr.
Lri;i '^ll,t5 (namanya Dzakwan) Al Madani maula Juwairiyatr
Al Ghathafaniyyah, ia pernah menyaksikan istana dan pemboikotan
Utsman, ia pemah bertanya kepada Sa'd bin Abu Waqqash dan
mendengar dari Abu Hurairah, Aisyah dan sejumlah sahabat lainnya.
Orang-orang yang meriwayatkan darinya adalah: Anaknya, yaitu
2rMuslim (Bersuci, 233), At.Tirmidzi (Shalat, 214), Ibnu Majah (Mendirikan
Shalat dan Sunnah di Dalamnya, 1086), dan Ahmad (21506).
6 Syarah Sunan Tirmidzi
Suhail, Al A'masy dan lain-lain. Demikian yang disebutkan oleh
Ahmad, dan ia berkata, "Ia seorang yang tsiqah, termasuk orang yang
paling menonjol dan paling tsiqah." Al A'masy berkata, "Aku telah
mendengar seribu hadits dari Abu Shalih." Ia meninggal pada tahun
101 (seratus satu).
.*\,Ucia3pan,n,ypa,1!,;'t.+'r$b'6i1 ,u:s * tiu6,*, d.*t;;-t fi't
iU tki
,s-fr f; lseaangkan Abu
Hurairah, mereka berbeda pendapat mengenai namanya. Mereka
berkata, 'Abdusyams,' mereka juga berkat4 'Abdullah bin Amru'.
Demikian juga yang dikatakan oleh Muhammad bin Ismail, dan itu
yang lebih benar).
Al Hafiztt Ibnu Hajar mengatakan di dalam At-Taqrib: "Abu
Hurairah Ad-Dausi, seorang sahabat mulia, tokoh penghafal hadits
dari kalangan satrabat. Ada perbedaan pendapat mengenai nirmanya
dan nama ayahnya. Ada yang mengatakan (bahwa namanya adalatr)
Abdunahman bin Shakhr. Ada juga yang mengatakan Ibnu Ghunm"
dan seterusnya Al Hafizh menyebutkan hingga sembilan nama, lalu
berkata, "Inilah yang kami temukan mengenai perbedaan tersebut.
Lalu terjadi perbedaan pendapat mengenai nama mana yang paling
benar? Mayoritas mereka berpendapat dengan yang pertama, yaitu
Abdurrahman bin Shakhr, dan sejumlah ahli nasab berpendapat batrwa
namanya adalah Amru bin Amir."
Di Dalam Al Mirqah Syarh Al Misylcah disebutkan: "Al Hakim
Abu Ahmad berkata, 'Menurut kami, yang paling benar mengenai
rurma Abu Hurairah adalatr Abdunatrman bin Shakhr, namun ia lebih
dikenal dengan julukannya, sehingga seolatr-olatr ia tidak mempunyai
nama. Ia memeluk Islam pada tahun penaklukan Khaibar dan ikut
dalam perang tersebut bersama Nabi SAW, kemudian senantiasa
menyertai dan berdekatan dengan beliau karena menyukai ilmu, serta
rela dengan kenyangnya perut, ia senantiasa bersama beliau kemana
pun beliau pergi.' Al Bukhari berkata, 'Lebih dari delapan orang yang
Syarah Sunan Tirmidzi EI
meriwayatkan darinya, di antaranya adalah lbnu Abbas, Ibnu Umar,
Jabir dan Anas.'
Ada yang mengatakan, bahwa sebab dijuluki dengan panggilan
tersebut adalatr sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr
darinya, ia menuturkan, 'Pada suatu hari aku membawa anak kucing
di lengan bajuku, lalu Rasulullah SAW melihatku, kemudian bertanya,
'Apa ini?' aku jawab, 'Anak kucing.' Lalu beliau berkata, 'Wahai Abu
Huratrah (bapak kucing)'." Sampai di sini yang disebutkan di dalam
Al Mirqah.
Al Hafizh Adz-Dzahabi mengatakan di dalam Tadzkiroh Al
Huffazh, bahwa ia berkata, "Ayahku menjulukiku dengan Abu
Hurairah, karena dulu aku pemah menggembalakan kambing, lalu aku
menemukan anak-anak kucing liar, ketika aku melihatnya dan
mendengar suara-suaranya, aku pun memberitahunya, lalu ayahku
berkata, 'Engkau Abu Hirr.' Dulu namaku adalatr Abdusyams."
Saya katakan: At-Tirmidzi meriwayatkan di dalam kitab ini
pada Manaqib Abu Hurairah dengan sanadnya dari Abdullah bin Abu
Rffi', ia menuturkan, "Aku tanyakan kepada Abu Hurairah, 'Mengapa
engkau dijuluki Abu Hurairah?' Ia berkata, 'Apa engkau segan
terhadapku?' Aku jawab, 'Tentu, demi Allatr, sungguh aku segan
terhadapmu.' Ia berkata, 'Dulu aku pernah menggembalakan kambing
keluargaku, dan aku mempunyai seekor kucing yang masih kecil, pada
malam hari aku menempatkannya di pohon, dan bila siang tiba aku
membawanya dan bermain dengannya, maka aku dijuluki Abu
Hurairah'." Ini hadits hasan gharib.
Catatan: Ada perbedaan pendapat tentang bisa dan tidaknya
kalimat Abu Hurairah di+ashrif, ltl Qari mengatakan di dalam Al
.Virqah, "Majrurnya Hurairatr adalah asalnya." Dan ini dibenarkan
oleh jama'ah, karena kata ini termasuk 'alam. Sedangkan yang
lainnya menyatakan tidak dapat di-tashrif, sebagaimana ymg dikenal
pada lisan para ulama ahli hadits dan yang lainnya, karena semuanya
menjadi seperti satu kalimat [kata majemuk]."
6 Syarah Sunan Tirmidzi
Saya katakan: Lebih dari satu orang ahli ilmu yang
menyatakan tidak dapat di-tashrif, dan inilah yang berlaku pada lisan-
lisan para ahli hadits, sehingga pendapat yang kuat adalah tidak dapat
di+ashrif. Dan ini juga yang berlaku pada lisan semua guru kami,
semoga Allah mengampuni mereka dan memasukkan mereka ke
dalam surga Firdaus yang paling tinggi. Tentang tidak dapat di-
tashrif-nya kalimat ini telah ditegaskan oleh tidak dapat di+ashrif-nya
kalimat Ibnu Dayah, karena sebagai 'alam ghurab. Qais bin
Mulawwah Al Majnun mengatakan (dalam bentuk sya'ir): "Aku
kntakan, bahwa lbnu Dayah telah menyerukan di pagi hari dengan
jauhnya biji englcau pasti aknn dikalahkan oleh anganmu."
Al Qadhi Al Baidhawi mengatakan di dalam kitab Tafsimya
Anwar ArTanzil: Tentang penafsiran firman Allah Ta'ala,
'ot;p*Jtl efio$ifr
"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Qur'an." (Qs.Al Baqarah [2]: 185)
Ramadhan adalah mashdar dari kata ramadha, yaitu terbakar,
lalu dipadukan dengan kata "bulan" dan dijadikan sebagai 'alam dan
tidak dapat di+ashrif karena sebagai 'alam disertai alif dan nuun,
sebagaimana tidak dapat di+ashrifnya daayah pada kalimat Ibnu
Daayah karena sebagai 'alam ghurab dan ta'nits.
Catatan: Sebagian ahli frkih madzhab Hanafi menyatakan,
bahwa Abu Hurairah bukan ahli fikih. Pernyataan mereka ini batil dan
tertolak pada mereka, karena para tokoh ulama madzhab Hanafi telah
menyatakan batrwa beliau RA adalah ahli fikih.
Pengarang ls-Si'ayah Syarh Al Wiqayaft, salatr seorang tokoh
ulama madzhab Hanafi mengatakan bantatran terhadap kalangan
mereka yang mengatakan bahwa Abu Hurairah bukan ahli fikih,
sebagai berikut: "Dinyatakannya Abu Hurairah bukan ahli fikih
tidaklah benar, batrkan yang benar bahwa ia termasuk para ahli fikih
Syarah Sunan Tirmidzi 6l
yang pernah memberikan fatwa di masa Nabi SAW, sebagaimana
dinyatakan oleh Ibnu Al Humam di dalam Tabrir Al Ushul dan Ibnu
Hajar di dalam Al Ishabah mengenai perihal para sahabat."
Pada sebagian catatan kaki Nzr Al Anwar disebutkan, bahwa
Abu Hurairah adalah seorang atrli fikih, demikian yang dinyatakan
oleh Ibnu Al Humam di dalam At-Tafurir. Bagaimana tidak, sementara
ia tidak bertindak dengan fatwa orang lain, ia sendiri memberikan
fatwa di zaman para sahabat RA, dan kadang bertolak belakang
dengan tokoh para sahabat, seperti Ibnu Abbas, yang mana ia berkata,
'sesungguhnya iddahnya wanita hamil yang ditinggal mati oleh
suaminya adalatr masa yang lebih lama di antara kedua masa iddah.'22
Lalu Abu Hurairah membantatrnya dan memberikan fatwa, batrwa
iddahnya adalatr hingga melahirkan. Demikian yang dikatakan."
Saya katakan: Abu Hurairah termasuk para ahli fikih generasi
satrabat dan termasuk pemuka para imam fatwa. Al Hafiztr Adz-
Dzatrabi mengatakan di dalam Tadzkirah Al Huffazh, "Abu Hurairatr
Ad-Dausi Al Yamani Al Hafizh Al Faqih (penghafal hadits yang ahli
fikih), sahabat Rasulullah SAW adalatr termasuk gudangnya ilmu dan
termasuk pemuka imarn fatwa di samping kemuliaan, ibadatr dan
rendah hatinya."
Al Hafizh Ibnu Qayyim mengatakan di dalam I'lam Al
Muwaqqi'in, "Kemudian ia memberikan fatwa setelatr meninggalnya
Rasulullatr SAW. Ia adalatr berkatrnya Islam, pondasi keimanan,
pasukan Al Qur'an, tentara Ar-Ratrman. Di antara para sahabat Nabi
SA.W ada yang banyak memberi fatwa, ada pula yang sedikit dan ada
pula yang sedang.
Di antara yang banyak meriwayatkan ada tujuh sahabat, yaitu:
Umar bin Khaththab, Ali bin Abu Thalib, Abdullah bin Mas'ud,
Aisyah Ummul Mukminin, Taid bin Tsabit, Abdullah bin Abbas dan
22 Yakni bila waktu kelahiran lebih lama daripada 4 bulan 10 hari, maka iddahnya
sampai melahirkan, namun bila melahirkannya lebih cepat daripada 4 bulan 10 hari,
maka iddahnya adalah 4 bulan 10 hari.
6 Syarah Sunan Tirmidzi
Abdullatr bin Umar. Mereka yang diriwayatkan memberikan fatwa
dengan volume sedang adalatr: Abu Bakar Ash-Shiddiq, Ummu
Salamah, Anas bin Malik, Abu Sa'id Al Khudri dan Abu Hurairatr ...
dst."
,Tidak diragukan lagi, bahwa Abu Hurairah RA adalah seorang
ahli fikih yang termasuk para ahli fikih generasi sahabat dan termasuk
pemuka imam fatwa. Bila dikatakan, "Ibrahim An-Nakha'i juga telah
mengatakan, bahwa Abu Hurairah bukan seorang ahli fikih.
Sementara An-Nakha'i sendiri termasuk para ahli fikih generasi
tabi'in."
Saya katakan: Ada ketidaksukaan terhadap lbrahim An-
Nakha'i karena ucapannya yang menyatakan bahwa Abu Hurairah
bukan seorang ahli fikih. Al Hafizh Adz-Dzahabi mengatakan di
dalam Al Mizan pada biograhinya, "Ia tidak pandai bahasa Arab,
mungkin ia sok (pandai) dan mereka jengkel terhadapnya karena
ucapannya bahwa Abu Hwairatr bukan seorang ahli fikih."
Kesimpulan: Al Qadhi Abu Bakar bin Al Arabi di dalam
'Aridhah Al Afowadzi pada bahasan hadits tentang penahanan air susu
binatang temak yang diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar
RA, ia berkata, "sebagian mereka berkata, 'Hadits ini tidak dapat
diterima, karena diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Ibnu Umar,
sementara keduanya bukanlatr ahli fikih. Keduanya memang orang
shalih, maka riwayat mereka hanya diterima bila berkenaan dengan
wejangan bukan yang berkenaan dengan hukum.'
Ini adalatr penodaan terhadap Allah dan olokan terhadap agama
karena menghilangkan para pembawa dan penolongnya. Lalu siapa
yang lebih faqih daripada Abu Hurairah dan Ibnu Umar? Dan siapa
yang lebih hafal daripada keduanya, terutama Abu Hurairah? Sungguh
ia pemah menghamparkan sorbannya, lalu Nabi SAW meraihnya
kemudian menempelkan ke dadanya, lalu ia tidak pernah lupa sesuatu.
Kami memohon keselamatan kepada Allah dari pendapat yang
Syarah Sunan Tirmidzi o
tidak valid, sungguh itu hanyalah penghinaan terhadap para sahabat
RA. Sungguh, aku pernah berada di Masjid Al Manshur dari kota As-
Salam di majlis Ali bin Muhammad Ad-Damaghani qadhinya para
qadhi, lalu sebagian sahabat kami mengabarkan kepadaku tentangnya,
yang mana masalah ini pernah dibahas, bahwa pada suatu hari salah
seorang mereka membicarakan (hal ini) dan menyebutkan penghinaan
ini terhadap Abu Hurairah, tiba-tiba dari atap terjatuhlah seekor ular
besar di tengah masjid, lalu mamatuk ubun-ubun orang ymrg
melontarkan penghinaan itu, maka orang-orang pun berlarian dan
segera bertindak menangkap ular tersebut di bawah pagar, namun
tidak diketahui kemana perginya. Setelatr itu, tidak lagi terjadi hal
semacam itu dalam mencela."
Ucapannya, .u.tft Jfrilrt;ttiti ,t& i.obbfi *8t slt
tf i.i, yt oW''t Llp (Mengenai masalah ini [ada riwayat lain]
dari Utsman bin Affan, Tsauban, Ash-Sunabihi, Amru bin Abasah,
Salman dan Abdullatr bin Amru), adapun hadits Utsman adalatr yang
diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani dengan lafazh: Ia berkata,
"Rasulullatr SAW bersaMa, 'Barangsiopa berwudhu dan
membaguslcan wudhu, lceluarlah kesalahan-kesalahannya dari
tubuhnya hingga lreluar dari bawah fufu-fukunya'." Hadits Tsauban
diriwayatkan oleh Malik, Ahmad, Ibnu Majah dan Ad-Darimi.
Hadits Ash-Shunabatri diriwayatkan oleh Malik, An-Nasa'i,
Ibnu Majah dan Al Hakim, dan ia berkata, "Shahih menurut syarat
keduanya (Al Bukhari dan Muslim)." Tidak ada cacat padanya, Ash-
Shurlabihi sendiri adalah seorang sahabat yang masyhur, demikian
yang disebutkan di dalam At-Targhib karya Al Mundziri. Hadits Amru
bin Abasah diriwayatkan oleh Muslim. Hadits Salman diriwayatkan
oleh Al Baihaqi di dalam Syu'ab Al Iman dengan lafazh: "Apabila
s e o r an g h am b a b e rw u dhu, b e r gugur anl ah do s a- d o s any a s e b agaimana
bergugurannya dedaunan pohon ini."
Hadits Abdullah bin Amru saya belum mendapatkannya.
Mengenai masalatr ini, ada pula riwayat dari sejumlatr sahabat Nab!,
SAW selain yang disebutkan tadi, Al Mundziri menyebutkan hadits-
hadits mereka di dalam At-Targhib dan Al Haitsami di dalam Majma'
Az-Zawa'id.
,Ucapannya, (Ash-Shunabihi ini adalatr yang meriwayatkan dari
Nabi SAW tentang keutamaan bersuci, yaitu Abdullah Ash-
Shunabihi), redaksi ini tidak terdapat di dalam naskah yang telah
dicetak, akan tetapi terdapat pada sebagian naskah tulisan tangan yang
shahih.
Hadits Abdullah Ash-Shunabihi ini diriwayatkan oleh Malik di
dalam Al Muwaththo' dari Zaidbin Aslam, dari Atha' bin Yasar, dari
Abdullah Ash-Shunabihi, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Apabila
seorang hamba mulonin berwudhu lalu berhtmur, maka keluarlah
lre salahan-lcesalahannya dar i mulutnya.'23 Alhadits.
Al Hafizh Ibnu Abdil Barr berkata, "Ada perbedaan terhadap
Atha' mengenai hadits ini, sebagian mereka berkata: Dari Abdullah
Ash-shunabihi, dan sebagian berkata: 'Dari Abu Abdillah Ash-
Shunabihi, inilah yang benar, demikian yang disebutkan di dalam Al
Muhalla. Al Bukhari berkata 'Malik hanya berasumsi ketika
mengatakan'Abdullatr Ash-Shunabihi', padahal sebenarnya adalah
Abu Abdillah.' Demikian yang disebutkan di dalam Is'af Al
Mubtha'."
\t ,rv ts Jy: qL6'i'd *U, f.eri ,f aj:,tiit'g,,,tilti
f i Pj YI' uJ ,sS,iJ ,'ri?b ,r:j, 'tb :'i,i"rj
(Ash-shunabihi
yang meriwayatkan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, ia tidak mendengar
langsung dari Rasulullah SAW. Namanya adalah Abdurrahman bin
Usailah dan dijuluki Abu Abdillah), Al Hafidr mengatakan di dalam
AtTaqrib: Abdurrahman bin Usailah, dengan sitn tanpa titik dalam
bentuk tashghir, yang dimaksud adalatr Abu Abdillah Ash-Shunabihi,
23 An-Nasa' i (Bersuci, 103) , Ibnu Majah (Bersuci dan Sunnah,Sunnahnya , 282),
Ahmad (4 1349'), Malik (Bersuci, 62).
Syarah Sunan Tirmidzi TI
ia seorang yaig tsiqafr, termasuk pemuka tabi'in, ia datang ke
Madinatr lima hari setelatr meninggalnya Nabi SAW. Ia meninggal
pada masa ktilafah Abdul Malik."
C$t *t y io' ,p',;''4 ;rty in' ,3; U'Atyt
*-:Jrilt {ia berangkat untuk berjumpa Nabi SAW, namun Nabi SAW
meninggal ketika ia sedang di perjalanan), Al Bukhari meriwaya&an
di dalam kttab Shahih-nya dari Abu Al Ktrair, dari Ash-Shunabihi:
"Bahwa ia berkata" 'Kapan aku berhijratr?' Ia berkata, 'Kami
berangkat dari Yaman untuk berhijratr, lalu kami sampai di Juhfah,
kemudian seorang pengendara datang, lalu aku katakan padanya
mencari kabar berita, ia pun berkata, 'Kami telatr menguburkan Nabi
SAW lima hari yang lalu.' Aku katakan, 'Apakah engkau pemah
mendengar sesuatu tentang lailatul qadar?' ia menjawab, 'Bilal, juru
adzm Nabi SAW mengabariku, batrwa itu pada tujuh malam
t€trakhir'."
,'i iu- *t y X,, ,l- 4, Zv;ii!' *\, ci'e.da,i
Ufi A4/lr (Ash-shunabih bin Al A'sar Al Ahmasi, satrabat Nabi
SAW, biasa juga dipanggil Ash-shunabihi), Al Halizh mengatakan di
dalam At-Taqrib, *Ash-Shunabih, dengan dhammah di hunrf awal,
kernudian nuun dengan titik satu dan tanpa tasydid, Ibnu Al A'sar Al
Ahmasi, adalah seorang sahabat, ia tinggal di Kufatr. Orang yang
mengatakan batrwa ia Ash-Shunabihi, b€rarti hanya berasumsi."
Ft'[ t* ii,JF:*t yh, ,P ,r.3,'+,i'6,&9 ur1
(Haditsnya adalah: Ia berkata, "Aku mendengar Nabi SAW bersabda,
'&sungguhnya aht membanggakan banyalmya jumlah kalian di
lndapan umat-umat lain), disebutkan di dalam Majma' Al Bihar,
"I(aatsartuhu artinya ghalabtuhu wa htntu aktsara minhu (aku
mengalalrkannya dan lebih banyak daripadanya), yakni; batrwa aku
membanggakan banyaknya jumlatr umatku terhadap umat-umat
terdatrulu, €y.'8 li lmalra jangonlah saling membunuh setelah
n Syarah Sunan Tirmidzi
lretiadaanht) dengan nada larangan yang ditegaskan dengan nuun
ta'kid (huruf nun penegas) agar tidak saling membunuh.
Abu Ath-Thayyib As-Sindi di dalam Syarh At-Tirmidzi berkata,
"Bila Anda berkata, 'Apa indikasi mengrrutkan ungkapan 'janganlah
lralian saling membunuh setelah lcesetiaanku' setelah membanggakan
banyaknya jumlah?'.
Saya katakan: Indikasinya, bahwa saling membunuh itu bisa
menyebabkan terpufusnya keturunan, karena tidak akan ada keturunan
dari yang telah mati, sehingga hal itu menyebabkan sedikitnya umat,
maka hal itu menafikan hal yang dituntut itu. Karena itulatr Nabi SAW
melarangnya. Jika Anda berkata, 'Orang yang terbunuh itu memang
unttrk mempertahankannya, maka tidak ada indikasi untuk memutus
keturunan yang disebabkan oleh saling membunuh.'
Saya katakan: Batrwa menceburkan diri ke dalam kancah
peperangan akan mengantarkan kepada terputusnya keturunan, jadi
keturunan itu dianggap termasuk perbuatan yang bisa dipilih. Atau
boleh dikatakan, bahwa mereka mempunyai dua kemungkinan ajal,
yaitu saat maju ke peperangan dan saat tidak ikut. Yang kedua lebih
panjang daripada yang pertam4 karena dengan peperangan itu waktu
datangnya lebih cepat sehingga jumlah umat menjadi sedikit. Dan ini
telatr terbantatr, bahwa di sisi Allah hanya ada satu ajal." Sampai di
sini perkataan Abu Ath-Thayyib.
Hadits Ash-Shunabihi ini diriwayatkan oleh Ahmad di dalam
Musnadnya halaman 351, jvz 4 dengan beberapa lafazh.
Perhatian: Perlu diketahui, bahwa ada dua hal yang dapat
dipatrami dari perkataan At-Tirmidzi itu:
Pertama, batrwa Abdullatr Ash-Shunabihi yang meriwayatkan
tentang keutamaan bersuci adalah seorang sahabat.
Kedua, batrwa Abdullah Ash-Shunabihi ini bukan Ash-
Shunabihi yang ntlmanya Abdunahman bin Usailah dan berjulukan
Abu Abdillah. Namun kedua pandangan ini tidak menjadi
Syarah Sunan Tirmidzi R
kesepakatan, karena pada masing-masingnya ada perbedaan
pandangan.
Al Hafidr mengatakan di dalam At-Taqrib, "Abdullah Ash-
Shuhabihi diperdebatkan dari beberapa segi. Ada yang mengatakan
bahwa ia seorang sahabat dari Madinah. Ada juga yang mengatakan
batrwa ia adalatr Abu Abdillatr Ash-Shunabihi Abdurrahman bin
Usailah."
Ibnu Abi Hatim mengatakan di dalam Marasilnya, "Abdullah
Ash-Shunabihi ada tiga orang. Adapun yang Atha' bin Yasar
meriwayatkan darinya adalatr AMullatr Ash-Shunabihi, dan ia
bukanlatr seorang sahabat."
As-Suyuthi mengatakan di dalam Is'af Al Mubtha', "Abdullatr
Ash-Shunabihi dikatakan juga Abu Abdillah. Tentang status
satrabatnya diperdebatkan. la meriwayatkan dari Nabi SAW, dari Abu
Bakar dan Ubadatr bin Ash-Shamit. Adapun yang meriwayatkan
darinya adalah Atha' bin Yasar."
Al Buktrari berkata, "Malik telatr berasumsi pada ucapannya
'Abdullah Ash-Shunabihi adalah Abu Abdillah yang bernama
Abdurratrman bin Usailah.' Ia tidak mendangar dari Nabi SAW.
Dernikian juga yang dikatakan oleh lebih dari satu orang."
Yatrya bin Ma'in berkat4 "AHullah Ash-Shunabihi adalatr
orang yang mana orang-orang Madinatr meriwayatkan darinya,
tampaknya ia termasuk kalangan sahabat."
'A1r4;if;qu'.?r
3. Bab: Kunci Shalat adalah Bcnsuci
,* ,€t t3'", :tiv o*'i \F3i6i'* t3'- -r
A
,wd*:'Li;,r',:j:or7i!f:yiut'i,i,',:*r#lS;Jtt'Ll;rL?,tFir,iL,s'n,i)pHy3.U/y.'*-\)tlrd*,Lk,i,cdirutn6*
.iJJr Wr,Ji,'|,3t
.'#i:t *gir rii €,.A t*f *fi Ir.ta :rr-* SC
fiW. y|KJ'$i,'otib r,ry i * i:,+3
y,F. ac
dc
#r
l t;- tjokt. ,.. I,
drJ J^-> I-*
,I ,J tJiz.c.*I, ttut i6.:9 ti
n *nr ?- o;"!-;-'u$t, et;\U F,fr1,
Y.?. y4(tt./*;w)..di,r,t'r7'qr,lt€S., u,t,'Wl,Sivr;J
3. Qutaibah, Hannad dan Mahmud bin Ghailan menceritakan
kepada kami, mereka berkata: Waki' menceritakan kepada kami, dari
Sufuan {h} Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami,
Abdunahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, Suffan
menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil,
dari Muhammad bin Al Hanafiyyah, dari Ali, dari Nabi SAW, beliau
bersabda, "Kunci shalat adalah bersuci. Pengharamnya adalah takbir,
dan penghalalnya adalah salam."
Abu Isa berkata, "Ini hadits yang paling shahih dan paling baik
dalam masalah ini."
Abdullatr bin Muhammad bin Aqil adalah seorang yang jujur,
sebagian ahli ilmu membicarakan segi hafalannya. Abu Isa berkata,
"Aku mendengar Muhammad bin Ismhil berkata, 'Ahmad bin Hanbal,
Ishak bin Ibratrim dan Al Humaidi berdalih dengan hadits Abdullah
bin Muhammad bin Aqil.' Muhammad berkata, 'Ia mendekatkan
hadits'."
Abu Isa berkata, "Mengenai masalatr ini, ada (riwayat lain) dari
Jabir dan Abu Sa'id."
Penjelasan Hadits:
Ucapannya ,'rfu, i:/{vilt CY of iE 6 i.rti : kunci shalat adalatr
bersuci) dengan hwuf thaa'tanpa titik [yakni thuhuurl.
*Ucapannya , 16,2 $:b (Qutaibah, Hannad ... menceritakan
kepada kami), biograpi keduanya telah dibahas di muka.
i* U.i-#i (Matrmud bin Ghailan) Al 'Adawi maulatrum Al
Marwazi Abu Ahmad, salatr seorang tokoh atsar, ia menceritakan
hadits dari Suffan bin Uyainatr, Al Fadhl bin Musa As-Sinani, Al
Walid bin Muslim, Abu Awanah, Waki' dan lain-lain. Sementara
jam'aatr selain Abu Daud meriwayatkan darinya. Ahmad bin Hanbal
berkata, "Ia adalah orang yang sangat mengetatrui tentang hadits, dan
pengamal Sunnah." An-Nasa'i berkat4 "Ia seorang yang tsiqah."
Demikian yang disebutkan di dalam Tadzkirah Al Huffazh, Ia
meninggal pada tahun 239 H.
€i e:t, :riri lmereka berkata: Waki' menceritakan kepada
kami) biograpinya telatr dikemukak*. irUl-, ip (dari Sufuan), yaitu
Ats-Tsauri, yakni Su$an bin Sa'id bin Masruq Ats-Tsauri Abu
AMillah Al Kufi, ia seorang yarng tstqah, penghafal hadits, atrli fikih,
atrli ibadatr, pemuka hujiah, termasuk tokoh generasi ketujuh, ia
kadang mentadlis, meninggal pada tatnur l6l H, kelatriran tahun 77 H.
Demikian yang disebutkan di dalam At-Taqrib danAl Khulashah.
..,,F"y" katakan: Al Hafizh mengatalq1,.di dalam Thabaqat Al
Mudililtstn, "Mereka -yakni para mudallis- menjadi beberapa
76 Syarah Sunan Tirmidzi
tingkat:
Pertama, adalatr yang tidak dicap demikian kecuali jarang,
seperti Yatrya bin Sa'id Al Anshari.
Kedua, orang yang tadlisnya dimaklum oleh para imam hadits
sehingga mereka mengeluarkan riwayatnya di dalam Ash-Shahih
karena sebagai imam dan tadlimva hanya sedikit di samping yang
diriwayatkannya, seperti Ats-Tsauri, atau yang tidak mentadlis kecuali
dari orang tsiqah, seperti Ibnu Uyainatr."
)A. U 'r:;i Vl:r, (Muhammad Ibnu Basysyar menceritakan
kepada kami), julukannya adalah Bundar, dengan dhammah pada
huruf baa' berlitik satu dan sukun pada huruf nuun. Adz-Dzahabi
mengatakan didalam Tadzkirah Al Huffazh, "Bundar Al Hafizh Al
Kabir Al Imam (tokoh penghafal hadits besar) Muhammad bin
Utsman Al Abdi Al Bashari An-Nassad, ia seorang yang pandai
tentang hadits Bashrah, teliti dan kaya. Ia tidak pergi menuntut ilmu
karena berbakti kepada ibunya, kemudian setelatr itu ia berkelana. Ia
mendengar (riwayat) dari Mu'tamir bin Sulaiman, Ghundur, Yahya
bin Sa'id dan setingkatan mereka. Jamaatr dan yang lainnya
meriwayatkan darinya. Abu Hatim berkata 'Ia seorang yang jujur.'
Al 'Ijli berkata, 'Ia seorang yang tsiqah, barryak hadits yang
diceritakannya.' lbnu Khuzaimah mengatakan di dalam Kitab At-
Tauhidnya, 'Pemuka sekaligus tokoh ilmu dan khabar di zamannya,
Muhammad bin Basysyar, mengabarkan kepada kami.' Adz-Dzahabi
berkata, 'Tidak ada alasan bagi yang menilainya lemah.' Ia meninggal
pada tahun 252 (dua ratus lima puluh dua)." Sampai di sini yang
disebutkan di dalam Al Khulashah.
|t$ U ,f\t $:t, (Abdurratrman bin Mahdi menceritakan
kepada tami) iin H^";rb* Al Azdi maulatrum Abu Sa'id Al Bashri Al-
Lu'lu'i Al Hafizh Al 'Ilm, ia meriwayatkan dari Umar bin Dzarr,
Ikrimah bin Ammar, Syu'bah, Ats-Tsauri dan lain-lain. Orang-orang
yang meriwayatkan darinya: Ibnu Al Mubarak dan Ibnu Wahb yang
Syarah Sunan Tirmidzi TI
lebih besar darinya, Ahmad serta Ibnu Ma'in. Ibnu Al Madini berkata,
"Ibnu Mahdi adalatr orang yang paling mengetahui tentang hadits."
Abu Hatim berkat4 "Ia seorang imam yatg tstqaft, lebih valid
daripada Al Qaththan dan lebih teliti daripada Waki'." Ahmad
berkata, "Apabila Ibnu Mahdi menceritakan hadits dari seseorang,
maka itu adalah hujjatr."
Al Qawariri berkata, "Ibnu Mahdi telah mendiktekan dua puluh
ribu (riwayat) kepada kami dari hafalannya." Ibnu Sa'd berkata, "la
meninggal pada tahun 198 H di Bashrah, dalam usia 63 tahun. Ia
melaksanakan haji setiap tatrun. Demikian yang disebutkan di dalam
Al Khulashah.
W i. Je..i' i.,ilr .ri dp (dari Abdullah bin Muhammad bin
eqil) dengan'hariat'frtnon pada huruf 'ain, lbntt Abi Thalib Al
Hasyimi Abu Muhammad Al Madani, dari ayahnya dan pamannya,
yakni Muhammad Ibnu Al Hanafiyyatr. Orang-orang yang
meriwayatkan darinya adalah lbnu 'Ajlan dan dua Suffan. Akan
dikemukakan pendapat para imam hadits mengenai beliau.
'65$ i y F (a*i Muhammad Ibnu Al Hanafiyyah), yaitu
Muhammad bin Ali bin Abu Thalih Al Hasyimi Abu Muhammad,
seorang imam yang dikenal dengan Ibnu Al Hanafiyyah. Ibunya
adalah Khaulatr binti Ja'fah Al Hanafiyyah, ia dinisbatkan kepadanya.
Ia meriwayatkan dari ayahnya, dari Utsman, dan lain-lain.
Sementara yang meriwayatkan darinya adalatr anak-anaknya,
Ibratrim, Abdullatr, Al Hasan, Amru bin Dinar dan lain-lain. Ibrahim
bin Al Junaid berkata, "Kami tidak mengetatrui orang yang lebih
banyak menyandarkan (riwayat) kepada Ali dan lebih shahih
penyandarannya, daripada Muhammad Ibnu Al Hanafiyyah." Ia
meninggal pada tatrun 80 (delapan puluh). Demikian yang disebutkan
di dalam Al Khulashah. Sementara di dalam At-Taqrtb disebutkan: Ia
seorang yang tsiqah lagi'alim. Termasuk level kedua. Ia meninggal
setelatr tahun delapan puluh."
L9Ucapannya, 'tA, flU, (Kunci shalat adalah bersuct),
dengan dhammah danfathah tyakni boleh thuhurr dan boleh thahuurf,
maksudnya adalatr sebagai mashdar. Nabi SAW menyebut bersuci
sebagai kunci adalatr sebagai ungkapan kiasan, karena hadats itu
menghalangi shalat, maka hadats itu laksana gembok yang terpasang
pada orang yang berhadats, sehingga apabila ia berwudhu, terbukalah
gembok itu. Ini perumpamaan yang bagus, tidak ada yang mampu
mengemukakannya kecuali kenabian.
Begitu juga ungkapan bahwa pintu surga adalatr shalat, karena
pintu-pintu surga itu tertutup dan hanya dapat dibuka dengan ketaatan,
sementara shalat termasuk salatr satu bagian ketaatan. Demikian yang
dikatakan oleh Ibnu Al Arabi.
*63r Wft (Pengharamnya adalah takbtr), Al Muzhhiri
berkata, "Memasuki shalat disebut sebagai pengharam, karena hal itu
mengharamkan makan, minum dan lain-lain bagi si pelaksana shalat,
maka tidak boleh memasuki shalat kecuali dengan bertakbir yang
disertai dengan niat.
Al Qari berkata, 'Takbir adalah rukun menurut Asy-Syaf i,
sedangkan menurut kami adalah syarat.' Kemudian yang dimaksud
dengan takbir yang disebutkan di dalam hadits ini dan di dalam firman
Allah Ta'ala,'Dan Tuhanmu agungkanlah.' (Qs. Al Muddatstsir l74l:
3) adalah pengagungan.
Ini lebih umum daripada kekhususan Allahu Akbar (Allah Matra
Besar) dan ungkapan lainnya yang mengindikasikan pengagungan.
Yang valid berdasarkan sebagian khabar bahwa yang dimaksud adalah
lafazh yang khusus, sehingga itu wajib diamalkan seperti demikian,
sehingga dimakruhkan meninggalkannya bagi yang belum dapat
mengucapkannya, sebagaimana yang kami katakan tentang membaca
surah (Al Qur'an) bersama Al Faatihah, juga dalam ruku dan sujud
walaupun ada alternatif yang setara. Demikian yang disebutkan di
dalam Al Kafi.
Syarah Sunan Tirmidzi 79
Ibnu Al Humam berkat4 'Secara nyata ini mengindikasikan
wajib, yaitu menuntut pengamalannya dan tidak boleh ditinggalkan,
sehingga harus mengikuti hd itu'." Sampai di sini yang disebutkan di
dalam Al Mirqah.
Ibnu Al Arabi berkata, "Ucapannya, J3r W-i.{t
(Pengharamannya adalah takbir) mengindikasikan batrwa takbiratul
ihram adalatr salah satu bagian shalat, sebagaimana berdiri, ruku dan
sujud." Berbeda dengan Sa'id dan Az-Ztthi, karena keduanya
mengatakan, bahwa pengharamannya itu adalatr dengan niat untuk
shalat.
Ucapannya,'t$t Qakbir) mengindikasikan pengkhususan
pengharaman shalat dengan takbir, bukan dengan yang lainnya yang
termasuk sifat-sifat pengagungan Allah yang Matra Tinggi lagi Maha
Agung, ini merupakan pengkhususan dari keumuman firman-Nya,
"Don dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat." (Qs. Al A'laa [87]:
l5), jadi, ini adalatr pengkhususan takbir oleh As-Sururatr dari dzikir
mutlak yang disebutkan di dalam Al Qur'an, lebih-lebih hal ini telah
merupakan perkataan dan perbuatan beliau sendiri, yang mana beliau
SAW bertakbir dengan mengucapkan' Allaahu akbar' .
Abu Hanifah berkat4 "Boleh menggunakan setiap lafazh yang
mengandung pengagungan berdasarkan keumuman Al Qur'an." Kami
telatr menjelaskan, bahwa hal ini berkaitan, sehingga pendapat ini
ilemah. Asy-Syaf berkata, "Boleh dengan ucapanmu: Allaahul
al(bar."
Abu Yusuf berkata, "Boleh dengan ucapanmu, Allaahul Kabiir."
Asy-Syaf i mengisyaratkan bahwa alif dan laam (dalam kata al
alcbar) adalah tambahan, tidak merubah lafazh dan tidak pula makna.
Adapun Abu Yusuf, tidak keluar darilafazhyang merupakan takbir.
Kami katakan untuk Abu Yusuf, Walaupun tidak keluar dari
lafazh yang disebutkan di dalam hadits, namun itu telatl keluar dari
latazh yang ditunjukkan oleh perbuatan beliau (Nabi SAW), yang
f) Syarah Sunan Tirmidzi
mana perbuafan beliau itu merupakan penafsiran dari ucapannya yang
bersifat mutlak. Karena itu, tidak boleh mengungkapkan ungkapan
lain yang tidak ada jalan trntuk menuju ke sana Karena itulah,
dibantahkan pula terhadap Asy-Syaf i: Batrwa ibadah itu ditakukan
dengan cara yang seperti dicontohkan, bukan berdasarkan pandangan
terhadap sesuatu yang terlahir dari makna.
Ia berkata, "Para ulama kami mengathkan, batrwa ucapan beliau
t$3r Wi*t (Pengharamnya adalah takbir) mengindikasikan
pengkhususan takbir shalat, bukan lafazh takbir lainnya." Demikian
ini, karena Asy-Syaf i telah menyebutkan dengan tambatran altf dan
laam yangmerupakan hal lain yang statusnya sebagai definitif, seperti
Hakikat alif dan laom adalah untuk menunjukkan batrwa yang
dimaksud adalah kata yang disebutkan sebelumnya, sedangkan
ketiadaannya untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud itu belum
pematr disebutkan sebelumnya dan menafikan yang telatr disebutkan
sebelumnya. Sebagian mereka mengartikan, bahwa alif dan laam
adalah partikel kriteria yang spesifik.
Ucapannya, i&.3r WWi (dan penghalalnya adalah salam),
maknanya sama seperti yang sebelumnya, yaitu kriteria keluar dari
shalat adalah salam, bukan perbuatan-perbuatan lainnya yang bisa
membatalkan shalat.
Berbeda dengan pendapat Abu Hanifah, yang mana ia
berpendapat, bahwa keluar dari shalat bisa dengan setiap perbuatan
atau perkataan yang kontradiktif dengan shalat, seperti berhadats dan
serupanya, ini sebagai pengartian dan kiasan salam. Namun hal ini
berkonsekwensi menggugurkan pembatasan. Demikian perkataan Ibnu
Al Arabi secara ringkas.
Al Hafizh Ibnu Qayyim di dalam I'lam Al Muwaqqi'inberkata,
"Contoh kelima belas: Membantatr htrkum yang sudah jelas tentang
penetapan takbir untuk memasuki shalat berdasarkan sabda beliau,
Syarah Sunan Tirmidzi 8l
'Apabtla shalat telah diiqamahlun, maka bertakbirlah' dan sabda
beliau, 'Allah tidak akan menerima shalat seseorang kalian sehingga
menempatkan wudhu pada porsinyo masing-masing, lcemudian
menghadap kiblat dan mengucapkon Allaahu Akbm.' Ini adalatr nash-
nash yang sangat shahih,lalu dimentatrkan dengan petrgraguan yang
berdasarkan pada Firman Allah Ta'ala, 'Dan dia tngat nama
Tuhannya, lalu dia shalat.' (Qs. Al A'laa [87]: l5)."
Ucapannya, iol3r #;i (dan penghalalnya adalah salam),
penghalal adalatr menjadikan sesuatu yang haram menjadi halal.
Salam disebelum penghalal karena ia menghalalkan yang sebelwnnya
diharamkan bagi orang yang sedang shalat, karena dengan salam itu ia
telatr keluar dari shalat, dan ini hukumnya wajib.
Ibnu Al Malik berkata, "Menggabungkan kata'pengharam' dan
'penghalal' dengan kata 'shalat' adalah karena kesamaran antara
keduanya." Sebagian mereka berkat4 *Yakni sebab yang menjadikan
shalat pengharam hal-hal yang tidak termasuk darinya adalatr takblr,
sedangkan yang menyebabkan halalnya adalatr salam, yakni bahwa
status shalat menjadi pengharam dan penghalal adalah karena
keduanya. Jadi keduanya sebagai mashdar yang digabungkan kepada
subjek. Demikian yang disebutkan di dalam Al Mirqah.
Al hafizh Ibnu Al Atsir mengatakan di dalam An-Nihayah,
"Seolah-olah, pelaksana shalat itu, dengan takbir dan memasuki
shalatnya, menjadi terlarang dari berkata-kata dan melakukan
perbuatan-perbuatan selain perkataan dan perbuatan shalat, maka
takbir itu disebut sebagai pengharam karena mencegah pelaku shalat
dari hal-hal itu, karena itulah disebut takbiratul ihram (takbir
pengharam), yakni pengharam karena shalat. Ucapan belia:u (dan
penghalalnya adalah salam), yakni batrwa pelaku shalat itu, dengan
salam tersebut menjadi halal melakukan hal-hal yang sebelumnya
diharamkan karena takbir, yaitu berupa perkataan dan perbuatan di
luar perkataan dan perbuatan shalat, sebagaimana dihalalkannya bagi
pelaku ihram haji begitu selesai darinya untuk melakukan hal-hal yang
82 Syarah Sunan Tirmidzi
setrelumnya diharamkan karena ihram."
Ar-Rafi?i berkata, "Muhammad bin Aslam meriwayatkan hadits
ini di dalam Musnadtya dengan lafaztr: 'ihramnya (pengharamnya)
adalah talrbir, dan ihlal (penghalalnya) adalah salam'."
t LUcapannya , ',;;t: .pr;ir ri.i C iC t r rii 1k i hadits
yang paling shahih dan paling baik dalam masalatr ini), hadits ini
dikeluarkan juga oleh Asy-Syaf i, Ahmad, Al Bazr.a1, para penyusun
kitab-kitab Sunan selain An-Nasa'i, serta dinilai shahth oleh Al
Hakim dan Ibnu As-Sakan, dari hadits Abdullatr bin Muhammad bin
Aqilatr, dari Ibnu Al Hanafiyyah, dari Ali.
Al Bqz.zar berkata, "Tidak diketahui dari Ali kecuali dari jalur
ini." Abu Na'im berkata, "Ibnu Aqil meriwayatkan sendirian dari Ibnu
Al Hanafiyyah, dari Ali." Al Aqili berkata, "Isnadnya mengandung
kelematran, namun lebih baik daripada hadits Jabir." Demikian yang
disebutkan di dalam At-Talkhish. Az-Zaila'i mengatakan di dalam
Nashb Ar-Rayah, "An-Nawawi mengatakan di dalam Al Khulashah,
'Ini hadits hasan'."
E q #' $5* ,* I y *t,"' g? t,.it, . ., t ,. o\ t
.?'r,.a,rr1 t- t. ,t t.,,
.p'4 0a, ,J
F,s.,-
a:i (Abdullatr bin Muhammad bin Aqil adalatr seorang yang jujur,
sebagian atrli ilmu membicarakan segi hafalannya), Abu Hatim dan
yang lainnya berkata, "Haditsnya lemah."
Ibnu Khuzaimah berkata, "Tidak dapat dijadikan argumen."
Ibnu Hibban berkata, "Hafalannya buruk, ia membawakan
hadits tidak sesuai sunnatr-sunnahnya, maka berita-beritanya harus
dihindari."
Abu Ahmad Al Hakim berkata, "Ia tidak dianggap kuat oleh
mereka."
Abu Zur'ah berkata "Sanad-sanadnya diselisihi perawi lain."
Al Fasawi berkata, 'Haditsnya mengandung kelemahan, namun
Syarah Sunan Tirmidzi tg
ia seorang yang jujur." Demikian yang disebutkan di dalam Al Mizan.
J#t , f.rn ii.i.-l (Aku mendengar Mtrhammad bin Ismail)
yakni ai e,rklr.ri
f f,ie,j.\A'#, U'r;el ott ,titru-
;1, ?"6-'*j,o:t'jr,trt,)ri,-6U,* i y l'i,t @erkata, 'Ahmad bin
Hanbal, Ishak bin Ibratrim dan Al Humaidi berdalih dengan hadits
Abdullah bin Muhammad bin Aqil.' Muhammad berkat4 'Ia
mendekatkan hadits.') Ini termasuk ungkapan yang
merekomendasikan, dan hakikatnya telah dikemukakan di dalam
pendatruluan.
Al Hafizh Adz-Dzahabi mengatakan di dalam Al Mizan pada
biograpi Abdullatr bin Muhammad bin Aqil setelatr mengemukakan
pendapat orang-orang yang menepis dan orang-orang yang
merekomendasikan, "Haditsnya termasuk kategori hasan." Pendapat
yang kuat mengenai diriny4 batrwa hadits Ali tersebut adalah hasan
dan layak dijadikan argumen. Mengenai masalatr ini ada hadits-hadits
lain yang kesemuanya menguatkannya.
? * |*.6.,' q$t d.i (Mengenai masalatr ini, [ada riwayat
Clt
lainl dari Jabir dan Abu Sa'id), Hadits Jabir diriwayatkan oleh
Ahmad, Al Baztar, At-Tirmidzi dan Ath-Thabrani dari hadits
Sulaiman bin Qarm, dari Abu Yatrya Al Qattat, dari Mujahid, darinya.
Abu Yatrya Al Qattat adalah seorang perawi yang lemah.
Ibnu Adi berkata, "Menurutku, hadits-haditsnya hasan."
Ibnu Al Arabi berkata, "Hadits Jabir adalah yang paling shahih
dalam masalatr ini." Demikian yang dikatakannya, namun Al Aqili
mengatakan kebalikannya, sementara ia lebih mumpuni daripadanya
mengenai seni ini. Demikian yang dikemukakan di dalam At-TalWttsh.
At-Tirmidzi berkata, "Hadits Ali adalah yang paling bagus
isnadnya daripada ini." Demikian yang disebutkan di dalam At-
Tallhish.
Saya katakan: At-Tirmidzi telatr mengeluarkan hadits Abu
Sa'id pada kitab shalat, bab Tentang Pengharam dan penghalal shalat,
kemudian setelatr mengemukakannya ia berkata, "Hadits Ali bin Abu
Thalib ini lebih bagus dan lebih slahih isnadnya daripada hadits Abu
Sa'id."
Mengenai masalatr ini ada juga riwayat dari Abdullah bin Zaid,
Ibnu Abbas dan yang lainnya. Al Hafizh lbnu Hajar menyebutkan
hadits-hadits mereka di dalam At-Talkhtsh, dan Al Hafizh Az-Zanla'i
di dalam Nashb Ar-Rayah.
:dLi cbl_, *S q>t$l *-32:,t; rr J^.*.. ,5v :ll tjJ-- - t
,o€i,'ra 6ri fa.rl '.i'; Lq- $:t, ,.:li,-i ,t #Jt $:L
,:* "*
it Jy, Jv :Jv ,14:L ht uyr l' :" / /:C *
h' jb
*.i*I, :fut L?', it;rt'i, .4,*,
4.24 Abu Bakar Muhammad bin Zanjawaih Al Baghdadi dan
lebih dari satu orang, menceritakan kepada kami, ia berkata: Al
Husain bin Muhammad menceritakan kepada kami, Sulaiman bin
Qarm menceritakan kepada kami, dari Abu Yahya Al Qattat, dari
Mujahid, dari Jabir bin Abdullah RA, ia berkata, "Rasulullah SAW
bersabda, 'Kunci surga adalah shalat, dan kunci shalat adalah
wudhu'."
2a Hadits hasan karena hadits yang sebelumnya. Abu Yahya Al Qattat hadianya
mengandung kelemahan.
Syarah Sunan Tirmidzi 6
IIilt f,r>6)'tj.r;\i
4. Bab: Doa Ketika Masuk Kamar Kecil (WC)
c. $ -2. i .4.. t, L..1ia.t.> - o
* iP ,e tc. c. 4..;t
clnnt--t;' lrtz t,.!t1J.-> v6 c) L-a-2
i.fi* \t ;*'*:tt ots :Jv ,,Lu6 f LWc. tU iJl
.*.\;i:;ie i:, ,!a;,:t iu
;l'aiI ,,svi>+ur'5'.; ti1;-,',
.e-sVa\ -3l:,r ,i (ftie-+.jr i+'srLi,a)l
t,i'.t *Qt€3:$ lie
*'*/'tt 7 c !):
lL') I
LJ.
.)_lordz
.'#i:r.gir rii ,f.i7?f ft,*;L:ufo l,Su
.i.,*':et,e$l i *qyt
yici a;6 d.s? €j U !r;r'6rr:.|r iuT ,sj,
ib JC :,s,rf i i-) *,iG.#,:" / ,,ul,,f ,V
,fii'*,i;ui 7 ,f 7'ur;, ,eri .u. :-) i;a :t6trL,:"st
*|-& i./t f :"y; JG.t, t.1'oti i. ;.::
iy?",k d,{,
i,i, ;ft -iatf t
caa,l'oge.' J.
,tl. t
A
6e
/t c 1,. a I
I tttSy i,# lieo:Ul r,J .! L)t trf
l.JtA^..--t. tgJ?L6.-
Ju;
..lat:.-z !-z.raloz-s 61t
s Syrrah Sunan Tirmidzi
5.25 qutaibatr dan Hannad menceritakan kepada kami, keduanya
berkata: Waki' menceritakan kepada kami, dari Syu'bah, dari Abdul
Aziz bin Shuhaib, dari Anas bin Malik, ia berkata" *Adalatr Nabi
SAW, apabila beliau memasuki kamar kecil, beliau mengucapkan,
'Allaahumma inni a'uudzu biko' lYa Allah sesungguhnya aku
berlindung lcepada-Mu]" Syu'bah berkata: Sekali lagi ia mengatakan
(dalam redaksinya): 'A'uudu bika mtnal khubutsi wal khabiits' lalat
berlindung lepada-Mu dari syetan jantan dan syetan betinal atz'u'al
khubutst wal khabaaits' ldari para syetan jantan dan syetan betinaf
Abu Isa berkata, "Mengenai masalatr ini ada juga (riwayat) dari
Ali,Zard bin Arqam, Jabir dan Ibnu Mas'ud."
Abu Isa juga berkata: Hadits Anas adalatr yang paling shahih
dan paling bagus dalam masalatr ini.
Hadits ZudbinArqa{n mengandung kekacauan pada isnadnya.
Hisyam Ad-Dastuwai dan Sa'id bin Abu Arubatr meriwayatkan
dari Qatadatr, Ialu Sa'id berkata: Dari Al Qasim bin Auf Asy-
Syaibani, dari Azid bin Arqam. Sementara Hisyam Ad-Dastuwai
berkata: Dari Qatadah, dari Zud bin Arqarn. Mereka meriwayatkan
dari Syu'bah dan Ma'mar dari Qatadah, dari An-Nadhr bin Anas. Lalu
Syu'batr berkata: Dari Zaid bin Arqam. Sementara Ma'mar berkata:
Dari An-Nadhr bin Anas, dari ayahnya, dari Nabi SAW.
Abu Isa berkata: Aku tanyakan kepada Muhammad tentang ini,
ia pun berkata, "Kemungkinan Qatadah meriwayatkan dari
keduanya."
Penjelasan Hadits:
tilii-6 i(Ucapannya, r"l,At S?:s (gau' Apa yang Diucapkan
25 Hadits shahih. HR. Al Bukhari (142), Muslim (375), An-Nasa'i (19), Abu
Daud (,1), Ibnu Majah (298). Jadi hadits ini diriwayatkan oleh As;Siruh (enam imam
hadits ini, termasuk At-Tirmidzi).
Syarah Sunan Tirmidzi EI
Ketika Masuk Kamar Kecil) dengan harakat fathah pada huruf khaa'
dan madd [yak"i khalaa'l yakni tempat buang hajat. Dinamai
demikian karena tempat tersebut lchalaa' (kosong) selain ketika
digrrnakan untuk buang hajat. Disebut juga kaniif, hasysy, mirfaq dan
mirhaadh. Asal maknanya adalatr "tempat yang kosong", kemudian
istilah ini sering digunakan sehingga memasyarakat. Demikian yang
dikatakan oleh Al Aini.
Ucapannya,"€i r31t :)ri $G;i!#i r;ii; lqutaibah dan Hannad
menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Waki' menceritakan
kepada kami) biograpi mereka telatr dikemukakan. *A C @ari
Syu'batr) Ibnu Al Hajjaj bin Al Ward Al 'Atki maulatrum Abu
Bisitham Al Wasithi lalu Al Bashri, ia seorang yang tsiqah, haJltz}i,
(penghafal hadits) lagi tekun.
Ats-Tsauri pernah berkata" "Ia adalah amirul mukminin dalam
masalah hadits; dialah yang pertama kali memeriksa para perawi di
Irak dan memasyarakatkan As-Sunnah. Ia seorang ahli ibadatr."
Demikian yang disebutkan di dalam At-Taqrib. Ahmad bin Hanbal
berkata, "Syu'bah adalah representasi umat tersendiri dalam perkara
ini," yakni tentang para perawi dan ilmunya mengenai hadits.
Asy-Syafi'i berkat4 "Seandainya bukan karena Syu'batr, hadits
di Irak tidak akan diketahui." Syu'batr lahir pada tahun 82 (delapan
pulnh dua) dan meninggal pada tatnm 160 (seratus enam puluh).
Demikian disebutkan di dalam Tadzkirah Al Huffazh.
* #ri. 4a (eUaU Azizbinshuhaib) Al Banani, Bunanatr
bin Sa'id bin Luay bin Ghalib maulatrum Al Bashri, dari Anas dan
Syahr. Orang yang meriwayatkan darinya adalatr Syu'bah dan dua
Hammad, ia dinilai tsiqah oleh Ahmad. Ibnu Qani' berkata, "Ia
meninggal pada tahun 130 (seratus tiga puluh)."
*.rJU o, 'rS (dari Anas bin Malik) Ibnu An-Nadhr Al Anshari
Al Khazraji, pelayan Rasulullatr SAW, ia melayani beliau selama
sepuluh tahun, ia seorang satrabat yang terkenal, meninggal pada
tatum 92 (sembilan puluh dua), ada juga yang mengatakan tahun 93
(sembilan puluh tiga) dalam usia lebih dari seratus tatrun.
Ucapannya, Jl,At SIS ri1 lapabila beliau memasuki kamar
kecil), yakni tempat buang hajat. Di sebutkan di dalam Al Adab Al
Mufrad karya Al Bukfiari dari jalur Sa'id bin Zatd, dari Abdul Aziz,
dari Anas, ia berkata "Adalatr Nabi SAW, apabila beliau hendak
memasuki kamar kecil" riwayat ini menjelaskan yang dimaksud dari
ungkapannya "Apabila beliau memasuki kamar kecil", yak4i beliau
mengucapkan dzikir ini ketika hendak memasukinya, bukan setelah
memasukinya.
Al Hafizh mengatakan di dalam Al Fath, "Pembahasannya di
sini ada dua:
Pertama; apakah dzikir ini dikhususkan untuk tempat-tempat
yang disediakan untuk itu (buang hajaQ, karena tempat-tempat
tersebut didatangi oleh para syetan sebagaimana yang disebutkan di
dalam hadits Zaid bin Arqarn di dalam As-Sunan, atau mencakup
(tempat lainnya), sehingga termasuk buang air kecil di dalam bejana,
umpamanya, yang terletak di samping rumah? Yang benar adalah
yang kedua, yaitu sebelum melakukan buang hajat.
Kedua; kapan dzikir itu diucapkan? Orang yang memakruhkan
dzikrullah pada kondisi itu merincikan. Untuk tempat yang
diproyeksikan untuk buang hajat, maka dzikirnya diucapkan sejenak
sebelum memasukinya. Adapun untuk selain tempat yang dikhususkan
untuk buang hajat, maka diucapkan ketika hendak mulai buang hajat,
misalnya ketika menyingkapkan pakaiannya. Ini adalah pendapatnya
Jumhur.
Mereka juga mengatakan tentarrg orang yang lupa berisfi'adzah
(memohon perlindungan kepada Allah, yakni dengan dzikir tersebut),
maka hendaknya memohon perlindungan dengan hatinya, bukan
dengan lisannya. Adapun yang membolehkan secara mutlak, maka
Syarah Sunan Tirmidzi 8D
tidak merincikan."
Saya katakan: Pendapat yang kuat adalah pendapatnya Jumhur
Ucapannya, Olr itli 4 n{lt (Ya Allah sesungguhnya aht
berlindung kepada-Mu), yakni aku membentengkan diri dan
bersembunyi kepada-Mu. Ibnu Al Atsir berkata, "'Udzttt bihi 'audzan
wa ma'aadzan, yakni bersembunyi kepadanya. Al Ma'aadz adalah
mashdar, sebutan tempat dan juga waktu.
-sfi 'a7 Jtt ii |# ',5'6 (Syu'batr berkata: Sekali lagi ia
mengatakan) Vakni Abdul Aziz.
* \*i (aku berlindung kcpada Alloh) yakni sebagai ganti
redaksi "Allaahumma inni 'ouudzu bilra" lYa Allah sesungguhnya aku
berlindung kepada-Mul, yakni, bahwa Abdul Azizpemah mengatakan
(dalam redaksinya): "Allaahumma inni a'uudzu bil@- dan mengatakan
sekali lagi: "A'uudzu btllaah.
Al Aini mengatakan di dalam'Umdatr Al Qari, "Disebutkan di
dalam riwayat Watrb: 'HendaHah memohon perlindungan lcepada
Allah,' ini mencakup setiap permohonan perlindungan, yaitu berupa
ucapan: a'uudzu bilra laku berlindung kepada-Mul, asta'iidzu btlm
[aku memohon perlindungan kepada-Mul, asta'iidzu billaah laku
memohon perlindungan kepada Allah], allaohumma inni a'uudzu bika
[Ya Allatr sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu], dan lain-lain
yang serupa itu."
Saya katakan: Yang utama adalah memilih dari jenis-jenis
permohonan perlindungan yang disebutkan di dalam hadits. Ada
riwayat valid yang menyebutkan tambatran bismillatr disamping
permohonan perlindungan. Al 'Umari meriwayatkan hadits topik ini
dengan lafazh: "Apabila kalian memasuki kamar kecil, maka
ucapkArrlatr 'Bismillaah. A'utdzu bitaahi minal Htubutsi wal
Htabaaitsi [Dengan menyebut nama Allah. Aku berlindung kepada
Et $nnh Sunan Timidzi
Allah dari syetan jantan dan syetan betina]."26 Al Hafizh mengatakan
di dalam Al Fath, "Isnadnya sesuai dengan syarat Muslim."
*.jti f, 4 (aht bertindung kepada-Mu dari syetan jantan
dan syetan betina) atau f.#tj ,$1 (dari para syetan jontan dan
syetan betina), Al Hadlrzh mengatakan di dalam Fath Al Bari:
"Disebutkan di dalam riwayat At-Tirmidzi dan yang lainnya: A'uudzu
billaahi minal khubtsi wal khabiitsi atan al khubutsi wol khabaaitsi"
ini adalah karena keraguan (perawi); yang pertama dengan sukun dan
benttrk trurggal, sedangkan yang kedua dengan harakat dan bentuk
jarnak. Yakni dari sesuatu yang tidak disukai dan dari sesuatu yang
buruk, atau dari para syetan jantan dan para syetan betina." Sampai di
sini perkataan Al Hafizh.
Saya katakan: Disebutkan dalam riwayat Shahih Al Bukhari
dan mayoritas riwayat lainnya: Allaahumma inni a'uudzu biko minal
Htubutsi wal Htabaaitsi,tanpa keraguan (perawi). Pada riwayat ini Al
Haftztt berkata, "Al Khubufs, dengan dhammah pada baa' bertitik
satu. Demikian yang disebutkan pada riwayat ini."
Sementara Al Khaththabi berkat4 'Tidak boleh dengan
(harakat) lainnya.' Lalu disusul dengan pernyataan, bahwa boleh
mensukunkan baa' sebagaimana kata-kata lainnya yang serupa ini,
seperti futb dan httub. An-Nawawi berkat4 "Sejumlah ahli
pengetalruan menyatakan, bahwa baa' di sini berharakat suhtn, di
antaranya adalah Abu Ubaidah, hanya saja dikatakan, bahwa tidak
mensuhtnkan adalatr lebih utama agar tidak menyerupai mashdar."
Al Khubuts adalah bentuk jamak Htabiits, sedangkan al
khabaatts adalah bentuk jarnak dari A*abiitsah, maksudnya adalah
syetan-syetan jantan dan syetan-syetan betina. Demikian yang
dikatakan oleh Al Khaththabi, Ibnu Hibban dan lain-lain. Disebutkan
26 Al Bukhari (Vudhu, 142), Muslim (Haid, 375), An-Nasa'i (Bersuci, l9),
Abu Daud (Bersuci, ,l), Ibnru Maiah (Bersuci dan Sunah-Sunahnya, 296), Ahmad
(3199), dan Ad.Darimi (Bersuci, 69).
Syrnh Sunen Tirmidzi 9t