140
goblet dan kelenjar seromusinosa. Bisa juga inferior yang mengalami hipertrofi karena proses
akibat trauma karena dikorek-korek inflamasi kronis yang disebabkan oleh infeksi
Furunkel dapat terjadi pada vestibulum bakteri primer atau sekunder. Konka inferior
nasi dan potensial berbahaya karena infeksi dapat juga mengalami hipertrofi tanpa terjadi
infeksi bakteriil, misalnya sebagai lanjutan dari
dapat menyebar ke vena fasialis, vena oftalmika
rinitis alergi dan vasomotor.
lalu ke sinus kavernosus sehingga terjadi Gejala utama adalah sumbatan hidung atau
tromboflebitis sinus kavernosus. Hal ini dapat gejala di luar hidung akibat hidung yang ter-
terjadi karena vena fasialis dan vena oftalmika
tidak mempunyai katup. Oleh karena itu se- sumbat, seperti mulut kering, nyeri kepala dan
baiknya jangan memencet atau melakukan gangguan tidur. Sekret biasanya banyak dan
insisi pada furunkel, kecuali jika sudah jelas mukopurulen.
terbentuk abses. Antibiotika dosis tinggi harus
Pada pemeriksaan ditemukan konka yang
selalu diberikan. hipertrofi, terutama konka inferior. Permukaan-
nya berbenjol-benjol karena mukosa yang juga
RINITIS SIMPLEKS
hipertrofi. Akibatnya pasase udara dalam
Penyakit ini merupakan penyakit virus
rongga hidung menjadi sempit. Sekret muko-
yang paling sering ditemukan pada manusia. purulen dapat ditemukan di antara konka inferior
Sering disebut juga sebagai selesma, common dan septum dan juga di dasar rongga hidung.
cold,flu.
Tujuan terapi adalah mengatasi faktor-
Penyebabnya ialah beberapa jenis virus
dan yang paling penting ialah rhinovirus. Virus- faktor yang menyebabkan terjadinya rinitis hiper-
virus lainnya adalah m1aovirus, virus Coxsackie trofi. Terapi simtomatis untuk mengurangi sum-
dan virus ECHO.
batan hidung akibat hipertrofi konka dapat
Penyakit ini sangat menular dan gejala dilakukan kaustik konka dengan zat -kimia
dapat timbul sebagai akibat tidak adanya (nitras argenti atau trikloroasetat) atau dengan
' kauter listrik (elektrokauterisasi). Bila tidak me-
kekebalan, atau menurunnya daya tahan tubuh
(kedinginan, kelelahan, adanya penyakit me: nolong, dapat dilakukan ldksasi konka, frakturisasi
nahun dan lain-lain). konka multipel, konkoplasti atau bila perlu di-
lakukan konkotomi parsial.
Pada stadium prodromal yang berlang-
sung-beberapa jam, didapatkan rasa panas, RINITIS ATROFI
kering dan gatal di dalam hidung. Kemudian
akan timbul bersin berulang-ulang,, hidung ter- Rinitis atrofi merupakan infeksi hidung
sumbat dan ingus encer, yang biasanya di- kronik, yang ditandai oleh adanya atrofi pro-
sertai dengan demam dan nyeri kepala. Mukosa
hidung tampak merah dan membengkak. Bila gresif pada mukosa dan tulang konka. Secara
terjadi infeksi sekunder bakteri, ingus menjadi klinis mukosa hidung menghasilkan sekret yang
mukopurulen. kental dan cepa( mengering sehingga ter-
Tidak ada terapi spesifik untuk rinitis sim-
bentuk krusta yang Perbau busuk.
pleks, selain istirahat dan pemberian obat-obat Wanita lebih sering terkena, terutama usia
simtomatis,'seperti analgetika, anlipuetika dan
obat dekongestan. dewasa muda. Sering ditemukan pada masya-
Antibiotika hanya diberikan bila terdapat rakat dengan tingkat sosial ekonomi yang
infeksi sekunder oleh bakteri.
rendah dan sanitasi lingkungan yang buruk.
RINITIS HIPERTROFI Pada pemeriksaan histopatologi tampak
lstilah hipertrofi digunakan untuk menunjuk- metaplasia epitel torak bersilia menjadi epitel
kubik atau epitel gepeng berlapis, silia meng-
kan perubahan mukosa hidung pada konka hilang, lapisan submukosa menjadi lebih tipis,
kelenjar-kelenjar berdegena rasi atau atrofi.
Etiologi
Banyak teori mengenai etiologi dan pato-
genesis rinitis atrofi dikemukakan, antara lain:
141
1) lnfeksi oleh kuman spesifik. Yang tersering Larutan tersebut harus diencerkan dengah
ditemukan adalah spesies Klebsiella, terutama perbandingan 1 sendok makan larutan dicam-
Klebsiella ozaena. Kuman lainnya yang juga
pur 9 sendok makan air hangat. Larutan
sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptokokus
dihirup (dimasukkan) ke dalam rongga hidung
dan Pseudomonas aeruginosa. 2) Defisiensi dan dikeluarkan lagi dengan menghembuskan
FE, 3) Defisiensi vitamin A, 4) Sinusitis kronik, kuat-kuat atau yang masuk ke nasofaring
dikeluarkan melalui mulut, dilakukan 2 kali
5) Kelainan hormonal 6) Penyakit kolagen,
sehari. Jika sukar mendapatkan larutan di atas
yang termasuk penyakit autoimun. dapat dilakukan pencucian rongga hidung de-
Mungkin penyakit ini terjadi karena kom- ngan 100 cc air hangat yang dicampur dengan
1 sendok makan (15cc) larutan Betadin, atau
binasi beberapa faktor penyebab.
larutan garam dapur setengah sendok teh
Gejala dan Tanda Klinis dicampur segelas air hangat. Dapat diberikan
Keluhan biasanya berupa napas berbau, vitamin A 3x50.000 unit dan preparat Fe selama
ada ingus kental yang berwarna hijau, ada 2 minggu.
kerak (krusta) hijau, ada gangguan penghidu,
Pengobatan Operatif. Jika dengan pengobatan
sakitkepala dan hidung merasa tersumbat.
konservatif tidak ada perbaikan, maka dilaku-
Pada pemeriksaan hidung didapatkan kan operasi. Teknik operasi antara lain operasi
penutupan lubang hidung atau penyempitan
rongga hidung sangat lapang, konka inferior lubang hidung derrgan implantasi atau dengan
dan media menjadi hipotrofi atau atrofi, ada jabir. osteoperiosteal. Tindakan ini diharapkan
sekret purulen dan krusta yang benruarna hijau. akan mengurangi turbulensi udara dan penge-
ringan sekret, inflamasi mukosa berkurang,
Pemeriksaan penunjang untuk membantu sehingga mukosa akan kembali normal. Penu-
menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan tupan rongga hidung dapat dilakukan pada
histopatologik yang berasal dari biopsi konka nares anterior atau pada koana selama 2 tahun.
media, pemeriksaan mikrobiologi dan uji resis-
tensi kuman dan tomografi komputer (CT scan) Untuk menutup koana dipakai flap palatum.
sinus paranasal.
Akhir-akhir ini bedah sinus endoskopik
Pengobatan
fungsional (BSEF) sering dilakukan pada kasus
Oleh karena etiologinya multifaktorial, rinitis atrofi. Dengan melakukan pengangkatan
maka pengobatannya belum ada yang baku. sekat:sekat tulang yang mengalami osteomielitis,
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi etiologi
dan menghilangkan gejala. Pengobatan yang diharapkan infeksi tereradikasi, fungsi ventilasi
diberikan dapat bersifat konservatif, atau kalau dan drenase sinus kembali normal, sehingga
tidak dapat menolong dilakukan pembedahan. terjadi regenerasi mukosa.
Pengobatan Konservatif. Diberikan anti- RINITIS DIFTERI
biotika berspektrum luas atau sesuai dengan
uji resistensi kuman, dengan dosis yang ade- Penyakit ini disebabkan deh' C.orynebacleium
kuat. Lama pengobatan bervariasi tergantung
dari hilangnya tanda klinis berupa sekret purulen diphteriae, ddpat terjadi primer pada hidung
kehijauan.
atau sekunder dari tenggorok, dapat ditemu-
Unfuk membantu menghilangkan bau busuk
akibat hasil proses infeksi serta sekret purulen kan dalam keadaan akut atau kronik. Dugaan
dan krusta, dapat dipakai obat cuci hidung. adanya rinitis difteri harus dipikirkan pada pen-
Larutan yang dapat digunakan adalah larutan
derita dengan rirvayat imunisasi yang tidak
garam hipertonik
lengkap. Penyakit ini semakin jarang ditemu-
R/ NaCl
kan, karena cakupan program imunisasi yang
NaaCl
semakin meningkat.
NaHCO3 aaa 9
Aqua ad cc 300 Gejala rinitis difteri akut ialah demam,
. toksemia, terdapat limfadenitis dan mungkin
ada paralisis otot pernapasan. Pada hidung
ada ingus yang bercampur darah, mungkin
142
ditemukan pseudomembran putih yang mudah RINITIS TUBERKULOSA
berdarah, dan ada krusta coklat di nares anterior
dan rongga hidung. Jika perjalanan penyakit- Rinitis tuberkulosa merupakan kejadian
nya menjadi kronik, gejala biasanya lebih ringan infeksi tuberkulosa ekstra pulmoner Seiring
dengan peningkatan kasus tuberkulosis (new
dan mungkin dapat sembuh sendiri, tetapi emerging disease) yang berhubungan dengan
kasus HIV-AlDS, penyakit ini harus diwaspadai
dalam keadaan kronik, masih dapat menulari. keberadaannya. Tuberkulosis pada hidung ber-
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemerik- bentuk noduler atau ulkus, terutama mengenai
tulang rawan septum dan dapat mengakibat-
saan kuman dari sekret hidung.
Sebagai terapi diberikan ADS, penisilin kan perforasi.
Pada pemeriksaan klinis terdapat sekret
lokal dan intramuskuler Pasien harus diisolasi
sampai hasil pemeriksaan kuman negatif. mukopurulen dan krusta, sehrngga menimbul-
kan keluhan hidung tersumbat. Diagnosis di-
RINITIS JAMUR tegakkan dengan ditemukannya basil tahan
asam (BTA) pada sekret hidung. Pada pe-
Dapat terjadi bersama dengan sinusitis dan
bersifat invasif atau non-invasif. Rinitis jamur meriksaan histopatologi ditemukan sel datia
non-invasif dapat menyerupai rinolit dengan Langhans dan limfositosis.
inflamasi mukosa yang lebih berat. Rinolit ini Pengobatannya diberikan antituberkulosis
sebenarnya adalah gumpalan jamur (fungus
bali) Biasanya tidak terjadi destruksi kartilago dan obat cuci hidung
dan tulang RINITIS SIFILIS
Tipe invasif ditandai dengan ditemukan- Penyakit ini sudah jarang ditemukan.
nya hifa jamur pada lamina propria. Jika terjadi
Penyebab rinitis sifilis ialah kuman Treponema
invasijamur pada submukosa dapat mengakibat- pallidum Pada rinitis sifilis yang primer dan
sekunder gejalanya serupa dengan rinitis akut
kan perforasi septum atau hidung pelana lainnya, hanya mungkin dapat terlihat adanya
bercak/bintik pada mukosa. Pada rinitis sifilis
Jamur sebagai penyebab dapat dilihat dengan
pemeriksaan histopatologi pemeriksaan sediaan tersier dapat ditemuka gumma atau ulkus,
langsung atau kultur jamur, misalnya Aspergillus, yang terutama mengenai septum nasi dan
Candida, Histoplasma, Fussarium dan Mucor
dapat mengakibatkan perforasi septum
Pada pemeriksaan hidung terlihat adanya
sekret mukopurulen, mungkin terlihat ulkus Pada pemeriksaan klinis didapatkan
atau perforasi pada septum disertai dengan
jaringan nekrotik ben,rarna kehitaman (b/ack sekret mukopurulen yang berbau dan krusta.
Mungkin terlihat perforasi septum atau hidung
eschar) pelana. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan mikrobiologik dan biopsi.
Untuk rinitis jamur non-invasif, terapinya
adalah mengangkat seluruh gumpalan jamur. Sebagai pengobatan diberikan penisilin
Pemberian obat jamur sistemik maupun topikal dan obat cuci hidung. Krusta harus dibersihkan
secara rutin.
tidak diperlukan. Terapi untuk rinitis jamur invasif
adalah mengeradikasi agen penyebabnya de- RINOSKLEROMA
ngan pemberian anti jamur oral dan topikal. Penyakit infeksi granulomatosa kronik pada
Cuci hidung dan pembersihan hidung secara
hidung yang disebabkan Klebsiella rhino-
rutin dilakukan untuk mengangkat krusta. Bagian
yang terinfeksi dapat pula diolesi dengan gentian scleromatis. Penyakit ini endemis di beberapa
negara termasuk lndonesia yang kasusnya
violet. Untuk infeksi jamur invasif , kadang- terutama ditemukan di lndonesia Timur.
kadang diperlukan debidentent seluruh jaringan
yang nekrotik dan tidak sehat. Kalau jaringan
nekrotik sangat luas, dapat terjadi destruksi
yang memerlukan tindakan rekonstruksi.
143
Perjalanan penyakitnya terjadi dalam 3 bertelur di organ atau jaringan tubuh manusia,
tahap: '1) Tahap kataral atau atrofi. Gejalanya yang kemudian menetas menjadi larva (ulat =
seperti rinitis tidak spesifik dengan ingus purulen belatung). Sering terjadi pada luka yang ber-
nanah, luka terbuka, terutama jaringan nekrotik
berbau dan krusta. Dapat berlangsung berbulan-
dan dapat mengenai setiap lubang atau rongga,
bulan dan biasanya belum terdiagnosis; 2)
seperti mata, telinga, hidung, mulut, vagina
Tahap granulomatosa. Mukosa hidung mem- dan anus. Faktor predisposisinya rinitis atrofi
bentuk massa peradangan terdiri dari jaringan
dan keganasan.
ikat, membentuk jaringan granulasi atau Perubahan patologis yang terjadi tergan-
seperti polip. Dapat menyebabkan destruksi tung dari kebiasaan makan ulat tersebut, ulat
tulang dan tulang rawan sehingga menye- membuat lubang sehingga dapat masuk ke
babkan deformitas puncak hidung dan septum, dalam jaringan. Gejala klinis yang terlihat,
dan bisa menyebabkan epistaksis. Jaringan hidung dan muka menjadi bengkak dan merah,
ikat ini sering meluas keluar dari nares anterior yang dapat meluas ke dahi dan bibir. Terjadi
obstruksi hidung sehingga bernapas melalui
atau ke sinus paranasal, nasofaring, faring
mulut dan suara sengau. Dapat menjadi epistaksis
atau saluran napas bawah. Tahap ini berlang- dan mungkin ada ulat yang keluar dari hidung.
sung berbulan-bulan atau bertahun, 3) Tahap
Pada pemeriksaan rinoskopi terlihat ba-
sklerotik atau sikatriks. Terjadi pergantian nyak jaringan nekrotik di rongga hidung, ada-
nya ulserasi membran mukosa dan pedorasi
jaringan granulasi menjadi fibrotik dan sklerotik septum. Sekret purulen berbau busuk. Pada
yang dapat menyebabkan penyempitan saluran kasus yang lanjut dapat menyebabkan sum-
napas. Pada satu pasien ketiga tahap itu batan duktus nasolakrimalis dan perforasi
mungkin dapat ditemukan bersamaan. palatum. Ulat dapat merayap ke dalam sinus
Diagnosis rinoskleroma mudah ditegak-
atau menembus ke intrakranial.
kan di daerah endemis, tapi di tempat non
Pemeriksaan nasoendoskopi memperlihat-
endemis perlu diagnosis banding dengan pe- kan keadaan rongga hidung lebih jelas tetapi
nyakit granulomatosa lain. Diagnosis ditegak-
kan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan seringkali ulatnya tidak terlihat karena larva
bakteriologik dan gambaran histopatologi yang
sangat khas dengan adanya sel-sel Mikulicz. cenderung menghindari cahaya. Pada pemerik-
saan tomografi komputer dapat terlihat bayangan
Penatalaksanaannya mencakup terapi anti- ulat yang bersegmen-segmen di dalam sinus.
biotik jangka panjang serta tindakan bedah Penderita myiasis sebaiknya dirawat di
rumah sakit. Diberikan antibiotika spektrum luas
untuk obstruksi pemapasan. Antibiotik direkomen- atau sesuai kultur. Untuk pengobatan lokal
pada hidung, dianjurkan pemakaian kloroform
dasikan antara lain tetrasiklin, kloramfenikol, dan minyak terpentin dengan perbandingan
1:4, diteteskan ke dalam rongga hidung, di-
trimetoprim-sulfametoksazol, siprofloksasin, klin- lanjutkan dengan pengangkatan ulat secara
damisin dan sefalosporin. Pemberian antibiotik manual menggunakan cunam.
paling kurang selama 4 minggu; ada yang Komplikasi dapat terjadi hidung pelana,
perforasi septum, sinusitis paranasal, radang
sampai berbulan-bulan. orbita dan perluasan ke intrakranial. Kematian
dapat disebabkan oleh sepsis dan meningitis.
Operasi diperlukan untuk mengangkat
Daftar pustaka
jaringan granulasi dan sikatriks. Seringkali juga
perlu dilakukan operasi plastik untuk memper- 1. Endang Mangunkusumo, Nusjinruan Rifki. lnfeksi
baikijalan napas atau deformitas.
Hidung. Dalam Efiaty Soepardi, Nurbaiti lskandar
Penyakit ini jarang bersifat fatal kecuali (ed). Buku Ajar llmu Kesehatan Telinga-Hidung-
bila menyumbat saluran napas, tetapi rekurensi- Tenggorok, Kepala Leher. Edisi V Jakarta: Barai
nya tinggi, terutama bila pengobatan tidak Penerbit FKUI; 2001: p.96-8
tuntas.
fUMASS HIEX.JNG (Lanra di dahm hklung)
Merupakan masalah umum untuk daerah
tropis, ialah adanya infestasi larva lalat dalam
rongga hidung. Lalal Chrysomia bezziana dapal
144
2. O'Donell BF, Black AK. Conditions of the External ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins,
Nose. ln: Mackay lS, Bull TR (eds). ScotlBrown's
2001: p.273-9
Otolaryngology. 6'h ed. London: Buttenryorth, 1997:
p.4l2t1-9 6 Ballenger JJ. Chronic Rhinitis and Nasal Obstruction.
3. Weh N,Golding-Wood DG. lnfective Rinitis and
Sinusitis. ln: Mackay lS, Bull TR (eds). Scott-Brown's ln: Ballenger JJ, Snow JB (eds). Otorhinolaryngology-
Otolaryngology. 6t ed. London: Butterurorth, 19F/7:4t5114 Head and Neck 15'h Baltimore, Philadelphia:
4 Ballenger JJ. Acute lnflamation of the Nose and
Williams & Wilkins, 1996: p.129-34
Fae. ln: Babrper JJ, Snor JB (eds). OtorhinolaryrBology-
Head and Neck l5h Baltimore, Philadelphia: Williams Maran AGD, Lund VJ. lnfedtions and Non-
& Wilkins, 1996: p.125-8 neoplastic Diseases. ln Clinical Rhinology. New
Newlands SD. Nonallergic Rhinitis. ln: Balley's Ycirk: Thieme, 1990: 59-63
Heab & Neck Surgery - Otolaryngology vol l. 3'd I Badia L. Lund VJ. Vile bodies: an endoscopic
approach to nasal myiasis. Journ Laryngol-otol.
1994;108:1083-5
145
SINUS PARANASAL
Damayanti Soetjipto dan Endang Mangunkusumo
Sinus paranasal merupakan salah satu Dari segi klinik yang perlu diperhatikan
organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi dari anatomi sinus maksila adalah 1) dasar
karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap
individu. Ada empat pasang sinus paranasal, sinus maksila sangat berdekatan dengan akar
mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2),
sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid
kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan molar (Ml dan M2), kadang-kadang juga gigi
hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, se-
taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar
hingga terbentuk rongga di dalam tulang. gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,
sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas
Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke
menyebabkan sinusitis; 2) Sinusitis maksila
dalam rongga hidung. dapat menimbulkan komplikasi orbita;. 3)
Secara embriologik, sinus paranasal ber-
Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari
asal dari invaginasi mukosa rongga hidung dasar sinus, sehingga drenase hanya tergan-
dan perkembangannya dimulai pada fetus usia tung dari gerak silia, lagipula drenase juga
3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus harus melalui infundibulum yang sempit. lnfun-
dibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior
frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah dan pembengkakan akibat radang atau alergi
ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal
berkembang dari sinus etmoid anterior pada pada daerah ini dapat menghalangi drenase
sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan
anak yang berusia kurang lebih 8 tahun.
sinusitis.
Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia
8-10 tahun dan berasal dari bagian postero- SINUS FRONTAL
superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umum-
nya mencapai besar maksimal pada usia antara Sinus frontal yang terletak di os frontal
15-18 tahun. mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus,
berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari
SINUS MAKSILA sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah lahir,
Sinus maksila merupakan sinus paranasal sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-
yang terbesar. Saat lahir sinus maksila ber- 10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal
sebelum usia 20 tahun.
volume 6{ ml, sinus kemudian berkembang
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya
dengan cepat dan akhimya mencapai ukuran
maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. tid.ak simetris, satu lebih besar dari pada lain-
'nya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di
Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding garis t'engah. Kurang lebih 15% orang dewasa
anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila hanya mempunyai satu sinus frontal dan ku-
yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya
adalah permukaan infra-temporal maksila, din- rang lebih 5% sinus frontalnya tidak ber-
ding medialnya ialah dinding lateral rongga kembang.
hidung, dinding superiomya ialah dasar orbita
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tinggi-
dan dinding inferiomya' ialah prosesus alveolaris
dan palatum. Ostium sinus maksila berada di nya, lebamya 2,4 cm dan dalamnya 2 cm.
sebelah superior dinding medial sinus dan ber-
muara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi
etmoid. sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran
septum-septum atau lekuklekuk-d'ihding sinus
'-pada foto Rontgen menunjukkan adanya infeksi
146
Sinus frontal
Sinus sfenoid
Konka media
r*r
Muara luba Euslachius J
Sel ernoidalis Post€rior
Resesus frontal
Sel-sel ager nasi
Hiatus semilunaris
Prosesus unsinafus
Bula etmoid 1. A. Etmoidalis anterior
Ujung distal 2. A. Etmoidalis posterior
3. A. Sfenopalatina
duktus nasolakrimalis
Hidung dan sinug
147
sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
yang relatif tipis dari orbita dan fosa serebri dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus
anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal etmoid posterior berbatasan dengan sinus
sfenoid.
mudah menjalar ke daerah ini.
SINUS SFENOID
Sinus frontal berdrenase melalui ostium-
nya yang terletak di resesus frontal, yang
berhubungan dengan infundibulum etmoid.
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di
SINUS ETMOID belakang sinus etmoid posterior. Sinus sfenoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
yang paling bervariasi dan akhir-akhir ini di- intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya,
anggap paling penting, karena dapat me-
dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm.
rupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Volumenya bervariasi dari 5 sampai 7,5 ml.
Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan
seperti piramid dengan dasarnya di bagian nervus di bagian lateral os sfenoid akan men-
jadi sangat berdekatan dengan rongga sinus
posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior dan tampak sebagai indentasi pada dinding
4-5 cm, linggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm di
bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior. sinus sfenoid.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari Batas-batasnya ialah, sebelah superior
sel-sel yang menyerupai sarang tawon, yang
terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipo-
terdapat di dalam massa bagian lateral os
fisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebe-
etmoid, yang terletak di antara konka media
lah lateral berbatasan dengan sinus kaver-
dan dinding medial orbita. Sel-sel inijumlahnya
nosus dan a.karotis interna (sering tampak
bervariasi. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid
sebagai indentasi) dan di sebelah posteriornya
dibagi menjadi sinus etmoid anterior ypng
bermuara di meatus medius dan sinus etmoid dbaeerbraahtapsaon ndsen.gan fosa serebri posterior di
posterior yang bermuara di meatus superior. !
Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-
kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng KOMPLEKS OSTIO.MEATAL
yang menghubungkan bagian posterior konka
Pada sepertiga tengah dinding lateral
media dengan dinding lateral (lamina basalis), hidung yaitu di meatus medius, ada muara-
sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasa-
nya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal
dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan
terletak di posterior dari lamina basalis. sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal
(KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior
terdapat di belakang prosesus unsinatus,
ada bagian yang sempit, disebut resesus
resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel
frontal, yang berhubungan dengan sinus fron-
tal. Seletmoid yang terbesar disebut bula et- etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium
moid. Di ilaerah etmoid anterior terdapat suatu sinus maksila.
penyempitan yang disebut infundibulum, tem-
pat bermuaranya ostium sinus maksila. Pem- SISTEM MUKOSILIAR
bengkakan atau peradangan di resesus frontal
dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pem- Seperti pada mukosa hidung, di dalam
bengkakan di infundibulum dapat menyebab- sinus juga terdapat mukosa bersilia dan palut
lendir di atasnya. Di dalam sinus silia bergerak
kan sinusitis maksila. secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju
ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang
Atap sinus etmoid yang disebut fovea sudah tertentu polanya.
etmoidalis berbatasan dengan lamina kribrosa.
Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea
148
Pada dinding lateral hidung lerdapal 2 serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-
aliran transpor mukosiliar dari sinus. Lendir ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus-sinus
yang berasal dari kelompok sinus anterior yang yang besar tidak terletak di antara l"iidung dan
bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke organ-organ yang dilindungi.
nasofaring di depan muara tuba Eustachius.
Lendir yang berasal dari kelompok sinus pos- Membantu keseimbangan kepala
terior bergabung di resesus sfenoetmoidalis, Sinus membantu keseimbangan kepala
karena mengurangi berat tulang muka. Akan
dialirkan ke nasofaring di postero-superior tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan
tulang, hanya akan memberikan pertambahan
muara tuba. lnilah sebabnya pada sinus:tis berat sebesar 1Yo dari berat kepala, sehingga
didapati sekret pasca-nasal (post nasal drip), teori ini dianggap tidak bermakna.
tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung. Membantu resonansi suara
FUNGSI SINUS PARANASAL Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga
Sampai saat ini belum ada persesuaian untuk resonansi suara dan mempengaruhi
pendapat mengenai fisiologi sinus paranasal. kualitas suara. Akan tetapi ada yang ber-
pendapat, posisi sinus dan ostiumnya tidak
Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal
memungkinkan sinus berfungsi sebagai reso-
ini tidak mempunyai fungsi apa-apa, karena nator yang efektif. Lagi pula tidak ada korelasi
terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan antara resonansi suara dan besarnya sinus
pada hewan-hewan tingkat rendah.
tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan seba- Sebagal peredam perubahan tekanan udara
gai fungsi sinus paranasal antara lain (1) se- Fungsi ini berjalan bila ada perubahan
bagai pengatur kondisi udara, (2) sebagai tekanan yang besar dan mendadak, misalnya
penahan suhu, (3) membantu keseimbangan pada waktu bersin atau membuang ingus.
kepala, (4) membantu resonansi suara, (5)
peredam perubahan tekanan udara dan (6) Membantu produksi mukus
membantu produksi mukus untuk membersih- Mukus yang dihasilkan oleh sinus para-
kan rongga hidung. nasal memang jumlahnya kecil dibandingkan
dengan mukus dari rongga hidung, namun
Sebagai pengatur kondisi udara (air con- efektif untuk membersihkan partikel yang turut
masuk dengan udara inspirasi karena mukus
ditioning) ini keluar dari meatus medius, tempat yang
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan paling strategis.
untuk memanaskan dan mengatur kelembaban
udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini PEMERIKSAAN SINUS PARANASAL
ialah karena ternyata tidak didapati pertukaran
udara yang definitif antara sinus dan rongga Untuk mengetahui adanya kelainan pada
hidung. sinus paranasal dilakukan inspeksi dari luar,
palpasi, rinoskopi anterior, rinoskopi posterior,
Volume pertukaran udara dalam ventilasi transiluminasi, pemeriksaan radiologik dan
sinus ku.rang lebih 1/1000 volume sinus pada sinoskopi.
tiap kali bernapas, sehingga dibutuhkan be-
berapa jam untuk pertukaran udara total dalam
sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak mem-
punyai vaskularisasi dan kelenjar yang se-
banyak mukosa hidung.
Sebagal penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai pena-
han (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa
149
lnspeksi PEMERI KSAAN RADIOLOGIK
Yang diperhatikan ialah adanya pem- Bila dicurigai adanya kelainan di sinus para-
nasal, maka dilakukan pemeriksaan radiologik.
bengkakan pada muka. Pembengkakan di pipi Posisi rutin yang dipakai ialah posisiWaters, P-A
sampai kelopak mata bawah yang berwarna
kemerah-merahan mungkin menunjukkan sinu- dan lateral. Posisi Waters terutama untuk
sitis maksila akut. Pembengkakan di kelopak melihat adanya kelainan di sinus maksila,
mata atas mungkin menunjukkan sinusitis
frontal dan etmoid. Posisi postero-anterior
frontal akut.
Sinusitis etmoid akut jarang menyebab- untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral
untuk menilai sinus frontal, sfenoid dan etmoid.
kan pembengkakan di luar, kecuali bila telah
Metode mutakhir yang lebih akurat untuk
terbentuk abses. melihat kelainan sinus paranasal adalah peme-
Palpasi riksaan CT Scan. Potongan CT Scan yang
Nyeri tekan pada pipi dan nyeri ketuk di rutin dipakai adalah koronaldan aksial. lndikasi
gigi menunjukkan adanya sinusitis maksila. utama CT Scan hidung dan sinus paranasal
Pada sinusitis frontal terdapat nyeri tekan di adalah sinusitis kronik, trauma (fraKur frontobasal),
dasar sinus frontal, yaitu pada bagian medial dan tumor.
atap orbita. Sinusitis etmoid menyebabka4
rasa nyeritekan di daerah kantus medius. SINOSKOPI
Transiluminasi Pemeriksaan ke dalam sinus maksila
Transiluminasi mempunyai manfaat yang menggunakan endoskop. Endoskop dimasuk-
terbatas, hanya dapat dipakai untuk meme-
kan melalui lubang yang dibuat di meatus
riksa sinus maksila dan sinus frontal, bila
inferior atau di fosa kanina.
fasilitas pemeriksaan radiologik tidak tersedia. Dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan
Bila pada pemeriksaan transiluminasi tampak
di dalam sinus, apakah ada sekret, polip,
gelap di daerah infraorbita, mungkin berarti
jaringan granulasi, massa tumor atau kista,
antrum terisi oleh pus atau mukosa antrum
bagaimana keadaan mukosa dan apakah ostium-
menebal atau terdapat neoplasma di dalam nya terbuka.
antrum. Daftar pustaka
Bila terdapat kista yang besar di dalam 1. Hiper PA. Applied anatomy and physiology of the
sinus maksila, akan tampak terang pada
nose. ln: Adams GC, Boies LR, Hilger PA Boies
pemeriksaan transiluminasi, sedangkan pada Fundamental of otolaryngology. 6h ed. Philadelphia:
foto Rontgen tampak adanya perselubungan W.B. Saunders Co,; 1989:p.187-195.
berbatas tegas di dalam sinus maksila.
2. Lund VJ. Anatomi ofthe Nose and Paranasal Sinuses
Transiluminasi pada sinus frontal hasilnya
ln: Gleeson (Ed). Scott-Browns's Otolaryngology
lebih meragukan. Besar dan bentuk kedua Sixth ed. London: Butteruorth, 1997: p.1/5/1-30.
sinus ini seringkali tidak sama. Gambaran yang 3. Drake-Lee A. The Physiology of the Nose and
terang berarti sinus berkembang dengan baik
dan normal, sedangkan gambaran yang gelap Paranasal Sinuses. ln: Gleeson (Ed). Scott-Browns's
mungkin berarti sinusitis atau hanya menun-
jukkan sinus yang tidak berkembang. Otolaryngology. Sinh ed. London: Butteruorth,
1997:9.11611
4. Ballenger JJ. The technical anatomy and
physiology of the nose and accessory sinuses. ln:
Ballenger JJ. Diseases of the Nose, Throat, Ear,
Head & Neck. 14th pd. Philadelphia, Londor:, Lea
& Febiger, 1991:p.3-8.
150
SINUSITIS
Endang Mangunkusumo dan Damajanti Soetjipto
Sinusitis merupakan penyakit yang sering sinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis
ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari, dengan foto polos leher posisi lateral.
bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab
gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah
lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering
Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi
mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai serta kebiasaan merokok. Keadban ini lama-
atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut lama menyebabkan perubahan mukosa dan
rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma merusak silia.
(common cold) yang merupakan infeksi virus,
yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. Patoftsiologi
Bila mengenai beberapa sinus disebut Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi
multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens
sinus paranasal disebut pansinusitis.
mukosiliar (mucailiary cleannce) di dalam KOM.
Yang paling sering terkena ialah sinus Mukus juge mengandung substansi antimikrobial
etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal dan zat-zal yang berfungsi sebagai mekanisme
'lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi. pertahanan tubuh terhadap kuman yang
Sinus maksila disebut juga antum Highmore,
letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka masuk bersama udara pemafasan.
infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut Organ-organ yang membentuk KOM letak-
sinusitis dentogen.
nya berdekatian dan bila terjadi edema, mukosa
Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena yang berhadapan akan saling bertemu sehingga
menyebabkan komplikasi ke orbita dan intra- silia tidak dapat biergerak dan ostium tersum-
kranial, serta menyebabkan peningkatan serangan bat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam
asma yang sulit diobati.
rongga sinus yang menyebabkan terjadinya
Etiologi dan faktor predisposisi transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa
dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial
Beberapa faktor etiblogi dan predisposisi dan biasanya sembuh dalam beberapa hari
antara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis
terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada tanpa pengobatan.
wanital hamil, polip hidung, kelainan anatomi Bila kondisi ini menetap, sekret yang ter-
seperti deviasi septum atau hipertrofi konka,
sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi kumpul dalam sinus merupakan media baik
tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret
silia seperti pada sindroma Kartagener, dan di menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai
luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan terapi antibiotik.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena
faktor penting penyebab sinusitis sehingga
perlu dilakukan adenoidektomi untuk meng- ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut,
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkem-
hilangkan sumbatan dan menyembuhkan rino- bang. Mukosa makin membengkak dan ini
merupakan rantai siklus yang terus berputar
sampai akhirnya perubahan rnukosa menjadi
kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pemben-
tukan polip dan kista. Pada keadaan ini mung-
kin diperlukan tindakan operasi.
151
Klasifikasi dan mikrobiologi dan ingus purulen, yang seringkali turun ke
Konsensus internasional tahun 1995 mem- tenggorok (posf nasa/ dnp). Dapal disertai gejala
bagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai sistemik seperti de.mam dan lesu.
8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah
Konsensus tahun 2004 membagi menjadi sinus yang terkena merupakan ciri khas sinusitis
akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di
akut dengan batas sampai 4 minggu subakut tempat lain (referred paln). Nyeri pipi menan-
antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik dakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di
belakang ke dua bola mata menandakan sinusitis
jika lebih dari 3 bulan. etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala me-
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik nandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid,
nyeri dirasakan di verteks, oksipital, belakang
umumnya merupakan lanjutan dari srnusitis bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis
akut yang tidak terobati secara adekuat Pada maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi
dan telinga.
sinusitis kronik adanya faktor predisposisi harus
dicari dan diobati secara tuntas. Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/
anosmia, halitosis, post-nasal dip yang menye-
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama babkan batuk dan sesak pada anak.
yang ditemukan pada sinusitis akut adalah Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga
sulit didiagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau
Streptococcus pneumonia (30-50%). Hemophylus
2 dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit
i nfl u en zae (20-40%) dan M oraxe aI I cata rrh al is
(4%). Pada anak, M catarrhalis lebih banyak kepala kronik, posf nasa/ drip, baluk kronik,
gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat
ditemukan (20%). sumbatan kronik muara tuba Eustachius, gang-
Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih guan ke paru seperti bronkitis (sino-bronkitis),
berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih bronkiektasis dan yang penting adalah serangan
condong ke arah bakten negatif gram dan anaerob. asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada
anak, mukopus yang tertelan dapat menyebab-
I kan gastroenteritis.
SINUSITIS DENTOGEN Diagnosis
Merupakan salah satu penyebab penting Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
sinusitis kronik. pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dasar iinus maksila adalah prosesus alveolaris Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior
tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga
dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi
sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang
tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih
tanpa tulang pembatas lnfeksi gigi rahang tepat dan dini.Tanda khas ialah adanya pus di
atas seperti infeksi apikal akar gigi atau infla- meatus medius (pada sinusitis maksila dan
masi jaringan periodontal mudah menyebar
secara langsung ke sinus, atau melalui pem- etmoid anterior dan frontal) atau di meatus
buluh darah dan limfe. superior (pada sinusitis etmoid posterior dan
Harus curiga adanya sinusitis dentogen sfenoid).
pada sinusitis maksila kronik yang'mengenai Pada rinosinusitis akut, mukosa edema
satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau dan hiperemis. Pada anak sering ada pem-
busuk. Untuk mengobati sinusitisnya, gigi yang bengkakan dan kemerahan di daerah kantus
terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pem-
berian antibiotik yang mencakup bakteri anaerob. medius.
Seringkalijuga perlu dilakukan ingasi sinus maksila Pemeriksaan pembantu yang penting
adalah foto polos atau CT scan. Foto polos
GEJALA SINUSITIS
posisiWaters, PA dan lateral, umumnya hanya
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti
tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka sinus maksila dan frontal. Kelainan akan terlihat
152
perselubungan, batas udara-cairan (air fluid levef) mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga
atau penebalan mukosa. hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi).
Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat
CT scan sinus merupakan gold standard antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret
diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi
hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung jadi lebih kental. Bila ada alergi berat se-
dan sinus secara keseluruhan dan perluasan-
nya, Namun karena mahal hanya dikerjakan baiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.
sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronik lrigasi sinus maksila alau Proetz displacement
yang tidak membaik dengan pengobatan atau therapy juga merupakan terapi tambahan yang
pra-operasi sebagai panduan operator saat dapat bermanfaat.
melakukan operasi sinus.
lmunoterapi dapat dipertimbangkan jika
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus pasien menderita kelainan alergi yang berat.
yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Peme- Tindakan Operasi
riksaan ini sudah jarang digunakan karena Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF /
FESS) merupakan operasi terkini untuk slnusitis
sangat terbatas kegunaannya. kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resis- telah menggantikan hampir semua jenis bedah
sinus terdahulu karena memberikan hasil yang
tensi dilakukan dengan mengambil sekret dari
meatus medius/superior, untuk mendapat anti- lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan
biotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil dan tidak radikal.
sekret yang keluar dari pungsi sinus maksila.
lndikasinya berupa: sinusitis kronik yang
Sinuskopi dilakukan dengan pungsi menem- tidak membaik setelah terapi adekuat; sinusitis
bus dinding medial sinus maksila melalui meatus kronik disertai kista atau kelainan yang rreversibel;
inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kon-
disi sinus maksila yang sebenarnya, selanjut- ,polip ekstensif acianya komplikasi sinusitis
nya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
serta sinusitis jamur
TERAPI
KOMPLIKASI
Tujuan terapi sinusitis ialah 1) mempercepat
Komplikasi sinusitis telah menurun secara
penyembuhan, 2) mencegah komplikasi; dan nyata sejak ditemukannya antibiotik Komplikasi
berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau
3) mencegah perubahan menjadi kronik, Prinsip pada sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut,
pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM berupa komplikasi orbita atau intrakranial.
sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus Kelainan orbita, disebabkan oleh sinus paranasal
pulih secara alami. yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang
paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian
Antibiotik dan dekongestan merupakan sinusitis frontal dan maksila Penyebaran infeksi
terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum.
menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa Kelainan yang dapat timbul ialah edema pal-
serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotik pebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses
yang dipilih adalah golongan penisilln seperti orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosis
amoksisilin. Jika dipeftirakan kuman telah resisten sinus kavernosus.
atau memproduksi betalaktamasd, maka dapat
Kelainan intrakranial Dapat berupa meningitis,
diberikan amoksisilin-klavulanat atau jenis abses ekstradural atau subdural, abses otak
dan trombosis sinus kavernosus.
sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis anti-
biotik diberikan selama 10-'14 hari meskipun Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis
gejala klinik sudah hilang. kronis, berupa:
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik
yang sesuai untuk kuman negatif gram dan
anaerob.
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi
lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik,
153
Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling Sinusitis jamur invasif kronik biasanya ter-
sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasa- jadi pada pasien dengan gangguan imunologik
atau metabolik seperti diabetes. Bersifat kronis
nya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis progresif dan bisa juga menginvasi sampai ke
sinus maksila dapat limbul fistula oroantral atrau orbita atau intrakranial, tetapi gambaran klinis-
fistula pada pipi.
nya tidak sehebat bentuk fulminan karena'
Kelainan paru, seperti bronkitis kronik dan perjalanan penyakitnya lebih lambat. Gejala-
nya seperti sinusitis bakterial, tetapi sekret
bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal hidungnya kental dengan bercak-bercak ke-
disertai dengan kelainan paru ini disebut sino- hitaman, yang bila dilihat dengan mikroskop
bronkitis. Selain itu dapat juga menyebabkan
merupakan koloni jamur.
kambuhnya asma bronkial yang sukar di- Sinusitis jamur non-invasif, atau misetoma,
hilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan. merupakan kumpulan jamur di dalam rongga
SINUSITIS JAMUR sinus tanpa invasi ke dalam mukosa dan tidak
mendestruksi tulang. Sering mengenai sinus
Sinusitis jamur adalah infeksi jamur pada
sinus paranasal, suatu keadaan yang tidak maksila. Gejala klinis menyerupai sinusitis
jarang ditemukan. Angka kejadiannya mening-
kat dengan meningkatnya pemakaian antibiotik, kronis berupa rinore purulen, post nasal drip,
kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan dan napas bau. Kadang-kadang ada massa
radioterapi. Kondisi yang merupakan predisposisi jamur juga di kavum nasi. Pada operasi bisa
antara lain diabetes melitus, neutropenia, pe- ditemukan materi jamur berwarna coklat ke-
hitaman dan kotor dengan atau tanpa pus di
nyakit AIDS dan perawatan yang lama di dalam sinus.
rumah sakit. Terapi untuk sinusitis jamur invasif ialah
pembedahan, debrideman, anti jamur sistemik
Jenis jamur yang paling sering menye- dan pengobatan terhadap penyakit dasarnya.
babkan infeksi sinus paranasal ialah speSies Obat standar ialah amfoterisin B, bisa ditam-
Aspergillus dan Candida bah rifampisin atau flusitosin agar lebih efektif.
Pada misetoma hanya perlu terapi bedah
Perlu diwaspadai adanya sindsitis jamur untuik membersihkan massa jamur, menjaga
pada kasus sebagai berikut Sinusitis unilateral, drenase dan ventilasi sinus. Tidak diperlukan
yang sukar disembuhkan dengan terapi anti- antijamur sistemik.
biotik. Adanya gambaran kerusakan tulang din-
ding sinus; atau bila ada membran benlrama Daftar pustaka
putih keabu-abuan pada irigasi antrum.
1. Endang Mangunkusumo, N Rifki. Sinusitis. Dalam:
Para ahli membagi sinusitis jamur sebagai
bentuk invasif dan non-invasif. Sinusitis jamur Soepardi EA, lskandar NH (eds). Buku Ajar llmu
invasif terbagi menjadi invasif akut fulminan Kesehatan THT-KL, edisi 5. Jakarta:Balai Penerbit
dan invasif kronlk indolen. FKUI;2001. hal1204
Sinusitis jamur invasif akut, ada invasi 2. Roos K. The Pathogenesis of lnfective Rhino-
jamur ke jaringan dan vaskular. Sering terjadi
pada pasien diabetes yang tidak terkontrol, sinusitis. ln: Lund V, Corey J (eds). Rhinosinusitis:
pasien dengan imunosupresi seperti leukemia Cunent issues in Diagnosis and Management.
atau neutropenia, pemakaian steroid lama dan London: The Royal Society of Medicine Press;
terapi imunosupresan. lmunitas yang rendah
Round Table Series 67; 1999
dan invasi pembuluh darah menyebabkan
peyebaran jamur sangat cepat dan dapat 3. Dudley L. Paranasal Sinus lnfection. ln: Ballenger
JJ, Snow JB (eds). Otorhinolaryngology - Head
merusak dinding sinus, jaringan orbita dan
sinus kavemosus. Di kavum nasi, mukosa ber- and neck Surgery. Baltimore: Williams & Wilkins;
wama biru-kehitaman dan ada mukosa konka 1996. pp 163-70
atau septum yang nekrotik. Sering berakhir
4. Levine HL. Diagnosis and Management of
dengan kematian.
Rhinosinusitis. ln: Levine HL, Clemente MP. Sinus
Surgery, Endoscopic and Microscopic Approach.
New York, Stuttgart: Thieme; 90-9
154
5. Mabry RL, Marple BF. The Medical Management Management Guidleines. ln: ,Kennedy DW (ed).
of Sinusitis. ln: Rice DH, Schaefer SD (eds):
Endoscopic Paranasal Sinus Surgery. 3'd ed. lntemational Conhrcnce on Sinus Disease: Teminology,
Philadelphia: Williams & Wilkins; 2004: p.95-104 Staging and Therapy. Ann. Otorhinolaryngolggy.
Suppl. 1995
6. Lund Vj, Kennedy DW. Quantification for Staging 8. Thanaviratananich S. Fungal Sinusitis. ln: Bunnag
Sinusitb. ln: Kenne$DA/(ed). lntemationalConfielencd C and Muntarbohrn K (eds). Asean Rhinological
on Sinus Disease: Teminology, Staging and
Therapy. Ann. Otoehinolaryngology. SuppL 1995 Practice. Thailand: Siriyod; '1997: p.112-20
L Ferreiro JA. Paranasal Sinus Fungus ball. Head
7. Gwaltney JM, Jones JG, Kennedy DW. Medical
andNeck.Sept9T: p.4E1-6
managemenl of Sinusitis: Educational Goals and
155
BAB VI
PERDARAHAN HIDUNG DAN GAIVGG UAN
PENGHIDU
EPISTAKSIS
Endang Mangunkusumo dan Retno S. Wardani
Epistaksis atau perdarahan dari hidung banyak pembuluh darah, infeksi lokal, benda asing, tumor,
dijumpai sehari-hari baik pada anak maupun pengaruh udara lingkungan. Kelainan sistemik
usia lanjut Epistaksis seringkali merupakan ge- seperti penyakit kardiovaskuler, kelainan darah,
jala atau manifestasi penyakit lain. Kebanyak-
infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir,
an ringan dan sering dapat berhenti sendiri kelainan hormonal dan kelainan kongenital.
tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi
epistaksis yang berat, walaupun jarang, me- Trauma
rupakan masalah kedaruratan yang dapat
Perdarahan dapat terjadi karena trauma
berakibat fatal bila tidak segera ditangani. ringan misalnya mengorek hidung, benturan
ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu
Etiologi keras, atau sebagai akibat trauma yang lebih
hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelaka-
Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa an lalu-lintas. Selain itu juga bisa terjadi akibat
dapat diketahui penyebabnya, kadang-kadang adanya benda asing tajam atau trauma pem-
bedahan
lelas disebabkan karena trauma Epistaksis
dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada Epistaksis sering juga terjadi karena adanya
hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal spina septum yang tajam. Perdarahan dapat
misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan
156
terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada Demam tifoid, influensa dan morbillijuga dapat
disertai epistaksis.
mukosa konka yang berhadapan bila konka itu
sedang mengalami pembengkakan. Perubahan udara atau tekanan atmosfir
Kelainan pembuluh darah (lokal) Epistaksis dngan sedng terjadi bila seseomng
berada di tempat yang cuacanya sangat dingin
Sering kongenital. Pembuluh darah lebih
lebar, tipis, jaringan ikat dan sel-selnya lebih atau kering. Hal serupa juga bisa disebabkan
sedikit. adanya zat-zal kimia di tempat industri yang
menyebabkan keringnya mukosa hidung.
lnfeksi lokal
Gangguan hormonal
Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung
dan sinus paranasal seperti rinitis atiau sinusitis. Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita
hamil atau menopause karena pengaruh pe-
Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rinitis rubahan hormonal.
jamur, tuberkulosis, lupus, sifilis atau lepra. SUMBER PERDARAHAN
Tumor Melihat asal perdarahan, epistaksis dibagi
Epistaksis dapat timbul pada hemangioma menjadi epistaksis anterior dan epistaksis
dan karsinoma. Yang lebih sering terjadi pada
angiofi boma, dapat menyebabkan eplistiaksis berat. posterior. Untuk penatalaksanaannya, penting
dicari sumber perdarahan walaupun kadang-
Penyakit kardiovaskuler kadang sulit.
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah Epistaksis anterior
seperti yang terjadi pada arteriosklerosis, nefritis
kronik, sirosis hepatis atau diabetes melitus Kebanyakan berasal dari pleksus Kisselbach
dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis yang disepfum bagian anterior atau dari arterietnoidalis
terjadi pada penyakit hipertensi seringkali hebat
dan dapat berakibat fatal. anterior. Perdarahan pada septum anterior
Kelainan darah biasanya ringan karena keadaan mukosa yang
Kelainan darah penyebab epistaksis hiperemis atau kebiasaan mengorek . hidung
dan kebanyakan terjadi pada anak, seringkali
antara lain leukemia, fombositopenia, bermacarn-
macam anemia serta hemofilia. berulang dan dapat berhenti sendiri.
Kelainan kongenital Epistaksis posterior
Kelainan kongenital yang sering menye- Dapat berasal dari arteri etmoidalis pos-
terior atau arteri sfenopalatina. Perdarahan
babkan epistaksis ialah teleangiektiasis hemoragik biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti
herediter (hercditary hemonhagic teleangieclasis sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan
hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan
Osler-Rendu-Weber dlsease). Juga sering ter-
jadi pada Von Willenbrand drsease. penyakit kardiovaskuler karena pecahnya
lnfeksi sistemik arteri sfenopalatina.
Yang sering menyebabkan epistaksis ialah PENATAI.AKSANAAN
demam berdarah (dengue hemonhagic feve).
Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah
perbaiki keadaan umum, cari sumber perdarahan,
157
hentikan perdarahan, cari faktor penyebab untuk Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tem-
mencegah berulangnya perdarahan. pat asal perdarahan dikaustik dengan larutan
Nitras Argenti (AgNOs) 25-30o/o. Sesudahnya
Bila pasien datang dengan epistaksis, per-
hatikan keadaan umumnya, nadi, pernapasan area tersebut diberi krim antibiotik.
serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan, Bila dengan cara ini perdarahan masih
terus berlangsung, maka perlu dilakukan pe-
atasiterlebih dulu misalnya dengan memasang masangan tampon anterior yang dibuat dari
infus. Jalan napas dapat tersumbat oleh darah
kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin
atau bekuan darah, pedu dibersihkan atau atau salep antibiotik. Pemakaian pelumas ini
agar tampon mudah dimasukkan dan tidak me-
diisap. nimbulkan perdarahan baru saat dimasukkan
atau dicabut. Tampon dimasukkan sebanyak
Untuk dapat menghentikan perdarahan 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus
dapat menekan asal perdarahan. Tampon di-
perlu dicari sumbernya, setidaknya dilihat apa-
kah perdarahan dari anterior atau posterior. pertahankan selama 2 x 24 jam, harus di-
Alat-alat yang diperlukan untuk pemerik- keluarkan untuk mencegah infeksi hidung.
saan ialah lampu kepala, spekulum hidung dan Selama 2 hari ini dilakukan pemeriksaan pe-
alat pengisap. Anar4nesis yang lengkap sa-
ngat membantu dalafn menentukan sebab per- nunjang untuk rnencari faktor penyebab epistaksis.
darahan. Bila perdarahan masih belum berhenti, di-
Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam
pasang tampon baru.
posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar
dari hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau Perdarahan posterior
keadaanya lemah sebaiknya setengah duduk
Perdarahan dari bagian posterior lebih
atau berbaring dengan kepala ditinggikan.
sulit diatasi, sebab biasanya perdarahan hebat
Harus diperhatikan jangan sampai darah me- dan sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan
ngalir ke saluran napas bawah.
rinoskopi anterior.
Pasien anak duduk dipangku, badan dan Untuk menanggulangi perdarahan posterior
tangan dipeluk, kepala dipegangi agar tegak
dan tidak bergerak-gerak. dilakukan pemasangan tampon posterior, yang
disebut tampon Bellocq. Tampon ini dibuat dari
Sumber perdarahan dicari untuk membersih- kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan
diameter 3 cm. Pada tampon ini terikat 3 utas
kan hidung dari darah dan bekuan darah dengan benang, 2 buah di satu sisi dan sebuah di sisi
bantuan alat pengisap. Kemudian pasang berlawanan.
Untuk memasang tampon posterior pada
tampon sementara yaitu kapas yang telah di-
basahi dengan adrenalin 1/5000-1/10.000 dan perdarahan safu sisi, digunakan bantuan kateter
pantocain atau lidocain 2o/o dimasukkan ke
dalam rongga hidung untuk menghentikan per- karet yang dimasukkan dari lubang hidung
sampai tampak di orofaring, lalu ditarik keluar
darahanan mengurangi rasa nyeri pada saat dari mulut. Pada ujung kateter ini diikatkan 2
dilakukan tindakan selanjutnya. Tampon itu
benang tampon Bellocq tadi, kemudian kateter
dibiarkan selama 10-15 menit. Setelah terjadi ditarik kembali melalui hidung sampai benang
vasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu didorong
perdarahan berasal dari bagian anterior atau dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat meliwati
posterior hidung. palatum mole masuk ke nasofaring. Bila masih
ada perdarahan, maka dapat ditambah tampon
Meng hentikan perdaraha n anterior ke dalam kavum nasi. Kedua benang
yang keluar dari hidung diikat pada sebuah
Perdarahan anterior
gulungan kain kasa di depan nares anterior,
Perdarahan anterior seringkali berasal dari
supaya tampon yang terletak di nasofaring tetap
pleksus Kisselbach di septum bagian depan.
di tempatnya. Benang lain yang keluar dari
Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, per-
darahan anterior, terutama pada anak, dapat mulut diikatkan secara longgar pada pipi pasien.
dicoba dihentikan dengan menekan hidung dari
luar selama 10-15 menit, seringkali berhasil.
158
Gambar 'l. Gambar 2. Kaustik pleksus Kisselbach
Cara memangku anak untuk
pemeriksaan hidung
Gambar 3. Tampon anterlor * Sering perlu juga dipasang tampon anterior
untuk menekan dari depan
Gambar 4. Tampon posterlor
159
Gunanya ialah untuk menarik ta4pon'keluar akibat mengalirnya darah'- secara retrograd
melalui mulut setelah 2-3 hari. Hati-hati men- melalui duktus nasolakrimalis.
cabut tampon . karena dapat menyebabkan
Pemasangan tampon posterior (tampon
laserasi mukosa.
Belloq) dapat menyebabkan laserasi palatum
Bila perdarahan berat dari kedua sisi, mole atau sudut bibir, jika benang yang keluar
dari mulut terlalu ketat dilekatkan pada pipi.
misalnya pada kasus angiofibroma, digunakan Kateter balon atau tampon balon tidak boleh
dipompa terlalu keras karena dapat menye-
bantuan dua kateter masing-masing melalui
babkan nekrosis mukosa hidung atau septum.
kavum nasi kanan dan kiri, dan tampon posterior
terpasang di tengah{engah nasofaring. MENCEGAH PERDARAHAN BERULANG
Sebagai pengganti tampon Bellocq, dapat Setelah perdarahan untuk sementara dapat
digunakan kateter Folley dengan balon. Akhir- diatasi dengan pemasangan tampon, selanjut-
akhir ini juga banyak tersedia tampon buatan nya perlu dicari penyebabnya. Perlu dilakukan
pabrik dengan balon yang khusus untuk hidung pemeriksaan laboratorium darah lengkap, peme-
atau tampon dari bahan gel hemostatik.
riksaan fungsi hepar dan ginjal, gula darah,
Dengan semakin meningkatnya pemakaian hemostasis. Pemeriksaan foto polos atau CT
scan sinus bila djcurigai ada sinusitis. Konsul
endoskop, akhir-akhir ini juga dikembangkan ke Penyakit Dalam atau Kesehatan Anak bila
teknik kauterisasi atau ligasi a.sfenopalatina
dicurigai ada kelainan sistemik.
dengan panduan endoskop.
Daftar Pustaka
KOMPLIKASI DAN PENCEGAHANNYA
1. Nuty W Nizar, Endang Mangunkusumo Epistaksis
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat Dalam Soepardi EA, lskandar H (Ed). Buku Ajar
dari epistaksisnya sendiri atau sebagai akibat 2.
dari usaha penanggulangan epistaksis. 3 llmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
- 4. Leher. Edisi ke-5. Jakarta. Fakultas Kedokteran
Akibat perdarahan yang hebat dapat ter- ,
5. Universitas lndonesia.2001 hal 125-9
jadi aspirasi darah ke dalam saluran napas 6.
Lund VJ. Anatomy of the Nose and Paranasal
bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia
dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah secara Sinuses. ln: Gleeson (Ed) Scott Brorvn's O{olaryngology.
mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia,
iskemia serebri, insufisiensi koroner sampai Sinh ed. London: Buttenivorth, 1997: p 11511-30
infark miokard sehingga dapat menyebabkan Wartkinson JC. Epistaxis. ln: Mackay lS, Bull TR
kematian. Dalam hal ini pemberian infus atau (Eds). Scott Brown's Otolaryngology. Sixth ed.
tranfusi darah harus dilakukan secepatnya.
London: Butterworlh, 1 997: p.4/1 8/'l -1 9
Akibat pembuluh darah yang terbuka
Hall and Colman. Epistaksis ln: Burton M (ed).
dapat terjadi infeksi, sehingga perlu diberikan
antibiotik. Hall and Colman's Diseases of the Ear, Nose and
Throat. Edinburg, London: Churchill Livingstone,
Pemasangan tampon dapat menyebab- 2O0O:9 119-22
kan rino-sinusitis, otitis media, septikemia atau
toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus Santos PM, Lepore ML. Epistaxis. ln: Balley's
selalu diberikan antibiotik pada setiap pema-
sangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari Head & Neck Surgery - Otolaryngology vol l. 3'd
tampon harus dicabut. Bila perdarahan masih
berlanjut dipasang tampon baru. ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins,
Selain itu dapat terjadi hemotimpanum 2001: p.415-28
sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba Probst R, Grevers G, lro H. Nosebleed (Epistaxis).
Eustachius, dan airmata berdarah (bloody tears),
ln: Probst R, Grevers G, lro H (eds). Basic
Otorhinolaryngology: a step by step learning guide.
Stuttgart, New York: Thieme, 2004: p.32-5
160
GANGGUAN PENGHIDU
Endang Mangunkusumo
lndera penghidu yang merupakan fungsi Anosmia, dapat timbul akibat trauma di
nervus olfaktorius, sangat erat hubungannya daerah frohtal atau oksipital. Selain itu anosmia
dengan indera pengecap yang dilakukan oleh dapat juga terjadi setelah infeksi oleh virus,
nervus trigeminus, karena seringkali kedua tumor seperti osteoma, atau meningioma dan
sensoris ini bekerja bersama-sama. Stimulus- akibat proses degenerasi pada orang tua.
nya juga sama-sama berupa rangsang kimiawi,
bukan rangsang fisika seperti pada penglihatan Parosmia, terutama disebabkan karena
dan pendengaran. Reseptor organ penghidu trauma.
terdapat di regio olfaktorius di hidung bagian Kakosmia, dapat timbul pada epilepsi
unsinatus, lobus temporalis. Mungkin juga
sepertiga atas. Serabut saraf olfaktorius ber- terdapat pada kelainan psikologfik, seperti
jalan melalui lubang-lubang pada lamina kribro-
sa os etmoid menuju ke bulbus olfaktorius di rendah diri, atau kelainan psikiatrik depresi dan
dasar fosa kranii anterior. psikosis.
Partikel bau dapat mencapai reseptor Pemeriksaan
penghidu bila menarik napas dengan kuat atau Pada anamnesis perlu ditanyakan' lama
partikel tersebut larut dalam lendir yang selalu keluhan, apakah dirasakan terus-menerus atau
ada di permukaan mukosa daerah olfaktorius. hilang timbul dan apakah unilateral.
Gangguan penghidu akan terjadi bila ada yang
menghalangi sampainya partikel bau ke reseptor Pada parosmia atau kakosmia perlu lebih
dijelaskan baunya yang bagaimana. Adakah
saraf atau ada kelainan pada n. olfaktorius, penyakit atau trauma yang diderita sebelumnya
dan adakah pemakaian obat-obatan sebelum-
mulai dari reseptor sampai pusat olfaktorius.
nya, dan macam obat serta lama pemakai-
MACAM-MACAM KELAINAN PENG-
HIDU annya.
Selain itu perlu diketahui apakah ada ke-
Disebut hiposmia bila daya penghidu ber-
lainan sensoris lain seperti pengecap dan
kurang; anosmia bila daya penghidu hilang;
parosmia bila sensasi penghidu berubah dan penglihatan.
kakosmia bila ada halusinasi bau. Pemeriksaan fisik
Etiologi Pemeriksaan rinoskopi anterior dan pos-
terior untuk melihat apakah ada kelainan anatomik
Hiposmia dapat disebabkan oleh obstruksi
hidung, seperti pada rinitis alergi, rinitis vaso- yang menyebabkan sumbatan hidung, pe-
motor, rinitis atrofi, hipertrofi konka, deviasi
septum, polip, tumor. Dapat juga terjadi pada rubahan mukosa hidung, tanda-tanda infeksi
beberapa penyakit sistemis,,rnisalnya diabetes, dan adanya tumor.
gagal ginjal dan gagal hati serta pada pema-
kaian obat seperti antihistamin, dekongestan, Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan
antibiotika, antimetabolit, anti peradangan dan
antitiroid. penghidu sederhana
Pasien dicoba untuk mengniOu aifonot,
kopi, minyak wangi dan skatol (faeses = tinja).
Setelah itu pasien dicoba untuk menghidu
161
amoniak. Amoniak akan merangsang n. trige- kadang-kadang sensasi bau ini timbul secara
minus, bukan n. olfaktorius. spontan. Kelainan penghidu ini mungkin dapat
sembuh, yang akan terjadi dalam beberapa
Pemeriksaan foto sinus paranasal.
minggu setelah trauma. Bila setelah 3 bulan
Pemeriksaan laboratorium: gula darah,
tidak membaik, berarti prognosis buruk.
pemeriksaan reduksi urin dll. Tumor infakranial yang nenekan n. olfal<brius
lnterpretasi dan ti ndakan sel anj utnya mula-mula akan menaikkan ambang penghidu
Hiposmia yang hilang-timbul dan ber- dan mungkin akan menimbulkan masa kelelahan
penghidu yang makin lama makin memanjang.
variasi derajatnya dapat disebabkan oleh rinitis
vasomotor, rinitis alergi atau sinusitis. Keluhan Osteomata atau meningioma di dasar tengkorak
ini dapat hilang bila penyebabnya diobati. Pasien atau sinus paranasal dapat menimbulkan anosmia
rinitis alergi sering mengeluh tidak dapat men- unilateral. .Tumor lobus frontal selain menye-
cium beberapa macam bau tertentu ("ada zona babkan gangguan penghidu sering juga disertai
anosmik) sedangkan bau-bauan yang lain normal. dengan gejala lain, yaitu gangguan penglihatan,
"Zona anosmik" juga mungkin terdapat pada sakit kepala dan kadang-kadang kejang lokal.
orang normal, yang diturunkan secara genetik Epilepsi lobus temporal dapat didahului
(mungkin dapat disamakan dengan buta wama). oleh aura penghidu. Seringkali halusinasi bau
Polip nasi, tumor hidung, rinitis kronis spesifik yang timbul adalah bau busuk atau bau sesuatu
yang terbakar, jarang yang bau wangi. Gejala
(rinitis atrofi, sifilis, lepra, skleroma, tuberkulosis) initidak menetap.
menyebabkan hiposmia sebagai akibat sumbatan,
yang akan hilang bila penyakitnya diobati. Kelainan psikologik seperti rendah diri
Rinitis medikamentosa akibat pemakaian mungkin menyebabkan merasa bau badan atau
obat tetes hidung menyebabkan hiposmia atau
anosmia, yang akan sembuh bila pemakaian bau napas sendiri. Pasien setelah diperiksa,
obat-obatan penyebabnya dihentikan. bila temyata tak ada kelainan perlu diyakinkan
dan dihilangkan gangguan psikologiknya. Ke-
Kerusakan n. olfaktorius akibat infeksi virus lainan psikiatrik seperti depresi, skizofren atau
menyebabkan anosmia, atau sensasi penghidu demensia senilis dapat menimbulkan halusinasi
bau. Kasus demikian perlu dirujuk ke seorang
yang samar-samar dan tidak ada bedanya
psikiater.
untuk semua rangsang bau-bauan. Prognosis-
nya buruk, karena tak dapat diobati. Kadang-kadang ada keluhan hilangnya
penghidu pada pasien histeria atau berpura-
Tumor nervus olfaktorius bentuknya mirip
polip nasi. Diagnosis pasti berdasarkan pemerik- pura (malingeing) pasca-operasi hidung atau
trauma. Bila diperiksa biasanya mereka me-
saan histologik dan terapinya dengan pembe-
ngatakan tidak dapat mendeteksi amoniak
dahan.
(deteksi amoniak oleh n. trigeminus, bukan n.
Faktor usia lanjut dapat menyebabkan olfaktorius).
berkurang atau hilangnya daya penghidu, ter- Daftar pustaka
utama tidak mampu menghidu zat yang ber-
bentuk gas. Bahayanya bagi orang tua yang 1. Patten lP. Clinical Neuroanatomy. ln: Gleeson
(Ed). Scott-Browns's Otolaryngology. Sixth ed.
hidup sendiri, tidak dapat mengetahui ada London : Butlerworth, 1997 : p.1 I 1 61 1 -28
kebakaran atau kecelakaan karena gas bocor. 2. Liston SL. Olfactory disorders. ln : Holt GR, Maffox
Kelainan ini tidak dapat diobati.
DE, Gates GA (Eds). Decbbn Making in Otdaryngology.
Trauma kepala ringan atau berat dapat
menimbulkan anosmia. Trauma dapat menge- Philadelphia Toronto BC. Decker lnc. 1984:9.2U29
nai daerah frontal atau oksipital. Pasca-trauma
dapat juga terjadi parosmia, penciuman bau 3. Mooe-Gillon \A. Abnormalities of Smell. ln: 'Mackay
sangat berbeda dengan yang seharusnya dan
biasanya tercium bau yang tidak enak dan lS, Bull TR (Eds). Scotl-Browns's Otolaryngology.
Sixth ed. London: Butterworlh, 1997: p.4/5/1-8
162
BAB VII
TUMOR TELINGA HIDUNG TENGGOROK
KEGANASAN DI BIDANG TELINGA HIDUNG
TENGGOROK
Masrin Munir
TUMOR GANAS kepala telah meninggal dunia. Secara ke-
National Cancer lnstitute di Amerika Serikat, seluruhan, angka rata-rata bertahan hidup 5
melaporkan, bahwa pada tahun '1991 terdapat tahun untuk tumor ganas leher dan kepala
6 juta penderita tumor ganas. Dari seluruh berkisar sebanyak 50-60% Untuk tumor primer
tumor ganas tersebut, insidens karsinoma sel saja dan bertahan hidup 5 tahun sebanyak
basal dan karsinoma sel skuamosa ialah 30o/o pada penderita tumor primer yang ber-
metastasis. Laporan makin bertambahnya jum-
sebanyak 600.000 penderita. Tercatat pula
jumlah penderita tumor ganas leher dan kepala lah penderita tumor ganas di bidang telinga
sebanyak 78.000 orang lebih dari 75o/o adalah
hidung dan tenggorok, akan menambah tan-
karsinoma sel skuamcisa.
Dari seluruh penderita tumor ganas yang tangan bagi dokter spesialis telinga hidung
tercatat pada tahun 1991"tersebut, 10% pen- dan tenggorok serta pata dokter spesialis
derita meninggal dunia dalam tahun pertama,
lainnya untuk menanganinya. Dari penelitian
di antaranya 3-4o/o adalah penderita dengan yang pernah dilakukan, keganasan di bidang
telinga hidung dan tenggorok ini sangat erat
'keganasan pada leher-kepala.
Pada awal Januari 1997 dilaporkan bahwa hubungannya dengan penderita dengan sosio-
kira-kira 33% penderita tumor ganas leher dan ekonomi yang rendah, malnutrisi, penderita-
penderita perokok berat dan penrinum
alkohol.
163
Lokasi tumor ganas dilakukan dengan bantuan biopsi jarum halus
(FNAB), angiograms, ultrasonografi , pemeriksaan
Perokok berat, dan peminum alkohol, mem- radiologi seperti magnetic resonance imaging
(MRl), computeized tomography (CT), nuclear
punyai risiko timbulnya karsinoma sel skuamosa
scans, rontgenogram dan angiogram.
pada rongga mulut, faring dan laring. Juga
tercatat bahwa pada penderita yang mengu- Klasifikasi tumor ganas
nyah tembakau seperti yang terdapat di lndia,
Klasifikasi tumor ganas leher dan kepala
sangat mungkin menderita tumor ganas rongga
pertama kali disampaikan oleh Pierre Denoy
mulut. Sinar matahari sangat mempengaruhi
risiko timbulnya kanker tiroid dan kelenjar liur. dari Perancis tahun 1943. Tahun 1953, ter-
Penderita yang bekerja dan memanfaatkan
kulit binatang, krom dan bekerja di pabrik nikel dapat kesepakatan untuk pedama kalinya pada
sangat mungkin menderita kanker hidung dari lnternational Congress of Radiology tentang
sinus paranasal. Dua per tiga dari seluruh perluasan tumor, dalam sistem TNM dan di-
tumor ganas leher dan kepala, terdapat pada setujui sebagai sistem dari Union lnternational
rongga mulut dan laring. Distribusi keganasan Centre le Cancer (UICC), sehingga pada tahun
di bidang telinga hidung tenggorok terdapat 1954, terbentuklah TNM Committee untuk
kira-kira 42%o lumor ganas rongga mulut, 25% pertama kalinya. Pada tahun 1968 dikeluarkan
laring, 15% orofaring dan hipofaring, 7% buku s'lalkbuahteanstaa.nSgelsainsjtuetmnyaTdNitMerbditakarinUeIdCisCi
kelenjar liur besar, 4% nasofaring, 4% hidung dalam
dan sinus paranasal dan 3% tiroid, dan jaringan
ke ll tahun 1974 dan edisi ke lll tahun 1978.
ikat lainnya. Karsinoma sel skuamosa ini dapat
Edisi ke lll ini direvisi lagi pada tahun 1982 dan
berdiferensiasi buruk, sedang dan baik.
setelah beberapa kali revisi diterbitkan buku
Sehubungan dengan terdapatnya tumor
tentang TNM UICC edisi ke lV tahun 1987,
primer pada organ telinga hidung dan tenggorok,
yang dipakai sampai terdapatnya perbaikan
tumor primer ini akan memberikan gejala-
lagi pada tahun 1992.
gejala pada tempat tersebut seperti odinofagia,
Sistem TNM UICC ini banyak dipakai di-
disfagia, trismus, fetor ex ore, gangguan bentuk
seluruh dunia. Di samping itu di Amerika sendiri
muka, neuropatia, sumbatan hidung, mimisan,
gejala aspirasi, sumbatan jalan napas, kerusakan diterima suatu sistem TNM lain yang disebut
pada mukosa dan kulit, perdarahan serta The American Joint Committee on Cancer (AJCC)
pembesaran kelenjar di daerah leher dan yang dikeluarkan pertama kali pada tahun 1959.
sekitamya. Tumor ganas di bidang telinga hidung Kemudian diadakan perbaikan tahun 1977 dan
tenggorok ini di samping memberikan pen- dicetak tahun 1978 dengan edisi berikutnya
jalaran atau infiltrasi ke jaringan sehat di
tahun 1983 dan terakhir adalah klasifikasi TNM
sekitar tumor primer, juga memberikan penye-
baran pada kelenjar-kelenjar limfa yang ter- AJCC 1988. TNM committee dad UICC dan
dapat pada leher dan sekitarnya. AJCC dipakai di seluruh dunia bersama-sama
Tumor ganas tersebut juga dapat ber- dengan sedikit perbedaan disana-sini. Sistem
metastasis jauh seperti ke paru, hati, tulang,
otak, traktus gastrointestinal. Sehingga dapat TNM ini dipakai untuk mengklasifikasi tumor
dikatakan di samping adanya tumor primer, ganas sebelum dilakukan terapi. Sistem TNM
lmenujnagr kleinhesrajdaa.ntemrdeatpaasttasmisetjaasutha.siUs nptuakdamekne-- ini ditujukan untuk mengetahui perluasan tumor
deteksi tumor primer, penjalaran pada kelenjar
limfa leher atau metastasis jauh, diperlukan secara anatomi dengan pengertian :
pemeriksaan khusus lainnya di samping pe- T - perluasan dari tumor primer
meriksaan dengan mata biasa dan palpasi. -N status terdapatnya kelenjar limfa regional
Pemeriksaan penunjang lain tersebut dapat -M ada atau tidak adanya metastasis jauh.
Klasifikasi UICC dan AJCC ini pada umtrmnya
sama untuk seluruh keganasan, kecuali untuk
tumor ganas kelenjar liur dan tiroid. Klasifikasi
stadium terdapat sedikit kelemahan bagi tumor
164
ganas asalnya, misalnya perluasan tumor ganas Tabel 3. Stadlum Tumor Ganas Leher dan Kepala
dari rongga mulut ke orofaring atau sebaliknya, (UICC & AICC) Kecuall Tumor Kelenjar
juga tumor ganas laring yang meluas ke hipo- Llur dan Tirold
faring atau sebaliknya. Stadium I T1 NO MO
Stadium ll
Klasifikasi Klinis Sistem TNM Stadium llI T2 NO MO
Stadium lV T3 NO MO
Tabel 1. Klasifikasl Kllnis TNM Tl atau T2 alau T3 N1 M0
T4 N0 atau N'l M0
tiap T N2 aiau N3 M0
tiapTtiapNMl
T (tumor prlmer) Tumor primer tidak dapat ditemukan AlirCn Limfatik Leher
TX Tidak ada tumor primer
Karsinoma in situ Kelenjar limfa yang terdapat di daerah
TO Besamya tumor primer
Tis leher dibagi dalam beberapa lokasi (region)
Tl, T2, T3, T4 sepertiyang disampaikan oleh Memorial Sloam-
M (kelenjar limfa reglonal) Kattering Cancer Centre. Region I adalah daerah
NX Tidak dapat ditemukan kelenjar yang mempunyai kelenjar limfa di daerah
limfa regional submental dan segitiga submandibula. Region
N0 Tidak ada metastasis kelenjar limfa ll, lll dan lV adalah daerah yang mempunyai
N1, N2, N3 regional kelenjar limfa sepanjang vena jugularis intema.
Besamya kelenjar limfa regional
Kelenjar tersebut terdapat di dalam jaringan
M (metastasisJauh)
fibroadifosa dan terletak di sebelah medial dari
MX Tidak ditemukan metastasis jauh
muskulus stemokleidomastoideus. Daerah ini
M0 Tidak ada metastasis jauh dibagi dua yaitu region ll yang tedetak pada 113
atas dan berisi jugularis bagian atas, kelenjar
Ml Terdapat metastasis jauh
jugularis digastrifus dan kelenjar servikal
Tabel 2. Klaslfikasl Kelenjar Llmfa Reglonal (UICG)
bagian posterior atas yang dekat kepada saraf
NX Kelenjar limfa regional tidak ditemukan spinal assesorius. Region lll dan lV dipisahkan
NO setinggi muskulus omohiodeus yang berjalan
N1 Tidak ada metastasis kelenjar limfa regional melintang dari vena jugularis intema. Region lV
N2 ini berisi kelenjar limfa jugularis bagian bawah,
Metastasis pada safu sisi, furqgal, ukuran 3 crn
N2a atau kurang skalenus dan kelenjar supraklavikula dan
terletak lebih dalam. Region V berisi kelenjar
N3 Metastasis pada satu sisi, tunggal, ukuran
lebih dari 3 cm, kurang dari 6 crn atiau multipel, yang terdapat pada segitiga servikal bagian
pada satu sisj dan tidak lebih dari 6 crn atau
belakang.
bilateral/konlralaieraljuga tidak lebih dari 6 crn
Terdapatnya kelenjar limfa leher pada
Metastasis pada satu sisi, tunggal, lebih dari kelima regional tersebut sangat penting untuk
3 crn dan tidak lebih dari 6 crn menentukan stadium dan prognosis penyakit
Metastasis pada satu sisi, multipel tidak lebih serta memtiantu dalam tindakan terapi operasi
dari 6 crn yang dilakukan pada disseksi leher. Kelima
Metastasis bilateral/kontraleteral, tidak lebih region ini adalah tempat penjalaran tumor
dari 6 cm primer di daerah telinga hidung dan tenggorok.
Dengan terdapatnya pembesaran kelenjar
Metastasis, ukuran lebih dari 6 cm
leher tersebut mengharuskan pa.a dokter
melakukan tindakan operasi pengangkatan
tumor leher tersebut. Aliran limfa yang berasal
dari tumor primer akan bermuara pada duktus
torasikus yang terletak di sebelah kanan dan
belakang dari arteri karotis kommunis kiri. Dari
165
sini bercabang ke atas, ke depan dan ke lateral Tindakan pengangkatan kelenjar leher saja
didekat vena jugularis intema dan vena jugularis disebut "diseksi leher elektif'. Tindakan diseksi
interna dan vena subklavia. Dengan terdapat-
leher yang mengangkat kelenjar limfa leher
nya kelenjar-kelenjar limfa di daerah servikal yang berdekatan dengan tumor primer disebut
tersebut, maka penderita yang masih dapat tindakan "diseksi leher selektif'. Tindakan
"diseksi leher yang diperluas" ialah tindakan
dilakukan tindakan operasi dilakukan tindakan diseksi leher radikal yang dilanjutkan dengan
disseksi leher yang bersifat 1) Komprehensif,
2)Selektif, dan 3) Dipeduas (extended). pengangkatan kelenjar-kelenjar limfa retrofanng,
paratrakea atau pretrakea.
Disseksi leher
Di samping tindakan operasi untuk pe-
Disseksi leher komprehensif ialah meng-
nanggulangan keganasan di bidang telinga
angkat kelenjar limfa regional (l s/d V) pada
hidung dan tenggorok, dapat diberikan juga
satu sisi. Disseksi leher radikal ini membuang modalitas lain seperti penyinaran dan pema-
muskulus stemokleidomastoideus, vena jugularis kaian obat-obat anti kanker (chemoterapy).
Pemberian penyinaran sesudah operasi yang
intema dan nervus spinalis assesorius. Sedang-
kan modifikasi dari disseksi leher radikal ber- sering dilakukan, disebut juga terapi pe-
usaha mempertahankan (tidak membuang) nyinaran 'ajuvan". Terapi penyinaran sebelum
saraf spinal assesorius (tipe l), mempertahan- operasi disebut penyinaran "neoajuvan". Obat-
obat anti kanker dapat diberikan bersamaan
kan vena jugularis intema dan nervus assesorius dengan penyinaran atau operasi. Pemberian
spinalis (tipe ll) dan mempertahankan ketiga obat anti kanker sebelum penyinaran atau
organ muskulus sternokleidomastoideus, vena operasi disebut 'neoajuvan kemoterapi". Pem-
jugularis interna dan nervus spinalis assesorius berian obatobat anti kanker sesudah operasi
(tipe lll). atau penyinaran disebut "ajuvan kemoterapi".
Disseksi leher radikal ini pertama kali Sejarah diagnostik pada keganasan telinga
dilakukan oleh Crite tahun 1906. Dengan hidung tenggorok
mengerjakan tindakan disseksi leher tersebut, Sebelum abad ke-18, sulit ditemukan pen-
diharapkan dapat membuang sel$el tumor derita tumor ganas di bidang telinga hidung
tenggorok, kepala dan leher yang berumur
yang bermetastasis sehingga prognosis men-
jadi lebih baik. Tindakan disseksi leher ini tidak lebih dari 50 tahun. Hal ini mungkin disebabkan
dikerjakan kalau sudah terdapat metastasis terbatasnya sarana diagnostik dan terapi tumor
ganas pada saat itu. Menjelang abad ke-19,
jauh. Pada akhir-akhir ini pakar-pakar, ilmu
berkembang sarana penunjang yang dapat
penyakit telinga hidung dan tenggorok lebih digunakan untuk mendiagnosis adanya tumor
memperhatikan akan kemungkinan sudah ada-
nya metastasis pada leher yang tidak dapat ganas di bidang telinga hidung tenggorok.
Kelainan pada tenggorok, merupakan hal
diraba (stadium tumor menurut UICC dan AJCC).
yang menarik bagi para pakar untuk menge-
Dengan tidak terabanya kelenjar pada tahui penyebabnya. Benjamin Babington pada
leher, tidak berarti bahwa tumor primemya trahun 1 892, melaporkan penggunaan glotti scope,
tidak memberikan metastasis pada leher. yaitu suatu alat dengan cermin tunggal yang
Sehingga kemungkinan adanya metastasis mengkonsentrasikan cahaya pada suatu benda
untuk melihat keadaan pita suara. Pada tahun
pada leher tersebut tidak terdeteksi, dan tidak 1855, Manuel Garcia seseorang kelahiran
dilakukan operasi disseksi leher. Spanyol dan instruktur seni suara, menyam-
Untuk itu dilakukan penelitian lanjut ten- paikan dalam kertas kerjanya pada Royal
tang kemungkinan sudah terdapatnya metastasis Society of England tentang manfaat instrumen
pada leher dengan menggunakan pemeriksaan
yang dia pakai untuk memeriksa laringnya
radiologis yang lebih canggih. Pemeriksaan
tersebut ialah pemeriksaan dengan CT dan sendiri.
MRl. Jikalau pada palpasi tidak teraba kelenjar
pada leher, sedangkan pada CT atau MRI
terdeteksi adanya ke-lenjar maka dilakukan tin-
dakan pengangkatan dari kelenjar tersebut saja.
166
, Tahun 1896 tun{or ganas laring dianggap Pengangkatan tumor ganas hipofaring dan
sebagai suatu penyakit yang mematikan, karena esofagus bagian servikal, dilakukan pertama
menyumbat saluran napas. Para; pakar ke-
kali oleh Czemy tahun 1877. Pengangkatan ini
dokteran pada waktu itu melakukan operasi menimbulkan cacat yang harus ditutup atau
trakeostomi untuk membuat jalan pintas per-
disambung sehingga harus dipikirkan tindakan
napasan pada penderita tumor ganas laring.
rekonstruksi sesudah operasi tersebut. Bakamijian
Chevalier Jackson sangat berperan dalam
pengembangan alat endoskop di bidang THT. melakukan tindakan rekonstruksi hipofaring
Beliau menggunakan suatu scope berbentuk
pipa yang mempunyai lampu pada ujungnya, dengan menggunakan jabir deftopektoral. Sedang-
sehingga mempermudah melihat kelainan pada kan Ong melakukan pemindahan sebagian
saluran napas dan saluran cerna bagian atas. lambung ke leher melalui mediastinum dengan
Brunnings dan Yankauer merupakan orang teknik gastric pull-up. Tindakan ini dilakukan
pertama yang melakukan pemeriksaan endo-
laring dengan menggunakan teleskop. Pada dalam satu tahap operasi.
tahun 1959 Albrecht dari Jerman Timur dan
Pada pembesaran kelenjar limfa leher
K/elnsasser dari Austria memperkenalkan sebagai metastasis suatu keganasan dari
telinga, hidung atau tenggorok, dilakukan
suspension laringoscope. Zeiss menciptakan diseksi leher radikal yang pertama kali oleh
mikroskop yang dapat digunakan bersama George Crile dari Cleveland pada tahun 1906.
dengan laringoskop suspensi tadi pada tahun George Crile menulis tentang reseksi en bloc
dari seluruh jaringan limfa yang terdapat pada
1962 sehingga tindakan operasi laring secara
leher.
mikroskopik mulai dapat dilakukan.
Tindakan bedah terhadap suatu keganasan
Sejarah tindakan bedah pada keganasan
telinga hidung tenggorok ini sudah dirintis mulai awal abad ke-20 di
Operasi tumor ganas hidung dan sinus Amerika Serikat, dan pertengahan abad ke-20
paranasalpertama kali dilakukan oleh Gensou/ di Eropa.
di Lyons Perancis tahun 1827, dengan me- Sejak ditemukannya sinar X dan radium
lakukan diseksi maksila dan tulang-tulang di pada akhir abad ke-19, maka kedua macam
penyinaran ini sangat banyak digunakan untuk
sekitarnya. Kemudian tindakan operasi ini penanggulangan tumor ganas di daerah telinga,
hidung tenggorok, kepala dan leher serta di
diperkenalkan juga oleh Syme dan Lizars dari
tempat-tempat lainnya.
Edinburgh tahun 1829.
Dengan berkembangnya teknologi di
llndakan operasi laringedomi total, pertama bidang kedokteran antara tahun 1920-1950,
penanggulangan tumor ganas di bidang THT
kali dilakukan pada tanggal 31 Desember 1873 berangsur-angsur bergeser dari terapi radiasi
ke terapi operasi. Bersamaan dengan ke-
di sebuah klinik di Vienna oleh Billroth pada
majuan tindakan operasi di bidang THT,
seorang laki-laki berumur 39 tahun dengan
berkembang pula teknik anastesia endotrakeal.
.tumor pada pita suara. kemudian, yaitu pada Pada saat ini manfaat penggunaan antibiotika
dan transfusi angka kejadian tumor ganas ini
Sepuluh tahun meningkat. Dari712 kasus tumor ganas telinga
tahun 1883, So/is Cohen dari Philadelphia hidung tenggorok di Bagian THT FKUI-RSCM
selama periode 1988-1992, kasus terbanyak
melaporkan telah melakukan laringektomi total adalah di nasofaring 511 (71,7%) penderita,
pada 65 penderita, tetapi sayangnya sepertiga diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal
'dari jumlah pasien tersebut meninggal satu 72 (10,1%) pqnderita, laring 71 (10,0%) pen-
derita, telinga 15 (2,1%) penderita, orofaring-
bulan sesudah operasi. tonsil 12 ('1,7o/o) penderita, esofagus-bronkus
Pengangkatan tumor rongga mulut yang 1O (1,4%) penderita, rongga mulut 9 (1,3%)
masih kecil dilakukan secara intra oral, tetapi penderita dan sisanya 12 (1,7o/o) penderita di
pada tumor yang besar dan sulit, perlu di- tempat lain. (Gambar 1)
lakukan pendekatan secara ekstra oral yaitu
dengan mid-line mandibulotomi, yang diper-
kenalkan oleh Roux yang kemudian disempuma-
kan oleh Langenbech tahun 1875.
167
Penderlte tumor genat ne3of.llng
Pendbrlta tumor ganar hldungl
Penderita tumor ganas sinur yang mdluag
168
Tumor ganas rongga mulut
Tumor laring
Fosa Rosenmuller dan torus tubarius
bebas massa tumor
169
Tumor ganas nasofaring sendiri, menurut Ras Mongoloid merupakan kelompok ter-
data dari Departemen Patologi Anatomi FKUI banyak yang menderita tumor ganas nasofaring.
tahun 1990, menduduki urutan ke empat dari
15 jenis tumor ganas terbanyak di lndonesia, se- lnsiden yang cukup tinggi didapatkan pada
telah tumor ganas leher rahim, payudara dan kulit. penduduk Cina bagian Selatan, Hongkong,
Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan
Nasofaring lndonesia. Namun demikian, tumor ganas
Prevalensi tumor ganas nasofaring di nasofaring juga ditemukan pada ras non-
lndonesia cukup tinggi, yaitu 4,7 per 100.000
penduduk. Sebagian besar datang berobat Mongoloid seperti penduduk Yunani, Tunisia,
dalam stadium lanjut, sehingga hasil pe- Aljazai dan Eskimo.
ngobatan dan prognosis menjadi buruk. Hidung dan sinus paranasal
Antara tahun 1950-1960, para ahli merasa
Data dari Departemen llmu Penyakit THT-
yakin bahwa p.engobatan suatu keganasan FKUI/RSCM menunjukkan bahwa tumor ganas
menjadi lebih baik bila dibedkan terapi kom-
binasi, yaitu terapi bedah yang dilanjutkan hidung dan sinus paranasal berada pada
dengan radiasi. Pada waktu itu juga penge-
tahuan tentang operasi rekonstruksi berkem- peringkat kedua, sesudah tumor ganas naso-
faring. Etiologi tumor ganas ini belum diketahui
bang dengan baik. Sejak tiga dekade terakhir, secara pasti. Diagnosis sering terlambat karena
tanda dan gejala yang tidak khas, serta mirip
penanggulangan suatu keganasan lebih di- gejala inflamasi hidung lainnya, seperti rasa
utamakan dengan menggunakan berbagai tersumbat dan epistaksis. Berbagai pajanan
macam modalitas serta melakukan tindakan bahan-bahan industri dihubungkan dengan ter-
jadinya tumor pada daerah ini.
rehabilitasi sesudahnya.
Laring
Epidemiologi tumor ganas telinga hidung
Tumor laring yang terdapat pada pita
tenggorok suara kebanyakan adalah tumor ganas. Di
lndonesia tumor ganas laring mencapai lebih
Karsinoma sel skuamosa dapat timbul
dari satu persen dari semua keganasan. Selain
pada seluruh selaput lendir di daerah leher dan
kepala. lnsiden tertinggi keganasan ini terdapat rokok, faktor risiko lainnya adalah alkohol,
pajanan radiasi, pajanan industri, kekebalan
pada usia dekade 6 dan 7. Tumor ganas
tubuh dan kemungkinan faktor genetik.
rongga mulut termasuk sepuluh tumor ganas Gejala dini yang harus diwaspadai adalah
terbanyak yang ditemukan di bidang telinga, suara serak yang tidak sernbuh dengan
pengobatan konservatif selama tiga minggu
hidung dan tenggorok. Di negara berkembang, atau nyeri tenggorok ringan yang menetap.
tumor ganas rongga mulut menempati urutan Jika suara serak dan nyeri tenggorok ber-
ke-8 dari seluruh tumor ganas yang tercatat. Di
negara malu, rokok dan alkohol merupakan tambah disertai gangguan menelan, sesak
napas, pembesaran kelenjar getah bening dan
penyebab utama terjadinya tumor ganas batuk darah, sangat mungkin tumor ini sudah
rongga mulut, orofaring, hipofaring dan laring. dalam stadium lanjut.
Sedangkan di Asia kebiasaan mengunyah tem-
bakau rnenyebabkan terjadinya tumor ganas. Keganasan ini menempati urutan ketiga
Tumor ganas nasofaring mempunyai sifat setelah tumor ganas nasofaring dan tumor ganas
menyebar secara cepat ke kelenjar limfa leher
dan bermetastasis jauh yaitu ke organ-organ hidung dan sinus paranasal. Di Departemen
THT FKUI-RSCM Dr.l Cipto Mangunkusumo
seperti paru, hati dan tulang. Tumor ini
antara tahun 1980-1985 didapatkan 144 kasus
berhubungan erat dengan terdapatnya virus karsinoma laring dengan perbandingan antara
Epstein Ban (VEB), yang pertama kali ditemu- laki-laki dan perempuan sebanyak 7:1. lnsiden
karsinoma laring meningkat sesuai dengan
kan pada tahun 1966 oleh Old dkk.
170
meningkatnya usia, dengan rata-rata usia pen- an, sekitar tahun 80-an, sekitar tahun 70-an dan
derita antara 50-60 tahun.
sesudah tahun 80-an.
Perkembangan terapibedah pada ke-
ganasan telinga, hidung dan teng- Sebelum tahun 1960-an seluruh keganasan
gorok di Departemen TllT FKUIRSCM pada nasofaring, hidung serta sinus paranasal,
laring, rongga mulut, orofaring, hipofaring, te-
Sebelum tahun 1960 tumor-tumor ganas linga dan keganasan pada leher sebagai tumor
telinga hidung tenggorok umumnya diberikan
terapi penyinaran dengan Cobalt. Pada akhir primer atau metastasis hanya diberikan pe-
tahun 1960an, pertama kali dilakukan operasi
laringektomi oleh Prof.dr.Sigit Koesma untuk nyinaran.
tumor ganas laring. Beberapa waktu kemudian
diteruskan oleh Prof.dr. Masrin Munir, dr. Averdi Pada permulaan tahun 1960-an untuk
tumor ganas laring sudah dilakukan tindakan
Roezin serta dr. Aswapi, dr. Rusmayono, operasi laringektomi di Bagian THT FKUI-RSCM
dr. Bambang Hermanidan lain-lain. Jakarta.
Prof.Dr.dr. Purnaman S. Pandi memper- Selanjutnya pada awal tahun 1970-an
selain penyinaran untuk tumor ganas naso-
kenalkan pertama kali teknik operasi rinotomi- faring juga sudah mulai diberikan terapi sito-
lateral dan maksilektomi pada awal tahun 1980 statika. Untuk tumor ganas rongga mulut dan
untuk keganasan di rongga hidung dan sinus
orofaring sudah mulai dilakukan tindakan operasi
paranasal. Dr. N. Rifki melanjutkan operasi- yang selanjutnya ditambah dengan penyinaran.
Sedangkan tumor ganas hipofaring, hidung dan
operasi ini bersama-sama dr. Anida dan dr. Averdi
Roezin. sinus paranasal serta tumor telinga dan
Berbicara mengenai perkembangan terapi metastasis hanya diberikan penyinaran saja.
Pada awal tahun 1980-an tumor ganas
tumor ganas di Bagian THT RS Dr. Cipto
hidung dan sinus paranasal sudah mulai di-
Mangunkusumo, marilah kita melihat kilas balik
perkembangan terapi keganasan dengan mem- lakukan tindakan operasi dan rekonstruksi, dan
bagi menurut kurun waktu sebelum tahun 1960- dilanjutkan dengan' penyinaran. Begitu juga
untuk tumor ganas hipofaring serta tumor
ganas primer pada leher atau metastasis yang
dilakukan diseksi leher radikal.
Untuk tumor ganas telinga yang masih
operabel sudah mulai dilakukan tindakan operasi
pada akhir tahun 1990-an (Tabel 1).
Tabel 1. Perkembangan terapi keganasan di bidang THT-FKUI/RSCM
Lokasi tumor 1960s < 1 960s 1 970s 1 980s
Nasofaring Sinar Sinar Sinar saja
Sinar + sitostatika Sinar saja
..' Sinar : - sinar Sinar + sitostatika Sinar + sitostatika
Hidung + sinus
paranasal Sinar Sinar Operasi + sinar Operasi + sinar
Rongga mulut (+ rekonstruksi) (+ rekonstruksi)
Sinar Sinar Operasi + sinar
Orofaring (+ rekonstruksi) Operasi + sinar
Sinar Sinar (+ rekonstruksi)
Hipofaring Sinar
Sinar Operasi atau Operasi + sinar
Laring sinar saja Operasi + sinar (+ rekonstruksi)
Sinar Sinar Sinar sala
Telinga Sinar Sinar Operasi + sinar
Keganasan leher/ Sinar Sinar (+ rekonstruksi)
metastasis
Operasi + sinar
Sinar saja
Operasi + Sinar
Operasi
(RND, FND)
171
Terapi tumor ganas nasofaring Tabel 3. Tumor ganas hidung dan sinus paranasal
Penatalaksanaan tumor ganas nasofaring (1980s)
sebelum tahun 1970 hanya penyinaran saja,
Tumor NO MO N+ M0 N+ M+
baik untuk stadium I, ll, lll dan lV. Sejak awal primer
Sinar atau MP RND + MP + Sinar +
tahun 1970, terapi tumor ganas nasofaring ini T1 Sinar Sitostatika
MP + Sinar
di samping penyinaran juga diberikan kemo- r2 RND + MP + Sinar +
MT + Sinar Sinar Sitostatika
terapi (sitostatika). Sampai saat inr, kombinasi T3
penyinaran dan sitostatika masih menjadi terapi MT + Sinar RND + MT + Sinar +
pilihan. Bila terjadi residif dari tumor primer T4 (+Rekonstruksi) Sinar Sitostatika
atau metastasis pada leher maka terapinya
adalah penyinaran atau dilakukan diseksi leher. +RND + MT Sinar +
(Tabel2) Sinar Sitostatika
(+ Rekorsfuksi)
Tabel 2. Tumor ganas nasofaring (1970s) Ket : MP : Maksilektomi Partial
MT : Maksilektomi Total
RND: Radlcal Neck Dissection
Tumor NO MO N+ MO N+ M+
primer
Sinar + Sinar + Sinar + Terapi tumor ganas rongga mulut
T1 Sitostatika Sitostatika Sitostatika
T2 Terapi tumor ganas pada rongga mulut,
T3 (+ Supra
T4 sebelum tahun 1980 hanya dengan penyinaran
Omohioid RND) saja. Pada awal tahun 1980-an dimulai tin-
dakan operasi untuk penanggulangan tumor
:Residif T - Sinar lnterstitial (lmplant) (1980)
- Skull Base Surgery (2000) ganas rongga mulut. Munir dkk, sejak awal
1980 juga melakukan rekonstruksi pada cacat
ResidifN: -Sinar(Teleradiasi) (1970) (defect) yang timbul sebagai akibat operasi
. RND/FND dalam satu tahap operasi (one stage surgery)
(1 980) dengan membuat jabir regional (egional flap)
Terapi tumor ganas hidung dan sinus paranasa! atau jabir jauh (distant flap). Jabi jauh ini dibuat
dengan menggunakan jabir deltopektoral atau
Sebelum tahun 1980 untuk tumor ganas jabir pektoralis major miokutaneous.
hidung dan sinus paranasal hanya diberikan
Tabel 4. Tumor ganas rongga mulut (1980s)
terapi penyinaran. Mulai awal tahun 1980
Tumor N0 M0 N+ MO N+ M+
terapi tumor ganas hidung dan sinus paranasal
selain penyinaran juga diberikan terapi sitostatika. T,I Operasi saja / RND + Qps165; Sinar +
Pada awal tahun 1980 itu juga dimulai tindakan Sinar saja /+ Sinar
Sitostatika
operasi untuk penanggulangan tumor, baik T2 Operasi saja /
Sinar saja Sitostatika
pada stadium awal (maksilektomi parsial.= MP)
Operasi + Sinar RND + Operasi Sinar +
maupun pada stadium lanjut (maksilektomi (+ Sitostatika) /+ Sinar
total= MT). Sitostatika
T4 Operasi + Sinar
Pada tahun itu juga tindakan diseksi leher (+ Sitostatika) Sitostatika
radikal dilakukan pada tumor hidung dan sinus
RND + Operasi Sinar +
paranasal yang mempunyai metastasis ke /+ Sinar
Sitostatika
kelenjar limfa leher. Pada stadium lanjut, bila
Sitostatika
terdapat metastasis jauh dan pembesaran
(+ Rekorsfi.il<si)
limfa leher maka dilakukan.terapi kombinasi
RND + Operasi Sinar +
penyinaran dan sitostatika. /+ Sinar
Sitostatika
Sitostatika
(+ Rekonstrlsi)
172
Di samping tindakan operasi untuk tumor leher (sebagai metastasis) dilakukan tindakan
ganas rongga mulut ini diberikan juga terapi diseksi leher radikal.
penyinaran. Bila ada metastasis pada leher
Pada penderita dengan metastasis jauh
dilakukan tindakan diseksi leher radikal. Pada
tumor yang telah bermetastasis jauh hanya hanya diberikan terapi penyinaran dan sitostatika.
diberikan terapi penyinaran yang dikombinasi-
Penderita yang telah dilakukan laringektomi
kan dengan sitostatika. (Lihat Tabel 4) total akan kehilangan suara dan diperlukan
rehabilitasi suara. (Tabel 6)
Terapi tumor ganas orofaring dan hipofaring Tabel 6. Tumor ganas larlng (1960s)
Sejak tahun 1980 terapi tumor ganas Tumor N0 M0 N+ MO N+ M+
orofaring dan hipofaring telah berkembang "T1 Sinar
dengan baik. Selain terapi penyinaran juga RND + Sinar +
sudah dimulai terapi bedah dan jika diperlukan r2 Laringektomi Laringektorni Sitostatika
dilakukan tindakan rekonstruksi. saja / Sinar saja RND + Sinar +
Terapi bedah dilakukan terhadap tumor- Laringektomi Sitostatika
T3 Laringektomi +
tumor pada semua stadium yang belum mem- Sinar RND + Sinar +
Ladngektomi Sitostatika
punyai metastasis ke leher atau metastasis r4 Laringektomi +
jauh. Pada' tumor yang telah memb-erikan RND + Sinar +
Sinar Ladrgektomi Sitostatika
metastasis ke leher, sebelum tindakan operasi (+Rekd$Uci)
tumor primer dilakukan tindakan diseksi leher (+Rlorlrjs)
radikal dan dilanjutkan dengan penyinaran. Data terakhir tahun 1990-2001
Untuk tumor yang sudah bermetastasis jauh
Dari sejumlah 2007 kasus keganasan di
hanya diberikan terapi sitostatika. (Tabel 5) bidang telinga hiddng tenggorok yang dikum-
pulkan antara tahun 1990-2001 di Bagian THT
Tabel 5. Tumor ganas orofadng atau hipofaring (1980s) FKUI-RSCM Jakarta, tercatat karsinoma naso-
faring sebanyak 1 .247 (62,13%) penderita,
Tumor N0 M0 N+ MO N+ M+ hidung dan sinus paranasal 179 (8,92%) pen-
Sinar +
Operasi + Sinar RND+Operad Sitostatika gderita, laring 125 (6,23Vo penderita, rongga
+ Sinar
Operasi + Sinar Sinar + mulut 137 (6,83%) penderita, telinga (2,690/0)
(+ Sitostatika) Silostatika penderita. Sedangkan limfoma malignum antara
Operasi + Sinar tahun 1990-2001, tercatat sebanyak 265 (13,2o/o)
(+ Sitostatika) RNO+Operad Sinar + penderita. (Gambar 3)
+ Sinar Sitostatika
Operasi + Sinar
(+ Rekonstruksi) (+ Sitostratika) Sinar +
Sitostatika
RND+ Operad
+ Sinar
(+ Sitostatika)
RND+Operai
+ Sinar
(+Rd(ffsr/d)
Terapi tumor ganas laring E Nasofaring
OLimfoma malignum
Terapi tumor ganas laring sebelum tahun E Rongga mulut
1960 adalah hanya dengan penyinaran. Pada tr Hidung & sinus paranasal
OLaring
awal tahun 1960 mulai dilakukan tindakan trTelinga
pengangkatan laring (laringektomi) di Bagiran THT G' ambar 7. Dlstrlbusl keganasan pada tellnga hldung
FKUI-RSCM Jakarta. tenggoroktahun 1990-2001
Tindakan laringektomi ini dilakukan pada
penderita tumor ganas laring stadium lll dan lV.
Pada penderita dengan pembesaran kelenjar
173
Daftar pustaka 6, Munir M. The Use of Flap in Otoriinolaryngology.
'1. Munir M. Tumor Ganas Hidung dan Sinus Paranasal. J Oncol, 1989; 1(4):169-75.
Majalah Kesehatan Masyarakat lndonesia, 2000; 7. Carew CF. The Laryrx : Advanced Stage Disease.
28(8):482-7. ln: Shah JP, Patel SG (eds). Cancer of the Head
and Neck, BC Decker, Hamilton London 2OO2.p.
2. Munir M. Paranasal Sinus Mallgnancy in Head and 15&68.
Neck. A Study of 82 Patients. Southeast Asian J Hermani B, Munir M. Problem of Laryngeal
Surg, 1 997; 2O(21: 178-82.
Carcinoma in a Developing Country. Med J ORLI,
3. Wong RJ, Craus DH. Cancer of the Nasal Cavity
1994; 25:384-8.
and Paranasal Sinuses in Shah JP, Patel SG
Munir M. Surgical Treatment of Oral Cavity
(eds). Gancer of the Head and Neck. B.C. Decker,
Carcinoma Oolaryngology in Asean Countries;
Hamilton London 2OO2.p.2M-24.
Karger Basel, Freiburg, Paris, London, New York,
4. Munir M. Classification of Surgical Procedure on New Delhi, Bangkok, Singapore, Tokyo, Sydney,
Paranasal Sinuses Tumors. Asean ORL Head & Advanced in OtoRhineLaryngology, 1997; 51:
l{eck Surg. J, 1999; 3Ql:232-9.
103-11.
5. Roezin A B€rbagai Faldor Peqrebab dan Predispcisi
Karsinoma Nasofaring. MKl, 1999; 49(3):8$8.
174
SISTEM ALIRAN LIMFA LEHER
AverdiRoezin
Sistem aliran limfa leher penting untuk bawah lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa
dipelajari, karena hampir semua bentuk radang ke kelenjar limfa submandibula sisi homolateral
atau keganasan kepala dan leher akan terlihat atau kontra lateral, kadang-kadarig dapat
dan bermanifestasi ke kelenjar limfa leher. langsung ke rangkaian kelenjar limfa jugularis
Sekitar 75 buah kelenjar limfa terdapat interna.
pada setiap sisi leher, kebanyakan berada
pada rangkaian jugularis interna dan spinalis Kelenjar limfa submandibula, terletak di
asesorius. Kelenjar limfa yang selalu terlibat
sekitar kelenjar liur submandibula dan di dalam
dalam metastasis tumor adalah kelenjar limfa
pada rangkaian jugularis interna, yang ter- kelenjar liurnya sendiri. Pembuluh aferen me-
nerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar
bentang antara klavikula sampai dasar teng-
liur submandibula, bibir atas, bagian lateral
korak. Rangkaian jugularis interna ini dibagi bibir bawah, rongga hidung, bagian anterior
rongga mulut, bagian medial kelopak mata,
dalam kelompok superior, media dan inferior.
palatum mole dan 2/3 depan lidah. Pembuluh
Kelompok kelenjar limfa yang lain adalah sub- eferen mengalirkan limfa ke kelenjar jugularis
mental, submandibula, servikalis superfisial,
interna superior.
retrofaring, paratrakeal, spinalis asesorius,
Kelenjar limfa servikal superfisial, terletak
skalenus anterior dan supraklavikula.
Kelenjar limfa jugularis interna superior di sepanjang vena jugularis eksterna, mene-
menerima aliran limfa yang berasal dari daerah rima aliran limfa yang berasal dari kulit muka,
palatum mole, tonsil, bagian posterior lidah, sekitar kelenjar parotis, daerah retroaurikula,
kelenjar parotis dan kelenjar limfa oksipital.
dasar lidah, sinus piriformis dan supraglotik
Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar
laring. Juga menerima aliran limfa yang berasal limfa jugularis interna superior.
dari kelenjar limfa retrofaring, spinalis asesorius, Kelenjar limfa retrofaring, terletak di
parotis, servikalis superfisial dan kelenjar limfa antara faring dan fasia prevertebrata, mulai
dari dasar tengkorak sampai ke perbatasan
submandibula.
Kelenjar limfa jugularis interna media me- leher dan toraks. Pembuluh aferen menerima
nerima aliran limfa yang berasal langsung dari aliran limfa dari nasofaring, hipofaring, telinga
tengah dan tuba Eustachius. Pembuluh eferen
subglotik laring, sinus piriformis bagian inferior
mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis
dan daerah krikoid posterior. Juga menerima interna dan kelenjar limfa spinal asesoris
aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa
jugularis interna superior dan kelenjar limfa bagian superior.
retrofaring bagian bawah. Kelenjar limfa paratrakea, menerima alir-
Kelenjar limfa jugularis interna inferior me- an limfa yang berasal dari laring bagian bawah,
nerima aliran limfa yang berasal langsung dari hipofaring, esofagus bagian servikal, trakea
glandula tiroid, trakea,. esofagus bagian ser-
vikal. Juga menerima aliran limfa yang berasal bagian atas dan tiroid. Pembuluh eferen
dari kelenjar limfa jugularis interna superior dan mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis
media, dan kelenjar limfa paratrakea. interna inferior atau kelenjar limfa mediastinum
Kelenjar limfa submental, terletak pada supenor.
segitiga submental di antara platisma dan Kelenjar limfa spinal asesoris, terletak di
sepanjang saraf spinal asesoris, menerima
m.omohioid di dalam jaringan lunak. Pembuluh
aferen menerima aliran limfa yang berasal dari aliran limfa yang berasal dari kulit kepala
dagu, bibir bawah bagian tengah, pipi, gusi, bagian parietal dan bagian belakang leher.
dasar mulut bagian depan dan 1/3 bagian Kelenjar limfa parafaring menerima aliran limfa
dari nasofaring, orofaring dan sinus paranasal.
175
\
Gambar 1. Sistem limfa leher (Dlkutlp darl Suen)
Gambar 2. Daerah kelenjar limfa leher (Dikutip dari Suen)
176
Gambar 3. Metastasls tumor servlkal (Dikutip darl Suen)
177
Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar Adanya massa tumor yang berada di
limfa supraklavikula. preaurikula umumnya disebabkan oleh tumor
primer dari kelenjar parotis atau metastasis
Rangkaian kelenjar limfa jugularis interna
mengalirkan limfa ke trunkus jugularis dan se- tumor ganas dari kulit muka, kepala dan telinga
lanjutnya masuk ke duktus torasikus untuk sisi
sebelah kiri, dengan untuk sisi yang sebelah homolateral.
kanan masuk ke duktus limfatikus kanan atau Massa tumor pada kelenjar yang berada
langsung ke sistem vena pada pertemuan yena
di bawah m.sternokleidomastoid bagian atas
jugularis interna dan vena subklavia. Juga
dan atau pada kelenjar servikal superior posterior
duktus torasikus dan duktus limfatikus kanan
menerima aliran limfa dari kelenjar limfa supra- biasanya berasal dar:i tumor ganas di naso-
klavikula. faring, orofaring dan bagian posterior sinus
DAERAH KELENJAR LIMFA LEHER maksila.
Letak kelenjar limfa lehbr menurut Sloan Pada kelenjar submental dapat berasal
Kattering Memorial Cancer Center Classification dari tumor ganas di kulit hidung atau bibir, atau
dibagi dalam lima daerah penyebaran kelom-
pok kelenjar, yaitu daerah : dasar mulut bagian anterior.
l. Kelenjar yang terletak di segitiga sub-mental Pada segitiga submandibula dapat di-
dan submandibula. sebabkan oleh tumor primer pada kelenjar sub-
mandibula atau metastasis tumor yang berasal
ll. Kelenjar yang terletak di 1/3 atas dan ter- dari kulit muka homolateral, bibir, rongga mulut
atau sinus paranasal.
masuk kelenjar limfa.jugular superior, ke-
lenjar digastrik dan kelenjar servikal posterior Pada daerah kelenjar jugularis interna
supenor. superior, dapat berasal dari tumor ganas di
rongga mulut, orofaring posterior, nasofaring,
lll. Kelenjar limfa jugularis di antara bifurkasio
dasar lidah atau laring.
.karotis dan persilangan m.omohioid dengan
m.sternokleidomastoid dan batas posterior Tumor yang tunggal pada daerah jugu-
m.sternokleidomastoid. laris media biasanya berupa tumor primer pada
lV. Grup kelenjar di daerah jugularis inferior laring, hipofaring atau tiroid.
dan supraklavikula. Tumor di daerah jugularis bagian bawah
V. Kelenjar yang berada di segitiga posterior umumnya berupa tumor pada subglotis, laring
tiroid atau esofagus bagian servikal.
servikal.
Tumor pada kelenjar limfa suboksipital
Mefastasls tumor servikal biasanya berupa metastasis tumor yang be,r-
asal dari kulit kepala bagian posterior atau
Metastasis dari 'tumor ganas yang primer-
nya berada di kepala dan leher lebih dari 90% tumor primer di aurikula.
Massa tumor di supraklavikula, biasanya
primernya dapat ditentukan dengan peme-
riksaan fsik. lnsiden tertinggi metastasis dari oleh karena tumor primer di infraklavikula, tumor
karsinoma sel skuamosa di rongga mulut, esofagus bagian servikal atau tumor tiroid.
orofaring, hipofaring, laring dan nasofaring Daftar pustaka
adalah ke rangkaian kelenjar limfa jugularis
1. Suen JE. Cancer of the neck ln Myers, Suen JE
interna superior.
eds. Cancer of the head and neck. Second edition.
London, Churchill Livingstone lnc, 1989: p.221-52.
2. Medina JE, Houch JR, O'malley BB. Management
of cervical lymph nodes in squamous cel
carcinoma of the head and neck. ln: Harrison LB.
Sessions RB, Hong WK. Eds. Head and neck
cancer, Lippincott Raven, Philadelphia, New York
1999: p.353-78.
178
TUMOR HIDUNG DAN SINONASAL
Averdi Roezin, Armiyanto
Tumor hidung dan sinus paranasal pada Termasuk tumor jinak epitelial yaitu adenoma
umumnya jarang ditemukan, baik yang jinak dan papiloma, yang non-epitelial yaitu fibroma,
maupun yang ganas. Di lndonesia dan di luar angiofibroma, hemangioma, neurilemomma,
negeri, kekerapan jenis yang ganas hanya osteoma, displasia fibrosa dan lain-lain. Di
samping itu ada tumor odontogenik misalnya
sekitar lYo dari keganasan seluruh tubuh atau
3o/o dai seluruh keganasan di kepala dan leher. ameloblastoma atau adamantinoma, kista tulang
dan lain-lain.
Hidung dan sinus paranasal atau juga
disebut sinonasal merupakan rongga yang Tumor ganas epitelial adalah karsinoma
dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupa- sel skuamosa, kanker kelenjar liur, adeno-
kan daerah yang terlindung sehingga tumor
yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara karsinoma, karsinoma tanpa diferensiasi dan
lainiain. Jenis non epitelial ganas adalah hema-
dini. Asal tumor primer juga sulit ditentukan,
ngioperisitoma, bermacam-macam sarkoma ter-
apakah dari hidung atau sinus karena biasanya
pasien berobal dalam keadaan penyakit telah masuk raMomiosarkoma dan osteogenik sarcoma
ataupun keganasan limfoproliferatif seperti lim-
lanjut dan tumor sudah memenuhi rongga foma malignum, plasmasitoma atau pun poli-
hidung dan seluruh sinus. morfik retikulosis sering juga ditemukdn di
Epidemiologi dan etiologi daerah ini.
lnsiden tertinggi keganasan sinonasal di- Beberapa jenis ti'tmor jinak ada yang mudah
temukan diJepang yailu2 sampai3,6 per 100.00
penduduk pertahun. Di Departemen T!-lT FKUI kambuh atau secara klinis bersifat ganas
karena tumbuh agresif mendestruksi tulang,
RS Cipto Mangunkusumo, .keganasan ini di-
temukan pada 1O-15o/o dari seluruh tumor misalnya papiloma inverted, displasia fibrosa
atau pun ameloblastoma. Pada jenis-jenis ini
ganas THT. l-akilaki ditemukan lebih banyak de- tindakan operasi harus radikal.
ngan rasio laki-laki banding wanita sebesar 2:1 .
Gejala dan tanda
Etiologi tumor ganas sinonasal belum
diketahui, tetapi diduga beberapa zat kimia Gejala tergantung dari asal primer tumor
atau bahan industri merupakan penyebab serta arah dan perluasannya. Tumor di dalam
sinus maksila biasanya tanpa gejala. Gejala
antara lain nikel, debu kayu, kulit, formaldehid,
kromium, minyak isopropil dan lainlain. Pekerja timbul setelah tumor besar, mendorong atau
menembus dinding tulang meluas ke rongga
di bidang ini mendapat kemungkinan terjadi
hidung, rongga mulut, pipi atau orbita.
keganasan sinonasal jauh lebih besar. Banyak
laporan mengenai kasus adenokarsinoma sinus Tergantung dari perluasan tumor, gejala
etnoid pada pekerja-pekerja industi penggergajian
kayu dan pembuatan mebel. Alkohol, asap rokok, dapat dikatagorikan sebagai berikut.
makanan yang diasin atau diasap diduga 1. Gejala nasal. Gejala nasal berupa obstruk-
si hidung unilateral dan rinorea. Sekretnya
meningkatkan kemungkinan terjadi keganasan,
sebaliknya buah-buahan dan sayrran mengurangi sering bercampur darah atau terjadi epis-
kemungkinan terjadi keganasan. taksis: Tumor yang besar dapat mendesak
tulang hidung sehingga terjadi deformitas
Jenis Histopatologi hidung. Khas pada tumor ganas ingusnya
berbau karena mengandung jaringan nekrotik.
Hampir seluruh jenis histopatologi tumor
2. Gejala orbital. Perluasan tumor ke arah
jinak dan ganas dapat Umbuh di daerah sinonasal.
orbita menimbulkan gejala diplopia, prop-
179
tosis atau penonjolan bola mata, oftalmo- tumor berada di sinus maksila. Untuk meme-
plegia, gangguan visus dan epifora. riksa rongga oral, di samping inspeksi lakukan-
lah palpasi dengan memakai sarung tangan,
3. Gejala oral. Perluasan tumor ke rongga palpasi gusi rahang atas dan palatum, apakah
ada nyeritekan, penonjolan atau gigi goyah.
mulut menyebabkan penonjolan atau ulkus
Pemeriksaan naso-endoskopi dan sinus-
di palatum atau di prosesus alveolaris. kopi dapat membantu menemukan tumor diri.
Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu
Pasien nrengeluh gigi palsunya tidak pas dicari meskipun tumor ini jarang bermetastasis
lagi atau gigi geligi goyah. Seringkali pasien ke kelenjar leher.
datang ke dokter gigi karena nyeri di gigi, Pemeriksaan penunjang
tetapi tidak sembuh meskipun gigi yang
Foto polos sinus paranasal kurang ber-
sakit telah dicabut. fungsi dalam mendiagnosis dan menentukan
perluasan tumor kecuali pada tumor tulang
4. Gejala fasial. Perluasan tumor ke depan
seperti osteoma. Tetapi foto polos tetap
akan menyebabkan penonjolan pipi. Diser-
berfungsi sebagai diagnosis awal, terutama jika
tai nyeri, anestesia atau parestesia muka
ada erosi tulang dan perselubungan padat
jika mengenai nervus trigeminus. unilateral, harus dicurigai keganasan dan
buatlah tomogram atau CT scan. CT scan
5. Gejala intrakranial. Perluasan tumor ke
intrakranial menyebabkan sakit kepala merupakan sarana terbaik karena lebih jelas
memperlihatkan perluasan tumor dan destruksi
hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus. tulang. MRI atau magnetic resonance imaging
Dapat disertai likuorea, yaitu cairan otak dapat membedakan jaringan tumor dari ja-
yang keluar melalui hidung. Jika perluasan ringan normal tetapi kurang begitu baik dalam
sampai ke fossa kranii media maka saraf- memperlihatkan destruksi tulang.
saraf kranial lainnya juga terkena. Jika
tumor meluas ke belakang, terjadi trismus Foto polos paru diperlukan untuk melihat
akibat terkenanya muskulus pterigoideus adanya metastase tumor di paru.
disertai anestesia dan parestesi daerah Dragnosis
yang diper-syarafi nervus maksilaris dan
Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan
mandibularis. pemeriksaan histopatologi. Jika tumor tampak
Saat pasien berobat biasanya tumor di rongga hidung atau rongga mulut, maka
sudah dalam fase lanjut. Hal lain yang juga biopsi mudah dan harus segera dilakukan.
menyebabkan diagnosis terlambat adalah
karena gejala dininya mirip dengan rinitis Biopsi tumor sinus maksila, dapat dilakukan
atau sinusitis kronis sehingga sering di- melalui tindakan sinoskopi atau melalui operasi
abaikan pasien maupun dokter. Caldwell-Luc yang insisinya melalui sulkus
Pemeriksaan ginggivo-bukal.
Saat memeriksa pasien, pertama-tama per- Jika dicurigai tumor vaskuler, misalnya
hatikan wajah pasien apakah ada asimetri atau hemangioma atau angiofibroma, jangan laku-
distorsi. Jika ada proptosis, perhatikan arah kan biopsi karena akan sangat sulit menghenti-
pendorongan bola mata. Jika mata terdorong kan perdarahan yang terjadi. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan angiografi.
ke atas berarti tumor berasal dari sinus
TUMOR JINAK
maksila, jika ke bawah dan lateral berarti tumor
berasal dari sinus frontal atau etmoid. Tumor jinak tersering adalah papiloma
Selanjutnya periksa dengan seksama skuamosa. Secara makroskopis mirip dengan
kavum nasi dan nasofaring melalui rinoskopi
anterior dan posterior. Deskripsi massa sebaik
mungkin, apakah permukaannya licin, me-
rupakan pertanda tumor jinak atau permukaan
berbenjol-benjol, rapuh dan mudah berdarah,
merupakan pertanda tumor ganas. Jika dinding
lateral kavum nasi terdorong ke medial berarti
180
polip, tetapi lebih vaskular, padat dan tidak Perluasan tumor primer dikatagorikan
mengkilat. Ada 2 jenis papiloma, pertama ek- dalam Tl , T2, T3 dan T4. Paling ringan Tl,
sofitik atau fungiform dan yang kedua endofitik tumor tertatas di mukosa sinus, paling berat
disebut papiloma inverted. Papiloma inverted
ini bersifat sangat invasif, dapat merusak ja- T4, tumor sudah meluas ke orbita, sinus
ringan di sekitamya. Tumor ini sangat cen- sfenoid dan frontal dan / atau rongga intra-
derung untuk residif dan dapat berubah men- kranial.
jadi ganas. Lebih sering dijumpai pada laki-laki
usia tua. Terapi adalah bedah radikal misalnya Metastasis ke kelenjar limfa leher regional
rinotomi lateral atau maksilektomi medial.
dikatagorikan dengan N0 (tidak ditemukan
Tumor jinak angiofibroma nasofaring sering
bermanifestasi sebagai massa yang mengisi metastasis ke kelenjar limfa leher regional), Nl
rongga hidung bahkan juga mengisi seluruh (metastasis ke kelenjar limfa leher dengan
rongga sinus paranasal dan mendorong bola-
mata ke anterior. tumor ini akan dibicarakan ukuran diameter terbesar kurang atau sama
tersendiri dalam bab lain. dengan 3 sentimeter (sm), N2 (diameter ter-
besar lebih dari 3 sm dan kurang dari 6 sm)
TUMOR GANAS
dan N3 (diameter terbesar lebih dari 6 sm)
Tumor ganas tersering adalah karsinoma
sel skuamosa (70%), disusul oleh karsinoma Methstasis jauh dikatagorikan sebagai M0 (tidak
tanpa diferensiasi dan tumor asal kelenjar.
ada metastasis) dan Ml (ada metastasis).
Sinus maksila adalah yang tersering ter- Berdasarkan TNM ini dapat ditentukan
kena (6$80%), disusulsinus etmoid (15%-25%),
hidung sendiri (24o/o), sedangkan sinus sfenoid stadium yaitu stadium dini (stadium I dan ll,
dan frontal jarang terkena. stadium lanjut (stadium lll dan lV). Lebih dari
90% pasien datang dalam stadium lanjut
Metastatasis ke kelenjar leher jarang ter-
(stadium lll dan lV) dan sulit menentukan asal
jadi (kurang dari 5%) karena rongga sinus
tumor primemya karena hampir seluruh hidung
sangat miskin denggn sistim limfa kecuali bila dan sinus paranasal sudah terkena tumor.
tumor sudah menginfiltrasi jaringan lunak Pei,natalaksanaan
hidung dan pipiyang kaya akan sistim limfatik. Pembedahan atau lebih sering bersama
Metastasis jauh juga jarang ditemukan dengan modalitas terapi lainnya seperti radiasi
dan kemoterapi sebagai ajuvan sampai saat
(kurang dari 10 %) dan organ yang sering ini masih merupakan pengobatan utama untuk
terkena metastasis jauh adalah hati dan paru. keganasan di hidung dan sinus paranasal.
Stadium tumor ganas srnonasa/ Pembedahan masih di indikasikan walaupun
Bermacam-macam klasifikasi untuk me- menyebabkan morbiditas yang tinggi bila ter-
nentukan stadium yang digunakan di lndonesia bukti dapat mengangkat tumor secara lengkap.
adalah klasifikasi UICC dan AJCC yang hanya Pembedahan di kontraindikasikan pada kasus-
kasus yang telah bermetastasis jauh, sudah
berlaku untuk karsinoma di sinus maksila,
meluas ke sinus kavernosus bilateral atau
etmoid dan rongga hidung sedangkan untuk
sinus sfenoid dan frontal tidak termasuk dalam tumor sudah mengenai kedua orbita.
klasifikasi ini karena sangat jarang ditemukan. Kemoterapi bermanfaat pada tumor ganas
Perlu diingat bahwa keganasan yang tumbuh
seperti basalioma dan melanoma malignum di dengan metastasis atau residif atau jenis yang
kulit sekitar hidung dan sinus paranasal tidak sangat baik dengan kemoterapi misalnya lim-
termasuk dalam klasifikasi tumor hidung dan
foma malignum.
sinus paranasal. Pada tumor jinak dilakukan ekstirpasi tumor
sebersih mungkin. Bila perludilakukan dengan
cara pendekatan rinotomi lateral atau degloving
(peningkapan).
Untuk tumor ganas, tindakan operasi harus
seradikal mungkin. Biasanya dilakukan maksilek-
tomi, dapat berupa maksilektomi medial, total
atau radikal. Maksilektomi radikal dilakukan
181
misalnya pada tumor yang sudah mengenai seperti, perbedaan diagnosis histologi, asal
seluruh dinding sinus maksila dan sering juga tumor primer, perluasan tumor, pengobatan
masuk ke rongga orbita, sehingga pengang-
katan maksila dilakukan secara en bloc disertai yang diberikan sebelumnya, status batas sayatian,
eksenterasi orbita. Jika tumor sudah masuk ke terapi ajuvan yang diberikan, status immunologis,
lamanya follow up dan banyak lagi faktor lain
rongga intrakranial dilakukan reseksi kraniofasial yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas
atau kalau pedu kraniotomi, tindakan dilakukan penyakit dan hasil pengobatan yang tentunya
dalam tim bersama dokter bedah saraf. berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit
Rekonstruksi dan rehabilitasi ini. Walaupun demikian pengobatan yang
Sesudah maksilektomi total, harus di- agresif secara multimodalitas akan memberi-
pasang prostesis maksila sebagai tindakan kan hasil yang terbaik dalam mengontroltumor
rekonstruksi dan rehabilitasi, supaya pasien primer dan akan meningkatkan angka bertahan
tetap dapat melakukan fungsi menelan dan
berbicara dengan baik, di samping perbaikan hidup selama 5 tahun sebesar 75% untuk
kosmetis melalui operasi bedah plastik. Dengan seluruh stadium tumor.
tindakan-tindakan ini pasien dapat bersosialisasi
kembali dalam keluarga dan masyarakat. Daftar pustaka
Prognosis 1. Gluckman JL. Tumors of the Nose and Paranasal
Pada umumnya prognosis kurang baik. Sinuses. ln : Donald PJ, Gluckman JL and Rice
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi prog-
nosis keganasan hidung dan sinus paranasal, DH (Eds) The Sinusus. Raven Press, New York
cara tepat dan akurat. Faktor-faktor tersebut 1994: p.42344.
2. Miller RH, Sturgis EM, Sutton CL. Neoplasms of
the Nose and Paranasal Sinuses. ln : Ballenger JJ
and Snow JB (Eds) Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery. 15th Ed Lea and Febigef, Baltimore
1996; p.194-205.
't82
KARSINOMA NASOFARING
Averdi Roezin dan Madinda Adham
Karsinoma nasofaring merupakan tumor daerah Cina bagian selatan masih menduduki
ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak tempat tertinggi, yaitu dengan 2.500 kasus
ditemukan fli lndonesia. Hampir 60 % tumor baru pertahun untuk propinsi Guang-dong
(Kwantung) atau prevalensi 39.84/100.000 pen-
ganas kepala dan leher merupakan karsinoma
nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas duduk.
hidung-dan sinus paranasal (18 %), laring Ras Mongoloid merupakan faktor domi-
nan timbulnya kanker nasofaring, sehingga
(16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina
hipofaring dalam prosentase rendah. Ber- bagian Selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand,
dasarkan data Laboratorium Patologi Anatomik Malaysia, Singapura dan lndonesia.
tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada Ditemukan pula cukup banyak kasus di
dalam kedudukan lima besar dari tumor ganas
tubuh manusia bersama tumor ganas serviks Yunani, Afrika bagian Utara seperti Aljazair dan
uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan
tumor kulit. Tunisia, pada orang Eskimo di Alaska dan
Diagnosis dini menentukan prognosis Tanah Hijau yang diduga penyebabnya adalah
karena mereka memakan makanan yang di-
pasien, namun cukup sulit dilakukan, karena
nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit- awetkan dalam musim dingin dengan meng-
langit dan terletak di bawah dasar tengkorak gunakan bahan pengawet nitrosamin.
serta berhubungan dengan banyak d,aerah
Di lndonesia frekuensi pasien ini hampir
penting di dalam tengkorak dan ke lateral
merata di setiap daerah. Di RSUPN Dr,Cipto
maupun ke posterior leher. Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih
dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin
Oleh karena letak nasofaring tidak mudah Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang
diperiksa oleh mereka yang bukan ahli, sering- 25 kasus, Palembang 25 kasus, 15 kasus
kali tumor ditemukan terlambat dan menyebab- setahun di Denpasar dan 11 kasus di Padang
kan metastasis ke leher lebih sering ditemukan dan Bukittinggi. Demikian pula angka-angka
sebagai gejala pertama. yang didapatkan di Medan, Semarang, Sura-
Sangat mencolok perbedaan prognosis baya dan lain-lain menunjukkan bahwa tumor
(angka bertahan hidup 5 tahun) dari stadium ganas ini terdapat merata di lndonesia. Dalam
awal dengan stadium lanjut, yaitu 76,9% untuk
stadium l, 56.0% untuk stadium ll, 38.4% untuk pengamatan dari pengujung poliklinik tumor
stadium lll dan hanya 16.4% untuk stadium lV.
Untuk dapat berperan dalam pencegahan, THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari
deteksi dini dan rehabilitasi pedu diketahui
seluruh aspeknya, antara lain epidemiologi, ras Cina relatif sedikit lebih banyak dari suku
etiologi, diagnostik, pemeriksaan serologi, his-
topatologi, terapi dan pencegahan, serta pe- bangsa lainnya.
rawatan paliatif pasien yang pengobatannya
tidak berhasil baik. Sudah hampir dapat dipastikan bahwa
penyebab karsinoma nasofaring adalah Virus
Epidemiologi dan etiologi Epstein-Ban, karena pada semua pasien naso-
Meskipun banyak ditemukan di negara de faring didapatkan titer anli-virus EB yang cukup
ngan penduduk non-Mongoloid, namun demikian tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat,
pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya,
tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada ke-
lainan nasofaring yang lain sekalipun.
Banyak penyelidikan mengenai perangai
dari Mrus ini dikemukakan, tetapi virus ini bukan
satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain
183
yang sangat mempengaruhi kemungkinan tim- metastasis atau gejala di leher. Gejala naso-
bulnya tumor ini, seperti letak geografis, rasial,
jenis kelamin, genetik, pekerjaan, lingkungan, faring dapat berupa epistaksis ringan atau sum-
kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, batan hidung, untuk itu nasofaring harus di-
infeksi kuman atau parasit. periksa dengan cermat, kalau perlu dengan
Letak geografis sudah disebutkan diatas, nasofaringoskop, karena sering gejala belum
demikian pula faktor rasial. Tumor ini lebih ada sedangkan tumor sudah tumbuh atau
sering ditemukan pada laki-laki dan apa sebab- tumor tidak tampak karena masih terdapat <ii
nya belum dapat diungkapkan dengan pasti,
bawah mukosa (creeping tumor).
mungkin ada hubungannya dengan faktor
Gangguan pada telinga merupakan gejala
genetik, kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain.
Faktor lingkungan yang berpengaruh ada- dini yang timbul karena tempat asal tumor
dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosen-
lah iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu mUller). Gangguan dapat berupa tinitus, rasa
tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di
telinga (otalgia). Tidak jarang pasien dengan
atau bumbu masak tertentu, dan kebiasaan gangguan pendengaran ini baru kemudian di-
makan makanan terlalu panas. Terdapat hu-
bungan antara kadar nikel dalam air minum sadari bahwa penyebabnya adalah karsinoma
dan makanan dengan mortalitas karsinoma
nasofaring, sedangkan adanya hubungan de- nasofaring.
ngan keganasan lain tidak jelas. Karena nasofaring berhubungan dekat de-
Kebiasaan penduduk Eskimo memakan
ngan rongga tengkorak melalui beberapa lobang,
makanan yang diawetkan (daging dan ikan)
terutama pada musim dingin menyebabkan maka gangguan beberapa saraf otak dapat
tingginya kejadian karsinoma ini. terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma' ini.
Penjalaran melalui foramen laserum akan me-
Tentang faktor genetik telah banyak di- ngenai saraf otak ke lll, lV, Vl dan dapat pula
temukan kasus herediter atau familier dari ke V, sehingga tidak jarang gejala diplopialah
pasien karsinoma nasofaring dengan ke- yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter
ganasan pada organ tubuh lain. Suatu contoh
terkenal di Cina Selatan, satu keluarga dengan mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala
49 anggota dari dua generasi didapatkan 9
pasien karsinoma nasofaring dan 1 menderita yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika
tumor ganas payudara. Secara umum didapat-
kan 10 o/o dan pasien karsinoma nasofaring belum terdapat keluhan lain yang berarti.
menderita keganasan organ lain. Pengaruh Proses karsinoma yang lanjut akan me-
genetik terhadap karsinoma nasofaring sedang
dalam pembuktian dengan mempelajari cel/- ngenai saraf otak ke lX, X, Xl dan Xll jika pen-
mediated immunity dari virus EB dan tumor jalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu
assoclated antigens pada karsinoma naso- tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gang-
faring. Sebagian besar pasien adalah golongan
guan ini sering disebut dengan sindrom Jackson.
sosial ekonomi rendah dan hal ini menyangkut
pula dengan keadaan lingkungan dan kebiasaan Bila sudah mengenai seluruh saraf otak
hidup. Pengaruh infeksi dapat dilihat dengan
disebut sindrom unilateral. Dapat pula disertai
menurunnya kejadian malaria akan diikuti oleh
menurunnya pula Limfoma Burkitt, suatu ke- dengan destruksi tulang tengkorak dan bila
ganasan yang disebabkan oleh virus yang sama.
sudah terjadi demikian, biasanya prognosisnya
Gejala dan tanda
buruk.
Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi
dalam 4 kelompok, yaifu gejala nasofaring sen- Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk
diri, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta
benjolan di leher yang mendorong pasien untuk
berobat, karena sebelumnya tidak terdapat
keluhan lain.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut
lesi hiperplastik nasofaring atau LHN telah
diteliti di Cina (RRC), yaitu 3 bentuk yang men-
curigakan pada nasofaring, seperti pembesaran
adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul
dan mukosistis berat pada daerah nasofaring.
Kelainan ini bila diikuti bertahun-tahun kemudian
akan menjadi karsinoma nasofaring.
184
Diagnosrs Diagnosis pasti ditegakkan dengan me-
Persoalqn diagnostik sudah dapaf dipecah- lakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilaku-
kan dengan pemeriksaan CT-Scan daerah kan dengan 2an,ydUdad hidurq abu dari mulut
kepala dan leher, sehingga pada tumor primer Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat
yang tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit di- jelas tumornya (blind biopsy). Cunam biopsi di-
temukan. masukkan melalui rongga hidung menyelusuri
konka media ke nasofaring kemudian cunam
Pemeriksaan Serologi lgA anti EA dan lgA
anti VCA untuk irfeksi virus E-B telah menun- diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsi.
jukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma
nasofaring. Tjokro Setiyo dari Fakultas Kedok- Biopsi melalui mulut dengan memakai
teran Universitas Indonesia Jakarta mendapat- bantuan kateter nelaton yang dimasukkan
kan dari 4'l pasien karsinoma nasofaring melalui hidung dan ujung kateter yang berada
stadium lanjut (stadium lll dan lV) sensitivitas dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-
lgA VCA adalah 97,5 Vo dan spesifisitas 91,8 % sama ujung kateter yang di hidung. Demikian
dengan titer berkisar antara 10 sampai 1280
dengan terbanyak titer 160. lgA anti EA sen- juga dengan kateter dari hidung di sebelahnya,
sitivitasnya 100 o/o tetapi spesifisitiasnya hanya
sehingga palatum mole tertarik ke atas.
30,0 %, sehingga pemeriksaan ini hanya di-
gunakan untuk menentukan prognosis pengo- Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah
batan. Titer yang didapat berkisar antara 80
nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat
sampai 1280 dan terbanyak pada titer 160. tumor melalui kaca tersebut atau memakai
nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut,
massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi
tumor nasofaring umumnya dilakukan dengan
analgesia topikal dengan Xylocain 10%.
Tonsil
Litrgual
Gambar 1. Tumor ganas n4sofarlng
. 185
Bila dengan cara ini masih belum didapat N - Pembesaran kelenjar getah bening re-
kan hasil yang memuaskan maka dilakukan
pengerokan dengan kuret daerah lateral naso- gional.
faring dalam narkosis.
NX- Pembesaran Kelenjar Getah Bening tidak
Histopatologi dapat dinilai
Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya Nq - Tidak ada pembesaran.
N1 - Metastasi kelenjar getah bening unilateral,
ada 3 bentuk karsinoma (epidermoid) pada
dengan ukuran terbesar kurang atau sama
nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa (ber- dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula
N2- Metastasis kelenjar getah bening bilateral,
keratinisasi), karsinoma tidak berkeratinisasi dengan ukuran terbesar kurang atau sama
dan karsinoma tidak berdiferensiasi. Semua dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula
Ns: Metastasis kelenjar getah bening bilateral
yang kita kenal selama ini dengan limfo- dengan ukuran lebih besar dari 6 cm, atau
epitelioma, sel transisional, sel spindle, sel terletak di dalam fossa supraklavikula
clear, anaplastik dan lain-lain dimasukkan N3a: ukuran lebih dari6 cm
dalam kelompok tidak berdiferensiasi. N3b: didalam fossa supraklavikula
Pada penelitian di Malaysia oleh Prathap
Gatatan: kelenjar yang terletrak di daerah midline dianggap
dkk sering didapat kombinasi dari ketiga jenis sebagai kelenjar iPsilateral.
karsinoma seperti karsinoma sel skuamosa dan
karsinoma tidak berkeratinisasi karsinoma sel M = Metastasis jauh
skuamosa dan karsinoma tidak berdiferensiasi Mx- metastasis jauh tidak dapat dinilai
karsinoma tidak berkeratinisasi dan karsinoma Me - Tidak ada metastasis jauh.
tidak berdiferensiasi atau karsinoma sel skua-
mosa dan tidak berkeratinisasi serta karsinoma M1 - Terdapat metastasis jauh.
tidak berdiferensiasi.
0Stadium Tls N0 M0
Stadium IStadium Tl N0 M0
Stadium llA T2a N0
Untuk- penentuan stadium dipakai sistem Nl M0
TNM menurut UICC (2002}
Stadium llB Tl M0
T = Tumor primer. T2a Nl
M0
Ts - Tidak tampak tumor. T2b NO,N1 MO
Stadium lll T1 N2
T1 - Tumor terbatas di nasofaring T2a,T2b N2 M0
T2 - Tumor meluas ke jaringan lunak
T3 N2 M0
T2a; Pelvasan tumor ke orofaring dan /
atau rongga hidung tanpa perluasan ke MO
parafaring'
Stadium lVa T4 N0,N1,N2 M0
T2b: Disertai perluasan ke parafaring Stadium lVb semua T N3
T3 - Tumor menginvasi struktur tulang dan / M0
Stadium lVc semua T semua N Ml
atau sinus paranasal
Ta - Tumor dengan perluasan intrakranial dan/ Penatalaksanaan
atau terdapat keterlibatan saraf kranial, IStadium : Radioterapi
fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau Stadium ll& lll: Kemoradiasi
ruang mastikator
Stadium lV dengan N< 6cm: Kemoradiasi
Catatan:' Perluasan parafaring menunjukkan infiltrasi
tumor ke arah posterqlateral melebihi fasia Stadium lV dgn N > 6cm: Kemoterapi dosis
faringo-basilar penuh dilanjutkan kemoradiasi
186
Terapi pergi dan mencoba memakan dan mengunyah
bahan yang rasa asam sehingga merangsang
Radioterapi masih merupakan pengobat- keluarnya air liur. Gangguan lain adalah muko-
an utama dan ditekankan pada penggunaan sitis rongga mulut karena jamur, rasa kaku di
daerah leher karena fibrosis jaringan akibat
megavoltage dan pengaturan dengan kom-
puter. Pengobatan tambahan yang diberikan penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu
dapat berupa diseksi leher, pemberian tetra- makan dan kadang-kadang muntah atau rasa
siklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, mual.
seroterapi, vaksin dan anti virus. Kesulitan yang timbul pada perawatan
pasien pasca pengobatan lengkap dimana
Semua pengobatan tambahan ini masih tumor tetap ada (residu) atau kambuh kem-
dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi bali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh
pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati,
masih tetap terbaik sebagai terapi ajuvan
otak. Pada kedua keadaan tersebut di atas
(tambahan). Berbagai macam kombinasi dikem- tidak banyak tindakan medis yang dapat
bangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah
kombinasi dengan Cis-platinum sebagai inti. diberikan selain pengobatan simtomatis untuk
Pemberian ajuvan kemoterapi Cis-plati- meningkatkan kualitas hidup pasien. Pera-
num, bleomycin dan S-fluorouracil sedang di- watan paliatif di indikasikan langsung terhadap
kembangkan di Departemen THT FKUI dengan pengurangan rasa nyeri, mengontrol gejala dan
hasil sementara yang cukup memuaskan. memperpanjang usia. Radiasi sangat efektif
untuk mengurangi nyeri akibat metastasis
Demikian pula telah dilakukan penelitian pem- tulang. Pasien akhirnya meninggal akibat ke-
berian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin adaan umum yang buruk, perdarahan dari
dan cis-patinum, meskipun ada efek samping hidung dan nasofaring yang tidak dapat di-
yang cukup berat, tetapi memberikan harapan
kesembuhan lebih baik. hentikan dan tergariggunya fungsi alat-alat vital
akibat metastasis tumor.
Kombinasi kemo-radioterapi dengan mito-
Follow-Up
mycin C dan S-fluorouracil oral setiap hari
Tidak seperti keganasan kepala leher
sebelum diberikan radiasi yang bersifat 'radio-
sensitizer' memperlihatkan hasil yang memberi yang lainnya, KNF mempunyai risiko terjadinya
harapan akan kesembuhan total pasien karsi- rekurensi, dan follow-up jangka panjang diper-
noma nasofaring. lukan. Kekambuhan tersering terjadi kurang
Pengobatan pembedahan diseksi leher dari 5 tahun, S15Yo kekambuhan seringkali
terjadi antara $'10 tahun. Sehingga pasien
radikal dilakukan terhadap benjolan di leher KNF perlu di follow up setidaknya 10 tahun
yang tiCak menghilang pada penyinaran (re- setelah terapi
sidu) atau timbul kembali setelah penyinaran
selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya Pencegahan
sudah hilang yang dibuktikan dengan peme-
Pemberian vaksinasi pada penduduk
riksaan radiologik dan serologi, serta tidak
yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko
ditemukan adanya metastasis jauh. tinggi. Memindahkan (migrasi) penduduk dari
daerah dengan risiko tinggi ke tempat lainnya.
Operasi tumor induk sisa (residu) atau Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah,
kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering
mengubah cara memasak makanan untuk
timbul komplikasi yang berat akibat operasi. mencegah akibat yang timbul dari bahan-
Perawatan paliatif bahan yang berbahaya, Penyuluhan mengenai
lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkat-
Perhatian pertama harus diberikan pada kan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal
pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa
kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur
mayor maupun minor sewaktu penyin"aran.
Tidak banyak yang dapat dilakukan selain
menasihatkan pasien untuk makan dengan
banyak kuah, membawa minuman kemana pun
't87
yang berkaitan dengan kemungkinan-kemung- pharyngeal carcinoma+unent concepts. Unuiversity
kinan faktor penyebab. Melakukan tes serologik of Milapla, Kuala Lumpur, 1983: p.17-23.
lgA-anti VCA dan lgA anti EA secara massaldi 3. Li Chen-Chuan, NPC Epidemiology Risk Factors
masa yang akan datang bermanfaat dalam me-
nemukan karsinoma nasofaring secam lebih dini. and Screenlng for Eady Detection. Literature of
Nasopharyngeal carcinoma. WHO Collaborating
Dafrar Pustaka Centre for Researsch No NPC. Cancer lnstitute/
1. Van Hasselt CA Gibb AG. Nasopharyngeal Tumor Hospital of Zhongshan College, Guangzhou
Carcinoma, 2d Ed. The Chin€ss€ Unlrorsity Prcss. China, 1981: p.1-35.
Flong Kong, 1999. 4. Adam GL, Boies LR and Paparella MM. Disease of
2. U ZQ, Chen JJ, Li WJ. Eady Deteciion of the nasopharyrx. ln: Boies's Fundamentals of
Nasopharyngeal Carcinorna (NPC) and Naso otolaryrgology. WB Saunders Co, Philadelphia,
1989: p.33$7.
pharyngeal Mucoal Hyperplastic Lesion (NPHL) witr
Pusat Penelitian Penyakit tidak Menular Dep.Kes.
its Relationship to carcinoma cfiange. Naso
Rl. Jenis kanker yang dikumpulkan dari 17 bagian
Patologi Antornik di lndonesia (192-1979), Jakarta,
1980.
188
ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA
Averdi Roezin, Umar Said Dharmabakti, dan Zanil Musa
Angiofibroma nasofaring adalah tumor atiap nasofaring, mencapai tepi posterior septum
jinak pembuluh darah di nasofaring yang se- dan meluas ke arah bawah membentuk ton-
cara histologik jinak, secara klinis bersifat ganas, jolan massa di atap rongga hidung posterior.
karena mempunyai kemampuan mendestruksi
Peduasan ke arah anterior akan mengisi
tulang dan meluas ke jaringan sekitamya, rongga hidung, mendorong septum ke sisi
seperti ke sinus paranasal, pipi, mata dan kontralateral dan memipihkan konka. Pada
tengkorak, serta sangat mudah berdarah yang peduasan ke arah lateral, tumor melebar ke
arah foramen sfenopalatina, masuk ke fisura
sulit dihentikan. pterigomaksila dan akan mendesak dinding
Berbagai jenis tumor jinak lain dapat juga posterior sinus maksila. Bila meluas terus,
akan masuk ke fosa intratemporal yang akan
ditemukan di daerah nasofaring seperti papi-
menimbulkan benjolan di pipi, dan nrasa
loma, neurofibroma. Polip di nasofaring bukan-
penuh' di wajah. Apabila tumor telah men-
lah neoplasma, berasal dari rongga hidung
dorong salah satu atau kedua bola mata maka
atau sinus maksila yang ke luar melalui ostium tampak gejala yang khas pada wajah, yang
sinus maksila dan menggantung di nasofaring, disebut'muka kodok".
yaitu di koana, sehingga disebut juga polip koana.
Perluasan ke intrakranial dapat terjadi
Etiologi tumor ini masih belum jelas, ber-
melalui fosa infratemporal dan pterigomaksila
bagai macam teori banyak diajukan. Salah satu
masuk ke fosa serebri media. Dari sinus
di antaranya adalah teori jaringan asal, yaitu
pendapat bahwa tempat perlekatan spesifik etmoid masuk ke fosa serebri anterior atau dari
angiofibroma adalah di dinding posterolateral
sinus sfenoid ke sinus kavernosus dan fosa
atap rongga hidung.
Faktor ketidak-seimbangan hormonal juga hipofise.
banyak dikemukakan sebagai penyebab ada- Diagnosis
nya kekurangan androgen atau kelebihan Diagnosis biasanya hanya ditegakkan
estrogen. Anggapan ini didasarkan juga atas berdasarkan gejala klinis, Gejala yang paling
adanya hubungan erat antara tumor dengan sering ditemukan (lebih dari 80 %) ialah hidung
jenis kelamin dan umur. Banyak ditemukan tersumbat yang progresif dan epistaksis ber-
pada anak atau remaja laki-laki. ltulah sebab- ulang yang masif. Adanya obstruksi hidung
nya tumor ini disebut juga angiofibroma naso- memudahkan terjadinya penimbunan sekret,
sehingga timbul rinorea kronis yang diikuti oleh
fadng belia (J uvenih nanpharyngeal angidbrwtp). gangguan penciuman. Tuba Eustachius akan
Tumor ini jarang ditemukan, frekuensinya menimbulkan ketulian atau otalgia. Sefalgia
hebat biasanya menunjukkan bahwa tumor
1/5000-1/60.000 dari pasien THT, diperkirakan
hanya merupakan 0,05 persen dari tumor leher sudah meluas ke intrakranial.
dan kepala. Tumor ini umumnya terjadi pada Pada pemeriksaan fisik secara rinoskopi
lakilaki dekade ke-2 antara 7-19 tahun. Jarang posterior akan terlihat massa tumor yang kon-
sistensinya kenyal, wamanya bervariasi dari
terjadi pada usia lebih dari 25 tahun. abu-abu sampai merah muda. Bagian tumor
yang terlihat di nasofaring biasanya diliputi oleh
Patogenesis selaput lendir berwarna keunguan, sedangxan
bagian yang meluas ke luar nasofaring ber-
Tumor pertama kali tumbuh di bawah wama putih atau abu-abu. Pada usia muda
mukosa di tepi sebelah posterior dan lateral
koana di atap nasofaring. Tumor akan tumbuh
besar dan meluas di bawah mukosa, sepanjang
189
wamanya merah muda, pada usia yang lebih Untuk menentukan derajat atau stadium
tua wamanya kebiruan, karena lebih banyak tumor umunya saat ini menggunakan klasifikasi
komponen fibromanya. Mukosanya mengalami
hipervaskularisasi dan tidak jarang ditemukan Session dan Fisch.
adanya ulserasi. Klasifikasi menurut Session sebagai berikut:
Karena tumor sangat mudah berdarah, Stadium lA Tumor terbatias di nares posterior
sebagai pemeriksaan penunjang diagnosis di- dan atau nasofaringeal voult
lakukan pemeriksaan radiologik konvensional
CT scan serta pemeriksaan arteriografi. Pada Stadium lB Tumor meliputi nares posterior
pemeriksaan radiologik konvensional (foto dan atau nasofaringeal voult de-
kepala potongan antero-posterior, lateral dan ngan meluas sedikitnya 1 sinus
posisi Waters) akan terlihat gambaran klasik paranasal
yang disebut sebagai tanda 'Holman Millef
yaitu pendorongan prosesus pterigoideus ke Stadium llA Tumor meluas sedikit ke fossa
pterigomaksila
belakang, sehingga fisura pterigo-palatina me-
Stadium llB Tumor memenuhi fossa pterigo-
lebar. Akan terlihat juga adanya massa ja- maksila tanpa mengerosi tulang
ringan lunak di daerah nasofaring yang dapat
orbita
mengerosi dinding orbita, arkus zigoma dan
tulang di sekitar nasofaring. Pada pemeriksaan Stadium lllA Tumor telah mengerosi dasar
Stadium lllB
CT scan dengan zat kontras akan tampak tengkorak dan meluas sedikit ke
secara tepat perluasan massa tumor serta intrakranial
destruksi tulang ke jaringan sekitamya. Tumor telah meluas ke intra
Pemeriksaan magnetik resonansi imaging kranial dengan atau tanpa me-
luas ke sinus kavernosus
(MRl) dilakukan untuk menentukan batas tumor
Klasifikasi menurut Fisch sebagai berikut:
terutama yang telah meluas ke intra kranial.
Pada peneriksaan arteriografi arteri karotis Stadium I Tumor terbatas di rongga hidung,
ekstema akan memperlihatkan vaskularisasi nasofaring tanpa mendestruksi
tumor yang biasanya berasal dari cabang
tulang
a.maksila intema homolateral. Arteri maksilaris
Stadium ll Tumor menginvasi fossa pterigo
intema terdorong ke depan sebagai akibat dari maksila, sinus paranasal dengan
pertumbuhan tumor dari posterior ke anterior destruksitulang
dan dari nasofaring ke arah fosa pterigimaksila. Stadium lll Tumor menginvasi fossa infra-
temporal, orbita dengan atau
Selain itu, masa tumor akan terisi oleh kontras regio paraselar
pada fase kapiler dan akan mencapai mak-
Stadium lV Tumor menginvasi sinus kafer-
simum setelah 36 detik zat kontras disuntik- nosus, regio chiasma optik dan
atau fossa pituitary
kan.
Pengobatan
Kadang-kadang juga sekaligus dilakukan
Tindakan operasi merupakan pilihan utama
embolisasi agar terjadi trombosis intravaskular,
selain terapi hormonal, radioterapi. Operasi
sehingga vaskularisasi berkurang dan akan
harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas
mempermudah pengangkatan tumor. cukup, karena risiko perdarahan yang hebat.
Berbagai pendekatan operasi dapat dilakukan
Pemeriksaan kadar hormonal dan peme- sesuai dengan lokasi tumor dan perluasannya,
riksaan immunohistokimia terhadap reseptor seperti melalui transpalatal, rinotomi lateral,
estrogen, progresteron dan androgen sebaik-
nya dilakukan untuk melihat adanya gangguan
hormonal.
Pemeriksaan patologi anatomik tidak dapat
dilakukan, karena biopsi merupakan kontra-
indikasi, sebab akan mengakibatkan perdarahan
yang masif.