The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by komsos, 2021-10-15 01:58:46

E-Book Walking with Inigo isi

E-Book Walking with Inigo isi

meninggal di Amerika Selatan. Martin sendiri, seperti Inigo, ikut berperang melawan
Perancis. Di dalam diri Inigo, kesetiaan keluarganya mengabdi raja duniawi ini akan
mewujud dalam rupa kesetiaan mengabdi Kristus Sang Raja.

Dalam upayanya untuk menahan Inigo supaya tidak pergi, kakaknya berbicara
tentang pentingnya ikatan keluarga dan tentang sejarah keluarga mereka yang terpahat
di batu-batu yang menyusun Puri Loyola. Kata-kata kakaknya ini menunjukkan harapan
orang-orang terhadap Inigo. Sebagai orang yang mungkin paling berbakat di dalam
keluarga, Inigo diharapkan untuk menjaga reputasi keluarganya. Kegigihan tekadnya
untuk tidak memberi ruang bagi tekanan dari pihak keluarga untuk menghalangi
keinginannya mengabdi Tuhan adalah sebuah kualitas yang ia cari dalam diri kandidat-
kandidat Serikat Yesus.

Sewaktu melihat ke belakang, mungkinkah Inigo melihat kisah hidupnya saat ini
sebagai sebuah cerminan dari sebuah kisah Injil, di mana Kristus mengalami percobaan
di padang gurun? Keduanya mencakup pemilihan atas dua hal yang baik. Namun, hanya
ada satu yang menjadi pilihan Tuhan. Keduanya terjadi saat mereka baru saja
meninggalkan rumah dan memulai hidup baru.

Tanpa maksud berlaku tidak jujur, Inigo tidak menceritakan kepada kakaknya apa
yang akan ia lakukan. Sepuluh tahun kemudian, dalam sebuah surat kepada kakaknya,
ia menjelaskan bahwa ia berbuat demikian saat itu karena kakaknya masih begitu terikat
dengan “… kelimpahan harta duniawi” sehingga ia tidak akan dapat memahami motivasi
Inigo. Ia meminta kakaknya agar “… melakukan segala upaya untuk mendapatkan
kehormatan di surga, ketenaran dan nama baik di mata Tuhan, yang akan menjadi hakim
kita.”

Pengalaman Inigo di Pamplona dan Loyola menciptakan pola pencarian seorang
peziarah yang akan terulang sepanjang Autobiografi-nya. Pola ini membentuk sebuah
siklus:

• semua dimulai dengan keinginan baik yang menggebu-gebu tetapi salah arah
• sewaktu ia melaksanakan keinginan ini ia menjadi frustrasi karena tidak dapat

mewujudkannya
• ia merenungkan hal ini lalu timbullah sebuah keinginan baru
• ini juga gagal terwujud sehingga pola yang sama terulang

35

• akhirnya, ia belajar bahwa rahasianya adalah menempatkan diri sepenuhnya di
tangan Tuhan dengan berusaha untuk menjadi akrab dengan keinginan-
keinginan yang dimunculkan oleh Tuhan di dalam hatinya.

Pengalaman Inigo dapat dibandingkan dengan berjalan di dalam sebuah labirin, di
mana seseorang selalu menemukan jalan buntu sehingga harus melangkah ke belakang
untuk menemukan jalan baru. Namun, ia bukannya berjalan tanpa arah di labirin itu
karena dengan mempelajari seni “berdiskresi” ia dapat menemukan jalannya secara
lebih cepat.

Dari paragraf-paragraf awal ini, kita mendapatkan gambaran mengenai kualitas
manusiawi Inigo yang luar biasa (ambisi, keyakinan, kesetiaan, kemurahan hati, harga
diri yang tinggi, kepercayaan diri, keinginan yang kuat, semangat, kegigihan dan kesiapan
untuk menghadapi tantangan dan mengambil resiko, harapan tinggi yang dimiliki orang-
orang atas dirinya dan lain sebagainya). Inilah kualitas-kualitas manusiawi yang akan
dimurnikan oleh Tuhan dan digunakan seturut kehendak-Nya.

36

37

Bab 2

Si Peziarah Memulai Perjalanannya [13-18]

13. vigili di Gua Maria dari Semak Berduri (Aranzazu) – mengucapkan selamat
tinggal pada masa lalunya

Ia pergi dengan naik keledai. Seorang saudaranya yang lain mau menemaninya sampai
desa Onate. Ia mengajak saudaranya itu untuk bersama-sama jaga malam di kapel Maria di
Aranzazu. Malam hari ia berdoa di situ supaya diberi kekuatan baru untuk perjalanannya.
Saudaranya ditinggalkan di Onate, di tempat saudara perempuan yang mau dikunjungi. Ia
sendiri pergi ke Navarete. Teringat olehnya bahwa di tempat pangeran masih ada orang yang
berhutang beberapa dukat kepadanya. Ia berpikir baik juga mengambilnya. Maka ia menulis
sepucuk surat untuk bendahara. Bendahara berkata bahwa tidak ada uang. Hal itu didengar
oleh pangeran sendiri. Beliau mengatakan, bahwa kalau tidak ada uang untuk orang lain,
untuk orang Loyola harus ada. Beliau juga menawarinya pangkat yang baik, kalau mau, demi
jasa-jasanya di masa lalu. Ia menerima uangnya, dan menyuruh membagikannya di antara
beberapa orang yang kepadanya ia merasa berhutang. Sebagian dipakai untuk memperbaiki
dan menghias lebih baik patung Bunda Maria yang kurang terpelihara. Sesudah itu kedua
karyawan yang mengantarnya disuruhnya pulang. Setelah itu ia naik keledai pergi dari
Navarete ke Montserrat sendirian.

Walaupun di awal perjalanannya Inigo sudah mengendarai seekor keledai, jiwa
seorang ksatria tetap hidup di dalam dirinya. Di awal peziarahannya ini, Inigo ditemani
oleh kakaknya, Pero Lopez, yang merupakan seorang Imam. Ia kebetulan ingin
mengunjungi seorang saudarinya di Onate. Beberapa tahun sebelumnya, Inigo dan Pero
Lopez pernah berurusan dengan Pengadilan Guipuzcoa karena tindak kekerasan yang
mereka perbuat. Sejak peristiwa itu, mereka berdua pun berubah! Pero bertugas sebagai
Pastor Paroki meskipun perilakunya sebagai imam memiliki kekurangan. Namun, pada

kesempatan ini ia berhasil membujuk Inigo untuk mengikuti vigili semalam suntuk. Ini
adalah saat terakhir keduanya menghabiskan waktu bersama-sama.

Devosi khusus pada tempat-tempat ziarah merupakan bagian penting dari awal
hidup Inigo, dan di daerah tempat ia tumbuh ada begitu banyak tempat seperti ini.
Tempat ziarah Gua Maria Aranzazu ini kerap disebut Bunda Kita dari Semak Berduri
karena umat setempat memercayai bahwa patung Bunda Maria ini ditemukan di dalam
semak berduri oleh seorang anak gembala Bask. Setelah penampakan di Loyola, hati
Inigo telah dikobarkan oleh wajah wanita ini. Bunda Maria memang telah memainkan
peranan penting selama masa penyembuhan Inigo dan hidup pengabdian Inigo pun
akan dimulai di bawah kakinya.

Entah di tempat ini atau dalam perjalanan menuju Montserrat, Inigo mengikrarkan
kaul kemurnian kepada Sang Bunda dan memohon supaya ia diterima di bawah
perlindungannya. Di kemudian hari, ia mengungkapkan kepada Lainez bahwa kaul
kepada Bunda tidak tepat secara teologis karena seharusnya kaul diucapkan kepada
Tuhan. Inigo saat ini memang mempunyai keinginan yang besar, tetapi ia masih tidak
tahu apa-apa. Gereja awal melihat kaul seperti ini sebagai cara seseorang untuk
memberikan diri dan hidupnya kepada Tuhan. Bagi Inigo sendiri, pemberian diri seperti
ini adalah sebentuk langkah maju dalam mengikuti Yesus secara lebih sempurna. Di
kemudian hari, dalam dokumen-dokumen resmi di awal masa berdirinya Serikat Yesus,
kaul kemurnian akan disebutkan sebagai syarat dasar pengabdian seutuhnya di bawah
panji Salib di dalam Serikat Yesus. Bagi para sahabat pertama, kaul seperti ini terkait
dengan pelayanan dan perutusan. Bagi mereka, ini adalah lambang kehadiran Roh
Kudus yang telah menyatukan dan mengutus mereka untuk membantu sesama.

Selama vigili, Inigo berdoa memohon kekuatan. Ia mulai menyadari bahwa
kehendak kuatnya saja tidak akan cukup untuk mengantarkannya melewati tantangan
yang telah ia ajukan kepada dirinya sendiri. Di Loyola, dengan bantuan rahmat Tuhan, ia
telah berjanji untuk melakukan ziarah sebagai wujud pertobatannya. Sekarang ia
memohon rahmat tersebut. Di dalam Latihan Rohani, dia melihat “kekuatan” sebagai
rahmat Tuhan dan pertanda kehadiran Roh Baik. Bertahun-tahun kemudian, tepatnya
pada 1554, ia menulis kepada Fransiskus Borgias dan memberi dukungan dalam upaya
memperbaiki biara yang terhubung dengan tempat ziarah ini. Ia teringat betapa banyak
rahmat yang ia peroleh sewaktu mengadakan vigili di tempat ini. Ia menulis, “Saya dapat

39

berkata bahwa saya memiliki alasan pribadi yang khusus untuk menginginkannya
[perbaikan tempat ini]. Ketika Allah Tuhan kita memberi saya rahmat untuk mengubah
hidup saya, saya teringat betapa banyak rahmat yang saya peroleh bagi jiwa saya dengan
berjaga selama satu malam di gereja tersebut.” Maria memang terus membawa Inigo
kepada Yesus.

Tidak jelas mengapa Inigo memiliki keinginan untuk mengambil uang hasil jasanya
kepada Pangeran Najera pada 1521. Kemiskinan adalah bagian dari ziarahnya.
Tampaknya, Inigo merasa tergerak untuk melunasi hutang-hutang pribadinya. Ia sendiri
akhirnya membagikan uang yang diterima dari Pangeran Najera dan sisanya
dipergunakan untuk menghormati St. Maria.

Penghargaan yang diberikan oleh Pangeran Najera kepada Inigo dan kesediaannya
untuk melunasi hutangnya menunjukkan penghormatan yang dimiliki orang-orang
terhadap Inigo. Pada masa ini, Pangeran tersebut sedang kekurangan uang dan tidak
lagi dipercaya oleh Raja. Ia telah berkomunikasi dengan Inigo sebelumnya dan tahu
bahwa Inigo telah sembuh. Ia juga ingat akan apa yang telah dilakukan oleh Inigo baginya
di masa lalu dan ingin mendapatkan kembali jasa pegawai administrasi yang ulung ini.
Tawaran jabatan ini mungkin merupakan sebuah godaan bagi Inigo untuk kembali ke
hidupnya di masa lampau. Namun, ia dengan mudah mengorbankan hal ini karena
hidup dan energinya sudah tercurah pada hal-hal lain.

Inigo lalu mengucapkan selamat tinggal kepada pelayan kakaknya. Ia baru akan
bertemu kembali dengan pelayan-pelayan keluarga Loyola tiga belas tahun yang akan
datang dan ini rupanya akan menjadi sebuah situasi yang menakutkan bagi Inigo [87].

Inigo telah memulai perjalanan sejauh 550 kilometer ke Montserrat dan ini akan
memakan waktu dua puluh hari. Selama perjalanan ini, dan juga perjalanan-perjalanan
lainnya, Inigo selalu menegaskan bahwa ia ingin bepergian sendirian. Ketika ia berjalan
menyusuri lembah sungai Ebro, kakinya yang terluka dan rasa sakit yang muncul selama
perjalanan pasti akan terus mengingatkan Inigo akan peristiwa Pamplona.

40

14. seorang pemula dalam kehidupan rohani

Pada perjalanan itu terjadi sesuatu yang sebaiknya dicatat di sini, supaya menjadi jelas
bagaimana Tuhan kita membimbing jiwa yang masih buta itu. Ia memang punya keinginan
besar untuk mengabdi kepada-Nya dalam segala hal yang dapat dipahaminya. Ia telah
mengambil keputusan akan menjalankan laku-tapa berat, tidak pertama-tama sebagai silih
atas dosanya, tetapi untuk berbuat baik kepada Tuhan dan berdamai kepadaNya.

Dengan demikian, bila ia mengambil keputusan untuk menjalankan laku tapa yang
pernah dilakukan oleh para santo, ia ingin melakukan yang sama atau bahkan lebih berat.
Seluruh penghiburannya terdapat dalam pikiran semacam itu. Ia tidak memperhatikan hal-
hal yang batiniah, dan juga tidak tahu apa itu kerendahan hati, atau cinta kasih, atau
kesabaran. Ia juga tidak punya kebijaksanaan yang diperlukan untuk mengatur dan
mengarahkan keutamaan-keutamaan itu. Sebaliknya, seluruh tujuannya adalah melakukan
parbuatan besar yang lahiiriah. Sebab begitulah yang dilakukan oleh para santo demi
kemuliaan Allah. Ia tidak memperhatikan sesuatu yang lain, yang lebih khusus.

Selama perjalanannya, Inigo banyak merenungkan segala sesuatu yang telah terjadi
atas dirinya selama di Loyola. Proses pertobatannya terus berjalan secara perlahan-
lahan, meskipun rencana-rencana dan tindakan-tindakannya masih begitu diwarnai oleh
kehendak pribadinya. Ia meniru perbuatan-perbuatan orang-orang kudus hanya secara
lahiriah tanpa menghargai keutamaan batiniah yang terkandung di dalamnya. Ia begitu
murah hati, tetapi ia masih buta. Ia masih terperangkap di dalam kesia-siaan dan
kesombongan masa lalunya. Ketika di Manresa, ia masih belum dapat berdiskresi secara
baik dan kemurahan hati membuatnya melakukan hal-hal bodoh. Manakala ia melihat
kembali hidupnya, ia menyadari bahwa Tuhan telah begitu sabar terhadapnya dengan
memulihkan kesehatannya dan secara bertahap mengajarkannya cara terbaik untuk
mengungkapkan kemurahan hatinya.

Peristiwa dengan orang Moor diceritakan untuk memberi gambaran tentang
“kebutaannya” dan bagian otentik dari dirinya, yaitu keinginannya yang begitu besar
untuk mengabdi. Saat ini, Tuhan secara perlahan-lahan merawat jiwanya.

41

Motivasinya untuk melakukan matiraga juga perlahan-lahan berubah. Awalnya,
Inigo didorong oleh rasa benci terhadap diri sendiri akibat dosa-dosa dan cara hidupnya
di masa lampau. Sekarang, motivasinya lebih positif. Ia melakukan matiraga untuk
menyenangkan Tuhan dan mengungkapkan keinginannya yang begitu besar untuk
mengabdi Tuhan. Pada tahap ini, da Camara memberi komentar bahwa Inigo tidak
membuat penilaian apakah dosa-dosanya telah diampuni. Ia hanya merasa bahwa
semua itu tidak lagi menjadi alasan penting untuk melakukan matiraga. Ia berupaya
untuk menyelaraskan upaya pribadinya dengan Tuhan dan ia menemukan kebahagiaan
dalam menyenangkan Tuhan. Akan tetapi, motivasinya masih mengandung hasrat
berkompetisi karena ia berusaha menyaingi para kudus dan membuktikan diri. Dengan
memikirkan hal-hal ini saja hatinya sudah dipenuhi dengan konsolasi.

Ia telah menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang hidupnya hanya berada di
tahap permukaan dan bahkan mungkin telah tertipu. Di dalam Konstitusi Serikat Yesus,
sewaktu menjelaskan tentang para novis (seperti yang sedang ia jalani saat ini), Inigo
menulis, “Mereka harus dibimbing dalam hal menjaga diri dari tipu daya setan dalam
devosi mereka … dan mengarahkan diri mereka untuk mengejar keutamaan-keutamaan
yang sejati dan sempurna.” Tiga keutamaan yang ia sebutkan, kerendahan hati, amal
kasih, dan kesabaran membentuk suatu paduan yang menarik untuk dicermati. Inigo
mungkin sedang menunjukkan bahwa ini adalah keutamaan-keutamaan yang ia
butuhkan ketika berhadapan dengan orang Moor di dalam insiden yang akan terjadi.
Diskresi akan menjadi salah satu talenta yang dimilikinya.

Pada tahap ini Inigo masih sangat terobsesi oleh perbuatan-perbuatan lahiriah
karena ia melihatnya sebagai sarana mendapatkan kesucian yang dimiliki oleh para
kudus. Seperti yang diakuinya, ia masih tidak tahu soal hal-hal batiniah dan apa arti
kesucian sejati. Hanya setelah pengalamannya di tepi Sungai Cardoner, yaitu pada waktu
ia mendapat anugerah untuk berdiskresi, ia menjadi paham bahwa para kudus menjadi
suci karena melakukan kehendak Tuhan dan bukan karena mengikuti kehendak pribadi
seperti yang sedang dilakukan Inigo saat ini.

Kemuliaan Tuhan akan menggantikan kemuliaan Inigo. Saat ia mengejar kemuliaan
diri, ia tidak terlalu mementingkan diskresi dan hanya berusaha mengikuti perbuatan
heroik para ksatria di dunia roman dan fantasi. Sekarang, hal serupa terjadi karena
dalam upayanya mengejar kemuliaan Tuhan; Inigo tidak terlalu memperhatikan bisa

42

atau tidaknya dalam mengikuti perbuatan lahiriah para kudus. Ini seakan-akan
menunjukkan bahwa Inigo masih berada di Benteng Pamplona dan mengejar
kemahsyuran, walaupun bentuknya sekarang sudah berbeda.

15. tantangan orang Moor – kebingungan – apakah ia sudah sungguh-sungguh
berubah?

Suatu waktu ketika ia sedang berjalan, seorang turunan Arab [Moor] yang juga naik
keledai mendekatinya. Sambil berjalan bersama-sana mereka mulai omong mengenai Bunda
Maria. Orang Arab itu berkata bahwa menurut dia, Maria memang perawan waktu
mengandung, tetapi ia tidak dapat percaya, bahwa Maria tetap perawan waktu melahirkan.
Untuk itu ia memberi alasan filsafat yang muncul di benaknya. Ia mempertahankan pendapat
itu, kendatipun Si Peziarah memberikan banyak alasan yang kontra. Sesudah itu orang Arab
cepat-cepat pergi. Si Peziarah dalam hati bertanya-tanya apa yang sebetulnya terjadi dengan
orang Arab itu. Lalu muncul rasa tidak puas dalam hatinya. Ia merasa tidak berbuat apa yang
seharusnya dilakukan. Ia begitu marah dengan orang Arab itu. Ia merasa bahwa tidak baik
membiarkan orang Arab mengatakan hal-hal semacam itu mengenai Bunda Maria. Maka ia
merasa harus berbuat sesuatu untuk membela kehormatan Bunda Maria. Timbul keinginan
untuk mengejar orang Arab itu dan menusuk dia dengan belatinya, karena apa yang
dikatakannya itu. Lama sekali ia terombang-ambing oleh keinginan itu. Akhirnya ia tetap
bingung juga dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Orang Arab itu mengatakan bahwa
ia mau pergi ke desa yang sedikit lebih jauh, tetapi tidak jauh dari jalan besar, dan jalan besar
itu tidak melewati tempat itu.

Orang-orang Moor memiliki stigma sosial yang buruk di Spanyol pada masa itu,
sampai-sampai sebagian besar dari mereka diusir keluar dari negara itu. Keluarga Loyola
juga tidak menyukai keberadaan mereka. Maka, kemauan Inigo untuk berbicara dengan
orang Moor tersebut merupakan sebuah tanda perubahan dalam diri Inigo. Kita tidak
tahu bagaimana mereka bisa mulai mempercakapkan Bunda Maria. Mungkin mereka
saling bertanya ke mana mereka akan pergi dan Inigo menyebut bahwa ia sedang dalam
perjalanan ke Montserrat. Percakapan mereka dimulai dengan tenang, tetapi ketika
mereka mulai membahas keperawanan Maria, nada pembicaraan mereka segera
berubah.

43

Orang-orang Moor sendiri sebenarnya mempunyai penghargaan yang besar
kepada Maria dan Al-Quran juga mengajarkan bahwa ia mengandung secara ajaib. Akan
tetapi, mereka percaya bahwa ia melahirkan Yesus secara wajar. Mereka menambahkan
bahwa kelahirannya terjadi di bawah sebuah pohon palem. Inigo, yang memang tidak
memahami Teologi Islam, begitu menentang pendapat seperti ini sehingga timbullah
sebuah perdebatan yang panas di antara mereka. Seandainya Inigo hidup di masa ini, ia
mungkin bisa diharapkan untuk lebih dapat menerima pemahaman orang Moor
tersebut. Orang Moor itu mulai menyadari bahwa Inigo mulai marah dan memutuskan
untuk segera meninggalkan medan pertempuran.

Apa yang terjadinya selanjutnya merupakan bagian yang sangat penting.

Di Loyola, Inigo telah membaca, merenungkan bacaannya, mencermati rasa
perasaan yang muncul dari proses membaca buku dan mendapat pemahaman
mengenai keberagaman gerak-gerak roh. Setelah berbulan-bulan, ia dapat bertemu
dengan kerinduannya yang sejati dan membuat keputusan. Kini, ia terombang-ambing
ke segala arah oleh pikiran dan perasaan serta gerak-gerak Roh yang ada di dalam
batinnya, persis di saat ia harus membuat keputusan dalam waktu singkat.

Kode etik ksatria menuntut seorang ksatria untuk membalas dendam apabila
kehormatan putrinya dinodai. Maria telah dihina. Apakah yang akan dilakukan oleh
Inigo? Pikiran dan perasaannya campur aduk. Ia merasa telah gagal melaksanakan
tugasnya dan merasa tidak puas dengan dirinya sendiri. Semakin ia memikirkan hal
tersebut, ia menjadi semakin marah (dengan orang Moor tersebut atau dengan dirinya
sendiri?) dan akhirnya dikuasai oleh keinginan untuk membunuh orang Moor tersebut.
Kemarahan adalah sebuah bentuk emosi yang begitu berbahaya dalam diri Inigo.
Sewaktu muda, ketika ia sedang berjalan di Kota Pamplona, ia didorong secara paksa ke
tembok oleh sekelompok orang. Dalam sekejap ia mengeluarkan pedangnya dan
mengejar orang-orang itu ke jalan. Berdasarkan laporan saksi mata, “Seandainya tidak
ada orang lain yang menahan dia, dia pasti sudah membunuh beberapa dari mereka
atau malah mereka yang akan membunuh dia.” Kini, kemarahan yang serupa tertuju
kepada orang Moor ini.

Akan tetapi, sekarang Inigo sedang kebingungan dan ragu-ragu untuk
melaksanakan keinginannya membunuh orang Moor tersebut. Mungkinkah ia merasa

44

curiga bahwa keinginan ini berasal dari Roh Jahat? Atau dia teringat akan para kudus
yang sedang ditirunya sehingga ia lalu berpikir apakah perbuatan yang ingin ia lakukan
ini mencerminkan perilaku seorang kudus? Kita tidak dapat mengetahuinya. Ia bercerita
bahwa ia berada dalam kebingungan ini selama beberapa waktu dan tidak dapat
memutuskan apa yang harus ia lakukan. Dia sedang belajar bahwa pembedaan roh guna
mengambil keputusan bukanlah sesuatu yang mudah.

Seperti yang sudah ditunjukkan ketika ia berada di Pamplona, Inigo bisa menjadi
begitu meledak-ledak dan sikapnya ini terkadang membawanya pada sebuah tindakan
yang membabi buta. Dia memang adalah seseorang yang ekstrem sampai ia akhirnya
mulai belajar tentang diskresi. Di Loyola ia belajar mengenai pentingnya refleksi,
mencermati rasa-perasaannya dan menganalisis keinginan-keinginan yang muncul
dalam batinnya sebelum ia bertindak. Namun, apa yang telah ia pelajari di Loyola
hanyalah sebuah pelajaran awal dan ia mengalami kesulitan untuk menerapkannya
dalam situasi ini. Ia memang masih harus melewati begitu banyak tahap sebelum ia
akhirnya menjadi seseorang yang mahir berdiskresi.

Dalam paragraf ini, Inigo untuk pertama kalinya menggambarkan dirinya sebagai
“seorang peziarah”, dan ini akan menjadi caranya memandang dirinya sendiri sepanjang
Autobiografi-nya. Gambaran ini sangat umum pada abad keempat belas ketika banyak
orang pergi melakukan ziarah dan hidup sendiri sering dideskripsikan sebagai suatu
ziarah. Di dalam Riwayat Hidup Kristus, Ludolphus Saxony menulis:

“Oleh karena itu, kita adalah peziarah di dunia ini karena kita tidak
mempunyai suatu kota tujuan yang kekal. Yang kita tuju ialah apa yang
akan datang. Kalau di dalam diri kita kita memiliki sebuah cita rasa rohani
sebagaimana para peziarah dahulu, Tuhan sendiri yang akan menjadi
sahabat kita dalam perjalanan.”

“Peziarah” berarti seseorang yang bepergian, berkelana dan membuka dirinya
kepada Tuhan. Peziarahan adalah sebuah pencarian akan arti yang lebih mendalam bagi
hidup seseorang. Oleh karena itu, hal ini merupakan gambaran dari pertobatan yang
terus-menerus. Dalam hal ini pertobatan berarti terjadinya perubahan di dalam setiap
dimensi hidup seseorang:

45

• apa yang mereka cintai
• apa yang mereka impikan
• apa yang mereka bayangkan pilih.

Pada hakikatnya, ziarah selalu mencapai titik terdalam diri seseorang.

Inigo adalah seseorang yang sedang mencari sesuatu. Hidup yang ia jalani
sebelumnya dipenuhi oleh mimpi-mimpi semu yang tidak membawanya pada hidup
yang sejati. Sekarang ia mengira bahwa ia telah menemukan arti hidup yang
sesungguhnya, yaitu menjadi seorang peziarah. Dalam arti tertentu, ia memang sudah
menemukannya. Namun, ia masih tetap harus belajar tentang arti sebenarnya dari
menjadi seorang peziarah. Menjadi peziarah tidak hanya berarti bepergian menuju
Yerusalem, tetapi meliputi perubahan secara menyeluruh di dalam diri seseorang.
Tuhan akan menunjukkan hal ini kepadanya secara perlahan-lahan.

16. diskresi keledai – perhatian Tuhan – pakaian peziarah

Ia sudah capai memikirkan mana yang sebaiknya dilakukan. Tidak ada cukup kepastian
untuk mengambil keputusan. Maka ia memutuskan untuk membiarkan keledainya berjalan
dengan tali kekang lepas sampai di jalan simpang dua. Kalau keledai mengambil jalan yang
menuju ke desa, ia akan mengejar si Arab itu dan menusuknya dari belakang; kalau keledai
tidak berjalan ke desa itu, tetapi mengambil jalan besar, ia akan membiarkannya. Ia berbuat
sebagaimana yang dipikirkannya. Walaupun rumah-rumah di desa itu jaraknya kurang lebih
hanya 30 atau 40 meter dari jalan, dan jalan ke sana juga lebih lebar dan lebih baik, tetapi
Tuhan menghendaki keledai itu mengambil jalan besar dan meninggalkan jalan ke desa.

Ketika sampai di sebuah dusun cukup besar sebelum Montserrat, ia ingin membeli
pakaian di situ yang selanjutnya mau dipakainya, bila berangkat ke Yerusalem. Ia membeli
kain goni yang tidak terlalu bagus dan agak kasar. Ia langsung minta supaya dibuatkan
sebuah jubah besar sampai ke kaki. Ia membeli juga sebuah tongkat dan sebuah veldfles kecil
(botol labu). Semua itu diletakkan di muka pelana keledai.

Di Loyola, Inigo menjadi letih akibat permenungannya tentang banyak kemungkinan
jalan hidup yang dapat dipilihnya [7]. Di sini, Inigo menjadi letih karena mencermati

46

situasi batinnya. Ternyata, mengetahui bahwa ada berbagai roh yang bekerja di dalam
batin tidaklah cukup. Inigo harus dapat mengenali roh apa yang sedang bekerja. Karena
ia tidak dapat membuat suatu keputusan, ia membiarkan keledainya memilih jalan yang
harus diambil.

Mungkin, Inigo pernah mendengar kisah St. Fransiskus dan seorang Bruder yang
tiba di sebuah pertigaan tanpa tahu jalan mana yang harus diambil. St. Fransiskus
memutar-mutar Bruder tersebut hingga ia menjadi pusing dan jalan yang ia pilih ketika
ia berhenti adalah jalan yang akhirnya mereka ambil.

Inigo jelas tidak menunjukkan bahwa apa yang dia lakukan adalah cara yang baik
untuk mengambil keputusan, meskipun terkadang kita harus melakukan yang terbaik
yang bisa kita buat dan memercayai bahwa Tuhan akan menjadikan itu baik. Apa yang
sebenarnya ingin ia tunjukkan mencakup dua hal. Pertama adalah situasi yang memang
terjadi, yaitu sebuah kondisi yang sungguh membingungkan dan sarana yang ia gunakan
untuk mengambil keputusan. Kedua adalah sebuah pengakuan bahwa meskipun ia
sedang melakukan sesuatu yang bodoh sekalipun, Tuhan tetap menjaga dan
membimbingnya sehingga ia tidak mengambil keputusan yang akan merusak hidupnya.

Peristiwa dengan orang Moor ini memang suatu kejadian yang penuh humor dan
Inigo sendiri pasti siap untuk menertawakan dirinya sendiri dan kelakuannya. Walaupun
ia menyatakan bahwa jalanan ke desa begitu lebar dan baik, sebenarnya yang ia maksud
mungkin adalah sebuah jalanan kecil di samping Kota Pedrola. Keledai yang ia tumpangi,
mungkin karena merasakan tarikan Tuhan di temalinya, tidak tergoda untuk berpindah
jalan dan berjalan terus di jalan utama.

Ia pun dengan penuh kekaguman mulai memahami bahwa Tuhan telah hadir dalam
begitu banyak peristiwa hidupnya.

Persis sebelum Montserrat, Inigo melewati Kota Igualada. Di sini ia kembali
menunjukkan kemampuannya menata diri dan memperhatikan hal-hal kecil. Di Loyola
ia telah meninggalkan pakaian yang menunjukkan status kebangsawanannya. Sekarang,
karena ia sudah merencanakan untuk memeluk cara hidup seorang peziarah, ia membeli
bahan pakaian yang akan menggambarkannya pilihannya tersebut. Meskipun ia tidak
menyebutkannya, ia juga membeli sepasang sandal yang terbuat dari tali. Ia kini sudah

47

siap untuk membuat sebuah akhir pada hidup masa lalunya secara ksatria. Menarik
memang untuk mencermati apa yang disimbolkan dari pakaian-pakaian yang ia pakai
sepanjang hidupnya dan bagaimana itu dapat menimbulkan masalah baginya.

17. seorang “Amadis” baru – pengakuan dosa – keputusan untuk keputusan
untuk membuat vigili sebagai seorang ksatria

Ia berjalan ke Montserrat. Dalam hati ia berpikir, seperti biasa, mengenai hal-hal yang
akan dilakukannya demi kasih kepada Allah. Pikirannya penuh dengan hal-hal yang
diceritakan dalam "Amadis de Gaula" dan buku-buku seperti itu. Maka timbullah dalam
benaknya hal-hal serupa itu. Ia mengambil keputusan untuk jaga malam sebagai ksatria,
tanpa duduk atau berbaring, tetapi kadang-kadang berdiri dan kadang-kadang berlutut, di
muka altar Bunda Maria di Montserrat. Di situ ia juga mau menanggalkan pakaiannya dan
mengenakan persenjataan Kristus. Maka, ia pergi dari tempat itu, dan - seperti biasa -
memikirkan rencananya. Sampai di Montserrat, setelah berdoa dan mencari bapa
pengakuan, ia mengadakan pengakuan umum secara tertulis. Untuk itu ia menghabiskan
waktu tiga hari. Bapa pengakuan menyetujui akan meminta seseorang mengambil kembali
keledai itu. Pedang dan belatinya digantungkannya pada altar Bunda Maria. Bapa
pengakuan itu orang pertama yang kepadanya ia bercerita tentang niatnya. Sampai waktu
itu ia belum pernah mengatakannya kepada seorang bapa pengakuan.

Montserrat berada sekitar 550 kilometer dari Loyola. Jarak geografis antara dirinya
dengan Puri Loyola ini dapat mencerminkan perubahan rohani yang terjadi dalam
dirinya. Dia tampaknya tiba di Montserrat pada 21 Maret 1522, pada peringatan St.
Benediktus. Kira-kira sekitar 5.000 umat turut hadir merayakan peringatan ini.

Selama di perjalanan, ia membiarkan pikirannya silih berganti antara buku bacaan
roman ksatria dan buku-buku yang ia baca di Loyola. Apa yang ingin ia lakukan sekarang
tidak lagi untuk mendapatkan cinta seorang wanita di istana, seperti yang pernah ia
bayangkan sewaktu di Loyola, melainkan untuk merasakan cinta Tuhan. Dia
membayangkan dirinya sebagai seorang Amadis yang berbeda, yaitu “Amadis de Cristo”
yang siap mengambil resiko dan melakukan perbuatan hebat demi Tuan barunya ini.

48

Buku Amadis de Gaula telah diterbitkan dalam edisi revisi pada 1508 dan
merupakan buku terlaris pada masa itu. Buku-buku ini memberikan pelarian dari
kebosanan sehari-hari. Ceritanya mengisahkan hidup Amadis dan kisah percintaannya
dengan kekasihnya, Oriana, yang diuji lewat berbagai tantangan dan petualangan. Apa
yang penting dalam petualangan ini adalah jatidiri Amadis, yaitu:

“Pada masanya, Amadis adalah bunga jiwa ksatria. Yang paling perkasa
pun akan membungkuk kepadanya. Ia akan bekerja dan
menyelesaikannya dengan penuh kehormatan pekerjaan yang tidak bisa
diselesaikan oleh orang lain dan dari setiap tindakannya mustahil orang
dapat percaya bahwa semuanya dimulai dan diakhiri oleh seorang
manusia. Ia akan merendahkan yang sombong dan bersikap kejam
terhadap mereka yang pantas mendapatkannya dan ia akan menjadi
ksatria dunia ini yang secara setia mempertahankan cintanya dan ia akan
mencintai orang yang cakap.”

Gambaran tentang seorang ksatria pemberani, yang mendapat penghormatan
dengan mempertunjukkan keberanian yang tidak mampu dilakukan oleh siapa pun,
telah terpatri di dalam batin Inigo.

Sayangnya, di dalam cerita ini ada juga rentetan kekejaman tanpa belas kasihan,
yang bahkan dilakukan oleh Amadis sendiri. Amadis melakukannya hanya demi
kepuasannya sendiri dan bukan atas dasar kelihaian bersenjata. Sepertinya, ini tidak
jauh berbeda dengan cerita fiksi zaman sekarang!

Akan tetapi, ada pula nuansa rohani dalam novel Amadis de Gaul. Raja Lisuarte dan
Ratunya, yang diabdi oleh Amadis, dikisahkan membantu Perayaan Misa Kudus.Selain
itu, pada usia lanjut, selama beberapa waktu mereka tinggal di sebuah biara dekat
Burgos, seperti yang pernah dipikirkan oleh Inigo. Selanjutnya, saat sedang berada
dalam situasi penuh kekecewaan dan rasa putus asa, Amadis memutuskan menjadi
petapa, meskipun pilihannya ini tidak disertai dengan rasa penyerahan diri dan
kelemahlembutan:

“Menimbang kehidupan yang kudus dan amat lurus dari orang suci yang
dijuluki petapa dari “La Peña Pobre”, Amadis berikhtiar untuk menghabiskan

49

sisa hidupnya bersamanya walau hidupnya akan berakhir sebentar lagi. Ia
menyerukan niatnya diiringi tangis dan ratapan, bukan karena devosinya,
melainkan karena kekecewaan terdalam.”

Inigo pasti telah membaca semua ini, tetapi dia merasa bahwa dia jauh lebih mudah
menjadi seorang petapa daripada apa yang dijalani Amadis.

Don Quixote juga sangat terpikat oleh Amadis de Gaula dan berbicara dengan
begitu indah mengenai tokoh ini,

“Amadis adalah bintang kutub, bintang pagi, mentari bagi semua ksatria
pemberani dan yang dirundung asmara. Dan semua dari kita yang
berkelana di bawah panji cinta dan ksatria harus meniru dia.”

Secara khusus, kesetiaan dan komitmen Amadis kepada tuannya telah meninggalkan
kesan mendalam,

“… saya seharusnya sudah meninggalkan tuan saya berhari-hari yang lalu
kalau saya lebih bijak. Namun, inilah bagian dan ketidakmujuran yang
harus saya terima. Saya tidak dapat berbuat yang lain. Saya harus
mengikuti dia. Kami berasal dari desa yang sama dan saya telah memakan
rotinya. Saya sungguh mencintainya dan berterima kasih kepadanya. Ia
memberi saya keledai tunggangannya. Lebih dari itu, saya adalah
seseorang yang setia dan tidak ada yang dapat memisahkan kami kecuali
mereka yang memegang cangkul dan sekop [di pemakaman].”

Semangat ksatria seperti ini akan digambarkan dalam doa “Panggilan Raja” yang ada di
dalam Latihan Rohani. Terinspirasi oleh seorang pemimpin, yaitu Kristus, yang telah
melakukan begitu banyak bagi mereka, para pengikutnya akan memberi dirinya secara
utuh kepada-Nya sehingga mereka rela mengikutinya dalam bahaya sekalipun. Ksatria
sejati selalu siap untuk mati demi Tuhannya jika itu merupakan harga sebuah
pertempuran.

50

Mencermati pengaruh dari ingatan terhadap tindakan masa depan Inigo dan diri
kita adalah sesuatu yang menarik. Pengalaman masa lalu tidak dapat dilupakan begitu
saja dan sering memengaruhi kita lebih daripada apa yang kita duga.

Ketika mulai mendekati Montserrat, perbuatan heroik para ksatria memenuhi
kepala Inigo dan sungguh menarik perhatiannya sampai-sampai ia ingin meniru mereka,
sebagaimana ia ingin meniru para kudus. Sebelum dijadikan ksatria, Amadis melakukan
pengakuan dosa dan menghabiskan semalaman berdoa dengan memegang pedangnya
untuk memohon rahmat Bunda Maria. Kisah ini diceritakan secara terperinci dalam buku
Amadis:

“ … semua terkesima menatapnya berlutut penuh devosi dan dengan
rendah hati memohon Bunda Maria menjadi perantaranya di hadapan
Putranya yang mulia dan membantu serta membimbingnya sehingga
dengan menjadi pelayannya ia pantas untuk menerima kehormatan yang
didapatnya dan untuk mencurahkan rahmatnya dari kebaikannya yang tak
terhingga, sehingga ia dan bukan orang lain yang dapat mengembalikan
Raja Lisuarte ke takhtanya … Demikianlah, ia berjaga sepanjang malam
tanpa mengucapkan sepatah kata pun, kecuali untuk doa-doa ini dan doa
lainnya, mengingat bahwa tidak ada kekuatan atau keberanian betapa pun
besarnya yang lebih berharga dan bernilai daripada kehormatan yang
diberikan kepadanya.”

Ritual yang menunjukkan dedikasi juga biasanya dilakukan ksatria sebelum ia pergi
berperang.

Inigo memutuskan untuk mengikuti jejak para ksatria yang kisah hidupnya telah
begitu memengaruhihidupnya ini.

Untuk mempersiapkan diri melakukan vigili seperti ini, ia pertama-tama harus
melakukan pengakuan dosa. Namun, kali ini tidak seperti pengakuan dosa singkat yang
dilakukannya di Pamplona [1] atau yang didesak oleh kondisi seperti ketika ia mau
meninggal di Loyola [3]. Perbuatan-perbuatan masa mudanya tentu memberinya
banyak bahan untuk melakukan pengakuan dosa yang lebih panjang. Pater Jean Chanon,
yang sebelumnya adalah seorang imam diosesan Perancis dan kemudian menjadi

51

anggota Benediktin, membantunya dengan memberinya salinan buku berjudul Latihan
Hidup Rohani (Ejercitatorio de la vida spiritual) karangan García Jiménez de Cisneros. Buku
ini memuat pelbagai rangkaian meditasi yang menekankan pentingnya kesedihan akibat
penyesalan atas dosa kita. Dengan menggunakan buku ini, Inigo dapat mempersiapkan
dirinya untuk pengakuan dosa umum selama tiga hari. Dari buku ini, ia menyadur
beberapa hal untuk buku Latihan Rohani yang ditulisnya, seperti “Percakapan dengan
Kristus yang tersalib”, “Meditasi tentang Dosa Pertama, Kedua dan Ketiga” dan “Meditasi
tentang Neraka.”

Selama hari-hari ini, Inigo bertatapan dengan Tuhan dan seperti yang dikatakan oleh
Polanco, ia menerima “pengetahuan yang lebih menyeluruh tentang hatinya.” Semakin
ia bertumbuh dalam kemampuannya untuk merasakan kehadiran Tuhan, semakin ia
dapat merasakan “jarak yang timbul akibat berada di ketinggian dan kedalaman
semacam itu.” Perasaan berdosa yang ia ungkapkan pada pengakuan dosa kali ini akan
tinggal dan tumbuh di dalam dirinya selama sisa hidupnya, sehingga penerimaan
sakramen rekonsiliasi setelah melakukan kesalahan menjadi sesuatu yang begitu
penting bagi dirinya. Pada 1551, ketika Inigo sudah menjabat sebagai Jenderal Serikat
Yesus, ia masih terus menyadari keberdosaannya:

“Sesungguhnya, apabila secara jujur saya mengingat…banyaknya dosa,
ketidaksempurnaan, dan kelemahan saya … saya sudah sering merasa
bahwa saya tidak mempunyai sifat-sifat yang dibutuhkan untuk memegang
kendali Serikat Yesus.”

Pengakuan seperti ini menandakan bahwa Inigo sudah masuk semakin dalam ke
dalam kehidupan Gereja dan ritual-ritualnya. Hal ini akan diteguhkan di Manresa lewat
kehadirannya di perayaan-perayaan liturgi.

Dengan penekanan terhadap istilah “membuka diri” kepada Pater Chanon, Inigo
memberi petunjuk kepada kita bahwa membuka hati adalah sebuah peristiwa penting
ketika ia berada di Montserrat. Sewaktu Pater Chanon mendengarkan rencana
bangsawan Loyola ini untuk menjadi seorang peziarah yang ingin melakukan matiraga
keras, dia mungkin sudah menduga-duga masa depan Inigo. Meskipun kita tidak
mengetahui apa reaksinya, Inigo mendapat peneguhan atas rencana-rencananya.

52

Pembicaraan ini adalah perjumpaan pertama Inigo secara formal dalam formasi hidup
rohani. Manresa akan menjadi langkah selanjutnya.

Tahap berikut dari ritual ksatrianya adalah melaksanakan secara konkret
perubahan arah hidupnya. Ketika merencanakan arah hidupnya, muncul kombinasi dari
dua gambaran yang sama-sama penting, yaitu ksatria dan peziarah. Ia akan mengenakan
pakaian ksatria, tetapi baju zirah yang ia kenakan tidak terbuat dari besi atau kulit yang
kuat, melainkan karung goni. Ini berarti ia memilih untuk mengenakan baju zirah
seorang ksatria Kristus yang miskin. Ia berjaga dengan senjatanya sepanjang malam.
Iakemudian mempersembahkan senjatanya itu, yang pada masa lalu sering
membawanya ke jalan hidup yang salah. Senjatanya dipersembahkan kepada Maria
sebagaimana para peziarah lain meninggalkan persembahan mereka di Gua Maria ini.

Seorang ksatria sejati umumnya melakukan aksi ksatrianya yang terhormat atas
dasar rasa cintanya terhadap wanita idamannya. Wanita yang akan memberi motivasi
Inigo untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang besar dan kudus adalah St. Maria.
Kepada Bunda Kristuslah Inigo mempersembahkan peziarahannya.

Manakala ia teringat tentang apa yang ditulis mengenai Amadis dan kekasihnya
Oriana, “ … sepanjang hidupnya Amadis tiada pernah letih melayani dia. Hatinya telah
diserahkan kepadanya,” pikiran Inigo pasti akan berpaling pada Maria.

Mungkin juga, sembari Inigo berdoa mohon kekuatan bagi perjalanannya, ia
teringat akan percakapan antara Amadis dan Oriana:

“Kalau sungguh memuaskanmu aku menjadi seorang ksatria, dengan
restumu aku akan berangkat … Dengan restuku? Bagaimana jika aku tidak
merestuinya? Apakah kamu tidak akan pergi? (Oriana bertanya). Tidak,
jawabnya, karena tanpa restumu hatiku tidak dapat bertahan pada saat
berada dalam bahaya.”

53

Dan ketika ia berada dalam kesulitan dan bahaya besar, Amadis berseru,

“…Oh, Oriana, kekasihku, darimulah mengalir semua kekuatan dan
keberanianku! Ingatlah aku saat ini, tatkala ‘ku sangat ingin agar kau
mengingatku!”

St. Maria adalah wanita yang telah dipilih oleh Inigo. Bunda Kristus tidak hanya akan
memberi Inigo inspirasi bagi hidup barunya, tetapi juga menjadi perantara manakala
Inigo membutuhkan kekuatan. Bertahun-tahun kemudian, ketika Inigo sedang berjalan
menuju Roma dan merenungkan apa yang akan terjadi dengannya dan sahabat-
sahabatnya, ia kembali memohon bantuan Maria dan memintanya agar mengingatnya.
Maria akan menjawab permohonan Inigo di La Storta.

Mungkin, kita telah memberikan porsi yang terlalu besar pada Amadis de Gaul.
Namun, kita harus ingat bahwa Inigo tumbuh dalam iklim batin semacam ini. Hal ini
dinyatakan dalam latar belakang keluarganya, mimpi-mimpinya, dan bacaan-bacaannya.
Dia sendiri berkata bahwa “pikirannya dipenuhi dengan berbagai ide dari Amadis de
Gaul.” Semuanya ini tentu memiliki dampak yang besar bagi dirinya. Kenangan dan
pengalaman hidupnya di masa lalu sedang diubah menjadi sebuah panggung rohani
yang tepat bagi tahapan penting dalam hidupnya ini. Inigo telah mengundang kita untuk
merenungkan pengalaman-pengalaman kita sehingga mereka dapat diubah menjadi
sebuah inspirasi rohani bagi peziarahan kita.

Dalam perjalanan, ia mengatakan bahwa ia sempat mengalami kesulitan untuk
menyingkirkan keledainya. Ketika ia berusaha memberikannya kepada biara, ia ditolak
secara halus. Hanya setelah Bapa Pengakuannya menjadi perantara bagi Inigo, para
rahib biara itu bersedia menerima tunggangan Inigo ini.

18. pakaian baru – vigili – singgah di Manresa – belas kasih

Sehari sebelum Pesta Santa Maria Maret 1522, malam hari dengan diam-diam ia
mencari seorang miskin. Ia menanggalkan pakaiannya dan memberikannya kepada orang
miskin itu. Ia sendiri mengenakan pakaian yang dicita-citakannya. Ia berlutut di depan altar
Bunda Maria sepanjang malam, sekali berlutut, lain kali berdiri dengan tongkat di tangannya.

54

Pagi-pagi buta ia berangkat supaya tidak diketahui orang. Ia pergi tidak lewat jalan yang
langsung ke Barcelona, sebab di situ banyak orang mengenal dia dan barangkali akan
menghormatinya. Ia mengambil jalan simpang lewat sebuah desa yang disebut Manresa. Di
situ ia tinggal beberapa hari dalam sebuah hospital dan mencatat beberapa hal dalam
bukunya. Buku itu, yang dibawanya dengan hati-hati sekali, memberikan banyak
penghiburan kepadanya. Ketika sudah satu mil dari Montserrat ada seorang menyusulnya
dengan cepat sekali, dan bertanya apakah dia memberikan pakaiannya kepada seorang
pengemis, sebagaimana dikatakan oleh orang miskin itu. Ia menjawab bahwa memang
demikian. Air mata mulai keluar dari matanya karena kasihan kepada orang miskin itu, yang
diberinya pakaian; kasihan karena ia tahu bahwa mereka pasti menghajarnya sebab mengira
ia telah mencuri pakaian itu. Ia berusaha keras menghindari penghormatan dari orang-
orang. Namun, belum lama ia di Manresa, orang sudah mulai menceritakan hal-hal besar
mengenai dirinya karena mendengar apa yang terjadi di Montserrat. Desas-desus tersebar ke
mana-mana dan orang mengatakan lebih daripada yang sungguh terjadi; misalnya bahwa ia
telah meninggalkan warisan besar, dsb.

Sekarang, Inigo sudah siap untuk melaksanakan keputusannya. Kita dapat
merasakan kegembiraan yang ada di dalam dirinya karena saatnya telah tiba untuk
memulai vigili dan meninggalkan hidupnya yang lampau secara resmi. Saat ini adalah
puncak dari permenungan-permenungannya sepanjang perjalanan panjang dari Loyola
ke Montserrat. Akhirnya, ia kini bebas untuk menanggalkan pakaian kebangsawanannya,
walaupun ia harus tetap melakukannya secara sembunyi-sembunyi karena bagaimana
pun keputusannya adalah sebuah tindakan yang ekstrem. Ia sekarang dapat
mengenakan pakaian peziarah yang begitu diinginkannya dan ia dapat melaksanakan
vigili yang menjadikannya seorang ksatria baru, yaitu seorang ksatria Kristus.

Keputusan Inigo untuk berganti pakaian mungkin tampaknya begitu sederhana,
tetapi bagi seorang Inigo, keputusan ini sangatlah penting. Ia sebelumnya telah
menceritakan bagaimana ia pertama membeli bahannya dan menjadikannya sebuah
pakaian panjang [16]. Ia lalu bercerita bagaimana ia akan melakukannya [17], dan kini, ia
akhirnya melaksanakan rencananya [18]. Dengan mengganti pakaiannya, ia
mengekspresikan sebuah pelucutan batin yang telah terjadi di dalam dirinya dan
memberi kesempatan bagi dirinya untuk berjumpa dengan orang-orang miskin dan
menjadi seperti mereka. Lebih jauh lagi, walaupun ia belum begitu menyadarinya saat
ini, dengan mengenakan “baju zirah Kristus”, ia sedang memeluk suatu cara hidup yang

55

begitu khusus. Seperti yang ia tulis dalam sebuah surat kepada Raja João III, Penguasa
Portugal, pada Maret 1545,

“Baginda akan mengerti bahwa semakin kita berusaha untuk berhasil,
sejauh tidak merugikan sesama kita, dalam mengenakan pakaian Kristus
Tuhan kita, yang terajut dari penghinaan, saksi palsu, dan setiap bentuk
penghinaan lainnya, semakin kita akan berkembang dalam hidup Roh dan
mendapatkan kekayaan rohani.Jika kita menghayati hidup rohani, jiwa kita
ingin diperkaya.”

Kapel Bunda Maria di Montserrat diterangi dengan seratus lampu perak dan emas,
serta lilin-lilin besar. Ada banyak peziarah lain seperti dirinya dan mereka berdoa
bersama-sama. Pada saat tengah malam, para rahib akan datang menyanyikan Ofisi Hari
Raya Pemberitahuan Kelahiran Tuhan. Inigo hanyalah salah satu dari begitu banyak
orang yang berjaga malam itu.

Kita tidak tahu secara persis apa yang ia doakan selama vigili. Saat itu adalah Hari
Raya Kabar Gembira sehingga ia mungkin mengkontemplasikan perikop ini,
sebagaimana yang ia tuangkan di dalam Latihan Rohani, berbicara kepada Maria dan
memohon kepadanya supaya ia terus berada bersamanya dan menjaganya sepanjang
peziarahannya, mengingatkannya tentang bagaimana Sang Bunda mengunjunginya
pada sebuah malam yang begitu istimewa saat ia masih berada di Loyola [10]. Rasa malu
dan sedih dari pengakuannya kini telah berubah menjadi rasa cinta dan pengampunan,
karena Sang Bunda dan Putranya telah menatapnya secara baru. Pater Leturia, S.J.
menulis

“Di sana, di hadapan altar Bunda yang Terberkati dan Putra Ilahi, Ignasius
meletakkan beban hidupnya yang penuh dosa. Di sana ia
mempersembahkan buah pertobatannya yang luar biasa dan sekarang
disebut seorang ksatria Kristus yang akan memulai peziarahan rohani ke
seluruh penjuru dunia.”

Pentingnya peranan Maria dalam hidupnya diteguhkan melalui kehadirannya dalam
peristiwa sakral ini.

56

Sebagai seorang peziarah, Inigo akan menjadi seorang model ksatria Kristus yang
baru. Pada pagi hari, ia akan berjalan menuju Montserrat. Tidak lama setelah
meninggalkan Montserrat, ia menemui contoh nyata dari arti menjadi miskin. Orang
yang telah menerima baju pemberiannya dituduh mencuri. Seperti yang akan dialami
sendiri oleh Inigo nantinya [41, 48, 51-52], orang miskin dan mereka yang dekat dengan
mereka tidak dapat melindungi diri dari penghinaan. Inilah bagian dari busana Kristus.
Untuk selalu mengenakan busana ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi Inigo,
khususnya ketika nanti ia menyadari bahwa ia membutuhkan uang untuk studi dan
hidupnya. Pada masa kuliahnya, ia bahkan akan bertanya bagaimana ia dapat
“berkotbah sebagai seseorang yang miskin” kalau ia sudah mempunyai “harta dalam
jumlah yang memalukan” karena kepentingan studinya.

Ketika ditanya tentang kebenaran cerita orang miskin tersebut, “air mata mengalir
dari matanya.” Sungguh mengejutkan bahwa waktu melewati kesakitan akibat operasi
kaki Inigo hanya mengepalkan tangan tetapi ternyata sekarang bisa menangis untuk
orang miskin. Ia begitu tersentuh oleh penderitaan orang lain yang disebabkan oleh
perbuatannya. Bela rasa, yang ia sebutkan sebanyak dua kali, mungkin muncul sebagai
perasaan yang mengejutkan bagi Inigo. Sebagai seorang yang tidak memahami arti amal
kasih [14], dan sebelumnya begitu terobsesi dengan dirinya sendiri serta menggapai
kemahsyuran, peristiwa tersentuh oleh nasib orang lain adalah sebuah pengalaman
baru. Apakah ini merupakan suatu pertanda bahwa suatu hari nanti perhatian utamanya
adalah membantu orang lain [11]? Air mata yang tumpah dari matanya adalah
peneguhan dari perubahan yang telah terjadi dalam hati Inigo. Di kemudian hari, air
mata akan menjadi pertanda besarnya gerak Roh di dalam hatinya.

Kehormatan diri yang dahulu ia kejar ketika masih di Pamplona sekarang telah
menjadi sesuatu yang dijauhinya. Ia telah menentukan keputusan ini waktu berada di
Loyola [12]. Namun, godaan untuk memuliakan diri tetap ada di dalam dirinya dan harus
diperhatikan secara serius mengingat pemuliaan diri dapat menjadi seperti “ular” yang
dibahas olehnya dalam “Pedoman Pembedaan Roh” di dalam Latihan Rohani (LR 334).

Ada yang mengatakan bahwa ia menghindari jalan langsung ke Barcelona karena
calon Paus Adrianus VI dan rombongannya sedang melewati jalur tersebut pada waktu
itu. Adrianus sedang dalam perjalanan menuju Roma untuk diangkat menjadi Paus dan
Inigo takut ada seorang penjaganya yang mungkin mengenali wajah Inigo. Sungguh

57

ironis bahwa saat ini ia sedang menghindari Paus sedangkan di masa depan ia dan
sahabat-sahabatnya akan mempersembahkan diri mereka kepada Paus (Paulus III).

Alasan lain yang juga cukup mungkin ialah Pater Chanon menyarankan Inigo untuk
mampir di Manresa selama beberapa hari untuk hening dan berdoa sehingga ia dapat
membuat beberapa catatan rohani. Apa pun alasannya, rencana untuk tinggal selama
beberapa hari itu akan berubah menjadi beberapa bulan, di mana ia akan bertemu
dengan Tuhan secara amat dekat. Dapat dibayangkan bahwa buku yang disebut oleh
Inigo adalah buku yang telah ia mulai di Loyola, di mana di dalamnya ia menulis
bagaimana Tuhan bertindak atas dirinya. Dia dan Petrus Faber, salah satu sahabat
pertamanya, menyimpan buku itu untuk mengingatkan mereka akan kebaikan Tuhan
pada diri mereka dan membantu mereka tumbuh dalam rasa syukur. Bagi Inigo, buku
tersebut juga memiliki fungsi lain karena nantinya ia percaya bahwa dengan mencatat
apa yang terjadi di dalam dirinya, ia akan mempunyai catatan-catatan yang dapat
digunakannya untuk menolong orang lain. Apa yang telah ia tulis amat berharga baginya
dan hanya dengan membacanya kembali ia akan dipenuhi dengan kegembiraan.
Tampaknya, catatan-catatan ini adalah awal dari buku Latihan Rohani.

Di dalam diri Inigo ada sesuatu yang menarik bagi orang lain, dan bahkan ketika ia
sudah mengenakan busana peziarah, ia tetap kesulitan untuk tidak dikenali. Akan tetapi,
setidaknya sebagai anak termuda di dalam keluarganya, ia dapat dengan jujur berkata
bahwa meski ia masih mempunyai beberapa pakaian bagus untuk diberikan, ia tidak lagi
mempunyai harta yang dapat ia bagikan.

58

59

Bab 3

Manresa [ 19-37]

Awalnya Inigo hanya berniat menghabiskan beberapa hari saja di Manresa. Namun,
ia akhirnya tinggal di sana selama sebelas bulan. Periode ini menjadi sebuah masa
pembelajaran yang penuh kejutan bagi Inigo, si novis, pemula dalam hidup rohani. Dia
sendiri menggambarkan Manresa sebagai masa “gereja awal” baginya. Barangkali, masa
ini dimaknai sebagai masa penuh semangat dan pertumbuhan. Dia tiba di Manresa
tanpa pengetahuan rohani. Ide-idenya tentang bagaimana ia dapat mengabdi Tuhan
masih begitu mentah. Ide-ide ini membuatnya bersikap naif, berlebihan,dan banyak
melakukan kesalahan. Akan tetapi, ia meninggalkan kota ini setelah mendapatkan begitu
banyak pengalaman pribadi dan pencerahan yang bersifat mistik dari Tuhan sendiri.
Periode ini adalah masa di mana ia diubah oleh Tuhan menjadi seorang manusia rohani,
yang dapat membantu orang-orang lain dengan kesulitan-kesulitan rohani mereka.

Di tempat ini Inigo juga menemukan buku Mengikuti Jejak Kristus karangan Thomas
a Kempis (1380-1471). Walaupun ia sebelumnya tidak tahu apa-apa tentang buku ini, ia
akhirnya menjadi begitu terikat dengan buku ini. Ia mengatakan kepada da Camara
bahwa sesudah buku Thomas a Kempis ia tidak ingin membaca buku devosi lainnya. Saat
sudah menjadi Superior Jenderal Serikat Yesus, buku ini adalah salah satu dari dua buku
yang ia letakkan di atas mejanya (yang satunya lagi adalah Kitab Suci Perjanjian Baru). Ia
juga menyarankan agar siapa saja yang sedang menjalani Latihan Rohani membaca
Mengikuti Jejak Kristus.

Bulan-bulan dilewati Inigo di Manresa dapat dibagi menjadi tiga tahap:
• Hari-hari terang – dari April sampai Mei, ketika ia mengalami kedamaian dan
kegembiraan.
• Hari-hari kegelapan – dari Mei hingga akhir Juli, ketika ia bergulat dengan
keragu-raguan, kebimbangan batin dan desolasi.

• Hari-hari kemuliaan – dari Agustus hingga pertengahan Februari, ketika ia
diberikan pencerahan Ilahi yang begitu mengagumkan. Dalam periode ini ia
juga mulai mengumpulkan catatan-catatannya menjadi sebentuk latihan
rohani.

19. tiba di Manresa – gaya hidup – penampakan ular yang begitu menawan

Di Manresa ia berkeliling minta sedekah setiap hari. Ia berpantang daging dan tidak
minum anggur, juga tidak mau kalau diberi. Pada Minggu ia tidak berpuasa dan kalau diberi
sedikit anggur, diminumnya. Sesuai dengan mode zaman itu, ia biasa memberi banyak
perhatian kepada rambutnya yang memang amat bagus. Akan tetapi, ia mengambil
keputusan untuk membiarkannya bertumbuh sendiri, tanpa disisir atau dipotong. Ia juga
tidak memakai topi siang dan malam . Karena alasan yang sama ia juga membiarkan kuku
di kaki dan di tangannya berkembang sendiri sebab hal itu dahulu juga terlalu
diperhatikannya. Ia tinggal dalam sebuah hospital. Seringkali di siang bolong ia melihat dari
dekat sesuatu di langit, yang memberinya banyak penghiburan karna amat indah, luar biasa.
Ia tidak dapat melihat dengan jelas barang macam apa itu, tetapi dalam arti tertentu
berbentuk seperti ular dan di seluruh tubuhnya mempunyai kilatan-kilatan bagaikan mata
walaupun sebetulnya bukan. Dia senang sekali dan amat terhibur melihat itu. Makin kerap
terjadi makin bertambah penghiburannya. Bila hal itu menghilang, ia merasa amat tidak
senang.

Ketika Inigo tiba di Manresa, kota itu dihuni oleh sekitar 2.000 orang. Kota ini adalah
kota yang kental dengan nuansa religius; di sana berdiri banyak gereja. Yang terbesar
ialah Gereja “Seu” atau Gereja Katedral. Selama di sini, ia tinggal di tiga tempat yang
berbeda: (1) Rumah Sakit St. Lusia, yang merupakan tempat penampungan bagi orang-
orang miskin dan gelandangan yang sakit di kota itu. Rumah sakit ini terletak di luar
tembok kota; (2) Rumah Dominikan yang hancur pada masa Perang Saudara di Spanyol.
(3) “Gua” yang kemudian hari menjadi amat terkenal.

Ketika Inigo memasuki Kota Manresa untuk pertama kalinya, ia bertemu dengan
Ines Pascual, yang nantinya akan menjadi teman dekatnya dan Ines Pascual ini bersama
beberapa wanita lain akan merawatnya ketika ia sakit. Juan, anak dari Ines Pascual,
bercerita bahwa ibunyalah yang menganjurkan agar Inigo tinggal di Rumah Sakit St.
Lusia:

61

"Ibu saya sedang dalam perjalanan pulang dari sehabis mengunjungi
Tempat Suci Santa Perawan Maria Montserrat…Ketika mereka tiba di
Pertapaan Rasul Kudus, yang terletak sedikit di bawah biaranya, ia bertemu
dengan seorang muda yang mengenakan pakaian peziarah. Tubuhnya
pendek, wajahnya putih, dan rambutnya kemerahan. Pembawaannya serius
dan sederhana, sampai-sampai ia jarang mengangkat matanya dari tanah.
Ia berjalan agak pincang dengan kaki kanannya. Orang itu bertanya kepada
ibu saya apakah di daerah ini ada rumah sakit yang dapat ia tempati selama
beberapa hari. Ibu saya terkejut karena meskipun pembawaannya mirip
dengan seorang bangsawan, peziarah itu bersikap ramah. Ia menatap
peziarah itu lebih dekat dan merasa terdorong untuk hidup lebih suci dan
melakukan devosi. Dia menjawab bahwa rumah sakit terdekat terletak tiga
mil dari sana dan ia sendiri sedang menuju ke sana. Jika ia sudi, ia akan
membantunya semampunya. Si Peziarah senang dengan tawaran ibu saya
dan memutuskan untuk menerimanya.”

Tahap 1: Hari-hari Terang (Masa Bulan Madu)

Inigo langsung memulai hidupnya sebagai seorang peziarah dengan mengemis dan
berpuasa. Ia sudah begitu ingin melakukan hal-hal ini dan sekarang hatinya dipenuhi
dengan kegembiraan dan kedamaian. Tidak ada gerakan-gerakan dalam batinnya
sehingga ia dapat menikmati ketenangan hatinya dengan penuh kegembiraan. Setiap
Minggu ia menyempatkan diri untuk merayakan Hari Tuhan. Di Manresa, Inigo tidak
hanya mengemis bagi dirinya sendiri. Bela rasa yang ia tunjukkan bagi orang miskin di
Montserrat telah membuka matanya. Ia pun terdorong untuk keluar dari dirinya sendiri
dan mulai memperhatikan orang lain. Sewaktu proses beatifikasi St. Ignasius, salah
seorang saksi mata memberi kesaksian tentang hidupnya di Rumah Sakit St. Lusia:

“Dia tinggal di Rumah Sakit St. Lusia dan makan bersama-sama orang-orang
miskin dan melayani segala keperluan mereka. Ia tidak peduli betapa
rendah atau terhinanya mereka. Dia rela berjalan ke penjuru-penjuru kota
mengumpulkan sumbangan, yang digunakannya untuk membantu orang-
orang yang miskin dan terlantar. Ia sering mengunjungi orang sakit dan
menghibur yang menderita. Secara berkala, ia meninggalkan Rumah Sakit
St. Lusia, tempat ia melayani orang miskin, untuk pergi ke sebuah gua di luar
kota, tempat ia melakukan matiraga keras dan berkanjang dalam doa.”

62

Pada bagian sebelumnya, kita mengetahui bahwa pada waktu muda Inigo sangat
memperhatikan penampilannya [1 & 6]. Di Manresa, dengan ditandai oleh perubahan
pakaiannya, Inigo ingin lebih memusatkan perhatiannya pada hal-hal batiniah. Ia
mewujudkan hal ini dengan memanjangkan rambut dan kukunya. Sepertinya ia
terinspirasi oleh St. Onufrius [8], yang hidup sebagai petapa di gurun Mesir dan
membiarkan rambutnya tumbuh menutupi seluruh badannya. Inigo tidak akan sampai
sejauh itu karena nanti ia akan kembali memperhatikan penampilannya. Akan tetapi,
pada hari-hari awal ini, ia tidak peduli akan penampilannya. Anak-anak kecil di kota itu
sering mentertawakannya dan memanggilnya “karung goni tua” saat ia berjalan dengan
kaki pincangnya di jalanan Kota Manresa.

Pada hari-hari ini Inigo mendapatkan penampakan aneh. Bentuknya seperti seekor
ular yang sangat elok dan memiliki banyak mata. Peristiwa ini memiliki banyak hal yang
menarik untuk dicermati. Ia menyebutnya sebagai “sesuatu” sebanyak lima kali karena
ia tidak dapat mengetahui secara pasti benda yang dilihatnya ini. Tampaknya, benda itu
memiliki mata yang bersinar, meskipun sesungguhnya itu bukanlah mata. Inigo sendiri
tidak mampu memahami benda ini. Kenikmatan yang ia rasakan mirip dengan apa yang
ia rasakan sewaktu ia bermain senjata di masa mudanya [1] dan saat ia membayangkan
hal-hal duniawi sewaktu melewatkan masa penyembuhannya [8]. Akan tetapi, konsolasi
yang ia rasakan mirip ketika ia sedang menatap bintang saat ia sudah mulai sembuh di
Loyola [11]. Ia menekankan bahwa semakin ia melihatnya, semakin besar konsolasinya
dan ia merasa sedih ketika benda itu menghilang. Saat ia melihat mata ular yang
berpendar itu, mungkinkah bahwa ia sebenarnya sedang melihat kembali jejak-jejak
kemuliaan dirinya yang semu dan keinginannya untuk mengalahkan para kudus, dan
pada saat yang bersamaan, menyadari bahwa ini sesungguhnya tidak sehat? Apakah
yang sebenarnya sedang terjadi? Kebimbangannya sewaktu di Loyola tentang apakah ia
harus kembali ke hal-hal duniawi atau berziarah tanpa alas kaki ke Yerusalem telah ia
pecahkan. Namun, pada saat ini, seperti pada waktu ia bertemu dengan orang Moor,
Inigo tidak dapat menemukan sejenis pedoman yang dapat membantunya dan ia tidak
memiliki rasa percaya diri yang cukup untuk mengambil keputusan. Dia membiarkan
pengalaman ini terus mengalir hingga akhirnya mengalami kejelasan, seperti yang ia
rekomendasikan dalam “Pedoman Pembedaan Roh” di dalam Latihan Rohani (LR 333).

Inigo tentunya sedang menunjukkan bahwa diskresi rohani bukanlah sesuatu yang
mudah dan kita tidak bisa terburu-buru langsung ingin memahami roh apa yang sedang
menggerakkan kita.

63

Caranya berbicara tentang “ular” dan kebingungan yang dialami sebagai akibat dari
penampakan ular ini menimbulkan kesan yang tidak mengenakkan. Inigo tampaknya
sengaja ingin memberi petunjuk bahwa kegelapan yang akan segera terjadi terkait
dengan peristiwa ini.

20. godaan dimulai – kehadiran saat Misa Kudus dan perayaan liturgi

Sampai waktu itu ia selalu bertahan dalam keadaan batin yang sama. Ia tetap merasa
gembira tanpa mengerti apa-apa mengenai hal-hal rohani yang batiniah. Pada hari-hari itu,
ketika ada penglihatan itu, atau beberapa hari sebelumnya (sebab penglihatan itu terjadi
selama beberapa hari), datang kepadanya gagasan kuat yang sangat mengganggunya. Ia
mulai berpikir mengenai kesulitan hidupnya, seolah-olah dikatakan dalam hatinya,
"Bagaimana dapat menanggung hidup memacam itu kalau akan hidup tujuh puluh tahun?"
Akan tetapi dalam hati ia menjawab dengan keras (karena ia merasa bahwa gagasan itu
datang dari musuh): Cis, bedebah! Dapatkah engkau menjanjikan aku hidup, biarpun hanya
satu jam saja? Begitulah ia mengatasi godaan itu dan menjadi tenang. Itulah godaan pertama
yang dialaminya sesudah kejadian yang diceritakan di atas. Godaan itu terjadi waktu ia
masuk ke dalam sebuah gereja. Di situ setiap hari ia mengikuti Misa Agung serta Vesper dan
Doa Penutup, yang dinyanyikan, dan ia mengalami penghiburan besar. Biasanya selama Misa
ia membaca kisah sengsara. Ia terus maju dengan perasaan yang sama.

Tuhan telah memperlakukan Inigo dengan begitu lembut dan ia telah menikmati
hari-hari penuh kedamaian dan ketenangan. Namun, sekarang telah tiba waktunya bagi
Inigo untuk mendapatkan pelajaran lebih lanjut mengenai gerakan-gerakan roh di dalam
batin sehingga ia dapat terus tumbuh dalam hal rohani. Dalam Catatan Pendahuluan
Latihan Rohani (LR 6), Inigo menyatakan bahwa gangguan oleh berbagai jenis roh wajar
terjadi dalam diri seseorang “yang memiliki jiwa besar dan dikobarkan oleh Tuhan.” Mulai
saat ini, Inigo akan mengalami sendiri berbagai jenis gangguan-gangguan rohani.

64

Tahap 2: Hari-hari Kegelapan (kekacauan rohani)

Selama masa kegelapan ini, Inigo dikacaukan oleh enam jenis godaan. Akan tetapi,
sebenarnya masih ada yang ketujuh. Godaan yang ketujuh ini sangat besar dan
berlangsung selama periode kegelapannya di Manresa. Asal godaan ini tidak lain adalah
karakter Inigo yang kuat. Godaan ini adalah upaya Inigo untuk menjadikan dirinya suci
melalui upayanya sendiri. Dari semua hal yang Tuhan ajarkan kepadanya, dan juga kita,
ini adalah pelajaran yang paling penting. Pertumbuhan kesucian kita adalah hasil karya-
Nya di dalam diri kita. Seberapa pun besarnya upaya kita, kita tidak akan dapat
mencapainya sendiri. Fakta bahwa ia sedang ditipu oleh karakter pribadinya yang
ambisius ini ditunjukkan dengan kata “perseverantia” yang diulangnya berkali-kali. Inigo
lantas membuat sendiri sebuah program untuk meraih kesucian yang meliputi:

• mengikuti perayaan ekaristi, ibadat sore (vesper), dan ibadat penutup
(completorium) setiap hari,

• berdoa tujuh jam sehari sambil berlutut, termasuk doa tengah malam setiap
harinya,

• berpuasa dan berhenti makan daging dan minum anggur,
• mendera dirinya sendiri,
• menerima sakramen rekonsiliasi dan komuni kudus seminggu sekali.

Hanya dengan melihat program ini, kita pastinya sudah merasa letih. Akan tetapi,
dengan kehendaknya yang kuat, Inigo terus berkanjang tanpa peduli akan perasaannya.

Dalam skema yang dibuat oleh Inigo untuk meraih kesucian ini, kita dapat dengan
jelas melihat bahwa Inigo sesungguhnya sedang terbuai dan tidak bersikap realistis. Ini
tentu saja adalah ciri Inigo sewaktu ia masih muda. Upayanya untuk meraih ketenaran
mungkin telah diarahkan pada sesuatu yang berbeda. Akan tetapi, cara Inigo
mencapainya masih mirip dengan pada saat ia berada di Pamplona dan Loyola, yaitu
dengan melakukan “perbuatan-perbuatan lahiriah yang hebat” [14].

Godaan Pertama: "Bagaimana dapat menanggung hidup semacam itu?’
Tampaknya, Inigo sendiri menyadari bahwa ada hubungan antara penampakan

“benda” itu dengan godaan-godaan yang sedang berlangsung karena Inigo memang
adalah orang yang begitu cermat memperhatikan apa yang sedang terjadi di dalam
jiwanya.

65

Godaan yang pertama kali datang ialah pikiran tidak menyenangkan yang
mengatakan bahwa ia tidak akan sanggup mempertahankan gaya hidup matiraga
seperti ini karena terlalu berat. Angka 70 sendiri merujuk pada St. Onufrius. Meskipun
harus menghadapi pertempuran dengan “musuh kodrat manusia” yang disebutnya
setan, St. Onufrius tinggal di padang gurun selama 70 tahun. Fakta bahwa Inigo
menggunakan ungkapan yang sama untuk menjelaskan bagaimana roh jahat
menggodanya memberi petunjuk bahwa Inigo memiliki kesan mendalam terhadap
orang kudus yang sedang ditirunya ini [8].

Inigo, yang memiliki kemampuan luar biasa untuk menahan rasa sakit dan
kesusahan, mengatasi godaan ini dengan cukup mudah. Kata-katanya yang keras dan
kasar menunjukkan dengan jelas bahwa ini bukanlah tantangan bagi orang yang
memiliki kekuatan dan kegigihan seperti dirinya. Dengan menggunakan akal budinya,
Inigo dengan cepat mengenali bahwa pikiran ini berasal dari roh jahat. Memang, ada
sesuatu yang tidak masuk akal dengan godaan ini. Walaupun ia tidak tahu berapa lama
ia akan hidup, ia jelas tidak membayangkan bahwa ia masih akan hidup selama tujuh
puluh tahun lagi karena ini berarti ia akan berusia lebih dari seratus tahun.

Dalam Latihan Rohani (LR 13), Inigo mengajarkan kita untuk bersikap keras terhadap
“musuh kodrat manusia.” Ini berarti kita tidak hanya melawannya, tetapi juga
“merobohkannya.” Ia juga tampaknya sedang berbicara mengenai pengalaman ini ketika
ia menulis bahwa ‘orang yang tidak mempunyai banyak pengetahuan dalam hal-hal
rohani” dan sedang digoda secara “kasar dan terang-terangan”(LR 9).

Waktu terjadinya godaan ini juga menarik untuk dicermati. Tampaknya, roh jahat
berupaya untuk menghilangkan konsolasi yang sedang dirasakan oleh Inigo sewaktu
mengikuti berbagai perayaan liturgi. Para ahli liturgi zaman modern mungkin akan
melarangnya membaca kisah sengsara Kristus saat misa, tetapi Inigo mungkin sedang
mencermati apa yang dikatakan Ludolphus mengenai para ksatria kudus, “… menatap
cermin dari kisah sengsara-Nya, mereka menjadi lebih tangguh dalam menderita
kesulitan yang muncul dalam pertarungan.” Jiwa besarnya bereaksi dengan mengikat
dirinya dalam cinta kepada Tuhannya yang tersalib.

66

21. dari kegembiraan ke perasaan tidak enak – hidup baru macam apa ini? –
ramalan seorang wanita

Tidak lama sesudah godaan itu ia mulai mengalami macam-macam perasaan dalam
hatinya: Kadang-kadang ia merasa begitu kering, tidak ada rasa dalam doa ofisi, atau dalam
mengikuti Misa, dan juga dalam doa-doa lain yang biasanya ia lakukan. Lain kali muncul
perasaan sebaliknya. Itu terjadi begitu mendadak, seolah-olah kemurungan dan kesedihan
diambil daripadanya, seperti kalau dengan cepat-cepat jas direnggut dari badan seseorang.
Saat itu ia mulai merasa heran akan perubahan-perubahan itu yang belum pernah dialami
nya, dan ia berkata kepada dirinya, "Hidup baru macam apakah yang aku mulai sekarang
ini?" Pada hari-hari itu kadang-kadang ia masih bicara dengan orang rohani, yang percaya
kepadanya dan ingin omong dengannya. Walaupun ia tidak tahu apa-apa mengenai hidup
rohani, namun dalam percakapannya kelihatan keinginan dan kemauan besar untuk maju
dalam pengabdian kepada Allah. Waktu itu di Manresa ada seorang perempuan yang lanjut
usia, yang sudah bertahun-tahun lamanya mengabdikan diri kepada Allah. Ia dikenal di
banyak tempat di Spanyol, sampai Raja Katolik pernah menyuruh memanggil dia untuk
membicarakan bebe rapa hal dengan dia. Wanita itu, ketika pada suatu hari berbicara
dengan perwira Kristus yang baru ini, berkata kepadanya, "Oh! Semoga Tuhan kita Yesus
Kristus pada suatu hari berkenan memperlihatkan diri kepadamu!" tahu Dia amat terkejut,
karena memahaminya secara harafiah, "Bagaimana mungkin Yesus Kristus menampakkan
diri kepada saya?" Ia berpegang pada kebiasaannya mengaku dan menyambut komuni setiap
Minggu.

Godaan Kedua: kekacauan batin dan tidak lagi merasakan kegembiraan saat berdoa.
Di Loyola, Inigo telah mulai menyadari perbedaan antara berbagai jenis roh.

Sekarang, ia kembali merasakan akibat luar biasa dari berbagai gerakan roh di dalam
batinnya. Sambil mencermati dan merenungkan keadaan jiwanya yang berbeda-beda,
Inigo lalu dapat mempelajari “hal-hal rohani dan gerak-gerak roh.” Pada satu saat ia bisa
merasa kering dan berada dalam situasi desolasi tanpa dapat merasakan kegembiraan
apa pun dari berbagai macam doanya. Pada saat-saat berikutnya, ia merasa dibebaskan
karena dapat kembali merasakan kegembiraan. Apakah Inigo percaya bahwa
penghiburan ini adalah hasil jerih payahnya sendiri; bahwa ia berhasil menyingkirkan
kesedihannya melalui jerih payahnya bertahan dalam latihan-latihan rohani? Tidak jelas
apakah ia memang merasa seperti itu. Namun, perubahan antara situasi konsolasi dan
desolasi yang terlalu mendadak ini sulit untuk dipahami oleh Inigo. Kita dapat merasakan
frustrasi yang ia sedang alami ketika ia menggunakan gambaran mantel yang tiba-tiba

67

diambil dari bahu seseorang. Semua yang sedang terjadi merupakan sesuatu yang baru
bagi inigo dan tidak sesuai dengan rencananya. Ia tidak mengerti mengapa kesedihan ini
harus terjadi padanya karena ia begitu setia pada program doa dan matiraga yang telah
ia ciptakan.

Ia telah meninggalkan hidup sebagai seorang pegawai istana duniawi karena hal itu
tidak memberinya kepuasan. Ia lalu memulai hidup sebagai ksatria Kristus yang murah
hati dan melakukan perbuatan-perbuatan hebat karena ia berpikir bahwa dengan
melakukan itu ia akan memperoleh kepuasan. Akan tetapi, hidupnya sekarang juga
tampaknya tanpa arah. Apakah ia akan memulai sebuah peziarahan baru? Tanpa
disadarinya, ia sedang memulai sebuah peziarahan baru. Sebuah perjalanan ke dalam
batinnya dan ke dalam motivasinya yang masih begitu terpusat pada dirinya sendiri.

Pada waktu ini, ia mulai terlibat dalam percakapan rohani dengan beberapa
penduduk kota Manresa. Sebagaimana mereka yang tinggal di Loyola terbantu oleh
percakapan mereka dengan Inigo [1], warga setempat di Manresa terpengaruh oleh
kebesaran gairahnya dalam berbicara tentang pengabdian kepada Tuhan. Mereka ingin
mendengarkan cerita bagaimana Tuhan bertindak atas dirinya, dan dengan melakukan
ini, ia juga mendapatkan hal-hal baik dari mereka. Namun, meskipun menyadari bahwa
percakapannya membawa dampak baik bagi kehidupan mereka, dia juga sadar akan
ketidaktahuannya dan kebutuhannya akan kehadiran seorang pembimbing. Bingung
dengan hidup baru yang penuh godaan ini, Inigo juga mencari bantuan dan bimbingan
rohani. Ketika godaan mulai berubah menjadi skrupel, ia semakin merasa butuh untuk
mencari arah [22].

Seorang wanita, yang mirip dengan tokoh Hana dalam Injil Lukas, “sudah tua” dan
“melayani Tuhan siang dan malam”, telah sering berbicara dengannya dan ia terbantu
dengan hal ini. Inigo pasti sama terkejutnya seperti Maria dan Yusuf ketika mendengar
Hana berbicara mengenai masa depan anak mereka. Kata-kata wanita itu pun terbukti
(bdk. [96]). Inigo mengambil kata-kata wanita ini secara harfiah sehingga ia gagal melihat
bahwa Tuhan telah hadir dalam peristiwa-peristiwa hidupnya.

Perempuan ini memang memiliki sesuatu yang luar biasa. Ia sangat terkenal di
Spanyol, bahkan Raja Ferdinand sekalipun mengenalnya. Inigo akan menyebut kembali
perempuan ini saat ia meninggalkan Manresa, ketika Inigo memastikan ramalan
perempuan ini bahwa Yesus akan menampakkan diri kepadanya. Dia jelas meninggalkan
kesan yang mendalam bagi Inigo karena kemampuannya untuk “masuk secara dalam ke

68

dalam kehidupan dan hal-hal rohani.” Pater Hugo Rahner melihat kata-katanya
terpenuhi surat-surat Inigo kepada para perempuan, yang darinya kita dapat
memperoleh gambaran tentang diri Inigo.

“Gambar Ignasius bercahaya dari dalam karena hatinya dipenuhi oleh
cahaya manusiawi Kristus Tuhan kita, yang bersinar di hadapannya seperti
matahari emas.”

Sebenarnya terasa aneh jika Inigo memilih untuk menggambarkan dirinya sebagai
seorang “ksatria Kristus.” Ia tidak pernah mendapatkan pendidikan militer formal dalam
arti bergabung dengan tentara dan dilatih untuk bertempur di medan perang. Meskipun
ada banyak pasukan tentara pada masa hidup Inigo, sulit untuk mengatakan bahwa Inigo
ikut berperang secara berkala. Mungkin, Inigo pernah bermimpi menjadi tentara karier
yang mengabdi seorang raja, seperti yang telah dilakukan oleh kakaknya. Sekarang,
mengingat bahwa ia menjadi lebih sadar akan kekuatan setan, ia melihat dirinya sebagai
seorang tentara Kristus, yang terlibat dalam sebuah jenis pertempuran yang berbeda.
Dia akan bertarung melawan kejahatan dan berusaha untuk membebaskan orang agar
dapat lebih berkomitmen untuk memberi diri bagi pengabdian kepada Tuhan.

Tanpa disadarinya, Inigo juga perlu dibebaskan dari kebiasaannya yang keras dalam
berdoa dan bermatiraga. Matiraga yang berlebihan ini akhirnya akan menyebabkan
badannya yang semula kuat dan sehat menjadi sakit-sakitan. Lalu, seperti yang akan kita
lihat pada nomor-nomor berikutnya, pengakuan dosa mingguan yang dilakukan oleh
Inigo akan mendatangkan masalah tersendiri baginya.

22. kebimbangan batin – tidak mampu membebaskan dirinya

Pada waktu itu ia mulai mengalami banyak gangguan skrupel. Walaupun di Montserrat
ia mengadakan pengakuan umum, dengan teliti sekali dan seluruhnya tertulis, seperti telah
dikatakan, namun ia selalu merasa bahwa masih ada hal-hal yang belum diakukannya. Ia
sangat menderita karena itu. Ternyata, kalau mengakukan hal-hal itu ia juga tetap tidak puas.
Dengan demikian ia mulai mencari orang rohani, yang dapat menyembuhkannya dari skrupel
itu. Akan tetapi tidak ada yang dapat menolongnya. Akhirnya, seorang doktor [pengkotbah]
dari katedral, seorang yang amat religius dan menjadi pengkotbah di situ, pada suatu hari,
waktu pengakuan, berkata bahwa ia harus menulis semua yang dapat diingat. Ia berbuat
demikian namun, sesudah mengaku, ia tetap diganggu oleh skrupelnya, yang setiap kah

69

dibuat menjadi lebih rumit. Ia amat terganggu oleh skrupel-skrupel itu. Sebetulnya ia tahu
bahwa skrupel itu sangat merugikannya dan baik apabila bisa dilepaskan. Akan tetapi ia
sendiri tidak mampu mengakhirinya. Kadang-kadang ia berpikir bahwa ia akan sembuh
kalau bapa pengakuannya, atas nama Kristus Yesus melarangnya mengaku lagi apa saja
tentang masa lalunya. Ia sungguh menginginkan bapa pengakuannya berbuat demikian
tetapi ia tidak berani mengatakan hal itu kepadanya.

Godaan ketiga: kebimbangan batin.
Dengan kata “kebimbangan batin”ini Inigo menjelaskan kesulitan begitu besar yang

dihadapinya saat ini. Seperti yang ia tunjukkan, terkadang ini muncul sebagai akibat dari
kegigihannya dalam bermatiraga.

Seperti yang ia tekankan dalam “Beberapa Catatan tentang Kebimbangan Batin”
yang ada di dalam Latihan Rohani, kebimbangan batin berasal dari luar diri kita dan
merupakan godaan dari roh jahat. Kebimbangan batin sejati adalah sebuah situasi di
mana kita berpikir bahwa kita telah melakukan dosa, tetapi juga ada kesan bahwa kita
sebenarnya tidak melakukan dosa. Kita lalu menjadi gelisah karena kita tidak dapat
mencapai kejelasan. Bagi mereka yang peka terhadap dosa-dosanya, roh jahat berupaya
untuk menjadikan mereka kelewat peka hingga titik ekstrem. Jika ia tidak dapat
membimbing mereka ke dalam dosa, bahkan dosa yang terkecil sekalipun, maka ia akan
berupaya agar mereka merasa berdosa, meskipun sesungguhnya mereka tidak berdosa.
Tujuan utamanya adalah menjadikan orang itu sedih, dan bagi mereka yang berada
dalam situasi seperti ini, hidup akan terasa sangat meletihkan.

Ada beberapa psikolog yang berpendapat bahwa orang-orang yang telah
mengalami pertobatan rohani rawan mengalami kebimbangan batin. Pengalaman
pertobatan yang radikal dapat dengan mudah menjadi pemicunya. Kalau memang benar
seperti ini, maka tidaklah mengherankan kalau Inigo menjadi korban kebimbangan batin
seperti ini.

Di Montserrat, Inigo secara serius membuat sebuah pengakuan dosa umum
tentang hidupnya di masa lalu. Ia percaya bahwa semuanya itu telah berlalu. Namun,
setiap kali ia mengaku dosa, sesuatu dari masa lalunya muncul kembali dan ia merasa
bahwa ia belum mengakukannya secara benar. Inilah sebuah contoh klasik dalam kasus
kebimbangan batin.

70

Dia menjadi begitu putus asa sehingga dengan rasa terdesak dia pergi dari satu
imam ke imam lain mencari bantuan. Salah seorang darinya adalah seorang imam Ordo
Cistercian yang kebijaksanaannya amat dihormati. Inigo percaya bahwa orang-orang
rohani akan memberinya saran yang benar sehingga ia mentaati apa saja yang dikatakan
mereka. Akan tetapi, semuanya ini tidak membawa hasil yang diharapkan. Dalam situasi
seperti ini, praktik umumnya adalah melarang orang tersebut melihat kembali ke
belakang dan mendesaknya agar membuat pengakuan dosa yang sederhana saja.
Sayangnya, seorang pengkotbah Katedral yang ia temui untuk membuat pengakuan
dosa meminta Inigo untuk melakukan hal yang berlawanan. Ia meminta Inigo untuk
menuliskan dosa-dosanya. Seperti yang disebut di atas, taktik roh jahat adalah membuat
orang yang jiwanya peka menjadi teramat peka dalam memeriksa dirinya sendiri. Inilah
yang terjadi karena dosa-dosa masa lalu Inigo bermunculan kembali sampai hal-hal yang
terkecil sekalipun. Dengan menuruti saran pengkotbah ini, Inigo hanya menambah rumit
persoalan yang dihadapinya.

Anehnya, walaupun Inigo tidak dapat menyembuhkan dirinya sendiri, ia dapat
menemukan solusi yang tepat, yaitu melarang dirinya untuk mengakukan dosa apa pun
dari masa lalunya. Apakah dia sendiri sudah mendapat pencerahan rohani? Namun, di
tengah kebingungannya ini, dan mungkin dengan sedikit dorongan dari roh jahat, “ia
tidak berani berkata demikian kepada bapa pengakuannya.”

23. tidak dapat menemukan kesembuhan – berkanjang dalam doa dan lain-lain –
menjadi begitu putus asa hingga sudi mengikuti seekor anjing kecil

Akhirnya, tanpa diminta, bapa pengakuan melarang dia mengakukan sesuatu dari masa
lalunya, kecuali kalau ada sesuatu yang jelas sekali. Ia berpendapat bahwa segala-galanya
jelas sekali, maka larangan itu tidak ada faedahnya sama sekali. Ia tetap merasakan
gangguan itu. Waktu itu ia tinggal dalam sebuah bilik kecil yang oleh para pater Dominikan
disediakan baginya dalam biara mereka. Dia tetap berdoa tujuh jam sehari dengan berlutut.
Ia selalu bangun tengah malam dan melakukan segala perbuatan suci lain yang telah disebut.
Akan tetapi semua itu tidak menolongnya untuk melepaskan diri dari skrupel-skrupel itu, yang
sudah berbulan-bulan lamanya mengganggu dia. Pada suatu ketika, waktu ia amat tertekan
oleh skrupelnya, ia berdoa. Ketika mendapat semangat, dengan keras ia mulai berteriak
kepada Allah, "Tolonglah aku, ya Tuhan, sebab aku tidak menemukan bantuan pada
manusia, atau pada makhluk lain. Tidak ada yang terlalu berat kalau saya merasa dapat
menemukannya. "Tunjukkanlah kepadaku, Tuhan, di mana dapat ditemukan. Bahkan kalau

71

disuruh menyusul seekor anjing kecil, asal bisa sembuh, akan saya lakukan."

Bapa pengakuannya hampir melakukan apa yang diharapkan oleh Inigo. Akan
tetapi, ia memberi sebuah syarat. Kalau ada sesuatu dari masa lalunya yang tampak jelas
harus diakukan, maka ia harus mengakukan dosa itu. Inilah masalah persisnya yang
dihadapi oleh mereka yang sedang dilanda badai kebimbangan. Semuanya tampak
begitu jelas. Saran yang diterimanya sekarang malah mendatangkan bencana karena
terlalu setengah hati dan meninggalkan celah bagi musuh untuk terus mengusik
ketenangan Inigo. Dari pengalaman ini, Inigo belajar bahwa serangan musuh harus
dihadapi secara terang-terangan dan dia mesti melakukan sesuatu yang adalah
kebalikannya (bdk. [20]).

Inigo bukanlah seseorang yang mudah menyerah. Di tempat tinggalnya yang
sekarang, yaitu di sebuah biara Dominikan, Inigo terus berkanjang dalam proses
penyucian diri dan pada saat yang bersamaan batinnya dirundung cobaan kebimbangan
sampai berbulan-bulan.

Intensitas dari kegalauannya ditunjukkan secara jelas melalui doanya yang begitu
menyentuh dan personal. Ia mengungkapkan bahwa ketika ia sedang begitu putus asa,
ia berteriak minta tolong. Di Loyola, ketika ia berada dalam bahaya terbawa oleh
pikirannya tentang seorang wanita, Tuhan telah membantunya dengan memberinya
pikiran-pikiran yang lain. Sekarang, ia berpaling pada Tuhan yang sama untuk memohon
bantuan-Nya. Ia bersedia melakukan apa saja, betapa pun sulitnya, agar dapat kembali
ke kedamaiannya yang sebelumnya. Di Pamplona, ia rela menanggung pembantaian di
kakinya supaya ia terlepas dari cacat fisik. Di sini, ia rela melakukan apa saja, bahkan hal
yang bodoh sekalipun agar terbebas dari kebimbangan batinnya. Nantinya, ia akan sadar
bahwa seringkali tidak ada jalan mudah dari kesulitan yang kita hadapi dan kita harus
menjadi pribadi yang diskret. Sering dikatakan bahwa anjing menggonggongi pengemis
miskin, dan ia pasti pernah mengalami ini ketika ia berada di jalanan Kota Manresa.
Suatu ketika Inigo pernah meminta bantuan seekor keledai untuk membimbingnya. Saat
ini, ia mungkin berpaling pada salah seekor anjing kecil yang ada di kota itu untuk
membawanya ke jalan yang benar.

72

24. godaan untuk bunuh diri – tindakan-tindakan ekstrem lainnya

Ketika sedang berpikir seperti itu, ia seringkali mengalami godaan, yang kuat sekali,
menjatuhkan diri dalam sebuah lubang besar yang ada di kamarnya, dekat dengan tempat
ia berdoa. Akan tetapi, karena ia tahu bahwa bunuh diri adalah dosa, maka ia berteriak lagi,
"Tuhan, saya tidak akan berbuat apa yang menghina Engkau." Ia mengulangi kata-kata itu,
seperti juga kata-kata yang telah disebut sebelumnya. Lalu teringatlah dia akan kisah seorang
Santo, yang mau memperoleh sesuatu yang amat diinginkannya dari Tuhan. Ia tidak mau
makan berhari-hari sampai diperoleh apa yang diinginkannya. Setelah hal itu dipikirkan
beberapa lama ia memutuskan untuk melakukan hal yang sama. Ia berkata pada dirinya
bahwa tidak akan makan atau minum sebelum Allah memberikannya, atau kalau ia melihat
bahwa maut sudah amat dekat. Ia mengambil keputusan bahwa kalau telah begitu dekat
dengan maut, segera akan mati kalau tidak makan maka ia akan minta roti dan makan
(seolah-olah dalam keadaan seperti itu ia masih dapat meminta sesuatu dan makan).

Godaan keempat: bunuh diri.
Semakin ia merenungkan kesulitannya, semakin ia bertambah frustrasi. Ini

menunjukkan betapa pikiran kita dapat sungguh memengaruhi perasaan kita. Orang
yang pada suatu waktu pernah begitu siap mempertaruhkan nyawanya di hadapan
pasukan Perancis yang begitu perkasa di Pamplona kini siap untuk mengambil nyawanya
sendiri. Saat ini adalah saat ketika Inigo mencapai titik terendah. Bahkan, godaan untuk
mencabut nyawanya sendiri begitu kuat dan menyerangnya berkali-kali sehingga
menjadi sesuatu yang mengejutkan bahwa Inigo, yang sebetulnya amat sigap dalam
bertindak ini, tidak melakukannya.

Tidak jelas apa yang ia maksud dengan “lubang besar” karena ia sebenarnya tinggal
di lantai dasar. Doa-doa yang dilakukan Inigo bernuansa repetitif karena ia sedang
semata-mata berteriak-teriak minta tolong. Inigo, yang sebenarnya begitu peka terhadap
dosa-dosa kecil, kinisedang merenungkan dosa yang begitu besar. Ia membawa rasa
putus asa yang menyelimutinya. Tampak bahwa ia seperti sedang dicabik-cabik dari
dalam. Ada sebuah kejujuran dalam doanya kepada Tuhan, tetapi ia masih tetap tidak
mendapatkan jawaban.

Inigo lalu teringat akan kisah tentang St. Andreas yang ia pernah baca dalam Riwayat
Orang Kudus. Andreas membuat penawaran kepada Tuhan bahwa ia tidak akan makan
hingga Tuhan mengampuni seseorang yang bernama Nikolas yang telah hidup dalam
dunia dosa selama bertahun-tahun. Setelah berpuasa selama lima hari, seorang

73

malaikat Tuhan menampakkan diri kepadanya untuk memberitahunya bahwa Nikolas
sudah diampuni. Inigo membuat tawaran yang serupa dengan Tuhan. Ia akan berpuasa
hingga Tuhan memperhatikannya dan menyembuhkannya dari kebimbangan batinnya.
Dia tidak menyatakan bahwa cara ini adalah cara bertindak yang baik, tetapi semata-
mata menceritakan apa yang ia lakukan. Sebelum mengambil keputusan ini, Inigo
memikirkannya secara matang. Namun, ia tidak memberi kita gambaran tentang
perasaan apa yang muncul dari pikiran semacam ini atau apakah dia mencari sebuah
peneguhan atas keputusan ini. Sebaliknya ia menunjukkan kepada kita kebodohan
perbuatannya itu. Dia mengatakan bahwa ia baru akan makan apabila ia telah menjadi
sekarat akibat kelaparan. Tetapi, seperti yang ia sebutkan, kalau dia sudah sekarat
seperti itu, ia tentu tidak dapat meminta makanan. Tampaknya, ketika menimbang
kembali keputusannya ini, ia seakan menertawakan dirinya sendiri dan berterima kasih
kepada Tuhan karena Tuhan masih mau menunjukkan perhatian-Nya kepada orang
yang tidak tahu apa-apa dan malah bisa disebut bodoh ini.

25. berpuasa – keterbukaan terhadap pembimbing – dibangunkan dari mimpi –
kemurahan hati Tuhan

Hal itu terjadi pada Minggu sesudah ia menyambut komuni. Seluruh minggu itu tidak
masuk apa-apa ke dalam mulutnya. Akan tetapi ia juga tidak melewatkan latihan rohani yang
biasa dilakukannya: Ia tetap mengikuti doa ofisi dan berdoa dengan berlutut, juga bangun
tengah malam, dan seterusnya. Pada Minggu berikutnya ia pergi mengaku. Seperti
kebiasaannya ia mengatakan kepada bapa pengakuannya hal-hal yang paling kecil. Maka ia
berkata juga bahwa minggu itu ia tidak makan apa-apa. Bapa pengakuan menyuruh dia
menghentikan puasanya. Walaupun masih merasa kuat namun ia taat kepada bapa
pengakuan. Hari itu dan hari berikutnya ia bebas dari skrupel. Akan tetapi hari ketiga, yaitu
Selasa, waktu berdoa, ia mulai teringat lagi akan dosa-dosanya. Dengan demikian ia mulai
memikirkan kembali dosa sesudah dosa di masa lalu, bagaikan dalam satu barisan. Ia
merasa bahwa harus mengakukannya sekali lagi. Akan tetapi akhirnya timbal rasa jenuh
dengan hidup seperti itu. Ia merasa terdorong untuk meninggalkannya. Tepat pada saat itu
Tuhan menghendaki ia terbangun, seperti orang bangun dari tidur. Karena ia sudah
mempunyai sedikit pengalaman mengenai perbedaan roh-roh berkat peIajaran yang telah
diberikan Allah kepadanya, ia mulai memikirkan melalui jalan mana roh itu datang. Ia
mengambil keputusan tegas tidak akan mengakukan apa-apa dari masa yang lalu. Oleh
karenanya mulai hari itu dan seterusnya ia bebas dari skrupel-skrupel itu. Ia yakin bahwa
Tuhan kita berkenan membebaskannya karena belaskasihan-Nya.

74

Inigo masih berkanjang dalam latihan-latihan matiraganya yang keras.Kata
“perseverantia” yang ia gunakan berulang-ulang menunjukkan bahwa ia akan menjadi
orang kudus dengan upaya pribadinya. Malahan, ia sekarang telah menambahkan satu
hal lagi dalam daftar matiraganya, yaitu puasa total.

Godaan kelima: mengakukan semua dosanya lagi.
Selama digoda, Inigo tetap bersikap terbuka terhadap bapa pengakuannya dan

menuruti saran-saran yang diberikan kepadanya. Pada kesempatan-kesempatan
sebelumnya, saran-saran yang diberikan tidak selalu membantu. Namun, kali ini,
perintah untuk menghentikan puasa membantunya untuk menghilangkan sebagian rasa
bimbang dalam batinnya. Hanya saja, dalam keheningan doanya, dosa-dosanya kembali
menghantuinya. Inigo, bukannya menghiraukan pikiran ini, malah terus larut di
dalamnya. Inilah hal terburuk yang dapat dilakukan oleh seseorang yang sedang
mengalami skrupel. Situasi ini menimbulkan godaan untuk kembali mengakukan
seluruh dosa masa lalunya. Semua jerih payah selama tiga hari untuk pengakuan dosa
di Montserrat kini tidak lagi berarti dan ia pun kembali lagi ke titik awal. Saat ini, ia pasti
sungguh merasa kehilangan harapan. Selama dua hari, ia merasa disembuhkan dan
sekarang ia kembali merasa terikat untuk mengakukan kembali semua dosa-dosanya.

Gambaran yang ia berikan mengenai dirinya adalah orang yang terbelenggu oleh
kuasa kebimbangan batin dan diserang habis-habisan oleh roh jahat. Jika dilihat dalam
konteks ini, obat yang muncul lalu tampak begitu luar biasa.

Satu-satunya penjelasan yang dapat ia berikan tentang rasa merdeka yang muncul
tiba-tiba ini adalah kemurahan hati Tuhan dan ia yakin bahwa ini adalah penjelasan yang
tepat. Pemahaman tentang kemurahan Tuhan amat penting baginya dan ini membentuk
tema Minggu I Latihan Rohani. Kita adalah pendosa yang pantas masuk neraka, tetapi
Tuhan begitu penuh cinta dan belas kasih sehingga Yesus rela wafat agar kita tidak perlu
masuk neraka. Semua doa dalam Minggu I Latihan Rohani berpusat pada rasa syukur kita
pada Tuhan atas cinta dan pengampunannya bagi kita, dan tanggapan kita terhadap
pengampunan ini. Kesadaran akan kemurahan hati Tuhan ini mempunyai pengaruh
yang begitu besar bagi diri Inigo.

Apakah yang ia maksud ketika ia berkata “timbul rasa jenuh dengan hidup seperti
itu dan ia merasa terdorong untuk meninggalkannya?”

75

Apakah ia berkata bahwa ia sedang digoda untuk meninggalkan hidup baru sebagai
seorang peziarah? Sepertinya tidak begitu, karena ia telah menghadapi dan
mengalahkan godaan ini. Dia telah dengan keras hati menolak pikiran bahwa ia tidak
mampu “bertahan” dalam hidup barunya ini [20].

Atau, apakah ia merujuk pada bulan-bulan terakhir yang diwarnai oleh
kebimbangan batin dan timbul keinginan untuk mengakhirinya? Ini tentu bukan suatu
keinginan yang baru karena ia sudah berdoa dengan penuh rasa putus asa agar ia
dibebaskan dari kebimbangan batinnya.

Atau, apakah ia merujuk pada hidup masa lalunya yang penuh dosa? Dia telah
melihat hidup masa lalunya dan ia tidak hanya merasa harus berubah [9], tetapi juga
muak dengan hidup seperti itu [10]. Mungkin saat ini, setelah melihat kembali hidupnya
di masa lampau yang penuh dosa, ia merasakan penegasan dari pengalaman-
pengalaman sebelumnya dan diteguhkan dalam niatnya untuk melanjutkan hidup yang
baru.

Atau, apakah dia sedang mendapat pemahaman bahwa upayanya sendiri untuk
menjadikan dirinya kudus tidak akan berhasil? Semenjak di Loyola, ia hidup dalam “dunia
impian.” Dia masih berada dalam “dunia para ksatria” dan membayangkan bahwa ia
akan melakukan perbuatan-perbuatan yang lebih hebat daripada para Kudus demi
Tuhan. Di Manresa, perbuatan-perbuatan ini diwujudkan dalam rupa doa dan matiraga
sebagai wujud mimpinya untuk menjadi kudus. Mungkin, Tuhan menggunakan
kebimbangan batin ini untuk mempertemukan dirinya dengan realitas bahwa Tuhanlah
yang memberi kita rahmat kekudusan dan akan lebih baik jika ia membiarkan hal ini
terjadi seturut cara Tuhan. Dalam “Beberapa Catatan tentang Kebimbangan Batin”, Inigo
menyatakan bahwa pengalaman merasakan kebimbangan batin sampai pada taraf
tertentu dapat menguntungkan seseorang karena dengan itu ia dapat menyucikan dan
membebaskan diri dari hal-hal yang tampaknya dosa (LR 348). Perubahan nada bicara,
dari pergulatan dan ketegangan yang muncul dalam paragraf-paragraf sebelumnya ke
ketenangan yang muncul sekarang merupakan indikasi bahwa ia sedang dibangkitkan
dari perhatian yang obsesif terhadap dirinya sendiri. Inigo akan diterangi dengan sebuah
cara pandang baru untuk melihat kenyataan.

Apa pun tafsiran yang kita gunakan, kalimat ini penting karena Inigo dengan jelas
menghubungkannya dengan kebebasan dari kebimbangan batin yang telah
mengungkungnya sekian lama. Kemerdekaan ini ia sebut sebagai sebuah karya Tuhan.

76

Tampaknya, dengan perasaan muak itu, Inigo kini dapat melihat dengan jelas “ekor ular”
yang ia sebutkan sebelumnya [18].

Sembari melihat kembali perjalanannya dari Loyola, Inigo dapat melihat bahwa
Tuhan sedang memberinya pelajaran tentang diskresi:

• ia merasakan pentingnya merenungkan apa yang sedang terjadi padanya [6]
• pikirannya memengaruhi perasaannya dan sebaliknya [8]
• ada berbagai roh yang menimbulkan berbagai pikiran dan perasaan [9]
• kadangkala tidak mudah untuk mengenali roh apa yang menggerakkan dirinya

[15]
• kadangkala ia harus membiarkan hal itu terjadi beberapa lama sebelum

akhirnya mendapat kejelasan [19]
• amatlah pentinglah untuk mengetahui bagaimana roh-roh ini masuk dan

bekerja dalam pengalaman-pengalaman hidupnya [25]
• akan muncul suatu tanda yang menegaskan bahwa ia telah mengambil

keputusan yang benar [10] dan [25].

Dengan merangkai berbagai pembelajaran ini, Inigo semakin memahami bagaimana ia
dapat terjebak dalam sebuah jerat kebimbangan batin. Dalam Latihan Rohani, Inigo
lantas menekankan pentingnya menemukan cara roh masuk dan memengaruhi
pengalaman kita (LR 333). Ia menyarankan kepada kita agar dengan penuh perhatian
mencermati jalan pikiran kita, mencatat ke mana pikiran membawa kita, dan bagaimana
pikiran memengaruhi kita.

Akhirnya, ia menyimpulkan bahwa kemurahan hati Tuhan telah:
• membebaskan dirinya dari kebimbangan batin yang dialaminya
• memberinya terang atas cara roh bekerja
• memampukannya membuat sebuah kepastian untuk tidak lagi mengakukan
dosa masa lalunya

memberi penegasan atas kebenaran keputusannya dengan kenyataan bahwa
kebimbangan batinnya telah hilang selama-lamanya.

77

26. Menyelamatkan jiwa-jiwa – merenung – gangguan tidur

Di luar tujuh jam doa ia sibuk membantu beberapa orang yang datang kepadanya untuk
minta nasihat dalam hal rohani. Sisa waktunya dipakai untuk memikirkan hal-hal ilahi, yang
hari itu ia meditasikan atau ia baca. Apabila pergi tidur ia sering mendapat pemikiran yang
hebat, hiburan rohani yang besar. Karena itu ia kehilangan banyak waktu yang sebetulnya
untuk tidur - yang memang sudah tidak banyak. Ketika memikirkan kembali hal itu beberapa
kali, ia merasakan bahwa sudah banyak waktu untuk bercakap-cakap dengan Allah. Dan
masih ada seluruh hari. Maka ia mulai sangsi apakah penerangan itu datang dari roh yang
baik. Akhirnya ia sampai pada kesimpulan bahwa lebih baik meninggalkan pikiran itu dan
mempergunakan waktu yang telah ditetapkan untuk tidur; dan ia berbuat demikian.

Kebimbangan batin Inigo telah hilang dan juga intensitasnya dalam melakukan
latihan rohani. Ia memang masih melakukannya, termasuk di antaranya adalah berdoa
tujuh jam sehari. Namun, ia menampakkan kedamaian dalam melakukan semua itu.

78

“Godaan ketujuh” yang dijelaskan di atas (bdk. [20]) telah meninggalkan dia dan
kepekaan baru terhadap roh sedang bertumbuh di dalam dirinya.

Untuk pertama kalinya Inigo memberitahu kita bahwa selama ia tinggal di Manresa
ia secara sengaja berupaya “menyelamatkan jiwa-jiwa.” Seiring dengan perjalanan
waktu, hal ini akan semakin menyita perhatiannya. Keinginan ini mungkin telah
ditumbuhkan dalam dirinya ketika ia mendoakan hidup Kristus yang ingin diikutinya. Ia
merasa semakin diteguhkan oleh manfaat yang muncul dari percakapan-percakapan
yang dilakukannya dengan berbagai orang yang dijumpainya (bdk. [10] dan [18]). Saksi
mata di Manresa menyebutkan bagaimana Inigo berjalan mengelilingi kota mengajarkan
doktrin Kristiani dan mendorong orang-orang agar lebih sering mengaku dosa dan
menerima komuni. Kita juga tahu bahwa orang-orang datang kepadanya semata-mata
karena ingin dibantu melalui percakapan rohani. Dia juga mulai memberikan beberapa
bentuk “latihan rohani” sederhana kepada orang-orang tertentu.

Hari-hari Inigo dipenuhi dengan doa, membantu sesama, merenung dan membaca.

Seperti yang telah dicatat di awal bab ini, salah satu buku yang dibaca oleh Inigo
adalah Mengikuti Jejak Kristus. Da Camara mengatakan bahwa setiap hari Inigo membaca
satu bab dari buku ini sepanjang hidupnya. Seorang Yesuit lain yang mengenal Inigo
secara mendalam berkata bahwa Inigo sering menyebut buku itu sebagai “perdiz dari
semua buku rohani.” Perdiz adalah sejenis ayam hutan yang paling gurih dan lezat
dagingnya sehingga menjadi unggas buruan favorit di Spanyol. Ignasius juga menyebut
buku ini sebagai mutiara dari buku-buku rohani.

Inigo tidak lagi merasa sibuk memikirkan hal-hal duniawi seperti ketika di Loyola [8].
Sekarang, semua yang ia pikirkan adalah hal-hal ilahi.

Godaan keenam: tidur atau menikmati pencerahan dan konsolasi.
Walaupun ia sudah masuk ke dalam sebuah masa penuh ketentraman jiwa, Inigo

tidak serta merta terbebas dari godaan, baik pada saat ini maupun pada waktu yang
akan datang. Namun, sekarang ia mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam
berdiskresi dan menangani pengalaman-pengalaman ini. Ketika ia menyadari bahwa
sebagian dari waktu tidurnya yang sudah sedikit itu diganggu oleh pencerahan dan
konsolasi rohani, ia lantas mempertanyakan asal usul semuanya itu. Karena ia tidak
mengalami kesedihan, sebagaimana yang dialaminya pada kesempatan lain, ia lantas
menggunakan logika dan pikiran yang jernih untuk menghadapi masalah ini. Dia telah

79

mengatur waktu untuk tidur dan waktu hal-hal yang bersifat ilahi. Ketika salah satu
mengganggu yang lainnya, itu adalah tanda bahwa ini berasal dari roh jahat. Ia
merenungkan fakta sederhana ini dan lantas meyakini bahwa bukan roh baiklah yang
bekerja di balik pencerahan-pencerahan ini.

Inigo telah belajar diskresi pada tahap yang lebih rumit dan mendalam. Ternyata,
Roh Jahat pun dapat menimbulkan konsolasi. Merasa baik tidak selalu berarti bahwa kita
berada di bawah pengaruh Roh Baik, karena Roh Jahat pun dapat datang dalam rupa
“malaikat terang.”

Ia memakai pengalaman ini sebagai ilustrasi dalam suratbimbingan kepada Suster
Teresa Rejadell pada September 1536. Ia menjelaskan cara Roh Jahat membuat sedih
orang baik yang rajin berdoa:

“Mereka kesulitan tidur karena persis sebelum tidur mereka mengingat
meditasinya dan terus memikirkannya. Musuhlah yang menggunakan
kesempatan ini untuk menghadirkan perkara-perkara baik dalam pikiran.
Musuh memiliki satu tujuan, yaitu membuat tubuh menderita dengan
merampas waktu tidur.”

27. Keputusan untuk makan daging – Tuhan Sang “Guru” Inigo

Ia bertahan pada kebiasaannya untuk tidak makan daging. Ia mantap dalam hal itu dan
tidak mau mengubahnya karena alasan apa pun. Akan tetapi, pada suatu hari, pagi-pagi
ketika ia bangun tidur, seperti ada daging di hadapannya untuk dimakan, seolah-olah ia
melihatnya dengan mata kepala sendiri, padahal sebelumnya tidak ada keinginan untuk itu.
Pada saat itu ia juga merasa terdorong oleh kehendak yang kuat untuk seterusnya makan
daging. Walaupun ia tetap ingat akan keputusannya yang dahulu telah diambil, ia tidak
bimbang mengenai hal itu, ia harus makan daging. Kemudian ia menceritakannya kepada
bapa pengakuan. Bapa pengakuan berkata bahwa ia harus memeriksa mungkin itu suatu
godaan dari setan. Akan tetapi ia telah menelitinya dengan saksama, dan tidak merasa ragu-
ragu mengenai hal itu. Pada waktu itu Allah memperlakukannya seperti seorang guru sekolah
terhadap seorang anak. Ia memberi pelajaran kepadanya. Entah karena dia begitu kasar dan
bodoh, entah karena tidak ada orang yang mengajarnya, atau karena kemauan kuat yang
diberikan Allah sendiri kepadanya untuk mengabdi kepada-Nya, ia sungguh yakin dan selalu

80

punya keyakinan bahwa Allah memperlakukannya dengan cara demikian. Bahkan
seandainya ia meragukan hal itu, ia merasa menghina Keagungan Ilahi.

Sejak tiba di Manresa, Inigo telah membuat keputusan untuk tidak makan daging
dan ia melaksanakan keputusannya ini dengan penuh kegigihan. Maka, ketika ia bangun
pada suatu pagi dan membayangkan daging secara begitu jelas, ia tidak tergoda. Namun,
pokok pentingnya bukanlah soal daging, melainkan tentang cara Inigo mengubah
pikirannya dan mulai memakan daging. Dia telah mendapatkan keyakinan baru dalam
caranya membuat keputusan yang diskret.

Situasi ini mirip dengan apa yang disebut sebagai “Waktu Pemilihan Pertama” dalam
Latihan Rohani (LR 175). Yang terjadi ini mirip dengan pengalaman St. Matius ketika Yesus
berkata kepadanya untuk meninggalkan meja uangnya dan “Ikutilah Aku!” Dalam
peristiwa semacam ini, Tuhan sungguh menarik kehendak manusia sehingga orang
tersebut tidak dapat meragukan lagi apa yang harus ia lakukan. Inilah yang terjadi pada
diri Inigo saat ini. Ia merasakan keinginan yang begitu kuat di dalam dirinya untuk makan
daging dan ia tidak ragu bahwa ini adalah hal yang benar, meskipun ia tetap ingat akan
niat awalnya. Apa yang mengejutkan adalah kecepatan dan keyakinan yang
dibutuhkannya untuk mengambil keputusan ini. Ia tidak merasa perlu waktu untuk
memikirkannya, seperti yang sering dilakukannya dalam kesempatan-kesempatan lain.
Seperti biasa, ia membicarakan hal ini dengan bapa pengakuannya dan setelah
menerima sarannya, ia melihat kembali keputusannya. Akan tetapi, kebimbangan
batinnya telah hilang dan ia dapat berkata dengan yakin bahwa ia sungguh yakin bahwa
keputusannya benar.

Tiadanya keraguan adalah salah satu ciri pemilihan pada “Waktu Pertama.” Inigo
menampakkan sebuah kemerdekaan batin, yang menggambarkan kedewasaan baru
dalam dirinya.

Kita juga dapat bertanya apakah Inigo teringat akan kejadian yang melibatkan St.
Petrus yang dikaguminya itu, ketika ia tiba-tiba diharuskan makan daging dan ragu
karena merasa dagingnya tidak bersih (Kis. 10: 13-16).

Selama proses pertobatannya yang dimulai sejak ia berada di Loyola, Inigo telah
menerima begitu banyak pelajaran, tetapi bukan atas upayanya sendiri. Ia seperti
seorang anak kecil yang sedang menerima pelajaran dari seorang guru yang sabar. Ia
pasti mengingat hari-harinya di Loyola ketika ia sebagai seorang anak kecil diajarkan

81

menulis dan membaca dan bagaimana ia begitu terpesona pada kekuatan ilmu baru
yang sedang dipelajarinya itu. Sekarang gurunya adalah Tuhan sendiri. Tuhan adalah
satu-satunya guru yang ia miliki dalam proses perkembangan hidup rohaninya. Dalam
Latihan Rohani,kita bisa membaca bahwa Tuhan bertindak langsung kepada ciptaan-Nya
(LR 15) dan ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi Inigo.

Ia sadar bahwa dia sebelumnya tidak tahu apa-apa soal hal-hal rohani dan dia
mengkhawatirkan soal “pemuliaan diri” ketika ia merenungkan pengetahuan barunya
ini. Ketika ia mengatakan kesungguhannya bahwa Tuhan dan hanya Tuhan sendirilah
yang membimbingnya, dia meyakinkan kita tiga kali dalam paragraf ini bahwa inilah cara
Tuhan memperlakukannya dan ia tidak ragu bahwa Tuhan telah membantunya.

Di dalam Autobiografi, Inigo menggunakan kata-kata “Allah yang mahaagung” hanya
satu kali. Penggunaankata-kata “Allah yang mahaagung” pada momen ini menunjukkan
bahwa Inigo sedang membuat sebuah pernyataan tentang sebuah realitas yang tidak
dapat diragukannya. Tuhan adalah gurunya dan semua yang telah ia dapatkan dan
pelajari adalah pemberian luar biasa dari Tuhan. Kegagalan untuk menyadari hal ini dan
mengatakan bahwa perkembangan rohaninya adalah akibat upayanya sendiri adalah
sebuah dosa pemuliaan diri dan sikap tidak tahu berterima kasih. Sepanjang hidup Inigo,
kita dapat menemukan gelar penghormatan paling tinggi yang diberikannya bagi Tuhan,
yaitu “Allah yang mahaagung.”

Tahap Ketiga: Hari-hari Kemuliaan (Pencerahan Ilahi)

Tahap terakhir dari waktunya di Manresa adalah sebuah periode transisi dari
kegelapan menjadi terang mistik. Inilah tahap di mana ia mendapat lima rahmat yang
luar biasa.

28. Pencerahan tentang tentang Allah Tritunggal

Pertama, ia punya devosi besar kepada Trinitas Suci. Setiap hari ia berdoa kepada tiga
pribadi sendiri-sendiri. Ia berdoa juga kepada Trinitas Suci tersendiri. Maka muncullah
pikiran ini: mengapa ia membuat empat doa kepada Trinitas? Akan tetapi pikiran itu tidak
terlalu mengganggunya, dianggapnya sebagai hal yang sepele. Pada suatu hari ia mau
mendoakan ofisi Bunda Maria. Di tangga biara, budinya seperti terangkat; seolah-olah ia
melihat Trinitas Suci dalam bentuk tiga tuts (dari organ). Hal itu disertai begitu banyak air

82

mata dan sedu-sedan yang hampir tidak dapat ditahan. Pagi itu ia ikut prosesi yang
berangkat dari situ, dan ia tidak dapat menahan air matanya sampai waktu makan. Sesudah
makan mau-tidak-mau ia terus berbicara mengenai Trinitas Suci. Hal itu dilakukan dengan
banyak perbandingan yang berbeda-beda dan disertai perasaan yang meluap dan
penghiburan, sedemikian rupa sehingga seluruh hidupnya ia merasakan devosi besar bila
berdoa kepada Trinitas Suci.

Pencerahan Pertama:

Mengucapkan empat doa kepada Allah Tritunggal bukanlah hal yang asing bagi
Inigo. Dalam Catatan Harian Rohaninya, suatu catatan yang berisi catatan-catatan
pengalaman-pengalaman rohaninya yang paling dalam, Inigo mencatat bahwa dirinya
sering menggunakan empat doa bagi Allah Tritunggal: satu bagi masing-masing Pribadi
Ilahi dan satu pada kesatuan Pribadi-Pribadi Ilahi.

Sejak dari Loyola Inigo telah membawa sebuah buku yang berisi Ofisi Bunda Maria,
yang digunakannya untuk berdoa setiap hari. Mungkin ia ingin menyatakan bahwa lewat
perantaraan Bunda Marialah ia mendapatkan pengalaman khusus tentang Allah
Tritunggal. Fakta bahwa ia dapat mengingat secara pasti di mana ini terjadi (tangga
biara) dan dampaknya bagi hidup Inigo saat itu dan selanjutnya menunjukkan betapa
pentingnya pemahaman tentang Allah Tritunggal ini.

Seperti yang terjadi pada pencerahan-pencerahan berikutnya, Inigo tidak
memberikan banyak penjelasan. Gambaran tiga tuts (organ) sebenarnya lebih
menunjukkan kepada kita tentang kecintaan Inigo terhadap musik daripada tentang
Allah Tritunggal. Akan tetapi, Inigo mungkin ingin menunjukkan bahwa kalau tiga tuts
ditekan menghasilkan harmoni, demikian jugalah diskresi memerlukan keselarasan
antara keputusan kita dan unsur-unsur lain dalam hidup kita.

Apa yang jauh lebih penting daripada penjelasannya mengenai Allah Tritunggal
adalah dampak pencerahan ini bagi dirinya. Inigo sungguh digerakkan sampai ia
mencucurkan air mata tanpa henti dari pagi hingga siang hari. Air mata dan isak tangis
ini adalah tanda kehadiran Roh Kudus dalam dirinya seperti yang ditunjukkan dalam
Catatan Harian Rohaninya.

“4 Maret 1544, setelah Misa dan ketika berdoa di altar ada begitu banyak
isak tangis dan cucuran air mata, yang semuanya berakhir dalam cinta

83

kepada Allah Tritunggal yang Maha Kudus, sehingga saya berpikir, saya tidak
mau berdiri karena ada begitu banyak cinta dan kelembutan rohani.”

Setelah makan, ia tidak dapat berhenti berbicara tentang Allah Tritunggal dan
bahkan berusaha untuk menjelaskan apa yang telah terjadi. Ia tidak menceritakan
apakah yang ia kisahnya itu bermanfaat bagi mereka yang mendengarkannya, seperti
yang biasanya ia lakukan pada kesempatan-kesempatan lain. Ia hanya bercerita tentang
dampaknya bagi dirinya sendiri: “kegembiraan dan konsolasi mendalam disertai dengan
devosi besar manakala ia berdoa kepada Allah Tritunggal.” Dampak dari pengalaman ini
bagi Inigo adalah tanda bahwa ini adalah karya Roh Kudus. Bukanlah sesuatu yang
mengherankan kalau ia mempunyai “devosi mendalam kepada Allah Tritunggal
mahakudus”. Jika kita membaca Catatan Harian Rohani, kita tidak akan ragu lagi
mengenai hal ini.

29. penciptaan – kembali memperhatikan penampilannya – Ekaristi

Kedua, suatu ketika tampak dalam budinya, disertai kegembiraan rohani yang besar,
cara bagaimana Allah menciptakan dunia. Seolah-olah ia melihat sesuatu yang putih, dari
sesuatu itu memancar beberapa sinar, dengan sinar itu Allah membuat terang. Akan tatapi
ia tidak tahu bagaimana menerangkan hal-hal itu. Ia juga tidak ingat dengan baik beberapa
paham rohani yang waktu itu oleh Allah dituangkan dalam jiwanya.

Ketiga, juga di Manresa, di mana ia tinggal hampir satu tahun, setelah mulai merasa
dihibur oleh Allah dan melihat buah karya Allah dalam jiwanya, maka ia meninggalkan
beberapa perbuatan aneh (nyentrik) yang dahulu dilakukannya. Ia mulai memotong kuku
dan rambutnya. Demikianlah, pada suatu hari ketika ia sedang mengikuti Misa di kota itu di
gereja biara, waktu Tubuh Kristus diangkat, ia melihat dengan mata batin sesuatu seperti
sinar-sinar putih datang dari atas. Itupun, sesudah sekian waktu, tidak dapat diterangkan lagi
dengan baik. Namun, ia melihat dengan jelas dalam budi bagaimana Yesus Kristus hadir
dalam Sakramen Mahakudus.

Keempat, seringkali dan untuk waktu cukup lama, bila berdoa ia melihat dengan mata-
batin kemanusiaan Kristus. Bentuknya tampak seperti tubuh putih, tidak terlalu besar tetapi
juga tidak kecil. Akan tetapi ia tidak melihat kekhususan anggota badan. Itu seringkali
dilihatnya di Manresa: Kalau dikatakan dua puluh atau empat puluh kali, ia tidak berani
berkata bahwa itu bohong. Lain kali ia melihat itu ketika di Yerusalem; lain kali lagi pada
perjalanan dekat Padua. Bunda Maria juga dilihatnya dalam bentuk yang serupa itu, tanpa

84


Click to View FlipBook Version