15 Tani Bangkit: Komitmen untuk Ketahanan Pangan masyarakat. Melindungi petani dari kondisi rentan sangat wajib dan menjadi kepentingan semua orang tanpa terkecuali. Indikator SDGs untuk Tani Bangkit Sebagai program pemberdayaan petani beras organik, Tani Bangkit mengemban sejumlah Target dan Indikator dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Pertama, Tani Bangkit merupakan program yang bertujuan mencegah perluasan tingkat kemiskinan ekstrem di masyarakat berbasis pertanian sebagaimana yang disebut dalam Indikator 1.1.1.1 Kemiskinan ekstrem dapat dipahami sebagai peningkatan taraf kehidupan petani. Sebagaimana diketahui, petani di Indonesia tidak dapat dikatakan tahan terhadap goncangan harga pupuk, benih, dan daya tawarnya di tengah persaingan perdagangan pangan global. Kedua adalah Target 2.1 terkait dengan misi menghilangkan kelaparan dan menjamin akses yang inklusif terhadap makanan yang aman, bergizi dan cukup sepanjang tahun.2 Ini erat kaitannya dengan sektor pertanian organik yang digarap oleh kelompok tani yang tergabung dalam Tani Bangkit. Mereka membudidayakan varietas beras lokal Rojolele sebagai upaya menyediakan pasokan pangan yang bermutu bagi masyarakat. Misi menghilangkan kelaparan, sebagaimana ditunjukkan dalam Tani Bangkit adalah menciptakan komoditas yang sehat dan ditopang oleh rantai-pasok pangan lokal. Hal ini memungkinkan ketersediaan pasokan dan cadangan pangan yang sehat bagi masyarakat yang disasar pada Target 2.1.1* yang bertujuan mengurangi angka ketidakcukupan konsumsi pangan.3 1 Indikator 1.1.1: Tingkat kemiskinan ekstrem. 2 Target 2.1: “Pada tahun 2030 menghilangkan kelaparan dan menjamin akses bagi semua orang, khususnya orang miskin dan mereka yang berada dalam kondisi rentan, termasuk bayi, terhadap makanan yang aman, bergizi, dan cukup sepanjang tahun. 3 Target 2.1.1*: Prevalensi Ketidakcukupan konsumsi pangan (Prevalence of Undernourishment).
16 PILAR EKONOMI Sebagaimana sudah disinggung sebelumnya, program Tani Bangkit di Klaten merupakan reaksi atas ancaman gagal panen akibat serangan hama yang berpotensi mengurangi pasokan pangan pokok seperti beras. Ancaman ketersediaan pasokan pangan pokok ini selain karena faktorfaktor pemerataan distribusi, juga disebabkan secara fundamental oleh daya tahan pertanian non-organik dalam menghadapi hama atau dampak perubahan iklim seperti curah hujan tinggi atau kekeringan ekstrem. Dengan menginisiasi pertanian organik berbasis pada varietas lokal, maka diharapkan daya pertanian akan membaik dan berkesinambungan. Ketiga, Tani Bangkit mengemban Target 2.3 untuk mendorong peningkatan produktivitas pertanian dan pendapatan masyarakat petani dengan menyediakan akses pada lahan, sumberdaya kolektif dan peluang nilai tambah pada produk hasil pertanian.4 Semua petani yang tergabung dalam program Tani Bangkit mendapat akses terhadap lahan pertanian organik, benih varietas lokal, pupuk organik, dan alsintan (alat dan mesin pertanian) yang dikelola oleh Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Akses dan sumberdaya yang tersedia secara kolektif itu dapat menunjang produktivitas petani dan meningkatkan taraf pendapatannya. Masih terkait dengan Target 2.3, beras hasil garapan petani di bawah program Tani Bangkit memperoleh peluang nilai tambah produk. Faktor nilai tambah produk berasal dari varietas benih lokal dan organik yang dihasilkan para petani. Di pasaran, harga beras organik mereka lebih tinggi dibandingkan beras nonorganik. Selain itu, peluang nilai tambah produk juga ditopang oleh skema pemasaran produk yang digarap dengan efektif dan efisien dalam program Tani Bangkit. Ini sejalan dengan Indikator 4 Target 2.3: Pada tahun 2030 menggandakan produktivitas pertanian dan pendapatan produsen makanan skala kecil, khususnya perempuan, masyarakat penduduk asli, keluarga petani, penggembala dan nelayan, termasuk melalui akses yang aman dan sama terhadap lahan, sumberdaya produktif, dan input lainnya, pengetahuan, jasa keuangan, pasar dan peluang nilai tambah dan pekerjaan non-pertanian.
17 Tani Bangkit: Komitmen untuk Ketahanan Pangan 2.3.1* yang menyasar peningkatan dan perbaikan pada nilai tambah pertanian dan pendapata produsen pertanian skala kecil.5 Keempat, para petani yang tergabung dalam Tani Bangkit sebagaimana telah diceritakan sebelumnya, memperoleh pendapatan yang lebih baik daripada petani non-organik. Hasil ini selaras dengan Indikator 2.3.2 yang menyasar perbaikan pada pendapatan rata-rata “petani kecil”.6 Para petani organik dalam Tani Bangkit secara kolektif menggarap lahan akumulatif sekitar 40 hektar yang dikelola oleh gabungan kelompok tani (Gapoktan). Jika lahan ini dibagi untuk 20 orang petani, maka mereka masing-masing mendapatkan akses menggarap lahan sebesar 2 hektar per orang. Kendati begitu, laba kotor mereka per 2000 meter sawah organik diprediksi mencapai 7 juta rupiah sekali panen. Kelima, kekuatan Tani Bangkit terletak pada pengelolaan benih varietas lokal yang dibudidayakan dengan baik. Poin ini erat kaitannya dengan Target 2.5.7 Gapoktan tempat para petani yang ada dalam Tani Bangkit bernaung mengelola sendiri benih varietas Rojo Lele. Mereka membuat Pokja (Kelompok Kerja) khusus yang menangani benih. Hal ini memungkinkan para petani untuk memproteksi mereka dari ketergantungan terhadap pasokan benih organik impor. Dengan begitu, para petani mendapat pembagian hasil untung yang adil dan merata. Dalam derivasi pada Indikator 2.5.1*, benih varietas Rojo Lele ini adalah 5 Indikator 2.3.1*: Nilai tambah pertanian dibagi jumlah tenaga kerja di sektor pertanian (rupiah per tenaga kerja). 6 Indikator 2.3.2: Rata-rata pendapatan produsen pertanian skala kecil menurut jenis dan status adat. 7 Target 2.5: Pada tahun 2020, mengelola keragaman genetik benih, tanaman budidaya dan hewan ternak dan peliharaan dan spesies liar terkait, termasuk melalui bank benih dan tanaman yang dikelola dan dianekaragamkan dengan baik di tingkat nasional, regional dan internasional, serta meningkatkan akses terhadap pembagian keuntungan yang adil dan merata, hasil dari pemanfaatan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional terkait, sebagaimana yang disepakati secara internasional.
18 PILAR EKONOMI benih unggulan yang sangat penting perannya dalam misi ketahanan pangan.8 Keenam, Tani Bangkit menyediakan sistem dan skema yang menempatkan para petani organik mendapatkan pasar yang cocok dan sistem yang mencegah atau mengatasi goncangan pada arus distribusi komoditas. Misi tersebut selaras dengan Target 2.c yang juga mengangkat persoalan pada fungsi-fungsi pasar, khususnya untuk komoditas pangan.9 Diferensiasi penting Tani Bangkit dibandingkan program-program pemberdayaan petani yang lain adalah pada keberhasilannya memetakan ke mana konsumen potensial mereka. Hasil ini diperoleh melalui hasil kerja sama dan kemampuan membangun komunikasi dengan para mitra. Dan meski selama pandemi ada banyak penyesuaian situasi untuk para petani organik yang tergabung dalam Tani Bangkit, mereka dengan cepat dapat mengambil kebijakan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan komunitas. Ketujuh, untuk merangkai seluruh hal terbaik dalam Tani Bangkit, program ini selaras dengan Target 2.4 yang ada dalam SDGs.10 Tujuan Tani Bangkit sejak awal adalah memecahkan problem dalam sistem produksi pangan yang dapat menopang produktivitas petani secara berkesinambungan dan berdaya tahan menghadapi dampak-dampak 8 Indikator 2.5.1*: Jumlah varietas unggul tanaman dan hewan untuk pangan yang dilepas. 9 Target 2.c mengadopsi langkah-langkah untuk menjamin berfungsinya pasar komoditas pangan serta turunannya dengan tepat, dan memfasilitasi pada waktu yang tepat akses terhadap informasi pasar, termasuk informasi cadangan pangan, untuk membantu membatasi volatilitas harga pangan yang ekstrem 10 Target 2.4: Pada tahun 2030, menjamin sistem produksi pangan yang berkelanjutan dan menerapkan praktek pertanian tangguh yang meningkatkan produksi dan produktivitas, membantu menjaga ekosistem, memperkuat kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim, cuaca ekstrim, kekeringan, banjir, dan bencana lainnya, serta secara progresif memperbaiki kualitas tanah dan lahan. Indikator 2.4.1: Penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan.
19 Tani Bangkit: Komitmen untuk Ketahanan Pangan perubahan iklim. Dengan mengambil komitmen mempertahankan benih lokal dan mengedepankan siklus pertanian berkelanjutan serta konsep pemberdayaan yang lebih inklusif, para petani mendapatkan hasil yang sangat memuaskan. Sistem ini telah berdampak pada cara petani dan masyarakat yang secara langsung mengandalkan pertanian untuk beradaptasi dengan perubahan iklim dan pandemi yang turut serta memengaruhi daya produktivitas para petani secara keseluruhan.
20 PILAR EKONOMI
21 Ecoprint: Cetakan Alam untuk Ibu Bumi ECOPRINT Cetakan Alam untuk Ibu Bumi Purwokerto dan Jakarta tentu bagai bumi dan langit. Di Jakarta, semua serba ada, dan denyut perkotaan yang sibuk membuat siapa pun harus siap berlari kencang tanpa berhenti. Sebaliknya, di Purwokerto, kehidupan berbanding jauh. “Di sini, di tempat baru ini, saya bisa merasa jadi diri yang bermanfaat,” buka Pupung Pursita mengawali cerita sepak terjangnya sebagai fasilitator untuk program Ecoprint di Lazismu PP Muhammadiyah. Perempuan asal Bandung ini ternyata sangat cocok dengan suasana di tempat barunya, Kota Purwokerto. Di sini, Pupung yang pernah mengenyam kuliah di bidang seni rupa Universitas Negeri Jakarta tak dinyana akan jadi lembar penting hidupnya. “Ketika tiba di Purwokerto, kami sebetulnya tak punya banyak rencana. Kami hanya ingin pindah dan mencari tantangan yang bermakna,” kata Pupung. Di kota baru ini, Pupung tak ingin kehilangan semangat berkaryanya di bidang kriya. “Di Jakarta, saya hanya sibuk bekerja dari pagi hingga sore. Begitu terus-menerus. Tentu saya bosan mengulang rutinitas seperti itu. Nah, sejak pindah ke Purwokerto tahun 2016, saya punya waktu mengeksplorasi hasrat berkarya saya sebagai seorang seniwati,” kata
22 PILAR EKONOMI Pupung. Siapa yang menyangka, dari sinilah suatu cerita tentang ecoprint dapat dikatakan bermula. Panggilan Berkarya Pupung kemudian banyak bereksperimen mengisi waktu senggangnya di rumah. Ia betul-betul berharap menemukan suatu aktivitas yang mampu menjadi jembatan antara praktik berkesenian dan dapat memberi manfaat bagi banyak orang. Sebab, di luar tanggung jawabnya bersama sang suami untuk membesarkan tiga orang anak, ia juga tetap ingin berkarya secara personal maupun sosial. Baru setahun setelah kepindahan di Purwokerto, Pupung menyadari ada perkembangan menarik di dunia teknik seni kriya, berupa ecoprint. Waktu itu, yang paling umum, tentu saja digunakan pada medium kain atau pakaian untuk produk-produk fesyen. Ini peluang baru yang tak salah untuk dipelajari. Apalagi, Pupung memang tengah menggarap proyek pribadi dengan melukis di medium kain. “Kalau enggak salah, tahun 2017 lagi ada booming kerajinan ecoprint. Saya kira itu cukup prospektif terutama buat ibu-ibu rumah tangga. Tapi sayang, biaya belajar ecoprint relatif mahal. Jadi sangat ekslusif. Padahal, harusnya ini bisa memberi manfaat untuk banyak orang. Toh, bahan bakunya sudah tersedia begitu saja di sekitar kita, kan?” tutur Pupung. Sebagai seorang pekerja seni sekaligus ibu rumah tangga, sudah barang tentu Pupung melihat ada peluang besar pada produk fesyen berbasis ecoprint. Tentu saja bukan hanya untuk dirinya pribadi. Ia berharap ecoprint dapat memberi kebermanfaatan ekonomi pada banyak orang. Sebab, produk-produk berbasis ecoprint punya nilai jual yang tinggi dibandingkan kain berbasis motif cetak industri.
23 Ecoprint: Cetakan Alam untuk Ibu Bumi Persoalannya, sebagaimana diungkap Pupung, pelatihan dan lokakarya ecoprint termasuk hanya bisa diakses kalangan berduit. Selain biayanya cukup tinggi, juga ketersediaan fasilitator masih sangat sedikit. Tidak semua orang bisa mengakses pelatihan ecoprint. Ia pun masih menyimpan pertanyaan pribadi. Apakah ecoprint ini adalah jalan berkarya yang selama ini ia cari? Dan mungkin, yang dapat menjadi penghubung antara keinginan berkesenian tapi punya misi sosial? Ketika Pupung akhirnya mempelajari ecoprint, ternyata tidak begitu sulit. Ia bahkan seolah membenarkan perkiraan sebelumnya: ecoprint justru sangat cocok untuk semua kalangan. Tanpa perlu latar pendidikan dan belajar di bidang seni kriya, siapa pun berpotensi mengerjakan ecoprint di medium kain. Terlebih, jika dibandingkan dengan teknik membatik atau menenun kain, ecoprint bisa digarap bahkan oleh seorang perempuan buruh tani di pedesaan. Dari sini sudah sangat jelas. Muncul satu misi sosial yang telah lama dicari-cari Pupung: Jika ecoprint ternyata sangatlah mudah untuk dipelajari dan kebermanfaatannya sangat tinggi, kenapa ia tidak turun tangan mengajarkannya pada orang banyak?
24 PILAR EKONOMI Tapi, bagaimana ia mencari sumber pendanaan untuk mendukung pelatihan dan lokakarya ecoprint? Sungguh tidaklah mungkin ia mengajar dan melatih orang-orang secara cuma-cuma. Sebab, perlu ada yang membiayai ketersediaan bahan baku dan proses penggarapan ecoprint. Menghubungkan Ekologi dan Filantropi “Karena saya juga tidak mungkin membiayai sendiri pelatihan ecoprint, saya mengajukan ke Lazismu PP Muhammadiyah. Saya sendiri dulu pernah aktif di IPM, IMM, sampai NA. Karena itu juga saya punya tempat untuk mencoba peluang mendapat dukungan dari Lazismu,” tutur Pupung. Jelas tidak mudah di tahap paling mula. Pupung harus berusaha keras menjelaskan apa itu ecoprint dan potensi kebermanfaatannya bagi sepak terjang Lazismu di dunia filantropi. Upaya mencocokkan visi antara cara kerja pemberdayaan dalam ecoprint dan misi Lazismu berlangsung perlahan. Di sisi seberang, Lazismu memang harus memastikan bahwa konsep pemberdayaan yang ditawarkan Pupung tidak sekadar karitatif. Di titik ini, visi Lazismu sangat cocok dengan apa yang Pupung sendiri inginkan. “Saya juga sebenarnya enggak mau kalau ecoprint itu hanya sekadar memberikan sumbangan. Nah, ketika ketemu Pak Joko Intarto dari Lazismu PP Muhammadiyah kami ternyata sangat nyambung mau seperti apa itu ecoprint,” kata Pupung. Sementara itu, seorang praktisi ecoprint bernama Puthut Ardiyanto juga menawarkan konsep pemberdayaan sama seperti yang diajukan Pupung ke Lazismu PP Muhammadiyah. Dosen ilmu komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) inilah yang akhirnya bersama dengan Pupung menjadi fasilitator berkeliling ke banyak tempat memperkenalkan ecoprint.
25 Ecoprint: Cetakan Alam untuk Ibu Bumi “Pada percontohan pertama, kita bikin pelatihan di Banjarnegara. Ada beberapa kelompok di dua desa. Ternyata memang ada kepuasan tersendiri ketika kita mengajarkan ibu-ibu desa. Mereka umumnya adalah petani atau bekerja di pasar sembari menunggu masa panen. Jadi banyak waktu yang dapat digunakan,” ungkap Pupung. Lazismu dan Yang Kembali ke Alam Program ecoprint adalah contoh nyata bahwa pemberdayaan ekonomi yang mengusung tema-tema ekologi punya tempat di lembaga filantropi. Lazismu membuktikan hal itu. Sekarang, nyaris tidak mungkin bagi lembaga filantropi untuk tidak mendukung pengembangan lapangan pekerjaan yang juga dapat selaras dengan misi pelestarian lingkungan. “Pertama-tama, tawaran ecoprint ini masuk ke Lazismu. Kemudian karena kebetulan ada korporasi yang siap menyalurkan zakat untuk pemberdayaan ekonomi perempuan, kita anggap ecoprint ini termasuk
26 PILAR EKONOMI yang cocok,” jelas Falhan Nian Akbar Manajer Program Pendayagunaan dan Pendistribusian Pilar Ekonomi dan Kesehatan Lazismu PP Muhammadiyah. Program ecoprint pada dasarnya memang sangat relevan dengan misi pemberdayaan untuk sebuah lembaga filantropi seperti Lazismu. Sebab, dalam ecoprint, misi pemberdayaan ekonomi itu tidak sekadar untuk memperbaiki kapasitas ekonomi para penerima manfaat. Tetapi, juga memperkenalkan jenis sektor ekonomi kreatif yang mengusung sistem produksi komoditas yang ramah lingkungan. Dan memang, ecoprint punya nilai lebih dibandingkan komoditas kekaryaan dalam ekonomi kreatif lainnya yang sangat bergantung pada rantai pasok bahan baku industri besar. Barangkali, berkat inilah, akhirnya ecoprint dianggap cocok dan disepakati menjadi salah satu program pemberdayaan yang sangat layak untuk digarap. Dua korporasi yang mendukung ecoprint melalui Lazismu PP Muhammadiyah adalah PT Paragon Technology and Innovation atau yang lebih dikenal dengan Wardah, dan UPZ DK Permata Bank Syariah. Secara resmi, ecoprint pertama kali diselenggarakan pada tahun 2019 melalui pelatihan pembuatan kain ecoprint. Sebagai sebuah teknik pencetakan, ecoprint tidak menggunakan bahan pewarna dan pemotifan sintetik. Teknik pencetakan ecoprint memanfaatkan bahan-bahan natural seperti daun dan kayu untuk mendapatkan warna dan motif di medium kain. Walaupun, ecoprint tidak selalu dan mesti di atas medium kain, bisa juga di material kulit. “Ketika mulai program, kami mulai dengan pelatihan pembuatan kain ecoprint yang diselenggarakan di 10 kota kabupaten yang ada di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DIY. Ada di Bekasi, Bandung, Garut, Banyumas, Magelang, dan banyak lagi. Kemudian, di tiap titik ada 20 orang yang terlibat dan akhirnya dipecah menjadi beberapa kelompok,” ujar Falhan.
27 Ecoprint: Cetakan Alam untuk Ibu Bumi Pelatihan ecoprint terdiri atas pelatihan pembuatan kain ecoprint, pemberian peralatan produksi ecoprint, dan kain untuk berlatih pascapelatihan, dan pendampingan. “Selain itu, kami juga ingin supaya ada semacam showroom itu produk-produk hasil ecoprint para peserta,” sambung Falhan. “Sekarang [tahun 2022], program ecoprint sudah masuk ke tahap dua, setelah sebelumnya yang pelatihan awal di 10 kota dan kabupaten. Di tahap dua, kita lanjutkan untuk kelompok penerima manfaat yang ada di 10 kota tadi, tapi kita tambahkan juga dua daerah. Ada Solo, karena berkaitan dengan penyelenggaraan Muktamar Muhammadiyah, dan di Tanah Laut supaya mendapat bahan baku natural yang beda dengan yang ada di pulau Jawa,” ujar Falhan. Ada lagi satu aspek konservasi lingkungan di program ecoprint. Salah-satunya adalah pembagian bibit-bibit tumbuhan yang kelak akan digunakan dalam proses ecoprint. Setiap komunitas di masing-masing kota dan kabupaten mendapatkan bibit-bibit tumbuhan untuk ditanam. Bibit-bibit itu, selain untuk menggantikan bahan-bahan natural yang telah terpakai sebelumnya, juga diharapkan menjadi sarana pembelajaran konservasi lingkungan. Sehingga muncul kesadaran bahwa setiap pelaku ecoprint bertanggung jawab menunjang kebutuhan bahan baku ecoprint
28 PILAR EKONOMI secara mandiri dan berkelanjutan. Jadi, ikut berkomitmen atas dampak lingkungan yang ditimbulkan dari proses kreatif penciptaan produkproduk ecoprint. Syarat-syarat untuk memperhatikan kesinambungan lingkungan dalam seluruh ikhtiar pengembangan program pemberdayaan ekonomi di Lazismu semakin krusial. Dan, melalui ecoprint ini, terlihat gamblang bagaimana komitmen Lazismu pada kesinambungan daya topang lingkungan akan terus-menerus memainkan peran penting aspek inovasi program. Cerita dari Pelatihan ke Pelatihan “Banyak ibu-ibu yang ikut pelatihan ecoprint tidak pernah berpikir kalau mereka bisa membuat kain yang cantik dan bernilai tinggi dengan teknik sederhana,” ungkap Pupung. Menurutnya, sebab kebanyakan peserta pelatihan menganggap teknik produksi kain hanya sebatas batik atau tenun. “Tentu saja, kalau membatik atau menenun butuh keterampilan dan pelatihan panjang,” tambahnya. Berbeda dengan membatik atau menenun, teknik ecoprint nyaris inklusif. Semua orang bisa melakukannya, tanpa harus punya latar belakang pelatihan yang sangat lama. Dengan begitu, tidak akan ada kendala produksi bagi semua perempuan peserta pelatihan ecoprint yang berlatar belakang profesi buruh tani. “Nah, di teknik ecoprint mau tangan-halus atau tangan-kasar sama sekali enggak berpengaruh. Itulah uniknya ecoprint. Semua pasti bisa,” kata Pupung. Artinya, teknik ecoprint ini memungkinkan perempuan lintas profesi untuk turut serta mendapat manfaat dari teknik ini. Mulai dari guru hingga buruh tani. Sangat jauh berbeda jika mereka harus belajar dari awal bagaimana cara membatik atau menenun.
29 Ecoprint: Cetakan Alam untuk Ibu Bumi Dengan begitu, manfaat pelatihan ecoprint akan langsung terasa pasca-pelatihan. Setidaknya, pada penambahan keterampilan para peserta untuk mengolah produk fesyen yang ramah lingkungan. Kemudian, jika digarap dan didampingi dengan baik, dapat beranjak perlahan ke tahap produksi untuk kebutuhan pasar. Selain lintas profesi, pelatihan ecoprint juga terbukti bisa memberi manfaat pada para perempuan dari lintas generasi. Pupung bercerita bahwa di banyak lokasi pelatihan ecoprint, ia begitu terkesan dengan antusiasme peserta. Mulai dari yang muda hingga yang tua. “Awalnya mereka enggak begitu yakin apa bisa bikin kain segampang itu. Eh, ternyata bisa beneran. Peserta yang lansia pun tidak kalah semangat dengan ibu-ibu muda,” jelasnya. Di berbagai lokasi itu pula, Pupung menyaksikan bentuk solidaritas yang terjalin di antara peserta dan kesungguhan mereka pada pelatihan. “Di desa tempat pelatihan dibuat, ibu-ibu peserta menyiapkan segala hal secara mandiri. Makanan, minuman, dan kelengkapan selama pelatihan mereka upayakan secara bareng-bareng. Itu luar biasa membantu kami sebagai penyelenggara dan fasilitator,” kata Pupung. Ada lagi sisi inklusif dalam pelatihan ecoprint. Semua hasil kreasi teknik ecoprint sudah pasti unik dan otentik. Tidak ada yang dapat disebut sebagai kain ecoprint yang bagus dan jelek. Sebab, sebagai produk seni, penilaian baik dan bagus, jelek atau indah pada kain ecoprint bersifat relatif. Sangat subjektif. Pupung menegaskan, “Produk kain ecoprint ini tidak ada yang dianggap gagal. Kadang kita anggap tidak bagus, tapi ternyata justru laku ketika ditampilkan di pameran. Kalaupun, memang jelek, bisa diulang lagi proses pengerjaannya. Ini uniknya ecoprint.”
30 PILAR EKONOMI Menciptakan Lapangan Kerja “Hijau” Produk kain ecoprint hasil komunitas binaan Lazismu PP Muhammadiyah ternyata punya dampak baik untuk pengenalan misi lembaga. Banyak pembeli produk ecoprint semakin mengerti komitmen Lazismu pada pemberdayaan ekonomi perempuan yang inovatif sekaligus meyediakan lapangan pekerjaan “hijau”. Sekarang, sudah merupakan tuntutan baru bahwa sektor pemberdayaan ekonomi harus bisa mendukung cita-cita menciptakan lapangan pekerjaan yang dapat mendukung kelestarian lingkungan. Dengan demikian, ecoprint ini sudah ada di jalur yang benar. Potensi-potensi penciptaan lapangan kerja “hijau” di program ecoprint sebagaimana telah dijelaskan panjang lebar sebelumnya, sangat jelas ada di level pelatihan, produksi hingga pemasaran. Di tingkat pelatihan, program ecoprint ini dilandasi oleh semangat inklusi sosial yang memungkinkan partisipasi lintas profesi dan generasi. Sehingga ada alternatif ruang berkarya bagi para perempuan untuk berpartisipasi dalam proses penguatan ekonomi masyarakat. Di tingkat produksi, bahan baku untuk pembuatan kain ecoprint memanfaatkan bahan natural dan harus didukung dengan kegiatan
31 Ecoprint: Cetakan Alam untuk Ibu Bumi konservasi. Bayangkan! Di tingkat produksi saja, sudah terjadi proses pendidikan konservasi yang sangat penting. Dan ternyata bisa berjalan beriringan. Jadi siapa bilang bahwa bisnis dan sektor ekonomi harus mengorbankan kebaikan untuk ekologi? Terakhir, di tingkat pemasaran, para pembeli juga memperoleh edukasi konservasi. Ketika mereka membeli produk fesyen berbasis ecoprint, secara tidak langsung mereka mengenal bahwa betapa alam telah menyediakan sesuatu yang sangat berharga. Sebagaimana kata Pupung, “Setiap kain ecoprint yang kami jual di pameran ada keterangan yang menjelaskan tentang daun yang menjadi bahan pewarna. Termasuk ibu-ibu dari desa mana yang membuat kain ecoprint itu.” Begitulah, di tingkat pemasaran pun, tidak sekadar menjual. Tapi juga mengedukasi pembeli terkait dengan betapa pentingnya alam bagi kehidupan manusia. Juga, sekaligus mengeratkan lagi ikatan di antara sesama manusia. Karena dengan begitu, mereka jadi tahu bahwa ada sekelompok perempuan yang tengah mencetak sebuah harapan di atas kain-kain ecoprint.
32 PILAR EKONOMI Dan dampak lainnya adalah para pembeli juga turut serta menjadi muzaki secara tak langsung. Sudah mendapatkan edukasi konservasi alam, dan mendukung sektor lapangan kerja “hijau”, juga menjadi bagian dari gerakan filantropi yang punya komitmen pada keberlanjutan lingkungan. SDGs dan Ecoprint Program pelatihan dan pemberdayaan perempuan berbasis produk ecoprint yang dilakukan oleh Lazismu Pusat mengadaptasi tujuan-tujuan global sebagaimana termaktub dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Pengadaptasian SDGs dalam program ecoprint terkait erat dengan dua isu krusial yaitu perempuan dan lapangan kerja yang layak. Perempuan merupakan subjek penting dalam pembangunan berkelanjutan yang hanya dapat dicapai dengan ketersediaan lapangan kerja yang aman dan ramah terhadap perempuan. Program ecoprint mendukung pengarusutamaan isu perempuan dan lapangan kerja layak dengan mengadaptasi Target 5.1 yang menyerukan penghapusan subordinasi dan domestikasi perempuan terutama di sektor sosial dan ekonomi.1 Program ecoprint memberi kesempatan pada perempuan di pedesaan yang berasal dari kalangan ibu rumah tangga, buruh tani, dan pedagang kecil di pasar tradisional untuk mendapatkan pelatihan pembuatan kain ecoprint. Pelatihan ini membuka kesempatan pada perempuan dari kelas sosial-ekonomi bawah untuk mengakses sektor ekonomi kreatif. Sejalan dengan derivasi Target 5.1 yaitu Indikator 5.1.1*, program ecoprint sendiri dapat disebut sebagai wujud penguatan kebijakan atau pengarusutamaan dukungan terhadap hak-hak perempuan untuk terlibat 1 Target 5.1: Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan di mana pun.
33 Ecoprint: Cetakan Alam untuk Ibu Bumi dalam sektor ekonomi.2 Program ecoprint mengandalkan regulasi negara dan juga secara internal adalah kebijakan Muhammadiyah dan Aisyiyah yang mendorong terwujudnya ruang inklusif di berbagai lini dan sektor bagi semua kategori gender, usia, dan latar sosial-ekonomi. Berikutnya, beranjak pada Tujuan 8, program ecoprint mengemban misi untuk membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.3 Program ecoprint menyelenggarakan pelatihan di berbagai kota dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di area urban, pinggiran, dan pedesaan. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan ini hanya dapat dicapai dengan melibatkan agensi perempuan secara merata dan adil di tiga area tersebut. Perempuan di area urban, pinggiran, dan pedesaan menghadapi tekanan sosial, ekonomi, dan politik yang nyaris tidak berbeda dalam konteks dampak industrialisasi dan penyempitan kesempatan kerja yang layak di sektor informal. Sejalan dengan itu, program ecoprint mengapropriasi Indikator 8.3.1* dan Indikator 8.6.1* yang menargetkan peningkatan proporsi lapangan pekerjaan informal di sektor non-pertanian dan persentase keterlibatan perempuan tidak bersekolah untuk mengakses pelatihan.4 Program ecoprint sebagaimana telah ditegaskan berulang-ulang, merupakan infrastruktur penguatan kapasitas perempuan untuk memasuki sektor ekonomi kreatif. Banyak anggota telah dilatih untuk membuat kain ecoprint yang bermutu dan bernilai tambah yang dapat ditawarkan melalui pameran, festival, fashion show, dan marketing daring. Meski masih sebagian kecil di antara 2 Indikator 5.1.1*: Jumlah kebijakan yang responsif gender mendukung pemberdayaan perempuan. 3 Tujuan 8: Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua. 4 Indikator 8.3.1*: Proporsi lapangan kerja informal non-sektor pertanian berdasarkan jenis kelamin. Indikator 8.6.1* Persentase usia muda (15–24) yang sedang tidak sekolah, bekerja atau mengikuti pelatiahn (NEET).
34 PILAR EKONOMI mereka yang telah berhasil menjualnya, tidak dapat dipungkiri ada banyak anggota yang mendapatkan manfaat keterampilan dan informasi selama program berlangsung. Program ecoprint dalam konteks SDGs sebagaimana telah diuraikan di atas, telah memainkan peran krusial. Program ini mendorong terbentuknya agensi perempuan muslim di sektor ekonomi kreatif dengan memfasilitasi penguatan kapasitas mereka dalam menambah nilai tambah pada produk ramah lingkungan. Program ini dengan demikian telah mempertajam makna pembangunan berkelanjutan yang bermaksud menyediakan lapangan pekerjaan yang inklusif dan berkelanjutan.
35 Riasa Corner: Merias Ekonomi Keluarga RIAS@ CORNER Merias Ekonomi Keluarga Usaha tata rias dan penjualan kosmetik pernah jadi tren. Mulai dari tingkat perkampungan hingga kota-kota metropolitan. Mulai dari jasa tata rias keliling atau pedagang kosmetik eceran hingga salon atau etalase produk di gedung mal yang mewah. Tak sedikit wiraswasta perempuan mendulang rezeki berkat usaha tata rias dan kecantikan. Persoalan sekarang, kalau pun mau, tidak semua perempuan punya kesempatan dan akses untuk masuk ke ceruk bisnis ini. Ada kendala pengetahuan, keterampilan, modal serta platform usaha. Tantangan serupa juga berlaku untuk banyak perempuan yang terlibat sebagai aktivis, simpatisan atau jamaah di organisasi sosial kemasyarakatan seperti Aisyiyah. Itulah alasan pokok kenapa program pemberdayaan ekonomi perempuan bernama Rias@ Corner hadir. Tidak lain supaya para aktivis, simpatisan atau jamaah di Aisyiyah yang masuk kriteria penerima manfaat (mustahik atau asnaf) punya kapasitas untuk terjun ke usaha bidang tata rias dan kecantikan. Memanfaatkan zakat korporasi, program Rias@ Corner menawarkan solusi alternatif. Ribuan perempuan merasakan manfaat peningkatan
36 PILAR EKONOMI kapasitas membangun usaha skala UMKM. Mereka mendapat pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dukungan sarana usaha hingga peluang mengakses modal. Sekilas Rias@: 2016-2017 & 2018-2019 Rias@ Corner adalah nama program hasil kolaborasi antara Aisyiyah, Wardah (PT Paragon Technology and Innovation) dan Lazismu Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Berlangsung dalam dua periode program, yakni tahun 2016 hingga 2017, dan tahun 2018 hingga 2019. Gagasan dasar program ini adalah gerakan pemberdayaan dan kewirausahaan bagi perempuan yang didukung melalui zakat korporasi. Dukungan dana zakat korporasi berasal dari Wardah sebagai merek produk kecantikan dan kosmetik. Dana zakat korporasi Wardah disalurkan melalui Lazismu sebagai lembaga amil zakat. Penanggung jawab dan pelaksanaan program ada di bawah koordinasi Majelis Ekonomi dan Ketenagakerjaan (MEK) Pimpinan Pusat Aisyiyah. Program ini diselenggarakan dalam bentuk pelatihan kewirausahaan, bantuan sarana usaha, dan akses modal bergulir melalui koperasi syariah. Periode pertama pelaksanaan program ini adalah tahun 2016 hingga 2017 dengan nama Rias@ — tanpa “corner” — yang diwujudkan melalui platform pendampingan bernama Pelatihan Rias@. Peserta pelatihan diajari keterampilan tata rias. Dengan kata lain, fokus periode pertama program ini adalah menghasilkan pelaku usaha di bidang tata rias. Total ada 600 peserta untuk periode pertama program awal ini. Pasca pelatihan, masing-masing peserta mendapatkan peralatan tata rias standar (pallet makeup) sebagai sarana usaha yang didukung Wardah melalui zakat korporasi. Bermodal pallet makeup tadi, para peserta memulai usaha tata rias di tempatnya masing-masing.
37 Riasa Corner: Merias Ekonomi Keluarga Periode kedua program mulai ada inovasi. Konsep “rias@” kemudian ditambahkan dengan “corner” seiring dengan semakin lengkap cakupan program. Jika pada periode pertama program (2016-2017) fokus pada usaha tata rias, maka pada periode kedua program (2018-2019) bertambah dengan usaha distribusi produk kosmetik dan kecantikan. Rias@ Corner periode kedua program ini diselenggarakan melalui pelatihan bernama Sekolah Wirausaha Aisyiyah Rias@ (SWA Rias@) dengan total peserta 100 orang. Usia peserta maksimal 40 tahun. Komposisi peserta sebetulnya sebagian besar berasal dari alumni Pelatihan Rias@ pada periode pertama program. Ada tiga regional pelaksanaan program Rias@ Corner yakni: (1) DIY dan Jawa Tengah; (2) Jawa Timur; (3) DKI Jakarta, Jawa Barat dan Sumatera. Penentuan regional terkait dengan tiga pertimbangan utama: (1) proses asesmen kepesertaan dan evaluasi dari pelaksanaan Rias@ 2016-2017; (2) ketersediaan fasilitator kewirausahaan; (3) mobilitas penyelenggaraan kegiatan. Tiga regional yang terpilih ini juga diharapkan dapat menstimulasi penyelenggaraan kegiatan pemberdayaan
38 PILAR EKONOMI ekonomi untuk berbagai program dan skema lainnya, baik di Aisyiyah, Muhammadiyah dan bahkan organisasi otonom (ortom). Seluk Beluk Memulai Rias@ Corner Dalam rangka mengawali program Rias@ Corner, antara bulan Juli dan September 2018, MEK PP Aisyiyah menyelenggarakan lima aktivitas, yaitu: (1) workshop evaluasi Rias@ periode program 2016/2017; (2) workshop penyusunan panduan sekolah bisnis dan pemodalan; (3) konsolidasi 20 kabupaten dan atau kota sasaran program Rias@ Corner; (4) pelatihan pendamping dan fasilitator; (5) koordinasi dengan mitra lokal. Proses evaluasi pelaksanaan program Rias@ (2016/2017) dan pematangan koordinasi menuju Rias@ Corner (2018/2019) dilakukan pada bulan Agustus 2018. MEK PP Aisyiyah mengundang Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) calon pelaksana program dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI. Yogyakarta dan Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) dari Jakarta Barat, Depok, Bandung, Bekasi, Semarang, Kudus, Surakarta, Kebumen, Pekalongan, Bantul, Kulonprogo, Gunung Kidul, Tulungagung, Sidoardjo, Surabaya, Lamongan, dan Jember. Proses evaluasi kemudian disusul dengan workshop, pertemuan dan konsolidasi yang melibatkan semakin banyak lagi perwakilan Aisyiyah di daerah/ kabupaten. Berikutnya, antara bulan Oktober dan Desember 2018, MEK PP Aisyiyah melaksanakan empat aktivitas, yaitu: (1) pelatihan model Sekolah Wirausaha Aisyiyah atau SWA; (2) pembentukan Rias@ Corner; (3) penyaluran dana bergulir; (4) pendampingan dan pemantauan. Untuk bulan Januari 2019 hingga Juni 2019, selain melanjutkan pendampingan dan pemantauan juga dilakukan workshop evaluasi program hingga penyusunan laporan akhir.
39 Riasa Corner: Merias Ekonomi Keluarga Perlu disampaikan bahwa sejak proses konsolidasi hingga tahap pelatihan yang diselenggarakan MEK PP Aisyiyah secara keseluruhan melibatkan selain yang telah disebutkan sebelumnya yakni: MEK PDA Bekasi, MEK PWA Jawa Barat, MEK PWA Sumatera Barat, MEK PWA Jawa Timur, MEK PWA Jawa Tengah, PDA Bantul, PDA Kebumen, PIC Rias@ Corner PWA DIY, PIC Rias@ Corner PWA Jawa Tengah, PIC Rias@ Corner PW DKI, PIC Rias@ Corner Jawa Barat, PIC Rias@ Corner Sumatera Barat, PIC Rias@ Corner PWA Lampung, PIC Rias@ Corner Jawa Timur, PDA Bandar Lampung, PDA Padang, PDA Pariaman, PDA Depok, PDA Bekasi, dan PDA Bandung. Luas cakupan program Rias@ memang pada awalnya masih terpusat di pulau Jawa. Belakangan, konsolidasi mampu diperluas cakupannya hingga ke Sumatera. Wujud Zakat Korporasi Program Rias@ Corner pada mulanya berasal dari diskusi antara Nurhayati Subakat dan Latifah Iskandar. Nurhayati Subakat dikenal luas sebagai pengusaha manufaktur kosmetik yang memproduksi merek
40 PILAR EKONOMI Wardah. Bersama Latifah Iskandar, Nurhayati Subakat juga adalah pengurus Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Berawal dari diskusi di antara dua aktivis perempuan dan pengusaha inilah program Rias@ muncul. Program Rias@ kemudian diserahkan pelaksanaannya kepada Pimpinan Pusat Aisyiyah sebagai organisasi perempuan di Muhammadiyah. MEK PP Aisyiyah kemudian merumuskan konsep, implementasi dan evaluasi program. Berkoordinasi dengan Lazismu yang ditunjuk untuk menyalurkan zakat korporasi Wardah, MEK Aisyiyah kemudian mematangkan konsep hingga bentuk sinergi dan koordinasi. Ada dua wujud zakat korporasi dari program Rias@ (2016/2017) dan Rias@ Corner (2018/2019). Pada program Rias@, zakat korporasi diwujudkan dalam bentuk bantuan sarana usaha berupa pallet makeup yang diberikan kepada 600 orang peserta Pelatihan Rias@. Maka, dalam Pelatihan Rias@, Aisyiyah, Wardah dan Lazismu mendukung calon pelaku usaha tata rias dengan melatih mereka keterampilan berwirausaha dan membekali peserta dengan modal perlengkapan standar untuk memulai usaha. Pada program Rias@ Corner (2018/2019), zakat korporasi diwujudkan dalam bentuk dana atau modal bergulir. Zakat korporasi Wardah yang telah disalurkan ke Lazismu kemudian diteruskan ke jaringan Koperasi Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah BUEKA Walidah Mulia (KSPPS BWM) yang ada di tingkat kota, daerah, atau kabupaten di masing-masing provinsi sasaran program Rias@ Corner. KSPPS BWM sendiri adalah koperasi sekunder tingkat nasional yang diinisiasi oleh MEK PP Aisyiyah. Setiap anggota Rias@ Corner mendapatkan modal atau dana bergulir sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Kepada tiap anggota binaan Rias@ Corner, mereka diberi kebebasan mengatur strategi pemanfaatan dana bergulir. Kewajiban anggota binaan adalah mengembalikan dana
41 Riasa Corner: Merias Ekonomi Keluarga bergulir sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Dana bergulir yang dikembalikan ke koperasi kemudian akan dimanfaatkan oleh anggota lain untuk pengembangan usaha tata rias atau menjadi distributor produk kosmetik. Ilustrasi Penyaluran Zakat Korporasi ke Penerima Manfaat. Di Lampung, Koperasi PD Aisyiyah Kota Bandar Lampung menerima dana bergulir Rp 15.000.000 pada tahap pertama, dan pada tahap kedua sebesar Rp 10.000.000 sehingga kemudian totalnya adalah Rp 25.000.000. Dana bergulir tersebut disalurkan merata untuk lima orang penerima manfaat. Masing-masing penerima manfaat mencairkan dana bergulir sesuai jumlah kebutuhan belanja produk untuk distribusi. Para penerima manfaat kemudian setelah mendapatkan laba penjualan berkewajiban mengembalikan dana bergulir untuk digunakan anggota lain, dan begitu seterusnya, sehingga menjadi modal yang bermanfaat untuk banyak orang. Wujud Usaha: Tata Rias dan Distributor Produk Kosmetik Meskipun ada perbedaan fokus jenis usaha dan wujud dukungan zakat korporasi untuk setiap peserta Rias@ (2016/2017) dan Rias@ Corner (2018/2019), pada akhirnya ada dua wujud utama pilihan usaha yang tersedia. Pertama adalah usaha tata rias. Kedua adalah distributor (reseller) produk tata rias, kosmetik dan kecantikan. Perlu ditegaskan bahwa tidak ada perbedaan berarti antara peserta Rias@ (2016/2017) dan Rias@ Corner (2018/2019). Sebab, komposisi peserta untuk dua periode program tersebut sebagian besar adalah sama. Hanya saja, jumlah kepesertaan antara dua periode program tersebut memang berbeda. Untuk Rias@ Corner, jumlahnya tidak sebanyak
42 PILAR EKONOMI sebelumnya, karena lebih spesifik menyesuaikan dengan hasil asesmen program. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, untuk usaha tata rias, setiap anggota binaan menerima pelatihan keterampilan merias dan bantuan pallet makeup. Sedangkan untuk setiap anggota yang menjadi distributor (reseller) produk kosmetik dan kecantikan, mereka mendapatkan pelatihan keterampilan berwirausaha, pemasaran dan bantuan dana bergulir. Belakangan, seiring dengan berkembangnya fokus dalam program Rias@ Corner, banyak anggota menekuni usaha distribusi produk kosmetik daripada usaha tata rias. Hal ini dimungkinkan karena bertepatan dengan pelaksanaan Rias@ Corner, Wardah merilis platform Wardah Womenpreneur (WWp), sebuah komunitas keanggotaan reseller merek ternama ini. Kesempatan tersebut tidak disia-siakan, seperti gayungbersambut, banyak anggota kemudian juga sekaligus menjadi anggota WWp. Setiap wujud usaha, baik tata rias atau distributor produk, memiliki pasarnya masing-masing yang masih sangat potensial. Untuk anggota yang menekuni usaha tata rias, permintaan muncul ketika ada acara seremoni kelulusan siswa, kegiatan festival, wisuda mahasiswa, hingga makeup pengantin. Berbekal bantuan pallet makeup, para anggota diharapkan dapat menjalankan usahanya dan perlahan bisa melanjutkan atau mengembangkan usaha. Sedangkan anggota Rias@ Corner yang menjadi tenaga penjual (reseller), wujud usaha mereka adalah memasarkan dan menjual produk kosmetik. Sebagian besar anggota ini menjual produk merek Wardah. Sejumlah alasan yang mereka kemukakan antara lain: (1) Wardah merupakan merek produk harian yang juga mereka gunakan untuk kebutuhan pribadi; (2) Wardah menawarkan skema usaha yang sangat
43 Riasa Corner: Merias Ekonomi Keluarga menguntungkan bagi para anggota; (3) Wardah sendiri adalah merek produk kosmetik yang mewakili aspirasi perempuan muslim. Kisah Nur Laila Malik: Dari Tape ke Kosmetik Nur Laila Malik atau akrab disapa Ibu Laila (lahir 1981) adalah seorang penerima manfaat program Rias@ Corner. Sebelum menjadi anggota binaan di program, Laila bersama suami membuka toko pertanian di Tuban. Meski sempat berhasil, usaha Laila bersama suami harus berhenti di tengah jalan. Mereka bangkrut akibat perampokan. Dari Tuban, Laila bersama keluarga kemudian pulang kampung ke Tulungagung. Di tempat baru, Laila kembali berikhtiar dengan berjualan kudapan tape bakar. Karena harus merintis dari awal, usaha berjualan belum berkembang sesuai harapan. Belum tampak tanda-tanda membaik. Omset harian rata-rata maksimal hanya menyentuh angka dua ratus ribu rupiah. Jumlah itu hanya cukup untuk mengganti biaya produksi dan operasional. Untuk laba bersih harian, masih belum cukup. Di tengah upaya memulihkan perekonomian keluarga, Laila mendengar ada program pendampingan UMKM bidang tata rias dan kecantikan dari pengurus Aisyiyah berupa pelatihan dan akses bantuan pemodalan. Meski bukan tipikal anggota Aisyiyah yang aktif secara penuh karena harus bekerja keras memenuhi kehidupan sehari-hari, tawaran program ditanggapi dengan antusias. Apalagi bagi Laila, peluang usaha demi menunjang masa depan keluarga memang sangat dinantikan. Laila memang seorang ibu rumah tangga yang gigih. Setiap peluang yang sah dan halal untuk mengangkat taraf hidup keluarga akan diikhtiarkan olehnya. Laila tahu persis bahwa di program Rias@ Corner ada peluang usaha di bidang penjualan produk kosmetik, kecantikan dan tata rias. Laila juga paham bahwa jenis usaha yang ditekuni sebelumnya adalah kuliner yang sepintas tampak berbeda. Kendati demikian, bukan berarti Laila gentar
44 PILAR EKONOMI dengan tantangan ini. Laila pernah mengenyam kuliah jurusan Farmasi. Latar pendidikan itu membuatnya merasa akan cepat belajar di bidang penjualan kosmetik. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut dan dukungan penuh dari keluarga, Laila bergabung menjadi anggota binaan program Rias@ Corner. Rias@ Corner menjawab harapan Laila. Seiring waktu bergabung sebagai anggota binaan, Laila kembali mampu menguatkan ekonomi keluarga. Perjuangan, ikhtiar dan doa Laila selama ini berbuah hasil baik. Laila menjadi salah satu anggota binaan program yang menampakkan hasil mengesankan. Di luar itu, keterampilannya dalam memasarkan produk kosmetik Wardah juga semakin baik. Laila bahkan terampil membantu konsumen untuk menentukan produk yang tepat sesuai kebutuhan mereka masing-masing. Upaya Laila yang tak kenal lelah berkorelasi dengan derasnya rezeki yang mengalir untuk keluarganya. Kisah Dyan Ike Dammyanti: Ratusan Reseller dan Ekspor Produk “Passion saya ketemu di sini, dengan Rias@, Wardah dan Lazismu,” kata Dyan Ike Dammyanti menegaskan arti penting Rias@ Corner bagi dirinya. Dyan adalah penerima manfaat program Rias@ Corner di bidang distribusi produk kosmetik dan konsultasi kecantikan. Perempuan asal Ngawi ini, terhitung sejak 2018, masih konsisten mengembangkan usaha kosmetik. Bermodal pelatihan di SWA Rias@ dan akses pemodalan koperasi syariah yang dikelola Aisyiyah, Dyan kini mampu membina agen dan ratusan jaringan tenaga penjualan produk. Tapi untuk sampai pada tahap ini, perjuangan Dyan tidak mudah. Sejak menikah pada tahun 2005, bersama sang suami yang juga aktivis Muhammadiyah, mereka memutuskan berwirausaha. Bahu-membahu mereka berikhtiar membesarkan bisnis. Sang suami membuka usaha servis komputer dan percetakan rumahan. Sementara Dyan mencoba
45 Riasa Corner: Merias Ekonomi Keluarga peruntungan dengan berjualan batik Pekalongan. Usaha Dyan tidak bertahan lama. Hanya dalam hitungan bulan jualan batik harus berhenti. Dyan sadar bahwa dia memang tidak begitu menguasai strategi jualan batik. Ia tidak begitu menguasai tren, manajemen keuangan dan stok produk. Dyan rugi jutaan rupiah. Gagal berdagang batik, Dyan tidak patah semangat. Ia kemudian beralih jualan mainan dan alat tulis kantor (ATK). Usaha ini sebetulnya punya prospek menjanjikan daripada jualan batik karena ditopang secara tidak langsung oleh usaha percetakan di kiosnya. Pelanggan percetakan pasti membutuhkan ATK, entah buku tulis, kertas, bolpoin, atau spidol. Kendati demikian, Dyan terbentur masalah yang sama yaitu manajemen keuangan dan stok produk. Jualan mainan dan ATK hanya bisa bertahan kurang lebih dua tahun. Dyan masih belum menyerah. Ia melihat peluang bisnis jualan sepatu dan sandal. Prediksinya tidak meleset. Jika dibandingkan dengan jualan batik, mainan anak dan ATK, omset penjualan sepatu dan sandal lebih besar. Apalagi pada saat itu, Dyan relatif tidak punya saingan. Berbeda ketika menjual ATK, Dyan harus bersaing dengan kehadiran toko baru yang menjual ATK lebih lengkap di dekat rukonya. Dyan juga tidak menemui kendala pada stok produk. Tokonya bisa memperbarui produk sesuai tren. Usaha penjualan sepatu dan sandal membuka harapan bagi Dyan. Usaha penjualan sepatu dan sandal milik Dyan mampu bertahan cukup lama. Tapi cobaan kembali menghampiri. Tidak jauh dari tempat Dyan, berdiri toko sepatu dan sandal yang mematok harga di bawah pasaran. Strategi ‘banting-harga’ dari toko pesaing berakibat pada penurunan penjualan sepatu dan sandal di toko milik Dyan. Ia mengaku tidak mengeluh kalau harus berkompetisi secara sehat dan wajar. Dyan hanya mempersoalkan ketimpangan kekuatan modal yang dimiliki dirinya
46 PILAR EKONOMI sebagai pengusaha UMKM dan pengusaha bermodal besar. Strategi ‘banting-harga’ memperlihatkan ketimpangan modal, lemahnya proteksi pada usaha skala UMKM, dan eksploitasi pasar yang destruktif. Usaha toko sepatu dan sandal milik Dyan akhirnya harus gulung tikar. Karena modal sudah terkuras habis, Dyan fokus pada bisnis yang tidak banyak mengandalkan jual beli produk secara konvensional. Berangkat dari kesimpulan itulah Dyan kemudian memberanikan diri terjun ke usaha multi-level-marketing atau yang lebih akrab diakronimkan MLM. Kali ini Dyan masuk ke produk kosmetik milik perusahaan yang berkantor pusat di Swiss. Produk kosmetik milik perusahaan MLM itu memang sedang naik daun. Dari sini pula Dyan belajar keterampilan pemasaran dan penjualan produk (product knowledge). Ia juga belajar cara membentuk jaringan pemasaran, penjualan dan pengembangan komunitas serta manajemen keuangan. Menurut Dyan, inilah keterampilan-keterampilan yang justru paling krusial tapi tidak begitu ia kuasai sebelumnya. Menurut Dyan, bisnis MLM produk kosmetik ini juga cukup menjanjikan. Prospek pertumbuhan dari bisnis MLM cukup bagus. Tapi lagi-lagi masalah menghadang Dyan. Konsep hirarki atau piramida pemasaran dalam MLM menyimpan masalah laten dan justru jadi sumber kerentanan bisnis ini. Sederhananya, MLM adalah strategi distribusi atau pemasaran berjenjang. Keuntungan para penjual bukan hanya pada seberapa banyak mereka mampu menjual produk, tapi juga kemampuan mereka merekrut tenaga penjual baru sebagai anggota untuk bergabung bersama mereka (downline). Strategi pemasaran berjenjang ini pada akhirnya dipraktikkan dengan mengeksploitasi setiap anggota jaringan yang ada di dalam hirarki. Dyan sebetulnya termasuk anggota MLM yang cukup berhasil. Banyak orang percaya pada komitmen dan kejujurannya menjalankan bisnis sehingga Dyan relatif mudah merekrut anggota baru. Masalah
47 Riasa Corner: Merias Ekonomi Keluarga justru berasal dari distributor di atasnya yang satu per satu lepas tangan. Padahal, sistem berjenjang mewajibkan soliditas hirarki dari atas hingga ke bawah. Bagaimana pun terampilnya Dyan, kondisi ini hanya akan menjadi penghambat dirinya untuk berkembang lebih jauh. Pertengahan tahun 2018, di tengah situasi yang mulai tidak kondusif, Dyan mendapat tawaran berpartipasi dalam program Rias@ Corner. Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Tulungagung mengajaknya untuk menjadi anggota binaan. Dyan memang sesuai dengan kriteria sasaran ideal dalam program ini. Pertama, Dyan adalah seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) yang tertarik dan punya pengalaman mengembangkan bisnis UMKM tapi terkendala modal dan daya finansial. Kedua, Dyan memiliki keterampilan pengorganisasian bisnis berbasis komunitas yang sejalan dengan filosofi Pilar Ekonomi Lazismu dan Aisyiyah. Ketiga, Dyan punya daya resiliensi bisnis demi meningkatkan taraf dan peran ekonomi perempuan dalam keluarga. Tiga alasan inilah yang membuat Dyan terpilih sebagai penerima manfaat. Dyan menjawab tawaran menjadi anggota Rias@ Corner dengan penuh keyakinan. Ia punya alasan personal pula. Pertama, pengalamannya di bisnis MLM menyadarkannya bahwa ia memang lebih cocok dengan produk kosmetik dan kecantikan. Kedua, Dyan melihat bahwa program @Riasa Corner yang digagas melalui kolaborasi Aisyiyah, Wardah dan Lazismu menyediakan ekosistem yang lebih sehat, fleksibel dan kebebasan berkreasi. Ketiga, Dyan memiliki keterampilan-keterampilan dasar dalam manajemen produk, penjualan dan strategi pemasaran yang sudah pasti ia butuhkan. Keempat, Dyan sudah semakin matang dalam mengelola modal dan riset pemasaran secara praktis untuk membaca tren dan daya beli calon konsumen.
48 PILAR EKONOMI Tidak seperti kebanyakan orang yang menghabiskan modal segar dengan belanja produk, Dyan pertama-tama justru meriset situasi pasar. Ia memang sudah mulai paham produk kosmetik atau kecantikan seperti apa yang cocok dengan selera konsumen di Tulungagung. Tujuan utamanya adalah memiliki wawasan makro tentang tren produk kosmetik. Jadi, ketika mengawali status sebagai anggota Rias@ Corner, ia hanya belanja produk yang pasti laku terbeli. Tak lupa ia juga berupaya membangun hubungan baik dengan pelanggan-pelanggannya. Jaringan sosial yang sudah terbentuk di bisnis sebelumnya juga turut ia berdayakan. Dalam tahap perintisan awal, Dyan tidak punya stok produk. Ia memanfaatkan dengan betul model distribusi produk kosmetik Wardah secara daring. Bermodal katalog produk, ia gencar mengiklankan produk melalui media sosial dan grup aplikasi wicara whatsapp. Ketika permintaan untuk produk tertentu makin tinggi, Dyan baru berani mulai menyediakan produk di rumahnya. Apalagi ternyata beberapa pelanggan juga datang langsung ke rumahnya. Beberapa pelanggan lain juga memintanya untuk menyediakan produk yang mereka kehendaki. Dua alasan itulah yang membuat Dyan yakin untuk belanja stok produk. Karena produk perlu ditampilkan secara menarik supaya menggugah pelanggan atau pengunjung untuk membeli, ia juga belajar melalui internet cara menata produk di etalase toko. Berjalan beberapa bulan menjadi anggota Rias@ Corner, ikhtiar Dyan membuahkan hasil. Ia bukan saja berhasil menjual produk, tapi mengembangkan bisnisnya dengan sistem komunitas. Ia membuka peluang bagi pelanggan atau siapa pun yang tertarik berjualan kosmetik Wardah. Apalagi karena Wardah sendiri menawarkan potongan harga khusus bagi anggota, Dyan masih punya peluang untuk merekrut tenaga penjual di bawahnya dengan selisih harga produk yang masih menguntungkan untuk mereka dan dirinya sendiri. Begitulah ia kemudian merekrut kurang lebih sepuluh agen penjualan dan ratusan tenaga penjualan.
49 Riasa Corner: Merias Ekonomi Keluarga Pelan tapi pasti, konsumen Dyan semakin meluas. Pelanggannya menyebar di Sumatera hingga Papua, dari Malaysia ke Hongkong dan Arab Saudi. Satu hal yang Dyan tekankan adalah keinginan untuk belajar halhal baru sehingga mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Resep ini berlaku ketika pandemi Covid-19 menyebar di Indonesia. Dyan cepat belajar cara memaksimalkan pemasaran dan penjualan secara daring. Hasilnya, ketika pagebluk merajalela, ia masih bisa menjalankan bisnisnya tanpa harus terhambat aturan pembatasan interaksi atau penjarakan fisik. Ia mengatakan bahwa selama pandemi penjualan produk justru meningkat cukup tinggi. Kini, sudah tahun kelima Dyan mengembangkan usaha penjualan produk kosmetik. Ia masih mengingat kesan pertama ketika menjadi penerima manfaat dalam program Rias@ Corner. “Berkat ada bantuan pemodalan dari Lazismu waktu itu, saya jadi bisa membantu ekonomi keluarga hingga hari ini. Bahkan sekarang hasil dari penjualan produk bisa saya alokasikan membantu biaya perawatan Ibu saya yang sakit,” jelas Dyan. Manfaat program pemberdayaan ekonomi untuk perempuan memang terbukti punya banyak manfaat tak terduga.
50 PILAR EKONOMI Tentang Kekuatan Para Perempuan Rias@ Corner adalah bentuk lain dari ikhtiar mewujudkan pemberdayaan ekonomi berbasis keluarga. Program ini berkaitan erat dengan spirit BUEKA (Bina Usaha Ekonomi Keluarga Aisyiyah) yang sudah dipelopori Aisyiyah sejak lama. Bahkan bisa disebut sudah menjadi misi pemberdayaan sejak gerakan perempuan ini berdiri pada 1917. Dan, berkat dukungan zakat korporasi, program ini dapat dilaksanakan. Laras Wiendyawati, manajer program Rias@ Corner dan pengurus MEK PP Aisyiyah mengatakan kekuatan utama program ini ada pada niat untuk mengangkat derajat perempuan. Salah satunya dengan mendukung pengembangan kapasitas berwirausaha perempuan. Dengan demikian, para perempuan pun mampu menjadi penopang ekonomi keluarga. Dalam upaya membantu para perempuan, Rias@ Corner menawarkan solusi jitu. Pelatihan, pendampingan dan pemberdayaan disulap ada dalam satu paket program bernama Rias@ Corner. Rumusan program seperti ini sangat layak dikembangkan terus-menerus. Tapi bukan berarti tanpa kendala. Karena Rias@ Corner mengusung konsep pemberdayaan dan pendampingan, tentu di sinilah letak paling rentan dari keberhasilan program ini. Maka, perlu perencanaan dan evaluasi yang tepat supaya aktivitas inti program bisa terlaksana dengan baik. Pada akhirnya, Rias@ Corner telah memberi contoh menarik. Kolaborasi antara gerakan perempuan, lembaga amil zakat dan korporasi bisa menciptakan program yang menjawab tantangan misi pengentasan kemiskinan dan persoalan ekonomi. Makna baik ini tentu memperkaya praktik pendayagunaan dana ZIS yang kreatif dan berdayaguna untuk meningkatkan taraf kualitas kehidupan umat.
51 Riasa Corner: Merias Ekonomi Keluarga Rias@ Corner dan SDGs Sebagai program pemberdayaan ekonomi perempuan, Rias@ Corner telah berjalan seiring dengan target-target dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Pertama, terkait langsung dengan misi untuk mengakhiri diskriminasi berbasis gender yang dialami oleh perempuan sebagaimana yang tertuang dalam Target 5.1.1 Rias@ Corner mengadaptasi target ini ke dalam tujuan besar program yang mendukung perempuan untuk memperluas peran ekonominya bagi keluarga dan masyarakat. Kedua, derivasi dari Target 5.1 adalah Indikator 5.1.1 yaitu mengakselerasi pembentukan sistem pemberdayaan perempuan melalui kebijakan dan regulasi.2 Rias@ Corner jelas merupakan bagian dari diskursus dan kebijakan Aisyiyah untuk mendorong keterlibatan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan di keluarga dan masyarakat. Aisyiyah sebagai organisasi perempuan Muhammadiyah memang sejak awal telah mengarusutamakan perluasan peran perempuan dalam aspek sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, dan kesehatan. Terutama bagi perempuan muslim, perluasan peran semacam ini dibutuhkan, dan harus didukung oleh otoritas perempuan muslim yang bereputasi seperti Aisyiyah. Ketiga, Rias@ Corner sangat selaras dengan Target 8.3 yang bermaksud mendorong terbentuknya dukungan positif pada kegiatan produktif di masyarakat, terciptanya lapangan kerja yang layak dan pertumbuhan UMKM.3 Dukungan positif tersebut antara lain adalah mengembangkan 1 Target 5.1: Mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan di mana pun. 2 Indikator 5.1.1: Jumlah kebijakan yang responsif gender mendukung pemberdayaan perempuan. 3 Target 8.3: Menggalakkan kebijakan pembangunan yang mendukung kegiatan produktif, penciptaan lapangan kerja layak, kewirausahaan, kreativitas dan inovasi, dan mendorong formalisasi dan pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk melalui akses terhadap jasa keuangan.
52 PILAR EKONOMI perspektif dan model pemberdayaan ekonomi berbasis gender yang integratif, holistik dan apresiatif. Di sini, peran Aisyiyah melalui program Rias@ Corner sangat penting untuk mendorong terbentuknya sistem yang mendukung pemberdayaan bagi perempuan. Keempat, masih sejalan dengan Target 8.3, pada Indikator 8.3.1 dan 8.3.1 (c), Rias@ Corner turut menciptakan lapangan kerja informal di sektor non-pertanian dan presentase akses UMKM ke layanan keuangan.4 Program Rias@ Corner membantu anggota binaannya untuk mendapatkan peluang bekerja di sektor jasa bidang tata rias dan membantu mereka mengakses pemodalan usaha. Para anggota mendapatkan pembinaan untuk belajar manajemen usaha, strategi pemasaran dan pengembangan komunitas. Dan, yang jelas paling penting adalah memberi anggota binaan akses terhadap modal usaha. Setiap anggota memperoleh bantuan peralatan dan perlengkapan tata rias serta kosmetik untuk memulai usaha. Bertolak dari skema SDGs, maka Rias@ Corner telah mengemban dua misi sekaligus, yaitu mengakhir segala bentuk diskriminasi berbasis gender pada perempuan, dan penguatan kegiatan produktif di masyarakat melalui UMKM. Dua misi ini adalah faktor paling esensial dalam mewujudkan model pembangunan masyarakat yang berkeadilan, berkelanjutan dan inklusif. Sebab, misi pembangunan berkelanjutan hanya akan terlaksana melalui pemuliaan dan pengintegrasian perempuan ke dalam misi besar memajukan masyarakat. Tanpa itu, transformasi sosial dan budaya yang juga turut diharapkan ikut mengakselerasi pembangunan tidak akan terwujud. 4 Indikator 8.3.1: Proporsi lapangan kerja informal sektor non-pertanian, berdasarkan jenis kelamin. Indikator 8.3.1.(c): Presentase akses UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) ke layanan keuangan
53 Gerobak ChickenMu: Resep Lezat Membangun UMKM CHICKENMU BOJONEGORO Resep Lezat Membangun UMKM Gegara pandemi, banyak orang terancam dan atau telah kehilangan mata pencaharian. Di sektor UMKM kuliner sangat kentara. Hanya sedikit yang dapat bertahan. Sisanya, terpaksa tutup warung dan gerai. Pemandangan yang tidak diharapkan siapa pun itu mendorong Lazismu Bojonegoro menginisiasi program pemberdayaan UMKM (Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah) bernama Chickenmu. Berjalan sejak bulan Agustus 2021, sebagai UMKM kuliner, perkembangan Chickenmu boleh dikatakan sangat menjanjikan. Setelah hampir setahun berjalan, program pemberdayaan UMKM ini sudah punya 40 gerai. Bukan tidak mungkin jumlah ini akan terus bertambah. Pesatnya perkembangan Chickenmu tidak saja mengesankan dari sudut pandang bisnis UMKM. Yang lebih lagi adalah karena filosofi program ini. Yaitu, mencegah dampak pandemi pada meningkatnya jumlah mustadh‘afin. Maka, perlu solusi jitu untuk menjawab masalah ini. Sebagaimana diungkapkan oleh Muhtarom, koordinator program Chickenmu Lazismu Bojonegoro, program ini dibuat dalam rangka mengurangi dampak kelesuan ekonomi akibat Covid-19. Jangan sampai, bertambah lagi jumlah keluarga duafa akibat pandemi.
54 PILAR EKONOMI Geliat Gerobak Chickenmu Chickenmu adalah program pemberdayaan ekonomi UMKM makanan cepat saji berupa ayam goreng tepung krispi. Karena UMKM maka model yang diusung dalam program ini adalah berbasis gerobak ala kaki lima. “Awalnya, kami memberikan bantuan 30 gerobak dan bantuan paket usaha dengan pelatihan dan pendampingan. Rata-rata penghasilan harian mitra berkisar antara 200 hingga 800 ribu rupiah. Dalam satu bulan bisa mencapai 1 hingga 6 juta rupiah tergantung omzet,” ungkap Muhtarom. Mengesankan memang. Di tengah krisis ekonomi akibat pandemi, mitra-mitra yang tergabung dalam Chickenmu justru mampu kembali berdaya dan bangkit. Ini tentu saja berkat kematangan konsep pemberdayaan UMKM yang diusung dalam Chickenmu. Apalagi, sebagian besar mitra Chickenmu berasal dari kalangan masyarakat yang paling terdampak pandemi. Mulai dari guru honorer, pedagang kaki lima, buruh harian, tukang, hingga ibu rumah tangga. Melalui Chickenmu, ada harapan untuk bangkit.
55 Gerobak ChickenMu: Resep Lezat Membangun UMKM Misi pemberdayaan Chickenmu berpegang pada prinsip penciptaan pasar sejak hulu ke hilir. “Kita berusaha untuk membuat ekosistem bisnis sendiri yang tidak bergantung pada perusahaan-perusahaan besar,” kata Muhtarom. Tentu saja pernyataan Muhtarom ini cukup mencengangkan. Lazimnya, sebuah UMKM hanya perlu mengandalkan rantai bisnis yang sudah tersedia. Dengan begitu, tak perlu repot membangun atau bekerja keras membuat ekosistem bisnis yang baru. Tapi apa yang dilakukan dalam Chickenmu justru sebaliknya. Mereka berikhtiar menciptakan pasar dan ekosistem bisnis yang mandiri dan independen. Menurut Muhtarom, upaya ini, salah satunya adalah untuk menjaga rantai pasok bahan baku yang stabil. “Karena skalanya bukan yang besar, jadi mudah untuk mengontrol,” tambah Muhtarom. Memang, siapa pun yang pernah berkecimpung di bisnis makan siap saji seperti ayam krispi mengetahui betul masalah krusial di bisnis ini. Bahan baku, entah ayam, bumbu dan atau tepung, sangatlah rentan jika hanya dan terlalu bergantung pada pemasok skala besar. Suatu masalah pada rantai pasok bahan baku terganggu, maka bukan saja harga pokok produksi makanan yang melambung tinggi, tapi juga kesinambungan bisnis itu sendiri. Untuk mengantisipasi kemungkinankemungkinan seperti itulah, dalam Chickenmu perlu mendesain ekosistem bisnis yang independen. Dan ternyata, dengan membuat ekosistem bisnis independen, nilai kebermanfaatan di Chickenmu malah jadi kian luas. Lapangan pekerjaan terbuka lebar untuk berbagai sektor dalam ekosistem yang baru ini. Keuntungan penting lain dari prinsip ini adalah mutu dan kualitas produk. Kelezatan ayam krispi Chickenmu terbukti sama lezatnya dengan merek ternama lain, tanpa harus mengorbankan beban biaya yang lebih besar pada para pelanggan.
56 PILAR EKONOMI Resep Sukses Chickenmu Selain ikhtiar menciptakan ekosistem dan pasar sendiri, keberhasilan Chickenmu di tingkat penerapan juga berkat kecermatan dalam pengelolaan program. Dimulai dari merekrut mitra yang sesuai sasaran program, pendampingan, hingga pengembangan program. Perekrutan mitra, sebagaimana dijelaskan Muhtarom, dilakukan dengan memanfaatkan jejaring informasi dan komunikasi di kalangan warga persyarikatan Muhammadiyah. Strategi ini sangat efektif dan efisien untuk menjaring calon mitra program yang potensial. Setiap mitra yang akan bergabung dengan Chickenmu harus melalui beberapa tahapan. Pertama, setiap calon mitra mengajukan berkas untuk menjadi penerima manfaat dari program Chickenmu. Profil dan kelengkapan administrasi diperiksa untuk memastikan calon mitra sudah sesuai dengan kriteria calon penerima manfaat program. Kedua, tim pengelola program melakukan peninjauan langsung ke lokasi gerai mitra program Chickenmu. Tim juga akan menimbang dan
57 Gerobak ChickenMu: Resep Lezat Membangun UMKM mengusulkan sejumlah hal teknis yang perlu diperbaiki dan dikembangkan calon penerima manfaat program. Setelah calon mitra program sudah lolos tahap seleksi, mereka akan mendapatkan pembekalan terkait seluk beluk bisnis UMKM untuk Chickenmu. Tujuannya supaya mitra program dapat mempersiapkan diri dalam menggerakkan dan mengembangkan usaha. Setiap calon mitra misalnya harus memperlihatkan komitmen usaha dan keinginan belajar yang tinggi serta siap bekerja secara kreatif. Memang tidak akan mudah mendapatkan calon mitra sesempurna ini. Oleh karena itulah, setiap mitra selain memperoleh pembekalan berupa pelatihan kewirausahaan, juga akan mendapatkan pendampingan. Nah, di tahap pendampingan ini, tim pengelola program harus memastikan bahwa mitra program dapat mengembangkan usahanya. Bagaimana jika mitra program ternyata gagal di tengah jalan? Jika kendala yang mereka hadapi bersifat substansial, seperti persoalan manajemen dan personal, maka tim koordinator akan merekomendasi
58 PILAR EKONOMI sejumlah strategi. Tapi kalau pun masih belum dapat membuahkan hasil, maka hubungan kemitraan akan dialihkan ke penerima manfaat lain. Proses pengalihan seperti ini tentu saja dilakukan secara kekeluargaan. Sama-Sama Berdaya Satu hal yang tidak boleh terlewatkan dari Chickenmu barangkali adalah betapa sistematisnya daya kebermanfaatan program ini. Di awal sudah dijelaskan bahwa program Chickenmu membuat desain kebermanfaatan dua arah yang saling menopang. Sistem rantai pasok independen dan mandiri yang berlaku dalam UMKM Chickenmu tidak hanya memberi manfaat pada mitra program. Misalnya untuk menjaga kestabilan dan kontrol harga bahan baku. Lazismu sendiri yang turut serta menyediakan bahan baku untuk UMKM Chickenmu juga mendapat timbal balik untuk menjaga kesinambungan program-program pemberdayaan ekonomi yang lain. “Yang mendapat kebermanfaatan bukan saja penerima program, tapi juga bagi Lazismu untuk mendukung program-program lain. Jadi ini adalah dampak ganda dari program pemberdayaan UMKM Chickenmu,” jelas Muhtarom. Hal ini dimungkinkan oleh sebab dua faktor. Pertama, mitra Chickenmu hanya membeli bahan baku yang disediakan Lazismu. Sehingga perputaran modal kembali dari, oleh, dan untuk kepentingan filantropi di Lazismu. Kedua, mitra Chickenmu juga didorong rutin berinfak harian sebesar seribu rupiah untuk kaleng Lazismu. “Kita dorong mitra kami untuk mengisi kotak infak seribu rupiah setiap pagi. Supaya para mitra punya semangat bekerja keras dan mengubah kesadaran bahwa mereka juga harus berdaya. Tidak mungkin menjadi mustahik terus-menerus,” tambah Muhtarom.
59 Gerobak ChickenMu: Resep Lezat Membangun UMKM Selain menjalankan usaha, mitra Chickenmu juga mendapatkan pembinaan rutin setiap bulan. Mencakup pembinaan spiritual yang diberikan badan pengurus Lazismu, dan pembinaan pengembangan bisnis dari praktisi atau profesional. Pembinaan yang pertama bertujuan untuk memperkuat kesadaran filantropi, sedangkan yang kedua untuk peningkatan kapasitas kewirausahaan kolektif. Chickenmu mencontohkan sebuah ikhtiar pemberdayaan ekonomi umat yang lain dari biasanya. Berorientasi pada kemandirian, keberdayaan, dan perubahan perilaku orang-orang yang ada dalam ekosistem bisnis UMKM, Chickenmu akan menjadi suatu cerita baik untuk wujud perbaikan ekonomi pasca-pandemi. SDGs dan Chickenmu Pencegahan, penanggulangan, dan pengentasan kemiskinan di Indonesia beroperasi dengan berbagai pendekatan dan model. Salah satunya dilakukan melalui skema program-program pemberdayaan.
60 PILAR EKONOMI Sejalan dengan itu, Chickenmu merupakan suatu model pemberdayaan UMKM untuk mencegah perluasan kemiskinan akibat krisis ekonomi dan pandemi. Chickenmu dengan demikian memperlihatkan upaya untuk mengadaptasi target dan indikator dalam Sustainable Development Goals (SDGs) menjadi pijakan arah dan pengembangan program. Chickenmu telah turut serta menjalankan Target 8.3 yang bermaksud mendorong adanya kebijakan untuk mendukung kegiatan produktif sehingga terwujud lapangan pekerjaan, aktivitas kewirausahaan, dan pertumbuhan UMKM.1 Sebagai sebuah program, Chickenmu menginspirasi bentuk kebijakan di level mikro berbasis pemberdayaan komunitas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui skema sinergis antara dana filantropi dan UMKM. Skema ini terbukti dapat mencegah kemandekan ekonomi akibat pandemi yang mengancam pelaku ekonomi di sektor informal dan memberi mereka sarana pemberdayaan yang adaptif dan solutif. Berikutnya, program Chickenmu juga menjalankan Indikator 8.3.1* yang menargetkan peningkatan lapangan kerja di sektor non-pertanian.2 Program Chickenmu pada tahap awal telah membuka 40 kuota kesempatan berwirausaha bagi kelompok masyarakat dari golongan menengah ke bawah berupa penjualan ayam goreng krispi. Mereka dibekali modal, fasilitas, dan pendampingan untuk menjalankan usaha. Ini merupakan langkah yang relevan dalam membantu penguatan daya tahan lapangan kerja di sektor non-pertanian di area urban yang semakin krusial akibat deagrarianisasi di kawasan pedesaan. Dan juga dalam rangka menguatkan ulang potensi 1 Target 8.3: Menggalakkan kebijakan pembangunan yang mendukung kegiatan produktif, penciptaan lapangan kerja layak, kewirausahaan, kreativitas dan inovasi, mendorong formalisasi dan pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah termasuk melalui akses terhadap jasa keuangan. 2 Indikator 8.3.1*: Proporsi lapangan kerja informal sektor non-pertanian, berdasarkan jenis kelamin.
61 Gerobak ChickenMu: Resep Lezat Membangun UMKM UMKM di masa pemulihan dampak ekonomi akibat pandemi coronavirus 2019 atau Covid-19. Chickenmu dengan demikian merupakan sebuah model pendayagunaan kekuatan filantropi masyarakat untuk memperkuat sektor ekonomi non-pertanian dengan menyemarakkan kegiatan UMKM. Model semacam ini terbukti telah membantu banyak pelaku ekonomi di sektor informal untuk beradaptasi dengan berbagai situasi ekonomi. Chickenmu diharapkan menginspirasi pemerintah untuk membuat kebijakan UMKM yang antisipatif, mitigatif, adaptif, dan berkelanjutan.
62 PILAR EKONOMI
63 Integrated Farming: Mimpi Ekonomi Berkelanjutan INTEGRATED FARMING WONOSOBO Mimpi Ekonomi Berkelanjutan Salah satu impian pemanfaatan kekuatan filantropi dalam sektor pertanian adalah sistem pertanian terpadu. Lazismu Wonosobo punya program pemberdayaan peternak berbasis integrated farming yang menghubungkan peternak domba dan wakaf lahan produktif. Program yang masuk dalam kategori Pilar Ekonomi ini pada akhir 2021 meraih penghargaan sebagai Program Unggulan Inovasi Sosial untuk Pencapaian SDGs dalam rangka Rapat Kerja Nasional Lazismu 2022. Berkolaborasi dengan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Mlandi, program integrated farming telah menjadi satu kisah unggulan sepak terjang Lazismu yang tidak mungkin dilewatkan. Sebuah Sistem yang Saling Menopang Integrated farming adalah pendekatan, strategi, dan teknik yang diterapkan dalam pertanian, peternakan, dan atau pembudidayaan. Konsep dasarnya adalah menghubungkan setiap proses baik dalam pertanian, peternakan atau pembudidayaan supaya saling terkait dan saling menopang.
64 PILAR EKONOMI Dalam program integrated farming ala Lazismu Wonosobo, konsep terpadu punya empat makna khusus. Pertama, terpadu artinya menghubungkan seorang peternak domba dengan seorang penggarap lahan yang menanam pakan untuk ternak. Mereka saling terlibat dan saling membutuhkan. Si peternak butuh pasokan pakan untuk domba, sedangkan si penggarap lahan untuk pakan butuh pembeli yang tidak lain adalah si peternak itu sendiri. Hubungan saling butuh ini adalah wujud lingkaran keterpaduan tersebut. Kedua, terpadu dapat bermakna mempertemukan tiap mustahik yang punya peran berbeda, bisa sebagai peternak, petani atau pembudidaya ke dalam satu ekosistem peternakan-pertanian. Ada mustahik yang memilih jadi peternak domba, dan ada mustahik yang jadi penggarap lahan atau pembudidaya. Mereka sama-sama mustahik yang saling berbagi fungsi dan manfaat untuk jangka panjang karena terikat oleh kepentingan bersama. Ketiga, terpadu juga berarti wujud hubungan antara seorang mustahik yang menerima hibah hewan ternak dan wakaf lahan produktif yang nantinya akan digarap oleh seorang mustahik pula. Intinya bahwa ada keterpaduan sistemik antara mustahik, dana ZIS dan wakaf lahan produktif yang dapat diintegrasikan untuk menunjang misi pemberdayaan. Harapannya tentu supaya manfaat yang dirasakan oleh setiap mustahik dapat bertahan lebih lama dan berkelanjutan. Keempat, konsep terpadu juga dimaksudkan untuk memperluas cakupan produktivitas dari peternakan atau pertanian ke industri pengolahan skala mikro atau menengah. Jadi tidak sekadar menghasilkan produk peternakan atau pertanian. Tapi juga bisa memasok bahan baku untuk industri. Dalam kasus integrated farming ala Lazismu Wonosobo, peternakan domba juga dimaksudkan untuk menghasilkan kulit dan bulu domba yang bisa diolah menjadi kain wol, tas, dan sepatu.