14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 179 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Pengaruh Pelarut, Suhu dan pH Terhadap Pigmen Antosianin dari Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Effect of Solvent, Temperature and pH on Anthocyanin Pigments from Red Dragon Fruit Peel Extract (Hylocereus Polyrhizus) Gusti Alamsyah Abdil Almajid, Rolan Rusli*, Mukti Priastomo Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) merupakan limbah hasil pertanian yang mengandung pigmen alami antosianin yang cukup tinggi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana pengaruh pelarut, suhu dan pH terhadap kadar total dan stabilitas antosianin dari ekstrak cair kulit buah naga merah. Ekstraksi antosianin dari kulit buah naga merah menggunakan metode maserasi dengan pelarut aquades, aquades:asam asetat 10% (1:6), dan aquades:asam sitrat 10% (1:6) serta dilakukan pengujian berupa uji stabilitas antosianin terhadap pH 1, 2, 3, 4, 5 dan suhu 0°C, 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan pelarut aquades:asam sitrat 10% (1:6) menghasilkan kadar total antosianin tetinggi dengan 18,034 mg/200 mg dan hasil uji stabilitas antosianin yang menunjukkan stabil pada pH 1, 2, 3 dan pada suhu 10°C, 20°C, 30°C. Kata Kunci: Kulit Buah Naga Merah, Antosianin, Pelarut, Suhu, pH Abstract Red dragon fruit peel (Hylocereus polyrhizus) is an agricultural waste that contains quite high natural anthocyanin pigments. The purpose of this study was to determine how the effect of solvent, temperature and pH on the total content and stability of anthocyanins from liquid extract of red dragon fruit peel. Extraction of anthocyanins from red dragon fruit peel using maceration method with solvent distilled water, distilled water: acetic acid 10% (1:6), and distilled water: citric acid 10% (1:6) and testing was carried out in the form of anthocyanin stability tests at pH 1, 2, 3, 4, 5 and temperatures 0°C, 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, 50°C. The results obtained showed that the use of distilled water:citric acid 10% (1:6) as a solvent resulted in the highest total anthocyanin content with 18.034 Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Pengaruh Pelarut, Suhu dan pH Terhadap Pigmen Antosianin dari Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 180 mg/200 mg and the results of the anthocyanin stability test showed that it was stable at pH 1, 2, 3 and at temperatures of 10°C, 20°C, 30°C. Keywords: Red Dragon Fruit peel, Anthocyanin, Solvent, Temperature, pH DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.557 1 Pendahuluan Zat warna terbagi dua kelompok besar yakni zat warna alami dan zat warna sintesis. Kebanyakan zat warna sintetis dapat menimbulkan berbagai efek samping jika penggunaannya melebihi ambang batas, penggunaan zat warna sintetis dalam jangka panjang berbahaya bagi manusia karena bersifat karsinogenik. Selain itu zat warna sintetis berdampak buruk bagi lingkungan karena menyebabkan pencemaran air dan tanah [6]. Adanya batasan-batasan terhadap penggunaan zat warna sintetik menyebabkan meningkatnya minat terhadap penelitian zat warna alami. Zat warna alami aman digunakan dalam jangka panjang alami lebih aman bagi kesehatan tubuh serta ramah lingkungan sebagai pengganti zat warna sintetis. Zat pewarna alami yang berpotensi untuk diekstrak diantaranya adalah antosianin. Antosianin merupakan pigmen berwarna merah, ungu dan biru yang biasa terdapat pada tanaman. Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid. Senyawa golongan flavonoid termasuk senyawa polar dan dapat diekstraksi dengan pelarut yang bersifat polar pula. Kondisi asam akan mempengaruhi hasil ekstraksi. Keadaan yang semakin asam apalagi mendekati pH 1 akan menyebabkan semakin banyaknya pigmen antosianin yang terekstrak, hal ini disebabkan semakin banyak dinding sel vakuola yang pecah sehingga pigmen antosianin semakin banyak yang terekstrak [3]. Antosianin dapat menggantikan penggunaan zat warna sintetis rhodamin B, carmoisin, dan amaranth sebagai pewarna merah pada produk pangan. JEFCA (Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives) telah menyatakan bahwa ekstrak yang mengandung antosianin memiliki efek toksisitas yang rendah. Selain berperan sebagai pewarna makanan, antosianin juga dipercaya berperan dalam sistem biologis, termasuk kemampuannya sebagai pengikat radikal bebas dan kemampuan untuk menghambat tahap inisiasi reaksi kimiawi yang menyebabkan karsinogenesis [1]. Penelitian kali ini menggunakan sampel kulit buah naga daging merah (Hylocereus polyrhizus) sebagai sumber Antosianinnya. Pemanfaatan kulit buah naga merah dikatakan belum maksimal dikarenakan sebagian besar orang mengkonsumsi buah naga hanya bagian buahnya saja lalu membuang kulitnya. Penampilan kulit buah naga merah yang berwarna ungu kemerahan menunjukkan ada pewarna alami yang terkandung didalamnya. Salah satu senyawa flavonoid yang terkandung dalam kulit buah naga merah adalah antosianin, untuk itu perlu diteliti kandungan antosianin total dalam kulit buah naga merah untuk memperoleh sumber zat warna alami. Berdasarkan hal diatas maka dilakukanlah penelitian mengenai antosianin yang terkandung di dalam kulit buah naga merah dengan cara mengekstraksi antosianin tersebut menggunakan pelarut yang berbeda agar didapatkan kadar total antosianin tertinggi dan menguji stabilitas antosianin tersebut dari terhadap suhu dan pH yang berbeda-beda pada berbagai kondisi. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan bahan Alat yang digunakan yaitu batang pengaduk, botol coklat, blender, corong kaca, gelas kimia, gelas ukur, hot plate, kaca arloji, kertas perkamen, kuvet, labu ukur, lemari asam, pH meter, pipet tetes, pipet ukur, pisau, propipet, rak tabung, sendok tanduk, sentrifuge,
Pengaruh Pelarut, Suhu dan pH Terhadap Pigmen Antosianin dari Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 181 spatel logam, spektrofotometer UV-Vis, tabung reaksi, tabung sentrifuge, termometer, timbangan analitik, dan toples kaca. Bahan yang digunakan yaitu alumunium foil, asam asetat glasial (CH₃COOH), asam klorida (HCl), asam sitrat (C₆H₈O₇), aquades, kalium hidroksida (KCl), kertas saring, kulit buah naga merah, natrium asetat (CH3COONa) dan natrium hidroksida (NaOH). 2.2 Penyiapan Sampel Kulit Buah Naga Merah Sampel buah naga merah dicuci telebih dahulu kemudian dikupas dan dibersihkan untuk memisahkan daging buah dengan kulitnya dan dilakukan sortasi basah dengan memisahkan bagian kulit buah yang berwana hijau dan sisa daging buahnya yang terdapat pada kulit dalam buah naga. Selanjutnya kulit buah dipotong kecil-kecil dan diblender sampai menjadi halus untuk memperluas luas permukaan dari sampel tersebut. 2.3 Ekstraksi Antosianin dari Kulit Buah Naga Merah Sampel kulit buah naga merah yang telah halus ditimbang masing-masing 200 g lalu diekstraksi dengan teknik maserasi yang dilakukan selama 3x24 jam menggunakan variasi pelarut yang digunakan yaitu aquadest, aquadest:asam asetat 10% (1:6), aquadest:asam sitrat 10% (1:6) dengan perbandingan pelarut:bahan (2:1). Hasil maserasi selama 3x24 jam (maserat) yang diperoleh dilakukan penyaringan menggunakan saringan dan kertas saring, selanjutnya sampel tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 7000 rpm selama 10 menit. Hasil supernatan yang diperoleh dari hasil sentrifuge hingga di hasilkan ekstrak cair antosianin bebas endapan. Ekstrak cair antosianin disimpan dalam botol coklat. 2.4 Uji Fitokimia Dilakukan uji fitokimia santosianin menurut Harborne [5] yaitu 3 mL ekstrak cair antosianin ditambahkan 3-5 tetes HCl 2 M kemudian dipanaskan 100℃ selama 5 menit. Selain itu, dapat dilakukan juga 3 mL ekstrak cair antosianin ditambahkan NaOH 2M tetes demi setetes ditunggu hingga 1 menit sambil diamati perubahan warna yang terjadi. 2.5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Diambil 1 mL dari masing-masing ekstrak cair hasil maserasi dilarutkan dalam pelarut yang digunakan saat maserasi hingga menjadi 5 mL, selanjutnya absorbansi diukur pada panjang gelombang 400-700 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. 2.6 Penentuan Kadar Total Antosianin Dengan Metode Perbedaan pH Perhitungan kadar total antosianin dilakukan menurut Giusti dan Wrolstad [4] dengan menggunakan metode perbedaan pH. Masing-masing sampel diambil 1 mL dan dilarutkan ke dalam larutan dapar pH 1 dan larutan dapar pH 4,5 hingga 10 mL, sehingga didapatkan sampel dengan faktor pengenceran 10×. Sampel yang dilarutkan menggunakan larutan dapar pH 1 dibiarkan selama 15 menit sebelum diukur, sedangkan untuk sampel yang dilarutkan dengan larutan dapar pH 4,5 siap di ukur setelah dibiarkan bercampur selama 5 menit. Absorbansi dari setiap larutan pada panjang gelombang 510 dan 700 nm diukur dengan larutan dapar pH 1 dan pH 4,5 sebagai blankonya. Panjang gelombang 510 nm adalah panjang gelombang maksimum untuk sianidin3-glukosida sedangkan panjang gelombang 700 nm untuk mengoreksi endapan yang masih terdapat pada sampel. Absorbansi dari sampel yang telah dilarutkan (A) ditentukan dengan persamaan 1. Sedangkan kadar total antosianin pada sampel dihitung dengan persamaan 2. A = (510 – 700) 1,0−(510 – 700) 4,5 Persamaan 1 (/200) = × × × 1000 Ɛ × Persamaan 2 Keterangan : BM = berat molekul Sianidin-3-glukosida (449,2 g/mol) DF = faktor pengenceran Ɛ = absorptivitas molar sianidin-3-glukosida (26.900 L/(mol.cm) b = tebal kuvet (1 cm)
Pengaruh Pelarut, Suhu dan pH Terhadap Pigmen Antosianin dari Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 182 2.7 Uji Stabilitas Antosianin Terhadap Pengaruh Suhu Dibuat suasana dengan suhu 10°C, 20°C, 30°C, 40°C, dan 50°C lalu diamati dengan mengukur suhu menggunakan termometer, lalu diambil 2 mL ekstrak cair yang memiliki kadar antosianin tertinggi yang telah dilarutkan hingga 10 mL dengan pelarut yang digunakan, lalu larutan tersebut di masukkan dalam tabung reaksi dan diberi perlakuan terhadap masingmasing suhu tersebut selama 30 menit. Setelah 30 menit perlakuan dilihat absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan. 2.8 Uji Stabilitas Antosianin Terhadap Pengaruh pH Diukur masing-masing larutan dapar yang telah dibuat dengan mengukur pH yang tercipta menggunakan alat pH meter, lalu diambil 2 mL ekstrak cair yang memiliki kadar antosianin tertinggi dilarutkan hingga 10 mL dengan masing-masing larutan dapar pH 1, 2, 3, 4, dan 5, lalu masukkan dalam tabung reaksi dan didiamkan selama 30 menit. Setelah 30 menit perlakuan dilihat absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan. 3 Hasil dan Pembahasan Uji fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa antosianin berupa uji warna yang menggunakan pereaksi NaOH 2M dan HCl 2M. Hasil dari uji fitokimia antosianin pada ekstrak cair kulit buah naga merah dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil yang diperoleh dari uji fitokimia antosianin pada ekstrak cair kulit buah naga merah sama dengan literatur yang digunakan yaitu menurut Harborne [5] jika sampel postif antosianin ditandai apabila ditetesi HCl 2M dan dipanaskan 100℃ selama 5 menit maka warna tetap atau tidak pudar dan apabila sampel ditetesi dengan NaOH 2M tetes demi tetes maka terjadi perubahan warna awal yang menjadi hijau kebiruan, sehingga pada sampel ekstrak cair kulit kulit buah naga merah dengan perbedaan pelarut yang digunakan positif menandakan adanya senyawa antosianin. Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Antosianin Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Uji Hasil Keterangan Aquades Aquades:Asam Asetat 10% (1:6) Aquades:Asam Sitrat 10% (1:6) Ditetesi 3-5 tetes HCl 2M dan dipanaskan 100℃ selama 5 menit) Warna tetap atau tidak pudar Warna tetap atau tidak pudar Warna tetap atau tidak pudar Positif Ditetesi NaOH 2M tetes demi tetes (didiamkan 1 menit). Warna berubah menjadi hijau kebiruan Warna berubah menjadi hijau kebiruan Warna berubah menjadi hijau kebiruan Positif Hasil pengukuran penentuan Panjang gelombang maksimum menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 400-700 nm dapat dilihat dari Tabel 2. Tabel 2. Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λ max) λ (nm) Jenis Pelarut Aquades Aquades:Asam Asetat 10% (1:6) Aquades:Asam Sitrat 10% (1:6) 400 515 517 519 521 523 525 527 529 531 533 535 537 539 700 0,344 0,451 0,461 0,471 0,481 0,491 0,501 0,509 0,517 0,484 0,487 0,489 0,490 0,491 -0,003 0,198 0,259 0,265 0,272 0,279 0,286 0,293 0,301 0,306 0,247 0,245 0,244 0,241 0,238 -0,046 0,288 0,487 0,492 0,498 0,503 0,508 0,511 0,515 0,517 0,493 0,492 0,489 0,486 0,481 0,038 Dari Tabel 2 dapat dilihat panjang gelombang maksimum (λ max) antosianin dari kulit buah naga merah yaitu 529 nm. Hasil panjang gelombang maksimum (λ max) penelitian yang didapat ini masih berada di sekitar λ max dari literatur yang digunakan bahwa karakteristik panjang gelombang maksimum atosinianin memiliki range daerah spektrum sinar tampak pada 505-535 nm [5]. Hasil penentuan kadar total Antosianin menunjukan bahwa penggunaan pelarut
Pengaruh Pelarut, Suhu dan pH Terhadap Pigmen Antosianin dari Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 183 aquades:asam sitrat 10% (1:6) menghasilkan kadar total antosianin tertinggi dibandingkan dengan pelarut aquades dan aquades:asam asetat 10% (1:6). Data hasil penentuan kadar total antosianin dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Kadar Total Antosianin Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Pelarut Kadar Total Antosianin (mg/200 mg) Aquades 17,366 Aquades : Asam Asetat 10% (1:6) 12,69 Aquades : Asam Sitrat 10% (1:6) 18,034 Perbedaan total antosianin yang dihasilkan untuk setiap pelarut dengan penambahan jenis asam organik diduga berkaitan erat dengan perbedaan tetapan disosiasi dari masing-masing jenis asam. Asam sitrat memiliki tetapan disosiasi yang lebih besar dibandingkan dengan asam asetat. Tetapan disosiasi untuk asam sitrat dan asam asetat berturut-turut adalah 7,21×10-4 dan 1,75×10-5 [11]. Semakin besar tetapan disosiasi semakin kuat suatu asam karena semakin besar jumlah ion hidrogen yang dilepaskan ke dalam larutan. Keadaan yang semakin asam apalagi mendekati pH 1 akan menyebabkan menyebabkan pigmen antosianin berada dalam bentuk kation flavilium atau oxonium yang berwarna dan pengukuran absorbansi akan menunjukkan jumlah antosianin yang semakin besar dan menyebabkan dinding sel vakuola yang pecah sehingga semakin banyak antosianin yang terekstrak [3]. Pada pelarut aquades mendapatkan kadar total tertinggi pada urutan kedua, hal ini mungkin disebabkan karena pigmen antosianin memiliki kepolaran yang relatif sama dengan aquades yaitu samasama larutan polar. Antosianin dalam sel tumbuhan terletak dalam vakuola sebagai larutan seperti air (aquaeous solution), sehingga kemungkinan besar antosianin bersifat polar [2]. Hasil pengujian uji stabilitas antosianin terhadap suhu selama 30 menit dapat dilihat pada Gambar 1. Berdasarkan pada Gambar 1 menunjukkan absorbansi antosianin yang diukur pada panjang gelombang 529 nm stabil pada suhu 10°C, 20°C, dan 30°C. Pada suhu 0°C dan 40°C terjadi penurunan absorbansi, akan tetapi penurunan absorbansi tersebut secara visual tidak mempengaruhi terjadinya perubahan pigmen warna pada ekstrak. Pada suhu 50°C terjadi penurunan absorbansi yang signifikan dan secara visual warna pada ekstrak terjadi pemucatan. Berdasarkan hal ini dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu maka semakin menurun hasil absorbansi yang dihasilkan yang menandakan antosianin tidak stabil pada suhu yang semakin tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena pada suhu yang tinggi, antosianin mengalami dekomposisi sehingga semakin banyak warna yang terdegradasi maka nilai absorbansi akan semakin rendah. Hal ini diperkuat dengan Markakis [7] yang menyatakan bahwa menurunnya stabilitas warna karena suhu yang tinggi disebabkan karena terjadinya dekomposisi antosianin dari bentuk aglikon menjadi kalkon (tidak berwarna). Antosianin stabil jika disimpan pada suhu 4-25°C dalam kondisi minim cahaya [10] . Gambar 1. Hasil Uji Stabilitas Antosianin Terhadap Suhu Hasil pengujian uji stabilitas antosianin terhadap pH selama 30 menit dapat dilihat pada Gambar 2.
Pengaruh Pelarut, Suhu dan pH Terhadap Pigmen Antosianin dari Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 184 Gambar 2. Hasil Uji Stabilitas Antosianin Terhadap pH Berdasarkan pada Gambar 2 menunjukkan absorbansi antosianin yang diukur pada panjang gelombang 529 nm stabil pada pH 1, 2 dan 3, walaupun pada pH 2 dan pH 3 mengalami penurunan absorbansi tetapi tidak terlalu siginifikan. Namun pada pH 4 dan pH 5 nilai absorbansi mengalami perubahan secara tajam yang menandakan bahwa semakin tinggi pH yang diberikan semakin tidak stabil kadar antosianinnya atau semakin tinggi degradasi antosianin dari kulit buah naga merah. Hal ini terjadi juga pada penelitian Sampebarra [8] dimana terjadi perubahan nilai absorbansi dari ekstrak pada pH 2 dan pH 3 kurang signifikan namun pada pH 4 nilai absorbansi mengalami perubahan secara tajam. Pada pH rendah antosianin berubah menjadi kation flavinium yang berwarna merah. Semakin tinggi pH maka warna dari pigmen antosianin akan berubah menjadi senyawa kalkon yang tidak berwarna [9]. 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa didalam ekstrak cair kulit buah naga merah terdapat senyawa antosianin dengan penggunaan pelarut aquades:asam sitrat 10% (1:6) menghasilkan kadar total antosianin tertinggi dengan kadar total 18,034/200 mg. Uji stabilitas antosianin dari kulit buah naga merah terhadap pengaruh suhu dan pH menghasilkan bahwa antosianin stabil pada suhu 10°C, 20°C, 30°C dan pada pH 1, 2, dan 3. 5 Kontribusi Penulis Gusti Alamsyah Abdil Almajid berkontribusi dalam merancang metode, melaksanakan penelitian, menganalisis data hasil penelitian dan menyiapkan draft manuskrip. Rolan Rusli dan Mukti Priastomo berkontribusi dalam pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 6 Konflik Kepentingan Seluruh penulis menyatakan tidak ada konflik dari penelitian, penyusunan, dan publikasi artikel ilmiah ini. 7 Daftar Pustaka [1] Arivani, S. 2010. Total Antosianin Ekstrak Buah Salam dan Korelasinya dengan Kapasitas Anti Peroksidasi pada Sistem Linoleat. Agrointek, 4 (2): 121-127. [2] Brouillard, R. 1982. Chemical Structure of Anthocyanins. di dalam Anthocyanins as Food Colors. New York: Academic Press: New York. [3] Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry thrid edition. New York: Marcel Dekker, Inc. [4] Giusti, M. Mónica dan Wrolstad, Ronald E. 2001. Characterization and Measurement of Anthocyanins by UV-Visible Spectroscopy. Current Protocols in Food Analytical Chemistry. [5] Harbone, J. B. 1996. Metode Fitokimia : Penuntun cara modern menganalisis tumbuhan Terbitan Kedua. Bandung: Penerbit ITB [6] Kwartiningsih, E., Evitasari, R.T., Hasanah, M., Nandini, P., dan Muzayanha, S.U. 2013. Ekstraksi dan Uji Stabilitas Antosianin dari Bunga Pukul Empat (Mirabilis jalapa L.). Simposium Nasional RAPI XII FT UMS. [7] Markakis, P. 1982. Anthocyanin as food colors. New york : Academic Press. [8] Sampebarra, A.L. 2018. Karakteristik Zat Warna Antosianin Dari Biji Kakao Non Fermentasi Sebagai Sumber Zat Warna Alam. Jurnal Industri Hasil Perkebunan, 13(1), 63. [9] Tensiska., Sukarminah, E., Natalia, D. 2007. Ekstraksi Pewarna Alami Dari Buah Arben (Rubus Idaeus Linn.) dan Aplikasinya Pada Sistem Pangan. Jurnal Teknol, dan Industri Pangan, Vol. XVIII No. 1. [10] Vargas, M.L., Cortez, J.A.T., Duch, E.S., Lizama1, A.P. dan Méndez, C.H.H. 2013. Extraction and Stability of Anthocyanins Present in the Skin of the Dragon Fruit (Hylocereus undatus). Food and Nutrition Sciences, Volume 4. 1221-1228.
Pengaruh Pelarut, Suhu dan pH Terhadap Pigmen Antosianin dari Ekstrak Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 185 [11] Vogel, A. I. 1985. Buku Teks Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Edisi ke-5, Bagian II. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.
14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 166 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Pengaruh Pemberian Aromaterapi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) dan Lemon (Citrus limon L) dalam Menurunkan Tekanan Darah The Effect of Aromatherapy Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) and Lemon (Citrus limon L) in Lowering Blood Pressure Jihan Al-Mira*, Adam M Ramadhan, Fika Aryati Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Pandan wangi dan lemon memiliki kandungan berupa senyawa linalool sebanyak 6% didalam pandan wangi dan sebanyak 20-50% terdapat didalam lemon senyawa linalool sangat bermanfaat untuk menstabilkan saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, gambaran tekanan darah responden sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi, serta pengaruh pemberian aromaterapi pandan wangi dan lemon terhadap tekanan darah responden hipertensi yang bertempat tinggal di Kelurahan Sempaja Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah metode quasy experimental dengan rancangan one group pretest and posttest design dengan jumlah responden sebanyak 20 responden. Prosedur penelitian menggunakan pengukuran awal dan pengukuran akhir. Hasil penelitian didapatkan karakteristik responden hipertensi tertinggi berjenis kelamin perempuan sebanyak 15 responden (75%), usia 60 tahun sebanyak 10 responden (50%), pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 13 responden (65%), dan obat antihipertensi yang dikonsumsi adalah amlodipin sebanyak 20 responden (100%). Hasil penelitian ini diketahui terdapat pengaruh pemberian aromaterapi pandan wangi dan lemon terhadap tekanan darah sistolik sebelum diberi aromaterapi dengan rata-rata sebesar 162,6 mmHg dan sesudah diberi aromaterapi rata-rata sebesar 156,4 mmHg sedangkan tekanan darah diastolik sebelum pemberian aromaterapi rata-rata sebesar 99,6 mmHg dan sesudah diberi aromaterapi ratarata sebesar 94,4 mmHg. Hasil penelitian deskriptif pemberian aromaterapi pandan wangi dan lemon sejalan dengan hasil analisis statistik menggunakan metode uji wilcoxon dan uji paired sample t-test dengan nilai p value 0,000 (< 0,05) dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi aromaterapi pandan wangi dan lemon memberikan efek menurunkan tekanan darah pada responden hipertensi secara signifikan. Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Pengaruh Pemberian Aromaterapi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) dan Lemon (Citrus limon L) dalam Menurunkan Tekanan Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 167 Kata Kunci: Pandan wangi, Lemon, Hipertensi, Aromaterapi Abstract Fragrant pandan and lemon contain linalool compounds as much as 6% in fragrant pandan and as much as 20-50% are found in lemons, linalool compounds are very useful for stabilizing nerves so that they can have a calming effect. This study aims to determine the characteristics, description of the respondent's blood pressure before and after being given aromatherapy, and the effect of giving pandanus and lemon aromatherapy on the blood pressure of hypertension respondents who live in the Sempaja Timur Village. The research method used is a quasi-experimental method with a one group pretest and posttest design with a total of 20 respondents. The research procedure uses initial and final measurements. The results showed that the characteristics of the highest hypertension respondents were female as many as 15 respondents (75%), 10 respondents aged 60 years (50%), work as a housewife as many as 13 respondents (65%), and the antihypertensive drug consumed was amlodipine as much as 20 respondents (100%). The results of this study found that there was an effect of giving aromatherapy pandanus and lemon on systolic blood pressure before being given aromatherapy with an average of 162.6 mmHg and after being given aromatherapy an average of 156.4 mmHg while diastolic blood pressure before giving aromatherapy was on average by 99.6 mmHg and after being given aromatherapy an average of 94.4 mmHg. The results of the descriptive study of giving fragrant pandan and lemon aromatherapy are in line with the results of statistical analysis using the Wilcoxon test method and the paired sample t-test with a p value (0,000) <0.05. hypertension significantly. Keywords: Pandan Wangi, Lemon, Hypertension, aromatheraphy DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.560 1 Pendahuluan Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan nilai tekanan darah sistolik lebih dari 140mmHg dan diastolik lebih dari 90mmHg [1]. Hipertensi menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia serta di seluruh dunia. Pada tahun 2000 kasus hipertensi sebesar 25% atau sekitar 1 miliar orang diseluruh dunia menderita hipertensi bila tidak dilakukan pencegahan,maka diprediksi pada tahun 2025 kasus hipertensi akan naik sebesar 29% atau sekitar 1,6 milyar orang diseluruh dunia menderita hipertensi [2]. Pravalensi hipertensi di Provinsi Kalimantan Timur mencapai 29,6% yang berarti terdapat 1.128.259 orang yang menderita hipertensi, karena tingkat penderita hipertensi yang tinggi maka diperlukan pengendalian tekanan darah melalui metode farmakologi dan non farmakologi. Tingginya tingkat penderita hipertensi diseluruh dunia maka perlu dilakukan pencegahan dengan cepat dan tepat, penanganan dapat dilakukan secara farmakologis dan non farmakologi. Penanganan farmakologi dapat diberikan obat antihipertensi antara lain ACE inhibitor, betablocker, diuretik, vasodilator, antagonis kalsium [3]. Penanganan secara non farmakologi salah satunya dengan pemberian aromaterapi [4]. Aromaterapi merupakan suatu terapi modern yang menggunakan sari aromatik murni dalam penerapannya, aromaterapi dapat diberikan kepada penderita hipertensi karena aromaterapi dapat memperbaiki mood, memperlambat detak jantung, rasa tenang bagi penderita hipertensi yang mengalami stress [5]. Tujuan terapi hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya kematian dini dengan cara
Pengaruh Pemberian Aromaterapi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) dan Lemon (Citrus limon L) dalam Menurunkan Tekanan Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 168 menurunkan tekanan seseorang semaksimal mungkin, sehingga dapat mengontrol faktor resiko kardiovaskular dengan tidak mengganggu fungsi ginjal, otak, jantung, atau kualitas hidup seseorang. Kandungan yang terdapat di dalam daun pandan yaitu senyawa metabolit sekunder antara lain polifenol, flavanoid, saponin, minyak atsiri terdiri dari 6-42% hidrokarbon sesquiterpen dan 6% monoterpen linalool. Lalu terdapat penyusun aroma dari daun pandan wangi adalah 10% 2 acetyl-1-pyroline [6]. Pada lemon terkandung senyawa linalool 20-50% vitamin C, asam sitrat, minyak atsiri, bioflavonoid, polifenol, kumarin, flavanoid, dan minyak volatil pada kulitnya seperti limonen 70% α-terpinen, α-pinen, β-pinen [7]. Pandan wangi dan lemon mengandung senyawa linalool dan diduga mempunyai efek antidepresan bermanfaat untuk mengurangi stress, membuat perasaan menjadi rilex, serta untuk menstabilkan sistem saraf [8]. Berdasarkan latar belakang di atas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dari pemberian aromaterapi pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) dan lemon (Citrus limon L) terhadap penurunan tekanan darah. 2 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian quasy experimental dengan Metode one group pretest and postest design dimana dalam penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol tetapi menggunakan tes awal dan juga tes akhir sehingga besarnya pengaruh pemberian kombinasi aromaterapi pandan wangi dan lemon dapat dilihat dengan pasti [9]. Teknik yang digunakan adalah teknik purposive sampling atau memilih sampel dari populasi dan dilakukan secara tidak acak dan didasarkan dalam suatu pertimbangan tertentu sesusai kriteria inklusi. Pemberian aromaterapi pandan wangi dan lemon kepada responden akan dilakukan selama 3 hari berturut-turut dan kriteria inklusi penelitian ini adalah pasien bersedia mengisi lembar informed consent pasien berusia 40-60 tahun, serta pasien mengkonsumsi obat antihipertensi. Kemudian data akan di analisis secara statistik dengan uji wilcoxon dan uji paired sample t-test menggunakan aplikasi SPSS versi 25.0 Pada kelompok intervensi sebanyak 20 orang akan di ukuer terlebih dahulu tekanan darah sebelum diberi aromaterapi selanjutnya di berikan aromaterapi pandan wangi dan lemon masing-masing sebanyak 5 tetes dan di teteskan ke dalam difusser yang berisi 40ml air, intervensi akan di lakukan selama 5 menit kemudian sesudah diberikan aromaterapi tekanan darah responden akan di ukur kembali, pemberian aromaterapi akan di lakukan pada pagi hari dan di berikan selama 3 hari berturutturut. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Karakteristik Responden Hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Maret-April 2021 diperoleh data dari 20 responden. Pada tabel 1 menunjukkan data karakteristik pada warga yang bertempat tinggal di Kelurahan Sempaja Timur. Hasil penelitian data karakteristik pada perempuan sebanyak 15 responden dengan persentase 75%, usia 60 tahun sebanyak 10 responden dengan persentase 50%, dan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 13 responden dengan persentase 65%. Seluruh responden mengkonsumsi obat amlodipine 100%. Hasil persentase dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Data Karakteristik Pasien Karakteristik Jumlah (n=20) Presentase Jenis kelamin Perempuan Laki-laki 15 5 75% 25% Usia 36-45tahun 46-55 tahun 56-60 tahun 4 6 10 20% 30% 50% pekerjaan Ibu rumah tangga Swasta PNS 13 5 2 65% 25% 10% Obat antihipertensi yang dikonsumsi Amlodipine 20 100% Pada penelitian ini jenis kelamin perempuan adalah yang paling banyak menderita penyakit hipertensi, pada usia lanjut prevalensi hipertensi pada perempuan akan meningkat hal ini berkaitan dengan adanya pengaruh hormon estrogen yang dapat melindungi perempuan dari penyakit kardiovaskular dan hormon ini kadarnya akan
Pengaruh Pemberian Aromaterapi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) dan Lemon (Citrus limon L) dalam Menurunkan Tekanan Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 169 menurun setelah menepouse. Pada saat premenopause perempuan akan kehilangan sedikit-demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan, hormon estrogen berfungsi untuk meningkatkan kadar kolestrol HDL (High Density Lipoprotein), kadar HDL yang tinggi pada perempuan merupakan faktor pelindung terjadinya aterosklerosis [10]. berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa jenis kelamin perempuan memiliki resiko yang tinggi terkena hiprtensi. Bertambahnya usia seseorang berkaitan pula dengan meningkatnya kejadian hipertensi, faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi hal ini disebabkan oleh perubahan alamiah di tubuh seiring bertambahnya usia yang mempengaruhi jantung pembuluh darah, serta hormon seseorang, hipertensi sering ditemukan pada lansia [11]. Pada usia lanjut akan meningkatnya resistensi perifer dan aktivitas simpatik serta reflex baroreseptor yaitu pengatur tekanan darah pada usia lanjut sensitivitasnya akan menurun [12]. Respon reflex baroreseptor yang mempengaruhi penurunan aktivitas sistem saraf simpatis dan meningkatkan aktivitas sistem saraf parasimpatis, mekanisme ini akan menyebabkan terjadinya vasodiltasi sistemik dan penurunan kontraktilitas otot jantung, lalu mempengaruhi terjadinya penurunan kecepatan denyut jantung, curah jantung, dan volume sekuncup yang pada akhirnya akan berpengaruh pada tekanan darah[13]. Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dikatakan bahwa usia berkaitan dengan meningkatnya angka kejadian hipertensi. Aktivitas fisik dapat berpengaruh pada peningkatan tekanan darah, sebagai ibu rumah tangga, ibu rumah tangga sangat rentan sekali terkena stress, karena setiap harinya akan melakukan pekerjaan rumah tangga yang tiada henti dan berulang setiap hari. Keadaan stress berat merupakan penyebab terjadinya hipertensi, saat stimulus stress diterima oleh hipotalamus maka akan diaktifkan oleh sistem saraf simpatis dan juga saraf parasimpatis sehingga akan muncul peningkatan terhadap tekanan darah dan curah jantung, stress akan bereaksi pada tubuh menyebabkan terjadinya tegangan otot, peningkatan denyut jantung, serta meningkatnya tekanan darah [14]. Amlodipine adalah obat yang masuk kedalam golongan Calcium Channel Blocker pengobatan yang di rekomendasikan pada awal pengobatan hipertensi adalah golongan Calcium Channel Blocker. Mekanisme obat amlodipine adalah memperlambat pergerakan kalsium ke dalam sel jantung dan dinding arteri sehingga menjadi rileks dan menurunkan tekanan serta aliran darah pada jantung [15] selain itu pemilihan terapi CCB adalah kemudahannya saat dikonsumsi yaitu 1x24 jam. 3.2 Gambaran Tekanan Darah Sebelum dan Sesudah Diberi Aromaterapi Gambaran tekanan darah responden hipertensi sebelum dan sesudah di beri aromaterapi pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) dan Lemon (Citrus limon L) dapat dilihat pada gambar 1 dan gambar 2. Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 1, menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai tekanan darah sistolik sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan pemberian kombinasi aromaterapi pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) dan lemon (Citrus limon L). Nilai rata-rata tekanan darah sistolik sebelum diberikan aromaterapi adalah 162,6 mmHg dan sesudah diberikan aromaterapi adalah 156,5 mmHg nilai selisih rata-rata tekanan darah sistolik adalah 6,10 mmHg. Hasil penelitian pada Gambar 2 juga menunjukkan penurunan nilai rata-rata tekanan darah diastolik sebelum diberikan perlakuan dan sesudah diberi perlakuan pemberian kombinasi aromaterapi pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) dan lemon (Citrus limon L) nilai rata-rata tekanan darah diastolik sebelum diberikan aromaterapi adalah 99,6 mmHg dan sesudah diberikan aromaterapi adalah 94,5 mmHg nilai selisih rata-rata tekanan darah diastolik adalah 5,12 mmHg.
Pengaruh Pemberian Aromaterapi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) dan Lemon (Citrus limon L) dalam Menurunkan Tekanan Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 170 Gambar 1. Diagram hasil tekanan darah sistolik responden hipertensi sebelum dan sesudah diberi aromaterapi pandan wangi dan lemon Gambar 2. Diagram hasil tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah diberi aromaterapi pandan wangi dan lemon Pandan wangi mengandung senyawa metabolit sekunder antara lain senyawa polifenol, flavanoid, saponin, minyak atsiri dan alkaloid. Daun pandan wangi mengandung minyak atsiri terdiri dari 6-42% hidrokarbon sesquiterpen dan 6% monoterpen linalool dan 10% senyawa aromatik berupa 2-asetil-1- pirolin[16] Sedangkan lemon banyak mengandung linalool 20-50%, vitamin C, asam sitrat, minyak atsiri, bioflavonoid, polifenol, kumarin, flavanoid dan minyak-minyak volatil pada kulitnya seperti limonen 70% αterpinen, α-pinen, βpinen [17]. Pandan wangi dan lemon dikatakan dapat menurunkan tekanan darah disebabkan memiliki senyawa linalool ketika senyawa yang mudah menguap seperti linalool diberikan selama 5 hingga 10 menit dapat memberikan efek relax sehingga terjadi penurunan tekanan darah responden hipertensi. Mekanisme aromaterapi adalah saat seseorang menghirup suatu aroma dari aromaterapi, molekul yang menguap ini akan membawa suatu unsur aromatik seperti 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Nilai Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Responden sebelum sesudah selisih 0 20 40 60 80 100 120 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Nilai Tekanan Darah Diastolik (mmHg Responden sebelum sesudah selisih
Pengaruh Pemberian Aromaterapi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) dan Lemon (Citrus limon L) dalam Menurunkan Tekanan Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 171 linalool dimana silia muncul dari sel reseptor, saat molekul ini menempel pada silia maka suatu pesan akan di terjemahkan melalui saluran olfaktori kedalam sistem limbik yang akan merangsang emosional seseorang. hypothalamus yang berperan menjadi regulator memunculkan pesan yang akan disampaikan ke otak, pesan akan diubah menjadi tindakan berupa senyawa elektrokimia yang membuat perasaan menjadi rilex, dan memperlancar aliran darah dan menurunkan jantung [18]. 3.3 Pengaruh pemberian aromaterapi pandan wangi dan lemon terhadap penurunan tekanan darah Adapun pengaruh dari pemberian aromaterapi pandan wangi dan lemon terhadap penurunan tekanan darah responden hipertensi dapat di lihat pada tabel 2 Tabel 2. Analisis perbandingan nilai tekanan darah Kelompok Pretest Mean± SD Post test Mean ± SD Nilai p Uji statistik Sistolik 162,6± 14,424 156,4± 14,110 0,000 Wilcoxon Diastolik 99,60± 4,096 94,40± 3,619 0,000 Paired sample t-test Nilai p <0,05 Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa hasil analisis statistik menggunakan SPSS 25 metode uji wilcoxon dan uji paired sample t test, ratarata nilai penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik responden sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi pandan wangi dan lemon menunjukkan nilai yang signifikan dengan p value yaitu 0,000. dari data tersebut makan diperoleh nilai p = 0,000 yang nilai nya lebih kecil dari = 0,05 yang berarti ada penurunan tekanan darah sistolik maupun diastolik yang signifikan dari masing-masing responden sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi pandan wangi dan lemon. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka aroma dari pandan wangi serta lemon dapat menurunkan tekanan darah sistolik maupun tekanan darah diastolik sehingga baik digunakan bagi penderita hipertensi. 4 Kesimpulan 1. Data karakteristik dari responden hipertensi yaitu berjenis kelamin perempuan sebanyak 15 responden, usia 60 tahun sebanyak 10 responden pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 13 responden, dan obat antihiprtensi yang dikonsumsi seluruh responden adalah amlodipine sebanyak 20 responden. 2. Gambaran tekanan darah responden sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi yaitu terjadi penurunan pada nilai tekanan darah sistolik dengan rata-rata sebesar 6,10 mmHg dan pada nilai tekanan darah diastolik rata-rata sebesar 5,12 mmHg 3. Pemberian aromaterapi pandan wangi dan lemon memberikan pengaruh pada penurunan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik secara signifikan yaitu 0,000 (p<0,05) 5 Ucapan Terima Kasih Terimakasih kepada Warga yang bertempat tinggal di Kelurahan Sempaja Timur yang telah membantu dalam penelitian ini. 6 Kontribusi Penulis Jihan Al-Mira: Melaksanakan penelitian, pengumpulan data, analisis data, menyusun pustaka, membahas hasil penelitian dan menyusun draft manuskrip. Adam M Ramadhan dan Fika Aryati : Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 7 Etik Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman melalui terbitnya Surat Keterangan Layak Etik No.73 / KEPKFFUNMUL/ECE / EXE / 09 / 21 . 8 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini.
Pengaruh Pemberian Aromaterapi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius) dan Lemon (Citrus limon L) dalam Menurunkan Tekanan Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 172 9 Daftar Pustaka [1] Saleha D. 2017. Pengaruh Pemberian Aromaterapi Minyak Kenanga Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Desa Sebubus Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas. Pontianak: Program Studi Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak. [2] Kearney PM, Whelton M, Reynold K, Global burden of hypertension: analysis of worldwide data. Lancet. 2005: 5:100-02. [3] Rusdi, Nurlaela Isnawati. 2009. Awas Anda Bisa Mati Cepat Akibat Hipertensi dan Diabetes.Yogyakarta: Powerbooks Publishing. [4] Ritu, 2011.Pengobatan Alternatif Untuk Mengatasi Tekanan Darah. Jakarta: Gramedia. [5] Walsh M.E, Debra R, Tisha J. 2011. Integating Complementary and Alternative Medicine; Use of Essentials Oils in Hypertension Management.Journal of Vascular Nursing Volume 29 no 2. [6] Harbone JB.1987. Metode Fitokimia Penentuan Cara Menganalisa Tumbuhan Bandung: Terbitan Kedua ITB. [7] Armiyati,Y. 2014. Perbedaan Efektifitas aromaterapi lemon dan relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tekanan darah yang mengalami hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan 1 Bantul. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah [8] Anastasia Sarah, Bayhakki, dan N Fathra. 2015. Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis. JOM Universitas Riau. 20(2). [9] Nursalam. 2003. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta; Salemba Medika. [10] Gray,Huon. 2005. Kardiologi Edisi IV. Jakarta: Erlangga. [11] Suhadak. 2010. Pengaruh Pemberian the Rosella Terhadap Penurunan Tekanan Darah Tinggi Pada Lansia Di Desa Windu Kecematan Karangbinangun Kabupaten Lamongan. Lamongan; BPPM stikes Muhammadiyah Lamongan. [12] Kumar V, Abbas AK, Fausto N, 2005. Hypertensive Vascular Disease. Dalam: Robh and Cotran Pathologic Basis od Disease,7th edition. Philadelpia; elsevier saunders. [13] Retno,AW. 2012. The Implementation Of Slow Stroke Back Massage In Decreasing Blood Pressure Of Hypertentions Patient. Jurnal Stikes Vol 5 No 2. [14] Gunawan, Lanny. 2001. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta. Kanisius [15] Swetman, Sean C., Paul S,Blake., Alison, Brayfielf, Julie M., McGlashman, dan Gail C, Neathercoat, 2009. Martindale: The Compelte Drug Reference. Great Britai; Pharmaceutical Press. [16] Harbone JB.1987. Metode Fitokimia Penentuan Cara Menganalisa Tumbuhan Bandung: Terbitan Kedua ITB. [17] Nizhar, U. M. 2012. Level Optimum SaeiBuah Lemon (Citrus limon) Sebagai Bahan Pengumpal pada Pembentukan Curd Keju Cottage. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanudin, Makassar. [18] Saputra, MR. 2015.Pengaruh Pemberian Aromaterapi Mawar Terhadap penurunan Tekanan Darah Pada Usia Lanjut Hipertensi Di Desa Sungai Bundung Laut Kabupaten Mempawah.Naskah Publikasi 1-11.
14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 160 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Gelinggang (Cassia alata L) Antibacterial Activity Test of Gelinggang Leaf Extracts (Cassia alata L) Khofifah Nur Oktavia*, Fika Aryati, Herman Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Secara tradisional daun gelinggang banyak dimanfaatkan untuk pengobatan berbagai penyakit kulit. Potensi daun gelinggang sebagai tanaman obat diduga karena adanya senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas, salah satunya dapat menghambat pertumbuhan jamur dan bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak daun gelinggang terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Penelitian diawali dengan proses ekstraksi daun gelinggang, uji skrining fitokimia dan pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak daun gelinggang dengan metode difusi agar menggunakan sumuran. Sampel daun gelinggan dimaserasi dengan pelarut etanol 96% dan kemudian diuji aktivitas antibakterinya dalam konsentrasi sebesar 5%, 10%, dan 15%. Hasil uji skrining fitokimia menunjukan bahwa ekstrak etanol daun gelinggan positif mengandung flavonoid, saponin, fenolik, dan terpenoid. Pada uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun gelinggang menunjukan adanya aktivitas penghambatan baik terhadap bakteri Staphylococcus aureus maupun pada bakteri Escherichia coli dengan aktivitas terbaik ada pada konsentrasi 15%. Kata Kunci: Gelinggang, Cassia alata, Antibakteri, Staphylococcus aureus, Escherichia coli Abstract Traditionally, gelinggang leaves are widely used for treatment of various skin diseases. The potential of gelinggang leaves as a medicinal plant is expected due to the presence of secondary metabolite compounds that have activities, one of which can inhibit the growth of fungi and bacteria. This study aims to determine the antibacterial activity of gelinggang leaf extract against Staphylococcus aureus and Escherichia coli bacteria. The study began with extraction process of gelinggang leaves, phytochemical screening tests and testing of antibacterial activity from gelinggang leaf extracts carried out by the agar diffusion method using a well. Gelinggang leaf samples were macerated with Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Gelinggang (Cassia alata L) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 161 96% ethanol solvent and then tested for antibacterial activity in concentrations of 5%, 10%, and 15%. The results of the phytochemical screening test indicated that the gelinggang leaf extract was positive for flavonoids, saponins, phenolics, and terpenoids. On antibacterial activity test of the ethanolic extract of gelinggang leaves, it revealed that there was an inhibition activity for both Staphylococcus aureus and Escherichia coli bacteria with the best activity at a concentration of 15%. Keywords: Gelinggang, Cassia alata, Antibacterial, Staphylococcus aureus, Escherichia coli DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.561 1 Pendahuluan Indonesia terkenal dengan kekayaan hayati yang banyak memiliki potensi sebagai pengobatan herbal. Masyarakat Indonesia secara tradisional banyak memanfaatkan bahan alam untuk menyelesaikan berbagai masalah Kesehatan, hal ini biasanya dilakukan berdasarkan kepercayaan empiris yang sifatnya turun temurun maupun yang telah ditemukan oleh ilmuwan. Salah satu tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai pengobatan tradisional adalah gelinggang (Cassia alata). Tanaman gelinggang (Cassia alata) merupakan tumbuhan perdu yang banyak tumbuh liar di tempat-tempat lembab karena merupakan jenis tanaman yang mudah ditemukan di daerah tropis maupun subtropis. Di Indonesia sendiri gelinggang dikenal dengan beberapa istilah lain seperti ketepeng cina, ketepeng kebo, ketepeng badak, acon-aconan, daun kupang dan tabankun [1]. Oleh masyarakat daerah daun gelinggang banyak dimanfaatkan untuk pengobatan berbagai penyakit kulit seperti eksem, gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya akibat mikroorganisme parasit [2]. Selain itu secara ilmiah juga diketahui bahwa tanaman gelinggang memiliki beberapa aktivitas yang berpotensi sebagai tanaman obat seperti adanya aktivitas sebagai antibakteri, antijamur serta sebagai antioksidan. Potensi tersebut diduga karena terdapat kandungan metabolit sekunder didalam tanaman gelinggang. Beberapa bakteri serta jamur seperti Salmonella typhi dan Malassezia furfur sebagai contohnya mampu dihambat dengan sedang-kuat oleh ekstrak daun gelinggang [3,4]. Berdasarkan penjelasan tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder serta untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak daun gelinggang terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotary evaporator, laminal air flow, autoklaf, Erlenmeyer, hot plate, inkubator, tabung reaksi, rak tabung, pipet tetes, pipet ukur, propipet, spatel, timbangan analitik, spoid, dan pencadang. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari daun gelinggang segar yang didapatkan di daerah Samboja, etanol 96%, aquadest, kloroform, asam sulfat, pereaksi Meyer, pereaksi Dragondorff, pereaksi Wagner, pereaksi Liberman-Bourchard, HCl, FeCl3, media Natrium Agar (NA), NaCl 0,9%, biakan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. 2.2 Penyiapan Sampel Sampel daun gelinggang segar yang telah didapatkan kemudian dicuci bersih dengan air mengalir, lalu dilakukan sortasi untuk memisahkan sampel daun gelinggang dengan kotoran dan kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Sampel daun gelinggang yang telah mengering kemudian dipotong-potong menjadi bagian lebih kecil untuk lebih memudahkan proses ekstraksi. Simplisia daun
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Gelinggang (Cassia alata L) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 162 gelinggang yang telah siap kemudian ditimbang untuk dilakukan proses ektraksi. 2.3 Proses Ekstraksi Simplisia daun gelinggang yang telah kering ditimbang sebanyak 600g dan diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 96% selama 3×24 jam. Hasil maserasi simplisia daun gelinggang kemudian disaring menggunakan kertas saring dan didapatkan filtrat hasil penyaringan berupa ekstrak etanol daun gelinggang. Ekstrak etanol daun gelinggang dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator dan hasilnya diuapkan hingga didapat ekstrak kental, kemudian ekstrak tersebut ditimbang dan dihitung nilai rendemennya. 2.4 Uji Kandungan Metabolit Sekunder 2.4.1 Uji Flavanoid Uji flavonoid dilakukan dengan mencampurkan ekstrak sebanyak 3 mL dengan 100 mL air panas, kemudian dididihkan kembali selama 5 menit dan disaring. Filtrat hasil penyaringan diambil sebanyak 5 mL dan ditambahkan 0,05 g serbuk Mg serta 1 mL asam klorida pekat. Lalu dikocok kuat hingga menunjukan perubahan warna berupa merah, kuning atau jingga yang menandakan hasil positif. 2.4.2 Uji alkaloid Uji alkaloid dilakukan dengan menggunakan 3 pereaksi berbeda yaitu pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendorff. Ekstrak sebanyak 3 mL ditambahkan 2 mL kloroform dan 2 mL ammonia lalu disaring. Filtrat hasil penyaringan kemudian ditetesi 3-5 tetes asam sulfat pekat lalu dikocok hingga terbagi menjadi 2 lapisan. Lapisan atas kemudian diambil dan dibagi dalam 3 tabung reaksi berbeda untuk kemudian ditetesi dengan pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendoff sebanyak 4-5 tetes hingga terbentuk reaksi positif. Untuk reaksi positif pada pereaksi Mayer ditandai dengan adanya endapan putih, pada pereaksi Wagner ditandai dengan endapan merah-jingga dan pada pereaksi Dragendorff ditandai dengan endapan coklat. 2.4.3 Uji Saponin Uji saponin dilakukan menggunakan 3 mL ekstrak yang ditambahkan dengan 10 mL aquadest dalam tabung reaksi, kemudian dilakukan pengocokan selama 1 menit dan ditambahkan 2 tetes asam klorida 1 N. Lalu kocok kembali larutan ekstrak selama beberapa saat, hasil positif ditandai dengan busa yang bertahan selama lebih dari 7 menit. 2.4.4 Uji Fenolik Uji fenolik dilakukan dengan menambahkan larutan FeCl3 10% kedalam ekstrak 1 mL didalam tabung reaksi. Adanya perubahan warna menjadi biru tua, biru kehitaman, atau hitam menandakan bahwa ekstrak tersebut positif mengandung senyawa fenolik 2.4.5 Uji Terpenoid Uji terpenoid dilakukan dengan menambahkan asam asetat glasial sebanyak 10 tetes dan asam sulfat pekat sebanyak 2 tetes dan dibiarkan selama beberapa menit. Hasil positif terpenoid ditandai dengan terbentuknya warna jingga atau ungu. 2.5 Uji aktivitas antibakteri Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun gelinggang dilakukan terhadap bakteri S.aureus dan E.coli yang sebelumnya telah diremajakan dalam media NA. Ekstrak etanol daun gelinggang yang akan diuji dibuat dalam konsentrasi 5%, 10%, dan 15%. Pengujian dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan sumuran dengan diameter 7 mm. Pada cawan petri yang telah disterilkan dimasukan 10 mL media NA sebagai media dasar. Setelah media memadat dimasukan suspense bakteri sebanyak 0,2 mL yang sebelumnya telah dibuat melalui pengenceran 1:40 dalam larutan NaCl 0,9%. Kemudian ditambahkan kembali media NA sebanyak 7 mL sebagai lapisan kedua dan dihomogenkan dengan menggeser cawan petri membentuk angka delapan. Setelah media memadat, dibuat lubang sumuran sebanyak 4 bagian dengan menggunakan pencadang untuk memasukan sampel. Pada setiap lubang sumuran dimasukan bahan uji yang terdiri dari kontrol negatif berupa aquades, ekstrak dalam konsentrasi 5%, 10% dan 15%. Terakhir dilakukan inkubasi
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Gelinggang (Cassia alata L) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 163 selama 1×24 jam pada suhu 37°C dan kemudian diukur zona hambat yang terbentuk. 3 Hasil dan Pembahasan Ekstrak kental dari hasil maserasi dan pemekatan dengan rotary evaporator didapatkan seberat 81,8 g dengan nilai rendemen sebesar 13,6%. Ekstrak yang telah didapatkan kemudian dilakukan uji kandungan metabolit sekunder serta uji aktivitas antibakteri. Hasil uji kandungan metabolit sekunder ditunjukan pada tabel 1. Table 1 Kandungan Metabolit Sekunder No Metabolit Sekunder Hasil 1 Flavanoid + 2 Alkaloid - 3 Saponin + 4 Fenolik + 5 Terpenoid + Pada uji flavonoid, saponin, fenolik dan terpenoid ekstrak etanol daun gelinggang menunjukan adanya hasil positif dan hanya pada uji alkaloid saja yang menunjukan hasil negatif. Secara umum kandungan metabolit yang ada pada ekstrak gelinggang ini merupakan senyawa polar, yang disebabkan oleh pelarut yang digunakan adalah pelarut polar, hal ini sesuai dengan prinsip like dissolve like yaitu suatu senyawa akan lebih mudah terlarut dalam pelarut dengan sifat kepolaran yang sama [6]. Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun gelinggan terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2. Sedangkan hasil pengukuran diameter zona hambatnya dapat dilihat pada Tabel 2. a b c Gambar 1 Aktivitas antibakteri terhadap S. aureus; (a) replikasi 1, (b) replikasi 2, (c) replikasi 3 a b c Gambar 2 Aktivitas antibakteri terhadap E. coli; (a) replikasi 1, (b) replikasi 2, (c) replikasi 3
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Gelinggang (Cassia alata L) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 164 Table 2 Rata-rata diameter zona hambat (mm) Bakteri Uji Konsentrasi K (-) 5% 10% 15% Staphylococcus aureus - 10,11±0,13 11,65±0,13 12,57±0,22 Escherichia coli - 8,58±0,30 9,94±0,27 11,08±0,27 Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan didapatkan hasil aktivitas ekstrak etanol daun gelinggang sebagai antibakteri yang ditunjukan dengan adanya zona hambat yang terbentuk. Berdasarkan diameter zona hambat pada table 2 ekstrak etanol daun gelinggang dengan konsentrasi 5%, 10% serta 15% mampu menghambat bakteri S.aureus dengan daya hambat kuat karena memiliki diameter hambat yang masuk dalam rentang ktivitas kuat yaitu 10-20 mm [7]. Pada bakteri E.coli ekstrak etanol daun gelinggang mampu menghambat kuat pada konsentrasi 10% dan 15%, sedangkan pada konsentrasi 5% ekstrak daun gelinggang hanya memiliki daya hambat sedang yang berada pada rentang 5-10 mm [7]. Sehingga diketahui bahwa konsentrasi ekstrak sangat berpengaruh terhadap aktivitas antibakterinya, dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka diameter zona hambat yang dihasilkan akan semakin besar. Aktivitas antibakteri yang dihasilkan oleh ekstrak etanol daun gelinggang ini dipengaruhi oleh adanya senyawa metabolit sekunder yang terkandung didalamnya. Adanya senyawa flavanoid dalam ekstrak mampu menghambat metabolism energi pada bakteri, sehingga dapat menghambat respirasi oksigen dan mengakibatkan bakteri tersebut kehilangan permeabilitas dinding sel, mikrosom dan lisosom [8]. Terpenoid mampu bekerja sebagai antibakteri diduga karena bekerja merusak dinding sel bakteri dengan merusak komponen petidoglikan sel bakteri sehingga menyebabkan lisis dan bakteri mengalami kematian [9]. Senyawa fenol mampu membunuh bakteri melalui denaturasi protein sel, dimana ikatan hidrogen fenol dan protein mengakibatkan struktur protein rusak dan mempengaruhi permiabelitas dindin sel bakteri, dan terakhir senyawa saponin mampu membunuh bakteri dengan menyebabkan kebocoran protein serta enzim dari dalam sel [10]. 4 Kesimpulan Ekstrak etanol daun gelinggang memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri S.aureus dengan kategori penghambatan kuat pada konsentrasi 5%, 10%, dan 15%. Sedangkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri E.coli hanya mampu menghambat secara kuat pada konsentrasi 15% dan menghambat secara sedang pada konsentrasi 5% dan 10%. 5 Kontribusi Penulis Khofifah Nur Oktavia: Melakukan penelitian, pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskrip. Herman dan Fika Aryati: Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Fajri, M., Marfu’ah, N., Artanti, L O. 2018. Aktivitas Antifungi Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L) Fraksi Etanol, N-Heksan, dan Kloroform Terhadap Jamur Micrisporium canis. Pharmasipha. 2 (1): 1-8 [2] Arief, Hariana H. 2011. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Jilid 2. Jakarta: Penebar Swadaya [3] Nurlansi dan Jahidin. 2018. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Metanol Dan Fraksi Etilasetat Daun Ketepeng Cina (Casia Alata L). Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal Vol. 2, No. 2, [4] Triana, O., Fajar P., Hadi K., Laode R. 2016. Aktivitas Antijamur Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.). Jurnal Sains dan Kesehatan, Vol. 1 No. 6 [5] Verdian, M., Widarta I W R., Permana, I D G M. 2018. Pengaruh jenis pelarut pada ekstraksi menggunakan gelombang ultrasonic terhadap aktivitas antioksidan ekstrak kulit buah lemon (Citrus limon (Linn.) burm F).Jurnal ilmu dan teknologi pangan. 7 (4): 213-222 [6] Davis, W. W., Stout, T. R. 1971. Disc Plate Methods of Microbiology. 22(4): 659- 665 [7] Nagappan, T P., Ramasamy, M E A., Wahid, T C, Segaran and Vairappan C S. 2011. Biological activity of carbazole alkaloids and essential oil of murraya koenigii against antibiotic resistant
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Gelinggang (Cassia alata L) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 165 microbes and cancer cell lines. Molecules. 16: 9651-9664 [8] Ibrahim, A., dan Kuncoro, H. 2012. Identifikasi metabolit sekunder dan aktivitas antibakteri ekstrak daun sungkai (peronema canescens Jack) terhadap beberapa bakteri pathogen. Journal of tropical pharmacy and chemistry, 2(1) [9] Madduluri, Suresh. Rao, K.Babu. Sitaram, B.2013. In Vitro Evaluation of Antibacterial Activity of Five Indegenous Plants Extract Against Five Bacterial Pathogens of Human. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.2013:5(4): 679-684.
14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 153 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Pola Penggunaan Antimalaria pada Pasien Malaria di Instalasi Rawat Inap RSUD Jayapura Periode Januari–Desember 2020 Pattern of Antimalarial Drug in Malaria Patients in the Jayapura Hospital Inpatient Installation During January – Desember 2020 Kornelius Yustico Trimedya Purba1,*, Vita Olivia Siregar2. Niken Indriyanti2 1Mahasiswa Program Studi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia 2KBI Farmakologi Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Kota Jayapura merupakan salah satu daerah endemik malaria di Provinsi Papua. Penggunaan obat antimalaria di rumah sakit telah menyesuaikan dengan pola keberhasilan terapi pada tahun-tahun sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan antimalaria pada pasien malaria di instalasi rawat inap RSUD Jayapura periode Januari - Desember 2020. Metode penelitian yang digunakan yaitu studi non eksperimental dengan rancangan deskriptif dari data retrospektif yang bersumber dari data rekam medik pasien malaria. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia 17- 25 tahun menjadi usia terbanyak mengalami malaria sebanyak 38 pasien (38%). Kelompok laki-laki menjadi yang dominan dibandingkan dengan perempuan yaitu 60 pasien (60%). Pelajar/mahasiswa menjadi sasaran utama penyakit malaria dengan jumlah 38 pasien (38%). Malaria tropika menjadi yang paling umum mencapai 62 pasien (62%). Pemberian terapi kombinasi antara primakuin + artesunat mencapai (66%). Untuk tepat indikasi dan tepat interval waktu masuk kedalam ketepatan pengobatan malaria dengan ketepatan (100%) sedangkan untuk tepat obat memiliki persentase (92%) dan tepat dosis memiliki persentase (99%) sehingga selanjutnya masih bisa dimaksimalkan lagi. Kata Kunci: Karakteristik Pasien, Obat Malaria, Pola Pengobatan Abstract The Jayapura city is one of the endemic areas of malaria in the province of Papua. The use of antimalarial medicine in hospitals has adjusted to a pattern of successful therapy in previous years. The study aims to know the pattern of antimalarial use in malarial patients at the jayapura hospital Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Pola Penggunaan Antimalaria pada Pasien Malaria di Instalasi Rawat Inap RSUD Jayapura Periode Januari–Desember 2020 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 154 installation in January - December 2020. The method of research used is a non-experimental study with a descriptive design from the retrospective data that sources the data of the treatment records of malaria patients. Studies show that the age of 17-25 became the most common age to develop malaria by 38 patients (38%). The male group became dominant compared with the female population of 60 (60%). Students are the primary target of malaria with 38 patients (38%). Tropical malaria is the most common of 62 patients (62%). Combination of primaquine + artesunate therapy reaches (66%). For precise indications and precise intervals of time entering into the precision of the treatment of malaria with accuracy (100%) while for right the medicine has a percentage (92%) and the right dosage has a percentage (99%) so it can be maximized in the future. Keywords: Patient Characteristics, Malaria Drugs, Treatment Pattern DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.562 1 Pendahuluan Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Spesies plasmodium pada manusia adalah Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae [1]. Pemerintah Indonesia memandang malaria masih sebagai ancaman terhadap status kesehatan masyarakat terutama pada rakyat yang hidup di daerah terpencil, hal ini tercermin dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor: 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015 - 2019 dimana malaria termasuk penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi. Malaria sendiri merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian, selain itu malaria secara langsung dapat menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja [2]. Global Malaria Programme (GMP) menyatakan bahwa malaria merupakan penyakit yang harus terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring dan evaluasi, serta diperlukan formulasi kebijakan dan strategi yang tepat. Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator Annual Parasite Incidence (API). Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam stratifikasi rendah, 3 meskipun masih terdapat desa atau fokus malaria tinggi. Provinsi Papua merupakan daerah endemis malaria dengan angka kesakitan menempati urutan pertama dari 10 besar penyakit [3,4]. Berdasarkan latar belakang diatas maka, tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui karakteristik (berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan) pasien malaria di Instalasi rawat inap RSUD Jayapura periode Januari - Desember 2020 dan untuk mengetahui pola penggunaan antimalaria pada pasien malaria di instalasi rawat inap RSUD Jayapura periode Januari - Desember 2020. Metode penelitian yang digunakan adalah studi non eksperimental dengan rancangan deskriptif dari data retrospektif yang bersumber dari data rekam medik pasien malaria di Instalasi Rawat Inap RSUD Jayapura Periode Januari - Desember 2020. Hasil akhir penelitian ini berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian diharapkan dapat memberikan sebuah kajian berupa informasi terkait pola pengobatan antimalaria yang diberikan terhadap pasien malaria di RSUD Jayapura.
Pola Penggunaan Antimalaria pada Pasien Malaria di Instalasi Rawat Inap RSUD Jayapura Periode Januari–Desember 2020 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 155 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan berupa bolpoin, tipe-x, penggaris, laptop, serta handphone. Sedangkan untuk bahan yang digunakan yaitu buku pengumpulan data, data rekam medik, dan buku saku kasus penatalaksanaan malaria. 2.2 Prosedur Melakukan observasi subjek penelitian dan penetapan subjek penelitian yang telah di diagnosa malaria, kemudian dilakukan pendataan dan menganalisis terkait karakteristik pada subjek penelitian, potensi resistensi, efek samping, dan pola pengobatan pasien malaria di instalasi rawat inap RSUD Dok 2 Jayapura periode Januari - Desember 2020. 2.3 Jenis Penelitian Pada penelitian ini menggunakan observasi dengan menggunakan data retrospektif pada rekam medik pasien malaria di Instalasi rawat inap RSUD Jayapura periode Januari - Desember 2020. 2.4 Subyek Penelitian Subyek dalam penelitian ini yaitu pasien rawat inap dengan diagnosa malaria di RSUD Jayapura periode Januari – Desember 2020 yang memenuhi kriteria inklusi. 2.5 Analisis Data Data yang telah dikumpulkan di lembar pengumpulan data selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif dengan mengidentifikasi karateristik pasien (usia, jenis kelamin, pekerjaan, jenis malaria), pola pengobatan yang diterima pasien serta ketepatan pengobatan lalu data akan disajikan dalam bentuk tabel, diagram, dan persentase. 3 Hasil dan Pembahasan Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan cara pengumpulan data secara retrospektif pada pasien malaria yang di rawat inap di RSUD Jayapura periode Januari– Desember 2020 didapatkan jumlah pasien sebanyak terdapat 100 pasien yang memenuhi kristeri inklusi. 3.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia Distribusi pasien malaria terbanyak berada di usia 17-25 tahun dengan jumlah pasien sebanyak 38%. Tabel 1. Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia Usia Jumlah Pasien Persentase 12-16 (Masa Remaja Awal) 5 5% 17-25 (Masa Remaja Akhir) 38 38% 26-35 (Masa Dewasa Awal) 21 21% 36-45 (Masa Dewasa Akhir) 16 16% 46-55 (Masa Lansia Awal) 11 11% 56-65 (Masa Lansia Akhir) 5 5% > 65 (Masa Manula) 4 4% Total 100 100% Departemen Kesehatan RI tahun 2009 mengelompokan usia pasien menjadi 9 kategori dimana balita 0-5 tahun, kanak-kanak 5-11 tahun, remaja awal 12-16 tahun, remaja akhir 17-25 tahun, dewasa awal 26-35 tahun, dewasa akhir 36-45 tahun, lansia awal 46-55 tahun, lansia akhir 56-65 tahun dan manula diatas 65 tahun. Berdasarkan Tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa pasien malaria pada usia 12- 16 tahun sebanyak (5%), pada usia 17-25 tahun sebanyak (38%), pada usia 26-35 tahun sebanyak (21%), pada usia 36-45 tahun sebanyak (16%), pada usia 46-55 tahun sebanyak 11%, pada usia 56-65 tahun sebanyak 5%, dan yang terakhir pada usia > 65 tahun atau masa manula sebanyak (4%). Dimana untuk pasien terbanyak terdapat pada usia 17-25 tahun sebanyak 38 pasien dengan persentase (38%). Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gultom et al, 2019 [5] yang menunjukkan bahwa usia 17-25 tahun merupakan kelompok usia produktif. Selain itu kelompok usia tersebut juga lebih sering melakukan aktivitas di sore hingga malam hari dimana pada kondisi tersebut nyamuk sedang aktif-aktifnya mencari darah manusia nyamuk [4,6]. 3.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Distribusi pasien malaria dengan jenis kelamin laki-laki menjadi yang terbanyak dengan jumlah pasien sebanyak 60%.
Pola Penggunaan Antimalaria pada Pasien Malaria di Instalasi Rawat Inap RSUD Jayapura Periode Januari–Desember 2020 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 156 Tabel 2. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah Pasien Persentase Laki-Laki 60 60% Perempuan 40 40% Total 100 100% Berdasarkan tabel 2 diatas menunjukkan bahwa dari total 100 pasien malaria, hasil pengelompokkan menunjukkan angka kejadian penyakit malaria lebih banyak terjadi pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki dibandingkan pasien dengan jenis kelamin perempuan dengan jumlah pasien sebanyak (60%) pada laki-laki serta (40%) pada perempuan. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gultom et al, 2019 [5] dimana ditemukan bahwa pasien lakilaki lebih dominan dibandingkan pasien dengan jenis kelamin perempuan. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan respon imun antara laki-laki dan perempuan. Respon imun yang dimiliki oleh perempuan lebih kuat dibandingkan respon imun laki-laki [7]. 3.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Pekerjaan Distribusi pasien malaria dengan pekerjaan terbanyak dialami oleh pelajar/mahasiswa dengan jumlah pasien sebanyak 38%. Tabel 3. Karakteristik Pasien Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Jumlah Pasien Persentase Swasta 28 28% PNS 8 8% Pelajar/Mahasiswa 38 38% IRT 20 20% Petani 5 5% Nelayan 1 1% Total 100 100% Berdasarkan tabel pekerjaan diatas dapat dilihat bahwa pasien malaria dengan pekerjaan sebagai swasta sebanyak (28%), untuk petani sebanyak (5%), untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak (8%), untuk pelajar atau mahasiswa sebanyak (38%), untuk Ibu Rumah Tangga sebanyak (20%), dan yang terakhir untuk nelayan terdapat (1%). Orang yang bertempat kerja di luar rumah mempunyai resiko untuk tertular penyakit malaria lebih besar dibanding dengan orang yang bertempat kerja di dalam rumah. Selain itu pelajar dan mahasiswa rentan terkena malaria kemungkinan disebabkan oleh kondisi lingkungan disekitar sekolah atau kampus masih banyak dikelilingi oleh rawa-rawa atau pepohonan-pepohonan besar yang merupakan habitat alami dari nyamuk anopheles [8]. 3.4 Karakteristik Berdasarkan Jenis Malaria Distribusi pasien malaria dengan jenis malaria terbanyak diderita oleh pasien dengan malaria tropika sebanyak 62%. Tabel 4. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Malaria Jenis Malaria Jumlah Pasien Persentase Malaria Vivax 36 36% Malaria Falciparum 62 62% Mix Malaria 2 2% Total 100 100% Berdasarkan tabel 4 diatas gejala klinis yang ditemukan pada penelitian ini berupa demam, pusing, mual, muntah, nyeri serta penurunan kesadaran. Tabel jenis malaria diatas menunjukkan bahwa malaria tropika (plasmodium falciparum) yang paling dominan dengan jumlah (62%). Diikuti malaria tersiana (plasmodium vivax) dengan jumlah (62%) dan mix malaria (malaria tropika dan tersiana) dengan jumlah (2%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Natalia et al, 2016. Malaria tropika menjadi yang terbanyak karena gejala klinis dari malaria tropika menjadi yang paling dominan. 3.5 Pola Pengobatan Distribusi pasien malaria yang menerima terapi terbanyak yaitu diberikan kombinasi antara primakuin + artesunat dengan jumlah pasien sebanyak 66%. Tabel 5. Pola Pengobatan Pasien Malaria Terapi Antimalaria Jumlah Pasien Persentase Primakuin + Artesunat 66 66% Primakuin + DHP 8 8% DHP + Artesunat 8 8% Primakuin + DHP + Artesunat 18 18% Total 100 100%
Pola Penggunaan Antimalaria pada Pasien Malaria di Instalasi Rawat Inap RSUD Jayapura Periode Januari–Desember 2020 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 157 Berdasarkan Tabel pola pengobatan diatas diketahui bahwa pasien malaria yang dirawat inap di RSUD Jayapura menerima terapi kombinasi antara Injeksi Artesunat + Primakuin sebanyak (66%), terapi kombinasi antara Primakuin + DHP sebanyak (8%), terapi kombinasi DHP + Artesunat sebanyak (8%), dan yang terakhir yaitu kombinasi antara Primakuin + Artesunat + DHP sebanyak (18%). Di Indonesia, pengobatan lini utama untuk malaria tropika (plasmodium falciparum) dan malaria tersiana (plasmodium vivax) adalah kombinasi antara artesunat dan primakuin. Penggunaan artesunat bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan untuk membunuh gametosit yang berada dalam darah. Obat kombinasi diberikan per oral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian. Selain penggunaan artesunat, pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini yaitu menggunakan DHP dan Primakuin. Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektivitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan pemberian DHP secara oral. Disamping itu diberikan primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal. Dosis DHP untuk malaria falciparum sama dengan malaria vivax. Primakuin untuk malaria falciparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivax diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/ kgBB [9,10]. Untuk malaria berat diobati dengan injeksi Artesunat dilanjutkan dengan DHP oral. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi dan Ibu hamil serta Ibu menyusui. Pengobatan malaria berat untuk Ibu hamil dilakukan dengan memberikan artesunat injeksi seperti pada pasien dewasa. Ibu hamil dengan malaria mempunyai risiko terkena anemia dan meninggal. Selain itu dapat mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (termasuk bayi prematur) sehingga menjadi faktor risiko utama kematian bayi di daerah endemis malaria [10]. 3.6 Ketepatan Penggunaan Obat 3.6.1 Tepat Indikasi Tepat indikasi merupakan pemberian obat yang sesuai dengan ketepatan pada keluhan serta diagnosis dari pasien penderita malaria. Diagnosis malaria harus di tegakkan dengan pemeriksaan sediaan secara mikroskopik atau tes diagnostik cepat (RDT–Rapid Diagnostik Test). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, jumlah pasien yang terdiagosis penyakit malaria di RSUD Jayapura sebanyak 100 pasien, dan 100 pasien tersebut memenuhi kriteria kerasionalan pengobatan menggunakan obat antimalaria dengan persentase (100%). Oleh karena itu RSUD Jayapura sudah melakukan pemberian obat berdasarkan indikasi yang sesuai dengan penyakit malaria yang diderita oleh pasien [1]. Tabel 6. Ketepatan Penggunaan obat Kriteria Ketepatan Evaluasi Penggunaan Obat Tepat Tidak Tepat n % n % Indikasi 100 100% 0 0% Obat 92 92% 8 8% Dosis 99 99% 1 1% Waktu 100 100% 0 0% 3.6.2 Tepat Obat Diagnosis yang tepat harus dilakukan dengan pemilihan obat yang tepat. Ketepatan penggunaan obat kategori tepat obat adalah ketepatan pemilihan obat yang mempertimbangkan ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang diberikan, serta manfaat dan keamanan berdasarkan literatur dan pedoman. Berdasarkan tabel 6 diatas ketepatan penggunaan obat dalam penelitian ini diperoleh sebesar 92 pasien dengan persentase (92%) tepat obat, dimana terdapat 8 pasien yang tidak tepat obat dengan persentase (8%). Ketidaktepatan pemberian obat pada penelitian ini terdapat pada kasus tidak diberikannya primakuin pada pasien yang terdiagnosis menderita malaria falciparum dan malaria vivax. Pengobatan lini utama untuk malaria tropika (plasmodium falciparum) dan malaria tersiana (plasmodium vivax) adalah pemberian primakuin. Parasit plasmodium falciparum dan plasmodium vivax akan lebih sulit untuk tereliminasi kepada pasien malaria yang tidak menerima terapi primakuin. Dengan demikian perawatan di rumah sakit akan menjadi lebih lama dikarenakan pengobatan malaria menjadi tidak optimal [5,9].
Pola Penggunaan Antimalaria pada Pasien Malaria di Instalasi Rawat Inap RSUD Jayapura Periode Januari–Desember 2020 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 158 3.6.3 Tepat Dosis Evaluasi ketepatan dosis bertujuan untuk mengetahui ketepatan dosis obat antimalaria yang diberikan kepada pasien penderita malaria yang dirawat inap di RSUD Jayapura. Pengobatan malaria dikatakan tepat dosis jika pemberian dosis obat antimalaria sesuai dengan buku Pedoman Penatalaksanaa Kasus Malaria di Indonesia dan buku Saku Pelayanan Kefarmasian untuk Penyakit Malaria oleh karena itu efek ketepatan penggunaan dosis obat yang optimal sangat berpengaruh. Perhitungan dosis pemberian obat antimalaria dilakukan berdasarkan berat badan dari pasien. Berdasarkan Tabel 6 diatas ketepatan penggunaan dosis obat sebanyak 99 pasien dengan persentase (99%) dimana terdapat 1 pasien dengan persentase 1% yang tidak tepat dosis. Kesalahan pemberian dosis pada penelitian ini, terdapat pada satu pasien yang diberikan dosis tidak sesuai dengan pedoman. Dosis DHP (Dihidroartemisinin-piperakuin) yang seharusnya diberikan satu kali sehari selama tiga hari namun diberikan tiga kali dalam sehari. Salah satu penyebab dari resistensi obat antimalaria adalah kesalahan dalam pemberian dosis obat yang dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan malaria. Selain itu kesalahan pemberian dosis dapat berakibat pasien menimbulkan komplikasi berkaitan dengan penyakitnya [4,10,11]. 3.6.4 Tepat Waktu Ketepatan pemberian obat berdasarkan kategori tepat waktu pemberian obat dinilai dari interval waktu pemberian obat antimalaria. Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ketepatan waktu pada pasien rawat inap di RSUD Jayapura dinyatakan memenuhi kriteria interval waktu dengan jumlah 100 pasien dengan persentase (100%). Hasil ini menunjukkan bahwa RSUD Jayapura telah melaksanakan pengobatan dengan interval waktu obat Antimalaria secara tepat. 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: Karakteristik dari pasien malaria yang di rawat inap di RSUD Jayapura periode JanuariDesember 2020 terbanyak diderita oleh rentang usia 17-25 tahun (masa remaja akhir) dengan jumlah 38 pasien dan persentase 38% dengan jenis kelamin laki-laki menjadi yang terbanyak dengan jumlah 60 pasien dengan persentase 60% dan pekerjaan yang paling banyak terkena malaria yaitu pelajar/mahasiswa dengan jumlah 38 pasien dengan persentase 38%. Malaria tropika menjadi malaria dengan jumlah pasien terbanyak sebanyak 62 pasien dengan persentase 62% karena memiliki gejala klinis yang paling dominan. Pemberian pengobatan malaria terbanyak pada pasien malaria yang di rawat inap di RSUD Jayapura yaitu kombinasi antara primakuin + artesunat dengan jumlah 66 pasien dengan persentase 66%. Untuk tepat indikasi dan tepat interval waktu masuk kedalam ketepatan pengobatan malaria dengan ketepatan 100% sedangkan untuk tepat obat memiliki persentase 92% dan tepat dosis memiliki persentase 99% sehingga dikatakan kurang tepat. 5 Ucapan Terima Kasih Peneliti menyampaikan rasa terima kasih kepada Direktur, Kepala Bidang Pendidikan Penelitian dan Pengembangan SDM, Wakil Direktur Pendidikan Penelitian dan Pengembangan SDM, Kepala Ruangan Penyakit Dalam Pria, Kepala Ruangan Penyakit Dalam Wanita, Kepala Instalasi Rekam Medik, dan Kepala Bagian RSUD Jayapura yang telah berkenan memberikan izin untuk melakukan penelitian. 6 Kontribusi Penulis Kornelius Yustico Trimedya Purba : Melakukan pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskrip. Niken Indriyanti dan Vita Olivia Siregar : Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip 7 Etik Keterangan layak etik dikeluarkan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman No. 99/KEPK-FFUNMUL/EC/EXE/12/2021
Pola Penggunaan Antimalaria pada Pasien Malaria di Instalasi Rawat Inap RSUD Jayapura Periode Januari–Desember 2020 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 159 8 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 9 Daftar Pustaka [1] Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. [2] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Buku saku penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Jakarta: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. [3] World Health Organization and Global Malaria Programme, World malaria report 2020. [4] Natalia, D. S., D. Gunawan, R. D. Pratiwi. 2016. Evaluasi Penggunaan Obat Antimalaria di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abepura, Jayapura. Jurnal Biologi Papua. 8(2): 72–78 [5] Febryan L. Gultom, Weny I. Wiyono, Heedy M. Tjitrosantoso. 2019. STUDI PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN MALARIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN MIMIKA. PHARMACON Volume 8 Nomor 2. [6] Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta [7] Dyana Sarvasti. 2020. Pengaruh Gender Dan Manifestasi Kardiovaskular Pada COVID-19. Indonesian Journal of Cardiology. Indonesian J Cardiol 2020:41:125-132 [8] Dewi, R. 2016. Gambaran Perilaku Keluarga Tentang Pencegahan Malaria di Desa Tembung Tahun 2015. Jurnal Ilmiah Keperawatan IMELDA, 2(2), 119–123 [9] Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia 2014, Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI), BPOM RI, diakses 16 November 2021. http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5- infeksi/55-infeksiprotozoa/551-antimalaria [10] Kementerian Kesehatan RI. 2020. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta: Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI [11] World Health Organization. 2001. Antimalarial drug combination therapy. Geneva: WHO.
14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 145 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Kombinasi Ekstrak Etanol 96% Daun Teh (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dan Daun Yakon (Smallanthus sonchifolius) sebagai Penghambat Enzim α-glukosidase Combination of 96% Ethanol Extract of Tea Leaves (Camellia sinensis Linn.) and Yakon Leaves (Smallanthus sonchifolius) as an Inhibitor of the α-glucosidase enzyme Lilik Sulastri1,2,* , Rohmat Hidayat1, Padmono Citroreksoko1, Syamsudin Abdillah2, Partomuan Simanjuntak2,3 1Sekolah Tinggi Teknologi Industri dan Farmasi (STITIF) Jl. Kumbang 23 Bogor 16151; 2Program Doktor Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan; 3Pusat Riset Kimia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kawasan Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif berupa gangguan metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah dan gangguan metabolisme insulin. Daun yakon dan daun teh mengandung senyawa fenol yang memiliki aktivitas menghambat α-glukosidase. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase dari ekstrak daun teh dan daun yakon serta kombinasi kedua tanaman. Ekstraksi senyawa aktif yang terkandung dalam daun teh dan daun yakon dilakukan dengan metode maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, etanol 96% dan air (menggunakan metode dekok). Analisis fitokimia ekstrak etanol 96% daun teh dan daun yakon memiliki kandungan senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, triterpenoid/steroid dan fenol. Hasil pengujian aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase menunjukkan bahwa nilai IC50 untuk ekstrak etanol 96% daun teh dan daun yakon adalah 22,31 dan 19,70 ppm. Kombinasi ekstrak etanol 96% daun teh dan daun yakon dengan perbandingan 1:1; 1:3; 3:1 diperoleh IC50 masing-masing sebesar 64,73 ppm; 7,34 ppm, dan 11,03 ppm. Kata Kunci: α-glukosidase, Camellia sinensis, IC50, Kombinasi Ekstrak, Smallanthus sonchifolius Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Kombinasi Ekstrak Etanol 96% Daun Teh (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dan Daun Yakon (Smallanthus sonchifolius) sebagai Penghambat Enzim α-glukosidase 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 146 Abstract Diabetes mellitus is a degenerative disease in the form of metabolic disorders characterized by increased blood glucose levels and impaired insulin metabolism. Yakon leaves and tea leaves contain phenolic compounds which have α-glucosidase inhibiting activity. The aims of this study was to determine the inhibitory activity of the α-glucosidase enzyme from tea leaf and yakon leaf extracts and the combination of the two plants. Extraction of the active compounds contained in tea leaves and yakon leaves was carried out by graded maceration method using n-hexane, ethyl acetate, 96% ethanol and water as solvents (using the decoction method). Phytochemical analysis of 96% ethanol extract of tea leaves and yakon leaves contained alkaloids, flavonoids, tannins, saponins, triterpenoids/steroids and phenols. The results of testing the inhibitory activity of the -glucosidase enzyme showed that the IC50 values for 96% ethanol extract of tea leaves and yakon leaves were 22.31 and 19.70 ppm, respectively. Combination of 96% ethanol extract of tea leaves and yakon leaves in a ratio of 1:1; 1:3; 3:1 obtained IC50 of 64.73 ppm respectively; 7.34 ppm, and 11.03 ppm. Keywords: α-glukosidase enzyme inhibitor, Camellia sinensis, Smallanthus sonchifolius. diabetes mellitus DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.563 1 Pendahuluan Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sebagai akibat defisiensi absolut atau relatif dalam aksi dan/atau sekresi insulin[1][2][3]. Diabetes melitus secara luas diklasifikasikan menjadi dua, yaitu Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) dan Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). DM dapat ditemukan di hampir semua populasi di seluruh dunia tetapi insiden dan prevalensi bervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Secara global, jumlah orang yang telah didiagnosis menderita diabetes telah meningkat dalam dua dekade terakhir. Pada tahun 2000, 151 juta orang di dunia dilaporkan menderita diabetes [4][5] [6] Pada tahun 2015 telah diproyeksikan bahwa 415 juta orang akan menderita diabetes dan 642 juta pada tahun 2040 dengan 95% penderita DM merupakan penderita diabetes tipe-2 [7]. Obat antidiabetes oral tersedia untuk mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah tetap terkontrol dengan baik. Obat antidiabetes oral saat ini antara lain metformin, sulfonilurea, guanid, tiazolidindion, penghambat a-glukosidase, penghambat dipeptidyl peptidase- IV (DPP4), dan penghambat sodium-glucose transport protein (SGLT2) dengan mekanisme kerja dan keamanan masing-masing yang berbeda [8]. Penggunaan obat hipoglikemik oral memiliki efek samping antara lain seperti sulfonilurea meningkatkan hiperinsulinemia, dan menyebabkan kenaikan berat badan. Biguanides menjadi hipoglikemik yang lemah, tiazolidion dapat menyebabkan penambahan berat badan dan edema, penghambat αglukosidase menyebabkan diare dan flatulen; penghambat SGLT2 dapat menyebabkan dehidrasi dan infeksi saluran kemih [9]. Pemanfaatan tumbuhan obat oleh berbagai lapisan masyarakat, baik untuk pemeliharaan kesehatan maupun untuk pengobatan terus meningkat. Perkembangan pengobatan DM dengan bahan alam telah dilakukan secara spesifik di Indonesia menunjukkan bahwa beberapa tanaman yang telah digunakan untuk mengobati DM; Beberapa tanaman yang memiliki khasiat sebagai antidiabetes tersebut antara lain adalah daun teh (Camelia sinensis) dan daun yakon
Kombinasi Ekstrak Etanol 96% Daun Teh (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dan Daun Yakon (Smallanthus sonchifolius) sebagai Penghambat Enzim α-glukosidase 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 147 (Smallanthus sonchifolius). Bahan alam tersebut saat ini telah banyak digunakan sebagai bahan obat yang tidak hanya menunjukkan khasiat antidiabetes juga menunjukkan khasiat sebagai sumber zat antioksidan dan anti-inflamasi. Gambar daun teh dan daun yakon dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. (a) Daun Teh dan (b) Daun Yakon Tanaman teh (Camellia sinensis) memiliki khasiat antara lain sebagai antioksidan, antiparkinson, antikanker, antihiperlipidemia, antikolestrol, antidiabetes, antiobesitas, antistroke dan lain sebagainya [10]. Hasil penelitian terhadap beberapa jenis teh diperoleh bahwa aktivitas penghambatan αglukosidase teh putih (IC50 sebesar 43,42 1,88 μg/mL) lebih tinggi dibandingkan dengan jenis teh lainnya seperti teh hijau, teh hitam, teh oolong yang masing-masing IC50 44,79 1,64 μgmL; 54,86 1,19 μg/mL dan 55,466,2 μgmL) [11]. Yakon (Smalanthus sonchifolius (Poepp & Hendl) H. Robinson) mengandung bahan aktif yang memiliki efek farmakologis antara lain senyawa fenolik seperti flavonoid, asam ferulat, asam klorogenat, dan kafein [12]. Kandungan senyawa kimia tersebut menunjukkan potensi aktivitas antioksidan yang kuat sehingga dapat digunakan sebagai suplemen makanan yang dapat mencegah penyakit degeneratif kronis. Beberapa studi melaporkan bahwa teh yang dibuat dari daun yakon dapat menurunkan glikemia dan meningkatkan konsentrasi insulin pada plasma darah tikus yang menderita diabetes. Peneliti lain melaporkan potensi akar yakon untuk mengobati hiperglikemia, permasalahan ginjal, dan peremajaan kulit berdasarkan aktivitas antihiperglikemik dan sitoprotektif daun yakon yang diduga disebabkan oleh kandungan fenolik dan oligofruktan dalam daun yakon tersebut [13]. Senyawa fenolik yang ada di dalam daun yakon, termasuk enhidrin, memiliki peran hipoglikemik untuk mengendalikan diabetes [14]. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa uji aktivitas antidiabetes ekstrak etanol 70 % daun yakon (S. sonchifolius) menghasilkan nilai penghambatan α-glukosidase IC50 sebesar 19,59 μg/ml[15]. Penelitian lain menyebutkan bahwa akar yakon dapat meningkatkan stres oksidatif pada tikus diabetogenik [16]. Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa sudah banyak penelitian mengenai daun teh dan yakon yang berpotensi sebagai antidiabetes, antihiperglikemik dan senyawa fenolik yang ada di dalam ekstrak yang berperan sebagai hipoglikemik untuk mengendalikan diabetes [9], dan hasil uji aktivitas antidiabetes dengan penghambatan α-glukosidase [15]. Namun belum ditemukan publikasi yang membahas secara spesifik mengenai kombinasi dari kedua ekstrak tersebut dalam proses penghambatan enzim αglukosidase. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah , alat gelas, alat ekstraksi, neraca analitik (Precisa 240A), oven (Memmert), penangas air (Memmert), desikator, sonikator (Branson® 1510), blender (Miyako), spektrofotometer UVVis (Hitachi U-3900H), pH meter digital (PH009(1)A), rotary evaporator (Heidolph LABOROTA 4000-efficient), Microtube, Hot plate ( Thermo Scientific CIMAREC). Bahan yang digunakan adalah daun teh (Camellia sinensis L.), daun yakon (Smallanthus sonchifolius), n-heksana, etil asetat, etanol 96%, akuades, enzim α-glukosidase 0,15 U/ml (Sigma_Aldrich 9001-42-7), p-Nitrofenil-αDglukopiranosida (pNPG) 5 mM (Sigma-Aldrich
Kombinasi Ekstrak Etanol 96% Daun Teh (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dan Daun Yakon (Smallanthus sonchifolius) sebagai Penghambat Enzim α-glukosidase 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 148 N1377-1G), larutan bufer fosfat pH 6,8 (SigmaAldrich P5244-100ml), akarbosa (Tablet 50mg Generik Dexa Medika), dimetilsulfoksida (DMSO) (Sigma-Aldrich D2650-100ml), NaH2PO4, Na2HPO4.H2O (Sigma-Aldrich 71643- 250G) dan Na2CO3 200 mM (Sigma-Aldrich S7795-500G). NH4OH, CHCl3, H2SO4 2M, serbuk Mg, HCl, amil alkohol, FeCl3 10%, H2SO4 pekat, dietil eter, CH3COOH anhidra, metanol 70%, FeCl3 5%, pereaksi Mayer, pereaksi Wagner dan pereaksi Dragendorff. 2.2 Prosedur Penelitian Penelitian ini menggunakan ekstraksi dengan cara maserasi bertingkat dimulai dengan pelarut non-polar sampai pelarut polar, yaitu n-heksan, etil asetat, etanol 96% dan akuades (dengan cara dekok). Hasil maserasi kemudian dipekatkan dan diuji aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase dengan menggunakan substrat p-Nitrofenil α-DGlukopiranosida (pNPG) dengan metode spektrofotometer UV-Vis yang diukur pada panjang gelombang 405 nm. Ekstrak yang memiliki persen hambat tertinggi ditentukan nilai IC50 dan dikombinasi dengan komposisi 1:1, 1:3, dan 3:1 dengan kontrol pembanding yang digunakan akarbosa. 2.3 Ekstraksi Serbuk simplisia daun yakon dan daun teh masing-masing sebanyak 1 kg dimaserasi bertingkat selama 3x24 jam menggunakan 3 jenis pelarut yang memiliki perbedaan kepolaran yaitu n-heksan, etil asetat, dan etanol 96%. Maserat yang diperoleh dipekatkan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu ± 40oC hingga diperoleh ekstrak kental nheksan, etil asetat, dan etanol 96%. Residu daun teh dan daun yakon hasil dari pelarut etanol kemudian didekok dengan suhu 90 ⁰C selama 30 menit. Filtrat yang diperoleh disaring menggunakan kapas serta kertas saring dan dipekatkan menggunakan freeze dryer hingga diperoleh ekstrak kering. 2.4 Uji Fitokimia Penapisan fitokimia seperti alkaloid, flavonoid, alkaloid, tanin, steroid dan triterpenod dilakukan berdasarkan metode Harborn [17]. 2.5 Uji Aktivitas Penghambatan Enzim αGlukosidase Aktivitas penghambatan enzim αglukosidase menggunakan metode Aziz et.al yang telah dimodifikasi. Larutan sampel dibuat dengan konsentrasi 100 ppm untuk mencari % inhibisi tertinggi dari masing-masing ekstrak daun teh dan daun yakon. Pada larutan kontrol negatif (-) ditambahkan 10 μL DMSO, 490 buffer fosfat 6,8, pNPG 5 mM 250 μL diinkubasi selama 5 menit lalu pada suhu 37°C ditambahkan 2000 μL Na2CO3 200 mM kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 15 menit ditambahkan 250 μl enzim α-glukosidase 0,15 U/ml. Untuk larutan blanko (B) dan sampel (S) sebanyak 10 μl DMSO/sampel, di campurkan dengan 490 μl dapar fosfat pH 6,8 dan 250 μl substrat pNPG 5 mM kedalam vial, dan di inkubasi pada suhu 37°C selama 5 menit, setelah itu ditambahkan 250 μl enzim α-glukosidase 0,15 U/ml kemudian di inkubasi pada suhu 37⁰C selama 15 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 2000 μL Na2CO3 200 mM. Absorbansi dilakukan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ 405 nm. Akarbosa digunakan sebagai pembanding dan dilakukan pengerjaan seperti sistem reaksi pada sampel. Sistem reaksi uji aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase untuk satu sampel dengan volume 3000 μL [18]. Hasil yang didapatkan berupa absorbansi, diolah menggunakan persamaan regresi linier dari kurva p-nitrofenol. Data yang dihasilkan dihitung menggunakan rumus pada Persamaan 1. IC50 dihitung menggunakan persamaan 2. %Inhibisi = (Abs kontrol negatif − Abs blanko) − Abs sampel (Abs kontrol negatif − Abs blanko) × 100% Persamaan 1 IC50 = 50 − a b Persamaan 2 Keterangan : a dan b diperoleh dari persamaan regresi linier (y=a+bx) antara konsentrasi (sumbu x) dan % daya inhibisi (sumbu y).
Kombinasi Ekstrak Etanol 96% Daun Teh (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dan Daun Yakon (Smallanthus sonchifolius) sebagai Penghambat Enzim α-glukosidase 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 149 2.6 Uji Aktivitas Penghambatan Enzim αGlukosidase Kombinasi Ekstrak Daun Teh Dan Yakon Kombinasi ekstrak diperoleh dengan cara mmenggabungkan ekstrak daun teh dan daun yakon dari aktivitas penghambatan enzim αglukosidase terbaik dengan perbandingan 1:1, 1:3 dan 3:1 b/b dan dibuat deret konsentrasi hingga diperoleh nilai IC50. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Karakteristik Ekstrak Karakteristik ekstrak yang diperoleh memiliki warna coklat tua, bau khas dan tektur kental. Ekstrak yang dihasil tiap pelarut memiliki rendemen yang berbeda sesuai dengan banyaknya senyawa yang tersari saat proses ekstraksi. Rendemen ekstrak daun teh dan daun yakon dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Bobot dan Rendemen Ekstrak Daun Yakon dan Daun Teh No. Sampel Ekstrak Daun Yakon Daun Teh Bobot Ekstrak (g) Rendemen (%)*) Bobot Ekstrak (g) Rendemen (%)*) 1 n-heksan 16,56 1,65 12,71 1,27 2 Etilasetat 17,21 1,72 35,07 3,51 3 EtOH 41,91 4,19 103,37 10,34 4 Air 7,7 0,77 7,65 0,76 *) : Dihitung dari berat kering 1 kg simplisia Hasil ekstraksi yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak etanol memiliki rendemen paling besar diantara ekstrak lainnya. Hal tersebut membuktikan bahwa senyawa aktif yang tersari dalam pelarut etanol lebih banyak dibanding pelarut yang lain karena etanol merupakan pelarut universal yang mampu menarik senyawa mulai dari non polar hingga polar. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa ekstrak etanol daun teh yang berasal dari Jawa barat memiliki rendemen sebesar 29,15% [19]. Nilai rendemen ekstrak etanol daun teh yang tercantum dalam farmakope herbal tidak kurang dari 7,8%, Perbedaan nilai rendemen disebabkan karena perbedaan proses ekstraksi. Penelitian Indarti ekstrak etanol diperoleh dengan cara maserasi langsung menggunakan etanol 96%, sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode maserasi bertingkat. Sehingga senyawa yang bersifat non polar sudah ditarik terlebih dahulu oleh pelarut n-heksan. Penelitian Aziz et al (2019) melaporkan bahwa ekstrak etanol 50% daun yakon yang berasal dari jawa tengah memiliki rendemen lebih besar dibanding etanol 96% dengan rendemen sebesar 12,27%. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam daun yakon lebih banyak mengandung senyawa cenderung polar. 3.2 Kandungan Fitokimia Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui keberadaan senyawa aktif yang terdapat pada sampel, uji ini tergolong analisa kualitatif karena hanya dapat mengidentifikasi kandungan senyawa aktif dengan adanya perubahan warna atau terbentuknya endapan tanpa memberikan informasi jumlah kadar. Jika dalam uji fitokimia dinyatakan negatif, kemungkinan senyawa tersebut tidak dapat teridentifikasi karena beberapa hal antara lain karena kadar yang sedikit, karena tingkat pengamatan peneliti, jumlah reagen yang digunakan yang kurang optimum. Untuk itu suatu metode perlu dilakukan modifikasi dan perbandingan dengan metode dari berbagai literatur. Hasil penapisan fitokimia, ekstrak etanol 96% dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil penapisan fitokimia, ekstrak etanol 96%. No Uji Fitokimia Eks. EtOH 96% Teh Eks. EtOH 96% Yakon 1. Alkaloid - - 2. Flavonoid + + 3. Tannin + + 4. Saponin + + 5. Triterpenoid + - 6. Steroid - + 7. Fenol + + Berdasarkan tabel kandungan fitokimia, daun yakon dan daun teh tidak teridentifikasi mengandung alkaloid. hal tersebut mungkin karena alkaloid yang terdapat dalam teh dan yakon merupakan alkaloid yang bersifat non polar, sehingga tidak tersari dalam pelarut etanol. Sedangkan triterpenoid dan steroid yang tersari dalam ekstrak etanol karena
Kombinasi Ekstrak Etanol 96% Daun Teh (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dan Daun Yakon (Smallanthus sonchifolius) sebagai Penghambat Enzim α-glukosidase 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 150 senyawa tersebut dalam bentuk glikosida yang bersifat polar. Flavonoid dan fenol dapat terdeteksi karena memiliki kepolaran yang sama dengan pelarut, selain itu senyawa fenol merupakan senyawa yang banyak terdapat dalam tumbuhan. Senyawa fenolik yang ada di dalam ekstrak dapat berperan sebagai hipoglikemik untuk mengendalikan diabetes[14]. 3.3 Hasil Uji Inhibisi α-Glukosidase Uji aktivitas penghambatan enzim αglukosidase menggunakan konsentrasi enzim 0,15 U/ml dan konsentrasi PNPG 5 mM berfungsi sebagai substrat yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzimatis. Penggunaan larutan buffer fosfat pH 6,8 yaitu untuk mempertahankan nilai pH agar tidak terjadi perubahan karena didalam usus halus pH nya itu berkisar 6-7,4 dan bekerja pada pH optimum. Jika terjadi kenaikan atau penurunan pH dapat menyebabkan penurunan aktivitas enzim karena ketika pH terlalu tinggi atau rendah, struktur dasar enzim akan mengalami perubahan dan tidak dapat mengikat substrat dengan baik sehingga dapat mempengaruhi aktivitas kerja enzim atau menghentikan aktivitasnya. Inkubasi menggunakan suhu 37⁰C karena pada suhu tersebut enzim memiliki aktivitas optimum jika suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya denaturasi. Tahapan inkubasi terjadi secara 2 tahap yaitu prainkubasi atau inkubasi awal selama 5 menit untuk mengaktifkan enzim dan memberi waktu larutan uji mencapai suhu 37⁰C dan tahap kedua yaitu inkubasi selama 15 menit untuk reaksi enzimatis. Penambahan natrium karbonat (Na2CO3) berfungsi untuk menghentikan reaksi enzim. Larutan Dimetilsulfoksida (DMSO) berfungsi sebagai pelarut ekstrak. Penelitian ini dilakukan menggunakan alat spektrofotometer UV-vis dengan Panjang gelombang 405 nm. Enzim α-glukosidase akan menghidrolisis p-nitrofenol yang berwarna kuning dan glukosa. Apabila nilai absorbansi p-nitrofenol rendah maka kemampuan inhibisi sampel tinggi begitupun sebaliknya. Kontrol negatif digunakan untuk pembanding larutan uji dan kontrol positif. Sedangkan untuk kontrol positif pada penelitian ini menggunakan akarbosa. Semua aktivitas dibandingkan dengan kontrol positif, dimana semakin kecil nilai IC50 maka semakin besar aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase jika semakin besar nilai IC50 maka semakin kecil aktivitas penghambatannya selain itu toksisitas juga lebih besar. Uji aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase dilakukan terhadap masing-masing ekstrak dari daun teh dan daun yakon dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas dari masing-masing ekstrak selain itu untuk menentukan persen inhibisi tertinggi semakin besar nilai persen inhibisinya maka semakin besar aktivitasnya. Hasil persen inhibisi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Aktivitas penghambatan enzim a-gluksodiase Ekstrak Daun Teh Dan Daun Yakon No Nama sampel Persen Inhibisi (%) Daun Teh Daun Yakon 1. Ekst. n-heksan 37,93±0,31 43,53±0,32 2. Ekst. Etilasetat 36,20±0,19 41,81±0,59 3. Ekst. Etanol 78,02±0,23 69,39±0,18 4. Ekst. air 73,06±0,64 42,67±1,03 Hasil uji menunjukkan bahwa persen inhibisi tertinggi terdapat pada ekstrak etanol 96 % daun teh dan daun yakon yang artinya ekstrak etanol memiliki aktivitas paling besar dibandingkan dengan ekstrak lain, hal tersebut sejalan dengan jumlah rendemen. Smakin besar rendemen, semakin banyak senyawa yang tertarik dan senyawa tersebut dapat bekerja sama dalam menghambat enzim α-glukosidase. Inhibisi yang diperoleh merupakan nilai inhibisi ekstrak pada konsentrasi 100 ppm. Dapat diambil kesimpulan bahwa penghambatan 50% ekstrak tersebut berada dibawah 100 ppm, untuk itu dilakukan penentuan IC50 dengan deret konsentrasi dibawah 100 ppm. Nilai IC50 ekstrak daun teh dan yakon dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Nilai IC50 ekstrak etanol daun teh dan yakon Sampel Konsentrasi (ppm) Inhibisi (%) IC50 (ppm) Ekstrak Etanol 96% Daun Teh 5 40,48±0,60 22,31±0,15 10 43,65±0,39 20 49,09±0,30 40 60,72±0,17 80 77,64±0,31 Ekstrak Etanol 96% Daun Yakon 5 39,63±0,89 19,70±0,34 10 44,51±3,93 20 50,08±0,15 40 61,57±0,31 80 83,93±0,00
Kombinasi Ekstrak Etanol 96% Daun Teh (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dan Daun Yakon (Smallanthus sonchifolius) sebagai Penghambat Enzim α-glukosidase 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 151 3.4 Kombinasi Ekstrak Etanol 96% Daun Teh Dan Daun Yakon Pengujian penghambatan enzim αglukosidase kombinasi ekstrak etanol 96% daun teh dan daun yakon dibuat dengan variasi 1:1, 1:3 dan 3:1 dengan tujuan supaya dapat terlihat perbedaan yang signifikan dan untuk melihat pada kombinasi berapa yang dapat memberikan aktivitas paling baik untuk kandidat antidiabetes. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak etanol 96% daun teh dan daun yakon diperoleh nilai IC50 sebesar 64,73 ppm (untuk kombinasi 1:1), 7,34 ppm (untuk kombinasi 1:3) dan 11,03 ppm (untuk kombinasi 3:1). Hasil ini menunjukan bahwa nilai IC50 dari ekstrak kombinasi 1:3 dan 3:1 lebih kecil dari nilai IC50 ekstrak etanol 96% daun teh dan daun yakon menghasilkan efek sinergis yang menunjukkan bahwa kedua tanaman tersebut saling menguatkan, sedangkan untuk kombinasi 1:1 ekstrak etanol 96% daun teh dan daun yakon menghasilkan efek antagonis yang menunjukkan bahwa kedua tanaman tersebut tidak saling menguatkan. Nilai persen hambat dan IC50 kombinasi ekstrak etanol daun teh dan yakon, dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai persen inhibisi dan IC50 kombinasi ekstrak etanol daun teh dan daun yakon No. Kombinasi (Teh : Yakon) Konsentrasi (ppm) Inhibisi (%) IC50 (ppm) 1. 1:1 5 35,17±1,26 64,73±1,71 10 37,22±0,63 40 43,53±0,78 80 53,15±0,63 100 59,30±1,89 2. 1:3 5 47,70±0,63 7,34±0,54 10 51,50±0,31 20 55,13±0,47 40 63,66±0,63 80 76,93±1,26 3. 3:1 5 47,55±0,47 11,03±1,37 10 50,86±0,63 20 53,15±0,63 40 60,50±0,79 80 79,62±1,10 4. Akarbosa 2 20,92±0,06 17,73±0,15 4 25,57±0,21 8 31,86±0,25 10 36,96±0,15 20 53,78±0,26 Dari data pengujian dapat dilihat bahwa kombinasi ekstrak etanol daun teh dan daun yakon dengan perbandingan 1:3 memiliki aktivitas paling baik diantara ekstrak tunggal dan kombinasi yang lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa kombinasi tersebut memiliki sifat yang sinergis antara kandungan senyawa dalam daun teh dan daun yakon. Berdasarkan penelitian melaporkan bahwa jika Pengujian aktivitas penghambatan enzim αglukosidase dengan akarbosa diperoleh nilai IC50 sebesar 17,73 ppm. Nilai IC50 akarbosa ini merupakan nilai paling kecil dari nilai IC50 tunggal ekstrak etanol 96% daun teh dan daun yakon, kemudian dari perbandingan 1:3 nilai IC50 akarbosa juga paling kecil yang artinya aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase akarbosa memiliki aktivitas aktif sebagai antidiabetes. Tetapi jika dilihat dari nilai IC50 kombinasi ekstrak etanol 96% daun teh dan daun yakon 1:3 dan 3:1 memiliki aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase lebih baik dari akarbosa. Ada 3 rentang kategori IC50 sebagai antidiabetes yaitu < 11 ppm sangat aktif, 11-100 ppm aktif dan >100 ppm tidak aktif (Ariani et al., 2017). Hasil perbandingan IC50 tunggal dan kombinasi dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil perbandingan di atas menunjukkan bahwa nilai IC50 ekstrak etanol 96% daun teh dan daun yakon tunggal bersifat aktif. Untuk nilai IC50 kombinasi ekstrak etanol 96% daun teh dan daun yakon pada perbandingan 1:1 dan 3:1 bersifat aktif, sedangkan pada perbandingan 1:3 menunjukan efek yang sangat aktif, karena nialinya plaing kecil yaitu <11 ppm. 4 Kesimpulan Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengujian penghambatan enzim α-glukosidase ekstrak etanol 96% daun teh dan daun yakon yang memiliki aktivitas penghambatan terbaik ada pada kombinasi 3:1 dengan nilai IC50 sebesar 7,34 ppm lebih baik dari akarbosa dengan nilai 17,73 ppm. 5 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini.
Kombinasi Ekstrak Etanol 96% Daun Teh (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dan Daun Yakon (Smallanthus sonchifolius) sebagai Penghambat Enzim α-glukosidase 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 152 6 Daftar Pustaka [1] Y. Seino et al., “Report of the committee on the classification and diagnostic criteria of diabetes mellitus,” J. Diabetes Investig., vol. 1, no. 5, pp. 212–228, 2010, doi: 10.1111/j.2040- 1124.2010.00074.x. [2] Y. Liu, J. Sun, S. Rao, Y. Su, and Y. Yang, “Antihyperglycemic, antihyperlipidemic and antioxidant activities of polysaccharides from Catathelasma ventricosum in streptozotocininduced diabetic mice,” Food Chem. Toxicol., vol. 57, pp. 39–45, 2013, doi: 10.1016/j.fct.2013.03.001. [3] A. Einstein, “Unraveling the causes of Diabetes,” vol. 296, pp. 686–689, 2002. [4] P. Zimmet, K. G. M. M. Alberti, and J. Shaw, “Global and societal implications of the diabetes epidemic,” Nature, vol. 414, no. 6865, pp. 782– 787, 2001, doi: 10.1038/414782a. [5] roglic gojka wild sarah, “Estimates for the year 2000 and projections for 2030,” World Health, vol. 27, no. 5, 2004. [6] G. Roglic et al., “The burden of mortality attributable to diabetes: Realistic estimates for the year 2000,” Diabetes Care, vol. 28, no. 9, pp. 2130–2135, 2005, doi: 10.2337/diacare.28.9.2130. [7] R. E. McCaa, C. S. McCaa, D. G. Read, J. D. Bower, and A. C. Guyton, International Diabetes Federation Diabets Atlas, 7th ed., vol. 31, no. 4. Karakas, 2015. [8] J. J. Marín-Peñalver, I. Martín-Timón, C. Sevillano-Collantes, and F. J. del Cañizo-Gómez, “Update on the treatment of type 2 diabetes mellitus,” World J. Diabetes, vol. 7, no. 17, p. 354, 2016, doi: 10.4239/wjd.v7.i17.354. [9] C. F. Deacon, “A review of dipeptidyl peptidase4 inhibitors. Hot topics from randomized controlled trials,” Diabetes, Obes. Metab., vol. 20, no. October 2017, pp. 34–46, 2018, doi: 10.1111/dom.13135. [10] M. M. Kantorovich, “Camellia Sinensis : A review,” Voen. zhurnal, vol. 8, no. 2, pp. 78–79, 2012. [11] L. Zhang, C. T. Ho, J. Zhou, J. S. Santos, L. Armstrong, and D. Granato, “Chemistry and Biological Activities of Processed Camellia sinensis Teas: A Comprehensive Review,” Compr. Rev. Food Sci. Food Saf., vol. 18, no. 5, pp. 1474–1495, 2019, doi: 10.1111/1541- 4337.12479. [12] “Mercado♡.pdf.” . [13] G. Zhou, Y. Zhao, J. Han, C. Feng, and H. Huang, “Research on submicron particle sampler based on inertial impactor,” Yi Qi Yi Biao Xue Bao/Chinese J. Sci. Instrum., vol. 31, no. 6, pp. 1381–1386, 2010. [14] Y. Köksal and S. Penez, “Evaluation Of Thyroid Dysfunction In Type 2diabetic Patients In Sokoto Metropolis,” Metrologia, vol. 53, no. 5, pp. 1–116, 2015, doi: 10.1590/s1809- 98232013000400007. [15] R. Djamil, W. Winarti, and P. Simanjuntak, “Standardization and -glycosidase inhibition of extracts of Vatica pauciflora Blume stem barks and Smallanthus sonchifolius leaves,” vol. 3, no. 4, pp. 42–46, 2014. [16] J. Lachman, E. C. Fernández, and M. Orsák, “Yacon [Smallanthus sonchifolia (Poepp. et Endl.) H. Robinson] chemical composition and use - A review,” Plant, Soil Environ., vol. 49, no. 6, pp. 283–290, 2003, doi: 10.17221/4126-pse. [17] J. B. Harborne, Phytochemical methods, Third Edit. London New York, 2006. [18] Z. Aziz, F. H. Al Qisthi, N. D. Yuliana, and P. Simanjuntak, “Identification of α-glucosidase Enzyme Inhibitor Compound from Ethanol 96% Extract of Yakon Leaves (Smallanthus sonchifolius [Poepp.& Endl.] H. Robinson),” J. Ilmu Kefarmasian Indones., vol. 17, no. 1, p. 21, 2019, doi: 10.35814/jifi.v17i1.652. [19] K. Indarti, E. F. Apriani, A. E. Wibowo, and P. Simanjuntak, “Antioxidant Activity of Ethanolic Extract and Various Fractions from Green Tea (Camellia sinensis L.) Leaves,” Pharmacogn. J., vol. 11, no. 4, pp. 771–776, 2019, doi: 10.5530/pj.2019.11.122.
14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 138 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Studi Evaluasi Efek Samping Penggunaan Vaksin COVID-19 Terhadap Masyarakat Sebatik Timur Study Evaluating the Side Effects of the Use of the COVID-19 Vaccine on the Eastern Sebatik Community Lutfiatun Nisak* , Juniza Firdha Suparningtyas, Hadi Kuncoro Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Vaksinasi merupakan upaya pencegahan yang efektif penularan penyakit dan menjadi kewajiban pemerintah menjamin ketersediaan vaksin khususnya di masa pandemic COVID-19 ini di mana ketersediaan vaksin mayoritas baru memiliki ijin Emergency Use Approvel (EUA) sehingga masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efek samping yang ditimbulkan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek penggunaan vaksin COVID-19 terhadap masyarakat di Sebatik Timur. Desain penelitian yang digunakan adalah metode non-eksperimental secara prospektif dengan teknik pengumpulan data yaitu purposive sampling. Subjek penelitian ini sebanyak 100 orang masyarakat yang divaksin COVID-19 tahap 1 dan tahap 2 di Sebatik Timur terkhususnya yang dilaksanakan oleh Puskesmas Sebatik Timur. Hasil penelitian yaitu mayoritas responden berdasarkan karakteristik jenis kelamin adalah perempuan sebanyak 68 responden (68%). Mayoritas responden berdasarkan karakteristik usia adalah pada kelompok usia dewasa (26-45 tahun) sebanyak 54 responden (54%). Mayoritas responden berdasarkan karakteristik riwayat penyakit adalah non-komplikasi sebanyak 67 responden (67%). Vaksin COVID-19 saat ini dibatas pada usia ≥ 18 tahun. Mayoritas responden berdasarkan efek samping setelah vaksinasi COVID-19 dosis 1 adalah nyeri di area bekas suntikan yaitu sebanyak 39 responden (39%). Dan mayoritas responden berdasarkan efek samping setelah vaksinasi COVID-19 dosis 2 adalah mengantuk yaitu sebanyak 17 responden (17%). Kata Kunci: COVID-19, Efek Samping, Vaksinasi Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Studi Evaluasi Efek Samping Penggunaan Vaksin COVID-19 Terhadap Masyarakat Sebatik Timur 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 139 Abstract Vaccination is an effective prevention of disease transmission and an obligation to ensure the availability of vaccines, especially during this COVID-19 pandemic where the availability of vaccines has an Emergency Use Approvel (EUA) permit so that further research is needed on the effects. This study aims to see the effect of using the COVID-19 vaccine on people in East Sebatik. The research design used was a prospective non-experimental method with data collection techniques, namely purposive sampling. The subjects of this study were 100 people who were vaccinated against COVID19 stage 1 and stage 2 in East Sebatik, especially those carried out by the East Sebatik Health Center. The result of this research is that the majority of respondents based on gender characteristics are women as many as 68 respondents (68%). The majority of respondents based on age characteristics are in the adult age group (26-45 years) as many as 54 respondents (54%). The majority of respondents based on the characteristics of the history of the disease were non-complicated as many as 67 respondents (67%). COVID-19 vaccine is currently restricted to age ≥ 18 years. The majority respondents based on side effect after the COVID-19 vaccine dose 1 was pain in the area of the injection site, which was 39 respondents (39%). And the majority of respondents based on side effect after COVID-19 vaccine dose 2 were 17 respondents (17%). Keywords: COVID-19, Side Effects, Vaccination DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.564 1 Pendahuluan Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) adalah salah satu jenis penyakit pneumonia yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). COVID19 pertama kali dilaporkan dari Wuhan, provinsi Hubei, China, pada Desember 2019 [1,2]. Infeksi COVID-19 dapat menimbulkan gejala ringan, sedang atau berat. Dengan gejala klinis utama yang muncul yaitu demam (suhu > 380C), batuk dan kesulitan bernapas. Selain itu dapat disertai dengan sesak memberat, kelelahan, mialgia, gejala gastrointestinal seperti diare dan gejala saluran napas lain. Setengah dari pasien mengalami sesak dalam satu minggu. Pada kasus berat, kondisi memburuk secara cepat dan progresif, seperti ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome), syok septik, asidosis metabolik yang sulit dikoreksi dan perdarahan atau disfungsi sistem koagulasi dalam beberapa hari. Beberapa pasien, gejala yang muncul relatif ringan, bahkan disertai dengan demam. Mayoritas pasien memiliki prognosis baik, dengan sebagian kecil dalam kondisi kritis bahkan meninggal [3]. Saat ini Indonesia telah lebih dari 1 tahun dalam kondisi kedaruratan pandemi COVID-19, pandemi COVID-19 masih melanda di berbagai wilayah di Indonesia. Bulan April 2020 lalu melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID19) sebagai Bencana Nasional. Hingga 16 Mei 2021, terdata sebanyak 3.080 kasus baru sehingga secara akumulatif terdapat 1.739.750 kasus COVID-19. Kasus sembuh bertambah 3.790 pasien sehingga total pasien sembuh sebanyak 1.600.857 orang. Namun kasus meninggal bertambah 126 orang menjadi 48.093 orang. COVID-19 telah melanda 34 provinsi dan 485 kabupaten/kota [4]. Berbagai upaya Pemerintah telah dan akan terus dilakukan untuk percepatan penanganan pandemi COVID-19 ini salah satunya adalah program vaksinasi COVID-19 [5]. Vaksinasi merupakan upaya pencegahan yang efektif penularan penyakit dan menjadi kewajiban pemerintah menjamin ketersediaan vaksin [6]. Menurut Kemenkes, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/12758/2020 tentang
Studi Evaluasi Efek Samping Penggunaan Vaksin COVID-19 Terhadap Masyarakat Sebatik Timur 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 140 Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19, jenis vaksin COVID-19 yang dapat digunakan di Indonesia yaitu Vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero), AstraZeneca, China National Pharmaceutical Group Corporation (Sinopharm), Moderna, Novavax Inc, Pfizer Inc. and BioNTech, dan Sinovac Life Sciences Co., Ltd. Jenis-jenis vaksin tersebut merupakan vaksin yang masih dalam tahap pelaksanaan uji klinik tahap 3 atau telah selesai uji klinik tahap 3. Penggunaan vaksin tersebut hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan izin edar atau persetujuan penggunaan pada masa darurat dari BPOM [7]. Tanggal 11 Januari 2021, BPOM menyetujui penggunaan dalam kondisi Emergency Use Authorization/EUA untuk vaksin COVID-19 untuk pertama kalinya kepada vaksin CoronaVac, produksi Sinovac Biotech Inc. bekerja sama dengan PT. Bio Farma. Alasan diambil keputusan ini yaitu berdasarkan hasil evaluasi dan dukungan data serta bukti ilmiah yang menunjang aspek keamanan, khasiat dan mutu vaksin, serta mengacu pada panduan WHO dalam menyetujui EUA [4]. Kepala BPOM mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil evaluasi data keamanan vaksin Coronavac diperoleh dari studi klinik fase 3 di Indonesia, Turki dan Brazil yang dipantau sampai periode 3 bulan setelah penyuntikan dosis yang ke 2, secara keseluruhan menunjukkan vaksin Coronavac aman [8]. Setelah melakukan evaluasi terhadap hasil uji klinik CoronaVac fase I dan II, BPOM merekomendasikan dilakukannya uji klinik fase III di Indonesia untuk mengetahui sejauh mana efektivitas vaksin memunculkan antibodi spesifik terhadap Covid-19 di Indonesia sekaligus mengetahui potensi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) [6]. Hasil evaluasi menunjukkan Coronavac aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan bersifat ringan hingga sedang, yaitu efek samping lokal berupa nyeri, indurasi (iritasi), kemerahan dan pembengkakan. Selain itu terdapat efek samping sistemik berupa myalgia (nyeri otot), fatigue, dan demam. Efek samping tersebut bukan merupakan efek samping yang berbahaya dan dapat pulih kembali [8]. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut mengenai efek samping COVID-19 setelah penyuntikan, khususnya kepada masyarakat Sebatik Timur. 2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah studi non eksperimental dengan pengumpulan data secara prospektif yang bersumber dari masyarakat SebatikTimur. 3 Hasil dan Pembahasan Karakteristik jenis kelamin di dominasi oleh perempuan sebesar 68% sedangkan lakilaki sebesar 32%. Jenis kelamin berdampak pada hasil, sikap, dan status penerimaan vaksinasi secara keseluruhan. Dibandingkan laki-laki, perempuan cenderung tidak mau menerima vaksin, namun perempuan cenderung mengembangkan respon antibody pelindung yang lebih tahan lama setelah dilakukan vaksinasi. Hormon seks juga dapat mengikat permukaan sel kekebalan dan mempengaruhi cara kerja vaksin seperti hormon testosterone, progesterone, dan estrogen. Perbedaan gen juga dapat mempengaruhi kekebalan pada kromosom X, di mana pria hanya memiliki satu salinan sedangkan wanita memiliki dua salinan [9]. Dalam studi yang dilakukan CDC tahun 2019 dengan melihat efek samping vaksin dari tahun 1990-2016 mengatakan bahwa reaksi anafilaksis yang dilaporkan sebanyak 80% laporan berasal dari wanita. Salah satu alasannya yaitu karena kebanyakan perempuan lebih banyak melaporkan reaksi alergi daripada laki-laki dikarenakan perempuan cenderung melakukan perawatan medis saat sakit. Dalam studi tahun 2019, menemukan bahwa pada hormone sex wanita menyebabkan timbulnya respon antibody yang lebih kuat dibandingkan dengan pria setelah vaksinasi [10]. Di china dilakukan penelitian sebanyak 331 pasien yang positif COVID-19, untuk kasus sembuh antara laki-laki dan perempuan yaitu 36% dan 65% [11]. Karakteristik responden vaksinasi COVID19 di Puskesmas Sebatik Timur berdasarkan usia pada penelitian ini digolongkan menjadi tiga kelompok. Penggolongan usia yang diambil adalah usia responden yang diklasifikasikan oleh Departemen RI tahun 2009, yakni masa remaja (18-25 tahun), masa dewasa (26-45 tahun), dan masa lansia (≥ 46 tahun). Berdasarkan hasil Gambar 1. hasil penelitian ini mayoritas responden berdasarkan usia adalah
Studi Evaluasi Efek Samping Penggunaan Vaksin COVID-19 Terhadap Masyarakat Sebatik Timur 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 141 usia 26-45 tahun sebanyak 54 responden (54%). Dalam penelitian ini, responden pada kelompok usia remaja (18-25 tahun) hanya sebesar 17% dibandingkan dengan kelompok usia dewasa dan usia lansia. Alasan karena kelompok pada usia remaja lebih sedikit dikarenakan menurut Kemenkes [7] pelaksanaan vaksinasi dibatasi minimal usia 18 tahun. Menurut El-Elimat et al [12] pada penelitiannya mengatakan bahwa dibandingkan kelompok usia remaja kelompok usia dewasa yaitu >35 tahun memiliki tingkat penerimaan vaksin lebih kecil. Sedangkan menurut Lazarus et al [13], mengatakan bahwa daripada usia remaja (<25 tahun) pada kelompok usia yang lebih tua (25-64 tahun) lebih menerima vaksin. Vaksinasi untuk masyarakat usia 18-59 tahun dilakukan setelah tenaga Kesehatan pada tahap awal. Dengan bertambahnya usia titer neutralizing antibody akan berkurang. Responden pada usia muda yaitu 18-39 tahun memiliki titer neutralizing antibody yang lebih tinggi [13]. Gambar 1. Karakteristik Responden Vaksinasi COVID-19 Terhadap Masyarakat Sebatik Timur Gambar 2. Persentase Efek Samping Responden Vaksinasi COVID-19 Terhadap Masyarakat Sebatik Timur (Dosis 1 dan Dosis 2) 68% 32% JENIS KELAMIN Perempuan Laki-Laki 17% 54% 29% USIA 18-25 tahun 26-45 tahun >46 tahun 33% 67% RIWAYAT PENYAKIT Komplikasi Non-Komplikasi 39 6 26 11 11 13 4 12 5 1 2 1 1 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 EFEK SAMPING VAKSIN COVID-19 (DOSIS 1) Efek Samping Persentase Kejadian
Studi Evaluasi Efek Samping Penggunaan Vaksin COVID-19 Terhadap Masyarakat Sebatik Timur 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 142 Hasil penelitian menunjukkan sebesar 67% responden yang tidak memiliki penyakit komplikasi dan 33% responden yang memiliki penyakit komplikasi. Menurut kemenkes [7] mengatakan bahwa vaksin hanya diberikan untuk orang yang sehat. Salah satu riteria kelompok atau individu yang tidak boleh menerima vaksinasi COVID-19 yaitu responden yang memiliki penyakit penyerta yang tidak terkontrol seperti hipertensi atau diabetes. Oleh sebab itu, semua peserta vaksinasi akan di cek kondisi tubuhnya terlebih dahulu sebelum menerima vaksin COVID-19. Jika mereka yang memiliki penyakit penyerta harus dalam kondisi terkontrol dan mendapat persetujuan untuk menerima vaksin COVID-19 dari dokter yang merawat. Hal ini dikarenakan karena orang yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid tidak memiliki daya tahan tubuh yang baik untuk membentuk antibody [13]. Tidak ada vaksin yang tanpa resiko dan 100% aman. Vaksin dalam program vaksinasi COVID-19 yang digunakan termasuk vaksin jenis baru sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut baik aktif maupun pasif yang dirancang khusus untuk mengetahui keamanan vaksin [14]. Vaksin COVI-19 masing-masing memiliki kelemahan dan keunggulan, baik dalam keamanan, penyimpanan, ataupun efektivitas [15]. Menurut Kemenkes (2020), pemerintah akan memberikan yang terbaik untuk masyarakat sehingga pemerintah menyediakan vaksin COVID-19 yang lulus uji klinis, terbukti aman dan sudah mendapatkan izin Emergency Use of Authorization (EUA) dari BPOM. Mayoritas responden berdasarkan kejadian KIPI setelah vaksin COVID-19 pada dosis 1 yaitu nyeri di bekas suntikan 39%, sedangkan pada dosis 2 yaitu mengantuk 17%. Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi (KIPI) adalah kejadian medik yang diduga berhubungan dengan vaksinasi. KIPI dapat berupa reaksi vaksin, reaksi kecemasan, koinsiden, kesalahan prosedur, bahkan hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. KIPI dianggap serius jika kejadian medik terjadi akibat dosis vaksinasi yang diberikan menimbulkan gejala yang menetap serta mengancam jiwa, kebutuhan untuk rawatinap, hingga kematian. Secara umum, vaksin tidak menimbulkan rekasi pada tubuh, hanya menimbulkan reaksi ringan apabila itu terjadi. Contoh gejala tersebut yaitu reaksi lokal, contoh: bengkak, nyeri, kemarahan di tempat suntikan. Reaksi lokal yang berat yaitu aselulitis. Reaksi sistemik yaitu sakit kepala, demam, lemas, nyeri otot (myalgia), serta nyeri sendi (atralgia). Terdapat reaksi lain yaitu reaksi alergi seperti syncope (pingsan), reaksi anafilaksis, oedem, dan urtikaria. Rekasi lokal dan reaksi sistemik seperti nyeri di tempat suntikan atau demam 17 5 4 7 4 3 2 5 5 1 1 1 1 1 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 EFEK SAMPING VAKSIN COVID-19 (DOSIS 2) Efek Samping Persentase Kejadian
Studi Evaluasi Efek Samping Penggunaan Vaksin COVID-19 Terhadap Masyarakat Sebatik Timur 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 143 terjadi karena bagian dari respon imun tubuh. Komponen vaksin seperti bahan pembantu, penstabil dan pengawet juga dapat memicu terjadinya reaksi. Vaksin berkualitas adalah vaksin yang tetap memicu respon imun yang terbaik yang menimbulkan rekasi ringan [14]. KIPI di Indonesia sejauh ini hanya mengalami gejala ringan yang tidak berbahaya. Laporan KIPI yang diterima oleh Komnas yaitu selalu merasa lapar, mual, demam, lemas, kemerahan, nyeri di tempat suntikan, dan pegal [13]. Pada gejala ringan setelah vaksin umum terjadi seperti rasa nyeri dan bengkak di tempat suntikan dan demam akan sembuh sendiri dan tidak memerlukan perawatan simtomatik. Pada gejala berat sangat jarang terjadi, seperti anafilaksis meski berpotensi fatal, dapat diobati tanpa efek jangka panjang [14]. 4 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Sebanyak 100 responden mendapatkan vaksinasi di Puskesmas Sebatik Timur dengan karakteristik jenis kelamin terbanyak adalah perempuan sebanyak 68%. Sebanyak 54% dari keseluruhan responden berusia dewasa (26-45 tahun), dan 67% dari total responden yang tidak memiliki komplikasi. 2. Mayoritas sebanyak 39% responden merasakan efek samping pada dosis 1 berupa nyeri di area bekas suntikan dan 17% responden merasakan efek samping saat dosis 2 berupa mengantuk. 3. Efek samping yang terjadi dari vaksinasi masih berada pada golongan ringan. 5 Kontribusi Penulis Lutfiatun Nisak: Melakukan penelitian, pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskrip. Hadi Kuncoro dan Juniza Firdha Suparningtyas : Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip 6 Etik Surat laik etik dikeluarkan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman, No. 105/KEPKFFUNMUL/EC/EXE/12/2021 7 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 8 Daftar Pustaka [1] Li, X., Geng, M., Peng, Y., Meng, L., & Lu, S. (2020). Molecular immune pathogenesis and diagnosis of COVID-19. J Pharm Anal, 10(2), 102-108, https://doi.org/10.1016/j.jpha.2020.03.001 [2] Liu, S., Luo, H., Wang, D., Ju, S., & Yang, Y. (2020). Characteristics and Associations with Severity in COVID-19: a multicentre cohort study from Jiangsu province, China. The Lancet. [3] Yuliana. 2020. Corona Virus Disease (COVID19); Sebuah Tinjauan Literatur. Wellness and Healthy Magazine, Volume 2, Nomor 1, p. 187- 192. ISSN 2655-9951 (print), ISSN 2656-0062 (online). [4] https://covid19.go.id/edukasi/masyarakatumum/badan-pom-keluarkan-izinpenggunaan-darurat-eua-untuk-vaksin-covid19-produksi-sinovac (Diakses pada 29 Mei 2021). [5] https://www.pom.go.id/new/view/more/pers /584/Penerbitan-Persetujuan PenggunaanDalam-Kondisi-Darurat-Atau-Emergency-UseAuthorization--EUA--Pertama-Untuk-VaksinCOVID-19.html (Diakses pada 25 April 2021). [6] Yuningsih, Rahmi. 2020. Uji Klinik Coronavac dan Rencana Vaksinasi COVID-19 Massal di Indonesia. Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. XII, No. 16/II/Puslit/Agustus/2020. [7] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. FAQ Seputar Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat. [8] https://www.pom.go.id/new/view/more/beri ta/20883/Badan-POM-Terbitkan-EUA-- Vaksin-CoronaVac-Sinovac-SiapDisuntikkan.html (Diakses pada 25 April 2021). [9] Ciarambino T, Barbagelata E, Corbi G, Ambrosino I, Politi C, Lavelle F, Ruggieri A, Moretti A. 2021. Gender Differences in Vaccine Theraphy: Where Are We In COVID-19 Pandemic. Monaldi Archives for Chest Dis. doi: 10.4081/monaldi.2021.1669. Epub ahead of print. PMID: 33840183. [10] Mazure C. 2021. Sex and Gender and COVID-19 Vaccine Side Effect. http://medicine.yale.edu/news-article/sexand-gender-and-covid-19-vaccine-side-effcts/ (Accessed: 19 November 2021). [11] Zeng F, Dai C, Cai P, Wang J, Xu L, Li J, Hu G, Wang Z, Zheng F, Wang L. 2020. A Comparison Study of SARS-CoV-2 IgG Antibody Between Male and Female COVID-19 Patients: A Possible Reason
Studi Evaluasi Efek Samping Penggunaan Vaksin COVID-19 Terhadap Masyarakat Sebatik Timur 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 144 Underlying Different Outcome Between Sex. J Med Virol. Vol 92 (10): 2050-2054. [12] El-Elimat T., et al. 2021. Acceptence and attitudes toward COVID-19 vaccines: A CrossSectional Study from Jordan. PLoS ONE. Vol 16: 1-15. [13] Lazarus, JV, et al. 2021. A Global Survey of Potential Acceptence of a COVID-19 Vaccine. Nature Meicine. Vol 27 (2): 225-228. [14] Lidiana, Exda, Hanung, dkk. 2021. Gambaran Karakteristik Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi COVID-19 pada Tenaga Kesehatan Alumni Universitas ‘Aisyiyah Surakarta. Jurnal Ilmiah Kesehatan. [15] Koesnoe S. (2021). Teknis Pelaksanaan Vaksin Covid dan Antisipasi KIPI. https://www.papdi.or.id/pdfs/1001/Dr%20S ukamto%20- %20Ws%20Vaksin%20Covid%20KIPI.pdf [16] Rengganis I. (2021). Vaksinasi COVID-19. https://www.papdi.or.id/pdfs/999/Prof%20Ir is%20Rengganis%20-%20Vacc%20COVID19%20Workshop%2018%20Januari%202021. pdf
14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 129 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas Mulawarman Knowledge and Behavior of Swamedication in Mulawarman University Students Maria Rotua Simanjuntak*, Wisnu Cahyo Prabowo, Adam M. Ramadhan Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: [email protected] Abstrak Swamedikasi adalah proses pengobatan yang dilakukan sendiri oleh seseorang tanpa mengunakan resep dari dokter. Swamedikasi sebagai salah satu upaya yang banyak dilakukan masyarakat dalam mengatasi penyakit ringan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku swamedikasi adalah pengetahuan mengenai swamedikasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan perilaku swamedikasi pada mahasiswa di Universitas Mulawarman. Jenis penelitian ini ialah penelitian observasional secara kualitatif dan kuantitatif menggunakan kuesioner secara online. Responden yang didapatkan sebanyak 929 responden. Hasil penelitian karakteristik responden didapatkan persentase tertinggi usia 21 tahun (36,7%), angkatan 2017 (46,8%), dan jenis kelamin perempuan (77,5%). Hasil penelitian menunjukkan 43,4% responden memiliki tingkat pengetahuan swamedikasi baik dan 60% responden memiliki perilaku swamedikasi baik. Hasil uji statistik dengan metode Spearman Rank menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku swamedikasi. Nilai signifikansi (p) yang didapatkan adalah 0.000, dengan koefisien korelasi sebesar 0,270 pada kelompok mahasiswa fakultas kesehatan dan 0,212 pada kelompok mahasiswa fakultas non kesehatan yang menunjukkan keeratan hubungan kedua variabel adalah lemah. Kata Kunci: Swamedikasi, Mahasiswa, Pengetahuan, Perilaku Abstract Self-medication is the process of self-medication by a person without using a prescription from a doctor. Self-medication is one of the many efforts made by the community in overcoming minor Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences
Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas Mulawarman 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 130 illnesses. One of the factors that can influence self-medication behavior is knowledge about selfmedication. This study was conducted to determine the level of knowledge and behavior of selfmedication in students at Mulawarman University. This type of research is an observational research qualitatively and quantitatively using an online questionnaire. Respondents obtained as many as 929 respondents. The results of the research on the characteristics of respondents obtained the highest percentage of age 21 years (36.7%), class of 2017 (46.8%), and female gender (77.5%). The results showed that 43.4% of respondents had good self-medication knowledge and 60% of respondents had good self-medication behavior. The results of statistical tests using the Spearman Rank method show that there is a significant relationship between the level of knowledge and self-medication behavior. The significance value (p) obtained is 0.000, with a correlation coefficient of 0.270 in the health faculty student group and 0.212 in the non-health faculty student group which shows the close relationship between the two variables is weak. Keywords: Self-medication, Students, Knowledge, Behavior DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.565 1 Pendahuluan Seseorang yang merasakan kesehatannya terganggu atau sakit akan melalukan usaha untuk mendapatkan keadaan yang lebih baik atau kesehatannya kembali. Pilihan dalam mengupayakan kesembuhan dari suatu penyakit, antara lain adalah dengan berobat ke dokter atau mengobati diri sendiri [1]. Pengobatan diri sendiri dengan kata lain swamedikasi adalah yang paling sering menjadi pilihan. Swamedikasi adalah proses pengobatan yang dilakukan sendiri oleh seseorang mulai dari pengenalan keluhan atau gejalanya sampai pada pemilihan dan penggunaan obat [2]. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2019 juga mencatat bahwa 62,74% orang sakit di Indonesia lebih memilih swamedikasi atau pengobatan sendiri untuk mengatasi penyakitnya [3]. Umumnya swamedikasi dilakukan dalam mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang relatif banyak dialami masyarakat, seperti demam, flu, batuk, nyeri, diare, dan gastritis [4][5]. Beberapa alasan swamedikasi menjadi pilihan adalah karena biaya pengobatan ke dokter relatif mahal, tidak cukupnya waktu untuk melakukan pengobatan ke dokter, atau kurangnya fasilitas-fasilitas kesehatan di daerah-derah terpencil [1][6]. Pengobatan mandiri pada penyakit ringan oleh individu cenderung menggunakan obat bebas, obat bebas terbatas hingga obat tradisional tanpa adanya intervensi dari dokter [7][8]. Data tersebut didukung dengan jumlah obat bebas dan obat bebas terbatas yang beredar di pasaran sehingga dapat digunakan oleh masyarakat untuk melakukan swamedikasi. Berdasarkan obat yang terdaftar dalam Informasi Spesialite Obat Indonesia terdapat sekitar 1.122 produk obat, yakni obat bebas dan obat bebas terbatas yang beredar dan dapat dengan mudah dibeli oleh masyarakat tanpa menggunakan resep dokter [9]. Dalam tindakan swamedikasi dapat dikatakan tepat apabila memenuhi kriteria, antara lain tepat indikasi, tepat aturan pakai, tepat lama pemberian, tepat cara penyimpanan, tepat tidak lanjut apabila swamedikasi yang dilakukan tidak berhasil, dan waspada efek samping obat [10]. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang swamedikasi masih terbatas [4]. Keterbatasan pengetahuan msyarakat tentang obat dan penggunaanyanya dalam swamedikasi adalah salah satu penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam swamedikasi [11]. Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan sebelumnya, pada 10 orang mahasiswa kesehatan diperoleh data bahwa 8 orang dari 10 mahasiswa pernah melakukan
Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas Mulawarman 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 131 swamedikasi dan pada 10 mahahasiswa non kesehatan diperoleh data 8 dari 10 orang pernah melakukan swamedikasi sedangkan sisanya memilih untuk beristirahat hingga keadaan membaik atau berkonsultasi dengan dokter. Mahasiswa yang memilih untuk melakukan pengobatan sendiri hanya membeli obat di toko obat atau supermarket terdekat, dan obat yang dibeli berdasarkan pengalaman sebelumnya atau berdasarkan iklan dan saran keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik mahasiswa Universitas Mulawarman yang melakukan swamedikasi, serta mengetahui pengetahuan dan perilaku mahasiswa Universitas Mulawarman dalam melakukan swamedikasi. 2 Metode Penelitian Lokasi penelitian dipilih di perguruan tinggi Samarinda dimana terdapat jurusan kesehatan dan non kesehatan dalam satu lingkup perguruan tinggu. Pada penelitian ini peneliti menetapkan lokasi penelitian di Universitas Mulawarman. Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive Sampling. Data diperoleh melalui lembar kuesioner yang diberikan secara online. Adapun kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang diadopsi melalui penelitian Hidayati (2017)[12] dan Efayanti (2019)[13] sudah tervalidasi dengan nilai Cronbach alpha > 0,69. Jumlah sampel minimum dihitung berdasarkan rumus slovin pada Persamaan 1. = (1 + . 2 Persamaan 1 Keterangan: n= Jumlah sampel N= Jumlah populasi d2= Kesalahan sampling yang dapat ditoleransi yaitu 5% Sehingga, didapatkan jumlah sampel minimum adalah 394 responden. Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Sampling. Pemilihan responden didasarkan atas kriteria inklusi yaitu mahasiswa aktif di Universitas Mulawarman, berusia 18-24 tahun, mahasiswa angkatan 2016-2019, bersedia menjadi responden penelitian, tidak mengkonsumsi obat berdasarkan resep dokter dan mengisi kuesioner dengan lengkap. Mahasiswa Universitas Mulawarman yang memenuhi kriteria inklusi dinyatakan sebagai responden penelitian. Data yang diperoleh dari masing-masing pertanyaan kuesioner dikumpulkan dan dilakukan scoring. Jawaban benar akan mendapatkan score 2, jawaban salah akan mendapatkan score 1, dan jawaban tidak tahu score 0. Pengolahan data secara deskriptif disajikan dalam bentuk tabel dan untuk data secara statistik dilakukan dengan menggunakan program computer SPSS versi 22.0. Pengolaha data secara statistik dilakukan untuk membandingkan hasil tingkat pengetahuan dan perilaku mahasiswa dalam swamedikasi antara mahasiswa jurusan kesehatan dan mahasiswa jurusan non-kesehatan menggunakan uji Mann Whitney. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Data Karakteristik Hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Januari-Februari 2021 diperoleh responden sebanyak 929 responden sesuai dengan kriteria inkulsi dan 10 responden tereksklusi, dengan rincian 408 responden dari jurusan kesehatan dan 521 responden dari jurusan non kesehatan. Data karakteristik yang dikumpulkan meliputi usia, angkatan, Fakultas, dan jenis kelamin. Hasil persentase data dapat dilihat pada Tabel 1. Dan Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan usia menunjukkan sebagaian besar responden berusia 21 tahun sebanyak 341 resonden (36,7%) dan sebagain besar berkuliah mulai tahun 2017 sebanyak 435 responden (46,8%). Penelitian ini bukan penelitian yang ditujukan untuk jenis kelamin tertentu. Semua responden laki-laki atau perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Berdasarkan tabel diatas distribusi responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan sebagian besar responden adalah perempuan sebanyak 720 responden (77,5 %).
Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas Mulawarman 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 132 Tabel 1. Data Karakteristik Responden Jurusan Kesehatan dan Non Kesehatan di Universitas Mulawarman Variabel Kesehatan n(%) Non Kesehatan n(%) Total (%) Usia: 18 tahun 6 (1,5%) 5 (1%) 11 (1,2%) 19 tahun 97 (23,8%) 60 (11,5%) 157 (16,9%) 20 tahun 140 (34,3%) 134 (25,7%) 274 (29,5%) 21 tahun 130 (31,9%) 211 (40,5%) 341 (36,7%) 22 tahun 31 (7,5%) 88 (16,9%) 119 (12,8%) 23 tahun 4 (1%) 20 (3,8%) 24 (2,6%) 24 tahun 0 3 (0,6%) 3 (0,3%) Angkatan: 2019 108 (26,5%) 82 (15,7%) 190 (20,5%) 2018 151 (37%) 136 (36,1%) 287 (30,9%) 2017 143 (35%) 292 (56,1%) 435 (46,8%) 2016 6 (1,5%) 11 (2,1%) 17 (1,8%) Jenis Kelamin: Laki- laki 55 (13,5%) 154 (29,6%) 209 (22,5%) Perempuan 353 (86,5%) 367 (70,4%) 720 (77,5%) Total: 408 (100%) 521 (100%) 929 (100%) Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Jurusan di Universitas Mulawarman Fakultas Jumlah (n) Persen (%) Fakultas kesehatan: Farmasi 228 55,9% Kedokteran 108 26,5% Kesehatan Masyarakat 72 17,6% Total: 408 100% Fakultas non-kesehatan Ekonomi dan Bisnis 100 19,2% Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 87 16,7% Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 62 11,9% Keguruan dan Ilmu Pendidikan 59 11,3% Teknik 55 10,5% Perikanan dan Ilmu Kelautan 34 6,5% Pertanian 33 6,3% Kehutanan 30 5,7% Ilmu Budaya 26 5% Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi 19 3,9% Hukum 16 3% Total: 521 100% Penelitian ini tidak ditujukan hanya untuk fakultas tertentu. Melainkan semua fakultas yang ada di Universitas Mulawarman memiliki kesempatan yang sama unutk menjadi responden penelitian ini. Berdasarkan tabel 2 diatas distribusi responden berdasarkan fakultas menunjukkan sebagian besar responden jurusan kesehatan adalah mahasiswa fakultas farmasi sebanyak 228 (55,9 %) mahasiswa dan sebagian besar responden jurusan non kesehatan adalah mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis sebanyak 100 (19,2%) mahasiswa. 3.2 Tingkat Pengetahuan Tabel 3. Perbedaan Tingkat Pengetahuan tentang Swamedikasi pada Mahasiswa Kesehatan dan Non Kesehatan Universitas Mulawarman Jurusan Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Baik Kurang P n % n % n % Kesehatan 311 76,2% 80 19,6% 17 4,2% 0,000 Non Kesehatan 92 17,7% 250 47,9% 179 34,4% Total 403 43,4% 330 35,5% 196 21,1% Pada penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengetahuan mahasiswa kesehatan dan non kesehetaan dengan p-value 0,000. Responden kesehatan distribusi nilai terbesar pada tingkat pengetahuan baik dan untuk mahasiswa non kesehatan distribusi nilai terbesar pada tingkat pengetahuan buruk (Tabel 3). Responden kesehatan memiliki tingkat pengetahuan lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa non kesehatan. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Silva [14] dan Devi [15] yang menyatakan mahasiswa kesehatan memilki pengetahuan yang lebih baik daripada mahasiswa non kesehatan. Menurut wawan dan Dewi [16] Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal, dimana dalam hal ini pendidikan responden jurusan kesehatan memilki pegaruh terhadap tingkat pengetahuan mahasiswa. Berdasarkan distribusi jawaban responden pada kuesioner mengenai tingkat pengetahuan dalam swamedikasi didapatkan hasil bahwa pengetahuan pada pertanyaan pertama untuk kelompok mahasiswa kesehatan cukup baik dan untuk mahasiswa non kesehatan buruk. Pertanyaan pertama adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan mahasiswa terhadap definisi swamedikasi. Pengetahuan pada pertanyaan kedua untuk kelompok mahasiswa kesehatan baik dan untuk mahasiswa non kesehatan buruk. Pertanyaan kedua adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan mahasiswa terhadap tanda golongan obat yang dapat digunakan dalam swamedikasi. Adapun logo yang diberikan dalam pertanyaan adalah logo golongan obat bebas dan obat bebas terbatas.
Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas Mulawarman 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 133 Dimana swamedikasi pada penyakit ringan oleh individu cenderung menggunakan obat bebas dan obat bebas terbatas [7][8]. Pengetahuan pada pertanyaan ketiga untuk kelompok mahasiswa kesehatan dan non kesehatan baik. Pertanyaan ketiga adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan mahasiswa terhadap pemilihan obat pada penyakit batuk dan batuk berdahak. Sedangkan pengetahuan pada pertanyaan keempat untuk kelompok mahasiswa kesehatan adalah baik dan untuk mahasiswa non kesehatan adalah buruk. Dimana pertanyaan keempat adalah pertanyaan untuk mendeskripsikan pengetahuan mahasiswa terhadap pemilihan obat pada penyakit diare. Pengetahuan pada pertanyaan kelima untuk kelompok mahasiswa kesehatan dan non kesehatan baik. Pertanyaan kelima adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan mahasiswa terhadap kegunaan obat, dimana obat yang diberikan pada pertanyaan kelima adalah obat parasetamol yang tergolong umum di kalangan masyarakat. Pengetahuan pada pertanyaan keenam untuk kelompok mahasiswa kesehatan dan non kesehatan buruk. Pertanyaan keenam adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan mahasiswa terhadap lama penggunaan obat. Adapun pada pertanyaan keenam menanyakan mengenai lama penggunaan obat parasetamol. Mahasiswa masih tergolong kurang pengetahuan mengenai lama penggunaan obat, kemungkinan hal ini didasari dari pengalaman saat menggunakan obat hingga meraskan kesembuhan. Tabel 4. Distribusi Jawaban Responden dari Kuesioner Tingkat Pengetahuan Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas Mulawarman Topik Pertanyaan Kesehatan Non-Kesehatan Benar (%) Salah (%) Tidak Tahu (%) Benar (%) Salah (%) Tidak Tahu (%) Pengertian swamedikasi 66,2 7,1 26,7 22,5 2,1 75,4 Tanda golongan obat yang dapat digunakan dalam swamedikasi 87,7 3,2 9,1 48 4,6 47,4 Pemilihan obat 91,9 3,7 4,4 8,6 6,7 10,7 Pemilihan obat 80,6 11,6 7,8 45.5 8,4 46,1 Kegunaan Obat 99,3 0 0,7 93,3 2,1 4,6 Lama penggunaan obat 32,1 45.8 22,1 22,1 31,1 46,8 Informasi dosis obat 62,5 22,8 14,7 44,9 26,7 28,4 Aturan minum obat 81,6 10,6 7,8 46,8 23,6 29,6 Informasi pada kemasan 88,7 4,9 6,4 72,7 11,6 15,7 Cara penyimpanan obat 93,1 2,7 4,2 86,2 3,4 10,4 Kegunaan obat 59,3 28,2 12,5 34,5 32,2 33,3 Aturan minum obat 85,3 9,1 5,6 57,6 19,6 22,8 Tabel 5. Perbedaan Jawaban Responden dari Kuesioner Tingkat Pengetahuan Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas Mulawarman Topik Pertanyaan Tingkat Pegetahuan Kesehatan Non kesehatan Pengertian swamedikasi Cukup Baik Buruk Tanda golongan obat yang dapat digunakan dalam swamedikasi Baik Buruk Pemilihan obat Baik Baik Pemilihan obat Baik Buruk Kegunaan Obat Baik Baik Lama penggunaan obat Buruk Buruk Informasi dosis obat Cukup baik Buruk Aturan minum obat Baik Buruk Informasi pada kemasan Baik Cukup Baik Cara penyimpanan obat Baik Baik Kegunaan obat Cukup Baik Buruk Aturan minum obat Baik Cukup Baik Pengetahuan pada pertanyaan ketujuh untuk kelompok mahasiswa kesehatan cukup baik dan untuk mahasiswa non kesehatan buruk. Pertanyaan ketujuh adalah pertanyaan
Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas Mulawarman 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 134 yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan mahasiswa terhadap dosis saat menggunakan obat, dimana sebagian besar setuju bahwa dosis obat untuk swamedikasi selalu 3 kali dalam sehari. Pengetahuan pada pertanyaan kedelapan untuk kelompok mahasiswa kesehatan baik dan untuk mahasiswa non kesehatan buruk. Pertanyaan kedelapan adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan mahasiswa terhadap aturan minum obat. Adapun pada pertanyaan kedelapan mengambil contoh dosis tiga kali dalam sehari dimana seharusnya aturan minumnya adalah setiap 8 jam, tetapi sebagian besar responden pada kelompok mahasiswa non kesehatan menjawab bahwa hal ini salah atau tidak tahu. Pengetahuan pada pertanyaan kesembilan untuk kelompok mahasiswa kesehatan baik dan untuk mahasiswa non kesehatan cukup baik. Pertanyaan kesembilan adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan mahasiswa terhadap informasi pada kemasan obat. Dimana sebagian dari mahasiswa non kesehatan belum mengatahui bahwa indikasi pada kemasan memiliki arti adalah kegunaan obat tersebut. Pengetahuan pada pertanyaan kesepuluh untuk kelompok mahasiswa kesehatan dan mahasiswa non kesehatan baik. Pertanyaan kesepuluh adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan mahasiswa terhadap penyimpanan obat yang benar. Pengetahuan pada pertanyaan kesebelas untuk kelompok mahasiswa kesehatan cukup baik dan untuk mahasiswa non kesehatan buruk. Pertanyaan kesebelas adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan mahasiswa terhadap kegunaan obat parasetamol. Adapun pada pertanyaan kesebelas membahas mengnai kegunaan obat parasetamol untuk mengobati nyeri dan pada kelompok mahasiswa non kesehatan sebagian besar tidak tahu bahwa obat parasetamol dapat meredakan nyeri. Pengetahuan pada pertanyaan keduabelas untuk kelompok mahasiswa kesehatan baik dan untuk mahasiswa non kesehatan cukup baik. Pertanyaan keduabelas adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan pengetahuan mahasiswa terhadap aturan minum obat pada penyakit maag yaitu obat dikunyah. 3.3 Tingkat Perilaku Tabel 6. Perbedaan Tingkat Perilaku dalam Swamedikasi pada Mahasiswa Kesehatan dan Non Kesehatan Universitas Mulawarman Jurusan Tingkat Pengetahuan P Baik Cukup Baik Buruk n % n % n % Kesehatan 313 76,7% 89 21,8% 6 1,5% 0,000 Non Kesehatan 244 46,8% 253 48,6% 24 4,6% Total 557 60% 342 36,8% 30 3,2% Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara perilaku responden kesehatan dan non kesehatan dengan nilai p-value 0,000. Responden kesehatan distribusi nilai terbesar pada tingkat perilaku baik dan untuk mahasiswa non kesehatan distribusi nilai terbesar pada tingkat perilaku cukup baik (Tabel 5). Responden pada kelompok jurusan kesehatan memiliki perilaku dalam swamedikasi lebih baik dibandingkan kelompok mahasiswa non kesehatan. Hal ini juga didukung dengan hasil tingkat pengetahuan pada tabel 3. Tabel 7. Distribusi Jawaban Responden dari Kuesioner Tingkat Perilaku Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas Mulawarman Pertanyaan Kesehatan Non-Kesehatan Selalu (%) Kadang-kadang (%) Tidak Pernah (%) Selalu (%) Kadang-kadang (%) Tidak Pernah (%) Tepat Indikasi 76 23,8 0,2 66,2 32,6 1,2 Tanggal kadaluarsa 20,1 74,5 5,4 11,3 86,4 2,3 Kandungan obat 55,4 42,2 2,4 32,6 54,7 12,7 Tapet aturan pakai 81,6 17,2 1,2 74,4 24 1,2 Tanggal kadaluarsa 88,5 10,3 1,2 83,7 14,4 1,9 Waspada efek samping 53,7 41,7 4,6 46,8 46,3 6,9 Tepat tidak lanjut 86 9,1 4,9 74,5 18,6 6,9 Cara penyimpanan 65,7 33,3 1 44,5 50 6 Tepat tidak lanjut 97,3 0 2,7 97,3 0 2,7
Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas Mulawarman 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 135 Tabel 8. Perbedaan Jawaban Responden dari Kuesioner Tingkat Perilaku Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas Mulawarman Pertanyaan Tingkat perilaku Kesehatan Non Kesehatan Tepat Indikasi Baik Baik Tanggal kadaluarsa Cukup Baik Buruk Kandungan obat Baik Cukup baik Tepat aturan pakai Baik Baik Tanggal kadaluarsa Baik Baik Waspada efek samping Cukup Baik Cukup baik Tepat tidak lanjut Baik Baik Cara penyimpanan Baik Cukup baik Tepat tidak lanjut Baik Baik Berdasarkan distribusi jawaban responden pada kuesioner mengenai tingkat perilaku dalam swamedikasi didapatkan hasil bahwa perilaku pada pertanyaan pertama untuk kelompok mahasiswa kesehatan dan non kesehatan baik. Pertanyaan pertama adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku mahasiswa menegnai pemilihan obat yang sesuai. Adapun sebagian besar mahasiswa selalu membaca indikasi obat yang tertera pada kemasan atau brosuk obat. Perilaku pada pertanyaan kedua untuk kelompok mahasiswa kesehatan cukup dan untuk mahasiswa non kesehatan buruk. Pertanyaan kedua adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku mahasiswa terhadap obat yang sudah melewati tanda kadaluarsa. Adapun sebagian besar mahasiswa membuang obat secara utuh ke tempat sampah. Dimana seharusnya sebelum membuang obat sebaiknya dipisahkan dari kemasa dan dihancurkan. Perilaku pada pertanyaan ketiga untuk kelompok mahasiswa kesehatan baik dan untuk mahasiswa non kesehatan cukup baik. Pertanyaan ketiga adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku mahasiswa mengani kandungan obat. Dimana sebagian besar mahasiswa selalu membaca informasi kandungan obat yang tertera pada kemasan atau brosur obat. Perilaku pada pertanyaan keempat untuk kelompok mahasiswa kesehatan dan non kesehatan baik. Dimana pertanyaan keempat adalah pertanyaan untuk mendeskripsikan perilaku mengani ketepatan aturan pakai. Dimana sebagian besar selalu membaca aturan pakai yang terdapat pada kemasan atau brosur obat. Perilaku pada pertanyaan kelima untuk kelompok mahasiswa kesehatan dan non kesehatan baik. Pertanyaan kelima adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku mahasiswa terhadap terhadap tanggal kadaluarsa obat, dimana sebagian besar responden selalu memperhatikan tanggal kadaluarsa sebelum mengkonsumsi obat. Perilaku pada pertanyaan keenam untuk kelompok mahasiswa kesehatan dan non kesehatan cukup baik. Pertanyaan keenam adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku mahasiswa mengenai waspada terhadap efek samping. Adapun sebagian responden menjawab kadangkadang memperhatikan efek samping yang tertera pada kemasan atau brosuk obat. Perilaku pada pertanyaan ketujuh untuk kelompok mahasiswa kesehatan dan non kesehatan baik. Pertanyaan ketujuh adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan perilakun mahasiswa terhadap kelanjutan menggunakan obat, dimana sebagian besar menjawab memeriksakan diri ke dokter jika keadaan tidak membaik. Perilaku pada pertanyaan kedelapan untuk kelompok mahasiswa kesehatan baik dan untuk mahasiswa non kesehatan cukup baik. Pertanyaan kedelapan adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku mahasiswa dalam menyimpan obat. Perilaku pada pertanyaan kesembilan untuk kelompok mahasiswa kesehatan dan non kesehatan baik. Pertanyaan kesembilan adalah pertanyaan yang bertujuan untuk mendeskripsikan perilaku mahasiswa dalam ketepatan laam penggunaan obat. Dimana sebagian dari mahasiswa berhenti mengkonsumsi obat jika keadaan membaik. 3.4 Keluhan atau Penyakit yang Menjadi Alasan Melakukan Swamedikasi Pada kuesioner yang dibagikan kepada responden juga memuat pertanyaan mengnai keluhan atau penyakit yang paling sering dialami sehingga memilih untuk melakukan swamedikasi. Adapun responden diperbolehkan menyebutkan lebih dari 1 keluhan/ penyakit. Berdasarkan data pada tabel 7 3 keluhan atau penyakit yang paling seringi dialami mahasiswa Universitas mulawarman sehingga memilih untuk melakukan
Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas Mulawarman 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 136 swamedikasi adalah demam, batuk, dan flu. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Abay (2010) dan Gupta (2011)yaitu bahwa umumnya swamedikasi dilakukan dalam mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang relatif banyak dialami masyarakat, seperti demam, flu, batuk, nyeri, diare, dan gastritis [4][5]. Tabel 9. Keluhan atau Penyakit yang Menjadi Alasan Melakukan Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas Mulawarman Penyakit Jumlah Total % Mahasiswa Kesehatan Mahasiswa Non Kesehatan Batuk 272 317 589 15,6 Demam 309 342 651 17,3 Diare 166 150 316 8,4 Flu 267 300 567 15 Maagh 219 198 417 11 Nyeri 159 99 258 6,8 Pusing 219 252 471 12,5 Vitamin 261 213 474 12,6 Sesak 2 1 3 0,07 Iritasi Mata 1 1 2 0,05 Alergi 1 5 6 0,2 Obat Cacing 2 0 2 0,05 Gatal-gatal 3 1 4 0,1 Sembelit 1 0 1 0,02 Radang 2 1 3 0,07 Konstipasi 1 0 1 0,02 Ambeyen 1 0 1 0,02 Sariawan 0 1 1 0,02 Total 1886 1881 3767 100% *Responden diperbolehkan mengisi lebih dari 1 jawaban 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan perilaku mahasiswa kesehatan dan mahasiswa on kesehatan di Universitas Mulawarman dimana mahasiswa kesehatan memilki pengetahuan dan perilaku swamedikasi yang lebih baik dibandingkan mahasiswa non kesehatan. Pengetahuan mengenai swamedikasi mempengeruhi perilaku swamedikasi. 5 Ucapan Terima Kasih Peneliti mengucapkan terimakasih kepada seluruh Mahasiswa Universitas Mulawarman yang telah bersedia menjadi responden dan mengisi kuesioner penelitian di tengah masa pandemi COVID-19. 6 Etik Keterangan layak etik pada penelitian ini dikeluarkan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman nomor 52/KEPKFFUNMUL/EC/EXE/01/2021 7 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 8 Daftar Pustaka [1] Atmoko, W. & Kurniawati, I. 2009. Swamedikasi: Sebuah Respon Realistik Perilaku Konsumen di Masa Krisis. Bisnis dan Kewirausahaan vol. 2, 3 [2] Rikomah, Setya Enti. 2018. Farmasi Klinik. Yogyakarta: Penerbeit Deepublish [3] Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat , 2013. Pedoman Pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2013. Jakarta Pusat : Badan Pusat Statistik [4] Supardi, S. & Raharni. 2006. Penggunaan Obat yang Sesuai dengan Aturan dalam Pengobatan Sendiri Keluhan Demam. Sakit Kepala, Batuk, dan Flu. Jurnal Kedokteran Yasri, 14 (1) [5] Abay, S. M., & Amelo, W. (2010). Assessment of Self-medication practices among medical, pharmacy, health science students in Gondar University, Ethiopia. Journal of Young Pharmacists, 2(3), 306-31 [6] Gupta, P., Bobhate, P., & Shirvastava, S. 2011. Determinants of Self Medication Practices in an Urban Slum Communty. Asian Journal Pharmaceutical and Clinical Research, Vol. 4, Issue 3, 54-57 [7] Shankar, P. R., Partha, P., & Shenoy, N. (2002). Self-medication and non-doctor prescription practices in Pokhara valley, Western Nepal: a questionnaire-based study. BMC family practice, 3(1), 1-7 (E.d). Swamedikasi Cara-cara Mengobati Gangguan Sehari-hari dengn ObayOabt Bebas Sederhana. Malang: Bayu Media. [8] World Health Organization, 1998. The Role. Of The Pharmacist In Self Care And Self Medication. Geneva: World Health Organization. 2-3 [9] Ikatan Sarja Indonesia. 2014. Informasi Spesialite Obat Indonesia volume 49. Jakarta: PT ISIFI (ISO) [10] Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Materi Pelatihan Peningkatan