The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Ghani Chaniago, 2023-11-08 08:07:43

DOC-20231108-WA0017

DOC-20231108-WA0017

251 “ Aku rasa, kita masih terlalu dini untuk menikah. Lagi pula kita….” “ Ya, aku tau, kita beda agama, kan?” “ Hmm…” “ William, Ayah dan Ibumu saja menikah dengan status beda agama, lantas kenapa kita tidak bisa.” “ Itu memiliki konteks yang berbeda, Willy.” “ Jadi, kamu mau menyia-nyiakan perasaan kita selama ini, William?” “ Tidak Willy.” “ Jadi, apa yang kamu rencanakan dengan hubungan kita, William?” “ Aku hanya akan menikah ketika sudah mapan.” “ Soal itu, aku melihat kalau dirimu sudah mapan dari segi apapun, William.” “ Kamu hanya melihat dengan hatimu, Willy. Kamu tidak bisa melihat dari sudut pandang pemikiran.” *Aku beranjak dari kursi dan berdiri. “ Kamu mau kemana, William.”


252 “ Aku mau pulang. Jika kita melanjutkan pembicaraan ini, kesalah-pahaman pasti akan menghampiriku dan dirimu, Willy.” “ Tapi, William, soal menginap di resort itu, kamu tetap ikut kan?” “ Tentu saja.” “ Jangan lupa bawa 1 orang terdekatmu, William.” “ Baiklah, sampai jumpa, Willy.” Aku berjalan dibawah terik sinar matahari, sekarang sudah jam 12 siang. Perasaanku sekarang benar benar sangat kacau. Kenapa Willy ingin sekali menikahiku? Kami bahkan belum mapan dari segi apapun. Hah…Bodohnya aku. Kenapa aku harus menjalin hubungan dengannya. Jika aku menikahinya, aku tidak yakin bisa membimbingnya kepada jalan Allah. Karena Willy adalah seorang umat kristen yang sangat taat kepada keyakinannya. Jika aku memutuskan hubungan ini, maka Willy pasti akan bunuh diri dan aku akan memendam perasaan kecewa seumur hidupku. Hah, apa yang harus aku lakukan. Ini benar benar pilihan yang sulit, Willy


253 menganggapku mencintainya, padahal aku hanya menyayanginya. Aku tiba di kediamanku yang ku cintai. Aku langsung shalat zhuhur di rumah dan setelahnya aku membicarakan mengenai school meeting besok dengan Ayahku. “ Ayah.” “ Ya, William.” “ Aku mendapat tiket undangan untuk menginap di sebuah resort, di kaki Gunung Frozen White. Dan disini juga tertulis kalau aku boleh membawa 1 orang terdekat. Apakah Ayah bisa ikut denganku?” “ Maaf, Nak. Ayah punya urusan nanti malam.” “ Oh begitu ya, bagaimana kalau aku memberitahu Ibu saja.” “ Ibumu juga punya agenda nanti malam, William.” (…..Hmm, ini sangat mencurigakan….)


254 “ Ayah dan Ibu punya urusan nanti malam, apa yang sebenarnya kalian rencanakan, Ayah?” “ Eh, tidak ada kok, William.” “ Jujur saja, Ayah.” *Ibuku menyela pembicaraan dari dapur dengan suara lantang. “ Kami akan melakukan dinner nanti malam, William. Sudah lama sekali kami tidak berkencan.” “ Oh, begitu ya. Ya sudah lah, aku akan mengajak orang lain saja.” Aku membicarakan hal ini dengan Murad. Dia juga seorang peraih gelar juara. Aku penasaran dengan siapa yang dia ajak. Jadi, aku chat saja dengannya. “ Assalamualaikum, Murad” “ Waalaikum salam, William. Ada apa?”


255 “ Kau sudah tau kan tentang acara menginap di resort Gunung Frozen White?” “ Ya, aku tau.” “ Ngomong ngomong, kau mengajak siapa, Murad?” “ Aku mengajak Zaid. Oh ya, William. Aku menyarankan kau untuk mengajak Farhan saja. Kasihan jika dia tidak ikut berkumpul dengan kita.” (…..Aku baru sadar dengan Farhan, dia tidak juara dan aku bisa mengajaknya ke resort dengan ku…..) “ Oh, baiklah, Murad. Assalamualaikum.” “ Ya, Waalaikum salam, William.” Aku memutuskan untuk mengirimkan chat kepada Farhan untuk mengajaknya menginap di resort. “ Assalamualaikum, Han.” “ Ya, Waalaikum salam, William.” “ Apakah kau sibuk nanti malam?”


256 “ Tidak, ada apa?” “ Kau mau ikut bersamaku ke resort Gunung Frozen White, tidak?” “ HAH? Serius?” “ Ya, tentu saja.” “ Wah, terima kasih, William. Aku akan selalu mengingat kebaikanmu ini” “ Hah, kau tidak perlu jadi alay seperti itu.” “ Ya sudah, Aku mau siap siap berkemas dulu ya, William. Assalamualaikum.” “ Waalaikum salam, Han.” Farhan sangat bersemangat sekali. Bahkan dirinya yang terkenal berwibawa langsung menjadi alay dan kekanak-kanakkan. Sekarang masih jam 1 siang dan dia sudah bersiap siap untuk mengemas barang barang keperluannya. Dia bahkan lebih antusias daripada diriku sendiri. Hmm, aku sangat bosan. Sekarang masih jam 1 siang. Aku pikir, aku akan mengunjungi apartment


257 Farrel saja. Mungkin dia sedang gabut sepertiku juga. Dan aku langsung pergi ke sana. Dan setelah 10 menit perjalanan, aku sampai di depan pintunya dan dia mengejutkanku. *Farrel membuka pintu dan melayangkan sebuah tinju kepadaku. *Aku berhasil menangkis serangan tersebut dan Farrel sedkit tertawa. “ William, aku sangat bangga dengan perkembanganmu dalam segi kekuatan fisik.” “ Begitukah cara memperlakukan seorang tamu?” “ Heheh, maaf maaf.” “ Ya sudah, apakah aku boleh masuk, Farrel?” “ Tentu saja.” *Aku duduk di sofa dan menonton TV yang sedang menyala. Kemudian Farrel bertanya kepadaku.


258 “ Ngomong ngomong, mau apa kau ke sini, William?” “ Hmm, aku gabut, karena aku tidak akan melakukan apapun sampai acara nanti malam di resort.” “ Kau mengajak siapa, William?” “ Aku mengajak Farhan.” “ Hmm, kalau aku sih mengajak pacarku, William. Agar kami bisa berduaan nanti malam.” “ Pikiranmu sangat mesum, Farrel.” “ Kau jangan salah paham dulu, William. Aku tidak bermaksud untuk melakukan gituan. Walaupun aku kristen, aku juga tau batasan.” “ Oh.” “ IIIIIIIIIIIIIIIIIHHHHH, DASAR KAU, WILLIAM. AKU MENJELASKAN PANJANG LEBAR DAN KAU HANYA BILANG ‘OH’? KAU MAU KU HAJAR?” “ Ya sudah, ayo hajar aku.” Farrel menarik kakiku dari sofa dan menyeretku di lantai kamarnya. Aku berusaha melepaskan diriku dari tangannya dan aku berhasil.


259 Selain itu, aku juga berhasil memberikan serangkaian serangan sambil menangkis serangan dari Farrel. Dan sebagai penutupan, aku mengunci gerakannya dengan teknik kuncian. Kemudian Farrel berbicara kepadaku “ Kau sudah berkembang sangat jauh, William.” “ Hahahah, bagaimana, Farrel?” “ Kali ini, aku serius mengatakannya. Kau adalah orang paling kuat yang pernah ku temui.” “ Tidak tidak, jika kau tidak melatihku beladiri, aku tidak akan menjadi seperti ini.” “ Maksudku, kau sudah kuat dari segi apapun, William.” “ Aku masih belum paham.” “ Kau ingat ketika kita berbicara soal Passive Power dan Massive Power.?” “ Oh, filsafat itu ya?” “ Ya, kau yang sudah memiliki Passive Power yang kuat sejak lahir, sekarang kau sudah memiliki kemampuan fisik yang sangat kuat. Dengan


260 kemampuan fisikmu itu, kau bisa mengembangkan Massive Power sebagai senjata cadanganmu.” “ Begitu, ya? Bagaimanapun aku akan tetap berterima kasih kepadamu karena telah mengajariku bela diri ini.” “ Ya, sama sama, William. Dan apa kau tau, tadi itu adalah serangan terakhir dariku untuk mu. Mulai saat ini, aku tidak akan mengambil resiko melawanmu, William.” “ Tch, itu hanyalah omongan seorang pecundang, Farrel. Kau adalah mentorku dalam 1 tahun ini. Jika kau tidak memberikan dorongan kepadaku, mungkin aku tidak akan berkembang seperti ini.” “ Soal itu, apakah kau mau menjadi mentorku, William? Kau tau kan kalau aku sangat payah dalam hal Passive Power.” “ Kita bukanlah mentor ataupun kader.” “ Lalu apa, William?” “ Kita adalah rival.” “ Rival?”


261 “ Sejak awal, aku selalu menganggapmu rivalku, dan itu membuatku semakin berkembang hari demi hari.” “ Oh, begitu. Baiklah, dengan ini, aku menyatakan kalau kau lulus dari mentorshipku, William.” “ Hah?” “ Ya, kau lulus, William.” “ Aku tidak merasa begitu.” “ Apa maksudmu?” *Aku melepas teknik pengunci dan membiarkan Farrel bangkit, lalu melanjutkan pembicaraan. “ Aku tau, jika seorang murid memiliki 9 kemampuan, gurunya pasti memiliki 10 kemampuan. Dan aku yakin kalau kau tidak mengajarkan kemampuan lain kepadaku dan sengaja menyembunyikannya.” “ Ya, kau benar, William.” “ Jadi, kau mau mengajarkan teknik lain kepadaku, Farrel?”


262 “ Kau masih belum puas ya?” “ Tentu saja.” “ Satu satunya teknik yang belum ku ajarkan hanyalah….” “ Ayolah, teknik apa?” “ Teknik pembunuhan.” “ Pembunuhan?” “ Ya, aku sudah menyiapkan beberapa gerakan kombinasi yang mungkin menyebabkan kematian.” “ Ku rasa aku tidak perlu mempelajarinya, Farrel. Aku pikir semua latihan yang kau berikan sudah cukup hehe.” “ Ya, aku juga tidak berniat mengajarimu cara membunuh orang, William.” “ Jika seandainya aku mau membunuh seseorang, apakah kau mau mengajarinya, Farrel?” “ Tidak!” “ Kenapa?” “ Aku tau sebuah gangguan mental pada dirimu, William. Kau itu phobia darah kan?”


263 “ Aku tidak pernah merasakannya kalau aku phobia.” “ Aku sudah memperhatikanmu selama ini. 1 tahun yang lalu, ketika Zain menyerangmu dengan kondisinya yang babak belur dan berdarah saat itu. Tubuhmu menjadi lemah dan menggigil karena phobia dengan darah pada tubuh Zain.” “ Aku juga tidak sadar tentang itu.” “ Ya, karena saat phobia, kau tidak bisa mengendalikan dirimu dari rasa takut berlebihan yang memenuhi pikiranmu, sehingga kau tidak dapat menyadarinya karena otakmu sibuk dengan reaksi ketakutan itu.” “ Apakah phobia ini bisa disembuhkan, Farrel?” “ Aku tidak tau, William. Sejauh ini, aku juga tidak pernah melihat ada orang yang sembuh dari phobianya.” “ Oh, begitu ya.” “ Ya.” Bagaimana bisa orang lain tau lebih banyak tentang diriku daripada diriku sendiri? Aku baru sadar kalau aku mempunyai phobia darah. Dan


264 kenapa aku baru menyadarinya sekarang? Atau ini hanya candaan Farrel saja? Hmm…aku tidak tau. Setelah menghabiskan waktu gabut di apartment Farrel, aku shalat ashar di mesjid terdekat dan segera pulang. Aku segera menyiapkan apa apa saja barang yang akan ku bawa untuk nanti malam dan besok. Setelah semuanya lengkap, aku langsung berangkat dan pergi ke halte bus. Ibu dan Ayahku memberi uang lebih kepadaku, aku cukup senang punya orang tua yang perhatian seperti mereka. Ketika aku berada di dalam bus, aku bertemu dengan Murad, Farhan, dan Zaid. Willy juga ada di dalam bus ini. Aku merasa kalau bus ini sudah seperti bus sekolah saja. Dan aku baru sadar ketika melihat Willy, dia tidak membawa siapapun untuk menemaninya. Akhirnya, setelah 15 menit perjalanan, kami tiba di resort itu. Resort ini jauh lebih mirip hotel daripada resort pada umumnya karena dibangun bertingkat tingkat. Hah, sudah lah, lagipula apa pentingnya sebuah nama?


265 Aku ditinggalkan berdua dengan Willy setelah kami turun, tiga serangkai itu sudah pergi semua, jadi kami bisa ngobrol. “ Kamu tidak mengajak siapapun, Willy?” “ Hehehe, tidak William.” “ Kenapa kamu tidak mengajak pamanmu atau siapapun itu, Willy?” “ Karena….” “ Apa?” “ Karena aku hanya mencintaimu saja!!!!” *Willy melompat ke punggungku. “ Willy, apa yang kamu lakukan? Tiba tiba saja naik ke punggungku?” “ Ayo gendong aku, William.” “ Hah, aku jadi malu, Willy. Anak anak dari sekolah lain melihat kita.”


266 “ Biarkan saja William.” “Hadeh, Willy Willy.” *Sebuah bus berhenti jalan di belakang kami. Dan dari bus itu, Farrel turun dengan menggendong pacarnya. “ Hei, William. Apakah kau tidak sanggup menggendong pacarmu itu? Hahahah.” “ Dasar kau Farrel, apa mau mu yang sebenarnya?” “ Bagaimana kalau kita balapan?” “ Baiklah Farrel. Oh ya, Willy, kamu turun dulu ya.” “ Eh eh eh, tidak tidak, maksudku balapan dengan menggendong pacar kita masing masing, William.” “ Baiklah.” (…..Hehehe, aku sudah punya rencana, ketika Farrel berlari, aku tidak akan berlari. Lagipula, balapan sambil bergendong seperti itu sangat mudah menghilangkan keseimbangan orang yang dibawah…..)


267 Farrel mulai menghitung, dan mengambil ancang ancang. 1, 2, 3!!! Dia berlari dengan cepat sambil menggendong pacarnya. Tidak lama dari waktu start, Farrel sudah terjatuh dan pacarnya menghimpit tubuhnya dengan perasaan kesal. Sepertinya aku harus memberikannya sedikit lelucon. “ Bagaimana, Farrel?” “ Ah, sial.” “ Kau bilang mau balapan, kan? Kenapa kau malah tiduran disana?” “ Hah! Kau diam saja, William.” “ Untunglah tidak ada orang lain yang melihatmu terjatuh, haahhahah.” “ Diam!.” “ Lagipula kasur di resort lebih empuk dari tanah, bukan? Hahahah. Ayolah Farrel, sudahi saja kompetisi konyolmu ini.” “ Ya ya ya, kau menang, William. Sekarang pergilah.”


268 “ Ya, sampai jumpa, Farrel.” Setelah aku mengucapkan sampai jumpa, Willy menjulurkan lidahnya kepada pacar Farrel. Bahkan mereka juga ikutan berdebat. “ Hahaha, dasar gendut, pantas saja pacarmu terjatuh.” “ Gendut kau bilang? HAAAAA?!!!!” “ Iya memangnya kenapa, Windy?” (…..Aku baru tau kalau nama pacarnya Farrel adalah Windy. Aku tidak terlalu sering berjumpa dengannya dan aku menjadi kurang mengenalinya. Sepertinya dia dari lokal yang sama dengan Farrel….) “ Sekarang, Willy. Aku mau bertanya kepadamu. Berapa berat badanmu?” “ 45 kg lah, aku kan tidak gendut sepertimu.”


269 “ Hahaha, kau itu gendut, Willy. Berat badanku saja Cuma 44 kg.” “ Kau bilang aku gendut, Windy?” “ Ya! Willy gendut, Willy gendut, Willy gendut.” “ Ihhhhh, kau sudah berani denganku ya?” *Aku dan Farrel hanya bisa menatapi kelakuan pacar kami. *Willy menaikkan lengan bajunya dan Windy juga menaikkan lengan bajunya. *Aku berbisik kepada Farrel. “ Oi, Farrel, aku akan menahan Willy, kau tahan Windy ya, jika mereka ribut disini, kita pasti akan repot.” “ Ya, baiklah, William.” Willy menerjang kearah Windy dengan tinjunya yang kecil dan imut. Tapi aku berhasil


270 menahannya sehingga dia tidak sampai menyerang Windy. Windy juga mencoba menendang-nendang Willy dengan kakinya, tetapi tetap saja tidak sampai karena Farrel menahannya. Jadi, Aku dan Farrel memutuskan pergi ke kamar kami masing masing dengan pacar kami. Willy masih saja bicara belepotan. Akhirnya, kami sampai di resepsionis resort. Dan aku melihat Farhan yang masih tertahan di sana sambil duduk di kursi tunggu. “ Farhan, mana yang lain?” “ Mereka sudah duluan ke atas.” “ Kenapa kau masih disini, Farhan?” “ Kau tau kan, aku menumpang tiket denganmu.” “ Heheh, maafkan aku, aku lupa, Farhan.” Aku mengurus keperluan check in di resort ini. Aku menyerahkan tiket khusus yang tadi. Akhirnya, aku dan Farhan bisa pergi ke kamar kami. Tetapi,


271 resepsionis bilang kalau semua kamar sudah penuh dan kamar yang di sewa Murad tadi masih bisa untuk 1 orang lagi. Jadi, aku mengikhlaskan Farhan untuk menginap di kamar Murad dan Zaid, sedangkan aku terpaksa menginap di kamar Willy. Sesampainya di kamar, aku meletakkan barang barangku dan langsung tiduran di kasur yang sangat empuk ini. Ketika aku sedang enaknya bersantai, Willy tiba tiba melompat ke kasur dan mendarat di perutku. Aku tidak dapat menahan rasa sakit ini dan reflek berteriak. “ HAAAHHH.” “ William, maafkan aku.” “ Willy, kamu….” “ Maafkan aku, a…apa terasa sakit?” “ Ah…..selalu.” *Willy langsung pindah dan tidur di sampingku.


272 “ William, maafkan aku. Aku kira lompatan tadi tidak akan membuatmu kesakitan.” “ Hah, tidak apa apa kok, Willy. Sekarang sudah agak mendingan.” “ Punggungmu pasti sakit juga ya karena hantaman tubuhku tadi?” “ Tentu saja, Willy. Punggung dan perutku benar benar tidak nyaman sekarang.” “ Sebagai permintaan maafku, aku akan memijatmu, William. Bagaimana menurutmu?” “ Tentu saja, aku butuh itu.” Aku tidur dengan posisi menelungkup dan Willy mulai memijat tubuhku dari pinggang dan punggungku. Selain itu, aku juga berbincang dengannya. “ Willy.” “ Ada apa, William?” “ Kamu sudah kenal lama dengan Windy ya?” “ Ya, dia tetanggaku. Rumahnya hanya 45 meter dari rumahku.”


273 “ Pantas saja, kalian sudah seperti sahabat.” “ Sahabat?” “ Ya, sahabat. Ketika kalian ngomel tadi, kalian sepertinya memang sudah akrab.” “ Dia hanya sahabat masa kecilku, William. Sekarang dia punya banyak teman untuk menggantikan posisiku sebagai sahabatnya.” “ Oh begitu ya.” “ William.” “ Ada apa, Willy.” “ Apakah menurutmu, aku gendut?” “ Gendut? Tidak kok, kamu pasti terpancing dengan kata kata Windy tadi kan?” “ Tinggi badanku hanya 158 cm, dan berat badanku 45 kg. Aku merasa kalau aku memang gendut, William.” “ Hah, kenapa kalian para wanita menilai seseorang gendut atau tidak dari segi berat badan?.Menurutku, dirimu itu pas dan ideal, Willy.” “ Oh, begitu ya.”


274 “ Willy, aku punya rencana.” “ Apa, William?” “ Apakah kamu mau dinner nanti?” “ Aku sudah bosan, William. Kita juga sering dinner kan?.” “ Benar juga, sepertinya aku hanya akan tidur lebih cepat malam ini.” “ Aku juga, William. Ya sudah ya, aku sudah memijatmu. Aku juga sudah lelah.” “ Terima kasih, Willy.” Setelah aku melaksanakan shalat maghrib dan isya’, aku memutuskan untuk segera tidur untuk menyaksikan lomba ice skating besok. Aku terkejut ketika Willy keluar dari kamar mandi dengan pakaian seadanya. “ Willy, kenapa kamu,……bajumu dimana?” “ William, jujur saja, aku lupa membawa baju pijama ku. Lagipula aku sudah terbiasa tidur dengan pakai pendek seperti ini.”


275 “ Tapi Willy, kamu tidak mempertimbangkan diriku. Aku tidak boleh melihat auratmu itu.” “ Ya sudah, aku tidur dengan menghadap ke kiri, kamu tidur menghadap ke kanan. Dengan begitu, kamu tidak akan melihat tubuhku.” “ Baiklah, aku harap kamu tidak melakukan yang aneh aneh malam ini.” “ Ya, aku mengerti William.” *Sesuatu terbesit di pikiranku “ Eh, tidak jadi, Willy.” “ Tidak jadi apanya?” “ Aku tidur di lantai saja, dan kamu tidur saja di kasur.” “ Apakah tidak apa apa, William? Tidur di lantai tidak akan membuatmu merasa nyaman.” “ Ya, tidak apa apa.” “ Baiklah, William. Selamat tidur.”


276 I Can’t…….. Aku terbangun di pagi hari yang masih gelap. Tumben tumbennya aku tidak bermimpi tadi malam. Dan aku juga bingung kenapa aku bangun diatas kasur. Willy juga tidak ada. Aku langsung memanggil-manggil Willy. “ Willy!?” “ HAAAAAA” *Aku berlari ke arah kamar mandi, karena Willy berteriak disana. “ Apakah kamu baik baik saja, Willy?” “ Ya! Kenapa kamu memanggilku tiba tiba William?” “ Ayolah Willy. Cepat sedikit, aku mau ke kamar mandi juga.”


277 “ Ya, tunggu sebentar. Sekitar 20 menit lagi, William.” “ 20 menit? Kamu mau ngapain lama lama, Willy?” “ Aku mau mandi dulu.” “ Mandi?” (…..Ayolah Willy, jangan bercanda…..) Akhirnya setelah 20 menit, Willy keluar dari kamar mandi. Pikiranku teralihkan karena menahan buang air, tetapi Willy malah terkejut melihatku. Dia berteriak dan mengejutkanku. “ HAAAAAH!!! William. Lagi lagi kamu membuatku terkejut.” “ HAHH!!, Ma….Maaf Willy, aku benar benar tidak bermaksud melihatmu, aku hanya ingin ke kamar mandi sekarang.” “ Ya, sana pergi cepat, aku mau pakai baju dulu, dan jangan keluar dari kamar mandi sebelum aku selesai berpakaian.”


278 “ Baiklah, Willy.” Aku berpikir sejenak sebelum membasuh wajahku. Kenapa hidupku penuh hal yang kebetulan. Seperti yang terjadi kemarin, kamar di resort ini tiba tiba penuh karena sudah disewa oleh orang lain sebelumku. Dan aku terpaksa menginap di kamar yang disewa oleh pacarku. Hal ini benar benar diluar dugaanku. Apalagi Willy semalam memakai pakaian minim, apakah dia lupa kalau aku menginap di kamarnya ataukah dia mencoba menggodaku. Untunglah, imanku kuat dan aku tidak akan tergoda dengan hal itu. Oh ya, aku hampir lupa soal Zain, apakah dia juga menginap di sini. Jika dia juga menginap disini, pasti dia adalah peraih gelar juara di sekolahnya, atau minimal sebagai pendamping juara. Dan jika dia tidak ada di resort ini, aku tidak tau kapan aku akan bertemu dengannya lagi. Zain telah putus kontak dengan kami sejak kepindahannya di sekolah baru. Aku harap, dia ikut menginap disini.


279 Sekarang masih sekitaran jam 5, Aku mencoba menyentuh air bak, dan ternyata tidak terlalu dingin. Aku segera mandi dan mengambil wudhu untuk shalat shubuh. Aku juga memastikan apakah Willy sudah selesai berpakaian atau tidak. “ Willy, apakah kamu sudah selesai berpakaian?” “ Ya, William. Kamu boleh ke sini.” Aku langsung menggelar sajadah yang telah disiapkan pihak resort dan shalat subuh sendirian. Walaupun aku tidak menoleh ketika shalat, sepertinya Willy memperhatikanku. Ketika aku selesai shalat, dia langsung bertanya kepadaku. “ William, jadi gerakan tadi adalah shalat?” “ Ya, lebih tepatnya shalat shubuh.” “ Ini pertama kalinya aku melihat seseorang shalat secara langsung sedekat ini.” “ Oh ya?” “ Ya, maukah kamu mengajariku gerakan shalat itu? William?”


280 (…..Ada apa dengan Willy? Kenapa dia menjadi tertarik dengan shalat? Apakah dia mendapatkan hidayah?.....) “ Heheh, kurasa tidak, Willy.” “ Kenapa, William?” “ Kamu itu bukan umat islam, dan kamu juga tidak memakai mukena.” “ Oh begitu ya, kalau mukena itu apa William?” “ Ya, itu semacam pakaian khusus untuk menutupi aurat wanita ketika shalat secara keseluruhan.” “ Tapi, William. Aku memakai pakaian sopan sekarang ini, lagi pula auratku juga tidak kelihatan.” “ Mungkin, jika aku menjelaskannya untukmu, akan memakan waktu yang sangat lama. Simpelnya, ketika shalat, rambut wanita tidak boleh terlihat.” “ Hmm. Menurutmu, apakah kamu terbebani dengan shalat setiap hari, William?” “ Bagiku tidak, tetapi beberapa orang merasa terbebani untuk shalat. Karena mereka tidak khusyuk saat shalat.”


281 “ Kalau aku masuk islam, kamu mau kan untuk mengajariku untuk shalat kan, William?” “ Tentu saja.” Sepertinya Allah sudah memberikan hidayahNya kepada Willy. Dari gaya bicaranya, Willy pasti tertarik dengan kehidupan Islami. Aku harap dia bisa masuk islam suatu saat. Dan disisi lain, aku masih bingung kenapa aku tadi terbangun di atas kasur, padahal semalam aku tidur di lantai. Apakah Willy tau tentang hal ini? “ Willy, kenapa aku tadi bangun tidur di atas kasur? Padahal semalam aku tidur di lantai?” “ Harusnya aku yang menanyakan hal itu kepadamu, William.?” “ Apa maksudmu, Willy?” “ Ya, tadi aku terbangun jam 4 pagi karena aku terkejut melihat wajahmu yang sedang tertidur di kasurku. Tetapi aku berusaha tidak berteriak agar tidak membangunkanmu.” “ Memangnya apa yang aku lakukan semalam ya? Sampai sampai aku pindah dan tidur di kasur.”


282 “ Hah, tidak usah dipikirkan, lagipula aku tidak masalah jika tidur bersamamu setiap hari.” “ Dasar Willyku yang cantik. Walaupun kamu cantik, ternyata kamu hobi menggombal juga ya?” “ Apanya yang menggombal. Kamu terlalu bawa perasaan, William.” “ Ya ya ya, bagaimana kalau kita pergi sarapan ke bawah? Aku sangat lapar karena lupa makan tadi malam.” “ Ayo William.” “ Oh ya, kamu duluan saja, Willy, aku mau ke kamar temanku dulu.” “ Baiklah. Cepat susul aku ya, William!” “ Ya, baiklah.” Aku pergi ke kamar Murad. Ternyata mereka bertiga masih saja tidur. Aku berbisik ke telinga Murad agar dia terbangun. “ Hey….Murad…Ini aku….Zain.”


283 *Murad terbangun dan reflek menyebut nama Zain. “ ZAIIIN.” Aku tertawa karena berhasil membuatnya bangun dan terkejut. Farhan dan Zaid juga bangun karena Murad berteriak sangat keras tadi. Farhan terbangun dengan melihat kearah ku dan Murad. Sedangkan Zaid planga plongo mencari dimana Zain. Setelah mereka terbangun dari suasana halu, mereka langsung mendirikan shalat shubuh berjamaah walaupun matahari sudah menyinari kamar mereka. Ya, mereka terlambat shalat shubuh. Lalu kami pergi ke ruang makan resort ini untuk sarapan. Lagi lagi aku menyendiri karena hanya ada 3 kursi untuk 1 meja dan aku juga merasa sedikit tidak enakan untuk menggeser-geser kursi ke meja itu, apalagi disini banyak siswa siswa dari sekolah lain. Jadi aku memutuskan untuk duduk berdua dengan Willy. Dari wajahnya, Willy sepertinya benar benar kesal. Lalu dia menginterogasiku. “ William, kenapa kamu lama sekali?”


284 “ Maaf Willy, teman temanku tadi telat bangun, jadi aku harus membangunkan mereka dulu.” “ Alasan yang bagus, William.” “ Tidak tidak, aku sudah jujur kepadamu, Willy.” “ Ya sudah, aku juga tidak peduli dengan temanmu yang lelet itu.” “ Kalau begitu, dimana makanannya?” “ Makanannya masih belum datang, William. Sabarlah sedikit.” “ Ok, Willy.” Kemudian, seorang pelayan mengantarkan makanan ke meja kami. Dan akupun terkejut. “ Willy, kamu tau kan ini apa?” “ Ya, William, i..i..iini.” “ Spicy GlassCrab. Tidak bisa ku percaya mereka menyajikan hidangan yang eksklusif seperti ini.” “ Wah, asyiiiiiik!!!!!!.”


285 Pelayan itu menyajikan 3 porsi spicy glasscrab tiap meja. Willy sepertinya sangat menyukai makanan ini, aku saja belum menghabiskan 1 porsi dan dia sudah mulai melahap porsi kedua. Nafsu makannya benar benar terbentuk dengan baik. Tiba tiba sebuah kertas mendarat di kepalaku. Ternyata itu adalah isyarat dari temanku. Murad menunjuk-nunjuk ke arah sebuah meja makan yang ditempati 3 orang. Dan salah satunya seperti orang yang ku kenal. Murad mengisyaratkan kalau dia mau mengejutkan orang itu. Dan aku lebih memilih untuk menonton aksinya saja. Ketika sampai di meja makan itu secara diam diam, Murad langsung menutup mata salah satu orang dan memberikan kejutan. Dan aku merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. “ HALLO, ZAIN!!!!!” Orang yang Murad panggil dengan sebutan Zain itu langsung melancarkan serangkaian serangan. Dia menyerang perut Murad dengan


286 sikunya dan menendang dada Murad. Sehingga Murad tersungkur ke lantai dan batuk batuk. Aku, Zaid dan Farhan langsung berlari kearah Murad dan sepertinya, orang itu mau memukul Murad dengan tinjunya. Orang itu, benar benar mirip dengan Zain, atau bisa dibilang, dia 100% mirip dengan Zain. Farhan yang lebih dulu sampai disana langsung menahan tinju Zain. Tetapi Zain tidak kehabisan akal, dia mencoba melayangkan tendangan kearah Murad yang sedang terbaring di lantai, tetapi aku berhasil menahan tendangannya. Zaid yang berdiri di hadapan Zain menopang tubuh Murad yang sedang kesakitan, dan berbicara kepada Zain. “ Begitukah caramu memperlakukan temanmu, Zain?” “ Zain? Siapa Zain?” “ Jangan berpura pura denganku. Aku sudah tau seluk beluk dirimu.” “ Kalau begitu, apa yang kau tau tentang diriku.”


287 “ Tch, walaupun kau memakai baju lengan panjang, tetapi aku tau kalau kau memiliki 4 tanda lahir di siku lengan atasmu.” *Zain melepaskan tangannya dari Farhan dan mengulur lengan bajunya ke atas, dan ucapan Zaid memang benar. “ Ke…kenapa kau bisa tau.” “ Karena kau adalah sepupu dan sahabatku, Zain.” “ Aku bukan Zain. Namaku Zien. Kau pasti salah orang.” “ Zien? Sudahlah Zain, jangan bercanda denganku. Aku bahkan bisa menebak ciri ciri fisikmu yang lain jika kau mau.” “ Aku tidak peduli denganmu, dan aku juga tidak tau siapa kau.” Sekarang aku berada dalam kebingungan. Orang itu adalah Zain, bahkan jika seseorang memiliki kembaran yang sangat mirip, pasti dia tidak


288 akan memiliki ciri fisik yang khas. Zain, ekhm, maksudku orang itu langsung melepaskan kakinya dari teknik kuncianku. Dan pergi bersama 2 orang temannya keluar dari ruang makan. Siswa lain berpikir kalau masalah sudah selesai dan kembali menikmati hidangan mereka. Sedangkan aku, Zaid, dan Farhan membawa Murad kembali ke kamarnya dan membiarkannya istirahat. Willy juga telah menghabiskan makanannya dan menyusulku ke kamar Murad. Tiba tiba pintu kamar terbuka, dan ternyata itu hanyalah Farrel. Dia ingin sedikit berdiskusi dengan kami. “ Halo, heheh, maaf karena sudah mengganggu sedikit waktu kalian. Aku mau bertanya siapa yang akan mewakili sekolah kita dalam lomba ice skating.” *farhan terkejut mendengar pertanyaan Farrel seolah olah mengingat sesuatu kembali.


289 “ Murad adalah perwakilan lomba itu, tetapi kondisinya saat ini sangat tidak baik baik saja.” “ Bagaimana kalau aku saja yang menggantikan. Apakah kalian tidak masalah soal itu.” “ Tidak, Farrel. Aku harap kau bisa memenangkan lomba itu. Ngomong ngomong, apakah kau bisa ice skating?” “ Hmmm, sedikit. Tetapi aku sudah paham dengan teknik tekniknya. Jadi aku hanya tinggal menerapkannya nanti di pertandingan.” “ Baiklah, Farrel. Terima kasih atas pertisipasimu dalam lomba ini. Semoga beruntung.” “ Ya, baiklah, aku siap siap dulu. Sampai jumpa.” Sekarang, jam sudah menunjukkan jam 8, dan lomba akan segera dimulai. Semua siswa keluar dari resort dan pergi keatas gunung dengan kereta gantung untuk menyaksikan perlombaan tersebut. Akhirnya perlombaan dimulai juga, walaupun tertunda karena persiapan dan lain lain.


290 Para peserta lomba sudah bersiap di garis start dan 3, 2, 1, suara tembakan dibunyikan. Peserta lomba menuruni gunung penuh salju dengan cepat diatas papan ski mereka. Sampai sampai salju menjadi berserakan dan mengenai penonton diluar area lomba. Semua penonton kegirangan dan senang karena wajah mereka ditutupi dinginnya salju. Dan kegirangan ini tidak berlangsung lama. Papan ski yang digunakan peserta dari sekolah kristen Kota Evercold tiba tiba patah sehingga peserta itu kehilangan keseimbangan. Selain itu, puing puing papan ski yang patah juga menusuk dada peserta itu sehingga dia meninggal ditempat dan jasadnya menggelinding penuh darah ke bawah. Para penonton langsung histeris. Dan phobia darahku langsung aktif saat itu dan aku segera berlari menjauhi kerumunan karena mau muntah. Selain itu, perlombaan dinyatakan berhenti untuk sementara waktu. Para penonton dan peserta


291 langsung mengerumuni jasad peserta yang malang itu dan mulai ribut. “ Aku melihat seseorang memasuki ruang persiapan tadi.” *Penonton lain menanggapi pernyataan tersebut. “ Lalu apa masalahnya?” “ Orang itu menyabotase papan ski ini sehingga papan tersebut menjadi mudah patah.” *Penonton radikalis mulai angkat bicara “ Pasti orang islam yang melakukannya.” *Seseorang tersinggung dengan hal itu dan membalas pernyataan penonton radikal tadi. “ Kau jangan asal tuduh ya!”


292 “ Memangnya siapa lagi? Kalau bukan islam? Kan hanya orang islam yang membenci orang kristen di Kota Evercold ini.” “ Emangnya kau punya bukti?” Semua penonton mulai ribut dan saling menyalahkan satu sama lain hingga jadi klimaks. “ Kalau begitu, kita tawuran saja nanti malam di depan resort ini. Bagaimana?” “ Ok, siapa takut.” Kerumunan itu langsung bubar. Kemudian Willy dan Farrel pergi ke arahku yang sedang terduduk mual. Farrelpun menanyakan kondisiku. “ William, kau tidak apa apa?” “ Ya, Farrel.” “ Setelah melihat adegan tadi, pasti phobia darahmu bangkit?” “ Kau benar, Farrel.”


293 “ Oh ya, William. Keadaan semakin kacau disini. Sepertinya kita harus menyadarkan mereka tentang toleransi ini.” “ Aku rasa, ini bukan waktu yang tepat, Farrel. Jika kau salah bicara sedikit saja, mereka pasti akan berbuat buruk kepadamu.” “ Apakah kau punya solusi lain, William?” “ Kau tidak akan bisa menghentikan air terjun untuk mengalir ke bawah. Kau paham maksudku, bukan?” “ Jadi, kita membiarkan mereka?” “ Ya, Farrel. Lama lama mereka akan sadar dengan sendirinya.” “ Lalu bagaimana sekarang, William?” “ Aku akan membereskan barang barangku, dan pulang.” “ Baiklah, aku akan ikut dengan rencanamu.” Aku, Farrel, Windy, Willy, Murad, Zaid, dan Farhan memutuskan untuk pulang saat itu juga. Sebelum aku pulang, aku sempat berbicara dengan


294 orang yang mengaku dengan nama Zien itu di sebuah lorong antar kamar. “ Hey, kau, Bukankah kau yang bernama Zien.” “ Ya, kau tadi yang di ruang makan itu kan? Apa yang kau mau?” “ Aku melihat sesuatu yang aneh dengan dirimu.” “ Aneh?” “ Ya, terdapat benjolan di bagian belakang kepalamu. Apakah kepalamu terbentur sebelumnya?” “ Tidak.” “ Mungkin kau hanya kehilangan ingatan, Zain.” “ Hilang ingatan? Kenapa aku tidak melupakan cara berkelahi dan menyakiti orang lain? Dan apakah kau ingin mencobanya?” Zain langsung menerjang ke arahku, teknik yang dia gunakan sama saja seperti tahun lalu. Tinju, tendangan lalu pukulan siku. Aku sudah tau kalau dia hanya bisa menggunakan teknik itu saja. Dan aku bisa menghindari semua serangannya. Bahkan dia


295 tidak bisa menahan serangan balik yang aku lancarkan. Dan sepertinya, aku harus membiarkan dia menyerangku, mungkin dia akan ingat kembali. Dia meninju dan menendangku, sedangkan aku hanya bertahan. Dan aku memutuskan untuk pura pura jatuh dan dia mengepalkan tinjunya. Tetapi dia tidak melayangkan tinjunya kepadaku yang sedang terbaring di lantai. Dia sepertinya mulai mendapatkan ingatannya kembali. “ William, apa yang kau lakukan disini?” “ Hahaha, Zain, kau sudah kembali.” “ Tunggu dulu, aku masih belum mengerti. Dan kenapa aku mengepalkan tinjuku? Apakah aku menyakitimu sebelumnya, William?” “ Tidak, Zain. Aku baik baik saja kok.” “ Oh ya, William. Aku sangat rindu denganmu, walau 1 tahun aku berpisah denganmu.” “ Jangan cengeng begitu, Zain.”


296 “ Aku serius, William. Anak anak di asrama sekolahku selalu membullyku dan aku tidak tahu apa yang terjadi sampai saat ini.” “ Islam dan Kristen sedang berselisih paham saat ini.” (…..Hahhhhh, Aku sangat bodoh, kenapa aku keceplosan bilang tentang itu……) “ Aku yakin, kristen adalah penyebabnya. Aku harus memberi mereka pelajaran.” “ Hah, tidak usah dihiraukan, ayo pulang Zain. Kau sudah lama tidak kembali ke rumah lamamu kan?” “ Nanti saja William. Aku dengar dengar kalau mereka akan tawuran nanti malam kan? Aku harus ikut untuk membela islam.” (…..Kenapa bisa ingatan aslinyanya bergabung dengan ingatannya yang lalu…..) “ Sudah lah, Zain.”


297 “ Tidak, William. Bersumpahlah kepadaku. Jika kau tidak ingin membantu dalam membela islam, jangan hentikan diriku. Demi Allah, William.” “ Zain…” Dan sejak itu lah, aku pulang dan sampai saat ini belum menceritakan semuanya kepada teman temanku. Di dalam perjalanan, aku hanya terdiam memikirkan apa yang akan terjadi pada Zain berikutnya. Dan Farrel berbisik ditengah keheningan hatiku saat ini. “ William, aku merasakan firasat buruk.” “ Apa maksudmu, Farrel?” “ Bagaimana kalau aku memata matai rumahmu nanti, aku merasa ada yang salah. Firasatku jarang sekali yang keliru.” “ Baiklah.” Setibanya di rumah, aku melihat mobil pejabat parkir di jalan depan rumahku. Farrel bilang kalau itu adalah mobil ayahnya, Pak Dallunt.


298 Lagipula, buat apa Pak Dallunt ke rumahku, apalagi tanpa pasukan pengawal. Aku memasuki rumahku dan melihat hal yang paling terburuk di dalam hidupku. Ayahku bersimbah darah di lantai dan Ibuku juga bersimbah darah di sofa. Lalu seseorang berbalik badan ke arahku dan berbicara. Orang itu adalah Pak Dallunt. Sedangkan aku mencoba agar tetap sadar walaupun phobia darah sudah melilitku. “ Maaf Nak. Aku sudah membunuh kedua orang tuamu.” (……Mendengar hal itu, aku benar benar ingin membunuh Walikota bajingan itu….) *Pak Dallunt melanjutkan ceritanya. Sedangkan aku hanya bisa terdiam karena phobia ini.


299 “ Mereka terbunuh karena salahmu juga. Aku sudah mengawasimu selama ini. Aku sudah menetapkan Farrel Dallunt sebagai pengkhianat kota beserta para pengikutnya yang bernama The Darkside of the Moon. Mereka hanyalah pengganggu dalam tujuanku menciptakan kota yang damai tanpa orang islam. Aku sudah memalsukan data seolah olah penduduk kristen dan islam di kota ini seimbang dari segi jumlah, padahal persentase jumlah mereka 75% berbanding 25%.” *Pak Dallunt menghela nafasnya dan lanjut bicara. “ Anakku memiliki kepribadian berbanding terbalik denganku, dia sudah akrab dengan orang islam sejak kecil dan aku benci itu. Dia sangat gila dan mendambakan toleransi. Lagipula, islam hanyalah pendatang di Kota Evercold ini, dan penduduk asli Kota Evercold ini alias orang kristen kehilangan dominasinya disegala aspek karena kedatangan islam. Islam dan kristen, tidak boleh ada toleransi diantara mereka.”


300 *Pak Dallunt mengambil air di galon dan meminumnya, kemudian dia kembali bercerita. “ Dan kau juga dinyatakan sebagai pengkhianat Kota Evercold karena telah menjadi partner Farrel. Ngomong ngomong, Ayahmu juga bisa bertarung dengan baik. Senjata ini, Glock-17, memiliki kapasitas peluru 6 buah setiap magazinenya. Aku sudah menembak Ibumu dengan 2 peluru, dan Ayahmu melakukan perlawanan, sehingga 3 tembakan meleset sehingga mengenai kaki dan tanganku. Tetapi, aku berhasil melenyapkan Ayahmu dengan 1 peluru terakhir. Dan aku sudah tidak punya peluru maupun kemampuan bertarung lagi. Jadi, jika kau mau membalaskan dendam, ayo, balaskan sekarang juga.” Aku sudah tidak bisa mengendalikan kesadaranku lagi, aku terkapar di lantai rumahku. Air mataku bercampur dengan darah segar Ayah dan Ibuku. Aku benar benar jatuh ke alam bawah sadarku saat ini. Sedangkan Pak Dallunt berjalan ke luar rumahku dengan rasa sakit di kedua kakinya karena tertembak oleh pelurunya sendiri.


Click to View FlipBook Version