Antologi Puisi
KEPAK SRIKANDI
214 Suara Hati Perempuan
Editor
Novi Anoegrajekti
Ayoeningsih Dyah Woelandhary
Ariesa Pandanwangi
Kata Pengantar
Prof. Dr. Endang Caturwati, M.S.
2022
Antologi Puisi: Kepak Srikandi
214 Suara Hati Perempuan
Editor: Novi Anoegrajekti, Ayoeningsih Dyah Woelandhary,
Ariesa Pandanwangi
xxxiiv+322 halaman 15,5 x 23 cm
ISBN: ...
Cetak Pertama - 1, 2022
Ilustrasi Sampul: Gilang Cempaka, “There is no dark when the flowers bloom”
Desain Sampul: Agung Gumelar
Tata Letak Isi: Agung Gumelar
Diterbitkan Pertama kali oleh:
Penerbit Sunan Ambu Press.
ISBI Bandung
Jalan Buah Batu No. 212
Bandung – Jawa Barat – Indonesia
©Hak Pengarang Dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang
memperbanyak sebagian maupun seluruh isi buku ini dalam bentuk
apapun tanpa izin dari penerbit. Pasal 44.
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau
memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran Hak Cipta sebagai dimaksud dalam ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
x
PENGANTAR EDITOR xxix
JEJAK REFLEKSI DAN KONTEMPLASI
SANG PENYAIR
KATA PENGANTAR KETUA CITRA SRIKANDI
INDONESIA
MENATA KATA, MEMBANGUN DAYA
Prof. Dr. Endang Caturwati, M.S.
ARIESA PANDANWANGI 1
Di Depan Taman 3
Kepak Perjuangan Sang Burung 5
Di Beranda Ini Semangat Kartini tak Pernah Padam 6
Doa Malam 7
Tentang Gelora Kartini
ARLETI MOCHTAR APIN 8
Waktu 9
Untai Kasih 10
Oh Pertiwi Cintaku 11
Membatik 12
Eyong-Eyong
ATRIDIA WILASTRINA 13
Relung Lengkung 14
Badai Pandemi 15
Suara Hati Wanita 16
Bayang Lembayung 17
Menanti Sang Pagi
214 Suara Hati Perempuan | i
AYOENINGSIH DYAH WOELANDHARY 18
Hai... 20
Pesan Untuk...
BELINDA SUKAPURA DEWI
Semangat .......................................................................... 22
Fajar 22
Rumah #1 23
Rumah #2 23
Jalan Setapak 24
DARUNI 25
AKU Satu 25
AKU Dua 25
AKU Tiga 26
AKU Empat 26
AKU Lima
DINI BIRDIENI 27
Sebuah Gitar tak Berdawai 28
SEBUAH pe(NANTI)an 30
Hanya Aku, Tak Ada Kita 32
AKU (tak) INGIN MENGENANGMU 33
Aku Merindukan Kita
DYAH LIMANINGSIH WARIYANTI 35
Hidup Itu 36
Ibu 37
Surga untuk Ibu 38
Bapak 39
Malam
EEN HERDIANI 40
Senja di Laut Biru 42
Mimpikah Aku ?? 44
Masih Kah ???? 46
Titip Rindu buat Ibu 48
Elang Biru
ii | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
ELA YULAELIAH 50
Penerus Kartini Pejuang Sejati 51
Isoman 52
Lembayung Senja 53
Tabungan Renta 55
Petani Cabe 57
59
ENDANG CATURWATI 60
Dinginkan Hati 62
Menggapai Cinta 64
Mengejar Mimpi 66
Lentera Insani 68
Setitik Debu 70
71
ENOK WARTIKA 72
Kerinduan 73
Pelabuhan Tenang 74
Kehadiran 75
Dunia Kecil Kita 77
Dalam Doa 78
79
ERNI SURYANI 80
Pohon 81
Labirin 82
Pengharapan 83
Perjalananku
Pasrah
FANI DILA SARI
Covid Bukan Lawan Kita
Setitik Harapan
Jeritan Alam
Tahu
Buah Hati
214 Suara Hati Perempuan | iii
HERLINDA MANSYUR 84
Hujan 85
Di Sudut Persimpangan 86
Melati Putih 87
Tirai Blacu 88
Perjalanan Waktu 89
91
HIRWAN KUARDHANI 93
Balada Lasiman 95
Gaun Teteron Kembang: Buat Genduk di Kota 97
Gayatri Namaku 98
Ibu Kota Nusantara 99
Panglima Nusantara 100
101
I.G.P.A MIRAH RAHMAWATI 102
Rindu tak Berujung 104
Srikandi 106
Pejuang Sejati 108
Cerita tentang Senja 110
Bidadari Surga 112
113
IEKE SARTIKA IRIANY 114
Kasih 115
Bunda 117
Ayah 119
Anakku
Jagat Raya
KURNIASIH ZAITUN
Pandemi
Sekolah: Anak dan Emak
On-Line
Covid-19 (Varian: Alfa, Delta, Omycron)
Menu Kita Hari Ini
iv | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
LESH DEWIKA 120
Perempuan 122
Kau Bilang 124
Meteor! 126
Ampas 127
Coitus
M. HENI WINAHYUNINGSIH 129
Ketika Gelagah Mencumbu Bunga Naga di Kaki Menoreh 131
Debu Lima Kota India Utara 132
Aku Segera Pulang 133
Tidak Harus ke Mana-mana
MULYANINGSIH 134
DIS
NIKEN APRIANI 135
Doa Ibu 136
Disebuah Perjalanan 137
Suara Hati 138
Embun Pagi 139
Lara Rasa
NINA FAJARIYAH 140
Dialog dalam Diam 142
Kepada Perasaan 144
Pasangan Jiwaku 146
Sanur, Kita dan Pagi 147
Mengenangmu 149
Berlari bersama Angin
NINON SYOFIA 151
Wanita Tangguh 152
Nak, Sebelum Bertemu Denganmu 153
Friendship Untill Jannah 154
Balada Ibu Rumah Tangga 156
Perpisahan Beda Dunia
214 Suara Hati Perempuan | v
NOVI ANOEGRAJEKTI 158
Penari (1) 160
Penari (2) 161
Penari (3) 162
Para Perempuan 163
Ritual Penari 164
166
NUNING YANTI DAMAYANTI 168
Megatruh Kabut Senja 170
Megatruh Ibu Pertiwi 172
Aku dan Burung Dara 174
Mimpi Pulang 175
Sabtu Malam di Roppongi 176
178
NURLINA SYAHRIR 178
Tanjung Bunga 179
Laut yang Cedera 180
Pesan Ibu (Anggia) 181
Pakarena 182
Bukan Perempuan 183
184
NURWANI 186
Kota dan Kisah 188
Lentera Usang 190
Merekam Asa 191
Tuhan dalam Paragraf Akhir
Batu Tagak
POLA MARTIANA
Negeriku
Rembulan
Ayah
Diam
Lamunan Batin
vi | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
RANI SITI FITRIANI 193
Kematian 194
Fokus 194
Hidup 195
Mimpi 197
Asa 197
Hidup 198
199
RASMIDA 200
Deru Hati dan Si Buah Hati 201
Kesedihan Penuh Arti 203
Sillaturahmi Menghibur Hati 204
206
RATNADEWI 208
Kekuatan Doa 210
Bertumbuh 211
Berjuang 212
Bersyukur 213
Kembali Hidup 214
215
RETNO DWIMARWATI 217
Alamku 218
Selatan Itu Ibu 219
Selamat Datang 221
Karang Paranje 223
Puseur Sancang Pangirutan
RINA MARIANA
Pantai Kedamaian
Curug Malela
Pulau Dewata
Nyi Balau
Penari Balet
Sangi
214 Suara Hati Perempuan | vii
RISCA NOGALESA PRATIWI 225
Sang Fajar dan Gerimis 227
Wanita Seutuhnya 229
Beranjak 230
Salah Pilihan 231
Sosok 232
233
ROSIDA TIURMA MANURUNG 234
Untuk Ananda 235
Harmonika Kehidupan 236
Tetesan Cerita 237
Kehilangan 239
Menatap Harap 241
243
SRI ROCHANA WIDYASTUTIENINGRUM 245
Kemegahan Borobudur 245
Sang Penari 246
Simbok 246
Perempuan 247
248
SRI RUSTIYANTI 250
Obsesi #1 251
Obsesi #2 252
Obsesi #3 254
Obsesi #4
Obsesi #5
SUKMAWATI SALEH
Kenangan
Kabut
Tsunami
“Ayah”
“Tram”.....
viii | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
SUSAS RITA LORAVIANTI 256
Perempuan-Perempuan 257
Meneteskan Cahaya 258
Sepertinya Ibu, Dirimu 260
Sesepi Malam 262
Tuhan 263
265
W. LIES APRIANI 267
Maaf 269
Bersyukur 270
Babahan Hawa Sanga 271
Pilihan 271
Sehat & Bahagia 272
273
WANDA LISTIANI 275
Gion Kyoto 277
Kawan Tiba 279
Negeri Sepatu 281
Daun Gelisah 283
Aku Melihat Oma 285
287
WINANTUNINGTYAS TITI SWASANANY 289
Ramadhan Bulan Keberkahan 292
Karya Indah Cakrawala 295
Senyumanmu “IBU”
YUDIARYANI
Perang
Sisyphus
Hamlet
Ragnarok
Ketukan
BIODATA PENULIS
214 Suara Hati Perempuan | ix
Pengantar Editor
JEJAK REFLEKSI DAN KONTEMPLASI
SANG PENYAIR
Puisi tertua diformulasikan dalam wujud mantra sebagai
rangkaian bunyi yang berdaya sugesti untuk memenuhi
kebutuhan dan mengatasi beragam permasalahan yang dihadapi
oleh masyarakat. Warisan beragam mantra berkaitan dengan
praktik kehidupan dan upaya manusia mengatasi berbagai macam
permasalahan. Mantra memanggil hujan bila musim kering
berkepanjangan. Mantra penolak hujan manakala ada perhelatan.
Mantra memancing, menanam, dan memanen untuk memenuhi
kebutuhan hidup serta mantra penyembuhan saat manusia
mengalami gangguan kesehatan. Mantra berkaitan dengan siklus
kehidupan mulai dari prakelahiran sampai pascakematian.
Karya drama yang dihasilkan oleh penulis-penulis awal
juga diformulasikan dalam bentuk puisi, seperti karya-karya
Sophokles dan Homeros. Naskah-naskah klasik Nusantara dalam
bentuk kakawin yang hingga saat ini masuk dalam bidang kajian
filologi, seperti Ramayana, Mahabarata, Wedatama, semuanya
diformulasikan dalam bentuk puisi klasik tembang macapat yang
memiliki kaidah-kaidah ketat, seperti mijil, sinom, asmaradana,
dhandhang gula, megatruh, mas kumambang, dan pocung.
Istilah puisi mengimajinasikan konvensi adanya bait, larik,
bunyi, dan rima dengan beragam pola dan dinamikanya, seperti
tampak pada kutipan puisi berikut.
Ariesa Pandanwangi
DI DEPAN TAMAN
Di sini,
angin pun lembut mendesir menerpa wajah,
Sore hari, di antara dedaunan yang melayang gugur.
x | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
Di sini,
musim hujan pun tiba, menjelang sore,
di depan taman,
menghembus segar, udara dingin
Di depan taman
semakin dingin dan senja semakin merona
ketika angin terputus-putus menggigil
dan semangkuk harapan semakin merekah
diucapkan ke relung hati yang paling dalam
Kutipan puisi di atas, secara visual memperlihatkan konvensi
puisi yang menghadirkan unsur judul, baris, dan bait. Bait pertama
terdiri atas tiga larik dan terdapat enjambemen pada larik pertama
dan kedua. Bait kedua terdiri atas 4 larik dan terdapat enjambemen
seperti pada bait pertama. Bait ketiga terdiri atas empat larik serta
masih konsisten menggunakan enjambemen. Jumlah larik tiap
bait, jumlah kata tiap larik, dan pola rima memperlihatkan bentuk
puisi modern yang memiliki kelonggaran, dibandingkan dengan
puisi lama yang dengan konvensi yang ketat, seperti pantun, syair,
gurindam, dan talibun.
Konvensi puisi, secara visual melekat kuat dalam benak
masyarakat dan terus diikuti beriringan dengan munculnya
beragam inovasi seperti puisi mantra, puisi konkret, dan yang
lainnya. Sebagai dunia kata, puisi berpotensi dikembangkan
dengan menggunakan algoritme. Hingga saat ini disampaikan
bahwa masih banyak keengganan mengaji puisi yang dihasilkan
algoritme, seperti disampaikan oleh Köbis & Mossink, (2021:1;
Dafoe, 2018:5; Rahwan, dkk., 2018; Streitfeld, 2018:13).
Selanjutnya disampaikan bahwa kinerja algoritma Natural
Linguistic Generation (NLG) dalam memproduksi teks seperti
manusia, mengusulkan metodologi dengan mempelajari
algoritme pembelajaran dan pengaturan eksperimental dengan
agen manusia, secara natural.
214 Suara Hati Perempuan | xi
Produksi Makna
Penulisan puisi merupakan ruang produksi makna. Satuan-
satuan lingual yang digunakan berpotensi mendapatkan
pemaknaan baru secara terus-menerus dan menghasilkan beragam
interpretasi. Produksi makna merupakan proses dan tindak lanjut
yang tidak terbatas serta sebagai respons atas hadirnya karya
puisi. Penafsir memainkan peran kunci proses produksi makna
ini. Pada kenyataannya penafsir cenderung mengarah pada
upaya pengungkapan melalui tanda-tanda verbal dan nonverbal.
Sementara itu, proses kreatif penyair juga merepresentasikan
refleksi dan kontemplasi lingkungan, pengetahuan, pengalaman,
imajinasi, harapan, dan beragam daya kehidupan penyair, seperti
tampak pada uraian berikut.
Yudiaryani
HAMLET
Hidup bukanlah alur lurus
tanpa bilur kemudahan dan keberhasilan
kematian demi kematian
mewarnai perjuangan manusia
terus mempertahankan hidupnya
Manusia unggul ketika menyadari
bahwa dirinya sedang ditarik gravitasi bumi
syarat menjadi jatuh terhempas
ke dalam pengetahuan dan pengalaman
manusia tak berdaya melangkah keluar
terbuai kebenaran yang nyata
xii | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
Pengalaman yang mempribadi
Menjadikannya menemukan arah sebaliknya
ibarat anak panah siap diluncurkan
busur panah meregang ke belakang
anak panah melesat kencang
Hamlet pun hanya mampu berbisik
di tengah keriuhan pesta dansa to be or not to be
begitu menggelisahkan
berhasilkah saya
pola ritus terjadi berulang
inilah perjalanan manusia menjadi sujana
Yudiaryani menimba aspirasi dari proses pembacaan dan
pengalaman dari sumber mitos, drama, dan game. Semua
mendapatkan pemaknaan secara baru dan terus-menerus muncul
sebagai kilasan-kilasan makna. Drama Hamlet karya besar William
Shakespeare ini meninggalkan jejak pertanyaan abadi yang tidak
pernah selesai, yaitu to be or not tobe. Kilasan makna terus
bermunculan setiap kali membaca atau menyaksikan pergelaran
lakon “Hamlet”. Yudiaryani melalui puisinya “Hamlet” juga
memproduksi dan memunculkan kilasan makna baru yang terus
bermunculan.
Oleh karena itu, pembangkitan makna dari beberapa tanda lain
dan akibatnya menjadikan pemaknaan berlangsung terus-menerus
dan tidak ada habisnya (Juneghani, 2018:163). Tanda verbal dan
nonverbal menjadi bagian pemaknaan dalam studi semiotik.
Tanda-tanda nonverbal semakin kaya dan beragam melalui
penggunaan teknologi digital yang berpotensi menghadirkan
ilustrasi bunyi, gambar, warna, bentuk, dan aktivitas. Tanda-tanda
nonverbal dengan memanfaatkan teknologi digital membuka
ruang kolaborasi antarbidang untuk melakukan publikasi bersama
secara lebih interaktif, komunikatif, dan kreatif. Tanda verbal
memunculkan kilasan makna yang terus berhamburan, seperti
dalam puisi Sri Rustiyanti berikut.
214 Suara Hati Perempuan | xiii
Sri Rustiyanti
OBSESI#1
Sejenak...
kutermenung...
melamun...
entah... apa yang terpikirkan
orang-orang yang merasa
selalu benar menurut dirinya
hingga...
terjadi berhamburan
mencuat...mengalir…menyeberang
tanpa batas
Puisi “Obsesi#1” berlangsung sejenak merespons fenomena
“orang-orang yang merasa selalu benar menurut dirinya”.
Dalam suasana hening, termenung, melamun, terpikir, dan terasa
munculnya makna yang menghambur, mencuat, mengalir, dan
menyeberang tanpa batas dan tanpa henti. Kehadiran “orang-
orang yang merasa selalu benar menurut dirinya” berpotensi
memunculkan beragam interpretasi, karena terbiasa hidup sendiri,
terbiasa mengatur, hidup sebagai penguasa, menutupi kelemahan,
dan beragam interpretasi lainnya.
Tanda nonverbal dalam buku antologi puisi ini
direpresentasikan melalui ilustrasi dalam bentuk gambar dan
lukisan. Tanda nonverbal tersebut berfungsi mendukung dan
memperkuat pemaknaan yang dibangun tanda-tanda verbal.
Dikatakan Langmann & Gardner (2020:85) bahwa hubungan
antarsemiotik antara gambar dengan puisi menciptakan dan
melipatgandakan makna bagi kedua media secara bersama-
sama dan mandiri. Dengan demikian hadirnya ilustrasi yang
memperkaya makna merepresentasikan dan melegitimasi
perlunya kolaborasi antarbidang, utamanya bidang sastra yang
xiv | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
menggunakan media kata-kata sebagai penggambaran bunyi
dan seni rupa, khususnya lukis yang menggunakan media garis,
warna, bidang, dan tekstur.
Potensi kolaborasi puisi dengan seni tari dan seni visual
menjadi fokus penelitian Jusslin & Höglund, (2021:39). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dialog tentang pendidikan puisi
berkontribusi meningkatkan kesadaran mengenai kemungkinan
dan tantangan menggunakan seni tari dan visual di kelas puisi.
Ilustrasi: Atridia Wilastrina
Atridia Wilastrina
SUARA HATI WANITA
Suara hati Wanita..
Membungkus berjuta warna kehidupan
Penuh aroma bunga mengisi jiwa
Dalam wangi bercerita
Suara hati Wanita…
Mengayun jemari mengukir mimpi
214 Suara Hati Perempuan | xv
Sentuhan menggores warna-warni
Menorehkan sejuta cerita diri
Suara hati Wanita…
Bagai denting suara nada
Mengalun dalam irama rasa
Tercurah segala cerita penuh cinta
Puisi “Suara Hati Wanita” di atas dikolaborasikan dengan seni
lukis yang menampakkan gejala beraliran realistik. Lukisan tokoh
wanita digambarkan mengenakan baju yang santun, rambut diikat
konde dan dengan latar aneka bunga dan kupu-kupu. Ilustrasi
lukisan menguatkan isi dan pesan dan representasi perempuan
yang menyimpan, menorehkan, dan mencurahkan cerita. Cerita,
sebagai representasi karakter wanita yang memiliki kemampuan
menampung dan menyimpan beragam cerita suka, duka, dan
rahasia.
Masihmengenaiperempuan,SriRochanamerepresentasikannya
dalam puisi “Simbok”. Leksikon sebagai sapaan terhadap orang
tua perempuan pada masyarakat bawah dalam tradisi Jawa tersebut
tampak dalam kutipan puisi berikut.
Sri Rochana Widyastutieningrum
SIMBOK
Berderap langkah, sumringah, menyongsong cerah esok hari
Hidup semangat, bahu-membahu
Kebersahajaan tak henti, lumuri pertiwi
Simbok bangkit dari tidurnya walau masih tengah malam
xvi | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
Tak menghiraukan dinginnya malam
Tak memikirkan kantuk yang menggelayut di mata
Tak merasakan tubuh yang enggan untuk bangkit
Simbok bakul bergegas bangun di dini hari yang dingin
Simbok mengambil air untuk membasuh dirinya
Menggelar tikar untuk bersujud kepada Yang Esa
Doa khusuk dilantunkan sepenuh hati
Tuk mengawali hari yang penuh harapan
Simbok memanggul bakul penuh sayuran
Sayur dipanen dari kebun dan ladangnya
Sayur diikat rapi untuk dijual ke pasar
Doa mengalir dalam hembusan nafasnya
Dinginnya udara pagi terasa menusuk tulang
Namun simbok tetap semangat untuk berjalan cepat
Takut pagi segera datang dan terang akan benderang
Simbok mempercepat langkah agar cepat sampai di pasar
Simbok semakin mempercepat langkahnya
Meski berat memanggul di punggungnya
Simbok tetap semangat terus berjalan
Berjalan terus untuk mengais rezeki di pasar
Kata simbok dalam kutipan puisi di atas merepresentasikan
perempuan kelas bawah yang dengan pekerjaan berdagang di
pasar tradisional. Kata simbok untuk menyebut kaum perempuan
secara universal. Panggilan hidupnya sebagai pedagang, sayuran,
buah-buahan, dan beragam hasil bumi untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari dijalani dengan optimis dan penuh sukacita.
214 Suara Hati Perempuan | xvii
Berderap langkah, sumringah, menyongsong cerah esok hari
Hidup semangat, bahu-membahu
Kebersahajaan tak henti, lumuri pertiwi
Beban yang menindih di bahu atau punggung terasa ringan
karena tanggung jawab dan perspektif tercukupinya kebutuhan
hidup, kesehatan, dan kebahagiaan keluarga. Simbok yang
universal mengais rezeki dengan merumput, bercocok tanam,
memetik teh, menjadi buruh gendong, memecah baru, dan tak
sedikit pula yang menjadi buruh bangunan. Simbok hadir dalam
kilasan makna, kilasan peristiwa, dan kilasan kerja.
Sosok perempuan yang telah melahirkan anak mendapat
beragam pemaknaan. Sosok simbok hadir sebagai perempuan
kelas padagang pasar. Berikut ibu hadir sebagai sosok teladan
seperti tampak pada kutipan puisi berikut.
Dyah Limaningsih W.
IBU
Ketika ayat-ayat itu kubaca…
Air mata basah di pelupuk mata
Ya Robb, syukurku tak terhingga,
bibir ini berguman…
Kau telah tempatkan kami anakmu di dalamnya
Dalam ajaran Ibu yang begitu mulia
Bukan dalil, surat atau ayat,
ajaranmu lewat sikap
Betapa kau paham apa yang wajib kau bagikan
Hingga kami tidak salah langkah
kami anak-anakmu
xviii | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
akan mematri semua lakumu
Duka, derita, sengsara kau sambut dengan cinta
Bagimu harta bukan segalanya
Yang kau pikirkan bahagia tuk kami semua
Puisi “Ibu” menghadirkan sosok orang tua perempuan yang
telah berjasa besar. Ia menjadi pengantara hadirnya anak di dunia.
Oleh karena itu, tiada kata lain selain syukur atas kuasa-Nya yang
telah menjadikannya. Rasa syukur dikuatkan oleh sosok ibu yang
sanggup menjadi teladan.
Bukan dalil, surat atau ayat,
ajaranmu lewat sikap
Teladan hidup ibu terpatri kuat di dalam batin, semangat
cinta dan kasih ibu. Melalui laku, duka, derita, sengsara kau
sambut dengan cinta. Cinta menyempurnakan perjuangan dan
pengorbanan ibu. Mochtar Embut pencipta lagu “Kasih Ibu” benar
bahwa kasih ibu kepada beta/ tak terhingga sepanjang masa/
hanya memberi tak harap kembali/ bagai sang surya menyinari
dunia. Demikian besar, ikhlas, dan mulianya sosok ibu. Kasih
ibu bagai sang surya menyinari dunia, tidak akan terbalas, dunia
tidak akan dapat membalas sinar surya yang dipancarkan setiap
hari. Demikian juga anak, tidak akan dapat membalas. Rindu
anak kepada ibu yang telah berpulang menjadi benih dan harapan
keselamatan dan kemuliaan, seperti tampak pada puisi berikut.
Een Herdiani
TITIP RINDU BUAT IBU
Merdu suaramu kala kau menimangku
Tak lekang dimakan waktu
Terngiang di setiap hela nafasku
214 Suara Hati Perempuan | xix
Cucur peluhmu tak melihat waktu
kala kau berjuang mencari sesuap harapan
Tuk tetap mampu bertahan
Ibu…
tak pernah kulihat redup perjuanganmu
demi masa depan anak-anakmu
dahsyatnya semangatmu
kobarkan kegigihanmu dalam harapan
walau harus bermakan garam
tuk terus tebar impian
Ibu…
Anak-anakmu kini tlah mewujudkan cita-citamu
Menikmati jerih payahmu
Tapi kau tak lagi melihat hasil perjuanganmu
Namun aku tahu
Kau tersenyum, senyum yang pernah kau lempar
Saat mau menghembuskan nafasmu
Ibu…
hanya doa yang bisa kami titipkan
Alunan Qur’an yang dapat kubacakan
Berikan Surga-Mu ya Robb untuk ibuku
Untuk ibu yang telah berada di alam fana
Untuk kasih sayang ibu untuk jerih payah ibu
Peluk rindu untuk ibu…
xx | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
Bait pertama dan kedua mengekspresikan perjuangan ibu
yang tidak pernah surut, reda, dan kendor. Beragam harapan
baiklah yang menguatkan perjuangan ibu. Impian dan harapan
agar anaknya meraih kesuksesan dan kebahagiaan lahir dan batin
menjadi sumber kekuatan dan semangat perjuangan seorang ibu.
Bait ketiga dan keempat mengekspresikan syukur anak atas
perjuangan ibu. Ibu yang tidak sempat menyaksikan keberhasilan
anak-anaknya. Anak menyaksikan dan mendampingi akhir hidup
ibu merepresentasikan kehidupan anak yang berbakti kepada
orang tua. Bakti anak kepada orang tua tentu dengan mewariskan
dan menebarkan benih kasih dan kebaikan kepada keluarga dan
lingkungannya (masyarakat, pekerjaan, dan pergaulan). Doa anak
yang terus dipanjatkan kepada-Nya kiranya menjadi harapan
terbukanya pintu surga bagi ibu.
Fungsi Puisi
Secara universal puisi sebagai salah satu genre sastra
berfungsi memberikan manfaat dan menghibur. Dalam kaitannya
dengan fungsi puisi, Matalon (2020:1) meneliti dan menempatkan
puisi sebagai entitas yang otonom. Selanjutnya disampaikan
dengan pernyataan yang umum bahwa puisi bermanfaat bagi
umat manusia. Beragam hasil penelitian mengenai fungsi puisi
dilakukan dengan fokus yang beragam, seperti tampak pada
uraian berikut.
Dalam bidang pendidikan, kompetensi penilaian menulis puisi
merupakan salah satu kunci penting yang harus dimiliki oleh guru.
Dikatakan oleh Sundusiah, dkk. (2018:1) bahwa dalam melakukan
penilaian diperlukan kompetensi khusus, yaitu memiliki kompetensi
kepenyairan. Puisi mengedukasi melalui beragam cara, mulai dari
proses kreatif sampai penikmatannya. Proses kreatif yang dilakukan
dengan menata ide dan menuangkan secara verbal tulis mengasah
keterampilan dan ketajaman dalam melakukan penataan satuan-
satuan lingual secara bermakna. Dalam proses tersebut terjadi
sinkronisasi mekanisme kerja pikiran, perasaan, dan keterampilan
berekspresi secara verbal tulis.
214 Suara Hati Perempuan | xxi
Daya nalar, rasa, karsa, dan tuang menata kata secara bermakna
mewujud dalam satu bahasa “puisi”. Endang Caturwati mengajak
meraih ketenangan batin melalui puisi berikut.
Endang Caturwati
DINGINKAN HATI
Hatimu runyam
Hari-harimu tidak tenang
Dadamu membara
Seakan terbakar entah kapan kan sirna
Hatimu bimbang
Pikiranmu melayang
Tidurmupun tak nyenyak
Memikirkan orang lain senang
Wahai kawan mengapa jadi gundah
Mengapa jadi bingung
Mengapa jadi sesak memikirkan nasib orang
Padahal mereka tidak memikirkan tentang dirimu
Ingin tenang dan bahagia?
Ingin nyaman dan tenteram?
Dinginkan hati, gembiralah melihat orang lain bahagia
Berserahlah pada Sang Maha Pemilik Cinta
Mintalah ketenangan batin agar hidupmu bahagia
xxii | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
Pilihan kata dinginkan sebagai ajakan untuk membuat hati
menjadi dingin. Hati yang dingin merepresentasikan keadaan
yang nyaman, tenang, dapat melihat persoalan dengan jernih dan
jelas sosok dan identitasnya. Hati yang dingin menjadikan hidup
tenang dan nyaman, makan minum terasa enak dan tidurpun terasa
nyenyak. Dari batin yang dingin bermunculan kata-kata bijak,
bermakna, berkualitas, wajah yang berbinar, dan penampilan
yang memesona. Sebaliknya hati yang panas merepresentasikan
kerakusan, keserakahan, keirian, kedengkian, dan kejahatan.
Hati yang panas menjadikan hidup tidak tenang, selalu resah dan
gelisah, dan makan tak enak tidur tak nyenyak.
Proses pembacaan mengedukasi melalui isi dan proses dalam
menemukan makna yang tersurat dan tersirat. Dalam buku
antologi ini beragam isi ditawarkan mulai dari deskripsi alam,
flora, fauna, ruang, waktu, situasi, kegiatan, profesi, seni tradisi,
dan tokoh. Beragam judul menampakkan beragam tema, seperti
bertema alam “Karang Paranje” (Retno Dwimarwati), “Embun
Pagi” (Nuning Yanti Damayanti Adisasmito), bertema flora
“Pohon” (Erni Suryani), fauna “Elang Biru” (Een Herdiani),
ruang “Di Depan Taman” (Ariesa Pandanwangi), “Pulau Dewata”
(Rina Mariana), waktu “Malam” (Dyah Limaningsih W.),
“Fajar” (Belinda Sukapura Dewi Sumiartony), situasi “Badai
Pandemi” (Atridia Wilastrina), kegiatan “Membatik” (Arleti
Mochtar Apin), profesi “Penari 1”, “Penari 2”, “Penari 3” (Novi
Anoegrajekti), tokoh sejarah “Kartini Tak Pernah Padam” (Ariesa
Pandanwangi), seni tradisi “pakarena” (Nurlina Syahrir), tokoh
“Aku Satu” sampai “Aku Lima” (Daruni), tokoh mitos “Sisyphus”
(Yudiaryani), tokoh lakon “Hamlet” (Yudiaryani), tokoh wayang
“Srikandi” (Mirah Rahmawati), dan tokoh game “Ragnarok”
(Yudiaryani). Merespons situasi aktual pandemi Covid-19
menginspirasi munculnya puisi “Isoman” (Ela Yulaeliah), dan
“Covid bukan Lawan Kita” (Fani Dila Sari).
Para kontributor lainnya, Ayoeningsih Dyah Woelandhary,
Dini Birdieni, Dyah Limaningsih W., Ela Yulaeliah, Enok Wartika,
Herlinda Mansyur, Hirwan Kuardhani, Ika Dwi Lestari, Kurniasih
Zaitun, M. Heni Winahyuningsih, Mulyaningsih, Niken Apriani,
Nina Fajariyah, Ninon Syofia, Nurwani, Pola Martiana, Rani Siti
Fitriani, Rasmida, Ratnadewi, Risca Nogalesa Pratiwi, Rosida
Tiurma Manurung, Sukmawati Saleh, Susas Rita Loravianti, W.
Lies Apriani, dan Wanda Listiani telah berkontribusi dengan tema-
214 Suara Hati Perempuan | xxiii
tema unik yang layak dikenang bersama sebagai pengalaman dan
pengetahuan hidup yang inspiratif.
Beragam judul di atas dengan tema-tema yang ditawarkan
merepresentasikan sensitivitas penulis dalam merespons
fenomena yang ada di lingkungannya. Beragam fenomena yang
tercatat dalam puisi tersebut menjadi dokumen abadi mengenai
perjalanan hidup umat manusia dengan beragam problema yang
dihadapi, pengalaman yang dihidupi, dan beragam peristiwa yang
terjadi. Puisi menghibur, memberi manfaat, dan menjadi catatan
sejarah kehidupan bangsa dan umat manusia pada umumnya.
Puisi memberikan harapan baru sebagai media terapi untuk
melakukan pencegahan tindak kekerasan. Potensi tersebut
terungkap dalam penelitian Masson (2019:1). Dikatakannya
bahwa perempuan cenderung mengalami kekerasan dari pasangan
hidupnya. Puisi dikatakan menjadi salah satu alternatif cara
untuk membantu korban mendapatkan perspektif tentang situasi
mereka. Perspektif membuka peluang pelaku dan korban untuk
merevisi pengetahuan, sikap, dan kebiasaan yang telah dihidupi.
Revisi sebagai bentuk perubahan memungkinkan situasi dari
menyakiti menjadi mengasihi yang diperlukan dalam kehidupan
berumah tangga.
Puisi Ieke Sartika Iriany, “Bunda” melalui pembacaan yang
terus-menerus berpotensi memunculkan kesadaran dan perspektif
baru mengenai sosok ibu, seperti tampak pada kutipan berikut.
Ieke Sartika Iriany
BUNDA
Garis cantik tergores di wajahmu…
Senyumanmu yang selalu berseri.
Ayam berkokok menemani bangunmu
Kasih sayangmu senantiasa berlari
xxiv | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
Hebat, sungguh hebat
Kedua tanganmu dan kedalaman cintamu
Begitu kuat merangkul anak-anakmu dengan erat
Hingga anak-anakmu enggan jauh darimu
Sepanjang hari sarat dengan tugas dan kewajiban
Tak pernah berkeluh kesah
Tiada waktu terluang, selain bernyanyi untuk anakmu
Mulutmu yang selalu basah dengan doa
Agar anak-anak menjadi taqwa
Dalam masa depan yang cerah
Dan berguna bagi Nusa, Bangsa dan Agama
Sungguh doa tulusmu begitu berkah
Ieke Sartika Iriany menghadirkan sosok bunda yang dengan
sukacita bangun pagi. Ibu yang hadir dan menyayangi anak, yang
tanpa mengeluh, mendidik anak agar berguna bagi nusa, bangsa,
dan agama. Hidup ibu menjadi teladan keikhlasan, kecintaan, dan
kesetiaan atas tugas dan kewajibannya. Semua dilakukan dengan
sukacita yang dipresentasikan dengan /Senyumanmu yang selalu
berseri/.
Nilai terapi juga membantu pasien mengartikulasikan
rasa sakit dan kegembiraan. Dikatakan Segar, dkk. (2020:13)
bahwa puisi memberi ruang ekspresi pasien untuk menangkap
kembali suara kreatif dan mengubah dinamika kekuatan pasien.
Pembacaan ini memperdalam kemampuan dan memperlihatkan
pasien lebih dominan sebagai orang kreatif dan intelek daripada
penyakit medisnya. Perspektif tersebut menjadi sumber kekuatan
dan harapan hadirnya kesembuhan. Temuan tersebut sejalan
dengan temuan dalam studi ilmu saraf, linguistik kognitif, dan
filosofi pikiran. Secara pragmatis dipandang perlu membangun
estetika multivalensi dan lintas disiplin (Gander, 2018:3). Estetika
multivalensi tersebut sekaligus sebagai langkah antisipasi terhadap
214 Suara Hati Perempuan | xxv
kemajuan-kemajuan yang saling bersentuhan satu dengan yang
lain serta memberi alternatif pola pikir yang bersifat devergen.
Puisi diposisikan dalam ruang pluralistik yang mencakup potensi
sosial dan pribadi dari pengalaman manusia yang diwujudkan.
Buku antologi puisi Kepak Srikandi: 214 Suara Hati
Perempuan mengabadikan guratan tinta para Srikandi Indonesia
yang terhimpun dalam organisasi Citra Srikandi Indonesia (CSI).
CSI sebagai organisasi perempuan profesional telah melakukan
beragam kegiatan dalam bidang akademik dan ekspresi seni.
Antologi puisi ini menjadi salah satu kontribusi CSI dalam bidang
apresiasi seni khususnya puisi. Para kontributor yang hidup pada
era teknologi digital mengabadikan apresiasi dan responsnya
terhadap beragam fenomena yang terjadi di lingkungannya.
Kepak Srikandi yang direpresentasikan dalam 214 puisi menjadi
dokumen abadi dan jejak pemikiran, persepsi, dan apresiasi para
anggota CSI.
Sebagai penutup, tim editor menyampaikan terima kasih
kepada para kontributor puisi, pengurus dan anggota CSI, serta
semua pihak yang telah terlibat dan mendukung publikasi buku
antologi puisi Kepak Srikandi: 214 Suara Hati Perempuan ini.
Kepak Srikandi: 214 Suara Hati Perempuan adalah bukti
kehadiran kita bersama di jagat raya ini. Selamat menikmati
kilasan makna 214 suara hati perempuan.
kala gerimis senja
Jember, 20 April 2022
Tim Editor,
Novi Anoegrajekti
Ayoeningsih Dyah Woelandhary
Ariesa Pandanwangi
xxvi | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
DAFTAR PUSTAKA
Dafoe, A. 2018. “AI governance: A research agenda”. Gover-
nance of AI program. Oxford, UK: Oxford University.
https://doi.org/10.1176/ajp.134.8.aj1348938.
Gander, Catherine. 2018. “Poetry as embodied experi-
ence: the pragmatist aesthetics of Muriel Rukey-
ser’s”. The Life of Poetry: Textual Practice, DOI:
10.1080/0950236X.2018.1477259
Juneghani, Masoud Algooneh. 2020. “Interpretant, pure rhetoric,
and semiotics of poetry”. Semiotica. 2018; 222: 163–
179. https://doi.org/10.1515/sem-2016-0083.
Jusslin, Sofia & Höglund, Heidi. 2021. “Arts-based responses to
teaching poetry: a literature review of dance and visual
arts in poetry education”. Literacy. Volume 55 Number 1
January 2021.
Köbis, Nils & Mossink, Luca D. 2021. “Artificial intelligence
versus Maya Angelou: Experimental evidence that peo-
ple cannot differentiate AI-generated from human-writ-
ten poetry”. Computers in Human Behavior, 114 (2021)
106553. https://doi.org/10.1016/j.chb.2020.106553
Langmann, Sten & Gardner, Paul. 2020. “The intersemiotic af-
fordances of photography and poetry”. Semiotica. 2020;
236–237: 85–102. https://doi.org/10.1515/sem-2018-
0050.
Matalon, Eftichia. 2020. “An analysis of the concept of poetry
through a theoretical scheme”. Journal of Poetry Thera-
py. DOI: 10.1080/08893675.2020.1730594.
Rahwan, I. 2018. “Society-in-the-loop: Programming the algo-
rithmic social contract”. Ethics and Information Technol-
ogy, 20(1), 5–14. https://doi.org/10.1007/s10676- 017-
9430-8.
214 Suara Hati Perempuan | xxvii
Rahwan, I.; Cebrian, M.; Obradovich, N.; Bongard, J.; Bonne-
fon, J.F.; dan Breazeal, C. 2019. “Machine behavior”.
Nature, 568(7753), 477–486. https://doi.org/10.1038/
s41586-019-1138-y.
Segar, Nora; Sullivan, Jessica; Litwin, Katherine; dan Hauser,
Joshua. 2020. “Poetry for Veterans: Using Poetry to Help
Care for Patients in Palliative Care—A Case Series”.
Journal of Palliative Medicine. Volume XX, Number
XX, 2020. DOI: 10.1089/jpm.2020.0078.
Streitfeld, D. 2018. Computer stories: A.I. Is begin-
ning to assist novelists. https://doi.org/ 10.1017/
CBO9781107415324.004. New York Times.
Sundusiah, Suci; Rofiuddin, Ah; Suwignyo, Heri; & Basuki,
Imam Agus. 2018. “Indonesian Senior High School
student’s perspective of the poetry teacher’s role in au-
thentic assessment of poetry writing”. Journal of Poetry
Therapy, DOI: 10.1080/08893675.2019.1548727.
xxviii | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
Pengantar Ketua Citra Srikandi Indonesia
MENATA KATA, MEMBANGUN DAYA
Perempuan adalah ibu, adalah juga dermaga pelabuhan tempat
bertolak saat berangkat dan tempat berlabuh ketika pulang. Suara
perempuan sebagai tanda kehadirannya di dunia. Perempuan yang
menuliskan perjalanan diri menorehkan tanda abadi. Banyak
perempuan namun tidak banyak yang menulis. Oleh karena itu,
Citra Srikandi Indonesia (CSI) yang didukung oleh perempuan
profesional Indonesia mengajak para anggota untuk menulis dan
memublikasikan tulisan dalam bentuk esai, bunga rampai, dan
antologi puisi.
Puisi sebagai salah satu genre sastra menjadi ruang ekspresi
estetis pilihan CSI. Puisi sebagai ruang ekspresi yang ringkas,
padat, dan utuh berpotensi untuk menuangkan pikiran, perasaan,
keadaan, syukur, semangat hidup, cinta kasih, dan harapan. CSI
yang didukung para anggota dari kalangan perempuan profesional
memimpikan kehidupan masyarakat yang cerdas, tertib, damai,
sejahtera, dan mandiri. Terwujudnya mimpi tersebut memerlukan
perjuangan, kerja sama, dan kolaborasi antarbidang serta secara
terus-menerus disuarakan agar menjadi kesadaran, harapan, dan
cita-cita bersama sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Perjuangan yang dimaksudkan berpeluang dilakukan secara
personal atau secara komunal. Prestasi yang diraih oleh masing-
masing personal terakumulasi menjadi prestasi bersama. Hal itu
sejalan dengan yang disampaikan Taplin-Kaguru (2022, 26–27)
mengenai kebebasan Amerika. Dikatakannya bahwa cita-cita
kebebasan Amerika bertumpu pada kemampuan setiap warga
214 Suara Hati Perempuan | xxix
negara untuk menjadi tuan atas kehidupan mereka sendiri,
mengejar tujuan mereka sendiri di ruang mereka sendiri.1
Perempuan dari berbagai budaya dalam antologi puisi
ini merepresentasikan semangat kebinekaan yang dihidupi
bersama dan semangat wujudkan cita-cita bersama. Dengan
mengikuti pandangan Quinn (1991) yang menyatakan model
budaya metafora,2 para anggota CSI juga terikat dan memiliki
kemungkinan menghidupi metafora yang diinternalisasikan
melalui akar budaya masing-masing. Ungkapan dalam bahasa
Jawa Urip mung mampir ngombe ‘hidup hanya singgah sejenak
minum’, menempatkan hidup sebagai sebuah perjalanan dan
hidup di dunia hanya menjadi bagian kecil dari kehidupan
besar yang sebenarnya. Pengetahuan, penghayatan, dan praktik
budaya memiliki kemungkinan dibangun secara personal dalam
lingkungan keluarga, masyarakat, etnis, atau bangsa yang dibatasi
wilayah dan kedaulatan.
Puisi: Representasi Budaya Metafora
Kata perempuan berunsur kata empu yang berarti ‘milik’.
Afiks per-an berfungsi membentuk nomina yang berarti ‘ihwal’
atau ‘tentang’. Dengan demikian kata perempuan berarti ‘ihwal
milik’ atau ‘tentang milik’. Dengan demikian, perempuan
merepresentasikan semangat ke-milik-an atau ihwal milik
dalam diri seorang perempuan. Milik yang tidak tergantikan
adalah mengandung, melahirkan, dan menyusui. Mengandung
merepresentasikan perempuan sebagai pengantara dan
pelindung kehidupan. Melahirkan merepresentasikan perempuan
sebagai pengantara yang menghadirkan kehidupan. Menyusui
1. Indonesia akan dikenal sebagai bangsa yang cerdas bila masing-masing
warganya cerdas hal tersebut juga berlaku bagi bangsa India, Jepang, Malaysia, Arab,
dan Amerika. Bandingkan, Nora E. Taplin-Kaguru. 2022. Grasping for the Ameri-
can Dream: Racial Segregation, Social Mobility, and Homeownership. New York &
London: Routledge.
2. Pandangan Quinn (1991) mengenai model budaya metafora tampak dalam
ungkapan yang memperlihatkan pengetahuan, penghayatan, dan kebiasaan hidup
masyarakat pendukungnya. Lihat Naomi Quinn. 1991. “The Cultural Basis of Meta-
phor”. Dalam Beyond Metaphor, ed. J.W. Fernandez, 56–93. Stanford, CA: Stanford
University Press.
xxx | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
merepresentasikan perempuan sebagai pelestari dan penjamin
kehidupan.
Tiga hal tersebut merepresentasikan perspektif materialitas
manusia. Perspektif lainnya, secara psikologis, religius, sosial,
dan kultural tentu menjadi ruang kajian tersendiri yang layak
menjadi fokus kajian CSI ke depan. Di atas sudah disampaikan
bahwa puisi sebagai bentuk ekspresi estetis, ringkas, padat, dan
utuh. Ekspresi estetis mengasumsi adanya dinamika dan harmoni.
Dinamika dan harmoni puisi dihadirkan dengan memanfaatkan
kombinasi satuan-satuan lingual kata yang mengandung unsur
bentuk, bunyi, dan arti (leksikal, referensial, dan kontekstual).
Ekspresi memberikan kelegaan yang bermanfaat bagi seni,
termasuk puisi bermanfaat bagi umat manusia (Matalon, 2020:1;
Segar, dkk., 2020) secara personal dan komunal.3 Kelegaan yang
dialami secara personal dan komunal menjadi sumber kekuatan dan
kenyamanan dalam berkarya. Deskripsi pagi yang diekspresikan
Atridia Wilastrina, mengajak pembaca membayangkan suasana
pagi, seperti pada kutipan berikut.
Berselimut dingin yang sunyi sepi
Ditemani titik-titik butir embun
Semburat rasa syukur menyambut datangnya pagi
Menangkap secercah sinar di balik bukit
Merah jingga merayap naik berdampingan
Membuka pintu alam dalam keindahan pandangan
Suhu dingin dan suasana sunyi sepi dikatakan sebagai selimut
yang membungkus tubuh. Titik-titik embun dihidupkan sebagai
3. Sastra, hingga saat ini perlu terus digali untuk menemukan fungsinya yang
hakiki dan yang tidak tergantikan oleh yang lain. Lihat, Eftichia Matalon. 2020. “An
Analysis of the Concept of Poetry Through a Theoretical Scheme”. Journal of Poetry
Therapy, DOI: 10.1080/08893675.2020.1730594; Nora Segar, MD, MPH,1 Jessica
Sullivan, MD,2 Katherine Litwin, BA, MLIS,3 and Joshua Hauser, MD. 2020. “Poetry
for Veterans: Using Poetry to Help Care for Patients in Palliative Care–A Case Se-
ries”. Journal of Palliative Medicine. Volume XX, Number XX, 2020. DOI: 10.1089/
jpm.2020.0078.
214 Suara Hati Perempuan | xxxi
teman, warna, suasana, dihidupkan dan ditempatkan sebagai sosok
pribadi yang membuka pintu alam dalam keindahan pandangan.
Pagi merupakan waktu hening yang memberi ruang untuk
melakukan dinamika rohani yang menjadi sumber energi untuk
memulai berkarya mengisi hari secara bermakna. Saat hening
menjadi ruang meditasi dan kontemplasi untuk menemukan hal-
hal yang hakiki.
Budaya metafora hadir dalam ruang ekspresi estetis puisi.
Kehidupan rural agraris yang membentangkan keindahan,
kehijauan, dan harapan menjadi kerinduan dan faktor penyebab
Aku Lirik terpanggil untuk pulang. Kata pulang merupakan
aktivitas atau gerak menuju tempat tinggal atau tempat asal, seperti
tampak pada kutipan puisi Belinda Sukapura Dewi, berikut.
Tujuh samudra kuarungi
Seribu gunung kulewati
Ratusan warna tlah kupandang
Berbagai gradasi tlah kuratapi
Tapi hijaumu yang tak berujung
Tiada tara indahnya
Memanggilku pulang dalam dekapan hangat
Larik 1, 2, 3, dan 4 merepresentasikan dinamika perjalanan
yang dilakukan dengan melewati ruang dan pengalaman. Jarak
perjalanan dan pengalaman diekspresikan dengan menyebutkan
tujuh samudra, seribu gunung, ratusan warna, dan berbagai
gradasi. Gerak menuju rumah sebagai tempat tinggal atau tempat
asal menjadi tempat terindah yang dirindukan. Alam hijau yang
merepresentasikan budaya rural agraris tetap menjadi kerinduan
yang menggerakkan untuk pulang dan yang dihayati memiliki
kesanggupan memberikan kehangatan dan kenyamanan hidup.
Budaya metafora tampak dalam ungkapan Jawa dikatakan
orang yang berjiwa besar berciri memiliki semangat Menang
xxxii | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
tanpa ngasorake yang berarti ‘mendapatkan kemenangan tanpa
menyebabkan lawan merasa kalah’. Fenomena tersebut tampak
dalam puisi Hirwan Kuardhani untuk menggambarkan figur
publik yang banyak mendapat ancaman, cercaan, dan hujatan,
seperti tampak pada kutipan puisi berikut.
Segala angin badai menerpa
Segala kayu besi mendera
Semua punah ditelan hati seluas samudra
Kuardhani mengonkretkan ancaman, cercaan, dan hujatan
dengan metafora angin badai menerpa dan kayu besi mendera.
Ancaman kekerasan fisik dan verbal tersebut teratasi dengan jiwa
besar, kesabaran, keikhlasan, dan niat baik yang direpresentasikan
dengan ungkapan Semua punah ditelan hati seluas samudra.
Hati seluas Samudra memberikan ruang yang longgar untuk
menampung segala ancaman, cercaan, dan hujatan.
Perempuan sebagai representasi ke-milik-an terpanggil dan
berpeluang melahirkan sosok pemimpin dengan hati seluas samudra.
Perempuan dengan potensi ke-milik-annya berpeluang melahirkan
dan mengembangkan generasi yang cerdas, tertib, damai, sejahtera,
dan mandiri. Bangsa dengan ciri dan karakter tersebut ditentukan
oleh individu-individu pendukungnya. Citra Srikandi Indonesia,
terpanggil menyuarakan melalui untaian kata indah dan berdaya.
Bandung, 21 April 2022
Prof. Dr. Endang Caturwati, M.S.
214 Suara Hati Perempuan | xxxiii
xxxiv | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
214 Suara Hati
Perempuan
Ariesa Pandanwangi
Ilustrasi: Dini Birdieni
DI DEPAN TAMAN
Di sini,
angin pun lembut mendesir menerpa wajah,
Sore hari, di antara dedaunan yang melayang gugur.
Di sini,
musim hujan pun tiba, menjelang sore,
di depan taman,
menghembus segar, udara dingin
Di depan taman
semakin dingin dan senja semakin merona
ketika angin terputus-putus menggigil
dan semangkuk harapan semakin merekah
diucapkan ke relung hati yang paling dalam
214 Suara Hati Perempuan | 1
kapan kau nak, datang kemari
ke tempat taman kecil di belakang rumah,
tempat kau bermain ketika kecil dulu,
ketika awal menjejak langkah pertama,
awal kau terhuyung-huyung menapak langkah mungil.
Ingatkah kau nak?
Ibumu ini rindu, kapan kau datang?
Aku masih menantimu di depan taman ini.
Ngopi sore, di depan taman
Lembang, awal Maret 2022
2 | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
Ilustrasi: Belinda Sukapura
KEPAK PERJUANGAN SANG BURUNG
Aku dengar kepak sayap burung gereja di halaman belakang,
Kepak sayap mungilnya, basah terguyur hujan
Sesekali kakinya mencengkeram dahan kamboja kuning,
matanya menelusuri rumput,
adakah sisa beras yang ditaburkan pemilik rumah?
Burung gereja terbang merunduk ke hamparan rumput,
kakinya mencoba mengais rumput,
berharap masih tersisa butiran beras untuk makan anaknya
di sarang.
Satu dua masih tersisa beras,
Butiran beras dipatuk dan dibawa menuju langit
kebahagiaan.
Aku datang nak, membawa sebutir beras, untukmu.
Cicit cuit kebahagiaan menyambut datangnya induk burung
Hanya sebutir, tapi banyak paruh mungil menganga,
214 Suara Hati Perempuan | 3
Jangan takut nak, aku kembali lagi.
Kepakan mungil meninggalkan anak-anak burung.
Perjuangan ibu untuk anak-anaknya, ada di mana-mana.
Lembang, awal Maret 2022
4 | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
Ilustrasi: Sri Sulastri
DI BERANDA INI SEMANGAT KARTINI
TAK PERNAH PADAM
Di beranda ini mentari hangat menerpa rautku
Langit terlepas membiru.
Ruang menunggu siang hari
Cuit burung seolah bernyanyi: pergilah angin, jangan bawa aku pergi
Kudengar angin semilir, menutup pagi
Denting piano, mengingatkanku
semangat untuk bertatap muka dengan para Kartini muda
Bait kata pembuka …Selamat pagi
Bincang dalam ruang virtual, memang selalu menebarkan rindu
untuk tapa muka
Gelora semangat untuk saling bertukar pikiran
Untaian tugas Kartini muda menyiratkan kecerdasan mereka
mengekalkan hari esok untuk masa depan bangsa
Kartini muda yang selalu semangat menatap gemilang
Dari ruang virtual depan taman belakang
Lembang, awal Maret 2022
214 Suara Hati Perempuan | 5
DOA MALAM
Hening,
adalah kontemplasi
ketika aku
menemui-Nya.
Dari basuhan air
Menyirami tubuhku
Segar merasuk dalam pori
Kurundukkan wajahku ke bumi
Kubisikkan doaku kepada-Mu Ilustrasi: Mirah Rahmawati
Terisak, begitu dekat dengan sukmaku
Hening malam,
Terpekur
Dalam genggaman jariku, kuuntai asma-Mu
Ya Allah, Ya Robbi
Syahdu malam, awal Maret 2022
6 | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
Ilustrasi: Cama Juli Rianingrum
TENTANG GELORA KARTINI
Kartini, Srikandi Indonesia
Sosok yang menyerahkan jiwa dan pemikirannya untuk
menyelamatkan generasi bangsa
Perempuan yang perkasa dari tekanan lingkungan,
tahu bahwa ini tidak mudah,
pantang menyerah,
Jiwa yang tertuang di atas kertas, sebait surat dikirim
Kini menjadi penanda zaman,
Semangat juangmu takkan pernah padam
Rekam jejak sejarah membuktikan,
Semangat Srikandi yang tak pernah padam
Tertulis dengan tinta emas.
Secangkir teh bersama ruang virtual
Lembang, awal Maret 2022
214 Suara Hati Perempuan | 7
Arleti Mochtar Apin
Ilustrasi: Risca Nogalesa Pratiwi
WAKTU
Hening
Nyaris tak ada suara
Detik jam serasa berpacu degup jantung
Bangunkan kesadaran
Suara detik
Penanda hanya ada satu jalan
Maju terus
Tak mungkin mundur
Tak mungkin diulang
Kenangan adalah detik yang tadi
Masa depan
Detik selanjutnya
Bandung, Maret 2021
8 | Antologi Puisi: Kepak Srikandi
Ilustrasi: Shitra Noor Handewi
UNTAI KASIH
Ketika kantuk menjauh
Kecamuk dalam pikir
Begitu riuh
Liar berlarian datang menyapa
Silih berganti
Ah sudahlah semua punya jalannya sendiri
Tak hak usil
Pun beri bantuan karena tak dibutuhkan
Kasih dan sayang selalu
Berlimpah bagi siapapun
Wahai para terkasih
Jangan pernah meminta
Karna itu selalu ada dariku untukmu semua
214 Suara Hati Perempuan | 9
Ilustrasi: Emi Suryani
OH PERTIWI CINTAKU
Mata berlinang
Pandang buram tak kuasa
Menahan
Guliran air menggariskan aliran pada pipi
Indahnya pertiwiku betapa moleknya
Harum rumput segar diterpa sinar matahari
Tapi
Mengapa begitu banyak anakmu yang menafikan
Kiranya silau pada yang maya
Pertiwiku jangan marah atau sedih
Kelak
Mereka kan tahu mana ibunya
Berharap tak terlambat
10 | Antologi Puisi: Kepak Srikandi