The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Nilai-Nilai Pendidikan Hindu dalam Slokantara Ebook

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Jakad Media, 2020-11-24 22:07:38

Nilai-Nilai Pendidikan Hindu dalam Slokantara Ebook

Nilai-Nilai Pendidikan Hindu dalam Slokantara Ebook

raja/pemimpin yang terlalu banyak memenuhi hawa nafsu tanpa
pertimbangan. Hal-hal di atas hendaknya jangan dibiasakan
oleh seorang raja/pemimpin. Ini dosa. Tidak baik. Rakyat akan
menjadi gelisah jika rajanya/pemimpinya bersifat demikian, karena
mereka itu takut mempunyai seorang raja/pemimpin berhati
busuk demikian. Menteri-menterinya tidak akan mau menurut
perintahnya, ia akan dilayani dengan secara tidak sopan. Kata-
katanya akan menjadi serupa angin lalu belaka. Raja/pemimpin
demikian pasti akan mendapat banyak kesusahan dari rakyatnya
sendiri.

Demikian dikatakan dalam kitab suci.

59. SLOKA 61 (78)

Lalātājjāyate wiprāḥ kṣatriyo bāhujastathā, urubhyām jāyate
waiśyaḥ śūdrastu pādajastatha.

Kalinganya, pat ikang janma ngaranya, mijil saking awak
Sanghyang Brahmā ngūni, inajarakĕn catur-warna ngaranya ring
loka, wiprā ngaranira sang brāhmaṇa, mijil saking lalāṭa Bhaṭāra
Brahmā, kārya nira mamūjā, mahoma, mayajña, majapāmantrā-
yogāsamādhi, mangawruhi sarwa-śāstra, sira sthāna ning catur-
Weda, sira wiśeṣa jāti. Kṣatriya ngaranira ratu, mijil saking bāhu
Sanghyang Brahmā, kārya nira wruh ring ayuddha, ring sarwa-
śāstra, wruh ring dhanuh, śtrī-sampanna ya ta sira, wīryawān ing
rāt, wiweka rumaksa ring sang brāhmaṇa kārya nira, maweh dāna,
rumakseng rāt, śūra watĕk prang, masih ring kasyasih, ahalapi
durjana, panghöban ing sang sādhu. Kunang ikang waiśya, wwang
thāni jātinya, mĕtu saking pupu Sanghyang Brahmā ngūni, kārya
nira rumaksa ng lĕbu, magaga masawah-sawah, mananĕm-nanĕm
sakalwiran ing sarwa-wīja tinandur nira, amĕtwakĕn pangan ing
rāt, pinakahulun de sang kṣatriya. Muwah ikang śūdra, baṇijakriya,
mĕtu saking talarupakan suka Sanghyang Brahmā, kraya-wikraya
ga nya, kraya wikraya ngaranya madol atuhu magadang alayar,
mahutang mapihutang, mamarĕkakna bhūṣaṇa, pinakahulun de

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 337
dalam Slokantara

sang kṣatriya, nahan prabheda ning kārya ning catur janma, ikang
kṣatriya, waiśya, śūdra, paḍa bhakti matwang ring sang brāhmaṇa,
pinakaguru katattwanira de sang kṣatriya, waiśya, śūdra, kunang
yan tan mengĕt ing krama nira sowang-sowang, yeka jagat harohara
ngaranya, tan wring sor tan wring aruhu, acarub ngaranya, tatan
asor tatan aruhur, yeka çihna ning rāt sanghāra, samangkana tang
jagat kabalik, tan ana sānak kadang-warga, mwang paman tuwwa
(?), adyapi bapa ibu tan kinawĕdyanya, langghana ri sang sinagguh
atuha-tuha mwang guru, amatyani pinatyan lawan sanaknya
mwang paman tuwwa (?), yadyapi bapa pinaka śatrunya, makweh
prang, lĕbu mĕlĕk, hudan tan tumibā, tahun tan dadi, gĕring urĕm
uris gigil amöwĕh tamba tan mandi, cacab magalak maling makweh,
apan ikang rāt tan paratu, tanpa bapa-ibu tan pakabuyutan tan
pasanggar, tan apilih sing den patyani, hana sang brāhmaṇa,
minrang, sang paṇḍhita śaiwa sogata ṛṣi pinrang pinatyan makahetu
galaknya, makapangaya yeka wininya, laṇḍapi sañjatanya, mawĕrĕ
sadā buddhinya, pĕngön bingung, kadyangga ning liman awĕrĕ
ikang asārathi tuwi tinujah denya, haywenucap ikang wwang lyan,
makahetu palingya ring halahayu, kadyangga ning iwak ing sāgara
padanya iwak pinanganya, mangkana swabhāwa ning wwang ring
Kali Yuga, padanya janma pinanganya wyaktinya pinatyan tinawan
kinārya dagangan, dinol winĕlinya matangyan sang wruh haywa
sira tumūt ri buddhi ning wwang ring Kali Yuga.

ARTI

Orang brahmana lahir dari kepala, ksatriya itu lahir dari
tangan, orang waisya lahir dari paha, dan sudra itu lahir dari
kaki brahmana.

Di zaman dahulu dikatakan bahwa keempat golongan kasta itu
lahir dari badan brahmana. Mereka itu dinamai Catur Warna
di dunia ini. Wipra artinya seorang brahmana, ia dikatakan
lahir dari kepala Bhatara Brahma (Tuhan Yang Maha Pencipta
Semesta Alam). Kewajiban ialah bersembahyang, mengadakan
persembahyangan kepada Deva Api, mengadakan upacara-upacara

338 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

korban, menguncapkan mantra-mantra, duduk beryoga samadhi
dan mempelajari Kitab-kitab Suci Weda. Ksatriya artinya raja. Ia
dikatakan lahir dari lengan Bhatara Brahma. Kewajibannya ialah ia
harus mengetahui peraturan dan tekhnik peperangan, mengetahui
semua isi kitab suci, harus unggul dalam mempergunakan busur
dan panah. Ia kaya, perwira dalam segala lapangan. Kewajiban
lainnya ia harus melindungi para pendeta, memberikan dāna,
melindungi seluruh dunia (rakyat). Ia harus menjadi pahlawan
dalam medan perang dan penyayang pada yang lemah dan
miskin. Ia menguasai dan menundukkan semua orang jahat. Ia
melindungi para pertapa. Waisya adalah golongan orang petani.
Ia dikatakan lahir dari paha Bhatara Brahma. Kewajibannya
ialah melindungi ternak, memelihara, dan menyuburkan tanah
ladang atau sawah yang kering, menanam segala macam bibit,
memelihara, dan menghasilkan makanan untuk seluruh dunia
(masyarakat), dan menuruti petunjuk-petunjuk orang ksatriya.
Sudra kewajibannya ialah berdagang. Ia dikatakan lahir dari kaki
Bhatara Brahma. Pekerjaannya ialah kraya wikarya yaitu berjual-
beli dan mengembara membawa dagangan dengan berlayar. Ia
meminjam dan meminjam uang, sewa-menyewakan perhiasan. Ia
juga menuruti petunjuk orang-orang ksatriya. Inilah perbedaan
kewajiban dari keempat golongan ini. Orang-orang ksatriya, waisya,
dan sudra harus menghormati orang brahmana, karena mereka
patut dijadikan guru para ksatriya, waisya, dan sudra. Jika mereka
tidak mau melakukan kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan
untuknya itu, dunia akan hancur dan campur aduk. Tidak akan ada
perbedaan tinggi rendah. Inilah tanda kehancuran dunia. Dunia
akan berputar balik aturannya. Tidak ada orang dianggap keluarga
atau sanak saudara, paman atau orang tua-tua. Walaupun ada
ibu dan Bapak tetapi mereka itu tidak ditakuti siapapun juga. Para
orang tua dan guru-guru akan tidak dihormati lagi. Mereka akan
saling bunuh melawan keluarga, paman dan para orang tua. Bapak
akan menjadi musuh. Peperangan akan berkecamuk dimana-
mana. Angin puyuh akan mengamuk. Hujan akan turun tidak pada

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 339
dalam Slokantara

waktunya (tidak akan turun pada waktunya). Tanaman palawija
akan hampa. Wabah penyakit merajalela, penyakit influensa dan
desentri berjangkit. Obat-obatan tiada manjur. Bermacam-macam
golongan pencuri akan berkeliaran dengan tak mengenal ampun.
Karena negara akan tanpa raja, tidak ada orang yang dianggap
orang tua, atau leluhur. Tidak ada tempat pemujaan Tuhan dan
arwah leluhur (sanggar). Pembunuhan akan terjadi di mana-mana.
Para brahmana, rsi, pengikut Siwa dan Buddha pun akan dibunuh
juga. Mereka akan dipancung karena kemarahan. Menganiaya,
itulah keberanian mereka. Senjata mereka selalu dipertajam. Tetapi
pikiran mereka tumpul selalu mabuk, lupa daratan, dan bingung.
Mereka akan bertindak sebagai gajah liar yang galak, yang sampai
menghancurkan pengendaranya yang diinjak-injak. Semua akan
saling tuduh, mengatakan orang lain, orang baik atau orang jahat
yang menjadi biang keladi kebingungan pikirannya itu. Manusia
dalam masyarakat itu akan berlaku sebagaimana ikan di laut,
yang besar menelan yang kecil. Demikianlah tingkah laku orang
di zaman Kali Yuga. Mereka itu saling telan saling memusnahkan.
Di muka umum mereka tidak segan membakar orang yang dapat
ditangkapnya, atau memperjual-belikan orang. Oleh karena itu
orang berbudi luhur, janganlah hendaknya menurutkan jalan
pikiran orang-orang jahat di zaman Kali Yuga itu.

60. SLOKA 62 (27)

Waiśyaḥ kṛṣīwalaḥ kāryo gopaḥ sasyabhṛtiwrataḥ, wārtāyukto
gṛhopetaḥ kṣetrapāle’tha waiśyajaḥ.

Kalinganya, kārya ning sang waiśya, masawah-sawah, rumakṣa
ring lĕmbu, dhumārana ng pari, makasahāya wuluku, kahananya
umungguh ring gṛha kathānyan, kṣetrapāla ngaranya rumakṣa ng
sawah, yeka waiśya-śāsana, ling sang hyang aji.

340 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

ARTI

Orang waisya bekerja sebagai petani, penggembala, pengum-
pul hasil tanah, bekerja dalam lapangan perdagangan, mem-
punyai hotel-hotel dan rumah penginapan. Orang yang lahir
di keluarga waisya itu lahir sebagai pelindung ladang.

Pekerjaan seorang waisya ialah di ladang, memelihara ternak,
mengumpulkan padi, dan membajak. Tempat tinggalnya dalam
bertugas ialah ksetrapala artinya pelindung ladang (pelindung
ekonomi)

61. SLOKA 63 (28)

Wanigranistu bhāṇḍakrad wanijaḥ padajātayaḥ, Krayawikra-
yakāryatha śuddhrastu wanijyakriyaḥ.

Kalinganya, kārya sang śūdra, adagang alayar, madwal-awĕli,
kawṛdhyan ing artha donya, baṇyajakriyā, yeka śūdra śāsana, ling
sang hyang aji. Kunang ikang antyajati ngaranya, wwalu wilang
nika, sor jātyanyeng rāt ling sang hyang śāstra.

ARTI

Seorang sudra ialah membuat barang pecah belah dan
berdagang. Melakukan pembelian dan penjualan, bekerja di
bidang jual beli.

Kewajiban seorang Sudra ialah mengadakan perdagangan berke-
liling, menjual dan membeli. Tujuan utama ialah menumpukkan
kekayaan. Ia bekerja di lapangan perdagangan. Inilah kewajiban
seorang sudra menurut kitab suci.

62. SLOKA 64 (44)

Pakṣiṇām kākaśccāṇḍale mṛgacāṇḍale gadarbhaḥ, narāṇām
kepī cāṇḍālaḥ durjanaḥ.

Kalinganya, ring pakṣi cāṇḍala, tan hana kadi gagak. Ring mṛga
cāṇḍala, tan hana kadi burwan gadarbha. Yang ring wwang cāṇḍala,

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 341
dalam Slokantara

tan hana kadi srengen. Kunang ikang wwang durjana, sakweh ning
cāṇḍala, alah dening durjana. Luwih ing cāṇḍala ika apan angrusak
ing sama-samanya. Janma kaharep nika. Ling sang hyang aji.

ARTI

Di antara bangsa burung, gagaklah yang candela, di antara
binatang berkaki empat, keledailah yang candela. Di antara
manusia, orang pemarahlah yang candela, dan akhirnya
orang jahat itulah yang candela.

Di antara burung-burung yang candala tidak ada melebihi burung
gagak, di antara binatang berkaki empat tidak ada yang melebihi
candalanya dari keledai liar. Di antara manusia yang candala tidak
ada yang menandingi orang yang pemarah. Tetapi semua candala-
candala ini dikalahkan oleh orang jahat. Ia adalah candala yang
paling rendah, karena keinginannya hanya untuk menghancurkan
sesama manusia dan perikemanusiaan.

Inilah kata kitab suci.

63. SLOKA 65 (29)

Cūrṇakrt surāsun nīlī nejakaḥ kumbhakārakaḥ, prāṇaghno
dhātudagdhā ca tantuwarṇa sṭacāṇḍalāḥ.

Kalinganya, ikang anajarakĕn astacandalah ring loka: cūrṇakṛt,
adol apuh, surāsut, adol sayöng. Nīlī adol lom. Kumbhakāraka,
adol dyun. Prāṇaghna, anjagal. Dhātudagdha, apaṇḍe mās. Nejaka,
amalamtĕn. Tantuwarṇa, anggabag. Yekāsṭacāṇḍāla ling ning
śastra.

ARTI

Orang membuat kapur, pembuat arak dan minuman keras
lainnya, tukang celup, tukang cuci, pembuat periuk, jagal,
tukang mas, tukang celup benang, ini semua termasuk
golongan delapan candala.

342 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

Yang berikut ini adalah yang dikenal di dunia sebagai delapan
candala: curnakrt, ialah penjual kapur; surasut, itu penjual minuman
keras; nili, yaitu orang yang mencelup dengan nila; kumbhakaraka,
yaitu penjual periuk; pranaghna, ialah jagal; dhatudagdha, itu
tukang emas; nejaka, itu tukang cuci; tantuwarna, ialah orang yang
biasa membuat warna.

64. SLOKA 66 (43)

Surāsut kṛmidāḥśca prāṇaghnaḥ kumbhakārakaḥ, dhātu-
dagdha ca pañcaite cāṇḍālāḥ parikirtitāḥ.

Kalinganya, ikang sinangguh cāṇḍāla ring loka, lima kwehnya. Ndya
ta: surāsut, ngaranya wwang amakat. Kṛmidaha ngaranya wwang
amalantĕn. Prāṇaghna ngaranya wwang añjagal. Kumbhakāraka
ngaranya wwang andyun. Dhātudagdha ngaranya wwang apande
mās. Ika ta kalima inajarakān cāṇḍāla ngaranya. Tan yogya
paranana umahnya dening wwang menak, yawat ta ñāndālani. Ling
sanghyang aji.

ARTI

Orang yang membuat minuman keras, penatu, jagal, pembuat
periuk, belanga, tukang emas, kelimanya ini dikenal sebagai
candela.

Orang-orang yang dinamai candala ada lima macam di dunia
ini. Mereka itu ialah: surasut, yaitu pembuat minuman keras,
krmidaha, ialah pencuci pakaian atau penatu, pranaghna, yaitu
jagal. Kumbhakaraka ialah orang yang membuat periuk belanga,
dhatudaghda, artinya tukang emas. Inilah kelima candala yang
terkenal. Rumah tempat tinggal mereka tidak patut disinggahi oleh
orang saleh karena rumah itu tidak suci.

65. SLOKA 67 (30)

Ye wyatītāḥ swakarmabhyaḥ parakarmapajiwīnaḥ, dwijatwa-
mawajānanti tāmśca śūdrawadācaret.

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 343
dalam Slokantara

Kalinganya, yan hana wwang anghilangakĕn kulanya, mari
angulahakĕn sagawe ning tuha-tuhanya śowang-śowang,
amangan ulihnya gumawayakĕn sakārya ning wwang len, yeka
pinakopajiwanya, yan sang brāhmaṇa, ṛṣi śaiwa sogata, mangkana,
hilang kula nira, dening sama-sama kula nira, tan inaku ika,
kinon ira miluheng aṣṭacāṇḍāla, mari kadanganya, apan salah
kārya, sangkṣepanya haywa sang janma kulaśuddha salah bhāṣa,
salah kārya, muwah sang ksatriya, sang mantrī, sama apagĕha
krama nira, sowang-sowang, apan sira janmī janmottama ring
rāt, yapwan hilanga krama nira, yogya sĕnggahĕn cāṇḍala, yeka
sumurudakĕn kaśuddha-wangśan, hila-hila yang mangkana, doṣa
de bhaṭāra, kadyangga ning wwang masawita sāmānya janma,
wineh kawongan, patih dĕmang, tumĕnggung, rangga, mwang
dmak dadar, tan karĕnani sang maweh, kinārya tan mūlya ikang
anugrahani, hana karika krodha sang maweh, tan hana karika
bĕndu sang anugrahani, mangkana de bhaṭāra paramakārana
manugrahani kula, guṇa wīrya ning janma, mogha tan rĕna ri
paweh sang sattwādhama, bhaṭāra krodha ri wwang mangkana,
yeka kahila-hilangnya ling ning aji.

ARTI

Mereka yang melalaikan kewajibannya, dan hidup dengan
menjalankan kewajiban orang lain, dengan melupakan
kewajiban golongannya, maka mereka dapat dianggap
sebagai ‘sudra’.

Jika ada orang-orang yang tidak melakukan kewajiban yang telah
diadakan dalam keluarga dan berhenti menjalankan pekerjaan
yang ditugaskan oleh leluhurnya, malahan mencari kehidupan
dengan mengerjakan kewajiban orang lain, biarpun mereka itu
brahmana, rsi pengikut Siwa atau Buddha, keluarga mereka akan
tidak dihiraukan lagi oleh keluarga yang dulunya sederajat dengan
mereka, tidak diterima lagi sebagai sederajat, mereka digolongkan
dalamkedelapancandalaitu.Hubunganmerekadengankeluargalain
putus, karena perbuatan mereka itu tidak pantas. Tegasnya mereka

344 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

yang suci dan bangsawan haruslah tidak boleh berbuat dan berkata
yang kasar. Pula bagi mereka yang ksatriya dan para menteri harus
tetap teguh dalam melaksanakan kewajiban yang telah ditentukan
untuknya. Dalam hal keduniawian kelahiran ksatriya itulah yang
termasuk yang tertinggi. Tetapi jika ia melalaikan kewajiban maka
ia akan dianggap candala yaitu golongan yang paling rendah. Ia
menamakan riwayat ketinggian dan kesucian kelahirannya. Hal-
hal demikian itu dilarang. Tuhan akan menghukumnya. Sebagai
umpamanya seseorang itu berkawan dengan seorang biasa dan
memberi kehormatan besar padan orang lain, mengangkatnya
menjadi menteri atau pegawai tinggi, dan jika orang yang
menerima ini tidak merasa berterima kasih atau tidak menghargai
penghormatan yang diberikan padanya itu, sudah seyogyanya si
pemberi itu akan menjadi sakit hati dan marah. Demikian juga
halnya bahwa Tuhan merupakan sumber utama segala anugerah
untuk keluarga yang baik-baik, jujur dan orang-orang yang teguh
iman. Jika orang-orang ini tidak menghargai anugerah Tuhan ini,
mereka itu pasti akan lahir nanti sebagai binatang atau makhluk
yang terendah. Tuhan menjadi marah terhadap mereka itu. Inilah
pelanggaran dan pelalaian kewajiban menurut kitab suci.

66. SLOKA 68 (21)

Surā saraswatī lakṣmī ityetā madakāraṇam, mādayanti na
cetānsi sa ewa puruṣo mataḥ.

Kalinganya, ikang amuhara wĕrĕ ring dadi wwang, tiga lwirnya,
ndya ta, sura ngaranya twak, saraswatī ngaran ira sang hyang aji,
lakṣmī ngaran ika kasugihan, mās pirak, ika ta kāraṇa ning wĕrĕ
munggwing citta, kunang yan hana wwang tan kataman wĕrĕ dening
twak, dening bisanyangaji, dening kasugihan mas piraknya, yeka
puruṣa ngaranya, yan hana wwang mangkana, byakta kinahyunan
ing rat, ling sang hyang aji.

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 345
dalam Slokantara

ARTI

Minuman keras, kepandaian dan kekayaan, inilah tiga sebab
membuat manusia menjadi mabuk. Orang yang tidak dapat
dimabukkan oleh ketiganya inilah manusia sejati.

Sebab-sebab yang membuat manusia itu mabuk ada tiga: Sura yaitu
minuman keras; saraswati yaitu kepandaian; laksmi yaitu kekayaan
emas dan perak. Inilah yang memabukkan pikiran manusia. Jika
ada orang yang tidak mabuk karena pengaruh minuman keras,
kepandaian yang tinggi dan kekayaan emas dan perak, inilah
seyogyanya dinamai purusa (manusia sejati) orang begini pasti
dicintai dan dihormati oleh seluruh dunia. Demikian kata kitab suci.

67. SLOKA 69 (22)

Narma syad wacanam yaddhi prānadrawyarakṣane ca, strisu
wiwāhakale tu pañcanṛtam na patakam.

Kalinganya, lima ikang tan amuhara papa ning leñok, lwirnya
kawruhana, ujar ing siwo mapaceh-paceh, karaksahan ing hurip,
karaksahan ing drewya, karaksahan ing anak rabi, muwah ri sedeng
ing pasanggaman, wenang leñok ing mangkana.

ARTI

Kata-kata yang diucapkan pada waktu bermain-main,
kata-kata yang diucapkan untuk menyelamatkan jiwa dan
menyelamatkan harta, kata-kata yang diucapkan terhadap
perempuan waktu dalam percumbuan, kata-kata yang diucap-
kan dalam hal-hal di atas jika ternyata bohong, dapatlah
dianggap sebagai dosa yang tidak besar.

Ada lima macam kebohongan yang dapat dianggap bukan dosa
yaitu: lelucon, ucapan yang menyebabkan orang tertawa, ucapan
untuk menyelamatkan jiwa, ucapan untuk menyelamatkan harta
kekayaan, menyelamatkan anak dan istri, dan juga pada waktu
bersenggama atau bercumbu rayu. Kalau ucapan itu bohong,
kebohongan ini dibolehkan.

346 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

68. SLOKA 70 (8)

Tiryag daśaguṇam pāpam manuṣya atamewa ca, Prabhau
daśasahasrāṇi anantam muniDevayeḥ.

Kalinganya, ikang wwang mangda-dwa tiryak, sadaśatahun kapāpa-
nya, ikang wwang mangdwa-dwa mānuṣa, sātus tahun kapāpanya,
ikang mangdwa-dwa sang prabhu, sewu tahun kapāpanya, ikang
mangdwa-dwa ri sang paṇḍita, mwang mangdwa-dwa Deva, tan
pahingan kapāpanya, ling sang hyang aji.

ARTI

Dusta yang dilakukan terhadap makhluk yang lebih rendah
itu membawa dosa sepuluh kali lipat, dusta terhadap sesame
manusia membawakan dosa serratus kali lipat, terhadap raja
menimbulkan seribu kali lipat dosa, dan terhadap pertapa
dan Deva-Deva menyebabkan dosa yang tak terbatas.

Kalau ada orang yang berdusta terhadap makhluk yang lebih
rendah dari manusia, ia akan menderita selama sepuluh tahun. Jika
ia berdusta terhadap sesama manusia ia akan menderita selama
seratus tahun dan bila berdusta terhadap raja maka ia menderita
selama seribu tahun. Dan jika terhadap pendeta atau Deva maka
penderitaannya akan tidak terbatas.

Demikian dikatakan dalam kitab suci.

69. SLOKA 71 (32)

Agnido wiṣadātharwau śāstraghno dārātikramaḥ, piśunas-
tatra tadrāñi ṣaḍete hyātatāyinaḥ.

Kalinganya, agnida ngaranya wwang anuwani nagara, yan
dudū makakāraṇa ng prang, wwang anunwani umah sang Deva
sang hyang, wwang anunwani umah sang paṇḍita, yeki agnida.
Śāstraghna ngaranya wwang angamuk. Daratikrama ngaranya
wwang ambahud angris, rājapiśuna ngaranya wwang angadoni
tukar, makādi yan piśuna ring sang ratu, sang mantrī, maglawe

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 347
dalam Slokantara

ujar sangkaning deśa ruga, salwir ing ujar irśya, magawe kirakira
ring hala, tan tuhu asingwuwusnya, piśuna juga. Wisada ngaranya
mangupasi. Atharwa ngaranya manĕluh, andeṣṭi, amĕmĕṇḍĕm,
aninibāni hala-hala, salwiranya akriyāla, yeka saḍātatāyī ngaranya.
Tan ulanghing janma, ikang ulah nĕm prakāra, tan wurung ika
tumampuh ring naraka, kinĕla de Bhatara Yama inarwākĕn
prāṇanya, dening kingkara ling sang hyang aji. Nihan pang-
janmanya, yan wuwus kinĕla ring kawah, siniratakning bhūmi, kadi
duk tinetek, pating samburat tĕmahanya, nihan kadadi ning wwang
mangkana.

ARTI

Orang yang membakar rumah, suka meracuni, dukun jahat,
pembunuh, pemerkosa perempuan, penghianat, keenam ini
dimasukkan dalam ‘atayayi’.

Agnida ialah orang yang membakar rumah kota pada waktu
tidak dalam perang, orang yang membakar tempat-tempat
persembahyangan, membakar rumah pendeta, semua itu dinamai
agnida. Sastraghna ialah orang yang suka membunuh. Daratikrama,
yaitu orang yang suka melakukan perkosaan sampai-sampai
menusuk dengan keris. Rajapisuna, yaitu orang yang suka mengadu-
dombakan orang lain supaya berkelahi atau berkhianat terhadap
raja dan menterinya sehingga kata-katanya itu dikeluarkan karena
iri hati, melakukan kecurangan ini dengan maksud busuk. Apa yang
dikatakan , dusta belaka. Inilah penghianat besar. Wisuda artinya
orang yang suka meracuni orang lain. Atharwa, yaitu orang yang
suka melakukan ilmu sihir, memasang guna-guna, melakukan
pepasangan (memendam sesuatu ramuan misalnya, dan jika
dilangkahi atau diinjak menyebabkan sakit atau gila). Dan selalu
menyakiti orang-orang tak bersalah. Segala perbuatannya jahat.
Keenam macam manusia ini digolongkan dalam enam atatayi.
Keenam pekerjaan ini jangan dilakukan oleh manusia waras, karena
sudah pasti perbuatan itu akan menyeret ke lembah neraka dan
akan dianiaya berat oleh Deva Yama. Jika ia hidup, ia akan disakiti

348 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

dan disiksa oleh budak-budaknya sendiri. Demikian kata kitab suci.
Setelah mereka dimasak hidup-hidup dalam api neraka, mereka
akan diserahkan ke permukaan bumi ini seperti menyerahkan
serabut remuk. Akhirnya merek akan bertebar di sana-sini. Mereka
yang bersifat dan berlaksana demikian adalah kelahiran neraka.

70. SLOKA 72 (84)

Nihan daśa paramārtha, kawruhakna de sang sewaka-dharma,
sang tumaki-taki ambĕk awiratin, sang mahyun walwi mānuṣajāti,
kang sangkan ing luput ing pāpa kawah, ya ta ulahakna ikang
daśa paramārtha. Ndya ta, tapa, brata, samādhi, śānta, sanmata,
karuṇā, karuṇi, upekṣa, muditā, maitrī. Kramanya, tapa nga ambĕk
kawiratin. Brata nga anglongi sakawiṣaya ning mahurip. Samādhi
nga mābhyāsa atanging wĕngi angitung sang hyang dharma. Śānta
ng śabda tunggal tan lĕñok. Sanmanta nga tunggal karĕp ira kewala
ring karahaywan, dera gawayakĕn. Karuṇa nga awĕlas ri sasama
ning mahurip. Karuṇi nga asih ring sarwa tumuwuh, muwah sakweh
ing sarwa sato. Upekśā nga wruh ing hala-hayu, ata mamarahi ring
wong mūḍha, maring apĕkik. Muditā nga ambĕk ayu lĕgeng buddhi,
tan purik yen pinituturan. Maitrī nga aweh śabda rahayu ring
sasama ning ahurip.

Nihan ambĕk daśa-mala nga, tan yogya ulahakna, lwirnya, tandrī,
kleda, lĕja, kuhaka, metraya, mĕgata, rāga-strī, kuṭila, bhaksa-
bhuwana, (kimburu). Tandrī ng wwang sungkanān, lĕson balĕbĕh
sĕmpĕnĕh adoh ing rahayu, anghing hala juga kaharĕpnya. Kleda
ng ambĕk angĕlĕm-ĕlĕm, merangan maring harĕp, tan katĕkan
pinakĕanya. Lĕja nga ambĕk Tamah, agöng tṛṣṇa, agöng lulut asih,
maring hala. Kuṭila nga parachidra, pesta peda ring kawĕlas asih,
pramāda pracala, nor ana wwang den keringi. Kuhaka nga ambĕk
krodha, agöng runtik, capalaśabda, banggaporaka. Metraya nga
bisāgawe ujar mahala, sikara-dumikara, wiwiki-wiweka, sapa
kadi sira, botārsa rabi ning arabi, tan hana ulahnya rahayu, yan
mĕtu śabdanyārūm amanis anghing hala ri dalĕm, tan papilih
buddhi cawuh, kāla ri hatinya purikan. Rāga-strī nga bahud lañji

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 349
dalam Slokantara

wawadonĕn, rambang panon, bhaksa-bhuwana aṇḍĕṇḍa sasama
ning tumuwuh, akirya ring wwang sādhu, ardeng pangan inum,
hangkāra śabda prĕngkang. Kimburu nga anghing gawene akirya-
kirya drĕwĕ ning wwang sādhu, tan papilih, nor kadang-sanak-
mitra, yata memet drĕwĕ ning sang wiku, mangkana krama ning
daśa-mala, tan rahayu.

Nihan ambĕk nawa-sanga nga marapwan sira siddha rahayu,
lwirnya, andrayuga, guṇabhikṣama, (Sādhuniragṛha), widagdha
prasanna, wirotasādhāraṇa, kṛtarājahita, tyāga prasanna,
śūralaksana,śūrapratyayana,sangakwehnya.Andrayugangaprajña
ning dharmātutur, watĕk angaji, widagdha wruh ring hala-hayu.
Guṇabhikṣama nga sādhu sira ring artha ning gusti, lumanglang
sira ring pakewĕh, upekṣā sira rorowang, anūt sakrama ning wwang
akweh, enak de nira Krta rahayu. Sādhuniragṛha nga sādhu sira
ring wawadon, tan cĕkap sira ring sama-sama wwang, Widagdha
prasanna nga tan mamangan sira ingaturan śabda tan yogya, tan
sungsut purik sira, prasannabuddhi nira enak. Wirotasādhārana nga
wani tan karahatan, (tan?) asor ing ujar, mrih ring nītī. Kṛtarājahita
nga wani asor, wruh ring Kuṭāra-mānawādi. Tyagaprasanna nga
tan panĕngguh angel, yen ingutus dening gusti. Sūralakṣaṇa nga
tan anĕngguh wĕdi, enggal tan asuwe, śūrapratyayana nga bhakty
agusti, śūra-lakṣaṇa ring papĕrangan, sumangga ring pakewĕh,
rumakṣa ring gusti. Iti ambĕk nawangsa, kayatnākna kramanya,
sowang-sowang, rahayu dahat, yan kalakṣaṇan.

ARTI

Inilah sepuluh paramartha (tujuan hidup utama), yang harus
diketahui oleh orang menjalankan dharma. Orang yang ingin
melepaskan pikirannya dari hidup sebagai manusia lebih tinggi.
Kesepuluh paramartha itu ialah jalan untuk melepaskan diri dari
neraka. Karena itulah maka ia harus menjalankan kesepuluh
Paramartha ini yaitu: Tapa, Brata, Samadhi, Santa, Sanmanta,
Karuna, Karuni, Upeksa, Mudita, dan Maitri.

350 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

Tapaartinyameninggalkankeduniawian.Bratayaitumemperkurang
kepentingan hidup di dunia ini. Samadhi ialah membiasakan diri
memusatkan pikiran di waktu sunyi malam sepi, merenungkan
tentang dharma. Santa artinya tidak pernah berbohong. Sanmanta,
yaitu satu-satunya keinginan ialah berbuat kebajikan. Karuna ialah
cinta dan sayang pada sesama manusia. Karuni ialah cinta kepada
segala makhluk hidup termasuk juga binatang. Upeksa artinya
mengetahui mana yang baik atau mana yang buruk. Di dalamnya
juga termasuk pengetahuan bagaimana cara mengajar manusia
lainnya yang bodoh, walaupun mereka nampaknya berbahagia,
sehat dan berwajah tampan. Mudita ialah selalu berbahagia, gembira
dalam hati, puas pikiran, dan selalu menuruti petunjuk melakukan
kewajiban. Maitri artinya selalu berkata sopan dan tidak menyakiti
hati orang lain. Sekarang lihatlah daftar-daftar yang tidak suci yang
tidak pantas dituruti. Semuanya ada sepuluh, yaitu: Tandri, Kleda,
Leja, Kuhaka, Metraya, Megata, Raga-stri, Kutila, Bhaksabhuwana,
dan Kimburu.

Tandri yaitu orang yang malas, lemah, suka makan dan tidur
saja, enggan bekerja, tidak tulus, dan hanya ingin melakukan
kejahatan. Kleda artinya suka menunda-nunda, pikiran buntu,
dan tidak mengerti apa sebenarnya maksud-maksud orang lain.
Leja artinya pikiran selalu diliputi kegelapan (tamasika) bernafsu
besar. Ingin segala dan gembira jika melakukan kejahatan. Kutila
artinya menyakiti orang lain, menyiksa, menyakiti orang miskin
dan malang, pemabuk, dan penipu. Tidak seorang pun berkawan
baik terhadapnya. Kuhaka artinya orang pemarah selalu mencari-
cari kesalahan orang lain, berkata, asal berkata dan sangat keras
kepala. Metraya, yaitu orang yang hanya dapat berkata kasar, suka
menyakiti dan menyiksa orang lain, sombong pada diri sendiri. “siapa
dapat menyamai aku?” pikirnya. Ia suka mengganggu dan melarikan
istri orang lain. Megata ialah tidak ada tingkahnya yang dapat
dipuji. Meskipun ia berkata atau kata-katanya manis dan merendah
tetapi dibalik lidahnya ada maksud jahat. Ia tidak merasakan
kejelekannya, berbuat jahat, menjauhi susila. Ia kejam! Ragastri

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 351
dalam Slokantara

artinya suka memperkosa perempuan baik-baik dan memandang
mereka dengan mata penuh nafsu. Bhaksabhuwana artinya orang
yang suka membuat orang lain melarat. Ia menipu orang jujur. Ia
berfoya-foya dan berpesta-pesta melewati batas. Ia sombong. Kata-
katanya selalu menyakiti telinga. Kimburu yaitu orang yang menipu
kepunyaan orang jujur. Ia tidak perduli apa mangsanya itu keluarga,
saudara atau kawan. Ia tidak segan mencoba mencuri milik para
pendeta. Inilah tingkah orang melakukan kesepuluh dosa itu. Ini
tidak bagus.

Ini lagi perilaku yang dinamai nawasanga yang dapat menyebabkan
hidup kita menjadi bahagia yaitu: Andrayuga, Gunabhiksama,
Sadhuniraga, Widagdhaprasanna, Wirotasadharana, krtaraja-hita,
Tyagaprasanna, Suralaksana, Sura-pratyayana yang berjumlah
sembilan itu.

Andrayuga artinya menguasai ajaran-ajaran dharma, segala
macam pengetahuan, bijaksana, dan tahu akan apa yang baik dan
apa yang buruk.

Gunabhiksama artinya jujur akan harta kepunyaan atasannya,
selalu dapat mengatasi segala kesukaran, tidak melibatkan diri pada
pertentangan-pertentangan yang timbul, seiring sehaluan dengan
kehendak umum dunia berbahagia, jika melakukan kebajikan.

Sadhuniragrha artinya jujur terhadap wanita, dan tidak menyakiti
sesama manusia.

Widagdhaprasanna artinya tidak termakan oleh ucapan-ucapan
tidak benar yang ditujukan kepadanya, dan tidak merasa marah
atau sedih, selalu bahagia dan tenang pikirannya.

Wirotasadharana ialah keberaniannya tidak ada bandingannya,
tidak bisa kalah dalam perdebatan dan selalu memegang keadilan
hukum.

Krtarajahita artinya tidak segan-segan mengalah (kalau merasa
salah) dan memahami benar isi kitab hukum Kutaramanawa dan
lain-lainnya.

352 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

Tyagaprasanna artinya tidak mengenal rasa lelah jika sedang
melakukan tugas yang dibebankan oleh atasannya.

Suralaksana artinya tidak mengenal rasa takut, selalu cepat dan
tidak lamban dalam bertindak.

Surapratyayana artinya hormat dan setia pada atasan, tidak
pernah mundur dari medan perang, tidak lari dari kesukaran, tetap
waspada dalam menjawab atasan.

Semua ini adalah perbuatan Nawasanga yang harus diusahakan
melakukannya satu demi satu sampai seluruhnya terlaksana karena
hal itu merupakan sesuatu yang sangat baik adanya jika dapat
dilaksanakan.

71. SLOKA 73 (34)

Mukham padmadalākāram wacaścandānaśitalam, ḥṛdayam
kartrasamyuktamityetad dhūrtalakṣaṇam.

Kalingañya, hana ta wwang, mukhanya sumĕkar, kadi somya ning
tarate mĕkar, wuwusnya matis, kadi sĕrĕp ning cendāna linepākĕn
ing śarīra, anis-nisi, amanis-manisi ring wwang kahīnan kasyasih,
ndan sinapa wani kang hati ri jro kadi kartra, kartra ngaranya
gunting, kadi laṇḍĕp ing pamangan ing gunting alanya, tibra ning
irṣya kumrĕnges hanugĕl grīwa ning sādhu kasyasih, dahat anglarani,
padanya kadi madhu mawor lawan racun, tuhun ing amanis hala
nikāmātyani, yeka duṣṭa-lakṣana ngaranya, sākṣāt pāwak ing wiṣa
kālakūṭa, yeka rūpa ning ḍasar ing kawah, sangkṣepanya, tan ulaha
sang janma paramottama ika, ling sang hyang śāstrāgama.

ARTI

Mukanya tenang dan menarik bagai daun bunga seroja,
kata-katanya manis lembut, menyejukkan bagai air cendāna
digosokkan di badan tetapi hatinya jahat setajam gunting,
inilah tanda-tanda dari penjahat yang kawakan.

Ada orang yang air mukanya manis, menarik dan setenang
berkembangnya bunga teratai mekar. Kata-katanya sedap dan

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 353
dalam Slokantara

menyejukkan bagai air cendāna diusapkan di badan. Ia manis dan
penyayang nampaknya terhadap orang sengsara dan kemalangan.
Walau nampaknya ia dapat dianggap sebagai pahlawan, namun
sebenarnya hatinya setajam gunting. Kertra artinya gunting.
Perbuatan jahatnya serapi potongan gunting. Dalam mendengki
ia sangat menakutkan . Dengan gigi digertakkan ia patahkan
leher orang-orang baik yang patut dikasihani. Ia menyebabkan
penderitaan. Dia adalah laksana madu bercampur racun.
Sebenarnya kemanisannya itulah justru merupakan kejahatannya
yang tak kenal ampun. Inilah tanda-tanda dari penjahat. Dia adalah
penjelmaan dasar-dasar neraka. Pendeknya orang baik-baik,
janganlah berbuat semacam ini.

Inilah petuah kitab suci.

72. SLOKA 74 (68)

Ekākṣarapradātāram dātāram nānumanyate, śwānayonau
paśūya to cāṇḍālo hyabhijāyate.

Kalinganya, swabūddhi ning janma manuṣya ring Kali Yuga, yan
hana sang wruh mangaji śāstrāgama, tinakwanakĕn panĕgĕs
nikang śāstra, katan wruhnyākṣara salah tunggal ing aksara,
huwus winarah, bisa ta ya wĕkasan, kunang ujarnya, tan sang
paṇḍita ring anu sangkan ing hulun wruh ring āgama śāstra, aku
wruh ḍawak, mangkanāmbĕk ning janma ring Kali Yuga, yan hana
wwang mangkana, huwus ta ya warĕg amukti karma phala, karma-
phala ngaran ika phala ning gawe hala-hayu, pĕjah ta ya wwang
mangkana, wĕkasan mulih ring śwānayoni, śwānayoni ngaranya
mangjanma ring camra, pĕjah ikang camra, mangjanma ta ya ring
cāṇḍāla, mapa ta budhi nikang cāṇḍāla, nihan prawrĕtti ning janma
cāṇḍāla, tumuwuh ring Kali Yuga, hana wwang anglarani wwang
tan-padoṣa, angdalih-dalih hala ring sang-sādhu jana, amilarani
ring sang sādhu, aneya-neya ring sang pandita, amati-mati wiku,
amaling, mangrañcab, manumpu, mamumpang, mamumpung,
angrampas, ambegal, mangamuk, ambahud angris, angupas,

354 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

angracun, manĕluh, mandeṣṭi, mamĕmĕndĕm, mamiśunākĕn aweh
ujar capala pārusya, ningkiri ri wwang sugih, īrṣyā ring wwang
anĕmu bhāgya, malulut ing drĕwya ning para, ahewa ring kasyasih,
sampe ring sanghyang tapabrata, awalepa ring dharma yukti,
agĕlĕm angulah aṣṭaduḍṣṭa aṣṭacora, mwang ṣaḍātatāyi, agĕlĕm
amatyani lĕmbu, amatyani brāhmaṇa, bhujangga ṛṣi śaiwa sogata,
agĕlĕm amatyani guru, wwang atuha, mangru-buhakĕn ḍang
kakahyangan, amet Devadrĕwya, mangalap guru, mangalap śiṣya,
malaky arabi samanya lanang, malaky arabi samanya wadon, hana
malab ibunya, hana malab anaknya, tan paratu, tan pawiku, tan
pakabuyutan, tan pasanggar, yeka ulah ning kali-sanghāra, tan
hana sor, tan hana ruhur, kunang ikang rāt, trang-trang langit, lĕbu
mĕlĕk, tahun wurung, hilan, prang mangeka deśa, lara ning wwang
thāni-bala, sīma, dharma kalangka lāgyan, rusak ing nagara, gĕring
urĕm, muris, gigil amĕwĕh, mwang edan kawarangan, pāmbĕkan
ing janma, tan atutur ing tuhan, tan panolih rāmareṇa, mwang
kadang sānak, paling, pĕngöng, mangkana swabhāwa ning buddhi
ning wwang ring kali-sanghāra, kunang ulaha sang mataki-taki
dharma rahayu, haywa sira milu kalulut ing pracāra, nikang duṣṭa-
citta ning Kali Yuga, marapwan tan tumibeng kawah, ling sang yang
aji.

ARTI

Orang yang tidak mau mengakui guru pada seorang yang telah
memberikan pelajaran kepadanya walaupun sedikit saja,
ia nanti akan lahir mula-mula sebagai anjing dan kemudian
sebagai orang candela.

Beginilah sifat yang menonjol dari orang-orang yang hidup di
zaman Kali Yuga. Jika ada seseorang yang sebelumnya tidak tahu
sepatah kata pun, akhirnya berkat seorang guru suci dan arif, ia
menjadi pandai, tetapi waktu ditanya oleh orang lain akan pongah
berkata, “Bukan pendeta ini atau itu yang mengajarkan ajaran ini
kepada saya tetapi memang ajaran ini saya telah ketahui sendiri
dari dahulu”. Dapat dikatakan bahwa sudah demikian sifat dari

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 355
dalam Slokantara

orang-orang zaman Kali Yuga. Jika seseorang seperti tadi setelah
meninggal dan sudah selesai menikmati alam baka semua hasil
perbuatan (karmaphala) dimasa lampau, yaitu hasil perbuatan
yang baik maupun buruk, nantinya akan lahir dalam golongan
swanayoni, yaitu menjadi anjing. Jika anjing itu mati, menjelma lagi
menjadi orang candala. Bagaimanakah sifat-sifat orang candala?
Beginilah sifat-sifat dan tingkah laku orang candala: Ia dilahirkan
di zaman Kali Yuga. Ia suka menjahati orang-orang yang tidak
bersalah. Ia menuduh jahat orang-orang baik. Dan dia jahati orang-
orang suci. Ia tipu para pendeta, ia bunuh orang-orang budiman. Ia
mencuri. Ia suka menganiaya. Perangainya kasar dan pemarah. Ia
suka merampok. Ia membegal. Ia membunuh. Ia suka memancung
dengan keris. Ia pandai dalam membuat racun dan suka meracuni
orang. Ia melakukan sihir, menjadi leak jadi-jadian, memasang
guna-guna, suka memfitnah, dan mempergunakan kata-kata keji
yang tak patut didengar telinga, selalu memasang mata pada orang
kaya, dengki kepada orang-orang yang berbahagia, ingin pada milik
orang lain, tidak ambil pusing pada orang-orang melarat dan sering
menghina orang-orang pertapa serta menjelek-jelekkan dharma
(kebenaran). Ia melakukan delapan macam perbuatan orang
jahat, kedelapan macam pencurian dan keenam penganiayaan. Ia
cenderung membunuh sapi, orang brahmana, sarjana, rsi, pengikut
Siwa dan Budha. Ia juga tidak segan membunuh guru dan orang
tua. Ia merusak tempat suci dan mengambil segala harta benda di
dalamnya. Ia tidak segan menganiaya guru dan siswa-siswanya.
Kalau ia laki-laki suka beristri laki-laki (homoseks). Kalau ia
perempuan suka bersuami perempuan (lesbian). Ia melakukan
perkosaan terhadap ibu, memperkosa anak kandungnya sendiri.
Tidak ada pemerintah, tidak ada pendeta baginya, dan tidak ada
tempat pemujaan Tuhan. Itulah perbuatan-perbuatan pemusnah
di zaman Kali Yuga. Tidak ada tinggi dan rendah. Seluruh dunia
diamuk oleh bencana dan angin taufan. Tanam-tanaman palawija
hampa dan mati. Di seluruh negara ada peperangan, perang
saudara. Petani-petani dalam kesedihan, adat dan agama selalu

356 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

dirusak dan dilanggar, kota-kota hancur. Segala penyakit menular
menjangkit. Timbul wabah penyakit influensa dan desentri. Di
samping itu dimana-mana terjadi kebodohan, anak-anak jadi
bangga atas keberaniannya melanggar hukum dan petunjuk orang
tua, keluarga dekat atau keluarga besar. Semuanya menggelisah
dan membingungkan. Demikianlah keadaan pikiran manusia dalam
zaman Kali Yuga yang sudah berlarut-larut. Dan bagi mereka yang
berbudi luhur dan mempertahankan keluhuran dharma, janganlah
hendaknya bergaul dan berminat pada perbuatan jahat manusia di
zaman Kali Yuga, untuk menghindari neraka.

Demikianlah dikatakan di dalam kitab suci.

73. SLOKA 75 (69)

Bhrunahā Puruṣaghnaśca kanyācoro’grayājakaḥ, ajñātasām-
watsarikaḥ pātakāḥ parikīrtitāḥ.

Kalinganya, brūṇahā ngaranya mamatyani rareng jro wĕtĕng.
Puruṣaghna ngaranya mamatyani Sang Puruṣa, rwa lwir ika sang
Puruṣa, ndya ta, yan hana wwang wīrya sugih wiśeṣa ring deśa
nira, yeka Puruṣa, dhanawān ngaranira, muwah yan hana wwang
bahu-śāstra, tan hana kapunggung ireng aji tattwāgama, yeka
Puruṣa śāstrawān ngaranira, kanyā-cora ngaranya amaling ing
rara larangan, agrayajaka ngaranya alaky arabi manglumpati
kaka, tan panūt krama ning akakāri, ajñātasamwatsarika ngaranya
masasawah salah māsa, yan hana wwang mangkana, tibā ring
kawah, dadi hitip ning niraya-pada, ling sang hyang aji.

ARTI

Orangyangmenggugurkankandungan,orangyangmelakukan
pembunuhan, orang memperkosa gadis, orang yang kawin
sebelum saudara-saudaranya yang lebih tua, orang yang tidak
tahu masa baik untuk mengerjakan sesuatu, ini semuanya
termasuk orang-orang berdosa.

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 357
dalam Slokantara

Bhrunaha artinya membunuh bayi yang masih dalam kandungan
(menggugurkan). Purusaghna, yaitu melakukan pembunuhan
terhadap manusia lain. Ada dua macam manusia yang dimaksud
yaitu pertama, orang yang sangat berkuasa di daerahnya itu
karena harta. Orang demikian dinamai orang hartawan. Kedua,
ialah orang yang bahu-sastra artinya ia tak lagi kekurangan
ilmu pengetahuan. Ia dinamai sasatrawan. Kunyacora artinya
orang yang mencuri atau melarikan dengan paksa seorang gadis
perawan. Agrayajaka ialah seorang yang kawin mendahului kaka
laki atau kakak perempuannya. Ia tidak mengindahkan hukum.
Ajnata-samwatsarika artinya orang menanam atau mengolah
tanah dimusim yang salah. Semua orang-orang demikian itu masuk
neraka. Ia hidup di dasar Neraka Niraya.

Demikian ucap sastra agama.

74. SLOKA 76 (70)

Gowadho yuwatīwadho bālawṛddhaśca wadhyate, āgāradā-
haśca tathā upapātakamucyate.

Kalinganya, nihan ulah nikang wwang ring Kali Yuga, go-wadha
ngaranya mamunuh lĕmbu, yuwatī-wadha ngaranya mamatyani
wong wadon, bāla-wadha ngaranya mamatyani rare durung wruh
ing hiḍĕp, wṛddha-wadha ngaranya mamatyani wong huwus
atuha tumakul, āgāra-dāha ngaranya angrañcab andukeni, yeka
upapātaka ngaranya, yan hanawwang mangkana, tibā ring kawah,
dadi hitip ning mahāniraya pada, ling ning aji.

ARTI

Membunuh sapi, membunuh wanita dan anak-anak atau
orang tua renta, dan membakar rumah, orang itu termasuk
golongan dosa upapataka.

Di bawah ini akan dinyatakan betapa dosa mereka yang hidup di
zaman Kali Yuga. Gowadha artinya membunuh sapi. Yuwatiwadha
artinya membunuh wanita muda. Bala-wadha artinya membunuh

358 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

anak-anak yang belum tahu apa-apa. Wrddha-wadha artinya
membunuh orang yang sudah tua renta. Agara-daha artinya
membakar rumah dengan penghuninya. Ini semua dinamai dosa
upapataka demikian. Orang berdosa masuk neraka juga. Mereka
menjadi penghuni neraka Mahaniraya.

Demikian ucap sastra.

75. SLOKA 77 (71)

Brahmawadhaḥ surāpānam suwarṇasteyamewa ca, kanyāwi-
ghnam gurorwadho Mahāpātakamucyate.

Kalinganya, nihan ulah nikang wwang ring Kali Yuga, brahma-wadha
ngaranya amatyani sang Brāhmaṇa, surā-pāna ngaranya akon
anginuma sajöng ri sang bhujangga śaiwasiddhānta, suwarṇa-steya
ngaranya añolong mās, kanyā-wighna ngaranya wananggama rara
durung māsa nika rowangĕn ing masanggama tĕhĕr agring, makādi
yan mati, yeka mamighnani kanyā, guru-wadha ngaranya amateni
guru, yeka mahāpātaka ngaranya, yan hana wwang mangkana, tibā
ring kawah, dadi hitip ning rorawa pada, ling ning aji.

ARTI

Membunuh brahmana, meminum-minuman keras, mencuri
emas, memperkosa gadis kecil, dan membunuh guru, ini
semua dinamai dosa besar (mahapataka).

Beginilah perbuatan dosa mereka yang menghuni zaman Kali Yuga.
Brahma-wadha artinya membunuh orang brahmana, membunuh
orang saleh penganut Siwa Siddhanta. Surapana meminum-
minuman keras. Suwarnasteya artinya mencuri emas. Kanyawighna
artinya merusak gadis sebelum remaja, sebelum ia pantas diajak
bersenggama, sampai sakit atau mati. Inilah memperkosa gadis.
Guru-wadha artinya membunuh guru. Ini dinamai dosa besar.
Orang yang melakukan dosa-dosa ini masuk neraka dan hidup bagai
makhluk yang rendah di neraka rauwana.

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 359
dalam Slokantara

76. SLOKA 78 (72)

Swam putrīm bhajate yastu bhajate yastu mātaram,
yaścodgṛhnātti tallingāmatipātakam ucyate.

Kalinganya, swaputri-bhajana ngaranya wwang arabi anaknya,
mātr-bhajana ngaranya wwang arabi ibunya, lingga grahaṇa
ngaranya wwang anāhasa andĕdĕl lingga, arca, kabuyutan, angrusak
umah ning Deva sang hyang, sakalwiran ing angrusak lingga, arca,
tinugĕl-tugĕlnya makādi, yeka lingga-grahaṇa ngaranya, mangkana
pāmbĕkan ing janma wwang ring Kali Yuga, hetunya tan sama
lawan wwang ring Kṛta Traitā Dwāpara, pāmbĕkannya, yan hana
wwang manūt ing pracāra ning janma ring Kali Yuga, atyanta ring
kuhaka-buddhi, makangūni lingga grahaṇa, yeka tibā ring kawah,
dadi hitip ning mahārorawa pada, inajarakĕn atipatāka ngaranya,
ling sang hyang aji.

ARTI

Ia yang memperkosa putrinya sendiri atau ibunya sendiri
atau memperkosa perempuan-perempuan lain yang sama
kedudukannya, yaitu wanita-wanita anak misan atau bibi,
maka ia telah melakukan dosa terbesar.

Swaputri-bhajana artinya memperkosa kehormatan putri sendiri.
Matr-bhajana artinya memperkosa kehormatan ibu sendiri.
Lingga-grahana artinya orang yang merusak dan menghancurkan
lingga (lambang Bhatara Siwa), artinya arca pemujaan leluhur
(pamerajan), atau tempat pemujaan Tuhan. Pendeknya semua
macam gerakan yang dibawakan terhadap lingga atau arca, mulai
dari mematahkannya sampai menghancurkannya sama sekali,
tindakan ini dinamai lingga grahana. Demikianlah tingkah laku
orang-orang di zaman Kali Yuga. Karenanya mereka itu tidak dapat
disamakan dengan budi pekerti orang-orang yang hidup di zaman
Krta, Traita Yuga, atau Dwapara Yuga. Jika ada orang-orang yang
menuruti jejak kejahatannya yang dilakukan oleh orang-orang di
zaman Kali Yuga, jika mereka keterlaluan melakukan kejahatan

360 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

itu, apalagi telah berani Lingga Grahana (merusak segala yang
suci pemujaan Tuhan) mereka akan masuk neraka maharorawa.
Kejahatan-kejahatan ini dinamai dosa besar.

77. SLOKA 79 (46)

Doṣo’pyasti guna’pyasti nirdoṣa jayate, kardamādiwa
padmasya nāle doṣo’sti kaṇṭakaiḥ.

Kalinganya, ikang dadi wwang ngaranya, tan hana luputa ring doṣa,
yāwat ikang wwang inalĕma guṇa dening loka, hana ika calanya,
dening padanya wwang, yadyan sugiha, pira wruhanya mangaji, pira
lituhayuhan ing rūpanya, yayanika cinalan dening paḍanya janma,
sangkṣepanya, tan hana juga manulus, tan pacalaha, kadyangga
nikang kĕmbang padma, inucap pawitra tĕmĕn ika, arah aparan tan
yan cinalan, agatĕl ling nikang loka.

ARTI

Ada kebaikannya ada pula keburukannya, tidak ada manusia
dilahirkan yang bebas dari kesalahan. Bunga seroja itu
tumbuh dari lumpur dan tangkainya bersalah karena
mempunyai bulu halus menggatalkan.

Tak ada orang yang luput dari kesalahan. Walaupun dia itu dipuji
atau dikagumi oleh rakyat, tetapi ia juga punya kelemahan, justru
karena ia manusia. Walaupun orang itu kaya raya, pandai dalam
segala ilmu, dan walau bagaimana cantik rupanya, namun demikian
dengan lahirnya sebagai manusia, ia tidak luput dari kesalahan.
Hal ini dapat disamakan dengan bunga seroja yang sudah terkenal
kesuciannya. Apakah kekurangan atau kesalahannya? Tangkainya
menyebabkan gatal! Masyarakat umum mengatakan demikian.

78. SLOKA 80 (47)

Ambbhojam kantakātyam, sahimahimagiriś candānaḥ
saparjuṣṭaḥ, sūryatīkanaḥ śaśangkaḥ śaśamalinatanuḥ,
sāgaras tiktatoyaḥ, wiṣṇurgopah, surendraścapalataragatiḥ,

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 361
dalam Slokantara

śangkaro nīla kaṇṭaḥ, ete sarwe sadoṣāḥ, kimuta bhuwi janā
doṣawanto bhawanti.

Kalinganya, tan hana juga tan pacala. Pūrwa nikang śabda
inicapakĕn. Tunjung arwi cala nika. Ikang gunungatis dening
hima calanya. Ikang kayu cendāna, mesi ulā kuwungnya calanika,
Sanghyang wulan makatalutuh wungkukan calanira. Ikang sāgara
apahit bañunya calanika. Sanghyang Āditya mapanes teja nira
pinacala ring sira. Bhaṭāra Wiṣṅu angon lĕmbu calanira. Sanghyang
Indra capala dahat calanira. Bhaṭāra Śangkara ahirĕng gulu nira
dening wiṣakālakūṭa calanira. Sangkṣepanya, tan hana tan pacala
ngaran ika. Saniṣṭanya hyang Deva tuwi hana cala rumakĕt ing sira.
Kimuta, sampun karuhun ikang janma wwang. Tan hana wastu
tan pacala. Anghing makĕdik lawan akweh prabedanya. Kunang
kadeyakna de sang sādhujana kabeh, prihĕn akeng doṣa akĕdik.
Ling sanghyang aji.

ARTI

Bunga seroja mempunyai tangkai berbulu menggatalkan,
gunung Himalaya penuh ditutupi salju, pohon cendāna
digemari ular, matahari itu panas, bulan itu dinodai oleh
bentuk kelinci, Samudra berair asin, Deva Wisnu menggem-
bala sapi, raja Deva-Deva (indra) imannya kurang teguh,
kerongkongan Deva Siwa berwarna hitam. Semuanya mem-
punyai kekurangan atau ketidaksempurnaan. Lalu apa jika
manusia di dunia ini kadang-kadang tak luput dari kesalahan?

Tidak ada yang sempurna! Ini sudah kita tegakkan di sloka yang
terdahulu. Bulu-bulu halus itu merupakan cacat bagi bunga seroja.
Kesalahan Gunung Himalaya karena dingin disebabkan oleh
saljunya. Lubang-lubang pohon cendāna yang harum itu penuh
dengan ular. Bulan itu dinodai oleh bentuk perempuan tua bungkuk.
Air asin adalah kesalahan samudra. Sinar surya itu terlalu panas.
Deva Wisnu cacatnya ialah karena ia menggembala sapi. Deva Indra
itu tidak teguh iman. Kerongkongan Deva Siwa itu hitam karena

362 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

racun Kalakuta. Inilah kekurangan-kekurangan mereka. Pendeknya,
tidak ada yang luput dari kekurangan-kekurangan di dunia ini.
Deva-Deva pun mempunyai cacat dan kekurangan-kekurangannya.
Jika Deva-Deva itu mempunyai kekurangan-kekurangan, apalagi
manusia. Tidak ada suatu benda pun bebas dari kekurangan atau
cacat. Perbedaan terletak pada jumlah, apakah banyak atau sedikit.
Orang-orang baik harus berusaha untuk mengurangi sesedikit
mungkin kesalahan-kesalahan atau cacat itu. Demikianlah telah
ditentukan dalam kitab suci.

79. SLOKA 81 (65)

Tapaḥ param kṛtayuga tretāyām jñānamityāhuh, dwāpare
yajñamityāhurdānamewa kalua yuge.

Kalinganya, ulah ngūni ring Krta Yuga, ikang wwang atapabrata
sinangguh wiśeṣa, mūlya kinalĕwihakĕn samangkā, kunang ring
Traitā Yuga, jñāna sinangguh luwih lĕwih, jñāna ngaranya yoga,
yeka winiśeṣākĕn ing wwang samangkā, muwah ikang Dwāpara-
kāla, homa yajña wiśeṣākĕn ing wwang, mapa ta lwir ning yajña,
aśwamedha yajñādi, yeka sinangguh lĕwih, kunang kāla ning
Kali Yuga mangke, mās pirak sĕkul ulam sinangguh lĕwih dening
wwang, matangyan sira sang sādhu, duhkha ri kāla ning Kali Yuga,
apan sinakitan dening wwang durjana mĕta, śangkṣepanya, ikang
durjana duṣṭa pinakawwang awak ing sanghāra, apan magawe
kahilangan ira sang sādhujana, matangyan sang ahyun ing buddhi
rahayu, haywa sira tumūt anglarani ri sang sādhu mahāpaṇḍita,
marapwan tan tumūt ta pātaka ning janma ring Kali Yuga, ndatan
sinanggah pāwak ing sanghāra, apan ikang wwang pāwak ing
sanghāra ring Kali Yuga, amukti mahāpātaka, tĕmahnya ring kāla
ning Kṛta Yuga, Traitā Yuga, Dwāpara Yuga, yeka lawasnya dadi
itip ning kawah, apan doṣanya n panglarani ri sang paṇḍita,amati-
mati sang paṇḍita, hetunya mamangguh pāpa, irikang kapitingan
ing yuga, yeka sinangguh cakra-bhāwa, tuhun sukha ri tĕka ning
Kali Yuga kewala, apan pinakapananghāra buddhi sang paṇḍita,
pinakapāwak ing mangharuhara rāt, ginawe pananghāra sarwa

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 363
dalam Slokantara

rahayu, gatinya tinuwuhakĕn ring Kali Yuga, yeka śumīrṇākĕn
sarwa dharma gwenya, ling sang hyang aji.

ARTI

Di waktu zaman Krta (Krta Yuga) tapa bratalah yang
diutamakan, di zaman Treta (Treta Yuga) pengetahuanlah
yang diutamakan, di zaman Dwapara (Dwapara Yuga) upacara
korbanlah yang diutamakan, dan di zaman Kali (Kali Yuga)
hanya kebendaan yang diutamakan.

Dahulu di zaman Krta pelaksana tapa dan bratalah yang dianggap
paling utama. Mereka itu dihargai dan dipuja-puja. Di zaman Treta
pengetahuan (jnana) yang dianggap terutama. Dalam pengetahuan
ini termasuk juga yoga (mendisiplinkan badan, napas, dan pikiran).
Pelaksanaan jnana ini mendapat tempat yang paling tinggi dalam
masyarakat di masa itu. Di zaman Dwapara, penyembahan kepada
Deva Api (homa) dan upacara-upacara korban (yajna) inilah yang
disanjung-sanjung setinggi langit. Dan upacara korban yang paling
tinggi di antara semuanya ialah Aswamedha (pengorbanan kuda).
Di zaman Kali Yuga ini, emas, perak, sandang dan panganlah yang
dihargai setinggi awan oleh masyarakat. Oleh karena inilah di zaman
Kali Yuga ini orang-orang berbudi tinggi merasa pedih menderita
karena disusahkan oleh orang-orang jahat dan gila. Tegasnya, yang
jahat dan rusak itu sumber kekacauan. Mereka menyakiti orang-
orang baik. Oleh karena itu bagi mereka yang ingin mempunyai
hati suci janganlah turut menyusahkan orang-orang pandai,
pendeta besar, agar jangan sampai seolah-olah mengumpulkan
dosa dalam hidup di zaman Kali Yuga ini sehingga akhirnya sebagai
sumber kehancuran. Karena jika ia sampai dianggap sebagai
sumber kehancuran dan keruntuhan di zaman Kali Yuga ini, ia akan
memetik buah dosanya, yang maha hina itu. Dan nanti jika masa
Krta Yuga, Treta Yuga, dan Dwapara Yuga itu kembali lagi ia akan
sudah ada di dasar kawah neraka karena ia telah berani menyakiti,
mungkin membunuh para pendeta. Kejahatan ini merupakan dosa
besar yang buahnya harus dipetik di waktu datangnya ketiga yuga

364 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

yang lainnya. Ini terkenal dengan nama “lingkaran hidup” (cakra
bhawa). Kebahagiaan bagi orang-orang baik itu hanya sampai di
permulaan zaman Kali Yuga. Karena Kali Yuga itu masa kehancuran
bagi budi dan hati orang-orang saleh (pandita). Masa ini ialah masa
kegelisahan dan perasaan tidak aman di seluruh dunia. Tidak ada
kedamaian hidup. Masa ini ialah kesempatan bagus untuk membasmi
kebenaran. Kesempatan yang “bagus” itu terus memuncak di masa
Kali Yuga itu. Semua dharma terbengkalai dan semua tergeletak di
debu tidak dihiraukan. Demikian apa yang dikatakan dalam kitab
suci.

80. SLOKA 82 (66)

Pradhānam sakatopamam purusa wṛṣabhopamaḥ, īśasāra-
thisamyuktam jagad bhramitacakrawat.

Kalinganya, ika wyakti ning tigang yuga, maganti-ganti lawan Kali
Yuga, tĕlung yuga malawan sayuga, sang Pradhana sira pangawak
ing śakaṭa, sang Puruṣa lumakwakĕn buddhi hala-hayu, nimitta
sang Puruṣa makāwak wṛṣabha, kinon de bhaṭāra mangirida
śakaṭa, amot pagawe ning janma hala-hayu, Bhaṭāra Īśwara sira
pinaka-sārathi ning paḍati, kinon de bhaṭāra mahulun, amĕcuta
irikang sapi, awak sang Purusa, Ikang caturyuga kiping ing paḍati
patang ulĕr, tĕwas ning inucap, ngūni tattwa nika, Sang Hyang Sūrya
Candra pinaka pacĕk ing kiping patang ulĕr, ikang candra kiwa,
ikang sūrya tĕngĕn tattwa nira, apan dwādaśa surya, dwādaśa-
candra, hetu ning satuhan rwawĕlas wulan wilangnya, sangkṣipta
ning kiping papat wilangnya, hetu ning pacĕk ing kiping rowĕlas
kwehnya, ikang bungbungan kālih, rahina wĕngi tattwanya, sang
hyang dharma hiṇḍen tattwa nira, ikang Rajah Tamah lawan
daśendriya, lĕmah katūt ing kiping tattwanya, mwang salwir ing
rĕgĕd rumakĕt irikang kiping, kunĕng yan arĕgĕd duṣṭāmbek
ikang wwang ring Kṛta Traitā Dwapara Yuga, pĕjah mangjanma,
tumuwuh ring Kali Yuga, kunang ikang wwang ring Kali Yuga, yan
rahayu-buddhi dharma ulahnya, yan pĕjah mangjanma, tumuwuh
ring Krta Traitā Dwāpara Yuga, yan apagĕh buddhi dharma ring

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 365
dalam Slokantara

Kṛta Traitā Dwāpara, mapagĕh tuwuhnya irikang yuga tiga, kunang
ikang mwang ing Kali Yuga yan apagĕh buddhinya marĕgĕd duṣṭa,
mapagĕh tuwuhnya ring kali angjanma, kunang prabedha ning
janma ring Kṛta Traitā Dwāpara, yan tĕka ning Kali Yuga kāla, tan
tumurun muwah angjanma irika, mulih maring Purusatattwa, dadi
Deva, manganti ring Brahmapada, Wisnupada, Īśwarapada, yan
tĕka pwa ya kāla-māsa ning Kṛta Traitā Dwāpara, tumurun muwah
mangjanma mānuṣa, nihan prabheda nikang wwang ring Kali
Yuga, yan prapta ning māsa kāla Kṛta Traitā Dwāpara, mulih ring
pradhānatattwa, matĕmahan tiryak Sattwa magöng admit, sarwa
kumilip, manganti ring sthāwara-janggama, kunang yan kapangan
kenum iring Krta Traitā Dwāpara, ikang sthāwara-janggama, dadi
manuṣya sāri ning kapangan kenum, anghing kadyangga ning dyun
wawadah hinggu, tan ilang gandhannya, hetu ning yuga sangśaya
lungsur, Krta Yuga matĕmah Traitā, Traitā matāmah Dwāpara,
Dwāpara matĕmah kali muwah, hetu ning tan kawaśeng tapa
magawe jñāna, tan kawaśeng jñāna magawe yajña, tan kawaśeng
yajña tan magawe puñyadāna, maweh mās pirak sĕkul ulam, yeka
wyaktinyan sangśaya mingsor, ling sang hyang āgama.

ARTI

‘Pradhana’ itu sebagai kereta, ‘Purusa’ itu sebagai lembunya,
dunia kehidupan ini adalah roda kereta yang berputar-putar.
Tuhan ialah kusir kereta.

Sebenarnya, ketiga masa besar (Krta, Traita, dan Dwapara)
merupakan satu pihak yang datang silih berganti dengan Kali
Yuga yang merupakan pihak satunya lagi. Jadi tiga masa lawan
satu. Pradhana diumpamakan sebagai kereta karena ia membuat
segala yang baik dan buruk di dunia ini bergerak. Sebagai penarik
kereta itu dengan sendirinya ia menarik atau membawa juga segala
pahala perbuatan baik atau jahat dalam kelahiran-kelahiran yang
sudah lalu. Tuhan yang memerintahkan Purusa itu menarik, karena
Tuhan (Iswara) itu diumpamakan sebagai kusir kereta. Iswara
memerintahkan Purusa berjalan di depan. Ia cambuki lembu itu

366 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

yang tak lain perwujudan dari purusa. Keempat masa besar tadi
diumpamakan sebagai keempat roda kereta itu. Inilah arti dari
perumpamaan itu. Matahari dan bulan diumpamakan sebagai paku
dari roda-roda itu. Bulan dari kiri (barat) dan matahari dari kanan
(timur). Inilah kenyataannya. Karena diselingkungan buana ini ada
12 matahari dan 12 bulan. Maka satu tahun itu mempunyai 12 bulan
juga. Roda kereta yang empat banyaknya mempunyai pemaku roda
sebanyak dua belas. Kedua palang kereta itu sebenarnya hari siang
dan malam, perputaran roda itu ialah perumpamaan dari dharma.
Dan sebenarnya sifat-sifat rajah (agresi) dan tamah (kegelapan)
serta kesepuluh indriya kita itu diumpamakan sebagai lumpur dan
kotoran lain yang menempel pada roda itu. Kalau orang hidup di
masa Krta, Traita, dan Dwapara itu bertingkah laku jahat dan kasar,
jika ia mati dan lahir kembali maka ia akan lahir di masa Kali Yuga.
Tetapi jika perbuatan orang yang hidup dalam zaman Kali Yuga itu
bagus dan suci, jika ia meninggal dan lahir kembali ia akan lahir
di zaman Krta Yuga, Traita Yuga dan Dwapara Yuga. Jadi kebaikan
budinya ini tetap teguh sewaktu ia lahir kembali di zaman Krta,
Traita, atau Dwapara itu ia akan lahir kembali di ketiga zaman itu
(dalam tingkat kehidupan yang lebih tinggi). Tetapi bila kejahatan
budi manusia yang hidup di zaan Kali Yuga itu tetap dipertahankan
malah ditumpuki dengan kejahatan-kejahatan baru maka ia akan
lahir lagi di zaman Kali Yuga dalam bentuk kehidupan yang lebih
rendah dari semula. Orang yang hidup pada zaman Krta, Traita,
atau Dwapara Yuga itu jika tetap berbudi luhur maka ada waktu
datangnya zaman Kali Yuga ia tidak lahir kembali ke dunia, tetapi ia
akan mencapai Purusan-tattwa, ia menjadi Deva, makhluk yang lebih
tinggi dan suci serta secara meningkat hidup di dunia Brahma, Wisnu
dan Siwa. Ketika zaman Krta, Traita, atau Dwapara Yuga itu datang
kembali setelah Kali Yuga berakhir, maka ia akan lahir kembali dalam
bentuk manusia agung dan luhur. Perbedaannya dengan orang yang
lahir di zaman Kali Yuga itu ialah jika masa Krta, Traita, Dwapara
Yuga itu datang, ia tidak lahir kembali tetapi terus menurun tingkat
tingkat Pradhana-tattwa, yaitu ia menjadi binatang atau makhluk

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 367
dalam Slokantara

yang lebih rendah dari semula, besar atau kecil. Ada yang menjadi
benda tidak bergerak (umpama: batu, tumbuh-tumbuhan), dan ada
yang menjadi makhluk yang dapat bergerak (binatang), dan jika
benda yang tidak dapat dan dapat bergerak ini beruntung dimakan
oleh orang yang hidup di zaman Krta, Traita, dan Dwapara Yuga,
maka nanti segala sari-sari makanan atau minuman itu akan lahir
sebagai manusia. Sebuah periuk yang bekasnya berisi kumkuman
(air harum), walaupun isinya ini sudah tidak ada, namun bau
harum itu masih melekat. Demikianlah halnya mengapa perubahan
Yuga itu tingkat demi tingkat dan secara pelan, naik atau turunnya.
Dari Krta Yuga menjadi Traita, dari Traita menjadi Dwapara, dan
dari sini menjadi Kali Yuga. Dan ini pula sebabnya, jika seseorang itu
tidak mempunyai cukup kekuatan untuk menjalankan tapa, ia boleh
memilih jnana (pengetahuan) dan jika ia tidak mempunyai kekuatan
untuk menempuh jalan ilmu pengetahuan ia boleh mengambil jalan
yajna, yaitu mengadakan upacara-upacara korban, dan jika ia
tidak kuasa untuk menjalankan itu, maka ia dapat mengambil jalan
pemberian emas, perak, nasi dan ikan (dāna punya). Inilah hakikat
dari perubahan tingkat zaman dari yuga ke yuga.

Demikian kata kitab suci.

81. SLOKA 83 (77)

Atiticāpawādī ca dwāwete mama bandhawaḥ, apawādi haret
pāpamatithi swargamakaḥ.

Kalinganya, atithi ngaranya wwang kasyasih sasangkanya,
sambhramanĕn ing sĕkul iwak sakawaśa, haywa ta makadon
pamalĕsannya, phalanya ri tĕka ning kapatin ikang dhinarman
anuntun maring swarga, yeka pūjātithi ngaranya, apawādi ngaran
ika haywa mandalih-dalih ring nora, haywa mangucap ing hala, yan
tuha ning hala, sakalwiran ing andhalih ing hala, tatan tūtĕn ika,
kahila-hilan ing apawādi, angganteni sapāpa pātaka ning dinalih,
mwang inucap ing hala, yeka apawādi ngarannya, ling sang hyang
dharma-śāstra, tĕmĕn-tĕmĕn.

368 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

ARTI

Baik tamu maupun orang yang menghina saya itu
keduanya kawan penolong saya, orang yang menghina saya
membersihkan saya dari dosa yang ada pada diri saya dan
tamu baik saya itu membawa saya ke sorga.

Atithi adalah tamu yang tak dikenal dari mana asalnya. Seseorang
itu sementara menerimanya dengan hati terbuka, harus
menjamunya dengan nasi dan lauk pauk menurut kekuatan tuan
rumah. Janganlah dalam memberikan itu, memikirkan balasan
yang akan diterima. Pahalanya ialah bahwa jika setelah meninggal
dunia kebajikan yang kita telah berikan itu akan menuntun kita
ke sorga. Penerimaan tamu begini dinamai atithipuja. Apawadi
artinya ialah bahwa seorang itu tidak boleh menuduh orang lain
yang tiada berdosa, tidak boleh memburukkan orang lain walaupun
sebenarnya ia itu buruk. Segala macam penghinaan terhadap orang
lain itu harus dihindari. Inilah yang tidak boleh dilakukan oleh
orang yang “apawadi”. Jika ia melakukan, ia akan menerima segala
hukuman dosa orang yang dihinanya itu di samping ganjaran atas
kata-katanya yang menghina itu. Inilah yang dinamai apawadi. Dan
kenyataan ini dibenarkan oleh kitab suci.

82. SLOKA 84 (76)

Sukhasyanantaran duḥkhasyanantaran sukham, cakrawajja-
gatah sarwa wartate sthatarajanggamam.

Kalinganya, ikang rat ngaran ika, tan katamanam sukha, duḥkha,
ikang sukha lawan duḥkha tan pakaheletan yatinya. Tan apilih
unggwanya. Ring sugih tuwi, tan ucapan ikang kasihan. Huwus
karuhun ikang jagat kabeh. Sahananing atharwara janggama
tan hana kaliwatan. Hetuning hana tapabrata, yoga, samādhi,
puṇyadāna, dharma, amrih, kedikan ing duḥkhu, gong ing sukha.
Nimitta ning sang wruh ring dharma, tan harĕp weha duḥkha
ring sama-sameng tumuwuh, pinerih nira litan ing duḥkhanira
ring janmantara muwah. Apan karma ning jahat kabeh. Weweh

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 369
dalam Slokantara

winewehan, ahutang anahur, apihutang asinahuran, amalat
winalat. Karana ning sang wruh ring dharma tan harĕp amalat
drewya ning len. Mangkana kahila-hilanya. Anghing kinkenen
anginakana buddhi ning sama-sama tumuwuh. Haywa aweh lara
ning hati ning len.

Ling sang hyang aji.

ARTI

Kedukaan datang setelah kesukaan, kesukaan mengikuti
kedukaan, semua makhluk mati dan hidup di dunia ini
mengalami perputaran roda suka dan duka ini.

Dunia ini bukan dunia jika tidak dikuasai oleh suka dan suka.
Kesenangan dan kesedihan itu datang tidak pernah berpisah.
Mereka tidak memilih tempat beraksinya. Orang-orang kaya pun
dikunjunginya apalagi orang miskin. Mereka kuasai seluruh dunia
ini, baik benda-benda mati maupun benda-benda hidup. Tidak ada
yang sapat terlepas dari kekuasaan mereka itu. Itulah sebabnya
dilaksanakan tapa brata (puasa), yoga, pengheningan cipta, dāna
sedekah, dan dijalankannya dharma karena ingin mendapatkan
kesenangan sebanyak-banyaknya dikemudian hari dan kesedihan
sedikit-dikitnya. Inilah sebabnya mengapa orang yang mengetahui
dharma tidak mau menyakiti sesama hidupnya. Tiap orang tahu dan
bertujuan untuk mempersedikit kedukaan yang akan diterimanya
dalam kelahiran yang akan datang, karena sudah menjadi hukum
hidup bahwa apa yang kita berikan sedemikian pula yang akan kita
terima, apa yang dipinjam itu pula yang dikembalikan, apa yang
diambil dari orang itu pulalah yang akan diambil oleh orang lain.
Inilah sebabnya mengapa orang yang mengetahui dharma tidak
ingin merampas kepunyaan orang lain karena mengetahui apa
akibatnya atau ganjarannya nanti. Orang harus selalu berusaha
untuk membahagiakan kawan sesama hidup. Jangan sampai hati
menyakiti orang lain. Demikianlah dari ajaran kitab suci.

370 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

GLOSARIUM

Acara: Yakni tradisi-tradisi yang baik dari orang-orang suci atau
masyarakat yang diyakini baik.
Acintya: Tidak dapat dipikirkan.
Adharma: Kejahatan.
Agnida: Orang yang membakar rumah kota pada waktu tidak dalam
perang, membakar tempat persembahyangan dan membakar rumah
pendeta.
Agrayajaka: Kawin mendahului kakak laki atau kakak perempuannya,
isa tidak mengindahkan hukum.
Ahamkara: Keakuan, ego.
Ahimsa : Tidak membunuh atau menyakiti.
Ajnata-samwatsarika: Menanam atau mengolah tanah di musim yang
salah.
Akasa: Eter.
Ananda-maya: Kesadaran yang penuh dengan kebahagiaan dalam
kesadaran spiritual, kesadaran Tuhan.
Andhakupam: Naraka bagi mereka yang melakukan penindasan
terhadap brahmana, menghina para Deva dan orang-orang miskin.
Andhatamisra: Naraka bagi seorang istri yang mengambil makanan
dengan mencuri atau berbuat curang terhadap suaminya atau
sebaliknya suami berbuat curang untuk mendapatkan makanan dari
istrinya.
Andrayuga: Menguasai ajaran-ajaran dharma, segala macam
pengetahuan, bijaksana, dan tahu akan apa yang baik dan apa yang
buruk.
Anna-maya: Kesadaran yang terserap hanya dalam makanan.
Annaprasana: Upacara ketika anak berusia 6 bulan, ketika si anak
diberikan makanan padat untuk pertama kalinya.
Antakarana Sarira: Badan spiritual/badan penyebab, sang roh yang
memiliki ciri-ciri sat (kekal), cit (penuh pengetahuan), dan ananda
(penuh kebahagiaan).

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 371
dalam Slokantara

Apah: Air.
Aparigraha: Tidak tamak.
Asi (ta) patram: Naraka bagi mereka yang meninggalkan svadharma,
yakni tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya dan menerima
paradharma (kewajiban yang bukan semestinya).
Asteya: Tidak mencuri.
Asusila: Perilaku yang tidak baik.
Atipataka: Dosa terbesar.
Atman: Jiwa, jiwa utama, daya hidup.
Atmanastusti:Yaknirasapuasdiriyangdipertanggungjawabkan kepada
Tuhan.
Avatara: Penjelmaan Tuhan ke dunia untuk menegakkan dharma
Avici: Naraka ini diperuntukkan bagi mereka yang menjadi saksi palsu,
sumpah palsu dan juga nama palsu.
Ayahpanam: Naraka bagi para brahmana, ksatriya, dan vaisya yang
tidak mampu mengendalikan diri, mengumbar hawa nafsunya untuk
meminum air soma, sura (minuman yang memabukkan).
Bhakti yoga: Metode pemujaan Tuhan melalui cinta kasih dan
pengabdian.
Bhakta : Pengabdi, penganut jalan bhakti atau bhakti yoga.
Bhaksabhuwana: Orang yang suka membuat orang lain melarat.
Bhakti Yoga: Usaha untuk menghubungkan diri dengan sang Hyang
Widhi, Deva dan Bhatara dengan cara bersujud bakti, menyucikan
pikiran, mengagungkan kebesaran-Nya dan menghindarkan diri dari
perbuatan tercela.
Bhrunaha: Membunuh bayi yang masih dalam kandungan.
Brahmacari: Tidak berhubungan kelamin, masa belajar.
Brahman: Jiwa tertinggi, Tuhan.
Brahmavidya: Pengetahuan tentang Brahman (ketuhanan).
Brata: Janji diri, mengurangi kepentingan hidup di dunia.
Catur Purusha Artha: Empat tujuan hidup manusia Hindu.
Catur Yuga: Pembagian/perputaran jaman dalam Weda, yakni: Krta
Yuga, Traita Yuga, Dwapara Yuga, dan Kali Yuga.

372 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

Cudakarana: Upacara pencukuran rambut kepala dilakukan pada
tahun pertama atau ketiga.
Dāna: Derma, pemberian, hadiah, pembagian, pemurnian.
Dandasukam: Naraka bagi mereka yang menyiksa binatang seperti
ular beracun.
Daratikrama: Orang yang suka melakukan perkosaan disertai
pembunuhan.
Dharma: Hukum, kebiasaan, kealiman, kebajikan, aturan, kebenaran,
tugas, keadilan, menyangga, menjaga.
Dosajna: Keteguhan dalam pelaksanaan prinsip-prinsip dharma
Dvija: Yang lahir ke dua kali.
Garbhadhana: Menyucikan kegiatan penciptaan
Guna: Sifat, bakat, dan pembawaan seseorang.
Gunabhiksama: Jujur akan harta kepunyaan atasannya, selalu dapat
mengatasi segala kesukaran, tidak melibatkan diri pada pertentangan-
pertentangan yang timbul, seiring sehaluan dengan kehendak umum
dunia berbahagia, jika melakukan kebajikan.
Isvarapranidhana: Bhakti kepada Tuhan.
Jagadhita: kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia.
Jatakarma: Upacara kelahiran si anak.
Jnana: Pengetahuan.
Jnana-maya: Tingkatan mental atau kejiwaan, kesadaran atau
kesadaran yang terserap dalam memikirkan, merasakan dan
berkehendak.
Jnana Yoga: Usaha untuk menghubungkan diri dengan Sang Hyang
Widhi, Deva dan Bhatara melalui kebijaksanaan filsafat.
Kalasutra: Naraka ini sangat panas dan mengerikan. Mereka yang
menerima hukuman ini adalah mereka yang tidak respek kepada ibu,
bapak, dan orang yang lebih tua serta sejenisnya.
Karma: Perbuatan.
Karma Yoga: Usaha untuk menghubungkan diri dengan Sang
HyangWidhi, Deva dan Bhatara melalui kebajikan dan keikhlasan
untuk melakukan kerja demi terwujudnya Jagadhita dan Moksa.

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 373
dalam Slokantara

Karnawedha: Upacara pelubangan daun telinga dilakukan pada tahun
ke-5 atau ke-7 atau pada akhir tahun pertama dengan pelaksanaan
Cudakarana.
Karuna: Cinta dan sayang pada sesama manusia.
Karuni: Cinta kepada segala makhluk hidup.
Kerti: Bijaksana.
Kimburu: Orang yang menipu kepunyaan orang jujur.
Kleda: Suka menunda-nunda, pikiran buntu, dan tidak mengerti apa
sebenarnya maksud-maksud orang lain.
Krmibhojanam: Neraka bagi brahmana yang rusak akhlaknya, yang
menikmati makanan tanpa mempersembahkannya terlebih dahulu
kepada Tuhan dan kepada para tamu.
Krodha : Kemarahan.
Krtaraja-hita: Sikap Tidak segan-segan mengalah (kalau merasa salah)
dan memahami benar isi kitab hukum Kutaramanawa dan lain-lainnya.
Ksarakardānam: Neraka bagi orang yang angkuh dan menghina orang
suci.
Kuhaka: Orang pemarah selalu mencari-cari kesalahan orang
lain, berkata, asal berkata dan sangat keras kepala.
Kumbhipakam : Naraka bagi mereka yang melakukan pembunuhan
dan memakan burung-burung dan binatang-binatang.
Kunyacora: Mencuri atau melarikan dengan paksa seorang gadis
perawan.
Kutila: Menyakiti orang lain, menyiksa, menyakiti orang miskin dan
malang, pemabuk, dan penipu.
Lalabhaksam: Naraka bagi orang-orang yang tidak mampu
mengendalikan nafsu. Laki-laki yang sangat bernafsu yang meminta
istrinya untuk meminum spermanya.
Leja: Pikiran selalu diliputi kegelapan (tamasika) bernafsu besar. Ingin
segala dan gembira jika melakukan kejahatan.
Mahapataka: Dosa besar.
Maharauravam: Naraka ini juga penuh dengan ular ruru, hanya
jenisnya lebih buas. Mereka yang rakus terhadap warisan, mengambil

374 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

bukan warisnya dan berusaha menguasai milik atau kekayaan orang
lain.
Maitri: Berkata sopan dan tidak menyakiti hati orang lain.
Megata: Orang yang berperilaku tidak terpuji, jahat.
Metraya: Orang yang hanya dapat berkata kasar, suka menyakiti dan
menyiksa orang lain, sombong pada diri sendiri.
Moksa: Kebebasan, kelepasan, bersatunya Atman dan Brahman.
Mudita: Selalu berbahagia, gembira dalam hati, puas pikiran, dan selalu
menuruti petunjuk melakukan kewajiban.
Namakarana: Upacara pemberian nama.
Naraka:Alampenderitaan,tempatpenyiksaanbagirohyangmelakukan
karma buruk di alam baka.
Nawawidha Bhakti: Sembilan bentuk bhakti kepada Sang Hyang Visnu,
yaitu:
(1). Sravanam, (2). Kirtanam, (3). Smaranam,
(4). Pada Sevanam, (5). Arcanam, (6). Vandānam,
(7) Dasyam, (8). Sakhyam, (9). Atma Nivedānam.
Pataka: Perbuatan dosa.
Paramatma: Roh yang utama.
Paramartha: Pengetahuan yang paling tinggi.
Paryavartanakam: Naraka bagi seseorang yang menolak tawaran
makan ketika saatnya makan dan melakukan kekejaman.
Prana-maya: Kesadaran memiliki kehidupan (memiliki daya
hidup, yaitu prana), atau kesadaran yang terserap hanya dalam
memelihara keberadaan badan seseorang.
Pranodham: Naraka bagi brahmana yang memelihara anjing, keledai
dan binatang yang kotor dan secara terus menerus berburu dan
membunuh binatang untuk menyambung hidup.
Prthvi: Tanah.
Pumsawana: Upacara yang dilakukan pada bulan ketiga bayi dalam
kandungan.
Punarbhawa: Reinkarnasi, kelahiran kembali, tumimbal lahir.
Purusaghna: Membunuhorang lain.

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 375
dalam Slokantara

Puyodakam: Naraka bagi brahmana dan yang lain yang melakukan
hubungan seks dengan wanita murahan, yang melanggar hukum.
Raga-stri: Suka memperkosa perempuan.
Rajapisuna: Mengadu domba, memfitnah.
Raja Yoga: Usaha untuk menghubungkan diri dengan Sang Hyang
Widhi, Deva dan Bhatara melalui Tapa, Yoga dan Semadhi.
Raksobhaksam: Naraka bagi pemakan daging.
Rauravana: Naraka bagi mereka yang melakukan penyiksaan terhadap
makhluk lain.
Sadacara: Teguh dalam perbuatan-perbuatan yang benar.
Sadhu: Orang suci.
Sadhuniraga: Jujur terhadap wanita, dan tidak menyakiti sesama
manusia
Salmali: Naraka bagi mereka baik laki-laki maupun perempuan yang
berzina.
Salokya: Kebebasan yang dapat dicapai oleh Atman di mana Atman itu
sendiri telah berada dalam posisi dan kesadaran yang sama dengan
Tuhan.
Samawartana: Upacara yang menandakan sebagai berakhirnya
kehidupan sebagai pelajar, atau brahmacarya.
Samipya: Kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang semasa
hidupnya di dunia ini.
Sangsarga: Pergaulan, perkumpulan.
Sanmanta: Keinginan untuk senantiasa berbuat kebajikan
Santa: Tidak pernah berbohong
Santosa: Rasa puas diri.
Sarameyasanam: Naraka bagi pelanggar ketertiban masyarakat, seperti
melakukan pembakaran rumah, meracun, melakukan pembantaian
masal, meruntuhkan negara.
Sarupya: Kebebasan yang didapat oleh seseorang di dunia ini, karena
kelahirannya, di mana kedudukan Atman merupakan pancaran dari
kemahakuasaan Tuhan seperti halnya Sri Rama, Buddha, dan Sri
Kresna.
Sastraghna: Orang yang suka membunuh.

376 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

Satguru: Guru yang telah mampu merealisasikan kebenaran sejati
sebagai penuntun.
Satyam: Kebenaran, kejujuran.
Satyam wada: Berkata yang benar.
Sauca: Suci lahir bathin.
Sayujya: Kebebasan yang tertinggi, di mana Atman telah dapat bersatu
dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Sila: Kebiasaan atau tingkah laku yang baik dari orang yang menghayati
dan mengajarkan Weda.
Simantonayana: Upacara yang dilaksanakan pada saat kandungan
berumur tujuh bulan.
Siwam: Kebijaksanaan.
Ślokāntara: Untaian sloka-sloka.
Stula Sarira: Elemen material yang menyusun badan material.
Sucimukham: Naraka bagi orang yang angkuh dan pelit dan tidak
mau menyimpan uangnya walaupun untuk keperluan yang paling
sederhana dalam hidup. Mereka yang meminjam uang dan tidak
bersedia mengembalikannya.
Sukaramukha: Naraka bagi pemimpin pemerintah (pejabat)
yang  melalaikan tugasnya dan menindas rakyatnya dengan tidak
menegakkan hukum.
Suksma Sarira : Badan material halus, badan astral yang tersusun dari
tiga elemen, yaitu pikiran, kecerdasan, dan ego.
Sulaprotam: Naraka bagi pembunuh orang yang tidak berdosa,
dengan jalan menipu atau berkhianat, dengan tombak, seperti tombak
berujung tiga yang tajam.
Sundaram: Keindahan.
Suputra: Putra utama, anak yang baik.
Suralaksana: Tidak mengenal rasa takut, selalu cepat dan tidak lamban
dalam bertindak.
Sura-pratyayana: Hormat dan setia pada atasan, tidak pernah mundur
dari medan perang, tidak lari dari kesukaran, tetap waspada dalam
menjawab atasan.
Susila: Perilaku yang baik.

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 377
dalam Slokantara

Svarga: Sorga, alam Deva, kahyangan.
Swadhyaya: Belajar kitab-kitab suci, kitab-kitab sumber pengetahuan
suci sumber ajaran-ajaran agama yang menuntun orang hidup suci
dan tenteram (pengetahuan kerohanian).
Tejas: Api; sinar.
Tamisra: Naraka bagi mereka yang mencuri kekayaan milik orang lain
termasuk istri orang dan anak-anak orang lain.
Tandri: Orang yang malas, lemah, suka makan dan tidur saja, enggan
bekerja, tidak tulus, dan hanya ingin melakukan kejahatan.
Tapa: Pengendalian diri.
Taptamurti: Neraka bagi mereka yang merampas atau mencuri
emas, permata, perhiasan dan uang.
Tattwa: Hakekat atau kebenaran.
Tyagaprasanna: Tidak mengenal rasa lelah jika sedang melakukan
tugas yang dibebankan oleh atasannya.
Ulah rahayu: Melakukan kebajikan
Upanayana: Upacara kelahiran spiritual. Seorang anak di dekatkan
dengan seorang guru spiritual. Dimulainya kehidupan  brahmacari.
Upapataka: Dosa menengah.
Upeksa: Mengetahui mana yang baik atau mana yang buruk.
Vairagya: Ketidak-terikatan, penolakan, pelepasan ikatan.
Vajrakantakasali: Naraka bagi mereka yang melakukan hubungan
sekstidak normal seperti berhubungan dengan sapi atau binatang
lainnya.
Varna: Pembagian masyarakat berdasarkan guna (sifat, bakat,
dan pembawaan seseorang) dan karma (perbuatan atau pekerjaan).
Vatarodham: Naraka bagi mereka yang menyiksa binatang yang ada di
puncak-puncak gunung, di tengah-tengah hutan yang lebat, di lubang
pohon atau cabang kayu.
Vayu: Udara.
Vaitarani: Naraka bagi para raja, pemimpin pemerintahan atau pejabat
yang melanggar hukum dan ajaran agama (sastra) dan melakukan
zina.

378 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara

Vijnana-maya: Tingkat kehidupan intelektual dan memahami bahwa
dia bukan badan material ini tetapi roh atau jivatma, atau  kesadaran
dengan pengetahuan lengkap yaitu sadar bahwa sang diri sebagai hal
yang berbeda dengan material.
Visasanam: Naraka pelaku yajna dengan membunuh sapi untuk
memamerkan kekayaan dan kemashyuran.
Weda: Kitab suci Hindu yang berisi Pengetahuan kebenaran yang
diwahyukan Tuhan.
Widagdhaprasanna: Tidak termakan oleh ucapan-ucapan tidak benar
yang ditujukan kepadanya, dan tidak merasa marah atau sedih, selalu
bahagia dan tenang pikirannya.
Widyarambha: Mengajarkan aksara kepada si anak, yang juga dikenal
dengan nama Aksarabhyasa.
Wirotasadharana: Keberaniannya tidak ada bandingannya, tidak bisa
kalah dalam perdebatan dan selalu memegang keadilan hukum.
Wisuda: Orang yang suka meracuni orang lain.
Wiwaha: Upacara dimulainya kehidupan berumah tangga (Grhastha
asrama).
Wiweka Jnana: Pengetahuan diskriminatif (memilah tindakan yang
baik dan tidak baik ).
Yajna: Korban suci, persembahan.
Yajnopawita: Benang suci.
Yoga: Penyatuan, hubungan, kontak, meditasi (kepada Tuhan)
Yuga: Masa, zaman.

Nilai-nilai Pendidikan Hindu 379
dalam Slokantara

380 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara




Click to View FlipBook Version