291 BAB V BENTUK-BENTUK HUKUM PERBUATAN ADMINISTRASI NEGARA
292 Pemerintah atau administrasi negara adalah sebagai subjek hukum, atau sebagai pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Sebagai subjek hukum, pemerintah sebagaimana objek hukum lainnya melakukan berbagai tindakan baik tindakan nyata maupun tindakan hukum. Tindakan nyata adalah tindakan-tindakan yang tidak ada relevansinya dengan hukum dan oleh karenanya tidak menimbulkan akibat-akibat hukum, sedangkan tindakan hukum yang berdasarkan sifatnya dapat menimbulkan akibat hukum tertentu atau dapat menciptakan hak dan kewajiban. Istilah tindakan hukum ini berasal dari ajaran hukum perdata yang kemudian digunakan dalam hukum administrasi negara, sehingga dikenal istilah hukum administrasi. Tindakan hukum administrasi adalah suatu pernyataan kehendak yang muncul dari organ administrasi dalam keadaan khusus, dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang hukum administrasi. Akibat hukum yang lahir dari tindakan hukum akibat-akibat yang memiliki relevansi dengan hukum seperti: penciptaan hubungan hukum baru, perusahaan atau pengakhiran hubungan hukum yang ada . Di dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya alat administrasi negara melakukan berbagai macam perbuatan, yang apabila kita klasifikasikan macam-macam perbuatan alat administrasi negara tersebut ada yang merupakan kategori perbuatan hukum (rechtshandelingen) dan ada perbuatan yang bukan merupakan perbuatan hukum (feiteliykehandelingen). Dikalangan para sarjana terjadi perbedaan pendapat mengenai sifat tindakan hukum pemerintahan ini. Sebagian menyatakan bahwa perbuatan hukum yang terjadi dalam lingkup hukum publik selalu bersifat sepihak atau hubungan hukum bersegi satu (eenzidige). Bagi mereka tidak ada perbuatan hukum publik yang bersegi dua, tidak ada perjanjian yang diatur partikelir diadakan suatu perjanjian,
293 maka hukum yang mengatur perjanjian itu senantiasa hukum privat. Perjanjian itu suatu perbuatan hukum yang bersegi dua karena diadakan oleh dua kehendak (yang ditentukan dengan sukarela, yang suatu persesuaian kehendak antara dua pihak. Sementara sebagian penulis lain menyatakan, ada perbuatan hukum pemerintahan bersegi dua. Mereka mengakui adanya perjanjian yang diatur oleh hukum publik seperti kortverband contract atau perjanjian kerja yang berlaku selama jangka pendek. Meskipun dikenal adanya tindakan pemerintah yang bersegi dua, namun dari argumentasi masing-masing penulis tampak bahwa pada prinsipnya semua tindakan pemerintah yang bersegi dua, namun dari argumentasi masing-masing penulis tampak bahwa pada peinsipnya semua tindakan pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas-tugas public lebih merupakan tindakan sepihak atau bersegi satu. Indroharto bahkan menyebutkan bahwa tindakan hukum tata usaha Negara itu selalu bersifat sepihak. Tindakan hukum tata usaha Negara itu dikatakan bersifat sepihak karena dilakukan tidaknya suatu tindakan hukum tata usaha Negara yang memiliki kukuatan hukum itu pada akhirnya tergantung kepada kehendak sepihak dari badan atau jabatan tata usaha Negara yang memiliki wewenang pemerintahan untuk berbuat demikian. Pada perjanjian kerja jangka pendek (kortverband contract), yang dijadikan contoh hubungan hukum dua pihak dalam hukum public, harus dianggap sebagai cara pelaksanaan tindakan pemerintahan bukan esensi dari tindakan hukum pemerintahan itu sendiri. Untuk Hukum Administrasi Negara, yang penting adalah perbuatan Alat Administrasi Negara yang merupakan perbuatan hukum (rechtshandelingen), yaitu suatu perbuatan yang dilakukan dengan berdasarkan pada hukum yang berlaku baik yang didasarkan hukum privat maupun hukum publik. Perbuatan hukum yang diadasarkan pada hukum publik bisa bersegi satu bisa pula bersegi dua. Perbuatan hukum bersegi satu, yaitu apabila dalam perbuatan itu hanya
294 ada satu kehendak yang menonjol, bersegi dua apabila di dalam perbuatan itu ada dua kehendak yang sama-sama menonjol. Perbuatan yang didasarkan pada hukum privat selalu bersegi dua. Perbuatan menurut hukum yang dilakukanoleh alat administrasi negara ini yang penting di dalam HAN terutama yang didasarkan pada hukum public yang bersegi satu. Sedangkan perbuatan hukum menurut hukum privat pada umumnya tidak termasuk di dalam Hukum Administrasi Negara. Komisi Van Poelje: perbuatan hukum alat administrasi negara/alat tata usaha adalah tindakan-tindakan hukum (dalam hukum publik) yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan dalam arti sempit. Romeyn: tindak pemerintah adalah tiap-tiap tindakan (perbuatan) dari suatu alat perlengkapan pemerintah (bestuursorgaan), juga diluar lapangan hukum tata pemerintahan yang bermaksud untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi. 1. Karakteristik Tindakan Hukum Pemerintahan Di dalam praktek, urusan pemerintahan yang sangat luas dan kompleks itu tidak selalu dijalankan oleh pemerintah atau tata usaha Negara seperti Presiden sebagai kepala pemerintahan beserta perangkatnya atau Kepala Daerah beserta perangkatnya, namun dijalankan pula oleh pihak-pihak lain bahkan pihak swasta yang mendapatkan wewenang untuk menjalankan sebagian urusan pemerintahan. E. Utrecht menyebutkan beberapa cara pelaksanaan urusan pemerintahan, yaitu sebagai berikut: a. Yang bertindak ialah administrasi Negara sendiri; b. Yang bertindak ialah subyek hukum (badan hukum) lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan yang mempunyai hubungan istimewa atau hubungan biasa dengan pemerintah;
295 c. Yang bertindak ialah subyek hukum lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan yang menjalankan pekerjaannya berdasarkan suatu konsesi atau berdasarkan izin (vergunning) yang diberikan oleh pemerintah; d. Yang bertindak ialah subyek hukum lain yang tidak termasuk administrasi Negara dan yang diberi subsidi pemerintah; e. Yang bertindak ialah pemerintah bersama-bersama dengan subyek hukum lain yang bukan administrasi Negara dan kedua belah pihak itu tergabung dalam bentuk kerjasama (vorm van samenwerking) yang diatur oleh hukum privat; f. Yang bertindak ialah yayasan yang didirikan oleh pemerintah yang diawasi pemerintah; g. Yang bertindak ialah subyek hukum lain yang bukan administrasi Negara tetapi diberi suatu kekuasaan memerintah (delegasi perundang-undangan). E. Utrecht: perbuatan pemerintah ialah tiap-tiap perbuatan yang dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menyelenggarakan kepentingan umum, termasuk perbuatan mengadakan peraturan maupun perbuatan mengadakan ketetapan atau perjanjian. Substansi dari perbuatan alat administrasi negara adalah tiap-tiap tindakan yang dilakukan oleh alat tata usaha negara/alat pemerintah tidak hanya dalam fungsi eksekutif, akan tetapi juga dalam melaksanakan public service sebagai konsekuensi dari pelaksanaan Welfare State. Perbuatan alat administrasi negara ini ada yang masuk dalam klasifikasi perbuatan hukum dan perbuatan nyata. Dalam melakukan aktifitasnya, pemerintah melakukan dua macam perbuatan atau tindakan, tindakan biasa (feitelijkehandelingen) dan tindakan hukum (rechtshandeli-ngen). Dalam kajian hukum, yang terpenting untuk dikemukakan adalah tindakan dalam
296 katagori kedua, rechtshandelingen. Perbuatan hukum pemerintahan adalah tindakan yang dilakukan oleh badan atau pejabat tata usaha negara dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan. tindakan pemerintahan memiliki beberapa unsur-unsur yaitu sebagai berikut : a. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuursorganen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri; b. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan; c. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi; d. Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat. 2. Macam-Macam Tindakan Pemerintah Dalam melaksanakan tugas dan menyelenggarakan kepentingan umum, pemerintah banyak melakukan kegiatan atau perbuatan-perbuatan. Keaktivitas atau pembuatan itu pada garis besarnya dibedakan ke dalam dua gologan, yaitu: a. Rechtshandelingen (golongan perbuatan hukum) b. Feitelijke handelingen (golongan yang bukan perbuatan hukum) Dari kedua golongan perbuatan tersebut yang penting bagi hukum administrasi negara adalah golongan perbuatan hukum (hechts handelingen), sebab perbuatan tersebut langsung menimbulkan akibat hukum tertentu bagi hukum administrasi Negara, oleh karena perbuatan hukum ini membawa akibat pada hubungan hukum atau keadaan hukum yang ada, maka
297 perbuatan tersebut tidak boleh mengandung cacat, seperti kehilafan (dwaling), penipuan (bedrog), paksaan (dwang). Secara keseluruhan, fungsi pemerintahan terdiri atas berbagai macam tindakan pemerintah, seperti keputusan-keputusan, ketetapan-ketetapan yang bersifat umum, tindakan hukum dan tindakan nyata. Ada empat macam bentuk penguasa yaitu: a. Pemelihara ketertiban, pemeliharaan ketertiban pada tingkat pertama adalah pengawasan supaya dapat terlaksana secara teratur. b. Pengelolaan keuangan, melalui pajak, punggutanpungutan lain, pendapatan sendiri. c. Tuan tanah. Sejak dulu, pihak penguasa merupakan tuan tanah. Pengusaha,beberapa kegiatan dalam pemerintah hanya dapat dilaksanakan oleh pihak penguasa mengingat sifatnya atau karena diharuskan sesuai dengan undang-undang. 3. Cara Pelaksanaan Perbuatan Pemerintah Pentingnya filsafat pemerintahan terletak pada kenyataan bahwa pemerintah merupakan kekuatan dunia yang paling menentukan hidup matinya seorang manusia dan selamat atau hancurnya dunia. Kuntjoro dalam Taliziduhu Ndraha mendefinisikan pemerintah sebagai sebuah lembaga, dan fungsi lembaga itulah disebut pemerintahan. Kybernology sebaliknya menggunakan pendekatan empirik, pemerintahan didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses, yaitu proses penyediaan dan distribusi layanan publik yang tidak diprivatisasikan dan layanan civil kepada setiap orang pada saat dibutuhkan. Freies Ermessen merupakan konsekuensi logis dari konsepsi welfare state, akan tetapi dalam kerangka negara hukum, Freies Ermessen ini tidak dapat
298 digunakan tanpa batas. Atas dasar itu, Sjachran Basah mengemukakan unsur-unsur freies ermessen dalam suatu negara hukum yaitu sebagai berikut : a. Ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik; b. Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara; c. Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum; d. Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri; e. Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul secara tibatiba; f. Sikap tindak itu dapat dipertanggung jawab baik secara moral kepada tuhan yang maha esa maupun secara hukum. Negara memegang peranan penting dalam mengarahkan dan mengendalikan bentuk perdebatan atau discourse yang muncul untuk mengerti peran dari negara dan memahami konsep negara. Namun, negara mempunyai arti yang luas, yaitu suatu badan yang menguasai segala pranata (administratif, politik, yuridis) yang mengatur jalur kekuasaan dan distribusi sumber daya, serta menguasai semua aparat yang mempunyai kemampuan kopersif. Walaupun negara mencakup juga pemerintah, ia tidak indentik dengan pemerintah. Pemerintah terbatas pada lembaga-lembaga yang berada dalam struktur politik tertentu dan berfungsi menjalankan pemerintah. Perbuatan hukum yang didasarkan pada hukum publik baik itu perbuatan untuk melaksanakan peraturan maupun perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah konkrit termasuk juga yang didasarkan pada Freies Ermessen (kebebasan bertindak atas inisiatif sendiri). Perbuatan ini dilakukan untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Mengenai apa
299 yang dimaksud dengan ‚kepentingan umum‛, The Liang Gie menyatakan bahwa kepentingan umum ialah segenap hal yang mendorong tercapainya ketentraman, kestabilan ekonomi dan kemajuan dalam kehidupan masyarakat di samping urusan-urusan yang menyangkut negara dan rakyat seluruhnya sebagai satu kesatuan, sedangkan Sudargo Gautama menyatakan bahwa kepentingan umum sama dengan kesejahteraan umum. Dengan demikian tugas dan fungsi alat administrasi negara dalam negara kesejahteraan (welfare state) menjadi sangat luas, tidak semata-mata menjalankan roda pemerintahan, akan tetapi juga berperan dalam kehidupan social, ekonomi dan cultural. Oleh karena itu alat administrasi negara tidak lagi dipandang sebagai alat kekuasaan, akan tetapi dipandang sebagai alat pelayan masyarakat (public service). Menurut Faried Ali dengan adanya canpur tangan pemerintah yang luas dalam kegiatan social dan ekonomi maka Hukum Ekonomi (Economic Law) yang sering dipakai oleh para ahli di Indonesia 80% masuk dalam bidang Hukum Administrasi Negara dan 20% masuk bidang hukum privat. Mengenai perbuatan hukum alat administrasi negara yang didasarkanpada hukum publik ada perbedaan pendapat di antara para ahli. Ada ahli yang tidak menerima/membenarkan adanya perbuatan hukum public yang bersegi dua. Menurut mereka semua perbuatan hukum publik selalu bersegi satu antara lain Paul Scolten, Sybengan, Van Praag, Meyers. Alasan mereka tidak mengakui perbuatan hukum public bersegi dua, karena pada hakekatnya perbuatan pemerintah/alat administrasi negara adalah suatu perbuatan yang mengeluarkan atau memberhentikan suatu peraturan. Mereka bertitik tolak dari pandangan yang didasarkan pada teori kehendak (wilstheori).
300 Menurut teori ini perbuatan mengeluarkan atau memberhentikan suatu peraturan, dalam hal ini hanya ada satu kehendak yang menonjol yakni kehendak pemerintah, sehingga di sini tidak ada perjanjian dan dalam perbuatan yang bersegi dua yakni ada perjanjian antara dua pihak, oleh karena itu tidak ada perbuatan pemerintah. Para ahli yang menerima pendapat adanya perbuatan hukum public bersegi dua yakni KranenburgVegting, Wiarda, Donner, Utrecht. Alasan mereka menerima pendapat adanya perbuatan hukum publik bersegi dua, karena yang dimaksud dengan perbuatan pemerintah adalah perbuatan dengan maksud menyelenggarakan kepentingan umum, termasuk perbuatan membuat peraturan dan perbuatan mengadakan keputusan atas perjanjian. Sebagai contoh : perjanjian kerja jangka pendek (Kortverband Contract) yang dilakukan oleh pemerintah dengan pihak swasta sebagai pekerja dan pemerintah sebagai pemberi kerja. Di sini ada kesesuaian dua kehendak, sehingga perbuatan hukum itu dikatakan bersegi dua. Perbuatan hukum bersegi dua ini tidak diatur dalam hukum privat akan tetapi diatur oleh suatu hukum yang bersifat istimewa dalam hal ini hukum publik. Bertitik tolak dari pandangan ini, maka pemerintah dapat juga melakukan perjanjian kerja yang sesungguhnya diatur dalam KUHPerdata di mana perjanjian itu karena sifatnya istimewa dimaksudkan sebagai perjanjian menurut hukum publik. Muhammad Adiguna Bumasaksti membuat analisa dengan pertanyaan yang paling mendasar mengenai Tindakan Pemerintahan (Bestuur Handelingen) adalah mengenai batasan ranah hukum atas Tindakan Pemerintahan. Kapankah dapat dikatakan Pemerintah melakukan tindakan dalam hukum administrasi dan kapan ia dikatakan melakukan tindakan dalam hukum keperdataan (rechtshandeling naar burgerlijk recht). Hal ini
301 berkaitan dengan Tindakan Pemerintahan tersebut tunduk kepada ranah hukum yang mana, serta Kompetensi Absolut Peradilan yang berwenang mengadili sengketanya. a. Pemisahan Segi Hak Keperdataan (Recht) Dan Segi Kewenangan (Bevogheid) Pemerintahan Berdasarkan teori hukum yang berkembang saat ini, dapat dibedakan antara ‚wewenang‛ sebagai landasan suatu subjek hukum untuk melakukan suatu tindakan berdasar hukum publik, serta ‚hak‛ sebagai landasan suatu subjek hukum untuk melakukan suatu tindakan berdasar hukum perdata. Hadjon membaginya menjadi ‚kewenangan‛ dan ‚Kecakapan‛ (bekwaamheid) sedangkan Muhammad Adiguna lebih suka melihatnya sebagai pendekatan ‚hak‛ bukan ‚kecakapan‛. Kewenangan diperoleh berdasarkan peraturan-peraturan di dalam hukum publik. Penyebutannya pun spesifik sebagai suatu kewenangan tertentu yang diberikan untuk badan/pejabat pemerintahan tertentu. Sedangkan hak diperoleh berdasarkan peraturan-peraturan di dalam hukum keperdataan. Penyebutannya pun spesifik sebagai suatu hak tertentu yang diberikan untuk subjek hukum tertentu. Kewenangan (bevogheid) diberikan dalam rangka menjalankan tugas-tugas pemerintahan (bestuurzorg) untuk kepentingan pelayanan administrasi pemerintahan. Sedangkan hak (recht) diberikan dalam rangka menikmati kebendaan atau menikmati hal keperdataan tertentu. Oleh karena itu jelas dalam hal ini ketika Pemerintah bertindak dalam rangka mempertahankan hak-haknya maka ia tunduk pada hukum keperdataan dan menjadi subjek pada hukum perdata. Namun jika ia bertindak atas nama kewenangan maka ia tunduk pada hukum publik dan menjadi subjek pada hukum administrasi.
302 Menurut Indroharto, ketika Pemerintah sedang mempertahankan hak-haknya maka ia sedang berlaku sebagai Badan Hukum Perdata, bukan lagi sebagai Badan Hukum Publik. Sebagai contoh, dalam hukum pertanahan ia dapat memiliki hak atas tanah seperti Hak Pengelolaan (HPL – Vide Pasal 67 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan Jo. Pasal 2 Undang-Undang Pengaturan Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960). Berikut penjelasan dari Indroharto mengenai status Badan Pemerintah sebagai Badan Hukum Publik sekaligus sebagai Badan Hukum Perdata: Dalam kenyataan sehari-hari kita lihat bahwa pemerintahan umum itu terdiri dari berbagai macam organisasi dan instansi-instansi, yang kebanyakan organisasi-organisasi demikian itu selain memiliki wewenang pemerintahan menurut hukum publik juga memiliki kemandirian menurut hukum perdata (dual function), seperti badan-badan teritorial : Negara, Propinsi, Kabupaten dan sebagainya. Akibat dari kedudukannya sebagai badan hukum perdata tersebut adalah: 1) Ia dapat memiliki hak-hak keperdataan; 2) Ia dapat menjadi pihak dalam proses perdata. Oleh karenanya dapat disimpulkan Badan Pemerintahan dapat menjadi Badan Hukum Perdata dan melakukan Tindakan Hukum Perdata ketika mendudukkan dirinya sebagai pihak yang melindungi hak keperdataannya. b. Segi Tindakan Pemerintahan (Bestuur Handelingen) Tindakan Pemerintahan dapat dibagi menjadi dua bentuk yakni Tindakan Faktual (Feitelijk Handelingen) dan Tindakan Hukum (Rechtshandelingen). Berikut adalah pembagiannya:
303 1) Feitelijk Handelingen (biasa disebut Tindakan Material, atau Tindakan Faktual / Perbuatan Konkret –vide Pasal 1 angka 8 Jo. Pasal 87 UU Administrasi Pemerintahan). Tindakan Faktual (Feitelijk Handelingen) akan selalu bersegi satu (eenzijdige) karena bersifat sepihak saja; dan 2) Rechtshandelingen (Tindakan Hukum). Tindakan Hukum (Rechtshandelingen) inilah yang secara teori memiliki implikasi hukum secara administrasi. Tindakan Hukum (Rechtsandelingen) ini ada yang bersegi satu (eenzijdige) karena bersifat sepihak saja, dan ada yang bersegi dua (tweezijdige atau meerzijdige). Tindakan Hukum Pemerintahan (Rechtshandelingen) dapat dibagi menjadi : 1) Tindakan Hukum Administrasi Pemerintahan Bersegi Satu (Eenzijdige publiekrechtelijk handelingen); 2) Tindakan Hukum Administrasi Pemerintahan Bersegi Dua (Tweezijdige atau Meerzijdige publiekrechtelijk handelingen). Sedangkan Tindakan Faktual (Feitelijk Handelingen) akan selalu bersegi satu (eenzijdige) karena bersifat sepihak saja. a. Feitelijk Handelingen (Tindakan Faktual) Tindakan Faktual (istilah yang akan digunakan seterusnya) merupakan tindakan nyata atau fisik yang dilakukan oleh Pemerintahan. Tindakan ini tidak hanya terbatas pada tindakan aktif saja namun juga perbuatan pasif. Yang dimaksud perbuatan pasif dalam hal ini adalah Pendiaman akan sesuatu hal. Contoh dari perbuatan aktif dari Tindakan Faktual adalah pembangunan gedung pemerintahan. Sedangkan contoh pendiaman / perbuatan pasif adalah membiarkan jalan rusak. Untuk Tindakan Faktual yang bersifat aktif ia biasanya selalu didahului oleh Penetapan Tertulis,
304 sedangkan untuk perbuatan pasif tidak. Tindakan Faktual (Feitelijk Handelingen) akan selalu bersegi satu (eenzijdige) karena bersifat sepihak saja. Oleh karenanya segala jenis Feitelijk Handelingen masuk ke dalam ranah hukum publik. b. Rechtshandelingen (Tindakan Hukum) Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Tindakan Hukum ini ada yang bersegi satu (eenzijdige) dan ada yang bersegi dua (tweezijdige atau banyak meerzijdige). Indroharto menyatakan bahwa Bestuur Handelingen atau tindakan administrasi pemerintahan haruslah selalu bersifat sepihak dan bersegi satu oleh karena yang masuk ke dalam ranah hukum administrasi (TUN) hanya tindakan hukum sepihak dan bersegi satu. Sedangkan tindakan hukum yang bersegi dua maka masuk ke dalam perbuatan hukum perdata (atau campuran publik-perdata). 1) Tindakan Hukum Bersegi Satu (Eenzijdige Publiek Rechtshandelingen) Perbuatan Hukum Publik yang bersegi satu Beberapa sarjana seperti S. Sybenga hanya mengakui adanya perbuatan hukum publik yang bersegi satu, artinya hukum publik itu lebih merupakan kehendak satu pihak saja yaitu pemerintah. Menurut mereka tidak ada perbuatan hukum publik yang bersegi dua, tidak ada perjanjian, misalnya yang diatur oleh hukum publik. Jika ada perjanjian dengan pihak swasta maka perjanjian itu menggunakan hukum privat, karena itu merupakan perbuatan hukum bersegi dua karena dilakukan oleh kehendak kedua belah pihak dengan sukarela. Itulah tidak ada perjanjian hukum publik, karena hubungan hukum yang diatur hukum publik hanya berasal dari satu pihak saja yakni pemerintah dengan cara menentukannya dengan kehendaknya sendiri. Sesuai dengan tugas administrasi yakni ‚mengatur‛ dan ‚mengurus‛, maka bentuk dari tindakan
305 Administrasi Pemerintahan dapat berupa pengaturan (regeling, pseudo-wetgeving), atau keputusan/penetapan (beschikking, plan). Setidaknya dalam terminologi administrasi kontemporer kedua istilah inilah yang sering dibahas. Sebetulnya secara umum, terminologi keputusan dalam doktrin administrasi klasik dapat diartikan sebagai besluit atau beslissing (keputusan dalam arti luas). Konsep Besluit ini dalam terminologi hukum administrasi di Indonesia pernah digunakan untuk Keputusan termasuk Keputusan Presiden. Dahulu semua produk norma baik berbentuk regeling (pengaturan) maupun beschikking (penetapan) yang dibuat presiden adalah berbentuk ‚Keputusan Presiden‛ / KEPPRES (sebagai Besluit). Namun di masa sekarang terminologi Keppres ini sudah disempitkan menjadi bentuk beschikking (Keputusan/Penetapan) saja, sedangkan untuk yang berbentuk Peraturan disebut dengan ‚Peraturan Presiden‛ (PERPRES). Selain bentuk regeling (atau regering besluit) dan beschikking, adapula bentuk lainnya seperti pseudo wetgeving (Perundangan Semu - salah satunya adalah beleidsregel), Concrete Normgeving (Norma Jabaran), dan Plan (rencana). Kesemuanya akan tunduk pada kaidah hukum publik karena secara karakteristik sepihak dan bersegi satu (eenzijdige). 2) Tindakan Hukum Bersegi Dua (Tweezijdige Publiek Rechtshandelingen) Perbuatan Hukum Publik yang bersegi dua Van der Pot, Kranenberg, Vegting, Wiarda dan Donner mengakui adanya Hukum Publik yang bersegi dua atau adanya perjanjian menurut Hukum Publik, mereka memberi contoh dengan adanya perjanjian kerja jangka pendek yang diadakan seorang swasta sebagai pekerja dengan pihak pemerintah sebagai pihak yang pemberi pekerjaan.
306 Tindakan bersegi dua ini adalah tindakan yang dibuat oleh Pemerintah tidak sepihak, artinya melibatkan pihak lain. Contoh konkret dari Tindakan ini adalah kontrak antara pemerintah dengan pihak swasta (warga Masyarakat). Tindakan hukum bersegi dua inilah yang tunduk dan masuk ke dalam ranah pengaturan hukum keperdataan yang tunduk pula pada asas kebebasan berkontrak (contract vrijheid). Bentuk-bentuk kontrak Pemerintah ini antara lain: a) Kontrak biasa; b) Kontrak Adhesi atau Kontrak Standar (dengan klausula baku); c) Kontrak Mengenai Wewenang yakni Pemerintah mengadakan Perjanjian untuk melimpahkan pelaksanaan tugas pemerintahan kepada pihak lain; d) Kontrak mengenai Kebijaksanaan Pemerintah (beleidsovereenkomst) yakni Pemerintah memperjanjikan kewenangan diskresionernya (freies ermessen) kepada pihak lain. e) Kontrak Pemerintah dengan Swasta yang lainnya. c. Kompetensi Absolut Mengadili Gugatan Atas Tindakan Pemerintah (Bestuur Handelingen) Sebagaimana telah dijelaskan di muka bahwa pembedaan pengaturan ranah hukum untuk tiap-tiap Tindakan Pemerintah ini juga berpengaruh kepada kompetensi Peradilan untuk mengadili gugatan terhadap Tindakan-Tindakan Pemerintah. Apabila tindakan itu lebih condong kepada karakter atau sifat hukum keperdataan maka ia akan menjadi kompetensi absolut Peradilan Umum. Sedangkan apabila tindakan itu lebih condong kepada karakter atau sifat hukum administrasi maka ia akan menjadi kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara. Hal ini dapat dicermati melalui ketentuan dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, pada Pasal 1 angka 18 Jo. Pasal 85 ayat (1) dan (2):
307 Pasal 1 angka 18 Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara. Pasal 85 (1) Pengajuan gugatan sengketa Administrasi Pemerintahan yang sudah didaftarkan pada pengadilan umum tetapi belum diperiksa, dengan berlakunya Undang-Undang ini dialihkan dan diselesaikan oleh Pengadilan. (2) Pengajuan gugatan sengketa Administrasi Pemerintahan yang sudah didaftarkan pada pengadilan umum dan sudah diperiksa, dengan berlakunya UndangUndang ini tetap diselesaikan dan diputus oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum. Bahwa menurut ketentuan tersebut sengketa Administrasi Pemerintahan merupakan ranah kewenangan/kompetensi absolut dari Peradilan TUN. Pasal 1 angka 18 di atas membatasi bahwa segala sengketa Administrasi Pemerintahan diadili PTUN. Saat ini masih banyak sengketa-sengketa yang berdasarkan fundamentum petendi nya berkarakter sengketa administrasi namun diadili di Peradilan Umum dengan alasan tidak dapat diadili di PTUN karena terhalang oleh pembatasan kewenangan PTUN dalam UU PERATUN (UU No. 5 Tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004 Jo. UU No. 51 Tahun 2009). Di antara sengketa-sengketa administrasi yang sampai saat ini masih ditangani oleh Peradilan Umum adalah Onrechtmatig Overheidsdaad (Perbuatan Melawan Hukum oleh Pemerintah) dan Citizen Lawsuit (Gugatan Warga Negara). Oleh karena itu diharapkan di masa depan pembatasan mengenai Tindakan Pemerintah dalam Hukum Administrasi dan dalam Hukum Perdata dari ini juga diiringi dengan konsistensi kompetensi absolut peradilan umum dan peradilan TUN dalam mengadili jenis sengketa. Perbuatan hukum oleh aparat pemerintah adalah perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh pejabat Tata Usaha Negara dalam rangka melaksnakan urusan
308 pemerintahan. Salah satu contoh dari perbuatan aparat pemerintah ialah ketetapan. Ketetapan dibagi menjadi dua macam yakni : 1) Ketetapan sah (rechtsgeldige beschikking) 2) Syarat-syarat yang harus terpenuhi agar ketetapan adalah ketetapan yang sah (voorwaarden voor de rechtsgeldigheid der beschickking) menurut Van der Pot : 3) Ketetapan harus dibuat oleh alat (organ) yang berkuasa (bevoegd) membuatnya 4) 3. Dalam pembentukan kehendak dari alat negara yang mengeluar kan suatu ketetapan, tidak boleh ada kekurngan yuridis, kekurangan yuridis dapat disebabkan karena salah kira (dwaling), paksaan (Dwang) dan tipuan(bedrog) 5) Ketetapan yang dimaksud harus diberi bentuk (vorm) yang sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan yang menjadi dasarnya dan pembuatan keputusan tersebut juga harus memperhatikan cara/prosedur pembuatan keputusan/ketetapan yang dimaksud 6) Isi dan tujuan dari ketetapan harus sesuai dengan isi dan tujuan dalam peraturan dasarnya. 7) Ketetapan tidak sah (niet- rechtsgeldige beschikking) Ketetapan tidak sah itu dapat berupa : a) Ketetapan Batal demi hukum (nietig van recht wege). b) Ketetapan yang batal mutlak (absoluut nietig). c) Ketetapan yang dapat dibatalkan (vernietigbaar) Batal (nietig) berarti bahwa bagi hukum perbuatan itu dianggap tidak pernah ada. Batal ini disebut batal
309 mutlak. Batal nisbi (relatief nietig) suatu perbuatan bagi hukum dapat dikatakan batal nisbi, bilamana pembatalan perbuatan itu yang bagi hukum batal sama sekali hanya dapat dituntut oleh beberapa orang tertentu saja. Secara umum kelaziman perbuatan aparatur pemerintah yang dianggap tidak sah, menurut Felix A. Nigro dapat dikategorikan dalam 9 bentuk pelanggaran yaitu: 1. Ketidakjujuran 2. Berperilaku tidak etis 3. Mengesampingkan hukum 4. Memperlakukan pegawai secara tidak patut 5. Melanggar prosedur hukum 6. Tidak menjalin kerjasama yang baik dengan pihak legislatif 7. Pemborosan dalam penggunaan sumber daya 8. Menutup-nutupi kesalahan yang dilakukan oleh aparatur 9. Kegagalan untuk melakukan inisiatif dan terobosan yang positif Menjalankan kewenangan dari aparatur pemerintah, terdapat pembatasan- pembatasan yang diperlukan agar di dalam menjalankan kewenangannya tersebut, aparatur pemerintah tidak menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya (abuse of power). Untuk itu, diperlukan suatu kategori atau bentuk pengetahuan terhadap kategori, kapan sebuah kewenangan dianggap tidak sah atau tidak berjalan sebagaimana ketentuan yang ada. Menurut Prof. Muchsan penyebab ketidakwenangan aparat pemerintah yaitu: 1. Ratione Material, yakni kewenangan aparatur pemerintahan yang tidak sah dikarenakan substansi kewenangannya.
310 2. Ratione Loccus, yakni ketidakwenangan seorang aparatur pemerintahan dikarenakan wilayah hukumnya. 3. Ratione Temporis, ketidakwenangan seorang aparatur pemerintahan dikarenakan lewat waktu, atau yang pada umumnya sering kita istilahkan daluarsa. Dapat dikatakan perbuatan pemerintah yang tidak sah ialah jika suatu perbuatan aparat pemerintah yang tidak berdasar pada syarat-syarat sahnya yang harus dipenuhi oleh suatu ketetapan yang disebutkan seperti pendapat Van der Pot diatas dan juga melupakan asasasas pemerintahan umum yang baik, sehinggga perbuatan hukum aparat pemerintah itu dinyatakan tidak sah. Begitu juga dalam menentukan sah atau tidaknya suatu perbuatan aparat pemerintah dapat dilihat dari retione material, retione locus dan retione temporis yang merupakan sabab keidakberwenangan aparat pemerintah dalam melakukan perbuatan hukum tata pemerintahan yang baik. Dalam ranah Hukum Tata Pemerintahan (bestuursrecht), terdapat 3 (tiga) teori kebatalan (nietig Theory), yakni batal mutlak, batal demi hukum dan dapat dibatalkan. Ketiga teori ini memiliki perbedaan berdasarkan 2 (dua) aspek, yaitu 1. Berdasarkan akibat hukum yang ditimbulkan, yaitu akibat-akibat hukum yang mengikuti jika terjadi pembatalan. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis yang muncul dan tidak dapat dihindari akibat pembatalan tersebut. 2. Lembaga atau Pejabat yang berhak menyatakan batal, yaitu mengenai kewenangan pembatalan, dalam arti siapa pejabat yang berhak untuk melakukan proses pembatalan tersebut. Untuk lebih memudahkan kita dalam mengidentifikasi pejabat siapa saja yang memiliki hak untuk membatalkan, maka kita membagi pejabat dalam bentuk yang
311 sangat sederhana, yakni lembaga atau pejabat yudikatif, eksekutif dan legislatif. Suatu tindakan sewenang-wenang, kalau hal itu sempat terjadi, badan pemerintahan dalam pertimbangannya mengenal kepentingan yang bersangkutan harus bersikap jujur agar tidak sampai manyangkut pada tindakan hukum administrasi, sehingga dengan demikian pertimbangan kepentingan dianggap tidak pernah ada Dalam menjalankan tugasnya aparat pemerintah harus selalu berpedoman pada sah atau tidaknya kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum. Apabila kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum tersebut sah maka hasil perbuatan hukum (dalam bentuk pembuatan suatu keputusan atau produk hukum) tetap sah (legitimate) untuk dilaksanakan. Sebaliknya, apabila kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum tersebut tidak sah (ilegitimate) maka timbul konsekuensi bahwa perbuatan hukum tersebut menjadi batal. Kebatalan tersebut dapat dijabarkan melalui teori kebatalan (nietig theorie) sebagai berikut: 1. batal mutlak (absolute nietig). 2. Batal demi hukum (nietig van rechts wege). 3. Dapat dibatalkan (vernietig baar). Ketiga kemungkinan kebatalan diatas dapat ditinjau dari dua hal, yaitu dari akibat hukum/ konsekuensi yuridis yang timbul dan dari pejabat/ aparat yang berwenang untuk menyatakan kebatalan. 1. Batal Mutlak (absolute nietig): a. Akibat Hukum: semua perbuatan hukum Aparat Pemerintah yang pernah dilakukan dianggap belum pernah ada sehingga keadaan harus dikembalikan seperti semula. Misalnya, sese-
312 orang menyewa rumah pada orang yang berada dibawah pengampuan karena pemboros. Setelah perjanjian berjalan beberapa waktu ternyata pengampu dari si pemboros mengetahui hal tersebut dan meminta pembatalan pada pengadilan. Permintaan pembatalan tersebut dikabulkan oleh pengadilan. Karena hal tersebut maka perbuatan sewa-menyewa tersebut dianggap tidak sah dan harus batal. b. Pejabat yang berwenang menyatakan kebatalan: hanya pejabat yudikatif saja. 2. Batal Demi Hukum (nietig van rechts wege): a. Akibat hukum Pembatalan Perbuatan Hukum ada dua alternatif: 1) Semua perbuatan hukum yang pernah dilakukan oleh Aparat Pemerintah dianggap belum pernah ada. 2) Sebagian perbuatan aparat pemerintah dinyatakan sah, sedangkan sebagian yang lain dinyatakan batal. Misalnya, dalam kasus jaksa Agung Hendarman Supandji yang tetap bertugas walaupun telah lewat masa jabatannya. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Hendarman Supandji diberhentikan. Saat pembacaan putusan, MK menyatakan bahwa sejak palu putusan diketok maka Hendarman Supandji tidak lagi berwenang sebagai Jaksa Agung. Segala perbuatan hukum yang dilakukannya sebagai Jaksa Agung dalam kurun waktu akhir masa jabatan sampai dengan saat putusan dinyatakan tetap sah. b. Pejabat yang berwenang menyatakan kebatalan: pejabat yudikatif dan eksekutif. 3. Dapat Dibatalkan (vernietig baar): a. Akibat Hukum: seluruh perbuatan hukum yang telah dilakukan dianggap sah. Perbuatan hukum yang belum dilakukan dinyatakan tidak sah.
313 b. Pejabat yang berwenang menyatakan kebatalan: pejabat yudikatif, eksekutif dan legislatif. Berdasarkan hal tersebut timbul pertanyaan: ‚suatu perbuatan hukum termasuk dalam kebatalan yang mana?‛ atau ‚bagaimanakah menggolongkan/mengklasifikasikan suatu perbuatan hukum dalam kemungkinan kebatalan?‛. Untuk menggolongkan, dipakai kriteria- kriteria sebagai berikut: 1. Syarat mutlak (syarat yang harus ada): Misalnya, syarat mutlak dalam perkawinan adalah ‚antara laki- laki dan perempuan‛. 2. Syarat relatif (pelengkap): Misalnya, syarat untuk menjadi hakim untuk lakilaki bertinggi badan minimal 165 cm. Jika tidak memenuhi syarat mutlak maka suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh aparat pemerintah harus dinyatakan ‚batal seluruhnya‛ (absolute nietig) atau ‚batal demi hukum‛ (nietig van rechts wege). Jika tidak memenuhi syarat relatif maka suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh aparat pemerintah harus dinyatakan ‚dapat dibatalkan‛ (vernietig baar). Seorang filosof Jerman bernama Immanuel Kant mengatakan bahwa hukum seperti dua sisi suatu mata uang logam, pada salah satu sisi terdapat nilai ‚kebenaran menurut hukum‛ (recht matig) sedangkan disisi yang lain terdapat nilai kemanfaatan bagi rakyat (doel matig). Jika kedua aspek tersebut bertentangan maka hakim harus mengutamakan aspek kemanfaatan bagi rakyat (doel matig). Untuk lebih jelasnya, berikut perbandingan dari ketiga teori kebatalan tersebut Batal Mutlak (absolute nietig). Secara prinsip, batal mutlak berakibat semua perbuatan yang pernah dilakukan, dianggap tidak pernah ada. Dalam konteks ini, perbuatan yang dinyatakan tidak pernah ada tersebut, berlaku prinsip fiction theory atau semua orang atau subjek hukum dianggap tahu hukum. Dalam hal batal mutlak ini,
314 yang berhak menyatakan batal batal mutlak hanyalah peradilan dalam Undang-Undang Kehakiman.9 1. Batal Demi Hukum (nietig van recht wege) Akibat hukumnya ada dua alternatif. Alternatif pertama ialah perbuatan yang sudah dilakukan, dianggap tidak ada atau tidak sah secara hukum, dan alternatif kedua ialah perbuatan yang telah dilakukan, sebagian dianggap sah, dan sebagian lagi dianggap tidak sah. Dalam hal batal demi hukum ini, pejabat yang berhak menyatakan batal atau tidak adalah pihak yudikatif dan eksekutif. 2. Dapat Dibatalkan (vernietig baar) Dalam hal ini, dapat dibatalkan memiliki konsekuensi hukum dimana keseluruhan dari perbuatan hukum yang pernah dilakukan sebelumnya, tetap dianggap sah. Artinya, keseluruhan perbuatan di masa lampau tetap menjadi suatu tindakan hukum yang tidak dapat dibatalkan atau tetap berlaku pada masa itu. Adapun pejabat yang berhak membatalkan adalah pihak yudikatif, eksekutif dan legislatif Makna Tindakan Administrasi Pemerintahan Dalam Perspektif Penafsiran Hukum Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberikan pengertian tindakan administrasi pemerintahan sebagai: ‚Tindakan Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya disebut Tindakan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negar lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.‛ Dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, juga mencantumkan istilah tindakan faktual. Dalam konteks tafsir
315 hukum, apakah tindakan faktual sama maknanya dengan tindakan administrasi pemerintahan? Berdasarkan penelurusan kepustakaan yang yang dilakukan Suanro dan Mizan Malik lakukan, ada dua pendapat yang berbeda terhadap pertanyaan tersebut. Pertama, pendapat Sudarsono yang pada kesimpulannya bahwa terdapat perbedaan antara tindakan pemerintah-an, tindakan administrasi pemerintahan, dan tindakan faktual. Tindak pemerintahan merupakan seluruh tindakan yang dilakukan oleh administrasi pemerintahan dalam menyelenggarakan pemerintahan. Tindakan administrasi pemerintahan adalah semua perbuatan pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya (kecuali penerbitan keputusan), dalam melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya, berupa tindakan (atau tidak melakukan tindakan) berwujud konkret/nyata. Dalam UUAP, tindakan administrasi pemerintahan ini dinormakan dalam Pasal 1 angka 8 UUAP. Adapun tindakan faktual adalah setiap tindakan yang bukan dimaksudkan untuk menimbul-kan akibat hukum, namun dalam kenyataannya telah/ berpotensi menimbulkan akibat hukum. Dalam UUAP, tindakan faktual ini dinormakan dalam Pasal 87 huruf a UUAP. Pendapat kedua adalah pendapatnya Muhammad Adiguna Bimasakti dalam artikelnya berjudul Onrech-matig Overheidsdaad (OOD)/Perbuatan Melawan Hukum (PMH) oleh Penguasa (Negara) dari Sudut Pandang Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Pandangan-nya dikutip selengkapnya sebagai berikut : Dalam Pasal 1 butir 8 yang dimaksud tindakan (Handeling) adalah tindakan administrsi pemerintahan yang selanjutnya disebut tindakan adalah perbuatan pejabat pemerintahan atau penyelneggara negara lain-nya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan per-buatan konkret dalam rangka penyelenggaraan peme-rintahan.
316 Sehingga jelas yang dimaksud tindakan dalam UU Adminsitrasi Pemerintahan adalah tindakan konkret bukan berupa KTUN tertulis sebagaimana dimaksud UU Peratun. Akan tetapi jika dicermati dalam pasal 86 UU Administrasi Pemeintahan, didapati bahwa tindakan factual juga termasuk definisi KTUN dalam UU Peratun. Lalu apakah sama antara tindakan konkret (concrete handelingen) dalam Pasal 1 angk 8 dengan tindakan faktual (Feitelijk Handelingen) dalam Pasal 86 dan 87 UU Administrasi Pemerintahan? Menurut Suanro dan Mizan Malik berpendapat kedua hal tersebut adalah hal yang sama. Pada tataran teori, kedua pandangan tersebut setidaknya menggambarkan bahwa tindakan adminis-trasi pemerintahan belum begitu jelas atau setidaknya multitafsir. Berkenaan dengan itu, maka diskursus ter-sebut mendapat tempat yang layak dalam kajian hukum dalam hal ini penafsiran hukum. Dalam penjelasan umum undang-undang administrasi pemerintahan disebutkan bahwa Tugas pemerintahan untuk mewujudkan tujuan negara sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tugas tersebut merupakan tugas yang sangat luas. Begitu luasnya cakupan tugas Administrasi Pemerintahan sehingga diperlukan peraturan yang dapat mengarahkan penyelenggaraan Pemerintahan menjadi lebih sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat (citizen friendly), guna memberikan landasan dan pedoman bagi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menjalankan tugas penyelenggaraan pemerintahan. Dalam rangka melaksanakan fungsi pemerintahan, penyelenggara pemerintahan akan melakukan berbagai perbuatan atau tindakan administrasi pemerintahan. Seperti dikatakan Bagir Manan, sebenarnya, tidak ada hari tanpa tindakan atau perbuatan oleh negara c.q pemerintah yang
317 dilakukan oleh Pusat atau Daerah, atau badan-badan publik atau badan-badan yang dilekati wewenang publik. Tindakan atau perbuatan itu ada yang dilakukan oleh atau atas nama negara (overheid) atau atas nama pemerintah (regering). Pokoknya, disadari atau tidak disadari, setiap orang, baik individual ataupun kelompok, senantiasa berada dalam ‚kepungan‛ tindakan negara atau pemerintah. Supaya tindakan tersebut tidak mengarah kepada tindakan didasari pada kekuasaan, tetapi diarahkan pada tindakan yang didasari pada hukum, maka diperlukan prinsip-prinsip yang mendasari lahirnya sebuah undangundang. Prinsip-prinsip yang mendasarkan pemikiran dari penyusunan RUU Administrasi Pemerintahan itu sendiri, antara lain: 1. Bahwa, sesuai asas negara hukum demokratis, semua tindakan hukum dan faktual administrasi pemerintahan yang dilakukan oleh pejabat administrasi pemerintahan yang ditujukan kepada individu dan warga negara harus berdasarkan ketentuan hukum dan peraturan perundang- undangan dan asas umum pemerintahan yang baik. 2. Bahwa, segala bentuk keputusan dan tindakan aparatur penyelenggara pemerintahan harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan hukum dan tidak berdasakan kekuasaan yang melekat pada kedudukan aparatur penyelenggara pemerintahan itu sendiri. 4. Bahwa, salah satu bentuk mekanisme pengawasan terhadap keputusan pemerintah diwujudkan dalam pengujian apakah setiap individu yang terlibat telah diperlakukan sesuai dengan hukum dan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan hukum yang secara efektif dapat dilakukan oleh lembaga negara dan peradilan administrasi yang independen. 5. Bahwa, untuk memberikan perlindungan jaminan hukum kepada setiap warga negara, undang-undang memungkinkan warga negara mengajukan keberatan melalui upaya administrasi dalam lingkungan
318 pemerintahan dan dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan dan tindakan badan atau pejabat pemeirntahan kepada pengadilan tata usaha negara (PTUN). Tindakan pemerintahan merupakan tindakan yang dilakukan oleh subjek hukum (pemerintah), sehingga konsep perbuatan ini juga mengikuti konsep perbuatan subjek hukum yang berlaku umum dalam konsep dasar dalam hukum. Mochtar Kusumaatmadja dan B. Arief Sidharta menjelaskan bahwa perbuatan subjek hukum ada yang merupakan perbuatan hukum dan ada perbuatan yang bukan perbuatan hukum. Berkenaan dengan perbuatan yang bukan perbuatan hukum adalah perbuatan yang dilakukan yang menimbulkan akibat hukum tertentu, dan akibat hukum ini tidak dikehendaki atau tidak diniatkan oleh subjek hukum pelaku perbuatan tersebut. Akibat hukum yang timbul sama sekali tidak tergantung pada kehendak si pelaku.6 Yang bukan perbuatan hukum ini dibedakan lagi kedalam yang tidak melawan hukum dan yang melawan hukum.Bukan perbuatan hokum yang tidak melawan hukum adalah perbuatan subjek hukum yang akibat hukumnnya tidak dikehendaki atau dimaksudkan untuk terjadi oleh subjek hukum pelaku perbuatan itu. Sementara perbuatan yang bukan perbuatan hukum yang melawan hukum adalah perbuatan yang menimbulkan akibat hukum yang tidak dikehendaki oleh subjek hukum pelaku perbuatan itu, dan perbuatan tersebut bertentangan dengan asas-asas dan kaidah hukum positif serta menimbulkan kerugian pada subjek hukum lain. Seperti diuraikan di atas, bahwa konsep tindakan pemerintahan dalam hukum administrasi juga mengikuti konsep perbuatan subjek hukum pada umumnya. Perbedaan hanya terletak pada subjeknya yaitu pemerintah. Subjek hukum (pemerintah) inilah yang melakukan tindakan pemerintahan.
319 Tindakan pemerintahan (administrative activity atau bestuurshandeling) adalah tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh administrasi negara dalam melaksanakan tugas pemerintahan. Kata ‚administrasi‛ dapat diartikan secara luas, tetapi dalam konteks hukum administrasi perlu diperhatikan pandangan para sarjana, bahwa administrasi dalam hukum administrasi hanya meliputi lapangan bestuur (lapangan kegiatan negara diluar wetgeving dan rechspraak). Dengan demikian maka administrasi yang dimaksud dalam hukum administrasi adalah kegiatan/aktivitas di luar pembuatan undang-undangan dan judisial/peradilan. Dalam khazanah hukum administrasi, tindakan pemerintahan sendiri dapat diklasifikasikan atas tindakan hukum (rechtshandeling) dan tindakan faktual/materil (feitelijk/materielehandeling). Tindakan hukum pemerintah adalah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah yang didasarkan norma-norma hukum tertentu dan ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum tertentu. Tindakan faktual/materil pemerintah adalah tindakan yang dilakukan pemerintah dalam rangka melayani kebutuhan faktual/materil rakyat dan tidak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum. Berkenaan dengan tindakan hukum, tindakan hukum pemerintahan dapat dibedakan menjadi tindakan hukum publik dan tindakan hukum privat. Tindakan hukum publik adalah tindakan-tindakan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Tindakan hukum publik ini dilakukan berdasarkan kewenang pemerintahan yang bersifat hukum publik yang hanya dapat lahir dari kewenangan yang bersifat hukum publik pula.Lain halnya dengan tindakan hukum privat yang merupakan tindakan hukum yang didasarkan pada ketentuan hukum keperdataan. Tindakan badan atau pejabat yang bersifat publik dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) macam, yakni: a. tindakan membuat keputusan (beschikking); b. tindakan membuat
320 peraturan (regeling), c. tindakan materil, atau sering disebut tindakan faktual, Bagir Manan menyebutnya tindakan atau perbuatan konkret. Akibat dari tindakan hukum pemerintah bisa menimbulkan beberapa perubahan hak, kewajiban atau kewenangan yang ada, menimbulkan perubahan kedudukan hukum bagi seseorangatau objek yang ada dan terdapat hakhak, kewajiban, kewenangan ataupun status tertentu yang ditetapkan. Dalam kerangka konsep, maka tindakan pemerintahan memiliki cakupan yang luas yang meliputi tindakan hukum dan tindakan faktual. Berdasarkan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, tindakan hukum berupa keputusan tata usaha negara (beschikking) adalah objek sengketa tata usaha negara. Sementara tindakan faktual, setelah berlakunya Undang- Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, telah menjadi kompetensi peradilan tata usaha negara. Terkait tindakan pemerintahan, Sudarsono mengungkapkan bahwa tindakan administrasi pemerintahan dalam UUAP masih sedemikian kabur. Untuk memperjelas konsep tersebut, Sudarsono menggunakan pendekatan konseptual dengan berangkat dari unsur-unsur Pasal 1 angka 8 UUAP dan mengaitkannya secara sistematis dengan beberapa pengertian dalam UUAP, diketahui ada tiga unsur tindakan administrasi pemerintahan, yaitu: 1. Perbuatan pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnnya; Yaitu perbuatan pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya dalam melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya. 2. Melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret; dan UUAP tidak menjelaskan konsep konkret dalam Pasal 1 angka 8 ini. Arti konkret dalam pasal 1
321 angka 3 UU Nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan TUN, yaitu: ‚..tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan<‛. 3. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yaitu penyelenggaraan tata laksana pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan/atau pejabat pemerintahan. Berangkat dari ketentuan Pasal 1 angka 8 UUAP, tindakan administrasi pemerintahan dapat dimaknai sebagai perbuatan pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya dalam melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya, berupa tindakan (atau tidak melakukan tindakan) yang berwujud konkret/nyata. Langkah kedua, adalah a contrario. Konsep tindakan adalah kebalikan dari konsep keputusan. Pasal 1 angka 7 UUAP menyatakan: ‚keputusan administrasi pemerintahan yang juga disebut keputusan tata usaha negara atau keputusan administrasi negara yang selanjutnya disebut keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menyelenggarakan pemerintahan.‛ Pasal 1 angka 7 UUAP hanya memiliki tiga unsur, yaitu: 1. Unsur ketetapan tertulis 2. Unsur dikeluarkan oleh Badan/Pejabat Pemerintahan; 3. Unsur dalam penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan kedua langkah tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian tindakan administrasi pemerintahan sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 8 UUAP adalah semua perbuatan pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya (kecuali penerbitan keputusan), dalam melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya, berupa tindakan (atau tidak melakukan tindakan) yang berwujud konkret/nyata.
322 Berdasarkan uraian tersebut, Sudarsono menyatakan bahwa tindakan administrasi pemerintahan adalah perbuatan hukum konkret pemerintahan selain (di luar) keputusan pemerintahan.18 Sudarsono memberikan ilustrasi perbuatan yang dapat dikategorikan tindakan adalah tindakan konkret dalam penyelenggaraan pemerintahan oleh Badan/Pejabat Dinas Pertambangan Kabupaten XX yang secara nyata menghentikan sementara penambangan PT YY di Desa ZZ berdasarkan paksaan pemerintahan (berstuurdwang) yang dimilikinya. Sementara jika merujuk pendapat Philipus M Hadjon dkk, mengatakan bestuursdwang dapat diuraikan sebagai tindakan yang nyata (feitelijke handeling) dari penguasa guna mengakhiri suatu keadaan yang dilarang oleh suatu kaidah hukum administrasi atau (bila masih) melakukan apa yang seharusnya ditinggalkan oleh para warga negara bertentangan dengan undang-undangan. Dikatakan juga bahwa suatu kategori yang penting daritindakan-tindakan nyata yang dapat menjadi objek dari aksi tindakan yang melanggar hukum adalah mengenai pelaksanaan dari paksaan pemerintah. Paksaan nyata dari paksaan penguasa harus secara hati-hati (HR 21-3-1975 NJ 410 Amstendam –Meletic). Berkenaan dengan konsep tindakan pemerintahan, relevan kiranya pendapat Ridwan dan kawan-kawan yang menyatakan secara teori tindakan pemerintahan itu merupakan induk dari keputusan, baik keputusan yang bersifat konkret, individual dan final, maupun keputusan yang bersifat umum. Artinya keputusan adalah bagian dari tindakan dan tindakan itu sendiri masih terbagi dalam dua hal, yaitu tindakan nyata dan tindakan hukum. Sementara ketentuan UU AP ditentukan lain. Tindakan administrasi pemerintahan dimaknai sebagai perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraanpemerintahan.
323 Selain itu Administrasi Pemerintahan diartikan sebagai tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan. Ketentuan tersebut mengisyaratkan bahwa undang- undang administrasi pemerintahan menyamakan atau mensejajarkan keberadaan keputusan dan tindakan. Padahal tindakan adalah induk dari keputusan. Oleh karena itu, pengaturan di dalam undang- undang administrasi pemerintahan ini menjadi kurang tepat. Mencermati rumusan tindakan pemerintahan dalam undang-undang pemerintahan tidak jelas atau kabur, sehingga menimbulkan kemenduaan arti. Sudarsosno memaknai tindakan konkret masuk dalam kualifikasi tindakan hukum pemerintahan. Sementara jika merujuk berbagai konsep tindakan pemerintahan maka tindakan konkret tidak lain adalah tindakan faktual, artinya bukan tindakan hukum. Bagir Manan menyebutnya sebagai tindakan atau perbuatan konkret (feitelijke handelingen). Disebut tindakan atau perbuatan konkret karena tidak dimaksudkan (tidak bertujuan) mempunyai akibat hukum (rechsgevolg) tertentu. Tetapi tidak berarti tidak mungkin ada akibat hukum. Suatu tindakan konkret (walaupun tidak dimaksudkan mempunyai akibat hukum) dapat atau mungkin menimbulkan juga akibat hukum yang tidak dikehendaki. Misalnya, suatu tindakan konkret yang ternyata menimbulkan kerugian pada orang lain atau melanggar hak orang lain. Pada konteks penggunaan ‚tindakan administrsi pemerintahan‛, yang oleh UUAP disebut juga dengan ‚tindakan‛ dapat ditemukan dalam 23 Pasal di UUAP, yang kesemuanya merujuk pada ketentuan umum sebagaiman dimaksud Pasal 1 angka 8 UUAP. Sementara menurut Bambang Arwanto, apabila mencermati beberapa pasal dalam UU AP nampak konsepsi tindakan dalam Pasal 1 poin 8 dengan konsep keputusan berdasarkan Pasal 87. Nampak keputusan selalu dihubungkan dengan tindakan dengan
324 menggunakan kata penghubung ‚dan/atau‛ dalam konteks ini bersifat komulatif alternatif yang menandakan adanya pemisahan antara konsepsi KTUN dengan tindakan, sehingga menurut hematnya konsepsi dari tindakan pemerintah atau tindakan dalam UU AP tersebut mengarah kepada suatu tindakan faktual pemerintah (feitelijke handelingen). Penggunaan kata penghubung ‚dan/atau‛ dalam menghubungkan konsepsi ‚keputusan dan/atau tindakan‛ dalam UU AP dapat dimaknai dalam 2 (dua) konsep yaitu pertama, ‚tindakan faktual melebur dalam KTUN‛, yakni apabila mengacu kepada teori melebur dimana KTUN sebagai alas hukum pelaksanaan suatu tindakan faktual pemerintah. Konsep ini selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Indroharto bahwa antara keputusan TUN yang berkaitan dengan tindakan-tindakan materil (tindakan faktual) sebagai contoh keputusan (KTUN) untuk mengosongkan atau menyegel bangunan, dan lain-lain,dengan yang merupakan keputusan- keputusan dalam bentuk tindakan hukum TUN. Sedangkan konsep kedua ‚tindakan faktual pemerintah sebagai salah satu jenis dari obyek kompetensi PTUN tanpa mempermasalahkan adanya KTUN sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 85 UU AP. Administrasi Pemerintahan dalam RUU diartikan sebagai tata laksana dalam mengambil tindakan hukum dan/atau tindakan faktual oleh badan atau pejabat. Namun setelahmengalami perubahan dalam rancangan tersebut, rumusannya dalam undang-undang berubah menjadi ‚tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/ atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan‛. Definisi ini dianggap memperluas yurisdiksi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004. Kompetensi PTUN hanyalah Keputusan Tata Usaha Negara, yakni penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan perundang-
325 undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Dalam UU AP, yang dimaksud bukan hanya Keputusan Tata Usaha Negara, tetapi juga tindakan pemerintahan (bestuurhandelingen), yang meliputi juga „tindakan materiil‟ (feitelijke handelingen). Pengaturan lebih lanjut terkait tindakan pemerintahan, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad). Dalam konsiderannya menimbang huruf b menyatakan bahwa perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad) merupakan tindakan pemerintahan sehingga menjadi kewenangan peradilan tata usaha negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Perma 2 tahun 2019 menyatakan: Pasal 1 angka 1 yang berbunyi Tindakan Pemerintahan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan; Pasal 1 angka 3 berbunyi:‛ Sengketa tindakan pemerintahan adalah sengketa yang timbul dalam bidang admnistrasi pemerintahan antar warga masyarakat dengan pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya sebagai akibat dilakukannya Tindakan Pemeritahan Pasal 1 angka 6 : Penggugat adalah warga masyarakat yang kepentingannya dirugikan sebagai akibat dilakukannya Tindakan Pemerintahan Pasal 1 angka 7: Tergugat adalah Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya yang melakukan tindakan Pemerintahan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya yang digugat oleh Warga
326 Masyarakat Pasal 1 angka 1 Perma tersebut sama dengan bunyi Pasal 1 angka 8 UU AP.Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 di atas maka objek sengketa dalam sengketa tindakan pemerintahan adalah adanya Tindakan Pemerintahan. Berkenaan dengan definisi tindakan faktual, menurut Muhammad Adiguna Bimasakti, tampaknya perlu dilakukan definisi ulang bagi feitelijk handelingen. Banyak dari pendapat klasik sebelum diterbitkannya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan mendefinisikan feitelijk handelingen sebagai tindakan biasa yang tidak menimbulkan akibat hukum. Padahal sebenarnya ini agak keliru terutama setelah diterbitkannya UUAP. Lebih tepat dikatakan jika didefinisikan feitelijk handelingen sebagai tindakan biasa yang tidak dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum. Kemudian ketika ia menimbulkan akibat hukum maka ia dapat digugat. Pada tataran praktek, tindakan faktual dapat dicermati dari kasus atau sengketa yang diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Ada beberapa putusan yang kami telusuri dari website Mahkamah Agung dan Peradilan Tata Usaha Negara yang menyelesaikan sengketa tindakan pemerintahan/ tindakan faktual. Antara lain PutusanPengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Nomor 6/G/TF/2021/PTUN.SBY. Dalam pertimbangan hukumnya hakim memaknai tindakan konkret adalah tindakanfaktual. Sementara penggugat mengkualifisir tindakan pengukuran dan pemetaan yang mengakibatkan terbitnya peta bidang adalah tindakan hukum. Dalam pertimbangan hukum tersebut juga hakim memberikan penjelasan bahwa makna konkret dalam tindakan pemerintahan. Konkret dalam pengertian tindakan pemerintahan adalah perbuatan materil (materiele daad) atau ada tindakan faktual (tindakan fisik/nyata) baik aktif (melakukan) atau pasif (diam/tidak
327 melakukan).Jadi bukan dalam bentuk keputusan atau penetapan tertulis (beschikking) maupun keputusan tata usaha negara yang bersifat umum (besluit van algemene strekking) sehingga tindakan tergugat yaitu melakukan pengukuran dan pemetaan adalah jelas telah memenuhi kriteria tindakan konkret. Namun di dalam diktum putusannya, secara eksplisit disebutkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh tergugat adalah tindakan hukum.30 Dari putusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tindakan konkret dapat dimaknai sebagai tindakan hukum. Bahwa Undang-Undang Administrasi Pemerintahan juga menentukan bahwa tindakan pasif (tidak melakukan tindakan konkret) adalah termasuk pengertian tindakan administrasi pemerintahan. Terkait kasus konkret mengenai tidak melakukan tindakan konkret ini kita temui dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Nomor 28/G/TF/2021/PTUN.BDG. Adapun objek sengketa kasus tersebut adalah tindakan perusahaan daerah air minum Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor yang tidak melakukan perbuatan hukum untuk melaksanakan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) kepada Para Penggugat yang tinggal di Kawasan Perumahan Sentul City Kabupaten Bogor. Dalam pertimbangan hukumnya majelis hakim berpendapat Tindakan Administrasi Pemerintahan yang dilakukan oleh Tergugat berupa Tindakan Perusahaan Umum Daerah Air Minum Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor yang tidak melakukan perbuatan hukum untuk melaksanakan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) kepada Para Penggugat dan Para Penggugat II Intervensi yang tinggal di Air Minum (SPAM) sehingga menurut Majelis Hakim objek sengketa termasuk kategori perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya yang tidak melakukan perbuatan konkret dalam rangka
328 penyelenggaraan pemerintahan. Namun didalam diktum putusannya, menyatakan Kawasan Perumahan Sentul City Kabupaten Bogor Tindakan administrasi Pemerintahan yang telah melanggar prosedur dan substansi terdapat Tindakan Administrasi yang belum dilakukan dalam pelaksanaan Sistem Penyediaan perundang-undangan dan Asas- Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).Berdasarkan putusan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tindakan administrasi pemerintahan berupa tidak melakukan tindakan konkret memiliki makna yang sama dengan tidak melakukan perbuatan hukum, oleh karenanya melakukan tindakan konkret adalah melakukan tindakan hukum. Dalam praktek peradilan (Peradilan TUN) juga ditemukan pemaknaan tindakan administratif/tindakan pemerintahan yang tidak menyatakan bahwa tindakan tersebut tindakan hukum atau bukan. Putusan dimaksud adalah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 230/G/TF/2019/PTUN-JKT. Dalam pertimbangan hukum dan diktum putusannya, hakim menggunakan istilah ‚tindakan pemerintahan‛ tanpa predikat tindakan konkret atau tindakan hukum. Adapun diktum putusannya adalah sebagai berikut: Menyatakan Tindakan- Tindakan Pemerintahan yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II berupa: 1. Tindakan Pemerintahan Throttling atau pelambatan akses/bandwidth di beberapa wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua pada 19 Agustus 2019 sejak pukul 13.00 WIT (Waktu Indonesia Timur) sampai dengan pukul 20.30 WIT; 2. Tindakan Pemerintahan yaitu pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet secara menyeluruh di Provinsi Papua (29 Kota/Kabupaten) dan Provinsi Papua Barat (13 Kota/Kabupaten) tertanggal 21 Agustus 2019 sampai dengan setidak-tidaknya pada 4 September 2019 pukul 23.00 WIT3. Tindakan Pemerintahan yaitu
329 memperpanjang pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet di 4 Kota/Kabupaten di Provinsi Papua (yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Jayawijaya) dan 2 Kota/Kabupaten di Provinsi Papua Barat (yaitu Kota Manokwari dan Kota Sorong) sejak 4 September 2019 pukul 23.00 WIT sampai dengan 9 September 2019 pukul 18.00 WIB/20.00 WITA adalah perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tindakan pemerintahan hanya mencakup tindakan konkret (melakukan atau tidak melakukan). 3. Dalam praktek Peradilan Tata Usaha Negara, tindakan pemerintahan dimaknai sebagai 1) tindakan pemerintahan tanpa kualifikasi sebagai tindakan hukum atau bukan; dan 2) tindakan pemerintahan berupa tindakan konkret yang dimaknai sebagai tindakan hukum; 4. Telah terjadi pergeseran makna, bahwa tindakan pemerintahan yang berupa melakukan atau tidak melakukan perbuatan konkret dimaknai secara luas yaitu dapat berupa tindakan konkret dan tindakan hukum.
330
331 BAB VI TINJAUAN PUSTAKA TENTANG KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA
332 Keputusan tata usaha negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana jerman, Otto Meyer, dengan istilah Verwal tungsakt. Istilah ini diperkenalkan di negeri Belanda dengan nama Beschikking oleh Van Vollenhoven dan C.W. Van der pot, yang oleh beberapa penulis, seperti AM. Donner, H.D. Van Wijk/Willem Konijnenbelt, dan lain-lain, dianggap sebagai bapak dari konsep Beschikking yang modern. Di Indonesia istilah Beschikking diperkenalkan pertama kali oleh WF. Prins. Istilah Beschikking ini ada yang menerjemahkannya dengan ketetapan, seperti E. Utrecht, Bagir Manan, Sjachran Basah, dan lain-lain. Djenal Housen dan Muchsan mengatakan bahwa penggunaan istilah keputusan barangkali akan lebih tepat menghindari kesimpangsiuran pengertian dengan istilah ketetapan. Menurutnya, di Indonesia istilah ketetapan sudah memiliki pengertian teknis yuridis, yaitu sebagai ketetapan MPR yang berlaku ke luar dan ke dalam. Seiring dengan berlakunya UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, istilah Beschikking itu di terjemahkan dengan keputusan. Keputusan tata usaha negara ( KTUN ) sering juga disebut dengan istilah keputusan administrasi negara. KTUN sebagai keputusan administratif merupakan satu pengertian yang sangat umum yang dalam praktik bentuk dapat beraneka ragam. Dalam bahasa Belanda, KTUN ini disebut beschikking yang berarti norma hukum yang bersifat individual dan konkret sebagai keputusan pejabat tata usaha negara atau administrasi negara. Dalam praktik, keputusan yang bersifat beschikking ini biasa disebut juga dengan istilah penetapan. Para sarjana hukum menggunakan istilah penetapan ini begitu saja sebagai kelaziman di dunia teori maupun praktik hukum pada umumnya. Diantara sarjana hukum yang biasa menggunakan istilah penetapan ini, termasuk Prajudi Atmosudirjo tang dikenal senagai salah seorang pelopor
333 kajian Hukum Administrasi Negara Indonesia setelah kemerdekaan. Berdasarkan pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986, keputusan didefinisikan sebagai; ‚ suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.‛ Berdasarkan definisi ini tampak bahwa KTUN memiliki unsur- unsur sebagai berikut: 1. Penetapan tertulis. 2. Dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN. 3. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Bersifat konkret, individual, dan final. 5. Menimbulkan akibat hukum. 6. Seseorang atau badan hukum perdata. Tidak termasuk pengertian Keputusan Tata Usaha Negara, ada sekelompok keputusan tata usaha negara yang ditentukan dalam pasal 2 tidak dianggap atau tidak termasuk atau dikeluarkan dari pengertian Keputusan Tata Usaha Negara. Dengan demikian pengertian penetapan tertulis yang berakibat pula mempersempit ruang lingkup kompetensi pengadilan. Jenis keputusan yang karena sifatnya atau maksudnya tersebut adalah seperti berikut ini. 1. Keputusan tata usaha negara yang merupakan perbuatan hukumn perdata, umpanya keputusan yang menyangkut masalah jual-beli, tukar menukar, sewa-menyewa, pemborongan kerja yang dilakukan antara instansi pemerintah dan perseorangan yang didasarkan pada ketentuan hukum perdata. 2. Keputusan tata usaha negara yang merupakan peraturan yang bersifat umum, yakni pengaturan yang memuat norma-norma hukum yang dituangkan dalam bentuk
334 peraturan yang kekuatan berlakunya mengikat setiap orang. Misalnya, perubahan arus lalu lintas. 3. Keputusan tata usaha negara yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan dan instansi lain. Adakalanya peraturan dasar menentukan bahwa persetujuan instansi lain itu diperlukan karena instansi lain tersebut terlibat dalam akibat hukum yang akan ditimbulkan oleh keputusan itu. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan, tetapi sudah menimbulkan kerugian dapat di gugat di pengadilan di lingkungan peradilan umum. 4. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, keputusan Direktur Jendral Agraria yang mengeluarkan sertifikat tanah atas nama seseorang yang didasarkan atas pertimbangan putusan pengadilan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang menjelaskan bahwa tanah sengketa tersebut merupakan tanah negara dan tidak berstatus tanah warisan yang diperkarakan oleh para pihak atau keputusan serupa contoh diatas, tetapi didasarkan atas amar putusan pengadilan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, contoh lainnya adalah keputusan pemecatan seorang notaris oleh Menteri Kehakiman, setelah menerima usul ketua pengadilan negeri atas dasar kewenangannya menurut pasal 54 Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum. 5. Keputusan tata usaha negara mengenai tata usaha negara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ( TNI ). Pada dasarnya, badan atau pejabat tata usaha negara di lingkungan TNI tidak berbeda dengan kedudukan hukum badan atau pejabat tata usaha negara di lingkungan sipil. Akan tetapi, karena TNI, maka penetapan – penetetapan yang di keluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara di lingkungan TNI dikeluarkan dari kompetensi lingkungan peradilan tata usaha negara.
335 6. Keputusan panitia pemilihan (Komisi Pemilihan Umum), baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum. Panitia pemilihan Indonesiaterdiri dari unsur-unsur tokoh masyarakat yang di pilih dan diseleksi ketat, sehingga apabila hasil pemilihan umum itu telah disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum dalam suatu keputusan, maka berarti hal tersebut merupakan konsensus bersama yang tidak dapat diganggu gugat lagi. Istilah penetapan tertulis terutama menunjuk kepada isi dan bukan kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. 1. Keputusan itu memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukanlah bentuk formalnya seperti surat keputusan pengangkatan dan sebagainya. 2. Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk kemudahan bagi pembuktian. Oleh karena itu sebuah memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis tersebut dan akan merupakan suatu Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara menurut undang-undang ini apabila sudah jelas. Tindakan Hukum Tata Usaha Negara adalah perbuatan hukum Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersumber pada suatu ketentuan Hukum Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban pada orang lain. 3. Berisfat konkret, artinya obyek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan, umpamanya mengenai rumah si A, izin usaha bagi si B, pemberhentian si A sebagai pegawai negeri. 4. Bersifat individual artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditunjukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Jikalau yang dituju itu lebih dari seorang, tiap-yiap nama orang yang terkena keputusan itu disebutkan. Umpanya keputusan tentang pembuatan atau pelebaran jalan dengan lampiran yang
336 menyebutkan nama-nama orang yang terkena keputusan tersebut. 5. Bersifat final artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau instansi lain belum bersifat final, karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan. Umpanya, keputusan pengangkatan seorang pegawai memerlukan persetujuan dari Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Secara teoritis dalam Hukum Administrasi Negara, dikenal ada beberapa macam dan sifat keputusan, yaitu sebagai berikut. 1. Keputusan Deklaratoir dan Keputusan Konstitutif Keputusan deklaratoir adalah keputusan yang tidak mengubah hak dan kewajiban yang telah ada, tetapi sekedar menyatakan hak dan kewajiban tersebut. Keputusan mempunyai sifat deklaratoir manakala keputusan itu dimaksudkan untuk menetapkan mengikatnya suatu hubungan hukum atau keputusan itu maksudnya mengakui suatu hak yang sudah ada, sedangkan manakala keputusan itu melahirkan atau mengahapuskan suatu hukum atau keputusan itu menimbulkan suatu hak baru yang sebelumnya tidak dipunyai oleh seseorang yang namanya tercantum dalam keputusan itu, maka ia tersebut dengan keputusan yang bersifat konstitutif. Keputusan yang bersifat konstitutif dapat berupa halhal sebagai berikut : a. Keputusan-keputusan yang meletakkan kewajiban untuk melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu, atau memperkenankan sesuatu.
337 b. Keputusan-keputusan yang memberikan status pada seseorang, lembaga, atau perusahaan, dan oleh karena itu seseorang atau perusahaan itu dapat menerapkan aturan hukum tertentu. c. Keputusan-keputusan yang meletakkan prestasi atau harapan pada perbuatan pemerintah, subsidi atau bantuan. 2. Keputusan Eenmalig dan Keputusan yang permanen Keputusan Eenmalig adalah keputusan yang hanya berlaku sekali atau keputusan sepintas lalu, yang dalam istilah lain disebut keputusan yang bersifat kilat seperti IMB atau izin untuk mengadakan rapat umum, sedangkan keputusan permanen adalah keputusan yang memiliki masa berlaku yang relatif lama. WF. Prins menyebutkan beberapa keputusan yang dianggap sebagai keputusan ‚sepintas lalu, yaitu: a. Keputusan yang bermaksudkan mengubah teks keputusan yang terdahulu. b. Keputusan negarif. Sebab, keputusan semacam ini maksudnya untuk tidak melaksanakan sesuatu hal dan tidak merupakan halangan untuk bertindak, bilamana terjadi perubahan dalam anggapan atau keadaan. c. Penarikan kembali atau pembatalan. Seperti halnya dengan keputusan negatif, penarikan kembali atau pembatalan tidak membawa hasil yang positif dan tidak menjadi halangan untuk mengambil keputusan yang identik dengan yang dibatalkan itu. d. Pernyataan dapat dilaksanakan. 3. Keputusan yang Bebas dan yang Terikat Keputusan yang bersifat bebas adalah keputusan yang didasarkan pada kewenangan bebas atau kebebasan bertindak yang dimiliki oleh pejabat tata usaha negara baik dalam bentuk kebebasan kebijaksanaan maupun kebebasan interpretasi, sedangkan keputusan yang
338 terikat adalah keputusan yang didasarkan pada kewenangan pemerintahan yang bersifat terikat, artinya keputusan itu hanya melaksanakan ketentuan yang sudah ada tanpa adanya ruang kebebasan bagi pejabat yang bersangkutan. 4. Keputusan Positif dan Negatif Keputusan positif adalah keputusan yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi yang dikenai keputusan, sedangkan keputusan negatif adalah keputusan yang tidak menimbulkan perubahan keadaan hukum yang telah ada. Keputusan positif terbagi dalam lima golongan, yaitu: a. Keputusan, yang pada umumnya melahirkan keadaan hukum baru. b. Keputusan, yang melahirkan keadaan hukum baru bagi objek tertentu. c. Keputusan, yang menyebabkan berdirinya atau bubarnya badan hukum. d. Keputusan, yang membebankan kewajiban baru kepada seseorang atau beberapa orang ( perintah ). e. Keputusan, yang memberikan hak baru kepada seseorang atau beberapa orang ( keputusan yang menguntungkan ). Yaitu suatu keputusan yang dibuat untuk menyelenggarakan hubungan- hubungan antara alat administrasi yang membuatnya dangan swasta/administrable atau anatara dua/lebih alat administrasi negara seperti; 1) Dispensasi Yaitu suatu keputusan yang meniadakan berlakunya peraturan perundang-undangan untuk suatu persoalan istimewa. Tujuan dari penerbitan dispensasi adalah agar seseorang dapat melakukan suatu perbuatan hukum dengan menyimpang dari syarat-syarat yang telah ditentukan dalam UU.
339 2) Ijin Yaitu keputusan yang isinya memperbolehkan suatu perbuatan yang pada umumnya dilarang oleh peraturan perundang-undangan, akan tetapi masih diperkenankan asal saja diadakan seperti yang ditentukan untuk masing-masing hal yang konkrit. Sebagai contoh: ada suatu peraturan yang menyatakan dilarang mendirikan bangunan tanpa ijin. Kemudian ada seseorang yang akan mendirikan lalu minta keputusan/ijin untuk mendirikan bangunan. Keputusan yang dikeluarkan aparat ini dinamakan ijin. 3) Lisensi Adalah suatu keputusan yang isinya merupakan ijin untuk menjalankan suatu perusahaan. 4) Konsesi Yaitu suatu keputusan yang isinya merupakan ijin bagi pihak swasta untuk menyelenggarakan halhal yang penting bagi umum. Keputusan negatif dapat berbentuk pernyataan tidak berkuasa, pernyataan tidak diterima atau ssuatu penolakan. Keputusan negatif yang dimaksudkan disini adalah keputusan yang ditinjau dari akibat hukumnya yakni tidak menimbulkan perubahan hukum yang telah ada. Dengan kata lain, bukan keputusan negatif atau fiktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN jo. UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan UU PTUN tersebut diatas. 4. Keputusan Perorangan dan Kebendaan Keputusan perorangan adalah keputusan yang diterbitkan berdasarkan kualitas pribadi orang tertentu atau keputusan yang berkaitan dengan orang, seperti keputusan tentang pengangkatan atau pemberhentian seseorang sebagai pegawai negeri atau sebagai pejabat
340 negara, keputusan menganai surat izin, mengemudi, dan sebagainya, sedangkan keputusan kebendaan adalah keputusan yang diterbitkan atas dasar kualitas kebendaan atau keputusan yang berkaitan dengan benda, misalnya sertifikat hak atas tanah. Dapat terjadi sesuatu keputusan itu dikategorikan bersifat perseorangan sekaligus kebendaan, misalnya surat izin mendirikan bangunan atau izin usaha industri. Dalam hal ini keputusan itu memberikan hak pada seseorang yang akan mendirikaan bangunan atau industri (tertuju pada orang), dan sisi lain keputusan itu memberikan keabsahan didirikannya bangunan atau insdustri (tertuju pada benda). 1. Keputusan Lisan Bentuk keputusan ini dikeluarkan dalam hal tidak membawa akibat kekal dan tidak begitu penting bagi pemerintahan, disamping itu bilamana oleh yang mengeluarkan keputusan itu dikehendaki suatu akibat yang timbul dengan segera. Contohnya anggota lalu lintas memberi perintah kepada seorang pengendara mobil pelanggar peraturan lalu lintas jalan supaya berhenti dan menunjukkan surat-surat SIM. Perintah itu dikeluarkan secara lisan dan berlaku sebagai teguran resmi dan jika tidak dilaksanakan yang bersalah dapat dituntut di muka pengadilan. 2. Keputusan Tertulis Pasal 1 (3) Undang-Undang No. 9 tahun 2004 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 5 tahun 1986 Tentang Tata Usaha Negara menentukan bahwa penetapan tertulis itu harus dalam bentuk tertulis. Syarat bahwa harus dalam bentuk tertulis itu bukan mengenai syarat-syarat bentuk formalnya seperti surat pengangkatan dan sebagainya, tetapi asal tampak keluar sebagai tertulis. Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk