BUKU AJAR
ILMU KESEHATAN
TELINGA
HIDUNG
TENGGOROK
KEPALA & LEHER
EDISI KEENAM
EDITOR :
Prof. Dr. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT (K)
Prof. Dr. Nurbaiti lskandar, Sp.THT (K)
Prof. DR. Dr. Jenny Bashiruddin, Sp.THT (K)
DR. Dr. Ratna Dwi Restuti, Sp.THT (K)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA, 2OO7
Hak Gipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang memperbanyak, mencetak dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan
cara dan dalam bentuk apapun juga tanpa seizin editor dan penerbit.
Diterbitkan pertama kali oleh :
BalaiPenerbit
Fakultas Kedokteran Universilas lndonesia
Jakarta, 1990
Edisi kesatu, cetakan ke-'1 1 990
1991 (dengan beberapa perubahan)
cetakan ke-2
1 993
Edisi kedua, cetakan ke-1 1 995
cetakan ke-2 1 997
1998 (dengan beberapa perubahan)
Edisi ketiga, cetakan ke-1
2000
cetakan ke-2
2001
Edisi keempat, cetakan ke-1 2002 (dengan beberapa perubahan)
2003
Edisi kelima, cetakan ke-1 2004'
2006
cetakan ke-2
cetakan ke-3
cetakan ke-4
cetakan ke-5
Edisi keenam, cetakan ke-1 2007
cetakan ke-2 2008 (dengan beberapa perubahan)
cetakan ke-3 2009 (dengan beberapa perubahan)
cetakan ke-4 20't0
cetakan ke-5 2010
cetakan ke-6
2011
Penerbitan buku ini dikelola oleh : tsBN 978-979496460-6
Badan Penerbit FKUI, Jakarta
:Koordinator Penerbitan dr. Hendra Utama, SpFK
Dicetak oleh : Badan Penerbit FKUI, Jakarta
il|ililililtlillillillliltil
Gambar-gambar di reproduksi dengan seizin CIBA-GEIGY, dari :
- Ciba Symposium Vol 15, No.3, 1967.
- ClinicalSymposra Vol. 22, No. 2, 1970.
- ClinicalSymposia Vol 26, No. 1, 1974.
- The CIBA Collection of Medical lllustrations, Vol. 3, Digestive System, Paft I
- The CIBA Collection of Medical lllustrations, Vol. 7, Respiratory System
KATA PENGANTAR EDISI KEENAM
Dengan berkembangnya paradigma baru ualam pendidikan yaitu belajar berdasarkan masalah
(Problem Base Learning) maka Staf pengajar Departemen llmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas lndonesia menyadari perlu melaku-
kan perbaikan dan peningkatan mutu materi yang ada dalam buku ajar llmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher edisi kelima. Buku ini dapat dipakai sebagai
rujukan mahasiswa, dokter, dan tenaga medis lainnya yang memberikan pelayanan primer di
Pusat Layanan Kesehatan Masyarakat.
Pada edisi keenam cetakan ke-1 tahun 2007, beberapa materi telah diperbaiki dan ditingkat-
kan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini. Buku
ini diharapkan dapat menambah wawasan peserta didik sehingga dapat bermanfaat mening-
katkan kemampuan dalam menatalaksa masalah Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Editor mengucapkan terima kasih kepada Prof. DR. Dr. Purnaman S. Pandi, Sp.TH.T yang
telah menulis pada permulaan penerbitan buku ini, kemudian menyatakan bahwa tulisannya
boleh diperbaiki dengan tanpa membawa namanya. Kepada kontributor yang masih bersedia
menulis buku ajar llmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & leher, editor
mengucapkan terima kasih dan kepada kontributor yang 'sudah tidak bersedia lagi kami
ucapkan terima kasih yang sebeiar-besanya. Kepada para penulis yang sudah tidak menjadi
staf pengajar lagi di FKUI, editor mengucapkan terima kasih atas sumbangsih ilmunya.
Khusus bagi kontributor yang sudah berpulang. menghadap Tuhan YME kami mendoakan
semoga ilmu yang sejawat berikan menjadi bagian amalan sejawat.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penerbitan buku ajar dalam
bahasa lndonesia ini, editor mengucapkan terima kasih.
Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Agustus 2007
Efiaty Arsyad Soepardi
Nurbaiti lskandar
Jenny Bashiruddin
Ratna Dwi Restuti
tv
KATA SAMBUTAN
KETUA DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK
KEPALA LEHER FKUI / RSCM
Tujuh belas tahun telah berlalu sejak edisi pertama Buku Ajar llmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok diterbitkan dan dalam kurun waktu itu, telah berkali-kali dilakukan perbaikan sesuai
dengan perkembangan ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Perbaikan serta penambahan materi pada edisi ini disesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang THT serta tuntutan pelayanan sehingga buku
ini dapat memberikan keterangan yang lebih luas.
Diharapkan buku ini dapat menjadi pegangan dan bermanfaat bagi para mahasiswa Fakultas
Kedokteran, Dokter dan masyarakat lndonesia dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan
dibidang llmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Saya sangat menghargai dan menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas usaha
Editor dan para kontributor dalam upaya meningkatkan mutu buku ajar ini.
Kepada Balai Penerbit FKUI saya sampaikan ucapan terima kasih atas kesediaannya
menerbitkan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat untuk kita semua.
Jakarta, Agustus 2007
Ketua Departemen llmu Penyakit THT-KL
I FKU| / RSCM
dr. Umar Said Dharmabakti, SpTHT(K)
KATA SAMBUTAN
DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
Buku Ajar llmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher iniadalah edisi
cetakan keenam dengan demikian, terlihat konsistensi Departemen llmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher FKUI RSCM dalam penyediaan materi ajar bagi
para peserta didik dan peminat lainnya.
Walaupun banyak buku ajar di bidang serupa, juga dari luar negeri, upaya untuk membuat
Buku Ajar serta terus menerus melakukan revisi materi, merupakan halyang luar biasa. Hal ini
menunjukkan terdapatnya kesinambungan proses evaluasi terhadap materi ajar, digunakan-
nya acuan-acuan mutakhir baik dari luar maupun dalam negeri khususnya terkait penemuian/
hasil riset mutakhir di dalam negeri, konsistensi para kontributor serta munculnya kontributor
baru merupakan bagian tersendiri dari proses pe;rgembangan kemampuan serta karier staf
pengajar.
Sebagaimana diketahui, pendidikan kedokteran saat ini berbasis,kompetensi maka, tentu saja
diharapkan dari Buku Ajar ini dapat dicapai kompetensi yang dibutuhkan untuk tiap jenjang
pendidikan di bidang ini. Tentunya diharapkan bahwa kompetensi yang dapat dicapai adalah
yang bersifat global.
Saya ucapkan selamat, atas terbitnya Buku ini. Selamat pula kepada editor, para kontributor
dari Departemen llmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher serta
kepada Balai Penerbit FKUI yang membuat Buku ini dapat diterbitkan dan sampai ke tangan
pembaca. Jangan berhenti berkarya karena masyarakat senantiasa menanti kiprah para insan
kemanusiaan ini.
I
I
Jakarta.'lS eOtgmber 2007
\ r,lr.t
dr. Menaldi$asmin, SpP(K), FCCP
\
\
vt
KONTRIBUTOR BUKU AJAR
ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK
1990
1. Purnaman S. Pandi
2. Nurbaiti lskandar
3. Hendarto Hendarmin
4. Aswapi Hadiwikarta
5. Masrin Munir
6. lndro Soetirto
7. Rusmarjono
8. Thamrin Mahmud
9. Averdi Roezin
10. Sjarifuddin
'11. Entjep Hadjar
12. Zainul A. Djaafar
13. Efiaty Arsyad Soepardi
14. Anida L Syafril
15. Hartono Abdurrachman
16. Nikmah B. Rusmono
17. Nusjinruan Rifki
18. Mariana H. Junizaf
19. Elise L. Kasakeyan
20. Darnila R. Fachruddin
21. Fachri Hadjat
22. Nuty J.W. Nizar
23. Endang Ch. Mangunkusumo
24. Bambang Hermani
25. Helmi
26. Damayanti Soetjipto
27. Soerjadi Kartosoediro
28. Sosialisman
29. Darmawan Purba
v
KONTRIBUTOR BUKU AJAR
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA & LEHER
2007
1. Alfian Farid Hafil
2. Arie Cahyono
3. Armiyanto
4. Aswapi Hadiwikarta
5. Averdi Roezin
6. Bambang Hermani
7. Brastho Bramantyo
8. Damayanti Soetjipto
9. Darnila R. Fachruddin
10. Dini Widiarni Widodo
11. Efiaty Arsyad Soepardi
12. Elise L. Kasakeyan
13. Endang Ch. Mangunkusumo
14. Entjep Hadjar
15. Fachri Hadjat
1 6. Hartono Abdurrachman
17. Helmi
18. Hendarto Hendarmin
19. lndro Soetirto
20. Jenny Bashiruddin
21. Mariana H. Junizaf
22. Marlinda Adham Yudharto
23. Masrin Munir
24. Niken L. Poerbonegoro
25. Nikmah B. Rusmono
26. Nina lrawati
27. Nurbaiti lskandar
28. Nuty J.W. Nizar
29. Ratna Dwi Restuti
30. Retno S. Wardani
31. Ronny Suwento
32. Rusmarjono
33. Semiramis Zizlavsky
34. Sjarifuddin
35. Sosialisman
36. Susyana Tamin
37. Syahrial M. Hutauruk
38. Trimartani
39. Umar Said Dharmabakti
40. Widayat Alviandi
41. Zainul A. Djaafar
42. Zanil Musa
x
DAFTAR ISI
Kata pengantar edisi keenam Halaman
Kata sambutan Ketua Departemen llmu Penyakit THT-KL FKUI- RSCM. iii
iv
Kata sambutan Dekan FKUI
Kontributor buku ajar THT tahun 1990 V
Kontributor buku ajar THT Kepala & Leher tahun 2007
vi
vi
I.BAB PEMERIKSAAN TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK 1
II.BAB GANGGUAN PENDENGARAN DAN KELAINAN TELINGA 10
10
Gangguan pendengaran ............... 23
31
Tuli koklea dan tuli retrokoklea 43
46
Gangguan pendengaran pada bayidan anak .......... 49
53
Gangguan pendengaran pada geriatri 57
57
Tuli mendadak .............. 57
62
Gangguan pendengaran akibat bising (norse induced h6aing /oss,) ............ 64
64
Gangguan pendengaran akibat obat ototoksik ............... 65
65
Kelainan telinga luar ............ 66
69
Kelainan daun telinga 74
76
Kelainan liang telinga 78
87
Kelainan kongenital ..................:..
Kelainan telinga tengah
Gangguan fungsi tuba Eustachius ...........
Barotrau ma (aerotitis)
Otitis media
Otitis media akut ...........
Otitis media supuratif kronis
Otitis media non supuratif ................
Otosklerosis
Komplikasi otitis media supuratif
Habilitasi dan rehabilitasi pendengaran .........
x
BAB III. GANGGUAN KESEIMBANGAN DAN KELUMPUHAN NERVUS FASIALIS 94
94
Gangguan keseimbangan .............. 97
Vertigo 97
Nistagmus 102
104
Penyakit Meniere 111
Vertigo posisi paroksismal jinak. 114
Tinitus
Kelumpuhan nervus fasialis perifer 118
118
BAB IV. SUMBATAN HIDUNG 123
126
Hidung 128
Polip hidung 135
Kelainan septum 137
Rinitis alergi ........ 139
Rinitis vasomotor 139
145
Rinitis medikamentosa .......... 150
151
V.BAB RINOREA, INFEKSI HIbUNG DAN SINUS 153
lnfeksi hidung 155
Sinus paranasal ........... 155
Sinusitis 160
Sinusitis dentogen 162
Sinusitis jamur 162
174
BAB VI. PERDARAHAN HIDUNG DAN GANGGUAN PENGHIDU 178
182
Epistaksis 188
Gangguan penghidu
191
BAB VII. TUMOR TELINGA HIDUNG TENGGOROK ................ 194
Keganasan di bidang Telinga Hidung Tenggorok
Sistem aliran limfa leher .......... 194
Tumor hidung dan sinonasa|................ 194
Karsinoma nasofaring
Angiofibroma nasofaring belia .......... 199
Tumor ganas rongga mulut ......... 199
Tumor laring ......... 208
Tumor jinak laring .........
Tumor ganas laring .........
BAB VIII. TRAUMA MUKA DAN LEHER
Trauma muka
Trauma laring
x
BAB IX. NYERI TENGGOROK ................ 212
212
Odinofagi 217
Faringitis, tonsilitis, dan adenoid hipertrofi..... 226
Abses leher dalam 226
227
Abses peritonsil (Quinsy) 228
Abses retrofaring 229
Abses Parafaring 230
Abses sunmihoibula ................
Angina Ludovici 231
231
X.BAB DISFONIA 237
237
Disfonia 238
Kelainan laring ......... 241
241
Kelainan kongenital
Peradangan laring ......... 243
Lesi jinak laring ......... 243
Keluhan pita suara 244
246
BAB XI. SUMBATAN LARING 251
Penanggulangan sumbatan laring 254
lntubasi endotrakea 254
Trakeostomi ................. 259
Krikotirotomi ................. 266
BAB XII. SESAK NAPAS ....... ........... 276
276
Sumbatan traktus trakeo-bronkial .............. 281
285
Benda asing di saluran napas 285
287
Bronkoskopi ................. 289
291
BAB XIII. KESULITAN MENELAN 293
295
Disfagia ...........:....... 299
303
Disfagia orofaring
Penyakit dan kelainan esofagus 311
Kelainan kongenital
Divertikulum esofagus
Akalasia
Varises esofagus
Esofagitis korosif
Tumor esofagus
Benda asing esofagus ...........
Penyakit refluks gastroesofagus dengan manifestasi otolaringologi...........
Esofagoskopi ...............
BAB I
PEMERIKSAAN TELINGA, HIDUNG, TENGGOROK
KEPALA DAN LEHER
Efiaty Arsyad Soepardi
Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu TELINGA
penyakit atau kelainan di telinga, hidung dan Anamnesis
tenggorok diperlukan kemampuan melakukan
Anamnesis yang terarah diperlukan untuk
anamnesis dan keterampilan melakukan peme- menggali lebih dalam dan lebih luas keluhan
utama pasien.
riksaan organ-organ tersebut. Kemampuan ini
merupakan bagian dari pemeriksaan fisik bila Keluhan utama telinga dapat berupa 1)
terdapat keluhan atau gejala yang berhubung- gangguan pendengaran/pekak (tuli), 2) suara
an dengan kepala dan leher Banyak penyakit berdenging/berdengung (tinitus), 3) rasa pusing
sistemis yang bermanifestasi di daerah telinga, yang berputar (veftigo), 4) rasa nyeri di dalam
hidung atau tenggorok demikian juga sebalik-
nya Untuk mendapatkan kemampuan dan ke- telinga (otalgia) dan 5) keluar cairan dari
terampilan ini, perlu latihan yang berulang.
telinga (otore)
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam Bila ada keluhan gangguan pendengar-
ruangan yang tenang tersedia sebuah meja
kecil tempat meletakkan alat-alat pemeriksaan an, perlu ditanyakan apakah keluhan tersebut
pada satu atau kedua telinga, timbul tiba{iba
dan obat-obatan atau meja khusus ENT instrument
atau bertambah berat secara bertahap dan sudah
unit yang sudah dilengkapi dengan pompa berapa lama diderita. Adakah riwayat trauma
pengisap, kursi pasien yang dapat berputar kepala, telinga tertampar, trauma akustik, terpajan
bising, pemakaian obat ototoksik sebelumnya
dan dinaikturunkan tingginya serta kursi untuk atau pemah menderita penyakit infeksi virus seperti
pemeriksa dan meja tulis.
2
parotitis, influensa berat dan meningitis. Apakah Pemeriksaan telinga
gangguan pendengaran ini diderita sejak bayi
sehingga terdapat juga gangguan bicara dan Alat yang diperlukan untuk pemeriksaan
telinga adalah lampu kepala, corong telinga,
komunikasi. Pada orang dewasa tua perlu otoskop, pelilit kapas, pengait serumen, pinset
ditanyakan apakah gangguan ini lebih terasa
telinga dan garputala.
ditempat yang bising atau ditempat yang lebih Pasien duduk dengan posisi badan con-
tenang. dong sedikit ke depan dan kepala lebih tinggi
sedikit dad kepala pemeriksa untuk memudah-
Keluhan telinga berbunyi (tinitus) dapat
berupa suara berdengung atau berdenging, kan melihat liang telinga dan membran timpani.
yang dirasakan di kepala atau di telinga, pada
Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk
satu sisi atau kedua telinga. Apakah tinitus ini daun telinga, daerah belakang daun telinga
disertai gangguan pendengaran dan keluhan (retro-aurikuler) apakah terdapat tanda pera-
pusing berputar.
dangan atau sikatriks bekas operasi. Dengan
Keluhan rasa pusing berputar (vertigo)
menarik daun telinga ke atas dan ke belakang,
merupakan gangguan keseimbangan dan rasa
ingin jatuh yang disertai rasa mual, muntah, liang telinga menjadi lebih lurus dan akan
rasa penuh di telinga, telinga berdenging yang mempermudah untuk melihat keadaan liang
mungkin kelainannya terdapat di labirin. Bila telinga dan membran timpani. Pakailah otoskop
vertigo disertai keluhan neurologis seperti untuk melihat lebih jelas bagian-bagian mem-
disartri, gangguan penglihatran kemungkinan
bran timpani. Otoskop dipegang dengan tangan
letak kelainannya di sentral. Apakah keluhan ini
kanan untuk memeriksa telinga kanan pasien
timbul pada posisi kepala tertentu'dan berkurang dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga
bila pasien berbaring dan akan timbul lagi bib kiri. Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari
bangun dengan gerakan yang cepat. Kadang- kelingking tangan yang memegang otoskop
kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada ditekankan pada pipi pasien.
kekakuan otototot di leher. Penyakit diabetes Bila terdapat serumen dalam liang telinga
melitus, hipertensi, arteriosklerosis, penyakit jan- yang menyumbat maka serumen ini harus
tung, anemia, kanker, sifilis dapqt juga menimbul-
dikeluarkan. Jika konsistensinya cair dapat de-
kan keluhan vertigo dan tinitus. ngan kapas yang dililitkan, bila konsistensinya
Bila ada keluhan nyeri di dalam telinga lunak atau liat dapat dikeluarkan dengan
(otalgia) perlu ditanyakan apakah pada telinga pengait dan bila berbentuk lempengan dapat
dipegang dan dikeluarkan dengan pinset. Jika
kiri atau kanan dan sudah berapa lama. Nyeri
alih ke telinga (refened pain) dapat berasal dari serumen ini sangat keras dan menyumbat
rasa nyeri di gigi molar atas, sendi mulut, dasar
seluruh liang telinga maka lebih baik dilunak-
mulut, tonsil atau tulang servikal karena telinga kan dulu dengan minyak atau karbogliserin.
dipersarafi oleh saraf sensoris yang berasal Bila sudah lunak atau cair dapat dilakukan
irigasi dengan air supaya liang telinga bersih.
dari organ-organ tersebut.
Uji pendengaran dilakukan dengan me-
Sekret yang keluar dari liang telinga di- makai garputala dan dari hasil pemeriksaan
sebut otore. Apakah sekret ini keluar dari satu dapat diketahui jenis ketulian apakah tuli
atau kedua telinga, disertai rasa nyeri atau
tidak dan sudah berapa lama. Sekret yang konduktif atau tuli perseptif (sensorineural).
Uji penala yang dilakukan sehari-hari ada-
sedikit biasanya berasal dari infeksitelinga luar
dan sekret yang banyak dan bersifat mukoid lah uji pendengaran Rinne dan Weber.
umumnya berasal dad telinga tengah. Bila Uji Rinne dilakukan dengan menggetar-
kan garputala 5'12 Hz dengan jari atau me-
berbau busuk menandakan adanya kolestea- ngetukkannya pada siku atau lutut pemeriksa.
tom. Bila bercampur darah harus dicurigai Kaki garputala tersebut diletakkan pada tulang
adanya infeksi akut yang berat atau tumor. Bila mastoid telinga yang diperiksa selama 2-3
detik. Kemudian dipindahkan ke depan liang
cairan yang keluar seperti air jernih, harus telinga selama 2-3 detik. Pasien menentukan
waspada adanya cairan likuor serebrospinal.
3
ditempat mana yang terdengar lebih keras. Sekret hidung yang disebabkan karena
infeksi hidung biasanya bilateral, jernih sampai
Jika bunyi terdengar lebih keras bila garputala
purulen. Sekret yang jemih seperti air dan
diletakkan di depan liang telinga berarti telinga jumlahnya banyak khas untuk alergi hidung.
Bila sekretnya kuning kehijauan biasanya
yang diperiksa normal atau menderita tuli berasal dari sinusitis hidung dan bila ber-
sensorineural. Keadaan seperti ini disebut campur darah dari satu sisi, hati-hati adanya
tumor hidung. Pada anak bila sekret yang ter-
Rinne positif. Bila bunyi yang terdengar lebih dapat hanya satu sisi dan berbau, kemung-
kinan terdapat benda asing di hidung. Sekret
keras di tulang mastoid, maka telinga yang dari hidung yang turun ke tenggorok disebut
sebagai post nasa/ dnp kemungkinan berasal
diperiksa menderita tuli konduktif dan biasanya dari sinus paranasal.
lebih dari 20 dB. Hal ini disebut Rinne negatif. Bersin yang berulang-ulang merupakan
Uji Weber dilakukan dengan meletakkan keluhan pasien alergi hidung. Perlu ditanyakan
kaki penala yang telah digetarkan pada garis apakah bersin initimbul akibat menghirup sesuatu
yang diikuti keluar sekret yang encer dan rasa
tengah wajah atau kepala. Ditanyakan pada gatal di hidung, tenggorok, mata dan telinga.
telinga mana yang terdengar lebih keras. Pada Rasa nyeri di daerah muka dan kepala
yang ada hubungannya dengan keluhan di
keadaan normal pasien mendengar suara di hidung. Nyeri di daerah dahi, pangkal hidung,
pipi dan tengah kepala dapat merupakan
tengah atau tidak dapat membedakan telinga
tanda-tanda infeksi sinus (sinusitis). Rasa nyeri
mana yang mendengar lebih keras. Bila pasien
atau rasa berat ini dapat timbul bila menun-
mendengar lebih keras pada telinga yang dukkan kepala dan dapat berlangsung dad
sehat (lateralisasi ke telinga yang sehat) berarti beberapa jam sampai beberapa hari.
telinga yang sakit menderita tuli sensorineural. Perdarahan dari hidung yang disebut
Bila pasjen mendengar lebih 'keras pada epistaksis dapat berasal dari bagian anterior
rongga hidung atau dari bagian posterior rongga
telinga yang sakit (lateralisasi ke telinga yang
hidung.
sakit) berarti telinga yang sakit menderita tuli Perdarahan dapat berasal dari satu atau
konduktif. kedua lubang hidung. Sudah berapa kali dan
apakah mudah dihentikan dengan cara me-
HIDUNG mencet hidung saja. Adakah riwayat trauma
hidung/muka sebelumnya dan menderita penyakit
Keluhan utama penyakit atau kelainan di kelainan darah, hipertensi dan pemakaian obat-
hidung adalah 1) sumbatan hidung, 2) sekret di obatan anti koagulansia.
hidung dan tenggorok, 3) bersin, 4) rasa nyeri
di daerah muka dan kepala, 5) perdarahan dari Gangguan penghidu dapat berupa hilang-
hidung dan 6) gangguan penghidu.
nya penciuman (anosmia) atau berkurang
Sumbatan hidung dapat terjadi oleh be-
berapa faktor. Oleh karena itu perlu anamnesis (hiposmia). Perlu ditanyakan apakah sebelum-
yang teliti seperti apakah keluhan sumbatan ini nya ada riwayat infeksi hidung, infeksi sinus
(sinusitis), trauma kepala dan keluhan ini sudah
terjadi terus menerus atau hilang timbul, pada
satu atau kedua lubang hidung atau bergantian. berapa lama.
Adakah sebelumnya riwayat kontak dengan
bahan alergen seperti debu, tepung sari, bulu Pemeriksaan hidung
binatang, trauma hidung, pemakaian obat tetes
hidung dekongestan untuk jangka waktu yang Bentuk luar hidung diperhatikan apakah ada
lama, perokok atau peminum alkohol yang berat. deviasi atau depresi tulang hidung. Adakah pem-
Apakah mulut dan tenggorok merasa kering. bengkakan di daerah hidung dan sinus paranasal.
Sekret di hidung pada satu atau kedua
rongga hidung, bagaimana konsistensi sekret
tersebut, encer, bening seperti air, kental, nanah
atau bercampur darah. Apakah sekret ini
keluar hanya pada pagi hari atau pada waktu-
waktu tertentu misalnya pada musim hujan.
4
Dengan jari dapat dipalpasi adanya krepitasi sehingga dapat diidentifikasi torus tubarius,
tulang hidung pada fraktur os nasal atau rasa
muara tuba Eustachius dan fosa Rossenmuler,
nyeri tekan pada peradangan hidung dan sinus kemudian kaca diputar ke sisi lainnya. Daerah
nasofaring lebih jelas terlihat bila pemeriksaan
paranasal dilakukan dengan memakai nasofaringoskop.
Memeriksa rongga hidung bagian dalam Udara melalui kedua lubang hidung lebih
dari depan disebut rinoskopi anterior Diper- kurang sama dan untuk mengujinya dapat de-
lukan spekulum hidung. Pada anak dan bayi
ngan cara meletakkan spatula lidah dari metal
kadang-kadang tidak diperlukan Otoskop dapat
di depan kedua lubang hidung dan mem-
dipergunakan untuk melihat bagian dalam
bandingkan luas pengembunan udara pada
hidung terutama untuk mencari benda asing.
spatula kiri dan kanan
Spekulum dimasukkan ke dalam lubang hidung
Pemeriksaan sinus paranasal
dengan hati-hati dan dibuka setelah spekulum
berada di dalam dan waktu mengeluarkannya Dengan inspeksi, palpasi dan perkusr
daerah sinus paranasal serta pemeriksaan
jangan ditutup dulu di dalam, supaya bulu
rinoskopi anterior dan posterior saja, diagnosis
hidung tidak terjepit Vestibulum hidung, septum kelainan sinus sulit ditegakkan. Pemeriksaan
transiluminasi mempunyai manfaat yang sa-
terutama bagian anterior, konka inferior, konka ngat terbatas dan tidak dapat menggantikan
peranan pemeriksaan radiologik. Pada peme-
media, konka superior serta meatus sinus riksaan transiluminasi sinus maksila dan sinus
frontal, dipakai lampu khusus sebagai sumber
paranasal dan keadaan mukosa rongga hidung cahaya dan pemeriksaan dilakukan pada ruangan
harus diperhatikan. Begltu juga rongga hidung
yang gelap Transiluminasi sinus maksila di-
sisi yang lain Kadang-kadang rongga hidung
ini sempit karena adanya edema mukosa. lakukan dengan memasukkan sumber cahaya
ke rongga mulut dan bibir dikatupkan sehingga
Pada keadaan seperti ini untuk melihat organ-
sumber cahaya tidak tampak lagi. Setelah
organ yang disebut di atas lebih jelas perlu beberapa menit tampak daerah infra orbita
dimasukkan tampon kapas adrenalin pantokain terang seperti bulan sabit. Untuk pemeriksaan
beberapa menit untuk mengurangi edema mukosa sinus frontal, lampu diletakkan di daerah
dan menciutkan konka, sehingga rongga hidung bawah sinus frontal dekat kantus medius dan
di daerah sinus frontal tampak cahaya terang.
lebih lapang
Pemeriksaan radiologik untuk menilai sinus
Untuk melihat bagian belakang hidung di- maksila dengan posisi Water, sinus frontalis dan
lakukan pemeriksaan rinoskopi posterior se-
sinus etmoid dengan posisi postero anterior
kaligus untuk melihat keadaan nasofaring Untuk
melakukan pemeriksaan rinoskopi posterior dan sinus sfenoid dengan posisi lateral
diperlukan spatula lidah dan kaca nasofaring Untuk menilai kompleks osteomeatal dilaku-
yang telah dihangatkan dengan api lampu spiritus kan pemeriksaan dengan CT scan.
untuk mencegah udara pernapasan mengembun FARING DAN RONGGA MULUT
pada kaca Sebelum kaca ini dimasukkan, Keluhan kelainan di daerah faring umum-
suhu kaca dites dulu dengan menempelkannya nya adalah 1) nyeri tenggorok; 2) nyeri me-
nelan (odinofagia), 3) rasa banyak dahak di
pada kulit belakang tangan kiri pemeriksa. tenggorok, 4) sulit menelan (disfagia), 5) rasa
Pasien diminta membuka mulut, lidah dua
ada yang menyumbat atau mengganjal
pertiga anterior ditekan dengan spatula lidah. Nyeri tenggorok Keluhan ini dapat hilang
Pasien bernapas melalui mulut supaya uvula
terangkat ke atas dan kaca nasofaring yang timbul atau menetap. Apakah nyeri tenggorok
menghadap ke atas dimasukkan melalui mulut,
ke bawah uvula dan sampai nasofaring. Setelah
kaca berada di nasofaring pasien diminta ber-
napas biasa melalui hidung uvula akan turun
kembali dan rongga nasofaring terbuka Mula-
mula diperhatikan bagian belakang septum dan
koana Kemudian kaca diputar ke lateral sedikit
untuk melihat konka superior, konka media dan
konka inferior serta meatus superior dan
meatus media. Kaca diputar lebih ke lateral lagi
5
ini disertai dengan demam, batuk, serak dan ini disertai dengan batuk, rasa nyeri dan pe-
tenggorok terasa kering Apakah pasien merokok
dan berapa jumlahnya perhari nurunan berat badan.
Batuk yang diderita pasien sudah berapa
Nyeri menelan (odinofagia) merupakan
lama, dan apakah ada faktor sebagai pencetus
rasa nyeri di tenggorok waktu gerakan me- batuk tersebut seperti rokok, udara yang kotor
serta kelelahan. Apa yang dibatukkan, dahak
nelan Apakah rasa nyeri ini dirasakan sampai kental, bercampur darah dan jumlahnya. Apakah
ke telinga pasien seorang perokok
Dahak di tenggorok merupakan keluhan Disfagia atau sulit menelan sudah di-
yang sering timbul akibat adanya inflamasi di derita berapa lama, apakah tefgantung dari
hidung dan faring Apakah dahak ini berupa jenis makanan dan keluMn ini makin lama
lendir saja, pus atau bercampur darah. Dahak
ini dapat turun, keluar bila dibatukkan atau makin bertambah berat.
terasa turun di tenggorok. Rasa ada sesuatu di tenggoiok meru-
Sulit menelan (disfagia) sudah berapa pakan keluhan yang sering dijumpai dan perlu
ditanyakan sudah berapa lama diderita, adakah
lama dan untuk jenis makanan cair atau padat keluhan lain yang menyertainya serta hubung-
Apakah juga disertai muntah dan berat badan annya dengan keletihan mental dan fisik.
menurun dengan cepat
Pemeriksaan hipofaring dan laring
Rasa sumbatan di leher (sense of lump
in the neck) sudah berapa lama, tempatnya . Pasien duduk lurus agak condong ke
dimana depan dengan leher agak fleksi.
Kaca laring dihangatkan dengan api lam-
Pemeriksaan faring dan rongga
pu spiritus agar tidak terjadi kondensasi uap air
mulut pada kaca waktu dimasukkan ke dalam mulut.
Dengan lampu kepala yang diarahkan ke Sebelum dimasukkan ke dalam mulut kaca
rongga mulut, dilihat keadaan bibir, mukosa
rongga mulut, lidah dan gerakan lidah yang sudah dihangatkan itu dicoba dulu pada
kulit tangan kiri apakah tidak.terlalu panas.
Dengan menekan bagian tengah lidah Pasien diminta membuka mulut dan menjulur-
memakai spatula lidah maka bagian-bagian kan lidahnya sejauh mungkin Lidah dipegang
rongga mulut lebih jelas terlihat Pemeriksaan
dimulai dengan melihat keadaan dinding bela- dengan tangan kiri memakai kain kasa dan
kang faring serta kelenjar limfanya, uvula,
arkus faring serta gerakannya, tonsil, mukosa ditarik keluar dengan hati-hati sehingga pangkal
pipi gusi dan gigi geligi
lidah tidak menghalangi pandangan ke arah
Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada laring Kemudian kaca laring dimasukkan ke
massa tumor, kista dan lain-lain
dalam mulut dengan arah kaca ke bawah, ber-
Apakah ada rasa nyeri di sendi temporo sandar pada uvula dan palatum mole. Melalui
mandibula ketika membuka mulut kaca dapat terlihat hipofaring dan laring Bila
HIPOFARING DAN LARING laring belum terlihat jelas penarikan lidah dapat
Keluhan pasien dapat berupa 1) suara ditambah sehingga pangkal lidah lebih ke
serak, 2) batuk, 3) disfagia, 4) rasa ada sesuatu depan dan epiglotis lebih terangkat.
di leher Untuk menilai gerakan pita suara aduksi
Suara serak (disfoni) atau tidak keluar pasien diminta mengucapkan "iiii", sedangkan
suara sama sekali (afoni) sudah berapa lama untuk menilai gerakan pita suara abduksi dan
melihat daerah subglotik pasien diminta untuk
dan apakah sebelumnya menderita peradang- inspirasi dalam.
an di hidung atau tenggorok. Apakah keluhan
Pemeriksaan laring dengan menggunakan
kaca laring disebut laringoskopi tidak langsung.
Pemeriksaan laring juga dapat dilakukan de-
ngan menggunakan teleskop dan monitor video
6
(video laryngoscopy) atau dengan secara lang- Bila terdapat pembesaran kelenjar limfa,
tentukan ukuran, bentuk, konsistensi, perlekat-
sung memakai alat laringoskop. Bila pasien an dengan jaringan sekitarnya dan lokasinya.
sangat sensitif sehingga pemeriksaan ini s0lit
Daftar pustaka
dilakukan, maka dapat diberikan obat anestesi
1. Siegel LG. The head and neck history and
silokain yang disemprotkan ke bibir, rongga
examination. ln: Adams GC, Boies LR, Hilger PA.
mulut, dan lidah. Fundamental of Otolaryngology 6h ed. Philadelphia,
\NB Saunders Co.; 1989:p.13-23.
Pemeriksaan kelenjar limfa leher
2. Donoghue GM, Bates GJ, Narula AA. ln Clinical
Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan ENT. An illustrated lexbook Oxford University
meraba dengan kedua belah tangan seluruh
daerah leher dari atas ke bawah. Press New York 1992: p.1O-21,87-93, 169-174.
Ruangan pemeriksaan THT
Pemeriksaan membran timpani
Menggunakan otoskop
Menggetarkan penala
Uji Rinne : hantaran tulang Uji Rinne : hantaran udara
Uii Weber
Rinoskopi anterior Rinoskopi posterior Uji aliran udara melalui hidung
Pemeriksaan laring
10
BAB II
GANGG UAN PENDEIVGARA/V DAN KELAINAN
TELINGA
GANGGUAN PENDENGARAN (TULI)
lndro Soetirto, Hendafto Hendarmin, Jenny Bashiruddin
Untuk memahami tentang gangguan pen- keringat) dan rambut Kelenjar keringat ter-
dengaran, perlu diketahui dan dipelajari anatomi
telinga, fisiologi pendengaran dan cara pemerik- dapat pada seluruh kulit liang telinga.
saan pendengaran.
Pada duapertiga bagian dalam hanya
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga
sedikit dijumpai kelenjar serumen
tengah dan telinga dalam
TELINGA LUAR Gambar 1. Pembagian telinga
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan
liang telinga sampai membran timpani
Daun telinga terdiri dari tulang rawan
elastin dan kulit Liang telinga berbentuk huruf
S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga
bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian
dalam rangkanya terdiri dari tulang Panjang-
nya kira-kira 2112 - 3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga
terdapat banyak kelenjar serunien (kelenjar
11
TELINGA TENGAH - batas atas : tegmen timpani (meningen
Telinga tengah berbentuk kubus dengan : /otak)
- batas luar mem!ran timpani - batas dalam : berturut-turut dari atas ke
- batas depan
- batas bawah tuba eustachius bawah kanalis semi sirku-
vena jugularis 'laris horizontal, kanalis
(bulbus jugularis) fasialis, tingkap lonjong
- batas belakang aditus ad antrum, kanalis (oval windovl), tingkap
bundar (round windowy
fasialis pars vertikalis.
dan promontorium.
DINOING POSTERIOR Aditus DINDING MEDIAL
ad anlrum Kanalis lasialis
N€lvus rotundum
lagalis Staipes (rn€nutup loramen ovale)
otot tensor tlmpani
N€rws DINOING ANTERIOR
korda timpani Tuba Eustachius
Membran
tmpani
Tcllnga tongoh
KUAORAN Pars llaksida
ANTERIOR.SUPERIOR
KUADRAN
Pars POSTERIOR.SUPERIOR
lsnsa Maleus
r =- lnkus
I
EUSTACHIUS Tingkap bun&r
KUADR^N KUAOMN
A'{TERIOR.INFERIOR POSTERIOR.INFERIOR
Xcmbnn dmprnl
12
Vordbulum
Kandlc rmlrlrtuLr, Lltrlkuluo dan Sdrulur
Lhng bllnge dahm
N. Kollirr
N, V..dbul.t
N
Drunbllrq[
LhnO t.firto lu.?
G.nd.ng bflnfr'
Ro.lg[r bl.E. t.trgoh
Foramen rolunduni
Tuba Eustachius
Potongan lrontal tellnga
t3
Membran timpani berbentuk bundar dan Pada pars flaksida terdapat daerah yang
cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga.
Bagian atas disebut pars flaksida (membran antrum, yaitu lubang yang menghubungkan
Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars
tensa (membran propria). Pars flaksida hanya telinga tengah dengan antrum mastoid.
bedapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan Tuba eustachius termasuk dalam telinga
epitel kulit liang telinga dan bagian dalam di-.
tengah yang menghubungkan daerah naso-
lapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel
faring dengan telinga tengah.
mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai
TELINGA DALAM
satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah
elastin yang berjalan secara radier di bagian siput)yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi-
luar dan sirkuler pada bagian dalam. sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut
helikotrema, menghubungkan perilimfa skala
Bayangan penonjolan bagian bawah
timpani dengan skala vestibuli.
maleus pada membran timpani disebut sebagai Kanalis semisirkularis saling berhubung-
umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya an secara tidak lengkap dan membentuk ling-
karan yang tidak lengkap. Pada irisan melintang
(cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul
koklea tampak skala vestibuli sebelah atas,
7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk
skala timpani di sebelah bawah dan skala
membran timpani kanan. Reflek cahaya (cone
of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan media (duktus koklearis) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa,
oleh membran timpani. Di membran timpani sedangkan skala media berisi endolimfa. lon
dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda
terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pen-
Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya dengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai
refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara membran vestibuli (Relssne/s membrane) se-
dangkan dasar skala media adalah membran
klinis reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila
basalis. Pada membran ini terletak organ
letak reflek cahaya mendatar, berarti terdapat
gangguan pada tuba eustachius. Gorti.
Pada skala media terdapat bagian yang
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran,
dengan menarik garis searah dengan prosesus berbentuk lidah yang disebut membran tektoria,
dan pada membran basal melekat sel rambut
longus maleus dan garis yang tegak lurus pada yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut
luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ
garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian Corti.
atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta FISIOLOGI PENDENGARAN
bawah-belakang, untuk menyatakan letak Proses mendengar diawali dengan ditang-
kapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
perforasi membran timpani. bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara
atau tulang ke koklea. Getaran tersebut meng-
Bila melakukan miringotomi atau parasen- getarkan membran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran
tesis, dibuat insisi di bagian bawah belakang
yang akan mengamplifikasi getaran melalui
membran timpani, sesuai dengan arah serabut
daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian
membran timpani. Di daerah ini tidak terdapat
tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah perbandingan luas membran timpani dan
terdapat tulang-tulang pendengaran yang ter-
susun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus
dan stapes.
Tulang pendengaran di dalam telinga te-
ngah saling berhubungan. Prosesus longus
maleus melekat pada membran timpani, maleus
melekat pada inkus, dan inkus melekat pada
stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong
yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antar tulang,tulang pendengaran merupakan
persendian.
14
Fisiologi pendengaran
on b9u9
bi'm
b &tgr4
bdd
Uet il b.rd
15
HELIKOTREMA
Duktus I Liadg I
Skala vestibuli telinga luar
N. Koklear Membran
basiler
Skala timpani I
Organ corti
N. Vestibular N. Vestibulo
Membran
koklear vestibuler
(Reissne/s)
Modiolus
Potongan Koklea
16
tingkap lonjong. Energi getar yang telah diampli- penyakit di telinga luar atau di telinga tengah.
fikasi ini akan diteruskan ke stapes yang meng-
gerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan
skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan te?dapat pada koklea (telinga dalam), neryus
melalui membrana Reissner yang mendorong Vlll atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli
endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak campur, disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif
relatif antara membran basilaris dan membran dan tuli sensorineural. Tuli campur dapat me-
rupakan satu penyakit, misalnya radang telinga
tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia tengah dengan komplikasi ke telinga dalam
sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
atau merupakan dua penyakit yang berlainan,
terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari misalnya tumor nervus Vlll (tuli saraf) dengan
radang telinga tengah (tuli konduktif).
badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses
Jadi jenis ketulian sesuai dengan letak
depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan kelainan.
Suara yang didengar dapat dibagi dalam
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius,
lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke bunyi, nada murni dan bising.
korteks pendengaran (area 39 - 40) di lobus Bunyi (frekuensi 20 Hz - 18.000 Hz)
temporalis. merupakan frekuensi nada murni yang dapat
didengar oleh telinga normal.
GANGGUAN FISIOLOGI TELINGA
Nada murni (pure tone), hanya satu
Gangguan telinga luar dan lelinga tengah
dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan frekuensi, misalnya dari garpu tala, piano.
gangguan telinga dalam menyebabkan tuli Bising (noise) dibedakan antara : NB
sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan (narrow band), terdiri atas beberapa frekuensi,
tuli retrokoklea. spektrumnya terbatas dan WN (white noise\,
yang terdiri dari banyak frekuensi.
Sumbatan tuba eustachius menyebabkan
gangguan telinga tengah dari akan terdapat tuli AUDIOLOGI
konduktif. Gangguan pada vena jugulare Audiologi ialah ilmu yang mempelajari
tentang seluk beluk fungsi pendengaran yang
berupa aneurisma akan menyebabkan telinga
berbunyi sesuai dengan denyut jantung. erat hubungannya dengan habilitasi dan
Antara inkus dan maleus berjalan cabang rehabilitasinya.
n. fasialisis yang disebut korda timpani. Bila Rehabilitasi ialah usaha untuk mengem-
terdapat radang di telinga tengah atau trauma balikan fungsi yang pernah dimiliki, sedangkan
habilitasi ialah usaha untuk memberikan fungsi
mungkin korda timpani terjepit, sehingga timbul
gangguan pengecap. yang seharusnya dimiliki.
Di dalam telinga dalam terdapat alat ke- Audiologi medik dibagi atas : audiologi
seimbangan dan alat pendengaran. Obat-obat
dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf dasar dan audiologi khusus.
pendengaran rusak, dan terjadi tuli sensorineural. AUDIOLOGI DASAR
Setelah pemakaian obat ototoksik seperti Audiologi dasar ialah pengetahuan me-
ngenai nada murni, bising, gangguan pende-
streptomisin, akan terdapat gejala gangguan ngaran, serta cara pemeriksaannya.
pendengaran berupa tuli sensoneural dan Pemeriksaan pendengaran dilakukan de
ngan: (1) tes penala, (2) tes berbisik, (3)
gangguan..keseimpangan.
Audiometri nada murni
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural
(sensoineura/ deafness) serta tuli campur (mixed
deafness).
Pada tuli konduktif terdapat gangguan
hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau
l7
AUDIOLOGI KHUSUS Tes Rinne ialah tes untuk membanding-
kan hantaran melalui udara dan hantaran me-
Audiologi khusus diperlukan untuk mem- laluitulang pada telinga yang diperiksa.
bedakan tuli sensorineural koklea dengan Tes Weber ialah tes pendengaran untuk
membandingkan hantaran tulang telinga kiri
retrokoklea, audiometri obyektif, tes untuk tuli dengan telinga kanan.
anorganik, audiologi anak, audiologi industri.
Tes Schwabach : membandingkan han-
CARA PEMERIKSAAN' PENDE-
taran tulang orang yang diperiksa dengan pe-
NGARAN meriksa yang pendengarannya normal.
Untuk memeriksa pendengaran diper- Tes Bing (tes Oklusi)
lukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan Cara pemeriksaan : Tragus telinga yang
melalui tulang dengan memakai garpu tala diperiksa ditekan sampai menutup liang te-
atau audiometer nada murni.
linga, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira
Kelainan hantaran melalui udara menye- 30 dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada
babkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di
telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia :pertengahan kepala (seperti pada tes !Veber).
liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen,
sumbatan tuba Eustachius serta radang telinga Penilaian Bila terdapat lateralisasi ke
telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut
tengah. normal. Bila bunyi pada telinga yang ditutup
tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut
Kelainan di telinga dalam menyebabkan menderita tuli konduktif.
tuli sensorineural koklea atau retrokoklea. Tes Stenger: digunakan pada pemerik-
saan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura
Secara fisiologik telinga dapat mendengar
nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk pen- tuli).
dengaran sehari-hari yang paling efektif antara
500-2000 Hz. Oleh karena itu untuk memeriksa Cara pemeriksaan : menggunakan prinsip
pendengaran dipakai garputala 512, 1024 dan masking.
2048 Hz. Penggunaan ke tiga garpu tala ini
penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Misalnya pada seseorang yang berpura-
pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala
Bila salah satu frekuensi ini terganggu pen-
derita akan sadar adanya gangguan pende- yang identik digetarkan dan masing-masing
ngaran. Bila tidak mungkin menggunakan ke-
tiga garpu tala itu, maka diambil Sl2Hz karena diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, de-
penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipe- ngan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa.
Penala pertama digetarkan dan diletakkan di
ngaruhi suara bising di sekitarnya. depan telinga kanan (yang normal) sehingga
Pemeriksaan pendengaran dilakukan se- jelas terdengar. Kemudian penala yang ke{ua
digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan
cara kualitatif dengan mempergunakan garpu telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua
tala dan kuantitatif dengan mempergunakan telinga normal karena efek maskrng, hanya
audiometer. telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga
kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila
telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar
bunyi.
TES PENALA MACAM-MACAM PENALA
Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif. Penala terdiri dari 1 set (5 buah) dengan
Terdapat berbagai macam tes penala, seperti frekuensi 128 H2,256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz
tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing
dan tes Stenger. dan 2048 Hz. Pada umumnya dipakai 3
;macam penala 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz.
18
Jika akan memakai hanya 1 penala, digunakan Hasil tes penala :
512 Hz.
- Rinne Telinga kanan Telinga kiri
Untuk mempermudah interpretasi secara - Weber positif
klinik, dipakai tes Rinne, tes Weber dan tes negatif
Schwabach secara bersamaan. SESUAI
lateralisasi ke
Gara pemeriksaan telinga kanan pemeriksa
Tes Rinne : - Schwabach memanjang
Penala digetarkan, tangkainya diletakkan Kesimpulan : tuli konduktif pada telinga
di prosesus mastoid, setelah tidak terdengar kanan.
penala dipegang di depan telinga kira-kira
2 112 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis
positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne
Positif tidak ada sama dengan 'Normal
negatif (-).
lateralisasi pemeriksa.
Tes Weber:
Negatif lateralisasi memanjang Tuli
Penala digetarkan dan tangkai penala
diletakkan di garis tengah kepala (di verteks, ke telinga konduktif
yang sakit
dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri
atau di dagu). Positif lateralisasi memendek Tuli
Apabila bunyi penala terdengar lebih ke telinga senson-
yang sehat neural
keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat Catatan : Pada tuli konduktif < 30 dB, Rinne bisa
dibedakan ke arah telinga mana bunyi terde-
ngar lebih keras disebut Weber tidak ada masih positif.
lateralisasi.
TES BERBISIK
Tes Schwabach :
Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif,
Penala digetarkan, tangkai penala diletak-
kan pada prosesus mastoideus sampai tidak menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal
yang pedu diperhatikan ialah ruangan cukup
terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala
tenang, dengan panjang minimal 6 meter.
segera dipindahkan pada prosesus mastoideus
telinga pemeriksa yang pendengarannya nor- Pada nilai normal tes berbisik : 5/6 - 6/6
mal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar
disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa AUDIOMETRI NADA MURNI
tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang
dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan Pada pemeriksaan audiometri nada murni
perlu dipahami hal-hal seperti ini, nada murni,
pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih bising NB (narrow band) dan WN (wht?e noise),
dulu. Bila pasien masih dapat mendengar frekuensi, intensitas bunyi, ambang dengar,
bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila nilai nol audiometrik, standar ISO dan ASA,
notasi pada audiogram, jenis dan derajat
pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama
mendengarnya disebut dengan Schwabach ketulian serta gap dan masking.
sama dengan pemeriksa. Untuk membuat audiogram diperlukan
Contoh soal : alat audiometer.
Seorang dengan kurang pendengaran pada
telinga kanan :
t9
o o Contoh : Pada 0 dB HL atau 0 dB SL ada
bunyi, sedangkan pada 0 dB SPL
tmbol tilbol
lrakuant nlan3lrlt tidak ada bunyi, sehingga untuk nilai
dB yang sama intensitas dalam HL/
booa sduc{d SL lebih besar daripada SPL.
Gambar 8. Audiometer Ambang dengar ialah bunyi nada murni
yang terlemah pada frekuensi tertentu yang
Bagian dari audiometer tombol pengatur masih dapat didengar oleh telinga seseorang.
intensitas bunyi, tombol pengatur frekuensi,
Terdapat ambang dengar menurut konduksi
headphone untuk memeriksa AC (hantaran udara (AC) dan menunrt konduksitulang (BC). Bila
udara), bone conducfor untuk memeriksa BC ambang dengar ini dihubung-hubungkan de-
(hantaran tulang).
ngan garis, baik AC maupun BC, maka akan di-
Nada murni (pure tonel : merupakan
dapatkan audiogram. Dari audiogram dapat
bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi,
dinyatakan dalam jumlah getaran per detik. diketahui jenis dan derajat ketulian.
Bising : merupakan bunyi yang mem- Nilai nol audiometrik (audiometric zerol
dalam {B HL dan dB SL, yaitu intensitas nada
punyai banyak frekuensi, terdiri dari (narrow murni yang terkecil pada suatu frekuensi ter-
tentu yang masih dapat didengar oleh telinga
band) : spektrum terbatas dan (white noise): rata-rata orang dewasa muda yang normal
(18-30 tahun). Pada tiap frekuensi intensitas
spektrum luas.
nol audiometrik tidak sama.
Frekuensi ialah nada murni yang dihasil-
kan oleh getaran suatu benda yang sifatnya Telinga manusia paling sensitif terhadap
bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang besar nilai
harmonis sederhana (simple harmonic motion). nol audiometriknya kira-kira O,OO02 dyne/cm2.
Jadi pada frekuensi 2000 Hz lebih besar dari
Jumlah getaran per detik dinyatakan dalam
0,OOO2 dyne/cm2. Ditambah 2 standar yang
Hertz. dipakai yaitu Standar ISO dan ASA. ISO =
Bunyi (suara) yang dapat didengar oleh
lnternationalstandard Organization dan ASA =
telinga manusia mempunyai frekuensi antara
American standard Association.
20-18.000 Hedz. Bunyi yang mempunyai
0 dB ISO = -10 dB ASA atau
frekuensi di bawah 20 Hefiz disebut infrasonik,
=10 dB ISO 0 dB ASA
sedangkan bunyi yang frekuensinya di atas
Pada audkrgram angl€-argka intensitas dalam
1 8. 000 Hertz disebut supras.onik (ultrasonik). dB bukan menyatakan kenaikan linier, tetapi me.
rupakan kenaikan logaritnik secam perbandingan.
lntensitas bunyi : dinyatakan dalam dB
Contoh : 20 dB bukan 2 kali lebih keras dari-
(decibell)
pada 10 dB, tetapi:
Dikenal : dB HL (heaing /evel), dB SL
20110 = 2, jadi 10 kuadrat= 100 kali
(sensation level), db SPL (soundprcssurc leve[).
lebih keras.
dB ,HL dan dB SL dasamya adalah
Notasi pada audiogram. Untuk pemerik-
subyektif, dan inilah yang biasanya digunakan saan audiogram, dipakai grafik AC, yaitu dibuat
pada audiometer, sedangkan dB SPL diguna- dengan garis lurus penuh (lntensitas yang di-
kan apabila ingin mengetahui intensitas bunyi
yang sesungguhnya secara fisika (ilmu alam). periksa antara 125 - 8000 Hz) dan grafik BC
yaitu dibuat dengan garis terputus-putus (lnten-
sitas yang diperiksa : 250-4000 Hz).
Untuk telinga kiri dipakai warna biru,
sedangkan untuk telinga kanan, warna merah.
20
Modalitas J on
Hantaran udara (earyhone) i i. xin;n.
Tanpa masking
Masklng i :
I l
Hantaran tulang (mastoid) i
Tanpa masklng i I
Masking
1 u!: t
Hantaran tulang (dahl) i :
Tanpa masking
I a.,. .. ..
l I
I I
I
Masking I
I
i
:t.i'l
t
Hantaran tulang (sound field) I -jlll! I
Ambang refleks alrustik I .._.i* .
Kontralateral I
lpsllateral I
I
1
:
i
rrij
",/
i
I
:: i
1
Gambar 9. Notasi Audiogram
JENIS DAN DERAJAT KETULIAN Ambang dengar (AD) =
SERTA GAP AD 500 Hz + AD 1000 Hz + p.D 2000 Hz + AD 4000 Hz
Dari audiogram dapat dilihat apakah pen- 4
dengaran normal (N) atau tuli.
Dapat dihitung ambang dengar hantaran
Jenis ketulian, tuli konduktif, tuli sen- udara (AC) atau hantaran tulang (BC).
sorineural atau tuli campur. Pada interpretasi audiogram harus ditulis
Derajat ketulian dihitung dengan meng-
(a) telinga yang mana, (b) apa jenis ketuli-
gunakan indeks Fletcher yaitu :
annya, (c) bagaimana derajat ketuliannya,
Ambang dengar (AD) =
misalnya : telinga kiri tuli campur sedang.
AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz
Dalam menentukan derajat ketulian, yang
3
dihitung hanya ambang dengar hantaran
Menurut kepustakaan terbaru frekuensi
4000 Hz berperan penting untuk pendengaran, udaranya (AC) saja.
sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga
derajat ketulian dihitung dengan menambah- Derajat ketulian lS0 :
kan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga
ambang dengar di atas, kemudian dibagi 4. 0 -25d8 normal
tuli ringan
>25 - 40 dB tuli sedang
>40 - 55 dB tuli sedang berat
>55 - 70 dB tuli berat
tuli sangat berat
>70 - 90 dB
>90d8
21
AUDIOGRAM TELINGA
iiro.' rKC : KC .KC rKc F]EI I XC I XC .rC tXC
10- 0 l0- 0
I t0
0 tc
to to
:(, m ! !
4 I
r b I 4
I o F
b to D E
t0 F tc
o to F
lr to
70 to t t0
IT T
ts tr0 IE
F il0
t€ lKc : xc aKc tKc
IF
Pendengaran normal Tuli sensorineural
:Normal AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB Tuli perseptif : AC dan BC lebih dari 25 dB
AC dan BC berimpit (tidak ada gap)
AC dan BC berimpit, tidak ada gap
riJo1 l- t^s,l IKC : KC .rC tXC
lO- t0 0
0 o t0
to to r
x
F T
x ao
4 :o ao
E
o a0 €
10 F -to t
5
F s
F ,o
ro rc OT
lo ro
tro F
I to
rr t@ tta
tto
Itr
Tuli konduktif
Tuli campur
Tu konduktif : BC normal atau kurang dari 25 dB
AC lebih dari 25 dB :Tuli campur BC lebih dari 25 dB
Antara AC dan BC terdapat gap
AC lebih besar dari BC, terdapat gap
22
Dari hasil pemeriksaan audiogram disebut batan tuba eustachius, otitis media, otoskle-
ada gap apabila antara AC dan BC terdapat rosis, timpanosklerosis, hemotimpanum dan
dislokasi tulang pendengaran.
perbedaan lebih atau sama dengan 10 dB,
minimal pada 2frekuensi yang berdekatan. Tuli sensorineural (perseptif) dibagi dalam
tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.
Pada pemeriksaan audiometri, kadang-
kadang perlu diberi masking. Suara maskrng, Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh
diberikan berupa suara seperti angin (bising), aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri /
pada head phone telinga yang tidak diperiksa virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin,
supaya telinga yang tidak diperiksa tidak dapat garamisin, neomisin, kina, asetosal atau alkohol.
mendengar bunyi yang diberikan pada telinga
Selain itu juga dapat disebabkan oleh tuli
yang diperiksa.
Pemeriksaan dengan masking dilakukan mendadak (sudden deafness), trauma kapitis,
trauma akustik dan pajanan bising.
apabila telinga yang diperiksa mempunyai pen-
dengaran yang mencolok bedanya dari telinga Tuli sensorineural retrokoklea disebab-
yang satu lagi. Oleh karena AC pada 45 dB kan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons
atau lebih dapat diteruskan melalui tengkorak serebelum, mieloma multipel, cedera otak,
ke telinga kontralateral, maka pada telinga perdarahan otak dan kelainan otak lainnya.
kontralateral (yang tidak diperiksa) diberi bising Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh
supaya tidak dapat mendengar bunyi yang suara keras dan usia lanjut akan menyebabkan
diberikan pada telinga yang diperiksa. kerusakan pada penerimaan nada tinggi di
- Nanow bandnoise (NB1= ,"tf,ng audio- bagian basal koklea.
Presbikusis ialah penurunan kemampuan
rnefri nada murni
mendengar pada usia lanjut.
- White noise (WN) = masking audiometri
Pada trauma kepala dapat terjadi ke-
tutur (speech). rusakan di otak kaiena hematoma, sehingga
KELAINAN / PENYAKIT YANG terjadi gangguan pendengaran.
MENYEBABKAN KETULIAN Daftar pustaka
Kelainan telinga dapat menyebabkan tuli 1. Wright A. Anatomy and ultraslructure of the juman
konduktif atau tuli sensorineural (perseptif).
ear. ln: Scott Brown;s otolaryngology vol 1. Basic
Tuli konduktif, disebabkan oleh kelainan
science 5. Wright (ed. London. Butterwon, 1987: 1.46.
yang terdapat di telinga luar atau telinga tengah.
Telinga luar yang menyebabkan tuli kon- 2. Adams GL. Boeis fundamentals of otolaryngology. A
duktif ialah atresia liang telinga, sumbatan oleh textbook of Ear, nose and Throat Diseases. 6th Ed.
serumen, otitis ekstema sirkumskripta, osteoma WB Saunders Co, 1989: p.27-76.
liang telinga. 3. Jack Katz, PhD. Hanbook of clinicall audiology, third
Kelainan di telinga tengah yang menye- edition, 1985: p.15-38.
babkan tuli konduktif ialah tuba katar / sum- 4. Leblanc A. Atlas of hearing and balance organs. A
pragtical guide for otolaryngologist. Springer, Verlag,
France 1993.
23
TULI KOKLEA DAN TULI RETROKOKLEA
Sjarifuddin, Jenny Bashiruddin, Widayat Alviand i
Untuk membedakan tuli koklea dan tuli mengadaptasi secara berlebihan peninggian
intensitas yang kecil, sehingga pasien dapat
retrokoklea diperlukan pemeriksaan audiologi membedakan selisih intensitas yang kecil itu
khusus yang terdiri dari audiometri khusus, (sampai 1 dB).
audiometri objektif, pemeriksaan tuli anorganik
dan pemeriksaan audiometri anak. Cara pemeriksaan itu, ialah dengan me-
nentukan ambang dengar pasien terlebih
AUDIOMETRI KHUSUS dahulu, misalnya 30 dB. Kemudian diberikan
rangsangan 20 dB di atas ambang rangsang,
Untuk mempelajari audiometri khusus di- jadi 50 dB. Setelah itu diberikdn tambahan
perlukan pemahaman istilah rekrutmen (recruit- rangsang 5 dB, lalu diturunkan 4 dB, lalu 3 dB,
ment) dan kelelahan (decaylfatigue). 2 dB, terakhir 1 dB. Bila pasien dapat mem-
bedakannya, berarti tes SlSl positif.
Rekrutmen ialah suatu fenomena, terjadi
peningkatan sensitifitas pendengaran yang Cara lain ialah tiap lima detik dinaikkan 1 dB
bedebihan di atas ambang dengar. Keadaan ini sampai 20 kali. Kemudian dihitung berapa kali
khas pada tuli koklea. Pada kelainan koklea pasien itu dapat membedakan perbedaan itu.
Bila 20 kali benar, berarti 100%, jadi khas. Bila
pasien dapat membedakan bunyi 1 dB, se-
dangkan orang normal baru dapat mem- yang benar sebanyak 10 kali, berarti 50 %
bedakan bunyi 5 dB. Misalnya, pada seorang benar. Dikatakan rekrutmen positif, bila skor
70-1OOo/o. Bila terdapat skor antara 0-70o/o,
yang tuli 30 dB, ia dapat membedakan bunyi berarti tidak khas. Mungkin pendengaran
31 dB. Pada orang tua bila mendengar suara
perlahan, ia tidak dapat mendengar, sedang- normal atau tuli perseptif lain.
kan bila mendengar suara keras dirasakannya
nyeri ditelinga. FREKUENSI (Hz)
Kelelahan (decay/fatigue) merupakan adap t?5 ?50 300 rooc ?orjo 4000 8000
tasiabnormal, merupakan tanda khas pada tuli
retrokoklea. Saraf pendengaran cepat lelah bila -o
dirangsang terus menerus. Bila diberi istirahat,
maka akan pulih kembali. o.^ Je
Fenomena tersebut dapat dilacak pada tt
i."
pasien tuli saraf dengan melakukan peme-
5."
-riksaan khusus, yaitu :
tes StSl (short increment sensitivity indexl o
- tes ABLB (altemate binaural /oudness oit 'o
balans test) <6:20crotoOO
- tes kelelahan (Tone decay) Gambar'1. Rekrutnen blnaural posltif
- Audiometri tutur (speech audiometn)
- Audiometri BekesY
1. TES SISI
Tes ini khas untuk mengetahui adanya
kelainan koklea, dengan memakai fenomena
rekrutmen, yaitu keadaan koklea yang dapat
24
2. TES ABLB (ALTERNATE BINAURAL yang diperiksa dirangsang terus menerus,
rouDNEss BALANC1
maka terjadi kelelahan. Tandanya ialah pasien
Pada tes ABLB diberikan intensitas bunyi tidak dapat mendengar dengan telinga yang
tertentu pada frekuensi yang sama pada ke- diperiksa itu.
dua telinga, sampai kedua telinga mencapai
persepsi yang sama, yang disebut balans negatif. Ada2 cara:
Bila balans tercapai, terdapat rekrutmen positif. - TTD = threshold tone decay
- STAT = supra threshold adaptation test
Catatan : Pada rekrutmen, fungsi koklea lebih
a.TTD
sensitif.
Pemeriksaan ini ditemukan oleh Garhart
Pada MLB (monoaural /oudness balance pada tahun 1957. Kemudian Rosenberg me-
fest). Prinsipnya sama dengan ABLB. Peme- modifi kasinya setahun kemudian.
riksaan ini dilakukan bila terdapat tuli perseptif
bilateral. Tes ini lebih sulit, karena yang di- Cara Garhart ialah dengan melakukan
rangsangan terus menerus pada telinga yang
bandingkan ialah 2 frekuensi yang berbeda dipedksa dengan intensitas yang sesuai de-
ngan ambang dengar, misalnya 40 dB. Bila
pada satu telinga (dianggap telinga yang sakit
frekuensi naik, sedangkan pada frekuensi turun setelah 60 detik masih dapat mendengar,
yang normal).
berarti tidak ada kelelahan (decay), jadi hasil
3. TES KELELAHAN (IONE DECAY tes negatif. Sebaliknya bila setelah 60 detik
terdapat kelelahan, berarti tidak mendengar,
Terjadinya kelelahan saraf oleh karena
tesnya positif.
perangsangan terus menerus. Jadi kalau telinga
Kemudian intensitas bunyi ditambah 5 dB
fiadi 45 dB)i mafa pasien dapat mendengar
lagi. Rangsangan diteruskan dengan 45 dB
rOO
90
80
7O
E 60 At 8t lc
tf
F so // -D
Y
6 4O
2 //)
30
g=GY ?o I
o lo
I
) o
rO 20 30 40 50 60
2 - 20 ']O
AMBANG DENGAR
dB
A = normal B=konduktif C=koklea D=retrokoklea
Gambar 2. Hubungan lntensltas dengan nilai dlskrlmlnasl kata
25
dan seterusnya, dalam 60 detik dihitung berapa Misalnya pada tuli perseptif koklea, kata
penambahan intensitasnya.
"kadar" didengarnya "kasar", sedangkan kata
Penambahan 0- sdB normal
"pasar" didenganya "padar".
10-15d8 ringan (tidak khas)
20-25d8 sedang (tidak khas) Apabila kata yang betul : speech dis-
>30d8 berat (khas ada crimination score :
' kelelahan) 90-100% berarti pendengaran normal
tuli ringan
Pada Rosenberg : bila penambahan ku- 75- 90% tuli sedang
kesukaran mengikuti pembicaran"
rang dari 15 dB, dinyatakan normal, sedangkan -60 75 o/o sehari-hari
lebih dari 30 dB : sedang. tuli berat
50- 60%
b. STAT
<50 %
Cara pemeriksaan ini dimulai oleh Jerger
pada tahun 1975. Prinsipnya ialah pemerik- Guna pemeriksaan ini ialah untuk menilai
saan pada 3 frekuensi: 500 Hz, 1000 Hz dan kemampuan pasien dalam pembicaraan se-
2000 Hz pada 110 dB SPL. SPL ialah inten- hari-hari, dan untuk menilai untuk pemberian
sitas yang ada secara fisika sesungguhnya.
110 dB SPL = 100 dB SL (pada frekuensi 500 alat bantu dengar (hearing aid).
dan 2000 Hz).
lstilah :
Artinya, nada murni pada frekuensi 500,
1000, 2000 Hz pada 110 dB SPL, diberikan - -SRT (speech reception test) kemampuan
terus menerus selama 60 detik dan dapat men-
dengar, berartitidak ada kelelahan. Bila kurqng untuk mengulangi kata-kata yang benar
dari 60 detik, maka ada kelelahan (decay). sebanyak 50 %, biasanya 20-30 dB di atas
ambang pendengaran.
- SDS (speech discrimination scor) = skor
tertinggi yang dapat dicapai oleh seseorang
pada intensitas tertentu.
4. AUDTOMETRT TUTUR (SPEECH AUDTO- 5. AUDTOMETRT BEKESSY (BEKESSY
METRY
AUDTOMETRY)
Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah
disusun dalam silabus (suku kata). Macam audiometri ini otomatis dapat
Monosilabus = satu suku kata menilai ambang pendengaran seseorang.
Bisilabus = dua suku kata Prinsip pemeriksaan ini ialah dengan nada
Kata-kata ini disusun dalam daftar yang yang terputus (interupted sound) dan nada
disebut : Phonetically balance word LBT (PB,
yang terus menerus (continues sound). Bila ada
LrsT)- suara masuk, maka pasien memencet tombol.
Pasien diminta untuk mengulangi kata-
Akan didapatkan grafik seperti gigi gergaji,
kata yang didengar melalui kaset tape garis yang menaik ialah periode suara yang
dapat didengar, sedangkan garis yang turun
recorder. Pada tuli perseptif koklea, pasien sulit
untuk membedakan bunyi S, R, N, C, H, CH, ialah suara yang tidak terdengar.
sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi. Pada telinga normal, amplitudo 10 dB.
Pada rekrutmen amplitudo lebih kecil.
26
:Tipe I Nada terputus dan terus menerus Tipe lll: Nada terputus dan terus menerus
(continues) berimpit. berpisah. Keadaan ini terdapat pada
tuli perseptif retrokoklea.
FREKUENSI (He)
!t5 ?3O 5OO rtloo ?OOU rO(}<) d(ro(' FREKUENSI (HZ)
rt5 ?5C 3OC' !CO3 ?Ooc .$,tr FaJii'.
-ro l-. r ,.. I
o .rc
rC !C
oo ?o 2
JO rED fc
o !D ){ - rn
E o3C
oz 6a) 660
uoi
o 3'c
1 EO 9, "o
t 90 I \ar
I (JO
r0O I r,3
110 Bekesy Tipe lll : Tuli perseptif retro koklea
Bekesytipe l: Normal Tipe lV, sama dengan grafik lll hanya amptitu-
Tipe ll : Nada terputus dan terus menerus do lebih kecil.
berimpit hanya sampai frekuensi FREKUENST (Hz)
'1000 Hz dan grafik kontinu makin
r?5 ?50 500 rooo ?ooo .ooo looo
kecil. Keadaan ini terdapat pada tuli
perseptif koklea.
FREKUENSI (HI)
t| ? ? sc 500 rooo ?ooo .Qoo or-rl!('
!o tt\i C/fli. o
,o 4l 4i'Jl
d€t tO
ry
SO 20 YN
= .o €ro Bekesy Tipe lV
6 50 <.O
u co J
aat ro o50
z to c.
o 90 uoz6J60to
=
9ro
rOO
o90
1to ( roo
ilO
Bekesy Tipe ll : Tuli perseptif koklea
27
AUDIOMETRI OBJEKTIF Gambaran hasil timpanometri :
Pada pemeriksaan ini pasien tidak harus Tipe A: normal
bereaksi. Terdapat 4 cara pemeriksaan, yaitu Tipe B : terdapat cairan di telinga tengah
Tipe C : terdapat gangguan fungsi tuba
audiometri impedans, elektokokleografi (E.Coch.),
Eustachius
evoked response audiometry. Oto Acoustic Tipe Ap. terdapat gangguan rangkaian tulang
Emmi sion (Emisi otoakustik). pendengaran.
Tipe As: terdapat kekakuan pada tulang
1. AUDIOMETRI IMPEDANS
Pendengaran (Otosklerosis )
Pada pemeriksaan ini diperiksa kelen-
10
turan membran timpani dengan tekanan terten-
tu pada meatus akustikus eksterna. '^I-98
l
Didapatkan istilah :
>7
a. Timpanometri, yaitu untuk mengetahui ke-
(!
adaan dalam kavum timpani. Misalnya, ada
:6
cairan, gangguan rangkaian tulang pen-
-o
dengaran (ossicular chain), kekakuan mem-
bran timpani dan membran timpani yang <J
sangat lentur.
i+
b. Fungsi tuba Eustachius (Eustachion tube
o
function), untuk mengetahui tuba Eustachius
terbuka atau tertutup., Etfi's,
c. Refleks stapedius. Pada telinga normal, o
O1
refleks stapedius muncul pada rangsangan
70-80 dB di atas ambang dengar. .300 .200 -100 0 100 200 30c
Pada lesi di koklea, ambang rangsang mm H2O
refleks stapedius menurun, sedangkan pada Gambar 7, Hasll tlmpanometri
lesi di retrokoklea, ambang itu naik.
2. ELEKTROKOKLEOGRAFI
Pemeriksaan ini digunakan untuk mere-
kam gelombang-gelombang yang khas dari
ev oke el ectropote nti al coch I ea.
t0 nrsec
Mesa lalcn entar
gelombang normal
Gambar 8. Masa laten antar gelombang normal
28
Caranya ialah dengan elektrode jarum tersebut hingga pusat-pusat yang lebih tinggi
(needle electrode), membran timpani ditusuk dengan menilai gelombang yang timbul lebih
sampai promontorium, kemudian dilihat grafik- akhir atau latensi yang memanjang.
nya. Pemeriksaan ini cukup invasif sehingga Pemeriksaan BERA sangat bermanfaat
terutama pada keadaan tidak memungkinkan
saat ini sudah jarang dilakukan. Pengembangan dilakukan pemeriksaan pendengaran biasa,
misalnya pada bayi, anak dengan gangguan
pemeriksaan ini yang lebih lanjut dengan elektrode sifat dan tingkah laku, intelegensia rendah,
cacat ganda, kesadaran menurun. Pada orang
permukaan (suiace electrode), disebut BEM dewasa dapat untuk memeriksa orang yang
berpura-pura tuli (malingering) atau ada ke-
(brain evoked response audiometry).
curigaan tuli saraf retrokoklea.
3. EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY
Cara melakukan pemeriksaan BEM, meng-
Dikenal juga sebagai' Brainstem Evoked gunakan tiga buah elektroda yang diletakkan di
Response Audiometry (BERA), Evoked verteks atau dahi dan di belakang kedua
Response Audiometry (ERA) atau Auditory telinga (pada prosesus mastoideus), atau pada
Brainstem Rersponse (ABR) yaitu suatu kedua lobulus aurikular yang dihubungkan
dengan preamplifier. Untuk menilai fungsi
pemeriksaan untuk menilai fungsi pendengaran
batang otak pada umumnya digunakan bunyi
dan fungsi N Vlll. Caranya dengan merekam
rangsang Click, karena dapat mengurangi
potensial listrik yang dikeluarkan sel koklea artefak.Rangsang ini diberikan melalui head
selama menempuh perjalanan mulai telinga phone secara unilateral dan rekaman dilakukan
dalam hingga inii-inti tertentu di batang otak. pada masing-masing telinga. Reaksi yang
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan timbul akibat rangsang suara sepanjang jalur
saraf pendengaran dapat dibedakan menjadi
elektroda permukaan yang dilekatkan pada beberapa bagian. Pembagian ini berdasarkan
waktu yang diperlukan mulai dari saat pem-
kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid berian rangsang suara sampai menimbulkan
reaksi dalam bentuk gelombang, yailu : Early
atau lobulus telinga. Cara pemeriksaan ini response timbul dalam waktu kurang dari 10
mili detik, merupakan reaksi dari batang otak.
mudah, tidak invasif dan bersifat objektif.
Middle Response antara 10 - 50 mili detik,
Prinsip pemeriksaan BERA adalah me-
merupakan reaksi dari talamus dan korteks
nilai perubahan potensial listrik,di otak setelah
-auditorius primer, Late Response antara 50
pemberian rangsang sensoris berupa bunyi.
500 mili detik, merupakan reaksi dari area
Rangsang bunyi yang diberikan melalui head
phone akan menempuh perjalanan melalui auditorius primer dan sekitamya.
saraf ke Vllll di koklea (gelombang l), nukleus Penilaian BERA:
koklearis (gelombang ll), nukleus olivarius 1. Masa laten absolut gelombang |,lll,V
2. Beda masing-masing masa laten absolut
superior (gelombang lll), lemnikus lateralis (gelom-
( interuave latency I - V, I - lll, lll - V )
bang ,_lV), kolikulus inferior (gelombang V)
kemudian di 3. Beda masa laten absolut telinga kanan
menuju ke korteks auditorius
dan kiri.(rnte rau ral Iate ncy)
lobus temporal otak. Perubahan potensial listrik
4. Beda ' masa laten pada penurunan
di otak akan diterima oleh ketiga elektroda di i nte ns itas bunyi (t aten sy i nten s ity fu n ctio n ) "
kulit kepala,dari gelombang y_ang timbul di 5. Rasio amplitudo gelombang V/|, yaitu rasio
setiap nukleus saraf sepanjang jalur saraf antara nilai puncak gelombang V ke
pendengaran tersebut dapat dinilai bentuk puncak gelombang l. yang akan meningkat
gelombang dan waktu yang diperlukan dari Jengan menurunnya intensitas.
saat pemberian rangsang suara sampai men-
capai nukleus-nukleus saraf tersebut. Dengan
demikian setiap keterlambatan waktu untuk
mencapai masing-masing nukleus saraf dapat
memberi arti klinis keadaan saraf pendengar-
an, maupun jaringan otak di sekitarnya. BERA
dapat memberikan informasi mengenai keadaan
neurofisiologi, neuroanatomi dari saraf-saraf
29
4. OTOACOUSTIC EMISSION / OAE Otoa co u sti c Emr'ssion ( D POAE ) . Te rj ad i ka ren a
( Emisiotoakustik) stimulus dua nada murni (F1,F2) dengan
Emisi otoakustik merupakan respons frekuensi tertentu. Nada murni yang diberikan
akan merangsang daerah koklea secara terus
koklea yang dihasilkan oleh sel-sel rambut luar menerus.
yang dipancarkan dalam bentuk energi akustik
PEMERIKSAAN TULI ANORGANIK
Sel-sel rambut luar dipersarafi oleh serabut
saraf eferen dan mempunyai elektromotilitas, Pemeriksaan ini diperlukan untuk meme-
riksa seseorang yang pura-pura tuli, misalnya
sehingga pergerakan sel-sel rambut akan meng-
untuk mengklaim asuransi, terdapat beberapa
induksi depoladsasi sel. Pergerakan mekanik cara pemeriksaan antara lain :
yang kecil diinduksi menjadi besar, akibatnya
suara yang kecil diubah menjadi lebih besar. 1. Cara Stenger : memberikan 2 nada suara
Hal inilah yang menunjukkan bahwa emisi yang bersamaan pada kedua telinga, kemu-
dian pada sisi yang sehat nada dijauhkan.
otoakustik adalah gerakan sel rambut luar dan
merefleksikan fungsi koklea. Sedangkan sel 2. Dengan audiometri nada murni secara ber-
rambut dalam dipersarafi serabut aferen yang ulang dalam satu minggu, hasil audio-
berfungsi mengubah suara menjadi bangkitan gramnya berbeda.
listrik dan tidak ada gerakan dari sel rambut
3. Dengan lmpedans.
sendiri. 4. Dengan BERA
Pemeriksaan OAE dilakukan dengan cara AUDIOLOGIANAK
memasukkan sumbat telinga (probe) ke dalam
liang telinga luar. Dalam probe tersebut ter- Untuk memeriksa ambang dengar anak
dilakukan di dalam ruangan khusus (free field).
dapat mikrofon dan pengeras suam (loudspeake)
Cara memeriksa ialah dengan beberapa
yang berfungsi memberikan stimulus suara. cara'.
Mikrofon berfungsi menangkap suara yang
dihasilkan koklea setelah pemberian stimulus. 1. Free field fest : Menilai kemampuan anak
Sumbat telinga dihubungkan dengan komputer dalam memberikan respons terhadap rang-
untuk mencatat respon yang timbul dari koklea. sang bunyi yang diberikan. Anak diberi
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan diruangan
rangsang bunyi sambil bermain, ke-mudian
yang sunyi atau kedap suara, hal ini untuk
dievaluasi reaksi pendengarannya. Alat
mengurangi bising lingkungan. yang digunakan dapat berupa neometer
Emisi Otoakustik dibagi rnenjadi dua kelom- alau Viena tone
pok yaitu : Emisiotoakustik spontan (Sponfaneus 2. Audiometri bermain (play audiomefn). Peme-
/Otoacoustic Emission SOAE) dan Evoked riksaan audiometri nada mumi pada anak
yang dilakukan sambil bermain. Dapat
Otoacoustic Emission / EOAE). SOAE merupa-
dimulai pada usia 3 - 4 tahun bila anak
kan emisi otoakustik yang dihasilkan koklea
cukup koperatif.
tanpa stimulus dari luar, didapatkan pada 60%
3. BERA (Brainstem Evoke Response
telinga sehat, bernada rendah dan mempunyai
Audiometry). Menilai fungsi pendengaran
nilai klinis rendah. EOAE merupakan respon secara obyektif, dapat dilakukan pada
koklea yang timbul dengan adanya stimulus
suara. Terdapat tiga jenis EOAE yang dikenal, anak yang tidak koperatif yang sulit
diperiksa dengan pemeriksaan konven-
yaitu : 1). Stimulus-ftequency Otoaaustrc Em.ssrbn
sional
(SFOAE), adalah respon yang dibangkitkan
oleh nada murni yang terus menerus,jenis ini 4. Echocheck dan Emisi Otoakustik (Cto-
tidak mempunyai arti klinis dan jarang di-
acoustic emissions / OAE ). Menilai fungsi
gunakan. 2). Transiently-evoked Otoacoustic
koklea secara obyektif dan dapat dilakukan
Emlssion (TEOAE),merupakan respon stimulus
klik dengan waktu cepat yang timbul 2 - 2,5 ms
setelah pemberian stimulus, TEOAE tidak
dapat dideteksi pada telinga dengan ambang
dengar lebih dari 40 dB 3l.Distortion-product
30 Gluckman, Meyerhoff. Eds. Otolaryngology. 3 th.
dalam waktu yang sangat singkat. Sangat Edition WB Saunders Company 1991 : 993-1004.
bermanfaat untuk program skrining pen-
dengaran pada bayi dan anak. Lonsbury, Marlin BL. lntroduclion to Otoacoustic
Daftar pustaka Emissions. The Am J of Otology; 1994 ; 15(1) : 1-3
'1. George L, Adams, Lawrence R. Boies Jr, Peter A. Prieve BA,Fitzgerald TS. Otoacoustic Emissions. ln:
Hilger : Boies Fundamentals of Otolaryngology, Katz J ed. Handbook of Clinical Audiology, 5nh
Edition, Philadelphia : Lippincott Williams and
Sixth Edition, 1989: p.123-41.
Wilkins ; 20O2 : p.440-61.
2. Brackmann DE, Don M,Selters WA. Electric
Response Audiometry. ln Paparella, Shummrick, Kemp DT. Otoacoustic Emission in Perspective. ln :
Robinette MS, Glattke TJ eds.Otoacoustic Emission
Clinical Applications. New York : Thieme; 1997 :
p.1-21.
31
GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN ANAK
Ronny Suwento, Semiramis Zizlavsky dan Hendarlo Hendarmin
Proses belajar mendengar bagi bayi dan PERKEMBANGAN AUDITORIK
anak sangat kompleks dan bervariasi karena PRANATAL
menyangkut aspek tumbuh kembang, perkem-
bangan embriologi, anatomi, fisiologi, neurologr Telah diteliti bahwa koklea mencapai fungsi
dan audiologi. Pada sisi lain pemeriksaan di- normal seperti orang dewasa setelah usia gestasi
harapkan dapat mendeteksi gangguan pende-
ngaran pada kelompok usia inisedini mungkin. 20 minggu Pada masa tersebut janin dalam
Gangguan pendengaran pada bayi dan kandungan telah dapat memberikan respons ter-
anak kadang-kadang disertai keterbelakangan
mental, gangguan emosional maupun afasia hadap suara yang ada di sekitarnya, namun
perkembangan Umumnya seorang bayi atau reaksi janin masih bersifat refleks seperti
anak yang mengalami gangguan pendengaran,
lebih dahulu diketahui keluarganya sebagai refleks Moro, terhentinya aktivitas (cessafion
reflex) dan refleks Auropalpebral. Kuczwara dkk
pasien yang terlambat bicara (delayed speech). (1984) membuktikan respons terhadap suara
Gangguan pendengaran dibedakan menjadi berupa refleks auropalpebral yang konsisten
pada janin normal usia 24 -25 minggu.
tuli sebagian (hearing impaired) dan tuli total (deafl .
PERKEMBANGAN WICARA
Tuli sebagian (hearing impaired) adalah
Bersamaan dengan proses maturasi fung-
keadaan fungsi pendengaran berkurang namun
masih dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi si auditorik, berlangsung pula perkembangan
dengan atau tanpa bantuan alat bantu dengar,
kemampuan bicara. Kemahiran wicara dan ber-
sedangkan tuli total (deaf) adalah keadaan bahasa pada seseorang hanya dapat tercapai
fungsi pendengaran yang sedemikian tergang- bila input sensorik (auditorik) dan motorik
gunya sehingga tidak dapat berkomunikasi dalam keadaan normal.
sekalipun mendapat perkerasan bunyi (amplikasi). Awal dari proses belajar bicara terjadi
pada saat lahir. Sulit dipastikan usia absolut
PERKEMBANGAN AUDITORIK
tahapan perkembangan bicara, namun pada
Perkembangan auditorik pada manusia umumnya akan mengikuti tahapan sebagai
berikut sepedi terlihat pada Tabel 1.
sangat erat hubungannya dengan perkembangan
otak. Neuron di bagian korteks mengalami proses Perkembangan bicara erat kaitannya de-
pematangan dalam waktu 3 tahun pertama ke- ngan tahap perkembangan mendengar, oleh
hidupan, dan masa 12 bulan pertama kehidupan karenanya dengan memahami tahap perkem-
terjadi perkembangan otak yang sangat cepat
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, upaya bangan bicara dapat diperkirakan adanya gang-
untuk melakukan deteksi gangguan pendengaran
harus dilakukan sedini mungkin agar habilitasi guan pendengaran. Berdasarkan kenyataan
pendengaran sudah dapat dimulai pada saat
perkembangan otak masih berlangsung. tersebut beberapa hal berikut ini perlu mendapat
perhatian terhadap kemungkinan adanya
gangguan pendengaran pada bayi dan anak
(Tabel 2)
JZ
Tabel 1. Tahapan perkembangan bicara PENYEBAB GANGGUAN
PENDENGARAN PADA BAYI / ANAK
Usia Kemampuan
Neonatus Penyebab gangguan pendengaran pada
Menangis (reflex vocalization) bayi dan anak dibedakan berdasarkan saat
2 - 3 bulan Mengeluarkan suara mendengkur terjadinya gangguan pendengaran yaitu pada
4 - 6 bulan masa pranatal, perinatal dan postnatal
seperti suara burung (coolng )
7 - 11 bulan Suara seperti berkumur (gurgles) 1. MASA PRANATAL
12-18 bulan Tertawa dan mengoceh tanpa arti 1 1 Genetik heriditer
(babbling )
21 Non genetik seperti gangguan / kelainan
Mengeluarkan suara yang merupa-
kan kombinasi huruf hidup (vowel) pada masa kehamilan, kelainan struktur
dan huruf mati (konsonan) anatomik dan kekurangan zat gizi (misal-
nya defisiensi Jodium)
Suara berupa ocehan yang ber-
makna (true babbling atau Selama kehamilan, periode yang paling
penting adalah trimester pertama sehingga
/a//ing), seperti " pa. ,pa, da da" setiap gangguan atau kelainan yang terjadi
pada masa tersebut dapat menyebabkan ke-
Dapat menggabungkan kata / suku tulian pada bayi lnfeksi bakteri maupun virus
kata yang tidak mengandung
arti, terdengar seperti bahasa pada ibu hamil seperti Toksoplasmosis, Rubela,
asing Qargon) cytomegalovirus, Her,pes dan Sifilis (TORCHS)
dapat berakibat buruk pada pendengaran bayi
Usia 10 bulan mampu meniru suara yang akan dilahirkan
sendii (echolallia)
Beberapa jenis obat ototoksik dan terato-
Memahami arti "tidak", mengucapkan genik berpotensi mengganggu proses organo-
salam. genesis dan merusak sel-sel rambut koklea
Mulai memberi perhatian terhadap seperti salisilat, kina, neomisi n, dihidro streptomisin,
nyanyian atau musik, gentamisin, barbiturat, thalidomide dll.
Mampu menggabungkan kata atau Selain itu malformasi struktur anatomi te-
kalimat pendek linga seperti atresia liang telinga dan aplasia
koklea juga akan menyebabkan ketulian.
Mulai mengucapkan kata pertama
yang mempunyai arli (true speech) 2 MASA PERINATAT
Usia 12-14 bulan mengerti instruksi Beberapa keadaan yang dialami bayi pada
sederhana, menunjukkan bagian saat lahir juga merupakan faktor risiko terjadi-
tubuh dan nama mainannya
nya gangguan pendengaran / ketulian seperti
Usia 18 bulan mampu mengucap-
prematur, berat badan lahir rendah (< 2500
kan6-.10 kata. gram), hiperbilirubinemia, asfiksia (lahir tidak
Tabel 2. Perkiraan adanya gangguan pendengaran menangis).
Umumnya ketulian yang terjadi akibat faktor
pada bayi dan anak
pranatal dan perinatal adalah tuli sensorineural
Usa Kemampuan bicara bilateral dengan derajat ketulian berat atau
sangat berat.
12 bulan Belum dapat mengoceh (babbling\
18 bulan atau meniru bunyi
24 bulan Tidak dapat menyebutkan
30 bulan 1 kata yang mempunyai arti
Perbendaharaan kata kurang dari
1 0 kata
Belum dapat merangkai 2 kata.
33
3 MASA POSTNATAL subyektif sistim auditorik pada bayi dan anak,
dan juga bermanfaat untuk penilaian habilitasi
Adanya infeksi bakteri atau virus seperti
rubela, campak, parotis, infeksi otak (meningitis, pendengaran yaitu pada pengukuran alat
ensefalitis), perdarahan pada telinga tengah,
trauma temporal juga dapat menyebabkan tuli bantu dengar (hearing aid fitting). Pemeriksaan
saraf atau tuli konduktif.
ini dapat digunakan pada setiap tahap usia
PEMERI KSAAN PENDENGARAN
PADA BAYI DAN ANAK perkembangan bayi, namun pilihan jenis tes
harus disesuaikan dengan usia bayi.
Pada prinsipnya gangguan pendengaran
pada bayi harus diketahui sedini mungkin. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan
Walaupun derajat ketulian yang dialami seorang yang cukup tenang (bising lingkungan tidak
lebih dari 60 dB), idealnya pada ruang kedap
bayi / anak hanya bersifat ringan, namun da-
lam perkembangan selanjutnya akan mem- suara (sound proof room). Sebagai sumber bunyi
sederhana dapat digunakan tepukan tangan,
pengaruhi kemampuan berbicara dan berbahasa. tambur, bola plastik berisi pasir, remasan kertas
minyak, bel, terompet karet, mainan yang mem-
Dalam keadaan normal seorang bayi telah punyai bunyi frekuensi tinggi (squaker toy) dll
memiliki kesiapan berkomunikasi yang efektif
pada usia 18 bulan, berarti saat tersebut me- Sumber bunyi tersebut harus dikalibrasi
rupakan periode kritis untuk mengetahui ada- frekuensi dan intensitasnya. Bila tersedia bisa
dipakai alat buatan'pabrik seperti baby reacto-
nya gangguan pendengaran meter, Neometer, Viena tone (frekuensi 3000
Dibandingkan dengan orang dewasa peme-
Hz dengan pilihan intensitas 70 8Q, 90 dan
riksaan pendengaran pada bayi dan anak jauh
lebih sulit dan memerlukan ketelitian dan ke- 100 dB).
sabaran Selain itu pemeriksa harus memiliki Dinilai kemampuan anak dalam memberi-
kan respons terhadap sumber bunyi tersebut.
pengetahuan tentang hubungan antara usia bayi / Pemeriksan Behavioral Observation Audiometry
anak dengan taraf perkembangan motorik dan
auditorik Berdasarkan pertimbangan tersebut dibedakan menjadi (1) Behavionl Reflex Audiometry
adakalanya perlu dilakukan pemeriksaan ulangan dan (2) Behavioral Response Audiometry.
atau pemeriksaan tambahan untuk melakukan
konfirmasi hasil pemeriksaan sebelumnya. Behavioral Reflex Audiometry
Beberapa pemeriksaan pendengaran yang Dilakukan pengamatan respons behavioral
dapat dilakukan pada bayi dan anak; yang bersifat refleks sebagai reaksi terhadap
stimulus bunyi.
1. Behavioral Observation Audiometry (BOA)
Respons behavioral yang dapat diamati
2 Timpanometri antara lain . mengejapkan mala (auropalpebral
reflex) melebarkan mata (eye widening), menge-
3. Audiometri bermain (play audimetry) rutkan wajah (grimacing), berhenti menyusu
4. Oto Acoustic Emission (OAE) (cessafign reflex), denyut jantung meningkat,
5. Brainstem Evoked Response Audiometry refleks Moro (paling konsisten). Refleks auro-
(BERA) palpebral dan Moro rentan terhadap efek habituasi,
1. BEH AVI ORAL OESERYA TI ON AU D I O M ETRY maksudnya bila stimulus diberikan berulang
ulang bayi menjadi bosan sehingga tidak
Tes ini berdasarkan respons aktif pasien
memberi respon walaupun dapat mendengar.
terhadap stimulus bunyi dan merupakan respons Stimulus dengan intensitas sekitar 65 - 80 dBHL
yang disadari (voluntary response) Metoda ini diberikan melalui loudspeaker, jadi merupakan
dapat mengetahui seluruh sistim auditorik termasuk metode sound field alau dikenal juga sebagai
Free field fest. Stimulus juga dapat diberikan
pusat kognitif yang lebih tinggi. Behavioral melalui noisemaker yang dapat dipilih inten-
sitasnya. Pemeriksaan ini tidak dapat menen-
audiometry penting untuk mengetahui respons tukan ambang dengar
Bila kita mengharapkan terjadinya refleks
Moro dengan stimulus bunyi yang keras se-
34 Respons terhadap stimulus bunyi adalah
menggerakkan bola mata atau menoleh ke
baiknya dilakukan pada akhir prosedur karena arah sumber bunyi Bila tidak ada respons
bayi akan terkejut, takut dan menangis, se- terhadap stimuli bunyi, pemeriksaan diulangi
hingga menyulitkan observasi selanjutnya sekali lagi Kalau tetap tidak berhasil, peme-
riksaan ketiga dilakukan lagi 1 minggu ke-
Beh av io ral Response A ud i ometry mudian Seandainya tetap tidak ada res-
Pada bayi normal sekitar usia 5 - 6 bulan, pons, harus dilakukan pemerrksaan audiologik
lanjutan yang lebih lengkap
stimulus akustik akan menghasilkan pola res-
pons khas berupa menoleh atau menggerakkan V isu al Reinforcement Audiometry (VRA)
kepala ke arah sumber bunyi di luar lapangan
pandang Awalnya gerakan kepala hanya pada Mulai dapat dilakukan pada bayi usia 4 - 7
bidang horisontal, dan dengan bertambahnya bulan dimana kontrol neuromotor berupa
usia bayi dapat melokalisir sumber bunyi dari
arah bawah Selanjutnya bayi mampu mencari kemampuan mencari sumber bunyi sudah ber-
sumber bunyi dari bagian atas Pada bayi normal kembang Pada masa ini respons unconditioned
kemampuan melokalisir sumber bunyi dari segala beralih menjadi respons conditioned Peme-
arah akan tercapar pada usia 13 - 16 bulan. riksaan pendengaran berdasarkan respons
conditioned yang diperkuat dengan stimulus
Teknik Behavioral Response Audiometry
yang senngkali digunakan adalah (1) Tes Distraksi visual dikenal sebagai VRA Stimulus bunyi
dan (2) Visual Reinforcement Audiometry (VRA).
diberikan bersamaan dengan stimulus visual,
- Tes Distraksi bayi akan memberi respons orientasi atau
melokalisir bunyi dengan cara menoleh ke
Tes ini dilakukan didalam ruang kedap arah sumber bunyi Dengan intensitas yang
sama diberikan stimulus bunyi saja (tanpa
suara, menggunakan stimulus nada murni. stimulus visual), bila bayi memberi respons
Bayi dipangku oleh ibu atau pengasuh diberi hadiah berupa stimulus visual Pada
Diperlukan 2 orang pemeriksa, pemeriksa
tes VRA juga diperlukan 2 orang pemeriksa
pertama bertugas untuk meniaga konsen- Pemeriksaan VRA dapat dipergunakan me-
trasi bayi, misalnya dengan memperlihatkan nentukan ambang pendengaran, namun karena
mainan yang tidak terlalu menarik perhatian; stimulus diberikan melalui pengeras suara
selain memperhatikan respons bayi Pemeriksa maka respon yang terjadi merupakan tajam
kedua berperan memberikan stimulus bunyi, pendengaran pada telinga yang lebih baik
misalnya dengan audiometer yang terhubung
dengan pengeras suara
Keterangan
P1 : pemeriksa 1
P2 : Pemeriksa 2
A :Audiometer
LSI : Pengeras suara 1
LS2 : Pengeras suara 2
SV : stimulus visual
M :meja
A : anak
I :lbu
JPSV : Jendela pengamatan
Gambar 1. Bagan ruang pemeriksaan VRA
35
Play audiomefry (usia 2 - 5 tahun) UT
Pemeriksaan Play Audbmetry (Conditioned i:ll
play audiometry) meliputi teknik melatih anak
-2OO O .2OO
untuk mendengar stimulus bunl disertai penga-
PnESSURE hm HZO
matan respons motorik spesifik dalam suatu
aktivitas permainan. Misalnya sebelum peme- Gambar 2. Timpanogram
riksaan anak dilatih (conditioned) untuk me-
masukkan benda tertentu ke dalam kotiak segera Pada bayi usia kurang {ari 6 bulan keten-
setelah mendengar bunyi. Diperlukan 2 orang tuan jenis timpanogram tidak mengikuti keten-
pemeriksa, yang pertama bertugas memberi-
kan stimulus melalui audiometer sedangkan tuan di atas.
pemeriksa kedua melatih anak dan mengamati
respons. Stimulus biasanya diberikan melalui Timpanometri merupakan pemeriksaan
headphone. Dengan mengatur frekuensi dan pendahuluan sebelum tes OAE, dan bila ter-
menentukan intensitas stimulus bunyi terkecil dapat gangguan pada telinga tengah .maka
yang dapat menimbulkan respons dapat ditentu- pemeriksaan OAE harus ditunda sampai te-
kan ambang pendengaran pada frekuensi ter-
tentu (spesifik) linga tengah normal.
2. TIMPANOMETRI Refleks akustik pada bayi juga berbeda
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menilai dengan orang dewasa. Dengan menggunakan
kondisi telinga tengah. Gambaran timpanometri probe tone frekuensi tinggi, refleks akustik bayi
yang abnormal (adanya cairan atau tekanan
negatif di telinga tengah) merupakan petunjuk usia 4 bu\lan atau lebih sudah mirip dengan
adanya gangguan pendengaran konduktif.
dewasa.
Melalui probe tone (sumbat liang telinga)
yang dipasang pada liang telinga dapat di- 3. AUDIOMETRI NADA MURNI
ketahui besarnya tekanan di liang telinga ber-
dasarkan energi suara yang dipantulkan kem- Pemeriksaan dilakukan dengan mengguna-
bali (ke arah luar) oleh gendang telinga. Pada kan audiometer, dan hasil pencatatannya di-
orang dewasa atau bayi berusia diatas 7 bulan
sebut sebagai audiogram. Dapat dilakukan
digunakan probe tone frekuensi 226 Hz.
pada anak berusia lebih dari 4 tahun yang
Khusus untuk bayi dibawah usia 6 bulan tidak
digunakan probe tone 226 Hz karena akan koperatif. Sebagai sumber suara digunakan
terjadi resonansi pada liang telinga sehingga nada murni (pure tone) yaitu bunyi yang hanya
harus digunakan probe tone frekuensi tinggi terdiri dari 1 frekuensi. Pemeriksaan dilakukan
(668, 678 atau 1.000 Hz). pada ruang kedap suara, dengan menilai han-
Terdapat 4 jenis timpanogram yaitu; taran suara melalui udara (air conduction)
1. Tipe A (normal) melalui headphone pada frekuensi 125, 250,
2. Tipe As (diskontinuitas tulang tulang pen- 5000, 1000, 2000,4000 dan 8000 Hz. Hantiaran
dengaran) suara melalui tulang (bone conductrbn) diperiksa
dengan memasang bone vibrctor pada prosesus
3. Tipe As (kekakuan rangkaian tulang pen-
mastoid yang dilakukan pada frekuensi 500,
dengaran) 1000, 2000, 4000 Hz. lntensitas yang biasa
digunakan antara 10 - 100 dB (masing-masing
4. Tipe B (cairan di dalam telinga tengah) dengan kelipatan 10), secara bergantian pada
5. Tipe C (Gangguan fungsi tuba Eustiachius,)
36
kedua telinga. Suara dengan intensitas terendah Terdapat 2 jenis OAE yaitu (1) Sponlaneous
yang dapat didengar dicatat pada audiogram
untuk memperoleh informasi tentang jenis dan OAE ( SPOAE) dan (2) Evoked OAE SPOAE
derajat ketulian
adalah mekanisme aktif koklea untuk mempro-
4 OTOACOUSTIC EMISS/O^/ ( OAE)
duksi OAE tanpa harus diberikan stimulus, namun
Suara yang berasal dari dunia luar di-
proses oleh koklea menjadi stimulus listrik, tidak semua orang dengan pendengaran normal
selanjutnya dikirim ke batang otak melalui saraf mempunyai SPOAE EOAE hanya akan timbul
pendengaran Sebagian energi bunyi tidak di- bila diberikan stimulus akustik yang dibedakan
kirim ke saraf pendengaran melainkan kembali menjadi (1) Transient Evoked OAE ( TEOAE)
menuju ke liang telinga. Proses ini mirip dan (2) Distortion Product OAE (DPOAE). Pada
dengan peristiwa echo (Kemp echo) Produk TEOAE stimulus akustik berupa c/ick sedangkan
sampingan koklea ini selan1utnya disebut sebagai DPOAE menggunakan stimulus berupa 2 buah
emisi otoakustik (Oloacouslic emissiorr) Koklea
nada murni yang berbeda frekuensi dan inten-
tidak hanya menerima dan memproses bunyi
tetapi juga dapat memproduksi energi bunyr sitasnya
dengan intensitas rendah yang berasal dari sel
rambut luar koklea (outer hair cells) Pemeriksaan OAE merupakan pemerik-
Keterangan : saan elektrofisiologik untuk menilai fungsi koklea
P : probe tone ( berisi loudspeaker dan mikrofon mini) yang obyektif, otomatis (menggunakan kriteria
(a) . stimulus akustik
(b) : otoacoustic emission pass / lulus dan refer/ lidak lulus), tidak invasif,
mudah, tidak membutuhkan waktu lama dan
Gambar 3. Mekanisme respon OAE.
Dikutip dari Kemp.8 praktis sehingga sangat efisien untuk program
skrining pendengaran bayi baru lahir (Universal
newborn Hearing Screening ).
Pemeriksaaan tidak harus di ruang kedap
suara, cukup di ruangan yang tenang Pada
mesin OAE generasi terakhir nilai OAE secara
otomatis akan dikoreksi dengan noise yang ter-
jadi selama pemeriksaan. Artefak yang terjadi
akan diseleksi saat itu juga (real tine). Hal
tersebut menyebabkan nilai sensitifitas dan
spesifitas OAE yang tinggi Untuk memperoleh
hasil yang optimal diperlukan pemilihan probe
(sumbat liang telinga) sesuai ukuran liang
telinga Sedatif tidak diperlukan bila bayi dan
anak koperatif
Pemeriksaan OAE juga dimanfaatkan untuk
memonitor efek negatif dari obat ototoksik,
diagnosis neuropati auditorik, membantu proses
pemilihan alat bantu dengar, skrining pema-
paran bising (noise induced hearing /oss) dan
sebagai pemeriksaan penunjang pada kasus
kasus yang berkaitan dengan gangguan koklea
37
rrme (m3) & -0.5 m
5101520 ar0
nm(ms) 9o
-i-ro
-z)
tEquncy (Hz)
Gambar 4A Transient Evoked OAE (TEOAE)
Dikutip dari Probst.'
Gambar 48. Transient Evoked OAE (TEOAE)
Dikutip dari Probst.a
38
5 BRAINSTEM EVOKED RESPO/VSE komputer dan ditampilkan sebagai 5 gelom-
AUDIOMETRY bang defleksi positif (gelombang I sampai V)
yang terjadi sekitar 2-12 ms setelah stimulus
lstilah lain '. Auditory Brainstem Response diberikan Analisis gelombang BERA berdasar-
(ABR). BERA merupakan pemeriksaan elektro- kan (1) morfologi gelombang, (2) masa laten
fisiologik untuk menilai integritas sistim auditorik,
bersifat obyektif, tidak invasif Dapat memeriksa dan (3) amplitudo gelombang.
bayi, anak, dewasa, penderita koma.
Salah satu faktor penting dalam meng-
BERA merupakan cara pengukuran evoked analisa gelombang BERA adelah menentukan
potential (aktifitas listrik yang dihasilkan n Vlll, masa laten, yaitu waktu (milidetik) yang diper-
pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang
otak) sebagai respons terhadap stimulus auditorik. lukan sejak stimulus diberikan sampai terjadi
Stimulus bunyi yang digunakan berupa bunyi evoked potential untuk masing-masing gelom-
click alau toneburst yang diberikan melalui head- bang (gel I sampai V). Dikenal 3 jenis masa laten:
phone, insert probe, bone vibrator. Untuk mem- (1) masa laten absolut dan (2) masa laten antar
peroleh stimulus yang paling efisien sebaiknya gelombang (intervawe latency atau interpeak
digunakan inserl probe. Stimulus c/lck merupa-
kan impuls listrik dengan onset cepat dan durasi latency) dan (3) masa laten antar telinga (interaunl
yang sangat singkat (0,1 ms), menghasilkan respon
pada average frequency antara 2000 - 4000 Hz latency) Masa laten absolut gelombang-l adalah
Tone burct juga merupakan stimulus dengan durasi
singkat namun memiliki frekuensi yang spesifik. waktu yang dibutuhkan sejak pemberian stimulus
Respons terhadap stimulus auditorik berupa Isampai timbulnya gelombang Masa laten antar
evoked potential yang sinkron, direkam melalui
elektroda permukaan (sufface electrode) yang gelombang adalah selisih waktu antar gelombang,
ditempelkan pada kulit kepala (dahi dan prosesus
mastoid), kemudian diproses melalui program -misalnya masa laten antar gelombang I lll,
lll - V, I - V Masa laten antar telinga yaitu
membandingkan masa laten absolut gelom-
bang yang sama pada kedua telinga. Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah pemanjangan
masa laten fisiologik yang terjadi bila intensitas
stimulus diperkecil. Terdapatnya pemanjangan
masa laten pada beberapa frekuensi menun-
lukkan adanya suatu gangguan konduksi.
lnterior coliculus
Rhomboid fossa Superior olivary complex
Cochlear nucleus
Auditory nerve "--
Cochlea :*,
"ti'"1'J"t
rta567t
Time after acoustic stimulus (ms)
Gambar 5A. Berbagai gelombang BERAsesual dengan lokasl respon (neural generator)
Dikutlp dari Probst.a
39
t)
oJ
MSEC
Gambar 58. Gelombang BERA dan masa laten absolut & antar gelombang.
Dikutip darl Hood L.J.5
jarasPerlu dipertimbangkan faktor maturitas perbedaan masa laten, amplitudo dan morfologi-
saraf auditorik pada bayi dan anak yang usia- gelombang dibandingkan dengan anak yang
nva kurang dari 12 -18 bulan, karena terdapat lebih besar maupun orang dewasa.
75 dB nHL D BERA DEWASA
6.29 ms
to 75 dB nHL
55 dB nHL 5.95 ms
6.06 ms c.]
55 dB nHL
35 dB nHL o 6.33 ms
7.58 ms
35 dB nHL
15 dB nHL 7.05 ms
8.59 ms
15 dB nHL
8.20 ms
1.0 mddiv t 1.2 mddiv
Stimu us
Gambar 6. Perbandlngan ABR bayl dengan ABR dewasa.
Dikutlp darl Hood L.J.5