Kajian Efektivitas Pengobatan pada Pasien Stroke Iskemik di Instalasi Rawat Inap RSUD Nunukan 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 256 2.3 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional dengan rancangan penelitian retrospektif dengan menggunakan data rekam medis pasien yang terdiagnosa penyakit stroke iskemik. Teknik yang digunakan untuk penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu penentuan sampel yang didasarkan pada kriteria inklusi dan eklusi. 2.4 Subyek Penelitian Subyek dalam penelitian ini yaitu pasien rawat inap dengan diagnose stroke iskemik di instalasi rawat inap RSUD Nunukan periode Januari – Juni 2021 yang memenuhi kriteria inklusi. 2.5 Analisis Data Data yang telah dikumpulkan di Lembar Pengumpulan Data selanjutnya akan dilakukan analisis secara deskriptif dengan mengidentifikasi karakteristik pasien (jenis kelamin,usia,diagnose,dan lama perawatan), menganalisa pola pengobatan yang didapatkan pasien serta ketepatan pengobatan dan potensi interaksi obat yang akan disajikan dalam bentuk tabel. 3 Hasil dan Pembahasan Dari hasil penelitian melalui pengumpulan data secara retrospektif pada pasien stroke iskemik yang di rawat inap di RSUD Nunukan tahun 2021 didapatkan jumlah pasien sebanyak terdapat 85 pasien dengan diagnosis stroke iskemik. Dari keseluruhan pasien tersebut, hanya 70 pasien yang memenuhi kriteria inklusi yang digunakan sebagai subjek dari penelitian, sedangkan sebanyak 15 pasien tidak dapat digunakan sebagai subjek pada penelitian karena termasuk kriteria eksklusi. 3.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi pasien stroke iskemik yang terbanyak berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki yaitu sebanyak 38 pasien (54,29%)(Tabel 1). Tabel.1 Distribusi Pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUD Nunukan Periode Januari – Juni 2021 berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) Laki-Laki 38 54,29 % Perempuan 32 45,71 % Total 70 100% Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa pada pasien laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar dibandingkan dengan wanita untuk terkena stroke [6]. Prevelensi stroke iskemik pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan karena pada perempuan memiliki hormon esterogen yang dapat meningkatkan kadar HDL dalam darah sehingga mencegah terjadinya asetosklerosis akibat pembentukan plak-plak pada pembuluh darah. Hormon esterogen yang berada dalam tubuh perempuan memiliki efek sebagai neuroprotective agent sehingga wanita tidak serentang pria untuk terkena stroke tetapi Ketika hormon esterogen pada wanita produksinya berkurang atau saat menopause menyebabkan risiko perempuan terkena stroke iskemik sama dengan Laki-laki [6].Berdasarkan penelitian Bushnell (2009) kejadian stroke iskemik paling banyak diderita oleh laki-laki karena memiliki hormon testoteron yang akan meningkatkan kadar LDL darah, peningkatan kadar LDL akan meningkatkan kadar koleseterol dalam darah sehingga meningkatkan risiko penyakit degenerative [7]. Peningkatan kejadian stroke iskemik pada laki-laki juga dapat dipengatuhi oleh factor gaya hidup seperti minum-minuman beralkohol, bergadang, stress, dan merokok. 3.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia Distribusi pasien stroke iskemik yang terbanyak berdasarkan usia berkisar antara usia 45-65 tahun yaitu sebanyak 45 pasien (64,29%)(Tabel 2). Tabel.2 Distribusi Pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUD Nunukan Periode Januari – Juni 2021 berdasarkan jenis usia Usia Jumlah Persentase % 18-26 tahun 5 7,14 % 27-44 tahun 8 11,43 % 45-65 tahun 45 64,29 % >65 tahun 12 17,14 % Total 70 100%
Kajian Efektivitas Pengobatan pada Pasien Stroke Iskemik di Instalasi Rawat Inap RSUD Nunukan 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 257 Kejadiian stroke akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia, terutama pada usia ≥ 55 tahun [8]. Hal ini sesuai dengan penelitian Misbach (2001) bahwa penderita stroke iskemik paling banyak diderita oleh pasien dengan rentang usia 45-65 tahun sebesar 64,29 %. Hal ini diperkirakan bahwa kejadian stroke iskemik lebih banyak terjadi pada usia pertengahan hingga usia tua karena penurunan fungsi organ dalam tubuh akibat penurunan aliran darah ke otak serta elastisitas arteri yang menyempit [9]. 3.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Diagnosa Distribusi pasien stroke iskemik yang terbanyak berdasarkan diagnose adalah pasien dengan penyakit penyerta yaitu sebanyak 33 pasien (64,70%)(Tabel 3). Tabel. 3 Distribusi Pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUD Nunukan Periode Januari – Juni 2021 berdasarkan diagnosa Diagnosa Jumlah Pasien Persentase (%) Pasien stroke iskemik dengan penyakit penyerta 33 64,70 % Pasien stroke iskemik tanpa penyakit penyerta 18 35,30 % Total 51 100% 3.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Lama Pengobatan Lama pengobatan pasien stroke iskemik dikategorikan dalam jumlah hari dimana lama pengobatan didapatkan dari tanggal keluar rumah sakit yang dikurangi dengan tanggal masuk rumah sakit. Berdasarkan lama pengobatan pasien yang terbanyak yaitu selama 5-10 hari sebanyak 37 pasien (72,55%)(Tabel 4). Tabel 4. Distribusi Pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUD Nunukan Periode Januari – Juni 2021 berdasarkan lama pengobatan Lama Pengobatan Jumlah Pasien Persentase (%) < 5 hari 11 21,57 % 5-10 hari 37 72,55 % 11-21 hari 2 3,92 % >21 hari 1 1,96 % Total 51 100% 3.5 Penggunaan Obat Stroke Pada Pasien Stroke Iskemik 3.5.1 Penggunaan Terapi Utama Pasien Stroke Iskemik Terapi stroke iskemik bertujuan untuk mengurangi kerusakan neurologi, mengurangi kecacatan jangka Panjang serta mencegah terjadinya stroke susulan [10].Terapi utama yang digunakan pada pasien stroke iskemik pada penelitian ini adalah golongan antiplatelet,activator serebral dan Vasodilator Perifier, serta nootropic dan neurotropik. Tabel 5. Penggunaan terapi utama tunggal dan kombinasi pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUD Nunukan Periode Januari – Juni 2021. Nama Obat Golongan Dosis Obat Frekuensi Pemberian Persentase (%) Aspilet Antiplatelet 80 mg 1x1 28,57% Clopidogrel Antiplatelet 75 mg 1x1 27,14% Citicolin Aktivator Serebral dan Vasodilator Perifier 250 mg 1x1 27,14% Aktivator Serebral dan Vasodilator Perifier 500 mg 2x1 8,57% Piracetam Nootropik dan Neurotropik 1200 mg 1x1 12,86% Mecobalamin Nootropik dan Neurotropik 500 mg 2x1 8,57% Nama Obat Kombinasi Jumlah Pasien Persentase (%) Apilet+Clopidogrel 5 7,14 % Citicolline+Piracetam 35 50% Amlodipine+Candesartan 10 14,29% Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan golongan obat antiplatelet yang sering digunakan adalah aspilet yaitu sebesar 92,85%. Antiplatelet adalah golongan obat yang dapat
Kajian Efektivitas Pengobatan pada Pasien Stroke Iskemik di Instalasi Rawat Inap RSUD Nunukan 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 258 menghambat agregasi trombosit yang menyebabkan terjadinya penghambatan pada pembentukan thrombus pada system arteri. Aspirin merupakan obat lini pertama antiplatelet pada pasien stroke iskemik, serta merupakan rekomendasi pengobatan yang efektif dan bermanfaat. Aspilet sendiri berkerja dengan menghambat COX-1 dimana terjadi inaktivasi platelet pada COX-1 dan penghambatan fungsi platelet TXA sehingga tidak terbentuk platelet [11]. Obat kedua yang banyak digunakan pada golongan antiplatelet adalah clopidogrel. Clopidogrel dan aspilet berkerja pada factor yang berbeda tetapi dengan cara yang sama,sebagai anti agregrasi platelet clopidogrel adalah obat penghambat antiagregasi trombosit yang memiliki efek untuk mencegah terjadinya stroke susulan. Clopidogrel digunakan pada pasien yang terindikasi alergi terhadap aspilet [12]. Obat golongan activator serebral dan vasodilator perifer yang sering digunakan adalah citicoline sebesar 27,14%. Peran citikolin adalah memperbaiki membrane sel dengan cara menambah sintesis phosphatidylcholine yang merupakan komponen utama membrane sek terutama otak dimana dengan meningkatnya sintesis phpsphatidylcholine akan berpengaruh pada perbaikan fungsi membrane sel yang akan mengarah pada perbaikan sel [13]. Nootropik dan neutropik merupakan golongan obat yang memiliki fungsi sebagai pemicu kerja otak serta dapat membantu memperbaiki fungsi otak akibat penurunan kesadaran. Mecobalamin adalah obat yang sering digunakan pada golongan ini sebesar 8,57%. Mecobalamin merupakan bentuk vitamin B12 dengan gugus metil aktif yang berperan dalam transmetilasi dan merupakan bentuk paling aktif dibandingkan dengan homolog vitamin B12. Golongan nootropic dan neutropik yang sering juga digunakan adalah piracetam. Piracetam merupakan turunan neurotransmitter penghambatan gamma aminopbutyric acid (GABA) yang dapat meningkatkan fungsi kognitif otak yang menurun dengan bertambahnya usia serta berperan dalam memperbaiki saraf dan pembuluh darah yang mungkin berhubungan dengan pemulihan fluiditas membrane [13]. Penggunaan obat kombinasi yang paling banyak digunakan yaitu obat piracetam dengan citicoline sebagai kombinasi neuroprotektan menurut studi Therapeutic Applications of Citicoline and Piracetam as Fixed Dose Combination, dikatakan bahwa kombinasi obat tersebut terbukti efek farmakologi,biokimia dan kompatibel secara fisik. Kombinasi ini memiliki efek terapi yang ditujukan pada gangguan koagulasi,demensia, dan gejala stroke iskemik [14]. Penggunaan kombinasi obat tersebut bermanfaat bagi mekanisme kerja dan profil farmakokinetika masing-masing obat, 3.5.2 Penggunaan Terapi Obat Tambahan Pada Stroke Iskemik Dengan Penyakit Penyerta Tabel. 6 Penggunaan terapi obat pada stroke iskemik dengan penyakit penyerta yang menjalani rawat inap di RSUD Nunukan Periode Januari – Juni 2021. Nama Obat Golongan Dosis Frekuensi Pemberian Persentase (%) Ranitidine H2 Blocker 150 mg 2x1 92,85% Simvastatin Statin 10 mg 1x1 82,86% Amlodipine Calcium Chanel Blocker 10 mg 2x1 28,57% Calcium Chanel Blocker 5 mg 1x1 35,71% Ketorolac OAINS 30 mg 3x1 21,43% Candesartan Angiotensin Receptor Blocker 8 mg 1x1 12,86% Alprazolam Benzodiazepine 05 mg 1x1 14,29% Gabapentine Antikonsulvan 300 mg 1x1 11,43% Ondansetron Antiemetik 4 mg 3x1 11,43% Dimenhidrat Antiemetik 50 mg 2x1 8,57% Furosemide Diuretik 20 mg 1x1 14,29% Captopril ACEI-Inhibitor 12,5 mg 2x1 17,14% ISDN Nitrat 5 mg 1x1 17,14% Atorvastatin Statin 20 mg 1x1 8,57% Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan golongan obat H2 blocker yang sering dipakai adalah ranitidine sebesar 92,85%. Kelompok H2 Receptor Antagonist (H2RA) ranitidine yang paling banyak digunakan dengan mekanisme pengurangan sekresi asam lambung akibat hambatan reseptor H2. Penggunaan ranitidine dapat dikarenakan adanya pasien yang mengalami stress ulcer selama masa perawatan, memiliki masalah pada lambung, serta untuk mengurangi resiko luka pada lambung akibat pemakaian obat antiplatelet dan obat NSAID.
Kajian Efektivitas Pengobatan pada Pasien Stroke Iskemik di Instalasi Rawat Inap RSUD Nunukan 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 259 3.5.3 Penggunaan Terapi Obat Vitamin dan Suplement Tambahan Pada Stroke Iskemik Tabel. 7 Penggunaan terapi vitamin dan supplement tambahan pada pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUD Nunukan Periode Januari – Juni 2021. Nama Obat Golongan Dosis Frekuensi Pemakaian Persentase (%) Vitamin B6 Vitamin dan Suplement 500 mg 1x1 5,71% Vitamin B12 Vitamin dan Suplement 2000 mg 1x1 4,29% Vitamin B1 Vitamin dan Suplement 100 mg 1x1 4,29% Zinc Vitamin dan Suplement 12 mg 1x1 2,86% Berdasarkan hasil peneltian, pasien juga mendapatkanterapi vitamin B1,B6,B12,C,E dan zinc. Berdasarkan penelitian sebelumnya, vitamin tersebut memiliki zat gizi yang berperan penting dalam membantu metabolism asam amino. Asam amino merupakan nutrisi penting dalam neurotransmitter. erdasarkan panduan AHA juga merekomendasikan pemberian terapi berupa pemberian vitamin B1,B6, dan B12 karena aman,efisien,dan murah dibandingkan obat lain yang bisa mencegah terjadinya stroke. 3.6 Interaksi Obat Dari data tabel menunjukkan hasil terdapat 14 interaksi obat yang sudah teridentifikasi, didapatkan interaksi obat terbanyak yaitu obat aspilet dengan clopidogrel sebanyak 34 kasus (48,57%)(Tabel 8). Tabel.8 Interaksi obat pada pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUD Nunukan Periode Januari – Juni 2021 berdasarkan tingkat keparahan. Tingkat Keparahan Interaksi Obat Jumlah Kasus Persentase (%) Obat A Obat B (n=70) Minor Metil Prednisolone Furosemide 2 2,86 % Ranitidine Ketorolac 3 4,29 % Ranitidine Vitamin B12 3 4,29 % Moderate Aspilet Clopidogrel 34 48,57 % Aspilet Amlodipine 12 17,14 % Aspilet Candesartan 6 8,57 % Captopril Furosemide 3 4,29 % Levofloxacin Metformin 1 1,43 % Aspilet Captopril 3 4,29 % Candesartan Alprazolam 1 1,43 % Simvastatin Amlodipine 15 21,43 % Ranitidine Metformin 6 8,57 % Mayor Captopril Candesartan 3 4,29 % Interaksi obat merupakan suatu peristiwa dimana Ketika obat diberikan secara bersamaan, obat tersebut memberikan reaksi terhadap obat lainnya sehingga kerja atau efek obat bisa berkurang, bertambah atau tidak memberikan efek sama sekali. Pada tingkat moderate diperoleh potensial interaksi obat antara aspilet dengan clopidogrel. Efek dari digunakannya kedua obat ini secara bersamaan adalah terjadinya risiko intrakarnial atau pendarahan gastrointestinal [16]. Penggunaan antiplatelet pada pasien stroke iskemik sebaiknya diberikan yang tunggal saja (clopidogrel tunggal), karena penggunaan antiplatelet clopidogrel tunggal disbanding dengan penggunaan kombinasi kedua obat tersebut memberikan efektivitas yang sama, namun efek samping pada penggunaan obat kombinasi terhadap gastrointestinal lebih tinggi meningkatkan pendarahan dari pada penggunaan tunggal [17]. 3.7 Ketepatan Penggunaan Obat Pada Pasien Tabel. 9 Ketepatan penggunaan obat pada pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUD Nunukan Periode Januari – Juni 2021. Kriteria Ketepatan Evaluasi Penggunaan Obat Tepat Tidak Tepat n % n % Indikasi 70 100% 0 0%
Kajian Efektivitas Pengobatan pada Pasien Stroke Iskemik di Instalasi Rawat Inap RSUD Nunukan 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 260 Obat 66 94,29% 4 5,71% Dosis 68 97,14% 2 2,86% Frekuensi Pemakaian 68 97,14% 2 2,86% Total 100 3.8 Evaluasi penggunaan obat berdasarkan tepat indikasi Penggunaan obat dikategorikan tepat indikasi karena obat yang diresepkan tepat indikasi karena obat yang diresepkan sesuai diagnose pasien yang mengalami keluhan dan gejala stroke iskemik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, jumlah pasien yang terdiagnosis penyakit stroke iskemik di RSUD Nunukan sebanyak 70 pasien yang memenuhi kriteria kerasionalan pengobatan menggunakan obat stroke iskemik dengan persentase (100%). Oleh karena itu RSUD Nunukan sudah melakukan pemberian obat berdasarkan indikasi yang sesuai dengan penyakit yang diderita oleh pasien. 3.9 Evaluasi penggunaan obat berdasarkan tepat obat Ketepatan penggunaan obat adalah ketepatan pemilihan obat dengan mempertimbangkan ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang diberikan,serta manfaat dan keamanan berdasarkan literatur dan pedoman. Berdasarkan tabel. 9 menunjukkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 70 data rekam medik pasien stroke iskemik yang mendapat terapi utama diperoleh nilai penggunaan obat berdasarkan tepat obat sebanyak 66 pasien (94,29%) dan tidak tepat obat sebanyak 4 pasien (5,71%). 3.10 Evaluasi penggunaan obat berdasarkan tepat dosis Evaluasi ketepatan dosis digunakan untuk mengetahui ketepatan dosis obat stroke iskemik yang diberikan kepada pasien yang menjalani rawat inap di RSUD Nunukan. Pengobatan stroke iskemik dikatakan tepat dosis jika pemberian dosis obat sesuai dengan buku PERDOSSI dan Drug Information Handbook. Berdasarkan tabel.9 menunjukkan hasil penelitian ketepatan obat berdasarkan tepat dosis sebesar 68 pasien (97,14%) dan tidak tepat obat sebanyak 2 pasien (2,86%). Penggunaan obat dikategorikan tepat dosis karena obat yang dipilih sudah sesuai dengan dosis yang terdapat pada pedoman pengobatan meliputi besaran dosis obat,rute pemberian obat dan frekuensi pemberian obat dalam sehari. 3.11 Evaluasi penggunaan obat berdasarkan tepat frekuensi pemakaian Ketepatan pemberian obat berdasarkan kategori tepat waktu pemberian obat dinilai dari interval waktu pemberian obat stroke iskemik. Berdasarkan tabel.9 menunjukkan hasil penelitian ketepatan obat berdasarkan frekuensi pemakaian sebesar 68 pasien (97,14%) dan tidak tepat obat sebanyak 2 pasien (2,86%). Dikatakan tidak tepat frekuensi bila obat digunakan tidak sesuai dengan frekuensi pemberian yang ditetapkan. Ketidaktepatan frekuensi,mengakibatkan ketidaktepatan pada dosis terapi yanleg diberikan. 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSUD Nunukan periode Januari – Juni 2021 dapat disimpulkan bahwa : 1. Karakteristik pasien stroke iskemik tertinggi berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki (54,29%), berdasarkan usia adalah kelompok usia 45-65 tahun (64,29%), berdasarkan diagnose adalah pasien dengan penyakit penyerta (64,70%) dan lama perawatan adalah selama (72,55%). 2. Persentase terapi penggunaan obat stroke pada pasien stroke iskemik yang paling banyak digunakan pada terapi utama adalah obat golongan antiplatelet yaitu aspilet dengan dosis obat 80 mg(28,57%), terapi obat kombinasi piracetam dengan citicoline (50%), terapi obat tambahan dengan penyakit penyerta paling banyak yaitu ranitidine dengan dosis obat (92,85%), terapi obat vitamin dan supplement tambahan yang paling banyak digunakan yaitu Vitamin B6 dengan dosis obat (5,71%), dan interaksi obat yang paling banyak terjadi yaitu obat aspilet dengan clopidogrel (48,57%). 3. Ketepatan penggunaan obat pada pasien stroke iskemik yang dirawat inap di RSUD Nunukan yaitu tepat indikasi 100%, tepat
Kajian Efektivitas Pengobatan pada Pasien Stroke Iskemik di Instalasi Rawat Inap RSUD Nunukan 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 261 obat 94,29%, tepat dosis 97,14%,dan tepat frekuensi pemakaian 97,14% 5 Ucapan Terima Kasih Peneliti menyampaikan terima kasih kepada Direktur Kepala Bidang Pendidikan Penelitian dan Pengembangan SDM, Wakil Direktur Pendidikan Penelitian dan Pengembangan SDM, Kepala Instalasi Rekam Medik, dan Kepala Bagian RSUD Nunukan yang telah berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian. 6 Kontribusi Penulis Rida Wahda Maulida Tahir : Melakukan pengumpulan data Pustaka serta menyiapkan draft manuskrip. Niken Indriyanti dan Hifdzur Rashif Rija’i: Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 7 Etik Surat laik etik dikeluarkan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman No. 106/KEPKFFUNMUL/EC/EXE/12/2021 8 Konflik Kepentingan Seluruh penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan dari penelitian ,penyusunan, dan publikasi artikel ilmiah ini. 9 Daftar Pustaka [1] Wardhani Novida Rizky dan Santi Martini. 2014.Faktor yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Tentang Stroke Pada Pekerja Institusi Pendidikan Tinggi. Jurnal Berkala Epidemiologi Vol.2 No.1 [2] American Heart Association (AHA/ASA). 2019. Guidelines for the Early Management of PatientsWith Acute Ischemic Stroke: 2019 Update to the 2018 Guidelines for the Early Management of Acute Ischemic Stroke [3] Laily Siti Rohmatul.2017. Hubungan Karakteristik Penderita dan Hipertensi Dengan Kejadian Stroke Iskemik.Jurnal Berkala Epidemiologi Vol.5 No.1: 48-59. Surabaya:Universitas Airlangga [4] Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018 [5] Kemenkes.RI.2014. Pusdatin STROKE. Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan. [6] Burhanuddin. M., Wahiduddin., Jumriani. 2013. Faktor Risiko Kejadian Stroke Pada Dewasa Awal (18-40 Tahun) di Kota Makassar Tahun 2010-2012. Jurnal MKMI [7] Nastiti. 2012. Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stroke pada Pasien Stroke Rawat Inap di Rumah Sakit Krakatau Medika Tahun 2011. Jakart: Universitas Indonesia [8] Watila, M.M., Nyandaiti, Y. W., Bwala, S. A., Ibrahim, A. 2010.”Gender Variation Risk Factor and Clinical Presentasion of Acute Stroke” Volume 3 (3), hal. 38-43. [9] Suiraoka. 2012. Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika [10] Junaidi. I. 2011.Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta:PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia [11] Fagan,S.C dan Hess, D.C. 2014.Stroke In: Dipiro Pharmacootheraphy: Patophysiologic Approach, 9th Edition. United State: Mc Graw Hill Companies [12] Patrono, C., et al. 2011. Antiplatelet agents for the treatment and prevention of atherothrombosis. European Heart Journal. [13] Kelompok Studi Stoke PERDOSSI. 2011. Guideline Stroke 2011. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). [14] Setiya, D., Didik, H., dan Nailis, S. 2013. Study Penggunaan Obat Neuroprotektan pada Pasien Stroke Iskemik .Pharmacy. 10 (2). Halaman 6. [15] Doijad,R.C., dkk. 2012. Therapeutic applications of citicoline and piracetam as fixed dose combination. Journal of Pharma and Bio Science Vol.2 (12). [16] Abraham, N.S., et al.2010. ACCF’ACG/AHA:2010 Expert Consensus Document on The Concomitant Use of Proton Pump Inhibitors and Thienopyridines: A Foccusd Update of The ACCF/ACG/AHA 2008 Expert Consensus Document on Reducing The Gastrointestinal Risk of Antiplatelet Therapy and NSAID Use.
14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 262 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Karakteristik Pasien Terkonfirmasi Coronavirus disease (COVID-19) di RS X Samarinda Periode Maret-Desember 2020 The Characteristics of Confirmed Patients Coronavirus disease (COVID-19) at RS X Samarinda in March-December 2020 Ridha Siti Ruhama, Febrina Mahmudah, Yurika Sastyarina* Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: yurika@farmasi.unmul.ac.id Abstrak Coronavirus disease (COVID-19) merupakan virus yang telah menjadi pandemi dunia termasuk Indonesia. Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan jumlah kasus per 28 Mei 2021 mencapai 71.092 kasus terkonfirmasi positif COVID-19. RS X Samarinda memiliki 660 kasus terkonfirmasi COVID-19 selama periode Maret-Desember 2020. Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik pasien COVID-19 di RS X Samarinda periode Maret-Desember 2020. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode retrospektif. Pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif dengan teknik Purposive Sampling. Instrumen penelitian adalah 100 data inklusi rekam medis pasien. Hasil penelitian menunjukkan penderita dominan 51% berjenis kelamin laki-laki dan 49% perempuan. Kelompok usia terbanyak 34% pada rentang lansia awal (46-55 tahun), dengan lama perawatan selama >7 hari sebanyak 65%. Pasien yang memiliki komorbid sebanyak 31% dan tanpa komorbid sebanyak 69% dengan kategori 87,09% Diabetes melitus. Data pasien sebesar 58,82% mengalami salah satu dari gejala klinis berupa batuk/pilek/nyeri tenggorokan/sesak. Kata Kunci: COVID-19, karakteristik pasien, RS X Samarinda Abstract Coronavirus disease (COVID-19) is a virus that has become a world pandemic including Indonesia. East Kalimantan is a province with a total of 71,092 confirmed cases of covid-19 as of March 28, 2020. The RS X Samarinda has 660 confirmed cases covid-19 during march - December period in 2020. This research aims to identify characteristics of patients covid-19 at RS X Samarinda in March - December 2020. This research is descriptive by retrospective methods. Data collection is conducted Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Karakteristik Pasien Terkonfirmasi Coronavirus disease (COVID-19) di RS X Samarinda Periode Maret-Desember 2020 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 263 quantitatively with a sampling technique. Research instruments are 100 data inclusions of patient medical records. The results of this research show that the dominant 51% are male and 49% are female. The most age groups 34% in the early aged (46-55 years old), with further treatments >7 days as much as 65%. Patients who have 31% komorbides and without comorbidity as much as 69% in the category 87.09% diabetes mellitus. Patients data of 58,82% experienced one of the clinical symptoms of coughing/sniffles/throat pain. Keywords: COVID-19, Patient Characteristics, RS X Samarinda DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.582 1 Pendahuluan Coronavirus disease (COVID-19) adalah penyakit infeksius yang menyerang sistem pernafasan manusia, disebabkan oleh jenis Coronavirus baru yaitu Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2)[1]. Masa inkubasi COVID-19 dalam waktu 14 hari kemudian akan menyerang sistem pernapasan mulai dari hidung, tenggorokan, hingga paruparu yang selanjutnya merusak sistem imun hingga menimbulkan kematian[2]. Gejala yang ditimbulkan bervariasi mulai dari gejala ringan sampai berat. Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung seperti melalui droplet yang dikeluarkan langsung oleh penderita saat bersin atau batuk. Sampai saat ini kasus pasien terkonfirmasi COVID-19 terus meningkat secara signifikan dan telah menyebar hingga ke 215 negara di dunia, sehingga pada tanggal 11 Maret 2020 WHO resmi mengakui COVID-19 sebagai pandemi global[3]. Kasus COVID-19 terkonfirmasi global hingga 28 Mei 2021 telah mencapai 168.599.045 kasus dari 223 negara. Di Indonesia kasus terkonfirmasi mencapai 1.803.361 kasus[4]. Untuk regional Kalimantan Timur tercatat sebanyak 71.092 kasus, dan khusus kota Samarinda tercatat sebanyak 13.208 kasus yang terus mengalami peningkatan[5]. Data terkait karakteristik pasien COVID-19 dilaporkan sangat beragam di berbagai wilayah. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai karakteristik pasien Coronavirus disease (COVID-19) di RS X Samarinda dengan harapan data ini dapat digunakan sebagai referensi dan tambahan informasi yang bermanfaat saat pandemi COVID-19 khususnya di wilayah Kalimantan Timur. Rumah Sakit X Samarinda merupakan salah satu rumah sakit rujukan utama di kota Samarinda yang merawat pasien terkonfirmasi COVID-19. Kasus pasien terkonfirmasi di rumah sakit ini selama periode Maret-Desember 2020 mencapai angka 660 jiwa, dan terus mengalami peningkatan setiap harinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien selama menjalani perawatan di RS X periode Maret-Desember 2020. 2 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan studi non eksperimental dengan rancangan deskriptif untuk melihat karakteristik pasien terkonfirmasi COVID-19 di RS X Samarinda periode Maret - Desember 2020. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif menggunakan instrumen penelitian berupa data sekunder yaitu lembar rekam medis pasien dengan diagnosa pasien COVID-19 terkonfirmasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian yaitu Purposive sampling dengan jumlah sampel yang dihitung menggunakan rumus pada persamaan 1. (%) = 100% Persamaan 1
Karakteristik Pasien Terkonfirmasi Coronavirus disease (COVID-19) di RS X Samarinda Periode Maret-Desember 2020 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 264 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosa COVID-19 terkonfirmasi yang menjalani perawatan di ruang rawat inap maupun ICU di RS X Samarinda selama periode Maret-Desember 2021 yang berjumlah 660 kasus namun data tersedia untuk dianalisis 120 kasus. Setelah dikelompokkan berdasarkan kriteria inklusi didapatkan jumlah sampel sebanyak 100 kasus. Pengumpulan data dilakukan di unit rekam medis RS X Samarinda, dengan melakukan pencatatan informasi-informasi yang dibutuhkan dari lembar rekam medis pasien. Data tersebut berupa data karakteristik pasien dan pemberian terapi farmakologi pasien. Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dan rangkum dalam bentuk tabel. 3 Hasil dan Pembahasan Data Karakteristik pasien yang diperoleh meliputi jenis kelamin, usia, lama perawatan, dengan atau tanpa komorbid, jenis komorbid, gejala klinis pasien terkonfirmasi, dan penggunaan golongan obat utama di RS X Samarinda Tabel 1. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentasi (%) Laki-Laki 51 51 Perempuan 49 49 Total 100 100 Tabel 1 menunjukkan karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin. Terlihat pada tabel 1 diperoleh persentase pasien terkonfirmasi COVID-19 di RS X Samarinda Periode MaretDesember 2020 berjenis kelamin laki-laki lebih banyak yaitu 51% dibandingkan dengan perempuan yaitu 49%. Hasil tersebut sejalan dengan yang dilakukan oleh Pepitasari[6] yang mendapatkan hasil analisis data karakteristik pasien COVID-19 terkonfirmasi di RS X kota Surakarta periode Maret-Desember 2020 sebesar 52% berjenis kelamin laki-laki, dan sisanya 48% berjenis kelamin perempuan. Menurut Cen[7] laki-laki memiliki resiko terpapar COVID-19 1,793 kali lebih besar dibandingkan perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti adanya perbedaan fisiologis dalam sistem imun antara laki-laki dengan perempuan, yakni perempuan lebih resisten terhadap infeksi karena adanya pengaruh hormon seks dan ekspresi ACE-2 yang merupakan reseptor coronavirus yang ditemukan lebih banyak pada laki-laki[8]. Selain itu terdapat pula faktor lain yang tidak kalah penting dapat mempengaruhi sistem imun tubuh manusia antara lain seperti makanan, lingkungan, usia, kondisi kesehatan, dan penggunaan obat-obatan[9]. Tabel 2. Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia Klasifikasi Usia Pasien Frekuensi Persentase (%) Remaja Awal 12-16 tahun 0 0 Remaja Akhir 17-25 tahun 7 7 Dewasa Awal 26-35 tahun 9 9 Dewasa Akhir 36-45 tahun 22 22 Lansia Awal 46-55 tahun 34 34 Lansia Akhir 56-65 tahun 17 17 Manula > 65 tahun 11 11 Total 100 100 Tabel 2 Menunjukkan karakteristik pasien berdasarkan kelompok usia yang lebih rentan terpapar COVID-19 di RS X Samarinda pada periode Maret-Desember 2020 yaitu kategori lansia awal yang berusia 46-55 tahun sebesar 34%. Data yang didapat penelitian ini sejalan dengan yang diperoleh Arifin[9] dengan hasil identifikasi kasus COVID-19 di kota Mataram Juni 2020 dari 286 kasus terkonfirmasi kelompok usia terbesar terjadi pada rentang usia 26-65 tahun sebanyak 82,5%. Hal ini disebabkan karena penambahan usia menyebabkan kemampuan tubuh dalam melawan infeksi mengalami penurunan akibat berkurangnya produksi imunoglobulin salah satunya sel T[10]. Tabel 3. Karakteristik Pasien Berdasarkan Lama Perawatan Lama Perawatan Frekuensi Persentase (%) ≤ 7 hari 35 35 > 7 hari 65 65 Total 100 100 Tabel 3. Menunjukkan karakteristik pasien berdasarkan lama perawatan di RS X Samarinda pada periode Maret-Desember 2020 didapatkan data pasien mayoritas selama > 7
Karakteristik Pasien Terkonfirmasi Coronavirus disease (COVID-19) di RS X Samarinda Periode Maret-Desember 2020 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 265 hari dengan persentase sebesar 65% sedangkan, pada lama perawatan ≤ 7 hari sebanyak 35%. Tabel 4. Karakteristik Pasien berdasarkan Komorbid Kriteria Frekuensi Persentase (%) Dengan komorbid 31 31 Tanpa komorbid 69 69 Total 100 100 Tabel 4. Menunjukkan karakteristik pasien berdasarkan ada atau tidaknya komorbid yang diderita pasien di RS X Samarinda pada periode Maret-Desember 2020. Data didapatkan bahwa sebesar 31% pasien memiliki komorbid, dan 69% pasien tidak memiliki komorbid. Tabel 5. Karakteristik Pasien berdasarkan Jenis Komorbid Komorbid Frekuensi Persentase (%) Diabetes Melitus 27 87,09 Gagal Ginjal 2 6,45 Gagal Jantung 1 3,22 Gagal Jantung+Gagal Ginjal+DM 1 3,22 Total 31 100 Tabel 5. Menunjukkan data berdasarkan jenis komorbid yang ditemukan pada pasien terkonfirmasi COVID-19 di RS X Samarinda periode Maret-Desember 2020 yang memiliki komorbid. Diabetes Melitus adalah jenis komorbid terbanyak dengan persentase 87,09%; kemudian penyakit Gagal ginjal sebesar 6,45%; Gagal jantung sebesar 3,22% dan penyakit kombinasi ketiganya sebesar 3,22%. Penelitian ini sejalan dengan hasil yang diperoleh pada RS X Surakarta periode MaretDesember 2020 yaitu dengan jenis komorbid terbanyak yang ditemukan adalah Diabetes Mellitus sebesar 28,85%[6]. Hal tersebut disebabkan karena tingginya kadar gula darah pada penderita DM berakibat melemahnya daya tahan tubuh, sehingga mengakibatkan kerusakan organ tubuh lain yang dapat memicu komplikasi penyakit. Menurut Rifiana[11] infeksi COVID-19 mempercepat kerusakan organ penderita DM lebih dari 35% pasien COVID-19 di Italia meninggal dunia disebabkan oleh DM. Begitu juga pada masalah jantung dan pembuluh darah menyebabkan penderita memiliki daya tahan tubuh lebih rendah sehingga memicu infeksi virus. Tabel 6. Gejala Klinis Kasus Konfirmasi COVID-19 No Gejala Klinis Frekuensi Persentase (%) 1 Batuk/pilek/nyeri tenggorokkan/ sesak (salah satu) 100 58,82 2 Demam 49 28,82 3 Diare 9 5,29 4 Lemas 9 5,29 5 Anosmia 2 1,17 6 Penurunan Kesadaran 1 0,58 Total 170 100 Tabel 6. Menunjukkan data pasien gejala klinis pasien terkonfirmasi COVID-19 di RS X Samarinda periode Maret-Desember 2020 berdasarkan kriteria klinis pasien terkonfirmasi COVID-19 yang tertuang dalam Buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 5OP Edisi 3 2020. Terlihat bahwa seluruh pasien dengan persentase 58,82% mengalami gejala batuk/pilek/nyeri tenggorokan/sesak (salah satu), kemudian diikuti 49 pasien mengalami gejala demam sebesar 28,82%; diare dan lemas sebanyak 9 pasien dengan persentase 5,29%; 2 pasien mengalami anosmia sebesar 1,17%; serta 1 pasien mengalami gejala penurunan kesadaran dengan persentase 0,59%. Data ini sejalan dengan penelitian Guan.W[12] di China bahwa gejala demam sebanyak 43,8% pasien saat masuk dan berkembang menjadi 88,7% selama rawat inap. Gejala paling umum kedua yaitu batuk sebanyak 67,8%; mual atau muntah 5,0% dan diare 3,8% jarang terjadi. Di antara populasi keseluruhan sebanyak 23,7% memiliki setidaknya satu penyakit penyerta seperti DM, hipertensi, dan penyakit paru. 4 Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa karakteristik pasien terkonfirmasi COVID-19 di RS X Samarinda pada periode Maret-Desember 2020 sebanyak 51% berjenis kelamin laki-laki dan 49% perempuan. Kelompok usia terbanyak adalah 34% pada rentang lansia awal (46-55 tahun) dengan lama perawatan selama >7 hari sebanyak 65%. Pasien yang memiliki komorbid sebanyak 31% dan tanpa komorbid sebanyak 69% dengan kategori 87,09% Diabetes Melitus.
Karakteristik Pasien Terkonfirmasi Coronavirus disease (COVID-19) di RS X Samarinda Periode Maret-Desember 2020 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 266 Kemudian 58,82% pasien mengalami gejala klinis batuk/pilek/nyeri tenggorokan/sesak (salah satu). 5 Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Diklit, bagian Rekam medis, dan Komite Etik RS X Samarinda yang telah memberi izin pengambilan data penelitian. 6 Kontribusi Penulis Ridha Siti Ruhama sebagai peneliti yang menetukan judul penelitian, melakukan pengambilan dan analisis data rekam medis pasien terkonfirmasi COVID-19 di RS X Samarinda, serta menyusun naskah. Febrina Mahmudah berkontribusi dalam penentuan konsep penelitian dan tata kepenulisan naskah. Yurika Sastyarina memberikan persetujuan akhir naskah. 7 Etik Surat persetujuan kelayakan etik dikeluarkan oleh komite etik penelitian kesehatan RSUD Abdoel Wahab Shajranie No : 355/KEPK-AWS/IX/2021 8 Konflik Kepentingan Seluruh Penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan. 9 Daftar Pustaka [1] World Health Organization, 2020, Coronavirus: An Overview, [2] https://www.who.int/healthtopics/coronavirus#tab=tab_1/diakses tanggal 25 Mei 2021 [3] Chen, J. (2020). Pathogenicity and transmissibility of 2019-nCoV—a quick overview and comparison with other emerging viruses. Microbes and infection, 22(2), 69-71. [4] World Health organization, 2020, Speech: WHO Director General’s Opening Remarks At The Media Briefing on COVID-19 11 March 2020, [5] https://www.who.int/directorgeneral/speeches/detail/who-directorgeneral-s-opening-remarks-at-the-mediabriefing-on-covid-19---11-march2020/diakses tanggal 25 Mei 2021 [6] Satuan Tugas Penanganan COVID-19, 2020. Peta sebaran 28 Mei 2021. Available at: https://covid19.go.id/peta-sebaran [7] Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Pemerintah Kota Samarinda, 2021. Data General Terkait COVID-19 Kota Samarinda Tanggal 28 Mei 2021. Available at: https://covid19.pemkosamarinda.go.id/ [8] Pepitasari, B. D. (2021). Gambaran Tatalaksana Terapi Pada Pasien COVID-19 Terkonfirmasi di Rumah Sakit X Kota Surakarta Periode Maret– Desember 2020. IJMS-Indonesian Journal on Medical Science, 8(2). [9] Cen, Y., Chen, X., Shen, Y., Zhang, X. H., Lei, Y., Xu, C., ... & Liu, Y. H. (2020). Risk factors for disease progression in patients with mild to moderate coronavirus disease 2019—a multi-centre observational study. Clinical Microbiology and Infection, 26(9), 1242-1247. [10] Biswas, R. (2020). Are men more vulnerable to covid-19 as compared to women. Biomed J Sci Tech Res, 27(2), 20645-6. [11] Arifin, Z., & Fatmawati, B. R. (2020). Identifikasi Pasien COVID-19 Berdasarkan Riwayat Kontak. Jurnal Ilmiah STIKES Yarsi Mataram, 10(2), 1-6. [12] Fatmah. (2006) Respons Imunitas yang Rendah pada Tubuh Manusia Usia Lanjut. J Makara Kesehatan. [Online] 10(1):4753.URL : http://journal.ui.ac.id/health/article/downloa d/169/165.[Diunduh 10 November 2021]. [13] Rifiana, A. J., & Suharyanto, T. (2020). Hubungan Diabetes Mellitus dan Hipertensi Dengan Kejadian Corona Virus Diseases-19 (Covid-19) Di Wisma Atlit Jakarta Tahun 2020. Laporan Penelitian, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional [14] Guan, W. J., Ni, Z. Y., Hu, Y., Liang, W. H., Ou, C. Q., He, J. X., ... & Zhong, N. S. (2020). Clinical characteristics of coronavirus disease 2019 in China. New England journal of medicine, 382(18), 1708-1720.
14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 267 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Isolasi dan Karakterisasi Kitosan dari Limbah Cangkang Kerang Asia (Corbicula fluminea) Isolation and Characterization of Kitosan from Asian Shell Waste (Corbicula fluminea) Rizki Noor Amelia, Fika Aryati, Yurika Sastyarina* Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: yurika@farmasi.unmul.ac.id Abstrak Kitosan adalah zat yang terkandung dalam cangkang kerang yang merupakan biopolymer terbanyak setelah selulosa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rendemen terbaik kitosan hasil isolasi limbah cangkang kerang Asia (Corbicula fluminea) berdasarkan variasi konsentrasi Natrium hidroksida dan lama waktu proses deasetilasi, dan mengetahui karakteristik kitosan hasil isolasi berdasarkan Standar Internasional. Proses isolasi kitosan melewati beberapa tahapan, yaitu deproteinasi menggunakan larutan Natrium hidroksida 3,5% pada suhu 65°C selama 2 jam, demineralisasi menggunakan larutan Asam klorida 1N pada suhu 65°C selama 2 jam, dan tahap deasetilasi yang dilakukan optimasi dengan variasi konsentrasi Natrium hidroksida yaitu 40%, 50%, dan 60% dan variasi lama waktu pengadukan yaitu 30, 60, dan 90 menit. Hasil penelitian menunjukkan rendemen terbaik kitosan yaitu sebesar 90,1% yang diperoleh dari proses deasetilasi menggunakan konsentrasi Natrium hidroksida 60% dengan waktu pengadukan selama 60 menit. Karakteristik kitosan yang dihasilkan yaitu berbentuk serbuk putih, tidak berbau, larut dalam asam asetat 2%, dan memiliki kadar air 0%. Kata Kunci: kitosan, Corbicula fluminea, rendemen, karakteristik Abstract Chitosan is a substance contained in shellfish that is the most biopolymer after cellulose. The study aims to determine the best yield of chitosan results of Asian shell isolation (Corbicula fluminea) based on variations in Sodium hydroxide concentration and length of deacetylation process, and to find the characteristics of chitosan isolation results based on International Standards. The process of chitosan Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Isolasi dan Karakterisasi Kitosan dari Limbah Cangkang Kerang Asia (Corbicula fluminea) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 268 isolation goes through several stages, namely deproteination using a solution of Sodium hydroxide 3,5% at a temperature of 65°C for 2 hours, demineralization using a solution of Hydrochloric acid 1N at a temperature of 65°C for 2 hours, and the stage of deacetylation that is optimized with variations in Sodium hydroxide concentration of 40%, 50%, and 60% and variations in the length of stirring time of 30, 60, and 90 minutes. The results showed the best chitosan yield of 90,1% obtained from the deacetylation process using a Sodium hydroxide concentration of 60% with a stirring time of 60 minutes. The resulting chitosan characteristics are white powder, odorless, soluble in 2% acetic acid, and has a water content of 0%. Keywords: chitosan, Corbicula fluminea, yield, characteristics DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.583 1 Pendahuluan Bahan baku farmasi di alam berasal dari tiga sumber, yakni dari tumbuhan, hewan, dan mineral. Tumbuhan merupakan sumber terbesar bahan farmasi terbukti dengan banyaknya penelitian yang menghasilkan senyawa metabolit sekunder dengan aktivitas biologisnya. Sementara itu, hewan juga dapat digunakan sebagai bahan untuk industri farmasi, salah satunya yaitu kerang Asia. Kerang Asia (Corbicula fluminea) merupakan hewan air tawar yang tergolong Mollusca dengan sepasang cangkang berwarna cokelat pucat, cokelat kekuningan, hitam. Bagian dalam cangkang kerang ini ada yang berwarna putih, merah muda hingga oranye, dan ungu [1]. Berdasarkan data statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan [2], produksi kerang di provinsi Kalimantan Timur mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun 2017 yaitu sebanyak 138,95 ton dan pada tahun 2018 sebanyak 1.244,27 ton. Masyarakat lebih sering memanfaatkan daging kerang ini untuk diolah menjadi berbagai panganan, sementara cangkangnya dibuang begitu saja sehingga menyebabkan tumpukan limbah yang menganggu ekosistem. Berdasarkan Data Statistik Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan [3], pada tahun 2019 terdapat sekitar 8.462 ton limbah cangkang kerang yang diekspor ke negara lain. Dari jumlah tersebut, lebih baik masyarakat setempat yang memanfaatkan cangkang kerang untuk diolah menjadi bahan baku industri dan farmasi, seperti kitosan yang memiliki segudang manfaat dan nilai jual yang tinggi. Kitosan adalah zat yang terkandung dalam cangkang kerang yang merupakan biopolymer terbanyak setelah selulosa. Menurut Standar Protan Laboratory, kitosan yang baik adalah kitosan yang memenuhi standar mutu diantaranya bentuk serbuk putih, tidak berbau, larut dalam asam asetat 2%, kadar air ≤ 10%, kadar abu ≤ 2%, dan derajat deasetilasi ≥ 70%. Kitosan diperoleh dari hasil deasetilasi kitin setelah melewati beberapa tahapan isolasi, yaitu deproteinasi dan demineralisasi. Tahap deasetilasi merupakan tahapan yang terpenting karena diharapkan terjadi perubahan dari kitin menjadi kitosan yang berkualitas. Adapun hal yang mempengaruhi tahap deasetilasi ialah konsentrasi Natrium hidroksida, suhu, dan lama waktu deasetilasi. Pada penelitian sebelumnya, kitosan didapatkan dari hasil isolasi kulit udang [4], rajungan [5], kerang darah [6], dan susuh kura [7]. Kegunaan kitosan dalam bidang farmasi sangat banyak, misalnya sebagai eksipien dalam pembuatan tablet, berperan sebagai antikoagulan, antibakteri, antikanker, imunomodulator, dan dapat membantu penyembuhan luka [8]. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap spesies kerang Asia (Corbicula fluminea). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rendemen kitosan hasil isolasi limbah cangkang kerang berdasarkan variasi konsentrasi Natrium hidroksida dan lama waktu proses
Isolasi dan Karakterisasi Kitosan dari Limbah Cangkang Kerang Asia (Corbicula fluminea) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 269 deasetilasi dan mengetahui karakteristik kitosan berdasarkan Standar Internasional (SI). 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayakan, batang pengaduk, cawan, desikator, gelas kimia, grinder, hotplate, kaca arloji, magnetic stirrer, oven, termometer, dan timbangan analitik. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, asam asetat 2%, asam klorida 1N, cangkang kerang Asia, dan Natrium hidroksida 40%, 50%, dan 60%. 2.2 Persiapan Sampel Cangkang kerang Asia (Corbicula fluminea) diperoleh dari hasil penangkapan masyarakat Kecamatan Sangkulirang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Selanjutnya, dibersihkan cangkang kerang Asia (Corbicula fluminea) dengan dicuci dengan air mengalir dan disikat untuk menghilangkan kotoran yang ada. Setelah itu, dikeringkan dengan cara dijemur di bawah matahari. Lalu, cangkang kerang dihaluskan menggunakan grinder, diayak menggunakan ayakan 100 mesh dan ditimbang serbuk cangkang kerang yang diperoleh. 2.3 Isolasi Kitosan 2.3.1 Deproteinasi Sebanyak 400 gram serbuk halus cangkang kerang dicampur dengan 4 liter Natrium hidroksida 3,5%, diaduk hingga tercampur rata kemudian dipanaskan pada suhu 65°C selama 2 jam. Lalu, hasil pemanasan dicuci menggunakan aquades hingga pH nya netral. Campuran tersebut selanjutnya disaring dan dioven dengan suhu 100°C hingga kering dan diperoleh padatan bebas protein. Ditimbang padatan tersebut. 2.3.2 Demineralisasi Hasil dari deproteinasi ditambahkan Asam klorida 1 N dengan perbandingan 1:10. Campuran tersebut diaduk hingga homogen lalu dipanaskan pada suhu 65°C selama 2 jam. Hasil pemanasan disaring dan dinetralkan menggunakan aquades. Kemudian, hasil penyaringan dioven dengan suhu 100°C hingga kering dan diperoleh kitin. Ditimbang kitin yang dihasilkan. 2.3.3 Deasetilasi Sebanyak 10 gram kitin masing-masing ditambahkan 100 mL Natrium hidroksida 40%, 50%, dan 60%. Lalu, masing-masing campuran diaduk pada suhu 65°C dengan variasi waktu selama 30, 60, dan 90 menit. Kemudian, dinetralkan masing-masing campuran menggunakan aquades, dan disaring. Masingmasing hasil penyaringan dioven pada suhu 100°C selama 24 jam hingga didapatkan kitosan. Ditimbang kitosan yang dihasilkan dan dihitung rendemennya. 2.4 Karakterisasi Kitosan 2.4.1 Uji Organoleptik Kitosan hasil isolasi diamati bentuk, warna, dan baunya. Lalu, disesuaikan dengan Standar Internasional. 2.4.2 Kelarutan Kelarutan kitosan diamati dengan cara membandingkan kejernihan larutan kitosan dengan kejernihan pelarutnya, yaitu asam asetat 2%. Caranya yaitu, dengan melarutkan sejumlah kitosan dalam asam asetat 2%. Lalu, diamati kejernihannya. 2.4.3 Kadar Air Dikeringkan cawan porselen kosong yang telah dicuci menggunakan oven suhu 105°C selama 1 jam. Lalu, didinginkan dalam desikator selama 20 menit. Ditimbang cawan porselen kosong hasil pengovenan pertama dan dicatat bobotnya. Diulangi cara tersebut hingga diperoleh bobot konstan cawan porselen kosong (selisih penimbangan berturut-turut < 0,2 mg). Kemudian, ditimbang masing-masing kitosan sebanyak 0,5 gram. Dikeringkan menggunakan oven suhu 105°C selama 1 jam. Lalu, didinginkan dalam desikator selama 20 menit. Ditimbang cawan porselen yang berisi kitosan hasil pengovenan pertama dan dicatat bobotnya. Diulangi cara tersebut hingga diperoleh bobot konstan (selisih penimbangan berturut-turut < 0,2 mg). Terakhir, ditentukan kadar air kitosan menggunakan persamaan 1.
Isolasi dan Karakterisasi Kitosan dari Limbah Cangkang Kerang Asia (Corbicula fluminea) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 270 Kadar air (%) = ( + )−( + ) ( + )− × 100% Persamaan 1 3 Hasil dan Pembahasan Isolasi kitosan dimulai dari tahap deproteinasi yaitu proses menghilangkan protein-protein yang terkandung di dalam cangkang kerang. Pada kerang terkandung 30- 40% protein yang terikat secara fisik dan kovalen, dimana protein tersebut diubah menjadi garam natrium proteinat yang larut dalam air. Proses deproteinasi dilakukan dengan cara mencampurkan 400 gram serbuk halus cangkang kerang menggunakan 4 liter Natrium hidroksida 3,5%. Ion Na+ dari Natrium hidroksida akan mengikat protein yang terkandung dalam cangkang kerang dan mengakibatkan campuran mengental dengan sedikit gelembung dan terjadi perubahan warna menjadi kemerahan [9]. Tahapan ini dibantu pemanasan dengan suhu 65°C selama 2 jam untuk mempercepat proses deproteinasi. Hasil dari tahap deproteinasi adalah padatan bebas protein sebanyak 335 gram. Kemudian, hasil dari deproteinasi ditambahkan Asam klorida 1 N dengan perbandingan 1:10 untuk proses demineralisasi. Demineralisasi adalah proses penghilangan mineral yang masih terkandung dalam cangkang kerang, terutama Kalsium karbonat dimana senyawa ini lebih mudah dihilangkan daripada protein karena termasuk garam-garam anorganik yang hanya terikat secara fisik. Alasan penggunaan Asam klorida dibandingkan dengan jenis asam lainnya adalah karena lebih efektif menghilangkan kalsium sekitar 10% lebih tinggi dibandingkan menggunakan Asam sulfat [10]. Tahap demineralisasi menghasilkan kitin sebanyak 331 gram. Selanjutnya, kitin dideasetilasi melalui penambahan Natrium hidroksida dengan beberapa konsentrasi dan variasi lama waktu pengadukan. Tahap deasetilasi merupakan tahapan terpenting dalam isolasi kitosan karena diharapkan terjadi perubahan dari kitin menjadi kitosan yang berkualitas. Adapun hal yang mempengaruhi tahap deasetilasi ialah konsentrasi Natrium hidroksida, suhu, dan lama waktu deasetilasi. Alasan penggunaan Natrium hidroksida sebagai basa kuat adalah karena pada senyawa kitin terdapat ikatan hidrogen yang kuat yaitu –CH3-CO, dimana ikatan ini harus diputuskan untuk menghasilkan kitosan murni dengan gugus amina bebas (-NH). Reaksi yang terjadi pada proses ini ialah reaksi hidrolisis suatu amida oleh basa. Penggunaan konsentrasi Natrium hidroksida yang tinggi, dapat memberikan gugus –OH yang lebih banyak, sehingga gugus –CH3-CO yang dihilangkan juga semakin banyak. Oleh karena itu, gugus amida yang dihasilkan akan semakin banyak dan akan sebanding dengan derajat deasetilasinya. Gugus amida tersebut yang menyebabkan kitosan memiliki potensi lebih baik daripada kitin dalam berbagai pemanfaatannya [11]. Dari proses deasetilasi dengan menggunakan beberapa konsentrasi Natrium hidroksida dan lama pengadukan, diperoleh rendemen yang bervariasi (Tabel 1). Tabel 1. Rendemen kitosan berdasarkan konsentrasi Natrium hidroksida dan lama pengadukan Konsentrasi NaOH Lama Pengadukan Rendemen (%) 40% 30 menit 73.5 60 menit 49.6 90 menit 36.1 50% 30 menit 65.9 60 menit 71.5 90 menit 52.7 60% 30 menit 60.7 60 menit 90.1 90 menit 46.5 Berdasarkan konsentrasi Natrium hidroksida dan lama waktu pengadukan, rendemen tertinggi kitosan diperoleh pada konsentrasi 60% di waktu ke 60 menit yaitu 90,1% dan rendemen terendah diperoleh pada konsentrasi 40% di waktu ke 90 menit yaitu sebesar 36,1%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rendemen kitosan dapat dipengaruhi konsentrasi Natrium hidroksida dan lama waktu pengadukan. Hal tersebut sesuai dengan teori, dimana semakin lama waktu yang digunakan pada tahap deasetilasi, maka semakin lama waktu reaksi Natrium hidroksida dengan kitin. Gugus asetil yang ada pada kitin akan lebih banyak dihilangkan sehingga rendemen kitosan yang dihasilkan semakin
Isolasi dan Karakterisasi Kitosan dari Limbah Cangkang Kerang Asia (Corbicula fluminea) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 271 sedikit, tetapi kitosan tersebut memiliki kualitas yang lebih baik [12]. Karakteristik kitosan yang diperoleh dari hasil isolasi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2, telah memenuhi Standar Internasional. Kitosan yang diperoleh yaitu berbentuk serbuk warna putih, tidak berbau, larut dalam asam asetat 2% dan memiliki kadar air 0%. Tabel 2. Karakteristik kitosan No. Jenis Uji Kitosan Hasil Isolasi Kitosan Standar Internasional [13] 1. Bentuk Serbuk Serpihan sampai serbuk 2. Warna Putih Putih atau kekuningan 3. Bau Tidak berbau Tidak berbau 4. Kelarutan Larut dalam asam asetat 2% Larut dalam asam asetat 2% 5. Kadar air 0% ≤ 10% 4 Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan rendemen terbaik kitosan yaitu sebesar 90,1% yang diperoleh dari proses deasetilasi menggunakan konsentrasi Natrium hidroksida 60% dengan waktu pengadukan selama 60 menit. Karakteristik kitosan yang dihasilkan yaitu berbentuk serbuk putih, tidak berbau, larut dalam asam asetat 2%, dan memiliki kadar air 0%. 5 Kontribusi Penulis Kontribusi penulis dalam penelitian ini terdiri atas peneliti utama dan peneliti pendamping. Rizki Noor Amelia sebagai peneliti utama. Sedangkan Yurika Sastyarina dan Fika Aryati sebagai peneliti pendamping. 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] CABI. 2021. Asian Clam (Corbicula fluminea). Invasive Species Compendium. Wallingford, UK: CAB International. www.cabi.org/isc. Diakses melalui https://www.cabi.org/isc/datasheet/88200 (1 Desember 2021) [2] Kementerian Kelautan Perikanan. 2018. Statistik Produksi Perikanan. Diakses melalui https://statistik.kkp.go.id/home.php?m=total& i=2#panel-footer (2 Juni 2021) [3] Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu Kementerian Kelautan Perikanan. 2019. Data Statistik Ekspor Cangkang dan Kulit Ikan. [4] Agustina, S., Swantara, I. M. D., & Suartha, I. N. 2015. Isolasi kitin, karakterisasi, dan sintesis kitosan dari kulit udang. Jurnal Kimia (Journal of Chemistry). [5] Sukma, S., Lusiana, S. E., Masruri, M., & Suratmo, S. 2014. Kitosan dari rajungan lokal Portunus pelagicus asal Probolinggo, Indonesia. Jurnal Ilmu Kimia Universitas Brawijaya, 2(2), pp-506 [6] Masindi, T. 2017. Karakterisasi Kitosan Dari Cangkang Kerang Darah (Anadara granosa). UNESA Journal of Chemistry, 6(3). [7] Silalahi, A. M., Fadholah, A., & Artanti, L. O. 2020. Isolasi dan Identifikasi Kitin Dan Kitosan Dari Cangkang Susuh Kura (Sulcospira testudinaria). Pharmaceutical Journal of Islamic Pharmacy, 4(1). [8] Pratiwi, R. 2014. Manfaat Kitin dan Kitosan Bagi Kehidupan Manusia. Oseana, 39(1), 35-43. [9] Dompeipen, E. J., Kaimudin, M., & Dewa, R. P. 2016. Isolasi Kitin dan Kitosan dari Limbah Kulit Udang. Majalah Biam, 12(1), 32-39. [10] Sugita, Purwantiningsih., Wukirsari, Tuti., Sjahriza, Ahmad., & Wahyono, Dwi. 2019. Kitosan: Sumber Biomaterial Masa Depan. IPB Press. Bogor [11] Rokhati, N. 2006. Pengaruh Derajat Deasetilasi Khitosan Dari Kulit Udang Terhadap Aplikasinya Sebagai Pengawet Makanan. Reaktor, 10(2), 54-58. [12] Wahyuni, W., Ridhay, A., & Nurakhirawati, N. 2016. Pengaruh Waktu Proses Deasetilasi Kitin Dari Cangkang Bekicot (Achatina fulica) Terhadap Derajat Deasetilasi. Kovalen: Jurnal Riset Kimia, 2(1). [13] Protan Laboratories. 1987. Cational Polymer for Recovering Valuable by Products from Processing Waste. USA: Burgess
14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 272 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Kajian Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Karamunting (Melastoma malabathricum L) dalam Sediaan Krim terhadap Sifat Fisik dan Aktivitas Antioksidan Study of Karamunting Leaves (Melastoma malabathricum L) Ethanol Extract Concentration in Cream Formulation on Physical Properties and Antioxidant Activity Rohani*, Dewi Mayasari, Laode Rijai Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: rohaniii3107@gmail.com Abstrak Daun Karamunting (Melastoma malabathricum L) telah banyak digunakan dalam pengobatan tradisional karena memiliki berbagai aktivitas farmakologis yang berkaitan dengan senyawa metabolit sekunder yang dikandungnya diantaranya flavonoid dan tanin. Tujuan umum dari penelitian ini yaitu memperoleh konsentrasi ekstrak etanol daun karamunting dalam sediaan krim yang memberikan sifat fisik yang baik serta memilki aktivitas antioksidan. Aktivitas antioksidan ekstrak masuk dalam kategori sangat kuat dengan IC50 6,927 ppm. Krim dengan aktivitas antioksidan terbaik pada penelitian ini yaitu F3 (3%) dengan nilai IC50 60,38 ppm dan masuk dalam kategor, serta memiliki sifat fisik paling baik dibandingkan dengan F1 (1%), F0 (kontrol negatif), F2 (2%), maupun F4 (vitamin E). Uji stabilitas fisik menunjukkan seluruh formula F0, F1, F2, F3, dan F4 memiliki stabilitas fisik yang baik yaitu sifat fisik tidak berbeda secara signifikan antara sebelum dan setelah freeze-thaw selama 5 siklus (p>0,05). Kata Kunci: Daun Karamunting, krim antioksidan, krim tipe m/a Abstract Karamunting leaves (Melastoma malabathricum L) have been widely used in traditional medicine due to various pharmacological activities related to its secondary metabolites, namely, flavonoids and tannins. The general objective of this research is to obtain the concentration of ethanol extract of Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Kajian Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Karamunting (Melastoma malabathricum L) dalam Sediaan Krim terhadap Sifat Fisik dan Aktivitas Antioksidan 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 273 karamunting leaves in a cream formulation that gives excellent physical properties and has antioxidant activity. The result showed extract antioxidant activity was in a very strong category with an IC50 value of 6,927 ppm. Cream with the best antioxidant activity in this study was F3 (3%) because it had the highest antioxidant activity in a strong category with an IC50 value of 60.38 ppm and had the best physical properties compared to F0 (negative control), F1 (1%), F2 (2%), and F4 (vitamin E). The freeze-thaw physical stability test showed that all formulas F0, F1, F2, F3, and F4 had good physical stability, namely, the physical properties did not differ significantly between before and after freezethaw for 5 cycles (p>0.05). Keywords: Karamunting leaf (Melastoma malabathricum L), antioxidant cream, o/w cream DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.584 1 Pendahuluan Karamunting (Melastoma malabatchricum L.) merupakan tumbuhan semak yang tumbuh liar dan berlimpah di wilayah tropis seperti negara-negara Asia tenggara termasuk Indonesia. Daun karamunting merupakan bagian yang paling banyak dimanfaatkan untuk pengobatan, secara empiris daun karamunting dimanfaatkan masyarakat Kalimantan yakni daerah Hulu Sungai dan Kutai Barat untuk mengobati luka infeksi akibat bakteri maupun luka bakar [1]. Suku Dayak Iban menggunakan daunnya untuk mengobati sakit perut dan sariawan [2]. Tidak hanya masyarakat lokal di Indonesia, masyarakat lokal di Malaysia juga memanfaatkan daunnya untuk mengobati luka, jerawat, hiperpigmentasi pada kulit, serta mencegah terbentuknya jaringan parut akibat luka cacar [3]. Aktivitas farmakologi ekstrak etanol daun karamunting berkaitan dengan senyawa fenolik yang terkandung seperti flavonoid dan tannin. Senyawa flavonoid yang diidentifikasi dari daun karamunting adalah isoquercitrin 6″-O-gallate,(- )-epicatechin gallate, procyanidin-B2 dan -B5, kaempferol-3-O-(2′,6′-di-O-p-trans-coumaroyl)- β-glucoside, quercetin, quercitrin, rutin . Senyawa tanin yang diidentifikasi dari daun karamunting adalah malabathrin A, -B, -C, -D, -E dan –F, strictinine, casuarictin, pedunculagin, nobotanin- B, -D, -G, -H dan -J, pterocarinin C, casuarinin, stachyurin, stenophyllanins A dan B, alienanin B [4]. Studi terhadap kultur sel kulit tikus dan manusia menunjukkan bahwa kerusakan kulit akibat sinar UV melibatkan pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS) dan penurunan antioksidan endogen. Untuk meminimalkan kerusakan yang disebabkan ROS, kulit memiliki sistem pertahanan alami yakni enzim antioksidan seperti katalase (CAT) dan superoksida dismutase (SOD). Paparan sinar UV dan stress oksidatif yang berlebihan akibat ROS menyebabkan gangguan kulit seperti penuaan dini dan hiperpigmentasi. Selain itu diketahui pula bahwa ROS memainkan peran penting dalam regulasi proliferasi melanosit dan melanogenesis, sehingga mekanisme kerja antioksidan yang menghambat reaksi rantai ROS mampu menurunkan regulasi hiperpigmentasi dan melanogenesis yang diinduksi sinar UV [5]. Perawatan utama untuk mencegah aging kulit karena stress oksidatif adalah pemakaian produk sunblock ataupun sunscreen, sedangkan untuk perawatan sekunder adalah pemakaian produk yang mengandung antioksidan [6]. Sehingga berdasarkan data kandungan senyawa fenolik pada daun karamunting, dilakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi ekstrak daun karamunting yang diperlukan dalam sediaan krim yang memberikan sifat fisik dan stabilitas fisik yang baik serta memiliki aktivitas antioksidan.
Kajian Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Karamunting (Melastoma malabathricum L) dalam Sediaan Krim terhadap Sifat Fisik dan Aktivitas Antioksidan 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 274 2 Metode Penelitian 2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat gelas, alat kaca, rotary evaporator, beban 10;20;50;100;200 g, hot plate, kulkas, oven, timbangan analitik, batang pengaduk, tabung reaksi bertutup, rak tabung, spatel logam, pipet tetes, vortex, labu ukur gelap, spektrofotometer UV-Vis, pH meter, viscometer rheosys. 2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun karamunting, etanol 96%, DPPH, etanol pa, alfa-tokoferol, propilen glikol, asam stearat, setil alkohol, trietanolamin, gliserin, BHT, nipagin, nipasol, oleum rosae, dan aquades. 2.3 Penyiapan dan Ekstraksi Daun Karamunting Daun karamunting (Melastoma malabatchricum L.) diambil dari desa Karang Tunggal, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Sampel dibuat menjadi simplisia kering dengan oven pada suhu 40℃. Simplisia daun karamunting dimaserasi dalam pelarut etanol 96% selama 3 hari. Filtrat disaring dan dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 40-50℃. 2.4 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metode DPPH Aktivitas antioksidan ekstrak dilakukan melalui metode DPPH. Pengujian dilakukan dengan membuat larutan induk DPPH 40 ppm, kemudian dilakukan optimasi panjang gelombang pada 515-520 nm. Larutan induk sampel dibuat dengan melarutkan 5 mg ekstrak dalam etanol pa 50 mL, dibuat larutan seri konsentrasi 5 ppm, 7,5 ppm, 10 ppm, 12,5 ppm, dan 15 ppm, dan diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum. 2.5 Formulasi Krim Daun Karamunting Masing-masing bahan ditimbang, fase minyak dilebur berturut-turut dari bahan dengan titik lebur tertinggi yaitu nipasol, asam stearat, dan setil alkohol, sedangkan fase air meliputi propilen glikol, gliserin, trietanolamin, nipagin, dan aquades dipanaskan masingmasing hingga suhu 70 °C. Emulsi dibuat dengan cara menambahkan fase minyak ke dalam fase air sambil diaduk dalam lumpang hingga terbentuk emulsi yang stabil. Dimasukkan BHT, ekstrak, oleum rosae dan alfa tokoferol sebagai kontrol positif kedalam basis krim sedikit demi sedikit dan digerus lagi hingga homogen. Krim dimasukkan dalam pot krim tertutup rapat dan terlindung dari sinar matahari. 2.6 Aktivitas Antioksidan Krim Daun Karamunting Aktivitas antioksidan krim dilakukan melalui metode DPPH. Pengujian dilakukan dengan membuat larutan induk DPPH 40 ppm, kemudian dilakukan optimasi panjang gelombang pada 515-520 nm. Larutan induk sampel dibuat dengan melarutkan 5 g krim dalam etanol pa 50 mL, divortex dan disaring, kemudian filtrat dibuat seri konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm, dan diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum. 2.7 Evaluasi Fisik dan Uji Stabilitas 2.7.1 Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan dengan cara menimbang krim sebanyak 1 gram kemudian dioles pada plat kaca. Sedian krim dinyatakan homogen jika tidak menunjukkan partikelpartikel yang menggumpal dan tidak tercampur. 2.7.2 Uji Daya Sebar Diletakkan krim di atas kaca yang dibagian bawahnya dilapisi kertas grafik, lalu kaca ditutup dengan kaca yang lain, didiamkan selama 15 detik dan ditambahkan beban 10, 20, 40, 50, 100, dan 200 g selanjutnya diukur diameternya. Diameter daya sebar yang baik yakni 5-7 cm. 2.7.3 Uji pH Uji pH dilakukan dengan cara mengukur pH sediaan krim menggunakan alat pH meter. Dicelupkan elektroda hingga tercelup seluruh bagiannya, pH yang terukur dicatat. pH krim
Kajian Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Karamunting (Melastoma malabathricum L) dalam Sediaan Krim terhadap Sifat Fisik dan Aktivitas Antioksidan 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 275 yang memenuhi syarat sediaan krim adalah pH yang sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-6,5 2.7.4 Uji Viskositas Uji viskositas direplikasi sebanyak enam kali menggunakan alat pengukur viscometer rheosys cone and plate dengan kecepatan 5 rpm. Viskositas yang diharapkan ialah viskositas yang baik pada sediaan semi solid yakni 2000- 50.000 cPs. 2.7.5 Uji Tipe Emulsi Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan meletakkan sejumlah tertentu sediaan diatas objek gelas, kemudian ditambah satu tetes metil biru diaduk dengan batang pengaduk. Jika metil biru tersebar merata berarti sediaan tersebut tipe emulsi m/a, namun jika hanya terdapat titik-titik biru yang tidak tersebar merata maka sediaan tersebut tipe emulsi a/m. 2.7.6 Uji Stabilitas Evaluasi stabilitas fisik dilakukan dengan mengamati sediaan sebelum dan setelah diberi kondisi penyimpanan freeze-thaw dimana 1 siklus terhtung 2x24 jam pada suhu 4℃ dan 2x24 jam suhu 40℃, evaluasi dilakukan selama 5 siklus meliputi organoleptik, homogenitas, pH, viskositas, daya sebar, dan tipe emulsi. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Karamunting Berdasarkan uji aktivitas antioksidan yang telah dilakukan terhadap ekstrak etanol 96% daun karamunting didapatkan nilai IC50 sebesar 6,927 ppm yang masuk dalam range antioksidan sangat kuat. Gambar 1 Kurva Regresi Linear IC50 Ekstrak Daun Karamunting Tingginya aktivitas antioksidan daun karamunting tidak terlepas dari kandungan senyawa fenolik pada daun karamunting [4], yang bekerja meredam radikal bebas melalui mekanisme hydrogen atom transfer (HAT) gugus hidroksil pada cincin fenol. 3.2 Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan didapatkan nilai IC50 aktivitas antioksidan krim ekstrak etanol daun karamunting F1 dengan konsentrasi ekstrak 1% sebesar 73,861 ppm (kuat), F2 dengan konsentrasi ekstrak sebesar 2% sebesar 65,59 ppm (kuat), F3 dengan konsentrasi ekstrak 3% sebesar 60,38 ppm (kuat), serta kontrol positif F4 (vitamin E) sebesar 74,878 ppm (kuat), dan kontrol negatif F0 sebesar 407,556 ppm (lemah), ditunjukkan bahwa formula krim dengan aktivitas antioksidan tertinggi adalah F3 dengan konsentrasi ekstrak 3% yaitu 60,38 ppm dibandingkan dengan F0, F1, F2, dan F4. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan aktivitas antioksidan krim seiring dengan bertambahnya konsentrasi ekstrak. Tabel 1. Aktivitas Antioksidan Sediaan Krim Formula Persamaan Regresi Linear IC50 (ppm) F0 y = 0,9266x + 2,5814; R² = 0,9206 407,556 F1 y = 0,6794x + 3,7306; R² = 0,9695 73,861 F2 y = 0,671x + 3,7809; R² = 0,9966 65,590 F3 y = 0,6426x + 3,8556; R² = 0,9839 60,380 F4 y = 0,5651x + 3,9408; R² = 0,9328 74,879 y = 2,6849x + 2,7432 R² = 0,9959 4 4.5 5 5.5 6 6.5 0.6 0.8 1 1.2 Probit Log Konsentrasi
Kajian Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Karamunting (Melastoma malabathricum L) dalam Sediaan Krim terhadap Sifat Fisik dan Aktivitas Antioksidan 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 276 Gambar 2 Diagram IC50 Aktivitas Antioskidan Krim 3.3 Evaluasi Organoleptik Krim Hasil evaluasi organoleptis sediaan krim sebelum dan setelah freeze-thaw 5 siklus tidak menunjukkan perubahan yang signifikan baik dari warna, bau, dan konsistensi. Untuk F1, F2, dan F3 warna krim tetap berwarna hijau kekuningan, bau khas mawar akibat pemberian pengaroma oleum rosae, dan memiliki konsistensi krim, sedangkan F0 dan F4 warna krim putih, bau khas mawar, dan memiliki konsistensi krim. Tabel 2 Evaluasi Organoleptis Krim Formula F0 F1 F2 F3 F4 Warna Putih Hijau kekuningan Hijaun kekuningan Hijau kekuningan Putih Bau Khas mawar Khas mawar Khas mawar Khas mawar Khas mawar Konsistensi Krim Krim Krim Krim Krim 3.4 Evaluasi Homogenitas dan Tipe Emulsi Krim Hasil evaluasi homogenitas krim menunjukkan sediaan yang homogen pada seluruh formula baik F0,F1,F2,F3, dan F4. Hal ini ditandai dengan tidak adanya butiran kasar atau pemisahan fase krim. Sedangkan hasil pengujian tipe emulsi krim menggunakan uji dispersi zat warna menggunakan metilen biru memperlihatkan bahwa semua kelompok formula krim mempunyai tipe emulsi m/a. Hal ini disebabkan karena volume fase terdispersi (fase minyak) yang digunakan dalam krim lebih kecil dari pada fase pendispersi (fase air), sehingga fase minyak akan terdispersi ke dalam fase air dan membentuk emulsi tipe m/a. Selain itu emulgator yang digunakan adalah asam stearat yang merupakan emulgator anionik yang ketika dinetralisasi dengan trietanolamin membentuk emulsi tipe m/a yang stabil [7]. Berdasarkan perbandingan homogenitas dan tipe emulsi sebelum dan setelah freeze-thaw 5 siklus, tidak ditunjukkan adanya perbedaan yang signifikan sehingga homogenitas krim dikatakan stabil dan tidak mengalami perubahan tipe emulsi. Tabel 3 Evaluasi Homogenitas dan Tipe Emulsi Krim Formula Homogenitas Tipe Emulsi F0 Homogen m/a F1 Homogen m/a F2 Homogen m/a F3 Homogen m/a F4 Homogen m/a 3.5 Evaluasi Viskositas Krim Hasil uji viskositas F0,F1,F2,F3, dan F4 memperlihatkan viskositas yang sesuai dengan standar viskositas krim yang baik yaitu 2000- 50.000 cPs. Berdasarkan pengujian didapatkan viskositas krim F0,F1,F2, dan F3 menurun seiring dengan penambahan konsentrasi ekstrak, sedangkan pada F4 menunjukkan viskositas paling tinggi yaitu 13,171 cPs ± 4,084, hal ini disebabkan pengaruh penambahan vitamin E yang merupakan fase minyak serta konsistensinya yang tinggi, sehingga ketika diformulasikan dalam basis, viskositas sediaan krim meningkat. Dari hasil uji normalitas Shapiro-Wilk data viskositas sediaan krim sebelum dan setelah freeze-thaw 5 siklus menunjukkan data terdistribusi normal (p>0,05), oleh karena itu, uji perbandingan yang dilakukan adalah pairedt test. Hasil paired-t test stabilitas pH seluruh 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 F0 F1 F2 F3 F4 IC50 407.556 73.861 65.59 60.38 74.878
Kajian Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Karamunting (Melastoma malabathricum L) dalam Sediaan Krim terhadap Sifat Fisik dan Aktivitas Antioksidan 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 277 formula F0,F1,F2,F3, dan F4 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara viskositas sebelum dan sesudah freeze-thaw 5 siklus (paired-t test, p>0,05), sehingga seluruh formula krim dapat dikatakan memiliki karakteristik viskositas yang stabil. Tabel 4 Evaluasi Viskositas Krim Formula Hasil Standar F0 10,187±2,788 2000-50.000 cPs F1 6,244±1,409 F2 4,377±0,983 F3 3,969±1,065 F4 13,171±4,084 Tabel 5 Evaluasi Viskositas Krim Setelah Freeze-thaw 5 Siklus Formula Hasil p-value Kesimpulan Siklus 0 Siklus 5 F0 10,186±2,788 9,912±2,909 0,565 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan F1 6,244±1,409 6,627±2,101 0,457 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan F2 4,376±0,983 4,650±0,359 0,434 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan F3 3,969±1,065 3,650±0,468 0,435 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan F4 13,171±4,084 13,981±4,873 0,789 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan 3.6 Evaluasi Daya Sebar Krim Hasil uji daya sebar F0,F1,F2,F3, dan F4 memperlihatkan daya sebar yang sesuai dengan standar daya sebar krim yang baik yaitu 5-7 cm. Berdasarkan pengujian didapatkan daya sebar krim F0,F1,F2, dan F3 meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi ekstrak, hal ini sesuai dengan viskositas krim yang semakin menurun seiring dengan penambahan ekstrak, didapatkan F3 memiliki daya sebar krim yang paling baik karena daya sebarnya paling tinggi yaitu 5,900 cm ± 0,219, semakin tinggi daya sebar semakin luas bidang kontak krim terhadap kulit, sehingga daya absorbs perkutan lebih baik. Dari hasil uji normalitas Shapiro-Wilk data daya sebar sediaan krim sebelum dan setelah freeze-thaw 5 Siklus menunjukkan data terdistribusi normal (p >0,05) oleh karena itu, uji perbandingan yang dilakukan adalah pairedt test. Hasil paired-t test stabilitas daya sebar seluruh formula F0,F1,F2,F3, dan F4 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara daya sebar sebelum dan sesudah freeze-thaw 5 siklus (paired-t test, p>0,05), sehingga seluruh formula krim dapat dikatakan memiliki karakteristik daya sebar yang stabil. Tabel 6 Evaluasi Daya Sebar Krim Formula Hasil (cm) Standar F0 5,167±0,121 5-7 cm F1 5,217±0,147 F2 5,667±0,186 F3 5,900±0,219 F4 4,617±0,075 Tabel 7 Evaluasi Daya Sebar Krim Setelah Freeze-thaw 5 Siklus Formula Hasil p-value Kesimpulan Siklus 0 Siklus 5 F0 5,167±0,121 5,200±0,190 0,661 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan F1 5,217±0,147 5,250±0,164 0,732 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan F2 5,667±0,186 5,633±0,121 0,777 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan F3 5,900±0,219 5,983±0,147 0,474 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan F4 4,617±0,753 4,567±0,103 0,076 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan
Kajian Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Karamunting (Melastoma malabathricum L) dalam Sediaan Krim terhadap Sifat Fisik dan Aktivitas Antioksidan 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 278 Tabel 8 Evaluasi pH Krim Formula Hasil Standar F0 6,458±0,046 4,5-6,5 F1 6,455±0,043 F2 6,465±0,019 F3 6,452±0,169 F4 6,445±0,054 Tabel 9 Evaluasi pH Krim Setelah Freeze-thaw 5 Siklus Formula Hasil p-value Kesimpulan Siklus 0 Siklus 5 F0 6,458±0,046 0,453±0,008 0,781 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan F1 6,455±0,432 0,455±0,517 1,000 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan F2 6,465±0,019 6,447±0,015 0,130 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan F3 6,452±0,169 6,455±0,207 0,962 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan F4 0,644±0,536 0,448±0,240 0,884 (p>0,05) Tidak berbeda signifikan 3.7 Evaluasi pH Krim Hasil uji pH F0,F1,F2,F3, dan F4 memperlihatkan nilai pH yang sesuai dengan standar pH krim yang baik yaitu sesuai dengan range pH kulit 4,5-6,5. Berdasakan pengujian didapatkan nilai pH tiap formula tidak berbeda secara signifikan antara F0,F1,F2,F3, dan F4. Dari hasil uji normalitas Shapiro-Wilk data pH sediaan krim sebelum dan setelah freezethaw 5 siklus menunjukkan data terdistribusi normal (p>0,05) oleh karena itu, uji perbandingan yang dilakukan adalah paired-t test. Hasil paired-t test stabilitas pH seluruh formula F0,F1,F2,F3, dan F4 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pH sebelum dan sesudah freeze-thaw 5 siklus (paired-t test, p>0,05), sehingga seluruh formula krim dapat dikatakan memiliki karakteristik pH yang stabil. 4 Kesimpulan Formula krim dengan aktivitas antioksidan terbaik adalah F3 dengan konsentrasi ekstrak daun karamunting (Melastoma Malabathricum L) 3% dengan nilai IC50 sebesar 60,380 ppm yang termasuk kategori antioksidan kuat. Formula krim dengan karakteristik fisik yang paling baik adalah F3 karena memiliki daya sebar paling tinggi yaitu 5,900 cm ± 0,219, semakin tinggi daya sebar semakin luas bidang kontak krim terhadap kulit, sehingga daya absorbs perkutan lebih baik. Seluruh kelompok formula baik F0 (kontrol negatif), F1 (1%), F2 (2%), F3 (3%), dan F4 (vitamin E) memiliki stabilitas fisik krim yang baik setelah dilakukan uji stabilitas freeze-thaw pada suhu rendah 4℃ dan suhu tinggi 40℃ selama 5 siklus. 5 Kontribusi Penulis Rohani berkontribusi dalam merancang metode, melaksanakan penelitian, dan menganalisis data hasil penelitian, Dewi Mayasari berkontribusi dalam merancang metode penelitian dan finalisasi naskah, Laode Rijai berkontribusi dalam penentuan judul penelitian dan finalisasi naskah. 6 Konflik Kepentingan Seluruh penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan dari penelitian, penyusunan, dan publikasi artikel ilmiah ini. 7 Daftar Pustaka [1] Niah, Rakhmadhan dan Riki Nirwan Baharsyah. 2018. Potensi Ekstrak Daun Tanaman Karamunting (Melastoma Malabathricum L.) di Daerah Kalimantan sebagai Antibakteri Staphylococcus Aureus. Jurnal Ilmiah Manuntung. 4(1): 36-40. https://doi.org/10.51352/jim.v4i1.138 [2] Pradityo, T., Nyoto Santoso, dan Ervizal AM Zuhud. 2016. Etnobotani di Kebun Tembawang Suku Dayak Iban, Desa Sungai Mawang, Kalimantan Barat. Media Konservasi. 21(2): 183-198. https://doi.org/10.29244/medkon.21.2.183- 198 [3] Zakaria, Z. A., Rofiee, M. S., Mohamed, A. M., Teh, L. K., dan Salleh, M. Z. 2011. In Vitro
Kajian Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Karamunting (Melastoma malabathricum L) dalam Sediaan Krim terhadap Sifat Fisik dan Aktivitas Antioksidan 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 279 Antiproliferative and Antioxidant Activities and Total Phenolic Contents of The Extracts of Melastoma Malabathricum Leaves. Journal of acupuncture and meridian studies. 4(4): 248- 256. https://doi.org/10.1016/j.jams.2011.09.016 [4] Mamat, S. S., Kamarolzaman, M. F. F., Yahya, F., Mahmood, N. D., Shahril, M. S., Jakius, K. F., and Zakaria, Z. A. 2013. Methanol Extract of Melastoma Malabathricum Leaves Exerted Antioxidant and Liver Protective Activity in Rats. BMC Complementary and Alternative Medicine. 13(1): 1-12. https://doi.org/10.1186/1472-6882-13-326 [5] Kao, Y. Y., Chuang, T. F., Chao, S. H., Yang, J. H., Lin, Y. C., and Huang, H. Y. 2013. Evaluation of The Antioxidant and Melanogenesis Inhibitory Properties of Pracparatum mungo. Journal of traditional and complementary medicine. 3(3): 163-170. https://doi.org/10.4103/2225- 4110.113443 [6] Dipahayu, D., Soeratri, W., dan Agil, M. 2010. Formulasi Krim Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas (L.) Lamk) Sebagai Anti Aging. Pharmaceutical Sciences and Research. 1(3):166-179. [7] Jones, David. 2008. Pharmaceutics-Dosage Form and Design: FastTrack. London: Pharmaceutical Press
14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 280 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Efektivitas Nutrisi Medik Berbahan Aktif Mengkudu dan Apel Manalagi Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Efficacy of Medical Nutrition using Active compounds of Noni and Manalagi Apples to Reduce Blood Glucose Levels Selfia1,* , Muhammad Faisal2, Niken Indriyanti3 1Mahasiswa Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia 2KBI Gizi Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia 3KBI Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: selfia150101@gmail.com Abstrak Noni (Morinda citrifolia L.) contains saponin compounds that work to stimulate insulin secretion from β-pancreatic cells and manalagi apples (Malus sylvestris Mill.) contain pectin which functions to delay the emptying of food in the stomach, bind fatty acids and reduce macronutrient absorption which can cause decreased blood glucose levels. This study aims to prove that medical nutrition with active ingredients of noni and manalagi apples has effectiveness in reducing blood glucose levels, prove that doses of medical nutrition with active ingredients of noni and manalagi apple are effective for lowering blood glucose levels and prove a decrease in blood glucose levels 30 minutes after treatment. The research method used is quasi-experimental with the measurement of blood glucose levels pretest and post-test using human test subjects. The research ethics protocol has been obtained with No. 71/KEPK FFUNMUL/EC/EXE/08/2021 from KEPK FF UNMUL. The results showed that the administration of medical nutrition with a dose of 126 g of noni and 200 g of manalagi apple and a dose of 63 g of noni and 100 g of manalagi apple was effective in reducing blood glucose levels, with an average decrease in blood glucose levels of 9,60 ± 7,47 mg/dL and 6,40 ± 3,91 mg/dL. It can be concluded that the most effective dose to reduce blood glucose levels is medical nutrition with a dose of 126 g of noni and 200 g of manalagi apples. Kata Kunci: Reducing Blood Glucose Levels, Noni, Manalagi Apple Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Efektivitas Nutrisi Medik Berbahan Aktif Mengkudu dan Apel Manalagi Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 281 Abstract Mengkudu (Morinda citrifolia L.) mengandung senyawa saponin yang bekerja merangsang sekresi insulin dari sel β-pankreas dan apel manalagi (Malus sylvestris Mill.) mengandung pektin yang berfungsi menunda pengosongan makanan pada lambung, mengikat asam lemak dan menurunkan absorbsi makronutrien yang dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa darah. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan nutrisi medik berbahan aktif mengkudu dan apel manalagi memiliki efektivitas terhadap penurunan kadar glukosa darah, membuktikan dosis nutrisi medik berbahan aktif mengkudu dan apel manalagi yang efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah dan membuktikan penurunan kadar glukosa darah 30 menit sesudah perlakuan. Metode penelitian yang digunakan ialah quasi experimental dengan pengukuran kadar glukosa darah pre-test dan post-test menggunakan subyek uji manusia. Protokol etik penelitian sudah didapatkan dengan No. 71/KEPKFFUNMUL/EC/EXE/08/2021 dari KEPK FF UNMUL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian nutrisi medik dengan dosis 126 g mengkudu dan 200 g apel manalagi serta dosis 63 g mengkudu dan 100 g apel manalagi efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah, dengan rerata penurunan kadar glukosa darah masing-masing sebesar 9,60 ± 7,47 mg/dL dan 6,40 ± 3,91 mg/dL. Dapat disimpulkan bahwa dosis yang paling efektif menurunkan kadar glukosa darah ialah nutrisi medik dengan dosis 126 g mengkudu dan 200 g apel manalagi. Keywords: Penurunan Kadar Glukosa Darah, Mengkudu, Apel Manalagi DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.585 1 Pendahuluan Glukosa darah adalah gula yang terkandung di dalam darah yang dibentuk oleh karbohidrat dalam makanan, gula ini disimpan di hati dan otot rangka dalam bentuk glikogen. Kadar glukosa darah adalah jumlah glukosa dalam plasma darah. Faktor yang dapat mempengaruhi kadar gula darah antara lain peningkatan asupan makanan, peningkatan stres dan faktor emosional, pertambahan berat badan dan usia, serta olahraga [1]. Nutrisi adalah zat gizi yang berkaitan dengan kesehatan dan penyakit, termasuk seluruh proses dimana tubuh manusia menerima makanan atau bahan dari lingkungan sekitarnya yang digunakan untuk aktivitas penting dalam tubuh. Berbagai zat gizi diantaranya ialah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air [2]. Pemberian nutrisi medik dalam bentuk sari buah kombinasi mengkudu dan apel manalagi diharapkan dapat menurunkan kadar glukosa darah. Dalam bentuk sari buah dipilih karena sari buah merupakan salah satu jenis minuman yang digemari oleh masyarakat dari berbagai kalangan usia. Terdapat beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk menurunkan kadar glukosa darah, diantaranya ialah mengkudu dan apel varietas manalagi. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) telah banyak diteliti dan diuji dapat menurunkan kadar glukosa darah. Hal ini diperkirakan karena kandungan saponin didalam buah mengkudu yang bekerja merangsang sekresi insulin dari sel β-pankreas dalam menurunkan kadar glukosa darah [3]. Dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian jus buah mengkudu dosis 2,25 g/kg BB, 4,5 g/kg BB dan 9 g/kg BB selama 7 hari dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetik terinduksi aloksan, dengan rerata penurunan kadar glukosa darah masing-masing sebesar 20,27 mg/dL, 35,06 mg/dL dan 46,73 mg/dL [4]. Apel manalagi (Malus sylvestris Mill.) memiliki kandungan indeks glikemik rendah yang diyakini dapat mengontrol dan menurunkan kadar gula darah. Pangan dengan indeks glikemik rendah dapat mengurangi
Efektivitas Nutrisi Medik Berbahan Aktif Mengkudu dan Apel Manalagi Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 282 respon glikemik dan insulin, sehingga secara keseluruhan dapat memperbaiki kadar glukosa lemak darah baik pada pasien diabetes maupun pada orang sehat [5]. Buah apel varietas manalagi merupakan salah satu buah-buahan yang mengandung pektin (serat larut dalam air) [6], yang dapat berfungsi menunda pengosongan makanan pada lambung, mengikat asam lemak dan menurunkan absorbsi makronutrien. Hal tersebut akan menyebabkan penurunan pada kadar glukosa darah [7]. Dari penelitian sebelumnya dengan menggunakan 24 orang responden penderita diabetes mellitus tipe II di kelompok prolanis Puskesmas Genuk Kota Semarang, yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan, hasilnya menunjukkan bahwa pemberian buah apel manalagi dengan dosis 2×200 g, 2×150 g dan 2×100 g efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah puasa pada subjek penelitian dengan rerata penurunan pada masing-masing sebesar 150,16 mg/dL, 124,33 mg/dL dan 98,83 mg/dL [8]. Penelitian kali ini bertujuan untuk membuktikan bahwa nutrisi medik berbahan aktif mengkudu dan apel manalagi memiliki efektivitas terhadap penurunan kadar glukosa darah, membuktikan dosis nutrisi medik berbahan aktif mengkudu dan apel manalagi yang efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah dan membuktikan penurunan kadar glukosa darah 30 menit sesudah perlakuan. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah botol plastik 250 mL, gelas ukur, glukometer (Gluko-Dr), jam, juicer, pisau dan timbangan analitik. Bahan yang digunakan adalah air mineral, buah mengukudu matang dan buah apel manalagi. 2.2 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga sehat yang bersedia menjadi responden di Wilayah Kecamatan Kota Bangun, Kalimantan Timur. Jumlah sampel sebanyak 20 orang yang dipilih secara purposive sampling yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan rincian 10 orang sebagai kelompok kontrol dan 10 orang sebagai kelompok perlakuan. Pemilihan responden didasarkan atas kriteria inklusi yaitu responden yang sehat, tidak menderita diabetes mellitus, berusia 15- 59 tahun, bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan atau informed consent, dapat berkomunikasi secara verbal dan jelas. Sedangkan kriteria ekslusi pada penelitian ini yaitu responden yang sakit, menderita diabetes mellitus, sedang mengkonsumsi obat secara rutin, ibu hamil dan menyusui, serta responden yang tidak bersedia ikut dalam penelitian. 2.3 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian quasi experimental dan rancangan penelitian non randomized pre-post test with control group design. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober tahun 2021. Protokol pengujian telah dinyatakan layak etik dengan No. 71/KEPK-FFUNMUL/EC/EXE/08/2021 dari KEPK Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis sari buah mengkudu dan apel manalagi. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar glukosa darah. Sedangkan variabel terkendali dalam penelitian ini adalah usia responden, jenis buah apel, serta dosis sari buah mengkudu dan apel manalagi. Rancangan penelitian ini melakukan dua kali pengukuran yaitu pre-test dan post-test. Dimana, kelompok perlakuan diberikan nutrisi medik berbahan aktif mengkudu dan apel manalagi dalam bentuk sari buah, kontrol positif diberikan teh celup daun insulin dan kelompok kontrol negatif diberikan air putih. Kelompok perlakuan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok untuk nutrisi medik dosis penuh dan kelompok untuk nutrisi medik setengah dosis. Kelompok perlakuan dengan dosis penuh akan diberikan sari buah yang terbuat dari 126 g mengkudu dan 200 g apel manalagi, sedangkan untuk kelompok perlakuan dengan setengah dosis akan diberikan sari buah yang terbuat dari 63 g mengkudu dan 100 g apel manalagi. Diberikan pagi hari sesudah makan berat pada jam 09.00- 10.00 WITA. Responden diukur kadar glukosa darah 15 menit sebelum makan, 15 menit sesudah makan berat dan 30 menit sesudah diberikan perlakuan menggunakan alat glukometer (Gluko-Dr).
Efektivitas Nutrisi Medik Berbahan Aktif Mengkudu dan Apel Manalagi Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 283 Pengumpulan data kadar glukosa darah dilakukan dengan mengukur kadar glukosa darah sebelum dan sesudah perlakuan menggunakan alat glukometer (Gluko-Dr). 3 Hasil dan Pembahasan Tabel 1. Rerata Kadar Glukosa Darah Sebelum dan Setelah Perlakuan Antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Waktu Pengukuran Kadar Glukosa Darah Kelompok Kontrol Negatif Mean ± SD (mg/dL) Kontrol Positif Mean ± SD (mg/dL) Nutrisi Medik Dosis Penuh Mean ± SD (mg/dL) Nutrisi Medik Setengah Dosis Mean ± SD (mg/dL) 15 Menit Sebelum Makan 91,6 ± 19,37 88,7 ± 9,53 98 ± 13,05 98,4 ± 18,29 15 Menit Sesudah Makan 117,2 ± 14,93 125,7 ± 15,08 137,8 ± 18,21 129 ± 9,08 30 Menit Sesudah Perlakuan 145,8 ± 27,79 112 ± 5,88 128,2 ± 25,13 122,6 ± 7,92 Gambar 1. Rerata Kadar Glukosa Darah Sebelum dan Setelah Perlakuan Antara Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukkan rerata hasil pengukuran kadar glukosa darah 15 menit sebelum makan pada kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, kelompok perlakuan dengan nutrisi medik dosis penuh dan kelompok perlakuan dengan nutrisi medik setengah dosis didapatkan nilai kadar glukosa darah normal, karena sebelum dilakukan pengukuran tersebut responden dianjurkan untuk berpuasa selama 8-10 jam, dalam keadaan puasa tidak ada makanan yang diabsorbsi. Hal tersebut untuk mengetahui kemampuan seseorang dalam mengatur kadar glukosa darahnya agar dapat terkontrol dengan baik. Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa juga dapat digunakan sebagai pedoman dalam diagnosis diabetes mellitus jika hasil pemeriksaan GDP >126 mg/dL) [9]. Sedangkan rerata hasil pengukuran kadar glukosa darah 15 menit sesudah makan nasi pada kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, kelompok perlakuan dengan nutrisi medik dosis penuh dan kelompok perlakuan dengan nutrisi medik setengah dosis didapatkan nilai kadar glukosa darah yang naik signifikan dari pemeriksaan sebelumnya. Seperti yang diketahui bahwa nasi putih 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Kontrol Negatif Kontrol Positif Nutrisi Medik Dosis Penuh Nutrisi Medik Setengah Dosis Kadar Glukosa Darah (mg/dL) Kelompok Perlakuan 15 Menit Sebelum Makan 15 Menit Sesudah Makan 30 Menit Sesudah Perlakuan
Efektivitas Nutrisi Medik Berbahan Aktif Mengkudu dan Apel Manalagi Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 284 memiliki nilai indeks glikemik yang tinggi yaitu sebesar 82 dengan kandungan kadar glukosa yang tinggi yaitu sebesar 25,40 g/100 g [10]. Indeks glikemik tinggi pada bahan makanan akan menghasilkan peningkatan kadar glukosa darah yang cepat dan tinggi, hal tersebut dikarenakan makanan dengan indeks glikemik tinggi lebih cepat dicerna dan diserap sehingga kadar glukosa darah akan meningkat dengan cepat secara signifikan. Pada rerata hasil pengukuran kadar glukosa darah 30 menit sesudah diberikan sediaan uji, pada kelompok kontrol negatif terlihat kenaikan kadar glukosa darah. Hal tersebut dikarenakan pada kelompok kontrol negatif hanya diberikan sediaan uji berupa air putih, dimana air putih tidak memiliki efek atau khasiat untuk menurunkan kadar glukosa darah. Sedangkan pada kelompok kontrol positif didapatkan hasil penurunan kadar glukosa darah, hal tersebut dikarenakan pada kelompok kontrol positif diberikan sediaan uji berupa teh daun insulin. Namun pada penelitian ini teh daun insulin yang digunakan ialah berupa produk jadi yang telah beredar dipasaran dan sudah dikemas dalam bentuk teh kantong celup daun insulin. Efek penurunan kadar glukosa darah tersebut sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kadir dkk (2016) [11] yang menyatakan bahwa pemberian rebusan daun insulin dapat menurunkan kadar glukosa darah pada penderita diabetes mellitus. Rerata hasil pengukuran kadar glukosa darah 30 menit sesudah diberikan sediaan uji pada kelompok perlakuan yang diberikan nutrisi medik dosis penuh dan nutrisi medik setengah dosis, kedua dosis tersebut menunjukkan hasil penurunan kadar glukosa darah. Hal tersebut diduga karena kandungan senyawa aktif dari buah mengkudu dan apel manalagi yang dapat menurunkan kadar glukosa darah. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) telah banyak diteliti dan diuji dapat menurunkan kadar glukosa darah. Hal ini diperkirakan karena kandungan saponin didalam buah mengkudu yang bekerja merangsang sekresi insulin dari sel β-pankreas dalam menurunkan kadar glukosa darah [3]. Hal tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mudaliana dkk (2019) [12] yang menyatakan bahwa pada sampel jus dari buah mengkudu segar terdapat kandungan alkaloid dan saponin, dimana saponin sudah terbukti memiliki aktivitas anti-hiperglikemia. Apel manalagi (Malus sylvestris Mill.) merupakan buah yang memiliki kandungan indeks glikemik rendah, hal tersebut diyakini dapat mengontrol dan menurunkan kadar glukosa darah. Pangan dengan indeks glikemik rendah dapat mengurangi respon glikemik dan insulin sehingga secara keseluruhan dapat memperbaiki kadar glukosa lemak darah baik pada pasien diabetes maupun pada orang sehat [5]. Selain itu, buah apel manalagi juga mengandung pektin (serat larut dalam air) [6] yang dapat berfungsi menunda pengosongan makanan pada lambung, mengikat asam lemak dan menurunkan absorbsi makronutrien. Hal tersebut akan menyebabkan penurunan pada kadar glukosa darah [7]. Selain itu terdapat kandungan senyawa metabolit sekunder didalam buah apel manalagi diantaranya yaitu alkaloid, terpenoid, saponin, fenolik dan flavonoid. Dimana senyawa flavonoid mampu meregenerasi sel β-pankreas, selain itu senyawa alkaloid yang terkandung dalam buah apel manalagi dapat menurunkan glukoneogenesis sehingga kadar glukosa darah serta kebutuhan insulin didalam tubuh menurun [13]. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rerata selisih hasil pengukuran kadar glukosa darah sebelum perlakuan pada kelompok kontrol negatif (air putih) sebesar 25,60 ± 11,70 mg/dL dan setelah perlakuan sebesar 28,60 ± 18,02 mg/dL. Pada kelompok kontrol positif (teh celup daun insulin) didapatkan rerata selisih pengukuran kadar glukosa darah sebelum perlakuan sebesar 37,00 ± 21,20 mg/dL dan setelah perlakuan sebesar -13,75 ± 13,79 mg/dL. Sedangkan pada kelompok perlakuan didapatkan rerata selisih hasil pengukuran kadar glukosa darah sebelum perlakuan pada kelompok yang diberikan nutrisi medik dosis penuh sebesar 39,80 ± 14,00 mg/dL dan setelah perlakuan sebesar -9,60 ± 7,47 mg/dL. Pada kelompok perlakuan yang diberikan nutrisi medik setengah dosis didapatkan selisih rerata hasil pengukuran kadar glukosa darah sebelum perlakuan sebesar 30,60 ± 24,47 mg/dL dan setelah perlakuan sebesar -6,40 ± 3,91 mg/dL.
Efektivitas Nutrisi Medik Berbahan Aktif Mengkudu dan Apel Manalagi Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 285 Tabel 2. Hasil Analisis Uji Paired Sample T-Test Efek Sebelum dan Setelah Pemberian Nutrisi Medik dengan Membandingkan Selisih Kenaikan dan Penurunan Kadar Glukosa Darah Kelompok Rerata ± SD Sebelum Perlakuan (mg/dL) Rerata ± SD Setelah Perlakuan (mg/dL) Nilai p (p < 0,05) Kontrol Negatif (air putih) 25,60 ± 11,70 28,60 ± 18,02 0,800 Kontrol Positif (teh celup daun insulin) 37,00 ± 21,20 -13,75 ± 13,79 0,056 Nutrisi Medik Dosis Penuh 39,80 ± 14,00 -9,60 ± 7,47 0,000 Nutrisi Medik Setengah Dosis 30,60 ± 24,47 -6,40 ± 3,91 0,038 Berdasarkan uraian data diatas dapat dilihat bahwa rerata selisih penurunan kadar glukosa darah setelah perlakuan pada kelompok yang diberikan nutrisi medik dosis penuh lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok yang diberikan nutrisi medik setengah dosis. Rerata selisih penurunan kadar glukosa darah pada nutrisi dosis penuh tersebut mendekati efektivitas daun insulin, namun tidak bisa menyamai efektivitas dari teh daun insulin tersebut. Sedangkan pada kelompok yang diberikan nutrisi medik setengah dosis jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (teh celup daun insulin) efektivitasnya setengah kali dari teh celup daun insulin, tetapi masih memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut (Tabel 2). Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji Paired Sample T-Test diperoleh nilai signifikansi (p=0,800) untuk kelompok kontrol negatif, dimana nilai tersebut >0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rerata selisih kadar glukosa darah yang signifikan sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol negatif. Pada kelompok kontrol positif didapatkan nilai signifikansi (p=0,056), dimana nilai tersebut >0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rerata selisih kadar glukosa darah yang signifikan sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol positif. Sedangkan untuk kelompok perlakuan, pada kelompok perlakuan yang diberikan nutrisi medik dosis penuh didapatkan nilai signifikansi (p=0,000), dimana nilai tersebut <0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rerata selisih kadar glukosa darah sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok perlakuan yang diberikan nutrisi medik dosis penuh. Pada kelompok perlakuan yang diberikan nutrisi medik setengah dosis didapatkan nilai signifikansi (p=0,038), dimana nilai tersebut <0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rerata selisih kadar glukosa darah sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok perlakuan yang diberikan nutrisi medik setengah dosis (Tabel 2). Tabel 3. Hasil Analisis Uji ANOVA Rerata Selisih Kadar Glukosa Darah Setelah Perlakuan pada Semua Kelompok Kadar Glukosa Darah Nilai p (p < 0,05) Setelah Perlakuan (Post-Test) 0,000 Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji ANOVA diperoleh nilai signifikansi (P=0,000), dimana nilai tersebut <0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rerata kadar glukosa darah setelah perlakuan pada kelompok kontrol negatif, kontrol positif, nutrisi medik dosis penuh dan nutrisi medik setengah dosis (Tabel 3). Pada sediaan nutrisi medik, peningkatan dosis akan menyebabkan jumlah senyawa yang dikandung didalamnya akan semakin banyak sehingga menyebabkan aktivitas penurunan kadar glukosa darah akan semakin meningkat pula. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Achmad & Jenie (2012) [4] dimana semakin meningkat dosis jus mengkudu maka efek penurunan kadar glukosa darahnya akan semakin besar dan penelitian lain yang dilakukan oleh Ayuhapsari dkk (2018) [8] dimana semakin meningkat dosis apel manalagi maka efek penurunan kadar glukosa darahnya akan semakin meningkat pula. Selisih penurunan kadar glukosa darah pada kelompok kontrol positif (teh celup daun insulin) lebih besar dibandingkan dengan selisih penurunan kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan, hal tersebut dikarenakan daun yakon (daun tanaman insulin) selain efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah tetapi juga meningkatkan pembentukan insulin
Efektivitas Nutrisi Medik Berbahan Aktif Mengkudu dan Apel Manalagi Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 286 serta menghambat proses glikogenolisis dan glukoneolisis [14]. Pada penelitian ini efektivitas nutrisi medik berbahan aktif mengkudu dan apel manalagi yang dibuat dalam bentuk kombinasi lebih rendah efek yang dihasilkan jika dibandingkan penelitian sebelumnya yang menggunakan buah tersebut secara tunggal. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan yaitu terjadi kompetisi antar senyawa untuk menduduki reseptor sehingga terjadi penurunan efek pada sediaan [15]. 4 Kesimpulan a. Pemberian nutrisi medik berbahan aktif mengkudu dan apel manalagi dengan dosis penuh dan setengah dosis dapat menurunkan kadar glukosa darah, dengan rerata penurunan kadar glukosa darah masing-masing sebesar 9,60 ± 7,47 mg/dL dan 6,40 ± 3,91 mg/dL. b. Nutrisi medik berbahan aktif mengkudu dan apel manalagi yang paling efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah ada pada nutrisi medik dosis 126 g mengkudu dan 200 g apel manalagi. c. Terdapat perbedaan rerata selisih kadar glukosa darah sebelum dan setelah perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Nutrisi medik berbahan aktif mengkudu dan apel manalagi dalam dosis penuh dan setengah dosis memberikan pengaruh yang signifikan (p<0,05) dalam menurunkan kadar glukosa darah. 5 Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada warga yang berada di Wilayah Kecamatan Kota Bangun yang telah bersedia menjadi responden penelitian. 6 Kontribusi Penulis Selfia: Melakukan penelitian, pengumpulan data, serta menyiapkan draft manuskrip. Niken Indriyanti dan Muhammad Faisal : Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 7 Etik Keterangan layak etik pada penelitian dikeluarkan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman No. 71/KEPKFFUNMUL/EC/EXE/08/2021 8 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 9 Daftar Pustaka [1] Jiwintarum, Y., Fauzi, I., Diarti, M. W., & Santika, I. N. 2019. Penurunan Kadar Gula Darah Antara yang Melakukan Senam Jantung Sehat Dan Jalan Kaki. Jurnal Kesehatan Prima, Vol. 13 : No. 1 [2] Erlin Kurnia, I. D. N. S. 2016. Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi pada Pasien Rawat Inap yang Tidak Melakukan Oral Hygiene. Jurnal Penelitian Keperawatan, Vol. 2 : No. 2 [3] Sari dkk., 2012. Pengaruh Pemberian Sari Buah Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) Terhadap Glibenklamid Dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan yang Dibuat Diabetes. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vo. ix : No. 1 [4] Achmad, N., & Jenie, I. M. 2012. Efek Hipoglikemik Jus Buah Morinda citrifolia pada Tikus Diabetik. Mutiara Medika, Vol. 12 : No. 2 [5] Hoerudin. 2012. Indeks Glikemik Buah dan Implikasinya Dalam Pengendalian Kadar Glukosa Darah. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian, Vol. 8 : No. 2 [6] Yuliwar, R. 2017. Jus Apel Manalagi dan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih yang Mengalami Hiperglikemia. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia, Vol. 3 : No. 2 [7] Aeni, S., Puspaningtiyas, D. E., & Putriningtyas, N. D. 2019. Susu Kacang Tanah Efektif Menurunkan Berat Badan dan Kadar Glukosa Darah Remaja Putri Overweight. Sport and Nutrition Journal, Vol. 1 : No. 1 [8] Ayuhapsari, N., Wujaningsih, W., & Jaelan, M. 2018. Efektifitas Pemberian Buah Apel Manalagi dengan Dosis Bervariasi terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di Kelompok PROLANIS Puskesmas Genuk Kota Semarang. Jurnal Riset Gizi, Vol. 6 : No. 2 [9] Fahmiyah, I., & Latra, I. N. (2016). Faktor yang Memengaruhi Kadar Gula Darah Puasa Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Diabetes RSUD Dr. Soetomo Surabaya Menggunakan Regresi Probit Biner. Jurnal Sains dan Seni ITS, Vol. 5 : No. 2
Efektivitas Nutrisi Medik Berbahan Aktif Mengkudu dan Apel Manalagi Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 287 [10] Diyah, N. W., Ambarwati, A., Warsito, G. M., Niken, G., Heriwiyanti, E. T., Windysari, R., Prismawan, D., Hartasari, R. F., & Purwanto, P. 2016. Evaluasi Kandungan Glukosa dan Indeks Glikemik Beberapa Sumber Karbohidrat Dalam Upaya Penggalian Pangan Ber-Indeks Glikemik Rendah. Jurnal Farmasi Dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 3 : No. 2 [11] Kadir, H. A., Murdiningsih., & Sukarni, D. 2016. Pengaruh Air Rebusan Daun Tumbuhan Insulin (Tithonia Diversifollia) Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus di Kota Palembang Tahun 2016. Jurnal Kesehatan, Vol. XI : No. 2 [12] Mudaliana, S., Indriatie, R., & Hapsari, F. R. 2019. Perbandingan Sediaan Buang Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Segar dan Hasil Fermentasi. PROSIDING POKJANAS TOL KE 57, 17-22 [13] Rakanita, Y., Palinggi, I. Y., Sirajudin, Handayani, T. W., & Tandi, J. 2019. Uji Potensi Nefroterapi Diabetes Mellitus Fraksi n-Heksan, Etil Asetat, dan Etanol Air Daun Kelor (Moringa oleifera Lam) Terhadap Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus). PROSIDING POKJANAS TOI Ke-57, 79–86 [14] Elawati, N., & Yuanita, L. 2021. Review : Efek Farmakologis dan Efek Toksik dari Daun Yakon ( Smallanthus sonchifolius ). UNESA Journal of Chemistry, Vo. 10 : No. 2 [15] Suntoro, Susanti. R., & Robiyanto. Uji Efektivitas Antihiperglikemia Kombinasi Jus Mentimun (Cucumis sativus) dan Tomat (Solanum lyvopersicum) Terhadap Tikus Wistar Jantan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Borneo Akcaya, Vol. 4 : No. 1
14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 288 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Optimasi Konsentrasi VCO Terhadap Stabilitas Fisik Facewash dan Uji Antibakteri Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Eleais Guineensis Jacq.) pada Bakteri Penyebab Jerawat Optimization of VCO Concentration on Physical Stability of Facewash and Antibacterial Test of Oil Palm Leaf Extract (Eleais Guineensis Jacq.) on Acne-causing Bacteria Selin Cenora Aritonang*, Wisnu Cahyo Prabowo, Angga Cipta Narsa, Riski Sulistiarini, Helmi Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: selincenora_ixc@yahoo.co.id Abstrak Daun kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan limbah dari perkebunan kelapa sawit yang memiliki senyawa alkaloid dan steroid yang berfungsi sebagai antibakteri penyebab jerawat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsetrasi ekstrak etanol daun kelapa sawit yang efektif menghambat bakteri penyebab jerawat dan untuk mengetahui formulasi terbaik yang dapat menghasilkan basis facewash yang memenuhi syarat stabilitas sediaan menurut SNI. Uji antibakteri ekstrak daun kelapa sawit dilakukan dengan menggunakan metode sumuran terhadap bakteri penyebab jerawat. Hasil uji antibakteri menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak 75% memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri penyebab jerawat. Basis facewash diperoleh dengan memvariasikan VCO dengan kosentrasi 17,5%, 20%, dan 22,5%. Hasil evaluasi formula basis facewash terbaik selama 28 hari, yaitu F2 (20%) menghasilkan katakteristik serta stabilitas yang baik, yaitu beraroma khas, warna krem, dengan bentuk semi solid, pH 6,25 – 6,37, viskositas 0,904 -2,700 Pa.s, stabilitas tinggi busa 89% - 100% dan homogenitas yang baik. Ketiga formula basis telah memenuhi persyaratan sediaan facewash sesuai SNI. Kata Kunci: Ektrak Daun Kelapa Sawit, Facewash, Antibakteri, Jerawat Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Optimasi Konsentrasi VCO Terhadap Stabilitas Fisik Facewash dan Uji Antibakteri Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Eleais Guineensis Jacq.) pada Bakteri Penyebab Jerawat 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 289 Abstract Palm oil leaves (Elaeis guineensis Jacq.) is a waste from oil palm plantations which contain flavonoid, steroid, and alkaloid compounds that function as an antibacterial that causes acne. The purpose of this research was to identify determine the concentration of ethanolic extract of oil palm leaves which is effective in inhibiting acne-causing bacteria and to determine the best formulation that can produce a facewash base that fulfill the requirements for stability of the preparation according to SNI. Antibacterial test of oil palm leaf extract was using the pitting method against acne-causing bacteria. The results of the antibacterial test showed that the extract concentration of 75% had antibacterial activity against the growth of acne-causing bacteria. The facewash base was obtained by varying the VCO with concentrations of 17.5%, 20%, and 22.5%. The results of the evaluation of the facewash base formula for 28 days, namely F2 (20%) produced good characteristics and stability, namely a distinctive aroma, cream color, semi-solid form, pH 6,25 – 6,37, viscosity 0,904 -2,700 Pa.s, high foam stability. 89% - 100% and good homogeneity. The three base formulas have fulfill requirements for facewash according to SNI. Keywords: Palm Leaf Extract, Facewash, Antibacterial, Acne DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.586 1 Pendahuluan Pohon Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tumbuhan dengan habitus paling besar dalam spesies Cocoideae. Kalimantan Timur merupakan provinsi yang menduduki posisi ke lima dengan areal perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia yaitu 1, 46 juta hektar pada tahun 2019 [1]. Daun kelapa sawit disebut sebagai limbah hasil perkebunan kelapa sawit yang memiliki banyak manfaat salah satunya sebagai antibakteri dengan konstituen fitokimia seperti senyawa fenolik, flavonoid, tanin, kumarin, alkaloid, saponin, terpenoid dan streoid [2]. Facewash yaitu sabun pembersih wajah yang dapat membersihkan kulit wajah dari kotoran seperti debu, bakteri, dan keringat sehingga dapat mencegah infeksi pada kulit [3]. Jerawat merupakan penyakit kulit yang sering dialami remaja hingga dewasa muda yang sering ditandai dengan gelaja seperti adanya papul, postul, nodul dan komedo yang terjadi akibat produksi minyak berlebih pada wajah sehingga menyumbat pori-pori kulit serta folikel rambut [4]. Pengobatan jerawat masa kini yang sering menggunakan antibiotik menjadi dasar tingginya resistensi antibiotik sehingga perlu dilakukan pencarian agen antibakteri yang berasal dari bahan alam sebagai bentuk pencegahan resistensi antibiotik. Hal inilah yang mendasari dilakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi ekstrak etanol daun kelapa sawit yang efektif menghambat bakteri penyebab jerawat dan formula basis terbaik yang menghasilkan basis facewash sesuai SNI. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang pengaduk, gelas kimia (Iwaki), pipet tetes, elenmayer, cawan petri (Normax), pencadang, ose bulat, bunsen, spatel, tabung reaksi (Pyrex), panci stainless steel, magnetic stirrer, hot plate, termometer, cawan porselin, rotary evaporator, autoklaf, laminar air flow, spoit injeks (OneMed), viskometer Rheosys Micra (Merlin), pH meter, object dan cover glass, inkubator, dan toples kaca.
Optimasi Konsentrasi VCO Terhadap Stabilitas Fisik Facewash dan Uji Antibakteri Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Eleais Guineensis Jacq.) pada Bakteri Penyebab Jerawat 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 290 2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia daun kelapa sawit, etanol 96%, kertas saring, media Mueller Hinton Agar (Merck), NaCL 0,9%, virgin coconut oil, kalium hidroksida, asam stearat, Na CMC, gliserin, propilen glikol, tween 80, BHT, cocamide propyl betaine, asam sitrat, oleum rosae, akuades, DMSO dan pereaksi Bouchardat, Dragendorff, Mayer dan Lieberman. Bakteri uji yang digunakan yaitu Propionibacterium acnes. 2.3 Determinasi tanaman Daun kelapa sawit diperoleh dari Bontang, KM 50, Kalimantan Timur, kemudian dilakukan determinasi di Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman. 2.4 Pembuatan Ekstrak Daun Kelapa Sawit Simpliasia daun kelapa sawit sebanyak 600 g dimaserasi menggunakan 5 L etanol 96%, kemudian direndam selama 4 hari dan dilakukan pengadukan tiap hari setelah itu disaring dan dilakukan proses re-maserasi. Digabungkan maserat dan dipekatkan dengan rotary evaporator, lalu dilanjutkan dengan penguapan pelarut hingga diperoleh ektrak kental. 2.5 Skrining Fitokimia Skrining fitokimia dilakukan dengan penambahan pereaksi pada masing-masing tabung berisi ekstrak daun kelapa sawit kemudian diamati perubahan yang terjadi pada sampel. 2.6 Pengujian Antibakteri Dilakukan sterilisasi alat menggunakan autoklaf pada suhu 121℃ selama 15 menit. Disebar suspensi P.acne sebanyak 200 µL ke dalam cawan petri lalu ditambahkan medium MHA sebanyak 15 mL, dihomogenkan kemudian ditunggu hingga padat dan dibuat lubang sumuran menggunakan pencadang. Sampel dibuat dalam 4 seri konsentrasi yaitu 10%, 15%, 20%, dan 75% dan kontrol negatif menggunakan DMSO lalu dimasukkan ke dalam lubang sumuran dan diinkubasi cawan di dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37℃ selanjutnya diamati zona hambat yang terbentuk. 2.7 Formula dan Cara Pembuatan facewash Tabel 1. Formula Basis Facewash Nama Bahan F1 F2 F3 VCO 17,5% 20% 22,5% KOH 8,4% 8,4% 8,4% Na CMC 4% 4% 4% Gliserin 15% 15% 15% Propilen Glikol 5% 5% 5% Tween 80 10% 10% 10% Asam Stearat 6% 6% 6% BHT 0,1% 0,1% 0,1% Cocamide Propyl Betaine 15% 15% 15% Asam sitrat 1,5% 1,5% 1,5% Oleum Rosae q.s q.s q.s Akuades ad 100 ad 100 ad 100 Keterangan: q.s= Secukupnya, ad = Sampai Proses pembuatan facewash diawali dengan pembuatan pasta sabun dimana VCO dipanaskan hingga mencapai suhu 75℃ kemudian ditambahkan larutan KOH diaduk menggunakan magnetic stirer hingga terbentuk trace sambil dipertahankan suhu 75℃. Ditambahkan Na CMC diaduk hingga homogen, dan dimasukkan gliserin, propilen glikol, tween 80 dan BHT aduk hingga homogen. Dipanaskan asam stearat dan dilarutkan asam sitrat kemudian ditambahkan ke dalam campuran sabun diaduk hingga homogen dan diturunkan suhu hingga 40℃. Lalu, cocamide propyl betaine, oleum rosae dan akuades dimasukkan dalam campuran sabun diaduk hingga homogen. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Hasil Ekstraksi Daun Kelapa Sawit Persen rendemen digunakan sebagai parameter hasil ektraksi yang diperoleh dengan perbandingan berat akhir dan berat awal dikalikan 100%. Hasil rendemen yang dihasilkan dari perhitungan simplisia 600 g mengasilkan ekstrak daun kelapa sawit sebanyak 27,8 g dan memperoleh persentase rendemen sebesar 4,63%.
Optimasi Konsentrasi VCO Terhadap Stabilitas Fisik Facewash dan Uji Antibakteri Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Eleais Guineensis Jacq.) pada Bakteri Penyebab Jerawat 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 291 3.2 Hasil Skrining Fitokimia Skrining fitokimia pada ekstrak daun kelapa sawit menunjukkan bahwa ekstrak mengandung senyawa seperti pada tabel 2 yang menunjukkan bahwa ekstrak daun kelapa sawit mengandung alkaloid dengan terbentuknya endapan, alkaloid memiliki mekanisme kerja antibakteri mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri. Adanya perubahan warna ektrak menjadi hijau kebiruan menunjukkan bahwa adanya steroid yang juga terkandung dalam ekstrak, steroid memiliki mekanisme antibakteri dengan menurunkan integritas membran sehingga morfologi membran sel berubah dan rapuh [5]. Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia Zat Aktif Parameter Hasil Uji Kesimpulan Alkaloid Terjadinya endapan paling tidak 2 tabung reaksi setelah penambahan pereaksi Bouchardat, Dragendorff, dan Mayer [6]. Terbentuknya endapan pada 3 tabung reaksi Positif Steroid Timbulnya warna hijau kebiru setelah ditambahkan preaksi Lieberman [6]. Terbentuknya warna hijau kebiruan Positif 3.3 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Tabel 3 menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kelapa sawit dalam menghambat bakteri Propionibacterium acne pada konsentrasi 10, 15, dan 20% tidak memiliki aktivitas antibakteri namun berbeda dengan konsentrasi 75% ditandai dengan terbentuknya zona hambat berukuran 5,28 mm, apabila zona hambat berukuran 5-10 mm maka dikatakan aktivitas antibakteri masuk dalam kategori sedang [7]. Tabel 3. Hasil Uji aktivitas Antibakteri Ekstrak Konsetrasi Ekstrak Diameter Zona Hambat (mm) Kategori Zona Hambat 10% 0 Tidak ada 15% 0 Tidak ada 20% 0 Tidak ada 75% 5,38 Sedang 3.4 Hasil Evaluasi Mutu Fisik Facewash Selama 4 Minggu 3.4.1 Hasil Pengamatan Organoleptik Uji Organoleptik dilakukan dengan mengamati warna, aroma dan bentuk sediaan [8]. Setelah penyimpanan selama 28 hari facewash tidak mengalami perubahan warna, aroma dan konsistensi sabun antijerawat tetap semi solid sebagaimana konsistensi facewash yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa bentuk sediaan sabun stabil pada F1, F2, dan F3 dan dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Hasil Pengamatan Organoleptik Parameter Formula Penyimpanan Hari Ke0 7 14 21 28 Warna F1 Krem Krem Krem Krem Krem F2 Krem Krem Krem Krem Krem F3 Krem Krem Krem Krem Krem Aroma F1 Mawar Mawar Mawar Mawar Mawar F2 Mawar Mawar Mawar Mawar Mawar F3 Mawar Mawar Mawar Mawar Mawar Bentuk F1 Semi solid Semi solid Semi solid Semi solid Semi solid F2 Semi solid Semi solid Semi solid Semi solid Semi solid F3 Semi solid Semi solid Semi solid Semi solid Semi solid
Optimasi Konsentrasi VCO Terhadap Stabilitas Fisik Facewash dan Uji Antibakteri Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Eleais Guineensis Jacq.) pada Bakteri Penyebab Jerawat 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 292 3.4.2 Hasil Pengamatan Uji Homogenitas Tabel. 5 Hasil Pengamatan Homogenitas Formula Homogenitas F1 Tidak Homogen F2 Homogen F3 Homogen Homogenitas dari facewash diuji dengan mengoleskan facewash sebanyak 1 gram pada objek glass [8]. Hasil pengamatan dalam 28 hari tidak terjadi perubahan. Pada F1 menghasilkan basis yang tidak homogen, hal ini disebabkan karna proses pengembangan Na CMC yang tidak sempurna serta kecilnya kosentrasi VCO dalam F1 juga mempengaruhi homogenitas, sesuai dengan hasil yang diperoleh F2 dan F3 yang memiliki kosentrasi VCO lebih besar dibanding F1 karna semakin banyak minyak maka semakin mudah proses pengadukannya. 3.4.3 Hasil Pengamatan Stabilitas Busa Uji Stabilitas tinggi busa dilakukan dengan melarutkan 1 gram facewash dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan akuades hingga 10 mL dan dikocok dengan membolak-balikkan tabung reaksi selama 20 detik, diukur tinggi busa awal lalu diamkan 5 menit dan diukur kembali tinggi busa akhir selanjutnya dihitung stabilitas busa, yaitu tinggi busa akhir dibagi dengan tinggi busa awal kemudian dikali 100% [8]. Hasil yang diperoleh dari pengujian stabilitas pada penyimpanan selama 28 hari tidak mengalami perbedaan tinggi busa yang signifikan dan hasil yang diperoleh sangat stabil di atas rentang stabilitas busa menurut SNI yaitu 60-70% hal ini dikarnakan adanya penambahan cocamide propyl betaine yang berfungsi sebagai penstabil busa [9]. Semakin stabil busa yang dihasilkan facewash maka akan semakin baik juga dalam melakukan proses pembersihan kulit. 3.4.4 Hasil Pengamatan Uji pH Uji pH dilakukan dengan mengkalibrasi alat pH meter terlebih dahulu kemudian dicelupkan elektroda pH meter sedalam 3 cm ke facewash lalu ditunggu hingga hasil pH keluar. Berdasarkan data yang diperoleh F1, F2 dan F3 terus terjadi peningkatan pH tiap minggunya namun masih masuk dalam rentang pH sabun untuk wajah yaitu 4,5 - 6,5 [10]. Perbedaan pH yang diperoleh tiap formula terjadi akibat perbedaan kosentrasi VCO yang memiliki pH 5,5-6,0 [11] sehingga semakin banyak VCO maka semakin asam pH sediaan yang akan dihasilkan. 3.4.5 Hasil Pengamatan Uji Viskositas Uji viskositas dilakukan dengan bantuan alat viskometer rheosys, 5 rpm, dan diuji pada suhu 25℃. Berdasarkan data viskositas yang diperoleh semua formula masuk dalam rentang viskositas facewash yaitu 0.4 – 4 Pa.s. Adanya pernurunan tiap minggunya disebabkan oleh gliserin yang bersifat higroskopis yang dapat menyerap uap air dari luar yang menyebabkan kandungan air dalam sediaan semakin banyak [9]. Gambar 1. Diagram batang stabilitas busa selama 4 minggu 84 86 88 90 92 94 96 98 100 102 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 Hari ke-0 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28 Stabilitas Busa (%)
Optimasi Konsentrasi VCO Terhadap Stabilitas Fisik Facewash dan Uji Antibakteri Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Eleais Guineensis Jacq.) pada Bakteri Penyebab Jerawat 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 293 Gambar 2. Diagram batang pH selama 4 minggu Gambar 3. Diagram batang viskositas selama 4 minggu 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan: 1) Hasil uji antibakteri menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak 75% memiliki aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri penyebab jerawat Propionibacterium acnes dengan diameter zona hambat 5.38 mm dan masuk dalam kategori sedang. 2) Hasil evaluasi formula basis facewash terbaik selama 28 hari yaitu F2 (20%) menghasilkan katakteristik serta stabilitas yang baik yaitu beraroma khas, warna krem, dengan bentuk semi solid, pH 6,25 – 6,37, viskositas 0,904 -2,700 Pa.s, Stabilitas tinggi busa 89% - 100% dan homogenitas yang baik. Ketiga formula basis telah memenuhi persyaratan sediaan facewash sesuai SNI. 5 Kontribusi Penulis Selin Cenora Aritonang : Melakukan penelitian, pengumpulan data pustaka dan menyiapkan draft manuskrip. Angga Cipta Narsa dan Wisnu Cahyo Prabowo : Pengarah, Pembimbing, dan penyelaras akhir manuskrip. 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Badan Pusat Statistik. 2011. Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia, 1995 – 2009. http://www.bps.go.id. [2 Mei 2011] [2] Yin, N. S., Abdullah, S. Y. A. H. R. I. E. L., dan Phin, C. K. (2013). Phytochemical constituents from leaves of Elaeis guineensis and their antioxidant 6.37 6.33 6.25 6.38 6.36 6.26 6.39 6.36 6.28 6.40 6.37 6.29 6.41 6.37 6.29 6.15 6.20 6.25 6.30 6.35 6.40 6.45 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 Hari ke-0 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-21 Hari ke-28 pH 2.700 1.507 0.904 2.634 1.501 0.904 2.548 1.449 0.894 2.544 1.429 0.825 2.508 1.404 0.825 0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 F1 F2 F3 Hari-0 Hari-7 Hari-14 Hari-21 Hari-28 Viskositas (Pa.s)
Optimasi Konsentrasi VCO Terhadap Stabilitas Fisik Facewash dan Uji Antibakteri Ekstrak Daun Kelapa Sawit (Eleais Guineensis Jacq.) pada Bakteri Penyebab Jerawat 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 294 and antimicrobial activities. Int J Pharm Pharm Sci, 5(Suppl 4), 137-140. [3] Ghaim, J.B., dan Volz, E.D., 2001, Skin Cleasing Bars, in Brel, A.O., Paye,M., Maibach., H.I., 3 rd , handbook of cosmetic science and technology, marcell dakker, Inc., New [4] Wasitaatmadja, Sjarif M. 2018. Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia: Akne. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. [5] Rijayanti, R. P., Luliana, S., dan Trianto, H. F. (2014). In vitro Antibacterial Activity test Of Ethanol Extracts Bacang mango (Mangifera foetida L.) Leaves Against Staphylococcus aureus. Naskah Publ Univ Tanjungpura, 1(1), 10-12. [6] Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta. Dapartemen Kesehatan Republik Indonesia. P.7, 1036-1043 [7] Davis, W. W. dan T. R. Stout. 1971. Disc plate methods of microbiological antibiotic assay. Microbiology 22: 659-665 [8] Sartika, W. A. D., dan Permatasari, A. (2018). Formulasi Sabunanti Jerawatekstrak Etanol Daun Kersen (Muntingia Calabura L.). Journal of Pharmaceutical Care Anwar Medika, 1(1). [9] Rowe, R.C. et al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The Pharmaceutical Press, London. Scales, T. J., 1963. Wound Healing and 56 Rheosys LLC. 2008. Rheosys Merlin II User Manual – Design and Inovation, Vol. 1, Plainsboro, USA. [10] Noor S.U. dan Nurdyastuti D., 2009, Lauret-7- Sitrat sebagai Detergensia dan Peningkat Busa pada Sabun Cair Wajah Glysine soja (Sieb.) Zucc, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 7 (1), 39–47 [11] Ojiaki, E.N. dan Okeke, C.C. (2013). Determination of antioksidant of Moringa oleifera seed oil and its use in the production of a body cream. Asian Journal of Plant Science Research. 3(3): 1-4.
14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 295 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Kajian Potensi Interaksi Obat pada Pasien COVID-19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda Study of Potential Drug Interactions in COVID-19 Patients at Hospital X Samarinda City Shofia Siza Maulidia, Febrina Mahmudah, Yurika Sastyarina* Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: yurika@farmasi.unmul.ac.id Abstrak Coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus corona yang dikenal dengan sebutan SARS-CoV-2 dan kini sedang menjadi pandemi di seluruh dunia. Tatalaksana pengobatan pada pasien COVID-19 dikelompokkan berdasarkan tingkat gejala yang dialami pasien. Penggunaan obat dalam jumlah banyak (polifarmasi) pada pasien COVID19 dengan gejala sedang dan berat dapat memperbesar kemungkinan terjadinya interaksi obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien dan potensi terjadinya interaksi obat pada pasien COVID-19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda. Metode pengumpulan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan catatan rekam medis pasien COVID-19 yang menjalani rawat inap selama periode Maret hingga Desember 2020. Data potensi interaksi obat dianalisis dengan menggunakan aplikasi Drugs.com. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 30 pasien penderita COVID-19 didominasi oleh laki-laki (60%) dan berusia antara 46 hingga 55 tahun (50%). Data potensi interaksi obat menunjukkan bahwa 28 dari 30 pasien berpotensi mengalami interaksi obat dengan kategori berat (9,23%), sedang (74,62%), dan ringan (16,15%). Kata Kunci: COVID-19, polifarmasi, interaksi obat Abstract Coronavirus disease 2019 (COVID-19) is a respiratory infectious disease caused by a coronavirus known as SARS-CoV-2 and is currently a worldwide pandemic. Treatment management for COVID-19 patients is grouped based on the level of symptoms experienced by the patient. The use of large amounts of drugs (polypharmacy) in COVID-19 patients with moderate and severe symptoms can Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Kajian Potensi Interaksi Obat pada Pasien COVID-19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 296 increase the possibility of drug interactions. This study aims to determine patient characteristics and the potential for drug interactions in COVID-19 patients at Hospital X Samarinda City. The data collection method was conducted retrospectively based on the medical records of COVID-19 patients hospitalized from March to December 2020. Data on potential drug interactions were analyzed using the Drugs.com application. The results showed that of the 30 patients with COVID-19, male-dominated (60%) and aged between 46 and 55 years (50%). Data on potential drug interactions showed that 28 out of 30 patients had the potential to experience drug interactions in the categories of severe (9,23%), moderate (74,62%), and mild (16,15%). Keywords: COVID-19, polypharmacy, drug interactions DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.587 1 Pendahuluan Coronavirus disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit infeksi saluran pernapasan yang dapat menyerang sistem pernapasan, mulai dari batuk, pilek, hingga menjadi penyakit serius [1]. Penyakit ini disebabkan oleh virus corona yang dikenal dengan sebutan SARS-CoV2. COVID-19 pertamakali ditemukan pada akhir tahun 2019 di kota Wuhan, China dan kini sedang menjadi pandemi di seluruh dunia. Menurut World Health Organization (WHO) [2] hingga tanggal 30 Mei 2021 terjadi 169.597.415 kasus konfirmasi COVID-19 dengan 3.530.582 kematian di seluruh dunia. Indonesia melaporkan kasus pertama COVID-19 pada tanggal 2 Maret 2020 dan jumlahnya terus bertambah hingga sekarang 30 Mei 2021 mencapai 1.816.041 kasus terkonfirmasi dengan 50.404 pasien meninggal dunia [3, 2]. Interaksi obat merupakan salah satu dari delapan kategori Drug Related Problems (DRPs) yang dapat mempengaruhi hasil pengobatan yang diterima pasien. Interaksi obat atau yang dikenal dengan Drug-Drug Interactions (DDIs) didefinisikan sebagai proses modifikasi efek suatu obat tertentu akibat adanya obat lain yang diberikan secara bersamaan. Interaksi obat terjadi apabila terdapat dua atau lebih obat berinteraksi satu sama lain sehingga dapat mengubah keefektifan atau toksisitas obatobatan tersebut [4]. Tatalaksana pengobatan pada pasien COVID-19 dikelompokkan berdasarkan tingkat gejala yang dialami pasien, antara lain orang tanpa gejala (OTG), orang dengan gejala ringan, orang dengan gejala sedang, orang dengan gejala berat, dan kritis [5]. Penggunaan obat dalam jumlah banyak (polifarmasi) pada pasien COVID-19 dengan gejala sedang dan berat dapat memperbesar kemungkinan terjadinya interaksi obat. Apoteker dan dokter sebagai tenaga kesehatan yang berkaitan langsung dengan pengobatan pasien perlu melakukan monitoring dan meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi interaksi obat yang dapat terjadi pada pasien COVID-19. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran dari potensi interaksi obat pada pasien COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien dan potensi terjadinya interaksi obat pada pasien COVID-19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda, sehingga dapat dilakukan intervensi langsung oleh tenaga kesehatan terutama apoteker dan dokter dalam mengurangi angka kejadian interaksi obat pada pasien COVID-19 yang dapat berdampak pada peningkatan angka morbiditas dan mortilitas pasien. 2 Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif pada sampel rekam medis pasien rawat inap COVID-19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda selama periode bulan Maret hingga Desember 2020. Pengumpulan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling berdasarkan kriteria
Kajian Potensi Interaksi Obat pada Pasien COVID-19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 297 inklusi, antara lain pasien COVID-19 yang berusia di atas 18 tahun dengan gejala sedang dan berat yang disertai penyakit penyerta dan komplikasi yang menjalani rawat inap sepanjang periode bulan Maret hingga Desember 2020 di Rumah Sakit X Kota Samarinda. Data rekam medis penggunaan obat pada pasien COVID-19 yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan aplikasi Drugs.com. Hasil analisis potensi interaksi obat kemudian dianalisis secara deskriptif dalam bentuk persentase dan disajikan dalam bentuk tabel atau diagram. Data yang terkumpul dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang diolah dalam bentuk persentase dengan rumus pada persamaan 1. (%) = 100% Persamaan 1 Keterangan: F = Frekuensi pada kategori yang bersangkutan N = Jumlah populasi 3 Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data dari rekam medis selama periode tahun 2020. Jumlah sampel rekam medis pasien COVID-19 yang tercatat selama bulan Maret hingga Desember 2020 terdapat sebanyak 660 rekam medis. Namun, sampel yang yang tersedia di lapangan hanya berjumlah 120. Seluruh sampel kemudian diseleksi kesesuaiannya dengan kriteria penelitian hingga diperoleh sebanyak 30 rekam medis yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini. 3.1 Karakteristik Pasien Karakteristik pasien meliputi jenis kelamin dan kelompok umur serta profil potensi interaksi obat pada pasien COVID-19 digambarkan secara deskriptif dalam bentuk persentase yang disajikan dalam tabel atau diagram. Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 1 menunjukkan bahwa pasien COVID-19 didominasi oleh laki-laki sebanyak 18 pasien (60%) dan perempuan sebanyak 12 pasien (40%). Dari data tersebut dapat terlihat bahwa pasien laki-laki lebih berisiko mengalami COVID-19. Hal ini disebabkan oleh mekanisme SARS-CoV2 yang menyerang tubuh melalui perantara reseptor ACE-2 [6]. Peristiwa kegagalan fungsi organ berbanding lurus dengan tingginya jumlah reseptor ACE-2 dalam suatu organ tertentu. Ekspresi ACE-2 yang lebih tinggi pada organ testis laki-laki dibandingkan perempuan, menyebabkan laki-laki lebih berisiko mengalami infeksi COVID-19 [7]. Gen yang terdapat pada kromosom X berperan dalam mengkode ekspresi ACE-2. Perempuan diketahui merupakan heterozigot, sedangkan laki-laki merupakan homozigot sehingga berpotensi terjadi peningkatkan ekspresor ACE2. Infeksi SARS-CoV-2 dan beberapa gejala klinis yang ditimbulkannya mampu dinetralkan oleh perempuan, karena membawa alel X heterozigot yang disebut diamorfisme seksual [8]. Kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada tubuh perempuan dibandingkan laki-laki juga diketahui dapat menurunkan kadar ACE-2 [9]. Tabel 1. Distribusi karakteristik pasien COVID-19 No Karakteristik Jumlah Persentase (%) 1. Jenis kelamin Laki-laki 18 60 Perempuan 12 40 Total 30 100 2. Kelompok umur (tahun) Masa dewasa awal (26-35 tahun) 1 3 Masa dewasa akhir (36-45 tahun) 4 13 Masa lansia awal (46-55 tahun) 15 50 Masa lansia akhir (56-65 tahun) 8 27 Manula (>65 tahun) 2 7 Total 30 100 Penelitian oleh Begley [10] juga menyatakan bahwa laki-laki lebih rentan terinfeksi COVID-19 karena memiliki aktivitas lebih banyak di luar rumah dibandingkan perempuan. Selama masa pandemi, perempuan jauh lebih disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan diantaranya menjaga jarak, menggunakan masker, dan lebih rajin mencuci tangan dibandingkan laki-laki. Tingkat kesadaran laki-laki akan pentingnya penerapan protokol kesehatan yang lebih rendah ini
Kajian Potensi Interaksi Obat pada Pasien COVID-19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 298 menyebabkan laki-laki lebih mudah terinfeksi COVID-19. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) [11] umur adalah lama waktu hidup atau ada seseorang sejak dilahirkan atau diadakan. Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa pasien COVID-19 didominasi oleh kelompok lansia awal berusia antara 46 hingga 55 tahun sebanyak 15 orang (50%). Pasien kelompok usia tua lebih rentan terpapar COVID-19 dengan gejala sedang hingga berat. Hal ini disebabkan pasien dengan usia lebih tua memiliki masalah kesehatan jangka panjang atau penyakit penyerta, sehingga lebih berisiko terinfeksi COVID-19 dibandingkan kelompok usia muda. Pasien kelompok usia tua juga memiliki lapisan pada paru yang semakin berkurang tingkat keelastisannya, sehingga penyakit COVID-19 menjadi cukup mematikan bagi pasien kelompok usia tua karena proses inflamasi yang terjadi lebih membahayakan serta dapat menyebabkan kerusakan organ. Daya tahan tubuh yang semakin menurun pada pasien kelompok usia tua juga dapat meningkatkan risiko terpaparnya COVID-19 [12]. Hal ini sejalan dengan hubungan antara usia dengan tingkat imunitas alami tubuh. Manusia lanjut usia lebih cenderung terinfeksi COVID-19 seiring dengan menurunnya imunitas alami tubuh [13]. Proses penuaan dapat melemahkan fungsi sel T dan sel B serta kelebihan produksi sitokin proinflamasi dapat menyebabkan kurangnya pengendalian replikasi virus dan respon proinflamasi yang berkepanjangan, sehingga infeksi SARS-CoV2 pada lansia dapat menyebabkan kondisi yang buruk [14]. 3.2 Potensi Interaksi Obat Potensi interaksi obat pada pasien COVID19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda dapat dilihat pada tabel 2 yang menunjukkan bahwa sebanyak 28 pasien COVID-19 yang mendapatkan pengobatan berpotensi mengalami kejadian interaksi obat (93,33%) dan 2 pasien COVID-19 tidak mengalami potensi interaksi obat (6,67%). Pasien COVID-19 sangat berpotensi mengalami interaksi obat karena berbagai faktor, diantaranya usia pasien, komorbiditas dan komplikasi, serta polifarmasi. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dalam rentang 1 hingga 5 kejadian potensi interaksi obat terjadi pada 12 pasien, 6 hingga 10 kejadian terjadi pada 4 pasien, dan lebih dari 10 kejadian potensi interaksi obat terjadi pada 12 pasien COVID-19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda. Hal ini disebabkan penggunaan obat dalam jumlah banyak pada pasien COVID-19 atau yang dikenal dengan istilah polifarmasi. Polifarmasi pada pasien COVID-19 dapat memperbesar risiko terjadinya interaksi obat. Pengobatan polifarmasi juga dihubungkan dengan Adverse Drug Reactions (ADRs), medication error, dan peningkatan risiko rawat inap di rumah sakit [15]. Tabel 2. Prevalensi potensi interaksi obat pada pasien COVID-19 No Kejadian Interaksi Obat Jumlah Persentase (%) 1. Pasien dengan potensi interaksi obat 28 93,33 2. Pasien tanpa potensi interaksi obat 2 6,67 Total 30 100 Tabel 3. Gambaran potensi interaksi obat pada pasien COVID-19 No Kejadian Interaksi Obat Jumlah Persentase (%) 1. 1-5 12 42,86 2. 6-10 4 14,28 3. >10 12 42,86 Total 28 100 Interaksi obat dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya menjadi beberapa kelompok, antara lain kategori ringan (minor), sedang (moderate), dan berat (mayor). Interaksi ringan adalah interaksi yang timbul dengan faktor risiko ringan dan masih dapat ditolerir karena tidak berdampak signifikan pada pasien. Pada umumnya interaksi minor tidak perlu perhatian khusus, namun tetap perlu diwaspadai jika terjadi reaksi obat yang merugikan. Interaksi sedang adalah interaksi yang mungkin terjadi pada pengobatan pasien dan memerlukan perhatian medis karena dapat berdampak cukup signifikan pada outcome klinis pasien. Interaksi ini dapat memperburuk kondisi pasien, sehingga pengonsumsian obat secara bersamaan perlu dihindari. Interaksi berat didefinisikan sebagai kejadian interaksi antar dua obat yang dapat menimbulkan efek klinis merugikan hingga kematian, sehingga kombinasi kedua obat tersebut perlu dihindari.
Kajian Potensi Interaksi Obat pada Pasien COVID-19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 299 Pemantauan ketat perlu dilakukan jika tetap menggunakan kombinasi kedua obat tersebut. Jika pada pengobatan pasien terjadi reaksi obat merugikan, maka pengobatan harus segera dihentikan [16, 17]. Tabel 4. Distribusi potensi interaksi obat pada pasien COVID-19 berdasarkan tingkat keparahan No Tingkat Keparahan Jumlah Persentase (%) 1. Berat 12 9,23 2. Sedang 97 74,62 3. Ringan 21 16,15 Total 130 100 Gambar 1. Diagram distribusi potensi interaksi obat pada pasien COVID-19 berdasarkan tingkat keparahan Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan pada tabel 4 dan diagram 1 dapat terlihat bahwa pasien COVID-19 mayoritas mengalami potensi interaksi obat dengan kategori sedang sebanyak 97 kasus (74,62%), kemudian disusul dengan kategori ringan sebanyak 21 kasus (16,15%), dan kategori berat sebanyak 12 kasus (9,23%). Interaksi obat dengan kategori sedang memiliki risiko cukup signifikan secara klinis. Kejadian tersebut dapat diatasi dengan menghindari pengonsumsian kombinasi obat secara bersamaan dan hanya menggunakannya dalam keadaan khusus atau mendesak [18]. Kejadian interaksi obat merupakan salah satu hal yang harus dihindari dari pemberian obat kepada pasien. Interaksi obat dapat menyebabkan efek yang tidak diharapkan bahkan mengancam jiwa pasien. Berdasarkan hasil yang disajikan pada tabel 5 terlihat bahwa terdapat 3 kejadian interaksi obat yang paling mendominasi pada pasien COVID-19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda, diantaranya interaksi antara dexamethasone dengan levofloxacin sebanyak 11 kasus, azithromycin dengan levofloxacin sebanyak 10 kasus, dan levofloxacin dengan insulin aspart sebanyak 9 kasus. Tabel 5. Potensi interaksi obat terbanyak pada pasien COVID-19 No Interaksi Obat Jenis Interaksi Tingkat Keparahan Jumlah Hasil Interaksi 1. Dexamethasone– levofloxacin Farmakodinamik Berat 11 Peningkatan efek samping tendinitis dan ruptur tendon 2. Azithromycin– levofloxacin Farmakodinamik Sedang 10 Peningkatkan irama jantung (EKG) 3. Levofloxacin– insulin aspart Farmakodinamik Berat 9 Peningkatan efek hiperglikemia dan hipoglikemia Pengonsumsian dexamethasone bersamaan dengan antibiotik levofloxacin dapat menimbulkan interaksi farmakodinamik dengan kategori berat. Pemberian dexamethasone yang termasuk kedalam golongan obat kortikosteroid secara bersamaan dengan antibiotik levofloxacin dapat menyebabkan peningkatan efek samping tendinitis dan ruptur tendon. Ruptur tendon dapat terjadi selama atau hingga beberapa bulan setelah terapi levofloxacin selesai diberikan [19]. Pemberian azithromycin bersamaan dengan levofloxacin juga dapat menyebabkan interaksi obat secara farmakodinamik dengan kategori sedang. Hal ini disebabkan penggunaan azithromycin bersama dengan levofloxacin dapat meningkatkan risiko irama jantung yang tidak teratur dan dapat berdampak serius serta berpotensi mengancam jiwa walaupun kejadian ini jarang terjadi. Potensi interaksi ini lebih berisiko pada pasien dengan riwayat penyakit jantung yang disebut sindrom QT panjang bawaan, penyakit jantung lainnya, kelainan konduksi jantung, atau gangguan elektrolit seperti kekurangan magnesium atau kalium yang disebabkan diare atau muntah parah yang berkepanjangan [20]. 9,23% berat 74,62% sedang 16,15% ringan
Kajian Potensi Interaksi Obat pada Pasien COVID-19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 300 Antibiotik levofloxacin jika diberikan bersamaan dengan insulin aspart dapat menyebabkan interaksi farmakodinamik dengan kategori berat. Levofloxacin merupakan salah satu antibiotik golongan kuinolon yang dapat mengganggu efek terapeutik insulin dan obat antidiabetes lainnya. Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik golongan kuinolon dapat mengganggu homeostatis glukosa darah yang diprediksi berasal dari efek pada saluran kalium ATP sel beta pankreas yang mengatur proses sekresi insulin. Kejadian ini menyebabkan efek hiperglikemia dan/atau efek hipoglikemia pada pasien yang mengonsumsi levofloxacin bersamaan dengan insulin atau obat antidiabetes lainnya [21]. Penelitian ini memiliki keterbatasan pada jumlah sampel yang diperoleh karena proses pengambilan data yang dilakukan dalam waktu singkat. Peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini dengan cakupan populasi dan sampel yang lebih besar, sehingga hasil penelitian dapat menggambarkan kondisi di lapangan dengan lebih baik. Namun penelitian ini sudah cukup menggambarkan fenomena potensi interaksi obat pada pasien COVID-19 yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit X Kota Samarinda. 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian analisis potensi interaksi obat pada pasien COVID-19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda selama periode 2020, dapat disimpulkan bahwa: 1. Karakteristik pasien COVID-19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda didominasi oleh laki-laki (60%) dan berusia antara 46 hingga 55 tahun (50%). 2. Hasil analisis potensi interaksi obat menunjukkan bahwa sebanyak 28 dari 30 pasien berpotensi mengalami interaksi obat dengan kategori berat (9,23%), sedang (74,62%), dan ringan (16,15%). 5 Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Rumah Sakit X Kota Samarinda yang telah mengizinkan dan memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian. 6 Kontribusi Penulis Shofia Siza Maulidia berkontribusi dalam melaksanakan penelitian, menganalisis data, penyusunan data, pembahasan hasil penelitian, dan naskah. Febrina Mahmudah berkontribusi dalam perancangan judul dan penelitian serta finalisasi naskah. Yurika Sastyarina berkontribusi dalam penentuan judul, perancangan penelitian, dan finalisasi naskah. 7 Etik Surat laik etik diperoleh dari KEPK RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda dengan No. 365/KEPK-AWS/VIII/2021. 8 Konflik Kepentingan Seluruh penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan dari penelitian, penyusunan, dan publikasi artikel ilmiah ini. 9 Daftar Pustaka [1] Yuliana. 2020. Corona virus disease (COVID-19): Sebuah Tinjauan Literatur. Wellness and Healthy Magazine. 2(1). [2] WHO (World Health Organization). 2021. WHO Coronavirus (COVID-19) [Internet]. URL: https://covid19.who.int/. Diakses pada 30 Mei 2021. [3] KPCPEN (Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional). 2021. Data Sebaran COVID-19 di Indonesia. URL: https://covid19.go.id/. Diakses pada: 30 Mei 2021. [4] Merle L., Laroche M.L., Dantoine T., Charmes J.P. 2005. Predicting and Preventing Adverse Drug Reaction in The Very Old. Drugs and Aging. 22(5): 375-392. [5] Burhan E., Susanto A.D., Isbaniah F., Nasution S.A., Ginanjar E., Pitoyo C.W. 2020. Pedoman Tatalaksana COVID-19. Jakarta: PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN, IDAI. [6] Wan Y., Shang J., Graham R., Baric R.S., and Li F. 2020. Receptor Recognition by the Novel Coronavirus from Wuhan: an Analysis Based on Decade-Long Structural Studies of SARS Coronavirus. Journal of Virology. 94(7): 1-9. https://doi.org/10.1128/JVI.00127-20. [7] Shastri A., Wheat J., Agrawal S., Chaterjee N., Pradhan K., Goldfinger M., Kornblum N., Steidl U., Verma A., and Shastri J. 2020. Delayed Clearance of SARS-CoV2 in Male Compared to Female Patients: High ACE2 Expression in Testes Suggests Possible Existence of Gender-
Kajian Potensi Interaksi Obat pada Pasien COVID-19 di Rumah Sakit X Kota Samarinda 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 301 Specific Viral Reservoirs. MedRxiv. https://doi.org/10.1101/2020.04.16.2006056 6. [8] Gemmati D., Bramanti B., Serino M.L., Secchiero P., Zauli G., and Tisato V. 2020. COVID-19 and Individual Genetic Susceptibility/Receptivity: Role of ACE1/ACE2 Genes, Immunity, Inflammation and Coagulation. Might the Double X-Chromosome in Females Be Protective against SARS-CoV-2 Compared to the Single X-Chromosome in Males?. International Journal of Molecular Sciences. 21(10): 1-23. https://doi.org/10.3390/ijms21103474. [9] Liu J., Ji H., Zheng W., Wu X., Zhu J.J., Arnold A.P., and Sandberg K. 2010. Sex Differences in Renal Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2) Activity are 17b-oestradiol-dependent and Sex Chromosome-independent. Biology of Sex Differences. 1(6): 1-11. https://doi.org/10.1186/2042-6410-1-6. [10] Begley S. 2020. Which Groups are Most at Risk from The Coronavirus? [Internet]. URL: https://www.scientificamerican.com/article/ which-groups-are-most-at-risk-from-thecoronavirus/#. Diakses pada 15 November 2021. [11] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 2016. Pengertian Umur [Internet]. URL: https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/Umur. Diakses pada 15 November 2021. [12] Hikmawati I. dan Setiyabudi R. 2020. Hipertensi dan Diabetes Melitus sebagai Penyakit Penyerta Utama COVID-19 di Indonesia. Seminar Nasional Hasil Penenlitian dan Pengabdian pada Masyarakat V Tahun 2020 “Pengembangan Sumber Daya Menuju Masyarakat Madani Berkearifan Lokal”. 15 Maret 2021, Purwokerto, Indonesia. pp. 95-100. ISBN: 978-602-6697-66- 0. [13] Leng J. and Goldstein D.R. 2010. Impact of Aging on Viral Infections. Microbes and Infection. 12(14-15): 1120-1124. https://doi.org/10.1016/j.micinf.2010.08.009. [14] Smits S.L., Lang A.d., Brand J.M.A.v.d., Leijten L.M., Ijcken W.F.v., Eijkemans M.J.C., Amerongen G.v., Kuiken T., Andeweg A.C., Osterhaus A.D.M.E., and Haagmans B.L. 2010. Exacerbated Innate Host Response to SARS-CoV in Aged Non-Human Primates. PLoS Pathogens. 6(2): 1- 15. https://doi.org/10.1371/journal.ppat.100075 6. [15] Hohl C.H., Dankoff J., Colacone A., Afilalo M. 2001. Polypharmacy, Adverse Drug-Related Events, and Potential Adverse Drug Interactions in Elderly Patients Presenting to An Emergency Department. Ann Emerg Med. 38(6): 666–671. [16] Baxter K. 2008. Stockley’s Drug Interaction. 8th Edition. London: Pharmaceutical Press. [17] Hansten P.D. and Horn J.R. 2009. Drug Interactions and Update. 7th ed. WA Aplied Therapeutics Inc: Vancouver. [18] Herdaningsih S., Muhtadi A., Lestari K., dan Annisa N. 2016. Potensi Interaksi Obat-Obat pada Resep Polifarmasi: Studi Retrospektif pada Salah Satu Apotek di Kota Bandung. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. 5(4): 288–292. https://doi.org/10.15416/ijcp.2016.5.4.288. [19] Linden P.D.v.d., Sturkenboom M.C.J.M., Herings R.M.C., Leufkens H.M.G., Rowlands S., and Stricker B.H.Ch. 2003. Increased Risk of Achilles Tendon Rupture with Quinolone Antibacterial Use, Especially in Elderly Patients Taking Oral Corticosteroids. Arch. Intern. Med. 163: 1801- 1807. [20] Lannini P.B. 2002. Cardiotoxicity of Macrolides, Ketolides, and Fluoroquinolones That Prolong The QTc Interval. Expert Opinion on Drug Safety. 1(2): 121-128. [21] Wyllie L.Y.P., Juurlink D.N., Kopp A., Shah B.R., Stukel T.A., Stumpo C., Dresser L., Low D.E., dan Mamdani M.M. 2006. Outpatient Gatifloxacin Therapy and Dysglycemia in Older Adults. New England Journal of Medicine. 354(13): 1352- 1361.
14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 302 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Karakteristik Granul Gastroretentive Mukoadhesif Amoksisilin dengan menggunakan Kitosan-Alginat, Na.CMC dan HPMC Characteristics of Gastroretentive Mucoadhesive Granules Amoxicillin using Chitosan-Alginate, Na.CMC and HPMC Siti Rofi’ah Febryani1,* , Sabaniah Indjar Gama2, Angga Cipta Narsa3 Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: srfebryani13@gmail.com Abstrak Gastroretentive Drug Delivery System (GRDDS) merupakan sediaan lepas lambat yang dapat terikat pada permukaan sel epithel atau mukosa lambung, sedangkan mukoadhesif merupakan salah satu mekanisme kerja dari Gastroretentive Drug Delivery System (GRDDS), yang merupakan suatu sistem penghantaran obat dimana polimer bioadhesif bersama dengan obat didesain agar dapat memiliki kontak yang lebih lama dengan membran mukosa dalam saluran pencernaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana karakteristik dari sediaan granul yang diformulasikan dalam bentuk granul gastroretentif mukoadesif. Metode preparasi yang digunakan yaitu granulasi basah dengan menggunakan polimer mukoadhesif yaitu kitosan-alginat dengan penambahan HPMC dan Natrium CMC. Hasil penelitian menunjukan uji kecepatan laju alir pada formula granul F1-F8 memenuhi persyaratan laju alir, hasil kecepatan F9 memiliki laju alir yang tidak baik, sedangkan hasil pengukuran sudut diam pada formula F1, F2 dan F4 memiliki daya alir yang baik yaitu dibawah 30o, berbeda dengan F3, F5, F6, F7, F8, dan F9 yang memiliki sudut diam 30-40o dengan daya alir cukup baik. Hasil distribusi ukuran partikel dengan menggunakan metode ayakan bertingkat menunjukkan hasil bahww formula F1-F9 banyak tertahan diayakan mesh nomor 20 dengan ukuran 426-850 μm. Hasil uji karakteristik sediaan granul gastroretentive mukoadhesif amoksisilin menunjukkan bahwa sediaan memenuhi persyaratan pembuatan granul. Kata Kunci: Gastroretentive, Mukoadhesif, Granul, Amoksisilin, Karakteristik, Polimer Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Karakteristik Granul Gastroretentive Mukoadhesif Amoksisilin dengan menggunakan Kitosan-Alginat, Na.CMC dan HPMC 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 303 Abstract Gastroretentive Drug Delivery System (GRDDS) is a slow-release preparation that can be bound to the surface of epithelial cells or gastric mucosa, while mucoadhesive is one of the mechanisms of action of the Gastroretentive Drug Delivery System (GRDDS), which is a drug delivery system in which the bio adhesive polymer is combined with the drug. designed to have a longer contact with the mucous membranes in the digestive tract. This study aims to see how the characteristics of the granules that are formulated in the form of mucoadhesive gastroretentive granules. The preparation method used was wet granulation using a mucoadhesive polymer, namely chitosan-alginate with the addition of HPMC and Sodium CMC. The results showed that the velocity test of the flow rate on the granule formula F1-F8 met the flow rate requirements, the results of the F9 velocity had a poor flow rate, while the results of the angle of repose measurement in the F1, F2 and F4 formulas had good flowability, which was below 30o, different with F3, F5, F6, F7, F8, and F9 which have a 30-40o angle of repose with good flowability. The results of the particle size distribution using the stratified sieve method showed that the formulas F1-F9 were mostly retained by a mesh number 20 sieve with a size of 426- 850 m. The results of the test results of the gastroretentive mucoadhesive granule preparation of amoxicillin showed that the preparation met the requirements for making granules. Keywords: Gastroretentive, Mucoadhesive, Granule, Amoxicilline, Characteristics, polymer DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.588 1 Pendahuluan Amoksisilin merupakan antibiotik golongan penisilin yang berkerja dengan cara menghambat bakteri gram positif dan negatif, karena termasuk dalam antibiotik berspektrum luas. Amoksisilin rentan dengan terhadap degredasi bakteri oleh enzim β-laktamase [1]. Antibiotik golongan β-laktam memiliki sifat farmakodinamik nonconcentration-dependent serta mempunyai jendela absorbsi yang sempit pada bagian atas usus halus. Dalam bentuk konvensional, amoksisilin memiliki waktu paruh yang singkat yaitu 1-1,5 jam serta memiliki waktu tinggal yang singkat dilambung, sehingga pembasmian bakteri H.pylori tidak maksimal karena tidak tercapainya konsentrasi efektif antibiotik pada mukosa lambung atau permukaan sel epithel [2]. Gastroretentive Drug Delivery System (GRDDS) merupakan suatu sediaan atau sistem pendekatan yang dirancang untuk memperpanjang waktu tinggal obat dalam saluran pencernaan. Salah satu mekanisme dari gastroretentive drug delivery system ini adalah mukoadhesif, dimana sediaan akan dapat terikat pada mukosa lambung ataupun permukaan sel epithel sehingga menyebabkan waktu tinggal obat yang lebih lama ditempat absorbsi. Tujuan amoksisilin dibuat dalam bentuk gastroretentive mukoadhesif yaitu untuk mengurangi efek samping, meningkatkan efikasi terapi dan menghindari perkembangan resitensi karena ketidakpatuhan pasien dalam meminum obat serta degredasi obat [3]. Berdasarkan uraian diatas maka dibuatlah formulasi sediaan granul gastroretentive mukoadhesif amoksisilin dengan menggunakan metode granulasi basah, karena metode granulasi basah banyak dilaporkan efisien untuk sediaan lepas lambat serta penggunaan metode granulasi basah menghasilkan granul yang lebih kompak dibandingkan dengan granulasi kering. Pembuatan granul dengan menggunakan polimer mukoadhesif yaitu Kitosan, Natrium Alginat, HPMC, dan Natrium CMC, dimana polimer tersebut termasuk dalam golongan kategori polimer yang tidak toksik dan tidak mengiritasi [4]. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana karakteristik dari sediaan granul yang diformulasikan dalam bentuk granul gastroretentive mukoadesif. Untuk mendukung
Karakteristik Granul Gastroretentive Mukoadhesif Amoksisilin dengan menggunakan Kitosan-Alginat, Na.CMC dan HPMC 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 304 tujuan penelitian tersebut maka evaluasi granul yang dilakukan yaitu uji organoleptik, uji laju alir dan sudut diam, serta uji distribusi ukuran partikel. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah mortir dan stamper, timbangan analitik, kaca arloji, ayakan mesh ukuran 14, gelas ukur 10 mL, pipet tetes, sendok tanduk, alat sieve shaker dan ayakan bertingkat dengan nomor mesh 20-100, dan alat flow tester. Bahan-bahan yang digunakan adalah Amoksisilin, Kitosan, Alginat, Natriun CMC, HPMC, Laktosa, Aquades, etanol, tissue, dan kertas HVS 2.2 Pelaksanaan Penelitian Sediaan granul gastroretentive mukoadhesif amoksisilin akan dibuat dengan metode granulasi basah. Dimana setiap amoksisilin yang digunakan pada semua formula yaitu amoksisilin dengan dosis 250 mg, lalu ditambahkan dengan kitosan-alginat untuk formulasi A, ditambahkan kitosan-alginat dan HPMC untuk formulasi B, dan ditambahkan kitosan-alginat dan natrium CMC untuk formulasi C dan juga penambahan laktosa disetiap formulanya. Lalu digerus sampai homogen dan ditambahkan pelarut campur alkohol 96% dan aquadest (1:1) hingga terbentuk masa yang dapat dikepal. Massa yang diperoleh, kemudian diayak menggunakan ayakan mesh 14. Dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC selama 4 jam. Granul kering diayak lagi menggunakan ayakan. Granul yang diperoleh dilakukan evaluasi. Tabel 1. Formula granul gasrtroretentive mukoadhesif Bahan Formula (mg) F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 Amoksisilin 250 250 250 250 250 250 250 250 250 Kitosan 60 50 40 40 40 40 40 40 40 Alginat 40 50 60 60 60 60 60 60 60 HPMC - - - 40 50 60 - - - Na. CMC - - - - - - 40 50 60 Laktosa ad 600 ad 600 ad 600 ad 600 ad 600 ad 600 ad 600 ad 600 ad 600 Keterangan : F1 - F3 (Kitosan-alginat), F4 - F6 (Kitosan-alginat + HPMC), F7-F9 (Kitosan-alginat + Na. CMC) 2.3 Evaluasi Granul 2.3.1 Uji waktu alir dan sudut diam Kemampuan granul dalam mengalir dapat dilihat dari banyaknya granul yang mengalir disetiap detiknya serta dari sudut baring granul. Evaluasi terhadap sifat alir dan sudut diam dari granul, selanjutnya akan dijadikan bahan pertimbangan dalam menjamin keseragaman bobot. Uji sifat alir dan sudut diam dilakukan dengan prosedur yaitu sebanyak 10 g granul dimasukkan kedalam alat uji waktu alir dibagian corongnya. Kemudian bagian bawah corong dialasi dengan kertas, lalu buka penutup corong untuk mengalirkan granur yang akan diuji. Kemudian catat waktu alir granul serta ukur sudut diam dari granul. Kecepatan alir granul dapat dihitung dengan persamaan 1. Kecepatan alir = g/detik Persamaan 1 Sudut diam granul dapat dihitung dengan persamaan 2. a = −1 ℎ Persamaan 2 2.3.2 Uji distribusi ukuran partikel Penentuan distribusi ukuran partikel dilakukan dengan metode ayakan bertingkat dengan cara merangkai ayakan dari nomor ayakan yang paling besar hingga paling kecil
Karakteristik Granul Gastroretentive Mukoadhesif Amoksisilin dengan menggunakan Kitosan-Alginat, Na.CMC dan HPMC 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 305 selama 10 menit. Lalu ditimbang granul yang tertahan disetiap nomor ayakan mesh. 3 Hasil dan Pembahasan Pada penelitian ini dibuat 9 formula granul gastroretentive mukoadhesif amoksisilin. Formula F1, F2, F3 dibuat menggunakan kombinasi kitosan-alginat. Formula F4, F5, F6 dibuat dengan menggunakan kombinasi kitosan-alginat dengan penambahan HPMC, sedangkan formula F7, F8, F9 dibuat dengan kombinasi kitosan-alginat dengan penambahan Natrium CMC. Seluruh formula tersebut dibuat dengan menggunakan metode granulasi basah. Metode granulasi basah digunakan karena menghasilkan granul yang lebih kompak dan lebih mudah proses pembuatannya. Pada pengamatan secara organoleptik pada granul diperoleh warna kuning gading, dengan aroma khas amoksisilin dengan bentuk yang tak beraturan dan rasa yang asin pada semua formula. Pada hasil uji laju alir granul diperoleh data granul pada formula F1, F2, F3, F3, F4, F5, F6, F7, F8, F9 secara berturut turut yaitu, 6.53, 7.00, 4.37, 6.23, 5.10, 4.80, 4.60, 4.83, dan 3.00 g/s. Waktu alir adalah waktu yang dibutuhkan granul untuk mengalir. Kemampuan granul mengalir dapat dilihat dari banyaknya granul yang mengalir disetiap detik. Granul yang baik ialah granul yang dapat mengalir bebas, dikatakan bebas jika laju alirnya >10 g/s [2]. Dari kesembilan formula, didapatkan formula yang paling mendekati kategori granul yang baik adalah formula F2 dengan nilai 7.00, sementara granul yang mempunyai daya alir yang tidak baik yaitu F9 dengan nilai kecepatan alir 3.00. Hal tersebut terjadi karena konsentrasi natrium alginat dan alginat yang tinggi membuat laju alir granul menurun karena terbentuknya aglomerat [2]. Tabel 2. Hasil perhitungan kecepatan alir granul Formula Replikasi Rata - rata ± SD 1 2 3 F1 5.3 7.5 6.8 6.53 ± 1.12 F2 6.9 6.0 8.1 7.00 ± 1.05 F3 3.6 4.5 5.0 4.37 ± 0.71 F4 5.8 6.7 6.2 6.23 ± 0.45 F5 4.6 5.1 5.6 5.10 ± 0.50 F6 3.9 5.5 5.0 4.80 ± 0.82 F7 5.4 4.1 4.3 4.60 ± 0.70 F8 4.7 4.4 5.4 4.83 ± 0.51 F9 3.5 3.2 2.3 3.00 ± 0.62 Hasil sudut diam pada granul, diperoleh data pada formula F1, F2, F3, F3, F4, F5, F6, F7, F8, F9 secara berturut turut yaitu, 29.32, 32.94, 31.42, 28.50, 29.54, 30.56, 30.96, 31.81 dan 30.19o. Sudut diam adalah sudut yang dibentuk oleh granul secara maksimum pada permukaan horizontal [5]. Nilai sudut diam berbanding terbalik dengan laju alir, semakin kecil sudut diam maka laju alir semakin besar. Apabila sudut yang diperoleh kurang dari 30o, menunjukkan bahwa granul tersebut dapat mengalir bebas, sedangkan granul yang nilainya lebih besar atau sama dengan 40o biasanya kurang dapat mengalir dengan baik [6]. Dari kesembilan formula, F1, F4, dan F5 merupakan formula yang memenuhi persyaratan granul yang baik, sedangkan formula F2, F3, F6, F7, F8, dan F9 memperoleh nilai diatas 30o namun masih dalam kategori baik. Besar kecilnya sudut yang terbentuk oleh granul dipengaruhi oleh ukuran partikel, besar gaya tarik dan gaya gesek partikel. Semakin kecil ukuran partikel maka gaya kohesifitasnya semakin tinggi, tingginya gaya kohesifitas menyebabkan granul sulit mengalir dan menyebabkan sudut diam yang diperoleh semakin besar [5]. Tabel 3. Tabel hasil perhitungan sudut diam granul Formula Replikasi Rara - rata ± SD 1 2 3 F1 25.40 32.66 29.89 29.32 ± 3.66 F2 31.86 31.42 35.53 32.94 ± 2.26 F3 31.07 31.42 31.78 31.42 ± 0.36 F4 28.35 27.61 29.53 28.50 ± 0.97 F5 28.97 30.46 29.19 29.54 ± 0.80 F6 28.61 29.39 33.69 30.56 ± 2.74 F7 30.46 30.83 31.60 30.96 ± 0.58 F8 32.08 30.83 32.52 31.81 ± 0.88 F9 30.10 29.39 31.07 30.19 ± 0.84 Pada pengujian distribusi ukuran partikel dengan menggunakan metode ayakan bertingkat, diperoleh data pada kesembilan formula memiliki distribusi ukuran partikel dengan rentan ukuran partikel 426-850 μm atau ukuran mesh 20 [7]. Hal tersebut terjadi karena pada proses granulasi dilakukan dengan menggunakan ayakan mesh 20 sehingga pendistribusian ukuran partikel granul lebih banyak tertahan pada ayakan mesh 20 dengan