The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Perpustakaan Fakultas Farmasi Unissula, 2024-01-23 03:55:13

Proceeding of 14th Mulawarman Pharmaceutical Converences "Pesan Covid-19 untuk Laboratorium Riset Kefarmasian Indonesia"

PCD004FF
Fak. Farmasi Universitas Mulawarman, 2021

Keywords: Covid-19,Laboratorium Riset Kefarmasian,Prosiding,Universitas Mulawarman

Pengaruh Trietanolamin pada Basis Krim Minyak dalam Air yang Berbahan Dasar Asam Stearat dan Setil Alkohol 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 74 kombinasi bahan ini dapat menghasilkan basis krim yang memiliki daya sebar yang baik. Tabel 4 Hasil Uji Daya Sebar Basis Krim Formula Minggu keRata-Rata 0 1 2 3 4 F1 5,01 5,18 5,68 5,80 5,48 5,43 F2 4,98 5,67 5,49 5,95 6,10 5,64 F3 5,16 5,45 5,39 5,92 5,89 5,56 F4 5,53 5,73 5,86 5,86 5,92 5,78 Uji daya lekat dilakukan untuk mengetahui kemampuan krim melekat pada kulit ketika diaplikasikan. Semakin besar nilai daya lekat maka akansemakin baik karena dapat memungkinkan zat aktif akan terabsorbsi seluruhnya. Persyaratan daya lekat yang baik pada krim yaitu lebih dari 4 detik [7]. Hasil pengukuran daya lekat menunjukkan bahwa F1, F2, F3, dan F4 memenuhi persyaratan daya lekat krim yang baik. Berdasarkan hasil daya lekat menunjukkan adanya peningkatan nilai ratarata daya lekat pada tiap formula (Lihat tabel 5). Penggunaan asam stearat dan setil alkohol yang memiliki fungsi stiffening agent yang dikombinasikan dengan trietanolamin sebagai emulgator akan membentuk massa krim dengan konsistensi yang padat dan akan berpengaruh pada viskositas [6]. Daya lekat berbanding lurus dengan nilai viskositas sediaan krim yang dihasilkan, semakin tinggi nilai viskositas maka semakin tinggi pula daya lekat yang dihasilkan. Tabel 5 Hasil Uji Daya Lekat Basis Krim Formula Minggu keRata-Rata 0 1 2 3 4 F1 4,58 5,6 3,82 4,37 4,00 4,47 F2 4,21 4,99 5,50 5,12 4,77 4,92 F3 5,36 4,77 6,45 5,37 4,96 5,38 F4 5,34 7,28 6,13 6,84 5,66 6,25 Uji pemisahan fase krim dengan menggunakan sentrifugasi dilakukan untuk mengetahui kestabilan sediaan krim setelah pengocokan dengan sangat kuat. Sentrifugasi menunjukkan shelf life dari krim selama satu tahun yang ditandai dengan tidak mengalami pemisahan fase selama sentrifugasi [6]. Hasil yang didapatkan dari sentrifugasi yaitu keempat formula F1, F2, F3, dan F4 tidak mengalami pemisahan fase selama sentrifugasi yang menunjukkan bahwa basis krim stabil. Penggunaan kombinasi asam stearat dan trietanolamin pada basis krim akan mengemas molekul dipermukaan menjadi lebih kuat sehingga akan menambah kekuatan lapisan antarmuka yang akan meningkatkan kestabilan sediaan [12]. Penggunaan setil alkohol pada sediaan juga dapat berfungsi sebagai kosurfaktan pada emulsi menggunakan TEA stearat yang akan kestabilan sediaan meningkat. Setil alkohol juga akan dapat menambah densitas molekul pengemulsi antarmuka emulsi yang akan memperkuat kestabilan sediaan. Setil alkohol dapat memperbaiki stabilitas sediaan, peningkat konsistensi dan sebagai surfaktan nonionik [5]. 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa trietanolamin pada basis krim dapat berpengaruh terhadap pH, viskositas, daya sebar, daya lekat, dan kestabilan fisik sediaan. Sifat fisik basis krim didapatkan pada uji organoleptis semua basis krim berwarna putih, bau khas dengan bentuk semisolid. Basis krim mempunyai persebaran yang homogen dengan nilai rata-rata pH antara 6,53-7,29, viskositas antara 3,5792396- 3,8001904 (Pa.s), daya sebar antara 5,43-5,78 cm, dan daya lekat antara 4,47-6,25 detik serta tidak mengalami pemisahan fase dan stabil dalam penyimpanan selama 4 minggu pada suhu ruang. 5 Kontribusi Penulis Novita Sari : melakukan penelitian mulai dari penyiapan alat dan bahan, proses pembuatan dan evaluasi krim serta menyiapkan draft manuskrip. Angga Cipta Narsa dan Erwin Samsul : mengarahkan, membimbing dan penyelaras akhir dari manuskrip. 6 Konflik Kepentingan Pada penelitian ini tidak terdapat konflik kepentingan. 7 Daftar Pustaka [1] Allen, Loyd V, Nicholas G. P dan Howard C. Ansel. 2011. Ansel’s Pharmaceutical Dosage


Pengaruh Trietanolamin pada Basis Krim Minyak dalam Air yang Berbahan Dasar Asam Stearat dan Setil Alkohol 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 75 Forms and Drug Delivery System Ninth Edition. Wolters Kluwer: China. [2] Juwita, A. P., Yamlean, P. V., & Edy, H. J.2013. Formulasi krim ekstrak etanol daun lamun (Syringodium isoetifolium). Pharmacon, 2(2). [3] Nofriyanti dan Wildani.2019. Formulasi Krim Dari Ekstrak Air Daun Alpukat (Persea americana Mill.) Sebagai Sediaan Anti Jerawat. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia, 7(2), 51-56. [4] Ansel, H.C.. 1989. Pengantar Bentuk sediaan Farmasi. Edisi keempat.Universitas Indonesia : Jakarta. [5] Setyopratiwi, A., & Fitrianasari, P. N.2021. Formulasi Krim Antioksidan Berbahan Virgin Coconut Oil (VCO) dan Red Palm Oil (Rpo) dengan Variasi Konsentrasi Trietanolamin. BENCOOLEN JOURNAL OF PHARMACY, 1(1). [6] Rowe, R. C., P. J. Sheskey, dan M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Sixth Edition. Pharmaceutical Press : London. [7] Lumentut, N., Edi, H. J., & Rumondor, E. M.2020. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Krim Ekstrak Etanol Kulit Buah Pisang Goroho (Musa acuminafe L.) Konsentrasi 12.5% Sebagai Tabir Surya. Jurnal MIPA, 9(2), 42-46. [8] Saryanti, D., Setiawan, I., & Safitri, R. A.2019. Optimasi Asam Stearat dan Tea pada Formula Sediaan Krim Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa Paradisiaca L.). Jurnal Riset Kefarmasian Indonesia, 1(3), 225-237. [9] Anggraini, S., Mita, N., & Ibrahim, A. 2015. Formulasi dan Optimasi Basis Krim Tipe A/M dan Aktivitas Antioksidan Daun Cempedak (Artocarpus champeden Spreng). In Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences (Vol. 1, pp. 22-30). [10] Ekowati, D., & Hanifah, I. 2017. Potensi tongkol jagung (Zea mays L.) sebagai sunscreen dalam sediaan hand body lotion. Jurnal Ilmiah Manuntung, 2(2), 198-207. [11] Baskara, I., Suhendra, L., & Wrasiati, L. 2020. Pengaruh Suhu Pencampuran dan Lama Pengadukan terhadap Karakteristik Sediaan Krim. Jurnal Rekayasa dan Manajemen Agroindustri, 8(2), 200-209. [12] Lachman L, Lieberman H, Kanig J. 1994. Teori dan PraktekFarmasi Industri. Edisi ketiga. Universitas Indonesia: Jakarta.


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 76 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Pengaruh Pemberian Kombinasi Jus Belimbing Manis (Averrhoa carambola) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah The Effect of Combination of Starfruit (Averrhoa carambola) and Chayote (Sechium edule) Juice on Blood Pressure Maintenance Nugrahiwulan Oktaviani* , Riski Sulistiarini, Vita Olivia Siregar Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: noktavianee01@gmail.com Abstrak Buah belimbing manis (Averrhoa carambola) dan labu siam (Sechium edule) mengandung kalium yang dapat menjaga keseimbangan tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik responden meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, serta olahraga rutin, mengetahui profil tekanan darah responden, serta mengetahui pengaruh pemberian kombinasi jus belimbing manis dan labu siam di Wilayah Kecamatan Samarinda Ulu. Metode yang digunakan yakni quasi experiment dengan melakukan pengukuran sebelum dan sesudah diberikan perlakuan selama 5 hari. Pengumpulan data karakteristik responden didapatkan persentase tertinggi adalah jenis kelamin perempuan sebanyak 95%, umur 18-30 sebanyak 95%, pendidikan SMA sebanyak 95%, pekerjaan mahasiswa sebanyak 95%, aktivitas fisik rendah sebanyak 95%, serta tidak melakuan olahraga rutin sebesar 70%. Profil tekanan darah responden selama 14 hari per 3 hari sekali menunjukkan nilai Mean Artery Pressure kategori normal dan normal tinggi. Hasil pemberian kombinasi jus belimbing manis dan labu siam dapat memelihara tekanan darah, dengan rerata penurunan sistolik dan diastolik masing-masing sebesar 12,2 ± 7,97 mmHg dan 6,5 ± 3,60 mmHg pada kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi jus belimbing manis dan labu siam dapat memelihara tekanan darah pada responden normotensi. Kata Kunci: Averrhoa carambola; Sechium edule; Tekanan Darah Abstract Starfruit (Averrhoa carambola) and chayote (Sechium edule) contain potassium which can balance blood pressure. This study aims to determine the characteristics of the respondents including gender, Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Pengaruh Pemberian Kombinasi Jus Belimbing Manis (Averrhoa carambola) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 77 age, education, occupation, physical activity, and regular exercise, to determine the blood pressure profile of the respondents, and to determine the effect of giving a combination of starfruit juice and chayote in the Samarinda Ulu District. The method used is a quasi-experimental method by measuring pre and post treatment for 5 days. Data collected on the characteristics of respondents obtained the highest percentage of women 95%, ages 18-30 years 95%, high school education 95%, college student job 95%, low physical activity 95%, and not doing regular exercise 70% . The respondent's blood pressure profile for 14 days every 3 days shows the Mean Artery Pressure value in the normal and high normal categories. The results of the combination of starfruit juice and chayote can maintain blood pressure, with a mean decrease in systolic and diastolic 12.2 ± 7.97 mmHg and 6.5 ± 3.60 mmHg for the treatment group. Based on the results, it can be concluded that the combination of sweet star fruit juice and chayote can maintain blood pressure in normotensive respondents. Keywords: Averrhoa carambola; Sechium edule; Blood Pressure DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.574 1 Pendahuluan Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik yang lebih dari 90 mmHg yang diukur dua kali dalam selang waktu lima menit dalam keadaan istirahat. Seringkali hipertensi terlihat keluhan dan gejala yang khusus pada penderitanya yang menyebabkan penderita hipertensi tidak menyadari bahwa telah mengalami hipertensi [1]. Hipertensi dapat dikendalikan maupun dicegah secara farmakologi dan non farmakologi. Secara farmakologi, hipertensi dapat ditangani dengan obat-obatan antihipertensi berupa penghambat sistem renin angiotensin, antagonis kalsium, penghambat adrenergik, dan diuretik [2]. Secara non farmakologi, hipertensi dapat dikendalikan dengan mengubah gaya hidup (lifestyle) seperti menerapkan diet dengan mengonsumsi makanan sehat. Cara ini terbukti efektif dalam menurunkan tekanan darah. Diet untuk menghentikan atau mencegah hipertensi yaitu mengonsumsi makanan seperti buahbuahan, sayuran, biji-bijian, kacang-kacangan, polong-polongan, protein tanpa lemak, serta produk susu yang rendah lemak [3]. Keanekaragaman tumbuhan di Indonesia memiliki banyak manfaat dalam kehidupan, diantaranya adalah untuk pengobatan dalam menyembuhkan berbagai penyakit. Salah satu dari banyak tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia adalah buah belimbing. Beberapa buah-buahan yang dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah adalah belimbing manis dan labu siam. Belimbing manis atau Averrhoa carambola biasa dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Secara empiris, belimbing manis banyak digunakan sebagai obat berbagai penyakit, salah satunya untuk menurunkan tekanan darah [4]. Kandungan berbagai macam mineral dalam belimbing manis, salah satunya yaitu kalium yang dapat menjaga keseimbangan tekanan darah, mengatur hormon dalam tubuh, serta mencegah stress [5]. Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan pada 90 orang, pemberian jus belimbing manis yang menggunakan responden yang memiliki tekanan darah normal dengan volume pemberian sebanyak 200 mL tanpa ditambah dengan air mineral dan 100 mL yang ditambah dengan air mineral yang dilakukan dalam waktu 1 hari yang hasilnya dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan [6]. Labu siam atau Sechium edule banyak pula dimanfaatkan sebagai sayuran buah karena murah, mudah didapatkan, rasa yang enak, dan menyehatkan. Kandungan kalium dalam labu siam diketahui memiliki efek diuretik sehingga dapat menurunkan kadar garam dalam darah melalu ekskresi urin. Dalam penelitian


Pengaruh Pemberian Kombinasi Jus Belimbing Manis (Averrhoa carambola) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 78 sebelumnya yang dilakukan kepada 32 orang selama 7 hari dengan pemberian sehari sekali jus labu siam 100 gram mampu menurunkan tekanan darah sistolik yang awalnya 153,13 menjadi 133,13 dan tekanan darah diastolik dari 93,75 mmHg menjadi 81,88 mmHg [7]. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut bagaimana karakteristik responden, profil tekanan darah Mean Artery Pressure (MAP) responden selama 14 hari tanpa perlakuan apapun, serta pengaruh pemberian kombinasi jus belimbing manis dan labu siam terhadap pemeliharaan tekanan darah pada responden normotensi di wilayah Kecamatan Samarinda Ulu, Kalimantan Timur. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah tensimeter digital (Omron HEM-7120), botol plastik 200 mL, pisau, juice extractor (National JUE-902), pisau, dan timbangan analitik. Bahan yang digunakan adalah air mineral, gula tropicana slim classic, kemasan primer, belimbing manis, dan labu siam. 2.2 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah individu yang memiliki tekanan darah normal di Wilayah Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda. Metode sampling penelitian ini adalah dengan teknik purposive sampling. Pemilihan responden didasarkan atas kriteria inklusi responden yaitu yang memiliki tekanan darah sistolik 90-139 mmHg, berusia 18-55 tahun, dan bersedia menjadi responden penelitian dengan menandatangani formulir informed consent. Individu yang memenuhi kriteria inklusi dinyatakan sebagai responden. 2.3 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuntitatif dengan desain penelitian Non Randomized Pre Test – Post Test with Control Group Design. Penelitian ini dilakukan bulan Oktober-November 2021. Variabel bebas penelitian ini adalah pemberian kombinasi jus belimbing manis dan labu siam sedangkan variabel terikat dalam penelitian adalah tekanan darah sistolik dan diastolik responden. Responden yang memenuhi kriteria inklusi dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok kontrol yang hanya mengonsumsi air mineral dan kelompok perlakuan yang hanya mengonsumsi kombinasi jus belimbing manis dan labu siam. Kelompok perlakuan diberikan kombinasi jus belimbing manis dan labu siam sebanyak satu kali sehari pada sore hari selama 5 hari. Data yang didapatkan akan dianalisis deskriptif dan statistik menggunakan uji paired sample t-test digunakan untuk melihat perubahan tekanan darah sebelum dan sesudah penelitian pada kelompok perlakuan dan kontrol. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Data Karakteristik Hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Oktober-November 2021 diperoleh data dari 20 responden. Pada tabel 1 diperoleh data karakteristik di Wilayah Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda yaitu berdasarkan tekanan darah, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, dan olahraga rutin. Hasil persentase data dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Data Karakteristik Responden di Wilayah Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda Karakteristik Persentase Jenis Kelamin Laki-laki 95% Perempuan 5% Umur <18 0% 18-30 95% 31-50 5% >50 0% Pendidikan SD 0% SMP 0% SMA 95% D3 0% S1 5% S2 0% Pekerjaan Mahasiswa 95% Pegawai Negeri Sipil 5% Aktivitas Fisik Rendah 95% Sedang 5% Berat 0% Olahraga Rutin Ya 30% Tidak 70%


Pengaruh Pemberian Kombinasi Jus Belimbing Manis (Averrhoa carambola) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 79 Jenis kelamin erat kaitannya dengan tekanan darah. Perempuan pada umumnya terlindungi dari risiko penyakit kardiovaskular sebelum waktu menopause. Sebelum mengalami menopause, wanita memiliki hormon estrogen yang melindungi dan berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Perempuan juga lebih sedikit mengalami hipertensi dikarenakan hormon estrogen menyebabkan pembuluh darah elastis sehingga tekanan darah dapat menurun. Namun, sewaktu menopause perempuan akan memiliki tekanan darah yang sama dengan tekanan darah laki-laki [8]. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh yaitu lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki dalam penelitian ini. Pertambahan usia dapat menyebabkan menaiknya tekanan darah yang menyebabkan risiko seseorang mengalami hipertensi semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena elastisitas jaringan yang hilang dan menjadi kaku serta penebalan arteri akibat aterosklerosis yang menyebabkan arteri tersebut tidak dapat mengembang sewaktu jantung memompa darah [9]. Hipertensi paling sering terjadi pada usia lansia diatas 65 tahun [10]. Berdasarkan teori tersebut, maka dapat dikatakan bahwa bertambahnya usia dapat meningkatkan risiko terjadinya hipertensi yang sesuai dengan data karakteristik yang diperoleh dalam penelitian ini dimana responden yang lebih banyak yakni umur 18-30 tahun yang belum mencapai usia 65 tahun. Tingkat pendidikan dapat menggambarkan tingkat pengetahuan seseorang. Tingginya pendidikan yang ditempuh suatu individu cenderung memiliki pengetahuan yang lebih tinggi. Sedangkan tingkat pendidikan rendah kemungkinan menyebabkan seseorang bisa mengalami tekanan darah tinggi karena kurangnya pengetahuan atau informasi yang dapat menyebabkan pola hidup yang kurang sehat dan kurangnya pemahaman tentang pencegahan hipertensi [11]. Pekerjaan dengan jenis tertentu bisa memicu timbulnya penyakit salah satunya hipertensi yang berhubungan dengan ada atau tidaknya aktivitas fisik di dalam pekerjaan individu tersebut yang mempengaruhi tingkat aktivitas fisiknya [12]. Pekerjaan juga berhubungan dengan faktor stress. Situasi stress seperti masalah pada pekerjaan, krisis keuangan, ataupun masalah keluarga dapat menjadi pemicu naiknya tekanan darah [13]. Tekanan darah akan cenderung lebih normal dengan aktivitas fisik yang tinggi dibandingkan aktivitas fisik yang rendah. Tekanan darah juga cenderung menurun dengan dilakukannya aktivitas fisik secara teratur. Aktivitas fisik sedang sampai tinggi cenderung menurunkan tekanan darah dengan mekanisme penurunan tekanan darah yakni berkurangnya resistensi perifer karena dilakukannya aktivitas fisik [14]. Olahraga secara teratur dapat melatih otot jantung agar dapat beradaptasi saat jantung harus bekerja untuk melakukan pekerjaan berat pada saat kondisi tertentu. Olahraga dapat menciptakan kebugaran dan kekuatan otot dalam jumlah fleksibilitasnya. Bagi penderita hipertensi, kesehatan fisik dan psikis sangat diperlukan untuk menjaga keseimbangan tekanan darah agar berada dalam kisaran normal. Olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat meningkatkan kesehatan jantung dan pembuluh darah dengan mencegah terbentuknya plak di arteri [15]. Data karakteristik yang diperoleh cenderung lebih banyak yang tidak rutin berolahraga yang berarti tidak sejalan dengan teori. Namun demikian, tekanan darah tetap normal kemungkinan dikarenakan faktor lain seperti pola makan yang baik. 3.2 Profil Tekanan Darah selama Dua Pekan Hasil pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik selama 14 hari per 3 hari sekali tanpa perlakuan apapun kemudian diolah menjadi data Mean Artery Pressure (MAP) pada hari ke-1, hari ke-4, hari ke-7, hari ke-10, dan hari ke-13 (Gambar 1) semuanya termasuk dalam rentang normal dengan kisaran 72,6 mmHg sampai dengan 98,6 mmHg yang termasuk kategori normal.


Pengaruh Pemberian Kombinasi Jus Belimbing Manis (Averrhoa carambola) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 80 Gambar 1. Profil Tekanan Darah Mean Artery Pressure (MAP) Kelompok Perlakuan Hasil pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik selama 14 hari per 3 hari sekali tanpa perlakuan apapun kemudian diolah menjadi data Mean Artery Pressure (MAP) pada hari ke-1, hari ke-4, hari ke-7, hari ke-10, dan hari ke-13 (Gambar 2) semuanya termasuk dalam rentang normal dan normal tinggi dengan kisaran 71 mmHg sampai dengan 100,6 mmHg. Gambar 2. Profil Tekanan Darah Mean Artery Pressure (MAP) Kelompok Kontrol MAP merupakan produk dari cardiac output dan total tahan perifer. Cardiac output atau curah jantung cenderung meningkat di atas penurunan total tahanan ferifer, sehingga MAP seringkali sedikit meningkat. Sebaliknya pulse pressure terlihat meningkat akibat stroke volume dan kecepatan ejek stroke volume [16]. 3.3 Pengaruh Pemberian Sampel Terhadap Tekanan Darah Hasil pengukuran tekanan darah kelompok perlakuan yang mengkonsumsi jus belimbing manis dan labu siam, diperoleh responden mengalami penurunan tekanan darah sistolik yaitu R.01 12 mmHg ; R.02 10 mmHg ; R.03 5 mmHg ; R.04 8 mmHg ; R.11 14 mmHg ; R.16 12 mmHg ; R.18 19 mmHg ; R.19 21 mmHg. Namun pada R.07 mengalami kenaikan sebesar 3 mmHg (Gambar 3). Tekanan darah diastolik mengalami penurunan (Gambar 4) pada responden R.01 6 mmHg ; R.02 5 mmHg ; R.03 8 mmHg ; R.04 10 mmHg ; R.07 3 mmHg; R.11 4 mmHg ; R.16 4 mmHg ; R.18 2 mmHg ; R.19 10 mmHg. Gambar 3. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Sistolik Responden Kelompok Perlakuan 0 20 40 60 80 100 120 R.01 R.02 R.03 R.04 R.07 R.11 Mean Artery Pressure (MAP) Responden 0 20 40 60 80 100 120 R.05 R.06 R.08 R.09 R.10 R.12 Mean Artery Pressure (MAP) Responden 0 20 40 60 80 100 120 140 R.01 R.02 R.03 R.04 R.07 R.11 Tekanan Darah Responden Pre-test Post-test


Pengaruh Pemberian Kombinasi Jus Belimbing Manis (Averrhoa carambola) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 81 Gambar 4. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Diastolik Responden Kelompok Perlakuan Hasil pengukuran tekanan darah sistolik kelompok kontrol yang mengkonsumsi air mineral (Gambar 5), diperoleh penurunan tekanan darah pada responden R.06 sebesar 17 mmHg ; R.10 13 mmHg ; R.13 32 mmHg ; dan R.20 10 mmHg. Namun pada sebagian responden mengalami kenaikan tekanan darah sistolik yakni pada R.05 1 mmHg ; R.08 7 mmHg ; R.09 5 mmHg ; R.14 2 mmHg ; dan R.15 2 mmHg. Tekanan darah diastolik (Gambar 6) mengalami penurunan pada responden R.06 sebesar 5 mmHg ; R.10 sebesar 3 mmHg ; R.12 10 mmHg ; R.14 4 mmHg ; R.20 3 mmHg. Namun pada sebagian responden mengalami kenaikan tekanan darah diastolik yakni pada responden R.05 20 mmHg ; R.08 2 mmHg ; R.09 2 mmHg ; R.13 5 mmHg ; dan R.15 4 mmHg. Gambar 5. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Sistolik Responden Kelompok Kontrol Gambar 6. Hasil Pengukuran Tekanan Darah Diastolik Responden Kelompok Kontrol Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah baik sistolik maupun diastolik kelompok perlakuan mengalami penurunan tekanan darah. Sedangkan pada tekanan darah sistolik dan diastolik kelompok kontrol mengalami penurunan dan ada pula yang mengalami peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 R.01 R.02 R.03 R.04 R.07 Tekanan Darah Responden Pre-test Post-test 0 20 40 60 80 100 120 140 R.05 R.06 R.08 R.09 R.10 R.12 Tekanan Darah Responden Pre-test Post-test 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 R.05 R.06 R.08 R.09 R.10 R.12 Tekanan Darah Responden Pre-test Post-test


Pengaruh Pemberian Kombinasi Jus Belimbing Manis (Averrhoa carambola) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 82 Belimbing manis mengandung kalium yang cukup tinggi serta natrium yang sedikit. Penurunan tekanan darah disebabkan karena kalium yang dua kerja utama yakni menurunkan cairan intraseluler dan meningkatkan cairan ekstraseluler dalam tubuh dari Angiotensin I yang diubah menjadi angiotensin II oleh Angiotensin I-Converting Enzyme (ACE) yang merupakan penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah yakni dimana kalium yang tinggi akan dapat menurunkan produksi atau sekresi Hormon ADH dan rasa haus [5]. Labu siam juga mengandung kalium yang mekanismenya sama dengan kalium dalam belimbing manis. Kalium mempunyai efek Na-K yaitu kalium dipompa dari cairan ekstraseluler menuju ke dalam sel, natrium dipompa keluar sehingga kalium dapat menurunkan tekanan darah [17]. 3.4 Analisis Data Secara Statistik Analisis data penelitian terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro Wilk. Diperoleh nilai untuk data tekanan darah sistolik, dan diastolik pada kelompok perlakuan dan kontrol ialah nilai p > 0.05 yang berarti data terdistribusi normal. Sehingga, uji perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dan sesudah perlakuan dianalisis menggunakan uji Paired T-Test. Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Sebelum dan Sesudah Kelompok Perlakuan Tekanan Darah Pre-test Mean ± SD Post-test Mean ± SD Nilai p Value Sistolik 114,4 ± 7.89 102,2 ± 10.66 0.001 Diastolik 78,8 ± 6.61 72,3 ± 7.27 0.000 Nilai P <0.05 Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa pada kelompok perlakuan mengalami penurunan bermakna pada tekanan darah sistolik dari 114,4 mmHg menjadi 102,2 mmHg dengan nilai p value 0.001 (α <0.05) dan penurunan pada tekanan darah diastolik dari 78,8 mmHg menjadi 72,3 mmHg dengan nilai p value 0.000 (α >0.05), sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian kombinasi jus belimbing manis dan labu siam berpengaruh secara signifikan terhadap pemeliharaan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik sebelum dan sesudah perlakuan. Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Sebelum dan Sesudah Kelompok Kontrol Tekanan Darah Pre-test Mean ± SD Post-test Mean ± SD Nilai p Value Sistolik 109,2 ± 8.31 103,2 ± 11,76 0,153 Diastolik 76,0 ± 5.20 74,9 ± 7,27 0,745 Nilai P >0.05 Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa pada kelompok kontrol mengalami penurunan darah sistolik dari 109,2 mmHg menjadi 103,2 mmHg dengan nilai p value 0,153 (α >0.05) dan penurunan tekanan darah diastolik dari 76,0 mmHg menjadi 74,9 mmHg dengan p value 0,745 (α >0.05), sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian air mineral pada kelompok kontrol tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan tekanan darah baik sistolik dan diastolik sebelum dan sesudah perlakuan. 4 Kesimpulan 1) Karakteristik responden dengan persentase tertinggi adalah jenis kelamin perempuan sebanyak 95%, usia 18-30 dengan persentase 95%, pendidikan SMA sebanyak 95%,pendidikan SMA sebanyak 95%, pekerjaan mahasiswa sebanyak 95%, aktivitas fisik sedang sebanyak 95%, serta tidak melakuan olahraga rutin sebesar 80%. 2) Hasil pengukuran profil tekanan darah selama 14 hari per 3 hari sekali menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki nilai Mean Artery Pressure kategori normal dan normal tinggi. 3) Hasil uji statistik dengan metode paired sample t-test menunjukkan terjadi penurunan secara signifikan pada tekanan darah sistolik p=0,003 α < (0.05) sebesar 12,2 mmHg dan tekanan darah diastolik p=0,000 α < (0.05) sebesar 6,5 mmHg pada kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi jus belimbing manis dan labu siam dapat memelihara tekanan darah pada responden normotensi.


Pengaruh Pemberian Kombinasi Jus Belimbing Manis (Averrhoa carambola) dan Labu Siam (Sechium edule) terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 83 5 Etik Keterangan layak etik pada penelitian dikeluarkan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman No. 94-KEPKFFUNMUL/EC/EXE/12/2021 6 Kontribusi Penulis Nugrahiwulan Oktaviani: Melakukan penelitian, pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskrip. Riski Sulistiarini dan Vita Olivia Siregar: Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 7 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 8 Daftar Pustaka [1] Situngkir SUA, Lubis NL, Siregar FA. 2019. Factors Associated with Hypertension among Elderly in Medan, Indonesia. J Epidemiol Public Heal 4(3):215-221. doi:10.26911/jepublichealth.2019.04.03.09 [2] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Pada Hipertensi. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia [3] Carey RM, Muntner P, Bosworth HB, Whelton PK. 2018. Prevention and Control of Hypertension. J Am Coll Cardiol. 2018;72(11). [4] Sukadana IM. 2009. Senyawa Antibakteri Golongan Flavonoid dari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola L). Jurnal Kimia 3 (2) 109- 116. [5] Legi NN, Langi GK., Rumagit FA, B.Montol A, Arunde FK. 2020. Jus Belimbing Manis ( Averrhoa Carambola ) terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi.GIZIDO Vol 12(2):113-125. [6] S Wijaya SM, Farida N, Asnar E. 2012. Sweet Star Fruit Reduces Blood Pressure in Normotensive Subjects. Folia Medica Indones 48(4):198-202. [7] Utami RS, Cahyanto EB, S LE. 2018. The Effect of Chayote Juice Consumption on Blood Pressure Changes of Elderly Women with Hypertension in Work Area of Community Health Care of Ngoresan. PLACENTUM J Ilm Kesehat Dan Apl. 6(2):41-47. doi:10.13057/placentum.v [8] Aristoteles. 2018. Korelasi umur dan jenis kelamin dengan penyakit hipertensi di emergency center unit Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang 2017. Indones J Perawat 3(1):9-16. [9] Putriastuti L. 2016. Analisis Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Usia 45 Tahun keatas. J Berk Epidemiol. [10] Atmojo JT, Hanifah L, Setyorini C. 2020. Analysis Of Body Pressure ( BMI ) With Blood Pressure On Students. Avicenna J Heal Res. 2020;3(2):123-130. [11] Maulidina F. 2019. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Jati Luhur Bekasi Tahun 2018. ARKESMAS (Arsip Kesehat Masyarakat). 4(1):149-155. doi:10.22236/arkesmas.v4i1.3141 [12] Makawekes E, Suling L, Kallo V. 2020. Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap Tekanan Darah Pada Usia Lanjut 60-74 Tahun. J Keperawatan 8(1):83. 5 [13] Santoso, D. 2010. Membonsai Hipertensi. Surabaya: Temprina Medika Grafika [14] Sihotang M, Elon Y. 2020. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Tekanan Darah pada Orang Dewasa. CHMK Nurs Sci J. 2020;4(2). [15] Suryarinilsih Y. 2019. Penatalaksanaan Diet Dan Olahraga Dengan Pengendalian Hipertensi Pada Klien Hipertensi. J Penelit dan Kaji Ilm XIII(9):127-138. [16] L. R. Efrina Sinurat and M. Simamora, “Pengaruh Jus Semangka Terhadap Map (Mean Arteri Pressure) Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Binjai Estate,” Indones. Trust Heal. J., vol. 2, no. 1, pp. 152–161, 2019, doi: 10.37104/ithj.v2i1.27. [17] Tulungnen RS, Sapulete IM, Pangemanan, Damajanty H M. 2016. Hubungan Kadar Kalium dengan Tekanan Darah pada Remaja di Kecamatan Bolangitang Barat Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. J Kedokt Klin.1(2):37-45.


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 84 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Skrinning Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Mekai (Albertisia sp.) Screening of Antimicrobial Activity of Mekai (Albertisia sp.) Leaf Ethanol Extract Nur Aini Buring Incau1,*, Maria Almeida2, Niken Indriyanti3 1Mahasiswa Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia 2KBI Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia 3KBI Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: hany.smd92@gmail.com Abstrak Albertisia sp. merupakan tumbuhan yang digunakan sebagai obat mata karena infeksi saluran mata atau kelopak mata oleh masyarakat Dayak diKabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak daun mekai memiliki aktivitas sebagai antimikroba dan sebagai antibakteri atau sebagai antifungi. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu ekstraksi teknik maserasi dengan menggunakan etanol 96%, yang kemudian dilakukan uji fitokimia. Metode yang digunakan pada pengujian aktivitas antimikroba yaitu metode difusi agar dengan mengukur diameter zona hambat yang terbentuk pada seri konsentrasi ekstrak yang berbeda. Hasil penelitian menunjukan daun mekai memiliki kandugan metabolit sekunder yaitu flavonoid, alkaloid, steroid, saponin dan fenolik. Pada uji antimikroba ekstrak etanol daun mekai menghasilkan aktivitas pada Malassezia furfur sebesar 11,52 ± 7,97 mm, Aspergillus niger sebesar 10,66 ± 1,36 mm, dan Candida albicans sebesar 6,31 ± 7,04 mm. Ekstrak etanol daun mekai memiliki aktivitas sebagai antibakteri kurang baik yaitu pada Escherichia coli sebesar 1,59 ± 3,16 mm, Propionibacterium acne 2,45 ± 4,55 mm, Salmonella thypii sebesar 1,69 ± 3,07 mm, dan vibrio cholerae 1,94 ± 4,21 mm. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun mekai lebih berpotensi dikembangkan sebagai antifungi dibandingkan sebagai antibakteri. Kata Kunci: Albertisia sp, daya hambat, antimikroba, metabolit sekunder Abstract Albertisia sp. is a plant used as eye medicine because to infection of the eye or eyelid tract by the Dayak population in Malinau Regency, North Kalimantan. This study aims to determine whether the extract of mekai leaf has antimicrobial activity as well as activity as an antibacterial or antifungal. The method Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Skrinning Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Mekai (Albertisia sp.) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 85 that was applied this study is extraction with a maceration using 96% ethanol, followed by phytochemical analysis. The agar diffusion technique was used to test the antibacterial activity by measuring the diameter of the inhibition zone at of various extract concentrations. According to the findings, mekai leaves contain secondary metabolites such as flavonoids, alkaloids, steroids, saponins, and phenolics. In the antimicrobial test results, the ethanolic extract of mekai leaf showed activity than M.furfur has a 11,52 ± 7,97 mm, A.niger has a of 10,66 ± 1,36 mm and C.albicans has a 6,31 ± 7,04 mm. Ethanolic extracts of mekai leaf show activity than E.coli 1,59 ± 3,16 mm, P.acnes 2,45 ± 4,55 mm, S.thypii 1,69 ± 3,07 mm, and V.cholerae 1,94 ± 4,21 mm. From this study it was said that the ethanolic extract of mekai leaves might be developed as an antifungal rather than as an antibacterial. Keywords: Albertisia sp, inhibition, antimicrobial, secondary metabolites DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.575 1 Pendahuluan Indonesia adalah negara yang kaya akan tumbuhan obat yang banyak tersebar di wilayah nusantara, salah satunya yaitu Albertisia sp. Tumbuhan ini memiliki nama lokal yaitu daun Afa di Kalimantan Utara, Bekai atau Mekai di Kalimantan Timur, Sangkang di Kalimantan Barat dan Sungkai Sayur di Kalimantan Tengah [1]. Secara empiris daun mekai (Albertisia sp)ini sering digunakan sebagai obat mata karena infeksi saluran mata atau kelopak mata oleh masyarakat Dayak di Kabupaten Malinau. Sakit mata sendiri dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan parasit[2]. Daun mekai memiliki kemampuan sebagai penyedap makanan karena pada ekstrak kasar daun mekai kering terdapat komponen senyawa rasa yaitu gallic acid, tyrosine, Ca, P, GMP, malic acid, alanine, valine, aspartic acid, methionine dan AMP (Purwayanti, 2013). Daun mekai selain sebagai penyedap rasa memiliki kemampuan yaitu sebagai obat yang telah diteliti oleh [4] sebagai antiplasmodium. Serta digunakan oleh masyarakat Dayak untuk mengobati penyakit degeneratif seperti hipertensi, stroke, dan kanker. Senyawa yang terkandung dalam daun mekai (Albertisia sp) antara lain alkaloid, hidrokuinon, triterpenoid, steroid, tannin dan saponin [5]. Data mengenai aktivitas antimikroba yang menunjang penggunaan empiris Albertisia sp. sebagai obat mata masih sangat terbatas sehingga penelitian ini berfokus pada skrining aktivitas ekstrak etanol daun mekai dengan menggunakan berbagai jenis mikroba yaitu jenis bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella thypii, Shigella boydii, Shigella dysenteriae, Vibrio cholerae, Streptococcus thermophilus, dan fungi Aspergillus niger, Candida albicans, dan Malassezia furfur. Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antimikroba pada penelitian ini adalah metode difusi agar dengan menggunakan cakram kertas, dimana dalam teknik ini media agar yang telah diinokulasikan dengan bakteri kemudian dimasukan kertas cakram diatas permukan media dan diisi dengan senyawa uji. Melalui penelitian ini, telah dilakukan uji aktivitas antimikroba dari ekstrak etanol daun mekai, dimana ekstrak dari daun mekai tersebut diperoleh dengan cara maserasi dengan menggunakan teknik ekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Selanjutnya ekstrak yang diperoleh dilakukan uji kandungan metabolit sekunder dan dilakukan uji aktivitas antimikroba dengan menggunakan beberapa jenis mikroba uji dengan variasi seri konsentrasi yang diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi penunjang penggunaan empiris pada pengujian selanjutnya.


Skrinning Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Mekai (Albertisia sp.) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 86 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest, daun mekai (Albertisia sp.), bakteri B.cereus, bakteri B.subtilis, bakteri E.coli, bakteri P.acne, bakteri S.epidermidis, bakteri P.aeruginosa, bakteri Salmonella thypii, bakteri Shigella boydii, bakteri Shigella dysenteriae, bakteri vibrio cholerae, dan bakteri S. thermophillus, fungi Aspergillus niger, fungi Candida albicans, fungi Malassezia furfur, etanol 96%, Nutrient Agar (NA), Potato Dextrose Agar (PDA), pereaksi mayer, pereaksi, dragendroff, pereaksi wagner, DMSO 10%. 2.1.2 Alat Adapun alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, aluminium foil, botol vial, grinder, bunsen, batang pengaduk, cawan petri, corong pisah, erlenmeyer, rotary evaporatory, gelas ukur, hot plate, inkubator, jarum ose, laminar air flow (LAF), micropipet, pinset, pipet volume, tabung reaksi beserta raknya, timbangan analitik, kertas saring, dan milimeter skrub. 2.2 Ekstraksi Daun Mekai Ekstraksi daun mekai (Albertisia sp.) dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Sebanyak 200 gram serbuk daun mekai direndam dengan menggunakan pelarut etanol 96% selama 5x24 jam kemudian disaring hingga terpisah antara filtrat dan residunya. Filtrat yang telah didapat kemudian di rotary evaporator sehingga di dapatkan ekstrak etanol [6]. 2.3 Kandungan Metabolit Sekunder 2.3.1 Uji Alkaloid Uji alkaloid dilakukan dengan metode Mayer, Wagner dan Dragendorff. Sampel sebanyak 3 mL diletakkan didalam cawan porselin kemudian ditambahkan 2 mL kloroform dan 2 mL ammonia lalu disaring. Filtrat kemudian ditambahkan 3-5 tetes H2SO4 pekat lalu dikocok sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas dipindahkan kedalam tiga tabung masing-masing 2,5 mL. ketiga larutan dianalisis dengan pereaksi Mayer, Dragendorff dan Wagner sebanyak 4-5 tetes. Reaksi dengan pereaksi Mayer akan terbentuk endapan putih, dengan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan merah jingga dan dengan pereaksi Wagner terbentuk endapan coklat [6]. 2.3.2 Uji Flavonoid Uji flavonoid dilakukan ebanyak 3 mL ekstrak ditambahkan dengan 100 mL air panas, didihkan selama 5 menit, kemudian disaring. Filtrate sebanyak 5 mL, ditambahkan sebanyak 0,05 gram serbuk Mg dan 1 mL HCl pekat, kemudian dikocok kuat-kuat. Uji Positif ditunjukan dengan terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga [6]. 2.3.3 Uji Steroid Uji steroid dilakukan dengan sebanyak 3 mL esktrak ditambahkan dengan CH3COOH sebanyak 10 tetes dan H2SO4 pekat sebanyak 2 tetes. Larutan dikocok beberapa saat dan dibiarkan selama beberapa menit. Uji positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru atau hijau atau cincin hitam [6]. 2.3.4 Uji Saponin Uji saponin dilakukan dengan sebanyak 3 mL ekstrak ditambahkan dengan 10 mL aquadest sambil dikocok selama 1 menit, lalu ditambahkan 2 tetes HCl 1 N. Bila busa yang terbentuk tetap stabil selama kurang lebih 7 menit, maka ekstrak positif mengandung saponin [6]. 2.3.5 Uji Fenolik Uji fenolik dilakukan dengan sebanyak 3 ml ekstrak ditambahkan dalam 1 mL larutan Fe(III) klorida 10%. Jika terbentuk warna biru tua, biru kehitaman atau hitam menunjukan adanya senyawa fenolik [7]. 2.4 Uji Aktivitas Antimikroba Uji aktivitas antimikroba menggunakan metode difusi agar dengan metode paper disk. Sebanyak 300 µL (0,3 mL) mikroba yang telah disuspensi, dipipet dan diinokulasikan pada 10 mL media agar dituangkan kedalam cawan petri lalu dihomogen dan ditunggu sampai media agar mengeras. Setelah agar mengeras, kertas cakram yang telah direndam ke dalam larutan sampel ekstrak, kemudian diletakkan diatas permukaan media dalam cawan petri dengan


Skrinning Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Mekai (Albertisia sp.) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 87 menggunakan pinset. Pada kontrol negatif menggunakan paperdisk yang telah dicelupkan ke dalam DMSO 10%. Selanjutnya, cawan petri diberi label dan diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37°C selama 1 x 24 jam. Pengamatan dilakukan setelah 1x24 jam masa inkubasi. Diameter zona bening diukur dengan menggunakan micrometer sekrup digital [8]. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Kandungan Metabolit Sekunder Pengujian kandungan metabolit sekunder pada ekstrak etanol daun mekai (Albertisia sp.) dilakukan dengan menggunakan pereaksi masing-masing. Tujuan dilakukannya kandungan metabolit sekunder adalah untuk melihat kandungan metabolit sekunder yang terdapat didalam ekstrak etanol daun mekai. Hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukan bahwa pada ekstrak etanol daun mekai (Albertisia sp.) memiliki kandungan senyawa flavonoid dengan reaksi positif berwarna kuning/jingga, alkaloid dengan pereaksi wagner dengan reaksi positif terbentuk endapan coklat, alkaloid dengan pereaksi mayer dengan reaksi positif terbentuk endapan putih, alkaloid dengan pereaksi dragendroff dengan reaksi positif terbentuk endapan jingga, steroid dengan reaksi positif terbentuk cincin hitam, saponin dengan reaksi positif terbentuk busa/buih selama setinggi 1 cm, dan fenolik dengan reaksi positif terbentuk berwarna hitam. Berikut merupakan tabel Uji Metabolit Sekunder ekstrak daun mekai (Albertisia sp.). Tabel 1. Pengujian Kandungan Metabolit Sekunder Ekstrak Etanol Daun Mekai (Albertisia sp.) Metabolit Sekunder Ekstrak Reaksi Positif Flavonoid + Kuning/Jingga Alkaloid Pereaksi Wagner Pereaksi Mayer Pereaksi Dragendroff + + + Terbentuk endapan coklat Terbentuk endapan putih Terbentuk endapan jingga Steroid + Terbentuk cincin hitam Saponin + Terbentuk busa setinggi 1 cm Fenolik + Berwarna hitam 3.2 Uji Aktivitas Antimikroba Pengujian ektivitas antimikroba ekstrak daun mekai dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram kertas, dimana metode ini memiliki kelebihan yaitu cepat, mudah dan murah karena tidak memiliki alat khusus. Tujuan dilakukan uji aktivitas antimikroba adalah untuk melihat kemampuan dari ekstrak daun mekai dari berbagai variasi konsentrasi untuk menghambat beberapa mikroba uji. Ekstrak daun mekai yang digunakan dibuat dengan cara memvariasikan seri konsentrasi ekstrak masing-masing menjadi 5%, 10%, 20%, dan 40%. Pengujian antimikroba dengan variasi konsentrasi yang berbeda bertujuan untuk melihat pengaruh setiap konsentrasi ekstrak pada mikroba yang diujikan. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan, bahwa pelarut DMSO 10% tidak memiliki kemampuan dalam menghambat bakteri. Selain itu pelarut DMSO 10% mampu melarutkan semua senyawa yang bersifat polar, nonpolar, dan semipolar. Berikut merupakan gambar yang menunjukan pengaruh pelarut DMSO 10% sebagai kontrol negatif. Hal ini juga dibuktikan oleh Katrin (2015) yang menyatakan bahwa hasil diameter penghamabtan DMSO terhadap bakteri-bakteri ujinya adalah nol, sehingga pelarut ini, merupakan pelarut ekstrak yang baik karena tidak memberikan pengaruh dalam aktivitas penghambatan bakteri. 3.3 Penentuan Diamater Zona Hambat Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan cara memasukan larutan seri konsentrasi ekstrak dengan kertas cakram sebanyak 300 µL pada setiap kertas cakram. Tujuan perlakuan zona hambat yaitu untuk melihat seberapa besar kemampuan ekstrak daun mekai dalam menghambat mikroba. Hasil pengujian antimikroba ekstrak daun mekai (Albertisia sp.) pada beberapa variasi seri konsentrasi menunjukan terjadinya penghambatan terhadap fungi Aspergillus niger, Candida albicans, Malassezia furfur, dan terhadap bakteri Escherichia coli, Propionibacterium acne, Salmonella thypii, dan Vibrio Cholerae yang ditandai dengan adanya zona bening di sekitaran kertas cakram. Pengamatan daya hambat ekstrak terhadap


Skrinning Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Mekai (Albertisia sp.) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 88 beberapa mikroba uji tersebut memperlihatkan adanya pengaruh dari konsentrasi ekstrak yang diberikan. Pada pengujian aktivitas antimikroba ekstrak etanol daun mekai (Albertisia sp.) tidak terdapat zona hambat mikroba yang terbentuk pada beberapa bakteri yaitu Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Pseudomonas aeruginosa, Shigella boydii, Shigella dysenteriae, Staphylococcus epidermidis, dan Streptococcus thermophillus. Menurut Katrin [8], semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan maka zona hambat yang dihasilkan juga semakin besar. Daya hambat yang dihasilkan dari setiap seri konsentrasi menunjukan sebesar pengaruhi konsentrasi terhadap beberapa jenis mikroba. Menurut Davis dan Stout (1971) daya hambat dibagi atas: kategori sangat kuat adalah diameter zona hambat >20 mm, kategori kuat adalah diameter zona hambat 10-20 mm, kategori sedang adalah diameter zona hambat 5-10 mm, kategori lemah adalah diameter zona hambat <5 mm. Diameter zona hambat terbesar yang dihasilkan dari pengujian yaitu pada fungi Malassezia furfur dengan seri konsentrasi 10% sebesar 19,98 mm sehingga tergolong kategori kuat, pada fungi Aspergillus niger dengan seri konsentrasi 10% sebesar 12,66 mm dan pada seri konsentrasi 40% sebesar 12,63 mm sehingga tergolong kategori kuat, pada Candida albicans dengan seri konsentrasi 5% sebesar 16,56 mm, pada konsentrasi 10% sebesar 19,76 mm, dan pada konsentrasi 20% sebesar 12,63 mm sehingga tergolong kategori kuat. Pada bakteri dihasilkan diameter zona hambat terbesar pada bakteri Escherichia coli dengan konsentrasi 20% sebesar 9,91 mm sehingga tergolong kategori sedang, pada bakteri Salmonella thypii dengan konsentrasi 20% sebesar 7,06 mm sehingga tergolong kategori sedang, pada bakteri Propionibacterium acne dengan konsentrasi 20% sebesar 12,55 mm sehingga tergolong kategori kuat, pada bakteri Vibrio cholerae dengan konsentrasi 20% sebesar 14,02 mm sehingga tergolong kategori kuat. Kemampuan ekstrak daun mekai dalam menghambat mikroba disebabkan karena adanya kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada daun mekai seperti alkaloid, steroid, flavonoid. Adanya senyawa alkaloid pada ekstrak daun mekai, mampu menghambat pertumbuhan bakteri dan fungi yang digunakan. Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri oleh senyawa alkaloid yaitu dapat mengganggu terbentuknya komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga dapa menyebabkan bakteri menjadi lisis [8]. Berikut merupakan tabel diameter zona hambat ekstrak daun mekai (Albertisia sp.) terhadap beberapa mikroba uji. Tabel 1.2 Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol Daun Mekai (Albertisia sp.) Terhadap Mikroba Uji Jenis Mikroba Zona Hambat (mm) Ekstrak Etanol 0,3µ/disc Bakteri Patogen Mean ± SD Signifikansi Kategori Daya Hambat B. cereus 0 - Tidak Ada Aktivitas B. subtilis 0 - Tidak Ada Aktivitas E. coli 1,59 ± 3,16 - Lemah P. acne 2,45 ± 4,55 - Lemah S. epidermidis 0 - Tidak Ada Aktivitas P. auruginosa 0 - Tidak Ada Aktivitas S. thypii 1,69 ± 3,07 - Lemah S. boydii 0 - Tidak Ada Aktivitas S. dysenteriae 0 - Tidak Ada Aktivitas Vibrio cholerae 1,94 ± 4,21 - Lemah Bakteri Non Patogen S. thermophilus 0 - Tidak Ada Aktivitas Fungi Aspergillus niger 10,66 ± 1,36 0,706 Sedang C. albicans 6,31 ± 7,04 0,939 Sedang M. furfur 11,52 ± 7,97 0,000 Kuat Berdasarkan penelitian yang telah didapatkan hasil bahwa pada ekstrak etanol daun mekai tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Bacillus cereus, Bacillus subtilis, Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeruginosa, Shigella boydii, Shigella dysenteriae, dan Streptococcus thermophillus. Ekstrak etanol daun mekai memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli, Propionibacterium acne, Salmonella thypii, dan Vibrio cholerae. Ekstrak etanol daun mekai juga memiliki aktivitas sebagai antifungi terhadap fungi Aspergillus niger, Candida albicans, dan Malassezia furfur. Pada uji antimikroba ekstrak etanol daun mekai menghasilkan aktivitas pada Malassezia furfur sebesar 11,52 ± 7,97 mm dengan nilai signifikan sebesar 0,000, Aspergillus niger sebesar 10,66 ± 1,36 mm dengan nilai signifikan sebesar 0,706, dan Candida albicans sebesar 6,31 ± 7,04 mm dengan nilai signifikan sebesar 0,939. Ekstrak etanol daun mekai memiliki


Skrinning Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Mekai (Albertisia sp.) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 89 aktivitas sebagai antibakteri kurang baik yaitu pada Escherichia coli sebesar 1,59 ± 3,16 mm, Propionibacterium acne 2,45 ± 4,55 mm, Salmonella thypii sebesar 1,69 ± 3,07 mm, dan vibrio cholerae 1,94 ± 4,21 mm. Analisis uji statistik ANOVA (Analysis of Variance) satu arah dengan derajat kepercayaan 95% (=0,05) menggunakan program SPSS dilakukan untuk melihat nilai perbandingan rata-rata yang signifikan antara diameter hambat pada variasi konsentrasi yang diujikan terhadap masing-masing mikroba uji. Hasil analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara konsentrasi ekstrak 5%, 10%, 20% dengan 40% serta kontrol negatif. Hasil pengukuran diameter zona hambat antimikroba ekstrak etanol daun mekai dapat dilihat pada uji statistik SPSS, dimana hasil yang didapatkan pada bakteri Aspergillus niger yaitu terdistribusi normal (P>0,05) dan homogen pada taraf P = 0,305>0,05 dan berdasarkan analisis One Away Anova menunjukan tidak adanya perbedaan yang signifikan antar perlakuan 5%, 10%, 20%, dan 40% dalam menghambat pertumbuhan Aspergillus niger pada taraf P=0,706 > 0,05. Pada hasil pengukuran diameter zona hambat antimikroba ekstrak etanol daun mekai dimana hasil yang didapatkan pada bakteri Candida albicans yaitu terdistribusi normal pada konsentrasi 10% dan 40% (P>0,05), terdistribusi tidak normal pada konsentrasi 5% dan 20% (P<0,05) dan homogen pada taraf P=0,593>0,05 dan berdasarkan analisis One Away Anova menunjukan tidak adanya perbedaan yang signifikan antar perlakuan 5%, 10%, 20%, dan 40% dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans pada taraf P=0,939 > 0,05. Pada hasil pengukuran diameter zona hambat antimikroba ekstrak etanol daun mekai dimana hasil yang didapatkan pada bakteri Candida albicans yaitu terdistribusi normal pada konsentrasi 10% dan 40% (P>0,05), terdistribusi tidak normal pada konsentrasi 5% (P<0,05) dan homogen pada taraf P = 0,176>0,05 dan berdasarkan analisis One Away Anova menunjukan adanya perbedaan yang signifikan antar perlakuan 5%, 10%, 20%, dan 40% dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans pada taraf P=0,000< 0,05. Pada penelitian sebelumnya didapatkan aktivitas antibakteri pada ekstrak etanol daun mekai terhadap bakteri Staphylococcus Aureus yang memiliki diameter zona hambat sebesar 8,30 mm sampai dengan 9,00 mm yang termasuk kategori sedang [2]. Berdasarkan penelitian yang lain dengan sampel yang berbeda yaitu menggunakan ekstrak etanol kulit bawang merah juga memiliki kandungan antibakteri terhadap bakteri S. epidermidis, S. aureus, S. thypi dan E. coli menunjukkan adanya aktivitas antibakteri serta aktivitas antijamur terhadap jamur Trichophyton mentagrophytes. Ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening di sekeliling kertas cakram yang sudah diberi ekstrak. Berdasarkan pengukuran zona hambatan, dapat dilihat bahwa zona hambat bakteri Gram positif lebih besar bila dibandingkan dengan bakteri Gram negatif. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit bawang merah lebih peka terhadap bakteri Gram positif. Adanya perbedaan aktivitas ini disebabkan karena perbedaan struktur dan komponen penyusun dinding sel bakteri. Lapisan peptidoglikan pada dinding sel bakteri Gram negatif lebih tipis, sedangkan pada bakteri Gram positif lapisan peptidoglikannya lebih tebal. Komponen penyusun dinding sel bakteri Gram negatif lebih kompleks karena memiliki lapisan membran luar tambahan, sehingga akan lebih mudah menembus dinding sel Gram positif dibanding Gram negatif [9]. 4 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpukan bahwa Pada Ekstrak etanol daun mekai memiliki kandungan metabolit sekunder yaitu Flavonoid, alkaloid, steroid, saponin dan fenolik. Pada ekstrak etanol daun mekai (Albertisia sp.) memiliki aktivitas antifungi terhadap fungi Aspergillus niger, Candida albicans, dan Malassezia furfur. Ekstrak etanol daun mekai (Albertisia sp.) memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli, Propionibacterium acne, Staphylococcus epidermidis, Salmonella thypii, dan Vibrio cholerae. Ekstrak etanol daun mekai lebih berpotensi sebagai antifungi dibandingkan sebagai antibakteri.


Skrinning Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Mekai (Albertisia sp.) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 90 5 Kontribusi Penulis Nur Aini Buring Incau: Melakukan pengumpulan data penelitian seta menyiapkan draft manuskrip. Maria Almeida dan Niken Indriyanti: Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Pasang J, Gama S, Indriyanti N. 2019. Analisis Parameter Kimia Dan Toksisitas Akut Ekstrak Air Daun Mekai (Albertisia Papuana Becc.) Pada Ginjal Mencit. Proceeding Of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences, (2019), 109-113, 10. Https://Doi.Org/10.25026/Mpc.V10i1.372 [2] Sarifati Y, Ismail S, Kosala K. 2020. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mekai (Pycnarrhena Cauliflora Diels.) Terhadap Staphylococcus aureus. Jurnal Ilmiah Manuntung 6(2) 246-251. Issn: 2477- 1821 [3] Sulvi P, Umar S, Supriyadi, Murdijati G. 2013. Umami Potential From Crude Extract Of Bekkai Lan (Albertisia Papuana Becc.) Leaves, An Indegenous Plant In East Kalimantan-Indonesia. International Food Research (2013) 20(2), 545- 549. [4] Hendra Dan Eko Kusumawati M. 2016. Pengaruh Lama Perebusan Simplisia Daun Apah (Albertisia Papuana Becc.) Yang Digunakan Sebagai Penyedap Makanan Oleh Masyarakat Kab. Tana Tidung Terhadap Angka Cemaran Mikroba. Jurnal Ilmiah Manuntung (2016), 22- 27, 2(1). Issn: 2477- 1821 [5] Mondong F, Sangi M, Kumaunang M. 2015. Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Patikan Emas (Euprorbia Prunifolia Jacq.) Dan Bawang Laut (Proiphys Amboinensis (L.) Herb). Jurnal Mipa Unsrat 4(1). Hal: 81-87 [6] Susanty E, Et Al. 2014. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Gatal (Laportea Decumana (Roxb.) Wedd). Pharmacy (2014), 11(01). Issn: 1693- 3591 [7] Katili S, Wewengkang D, Rotinsulu H. 2020. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Organisme Laut Spons Ianthella Basta Terhadap Beberapa Mikroba Patogen. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi Unsrat; 9(1). Issn: 2302-2493 [8] Katrin D, Idiawati N, Sitorus B, Et Al. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Dari Ekstrak Daun Malek (Litsea Graciae Vidal) Terhadap Bakteri Stapylococcus Aureus Dan Escherichia Coli. Jkk (2015), 7-12, 4(1). Issn: 2303-1077 [9] Melzi Octaviani, Haiyul Fadhli, Erenda Yuneistya. 2019. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol dari Kulit Bawang Merah (Allium cepa L.) dengan Metode Difusi Cakram. Pharmaceutical Sciences and Research (PSR), 6(1), 2019, 62 – 68. E-ISSN 2477-0612


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 91 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Uji Antioksidan Ekstrak Metanol Kulit Batang Pule (Alstonia scholaris) Khas Kalimantan dengan Metode DPPH Antioxidant Test of Methanol Extract of Pule Bark (Alstonia scholaris) typical of Kalimantan with the DPPH Method Nur Halimah* , Mahfuzun Bone, Fajar Prasetya Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: xxnurhalimah@gmail.com Abstrak Pule (Alstonia scholaris) merupakan salah satu tanaman yang secara empiris sering digunakan dalam pengobatan. Kulit batang pule memiliki kandungan flavonoid yang umumnya dapat digunakan sebagai antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder serta aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol kulit batang pule dengan menentukan nilai IC50 ekstrak. Uji metabolit sekunder dilakukan dengan mereaksikan ekstrak dengan reagen uji fenolik, steroid, terpenoid, saponin, flavonoid serta alkaloid. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH (2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazil). Aktivitas antioksidan diukur dari kemampuan ekstrak metanol kulit batang pule meredam DPPH yang terukur dengan alat Spektrofotometer UV-Vis sehingga diperoleh data absorbansi kemudian diolah dengan metode regresi linear. Hasil menunjukkan ekstrak mengandung senyawa fenolik dan flavonoid. Sedangkan uji DPPH menunjukkan ekstrak memiliki aktivitas antioksidan yang lemah dengan nilai IC50 sebesar 472,473 ppm. Kata Kunci: Antioksidan, Ekstrak Metanol, Kulit Batang Pule, DPPH Abstract Pule (Alstonia scholaris) is one of the plants that are empirically often used in medicine. Pule bark contains flavonoids which can generally be used as antioxidants. This study aims to determine the content of secondary metabolites and antioxidant activity of the methanol extract of pule bark by determining the IC50 value of the extract. The secondary metabolite test was carried out by reacting the extract with phenolic test reagents, steroids, terpenoids, saponins, flavonoids and alkaloids. The antioxidant activity test was carried out using the DPPH method (2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazil). Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Uji Antioksidan Ekstrak Metanol Kulit Batang Pule (Alstonia scholaris) khas Kalimantan dengan Metode DPPH 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 92 Antioxidant activity was measured by the ability of the methanol extract of Pule bark to reduce DPPH which was measured using a UV-Vis Spectrophotometer so that absorbance data was obtained and then processed by linear regression method. The results showed that the extract contained phenolic and flavonoid compounds. While the DPPH test showed that the extract had weak antioxidant activity with an IC50 value of 472.473 ppm. Keywords: Antioxidant, Methanol Extract, Pule Bark, DPPH DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.576 1 Pendahuluan Disamping penggunaan obat sintesis, saat ini pemanfaatan tumbuhan dalam pengobatan sudah semakin digunakan oleh masyarakat. Tumbuhan obat yang berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit umumnya mengandung senyawa metabolit sekunder yang berperan sebagai antioksidan [1]. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan untuk menghambat radikal bebas [2]. Kandungan metabolit sekunder yang dimiliki tumbuhan yang digunakan sebagai pelindung dalam bertahan hidup dari tekanan lingkungan pada tumbuhan, dapat memiliki aktivitas antioksidan dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai pencegahan suatu penyakit [3]. Salah satu tumbuhan yang terdapat di Indonesia yang digunakan sebagai obat tradisional adalah pohon Pule (Alstonia scholaris). Tumbuhan pule merupakan tumbuhan yang sering ditemui dan mudah didapat di Kalimantan. Sejak dahulu, khasiat pule sebagai tumbuhan obat sering digunakan dalam masyarakat terutama daun dan kulit batangnya sebagai pilihan masyarakat dalam pengobatan tradisonal [4]. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder dari ekstrak metanol kulit batang pule serta mengetahui aktivitas antioksidan dilihat dari persen inhibisi pada ekstrak. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kaca arloji, spatel, sendok tanduk, gelas kimia, batang pengaduk, corong kaca, labu ukur, pipet tetes, pipet ukur, propipet, tabung reaksi, timbangan analitik, dan spektrofotometer UVVis. rotary evaporator, corong buchner, hot plate. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kulit batang pule (Alstonia scholaris), metanol, etanol absolute, vitamin c, DPPH (2,2- Diphenyl-1-Picrylhydrazil), FeCl3, HCl pekat, sebuk Mg, HCl 1 N, asam sulfat pekat, asam asetat glasial, pereaksi mayer, wagner dan dragendroff. 2.2 Prosedur Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari pembuatan simplisia, ekstraksi, uji metabolit sekunder dan uji aktivitas antioksidan. 2.2.1 Pembuatan Simplisia Sampel kulit batang pule (Alstonia scholaris) dikumpulkan sebanyak 3 kg diambil dari daerah Tenggarong, Kalimantan Timur. Sampel dibersihkan dari zat pengotor yang menempel lalu dicuci dengan air mengalir hingga bersih kemudian ditiriskan. Sampel dirajang hingga menjadi ukuran yang lebih kecil kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 400°C. Setelah proses pengeringan maka diperoleh simplisia kulit batang pule yang siap untuk diekstraksi.


Uji Antioksidan Ekstrak Metanol Kulit Batang Pule (Alstonia scholaris) khas Kalimantan dengan Metode DPPH 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 93 2.2.2 Ekstraksi Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Simplisia kering sebanyak 500 g dimasukkan ke dalam wadah maserasi kemudian ditambahkan dengan metanol. Wadah ditutup dan disimpan di tempat yang terlindung dari sinar matahari. Diaduk setiap hari selama 3 hari, kemudian disaring dan diambil filtratnya untuk kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator. Selanjutnya dilakukan remaserasi dengan prosedur yang sama hingga diperoleh ekstrak pekat. 2.2.3 Uji Metabolit Sekunder Ekstrak metanol kulit batang pule dilarutkan dalam aquades kemudian ditambahkan pereaksi uji metabolit sekunder. a. Alkaloid Ekstrak sebanyak 3 ml ditambahkan 2 ml kloroform dan 2 ml amonia dikocok kemudian dipanaskan. Setelah itu ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 3-5 tetes lalu dikocok. Diambil lapisan atas kemudian diujikan dengan pereaksi mayer dengan hasil positif jika terdapat endapan putih, perekasi dragendroff dengan hasil positif jika terdapat endapan merah jingga, serta pereaksi wagner dengan hasil positif jika terdapat endapan coklat. b. Flavonoid Sebanyak 2 ml ekstrak ditambahkan 0,05 g serbuk Mg dipanaskan. Kemudian ditambahkan HCl pekat lalu dikocok dan dipanaskan kembali. Hasil positif jika terdapat perubahan warna menjadi warna merah, kuning atau jingga. c. Fenol Ekstrak dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml FeCl3 10%. Hasil positif jika terjadi perubahan warna menjadi biru tua, biru hitam, atau hitam. d. Saponin Ekstrak ditambahkan 10 ml aquadest dikocok hingga berbusa kemudian ditambahkan HCl 1 N. Hasil positif jika busa bertahan. e. Steroid Ekstrak ditambah pereaksi LiebermannBouchard (asam asetat anhidrat-H2SO4. Hasil positif jika adanya perubahan warna menjadi warna merah kecoklatan. f. Terpenoid Ekstrak ditambah pereaksi LiebermannBouchard (asam asetat anhidrat-H2SO4. Hasil positif jika adanya perubahan warna menjadi warna coklat-ungu. 2.2.4 Uji Aktivitas Antioksidan Dilarutkan 4 mg DPPH dengan etanol absolute hingga 100 ml di dalam labu ukur. Dipipet DPPH 40 ppm sebanyak 2 ml dan ditambah 2 ml etanol absolute dalam tabung reaksi. Dikocok hingga homogen lalu diinkubasi selama 30 menit dalam keadaan gelap. Selanjutnya, diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 500-530 nm. Dilarutkan ekstrak metanol kulit batang pule dalam etanol absolute dan dibuat seri konsentrasi 200, 400, 600, 800 dan 1000 ppm dalam 10 ml. Dipipet 2 ml masing-masing konsentrasi dan ditambah 2 ml DPPH 40 ppm di dalam tabung reaksi. Dikocok hingga homogen lalu diinkubasi selama 30 menit dalam keadaan gelap. Selanjutnya, diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 517,5 nm. 3 Hasil dan Pembahasan Pada penelitian ini, kulit batang pule (Alstonia scholaris) digunakan sebagai sampel. Sampel dipotong kecil-kecil bertujuan untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga proses ekstraksi berjalan optimal karena semakin luas permukaan sampel maka interaksi antara pelarut dan sampel semakin besar [5]. Sampel kemudian di ekstraksi menggunakan metode maserasi. Tujuan pemilihan metode maserasi karena cara pengerjaannya yang sederhana dan cepat namun sudah dapat menarik senyawa kimia dari sampel dengan maksimal. Keuntungan utama dari metode ini ialah tidak dilakukan pemanasan sehingga dapat mencegah kemungkinan terjadinya penguraian zat aktif yang terkandung di dalam sampel akibat pengaruh suhu dan senyawa yang tidak tahan pemanasan [6]. Agar senyawa kimia di dalam sampel dapat terekstrak secara menyeluruh maka dilakukan remaserasi atau pengulangan


Uji Antioksidan Ekstrak Metanol Kulit Batang Pule (Alstonia scholaris) khas Kalimantan dengan Metode DPPH 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 94 dengan penggantian pelarut. Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain selektivitas, kelarutan, dan titik didih. Hasil uji metabolit sekunder ekstrak metanol kulit batang pule (Alstonia scholaris) ditunjukkan dalam Tabel 1. Hasil positif terhadap senyawa flavoid dan fenol. Senyawa golongan alkaloid, saponin, steroid, dan terpenoid menunjukkan hasil negatif. Tabel 1. Hasil uji metabolit ekstrak metanol kulit batang pule (Alstonia scholaris) Jenis senyawa Hasil (+/-) Alkaloid - Flavonoid + Fenol + Saponin - Steroid - Terpenoid - Keterangan: (+) = mengandung senyawa metabolit sekunder (-) = tidak mengandung senyawa metabolit sekunder Pada uji flavonoid sejumlah ekstrak dilarutkan dalam aquadest kemudian masukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan serbuk magnesium, kemudian ditambahkan HCl pekat dan dipanaskan. Tujuan penambahan serbuk magnesium dan HCl pekat ini untuk mereduksi ikatan glikosida dengan flavonoid. Agar flavonoid dapat diidentifikasi, maka ikatan glikosida dengan flavonoid dalam tanaman harus diputus dengan cara mereduksi ikatan tersebut. Yang mana hasil yang didapatkan positif karena terbentuk warna merah, kuning atau jingga. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, yang mana hasil menunjukkan adanya perubahan warna menjadi merah kecoklatan, sehingga dapat dikatakan positif [7]. Pada uji fenol dilakukan dengan cara melarutkan sejumlah ekstrak dalam aquadest, kemudian ditambahkan 1 ml FeCl3. Reaksi FeCl3 dengan ekstrak metanol kulit batang pule membuat pembentukan warna pada uji, yang peran adalah ion Fe3+ yang mengalami hibridisasi [8]. Tabel 2. Aktivitas antioksidan ekstrak methanol kulit batang pule (Alstonia scholaris) Konsentrasi (ppm) Absorbansi % inhibisi Nilai IC50 (ppm) R1 R2 R3 Rata-rata 200 0,488 0,490 0,490 0,4893 25,407 472,473 400 0,361 0,362 0,357 0,3600 45,122 600 0,236 0,229 0,233 0,2327 64,533 800 0,148 0,146 0,144 0,1460 77,744 1000 0,086 0,090 0,087 0,0877 86,636 Pada pengujian aktivitas antioksidan, konsentrasi ekstrak metanol kulit batang pule yang digunakan adalah 200, 400, 600, 800, dan 1000 ppm. Masing-masing konsentrasi dicampurkan dengan larutan DPPH dengan perbandingan 1:1. Campuran dihomogenkan dan diinkubasi selama 30 menit dalam keadaan gelap. Setelah diinkubasi, masing-masing ekstrak dilakukan pengukuran absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 517,5 nm. Pada tiap konsentrasi dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Hasil pengukuran absorbansi masing-masing konsentrasi ditunjukkan pada Tabel 2. Dari data yang diperoleh diketahui setiap pengingkatan konsentasi ekstrak maka absorbansi sampel akan menurun dan tingkat inhibisi akan naik. Absorbansi sampel turun karena elektron pada DPPH menjadi berpasangan dengan elektron sampel yang mengakibatkan warna larutan berubah dari ungu pekat menjadi kuning bening [9]. Persen inhibisi meningkat seiring meningkatnya konsentrasi sampel dikarenakan semakin banyak senyawa antioksidan pada sampel yang dapat menangkal radikal bebas [5].


Uji Antioksidan Ekstrak Metanol Kulit Batang Pule (Alstonia scholaris) khas Kalimantan dengan Metode DPPH 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 95 Gambar 1. hubungan antara konsentrasi terhadap persen inhibisi Berdasarkan hasil yang diperoleh pada pengujian DPPH pada ekstrak metanol kulit batang dari konsentrasi 200, 400, 600, 800 dan 1000 ppm mengalami peningkatan persen inhibisi yaitu berturut-turut 25,407%; 45,122%; 64,533%; 77,744%; dan 86,636%. Peningkatan persen inhibisi ini pada ekstrak menandakan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar persen inhibisi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Frelinsia (2020) yang menyatakan bahwa persentase penghambatan (persen inhibisi) terhadap aktivitas radikal bebas akan ikut meningkat seiring dengan meningkatnya konsentasi [9]. Dari data tersebut dapat dihitung nilai IC50 sebesar 472,473 ppm. Nilai tersebut merupakan besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat meredam radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Dari hasil pengujian yang didapatkan maka ekstrak metanol kulit batang pule memiliki aktivitas antioksidan yang lemah. 4 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan ekstrak metanol kulit batang pule mengandung senyawa flavonoid dan fenol serta memiliki aktivitas antioksidan kategori lemah dengan nilai IC50 sebesar 472,473 ppm. 5 Kontribusi Penulis Kontribusi penulis dalam penelitian ini terdiri atas peneliti utama dan peneliti pendamping. Nur Halimah sebagai peneliti utama. Sedangkan Fajar Prasetya dan Mahfuzun Bone sebagai peneliti pendamping. 6 Konflik Kepentingan Penulis menyatakan tidak terdapat konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Pratiwi Dr, Bintang M, Simanjuntak P. 2014. Lelutung Tokak (Tabernaemontana Macrocarpa Jack). As Source Of Bioactive Substances , Antioxidant And Anticancer ). J Ilmu Kefarmasian Indonesia. 12 (6), 267–72. [2] Winarsih H. 2007. Antioksidan Alami Dan Radikal Bebas. [3] Samirana Po, Putra Pas, Leliqia Npe.2017. Uji Penangkapan Radikal 2,2-Difenil-1- Pikrihidrazil Dan Profil Bioautografi Ekstrak Etanol Kulit Batang Bidara (Ziziphus Mauritiana Auct. Non Lamk.). Jurnal Farmasi Udayana. 6 (1), 55-61 [4] Arief, Aziz.2019. Uji Efek Antipiretik Ekstrak Daun Pule (Alstonia scholaris) pada Mencit (Mus musculus). Jurnal Kesehatan. 3 (2) : 142 [5] Mardiyah, U., Fasya, G. A. Fauziyah, B., dan Amalia, S. 2014. Ekstraksi Uji Aktivitas Antioksidan dan Identifikasi Golongan Senyawa Aktif Alga Merah Eucheuma spinosum dari Perairan Banyuwangi. Jurnal Achemy. 3 (1) : 42 [6] Sa’adah, H., Nurhasnawati, H. 2015. Perbandingan Pelarut Etanol Dan Air Pada Pembuatan Ekstrak Umbi Bawang Tiwai (Eleutherine Americana Merr) Menggunakan Metode Maserasi. Jurnal Ilmiah Manuntung. 1(2) : 149-153. [7] Muthmainnah, B. 2017. Skrining Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak Etanol Buah (Punica granatum L.) dengan Metode Uji warna. Media Farmasi. 8 (2) : 26 [8] Paricia, S, Meiske, S, dan Lidya, I. 2020. Uji Senyawa Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Tanaman Patah Tulang (Euphorbia tirucalli L.).Jurnal MIPA. 9 (2) : 64-69 [9] Frelinsia, V.M, Defny, S, dan Irma, A.2020. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Ascidian Herdmania Momus dengan Metode DPPH (2,2- Diphenyl-1-Picrylhydrazil). Jurnal MIPA. 9 (3) : 29-34 y = 0.0775x + 13.364 R² = 0.9765 0 20 40 60 80 100 0 500 1000 1500 Inhibisi (%) Konsentrasi (ppm)


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 96 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Kajian Penggunaan Obat Off-Label Pada Penyakit ISPA Pasien Pediatri di RSUD Majene Study of Off-Label Drugs Use in Pediatric Patients at Majene General Hospital Nurul Syafitri AR1,*, Muhammad Faisal2, Niken Indriyanti3 1Mahasiswa Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman Samarinda, Indonesia 2KBI Gizi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia 3KBI Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: nurulsyafitri251@gmail.com Abstrak Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang menyerang saluran pernapasan manusia dengan jumlah penderita paling banyak ditemukan pada usia balita. Keterbatasan jenis obat yang bisa digunakan pada rentang usia anak usia 0-2 tahun menyebabkan pengobatan pada pasien menggunakan obat off-label. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik demografi pasien ISPA dan penggunaan obat off-label pada penyakit ISPA pasien pediatri di RSUD Majene dengan kategori off-label usia, off-label indikasi dan off-label cara pemberian. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pengambilan data dilakukan secara retrospektif, terdapat 88 rekam medik pasien anak dengan diagnosa penyakit Pneumonia, Common Cold, Rhinitis Alergi dan Asma di RSUD Majene pada periode Risiko-Desember 2020. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik pasien dengan jenis kelamin laki-laki (55,68%) dan perempuan (44,31%), serta ditemukan sejumlah 26 peresepan obat off-label, penggunaan obat off-label diklasifikasikan sebagai off-label usia sebanyak 19, penggunaan off-label indikasi sebanyak 5 dan penggunaan off-label cara pemberian sebanyak 2. Jenis obat off-label yang paling banyak diresepkan adalah Klorfeniramin Maleat. Sesuai literatur, penggunaan obat off-label tersebut sudah berdasarkan dasar ilmiah yang benar dengan resiko ringan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa penggunaan obat off-label pada anak cukup tinggi sehingga pengawasan terkait risiko penggunaan obat perlu dilakukan oleh apoteker. Kata Kunci: Obat Off-Label, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), Pediatri Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Kajian Penggunaan Obat Off-Label Pada Penyakit ISPA Pasien Pediatri di RSUD Majene 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 97 Abstract Acute Respiratory Infection (ARI) is an infection that attacks the human respiratory tract with the highest number of sufferers being found at the age of toddlers. The limitations of the types of drugs that can be used in the age range of children aged 0-2 years cause the treatment of patients to use offlabel drugs. categories of off-label age, off-label indication and off-label route of administration. This study is a descriptive type of research with data collection carried out retrospectively, there are 88 medical records of pediatric patients with a diagnosis of Pneumonia, Common Cold, Allergic Rhinitis and Asthma At Majene Hospital in the period January to December 2020. Male (55.68%) and female (44.31%) and found 26 off-label drug prescriptions, off-label drug use classified as off-label age 19, off-label indication use 5 and the use of off-label route of administration 2. The most widely prescribed type of off-label drug is Chlorpheniramine Maleate. According to the literature, the use of off-label drugs is based on a sound scientific basis with low risk. Based on the results of this study, it is known that the use of off-label drugs in children is quite high so that pharmacists need to monitor the risks related to drug use. Keywords: Off-Label Drugs, Acute Respiratory Infection (ARI), Pediatrics DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.577 1 Pendahuluan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang menyerang saluran pernapasan manusia dengan jumlah penderita paling banyak ditemukan pada usia balita [1]. Berdasarkan data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018, menyebutkan bahwa prevalensi kasus ISPA di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 9,3%, sedangkan prevalensi kasus ISPA pada balita di Kota Majene berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2017 mencapai jumlah kasus sebesar 1.823 balita. Tingkat mortalitas penyakit ISPA sangat tinggi pada balita, anak dan orang lansia terutama di negara berkembang termasuk Indonesia [2]. Penggunaan obat secara off – label belum tentu memiliki efektifitas yang baik dalam pengobatan namun, juga dapat menjadi efek yang tidak diinginkan. Penggunaan obat off – label dapat dikategorikan sebagai off-label usia, indikasi dan cara pemberian [3]. Obat off-label tidak dapat digunakan pada anak karena data farmakokinetik dan farmakodinamik yang tidak lengkap serta efek samping suatu obat pada penelitian klinik yang sulit dan tidak sesuai dengan etika dan moral penelitian. Pravalensi penggunaan obat off – label pada anak masih sangat tinggi di beberapa Negara seperti Eropa, Asia, Afrika, Amerika Serikat dan Amerika Selatan. Hal ini terjadi karena upaya untuk memastikan keamanan dan efektifitas resep pada pasien anak masih terhambat [4]. Dalam penelitian Setyaningrum [5], menyebutkan bahwa penggunaan obat off-label pada usia anak cukup tinggi, yakni sebesar 21% dan didominasi off-label pada kategori usia sehingga perlu dilakukan pengawasan terkait risiko penggunaan obat. Berdasarkan hal tersebut diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal untuk penelitian lebih lanjut mengenai analisis penggunaan obat secara off-label pada pasien ISPA anak, ditinjau dari kategori off-label usia, indikasi, dan rute pemberian. 2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah studi non eksperimental dengan rancangan deskriptif yang dilakukan secara retrospektif yang bersumber dari data rekam medik pasien yang di diagnosa Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dengan rentang usia 0-2 tahun pada periode bulan Januari-Desember 2020 di Rumah Sakit Umum Daerah Majene. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini


Kajian Penggunaan Obat Off-Label Pada Penyakit ISPA Pasien Pediatri di RSUD Majene 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 98 menggunakan metode purposive sampling. Kemudian dilakukan pencatatan berupa inisial nama pasien, umur, jenis kelamin, diagnosa pasien, dan data penggunaan obat yang diterima. Dari data tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui data penggunaan obat offlabel dengan acuan literatur berupa British National Formulary Children 2019-2020, Drug Information Handbook 21th edition dll. 3 Hasil dan Pembahasan Dari hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Majene yang dilakukan secara retrospektif, di dapatkan total sampel pasien ISPA dengan usia 0-2 tahun sebanyak 88 pasien. 3.1 Karakteristik Demografi Pasien ISPA Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Rumah Sakit Umum Daerah Majene di dapatkan bahwa jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan jenis kelamin perempuan, dimana pasien lakilaki dengan jumlah 49 pasien dengan presentase 55,68% dan pasien perempuan dengan jumlah 39 pasien dengan presentase 44,31%. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa anak laki-laki memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan anak perempuan terkena ISPA, karena anak laki-laki lebih sering bermain diluar rumah sehingga paparan udara lebih banyak dari anak perempuan yang lebih dominan permainannya di dalam rumah [6]. Selain itu beberapa penelitian menemukan sejumlah penyakit saluran pernapasan yang dipengaruhi oleh adanya perbedaan fisik anatomi saluran pernapasan pada anak laki-laki dan perempuan. Secara umum dalam ukuran tertentu saluran pernapasan anak laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini dapat meningkatkan frekuensi penyakit saluran pernapasan, serta disebabkan karena perkembangan sel-sel tubuh laki-laki lebih lambat dibandingkan dengan perempuan ditambah dengan aktifitas laki-laki lebih sering bermain dengan lingkungan yang kotor sehingga jenis kelamin menjadi salah satu faktor resiko meningkatnya insiden infeksi saluran pernapasan [7]. Penelitian mengenai distribusi umur penderita ISPA yang dirawat di rawat di RSUD Majene periode Januari sampai Desember 2020 di bagi dalam 2 kelompok usia, yaitu kelompok bayi usia 0-28 hari dan kelompok anak usia 1 bulan-2 tahun. Pada hasil distribusi usia diketahui jumlah penderita yang berumur 0-28 hari tidak ada sedangkan jumlah penderita yang berumur 1 bulan-2 tahun sebanyak 88. Dari hasil diatas menunjukkan terjadinya penyakit ISPA lebih tinggi kelompok umur 1 bulan – 2 tahun dibandingkan dengan golongan umur 0- 28 hari. Hal ini dimungkinkan karena anak sudah bisa bermain diluar dan lebih mudah untuk terkena debu dan mikroorganisme lain yang dapat mengakibatkan anak terkena ISPA. Pada rentang usia 1 bulan sampai 2 tahun merupakan rentang usia yang banyak mendapatkan terapi karena pada rentang usia tersebut merupakan masa anak yang aktif melakukan aktivitas sehingga apabila tidak diimbangi dengan gizi yang cukup maka akan mudah sekali terserang penyakit [8]. Penelitian Kartasasmita, CB. di Cikutra [9] yang menyebutkan bahwa insidensi ISPA pada bayi berusia kurang dari 1 tahun lebih rendah bila dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Dan hasil penelitian Marini, D. di Medan (2003) menyatakan bahwa kelompok umur 2 – 59 bulan merupakan yang terbesar proporsinya (60,7%) sedangkan < 2 bulan proporsinya 39,3%. Tabel 1 Data Demografi Pasien No Karakteristik Pasien Jumlah Presentase (%) 1. Jenis Kelamin Laki-Laki 49 55,68% Perempuan 39 44,31% Total 88 100% 2. Usia (0-2 tahun) Bayi (0-28 hari) 0 0% Anak (1 bulan- 2 tahun) 88 100% Total 88 100%


Kajian Penggunaan Obat Off-Label Pada Penyakit ISPA Pasien Pediatri di RSUD Majene 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 99 Tabel 2 Data Diagnosa Pasien Klasifikasi Penyakit Karakteristik Pasien Jumlah Presentase (%) Kategori Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Diagnosa Pneumonia 44 50% Common Cold 35 39,77% Rhinitis Alergi 8 9,09% Asma 1 1,13% Total 88 3.2 Karakteristik Data Diagnosa Pasien Data diagnosa yang paling banyak terjadi pada tabel 2 adalah penyakit Pneumonia. Pneumonia adalah penyakit infeksi saluran pernapasasan (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan balita. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi yang ditandai dengan adanya batuk pilek yang disertai sesak nafas atau frekuensi nafas yang menjadi lebih. Penyakit ini dapat menyerang segala usia, akan tetapi lebih sering menyerang pada usia balita [10]. Menurut Maryunani [11] salah satu faktor resiko terjadinya pneumonia yaitu, umur anak. Anak-anak dengan usia 1-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit pneumonia dibandingkan dengan anak-anak berusia di atas 2 tahun. Hal ini disebabkan karena imunitas yang belum sempurna dan saluran pernapasan yang relatif sempit. Diagnosa tertinggi kedua adalah Common Cold. Common cold merupakan penyakit menular yang dapat bertransmisi lewat partikel udara dan terletak di traktus respiratorius. Faktor-faktor resiko penyakit Common Cold yaitu adanya penularan yang bergantung pada ukuran partikel (droplet) yang membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran nafas. Virus common cold dapat menular melalui inhalasi, kontak langsung ataupun kontak tidak langsung. Seseorang yang terserang dengan dosis infeksi 10 virus/droplet, 50% akan menderita common cold [12]. Pada penelitian Polumulo [13] didapatkan hasil penelitian kejadian penyakit Common cold di wilayah kerja Puskesmas Ternate dai sampel sebesar 200 sesuai observasi sekaligus wawancara dengan responden dalam hal ibu balita, bahwa tingkat kejadian Common cold pada balita mencapai 174 atau sebesar 87% dan yang tidak menderita Common Cold sebanyak 26 atau 13%. Diagnosa ketiga adalah penyakit Rhinitis Alergi. Rhinitis Alergi adalah radang selaput lendir yang disebabkan proses inflamasi mukosa hidung yang dimediasi oleh reaksi hipersensitifitas/alergi, dengan gejala hidung gatal, bersin-bersin, rinore encer dan hidung tersumbat yang reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan. Rinitis alergi menjadi masalah kesehatan global yang menyerang 5-50% penduduk. Anak dan dewasa muda dengan rinitis alergi mengalami gangguan aktifitas fisik, maupun sosial dan terjadi perasaan mental tidak sehat [14]. Resiko mengalami Rhinitis alergi lebih besar pada anak-anak dibandingkan daripada orang dewasa. Anak-anak dapat terkena 8-12 kali dalam setahun dibandingkan orang dewasa yang mengalami 2-3 kali dalam setahun [15]. Diagnosa keempat adalah penyakit Asma. Asma merupakan penyakit kronik pada anak dimana kondisi saluran udara meradang, sempit dan membengkak sehingga menyulitkan untuk bernapas. Mengacu pada data epidemiologi Amerika Serikat pada saat ini diperkirakan terdapat 4-7% (4,8 juta anak) dari seluruh populasi asma. Selain karena jumlahnya yang banyak, pasien asma anak dapat terdiri dari bayi, anak, dan remaja, serta mempunyai permasalahan masing-masing dengan implikasi khusus pada penatalaksanaannya [16]. Penelitian yg dilakukan oleh National Health Interview Survey bersama memanfaatkan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children), mengatakan bahwa akibat dari asma yang tidak ditangani dengan tepat dapat menyebabkan kematian. Penelitian tersebut mengatakan bahwa asma merupakan penyebab kematian kedelapan dari data yg ada di Indonesia prevalensi gejala penyakit asma melonjak dari 4,2% jadi 5,4% [17]. 3.3 Data Penggunaan Obat Pada Pasien Hasil dari penggunan obat berdasarkan golongan pada tabel 7.3 menunjukkan bahwa dari total 379 penggunaan obat yang digunakan paling banyak adalah obat golongan antibiotik


Kajian Penggunaan Obat Off-Label Pada Penyakit ISPA Pasien Pediatri di RSUD Majene 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 100 (35,84), batuk (21,89), antipiretik (20,56), suplemen (10,01), antihistamin (9,94), antiasma (0,79) dan dekongestan (0,79). Hal ini berkaitan dengan diagnosa tertinggi yang dialami oleh pasien. Penggunaan obat paling banyak digunakan adalah pada antibiotik yaitu amoxcillin dan gentamicin. Amoxcillin dan gentamicin merupakan obat antibiotik spektrum luas dan merupakan terapi pilihan untuk pneumonia. Amoxcillin dan gentamicin ini dapat mengatasi bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza dan juga dapat mengatasi bakteri gram positif seperti streptococcus pneumoniae. Amoxcillin dan gentamicin adalah terapi antibiotik yang direkomendasikan untuk anak dengan penyakit infeksi saluran pernapasan. Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan bahwa amoxcillin dan gentamicin yang merupakan golongan antibiotik beta laktam merupakan obat yang direkomendasikan oleh departemen kesehatan sebagai obat pneumonia dan juga direkomendasikan oleh WHO sebagai pengobatan Community Acquired Pneumonia (CAP) [18]. Ambroxol adalah obat batuk golongan mukolitik yang berfungsi untuk mengencerkan dahak yang berfungsi menurunkan viskositas mucus melalui pemutusan serat-serat mukopolisakarida sehingga lendir mudah dikeluarkan lewat bantuan batuk. Ambroxol umumnya digunakan untuk mengatasi gangguan pernafasan akibat produksi lendir yang berlebihan atau banyak dan kental hingga menyumbat saluran pernapasan. Gliseril guaiakolat merupakan obat jenis ekspektoran yang dapat meredakan batuk dan melancarkan pengeluaran dahak di saluran pernapasan. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan volume dahak dan membuatnya lebih mudah dikeluarkan melalui jalur nafas dengan proses batuk [19]. Penggunaan GG pada anak-anak memiliki profil keamanan dan toleransi yang bagus. Efek samping umum yang dilaporkan yaitu pusing, sakit kepala, dan gangguan pencernaan pada dosis tinggi [20]. Tabel 3 Profil Penggolongan Obat ISPA Anak Berdasarkan Kelas Terapi Kelas Terapi Nama Obat Jumlah (%) Presentase (%) Antihistamin Dexamethason 23 (6,0) Chlorpheniramine Maleat 12 (3,16) 9,94 Cetirizine 2 (0,52) Methylprednisolone 1 (0,26) Antibiotik Amoxicillin 29 (7,65) Gentamicin 29 (7,65) Ampicillin 21 (5,54) Cotrimoxazole 16 (4,22) Cefotaxime 14 (3,69) Ceftriaxone 9 (2,37) 35,84 Cefixime 7 (1,84) Cefadroxil 4 (1,05) Erythromycin 4 (1,05) Azithromycin 1 (0,26) Metronidazole 1 (0,26) Ceftizoxime 1 (0,26) Antipiretik Paracetamol 74 (19,52) Cetapain 2 (0,52) 20,56 Ibuprofen 2 (0,52) Antiasma Salbutamol 3 (0,79) 0,79 Batuk Ambroxol 62 (16,35) 21,89 Gliseril Guaiacolat 21 (5,54) Dekongestan Pseudoefedrin Hcl 3 (0,79) 0,79 Suplemen Apyalis 23 (6,06) Vit C 14 (3,69) 10,01 Ferlin 1 (0,26) Total 379 Paracetamol adalah obat golongan antipiretik yang paling banyak digunakan diantara obat yang lain. Menurut pedoman nasional dan internasional, obat ini merupakan obat lini pertama untuk mengatasi hipereksia yang merupakan gejala umum pada demam,


Kajian Penggunaan Obat Off-Label Pada Penyakit ISPA Pasien Pediatri di RSUD Majene 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 101 nyeri dan termasuk daftar obat esensial utuk anak-anak dalam World Health Organization serta lebih aman dibandingkan dengan yang lain [21]. Penggunaan obat yang paling banyak digunakan pada suplemen adalah Apyalis. Apyalis merupakan suplemen yang mengandung multivitamin dan mineral. Suplemen ini digunakan sebagai tambahan nurisi untuk bayi dan anak-anak, juga dapat membantu menstimulasi sistem imun terhadap penyakit agar pertahanan tubuh anak terhadap penyakit menjadi lebih baik. Secara umum anak merupakan populasi yang rentan terhadap penyakit, sehingga obat tersebut diberikan [22]. Salah satu obat golongan antihistamin yang paling banyak digunakan adalah dexamethason. Dexamethason bermanfaat untuk mengurangi inflamasi yang timbul di paru-paru selama terjadinya infeksi. Dapat dipergunakan sebagai terapi supportif yang efektif dalam menurunkan nyeri yang diakibatkan oleh proses inflamasi pada ISPA [23]. Namun, penggunaan antihistamin pada balita dan anak-anak dapat menghambat pertumbuhan. Mekanisme terjadinya melalui stimulasi stomatostatin, yang menhambat growth hormone, sehingga penggunaan antihistamin pada anak dibatasi [24]. Sedangkan salah satu obat golongan antiasma yang digunakan pada pasien ISPA ini adalah obat salbutamol. Pada infeksi saluran pernapasan merupakan penyebab utama eksaserbasi asma pada anak-anak (80-85%). Anak-anak yang berisiko tinggi terkena asma dan mereka yang sudah menderita asma mungkin berisiko lebih tinggi terkena infeksi pernapasan atas [25]. Salbutamol merupakan beta-2 adrenergik kerja cepat yang berfungsi sebagai bronkodilator yang dapat memperbaiki jalan napas, sehingga gejala sesak napas dapat berkurang [26]. Pseudoefedrin hcl adalah obat yang dapat digunaka untuk megatasi gejala hidung tersumbatmpada kasus flu atau pilek. Pseudoefedrin hcl merupakan salah satu obat golongan dekongestan. Dekongestan adalah stimulan reseptor apha-1 adrenergik. Mekanisme kerja dekongestan (nasal decongestant) melalui vasokontriksi pembuluh darah hidung sehingga mengurangi sekresi dan pembengkakan membran mukosa saluran hidung. Mekanisme ini membantu membuka sumbatan hidung. Namun dekongestan juga dapat menyebabkan vasokontriksi, sehingga dikontraindikasikan bagi penderita hipertensi yang tidak terkontrol, hipertiroid serta penderita penyakit jantung [27]. 3.4 Klasifikasi Penggunaan Obat Off-Label Pada penelitian ini menunjukkan terdapat penggunaan obat off-label pada pasien anak 1 bulan sampai 2 tahun yang menerima obat di Rumah Sakit Umum Daerah Majene, yang dibagi dalam tiga kategori off-label usia, off-label indikasi dan off-label cara pemberian. 3.5 Profil Penggunaan Obat Off-Label Kategori Usia Off-label kategori usia adalah obat yang digunakan diluar rentang usia yang diizinkan dan tidak sesuai dengan literatur acuan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Drug Information Handbook 17th edition (DIH), British National Formulary Children (BNFC) 2019-2020. Penggunaan obat off-label kategori usia pada penelitian ini merupakan kategori offlabel yang paling banyak penggunaannya dibandingkan dengan kategori lainnya. Hal ini terjadi karna tidak adanya alternatif terapi lain yang dapat diberikan pada pasien anak dengan indikasi penyakit tersebut sehingga dalam penggunaannya termasuk dalam kategori offlabel usia. Obat yang dikategorikan yang termasuk ke dalam off-label usia adalah CTM, salbutamol, Pseudoefedrin HCL, dan Cetirizine. Klorferiamin maleat atau CTM merupakan obat yang paling banyak di identifikasi sebagai off-label usia. Klorfeniramin maleat ini dibatasi pada anak kurang dari 6 tahun sedangkan dari data penelitian yang didapatkan hasil bahwa klorfeniramin maleat diberikan pada anak usia di bawah 2 tahun. Hal ini disebabkan karna pemberian obat pada anak atau balita tidak sama dengan yang dilakukan pada orang dewasa. Adanya perbedaan kematangan organ tubuh menurut usia menyebabkan terjadinya perbedaan kinetika obat [28]. CTM yang digunakan berlebihan pada bayi akan menyebabkan rusaknya hati [29]. penggunaan CTM pada bayi juga akan mengganggu saraf dan sistem saraf pusat. Tidak hanya itu gangguan juga bisa terjadi pada otot diamana akan melemahkan jaringan otot sehingga mengganggu tumbuh kembangnya bayi [30].


Kajian Penggunaan Obat Off-Label Pada Penyakit ISPA Pasien Pediatri di RSUD Majene 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 102 Penggunan salbutamol tidak dianjurkan untuk anak usia dibawah 2 tahun, pada penelitian ini pemberian obat salbutamol sebanyak 2 kasus. Berdasarkan literatur penggunaan salbutamol tidak dilisensikan untuk penggunaan secara oral pada anak dengan usia dibawah 2 tahun. Terapi dengan oral bronkodilator tidak dianjurkan karena mula kerja obat (onset of action) yang lebih lambat dan angka efek samping yang lebih tinggi dibandingkan dengan bronkodilator yang dihirup. Meskipun risiko tertelannya kecil, namun komplikasi yang mungkin terjadi termasuk hipokalemia, hipoglikemia, kegelisahan dan takikardia [31]. Pseudoefedrin HCL golongan obat dekongestan penggunaannya pada anak usia dibawah 6 tahun tidak dianjurkan karna terakit resiko, keamanan dan efikasi obat ini belum diketahui. Dekongestan memiliki efek samping penyempitan pembuluh darah (vasokonstriksi) yang bisa mengakibatkan peningkatan tekanan darah, sakit kepala, jantung berdebar- debar, dan gangguan irama jantung. FDA bersama American Academy of Pediatrics merekomendasikan pembatasan penggunaan obat batuk flu pada anak kurang dari 6 tahun. Hal ini disebabkan efektivitas obat untuk anak belum sepenuhnya terbukti bahkan terdapat risiko efek samping berbahaya [32]. Cetirizin adalah obat antihistamin generasi kedua yang secara luas digunakan untuk alergi. Cetirizin mampu menurunkan gejala mayor rhinitis alergi seperti hidung beriar, bersin, hidung gatal, mata berair dll. Mekanisme kerja dari setirizin adalah berkompetisi dengan histamin dalam menempati reseptor H-1 pada selefektor disaluran pencernaan, pembuluh darah dan saluran pencernaan. Cetrizine tidak boleh digunakan pada anak dibawah 2 tahun karena belum terbukti keamanan dan efektivitasnya. Efek samping yang bisa ditimbulkan oleh cetrizin yang diberikan kepada anak dibawah 2 tahun adalah gelisah, inmsomnia dan mengantuk [33]. Tabel 4 Profil Penggunaan Obat Off-Label Kategori Usia Nama Obat Penggunaan Resmi Jumlah Presentase Chlorpheniramine Maleat Tidak dianjurkan untuk anak dibawah 6th 12 63,15 % Salbutamol Tidak dianjurkan untuk anak di bawah 2th 2 10,52% Pseudoefedrin HCL Tidak dianjurkan untuk anak dibawah 6 tahun 3 15,78% Cetirizine Tidak dianjurkan untuk anak di bawah 2th 2 10,52% Jumlah 19 (Sumber : British National Formulary Children 2019-2020) Tabel 5 Profil Penggunaan Obat Off-Label Kategori Indikasi Nama Obat Penggunaan Resmi Jumlah Presentase Zink Meringankan gejala diare pada anak 5 100% Jumlah 5 (Sumber : Pusat Informasi Obat Nasional (PIONAS) 2014) Tabel 6 Profil Penggunaan Obat Off-Label Kategori Cara Pemberian Nama Obat Penggunaan Resmi Jumlah Presentase Salbutamol Sediaan oral tablet dan sirup tidak dianjurkan untuk anak dibawah 2th 2 100% Jumlah 2 (Sumber : British National Formulary Children 2019-2020) 3.6 Profil Penggunaan Obat Off-Label Kategori Indikasi Obat yang termasuk off-label indikasi adalah zink yang merupakan obat yang berfungsi untuk meringankan gejala diare pada anak tetapi dari data yang didapatkan zink diberikan pada kasus Penumonia anak sehingga pengobatan tidak tepat indikasi dan tidak sesuai dengan literatur. Tetapi menurut Aggarwal [34] menegaskan bahwa suplementasi zink oral harian dan mingguan secara rutin selama tiga


Kajian Penggunaan Obat Off-Label Pada Penyakit ISPA Pasien Pediatri di RSUD Majene 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 103 bulan secara signifikan dapat mengurangi kejadian infeksi saluran nafas bawah akut. Suplementasi zink pada anak-anak dapat mengurangi peradangan, menurunkan obstruksi jalan nafas dan memperpendek durasi sesak di dada, tingkat pernapasan yang tinggi dan hipoksia [35]. Efek samping ddari penggunaan zink yaitu ketidaknyamanan epigstrium yang biasanya bersifat sementara [36]. 3.7 Profil Penggunaan Obat Off-Label Kategori Cara Pemberian Salbutamol yang diberikan dalam bentuk puyer dan sirup tidak dilisensikan untuk anak dibawah 2 tahun. Hal ini terjadi karna sediaan salbutamol inhaler tidak tersedia, selain itu pertimbangan lain yaitu biaya salbutamol oral lebih murah dibandingkan inhaler tetapi penggunaan salbutamol oral untuk mengatasi asma kurang direkomendasikan [37]. Penggunaan salbutamol dalam bentuk inhalasi mempunyai efek samping lebih sedikit daripada pemberian peroral (tablet) [38]. Efek samping pemberian salbutamol tablet diantaranya menyebabkan tremor halus pada otot skelet (biasanya pada tangan), palpitasi, kejang otot, takikardia, sakit kepala dan ketegangan. Efek ini terjadi pada semua perangsang adrenoreseptor beta, vasodilator perifer, gugup, hiperaktif, epitaxis (mimisan), susah tidur, tremor dan vomiting [39]. 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 88 pasien penderita ISPA anak di Rumah Sakit Umum Daerah Majene dapat disimpulkan bahwa terdapat karakteristik pasien dengan jenis kelamin lakilaki (55,68%) dan perempuan (44,31%), serta ditemukan sejumlah 26 peresepan obat offlabel, penggunaan obat off-label diklasifikasikan sebagai off-label usia sebanyak 19, penggunaan off-label indikasi sebanyak 5 dan penggunaan off-label cara pemberian sebanyak 2. Jenis obat off-label yang paling banyak diresepkan adalah Klorfeniramin Maleat. Sesuai literatur, penggunaan obat off-label tersebut sudah berdasarkan dasar ilmiah yang benar dengan resiko ringan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa penggunaan obat off-label pada anak cukup tinggi sehingga pengawasan terkait resiko penggunaan obat perlu dilakukan oleh apoteker. 5 Kontribusi Penulis Nurul Syafitri AR: melakukan pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskrip. Niken Indriyanti dan Muhammad Faisal sebagai pengarah, pembimbing dan penyelaras akhir manuskrip. 6 Etik Surat laik etik dikeluarkan oleh KEPK Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman dengan No.76/KEPKFFUNMUL/EC/EXE/09/2021 7 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 8 Daftar Pustaka [1] Depkes RI,. 2013. Profil Kesehatan Indonesia.Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. [2] Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar. Riskesdas 2018, Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, Jakarta [3] Child AD. Off licence and off label prescribing in children: litigation fears for physicians. BMJ. 2005;90 [4] Gomes VP, Silva KM da, Chagas SO, Magalhães IR dos S. Off-label and unlicensed utilization of drugs in a Brazilian pediatric hospital. Farm Hosp. 2015;39(3):176-180. [5] Setyaningrum, N., Viara, G., Suci G. 2017. Penggunaan Off-label pada Anak di Apotek Kota Yogyakarta. Jurnal Sains Farmasi & Klinik, 4(2), 30-35. [6] Suhandayani, Ike. 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Pati 1 Kabupaten Pati. Skripsi Universitas Negri Semarang. [7] Sumiyati. Hubungan jenis kelamin dan status imunisasi DPT dengan pneumonia pada bayi usia 0-12 bulan. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai. 2015; 8: 63-69. [8] Sihotang, Rita Setiawati. 2017. Persepsi Perawat Tentang Pelaksanaan Terapi Bermain Pada Anak di RSUD Dr. Piringan Medan. Skripsi Universitas Sumatera Utara [9] Kartasasmita, CB., Oktober 1993. Morbiditas dan Faktor Resiko ISPA Pada Balita di Cikutra,


Kajian Penggunaan Obat Off-Label Pada Penyakit ISPA Pasien Pediatri di RSUD Majene 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 104 Suatu Daerah Urban di Kotamadya Bandung. Majalah Kesehatan Bandung, Vol 25 No.4. 15 [10] Susanti, Sulis. 2016. Pemetaan Penyakit Pneumonia di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Biometrika dan Kependudukan. Vol 5 No 2 : 117-124 [11] Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : CV Trans Info Media [12] Asyikin, Ashari, dkk. 2019. Studi Tingkat Pengetahuan Masyarakat Tentang Penggunaan Obat Influenza Secara Swamedikasi di Desa Waepute Kecamatan Topoyo Kabupaten Mamuju Tengah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2018. Media Farmasi. Vol XV No. 1 [13] Polumulo, Sri Zein. 2012. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Penyakit Common Cold pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tamalate Kota Gorontalo Tahun 2012. Jurusan Kesehatn Masyarakat : Universitas Gorontalo [14] Harsono, T. 2013. Permasalahan Kehamilan yang Sering Terjadi. Yogyakarta : Platinum [15] Basuki, Sri Wahyu, dkk. 2020. Rhinis Akut Viral. Fakultas Kedokteran : Universitas Muhammadiyah Surakarta [16] Akib, Arwin AP. 2002. Asma Pada Anak. Sari Pediatri. Vol 4 No 2 [17] Hardina, S., & Wulandari, D. (2019). Pengaruh Konsumsi Air Hangat terhadap Frekuensi Nafas pada Pasien Asma di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu Tahun 2019. Journal of Nursing And Public Health, 7(2), 77-86 [18] Wahidah, Lilik Koernia, dkk. 2020. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pneumonia dengan Meetode ATC/DDD pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUD DR. A Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun 2019. Jurnal Farmasi Lampung. Vol 9 No 2 [19] Ulfa, Ade Maria, dkk. 2017. Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada Pemisahan Ambroxol HCL dalam Sediaan Obat Sirup Merek X. Jurnal Analis Farmasi. Vol 2 No 3 [20] Albrecht Helmut H., Peter V. Dicpinigaitis and Eric P. Guenin,. Role of guaifenesin in the management of chronic bronchitis and upper respiratory tract infections. Multidisciplinary Respiratory Medicine (2017) 12:31 [21] Rokhmaniah, Ulfa Dwi, dkk. 2020. Evaluasi Penggunaan Sediaan Parasetamol Pada Pasien Pediatri ISPA di Rumah Sakit Muhammadiyah Bantul Yogyakarta Periode 2018. Pharmacoscript. Vol 2 No 2 [22] Bappenas. 2015. Pembangunan Gizi di Indonesia. Jakarta : Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional [23] Ikawati, Z., 2006, Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernapasan, hal 43-50, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta. [24] Allen, L. V., 2002, The Art science, and Technology of Pharmaceutical Compouding, 304,309,310, American Pharmaceutical Association, Washington D. C. [25] Ahanchian Hamid, Carmen M Jones, Yueh-sheng Chen and Peter D Sly. Respiratory viral infections in children with asthma: do they matter and can we prevent them. BMC Pediatrics 2012, 12:147 [26] Kelly, H.W., and Sorkness., 2008, Asthma, in Dipiro, J.T., Matzke, G.R., Posey, L.M., Talbert, R.I., Wells, B.G., Yee, G.C., (eds), Pharmacotherapy: A Phatophysiologi Approach, 7th Ed., Mc Graw Hiil Companies Inc, New York. [27] Gitawati, Retno. 2014. Bahan Aktif dalam Kombinasi Obat Flu dan Batuk-Pilek dan Pemilihan Obat Flu yang Rasional. Media Litbangkes. Vol 24 No 1 [28] Cahyono, Stefani Yuanita. 2008. Evaluasi Komposisi Indikasi, Dosis dan Interaksi Obat Resep Racikan Untuk Pasien Pediatri Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli 2017. Skripsi Universitas Sanata Dharma [29] Lachman, L., & Lieberman, H. A., 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi Kedua, 1091- 1098, UI Press, Jakarta. [30] Wullur, Sally Tuarissa Adeanne C, dkk. 2014. Profil Penggunaan Obat Klorfenirain Maleat pada Masyarakat di Kelurahan Bailang dan Kelurahan Karombasan Kota Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol 3 No 2 [31] British thoracic society, 2016, British Guideline on The Management of asthma, A national clinical guideline, London, UK [32] Hendley, J. O. (2011). The common cold and decongestant therapy. Pediatrics in Review, 32(2), 47–55. [33] Purba AV. Penggunaan Obat Off-Label Pada Pasien Anak. BulPanel Kesehatan.35(2):90-97. [34] Aggarwal R, Sentz J, Miller MA. Role of zinc administration in prevention of childhood diarrhea and respiratory illness: a metaanalysis. Pediatrics 2007; 119: 1120-30. [35] Rerksuppaphol Sanguansak and Lakkana Rerksuppaphol. A randomized controlled trial of zinc supplementation in the treatment of acute respiratory tract infection in Thai children. Pediatric Reports 2019; volume 11:7954 [36] British National Formulary for Children, 2018. 76th Edition British Medical Association and Royal Pharmaceutical Society of Great Britain, London. [37] Simon C, Martin T, David A,. (2016) It is time to stop prescribing oral salbutamol. Australian Family Physician45:4.


Kajian Penggunaan Obat Off-Label Pada Penyakit ISPA Pasien Pediatri di RSUD Majene 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 105 [38] Ikawati Z. Penggunaan Obat Off - label : tantangan untuk Apoteker. Med ed 22. 2015;VI(April-juni):50-53. [39] Wills B.K., Kwan, C., Bailey., M Johnson L., and Allan. 2015. Recalcitrant Supraventicular Tachycardia : occult albuterol toxicity due to a factitious disorder. The Journal Of Emergency Medicine. Vol 9 No 4.


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 106 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Potensi Seduhan Daun Pepaya (Carica papaya L.) Kombinasi Madu Terhadap Intensitas Nyeri Haid (Dysmenorrhea) pada Wanita Potential Infusion of Papaya Leaves (Carica papaya L.) Combined with Honey Against the Intensity Menstrual Pain (Dysmenorrhea) in Women Pakendek Fefryani1,*, Nur Masyithah Zamruddin2, Niken Indriyanti3 1Mahasiswa Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia 2KBI Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia 3KBI Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: fefryanii.ff@gmail.com Abstrak Haid merupakan pertanda seorang remaja sudah memasuki pubertas. Haid dapat menyebabkan nyeri atau kram yang disebut dismenore. Dalam penelitian ini digunakan 1 lembar daun pepaya (Carica papaya L.) yang dikombinasikan 30ml madu. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pemberian seduhan daun pepaya (Carica papaya L.) yang dikombinasikan dengan madu terhadap intensitas nyeri haid pada wanita. Dalam pengujian ini digunakan 2 kelompok yaitu uji dan Kontrol positif menggunakan metode penelitian Quasi Experimental dengan melihat potensi sediaan herbal pada lembar skala NRS (Numerical Rating Scale) yang diberikan sebelum dan sesudah perlakuan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan efektifitas teh daun pepaya kombinasi madu sebelum dan sesudah pemberian terhadap penurunan intensitas nyeri yang dirasakan pada masingmasing subjek telah signifikan yaitu 0,000 (p<0,05) dari kedua kelompok perlakuan yaitu uji dan kontrol positif didapatkan perbandingan nyeri yaitu daun pepaya kombinasi madu lebih baik dan efektif dalam menurunkan nyeri dismenore setelah OAINS dengan perbandingan rerata uji 11.70 dan kontrol positif 9.30. Kata Kunci: Dismenore, Numerical Rating Scale (NRS), Daun Pepaya, Madu Abstract Menstruation is a sign that a teenager has entered puberty. Menstruation can cause pain or cramping called dysmenorrhea. In this study, 1 papaya leaf (Carica papaya L.) was used combined with 30 ml of honey. The purpose of this study was to determine the effectiveness of steeping papaya leaves (Carica Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Potensi Seduhan Daun Pepaya (Carica papaya L.) Kombinasi Madu Terhadap Intensitas Nyeri Haid (Dysmenorrhea) pada Wanita 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 107 papaya L.) combined with honey on the intensity of menstrual pain in women. In this test, 2 groups were used, namely the positive test and control using the Quasi Experimental research method by looking at the potential of herbal preparations on the NRS (Numerical Rating Scale) scale sheet given before and after treatment. Based on the results of the study, it was found that the effectiveness of papaya leaf tea with a combination of honey before and after administration to reduce the intensity of pain felt in each subject was significant, namely 0.000 (p <0.05) from the two treatment groups, namely the test and positive control, the comparison of pain was obtained from the leaves. papaya combined with honey was better and more effective in reducing dysmenorrhea pain after NSAIDs with a test mean ratio of 11.70 and positive control 9.30. Keywords: Dysmenorrhea, Numerical Rating Scale (NRS), Papaya Leaf, Honey DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.578 1 Pendahuluan Dismenore merupakan nyeri menusuk yang terasa di perut bagian bawah dan paha akibat ketidakseimbangan hormon progesteron dalam darah sehingga mengakibatkan timbulnya rasa nyeri [1]. Dismenore diklasifikasikan menjadi 2 yaitu, dismenore primer atau gejala sistemik yang disebabkan karena tingginya kadar prostaglandin dan dismenore sekunder yang terjadi karena proses patologis seperti endometriosis, adenomiosis, penyakit radang panggul, stenosis cervical, miona atau polip uteri [2]. Dismenore terjadi karena meningkatnya sekresi dari prostaglandin. Selain itu, penyebab terjadinya rasa nyeri dismenore adalah karena pengaruh terjadinya respons inflamasi akibat siklus prostaglandin dan leukotrien yang diproduksi oleh kerja metabolisme asam arakidonat. Prostaglandin distimulasi oleh enzim cyclooxygenase, sedangkan leukotrien berperan dalam peningkatan sensitivitas serabut saraf yang menyebabkan nyeri pada uterus oleh enzim lipoxygenase. Sintesis prostaglandin (PGF2- alpha) di dalam uterus akan berakibat pada hipertonus dan vasokonstriksi pada miometrium. Selama endometrium mengelupas, sel-sel akan melepaskan sekret berupa prostaglandin yang nantinya akan menstimulasi kontraksi dari miometrium yang dapat menimbulkan iskemia dan nyeri pada dismenore primer [3]. Dismenore menyebabkan perubahan emosional juga aktivitas menjadi terganggu, prevalensi dismenore sulit ditentukan karena adanya perbedaan kondisi serta bervariasi dari 45%-95% [4]. Dalam sebuah penelitian terdapat 641 probandus, 42% merawat sendiri, 53% mengikuti metode non farmakologi dan hanya 5% yang mengikuti resep dokter. Kebanyakan probandus menggunakan obat asam mefenamat untuk mengurangi rasa nyeri dismenore. Menurut pedoman pengobatan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan United States (FDA) penggunaan obat NSAID dapat meningkatkan serangan jantung atau stroke yang bisa menyebabkan kematian serta efek samping lainnya [4-6]. Terapi non farmakologi dipilih sebagai alternatif penggunaan obat sintetik dengan istirahat yang cukup, olahraga, mengompres hangat, nafas dalam, terapi musik [7]. selain itu juga bisa ditangani dengan pemberian herbal sebagai pengobatan alternatif. Di Indonesia banyak jenis tanaman obat yang diproduksi sebagai bahan baku obat tradisional (jamu) dalam bentuk simplisia. Daun pepaya (Carica papaya) mengandung flavonoid yang berperan sebagai antiinflamasi mampu menghambat pembentukan radang penyebab nyeri dengan menghambat enzim siklooksigenase I (COX-1) yang berperan dalam biosintesis [8]. Sedangkan madu merupakan cairan yang dihasilkan oleh lebah dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) ataupun


Potensi Seduhan Daun Pepaya (Carica papaya L.) Kombinasi Madu Terhadap Intensitas Nyeri Haid (Dysmenorrhea) pada Wanita 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 108 ekskresi serangga yang mempunyai rasa manis [9]. Madu memiliki kandungan flavonoid yang dapat mencegah produksi enzim cyclooxygenase yang dapat mengkatalisis sintesis prostaglandin dari asam arakidonat [10]. Flavonoid memblok aksi dari enzim cyclooxygenase, yang menurunkan produksi mediator prostaglandin, sehingga dapat menghambat rasa nyeri. Selain itu, madu dapat menurunkan prostaglandin E2, prostaglandin alpha 2, dan thromboxane B2 di dalam darah sehingga dapat menurunkan rasa nyeri [11-12]. Intensitas nyeri adalah gambaran tentang tingkatan nyeri yang dirasakan individu bersifat subjektif dan individual, dapat diukur dengan beberapa instrumen. Metode penilaian menggunakan skala NRS yang digunakan secara linier umumnya digunakan untuk mengukur intensitas nyeri dalam praktek klinik ditandai dengan garis angka 0-10 dengan interval yang sama dimana 0 menunjukkan tidak ada nyeri, 5 menunjukkan nyeri sedang, dan 10 menunjukkan nyeri berat [13]. Penelitian kali ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pemberian seduhan daun pepaya (Carica papaya L.) yang dikombinasikan dengan madu terhadap intensitas nyeri haid pada wanita di Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman. 2 Metode Penelitian 2.1 Prosedur Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan metode eksperimental semu Quasi Experimental menggunakan teknik Single Blind. Populasi penelitian adalah Mahasiswa Farmasi Universitas Mulawarman angkatan 2018 dan 2019 sejumlah 20 orang yang diambil menggunakan metode Simple Random Sampling dengan beberapa kriteria inklusi. Sebelumnya penelitian ini diajukan kepada Komisi Etik Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman dengan nomor No.78/KEPKFFUNMUL/EC/EXE/09/2021. Subjek penelitian didapatkan dengan cara menyebarkan G-form yang berisi beberapa pertanyaan dan biodata selanjutnya subjek yang ada akan memasuki ruang grup via whatsapp dan akan diberikan lembar Informed Consent, kuesioner L-MMPI (Lie-Minnesota Multiphasic Personality Inventory) dengan batas skor “TIDAK>10”, dan lembar wawancara untuk diisi. Subjek dipilih berdasarkan kriteria inklusi yang ada dan dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan yaitu kontrol positif dengan pemberian obat asam mefenamat dan kelompok uji dengan pemberian seduhan teh daun pepaya kombinasi madu. Sebelum perlakuan dilakukan subjek diberikan lembar NRS untuk diisi (pretest) setelah diberikan perlakuan sesuai kelompok yang didapatkan, selang ± 2 jam subjek kembali mengisi lembar NRS (posttest). 2.2 Analisis Data Data yang didapatkan kemudian diolah dengan uji Paired Test untuk mengetahui potensi dari seduhan teh daun pepaya kombinasi madu sedangkan, untuk membandingan dan mengetahui selisih atau perbedaan signifikan dari 2 kelompok perlakuan data diuji menggunakan analisis secara statistik yaitu uji normalitas Shapiro Wilk, karena data yang didapatkan tidak berdistribusi normal maka data dilanjutkan dengan analisis uji Kruskal Wallis menggunakan software SPSS v23 untuk membandingan dan mengetahui selisih atau perbedaan signifikan dari 2 kelompok perlakuan. 3 Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian yang dilakukan pada bulan November 2021 diperoleh dari 20 responden Mahasiswa Farmasi Universitas Mulawarman. Hasil efektivitas uji paired t test menunjukkan signifikansi 0,000<0,05 (tabel 1) yang dapat disimpulkan bahwa seduhan teh daun pepaya memiliki potensi yang sangat efektif dalam menurunkan intensitas nyeri haid pada wanita sebelum dan sesudah diberikan perlakuan. Tabel 1. Data baku signifikansi efektifitas seduhan daun pepaya kombinasi madu KELOMPOK UJI Subjek NRS Pretest NRS Posttest Subjek ke-1 9 2 Subjek ke-2 6 3 Subjek ke-3 9 5 Subjek ke-4 3 0 Subjek ke-5 8 4 Subjek ke-6 6 1 Subjek ke-7 5 1 Subjek ke-8 3 0 Subjek ke-9 1 0


Potensi Seduhan Daun Pepaya (Carica papaya L.) Kombinasi Madu Terhadap Intensitas Nyeri Haid (Dysmenorrhea) pada Wanita 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 109 Subjek ke-10 2 0 Stdev 2.89827 1.837873 Sig (2-tailed) 0,000 (p<0,05)* Berdasarkan skala nyeri NRS pre-post tiap kelompok uji dengan pemberian seduhan teh daun pepaya kombinasi madu (tabel 2). Sedangkan hasil pre-post berdasarkan skala nyeri NRS tiap kelompok kontrol positif dengan pemberian asam mefenamat 500 mg (tabel 3). Tabel 2. data baku NRS kelompok uji seduhan teh daun pepaya kombinasi madu KELOMPOK UJI (seduhan teh daun pepaya kombinasi madu) Nama Subjek Pretest Posttest Subjek ke-1 9 (nyeri berat) 2 (nyeri ringan) Subjek ke-2 6 (nyeri sedang) 3 (nyeri ringan) Subjek ke-3 9 (nyeri berat) 5 (nyeri sedang) Subjek ke-4 3 (nyeri ringan) 0 (tidak nyeri) Subjek ke-5 8 (nyeri berat) 4 (nyeri sedang) Subjek ke-6 6 (nyeri sedang) 1 (nyeri ringan) Subjek ke-7 5 (nyeri sedang) 1 (nyeri ringan) Subjek ke-8 3 (nyeri ringan) 0 (tidak nyeri) Subjek ke-9 1 (nyeri ringan) 0 (tidak nyeri) Subjek ke-10 2 (nyeri ringan) 0 (tidak nyeri) Persentase 5,20% 1,60% Selisih 3,60% Tabel 3. data NRS kelompok kontrol positif asam mefenamat 500 mg KELOMPOK KONTROL POSITIF (asam mefenamat @500 mg) Nama Subjek Pretest Posttest Subjek ke-1 6 (nyeri sedang) 3 (nyeri ringan) Subjek ke-2 3 (nyeri ringan) 0 (tidak nyeri) Subjek ke-3 2 (nyeri ringan) 0 (tidak nyeri) Subjek ke-4 7 (nyeri berat) 0 (tidak nyeri) Subjek ke-5 3 (nyeri ringan) 0 (tidak nyeri) Subjek ke-6 9 (nyeri berat) 7 (nyeri berat) Subjek ke-7 2 (nyeri ringan) 0 (tidak nyeri) Subjek ke-8 8 (nyeri berat) 3 (nyeri ringan) Subjek ke-9 10 (nyeri sangat berat) 7 (nyeri berat) Subjek ke-10 10 (nyeri sangat berat) 8 (nyeri berat) Persentase 6,00% 2,80% Selisih 3,20% Dari tabel 2 dan tabel 3, terlihat bahwa kelompok uji merupakan metode yang lebih efektif dalam menurunkan nyeri dismenore dengan pemberian seduhan teh daun pepaya kombinasi madu yang dilihat dari selisih antar rerata sebelum dan sesudah perlakuan yang tertinggi yaitu 3,60%. Sedangkan, kelompok kontrol positif dengan pemberian obat asam mefenamat 500 mg mengalami penurunan yang tidak jauh dari kelompok uji dengan rerata selisih penurunan yaitu 3,20%. Berdasarkan hasil dari perbandingan yang ada dapat disimpulkan seduhan teh daun pepaya kombinasi madu lebih efektif atau memiliki potensi dan aktivitas lebih baik dibandingkan dengan pemberian obat asam mefenamat 500 mg walaupun selisih dari keduanya tidak terlalu jauh dalam menurunkan nyeri dismenore pada wanita. Gambar 1 Diagram batang perbedaan intensitas nyeri haid kelompok uji dan kontrol Berdasarkan data tersebut (gambar 1), terlihat pada kelompok kontrol positif memiliki nilai persentase pretest lebih besar yaitu 6.00% dibandingkan dengan nilai posttest yaitu 2.80%. Sedangkan pada kelompok uji memiliki persentase pretest lebih besar yaitu 5.20% dibandingkan dengan nilai posttest yaitu 1.60%. Maka, dapat disimpulkan bahwa kedua perlakuan yang diberikan memiliki efek yang signifikan atau memiliki potensi dalam menurunkan nyeri dismenore pada wanita. Tabel 4. Data hasil perbandingan dari selisih penurunan nyeri 2 kelompok perlakuan kelompok perlakuan STDEV Mean uji pretest posttest Kruskal-Wallis kontrol positif 3.03315 5.60 (mean) 2.70671 2.20 (mean) 9.3 (n=10) Uji 11.7 (n=10) Sig. Kruskal-Wallis 0,349* Dari hasil signifikansi uji Kruskal Wallis jika nilai P Value yang ditunjukkan oleh nilai 6.00% 5.20% 2.80% 1.60% 0.00% 1.00% 2.00% 3.00% 4.00% 5.00% 6.00% 7.00% kontrol positif uji sebelum sesudah


Potensi Seduhan Daun Pepaya (Carica papaya L.) Kombinasi Madu Terhadap Intensitas Nyeri Haid (Dysmenorrhea) pada Wanita 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 110 Asymp.Sig. Jika nilai P Value<batas kritis (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara kontrol positif dengan kelompok uji dari sediaan yang diberikan terhadap nyeri dismenore. Dari hasil pengujian yang telah dilakukan jika dilihat dari hasil standar deviasi atau penyebaran data terlihat hasil pretest>posttest, (3.03315>2.7067) dengan mean pretest 5.60 dan posttest 2.20 maka disimpulkan pada hasil data pretest dan posttest memiliki keseragaman penyebaran data dan rata-rata yang baik. Pada hasil data analisis uji Kruskal Wallis (tabel 4) didapatkan hasil 0,349<0,05; maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan kontrol positif dan kelompok uji tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam menurunkan nyeri dismenore, tetapi jika dilihat dari data hasil mean rank atau rata-rata dari kedua perlakuan dapat disimpulkan bahwa kelompok kontrol positif memiliki mean rank 9.30 sedangkan kelompok uji memiliki mean rank 11.70 yang berarti bahwa dalam pengujian ini melihat potensi analgetik dan antiinflamasi untuk menurunkan nyeri dismenore masih terlihat perbedaan perbandingan selisih ratarata antara seduhan teh daun pepaya kombinasi madu memiliki peringkat yang lebih tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa sediaan ini berada pada potensi penurunan nyeri dismenore yang lebih baik dan lebih efektif dibandingkan dengan asam mefenamat 500 mg walaupun memiliki selisih perbandingan yang tidak terlalu jauh. Hal-hal seperti ini sangat mungkin terjadi karena kurangnya pengawasan dan kepatuhan dari beberapa subjek penelitian maka data yang didapatkan kurang maksimal. 4 Kesimpulan Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa seduhan teh daun pepaya kombinasi madu telah memberikan efek yang baik dan efektif dibandingkan dengan OAINS dalam menurunkan nyeri dismenore dengan selisih perbandingan 2.4 terhadap intensitas nyeri. 5 Ucapan Terima Kasih Dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman yang telah bersedia menjadi responden penelitian. 6 Kontribusi Penulis Pakendek Fefryani : Melakukan penelitian, pengumpulan data serta menyiapkan draft manuskrip. Niken Indriyanti dan Nur Masyithah: Pengarah, pembimbing serta penyelaras akhir manuskrip. 7 Etik Keterangan layak etik pada penelitian ini dikeluarkan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman No.78/KEPKFFUNMUL/EC/EXE/09/2021. 8 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 9 Daftar Pustaka [1] Jafarpour, Molouk, Hatefi. M, Najafi. F, Khajauikhan. J and Khani, A. (2015). The Effect of Cinnamon on Menstrual Bleeding and Systemic Symptoms with Primary Dysmenorrhea. Iran Red Crescent Medical Journal. 17(4): e27032 [2] Anisa, Magista Vivi.2015. The Effect of Exercise On Primary Dysmenorrhea. Jurnal majority Volume 4 Nomor 2 [3] Kostania, Gita dan Anik Kurniawati. 2016. Perbedaan Efektivitas Ekstrak Jahe Dengan Ekstrak Kunyit Dalam Mengurangi Nyeri Dismenore Primer Pada Mahasiswi Di Asrama Jurusan Kebidanan Poltekkes Surakarta. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 5. [4] Proctor, M., & Farquhar, C. (2006). Diagnosis and management of dysmenorrhoea.Bmj,332(7550),1134– 1138.https://doi.org/10.1136/bmj.332.7550.1 134 Makna. Yogyakarta: Nuha Medika. [5] Sugumar, Ramya, Vasundara Krishnaiah, Gokul Shetty Channaveera, Shilpa Mruthyunjaya. 2013. Comparison Of The Pattern, Efficacy, And Tolerability Of Self-Medicated Drugs In Primary Dysmenorrhea: A Questionnaire Based Survey. Indian Journal of Pharmacology, Volume 45. [6] Food and Drug Administration (FDA). 2007. Medication guide for nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs). Diakses dari http://www.fda.gov/downloads/drugs/drugsa fety/ucm089162.pdf


Potensi Seduhan Daun Pepaya (Carica papaya L.) Kombinasi Madu Terhadap Intensitas Nyeri Haid (Dysmenorrhea) pada Wanita 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 111 [7] Laila, N. N. (2011). Buku Pintar Menstruasi dan Solusi Atasi Segala Keluhannya. Yogyakarta: Buku Biru. [8] Afrianti, Ria., Revi Yenti., & Dewi Meustika.2014.Uji Aktifitas Analgetik Ekstrak Etanol Daun Pepaya (Carica papaya L.) pada Mencit Putih Jantan yang di Induksi Asam Asetat 1%.Jurnal Sains Farmasi & Klinis (ISSN: 2407-7062) Vol. 01 No. 01 [9] Wulandari, Devyana Dyah. 2017. Kualitas Madu (Keasaman, Kadar Air, Dan Kadar Gula Pereduksi) Berdasarkan Perbedaan Suhu Penyimpanan. Jurnal Kimia Riset, Volume 2 No. 1, Online ISSN: 2528-0422 [10] Goenarwo, E., Chodidjah, & Susanto, H. (2011). Uji Efektifitas Analgesik Madu pada Tikus dengan Metode Geliat asetat. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung. [11] Amani, Soroush, Kheiri, S & Ahmadi, A. (2015). Honey Verus Diphenhydramine for PostTonsillectomy Pain Relief in Pediatric Cases:A Randomized Clinical Trial. Journal of Clinical and Diagnostic Research. Volume 9(3): SC01- SC04. [12] Oskouei, Tahereh. E. (2012). Traditional and Modern Uses of Natural Honey in Human Disease:A Review. Iranian Journal of Basic Medical Sciences.Volume,16.No,6. http://www.mums.ac.ir/basic_medical/en/inde x. [13] Gulati, A. Loh J. 2011. Assessment Of Pain: Complete Patient Evaluation. In: Vadivelu, Nalini, Urman, Richard D., and Hines, Roberta L. Editors. Essentials Of Pain Management. New York: Springer.


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 112 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Uji Antelmintik dari Ekstrak Etanol Daun Kadamba (Mitragyna speciosa) Anthelmintic Test of Ethanol Extract of Kadamba Leave (Mitragyna speciosa) Putri Natasya Magdalena, Juniza Firdha Suparningtyas, Islamudin Ahmad* Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Kefarmasian “Farmaka Tropis”, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: islamudinahmad@farmasi.unmul.ac.id Abstrak Penyakit yang disebabkan parasit terutama cacing pada hewan di peternakan merupakan salah satu permasalahan yang sering dihadapi peternak. Penyakit cacingan dapat menurunkan produktivitas ternak dan menjadi penyebab turunnya nilai jual ternak di pasaran. Penyakit cacingan yang paling banyak menyerang hewan ternak salah satunya ialah Paramphistomum sp. Pengobatan penyakit ini menggunakan tanaman berkhasiat, yang merupakan salah satu alternatif yang dipilih untuk memperkecil adanya efek samping karena pemberian obat sintesis. Daun kadamba dipilih pada pengujian ini karena merupakan tanaman yang memiliki senyawa yang berpotensi sebagai antelmintik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antelmintik ekstrak daun kadamba terhadap cacing Paramphistomum sp. Sebanyak 210 sampel cacing Paramphistomum sp. diambil dari rumen sapi di RPH Tanah Merah. Penelitian ini dilakukan secara in vitro dengan 7 kelompok percobaan yang terdiri dari satu kontrol positif (Albendazole), satu kontrol negatif (NaCl), dan lima kelompok pemberian ekstrak daun kadamba dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 12,5% dengan replikasi sebanyak tiga kali. Hasil dari penelitian menunjukkan rendemen ekstrak etanol daun kadamba sebesar 13,88% dan uji antelmintik menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kadamba memiliki aktivitas antelmintik terhadap Paramphistomum sp. pada seluruh konsentrasi pengujian. Kata Kunci: Kadamba (Mitragyna speciosa), Antelmintik, Cacing Paramphistomum sp. Abstract Diseases caused by parasites, especially worms in animals on farms, are one of the problems that farmers often face. Worm disease can decrease the productivity of livestock and cause a decrease in the selling value of livestock at the market. The most common worm disease that attacks livestock is Paramphistomum sp. The treatment of this disease uses nutritious plants, which is one of the Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Uji Antelmintik dari Ekstrak Etanol Daun Kadamba (Mitragyna speciosa) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 113 alternatives chosen to minimize side effects due to the administration of synthetic drugs. Kadamba leaf was chosen in this study because one of the medical plants that have potential compounds as anthelmintics. The aim of this research is to know the anthelmintic activity of kadamba leaf extract to Paramphistomum sp. 210 samples of Paramphistomum sp. were taken from cow rumen at Tanah Merah slaughterhouses. This study was conducted in vitro with seven experimental groups consisting of one positive control (Albendazole), one negative control (NaCl), and five groups of kadamba leaf extract with concentrations of 2,5%, 5%, 7,5%, 10 %, 12,5% with three replications. The results of the study showed the yield of kadamba leaf extract was 13,88%, and the anthelmintic test showed that kadamba leaf extract had anthelmintic activity against Paramphistomum sp. at all concentrations. Keywords: Kadamba (Mitragyna speciosa), Anthelmintic, Paramphistomum sp. worm DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.579 1 Pendahuluan Kerugian akibat infeksi parasit khususnya cacing pada ternak di Indonesia sangat besar. Penyakit cacingan dapat menurunkan produktivitas ternak dan menjadi penyebab turunnya nilai jual ternak di pasaran. Hal ini akibat cacing parasit menyerap zat-zat makanan, menghisap darah/cairan tubuh, atau makan jaringan tubuh ternak. Cacing parasit juga menyebabkan kerusakan pada sel-sel epitel usus sehingga dapat menurunkan kemampuan usus dalam proses pencernaan dan penyerapan zat-zat makanan serta produksi enzim-enzim yang berperanan dalam proses pencernaan. Selain itu berkumpulnya parasit dalam jumlah besar di usus atau lambung ternak dapat menyebabkan penyumbatan atau obstruksi sehingga proses pencernaan makanan terganggu [1]. Penyakit cacingan yang paling banyak menyerang hewan ternak salah satunya ialah Paramphistomum sp. Cacing dewasa Paramphistomum sp. berukuran kecil dan memerlukan mikroskop agar lebih jelas. Cacing ini memiliki oral sucker dan vetral sucker (asetabulum). Habitat cacing ada di rumen dan retikulum hewan sapi, kambing, domba, dan rusa. Cacing ini merupakan penyebab penyakit parasitik yang penting pada ternak sapi dan menyebabkan penyakit paramphistomiasis. Paramphistomum sp. menimbulkan gejala yang tampak seperti radang dan kerusakan pada duodenum dan ileum, anemia, diare, badan kurus, dan kematian pada ternak muda [2]. Hasil penelitian mengenai infeksi Paramphistomum sp. di Indonesia pernah dilaporkan pada sapi yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH) Ujung Pandang dan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan [3]. Prevalensi paramphistomiasis pada sapi di Aceh sebanyak 94,5%, di Sumatera Barat 99,5%, di Lampung sebanyak 69,84%, di Jawa 41,6%, di Sulawesi Selatan 53,23%, di Kalimantan Selatan 56%, di Nusa Tenggara Barat 80% dan di Nusa Tenggara Timur 32,27% [4]. Prevalensi paramphistomiasis di Kecamatan Ujungjaya, Sumedang adalah 18,52% [5], sedangkan pada sapi di daerah Palembang menunjukkan prevalensi paramphistomiasis sebesar 32,30% [6]. Prevalensi paramphistomiasis di Indonesia cukup tinggi sehingga perlu dilakukan tindakan pengobatan. Pada kondisi krisis, harga obat cacing sangat mahal sehingga tidak terjangkau oleh peternak di pedesaan serta terbatasnya ketersediaan di lapangan. Karena hal tersebut, bagi ternak yang menderita cacingan dapat disiasati dengan memberikan obat herbal seperti daun kadamba. Selain ketersediaan yang melimpah dan mudah didapatkan juga dapat meminimalisir efek samping yang ditimbulkan. Kadamba (Mitragyna speciosa) merupakan salah satu tumbuhan yang banyak ditemukan di Asia Tenggara terutama dari Indonesia, Malaysia, dan Thailand [7]. Efek farmakologi


Uji Antelmintik dari Ekstrak Etanol Daun Kadamba (Mitragyna speciosa) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 114 dari daun kadama yang telah diteliti sebelumnya yaitu sedatif [8], stimulan, antidepresan [9], anti-inflamasi [10], antidiare, antioksidan dan antimikroba [11]. Kandungan metabolit sekunder dari daun kadamba adalah senyawa golongan alkaloid, saponin, flavonoid, tannin, steroid dan triterpenoid [12]. Namun peran ekstrak daun kadamba sebagai obat cacing untuk sapi belum diketahui secara pasti, maka dilakukan penelitian aktivitas antelmintik daun kadamba terhadap cacing Paramphistomum sp. secara in vitro. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah albendazole, cacing Paramphistomum sp., etanol 96%, daun kadamba (Mitragyna speciosa), NaCl fisiologis. 2.1.2 Alat Adapun alat-alat yang digunakan adalah batang pengaduk, blender, cawan petri, gelas kimia, inkubator, kaca arloji, kertas saring, oven, pinset, pipet ukur, pro pipet, rotary evaporator, timbangan analitik. 2.2 Prosedur 2.2.1 Pengumpulan Bahan Pengumpulan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun kadamba (Mitragyna speciosa) yang diperoleh dari kecamatan Barong, Kutai Barat, Kalimantan Timur. Daun diambil berwarna hijau, tidak rusak, tidak digigit oleh ulat dan tidak kering sebanyak 2 kg [13]. 2.2.2 Pembuatan Ekstrak Daun Kadamba Ekstraksi daun kadamba (Mitragyna speciosa) dilakukan dengan menggunakan metode maserasi. Sebanyak 454 gram serbuk daun kadamba direndam dengan pelarut etanol 96% selama 4 x 24 jam kemudian disaring menggunakan kertas saring sehingga didapat maserat. Maserat kemudian dievaporasi dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 ֯C sampai diperoleh ekstrak kental [13]. 2.2.3 Sampling Cacing Paramphistomum sp. Sampel dikumpulkan dari rumen sapi yang diperoleh dari RPH di Tanah Merah. Rumen dibuka dengan pisau secara hati-hati, cacing diambil menggunakan pinset dan dimasukkan kedalam wadah sampel bersama isi rumen, lalu ditutup untuk menghindari tumpah. Cacing yang diperoleh dibilas untuk membersihkan dari sisa rumen dengan larutan NaCl fisiologis berulang-ulang hingga bersih, lalu dilakukan pemilihan cacing yang hidup untuk dijadikan bahan uji [14]. 2.2.4 Uji Aktivitas Antelmintik secara In vitro Sampel dibagi dalam 7 kelompok yaitu ekstrak etanol daun kadamba (konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, dan 12,5%), kontrol positif (Albendazole 10% b/v) dan kontrol negatif (NaCl fisiologis) dengan replikasi sebanyak tiga kali. Setiap larutan diletakkan pada cawan petri, kemudian cacing dewasa dimasukkan ke dalam cawan petri. Lalu diinkubasi pada suhu 37 ֯C kemudian diamati pergerakan tiap 30 menit selama 4 jam. Mortalitas secara visual dan stimulus mekanis menggunakan batang pengaduk. Cacing yang tidak bergerak kemudian dipastikan kematiannya dengan cara dimasukkan ke dalam wadah yang berisi air dengan suhu 50 ֯C. Apabila cacing tidak bergerak, maka cacing tersebut dinyatakan mati. Waktu kematian cacing kemudian dicatat [15]. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Ekstraksi Daun Kadamba Ekstraksi menggunakan metode maserasi yang merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut pada temperatur ruangan. Proses maserasi dilakukan dengan merendam potongan daun kadamba dalam pelarut etanol 96% sampai sampel terendam dan sampel tersebut direndam selama 4 x 24 jam. Hasil maserasi disaring menggunakan kertas saring untuk memisahkan antara filtrat dan residu. Filtrat yang dihasilkan berwarna hijau pekat karena pelarut etanol yang dapat melarutkan pigmen berupa warna hijau (klorofil) dari daun kadamba. Filtrat yang


Uji Antelmintik dari Ekstrak Etanol Daun Kadamba (Mitragyna speciosa) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 115 didapatkan kemudian dievaporasi menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 ֯C sampai diperoleh ekstrak kental. Hasil ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 63 gram dengan rendemen 13,88. 3.2 Uji Aktivitas Antelmintik secara In vitro Uji aktivitas antelmintik daun kadamba dilakukan secara in vitro terhadap cacing Paramphistomum sp. Ekstraksi menggunakan ekstrak etanol daun kadamba dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, dan 12,5%. Larutan NaCl fis dan albendazole 10% b/v digunakan sebagai kontrol negatif dan kontrol positif. Albendazole 10% b/v dipilih karena sediaan ini lazim digunakan dalam pengobatan trematoda secara umum termasuk antiparamphistomiasis. Albendazole bekerja dengan menghambat polimerisasi beta tubulin dan asupan glukosa yang secara perlahan menimbulkan kematian cacing [16]. Tabel 1. Rata-rata waktu kematian semua sampel cacing Paramphistomum sp. yang direndam dalam ekstrak daun kadamba dan kontrol Kelompok Perlakuan Rerata Waktu Kematian Cacing (Menit) Kontrol (+) 20 Kontrol (-) 254 EK 2,5% 190 EK 5% 180 EK 7,5% 140 EK 10% 120 EK 12,5% 90 Keterangan: EK : Ekstrak daun kadamba Kontrol (+) : Albendazole 10% Kontrol (-) : NaCl fisiologis Tabel 1 menunjukkan pada kontrol (+) memiliki rata-rata waktu kematian keseluruhan sampel cacing pada menit ke-20, sedangkan pada kontrol (-) memiliki rata-rata waktu kematian keseluruhan sampel cacing pada menit ke-254. Perlakuan EK 2,5% memiliki ratarata waktu kematian keseluruhan sampel cacing pada menit ke-570, sedangkan perlakuan EK 5% memiliki rata-rata waktu kematian keseluruhan sampel cacing pada menit ke-180, serta pada perlakuan EK 7,5% memiliki ratarata waktu kematian keseluruhan sampel cacing pada menit ke-140. Pada perlakuan EK 10% memiliki rata-rata waktu kematian keseluruhan sampel cacing pada menit ke-120 dan perlakuan EK 12,5% memiliki rata-rata waktu kematian keseluruhan sampel cacing pada menit ke-90. Kelompok perlakuan yang memiliki efek antiparamphistomiasis berdasarkan perbedaan rata-rata waktu kematian yang signifikan pada EK 12,5% dengan rata-rata kematian 90 menit, meski masih lebih tinggi dibandingkan albendazole 10% dengan rata-rata waktu kematian 20 menit. Pengamatan yang dilakukan pada EK 12,5% menunjukkan bahwa terjadi efek yang signifikan. Semakin tinggi konsentrasi yang digunakan maka semakin tinggi senyawa aktif yang terkandung didalamnya dan semakin cepat waktu kematian cacing [17]. Pada konsentrasi tersebut dinyatakan paling efektif dibandingkan konsentrasi lainnya karena mampu memberikan efek kematian cacing yang lebih cepat dan meminimalisir penggunaan bahan serta menurunkan resiko efek samping pada penggunaannya. Aktivitas antiparamphistiomiasis diduga karena kandungan senyawa metabolit dari daun kadamba seperti senyawa golongan alkaloid, saponin, tannin, steroid dan triterpenoid. Alkaloid bekerja pada sistem saraf pusat dengan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase, sehingga menyebabkan kematian melalui kelumpuhan cacing. Saponin bekerja dengan cara mempengaruhi permeabilitas membrane sel parasit menyebabkan vakuolisasi. Flavonoid menghambat enzim glikolisis dan mengganggu homeostasis kalsium dan aktivitas nitrat oksida, sehingga menyebabkan kematian parasit [18]. 4 Kesimpulan Disimpulkan bahwa secara in vitro ekstrak daun kadamba berkhasiat sebagai antelmintik sehingga dapat dikembangkan penggunaanya untuk pengendalian cacing pada ternak sapi. Konsentrasi ekstrak daun kadamba yang efektif untuk antelmintik cacing Paramphistomum sp. adalah 12,5% 5 Kontribusi Penulis Putri Natasya Magdalena : Melakukan penelitian, pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskrip. Islamudin Ahmad dan Juniza Firdha Suparningtyas : Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip.


Uji Antelmintik dari Ekstrak Etanol Daun Kadamba (Mitragyna speciosa) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 116 6 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 7 Daftar Pustaka [1] Zalizar, L. 2017. Helminthiasis saluran cerna pada sapi perah. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 27(2), 1-7. [2] Andi. 2020. Buku Ajar Parasitologi: Buku Pegangan Kuliah untuk Mahasiswa Biologi Pendidikan Biologi [3] Beriajaya, Soetedjo R. 1979. Laporan inventarisasi parasit cacing pada ternak di RPH Ujung Pandang dan Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan [Laporan Penelitian]. Bogor: Lembaga Penelitian Penyakit Hewan. [4] Beriajaya, Soetedjo R, Adiwinata G. 1981. Beberapa aspek epidemiologi dan biologi Paramphistomum di Indonesia. Seminar Parasitologi Nasional II. 1981 Jun 24-27, Jakarta [5] Yasa NF. 2013. Prevalensi, derajat infeksi, dan faktor risiko paramphistomosis pada peternakan sapi potong rakyat di Kecamatan Ujungjaya, Sumedang [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. [6] Nofyan E, Mustaka K, Rosdiana I. 2008. Identitas jenis telur cacing parasit usus pada ternak sapi (Bos sp.) dan kerbau (Bubalus sp.) di rumah potong hewan Palembang. Jurnal Penelitian Sains. 10: 06-11. [7] Hassan Z, Muzaimi M, Navaratnam V, Yusoff NHM, Suhaimi FW, Vadivelu R, Vicknasingam BK, Amato D, von Horsten S, Ismail NIW, Jayabalan N, Hazim AI, Mansor SM, Muller CP. From Kratom to mitragynine and its derivatives: Physiological and behavioural effects related to use, abuse, and addiction. Neuroscience and Biobehavioral Revies. 2013;37(2):138– 51. [8] Yeni Ridayani, 2013. uji efek sedatif fraksi etanol daun kratom (Mitragyna speciosa Korth.) pada mencit Jantan Galur BALB/c. IPI jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan UNTAN, 3, pp.1–9 [9] N.F Idayu, M. Taufik Hidayat, M.A.M.Moklas, F.Sharida, A.R.Nurul Raudzah, A.R.Shamma, and Evhy.A., 2011. Antidepressant-like effect of mitragynine isolated from Mitragyna speciosa Korth in mice model of depression. Phytomedicine, 18, pp.402–407. [10] W.M. Shaik Mossadeq, M.R. Sulaiman, T.A. Tengku Mohamad, H.S. Chiong, Z.A. Zakaria, M.L. Jabit, M.T.H. Baharuldin, D.A.I., 2009. AntiInflammatory and Antinociceptive Effects of Mitragyna speciosa Korth. Medical Principles and Practice, 18, pp.378–384 [11] Parthasarathy, S., Juzaili Bin Azizi, Surash Ramanathan, S.I. & Sreenivasan Sasidharan, M.I.M.S. and S.M.M., 2009. Evaluation of Antioxidant and Antibacterial Activities of Aqueous, Methanolic and Alkaloid Extracts from Mitragyna Speciosa (Rubiaceae Family) Leaves. Molecules, 14, pp.3964–3974. [12] Munawwarah, L., Ramadhan, A. M., & Ardana, M. 2016. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sapat (Mitragyna speciosa Korth.) Terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. In Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences (Vol. 4, pp. 180- 186). [13] Nurhaini, R., Arrosyid, M., & Susanti, T. (2021). Identifikasi Golongan Senyawa Flavonoid Ekstrak Etanol Daun Anting-Anting (Acalypha indica L.). CERATA Jurnal Ilmu Farmasi, 12(1), 42-46. [14] Tiwow, D., Bodhi, W., & Kojong, N. (2013). Uji efek antelmintik ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu) terhadap cacing Ascaris lumbricoides dan Ascaridia galli secara in vitro. Pharmacon, 2(2). [15] Solehah, K., Damiyati, S. Y., Pratama, I. S., & Tresnani, G. (2020). Uji Aktivitas Antiparamphitomiasis Infus Bunga Widuri (Colotropis gigantea) Terhadap Paramphistomum spp. Secara In Vitro. Jurnal Kedokteran, 9(4), 286-291. [16] Njoku TRF, Nwoko BEB. Prevalence of Paramphistomiasis among sheep slaughtered in some selected abattoirs in Imo State, Nigeria. Science World Journal. 2010 Feb;4(4):12-5. [17] Asih, Astri. 2014. Antihelminthik Infusa Daun Andong (Cordyline fruticosa) Terhadap Ascaridia galli Secara In Vitro. Fakultas Teknobiologi Program Studi Biologi Universitas Atmajaya, Yogyakarta. [18] Ibekwe HA. In vitro anthelmintic activities of aqueous crude extract of Azadirachta indica on Paramphistomum cervi and Fasciola hepatica. International Journal of Veterinary Sciences and Animal Husbandry. 2019 Des;4(1): 14-8.


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 249 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Formulasi Sediaan Liniment Aromaterapi dari Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Cananga odorata) Formulation of Liniment Aromaterapy of Essential Oil Cananga Flower (Cananga odorata) Ragil Sekar Ayuni1,* , Dewi Rahmawati2, Niken Indriyanti3 1Program Studi S1 Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia 2KBI Farmasi Klinis, Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia 3KBI Farmakologi, Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: ragilayuni@gmail.com Abstrak Minyak atsiri kenanga memiliki potensi sebagai antidepresan dan relaksan sistem saraf dengan kandungan senyawa yaitu linalool dari golongan monoterpen. Maka, inovasi sediaan farmasi topikal dengan bahan aktif minyak atsiri kenanga menjadi hal yang bermanfaat. Tujuan penelitian ini adalah memformulasikan minyak atsiri kenanga dengan konsentrasi yang digunakan 1%, 2% dan 4 % dalam bentuk sediaan liniment. Hasil penelitian menunjukkan formula I, II dan III telah memenuhi evaluasi mutu fisik. Hasil uji organoleptik dari ketiga formulasi yaitu berbentuk cairan, bau khas kenanga beserta oleum eucalypti dan berwarna kuning muda. Hasil uji stabilitas pH didapatkan rata-rata formulasi I 4,2, formulasi II 4,9 dan formulasi III 5. Hasil uji homogenitas dari formulasi I, II dan III didapatkan hasil homogen. Hasil uji antiiritasi dari formulasi I, II dan III tidak ada yang menyebabkan terjadinya iritasi. Hasil keseluruhan dari uji kesukaan menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai sediaan liniment pada konsentrasi 4%. Maka, disimpulkan bahwa formulasi sediaan liniment berbahan aktif minyak atsiri kenanga menghasilkan sediaan yang memenuhi karakteristik fisik dan uji hedonik. Kata Kunci: Liniment, Minyak atsiri kenanga, Mutu fisik Abstract Cananga essential oil has potential as an antidepressant and a relaxant for the nervous system, containing a compound, namely linalool from the monoterpene. The innovation of topical pharmacy preparations with the active ingredient of cananga essential oil is a useful. The purpose of this study Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Formulasi Sediaan Liniment Aromaterapi dari Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Cananga odorata) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 250 was to formulate cananga essential oil with concentrations used of 1%, 2% and 4%. The results showed that formulas I, II and III had met the physical quality evaluation. The results of the organoleptic test of the three formulations were in the form of a liquid, a characteristic odor of cananga flower along with eucalyptus oleum and a light yellow color. The results of the pH stability test obtained an average of 4.2 formulations, 4.9 formulations II and 5 formulations III. The homogeneity test results from formulations I, II and III obtained homogeneous results. The results of the antiirritation test of formulations I, II and III did not cause irritation. The overall results of the preference test showed that the panelists preferred the liniment preparation at a concentration of 4%. Concluded that the formulation of liniment with the active ingredient of cananga essential oil produced preparations that met the physical characteristics and hedonic tests. Keywords: Liniment, Cananga essential oil, Physical quality DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.580 1 Pendahuluan Sediaan liniment atau linimentum adalah sediaan cair atau kental yang mengandung analgesic dan zat yang memiliki sifat rubefacient untuk menghangatkan, dan dapat digunakan sebagai aplikasi topical [1]. Aromaterapi berasal dari kata aroma yang berarti harum atau wangi serta therapy yang berarti sebagai cara pengobatan atau penyembuhan. Sehingga aromaterapi dapat diartikan sebagai “suatu cara perawatan tubuh dan atau penyembuhan penyakit dengan menggunkan minyak esensial” [2]. Manfaat dari aromaterapi yaitu dapat digunakan sebagai relaksasi tubuh, mengurangi stress dan depresi, memperbaiki pola tidur, memulihkan memori, meningkatkan kepercayaan diri, dan sebagai placebo dalam penyembuhan penyekit yang memberikan efek fisiologi [3] Minyak atsiri dapat digunakan untuk pemakaian luar, seperti lulur, massage oil, lotion, pewangi ruangan dan sebagainya. Pemakaian minyak atsiri dapat digunakan secara langsung [4]. Jenis tanaman yang dimanfaatkan sebagai minyak atsiri adalah tanaman berbunga, salah satu jenis tanaman bunga yang digemari oleh masyarakat adalah bunga kenanga karena memiliki aroma yang dapat menenangkan pikiran. Bunga kenanga merupakan tanaman yang berasal dari Indonesia khususnya di Bali yaitu bunga kenanga spesies Cananga odorata forma macrophylla dapat menghasilkan minyak kenanga. Hingga saat ini kenanga (Cananga odorata) merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri kenanga memiliki kandungan senyawa yaitu linalool dari golongan monoterpen yang memiliki efek anti cemas dan relaksasi. Minyak kenanga merupakan salah satu jenis aromaterapi yang mempunyai efek menyeimbangkan, relaksasi, meredakan ketegangan, stres, denyut nadi cepat, pernafasan cepat dan bermanfaat untuk tekanan darah tinggi [5]. Aromaterapi kenanga (Cananga odorata) merupakan salah satu jenis pendekatan non-farmakologis untuk menurunkan tingkat kecemasan yang mudah didapat, aman, dan relatif murah. Penelitian ini berguna untuk memberikan inovasi baru dalam bentuk sediaan liniment pada aromaterapi minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata). Untuk memperoleh data hasil penelitian, metode penelitian yang dilakukan adalah pembuatan formula sediaan liniment dimana konsentrasi dari minyak atsirinya dibuat dalam 1%, 2% dan 4% kemudian dilakukan uji karateristik fisik berupa uji organoleptik, uji stabilitas pH, uji homogenitas, uji iritasi dan uji kesukaan.


Formulasi Sediaan Liniment Aromaterapi dari Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Cananga odorata) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 251 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu batang pengaduk, botol roll on doff, cawan porselen, corong kaca, gelas kimia, gelas ukur, hot plate, kaca arloji, kaca datar, mortir dan stemper, pipet tetes, pipet ukur, propipet, pH meter, refractometer, sendok tanduk, spatel, sudip, dan timbangan analitik. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu minyak atsiri dari bunga kenanga (Cananga odorata), Metylis salicylas, Mentholum, Oleum eucalypti, dan Oleum arachidis. 2.2 Identifikasi Minyak Atsiri Bunga Kenanga Identifikasi minyak atsiri bunga kenanga dapat dianalisis dengan memperhatikan warna dan bau dari minyak atsiri bunga kenanga secara visual. 2.3 Pembuatan formulasi sediaan liniment aromaterapi dari minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata) Tabel 1 Formulasi sediaan liniment aromaterapi dari minyak atsiri bunga kenanga No Komposisi Formula (gram) Kontrol F1 F2 F3 1 2 3 4 5 Minyak atsiri bunga kenaga (Cananga odorata) Metylis Salicylas Mentholum Oleum Eucalypti Oleum Arachidis - 5 4 10 1 1% - 4 10 5,8 2% - 4 10 5,6 4% - 4 10 5,2 2.4 Pembuatan sediaan liniment aromaterapi dari minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata) Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Metode liniment aromaterapi minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata) menggunakan metode penelitian yang dimodifikasi. Pembuatan sediaan dimulai dari dihaluskannya mentholum, setelah halus ditambahkan oleum eucalypti dan oleum arachidis, kemudian dimasukkan metylis salicylas sebagai kontrol dan masukkan minyak atsiri bunga kenanga sebagai bahan aktif formula. Selanjutnya aduk semua bahan secara perlahan hingga homegen, setelah homogen dimasukkan ke dalam wadah botol roll on doff. 2.5 Pengujian mutu fisik sediaan liniment aromaterapi dari minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata) 2.5.1 Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan dengan cara pengamatan secara visual dengan cara mengamati warna, aroma dan bentuk pada sediaan liniment aromaterapi dari minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata) yang telah dibuat. 2.5.2 Uji Stabilitas pH Pengukuran stabilitas pH dilakukan dengan menggunakan pH meter, cara menggunakan pH meter berdasarkan (SNI 06- 6989.11-2004:1-2) yaitu elektroda pH meter dikalibrasi dengan buffer standar pH 4 dan 7 kemudian dikeringkan dengan kertas tisu, selanjutnya dibilas elektroda dengan air suling dan dibilas elektroda dengan contoh uji. Dicelupkan elektroda ke dalam contoh uji sampai pH meter menunjukkan pembacaan yang tetap dan dicatat hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan dari pH meter. 2.5.3 Uji Homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara ditimbang ± 0,5 g sediaan liniment kemudian diletakkan di atas kaca datar yang ditutup kembali di atasnya dengan kaca datar, selanjutnya diamati ada atau tidaknya butiran kasar pada sediaan liniment. 2.5.4 Uji Iritasi Pengujian iritasi dilakukan dengan cara menggunakan metode Klingman pada 10 responden. Ini dilakukan dengan cara mengoleskan kurang lebih 2 tetes produk ke lengan panelis dan kemudian menutupinya dengan plester. Plester dibuka setelah 5 jam memplester. Dan kemudian diindikasi iritasi adalah ketika warna kemerahan menunjukkan iritasi.


Formulasi Sediaan Liniment Aromaterapi dari Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Cananga odorata) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 252 2.5.5 Uji Hedonik Uji hedonik sediaan liniment aromaterapi dari minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata) dinilai menggunakan 1-5 skala hedonis. Skala 1 menyatakan sangat tidak suka. Skala 2 menyatakan tidak suka. Skala 3 menyatakan agak suka. Skala 4 menyatakan suka. Dan Skala 5 menunjukkan sangat suka. Kemudian diberikan kuesioner kepada panelis dan selanjutnya data yang diperoleh diolah dengan menggunakan aplikaai pengolah angka. 3 Hasil dan Pembahasan 3.1 Uji Organoleptik Tabel 2 Hasil uji organoleptik sediaan liniment aromaterapi dari minyak atsiri bunga kenanga Formula Warna Aroma Bentuk F0 F1 F2 F3 Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Oleum. eucalypti Sedikit aroma khas kenanga Sedikit aroma khas kenanga Aroma khas kenanga Cair Cair Cair Cair Tabel 2 menunjukkan hasil dari uji organoleptik untuk formula sediaan liniment. Sediaan liniment aromaterapi minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata) dalam formula F1, F2 dan F3 memiliki warna yang sama yaitu kuning muda. Aroma alami terkuat ada di F3, karena formula F3 mengandung minyak atsiri bunga kenanga dengan komposisi terbesar sehingga dapat menghasilkan aroma khas minyak kenanga lebih dibandingkan dengan formula yang lainnya. 3.2 Uji Stabilitas pH Tabel 3 Hasil uji stabilitas pH sediaan liniment aromaterapi dari minyak atsiri bunga kenanga Formula Uji Stabilitas pH Hari ke-0 Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 F0 F1 F2 F3 4,42 4,23 4,74 4,32 4,41 5,32 4,97 5,86 4,42 4,55 5,38 5,79 4,92 4,21 4,95 5,06 Tabel 3 menunjukkan hasil dari uji stabilitas pH selama 3 minggu. Dapat diketahui bahwa nilai pH standar pada kulit yaitu sebesar 4,5-6,5 [6] sehingga sediaan liniment yang telah dibuat sudah memenuhi nilai pH yang diinginkan, karena hasil nilai uji stabilitas pH semuanya memasuki rentang nilai pH standar pada kulit. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan terhadap pH sediaan selama penyimpanan. 3.3 Uji Homogenitas Tabel 4 Hasil uji homogenitas sediaan liniment aromaterapi dari minyak atsiri bunga kenanga Formula Uji Homogenitas Hari ke-0 Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 F0 F1 F2 F3 Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Homogen Tabel 4 menunjukkan hasil dari uji homogenitas untuk formula sediaan liniment. Sediaan liniment aromaterapi minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odorata) dalam formula F0 sebagai kontrol, F1, F2 dan F3 diperoleh hasil yang homogen. Uji homogenitas dilakukan untuk melihat dan mengetahui tercampurnya bahan-bahan dalam sediaan liniment yang telah dibuat 3.4 Uji Iritasi Uji iritasi pada sediaan liniment aromaterapi dari minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odrata) menunjukkan bahwa seluruh formula, F1, F2 dan F3 tidak menyebabkan iritasi pada kulit yang ditunjukkan dengan tidak adanya kemerahan pada kulit panelis yang telah diolesi dengan sediaan liniment. Menurut Kligman [7], bila tidak ada tanda-tanda kemerahan setelah 5 jam pemakaian pada kulit, maka aman untuk digunakan. 3.5 Uji Hedonik Penilaian penelis terhadap seluruh formula pada sediaan liniment aromaterapi dari minyak atsiri bunga kenanga (Cananga odrata) berkisar antara 3,6 hingga 4,4 dengan skor tertinggi pada F3 dan terendah mencetak pada formula F2. Formula F2 mengandung minyak


Formulasi Sediaan Liniment Aromaterapi dari Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Cananga odorata) 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 253 atsiri bunga kenanga dengan konsentrasi 2%. Formula F3 mengandung konsentrasi tertinggi dari minyak atsiri bunga kenanga yaitu sebanyak 4%. Minyak atsiri bunga kenanga sering digunakan untuk menambah aromaterapi, penambahan minyak atsiri bunga kenanga pada F3 diperkirakan dapat meningkatkan daya tarik dari konsumen. Sehingga formula F3 dengan konsentrasi 4% yang disukai oleh panelis. 4 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa formulasi sediaan liniment berbahan aktif minyak atsiri kenanga menghasilkan sediaan yang telah memenuhi karakteristik fisik dan uji hedonik dengan formula F3 yang disukai oleh panelis yaitu dengan warna kuning muda, memiliki aroma khas kenanga serta berbentuk cairan. 5 Kontribusi Penulis Ragil Sekar Ayuni: Melakukan penelitian, pengumpulan data pustaka serta menyiapkan draft manuskrip. Niken Indriyanti dan Dewi Rahmawati : Pengarah, pembimbing, serta penyelaras akhir manuskrip. 6 Etik Keterangan layak etik pada penelitian ini dikeluarkan oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman No.90/KEPKFFUNMUL/EC/EXE/12/2021 7 Konflik Kepentingan Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini. 8 Daftar Pustaka [1] Rahayu, A. Candrarisna, M. 2015. Perbandingan Aktivitas Linimentum Ekstrak Koral Kelimutu dan Linimentum Ekstrak Daun Lamtoro (Leucaena leucochepala) Terhadap Penyembuhan Scabies Pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Jurnal Sain Veteriner Vol.33., No. 2. [2] Jaelani. 2009. Aroma Terapi. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. [3] Ali, B., Ahmad, A., Al-wabel, N. A., Khan, S. A., & Anwar, F. (2015). Essential Oil Used in Aromatherapy, A Systemic review. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 8, 589. [4] Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. [5] Sharma, Sumeet. 2009. Aroma Terapi (Aroma Therapy). Tangerang: Karisma Publishing Group. [6] Tranggono, Latifah. 2007. Buku pegangan ilmu pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. [7] Kligman A. 1966. “The Identification of Contact Allergens by Human Assay.III. The Maximization Test : A Procedure for Screening and Rating Contact Sensitizers.” Journal Invest. Dermatology, 47: 393-409.


14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 254 Journal homepage: https://prosiding.farmasi.unmul.ac.id Kajian Efektivitas Pengobatan pada Pasien Stroke Iskemik di Instalasi Rawat Inap RSUD Nunukan Study of Treatment Effectiveness in Ischemic Stroke Inpatients Instalation Nunukan Hospital Rida Wahda Maulida Tahir1, Hifdzur Rashif Rija’i2, Niken Indriyanti3 1Mahasiswa Program Studi S1 Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman Samarinda, Indonesia 2KBI Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman Samarinda, Indonesia 3KBI Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman Samarinda, Indonesia *Email korespondensi: ridawahda@gmail.com Abstrak Stroke iskemik terjadi akibat adanya obstruksi pada pembuluh darah yang mensuplai ke otak. Obstruksi terjadi karena peningkatan lemak yang melapisi pembuluh darah atau aterosklerosis. Aterosklerosis akan menyebabkan thrombosis serebral dan emboli serebral. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas penggunaan obat pada pasien stroke iskemik yang menjalani rawat inap di RSUD Nunukan. Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan analisis deksriptif menggunakan data rekam medik yang dikumpulkan secara retrospektif dan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 70 pasien. Pemilihan sampel penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik pasien stroke iskemik tertinggi berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki (54,29%), berdasarkan usia adalah kelompok usia 45-65 tahun (64,29%), berdasarkan diagnosa dengan penyakit penyerta (64,70%), dan berdasarkan lama pengobatan paling banyak terjadi pada 5-10 hari (72,55%). Obat yang paling banyak digunakan pada terapi tunggal stroke iskemik adalah obat golongan antiplatelet yaitu aspilet (28,57%) dan terapi kombinasi yang banyak digunakan adalah obat piracetam dengan citicoline (50%). Interaksi obat paling banyak terjadi adalah obat aspilet dengan clopidogrel (48,57%). Sedangkan ketepatan penggunaan obat meliputi tepat indikasi (100%), tepat obat (94,29%), tepat dosis (97,14%), dan tepat frekuensi (97,14%). Maka, disimpulkan bahwa pengobatan stroke iskemik pada instalasi rawat inap RSUD Nunukan sudah efektif. Kata Kunci: Stroke Iskemik, Penggunaan Obat, Interaksi Obat Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences


Kajian Efektivitas Pengobatan pada Pasien Stroke Iskemik di Instalasi Rawat Inap RSUD Nunukan 14 th Proc. Mul. Pharm. Conf. 2021. e-ISSN: 2614-4778 10-12 Desember 2021 255 Abstract Ischemic stroke occurs due to obstruction of the blood vessels that supply the brain. Obstruction occurs due to increased fat lining the blood vessels or atherosclerosis. Atherosclerosis will cause cerebral thrombosis and cerebral embolism. This study aims to examine effectiveness of the use of drugs in ischemic stroke patients hospitalization at Nunukan Hospital. This study is a nonexperimental study with a descriptive analysis design using medical record data collected retrospectively and the number of samples in this study was 70 patients. The sample selection of this research was using purposive sampling technique. The results showed tthe highest characteristics of ischemic stroke patients by gender were male (54.29%), based on age group 45-65 years (64.29%), based on diagnoses with comorbidities (64.70%), and the length of treatment the most occurred in 5- 10 days (72.55%). The most used drugs single therapy for ischemic stroke are antiplatelet drugs, namely aspirin (28.57%) and the most used combination therapy is piracetam and citicoline (50%). The most frequent drug interactions were aspirin and clopidogrel (48.57%). While the accuracy of drug use includes the right indication (100%), the right drug (94.29%), the right dose (97.14%), and the right frequency (97.14%). Thus, it was concluded that the treatment of ischemic stroke at the inpatient installation the Nunukan General Hospital was effective. Keywords: Ischemic Stroke, Drug Use, Drug Interactions DOI: https://doi.org/10.25026/mpc.v14i1.581 1 Pendahuluan Stroke adalah penyakit cerebrovascular yang ditandai dengan terjadinya penurunan system saraf di otak secara tiba-tiba yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang diperkirakan berasal dari pembuluh darah yang mengalami penyumbatan,penyempitan,atau pecah [1]. Stroke iskemik terjadi akibat adanya obstruksi pada pembuluh darah yang mensuplai ke otak. Obstruksi terjadi karena peningkatan lemak yang melapisi pembuluh darah atau ateroskelrosis. Ateroskelrosis akan menyebabkan thrombosis serebral dan emboli serebral [2]. Penyakit stroke merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah di dunia. Organisasi stroke dunia telah mencatat hamper 85% orang mempunyai risiko mengalami stroke. Di negara-negara berkembang seperti Asia kejadian stroke hemoragik sekitar 30% dan stroke non hemoragik 70%. Penyebab stroke non hemoragik yaitu thrombosis otak 60%,emboli 5%, dan lain-lain 35% [3]. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2018, prevalensi stroke mengalami kenaikan dari data 2013, dimana kejadia stroke meningkat dari 7% pada tahun 2013 menjadi 10,9% pada tahun 2018. Penyebaran stroke tertinggi di Kalimantan Timur, diikuti Yogyakarta, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau dan Kalimantan Utara [4]. 2 Metode Penelitian 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan berupa laptop, handphone, pulpen, dan penggaris. Sedangkan bahan yang digunakan berupa data rekam medik dan buku pengumpulan data. 2.2 Prosedur Melakukan observasi subjek penelitian dan penetapan subjek penelitian yang telah di diagnose stroke iskemik,kemudian dilakukan pendataan dan menganalisis terkait karakteristik pada subjek penelitian, pola pengobatan, dan potensi interaksi obat pada pasien stroke iskemik di instalasi rawat inap RSUD Nunukan periode Januari – Juni 2021.


Click to View FlipBook Version