The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Jejak Kebajikan Cerita Aksi Layanan Lazismu (Edisi Revisi)

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Divisi Litbang Lazismu, 2023-03-28 03:48:23

Jejak Kebajikan Cerita Aksi Layanan Lazismu (Edisi Revisi)_clone

Jejak Kebajikan Cerita Aksi Layanan Lazismu (Edisi Revisi)

Keywords: Program Lazismu

65 Integrated Farming: Mimpi Ekonomi Berkelanjutan Konsep integrated farming yang diusung Lazismu Wonosobo sesungguhnya mengingatkan pada akar budaya kultivasi di Asia Tenggara yang memang berkarakter terpadu. Apalagi dikombinasikan dengan wakaf lahan produktif. Hal ini tentu menghasilkan wujud keterpaduan yang sangat mengesankan. Dan, Wonosobo yang terletak di kawasan dataran tinggi Jawa Tengah punya berkah alam melimpah. Tanah yang subur, sejarah pertanian dan peternakan yang panjang, dan potensi ekowisata yang menjanjikan. Potensi penerapan dan pengembangan konsep integrated farming masih terbuka lebar. Mengentaskan Problem Lazismu Wonosobo memang melihat peluang besar ketahanan ekonomi umat melalui integrated farming. Setidaknya ada dua konteks besar yang melatari sebab musababnya. Pertama, pertumbuhan ekonomi di pedesaan tidak mungkin sepenuhnya bergantung pada industrialisasi. Pertanian, peternakan, dan ekowisata seharusnya juga jadi peluang besar untuk memulihkan dan menguatkan perekonomian desa.


66 PILAR EKONOMI Kedua, pertumbuhan ekonomi di era sekarang idealnya juga menyediakan lapangan kerja yang layak bagi semua kalangan (decent work). Jadi, ada isu keadilan bagi mustahik dalam proses adaptasi atas pertumbuhan ekonomi. Maksudnya, jangan sampai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mampu menaikkan atau memperbaiki taraf hidup seseorang, justru berbuah peminggiran. Masyarakat petani/peternak yang masuk dalam kategori mustahik jangan sampai hanya menjadi penonton. Mereka juga harus punya akses untuk ikut serta memanfaatkan peluang baru dalam pertumbuhan ekonomi. Cara Kerja Integrated Farming Wonosobo “Pada tahun 2018 dan 2019 awal, Lazismu Wonosobo ada program pendampingan peternakan. Setiap keluarga mendapatkan 3 domba betina yang sedang hamil. Akadnya, tempo tiga tahun berjalan. Setelah tiga tahun, petani akan mendapatkan indukan domba dari Lazismu. Kenapa harus menunggu 3 tahun? Karena kita ingin melihat keseriusan penerima manfaat,” jelas Tabah S. Pambudi, pengurus Lazismu Wonosobo. Program integrated farming ala Lazismu Wonosobo berporos pada pemberdayaan peternak domba di Desa Mlandi, Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Pada mulanya, gagasan untuk mencoba konsep integrated farming ini berasal dari hasil rembuk antara Lazismu Wonosobo dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Mlandi. Sebab, pandemi Covid-19 berdampak besar pada perekonomian warga pedesaan, Lazismu Wonosobo dan PCM Mlandi memutuskan untuk merespons potensi lokal. Waktu itu, ada beragam kemungkinan yang bisa dilakukan demi membantu pemulihan perekonomian warga masyarakat.


67 Integrated Farming: Mimpi Ekonomi Berkelanjutan Namun, kemudian mengarah pada pemberdayaan para peternak domba dengan segala potensi yang bisa dikembangkan dari proses tersebut. Untuk mematangkan konsep pemberdayaan, Lazismu Wonosobo berkonsultasi dengan pakar di bidang integrated farming. Ada empat subjek dalam program ini: (1) Lazismu sebagai lembaga amil atau penyandang dana ZIS; (2) Pimpinan Cabang Muhammadiyah Mlandi sebagai pendamping pemberdayaan; (3) mustahik sebagai penerima program; dan (4) seorang wakif yang mewakafkan lahan produktif. Lazismu Wonosobo berperan sebagai pemberi hewan ternak untuk mustahik dengan sistem bagi hasil. Mustahik kemudian membudidayakan hewan ternak dengan hak dan kewajiban yang melekat padanya. Dan wakaf lahan produktif digunakan untuk menanam rumput untuk pasokan pakan hewan ternak yang dibudidayakan oleh mustahik. PCM Mlandi mengawal implementasi dan pengembangan program. Satu ilustrasi mungkin bisa menggambarkan cara kerja integrated farming ala Lazismu Wonosobo. Pertama-tama, Lazismu bersama PCM Mlandi menentukan urgensi program, siapa mustahik dan di mana sasaran program akan dilaksanakan. Setelah berhasil menemukan mustahik yang sesuai dengan kriteria sebagai penerima manfaat, si mustahik kemudian diberikan hewan ternak berupa domba. Untuk kasus pada mustahik bernama Bapak Tarim, ia menerima sepuluh ekor domba. Karena misi utama program ini adalah pemberdayaan maka ada kesepakatan bagi hasil, yakni masing-masing 50% untuk Lazismu dan mustahik. “Akadnya adalah bagi hasil 50:50. Kalau beranak dua, yang satu diakuisisi Lazismu untuk diberikan ke penerima manfaat yang lain. Tanpa mengurangi hak dari apa yang diharapkan oleh penerima manfaat. Sekarang ada dua KK penerima manfaat. Satu KK 9 ekor betina dan 1 ekor jantan,” jelas Tabah.


68 PILAR EKONOMI Ada dua hak yang akan diterima oleh mustahik: (1) hak mendapatkan anakan dari hasil budidaya domba dengan persentase tertentu; (2) hak mendapatkan domba induk setelah masa waktu budidaya berjalan tiga tahun. Sekali lagi, tujuan desain sistem bagi hasil ini adalah pemberdayaan yang produktif untuk mustahik itu sendiri. Hewan ternak sengaja tidak langsung diberikan untuk memastikan keberlanjutan aktivitas pembudidayaan. Harapannya, dalam jangka waktu tiga tahun, mustahik dapat mengembangkan aktivitas budidaya ini untuk menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan untuk keluarganya. Maka, kewajiban mustahik adalah menjaga supaya pembudidayaan domba berjalan dengan baik. Dampak Sosial Program Program integrated farming punya potensi dampak besar bagi warga di pedesaan Wonosobo. Dan sudah jelas untuk banyak pedesaan agraris lainnya di Indonesia. Dalam ikhtiar Lazismu Wonosobo, program integrated farming nyatanya telah memperlihatkan pemodelan yang masih dapat dikembangkan terus-menerus.


69 Integrated Farming: Mimpi Ekonomi Berkelanjutan Tidak bisa dipungkiri pula, penerapan konsep integrated farming memungkinkan desa-desa agraris kembali punya kedaulatan pangan dan ekonomi yang substantif. Dan juga mengeratkan lagi kohesi sosial, semangat bergotong royong, kolaboratif, dan bersolidaritas. Sehingga, apa yang “terpadu” ternyata tidak saja ada di kerja-kerja pertanian atau peternakan, tapi juga di ranah kehidupan sosial setiap orang yang terlibat, menciptakan lagi interaksi sosial berbasis pada pembagian peran secara berkelanjutan. Impian Pengembangan Integrated farming ala Lazismu Wonosobo memang butuh waktu yang panjang untuk pengembangan. Tabah mengungkapkan untuk tahap paling awal ini masih banyak tantangan fundamental yang perlu diselesaikan. Mulai dari cara merawat ternak hingga meningkatkan kebermanfaatan program. Tapi, dia menilai, tantangan dan hambatan yang ada tidak akan menghalangi cita-cita besar Lazismu Wonosobo. Tabah mencontohkan impian pertama terkait dengan integrated farming adalah tersedianya “bank pakan” untuk menunjang peternakan. Sudah jelas bahwa pasokan pakan sangat menentukan keberhasilan peternakan. Tanpa pasokan pakan yang aman dan ekologis, nyaris mustahil mewujudkan integrated farming. Untuk mewujudkan bank pakan, Lazismu Wonosobo berkolaborasi dengan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM). Bentuk kolaborasi itu di antaranya adalah terkait perwakafan lahan tidak terpakai untuk penanaman rumput odot. Lazismu memfasilitasi kebutuhan penanaman, dan menyediakan layanan pendampingan. “Kita berkolaborasi untuk budidaya rumput odot dengan PCM di Desa Mlandi yang mayoritas petani, supaya mereka mau wakaf manfaat untuk penanaman rumput odot. Sebagai bank pakan masa depan yang bisa menjamin ketersediaan makan,” jelas Tabah.


70 PILAR EKONOMI Bank pakan itu sendiri selain untuk menjamin ketersediaan pasokan makanan untuk ternak, juga memungkinkan pemilik lahan menjadi muzaki. Tabah mengatakan bahwa ketika para petani berhasil menjual rumput odot, sebesar lima rupiah dari hasil penjualan akan masuk sebagai infak untuk Lazismu. “Ini sebagai wujud kolaborasi masyarakat dengan Lazismu dalam pendampingan pemberdayaan. Harapannya ke depan, bank pakan bisa terpenuhi, peternak tidak kesulitan dalam menyediakan bahan pakan, habis itu kita akan memberdayakan ibu-ibu rumah tangga,” jelas Tabah. Berikutnya, kata Tabah, jika bank pakan ini berhasil berjalan secara berkesinambungan, dampaknya akan langsung terasa pada budidaya domba. Sebab, pasokan pangan yang aman dan murah, akan menstimulasi minat budidaya domba. Dampaknya pada sektor pengolahan bulu domba juga akan membaik. Dan dampak lainnya yang akan ikut muncul seperti pengolahan limbah kotoran domba untuk pupuk organik. “Kita berharap bisa memberdayakan ibu rumah tangga dari bulu domba itu. Kita latih untuk memintal bulu domba menjadi benang wol. Karena nilai wol itu di sini cukup besar. Dari analisis Dinas Ekonomi,


71 Integrated Farming: Mimpi Ekonomi Berkelanjutan potensi pengelolaan bulu domba ketika dikonversikan menjadi bisnis itu bisa sampai dua miliar,” jelas Tabah. Nah, di ujung impian pengembangan, tidak lain adalah ekowisata. Tabah mengatakan bahwa desa dampingan Lazismu untuk integrated farming memiliki potensi wisata yang perlu mendapat perhatian. “Kebetulan di desa yang kami dampingi itu juga punya potensi wisata. Kalau kita melihat sekarang, anak-anak TK atau masyarakat perkotaan itu juga pengen melihat bagaimana wisata edukasi berbasis peternakan dan ekowisata yang lain. Kebetulan tempat yang sedang disediakan oleh PCM itu di pinggir jalan raya dan di pinggir lapangan. Apalagi ini kan dekat dengan Curug Sikarim dan kebun kopi lereng bukit. Ini prospek untuk bisa ditingkatkan dalam pendampingannya,” jelas Tabah. Integrated Farming dan SDGs Program integrated farming yang dilakukan Lazismu Wonosobo sangat terkait dengan Target 8 dalam skema SDGs yakni “meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua.” Dalam konteks program integrated farming, pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan terwujud jika para petani—terutama buruh tani— terintegrasi ke dalam corak ekonomi pedesaan yang baru. Para petani tidak dapat lagi sekadar dituntut untuk meningkatkan angka produksi dengan melepas mereka bersaing di tengah sistem pasar bebas. Tapi, para petani juga harus mendapatkan bantuan untuk meningkatkan pertambahan nilai dari komoditas yang mereka hasilkan. Hal ini hanya akan terwujud jika para petani diberi kesempatan untuk ikut ambil bagian memperkuat lini ekonomi desa, misalnya di sektor ekonomi kreatif dan pariwisata. Jika para petani mendapatkan cara atau model baru yang lebih layak untuk terintegrasi dalam perekonomian pedesaan, maka bukan tidak


72 PILAR EKONOMI mungkin hal ini akan turut mendongkrak persentase tenaga kerja di sektor pertanian. Ini sesuai dengan derivasi Target 8 pada Indikator 8.3.1.(b) yaitu “persentase tenaga kerja informal sektor pertanian”. Sebagaimana diungkap oleh Tabah, program integrated farming bertujuan untuk menciptakan peluang perbaikan ekonomi berdasarkan pada kekuatan aset lokal. Sektor pertanian, peternakan, dan produk kerajinan lokal yang ada di pedesaan Wonosobo dapat membantu transisi perekonomian di kawasan pedesaan. Selain itu, program integrated farming dapat ditempatkan sebagai upaya untuk menjangkau Target 8.9 yaitu “Pada tahun 2030, menyusun dan melaksanakan kebijakan untuk mempromosikan pariwisata berkelanjutan yang menciptakan lapangan kerja dan mempromosikan budaya dan produk lokal”. Program integrated farming berupaya memperluas keterhubungan sektor pertanian dan pariwisata yang berkelanjutan di kawasan pedesaan. Sebagai contoh, para petani yang tergabung dalam integrated farming untuk pemeliharaan domba mengemban peran memasok bahan baku bulu domba ke sentra UMKM yang juga tergabung dalam jaringan program integrated farming. Hasil olahan bulu domba berupa produk fesyen akan menunjang misi promosi budaya dan produk lokal. Ini adalah rangkaian pokok pariwisata berkelanjutan. Lazismu sebagai lembaga filantropi Muhammadiyah, melalui program integrated farming memainkan peran penting mendukung pembangunan nasional dengan mengadaptasi SDGs terutama terkait misi di sektor pertanian dan penciptaan lapangan kerja di pedesaan. Pembangunan nasional memang harus berjalan beriringan dengan peningkatan kapasitas dan perluasan akses bagi masyarakat agraris di pedesaan untuk ikut mendapatkan ceruk ekonomi baru. Dan ini harus tetap memperhatikan semangat pelestarian lingkungan demi menjaga kesinambungan relasional antara manusia, aktivitas perekonomian, dan sumber daya lokal.


73 MASTER Menjahit: Komitmen Pemberdayaan di Pelosok MASTER MENJAHIT Komitmen Pemberdayaan di Pelosok MASTER merupakan akronim Masyarakat Terampil. Ini merupakan program yang dibuat untuk mendukung pengembangan kapasitas berwirausaha masyarakat dalam bidang ekonomi. Lazismu Kalimantan Barat menjadikan MASTER sebagai salah satu program unggulan di Pilar Ekonomi sejak tahun 2018. MASTER sendiri merupakan program pelatihan dan pendampingan kewirausahaan masyarakat di sektor UMKM dan jasa. Salah satu program menarik yang ditawarkan dalam MASTER adalah pelatihan menjahit. Berkolaborasi dengan YBM PLN UIW Kalbar (Yayasan Baitul Maal Unit Induk Pembangunan), Lazismu Kalbar telah melatih komunitas perempuan untuk meningkatkan kemahiran dalam menjahit dan mendukung mereka dengan sarana dan prasarana produksi fesyen. Program MASTER Menjahit diluncurkan pada 30 Maret 2019 di SMK Muhammadiyah Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.


74 PILAR EKONOMI Ibu-Ibu Menjadi MASTER MASTER membawa misi untuk membantu perempuan mendapatkan komunitas atau grup belajar yang tepat. “Nama MASTER sendiri berasal dari grup pelatihan yang kami buat. Ketika kami tanya, apa nama yang pas untuk kegiatan ini, mereka menjawab MASTER,” jelas Agustina. Sasaran utama program MASTER adalah masyarakat pedesaan atau di kawasan pelosok yang kesulitan mendapatkan akses pelatihan atau program pemberdayaan. Mereka pada umumnya juga ingin mendapatkan pembekalan keterampilan, entah untuk berwirausaha atau untuk pengembangan diri. “Peserta dalam grup MASTER sebagian besar adalah ibu-ibu petani atau ibu rumah tangga. Mereka tidak punya pekerjaan yang tetap. Padahal mereka berharap dapat ikut membantu perekonomian keluarga,” ungkap Agustina.


75 MASTER Menjahit: Komitmen Pemberdayaan di Pelosok Dalam program MASTER, setiap grup mendapatkan pendampingan pengembangan keterampilan menjahit, peralatan produksi, dan bahan baku fesyen berupa kain, benang, dan aksesoris. Untuk menyediakan peralatan produksi ini, Lazismu Kalbar mendapatkan dukungan dari YBM PLN UIW Kalbar. “MASTER tidak hanya mengajari ibu-ibu di grup untuk mahir menjahit, tapi juga memberi mereka mesin jahit, mesin obras, mesin kancing, dan bahan baku yang mereka butuhkan. Tidak mungkin kita cuma mengajari, sementara bahan baku harus cari sendiri. Jadi kita bantu dari nol sampai jadi,” tambah Agustina. Program MASTER pada dasarnya menyesuaikan dengan konteks masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Khusus untuk MASTER Menjahit, problem yang mendasari program ini adalah minat para ibu-ibu untuk mengolah produk fesyen. Mereka selama ini tidak punya fasilitas untuk mengembangkan minat tersebut. Sebab, pekerjaan utama mereka adalah buruh tani. “Dari latar belakang ibu-ibu ini, mereka sebenarnya petani. Tapi hanya sekedar menggarap sawah menjadi buruh di sawah. Ketika adakan pertemuan, ternyata bersedia fokus menjahit. Harus fokus. Tidak hanya menjadi penjahit yang biasa,” jelas Agustina. Pembentukan Grup MASTER “Untuk membuat satu grup MASTER, kita menjaring dulu siapa saja ibu-ibu yang berminat dan berkomitmen menjalankan program sampai tuntas. Pada tahap awal ada 54 orang yang mendaftar. Tidak semua bisa kita terima karena menyesuaikan dengan kapasitas dukungan program. Jadi, hanya 10 saja yang bisa kita dampingi,” ungkap Agustina.


76 PILAR EKONOMI Setelah terbentuk grup, pelatihan digelar selama tiga bulan penuh. Para peserta mendapatkan fasilitator yang memang ahli di bidang menjahit. Pasca pelatihan, ada tahap pendampingan setiap bulan. Setiap peserta dipantau proses berkarya mereka masing-masing sudah sampai tahap mana. Tahapan pembentukan grup MASTER secara rinci adalah sebagai berikut. Pertama, pada tahap pra-persiapan, Lazismu Kalbar melakukan studi kelayakan untuk memilih lokasi program. Kedua, setelah memastikan lokasi sasaran, Lazismu mulai menyusun perencanan program. Kedua, pada tahap persiapan, Lazismu mulai melakukan sosialisasi program ke masyarakat dampingan, di tahap ini juga termasuk menyiapkan nota kesepakatan (MoU) dengan pihak yang terkait program, dan berembuk bersama calon peserta program. Ketiga, pada tahap pelaksanaan, kelompok atau grup mulai dibentuk. Pada tahap ini, para peserta dan semua pihak yang terlibat dalam program menandatangi kesepakatan bersama. Keempat, pada tahap perintisan dan pengembangan grup, para peserta mendapatkan pembekalan seputar bisnis fesyen, wirausaha, dan pemodalan. Di tahap keempat ini, proses yang berlangsung sangat padat, karena sudah masuk pendampingan teknis dalam pengembangan keterampilan menjahit dan juga pemasaran. Kelima, tahap pengawasan dan evaluasi. Pada tahap ini para peserta MASTER mendapatkan masukan, saran, dan penguatan dalam menjalankan program. Jenis-jenis produk yang dihasilkan oleh anggota dalam grup MASTER Menjahit tidak hanya produk fesyen seperti baju sulaman, tapi juga taplak meja, dan lap kaki. Setiap proses pengerjaan produk, para peserta mendapatkan pendampingan intensif supaya produk yang mereka hasilkan berkualitas dan sesuai standar penjualan.


77 MASTER Menjahit: Komitmen Pemberdayaan di Pelosok Dampak Sosial Program Program MASTER membawa tiga manfaat sekaligus. Pertama, adalah manfaat pada pengembangan keterampilan masyarakat. Melalui program ini, kelompok perempuan mendapatkan komunitas belajar yang relevan dengan kebutuhan mereka. Kedua, adalah manfaat pada penguatan faktorfaktor produksi masyarakat secara swadaya. Program MASTER membantu masyarakat mengakses sarana produksi secara kolektif. Ketiga, manfaat sosial MASTER adalah keberdayaan individual dan kelompok. Para peserta dalam grup MASTER setelah berhasil mengembangkan usahanya diharapkan dapat ikut serta menopang keberlanjutan program dan juga untuk mendukung misi sosial Lazismu. “Para peserta sepakat 10% dari penghasilan itu dimasukkan ke tabungan. 10% itu akan kita kumpulkan setiap kali monitoring satu bulan sekali. Itu yang dipakai untuk membeli mesin obras dan sebagainya,” jelas Agustina.


78 SDGs dan MASTER MASTER (Masyarakat Terampil) Menjahit telah menjadi salah satu program yang dapat diandalkan dalam membantu masyarakat pelosok mendapatkan akses peningkatan kapasitas perekonomian mereka. MASTER dengan demikian telah turut serta mengupayakan tercapainya agenda pembangunan berkelanjutan, khususnya di Kalimantan Barat. Program MASTER telah menyentuh dua target dalam Sustainable Development Goals, yakni: Target 4.4: Pada tahun 2030, meningkatkan secara signifikan jumlah pemuda dan orang dewasa yang memiliki keterampilan yang relevan, termasuk keterampilan teknik dan kejuruan, untuk pekerjaan yang layak dan kewirausahaan; Target 8.3: Menggalakkan kebijakan pembangunan yang mendukung kegiatan produktif, penciptaan lapangan kerja layak, kewirausahaan, kreativitas dan inovasi, dan mendorong formalisasi dan pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk melalui akses terhadap jasa keuangan. PILAR EKONOMI


79 PILAR KESEHATAN 6 PILAR LAZISMU Pilar Program Penyaluran Lazismu


80 PILAR KESEHATAN


81 Klinik Apung Said Tuhuleley: Melayarkan Zakat di Laut Timur KLINIK APUNG SAID TUHULELEY (KAST) Melayarkan Zakat di Laut Timur “Tak ada kata istirahat selama rakyat menderita...” Said Tuhuleley “Ingat film Rambo? Lihat camp orang-orang Vietnam, kan? Nah, persis seperti itu juga rumah yang kami temui di sana,” kata Aditya Reffiyanto. Pria yang akrab disapa Topol ini sedang mengingat masa berekspedisi bersama KAST. Dia bermaksud memperkuat dan mempertegas kenyataan bahwa di banyak pulau-pulau terpencil di Indonesia, waktu bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Ada yang melaju. Ada yang melambat. Dan itulah Indonesia, negara kepulauan. Julukan klise. Ah, tapi pasti yang terbayang adalah pulau-pulau eksotis berbalut budaya khas nusantara dengan masyarakat yang tersenyum riang gembira. Seperti yang kerap tergambar lewat tayangan jeda di televisi, iklan komersil atau foto-foto di majalah maskapai penerbangan. Tapi biarlah imajinasi indah tentang negara kepulauan itu menghibur untuk waktu yang lain. Cerita yang tak kalah “indah” akan


82 PILAR KESEHATAN dikisahkan di sini, melalui ekspedisi bahari yang dilewati Klinik Apung Said Tuhuleley (KAST). Mungkin, dalam suatu album sejarah filantropi Indonesia, KAST adalah ekspedisi filantropi kebaharian yang fenomenal. KAST adalah kapal berbasis yacht bermesin 750 pk yang mengangkut tenaga kesehatan, para relawan dan pasokan bantuan kemanusiaan. Kapal ini telah menyapa banyak orang di berbagai pulau berbeda, dan mendukung mereka membangun imajinasi tentang banyak hal. Menggabungkan cerita seputar hak atas hidup sehat, pengembangan literasi dan pendidikan, hubungan kebinekaan lintas iman, energi ramah lingkungan dan pemberdayaan ekonomi lokal. Dari Tanwir Melayarkan KAST Klinik Apung Said Tuhuleley (KAST) dibuat di salah satu penggalangan kapal di Jakarta. Berlayar menuju ke Ambon untuk menyemarakkan perhelatan Tanwir Muhammadiyah 2017. Di sana, banyak orang telah menunggu kapal fenomenal ini. Pada hari Jum’at 24 Februari 2017 Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. Dr. H. Haedar Nashir bersama Presiden RI Ir. H. Joko Widodo meresmikan Klinik Apung Said Tuhuleley (KAST) di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon. Pembuatan KAST adalah prakarsa Pimpinan Pusat Muhammadiyah satu tahun jelang perhelatan Tanwir. Lazismu Pusat menerima amanat untuk melaksanakan. Prakarsa itu termaktub dalam Surat Penunjukan Nomor 607/I.0/2016. Pembuatan KAST menelan biaya kurang lebih 2 miliar rupiah, dikerjakan selama empat bulan. Jadilah KAST. Biaya operasional dan penyediaan obat-obatan pada tahap awal sepenuhnya dibiayai oleh PP Muhammadiyah. Pada tanggal 25 Februari atau sehari setelah peresmian KAST, kapal ini langsung berlayar menjalankan tugasnya ke Desa Kulur di Pulau Saparua dan Desa Ori di Pulau Haruku. Ini adalah Ekspedisi I. KAST


83 Klinik Apung Said Tuhuleley: Melayarkan Zakat di Laut Timur mengangkut dokter dan perawat Muhammadiyah untuk menunaikan tugas melayani ratusan pasien. Sejak misi hari pertama, penerimaan atas KAST dari masyarakat membuktikan bahwa ketersediaan layanan kesehatan sangat dibutuhkan. Setelah itu, pada bulan November di tahun yang sama, Ekspedisi kedua (II) dilakukan dengan sasaran Pulau Banda Besar, mengunjungi Desa Walang Banda Naira, Hatta, Rhun, dan Ay. Kepala Dinas Kesehatan Maluku waktu itu bahkan berkata bahwa kehadiran KAST meringankan tugas mereka. Sebab, betapa mahalnya biaya sewa kapal untuk mengantarkan layanan kesehatan ke pulau-pulau terpencil di sana. Berturut-turut sebelum pandemi Covid-19, total ada tiga kali ekspedisi KAST yang telah berlangsung. Pada tahun 2017 dengan biaya penuh dari Lazismu, tahun 2018 bermitra dengan Baznas (Badan Amil Zakat Nasional), dan pada tahun 2019 biaya dari Lazismu. Ekspedisi dengan KAST ke pulau-pulau terpencil tidak murah. Puluhan juta harus dikeluarkan untuk sekadar mengisi bahan bakar. Belum termasuk biaya akomodasi yang lain.


84 PILAR KESEHATAN Meski bernama “klinik,” KAST sesungguhnya bukan klinik dalam pengertian fasilitas kesehatan. KAST beroperasi sebagai “kapal dakwah” yang memberikan layanan secara cuma-cuma untuk masyarakat di pulau-pulau terpencil. Istilah “klinik” dipergunakan secara longgar. Sebab, kendati salah satu aktivitas KAST adalah mengadakan kegiatan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis, KAST juga melakukan kegiatan di bidang pendidikan, pemberdayaan ekonomi, dan sosialdakwah. Jadi, makna “klinik” pada KAST sangat terkait dengan misi kemanusiaan berbasis filantropi. Said Tuhuleley, Sang Pembela Kaum Duafa Dari namanya, Klinik Apung Said Tuhuleley (KAST), orang sepintas akan segera tahu bahwa ada sematan nama seseorang di sana. Said Tuhuleley adalah aktivis Muhammadiyah asal Maluku yang terkenal dengan jargon, “tak ada kata istirahat selama rakyat menderita.” Said lahir pada 22 Mei 1953 di Desa Kulur yang ada di Pulau Saparua, satu dari dua tujuan misi pertama KAST pasca-peresmian. Klinik apung ini diharapkan membawa semangat almarhum Said Tuhuleley, penggerak Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Said Tuhuleley dikenal berkat sepak terjang aktivismenya sejak muda hingga wafat pada 9 Juni 2015 silam di usia 62 tahun. Said adalah tokoh pergerakan mahasiswa dekade 1970an. Pasca-aktif di gerakan mahasiswa, ia membaktikan dirinya di Muhammadiyah. Melalui pengalaman dan tangan dinginnya lahirlah Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM), salah satu garda Persyarikatan untuk pembelaan dan pemberdayaan kelompok marjinal. Majelis ini pula banyak berkolaborasi dengan Lazismu untuk mendayagunakan kekuatan filantropi demi perbaikan kehidupan masyarakat kelas bawah.


85 Klinik Apung Said Tuhuleley: Melayarkan Zakat di Laut Timur Nama Said Tuhuleley yang digunakan untuk KAST adalah wujud penghormatan dan apresiasi pada dedikasi dan komitmen “tokoh kaum duafa” ini pada dunia dakwah, pendidikan, dan pemberdayaan. Selain dikenal berkat membesarkan MPM, Said aktif dalam bidang aktivisme dakwah-sosial. Mulai dari Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah, Ketua Dewan Direktur Laboratorium Dakwah Yayasan Shalahudin, hingga Kepala Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pendidikan (LP3) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Said Tuhuleley berkontribusi besar dalam mengembangkan Peta Dakwah. Sebuah instrumen dasar yang terdiri atas paradigma, pendekatan, dan strategi pengembangan dakwah. Ide dasar dalam Peta Dakwah ala Said adalah bahwa proses syiar Islam tidak cukup lagi sekadar mengumpulkan atau menggiring massa untuk mendengar ceramah dan khotbah. Dakwah adalah gerak kolektif, begitu kira-kira tesis dasar Said tentang Peta Dakwah. Jadi, seorang dai, ustaz, atau mubalig di zaman sekarang, harus mempersiapkan syiar dakwahnya dari hulu hingga hilir. Mulai dari riset, pengorganisasian, implementasi hingga evaluasi. Peta


86 PILAR KESEHATAN Dakwah ala Said ini terinspirasi langsung dari strategi dakwah yang sudah diajarkan langsung oleh Rasulullah saw. Jika dapat dihubungkan, dan memang sudah jelas ada hubungannya, antara Said dan KAST terletak pada misi membela kaum duafa. Dan tentu bukan suatu kebetulan juga bahwa KAST bergerak secara filosofis dan seirama dengan semangat Peta Dakwah ala Said. Tapi dalam konteks ini, dakwah tidak cuma ditempuh dari darat ke darat, tapi juga bisa eksis dihubungkan dari satu perairan ke perairan lainnya. KAST sendiri memang menunjukkan bahwa mimpi Said dalam Peta Dakwah bisa terwujud. Kombinasi antara dakwah, pendidikan, misi kemanusiaan, dan pemberdayaan bisa ada dalam satu tempat. Ekspedisi Zakat di Maluku 2018 Sukses pada dua misi ekspedisi pembuka di tahun 2017, KAST mendapat amanah dari Baznas (Badan Amil Zakat Nasional). Kali ini, berkolaborasi untuk program bertema Ekspedisi Zakat untuk Maluku 2018. Program berlangsung selama enam bulan antara April hingga Oktober 2018. Pada waktu itu, Manajer Program ekspedisi adalah Mahli Zainuddin Tago. Ekspedisi zakat ini sendiri kemudian dibagi menjadi tiga rute ekspedisi sesuai sasaran lokasi yang berbeda, yaitu: (1) Pulau Haruku; (2) Pulau Seram dan Pulau Buano; dan (3) Pulau Saparua. Ekspedisi 2018 ini mulai dari Pulau Haruku. Kegiatan ekspedisi zakat bersama KAST di sini dilakukan di Dusun Ory, Waimital, Nama’a, Kariu dan Hulaliu. Berlangsung antara April hingga Mei. Ekspedisi berikutnya dilakukan di dua pulau, yaitu Pulau Seram dan Pulau Buano. Untuk di Pulau Seram kegiatan dilakukan di Negeri Sepa. Kegiatan ekspedisi ini berlangsung antara Juni hingga Juli. Terakhir, untuk ekspedisi di Pulau Saparua,


87 Klinik Apung Said Tuhuleley: Melayarkan Zakat di Laut Timur kegiatan dilaksanakan di Negeri Kulur yang berlangsung antara Agustus hingga September. Kalau dirunut sejak dua ekspedisi pembuka pada 2017, maka untuk ekspedisi 2018 di Pulau Haruku dapat disebut sebagai Ekspedisi III, di Pulau Seram dan Pulau Buano menjadi Ekspedisi IV, dan ekspedisi di Pulau Saparua menjadi Ekspedisi V. Ada enam aktivitas utama yang dilakukan selama ekspedisi, terdiri atas (1) pemeriksaaan kesehatan dan pengobatan gratis; (2) pembagian paket sembako; (3) Save Out School atau SOS; (4) bantuan solar panel; (5) bantuan pemberdayaan untuk petani dan nelayan di Saparua; dan (6) karena sebulan pelaksanaan jatuh pada momen Ramadan, maka ada mubaligh hijrah. Pulau Haruku Ekspedisi III di Pulau Haruku dalam misi Ekspedisi Zakat di Maluku 2018 mencakup banyak kegiatan. Sebagai tempat pembuka, diadakan launching ekspedisi pada tanggal 6 April. Besoknya di Dusun Ory, tanggal 7 hingga 8 April diadakan pemeriksaan kesehatan, pengobatan gratis, dan penyaluran paket sembako. Untuk pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis ada 165 orang penerima manfaat. Sedangkan untuk penyaluran paket ada 100 orang penerima manfaat. Tim pemeriksanaan kesehatan dan pengobatan gratis berasal dari gabungan kampus dan instansi berbeda. Ada Tim Kesehatan dari FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, di antaranya Bambang Edy Susyanto (dokter), Fahni Haris (perawat), Aji Winanta (apoteker), dan Dinasti Pundang Binoriang (perawat). Ada pula dokter dari Universitas Muhammadiyah Maluku. Kemudian dokter Nisa Tuasikal dari RSUD Masohi.


88 PILAR KESEHATAN Di Pulau Haruku, di Dusun Ory pula diselenggarakan program bantuan dan perbaikan sarana pendidikan atau Save Our School (SOS). SD Islam al-Khairiyyah dapat bantuan perbaikan kamar mandi. Bantuan ini bermanfaat untuk 100 orang siswa dan 11 guru beserta karyawan. Kemudian di Pondok Pesantren Nadil Ulumiddiniyah berupa bantuan pagar tembok kamar mandi dan pengadaan air bersih. Bantuan ini memberi manfaat pada 77 orang santri dan 13 guru serta karyawan. Tak lupa pula bantuan untuk rumah ibadah, dua masjid, dan dua gereja. Masing-masing mendapat bantuan panel surya (solar panels). Masjid ada di Dusun Ory dan Dusun Nama’a. Jumlah penerima manfaat di masjid di Dusun Ory ada 80 orang. Untuk masjid di Dusun Nama’a ada 63 orang. Gereja yang ada di Negeri Kariu dan Negeri Hulaliu pun mendapat bantuan panel surya. Masing-masing punya 205 dan 316 orang penerima manfaat. Bantuan untuk gereja tentu saja untuk menjembatani kerukunan antar-umat beragama. Sebab, konflik antar-pemeluk agama masih rentan terjadi. Juga, salah satu misi dakwah sosial adalah menampilkan wajah


89 Klinik Apung Said Tuhuleley: Melayarkan Zakat di Laut Timur Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Muhammadiyah harus jadi pelopor dakwah pencerahan. Pulau Seram Pulau Seram mungkin adalah satu dari sekian nama pulau di Maluku yang tak asing di telinga. Dan di sinilah lokasi tujuan lain dalam Ekspedisi Zakat untuk Maluku 2018. Ekspedisi berlangsung antara tanggal 1 Juni hingga 31 Juli. Di Pulau Seram ada empat tempat sasaran, Negeri Sepa, Dusun Tawane-Wane, Dusun Huameteno, dan Rohua. Selama ekspedisi, tim menyelenggarakan program kesehatan, pendidikan, sosial-keagamaan, pembudidayaan hingga pertanian. Seperti biasanya, ekspedisi dimulai dengan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis. Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis dilakukan di Negeri Sepa dan Dusun Tawane-Wane. Total ada 157 orang penerima manfaat. Kemudian penyaluran sembako gratis di Negeri Sepa dengan 100 orang penerima manfaat. Ekspedisi di Pulau Seram melibatkan tim kesehatan yang berasal dari FK/FIKKES UMM dan dokter RSUD Masohi. Tim dari UMM yakni Yusrin Aulia (dokter), Mutiara Intani (apoteker), dan Faqih Ruhyanudin (dekan FIKKES UMM). Sedangkan dari RSUD Masohi adalah dokter Ulfi Rizki Ichromy. Beranjak dari program kesehatan, tim ekspedisi juga menyelenggarakan program bantuan dan perbaikan sarana pendidikan di Negeri Sepa dan di Pulau Buano. Ini adalah program Save Our School (SOS). Ada tiga sekolah penerima program ini. MTs Muhammadiyah Nusa Puan Pulau Buano menerima bantuan perbaikan ruangan kelas dan penambahan ruangan untuk guru. Untuk sekolah ini, ada 90 siswa dan 13 orang guru sebagai penerima manfaat.


90 PILAR KESEHATAN MTs Muhammadiyah Sepa menerima bantuan sarana 5 perangkat komputer untuk pelaksanaan ujian berbasis komputer (UBK). Dari bantuan ini, ada 147 siswa dan 19 orang guru yang menjadi penerima manfaat. Kemudian, SMP Muhammadiyah Sepa menerima bantuan sarana berupa 2 laptop untuk kegiatan belajar mengajar dan akses air bersih. Bantuan ini memberi manfaat untuk 105 orang siswa dan 19 guru beserta karyawan. Selain buat sekolah, bantuan sarana juga ditujukan ke rumah ibadah, seperti masjid dan gereja. Cuma, untuk rumah ibadah, karena Lazismu berkomitmen pada energi ramah lingkungan, maka bentuk bantuan adalah paket panel surya. Di Negeri Sepa ada dua masjid yang menerima bantuan energi ramah lingkungan itu. Masjid Al-Amin dengan 60 orang penerima manfaat dan Masjid Al-Falah yang punya 98 orang jemaah penerima manfaat. Sedangkan gereja ada di dua lokasi berbeda. Di Dusun Rohua, panel surya diberikan kepada Gereja Zebaoth yang bermanfaat bagi 293 orang jemaatnya. Kemudian di Tawane-Wane, ada satu gereja dengan 215 jemaat yang menerima bantuan panel surya. Bantuan panel surya lintas iman seperti ini sangat penting dalam meredam potensi konflik antar-agama. Banyak tokoh gereja yang mengapresiasi dakwah Muhammadiyah melalui Lazismu yang memberikan bantuan berupa panel surya. Ternyata, selain ramah bagi alam, juga mendatangkan keramahan antar-tetangga yang berbeda agama. Sembari memperkuat hubungan lintas agama, para dai dan mubalig yang ikut serta ekspedisi juga punya program pembinaan keislaman. Selama bulan Ramadan, di Negeri Sepa, Negeri Iha dan Tehua diadakan berbagai kegiatan. Mulai dari pengajaran baca Iqra’ dan Al-Qur’an, tausiyah, perlombaan untuk anak-anak, halal bi halal, pesantren kilat, hingga penggalangan donasi untuk santunan yatim piatu. Ini belum termasuk pendampingan kegiatan keagamaan yang rutin, seperti ceramah atau salat tarawih. Jika ditotal ada 595 orang penerima manfaat.


91 Klinik Apung Said Tuhuleley: Melayarkan Zakat di Laut Timur Program dan kegiatan keagamaan dapat terselenggara secara baik berkat kerja sama dengan UMY. Mahasiswa UMY yang dikirim adalah mereka yang sedang mengambil KKN dan bersedia ikut program Mubaligh Hijrah. Karena masih inisiasi perdana, maka hanya sepuluh mahasiswa saja yang dikirim untuk berkolaborasi dalam Ekspedisi Zakat untuk Maluku. Mahasiswa yang dikirim umumnya sudah mengerti medan dakwah seperti apa yang mereka hadapi dan sudah siap secara kreatif mengelola berbagai kegiatan. Kegiatan ekspedisi di Pulau Seram juga menjangkau program pemberdayaan pertanian dan peternakan. Kegiatan ini sebetulnya sudah diawali dengan sosialisasi pada tanggal 12 Mei 2018. Setelah berhasil mengidentifikasi potensi, kekuatan dan sasaran program, barulah mulai menyusun langkah. Kelompok tani Hulawano dan Tunas Baru menerima bantuan 100 ekor itik petelur. Kelompok tani Usaha Bersama dan Pelita menerima paket bibit tomat dan pupuk serta obat tanaman. Kelompok tani Lestari menerima bantuan paket bibit jagung manis dan pupuk serta obat tanaman. Dan, kelompok tani Fajar Agung menerima bantuan paket bibit jagung manis, tomat, dan pupuk serta obat tanaman. Pulau Saparua Perjalanan pamungkas dari ekspedisi di Maluku 2018 berakhir di Pulau Saparua. Tepatnya di Negeri Kulur. Rasanya masih banyak yang bisa dilakukan. Tapi, setiap program pasti punya awal dan akhir. Seremonial penutupan program Ekspedisi Zakat untuk Maluku 2018 juga dilakukan di sini. Sama seperti di rute lainnya, di Negeri Kulur juga diselenggarakan pemeriksanaan kesehatan gratis yang diikuti 196 orang. Dan, uniknya ada sesi kegiatan khitan untuk lima orang anak. Tidak lupa, penyaluran paket sembako untuk 100 orang.


92 PILAR KESEHATAN Save Our School (SOS) berupa pemberian bantuan dan perbaikan sarana pendidikan dilakukan di tiga sekolah. SD Inpres Kulur menerima bantuan laptop, proyektor dan layar yang bisa dimanfaatkan oleh 70 siswa dan 11 orang guru. SD Negeri Kulur juga menerima laptop, proyektor, dan layar yang memberi manfaat pada 59 siswa dan 12 orang guru. Kemudian di SMP 8 Negeri Kulur bantuan satu perangkat komputer dan pengadaan air bersih. Bantuan ini dapat dimanfaatkan oleh 56 siswa dan 12 guru beserta karyawan. Misi mendukung energi bersih dan ramah lingkungan berbasis rumah ibadah juga berlanjut di Pulau Saparua. Masing-masing di Dusun Pia dan Negeri Saparua. Ada Masjid Negeri Kulur dengan 70 orang jemaah dan Masjid Nanggar Negeri Kulur yang punya 20 orang jemaah. Untuk gereja adalah Gereja Kaabah Oranye di Dusun Pia yang punya 350 orang jemaat, dan Gereja Sidang Jamaat Allah Negeri Saparua yang punya 143 jemaat. Di Pulau Saparua, tim ekspedisi menurunkan dua orang dai untuk menyempurnakan misi kemanusiaan KAST. Satu yang mungkin mengesankan adalah keberhasilan para dai muda ini membangun


93 Klinik Apung Said Tuhuleley: Melayarkan Zakat di Laut Timur hubungan langsung secara sosial dan keagamaan dengan masyarakat setempat. Sehingga memberi warna dalam rangkaian ekspedisi zakat di Maluku. Untuk di Negeri Kulur, para dai muda ini bahkan berhasil mengaktifkan kembali kegiatan di Taman Pengajian Al-Qur’an (TPA). Kegiatan-kegiatan keagamaan sepanjang Ramadan berjalan yang lain pun relatif lancar. Sebagai contoh, kecuali jika terhalang hujan, jemaah salat Subuh dan kultum dapat berkumpul bersama di masjid. Dan, sepanjang pelaksanaan salat tarawih, para jemaah antusias. Di rute terakhir ekspedisi zakat 2018 bersama Baznas ini, tim menyalurkan bantuan pemberdayaan ekonomi untuk para nelayan yang ada di Pulau Saparua. Sebab, aktivitas ekonomi dan mata pencaharian masyarakat di sini umumnya adalah pergi melaut. Ada enam kelompok nelayan dengan total 45 orang anggota yang menjadi penerima manfaat. Enam kelompok ini masing-masing mendapatkan bantuan alat tangkap jaring dan berbagai perlengkapan lain untuk kebutuhan usaha kelompok. Filantropi dan Misi Ekspedisi Bahari “Bapak, sekalian bikin khitanan, sudah!” Seorang pria mendekat ke sukarelawan dan dokter rombongan KAST. Pria tua itu minta supaya tim kesehatan juga berkenan mengkhitan beberapa anak di kampung. Biasanya, proses khitan di kampung tak akan semudah ini. Ada jarak dan ongkos lebih untuk sekadar mengkhitan. Selagi ada tim dokter dan tenaga kesehatan, kenapa tidak sekalian, mungkin itu pikir pria tadi. Di lain waktu, bantuan panel surya untuk sebuah gereja di Pulau Haruku pernah dikira bom. Maklum, situasi memang tengah panas. Konflik antar-pemeluk agama masih terjadi. Belum lagi, berita-berita tentang terorisme terus-menerus muncul di media. Beruntung, Pendeta bisa meredam kekagetan dan kekhawatiran jemaatnya. “Tidak apa-apa, panel surya bisa dipasang di rumah saya dulu, nanti biar warga lihat


94 PILAR KESEHATAN bahwa ini aman,” kata Pendeta ke tim KAST. Begitulah kemudian bantuan panel surya itu bisa mengatasi syak wasangka karena akhirnya dapat dipasang di gereja. Lain lagi testimoni dari seorang Kepala Sekolah yang tak bisa menahan air matanya. “Selama sekolah ini berdiri, belum pernah sekali pun kami terima bantuan,” di sela rasa haru si Kepala Sekolah tadi mengucap terima kasih pada tim KAST. Bisa dipahami bahwa sekolah-sekolah di kawasan kepulauan jarang kebagian bantuan. Jalur transportasi yang sangat bergantung pada kondisi cuaca, dan beratnya ongkos untuk mengantarkan bantuan hingga ke berbagai sudut di pulaupulau terpencil sudah sering terdengar. Seorang perawat dari Pulau Kelang, salah satu lokasi yang pernah disinggahi KAST tergerak ikut menjadi relawan. Sama seperti seorang satpam di sebuah rumah sakit yang kalau tahu akan ada jadwal ekspedisi KAST juga minta ikut jadi relawan. KAST ternyata telah menggerakkan dan mempertemukan setiap hati manusia yang justru dihubungkan oleh ombak dan lautan yang indah.


95 Klinik Apung Said Tuhuleley: Melayarkan Zakat di Laut Timur KAST: Muktamar dan Masyarakat Kepulauan KAST merupakan program yang bertujuan “menjangkau yang tak terjangkau”. Sebagai buah dari komitmen Muktamar Muhammadiyah tahun 2015, KAST adalah perpaduan antara pendayagunaan filantropi muslim, teknologi, dan solidaritas kemanusiaan. Untuk apa dan siapa lagi kalau bukan untuk menjangkau dan mengikat solidaritas di antara sesama anak bangsa yang hidup di kawasan kepulauan, wujud ikhtiar keadilan inklusif. Hasil Muktamar Muhammadiyah tahun 2015 mengamanatkan salah satunya adalah pelayanan dan pemberdayaan terhadap kelompok rentan. Tentu saja kelompok rentan di sini tidak saja mencakup kelompok warga masyarakat yang kesulitan mengakses layanan atau sarana pemberdayaan. Atau, kelompok warga masyarakat yang tidak masuk ke dalam pilahan kelompok penerima bantuan prioritas akibat teknikalisasi strategi pengentasan problem sosial, ekonomi, dan sosial. Kelompok rentan, sebagaimana dapat ditafsirkan dalam hasil Muktamar Muhammadiyah 2015 adalah mencakup seluruh aspek fundamental kerentanan pada kelompok warga masyarakat. Mereka adalah orang-orang yang bahkan dalam imajinasi “sasaran pelayanan” atau “sasaran pemberdayaan” pun belum tentu masuk. Salah satunya adalah para warga masyarakat yang hidup di kawasan kepulauan. Problem mereka dalam mengakses layanan atau skema pemberdayaan adalah tidak sama dan bahkan berbeda sekali dengan jenis kelompok rentan lain di kawasan urban di pulau-pulau besar yang terindustrialisasi secara mendalam, seperti di Jawa, Sumatera, atau Kalimantan. Di pulau-pulau kecil, arti pelayanan kesehatan dan pemberdayaan sosial atau ekonomi yang digerakkan kelompok masyarakat sipil, seperti Muhammadiyah melalui Lazismu sangat krusial. Jika diperhatikan secara luas, KAST berupaya mengurangi pendalaman faktor-faktor pemiskinan


96 PILAR KESEHATAN yang akan atau sedang terjadi di masyarakat di pulau-pulau kecil. Memang skala dan besaran wujud kontribusi masih sangat awal. Tapi, ini tidak diragukan lagi adalah cara untuk menangkal perubahan-perubahan ke arah penurunan kualitas kehidupan masyarakat. Perlu juga diperhatikan secara seksama bahwa pelayanan kesehatan dan pemberdayaan sosial atau ekonomi KAST juga berdampak langsung pada derap kehidupan sosial. Sebagaimana sudah diceritakan di bagian sebelumnya, hubungan antara warga berbeda agama di pulau-pulau sasaran KAST mengalami ketegangan sosial. Jalan resolusi konflik melalui dukungan pada infrastruktur keagamaan berupa pemberian panel surya ke gereja-gereja dan masjid, terbukti mampu meredakan ketegangan. Sebab, representasi-representasi perbedaan identitas melebur dalam solidaritas pada kepentingan keagamaan masyarakat setempat. Model resolusi konflik semacam ini belakangan di simpul gerakan lain Muhammadiyah juga dikonseptualisasi sebagai pendekatan ecobhineka. SDGs Untuk Masyarakat Kepulauan Dalam potret yang lebih luas lagi, KAST dimaksudkan salah satunya untuk mendukung target-target pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Sekarang, pengadopsian SDGs bukan lagi merupakan tuntutan eksternal, melainkan bagian dari kepentingan kelompok masyarakat sipil global, seperti Muhammadiyah. Sebab, SDGs dapat dirumuskan, dikontestualisasi dan diapropriasi sesuai dengan misi yang telah ada di Muhammadiyah dan Lazismu sebagai lembaga filantropi. Dengan begitu, target-target dalam SDGs juga turut serta dibawa dalam KAST. Sekurang-kurangnya, KAST telah menjangkau Target 3 dalam SDGs yang bermaksud untuk memastikan cakupan kesehatan universal


97 Klinik Apung Said Tuhuleley: Melayarkan Zakat di Laut Timur dapat terwujud.1 Jika diderivasi ke Indikator 3.8.1 yaitu memperluas jangkauan pelayanan kesehatan esensial, maka KAST telah memperluas lingkup profil penerima manfaat dan memastikan mereka memperoleh layanan yang standar.2 Selain itu, berdasarkan Indikator 3.8.1, maka KAST tidak saja telah mendorong terwujudnya pelayanan kesehatan yang inklusif, tapi juga menjadikan pelayanan kesehatan sebagai bagian dari unsur penting masyarakat yang berkelanjutan. Terutama di pulau-pulau kecil dan terpencil yang terisolasi dalam berbagai aspek akibat faktor jarak, dan kapasitas serta sumber daya yang begitu terbatas pada negara, keadilan bagi masyarakat rentan dan marjinal seperti ini adalah suatu tanggung jawab global yang tidak dapat dielakkan. KAST mengemban tugas mendorong terciptanya pelayanan kesehatan yang disebutkan spesifik di Indikator 3.8.1(a).3 Dan itu artinya juga mendukung akses pada obat-obatan (Indikator 3.b.1) serta membantu masyarakat marjinal mendapatkan tenaga kesehatan (Indikator 3.c.1*).4 Untuk masyarakat kepulauan yang masih terus-menerus terisolir akibat kombinasi faktor geografis, teknologi, dan juga politik, posisi KAST adalah alternatif untuk mempercepat transformasi di sektor pelayanan kesehatan. Ini adalah mimpi yang menginspirasi Lazismu untuk membawa keadilan bagi masyarakat di pulau-pulau terpencil. 1 Target 3: Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia. 2 Indikator 3.8.1: Cakupan pelayanan kesehatan esensial (didefinisikan sebagai rata-rata cakupan intervensi yang dapat dilacak termasuk reproduksi, ibu, bayi baru lahir, dan kesehatan anak, penyakit menular, penyakit tidak menular, kapasitas layanan serta akses untuk penduduk secara umum dan penduduk kurang beruntung. 3 3.8.1. (a): Unmet need pelayanan kesehatan. 4 3.b.1: Proporsi populasi dengan akses ke obat-obatan dan vaksin yang terjangkau secara berkelanjutan. 3.c.1: Kepadatan dan distribusi tenaga kesehatan.


98 PILAR KESEHATAN


99 Klinik Sukarela Aisyiyah: Orang Miskin Boleh Berobat KLINIK SUKARELA AISYIYAH-LAZISMU Orang Miskin Boleh Berobat “Maaf, saya harus bayar berapa, ya?” tanya seorang pengunjung Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu. “Sedekah seikhlasnya saja, Pak,” jawab petugas di meja kasir. Si pengunjung mengernyitkan dahi. “Seikhlasnya?” Dia bertanya lagi. Petugas mengangguk. “Benar, Pak. Silahkan masukkan saja ke kotak infak,” jawab si petugas menunjukkan sebuah kotak yang ada di dekat situ. “Bismillah, amplop berisi uang habis ngisi pengajian saya masukkan ke kotak itu,” kenang si pengunjung. Penggalan dialog di atas adalah cerita seorang pengunjung di Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu ketika hendak membayar biaya persalinan istrinya. Sebagai seorang guru di sekolah swasta dan penceramah, biaya mengakses layanan kesehatan sangat mungkin akan mengorek lumayan dalam pendapatan bulanannya. Dengan adanya klinik yang menawarkan layanan pembayaran sukarela, si guru tadi tak perlu waswas andai isi kantong tak cukup. Ia cukup


100 PILAR KESEHATAN menyediakan besaran uang yang paling baik dari yang bisa dibayarkannya pada saat itu. “Ya, memang salah satu yang jadi target penerima manfaat dari klinik adalah orang-orang yang ada di tengah. Mereka tidak bisa disebut miskin, juga tidak bisa dibilang hidup berkecukupan,” terang Ridwan Adi Sukmono pengurus Lazismu Sragen. Beroperasi kembali secara prima pada tahun 2013, Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu mendobrak pakem. Biasanya, pendirian fasilitas kesehatan tujuan utamanya adalah meraup untung dari ladang potensial ini. Siapa yang tak butuh ke dokter? Siapa yang tak butuh bidan, perawat, dan apoteker? Semua orang butuh dan perlu. Tapi, apa yang terjadi di Sragen? Justru sebaliknya! Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu malah menawarkan skema pembayaran yang menyesuaikan kemampuan keuangan setiap pengunjung. Mulai dari yang mampu hingga yang miskin. Jika si pengunjung mampu membayar penuh, maka itu sama artinya dia telah “sukarela” mensubsidi pasien lain. Jika si pengunjung membayar sukarela, itu artinya klinik telah meringankan bebannya, dan si pengunjung itu pula telah turut mendukung keberlangsungan klinik sesuai kemampuannya. Dan jika si pengunjung tak mampu membayar sama sekali, maka semangat sukarela para dokter untuk melayani tak akan padam. Jadi, bagaimana sebuah fasilitas kesehatan bisa bersifat sukarela? Salin-Rupa Klinik Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu ini pada mulanya adalah Rumah Bersalin Aisyiyah yang sudah berdiri sejak 1980an. “Dulu kondisi rumah bersalin itu ibarat hidup segan, mati tak mau,” kata Ridwan Adi


101 Klinik Sukarela Aisyiyah: Orang Miskin Boleh Berobat Sukmono. Padahal, rumah bersalin ada di lokasi strategis. Di tengah kota dan samping jalan utama ke rumah dinas bupati. Hidup segan, mati tak mau itu barangkali merujuk pada perkembangan rumah bersalin yang kurang maksimal. Jumlah pengunjung ke rumah bersalin tidak bertambah dan malah terus merosot. Tidak begitu jelas apa masalahnya. Bisa jadi karena tergerus oleh perubahan zaman atau perlu memperbarui strategi. Pemandangan rumah bersalin yang kian sepi tentu kontras dengan suasana pusat kota yang kian ramai. Begitulah kondisi Rumah Bersalin Aisyiyah. Sementara itu, di tempat lain, pengurus Lazismu Sragen sedang mendesain program yang mengusung konsep layanan kesehatan gratis. Ide utama program ini adalah fasilitas kesehatan yang bebas biaya bagi kaum duafa. Nah, persoalannya, belum ada tempat yang cocok untuk menerapkan konsep tersebut.


102 PILAR KESEHATAN Setelah ke sana kemari mencari lokasi yang cocok untuk menjajal konsep “klinik gratis”, pengurus Lazismu Sragen bertemu pengurus Pimpinan Daerah Aisyiyah Sragen (PDA Sragen) untuk kolaborasi program tersebut. “Ternyata cocok. Ibu-ibu Aisyiyah punya Rumah Bersalin, sedangkan Lazismu punya ide membuat klinik gratis,” kata Ridwan Adi Sukmono. Akhirnya Lazismu Sragen dan pengurus PDA Sragen bermufakat menghidupkan klinik gratis dari Rumah Bersalin. Dan, karena itu, perlu ada perombakan sejumlah hal yang terkait pengelolaan Rumah Bersalin. Sebab, setelah ditelusuri, ada sejumlah hal dalam tata kelola Rumah Bersalin yang perlu diperbarui dan disesuaikan dengan kebutuhan serta tuntutan zaman yang sudah berubah. Lazismu Sragen turun tangan membantu pembenahan manajemen. Rumah Bersalin itu kini berganti rupa menjadi Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu. Tidak hanya nama yang berubah, gebrakan yang dihadirkan juga telah menjadi daya tarik tersendiri. Tentu dengan spirit yang tidak akan berubah: melayani kelompok mustadh’afin. Dokter dan Pasien Sama-Sama Sukarela Setelah beroperasi kembali pada 2013, Klinik Sukarela AisyiyahLazismu hanya punya enam orang karyawan. Terdiri atas bidan, perawat, dan dokter. Pada 2018 bertambah menjadi 24 karyawan. Enam orang dokter, lima orang perawat, seorang apoteker, seorang terapis, dan empat orang karyawan untuk berbagai fungsi yang berbeda. Meningkatnya jumlah karyawan tentu mengindikasikan penambahan jumlah pengunjung yang datang ke Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu. Itu artinya juga klinik pelan-pelan menjadi pilihan warga masyarakat untuk memperoleh layanan kesehatan.


103 Klinik Sukarela Aisyiyah: Orang Miskin Boleh Berobat Klinik yang sifatnya sukarela memang menjawab kebutuhan banyak orang. Di tengah kian mahalnya biaya kebutuhan hidup, harus ada layanan kesehatan yang mengedepankan pelayanan inklusif. Cuma, untuk sampai ke tahap itu, tidak semudah membalik telapak tangan. Salah-salah, malah layu sebelum mekar. Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu harus meramu trik khusus supaya tetap bisa menambal biaya operasional tapi tak kendur menyediakan layanan cuma-cuma. Maka dibuatlah setidaknya tiga jenis kewajiban pengunjung atau pasien yang datang ke klinik. Pertama, ada pengunjung atau pasien yang membayar secara penuh, tapi dengan harga yang masih terjangkau jika dibanding klinik lainnya. Kedua, ada pengunjung atau pasien yang membayar dengan jumlah sukarela. Artinya, mereka tetap dikenakan kewajiban membayar tapi berdasarkan kemampuan keuangannya masing-masing. Contoh untuk pengunjung klinik ini sudah ditampilkan pada dialog pembuka di atas. Ketiga, pengunjung atau pasien yang tidak berkewajiban membayar sepeser pun. Untuk kategori ini, mereka tentulah orang-orang dari kelompok miskin. Kategori ini biasanya adalah para lansia yang tidak memiliki pekerjaan atau hidup sendirian tanpa ada yang bisa dijadikan sandaran tulang punggung ekonomi. Nah, biaya yang dibayarkan oleh pengunjung kategori mampu dan sedang bisa dibilang secara langsung maupun tidak, telah menambal kebutuhan bagi mereka yang tergolong miskin itu. Dengan demikian, antartiap pengunjung atau pasien pun saling menopang dan memungkinkan hak sehat berlaku secara merata pada semua orang. Dan, tentu saja, kelompok papa harus ditolong oleh kelompok yang lebih mampu. Tiga jenis kategori pengunjung atau pasien klinik itu menjelaskan darimana sumber pemasukan klinik. Tapi jelas masih belum cukup jika harus dikalkulasikan dengan kebutuhan operasional sebuah klinik.


104 PILAR KESEHATAN Ternyata, para dokter di klinik pun juga bekerja secara sukarela. Mereka bersedia dibayar di bawah upah lazimnya seorang dokter di sebuah klinik. Berkat keikhlasan para dokter itu, beban biaya operasional bulanan klinik bisa diperkuat oleh Lazismu Sragen yang mencari cara membiayai klinik supaya tetap sehat secara berkesinambungan. Menjunjung Semangat Sukarela Pada awal-awal berdirinya Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu, nama yang digunakan adalah Klinik Gratis. Karena menggunakan nama “gratis” banyak pasien atau pengunjung yang justru mampu secara ekonomi tidak terlatih sukarela. Mungkin karena menganggap gratisan, dan hanya dipersilahkan berinfak uang seikhlasnya, yang mereka masukkan adalah recehan uang koin. Padahal di antara mereka yang melakukan itu ada yang datang dengan mengendarai mobil pribadi. Seorang dokter yang menyaksikan kejadian itu lantas merasa bahwa para pengunjung atau pasien pun harus mendapat edukasi yang tepat. Jika tidak, keberlangsungan klinik gratis dan sukarela akan berhenti di jalan sebab tak bisa menghidupi diri sendiri. Perlu diingat pula bahwa para dokter sudah bekerja secara sukarela. Mereka sudah bersedia dibayar di bawah standar karena ingin memajukan klinik. Tapi kejadian tak mengenakkan itu, membuat para dokter, dan terutama pengelola klinik harus realistis dan taktis. Skema sukarela dan gratis dipertahankan demi golongan orang-orang yang memang sangat membutuhkan. Tapi harus dicarikan solusi bagi para pengunjung atau pasien yang mampu secara finansial supaya punya perspektif urun bantuan mendukung misi kemanusiaan klinik.


105 Klinik Sukarela Aisyiyah: Orang Miskin Boleh Berobat Harus ada cara yang dapat diandalkan untuk memisahkan mereka yang memang berhak mendapat layanan kesehatan cuma-cuma dan sukarela. Maka, klinik menerbitkan sebuah kartu khusus bagi mereka yang menerima bantuan dari klinik. Caranya sangat sederhana. Si pasien yang masuk kategori tidak mampu mendaftar ke klinik. Kemudian tim dari Lazismu Sragen akan melakukan pengecekan apakah si pasien termasuk sangat layak menerima bantuan pengobatan gratis atau tidak. Dengan cara itu, tidak ada lagi skema gratis seperti di awal yang terbuka begitu saja. Berubah menjadi sukarela. Rupanya, strategi ini cukup berhasil. Secara teknis dan administratif ada empat kategori pasien yang dilayani di Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu. Ada pasien donatur, pasien sukarela, pasien BPJS, dan pasien inhealth mandiri. Kategori pasien ini menunjukkan keragaman kewajiban dan hak. Pasien donatur adalah mereka yang memanfaatkan layanan klinik dan membayar layanan dalam bentuk sedekah atau donasi.


106 PILAR KESEHATAN Pasien sukarela adalah mereka yang membayar secara sukarela besaran biaya pemanfaatan layanan klinik. Pasien BPJS adalah mereka yang tergabung dalam program jaminan sosial dan kesehatan pemerintah. Sedangkan pasien inhealth mandiri adalah mereka yang tergabung dalam asuransi yang diselenggarakan Bank Mandiri. Dengan skema yang lebih tertib dan tertata, para penerima manfaat dapat mengakses layanan kesehatan sesuai dengan profil ekonominya masing-masing. Sehingga tidak salah sasaran, atau malah kontraproduktif dengan misi mulia klinik. Maka, setiap orang yang terlibat memajukan klinik akan merasa mendapat penghargaan yang layak atas kerja keras dan dedikasinya. Filantropi untuk Kesehatan Para dokter sudah bekerja sukarela. Pengunjung dan pasien klinik pun berbagi kewajiban secara adil. Tapi itu pun tentu masih tak akan cukup tanpa para donatur yang mendukung keberadaan Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu. Di sinilah lembaga filantropi memainkan perannya. Pada masa-masa awal perintisan ulang klinik, biaya operasional bulanan harus disiapkan oleh Lazismu. Saat itu, sekitar 25 hingga 30 juta per bulan harus dikeluarkan untuk berbagai keperluan supaya klinik tetap beroperasi. Kondisi saat itu cukup terbantu berkat bantuan donatur yang tertarik berinfak ke program klinik sukarela yang didukung Lazismu. Para donatur itu berangkat dari motif yang berbeda. Misalnya ada pengunjung atau pasien yang karena merasakan manfaat keberadaan klinik, ikut berinfak lebih. Mereka ini biasanya berasal dari kalangan yang cukup mampu, dan tergerak hatinya membantu misi kemanusiaan yang diusung klinik.


107 Klinik Sukarela Aisyiyah: Orang Miskin Boleh Berobat Beberapa dokter pun juga ikut berdonasi. Baik berupa uang tunai atau fasilitas klinik. Sebagai contoh, seorang dokter ikut menyumbang bangunan kamar untuk pasien naratama (atau dikenal dengan istilah VIP atau very important person) senilai 300 juta rupiah. Alasan utama si dokter adalah karena Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu melayani masyarakat dari golongan tidak mampu tanpa birokrasi yang berbelit-belit. Derasnya bantuan dan dukungan terhadap keberadaan klinik dapat terjadi berkat pengelolaan yang cermat dan berorientasi melayani. Andai tidak seperti itu, jarang ada yang akan tergerak untuk ikut menyukseskan kerja-kerja kepelayanan yang dilakukan klinik. Setelah melewati masa-masa berat di awal, Klinik Sukarela AisyiyahLazismu pelan-pelan bangkit. Jika dulu biaya operasional harus ditanggung sepenuhnya oleh Lazismu, di tahun kedua klinik sudah mulai surplus. Kini, Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu sudah mandiri secara finansial. Peran Lazismu sebagaimana pada awal fase pengembangan, sudah tidak perlu lagi. Lazismu sekarang mengambil peran dalam pengawasan manajemen, pemasaran, dan dukungan sistem untuk penggalangan dana jika ada perluasan sektor atau infrastruktur layanan. Membantu Masyarakat dan Pemerintah Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu ternyata memainkan peran besar bagi masyarakat Sragen. Mungkin karena klinik melakukan dua hal yang penting bagi banyak orang, yaitu memastikan hak orang untuk sehat dan membantu pengentasan kemiskinan. Keberadaan klinik seolah satu napas dengan apa yang tengah berlangsung di Sragen. Ketika itu, antara 2011 hingga 2016 pemerintah kabupaten (Pemkab) menggembar-gemborkan program pengentasan kemiskinan di bidang kesehatan. Kehadiran klinik tak pelak lagi adalah amunisi yang bisa bersanding dengan misi pemerintah.


108 PILAR KESEHATAN “Jadi seperti ada keterpautan antara program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan, dan misi dakwah Muhammadiyah juga yang ingin mengentaskan kemiskinan,” jelas Ridwan Adi Sukmono. Peluang untuk mengambil bagian dari misi mulia pengentasan kemiskinan itu disambut positif oleh pengelola Klinik Sukarela AisyiyahLazismu. Oleh karena itu, klinik juga melayani pasien yang punya kartu kesehatan bagi golongan masyarakat miskin yang diterbitkan oleh Pemkab. Namanya adalah Kartu Saraswati, singkatan dari “Sarase Warga Sukowati”. Setiap pengunjung klinik yang membawa Kartu Saraswati punya kewajiban yang berbeda-beda. Ada yang digratiskan, tentu bagi warga miskin. Dan ada warga yang tidak tergolong miskin tapi hanya mampu mengakses pelayanan sebagaimana untuk warga miskin, maka mereka membayar secara sukarela. Untuk yang sukarela ini tidak diatur minimal besaran rupiah yang harus diinfakkan. Asas saling percaya dan terbuka sangat dijunjung demi keadilan bagi semua penerima manfaat keberadaan klinik.


109 Klinik Sukarela Aisyiyah: Orang Miskin Boleh Berobat Inspirasi Kiai Haji Ahmad Dahlan Ide “klinik gratis” atau yang kemudian menjadi Klinik Sukarela Aisyiyah-Lazismu justru dapat ditarik jauh ke belakang. Kiai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah disebut sebagai sumber inspirasi. “Gagasan bikin klinik yang cuma-cuma itu berasal dari Kiai Haji Ahmad Dahlan. Kita melanjutkan cita-cita besar beliau,” kata Roni Megas pengurus Lazismu Sragen. Bagi para pengurus Lazismu Sragen, Kiai Haji Ahmad Dahlan telah meletakkan contoh keberpihakan yang benar. Di satu sisi klinik harus untung untuk memastikan keberlanjutan operasionalnya, dan di sisi lain pula harus bisa membantu orang-orang yang membutuhkan. Kerja-kerja kepelayanan yang punya napas panjang hanya bisa terwujud jika ada keseimbangan. Tidak mungkin mengorbankan yang satu demi yang lain. Keuntungan perlu ada supaya kebermanfaatan klinik bisa terawat dengan baik. SDGs dalam Klinik Sukarela Aisyiyah Setidaknya terdapat tiga komponen layanan kesehatan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang dijalankan oleh Klinik Sukarela Aisyiyah. Tiga komponen tersebut merupakan kunci terwujudnya layanan kesehatan yang inklusif atau dapat dijangkau oleh semua orang dari seluruh usia, kategori ekonomi, dan jenis kelamin, mencakup: (1) akses terhadap obat-obatan dan vaksin; (2) akses dan pemanfaatan fasilitas kesehatan terutama perempuan; dan (3) distribusi tenaga kesehatan yang merata. Tiga komponen tersebut termaktub dalam Tujuan 3, Indikator 3.b1, Indikator 3.c.1*, Indikator 3.8.1 (a), Indikator 1.4.1, Indikator 1.4.1


110 PILAR KESEHATAN (a), dan Target 8.3.1 Masing-masing komponen menentukan seberapa prima sebuah layanan kesehatan telah diselenggarakan. Pada komponen pertama, Klinik Sukarela Aisyiyah telah memungkinkan warga masyarakat dari golongan menengah ke bawah untuk mengakses obat-obatan dan vaksin. Di tengah semakin tingginya kepercayaan masyarakat terhadap keandalan medis modern, maka kesadaran atas manfaat obat-obatan dan vaksin untuk mencegah, mengurangi atau memproteksi kesehatan juga ikut meningkat. Oleh karena itu, obat-obatan dan vaksin harus dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Klinik Sukarela Aisyiyah berhasil mengelola dana filantropi untuk memastikan masyarakat kurang mampu mendapatkan layanan pemeriksaan dan akses terhadap obat-obatan. Keberhasilan ini merupakan skema alternatif dalam menjalankan Target 3.8 dan 3.b yang mendorong terwujudnya layanan kesehatan yang aksesibel bagi semua orang.2 1 Tujuan 3: Menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk semua usia. Indikator 3.b.1: Proporsi populasi dengan akses ke obatobatan dan vaksin yang terjangkau secara berkelanjutan. Indikator 3.c.1*: Kepadatan dan distribusi tenaga kesehatan. Indikator 3.8.1.(a) Unmet need pelayanan kesehatan. Indikator 1.4.1: Proporsi penduduk/rumah tangga dengan akses terhadap pelayanan dasar. Indikator 1.4.1 (a): Persentase perempuan pernah kawin umur 15–49 tahun yang proses melahirkan terakhirnya di fasilitas kesehatan. 2 Target 3.8: Mencapai cakupan kesehatan universal, termasuk perlindungan risiko keuangan, akses terhadap pelayanan kesehatan dasar yang baik, dan akses terhadap obatobatan, efektif, berkualitas dan terjangkau bagi semua orang. Target 3.b: Mendukung penelitian dan pengembangan vaksin dan obat penyakit menular dan tidak menular yang terutama berpengaruh terhadap negara berkembang, menyediakan akses terhadap obat dan vaksin dasar yang terjangkau, sesuai the Doha Declaration tentang the TRIPS Agreement and Public Health, yang menegaskan hak negara berkembang untuk menggunakan secara penuh ketentuan dalam Kesepakatan atas Aspek-Aspek Perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual terkait keleluasaan untuk melindungi kesehatan masyarakat, dan khususnya menyediakan akses obat bagi semua.


111 Klinik Sukarela Aisyiyah: Orang Miskin Boleh Berobat Pada komponen kedua, Klinik Sukarela Aisyiyah berupaya untuk membuka akses seluas-luasnya atas layanan kesehatan yang unggul dengan meningkatkan desain sistem yang inklusif, serta kelengkapan sarana dan prasarana klinik. Sebagai klinik tingkat pertama, Klinik Sukarela Aisyiyah menyediakan layanan pengecekan kesehatan, perawatan, pengobatan, hingga layanan rawat inap, mencakup UGD 24 jam, persalinan dan KB, poli gigi dan mulut, farmasi, fisioterapi, laboratorium, dan fasilitas rawat inap. Pengunjung klinik dari golongan ekonomi menengah ke bawah dapat memanfaatkan seluruh layanan tersebut dengan biaya yang jauh lebih terjangkau, bahkan dapat bersifat sukarela. Klinik Sukarela Aisyiyah mengupayakan ketersediaan layanan kesehatan semacam itu melalui pendayagunaan dana filantropi yang dikelola Lazismu dan mengintegrasikan sistemnya ke dalam misi pengentasan kemiskinan daerah. Pada komponen ketiga, Klinik Sukarela Aisyiyah berupaya memastikan setiap orang berhak mendapatkan bantuan dan layanan dari tenaga medis dan kesehatan yang berkualitas. Di Klinik Sukarela Aisyiyah, meski mengemban misi sosial, tenaga medis dan kesehatan tetap bekerja secara maksimal untuk memberikan layanan berkualitas untuk semua orang, termasuk dari kategori miskin dan rentan. Hal ini menunjukkan bahwa Klinik Sukarela Aisyiyah dapat menjalankan peran dalam mendistribusikan tenaga medis dan kesehatan secara merata, terutama untuk kepentingan masyarakat miskin dan rentan. Peran distribusi semacam ini, terutama yang dilakukan Klinik Sukarela Aisyiyah dapat terakselerasi berkat peran pengelolaan dana filantropi yang tepat dan relevan.


112 PILAR KESEHATAN


113 Ambulanmu: Transportasi Kesehatan Unggulan AMBULANMU KELILING Transportasi Kesehatan Unggulan “Hari ini kami terakhir berobat ke rumah sakit,” kata seorang perempuan lansia dengan suara pelan dan setengah putus asa kepada seorang dokter di rumah sakit. “Lho, kenapa begitu, Bu? Bukankah biaya cuci darah gratis dengan BPJS? Apa kendalanya, Bu?” tanya dokter balik. “Kami sudah tak punya lagi uang untuk antar-jemput ke rumah sakit. Ternak dan kayu jati sudah habis dijual hanya untuk biaya transportasi pergi dan pulang ke rumah sakit,” balas si Ibu. Si dokter tercenung. Ia menenangkan si perempuan sepuh yang saban minggu harus dua kali bolak-balik cuci darah ke rumah sakit di pusat kota Yogyakarta. “Tenang, Bu, saya akan mencarikan bantuan,” janji si dokter. Si dokter teringat AmbulanMu. Ia kemudian menghubungi pengelola AmbulanMu. Ia menceritakan persoalan yang dihadapi si pasien sepuhnya itu. Pengelola AmbulanMu kemudian menyusun jadwal untuk pengecekan standar ke keluarga pasien. Hal ini untuk memastikan bahwa si pasien termasuk kategori prioritas.


114 PILAR KESEHATAN Hasilnya, ternyata sangat berhak mendapat layanan dari AmbulanMu. Dan begitulah, AmbulanMu menggerakkan rodarodanya menyusuri lurus, lekuk, dan terjal jalanan, menguatkan lagi harapan semua orang tentang kepedulian dan kebersamaan. Cerita yang sungguh-sungguh terjadi. Andai tak ada AmbulanMu, bagaimana kelanjutan perjuangan si perempuan sepuh tadi menempuh perjalanan puluhan kilometer pergi berobat ke rumah sakit? Tidak ada yang akan tahu. Kisah ini pula bukan yang pertama dan satusatunya. Ribuan orang telah merasakan dan mendapatkan manfaat kehadiran AmbulanMu. Mulai dirintis perlahan sejak tahun 2016, AmbulanMu Keliling lahir berkat inisiasi dan kolaborasi Majelis Pelayanan Sosial (MPS) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY, Lazismu di semua tingkatan dari Ranting, Cabang, Daerah hingga Wilayah di DIY, dan para relawan pengemudi. AmbulanMu Keliling menjadi layanan transportasi alternatif yang membantu warga di perkotaan dan pedesaan untuk mengakses fasilitas kesehatan. Dan juga, untuk meringankan beban banyak orang dalam menikmati pelayanan sosial yang prima dan berkualitas. Cerita Mula Sebuah Perjuangan “Sebetulnya, cikal bakal AmbulanMu sudah muncul sebelum tahun 2016. Tetapi belum masif. Mulai agak masif di tahun berikutnya,” buka Jaynal Arifin, Ketua Divisi Pelayanan Umum Program AmbulanMu MPS PWM DIY. AmbulanMu lahir untuk menjawab kebutuhan transportasi kesehatan. Sebab, ambulans yang disediakan oleh fasilitas kesehatan tidak


Click to View FlipBook Version