kedua. Para ulama berbeda pendapat mengenai apakah ia mendengar
dari Umar atau tidak. Demikian dikatakan Al Hafizh dalam At-Taqrib.
Al Khazraji berkata dalam Al Khulaslwh. "Ia meriwayatkan dari
Umar, Mu'adz, Bilal dan Abu Dzarr. Ia bertemu dengan seratus dua
puluh orang sahabat dari kalangan Ashar. Dan yang meriwayatkan
darinya adalah putranya, Isa dan Mujahi{ Amru bin Maimun yang
lebih tua darinya, Al Minhal bin Amru dan banyak orang lagi. Ia
dinilai Tsiqah oleh Ibnu Ma'in, wafat pada tahtur 83 H." [Selesai].
\,b,jUcapannya, ;i66 6fam beHau bersabda,'Berwudhulah
darinya): Hadits ini menunjukkan bahwa memakan daging onta tidak
membatalkan wudhu. An-Nawawi berkat4 "Para ulama berbeda
pendapat mengenai makan daging onta (iadzur); kebanyakan rnereka
berpendapat ia tidak membatalkan wudhu. Di antara ulama yang
mengambil pendapat ini adalatr empat Al Khulafa Ar-Rasyidun; Abu
Bakar, Umar, Utsman dan Ali; Ibnu Mas'ud; Ubai bin Ka'b; Ibnu
Abbas; Abu Ad-Darda'; Abu Thalhah; Amir bin Rabi'ah; Abu
Umamah; mayoritas kalangan Tabi'in; Malik; Abu Hanifah; Asy-
Syaf i dan para sahabat mereka.
Sementara yang berpendapat batalnya wudhu adalatr Ahmad bin
Hanbal, Ishak bin Ratrawaih, Yahya bin Yatrya, Abu Bakar bin Al
Mundzir, Ibnu Khuzaimatr. Pendapat ini juga dipilih oleh Al Hafizh,
Abu Bakar Al Baihaqi. Pendapat ini juga diriwayatkan dari para atrli
hadits secara mutlak. Demikian juga diriwayatkan dari sejumlah
kalangan shahabat. Mereka berargumentasi dengan hadits Jabir bin
Samurah yang diriwayatkan Muslim.
Ahmad bin Hanbal dan Ishak bin Ratrawaih berkata, 'Terdapat
dua hadits shahih dari Rasulullah SAW mengenai hal ini, yaitu hadits
Jabir dan hadits Al Barra'.' Ini adalah pendapat yang kuat dalilnya
sekalipun jumhur ulama mengambil pendapat sebaliknya. Jumhur
ulama menjawab hadits ini dengan hadits Jabir, 'Perkara terakhir dari
dua perkara Rasulullah SAW adalatr tidak berwudhu dari apa yang
ry2 Syarah Sunan Tirmidzi
disentuh oleh api.' Akan tetapi hadits ini bersifat umum sedangkan
hadits berwudhu dari daging onta bersifat khusus. Maka yang bersifat
khusus harus didahulukan atas yang bersifat umum."[Selesai
ucapannya]
Dalam At-Talkhish, Al Hafiz}r berkata, "Al Baihaqi berkata,
'Sebagian sahabat kami menceritakan dari Asy-Syafi'i batrwa ia
berkata, 'Jika hadits tentang memakan dagr"g onta shahilz, maka aku
berpendapat demikian' . "
Al Baihaqi berkata, "Terdapat dua hadits shahih mengenainya;
hadits Jabir bin Samurah dan hadits Al Barra'. Hal ini dikatakan oleh
Ahmad bin Hanbal dan Ishak bin Ratrawaih." [Selesai].
Ad-Dumairi berkata, "Ia adalah pendapat terpilih yang didukung
dalil." ISelesai].
Sebagian ulama kalangan madzhab Hanafi dalam komentar
mereka terhadap kitab Al Mrwaththa' karya Imam Muhammad,
berkata, "Karena adanya perbedaan hadits-hadits mengenai
permasalatran ini, yakni berwudhu dari apa yang disentuh oleh api, para
ulama berbeda pendapat; di antara mereka ada yang menjadikannya
sebagai pembatal wudhu, bahkan Az-Zlhi menjadikannya sebagai
Nasikh (Penghapus) bagi hadits yang menyebutkan tidak batal. Dan di
antara mereka ada yang tidak menjadikannya sebagai pembatal. Ini
adalah pendapat kebanyakan ulama.
Di antara mereka pula ada yang mengatakan bahwa 'Siapa yang
memakan daging onta secara khusus, maka ia wajib berwudhu dan ia
tidak perlu berwudhu pada selain itu. Hal ini berpegang kepada hadits
Al Bana' dan lainnya. Demikian dikatakan oleh Ahmad, Ishak dan
sejumlah ulama hadits. Ini adalah pendapat yang kuat dari sisi dalil,
yang dikuatkan oleh An-Nawawi dan ulama lainnya." [Selesai].
Sedangkan pendapat orang yang berkata, "Yang dimaksud dari
ucapan beliau SAW, 'Berwudhulah darinya'adalah membasuh kedua
tangan dan mulut karena daging onta memiliki bau yang tidak sedap
Syarrh Sunan Tirmidzi ffi
dan banyak lemaknya, berbeda dengan daging kambing. Namun
pendapat semacam ini terlalu jauh sebab makna zhatrimya batrwa ia
adalah wudhu secara syariat, bukan secara bahasa sementara
mengarahkan lafazh-lafazh syariat kepada makna-makna syariat
adalah wajib.
Sedangkan perkataan orang yang mengatakan bahwa hadits Al
Barra' dan yang semakna dengannya adalatr Mansukh, maka ini juga
terlalu jauh sebab Nasakh tidak dapat berlaku dengan kemungkinan-
kemungkinan. Al Allamah, Al Muwaffaq Ibnu Qudamah dalam Al
Mughni tentang pembahasan ini menyampaikan perkataan yang bagus
dan bermanfaat. Ia berkat4 "Memakan daging onta membatalkan
wudhu dalam kondisi apapun, baik mentatr maupun dimasak,
mengetahui atau tidak mengetatruinya. Ini merupakan pendapat Jabir
bin Samuratr, Muhammad bin Ishak, Ishak, Abu Khaitsamah, Yahya
bin Yahya dan Ibnu Al Mundzir. lni merupakan salah satu pendapat
dari dua pendapat Asy-Syaf i."
Al Khaththabi berkata, "Pendapat ini diambil semua atrli hadits.
Ats-Tsauri, Malik, Asy-Syaf i dan para atrli .Ra yf mengatakan bahwa
hal itu tidak membatalkan wudhu sama sekali sebab diriwayatkan dari
Ibnu Abbas, dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda, 'Berwudhu itu
adalah dari apa yang keluar, bulcan dari apa yang masu,t' Dan
riwayatkan dari Jabir, ia berkata, 'Perkara terakhir dari dua perkara
Rasulullah SAW adalah tidak berwudhu dari apa yang disentuh oleh
api.' Diriwayatkan oleh Abu Daud.
Dalil kami adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Barra' bin
Azib, ia berkata, 'Rasulullah SAW ditanyai tentang daging onta.' lalu
beliau bersabda, 'Berwudhulah darinya. 'Lalu ditanyai tentang daging
kambing, maka beliau bersabda, 'Tidak berwudhu darinya.'
Diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Daud. Jabir bin Samurah
meriwayatkan dari Nabi SAW sepertinya, diriwayatkan oleh Muslim.
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Usaid bin
Hudhair, ia berkata, 'Rasulullatr SAW bersabda, 'Berwudhulah dari
tH Syarah Sunan Tirmidzi
daging onta dan janganlah berwudhu dart daging kambing. ' Ibnu
Majah juga meriwayatkan dari Abdullatr bin Amnr, dari Nabi SAW
seperti itu.
Ahmad dan Ishak bin Ratrawaih mengatakan bahwa 'Mengenai
hal ini terdapat dua hadits yang shahih dari Rasulullah SAW; hadits
Al Barra' dan hadits Jabir bin Samurah. Hadits mereka dari Ibnu
Abbas tidak ada dasarnya. Ia hanya merupakan ucapan Ibnu Abbas
secaf,a Mauquf. Andaikata shahih, pastilah wajib mendatrulukan hadits
kami atasnya karena ia lebih shahih dan lebih khusus, sementara yang
bersifat khusus dikemukakan atas yang bersifat umum.
Hadits Jabir tidak bertentangan dengan hadits kami ini juga
karena ia shahih dan bersifat khusus. Jika ada yang mengatakan
bahwa'Hadits Jabir datang lebih belakangan sehingga menjadi Nasikh
(penghapus).' Maka kami katakan, Nasakh tidak sah karena empat
hal:
Pertama, perintah berwudhu dari daging onta datang lebih
belakangan dari Nasatft (penghapusan) berwudhu dari apa yang
disentutr oleh air, minimal bergandengan dengannya. Indikasinya,
berwudhu dari daging onta digandengkan dengan larangan berwudhu
dari daging kambing, yang termasuk apa yang disentuh oleh api.
Karena itu, boleh j adi Nasakh telah terjadi dengan adanya larangan ini
atau boleh jadi pula terjadi sebelumnya.
Jika demikian, maka perintatr berwudhu dari daging onta
bergandengan dengan Nasakh berwudhu dari apa yang dirubah oleh
api. Natr, bagaimana bisa ia di-nasakh dengannya? Di antara syarat
NasiHt adalah hendaknya ia datang belakangan. Jika Nasakh terjadi
sebelumnya, maka tidak boleh di-nasakh dengan hadits yang
sebelumnya.
Kedua, memakan daging onta hanya membatalkan karena ia
adalah daging onta, bukan karena ia termasuk yang disentuh oleh api.
Oleh karena itu ia membatalkan sekalipun mentah. Maka, me-nasakh
Syarah Sunan Tirmidzi #
salatr satu sisi, tidak dapat menetapkan NasaWt sisi yang lain sama
seperti bila seorang wanita diharamkan karena sesusuan dan karena
statusnya sebagai anak tiri; maka pengharaman karena sesusuan di-
nasakh sedangkan penghararnan terhadap anak tiri tidakdi-nasaffil
Kettga, hadits yang mereka gunakan bersifat umum sedangkan
hadits yang kami gunakan bersifat lfiusus, sementara yang bersifat
umum tidak dapat me-nasaWt yang bersifat khusus sebab di antara
syarat NasaWt adalah karena terhalangnya upaya penggabungan
(sinkronisasi) sementara sinkronisasi antara yang bersifat umum dan
khusus memungkinkan dengan cara menempatkan yang umum kepada
selain posisi pengkhususan.
Keempat, hadits yang kami miliki shahih dan terperinci yang
dari sisi kekuatan keshahihan, keterperincian dan kekhususannya valid
sedangkan hadits yang mereka riwayatkan lemah karena tidak
memiliki ketiga sisi tersebut sehingga tidak bisa dijadikan Nasikh.
Jika ada yang mengatakan bahwa perintatr berwudhu dalam
hadits yang kamu riwayatkan dimungkinkan mengandung anjuran
sehingga harus kita arahkan kepadanya dan dimungkinkan pula
maksud berwudhu di situ adalatr membasuh kedua tangan sebab bila
(lafazh) wudhu ditambatrkan kepada (afazh) makanan, maka ia
menuntut untuk membasuh tangan sebagaimana beliau SAW pernah
memerintahkan berwudhu sebelum makan dan setelahnya, lalu
mengkhususkan hal itu dengan memakan daging onta, sebab ia
mengandung unsur panas dan bau tidak enak yang tidak ada pada
benda lainnya.
Kami katakan: adapun tanggapan terhadap jawaban pertama di
atas, maka hal itu bertentangan dengan yang zhahir dari tiga sisi:
Pertama, bahwa tuntutan perintah adalah kewajiban.
Kedua, batrwa Nabi SAW ditanyai tentang hukum daging ini,
lalu menjawab dengan perintatr berwudhu darinya, maka tidak boleh
@ SYarah Sunan Tirmidzi
mengarahkannya kepada selain wajib sebab hal itu akan menjadi
pengaburan bukanjawaban bagi si penanya.
Ketiga, bahwa beliau SAW menggandengnya dengan larangan
berwudhu dari daging kambing di mana yang dimaksud depgan
larangan di sini adalah menafikan kewajibannya, bukan
pengharamannya. Karena itu, harus mengarahkan perintatr tersebut
kepada kewajiban agil didapat perbedaan. Adapun tanggapan
terhadap jawaban kedua, maka hal itu tidak benar dilihat dari empat
sisi:
Pertama, bahwa hal itu mengandung konsekuensi mengarahkan
perintah kepada aqiuran sebab membasuh tangan secara tersendiri
tidaklah wajib. Mengenai hal ini telah kami jelaskan cacatnya
pandangan ini.
Kedua, batrwa bila (lafazh) berwudhu ada dalam terminologi
syariat, maka wajib mengarahkannya kcpada berwudhu secara syariat,
bukan secara batrasa sebab yang zhahir darinya batrwa syariat
Ketiga, bahwa statement itu dikeluarkan sebagai jawaban atas
pertanyaan si penanya mengenai hukum berwudhu dari dagingnya dan
shalat di tempat duduknya, maka tidak akan dipahami dari hal itu
selain berwudhu yang dimaksudkan untuk shalat. . :,
Keempat, bahwa andaikata yang dimaksud adalah membasuh
tangan, niscaya beliau SAW tidak membedakan antaranya (daging
onta) dan daging kambing, sebab membasuh tangan darinya adalatr
Mustahab (dianjurkan). Oleh karena itu, beliau bersabda,
'Barangsiapq yang bermalam sementara di tangannya terdapat bau
lemak (daging), lalu sesuatu mengenainya, maka janganlah ia
mencela selain dirinya sendirt.
Apa yang mereka sebutkan berupa penambatran bau tak sedap,
maka itu merupakan hal yang ringan, tidak menuntut pembedaan,
wallahu a'lam.
Syarah Sunan Tirmidzi gt
Selain itu, harus ada dalil yang mengalihkan suatu lafazh dari
ztratrirnya dan dalil itu wajib memiliki kekuatan sama dengan
kekuatan zhahir-ztratrimya yang ditinggalkan dan lebih kuat darinya
sementara mereka tidak memiliki dalil seperti itu." [Selesai pekataan
Ibnu Qudamahl
Perhatian: Pengarang Badzl Al Majhud berkata, "Ibnu Majatr
meriwayatkan dari Usaid bin Hudhair dan Abdullah bin Umar,
keduanya mengangkatnya kepada Rasulullah SAW,'Benvudhulah
dari (meminum) susu onta.'lni menunrt umat secara keseluru]ran,
diaratrkan kepada meminumnya seperti dianjurkan baginya unttrk
berkumur-kumur kecil dengan mulut dan menghilangkan lemak dari
mulutnya. Demikian pula dianjurkan baginya bila memakan daging
onta untuk membasuh tangan dan mulutnya dan menghilangkan lemak
dan bau tak sedap." [Selesai ucapannya].
Saya katakan: Perkataannya, *Ini menurut umat secara
keseluruhan, diaratrkan kepada meminumnya seperti dianjurkan
baginya...[dan seterusnya" didasari pada kelalaiannya terhadap
pendapat-pendapat umat. ]
Ibnu Qudamatr berkata, "Terdapat dua riwayat mengenai minum
susu onta: Pertama, Membatalkan wudhu. Hal ini berdasarkan riwayat
Usaid bin Hudhair. Kedua, tidak perlu berwudhu. Karena hadits hanya
menyebutkan tentang daging.
Sementara perkataan mereka, 'Mengenai hal ini terdapat dua
hadits,' maka ini menunjukkan bahwa tidak ada hadits yang shahih
lagi mengenainya selain keduanya. Putusan seperti ini tidak masuk
akal, karena itu wajib sebatas sumber nash." [Selesai ucapan Ibnu
Qudamahl.
Sementara dianjurkannya berkumur-kumur kecil dengan mulut
dari meminum susu onta bukan karena hadits Usaid dan Abdullatr bin
Amru, tetapi karena hadits Ibnu Abbas, bahwa Rasulullatr SAW
4S Syarah Sunan Tirmidzi
meminum susu, lalu berkumur-kumur kecil dengan mulut seraya
bersabda, "Sesungguhnya susu itu mengandung lemak."
Al Hafizh dalam Al Fath berkata, "Hadits itu mengandung
penjelasan bagi alasan berkumur-kumur kecil dengan mulut dari susu.
Maka menunjukkan dianjurkannya ia (berkumur-kumur kecil dengan
mulut) dari semua lemak. Juga dari situ dapat diambil kesimpulan
dianjurkannya membasuh kedua tangan untuk membersihkannya."
ISelesai]
Adapun hadits Usaid bin Hudhair dan hadits Abdullah bin
Amru, maka keduanya adalah lemah, tidak layak untuk dijadikan
argumentasi. Pengarang Asy-Syarh Al Kabir yang dinamakan dengan
Asy-Syafi Syarh Al Muqni 'berkata, "Di dalam jalur hadits Usaid bin
Hudhair terdapat Al Hajjaj bin Arthah.
Imam Ahmad dan Ad-Daraquthni berkata,'Tidak dijadikan
hujjah.' Sedangkan hadits Abdullah bin Amru diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dari riwayat Atha' bin As-Sa'ib. Ada yang mengatakan bahwa
di akhir usianya Atha' ia berubah hafalannya (pikun). Ahmad berkata,
'Siapa yang mendengar darinya pada masa dulu, maka itu shohih.
Siapa yang mendengar darinya di akhir usianya, maka itu tidak ada
apa-apanya' . " I Selesai]
Saya katakan: Yang meriwayatkan hadits ini dari Atha' bin As-
Sa'ib adalah Khalid bin Yazid bin Umar AlFazari.Ia termasuk orang
yang haditsnya diriwayatkan oleh mereka setelah hafalannya berubah.
Al Hafizh berkata dalam mukadimah Al Fath, "Dari jumlah
ucapan para ulama yang berhasil saya himpun didapat hasil bahwa
riwayat Syu'bah, Sufyan Ats-Tsauri, Zuhair bin Muawiyah, Za'idah,
Ayyub dan Hammad bin Zaid, dainya sebelum hafalannya berubah.
Dan batrwa semua orang yang meriwayatkan darinya selain mereka,
maka haditsnya adalatr lemah, sebab hal itu terjadi setelah hafalannya
berubatr selain Hammad bin Salamah di mana mereka berbeda
pendapat mengenainya. " [Selesai]
Syarah Sunan Tirmidzi g
Saya katakan: Demikian juga, dalam sanad hadits Abdullah bin
Amru terdapat Baqiyyatr yang dikenal sebagai seorang perawi
Mudallis, yang meriwayatkannya dari Khalid bin Yazid secara
fi\'An' anah (Metode periwayatan hadits dengan menggunak at kata
Demikian pula perkataan pengarang Badzl Al Majhud bahwa bila
seseorang memakan daging onta maka dianjurkan baginya membasuh
tangan dan mulutnya...[dan seterusnya] adala]r juga tidak bisa
dijadikan rujukan.
Perhatian: Pengarang Badzl Al Majhud berkata, "Manakala
daging onta termasuk dalam kategori sesuatu yang disentuh oleh api
dan merupakan salah satu elemennya sementara kewajiban berwudhu
darinya telah di-nasakh dengan seluruh elemen-elemennya, yakni
hadits Jabir bahwasanya ia berkata, 'Perkara terakhir dari dua perkara
Rasulullah SAW adalah tidak berwudhu dari apa yang disentuh oleh
api,' maka mengharuskan di-nasakh-nya kewajiban dari elemen ini
j uga... " [Selesai ucapannya]
Saya katakan: Orang yang mengatakan batalnya wudhu karena
memakan daging onta berkata, "Yang mewajibkan berwudhu
hanyalah memakan daging onta dari sisi ia sebagai daging onta, bukan
dari sisi ia sebagai sesuatu yang disentuh oleh api. Oleh karena itulah
mereka mengatakan wajibnya berwudhu karena memakan daging onta
secara mutlak, baik dimasak, mentah atau didendeng.
Jadi, Nasakh atas wajibnya berwudhu dari apa yang disentuh
oleh api dengan hadits Jabir tersebut tidak mengharuskan di-nasakh-
nya berwudhu karena memakan daging onta, sebab daging onta dari
sisi ia sebagai daging onta, sama sekali bukanlah salah satu elemen
dari sesuatu yang disentuh oleh api." Ibnu Qudamah telah
menjelaskannya seperti yang telah Anda ketahui.
Al Hafizh Ibnu Al Qayyim berkata, "Adapun orang menjadikan
daging onta sebagai yang mewajibkan berwudhu, baik disentuh oleh
api atau tidak, maka mewajibkan juga berwudhu dari daging yang
fl Syarah Sunan Tirmidzi
mentah, sudah dimasak ataupun didendeng; bagaimana ia bisa
berargumentasi terhadapnya dengan hadits ini. ?" [Selesai ucapannya]
Ucapan pengarang Badzl Al Majhud, "Manakala daging onta
termasuk dalam kategori sesuatu yang disentuh oleh api dan
merupakan salah satu elemennya...[dan seterusnya]" dibangun atas
sikap tidak merenunginya terlebih dulu.
pb ,{i, ,u. lrA *8r e.t (Dan dalam
Pi i *Ucapannya,
permasalahan ini terdapat riwayat lain dari Jabir bin Samuratr dan
Usaid bin Hudhair): Adapun hadits Jabir bin Samurah, maka
diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya, darinya dengan lafazh,
"Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, 'Apakah
kami (harus) berwudhu karena daging kambing?' Beliau menjawab,
'Jika kamu mau, makn berwudhulah dan jika tidak, maka tidak usah
berwudhu. 'Ia berkata, 'Apakah kami (harus) berwudhu karena daging
onta?' Beliau menjawab, 'Ya, maka berwudhulah karena daging
onta'. "
Adapun hadits Usaid bin Hudhair, maka diriwayatkan oleh Ibnu
Majah, darinya secara Marfu'dengan lafazh, 'Janganlah berwudhu
dari susu lrnmbing (karena meminumnya) dan berwudhulah dari susu
onta (lrarena meminumnya). " Dalam permasalahan ini juga terdapat
hadits dari Dzi Al Ghuruaft, diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad
dalam Musnad ayahandanya, dan dari Abdullah bin Amru,
diriwayatkan oleh lbnu Majah.
Ucapannya, y i.i' f ;p,,>-thJt'j iitb')i'i.Lfl6j;,,sffJi)
* i /yt V ,& eri g,-lt rb t,.i|r 1Al Hajjaj bin Arrhah tetah
meriwayatkan hadits ini dari Abdullah bin Abdullah, dari
Abdurratrman bin Abu Laila, dari Usaid bin Hudhair): Al Hajjaj bin
Arthah Al A'masy berbeda versi, sebab ia mengatakan bahwa dari Al
Barra' bin Azib. Ia berkata, *Al Hajjaj dari Usaid bin Hudhair. Hadits
Al Hajjaj bin Arthah, diriwayatkan oleh Ibnu Majah."
Syarah Sunan Tirmidzi g}1
lb y ,)it tr ,F *.i i.*tt f 4y'g?,:etrt(Yane benar
adalatr hadits Abdurrahman bin Abu Laila" dari Al Barra' bin Azib):
Sebab Al A'masy, perawi dari Abdullah bin Abdullatr lebih Tsiqatr
dan kuat hafalannya daripada Al Hajjaj.
Al Hafizh dalam At-Tallchish berkata, "Ibnu Khuzaimah dalam
Shahih-nya berkata, 'Saya tidak melihat ada perbedaan pendapat di
kalangan para ulama hadits bahwa hadits ini, yakni hadits Al Barra'
adalatr shahih dari sisi riwayat karena para perawinyadikenal 'Adil.
At-Tirmidzi menyebutkan perbedaan pendapat di dalamnya
tentang Ibnu Abu Laila; apakatr ia dari Al Barra' ataukah dari Dzt Al
Ghurrah, atau dari Usaid bin Hudhair. Ia menilai yang shahih adalatr
dari Al Barra'. Demikian pula disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam
Al 'Ilal, dari ayatrnya." [Selesai]
',P, i* 6rt (waidah Adh-Dhabbi meriwayatkan): Kata
i*b diAu"udengan dhammahpada huruf 'Ain darr_fathafupadahuruf
Dc' (Ubaidatr), yaitu lbnu Al Mu'tib. Sedangkan [ttr (Adh-Dhabbi)
adalah Abu Abdul Karim, Al Kufi, Adh-Dharir, seorang perawi yang
lematr dan berubah hafalannya di akhir usianya. Di dalam Shahih Al
Bukltari, haditsnya hanya ada di satu tempat yaitu dalam kttab Al
Adhahi. Demikian disebutkan dalam At-Taqrib.
Pengarang Al Khulashah berkata, "fbnu 'Adi berkata,
'Sekalipun ia lemah, namun haditsnya ditulis. Al Bulihari memuatnya
dalam Mu'allaq-nya, lalu menolak hadits, C ,lqir:j, !, Y i.!, * C
:A, e:'* ,# ,r: i *1r ria (oari Abdullatr bin Abdullah Ar-Razi,
dari Abdurrahman bin Abu Laila, dari Dzi Al Ghirrah) Yang
mengeluarkan hadits Ubaidatr ini adalah Abdullatr bin Ahmad dalam
Musnad ayahandanya. Fokus hadits ini terletak pada sosok Ubaidatr
Adh-Dhabbi yang merupakan seorang perawi yang lematr
sebagaimana yang telah Anda ketahui.
fl Syarah Sunan Tirrtidzi
g,@b ,iu'ri i. g6t f i-yt ts't;ti" 'i.tb ,si:s (Dn
Hammad bin Salamah meriwayatkan hadits ini dari Al Hajjaj bin
Arthah namun keliru): Dan kekelinumnya terletak pada dua posisi.
y y *!, !65 eaberkata, ..Dari
* *'it i *y;i ,& e,i i.
Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Laila, dari ayahnya"): Ini adalatr
kesalatran pertama sebab yang benar adalah dari Abdullah bin
Abdullah, dari Abdurratrman bin Abu Laila.
.#.,, i.. r.jl.,rl ,,f (Dari Usaid bin Hudhair): Ini adalatr kesalatran
kedua. V*g U.n* adalah dari Al Barra' bin Azib.
"Ishak berkata, 'Yang benar adalatr, dari Abdullah bin Abdullah
Ar-Razi, dari Abdunahman bin Abu Laila, dari Al Barra' bin Azib."
*r6ir 15 e? :ii,;1jf (lstat berkata, "Dalam pembatrasan
ini): Yakni bab tentang wudhu karena (Makan) daging onta
")1tL-y; tt y in' .,La itr Jt t,f )"-y (hanya dua hadits
yang shahift berasal dari Rasulullah SAW, yaitu hadits Al Bana'):
Yakni yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam pembatrasan ini dan
dikeluarkan juga oleh Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Ibnu Al
Janrd dan Ibnu Khuzaimah.
a'-. t'.;t i. lV t (Dan hadits Jabir bin Samuratr):
C;,-.v)
Diriwayatk* otJU,rslim. Lafaztrnya telatr disebutkan di atas.
Syarah Sunan Tirmidzi fB
/f//t/ar;'u.*)t*u.
61. Bab: Tentang Berwudhu Karena Menyentuh Kemaluan
r*-, U ,r*; ti'L ,JG ,rrLi ;. ',*l't $:t, -Ay
t :Jv ,ii'j '
,,Sl
* / l? eci;';. €'tf"c.',t.os.,tsib c t-.c t ,Ljct
; *e,p-.iAa 1..i.' o.i '.. , )r i?t U,|ru';.r: \t S* o;t",:i
;fa:'ri: ,i;:; ,!;-t ,+;: e;?: ?t V ,+Qr *1j :JG
.:-*r. ,S' ":ti nG ; i), te :-$q ,-J -A.t
"*ka-*t4-ta:u;*-o lie
,*.i'* ,ir'r c., ltu * rb ,P ;-;tt *'ut, tk :Jv
l,c t c.
.O-r-.
rf
82. Ishak bin Manshur menceritakan kepada kami, ia berkata
Yahya bin Sa'id Al Qaththan menceritakan kepada kami, dari Hisyam
bin Urwah, ia berkata, ayahku mengabarkan kepadaku, dari Busrah
binti Shafivan batrwa Nabi SAW bersaMa, "Barangsiapa yang
menyentuh kemaluan (dzakar)-nya, maka janganlah ia sholat htngga
ber-nudhu."
Ia berkata, "Dalam permasalatran ini terdapat hadits lain dari
Ummu Habibah, Abu Aynrb, Abu Hurairah, Arwa binti Unais,
Aisyah, Jabir, Zaid bin Khalid dan Abdullatr bin Amru."
Abu Isa berkata, "Ini adalatr hadits hasan shahih."
flx Syarah Sunan Tirmidzi
Ia berkata, "Demikian diriwayatkan oleh lebih dari satu orang
perawi seperti ini dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari
Busrah."l6
Penjelasan Hadits:
Ucapannya, It oirlt ,a;l grlt ,qfi ,lh ,+ ?i ,* ql €j
lt yt y
tib i noirifi. lJt lrAt loaam permasalahan ini
terdapat hadits lain dari Ummu Habibah, Abu Aynrb, Abu Hurairah,
Arwa binti Unais, Aisyah, Jabir, Zaid bin Khalid dan AMullah bin
Amru): Dan juga dalam permasalatran ini terdapat hadits dari Sa'd bin
Abu Waqqash, Ummu Salamatr, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Thalq bin
Ali, An-Nu'man bin Basyir, Anas, Ubai bin Ka'b, Muawiyatr bin
Hidah dan Qubaishah.
Adapun hadits Ummu Habibatr, maka diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dan Al Atsram, dinilai shohih oleh Ahmad dan Abu Zrx'ah.
Demikian sebagaimana disebutkan dalam Al Muntaqa. Al Khallal
berkata dalam Al 'Ilal, "Ahmad menilainya shohih hadits Ummu
Habibatr." Ibnu As-Sakan berkat4 "Aku tidak mengetatrui ada 'Illat
(cacat) padanya." Demikian disebutkan dalam At-Talffiish.
Sedangkan hadits Abu Ayyub, maka diriwayatkan oleh Ibnu
Majatr. Sementara hadits Abu Hurairah, Takhrij-nya telatr
dikemukakan sebelumnya. Adapun hadits Arwa binti Unais, maka
diriwayatkan oleh Al Baihaqi.
Al Hafizh dalam At-Talkhish berkat4 "At-Tirmidzi berlarrya
kepada Al Bukhari mengenainya, maka ia berkata 'Apa yang kamu
perbuat dengan ini. Jangan sibukkan dirimu dengannya!"' Sedangkan
hadits Aisyah, maka diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni dan ia
melematrkannya.
rG Hadits Srr4lut. HR Abu Daud (l8l), Ibnu Majah (479), dan An-Nasa'i
(163,164) dari hadits Busrah binti Shafivan.
Syarah Sunan Tirmidzi fE
Al Hafizh berkata, "Hadits ini memiliki Syahid dari hadits
Abdullah bin Amru. Sementara hadits Jabir diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dan Al Atsram. Ibnu Abdil Barr berkata, "Sanadnya Shalih
(layak)."
Adh-Dhiya' berkata, "Aku tidak mengetahui ada sesuatu yang
ibermasalatr pada sanadnya." Asy-Syaf berkata, "Aku mendengar
sejumlatr kalangan Huffaztr selain Ibnu Nafi' menjadikannya sebagai
hadits Mursal." Adapun hadits 7,aid bn Khalid, maka diriwayatkan
oleh Ahmad dan Al Bazzar. Sedangkan hadits AMullah bin Amru
diriwayatkan oleh Ahmad dan Al Baihaqi dari jalur Baqiyyah.
Muhammad bin Al Walid menceritakan kepadaku, Amru bin
Syu'aib menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dJri kakeknya, lalu
me-rafa'-kannya (Menisbatkannya sampai kepada Rasulullatr), " Laki-
laki monapun yang menyentuh kemaluannya, maka hendaHah ia
berwudhu. Dan wanita ,rurrutpun yangmenyentuh komaluannya, malca
hendaklah ia berwudhtt " Dalam krtab Al 'Ilal, At-Tirmidzi berkata,
"Dari Al Bukhari, yang menurutku adalah shohih."
Sementara hadits Sa'd bin Abu Waqqash, maka diriwayatkan
oleh Al Hakim. Sedangkan hadits Ummu Salamatr, maka Al Hakim
menyebutkannya. Adapun hadits Ibnu Abbas, maka diriwayatkan oleh
Ad-Daraquthni dan Al Baihaqi. Sementara hadits Ali bin Thalq
diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan ia menshahihkarnya. Adapun
hadits An-Nu'man bin Basyir, maka disebutkan oleh Ibnu Man{atr.
Demikian pula hadits Anas, Ubai bin Ka'b, Muawiyatr bin Hidatr dan
Qubaishatr. Demikian seperti disebutkan dalam At-Tallchislr, halaman
46.
Ucapannya, tir, "Ini adalah...": yakni hadits Busrah
-* |;;a . t . - au- -y "Hadits hasan shahih": Dan juga diriwayatkan
oleh At Khamsah. Demikian sebagaimana terdapat dalam Al Muntaqa.
Pengarang Nail Al-Authar berkatz, "Dan dikeluarkan juga oleh Malik,
Asy-Syafi'i, Ibnu Ktruzaimah, Ibnu Hibban dan Ibnu Al Jartrd." Abu
Daud berkata, "Aku berkata kepada Ahmad, 'Hadits Busratr tidak
shahih?' lalu ia berkata, 'Bahkan hadits iru shahih'."
Ad-Daraquthni berkata "Shahih dan valid, dinilai shahih jluga
oleh Yahya bin Ma'in sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abdil
Barr, Abu Khalid Asy-Syarqi, Al Baihaqi dan Al Hazimi. Demikian
dikatakan Al Hafizh.
Saya katakan: Semua yang mereka kritik mengenai keshahihan
hadits Busratr ini termentatrkan. Yang benar batrwa ia adalatr shahih.
l?cUcapannya, ,y]',* ,a:t? .u ,* ,i ,y ytt p ;t1i *lS
ir:.j pemikian diriwayatkan oleh lebih dari satu orang perawi seperti
ini dari Hisyam bin Urwatr, dari ayahnya, dari Busrah): Intisarinya,
batrwa lebih dari satu sahabat Hisyam yang meriwayatkan hadits ini
dari Hisyam bin Urwatr, dari ayahnya, dari Busratr tanpa menyebutkan
adanya perantara antara Urwah dan Busratr. Demikian diriwayatkan
oleh Abu Az-Zinad, dari Urwah, dari Busratr. Juga diriwayatkan oleh
lebih dari satu para satrabat Hisyam, dari Hisyam bin Urwatr, dari
ayahny4 dari Marwan, dari Busratr dengan menyebutkan adanya
perantara antara Marwan bin Urwatr dan Busratr. Riwayat mereka
tanpa menyebutkan adanya perantara antara Urwah dan Busrah bukan
Munqathi'.
Al Hafizh dalam At-Tollhish berkata, "lbnu Khuzaimah dan
lebih dari satu ulama tokoh memastikan batrwa Urwatr telah
mendengar dari Busratr. Dan dalam Shahih lbnu Khuzaimah dan
Shahih lbnu Hibban, Urwah berkata, 'Lalu aku pergi menemui Busrah
menanyakannya lalu ia membenarkannya.' Hal tersebut didasari
dengan riwayat sejumlah ulama tokoh dari Hisyam bin Urwah, dari
ayahnya, dari Marwan, dari Busratr. Urwatr berkata, 'Kemudian aku
bertemu dengan Busrah, lalu ia membenarkannya'." [Selesai]
Syaralq Sunan Tirmidzi f,r,
I f?'* ,lyt tta ;-tj Pt a;uf i) airi -xr
*: .* dll sL, et f co-,*; rsP cotly f ,y..t ,f ,o)-P
l.tia r;r-,1 ,)pt:;:,'t U'*\i1 tflr; .i.;.1
83. Abu Usamatr dan lebih dari satu perawi meriwayatkan hadits
ini dari Aisyatr bin Urwatr, dari ayatrnya, dari Marwan, dari Busrah,
dari Nabi SAW sepertinya. Ishak bin Manhsur juga menceritakan hal
itu kepada kami, Abu Usamah menceritakan kepada kami hal ini.r07
,f ;:;:.'* ,;t:.b ;,, ,rri7r f -xte,,,-li..lli t-ta a;'11j
'rb tflr; :Ju ,7L U V ai.tr6:"; ,*$ yht ,k dt
\t * f *,4, ,r:il *',i,r:-i ,*j ;,, ,,ri1r d
U*r;;:Syt
y\t *U,7;bi,4 y', ?i';'ii,i:;:
.'6^L;r'r3?r UAtr nEt ;'$i i A *, q;6tj,*i
.i5,ortt,t>-tL.+glrc r'.ii €:A gir:Wjt,
ft qy :&'i)
,"e*.7gir rr C + ?i t le i
'* l& * ,?lat
o6 ,rj i'-^e'* u. e),atL1-
tl
.4...* ll
jia& Jt;* i1lj il,fj U,S:t: c'.,,s."l.t=i. ( o j. a. . t, , oz
ia. t G,
J^ft,
; t ,?f, * j'Lkt-ri ^f;st
t*'-* -^:-:+ ,rr) fC.
+ d-rr;Jl
'' Lih"t nomor sebelumnya. Syarah Sunan Tirmidzi
f[
84. Juga yang meriwayatkan hadits ini, Abu Az-Zinad, dai
Urwah, dari Busratr, dari Nabi SAW. Ali bin Hujr menceritakan hal
itu kepada kami, ia berkata, Abdunahman bin Abu Az-Zinad
menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Urwah, dari Busratr,
dari Nabi SAW sepertinya.
Ini adalah pendapat lebih dari satu orang dari kalangan satrabat
Nabi SAW dan tabi'in. Pendapat ini juga dikatakan Al Auza'i, Asy-
Syaf i, Ahmad dan Ishak.
Muhammad berkata, "Sesuatu (riwayat) yang paling shahih
dalam permasalatran ini adalatr hadits Busrah."
Abu Zw'ah berkata, "Hadits Ummu Habibah dalam
permasalahan ini lebih shahih, yaitu hadits Al 'Ala' bin Al Harits, dari
Makhul, dari 'Anbasah bin Abu Suffan, dari Ummu Habibah."
Muhammad berkata, *Makhul tidak mendengar dari 'Anbasatr
bin Abu Suffan. Makhul meriwayatkan dari seorang laki-laki, dari
'Anbasatr selain hadits ini." Seakan ia tidak berpendapat hadits ini
shahih.rot
Penjelasan Hadits:
y t ii li.',fifUt c'ar;p;al:ntnCyaf.,J,r:tij-'ir1tij\ib'tli,-P:.4; l,ryi;66rb, l(nUi:tt
pendapat
adalah
lebih dari satu orang dari kalangan sahabat Nabi SAW dan tabi'in.
Pendapat ini juga dikatakan Al Auza'i, Asy-Syaf i, Ahmad dan
Ishak): Al Hafidr Al Hazimi dalam kitab Al I'tibar, halaman 40
berkata, "Dan di antara mereka yang diriwayatkan mewajibkan
berwudhu karena menyentuh kemaluan dari kalangan sahabat adalah
Umar bin Al Ktraththab dan putranya Abdullah, Abu Ayyub Al
Anshari, Zaid bin Khalid, Abu Hurairah, Abdullah bin Amru bin AI
'Ash, Jabir, Aisyatr, Ummu Habibatr, Busrah binti Shafivan, Sa'd bin
16 Lihat nomor sebelumnya.
Abu Waqqash dalam satu dari dua riwayat, Ibnu Abbas dalam satu
dari dua riwayat. Sedangkan dari kalangan Tabi'in adalatr Urwatr bin
Az-Zubur, Sulaiman bin Yasar, Atha' bin Abu Rabah, Aban bin
Utsman, Jabir bin Zard, Az-h)hi, Mush'ab bin Sa'd, Yatrya bin Abu
Katsir dari sejumlatr kalangan Anshar, Sa'id bin Al Musayyab dalam
satu riwayat dari dua riwayat paling shahilmya, Hisyam bin Urwah, Al
Attza'i, kebanyakan penduduk Syam, Asy-Syaf i, Ahrria4 Ishak dan
pendapat yang masyhur dari ucapan Malik batrwa ia juga mewajibkan
berwudhu darinya." [Selesai]
VUcapannya,'*.,,r;ir rii e it cry ,'ifi2i i.;tii *.n,U,,
Zw'ah berkata, "Hadits Ummu Habibah dalam permasalatran ini lebih
shahih..J': Takhrij hadits Ummu Habibatr telah dikemukakan
terdatrulu.
'rtAi J'6"Muhammad berkata": Yakni Al Bukhari
ili, g.l i. z* 'q J& !;li iJ ,.Makhul tidak mendengar
dari 'Anbasah bin Abu Suffan": Demikian dikatakan Yatrya bin
Ma'in, Abu Zur'atr, Abu Hatim dan An-Nasa'i batrwa ia tidak
mendengar darinya namun Duhaim yang lebih mengenal hadits
penduduk Syarn berbeda dengan mereka. Dengan begrtu, ia telatr
mengukutrkan pendengaran Makhul dari 'Anbasatr. Demikian
dikatakan oleh Al Hafidr.
5r0 Syarah Sunen Tirmidzi
fi,;n*;,!;e1vr;\i
62. Bab: Meninggalkan Wudhu Karena Menyentuh
Kemaluan
,c.f + jP ()Pctc*..co),lrlc...c2 ,c ltj)!{,t...'.rlztiJ> c,,:7t2:.r U,.ia;.J> -Ao
d./ d/
i, * * i * i*r' y?,;
4' ,y,i ,:u+i,'; ,:* ,,*
".a;t "a"t* ;.'ri ,'i.-"'^U vt r'rF:,iv
.:ii6l oj? .2gr *p'2 iJu
ht * ,,4ft\'=";biiCi*II8'tr;' * I,f ;:r,t :u,*-e io y
u;'ri l'# ,1a' ,fi *t
.:q' b €.gi o,ii'pfL-lt rt"j ,!rt!r ;r, ,if'sr J,^i
q* ,# * :t;Ji,tG'.i c clc,
ar. U;rrl,'la,;!n tct 4' f*"t.Jo,t..',ttt ,3'1, s'1
tcriztz
U.
/.? €.-P, f,'* f,ol^t t.tc.q-r4i.t,-,,,.w c 7z t
rili. ,.i t c..?',r. r:. i r,
ds.,- yr,
Utt.oi.t,7 o, o ! c. jop. S-* o gj'.)t t *' t.u.1.
.rr*">11 )+ # onl +.,e _t
85. Hannad menceritakan kepada kami, Mulazim bin Amru
menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Badr, dari Qais bin
bTahtarwlqabsainnyAalib-eIliaauabdearlsaahbAdal ,H"aDnaanfit-id, adkalarihayiaahmnyeala, idnakrainNsaebgiuSmApWal
daging darinya atau bagtan darinya."
Ia berkat4 "Dalam permasalatran ini terdapat hadits dari Abu
Umamah."
Abu Isa berkata, "Telah diriwayatkan oleh lebih dari seorang
satrabat Rasulullah SAW dan sebagian tabi'in batrwa mereka tidak
berpendapat harus berwudhu karena menyentuh kemaluan. Ini adalah
Syarah Sunan Tirmidzi fll
perkataan ahli Kufah dan Ibnu Al Mubarak. Dan hadits ini adalatt
yang paling baik diriwayatkan dalam permasalatran ini. Hadits ini
diriwayatkan oleh Ayyub bin Utbatr, Muhammad bin Jabir, dari Qais
bin Thalq, dari ayatrnya. Sebagian atrli hadits mengomentari tentang
Muhammad bin Jabir dan Ayyub bin Utbatr. Dan hadits Mulazim bin
Arrru, dari Abdullatr bin Badr lebih shahih dar-hasan."t@
Penjelasan Hadits:
Ucapannya, t-;.b U'?i* r;ii; ltvtutazim bin Amru menceritakan
kepada kami): bin Abdullatr bin Badr As-Suhaimi, Abu Amru Al
Yamami. Ia dinilai Tsiqah oleh Ibnu Ma'in, An-Nasa'i dan selain
keduanya.
:U. i.o&)-t 4..a ip @ari Abdullatr bin Badr): As-suhaimi Al
Yamami. lu -"ri*"yatkan dari Ibnu Abbas dan Thalq bin Ali. Dan
darinya, cucunya Mulazim bin Amru dan Ikrimah'bin 'Ammar. Ia
dinilai Tsiqah oleh lbnu Ma'in, Ibnu Hibban dan Al Hanafi, yaitu
dinisbatkan kepada Hanifah, sebuatr suku dari Yamamatr.
*yri (Dari ayatrnya) Yalari Thalq bin Ali, seorang satrabat. Ia
sudatr datang sebagai utusan semenjak lama dan mendirikan masjid.
Demikian dinyatakan dalam Al Khulashaft. Ath-Thibi berkata, "Thalq
datang kepada Nabi SAW saat beliau membangun masjid Madinah.
Hal itu terjadi pada tahun pertama."
Ucapannya, "ri,bi ll. $ ,!3 (Dan tidaHah ia melainpan
sepotong daging): Kata "76"ri diungkapkan dengan dhammatr pada
huruf mim dan fathah pada huruf ghain. Yaitu, sepotong daging alias
tidaklah kemaluan itu (dzakar) melainkan sepotong daging.
'tL lOartnya): Yakni dari seorang lakiJaki
p
Hadits Slufuh. HR. An-Nasa'i (165), dari Hannad, syaikh At-Tirmi&i dalam
hadits ini. Dan dikeluarkan juga oleh lbnu Majah (482) dari jalur Qais bin Thalq
dengan sanad ini.
512 Syarah Sunan Tirmidzi
'r;, 'z16. \1 lltau sekeptng darinya); 1ru1u "r;5. diungkapkan
dengan fathah pada huruf ba' dan sukun pada huruf dhadh, maknanya
sama dengan kata ;ilzrl lSepotong). Keduanya sinonim dan maknanya
adalah sepotong daging.
Sedangkan kata 1i (Atau) adalah keraguan dari perawi. Dalarn
riwayat Abu Daud, ia berkata, "Kami datang kepada Nabi SAW lalu
datang seorang laki-laki seolah-olatr seorang Badui (pedalaman
padang pasir) seraya berkata, 'Walni Nabi Allah, bagaimana menurut
pendapatnu bila ada seorang laki-laki menyentuh kemaluannya
setelatr wudhu.?' Beliau SAW menjawab, 'TidaHah ia melatnlran
sepotong darinya atou sekeping darinya."
Ucapannya, zi6l ,f.l ,f q.t Gj "Dalam permasalatran ini
terdapat hadits dari Abu Umamah": diriwayatkan oleh Ibnu Majatr
namun dalam sanadnya terdapat Ja'far bin Az-Zubair, seorang yang
ditinggalkan (haditsnya) dan Al Qasim, seorang yang lematr.
Al Hafizh Az-Zaila'i berkata, "Itu hadits lemah." Al Bukhari,
An-Nasa'i dan Ad-Daraquthni berkata tentang Ja'far bin Az-Zubair:
seorang yang ditinggalkan dan Al Qasim juga seorang yang lematr.
Dalam permasalatran ini juga terdapat hadits dari 'Ishmah bin Malik.
Al Hafizh Az-Zula'i berkata, "Ini juga hadits yang lemah."
'*tUcapannya, yh, * 4, ?6ei q ytt f ',* ril3l;f.i
#lr6t' Its ,?jii, ,ff i:;' $: ,ir'is, ,i',1,*i,, t3i l ,l*.at ;r;,;"
(Telah diriwayatkan oleh lebih dari seorang shahabat Rasulullah SAW
dan sebagian tabi'in batrwa mereka tidak berpendapat harus berwudhu
karena menyentuh kemaluan. Ini adalah perkataan ahli Kufatr dan
Ibnu Al Mubarak): Al Hazimi dalam kitab Al I'tibar, halaman 40
berkata, "Para ulama berbeda pendapat mengenai permasalatran ini.
Sebagian mereka mengambil hadits Thalq bin Ali dan berpendapat
tidak berwudhu karena menyentuh kemaluan.
Syerah Sunan Tirmidzi s[3
Pendapat ini diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib, 'Ammar bin
Yasir, Abdullah bin Mas'ud, Abdullatr bin Abbas, Hudzaifatr bin Al
Yaman, 'Imran bin Hushain, Abu Ad-Darda', Sa'd bin Abu Waqqash
dalam salah satu riwayat dari dua riwayat, Sa'id bin Al Musayyab
dalam salah satu dari dua riwayat, Sa'id bin Jubair, Ibratrim An-
Nakha'i, Rabi'atr bin Abdunahman, Sufyan bin Za'idah Ats-Tsauri,
Abu Hanifatr dan para sahabatnya, Yatrya bin Ma'in dan AhIi Kufah."
ISelesai]
Mereka berdalil dengan hadits Thalq bin Ali yang telatr
disebutkan dalam permasalahan ini. Ibnu Al Humam menjawab hadits
Busrah binti Shafivan yang disebutkan sebelumnya dalam
permasalatran ini bahwa hadits Thalq bin Ali dikuatkan karena hadits
para perawinya lebih kuat, sebab mereka lebih hafal terhadap ilmu dan
kuat hafalannya. Oleh karena itu, persaksian dua orang wanita
dijadikan setara dengan posisi seorang laki-laki. Dan di dalamnya
disebutkan batrwa Busrah binti Shafiryan tidak sendirian dalam
meriwayat hadits yang berisi kewajiban berwudhu karena menyentuh
kemaluan.
Bahkan sejumlatr perawi dari kalangan sahabat juga
meriwayatkannya, di antaranya Abu Hurairah dan haditsnya shahih
sebagaimana yang telah Anda ketatrui. Di antaranya juga Abdullatr bin
Amru dan haditsnya juga shahih sebagaimana yang telatr Anda
ketatrui. Di antaranya juga Jabir dan sanad haditsnya shalih
sebagaimana yang telatr Anda ketatrui. Di antaranya juga, Zaid bin
Khalid, Sa'd bin Abu Waqqash, Ibnu Abbas, Ibnu Amru dan lainnya.
Takhrij hadits-hadits mereka telatr dikemukakan sebelumnya.
Sebagian mereka menjawab, batrwa hadits Thalq lebih valid daripada
hadits Busratr.
Ath-Thahawi mengaitkan sanadnya kepada Ibnu Al Madini
bahwa ia berkata, "Hadits Mulazim bin Amru lebih baik daripada
hadits Busrah." Dan dari Amru bin AIi Al Fallas, ia berkata, "Hadits
Thalq menurut kami lebih valid daripada hadits Busrah. Di dalamnya
514 Syarah Sunan Tirmidzi
berisi bahwa yang nampak, hadits Busrah lah yang lebih valid dan
lebih kuat."
Al Baihaqi berkata, *Untuk menyatakan batrwa hadits Busratr
lebih kuat daripada hadits Thdq cukup dengan mengetahui batrwa
hadits Thalq tidak diriwayatkan olehAsy-Syaikhan (lmam Al Bukhari
dan Muslim). Keduanya tidak berhujjah dengan salatr satupun dari
para perawinya. Sedangkan hadits Busrah, semua perawinya dijadikan
hujjah oleh keduanya. Demikian disebutkan dalam At-Tallhish.
Al Allamah Muhammad bin Isma'il Al Amir dalam Subul As-
Salam berkata, 'Hadits Busrah lebih kuat karena banyaknya ulama
yang menshahihkannya dan juga karena demikian banyak Syahid-nya.
Hal itu diakui oleh sebagian ulama Hanafi di mana Imam Muhammad
berkata dalam komentamya terhadap Al Mmvathrfta', 'Pendapat yang
adil dalam masalah ini bahwa bila yang dipilih adalatr metode
pentarjihan, maka hadits-hadits yang menyebutkan batalnya wudhu
lebih banyak dan kuat'." [Selesai]
Dalam anotasinya terhadap Syarh Al Wiqayaft, pengarangnya
berkata, "Hadits-hadits tentang batalnya wudhu lebih banyak dan
lebih kuat daripada hadits-hadit tentang rukshoh (keringanan)-nya."
ISelesai]
Sebagian mereka menjawab, hadits Busrah telah Mansukh
dengan hadits Thalq. Di dalamnya disebutkan, ini adalatr klaim tanpa
dalil bahkan dalil yang sebenamya justeru menuntut hal sebaliknya
sebagaimana yang akan Anda ketahui sebentar lagi. Sebagian mereka
menjawab, yang dimaksud dengan berwudhu dalam hadits Busrah
adalatr wudhu secara bahasa atau mencuci tangan. Di dalamnya juga
disebutkan bahwa seharusnya mengarahkan lafazh-lafazh syariat
kepada makna-makna syariatnya. Namun dalam hadits Ibnu Umar
dalam Sunan Ad-Darimi terdapat lafazh, "Maka berwudhulah seperti
berwudhu untuk shalat. "
Syarah Sunan Tirmidzi 515
Sebagian mereka berkata, "Hadits Busratr dan hadits Thalq
saling bertentang (kontradiktif), karena itu saling menggugurkan dan
hukum asalnya adalatr tidak batal. Di dalamnya juga disebutkan,
hadits Busrah lebih valid dan kuat daripada hadits Thalq sebagaimana
yang telah Anda ketahui, maka harus didahulukan.
Kemudian daripada itu, yang nampak batrwa hadits Busrah
datang belakangan (Muta'akhkhtr) dan hadits Thalq lebih dahulu
(Mutaqaddim), sehingga hadits Muta'khkhir menjadi Nqsikh
(penghapus)-nya sementara hadits Mutaqqadim menjadi MansuWt
(terhapus) sebagaimana yang akan Anda ketahui sebentar lagi-
Mereka yang berpendapat batalnya wudhu karena menyentuh
kemaluan berdalil dengan hadits Busratr yang telah disebutkan pada
permasalahan terdahulu dan memiliki Syahid yang banyak
sebagaimana yang Anda ketatrui.
Mereka menjawab hadits ft"tqt pertama, ia adalah hadits
lemalr. Kedua, ia Mansukh.
Al Hazimi dalam krtab Al I'tibar berkata, "Mereka mengatakan
batrwa adapun hadits Thalq, maka tidak dapat melawan hadits ini
-yakni hadits Busratr- karena beberapa sebab, di antaranya:
Sanadnya Munkar dan riwayatnya lematr.
iAsy-Syaf berkata dalam pendapat lamanya (Qaul Qadim),
'Mereka mengklaim a paru penentangny+ batrwa Qadhi
-maksudny
Yamamah dan Muhammad bin Jabir telatr menyebutkan dari Qais bin
Thalq, dari ayahnya, dari Nabi SAW hal yang menunjukkan bahwa
tidak harus berwudhu darinya.'
Asy-Syaf i berkata lagi, 'Kami telah menanyakan tentang Qais,
namun kami tidak menemukan orang yang mengenalny4 yang
nengindikasikan haditsnya dapat diterima, sementara orang yang kami
sebut sifatnya, kemumpunian dan eksistensinya dalam hadits justeru
menentangnya.'
Asy-Syafi'i mengisyaratkan kepada hadits Ayyub bin Utbah,
Qadhi Yamamatr dan Muhammad bin Jabir As-Suhaimi dari Qais bin
ftulq; hadits keduanya telatr dikemukakan sebelumya. Aynrb bin
Utbah dan Muhammad bin Jabir adalah lemah menurut ulama hadits.
Hadits Thalq juga diriwayatkan oleh Mulazim bin Amru, dari
Abdullatr bin Badar, dari Qais, hanya saja kedua pengarang Ash-
Shahih tidak berhujjah sama sekali dengan riwayat keduanya. Hadits
itu juga diriwayatkan oleh Ikrimatr bin Imaratr, dari Qais, dari Nabi
SAW secara Mursal. Dan Ikrimatr adalatr perawi yang paling kuat dari
Qais, namun ia meriwayatkannya secara Inqitha '(terputus).
Mereka mengatakan bahwa'Kami meriwayatkan dari Yahya bin
Ma'in batrwa ia berkatq 'Orang-orang banyak memperbincangkan
Qais bin Thalq bahwa haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah.' Kami
juga meriwayatkan dari Abu Hatim batrwa ia berkata, 'Aku telah
bertanya kepada Abu Zu'ah mengenai hadits ini, maka ia berkata,
'Qais bin Thalq termasuk orang yang tidak dapat dijadikan hujjah.
Kami telah melematrkannya'. Keduanya telatr melemahkannya dan
tidak menilainya valid.
Mereka berkata 'Dan hadits Qais bin Thalq sebagaimana ia
tidak diriwayatkan oleh dua orang pengarang Ash-Shahih, keduanya
juga tidak berhujjah sama sekali dengan riwayat-riwayatnya, juga
tidak dengan riwayat-riwayat yang periwayatnya lebih banyak dalam
hadits selain ini. Sekalipun hadits Busratr tidak diriwayatkan oleh
keduanya karena adanya perbedaan yang terjadi dalam pendengaran
oleh Urwah dari Busrah atau perawi yang meriwayatkan dari Marwan
dari Busratr, namun keduanya telah berhujjah dengan seluruh para
periwayat haditsnya, dari Marwan hingga perawi yang di bawahnya.'
Mereka mengatakan batrwa inilah sisi dikuatkannya hadits
Busrah atas hadits Qais dari jalur sanad sebagaimana yarirg disiratkan
oleh Asy-Syaf i sebab sisi kekuatan itu terjadi bila ada syarat-syarat
keshahilan dan keadilan pada diri para perawi itu, bukan perawi-
Syarah Sunan Tirnidzi EI
pera\ri yang bertentangan dengan mereka." [Selesai ucapan Al
Hazimil
Saya katakan: Pendapat yang kuat yang dapat dijadikan rujukan
adalah bahwa hadits Busratr dan hadits Thalq, keduanya adalah shahih
akan tetapi hadits Busratr lebih shahih dan lebih valid dari hadits
Thalq sebagaimana yang telah Anda ketahui pada pemaparan
terdahulu.
Adapun pendapat yang mengatakan batrwa hadits Thdq
Mansukh, maka mereka berargumentasi dengan menyatakan bahwa
hadits Thalq Mutaqaddim sedang hadits Busratr Muta'aWtkhir. Al
Hazimi dalam kitl;b Al I'tibar, halaman 45 dan 46 berkata, "Dalil atas
hal itu -yakni Nasakh dari sisi sejaratr, batrwa hadits Thalq diucapkan
pada permulaan hijratr semasa Nabi SAW membangun masjidnya.
Sedangkan hadits Busrah, Abu Hurairatr dan Abdullah bin Amru
diucapkan setelatr itu karena mereka masuk Islam lebih belakangan
dari mereka."
Al Hazimi kemudian meriwayatkan dengan sanadnya dari Thalq
bin Ali, ia berkata, "Aku mendatangi Nabi SAW saat mereka
membangun masjid. Maka beliau berkata, 'Watrai warga Yamamah,
kamu lebih halus dalam mencampur tanah.' Lalu aku disengat
kalajengking, lantas beliau meruqyahku'."
Ia berkata, "Demikian diriwayatkan dari sisi ini secara ringkas,
namun telah diriwayatkan pula dari sisi lain dengan lebih sempurna
lagi dari ini. Di dalamnya disebutkan tentang adanya ruWrshah dalam
menyentuh kemaluan. Mereka berkata, 'Bila memang terbukti bahwa
hadits Thalq Mutaqaddim sementara hadits-hadits larangan
Muta'akhir, maka wajib berpegang dengannya dan klaim Nasokh
mengenai itu adalatr benar. Kemudian kami melihat, apakah kami
menemukan hal yang menegaskan hal ifu, lalu kami menemukan
Thalq telatr meriwayatkan satu hadits tentang larangan. Maka hal ini
menunjukkan kepada kami kesftahihan riwayat mengenai penetapan
518 Syarah Sunan Tirmidzi
NasaWt dan batrwa Thalq telah menyaksikan dua kondisi sehingga ia
meriwayatkan hadits Nasikh dan juga hadits Mansukh."
Kemudian Al Hazimi menyebutkan dengan sanadnya juga dari
Qais bin Thalq, dari ayatrnya, Thalq bin Ali, dari Nabi SAW, ia
bersabda, "Barangsiapa yang menyentuh kemaluannyo, makn
hendaklah ia berwudhz. " Ath-Thabrani berkata, "Yang meriwayatkan
hadits ini dari Aynrb bin Utbah hanya Hammad bin Muhammad.
Keduanya mennrutku shahih, seperti seakan ia mendengar hadits
pertarna dari Nabi SAW sebelum ini, kemudian mendengar yang ini
setelah itu sehingga cocok dengan hadits Busrah, Ummu Habibah,
Abu Hurairah, Zatd bin Khalid dan selain mereka dari orang-orang
yang meriwayatkan dari Nabi SAW perintatr berwudhu karena
menyentuh kemaluan, lalu mendengar Nasikh darl- Mansukh."
Kemudian AI Hazimi meriwayatkan dengan sanadnya pula dari
Isma'il bin Sa'id Al Kisa'i Al Faqih batrwasanya ia berkata,
"Pendapat yang dipegangi dalam hal itu bagi mereka yang
berpendapat harus berwudhu dari itu mengatakan batrwa 'Terdapat
hadits valid dari Rasulullatr SAW keharusan berwudhu karena
menyentuh kemaluan dari beragam aspek, sehingga hal itu tidak dapat
dimentatrkan dengan hadits Mulazim bin Amru dan Ayyub bin Utbah.
Andaikata riwayat keduanya valid, pastilah ada komentar
terhadap hal itu karena banyaknya orang yang meriwayatkan
bertentangan dengan riwayat keduanya. Sekalipun begitu, berhati-hati
dalam hal tersebut adalatr lebih tepat. Dan diriwayatkan dari Nabi
SAW dengan sanad shahih, bahwa beliau melarang seorang laki-laki
menyentuh kemaluannya dengan tangan kanannya. Tahukah kamu
batrwa kemaluan tidak sama dengan seluruh jasad? Andaikata hal itu
sama kedudukannya dengan jari telunjuk, hidung, telinga dan apa
yang merupakan bagian dari jasad kit4 pastilah tidak apa-apa kita
menyentuhnya dengan tangan kanan kita.
Bagaimana bisa kemaluan itu mirip dengan apa yang mereka
sebut sebagai jari telunjuk dan selainnya? Andaikata hal itu sama
Syareh Sunm Tirnidzi 5t9
secara syariat, pastilah jalannya dalam menyentuh adalatr apa yang
telalr kita sebutkan. Akan tetapi di sini, ada 'Illat (alasan) yang lepas
dari pengetatruan kita. Barangkali hal itu agar menjadi sanksi agar
orang-orang tidak menyentuh kemaluan. Sehingga dengan begitu
menjadi bagian sikap berhati-hati." [Selesai ucapan Al Hazimi]
Ibnu Hibban berkata dalam Shahih-nya, "Sesungguhnya hadits
Thalq telatr membuat seorang 'alim dari kalangan orang-orang yang
beranggapan batrwa ia bertentangan dengan hadits Busratr, padahal
tidak demikian, sebab ia Mansukh. Alasannya, kedatangan Thalq bin
Ali kepada Nabi SAW terjadi di awal tatrun hijriah di mana kaum
muslimin telatr membangun masjid Rasulullah SAW di Madinatr."
Kemudian, ia mengeluarkan dengan sanadnya pula hingga
kepada Thalq bin Ali, ia berkata, "Dan keislaman Abu Hurairatr
tedadi pada tahun 7 H. Sementara hadits Abu Hurairah datang tujuh
tahun setelatr hadits Thalq, lalu Thalq pulang ke negerinya."
Kemudian ia juga mengeluarkan dari Thalq bin Ali, ia berkata" "Kami
berkunjung kepada Rasulullah SAW sebagai utusan yang
beranggotakan erurm orang dari Bani Hmifah dan seorang dari Bani
Ibnu Rabi'ah. Hingga kami datang kepada Rasulullah SAW, lalu kami
membai'atnya dan shalat bersamanya Lalu kami kabarkan batrwa di
tanah kami ada bai'at kami, lalu kami meminta ia memberikannya
kepada kami berkat kemunculannya. Lalu ia berkata, 'Pergilah dengan
air ini; bila kamu datang ke negeri kami, maka pecatrkanlatr bai'at
kamu, kemudian sirami lokasinya dengan air ini, lalu jadikanlah
masjid di lokasinya itu."
Di dalamnya terdapat, 'Hingga kami datang ke negeri kami, lalu
tahulatr kami apa yang diperintalrkan kepada karni'." Ibnu Hibban
berkata, "Ini keterangan yang amat jelas bahwa Thalq bin Ali pulang
ke negerinya setelah datang, kemudian tidak diketahui kapan ia
kembali lagi ke Madinah setelatr itu. Siapa yang mengklaim hal itu,
maka hendaklatr ia menunjukkan bukti dengan tatrun yang jelas.
Namun tidak ada jalan ke aratr itu." [Selesai ucapan Ibnu Hibban]
fl) Syarah Sunan Tirmidzi
Sebagian ulama madzhab Hanafi dalam syarahnya terhadap
Syarh Al Wiqayah yang disebut dengan As-Si'ayoh setelatr
menyebutkan ucapan Al Hazimi tersebut berkata, "Ini merupakan
analisis yang sepantasnya diterima, sebab setelah melakukan
pengamatan dari dua sisi, maka nyatalah bahwa hadits-hadits tentang
batalnya wudhu karena menyentuh kemaluan lebih banyak dan lebih
kuat daripada hadits tentang rukhshah mengenai hal itu. Dan batrwa
hadits tentang rukhshah lebih dulu.
Namun, sekalipun belum sampai meyakinkan karena boleh saja
hadits Abu Hurairah dan lainnya merupakan hadits-hadits kategori
Mursal shahabat, akan tetapi itulah yang nampak. Mengambil
pendapat bahwa hal itu membatalkan lebih berhati-hati. Namun,
sekalipun termasuk hal yang ditentang oleh Qiyas dari segala sisi akan
tetapi tidak ada tempat setelatr datangnya hadits tersebut.
Adapun kenyataan bahwa kalangan sahabat agung seperti lbnu
Mas'ud, Ibnu Abbas, Ali dan lainnya mengambil rukhshah tersebut,
maka hal itu tidak mencacatinya setelah hadits-hadits Morfu'terbukti
valid. Alasan dapat diterima dari mereka bahwa hadits Thalq dan
semisalnya telah sampai kepada mereka namun belum sampai hadits
yang me-nasakh-nya. Andaikata sampai, tentu mereka akan
berpendapat demikian.
Ini tidaklatr mustahil di mana di-nasakh-nya melakukan Tathbiq
(Meletakkan kedua tangan di antara kedua paha atau kedua lututpenj)
ketika ruku' ketika menjamak, nuunun belum sampai kepada lbnu
Mas'ud, bahkan ia konsisten dengan hal itu padahal ia selalu
menyertai Rasulullah SAW." [Selesai ucapannya]
Saya katakan: Masalah ini menurutkku adalah sama seperti
yang dikatakan pengarang ls-Si' ayoh, w al I ahu a' I am.
Ucapannya, :qJ' tb C e::: y 'Fi lc,,,- r rj.i1 (Dan hadits ini
adalah yang paling baik diriwayatkan dalam permasalahan ini): Dan
dikeluarkan juga oleh Abu Daud, An-Nasa'i, Ibnu Majah, dinilai
Syarah Sunan Tirmidzi 9l
shahih oleh Ibnu Hibban, Ath-Thabrani dan Ibnu Hazm. Ibnu Al
Madini berkata, "Ia lebih baik daripada hadits Busratr. Asy-Syafi'i
melemahkannya, demikian pula Abu Hatim, Abu Ztx'ah, Ad-
Daraquthni, Al Baihaqi dan Ibnu Al Jauzi. Ibnu Hibban, Ath-
Thabrani, Ibnu Al Arabi, Al Hazimi dan lainnya mengklaim telatr di-
nas akh. Demikian dinyatakan dalam At-Talkhi s h.
Saya katakan: Ucapan Al Hazimi dan Ibnu Hibban telah
dikemukakan di atas.
i.yUcapannya, ,1;b ;+f:i ,/f e?-ytft;,;i.'#ni
(Sebagian atrli hadits mengomentari tentang Muhammad bin Jabir dan
AySrb bin Utbah):
Mengenai tarjomah (biografi) Muhammad bin Jabir, Al
Y'hanaji dalam Al Khulashah berkaq *Ibnu Ma'in melematrkannya.
Al Fallas berkata, 'Shaduq, haditsnya ditinggalkan.' Dalam At-Taqrib,
Al Hafrzh berkata, 'Shaduq. Buku-bukunya hilang sehingga
hafalannya jadi buruk dan banyak bercampur. Ia pun buta sehingga
harus didiktekan. Abu Hatim menilai ia lebih kuat daripada Ibnu
Latri'ah'." [Selesai]
Dalam tarjamah terhadap Ayyub bin Utbatr, Al Hafizh berkata,
"la lematr. Adz-Dzahabi dalam Al Mizan berkata 'Ahmad
melematrkannya. Suatu kali ia mengatakan batrwa 'Tsiqah, tidak dapat
meluruskan hadits Yatrya.' Ibnu Ma'in berkata" 'Tidak kuat.' Al
Bukhari berkata, 'Menurut mereka, ia Layyin (lematr).' Abu Hatim
berkata, 'Adapun buku-bukunya, maka shahih akan tetapi ia
meriwayatkan hadits dari hafalannya lalu keliru.' Ibnu 'Adi berkata,
'Sekalipun lemah, haditsnya boleh ditulis.' An-Nasa'i berkata,
'Haditsnya Mudhthar ib'." [Selesai]
Dan riwayat Muhammad bin Jabir dari Qais bin Thalq, dari
ayahnya diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah.
f,, Syarah Sunan Tirmidzi
{itqflrfiG:E \:'.?\i
63. Bab: Tidak Perlu Berwudhu Akibat Mencium
';',Hj f ';'GL;T i:i\6i'a3 c* -xt
,;*\1t *,€rclo tiu*;; c #-st * iL$?
\t ,k *-*t.a *,;:r'-i ,-G gri ., *; ,f
*
Ct'oi
; J i *t:Jv ,Yi>i l:;,>tLst J\a; ,:.*.,-*- #
?5,*,iutUf tL.e
#' ,^' q yt) .p f l.r,o Jl^.; €st $s :f :rl Ju
y\, * d'7"bi,dldq:r-,lo.l.z2^,
t.- .r. cg4 6r)
-*S *',
dq.Je-tf, ) z lc ,iu ,yfit ,yit"U;'rtt
atljt
-:Ut e'o;l)*:r) 'e*)l,s' ,,fl')'J\ S. ,tl.€ to itsY Sv,
A
#\, *'uit vtj zl [g . t. ,nr-,*s,
qr;.*i ' Ji? Uc
, ,; _*t
ft-i.co'r6r , l-J-e
;*U* I +Jpo . I -url ,->-tL ti)L>il; Clj
zl
ct. L,
a.ttt
t'yq- )tfrt*e.r&) c t.c t .
) l.;.J
q ;,* e?'* Al j*:.ir
y fti! 4ta--.i
q )4 a ,o
t'b,.1t
ta 'jG
Jv: tiy u- "rlJt tii t o .c ,c 4 . .r44".o
dtEJl rJ. * JG
o ti.
9\,
Syarah Sunan Tirmidzi t3
q.Y ,t*'pi.ct c a.c / , tc t Jv)
€;l
'ot-P
g.t u
y\t*U,'of -*sa *'4, et;t,*,5t:'ii
ri$;ilt
'n"$te?y.r; *tYr+ *#*t
.a,$GiGC,
.ie q*jyb'*U,f 'ci-}!'
=qt;r86.110 Qutaibalq Hannad, Abu Kuraib, Ahmad bin Mani',
Matrmud bin Ghailan, Abu Ammar Al Husain bin Huraits
menceritakan kepada kami. Mereka berkata: Waki', dari Al A?masy
menceritakan kepada kami, dari Habib bin Abi Tsabit, dari Urwah,
dari Aisyatr batrwa Nabi SAW pematr mencium salah seorang istri
beliau kemudian keluar untuk shalat dengan tanpa berwudhu. Urwah
berkata: saya bertanya: Bukankah salah seorang istri Nabi SAW itu
Anda sendiri?" Urwah berkata: Aisyah hanya tertawa.
Abu Isa berkata,"Bahwa hadits ini juga diriwayatkan oleh lebih
dari seorang ahli di kalangan satrabat dan tabi'in, dan merupakan
pendapat Sufuan Ats-Tsauri dan ulama Kufatr. Mereka berpendapat
batrwa mencium tidak mengharuskan berwudhu'.
Sedangkan Malik bin Anas, Al Auza'i, Asy-Syaf i, Ahmad dan
Ishak berpendapat bahwa mencium mengharuskan berwudhu.
Pendapat yang sama juga merupakan pendapat lebih dari seorang ahli
di kalangan satrabat dan Tabi'in.
"o Ha&ts Strdfuh. HR. Abu Daud (179), Ibnu Majah (502), keduanya dengan
sanad yang sama dari Aisyah, hadits in dinilai cacat oleh sekelompok ulama, narnun
hal ini dibantah oleh Amad Syakir dan menolak hal yang meragukan keshahihan
hadit ini.
9A Syarah Sunan Tirmidzi
Para pengikut (dari kalangan ulama) kita meninggalkan hadits
Aisyah dari Nabi SAW dalam bab ini adalah semata-mata karena
hadits tersebut tidak shahih di mata mereka karena sanadnya.
Ia berkata: Saya mendengar Abu Bakar Al Aththar Al Bashri
menuturkan dari Ali bin Al Madini yang mengatakan batrwa Yahya
bin Sa'id Al Qaththan menilai hadits ini dha'fsekali dan mengatakan
ia seakan tidak ada.
Ia juga berkata: Saya mendengar Muhammad bin Ismail menilai
dha'ifhadits ini.
Ia menambatrkan batrwa Habib bin Abu tsabit tidak pernah
mendengar hadits dari Urwatr.
Diriwayatkan dari Ibrahim At-Taimi, dari Aisyah bahwa Nabi
SAW menciumnya dan tidak berwudhu. Hadits inipun tidak shahth
sebab kami tidak tatru Ibratrim pernah mendengar hadits dari Aisyah.
Tidak ada hadits shahih dari Nabi SAW dalam bab ini sama
sekali.
Penjclasan Hadits:
Ucapannya, itp Qrwah). Al Hafizh Az-Zaila'i menuturkan
batrwa At-Tirmidzi tidak pemah menisbatkan Urwah dalam hadits ini
sama sekali. Sedangkan lbnu Majah menisbatkan kepadanya dengan
berkata: Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami,
Waki' menceritakan kepada kami, AI A'masy menceritakan kepada
kami, dari Habib bin Abi tsabit, dari Urwah bin Az-Ztbair dari
Aisyah. Lalu Ibnu Majah menuturkan hadits tersebut. Ad-Daraquthni
juga meriwayatkan hadits ini dan seluruh perawi dalam sanad ini
adalatr orang-orang terpercaya.
Demikian pula Al Hafrzh Ibnu Hajar. Ia menambahkan: jadi
pertanyaan yang muncul dalam riwayat Abu Daud nyata-nyata adalah
Syarah Sunan Tirmidzi s
Ibnu Zubair, sebab Al Muzani tidak akan berani menyatakan batrwa
ucapan itu adalah ucapan Aisyah.
Yang dimaksud Ibnu Hajar dengan pertanyaan yang terdapat
dalam riwayat Abu Daud adalah pertanyaan: Bukankatr salah seorang
istri tersebut adalatr Anda sendiri? Pertanyaan ini juga terdapat dalam
riwayat At-Tirmidzi.
Ucapannya, :?',-fr.,F (Mencium salah seorang istri beliau).
Yakni salah seorang dari istri-istri beliau.
Ucapannya , VV- ii a.lU, Ji e; p (kemuaian keluar untuk
shalat dengan tanpa berwudhu). Yaitu melaksanakan shalat dengan
wudhu terdatrulu dan tidak berwudhu dengan wudhu baru akibat
mencium tersebut.
Hadits tersebut menunjukkan bahwa menyentunh wanita tidak
membatalkan wudhu.
f tUcapannya, H' y6eil tjt ,Yl1:,t til i; *:ini
i\ y &C ,-A )i'6 ,it<s, ,yti'*11,'oti, Ji ;a*Pti Pt in'
;*j y, (Hadits ini juga diriwayatkan oleh lebih dari seorang ahli
ilmu di kalangan satrabat dan tabi'in, merupakan pendapat Suftan
Ats-Tsauri dan ulama Kufatr. Mereka berpendapat batrwa mencium
tidak perlu berwudhu). Pendapat ini dipilih oleh Ali, Ibnu Abbas,
Atha', Thawus dan Abu Hanifah.
Dalil mereka adalatr hadits Aisyah tersebut dalam bab. Hadits
itu sebenarnya dha'fnamun diriwayatkan melalui berbagai jalur yang
satu dengan lainnya saling menguatkan. Juga menggunakan dalil dari
hadits Abu Salamatr dari Aisyah yang berkata:
tr Syarah Sunen Tirmidzi
e.e*:, *, y\t J" i,);r,si.;|ui *
,|b: L:a;i
'Uu ,(,'r:k..i iu tir; .Ut2i €"'t; t;r; ,ot
ti+';
t-';Ljry
-. . a/
"Aku tidur di depan Rasulullah SAW dan kedua kakiku
menghadap ke aratr beliau. Ketika hendak sujud beliau
menyentuhku, lalu aku melipat kakiku. Ketika beliau berdiri,
maka kakiku aku selonjorkan. Kala itu rumatr-rumah tidak ada
lampu."
Dalam redaksi lain:
'";'i St rti:.-a'&r'*'r3;-'ol ;tri tit;
"Jika beliau hendak ,riua, maka U"tiuu *.nyentuh pada kakiku,
lalu aku melipat kakiku, kemudian beliau bersujud."
Dan dengan hadits Aisyah yang berkata: "Suatu ketika
Rasulullatr SAW sedang shalat dan aku tidur terlentang di depan
beliau seperti jenazah. Sehingga apabila beliau hendak shalat witir
beliau menyentuh saya dengan kaki beliau." HR. An-Nasa'i.
Al Hafizh dalam At-Talkhish menilai sanad hadits tersebut
shahih. Az-Zula'i mengatakan batrwa sanad hadits tersebut memenuhi
syarat shahih. Para ulama juga menggunakan dalil hadits Aisyah:
' -Av itTt'u'd) *'r * \, * ), J;; LG
J**Jl ,l f.., o. /rl
fee.rSV3.e:,, L-bJ
".? zrz 1-)J9 * orry. C .:r:
S
"Suatu malam saya kehilangan Rasulullatr SAW dari tempat
tidur, maka saya mencari beliau, lalu tangan saya menyentuh
bagian dalam telapak kaki beliau. Saat itu beliau di masjid
(sedang sujud) dan kedua telapak kaki beliau ditegakkan."
Syarah Sunan Tirmidzi ,,97
WpUcapannya, ',i#Jt C 'r;.rtt C(l.;l1';ti\\ti i1 i.
it' 4, ?ubi q
,yl'.t Fi J:j'$i "il,6
y ,* i, f ihiet
qr6r: (Malik bin Anas, Al Auza'i, Asy-Syaf i, Ahmad dan Ishak
berpendapat batrwa mencium mengharuskan berwudhu. psndapat
yang sama juga merupakan pendapat lebih dari seorang ahli di
kalangan satrabat dan Tabi'in). Demikian juga pendapat yang dipilih
oleh Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar dan Az Zuhri.
Mereka mengambil dalil dari firman Allah:
6;*;irixi tl
"Atau lcalian menyentuh parawanita." (Qs. An-Nisaa' [a]: a3).
Mereka memandang bahwa ayat ini tegas menerangkan batrwa
bersentuhan dengan lain jenis termasuk dari hal-hal hadats yang
mewajibkan berwudhu, dan bersentuhan itu adalatr bersentuhan yang
'#til.hakiki yakni dengan tangan. Hal ini dikuatkan oleh adanya bacaan
Karena bacaan demikian jelas-jelas dimaksudkan bersentuhan
semata tanpa adanya persetubuhan.
Al Baihaqi meriwayatkan dari Abu Ubaidah, Thariq bin Syihab
dari Abdullatr yang mengatakan batrwa kalimat: ijtl'n;-i,lif adalatr
kalimat yang artinya bukan bersetubuh.
Al Baihaqi menilai sanad ini sebagai sanad yang maushul darr
shahih.
Malik dalam Al Muwaththa' meiwayatkan dari Abdullatr bin
Umar batrwa ia mengatakan batrwa ciuman dan rabaan tangan suami
kepada istri adalatr termasuk bersentutran. Maka barangsiapa mencium
dan meraba istri dengan tangannya maka wajib atasnya berwudhu.
Pernyataan di atas dapat ditentang: bahwa kalau yang dimaksud
bersentuhan adalatr meraba dengan tangan maka tidak perlu
EI Syarah Sunan Tirmidzi
dibicarakan lagi. Tetapi yang dimaksud dalam ayat adalatr arti kiasan,
yaitu bersetubuh karena adanya petunjuk akan hal ini. Petunjuk
tersebut adalah hadits-hadits Aisyatr terdatrulu yang digunakan dalil
oleh para ulama yang berpendapat bahwa mencium tidak
membatalkan wudhu.
Ibnu Abbas RA -yang oleh Allah SWT telatr diberi
kemampuan men-takwil kitab-Nya dan mengabulkan doa Rasulullatr
akan hal itu- menjelaskan bahwa bersentuhan yang dimaksud dalam
ayat adalah bersetubuh. Dan tafsir Ibnu Abbas telatr dianggap lebih
unggul daripada tafsir lain karena keistimewaan tersebut. Demikian
juga peqielasan yang disampaikan Ali.
Dalam tafsirnya Al Hafizh Imaduddin menulis: Para ahli tafsir
dan para imam berbeda pendapat dalam mengartikan kata tersebut
dalam dua pendapat.
Pertama, kata tersebut merupakan kiasan dari kata bersetubuh,
seperti dalam firman Allah SWT:
*l,Aj { ioi #.U t)i F o, ii,ilitt" sg
"Jilra lralian mencerailwn istri-istri kalian sebelum lcalian
bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kalian telah
menentukan maharnya." (Qs. Al Baqaratr l2l:237)
Ibnu Abi Hatim berkata: menceritakan kepada kami Abu Sa'id
Al Asyajj, menceritakan kepada kami Waki', dari Su$an, dari Abu
Ishak, dari Sa'id bin Jubair, dari lbnu Abbas mengenai firman Allah
SWT: i3t 'l,i-;ljl , iu mengatakan batrwa yang dimaksud adalatr
bersetubuh. Diriwayatkan dari Ali, Ubai bin Ka'ab, Mujahid, Thawus,
Al Hasan, Ubaid bin Umair, Sa'id bin Jubair, Asy-Sya'biy, Qatadah
dan Muqatil bin Hayyan hadits seperti itu.
Ibnu Jarir berkata: saya menceritakan kepada kami Humaid bin
Mas'adah, menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai', menceritakan
kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr, dari Sa'id bin Jubair yang
Syarah Sunen Tirmidzi t9
mengatakan mereka menyebut kata u,...ollt, maka sekelompok Mawali
mengartikan itu bukan bersetubtfi. Sekelompok orang Arab
mengartikan r,.-Jt aaaan bersefubuh.
Sa'id melanjutkan: Kemudian saya menemui lbnu Abbas dan
bercerita kepadanya bahwa sekelompok Mawali dan orang Arab
berbeda pendapat mengenai kata r,.-Ut. Para Mawali mengartikannya
bukan bersetubuh dan orang Arab mengartikannya bersetubuh. .
Ibnu Abbas bertanya, "Di antara keduanya di mana Anda
berada?" Saya menjawab, "Saya termasuk Mawali." Ia menimpali,
"Unggullah kelompok Mawali. Menyentuh, memegang dan
bersentuhan itu disebut bersetubuh, tetapi Allah dapat membuat kiasan
hal yang dikehendaki-Nya dengan menggnnakan hal yang
dikehendaki-Nya pula. Sampai pada penjelasan Ibnu Jarir: shahih dari
berbagai jalur dari Abdullah bin Abbas batrwa ia mengatakan
demikian.
Kemudian Ibnu Jarir menuturkan: Para ulama lain berpendapat
bahwa Allah menghendaki dengan kata tersebut setiap orang yang
menyentuh dengan tangan atau dengan anggota tubuh lainnya dan
mewajibkan wudhu atas orang yang memegang dengan satu bagian
tubuhnya ke satu bagian tubuh wanita.
Selanjutnya ia menuturkan pendapat Abdullah bin Mas'ud, Ibnu
Umar dan pendapat sekelompok tabi'in bahwa meniium termasuk
memegang, dan karenanya wajib berwudhu.
Ia melanjutkan: Pendapat wajibnya berwudhu akibat memegang
iadalah pendapat Asy-Syaf dan murid-muridnya, pendapat Malik,
dan yang dikenal dari pendapat Ahmad bin Hanbal.
Ibnu Jarir kemudian menyimpulkan: Dari kedua pendapat dalam
masalah ini yang berhak disebut benar adalatr pendapat pihak yang
mengatakan bahwa yang dikehendaki Allah SWT dengan: 'ii.lit
"f-3r u6u1u1, bersetubuh bukan arti-arti yang lain karena shahih-nya
fl) Syarah Sunan Tirmidzi
berita dari Rasulullatr SAW: batrwa beliau mencium salah seorang
istri beliau kemudian shalat dengan tanpa berwudhu. Demikian
penjelasan Ibnu Jarir.
Saya katakan: Pendapat yang menyatakan batrwa memegang
wanita tidak membatalkan wudhu adalatr yang lebih kuat dan unggul
bagi kami. Wallahu a'lam.
y fPtUcapannya, ir' .,l2 dt ,,x,b 4.y t3.6ri'!:i 6lt
hadits Aisyah dari Nabi SAW dalam bab ini adalah semata-mata
karena hadits tersebut tidak shahih di mata mereka karena Sanadnya).
Jadi hadits tersebut dha'if. Tetapi dalam kitab An-Nail Asy-Syaukani
menulis: Hadits dha'if tersebut dapat tertambal dengan banyaknya
riwayat dan dengan hadits Aisyah yang menyentuh telapak kaki Nabi
SAW. Dalam hadits Aisyatr mencari alasan sentuhannya ke telapak
kaki Rasulullatr dengan alasan yang digunakan oleh Ibnu Hajar dalam
Fathul Bart bahwa bisa saja sentuhan itu dengan menggunakan
penutup kulit atau bahwa hal tersebut khusus bagi Rasulullah adalatr
memaksakan diri dan mengada-ada. Demikian Asy-Syaukani.
Yang dimaksud dengan tiiQtadalah para ulama ahli hadits.
Abu Thayib As Sindi dalam Syarh Tirmidzi menjelaskan ; yang
dimaksud pernyataan q;lt adalatr para atrli hadits atau ulama
Syaf iyah. Demikian yang dikemukakan seorang ulama. Tetapi yang
zhahir adalatr pendapat pertama.
Saya katakan: Batrkan itulah yang nyata. Telatr disebutkan
terdatrulu dalam Muqaddimah hal-hal yang berhubungan dengan
ungkapan mushannif 6);bt.
,t{r'tUiit f Uilebu Bakar Al Aththar Al Bashri). Namanya
adalah Ahmad bin Muhammad bin lbrahim. Seorang yang sangat jujur
dan termasuk aliran 12. Demikian keterangan dalam At-Taqrib.
Syamh Sunan Tirmidzi sl
IUcapannya,iC $'^b (dan mengatakan ia seakan tidak ada).
Maksudnya adalah dha'if. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan
Ibnu Majatr.
Ucapannya,isi 1'#- t -6 ,f:A +.1ti i luatrwa Habib
bin Abu tsabit tidak pernah mendengar hadits dari Urwah). Dalam
kitab Al Marasil Ibnu Abi Hatim menulis: Ayatrku menuturkan dari
Ishak bin Mansur, dari Yatrya bin Ma'in yang mengatakan batrwa
Habib bin Abi tsabit tidak pematr mendengar dari Urwatr. Ahmad juga
menyatakan demikian.
* V'd,.p YoUcapannya, in' u..3r Lf e,j.l,r G:::ni
bn li W *i (Diriwayatkan dari Ibratrim At-Taimi, dari Aisyatr
batrwa Nabi SAW menciumnya dan tidak berwudhu). Hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Daud dan An-Nasa'i.
Ucapannya, z*ltb ,t C6'd, er;.|-Uf 'lt AJ A$ ,Ot
(Hadits inipun tidak shahift sebab kami tidak tatru Ibrahim pernah
mendengar hadits dari Aisyah). Ad-Daraquthni dalam Sunan-nya
-Asiestyealahh- sebelumnya meriwayatkan hadits Ibratrim At-Taimi dari
menulis: Ibrahim At-Taimi tidak pernatr mendengar baik
dari Aisyah maupun dari Hafshah dan tidak mendapati masa
keduanya. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muawiyah bin Hisyam,
dari Ats-Tsauri, dari Abu Rauq, dari Ibratrim At-Taimi, dari ayatrnya,
dari Aisyah. Jadi Ibratrim menjadikan sanadnya naushul
(tersambung). Hanya redaksi haditsnya diperselisitrkan. Utsman bin
Abi Syaibah dengan sanad ini meriwayatkan dengan redaksi:
.irtr;', fi\n *i ybt ;* ultbi
'Nabi SAW pemah mencium (istrinya) sementara beliau
sedang berpuasa."
Sedangkan selain Utsman dengan redaksi:
s Syerah Sunan Tirmidzi
4.. A1,ft.V;. ,'Vok * ) de46 o3
"lrJrt r) I
"Nabi SAW pernah mencium dan tidak berwudhu."
Wallahu a'lom.
Ucapannya,i; v4,'ii d Pi y fXo' ..,ti 4, U- ei
(Tidak ada hadits shahih dari Nabi SAW dalam bab ini sama sekali).
Maksudnya dalam bab tidak perlu berwudhu akibat mencium. Tetapi
hadits bab ini diriwayatkan melalui dari berbagai jalur, jadike-dha'if-
annya dapat tertambal oleh banyaknya jalur periwayatan, dan
dikuatkan oleh hadits-hadits Aisyatr lainnya sebagaimana Anda
ketatrui.
Untuk diketahui batrwa para ulama yang berpendapat batalnya
wudhu akibat mencium dan menyentuh wanita sesungguhnya berbeda
pendapat dalam perlunya ada atau tidaknya rasa nikmat.
Az-Zarqani dalam Al Muwaththa' menlelaskan: Asy-Syaf i
tidak mengharuskan adanya rasa nikmat berdasarkan lahiriyatrnya
pendapat Ibnu Umar, Ibnu Mas'ud, Umar dan ayat serta ijma
keharusan mandi atas wanita diperkosa dan wanita tidur yang
disetubuhi, meskipun tidak terdapat rasa nikmat.
Malik mensyaratkan adanya rasa nikmat ketika terjadi sentuhan,
dan pendapat ini lebih shahih. Hal ini dikarenakan redaksi iiiylr tidak
diartikan kecuali dua hal, bersetubuh dan tidak sampai bersetubuh.
Ulama yang memilih hal kedua memaksudkannya sebagai hubungan
yang tidak sampai bersetubuh dan tidak memaksudkan tamparan dan
ciuman seorang laki-laki pada anak perempuannya serta tidak
memaksudkan memegang tanpa syatrwat.
Berarti tinggal apa yang menimbulkan syahwat, sebab tidak
terdapat perbedaan pendapat: Batrwa laki-laki yang menampar istrinya
atau mengobati lukanya tidak berkewajiban berwudhu. Maka
demikian juga orang yang menyentuh tanpa merasakan nikmat.
Syarah Sunan Tirmidzi s0
Demikian penjelasan Ibnu Abdil Barr. Pendapat ini masih perlu
peninjauan.
iAsy-Syaf berpendapat bahwa bersentuhan dengan wanita
dengan menamparnya atau mengobati lukanya adalah membatalkan
wudhu. Apabila ia menghendaki tiadanya khilaf dalam madzhabnya,
maka ddil tidak dapat sempurn4 sebab pada dasarnya dalilnya sendiri
termasuk hal yang dapat diaratrkan kepada berbagai kemungkinan.
Demikian penj elasan Az-7-arqam.
gY;Jb]]ri4,q.,vr;\t
64. Bab: Bervudhu Akibat Muntah dan Mimisan
I d!*u;:'3dl-rl Iec,
t. -t,Lo ->ll.t.g-l- i')Al, €j -xv
J{
ii,e* I:;..,,;b
ie, )H U'#r - ept'€tqt
;# r ,ri ,i- *,?:,it U "'3t |,? 6?(',v;-t
tt'; 11'# d;io,f il i ,* *,j*Jlt
i,rri otr; *yyriit,fe,:€irt:#Jt;,$L;i e-*,|ir\,
'*'L;v *i
,f,,srl-'.rr ,r) ,i;jL
6lb:Jta,!ir -?i';X, * €.oC;1,U?
.ot' c2t"b. 1td7 t.- .r..tr .)a
Ul
:aL'jiff; sp'i'frt ISG, :;,,*, ,SA
.?l :ut'-,rrb loz - 4'.'
d.i 4.12 Jtl JE
EI Syarah Sunan Tirmidzi
iTobi #t ,yf',4 *Fb ,s?, Ti I:o-,i ie ult
y ii,r Jb
:"At4 i*1, f.gt q e?t *')
:,fr:r:r;!r, L.r .ut'r'q :it ;:6 J:i ;j, :c1,
t,r, ,i*:, lclS4:',?, e,-A ,#, ,!i'P, lu',
i'rt';:) .eu'jly
qptw'j;!u"#;?it
.:qrr tbcia'c"f#qy,
,g(bt f oJ i ,r*;'* .,pt ts fi ai'i
ii i i 1 *? ly ,{!toj,,ts:r1"st,* :Ju"
,;:ri.',L
oj U'ot:*';6lt icrsti.to ly ;p :Ju2 ,/rj\\r y'f i-
.'-^A"
'
87.rlr Abu Ubaidah bin Abi Safar, yaitu Ahmad bin Abdullah Al
Hamdani Al Kufi dan Ishak bin Mansur menceritakan kepada kami.
Abu Ubaidah menggunakan redaksi "menceritakan kepada kami" dan
Ishak menggmakan redaksi "mengabarkan kepada kami" oleh Abdus
Shamad bin Abdul Warits, ayahku menceritakan kepadaku, dari
Husain Al Muallim, dari Yatrya bin Abi Kabir, ia berkata:
Abdunatrman bin Amru Al Auza'i menceritakan kepadaku, dari
Ya'isy bin AI Walid Al Makhzumi, dad ayahnya, dari Ma'dan bin
Abu Thalhah, dari Abu Darda' batrwa Rasulullatr SAW muntatr
kemudian berbuka. Kemudian saya menemui Tsauban di masjid
Damaskus lalu menuturkan peristiwa tersebut kepadanya. Ia
rrr Hadits Shahih. Hadits in menunjukan tidak wajibnya berwudhu karena
muntah.
Syarah Sunan Tirmldzi 35
mengomentari, "Ia benar. Saya mengucurkan air wudhu kepada
beliau."
Abu Isa berkata: Dan Ishak bin Mansur berkata: Ma'dan bin
Thalhah.
Abu Isa berkata: Ibnu Abi Thalhah lebih shahih.
Abu Isa berkata: Tidak hanya satu orang dari ahli ilmu di
kalangan satrabat Nabi SAW dan tabi'in yang berpendapat keharusan
berwudhu akibat muntatr dan mimisan. Dan itu merupakan pendapat
Suffan Ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, Ahmad dan Ishak.
Sebagian atrli ilmu berpendapat: akibat muntatr dan mimisan
tidak wajib berwudhu. Dan itu merupakan pendapat Malik dan Asy-
Syafi'i.
Husain Al Mu'allim menilai hadits iniJayyid.
Hadits Husain adalah hadits paling shohih dalam bab ini.
Ma'mar meriwayatkan hadits ini dari Yatrya bin Abi Katsir
namun membuat kesalahan di dalamnya, karena berkata: dari Ya'isy
bin Al Walid, dari Khalid bin Ma'dan, dari Abu Darda', tanpa
menyebut-nyebut Al Auza'i. Ia juga menyebut Khalid bin Ma'dan
padatral sehanrsnya Ma'dan bin Abu Thalhah.
Penjelasan Hadits:
jil ,lJ 'i i:,*.b l leuu ubaidah bin Abi Safar). Namanya
adalatr Ahmad bin Abdullatr bin Muhammad bin Abdullah bin Abi
Safar yaitu Sa'id bin Yahmad Al Kufi. Meriwayatkan hadits dari
Abdullah bin Narnir, Abu Usamah, AMus Shamad dan lain
sebagiannya. Darinya pula At-Tirmidzi, An-Nasa'i dan Ibnu Majatr.
Abu Hatim menjelaskan: Ia seorang syaikh yang meninggal
pada tatrun 258. Demikian dalam Al Khulashah.
s6 Syarah Sunan Tirmidzi
Dalam At-Taqrtb Al Hafidr menulis: Seorang yang sangat jujur
sekaligus sungguh-sungguh.
)ts u (Ishak bin Mansur). Bin Balram Al Kausaj, yaitu
Abu Ya'qub At-Tafiiimi Al Marwazi, termasuk generasi ke- 12 omng
terpercaya. Demikian keterangan ArToqrib.
Al Hafizh dalarn Al Khulashaft menulis: Ia adalatr salatr seorang
imam yang berpegang tsabit pada Sunnatr, dan memiliki kajian-kajian
2 imam, yaitu Ahmad dan Ishak, suka berkelana dan luas ilmunya,
meriwayatkan dari Ibnu Uyainatr dan Nadir bin Syumail. Darinya
meriwayatkan Al Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan An-
Nasa'i yang berkata: terpercaya dm tsabit, wafat pada tatrun 251.
'"? (fri ',*t ,S'6i ,63; ,a:gi- ,Sti
* 9, iUcapannya, 'i.
?1,j, (Abu Llbaidatr menggunakan redaksi "menceritakan kepada
kami" dan Ishak menggunakan redaksi AMus Shamad bin AMul
Warits "mengabarkan kepada kami"). Maksudnya dalam riwayatnya
Abu Ubaidah menggunakan redaksi riil; yang artinya menceritakan
kepada kami..., sedang Ishak menggunakan redaksi tfrli yangartinya
Abdus Shamad mengabarkan kepada kami.
9t'* (Abdus Shamad) dimaksud di sini adalatr Ibnu Sa'id Al
Anbari At-Tanuri Abu Satrl Al Basri Al Hafi*, seorang yang jujur,
tsabit dan termasuk dalam generasi ke- 9. Wafat pada tatrun 207.
g( lAyamu). Yaitu Abdul Warits bin Sa'id bin Dzakwan At-
Tamimi Al Anbari. An-Nasa'i menyebutnya terpercaya dan tsabit. Al
Hafizh Adz-Dzahabi menyatakan bahwa Umat Islam telatr bersepakat
dapat menggunakan dalil darinya. Ibnu Sa'ad menambatrkan: ia wafat
tahun 180.
ritir ;l1l lUusain Al Mu'allim). Yaitu Husain bin Dzakwan Al
Mu'allim Al Mukattib Al Audzi Al Bashri, terpercaya terkadang
dicurigai. Demikian keterangan Al Hafizh.
Syarah Sunan Tirmidzi sil
et:F y!, i. ir.+i (Ya'isy bin Al walid Al Makhzumi). Al
umawi Al Mu'aithi, ia meriwayatkan dari ayatrnya dan Muawiyah.
Darinya meriwayatkan Yahya bin Abi Kabir dan Al Auza'i. Ia dinilai
oleh An-Nasa'i.
:O( leyannVa). Yaitu Al Walid bin Hisyam bin Muawiyatr bin
Hisyam bin Uqbatr bin Abi Mu'aith Al Umawi, disebut Abu Ya'isy Al
Mu'aithi, terpercaya dari generasi ke-6.
i'zub ttr:.ti,; (Ma'dan bin Abu Thalhah). Biasa dipanggil
\ri
Ibnu Thalhatr Al Ya'mari berasal dari Syam, terpercaya. Demikian
penjelasan Al Hafiztt.
Ucapannya, 'jn16 'ri lmuntatr lalu berbuka). Abu Thayib As-
Sundi dalam Syarh Tirmidzi menulis: A:C ;'6 "muntah lalu
berwtrdhu" huruf/a menrmjukkan bahwa wudhu tersebut setelah dan
diakibatkan muntah. Jadi huruf/a berfungsi batrwa kata sebelumnya
menjadi sebab kata sesudaturya. Dengan demikian terbantahlatr apa
yang disampaikan oleh orang-orang yang berpendapat muntah-muntah
tidak membatalkan wudhu karena tidak ada dalil hadits yang
menyatakan demikian, karena bisa jadi wudhu rasulullah setelatr
muntatr dilakukan atas dasar Disunatrkan atau hanya karena kebetulan
saja.
Saya katakan: Pemyataan A:F ;tt "muntah lalu berwudhu"
bukanlatr suatu keterangan yang jelas batrwa muntatr-muntatr
membatalkan wudhu, sebab bisa jadi huruf/a menunjukkan adanya
kebetulan antara apa sebelumnya dengan sesudahnya dan tidak ada
fungsi sebab sama sekali.
Ath-Thahawi dalam Syarh Al Atsar menulis: dalam dua hadits
ini, yaitu hadits Abu Darda' dan Tsauban dengan redaksi Ail;'A
"muntatl lalu berwudu", tidak terdapat petunjuk batrwa muntah-
st Syarah Sunan Tirmidzi
muntah membatalkan puasa Nabi, narnun semata-mata menjelaskan
bahwa Nabi muntah-muntatr lalu berbuka puasa setelatr itu.
Ucapanny4 'tttjt 'c-lti (Kemudian saya menemui Tsauban).
Yang mengatakan demikianadalah Ma'dan bin Abu Thahah.
Ucapannya, ii i!)s 'ojtii Qalu menuturkan peristiwa tersebut
kDeapraddaa'nmyae)m. bMearki swuadrntaiuke"puardua ceritakan kepada Tsauban bahwa Abu
saya batrwa Rasulullatr SAW muntah-
muntah lalu berwudhu.
Ucapannya, i6i 1la berkata). Maksudnya Tsauban.
Ucapannya, O:rb (Ia benar). Maksudnya Abu Darda'.
Ucapannya, ii ',* tii lsaya mengucurkan untuk beliau)
Maksudnya untuk Nabi SAW.
)#Ucapannya, "r;)L 'S 'ttlti; 'i iflt',1,6i (Dan Ishak bin
Mansur berkata: Ma'dan bin Thalhah). Tanpa kata Abu,
?tlALUcapanny4 ,f.i dti (bnu Abi Thalhah lebih shahih).
Dengan tambahan kata Abu sebagaimana dalam riwayat Abu
Ubaidah.
Ucapannya, ybt & 4, y6bt 1 tj,,Yi i ytt't,s\ij
l:i'elitt'ot$ dT jli ,oo16 ,p, q;r"j,4,3' 'u. e*i *i
,frft t;;ii );gt (Tidak hanya satu orang dari ahli ilmu di kalangan
sahabat Nabi SAW dan tabi'in yang berpendapat keharusan berwudhu
akibat muntatr dan mimisan. Dan itu merupakan pendapat Suffan Ats-
Tsauri, Ibnu Mubarak, Shamad dan Ishak). Itu juga merupakan
pendapat Az-Zlhi, Alqamah, Al Aswad, Amir Asy-Sya'bi, Urwatr
bin Zubair, An-Nakha'i, Qatadah, Al Hakam bin Uyainah, Hammad,
Ats-Tsauri, Al Hasan bin Shalih bin Huyay, Ubaidilah bin Husain dan
Al Auza'i. Demikian penjelasan Ibnu AMil Barr.
Syarah Sunan Tirmidzi s
Yang digunakan sebagai dalil adalah hadits dalam bab ini
tersebut di atas.
Saya kayakan: Penggunaan dalil dengan hadits dalam bab ini
tergantung dengan dua hal. Pertama, huruf .J dalam Lay' menjelaskan
kata sebelumnya mer{adi penyebab kata sesudatrnya. Namun hal ini
telatr tertolak sebagaimana Anda tatru. Kedua, bahwa kalimat iay'
setelatr kalimat rli benar-benar dihafalkan dan menjadi tempat
perenungan. Hal ini dikarenakan Abu Daud dalam hadits ini
menggunakan redalcsi '$rtt ;'e (muntatr lalu berwudhu) dan dengan
redaksi ini At-Tirmidzi menuturkannya dalam Kitab Puasa dimana ia
menulis: diriwayatkan dari Abu Darda', Tsauban dan Fadhalatr bin
Ubaid:
'*;U;G pi y?nr j;,;tll
"Bahwa Nabi SAW muntatr, lalu beliau berbuka puasa."
Ia menambatrkan: Makna hadits ini tidak lain adalatr bahwa
Nabi SAW berpuasa lalu muntah-muntah dan merasa lemas lalu
berbuka karenanya. Demikianlah ia meriwayatkan dalarn sebuatr
hadits sambil menafsirkannya.
Hadits tersebut juga diungkapkan oleh Syaikh Waliyuddin
Muhammad bin AMullatr dalam kttab Al Misylcah dengan redaksi "ti
fj6 lmuntatr lalu berwtrdhu), dan menambahkan batrwa hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Tirmidzi dan Ad-Darimi.
Al Hafizh mengungkapkan hadits tersebut dalam At-Talldrish
dan menulis: hadits Abu Darda' adalatr:
6pi*\';ci''hrc;
d-rt dl'rc ) . dz
"Bahwa Rasulullatr SAW muntatr lalu berwtrdhu."
5{t Syrrah Sunan Tirmidzi
Hadits in diriwayatkan pula oleh Ahmad, tiga imam penulis
Sunan,Ibnu Al Jarud, Ibnu Hibban, Ad-Daraquthni, Al Baihaqi, Ath-
Thabrani, Ibnu Majatr dan Al Hakim dari hadits Ma'dan bin Abi
Thalhah dari Abu Darda'dengan redaksi
'+ :it";iG ,'$;Gio *; *\' ,,v !, J';i oi
-::,fi.#"Bahwa Rasulullah pernah ";:Y-
berkata: lalu aku menemui Tsauban di masjid Damaskus.. .."
Dengan redaksi yang sama Ath-Thatrawi meriwayatkannya
dalam Syarh Al Atsar. Jadi barang siapa hendak menggunakan dalil
dengan hadir bab ini batrwa muntatr membatalkan wudhu ia harus
membuktikan bahwa kalimat Lay "berwudhu" setelah kalimat rti
(muntatr) adalatr berrar-benar dihafal. Selagi kedua hal tersebut di atas
tidah dapat dibuktikan maka menggunakan hadits bab ini tidak
sempurna.
Juga yang dijadikan dalil bagi mereka adalatr hadits Aisyah
bahwa Rasulullatr SAW bersabda,
,U:f,i u.:":J "r1':i. \i ,',* \i ,1;a)'1i ,i',j 'iei 'J;
'lr<y.fuj €;j*e,f|i
"Barangsiopa muntah, atau keluar mimisan, otau madzi,
hendaHah ia berwudhu, lalu melanjutlcan shalatnya, selama dia
tidak berbicara." HR. Ibnu Majah.
Saya katakan: Hadits ini dha'if, karena berasal dari riwayat
Ismail bin Iyasy, dari Ibnu Jurarj sedang ia seorang dari Hijaz, dan
riwayat Ismail dari kalangan ahli Hijaz adalatr dha'if. Yang benar
haditsnya ini adalah mursal.
Yang dijadikan dalil bagi mereka lagi adalah hadits-hadits lain
yang disebutkan oleh Az-Zula'i dalam t*rtab Nashb Ar-Rryah dan Al
Syrnh Sunan Tirmidzi 541