The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Ghani Chaniago, 2023-11-08 08:07:43

DOC-20231108-WA0017

DOC-20231108-WA0017

1 6


2 Evercold City


3 Daftar Isi 1. Prolog 4 2. 2 Sides of Coin 7 3. Alone One 46 4. Shadow of Light 112 5. Strange Feeling 144 6. See You Again 189 7. The End? 218 8. I Can’t……… 254 9. True Ending 281


4 Prolog Namaku Muhammad William. Ya, Sebagian orang tertawa karena mendengar namaku. Beberapa orang yang berkenalan denganku pasti bertanya ; Kenapa namamu seperti itu?. Apakah kau serius?, dan masih banyak lagi pertanyaan yang ditujukan kepadaku mengenai namaku. Lagi pula, apa pentingnya sebuah nama?. Orang tuaku menganggap namaku adalah wujud perdamaian. Aku hidup dengan Ayah dan Ibuku. Ya, keluarga kami adalah keluarga kecil. Ibuku bernama Christy Anne Angle, dan biasa dipanggil Anne. Sedangkan Ayahku, namanya adalah Basyaru Bil Mukmin. Dari sini, aku tahu bagaimana nama anehku tercipta. Awalnya, kami tinggal di Kota Aurum, atau biasanya dikenal dengan Kota Emas.


5 Tapi sekarang kami tinggal di sebuah kota penuh salju, Kota Evercold. Aku tidak tahu alasan pasti kenapa kami pindah ke kota ini. Ayahku bilang, dia dipecat dari sebuah perusahaan di Kota Aurum, tapi aku melihat raut wajahnya yang tidak meyakinkan. Cukup disayangkan, Ayahku sendiri tidak bisa terbuka ketika memberikan alasan kepadaku. Ya, Ayahku sering berbohong kepadaku dan Ibuku, dan aku sudah sadar mengenai hal itu. Sedangkan Ibuku, selalu sabar dalam menghadapi ujian dan patuh kepada Ayahku. Kota Evercold, karena suatu fenomena geologis langka, salju di kota ini tidak pernah berhenti turun. Suhu di kota ini sudah seperti di dalam kulkas, dingin sekali. Tidak hanya suhunya, penduduk kota ini juga berhati dingin, bahkan terlalu dingin. Sampai sampai hati mereka beku karena sifat intoleran.


6 Baru satu hari aku berada di kota ini, aku sudah muak. Tetangga kami memandangi kami dengan tatapan sinis, sedangkan tetangga lain rIbut tanpa alasan yang jelas. Mereka juga tidak acuh dengan sapaan. Ha………. Sampai kapan aku akan tinggal di kota yang jelek ini. Dan orang orang bilang kalau hidup kita tidak bisa ditebak apa saja kejutan yang menghampiri. Kita hanya bisa duduk diam dan menerimanya dengan lapang dada. Aku berdoa agar, semua yang terjadi padaku hanyalah yang baik baik saja. ---Evercold City, sebuah kisah tentang seorang remaja yang tidak tau afinitas yang sesungguhnya di tengah kondisi intoleran. Berpisah dengan sahabat yang baru ia kenal, menjalin hubungan kasih sayang dengan kekasihnya yang berbeda keyakinan, dan menjalin persahabatan baru dengan orang yang paling ia benci dulunya. Perlahan, kehidupan di kota ini mengubah pemikirannya soal cinta dan persahabatan.---


7 2 Side of Coin Seharian aku menata rumah baruku, rasanya lelah sekali. Astaghfirullah, aku lupa shalat dzuhur. Pengingat shalat di HP ku berbunyi, menandakan waktu ashar telah masuk. Aku inisiatif pergi ke masjid terdekat, selain pergi shalat berjamaah, aku juga bisa mengenal lingkungan disini lebih cepat. Walaupun suhunya dingin, orang yang shalat di masjid itu tetap ramai. Aku segera berwudhu sementara jamaah masjid shalat sunnah. Hiiiiiiiiih……dingin sekali, tulangku seperti tertusuk rIbuan jarum kecil. Air krannya dingin sekali. Apakah aku sanggup berwudhu dengan air sedingin ini?.


8 Hmmm… Tidak alasan bagiku untuk meninggalkan shalat. Tidak peduli sedingin apapun airnya, SHALAT TETAPLAH SHALAT!!!!! Ditengah dinginnya air yang menusuk hingga ke tulang, sebuah sentuhan hangat menyentuh pundakku. “ Kenapa kau berwudhu dengan air itu?” “ Memangnya kenapa?” “ Jika kau berjalan beberapa langkah ke ujung wc, kau akan menemukan kran air tawar.” “ Wah, terima kasih,….. hmm….” “ Sepertinya kau orang baru disini” “ Ya, aku baru pindah ke kota ini. Perkenalkan, aku William “ “ Salam kenal, Namaku Zain . Soal namamu itu….. apakah kau seorang muallaf?” “ Tidak tidak, aku Islam sejak aku lahir…. Soal nama itu, punya cerita yang panjang” “ Hmm… oke, ayo bergegas berwudhu, waktu iqamah sebentar lagi.”


9 “ Baiklah “ Diriku beruntung sekali, bertemu kenalan sebaik Zain. Aku harap, aku bisa berteman dengan Zain. Sekarang aku sudah selesai shalat dan dzikir. Aku duduk di teras masjid sambil memandangi salju salju turun. Zain kembali menghampiriku, sepertinya dia mau mengajakku mengobrol. “ William, apakah kau punya waktu luang?” “ Ya, ada apa” “ Aku berniat mengajakmu ke sebuah restoran, apa kau mau ikut” “ Tentu saja, tapi uangku tertinggal di rumah. Aku akan menjemputnya dulu” “ Tidak usah, biar aku bayar” “ Serius” “ Ya! “


10 Wah, walaupun aku masih baru di kota, ternyata ada orang sebaik Zain. Dia belum tau tentang latar belakangku dan sebaliknya, aku juga belum tau dengan latar belakangnya. Tapi dia sudah memperlakukanku dengan baik, bahkan terlalu baik. Seolah olah, kami sudah bersahabat sekian lamanya, atau layaknya orang yang bersaudara. Hah…..sepertinya aku terlalu berlebihan menanggapi kebaikannya. Hmmmm….. Aroma apa ini, sepertinya enak sekali. Kami berdua sudah berada di sebuah persimpangan. Rambu lalu lintas sedang menyala merah. Aku segera melintas di zebra cross dengan Zain ke arah restoran itu. “ Zain, apakah ini restoran yang kau maksud?” “ Ya. Dari luar saja, aroma hidangannya sudah membuat ku tidak sabar menyantap hidangannya” “ Aku juga, ayo masuk, Zain!” “ Ayo, William”


11 Ketika kami baru saja duduk, pelayan restoran dengan sigap menghampiri meja kami. “ Oh, hai Zain, apa kabarmu!” “ Alhmadulillah, baik kak” “ Tumben, kau datang ke sini” (……Sepertinya, pelayan restoran itu akrab dengan Zain…….) Kemudian Zain menjawab pertanyaan pelayan restoran itu. Sedangkan pelayan itu, melihatku dengan senyumannya. “ Oh itu,…. Begini kak, hm….. dia adalah orang baru di kota ini, Namanya Wiliiam “ “ William? Apakah aku tidak salah dengar, Zain” “ Eh…. Tidak kak, tidak. Namanya memang Wiliam, tapi dia seorang muslim.” Pelayan restoran itu mengalihkan pembicaraanya kepadaku.


12 “ Oh, begitu. Perkenalkan, namaku Zahra. Aku adalah kakak sepupunya Zain.” “ Salam kenal kak, hmmm, namaku Will……” “ Ya, aku sudah tau namamu. Tapi aku tidak tau latar belakang orang tuamu memberikanmu nama itu. Yang aku tau, itu adalah nama yang sering disandangkan kepada orang non-muslim.” “ Ibuku selalu jujur kepadaku. Aku dulu pernah menanyakan hal yang sama kepada Ibuku. Kenapa, dia memberikanku nama itu. Ibuku bilang kalau namaku adalah simbol perdamaian” “ Oh, begitu ya. Aku tidak tau pasti arti dari kata William, tapi jika artinya adalah hal yang baik, kurasa itu tidak masalah. Lagipula, apa pentingnya sebuah nama jika hati kita disatukan oleh ukhwah islamiyah” “ Hahaha… itu benar” *Zain pura pura batuk, dan Kak Zahra menoleh kearahnya “ Ada apa, Zain”


13 “ Kami kesini mau memesan makanan, kak. Bukan mengobrol saja “ “ Heheheh…… maaf,maaf, kakak terbawa suasana. Jadi kalian mau pesan apa” “ Aku mau pesan Steak saja kak. William, kau mau pesan apa?” *Aku melihat menu makanan. Kemudian aku teringat dengan aroma makanan tadi. Sementara Kak Zahra masih menunggu untuk mencatat pesananku. “ Aku tidak tau nama makanannya, tapi aku ingat aromanya enak, seperti perpaduan saus kacang dan bawang. Aku yakin rasanya pasti gurih “ “ Oh, baiklah. Aku tau makanan apa yang kau pikirkan. Kalian berdua, harap bersabar dulu ya, santapannya akan dihidangkan sesegera mungkin.” “ Ok” Aku menoleh ke arah Zain. Wajah terlihat tegang, apakah ada sesuatu yang mengganjal di


14 hatinya?, aku tidak tau pasti. Mungkin, dengan membuka obrolan dengannya akan membuatnya sedikit rileks. “ Apa ada yang aneh, Zain? Wajahmu terlihat tegang sekali. Apa yang kau pikirkan” “ Menurutmu, apakah aku adalah orang yang sok asik?” “ Kenapa kau bertanya seperti itu, Zain?” “ Jujur saja, sampai saat ini, aku tidak punya teman yang benar benar menghargaiku. Mereka hanya memanfaatkanku saja. Sebelumnya, aku belum pernah mengatakan isi hatiku se dalam ini, tapi aku yakin, William, kau bukanlah tipe teman yang suka mengkhianati.” “ Oh, begitu. Apa kau tau Zain?, dulu aku juga mempunyai sahabat, tetapi hanya dua orang. Yang satu serba kekurangan, sedangkan yang satu nya lagi berkecukupan dan dermawan” “ Lalu, apa yang terjadi pada sahabatmu itu, William?” “ Hmm….aku tidak tau keadaan mereka saat ini, tapi ku harap mereka baik baik saja di Kota Aurum.”


15 “ Apakah sifatku, mirip dengan mereka berdua?, William” “ Hmm, aku belum bisa menjawabnya Zain, kita baru berkenalan sekitar 1 jam yang lalu. Aku belum tau bagaimana pribadimu yang sebenarnya.” “ Oh, begitu. Bagaimana kalau aku menjadi salah satu sahabatmu, William. Dengan begitu, kau bisa tau bagaimana kepribadianku.” “ Tentu saja!” Zain, aku pikir dia sangat kesepian. Padahal, dilihat lihat dari caranya berpakaian, dia pasti anak orang kaya. Apa mungkin, teman temannya hanya memanfaatkan kekayaan Zain?. Aku tidak bisa membayangkan seberapa banyak uangnya yang sia sia hanya untuk membuat tali pertemanan. Sepertinya pelayan restoran tadi sedang menuju meja makan kami. Dan aroma makanan yang sangat enak tadi, kembali tercium dan semakin kuat seiring dengan datangnya pelayan itu. “ Ini hidangannya, Selamat Menikmati”


16 Zain langsung mengambil steak pesanannya. Dan aku melihat hidanganku. Aku merasa tidak yakin, kenapa spaghetti yang dicampur saus kacang dapat menghasilkan aroma yang sangat menggugah selera. Apakah makanan ini juga memiliki rasa seenak baunya? . Ya, aku sudah tidak sabar lagi untuk menyantapnya. “ Pelan pelan saja, William “ “ Hmmmmmm….. tidak bisa Zain, makanan ini terlalu enak.” “ Nanti kau bisa cegukan “ “ Ughp, ughp…..Hah…ughp” “ Hahaha… kan sudah ku bilang, makan itu pelan pelan saja “ “ Iya, iya” Ibuku pernah bilang, kalau makanan yang terlalu enak dapat menyebabkan cegukan, dan dia benar. Ini adalah makanan pertama yang aku makan di kota ini. Tetapi, aku mendapatkan pelajaran berharga.


17 Yang pertama, sesuatu yang berlebihan tidaklah baik. Ya, makanan ini rasanya terlalu enak. Karenanya, aku sampai cegukan. Yang kedua, sesuatu yang sederhana dapat menciptakan hal yang luar biasa. Makanan ini, hanyalah spaghetti yang dilumuri saus kacang dan bawang, tapi aroma dan rasanya enak sekali. Saking enaknya, tidak butuh banyak waktu bagiku untuk menghabiskan makanan ini. Aku juga masih penasaran dengan makanan ini, apa nama makanan ini ya? Aku mengambil daftar menu dan mencocokkan apa yang ada di menu dengan hidangan yang aku makan tadi. Ternyata, nama makanan ini hanya ditulis “ Mie “. Jadi, seperti inikah mie khas Kota Evercold?. Apakah mereka hanya punya 1 variasi mie?. Apakah mie di restoran ini berbeda dengan mie di restoran lain?. Hah….


18 Pertanyaan pertanyaan tidak berguna ini…. Untuk apa aku memikirkannya. Zain juga sudah menghabiskan makanannya. Kurasa, ini saatnya kami pergi. Kami beranjak dari bangku dan meja makan kami, lalu pergi ke kasir untuk membayar makanan tadi. Sementara aku, menunggunya di luar restoran. Hari sudah mulai gelap, sekarang jam berapa ya?. Kebetulan sekali, Zain keluar dari restoran itu. “ Zain, sekarang jam berapa?” “ Pukul 6 sore, memangnya kenapa, William?” “ Hmm…. Tidak ada. Aku pikir, ini saatnya aku pulang” “ Kenapa kau ingin cepat pulang? Sebentar lagi juga shalat maghrib.” “ Aku tidak punya alasan untuk cepat pulang. Baiklah, sementara menunggu waktu shalat, apa yang akan kita lakukan?”


19 “ Bagaimana kalau kita bercerita sedikit tentang latar belakang kita di bangku itu” “ Baiklah” “ William, kau duduklah terlebih dahulu di sana, aku akan kembali sebentar lagi” “ Tunggu Zain, kau mau kemana?” ( Hah….. dia mengacuhkanku) Aku duduk di bangku ini, sendirian. Salju salju berjatuhan dipundakku, padahal bangku ini berada dibawah pohon. Orang orang berlalu lalang dihadapanku. Dan lama kelamaan, bayang bayang mereka semakin jelas. Suasana gelap tadi berangsur berubah menjadi merah muda. Aku menatap ke langit, dan tidak bisa berkata kata. MasyaAllah, ucapku dalam hati. Aku sering melihat sunset di Kota Aurum, tapi tidak pernah seindah di Kota Evercold. Karena butiran butiran salju di udara memantulkan kembali berkas berkas cahaya, langit menjadi warna warni. Ada merah,


20 kuning, hijau, biru, ungu, dan didominasi oleh warna merah muda. Lalu seorang kakek kakek berhenti berjalan di depanku, dia mengajakku mengobrol. “ Langit sore terlihat indah bukan?. Sayang sekali aku tidak punya banyak sisa umur untuk menikmatinya” “ Hehehe…. Iya kek.” “ Anak muda, apa yang kau lakukan disini sendirian?” “ Aku tidak sendirian kek, temanku sedang pergi sebentar.” “ Oh begitu.” “ Iya” “ Seorang teman ya? Hmmmm dulu aku juga pernah memiliki seorang teman. Sayangnya, dia sudah meninggal. “ “ Wah……Aku turut berduka atas kepergian temanmu itu, kek”


21 “ Hahaha….. Kau, anak yang baik. Aku harap, kau bisa mempertahankan hubungan pertemananmu itu, buat kenangan setiap hari, agar hidupmu tidak sia sia.” “ Bukankah itu akan terasa membosankan?” “ Terkadang apa yang membuatmu bosan di waktu lampau, akan membuatmu menangis di masa depan” “ Menangis? “ “ Ya, aku sering kali menangis ketika melihat foto masa kecilku dengan temanku.” *kakek itu duduk disampingku “ Lalu?” “ Foto itu diambil oleh Ayahku ketika aku masih tinggal di Kota Aurum, dan….” “ Jadi, kakek dulu tinggal di Kota Aurum juga?”


22 “ Ya, Saat itu, Kota Aurum tidak sebagus sekarang. Nuansanya masih klasik sekali. Ayahku mempunyai pohon mangga di halaman rumah kami. Aku dan temanku setiap hari memakan mangga mangga itu. Sampai sampai kami bosan.” “ Hanya karena hal kecil itu, kakek menangis?” “ Ya, karena itulah hal tersebut dinamakan kenangan” “ Hm…” *kakek itu terdiam sebentar, menghela nafas dan kembali berbicara “ Ya sudah, kakek pergi dulu. Terima kasih sudah bertukar pikiran denganku, anak muda.” “ Baik kek.” “ Ngomong ngomong, siapa namamu nak?” “ Namaku William.” “ Hmmm….William….. baiklah, sampai jumpa lagi.”


23 Berbicara dengan kakek itu membuatku sadar untuk menciptakan kenangan kenangan indah dalam hidup. Kakek itu sudah tua, aku yakin dia pasti sewaktu waktu melupakan sesuatu karena sudah pikun, tapi dia bisa mengingat kenangannya. Kemudian, seseorang berlari kearahku. Sepertinya itu Zain. “ Maaf, William. Aku sedikit terlambat” “ Apakah kau tau Zain? Seorang kakek kakek baru saja lewat dan bercerita denganku.” “ Iya iya, aku tau aku kelamaan.” “ Ngomong ngomong, tadi kau pergi kemana?” “ Ke supermarket di dekat persimpangan “ “ Kenapa kau sangat suka menyusahkan diri? Di sebrang jalan juga ada supermarket.” “ Supermarket itu tidak menjual barang yang aku inginkan. Ini, ambil lah”


24 Zain mengeluarkan sebotol minuman dari kantong belanjaannya dan memberikannya kepadaku. “ Zain, kau rela pergi ke toko yang lebih jauh, hanya untuk sebotol minuman ini?” “ Ya, kenapa tidak?” Minuman itu adalah seri terbatas yang dirilis oleh vendornya. Terdapat kode undian didalamnya dan kau berkesempatan memenangkan uang tunai.” “ Kantong belanjaanmu sepertinya tidak terlalu berisi, apa kau hanya membeli 1 botol minuman? Apakah kau tidak membelikan dirimu sendiri minuman?.” “ Sudah ku bilang kan? Minuman itu adalah edisi terbatas, beberapa orang telah membelinya dan itu adalah satu botol terakhir yang tersisa. Kau tidak usah khawatir dan merasa gak-enakan begitu, William. Aku telah membeli sesuatu untuk diriku sendiri.” Zain mengeluarkan sesuatu dari kantong belanjaanya. Dan mengeluarkan korek api dari dalam


25 saku celananya. Kemudian mengambil benda itu sebatang dan membakarnya. Ya, dia merokok. “ Oh, jadi kau seorang perokok ya? Zain?” “ Hmmm….” “ Apakah orang tuamu membolehkanmu merokok?” “ Aku tidak tau. Mereka juga tidak peduli apakah aku merokok atau tidak.” “ Sejak kapan kau merokok?” “ Kapan yah? Ntah lah, aku sudah lupa.” “ Setiap kegiatan yang dilakukan manusia pasti memiliki alasan tersendiri. Jadi, apa alasanmu merokok, Zain?.” “ Dikelilingi oleh uang dan kekayaan, tapi aku tidak akan bisa membeli pertemanan. Kesepianku sebelum ini sepertinya akan membunuhku. Karena itulah, aku mulai merokok untuk menghilangkan kesepianku.” “ Apakah kau menganggapku teman, Zain?” “ Ya.”


26 “ Maka, cobalah berhenti untuk merokok.” “ Akan aku usahakan, William. Mempunyai hubungan pertemanan denganmu pasti akan menghilangkan kesepianku.” “ Oh ya, Zain. Aku sudah melihat keindahan langit sore di kota ini. Apakah ada hal yang menakjubkan di kota ini?” “ Sesuatu yang menakjubkan? Ku rasa tidak ada, William. Secara garis besar, kota ini sama saja seperti kota lain, hanya saja di kota ini, salju tidak pernah berhenti turun.” “ Oh…begitu.” *Allahu Akbaru Allahu Akbar “ Zain, sepertinya kita harus segera ke masjid, adzan sudah berkumandang.” “ Baiklah. Tapi, tunggulah sebentar lagi, rokokku kan belum…..” “ Kau bisa menghabiskannya di jalan.”


27 Aku dan Zain pergi ke masjid di tengah kota. Masjidnya sangat besar, kira kira bisa menampung 5000 jamaah sekaligus. Aku mengambil wudhu, dan shalat maghrib berjamaah di masjid yang megah ini. Ketika orang lain khusyu’ berdoa setelah shalat, aku malah sibuk mengagumi keindahan ornamen langit langit masjid. Dan sekarang, hari sudah benar benar gelap. Aku melihat ke arah jam dan sudah menunjukkan pukul 7 malam. Sementara Zain berdoa, aku terlebih dulu keluar. Ternyata suhu siang dan malam di kota ini sama saja, sama sama dingin. Zain keluar dari masjid dan membuatku kaget. “ William, hari sudah malam. Bagaimana kalau kau pulang, aku tidak mau Ibumu mencemaskanmu.” “ Baiklah, Zain. Aku pergi dulu. Aku harap, kita dapat bertemu di lain waktu. Sampai jumpa!!!!.”


28 Kakiku berjalan seolah olah sudah mengenali lingkunganku. Sedangkan mataku terpikat oleh gemerlap kota. Lampu jalanan yang bersinar, lampu mobil mobil yang berlalu lalang, dan lampu lampu yang menerangi toko. Tak lupa butiran salju yang memancarkan kembali cahaya yang diterimanya. Kota ini…. Wujud dari keindahan yang sesungguhnya. Ah….. sial, aku lupa membawa ponselku, lalu bagaimana caraku mengabadikan momen ini?. Hah….. aku akan duduk disini sebentar, lagi pula sekarang masih sekitar jam 7. Seseorang berjalan ke arahku, sepertinya dia adalah orang yang ku kenal. “ Kak Zahra!” “ Oh, hai William. Kau sedang apa?” “ Hah…. Tidak ada kok, Cuma menikmati indahnya malam di Kota Evercold” “ Oh, begitu. Ya sudah, kakak pergi dulu ya.” “ Ya, sampai jumpa kak.”


29 Ya, sekarang aku sendirian lagi. Orang yang berlalu lalang tidak mempedulikanku, dan akupun juga begitu. Tiba tiba, seseorang memanggil manggil namaku. Suaranya terdengar samar samar ditengah keramaian. Aku mencari darimana suara itu memanggil. Ternyata, itu adalah Ayahku, yang memanggilku dari jendela mobil. Bagaimana dia bisa tau kalau aku ada disini? Aku juga tidak memintanya menjemputku. “ William!!!!” “ Iya, Ayah!.” “ Cepat kemari, Ayah akan mengantarmu pulang.” Lagi pula, buat apa Ayahku menjemputku, aku juga bisa pulang sendiri. “ Yah sebenarnya, Ayah tidak perlu menjemputku. Aku juga bisa pulang sendiri.” “ Ayah jauh lebih tau tentang kota ini dibanding dirimu.” “ Apa maksudmu, Ayah?”


30 “ Terdapat sebuah organisasi sesat di kota ini. Mereka menganut aliran sesat, tidak percaya dengan Tuhan, dan akan mempengaruhi muslim maupun kristiani untuk bergabung dengan mereka.” “ Apakah polisi tidak menangkap mereka?” “ Mereka sudah menjadi buronan sejak 3 tahun yang lalu. Tapi entah kenapa, mereka selalu berhasil menghindari kejaran polisi.” “ Apakah ini adalah salah satu kebohongan yang Ayah pernah ucapkan. Jujur saja, aku sudah muak dengan kebohongan Ayah.” “ Semua kebohongan yang pernah Ayah lakukan selama ini, apakah ada yang merugikanmu, William?. Justru aku selalu melindungimu, William.” “Hmmm” “ Apa kau sekarang sudah mengerti? William” “ Iya iya, tapi kan…..” “ …… Satu lagi William, Ayah mau bilang sesuatu.” “ Apa, yah?” “ Ayah bertemu dengan teman Ayah tadi. Dia adalah wakil kepala sekolah di Sekolah Menengah Atas


31 Evercold 1. Ayah sudah mendaftarkanmu di sekolah itu. Dia akan menghubungi Ayah nanti malam jika pendaftaran sekolahmu disetujui oleh kepala sekolah. Jadi siap siap saja, mungkin kau akan sekolah besok, William.” “ Wah, Ayah tidak bohong kan?” “ Percaya tidak percaya, itu urusanmu. Aku hanya menyampaikannya kepadamu.” “ Jika itu memang benar, tentu saja aku senang.” “ Ngomong ngomong, seberapa sering Ayah berbohong kepadamu, William?” “ Aku bahkan sudah lupa, kapan Ayah terakhir kali berkata jujur kepadaku.” “ Sepertinya, Ayah harus mengubah kebiasaan bohong Ayah.” “ Kenapa tidak, Ayah islam, kita tidak pernah diajarkan untuk berbohong.” “ Kau benar, William.”


32 Akhirnya, aku dan Ayahku sampai di rumah. Aku sangat lelah dan memutuskan untuk langsung tidur di ranjang. Sedangkan Ibuku, dia sedang sibuk memasak di dapur segera meninggalkan masakannya dan membuatkan kopi untuk Ayah. Aku sudah tertidur, padahal waktu isya’ belum masuk. Sesaat kemudian, suara adzan berkumandang menandakan waktu isya’ telah masuk. Ibuku langsung memasuki kamarku dan membangunkanku, padahal aku baru saja tertidur beberapa menit. “ William, ayo bangun. Waktu Shalat Isya’ sudah masuk, dan kamu belum shalat.” Ya, inilah Ibuku. Dia adalah seorang kristiani, tapi kepeduliannya terhadap agamaku sangat tinggi. Aku harap, Ibuku menjadi muallaf kelak, agar kita sekeluarga bisa masuk surga bersama. Tapi, nyatanya, Ayahku belum bisa membimbing Ibuku masuk Islam, dan kami juga tidak bisa memaksakan hal itu kepadanya.


33 Walaupun suara Ibuku lembut sekali, tapi telingaku mudah saja untuk menangkap gelombang suara itu. Otakku memberikan perintah kepada tubuhku untuk bangun dan segera berwudhu untuk shalat isya’. Air yang sangat dingin membuat kantukku langsung hilang. Aku sadar airnya terlalu dingin untuk berwudhu. Aku mencoba menyentuh air di dalam bak dan ternyata tidak terlalu dingin. Aku berwudhu, kemudian shalat. Selesai shalat, aku berdoa agar Allah memberikan hidayahNya kepada Ibuku. Tak lupa juga, mendoakan Ayah dan diriku sendiri. Dan sekarang, aku sudah bisa tidur tanpa beban lagi. Ku harap, besok aku bisa mendapat banyak teman baik di sekolah baru. Hari baru mengisi kehidupanku di Kota Evercold. Ya, hari ini adalah hari pertamaku sekolah di kota ini. Aku tidak sabar untuk hal itu. Oleh karena itu, aku bangun lebih awal agar persiapanku ke sekolah menjadi lebih cepat.


34 Sama sepertiku, ini adalah hari pertama Ayahku bekerja di lingkungan baru, di Kota Evercold. Karena sekolahku dan tempat Ayahku bekerja memiliki jalur searah, Ayahku bisa mengantarkanku ke sekolah. Aku dan Ayahku berangkat dengan mobil. Dan setelah sampai di sekolah itu, aku pergi mencari dimana ruang kepala sekolah untuk menyerahkan surat pindahan sekolah dan berkas berkas lainnya. Dan akhirnya aku menemukan ruangan tersebut. Ketika aku masuk ke ruangan tersebut, aku mengucapkan salam, beberapa staf staf di sana melihatku dengan tatapan aneh dan lainnya menjawab salamku dengan suara samar samar. Lalu seorang bapak bapak berjalan kearahku, sepertinya, dia memiliki jabatan tinggi di sekolah ini. “ Waalaikum salam, nak. Ada perihal apa kamu mendatangi ruang kepsek, nak? “ Jadi, begini pak. Saya adalah siswa pindahan dari sebuah instansi pendidikan di Kota Aurum. Nama saya Muhammad William. Ayah saya telah


35 mengatakan kepada saya untuk menyerahkan berkas berkas ini kepada kepala sekolah untuk kepentingan konfirmasi.” “ Kepala sekolah sekarang sedang berada di luar kota. Saya adalah wakil kepala sekolah, nama saya Ahmad Faisal. Untuk berkas berkas ini, kamu bisa menyerahkannya kepada saya dan urusan konfirmasinya, biar saya urus.” “ Jadi, apakah saya sudah bisa belajar hari ini, pak?” “ Ya, tapi kamu mungkin hanya akan mengikuti program pembelajaran dalam mode uji coba karena konfirmasi dari kepala sekolah masih diproses.” “ Baik, pak, Terima kasih pak.” “ Hei, nak. Tunggu dulu, siapa nama Ayahmu?” “ Basyaru Bil Mukmin pak, atau biasa dipanggil Pak Basyar.” “ Basyar? Dari Kota Aurum?, Apakah kamu tau nak, Ayahmu adalah sahabat dekatku dari dulu.” “ Aku tidak tau soal itu pak.” “ Bagaimana kabarnya sekarang?.” “ Alhamdulillah pak, dia baik baik saja.”


36 “ Hmm….Syukurlah. Ini adalah surat pengantar dariku untukmu, William. Bawa surat ini ke kelas yang tertera pada surat ini dan kamu bisa belajar disana.” “ Baik pak, Terima kasih.” “ Ya, sama sama.” “ Saya pergi dulu, sampai jumpa” Aku tidak mengucapkan salam ketika keluar ruangan itu. Sepertinya beberapa orang staf disana adalah non-muslim. Ya, kota ini adalah kota intoleran, bisa saja sikap intoleran itu diterapkan oleh warga sekolah ini. Jadi, aku terpaksa mengucapkan “ Sampai Jumpa”. Hmm, aku iseng iseng melihat isi surat ini. Ternyata aku ditempatkan di Kelas XII MIPA 2. Di surat ini tertera kalau kelas itu berada di lantai 4. Dan sekarang aku sudah naik ke lantai 2. Itu artinya, masih ada 40 anak tangga lagi yang harus ku lalui. Aku juga tidak tau kenapa sekolah ini dibangun begitu tinggi.


37 Akhirnya aku sampai di lantai 4, tempat tertinggi di sekolah ini. Aku bahkan bisa melihat ke arah pusat kota dari ketinggian ini dengan jelas. Tapi aku tidak punya waktu untuk itu, aku memasuki kelas dengan gugup. Ternyata guru belum masuk. Semua siswa menatapku dengan tatapan aneh, kecuali satu orang. Seorang siswa di kelas itu menyapaku. Dia adalah Zain. Aku tidak percaya kalau aku ditempatkan satu kelas dengannya. “ William!” “ Oh, hai Zain” “ Kemari lah, Duduk di sampingku” “ Tentu saja.” Aku berjalan ke tempat duduk itu, sedangkan pandangan mereka terhadapku masih saja sama. Kemudian aku duduk disamping Zain, dan siswa di samping Zain satu persatu mulai berkenalan denganku dan aku menerima hubungan pertemanan dengan mereka.


38 “ Perkenalkan, namaku Farhan, kau bisa memanggilku Han” “ Salam kenal, Han.” “ Perkenalkan, namaku Zaid, aku adalah sepupu Zain.” “ Salam kenal, Zaid” “ Perkenalkan, namaku Murad.” “ Salam kenal Murad.” Zain bilang, dia tidak punya teman. Kenyataannya, dia punya teman teman yang ramah. Kemudian, Zaid bertanya kepadaku. “ Kami sudah memperkenalkan nama kami siapa namamu?” *Zain menyela pembicaraan.


39 “ Sebaiknya dia memperkenalkan dirinya di depan kelas, agar semua orang tau. Lagi pula, guru sebentar lagi masuk.” “ Baiklah.” Lalu seorang guru masuk. Aku bertanya kepada Zain, apa mapel yang diajarkan guru itu. Zain bilang kalau guru itu bukan guru mapel, melainkan hanya seorang walli kelas. Ibu itu langsung membuka pertemuan di kelas. “ Selamat pagi, anak anak” “ Selamat pagi, buk!” “ Ibu baru saja dipanggil oleh staf pengurus, bahwasanya di kelas ini, ada seorang siswa baru.” *Ibu itu menunjukku “ Hmm… kamu, Ibu belum pernah melihatmu. Apakah kamu adalah siswa baru yang dimaksud?” “ Ya, buk.”


40 “ Kalau begitu, silahkan perkenalkan dirimu di depan kelas.” Aku berdiri dari kursiku dan pergi ke depan kelas untuk memperkenalkan diri. Perasaan gugupku masih saja belum hilang.” “ Namaku Muhammad William, panggilanku William. Aku tinggal di Distrik 9 Kota Evercold, Aku pindahan dari SMA-Unggul 1, Kota Aurum. Sekian, terima kasih.” “ William, Namaku Angeline Jade, kamu bisa memanggilku Bu Angel.” “ Baik Bu Angel” “ Tapi tunggu dulu William, mungkin teman temanmu masih ada yang ragu mengenai identitasmu. Kepada siswa XII IPA 2, silahkan bertanya kepada William.” *Seorang siswa mengangkat tangannya


41 “ Perkenalkan namaku Christ Jack. Aku mau bertanya mengenai alasanmu pindah ke kota ini, William.” “ Hmmm, soal itu. Ayahku mendapatkan pekerjaan baru di kota ini. Jadi, kami sekeluarga ikut pindah ke kota ini. Aku harap kamu puas dengan jawabanku.” “ Oh, begitu ya. Terima kasih atas jawabanmu, William.” *Siswa lainpun mengangkat tangannya. “ Perkenalkan, namaku Aurora. Aku hanya ingin bertanya soal agamamu. Dari namamu, aku tidak bisa mengambil kesimpulan mengenai agamamu, William.” “ Aku Islam, tapi entah kenapa orang orang memanggilku dengan sebutan William, aku tau, nama itu adalah nama yang biasanya disandangkan kepada orang kristen. Tapi, aku tidak terlalu menghiraukannya. Hanya itu yang dapat aku jawab, semoga dirimu puas.” “ Jujur aku belum puas, tapi…”


42 *Seorang siswa perempuan menyela perkataan Aurora, dan dia memberikan pertanyaan kepadaku. “ Perkenalkan, namaku Willy. Maaf sebelumnya aku menyela perkataanmu, Aurora. Aku hanya ingin bertanya, apakah kamu sudah punya pacar? William.” Seisi kelas terkejut mendengar pertanyaan Willy, beberapa diantara mereka tertawa dan lainnya hanya menatap sinis kepada Willy. Kemudian Aurora berbicara. “ Willy, kau menyela perkataanku hanya untuk pertanyaan bodoh itu?” *Wali kelasku langsung menyuruh siswa siswa diam dan mempersilahkan diriku untuk menjawab pertanyaan Willy. “ Jujur saja, aku belum punya hubungan dekat dengan perempuan. Semoga jawabanku membuatmu puas, Willy.”


43 Tidak ku sangka, aku baru saja diterima di sekolah ini dan seseorang sudah bertanya dengan hal yang aneh. Apa yang terjadi pada perempuan itu, sehingga dia sanggup menanyakan tentang hati. Sesaat setelah aku menjawab pertanyaan Willy, Bu Angel mempersilahkanku untuk duduk. Kemudian, ponsel Bu Angel berbunyi. Dia berbincang cukup lama entah dengan siapa. Lalu Bu Angel mengumumkan kalau kepala sekolah memberikan konfirmasi atas surat pindah sekolahku. Aku merasa sangat senang karena menjadi siswa tetap di kelas ini. Bel sudah berbunyi, menandakan waktu istirahat telah dimulai. Zain dan teman temannya mengajakku ke kantin. Sedangkan Willy, menatapku dengan tatapan aneh dan langsung membuang muka. Kami sudah tiba di kantin. Tapi Aku masih penasaran dengan anak itu. Jadi aku bertanya kepada Zain.


44 “ Zain, kau sudah lama satu kelas dengan Willy, aku mau tanya suatu hal.” “ Tanya apa?” “ Apakah dia selalu seperti itu kepada semua laki laki yang baru ia temui?” “ Entahlah, aku tidak tau. Dengar dengar, dia sudah sering putus dalam hubungan pacaran.” “ Kenapa?” “ Ntah lah, aku tidak tau alasannya. Ku rasa, dia bukanlah wanita baik baik.” “ Jujur saja, dia memang cantik. Bagaimana bisa laki laki lain memutuskan hubungan dengan perempuan secantik dia.” “ Kau tidak bisa menilai seseorang baik atau buruknya dari penampilannya.” “ Apakah orang tuanya tidak mengajarkannya untuk bersikap baik.?” “ Soal itu, dia tidak mau membicara lebih banyak mengenai orang tuanya.” “ Kenapa?”


45 *Zain mulai membisikkan sesuatu ke telingaku. “ William, Willy adalah seorang pendengar yang sangat baik dia bisa saja sedang menguping pembicaraan kita, aku akan katakan semuanya nanti sepulang sekolah. Kita bicarakan ini di restoran kemarin.” “ Baiklah.” *Zain kembali bicara dengan normal “ Sekarang duduklah, kau mau pesan apa?” “ Tidak tidak, kali ini aku akan memesan makananku sendiri.” “ Anggap saja, ini adalah hadiah penyambutanmu dariku di sekolah ini.” “ Kau sudah terlalu baik Zain, bahkan kemarin….” “ Soal yang kemarin, anggap saja aku sudah melupakannya. Pokoknya, hari ini aku akan mentraktirmu, William.”


46 *Teman teman Zain sepertinya mendengar obrolan kami “ Apakah kau akan mentraktir kami juga, Zain?” “ Hah? Ka….kalian? Hmmm….Tentu saja” “ Wah, terima kasih “ Kami makan dikantin bersama sama, aku mulai akrab dengan teman teman baruku. Zain, aku sudah tau kalau dia adalah orang yan dermawan dan kaya. Zaid, dia adalah orang yang hobi melucu. Sedangkan Murad dan Farhan adalah orang yang pintar tetapi santai. Tapi, kenapa Zain tidak pernah mengakui mereka sebagai temannya? Apakah mereka hanya memanfaatkan kekayaan Zain?. Hmm… aku tidak tau & aku juga tidak boleh suuzhan. Hmmm, seperti dugaanku, makanan yang disajikan dikantin tidak sekompleks di restoran. Walaupun aku ditraktir, aku memilih untuk memesan makan termurah, nasi goreng. Sedangkan teman


47 yang lain sepertinya memesan makanan yang lebih mahal, seperti kebab dan burger. Aku jadi tau kenapa Zain tidak pernah menganggap mereka sebagai temannya. Aku belum melahap sesuap nasi goreng, tapi sudah terdengar keributan dari meja kantin lain. Kami langsung pergi ke kerumunan itu untuk melihat apa yang terjadi. Kebetulan sekali, seorang guru ada dikantin dan memisahkan orang yang berkelahi itu. “ BERHENTI!!!!! Kenapa kalian berkelahi disini. “ “ Ini bukan urusan bapak!.” “ Aku tau nama kalian, kau Rey Delant, dan kau Usman. Nama kalian sudah sering tercatat di buku kasus. Sekarang kalian pilih, berdamai disini atau kalian akan berurusan denganku di ruang bk. Atau pilihan ketiga, aku akan meng-Drop-Out kalian dari sekolah ini.” Bukannya berdamai, mereka malah saling mengejek dan memperburuk keadaan. Rey yang terlanjur sakit hati langsung mengejek Usman, dan Usman malah membalas ejekan tersebut.


48 “ Dasar kau, Islam!!!!! Kau bilang dirimu islam? Apakah agamamu mengajarkanmu untuk kurang ajar?. Dasar kau bodoh.” “ Lebih baik kau sadar diri, Kristen!!!!. Kau lebih dulu menghina agamaku. Wajar saja kalau aku tidak terima.” Guru itu langsung menahan mulut kedua anak itu dengan tangannya dan merangkulnya dengan paksa, kemudian pergi membawa kedua anak itu ke ruang bk.” Setelah guru dan kedua anak bermasalah itu meninggalkan kantin, semuanya kembali ke ke meja masing masing dan melanjutkan memakan makanan. Ya, walaupun masalahnya sudah selesai, aku masih tidak percaya kalau sifat intoleran di Kota Evercold telah berubah menjadi rasisme terhadap agama, atau bisa disebut penistaan agama. Alone One


49 Sekolah hari ini terasa cepat, karena tidak ada hal yang spesial dari proses pembelajaran disini. Ternyata, jam pulang di sekolah ini sangat cepat. Kami pulang jam 12, dan aku merasa cukup senang, karena dapat menghabiskan waktu lebih banyak dirumah. Kurikulum disini mengharuskan siswanya mandiri. Di sekolah tidak ada soal latihan, sebagai gantinya, PR kami sangat banyak. Aku memutuskan untuk tidak pulang dulu, aku lebih memilih untuk berdiam diri di lantai 4, memandangi salju salju turun dari langit dan menutupi lapangan basket. Dan udaranya memang dingin, tapi aku tidak menghiraukannya. Seseorang menyentuh pundakku, aku kira itu adalah Zain, tapi aku salah. “ Zain?.” “ Oh, tidak tidak, ini aku, Willy.” “ Oh, kau. Ada apa?”


50 “ Aku mendengar obrolanmu tadi di kantin. Mungkin kau tidak menyadari kehadiranku disana.” “ Lalu?” “ Jujur saja, William. Aku sakit hati jika seseorang membicarakan yang buruk buruk tentangku. Padahal belum tentu aku melakukan apa yang mereka pikir buruk tentangku.” “ Oh, kalau begitu aku minta maaf, Willy. Aku tidak bermaksud menciptakan fitnah atas dirimu. Aku juga minta maaf atas kesalahan temanku.” “ Hidupku sudah hancur William. Sejak kedua orang tuaku meninggalkanku selamanya. Aku menerima banyak hinaan dan tidak ada yang dapat memberikan kasih sayang kepadaku untuk mengimbangi hinaan hinaan itu.” “ Ternyata, apa yang dikatakan Zain mengenaimu memang benar. Biar ku tebak, kau pasti sudah sering mengalami putus hubungan.” “ Ya, tepatnya 3 kali” “ Bukankah orang hanya jatuh cinta 4 kali dalam hidupnya?”


Click to View FlipBook Version