The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Perpustakaan Fakultas Farmasi Unissula, 2024-01-23 03:55:13

Proceeding of 14th Mulawarman Pharmaceutical Converences "Pesan Covid-19 untuk Laboratorium Riset Kefarmasian Indonesia"

PCD004FF
Fak. Farmasi Universitas Mulawarman, 2021

Keywords: Covid-19,Laboratorium Riset Kefarmasian,Prosiding,Universitas Mulawarman

Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Swamedikasi pada Mahasiswa Universitas Mulawarman 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 137 Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. [11] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia [12] Hidayati, A., Dania, H., & Puspitasari, M. D. (2018). Tingkat Pengetahuan Penggunaan Obat Bebas Dan Obat Bebas Terbatas Untuk Swamedikasi Pada Masyarakat Rw 8 Morobangun Jogotirto Berbah Sleman Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Manuntung, 3(2), 139-149. [13] Efayanti, E., Susilowati, T., & Imamah, I. N. (2019). Hubungan Motivasi dengan Perilaku Swamedikasi. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 1(1), 21-32. [14] Silva M.G.C., Soares M.C.F., Mucillo-Baisch A.L., 2012,Self-Medication In University Students From The City Of Rio Grande, Brazil. BMC Public Health, 12:339. [15] Handayani, D. T., Sudarso, S., & Kusuma, A. M. Swamedikasi Pada Mahasiswa Kesehatan Dan Non Kesehatan. Jurnal Manajemen Dan Pelayanan Farmasi (Journal of Management and Pharmacy Practice), 3(3), 197-202. [16] Wawan, A., & Dewi, M. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan. Sikap dan Perilaku Manusia, Nuha Medika, Yogyakarta..


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 125 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Antioxidant Activity of Oil Palm Leaf Ethanol Extract (Elaeis guineensis Jacq.) Masrurotin Zumaro*, Hifdzur Rashif Rija’i, Angga Cipta Narsa, Riski Sulistiarini, Helmi Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: masrurotin10@gmail.com Abstrak Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah dan hampir segala jenis tumbuhan dapat tumbuh di wilayah negara ini. Salah satunya ialah daun kelapa sawit (Elaeis guineenis Jacq.) mengandung senyawa-senyawa terpenoid, steroid, alkaloid, flavonoid, glikosida, tanin dan saponin dan juga tanaman ini dikalangan masyarakat memiliki manfaat yang dapat digunakan untuk pengobatan infeksi kulit. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hasil rendemen yang dipeoleh serta aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol daun kelapa sawit. Daun kelapa sawit diekstraksi menggunakan pelarut etanol 96% dan menggunakan metode maserasi. Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun kelapa sawit dilakukan memnggunakan metode DPPH (2,2-difenil-1- pikrilhidrazil), dimana pada absorbansi yang diukur pada λ maksimal 515 nm dengan menggunakan spektrofometer UV-vis. Hasil penelitian menunjukan bahwa rendemen ekstrak etanol daun kelapa sawit yang diperoleh sebanyak 5,44 % dan diperoleh bahwa ekstrak etanol daun kelapa sawit memiliki aktivitas antioksidan terhadap radikal DPPH dengan nilai IC50 sebesar 133,58 ppm dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun kelapa sawit (Elaeis guineenis Jacq.) memiliki aktivitas antioksidan dengan kategori sedang karena nilai IC50 berada diantara 100-150 ppm. Kata Kunci: Daun Kelapa Sawit, DPPH, Antioksidan Abstract Indonesia is a country with abundant natural wealth and almost all types of plants can grow in the territory of this country. One of them is oil palm leaf (Elaeis guineenis Jacq.) containing terpenoid compounds, steroids, alkaloids, flavonoids, glycosides, tannins and saponins and also this plant among the community has benefits that can be used for the treatment of skin infections. Purpose of this study Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 126 was to determine the yield obtained as well as the antioxidant activity of ethanol extract of oil palm leaves. Oil palm leaves were extracted using 96% ethanol as solvents and using the maceration method. Testing the antioxidant activity of the ethanol extract of oil palm leaves was carried out using the DPPH method (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl), where the absorbance was measured at max 515 nm using a UV-vis spectrophotometer. The results showed that the yield of oil palm leaf ethanol extract obtained as much as 5.44 % and obtained that the ethanolic extract of oil palm leaves had antioxidant activity against DPPH radicals with an IC50 value of 133.58 ppm. It could be concluded that the ethanolic extract of oil palm leaves (Elaeis guineensis Jacq.) had antioxidant activity in the moderate category because the IC50 value was between 100- 150 ppm. Keywords: Oil Palm Leaves, DPPH, Antioxidants DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.566 1 Pendahuluan Daun kelapa sawit (Elaeis guineenis Jacq.) merupakan salah satu tanaman yang memiliki aktivitas antioksidan. Daun kelapa sawit mengandung senyawa terpenoid, steroid, alkaloid, flavonoid, glikosida, tanin dan saponin dan juga tanaman ini dikalangan masyarakat memiliki manfaat yang dapat digunakan untuk pengobatan infeksi kulit [1]. Antioksidan merupakan suatu substansi kecil yang dihasilkan oleh tubuh dan mampu menghambat atau mencegah suatu substrat yang disebabkan oleh radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh, namun jumlah yang dihasilkan masih seringkali tidak cukup [2]. Dikarenakan radikal bebas yang terus menerus bereaksi dengan tubuh sehingga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel-sel tubuh [3]. Pada penelitian uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH yang merupakan salah satu metode untuk uji aktivitas antioksidan dari suatu ekstrak menggunakan spektrofotometer UV-Vis, radikal bebas yang biasa digunakan sebagai model dalam mengukur daya penangkapan yakni DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Nilai aktivitas antioksidan dilihat dari kategori nilai IC50 suatu ekstrak jika nilai ekstrak berada dibawah 50 ppm maka aktivitas antioksidannya sangat kuat, nilai IC50 berada diantara 50-100 ppm berarti aktivitas antioksidannya kuat, nilai IC50 berada di antara 100-150 ppm berarti aktivitas antioksidannya sedang, nilai IC50 berada di antara 150-200 ppm berarti aktivitas antioksidannya lemah, sedangkan apabila nilai IC50 berada di atas 200 ppm maka aktivitas antioksidannya sangat lemah [4]. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain batang pengaduk, blender, gelas kimia, gelas ukur, kaca arloji, kuvet, mangkuk, pipet tetes, pipet ukur, plastic wrap, propipet, rak tabung, tabung reaksi, timbangan analitik, toples kaca, sendok tanduk, sonikator, spatel logam, dan spektrofotometer UV-Vis. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.), air keran, etanol 96%, 2,2-difenil- 1- pikrilhidrazil (DPPH). 2.2 Penyiapan Sampel dan Ekstraksi Sampel daun kelapa sawit diperoleh dari Kelurahan Sungai Siring, Samarinda, Kalimantan Timur, Indonesia. Diambil sebanyak 3 kg sampel segar daun kelapa sawit disortasi basah dan dicuci. Setelah itu, dilakukan perajangan sampel dan dikeringan sampel menggunakan oven. Selanjutnya ditimbang berat simplisia yang dihasilkan dan dihaluskan simplisia menggunakan blender untuk dilakukan proses ekstraksi pada sampel. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi digunakan sebanyak 600 g sampel


Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 127 daun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) direndam dengan 6 L pelarut etanol 96% selama 2×24 jam. Sampel di saring dan maserat yang diperoleh diuapkan menggunakan rotary evaporator untuk mendapatkan ekstrak kental. Selanjutnya rendemen ekstrak dihitung menggunakan persamaan 1. % Rendemen = Bobot ekstrak (akhir) Bobot simplisia (awal) x 100% Persamaan 1 2.3 Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dibuat larutan induk etanol daun kelapa sawit 150 ppm dan larutan stok DPPH 50 ppm selanjutnya di buat seri konsentrasi dari larutan induk 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, 125 ppm, 150 ppm. Diuji larutan stok DPPH menggunakan spektrofotometer Uv-Vis untuk mendapatkan panjang gelombang maksimum. Dibuat blanko yang berisi 2mL DPPH dan 2mL pelarut lalu di uji menggunakan spektrofotometer. Selanjutnya dilakukan pengujian dengan mencampur larutan stok DPPH dan larutan ekstrak dengan perbandingan 1:1 lalu diukur absorbansi nya pada panjang gelombang 515 nm. Perhitungan aktivitas antioksidan ekstrak menggunakan persamaan 2. Ablanko−Asampel Ablanko × 100% Persamaan 2 Keterangan : Ablanko = Absorbansi blanko Asampel = Absorbansi sampel 3 Hasil dan Pembahasan Penetapan rendemen dilakukan hasil simplisia kering daun kelapa sawit yang telah ditimbang, kemudian dilanjutkan dengan maserasi hingga diperoleh ekstrak etanol daun kelapa sawit. Fungsi dari penentuan rendemen adalah untuk mengetahui banyaknya ekstrak yang diperoleh selama ekstraksi dari suatu sampel. Didapatkan hasil nilai rendemen ekstrak etanol daun kelapa sawit sebanyak 5,44%. Hasil rendemen ada hubungannya dengan banyaknya kandungan senyawa aktif dari suatu sampel sehingga apabila rendemen semakin banyak maka dapat disimpulkan juga kandungan senyawa aktifnya juga semakin banyak [5]. Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun kelapa sawit dilakukan dengan metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) yang dibuat dengan 5 seri kosentrasi yaitu 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, 125 ppm, dan 150 ppm lalu diinkubasi dalam ruang gelap selama 30 menit. Diukur absorbansi panjang gelombang 515 nm. Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun kelapa sawit disajikan pada Tabel1. Tabel.1 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kelapa Sawit No. Konsentrasi (ppm) Absorbansi %Inhibisi Nilai IC50 (ppm) 1. Blanko 0,6670 0 2. 50 0,4803 28% 3. 75 0,4400 34% 133,58 ppm 4. 100 0,3916 41% 5. 125 0,3536 47% 6. 150 0,2960 55% Pada uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH, dapat dilihat pada nilai IC50. Jika semakin kecil nilai yang dihasilkan maka akan semakin besar aktivitas antioksidan sampel tersebut. Kategori nilai IC50 suatu ekstrak jika <50 ppm maka aktivitas antioksidannya sangat kuat, 50-100 ppm maka aktivitas antioksidannya kuat, 100-150 ppm maka aktivitas antioksidannya sedang, 150-200 ppm maka aktivitas antioksidannya lemah, >200 ppm maka aktivitas antioksidannya sangat lemah [4]. Berdasarkan hasil pada penelitian ini didapatkan nilai IC50 ekstrak etanol daun kelapa sawit sebesar 133,58 ppm dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun kelapa sawit (Elaeis guineenis Jacq.) memiliki aktivitas antioksidan dengan kategori sedang karena nilai IC50 berada diantara 100-150 ppm. 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil pada penelitian ini didapatkan rendemen ekstrak etanol daun kelapa sawit sebanyak 5,44% dan diperoleh bahwa ekstrak etanol daun kelapa sawit memiliki aktivitas antioksidan terhadap radikal


Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 128 DPPH dengan nilai IC50 sebesar 133,58 ppm dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun kelapa sawit (Elaeis guineenis Jacq.) memiliki aktivitas antioksidan dengan kategori sedang karena nilai IC50 berada diantara 100-150 ppm. 5 Kontribusi Penulis Kontribusi penulis dalam penelitian ini terdiri atas peneliti utama dan peneliti pendamping. Masrurotin Zumaro sebagai peneliti utama dari penyiapan alat dan bahan, pengambilan sampel, ekstraksi, dan melakukan uji aktivitas antioksidan ekstrak. Peneliti pendamping yaitu Angga Cipta Narsa, Hifdzur Rashif Rija’i, Riski Sulistiarini, dan Helmi. 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Sasidharan, S., Nilawatyi, R., Xavier, R., Latha, L.Y. dan Amala, R., 2010. Wound healing potential of Elaeis guineensis Jacq leaves in an infected albino rat model. Molecules, 15(5) : 3186-3199. [2] Isnindar, S.W., Wahyuono, S. dan Setyowati, E.P., 2011. Isolasi dan identifikasi senyawa antioksidan daun Kesemek (Diospyros kaki Thunb.) dengan metode DPPH (2, 2-difenil-1- pikrilhidrazil). Majalah Obat Tradisional, 16(3) :157-164. [3] Juniarti,dkk, 2009, “Kandungan Senyawa Kimia, Uji Toksitas (Brine Shrimp Lethality Test) Dan Atioksidan (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl) Dari Ekstrak Daun Saga (Abrusprecatorius L.)”,Bagian Kimia, Fakultas Kedokteran, Universitas YARSI, Jakarta 10510, Indonesia. MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 1, APRIL: 50-54 [4] Molyneux, P., 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J. sci. technol, 26(2) : 211-219. [5] Nurhayati, T., Aryanti, D., dan Nurjanah., 2009. Kajian awal potensi ekstrak spons sebagai antioksidan. Jurnal Kelautan Nasional. 2: 43-51.


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 117 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Aktivitas Antioksidan pada Formulasi Minuman Serbuk Instan dari Sari Daun Suruhan (Peperomia pellucida) Antioxidant Activity in Instant Powder Drink Formulation from Suruhan Leaf Extract (Peperomia pellucida) Meilina Purnama Ningrum1,*, Juniza Firdha Suparningtyas2, Niken Indriyanti3 1Mahasiswa Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda Indonesia 2KBI Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia 3KBI Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: meilinapn1616@gmail.com Abstrak Daun suruhan secara empiris telah digunakan sebagai obat, karena memiliki aktivitas antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas penyebab berbagai penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antioksidan minuman serbuk instan. Metode penelitian ini dilakukan dengan penyarian ekstrak, menguji karakteristik dan aktivitas antioksidan sari Daun Suruhan, formulasi dan evaluasi minuman serbuk instan menggunakan metode foam mat drying, dan uji aktivitas antioksidan sediaan menggunakan metode 1,1-Diphenyl-2 picrylhydrazyl (DPPH). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak Daun Suruhan mengandung alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin, dan polifenol. Ekstrak memiliki IC50 yang sangat kuat sebesar 8,8 ppm. Penelitian ini menggunakan ekstrak konsentrasi 20% untuk diformulasikan sebagai minuman serbuk instan. Hasil evaluasi sifat fisik menunjukkan bahwa formulasi memiliki warna hijau, berbentuk serbuk, tidak berbau, pH 5,84, kelembaban 6,84%, kadar abu 0,49%, laju alir 3,98 g/s, sudut istirahat 25,22⁰, kompresibilitas 26,07%, dan waktu larut 68 detik. Hanya sebagian dari sifat fisik serbuk yang memenuhi persyaratan serbuk yang baik. IC50 sediaan minuman serbuk instan sebesar 387.265 ppm, menunjukkan aktivitas antioksidan sediaan tersebut dalam kategori sangat lemah. Kata Kunci: Peperomia pellucida, Antioksidan, Minuman Serbuk Instan Abstract Suruhan leaves empirically been used as medicine, because has an antioxidant activity that can counteract free radicals that cause various diseases. This study aimed to determine the antioxidant Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Aktivitas Antioksidan pada Formulasi Minuman Serbuk Instan dari Sari Daun Suruhan (Peperomia pellucida) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 118 activity of instant powder drinks. This research method was carried out by filtering extract, test the characteristics and antioxidant activity of extracts, formulation and evaluation of instant powder drink used the foam mat drying method, and test the antioxidant activity of the preparations used the 1,1-Diphenyl-2picryl Hydrazyl (DPPH) method. The results showed that the extract of Suruhan Leaf contained alkaloids, flavonoids, terpenoids, saponins, and polyphenols. The extract has a very strong IC50 of 8.8 ppm. The research used the 20% concentration of extract to be formulated as the instant powder drink. The results of the evaluation of physical properties showed that the formulation has green color, in powder form, odorless, pH 5,84, humidity 6,84%, ash content 0,49%, flow rate 3,98 g/s, angle of repose 25,22⁰, compressibility 26,07%, and dissolving time 68 seconds. Only some of the physical properties of powder have met the requirements of a good powder. IC50 of instant powdered drink preparation is 387,265 ppm, indicating that the preparations antioxidant activity is in the very weak category. Keywords: Peperomia pellucida, Antioxidant, Instant Powder Drink DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.567 1 Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari penyakit dapat ditimbulkan dari berbagai macam sumber salah satunya adalah radikal bebas yang apabila berlebihan akan mengakibatkan terjadinya kerusakan oksidatif dari tingkat sel, jaringan, hingga organ tubuh. Radikal bebas dapat bersumber dari dalam dan luar tubuh. Radikal bebas ini dapat diatasi dengan adanya antioksidan yang merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidatif. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mendonorkan elektronnya (pemberi atom hidrogen) kepada radikal bebas, sehingga menghentikan reaksi berantai dan mengubah radikal bebas menjadi bentuk yang stabil [1]. Antioksidan dapat ditemukan pada berbagai bahan alam, yaitu seperti pada Daun Suruhan. Penggunaan Daun Suruhan sebagai obat secara empiris telah sejak lama dilakukan, Daun Suruhan (Peperomia pellucida) banyak digunakan sebagai bahan obat herbal. Suruhan (Peperomia pellucida) disebutkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sitorus [2] terbukti memiliki aktivitas antioksidan. Kemampuan tanaman Suruhan sebagai tanaman obat diduga berkaitan erat dengan kandungan antioksidan pada tanaman ini. Diperlukannya antioksidan dalam menangkal radikal bebas maka formulasi sediaan minuman serbuk instan merupakan salah satu alternatif cara yang digunakan untuk mendapatkan manfaat dari tanaman obatobatan yang menghasilkan produk dan juga sediaan minuman serbuk instan yang dalam penggunaan atau cara konsumsinya mudah dan praktis. Minuman serbuk instan menurut SNI 01-4320-1996 [3] merupakan produk bahan minuman berbentuk serbuk atau granula yang dibuat dari campuran gula dan rempah-rempah dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Minuman serbuk instan juga merupakan suatu sediaan yang mudah larut air, memiliki waktu rehidrasi yang singkat, praktis dalam penyajian dan juga serbuk minuman instan memiliki waktu simpan yang cukup lama, hal ini dikarenakan kadar airnya yang rendah[4]. Dalam pembuatan sediaan Minuman Serbuk Instan menggunakan metode Foam-mat drying yaitu metode dengan teknik pengeringan bahan berbentuk cair dan peka terhadap panas melalui teknik pembusaan dengan menambahkan zat pembuih. Pengeringan dengan bentuk busa (foam), dapat mempercepat proses penguapan air, dan dilakukan pada suhu rendah, sehingga tidak merusak jaringan sel, dengan demikian nilai gizi dapat dipertahankan. Metode foam-mat drying dapat memperluas area interface, sehingga


Aktivitas Antioksidan pada Formulasi Minuman Serbuk Instan dari Sari Daun Suruhan (Peperomia pellucida) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 119 mengurangi waktu pengeringan dan mempercepat proses penguapan [5]. Bahan yang digunakan dalam membuat Minuman serbuk instan adalah maltodekstrin sebagai zat pengisi, tween 80 sebagai bahan pembuih, dan Carboxymethyl Cellulose (CMC) sebagai pengental, penstabil emulsi atau suspensi dan bahan pengikat [6-8]. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik sari Daun Suruhan, aktivitas antioksidan dari sari Daun Suruhan, formulasi dan evaluasi sediaan serbuk minuman instan, serta mengetahui aktivitas antioksidan pada sediaan serbuk minuman instan. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alumunium foil, ayakan, batang pengaduk, blender, botol coklat, cawan porselin, corong kaca, flow tester, gelas kimia, penangas, kertas saring, krus porselen, kuvet, labu ukur, loyang, mikropipet, mikser, moisture analyzer, mortar, oven, pH meter, pipet ukur, pisau, sonikator, spatel besi, spektrofotometer UV-Vis, tabung reaksi, tapped density tester dan timbangan analitik, 2.2 Bahan Aquades, CMC (Carboxymethyl Cellulose), Daun Suruhan, 1,1-Diphenyl-2 picrylhydrazyl (DPPH), Metanol, FeCl3, HCL, H2SO4, Kloroform, Maltodekstrin, Pereaksi Dragendorff, Pereaksi Meyer, Pereaksi Wagner, Serbuk Mg, dan Tween 80. 2.3 Penyiapan sampel Disiapkan Daun Suruhan yang diambil di daerah Samarinda, Kalimantan Timur. Daun Suruhan dikumpulkan dan dibersihkan dari pengotor dan dipisahkan dari batangnya. Daun Suruhan telah dideterminasi yang dilakukan di Laboratorium Dendrologi dan Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman dengan hasil determinasi menyatakan bahwa spesies tanaman yang digunakan adalah benar Peperomia pellucida. 2.4 Ekstraksi Daun Suruhan diekstraksi dengan penyarian atau mengambil sari air dari Daun Suruhan segar. Daun Suruhan di blansing menggunakan air selama 3 menit pada suhu 70℃, lalu diblender dengan air pada perbandingan air 1:1 selama ± 3 menit. Disaring dengan kertas saring, dihasilkan sari sampel. 2.5 Karakteristik Ekstrak 2.5.1 Organoleptik Penilaian organoleptik berupa warna, aroma, dan tekstur. 2.5.2 Bobot Jenis Bobot jenis dihasilkan dengan pengukuran menggunakan piknometer, dengan mengkalibrasi piknometer dan menetapkan bobot piknometer dan bobot air pada suhu 25°C, dimasukan ekstrak dengan suhu 20°C, lalu diatur susu piknometer hingga 25°C, ditimbang bobotnya dan dihitung bobot jenis ekstrak. 2.6 Uji Metabolit Sekunder 2.6.1 Uji Alkaloid Larutan uji sebanyak 2 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan dengan 2 ml HCl 2 N. Disiapkan 3 tabung, diambil 1 ml filtrate untuk tiap tabung. Ditambahkan Pereaksi Mayer pada tabung 1, pereaksi Wagner pada tabung 2 dan pereaksi Dragendorff pada tabung. Hasil positif pada tabung 1 ditandai dengan endapan putih, pada tabung 2 dengan endapan coklat dan pada tabung 3 endapan orange. 2.6.2 Uji Flavonoid Larutan uji sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan dengan serbuk Mg sebanyak 1 g dan HCl pekat sebanyak 1 ml. Hasil positif ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi warna kuning. 2.6.3 Uji Saponin Larutan uji sebanyak 2 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan 10 ml air. Dikocok selama 10 menit. Buih atau busa yang bertahan selama 10 menit menunjukkan adanya saponin.


Aktivitas Antioksidan pada Formulasi Minuman Serbuk Instan dari Sari Daun Suruhan (Peperomia pellucida) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 120 2.6.4 Uji Terpenoid Larutan uji sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan 2 ml kloroform dan 3 ml H2SO4. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya cincin merah kecoklatan. 2.6.5 Uji Polifenol Larutan uji sebanyak 1 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi. Ditambahkan 3 tetes FeCl3. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya warna biru kehitaman. 2.7 Aktivitas antioksidan ekstrak 2.7.1 Pembuatan Larutan DPPH 40 ppm dalam 100 mL Kristal DPPH sebanyak 4mg dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL. Ditambahkan metanol hingga tanda batas. 2.7.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Diambil 2 mL larutan DPPH. Diukur serapan panjang gelombang maksimum pada rentang λ 510-520 nm, dengan blanko metanol. 2.7.3 Pembuatan Larutan Induk Baku Sampel 1000 ppm 25 g sari sampel ditimbang dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL. Ditambahkan metanol, dan dicukupkan hingga batas. 2.7.4 Pembuatan Seri Konsentrasi Sampel dan Larutan Uji Dibuat seri konsentrasi sampel dari larutan induk menjadi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm dalam labu ukur 10 mL. Diambil 4 mL setiap larutan seri konsentrasi dan ditambahkan 4 mL larutan DPPH. Diinkubasi selama 30 menit. Diukur absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang yang diketahui. 2.8 Pembuatan sediaan 2.8.1 Formula Minuman Serbuk Instan Formula Minuman Serbuk Instan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Formula Minuman Serbuk Instan Nama Bahan Fungsi Formula Sediaan (%) Daun Suruhan Zat aktif 20 Maltodekstrin Pengisi 20 Tween 80 Peningkat kelarutan 0,4 Carboxymethyl Cellulose Pengikat 0,3 Aquades Pelarut Ad 100 Keterangan : Ad = hingga 2.8.2 Proses Pembuatan Dibuat sediaan sari Daun Suruhan dengan konsentrasi 20%, dicampurkan dengan maltodekstrin, tween, dan aquades ad 100 mL, dicampur dengan mikser selama ± 15 menit hingga busa naik dan stabil. Ditambahkan CMC dan dicampur dengan mikser selama ± 1 menit. Campuran atau busa yang terbentuk diletakkan diatas Loyang yang telah dilapisi alumunium foil dengan ketebalan busa 0,5 cm. Dikeringkan dengan oven pada suhu 70°C selama 3-4 jam. Hasil pengeringan dihaluskan dengan mortar hingga dihasilkan serbuk. Diayak serbuk menggunakan ayakan. 2.9 Aktivitas antioksidan sediaan 2.9.1 Pembuatan Larutan DPPH 40 ppm dalam 100 mL Kristal DPPH sebanyak 4mg dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL. Ditambahkan metanol hingga tanda batas. 2.9.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Diambil 2 mL larutan DPPH. Diukur serapan panjang gelombang maksimum pada rentang λ 510-520 nm, dengan blanko metanol. 2.9.3 Pembuatan Larutan Induk Baku Sampel 1000 ppm 25mg serbuk ditimbang, dilarutkan dengan metanol dibantu menggunakan alat sonikator, lalu dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL. Ditambahkan metanol, dan dicukupkan hingga batas. 2.9.4 Pembuatan Seri Konsentrasi Sampel dan Larutan Uji Dibuat seri konsentrasi sampel dari larutan induk menjadi 50 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm dan 250 ppm dalam labu ukur 10


Aktivitas Antioksidan pada Formulasi Minuman Serbuk Instan dari Sari Daun Suruhan (Peperomia pellucida) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 121 mL. Diambil 4 mL setiap larutan seri konsentrasi dan ditambahkan 4 mL larutan DPPH. Diinkubasi selama 30 menit. Diukur absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang yang diketahui. 2.10 Evaluasi sediaan 2.10.1 Organoleptik Penilaian organoleptik berupa warna, aroma, tekstur sediaan. 2.10.2 Uji Kadar abu Digunakan 1 gram sampel dimasukkan kedalam krus, dipijarkan perlahan, kemudian dinaikkan suhu secara bertahap ±600 °C hingga bebas lalu didinginkan didalam desikator dan ditimbang berat abu serta dihitung persen terhadap berat awal 2.10.3 Uji kelembaban Nilai kelembaban diperoleh dengan menggunakan alat moisture analyzer, sebanyak 1 gram serbuk dimasukkan kedalam alat moisture analyzer, suhu diatur 105℃ dan ditunggu nilai persen kelembaban muncul pada alat. 2.10.4 Uji pH Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, dilarutkan sampel dengan aquades dan diukur pH larutan dengan menggunakan pH meter. 2.10.5 Uji laju alir Laju alir dilakukan dengan menggunakan alat flow tester. Sebanyak 10 gram serbuk dimasukkan kedalam alat dan dicatat waktu alir yang diperlukan serbuk untuk jatuh menggunakan stopwatch. 2.10.6 Uji sudut istirahat Sudut istirahat dilakukan dengan memasukkan 10 gram serbuk pada corong flow tester, yang dipasang 10 cm dari ujung corong ke permukaan datar, lalu dihitung diameter dan tinggi kerucut yang terbentuk. 2.10.7 Densitas Data densitas diperoleh dengan menimbang berat gelas ukur 50 mL kosong, lalu dimasukkan serbuk kedalam gelas ukur hingga mencapai 50 mL lalu ditimbang berat gelas ukur yang terisi serbuk, dihitung nilai bulk density dan dilakukan pengetapan pada gelas ukur sebanyak 100 kali, kemudian diukur volume dan dihitung tapped densitynya. 2.10.8 Kompresibilitas Penentuan nilai kompresibilitas berdasarkan data yang diperoleh dari bulk density dan tapped density. 2.10.9 Waktu larut Penentuan waktu larut serbuk dilakukan dengan meimbang 5 gram serbuk dilarutkan dengan 100 mL aquades, dengan pengadukan secara kontinyu. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Karakteristik sari Daun Suruhan Penelitian ini menggunakan Daun Suruhan segar yang telah di blansing dengan suhu 70℃ selama 3 menit terlebih dahulu lalu dihaluskan menggunakan blender selama 3 menit dan dipisahkan antara ampas dan sari nya menggunakan saringan. Karakteristik dari ekstrak air Daun Suruhan terdapat pada tabel 2 dan hasil uji metabolit sekunder terdapat pada tabel 3. Tabel 2. Hasil karakteristik sari Daun Suruhan Parameter Hasil Organoleptik Warna Bentuk Aroma Hijau tua Cair Khas daun Bobot jenis (g/mL) 1,067 Tabel 3. Hasil uji metabolit sekunder sari Daun Suruhan Skrining fitokimia Hasil Keterangan Hasil positif Alkaloid (Pereaksi Mayer) + Terbentuk endapan putih Endapan putih (Pereaksi Wagner) + Terbentuk endapan coklat Endapan coklat (Pereaksi Dragendorff) + Terbentuk endapan jingga Endapan jingga Flavonoid + Terbentuk warna jingga Warna merah, kuning dan jingga Saponin + Busa selama 10 menit Buih atau busa Terpenoid + Cincin merah kecoklatan Cincin merah kecoklatan Polifenol + Biru kehitaman Warna biru kehitaman


Aktivitas Antioksidan pada Formulasi Minuman Serbuk Instan dari Sari Daun Suruhan (Peperomia pellucida) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 122 Organoleptik menunjukkan bahwa sari Daun Suruhan memiliki warna hijau tua, berbentuk cairan dan beraroma khas Daun Suruhan. Bobot jenis dari sari Daun Suruhan adalah 1,067 g/ml. Hasil dari metabolit sekunder sari Daun Suruhan menunjukkan bahwa Daun Suruhan mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid dan polifenol. 3.2 Aktivitas antioksidan ekstrak Hasil uji aktivitas antioksidan sari Daun Suruhan menunjukkan aktivitas antioksidan dengan IC50 sebesar 8,8 ppm, yang tergolong sangat kuat sebagai aktivitas antioksidan. Hasil uji aktivitas antioksidan terdapat pada tabel 4. Tabel 4. Uji Aktivitas antioksidan ekstrak Konsentrasi (ppm) Rata-rata nilai absorbansi Aktivitas Antioksidan (%) 50 0.242 26.34 100 0.301 8.41 150 0.306 6.89 200 0.302 8.21 250 0.302 8.21 Hasil nilai IC50 didapatkan berdasarkan regresi linier pada Gambar 1. Gambar 1 Persamaan regresi linier aktivitas antioksidan Daun Suruhan 3.3 Evaluasi sediaan Minuman Serbuk Instan Hasil evaluasi sifat fisik yang dilakukan meliputi organoleptik, kadar abu, kelembaban, pH, laju alir, sudut istirahat, kompresibilitas, dan waktu larut. Yang terdapat pada tabel 5. Tabel 5. Hasil evaluasi sifat fisik Minuman Serbuk Instan Parameter Hasil Organoleptik Warna Bentuk Aroma Hijau Serbuk Tidak berbau Kadar Abu (%) 0,49 Kelembaban (%) 6,84 pH larutan 5,84 Laju alir (g/s) 3,98 Sudut istirahat⁰ 25,22⁰ Kompresibilitas (%) 26,07 Waktu larut (detik) 68 Hasil evaluasi sediaan minuman serbuk instan menunjukkan bahwa secara organoleptik sediaan serbuk berwarna hijau, berbentuk serbuk dan tidak berbau. Kadar abu yang diperoleh dari pengujian serbuk yaitu 0,49 % yang mana kadar abu serbuk masuk kedalam standar yang diperbolehkan SNI yaitu <1,5% [3]. Kadar abu adalah residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan, kadar abu menunjukkan kadar total mineral yang terkandung dalam bahan pangan [9]. Uji kelembaban serbuk dihasilkan persen kelembaban sebesar 6,84% dimana persen kelembaban serbuk belum sesuai persyaratan dikarenakan menurut Voight [10] kelembaban yang memenuhi persyaratan, yaitu antara 1%- 5%. Uji kelembaban bertujuan untuk mengetahui banyaknya bagian zat yang mudah menguap akibat proses pemanasan[11]. Standar keasaman atau pH menentukan kualitas dari serbuk setelah dilarutkan dengan air. pH dari minuman serbuk bergantung dari jenis dan jumlah bahan baku yang ditambahkan. Hasil uji pH yang didapat harus asam (pH 6-6,8) karena dapat mempengaruhi kualitas rasa serbuk [12]. Hasil dari pengujian pH sediaan Minuman serbuk instan adalah 5,84 dimana pH tersebut merupakan pH yang termasuk kedalam kategori asam. y = -1.0765x + 6.0166 R² = 0.7014 3 3.2 3.4 3.6 3.8 4 4.2 4.4 4.6 1.5 1.7 1.9 2.1 2.3 2.5 IC50 = 8,8 ppm


Aktivitas Antioksidan pada Formulasi Minuman Serbuk Instan dari Sari Daun Suruhan (Peperomia pellucida) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 123 Pengujian selanjutnya yaitu laju alir serbuk menggunakan 10 gram serbuk dengan waktu alir serbuk 2,52 detik, sehingga diperoleh laju alir serbuk adalah 3,98 g/s, dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa sifat alir serbuk termasuk dalam kategori kurang baik karena standar laju alir yang baik adalah tidak kurang dari 4g/s [13]. Sudut istirahat yang dihasilkan adalah 25,22⁰, dimana hasil dari pengujian ini masuk kedalam sudut istirahat kategori istimewa di dalam rentang 25-30⁰ [13] Sudut istirahat merupakan uji untuk mengetahui sifat alir dari serbuk. Serbuk akan membentuk kerucut, semakin datar kerucut yang dihasilkan maka sudut istirahatnya semakin kecil [14]. Kompresibilitas yang dihasilkan dari sediaan minuman serbuk instan yaitu 26,07% yang menunjukkan bahwa persen kompresibilitas serbuk termasuk kedalam kategori buruk yang masuk rentang kategori 25-32% [13]. Nilai kompresibilitas menunjukkan sifat aliran yang dimiliki serbuk, nilai kompresibilitas yang rendah lebih baik dari pada nilai kompresibilitas yang tinggi [11]. Pengujian waktu larut dari serbuk adalah 68 detik, dimana waktu larut serbuk memenuhi standar yaitu kurang dari 5 menit [15]. 3.4 Aktivitas antioksidan sediaan Minuman Serbuk Instan Tabel 6. Hasil uji aktivitas antioksidan sediaan Konsentrasi (ppm) Rata-rata nilai absorbansi Aktivitas Antioksidan (%) 150 0.923 1.071 200 0.838 10.214 250 0.818 12.321 Aktivitas antioksidan dapat dibedakan menjadi beberapa kategori menurut Molyneux [16] yaitu jika nilai IC50 suatu berada dibawah 50 ppm maka memiliki aktivitas antioksidan kategori sangat kuat, nilai IC50 berada diantara 50-100 ppm menandakan bahwa aktivitas antioksidannya dalam kategori kuat, nilai IC50 berada di antara 100-150 ppm menandakan bahwa aktivitas antioksidannya dalam kategori sedang, nilai IC50 berada di antara 150-200 ppm menandakan bahwa aktivitas antioksidannya dalam kategori lemah, serta apabila nilai IC50 berada diatas 200 ppm maka aktivitas antioksidannya dikategorikan sangat lemah. Dari hasil uji aktivitas antioksidan sediaan maka dihasilkan IC50 sediaan serbuk yaitu sebesar 387,265 ppm, yang menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan pada sediaan termasuk dalam kategori sangat lemah. Hasil nilai IC50 didapatkan berdasarkan regresi linier pada Gambar 2 berikut ini. Gambar 2 persamaan regresi linier aktivitas antioksidan minuman serbuk instan 4 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa sari Daun Suruhan memiliki aktivitas antioksidan, dan evaluasi sediaan minuman serbuk instan dari Daun Suruhan menunjukkan sebagian evaluasi yang sesuai dengan persyaratan sediaan serbuk serta aktivitas antioksidan dari sediaan minuman serbuk instan tergolong kedalam kategori sangat lemah. 5 Kontribusi Penulis Meilina Purnama Ningrum: Melakukan penelitian, pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskrip. Niken Indriyanti dan Juniza Firdha Suparningtyas : Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. y = 5.3319x - 8.799 R² = 0.8733 2 2.5 3 3.5 4 4.5 2.15 2.2 2.25 2.3 2.35 2.4 2.45 IC50 = 387,265 ppm


Aktivitas Antioksidan pada Formulasi Minuman Serbuk Instan dari Sari Daun Suruhan (Peperomia pellucida) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 124 7 Daftar Pustaka [1] Hamid AA.,Aiyelaagbe, O.O., Usman, L.A., Ameen, O.M. and Lawal, A. 2010. Antioxidants : Its medicinal and pharmacological applications. African J. of Pure and Applied Chemistry. 4(8):142-51 [2] Sitorus, E., Momuat, L.I. and Katja, D.G., 2013. Aktivitas antioksidan tumbuhan suruhan (Peperomia pellucida [L.] Kunth). Jurnal Ilmiah Sains, 13(1), pp.80-85. [3] Badan Standarisasi Nasional. 1996. SNI 01- 4320-1996. Standar Mutu Minuman Serbuk Instan. Jakarta. [4] Yuliawaty, Siska Tresna dan Susanto, Hadi Nugroho. 2014. Pengaruh Lama Pengeringan dan Konsentrasi Maltodekstrin terhadap Karakteristik Fisik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Daun Mengkudu. Jurnal Pangan dan Argoindustri Vol. 3 No. 1. [5] Rajkumar, P., R. Kailappan, R. Viswanathan, G.S.V. Raghavan and C. Ratti., 2005. Studies on Foam-mat Drying of Alphonso Mango Pulp. In Proceedings 3rd Inter-American Drying Conference, CD ROM, paper XIII-1. Montreal, QC: Department of Bioresource Engineering, McGill University. [6] Putra, S. D. R., Ekawati, L. M. 2013. Kualitas minuman serbuk instan kulit buah manggis (Garcinia mangostana Linn) dengan variasi maltodekstrin dan suhu pemanasan. Jurnal Universitas Atma Jaya Yogyakarta,1-15. [7] Susanti, Y. I., & Putri, W. D. R. 2014. Pembuatan minuman serbuk markisa merah (Passiflora edulis f.edulis sims) (kajian konsentrasi tween 80 dan suhu pengeringan). Jurnal Pangan dan agroindustri, 2(3), 170-179. [8] Wijayani, A., Ummah, K., & Tjahjani, S. 2005. Characterization of carboxy methyl cellulose (CMC) from Eichornia crassipes (Mart) Solms. Indonesian Journal of Chemistry, 5(3), 228-231. [9] Winarno F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama [10] Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran teknologi Farmasi. Yogyakarta: UGM press. [11] Husni, P., Fadhiilah, M. L., & Hasanah, U. (2020). Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Granul Instan Serbuk Kering Tangkai Genjer (Limnocharis flava (L.) Buchenau.) Sebagai Suplemen Penambah Serat. Jurnal Ilmiah Farmasi Farmasyifa, 3(1), 1-8. [12] Adhayanti, I., & Ahmad, T. 2021. Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Karakter Mutu Fisik dan Kimia Serbuk Minuman Instan Kulit Buah Naga. Media Farmasi, 16(1), 57-64. [13] Khairunnisa, R., Nisa, M., Riski, R., & Fatmawaty, A. 2016. Evaluasi Sifat Alir Dari Pati Talas Safira (Colocasia esculenta var Antiquorum) Sebagai Eksipien Dalam Formulasi Tablet. Journal of pharmaceutical and Medicinal Sciences, 1(1), 22-26. [14] Voight R., 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi Kelima. Penerjemah Drs. Soendani Noerono. Gadjah Mada University Perss. Yogyakarta. [15] Siregar, Charles. J.P., Wikarsa Saleh. 2010. Teknologi Farmasi sediaan Tablet Dasar-Dasar praktis. Jakarta [16] Molyneux, P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Journal of Science Technology, 26(2), 211-219


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 37 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas Difenil Pikril Hidrazil (DPPH) Ekstrak Daun Macaranga magna Turrill DPPH Free Radical Scavenger Activity of Macaranga magna Turrill Leaves Extract Minarti* , Novita Ariani, Teni Ernawati, Akhmad Darmawan Pusat Riset Kimia, Badan Riset dan Inovasi Nasional Republik Indonesia Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang Selatan, Indonesia 15314 *Email korespondensi: minarti_kuntum@yahoo.com Abstrak Penyakit degeneratif merupakan salah satu penyakit yang mempunyai jumlah penderita cukup banyak di Indonesia dan seluruh dunia, salah satu penyebab banyaknya penderita penyakit degeneratif seperti diabetes dan kanker adalah banyaknya paparan radikal bebas dalam tubuh sebagai akibat pola hidup yang tidak sehat. Senyawa antioksidan adalah salah satu senyawa kimia yang dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk menghambat proses oksidasi sebagai akibat dari adanya radikal bebas, sehingga timbulnya penyakit degeneratif dapat ditekan. Pada penelitian ini dilakukan proses ekstraksi dan fraksinasi aktif dari daun Macaranga magna Turrill yang mempunyai aktivitas antioksidan dan dapat dikembangkan sebagai senyawa penghambat proses oksidasi dari radikal bebas menggunakan metoda kromatografi, serta pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode penghambatan radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Hasil uji pendahuluan aktivitas antioksidan terhadap ekstrak metanol daun Macaranga magna Turrill diketahui bahwa tumbuhan tersebut mempunyai potensi sebagai antioksidan dengan nilai IC50 11.13 μg/mL, hal ini juga didukung dengan hasil uji total flavonoid 19,47 mg QE/g ekstrak dan total fenol 37,77 mg GAE/g ekstrak. Kata Kunci: Radikal bebas, antioksidan, Macaranga magna Turrill, 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), total flavonoid, total fenol. Abstract Degenerative disease is a disease that has a large number of sufferers in Indonesia and throughout the world, one of the causes of many sufferers of degenerative diseases such as diabetes and cancer is the Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas Difenil Pikril Hidrazil (DPPH) Ekstrak Daun Macaranga magna Turrill 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 38 large amount of exposure to free radicals in the body as a result of an unhealthy lifestyle. Antioxidant compounds are one of the chemical compounds that can be used and utilized to inhibit the oxidation process as a result of the presence of free radicals, so that the incidence of degenerative diseases can be suppressed. In this study, the active extraction and fractionation process from Macaranga magna Turrill leaves which have antioxidant activity and can be developed as a compound inhibiting the oxidation process of free radicals using the chromatographic method, as well as testing the antioxidant activity using the free radical inhibition method 1,1-diphenyl-2- picrylhydrazyl (DPPH). Preliminary test results of antioxidant activity on the methanol extract of Macaranga magna Turrill leaves are known that this plant has potential as an antioxidant with an IC50 value of 11.13 μg/mL, this is also supported by the test results of total flavonoids 19.47 mg QE/g extract and total phenol 37, 77 mg GAE/g extract. Keywords: Free radicals, antioxidants, Macaranga magna Turrill, 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), total flavonoids, total phenol DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.568 1 Pendahuluan Pola hidup masyarakat saat ini yang serba praktis dan instan seperti mengkonsumsi makanan cepat saji, merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol memiliki dampak negatif bagi kesehatan [1]. Radikal bebas adalah molekul yang pada orbit terluarnya mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan, sangat labil dan reaktif sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada DNA, lipid, protein dan karbohidrat. Kerusakan tersebut dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti diabetes mellitus, kanker dan aterosklerosis [2]. Tingginya kadar radikal bebas dalam tubuh dapat ditunjukkan oleh rendahnya aktivitas enzim antioksidan dan tingginya kadar malondialdehid. Kondisi ini menyebabkan sel-sel tubuh mengalami degenerasi, proses metabolisme terganggu dan respon imun menurun [2]. Konsentrasi radikal bebas yang tidak seimbang dengan antioksidan dapat menimbulkan stres oksidatif pada tubuh sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel dan menimbulkan penyakit degeneratif [3]. Makanan cepat saji yang diolah menggunakan pemanasan tinggi dan pembakaran merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya terbentuknya senyawa radikal bebas [4]. Antioksidan berdasarkan sumbernya dapat dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik [5]. Antioksidan alami dapat berasal dari buah, rempah-rempah, teh, coklat, daun, biji-bijian, sayur, enzim dan protein. Sedangkan antioksidan buatan dihasilkan dari hasil sintesis (reaksi kimia) [6]. Fenol merupakan golongan senyawa yang umumnya merupakan senyawa metabolit sekunder dan merupakan senyawa metabolit sekunder utama yang dikandung oleh tumbuhan. Senyawa fenol atau yang lebih dikenal dengan sebutan senyawa fenolik secara harfiah dapat dijabarkan sebagai senyawa aromatik yang mengikat langsung satu atau lebih gugus hidroksil (-OH). Hasil penelusuran literatur memberikan data dan informasi bahwa senyawa fenolik yang terkandung dalam tumbuhan umumnya ditemukan dalam bentuk senyawa fenol, tannin, lignin dan flavonoid [7]. Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara tingginya kandungan senyawa golongan fenolik dengan aktivitas antioksidan [8] Flavonoid merupakan salah satu kelompok dari senyawa fenolik, dan sudah menjadi rahasia umum bahwa flavonoid mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidatif flavonoid bersumber pada kemampuan senyawa flavonoid untuk mendonorkan atom hidrogennya. Flavonoid merupakan senyawa yang dapat ditemukan pada hampir semua jenis tumbuhan dan


Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas Difenil Pikril Hidrazil (DPPH) Ekstrak Daun Macaranga magna Turrill 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 39 senyawa flavonoid ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan senyawa utama antara lain antosianin, flavanol dan flavon [9], dan diketahui mempunyai berbagai aktivitas biologi seperti anti virus, anti-inflamasi, kardioprotektif, antidiabetes, anti kanker, anti penuaan, antioksidan [10]. Indonesia dikenal dengan sebagai salah satu ‘megabiodiversity countries’ atau dengan kata lain merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah. Keanekaragaman hayati yang melimpah ini menunjukkan besarnya potensi yang dimiliki Indonesia khususnya dalam hal penyediaan bahan baku obat baik bahan baku obat modern (BBO) maupun bahan baku obat tradisional (BBOT). Namun demikian potensi tersebut belum sepenuhnya dikelola dan dimanfaatkan, sebagai informasi, sampai saat ini baru sekitar 1300 spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tumbuhan obat dari sekitar 25.000-30.000 spesies tumbuhan yang dimiliki Indonesia dan dari jumlah tersebut tidak lebih dari tidak lebih dari 300 spesies yang telah diketahui potensinya sebagai tumbuhan obat. Dalam tulisan ini dilakukan studi mengenai potensi dari tumbuhan Macaranga magna Turrill sebagai antioksidan melalui mekanisme penghambatan terhadap radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) dan dikaitkan dengan hasil pengujian terhadap kandungan senyawa fenolik dan senyawa antioksidan melalui mekanisme pengujian Total Phenolic Content (TPC) dan Total Flavonoid Content (TFC). 2 Metode Penelitian 2.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia daun Macaranga magna Turrill yang berasal dari hutan Mekongga, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Sedangkan bahan kimia dan pereaksi yang digunakan antara lain: pelarut teknis hasil destilasi (methanol, nheksan, etilasetat dan butanol), akuades, 1,1- difenil-2-pikrildihrazil (DPPH) (TCI D4313), quercetin (Sigma Aldrich Q4951-10G), NaNO2 5%, AlCl3 10%, NaOH 1 M, gallic acid (GA), reagen folin ciocalteu, Na2CO3 20%. Adapun peralatan yang digunakan antara lain erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, corong pemisah, tabung reaksi, pipet mikro (Eppendorf), timbangan analitik (Mettler Toledo), rotary evaporator (Buchii), dan spektrofotometer UV/Vis (Hitachi U-2000). 2.2 Penyiapan bahan Simplisia kering daun Macaranga magna Turrill dihaluskan dengan cara di potong potong lalu blender kasar. 2.3 Ekstraksi Serbuk kasar simplisia daun Macaranga magna Turrill sebanyak 1500 gram dimasukkan ke dalam perkolator dan dimaserasi dengan menambahkan 7 liter pelarut metanol selama 24 jam, filtrat kemudian di tamping dan diuapkan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. Proses maserasi diulangi sebanyak 3 (tiga) kali pengulangan untuk memastikan senyawa metabolit sekunder yang ada telah terekstrak. 2.4 Fraksinasi Fraksinasi dilakukan dengan cara menambahkan sebanyak aquades terhadap 30 gram ekstrak metanol daun M. magna Turrill untuk selanjutnya dipartisi secara cair-cair dengan perbandingan 1:1 terhadap n-heksana, etil asetat dan n-butanol secara berurutan menggunakan corong pisah. Masing-masing fraksi yang diperoleh kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator, sehingga diperoleh fraksi n-heksana, etil asetat, n-butanol dan fraksi air. 2.5 Uji aktivitas antioksidan Aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi daun Macaranga magna Turrill diuji menggunakan metoda yang dikembangkan oleh Yen et al., 1995 [11] dengan sedikit modifikasi. Larutan standar kuersetin dalam metanol dibuat dengan konsentrasi 1, 5, 10 µg/ml, sementara untuk larutan sampel dibuat dengan konsentrasi berbeda antara 200, 100, 50, 25, 10 µg/ml. Masing-masing sampel dan standar sebanyak 2000 μL ditambahkan 500 μL larutan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) 1 mM dalam metanol sehingga volume total campuran menjadi 2500 μL, campuran sampel dan DPPH


Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas Difenil Pikril Hidrazil (DPPH) Ekstrak Daun Macaranga magna Turrill 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 40 kemudian dikocok sampai homogen. Blanko berisi larutan metanol sebanyak 2000 μL ditambah 500 μL larutan 1,1-diphenyl-2- picrylhydrazyl (DPPH) 1 mM dalam methanol. Larutan sampel uji, standar dan blanko, kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37°C dan diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 515 nm. Aktivitas antioksidan di dalam sampel ditentukan oleh besarnya hambatan serapan radikal DPPH (% inhibisi) yang dihitung menggunakan persamaan 1 [12]. % Inhibisi = ( − ) ×100% Persamaan 1 IC50 adalah konsentrasi yang diperlukan oleh standar maupun sampel uji agar mampu menghambat radikal bebas DPPH sebesar 50%. Data aktivitas antioksidan yang digambarkan dalam bentuk nilai IC50 diperoleh berdasarkan persamaan nilai regresi antara konsentrasi (sumbu X) dan % inhibisi (sumbu Y). Pengujian ini dilakukan dengan dua kali pengulangan. 2.6 Uji kandungan total fenol (TPC) Pengujian nilai kandungan total fenol (TPC) dari ekstrak dan fraksi daun Macaranga magna Turrill dilakukan menggunakan metode pereaksi Folin Ciocalteu dengan asam galat (GA) sebagai standar baku pembanding [13]. Ekstrak, fraksi dan GA ditimbang sebanyak 4 mg, kemudian dilarutkan dalam 4 mL metanol (larutan induk 1000 μg/mL). Larutan standar asam galat dibuat dengan konsentrasi 5, 10, 20, 30, dan 40 μg/ml. Sebanyak 500 μL larutan standar GA dan sampel uji ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 7500 μL akuades, kemudian ditambahkan sebanyak 500 μL Folin Ciocalteu, dikocok hingga homogen. Setelah dibiarkan selama 8 menit, larutan standar dan sampel uji tersebut kemudian ditambahkan sebanyak 1500 μL Na2CO3 20% dan diinkubasi selama 2 jam di tempat gelap pada suhu kamar. Absorbansi larutan standar dan sampel diukur pada panjang gelombang 765 nm. Perhitungan kandungan total fenol didasarkan pada persamaan regresi dari kurva kalibrasi asam galat (GA). Hasil yang diperoleh dinyatakan sebagai setara asam galat (GA) per gram berat kering ekstrak (mg GA/g ekstrak). 2.7 Uji kandungan total flavonoid (TFC) Pengujian nilai kandungan flavonoid total dalam ekstrak dan fraksi daun Macaranga magna Turrill ditentukan secara spektrofotometri menggunakan metode yang dikembangkan oleh Attanasova dengan sedikit modifikasi dengan kontrol positif menggunakan senyawa quercetin [14, 15]. Sampel uji (ekstrak dan fraksi) dan quercetin ditimbang masingmasing sebanyak 4 mg dan dilarutkan dalam 4000 μL metanol (larutan induk 1000 μg/mL). Larutan quercetin (kontrol positif) dibuat dengan variasi konsentrasi mulai dari 5, 10, 20, 30, dan 40 μg/mL ditambahkan kedalam tabung reaksi yang berisi 2000 μL akuades, ditambahkan sebanyak 150 μL 5% NaNO2, kemudian dikocok hingga homogen. Setelah 5 menit kemudian ditambahkan AlCl3 10%. Enam menit kemudian tambahkan 2000 μL NaOH 1 M dan aquadest hingga volume menjadi 5000 μL. Larutan dihomogenkan dan didiamkan selama 5 menit. Nilai absorbansi sampel uji diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 510 nm. Perhitungan kandungan flavonoid total didasarkan pada persamaan regresi dari kurva kalibrasi standar quercetin. Hasil dinyatakan sebagai setara quercetin (quercetin equivalent/QE) per gram berat kering ekstrak (mg QE/g ekstrak). 3 Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari proses ekstraksi dan fraksinasi terhadap sampel daun Macaranga magna Turrill diperoleh data bahwa ekstrak daun M. magna Turrill yang dapat terekstrak oleh metanol adalah sebesar 8,75 %(b/b) (Tabel 1), dan proses fraksinasi lanjutan yang dilakukan terhadap ekstrak metanol diperoleh persentase rendemen (yield) dari fraksi n-heksana, etil asetat, butanol dan air secara berurutan sebesar 13,38; 19,21; 43,31; dan 14,84 % secara berurutan (Tabel 1). Hal ini memberikan makna bahwa dari total 8,75 % ekstrak metanol hampir 50 %-nya adalah fraksi etil asetat, sehingga dapat diketahui bahwa mayoritas senyawa yang terekstrak dalam ekstrak metanol daun M. magna Turrill adalah senyawa metabolit sekunder yang bersifat semi-polar, karena etil


Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas Difenil Pikril Hidrazil (DPPH) Ekstrak Daun Macaranga magna Turrill 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 41 asetat adalah pelarut organik yang bersifat semi-polar. Berdasarkan hasil dari penentuan nilai IC50 aktivitas peredaman radikal bebas DPPH terhadap ekstrak metanol, fraksi n-heksana, etil asetat, metanol dan butanol serta dibandingkan dengan kontrol positif senyawa quercetin diketahui bahwa baik ekstrak metanol maupun fraksi-fraksi yang diuji dapat dikategorikan sebagai ekstrak atau fraksi aktif antioksidan, karena berdasarkan nilai IC50 yang diperoleh baik ekstrak maupun fraksi mempunyai nilai IC50 < 200 µg/mL (Tabel 2). Namun demikian jika dibandingkan secara langsung dengan nilai IC50 dari senyawa quercetin (kontrol positif) 5,94 µg/mL, hanya fraksi butanol yang mempunyai aktivitas peredaman radikal bebas DPPH (antioksidan) yang lebih tinggi dengan nilai IC50 3,10 µg/mL dibandingkan dengan nilai IC50 dari ekstrak metanol, fraksi n-heksana, etil asetat dan air yang mempunyai nilai IC50 secara berurutan masing-masing sebesar 11.13, 102.12, 15.96, 3,10, 14.59 µg/mL. Tabel 1. Rendemen hasil ekstraksi dan fraksinasi daun Macaranga magna Turrill. No. Nama Sampel Berat Ekstrak (g) Rendemen (%) (b/b) 1 Ekstrak metanol 131,3000 8,75 2 Fraksi n-heksana 4,0149 13,38 3 Fraksi etil asetat 5,7658 19,21 4 Fraksi butanol 12,9977 43,31 5 Fraksi air 4,4526 14,84 Tabel 2. Hasil uji aktivitas peredaman radikal bebas DPPH (antioksidan) ekstrak dan fraksi daun Macaranga magna Turrill No. Nama Sampel Absorbansi rata-rata Konsentrasi (µg/mL) % Inhibisi IC50 (µg/mL) 1. Quercetin 0.2158 10 89.56 5.94 1.3622 5 34.13 1.8595 1 10.08 2. Ekstrak 0.1499 50 92.75 11.13 metanol 0.2310 25 88.83 1.2188 10 41.06 3. Fraksi 0.2848 200 86.23 102.12 n-heksana 0.8021 100 61.22 1.4090 50 31.87 1.8484 25 10.62 1.9517 10 5.62 4. Fraksi 0.1242 50 93.99 15.96 etil asetat 0.2966 25 85.66 1.6202 10 21.65 5. Fraksi 0.0886 50 95.72 3.10 butanol 0.1053 25 94.91 0.6637 10 67.91 6. Fraksi air 0.1220 50 94.10 14.59 0.4355 25 78.94 1.4060 10 32.01 Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa quercetin yang digunakan sebagai kontrol positif merupakan sebuah senyawa tunggal, yang artinya bahwa nilai IC50 yang diperoleh oleh quercetin merupakan nilai yang benar-benar berasal dari senyawa tersebut, berbeda hal nya dengan nilai IC50 dari ekstrak metanol maupun fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, fraksi butanol dan fraksi air, nilai yang diperoleh tersebut merupakan nilai IC50 kumulatif yang berasal dari senyawa-senyawa yang terdapat pada ekstrak maupun fraksi, dimana baik ekstrak maupun fraksi merupakan kumpulan dari beberapa senyawa metabolit sekunder yang belum dipisahkan, dimana jumlah senyawa yang terkandung di dalam ekstrak jauh lebih banyak jumlahnya dibandingkan jumlah senyawa yang terkandung dalam fraksi. Berdasarkan kenyataan tersebut ada beberapa hal yang perlu untuk dicermati dan diteliti lebih lanjut, karena ada kemungkinan bahwa nilai IC50 yang diperoleh baik ekstrak maupun fraksi berasal dari interaksi yang bisa saja saling menguatkan (simbiosis mutualisme) atau bahkan ada interaksi yang melemahkan


Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas Difenil Pikril Hidrazil (DPPH) Ekstrak Daun Macaranga magna Turrill 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 42 (simbiosis parasitisme). Akan tetapi, karena penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian dalam rangka menggali potensi sumber daya alam lokal untuk bahan baku obat tradisional, dan dalam hal bahan baku obat tradisional itu yang digunakan adalah dalam bentuk ekstrak maupun fraksi dan bukan dalam bentuk senyawa tunggal/murni, maka patut dicermati bahwa baik ekstrak metanol maupun fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, fraksi butanol dan fraksi air semuanya mempunyai potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan baku untuk obat tradisional antioksidan, namun demikian masih ada penelaahan yang perlu dilakukan sebelum ekstrak maupun fraksi tersebut digunakan sebagai bahan baku obat tradisional antioksidan, yaitu terkait keamanan dari penggunaan ekstrak maupun fraksi tersebut yang dapat diketahui melalui serangkaian uji mulai dari uji toksisitas secara in vitro maupun uji toksisitas (akut dan kronis) secara in vivo. Dari hasil pengukuran kadar total fenol terhadap ekstrak metanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, fraksi butanol dan fraksi air diketahui bahwa fraksi butanol mengandung kadar total senyawa fenolik (setara asam galat) paling tinggi (53 %) dibandingkan dengan ekstrak metanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi air yang mempunyai kandungan senyawa fenolik secara berurutan sebesar 37,77; 7.49; 36,51; dan 26,70 mg GAE/g ekstrak (Tabel 3). Tabel 3. Hasil pengukuran kadar total fenol (TPC) ekstrak dan fraksi daun Macaranga magna Turrill No. Nama sampel Total Phenolic Compound (TPC) % 1 Ekstrak metanol 37,77 2 Fraksi n-heksana 7,49 3 Fraksi etil asetat 36,51 4 Fraksi butanol 53,06 5 Fraksi air 26,70 Nilai kadar total flavonoid yang diperoleh terhadap ekstrak metanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, fraksi butanol dan fraksi air menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari ekstrak metanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi butanol memiliki nilai kadar total flavonoid setara quercetin (quercetin equivalent) yang relatif tidak berbeda jauh, kecuali fraksi air dengan nilai persentase TFC secara berurutan adalah sebesar 19.47, 21,59, 24.11, 20.51, dan 7.35 mg QE/g ekstrak (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa kecuali fraksi air, ekstrak metanol, fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi butanol mengandung sekitar 20% senyawa flavonoid (setara quercetin). Tabel 4. Hasil pengukuran kadar total flavonoid ekstrak dan fraksi daun Macaranga magna Turrill No. Nama sampel Total Flavonoid Compound (TFC) % 1 Ekstrak metanol 19,47 2 Fraksi n-heksana 21,59 3 Fraksi etil asetat 24,11 4 Fraksi butanol 20,51 5 Fraksi air 7,35 Berdasarkan hasil pengujian dan pengukuran dari aktivitas peredaman radikal bebas DPPH (antioksidan) yang dihubungkan dengan nilai hasil pengukuran kadar total fenol (TPC) dan hasil pengukuran kadar total flavonoid (TFC) dapat ditarik sebuah pernyataan bahwa aktivitas peredaman radikal bebas (antioksidan) merupakan buah dari kandungan senyawa fenolik, dan senyawa flavonoid merupakan salah satu kelompok dari golongan senyawa fenolik. Kadar total flavonoid yang diperoleh dimana fraksi butanol mengandung kadar flavonoid yang tidak jauh berbeda dengan fraksi etil asetat, namun demikian fraksi butanol memiliki kadar total fenolik yang lebih tinggi. Nilai kadar total fenolik inilah yang mempunyai korelasi secara langsung dengan aktivitas peredaman radikal bebas DPPH. 4 Kesimpulan Berdasarkan data hasil pengujian aktivitas peredaman radikal bebas (antioksidan), serta pengukuran TPC dan TFC yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa baik ekstrak maupun fraksi dari daun M. magna Turrill mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku untuk obat tradisional antioksidan. Aktivitas peredaman radikal bebas DPPH (antioksidan) sangat dipengaruhi baik oleh kandungan senyawa golongan fenolik maupun flavonoid, hal ini berkaitan dengan kemampuan dari kedua kelompok senyawa tersebut untuk mendonasikan proton kepada radikal bebas


Aktivitas Penghambatan Radikal Bebas Difenil Pikril Hidrazil (DPPH) Ekstrak Daun Macaranga magna Turrill 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 43 sehingga bisa mengurangi reaktifitas dari radikal DPPH. Namun demikian sebelum pemanfaatan baik ekstrak maupun fraksi dari daun Macaranga magna Turrill masih memerlukan satu tahapan penelitian lagi terkait keamanan penggunaannya yang dapat diketahui melalui proses pengujian aktivitas toksisitas secara in vitro serta pengujian aktivitas toksisitas (akut dan kronis) secara in vivo. 5 Kontribusi Penulis Minarti sebagai kontributor utama: penulis pertama yang berkontribusi dalam setiap proses penelitian, analisa data, penulisan makalah. Novita Ariani sebagai kontributor anggota: berkontribusi dalam penelitian pengujian aktivitas antioksidan. Teni Ernawati sebagai kontributor anggota: berkontribusi dalam proses diskusi penelaah data karya tulis ilmiah. Akhmad Darmawan sebagai kontributor utama: berkontribusi dalam setiap proses penelitian, editor dalam penulisan karya tulis ilmiah. 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Rahmawati, A. Muflihunna, La Ode Muhammad Sarif, Analisis Aktivitas Antioksidan Produk Sirup Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L.) Dengan Metode DPPH, Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol. 2 No.2 97-101. [2] Ayu Nirmala Sari, 2016. Berbagai Tanaman Rempah Sebagai Sumber Antioksidan Alami, Elkawnie: Journal of Islamic Science and Technology Vol. 2, No.2, 203-212, (www.jurnal.arraniry.com/index.php/elkawnie). [3] Safrina Dyah Hardiningtyas, Sri Purwaningsih, Ekowati Handharyani, 2014. Aktivitas Antioksidan Dan Efek Hepatoprotektif Daun Bakau Api-Api Putih, Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia JPHPI, Volume 17 Nomor 1, 80-91, 2014. [4] Tina Dewi Rosahdi, Mimin Kusmiyati, Fitri Retna Wijayanti, 2013. Uji Aktivitas Daya Antioksidan Buah Rambutan Rapiah Dengan Metode DPPH, Volume VII No. 1, ISSN 1979- 8911. [5] Rani Cyinthia Hani, Tiana Milanda. Review: Manfaat Antioksidan Pada Tanaman Buah Di Indonesia, Farmaka, Suplemen Volume 14 Nomor 1, 184-190. [6] Hayatul Rahmi, 2017. Review : Aktivitas Antioksidan dari Berbagai Sumber Buahbuahan di Indonesia, Jurnal Agrotek Indonesia 2 (1) : 34 – 38, ISSN : 2477-8494. [7] Ni Komang Ayu Septiani, I Made Oka Adi Parwata, Anak Agung Bawa Putra, 2018. Penentuan Kadar Total Fenol, Kadar Total Flavonoid Dan Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Gaharu (Gyrinops versteegii), Wahana Matematika dan Sains: Jurnal Matematika, Sains, dan Pembelajarannya, Vol. 12 No. 1, 78-89. [8] Badriyah, J. Achmadi, L. K. Nuswantara, 2017. Kelarutan Senyawa Fenolik dan Aktivitas Antioksidan Daun Kelor (Moringa oleifera) di Dalam Rumen Secara In Vitro, Jurnal Peternakan Indonesia, ISSN 1907-1760 E-ISSN 2460 - 3716 , Vol. 19 (3): 116 – 121. [9] Wahyulianingsih, Selpida Handayani, Abd. Malik. Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr & Perry), Jurnal Fitofarmaka Indonesia, Vol. 3 No.2, 188-193. [10] Bustanul Arifin, Sanusi Ibrahim, 2018. Struktur, Bioaktivitas Dan Antioksidan Flavonoid, Jurnal Zarah, Vol. 6 No. 1, 21-29. [11] Yen G., Chen, H., 1995. J. Agric. Food Chem. 43: 27-32 [12] Molyneux, P., 2004. The Use Of The Stable Free Radical Diphenyl Picrylhydrazyl (DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. New York : UJ. Sci. Technol. [13] Megawati, S. Fajriah, G. Widyarti, & A. Darmawan, 2020. “Isolation and Identification of Phenolic Compounds from Macaranga hispida (Blume) Mull. Arg Leaves”, Jurnal Ilmu Kefarmasian, Vol 18(2),: 98-201. [14] Attanassova, M, Georgieva, S, Ivancheva, K., 2011. Total phenolic and total flavonoid contents, antioxidant capacity and biological contaminants in medicinal herbs. Journal of the University of Chemical Technology and Metallurgy, 46(1):81-88. [15] Rohman, A. S. Riyanto, N. K. Hidayati, 2007. “Aktivitas Antioksidan, Kandungan Fenolik Total, dan Flavonoid Total Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L)”, AGRITECH, Vol. 27(4).


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 44 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Isolasi Fungi Endofit Daun Kopi Robusta (Coffea canephora) Isolation of Endophytic Fungus Robusta Coffee Leaf (Coffea canephora) Nilam Ratna Rizkyanti*, Herman, Fika Aryati Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: nilamratna19@gmail.com Abstrak Fungi Endofit adalah organisme yang hidup pada jaringan tumbuhan yang berpotensi menghasilkan metabolit sekunder yang sama dengan inanganya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan karakterisasi dan isolasi fungi endofit dari daun kopi Robusta (Coffea canephora). Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu isolasi fungi endofit dengan metode sterilisasi permukaan (sterilization surface), dan mengakarakterisasi fungi endofit secara konvensional yaitu dengan mengamati morfologi fungi endofit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 4 isolat fungi endofit berhasil diisolasi dari daun kopi Robusta (Coffea canephora) dengan karakteristik makroskopik berwarna putih dengan tepi lingkaran orange, bentuk seperti kapas, dan mempunyai bintik hijau dan orange pada bagian bawah fungi. Kata Kunci: Daun Kopi Robusta, Fungi Endofit, karakteristik Abstract Endophytic fungi are organisms that live in plant tissues that have the potential to produce the same secondary metabolites as their host. This study attempted to isolate and also characterize endophytic fungi from Robusta coffee leaves (Coffea canephora). Data collection was carried out in several stages, namely isolation of endophytic fungi by surface sterilization method, and conventional characterization of endophytic fungi by observing the morphology of endophytic fungi. The results showed that as many as 4 isolates of endophytic fungi were isolated from Robusta coffee leaves (Coffea canephora) with macroscopic characteristics of white color with orange circle edges, cotton-like shape, and green and orange spots on the underside of the fungus. Keywords: Robusta coffe leaves, endophytic fungi, characteristics Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Isolasi Fungi Endofit Daun Kopi Robusta (Coffea canephora) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 45 DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.569 1 Pendahuluan Tanaman kopi merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat. Salah satu jenis tanaman kopi di Indonesia adalah kopi Robusta (Coffea canephora). Dimana kopi Robusta termasuk kedalam famili Rubiaceae dan genus Coffe.[1] Daun kopi merupakan salah satu bagian dari tanaman kopi yang dianggap sebagai limbah dan pemanfaatannya masih sangat kurang dimasyarakat. Setelah proses panen, daun kopi hanya akan menjadi limbah. Daun kopi tersedia sepanjang tahun, namun berbeda halnya dengan bijinya yang memiliki masa panen tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan daun kopi masih rendah dan jarang dilakukan penelitian dibandingkan bijinya. Fungi endofit merupakan mikroorganisme yang hidup pada jaringan tumbuhan seperti daun, biji, akar, buah, batang dan lain-lain.[2] Fungi endofit juga mampu menghasilkan metabolit sekunder. Fungi endofit juga memiliki aktivitas sebagai senyawa antioksidan, antikanker, antivirus, antifungi, antibakteri dan sebagainya.[3] kemampuan fungi endofit dapat memproduksi metabolit sekunder yang sama dengan tumbuhan inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder melalui fungi endofit.[4] 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan bahan penelitian Alat yang digunakan adalah autoklaf, Laminar Air Flow, hot plate, cawan petri, bunsen, beaker glas, Erlenmeyer, pinset, kertas saring, pisau bedah steril, pinset, batang pengaduk. Bahan yang digunakan adalah medium Potato Dextrosa Agar (PDA),Aquades steril, alkohol 70%, Natrium Hipoklorit (NaOCl), dan daun kopi Robusta (Coffea canephora). Sebagai bahan penelitian digunakan daun kopi Robusta (Coffea canephora) yang tua dan segar yang diambil dari Separi I Desa Bukit Pariaman Kecamatan Tenggarong Seberang Kabupaten Kutai Kartanegara. 2.2 Pembuatan Media Pertumbuhan Fungi Medium yang digunakan untuk menumbuhkan fungi endofit dalam penelitian ini adalah medium Potato Dextrosa Agar (PDA), Sebanyak 39 gram media PDA dilarutkan dengan aquades 1000 ml dan dipanaskan sampai mendidih, selanjutnya medium disterilisasi dengan autoklaf selama 20 menit dengan suhu 121℃. 2.3 Isolasi fungi endofit dari daun kopi Robusta (Coffea canephora) Sampel yang digunakan adalah daun kopi Robusta (Coffea canephora) dicuci bersih dengan air mengalir dan dipotong 1x1 cm dengan pisau steril, kemudian dilakukan sterilisasi permukaan dengan perendaman dalam alkohol 70% selama 30 detik, kemudian direndam kembali dengan NaOCl selama 4 menit, setelah itu daun dibilas dengan aquades steril selama 5 menit. Setelah itu sampel dikeringkan diatas tisu atau kertas saring. Setelah sampel daun kering, sampel daun tersebut kemudian ditanam dimedia PDA. Isolat diinkubasi selama 5-7 hari dengan suhu ruangan 25℃. Selama masa tersebut dilakukan pengamatan pertumbuhan fungi endofit yang menunjukkan adanya sifat morfologi. 2.4 Pemurnian fungi endofit Pemurnian fungi endofit dilakukan bertujuan untuk memisahkan koloni fungi endofit yang memiliki perbedaan morfologi dengan koloni lainnya. Pemurnian dilakukan dengan memotong medium agar yang telah ditumbuhi oleh fungi endofit, kemudian diletakkan pada medium agar PDA yang baru dan steril. Berikutnya diinkubasi dengan jangka waktu 5-7 hari pada suhu ruangan.


Isolasi Fungi Endofit Daun Kopi Robusta (Coffea canephora) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 46 2.5 Karakterisasi makroskopik dan mikroskopik Karakterisasi makroskopik dilakukan dengan mengamati pertumbuhan fungi endofit secara konvensional dengan mengamati morfologi fungi endofit. Karakterisasi mikroskopik dilakukan dengan mengoleskan isolat fungi di kaca preparat lalu diteteskan dengan methylen blue dan diamati dengan mikroskop. Karakterisasi mikroskopik dilakukan untuk mengamati bagian mikro dari isolat fungi endofit berupa pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak), warna hifa (hialin transparan atau gelap), (hifa bersekat atau tidak).[5] 3 Hasil dan Pembahasan Penelitian diawali dengan mengisolasi daun kopi Robusta (Coffea canephora) dengan menggunakan metode sterilisasi permukaan (sterilization surface). hasil dari isolasi fungi pada media PDA Selama 7 hari dengan suhu 25℃ didapatkan 1 isolat (D1) yang menjadi isolat awal yang akan dimurnikan. Isolat D1 memiliki fase lag dihari ke-3 dan fase konvensional dihari ke-4. Isolate D1 kemudian dimurnikan berulang kali hingga didapatkan sebanyak 4 isolat murni pada daun kopi Robusta (Coffea canephora). Isolat fungi endofit dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil pemurnian fungi endofit Daun Kopi Robusta (Coffea canephora) Kode isolat Isolat Fungi Endofit (2)K (tampak depan) (tampak belakang) (2)L (tampak depan) (tampak belakang) (2)M (tampak depan) (tampak belakang)


Isolasi Fungi Endofit Daun Kopi Robusta (Coffea canephora) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 47 (2)N (tampak depan) (tampak belakang) isolat (2)K isolate (2)L Isolat (2)M Isolat (2)N Gambar.1 mikroskopis isolate fungi endofit Isolat (2)K mempunyai karakteristik makroskopik berupa warna permukaan koloni putih,bentuk koloni bulat tidak teratur dan juga mempunyai warna orange disekitar pusat koloni,tipe permukaan koloni halus seperti kapas, elevasi koloni tidak merata dan mempunyai karakteristik mikroskopik pertumbuhan hifa bercabang, hia bersekat, dan juga warna hifa yang hialin/transparant. Isolat (2)L mempunyai karakteristik makroskopik berupa warna permukaan koloni putih,bentuk koloni bulat dan mempunyai warna orange disekitar pusat inoculum ,tipe permukaan koloni halus seperti gumpalan kapas yang lebih tebal, elevasi koloni tidak rata, mempunyai warna merah muda pada bagian corak dan mempunyai karakteristik mikroskopik dengan pertumbuhan hifa bercabang, hifa bersekat, dan warna hifa yang hialin/transparant. Isolat (2)M mempunyai karakteristik makroskopik berupa warna permukaan koloni putih, bentuk koloni bulat, tipe permukaan koloni halus seperti kapas, elevasi koloni tidak rata dan mempunyai karakteristik mikroskopik dengan pertumbuhan hifa bercabang, hifa tidak bersekat, dan warna hifa yang hialin/transparant Isolat (2)N Mempunyai ciri-ciri makroskopik berupa warna permukaan koloni putih kehijauan, bentuk koloni tidak teratur, mempunyai warna orane dan hijau disekitar inoculum, tipe permukaan koloni seperti bludru, elevasi koloni tiak rata, mempunyai corak dari pusat koloni sampai tepi koloni yang membentuk pola seperti cabang dan mempunyai karakteristik mikroskopik dengan pertumbuhan hifa bercabang, hifa tidak bersekat, dan warna hifa hialin/transparent.


Isolasi Fungi Endofit Daun Kopi Robusta (Coffea canephora) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 48 4 Kesimpulan Berdasarkan penelitian dapat disimpulakan bahwa fungi endofit yang berhasil diisolasi dari daun kopi Robusta (Coffea canephora) sebanyak 4 isolat murni yang memiliki ciri-ciri makroskopik berupa koloni yang berwarna putih,permukaan koloni halus seperti kapas dan mempunyai elevasi koloni yang tidak rata, dan juga karakterisasi mikroskopik keempat isolate tersebut mempunyai pertumbuhan hifa yang bercabang dengan warna transparent 5 Kontribusi Penulis Nilam Ratna Rizkyanti: Melakukan penelitian, pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskrip. Herman dan Fika Aryati: Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Kurniawan Yobi, Unsyura D.P 2018. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex Froehn) terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti Instar III. Indonesia Natural Pharmaceutical Journal. Vol.3.No.01 [2] Akmalasari Iva, Purwati Sri Endang, dan Dewi Rtana Stia. 2013. Isolasi dan Identifikasi Jamur Endofit Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) : 82-89 [3] Hakim, S. S. 2015. Fungi Endofit : Potensi dan Pemanfaatannya dalam Budidaya Tanaman Kehutanan . Galam, 1(1), 1-8 [4] Kuncoro Hadi, Sugijanto Noor Erma. 2011. Mini Review Jamur Endofit, Biodiversitas, Potensi dan Prospek Penggunaannya sebagai Sumber Bahan Obat Baru. J.Trop. Phram. Chem. 2011. Vol 1. No. 3 [5] Mukhlis, D. K., & Hendri, M. (2018). Isolasi dan Aktivitas Antibakteri Jamur Endofit pada Mangrove Rhizophora 31 apiculata Dari kawasan Mangrove Tanjung Api-api Kabupaten Banyuasin Sumatra Selatan. Maspari Journal, 10(2), 151–160


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 49 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Efektivitas Jenis Bahan Masker Kain Berdasarkan Kemampuan Penyaringan Mikroba Effectiveness of Fabric Mask Material Types Based on Microbial Filtration Capabilities Nilam Sari1,* , Mukti Priastomo2, Niken Indriyanti2 1Mahasiswa Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia 2KBI Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda. Indonesia *Email korespondensi: nilam270300@gmail.com Abstrak Masker kain merupakan masker yang dapat digunakan berulang dan terbuat dari material kain yang lebih tebal. Masker kain yang beredar ditengah masyarakat belum terjaminan kualitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas bahan masker kain berdasarkan kemampuan penyaringan mikroba serta mengetahui karakteristik optimal penggunaan awal bahan masker kain dan setelah dilakukan 50 kali pencucian. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dimana uji efektivitas bahan masker kain dengan menyemprotkan suspensi bakteri, dan uji karakteristik bahan masker kain dengan melakukan pengamatan serat, uji intensitas cahaya, uji filtrasi uap, uji daya serap air dan kapilaritas air pada kain. Hasil penelitian efektivitas bahan masker kain menunjukkan Asymp.Sig >0,05 sehingga terdapat perbedaan signifikan dari semua jenis bahan masker kain. Berdasarkan hasil pengujian karakteristik, serat bahan masker kain penggunaan awal terlihat lebih baik dibandingkan setelah 50 kali pencucian. Uji intensitas cahaya lapisan luar, lapisan dalam, dan lapisan filter p, f dan s setelah dilakukan pencucian terjadi peningkatan dibandingkan saat penggunaan awal. Uji filtrasi uap lapisan luar, lapisan dalam dan lapisan filter p, f dan s saat pengguna awal memerlukan waktu untuk uap menembus kain dibandingkan setelah dilakukan 50 kali pencucian. Uji daya serap lapisan luar saat penggunaan awal tidak terjadi penyerapan diatas 60 detik dan setelah 50 kali pencucian mulai terjadi penyerapan. Lapisan dalam dan lapisan filter s saat penggunaan awal tidak terjadi penyerapan diatas 60 detik dan setelah 50 kali pencucian terjadi penyerapan dibawah 60 detik. Lapisan filter p tidak terjadi penyerapan saat penggunaan awal dan setalah 50 kali pencucian. Lapisan filter f saat penggunaan awal dan setelah 50 kali pencucian terjadi penyerapan dibawah 60 detik. Hasil uji kapilaritas selama 60 detik lapisan luar dan lapisan filter p saat penggunaan awal tidak terjadi penyerapan sedangkan 50 kali pencucian terjadi penyerapan. Lapisan dalam, lapisan filter f dan s terjadi peningkatan setelah 50 kali pencucian. Kesimpulan dari penelitian adalah uji efektivitas bahan masker cukup baik untuk lapisan dalam dan lapisan luar, lapisan filter p lebih efektif dibandingkan Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Efektivitas Jenis Bahan Masker Kain Berdasarkan Kemampuan Penyaringan Mikroba 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 50 lapisan filter f dan s. Hasil uji karakteristik saat penggunaan awal sangat baik, namun setelah dilakukan 50 kali pencucian terjadi penurunan. Kata Kunci: Efektivitas, Bahan masker kain, Karakteristik Abstract A cloth mask is a mask that can be used repeatedly and is made of thicker fabric material. Cloth masks circulating in the community have not guaranteed quality. This study aims to find out the effectiveness of fabric mask materials based on microbial filtration capabilities as well as find out the optimal characteristics of the initial use of cloth mask materials and after washing 50 times. This study was conducted experimentally where the effectiveness of fabric mask material by spraying bacterial suspension, and testing the characteristics of fabric mask materials by conducting fiber observation, light intensity test, steam filtration test, water absorption test and water capillary on the fabric. The results of research on the effectiveness of fabric mask materials showed Asymp.Sig >0.05 so that there are significant differences from all types of fabric mask materials. Based on the results of characteristic testing, the fiber material of the initial cloth mask looks better than after 50 washes. Test the light intensity of the outer layer, inner layer, and filter layers p, f and s after washing there is an increase compared to the initial use. Steam filtration tests of outer layers, inner layers and filter layers p, f and s when the initial user takes time for steam to penetrate the fabric compared to 50 washes. The absorption test of the outer layer during initial use does not occur absorption above 60 seconds and after 50 washes begins absorption. The inner layer and filter layer at the initial use do not absorb above 60 seconds and after 50 washes there is absorption under 60 seconds. The p filter layer does not absorb during initial use and after 50 washes. Filter layer f during initial use and after 50 washes there is absorption under 60 seconds. Capillary test results for 60 seconds the outer layer and the p filter layer during initial use do not absorb while 50 times the washing occurs absorption. The inner layer, filter layer f and s increase after 50 washes. The conclusion of the study was that the effectiveness of the mask material was good enough for the inner and outer layers, the p filter layer was more effective than the f and s filter layers. The characteristic test results at initial use were very good, but after 50 washes there was a decrease. Keywords: Effectiveness, Fabric mask material, Characteristics DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.570 1 Pendahuluan Masker merupakan alat pelindung diri dari penularan penyakit infeksi saluran pernafasan [1]. Adanya pandemi covid-19 yang terjadi mengakibatkan masyarakat wajib untuk menggunakan masker [2] dengan tujuan untuk mencegah droplet mengenai orang lain. Transmisi covid dapat terjadi melalui kontak langsung, kontak tidak langsung ataupun kontak erat dengan yang terinfeksi melalui sekresi seperti air liur dan sekresi saluran pernapasan atau droplet saluran napas yang keluar saat orang terinfeksi batuk, bersin, berbicara atau bernyanyi [3]. Penggunan masker kain mengakibatkan terjadi peningkatan limbah medis [4]dan suplai masker medis yang tidak mencukupi akhirnya pemerintah memperbolehkan penggunaan masker kain. Masker kain mungkin memberikan perlindungan signifikan apabila diproduksi dengan baik dan digunakan secara benar [5], namun masker yang beredar ditengah


Efektivitas Jenis Bahan Masker Kain Berdasarkan Kemampuan Penyaringan Mikroba 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 51 masyarakat belum terjamin kualitasnya. Masker yang tidak terjamin kualitasnya memungkinkan memiliki bahaya dan resiko, seperti penularan droplet yang terjadi karena pemakaian masker berbahan elastis sehingga terjadi pembesaran ukuran pori, berbahan tenun lebih ketat sehingga terjadi kesulitan bernafas. Masker yang tidak dapat menutupi wajah mengakibatkan udara masuk melalui pinggir masker dan tidak difilter oleh masker. Masker kain dibuat dengan material kain yang lebih tebal [6] dengan berbagai bentuk, kombinasi bahan dan beberapa susunan lapisan [7]. Kombinasi untuk bahan masker kain yang ideal ialah: (1) lapisan dalam terbuat dari bahan hidrofilik (contohnya seperti katun atau campuran katun); (2) lapisan terluar terbuat dari bahan hidrofobik (contohnya seperti polipropilena, poliester atau campuran keduanya; (3) lapisan tengah ialah hidrofobik yang terbuat dari bahan tenun sintesis seperti polipropilena atau lapisan katun [8]. Bahan masker kain penting untuk dipilih karena pori dari bahan masker merupakan parameter utama yang dapat mempengaruhi kemampuan filtrasi masker kain [9]. Selain itu, keefektifan masker kain bergantung pada jumlah benang, tipe kain dan tingkat ketahanan bahan masker kain terhadap air [10]. Masker kain banyak disukai oleh masyarakat karena biayanya rendah dan masker kain dapat memberikan keuntungan tambahan yaitu dapat digunakan berulang. Pencucian masker perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi efektivitas dari masker tersebut. Maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas bahan masker kain berdasarkan kemampuan penyaringan mikroba (bakteri) dan mengetahui optimal penggunaan awal bahan masker kain serta penyebab terjadinya penurunan efektivitas bahan masker kain dengan melihat karakteristik bahan masker kain. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoklaf, batang pengaduk, botol coklat, botol semprot, bunsen, buret, cawan petri, diffuser erlenmeyer, gelas kimia, hot plate, hp android, kaca arloji, labu ukur, laminar air flow, laser, lux meter, mikroskop, ose bulat, oven, penggaris, pipet ukur, pot krim, propipet, rak tabung reaksi, sendok tanduk, shaker, statif dan klem, tabung rekasi,timbangan analitik, vortex.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol, aquades, alumunium foil, bahan masker kain, bakteri staphylococcus areus, benang godam, H2SO4, kapas, kasa, kertas, Nutrient Agar (NA), Medium Tryptic soy broth (TSB), NaCl 0,9 % plastik warp, spiritus dan spuit 2.2 Persiapan sampel Bahan masker kain dibeli ditoko kain yang terdiri dari kain waterproof, katun, polipropilena, furing dan sutra. Bungkus bahan masker kain menggunakan alumunium foil dan sterilisasi menggunakan oven. 2.3 Efektivitas bahan masker dalam menyaring bakteri Dilakukan pembuatan media dan sterilisasi media,alat dan bahan masker kain. Selanjutnya dilakukan pengujian efektivitas bahan masker dengan meletakkan bahan masker kain diatas cawan petri hingga menutupi cawan yang berisi media pertumbuhan. Semprotkan suspensi bakteri mengarah pada bahan masker kain sebagai filter dengan jarak 30 cm. Diinkubasi dan dihitung jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada media 2.4 Karakteristik bahan masker kain Untuk mengetahui karakteristik optimal bahan masker kain saat penggunaan awal dan setelah dilakukan pengujian karakteristik dengan empat metode yaitu : 2.4.1 Pengamatan Serat dengan Mikroskop Serat bahan masker kain diamati dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 4x, 10x, dan 40x. Dilakukan pengukuran pori masker pada hasil pengamatan dengan perbesaran 10x menggunakan mikroskop berlensa objektif mikromeritik. 2.4.2 Uji Intensitas Cahaya Bahan maseker dilakukan pengujian dengan menggunakan lux meter dimana hasil yang didapatkan ialah berupa nilai intensitas


Efektivitas Jenis Bahan Masker Kain Berdasarkan Kemampuan Penyaringan Mikroba 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 52 cahaya dengan satuan lux. Dalam pengujian harus memperhatikan beberapa hal yaitu jarak yang digunakan, posisi kecerahan dan sudut sumber cahaya dijaga agar tetap sama. 2.4.3 Uji Kemampuan Filtrasi Uap Digunakan laser dan diffuser dalam pengujian ini dimana dilakukan dalam ruangan gelap. kamera handphone diperlukan untuk mendapatkan gambar hasil pengujian. Jarak diffuser dengan lensa ialah 20 cm, adapun cara pengujiannya ialah dengan menghidupkan diffuser dan letakkan bahan masker kain diatas diffuser serta arahkan laser pada uap diffuser. Tunggu hingga 1 menit dan ambil gambar pada detik ke 60. 2.4.4 Uji Daya Serap Air dan Kapilaritas Bahan Masker Kain Pengujian daya serap bahan masker kain dilakukan pada tempat dengan sumber cahaya yang cukup sehingga memudahkan penentuan saat akhir uji, dimana waktu yang diperlukan sampai pantulan cahaya tetesan air hilang. Posisikan penutup buret hingga meneteskan 15- 25 tetesan per Ml. Letakkan bahan masker kain dibawah ujung tetesan buret. Teteskan air pada permukaan bahan masker kain. Ukur waktu yang dibutuhkan tetesan air menyerap pada bahan masker kain. Akhir uji ddinyataan dalam kurang dan kurang dari 60 detik. Catat waktu penyerapan. Untuk pengujian kapilaritas bahan masker kain disiapkan air 250 mL dalam gelas kimia. Bahan masker kain yang telah di potong dengan ukuran lebar 3 cm dan panjang 15 cm direkatkan pada penggaris, letakkan dalam gelas kimia dan nyalakan stopwatch hingga 60 detik. Bahan masker diangkat kemudian diukur panjang serapan air pada kain setelah mengalami perendaman selama 60 detik. Ulangi pengujian hingga 10 kali. 2.5 Analisis Data Hasil pengujian efektivitas bahan masker yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabulasi data berdasarkan jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada media. kemudian dilakukan pengujian outlier dengan menggunakan software excel dan dilanjutkan dengan analisis deskriptif. Hasil pengamatan akan disimpulkan ada atau tidaknya perbedaan efektivitas bahan masker kain berdasarkan jumlah mikroba yang tumbuh pada media. Karakteristik optimal bahan saat penggunaan awal dan setelah dilakukan 50 kali pencucian dianalisis dengan menggunakan software SPSS untuk data kuantitatif yang didapatkan dari data pengujian dan dianalisis dengan deskriptif untuk data kualitatif yang didapatkan berdasarkan visualisasi. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Efektivitas bahan masker kain dalam menyaring bakteri Hasil pengujian efektivitas bahan masker kain yang telah dilakukan adalah lapisan luar diperoleh hasil 20,5 ± 6,363 koloni, lapisan dalam diperoleh hasil 3 ±1,732 koloni, lapisan filter P diperoleh hasil 3 ±1,732 koloni, lapisan filter f diperoleh hasil 7,333±3,511 koloni, lapisan filter s diperoleh hasil 11,666 ±14,153 koloni. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 1. Hasil uji normalitas bahan masker kain saat penggunaan awal dengan menggunakan Shapiro-Wilk pada semua jenis bahan masker kain tidak terdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan uji Mann Whitney dengan hasil Asymp.Sig >0,05 terdapat perbedaan signifikan dari semua jenis bahan masker kain. Hasil pengujian ini sesuai dengan perkataan atmojo dimana masker kain dengan tiga lapisan dapat memberikan perlindungan yang lebih maksimal. Masker kain yang hanya terdiri dari satu lapisan saja sangat tidak dianjurkan, hal ini dikarenakan tidak memiliki cukup proteksi terhadap partikel aerosol [2]. Tabel 1. Hasil uji efektivitas Bahan Masker Kain saat penggunaan awal Sampel Jumlah Koloni Mann Whitney LL 20,5±6,363 Asymp.Sig >0,05 terdapat perbedaan signifikan LD 3±1,732 LFp 3±1,732 LFf 7,333±3,511 LFs 11,6±14,153


Efektivitas Jenis Bahan Masker Kain Berdasarkan Kemampuan Penyaringan Mikroba 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 53 3.2 Karakteristik bahan masker kain 3.2.1 Pengamatan serat bahan masker kain Hasil penelitian pengamatan serat kain jika dilihat visualisasi serat terlihat bahan masker kain awal sangat terlihat lebih baik dibandingkan setelah dilakukan 50 kali pencucian. Hasil pengujian terlihat pada Gambar 1 dan tabel 2. (a) Visualisasi Bahan Masker Kain Saat Penggunaan Awal LL LD LFp LFf LFs (b) Visualisasi Bahan Masker Kain Setelah 50 Kali Pencucian LL LD LFp LFf LFs Gambar 1. Visualisasi serat bahan masker kain Tabel 2. Ukuran pori bahan masker kain Sampel Bahan Masker Saat Penggunaan Awal Ukuran Pori (µm) ANOVA LL 2,333±0,152 Sig <0,05 Berbeda signifikan LD 1,166±0,152 LFp 0,7±0,1 LFf 1,533±0,305 LFs 1,066±0,351 Sampel Bahan Masker Setelah 50 Kali Pencucian Ukuran Pori (µm) Mann Whitney LL 1,5±0,435 Asymp.Sig >0,05 terdapat perbedaan signifikan LD 1,466±0,152 LFp 1,2±0,1 LFf 1,133±0,208 LFs 0,733±0,115 Pada lapisan luar saat penggunaan awal viasulisasi telihat memiliki serat lebih teratur dengan ukuran pori 2,333±0,152 dibandingkan setelah 50 kali pencucian serat terlihat ada perubahan dengan ukuran pori 1,5±0,435. Lapisan dalam saat penggunaan awal visualisasi terlihat serat lebih teratur dengan ukuran pori 1,166±0,152dibandingan dengan setelah 50 kali pencucian seratnya terlihat ada perubahan dengan ukuran pori 1,466±0,152. Lapisan filter p saat penggunaan awal dan setelah 50 kali pencucian visualisasi terlihat tidak ada perubahan dengan bentuk serat tidak beraturan dengan ukuran pori saat penggunaan awal 0,7±0,1 sedangkan setelah 50 kali 1,2±0,1. Lapisan filter f visualisasi serat saat penggunaan awal terlihat lebih teratur dengan ukuran pori 1,533±0,305 dan setelah 50 kali pencucian telihat ada perubahan serat dengan ukuran pori 1,133±0,208. Lapisan filter s saat penggunaan awal dan setelah 50 kali pencucian memiliki serat yang tidak beraturan dengan ukuran pori


Efektivitas Jenis Bahan Masker Kain Berdasarkan Kemampuan Penyaringan Mikroba 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 54 saat penggunaan awal 1,066±0,351 dan setelah 50 kali pencucian adalah0,733±0,115. Hasil uji normalitas bahan masker kain saat penggunaan awal dengan menggunakan Shapiro-Wilk pada semua jenis bahan masker kain terdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan uji One Way Anova dengan hasil Sig <0,05 Berbeda signifikan dari semua jenis bahan masker kain. Hasil uji normalitas bahan masker kain setelah 50 kali pencucian dengan menggunakan Shapiro-Wilk pada semua jenis bahan masker kain tidak terdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan uji Mann Whitney dengan hasil Asymp.Sig >0,05 terdapat perbedaan signifikan dari semua jenis bahan masker kain. 3.2.2 Uji intensitas cahaya Hasil uji intensitas cahaya diukur dengan menggunaan alat luxmeter dengam melakukan pengujian pada bahan masker kain saat penggunaan awal dan setelah 50 kali pencucian dimana terjadi peningkatan nilai intesnitas cahaya pada bahan masker setelah 50 kali pencucian. Hasil pengujian terlihat pada tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Intensitas Cahaya Sampel Bahan Masker Saat Penggunaan Awal Intensitas Cahaya (Lux) Anova LL 29±1 Sig < 0,05 berbeda signifikan LD 44,333±2,081 LFp 73,666±1,527 LFf 48,666±1,527 LFs 46±1 Sampel Bahan Masker Setelah 50 Kali Pencucian Intensitas Cahaya (Lux) Mann Whitney LL 31,666±2,081 Asymp.Sig >0,05 terdapat perbedaan signifikan LD 47±1 LFp 77,666±0,577 LFf 52,666±2,588 LFs 48,333±1,154 Pada lapisan luar saat penggunaan awal intensitas cahaya yang diperoleh adalah 29±1 lux sedangkan setelah 50 kali pencucian intensitas cahaya yang diperoleh adalah 31,666±2,08 lu. Lapisan dalam saat penggunaan awal intensitas cahaya yang diperoleh adalah 44,333±2,081 lux sedangkan setelah 50 kali pencucian intensitas cahaya yang diperoleh adalah 47±1 lux. Lapisan filter p saat penggunaan awal intensitas cahaya yang diperoleh adalah 73,666±1,527 lux sedangkan setelah 50 kali pencucian intensitas cahaya yang diperoleh adalah 77,666±0,577 lux. Lapisan filter f saat penggunaan awal intensitas cahaya yang diperoleh adalah 48,666±1,527 lux sedangkan setelah 50 kali pencucian intensitas cahaya yang diperoleh adalah 52,666±2,588 lux. Lapisan filter s saat penggunaan awal intensitas cahaya yang diperoleh adalah 46±1 lux sedangkan setelah 50 kali pencucian intensitas cahaya yang diperoleh adalah 48,333±1,154 lux. Hasil uji normalitas bahan masker kain saat penggunaan awal dengan menggunakan Shapiro-Wilk pada semua jenis bahan masker kain terdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan uji One way Anova dengan hasil Sig <0,05 berbeda signifikan dengan nilai 0,000 sehingga berbeda bermakna, dimana intensitas cahaya pada bahan masker kain LFs, LFp, LFf, dan LD adalah sama sehingga tidak ada beda signifikan dan nilai intensitas cahaya pada bahan masker kain LFf, LD dan LL adalah sama sehinga tidak ada beda signifikan. Hasil uji normalitas bahan masker kain setelah 50 kali pencucian dengan menggunakan Shapiro-Wilk pada semua jenis bahan masker kain tidak terdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan uji Mann Whitney dengan hasil Asymp.sig >0,05 terdapat perbedaan signifikan dari semua jenis bahan masker kain. 3.2.3 Uji filtrasi uap Hasil dari pengujian filtrasi uap ini hanya didapatkan visualisasi uap yang dapat melewati bahan masker kain dimana uap keluar melalui diffuser ini dianggap droplet yang keluar melalui mulut seseorang ketika bersin, batuk dan berbicara. Diketahui droplet berukuran 5-10 µm [3] sedangkan uap yang dihasilkan dari diffuser adalah 5 µm sehingga pada penggujian ini dianggap sebagai pendekatan kemampuan filtrasi bahan masker kain dalam menyaring droplet. Gambar visualisasi dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan hasil visualisasi bahan masker kain terlihat lapisan luar saat penggunaan awal membutuhkan waktu untuk uap dapat melewati bahan masker kain sedangkan setelah dilakukan 50 kali pencucian terlihat uap tidak memerlukan waktu untuk dapat melewati bahan masker. Lapisan dalam bahan masker saat penggunaan awal dan setelah dilakukan 50 kali pencucian uap dapat melewati bahan masker kain dengan uap yang mulai terlihat jelas. Lapisan filter p saat


Efektivitas Jenis Bahan Masker Kain Berdasarkan Kemampuan Penyaringan Mikroba 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 55 penggunaan awal uap terlihat jelas namun tidak banyak jika dibandingkan dengan setelah dilakukan 50 kali pencucian uap yang terlihat lebih banyak dan juga lebih jelas. Lapisan filter f saat penggunaan awal terlihat jelas uap dapat melewati bahan masker kain, ketika dibandingkan bahan masker setelah dilakukan 50 kali pencucian terlihat jelas uap lebih banyak. Lapisan filter s saat dilakukan 50 kali pencucian terlihat jelas dan lebih banyak uap yang dapat melewati bahan masker kain dibandingkan dengan bahan masker saat penggunaan awal. Bahan Masker Kain Saat Penggunaan Awal Kontrol LL LD LFp LF f LFs Bahan Masker Kain Setelah 50 Kali Pencucian LL LD LFp LFf LFs Gambar 2. Visualisasi filtrasi uap Tabel 4. Hasil uji daya serap Sampel Daya Serap Air Bahan Masker Kain Saat Penggunaan Awal (s) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 LL >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 LD >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 LFp >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 LFf <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 LFs >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 Sampel Daya Serap Air Bahan Masker Kain Setelah 50 Kali Pencucian (s) R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10 LL >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 LD <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 LFp >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 >60 LFf <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 LFs <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 <60 Lapisan luar saat penggunaan awal memerlukan waktu >60 detik untuk air dapat terserap dan setelah dilakukan 50 kali pencucian mulai terjadi penyerapan di atas >60 detik namun tidak mengalami perubahan <60 detik karena waktu yang dibutuhkan air untuk dapat terserap sesuai pada SNI 0279:2013 adalah >60 detik. Lapisan dalam bahan masker kain saat penggunaan awal memerlukan waktu >60 detik untuk air dapat terserap sedangkan setelah dilakukan 50 kali pencucian terjadi penurunan dimana <60 detik sudah terjadi penyerapan. Lapisan filter p saat penggunaan awal dan setelah dilakukan 50 kali pencucian tidak terjadu perubahan dimana air tidak dapat menyerap >60 detik. Lapisan filter f saat penggunaan awal dan setelah 50 kali pencucian memerlukan waktu <60 detik hingga terjadinya penyerapan. Lapisan filter s masker kain saat penggunaan awal memerlukan waktu >60 detik untuk dapat menyerap sedangkan setelah dilakukan 50 kali pencucian terjadi penurunan


Efektivitas Jenis Bahan Masker Kain Berdasarkan Kemampuan Penyaringan Mikroba 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 56 dimana air dapat terserap <60. Diketahui jika waktu pembasahan pada kain semakin rendah, maka akan lebih besar daya serapan kainnya [1]. Pengujian kapilaritas ini didapatkkan kelajuan serapan air dalam waktu 60 detik dengan hasil pengujian terlihat pada tabel 5 Tabel 5. Hasil uji kapilaritas kain Sampel Bahan Masker Saat Penggunaan Awal Kapilaritas (cm/s) Mann Whitney LL 0±0 Asymp.Sig >0,05 terdapat perbedaan signifikan LD 0,007±0,001 LFp 0±0 LFf 0,110±0,004 LFs 0,036±0,001 Sampel Bahan Masker Setelah 50 Kali Pencucian Kapilaritas (cm/s) Mann Whitney LL 0,027±0,004 Asymp.Sig >0,05 terdapat perbedaan signifikan LD 0,108±0,003 LFp 0±0 LFf 0,131±0,037 LFs 0,083±0,008 Lapisan luar saat penggunaan awal memiliki kelajuan serapan air 0±0 sedangkan setelah dilakukan 50 kali pencucian kelajuan serapan airnya adalah 0,027±0,004. Lapisan dalam saat penggunaan awal memiliki kelajuan serapan air 0,007±0,001 sedangkan setelah dilakukan 50 kali pencucian kelajuan serapan airnya adalah 0,108±0,003. Lapisan filter p saat penggunaan awal dan setelah dilakukan 50 kali pencucian tidak terjadi perubahan dimana kelajuan serapan airnya adalah 0±0. Lapisan filter f saat penggunaan awal memiliki kelajuan serapan air 0,110±0,004 sedangkan setelah dilakukan 50 kali pencucian kelajuan serapan airnya adalah 0,131±0,037. Lapisan filter s saat penggunaan awal memiliki kelajuan serapan air 0,036±0,001, sedangkan setelah dilakukan 50 kali pencucian kelajuan serapan airnya adalah 0,083±0,008. Hasil uji normalitas bahan masker kain saat penggunaan awal dan setelah 50 kali pencucian dengan menggunakan Shapiro-Wilk pada semua jenis bahan masker kain tidak terdistribusi normal sehingga dilanjutkan dengan uji Mann Whitney dengan hasil Asymp.Sig >0,05 terdapat perbedaan signifikandari semua jenis bahan masker kain. 4 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa uji efektivitas bahan masker cukup baik untuk lapisan dalam dan lapisan luar, lapisan filter p lebih efektif dibandingkan lapisan filter f dan s. Hasil uji karakteristik bahan masker kain saat penggunaan awal sangat baik, namun setelah dilakukan 50 kali pencucian terjadi penurunan karakteristik. 5 Kontribusi Penulis Nilam Sari: Melakukan penelitian, pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskripsi. Niken Indriyanti dan Mukti Priastomo : Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskripsi. 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] SNI. (2020). Tekstil – Masker dari kain. Tekstil – Masker Dari Kain, SNI 8914:2, 1–25 [2] Atmojo, joko tri, Iswahyuni, S., Rejo, & Setyorini, C. (2020). Penggunaan Masker Dalam Pencegahan Dan Penanganan Covid-19. Penggunaan Masker Dalam Pencegahan Dan Penanganan Covid-19: Rasionalitas, Efektivitas, Dan Isu Terkini, 3(2), 84–95 [3] WHO. (2020). Transmisi SARS-CoV-2: Implikasi terhadap Kewaspadaan Pencegahan Infeksi. Who, juli. [4] Sangkham, S. (2020). Face mask and medical waste disposal during the novel COVID-19 pandemic in Asia. Case Studies in Chemical and Environmental Engineering, 2(Agust), 100052. https://doi:org/10.3389/fmed.2020.00260 [5] Putri, S. I. (2020). Studi Literatur: Efektivitas Penggunaan Masker Kain dalam Pencegahan Transmisi Covid-19. Jurnal Kesehatan Manarang, 6(khusus), 10. [6] Muthia, A., & Hendrawan, A. (2017). Perancangan Masker Sebagai Alat Pelindung Diri Bagi Pengendara Sepeda Motor Wanita. Atrat, 5(N3), 208–219. [7] WHO. (2020). Penggunaan Masker Dalam Konteks COVID-19. Who, Desember, 1–16. https://www.who.int/docs/defaultsource/searo/indonesia/covid19/penggunaan -masker-dalam-konteks-covid19.pdf?sfvrsn=9cfbcc1f_5 [8] WHO. (2020). Anjuran mengenai penggunaan masker dalam konteks COVID-19. WHO, April, 1–17. https://www.who.int/docs/defaultsource/searo/indonesia/covid19/anjuran-


Efektivitas Jenis Bahan Masker Kain Berdasarkan Kemampuan Penyaringan Mikroba 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 57 mengenai-penggunaan-masker-dalamkonteks-covid-19-june20.pdf?sfvrsn=d1327a85_2 [9] Neupane, B. B., Chaudhary, R. K., & Sharma, A. (2020). A smartphone microscopic method for rapid screening of cloth facemask fabrics during pandemics. PeerJ, 8, 1–11. https://doi.org/10.7717/peerj.9647 [10] Dwirusman, C. G. (2020). Peran Dan Efektivitas Masker Dalam Pencegahan Penularan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Jurnal Medika Hutama, 2(1), 412–420


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 58 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Optimisasi Carbopol Sebagai Basis Gel pada Gel Antiseptik Berbasis Alkohol Optimization of Carbopol as a Gel Base in Antiseptic Gel Alcohol Based Noor Linda Febrianie Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia Email korespondensi: linda@farmasi.unmul.ac.id Abstrak Gel antiseptik berbasis alkohol dianggap mampu menggantikan cuci tangan menggunakan sabun dan mampu menghambat tumbuhnya virus. Beberapa jenis basis gel mempunyai kelemahan sukar bercampur dengan alkohol sebagai bahan utama dalam antiseptik berbasis alkohol. Carbopol sebagai basis gel yang larut terhadap alkohol dipilih menjadi basis gel antiseptik berbasis alkohol ini. Konsentrasi yang digunakan yaitu 0,5% , 0,75%, 1%, 1,25%, 1,5%, 1,75%, dan 2% . Uji fisik terhadap gel dilakukan untuk melihat basis gel carbopol yang optimum pada gel antiseptik berbasis alkohol . Uji fisik meliputi uji organoleptis, uji pH, uji viskositas dan uji homogenitas. Hasil yang diperoleh dari uji organoleptis didapatkan gel yang bening , berbau antiseptik, dua konsentrasi memiliki konsistensi yang agak lengket dan lengket . Uji pH menghasilkan rentang pH 4,65 – 6,06 . Hasil viskositas menunjukkan rentang viskositas 10,48725 - 21,18107 Pa.S. Uji daya sebar menunjukkan rentang daya sebar 6,07 - 7,03 cm . Uji homogenitas menghasilkan gel antiseptik berbasis alkohol tidak terdapat partikel – partikel kasar. Uji organoleptis Hedonik menghasilkan gel antiseptik yang paling disukai adalah gel antiseptik dengan konsentrasi carbopol 1,25%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa carbopol yang optimal digunakan sebagai basis gel dalam gel antiseptik berbasis alkohol carbopol 1,25%. Kata Kunci: gel antiseptik, gel antiseptik berbasis alkohol, Carbopol Abstract Alcohol-based antiseptic gels are considered to be able to replace washing hands with soap and can inhibit the growth of viruses. Alcohol-based gels have the disadvantage of being difficult to mix with gel-based ingredients. Carbopol as an alcohol-soluble gel base was chosen to be the base for this alcohol-based antiseptic gel. The concentrations used were 0.5%, 0.75%, 1%, 1.25%, 1.5%, 1.75%, and Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Optimisasi Carbopol Sebagai Basis Gel pada Gel Antiseptik Berbasis Alkohol 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 59 2%. The physical test of the gel was carried out to see the optimum carbopol gel base for alcohol-based antiseptic gel. Physical test includes organoleptic observation, pH value, viscosity determination spreadability test and homogeneity test. The results obtained from organoleptic observation showed that the gel was clear, smelled antiseptic, two concentrations had a slightly sticky and sticky consistency. The pH value yields a pH range of 4.65 - 6.06. The viscosity results showed a viscosity range of 10.48725 - 21.18107 Pa.S. The Spreadability test shows the spreadability range of 6.07 - 7.03 cm. The homogeneity test resulted in an alcohol-based antiseptic gel without coarse particles. Hedonic organoleptic test produced the most preferred antiseptic gel was the antiseptic gel with a carbopol concentration of 1.25%. The results showed that the optimal carbopol was used as a gel base in an alcohol-based antiseptic gel 1.25% carbopol. Keywords: antiseptic gel, alcohol-based antiseptic, carbopol, optimization, alcohol DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.571 1 Pendahuluan Gel antiseptik tangan merupakan produk perawatan pribadi yang digunakan untuk menghilangkan mikroorganisme dari tangan dengan tujuan mencegah infeksi dan mengurangi penyebaran infeksi. Menurut basisnya formula gel antiseptik digolongkan menjadi dua, yaitu berbasis alkohol dan berbasis non alkohol [1]. Pada perkembangannya gel antiseptik lebih banyak menggunakan formula berbasis alkohol. Menurut american journal of infection control WHO menyatakan bahwa Gel antiseptik berbasis alkohol lebih efektif membunuh virus dibandingkan antiseptik berbasis non alkohol, utamanya virus covid19 yang sedang menjadi pandemi saat ini. Gel antiseptik berbasis alkohol biasanya mengandung bahan aktif berupa alkohol dengan konsentrasi minimal 60%. Namun meskipun banyak digunakan dalam pembuatan gel antiseptik, gel antiseptik berbasis alkohol ini memiliki kesulitan pada saat pembuatan. Kesulitan yang sering terjadi yaitu tidak tercampurnya basis gel atau pun bereaksinya basis gel dengan bahan aktif gel, yakni alkohol. Basis gel ataupun gelling agent adalah bahan yang berperan membentuk matriks gel. Berdasarkan pernyataan tersebut, dibutuhkan optimisasi dari carbopol agar didapatkan formula gel antiseptik berbasis alkohol yang optimal dan hasil sediaan dengan sifat fisik yang sesuai kriteria uji fisik meliputi uji organoleptis, uji pH sediaan, uji homogenitas, uji viskositas, uji daya sebar dan uji daya lekat. Pada penelitian ini digunakan parameter evaluasi uji fisik yaitu uji organoleptis, uji pH sediaan, uji homogenitas, uji viskositas dan uji daya sebar. 2 Metode Penelitian Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini gelas kimia, batang pengaduk, pipet tetes, spoid, gelas ukur, magnetic stirer, pH meter, viskometer, carbopol (kualitas farmasetis), etanol 96% (pro analisis), bahan lain yang ditambahkan dan aquades bebas CO2. Tahapan penelitian ini meliputi pembuatan aquades bebas CO2, pembuatan gel antiseptik dan uji fisik sediaan. Uji fisik yang dilakukan yaitu uji organoleptis, uji pH, uji viskositas, uji homogenitas dan uji daya sebar. 2.1 Pembuatan gel antiseptik Pembuatan gel antiseptik dilakukan dengan membuat aquades bebas CO2 terlebih dahulu, kemudian dikembangkan carbopol bersama aquadest bebas CO2 hingga terbentuk massa gel menggunakan magnetic stirer. Kemudian diamkan selama 24 jam. Ditambahkan etanol 96% sebanyak 80 mL kedalam massa gel dan ditambahkan basis gel lainnya, ditepatkan menggunakan aquades hingga 100 ml. Konsentrasi masing – masing


Optimisasi Carbopol Sebagai Basis Gel pada Gel Antiseptik Berbasis Alkohol 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 60 carbopol bervariasi yaitu 0,5%, 0,75%, 1%, 1,25%, 1,5%, 1,75% dan 2%. 2.2 Uji Fisik Gel Uji fisik gel antara lain uji organoleptis, uji pH, uji viskositas dan uji homogenitas. Uji fisik gel dilakukan 48 jam setelah pembuatan gel. Gel biasanya jernih dengan konsistensi setengah padat 2.3 Uji organoleptis Dilaksanakan dengan tujuan untuk melihat bentuk, warna, bau dan konsistensi gel. Uji Organoleptis menggunakan metode uji deskripsi dan hedonik (kesukaan) dengan menggunakan enam panelis standar. Uji organoleptis deskripsi dilakukan dengan melakukan penilaian menggunakan lembar penilaian kemudian dideskripsikan dalam lembar penilaian. Uji hedonik dilakukan dengan penilaian sediaan yang diuji berdasarkan tingkat kesukaan panelis. Jumlah tingkat kesukaan bervariasi tergantung dari rentangan mutu yang ditentukan. Penilaian dapat diubah dalam bentuk angka dan selanjutnya dapat dianalisis secara statistik untuk penarikan kesimpulan [3]. Paramater uji kesukaan dalam penelitian ini meliputi uji kenampakan, bau, rasa dan bentuk. Rasa yang dimaksud adalah kenyamanan pada saat pengaplikasian gel. Hasil pengujian hedonik dapat dihitung menggunakan rumus : P(x − (1,96.s n)) ≤ μ ≤ (x + (1,96.s n)) ≅ 95% x = ( ∑ −1 ) 2 = (∑ ( − −1 x ) 2 = √∑( − −1 x )2/ 2.4 Uji pH pH berpengaruh penting pada kelarutan dan stabilitas, kelarutan sendiri berperan penting dalam formulasi bentuk cair, larutan oral, topikal, hingga larutan dan campuran intravena [4]. Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter yang telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer 4, 7 dan 10. Sediaan ditimbang sebanyak 15 gram, kemudian dicelupkan elektrode pH meter, diamkan 1 menit hingga angka yang ditunjukan alat konstan. Menurut SNI 16-4319- 1996 pH suatu sediaan yang digunakan pada kulit memiliki rentang pH yaitu 4,5-8. 2.5 Uji Viskositas Viskositas adalah sifat zat cair yang berhubungan dengan hambatan aliran [5]. Uji viskositas dilakukan dengan Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Rheosys Merlin VR. Sebanyak 1 gram sampel diletakkan pada plate (piringan) posisikan spindel ke sediaan dengan jarak 1 mm. Kemudian diatur kecepatan 2,0 rpm selama 60 detik. Viskositas yang baik pada sediaan semipadat menurut SNI 16- 4399- 1996 yaitu 2000 – 50.000 cps 2.6 Uji Daya Sebar Sediaan sebanyak masing-masing 1 gram ditimbang. Gel diletakan di tengah kaca berskala dan ditimpa kaca tak berskala selama 1 menit. Dihitung diameter luas sebaran dengan ditambahkan beban mulai 150 gram dan didiamkan selama 1 menit [2] 2.7 Uji Homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan sampel gel pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar [2] 3 Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan carbopol sebagai basis gel antiseptik berbasis alkohol. Kemudian basis gel ditambahkan bahan aktif gel antiseptik yaitu etanol 96% dan bahan lain. Gel antiseptik diuji secara fisik yaitu uji organoleptis, uji pH, uji viskositas, uji daya sebar dan uji homogenitas. Dilakukan uji organoleptis secara deskripsi dan hedonik (kesukaan). Formula gel antiseptik dapat dilihat pada Tabel. 1 dimana konsentrasi


Optimisasi Carbopol Sebagai Basis Gel pada Gel Antiseptik Berbasis Alkohol 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 61 carbopol dibuat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0,5%, 0,75%, 1%, 1,25%, 1,5%, 1,75% dan 2%. Etanol 96% dengan konsentrasi 80%, aquades hingga volume 100 ml dan bahan lain yang ditambahkan. Pada gambar.1 terlihat hasil formulasi gel antiseptik berbasis alkohol, secara berurutan dari kiri ke kanan dengan pengkodean huruf A, B, C, D, E, F, dan G. Kode huruf sesuai dengan urutan terkecil konsentrasi carbopol didalam gel. Tabel. 1 Formulasi Sediaan Gel Antiseptik berbasis alcohol Formula Bahan Jumlah (%b/b) Etanol 96% Carbopol Bahan lain Aquades A 80 0,5 2 100 B 80 0,75 2 100 D 80 1 2 100 E 80 1,25 2 100 F 80 1,5 2 100 H 80 1,75 2 100 G 80 2 2 100 Gambar. 1 hasil gel antiseptik (A) gel antiseptik konsentrasi 0,5% (B) gel antiseptik 0,75% (C) gel antiseptik 1% (D) gel antiseptik 1,25%, (E) gel antiseptik 1,5% (F) gel antiseptik 1,75% (G) gel antiseptik 2% 3.1 Uji Organoleptis Pengujian organoleptis dilakukan dengan mengamati bentuk, bau dan warna sediaan. Pengamatan dilakukan 48 jam setelah pembuatan gel antiseptik. Tabel. 2 Hasil Uji Organoleptis Deskripsi Formula* Konsentrasi Hasil Pengamatan Bentuk Warna Bau A 0,5% Gel Bening Antiseptik B 0,75% Gel Bening Antiseptik C 1% Gel Bening Antiseptik D 1,25% Gel Bening Antiseptik E 1,5% Gel Bening Antiseptik F 1,75% Gel Bening Antiseptik G 2% Gel Bening Antiseptik *) tiga replikasi untuk setiap gel Pada penelitian ini uji organoleptik merujuk SNI 01-2346-2006 yaitu uji organoleptis deskripsi dan uji hedonik. Pada Tabel 3 dapat dilihat hasil uji organoleptis deskripsi terhadap tujuh konsentrasi gel antiseptik berbasis alkohol menghasilkan gel yang berwarna bening dan berbau khas antiseptik. Jika dinilai dari tingkat konsistensinya maka didapatkan hasil tidak lengket, sedikit lengket dan lengket. Pada konsentrasi 1,75% dan 2% gel terasa sedikit lengket dan lengket pada saat diaplikasikan. Hal ini disebabkan karena jumlah carbopol pada konsentrasi tersebut lebih banyak dibanding konsentrasi lain. Uji hedonik (kesukaan) dilakukan dengan melihat keseluruhan karakteristik penilaian yaitu kenampakan, bau, rasa (pada saat diaplikasikan), serta bentuk dalam hal ini yang dimaksud adalah konsistensi. Pada ketujuh konsentrasi gel antiseptik berbasis alkohol menghasilkan data pada Tabel.3 dengan tingkat kesukaan yang berbeda, Namun begitu hasil uji hedonik menunjukkan bahwa gel antiseptik berbasis alkohol dengan konsentrasi 1,25% lebih disukai panelis dibandingkan gel antiseptik yang lain dengan nilai rerata 8,1 dengan interpretasi sangat suka. Hasil uji hedonik dilaporkan dalam bentuk 1 angka dibelakang koma dan dikonversikan ke tingkat kesukaan. Jika angka di belakang koma kurang dari lima maka angka di depan koma tetap, tetapi apabila angka di belakang koma lebih dari lima maka angka di depan koma naik


Optimisasi Carbopol Sebagai Basis Gel pada Gel Antiseptik Berbasis Alkohol 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 62 satu angka. Jika angka di belakang koma lima maka nilai tetap [3] . Tabel. 3 Hasil Uji Organoleptis Hedonik Formula Hasil Pengujian Rerata Keterangan Kenampakan Bau Rasa Bentuk A 7,4 6 4,5 5,3 5,7 Agak suka B 8,5 5 4,9 5,3 6,1 Agak suka C 8,3 7,4 7,1 7,7 7,6 Sangat suka D 8,4 8,4 7,7 7,7 8,1 Sangat suka E 7,7 7,4 7,5 7,6 7,5 Suka F 7,4 7,1 2,2 5,1 5,4 Netral G 7,1 7 2,2 5,2 5,3 Netral *) Hasil Pembulatan satu angka dibelakang koma. 3.2 Uji pH Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menimbang 15 gram sediaan yang kemudian dicelupkan elektrode pH meter yang telah dikalibrasi sebelumnya. Diamkan 1 menit hingga angka yang ditunjukan alat konstan. Menurut SNI 16-4319-1996 pH suatu sediaan yang digunakan pada kulit memiliki rentang pH yaitu 4,5-8. Pada Tabel. 4 menunjukkan hasil uji pH konsentrasi 0,5% memiliki hasil paling tinggi yakni 6, berturut-turut semakin besar konsentrasi carbopol semakin kecil nilai pH, hal ini dipengaruhi oleh sifat dari carbopol yang memiliki pH asam yaitu 3[6] . Tabel 4. Hasil uji pH Formula* Konsentrasi pH A 0,5% 6,06 ± 0,01 B 0,75% 5,62 ± 0,03 C 1% 5,63 ± 0,03 D 1,25% 5,10 ± 0,06 E 1,5% 5,05 ± 0,01 F 1,75% 4,69 ± 0,15 G 2% 4,65 ± 0,04 3.3 Uji Viskositas Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer Rheosys Merlin VR. Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam cup. Kemudian diatur kecepatan 0,1-10 rpm selama 60 detik. Menurut SNI 16-4319-1996 viskositas yang baik sediaan semisolid 2000 – 50.000 Cps atau 2 – 50 Pa.S. Ketujuh sediaan gel antiseptik berbasis alkohol memiliki viskositas yang memenuhi persyaratan yaitu 10 – 21 Pa.S, ditunjukkan pada Tabel. 6 dengan viskositas terendah 10,4875 dan tertinggi 19,46460. Sehingga tujuh konsentrasi carbopol masih dapat digunakan sebagai basis gel antiseptik berbasis alkohol. Tabel 5. Hasil Uji Viskositas Formula* Konsentrasi Viskositas (Pa.S) A 0,5% 10,48725 ± 0,20 B 0,75% 10,32928 ± 0,10 C 1% 11,36499 ± 0,74 D 1,25% 11,36499 ± 0,46 E 1,5% 14,06796 ± 0,34 F 1,75% 19,46460 ± 0,36 3.4 Uji Daya Sebar Uji daya sebar dilakukan untuk melihat konsistensi sebuah sediaan sehingga pada saat digunakan terasa nyaman. Uji ini dilakukan dengan menimbang sediaan sebanyak masingmasing 1 gram. Sediaan Gel diletakan di tengah kaca berskala dan ditimpa kaca tak berskala selama 1 menit. Dihitung diameter luas sebaran dengan ditambahkan beban mulai 150 gram dan didiamkan selama 1 menit. Daya sebar yang menghasilkan konsistensi yang baik yaitu 5-7 cm. Pada hasil uji daya sebar gel antiseptik berbasis alkohol yang ditunjukkan dengan Tabel 5. menunjukkan konsistensi 6 – 7 cm dimana konsistensi tersebut masih memenuhi persyaratan gel, sehingga ketujuh konsentrasi carbopol pada gel antiseptik dapat digunakan sebagai basis gel. Tabel 6. Hasil Uji Daya Sebar Formula* Konsentrasi Daya Sebar (cm) A 0,5% 7,08 ± 0,14 B 0,75% 7,03 ± 0,06 C 1% 6,60 ± 0,17 D 1,25% 6,98 ± 0,13 E 1,5% 6,38 ± 0,13 F 1,75% 6,12 ± 0,12 3.5 Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk melihat ada tidaknya partikel yang tidak terlarut pada suatu sediaan. Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan sampel gel pada dua kaca objek yang saling direkatkan,


Optimisasi Carbopol Sebagai Basis Gel pada Gel Antiseptik Berbasis Alkohol 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 63 sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar. Pada Tabel 7 terlihat pengujian terhadap tujuh gel antiseptik berbasis alkohol didapatkan hasil yang menunjukkan sediaan homogen, ditandai dengan tidak terdapat partikel kasar pada kaca objek. Tabel 7. Hasil Uji Homogenitas Formula* Konsentrasi Hasil Pengamatan A 0,5% Homogen, tidak terdapat partikel B 0,75% Homogen, tidak terdapat partikel C 1% Homogen, tidak terdapat partikel D 1,25% Homogen, tidak terdapat partikel E 1,5% Homogen, tidak terdapat partikel F 1,75% Homogen, tidak terdapat partikel G 2% Homogen, tidak terdapat partikel *) 3 Replikasi untuk setiap gel 4 Kesimpulan Berdasarkan uji fisik yang dilakukan pada carbopol sebagai basis gel antiseptik berbasis alkohol dengan konsentrasi 0,5%, 0,75%, 1%, 1,25%, 1,5%, 1,75% dan 2% diperoleh hasil yang telah memenuhi persyaratan SNI 16-4319- 1996, dengan hasil Uji pH menghasilkan rentang pH 4,65 – 6,06, uji viskositas menunjukkan rentang viskositas 10,48725 - 21,18107 Pa.S, uji daya sebar menunjukkan rentang daya sebar 6,07 - 7,03 cm, uji homogenitas menghasilkan gel antiseptik berbasis alkohol tidak terdapat partikel – partikel kasar. Menurut utami dkk basis gel carbopol tanpa zat aktif yang optimum ada pada konsentrasi 0,5%, pada penelitian ini konsentrasi carbopol 0,5% sebagai basis gel antiseptik berbasis alkohol memiliki hasil uji fisik yang memenuhi persyaratan, dan tidak menunjukkan adanya reaksi basis terhadap alkohol. Basis carbopol pada gel antiseptik berbasis alkohol dapat membentuk basis gel yang baik dan tidak bereaksi terhadap zat aktif antiseptik yaitu alkohol, dikarenakan carbopol merupakan basis gel yang memiliki sifat mudah larut dengan alkohol [6]. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa carbopol dengan konsentrasi 0,5%; 0,75%; 1%; 1,25%, 1,5%, 1,75%, dan 2% bisa digunakan sebagai basis gel antiseptik berbasis alkohol. Dari hasil uji organoleptis secara hedonik (kesukaan) didapatkan hasil carbopol pada konsentrasi 1,25% paling disukai dengan nilai rerata 8,1 yang menunjukkan interpretasi hasil sangat disukai tidak jauh berbeda dengan carbopol pada konsentrasi 1% dengan nilai rerata 8,0. Berdasarkan hasil tersebut, carbopol sebagai basis gel pada sediaan gel antiseptik berbasis alkohol yang paling optimal adalah carbopol dengan konsentrasi 1,25%. Hasil uji hedonik (kesukaan) dari keseluruhan gel antiseptik menunjukkan bahwa tingkat kesukaan gel antiseptik cukup tinggi, masih diatas 3,0 (tidak suka). Nilai tersebut menunjukkan gel antiseptik berbasis alkohol dengan basis gel carbopol dapat diterima sebagai gel antiseptik. 5 Ucapan Terima Kasih Terimakasih kepada DIKTI selaku penyandang dana program Magang Nasional PLP 2020, Universitas Brawijaya selaku perguruan tinggi pembina pada Program Magang Nasional PLP 2020, dan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman selaku instansi tempat pelaksanaan penelitian. 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Gabriel Baki., Kenneth S. Alexander., (2015), Introduction to Cosmetics Formulation and Technology., New Jersey, John Wiley & Sons, Inc., Hoboken. New Jersey [2] Utami Wahyu Hidayanti, Jaka Fadraersada, Arsyik Ibrahim. 2015. Formulasi dan Optimasi Basis Gel Carbopol 940 dengan Berbagai Variasi Konsentrasi. Prosiding Seminar Nasional Kefarmasian Ke-1. Samarinda [3] Badan Standarisasi Negara, SNI 01-2346-2006, 2006., Jakarta [4] Loyd V. Allen, Jr., Nicholas G. Popovich, Howard C. Ansel, 2011 Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems., in pH and Solubility, Lippincott, 537 [5] Loyd V. Allen, Jr., Nicholas G. Popovich, Howard C. Ansel, 2011 Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems., in Rheology, Lippincott, 383 [6] Rowe R.C., Paul J. Sheskey, Marian E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th edition. Pharmaceutical Press. USA


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 64 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Dispepsia di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra Tahun 2021 Evaluation of Medication Use in Patients with Dyspepsia at Samarinda Medika Citra Hospital in 2021 Novia Syafitri*, Adam M. Ramadhan, Muhammad Faisal Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: noviasyafitri3@gmail.com Abstrak Dispepsia didefinisikan sebagai rasa nyeri atau rasa tidak nyaman yang terletak pada perut bagian atas, yang disertai dengan keluhan-keluhan lain. Untuk mencapai tujuan dari terapi obat yang diinginkan tentunya perlu pemberian obat secara tepat kepada pasien penderita dispepsia. Namun tak dapat dihindari bahwa ketidaktepatan penggunaan obat-obatan bisa saja terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, gambaran pengobatan, serta ketepatan penggunaan obat di RS Samarinda Medika Citra periode Januari – Agustus 2021. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian non eksperimental, pengambilan data dilakukan secara retrospektif dan metode analisis bersifat deskriptif. Instrumen penelitian menggunakan 70 data inklusi rekam medis pasien. Hasil penelitian menunjukkan data karakteristik pasien yang paling banyak yaitu jenis kelamin perempuan sebesar 55,71% (39 orang), kelompok usia dewasa 26-45 tahun sebesar 42,86% (30 orang), pendidikan terakhir SMA/Sederajat sebesar 52,86% (37 orang), pekerjaan lainnya sebesar 84,28% (59 orang), pasien dengan komorbid sebesar 71,43% (50 orang). Obat-obatan antiulkus yang paling sering diresepkan untuk pasien dispepsia adalah kombinasi obat golongan H2RA, Antiemetik dan Sitoprotektif sebesar 42,85% (30 orang). Hasil evaluasi menunjukkan tepat obat 100% (193 obat), tepat indikasi 100% (193 obat), dan tepat dosis 96,37% (186 obat). Kata Kunci: Dispepsia, ketepatan penggunaan obat, RS Samarinda Medika Citra Abstract Dyspepsia is defined as chronic or recurrent pain or discomfort centered in the upper abdomen that may originate from a variety causes. The right administration of drugs is a major concern when Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Dispepsia di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra Tahun 2021 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 65 administrating drugs to dyspepsia patients to achieve the goal of drugs therapy itself. The aim of this study was to determine the characteristics of patients, the description of drug therapy and accuracy of medication use at Samarinda Medika Citra Hospital in January - August 2021. This study uses a nonexperimental research design, data retrieval is done retrospectively and the analytical method is descriptive. The research instruments using 70 patient medical record data inclusions. The result revealed that the most characteristic data of dyspeptic patients was female by 55,71% (39 people), adult age group 26-45 years old by 42,86% (30 people), senior high school by 52,86% (37 people), other profession by 84,28% (59 people), patient with comorbidity by 71,43% (50 people). The most frequently prescribed anti-ulcer drugs for dyspepsia patients is combination of H2RA, Antiemetic and Cytoprotective approximately by 42,85% (30 people). The result showed that the right drugs by 100% (193 drugs), the right indications by 100% (193 drugs), and the right dosage by 96,37% (186 drugs). Keywords: Dyspepsia, accuracy of medication use, Samarinda Medika Citra Hospital DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.572 1 Pendahuluan Dispepsia adalah rasa nyeri atau tidak nyaman pada bagian ulu hati. Dispepsia meliputi kumpulan gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak nyaman atau yang menetap (episodic) atau mengalami kekambuhan pada perut bagian atas. Keluhan akan gejala-gejala klinis tersebut kadang-kadang disertai dengan rasa panas di dada dan perut, rasa lekas kenyang, anoreksia, kembung, regurgitasi, dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut [1]. Dispepsia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah meningkatnya sekresi asam lambung, faktor diet dan lingkungan, serta faktor psikologi seperti stres [2]. Berdasarkan Data Profil Kesehatan Indonesia, dispepsia menempati peringkat ke10 sebagai kategori penyakit terbanyak pasien rawat inap di Rumah Sakit sebanyak 34.029 pasien atau sekitar 1,59%. Sindroma dispepsia dapat di klasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu sindroma dispepsia akibat kelainan organik dan sindroma dispepsia fungsional (non-organik) [3]. Melihat cukup banyaknya prevalensi dispepsia di Indonesia, maka peneliti rasa penting untuk melakukan penelitian terkait evaluasi penggunaan obat pada pasien dispepsia rawat inap di RS Samarinda Medika Citra periode JanuariAgustus 2021 yang berfokus pada parameter tepat obat, tepat indikasi dan tepat dosis. 2 Metode Penelitian Metode penelitian ini bersifat observasional dengan subjek penelitian tidak diberi perlakuan tertentu dengan pengambilan data secara retrospektif karena data yang digunakan menggunakan data rekam medis pasien periode tertentu yakni periode Januari – Agustus 2021. Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan Purposive Sampling Kemudian data yang diperoleh diolah dengan menggunakan rumus persentase berikut yang disajikan dalam bentuk tabel persentase: (%) = F N x 100 % Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosa utama dispepsia di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra yang menjalani perawatan di ruang rawat inap. Adapun sampel yang diperoleh sebanyak 70 pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan di unit rekam medis RS Samarinda Medik Citra, dengan melakukan pencatatan data rekam medis di lembar pengumpul data yang berisi nomor


Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Dispepsia di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra Tahun 2021 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 66 rekam medis, jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, anamnesa, diagnosa, jenis obat, dosis yang diberikan, frekuensi pemberian obat, rute pemberian, lama perawatan serta informasi tambahan. Selanjutnya data diolah secara deskriptif menggunakan persentase dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. 3 Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data karakteristik pasien yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan dan pekerjaan, dan penyakit penyerta, serta diperoleh gambaran pengobatan pasien dispepsia rawat inap, dan hasil evaluasi penggunaan obat pada pasien dispepsia berdasarkan parameter tepat obat, tepat indikasi dan tepat dosis. Tabel 1. Karakteristik Pasien Dispepsia Keterangan Jumlah Pasien Persentase (%) Jenis Kelamin Laki-Laki 31 44,29 Perempuan 39 55,71 Usia (tahun) 17-25 (Remaja) 26-45 (Dewasa) 46-55 (Lansia) > 65 (Manula) 6 30 22 12 8,57 42,86 31,43 17,14 Pendidikan SD SMP SMA S1 Lain-lain 1 3 37 3 26 1,43 4,29 52,86 4,29 37,13 Pekerjaan Karyawan Swasta Pegawai Negeri Petani Lain-lain 8 1 2 59 11,43 1,43 2,86 84,28 Penyakit Penyerta Ada Tidak Ada 50 20 71,43 28,57 Tabel 1 menunjukkan bahwa karakteristik pasien dispepsia berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh perempuan yakni sebanyak 39 orang (55,71%) sedangkan pada laki-laki sebanyak 31 orang (44,3%). Hal tersebut terkait keadaan psikis seseorang dimana perempuan lebih sensitif terhadap perasaan. Seseorang yang keadaan psikisnya terganggu, cemas, tegang, stress, perasaan takut yang berlebihan akan dapat menaikkan sekresi asam lambung yang berujung pada penyakit dispepsia [4]. Karakteristik pasien berdasarkan usia paling banyak diderita oleh pasien dewasa usia 26-45 tahun sebanyak 30 orang (42,86%). Usia produktif (30 – 50 tahun) lebih sering terkena penyakit karena adanya gangguan ketidakseimbangan metabolisme . Seiring dengan bertambahnya usia seseorang maka seringkali menyebabkan bertambahnya gangguan kesehatan tubuh, termasuk pada gangguan sistem pencernaan. Beberapa jenis gangguan yang sering dialami seperti misalnya diare, konstipasi, termasuk juga dispepsia [5]. Hal ini dikarenakan tingginya aktifitas di usia dewasa, yang dapat mengakibatkan pola makan seseorang tidak teratur, serta tekanan pekerjaan yang mempengaruhi psikologis seseorang. Frekuensi makan yang tidak sesuai mengakibatkan jeda waktu makan yang lama sehingga produksi asam lambung yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya sindrom dipepsia [6]. Karakteristik pasien berdasarkan pendidikan paling banyak dialami oleh yang berpendidikan terakhir SMA yakni sebanyak 37 orang (52,86%). Hal ini disebabkan karena faktor resiko yang mempengaruhi, misalnya stress psikologis pada penderita dengan tingkat pendidikan SMA lebih besar karena biasanya penderita yang mempunyai pendidikan lebih tinggi mempunyai pekerjaan yang cenderung lebih berat. Hal ini mampu menyebabkan stres psikologis yang lebih besar dibandingkan tingkat pendidikan yang lebih rendah [7]. Karakteristik pasien berdasarkan pekerjaan didominasi oleh pasien yang tidak bekerja (lainnya) sebanyak 84,28%. Hal ini disebabkan oleh faktor resiko yang mempengaruhi, misalnya stres psikologis akibat monoton pada penderita dispepsia yang tidak bekerja sehingga meningkatkan tingkat kejenuhan sehingga menimbulkan stres dan depresi, sehingga secara tidak langsung meningkatkan resiko terjadinya dispepsia [7]. Sedangkan karakteristik pasien berdasarkan penyakit penyerta lebih banyak mendominasi yakni sebanyak 50 orang (71,43%) pasien di RS Samarinda Medika Citra periode Januari – Agustus 2021.


Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Dispepsia di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra Tahun 2021 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 67 Tabel 2. Gambaran Pengobatan Pasien Dispepsia Golongan Obat Antiulkus Total Persentase H2RA + Antiemetik + Sitoprotektif 30 42,85 PPI + Antiemetik + Sitoprotektif 5 7,14 PPI + 5HT3 2 2,86 H2RA + PPI 1 1,43 H2RA + Antiemetik + Sitoprotektif + PPI 5 7,14 H2RA + Sitoprotektif 3 4,28 H2RA 1 1,43 H2RA + Antiemetik + PPI 2 2,86 H2RA + PPI + Sitoprotektif + Antasida 2 2,86 H2RA + Antiemetik + Sitoprotektif + Antasida 1 1,43 H2RA + Antiemetik (obat diganti) PPI + Antiemetik 1 1,43 H2RA + Antiemetik 2 2,86 H2RA + Sitoprotektif + Antasida + Antiemetik + PPI 2 2,86 PPI + Antiemetik 3 4,28 H2RA + PPI + Antiemetik + Sitoprotektif + Antasida + Antipasmodik 1 1,43 H2RA + PPI + Sitoprotektif 3 4,28 PPI + Sitoprotektif 2 2,86 H2RA + Antiemetik + PPI + 5HT3 + Sitoprotektif 1 1,43 H2RA + Antiemetik + PPI (obat diganti) Sitoprotektif + Antasida +Antipasmodik 1 1,43 PPI + Antiemetik + Antasida (obat diganti) PPI + Antiemetik + Sitoprotektif 1 1,43 H2RA + PPI + Sitoprotektif (obat diganti) H2RA + Sitoprotektif + Antipasmodik 1 1,43 Total 70 100 Tabel 2 menunjukkan gambaran pengobatan pasien dispepsia yang didominasi oleh terapi pengobatan kombinasi dengan golongan obat antiulkus lainnya. Terapi kombinasi yang lebih banyak diterima pasien adalah kombinasi golongan obat H2RA, Antiemetik dan Sitoprotektif sebanyak 30 pasien (42,85%). Dispepsia sering terjadi karena adanya hipersekresi asam lambung yang menyebabkan meningkatnya asam lambung sehingga menyebabkan rasa tidak enak pada perut berupa rasa mual. Obat-obatan yang diberikan banyak berfokus pada penanganan simtomatis dan penanganan pada sekresi asam lambung, golongan obat yang diberikan seperti; golongan prokinetik, sitoprotektif, penghambat pompa asam (PPI), antagonis reseptor H2 (H2RA), antikolinergik dan antasida [8]. Penggunaan obat-obatan terapi untuk pasien dengan gangguan pencernaan sering digunakan terapi kombinasi karena mengingat banyaknya faktor penyebab berbagai macam gangguan pencernaan tersebut, serta berbagai gejala klinis yang dikeluhkan pasien [9]. Tabel 3. Parameter Tepat Obat Nama Obat Jumlah Total Tepat Tidak Tepat Inj. Ranitidine 43 0 43 Inj. Gastridin® (Ranitidine HCl) 3 0 3 Inj. Ondansetron 42 0 42 Trovensis® (Ondansetron) 3 0 3 Sucralfate 47 0 47 Inpepsa® (Sucralfate) 5 0 5 Propepsa® (Sucralfate) 1 0 1 Lansoprazole 15 0 15 Omeprazole 5 0 5 Inj. OMZ® (Omeprazole) 5 0 5 Inj. Pumpitor® (Omeprazole) 4 0 4 Inj. Pumpisel® (Pantoprazole) 4 0 4 Inj. Pantopump® (Pantoprazole) 2 0 2 Sanmag® 2 0 2 Irbosyd® (Mebeverine HCl) 2 0 2 Sysmuco® (Rebamipide) 2 0 2 Rebamipide 3 0 3 Strocain P 1 0 1 Braxidin® 1 0 1 Emegran® (Granisetron HCl) 3 0 3 Total 193 0 193 Persentase (%) 100 0 100 Berdasarkan Tabel 3 ketepatan penggunaan obat untuk pasien dispepsia berdasarkan parameter tepat obat dari keseluruhan kasus dispepsia yakni sebanyak 70 pasien dengan total 193 peresepan, menunjukkan bahwa 100% tepat obat. Obat yang diresepkan sesuai dengan pedoman yang digunakan Rumah Sakit yakni Formularium


Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Dispepsia di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra Tahun 2021 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 68 Rumah Sakit dan Formularium Nasional. Pilihan pengobatan yang paling tepat tergantung pada penyebabnya, dan keputusan untuk peggunaan obat dilakukan setelah adanya diagnosis yang tepat. Tabel 4. Parameter Tepat Indikasi Nama Obat Jumlah Total Tepat Tidak Tepat Inj. Ranitidine 43 0 43 Inj. Gastridin® (Ranitidine HCl) 3 0 3 Inj. Ondansetron 42 0 42 Trovensis® (Ondansetron) 3 0 3 Sucralfate 41 6 47 Inpepsa® (Sucralfate) 5 0 5 Propepsa® (Sucralfate) 1 0 1 Lansoprazole 15 0 15 Omeprazole 5 0 5 Inj. OMZ® (Omeprazole) 5 0 5 Inj. Pumpitor® (Omeprazole) 4 0 4 Inj. Pumpisel® (Pantoprazole) 4 0 4 Inj. Pantopump® (Pantoprazole) 2 0 2 Sanmag® 2 0 2 Irbosyd® (Mebeverine HCl) 2 0 2 Sysmuco® (Rebamipide) 2 0 2 Rebamipide 3 0 3 Strocain P 1 0 1 Braxidin® 1 0 1 Emegran® (Granisetron HCl) 3 0 3 Total 193 0 193 Persentase (%) 100 0 100 Berdasarkan Tabel 4 ketepatan penggunaan obat untuk pasien dispepsia berdasarkan parameter tepat indikasi dari keseluruhan kasus dispepsia yakni sebanyak 70 pasien dengan total 193 peresepan, menunjukkan bahwa 100% tepat indikasi. Dalam hal ini obat-obatan yang diberikan dikatakan tepat indikasi dapat dilihat dari diagnosis yang ditegakkan dan terapi yang diresepkan dapat dilihat dari catatan rekam medis pasien dispepsia. Tabel 5. Parameter Tepat Dosis Nama Obat Jumlah Total Tepat Tidak Tepat Inj. Ranitidine 43 0 43 Inj. Gastridin® (Ranitidine HCl) 3 0 3 Inj. Ondansetron 42 0 42 Trovensis® (Ondansetron) 3 0 3 Sucralfate 40 7 47 Inpepsa® (Sucralfate) 5 0 5 Propepsa® (Sucralfate) 1 0 1 Lansoprazole 15 0 15 Omeprazole 5 0 5 Inj. OMZ® (Omeprazole) 5 0 5 Inj. Pumpitor® (Omeprazole) 4 0 4 Inj. Pumpisel® (Pantoprazole) 4 0 4 Inj. Pantopump® (Pantoprazole) 2 0 2 Sanmag® 2 0 2 Irbosyd® (Mebeverine HCl) 2 0 2 Sysmuco® (Rebamipide) 2 0 2 Rebamipide 3 0 3 Strocain P 1 0 1 Braxidin® 1 0 1 Emegran® (Granisetron HCl) 3 0 3 Total 186 7 193 Persentase (%) 96,37 3,63 100 Berdasarkan Tabel 5 ketepatan penggunaan obat untuk pasien dispepsia berdasarkan parameter tepat dosis dari keseluruhan kasus dispepsia yakni sebanyak 70 pasien dengan total 193 peresepan, menunjukkan bahwa tepat dosis sebanyak 96,37% (186 obat) tepat dosis dan sebanyak 3,63% (7 obat) tidak tepat dosis. Pada lampiran ke-6, ke-10, ke-11 dan ke-22, frekuensi pemberian Sukralfat sirup tidak tepat. Sukralfat sirup yang diresepkan 3x2 cth, masing-masing pada hari ke-2 hanya diberikan 1x2 cth sehingga dosisnya kurang. Sedangkan pada lampiran ke21, ke-52 dan ke-62 masing-masing pada hari ke-2 hanya diberikan 2x2 cth sehingga dosisnya kurang Dosis Sukralfat pada pasien dispepsia rawat inap di RS Samarinda Medika Citra hanya diberikan 3x1 g (3x2 cth). Menurut literatur, pemberian sukralfat untuk dosis umum adalah 4x1 g (4x2 cth) [10]. Menurut apoteker hal ini terjadi karena adanya penyesuaian dosis, mengingat terapi yang diberikan pada pasien dispepsia berupa terapi kombinasi, sehingga cukup diberikan 3x1 g setiap harinya selama pengobatan. 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh sebaran karakteristik pasien dispepsia terbanyak dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 39 orang (55,71%), usia dewasa yakni 26-45 tahun sebanyak 30 orang (42,86%), pendidikan SMA sebanyak 37 orang (52,86%), pekerjaan lainnya (tidak bekerja) sebanyak 59 orang (84,28%), pasien dengan penyakit penyerta sebanyak 50 orang (71,43%). Gambaran pengobatan kombinasi obat dispepsia yang paling sering digunakan H2RA, Sitoprotektif dan Antiemetik sebanyak 30 pasien (42,85%). Ketepatan


Evaluasi Penggunaan Obat pada Pasien Dispepsia di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra Tahun 2021 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 69 penggunaan obat berdasarkan tepat obat 100%, tepat indikasi 100% dan tepat dosis 96,37%. Evaluasi penggunaan obat pada pasien dispepsia rawat inap di RS Samarinda Medika Citra telah rasional berdasarkan pedoman Rumah Sakit yakni Formularium Rumah Sakit dan Formularium Nasional. 5 Ucapan Terima Kasih Ucapan terimakasih kepada Pimpinan, Kepala Diklit, Komite Etik, serta staf rekam medis RS Samarinda Medika Citra yang telah mengizinkan dan memfasilitasi penulis untuk melakukan penelitian ini. 6 Kontribusi Penulis Novia Syafitri: Melaksanakan penelitian, pengumpulan dan analisis data dan pustaka, mmebahas hasil penelitian, serta penyusunan draft manuskrip. Adam M Ramadhan dan Muhammad Faisal : Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 7 Etik Surat persetujuan kelayakan etik oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman No. 101/KEPK-FFUNMUL/EC/EXE/12/2021 8 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 9 Daftar Pustaka [1] Iman, M. 2016. Panduan Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Kesehatan Menggunakan Metode Penelitian Ilmiah : Cetakan Keenam ed. Bandung : Citapustaka Media Printis. [2] Perwitasari, DT. (2016). FaktorFfaktor Yang Mempengaruhi Tingkatan Stres Pada Tenaga Kesehatan di RS Universitas Tanjungpura Pontianak Yahun 2015. Jurnal Cerebellum. 2016 agustus; 2.nomor 3. [3] Putri, RN. (2015). Gambaran Sindroma Dispepsia Fungsional Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau Angkatan 2014. JOM FK. 2015 Oktober; 2 No. 2 (Syndroma Dyspepsia, FFQ, Food Consumptsion and Risk Drinking Habbit). [4] Dewi. 2017. Hubungan Pola Makan dan Karakteristik Individu Terhadap Sindrom Dispepsia Pada Mahasiswa Angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Skripsi: Universitas Hasanuddin. Makassar. [5] Marliyana, Novika Andora dan Suci Nur Atikah. 2020. Hubungan Pola Makan Dan Stres Dengan Kejadian Dispepsia Di Puskesmas Blambangan Kecamatan Blambangan Pagar Kabupaten Lampung Utara Tahun 2018. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia (JIKPI) Vol. 1, No. 1, Maret 2020. [6] Susilawati, Palar,S. & Bradley, J.W.2013. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Sindroma Dispepsia Fungsional Pada Remaja Di Madrasah Aliyah Negeri Model Manado. [7] Suryanti. 2019. Karakterisitk penederita Dispepsia Pada Kunjungan Rawat Jalan Praktek Pribadi Dr. Suryanti Periode Oktober Sampai Desember 2018. Volume 3. Nomor 5. [8] Monkemuller K, Malfertheiner P. (2006), Drug Treatment Of Functional Dyspepsia. World Journal of Gastroenterology; 12(17): 2694-2700. [9] Suyono.S, 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Balai. Penerbit : FKUI Jakarta. [10] Charles F. L, Lora L. A dan Morton P. G. 2013. Drug Information Handbook. 22th ed. USA: Lexi Comp.


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 70 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Pengaruh Trietanolamin pada Basis Krim Minyak dalam Air yang Berbahan Dasar Asam Stearat dan Setil Alkohol Effect of Triethanolamine on Oil-in-Water Cream Base Based on Stearic Acid and Cetyl Alcohol Novita Sari* , Erwin Samsul, Angga Cipta Narsa Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: novitaasaari03@gmail.com Abstrak Krim merupakan sediaan setengah padat dengan satu atau lebih bahan obat yang terdispersikan dalam dua tipe emulsi yaitu krim tipe air dalam minyak (A/M) dantipe minyak dalam air (M/A). Krim tipe minyak dalam air memiliki kadar air yang tinggi sehingga dapat memberikan efek hidrasi yang meningkatkan penetrasi zat aktif. Trietanolamin pada sediaan topikal digunakan sebagai pengemulsi dan alkalizing agent yang dapat membentuk krim yang homogen dan stabil. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh trietanolamin pada basis krim minyak dalam air (M/A) yang berbahan dasar asam stearat dan setil alkohol. Pembuatan basis dilakukan dengan membuat sediaan menggunakan empat variasi konsentrasi dari Trietanolamin yaitu 0,5% (F1), 1% (F2),1,5% (F3) dan 2% (F4). Basis krim kemudian di evaluasi sifat fisiknya meliputi organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, daya sebar, daya lekat dan uji pemisahan fase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada uji organoleptis semua basis krim berwarna putih, bau khas dengan bentuk semisolid. Basis krim mempunyai persebaran yang homogen dengan nilai rata-rata pH antara 6,53-7,29, viskositas antara 3,5792396-3,8001904 (Pa.s), daya sebar antara 5,43-5,78 cm, dan daya lekat antara 4,47-6,25 detik. Basis krim tidak mengalami pemisahan fase dan stabil dalam penyimpanan selama 4 minggu pada suhu ruang. Kata Kunci: Krim, Trietanolamin, Basis Abstract The cream is a semi-solid preparation with one or more ingredients dispersed in two types of emulsions, water-in-oil (W/O) and oil-in-water (O/W) type creams. Oil-in-water type cream has a high Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Pengaruh Trietanolamin pada Basis Krim Minyak dalam Air yang Berbahan Dasar Asam Stearat dan Setil Alkohol 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 71 water content so that it can provide a hydration effect that can increase the penetration of the active substance. Triethanolamine in topical preparations is used as an emulsifier and alkalizing agent to form a homogeneous and stable cream. The purpose of this research was to determine the effect of triethanolamine on an oil-in-water cream base based on stearic acid and cetyl alcohol. Making the base is done by making preparations using four concentrations of triethanolamine 0.5% (F1), 1% (F2), 1.5% (F3), and 2% (F4). The cream base was then evaluated for its physical properties including organoleptic, homogeneity, pH, viscosity, spreadability, adhesion, and phase separation test. The results showed that in the organoleptic test cream bases were white, had a characteristic aroma with a semisolid form. The cream base has a homogeneity dispersion with an average pH between 6.53- 7.29, viscosity between 3.5792396-3.8001904 (Pa.s), spreadability between 5.43-5.78 cm, and adhesion between 4.47-6.25 seconds. The cream base did not have phase separation and was stable in storage for 4 weeks at room temperature. Keywords: Cream, Trietanolamin, Base DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.573 1 Pendahuluan Krim merupakan sediaan setengah padat dengan satu atau lebih bahan obat yang terdispersikan dalam dua tipe emulsi yaitu krim tipe air dalam minyak (A/M) dantipe minyak dalam air (M/A) [1]. Sediaan krim banyak diminati karena mudah dioleskan dengan baik pada kulit, dapat dengan mudah menyebar, mudah bila dicuci dengan air, tidak terdapat penyumpatan pada kulit dan krim terlihat putih atau cerah [2]. Keunggulan krim tipe minyak dalam air (M/A) yaitu memiliki kadar air yang tinggi sehingga dapat memberikan efek hidrasi yang meningkatkan penetrasi zat aktif [3]. Komponen penting yang dapat berpengaruh terhadap karakteristik fisik dan stabilitas krim yaitu emulsifying agent atau emulgator. Emulgator merupakan bahan yang memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan di antara fase minyak dan fase air karena mempunyai struktur kimia yang dapat menyatukan dua senyawa dengan polaritas yang berbeda [4]. Trietanolamin pada sediaan topikal digunakan sebagai pengemulsi dan alkalizing agent yang dapat membentuk krim yang homogen dan stabil. Penggunaan trietanolamin yang dikombinasikan dengan asam stearat akan membentuk trietanolamin stearat (TEA stearat). TEA stearat akan meningkatkan kestabilan emulsi minyak dalam air (M/A) sebagai emulgator anionik dimana akan menyelubungi droplet-droplet minyak yang kemudian terdispersi ke dalam fase air dan membentuk suatu sistem emulsi minyak dalam air (M/A) yang semakin stabil. Pembentukan TEA stearat yang kemudian akan dapat menurunkan tegangan permukaan [5]. Variasi konsentrasi trietanolamin dalam basis krim dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap karakteristik dan stabilitas fisik sediaan krim. Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh trietanolamin pada basis krim minyak dalam air (M/A) yang berbahan dasar asam stearat dan setil alkohol. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, batang pengaduk, cawan porselin, kaca arloji, gelas kimia, gelas ukur, spatel, pipet tetes, mortir dan stemper, hotplate, kaca objek, plat kaca, anak timbang, tabung sentrifuge, pH meter, viskometer rheosys, sentrifugasi. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam stearat, setil alkohol,


Pengaruh Trietanolamin pada Basis Krim Minyak dalam Air yang Berbahan Dasar Asam Stearat dan Setil Alkohol 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 72 trietanolamin, gliserin, metil paraben, propil paraben dan aquades. 2.2 Pembuatan Basis Krim Basis krim terdiri dari asam stearat, setil alkohol, trietanolamin, gliserin, metil paraben, propil paraben dan aquades dibuat menjadi empat formula berbeda dengan variasi konsentrasi trietanolamin 0,5%, 1%, 1,5% dan 2%. Pembuatan basis krim dilakukan dengan meleburkan fase minyak yaitu asam stearat, setil alkohol, dan propil paraben diatas penangas air. Kemudian fase air yaitu trietanolamin, gliserin, metil paraben dan aquades dipanaskan diatas penangas air. Dimasukkan fase minyak ke dalam mortir panas lalu ditambahkan fase air dan digerus hingga terbentuk basis krim. Tabel 1 Formula Basis Krim Bahan Formula Minyak dalam Air (%) F1 F2 F3 F4 Asam stearat 15 15 15 15 Setil alkohol Trietanolamin 4 0,5 4 1 4 1,5 4 2 Gliserin 8 8 8 8 Metil paraben Propil paraben 0,1 0,05 0,1 0,05 0,1 0,05 0,1 0,05 Aquades Ad 100 Ad 100 Ad 100 Ad 100 2.3 Evaluasi Sifat Fisik Basis Krim 2.3.1 Uji Organoleptis Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati secara langsung warna, bau dan bentuk dari krim yang dibuat. 2.3.2 Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan dengan menimbang 0,5 gram krim lalu dioleskan pada kaca objek dan ditutup dengan kaca objek lain kemudian diamati ada tidaknya partikel atau gumpalan yang tidak tercampur. 2.3.3 Uji pH Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. pH meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan standar pH 4 dan pH 7 lalu dicuci elektroda dengan aquades dan dikeringkan dengan tissue. Dicelupkan elektroda kedalam basis krim dan ditunggu hingga pH meter menunjukkan pH yang konstan. 2.3.4 Uji Viskositas Uji viskositas dilakukan dengan menggunakan viskometer rheosys. Sebanyak 1 gram krim diletakkan dipermukaan silinder lalu diukur viskositas basis krim dengan kecepatan 5 rpm. 2.3.5 Uji Daya Sebar Uji daya sebar dilakukan dengan meletakkan 0,5 gram krim diatas plat kaca transparan dengan alas kertas grafik lalu ditutup dengan plat kaca transparan yang lain, didiamkan selama 1 menit dan ditambahkan beban 50 gram, 100 gram dan 150 gram kemudian diukur diameter krim yang terbentuk. 2.3.6 Uji Daya Lekat Uji daya lekat dilakukan dengan cara 0,5 gram krim diletakkan diatas kaca objek lalu ditutup dengan menggunakan kaca objek lain dan diletakkan beban seberat 500 gram selama 5 menit. Selanjutnya dijepit kaca objek pada alat lalu beban seberat 100 gram dilepaskan sehingga akan menarik kaca objek bagian bawah. Kemudian dicatat waktu yang dibutuhkan kedua kaca objek untuk terpisah. 2.3.7 Uji Pemisahan Fase Pengujian ini dilakukan dengan menimbang 5 gram krim lalu dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi dan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit. 3 Hasil dan Pembahasan Pembuatan basis krim minyak dalam air (M/A) dengan variasi konsentrasi trietanolamin dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap karakteristik dan stabilitas fisik krim. Suatu krim dapat dikatakan baik apabila dapat memenuhi standar dan parameter karakteristik fisik krim dan tidak mengalami perubahan fisik selama waktu penyimpanan. Evaluasi fisik yang dilakukan pada basis krim adalah uji organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, daya sebar, daya lekat dan uji pemisahan fase krim. Uji organoleptis dilakukan untukmelihat tampilan fisik sediaan meliputi warna, bau dan


Pengaruh Trietanolamin pada Basis Krim Minyak dalam Air yang Berbahan Dasar Asam Stearat dan Setil Alkohol 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 73 bentuk krim [2].Hasil yang didapatkan berdasarkan uji organoleptis yaitu keempat formula berwarna putih, bau khas bahan, berbentuk semi padat dan tidak mengalami perubahan selama penyimpanan pada suhu ruang. Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui tercampur atau tidaknya bahanbahan krim secara merata [2]. Berdasarkan hasil uji homogenitas didapatkan keempat basis krim tidak terdapat butiran yang kasar. Hal ini menunjukkan bahwa basis krim yang dibuat memiliki susunan homogen dan tidak mengalami perubahan selama penyimpanan di suhu ruang. Uji pH dilakukan untuk memastikan keamanan krim ketika digunakan sehingga tidak terjadi iritasi pada kulit [2]. Hasil pH basis krim menunjukkanpH basis krim pada F1 memenuhi persyaratan pH krim yaitu 4,5-6,5 [7]. Namun, berdasarkan SNI 16-4399-1996 rentang pH sediaan krim yang baik yaitu 4,5-8,0 sehingga F2, F3, dan F4 masih memenuhi rentang pH yang aman untuk kulit karena masih dalam rentang pH yang normal. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan nilai pH pada tiap formula (Lihat tabel 2). Hal ini dapat disebabkan karena adanya peningkatan konsentrasi trietanolamin pada tiap formula basis krim. Trietanolamin jika dikombinasikan dengan asam stearat akan menghasilkan sabun anionik dengan pH 8 [6].Sehingga dapat dikatakan bahwa adanya penambahan konsentrasi trietanolamin dapat mempengaruhi pH basis krim. Tabel 2 Hasil Uji pH Basis Krim Formula Minggu keRata-Rata 0 1 2 3 4 F1 6,45 6,59 6,6 6,55 6,48 6,53 F2 6,87 7,02 6,95 6,93 6,93 6,94 F3 6,98 7,2 7,18 7,06 7,05 7,09 F4 7,32 7,31 7,38 7,25 7,2 7,29 Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui kekentalan krim agar mudah ketika dioleskan. Viskositas sediaan krim yang baik jika krim mempunyai konsistensi yang tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer [8]. Viskositas merupakan suatu parameter yang dapat menggambarkan besarnya tahanan dari suatu cairan untuk dapat mengalir. Jika semakin besar tahanannya, maka akan semakin besar pula viskositasnya. Standar viskositas krim yaitu 2- 50 Pa.s [9]. Hasil pengukuran viskositas didapatkan bahwa F1, F2, F3, dan F4 masuk dalam standar persyaratan krim yang baik (Lihat tabel 3). Nilai rata-rata viskositas tertinggi terdapat pada F2, hal ini dapat disebabkan karena faktor pencampuran dan pengadukan pada proses pembuatan sediaan krim [10]. Semakin lama pengadukan maka nilai viskositas sediaan akan semakin meningkat [11]. Penggunaan asam stearat dapat membuat viskositas krim meningkat karena salah satu fungsinya sebagai stiffening agent yang akan membentuk massa krim. Penggunaan trietanolamin sebagai emulgator fase air yang jika dikombinasikan dengan asam stearat akan terbentuk emulgator anionik dan akan meningkatkan ukuran molekul yang rigid dan halus [6]. Hasil menunjukkan adanya peningkatan dan penurunan nilai viskositas tetapi perbedaan nilai viskositasnya tidak berbeda jauh. Tabel 3 Hasil Uji Viskositas Basis Krim Formula Minggu ke- Rata-Rata 0 1 2 3 4 F1 3,33977 3,754838 3,622227 3,290374 3,888989 3,5792396 F2 3,990174 3,611548 3,806058 3,588768 4,004404 3,8001904 F3 4,595328 3,583754 3,330633 3,455914 3,224417 3,6380092 F4 3,042836 3,017843 3,802383 5,434153 3,496314 3,7587058 Uji daya sebar dilakukan untuk mengetahui kemampuan menyebar krim agar mudah ketika diaplikasikan. Semakin baik daya sebar akan membuat kontak antara krim dengan kulit akan menjadi semakin luas sehingga absorbsi zat aktif akan lebih cepat. Persyaratan daya sebar krim yang baik yaitu 5- 7 cm [7]. Hasil daya sebar menunjukkan bahwa F1, F2, F3, dan F4 memiliki nilai daya sebar yang memenuhi persyaratan (Lihat tabel 4). Peningkatan daya sebar dapat menyebabkan kontak krim dengan kulit menjadi lebih baik. Hasil daya sebar tertinggi terdapat pada F4 karena asam stearat dan setil alkohol dapat meningkatkan konsistensi krim yang membuat semakin kental sedangkan dengan penggunaan trietanolamin dapat membuat konsistensi krim menjadi lebih encer sehingga penggunaan


Click to View FlipBook Version