ARTI
Sebagai seorang anak kecil, sebagai pemuda, dan sebagai
orang tua, setiap manusia itu akan memetik hasil segala
perbuatannya yang baik atau yang buruk di kelahiran yang
akan datang pada tingkat umur yang sama.
Perbuatan yang baik yang kita perbuat waktu kita masih kanan-
kanak akan kita nikmati juga hasilnya nanti jika kita jadi anak-
anak kembali. Tetapi jika berbuat jahat, buah kejahatan itu pun
akan kita terima nanti pada umur yang sama. Segala perbuatan
yang kita lakukan sewaktu muda, yang baik maupun yang buruk,
akan kita petik hasilnya nanti di kelahiran yang akan datang pada
umur yang sama. Juga segala perbuatan baik atau buruk yang kita
lakukan waktu kita berumur tua, akan kita terima buahnya nanti
pada waktu kita tua dikelahiran yang akan datang. Demikianlah
pengumpulan buah dari perbuatan kita yang baik atau yang jahat.
Pasti terpetik hasil perbuatan itu, tetapi di waktu kelahiran yang
akan datang. Oleh karena itu setiap orang harus berbuat kebaikan
dari kecil sampai tua. Dan nanti dalam kelahiran kembali, ia akan
menikmati buahnya dalam bentuk nasib yang baik dari kecil sampai
tua. Demikian kata kitab suci.
15. SLOKA 15 (41)
Na yajñadānam na tapo’ gnihotram, na brahmacarya na ca
satyawākyam, na sarwawedādhyayane wṛtam ca, prāptam
phala yattadānaihikasya.
Kalinganya, mapa ta hetunya, katĕkan wibhawa ikang ratu
mangkana, tan hilang tumuli kawiryanya, agöng panĕmunya lābha,
apan tan manghanāken yajña, tan paweh dāna ring śang paṇḍita,
tan hana tapanya, tan panghanākĕn agnihotra, tan brahmācārya,
tan satya sing ujarnya, tan angawruh ing sarwawedādhyayana,
tan pabrata, tan asih ing sang Brāhmana, ṛṣi śaiwa sogata, tathāpi
prāpta ng phala, agöng wiryanya tan kahanān surud, kunang
hetunya prāpta ng phala, göng tapabratanya ngūni, sangkanya
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 287
dalam Slokantara
mangguh lābha tan surud, hana pweka huwus hanti phala ning
tapabrata ngūni, mangke pwa yeki tan ingĕt ring marga ning
lābha, tan manghanākĕn yajña, tan paweh dāna ri sang paṇḍita,
yama ta yan paratra, magjanma ta ya ring hinajanma, tarpahingan
kingking ing pangjanmanya, lĕwih-lĕwih panĕmunya duḥkha,
pilih-pilih kamalan, salwir ing pagawenya hala duk ratu katĕmu,
ring pangjanmanya mangke, matangyan sang wibhuh haywa
tan prayatna, atutura juga sireng dharma rahayu, maran katĕmu
muwah wīrya nira, yeka iwĕh ning dadi wwang, kadyangga ning
wwang thāni masawah-sawah, tan pahingan lābha nika molih pari,
dadi kang tawun malih tan pasawah-sawah, ya ta nihan padanya,
ikang śarīrāngkĕna ng sawah, ikang kula yeka pawinihan, yan ikang
sawah bera, tan ginawe, hana karika tumuwuh parinya muwah, tan
mangkana rehnya, kewala ikang sawah katuwuhan sukĕt kayukayu,
mapa tan sinangguh sukĕt, pasamūhaning indriya tumuwuh, mapa
tang sinangguh kayu-kayu, göng ning lobha, moha, mada, māna,
mātsarya, hingsā, yeka ṣaḍwarga ngaran ika, lobha ngaranya harĕp
drĕwya ning len bisangkuhira, moha ngaranya barang amĕtĕng
tĕwasnya, mada ngaranya awuru dening kasugihan, māna ngaranya
tan hana kagöngan ing sama-sama, anglĕwihakĕn awak, mātsarya
ngaranya asĕnghit i sama-janma, hingsā ngaranya mamātimati,
hetu ning janma pāpa dening saḍripu, apituwi ikang janma kasyasih,
kagöngan sadripu, tan sipi denya tan kawĕs, amangguh pāpa, tan
ucapĕn ikang tiryak, mangkin kadurus, ling sang hyang aji.
ARTI
Bukan karena sedekah yang diberikan dalam upacara korban
sekarang ini, bukan tapa brata, bukan karena penyembahan
pada Deva Api (hotra), bukan karena kata-kata yang benar,
bukan karena janji untuk mempelajari semua kitab suci
Weda yang dilakukan sekarang ini, tetapi perbuatan baik,
kebajikan di waktu kehidupan sekarang ini.
Apakah sebabnya raja itu mendapat pengaruh demikian besar,
dan kekuasaannya tidak lekas sirna, keuntungan besar, walaupun
288 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
kini ia tidak menjalankan upacara yajna, tidak memberikan dāna
punya pada para pendeta, tidak menjalankan tapa brata atau
penyembahan pada Deva Api, pun tidak melakukan pantang istri, dan
juga tidak selalu jujur dalam kata-katanya, juga tidak mempelajari
semua kitab Suci Weda, tidak juga menjalankan puasa, dan tidak
cinta pada brahmana, rsi, pengikut-pengikut Siwa dan Buddha,
namun demikian ia juga menikmati pahala yang membahagiakan?
Ia sangat berkuasa dan tidak pernah dikalahkan di medan perang.
Apakah sebabnya ia menikmati kehidupan demikian sekarang? tidak
lain karena dahulu, di kelahirannya yang sudah-sudah ia berhasil
melakukan tapa, brata, dan puasa hingga ia terus berbahagia dalam
kelahiran sekarang ini.
16. SLOKA 16 (45)
Gawāśanānām sa girah sṛonoti, aham tu rājan munīnām
ṣṛṇomi, pratyakṣametad bhawatāpi dṛṣṭam samsargajā
doṣaguṇā bhawanti.
Kalinganya, yan hana wwang masangsarga lawan wwang nīca,
niyata nika katularan buddhi durjana nīca, mangkana yan
asangsarga lawan ikang wwang sādhu, katularan budhi sādhu,
dṛṣṭopamānyatah, kadyangga nikang atat rwang siki, mangaran si
Gāwākṣa, mwang si Girikā, ikang sasiki, inalap ing tuha buru, iningū
nika, ikang sasiki, inalap de sang paṇḍita, iningū nira, kathañcit
hana ta sira ratu maburu-buru, kasasar ta sira prihawak, kuwawa
marery umah ning tuha buru, kahanan ikang atat si Girikā, mojar
tĕkang atat ring sang prabhu, lingnya, ndah mah ta mah, siwak
kapālanya, mangkana ta wuwus nikang atat, karĕngö de sang
prabhu, alayū ta sira rumĕngö wuwusnya, ri wĕkasan ta sira,
kawawa mareng patapan sang paṇḍita, ri kahanan ikang atat si
Gāwākṣa, mojar ta ya, lingnya, dhūh bhāgya ta kita sang prabhu,
dingāryan ta rahadyan sangulun, kasĕpĕra ring patapan, arāryana
ta laki, alungguha ring widig añar, anginanga wwah ampiji, mwang
sĕrĕ hañar, apūh mĕntah, yapwan anghel rahadyan sanghulun,
madamwa śrī mahārāja, irikang walukan, mangkā ling nikang atat
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 289
dalam Slokantara
ri sira, kāścaryan ta manah nira sang prabhu, rumĕngwakĕn ujar
ikang atat, ri wĕkasan ta sang prabhu, matakwan ri sang paṇḍita,
irikang atat iningū nira, mojar ta sang paṇḍita, yan kawawa dening
sangsarga nika, sangkṣepa nika sang sādhujana, haywa sira tan
pamilihi sangsarga nira, ikang sayogyāmu wuhana guna ri sira,
haywa sira masangsarga lawan ikang wwang durjana, apan amawa
mareng kawah, ling sang hyang aji.
ARTI
Dia mendengarkan nasihat-nasihat orang pemakan daging
sapi, tetapi hamba, oh raja mendengarkan nasihat-nasihat
orang-orang suci. Dan dengan ini tuanku telah terang
mengetahui bahwa baik atau buruk sifat kelakuan manusia
itu ditentukan oleh pergaulannya.
Jika ada orang yang bergaul dengan orang yang berbudi rendah,
pasti dia akan dipengaruhi oleh kerendahan dan kejahatan budi
kawannya itu. Demikian juga jika kita bergaul dengan orang baik,
sudah pasti ia akan dipengaruhi budi baik mereka itu. Hal ini dapat
disamakan dengan cerita dua ekor burung beo bernama Gawaksa
dan Girika. Seekor dipelihara dan dilatih oleh seorang pemburu.
Yang lainnya dipelihara dan dilatih oleh seorang pendeta agung.
Suatu hari ada seorang raja yang sedang berburu dan tersesat
sendirian saja, hingga akhirnya baginda sampai ke rumah pemburu
itu, yang ditunggui oleh burung beo bernama Girika. Burung itu
berkata kepada raja, “Nah ini dia, ini dia datang, bunuh saja, potong
lehernya”. Demikianlah kata-kata burung ini yang menyebabkan
raja itu ketakutan dan lari dari tempat itu sehingga akhirnya
baginda sampai di pertapaan Sang Pendeta yang dijaga oleh
burung beo yang bernama Si Gawaksa. Burung itu berkata, “Kami
bahagia Tuanku, karena Tuanku telah sudi mampir ke pertapaan
ini. Beristirahatlah di sini, Tuanku. Silakan Tuanku duduk di tikar
baru itu. Maafkan sajian kami berupa buah pinang yang agak keras,
daun sirih muda, dan kapur mentah ini. Nampaknya Tuanku telah
berpayah-payah benar hingga sampai kemari. Silakan segarkan
290 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
badan Tuanku dengan istirahat di telaga permandian itu. Demikian
ucapan burung itu, sehingga baginda terperanjat mendengarnya.
Baginda lalu bertanya dengan sang pendeta tentang burung yang
dipelihara di asrama itu. Dan sang pendeta berkata bahwa burung
itu dipelihara dari kecil sampai besar dan dipengaruhi oleh keadaan
sehari-hari sang pendeta. Tegasnya orang-orang baik janganlah
lengah sehingga salah dalam mencari kawan pergaulan. Haruslah
diusahakan mencari kawan yang dengan pergaulan itu, dapat
mempertinggi pribadi sendiri. Jangan sekali-kali bergaul dengan
orang jahat karena pergaulan demikian akan membawa ke neraka.
Demikianlah kitab suci.
17. SLOKA 17 (2)
Tithau daśaguṇam dānam grahane śatamewa ca, kanyāgate
sahasrāṇi anantam yugāntakāle.
Kalinganya, yan purnama tilem, kāla sang sadhujana mangahanākĕn
puṇyadāna, tunggal mulih sapuluh ika de bhaṭāra, kunang yan
sandragrahana, sūryagrahana, kala sang sādhu mangahanākĕn
puṇyadāna, tunggal mulih sātus ika de bhaṭāra, kunang yan
kanyagatakāla, sang sādhu manghanakĕn punyadāna, tunggal
mulih sewu ika de bhaṭāra, kunang yan sĕdĕng ing yugantakāla sang
sādhu mangahanākĕn punyadāna ika, tunggal mulih tanpa hingan
ika de bhaṭāra, kengĕtakna de sang mangusir kapradhānan ika.
ARTI
Dāna yang diberikan di bulan purnama dan bulan mati itu
menyebabkan sepuluh kali kebaikan yang diterima, jika
waktu gerhana, membawa pahala seratus kali, jika di hari
suci sraddha menjadi seribu kali lipat, dan jika dilakukan di
akhir yuga, pahala kebaikan akan tidak terbatas.
Demikianlah, jika diwaktu bulan purnama dan bulan mati itu para
dermawan memberi sedekah balasannya akan diterima satu lawan
sepuluh. Jika diwaktu gerhana bulan dan gerhana matahari para
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 291
dalam Slokantara
dermawan memberi dāna akan dibalas seratus kali oleh Tuhan.
Jika dāna diberikan pada hari-hari pemujaan arwah leluhur maka
balasannya kepada para dermawan itu akan berlipat seribu. Kalau
diwaktu akhir yuga sang dermawan memberi dāna itu, maka dari
satu akan kembali dalam jumlah yang tak terhitung. Inilah yang
harus diingat oleh mereka yang ingin akan ketinggian jiwa hidupnya.
18. SLOKA 18 (3)
Samanabrāhmaṇo dānam dwiguṇam brahmabandhuṣu,
sahasraguṇitam wipre anantam Wedapārage.
Kalingnya, deya sang sādhu manganākĕn puṇyadāna, yan maweh
dāna ring samānyajanma, tan kadang sang Brāhmaṇa, tan ring
wwang paṇḍita, tan hana tapabratanya, yan pawehana puṇyadāna,
ikang tunggal mulih tunggal de bhaṭāra, kunang yan kadang sang
Brāhmaṇa, ikang wehana dāna de sang sādhujana, ikang dāna
tunggal muliha ta ya rwa, muwah yan sang Brāhmaṇa sira wineh
dāna de sang sādhujana, ikang tunggal mulih sewu de bhaṭāra,
kunang yan sang Brāhmaṇa Wedapāraga sira wineh dāna de sang
sādhujana, ikang dāna tunggal mulih tanpahingan ika de bhaṭāra,
Brāhmaṇa Wedapāraga ngaranira sang Brāhmaṇa wruh ring
Weda-astra paripūrṇa.
ARTI
Dāna kepada orang yang bukan brahmana membawakan kebaikan
yang jumlahnya sama dengan apa yang diberikan itu, kepada
brahmana, biasa akan membawakan dua kali lipat kebaikan,
kepada brahmana yang pandai membawakan seribu kali lipat,
dan kalau diberikan kepada pendeta yang pandai tentang Weda-
Weda sedalam-dalamnya akan membawa kebaikan yang tidak ada
batasnya.
Sudah merupakan kewajiban bagi orang saleh untuk memberikan
dāna yang suci. Jika dāna itu diberikan kepada orang kelahiran
biasa, yang tidak ada hubungannya dengan keluarga brahmana,
292 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
yang tidak menjadi pendeta dan yang tidak melakukan tapa dan
brata, kebaikan ini akan dikembalikan oleh Tuhan satu kali lipat
saja. Jika dāna ini diberikan kepada orang yang punya hubungan
dengan brahmana, orang yang saleh, mendapat kembali dua kali
lipat. Jika kepada seorang brahmana, orang dermawan ini berdāna,
Tuhan akan membalas kebajikannya seribu kali lipat. Dan jika
kepada pendeta yang pengetahuan Wedanya amat dalam dan luas,
maka Tuhan akan membalas dengan kebaikan yang tak terbatas
kepada si penderma itu. Seorang brahmana yang Wedaparaga
ialah pendeta yang tahu benar-benar isi Weda dengan mendalam
dan tepat.
19. SLOKA 19 (40)
Kiñcid yadyapi taddānam śraddhayā sahitam kṛtam,
mahāphalamawāpnoti nyagrodhāmkurabîjawat.
Kalinganya, ikang sang sādhujana, yan sira maweh puṇyadāna,
yadyapi akĕdika tuwi, paweh nira irikang dāna, magawe sukha ning
manah ikang dinānan, makakārana śuddha ning hati sang maweh
dāna, śuddha ngaranya hĕning, mamangguh ika phala magöng sang
maweh dāna, mapa ta pada nika, kadyangga ning wiji ning waringin
tunggal, mĕlĕjik ta ya wĕkasan, iningu pwa yenupadita, ri wekasan
sangśaya magöng, tĕhĕr pinakapanghöban ing wwang, wenang ta
yenungsiring janma kaniṣṭha-madhyamottama, mangkana tang
puṇyadāna yan akĕdik, yan dinuluran manah śuddha, magöng
phalanya de bhaṭāra.
ARTI
Walaupun dāna itu jumlahnya kecil dan tidak berarti, tetapi
jika diberikan dengan hati suci, akan membawa kebaikan
yang tidak terkira sebagai halnya sebuah biji pohon beringin.
Meskipun dāna yang diberikan oleh seorang saleh itu kecil, pasti
akan menimbulkan kebahagiaan dihati penerima, jika dāna ini
disertai oleh ketulusan hati si penderma, maka hasil yang diterima
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 293
dalam Slokantara
oleh si penderma itu akan tidak terkira besarnya. Ini dapat
diumpamakan dengan sebutir beringin, yang jika sekali tumbuh,
dirawat dan dipupuk dengan baik, akhirnya akan bertambah besar.
Dan ini akan merupakan tempat berteduh bagi semua orang yang
datang mencari perlindungan, baik mereka itu kelahiran rendah,
menengah, atau tinggi. Demikianlah jika dāna kecil itu diberikan
dengan hati suci, Tuhan akan membalas dengan kebaikan yang tak
ada taranya.
20. SLOKA 20 (5)
Anantadānam dattam wai dātṛnām rosamisritam,
tṛṇasanipātohyagneh sadhana niyatam bhasma.
Kalinganya, hana pwekang dāna, tanpahingan ika göng ing
pawewehnya ring sang paṇḍita, sakweh sang Brāhmaṇa winehnya
dāna, salwir ing dāna mūlya, ndan ta ya de ny aweh, kaworan ta ya
buddhiroṣa, roṣa ngaranya gĕlĕng ambĕk amangkĕl sĕrĕngĕn angrĕs
asĕnghit agalak, irikang winehnya dāna, kumrut alisnya, tan tuhu
puṇya ngaran ika ri denyāngheman, lwang i drĕwyanya, lingnya
harah malawas drĕwya tan mulih muwah ri kami, ikang dāna yan
mangkana, dāna-bhagna ngaranya, ndātan pakāryā yaśa dāna
dinamĕlṅya, mapa ta pada ning dāna yan mangkana, kadyangga
ning dukut aking sagunung, katibān ta ya apuy sakukunang, ri
wĕkasan murub ikang sukĕt aking sagunung, bhasmîbhūta tan
paśesa mangkana ikang dāna sagunung, hilang atha ya de ning
sĕrĕngĕn sakukunang, sangṣkepanya, para hilang ikang dāna, yan
kaworan buddhikrodha, matangyan haywa kaworan hala ikang
ambĕk, yan mahyun gumawayakna puṇyadāna.
ARTI
Walaupun seandainya dāna itu berjumlah amat besar tetapi
diberikan dengan hati marah akhirnya tidak berbeda dengan
abu dari setumpuk ilalang dibakar oleh api yang kecil saja.
Walaupun seandainya dāna itu berjumlah amat besar tetap
diberikan dengan hati marah akhirnya tidak berbeda dengan abu
294 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
dari setumpuk ilalang dibakar oleh api yang kecil saja. Kalau dāna itu
diberikan kepada seorang pendeta, walau betapa besar jumlahnya
dan dāna itu diberikan kepada banyak brahmana sekalipun,
walaupun dalam bentuk-bentuk benda yang amat berharga, tetapi
jika diberikan dengan muka masam dan ening berkerut, maka
dāna yang diberikan itu tidak ada artinya sama sekali. Ini sebabnya
karena hati si pemberi itu menjadi sedih berpisah dengan harta
bendanya. “Ah harta bendaku yang kini kuberikan ini lamalah baru
aku akan dapati kembali”. Pemberian begini bernama dānabhagana
(pemberian dibuang percuma). Dāna begini tidak akan membawa
kemasyuran dan nama pada si pemberi dāna itu.
Dāna begini dapat diandaikan sebagai setumpuk ilalang yang
dijatuhi api sebesar kunang-kunang, api ini akan membakar hangus
tumpukan ilalang yang menggunung itu. Semuanya akan menjadi
abu. Tidak ada ketinggalan apa-apa lagi. Demikian jugalah halnya
dengan pemberian yang menggunung jumlahnya, akan sirna tak
bermakna jika dipercikkan oleh perasaan kemarahan sedikit pun.
Pendeknya, dāna yang dicampuri oleh perasaan marah itu akan
percuma saja. Oleh karena itu bagi mereka yang ingin mendermakan
dāna suci, harus membersihkan hatinya dulu dari segala perasaan
yang tidak baik atau kotor.
21. SLOKA 21 (67)
Anandānam kaniṣṭam ca dhanadānam ca madhyamam,
uttamam kanyānam ca widyādānamanantakam.
Ikang aweh sĕkul, kaniṣṭhadāna ngaranya; ikang wwang adāna
mās manik, madhyama-dāna ngaranya. Muwah ikang wwang
aweh kanyā, uttamadāna ngaranya. Muwah ikang wwang amarah
marahi dharma aji śastrāgama, manuduhakĕn hala hayu ning ulah,
anantadāna ngaranya, tan pahingan phala nika, ling sang hyang
Āgamawidhi.
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 295
dalam Slokantara
ARTI
Pemberian berupa makanan itu mutunya terkecil, pemberian
berupa uang mutunya menengah dan pemberian berupa
gadis itulah yang dianggap tertinggi. Tetapi di samping itu
pemberian berupa ilmu pengetahuan itu mengatasi semuanya
dan membawakan kebaikan besar.
Seseorang memberikan nasi, pemberian ini dianggap terkecil. Ada
orang memberikan emas dan batu permata, ini dianggap pemberian
tingkat menengah. Ada lagi orang yang memberikan gadis guna
dikawini. Ini dianggap pemberian yang tertinggi.
Tetapi jika ada orang yang memberikan pelajaran dharma dan inti
sari kitab-kitab suci, serta memberitahukan mana tindakan yang
jahat dan mana yang baik, dianggap pemberian yang tak terbatas
tingginya. Pahalanya tak terbatas juga.
Demikian kitab suci.
22. SLOKA 22 (48)
Rājawat pañca warśeṣu daśa warśeṣu dāsawat, Mitrawat
ṣodaśawarṣa ityetat ptraśāsanam.
Kalinganya, dening anibākna wara-warah ring anak, yan lima ng
tahun tuwuhnya, kadi dening angiring anak sang prabhu dening
anibākĕn warah iriya, matuha pwa ya ikang swaputra, katĕka ring
sadaśa tahun tuwuhnya, irika ta yan warah hulun dening anibākĕn
wara-warah iriya, kunang yan atuha ikang anak, katĕka ring
nĕmbĕlas tahun tuwuhnya, ika ta yan kadi dening amarah-marah
ing mitra dening anibākĕn warah-warah iriya, mangkana krama
ning marah-marah putra, ling sang hyang aji.
ARTI
Sampai umur lima tahun, orang tua harus memperlakukan
anaknya sebagai raja, dalam sepuluh tahun berikutnya
sebagai pelayan dan setelah umur enam belas tahun ke atas
harus diperlakukan sebagai kawan.
296 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
Perlakuan orang tua terhadap anak-anaknya ialah sebagai berikut:
selama lima tahun dari bayi ia harus diperlakukan sebagai raja.
Ketika sampai anak itu bertambah umur sepuluh tahun lagi ia harus
dilatih sebagai pelayan. Dan jika setelah anak itu berumur enam
belas ia harus diperlakukan sebagai kawan terhadap kawan. Inilah
cara mendidik anak.
Demikian ketentuan dalam kitab suci.
23. SLOKA 23 (49)
Lālanād bahawo doṣāstādanād bahawo guṇāḥ, tasmāt putreṣu
śiṣyaṣu tādānam na tu lālanam.
Kalinganya, ikang putra yan lālana, tuhun ika tan pinihĕran, tan
warung mamangguh doṣa, kunang ikang putra yan tināḍan, tuhun
ika yan sinakitan ing warah-warah, tanwurung ika mamangguh
guṇa, matangyan ikang putra mwang śiṣya tādāna nika, maran
agöng guṇanya, haywa wineh lālana ling ning aji.
ARTI
Banyak ketidakbaikan dan banyak pula kebaikan-kebaikan
memarahi anak. Jadi yang perlu dilakukan terhadap anak atau
murid, ialah hukuman di mana perlu dan bukan kemanjaan.
Jika anak itu selalu dimanjakan dan tidak pernah dilarang dalam
hal apa pun, akhirnya akan biasa pada apa yang salah. Jika anak itu
dipukul dan dihukum sebagai bagian dari pendidikannya, pasti ia
akan menjadi orang baik. Oleh karena itu seorang anak dan murid
itu harus dihukum (di mana perlu) guna mencapai ketinggian
pribadinya. Jangan ditunjukkan rasa sayang yang berlebihan
terhadapnya.
Inilah nasihat kitab-kitab ajaran (sastra).
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 297
dalam Slokantara
24. SLOKA 24 (52)
Śarwarīdīpakaścandraḥ prabhāte rawidīpakaḥ, trailokye
dīpako dharmaḥ suputeraḥ kuladīpakah.
Kalinganya, yan ing wĕngi sang hyang candra sira pinaka damar,
Yan ring rahina sang hyang rawi pinaka damar. Yan ing triloka
sang hyang dharma pinaka damar. Kunan yan ing kula, ikang anak
suputra punika damar, ling ning aji.
ARTI
Bulan itu lampunya malam, surya itu lampu dunia di siang
hari, dharma ialah lampu ketiga dunia ini, dan putera yang
baik itu cahaya keluarga.
Waktu malam, bulanlah sebagai lampunya, di siang hari mataharilah
lampunya, di ketiga dunia ini dharmalah sebgai lampunya; dan
dalam suatu keluarga, putera yang baik itulah cahayanya.
Demikian kata kitab suci.
25. SLOKA 25 (51)
Paro’pi hitāwām bandhurbandurapyahitaḥ paraḥ, ahito
dehajo wyādhir hitamāranyamauṣadham.
Kalinganya, ikang wwang, lyan apituwi, yan marah-marah sukha
ning śarīra, yeka kadang ngaranya, ikang kadang apituwi yan tan
aweh sukha ning śarīra, nityaśah manglarani, yeka wwang len
ngaranya, hana pwekang wyādhi umunggw ing awak, aharĕp ta
ya mamātyanana, yeka śatru ngaranya, kunang ikang auṣadha,
maweh sukha mamarasakĕn ing awak, umunggw ing alas apituwi,
tathāpinya winulatan pinet winulik, syapa tinon ta mangkana,
nihan ika Sang Sugrīwa, kalaran ika dening sānak ira, makangaran
Subāli, kunang ika Sang Rāma Laksmana, wwang len apituwi sira,
tathāpinyan pinet nika sira, ri tĕngah nikang alas, pinakosadha ning
lara Sang Sugrīwa, mangkana pada ning sānak bandhuwarga, yan
ahyun amatyanana ring awak, mawās śatru ngaranya, wwang lyan
298 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
tuwi, yan manghuripa ng śarīra, prasiddha kadang sānak ngaranya,
ling ning sang hyang aji.
ARTI
Walau orang lain tetapi bermaksud baik adalah keluarga.
Walau keluarga tetapi kalua bermaksud jahat adalah orang
lain. Sebagai halnya penyakit, walaupun timbul dari diri
sendiri tidaklah menyenangkan, sedangkan daun obat-
obatan walaupun dari hutan asalnya, sangatlah berharga.
Maksudnya, walaupun seseorang itu adalah orang asing bagi kita,
tetapi jika ia selalu membahagiakan kita, ia dapat dianggap sebagai
keluarga. Sebaliknya, walaupun ia itu masih keluarga, tetapi
selalu menyakiti kita dan tidak pernah memberi kelegaan hati,
ia dapat dianggap sebagai orang asing. Sebagai halnya penyakit
yang meskipun berasal dari diri sendiri tetapi ternyata sangat
membahayakan kita, anggaplah ia musuh. Di samping itu obat-
obatan yang bisa meringankan dan malah menyembuhkan penyakit
itu, walaupun ia berasal dari hutan belantara, obat itu harus dicari,
dipilih, dan dibawa pulang. Adakah yang menyamai perihal ini?
Ada, yaitu sebagai Sugriwa yang menderita serangan saudaranya
bernama Subali, tetapi Rama dan Laksamana yang masih asing itu
malah dicarinya di tengah hutan yang dapat diandaikan sebagai
obat untuk menghilangkan penderitaan yang dialami Sugriwa.
Demikianlah, walaupun saudara ataupun keluarga sendiri yang
bermaksud membunuh kita, dengan tegas dapat dianggap musuh;
sedangkan mereka yang masih asing tetapi bila menyelamatkan
kita, dapatlah dianggap keluarga dan saudara.
Demikian ucapan pustaka suci.
26. SLOKA 26 (50)
Kanyādānam ṛṇacchede dharmadāne dhanājane,
śatruwidyāgnirogeṣu kālakṣepam na kārayet.
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 299
dalam Slokantara
Kalinganya, ikang tan yogya suwena: kawehan ing kanyā, kapĕgatan
ing utang, kawehan ing dharma, kapetan ing mās, kahilangan ing
śatru, kapetan ing widyā, kapadĕman ing apuy, kawarasan ing roga.
Ika tatan kālakṣepa kagawyanya kabeh, ling ning aji.
ARTI
Jangan menunda perkawinan anak puteri, jangan tunda
waktu untuk membayar hutang, untuk membayar dāna,
untuk mengumpulkan uang, untuk menangkis musuh, guna
mengejar ilmu, untuk memadamkan kebakaran, dan akhirnya
jangan tunda waktu untuk mengobati penyakit.
Tidak sepantasnya untuk menunda perkawinan anak puteri, untuk
membayar hutang, memberi derma, mencari emas kekayaan,
menghancurkan musuh, mengejar ilmu pengetahuan, untuk
memadamkan api, segala yang disebut itu hendaknya jangan sampai
tertunda. Seseorang itu harus berusaha keras untuk melaksanakan
itu tanpa penundaan.
27. SLOKA 27 (53)
Ekorasasamutpannā ekanakṣatrakānwittāh, na bhawanti
samācārā yathā badarakaṇṭakaḥ.
Kalinganya, ikang anak ngaran ika, yadyan parĕng amĕtu sangkeng
garbhawasa tuwi, tunggala ngaran ika, de sang bapa mwang ibu,
pada ta rakwa sodara ika kabeh, pada dinanya mwang nakṣatranyan
duk mĕtu, tathāpinya tan pada buddhi nika salah-siki, kadyangga
ning rwi nikang badara sawit, hanābĕnĕr, hana n wilut, ya ta pada
ning buddhi nikang wwang pinak-ānak, ling sang hyang aji.
ARTI
Lahir dari perut ibu yang sama dan di waktu yang sama, tetapi
kelakuannya tidak akan sama. Manusia satu berlainan dengan
manusia lainnya, sebagai berbedanya duri belatung yang satu
dengan lainnya.
300 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
Anak-anak walaupun lahir bersama-sama dari rahim ibunya,
walaupun mereka itu diberi nama yang sama oleh orang tua
mereka, dikenal sebagai anak kembar yang lahir dalam hari yang
sama dan di bawah perbintangan yang sama, tetapi merek tidak
mempunyai pikiran yang sama sebagai halnya dari buah nangka,
ada yang lurus ada yang bengkok. Demikianlah sifat orang-orang
yang berasal sama.
Demikian kata kitab suci.
28. SLOKA 28 (24)
Rūpayauwanasampannā wiśālakulasambhawāḥ, widyāhīnā
na śobhante nirgandhā iwa kiśukāḥ.
Kalinganya, hana pwekang wwang atyanta pinĕnuhan ing rūpa
lituhayu, mwang wayahnya yowana, lawan ika yinogyakĕn dening
göng ika kulaniriya, ndan tĕka hina ring sarwa-śāstra, tan hana aji
kawruhnya saśabdaśāstra, kunang ikang wwang mangkana, tan
ahalĕp ika ri madhya ning sabhā, paran ika padanya, kadyangga
ning kĕmbang pālaśa, abhrā dinĕlö sakeng doh, kunang yan
inambung tan pangandha, nahan ika papaḍanya.
ARTI
Orang yang berparas tampan dan muda serta keturunan
keluarga bangsawan, tetapi jika tanpa pengetahuan, air
mukanya akan suram tanpa cahaya. Mereka itu dapat
diandaikan sebagai bunga sepatu (indah dipandang dari
luar), tanpa bau harum sedikit pun.
Jika ada orang yang dianugerahi kecantikan muka yang luar biasa
dan masih remaja serta ditambah dengan keturunan bangsawannya,
tetapi jika ia tidak tahu sama sekali tentang ilmu, buku-buku suci,
bahasa dan tatanya (sabdasastra) orang yang demikian tidak akan
nampak cahayanya di dalam persidangan. Ia dapat diandaikan
sebagai bunga sepatu, merah, dan agung nampaknya tetapi tanpa
bau harum sama sekali.
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 301
dalam Slokantara
29. SLOKA 29 (63)
Śatrantadāpīwa waśānprakāśāt, muḍhasya santoṣa ewam
latabhaḥ, sa kaṭore kumbha matonyawetti, dījñānadipāh
kutah ewa dṛṣṭaḥ.
Kalinganya, atyanta padang ing jñāna nira sang paṇḍita, tĕkap
i göng nikang aji śāstrāgama ri hati nira mahāprabhāwa, iwa
paḍanya nihan, kadyangga ning damar umunggw ing kuwung ing
kumbha paḍanya, dumilah ring jro, tan katon ri heng, tathāpinyan
katinghalan, hana mātra kukusnya ring jaba umijil panĕngran iriya,
mangkana tĕka sang wruh ing śāstra , hana matra mijil ing śloka
nirān makara-kara katon ing loka, yeka pangawruh ira yan apaḍang
i jro, kunang ikang wwang mūdha, kadyangga ning lunggah ning
latā, yan kapanasan, kamĕrut mungkĕrĕd katrĕk, ndatan pasĕmi,
kewala santoṣa, sangkṣepa ning jñāna sang widwān kadi damar,
takwanakna ring sang wruh ri kalingan ing jñāna mahāwiśeṣa,
tĕmĕn-tĕmĕn ling sang hyang aji.
ARTI
Ilmu itu bersinar di wajahnya orang bijaksana. Orang
bodoh itu sebagai tumbuhan menjalar, ilmu itu bagai orang
bijaksana, tersimpan dalam hati, sebagai lampu dalam periuk,
merupakan obor kehidupannya.
Keagungan ajaran pustaka-pustaka suci di dalam hati sanubarinya
memberikan pengaruh yang luar biasa. Tidak bedanya sebagai
lampu yang diletakkan di dalam sebuah periuk yang kosong.
Cahaya lampu itu bersiar di dalam dan tidak kelihatan dari luar.
Namun adanya lampu di dalam periuk itu diketahui dengan
adanya asap yang keluar dari sana. Demikian keadaan orang yang
bercahaya karena sinarnya pengetahuan suci dari pustaka-pustaka
suci. Hanya syair-syair pujaan yang tercetus keluar dan sinar
gemilangnya dilihat oleh masyarakat dunia. Kebijaksanaannya
bersinar cemerlang di dalam dirinya. Orang yang tidak berilmu itu
diandaikan sebagai tumbuhan menjalar, kalau kena sinar matahari
302 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
menjadi layu, mengerut dan kering serta tidak mungkin tumbuh
lagi. Dan sayangnya, orang bodoh itu merasa bahagia dan puas di
alam kebodohannya. Tegasnya pengetahuan seseorang itu sebagai
lampu, sebagai obor dalam hidupnya. Dan dari padanya kita akan
mendapat untaian-untaian kata bermutu yang merupakan inti sari
segala ilmu. Kitab suci membenarkan keadaan ini.
30. SLOKA 30 (57)
Hiñsā balamanāryāṇām kṣamā guṇawatām balam, rājñām
daṇḍawidhirbalam śūśrūṣā hi balam strīṇām.
Kalinganya, ikang wwang durjana pinakaśaktinya, amatyani ring
paḍanya janma, kunang sang wwang agöng guṇa nira, kopaśaman
pinakaśakti nira, kopaśaman ngaranya asih ri sama-sama nira
mānusa, yadyan ing sattwa tuwi, kinawĕlasan de nira, yan hana
laranya, mangkana sira sang ratu, ḍaṇḍawidhi pinakaśakti nira,
ḍaṇḍawidhi ngaranya ikang andoṣani sangkeng āgamaśāstrādi,
kunang ika śakti ning strī, si kaśuśrūṣān pinakaśaktinya, kaśuśrūṣān
ngaranya satya malaki, anūt sabuḍdhi ning swāmī, mangkana ling
sang hyang aji.
ARTI
Kekuatan penjahat adalah dalam membunuh sesama
manusia. Pengampunan ialah kekuatan seorang bijaksana,
hukuman ialah kekuatan seorang raja. Dalam meladenilah
letak kekuatan seorang istri.
Kekuatan seorang penjahat itu terletak pada kekejamannya
menghabisi jiwa sesama hidupnya. Kekuatan orang berbudi dan
saleh terletak pada “upasama”. Upasama berarti kasih sayang pada
segala makhluk. Walaupun terhadap binatang, ia akan menyatakan
belas kasihannya jika binatang itu dalam penderitaan atau
kesakitan. Demikian juga, kekuatan seorang raja itu terletak dalam
dandawidhi yang berarti menghukum setia orang yang bersalah
menurut kitab hukum agama. Kekuatan seorang perempuan atau
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 303
dalam Slokantara
istri itu ialah dalam “susrusa”. Susrusa artinya setia kepada suami
dan mengerti serta menuruti segala maksudnya. Demikian bunyi
kitab suci.
31. SLOKA 31 (9)
Anabhyāse wiṣam śāstramajīrṇe bhojanam wiṣam,
darisrawyam wiṣam goṣṭhī wṛddhasya taruṇī wiṣam.
Kalinganya, ikang wwang angabhyāsa śāstra, yan harĕp tan parep,
dadi wiṣa ikang śāstra ring wwang mangkana, mangkana ikang
wwang amangan, yan tan jirna ring wĕtĕng, tuwin harĕp tan parĕp,
dadi wisa yan mangkana, kunang ikang wwang darida, asing inucap
de nika pinakawisa, apan sawuwus ing janma kasyasih, dinalih
harĕp dening sugih, ling ning aji.
ARTI
Pengetahuan yang tidak dipergunakan itu racun, makanan
itu menjadi racun karena pencernaan yang tidak baik,
perdebatan itu ialah racun bagi orang miskin. Dan racun bagi
seorang suami tua ialah istri muda dan ayu.
Bagi orang bebal yang dipaksa untuk mempelajari kitab suci
(mengejar ilmu) itu, walau dia suka atau tidak, pengetahuan itu
merupakan racun baginya. Orang yang makan ketika pencernaan
perutnya tidak beres, makanan itu menjadi racun baginya. Dalam
gedung permusyawaratan, apa saja yang dikatakan oleh orang
miskin itu menjadi racun baginya, karena kata-katanya itu mereka
anggap sebagai kata-kata pengemis. Bagi suami tua, istri muda ayu
adalah merupakan racun.
Demikianlah ujar-ujar kitab suci.
32. SLOKA 32 (8)
Urage’ pi wiṣam dante cite mūrkhawiṣam matam, ahite
wandānam wiṣam nārīṣu kuṭilā gatiḥ.
304 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
Kalinganya, ikang ulā ring huntunya unggwan ing wisa nika,
mangkana ikang durjana mūrkha, ring cittanya unggwan ing
wiṣanya, kunang ikang wwang tan rowang ing enak, amatyani
pinakawiṣanya, muwah ikang strī, canggih ring lakinya, unggwan
ing wiṣa nika, mangkana ling ning aji.
ARTI
Racun ular itu terletak di giginya, racun seorang yang dungu
terletak pada pikirannya, racun orang yang Namanya sudah
jatuh serendah-rendahnya ialah jika kita memberi hormat
kepadanya, dan racun wanita itu ialah dalam kelakuannya
yang serong.
Letaknya racun ular itu ialah pada giginya. Letak racun orang
yang jahat dan dungu itu ialah dalam hatinya. Racun orang yang
namanya telah jatuh itu terletak dalam keganasannya membunuh
sesama manusia. Dan letak racun wanita atau istri itu ialah dalam
tingkah lakunya yang serong menyakiti hati suami.
33. SLOKA 33 (74)
Dhanam wibhūṣaṇam loke murkasye wimalam dhanam,
dhanam swargasnya sopānam dhanam durgatiwāraṇam.
Kalinganya, ikang mās penakadrĕwya ning sugih, kinārya bhūṣāna
donya ring loka, muwah ikang mās, akārya bungah ing wadāna
phalanya, kunang yang pinakasādhana ning swarga sopāna,
dānākna ring sang brāhmaṇa Wedapāraga, muwah ring sang
paṇḍita, adulurana sukha-citta, rahayu ning budhi, yapwan ikang
mās tan linwang maring dharma, tan han mās tumūta paratra
ring sang sumimpĕn irika, pilih-pilih ikang mās pinakahawan
ing kapatin, pilih-pilih mārga ning kalĕbu ring kawah, yang salah
dening matingkah yeka hetu sang paṇḍita tan aharĕp sira unggwan
ing mās, kewala sang hyang dharma pinakamās-manik ira, lanā
sinimpĕn ing hati, adyāpi tĕka ring kapatinira, ling sang hyang aji.
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 305
dalam Slokantara
ARTI
Di dunia ini kekayaan itu sebagai perhiasan hidup, yang dapat
memberikan cahaya air muka kita. Ini dapat dipakai sebagai
tangga menuju sorga. Ini dapat menghilangkan kesusahan.
Emas yang oleh orang kaya dianggap miliknya, emas itu sama
dengan perhiasan bagi rakyat. Lagi pula emas kekayaan itulah
yang memberikan sinar pada pemiliknya. Pun dapat dipakai
sebagai tangga menuju sorga asal saja kekayaan itu didermakan
kepada orang-orang brahmana yang mempelajari kitab-kitab
Suci Weda dengan mendalam, didermakan kepada para pendeta
yang dibarengi hati suci dan murni dalam memberikan derma itu.
Harga emas tidak akan berkurang jika dipakai sebagai pemberian.
Emas itupun tidak akan mengikuti pemiliknya ke dunia baka. Dan
sebaliknya, mungkin akan merupakan tangga menurun menuju
neraka sampai ke dasarnya jika kekayaan itu dipakai dengan tidak
sewajarnya. Inilah salah satu sebab mengapa orang bijaksana
memilih dharma sebagai barang perhiasannya. Dharma itu dapat
disimpan di dalam hati untuk selama-lamanya walaupun sampai
ajalnya tiba.
34. SLOKA 34 (81)
Ācārah kulamākhyāti deśamākhyati bhāṣitam,ḥṛdayam
cakṣurākhyati bhojanam.
Kalinganya, ikang ācāra mamarahakĕn kula ning wwang, ikang
bhāsa mamarahakĕn panangkan ing deśa ning wwang, ikang mata
mamarahakĕn halahayu ning hati ning wwang ing jro, ika śarīra
mamarahakĕn kurang ing bhukti lawan pĕnuh i bhukti, mangkana
panĕngĕran ing solah ing wwang.
ARTI
Kelakuan seseorang itu mencerminkan ketinggian keluargan-
ya, tata upacaranya mencerminkan daerah asalnya, matanya
mencerminkan hatinya, dan bentuk badannya mencermink-
an macam makanannya.
306 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
Kelakuan seseorang itu mencerminkan tinggi rendah keluarga dari
mana ia datang. Tata ucapan mencerminkan dari daerah mana ia
datang (berasal). Sinar mata seseorang itu mencerminkan maksud
baik atau jelek yang terkandung dalam hatinya. Keadaan badannya
mencerminkan betapa keadaan makanannya. Hal-hal luar inilah
yang dapat dipakai penguji menentukan sifat dan budi seseorang.
35. SLOKA 35 (61)
Widyā sahasragunitā pariśaṅkanīyā, ārādhito’pi nṛpatin
pariśaṅkanīyā, bhāryāgatiśca kuṭilā pariśaṅkanīyā, aśwo’pi
wegagatitah pariśaṅkanīyaḥ.
Kalinganya, ikang wwang manĕgĕs padārtha nikang śloka, haywa
mangucap tĕlas wirasanira sang hyang widyā, adyāpi gunitanĕn
pingsewu kĕna, rasa ning śāstra, tathāpinyan ika sangśayanĕn juga
hana ning rasa sang hyang aji muwah-muwah, tan gagampangĕn
de sang mahyun wruheng panĕgĕs, mangkana ika sang ratu, pira
sangkĕpan ira ring pasamūhan ing bala, lawan mantri nira, tĕkeng
aśwa gaja ratha sahāyudhanya, tathāpinya yogya sangśayanĕn
ika dening śatru nira, tan gagampangĕn dening śatru lumagāna
ring sira, mangkana ikang stri pinakabhārya, adyāpi hana ri
kisapwan tuwi, sĕḍĕngnyan kinasihan dening lakinya, tathapi yogya
sangśayanĕn wilut ittg buddhinya, tan gagampangĕn pambĕkanya,
mangkana ikang kuda, pir kari dĕrĕsan ing pangrapnya, tathāpi
yogya sangśayanĕn dĕrĕs ning gatinya mangarap, tan gagampangĕn,
ling sang hyang aji.
ARTI
Seseorang itu harus siap menerima pelajaran walaupun
pelajaran itu telah diulang beribu-ribu kali. Seseorang harus
selalu waspada terhadap raja walaupun ia itu dipuji-puji
baginda. Orang harus waspada terhadap istri yang serong
walaupun ia duduk di pangkuannya. Demikianlah juga
hendaknya terhadap kuda yang berlari kencang.
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 307
dalam Slokantara
Orang yang tahu hanya beberapa untaian ajaran-ajaran itu jangan
mengatakan bahwa ia telah tahu inti sari dari segala ajaran.
Walaupun pengetahuannya itu telah sering dipertunjukkan dan
diakui oleh masyarakat, namun demikian ia harus sangsi terhadap
tingkatan pelajarannya dan selalu siap untuk menerima tambahan
yang lebih tinggi dari ilmunya itu. Karena memang tidak gampang
bagi seorang yang ingin belajar itu untuk mengatakan bahwa
sampailah ia ke puncak ilmu. Demikian juga halnya seorang raja,
walaupun baginda itu sudah dilengkapi dengan bala tentaranya
yang besar, menteri-menteri, kuda, gajah-gajah, kereta, dan senjata-
senjata lainya, namun raja itu harus waspada karena tidak mustahil
akan diserang raja lain. Sama halnya seorang perempuan yang
telah diperistrikan walaupun ia biasa duduk di pangkuan suaminya
dengan kata-kata merayu, pada waktu dicumbu rayu oleh suaminya
itu, namun kita harus waspada terhadap pikiran-pikirannya
yang serong. Untuk menguasai hati seorang perempuan itu tidak
gampang. Juga terhadap lari cepat yang beraturan dari seekor kuda
itu kita harus selalu hati-hati dan tetap siap siaga, kalau-kalau ia
menduplak liar.
Demikian ajaran sastra.
36. SLOKA 36 (19)
Siṅhākṛtī raṇamadhye strīmadhya madhuraṅkataḥ, munima-
dhye tu tatwajñaḥ sa yukto nagaram gataḥ.
Kalinganya, deya sang puruṣa, yan ing madhya nikang raṇa, kadi
singha rūpa ninggalak ira, tari hana katakut ireng musuh, kunang
yan ri pasamuhan ing strī, madhurawacana ujarakna nira, kunang
ri pasamūhan sang pandita, wruha ta sira mangucapakna nagara,
kṣatrya, mantri, śāsana mangkana.
ARTI
Ia yang galak berani sebagai singa di medan perang, ia
yang bisa bicara manis menarik terhadap wanita, ia yang
308 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
bisa berfilsafat di antara ahli-ahli pikir. Orang atau anggota
masyarakat begini ini patut dijadikan pegawai tinggi.
Kewajiban setiap pegawai tinggi ialah sebagai berikut: jika ia
berada di medan perang, ia harus berani dan galak sebagai singa
tidak gentar akan musuh, tetapi jika ia ada di antara wanita, ia
dapat bicara manis dan menarik sebagai madu. Jika ia di dalam
permusyawaratan para cerdik pandai dan pendeta, ia bisa bicara
tentang apa yang benar. Orang begini patut diberi kuasa dalam
suatu kerajaan. Demikianlah kewajiban seorang ksatriya atau
menteri atau pegawai.
37. SLOKA 37 (23)
Nadīnām ca latānām ca strīnām ca kuṭilā gatiḥ, yadi satyā
bhawennārī śilāyām kumudam bhawet.
Kalinganya, tiga ikang tan abĕnĕr lakunya ring loka. Lwirnya: ikang
lwah, ikang udwad, ikang janma strī. Yeka katĕlu wilut gantinya.
Yadin pweka nang strī hana satya buddhinya, dadi ikang tunjung
tumuwuh ring śila. Sangksepanya, tan liana ikang tuñjung yan
dadya tumuwuh ring śila, ling sang hyang aji.
ARTI
Jalannya sungai, tumbuhan melata, dan perempuan itu
memang tidak ada yang lurus. Jika perempuan menjadi setia,
bunga seroja akan tumbuh dari batu padas.
Ada tiga macam benda yang jalannya tidak lurus di dunia ini.
Mereka itu adalah: Sungai, tumbuhan melata, dan perempuan.
Ketiganya ini, jalanya tidak lurus. Jika seandainya ada perempuan
yang berhati benar-benar setia akan ada juga bunga teratai yang
tumbuh dari batu padas. Pada akhirnya tidak ada perempuan yang
benar-benar setia.
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 309
dalam Slokantara
38. SLOKA 38 (60)
Amadānayutā kanyā yuwatī ca rajaswalā, kāntā payodha-
rānwitā pramadā ca hatā smaraiḥ.
Kalinganya, ikang strī anwan, turung ana rawat-rawat ing madane
iriya, yeka kanyā ngaranya, kunang ikang strī bahu-rajaswalā
yuwati ngaranya, hana pwekang stri kapĕtĕk susunya, turung
ika sinanggama, yeka kāntā ngaranya, muwah ikang strī huwus
kasimbat ing hrū sang hyang smara, wahu-wahu māri kasatan
pangĕne ning sañjata, yeka pramadā ngaranika, ling ing śāstra.
ARTI
Seorang kania ialah gadis yang belum dapat dipengaruhi
oleh nafsu. Yuwati, yaitu gadis yang baru meningkat umur
setelah kotor kain pertama. Kanta itu gadis yang payudaranya
mulai bertambah besar, dan pramada ialah gadis yang sudah
ditusuk panah asmara.
Seorang gadis yang belum pernah merasakan cinta atau nafsu
itu dinamai kaniya. Gadis yang telah mulai kotor kain dinamai
yuwati. Gadis yang payudaranya sudah besar tetapi belum pernah
bersenggama dinamai kanta dan akhirnya gadis yang ditusuk
dalam oleh panah asmara itu dinamai pramada.
Demikianlah menurut kitab suci.
39. SLOKA 39 (54)
Bhāryābhutaṅgapaśasya putasnehāwitasya ca, tṛṣāpāwaka-
dagdhasya tyāga ewa mahauṣadhaḥ.
Kalinganya, ikang strī pinakarabi, yan ahalāmbeknya, yāwakan ing
nāga-pāśa milĕt i śarīra umungguh gulu, tinūt i sih ning maputra,
kunang ikang tṛṣna gumĕsĕngi ring awak, yeka wisa, mapa tika
oṣadhaṇya, kewala tyaga, ling sang hyang agama.
310 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
ARTI
Bagi seorang yang dibelit seekor ular dalam bentuk istri, bagi
seorang yang diliputi cinta buta kepada anak-anaknya, bagi
seorang yang dihanguskan hatinya oleh api nafsu, hanya ada
satu obat mujarab, yaitu dengan meninggalkan kehidupan
keduniawian ini.
Bagi seorang yang dikuasai oleh seorang perempuan, yaitu istrinya
dan istrinya ini berhati jahat seperti ular berbisa membelit badan
suaminya serta berusaha untuk mencekik lehernya, bagi seorang
yang selalu dikabuti oleh cinta terhadap anak-anaknya dan bagi
dia yang dibakar hangus oleh api nafsu-nafsu, yang sebagai racun
itu, hanya satu jalan untuk mengobatinya ialah dengan tyaga, yaitu
meninggalkan hidup keduniawian ini.
Demikianlah kata kitab suci.
40. SLOKA 40 (55)
Wṛddhā dhanawatī strī ca wirūpātyantakartṛkā, daridrā
rūpasampanna tiṣraḥ sewyā wicakṣaṇaiḥ.
Kalinganya, ikang wwang marabi, yan inalap huwus matuwa
wayahnya, yan sugih mās, alapĕn ika, muwah yan hala rūpanya,
atyanta ring prajña, alapen ika, kunĕng yan amoles kasihan,
pinĕnuhan dening hayu ning rupanya, alapĕn ika, ika ta katĕla
siwinĕn ika de sang wicaksana, ling ning aji.
ARTI
Seseorang boleh memilih wanita untuk istrinya di antara
ketiga macam wanita ini: perempuan berumur lanjut tetapi
kaya, perempuan yang tidak cantik tetapi pandai, perempuan
miskin tetapi yang amat cantik.
Seseorang itu boleh kawin dengan orang perempuan yang sudah
lanjut umurnya tetapi kaya raya. Ia boleh mengawini perempuan
yang parasnya tidak cantik asal sangat cerdas. Dan dia boleh kawin
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 311
dalam Slokantara
dengan orang miskin asal saja perempuan itu amat cantik. Ketiga
perempuan itu boleh dikawini oleh orang bijaksana.
Demikian ucapan sastra.
41. SLOKA 41 (42)
Abalā tu calā pumsi awiwekastu bhūmipaḥ, arakṣyāstan
prayatnena mantrī tyajeeddhi dūrataḥ.
Kalinganya, ikang strī yan halāmbĕknya, ring lakinya yogya
tinggalakna. Mangkana tĕka sang prabhu yan ahala budhi nira,
kadyambĕk ning raray angwan, tinggalakna ika dening mantri
nira. Mangkana swabhawaning ratu lawan ikang strī, yan ahala
pamaryādān ika. Tan raksanĕn, lunghānana rehnya. Haywa tan
makalaksana ng prayatnāngdehana, ling sang hyang aji.
ARTI
Istri yang tidak setia, raja yang sewenang-wenang, yang
tidak dapat dinasihati lagi oleh Menteri-menterinya, patut
ditinggalkan dan dihindari.
Istri yang tidak setia kepada suaminya patut ditinggalkan.
Demikian pula seorang raja yang bersifat sewenang-wenang patut
ditinggalkan oleh para menteri-menterinya. Demikianlah tindakan
yang harus diambil terhadap raja dan istri. Jika selalu berbuat jahat
dan tak dapat diselamatkan lagi, waspadalah dan menghindarlah
dari mereka.
Demikian ucap kitab suci.
42. SLOKA 42 (18)
Bhūpālo balakośawāhanacamūḥ sankīrnamantryanwitaḥ,
rājārewyartito yudham tu samara nonabhimāno’hataḥ,
dhairyam wīryaparākramāstu galitā jiwinnanindaprajeḥ,
klībam janmani-janmani pratibhawenmṛtyorawandhya-
ṅgataḥ.
312 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
Kalinganya, heki tang ratu bhūpāla, rumaksa ng bhumi, kinahanan
ing bola-kośa-wāhana, tan pahingan kweh ing mantrī ri sira,
angiring sang prabhu, tĕkā pwa sireng ranamadhya, maprang
ta ya lawan musuh nira, wĕkasan ta ya mamrih alayu, jĕrih ri
panimbat ing sañjata ning musuh tumampuheng awaknira, hilang
kāhangkāran ing ratu, mapa ta lwir nira yan mahuripa, byakta sira
tininda dening rāt kabeh, kunang ikang kadhīran lawan kawīryan,
mwang kaśūktira, suruda ngaranya, tuwi sang hyang mrtyu
tanwandhyānglap ri hurip nira, irika ta yan janma nira pangdadi
kĕḍi, walawadi, mangkana kahila-hilan ing janma ksatriya surud ing
paprangan, tan ulaha nira, mangkana sang wiku yan sumurudakĕn
tapabrata nira, kadi pāpa ning ratu mawĕdi ring musuh ira, yeki
śāsana ning ratu kapaṇḍitan, paḍa kramanya.
ARTI
Raja/pemimpin negara (bhupala) mempunyai kekuasaan,
logistik, sarana angkutan, pasukan, diikuti oleh banyak
menteri, kalau lari dari medan perang, kebanggaan dan
kehormatannya runtuh, ketangguhan, keberanian, dan
kekuatannya semua sirna, dan kalau ia masih hidup, dia
akan dihina oleh rakyatnya sendiri, dan akan lahir kembali
nanti sebagai manusia banci dalam kehidupannya yang akan
datang.
Seorang raja, pemimpin negara, seharusnya melindungi seluruh
tanah air karena sudah dilengkapi dengan kekuasaan, logistik (harta
benda), dan sarana angkutan. Dengan diiringi oleh banyak menteri
kalau ia pergi ke medan laga untuk berperang melawan musuhnya,
dan jika mencoba untuk melarikan diri ketakutan dihujani peluru
musuh yang deras mengenai badannya, kebanggaannya menjadi
runtuh. Kalau ia selamat dalam pelariannya itu, apakah penderitaan
yang akan menimpa dirinya? Ia pasti akan dihina oleh seluruh
dunia. Dan segala ketangguhan, keberanian, dan kekuatannya akan
sirna semua. Akhirnya kematian pasti menjemputnya. Dan nanti
ia lahir kembali sebagai orang banci, cacat dan berbadan rapuh.
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 313
dalam Slokantara
Demikianlah ganjaran yang akan diterima oleh seorang ksatriya
(pemimpin) yang lari dari medan perang. Janganlah sampai
berbuat demikian. Begitu pula, jika seorang pendeta yang lari dari
kewajibannya melakukan tapabrata. Dosa dan ganjarannya akan
sama dengan ksatriya yang lari karna takut berperang. Inilah yang
harus diingat oleh para raja (pemimpin) dan pendeta. Perihal kedua
golongan ini (raja dan pendeta atau ksatriya dan brahmana adalah
sama).
43. SLOKA 43 (40)
Tyajet swāminamatyugrāt kṛpaṇakam, kṛpaṇādawiśeṣajña-
mawiśeṣat kṛtaghnakam.
Kalinganya, ikang bhṛtya matinggal ratunya, yan hana ratu akĕras
mapanas ing gawe, byakta sira tininggal ing wadwa nira, lĕhĕng
ikang ratu makĕras swapadi ng ratu makumĕd, tur paraḍaṇḍa yan
hana ratu mangkana tininggal ing kawulanira, ya lĕhĕng ikang ratu
makumĕd paraḍaṇḍa, swapadi ng ratu awiśeṣa, awiśeṣa ngaranya
mañarub, yan hana wwang kulīnajanma sinorakĕn, yan hana
wwang adhahjāti dinuhurakĕn, yekañarub ngaranya, yan hana ratu
mangkana tininggal sira dening janma wwang kulīna janma, tathāpi
yan lĕhĕng ikang ratw añarub, swapadi ng kṛtaghna, kṛtaghna
ngaranya edan, tan pĕgat anĕnĕwĕk, tan pĕgat ananalyani, amrang
wwang tan pakārana, anggantung wwang tan pakārana, hangumu
wwang tan padosa, hangobor-obor ing wwang tan padoṣa, salwir
ing ulah kṛtaghna linakwakĕn, yan hana ratu mangkana, atyanta
gila ning wadwanya mulat, atakut amrĕm kawĕs girigiri, kadyangga
ning masewita ring ula tarunga, manah ing taṇḍa mantrinya,
kemĕngan tanolah, ndan hatinya kumĕtĕr marĕs, mangkana ling
ning aji.
ARTI
Seorang pelayan boleh meninggalkan tuannya, jika tuannya
itu sangat kejam atau kikir, kedekut (kikir sekali) apalagi jika
ia tidak mempunyai rasa perikemanusiaan, atau jika ia tidak
bias membalas budi.
314 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
Seorang pelayan boleh meninggalkan rajanya. Jika raja itu kejam
dan selalu pemarah pasti rakyatnya akan meninggalkannya. Tetapi
raja yang lemah itu masih lebih baik daripada raja yang kikir dan
sewenang-wenang. Inipun agak lebih baik dari raja yang awisesa
yaitu raja pembingung yang mencampurbaurkan segalanya.
Misalnya orang yang berpribadi dan berpendidikan tinggi diserahi
pekerjaan yang sangat rendah sedangkan orang yang hina diangkat
dalam kedudukan tinggi. Inilah yang dinamai pencampurbauran.
Raja demikian patut ditinggalkan oleh orang yang berkualitas
tinggi. Adapun raja yang pembingung ini masih lebih baik dari raja
yang krtaghna, yang berarti hilang ingatan atau gila. Ia senang
memancung orang, mencincang dan memotong leher orang dengan
tidak beralasan sama sekali. Atau menggantung orang tanpa
alasan, atau mencerca orang tidak berdosa, membakar orang tanpa
kesalahan sama sekali. Orang yang ketagihan melakukan tindakan-
tindakan semacam itu. Jika ada seorang raja segila itu, baru
dilihat saja oleh rakyat menyebabkan rakyat itu gelisah dan penuh
ketakutan atau menutup mata karena malu melihat, maka hal
demikian menyebabkan hati para pegawai-pegawai dan menteri-
menteri kerajaan merasa ngeri seolah-olah berhadapan dengan
seekor ular kobra. Pikiran mereka bingung, dan akhirnya tidak
bisa bertindak apa-apa. Hati mereka gemetar karena ketakutan.
Demikian apa yang dikatakan oleh kitab suci.
44. SLOKA 44 (62)
Na tṛptī-rājño dhanasangraheṇa, na sagāra-pṛptirato jalena,
na paṇḍitatṛptiḥ subhāsitena, na tṛptiścakṣoḥ priyarśanena.
Kalinganya, sira sang prabhu, pira kwehan ing-kanaka rajata ratna
wastra bhūṣaṇa, lawan artha sinimpĕnan de nira, tathāpi tan tṛpti
manaḥ nira mahyun muwa juga sira ring sarwa-dhasya, ndatan
santoṣa sira de nika, mangkana tĕkang sāgara, yan pira kwehan
ing bañu prāpti manāmbeh irika, tathāpi tan tṛpti ika dening
bañu tumambĕh irikang jaladhi, tan kahanan kĕbĕk juga denya
pratidina tĕka, mangkana tĕka sang paṇḍita, yan pira kwehan
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 315
dalam Slokantara
ikang aji śāstrāgama katama de nira, lawan pira kwehan ing karma
śubhāśubha kapangguh de nira, tathāpi ḍatĕng ika kabeh tan tṛpti
sira de nika tan warĕg sira dening gawe hala-hayu, muwah tan kĕbĕk
juga wĕtĕng ira, sumimpĕn irikang aji kabeh, mangkana tĕkāng
cakṣur-indriya, yan pira tan kwehan ing tumĕkanana kahyun ika,
tathāpinya tan tṛpti ika de nika manon asing sahana ning manohara
wīnulatan mahyun mangko rahayu muwah-muwah, mangkana ling
sang hyang āgama.
ARTI
Seorang raja itu tidak puas pada harta bendanya yang telah
menggunung. Samudra itu tidak puas dengan air sungai-
sungai yang membanjirinya. Seorang yang bijaksana tidak
akan puas dengan ilmu yang dimilikinya. Dan mata itu tidak
akan puas-puas melihat yang dikasihinya.
Betapa besar jumlah emas, perak, permata, pakaian, dan perhiasan
lainnya ditambah lagi dengan harta benda yang diwarisinya, namun
hati raja itu tidak puas, baginda ingin kekayaan itu ditambah dan
ditambah lagi. Namun demikian baginda belum puas juga. Demikian
juga halnya samudra yang luas itu. Walaupun beberapa banyak air
yang telah dialirkan ke dalamnya oleh sungai-sungai di dunia ini
namun ia belum puas juga. Walaupun air itu mengalir terus setiap
hari namun samudra itu belum penuh juga. Sama halnya dengan
seorang pandita (orang yang cinta pada ilmu). Betapa banyak
ajaran yang diketahuinya, betapapun banyak kitab-kitab yang telah
di bacanya, dan betapapun banyaknya pahala-pahala kebajikan
yang telah dibuatnya, namun ia tidak puas juga, dan tidak hentinya
berbuat baik. Dan perbendaharaan ilmunya belum penuh-penuh
juga, sama juga halnya dengan mata kita. Meskipun begitu banyak
pemandangan-pemandangan yang indah dilihat mata kita, namum
ia itu belum puas. Ia mau melihat yang indah-indah lagi, yang
dicintainya lagi, dan yang dirindukannya lagi.
Demikian kata kitab suci.
316 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
45. SLOKA 45 (79)
Kaścit praśno wiwādārtha kaścid bālasamarthanaḥ, kaścit
paraparīksārtha kaścit paribhawāya ca.
Kalinganya, ikang patakwan ing wwang, hana ujar makadon
acĕngil, hana ujar makadon patakwan kadi pataña ning rare, hana
ujar makadon parīkṣā mahyun wruha ri prakāra ni guṇa ning
tinañan, hana ujar makadon ahyun, kālahan ing tinakwanan, nahan
ika prabhedanyan papat, wiwādārtha, (baladartha) parīkṣārtha,
paribhawārtha, ya ika ujar patakwan papat, asing awakan ing
pataña, mengkana juga kawruhakna dya sang widagdha puruṣa.
ARTI
Pertanyaan diajukan, ada untuk menimbulkan suatu
persoalan, ada untuk membuktikan kebenaran, ada untuk
menguji kepandaian seseorang, dan ada pertanyaan untuk
mempermalukan orang lain.
Pertanyaan yang diajukan orang itu ada empat macam yaitu: ada
pertanyaan yang menimbulkan suatu persoalan atau perselisihan.
Ada pertanyaan yang diajukan dengan jujur seperti pertanyaan
seorang anak kecil. Ada pertanyaan untuk menguji, karena ingin
mengetahui sampai di mana kepandaiannya yang telah dicapai
oleh orang yang ditanya itu. Ada pertanyaan yang diajukan dengan
maksud untuk mengalahkan orang yang ditanya itu. Keempat
macam pertanyaan itu dinamai Wiwadartha, balasamartha,
pariksartha dan paribhawartha. Inilah keempat bentuk pertanyaan
yang berlain-lainan. Ini harus diketahui oleh orang bijaksana.
46. SLOKA 46 (80)
Yathā caturbhiḥ kanakam parīkṣitam nigharsaṇātāḍana-
ccheda-tāpanaiḥ, tathā caturbhiḥ puruṣaḥ parīksitaḥ śrutena
śilena guṇena karmanā.
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 317
dalam Slokantara
Kalinganya, de sang amarīkṣa ng ĕmās, nyan kramanya, nigharṣaṇa
ngaranya makakāraṇa pangdadar, tāḍana ngaranya makakāraṇa
pamalu, chedāna ngaranya makakārana panugĕl, tāpana ngaranya
makakāraṇa panglĕbur , mangkana mamarīkṣa ng ĕmas.
Kunang pamarīkṣa puruṣa, yan modah sangkanya, tan hana wruh
ri kajanmanya, yan pinarīkṣa, makadon kawruhana kajātinya, nyan
prakāra ning parīkṣa, śrutena makakārana haji ika kinawruhanya,
śīlena makakāraṇa śīlanya lawan tansuśīlanya, gunena makakāraṇa
ng kawruhakna kabisanya, karmana makakāraṇa ng kawruhakĕn
ing gawenya, ikang inulahakĕnya, yeka de ning umingĕtakĕn kula
ning wwang, katon ika yan wwang sujanma lawan tan-sujanma
ākārenggitanya.
ARTI
Seperti halnya menguji ema situ dengan cara yaitu, gosokkan
pada batu penguji, ditempa, dan potong lalu akhirnya dipanasi,
maka demikian pulalah caranya untuk menguji kelahiran
seseorang yaitu dengan melihat ilmu pengetahuannya,
kelakuannya, kerja yang telah diselesaikannya dan caranya
bekerja.
Orang yang hendak menguji ketulenan emas harus dilakukan cara
ini yaitu: nigharsana artinya menggosokkan pada batu penguji,
tadāna artinya menempa, chedāna artinya memotong, tapana
artinya memanasi sampai cair. Inilah cara untuk menguji emas.
Kini bagaimana cara untuk menguji seseorang? Jika orang itu dapat
dari daerah jauh, bagaimana kita dapat tahu wangsa atau keluarga
asalnya? Bila ingin mengetahui derajat kelahirannya, harus dipakai
empat cara ini sebagai ujian yaitu: dengan sruta yaitu melihat
kitab-kitab yang dipelajarinya; dengan sila yaitu membandingkan
baik-buruk kelakuannya sehari-hari, dengan Guna yaitu melihat
hasil kerjanya, dengan karma yaitu melihat bagaimana ia bertindak
dalam kewajibannya. Orang yang ingin mengetahui ketinggian
keluarga seseorang harus menguji semua hal di atas. Apakah ia
318 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
kelahiran keluarga baik-baik atau tidak, bisa dilihat dari bentuk
lahir dan tindak tanduknya.
47. SLOKA 47 (82)
Akārajringgitairgatyā cestyā bhāṣitena ca, metrawaktrawikā-
rena jāyate ca parīkṣitaḥ.
Kalingannya, tingkah ing sang mahyun amarīkṣā hala-hayu
ning janma wwang, nĕm prakāranya, ndya ta, ākārangaranya
papiṇḍan ing rūpanya tinghalana, tĕmbeyanya, inggita ngarannya
ringaringanĕn sasmitanya, tinghalakĕn polahnya, gati ngaranya
lakunya tinghalana, kaping tiganya, ceṣṭā ngaranya kĕtĕgtig ing
awaknya tinghalana, kaping pat ika, bhāṣita ngaranya pangucap-
ucapnya ingĕtakna, kaping limanya, hana ta muah panĕngĕran ing
wĕkasan, ring mukha mwang mata, yan wikāra paninghalanya,
wikāra ngaranya hana rĕngat ing mata lawan mukha katon, apan
ulat ing durjana lawan sang sāadhu, makweh prabhedanya, lwir
ing ulat ing durjana mengas chala-mukhanya, apan mengas atinya,
apan hatinya mesi kadustan, mangkana tingkah ing wwang yan
masadhya hala, kunang sang sādhu tumungkul ararĕm śānta somya
mamanisi tinghal ira, apan dalĕm ing hati nira tan pasādhya hala,
kewala nirmala sadā, mangkana kramanya ling sang hyang śāstra.
ARTI
Seseorang itu diuji dengan melihat bentuk luar badannya,
caranya berjalan, gerak-geriknya, perbuatannya, kata-
katanya, dan gerak mata serta perubahan air mukanya.
Jalan yang harus ditempuh oleh mereka yang ingin menguji baik
atau buruk sifat seseorang itu ada enam macam; akara, yaitu dengan
memperhatikan bentuk luar tubuhnya, ini ujian pertama. Inggita,
artinya bahwa gerak geriknya harus diperhatikan, tingkahnya harus
diselidiki. Gati, artinya caranya berjalan harus diperhatikan, inilah
ujian ketiga. Cesta, adat kebiasaannya harus diperhatikan, ini ujian
keempat. Bhasita, yaitu kita harus perhatikan kata-kata dan caranya
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 319
dalam Slokantara
mengatakan, ini yang kelima. Sekarang ujian terakhir yang harus
diperhatikan “wikara” yang ada pada muka dan matanya. Wikara,
artinya perubahan air muka dan gerak mata. Memang banyak
perbedaan dalam pandangan orang yang berniat jahat dengan
yang baik gerak-geriknya memuakkan perut, dan mukanya penuh
bayangan kejahatan karena hatinya serong dan jahat. Demikianlah
bayangan air muka orang yang berhati jahat; sebaliknya, orang
yang berbudi tinggi itu kelihatan merendah , ramah, tenang, manis
dan menyenangkan hati barang siapa melihatnya. Perasaan tidak
pernah dibayangi oleh kejahatan. Hatinya tidak pernah dinodai
oleh keinginan untuk berdosa. Demikianlah tingkah laku mereka
menurut kitab suci.
48. SLOKA 48 (20)
Śāstrajñaḥ kulasampannastattwadharmaparāyanaḥ, apak-
ṣapāto medhāwī dharmādhyakṣo’bhidhīyate.
Kalinganya, ikang yogya aranana dhyakṣa, de sang mahyun wruha,
śāstrajña ngaranya tan hana kapunggungan ireng śāstrāgama
kabeh, kulasampanaah ngaranya, agöng kawonganya, tattwa-
dharma parāyana ngaranya jĕnĕk sira rikocapan ing tattwa sang
hyang dharma, buddhi nira tan hana pakṣapāta ring para, yadyan
kadang sānak bapebu tuwi, yan anaka kunĕng, yan dustabuddhi,
tan siningitan de nira, yeka apakṣapāta ngaranya, yeka inajarakĕn
dharmādhyakṣa, wĕnang dhyaksa ling sang wruh, yeki bhujangga-
śāsana, ling sang paṇḍita śāstrawān.
ARTI
Ia yang tahu ajaran kitab suci, berasal dari keluarga baik-baik,
dengan sepenuh hati melaksanakan ajaran dharma, selalu
adil dan bijaksana adalah yang pantas dijadikan jaksa.
Seseorang yang patut diangkat dan dinamai jaksa ialah orang
sastrajna, artinya ia tidak asing lagi terhadap segala macam ilmu
pengetahuan. Kulasampana, artinya bahwa keluarganya ialah
orang baik-baik dan berjasa. Tattwa-dharma parayana, artinya
320 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
cinta dan mencurahkan pikiran dalam menyampaikan intisari
ajaran kebenaran. Pikiran jujur dan adil walau terhadap sanak
keluarganya, putra putrinya, ayah dan ibunya sekalipun. Jika
putranya yang kebetulan berhati jahat ia tidak akan menyetujuinya.
Tekad begini dinamai apaksapata. Orang demikian patut dinamai
dharma dhyaksa (jaksa dharmawan). Ia pantas menjadi jaksa,
demikian kata orang bijaksana. Inilah ketentuan orang bijaksana.
Dan ini pulalah keputusan orang suci dan sastrawan.
49. SLOKA 49 (37)
Śūratwamārogyam ratirawadyā, deweṣu bhaktiḥ kanakasya
lābhaḥ, rājapriyatwam sujanapriyatwam, swargacyutānām
kila cihnam atat.
Kalinganya, hana inajarakĕn swarga-cyuta ngaranya, wwang
huwus amukti sukha ring swarga, dadi tibā sangkeng Indraloka,
taha tan mangkana ika, tuhon yan hana inajarakĕn, wāhyanya
mangke lingĕn, hana sira sang janmottama ring kula, makādi
yan sira prabhu, sāwakan ing sang janmottama, yan sira wibhuh,
agöng kasugihan ira, dharma-buddhi ring kadi sira, wruh ring
kajanmaning mānusa sowang-sowang, mawĕlas ing kawulanira,
ikang kāsyasih, mangampura ri tiwas ing dāsa-dāsi, panghöban
ing kapanasan, amayungi ring kodānan, lanangiwoha ri wwang
kasĕpĕr, saka lor, saka kidul, saka wetan, saka kulwan, anginaki
buddhi ning madwa, tan maweh lara ning thāni-bala, sawĕngku de
nira, rahayu pangucap ing mosyan, makadi inalĕm buddhi nira de
sang brāhmana, ṛṣi, śaiwa sogata, salwir ing sang sinanggah paṇḍita
ngastuti, kalunghā-lunghā pocapan ira pinūji dening rāt, tan pati-
pati amāti-māti, tan pati-pati angdaṇḍa, yan tan sudoṣa, yan hana
wwang pinatyanira, dinaṇḍanira, huwus sayogya doṣanya, telas
winulik de nira ring āgama pramāṇa, ya ta samangka katon hala
ning kawulan ira, kawayang duṣṭanya, de sang dharmādhyakṣa,
irika tan yan tinibāu daṇḍa, saṣĕdĕng ing doṣanya, de sang rumakṣa
bhūmi nira, angḍaṇḍa tuwi sira, tan trāsa ikang dinoṣa de nira, apan
sudharma ḍaṇḍa pangdoṣan ireng wwang duṣṭa, yan hana wwang
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 321
dalam Slokantara
mangkana, yadyan matya sira, tumut ikang dharma rahayu, ri
hilang ing prāṇa nira, mangdadi muah kottaman ira, mangjanma
ring prabhu, yan ring sang pradhāna ring bhūmi kunang, nahan
lwir ing dadi nira, śuratwa ngaranya makawak wāni, tan iring ireng
paprangan, ārogya ngaranya tan kĕneng gĕring salawas hurip, rati
ngaranya kinahyunan dening rāt, deweṣu baktih ngaranya apagĕh
kabhaktinireng sang hyang, kanakalābha ngaranya atyama sugih
mās, rāja-priyatwa ngaranya sira pāwak ning kinasihan sang
prabhu, ika ta cihna ning wwang mangulah puṇyadāna, rahayu
dharmiṣṭha, ring sama janma, yeka wwang sinangguh tibā sangkeng
swarga, ling sang sujana mangucap.
ARTI
Berani, sehat, menikmati kesenangan yang halal, berbhakti
kepada Tuhan, menerima harta benda, kehormatan, dan
cinta dari orang-orang besar dan orang-orang suci, inilah
tanda orang kelahiran sorga.
Mereka yang dapat dinamai swargacyuta (kelahiran sorga) ialah
mereka yang telah menikmati kehidupan di sorga dan lahir ke
dunia dari Indraloka. Tetapi bagaimana kita bisa tahu? Untuk itu
akan dibicarakan ciri-ciri luar mereka dalam kehidupan di dunia
ini. Misalnya antara lain: Orang yang lahir dalam keluarga baik-
baik, yang utama di antara mereka-mereka adalah raja (atau yang
sederajat), ia yang merupakan penjelmaan yang tertinggi, orang
yang berkuasa, kaya raya, mempunyai budhi dharma, yaitu laksana
dan pikiran yang baik berdasarkan agama, serta mengenal jiwa tiap-
tiap orang di sekelilingnya. Ia yang penyayang terhadap rakyat jelata
dan pemurah terhadap yang miskin. Ia yang bersedia mengampuni
kesalahan pembantu-pembantunya baik laki-laki maupun wanita. Ia
yang melindungi orang yang tertimpa malapetaka. Ia yang sebagai
payung pada waktu hujan bagi rakyat. Ia yang selalu menunjukkan
muka manis pada setiap orang yang menemuinya, baik dari utara,
selatan, timur, dan barat. Ia yang menyenangkan hati rakyatnya.
Ia yang tidak memberikan kesusahan pada golongan buruh dan
322 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
tani kalau ia menjadi atasan mereka itu. Dalam permusyawaratan,
ia yang selalu tenang dan cerdas. Brahmana, Rsi, Pendeta Siwa
dan Buddha pada datang memuji-muji kebaikan budinya. Semua
orang bijaksana memujinya juga. Kemasyurannya tersebar ke
semua penjuru dan ia yang dihormati oleh seluruh dunia. Ia yang
tidak doyan menghukum, asal saja kesalahan yang diperbuat tidak
terlalu besar. Ia tidak suka menjatuhkan hukuman yang berat-
berat. Dan jika ada orang sampai dihukum olehnya, tentulah orang
ini memang patut menerima ganjaran dosanya. Tetapi raja baru
akan menghukumnya setelah mencocokkan dalam kitab hukum
yang dapat dipertanggungjawabkan (Agama Pramana). Setelah
itu ia serahkan kepada jaksa untuk mengusut kejahatan yang telah
dilakukan itu. Ia tidak menghukum dengan sewenang-wenang saja,
karena orang “Sudharma” atau orang hidupnya berpegang pada
agama, hanya menghukum kejahatan yang telah dilakukannya,
lain tidak. Kemudian pada kelahirannya yang akan datang ia lahir
kembali sebagai orang besar, sebagai raja atau pemimpin dunia.
Jika seseorang itu lahir dalam keluarga baik-baik (tetapi bukan
raja atau pemimpin) ciri-cirinya adalah sebagai berikut: Suratwa,
artinya menjelma dengan sifat ksatriya. Ia tidak dapat ditandingi
dalam medan perang. Arogya, artinya ia tidak pernah sakit selama
hidupnya. Rati, artinya ia disayangi oleh rakyat. Dewesu-bhaktih,
artinya ia selalu berbhakti kepada Tuhan. Kanakalabha, artinya
mendapat emas perak kekayaan dengan halal. Rajapriyatwa,
artinya ia sangat dikasihi oleh raja. Inilah ciri-ciri mereka yang
dulunya benar-benar dermawan dan betul-betul saleh di antara
manusia. Orang bijaksana mengatakan bahwa orang demikian ini
ialah orang-orang berbahagia yang lihat di sorga.
50. SLOKA 50/51 (11-12)
Anapatyākāmarasan klābo’bale wadhriḥ kiluḥ, māngsī
pittī kujihwānggumūtri-binneṣṭha-badherāḥ. nimatton-
mattakuṣṭhaśca rogakkukṣirwigantikaḥ, khanjah kubjo’ndha
ekadṛghraswaḥ śleṣmi-kunetrakau.
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 323
dalam Slokantara
Kalinganya, anapatya ngaranya tan panganaki, akāmarasa
ngaranya kuming, klīwa ngaranya kĕḍi, walawadi ngaranya strī
tansrī, kilu ngaranya wwang welū, māngsī ngaranya gembolĕn, pittī
ngaranya wwang mĕngi, busung adinya, kujihwa ngaranya wwang
bisu, anggu ngaranya jingkĕng, mūtrī ngaranya beser, bhinnoṣṭha
ngaranya dawir lambenya, waḍhira ngaranya tuli, nimatta
ngaranya hayan, unmatta ngaranya edan, kuṣṭha ngaranya wudug,
rogakukṣi ngaranya salwir ing wyādhi wĕtĕng, wigantika ngaranya
sangar, khañja ngaranya piñcang, kubya ngaranya wungkuk,
andha ngaranya wuta, ekadṛk ngaranya micĕksu tunggal. hraswa
ngaranya cabuwal, bahunya pingkĕr kunang, śleṣma ngaranya
humbĕlĕn, tumbung adinya, kunentra ngaranya asing wyādhi-netra
pinakamalanya, jilak adinya, kunentra ngaranya asing wyadhi-
netra pinakamalanya, jilak adinyaika ta kabeh cihna ning saking
kawah, tutug halanya mukting naraka ring yamaniloka, tinibākĕn
ing madyapada ika tĕmahnya, matangyan ikang buddhi sakalwir
ing ahala tinggalakna, apan iki tĕmah ning anangsāra janma
hetunyan sinangsāra de Sanghyang Yamarāja, muwah pājarakna
ikang wwang keli dening buddhi bala, sumangsāra sama samanya
mangdadi, kathamapi anangsāra ring sang paṇḍita, kahila-
hilangya, yadyan Deva tuwi yan salah buddhi nira, pramada kurang
iki halanira.
ARTI
Orang yang mandul, orang wandu, orang banci, orang lemah,
dan tak punya urat-urat sebagaimana mestinya, orang
berbentuk bundar, orang tumbuh daging di tempat yang
tidak semestinya, orang yang selalu muram, orang yang
lidahnya cacat, orang yang berpenyakitan tulang, berpenyakit
kencing, berbibir sumbing, tuli, ayan, gila, berpenyakit lepra,
berpenyakit perut busung, kemasukan setan, lumpuh,
bungkuk, buta kedua belah matanya, buta sebelah, kerdil,
bicara tidak karuan, dan orang yang bermata rusak, jika
semua cacat ini dibawa dari lahir, mereka adalah orang-orang
yang datang dari neraka.
324 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
Anapatya ialah orang yang tidak bisa mempunyai keturunan
(mandul). Akamarasa yaitu orang tak mendapatkan kenikmatan
dalam senggama (impotent). Kliba artinya orang yang kelaminya
tidak wajar fungsinya. Walawadi ialah orang perempuan yang
bukan perempuan, artinya ia kelihatan perempuan tetapi tidak
mempunyai jenis kelamin perempuan (banci). Kilu artinya orang
yang bundar. Mangsi ialah orang yang kelaminya bengkak atau
ditumbuhi daging. Pitti yaitu orang yang berpenyakit asma, atau
orang yang busung perutnya dan lain-lain. Kujihwa artinya orang
yang bisu. Anggu ialah orang yang berpenyakit tulang. Bhinosta ialah
orang yang sumbing. Wadhira berarti tuli. Nimatta artinya orang
berpenyakit ayan. Unmatta itu penyakit gila. Kustha itu ialah orang
yang berpenyakit lepra. Rogakuksi artinya orang yang mempunyai
segala macam penyakit. Wigantika ialah orang kemasukan setan.
Khanja artinya orang yang pincang atau lumpuh . Kubja itu orang
bungkuk. Andha artinya buta. Ekadrk artinya orang yang bermata
sebelah (peceng). Hraswa artinya orang yang kerdil atau sengkok
(anggota badanya bengkak). Slisma ialah orang berpenyakit
selesma dan bicaranya tidak terang. Kunetra yaitu orang bermata
juling. Semuanya ini ialah merupakan tanda-tanda mereka yang
datang dari neraka. Setelah hukuman perbuatan-perbuatan
jahatnya selesai, ia dilepas dari neraka, kerajaan Bhatara Yama
itu, untuk menjelma ke dunia ini. Oleh karena itu manusia harus
membuang jauh-jauh segala pikiran yang jahat karena pikiran-
pikiran yang jahat demikian akan membawa kita kembali ke dunia
yang penuh sengsara ini. Itulah sebabnya manusia di hukum oleh
Deva Yamaraja. Kepada mereka yang takut akan pikiran yang jahat
itu harus diberi petunjuk-petunjuk. Ia harus dilarang menyakiti
makhluk lainya, apalagi untuk menyakiti orang (pendeta). Walau
ia itu seorang Deva sekalipun, tetapi jika ia mempunyai niat jahat,
atau ia itu ceroboh atau tidak sanggup menjalankan yoga (disiplin
badan dan pikiran) ia akan celaka.
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 325
dalam Slokantara
51. LOKA 52/53 (13-14)
Dewānām narakam janturjantūnam narakam paśuḥ, paśūnām
narakam mrga, mrgānām narakam khagaḥ, pakṣinām
narakam wyāle, wyālānām narakam danṣṭrī, danṣṭriṇām
narakam wiṣī, wiṣiṇām naramāraṇe.
Kalinganya, ri kadadin yan kadrĕsan hala ning buddhi, yeka janma
kelī ngaranya, kadyangga ning mina kadrĕsan banu, sangśaya um-
ingsor ika prakṛtinya, anghel ulihnya mareng Deva, yadyastun ma-
liha mareng mānuṣa meweh ika, wyaktinyan anghel pingruhurnya
ring Deva hala, dadi mānuṣa, mānuṣya hala buddhinya, matĕmah
paśu, paśu hala buddhinya, matĕmah alpapaśu, ndya ta śṛgāla
celeng, alpapaśu magalak ring samanyāngdadi, matĕmah ta ya
mṛga, ikang mṛga hala buddhinya, matĕmah pakṣī mwang mīna,
apan pada jātinyāṇḍaja, ikang pakṣī mwang mīna, hala buddhinya ri
samanyāngdadi, matĕmah ta ya ulā, ikang ulā magalak mamatyani,
atyanta krūtanya, matĕmah asing asihung mahākrūra, mamangan
samanyāngdadi, yeka matemah wiṣa, ikang wiṣa mamatyani janma
gatinya, yeka kalakula-wiṣa jātinya, pinakadasar ing sor, yeka inaja-
rakĕn tan patĕmah, inaranan hitip ning kawah ngaranya, anghing
tunggal gawenya, rumaksa ri sĕdĕng ing aprang, yeka donya hana
ring sang watĕk ing prang, kunang de sang brāhmana, sang bhu-
jangga śaiwa sogata, sakweh sang angulah kapaṇḍitan, tan yogya
sira unggwananya, yan anggamĕla kunang, yadyan umulata maka-
kārana mahā, tan yogya juga yan mungkana, apan humilingi nitip
ning kawah ngaranya, ling sang hyang aji, tan pangunihana irika.
ARTI
Kelahiran sebagai manusia ini ialah neraka bagi Deva-Deva.
Neraka bagi manusia biasa ialah kelahiran menjadi binatang
ternak. Neraka bagi binatang ternak ialah kelahiran menjadi
binatang hutan. Neraka bagi binatang buas di hutan ialah
kelahiran sebagai burung. Neraka bagi bangsa burung ialah
kelahiran sebagai binatang busuk. Neraka bagi binatang
326 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
busuk ialah kelahiran menjadi binatang penyengat. Neraka
bagi binatang penyengat ialah kelahiran menjadi binatang
berbisa. Karena binatang berbisa ini berbahaya dan kejam.
Kelahiran yang dibarengi oleh hati dan nasib yang jelek itu
merupakan kelahiran terkutuk. Sebagai halnya bangsa ikan itu
dihanyutkan derasnya air, tentu ia akan diseret turun, sebagaimana
sifatnya air dan sangat sulitlah baginya, untuk kembali di tempat
para Deva. Sedangkan untuk kembali ke dunia manusia pun sungguh
sulit baginya. Nyatalah bahwa sangat sulit untuk meningkat pada
kehidupan lebih tinggi. Jika Deva itu jahat ia akan lahir sebagai
manusia. Jika manusia itu jahat, ia akan lahir menjadi binatang
ternak. Jika binatang ternak itu jahat ia akan menjadi binatang yang
derajatnya lebih rendah, umpamanya: menjadi srigala, babi hutan.
Kalau binatang rendah ini suka menjahati sesamanya, ia akan lahir
menjadi binatang hutan yang buas. Bila binatang buas ini pun jahat,
ia akan menjadi bangsa burung dan ikan, yang keduanya masuk
golongan binatang yang lahir dari telur. Jika bangsa burung dan
ikan ini mempunyai pikiran jahat terhadap sesamanya, mereka akan
lahir menjadi binatang bertaring yang menakutkan. Jika mereka
ini suka menelan sesamanya, maka mereka akan lahir menjadi
makhluk beracun. Dan sudah menjadi sifat utama dari racun
untuk membunuh makhluk lainnya. Racun ini berasal dari racun
kalakuta. Tingkat inilah yang paling rendah di antara kelahiran
makhluk-makhluk di dunia. Tingkat ini dikatakan tidak mungkin
akan dapat diperbaiki, hingga dinamai dasar neraka. Racun-racun
hanya dapat digunakan dalam masa perang. Jadi kegunaannya
hanya bagi mereka yang berperang. Tetapi untuk brahmana, para
pendeta pengikut Siwa dan Buddha, pendeknya bagi mereka yang
mencari dan cinta pada ilmu pengetahuan suci tidak dipatutkan
mendekati atau memikirkan penjelmaan ini. Apalagi menyentuhnya,
walau hanya menoleh karena perasaan ingin tahu saja, tidak
diperbolehkan, karena melihat penjelmaan itu saja berarti mereka
itu melihat ke dasar neraka. Demikian dikatakan dalam kitab suci.
Tidak seorang pun patut menghiraukan mereka.
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 327
dalam Slokantara
52. SLOKA 54 (33)
Jalaukā janggamapāpam purīṣānām kṛmiścaiwa, nirasthirū-
pānām rupām jagannecchepadarśayet.
Kalinganya, jalaukā ngaranya lintah, janggamapāpam ngaranya
asing lumaku tan pahiḍĕp, tan patūt hawanya nguni, amurang-
murang anasar hulĕr agatĕlādinya, kadyangga ning kalabang,
kalalupan, purīṣānāng kṛmiś caiwa, muwah kadyangga ning singgat
ing purīṣa, salwir ing singgat, nirasthirūpāṇāṃ rūpaṃ, asing lumur
lumaku tan pabalung, lumaku lāwan ḍaḍanya, kadyangga ning
wĕdit, kuricak, hiri-hiris poh, cacing, warya-warya, ityewamādi,
salwir ing kelik-ilik ing jagat, ya ta dadi ning mangulahakĕn ṣaḍ
ātatāyi ring loka, lĕwĕs pagawenya pātaka sumurup ing tan parah,
ling sang hyang aji.
ARTI
Lintah itu makhluk berdosa yang bergerak. Demikian juga
cacing dalam kotoran manusia. Orang yang lahir bertulang
lemah juga sama derajatnya dengan binatang-binatang itu.
Dunia tidak ingin menengok mereka walaupun hanya sekejap.
Jalauka ialah lintah. Janggamapapa artinya semua makhluk
bergerak tanpa pikiran, yang tidak dapat melacak kembali jalan
yang telah dilaluinya, berkelak-kelok tak bertujuan, sebagai cacaing
yang menyebabkan gatal dan sebagainya. Umpamanya lipan, kala.
Purisanam-krmih artinya semua bangsa cacing hidup di kotoran itu.
Nirasthirupanam/rupam artinya makhluk lata yang penuh kotoran
dan berjalan tanpa mempergunakan tulang, yang berjalan dengan
dada sebagai ular. Iris-irispoh, cacing tanah, ulat dan sebagainya,
semua ini yang dipandang sengan perasaan jijik oleh manusia.
Demikianlah perubahan yang terjadi terhadap mereka yang
melakukan keenam macam atatayi di dunia ini. Karena perbuatan-
perbuatan dosanya yang luar biasa mereka musnah dari dunia ini
dengan jiwanya tersesat tidak tahu arah.
328 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
53. SLOKA 55 (25)
Madhu wiṣakusemebhyo jāyate pathyametat mahiṣarudhi-
ramāṅsāt kṣīramutapadyate hi, kamalamapi sugandham
kardamam tasya yonih puruṣa guṇawiśeṣa naiwa jātih
pramāṇam.
Kalinganya, ikang madhu, atyanta ring pathya-rasa, ika ta umĕtu
saking kĕmbang ing lalateng api tuwi, tathapinya suci. Mangkana
ikang pĕhan, umĕtu sakeng rudhita-mangsa ning mahiṣa,
tathāpinyan śucyatiśaya pathya-rasa nika. Mangkanekang tuñjung
umĕtu sakeng latĕk tuwi, tathāpinyan sucyatiśayeng sugandha nika.
Mangkana sang purusa guṇawiśeṣa, tan makapramāṇa ng jati.
Mangkana ling sang hyang śāstra.
ARTI
Madu yang bias dipakai obat itu berasal dari bunga yang
berbisa, air susu terjadi dari daging dan darah sapi. Bunga
seroja yang harum itu tumbuh dari lumpur. Jadi bukan
kelahiran atau tempat asal yang menentukan taraf kebajikan
seseorang itu.
Madu ini yang dapat kedudukan tertinggi di antara yang manis
karena dapat dipakai sebagai obat, walau keluarnya dari semacam
bunga lateng (bunga tahi ayam). Demikian juga air susu, keluar
dari daging dan darah sapi/kerbau. Namun dianggap suci juga dan
kegunaannya untuk kesehatan sangat dipujikan. Juga bunga seroja
itu tumbuh dari lumpur kotor, namun tetap suci dan baunya harum
mewangi. Demikianlah halnya orang yang mempunyai kebajikan
luar biasa itu tidak dikarenakan oleh kelahiran.
54. SLOKA 56 (26)
Wiṣādapyamṛtam grāhyamamedhyādapi kāñcanam,nīcāda-
pyuttamā widyā strīratnam dus kulādapi.
Kalinganya, ikang amrta, umĕtu saking wisa yogyālapĕn, ikang mās
mĕtu saking ajrĕm awor lawan purīṣa, yogyālapĕn, sanghyang aji
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 329
dalam Slokantara
śāstrāgama, yan mĕtu saking wwang nīca, yogyalapĕn mangka-
nekang strīratna, yadyan sakawonganya, yogyālapĕn ling ing aji.
ARTI
Air kehidupan (amrta) walaupun asalnya dari racun, emas
dari lumpur, pelajaran tinggi dari orang kelahiran rendah,
dan perempuan bagai Mutiara itu walaupun dari keluarga
yang miskin, patut diambil.
Air kehidupan walau datang dari racun itu patut diterima, emas yang
didapat dari lumpur campur tahi itu patut diambil. Pengetahuan
tentang kitab suci walaupun diajarkan oleh orang berasal dari
keluarga rendah, patut didengar dan diterima. Demikian juga
halnya dengan perempuan ayu bijaksana, walaupun lahir dari
keluarga yang miskin dan rendah patut juga dijadikan istri.
Demikian kata kitab suci.
55. SLOKA 57 (56)
Dhanahīno’pi kulajo wedhahīno’pi wā dwijaḥ, bhṛtyahīno
nṛpo loke brāhmaṇaiścāpi pūjyate.
Kalinganya, ikang wwang yan aluhur kulanya, ndan tika kasyasih,
yogya katwangana, apan agöng kawongan ikan, mangkana ta sira
sang brāhmaṇa, yadyan hīnaha ri sang yang Weda sira, tathāpinyan
sireki yogya katwangana dening janma, mangkana ta sira sang
ratu, yadyan hīnaha wadwasira, akĕḍik atah bala-kośawāhana nira,
yogya sira katwangana ring loka, apituwi yan sira ratu pinuji de
sang brāhmaṇa, ṛṣi, śaiwa sogata, katwangana, ling sang hyang aji.
ARTI
Seseorang yang lahir dalam keluarga bangsawan atau
keluarga baik-baik walaupun miskin, seseorang yang lahir
dalam keluarga brahmana walaupun tidak tahu isi kitab suci,
seorang raja walaupun tanpa pengikut, patut juga dihormati
di dunia ini juga oleh para brahmana.
330 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
Seseorang yang lahir dari keluarga yang baik tetapi sayang dalam
keadaan miskin, ia patut dihormati karena ketinggian keluarganya.
Demikian juga brahmana yang tidak tahu tentang kitab suci patut
juga dihormati karena keluarganya. Juga seorang raja, walaupun
tanpa pengikut dan angkatan bersenjata yang berjumlah besar,
tanpa kekayaan negara dan kendaraan, patut juga dihormati di
dunia ini. Sebagai raja baginda itu dihormati juga oleh brahmana,
rsi, pengikut Siwa dan Buddha.
Demikian ajaran kitab suci.
56. SLOKA 58 (73)
Utpalasyārawindasya matsasya kumudasya ca, ekayoni
prasūtānām tesām gandhah pṛthak- pṛthak.
Kalinganya, utpala ngaranya tuñjung biru, arawinda ngaranya
tarate, kumuda ngaranya tuñjung pinghe, tuñjung bāng tuñjung
sindūra, matsya ngaranya iwak-loh, pada ika saking bañu, kawijilan
ika, tathāpinya tan sugandhanya, bheda juga ring satunggal-
satunggal, mangkana tikang wwang dumadi janma, yan tumuwuh
ring Kali Yuga, haywa makabuddhi pāmbĕkan ing wwang ring Kali
Yuga, anĕlata ta sira makāmbĕkan duk kadi buddhi ning wwang
rig Kṛta Yuga, ring Traitā ring Dwāpara, anggugwanana dharma
rahayu, marapwan umulih Devatā muwah, apan ing wwang dumadi
mānuṣa, dadi ning Deva ngūni, kurang yoga, ya tāngadi mānuṣa,
ndon ing mangkana salah kalinganya, huwus ing dadi manuṣya,
akṛtī kinkinĕn mārga ning tan dadi tiryak, ikang janma ngaranya,
durgama tĕmĕn-tĕmĕn, wiṣṭinya, yan anūt ing ambĕk hala, nihan
kapratyakṣan ika, ton-tonĕn ikang sattwa lawan mānusa, tan adoh
prawṛttinya; patitah bhaṭāra prabhedanya, ikang sattwa tan hana
jñāna wiśeṣa, kunang ikang wwang kinahanan ing jñana wiśeṣa,
ika tatan bheda de bhaṭāra maweh hurip, apan ing sattwa tiryak,
dadi ning janma tan arĕp ing dharma rahayu ngūni, matangyan tan
hana kadi Sang Hyang Dharma, pinakahambal ning mulil Devatā
muwah, kunang ika tan yan bhāgya ning awak, maluy ika mānuṣa,
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 331
dalam Slokantara
akṛti muwah, pilih-pilih prabeda lawan ikang janma kasyasih,
mapa ta phala Sang Hyang Dharma kinawruhan, yan tumuwuh
malih, rwa pakolihnya, ndya ta tĕmahnya, wīryawān, śāstrawān,
mapa sādhana sang wāryawan umaluy irikang kaDevatan, dāna
dharma pinakahawan ira, mapa pakolih sang śāstrawān, phala nira
kinahanan ing śāstra, tapabrata pinaka-sādhana, lawan sira mawās
ring sarwa-tattwa, lwir ning utpatti, sthiti, pralīna, yeka bhuwana-
tattwa, kinawruhan ika, katiga de sang śāstrawān, ingĕt-ingĕtĕn,
ling sang hyang aji.
ARTI
Bunga seroja biru, bunga padma, bunga seroja putih, ikan,
walaupun semuanya ini berasal dari kandungan yang sama
(yaitu air) tetapi baunya berbeda-beda.
Utpala artinya bunga teratai biru. Arawinda itu berati bunga teratai
putih. Kumuda berarti bunga teratai merah muda dan merah tua.
Matsya artinya ikan air tawar. Semuanya ini tumbuh atau lahir
pada tempat yang sama, namun mereka berbau yang beda-beda.
Satu dengan lainnya berbeda. Demikian juga antara orang-orang
yang hidup di zaman Kali Yuga ini banyak berbeda-beda di antara
mereka sendiri. Janganlah turut-turutan pada orang Kali Yuga.
Tetaplah mempunyai budi pekerti sebagai orang-orang yang lahir
pada zaman Krta, Traita, dan Dwapara Yuga, yaitu percaya pada
dharma yang baik hingga sampai dapat kembali ke jalan Tuhan.
Karena mereka yang kini berbentuk manusia ini dahulu-dahulunya
ialah dalam bentuk Deva-Deva. Mereka menjadi manusia karena
kurang melakukan Yoga. Jadi mereka dipandang tidak baik dimasa
kehidupan yang lalu itu. Setelah kini menjelma sebagai manusia dan
akrti yaitu tanpa pahala perbuatan yang harus dinikmati, mereka
harus berusaha agar jangan sampai lahir menjadi makhluk yang
lebih rendah lagi. Memang tingkat kelahiran sebagai manusia ini
adalah tingkat yang paling syukur. Dan ini akan bertambah syukur
lagi jika seseorang itu menurutkan panggilan setan. Perbedaan
terhadap meningkat atau menurun akan nyata nampak jika kita
332 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
bandingkan hidup binatang dengan hidup manusia yang hina.
Perbedaannya tidak besar karena, sudah ditentukan demikian
oleh Tuhan yaitu bahwa binatang tidak mempunyai pengetahuan
istimewa, sedangkan manusia memilikinya. Di dalam memberikan
jiwa pada binatang dan orang hina, Tuhan tidak membeda-
bedakan yang satu dengan yang lain. Mereka dilahirkan tidak
dibeda-bedakan karena mereka itu semua dosanya sama yaitu
tidak mengindahkan dharma yang baik di waktu hidupnya yang
sudah-sudah. Oleh karena itu tidak ada yang lebih tinggi dari
dharma. Dharma ini merupakan sebab langsung untuk mencapai
dan bersatu dengan Tuhan. Kalau orang yang telah kehabisan
buah perbuatan baiknya, akan menjelma kembali sebagai manusia.
Karena semua kebajikannya sudah habis, Akhirnya tidak ada
perbedaan antara niatan dengan orang yang dilahirkan melarat
serta menyedihkan. Apakah pahalanya mengetahui dharma? Jika ia
lahir kembali , ia akan mendapat keuntungan. Ia akan dilahirkan
sebagai seorang berwibawa (wiryawan) atau sebagai seorang
yang bijaksana (sastrawan). Apakah jalan utama yang harus
ditempuh orang demikian guna kembali bersatu dengan Tuhan?
Tidak lain dari jalan memberi sedekah dan melakukan kewajiban
suci. Apakah keunggulan orang bijaksana? Ia itu diberi kekuatan
untuk mengetahui semua isi kitab-kitab suci, dan jalan utama
baginya ialah menjalankan tapa dan brata (puasa). Ia mendalami
segala “tattwa” (filsafat) dan “bhuwanatattwa” yaitu pengetahuan
tentang penciptaan, pemeliharaan dan pemusnahan alam semesta.
Dan pengetahuan itu harus diketahui oleh yang bijaksana dan harus
selalu direnungkan.
Demikian kata kitab suci.
57. SLOKA 59 (15)
Ahiṁsā brahmācārya ca śuddhirāharalāghawam, astainyamiti
pañcaite Yama Rudrena bhāsitah.
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 333
dalam Slokantara
Kalinganya, ulah sang brāhmaṇa, sang bujangga śaiwa sogata,
gĕgön nitya-nitya de nira, ahiṁsā ngaranya haiwa mamāti-māti,
kewala gumĕgö tapabrata. Tapa nira brahmacāri kadīnujarakĕn
ngūni, tiga lwirnya, śukla brahmacārī, sawala brahmacārī, kṛṣna
brahmacārī, iki sang kṛṣna brahmacārī, wĕnang angucapana
masangĕt ring rabi nira, mwang anak nira, makadon tan sasaran
ing buddhi ing anak rabi, apan ing rare mwang strī, yan tan
sangĕtining śabda, yāwat anasar pāmbĕkanya, tan hana janma-strī
abĕnĕra, wilut hatinya, hetunya bangan ring wulat mwang śabda,
makadon abĕnĕr āmbĕknya, amuhara kasatyanya, mangkana
karma ning gṛhastha, haywa ta kapatmĕn tan ulaha, kunang ring
wwang lian haywa mangkana, yadyastun si hiyaha de sang paṇḍita,
sira juga mangalaha, nguni-nguni yan daduha de nira, mangkin
tan yogya lumawanana galaknya, mangkana kramanya, śuddha
ngaranya eñjing-eñjing madyus aśuddha śarīra, masūryasewana
mamūjā, majapa, mahoma. Āhāralāghawa ngaranya aḍangana ring
pinangan, tan amangan asing dinalih camah ring loka, kunang yan
amangan ikang dinalih camah de sang śuddha-brata, tan brāhmana
śaiwa sogata ngaranya, janma tuchha ngaranya, yeka pātaka, tan-
wurung tumampuh ring kawah tĕmahnya, astainya ngaranya tan
añolonga tanĕm-tanĕman ing parajana, tan amalingan drĕwya
ning para, tan akira-kira hala ring parajanma, yadyan ing sattwa
tuwi tan ulaha, kunang yan sira dinalih duṣṭa dening waneh, haywa
trāsani ri dalĕm hati, kewala ahĕning atutur ira, ika ta yamabrata
ngaranya, ling dang ācārya nguni, pawarah Sanghyang Rudra
tinilarakĕn ing sang hyang aji, agöng tĕmĕn phalanya sang gumĕgö
brata śaiwasiddhānta.
ARTI
Tidak menyakiti, menguasai hawa nafsu, suci, makan
sederhana, tidak mencuri, lima macam keharusan ini
diajukan oleh Bhatara Rudra.
Kelakuan untuk para brahmana, para sarjana, para pengikut Saiwa
dan Buddha, yang harus dilaksanakan selalu ialah sebagai berikut:
334 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara
Ahimsa artinya tidak menyakiti atau membunuh apapun. Hanya
tapa dan bratalah yang harus dilakukan. Janji-janji yang harus
dilaksanakan oleh para brahmacari telah dibicarakan yaitu mereka
dibagi menjadi tiga golongan, Sukla, Sewala dan Krsnabrahmacari.
Golongan brahmacari, bila perlu sekali dibolehkan memarahi istrinya
untuk menjaga kemungkinan penyelewengan sang istri. Sebab jika
kita tidak pernah marah sama sekali terhadap perempuan dan anak-
anak, pikiran mereka akan menjadi sesat. Tidak ada perempuan-
perempuan yang berhati lurus. Hatinya bercabang-cabang. Karena
inilah, maka dengan mata merah dengan kata-kata kemarahan,
hati mereka baru dapat dijaga lurus dan jadi setia. Ini sudah menjadi
hukum alam bagi mereka yang berumah tangga. “Jangan marah”
artinya bukan jangan marah sama sekali, tetapi janganlah marah
terhadap orang lain di luar lingkungan tali kerumahtanggaan.
Walau mungkin tindakan kemarahan itu dibenarkan oleh pendeta,
janganlah dilakukannya terhadap yang lain, karena sia-sia saja
dan tak ada gunanya. Apalagi jika tindakan kemarahan itu tidak
disetujui oleh para pendeta (orang bijaksana), janganlah dilakukan,
karena akan lebih buruk akibatnya jika melawan larangan mereka
itu. Demikianlah laksana yang harus diperbuat oleh mereka yang
berumah tangga. Suddha artinya bahwa kita harus mandi setiap
pagi. Dalam golongan ini termasuk juga penyembahan terhadap
Tuhan, penyembahan umumnya mengucapkan mantra-mantra
dan melaksanakan homa (memuja dengan api sebagai saksi).
Aharalaghawa artinya memakan yang sederhana. Tidak memakan
apa-apa yang dianggap tidak suci oleh umum. Jika seseorang
itu berani memakan yang dianggap tidak suci oleh umum dan
oleh orang yang berhati suci dan budiman, maka orang itu tidak
seyogyanya dinamai brahmana, pengikut Siwa atau Buddha. Ia akan
dianggap orang kelahiran rendah. Pataka (dosa rendah) ini akan
membawanya ke neraka. Astainya artinya tidak mencuri, misalnya
tanam-tanaman orang lain. Pendeknya tidak mencuri hak milik
orang lain. Tidak bermaksud menjahati orang lain, walau terhadap
binatang, kita tidak boleh berniat jahat. Walaupun seandainya kita
Nilai-nilai Pendidikan Hindu 335
dalam Slokantara
dibilang dusta atau jahat, kita tidak boleh membalas dan menjahati
meski dalam hati sekalipun. Orang harus tetap suci dan waspada.
Hal-hal yang di atas inilah yang dinamai Yamabrata yang telah
diajarkan oleh guru-guru agama dari zaman dahulu. Inilah seruan
Bhatara Rudra yang telah diabadikan di dalam kitab suci, dan ia
yang ingin mengikuti Siwa-Siddhanta ini akan mendapatkan hasil
yang memuaskan pada akhirnya.
58. SLOKA 60 (39)
Wādānām bahuwākyām nām wacanāni punah-punah,
jñānagamyena dūṣitā na grahītawyā wicakṣnaiḥ.
Kalinganya, ikang wwang sinangguh mamukti kĕmbang hĕmās
ring lĕmāh pāt lwirnya, wruh magawe upāya, wruh ring upāya ning
śatru, yeka upāyajña ngaranya. Wāni ring samara, tan hana pada
nira, yeka śūra ngaranya. Wicaksana ring aji śāstrāgama, tan hana
kapunggung ira ring sarwa-tattwa, yeka kṛta-widyā ngaranya.
Bahu sṭri-ratna, pada wagĕd aniwi sang mahāpuruṣa priya, irika
ta sang amawa wruh ring ananggaśāstra, kinalulutan ing strī, yeka
priyamwada ngaranya, yan hana mangkana kadadi ning wwang
pradhāna mangulahakĕn punyadharma, pilih dadi ning wwang
gumĕgö tapabrata ling ning śāstra.
ARTI
Caci makian, bualan kosong, janji-janji palsu, dan nafsu yang
tak kenal batas, semuanya ini harus tidak dibiasakan oleh
orang yang bijaksana. Tidak berguna untuk dilaksanakan.
Adapun ucapan-ucapan atau kata-kata yang tak patut diucapkan
oleh orang bijaksana atau tidak pantas dimasukkan ke dalam
hati ialah: wada artinya caci maki, misalnya bagi raja/pemimpin
dengan maksud untuk berselisih dengannya. Bahuwakya artinya
raja/pemimpin yang suka membual. Wacanapunah-punah artinya
seorang raja/pemimpin yang sering membuat janji tetapi tidak
pernah diingat apalagi dipenuhi. Jnanagamya ini dikatakan seorang
336 Nilai-nilai Pendidikan Hindu
dalam Slokantara