41 Hukum Administrasi Negara merupakan suatu aturan dalam pemerintah yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan negara dan kemakmuran yang adil bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan itu, maka pemerintah harus menjalankan administrasi yang baik dengan melakukan berbagai macam cara yang benar, baik itu dalam rangka pengawasan, pengusutan, dan sanksi administratif. Penegakan hukum sangat diperlukan agar semua aktivitas administrasi dapat dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku. Disamping itu pula peran HAN dalam pemerintahan yang ada saat ini sangatlah mempengaruhi terhadap kegiatan yang dilakukan oleh seluruh aparatur pemerintah dari suatu negara dalam usaha mencapai tujuan suatu negara. Di lain sisi fungsi hukum administrasi negara dalam menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan berwibawa memang sangat dibutuhkan. Salah satu agenda pembangunan nasional adalah menciptakan tata pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Agenda tersebut merupakan upaya untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, antara lain: keterbukaan, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, menjunjung tinggi supremasi hukum, dan membuka partisipasi masyarakat yang dapat menjamin kelancaran, keserasian dan keterpaduan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Untuk itu diperlukan langkah-langkah kebijakan yang terarah pada perubahan kelembagaan dan sistem ketatalaksanaan, kualitas sumber daya manusia, aparatur, dan sistem pengawasan dan pemeriksaan yang efektif. Setiap ilmu pengetahuan hukum tentu mempunyai kedudukan serta fungsi dalam tatanan sistem hukum Indonesia. Fungsi-fungsi tersebut tentu berkait dengan lapangan atau bidang yang menjadi bahasan utama dari ilmu pengetahuan tersebut. Hal itu disebabkan gabungan
42 substansi yang dibahas dalam ilmu tersebut menjadi semacam rangkaian fungsi yang hendak dikembangkan dalam ilmu tersebut. Dalam hukum administrasi negara, substansi yang menjadi bahasan utamanya sebagai ilmu pengetahuan, menurut CJN Versteden, ruang lingkup hukum administrasi negara sebagai berikut : 1. Peraturan mengenai penegakan ketertiban dan keamanan, kesehatan, serta kesopanan dengan menggunakan aturan tingkah laku bagi warga negara yang ditegakkan dan ditentukan lebih lanjut oleh pemerintah. 2. Peraturan yang ditujukan untuk memberikan jaminan sosial bagi rakyat. 3. Peraturan-peraturan mengenai tata ruang yang ditetapkan pemerintah. 4. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan tugastugas pemeliharaan dari pemerintah, termasuk bantuan swasta dalam rangka pelayanan umum. 5. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pemungutan pajak. 6. Peraturan-peraturan berkaitan dengan perlindungan hak dan kepentingan warga negara terhadap pemerintah. 7. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penegakan hukum administrasi. 8. Peraturan-peraturan mengenai pengawasan organ pemerintah yang lebih tinggi terhadap organ yang lebih rendah. Peraturan-peraturan mengenai kedudukan hukum pegawai pemerintahan Sangat jelas bahwa substansi ilmu hukum administrasi negara secara umum dapat digambarkan sebagai segenap pengaturan mengenai kehidupan bernegara yang mengatur hubungan antara negara dan rakyatnya. Hubungan ini antara
43 negara dan masyarakat tersebut tidak sekadar berjalan searah, tetapi juga berjalan saling silang di antara mereka. 1. Pernyataan di atas yang menyatakan bahwa inti sari hukum administrasi negara merupakan pengaturan hubungan antara negara dan masyarakatnya. Hal ini didukung oleh pendapat J Van Der Hoeven yang menyatakan adanya tiga sisi hukum administrasi. 2. Normativiteit, yaitu hukum tentang kekuasaan memerintah (recht op de regermacht). 3. Organisasi dan instrumental (de organizatie en instrumentarium). 4. Kedudukan hukum warga negara terhadap pemerintah (de rechtspositie van der tegenover het bestuur). Jadi, nyata jelas bahwa hukum administrasi negara tidak hanya berisi hak dan kewenangan dari para pejabat penyelenggara negara dan pemerintahan saja. Akan tetapi, juga mengatur sisi kedudukan masyarakat sebagai adressat hukum administrasi negara terhadap pemerintah. Dari segenap substansi yang berada dalam lingkup ilmu hukum administrasi negara, menurut P De Hans, hukum administrasi negara mempunyai tiga fungsi utama seperti berikut. 1. Fungsi normatif (normative functie) meliputi fungsi organisasi (pemerintah) dan instrumen pemerintahan. 2. Fungsi instrumental (instrumentele functie) meliputi fungsi instrumental aktif dan fungsi instrumental pasif. Fungsi instrumental aktif dalam bentuk kewenangan, sedangkan fungsi instrumental pasif dalam bentuk kebijaksanaan (beleid). Fungi instrumental ini diarahkan pada pencapaian tujuan pemerintah sehingga mengandung asas efisiensi (daya guna) dan asas efektivitas (hasil guna). 3. Fungsi jaminan (waarborgfunctie) meliputi tiga jenis jaminan:
44 a. jaminan pemerintahan (bestuurlijk waarbogen) yang menyangkut aspek doelmatige dan democratie, antara lain keterbukaan (openbaarheid), inspraak, dan berbagai mekanisme pengawasan (controll); b. perlindungan hukum (rechtsbescherming); c. ganti rugi (de schadevergoeding). Fungsi normatif lebih menunjukkan bahwa hukum administrasi negara berusaha mengatur norma-norma dasar mengenai kelembagaan pemerintahan ataupun instrumen hukum yang digunakan oleh lembaga pemerintah dalam menjalankan fungsinya di roda pemerintahan. Sementara itu, fungsi hukum administrasi negara juga memiliki fungsi instrumental. Hal ini lebih menitikberatkan pada fungsi yang mengatur kewenangan dari lembaga pemerintahan, baik yang bersifat instrumental aktif maupun yang bersifat instrumental pasif. Instrumental aktif itu mengenai kewenangan yang dimiliki lembaga tersebut, sedangkan instrumental pasif mengatur sisi pemberian kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal fungsi penjaminan yang diemban oleh hukum administrasi negara, hukum administrasi negara berusaha menjalankan fungsi untuk menjamin terselenggaranya pemerintah berdasarkan demokrasi. Untuk itu, dilakukan penjaminan melalui segenap tindakan pemerintah dalam penyelenggaraan pengawasan. Hal ini dilakukan agar fungsi pemerintahan benar-benar dilakukan secara bertanggung jawab. Penjaminan yang dilakukan oleh fungsi hukum administrasi negara juga menyangkut segenap penjaminan yang diberikan kepada masyarakat mengenai segala bentuk perlindungan hukum ataupun ganti rugi atas segenap tindakan pemerintah yang dirasakan merugikan masyarakat. Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa hukum administrasi negara mempunyai ciri dan fungsi utama: 1. Merupakan hukum yang memberikan pembatasan terhadap kebebasan pemerintah,
45 2. Memberikan jaminan kepada warga negara atau masyarakat yang taat kepada pemerintah, 3. Membebani kewajiban bagi warga negara atau masyarakat yang taat kepada pemerintah, 4. Memperluas Dan mempertegas batas wewenang pemerintah. Pada hakikatnya, dapat disarikan unsur utama dari hukum administrasi negara: 1. Memungkinkan administrasi negara untuk menjalankan fungsinya; 2. Melindungi warga negara terhadap sikap tindak administrasi negara dan juga melindungi administrasi negara itu. Hakikat hukum administrasi negara tersebut secara tegas dapat menunjukkan bahwa di dalamnya secara garis besar merupakan hukum yang mengatur hubungan antara negara dan rakyat. Maksudnya, satu sisi membahas upaya bagaimana negara dapat menjalankan tugasnya, sedangkan di sisi lain adalah upaya untuk melindungi warga atas tindakan pemerintah tersebut. Tugas yang dilakukan oleh negara dalam upaya menyejahterakan warganya tersebut diwujudkan dalam kegiatan administrasi negara, yakni melaksanakan segala proses administrasi yang pada akhirnya mempunyai tujuan utama, yaitu menyejahterakan masyarakat. Pertanyaan yang muncul, apa fungsi dan kedudukan hukum administrasi negara terhadap administrasi negara dan juga sebaliknya. Kehidupan pemerintahan sehari-hari dijalankan melalui kegiatan administrasi negara. Namun, semua itu tentu membutuhkan satu instrumen yang mampu memberi kewenangan atau legalitas atas segala tindakan administrasi negara tersebut. Apabila tidak, tentu akan terjadi ketegangan antara negara dan rakyat. Terlebih, administrasi negara cenderung menerobos privasi masyarakat sehingga untuk memberikan legalitas kegiatan administrasi negara,
46 dibutuhkanlah satu instrumen, yakni hukum administrasi negara tersebut. Pada intinya, hukum administrasi negara telah menjadi semacam sabuk yang melingkupi segenap kegiatan administrasi. Sabuk hukum ini tidak hanya memberikan legalitas atas semua tindakan administrasi negara, tetapi juga melindungi warga negara dari tindakan administrasi negara. Hukum administrasi negara berusaha menjadi batas sekaligus parameter tindakan-tindakan administrasi negara. Seperti diketahui dalam ilmu hukum terdapat dua pembagian hukum, yaitu Hukum Privat (Sipil) dan Hukum Publik.Penggolongan ke dalam hukum privat dan publik itu tidak lepas dari isi dan sifat hubungan yang diatur dan bersumber dari kepentingan-kepentingan yang hendak dilindungi.Adakalanya kepentingan itu bersifat perorangan tetapi ada pula yang bersifat umum.Hubungan hukum tersebut memerlukan pembatasan yang jelas dan tegas yang melingkupi hak-hak dan kewajiban dari dan terhadap siapa orang tersebut berhubungan. Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan warganya yang didalamnya termasuk Pidana, Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Pemerintahan (HAN). Pada mulanya, Hukum Administrasi Negara menjadi bagian dari Hukum Tata Negara, tetapi karena perkembangan masyarakat dan studi hukum dimana ada tuntutan akan munculnya kaidah-kaidah hukum baru dalam studi Hukum Administrasi Negara maka lama kelamaan HAN menjadi lapangan studi sendiri, terpisah bahkan mencakup masalah-masalah yang jauh lebih luas dari HTN. Kecenderungan seperti ini tampak pula pada bagian-bagian tertentu dari HAN itu sendiri, seperti kecenderungan Hukum Pajak yang cenderung untuk menjadi ilmu yang mandiri, terlepas dari HAN.
47 Dengan demikian, HAN merupakan bagian dari hukum publik karena berisi peraturan yang berkaitan dengan masalah-masalah umum. Kepentingan umum yang dimaksud adalah kepentingan nasional, masyarakat dan negara. Kepentingan umum harus lebih didahulukan daripada kepentingan individu, golongan dan kepentingan daerah dengan pengertian bahwa kepentingan perseorangan harus dilindungi secara seimbang, sehingga pada akhirnya akan tercapai tujuan negara dan pemerintahan seperti tertera dengan jelas dalam pembukaan UUD. Hukum Administrasi Negara merupakan hukum yang selalu berkaitan dengan aktivitas perilaku administrasi negara dan kebutuhan masyarakat serta interaksi diantara keduanya. Di saat sistem administrasi negara yang menjadi pilar pelayanan publik menghadapi masalah yang fundamental maka rekonseptualisasi, reposisi, dan revita-lisasi kedudukan hukum administrasi negara menjadi satu keharusan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan penerapan good governance. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI) secara luas memiliki arti Sistem Penyelenggaraan Negara Indonesia menurut UUD 1945, yang merupakan sistem penyelenggaraan kehidupan negara dan bangsa dalam segala aspeknya, sedangkan dalam arti sempit, SANRI adalah idiil Pancasila, Konstitusional UUD 1945, operasional RPMJ Nasional serta kebijakan-kebijakan lainnya. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia secara simultan berinteraksi dengan faktor-faktor fisik, geografis, demografi, kekayaan alam, idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam. Dalam rangka pencapaian tujuan negara dan pelaksanaan tugas negara diselenggarakan fungsifungsi negara yang masing-masing dilaksanakan oleh lembaga negara yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 dengan amandemennya. Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan bagian integral dari sistem penyelenggaraan negara. Operasionalisasi dari semua ketentuan-
48 ketentuan dalam UUD 1945 merupakan bagian yang sangat dominan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Berdasarkan perspektif ilmu hukum administrasi umum (allgemeem deel), yakni berkenaan dengan teori teori dan prinsip-prinsip yang berlaku untuk semua bidang hukum administrasi, tidak terikat pada bidang-bidang tertentu, kedua hukum administrasi khusus (bijzonder deel), yakni hukum-hukum yang terkait dengan bidang-bidang pemerintahan tertentu seperti hukum lingkungan, hukum tata ruang, hukum kesehatan dan sebagainya. Sekilas tentang negara hukum. Pemikiran atau konsepsi manusia tentang negara hukum juga lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan, oleh karena itu , meskipun konsep negara hukum dianggap sebagai konsep universal. Secara embrionik, gagasan negara hukum telah dikemukakan oleh Plato. Ada tiga unsur dari pemerintah yang berkonstitusi yaitu Peratama: pemerintah dilaksanakan untuk kepentingan umum. Kedua: pemerintah dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada ketentuan- ketentuan umum, bukan yang dibuat secara sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi. Ketiga: pemerintah berkonstitusi berarti pemerintah yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan administrasi. Ada dua jenis hukum administrasi, yaitu hukum tekanan yang dilaksanakan pemerintah despotic (kepala negara yang menjalankana kekuasaanya). Dalam kaitannya dengan konstitusi bahwa konstitusi merupakan penyusunan jabatan dalam suatu negara dan menentukan apa yang dimaksudkan dengan badan pemerintahan. Keberadaan Hukum Administrasi Negara dalam suatu negara sangatlah penting, baik bagi administrasi negara
49 maupun masyarakat luas. Dengan adanya Hukum Administrasi Negara, pihak administrasi negara diharapkan dapat mengetahui batas-batas dan hakekat kekuasaannya, tujuan dan sifat daripada kewajiban- kewajiban, juga bagaimana bentuk-bentuk sanksinya bilamana mereka melakukan pelanggaran hukum. Sedangkan di bagian yang lain, yakni bagi masyarakat, Hukum Administrasi Negara merupakan perangkat norma- norma yang dapat digunakan untuk melindungi kepentingan serta hak-hak mereka. Seperti diketahui dalam ilmu hukum terdapat dua pembagian hukum, yaitu Hukum Privat (Sipil) dan Hukum Publik. Penggolongan ke dalam hukum privat dan publik itu tidak lepas dari isi dan sifat hubungan yang diatur dan bersumber dari kepentingan-kepentingan yang hendak dilindungi. Adakalanya kepentingan itu bersifat perorangan tetapi ada pula yang bersifat umum. Hubungan hukum tersebut memerlukan pembatasan yang jelas dan tegas yang melingkupi hak-hak dan kewajiban dari dan terhadap siapa orang tersebut berhubungan. Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan warganya yang didalamnya termasuk Pidana, Hukum Tata Negara dan Hukum Tata Pemerintahan. Pada mulanya, Hukum Administrasi Negara menjadi bagian dari Hukum Tata Negara, tetapi karena perkembangan masyarakat dan studi hukum dimana ada tuntutan akan munculnya kaidah-kaidah hukum baru dalam studi Hukum Administrasi Negara maka lama kelamaan HAN menjadi lapangan studi sendiri, terpisah bahkan mencakup masalah-masalah yang jauh lebih luas dari HTN. Kecenderungan seperti ini tampak pula pada bagian- bagian tertentu dari HAN itu sendiri, seperti kecenderungan Hukum Pajak yang cenderung untuk menjadi ilmu yang mandiri, terlepas dari HAN. Dengan demikian, HAN merupakan bagian dari hukum publik karena berisi peraturan yang berkaitan dengan masalah-masalah umum. Kepentingan umum yang dimaksud
50 adalah kepentingan nasional, masyarakat dana negara. Kepentingan umum harus lebih didahulukan daripada kepentingan individu, golongan dan kepentingan daerah dengan pengertian bahwa kepentingan perseorangan harus dilindungi secara seimbang, sehingga pada akhirnya akan tercapai tujuan negara dan pemerintahan seperti tertera dengan jelas dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: ‚<< melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial<‛ Hukum administrasi berisi peraturan-peraturan yang menyangkut ‚administrasi‛. Administrasi sendiri berarti bestuur (pemerintah). Dengan demikian, hukum administrasi (administratief recht) dapat juga disebut dengan hukum tata pemerintahan (bestuursrecht). Pemerintah (bestuur) juga dipandang sebagai fungsi pemerintahan (bestuursfunctie) yang merupakan penguasa yang tidak termasuk pembentukan UU dan peradilan. Hukum Administrasi Negara merupakan salah satu cabang atau bagian dari hukum yang khusus. Dalam studi Ilmu Administrasi, mata kuliah Hukum Administrasi Negara merupakan bahasan khusus tentang salah satu aspek dari administrasi, yakni bahasan mengenai aspek hukum dari administrasi Negara. Sedangkan dikalangan PBB dan kesarjanaan internasional, Hukum Administrasi Negara diklasifikasi baik dalam golongan ilmu-ilmu hukum maupun dalam ilmu-ilmu administrasi. Hukum administrasi materiil terletak diantara hukum privat dan hukum pidana. Hukum administrasi dapat dikatakan sebagai ‚hukum antara Sebagai contoh Izin Bangunan. Dalam memberikan izin penguasa memperhatikan segi-segi keamanan dari bangunan yang direncanakan. Dalam hal demikian, pemerintah menentukan syarat-syarat keamanan. Disamping itu bagi yang tidak mematuhi
51 ketentuan-ketentuan tentang izin bangunan dapat ditegakkan sanksi pidana. W.F. Prins mengemukakan bahwa ‚hampir setiap peraturan berdasarkan hukum administrasi diakhiri in cauda venenum dengan sejumlah ketentuan pidana (in cauda venenum secara harfiah berarti ada racun di ekor/buntut). Menurut isinya hukum dapat dibagi dalam Hukum Privat dan Hukum Publik. Hukum Privat (hukum sipil), yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Sedangkan Hukum Publik (Hukum Negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara), yang termasuk dalam hukum publik ini salah satunya adalah Hukum Administrasi Negara. Hukum yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara. Bagian lain lapangan pekerjaan administrasi negara diatur dalam HTN, negara", maka dapat dikatakan bahwa HAN adalah suatu sub sistem dari administrasi negara. Dalam perkembangannya Hukum Administrasi Negara yang ada di Indonesa berasal dari Eropa Barat, yang mana pada saat itu di Eropa Barat terjadi transisi konsep negara, yaitu ‚negara hanya sebagai negara malam atau penjaga keamanan beranjak menjadi negara kesejahteraan‛. Saat negara-negara di Eropa Barat menerapkan konsep negara kesejahteraan, pemerintah mulai menyelenggarakan dan mengurus kepentingan umum. Di Indonesia setelah konsep negara kesejahteraan masuk pada masa Hindia Belanda tahun 1870 hanya mempunyai 4 departemen, yaitu departemen dalam negeri, departemen pengajaran, departemen pekerjaan umum, dan departemen keuangan. Namun, lambat laun jumlah departemen bertambah, disebabkan semakin luasnya tugas-tugas negara.
52 Kompleksnya hukum yang mengatur instansi-instansi serta segala sesuatu yang bertalian dengan kekuasaan hubunganhubungan hukumnya disebut Hukum Administrasi Negara. Penerapan Hukum Administrasi Negara di Indonesia dapat dijadikan instrumen yuridis oleh pemerintah dalam rangka melakukan sebuah pengaturan, pelayanan, dan perlindungan bagi masyarakat 1. Perkembangan Hukum Administrasi Negara pada zaman kolonial Administrasi negara sebenarnya sudah ada semenjak dahulu. Hal itu itu terbukti dari catatan sejarah peradaban manusia, di Asia Selatan, Eropa termasuk Indonesia dan di Mesir kuno, dahulu sudah didapatkan suatu sistem penataan pemerintahan. Sistem ini pada saat sekarang disebut dengan Administrasi Negara. Administrasi negara modern atau Hukum administrasi Negara yang dikenal sekarang adalah istilah dari masyarakat feodal yang tumbuh subur di dataran Eropa terutama di Eropa Barat. Sebelum Abad 19 konsep negara di Eropa Barat sebagai ‚penjaga malam‛ (Nachtwaker Staat). Konsep ini sebenarnya hanya bertujuan untuk mengokohkan sistem pemerintahan yang dikuasai oleh kaum feodal dan bangsawan.. Akibatnya, kepentingan umum tidak diurus dan diselenggarakan dengan baik serta banyak muncul korps administator yang tidak cakap, tidak penuh dedikasi, tidak stabil dan tidak memiliki integritas. Akibatnya, timbul keinginan masyarakat untuk merubah hal tersebut. Akhir abad 19 dan permulaan abad 20 di Eropa Barat dikembangkan konsep ‚negara kesejahteraan‛ (Welfare State), pada dasarnya konsep negara ini mengutamakan kepentingan umum. Perkembangan negara kesejahteraan di Eropa terjadi setelah Perang Dunia kesatu, pada tahu 1974 lahir bentuk baru, yaitu ‚Verzorgingstaat‛, yang memiliki ciri khas, seperti negara memberikan jaminan sosial kepada seluruh penduduk, seperti
53 tunjangan pengangguran, pemiliharaan kesehatan, subsidi dan sebagainya. Negara harus aktif dalam mengurus bidang kehidupan masyarakat dan mengantisipasi kecenderugan perubahan sosial. Tujuannya agar dapat memelihara keseimbangan berbagai kepentingan dan berupaya meningkatkan kesejahteraan sosial berdasarkan prinsip keadilan. Hukum Administrasi Negara telah berkembang dalam keadaan, pihak negara atau pemerintah mulai menata masyarakat dengan menggunakan sarana hukum, misalnya menetapkan keputusan-keputusan larangan tertentu. Pada negara-negara Eropa Barat, seperti Inggris pengurusan kepentingan umum itu disebut public service. Pengurusan tersebut disebabkan terjadinya Revolusi Industri di Inggris sehingga mendorong lahirnya negara kesejahteraan yang mempunyai sifat mengurus kepentingan umum. Dalam negara kesejahteraan tentunya negara turut aktif dalam pergaulan masyarakat sehingga menyebabkan terjadinya pertumbuhan Hukum Administrasi Negara yang menerobos berbagai bidang kehidupan masyarakat. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda peranan administrasi negara masih sangat terbatas, terutama sebagai alat untuk menjaga keamanan dan ketertiban hkum bagi usaha pengumpulan sumber daya dari bumi Indonesia (saat itu disebut sebagai Hindia Belanda) untuk kepentingan pemerintah dan rakyat Belanda. Mulai tahun 1920an ruang lingkup administrasi negara pemerintahan kolonial mengalami sedikti perubahan karena pengaruh kebijaksanaan etika oleh pemerintah Belanda yang merasa mempunyai kewajiban moril untuk memberi pelayanan warga pribumi sebagai imbalan terhadap ekpolitasi sumber daya Indonesia oleh Belanda selama lebih dar 300 tahun. Pelayanan masyarakat oleh pemerintah kolonial ini sangat terbatas jenisnya dan penduduk pribumi yang memperoleh akses adalah sangat terbatas jumlahnya terutama pada kelompok elit
54 seperti keluarga bangsawan dan pengawal pemerintah kolonial Belanda. Kebijaksanaan ini didorong oleh kepentingan Ekonomi Negeri Belanda yang memerlukan tenaga kerja bagi perusahaan-perusahaan di Hindia Belanda, serta dengan perhitungan bahwa perbaikan tingkat hidup penduduk pribumi berarti perluasan pasar hasil ekspor hasil industri Belanda. Sistem pemerintahan kolonial Belanda tidak langsung berhubungan dengan penduduk pribumi, tetapi melalui kolaborasi dengan para penguasa pribumi, dan pada akhir abad ke-19 pemerintah kolonial mulai membuat aparatur di bawah sistem dan pengawasan para pejabat pemerintah kolonial yang terdiri dari orang Belanda, aparatur pribumi ini desebut sebagai angreh praja. Pada masa pendudukan Jepang selama tiga setengah tahun administrasi negara di Indonesia mengalami kehancuran karena para birokrat bangsa Belanda di singkirkan, pegawai bangsa Indonesia belum siap dan tidak diberi kesempatan mengisi posisi yang ditingktkan oleh orang Belanda, sedangkan orang Jepang yang mengisi posisi orang Belanda mempunyai misi lain yaitu untuk membantu memenangkan Jepang dalam Perang Dunia ke II. Dengan kata lain Jepang tidak berminat untuk menggunakan administrasi negara yang ada untuk pelayanan masyarakat Indonesia. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda Administrasi Negara di Indonesia terdapat Pengaruh Administrasi Militer, yakni: 1. Penggunaan istilah administrasi di bidang pemerintahan pada pemerintahan Hindia Belanda. 2. Pembagian wilayah administrasi. 3. Lembaga-lembaga pemerintah Hindia Belanda. 4. Susunan organisasi pemerintah Hindia Belanda. 5. Daerah-daerah Otonom.
55 6. Istilah administrasi di bidang hukum dan di bidang perekonomian. 7. Pengaruh Administrasi Militair pada waktu Perang Dunia II. Perkembangan Administrasi sesudah Kemerdekaan Praktik-praktik administrasi yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda, baik di bidang Pemerintahan, Hukum dan Perekonomian. Namun praktik-praktik administrasi tersebut, dimonopoli oleh orang-orang Belanda. Sehingga ilmu Administrasi kenyataannya menjadi milik bangsa penjajah. Orangorang Indonesia hanya sekedar sebagai pelaksana saja. Mereka pada umumnya hanya memiliki pangkat sebagai Mandor/Krani, Juru Tulis (Klerk), sehingga mereka hanya mengenal arti administrasi dalam arti sempit. 3. Perkembangan Hukum Administrasi Negara pada Masa Kemerdekaan Setelah selesai perang kemerdekaan, yaitu pada tahun 1951, dimulailah usaha-usaha pengembanganpengembangan administrasi negara karena dipengaruhi oleh semakin besarnya peranan pemerintah dalam kehidupan masyarakat Indonesia seiring dengan timbulnya permintaan bagi perbaikan disegala sektor kehidupan sesuai dengan harapan terhadap negara Indonesia yang sudah merdeka. Rekruitmen pegawai negeri banyak dipengaruhi oleh pertimbangan spoils system seperti faktor nepotisme dan patronage seperti hubungan keluarga, suku, daerah dan sebagainya. Di satu sisi, mulai disadari perlunya peningkatan efisiensi administrasi pemerintah, kemudian berkembang usaha-usaha perencanaan program di sektor tertentu dan akhirnya menjurus kearah perencanaan pembangunan ekonomi dan sosial. Perkembangan administrasi negara Indonesia selanjutnya mengarah kepada pembedaan antara administrasi negara yang mengurus kegiatan rutin pelayanan masyarakat dengan
56 administrasi pembangunan yang mengurus proyekproyek pembangunan terutama pembangunan fisik. Prioritas pembiayaan ditekankan pada administrasi pembangunan. Sedangkan kegiatan administrasi negara yang bersifat rutin kurang mendapat perhatian. Pada masa Orde Lama (Sukarno), penataan sistem administrasi berdasarkan model birokrasi monocratique dilakukan dalam rangka membangun persatuan dan kesatuan yang berdasarkan pada ideologi demokrasi terpimpin. Sukarno melakukan kebijakan apa yang disebut dengan retoolling kabinet, dimana ia mengganti para pejabat yang dianggap tidak loyal. Dengan Dekrit Presiden no 6 tahun 1960, Sukarno melakukan perombakan sistem pemerintahan daerah yang lebih menekankan pada aspek efisiensi dan kapasitas kontrol pusat terhadap daerah. Orde baru lahir dengan diawali berhasilnya penumpasan terhadap G.30.S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965. Orde baru sendiri adalah suatu tatanan perikehidupan yang mempunyai sikap mental positif untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat, dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencapai suatu masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 melalui pembangunan di segala bidang kehidupan. Orde Baru bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Orde Baru ingin mengadakan ‘koreksi total’ terhadap sistem pemerintahan Orde Lama. Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna mengamankan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, untuk menegakkan RI berdasarkan hukum dan konstitusi. Maka tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkanlah Kepres No. 1/3/1966 yang
57 berisi pembubaran PKI, ormas-ormasnya dan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia serta mengamankan beberapa menteri yang terindikasi terkait kasus PKI. Model birokrasi monocratique dalam administrasi diteruskan oleh Suharto. Awal tahun 1970an, pemerintah orde baru melakukan reformasi administrasi yang bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang tanggap, efisien dan apoltik. Hal ini dilakukan melalui larangan pegawai negeri berpolitik dan kewajiban pegawai negeri untuk mendukung partai pemerintah. Disamping itu Suharto menerbitkan dua buah kebijakan yang sangat penting dalam sistem administrasi waktu itu. Pertama adalah Keppres no 44 dan no 45 tahun 1975 yang masing masing mengatur tentang susunan tugas pokok dan fungsi Departemen dan LPND. Melalui peraturan tersebut diatur standardisasi organisasi Departemen dan menjadi dasar hukum bagi pembentukan instansi vertikal di daerah. Produk kebijakan yang kedua adalah UU no 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah. Dalam peraturan tersebut, pemerintah daerah disusun secara hirarkis terdiri dari pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II. Disamping itu setiap daerah memiliki status sebagai daerah otonom sekaligus sebagai wilayah kerja pemerintah. Sebagai implikasinya Kepala daerah diberikan jabatan rangkap yaitu sebagai Kepala Daerah otonom dan wakil pemerintah pusat. kebijakan kebijakan tersebut dilakukan untuk menciptakan efisiensi dan penguatan kontrol pusat kepada daerah. 4. Perkembangan Hukum Administrasi Negara di Indonesia Pengaruh konsep negara kesejahteraan di Indonesia dapat dilihat sejak zaman Hindia Belanda pada tahun 1870, Hukum Administrasi Negara juga telah ada. Hindia Belanda saat itu hanya mempunyai 4 departemen, yaitu : departemen dalam negeri, departemen penajaran, departemen pekerjaan umum, dan depertemen keuang-
58 an. Menurut Bintarto Tjokromidjojo,[ sebelum tahun 1945 ketika bangsa Indonesia hidup dalam penjajahan, bangsa Indonesia tidak diberi kesempatan untuk ikut serta dalam Administrasi Negara. Pada masa penyusunan naskah UUD 1945 Muhammad Hatta mengembangkan konsep negara kesejahteraan dengan istilah negara pengurus untuk merumuskan pasal 33 UUD 1945, yaitu : tentang demokrasi ekonomi. Pada masa sekarang kegiatan negara pengurus tersebut, seperti pendidikan, kesehatan pembangunan perekonomian dan sebagainya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh pihak swasta, seperti : pembangunan rumah sakit, pembangunan sekolah dan sebagainya. Perkembagan negara kesejahteraan sebenarnya juga terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu : a. Hak mengembangkan diri, pasal 28C ayat 1 Hak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, pasal 28C ayat 1 b. Hak untuk memajukan diri dan memperjuangkan secara kolektif, pasal 28C ayat 2 c. Hak untuk mendapat pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yand adil serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adildan layak dalam hubungan kerja, pasal 28D ayat 1 d. Hak untuk bekerja dan memperoleh imbalan yang adil dalam hubungan kerja, pasal 28D ayat 2 e. Hak status kewarganegaraan, pasal 28D ayat 4 dan sebagainya. Hak-hak sosial tersebut dapat terlaksana apabila para aparatur negara memiliki komitmen dan kesungguhan untuk melaksaknanya.
59 Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa terdapat pengembangan dalam Hukum Administrasi negara Indonesia, yaitu terdapat pekerjaan yang sesuai dengan bobot, tugas dan fungsi serta kewajiban administrasi negara Indonesia seperti yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Penerapan Hukum Administrasi Negara di Indonesia Penerapan Hukum Administrasi Negara (HAN) di Indonesia memiliki peranan penting dalam melakukan kontrol terhadap jalannya instrumen-instrumen pemerintah seperti badan-badan milik pemerintah dan pejabat-pejabat pemerintah yang melakukan pelanggaran baik itu pencurian atau penyalah gunaan wewenangnya yang dimana akan menyinggung perlindungan bagi subyek hukum yang dirugikan oleh negara maupun person yang mewakili negara dan perlindungan hukum dalam HAN. Penerapan HAN itu sendiri sangat tegas dan mempunyai penegakan hukum sendiri. Hal ini bertujuan agar terciptanya ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum dalam HAN Menurut P.Nicolai dan kawan-kawan sarana penegakan hukum administrasi berisi : a. Pengawasasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau berdasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu. b. Penerapan kewenangan sanksi pemerintaha dan ada beberapa sanksi pidana dalam HAN, yaitu: 1) Paksaan pemerintah 2) Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan 3) Pengenaan uang paksa oleh pemerintah
60 4) Pengenaan denda administratif 6. Penyelenggara Administrasi Negara Dilihat dari Segi Hukum Administrasi Negara Menurut undang undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Yang di maksud dengan aparat pemerintah atau Penyelenggaraan Administrasi Negara yang baik adalah : Aparat pemerintah yang adil dalam melaksanakan tugasnya, yaitu aparat yang tidak melakukan diskriminatif penduduk, antara penduduk kaya dan yang tidak kaya. Aparat pemerintah yang adil adalah juga aparat yang memberikan kepada pendusuk apa yang menjadi haknya. Aparat pemerintah yang bersih, artinya tanpa cacat hukum, tidak melakukan korupsi, kolusi maupun nepotisme. Aparat pemerintah yang berwibawa, yaitu aparat yang disegani oleh penduduk, bukan ditakuti. Aparat pemerintah yang bermoral, artinya aparat yang : Mempunyai keyakinan diri, keyakinan tentang apa yang baik untuk dilakukan dan apa yang tidak baik untuk tidak dilakukan. Aparat yang dapat mengawasi diri dalam melaksanakan tugasnya, tanpa harus diawasi dari luar. Misalnya dari atasannya atau dari suatu badan pengawas. Mempunyai disiplin diri, artinya menaati dan mematuhi peraturan tanpa paksaan dari luar. Misalnya seorang bendahara mengelola uang Negara , sesuai dengan peraturan tanpa paksaan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Aparat pemerintah yang baik, artinya aparat yang : Berada dalam kedudukannya sebagai aparat yang ideal dan fungsional. Aparat yang ideal adalah aparat yang bekerja dengan cita-cita tinggi, bercita-cita untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik dari pemerintah yang ada sebelumnya. Dan aparatur yang fungsional adalah aparat yang menjalankan fungsinya yang ulet, tekun dan dengan penuh rasa tanggung jawab.
61 Jika ia berkerja membumi, maka ia adalah aparat yang fungsional. Aparat yang baik merupakan Bestaandvoorwaarde artinya syarat yang harus ada untuk adanya pemerintahan yanh baik atau administrasi yang baik. Kebebasan pemerintah menggunakan wewenang paksaan pemerintahan ini dibatasi oleh asas-asas umum pemerintahan yang layak,seperti asas kecermatan,asas keseimbangan,asas kepestian hukum,dan sebagainya. Disamping itu,ketika pemerintahan menghadapi suatu kasus pelanggaran kaidah hukum administrasi negara, misalnya pelanggaran ketentuan perizinan,pemerintah harus mengunakan asas kecermatan,asas kepastian hukum,atau asas kebijaksanaan dengan mengkaji secara cermat apakah pelanggaran izin tersebut bersivat subtansial atau tidak.Sebagai contoh dapat diperhatikan dari fakta pelanggaran berikut ini : a. Pelanggaran yang bersifat subtansial : Seseorang mendirikan rumah tinggal di daerah pemukiman,akan tetapi orang tersebut tidak memiliki izin bagunan (IMB).Dalam hal ini,pemerintah tidak seepatutnya langsung menggunakan paksaan pemerintahan ,dengan membongkar rumah tersebut. Terhadap pelanggaran yang tidak bersifat subtansial ini masih dapat ini msihdapat di legeslasi.pemerintah harus memerintahkan kepada orang yang bersangkutan untuk mengurus IMB.Jika orang tersebut,setelah diperintahkan dengan baik,tidak mengurus izin,maka pemerintah bisa menerapkan bestuursdwang ,yaitu pembongkaran. b. Pelanggaran yang bersifat subtansial : Seorang membangun rumah dikawasan industri atu seorang [pengusaha membangun indusri dikawasan pemukiman penduduk,yang berarti mendirikam bangunan tidak sesuai dengan tata ruang atau rencana peruntukan (betemming) yang telah ditetapkan pemerintah dapat langsung menetapkan bestuurswang. c. Pendapat Para Sarjana
62 Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan sarjana agar hukum administrasi dapat dijalankan dengan baik, artinya dilaksanakan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, antara lain yaitu : 1) Pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau bedasarkan undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu. 2) Penerapan kewenangan sanksi pemerintah. Pendapat P. Nicolai hampir sama dengan Teori Berge seperti dikutip Philipus M. Hadjon, yang menyatakan bahwa intrumen penegakan Hukum Administrasi Negara meliputi : pengawasan dan penerapan sanksi. Pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan. Di samping pendapat kedua diatas Paulus E. Lotulung, mengemukakan beberapa macam pengawasan dalam Hukum Administrasi Negara yaitu bahwa ditinjau dari segi kedudukan dari badan atau organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan atau organ yang dikontrol, dapatlah dibedakan antara jenis kontrol intern dan kontrol ektern. Kontrol intern berarti bahwa pengawasn itu dilakukan oleh badan yang secara organisatoris atau struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintahan sendiri. Sedangkan kontrol ektern adalah pengawasan yang dilakukan oleh oragn atau lembaga yang secara organisatoris atau struktural berda di luar pemerintahan.
63 1. Pengertian Sumber Hukum Pengertian sumber hukum secara ringkas merupakan segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan dan tempat kita dapat menemukan aturan tersebut. Pendek kata, apabila hendak mencari ketentuan-ketentuan yang mengatur hukum administrasi negara, tempat tersebut merupakan sumber hukum administrasi negara. Sumber hukum dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yakni sumber hukum formil dan sumber hukum materiil. Sumber hukum formil lebih menekankan bentuk aturan hukum, sedangkan sumber hukum materiil lebih menekankan faktor-faktor yang memengaruhi isi ketentuan hukum tersebut. a. Sumber Hukum Materiil Sumber hukum materiil Hukum Administrasi Negara adalah meliputi faktor-faktor yang ikut mempengaruhi isi/materi dari aturan-aturan hukum. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1) Sejarah/historis : a) UU dan system hukum tertulis yang berlaku pada masa lampau di suatu tempat; b) Dokumen-dokumen; surat-surat serta keterangan lain dari masa lampau. 2) Sosiologis/Antropologis Menyoroti lembaga-lembaga sosial sehingga dapat diketahui apa yang dirasakan sebagai hukum oleh lembaga-lembaga itu. Berdasarkan pengetahuan dari lembaga-lembaga sosial itu dapat dibuat materi hukum yang sesuai dengan kenyataankenyataan yang ada dalam masyarakat. Dengan kata lain secara sosiologis, sumber hukum adalah faktorfaktor dalam masyarakat yang ikut menentukan materi hukum positif. Antara lain : pandangan ekonomis, agamis dan psikologis.
64 3) Filosofis Ada 2 faktor penting yang dapat menjadi sumber hukum secara filosofis : a) Karena hukum itu dimaksudkan antara lain untuk menciptakan keadilan maka hal-hal yang secara filosofis dianggap adil dijadikan pula sebagai sumber hukum materiil; b) Faktor-faktor yang mendorong orang tunduk pada hukum. Oleh karena hukum diciptakan untuk ditaati maka seluruh faktor yang dapat mendukung seseorang taat pada hukum harus diperhatikan dalam pembuatan aturan hukum positif, di antaranya adalah faktor kekuasaan penguasa dan kesadaran hukum masyarakat. b. Sumber Hukum Formil Sumber hukum formil dari hukum administrasi negara pada hakikatnya bisa dalam bentuk tertulis, tetapi juga dapat berbentuk tidak tertulis. Secara umum, sumber hukum formil tersebut dapat berbentuk: perundangan tertulis, yurisprudensi, kebiasaan (konvensi), traktat/perjanjian, doktrin atau pendapat ahli. 1) Perundangan Tertulis Perundangan tertulis merupakan sumber utama bagi ketentuan dalam hukum administrasi negara. Hal ini merupakan ketentuan yang bersifat positif dan mempunyai daya paksa yang paling kuat dibandingkan dengan sumber hukum lainnya. Sumber hukum perundangan ini tidak hanya merupakan produk di tingkat pusat, tetapi juga meliputi sumber hukum di tingkat daerah.
65 Pada masing-masing perundangan, baik di tingkat pusat maupun daerah, diatur gradasi atau tingkat keberadaannya. Hal ini untuk menentukan tingkat keberlakuan dari perundangan dan juga agar terjadi satu susunan hukum nasional. Dalam ketatanegaraan Indonesia, tata urutan perundangan diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 yang menyusun stratifikasi perundangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 1 peraturan tersebut: a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) ketetapan majelis permusyawaratan rakyat; peraturan pemerintah; c) undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang; d) peraturan pemerintah; e) peraturan presiden; f) peraturan daerah provinsi; dan g) peraturan daerah kabupaten/kota. Khusus mengenai peraturan daerah, jenjang tersebut diperinci dalam tiga jenis peraturan: a) peraturan daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur; b) peraturan daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/wali kota; c) peraturan desa/peraturan yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. Untuk ketentuan lainnya, seperti peraturan presiden, keputusan presiden, keputusan menteri, peraturan menteri, dan peraturan perundangan yang
66 diterbitkan oleh lembaga-lembaga negara, seperti Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan atau Peraturan Bank Indonesia; UU Nomor 12 Tahun 2011 tetap mengakui sepanjang diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi. Namun, menjadi permasalahan karena UU Nomor 10 Tahun 2011 tidak secara tegas mengatur tata urutan hierarki atas peraturan perundangan lainnya. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada pemanfaatannya dalam praktik administrasi negara sehari-hari . Sebagai contoh, produk perundangan Bank Indonesia atau sering disebut Peraturan Bank Indonesia (PBI) belum jelas kedudukannya, apakah keberadaannya setingkat dengan peraturan pemerintah atau setingkat dengan peraturan presiden, mengingat lembaga pembuatnya memiliki kedudukan yang sama dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Dalam sistem hukum, konsistensi merupakan hal yang mutlak diperlukan untuk membangunnya. Tidak hanya mengenai konsistensi antara satu perundangan dan perundangan di bawahnya, tetapi juga konsistensi mengenai cakupan yang diatur dalam perundangan tersebut. Untuk itu, perlu diatur luas cakupan substansi dalam perundangan agar tidak terjadi tumpang-tindih substansi pengaturan. Mengenai antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya overlapping di antara peraturan perundangan, masing-masing perundangan diatur substansinya. Lebih lanjut, setiap peraturan perundangan tersebut, diatur prinsip atau asas dasar yang harus ada di dalamnya. Untuk undang-undang materi, muatan yang boleh diatur meliputi dua hal:
67 a) pengaturan lebih lanjutmengenan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b) perintah suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-undang; c) pengesahan perjanjian internasional tertentu; d) tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; e) pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Khusus untuk materi yang merupakan peraturan lebih lanjut dari ketentuan UUD 1945, contohnya adalah UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU PKK) yang merupakan pengaturan lebih lanjut dari ketentuan Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C, dan Pasal 25 UUD 1945. Sementara itu, mengenai materi yang diperintah undang-undang untuk diatur dengan undang-undang, pada dasarnya adalah pelaksanaan dari undang-undang payung atau umbrella act yang di dalamnya memerintahkan urusan tertentu agar diatur dalam suatu undangundang. Contohnya adalah Pasal 28 UU Nomor 48 Tahun 2009 sebagai berikut : Susunan, kekuasaan, dan hukum acara Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 diatur dalam undang-undang. Sebagai tindak lanjut, diterbitkanlah beberapa undang-undang sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 28 UU PKK tersebut: a) UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, b) UU Nomor 8 Tahun 2004 tentang Peradilan Umum,
68 c) UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN. Sementara itu, materi untuk peraturan pemerintah pada prinsipnya sama dengan materi yang diatur oleh undang-undang. Namun, materi peraturan pemerintah sifatnya menjadi peraturan untuk melaksanakan atau menjalankan undangundang sebagaimana mestinya. Sebagai tindak lanjut dari peraturan pemerintah tersebut, peraturan pelaksanaannya dilakukan peraturan presiden. Namun, tidak hanya itu, peraturan presiden materinya juga bisa berasal dari yang diperintahkan undang-undang untuk diatur dengan peraturan persiden. Sebagai contoh, Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur pada dasarnya merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Sementara itu, Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan merupakan peraturan presiden yang secara langsung melaksanakan undang-undang yang ada di atasnya seperti berikut. a) UU Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2387). b) UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara RI Tahun
69 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3790). c) UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara RI Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3502). d) UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4297). e) UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4756). Khusus untuk peraturan daerah (perda), cakupan substansi materi yang boleh diatur menurut Pasal 14 UU No. 12 Tahun 2011 adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Untuk peraturan desa atau disingkat perdes, cakupan materi substansi yang diatur adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. 2) Yurisprudensi Sumber hukum yurisprudensi pada dasarnya merupakan putusan dari hakim-hakim tata usaha negara yang terdahulu dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), kemudian oleh hakim yang lain digunakan sebagai dasar pertimbangan hukum untuk memutus suatu perkara yang sama. Pengertian putusan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap adalah para pihak yang bersengketa sudah tidak dapat meng-
70 gunakan hak untuk mengajukan upaya hukum atas putusan tersebut. Hakim memandang bahwa pertimbangan hakim terdahulu dalam mengambil putusan yang terdahulu patut dipedomani guna memutus suatu kasus yang sama. Menurut Siti Soetami, motivasi hakim dalam menggunakan yurisprudensi dapat disebabkan oleh: a) alasan kesesuaian pendapat, b) alasan kepraktisan, c) alasan psikologis. Pemanfaatan yurisprudensi sebagai sumber hukum secara umum memang didasarkan adanya kesesuaian pendapat atas pendapat hakim yang terdahulu. Kesesuaian terhadap pendapat tersebut khususnya dilakukan dalam pertimbangan-pertimbangan yang digunakan hakim terdahulu. Kemudian, diterapkan oleh hakim yang lain dalam kasus yang sama dengan kasus yang ditangani hakim terdahulu. Alasan lainnya bagi hakim yang menjadikan yurisprudensi sebagai sumber hukum adalah alasan kepraktisan. Artinya, hakim merasa bahwa akan lebih praktis dan mudah untuk menggunakan pertimbangan hakim yang lalu serta telah memeriksa suatu perkara yang sama daripada hakim tersebut bersusah payah mencari dan berusaha menemukan hukum baru sendiri. Tentu akan lebih mudah menggunakan putusan yang sudah ada dan sudah berkekuatan hukum tetap. Secara hakiki, hakim mempunyai kebebasan dalam memutus suatu perkara berdasarkan keyakinan yang dimilikinya. Akan tetapi, hakim juga manusia yang tetap terpengaruh secara sosial. Hakim yang lebih rendah kedudukannya dibandingkan hakim tingkat banding, apalagi hakim tingkat kasasi, tentu memiliki perasaan psikologis
71 untuk mengikuti putusan hakim yang lebih tinggi kedudukannya. Hal tersebut didukung oleh fakta bahwa Mahkamah Agung sering mengeluarkan SEMA (surat edaran Mahkamah Agung) dan tentu saja diberlakukan bagi setiap hakim yang berada di bawahnya daripada dirinya. Akibatnya, hakim di tingkat bawah secara psikologis akan cenderung mengikuti putusan dan pertimbangan hakim yang lebih tinggi kedudukannya. Meskipun yurisprudensi dalam sistem hukum di Indonesia dikenal dengan baik, pemberlakuannya adalah bebas. Dalam arti, bukan menjadi suatu kewajiban bagi hakim yang ada pada tingkat paling rendah untuk mengikuti putusan hakim yang tingkatannya lebih tinggi, seperti hakim tingkat kasasi. Hal ini karena sistem hukum Indonesia tidak mengenal prinsip stare decesis sehingga yurisprudensi bukan merupakan sesuatu yang wajib diikuti, tetapi terserah pada kemauan dan keyakinan hakim untuk mengikutinya. Pemanfaatan yurisprudensi saat ini cukup berkembang. Hal tersebut cukup mengembangkan pemahaman tentang ilmu hukum administrasi negara sesuai perkembangan zaman. Sesuai sifatnya, hukum administrasi negara memang tidak bisa statis dan harus berkembang bersama perkembangan sosial budaya serta politik masyarakat dan negara itu sendiri. 3) Kebiasaan/Konvensi Hukum modern yang berkembang dalam ketentuan-ketentuan normative ternyata tidak cukup untuk mengakomodasi segala perkembangan yang dibutuhkan dalam praktik. Oleh karena itu, kehidupan administrasi negara secara alamiah selalu berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Salah satu pemenuhan terhadap pengaturan dalam
72 kehidupan administrasi negara sehari-hari adalah timbulnya kebiasaan-kebiasaan yang timbul dalam praktik keseharian. Kebiasaan-kebiasaan ini bahkan justru mengisi hal-hal yang selama ini tidak diatur dalam hukum administrasi negara formal. Namun, tentu saja kebiasaan tersebut bukan berada pada posisi menggantikan atau melanggar hukum-hukum yang ada. Kebiasaan itu hanya bersifat komplementer dari pengaturan yang sudah ada. Itu pun karena hukum tidak secara sempurna mengatur secara menyeluruh. Dalam praktik, sering ditemui kebiasaankebiasaan yang dianggap sebagai sesuatu yang terusmenerus dilakukan dan akhirnya berbagai pihak menganggap hal itu sebagai suatu kewajiban. Kemudian, kebiasaan itu menjadi melembaga dalam kehidupan hukum administrasi negara sehari-hari sehingga jelas ada dua hal yang mendasari kebiasaan sebagai sumber hukum: a) Perbuatan kebiasaan tersebut terus-menerus dilakukan oleh berbagai pihak; b) Perbuatan kebiasaan tersebut dianggap sebagai kewajiban oleh berbagai pihak. Salah satu kebiasaan yang sebenarnya tidak ada aturan yang mendasari, tetapi karena seringnya dilakukan oleh berbagai pihak, kemudian dianggap sebagai suatu hukum, adalah kebiasaan para administrator dalam setiap membuat keputusan. Mereka sering menambahkan kalimat, ‚akan dilakukan perbaikan seperlunya apabila di kemudian hari ditemukan adanya kesalahan.‛ Kalimat tersebut tidak ada dalam aturan hukum administrasi negara di Indonesia. Akan tetapi, hal itu sudah menjadi kelaziman bahwa setiap surat keputusan harus diakhiri dengan kalimat di atas. Bahkan, muncul anggapan bahwa suatu keputusan
73 akan menjadi cacat jika tidak mencantumkan kalimat tersebut. Kebiasaan seperti itu kemudian melembaga dan muncul sebagai dasar hukum yang digunakan oleh administrator untuk melakukan perubahan jika ternyata di kemudiaan hari terdapat kesalahan. Padahal, tanpa menambahkan kalimat tersebut, sebenarnya tetap terdapat hak dan kewenangan bagi administrator untuk melakukan perubahan atas surat keputusan yang diterbitkannya jika ditemui kesalahan atau kekeliruan. Dengan perkataan lain, tambahan kalimat tersebut sama sekali tidak menimbulkan hak bagi administrator untuk melakukan perubahan sebab hak untuk melakukan revisi atas keputusan yang diterbitkan merupakan kewenangan yang melekat pada administrator. 4) Traktat Luas cakupan hukum administrasi negara saat ini tidak lagi sekadar mengatur hal-hal yang sifatnya nasional ataupun lokal. Akan tetapi, luas cakupannya sudah mengatur hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antara satu negara dan negara lainnya. Hal ini sebagai konsekuensi dari globalisasi yang mendorong kerja sama antarnegara. Bahkan, lebih dari beberapa negara secara bersama saling mengatur kerja sama di antara mereka. Untuk itulah, salah satu sumber hukum dalam hukum administrasi negara saat ini adalah traktat, yakni perjanjian yang dibuat antara dua negara atau lebih yang mengatur sesuatu hal. Menjadi pertanyaan adalah bagaimana mungkin suatu traktat dapat mengikat warga negara kedua belah negara yang menandatangani traktat tersebut sebagai jawaban atas pertanyaan ini, yaitu adanya satu prinsip dalam hukum internasional yang menyatakan prinsip pacta sunt servanda. Prinsip ini
74 mengandung pengertian bahwa setiap traktat yang dibuat oleh dua negara atau lebih secara otomatis mengikat pula warga negara dari negara yang menandatangani traktat tersebut. Daya ikat traktat terhadap warga negara tersebut dapat terjadi, mengingat traktat yang dibuat oleh kedua belah negara tersebut setelah diratifikasi diberikan bentuk hukum, baik berupa undang-undang maupun bentuk lainnya, sesuai tingkatan hukum yang akan digunakan. Hal tersebut sesuai ketentuan Pasal 11 UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai berikut. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undangundang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 5) Doktrin Salah satu sumber dari hukum administrasi negara yang sangat berkembang saat ini dalah doktrin, yakni pendapat para ahli hukum terkemuka yang digunakan oleh para hakim sebagai bahan pertimbangan dalam putusan suatu perkara yang sedang ditanganinya. Karena itu, dapat dikatakan bahwa doktrin tersebut dapat menjadi sumber hukum sesungguhnya melalui yurisprudensi. Dalam penanganan suatu perkara, terkadang hakim membutuhkan pendapat para pakar hukum administrasi negara atau lainnya, khususnya untuk menunjang pertimbangan-pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara yang sedang ditanganinya tersebut. Hal tersebut memperkuat keyakinan hakim sebagai dasar utama sebuah putusan. Sebagai pelaksanaannya, hakim kemudian mengundang saksi ahli
75 untuk memberikan kesaksiannya berdasar ilmu pengetahuan yang dikuasainya. Pemanfaatan doktrin sebagai sumber hukum dalam hukum administrasi negara sangat membantu pengembangan hukum administrasi negara. Pada prinsipnya, hukum administrasi negara tidak boleh statis dan harus selalu berkembang mengikuti perkembangan dari masyarakat itu sendiri. Di samping itu, juga harus dimaklumi bahwa hukum normatif yang tersedia tentu tidak cukup memberikan penyelesaian atas masalah-masalah hukum yang selalu berkembang dengan segala variasinya. Maka itu, sudah pada tempatnyalah pemanfaatan pendapat para pakar hukum untuk menutup kekurangan yang ada pada hukum normatif agar hukum selalu bersifat fleksibel dalam melayani masyarakat.
76
77 BAB II PEMERINTAH MENURUT HUKUM
78 Hanifah Syafira br Sinaga mengemukan di Indonesia, asas legalitas bersandar pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan: ‚Negara Indonesia adalah negara hukum‛. Asas legalitas dalam Hukum Administrasi Negara maksudnya adalah bahwa semua perbuatan dan keputusan pejabat administrasi harus didasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundangundangan. Asas legalitas mengandung arti bahwa penyelenggaraan administrasi pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah keputusan dan/atau tindakan yang dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Asas legalitas adalah suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini juga melindungi dari penyalahgunaan wewenang hakim, menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dan dilarang. Setiap orang harus diberi peringatan sebelumnya tentang perbuatan-perbuatan ilegal dan hukumannya. Jadi berdasar-kan asas ini, tidak satu perbuatan boleh dianggap melanggar hukum oleh hakim jika belum dinyatakan secara jelas oleh suatu hukum pidana dan selama perbuatan itu belum dilakukan. Asas-asas hukum administrasi negara : 1. Asas yuridikitas (rechtmatingheid): yaitu bahwah setiap tindakan pejabat administrasi negara tidak boleh melanggar hukum (harus sesuai dengan rasa keadilan dan kepatutan). 2. Asas legalitas (wetmatingheid): yaitu bahwah setiap tindakan pejabat administrasi negara harus ada dasar hukumnya (ada peraturan dasar yang melandasinya). Apalagi indonesia adalah negara hukum, maka asas legalitas adalah hal yang paling utama dalam setiap tindakan pemerintah.
79 3. Asas diskresi yaitu kebebasan dari seorang pejabat administrasi negara untuk mengambil keputusan berdasarkan pendapatnya sendiri tetapi tidak bertentangan dengan legalitas. Seperti yang dikemukan oleh Enschede. Menurutnya, hanya ada dua makna yang terkandung dalam asas legalitas. Pertama, suatu perbuatan dapat dipidana jika diatur dalam perundang-undangan pidana. Kedua, kekuatan ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut. Makna asas legalitas yang dikemukan oleh Enschede ini sama dengan makna legalitas yang dikemukan oleh Wirjono Prodjodikoro bahwa sanksi pidana hanya dapat ditentukan dengan undang-undang dan ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut. Hal senada disampaikan oleh Sudarto yang juga mengemukakan ada dua hal yang terkandung dalam asas legalitas. Pertama, suatu tindak pidana harus dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan. Kedua, peraturan perundang-undangan ini harus ada sebelum terjadinya tidak pidana. Sudarto, kemudian menambahkan bahwa dari makna yang pertama terdapat dua konsekuensi yaitu perbuatan seseorang yang tidak terancam dalam undang- undang sebagai suatu tindak pidana tidak dapat dipidana dan adanya larangan penggunaan analogi untuk membuat suatu perbuatan menjadi suatu tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang. Sedangkan konsekuensi dari makna yang kedua adalah bahwa hukum pidana tidak berlaku surut Asas legalitas mengandung makna yang luas. Asas ini selalu dijunjung tinggi oleh setiap negara yang menyebut dirinya sebagai negara hukum. Legalitas adalah asas pokok dalam negara hukum, selain asas perlindungan kebebasan dan hak asasi manusia. Di Indonesia, asas legalitas bersandar pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan: ‚Negara Indonesia adalah negara hukum‛
80 Selama ini asas legalitas memang lebih dikenal dalam hukum pidana, yang ditarik dari rumusan Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi: ‚Tiada suatu perbuatan yang dapat dihukum kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-undang yang telah ada terlebih dahulu daripada perbuatannya itu sendiri‛ Namun, asas legalitas juga dikenal dalam Hukum Administrasi Negara. Di lapangan HAN/HTN asas ini dikenal dengan istilah wetmatigheid van het berstuur, yang mengandung arti setiap tindakan pemerintahan itu harus ada dasar hukumnya dalam suatu peraturan perundangundangan. Asas ini bisa ditarik dari Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyebutkan: ‚Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku‛ Asas legalitas mengandung arti bahwa penyelenggaraan administrasi pemerintahan mengedepankan dasar hukum dari sebuah keputusan dan/atau tindakan yang dibuat oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Konsekuensinya, keputusan atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan tidak bisa dilakukan semena-mena. Mengutip pandangan Van Wijk dan Konijnenbelt, Indroharto mengatakan asas legalitas tak mungkin dilaksanakan secara multak. Adalah hal yang tidak mungkin dilaksanakan bahwa untuk setiap perbuatan pemerintahan itu diharuskan adanya dasar legalitasnya secara absolut. Karena hal itu tidak menghasilkan apa-apa. Apalagi dalam praktik, banyak pejabat pemerintahan melakukan tindakan hanya berdasarkan petunjuk atasan, edaran atau instruksi. HAN merupakan bagian dari Hukum publik, yakni Hukum yang mengatur tindakan Pemerintah dan mengatur hubungan antara Pemerintah dengan warga Negara atau
81 hubungan antara Organ Pemerintah. HAN memuat keseluruhan peraturan yang berkenaan dengan cara bagaimana Organ Pemerintahan melaksanakan tugasnya. Asas legalitas dalam HAN maksudnya adalah bahwa semua perbuatan dan keputusan pejabat administrasi harus didasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Jika tidak adanya norma dan atau norma tersamar, azas kewenangan tersebut harus menggunakan asas-asas umum pemerintahan yang baik (Principle of Proper Administration). Dalam menentukan suatu tindakan maka harus mencakup 2 hal utama, yakni pertama adanya kewenangan sebagai sumber munculnya suatu tindakan, dan yang kedua adalah adanya norma atau subtansi norma, apakah norma yang sudah jelas ataupun masih merupakan norma tersamar. Norma tersamar ini yang kemudian memunculkan penggunaan azas-azas umum pemerintahan yang baik (Principle of Proper Administration). Prinsip Dasar Kewenangan: Pertama, Pejabat administrasi bertindak dan mengambil keputusan atas dasar kewenangan yang dimilikinya. Kedua, kewenangan yang dipergunakan harus dapat dipertanggungjawabkan dan diuji baik oleh norma hukum atau pun azas hukum. Menurut Prof. Eko Prasojo, kewenangan selalu melakat terhadap orang, terhadap urusan, dan pemberi kewenangan. Wewenang sendiri merupakan hak yang dimiliki oleh Badan atau pejabat atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Di dalam kewenangan terdapat beberapa wewenang yang di dalam wewenang itu sendiri ada hak-hak tertentu yang terkandung. Kewenangan pejabat administrasi berasal dari undangundang yang dibuat oleh legislatif melalui suatu legitimasi yang demokratis. Pemikiran negara hukum menyebabkan bahwa apabila penguasa ingin memberikan kewajibankewajiban kepada masyarakat, maka kewenangan itu harus diatur dalam undang-undang.
82 Asas legalitas memang lebih dikenal dalam hukum pidana, yang ditarik dari rumusan Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi: ‚Tiada suatu perbuatan yang dapat dihukum kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-undang yang telah ada terlebih dahulu daripada perbuatannya itu sendiri‛. Namun, asas legalitas juga dikenal dalam Hukum Administrasi Negara. Di lapangan HAN/HTN asas ini dikenal dengan istilah wetmatigheid van het berstuur, yang mengandung arti setiap tindakan pemerintahan itu harus ada dasar hukumnya dalam suatu peraturan perundang-undangan. Asas legalitas dalam HAN maksudnya adalah bahwa semua perbuatan dan keputusan pejabat administrasi harus didasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundangundangan Menurut Muhammad Tahir Azhary sebagaimana dikutip oleh Ridwan, bahwa istilah dan konsep ‚Negara Hukum‛ telah populer dalam kehidupan bernegara di dunia sejak lama sebelum berbagai macam istilah yang disebut-sebut sebagai konsep Negara Hukum lahir. Embrio munculnya gagasan negara hukum dimulai semenjak Plato. Plato memperkenalkan konsep Nomoi. Di dalam Nomoi, Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik adalah yang berdasarkan atas hukum (pola pengaturan) yang baik. Gagasan ini kemudian didukung dan dikembangkan oleh Aristoteles. Aristoteles memberikan gambaran tentang negara hukum dengan mengaitkan dengan negara zaman Yunani Kuno yang masih terikat kepada ‚polis‛. Negara hukum timbul dari polis yang mempunyai wilayah kecil, seperti kota dan berpendudukan sedikit. Segala urusan negara dilakukan dengan musyawarah, di mana seluruh warga negaranya ikut serta dalam urusan penyelenggaraan negara. Aristoteles berpendapat bahwa suatu negara yang
83 baik adalah negara yang dijalankan berdasarkan aturan konstitusi dan hukum yang berdaulat 1. Konsep Negara Hukum Menurut Didi, bahwa negara hukum adalah negara berlandaskan atas hukum dan keadilan bagi warganya. Maksudnya adalah segala kewenangan dan tindakan alatalat perlengkapan negara atau penguasa, semata-mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum. Hal yang demikian akan mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup warganya. Sudargo Gautama sebagaimana dikutip oleh Didi mengemukakan tiga ciri atau unsur-unsur dari negara hukum, yakni: a. Terdapat pembatasan kekuatan negara terhadap perorangan, maksudnya negara tidak dapat bertindak sewenang-wenang, tindakan negara dibatasi oleh hukum, individu mempunyai hak terhadap penguasa. b. Asas legalitas bahwa setiap tindakan negara harus beradasarkan hukum yang telah diadakan terlebih dahulu yang harus ditaati juga oleh pemerintah atau aparaturnya. c. Pemisahan kekuasaan bahwa agar hak asasi betulbetul terlindungi adalah dengan pemisahan kekuasaan yaitu badan yang membuat peraturan perundangundangan melaksanakan dan mengadili harus terpisah satu sama lain tidak berada dalam satu tangan. 2. Bentuk-bentuk Negara Hukum a. Konsep Nomokrasi Islam Dalam konteks Hukum Tata Negara, istilah Nomokrasi (nomocracy: Inggris) berasal dari bahasa latin ‚nomos‛ yang berarti norma dan ‚cratos yang berarti kekuasaan, yang jika digabungkan berarti faktor penentu
84 dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum karena itu istilah ini sangat erat dengan gagasan kedaulatan hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Jika istilah ini dikaitkan dengan Islam sebagai suatu komunitas baik agama maupun negara, maka makna yang muncul adalah kedaulatan hukum Islam sebagai penguasa tertinggi, atau yang lebih dikenal dengan supremasi syari’ah. Nomokrasi Islam adalah suatu negara hukum yang memiliki prinsip-prinsip umum sebagai berikut: prinsip kekuasaan sebagai amanah, prinsip musyawarah, prinsip keadilan, prinsip persamaan, prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap Hak-Hak Asasi Manusia, prinsip peradilan bebas, prinsip perdamaian, prinsip kesejahteraan, prinsip ketaatan rakyat. b. Konsep Negara Hukum Eropa Kontinental (Rechtsstaat) Gagasan terpenting dari negara hukum dalam pandangan para pemikir Hukum Eropa Kontinental terletak pada kehendak untuk membatasi kekuasaan raja-raja yang memerintah secara absolut tanpa ada kekuatan yang dapat menjadi kontrol, sebagai akibat dari situasi sosial politik di Eropa pada saat itu. Unsur-unsur Negara Hukum (Rechtsstaat) adalah sebagai berikut : 1) Perlindungan hak-hak asasi manusia; 2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu; 3) Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan 4) Peradilan administrasi dalam perselisihan. c. Konsep Negara Hukum Anglo Saxon (The Rule of Law) Gagasan negara hukum para pemikir dari negaranegara Anglo Saxon (The Rule of Law), lebih dikarenakan adanya reaksi dari keberadaan negara polis (polizei
85 staat), yang menitikberatkan dan bertumpu sepenuhnya pada faktor keamanan semata (Sallus Publica Suprema lex dan Principe legibus solutus est). Adapun unsur-unsur the rule of law yang dikemukakan oleh Dicey sebagai berikut : 1) Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak adanya kekuasaan sewenangwenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum. 2) Kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law). Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat. 3) Terjaminnya hak-hak manusia oleh undangundang (di negara lain oleh undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan. d. Konsep Negara Hukum Socialist Legality Menurut Jaroszynky sebagaimana dikutip oleh Seno Adji , bahwa Socialist Legality adalah suatu konsep yang dianut di negara-negara komunis/sosialis yang tampaknya hendak mengimbangi konsep rule of law yang dipelopori oleh negara-negara Anglo-Saxon. Inti dari socialist legality berbeda dengan konsep Barat, karena dalam socialist legality hukum ditempatkan di bawah sosialisme. Hukum adalah sebagai alat untuk mencapai sosialisme. ‚Hak perseorangan dapat disalurkan kepada prinsip-prinsip sosialisme, meskipun hak tersebut patut mendapat perlindungan‛. Dalam socialist legality ada suatu jaminan konstitusional tentang propaganda anti agama yang memang merupakan watak dari negara komunis/sosialis yang diwarnai oleh doktrin komunis bahwa agama adalah candu bagi rakyat. Sebagaimana diketahui, komunisme mengajarkan sikap yang anti Tuhan. Karena itu, konsep socialist legality sulit untuk dapat dikatakan sebagai suatu konsep negara hukum yang
86 bersifat universal. Tetapi mungkin konsep ini dilihat dari segi kepentingan negara-negara komunis/sosialis merupakan konsep yang mereka pandang sesuai dengan doktrin komunisme/sosialisme. Dibandingkan dengan konsep Barat yang bertujuan ingin melindungi individu sebagai manusia yang bermartabat terhadap tindakan yang sewenang-wenang dari pemerintah, maka dalam socialist legality yang terpenting ialah realisasi sosialisme itu sendiri. e. International of Commission of Jurist Dalam A Report of International Congress of Jurist disebutkan ‚prinsip, institusi, dan prosedur‛, tidak selalu identik, tetapi secara luas serupa, di mana tradisi dari negara-negara di dunia berlainan, sering mempunyai latar belakang dan struktur politik dan ekonomi yang bervariasi, telah terbukti penting untuk melindungi individu dari pemerintah yang sewenang- wenang, dan memungkinkannya untuk menikmati harkat martabat manusia. Dalam melindungi harkat dan martabat manusia dari kesewenang-wenangan pemerintah, dimungkinkan adanya pembedaan baik pada asas, kelembagaan, maupun pelaksanaannya. Hal tersebut sangat erat hubungannya dengan perjalanan dan kultur setiap bangsa yang bersangkutan. Hal ini merupakan penegasan lebih lanjut dari keputusan International Commission of Jurist tahun 1955 yang diadakan di Atena. Dalam hal ini ditetapkan standar minimal unsurunsur negara hukum, yaitu 1) Keamanan pribadi harus dijamin. 2) Tidak ada hak-hak fundamental dapat ditafsirkan, seperti memungkinkan suatu daerah atau alat perlengkapan negara mengeluarkan suatu peraturan untuk mengambil tindakan terhadap hak-hak fundamental itu. 3) Penjaminan terhadap kebebasan mengeluarkan pendapat.
87 4) Kehidupan pribadi orang harus tidak dilanggar. 5) Kebebasan beragama harus dijamin. 6) Hak untuk mendapatkan pengajaran. 7) Hak untuk berkumpul dan berserikat. 8) Peradilan bebas dan tidak memihak. 9) Dan kebebasan memilih dan dipilih dalam politik. 10) Konsep Negara Hukum Pancasila Seno Adji berpendapat bahwa Negara Hukum Indonesia memiliki ciri-ciri khas Indonesia. Karena Pancasila harus diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum, maka Negara Hukum Indonesia dapat pula dinamakan Negara Hukum Pancasila. Menurut Philipus M. Hadjon sebagaimana dikutip oleh Idenberg , bahwa elemen Negara Hukum Pancasila adalah: 1) Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan; 2) Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan Negara; 3) Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir; 4) Keseimbangan antara hak dan kewajiban. 3. Ukuran Negara Hukum Konsep negara hukum yang disampaikan lewat cita negara hukum oleh Plato dan Aristoteles lama berada dalam kondisi pasang surut, seiring dengan ditaklukkannya Yunani oleh bangsa Romawi pada tahun 146 SM sampai masa Renaissance yang dimulai abad XIV Masehi. Dalam kurun waktu tersebut, yang terjadi adalah suatu bentuk pergulatan sengit antara pengaruh gereja dan kerajaan serta peperangan antar berbagai kerajaan. Pada saat inilah Niccolò Machiavelli lahir dan besar
88 sewaktu bangsa Italia berada dalam konflik yang berkepanjangan, terjadi peperangan antar kerajaan, perebutan kekuasaan dan sebagainya. Dengan kondisi yang demikian maka Niccolò Machivelli berkeinginan untuk menyatukan kembali bangsa Italia sekaligus menyelesaikan konflik yang terjadi menuju bangsa Italia yang besar. Oleh karena itu, dalam karyanya berjudul Il Principe (the Prince), ia berpendapat bahwa untuk mempersatukan bangsa Italia harus ada seorang pemimpin (raja) yang dapat memperbesar dan mempertahankan kekuasaan, meskipun dalam melakukan upaya tersebut harus mengesampingkan nilai-nilai moral dan kesusilaan. Seorang pemimpin (raja) harus menjadi kancil dan singa, menjadi kancil untuk mengenali perangkap dan menjadi singa untuk menakuti serigala. Dengan demikian menurut Niccolò Machiavelli bahwa guna terpaksa mencapai tujuan negara maka tindakan‐ tindakan amoral atau asusila pun dapat dibenarkan. Dalam kenyataannya bahwa sesungguhnya kenyataan negara mempunyai kekuasaan yang sifatnya lain daripada kekuasaan yang dimiliki oleh organisasi yang terdapat di dalam masyarakat, seperti: perkumpul-an olahraga, musik dan lain-lain. Kelainan sifat pada kekuasaan negara ini tampak dalam kekuasaannya untuk menangkap, menahan, mengadili serta kemudian memasukkan orang ke dalam penjara, kekuasaan negara dengan kekerasan menyelesaikan sesuatu pemberontakan, kekuasaan negara untuk mengadakan milisi dan lain-lain. Meskipun prinsip-prinsip yang ditegaskan doktrin negara hukum sudah jelas dijadikan landasan bersama oleh setiap negara yang menganut paham rechtsstaat dan rule of law, namun tidak mudah dilaksanakan oleh pelaksana kebijakan. Oleh karena itu, diperlukan adanya ukuran untuk menilai sejauh mana negara-negara mematuhi peraturan hukum dalam praktik. Meskipun doktrin negara hukum banyak berasal dari teori
89 mengenai gagasan tentang aturan hukum, teori ini melampaui prinsip-prinsip umum dan mengeksplorasi bahan-bahan aturan hukum dalam hal hasil spesifik yang informatif sejauh mana prinsip-prinsip terlaksana. Ukuran suatu negara yang menganut paham negara hukum paling tidak mempunyai sembilan konsep dasar, yaitu: 1. faktor-faktor yang membatasi kekuasaan pemerintah; 2. tidak adanya korupsi; 3. ketertiban dan keamanan; 4. hak dasar; 5. pemerintahan terbuka; 6. penegakan peraturan yang efektif; 7. akses terhadap keadilan sipil; 8. peradilan pidana yang efektif; dan 9. keadilan informal. Perkembangan teori (konsepsi) negara hukum dari Juan C. Botero dan Alejandro Ponce dijadikan patokan dalam tulisan ini karena merupakan evolusi dari teori negara hukum yang yang dianut oleh negara Eropa Kontinental, Aglo Saxon dan International Commission of Jurist di Athena tahun 1955 dan International Congress of Jurist di Bangkok tahun 1965 yang telah mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan zaman. Teori negara hukum Juan C. Botero dan Alejandro Ponce merupakan penggabungan dan penyederhanaan dari ketiga teori negara hukum sebelumnya. a. Faktor-Faktor yang Membatasi Kekuasaan Pemerintah Unsur pertama mengukur sejauh mana mereka mengatur dan tunduk pada hukum. Unsur ini membahas prinsip dasar bahwa penguasa tunduk pada hambatan hukum. Ini merupakan sarana (checks and balances), baik konstitusional maupun institusional dimana kekuasaan pemerintah, pejabat dan agennya setiap saat dapat dimintai pertanggungjawaban berdasarkan undang-undang. Hal ini juga mencakup pemeriksaan non-pemerintah mengenai kekuasaan pemerintah, seperti pers bebas dan independen.
90 Unsur ini sangat sulit diukur secara standar di seluruh negara, karena tidak ada formula tunggal untuk distribusi kekuatan yang tepat di antara organ-organ pemerintah untuk memastikan bahwa masing-masing saat diadakan pemeriksaan. Pemeriksaan pemerintah mengambil banyak bentuk; mereka tidak beroperasi hanya dalam sistem yang ditandai oleh pemisahan kekuasaan secara formal dan juga tidak dikodifikasikan dalam undang-undang. Yang penting adalah wewenang itu didistribusikan, baik dengan peraturan formal atau konvensi, dengan cara yang memastikan bahwa tidak ada satu organ pemerintahan memiliki kemampuan praktis untuk menjalankan kekuasaan yang tidak terkendali. b. Tidak Adanya Korupsi Unsur kedua mengukur tidak adanya korupsi, yang secara konvensional didefinisikan sebagai penggunaan kekuatan publik untuk keuntungan pribadi. Korupsi sangat penting untuk penilaian rule of law karena ini adalah manifestasi dari sejauh mana pejabat pemerintah menyalahgunakan kekuasaan mereka atau memenuhi kewajiban mereka berdasarkan hukum. Untuk itu, ada 3 jenis bentuk korupsi: penyuapan, pengaruh yang tidak tepat oleh kepentingan publik atau swasta, dan penyalahgunaan dana publik atau sumber lainnya (penggelapan). Ketiga bentuk korupsi ini diperiksa berkenaan dengan pejabat pemerintah di cabang eksekutif, termasuk polisi dan militer dan pengadilan yudikatif serta legislatif. Instrumen ini mempertimbangkan berbagai kemungkinan situasi yang melibatkan korupsi kecil dan besar; termasuk penyediaan layanan publik; prosedur pengadaan; dan penegakan administrasi lingkungan, persalinan, dan kesehatan dan peraturan keselamatan antara lain. c. Ketertiban dan Keamanan Unsur ketiga mengukur seberapa baik masyarakat menjamin keamanan orang dan harta benda. Keamanan