The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by PERPUSTAKAAN DIGITAL GRAHA PUSTAKA, 2022-06-01 22:36:13

TUHFATUL AHWADZI SYARAH JAMI TIRMIDZI

TUHFATUL AHWADZI SYARAH JAMI TIRMIDZI

Kemudian, yang nampak, menuangkan air ke atas air kencing

seukurannya, sama sekali tidak dapat menghilangkannya,
renungkanlah! Ini menurutku, wollahu a'lam. Jika ada yang
mengatakan batrwa air kencing bocatr laki-laki najis, maka

kenajisannya itu mengharuskan untuk mengaratrkan kata menyirami,
memercikkan, menuangkan air dan mengiringi air kepada membasuh,
sebab bila najis apapun yang mengenai pakaian atau badan, maka ia

tidak suci kecuali dengan membasuhnya.

Saya katakan: Kenajisan air kencing bocah laki-laki tidak

mengharuskan untuk mengarahkan kata menyirami, memercikkan dan

lainnya kepada membasuh. Perkataan kamu, 'bila najis apapun yang
mengenai pakaian atau badan, maka ia tidak suci kecuali dengan
membasuhnya' tidak dapat diterima. Bukankah bila mani mengenai

pakaian lalu kering, untuk menyucikannya cukup dengan mengeriknya

dan tidak wajib membasuh padatral mani yang kering adalatr najis

sama seperti mani yang basatr juga adalatr najis?

Saya katakan: Bila air kencing bocatr laki-laki mengenai badan
atau pakaian, maka untuk menyucikannya cukup dengan menyirami

dan memercikkan air, tidak wajib membasuhnya. Sedangtan air
kencing bocah perempuan bila mengenai pakaian, maka tidak suci

kecuali dengan membasuhnya padahal air kencing bocatr laki-laki juga

najis sebagaimana air kencing bocatr perempuan juga najis,

pikirkanlah!

Jika ada yang mengatakan batrwa sesunggtrhnya antara mani
yang basatr dan kering ada perbedaan karena basatr dan keringnya,
sedangkan antara air kencing bocatr perempuan dan air kencing bocah
laki-laki tidak ada perbedaan sama sekali.

Saya katakan: Kita tidak dapat menerima bahwa tidak ada
perbedaan antara air kencing bocatr lald-laki. dan bocatr perempuan
sama sekali. Al Hafizh, Ibnu Al Qayyim di dalam bukunya, I'lam Al
Mwtaqqi'inberkal4 "Adapun membasuh pakaian karena air kencing

bocatr perempuan dan menyiraminya karena air kencing bocatr laki-

&, Syarah Sunrn Timidzi

laki bila keduanya belum mengonsumsi makanan, maka terdapat tiga
pendapat atrli fikih:

Pertama, bahwa semuanya harus dibasuh. Kedua, keduanya
disirami. Ketiga, membedakan. Inilah pendapat yang didukung oleh

As-Swrnatr, dan ini merupakan sebagian dari keindatran syariat,

kesempurnaan hikmatr dan mashlahatrya.

Perbedaan antara bocah laki-laki dan bocah wanita dari tiga

aspek:

Pertama, banyaknya mengarahkan hal yang berkenaan dengan
kaum laki-laki dan wanita kepada lafazh laki-laki, sehingga musibah
menjadi merata yang membuat sulit membasuhnya.

Kedua, air kencingnya tidak jatuh ke satu tempat tetapi tercecer

ke mana-mana sehingga sulit membasuh seluruh benda yang

dikenainya, berbeda dengan air kencing bocah wanita.

Ketiga, air kencing wanita lebih menjijikkan dan bau dari air
kencing laki-laki. Penyebabnya adalatt adanya kehangatan pada laki-
laki dan kelembaban pada wanita. Kehangatan itu mengurangi bau
kencing dan mencairkan kelembabannya. Ini merupakan pemaknaan
yang mengesankan, yang bagus untuk dijadikan pertimbangan dalam
perbedaan itu." [Selesai ucapannya].

Singftat kata, pendapat yang lebih benar dan kuat dalam masalatr
ini adalah pendapat yang mengatakan bahwa cukup dengan menyirami

air kencing bocah laki-laki dan wajib membasuh air kencing bocah
perempuan, wallatru a'lam. Setelah menyebutkan hadits-hadits yang

dimuat dalam pembatrasan ini, Al Hanfi lbnu Al Qayyim dalam

bukunya, I'lam Al Muwaqqi'tn berkata, "Sunnah-sunnah ini, melalui
Qiyas kemiripan menolak air kencing .orang tua, demikian juga

melalui keumuman yang tidak dimuat kekhususan ini, yflt"

perkataannya, 'Pakaian dibasuh karena empat hal: air kencing, buang
air besar, mani dan darah.' Hadits ini tidak valid, sebab ia merupakan
riwayat Ali bin ZaidbinJud'an, dari Tsabit bin Hammad.

Syarah Sunan Tirmidzi EI

Abu Ali berkata, 'Aku tidak mengetahui ada yang meriwayatkan
dari Ali bin Zaid selain Tsabit bin Hammad. Hadits-haditsnya semua
adalatr munkar dan Ma'lul (cacat). Kalaupun shahih, maka wajib
mengamalkan kedua hadits di atas, bukan membenturkan satu dengan

yang lain. Dengan begitu, air kencing yang termuat di dalarnnya

khusus bagi air kencing bocah laki-laki sebagaimana dikhususkan pula

air kencing binatang yang dimakan dagingnya berdasarkan hadits-
hadits yangkeshahihandan kemasyhurannya di bawatr hadits ini'."

G *Ucapannya, ry $ri tiw- F: 6 ti 't (Ini selama

keduanya belum mengonsumsi makanan; bila sudatr mengonsumsi

makanan, maka semuanya hanrs dibasuh):

Berdasarkan hadits Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Air lencing bocah laki-laki yang masih menyusui disirami
sedang air kenctng bocah perempuqn dtbasuh. " Qatadah berkata, "Ini

selama keduanya belum mengonsumsi makanan; bila sudah

mengonsumsi makanan, maka semuanya harus dibasuh. Diriwayatkan
oleh Ahmad dan At-Tirmidzi, ia berkata "Hadits hasan." Demikian
pula terdapat dalam kttab Al Muntaqa.

Asy-Syaukani dalam kitabnya, An-Nail, "Perkataannya,'Air
kencing bocah laki-laki yang masih menyusui,' ini untuk mengaitkan
lafazh i:nlJtU"t*" kondisinya adalatr masih menyusui. Demikian pul4

mengaitkan lafazh trb, ,"pr fbrdan yang dimuat dalam hadits-

hadits yang lain." [Selesai ucapannya].

Abu Daud meriwayatkan dari Ali RA secara Mauquf, ia berkata,
"Air kencing bocatr perempuan dibasuh sedang air kencing bocatr
laki-laki disirami selama belum mengonsumsi makanan." Dan beliau
juga meriwayatkan dari jalur Al Hasan, dari ibuny4 ia mengatakan
bahwa dirinya melihat Ummu Salamatr menuangkan air ke atas air
kencing bocatr laki-laki yang belum mengonsumi makanan, bila sudah

mengonsumsi makanan, maka ia membasuhnya. Ia dulu selalu

membasutr air kencing bocah perempuan.

EI Syerah Sunan Timidzi

Al Hafizh dalam kitabnya, At-Talkhish berkat4 "sanadnya

shahth. Al Baihaqi juga meriwayatkan dari jalur lain dari Ummu

Salamatr secara Mauquf dan mensftahihkawrya." Dan dalam hadits

Ummu Qais yang tersebut dalam pembatrasan ini, "Aku menemui

Nabi SAW bersama puteraku yang belum mengonsumsi makanan."

Dalam Al Fath, Al Hafizh berkata, "Yang dimaksud dengan

makanan adalah selain ASI yang disusuiny4 kurma yang disuap ke
mulutnya (di-Tahntk saat Aqiqatr), madu yang ditelannya untuk

berobat, dan lainnya. Maka maksudnya, ia tidak pernah mengonsumsi

nutrisi selain ASI secara tersendiri. Ini inti perkataan Imam An-

Nawawi dalam Syarh Muslim dan Syarh Al Muhadzdzab.

Di dalam kitabnya, Ar-Raudhah (Raudhah Ath-Thalibin) beliau

menyebutkannya secara mutlak, mengikuti riwayat asalnya, 'bahwa ia

belum mengonsumsi makanan dan belum minum selain ASI'."

Dalam Nukat At-Tanbihi, ia berkata" "Yang dimaksud adalatr
battwa ia belum memakan selain ASI, selain makanan yang disuap

saat Tahntk dan semisalnya. Sementara Al Muwaffaq Al Hamawi

dalam Syarh ArTanbih mengarahkan perkataan, 'Selama belum

makan' kepada makna zhahirnya. [a mengatakan bahwa 'Maknanya,

belum mandiri untuk memasukkan makanan di dalam mulutnya.'

Makna pertama lebih kuat dan dengannya Al Muwaffaq, Ibnu

Qudamah dan ulama lainnya memastikannya.

Ibnu At-Tin berkata" 'Kemungkinan ia (Ummu Qais) bermaksud
batrwa ia (bayinya) belum mengonsumsi makanan pokok dan masih

butuh untuk menyusui. Kemungkinan juga, ia membawa bayinya

tersebut ketika lahir agar di-Tahnik oleh Rasulullah SAW, sehingga

penafian diarahkan kepada makna umumnya." [Selesai]

Syarah Sunan Tirmidzi 6

,S,frru)j.4:qr;;\t

55. Bab: Tentang Air Kencing Binatang yang Dimakan

Dagingnya

,#'Ji;b$L ,!;)-t\t f u,,,*,:te'* -vt
LvLi ,oit * Lut ,i;ai ,:$ trv ,-^J-';;.'rb $:L
q.f 'n bu t J, ';. r'#
h^ ' l7\f*v ,ai"At 6i ,-A-j V
-+
4, tfr ,\i?: ,,irqi q, ti;r :)vj',i3At'il ,t. *,
f,tr,-,); t:!s-l:,ili gat, ,*t y \t ;* y, );,
*yY a r"r'?t e.!J *t y\te'4t'*re!

iilr,i6?t@l';i

.t;v & ,*,-?\\)i3;'i*i ,srt'&i ,'ui ;u

7t ;i 4 r1):t\t1 ,g* ,F d-rr> rr, :.,.--e I ,SG

.15 ,f1.6 )iitt Fy 'r;ti .;ti, ,yi J'*'j|, fi *
72. Al Hasan bin Muhammad Az-Za'farani menceritakan

kepada kami, Affan bin Muslim menceritakan kepada kami, Hammad
bin Salamatr menceritakan kepada kami, Humaid, Qatadatr dan Tsabit
menceritakan kepada kami, dari Anas, bahwa sekelompok orang dari
suku Urainah datang ke Madinatr lalu mereka membenci udaranya.
Lalu Rasulullah SAW mengutus mereka mendatangi onta sedekatr

seraya bersabd4 "Minumlah air susu dan air lcencingnya." Lalu

mereka membunuh penggembala Rasulullatr SAW lantas menggiring

ffi Syarah Sunrn Tir-nidzi

onta dan keluar dari Islam. Lalu mereka dibawa ke hadapan Nabi
SAW, lantas beliau memotong tangan-tangan dan kaki-kaki mereka
secara silang (tangan kanan dengan kaki kiri), mencongkel mata
mereka (dengan paku yang dipanaskan) dan membuang mereka ke

Harrah (tempat terkenal di Madinatr yang berbatu hitam). Anas

berkata, "Aku pemah melihat salah seorang di antara mereka

menggaruk-garuk tanah dengan mulutnya sampai mati." Barangkali

Hammad berkata, "Menggigit tanah dengan mulutnya sampai mati."e6

Abu Isa berkata "Ini hadits hasan shahih. Hadits ini juga
diriwayatkan dari jalur lain dari Anas. Ini merupakan perkata n

kebanyakan para ulama. Mereka berkatq 'Tidak apa-apa dengan air

kencing binatang yang dimakan dagingnya'."

Penjelasan Hadits:

Ucapannya, tg,t*'J, f U ';r:;,St EtV (Al Hasan bin

Mulrammad Az-Za'fatarri menceritakan kepada kami): Abu Ali Al

Baghdadi, teman Imam Asy-Syaf i, dari Ibnu 'Uyainah, 'Ubaid bin

Humaid dan selain mereka. Dan yang meriwayatkan darinya: Al

Bukhari dan para pengarang empat kitab Sunan. Ia dinilai Tsiqah oleh

An-Nasa'i, wafat pada pertengahan tatrun 260 H.

* U 'oA fii; laffan bin Muslim menceritakan kepada

kami): yakni bin Abdullah Al Bahili, Abu Utsman Ash-Shaffar AI

Bashari, Tsiqah Tsabat.Ibnu Al Madini berkata, "Bila ragu terhadap

satu huruf dari hadits, maka ia meninggalkannya. Terkadang ia

melakukan kekeliruan."

lbnu Ma'in berkata, "Kami mengingkarinya pada bulan Shafar,
tahun 19 H, lalu ia wafat tak berapa lama setelahnya. Ia termasuk
senior Thabaqat kesepuluh. Demikian seperti dinyatakan dalam,At-

* Hadits Shdhrh. Mutafa4 'Aldih. HR. Al Bukhari (4192), Muslim (1671), dan An-

Nasa'i (72)

Syarah Sunan Tirmidzi #l

Taqrib." Pengarang Al Khulashahberkata, "Ingatannya berubah pada

talrun 219, dart wafat pada tatrun 220 H. Demikian dinyatakan oleh Al

Bukhari, Abu Daud dan Mathin." [Selesai].

'i ititz;J, t$:r, (Hammad bin Salamatr menceritakan kepada

kami): yakni bin Dinar Al Bashari, Abu Salamah, seorang Tsiqah, ahli
ibadah dan termasuk manusia paling Tsabat. Namun hafalannya

berubah, termasuk senior Thabaqah kedelapan, meriwayatkan dari

Tsabit, Sammak, Qatadah, Humaid dan banyak orang. Yang
meriwayatkan darinya, Ibnu Juraij, Ibnu Ishak, keduanya adalah

Syaikhnya, Syu'batr, Malik dan banyak bangsa.

Al Qaththan berkata, "Bila kamu melihat seseorang menuduh

Hammad, maka tuduhlah keislamannya." la wafat pada tahun 167 H.

Catatan: Bila Affan meriwayatkan, dari Hammad tanpa

penisbatan, maka ia adalah lbnu Salamatr (Affan bin Salamatr). Hal ini
dikatakan oleh Al Hafizh, Abu Al Hajjaj.

'c.,;o" ,i:tti1,'rj; $:J, (Humaid, Qatadatr dan Tsabit menceritakan

kepada kami): Adapun Humaid, maka ia adalah lbnu Abi Humaid
Ath-Thawil, Abu Ubaidah Al Bashari. Tentarrg nama ayatrnya terjadi

perbedaan sebanyak sepuluh pendapat. Ia seorang Tsiqah dan

Mudallis.Ia dikecam oleh Zaidatr karena berpartisipasi dalam urusan

umara.

Al Qaththan berkata, "Humaid wafat saat sedang shalat dalam
posisi berdiri. Ia wafat tatrun 142 H." Sedangkan Qatadatr, maka ia

adalatr Ibnu Di'amatr. Sementara Tsabit, maka ia adalah Ibnu Aslam

Al Bunani, Abu Muhammad Al Bashari, seorang Tsiqah dan ahli

ibadah.

qiUcapannya, U.t1U i,f (Batrwa sekelompok orang dari suku

Urainatr): salah satu perkampungan suku Qudha'ah dan

perkampungan suku Bujailah. Yang dimaksud di sini adalatr hal yang

t6t $nrah Smaa firmidzi

I

kedua (Suku Bujailah). Demikian disebutkan oleh Musa bin 'Uqbah
dalam Al Maghazi. Demikian dalam Al Fath.

rtii lOatang): diungkapkan dengan kasrah pada Dal dalam

kalimat t jiy yakaimampir dan datang.

6iifr'6 (Lalu mereka membenci udaranya). Diungkapkan
dengan kata [jyzti yakni dari kata Ltl*|t yakni mereka membenci

udara kota Madinah dan airnya.

Ibnu Faris berkata, "Ungkapan Ut i:fr yakni bila kamu

membenci tinggal di dalam negeri itu sekalipun bergelimang nikmat.

Al Khaththabi mengaitkannya dengan apabila tinggal di sana

menimbulkan batraya. Inilatr yang sesuai dengan kisah ini."

Al Qazzaz berkata, "Kata t\3fzt yaksri makanan Madinah tidak

cocok buat mereka." Ibnu Al Arabi berkata, "Penyakit yang

menimbulkan petaka. Dalam riwayat yang lain, (diungkapkan dengan-

penj) ty';:1ilt.' Ia berkata, "semakna dengannya." Ulama lainnya

berkata, "Penyakit yang mengenai bagian dalam perut." Dan dalam

riwayat Abu 'Awanah, dari Anas mengenai kisah ini, "Lalu perut-
perut mereka membengkak." "

,t.fi rjOrl @antas menggiring onta): yakni dari kata 'o:i)t,

yakni berjalan dengan keras alias menggiringnya secara berlebihan

dan perhatian penuh.

'#tii'&-i-i'{.is (Lantas beliau memotong rangan-Tangan dan

kaki-kaki mereka): yakni beliau memerintahkan agar memotong

keduanya (tangan dan kaki). Dan dalam riwayat Al Bukhari, "Lalu

beliau memerintahkan, lalu memotong tangan-tangan dan kaki-kaki

mereka."

Syarah Sunan Tirmidzi @I

y q (secara silang [tangan kanan dengan kaki kiri]): Ini

sebagai bantahan terhadap orang yang mengatakan bahwa beliau
memotong kedua tangan setiap orang dan kedua kakinya.

#i.t2hi '.,t..-,':t (Mencongkel mata mereka [dengan paku yang

dipanaskan])": Dalam naskah yang benar dan bertuliskan pena,

tertulis, ).32 yaYni dengan hwrfi Lam (bukan dengan huruf Ra ': -P).
Al I(haththabi berkata, "Kata ji.lJt uautut mencongkel mata dengan

apa saja."

Ia berkata, "Makna .J.-, sssara batrasa adalah '5.!.1r, bisa jadi ia

if1'berasal dari kata Gaku). Maksudnya bahwa mereka itu dicelak

dengan pensil alis yang dipanaskan." Al Hafiztr berkata, "Terdapat

keterangan gamblang mengenai maksudnya dari pengarang, yakni Al
Bukhari dari riwayat Wuhaib, dari Aynrb dan dari riwayat Al Auza'i,

dari Yahya, keduanya dari Abu Qilabatr.

Lafazlnya,'Kemudian beliau memerintahkan agar dihadirkan

paku-paku, lalu dipanaskan, lalu dicelakkan kepadanya.' Ini

menjelaskan apa yang telatr dikemukakan di atas dan hal itu tidak

bertentangan dengan riwayat yang menggunakan kata ,13r, sebab

artinya adalah mencongkel mata dengan benda apapun sebagaimana
yang telah disebutkan." [Selesai ucapan Al Hafizh].

2lJu, pdti (D* membuang mereka ke Harrah): yaitu tanah

berbatu hitam, amat dikenal di kota Madinah. Beliau membuang

mereka ke sana karena dekat dengan tempat mereka melakukan apa
yang telah mereka perbuat itu.

&',?3\i (u.nggaruk-garuk tanatr): yakni a3ii.; lvtrrggamk-

ganrknya). Kata 33lr maknanya &lir .

,f :\r p!( gvtenggigit tanah): yakni Menggigitnya.

0 Syarah Sunrn Tirmidzi

Ucapannya ,'* W "ry r5 (ni hadits hasan shahih): Dan

dikeluarkan juga oleh Asy-Syaikhan (Al Bukhari dan Muslim).

Ucapannya,ibi ,yr-t )1'"U i ,rjri #' fi fti:; $i $nt

merupakan perkataan kebanyakan para ularna. Mereka berkata, 'Tidak

apa-apa dengan air kencing binatang yang dimakan dagingnya'):

Yakni perkataan Malik, Ahmad dan segolongan ulama Salaf. Pendapat

ini juga sesuai dengan pendapat ulama kalangan madztrab Syaf i
seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Al Mundzir, Ibnu Hibban, Al Ishthakhri

idan Ar-Ruyani. Sedangkan Imam Asy-Syaf dan jumhur ulama

berpendapat najisnya semua air kencing dan kotoran binatang yang
dimakan dagingnya ataupun lainnya. Demikian dikatakan oleh Al

Hafizh.

Saya katakan: Ulama lain yang berpendapat sucinya air
kencing binatang yang dimakan dagingnya adalatr Muhammad bin Al

Hasan dari kalangan sahabat Abu Hanifah. Pendapat yang menyatakan

sucinya air kencing binatang yang dimakan dagingnya berargumentasi

dengan sejumlah hadits, di antaranya: hadits pada pembahasan ini,
sedangkan terkait dengan onta, maka dengan hadits ini. Sementara
terkait dengan air kencing binatang yang dimakan dagingnya, maka

hal itu berdasarkan qiyas

Ibnu Al Arabi berkata, "Hadits ini menjadi sandaran orang yang
berpendapat sucinya air kencing onta. Pendapat mereka disanggatr
dengan pernyataan bahwa diizinkannya mereka (suku Urainah)
meminumnya tersebut lantaran untuk berobat. Namun pendapat ini

dikomentari, bahwa berobat bukan merupakan hal mendesak, buktinya

hal itu tidaklah wajib; sebab bagaimana sesuatu yang haram

diperbolehkan karena hal yang tidak wajib?

Jawabannya, hal ini ditolak! Bukan dalam kondisi mendesak

bilamana orang yang memberitahukannya ittr adalah orang yang ia

pegang beritanya pula. Dan sesuatu yang dibolehkan karena
mendesak, tidak dinamakan haram ketika memakannya. Hal ini

Syrrrh Sunan Tirmidzi 6l

berdasarkan firman Allah SWT, "Padahal sesungguhnya Allah telah
menjelaslran kcpado kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali

apa yang terpaksa lramu memalannya." (Qs. Al-An'aam [6]: ll9)

Maka sesuatu yang mendesak bagi seseorang, maka tidak diharamkan
baginya seperti bangkai bagi orang yang dalam kondisi mendesak,
wallahu a'lam."

Setelah menukil ucapan Ibnu Al Arabi tersebut, Al Hafizh

berkata, "Ucapannya yang berisi batrwa hal yang haram tidak

diperbolehkan kecuali karena perkara yang wajib tidak dapat diterima,
sebab berbuka di bulan Ramadhan haram hukumnya, sekalipun begitu,

ia diperbolehkan karena perkara yang diperbolehkan seperti

bepergian.

Adapun ucapan ulama selainnya, 'andaikata ia najis, pastilah
tidak boleh berobat dengannya, berdasarkan hadits, 'Sesungguhnya

Allah tidak menjadikan kesembuhan umatku dalam hal yang
diharamkan-Nya kepada kita.' Sesuatu yang najis adalah haram,

karena itu tidak boleh berobat dengannya sebab ia tidak

menyembuhkan'; maka jawabannya, hadits tersebut diarahkan kepada
kondisi mendapatkan pilihan (bebas memilih).

Sedangkan dalam kondisi mendesak (mendadak), maka tidaklah
haram, seperti halnya bangkai karena kondisi mendesak. Dan tidaklah

ditolak sabda Rasululllah SAW berkenaan dengan khlmer,

'Sesungguhnya ia bukanlah obat tapi penyakit 'saat menjawab orang
yang bertanya tentang berobat dengannya; sebab hal itu khusus untuk

khamer, dan dikategorikan juga kepadanya hal lain yang

memabukkan.

Perbedaan arfiara hal yang memabukkan dan najis-najis^lainnya
adalah bahwa hadits tersebut valid manakala menggunak4pnya dalam
kondisi dapat memilih, bukan lainnya. Juga, karena meminunrnya

dapat menyebabkan terjadinya banyak kerusakan. Di samping itu,

karena mereka pada masa Jahiliah berkeyakinan batrwa khamer itu
dapat menyembuhkan, lalu datanglah syariat menentang keyakinan

62 Syarah SunanTirmidzi

mereka tersebut. Demikian semakna dengannya dikatakan oleh Ath-

Thahawi.

Adapun mengenai air kencing onta, maka Ibnu Al Mundzir

meriwayatkan dari Ibnu Abbas secara Marfu', 'Sesungguhnya pada air
kencing onta itu terdapat kesembuhan bagi penyakit Dzaribah pada
perut mereka.' DzariD artinya kerusakan pada usus (perut besar).
Karena itu, hadits yang valid bahwa padartya terdapat obat tidak dapat
diqiyaskan dengan hadits valid yang menafikan hal itu. Dengan cara
ini, didapat sinkronisasi antara dalil-dalil yang ada dan pengamalan
sesuai seluruh tuntutannya." [Selesai ucapan Ibnu Al Hafiztr]

Di antaranya lagi, hadits-hadits tentang izin untuk shalat di

kandang temak kambing. Jawaban terhadap argumentasi ini, bahwa

tidak terdapat sisi pendalilan dari hadits-hadits ini atas bolehnya

bersinggungan langsung. Jawaban ini dibantah lagi dengan

menyatakan, hadits-hadits tentang izin shalat di kandang kambing

bersifat mutlak, tidak terdapat pengkhususan satu tempat tanpa tempat
yang lain, demikianpula tidak mengaitkannya dengan adanya pelapis

(penghalang). Hadits-hadits ini secara mutlak menunjukkan bolehnya

shalat di dalamnya dengan menggunakan pelapis ataupun dengan

pelapis serta di setiap tempat darinya.

Al Hafizh Ibnu Taimiyyah berkata, "Bilamana izin mengenai hal

itu bersifat mutlak dan tidak mensyaratkan adanya pelapis yang

menghindarkan dari terkena air kencing, izin meminumnya bersifat
mutlak bagi sebuatr kaum yang baru saja masuk Islam dan jatril
terhadap hukum-hukumny4 tidak memerintahkan mereka untuk
membasuh mulut-mulut mereka dan apa yang mengenai mereka

darinya untuk shalat atau lainnya padahal mereka biasa meminumnya;

maka hal itu mentlukung pendapat mereka yang mengatakan

kesuciannya." Demikian Asy-Syaukani menukil ucapannya ini di

dalam An-Nail (Nail Al Authar).

Di antaranya lagi, hadits Al Barra' secara Marfu', "Tidak apa-

apa air *encing binatang yang dimakan dagingnya." f,)an hadits Jabir,

Syenh Sunan Tirmidzi Et

"Binatang yang dimakan daginpyq maka tidak apa-apa air

kencingnya."

Kedua hadits itu diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni namun

keduanya lematr (dha'tfl, tidak layak berhujjah dengannya. Di dalam

ArTall;hish, Al Hafizh berkata *Sanad masing-masing dari kedua
hadits itu lemah sekali (dha'if jiddan)." Sedangkan mereka yang

berpendapat najisnya semua air kencing dan kotoran-kotoran binatang,

yang diambil oleh Imam Asy-Syaf i dan jumhur ulama seperti yang
telah Anda ketatrui, demikian juga ini adalatr pendapat Abu Hanifah

dan Abu Yusuf, berdalil dengan hadits Abu Hurairah secara Marfu',
"Sucikanlah diri kamu dari air kencing, sebab siksa kubur umumnya
berasal darinya." Dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimatr dan ulama

selainnya. Mereka berkata, "Keumuman hadits ini amat nampak

menyentuh selunrh air kencing, maka wajib menghindarinya karena
ancaman ini."

Demikian juga berdalil dengan hadits Ibnu Abbas yang

disepakati oleh Al Bukhari dan Muslim, ia berkata, "Nabi SAW

melewati dua buatr kuburan, lalu bersabda 'Sesungguhnya kcduanya
tengah disilrsa don tidaHah mereka disilua karena berbuat dosa

besar; adapun salah seorang di antara keduanya, maka ia tidak

pernah menghindar dari (percikan) air kcnctng'. "

Mereka mengatakan bahwa dalam hadits ini beliau

menggeneralisir semua jenis air kencing dan tidak mengkhususkannya

dengan air kencing manusia. Namun pernyataan ini dibantah dengan

mengatakan bahwa yang dimaksud dengan air kencing manusia adalah

seperti yang terdapat dalam Shahih Al Bukhari dengan lafazh, "Dultr

ia tidak pernah menghindar dari (percikan) air kencingnya." Al

Bukhari berkata, "Beliau tidak menyebut selain air kencing manusia."

Maka pendefinisian terhadap air kencing di sini adalah untuk yang

sudah diketatrui.

Ibnu Baththal berkata, "Maksud Al Bukhari bahwa yang

dimaksud dengan perkataanny4 'Dulu ia tidak pemah menghindar

& Syarah Sunan Tinnidzi

dari (percikan) air kencing' adalatr air kencing manusia, bukan air
kencing seluruh binatang, sehingga tidak dapat menjadi hujjatr bagi
orang yang mengarahkarurya kepada umumnya air kencing semua

binatang."

Saya katakan: Hadits Abu Hurairatr tersebut juga dapat dibantah

dengan jawaban ini; yakni bahwa yang dimaksud dengan

perkataannya, 'Sucikan diri kamu dari air kencing' adalah air kencing
manusia, bukan air kencing semua binatang. Kami telah menyebutkan
masing-masing dalil kedua belah pihak disertai penjelasan hal positif
dan negatifnya. Karena itu, cermati dan renungkanlah! Menurutku,

pendapat yang nampak ftuat) adalah pendapat yang mengatakan

sucinya air kencing binatang yang dimakan dagingnya, wallahu a'lam.

'i ,-;- F"* ,!s)tu4t e.)\t i ,Ht (ii-l -vr
i ,it'* ,:,#t ot:JL $:r; ,*i):)U'i. t'-'Fi $3cL\,:JJvv|u,!?!

tk-;b^! Wi *, y \,

.ai,j,pi

t:6 ? i;i r;;i Ix y ,'oriL-* I.:.-a :r,+ ie
.Ut2t ct:;tr li pli,i:,:) iL.i.* ,*t

&io, d, *pti1,:JG Li.p i * *,t:)ii
#U;.3_2"r^jr t:; ,t-,:4r.
oi

73. Al Fadhl bin Sahl Al A'raj Al Baghdadi menceritakan

kepada kami, Yatrya bin Ghailan menceritakan kepada kami, ia

berkata Yazid bin Zurai' menceritakan kepada kami, Sulaiman At-
Timi menceritakan kepada kami, dari Anas bin Malik, ia berkata,
"Sesungguhnya Nabi SAW mencongkel mata-mata mereka karena

Syamh Sunan.Tirmidzi 65"

mereka telatr mencongkel mata-mata para gembala." Abu Isa berkata,

"lni adalah hadits gharib, yang aku tidak mengetahui ada seorang pun
menyinggungnya selain syaikh ini, dari Yazid bin Zurai'. Ini adalah
makna firman-Nya, "dan lulw (pun) ada qishashnya". (Qs. Al
Maa'idatr [5]: 45) Juga telatr diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin,
ia berkata, "Nabi SAW melakukan hal ini terhadap mereka sebelum

turunnya ayat tentan g Hudud."e7

Penjelasan Hadits:

Ucapannya, fp.rr:ri;ir A?\t ,F" A 'S:zit a:te (Al Fadhl bin Sahl

Al-A'raj Al Baghdadi menceritakan kepadu kami): Yaitu Al

Baghdadi, berasal dari Khurasan. Seorang yang Shaduq, dari

Thahabaqal (tingkatan) kesebelas.

'0.j,? 'n ,#- $:b flatrya bin Ghailan menceritakan kepada

kami): yakni bin Abdullah bin Asma' Al Khuza'i, Abu Al Aslarni, Al
Baghdadi, Abu Al Fadhl, seorang Tsiqah, dari tingkatan kesepuluh.

a.o! ;,Pt 'fu'& #i *i * h' 4b U' F u,sy

(Sesungguhnya Nabi SAW mencongkel mata-mata mereka, karena

mereka telatr mencongkel mata-mata para gembala): Sudatr
disinggung sebelumnya tentang makna kata 'JxJr yakni perbuatan

Nabi SAW tersebut adalah dalam rangka menerapkan hukum Qishash.

Al Aini berkata di dalam 'Umdah Al Qari', "Pertanyaan kedua, apa

sisi penyiksaan terhadap mereka dengan api? Jawabannya, bahwa hal
itu terjadi sebelum turunnya hukum Hudud, ayat tentang Muharabah
dan larangan mutilasi. Jadi ia adalah Mansukh.

Ada yang berkata, *Tidak Mansukh tetapi Nabi SAW

melakukan itu sebagai Qishash, sebab mereka telah melakukan hal

e7 Hadits Srrctufi. HR. Muslim (16?1) Syarah Sunan Tirmidzi

e5

seperti itu terhadap par:a penggembala. Imam Muslim telah

meriwayatkannya dalam sebagian jalurnya."

L-yA-f r5 (Ini adalatr hadits gharib...dan seterusnya): Dan

diriwayatkan juga oleh Muslim.

",-re Udti ,F!? $2 gni adalah makna firman-Nya , " Dan

lulra pun ada qishashnya"): Yakni firman Allah SWT, "Dan Kami

telah tetaplran terhadap merelra di dalamnya (At-Taurat)," (Qs.

Maa'idah [5J: a5) yakni di dalam Taurat. "Jiwa dtbalas dengan jiwa":
yakni jiwa dibunuh dengan jiwa pula bila kamu membunuhnya."Mato

dibalas dengan mata": Yakni mata dicongkel dengan mata. "Hidung

dibalas dengan hidung": Yakni hidung dipotong dengan hidung.

"telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dqn luka (pun) ada

qishashnya": Yakni diqishash bila memungkinkan seperti tangan,

kaki, kemaluan dan semisalnya. Juga sesuatu yang tidak

dimungkinkan dilakukan pemerintah.

Sekalipun hukuman seperti ini dikenakan kepada mereka,

namun ia juga ditetapkan dalam syariat kita. Demikian seperti

disebutkan dalam tafsir Al Jalaloin.

Juga telatr diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin, ia berkata,
,i pt y ,i, e #Sfilr JF of ,F
3t' ..+, 6ti(Nabi sAw

melakukan hal ini terhadap mereka sebelum turunya ayat tentang

Hudud):

Al Hafizh dalam kitabnya Al Fath berkata, "Sejumlatr ulama,

diantaranya Imam Al Jauzi lebih condong kepada pendapat batrwa hal

itu diterapkan terhadap mereka dalam rangka Qishash. Ia juga

berpendapat bahwa hal itu telah Mansukh.

Setelah mengomentari hadits Imran bin Hushain tentang

larangan melakukan mutilasi, Ibnu Syatrin berkata, "Hadits ini
menghapus setiap bentuk mutilasi. Namun Ibnu Al Jauzi menyanggatt

pendapat mereka tersebut dengan mengatakan batrwa'Klaim Mansukh

perlu bukti sejarah'."

Al Hafizh berkata, *Hal itu ditunjukkan oleh hadits yang
diriwayatkan Al Bukhari dalam krtab Al Jihad, dari hadits Abu
Hurairah mengenai larangan penyiksaan dengan api setelatr

sebelumnya diizinkan dan juga mengenai kisah orang-orang dari

'Urainah sebelum masuk Islamnya Abu Hurairatr. Ia ada saat

diizinkan kemudian dilarang. Qatadah meriwayatkan dari Ibnu Sirin,
batrwa kisah mereka tersebut tedadi sebelum diturunkannya perintatr

Hudud.

Musa bin Uqbatr meriwayatkan dalam Al Maghazf, 'Mereka

menyebutkan bahwa Nabi SAW melarang melakukan mutilasi setelah

itu dengan ayat yang ada dalam surat A[ Ma'idatr. AI Bukhari

condong kepada pendapat ini dan Imam Al Haramain

meriwayatkannya dalam An-N ihayah dari Imam Asy-Syafi' i." [Selesai
ucapan Al Hafizh secara ringkas].

Ct}f)re,Vu;\i

56. Bab: Tentang Benvudhu Karena Kentut

,fr '*,t *,€', 61-xL :tri,\63'-^3 C* -v t
*j y\t 'u i'ti;,Lf ,i;-1 €j * *y,i ,Cw is,i
.g)'rf cctnls..o ,4$\i*:tY 'iti
'*i-; nz
lla :u,* l.tu
c--.1-

74. Qutaibatr dan Hannad menceritakan kepada kami, keduanya
berkata, Waki' menceritakan kepada kami, dari Syu'batr, dari Suhail

bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah bahwasanya

EI SYarah:Sunan Tirmidzi

Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada wudhu kecuali karena adanya
suara atau angin (baunya)."

Abu Isa berkata, "Ini adalah hadits hosan shahih."eE

Penjelasan Hadits:

Ucapannya, g) ti ,o*'u.lt;*i 1 (Tidak ada wudhu kecuali

lrarena adanya suara atau angin [baunya]): Yakni tidak wajib wudhu
kecuali bila mendengar suara atau mendapati angin (bau) yang keluar

dari perut.

Ath-Thibi berkata, "Beliau menafikan jenis sebab-sebab

berwudhu dan mengecualikan darinya suara atau angin, padahal
pembatal-pembatal wudhu banyak. Bisa jadi hal itu dalam format

yang khusus sesuai dengan si penanya. Jadi, yang dimaksud adalah

menafikan jenis keraguan dan memantapkan keyakinan. Alias

janganlah ia berwudhu karena ada keraguan padahal sudah didahului

dengan dugaan telatr bersuci kecuali yakin telah keluarnya suara atau

angin." ",# L-t; 15 Qni adalah hadits hasan

Ucapannya, "*

shahih): Dan dikeluarkan juga oleh Ahmad dan Ibnu Majah.

f Ao.,Wc., ;ce, d*i>ttu'oU. ;;p.1l .+r,. dlr;r]oiUil*_vo
,;)
* *,ti'*,, y Xi ir J:-r'oi ;;1 ,rri'* ,y.i ,Ctb
;- Z'H- * ,Fi ,i.Al'L; ra,*)t € €i;i u{ t;y

.ur:';-\i€*'e,--.1-

75. Qutaibah menceritakan kepada tu-i, OOOu, 'Aziz bin

Muhammad menceritakan kepada kami, dari Suhail bin Abu Shalih,

s Hadits Slrafuh. HR Ibnu Majah (515)

Syrrah Sunar Tirmidzi 6

dari ayahnya, dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW
bersabda, "Bila salah seorang di antara kamu berada di masjid lalu

mendapati angin di antara kedua bagian belakang (bolang)-nya,

malu janganlah ia keluar hingga mendengar suara atau mendapati

angin (baunya). "ee

Penjelasan Hadits:

Ucapannya, .,nJ.J,jl ,1, €'bl o'e $ (Bila satah seorang di

ontara kamu berada dt masjid): Ada yang mengatakan bahwa hadits

ini mengesankan bahwa hukum unttrk selain masjid berbeda dengan

masjid akan tetapi disirat di sini batrwa hukum asalnya adalatr

hendaknya ia shalat di masjid sebab ia mernang tempatnya. Karena
itu, hendaknya seorang mukmin konsisten untuk mengikuti shalat

berjamaah di masjid.

Ft g. \ *,i (lalu mendapati angin [bauJ di antara kedua

bagian belalrang [bokongJ-nya): Kata ,#ft merupakan bentuk

Tatsniah (double) dari kata ,=t!. P.rg**g Al Qamus berkata, "{}t

maknanya a;arlt (bagian belakang, bokong) atau bagian belakang yang

berdaging atau lemak. Di dalam riwayat Muslim disebutkan, aptla
salah seorong di antara kamu mendapati sesuatu dt dalam perutnya,

lalu membuatnya lcesulitan; apakah telah keluar sesuatu darinya atau
tidak.? "

Lr,,c'YJ (Malra janganlah ia keluar): yakni dari masjid untuk

berwudhu

€* '#- ufr lUtngga mendengar suara): Yakni suara angin

keluar darinya.

'Ha&tr Sluiih. HR. Muslim (362), Abu Daud (17?), keduanya dari jalur Suhail

bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah.

ffi Syarah Sunan'Timidzi

gl 4-'3i lltau mendopati angtn [bau]): Yakni mendapati bau

angin (kentut) keluar darinya. Pengarang Syarh As-Sunnah berkata,
"Maknanya hingga ia yakin telatr berhadats, bukan karena mendengar

suara atau mendapati angin itu sebagai syarat; sebab bisa jadi ia

seorang yang tuli sehingga tidak dapat mendengar suara, dan bisa jadi

pula ia seorang yang kurang daya penciumannya sehingga tidak

mendapati angin. Karenanya, kesuciannya batal bila ia yakin telah

berhadats.

Ia juga menegaskan, 'Hadits itu menunjukkan bahwa angin yang

keluar dari salah satu dua saluran (qubul atau dubur) tidak
mewajibkan berwudhu.' Para sahabat Abu Hanifah berkata,

'Keluarnya angin dari qubul tidak mewajibkan berwudhu. Hadits itu
menunjukkan bahwa keyakinan tidak dapat terhapus karena keraguan

terhadap sesuatu dari perkara syariat. Ini adalah pendapat mayoritas

ulama'."

Imam An-Nawawi berkata, "Hadits ini merupakan salah satu

dari pokok-pokok hadits dan merupakan salatr satu kaidatr agung dari

kaidatr-kaidatr dien ini, yaitu batrwa segala sesuatu dihukumi tetap

seperti asalnya hingga yakin dengan hal yang berlawanan dengannya.
Keraguan yang tiba-tiba datang atas hal itu tidak membahayakan.

Di antaranya, masalah yang terdapat dalam pembahasan di mana
terdapat hadits ini, yaitu batrwa siapa yang yakin dalam kondisi suci

dan ragu batrwa ia telatr berhadats, maka dihukumi tetap dalam

kondisi suci. Tidak ada perbedaan antara terjadinya keraguan ini
dalam shalat yang sama denan terjadinya di luar shalat. Ini madzhab
kami dan madzhab jumhur ulama Salaf dan Khalaf. Para sahabat kami

mengatakan batrwa 'Tidak ada perbedaan apakatr ia ragu antara

seimbangnya posisi dua kemungkinan telatr berhadats dan tidaknya,
atau salatr satunya lebih kuat dari yang lainnya dan lebih dominan
dalam dugaannya. Dalam setiap kondisi itu ia tidak perlu berwudhu.

Adapun bila ia yakin telatr berhadats dan ragu akan kesuciannya,

maka menurut ijma ulama ia hanrs berwudhu'."[Selesai ucapannya].

Syrnl Sunan Tirmidzi 4t

At-Tirmidzi tidak mengomentari apa pun berkenaan dengan
kuditas hadits ini, apakah shahih atau lemah. Padahal ia adalah hadits

shahih, diriwayatkan oleh Imam Muslim.

,'# ti?i ,6f)11 'rL $'r; |D,? '; \H r.fr- -vr

U,,lu *t*\t*Ut,f ,r;:),rj yf i lU'*

.1i; ,_r oai ti1 6'-($bJii y li,r

*"#Uf 4r>{ z tzt t o'.u t'.:,-a:rnc 4'r,1

r.,1 JU

itj ica;;.Gj ,,* *i::t i lty * qQt q::Ju
y rt,r,-. t. lc z c.. cr;r-4V.
€.,ls
411

Y tf ,r:iit J'i *t|4"# qtLtt,^ S Iie
o:;L, i*It ,\L'.i-
t/c /
.tZ) ?stv-rY-t zc(.az vt

a 6tl... :
n, J, ic9/ J
.>'sAt
t'rY ill3(ir uide4,. 6a ri1

4, ,

st
,?'-fJl^,- 6u=i.

qle
C. t lz rI.-C.4-u!-:-r

Ol 'J.ir

lz ',

)tw|; cr-*s J
.*' v)tc tL-J'Jt ;lJ','jltut. i'U rlt ..l 13)

z. C t; 'e6,,5';

.O2.4t

76.'oo Mahmud bin Ghailan menceritakan kepada kami,

Abdwrazzaq menceritakan kepada kami, Ma'mar mengabarkan

kepada kami, dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah RA,

dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak

'* Hadits Stuluh. HR. Al Bukhari (135), dan Muslim (225). Keduanya dari jalur

Abdurrazzaq dengan sanad ini dan semisalnya.

42 Syarah Sunan Tirmidzi

menerima shalat salah seorang di antara kamu bila telah berhadats

hingga ia berwudhu."

Abu Isa berkata, "Ini adalatr hadits gharib hasan shahth." la
berkata, "Hadits dalam pembatrasan ini juga diriwayatkan oleh
Abdullah bin Zaid, Ali bin Thalq, Aisyah, Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud

dan Abu Sa'id.

Abu Isa berkata, "Ini adalah hadits hasan shahih, yang juga
merupakan pendapat para ulam4 bahwa tidak wajib baginya
berwudhu kecuali bila berhadats karena mendengar suara atau

mendapati angin (bau)."

Abdullah bin Al Mubarak berkata, "Bila ragu telah berhadats,

maka tidak wajib berwudhu hingga benar-benar yakin yang mampu
membuatnya untuk bersumpatr." Ia berkata, "Bila keluar angin dari
qubul wanita; maka wajib baginya wudhu. Ini adalah pendapat lmam
Asy-Syafi' i dan Ishak."

Penjelasan Hadits:

Ucapannya, int;* f#- ilr i,t (Sesungguhnya Allah tidak

menerima shalat salah seorang di antara kamu):

Dalam kitabnya Al Mirqah, Al Qari berkata, "Yakni tidak

menerima berupa pengabulan dan penerimaan pahala, berbeda dengan
shalat orang yang Musbil (pakaiannya melebihi mata kaki) dan budak
yang kabur dari majikannya. Sebab shalat kedua orang ini juga tidak
diterima akan tetapi tidak diterima dengan tidak diberikan pahala tapi

dikabulkan. Maka, tidak dapat disanggah apa yang dikatakan orang
batrwa tidak mesti hal itu tidak diterima berarti tidak boleh dan sah
padahal kesucian merupakan syarat satr shalat." [Selesai ucapannya].

Di dalam Al Fath, Ibnu Hajar berkata, "Dan yang dimaksud

dengan 'diterima' di sini adalatr sinonim dari sah, yaitu diberi imbalan
pahala. Hakikat penerimaan adalatr buah jatuhnya suatu ketaatan

Spmh Sunan Tirmidzi trt

menjadi patrala dan terangkatnya tanggungan diri (Dzimmah).

Manakala mendatangkan syarat-syaratnya menjadi indikator

diberikannya patrala dimana penerimaan merupakan buahnya, maka

hd itu diungkapkan dengan penerimaan secara Majaz (kiasan).

Adapun penerimaan yang dinafikan seperti dalam sabda beliau

SAW, 'Barangsiapa yang mendatangi peramal, niscaya shalatnya
tidak diterima'; maka ini adalah secara hakiki, sebab terkadang suatu
amal sah lalu penerimaannya diberikan belakangan karena adanya

penghalang. Oleh karena itu, sebagian ulama Salaf sering mengatakan
bahwa 'Diterimanya satu shalatku adalah lebih aku sukai daripada

seluruh dunia.' Hal ini dikatakan oleh Ibnu Umax.' Ia mengatakan
batrwa 'Karena Allah SWT berfrrnan, "Sesungguhnya Allah hanya
menerima (korban) dari orang-orang yang bertal*va".' (Qs. Al
Maa'idah l5):27)

,l:,;^li ti1(Bila telah berhadats): Yakni ia sudatr menjadi orang

yang berhadats sebelum shalat atau ketika tengah dilaksanakan.

f*V- e (Htugga ia bertudhu): Yakni dengan air atau

penggantinya. Imam An-Nasa'i meriwayatkan dengan sanad yang
kuat dari Abu Dzarr secara Marfu', "Tanah yang baik (Tayammum)

adalah wudhunya seorang muslim." Dalam hadits ini, Allah SWT
menyebut tayammum sebagai wudhu karena ia penggantinya. Tidak
dapat disembunyikan, bahwa yang dimaksud adalah diterimanya
shalat orang yang berhadats lalu ia berwudhu, yakni beserta syarat-
syarat shalat yang lain. Demikian seperti dinyatakan dalam Fath Al

Bari.

Ucapannya ,'* ',# U-i L-o tta (Ini adalatr hadits gharib

hasan shahih): Diriwayatkan juga oleh Asy-Syaildtan dan selain

keduanya.

i:i ,fUcapannya, czst?j i ,*i y i !, y t q! d:

# \dti ,si[- i)i ,d# (Hadits dalam pembahasan ini juga

ffi Syarah Sunan Tirmidzi

diriwayatkan oleh Abdullah bin Zaid, Ali bin Thalq, Aisyah, Ibnu

Abbas, Ibnu Mas'ud dan Abu Sa'id): Adapun hadits Abdullah bin
Zud,maka diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan dan selain keduanya.

Di dalam Shahih Al Bukharl, dari 'Abbad bin Tamim, dari

pamannya bahwa seorang laki-laki yang merasa seakan-akan

mendapati sesuatu di dalam shalat mengeluh kepada Rasulullah SAW
seraya berkata, "Janganlah ia berpindah atau tidak berpaling hingga

mendengar suara atau mendapati angln."

Al Hafizh di dalam kitabnya Al Fath mengomentari,

"Perkataannya, dari pamannya, maka ia adalatr Abdullah bin Zaid bin

'Ashim Al Mazini Al Anshari. Imam Muslim dan perawi lainnya
menyebutkan namanya untuk hadits ini dari jalur Ibnu 'Uyainah."

[Selesai ucapannya].

Sedangkan hadits Ali bin Thalq, maka diriwayatkan oleh Abu

Daud dan At-Tirmidzi. Sementara hadits Aisyah, maka diriwayatkan

oleh Ahmad, Al Bazzar dan Ath-Thabrani di dalam Al Kabir (Al

Mu jam Al Kabir), di dalamnya terdapat, "Bahwa Rasulullah SAW
memerintatrkan bila keluar angin dari salah seorang dari kaum
muslimin maka hendaklah ia berwudhu." Al Haitsami berkata, "Para

perawi hadits Musnad Ahmad adalatr para perawi Ash-Shahilz selain

Muhammad bin Ishak, yang berkata, 'Hisyam bin Urwah

menceritakan kepadaku' ".

Sedangkan hadits Ibnu Abbas, maka diriwayatkan oleh Al
B^zzar dan Al Baihaqi batrwa Nabi SAW ditanyai mengenai seorang
laki-laki yang merasa seakan berhadats dalam shalatnya padahal tidak
berhadats, maka Rasulullatr SAW bersabda, "Sesungguhnya syetan
mendatangi salah seorang dari kamu saat ia sedang shalat hingga
membul<a bagian belakong (pantat)nya, lalu ia merasa seakan-alcan

telah berhadats padahal tidak berhadats; bila salah seorang di antara
lrsmu mendapati kondisinya seperti itu, maka janganlah ia berpaling

hingga mendengar hal itu dengan teltnganya atau mendopati

anginnya dengan hidungnya. " AI Haitsami berkata di dalam Majma'

Syarah Sunan Tirmidzi 6

Az-Zawa'td, "Para perawinya adalah para perawi Ash-Shahih."

[Selesai ucapannya].

Sementara hadits Abu Sa'id, maka diriwayatkan oleh Abu
Ya'la, darinya, bahwasanya Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya
syeton mendatangi salah seorang di antara knmu dalam shalatnya,

lalu mengulurknn bulunya dari duburnya, lalu ia melihat dirinya telah

berhadats; maka janganlah ia berpaling hingga mendengar suara

atau mendapatt angin." Dan diriwayatkan juga oleh Ibnu Majatr
secara ringkas, di dalamnya terdapat Ali bin Z,aid.Para ulama berbeda

pendapat mengenai menjadikannya sebagai hujfatr. Demikian seperti

dipaparkan dalam Maj ma' Az-fu a' id.

Ucapannya, '* '# L* ti.lr "Ini adalatr hadits hasan

shahih": Demikian terdapat di dalam naskatr aslinya. Ini merupakan

pengulangan.

Ucaparurya,i,E "laberkata": Yakni Ibnu Al Mubarak.

;F{r'est J:i'}t .i*}, * *i g!} ar;st ,F Ut? ,it

"Bila angin keluar dari qubul wanita; maka wajib baginya wudhu. Ini

adalah pendapat Imam Asy-Syaf i dan Ishak": Para sahabat Abu

Hanifah berkata, "Keluarnya angin dari Qubul tidak mewajibkan

berwudhu."

Al Qa.i dalam Al Mirqah berkata, "Pengarahan terhadap

perkataan ulama madzhab Hanafiah itu, bahwa ia kondisi yang langka
sehingga tidak dicakup oleh nash. Demikian dikatakan. Yang benar,

apa yang dikatakan lbnu Al Humam bahwa angin yang keluar dari

dzakar merupakan getaran jiwa saj4 bukan angin sehingga tidak batal
seperti angin yang keluar dari bekas bedatr pada perut." [Selesai

ucapannya].

Dalam syarahnya terhadap Syarh Al Wiqayaft, sebagian ulama

madzhab Hanafi berkata "Para sahabat kami bersepakat, bahwa angin
yang keluar dari dubur membatalkan wudhu. Namun mereka berbeda

ffi Syarah Sunan Tirmidzi

pendapat mengenai angin yang keluar dari dzakar dan qubul wanita.

Al Qaduri meriwayatkan dari Muhammad bahwa hd itu mewajibkan

berwudhu. Pendapat ini juga diambil sebagian Masyayikh (para tuan

guru).

Abu Al Hasan berkata, 'Tidak ada wudhu dalam kedua hal
tersebut kecuali bila si wanita seorang Mifdhah. Mifdhah artinya

wanita yang kedua saluran kotorannya bercampur antara qubul dan

dubur. Ada yang mengatakan batrwa saluran kencing dan haidh;

sehingga ia diharuskan untuk berwudhu.'

Asy-Syailft Abu Hafsh Al Kabir (senior) berkata, "Bila ia

seorang Mifdhah, maka wajib berwudhu. Jika tidak, maka tidak wajib

berwudhu.' Demikian disebutkan oleh Hisyam dalam kitabnya,

N a'w adi r, dari Muhammad.

Adapun mengenai Mifdhah, dari kalangan Masyayikh ada yang

mengatakan bahwa 'Bila angin itu busuk (bau sekali), maka wajib
berwudhu. Bila tidak, maka tidak wajib. Demikian disebutkan dalam

Adz-Dzakhirah.' Dengan begitu, Anda mengetahui batrwa perbedaan
mengenai angin yang keluar dari kedua saluran itu terbagi kepada dua

pendapat:

Pertama, wajib berwudhu. Dalilnya adalah makna umum dari
hadits yang berbunyi, 'Sesungguhnya hadats adaloh apa yang keluar

dari salah satu saluran (latoran). ' Sebab yang menjadi tolok ukur

adalatr keumuman lafazlnya bukan kekhususan sebabnya. Hal ini

dikatakan oleh Asy-Syaf i, demikian juga seperti yang disebutkan

dalam Al Binayah.

lIKedua, tidak wajib wudhu. Pengarang buku Htdryah lebih

condong kepada pendapat ini. Ia beralasan, batrwa angin tersebut tidak
timbul dari tempat najis. Hal ini berdasarkan pandangary dzat angin
itu sendiri bukanlah najis tetapi najis karena ia melewati tempat najis.

Ini tidak sejalan dengan pendapat oftrng yang mengatakan dari

kalangan Masyayillt tentang najisnya dzatangin itu sendiri.

Syarah Sunan Tirmidzi 6t

Seharusnya alasannya adalah seperti apa yang disebutkan ulama

selainnya batrwa ia (angin itu) adalah getaran jiwa saja, bukan angin
dan bukan pula sesuatu yang di luar itu. Akan tetapi ini juga kurang,
sebab tidak sejalan bilamana mendapati bau busuk atau mendengar

suara dari qubul atau dzakar. Jelas, tidak diragukan lagi sesuatu telatr

keluar. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini adalatr Qadhi

Khan dalam fatwa-fatwanya dan pengarang hntku Maraqi Al Falah.la
berkata, "Inilah pendapat yang paling shahih, sebab ia adalatr getaran
jiwa, bukan angin. Jika ia angin, maka tidak najis.

Sementara angin dubur membatalkan wudhu karena melewati

najis. Demikian juga pendapat ini diambil oleh pengarang buku lr-

Tanwir, Ad-Durr Al Mukhtar dan ulama Mutaakhkhirin selun mereka.
Tentu, tidak kabur lagi bagi Anda batrwa yang sesuai dengan hadits-
hadits tersebut adalah pendapat pertama. Karena itu, hendaklatr ia
dijadikan sebagai rujukan." [Selesai ucapannya].

DtG.4re,Vu;\t

57. Bab: Tentang Wudhu Karena Tidur

'i :,;J, i,6, ,:G; ;; i l";t rii* -vv

"',Z!6!y'J:r q'; ,y. rrt, ib $:r, tj$ ,L9 ;^, ,',41ci,l:,

fr ,t6 /, * ;,o;)lJ,tLerr-i '*r^i,ie6;a*}t,';ylrf\utr*l'y."41, 'u,r*,,

io'i'd'rf ,v
'd-'t injt'ot,,lu ri* i *t tlt ;;3 t :',i!' ,P-

Lrt'G'pt ;Etabt st,iy d1*Ei i6 ;r t\

@I SYarah Sunan Tirmidzi

.nt), +U'*i-'et to ilr:ura I jC

* q!.i;.c;..tp
1. ,1ytc.*-z c,. ,:*.G "

,Srl: i.tt G::Jv

77. Isma'il bin Musa Kufi, Hannad, Muhammad bin Ubaid Al

Muharibi menceritakan kepada kami satu-, mereka
berkata, Abdus Salam bin Harb-Al Mula-'mi maeknncaenrityaakan kepada kami,

dari Abu Khalid Ad-Dalani, dari Qatadah, dari Abu Al 'Aliyah, dari

Ibnu Abbas, bahwasanya ia melihat Nabi SAW tertidur saat beliau

sujud hingga mendengkur atau meniup, kemudian berdiri shalat. Lalu

aku berkata, "Wahai Rasulullatr, sesungguhnya engkau telah tidur."
Beliau bersabda, "Sesungguhnya wudhu tidak wajib kccuali atas

orang yang tidur terlentang; sebab bila ia tidur terlentong, maka

s e luruh pe r s e ndi annya me monj ang. "

Abu Isa berkata, "Nama Abu Khalid adalah Yazid bin

Abdurrahman."

Ia berkata, "Hadits dalam pembahasan ini juga diriwayatkan dari
Aisyatr, lbnu Mas'ud dan Abu Hurairah.lol

Penjelasan Hadits:

Ucapannya, yrt ,rnir $r{amanya satu): Yakni makna hadits-

hadits Isma'il, Hannad dan Muhammad satu, sedang dalam lafazhnya

terdapat perbedaan.

Ucapannya,'rqti'$t ?$ (Tertidur saat beliau sujud): Yakni tidur

dalam kondisi sujud.

rot Hadir dtra'rf (l*mah). HR. Abu Daud (203) dari jalur Abdus Salam bin Harb
dengan sanad ini. Ar-Tirmidzi mendiamkannya dan sama sekali tidak memberikan
penilaian terhadapnya. Abu Daud berkata, "Ucapannya, '(Hendaklah) berwudhu

bagi orang yang tidur terlentang,' adalah hadits Manlar."

;;,hb (Hingga mendengkur): Pengarang Al Qamr,rs berkata,

*';tit'l+ yakni c.rtr (bersuara)." [Selesai ucapannya].

Maknanya, Rasulullatr SAW tidur dalam kondisi sujud hingga
terdengar dengkurannya, yaitu suara yang keluar bersamaan dengan
nafas orang yang tidur.

'{ 'ti (Atau meniup): Keraguan ini berasal dari perawi.
Pengarang Majma' Al Bihar berkata "'Hingga meniup' yakni

bernafas dengan suara hingga terdengar darinya suara meniup seperti
terdengar dari orang yang tidur."

,l*,r- iri p {f.-uaian berdiri shalat): Yakni dengan tanpa

berwudhu yang baru.

W ,,?ri ,*\1.(xecuati atas orang yang tidur terlentang):
Yakni meletakkan punggungnya ke bumi. Pengarang Al Qamus

berkata, "yakni meletakkan punggung ke bumi seperti."

'.3/'.,"r "Memanjang" yakni terputus dan lunglai.

d';tfi "seluruh persendiannya": Kata pti, adalatr bentuk

jarnak dari kata 1-;1, yaitu pangkal tulang dan urat.

ii:j lF *Ucapannya,
elt i.tj ,z:;,s.rb q$r ,Ji {Haaits

dalam pembatrasan ini juga diriwayatkan dari Aisyah, Ibnu Mas'ud

dan Abu Hurairatr): Adapun hadits Aisyatr, maka diriwayatkan oleh

Ibnu Majatr, dariny4 ia berkata, "Pernah Rasulullah SAW tidur

hingga meniup, kemudian bangun melaksanakan shalat dan tidak

berwudhu." Ath-Thanafisi berkata "Waki' berkat4 'Yakni sedang

sujud'."

Sedangkan hadits Ibnu Mas'ud, maka dikeluarkan juga oleh

Ibnu Majatr, dariny4 batrwa Rasulullah SAW tidur hingga meniup,

kemudian bangun melaksanakan shalat. Sementara hadits Abu

Hurairah, maka diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan lafazh,

@I SYarrh Sunan Tirridzi

"Barangsiapa tidur dengan meletakkan punggung, maka ta wajib
berwudhu. " Setelahnya, ia (Al Baihaqi) berkata, "Tidak shahih kalau
ia hadits Marfu'."

Hadits itu diriwayatkan secara Mauquf dan sanadnya slrahih.

Beliau (Al Baihaqi) juga meriwayatkannya dalam kttzbnya Al

Khila/iyyat dari jalur lain, dari Abu Hurairatr. Namun ia menilainya
memiliki cacat pada perawi bernama Ar-Rabi' bin Badr, dari Ibnu

'Adi. Demikian juga dikatakan oleh Ad-Daraquthni dalam Al 'Ilal,

"Bahwa ia sebagai Mauquflebih shahih."

Demikian juga disebutkan dalam At-Talkhisft. Ketahuilah, lmarr

At-Tirmidzi sama sekali tidak memberikan penilaian terhadap kualitas

hadits Ibnu Abbas tersebut, baik dari sisi keshahihan ataupun
kelemalrannya di sini. Namun ia membicarakannya dalam krtab Al
'llal Al Mufrad, demikian juga ulama lain dari kalangan para ulama

tokoh hadits membicarakannya.

Al Hafidr dalam At-Tall,rhish berkata, "Porosnya berada pada
Yazid bin Abu Khalid Ad-Dalani. Berdasarkan hal itu, terjadi

perselisihan pendapat mengenai lafazhJafazhnya. Secara dasarnya,

Ahmad dan Al Bukhari melemahkan hadits tersebut sebagaimana
yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Al 'Ilal Al Mufrad- AMu

Daud juga meriwayatkannya dalam As-Sunan dan At-Tirmidzi serta

Ibralrim Al Harbi dalam Al 'Ilal dan perawi hadits selain mereka.

Al Baihaqi berkata dalam Al Khtlafiyyar, 'Diriwayatkan socara
tersendiri oleh Abu Khalid Ad-Dalani rurmun semua ulama tokoh
hadits mengingkarinya.' Ia mengatakan dalam As-Sunan, 'Semua

Hafrzh mengingkarinya dan mengingkari ia mendengar dari Qatadah.'
At-Tirmidzi berkata, 'Diriwayatkan oleh Sa'id bin Abu'Urubah, dari

Qatadah, dari Ibnu Abbas ucapannya tersebut namun tidak

menyebutkan Abu Al 'Aliyah dan tidak menilainya Marfu"." [Selesai

Ucapannya].

Syarah Sunan Tirmidzi EI

',ot o, cJ:rz-, to &.o...:dLiJ> c-,16t.-rci tA./.t..:J6,^-*, $J> -VA

cA-r;' U, J.
\' -u j-; tt ,!y i il y ;yi .>i ok ,iu
,i;a

.,oSta+,.-*1\.1- c.ojl-.airt: t1o'r-f*r.rfi, ,---1-. o1,

ccl;r,li *: iY

](?-',,?, "'G 4i- .,*tii' :,(> '. t,''1 JV

u

*'; ea'+trrAt, l' '"b t:1, ,irt yt

*;*)l
i :Jv

:Jui l3^;1 fi'G ie 'j;
'O"
ct $) :uf IU '^*, ,/& &.-6tat,J,Jt9.)l I)'
z lz t ,c, . ,6. o,' . oi, .lu

;.1

.*'; {, ,!.tlJr ti y'!"i_ f: {'i ,'16 /t ,r ,i;rs ;
y 7 ) tf i.ti ai; ilt ,1 :*jr *1icfut';i!'.rs
;tj',s;;t JA o;j ,rl-,L)i ?6- ,F rli.v'ri wv 7rl rilir*St

gL *r * + ,rJ" it: riy:riJi.iv ,'-,;1r, ,lr]it

iri ,qi:, u{} tyu ?e :n ,'4tilt J$j .:6;\ JF. *, ,ir+!t

.i*lt * i;t ,j-)'t'"r;,;1'.lt;

78.102 Muhammad bin Basysyar menceritak* t"puau kami,
Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami, dari Syu'bah, dari

Qatadatr, dari Anas bin Malik, ia berkata, "Dulu para satrabat

Rasulullah SAW tidur, kemudian bangun melaksanakan shalat dan

tidak berwudhu lagi."

Abu Isa berkata, "Ini adalatr hadits hasan shahih."

Ia berkata, 'oDarr aku telah mendengar Shalih bin Abdullah
berkata, 'Aku bertanya kepada Abdullah bin Al Mubarak dari orang

'02 Hadits Shah,h. HR. Muslim (3?6), dan Abu Daud (199). Keduanya dari jalur

Syu'bah, dari Qatadah, dari Anas.

4n Syerah Sunan Tirmidzi

yang tidur dalam posisi duduk secara sengaja, lalu ia berkata. 'Tidak
perlu berwudhu'."

Abu Isa berkata, "Hadits lbnu Abbas ini diriwayatkan oleh Sa'id
bin Abu 'Urubah, dari Qatadah, dari Ibnu Abbas ucapannya tersebut,

namun tidak menyebutkan Abu Al 'Aliyah dan tidak menilainya

Marfu'."

Para ulama berbeda pendapat mengenai berwudhu karena tidur;

kebanyakan mereka berpendapat wajib berwudhu bila tidur dalam
posisi duduk atau berdiri hingga tertidur dengan terlentang. Ini adalah
pendapat Ats-Tsauri, Ibnu Al Mubarak dan Ahmad. Sebagian mereka
mengatakan bahwa bila tidw hingga kehilangan kesadaran, maka

wajib berwudhu. Ini adalah pendapat Ishak. Asy-Syaf i berkata,

"Siapa yang tidur dalam kondisi duduk, lalu bermimpi atau tempat
duduknya berubah karena permulaan tidur, maka hendaklah ia

berwudhu."

Penjelasan Hadits:

jUcapannya, ,o;,-F- o;u-'*j # in' .,t; iirr J-r-r ,+r;,:el o€

o,,np, t4 Ij ,ojA! (Dulu para shahabat Rasulullah SAW tidur,

kemudian bangun melaksanakan shalat dan tidak berwudhu lagi": Dan

dalam riwayat Abu Daud, "Dulu para shahabat Rasulullah SAW

menunggu waktu terakhir 'Isya hingga kepala mereka mengangguk-
angguk, kemudian shalat dan tidak berwudhu lagi."

Dari riwayat ini tampak, batrwa yang dimaksud dengan

ucapannya, 'Mereka tidur' batrwa mereka dulu tidur dalam kondisi

duduk. Mereka tidur karena menunggu shalat di waktu terakhir 'Isya.

|FPengarang Al Qamus berkata, "Ungkapan ort artinya si

fulan menggerak-gerakkan kepalanya bila mengantuk." Al Khaththabi
berkata, "Maknanya, dagu-dagu mereka jatuh ke dada-dada mereka."

Syarah Sunan Tirmidzi 4r3

Ucapannya, '* '# L4- rjir (tni adalah hadits hasan

shahih): Dan diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Daud.

Ucapannya, lt f n ey '+ i (Da" aku telah mendengar

Shalih bin Abdullah): Yakni bin Dzakwan Al Bahili At-Thmidzi,
pesinggah Baghdad, dari Malik, Syuraikh, Ibnu Al Mubarak dan
banyak orang. Di antara yang meriwayatkan darinya adalah At-

Tirmidzi dan Abu Hatim. Ia berkata "Shaduq, wafat tahun 239 H."

* ;*i f Gia* perlu berwudhu): Yakni ia tidak wajib

berwudhu.

4-t ft :*i,Ucapannya,
ttt 7:5r ,sr-i q 4ittlit',;s+ti
*,lrqr' i.tt U)i)t li- :) ,6aL3i ?6- ,P tk.'6'ti wa g $ih1

!1,-\ (Paraulama berbeda pendapat mengenai berwudhu karena tidur;

kebanyakan mereka berpendapat wajib berwudhu bila tidur dalam
posisi duduk atau berdiri hingga tertidur dengan terlentang. Ini adalah
pendapat Ats-Tsauri, Ibnu Al Mubarak dan Ahmad): Mereka berdalil
atas hal itu dengan hadits Ibnu Abbas tersebut. Namun tentu Anda
sudah mengetahui tanggapan terhadap hadits itu. Akan tetapi Asy-
Syaukani dalam An-Nail berkata" "Dan tanggapan tersebut telatr
diperbaiki dengan adanya banyak jalur dan Syawahid (pendukung-

pendukung riwayat). Beliau menguatkan pendapat ini.

Saya katakan: Pendapat ini paling kuat dari pendapat-pendapat
yang ada menurutku, wallahu a'lam.Ini adalah pendapat Umar RA

dan Abu Hurairah RA. Imam Malik meriwayatkan dalam Al
Muwaththa' dari Yazid bin Aslam batrwa Umar bin Al Khaththab

berkata, "Bila salah seorang di antara kamu tidur dengan terlentang,

maka hendaklah ia berwudhu."

Al Baihaqi meriwayatkan dari jalur Yazid bin Qasith, dari Abu
Hurairah RA bahwasanya ia mendengarnya berkata, "Orang yang
tidur menjongkok dan tidur berdiri tidak perlu berwudhu lagi hingga

ia terbaring."

o4 Syarah Sunan Tirmidzi

Al Hafizh berkata, "Sanadnya Jayyid. Di antara pendukung-

pendukung pendapat ini adalatr hadits Anas tersebut."

Asy-Syaukani berkatq "Dan hadits-hadits yang mutlak

mengenai tidur diarahkan kepada hadits-hadits yang dikaitkan dengan

tidur terlentang." Ia berkata, *Di antara pendukung-pendukung

sinkronisasi ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari
Ibnu Abbas dengan lafazh, 'Btla aht tertidur, maka doun telingaht
ditarik (dijewer).' Dan hadits, 'Bila seorang hamba tidur dalam

slulatnya, Allah SW berbangga dengannya di hadapan para

malailcat.'Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dan lbnu Syatrin dari

hadits Abdu Hurairatr, Al Baihaqi dari hadits Anas dan lbnu Syahin

juga dari hadits Abu Sa'id.

Namun dalam semua jalur-jalurnya terdapat tanggapan
terhadapnya. Dan juga hadits, 'Barangsiapa yang tidur dengan

meletalrJran punggung, mal<a ia wajib berwudhu.' Hadits ini

diriwayatkan Al Baihaqi dari hadits Abu Hurairatr dengan sanad
shahih. Al Baihaqi berkat4 'Hadits itu diriwayatkan secara Marfu'

namun tidak shahih.' Ad-Daraquthni berkata" 'Bahwa ia sebagai
Mauqf adalatr lebih shahih'. Pengungkapan dengan eCt di:r,l

ditafsirkan dengan meletakkan punggung." [Selesai ucapan Asy-
Syaukanil.

Sebagian ulama berkata" "Bila seseorang tidur lalu kehilangan
kesadaran, maka ia wajib berwudhu. Ini adalah pendapat Ishak." Ishak
memiliki pendapat yang lain, yaitu bahwa tidur adalatr hadats yang

membatalkan, baik sedikit ataupun banyak.

Dalam kttab Al Fath, Al Hafidt berkatao "Ibnu Al Mundzir dan
ulama lainnya meriwayatkan dari sebagian shatrabat dan Tabi'in

pendapat bahwa tidur adalatr hadats yang membatalkan, baik sedikit

ataupun banyak. Ini adalatr pendapat Abu Ubaidah dan Ishak bin

Ratrawaih.

Syarah Sunan Tirmidzi o5

Ibnu Al Mundzir berkata, 'Aku juga berpendapat seperti ini

berdasarkan keumuman hadits Shafivan bin 'Assal. Yaitu hadits yang
dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah dan ulama lainnya. Di dalamnya
terdapat, 'Kecuali dari buang air besar, kencing atau tidur.' Dalam

hadits ini, beliau SAW menyamakan hukum keduanya. Yang

dimaksud dengan sedikit ataupun banyak adalah lamanya masa atau
pendeknya, bukan memulainya." [Selesai ucapan Al Hafizh]

Saya katakan: Adapun pendapat Ishak yang disebutkan oleh

At-Tirmidzi, maka hal itu didasarkan pada pendapat bahwa tidur

bukanlah hadats tetapi indikator hadats. Imam Asy-Syaf i bei{<ata,

"Siapa yang tidur dalam kondisi duduk, lalu bermimpi, atau tempat

tidurnya berubah karena permulaan tidur, maka hendaklah ia

berwudhu." Ketatruilah batrwa mengenai batalnya wudhu karena tidur,

Asy-Syaf i memiliki banyak pendapat.

Al Hafizh dalam Al Fath berkata, "Ada yang mengatakan bahwa

tidur yang tidak dalam kondisi duduk tidak membatalkan wudhu

secara mutlak. Ini adalah pendapat Asy-Syaf i dalam Qaul Qadim.

Darinya juga terdapat pendapat yang memerinci antara di luar shalat

yang menurutnya batal atau di dalam shalat yang menurutnya tidak

batal. Di dflam Qaul Jadid, beliau memerinci antara orang yang

duduk dalam posisi terbalik di mana hal ini tidak membatalkan dan

duduk dalam posisi lainnya yang menurutnya membatalkan.

Di dalam Al Muhadzdzab disebutkan, 'Jika didapati dari

seseorang tidur dalam kondisi duduk dan posisi hadats darinya

mantap mengenai tanah, maka pendapat yang tertulis (telatr disahkan)

bmeernkyaattaa,ka''nHabal hinwai hal ini tidak membatalkan wudhu.' Al Buwaithi

membatalkan. Ini adalatr pendapat pilihan Al

Muzanni.' [Selesai]

Pendapat ini disanggah dengan menyatakan bahwa lafazh Al
Buwaithi tidak secara terang-terangan dalam hal itu, sebab ia
mengatakan, 'Barangsiapa yang tidur dalam kondisi duduk atau

berdiri lalu bermimpi, maka ia wajib berwudhu.' An-Nawawi berkata,

"Pendapat ini masih dapat ditakwil.' [Selesai apa yang tersebut dalam
Al Fathl.

, ur 'al \-)t;.:6\:;\i

C t>.,,9

58. Bab: Tentang Berwudhu dari Apa yang Dirubah oleh
Api

'* ;^* U L$, c* ,*:Jrs ,s.i ,r 6L -vl
)t Ji, *JG :Js ,r;:-n eri *,i*- o.ri ,r* i I
.y,l ;; e'it Jlt'& t:*';t:P t * \t i2
i i;'ie;itr w:Fi t'jtut
i;.,^ (t G- :u,(o Jta, :Jv

" " l)-rl;'f '
B--t- 't-x-* ti1 .u,>j*.-\i r,,;,tJt. '6q- ,Fi;f-r:) ,Sra, jd t,*;jr

' o, ^- '?-' \-

i y, ,*,s..?s ,7G &j* ^t,k:t

,'o.r- ?i, ?f V ,+et *4i :Jv

;; ii;izt/..Y"c' €13,''irb

,lrrlr -fr L,i,rLst i,ir ,!f p. ui, uj:s# I ,SG
o //

lrhteU'=*(,1j,tS
. .1,.. ,{ .t;o;ik'r,

'l*t'luJlt .'rtlt -fi. L ,n)t !'; |k'i:rx.

79. Ibnu Abi Umar menceritakan kepada kami, ia berkata,

Suffan bin 'Uyainah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin
Amru, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah
SAW bersabda, '(HendaHah) berwudhu dari apa yang disentuh api,

Syarah Sunan Tirmidzi 4n

selealipun dari sepotong keju kering yang kcras.' Ia berkata, 'Lalu

Ibnu Abbas berkata kepadanya, 'Wahai Abu Hurairah, Apakah harus
berwudhu dari sesuatu yang berlemak?' Apakah kita boleh berwudhu

dengan air yang dipanaskan api?' la berkata, 'Maka Abu Hurairah
berkata, 'Wahai anak saudaraku (keponakanku), bila kamu dengar
suatu hadits dari Rasulullah SAW maka janganlah kamu buat

permisalan'."

Ia berkata, "Dan dalam pembatrasan ini terdapat hadits dari

Ummu Habibah, Ummu Salamatr, Zudbin Tsabit, Abu Thalhah, Abu
Ayyub dan Abu Musa."

Abu Isa berkata, "Sebagian ulama berpendapat boleh berwudhu
dengan apa yang dirubah api. Dan kebanyakan ulama dari kalangan
para sahabat Nabi SAW dan Tabi'in serta generasi setelah mereka
berpendapat untuk tidak berwudhu dari apa yang dirubatr api." to'

Penjelasan Hadits:

Ucapannya, jrh'd; \i*It (HendaHah Berwudhu dari apa

yang disentuh oleh opi): Dalam riwayat Muslim disebutkan,

" Berwudhulah dari apa yong disentuh api. "

P,t :'l i it (Sekatipun dari sepotong keiu kering yong keras):

Kata v,.i dibaca dengan fathah pada huruf hamzah dan kasrah pada

huruf Qaf. Hadits tersebut menunjukkan wajibnya berwudhu dari apa
yang disentuh api. Hal ini dikatakan oleh sebagian ulama. Sedangkan

kebanyakan ulama menganggapnya Mansukh (telatr dihapus

hukumnya) sebagaimana yang nanti akan Anda ketatrui.

flt q llVt 6pukatr harus berwudhu dari sesuatu yang

berlemak?): Yakni yang disentuh api.

to' Hadits Stuhri. HR. Ibnu Majah (485), dari jalur Sufran bin'Uyainah dengan
sanad ini seperti redaksi ini.

478 Syarah Sunan Tirmidzi

S, qbyt "Apakah kita boleh berwudhu dengan Hamim ?":

Yaitu air yang dipanaskan api.
* pi f !, ,f -+,6r'i'q;bi
ht ,)b J1"1 ri1 6ira
"ykamu dengar suatu hadits dari Rasulullah SAW maka janganlah kamu

buat permisalan): Tetapi amalkanlah dan berhentilah dari membuat

permisalan seperti itu.

i ,+ ,f,Ucapannya ,fu& ,1.1t ,?rG i:it ,t/t ?tt
?i qA, 4:

ei €.?t *tfi g.ii (Dan dalam pembahasan ini terdapat hadits dari

Ummu Habibah, Ummu Salamah, Zaidbin Tsabit, Abu Thalhah, Abu

Ayyub dan Abu Musa): Adapun hadits Ummu Habibatr, maka

diriwayatkan oleh Ath-Thahawi, Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa'i.

Lafazhnya, "Berwudhulah dari apa yang disentuh api."

Sedangkan hadits Zaid bin Tsabit, maka diriwayatkan oleh
Muslim, dengan lafaz},, "Berwudhulah dari apa yang disentuh api."

Sementara hadits Abu Thalhah, maka diriwayatkan oleh Ath-Thahawi

dan Ath-Thabrani dalam Al Kabir, dariny4 dari Nabi SAW,

bahwasanya beliau memakan sepotong keju kering yang keras, lalu

berwudhu.

Adapun hadits Abu Ayyrb, maka diriwayatkan oleh Ath-
Thabrani dalam Al Kabir dengan lafazh, "Sesungguhnya bila Nabi
SAW makan dari apa yang disentuh api, beliau berwudhu." Al

Haitsami dalam Majma' Az-Zawa'id berkat4 "Para perawinya adalah

para perawi As h-Shahih."

Sedangkan hadits Abu Musa, maka diriwayatkan oleh Ahmad
dan Ath-Thabrani dalam Al Ausath dengan lafazh, "Berwudhulah dari

apa yang dirubah wornanya oleh api. " Al Haitsami dalam Majma'

Az-Zaw a' id berkata, "Para perawinya adalatr orang-ornng yang dinilai

Tsiqat."

Syarah Sunan Tirmidzi 4D

\ ty" y"-t ,Ucapannya, J.t( lkrt ,:tA "*tt #' f( ',$. ,sit ut
:t i, )7 d' i;J;.Vi ;*t i^t *'o.st se,:et'q ti,
j$ ctjp (Sebagian ulama berpendapat boleh berwudhu dengan apa

yang dirubatr api. Dan kebanyakan ulama dari kalangan para satrabat

Nabi SAW dan Tabi'in serta generasi setelah mereka berpendapat

untuk tidak berwudhu dari apa yang dirubah api): Al Hazimi dalam

Kitab Al I'tibar berkata, "Para ulama berbeda pendapat dalam masalalt

ini; sebagian mereka berpendapat, harus berwudhu dari apa yang

disentuh api. Dan di antara mereka yang berpendapat demikian adalah

Ibnu Umar, Abu Thalhah, Anas bin Malik, Abu Musa, Aisyah, Zaid

bin Tsabit, Abu Hurairah, Abu Ghurrah Al Hadzali, LJmar bin Abdul
'Aziz, Abu Mujliz, Lahiq bin Humaid, Abu Qilabatr, Yahya bin
Ya'mur, Al Hasan Al Bashri dan Az-Zuhri.

Kebanyakan ulama dan ahli fikih sedunia Islam berpendapat
tidak (harus) berwudhu dari apa yang disentuh oleh api dan

memandang sebagai perkara terakhir dari dua perkara yang termasuk

perbuatan Rasulullah SAW. Di antara mereka yang tidak memandang
keharusan berwudhu itu adalah Abu Bakar, LJmar, Utsman, Ali, Ibnu
Mas'ud, Ibnu Abbas, Amir bin Rabi'ah, Abu Umamah, Al Mughirah
bin Syu'bah dan Jabir bin Abdullah, semoga Allah meridhai mereka

semua.

Sedangkan dari kalangan Tabi'in adalah Ubaidah As-Salmani,

Salim bin Abdullah, Al Qasim bin Muhammad dan para ulama fikih
penduduk Madinah yang bersama mereka, Malik bin Anas, Asy-
Syafi'i, para sahabatnya dan penduduk Hijaz dan kalangan awam
mereka, Sufyan Ats-Tsauri, Abu Hanifatr, ahli Kufah, Ibnu Al

Mubarak, Ahmad dan Ishak."[Selesai ucapan Al Hazimi].

Saya katakan: Pendapat yang nampak dan kuat adalah

pendapat yang diambil kebanyakan para ulama, wallahu a'lam.

4xt Syarah Sunan Tirmidzi

'-ur;frUi;tl;qivr;[

59. Bab: Tentang Tidak Bervudhu dari Apa yang
Dirubah Oleh Api

t:lL ,i*:JG U Lrr,.- 6:L ,:# rilr; -x,
g:L:) ,Lr& j$
ui-
';;'k f i f ,!t:? €.i u.t I'
6j ,ti
,E
L!*g,rt;iiur,
iA yht e '|itl;Ji;, cr :JG ,!..c'ir ,r<:!t
,ra\i q :i)t JL'l;i
q S?G ,it: *', ,p.U; ;',L'FG .^a:,

', ,r:ftJ,

.V; l: )*;t Jr'; S?'"u ,afur -ii.*

,a'ilt
;j,ii,'t-,t.*1.
61'1 ,sr,'Vn. C.tj .,{- ,ti ,y *gt :Js

cyV. ll.
)P*o-,rr-, l 711 'e.l C.
caal
J.
. ,2
, i,
'aJ- ( )'rJr c
e
,J

q7 efc l,r. ./

r^J+ gJr to,i d-JJ.> v4,2 v {t t4l J 6

,o f ,,t.v4. it *,d.y /t r U U iG |L, Ct,:Lt
f-*c tl At's4r, .*, y \t * Ut if ,*:tt f eri

.vl.jtirrrrs;.*;!t\,* Ctf f& l)

,f f ,f -fCt ,cV9 tor, .
,/t. c, , ,l,u-tn i.ct, ' . ccr,) ot ,yo . lz

'o.'ro ;.1 ,.ta'ilrbL I'':r: €sss
rl , r."
\t

^:)L

l",'*. t ,rW
:* r;;) dk3 .*j *,t. '
'.
,a.Vr. ;tc. f . c. ,r
* *: ,tV ;re,. ,o1..,a,c i)u. l ;.
Cr.
c.\.>t'1

Syarah Sunan Tirmidzi 481

f-t-x.^j .olbr oj ? f t:?'';- lt''Pt grht e 4t
,.1
'ecl

7*i q#t,yl fi yt* & [*tt:is,+ liC
,lerit oQ, ,L i*. uj ,:J-^-iltt ,:*t y it *
4t
'.3 L ,;rlit !'j fr?-, ,6z"L1t {"31r, ,li6r, ,qt)t
;.ti

*ni- y\t ,k yt );'q i)(it |t t;aj .'silt
u.9 rr Lkt
t:n)t?y )"\t
"P.e6 '.,tlt'&

80. Ibnu Abi Umar menceritakan kepada kami, Suffan bin

'Uyainah menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin

Muhammad bin Aqil menceritakan kepada kami, ia mendengar dari

Jabir. Sufyan berkata: Dan Muhammad bin Al Munkadir

menceritakan kepada kami, dari Jabir, ia berkata, "Rasulullah SAW

keluar sedang aku ikut bersamanya, lalu ia menemui seorang wanita

Anshar, lalu ia (wanita tersebut) menyembelih seekor kambing

untuknya, lalu beliau memakannya, lalu membawa satu nampan

Ruthab (kurma mengkal) ke hadapannya lalu memakannya, kemudian

berwudhu untuk shalat ztruhur dan shalat, kemudian beliau berpaling.
Lalu wanita itu membawa sisa-sisa kambing itu ke hadapannya lalu

memakannya, kemudian shalat 'Ashar dan tidak berwudhu lagi."

Ia berkata, "Dalam pembahasan ini terdapat hadits yang

diriwayatkan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, Ibnu Abbas, Abu
Hurairah, Ibnu Mas'ud, Abu Rafi', Ummu Al Hakam, Amru bin
Umayyah, Ummu Amir, Suwaid bin An-Nu'man dan Ummu

Salamah."

& Syarah Sunan Tirnidzi

Abu Isa berkata, "Hadits Abu Bakar dalam pembatrasan ini tidak

shahih dari sisi sanadnya, tetapi ia diriwayatkan oleh Husam bin
Mishak, dari Ibnu Sirin, dari Ibnu Abbas, dari Abu Bakar Ash-
Shiddiq, dari Nabi SAW. Yang benar bahwa ia berasal dari lbnu

Abbas, dari Nabi SAW. Demikian diriwayatkan oleh para Hafizh."

Dan diriwayatkan juga lebih dari satu jalur, dari Ibnu Sirin, dari
Ibnu Abbas, dari Nabi SAW. Dan diriwayatkan juga oleh Atha' bin

Yasar, 'Ikrimah, Muhammad bin Amru bin Atha', Ali bin Abdullah

bin Abbas dan lebih dari satu orang, dari Ibnu Abbas, dari Nabi SAW.
Mereka tidak menyebutkan di dalamnya dari Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Dan inilah yang paling shahih.

Abu Isa berkata, "Inilah yang menjadi amalan kebanyakan para
ulama dari kalangan shahabat Rasulullah SAW, Tabi'in dan generasi
setelatr mereka seperti Sufuan bin Ats-Tsauri, Ibnu Al Mubarak, Asy-
Syafi'i, Ahmad dan Ishak. Mereka berpandangan tidak berwudhu dari

apa yang disentuh oleh api. Dan inilah perkara terakhir dari dua

perkara Rasulullah SAW."

Seakan hadits ini merupakan Nasikh (penghapus) bagi hadits

pertam4 yaitu hadits (hendaklatr) berwudhu dari apa yang disentuh
oleh api.rft

Penjelasan Hadits:

Ucapannya, ggr'i;i'y ltatu membawa satu nampan): Kata gG
diucapkan dengan kasratr pada huruf Qaf. Al Jazari dalam An-Nihayah

berkata, "Yaitu nampan yang digunakan untuk makan."

zlDL '^;ni (Lalu wanita itu membawa sisa-sisa): Kata zilb

diucapkan dengan dhammah pada huruf 'Ain, yaitu sisa dari segala

sesuafu.

t* Hadits Slrdhrh. HR. Abu Daud (191,192) 4E
Syarah Sunan Tirmidzi

Vy- l: .ialt * j S'0 (Lalu memakannya, kemudian shalat

'Ashar dan tidak berwudhu lagi): Ini merupakan dalil batrwa

berwudhu dari apa yang disentuh api adalah tidak wajib.

Ucaparurya, ,t-f,;lr f. gt ,y q.t {i (naU- pembatrasan ini

terdapat hadits yang diriwayatkan dari Abu Bakar Ash-Shiddiq": Ia

berkata, "Sesungguhnya Nabi SAW menyantap bagian bahunya,

kemudian shalat dan tidak berwudhu lagi." Diriwayatkan oleh Abu

Ya'la dan Al Bazzar. Di dalamnya terdapat Hisyam bin Mishak. Para

ulama telatr sepakat atas kelematrannya. Demikian juga dimuat dalam

Majma' Az-Zawa'id.

i-fft'i '?L, et:t:) 61 ,:sl E ,t *,qir rie e Cri '*- rt

'Ob, *Hadits Abu Bakar dalam pembatrasan ini tidak shahih dari sisi

sanadnya, tetapi ia diriwayatkan oleh Husam bin Mishak": Yaitu Al
Azdi, Abu Sahl Al Bashri, seorang yang lemah, hampir ditinggalkan.

Ucapannya, iti ,rlla ,lrft ,/# i.t3 cO-Ur ft ej ,y ql €i

"e ?ti,lcl' i lnt,lb I??:,*l tt't,iiAr iii,e,t,r.ii1#

(Dalam pembahasan ini terdapat hadits yang diriwayatkan dari Abu
Bakar Ash-Shiddiq, Ibnu Abbas, Abu Hurairatr, Ibnu Mas'ud, Abu

Rd', Ummu Al Hakam, Arnru bin Umayyah, Ummu Amir, Suwaid

bin An-Nu'man dan Ummu Salamah): Adapun hadits Abu Hurairah,

maka diriwayatkan oleh Al B^77ar dengan lafazh, "Sesungguhnya

Nabi SAW berwudhu dari (makan) potongan-potongan keju kering
yang keras, kemudian memakan daging bagian bahu kambing,

kemudian shalat dan tidak berwudhu lagi."

Pengarang Majma' Az-Zmva'id berkata, "Lafazh ini terdapat di
dalam Ash-Shahih selain perkataannya, 'Kemudian memakan daging
bagian bahu kambing, kemudian shalat dan tidak berwudhu lagi.' Dan
para perawinya adalatr para perawi Ash-Shahift selain Syaikh Al

B?z.zar." [Selesai ucapannya].

& Syerah Sunan Tirmidzi

Dari Abu Hurairah juga, ia berkata, "Aku mengambilkan untuk
Rasulullatr SAW bagian patra daging kambing dari wadah milik Al
Abbas, lalu beliau memakannya, lalu berdiri dan shalat serta tidak
berwudhu lagi." Diriwayatkan oleh Abu Ya'la. Pengarang Majma' Az-
Zawa'id berkat4 "Di dalamnya terdapat Muhammad bin Amru, dari
Abu Salamatr. Ia adalah hadits hasan." [Selesai ucapannya].

Sedangkan hadits lbnu Mas'ud, maka diriwayatkan oleh Ahmad

dan Abu Ya'la, darinya, bahwa Rasulullatr SAW pernah memakan
daging, kemudian berdiri untuk shalat dan tidak menyentuh air."
Pengarang Majma' Az-Zawa'id berkata, "Para perawinya adalah
orang-orang yang dinilai Tsiqat."

Sementara hadits Abu Rafi', maka diriwayatkan oleh Muslim
dengan lafazh, "Aku bersaksi, sungguh aku telah memanggang untuk
Rasulullah SAW daging bagian perut kambing, kemudian beliau
shalat dan tidak berwudhu lagi." Abu Rafi' juga meriwayatkan hadits
lain dalam masalah ini, yang diriwayatkan oleh Ahmad dan disebut
oleh pengarang Al Misykaft. Adapun hadits Ummu Al Hakam, maka
aku tidak mengetahuinya. Sedangkan hadits Amru bin Umayyah,

maka diriwayatkan oleh Asy-Syoikhan.

Sementara hadits Ummu Amir, maka diriwayatkan oleh Ath-

Thabrani dalam Al Kabir. Sedangkan hadits Suwaid bin An-Nu'man,

maka diriwayatkan oleh Al Bukhari. Sementara hadits Ummu

Salamah, maka diriwayatkan oleh Ahmad dengan lafazh,
"sesungguhnya ia (Ummu Salamah) berkata, 'Aku

mempersembatrkan kepada Rasulullatr SAW bagian pinggul kambing

panggang, lalu beliau memakan darinya, kemudian berdiri untuk

shalat dan tidak berwudhu lagi'."

ti ,f;sti
ii y *Ucapannya , ht ov'n.3t qe,:ei',t fi, ,Yi
ti ,t$ti {ti yiidJ. "Inilah yang menjadi amalan kebanyakan

para ulama dari kalangan shahabat Rasulullah SAW, Tabi'in dan

generasi setelah mereka...[dan seterusnya]": Demikian juga ini adalah

Syarah Sunan Tirmidzi 4E5

amalan para Al Khulafa' Ar-Rasyidun. AI Bukhari dalam Shahih-nya
berkata, "Abu Bakar, Umar dan Utsman memakan daging n.rmun

mereka tidak berwudhu lagi."

AI Hafizh dalam Al Fath berkata "Hadits irudi-washal-kan oleh

Ath-Thabrani dalam Musnod Asy-Syamiyyin dengn sanad Hasan dari
jalur Sulaiman bin Amir. Ia berkata, 'Aku melihat Abu Bakar, Umar

dan Utsman memakan dari apa yang disentuh oleh api namun tidak
berwudhu lagi.' Dan kami juga meriwayatkannya dari banyak jalur,

dari Jabir secara Marfu' dan Mauqufi atas ketiga orang shahabat

tersebut, secara terpisatr ataupun kelompok.

Ucapannya, jrlt '*i; \ :*it':S; t'git "Mereka berpandangan

tidak berwudhu dari apa yang disentuh oleh api": Yakni mereka

meyakininya.

"e6 q.pr t;;'o,€i ;pi y h' .* )s J*:4 *tqi yi rt;1
,u3' ;J: ; t:- l*it ?-y )i*,
inilatr perkara terakhir dari

dua perkara Rasulullah SAW". -SPe.a(kDanahnadits ini merupakan NasiWt

[penghapus] bagi hadits pertama, yaitu hadits [hendakla]rl berwudhu

dari apa yang disentuh oleh api.)

Ucapannya, 16' |* \ :*jt ?-y (Hadits [hendaklah]

berwudhu dari apa yang disentuh oleh api): (Kalimat ini dalam I'rab

merupakan-penj) Badal (pengganti) bagi perkataanny4'Hadits

Pertama.' Az-Ztturi berpandangan batrwa perintah berwudhu dari apa

yang disentuh oleh api adalah Nasikh bagi hadits-hadits tentang

pembolehannya, sebab (perintalt) pembolehannya lebih dahulu.

Pandangan ini dapat disanggah dengan hadits Jabir yang

berkata, "Perkara terakhir dari dua perkara Rasulullah SAW adalatr
tidak berwudhu dari apa yang disentuh oleh api." (HR. Abu Daud, An-

Nasa'i dan selain keduanya).

Juga dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan
selain keduanya. Akan tetapi Abu Daud dan perawi hadits lainnya

M Syarah Sunan Tirmidzi

berkata, "Yang dimaksud dengan perintah di sini adalah urusan dan

kisalr, btrkan lawan kata dari larangan. Lafazh ini merupakan

ringkasan dari hadits Jabir yang masyhur mengenai kisah seorang
wanita yang menyediakan masakan berupa kambing untuk Nabi SAW
lalu beliau memakannya, kemudian berwudhu, lalu shalat Zhuhur,
kemudian memakan darinya, lalu shalat Zhuhur dan tidak berwudhu

lagi.

Kisatr ini diperkirakan terjadi sebelum perintah berwudhu dari
apa ymg disentuh oleh api dan batrwha wudhu beliau SAW adalah
untuk shalat Zhuhur. Hal ini adalatr mengenai kejadian, bukan karena

sebab memakan kambing itu.

AI Baihaqi meriwayatkan dari Utsman Ad-Darimi bahwa ia

berkata, "Manakala hadits-hadits mengenai pembatrasan ini berbeda

dan tidak dapat ditentukan mana yang kuat darinya, maka kita melihat
kepada amalan para Al Khulafa Ar-Rasyidun sepeninggal Nabi SAW,
lalu kita kuatkan salah satu dari dua sisi."

An-Nawawi dalam Syarh Al Muhadzdzab merestui pandangan
ini. Dengan demikian, maka tampaklatr hikmah kenapa Al Bukhari
meletakkan hadits ini di awal pembahasan, yakni hadits Ibnu Abbas,

bahwa Rasulullah SAW memakan bagian bahu kambing, kemudian
shalat dan tidak berwudhu lagi, melah Atsar yang diriwayatkan dari
tiga orang khalifah.

An-Nawawi berkata, "Perbedaan mengenainya sudah dikenal di
kalangan para sahabat dan tabi'in, kemudian barulah eksis ijma atas
tidak perlunya berwudhu dari apa yang disentuh oleh api kecuali apa
yang telah disebutkan di atas berupa pengecualian dari daging onta."

Al Khaththabi menyinkronkannya dengan pandangan lain, yaitu

batrwa hadits-hadits mengenai perintah tersebut diarahkan kepada

anjuran, bukan suatu kewajiban. Demikian disebutkan di dalam Al

Fath.

Syarah Sunan Tirmidzi @

Saya katakan: Pengarang kitab Al Muntaqa memilih pendapat

binei.rwIaubdehrukadtaa,r"iNaapsah-nyaasnhgindiis-eynatukhnioyleanhgadpi di-alahmannyyaabmereisniatfiidkaakn

kewajiban bukan anjuran. Oleh karena itulah, orang yang bertanya
kepada beliau SAW berkata, "Apakah kami (hanrs) berwudhu dari

daging kambing?" Beliau menjawab, "Jika ia mau, maka boleh

berwudhu dan jika ia mou, makn tidak (usah) berwudhu. " Andaikata

berwudhu dari hal itu bukan dianjurkan, pastilatr beliau tidak
mengizinkannya sebab ia merupakan tindakan pemborosan dan

menyia-nyiakan air tanpa faedah." [Selesai ucapannya]

Imam Asy-Syaukani memilih pendapat bahwa hadits tentang

perintatr berwudhu dari apa yang disentuh oleh api tidak Mansukh.

Dalam kitabnya An-Nail berkata, "Para pengusung pendapat

pertama myaenngjawdiasben-tyuah konleihmaepreik-amyeannggemnaeinhgaatlaiktuan, tidak berwudhu
dari apa yakni mengenai

hadits tentang perintatr berwudhu dari apa yang disentuh oleh api,

dengan duajawaban:

Pertama, bahwa ia adalah Mansukh dengan hadits Jabir.

Kedua, bahwa yang dimaksud dengan berwudhu adalah

membasuh mulut dan kedua telapak tangan.

Ia berkata: Tidak terselubung bagi Anda, bahwa jawaban

pertama hanya akan sempurna bilamana menerima bahwa perbuatan
beliau SAW itu bertentangan dengan pendapat yang khusus bagi kita

dan me-rzasakh-nya. Sementara yang telah berlaku di dalam Ushul

adalah hal yang sebaliknya.

Sedangkan jawaban kedua, maka seperti yang telatr ditetapkan
bahwa hakikat-hakikat syariat harus didahulukan atas yang selainnya
dan hakikat wudhu secara syariat adalah membasuh seluruh anggota

badan yang dibasuh dengan wudhu, sehingga hakikat ini tidak dapat

ditentang kecuali melalui dalil.

4E8 Syarah Sunan Tirmidzi

Adapun klaim adanya ijma, maka ini termasuk klaim-klaim

yang tidak dapat dihormati oleh pencari kebenaran dan tidak

menghalangi antara dirinya dan maksudnya mengenai hal itu. Benar,
hadits-hadits yang dipaparkan mengenai tidak berwudhu dari daging
kambing dikhususkan dengan makna umum perintah berwudhu dari
apa yang disenttrh oleh api. Sedangkan yang selain daging kambing,
maka masuk dalam kategori keumuman tersebut." [Selesai ucapan
Asy-Syaukanil.

D'$,4/tqlvrr;\t

60. Bab: Berwudhu dari (Memakan) Daging Onta

/ l' t:? ,f ,j.-v\t f ,"-)6 I CY,!ti (iL -,rr
f,7)b / :t;t ,f ,,-# ,fi)t * ,Iq;fir l'
ieri * l:'J;,,9 1"
e+)i di:.rir y\'
& ;* ,iG

tp,; y 'jui r.iJ' di:*ir *,9i t*-rr*;:,:lui

q

;* i *tt.;7 / le * q.t q::Ju
to t,.,1, oi, :a.,+ Ju'

u. v.ri*Ar
6, uj';re
O. tJ6 0 v.iorfl 4'

cr>,iAt -*i

,# i ft},& i f1,* i lt*s,( r,1' j*
i,:,-:i /.:tlt * & -: ;,#:st * uy 4t,
P..4 1j,:t'.3;i S';

Syarah Sunan Tirmidzi 489

i;b * r 'p:t ei:'is)"r;,,,*1,
*,i,$t")t lt + i' *
alji ,5,.*
.:"+:it

'* * i.Il *,#)t .*"tbLft ,iv',l y,.;..9"e;it ,,e ,>--tAt ts -^:L';.'rg ,sjr:otc6t,
., +"c ). c, c.
c. 'o t. gr,:att
,.+c. ,u.Ii,,_lo#iI o', o' Jvi ,+

* l* / + t i yl:t ,iaLt:.?,::,e.l

,7, a;.;otl,r. &r."','.

.q)G i.,tjt *,& d.i;.,#'St

.* * uJi,\, ;nr
:wi =;t,;'..ro;l1 € ,:r*,,ti'S
trcl f.t.i ,ii.,t1, )7 io ,. ,rtpct.'r--rl o '
e,.,-bt
J"i 4.G *j *

."fi{)

t:r;. l'#t,e ? : |;-ltlt',1 #t,yi,,9,y e ::r'6:

.'yt*t ,bi:"G''At oQi ,Jii:.:!r)' liii*It

81. Hannad menceritakan kepada kami, Abu Muawiyah

menceritakan kepada kami, dari Al A'masy, dari Abdullah bin

Abdullatr Ar-Razi, dari Abdunahman bin Abu Laila" dari Al Barra'

bin Azib, ia berkata, "Rasulullah SAW ditanya mengenai berwudhu

dari (memakan) daging onta lalu beliau bersaMa" 'Berwudhulah
darinya. ' Dan beliau ditanyai mengenai berwudhu dari (memakan)
daging kambing, maka beliau bersaMa, 'Janganlah berwudhu

darinya'."

Ia berkata, "Dan dalam permasalatran ini terdapat riwayat dari

Jabir bin Samurah dan Usaid bin Hudhair."

Abu Isa berkata, *Al Haiiaj bin Arthatr telah meriwayatkan
hadits ini dari Abdullah bin AMullah, dari Abdunahman bin Abu

Laila, dari Usaid bin Hudhair. Yang benar adalatr hadits Abdurrahman

fl Syarah Sunan Tinnidzi

bin Abu Laila, dari Al Barra' bin Azib. Ini adalah pendapat Ahmad

dan Ishak.

Ubaidatt Adh-Dhabbi meriwayatkan dari Abdullatr bin Abdullatr

Ar-Razi, dari AMunahman bin Abu Lail4 dari Dzi Al Ghurratr Al

Juhani.

Dan Hammad bin Salamatr meriwayatkan hadits ini dari Al
Hajjaj bin Arthah namun keliru. Ia berkata, "Dari Abdullatr bin

Abdurrahman bin Abu Laila, dari ayahnya, dari Usaid bin Hudhair.

Yang benar adalatr, dari Abdullah bin Abdullah Ar-Razi, dari

Abdunahman bin Abu Laila, dari Al Barra' bin Azib."

Ishak berkata, "Dalam pembahasan ini, hanya dua hadits yang
shahih berasal dari Rasulullah SAW, yaitu hadits Al Barra' dan hadits
Jabir bin Samurah. Ini adalah pendapat Ahmad dan Ishak. Juga telah
diriwayatkan dari sebagian ulama kalangan Tabi'in dan selain mereka,
bahwa mereka tidak berpendapat harus berwudhu dari daging onta. Ini

adalah pendapat Sufyan Ats-Tsauri dan penduduk Kufah.ros

Penjelasan Hadits:

Ucapannya , d-lt I $:b (Abu Muawiyah menceritakan kepada

kami): Ia adalah Muhammad bin Hazim Adh-Dharir, salah seorang

ulama tokoh, Tsiqah.

.\lt .rt, i o .li-tt .qt } @xi Abdullah bin Abdullah): Yaitu Al

J{

Hasyimi, Maula'mereka, Ar-Razi, Al Kufi, Al Qadhi, dari Jabir bin
Samurah dan Abdurratrman bin Abu Laila. Dan darinya, Al A'masy

dan Hajjaj bin Arthah, dinilai Tsiqah oleh Ahmad bin Hanbal.

d i,Srt *}t y ,f (Dari Abdurratrman bin Abu Laila):

Yaitu Al Anshari, Al Madani, Al Kufi, seorang Tstqah dari Thabaqah

to5 Hadim Stufuh. HR. Abu Daud (18,10, Ibnu Majah (494) ot

Syerah Sunan Tirmidzi


Click to View FlipBook Version