The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku yang berisi tentang pengawasan pemilu ditulis oleh segenap komisioner dan staf Bawaslu Jepara

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by panwaskabjepara10, 2019-12-12 02:53:59

Sketsa Pengawasan Pemilu 2019

Buku yang berisi tentang pengawasan pemilu ditulis oleh segenap komisioner dan staf Bawaslu Jepara

Sistem Penanganan Pelanggaran Pemilu

pribadi dan bukan institusi. Pelanggaran terhadap kode
etik ini diselesaikan oleh DKPP melalui pengkajian
terebih dahulu oleh Bawaslu. Pengkajian Bawaslu
yang menyimpulkan satu pelanggaran merupakan
pelanggaran Kode Etik wajib diteruskan oleh Bawaslu
kepada DKPP.

Pada tahun 2019 terbit Perbawaslu No 4 Tahun
2019 tentang Mekanisme Penanganan Pelanggaran Kode
Etik Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan,
Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kelurahan/Desa
dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara. Pada Pasal
3 Penanganan dugaan pelanggaran kode etik bertujuan
menjaga integritas, kehormatan, kemandirian dan
kredibilitas anggota Panwaslu Kecamatan, Panwaslu
Kelurahan/Desa dan Pengawas TPS. Penanganan
tersebut dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten/
kota terhadap Panwaslu Kecamatan, dan Panwaslu
Kelurahan/desa termasuk Pengawas TPS. Penanganan
dilakukan berdasarkan temuan Pengawas Pemilu,
atau aduan penyelenggara pemilu, Peserta Pemilu,
tim kampanye, masyarakat, dan/atau pemilih yang
dilengkapi identitas yang jelas yang diputuskan dalam
Rapat Pleno Bawaslu Kabupaten/Kota yang merupakan
forum tertinggi dalam pengambilan keputusan untuk
melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang.

2. Pelanggaran Administratif

Pelanggaran Administratif Pemilu adalah
Pelanggaran terhadap tata cara, prosedur atau mekanisme
yang berkaitan dengan administratif pelaksanaan pemilu
dalam setiap tahapan penyelenggaraan pemilu.5

5. Undang-undang No 7 Tahun 2017 Pasal 460 ayat 1

140

Laili Anisah

Ketentuan dan persyaratan menurut undang-
undang pemilu tentu saja bisa berupa ketentuan-
ketentuan dan persyaratan-persyaratan yang diatur, baik
langsung dalam undang-undang pemilu maupun dalam
keputusan-keputusan KPU yang bersifat mengatur
sebagai aturan pelaksanaan dari undang-undang
pemilu. Mengacu kepada pemahaman seperti ini, tentu
saja potensi jumlah pelanggaran administrasi menjadi
sangat banyak.

Sebagai contoh dari ketentuan yang mengatur
administrasi menurut undang-undang pemilu adalah:
“Untuk dapat menggunakan hak memilih, warga negara
Republik Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih
atau dengan menunjukan identitas WNI.” Ketentuan
tersebut mengandung arti apabila ada orang yang tidak
terdaftar sebagai pemilih atau tidak memiliki identitas
WNI ikut memilih pada hari pemungutan suara, artinya
telah terjadi pelanggaran administrasi. Contoh dari
persyaratan menurut Undang-Undang Pemilu adalah:
“syarat pendidikan, syarat usia pemilih, dan sebagainya.”
Ketentuan dan persyaratan juga banyak dijumpai dalam
keputusan KPU. Misalnya mengenai kampanye pemilu,
dimana terdapat banyak aturan administrasi seperti
menyangkut tempat-tempat pemasangan alat peraga
kampanye dan sebagainya.

Ketentuan-ketentuan di atas tentu dibarengi
dengan adanya sanksi. Ada berbagai macam sanksi
yang dapat diberikan kepada para pelaku pelanggaran
administrasi. Macam-macam sanksi tersebut dapat
berupa teguran lisan, teguran tertulis, pembatalan calon,
pencopotan alat peraga kampanye dan lain sebagainya.
Pemberi sanksi dalam hal pelanggaran administrasi

141

Sistem Penanganan Pelanggaran Pemilu

adalah KPU sesuai tingkatannya masing-masing dengan
mendasarkan pada rekomendasi Pengawas Pemilu.
Dalam penyelesaian pelanggaran administratif pemilu
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota
memiliki batas waktu paling lama 14 (empat belas
) hari kerja setelah temuan dan laporan diterima dan
diregistrasi.

Adapun putusan Bawaslu, Bawaslu Provinsi,
Bawaslu Kabupaten/Kota untuk penyelesaian
pelanggaran pemilu berupa:

Perbaikan administrasi terhadap tata cara prosedur
atau mekanisme sesuai dengan peraturan perundang-
undangan .

Teguran tertulis tidak diikutkan pada tahapan
tertentu dalam penyelenggaraan pemilu dan Sanksi
administrasi lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.6

Selanjutnya KPU wajib menindaklanjuti putusan
Bawasllu dengan menerbitkan keputusan KPU dalam
waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak
diterbitkannya putusan Bawaslu.7

3. Tindak Pidana Pemilu

Aturan sanksi pelanggaran pemilu dalam undang-
undang pemilu yang dimaksud di sini adalah pidana.
Setiap ketentuan pidana yang dibentuk untuk
keperluan hukum harus mampu mengakomodir tujuan
penyusunan undang-undang. Pembuat undang-undang
harus mengatur tentang larangan praktik curang atau

6. Undang-undang No 7 tahun 2017 Pasal 461 ayat 5 dan 6
7. Undang-undang No 7 tahun 2017 Pasal 463 ayat 3

142

Laili Anisah

pelanggaran pidana pemilu. Dalam keterkaitannya
dengan peraturan pemilu, undang-undang tidak hanya
mengatur proses pemilu, tetapi mereka juga melarang
perlakuan yang dapat menghambat esensi pemilu yang
bebas dan adil. Untuk menjamin pemilu yang bebas dan
adil, diperlukan perlindungan bagi para pemilih, bagi
para pihak yang mengikuti pemilu, maupun bagi rakyat
umumnya dari segala ketakutan, intimidasi, penyupan,
penipuan, dan praktik-praktik curang lainnya yang akan
mempengaruhi kualitas hasil pemilihan umum.8

Jika pemilihan dimenangkan melalui cara-cara
curang maka akan sulit dikatakan bahwa para pemimpin
atau para legislator yang terpilih di parlemen merupakan
wakil-wakil rakyat dan pemimpin yang sejati. Guna
melindungi kualitas pemilu yang sangat penting bagi
demokrasi itulah para pembuat undang-undang telah
menjadikan sejumlah perbuatan curang dalam pemilu
sebagai suatu tindak pidana.

Dengan demikian, undang-undang tentang pemilu
di samping mengatur tentang bagaimana pemilu
dilaksanakan, juga melarang sejumlah perbuatan yang
dapat menghancurkan hakekat bebas dan adil tersebut
disertai ancaman hukuman bagi pelakunya.

Undang-Undang No. 7 tahun 2017 memberikan
definisi Pelanggaran tindak pidana pemilu sebagai
tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap
ketentuan tindak pidana pemilu. Terhadap setiap
dugaan tindak pidana pemilu yang disimpulkan dalam
kajian Bawaslu maka selanjutnya akan diteruskan oleh

8. https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/925/05.2%20bab%202.
pdf?sequence=8&isAllowed=y ,didownload tanggal 18 september 2019, pukul 15.17
WIB.

143

Sistem Penanganan Pelanggaran Pemilu

Bawaslu kepada pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti
atau diproses lebih lanjut dengan menggunakan hukum
“acara pidana khusus” seperti yang diatur dalam
Undang-Undang No. 7 tahun 2017.

Tata Cara Penanganan Pelanggaran Pemilu

Selain mekanisme pelaporan bisa juga menggunakan
jalur temuan pengawas Pemilu atau Bawaslu dengan seluruh
jajarannya. Setiap dugaan pelanggaran pemilu yang terjadi,
baik administrasi, pidana ataupun kode etik, harus dilakukan
berdasarkan landasan undang-undang. Teknis tata cara
penanganan pelanggaran pemilu diatur dalam Peraturan
Bawaslu yang berkaitan dengan jenis dugaan pelanggaran.
Pengertian Penanganan Pelanggaran berdasarkan Perbawaslu
No. 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan
Pelanggaran Pemilihan Umum adalah serangkaian proses yang
meliputi penerusan temuan, penerimaan laporan, pengumpulan
alat bukti, klarifikasi, pengkajian, dan/atau pemberian
rekomendasi, serta penerusan hasil kajian atas temuan/laporan
kepada instansi yang berwenang untuk ditindaklanjuti.

Agar sebuah laporan bisa ditindaklanjuti pada proses
penanganan pelanggaran maka harus dipastikan laporan
tersebut memenuhi syarat formil dan syarat materiil. Syarat
formil yang dimaksud adalah:

a. Identitas pelapor/pihak yang berhak melaporkan
b. Pihak terlapor
c. waktu pelaporan tidak melebihi ketentuan batas waktu

yaitu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diketahui dan/
atau ditemukannya pelanggaran pemilu; dan
d. Kesesuaian tanda tangan dalam formulir Laporan

144

Laili Anisah

Dugaan Pelanggaran dengan kartu identitas
Adapun syarat materiil meliputi : 9

a. Peristiwa dan uraian kejadian;
b. Tempat peristiwa terjadi;
c. Saksi yang mengetahui peristiwa tersebut; dan
d. Bukti.

Kajian yang dilakukan Pengawas Pemilu terhadap satu
laporan atau temuan akan menghasilkan dua kesimpulan utama
yaitu pelanggaran pemilu atau bukan pelanggaran pemilu. Jika
kajian hasil rapat pleno menyimpulkan bahwa suatu laporan
atau temuan adalah pelanggaran pemilu maka dijelaskan
lebih lanjut kategori dugaan pelanggarannya: pelanggaran
administrasi, pelanggaran kode etik, pelanggaran pidana atau
sengketa. Terhadap dugaan pelanggaran administrasi apabila
tidak mencapai kesepakatan Bawaslu melakukan sidang
adjudikasi dan memiliki hasil keputusan yang mengikat dan
harus ditindaklanjuti oleh KPU.

Terhadap dugaan pelanggaran kode etik Penanganan
tersebut dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten/kota terhadap
Panwaslu Kecamatan, dan Panwaslu Kelurahan/desa termasuk
Pengawas TPS. Penanganan dilakukan berdasarkan temuan
Pengawas Pemilu, atau aduan penyelenggara Pemilu, Peserta
Pemilu, tim kampanye, masyarakat, dan/atau pemilih yang
dilengkapi identitas yang jelas yang diputuskan dalam Rapat
Pl0eno Bawaslu Kabupaten/Kota yang merupakan forum
tertinggi dalam pengambilan keputusan untuk melaksanakan
tugas, fungsi, dan wewenang.10 selanjutnya Bawaslu meneruskan
kepada DKPP.

Sedangkan dugaan pelanggaran pidana selanjutnya

9. Perbawaslu No 7 Tahun 2018 Pasal 9 ayat 3 dan 4
10. Perbawaslu No 5 Tahun 2018 tentang Rapat Pleno Pasal 1 Ayat 7

145

Sistem Penanganan Pelanggaran Pemilu

Bawaslu meneruskan kepada Kepolisian yang sebelumnya telah
dikaji dalam forum sentra Gakkumdu untuk menyamakan
pemahaman dan pola penanganan antara Bawaslu, Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik
Indonesia.11

Kajian menyimpulkan tidak adanya pelanggaran pemilu
memiliki dua kemungkinan yaitu memang sama sekali
tidak terjadi pelanggaran atau ada pelanggaran tetapi bukan
pelanggaran yang melanggar Undang-undang Pemilu melainkan
Undang-undang lain. Terhadap pelanggaran Undang-undang
lain maka pengawas Pemilu meneruskan atau melaporkan
kepada pihak lain yang berwenang.

Tentang rekomendasi berupa pelanggaran kode etik, DKPP
melaksanakan wewenangnya dengan menjalankan proses
persidangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun
2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.

Tentang penanganan pelanggaran pidana, Bawaslu akan
meneruskannya kepada kepolisian Sebagaimana penanganan
tindak pidana pada umumnya paling lama 1x24 (satu kali
dua puluh empat) jam sejak diputuskan dalam rapat pleno
berdasarkan kajian Pengawas Pemilu. Dan penerusan laporan
tersebut dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari.12
penanganan tindak pidana pemilu tersebut juga melalui proses
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dimuka peradilan.

Seperti yang sudah diterangkan sebelumnya bahwa batas
waktu diterimanya suatu laporan paling lambat adalah 7

11. Undang-undang No 7 Tahun 2017 Pasal 486
12. Perbawaslu No 7 Tahun 2018 Pasal 29

146

Laili Anisah

(tujuh) hari kerja setelah ditemukan atau diketahui terjadinya
sebuah dugaan tindak pidana pemilu. Waktu tersebut termasuk
digunakan oleh Pengawas Pemilu untuk melaksanakan rapat
koordinasi dengan institusi kepolisian dan kejaksaan dalam
satu forum yang bernama Sentra Penegakan Hukum Terpadu
atau disebut Sentra Gakkumdu.

Rapat tersebut membahas mengenai perkara yang diduga
sebagai tindak pidana pemilu dengan mekanisme pemaparan
perkara oleh Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/
Kota, kemudian pihak Kepolisian dan Kejaksaan memberikan
pendapat hukum, apakah tindakan tersebut memang benar-
benar telah memenuhi unsur formil dan unsur materiil sebagai
suatu tindak pidana pemilu. Unsur formil yang dimaksud adalah
mengenai keabsahan pelapor, waktu laporan dan keabsahan
laporan. Sedangkan unsur materiil yang dimaksud adalah:

a. Identitas Pelapor;
b. Nama dan alamat terlapor;
c. Peristiwa dan uraian kejadian;
d. Waktu dan tempat kejadian;
e. Saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut;
f. Barang bukti yang mungkin diperoleh atau diketahui;

Melalui pembahasan Sentra Gakkumdu inilah rekomendasi
dan status laporan atau temuan dugaan tindak pidana pemilu
akan ditentukan. Apabila status tersebut menyatakan ditemukan
adanya pelanggaran pidana pemilu, maka perkara tersebut pada
hari yang sama diteruskan atau dilimpahkan kepada Kepolisian
setempat (Polres/Polresta/Polda sesuai tingkatannya masing-
masing) dalam bentuk laporan. Kepolisian memiliki waktu
selambat-lambatnya 14 hari untuk melakukan penyidikan dan

147

Sistem Penanganan Pelanggaran Pemilu

menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum.13
Dalam hal hasil penyidikan belum lengkap dalam waktu paling
lama 3 (tiga hari) penuntut umum mengembalikan berkas
perkara kepada penyidik kepolisian disertai petunjuk tentang
hal yang harus dilengkapi. Dan penyidik Kepolisian dalam
waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal penerimaan berkas
harus sudah menyampaikan kembali berkas tersebut kepada
penuntut umum. Selanjutnya penuntut umum melimpahkan
berkas kepada pengadilan negeri untuk diperiksa, diadili
dan diputuskan oleh majelis khusus paling lama 5 hari sejak
menerima berkas perkara dan dapat dilakukan dengan tanpa
kehadiran tersangka.14

Waktu dari pelimpahan berkas hingga adanya putusan
pengadilan adalah 7 (tujuh) hari dan dapat dilakukan dengan
tanpa kehadiran terdakwa. Jika telah ada putusan dari Pengadilan
Negeri setempat, tersedia waktu 3 (tiga) hari bagi terdakwa
untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi setempat.
Waktu yang dimiliki bagi Pengadilan Tinggi untuk memeriksa
dan memutus perkara banding sama yaitu 7 (tujuh) hari.15
Putusan yang dihasilkan oleh pengadilan tinggi bersifat tetap
dan mengikat serta tidak ada upaya hukum lain atas putusan
tersebut.16 Artinya, putusan banding dalam perkara pidana
pemilu berstatus final and binding.

Sengketa

Terhadap persoalan-persoalan yang muncul selain dari ketiga
pelanggaran di atas dapat dimasukkan dalam kategori sengketa

13. Undang-undang No 7 Tahun 2017 Pasal 480
14. Undang-undang No 7 Tahun 2017 Pasal 476 - 481
15. Undang-undang No 7 Tahun 2017 Pasal 482
16. ibid

148

Laili Anisah

pemilu. Sengketa pemilu yang dimaksud adalah sengketa
yang terjadi antar peserta pemilu dan sengketa Peserta Pemilu
dengan penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota.17
Sebab terjadinya sengketa ada 2 hal yaitu:

a. Perbedaan penafsiran atau suatu ketidakjelasan tertentu
yang berkaitan dengan suatu masalah fakta kegiatan,
peristiwa, dan/atau ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai pemilu antar peserta Pemilu; dan/
atau

b. Keadaan dimana pengakuan atau pendapat dari
salah satu peserta Pemilu mendapatkan penolakan,
pengakuan yang berbeda, dan/atau penghindaran dari
peserta Pemilu yang lain.18

Penyelesaian sengketa proses pemilu ada di tangan Bawaslu
dan jajarannya. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan antara
pihak yang bersengketa Bawaslu menyelesaikan sengketa
proses pemilu melalui adjudikasi.19 Pasal 469 ayat (1) UU No 7
Tahun 2017 secara tegas menyatakan bahwa keputusan Bawaslu
mengenai penyelesaian sengketa pemilu merupakan keputusan
terakhir dan mengikat, kecuali keputusan terhadap sengketa
pemilu yang berkaitan dengan verifikasi Partai Politik Peserta
Pemilu dan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD
provinsi, dan DPRD Kab/Kota serta Penetapan Pasangan Calon.
Maksudnya adalah dalam hal sengketa pemilu yang berkaitan
dengan verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu dan daftar calon
tetap anggota DPR, DPD dan DPRD provinsi, dan DPRD

17. UU No 7 Tahun 2017 Pasal 466
18. https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/925/05.2%20bab%202.
pdf?sequence=8&isAllowed=y , didownload tanggal 18 september 2019, pukul 15.17
WIB.
19. UU No 7 Tahun 2017 Pasal 468 ayat 4

149

Sistem Penanganan Pelanggaran Pemilu

kabupaten/kota tidak dapat diselesaikan, para pihak yang
merasa kepentingannya dirugikan oleh keputusan KPU dapat
mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan tinggi tata
usaha negara. Catatan pentingnya adalah bahwa mekanisme
itu dapat ditempuh setelah terlebih dahulu para pihak yang
bersengketa mencoba menyelesaikannya di Bawaslu.

Adapun mekanisme permohonan penyelesaian sengketa
disampaikan secara tertulis dan paling sedikit memuat:

a. Nama dan alamat pemohon
b. Pihak termohon
c. Keputusan KPU, Keputusan KPU Provinsi dan atau

Keputusan KPU Kabupaten/Kota yang menjadi sebab
sengketa

Permohonan tersebut disampaikan paling lama 3 (tiga)
hari kerja sejak tanggal penetapan keputusan KPU, Keputusan
KPU Provinsi dan atau Keputusan KPU Kabupaten/Kota
yang menjadi sebab sengketa. 20 Kemudian baru Bawaslu
memeriksa dan memutus sengketa paling lama 12 (dua belas
) hari sejak diterimanya permohonan. Dan dalam hal tidak
tercapai kesepakatan antara pihak yang bersengketa Bawaslu
menyelesaikan melalui adjudikasi.

20. UU No 7 Tahun 2017 Pasal 467

150

Laili Anisah

Daftar Pustaka

https://dspace.uii.ac.id/ bitstream/ handle/ 123456789/ 925/
05.2%20bab% 202.pdf? sequence= 8&is Allowed=y ,
didownload tanggal 18 september 2019, pukul 15.17 WIB.

Perundang- Undangan
Undang-undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
Perbawaslu No 7 tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan

Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum
Perbawaslu No 5 Tahun 2018 tentang Rapat Pleno

151

Strategi Pencegahan, Penindakan, dan Publish (Triple P)

Strategi Pencegahan, Penindakan,
dan Publish (Triple P)

Oleh: Abd. Kalim

Money politic sepertinya sudah tidak asing di telinga
masyarakat. Kenapa demikian? Karena setiap kali Pemilu tiba
fenomena semacam ini marak terjadi. Hasil survey oleh LSI
menunjukkan publik yang menyatakan akan menerima uang
yang diberikan oleh kandidat mengalami kenaikan. Grafik
politik uang terus mengalami kenaikan dari 53,9% di tahun 2005
menjadi 63% di tahun 2010.1 Sementara itu survei terhadap 255
responden yang dilakukan secara acak pada Desember 2017
diperoleh informasi bahwa 64 % persen responden menyatakan
politik uang dianggap hal yang wajar, sedangkan 36 % menolak2.

Hasil survei ini dapat dikatakan bahwa di tengah-tengah
masyarakat telah terjadi penyimpangan, satu sisi bangsa
Indonesia sedang giat-giatnya upaya untuk memberantas
korupsi, tetapi disisi lain masyarakat masih memiliki persepsi
bahwa politik uang dalam Pemilu sesuatu hal yang wajar. Politik
uang yang terjadi telah mempengaruhi persepsi masyarakat
bahwa “Kalau tidak ada uang ya gak usah nyoblos”. Hal ini

1. Fitriyah, Hasil survey money politik, Tahun 2014
2. M.Saekan Muchit, Hasil survey money politik, Tahun 2017

152

Abd. Kalim

Abd. Kalim

menggambarkan betapa kesadaran politik masyarakat kita
masih rendah.

Lalu siapa yang harus bertanggung jawab jika pola pikir
masayarakat masih terjerembab pada praktik-praktik politik
uang. ” Tidak ada asap kalau tidak ada api”. Diktum itu
menandaskan bahwa kesadaran politik yang rendah tentu ada
sebab-musababnya. Politik uang yang dipertontonkan oleh
politikus tanah air secara tidak langsung ikut andil dalam
menanamkan budaya money politics pada masyarakat. Harusnya
para kontestan Pemilu mengaca bahwa kekuasaan harusnya
diraih dengan cara yang jujur dan jauh dari unsur kecurangan.
Bukan malah sebaliknya mengkhalalkan segala cara sehingga
dapat melenggang duduk di kursi Eksekutif maupun Legislatif.
Bagaimana mungkin kita bisa membangun negara yang madani
jika dalam prosesnya diikuti dengan cara-cara yang batil baik
dalam konteks agama maupun konstitusi kePemiluan.

Money politics seringkali dijadikan senjata terakhir untuk
meraih kekuasaan secara instan. Jika visi-misi kontestan Pemilu
tidak lagi menjual. Tentu money politics jadi jalan pintas agar
dipilih rakyat. Nafsu serakah akan kekuasaan menjadikan para
politikus menjadi dermawan kesiangan dengan bagi-bagi uang
kepada warga jelang Pemilu. Padahal mereka juga tahu bahwa
tindakan tersebut adalah bagian kecurangan politik. Praktik
politik uang biasanya dilakukan dengan serangan subuh.

Pembagian uang dengan sistem serangan subuh ini
menandaskan bahwa nafas demokrasi kita masih menjunjung
tinggi sistem kapitalisme. Paslon yang memiliki banyak modal
tentu akan lebih banyak bicara dibandingkan paslon yang
modalnya terbatas. Oleh karena itu sistem demokrasi kita dinilai
sangat mahal. Kondisi ini membuat sistem pemerintahan kita
sering diwarnai dengan kasus-kasus korupsi para pejabat negara.
Korupsi ditengarai adanya motif untuk mengembalikan modal

153

Strategi Pencegahan, Penindakan, dan Publish (Triple P)

yang begitu besar saat musim kampanye. Dengan demikian
politik uang dalam Pemilu bisa dijadikan starting point adanya
rantai korupsi yang terjadi. Dan isu korupsi hampir tidak pernah
ada habisnya di media masa.

Kasus politik uang yang marak terjadi ini harus kita cegah
dan kita lawan agar dapat membangun negara yang makmur
dan berkeadilan. Serupiah pun dari Paslon yang diberikan
kepada warga agar memilih dan mencoblos kepada Paslon
yang bersangkutan merupakan bagian dari politik uang. Upaya
ini bisa diwujudkan jika terjadi sinergitas antara rakyat dan
Bawaslu. Lembaga Bawaslu sebagai salah satu penyelenggara
Pemilu memiliki peran strategis dalam melakukan tindakan
pencegahan (preventif) dan penindakan (action) Pemilu
termasuk politik uang. Sebenarnya pelanggaran Pemilu tidak
hanya politik uang tetapi sangat beragam, yakni kampanye
hitam, kampanye tidak ber-STTP, mobilisasi PNS, kepala desa/
perangkat desa, kampanye diluar jadwal, menyalahgunakan
fasilitas negara dan lain-lain.

Diakui atau tidak sebagian masyarakat kita, masih
ditemukan anggapan bahwa Bawaslu tak ubahnya seperti menara
gading. Peran panitia Pengawas Pemilu dalam penyelenggaraan
pemilihan umum legislatif belum melaksanakan fungsinya
secara maksimal, hal tersebut dapat dilihat dari pelaksanaan
sosialisasi penyelenggaraan Pemilu masih banyak pelanggaran
(Sulaeman and Ilham 2016). Padahal Bawaslu memiliki Sentra
Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) yang terdiri dari
unsur Panwas, Polri, dan Kejaksaan. Sentra ini harusnya dapat
dioptimalkan untuk penegakan pidana Pemilu sesuai UU No 10
Tahun 2016 dan UU No 7 Tahun 2017. Dengan tegaknya Sentra
Gakkumdu otomatis akan menaikkan marwah dari Bawaslu.
Jangan sampai Bawaslu hanya jadi asesoris Pemilu yang tidak
memilki taji dalam pencegahan dan penindakan Pemilu. Pemilu

154

Abd. Kalim

yang adil berada di tangan Bawaslu dengan dukungan masyarakt
tentunya.

Penegakan pelanggaran Pemilu yang sudah berjalan di
KabupatenJeparadenganmenerapkanmodelTripleP(Pencegahan,
Penindakan, dan Publish) dilakukan dalam satu nafas. Dan ini
sudah terbukti ampuh dalam mencegah terjadinya pelanggaran
dalam Pemilu. Karena dengan adanya variabel baru yaitu publish
ketika proses investigasi dan penindakan (klarifikasi, mengkaji
dan menyimpulkan) kemudian melimpahkan ke kepolisian
sangat dimungkinkan para pelaku dugaan pelanggaran
pidana Pemilu tidak hanya mendapat ancaman pidana namun
juga mendapat sanksi moral yang nantinya akan diblock up
oleh berbagai media, disampaikan pada kegiatan-kegiatan
sosialisasi, diberitakan secara viral. Jika yang terjadi demikian
maka ini sebagai pelajaran, efek jera, renungan dan kesadaran
bagi peserta Pemilu dan masyarakat, bahwa money politics dan
pelanggaran pidana Pemilu lainnya adalah kejahatan yang dapat
dipidanakan, meskipun pada akhirnya proses hukum tidak dapat
dilanjutkan mungkin karena tidak cukup bukti, saksi dan lain-
lain. Para pelaku setidaknya malu kepada masyarakat bahwa
yang dilakukannya adalah sebuah kebodohan. Maka strategi ini
cukup ampuh dalam upaya pencegahan pelanggaran dari pada
pencegahan yang bersifat normative.

Selama ini Bawaslu secara umum hanya menerapkan
pencegahan dan penindakan saja belum diikuti dengan pelibatan
pers dan awak media secara masif. Pencegahan dan penindakan
hanya sebatas pada tahap sosialisasi dan edukasi saja. Kegiatan
sosialisasi biasanya diarahkan kepada stakeholder, tokoh agama,
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), mahasiswa, organisasi
pemuda, organisasi masyarakat dan insan pers. Inovasi dan
gebrakan Bawaslu harusnya ditingkatkan seiring trend angka
money politics semakin tinggi di tahun politik ini.

155

Strategi Pencegahan, Penindakan, dan Publish (Triple P)

Bawaslu mencoba memberanikan diri untuk melibatkan
media pers dalam proses penindakan. Siaran pers dapat
memperkuat upaya pencegahan dan penindakan. Karena pers
adalah salah satu pilar dalam mewujudkan demokratisasi di
Indonesia3. Sejalan dengan itu, bahwa lembaga pers memiliki
salah satu Peran yaitu kontrol sosial. dalam menjalankan
perannya yakni mampu mengontrol perilaku tak terpuji
masyarakat pada umumnya dan pejabat pada khususnya,
mampu menjadi produsen bagi keputusan politik4.

Saat terjadi temuan pelanggaran money politics,
Bawaslu dapat melaksanakan tindakan dengan memanggil/
mengklarifikasi pihak yang bersangkutan untuk diplenokan oleh
tim Gakkumdu. Jika dalam kajian itu ditemukan unsur pidana
maka berkas akan direkomendasikan kepada pihak kepolisian.
Jika hanya ditemukan unsur pelanggaran administrasi atau
pelanggaran etik maka Bawaslu memberikan surat peringatan
atau merekomendasikan pada pimpinan/atasan instansi yang
bersangkutan.

Strategi Bawaslu Kabupaten Jepara dengan melakukan
pencegahan, penindakan, dan publish dilakukan secara bersama
dalam satu nafas, diharapkan ada efek jera atau rasa malu
bahwa yang bersangkutan sedang menjadi “pesakitan” menurut
orang jawa sehingga menjadi sorotan publik. Dan tentu ini
akan menjadi warning bagi kontestan, tim sukses, relawan dan
simpatisan untuk tidak berbuat money politic dan pelanggaran
lain jelang pemilihan. Pemilu tanpa money politics adalah salah
satu indikator bahwa political well masyarakat sudah maju.
Sedangkan Political well masyarakat yang maju akan menciptakan
Pemilu yang berkeadilan.

3. https://guruppkn.com (Peran Pers dalam Masyarakat Demokrasi) diunduh pada
Senin 23/9/2019

4. Rina Martini, Analisis Peran dan Fungsi Pers Sebelum dan sesudah Reformasi Politik
di Indonesia, Jurnal Ilmu Sosial FISIP UNDIP Semarang, vol.13 No.2 Agustus 2014

156

Optimalisasi Penanganan
Pelanggaran Pidana Pemilu

Oleh: Kunjariyanto*

Dalam Pelaksanaan pemilu dari tahun ke tahun tidak
menutup kemungkinan adanya pelanggaran, baik pelanggaran
yang bersifat administratif maupun pelanggaran yang berupa
tindak pidana.

Tindak pidana pemilu di Indonesia dalam perkembangannya
mengalami banyak perubahan baik berupa peningkatan
jenis tindak pidana, hingga penambahan sanksi pidana. Hal ini
disebabkan karena semakin hari tindak pidana pemilu semakin
menjadi perhatian yang semakin serius.

Pengertian Tindak Pidana pemilu

Tindak pidana pemilu adalah setiap orang atau badan
hukum ataupun organisasi yang dengan sengaja melanggar
hukum, mengacaukan, menghalang-halangi atau mengganggu

* Koordinator Divisi Penindakan dan Penanganan Pelanggaran Bawaslu
Kabupaten Jepara

157

Kunjariyanto

Kunjariyanto

jalannya pemilihan umum yang diselenggarakan menurut
undang- undang.1

Sedangkan menurut Topo Santoso mendefinisikan tindak
pidana pemilu adalah Semua tindak pidana yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pemilu yang diatur di dalam
maupun di luar Undang-undang Pemilu.2 Apabila dalam
penyelengaraan pemilu terjadi pelanggaran tindak pidana
pemilu, maka diselesaikan melalui jalur Sentra Penegakan
Hukum Terpadu (Gakkumdu).3

Gakkumdu merupakan pusat aktivitas penegakan hukum
tindak pidana Pemilu yang terdiri atas unsur Bawaslu, Kepolisian
dan Kejaksaan dalam semua tingkatan. Lembaga ini dibentuk
guna menyamakan pemahaman dan pola penanganan tindak
pidana Pemilu antara Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan.
Gakkumdu melekat pada Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi, dan
Bawaslu Kabupaten/Kota. 4

Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Jepara
adalah pusat aktivitas penegakan hukum tindak pidana Pemilu
yang terdiri atas unsur Bawaslu Jepara, Kepolisian Resor Jepara
dan Kejaksaan Negeri Jepara.

Pembentukan Lembaga Gakkumdu di Kabupaten Jepara
berdasarkan Peraturan Bawaslu Nomor 31 Tahun 2018 Tentang
Sentra Penegakan Hukum Terpadu. Dalam melaksanakan
penanganan tindak pidana pemilu, Gakkumdu menjalankan
tugasnya secara penuh waktu.

1. Djoko Prakoso, Tindak Pidana Pemilu, (Jakarta : Sinar Harapan, 1987), hlm. 148
2. Topo Santoso, 2006, Tindak Pidana Pemilu, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 1
3. UU No. 7 Tahun 2017 pasal 486 ayat 1
4. Perbawaslu Nomor 31 Tahun 2018 Tentang Sentra Penegakam Hukum Terpadu
Pasal 1 ayat 2

158

Optimalisasi Penanganan Pelanggaran Pidana Pemilu

Optimalisasi Penanganan Pelanggaran Pidana Pemilu

Alur Penanganan Tindak Pidana Pemilu

Penanganan tindak pidana pemilu dilaksanakan berdasarkan
asas ; keadilan, kepastian, kemanfaatan, persamaan di muka
hukum, praduga tak bersalah, dan legalitas. Penanganan tindak
pidana pemilu juga harus menganut pada prinsip kebenaran,
cepat, sederhana, biaya murah dan tidak memihak. Asas dan
prinsip ini selalu menjadi dasar utama dalam melakukan
penanganan pelanggaraan di Gakkumdu.

Pola kerja penanganan tindak pidana pemilu di Gakkumdu
berdasar pada UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,
Perbawaslu No. 7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan
Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum, dan Perbawaslu No. 9
Tahun 2018 yang diubah dengan Perbawaslu No. 31 Tahun 2018
tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu.

Pelanggaran pidana pemilu dapat berasal dari temuan
maupun laporan. Temuan merupakan hasil pengawasan dari
jajaran Bawaslu. Sedangkan laporan adalah laporan langsung
WNI yang mempunyai hak pilih, peserta pemilu atau pemantau
pemilu kepada jajaran Bawaslu.

Setiap temuan dan laporan dugaan pelanggaran pidana
pemilu harus memenuhi syarat formil dan materiil. Syarat formil
meliputi ; (a) identitas pelapor/pihak yang berhak melaporkan,
(b) pihak terlapor, (c) waktu pelaporan tidak melebihi 7 hari,
(d) kesesuaian tanda tangan dalam formulir laporan dugaan
pelanggaran dengan kartu tanda penduduk elektronik dan/atau
kartu identitas lain. Sedangkan syarat materiil meliputi ; (a)
peristiwa dan uraian kejadian, (b) tempat peristiwa terjadi, (c)
saksi yang mengetahui peristiwa tersebut, (d) bukti.

Alur Penanganan Tindak Pidana Pemilu terbagi menjadi
beberapa bagian. Bagian kesatu penerimaan temuan dan laporan,
yakni penyidik dan jaksa mendampingi Bawaslu kabupaten

159

Kunjariyanto

dalam menerima temuan atau laporan tindak pidana Pemilu.
Pendampingan tersebut untuk melakukan identifikasi,
verifikasi, dan konsultasi terhadap temuan atau laporan dugaan
tindak pidana Pemilu.

Bagian kedua pengawas pemilu bersama dengan penyidik
dan jaksa paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam
melakukan pembahasan pertama. Hasil pembahasan tersebut
untuk menyimpulkan apakah temuan atau laporan memenuhi
syarat formil dan syarat materil, dan menentukan pasal yang
akan disangkakan terhadap peristiwa temuan atau laporan
dugaan tidak pidana pemilu yang telah diterima dan diregistrasi
oleh Pengawas Pemilu.

Bagian ketiga pengawas Pemilu melakukan kajian terhadap
temuan atau laporan pelanggaran Pemilu paling lama 7 (tujuh).
Dalam penyusunan kajian, pengawas Pemilu memerlukan
keterangan tambahan, penyusunan keterangan tambahan dan
kajian dilakukan paling lama 14 (empat belas) Hari setelah
temuan dan laporan diterima dan diregistrasi. Pengawas Pemilu
dapat mengundang pelapor, terlapor, saksi, dan/atau ahli untuk
dimintakan keterangan dan/atau klarifikasi.

Bagian keempat pembahasan kedua. Pengawas Pemilu
bersama dengan Penyidik dan Jaksa melakukan Pembahasan
kedua paling lama 14 (empat belas) Hari sejak temuan atau
laporan diterima dan diregistrasi oleh Pengawas Pemilu.
Hasil Pembahasan untuk menyimpulkan temuan atau laporan
merupakan tindak pidana Pemilu atau bukan tindak pidana
Pemilu. Apabila temuan atau laporan dugaan tindak pidana
Pemilu berdasarkan kesimpulan, Pembahasan dinyatakan
terdapat dugaan tindak pidana Pemilu, Pengawas Pemilu
meneruskan penanganan dugaan tindak pidana Pemilu kepada
Penyidik. Apabila temuan atau laporan dugaan tindak pidana
Pemilu berdasarkan Pembahasan tersebut dinyatakan tidak

160

Optimalisasi Penanganan Pelanggaran Pidana Pemilu

terdapat unsur tindak pidana Pemilu, Pengawas Pemilu,
menghentikan penanganan temuan atau laporan.

Bagian kelima Rapat Pleno. Pengawas Pemilu melaksanakan
rapat pleno untuk memutuskan temuan atau laporan
ditingkatkan ke tahap Penyidikan atau dihentikan. Rapat pleno
didasarkan pada hasil Pembahasan kedua, kajian Pengawas
Pemilu, dan laporan hasil Penyelidikan. Dalam hal rapat pleno
memutuskan temuan atau laporan penanganan pelanggaran
Pemilu dihentikan, Pengawas Pemilu mengumumkan status
temuan atau laporan disertai dengan alasan penghentian dan
memberitahukan kepada pelapor.

Bagian keenam pembahasan ketiga, Penyidik menyampaikan
hasil Penyidikan dalam Pembahasan ketiga yang dipimpin oleh
Koordinator Gakkumdu dari unsur Polri. Pembahasan ketiga
dilakukan selama proses Penyidikan. Pembahasan ketiga dihadiri
oleh Pengawas Pemilu, Penyidik, dan Jaksa untuk membahas
hasil Penyidikan. Pembahasan ketiga menghasilkan kesimpulan
dapat atau tidaknya perkara dilimpahkan kepada Jaksa.

Bagian ketujuh penuntutan. Penuntut Umum melimpahkan
berkas perkara kepada Pengadilan Negeri paling lama 5 (lima)
hari terhitung sejak berkas perkara diterima dari Penyidik dan
surat pengantar pelimpahan yang ditandatangani oleh Pembina
Gakkumdu dari unsur Kejaksaan sesuai dengan tingkatan.

Bagian kedelapan praperadilan, Dalam hal terdapat
permohonan praperadilan baik dalam tingkat penyidikan
atau penuntutan maka Pengawas Pemilu, Penyidik dan/atau
Penuntut Umum melakukan pendampingan dan monitoring.

Bagian kesembilan pembahasan keempat, Setelah putusan
pengadilan dibacakan, Gakkumdu sesuai tingkatan melakukan
Pembahasan keempat yang dipimpin oleh Koordinator dari
unsur Kejaksaan paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat)

161

Kunjariyanto

jam setelah putusan pengadilan dibacakan. Pembahasan
keempat dilaksanakan untuk menentukan sikap Gakkumdu
dalam melakukan upaya hukum terhadap putusan pengadilan
atau melaksanakan putusan pengadilan.

Optimalisasi Penanganan Pelanggaran

Untuk mengoptimalkan penanganan pelanggaran pidana
pemilu Bawaslu RI dan Bawaslu Provinsi melakukan usaha
diantaranya penguatan kapasitas kepada anggota gakkumdu,
pelatihan khusus untuk penyidik, pelatihan khusus untuk jaksa,
serta serangkaian rapat koordinasi dan rapat kerja tekhnis.

Rapat koordinasi bertujuan untuk menyamakan persepsi
terkait peraturan peraturan dalam penanganan pelanggaran
pidana pemilu antara Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan serta
sebagai media berbagi informasi terkait regulasi penyelenggaran
pemilihan umum. Sedangkan Rapat kerja tekhninis bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan jajaran
pengawas pemilu dalam rangka menghadapi temuan, laporan
serta penindakan pelanggaran pada pelaksanaan tahapan
pemilihan umum tahun 2019.

Selain hal tersebut di atas jajaran Gakkumdu Jepara untuk
memantapkan pemahaman terakait regulasi pidana pemilu
melakukan bedah peraturan perundang-undangan khususnya
UU No.7 Tahun 2017. Pertama, fokus pada pasal-pasal pidana
dimasa kampanye. Kedua, membedah pasal-pasal money politik
pada hari tenang, pada hari pemungutan dan penghitungan
suara. Ketiga, melakukan study kasus terkait pelanggaran
pidana yang terjadi di kabupaten lain.

Fokus utama kerja-kerja Gakkumdu adalah melakukan
penanganan tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan

162

Optimalisasi Penanganan Pelanggaran Pidana Pemilu

terhadap ketentuan tindak pidana pemilu sebagaimana diatur
dalam Undang- Undang tentang Pemilihan Umum. Gakkumdu
juga melakukan pencegahan terkait potensi-potensi pelanggaran
pidana pemilu melalui sosialisasi dengan stake holders, serta
patroli pengawasan khususnya pada hari tenang, hari H, dan
juga pada saat penghitungan dan rekapitulasi suara di tingkat
kecamatan dan akbupaten.

Selama pelaksanaan pemilu 2019, Gakkumdu Jepara
menangani 5 kasus dugaan pelanggaran pidana. 2 kasus dugaan
pelanggaran pidana tidak diregristasi karena tidak memenuhi
syarat formil dan materiil. 3 kasus dugaan pelanggaran pidana
diregristrsi dan sampai pembahasan kedua. Dalam rapat pleno
pasca pembahasan kedua, ketiga kasus dugaan pelanggaran
pidana tersebut tidak bisa dilimpahkan ke tahap penyidikan
karena tidak cukupnya alat bukti.

Secara kuantitas penanganan pelanggaran yang ditangani
oleh jajaran gakkumdu bisa dibilang minim, hal ini disebabkan
salah satunya adalah minimnya partisipasi masyarakat untuk
melaporkan dugaan pelanggaran, terutama dugaan pelanggaran
pidana pemilu.

Penghambat partisipasi masyarakat terhadap keberanian
memberikan laporan dapat dipengaruhi dari beberapa faktor
berikut diantaranya Kurang sadarnya masyarakat tentang
pentingnya politik, Rendahnya kesadaran hukum di kalangan
masyarakat. Sebagian masyarakat mudah mendapat tekanan
dari pihak tertentu sehingga menyebabkan ketakutan dalam
melakukan pelaporan. Sumber daya yang masyarakat yang
masih rendah dan berkonsentrasi pada pemenuhan ekonomi.
Maka untuk pangawasan partisipatif untuk selalu didorong,
agar kesadaran masyarakat terhadap partisispasi dalam pemilu
lebih meningkat.

163

Capaian Kinerja Bawaslu dalam Penanganan Pelanggaran Pemilu di Jepara

Capaian Kinerja Bawaslu dalam
Penanganan Pelanggaran Pemilu

di Jepara

Oleh: Misbakhus Sholihin*

Pemilihan Umum menyatakan Bawaslu Kabupaten/Kota
bertugas melakukan pencegahan dan penindakan di wilayah
kabupaten/kota terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa
proses pemilu1. Pada Pemilu Tahun 2019 Bawaslu Jepara telah
melaksanakan kewenangannya sebagai lembaga negara yaitu
menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan
dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai pemilu dan memeriksa
serta mengkaji pelanggaran pemilu di wilayah Kabupaten
Jepara kemudian merekomendasikan hasil pemeriksaan dan
pengkajiannya kepada pihak-pihak yang diatur dalam Undang-
Undang2.

Pada Pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Kabupaten serta Pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden Tahun 2019 Bawaslu Jepara telah menangani 10

* Staf Divisi Penindakan dan Penanganan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten
Jepara

1. Pasal 101 huruf a UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
2. Pasal 103 huruf a dan b UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu

164

Misbakhus Sholihin

Misbakhus Sholihin

dugaan pelanggaran terdiri dari 7 Temuan dan 3 Laporan. Temuan
tersebut berasal dari 4 pelanggaran administrasi, 2 pelanggaran
pidana, 1 pelanggaran perundangan-undang lainnya sedangkan
laporan merupakan 1 kasus pidana dan 2 kasus yag dilaporkan
ke Bawaslu Jepara tidak dapat teregistrasi.

Temuan Dugaan Pelanggaran Administrasi

Pertama, Kasus dugaan pelanggaran kampanye pada
Pemilihan Umum Tahun 2019 Pada tanggal 15 Januari 2019 di
Desa Troso RT. 02 RW. 10 Kecamatan Pecangaan Kabupaten
Jepara pada kegiatan Pengajian Wanita Persatuan. Terdapat
kegiatan kampanye yang dihadiri Rojih Ubab Maimoen yang
tidak mempunyai Surat Tanda Terima Pemberitahuan Kampanye
(STTP). Kegiatan dihadiri sekitar 200 orang ini terdapat bahan
kampanye (BK) yang terpasang di depan rumah lokasi kegiatan,
di atas panggung dan pembagian stiker3. Kasus ini dijadikan
temuan oleh Pengawas Pemilu pada tanggal 7 Januari 2019
sesuai dengan aturan bahwa hasil pengawasan ditetapkan
sebagai temuan pelanggaran pemilu paling lama 7 (tujuh) hari
sejak ditemukannya dugaan pelanggaran4.

Diketahui Rojih Ubab Maimoen merupakan calon anggota
Legislatif caleg DPR RI dapil II (Jepara, Kudus dan Demak)
dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berdasarkan Daftar
Calon Tetap (DCT) Komisi Pemilihan Umum. Rojih merupakan
telapor berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan
Umum Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran
Administrasi Pemilihan Umum5. Pengawas Pemilu telah

3. Diambil dari Form Temuan B-2 Panwaslu Kecamatan Pecangaan No. 01/TM/
PL/Kec. Pecangaan/14.16/I/2019 tertanggal 17 Januari 2019

4. Pasal 454 ayat (5) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
5. Pasal 22 ayat (1) Perbawaslu No. 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian

165

Capaian Kinerja Bawaslu dalam Penanganan Pelanggaran Pemilu di Jepara

melakukan berbagai upaya penanganan penindakan di antaranya
mengundang pihak panitia dan saksi untuk dimintai klarifikasi.
Selain itu Pengawas Pemilu juga melakukan pencarian bukti
guna memperkuat kajian dugaan pelanggaran yang akan
dijadikan bahan untuk menentukan rekomendasi dan status
terlapor pada saat rapat pleno.

Pelanggaran administrasi tersebut terbukti melanggar Pasal
23 ayat (1) huruf b Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2018 tentang Pengawasan
Kampanye Pemilihan Umum bahwa pengawasan pertemuan
tatap muka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf
b dilakukan dengan memastikan b: telah ada pemberitahuan
tertulis kepada aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia
setempat, dengan tembusan kepada KPU, KPU Provinsi, dan/
atau KPU Kabupaten/Kota serta Bawaslu, Bawaslu Provinsi,
dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatannya

Temuan itu juga melanggar Pasal 29 ayat (1) Peraturan
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum sebagaimana telah
diubah terakhir kalinya dengan Peraturan Komisi Pemilihan
Umum Nomor 33 Tahun 2018 tentang Per.ubahan Kedua Atas
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018
tentang Kampanye Pemilihan Umum bahwa Petugas Kampanye
pertemuan tatap muka wajib menyampaikan pemberitahuan
tertulis kepada aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia
setempat, dengan tembusan kepada KPU, KPU Provinsi/
KIP Aceh, dan/atau KPU/KIP Kabupaten/Kota, Bawaslu
Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota, sesuai dengan
tingkatannya6.

Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum
6. Form Kajian B-10 No. 01/TM/PL/Kec. Pecangaan/14.16/I/2019 dan No. 02/

TM/PL/Kec.Pecangaan/14.16/III/2019 tertanggal 23 Januari 2019

166

Misbakhus Sholihin

Kedua, dugaan pelanggaran kampanye tanpa STTP oleh
H. Chumaimudin calon anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah
Dapil III (Jepara, Kudus dan Demak) nomor urut 2 dari Partai
Nasional Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) berdasarkan DCT
Komisi Pemilihan Umum. Kampanye tersebut dilaksanakan
pada Minggu tanggal 24 Februari 2019, di Pecangaan Kulon
pukul 20.30 WIB dengan susunan acara Pembukaan, Sambutan
dan Orasi oleh H. Chumaimudin berisi tentang Sosialisasi
Pemilu 2019, Motivasi untuk kader Partai Gerindra dalam
mensukseskan Pemilu 2019. Terdapat juga pembentukan saksi
Partai Gerindra dalam Pemilu 2019 oleh Sdr. Misman serta
sosialisasi tata cara mencoblos menggunakan surat suara yang
didesain khusus ditujukan kepada Caleg H. Chumaimudin7.

Sama halnya dengan kasus Rojih Ubab Maimoen, Pengawas
Pemilu telah melakukan upaya penanganan pelanggaran
berdasarkan Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2018 tentang
Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum.
H. Chumaimudin juga melanggar Pasal 23 ayat (1) huruf b
Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2018 dan Pasal 29 ayat (1) Peraturan Komisi
Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018
tentang Kampanye Pemilihan Umum. Keduanya mendapatkan
peringatan tertulis serta mewajibkan jika akan kampanye wajib
mengantongi STTP. Teguran tersebut merupakan peringatan
awal kepada caleg jika terdapat temuan lagi maka Bawaslu
dapat menerapkan putusan lebih tinggi selain dari Teguran
tertulis yakni tidak diikutkan pada tahapan tertentu dalam
penyelenggaraan pemilu, dan sanksi administratif lainnya sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
ini8.

7. Form Temuan B-2 No. 02/TM/PL/Kec. Pecangaan/14.16/III/2019 tertanggal
27 Februari 2019

8. Pasal 461 ayat (6) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu

167

Capaian Kinerja Bawaslu dalam Penanganan Pelanggaran Pemilu di Jepara

Ketiga, dugaan pelanggaran Petugas KPPS merusak lebih
dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh Pemilih di TPS
16 Desa Welahan Kecamatan Welahan Jepara pada 17 April 2019.
Berdasarkan temuan dan laporan masyarakat ditemukan fakta
ternyata petugas yang menjadi Ketua KPPS TPS 16 Desa Welahan
Kecamatan Welahan Kabupaten Jepara adalah orang yang
tidak berhak menandatangani surat suara, karena yang berhak
menandatangani surat suara tersebut adalah atas nama Heru
Setiawan. Sedangkan fakta di lapangan yang menandatangani
dan bertugas sebagai Ketua KPPS TPS 16 atas nama Sukardi
yang tidak mempunyai Surat Keputusan sebagai ketua KPPS
dan tidak terdaftar sebagai anggota KPPS. Sehingga surat suara
tersebut menjadi tidak sah, karena tidak ditanda tangani Ketua
KPPS yang sesuai dengan Surat Keputusan KPU9.

Pengawas Pemilu telah melakukan konfirmasi, konsolidasi
dan klarifikasi serta pengumpulan bukti bukti dugaan
pelanggaran yang berpotensi Pemungutan Suara Ulang (PSU)
ini. Setelah melalui mekanisme penanganan pelanggaran,
pada rapat pleno menghasilkan bahwa Pengawas Pemilu
merekomendasikan kepada jajaran Penyelenggara Pemilu
dengan memperhatikan fakta hukum, keterangan saksi,
terlapor, dan alat bukti lainnya berdasarkan Pasal 372 ayat
(2) huruf c Undang Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum bahwa pemungutan suara di TPS wajib diulang apabila
dari hasil penelitian dan pemeriksaan pengawas TPS terbukti
terdapat petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang
sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut
menjadi tidak sah. Hasil dari rekomendasi Pengawas Pemilu
akhirnya Penyelenggara Pemilu melakukan pemungutan suara
ulang di TPS 16 Welahan dan ditindaklanjuti dengan melakukan

9. Form Temuan B-2 No. 01/TM/PP/Kec.Welahan/14.16/IV/2019 tertanggal 17
April 2019

168

Misbakhus Sholihin

pemungutan suara ulang pada 20 April 201910.

Keempat, dugaan pelanggaran pemilih yang tidak memiliki
kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di daftar
pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan di TPS 05 Desa
Lebuawu Kecamatan Pecangaan. Temuan ini ditangani oleh
Bawaslu Jepara karena terdapat pemilih yang seharusnya tidak
melakukan pemungutan di Jepara atas nama Nyomi dan Sunardi
di TPS 05 Desa Lebuawu. Kedua orang Grobogan tersebut saat
datang ke TPS hanya menggunakan KTP elektronik oleh KPPS
dimasukkan dalam daftar hadir DPK. Kemudian oleh Ketua
KPPS diberikan 3 surat suara yaitu Presiden dan Wakil Presiden,
DPR RI dan DPD. Ketua KPPS mengakui Bahwa di TPS 05
terdapat kekeliruan karena pengecekan KTP elektronik setelah
yang bersangkutan menerima surat suara dan mencoblos.
Pengecekan KTP elektronik tidak dilakukan pada saat pemilih
datang sehingga baru diketahui dan yang bersangkutan tidak
tercatat di DPTb11.

Pengawas Pemilu telah melakukan konfirmasi, konsolidasi
dan klarifikasi serta pengumpulan bukti bukti dugaan
pelanggaran. Dalam hal KPPS TPS 05 Desa Lebuawu ini,
Bawaslu Jepara merekomendasikan kepada KPU Jepara untuk
dilakukan pemunggutan suara ulang sesuai dengan Pasal 372
ayat (2) huruf d Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum, Pasal 18 Ayat (2) huruf e Peraturan Badan
Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2019 tentang Pengawasan Pemungutan dan Penghitungan Suara
dalam Pemilihan Umum dan Pasal 65 Ayat (2) huruf d Peraturan
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan

10. Rekomendasi No. B.027/Bawaslu-Prov.JT 10.16/IV/2019 tetanggal 17 April
2019

11. Form Temuan B-2 No. 02/TM/PL/Kec.Pecangaan/14.16/IV/2019 tertanggal
23 April 2019

169

Capaian Kinerja Bawaslu dalam Penanganan Pelanggaran Pemilu di Jepara

Umum Nomor 3 Tahun 2019. Hasil dari rekomendasi Bawaslu
Jepara dilakukan pemungutan suara ulang di TPS 05 Desa
Lebuawu Kecamatan Pecangaan pada tanggal 27 April 201912.

Temuan Dugaan Pelanggaran Pidana

Pertama, temuan tentang dugaan pelanggaran yang dilakukan
oleh anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah dari Partai Demokrat
atas nama Helmy Turmudhi terkait kegiatan pembagian bantuan
sembako beras di Dukuh Karangpanas rumah Bapak Sokib RT
02 RW 05 Desa Buaran Kecamatan Mayong Pada hari Minggu,
30 Desember 2018. Acara ini dihadiri sekitar 430 orang yang
terdiri dari warga Buaran, dihadiri juga oleh anggota DPRD
Provinsi Jawa Tengah Helmy Turmudhi yang sekaligus sebagai
Caleg DPRD Provinsi Jawa Tengah Dapil Jateng III (Kudus,
Demak, Jepara) dari Partai Demokrat. Sembako gratis ini
bersumber dari Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Jateng mitra
DPRD Jateng Komisi B, dan Helmy mengatakan mewakili
DPRD Jateng.

Kurang lebih hari Minggu (30/12) Pukul 08.30 WIB,
Panwaslu Kecamatan Mayong telah melakukan pencegahan
dengan menghimbanu pada panitia serta bertanya ke salah satu
orang koordinator pembagian sembako apakah ada stiker, dia
bilang “ya Pak ada”. Kemudian Panwaslu Kecamatan Mayong
menyarankan dan minta agar stiker tersebut tidak dibagikan
dan dia menjawab “sudah kami bagikan bersamaan dengan
pembagian Kupon”. Kegiatan pembagian Sembako ini diduga
bermotive kampanye atau ada unsur kampanye karena Panwaslu
Kecamatan Mayong menemukan Stiker - stiker H. Helmy
Turmudhi Caleg DPRD Prov. Jateng Dapil III yang dibawa oleh

12. Surat Rekomendasi Bawaslu Jepara No. 127/Bawaslu-Prov.JT 10/PM.00.02/
IV/2019 tertanggal 23 April 2019

170

Misbakhus Sholihin

salah satu penerima yang juga sebagai pembagi kupon sembako
tersebut13.

Kasus ini diregistrasi dengan Nomor 03/TM/PL/
Kab/14.16/XII/2018 dan dilakukan penanganan oleh personil
Penegakan Hukum Terpadu. Sentra Penegakan Hukum Terpadu
yang selanjutnya disebut Gakkumdu adalah pusat aktivitas
penegakan hukum tindak pidana pemilu yang terdiri atas unsur
Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Bawaslu Kabupaten/Kota,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepolisian Daerah,
dan/atau Kepolisian Resor, dan Kejaksaan Agung Republik
Indonesia, Kejaksaan Tinggi, dan/atau Kejaksaan negeri.
Lembaga ini dibentuk guna menyamakan pemahaman dan pola
penanganan tindak pidana pemilu, Bawaslu, Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia
membentuk Gakkumdu. Gakkumdu melekat pada Bawaslu,
Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota. Gakkumdu
terdiri atas penyidik yang berasal dari Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan penuntut yang berasal dari Kejaksaan
Agung Republik Indonesia.

Gakkumdu Jepara telah melakukan berbagai upaya
penanganan pelangaran pidana di antaranya melakukan
rapat pleno pembahasan pertama, klarfikasi, penyelidikan
maupun rapat pleno pembahasan kedua. Hal ini dilakukan
untuk memperoleh informasi secara komprehensif agar dapat
membuktikan baik secara formil maupun materiil dugaan
pelanggaran pidana ini14.

Helmy Turmudhi diduga melanggar Pasal 521 jo 280 ayat
1 huruf h Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang
Pemilihan Umum. Bahwa setiap pelaksana, peserta, dan/atau

13. Form Temuan B-2 No : 03/TM/PL/Kab/14.16/I/2019 tertanggal 31 Desember
2018

14. Perbawaslu No. 31 Tahun 2018 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu

171

Capaian Kinerja Bawaslu dalam Penanganan Pelanggaran Pemilu di Jepara

tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar Larangan
pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 280 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e,
huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, atau huruf j Undang-Undang
Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp 24.OOO.OOO,0O (dua puluh empat juta
rupiah). Namun berdasarkan kajian terhadap keterangan dan
fakta fakta, Bawaslu Jepara menyimpulkan dugaan pelanggaran
pembagian bantuan sembako beras di Desa Buaran, Kecamatan
Mayong, Kabupaten Jepara yang terdapat kupon dan stiker
Helmy Turmudhi tidak terbukti melanggar Pasal 280 Ayat
1 huruf h Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang
Pemilihan Umum bahwa pelaksana, peserta dan tim kampanye
dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan
tempat Pendidikan15. Kasus ini tidak dapat ditindaklanjuti atau
dihentikan karena tidak memenuhi unsur unsur pelanggaran
pemilu 16.

Kedua, temuan dugaan pelanggaran penggunaan fasilitas
negara untuk kampanye yang dilakukan oleh H. Chumaimudin
pada kegiatan Temu Konstituen Reses Partai Gerindra di
Pecangaan Kulon hari Minggu tanggal 24 Februari 2019 sekitar
pukul 20.30 WIB. Pada hari itu jumlah peserta yang hadir sekitar
76 orang dari kader Partai Gerindra dan calon saksi pemungutan
suara dari 5 desa yaitu Kaliombo, Gerdu, Pecangaan Kulon,
Pecangaan Wetan, Rengging dan Lebuawu dengan jumlah
armada sekitar 50 sepeda motor dan 2 mobil. Turut hadir juga
Caleg DPRD Provinsi Jawa Tengah (H. Chumaimudin), PAC
Partai Gerindra Pecangaan (Nur Cahyanto), dan mantan PAC

15. Form Kajian B-10 No. 03/TM/PL/Kab/14.16/XII/2018 tertanggal 04 Januari
2019

16. Form Pemberitahuan Status Temuan B-15 temuan No. 03/TM/PL/Kab/14.16/
XII/2018 tertanggal 06 Januari 2019

172

Misbakhus Sholihin

Partai Gerindra (Bajuri).

Minggu malam sekitar pukul 20.00 WIB, Panwaslu Desa
Pecangaan Kulon Abdullah Wahid mendapatkan kepastian dari
panitia bahwa acara tersebut adalah kegiatan Reses anggota
DPRD Jawa Tengah H. Chumaimudin dari Fraksi Gerindra.
Panwaslu Desa bersama Panwaslu Kecamatan melakukan
Pencegahan agar kegiatan tersebut murni acara reses untuk
menyerap aspirasi warga tidak dicampuri dengan kegiatan
kampanye. Namun dalam praktiknya pesan pencegahan
tersebut tidak diindahkan. Panitia dan caleg dengan sengaja
menggunakan acara tersebut sebagai media kampanye dengan
secara langsung membagikan bahan kampanye berupa banner,
stiker, contoh surat suara yang sudah didesain khusus untuk
pemenangan caleg tersebut.

Dalam acara tersebut juga panitia melakukan simulasi
pencoblosan contoh kertas surat suara yang khusus ditujukan
kepada caleg H. Chumaimudin. Setelah acara selesai Panwaslu
Kecamatan Pecangaan berupaya mengkonfirmasi lagi kepada
Caleg Gerindra tersebut, namun yang bersangkutan bergeming,
dengan mengatakan bahwa reses tidak masalah meskipun di
dalamnya juga terdapat kegiatan kampanye17.

Kasus ini ditangani Bawaslu Jepara bersama Gakkumdu
dengan nomor register 05/TM/PL/Kab/14.16/II/2019. Berbagai
upaya telah dilakukan oleh Bawaslu Jepara bersama personil
Gakkumdu mulai dari klarifikasi saksi, klarifikasi terhadap
perwakilan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa
Tengah, pengumpulan bukti dan konsultasi terhadap ahli tata
negara serta ahli hukum pidana. Bawaslu juga melakukan
klarifikasi terhadap terlapor walaupun sempat Gakkumdu
sepakat mekakukan mekanisme In absentia karena terlapor tidak

17. Form Temuan B-2 No. 05/TM/PL/Kab/14.16/II/2019 tertanggal 25 Februari
2019

173

Capaian Kinerja Bawaslu dalam Penanganan Pelanggaran Pemilu di Jepara

memenuhi panggilan sebanyak 2 kali. Sama halnya dengan kasus
Helmy Turmudhi di atas terlapor yang merupakan calon anggota
DPRD Provinsi Jawa Tengah Dapil III dari Partai Gerindra ini
diduga melanggar tindak pidana pemilu sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 521 jo 280 Ayat 1 huruf h Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum18. Namun kasus
ini tidak dapat dilanjutkan Gakkumdu karena kurangnya alat
bukti dan unsur unsurnya tidak terpenuhi19.

Temuan Dugaan Pelanggaran Perundang-Undang
Lainnya

Temuan dugaan pelanggaran perundang-undang lainnya
yaitu terkait Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang
menghadiri kegiatan deklarasi Relawan Jokowi-Ma’ruf Amin
“Santri Mlandang” Kabupaten Jepara bertempat di rumah Sabiq
Wafiuddin Desa Bugel RT 09 RW 03 Kecamatan Kedung pada
10 Maret 201920. Setelah melalui klarifikasi dan serangkaian
proses penanganan pelanggaran oleh Bawaslu Jepara akhirnya
pada pembahasan kajian dalam rapat pleno Bawaslu Jepara
menyatakan ASN melanggar Pasal 2 huruf f Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara dan ketentuan huruf C angka 1 point (d) Surat Edaran
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi dan
Birokrasi Republik Indonesia Nomor B/71/M.SM.00.00/2017
tanggal 27 Desember 2017 tentang Pelaksanaan Netralitas
bagi ASN pada Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2018,
Pemilihan Legislatif Tahun 2019 dan Pemilihan Presiden dan

18. Form Kajian B-10 No. 05/TM/PL/Kab/14.16/II/2019 tertanggal 15 Maret 2019
19. Form Pemberitahuan Status Temuan B-15 Temuan No. 05/TM/PL/Kab/14.16/
II/2019 tertanggal 18 Maret 2019

20

174

Misbakhus Sholihin

Wakil Presiden Tahun 2019

Berdasarkan uraian kajian dan sidang pleno Bawaslu
Kabupaten Jepara maka Bawaslu Jepara merekomendasikan
temuan dengan nomor register 06/TM/PP/Kab/14.16/III/2019
Jumat tanggal 15 Maret 2019 untuk diteruskan kepada instansi
yang berwenang sebagaimana pasal 455 Ayat (1) huruf c angka 1
dan 2 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum yaitu kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Hal
ini karena ASN tersebut telah melakukan pelanggaran yaitu
netralitas. Untuk selanjutnya dapat ditindak lanjuti sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku21.

Laporan Dugaan Pelanggaran Pidana

Dari 3 laporan dugaan pelanggaran yang dilayangkan
ke Bawaslu Jepara hanya 1 yang diregister dan masuk dalam
pembahasan Gakkumdu. Sedangkang 2 yang lain tidak dapat
diregister dan tidak masuk dalam pembahasan Gakkumdu.

Pertama, laporan dugaan pelanggaran pemasangan poster
calon presiden 01 tanpa seizin partai dan dianggap melecehkan
calon presiden 01 dari partai PDI Perjuangan pada hari Minggu
Tanggal 11 November Tahun 2018 di Desa Jlegong RT 01 RW
01 Kecamatan Keling. Dugaan pelanggaran ini dilaporkan oleh
Abdul Hadi pada 12 November 2018 dengan terlapor Bambang
Wahyudi22. Terlapor diduga menghina seseorang, agama, suku,
ras, golongan, calon dan atau peserta pemilu yang lain23. laporan
oleh Abdul Hadi inilah yang dapat diregister oleh Bawaslu Jepara

21. Form Kajian B-10 Nomor 06/TM/PP/Kab/14.16/III/2019 tertangal 1 April
2019

22. Form Laporan B-1 Nomor 02/LP/PL/Kab/14.16/XI/2018 tertnggal 12
November 2018

23. Pasal 280 ayat (1) huruf C UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu

175

Capaian Kinerja Bawaslu dalam Penanganan Pelanggaran Pemilu di Jepara

untuk selanjutnya dimasukan dalam penanganan bersama
Sentra Gakkumdu Jepara.

Untuk itu terlapor dapat dijerat dengan Pasal 521 Jo Pasal 280
Ayat 1 Huruf C Dan Huruf I UUNo. 7 Th 2017 “Setiap Pelaksana,
Peserta, Dan/Atau Tim Kampanye Pemilu Yang Dengan Sengaja
Melanggar Larangan Pelaksanaan Kampanye Pemilu Sebagaimana
Dimaksud Dalam Pasal 280 Ayat (1) Huruf A, Huruf B, Huruf C, Huruf
D, Huruf E, Huruf F, Huruf G, Huruf H, Huruf I, Atau Huruf J Dipidana
Dengan Pidana Penjara Paling Lama 2 (Dua) Tahun Dan Denda Paling
Banyak Rp. 24.000.000,00 (Dua Puluh Empat Juta Rupiah)”. Namun
setelah Gakkumdu melakukan proses penanganan pelanggaran
kasus ini tidak dapat ditindaklanjuti karena laporan yang
diberikan tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran pemilu
sehingga tidak terbukti melakukan pelanggaran.

Kedua laporan dugaan pelanggaran pemilu mengenai
dugaan pengerusakan APK di depan kantor posko rumah juang
Prabowo-Sandi di Kalinyamatan Jepara, dilaporkan oleh Khoerul
Umam pada tanggal 11 Oktober 2018. Bahwa pelapor melaporkan
telah terjadi perusakan Alat Peraga Kampanye ukuran 400 cm
x 350 cm berupa sayatan benda tajam pada gambar pasangan
calon Prabowo-Sandi.

Ketiga, laporan dugaan pelanggaran yang dilaporkan oleh
Muhammad Latifun terkait dugaan perusakan alat peraga
kampanye Muhammad Latifun di jalan raya Jepara-Bangsri
KM 10 depan garasi brigadir Desa Sinanggul dan Desa Jambu
Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. Laporan dari Caleg
DPRD Kabupaten dari Partai Demokrat ini juga melaporkan
terkait dengan pemasangan atribut partai lain pada baliho
depan Pegadaian Pecangaan Jepara yaitu baliho M. Latifun dan
Agus Harimurti Yudhoyono yang dipasangi bendera partai lain
(Partai Gerindra).

176

Misbakhus Sholihin

Dari laporan Khoerul Umam dan M. Latifun keduanya
tidak dapat diregister dan ditindaklanjuti karena tidak
memenuhi unsur formil laporan. Bahwa pihak yang dilaporkan
oleh Pelapor dalam dugaan peristiwa ini tidak menyebutkan
identitas pelapor. Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (3) huruf
b Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2018 tentang Penanganan
Temuan dan Laporan Pemilihan Umum bahwa syarat formil
sebuah laporan meliputi b: pihak terlapor.

Kedua kasus tersebut juga tidak memenuhi unsur materiil
laporan yaitu masing-masing pelapor tidak mengajukan 2
orang saksi yang mengetahui peristiwa tersebut. Berdasarkan
ketentuan Pasal 9 ayat (3) huruf c Peraturan Bawaslu Nomor
7 Tahun 2018 tentang Penanganan Temuan dan Laporan
Pemilihan Umum bahwa syarat materil sebuah laporan meliputi
c: saksi yang mengetahui peristiwa tersebut. Sehingga Status
laporan kedua laporan dugaan pelanggaran tersebut tidak dapat
ditindaklanjuti.

Pada dasarnya Bawaslu Jepara telah melakukan tugas
penindakan pelanggaran pemilu menurut Undang Undang
Nomor 7 Tahun 2017 yakni secara umum menyampaikan
hasil pengawasan di wilayah Kabupaten Jepara kepada
Bawaslu melalui Bawaslu Provinsi atas dugaan pelanggaran
Penyelenggara Pemilu dan/at au dugaan tindak pidana
pemilu di wilayah kabupaten/kota, menginvestigasi informasi
awal atas dugaan pelanggaran, pemilu di wilayah kabupaten/
kota, memeriksa dan mengkaji dugaan pelanggaran pemilu di
wilayah kabupaten / kota, memeriksa, mengkaji, dan memutus
pelanggaran administrasi pemilu; serta merekomendasikan
tindak lanjut pengawasan atas pelanggaran pemilu di wilayah
kabupaten/kota kepada Bawaslu melalui Bawaslu Provinsi24.

24. Pasal 102 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu

177

Capaian Kinerja Bawaslu dalam Penanganan Pelanggaran Pemilu di Jepara

Rekomendasi

Hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh Bawaslu
Kabupaten Jepara terhadap penyelenggaraan Pemilu Tahun
2019 dirumuskan dalam bentuk rekomendasi sebagai berikut:

1. Program

Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas
kinerja penindakan Bawaslu merupakan syarat untuk
meningkatkan pengawasan partisipatif yaitu pengawasan
yang melibatkan masyarakat, peserta pemilu dan juga
lembaga lain. Tentu amat sulit membayangkan hadirnya
pengawasan partisipatif bila masyarakat, peserta pemilu,
dan lembaga lain tidak percaya terhadap kinerja Bawaslu.
Berdasarkan hal tersebut, sebagai lembaga yang bertugas
mengawasi dan penindakan penyelenggaraan pemilu,
bukan berarti setiap menjelang pemilu saja Bawaslu
mulai melaksanakan tugasnya. Alangkah baiknya
jika tugas tersebut dilaksanakan secara konsisten dan
kontinu atau berkelanjutan terhadap masyarakat.

a. Mengadakan Rakor dengan panwaslu kecamatan,
agar selalu melibatkan masyarakat lain dalam
melakukan penindakan pemilu

b. Meningkatkan kerjasama dan koordinasi antar
lembaga,

c. Meningkatkan layanan informasi kepemiluan
terhadap publik secara transparan dan akuntabel,

d. Meningkatkan kualitas data dan sistem informasi.

e. Menciptakan sistem penindakan yang mampu
mendeteksi secara cepat atas adanya potensi
pelanggaran pemilu.

178

Misbakhus Sholihin

2. Penindakan Pelanggaran Pemilu 2019
a. Untuk meningkatkan kualitas SDM personil
Gakkumdu di butuhkan
1) Pendidikan khusus penyelidikan dan penyidikan
khususnya personal Bawaslu baik komisioner
maupun staf
2) Pendidikan dan latihan penanganan pelangaran
untuk semua komisoner Bawaslu
3) Peningkatan komitmen oleh jaksa dan penyidik
gakkumdu dalam setiap menangani dugaan
pelanggaran pidana pemilu
b. Diperlukan revisi Undang Undang Nomor 7 Tahun
2017 terkait orang orang yang dapat di jerat terutama
pada pasal money politik
c. Diperlukan singkronisasi peraturan perundang
undangan antara Undang Undang Nomor 7 Tahun
2017 dengan undang undang lain

179

Capaian Kinerja Bawaslu dalam Penanganan Pelanggaran Pemilu di Jepara

Daftar Pustaka

Bawaslu Jepara, “Form Kajian B-10 No. 01/ TM/PL/ Kec.
Pecangaan/ 14.16/I / 2019 dan No. 02/TM/ PL/ Kec.
Pecangaan/ 14.16/ III/ 2019 tertanggal 23 Januari 2019”,
Jepara : tidak diterbitkan.

Bawaslu Jepara, “Form Pemberitahuan Status Temuan B-15
temuan No. 03/TM/PL/Kab/14.16/XII/2018 tertanggal 06
Januari 2019”, Jepara : tidak diterbitkan.

Bawaslu Jepara, “Surat Rekomendasi Bawaslu Jepara No. 127/
Bawaslu-Prov.JT 10/PM.00.02/IV/2019 tertanggal 23 April
2019”, Jepara : tidak diterbitkan.

Bawaslu Jepara, “Form Temuan B-2 Panwaslu Kecamatan
Pecangaan No. 01/TM/PL/Kec. Pecangaan/14.16/I/2019
tertanggal 17 Januari 2019”, Jepara : tidak diterbitkan.

Bawaslu Jepara, “Rekomendasi No. B.027/Bawaslu-Prov.
JT 10.16/IV/2019 tetanggal 17 April 2019”, Jepara : tidak
diterbitkan.

Bawaslu Jepara, “Form Temuan B-2 No. 02/TM/PL/Kec.
Pecangaan/14.16/III/2019 tertanggal 27 Februari 2019”,
Jepara : tidak diterbitkan.

Bawaslu Jepara, “Form Kajian B-10 No. 03/TM/PL/Kab/14.16/
XII/2018 tertanggal 04 Januari 2019”, Jepara : tidak
diterbitkan.

Bawaslu Jepara, “Form Kajian B-10 Nomor 06/TM/PP/
Kab/14.16/III/2019 tertangal 1 April 2019’, Jepara : tidak
diterbitkan.

180

Misbakhus Sholihin

Bawaslu Jepara, “Form Laporan B-1 Nomor 02/LP/PL/
Kab/14.16/XI/2018 tertnggal 12 November 2018”, Jepara :
tidak diterbitkan.

Bawaslu Jepara, “Form Temuan B-2 No : 03/TM/PL/
Kab/14.16/I/2019 tertanggal 31 Desember 2018” , Jepara :
tidak diterbitkan.

Bawaslu Jepara, “Form Temuan B-2 No. 01/TM/PP/Kec.
Welahan/14.16/IV/2019 tertanggal 17 April 2019”, Jepara :
tidak diterbitkan.

Bawaslu Jepara, “Form Temuan B-2 No. 02/TM/PL/Kec.
Pecangaan/14.16/IV/2019 tertanggal 23 April 2019”, Jepara :
tidak diterbitkan.

Paraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor No. 8 Tahun 2018

tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan
Umum
Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor 31 Tahun 2018 tentang
Sentra Penegakan Hukum Terpadu

181



BAB IV

Regulasi dan Supremasi Hukum Pemilu 2019

Regulasi dan Supremasi Hukum
Pemilu 2019

Oleh: Dian Fatma*

Landasan Hukum Penyelenggaraan Pemilu

Pemilihan Umum selanjutnya disebut Pemilu merupakan
sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai prinsip
terselenggarannya demokrasi di Indonesia. Sesuai Pasal 1 ayat
(2) yang berbunyi, “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal 22E Ayat
(1) UUD 1945 menggariskan enam kriteria Pemilu demokratis,
yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.1

Dalam Negara hukum seperti halnya Negara Indonesia
peran regulasi sangat penting dalam penyelenggaraan
Pemilu. Penyelenggaraan Pemilu harus tunduk, berdasar dan
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan. Semua orang termasuk penyelenggara
Pemilu tunduk kepada Peraturan Perundang-undangan.
Peraturan Perundang-undangan diperlukan untuk menjamin

* Staf Analis Hukum Bawaslu Jepara
1 Lihat pasal 1 ayat (2) dan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

184

Dian Fatma

Dian Fatma

ketertiban, kepastian dan keadilan dalam Pemilu.

Ekspektasi masyarakat terhadap peran Bawaslu dalam
mengawal setiap tahapan Pemilu sangatlah besar, namun,
disisi lain, keterbatasan kewenangan yang dimiliki membuat
Bawaslu tidak dapat berfungsi sebagaimana diharapkan.2 Pasca
Pemilu 2014, penguatan tugas dan kewenangan Bawaslu mulai
dilakukan melalui penyusunan UU No. 10/2016 dan UU No.
7/2017. Dari kedua undang-undang itu, penguatan tugas dan
kewenangan Bawaslu dapat dikelompokkan pada dua bagian,
yakni penguatan fungsi pengawasan, dan penambahan fungsi
adjudikasi.

Sebagai lembaga pengawas Pemilu Bawaslu mendapatkan
tambahan kewenangan yang luar biasa sehingga ada yang
berpendapat bahwa ini adalah Bawaslu terkuat sepanjang
sejarahnya. Kewenangan tambahan tersebut ialah baru sebagai
eksekutor dan pengadil perkara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 94 ayat (2) dan (3). Pasal 94 ayat (2) huruf d Undang-
Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memberikan
kewenangan untuk memutus pelanggaran Adminstrasi Pemilu
sedangkan ayat (3) memberikan kewenangan bagi Bawaslu
untuk mengadili sengketa proses Pemilu.

DPR RI selaku salah satu pembentuk UU Pemilu bersama
Pemerintah bersepakat dengan kewenangan baru tersebut
diharapkan Bawaslu dapat membuktikan peran dan eksistensinya
mengawal Pemilu yang adil dan berkualitas. Di era milenial
pembentuk UU juga berharap Bawaslu dapat memanfaatkan
teknologi dalam melakukan Pengawasan. Sebagai sebuah
mekanisme pemilihan para wakil rakyat dan Presiden Wakil
Presiden yang dijamin oleh konstitusi, Pemilu harus berlangsung
secara adil dan berkualitas. Dalam berbagai kesempatan ketua

2. Fritz Edward Siregar, Menuju Peradilan Pemilu, Jl. M. kahfi I No. 8A Cilandak,
Jakarta Selatan 12620, Themis Publishing, cetakan kedua 2019, Hal.51.

185

Regulasi dan Supremasi Hukum Pemilu 2019

dan anggota Bawaslu seringkali menyampaikan fokus Bawaslu
dalam hal penindakan namun tetap mendahulukan pencegahan.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum ini menjadi dasar hukum penyelenggaraan Pemilu DPR,
DPD, DPRD dan Pilpres tahun 2019 yang diselenggarakan
secara serentak. Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas
Langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dan dalam
menyelenggarakan Pemilu, penyelenggara Pemilu harus
melaksanakan Pemilu berdasarkan pada asas sebagaimana
dimaksud, dan penyelenggaraannya harus memenuhi prinsip
mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka,
proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien.

Berikut adalah penjelasan keenam asas penyelenggaraan
Pemilu di Indonesia : 3

a. Langsung 

Asas yang pertama adalah langsung. Ini mempunyai
arti bahwa rakyat yang sudah memiliki hak pilih
(pemilih) mempunyai hak untuk memberikan suaranya
secara langsung sesuai dengan keyakinannya tanpa
adanya perantara.

b. Umum

Setiap warga negara yang sudah memenuhi
persyaratan berhak untuk memilih wakil rakyat, nah
asas yang kedua adalah umum. Ini artinya adalah
pemilih memiliki jaminan kesempatan yang berlaku
menyeluruh (umum) bagi semua warga negara, tanpa
adanya diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras,
golongan, jenis kelamin, pekerjaan dan status sosial.
Pemilu ini bisa diikuti oleh semua warga negara yang

3. https://www.kitapunya.net/2016/02/pengertian-pemilu-tujuan-dan-asas-
pemilu.html diunduh pada Kamis 29 Agustus 2019 pukul 10.15

186

Dian Fatma

telah memenuhi persyaratan.

c. Bebas

Asas yang ketiga adalah bebas. Arti dari asas ini
adalah bahwa setiap pemilih memiliki kebebasan dalam
menentukan pilihannya tanpa adanya paksaan dari
pihak-pihak lain. 

d. Rahasia

Asas yang selanjutnya adalah rahasia. Artinya
dalam memberikan suaranya, warga negara yang sudah
memilih dijamin pilihannya tidak diketahui oleh pihak
manapun dan dengan jalan apapun. 

e. Jujur

Dalam penyelenggaraan Pemilu, setiap
penyelenggara Pemilu, aparat, peserta Pemilu, pengawas
Pemilu, pemantau, pemilih dan semua orang yang
terlibat harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

f. Adil

Untuk asas adil maksudnya adalah adanya perlakuan
yang sama terhadap peserta Pemilu dan pemilih, tidak
adanya pengistimewaan atau diskriminiasi terhadap
peserta atau pemilih tertentu.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Pemilu
adalah terpilihnya pemimpin yang menjadi kehendak rakyat.
Pemimpin amanah yang mampu mewujudkan kesejahteraan
dan keadilan.

Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar hukum
Pemilu 2019 ialah sebagai berikut :

187

Regulasi dan Supremasi Hukum Pemilu 2019

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan
Umum.

3. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2017 tentang Tata Cara
Penyelesaian Sengekta Proses Pemilihan Umum.

4. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 3 Tahun 2018 tentangPengawasan
Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik
Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

5. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pemantauan
Pemilihan Umum.

6. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pengawasan
Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara, Anggota
Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia.

7. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2018 tentangPenangananan
Temuan dan Laporan Pelanggaran Pemilihan Umum.

8. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelesaian
Pelanggaran Administratif Pemilihan Umum

9. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2018 tentang Sentra Penegakan
Hukum Terpadu.

10. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pengawasan
Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota

188

Dian Fatma

dalam Pemilihan Umum.
11. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik

Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengawasan
Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Daerah.
12. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2018 tentang Pengawasan
Penyelenggaraan Pemilihan Umum di Luar Negeri.
13. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 18 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas
Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor
18 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa
Proses Pemilihan Umum.
14. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencegahan
Pelanggaran dan Sengketa Proses Pemilihan Umum.
15. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 21 Tahun 2018 tentang Pengawasan
Penyelenggaraan Pemilihan Umum.
16. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2018 tentang Tata Cara
Pemberian Keterangan dalam Perselisihan Hasil di
Mahkamah Konstitusi.
17. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pengawasan
Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota.
18. Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pengawasan
Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih
dalam Pemilihan Umum.

189


Click to View FlipBook Version