The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by komsos, 2021-10-15 01:58:46

E-Book Walking with Inigo isi

E-Book Walking with Inigo isi

banyak demi nama Kristus, ia bertanya-tanya apakah sebaiknya ia
bergabung dengan sebuah tarekat religius atau secara bebas mencurahkan
dirinya bagi pengabdian kepada Tuhan dan mencari sendiri sahabat-
sahabat untuk bekerja bersamanya dalam pelayanan yang sama untuk
membantu sesama. Dan apabila ia bergabung dengan sebuah tarekat
religius, ia tidak akan memasuki sebuah tarekat yang sudah direformasi,
tetapi dengan sebuah tarekat yang masih longgar, sehingga ia dapat
menderita banyak dan mendapat manfaat karena itu, dan dengan itu
memajukan kesempurnaan dirinya. Dan pada akhirnya, ia memutuskan
bahwa akan lebih baik bagi Tuhan untuk tetap bebas untuk memberikan diri
seutuhnya bagi Dia. Dan ia harus melanjutkan studinya supaya apa yang
telah ia terima dari Tuhan ditempatkan dalam konteksnya dan dengan itu ia
dapat menyelamatkan jiwa-jiwa tanpa menimbulkan kekaguman dalam diri
orang.”

Ia sekarang bertekad untuk melanjutkan studinya di Paris. Ia menjelaskan kepada
para sahabatnya bahwa setelah semua masalah yang mereka alami di Alcala dan
Salamanca, pilihan terbaik ialah jika ia pergi lebih dahulu untuk memastikan bahwa
mereka bisa menempuh studi di sana. Mungkin keputusan ini diambil oleh setiap
anggota kelompok sahabat itu lewat sebuah proses penegasan rohani bersama (Jean
Reynald telah meninggalkan mereka untuk hidup sebagai seorang rohaniwan).

72. upaya untuk membujuk Inigo membatalkan niatnya

Banyak orang terkemuka amat mendesak supaya jangan pergi, tetapi mereka tidak
dapat menghentikannya. Lima belas atau dua puluh hari sesudah dikeluarkan dari penjara
ia berangkat seorang diri dengan membawa beberapa buku di atas seekor keledai. Ketika
sampai di Barcelona, semua orang yang mengenal dia menganjurkan supaya jangan pergi ke
Perancis karena ada perang besar di situ. Mereka menceritakan kepadanya kejadian-kejadian
khusus sampai mengatakan bahwa orang Spanyol di sana dibakar seperti babi guling. Akan
tetapi ia sama sekali tidak merasa takut.

Meskipun ia belum lama berada di Salamanca, Inigo tampaknya telah meninggalkan
kesan mendalam dalam diri orang-orang di kota itu. Sekarang, saat ia akan pergi, mereka
mencoba meyakinkannya untuk tetap tinggal di sana. Ini bahkan ini dilakukan oleh

185

Fransisco de Mendoza yang pernah mengunjungi Inigo di penjara [69] dan Bacalaureus
Frias yang merupakan salah satu orang yang menjadi hakim atas Inigo [68]. Akan tetapi,
Inigo telah bertekad bahwa inilah jalan yang harus ia jalani.

Ia telah menambatkan hatinya di Paris karena alasan-alasan sebagai berikut:
• Karena ia tidak bisa berbahasa Perancis, di sana akan ada lebih sedikit godaan
untuk menyibukkan diri dengan karya-karya kerasulan (sebuah alasan praktis
yang sangat Ignasian).
• Di luar negeri, ia berharap dapat melepaskan diri dari perhatian otoritas Gereja
yang telah memberinya banyak kesulitan di Spanyol.
• Ia menyadari pentingnya mencurahkan segenap dirinya untuk studi karena ini
tidak mudah baginya
• Ia berharap bahwa di Universitas Paris yang ternama ini ia bisa memenangkan
mahasiswa-mahasiswa lain untuk memeluk jalan hidupnya. Polanco
mengatakan bahwa “alasan utama” ia meninggalkan Spanyol untuk pergi ke Paris
adalah ia berharap bahwa di sana ia dapat menemukan “lebih banyak sahabat
dalam merasul.”

Tuhan masih tetap menjadi gurunya dan menggunakan peristiwa-peristiwa
hidupnya, serta pikiran dan perasaannya untuk secara lembut membimbing ia dalam
sebuah perjalanan yang unik dan terkadang amat membingungkan. Ia akan berjalan
selangkah demi selangkah.

Di Barcelona ia mengunjungi teman-temannya yang telah banyak sekali
membantunya di masa lalu. Mereka juga menyarankan agar ia tidak pergi ke Paris, tetapi
dengan alasan berbeda: mereka menceritakan kisah-kisah menyeramkan tentang apa
yang terjadi pada orang-orang Spanyol akibat peperangan yang terjadi di Perancis. Akan
tetapi, Inigo tidak takut. Mungkin, ia melihat bahwa kurangnya rasa takut di dalam
dirinya sebagai sebuah penegasan kebenaran keputusannya untuk pergi ke Paris untuk
studi dan melakukan perjalanan ini seorang diri.

Pada waktu ia meninggalkan Salamanca, kita dapat secara sekilas melihat peranan
Gereja dalam perubahan arah peziarahan Inigo:

• Keputusannya untuk pergi seorang diri sebagai peziarah ke Yerusalem timbul
dari bacaan dan permenungannya di Loyola dan ia tidak terlalu peduli soal
otoritas Gereja. Konfrontasinya dengan otoritas Gereja di Tanah Sucilah yang
memaksanya untuk memikirkan ulang arah hidupnya

186

• Di Alcala kegiatannya menyelamatkan jiwa-jiwa tidak hanya membatasi studinya,
tetapi membawanya berkonflik dengan otoritas Gereja. Konflik inilah yang
membawanya ke kota lain.

• Di Salamanca ia ingin mendapat pengakuan Gereja atas ortodoksinya dan
Latihan Rohani-nya.

• Meskipun ia telah menerima pengakuan, Gereja mengharuskan Inigo
menyelesaikan studi dulu di Paris.

Sampai pada tahap ini, kita dapat mengatakan bahwa Gerejalah yang menentukan
bagaimana Inigo dapat menyelamatkan jiwa-jiwa dan ia mulai memahami bahwa
kemurahan hatinya untuk mengabdi Tuhan akan dipengaruhi oleh Gereja. Maka
tidaklah mengejutkan apabila nantinya ia dan sahabat-sahabatnya akan menempatkan
diri dan kerja keras mereka di tangan Gereja.

187

Bab 8

Di Universitas Paris [73-86]

Masa studi di Paris akan menjadi sebuah periode yang amat penting karena pada
masa inilah ia mengumpulkan sahabat-sahabat yang nantinya akan membentuk cikal-
bakal Serikat Yesus. Tampaknya, sejak peristiwa Pamplona, Tuhan seakan-akan telah
membimbingnya ke arah ini. Uniknya, kata Bahasa Latin untuk Paris berasal dari kata
“tanah berlumpur.” Sama seperti Inigo yang datang dari lumpur Loyola, Serikat Yesus
akan lahir dari lumpur Paris.

Inigo tidak akan pernah kembali lagi ke Barcelona, di mana ia memiliki banyak
teman dekat, yang amat dicintainya dan telah banyak membantu peziarahannya. Pada
1532, Inigo menulis tentang hutangnya kepada Isabel Roser saat ia tidak dapat lagi
membantu keuangan Inigo:

“… dan khususnya kepada Anda, karena saya berhutang budi kepada Anda
lebih daripada siapa pun yang saya kenal di dunia ini… Yakinlah bahwa bela
rasamu yang kokoh dan tulus akan memberikan kepada saya banyak
penghiburan rohani seperti seakan-akan Anda mengirimkan saya semua
uang di dunia.”

Universitas Paris memiliki sekitar 4.000 mahasiswa dan 50 kolese. Setiap mahasiswa
melangsungkan studinya di salah satu kolese ini. Dua kolese yang cukup terkenal adalah
Kolese Montaigu dan Santa Barbara. Inigo pernah menempuh studinya di kedua kolese
ini. Seorang mahasiswa akan memulai studinya dengan ilmu Humaniora, yang intinya
adalah dua tahun bahasa Latin. Selanjutnya, ia akan menghabiskan tiga tahun untuk
mempelajari ilmu-ilmu sastra dan Filsafat untuk Lisensiat. Setelah itu, ia dapat
melanjutkan studi untuk mencapai gelar Magister.

Paris dan universitasnya berada di persimpangan kehidupan intelektual Eropa dan
atmosfernya amat bergairah dan tidak mengenal henti. Masa-masa itu adalah kurun
waktu yang penuh gejolak hidup keagamaan. Iman Katolik seorang mahasiswa di sana
dapat dengan mudah terancam oleh apa yang sedang terjadi.

Jean Calvin, seorang tokoh penting gerakan Reformasi, tinggal di salah satu kolese
di universitas itu.

Pada 1533 ada sebuah kotbah yang isinya mendukung gerakan Lutheran. Dua tahun
berikutnya, kota itu sudah dipenuhi dengan plakat-plakat bidah yang mencela Misa
Kudus.

Beberapa bulan setelah kedatangan Inigo di Paris, kepala patung Bunda Maria
dipenggal.

Inigo bahkan menemukan bahwa ia harus membantu beberapa orang yang takut
akan dituduh melakukan bidah.

Melalui beberapa contoh ini, kita dapat melihat bahwa Reformasi Protestan terus
bergulir dan kita juga mendapat sedikit gambaran tentang dinamika kehidupan
beragama yang penuh ketegangan pada waktu Inigo berada di Paris. Bagi Inigo, semua
ini pasti menjadi pengalaman yang menantang dan memberikan ia pandangan baru
tentang Gereja, yang sampai saat ini menjadi faktor pembatas keinginannya. Di sini ia
mulai belajar untuk lebih sepaham dengan Gereja. Pengalamannya dalam lingkungan
seperti dan arus intelektual yang bercampur baur nanti akan membuatnya tiba pada
kesimpulan bahwa tempat Serikat Yesus adalah di tengah-tengah kota.

73. tiba di Paris – mulai studi – kehilangan uang

Begitulah, ia berangkat ke Paris seorang diri dengan berjalan kaki. Kurang lebih Februari
ia tiba di Paris. Menurut perhitungan saya itu terjadi pada 1528 atau 1527.

Ia mengambil tempat di sebuah rumah bersama dengan beberapa orang Spanyol dan
mulai belajar ilmu humaniora di Montaigu. Alasannya karena di Spanyol ia diharuskan
belajar dengan begitu terburu-buru, sehingga dasarnya amat kurang. Maka ia belajar
bersama anak kecil dengan mengikuti kurikulum dan metode Paris. Ketika tiba di Paris ia
menerima dari seorang pedagang dua puluh lima escudos untuk suatu cek dari Barcelona.

189

Uang itu dititipkan pada salah satu dari orang Spanyol di kos. Dalam waktu singkat orang itu
menghamburkannya, dan tidak punya apa-apa untuk membayarnya kembali. Maka, sesudah
masa Prapaskah Si Peziarah sudah tidak punya apa-apa lagi, baik karena pengeluarannya
sendiri maupun karena alasan tersebut di atas. Terpaksa ia mengemis dan juga harus
meninggalkan rumah di mana ia tinggal.

Inigo tiba di Paris pada 2 Februari 1528. Ia sama sekali tidak bercerita tentang
bahaya yang diperkirakan oleh orang-orang yang memberinya peringatan atau keledai
kecil yang ia tinggalkan di Barcelona. Jarak yang ia tempuh sungguh luar biasa. Jarak dari
Salamanca ke Barcelona sekitar 890 kilometer dan dari Barcelona ke Paris sekitar 1100
kilometer. Untuk ukuran orang pincang, jarak yang ia lalui sungguh luar biasa.
Perjalanan-perjalanan lain Inigo pasti membuatnya menjadi salah seorang pejalan kaki
terhebat di Eropa pada masa hidupnya.

Tidak lama setelah tiba di Paris pada 3 Maret 1528, Inigo menulis surat kepada salah
seorang teman dekatnya, Agnes Pascual:

“Saya menulis surat ini kepada Anda karena terdorong oleh pikiran tentang
besarnya cinta dalam Tuhan yang Anda miliki bagi saya dan yang selalu Anda
buktikan dengan perbuatan supaya saya dapat bercerita kepadamu tentang
perjalanan saya setelah meninggalkan Anda. Cuacanya sendiri mendukung
dan berkat rahmat dan kebaikan Allah Tuhan kita saya tiba di Paris dalam
keadaan sehat pada2 Februari dan saya akan kuliah di sini sampai Tuhan
berkehendak lain.”

Surat ini memberi sedikit gambaran tentang perjalanan Inigo, yang tampaknya tidak
ditandai dengan sebuah peristiwa khusus. Namun, kalimat terakhirnya begitu penting.
Ia sadar bahwa kehendak Tuhanlah yang membawanya ke Paris untuk belajar secara
sungguh-sungguh. Ia akan tinggal di sana sampai Tuhan memberi tanda tentang apa
langkah selanjutnya yang harus ia ambil. Peristiwa-peristiwa yang terjadi selanjutnya
menunjukkan bahwa sekarang ia lebih berkomitmen pada studinya.

Ia mendaftar sebagai mahasiswa asing di Kolese Montaigu. Ia memilih kolese ini
mungkin karena reputasinya dalam hal kemiskinan, disiplinnya yang ketat dan
pandangannya yang ortodoks. Tidak semua orang senang dengan kerasnya aturan di
tempat ini. Sebagai contoh, Rabelais menulis:

190

“Orang-orang Moor dan Tartar, yang menjadi budak di kapal, para
pembunuh yang menjalani hukuman penjara, dan bahkan anjing di
rumahmu, diperlakukan lebih baik daripada orang-orang malang di kolese
itu. Kalau saya menjadi penguasa Kota Paris, saya rela dikejar setan apabila
saya tidak membakar tempat itu beserta kepala sekolah dan tutor-tutornya,
yang tega membiarkan kekejaman seperti itu berlangsung di depan mata
mereka.”

Akan tetapi, bagi Inigo sendiri, kesulitan seperti ini bukanlah sesuatu yang baru dan
ini akan membantunya untuk lebih serius dalam studinya. Ia memulai dengan ilmu
Humaniora karena seperti yang sering ia jelaskan, studinya sejauh ini tidak memiliki
dasar yang kuat [64]. Ia belajar bersama sekelompok anak-anak kecil. Ini bisa menjadi
contoh hubungannya dengan Tuhan, yang berperan sebagai gurunya [27]. Karena
menggunakan metode baru dalam studi Latinnya, ia yakin bahwa kali ini studinya akan
lebih sistematik dan tertata. Universitasnya mempunyai aturan bahwa seorang
mahasiswa tidak boleh belajar Filsafat sampai ia terbukti bisa berbahasa Latin.

Di Barcelona Inigo menerima cek yang dapat diuangkan dan jumlahnya cukup untuk
biaya studinya selama satu tahun. Ia menukarkan cek itu, mengambil uangnya, lalu
memberikannya kepada salah seorang teman sepenginapannya agar disimpan. Ini
adalah sebuah bentuk penghayatan kemiskinan Inigo karena ia memang sebisa mungkin
tidak mau memegang uang dan seandainya memegang uang, ia tidak pernah ragu untuk
melepaskannya. Orang Spanyol itu menghabiskan seluruh uang Inigo dan Inigo terpaksa
meninggalkan rumah tempat ia tinggal dan mulai mengemis. Ia menceritakan kisah ini
tanpa rasa marah kepada temannya itu maupun sesal karena telah memercayai orang
itu. Nanti, kita akan mendengar hal lain tentang orang Spanyol ini [79].

74. tinggal di hospital St.Jacques – masalah dengan studi – matiraga

Ia diterima di hospital St. Jacques, sedikit lebih jauh dari Gereja Innocentes. Ia mengalami
banyak kesulitan untuk studinya, sebab hospital itu cukup jauh [3 km] dari Kolese Montaigu.
Supaya mendapatkan pintu terbuka ia harus kembali pada saat lonceng Ave Maria (Angelus)
dan baru boleh berangkat kalau sudah terang. Dengan demikian ia tidak dapat mengikuti
kuliah dengan baik. Tambah satu halangan lagi, ia harus mengemis untuk hidup.

Sudah lima tahun ia tidak sakit perut, maka ia mulai melakukan matiraga lebih berat

191

dan puasa. Ketika sudah lewat beberapa waktu dengan hidup di hospital dan dengan minta-
minta, ia melihat bahwa kurang maju dalam ilmu. Ia mulai berpikir apa yang harus
dilakukan. Ia melihat ada orang di kolese yang menjadi pelayan di tempat pemimpin dan
punya waktu untuk belajar. Maka ia mencari seorang majikan.

Walaupun hospital St. Jacques sebenarnya lebih bertujuan untuk menampung
peziarah yang sedang dalam perjalanan menuju peziarahan St. Yakobus (Santiago) di
Compostella, Inigo mendapat izin tinggal di sana. Akan tetapi, tempat penginapan
barunya ini justru memberinya masalah baru dalam studinya.

Kelas pertama di Montaigu dimulai pada jam 05:00, padahal pintu gerbang rumah
sakit tempat Inigo tinggal belum dibuka sebelum matahari terbit. Ia pun masih harus
berjalan sekitar 20 menit menuju Kolese Montaigu. Akibatnya, ia tidak dapat mengikuti
pelajaran pertama. Lalu, ia harus kembali ke rumah sakit saat lonceng Angelus
berdentang karena pada saat inilah pintu gerbang ditutup, padahal pelajaran di
Montaigu berakhir pada pukul 19:00. Ia pun tidak dapat mengikuti kuliah pertama dan
terakhir. Lebih jauh lagi, karena harus mengemis, ia kehabisan waktu untuk belajar.

Hal ini menunjukkan bahwa sekarang Inigo telah menjadi lebih serius soal
kuliahnya. Studi – dan bukan kerasulan – yang akan menjadi fokus hidupnya selama
tujuh tahun ke depan. Namun demikian, hasrat untuk “menyelamatkan jiwa-jiwa” dan
membentuk kelompok selalu ada di dalam batinnya.

Seperti yang ia ceritakan kepada Agnes Pascual, kesehatan Inigo cukup baik dan ia
bahkan tidak pernah mengeluh soal sakit perut sejak ia meninggalkan Manresa lima
tahun sebelumnya. Hasrat untuk merasakan penderitaan Kristus telah menjadi bagian
hidupnya. Ia melubangi sepatunya ketika di Barcelona [55] dan berjalan tanpa alas kaki
di Alcala sampai Figueroa menyuruhnya untuk memakai sepatu [59]. Ia selalu mencari
bentuk-bentuk praktik matiraga dan puasa, dan sekarang karena ia sudah terbebas dari
sakit perutnya, ia mulai meningkatkan matiraganya. Dalam Latihan Rohani, Inigo menulis
bahwa matiraga dapat membantu kita mendapatkan apa yang kita inginkan (LR 89) dan
membuat kita lebih sensitif terhadap “hiburan dan inspirasi ilahi” (LR 213). Mungkin, ia
melakukan matiraga tambahan untuk membantunya mendapatkan solusi untuk
masalahnya, yaitu kurang mendapat banyak kemajuan dalam studinya. Kalau memang
demikian niatnya, ia tidak akan langsung berhasil.

192

Seperti yang sudah sering ia lakukan sebelumnya, Inigo mulai merenungkan
kesulitannya. Ia telah mengamat-amati bahwa ada beberapa penghuni di Kolese
Montaigu yang berperan sebagai pelayan bagi tuan di sana. Kalau ia dapat menemukan
seorang tuan, ia dapat tinggal di dalam lingkungan kolese dan menghadiri semua kelas.
Kemauan Inigo untuk menempatkan diri sebagai pelayan bagi orang lain meskipun ia
sendiri adalah seorang mantan bangsawan Loyola sekali lagi menunjukkan
ketetapannya untuk studi.

75. merohanikan idenya – tetapi tidak dapat menemukan seorang tuan

Ia mempertimbangkan hal itu dan membuat rencana. Ia mengalami penghiburan di
dalamnya karena membayangkan bahwa majikannya adalah Kristus. Satu dari mahasiswa
diberinya nama St. Petrus, yang lain St. Yohanes, begitu juga dengan masing-masing rasul.
Apabila disuruh majikan, aku akan berpikir bahwa itu perintah Kristus; dan kalau disuruh
orang lain berpikir bahwa itu perintah St. Petrus. Ia berusaha keras untuk menemukan
seorang majikan. Ia berbicara mengenai hal itu dengan Bacalaureus Castro dan juga dengan
seorang pater kartusian yang mengenal banyak profesor, dan masih dengan orang lain lagi.
Akan tetapi mereka tidak dapat menemukan seorang majikan baginya.

Tanpa membicarakan ide ini dengan orang lain untuk meminta saran, Inigo
memutuskan untuk mencari seorang tuan. Seperti yang sering dilakukan, ia
menempatkan situasi ini dalam terang Injil. Ia akan memandang tuannya sebagai Kristus
dan mahasiswa lain sebagai para Rasul. Pikiran bahwa jika ia menaati tuannya ia akan
menaati Kristus dan ketika ia menaati seorang mahasiswa maka ia menaati para rasul
membuatnya dipenuhi dengan kegembiraan rohani. Akan tetapi, walaupun ide ini
tampaknya baik, Inigo tidak dapat menemukan seorang tuan, meskipun orang-orang lain
ikut membantunya. Ini adalah salah satu contoh di mana Inigo merenungkan sebuah
keputusan, merasakan konsolasi darinya, membuat keputusan, melaksanakannya dan
akhirnya tidak berhasil. Memang, ada perbedaan antara apa yang Tuhan ingin agar kita
perbuat dan apa yang Tuhan ingin agar terjadi.

Walaupun kali ini ia tidak dapat melaksanakan idenya, ia tidak melupakannya. Ketika
menulis Konstitusi Serikat Yesus, ia menyarankan kepada orang yang menerima
perutusan agar melihat perutusan itu sebagai perintah yang datang dari Kristus sendiri.
Lalu, di dalam Latihan Rohani, ia menulis tentang “Pedoman untuk Makan”; di sana ia

193

menyarankan “saat makan, hendaknya ia melihat Kristus Tuhan kita makan bersama
para Rasulnya …” (LR 214).

76. disarankan untuk mencari derma di Vlaanderen – memutuskan untuk
melakukannya setiap tahun

Akhirnya, karena tidak menemukan jalan keluar, pada suatu hari seorang pater Spanyol
berkata kepadanya, bahwa lebih baik setiap tahun pergi ke Vlaanderen (Belgia). Ia akan
kehilangan beberapa bulan, atau malah kurang, tetapi membawa pulang apa yang perlu
untuk belajar sepanjang tahun. Jalan itu, setelah dipersembahkan kepada Allah tampaknya
baik. Dengan mengikuti nasihat itu, setiap tahun dari Vlaanderen ia membawa apa yang perlu
dengan jumlah pas-pasan berjalan terus. Satu kali ia juga menyeberang ke Inggris dan
membawa lebih banyak sedekah daripada yang biasanya diperoleh tahun-tahun yang lain.

Ide pertama Inigo, yang tampaknya begitu baik, ternyata tidak terlaksana. Melalui
seorang rohaniwan Spanyol, Tuhan mengajarkannya sebuah cara lain untuk dapat
berkonsentrasi pada studinya. Idenya sederhana, yaitu menyediakan waktu khusus yang
tidak terlalu lama untuk mengemis dalam waktu satu tahun sehingga ia mempunyai
cukup uang untuk menghidupi dirinya selama sisa waktu tahun itu. Ketika ia dibebaskan
dari penjara di Salamanca, ia menyerahkan dirinya kepada Tuhan untuk mengetahui
langkah selanjutnya. Jawabannya ialah pergi ke Paris untuk studi. Kali ini, ia
menyerahkan ide rohaniwan tersebut kepada Tuhan dan tampaknya ini merupakan
sesuatu yang baik bagi dirinya dan memang seperti itu kenyataannya. Ia pasti membawa
masalah ini dalam doa untuk waktu yang cukup lama sebab ide ini tidak sejalan dengan
keinginannya untuk menghidupi kemiskinan radikal. Namun, Tuhan tidak pernah
berhenti memberikannya pelajaran-pelajaran baru.

Ini juga adalah contoh ketidakmampuannya untuk mendiskresikan langkah yang
terbaik. Seperti yang ia lakukan sebelumnya, ia meminta saran, membawanya dalam
doa, dan lalu melaksanakannya [36].

Ia mengadakan perjalanan sebanyak tiga kali ke Vlaanderen. Perjalanannya dibantu
oleh pedagang-pedagang Spanyol, dan khususnya oleh Gonzales de Aguilera di Bruges.

194

Perjalanan pertama dilakukan pada masa Prapaskah 1529. Pada perjalanan ini, ia
dikenalkan dengan seorang pendidik asal Spanyol yang terkenal, yaitu Luis Vives. Sekali
waktu pada saat makan malam, Vives pernah bergurau bahwa Hukum Gereja untuk
berpantang daging pada Masa Prapaskah tidak memiliki arti karena di Vlaanderen orang
dapat makan ikan berkualitas yang dimasak dengan sangat lezat. Inigo lalu menjawab,
“Kamu dan mereka yang mempunyai uang dapat makan ikan dengan nikmat tanpa
mengambil manfaat dari tujuan pantang yang diminta oleh Gereja. Akan tetapi, ini tidak
berlaku bagi sebagian besar orang yang menjadi perhatian Gereja. Mereka tidak dapat
hidup dengan gaya hidup seperti kalian. Bagi mereka pantang adalah cara bermatiraga
dan menyangkal diri.” Bukannya tersinggung, Vives berkata bahwa “Inigo adalah seorang
santo dan ia akan menjadi pendiri sebuah tarekat religius.“

Perjalanan kedua dilakukan padaAgustus dan September 1530.

Perjalanan ketiga dilakukan pada Agustus dan September 1531 dan kali ini ia pergi
sampai ke Inggris dan kembali dengan sumbangan yang melimpah.

Pada salah satu kesempatan ini, Inigo bertemu dengan Juan de Cuellar yang
menyarankan bahwa daripada Inigo harus melakukan perjalanan jauh, ia dapat
mengumpulkan uang untuk Inigo dan mengirim wesel yang dapat diuangkan di Paris.
Inigo melaksanakannya setelah 1531. Inigo menyimpan uang yang ia terima dengan
seorang pedagang jujur dan dapat mengambilnya sedikit demi sedikit untuk keperluan
hidupnya dan membagi sisanya dengan orang-orang lain.

Ia juga menerima uang dari Isabel Roser di Barcelona walaupun ia sendiri sedang
mengalami kesulitan keuangan (seperti yang kita lihat di atas) dan ia tidak dapat
bermurah hati kepada Inigo seperti yang ia inginkan.

77. melakukan percakapan rohani dan memberikan Latihan Rohani

Ketika pertama kalinya kembali dari Vlaanderen, ia mulai mengadakan percakapan
rohani dengan lebih tekun daripada biasanya. Dalam waktu kurang lebih sama ia
memberikan Latihan Rohani kepada tiga orang, yaitu: Peralta, Bacalaureus Castro yang
tinggal di Sorbonne, dan seorang dari Biscaya bernama Amador, yang berada di Santa
Barbara. Mereka membuat perubahan besar dalam hidup mereka. Segala milik diberikan
kepada orang miskin juga buku-buku, dan mereka mulai mengemis di Paris dan mondok di

195

hospital St. Jacques, di mana dahulu Si Peziarah tinggal. Hal itu membuat onar besar di
universitas. Sebab, kedua orang yang pertama adalah orang terkemuka dan sangat terkenal.
Segera orang Spanyol mulai bertengkar dengan kedua profesor itu. Karena tidak dapat
mengalahkan mereka dengan banyak alasan dan bujukan supaya kembali ke universitas,
maka pada suatu hari suatu kelompok besar dengan membawa senjata pergi mengambil
mereka dari hospital.

Inigo bukanlah seseorang yang setengah-setengah dalam melakukan percakapan
rohani. Ia selalu ingin membantu sesamanya. Maka, ketika ia menulis bahwa “ia mulai
melakukan percakapan rohani secara jauh lebih intensif daripada sebelum-
sebelumnya”, ia pasti bermaksud mengatakan bahwa ia menghabiskan lebih banyak
waktu dan energi untuk itu daripada sebelumnya. Karena ia sudah tidak lagi harus
mengemis, ia punya sedikit waktu untuk kegiatan rohani. Antara Mei dan Juni 1529, ia
memberikan Latihan Rohani kepada tiga orang. Ini adalah untuk pertama kalinya ia
memberikan Latihan Rohani secara penuh dan hasilnya menimbulkan kehebohan besar
dalam lingkungan universitas.

Tiga orang yang menerima Latihan Rohani dari Ignasius pindah ke rumah sakit kecil
St. Jacques, membagikan buku-buku mereka dan mulai mengemis. Mengingat bahwa
Peralta dan Castro adalah dosen di kolese, perubahan gaya hidup yang begitu mendadak
ini tidak dapat diterima oleh orang-orang yang mengenal mereka. Gerakan roh yang
muncul pada waktu retret pastinya begitu kuat dan mampu mengalahkan rasio mereka
sehingga akhirnya keduanya harus dipindah secara paksa dari rumah sakit untuk dibawa
kembali ke universitas.

Inigo memang tidak menceritakan apa yang diperbuatnya dalam menghadapi ini.
Akan tetapi, ia pastinya belajar tentang bahaya dari pertobatan yang mendadak dan
radikal. Pengalaman Inigo sendiri ketika di Loyola merupakan perubahan yang terjadi
secara perlahan-lahan dan tanda-tanda lahiriahnya baru disadari secara pelan-pelan
oleh keluarganya [10]. Nantinya, ia akan belajar tentang pentingnya bertindak secara
lebih hati-hati supaya pengalaman yang dihasilkan lebih dalam dan terintegrasi. Ia juga
masih perlu belajar bagaimana melakukan ini tanpa menimbulkan desas-desus tentang
dirinya dan menemukan kondisi optimal untuk meraih sukses.

Inigo pergi ke Paris dengan maksud studi dan juga mengumpulkan sahabat-
sahabat. Seperti yang dapat kita lihat, ia sangat serius dalam studinya dan memastikan

196

bahwa kondisi hidupnya mendukung studinya. Ini adalah untuk pertama kalinya Inigo
mencoba mengumpulkan sahabat-sahabat di Paris. Kalau ia berharap bahwa ketiga
orang ini akan bergabung dengannya, ia pasti akan kecewa.

78. masa depan ketiga orang yang “bertobat” – ancaman bagi Inigo

Mereka dibawa ke universitas dan mereka sepakat bahwa setelah selesai studi barulah
mereka akan melaksanakan rencana mereka. Bacalaureus Castro kemudian pergi ke Spanyol;
beberapa waktu menjadi pengkotbah di Burgos dan kemudian menjadi rahib Kartusian di
Valencia. Peralta pergi ke Yerusalem dengan berjalan kaki, sebagai peziarah. Di Italia ia
bertemu dengan seorang perwira, saudaranya, yang berhasil membawa dia kepada paus.
Melalui paus ia disuruh pulang ke Spanyol. Semua itu tidak terjadi segera tetapi beberapa
tahun kemudian

Di Paris terjadi huru-hara besar, khususnya di antara orang Spanyol melawan Si
Peziarah. Magister Noster Gouvea mengatakan bahwa Amador yang ada di kolesenya dibuat
menjadi gila. Ia memutuskan dan juga mengatakan kepadanya bahwa pertama kali ia datang
di Santa Barbara, ia akan diberi pukulan secara publik karena menyesatkan mahasiswa.

Ketiga orang yang ”bertobat” ini kembali ke universitas dan melanjutkan studi
mereka. Namun, kobaran yang telah dinyalakan tidak padam, dan di sini, Inigo memberi
gambaran tentang apa yang terjadi pada mereka

Castro bergabung dengan Ordo Kartusian pada 1535. Di masa depan, Inigo akan
mengunjunginya [90]. Pada 1542 ia diangkat menjadi kepala Biara Porta Coeli di dekat
Valencia.

Peralta melakukan ziarah ke Yerusalem setelah menyelesaikan kuliah Ilmu
Humaniora pada 1530. Dalam perjalanannya, ia ditangkap oleh kerabatnya dan dibawa
kepada Paus. Ia kemudian disuruh untuk tinggal di Spanyol. Ia lalu menjadi ahli hukum
di Katedral Toledo, di mana ia menjadi terkenal karena kotbah-kotbahnya. Di masa
depan, ia tetap menjalin persahabatan dengan Inigo dan Serikat Yesus.

Akan tetapi, bukan hanya orang-orang Spanyol yang sempat marah. Seorang asal
Portugal bernama Diego de Gouvea, yaitu kepala sekolah Santa Barbara, amat marah
terhadap Inigo. Ia menuduh Inigo telah membuat Amador menjadi “gila.” Ia lalu

197

mengancam akan menjatuhkan hukuman “un sala” seandainya Inigo sampai datang ke
Santa Barbara. Ini adalah sebuah model hukuman di mana orang yang bersalah dilucuti
pakaiannya sampai ke pinggang dan lalu harus berjalan sambil dipukul dengan rotan
atau tongkat oleh guru dan murid yang berdiri membuat barisan. Ketika Inigo
mendengar tentang ancaman ini, Inigo pergi menemui de Gouvea dan memenangkan
hatinya sehingga oleh kepala sekolah tersebut ia dibawa ke ruang makan dan dipuji di
hadapan semua mahasiswa di sana.

Tidak lama setelah ini, pada akhir September 1529 Inigo pindah dari St. Jacques ke
Kolese Santa Barbara.

79. beberapa karakteristik Inigo yang sudah dewasa
Orang Spanyol yang pada awal menjadi teman kosnya dan yang memboroskan uangnya

tanpa membayar kembali, pergi ke Spanyol lewat Rouen. Ketika menunggu angkutan di Rouen
ia jatuh sakit. Si Peziarah tahu bahwa ia sungguh sakit, karena ia berkirim surat. Maka timbul
keinginan untuk menengok dan membantu orang itu. Ia berpikir bahwa dalam situasi itu ia
dapat meyakinkan dia supaya meninggalkan dunia dan menyerahkan din seluruhnya kepada

198

Allah. Untuk mencapai itu timbul keinginan untuk berjalan kaki dari Paris ke Rouen yang
jaraknya 28 mil, tanpa sepatu dan tanpa makan atau mimun. Ketika mempertimbangkan hal
itu dalam doa, ia merasa takut sekali. Akhirnya ia pergi ke gereja St. Dominikus dan di situ ia
mengambil keputusan untuk pergi dengan cara tersebut. Ia mengatasi ketakutan besar
bahwa perbuatan itu berarti mencobai Allah. Hari berikutnya, pagi hari ketika harus
berangkat, ia bangun pagi-pagi benar. Ketika mulai mengenakan pakaian, ia lagi merasa
takut sekali, seolah-olah tidak kuat mengenakan pakaian. Kendati dikuasai rasa enggan ia
keluar dari rumah dan dari kota, ketika hari masih pagi buta. la tetap takut dan itu terus
sampai ke Argenteuil, sebuah desa tiga mil dari Paris jurusan Rouen, di mana katanya ada
jubah Tuhan kita. Ia lewat desa itu dengan beban rohani itu. Akan tetapi ketika naik ke atas
hal itu mulai hilang. Ia mendapat penghiburan besar dan kekuatan rohani dengan
kegembiraan begitu hebat sehingga ia mulai berteriak di tengah ladang dan bercakap dengan
Allah, dan seterusnya. Hari itu ia bermalam dengan seorang pengemis miskin dalam sebuah
hospital setelah berjalan 14 mil dalam satu hari. Hari berikutnya ia bermalam dalam sebuah
kandang. Pada hari ketiga ia sampai di Rouen. Seluruh waktu itu tanpa makan, tanpa minum,
dan tanpa sepatu, sebagaimana telah ia tetapkan. Di Rouen ia menghibur si sakit dan
membantu dia naik kapal untuk pergi ke Spanyol. Ia memberi surat kepadanya, yang
dialamatkan kepada teman yang ada di Salamanca, yaitu Calisto, Caceres dan Arteaga.

Bulan September adalah satu-satunya liburan resmi dalam kalender universitas.
Pada bulan ini, Inigo kembali melakukan sebuah perjalanan luar biasa sejauh 120
kilometer menuju Rouen dalam tiga hari. Cerita ini menarik karena memberi banyak
gambaran tentang hidup baru Inigo:

• Kemauan untuk mengampuni. Orang muda yang ia kunjungi adalah orang
yang bertanggung jawab atas masalah keuangan yang dihadapi oleh Inigo pada
hari-hari awalnya di Paris. Inigo tidak hanya membalas surat dan memaafkannya,
tetapi bahkan pergi untuk menolongnya saat ia membutuh-kan bantuan Inigo.

• Penolong. Hasrat untuk menyelamatkan jiwa-jiwa tidak hanya terbatas pada
karya rohani, tetapi dalam kasus ini meliputi karya amal kasih.

• Pelayanan. Bagi Inigo, pelayanan kepada Tuhan adalah tujuan utama hidupnya.
Mungkin, ia sedikit terlalu optimis dengan berharap bahwa orang ini akan
memberikan diri sepenuhnya kepada Tuhan.

• Sakit. Selain memberi perhatian khusus kepada orang-orang sakit, Inigo
menganggap bahwa saat sakit adalah waktu khusus untuk bertemu Tuhan. Ia

199

berharap bahwa dengan sakitnya ini orang muda itu dapat mengubah gaya
hidupnya dan memberi hidupnya kepada Tuhan.
• Kemiskinan. Ia memberikan uangnya kepada orang Spanyol ini sebagai wujud
nyata kemiskinannya. Akan tetapi, ia lebih terusik oleh gangguan yang
diakibatkan pada studinya daripada fakta bahwa ia telah kehilangan uang.
Selama perjalanan ke Rouen ia terus menghidupi kemiskinannya, tidur dengan
orang-orang miskin di rumah sakit, dan kemudian di atas jerami dalam sebuah
pondok.
• Hasrat. Hasrat timbul dalam dirinya dan ini mendorongnya untuk bertindak.
Pertama untuk menolong orang muda ini, dan kedua untuk pergi sebagai
peziarah yang melakukan matiraga.
• Matiraga. Ini memang bagian dari hidupnya, tetapi kali ini ia melakukannya
dengan sebuah alasan khusus, yaitu memohonkan rahmat bagi orang ini untuk
bertobat dan menata kelekatannya kepada uang. Matiraga berupa puasa dan
berjalan tanpa alas kaki merupakan sesuatu yang ekstrem, apalagi jaraknya
begitu jauh. Ia sendiri bertanya-tanya apakah ia sedang “mencobai Tuhan.”
Matiraga ini mirip dengan “keinginan-keinginan sucinya” di Manresa dan
sebagaimana yang terjadi pada waktu itu, kali ini ia juga mendapat hadiahnya.
• Berdoa untuk mendapatkan bimbingan dan rahmat. Doanya mengandung
dua permohonan. Pertama agar ia dapat memilih kata-kata yang tepat untuk
meyakinkan orang ini untuk “meninggalkan dunia” dan kedua agar ia mendapat
kekuatan untuk menjalankan ziarahnya. Walaupun ia sering menyebut bahwa ia
berdoa, jarang sekali ia menceritakan intensi doanya [23]. Satu hal yang pasti, ini
adalah cara bertindaknya di kemudian hari. Dari sinilah lahir keputusan yang
teguh.
• Konfirmasi. Dalam Gereja St. Dominikus, keinginannya untuk mengadakan
perjalanan ini mendapat penegasan melalui rasa damai yang menyelimutinya
dan hilangnya rasa takut bahwa ia sedang mencobai Tuhan.
• Rasa takut. Sebelum-sebelumnya, saat berada dalam bahaya, ia selalu
menceritakan bahwa ia tidak takut karena ia percaya kepada Tuhan. Besarnya
rasa takut yang ia miliki pada waktu ini cukup mengejutkan dan alasan dari “rasa
takut yang besar ini” ini tidak terlalu jelas. Mungkin, ia takut bahwa ia melakukan
apa yang ia inginkan dan bukan apa yang Tuhan inginkan sehingga ia mencobai
Tuhan dan memberi ruang baginya untuk memuliakan dirinya sendiri [36].
Namun, ketika ini telah berlalu, ia masih merasakan rasa takut yang begitu
mencekam untuk jangka waktu yang lama. Apakah rasa takut ini muncul karena
matiraga yang akan ia perbuat dalam perjalanan atau karena sesuatu yang lain?

200

Mungkin juga ia merasakan kemarahan yang biasa muncul dalam dirinya ketika
muda saat orang lain menghina dirinya dan sekarang ia takut bahwa rasa marah
inilah yang muncul dan bukannya pengampunan. Mungkinkah Inigo masih
merasa enggan untuk mengampuni?
• Kehadiran Tuhan yang menderita secara amat khusus. Perjalanan Inigo
tidaklah mudah dan rasa takut yang dialaminya mengingatkan kita akan hidup
Yesus sewaktu ia berdoa di Taman Getsemani. Ketika ia tiba di kota yang
membuat klaim menyimpan jubah Tuhan dan mendaki bukit mirip Kalvari, ia
merasakan perubahan besar dalam dirinya. Ketakutan dan keletihannya
menghilang dan berganti dengan kegembiraan dan kekuatan.
• Konsolasi dan kegembiraan. Konsolasi dan kegembiraan yang muncul sebesar
rasa takut yang sebelumnya mengungkung dia. Ini adalah saat yang begitu
penuh gairah dan ia meluapkannya dengan berteriak [32]. Ia pasti teringat akan
saat ia ditinggalkan di sebuah “padang luas” dan Kristus menampakkan diri
kepadanya [41]. Sekarang, dengan penuh syukur ia berbicara kepada Tuhannya.
“Konsolasi dan kekuatan rohani” yang ia rasakan adalah penegasan terakhir
bahwa keputusannya untuk pergi ke Rouen itu tepat.
• Gerakan-gerakan roh. Kisah ini dipenuhi dengan gerakan-gerakan roh, seperti
keinginan-keinginan, pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, ketakutan-ketakutan,
keputusan-keputusan, penolakan, desolasi, konsolasi, kekuatan rohani,
kegembiraan rohani, dan lain-lain. Saat ini, roh baik dan roh jahat bekerja dan ini
adalah kesempatan menguji kemampuan Inigo dalam berdiskresi.

Ketika ia akhirnya tiba di Rouen, ia menunjukkan belas kasihnya secara nyata dengan
mencarikan tempat di kapal yang akan kembali ke Spanyol bagi orang malang ini. Inigo
juga memintanya menyampaikan suratnya kepada ketiga sahabat yang telah
ditinggalkannya di Salamanca. Dengan ini, ia membuat orang ini merasa bahwa ia telah
membantu Inigo.

80. apa yang terjadi dengan sahabat-sahabatnya dari Barcelona

Ia tidak ingin berbicara berulang-ulang kali mengenai teman-teman itu; nasib mereka
adalah sebagai berikut: ketika Si Peziarah di Paris ia sering berkirim surat kepada mereka,
sebagaimana telah ditetapkan. Ia menulis bahwa tidak ada banyak kemungkinan bagi
mereka untuk studi di Paris. Namun, ia masih mengusahakan diri menulis surat kepada
Nyonya Leonor de Mascarenhas, supaya membantu Calisto dengan sepucuk surat bagi

201

kalangan Raja Portugal agar ia dapat memperoleh salah satu dari beasiswa yang oleh Raja
Portugal diberikan di Paris. Nyonya Leonor memberikan surat itu kepada Calisto juga seekor
keledai untuk perjalanan, dan quatrini sebagai bekal. Calisto jadi pergi ke istana raja
Portugal. Akan tetapi akhirnya ia tidak sampai ke Paris. Bahkan kembali ke Spanyol, ia pergi
ke India dari kaisar bersama dengan seorang wanita rohani. Kemudian kembali ke Spanyol
lagi dan untuk kedua kalinya ke India. Baru saja ia kembali ke Spanyol sebagai orang kaya
dan itu membuat heran semua orang yang dahulu mengenalnya di Salamanca. Caceres
kembali ke Segovia sebab ia berasal dari situ. Di situ ia mulai hidup begitu rupa, sehingga
tampaknya ia lupa dengan semua rencana dahulu.

Arteaga menjadi perwira. Di kemudian hari, ketika Sarekat sudah didirikan di Roma,
ditawarkan kepadanya sebuah keuskupan di India. Ia menulis surat kepada Si Peziarah
bahwa mau memberikannya kepada salah seorang anggota Sarekat. Ketika menerima
jawaban negatif ia pergi ke India dari kaisar dan menjadi uskup. Di situ ia meninggal dengan
cara yang aneh, yaitu ketika ia sakit ada dua botol air untuk penyegaran, satu dengan air
yang diberikan dokter kepadanya, yang lain dengan air sublimat, yang seperti racun. Dengan
keliru diberikan botol yang kedua, dan ia mati.

Ia meninggalkan ketiga sahabatnya di Salamanca karena ia ingin mencari tahu
kemungkinan bagi mereka untuk studi di Paris bersamanya. Ia menjaga relasi dengan
mereka melalui surat, termasuk untuk menceritakan kesulitan keuangannya di tahun
pertama. Akan tetapi, tampaknya ketiga teman ini tidak lagi berminat untuk bergabung
dengan Inigo. Ia tidak memberi banyak penjelasan, tetapi lalu menceritakan kelanjutan
hidup mereka.

Ketika Inigo pergi Valladolid untuk mengunjungi Uskup Agung Fonseca [63], ia
bertemu dengan seorang wanita yang mempunyai pengaruh besar, yaitu Dona Leonor
de Mascarenhas (nantinya ia akan menjadi seorang pelindung yang amat berpengaruh
bagi Serikat). Sekarang, ia menghubunginya dan meminta untuk mendapatkan beasiswa
bagi Calisto yang berasal dari Portugal. Raja Portugal menyediakan beasiswa ini bagi
lima puluh warganya yang berminat studi di Paris. Dona Mascarenhas sendiri
menawarkan seekor keledai dan uang perjalanan kepada Paris agar ia dapat pergi ke
Paris. Ia tidak menerima tawaran ini. Ia justru memilih untuk pergi ke Meksiko bersama
seorang wanita saleh bernama Catalina Hernandez. Ia pergi ke sana untuk membantu
katekumen orang-orang yang baru dibaptis. Akan tetapi, banyak yang memperhatikan
bahwa Calisto dan Catalina Hernandez menjadi sangat dekat dan pihak berwenang,
setelah memberinya peringatan, akhirnya memberinya dua pilihan: memutuskan

202

persahabatan mereka atau kembali ke Spanyol. Ia memutuskan kembali ke Spanyol,
tetapi ia lalu pergi lagi ke Meksiko untuk kedua kalinya. Ia tampaknya menjadi seorang
pedagang dan akhirnya kembali ke Spanyol sebagai seorang kaya raya. Kelakuannya ini
mengejutkan semua orang yang mengenalnya waktu di Salamanca, termasuk Inigo.

Caceres juga tidak lagi berminat untuk mengikuti jejak Inigo. Ia kembali ke daerah
asalnya dan menghayati gaya hidup yang amat berbeda.

Hanya Arteaga yang tetap merawat semangat hidup mereka. Ia dilantik menjadi
Pemimpin Ordo Santiago dan tutor bagi anak keluarga itu. Nantinya, ia akan ditawari
jabatan Uskup. Ia ingin memberikannya kepada salah seorang anggota Serikat Yesus
tetapi karena Inigo menolaknya, ia pun menerimanya dan lalu pergi ke Meksiko untuk
menjadi Uskup Chiapas.

Tampaknya, Inigo mengumpulkan sahabat-sahabatnya ini ketika ia berada di
Barcelona. Namun, ia tidak menceritakan bagaimana ia melakukannya dan
pendampingan macam apa yang ia berikan kepada mereka. Di Alcala, mereka
membantu Inigo dalam kerasulannya dan ikut menderita bersamanya. Sepertinya,
Calisto merupakan orang yang paling dekat dengan Inigo. Inigo begitu memercayainya
sampai ia menyarankan agar Agnes Pascual membicarakan masalahnya dengannya [56].
Calisto juga dengan segera menyusul Inigo ketika dipenjara di Alcala dan sekali lagi pada
waktu di Salamanca. Ketiganya tinggal bersama Inigo dalam penjara di Alcala. Namun,
tidak ada salah satu pun dari mereka yang mengikutinya ke Paris.

Pada tahun-tahun pertamanya di Paris Inigo melanjutkan upayanya mencari
sahabat dengan memberikan Latihan Rohani kepada tiga orang lain, Peralta, Castro, dan
Amador. Meskipun akhirnya mereka bertiga tidak mengikuti Inigo, tetapi dampak positif
pengalaman mereka bertahan lebih lama daripada Calisto, Caceres dan Arteaga [78].

Dalam upayanya yang ketiga untuk membentuk sebuah kelompok, Inigo
melakukannya secara lebih pelan-pelan, berbicara dengan mereka dan mempersiapkan
mereka untuk Latihan Rohani dan membimbing masing-masing dalam perjalanan rohani
tersebut. Semuanya akan mengikuti Inigo dan tinggal bersamanya.

203

81. desas-desus baru – ditanggapi dengan segera

Si Peziarah dari Rouen kembali ke Paris, dan menemukan bahwa apa yang terjadi
dengan Castro dan Peralta menimbulkan huru-hara besar. Ia dicari oleh inkuisisi. Ia tidak
menunggu lama dan pergi ke inkuisisi. Ia berkata bahwa mendengar bahwa dipanggil dan ia
siap untuk segalanya yang mereka kehendaki (petugas inkuisisi itu ialah Magister Noster Ory,
seorang Dominikan). Tetapi ia minta supaya dilakukan sedikit cepat, sebab pada Hari Raya
St. Remigius ia ingin mulai dengan kursus artes (filsafat). Ia ingin supaya perkara ini selesai
dahulu, supaya dapat lebih berkonsentrasi pada studi. Akan tetapi ia tidak dipanggil lagi oleh
inkuisisi. Orang itu hanya berkata bahwa memang benar ada orang lapor mengenai dia, dan
seterusnya.

Ketika berada di Alcala, Inigo pernah beberapa kali menjadi korban rumor.
Sekarang, hal ini terulang lagi karena Ortiz dan Peralta bereaksi secara berlebihan
setelah menjalani Latihan Rohani. Dr. Ortiz, yang merupakan tutor Peralta, merasa
jengkel karena muridnya tidak lagi serius dalam studinya. Mungkin ini lalu
mendorongnya berbicara dengan Magister Ory. Inigo sendiri lalu selama beberapa
tahun sempat merasa takut dengan Dr. Ortiz, walaupun akhirnya mereka berteman baik
dan Dr. Ortiz menjalankan Latihan Rohani di bawah bimbingan Inigo [98].

Saat itu, di Perancis tidak ada Inkuisisi, tetapi Matthieu Ory, O.P., kepala Biara
Dominikan di Rue St. Jacques telah mendapat kuasa melakukan penyelidikan pada 1528.

Berdasarkan pengalamannya di Alcala dan Salamanca, Inigo tahu betapa
pentingnya meluruskan masalah secepat mungkin, apalagi ia ingin memulai studi
Humanioranya pada1 Oktober 1529 dan saat ini sudah akhir September. Ia lalu langsung
pergi menemui Magister Ory dan memberitahunya bahwa ia siap bekerja sama dalam
proses penyelidikan dan memberinya segala informasi dan detail-detail yang
dibutuhkan. Walaupun masih muda, Magister Ory adalah orang yang bijak dan
karismatik. Ia terkejut dengan keterbukaan Inigo dan lalu meyakinkannya bahwa
memang ada rumor tentang dirinya, tetapi tidak ada masalah serius. Di masa depan, ini
akan menjadi cara bertindak Inigo dalam menghadapi tuduhan-tuduhan. Ia akan
langsung pergi menemui pihak yang berwenang dan meminta investigasi secara penuh.
Ini semua dilakukannya karena ia percaya bahwa ia tidak berbuat salah.

204

Dalam kasus ini, kesungguhan Inigo dalam menyelesaikan masalah ini dengan
sesegera mungkin menunjukkan betapa pentingnya studi bagi hidupnya sekarang dan
ia tidak mau diganggu oleh hal-hal seperti ini.

82. gangguan-gangguan baru – memulai studi humaniora – kenalan-kenalan
baru

Tidak lama sesudah itu datang Hari Raya St. Remigius, 1 Oktober, dan ia mulai mengikuti
kuliah artes, yang diberikan oleh seorang profesor bernama Magister Juan Pena. Ia memulai
studi itu dengan niat mau mempertahankan mereka yang telah memutuskan untuk mengabdi
Tuhan, tetapi ia tidak akan mencari orang lain lagi supaya dapat belajar dengan lebih tenang.
Ketika mulai mengikuti kuliah, muncul lagi godaan- godaan yang sama seperti waktu ia
belajar Bahasa Latin di Barcelona yaitu setiap kali mengikuti kuliah ia tidak dapat
berkonsentrasi karena banyaknya hal rohani yang muncul. Ia melihat bahwa dengan
demikian hanya sedikit sekali maju dalam ilmu, maka ia pergi kepada profesor dan berjanji
kepadanya bahwa tidak akan pernah absen mengikuti kuliah selama ia mendapat roti dan
air untuk hidup. Setelah membuat janji itu semua perasaan suci yang muncul tidak pada
tempatnya, hilang. Akhirnya dengan tenang ia maju dalam studi.

Pada waktu itu ia mendapat kontak dengan Magister Petrus Faber dan dengan Magister
Franciscus Xaverius, yang kemudian diperoleh untuk pengabdian kepada Allah melalui
Latihan Rohani.

Pada waktu kursus artes itu ia tidak dikejar-kejar seperti dahulu. Berhubungan dengan
hal itu pada suatu ketika Doktor Frago berkata kepadanya bahwa ia heran betapa tenang
semuanya berjalan, tanpa ada yang bikin ribut. Ia menjawab, "Soalnya, saya tidak berbicara
dengan siapa pun mengenai perkara Allah. Akan tetapi, bila kursus selesai kami kembali pada
kebiasaan itu."

Gangguan tetap saja muncul. Kali ini gangguan datang dari sumber yang tidak
terduga. Gangguan ini mirip dengan apa yang dialaminya ketika di Barcelona, saat ia juga
sedang mencoba studi secara serius. Pada waktu mendengarkan kuliah-kuliah, ia diusik
oleh pikiran-pikiran tentang hal-hal rohani sehingga ia tidak mengalami banyak
kemajuan. Namun, dari pengalaman sebelumnya, ia telah menemukan cara jitu untuk
memecahkan masalah ini. Sekali lagi, ia membuat janji mirip seperti yang ia lakukan
kepada gurunya di Barcelona [55].

205

Ia sendiri lalu memasukkan pelajaran ini ke dalam “Pedoman Pembedaan Roh”
dalam Latihan Rohani, di mana ia membandingkan musuh kodrat manusia dengan
“buaya darat” yang tidak ingin diketahui (LR 326). Cara terbaik untuk menghadapi godaan
seperti ini ialah dengan membukanya “di hadapan seorang bapa pengakuan yang baik
atau orang saleh lain.” Inilah yang dilakukannya dan ia pun mendapatkan kedamaian
untuk melanjutkan studinya.

Inigo menggambarkan pikiran-pikiran yang mengganggu ini sebagai “devosi” yang
datang pada “saat yang tidak tepat.” Ini memberikan kita peringatan bahwa roh jahat
dapat mendorong kita untuk berdevosi, tetapi untuk maksud jahatnya sendiri. Bagi Inigo
sendiri, tidak mudah untuk menolak konsolasi-konsolasi ini, dan seorang temannya
bahkan mengungkapkan bahwa ia harus “mengerasi dirinya sedemikian rupa supaya
dapat mengendalikan roh-roh di dalam batinnya.” Ini semua untuk membiasakan diri
mendengarkan bimbingan Roh Kudus.

Di Santa Barbara, Inigo memulai studinya di bawah bimbingan Juan Pena, seorang
guru yang pintar dan rajin. Gurunya ini juga adalah seorang Kristiani yang saleh. Tahun-
tahun awalnya diisi dengan kuliah-kuliah Filsafat dan pada awal 1532 ia mendapat gelar
B.A. Pada tahun berikutnya, 1533, ia mendapatkan Lisensiat sehingga kini ia memiliki
wewenang untuk mengajar. Seperti yang ditulis dalam surat keputusan universitas itu:

“… saya memberi lisensi kepadamu untuk menjadi pengawas, untuk
berdebat, dan bertindak sebagaimana yang dilakukan oleh kaum cendekia
dan guru di Paris dan seluruh muka bumi, dalam nama Bapa …”

Dalam ujiannya, Inigo menduduki peringkat ketiga puluh dari seratus mahasiswa.
Ini adalah bukti nyata kerja kerasnya.

Karena sudah menyelesaikan Lisensiat, Inigo berhak untuk digelari “Magister”
apabila ia membayar sejumlah uang dan mengikuti beberapa ujian lagi. Pada upacara
wisuda, pengawas akan memasangkan topi akademisi di kepala para mahasiswa. Inigo
terpaksa menunda wisudanya karena ia tidak mempunyai uang untuk itu. Akhirnya ia
lulus secara resmi pada 14 Maret 1535. Pada waktu penerimaan gelar Magister,
upacaranya diiringi dengan kata-kata sebagai berikut:

206

“Oleh karena kami ingin memberi kesaksian kepada kebenaran, kami
menyatakan kepada semua yang hadir dan bermacam-macam orang yang
terkait bahwa Magister Ignasius Loyola dari Keuskupan Pamplona secara
terpuji dan penuh hormat telah mendapatkan gelar Magister dari Fakultas
Ilmu Humaniora Universitas Paris yang terkenal setelah melewati ujian ketat
yang dilakukan sesuai dengan status Fakultas tersebut pada 1534, setelah
Paskah.”

Setelah menyelesaikan studi Magister Artium-nya, Inigo menghabiskan satu tahun
lagi untuk belajar Teologi di bawah para Dominikan sebelum ia meninggalkan Paris pada
April 1535. Ia lalu melanjutkan studi Teologinya secara privat di Venesia.

Inigo memang pindah ke Kolese St. Barbara supaya ia dapat berkonsentrasi pada
studinya tanpa gangguan. Namun, ia masih berniat mempertahankan kelompoknya di
Barcelona, yang telah mengikutinya ke Alcala dan Salamanca dan membaktikan diri
dalam pengabdian kepada Tuhan. Inilah yang ia cari dari kelompok sahabat-sahabatnya.
Namun, seperti yang diceritakannya, mereka akhirnya mengambil jalan hidupnya
masing-masing.

Ia sendiri tidak berniat untuk membuat kelompok baru sampai ia menyelesaikan
studinya. Namun, peristiwa-peristiwa yang terjadi mengubah niatnya, seperti yang
sering terjadi dalam hidupnya. Tuhan berkarya lewat peristiwa-peristiwa dalam hidup
Inigo tanpa disadarinya ketika peristiwa-peristiwa itu sedang terjadi.

Peristiwa ini terjadi di Kolese St. Barbara ketika ia ditempatkan satu kamar dengan
Petrus Faber dan Fransiskus Xaverius. Keduanya telah berada di Kolese ini selama empat
tahun. Inigo sendiri hanya menulis bahwa “ia berkenalan dengan mereka” dan lewat
sebuah ungkapan yang begitu sederhana, ia merujuk pada sebuah peristiwa yang akan
sangat mengubah hidupnya.

Petrus Faber ditugaskan untuk membantu Inigo belajar filsafat. Nantinya, Faber
akan menulis bahwa Inigo membantunya dengan cara yang berbeda:

“Sungguh kuduslah untuk selama-lamanya Penyelenggaraan Ilahi yang
mengatur ini semua untuk kebaikan dan keselamatan saya. Karena setelah
ditetapkan oleh Yang Kuasa agar saya menjadi tutor bagi orang suci itu, kami
bercakap-cakap, pertama-tama soal hal-hal sekular lalu soal hal-hal rohani.

207

Lalu, kami hidup bersama di mana kami saling berbagi kamar, makanan, dan
bahkan uang saku. Seiring dengan berjalannya waktu, ia menjadi guru saya
dalam hal-hal rohani dan memberi saya cara untuk mengenali kehendak
ilahi dan juga diri saya sendiri. Akhirnya, kami memiliki hasrat dan kehendak
yang sama dan bertumbuh dalam satu resolusi untuk memilih jalan hidup
yang kami hayati saat ini…”

Fransiskus Xaverius, dalam suratnya kepada saudaranya pada 1535, menceritakan
tentang pertemuannya dengan Inigo:

“Supaya kamu mengetahui dengan jelas bahwa Tuhan telah memberi saya
rahmat yang begitu besar melalui perjumpaan saya dengan Bapa Magister
Ignasius, melalui surat ini saya ingin menyampaikan setulusnya bahwa
seumur hidup saya tidak akan dapat melunasi hutang saya kepadanya
karena ia telah begitu sering membantu saya manakala saya membutuhkan
uang dan teman, dan karena ia adalah alasan saya meninggalkan teman-
teman jahat yang karena kurangnya pengalaman tidak saya pahami seperti
itu … Saya tidak tahu kapan saya dapat membasas kebaikan Magister
Ignasius untuk hal ini, yaitu bahwa ia adalah alasan saya tidak lagi bercakap-
cakap atau berurusan dengan orang-orang yang secara lahiriah tampaknya
baik, tetapi dalamnya penuh dengan bidah seperti yang tampak dalam
karya-karya mereka.”

Tidak sepenuhnya benar bahwa Inigo sama sekali tidak berbicara tentang “hal-hal
yang berkaitan dengan Tuhan.” Walaupun ia tidak menyebutkannya, kita tahu bahwa
setiap Minggu ia mengumpulkan beberapa mahasiswa di biara Kartusian dan
berbincang-bincang secara hangat tentang hal-hal rohani. Ia juga mendorong mereka
untuk menerima komuni kudus dan melakukan pengakuan dosa secara rutin setiap
minggu. Ini sempat membuatnya berurusan dengan Magister de Gouvea karena
pertemuan ini menyebabkan para mahasiswa tersebut tidak dapat menghadiri kelas
khusus pada Minggu. Inigo lalu pergi menemui de Gouvea dan setelah bercakap-cakap
dengannya, masalahnya selesai. Waktu kelas tambahan diganti dan Inigo dapat
melanjutkan pertemuan mingguannya. Satu hal yang patut dicatat ialah Inigo memilih
biara Kartusian sebagai tempat pertemuan, walaupun ada beberapa gedung gereja yang
lebih dekat dari Santa Barbara. Ia lalu menjadi dekat dan bersahabat dengan para
Kartusian dan mendapatkan perlakuan istimewa dari mereka.

208

Maka, pengamatan Doktor Frago cukup benar karena kegiatan rohani Inigo
dilakukan secara tenang dan privat. Ia sekarang dapat menjalankan studinya dengan
tenang. Doktor Frago pun terkesan oleh Inigo dan keduanya bersahabat.

83. mengunjungi orang yang terjangkit wabah – takut bahwa ia juga terjangkiti

Ketika mereka sedang bercakap-cakap datanglah seorang frater bertanya kepada
Doktor Frago, apakah beliau bisa mencarikan rumah, sebab di tempat ia tinggal banyak
orang mati, barangkali karena penyakit pes. Memang waktu itu terjadi mulai wabah pes di
Paris. Doktor Frago bersama dengan Si Peziarah pergi untuk melihat rumah itu. Mereka minta
seorang perempuan yang berpengalaman dalam hal itu supaya ikut. Wanita itu masuk dan
menyatakan bahwa memang ada pes. Si Peziarah juga masuk. Ia menemukan seseorang
sedang sakit dan menghibur dia sambil menyentuh dengan tangan tempat-tempat infeksi.
Setelah menghiburnya dan memberi semangat, dia pulang seorang diri. Tangannya mulai
terasa sakit. Ia mengira terkena pes. Bayangan itu begitu kuat bahwa tidak dapat
menghilangkannya, sampai dengan nekad ia memasukkan tangannya ke dalam mulut dan
memutarnya di dalam, serta berkata, "Kalau terkena pes di tangan sekarang di mulut juga."
Setelah melakukan demikian, hilanglah bayangan itu dan juga rasa sakit di tangan

Seperti kisah perjalanannya ke Rouen, kisah ini kembali menceritakan sebuah
pengalaman selingan dalam hidup Inigo. Namun, kita tetap dapat menemukan beberapa
hal penting:

• Wabah pes merupakan sesuatu yang serius di Paris pada waktu itu dan sudah
banyak yang meninggal di penginapan itu. Dalam perjalanannya menuju ke
Yerusalem, Inigo menghadapi bahaya wabah dan bahkan pernah diduga
terjangkiti olehnya [41].

• Keinginan mereka untuk memastikan kebenaran yang disebutkan oleh frater
itu. Untuk itu mereka membawa bersama mereka seseorang yang memiliki
kompentensi untuk melakukan pembuktian fakta.

• Inigo tidak takut untuk mendatangi orang-orang yang sakit dan menyentuh
mereka di bagian yang terluka. Ia memang seseorang yang memiliki kasih tanpa
batas.

• Inigo mempunyai perhatian khusus terhadap tubuh dan menyadari
pentingnya sentuhan. Ajarannya sendiri sering disebut sebagai “agama tubuh.”

209

• Ia membawa konsolasi dan peneguhan kepada mereka yang menderita,
seperti yang dilakukan oleh Kristus yang bangkit dalam Latihan Rohani (LR 224).
Ia juga melakukan hal ini saat berziarah ke Rouen, di mana ia menghibur “orang
yang sakit” [79].

• Terlepas dari rahmat yang telah ia terima dan keinginannya untuk berada
bersama Kristus yang menderita, Inigo tetap seorang manusia biasa yang amat
khawatir dengan rasa sakit yang muncul. Ia takut bahwa ia juga telah tertular.

• “Bayangan“ bahwa ia telah tertular menjadi begitu menakutkan baginya. Di
dalam Latihan Rohani ia meminta imajinasi kita untuk menggerakkan perasaan
kita.

• Kekuatan imajinasinya dan rasa perasaan yang timbul dari itu. Ia lalu
mempergunakannya untuk mengambil tindakan tegas. Ia memang orang yang
penuh gairah dan tidak pernah setengah-setengah.

• “Mengalahkan” godaan, dosa dan diri sendiri membawa kita pada pergulatan
karena kita berkonflik dengan roh jahat. Ini adalah tema khas Latihan Rohani.

• Terkait dengan ini adalah sebuah metode yang disebut “agere contra” (melawan
godaan dengan melakukan apa yang berkebalikan dari godaan itu). Untuk
membebaskan dirinya dari rasa takut, Inigo menggunakan metode ini ketika ia
memaksakan diri untuk memasukkan tangannya, yang ia duga terjangkiti infeksi
ke dalam mulutnya dan lalu memutarnya di dalam mulutnya. Hasilnya ialah ia
merasa lebih baik.

• Tujuan Inigo ialah untuk menunjukkan sebuah langkah-langkah rohani dan
bukannya mendorong kita untuk melakukan hal yang persis sama dengan apa
yang ia lakukan. Di dalam Autobiografi, ia hanya menceritakan ulang apa yang ia
lakukan. Ada beberapa tindakannya yang tidak bijak dan ia tidak ingin kita
menirunya.

Sekali lagi, lewat peristiwa ini, Inigo ingin membagikan pembelajaran yang telah ia
dapatkan dari pengalaman hidupnya.

84. disalahpahami – mencari saran – kembali sakit keras

Akan tetapi ketika kembali di Kolese Santa Barbara, di mana ia punya kamar waktu itu
dan mengikuti teman-teman dari kolese, yang tahu bahwa ia masuk ke rumah di mana ada
penyakit pes, cepat-cepat lari menjauhi dia dan tidak memperbolehkan dia masuk. Dengan
demikian terpaksa ia tinggal beberapa hari di luar.

210

Ada kebiasaan di Paris, bahwa orang yang belajar artes pada tahun ketiga, untuk
memperoleh bakalaureat, "mengambil batu", seperti dikatakan. Untuk itu ia harus membayar
satu scudo, maka yang sungguh miskin tidak dapat melakukannya. Si Peziarah mulai berpikir
apakah baik ia melakukannya. Karena ia mengalami banyak keragu-raguan dan tidak dapat
sampai pada suatu keputusan, maka ia memutuskan untuk menyerahkan soal itu kepada
gurunya. Dia menasihatinya untuk mengambil. Karena itu ia memang mengambilnya.
Namun, tidak sedikit yang membicarakan mengenai hal itu, sekurang-kurangnya ada satu
orang Spanyol yang berkomentar.

Di Paris pada waktu itu dia sering sakit perut. Setiap 15 hari ia sakit perut, sampai satu
jam lebih dan akibatnya badan panas. Satu kali malah terjadi sampai 16 atau 17 jam. Pada
waktu itu ia sudah selesai kursus artes dan sudah beberapa tahun belajar teologi dan sudah
mendapat teman. Penyakit itu muncul terus dan makin menjadi. Ia tidak dapat menemukan
obat walaupun ia telah mencoba banyak.

Satu pelajaran yang didapat oleh Inigo dan diceritakannya di sini ialah ketika kita
berbuat baik, kita mungkin disalahpahami dan lalu sebagai akibatnya, kita tidak
mendapat pujian atas perbuatan kita. Saat ia kembali ke kolese, mahasiswa yang lain
menjauh darinya, sama seperti ketika seorang pria melarikan diri sewaktu melihat Inigo
yang sedang dalam perjalanan menuju Venesia [41]. Selama beberapa hari mereka tidak
mengizinkannya masuk ke dalam kolese dengan alasan wabah itu mungkin menular. Ia
diasingkan dari rumah dan tempat studinya. Amat mungkin saat itu Inigo merasa seperti
Maria dan Yusuf yang tidak dapat menemukan penginapan di Bethlehem.

Tidak jelas apa yang dimaksud oleh Inigo dengan ungkapan “mengambil batu.” Ada
yang menduga bahwa ini terkait dengan sebuah kebiasaan di Universitas Coimbra.
Untuk memastikan kerendahan hatinya, seorang kandidat yang akan diuji diharuskan
duduk di atas sebuah batu di depan pengujinya. Ketika selesai, kandidat itu akan
mengambil batu itu dan duduk di depan penguji berikutnya. Namun, jelas bahwa Inigo
membutuhkan uang untuk lulus. Selain harus membayar biaya studi dan hadiah bagi
mereka yang telah membantunya, setiap mahasiswa yang baru lulus diwajibkan untuk
mengadakan pesta makan bagi para guru dan mahasiswa. Karena alasan inilah Inigo
terpaksa menunda kelulusannya sebagai Magister Artium (bdk. [82]).

211

Pada kesempatan ini, Inigo menulis kepada Ines Pascual untuk meminta bantuan uang:

“Pada masa Prapaskah ini saya mengambil gelar Magister dan oleh karena
itu saya harus membayar biaya-biaya dalam jumlah yang melebihi
kemampuan saya. Akibatnya, saya sekarang sedang begitu kekurangan
uang dan amat membutuhkan bantuan dari Allah Tuhan kita.”

Ia memang mungkin kekurangan uang, tetapi sekarang ia sudah mempunyai kuasa
untuk mengajar, termasuk tentang perbedaan antara dosa besar dan dosa ringan.
Dengan ini, ia telah melewati halangan yang diberikan kepadanya di Alcala dan
Salamanca.

Selain tidak mempunyai uang untuk membayar semua pengeluaran itu, Inigo
sendiri juga tidak yakin apakah ia harus mengikuti proses wisuda yang formal. Karena
tidak dapat memutuskan, ia lalu menggunakan cara yang telah digunakan sebelumnya,
bahkan saat ia akan melakukan perjalanan pertamanya dengan kapal di Barcelona [36].
Ia mencari saran dan mengikutinya [76]. Keputusannya untuk diwisuda ini juga menuai
kritik, termasuk dari beberapa orang Spanyol. Sama halnya ketika ia mendekati Castro
dan Peralta, ada orang-orang yang membicarakan dirinya [78]. Ini lalu menunjukkan
bahwa meskipun Inigo sudah berhati-hati dan mencoba untuk melakukan yang benar,
ia tetap mendapat tentangan.

Di akhir-akhir masa studinya, Inigo mulai mengalami gangguan kesehatan secara
serius. Ia menggambarkan sakitnya itu sebagai “sakit perut.” Setelah wafatnya, dokter
menemukan bahwa di dalam tubuh Inigo terdapat puluhan batu empedu di ginjal, paru-
paru, hati, dan pembuluh darah, yang menyalurkan darah dari perut, usus, limpa dan
pankreas ke hati. Batu-batu empedu menyebabkan sakit luar biasa dan gangguan
kesehatan lainnya. Amat mungkin bahwa demam tinggi yang ia alami di Manresa juga
disebabkan oleh batu empedu [32]. Maka, tidaklah mengherankan apabila ia tidak dapat
menemukan obat bagi penyakitnya.

Inigo sering merujuk pada peristiwa-peristiwa penting dalam hidupnya dengan
menggunakan ungkapan-ungkapan sederhana. Tadi, ia mengatakan bahwa ia
“berkenalan” dengan Faber dan Xaverius [82]. Sekarang ia menyatakan bahwa ia telah
“mengumpulkan sahabat-sahabat.” Ia memulai upaya ini di Barcelona dan ia
membutuhkan hampir delapan tahun untuk berhasil. Selain dua itu, ia juga telah

212

memenangkan hati Lainez, Salmeron, Bobadilla dan Rodrigues. Pada 1534, ia telah
selesai membimbing semuanya menjalani Latihan Rohani.

Inigo pergi ke Paris untuk studi dan sekarang telah lulus sebagai Magister Artium.
Studi selama bertahun-tahun tidaklah mudah bagi Inigo. Lainez bercerita:

“Walaupun ia mengalami lebih banyak kesulitan dibandingkan yang lain, ia
begitu rajin sehingga ia mendapatkan manfaat lebih banyak daripada
teman-teman sekelasnya. Hal ini dapat dilihat dari hasil ujian umumnya dan
ketika ia berdebat dengan mahasiswa lain.”

Ia begitu berterima kasih kepada pihak universitas dan nanti akan menyarankan
agar saudaranya, Beltran, mengirim anaknya ke sini:

“Saya akan mengirimnya ke Paris dan tidak ke tempat lain. Ia akan jauh lebih
berkembang di sana dalam waktu singkat dibandingkan di universitas lain
untuk waktu yang lama. Lagipula mahasiswa di sana lebih mempunyai
keutamaan dan kebaikan.”

Ia juga membentuk kelompok dan ia berhasil mengumpulkan enam pemuda yang
luar biasa. Ia kini tidak lagi dihantui oleh kegagalan-kegagalan sebelumnya dan
kelompok ini akan terus bersamanya hingga nanti mereka membentuk sebuah ordo
religius baru. Ia tidak mempunyai bayangan soal hal ini pada masa ini, tetapi ia mengikuti
gerakan Roh yang membimbingnya. Ia adalah seorang peziarah yang dibimbing
memasuki kawasan yang tidak jelas. Ia membuat keputusan tentang langkah selanjutnya
dengan melihat peristiwa hidupnya karena ia yakin bahwa Tuhan telah memeliharanya
selama ini. Selama di Paris, Inigo telah bertemu dengan mahasiswa-mahasiwa yang baik
dan membantu mereka untuk mengembangkan keutamaan-keutamaan mereka. Ia
sengaja membatasi karyanya supaya tidak terganggu dalam studinya. Mungkinkah
ketika akan meninggalkan universitas ia teringat akan kata-kata dalam buku Imitatio
Christi (Mengikuti Jejak Kristus):

“Memang, saat hari penghakiman tiba, kita tidak akan ditanyai tentang apa
yang kita baca, tetapi apa yang telah kita lakukan; bukan tentang apa yang
telah kita katakan (seberapa baik kita telah berbicara), tetapi seberapa saleh
hidup kita.”

213

85. hubungannya dengan para sahabatnya – Yerusalem atau Roma?

Para dokter hanya berkata bahwa tidak ada jalan lain lagi untuk menyembuhkannya
daripada udara tanah air. Juga teman-temannya memberikan nasihat yang sama kepadanya
dan sangat mendesaknya. Pada waktu itu semua juga sudah mengambil keputusan mengenai
apa yang harus dilakukan, yaitu pergi ke Venesia dan Yerusalem dan memberikan hidup
mereka demi kepentingan orang lain. Kalau tidak diberi izin untuk tinggal di Yerusalem
mereka akan kembali ke Roma dan menghadap Wakil Kristus supaya beliau menempatkan
mereka di mana beliau berpendapat bahwa akan lebih besar kemuliaan Allah dan kegunaan
bagi orang lain. Mereka juga telah mengambil keputusan bahwa akan menunggu satu tahun
untuk mendapat kapal di Venesia. Kalau tahun itu tidak ada kesempatan naik kapal ke Asia
Kecil maka mereka akan bebas dari kaul untuk pergi ke Yerusalem, dan akan pergi ke Paus,
dan seterusnya. Akhirnya Si Peziarah membiarkan diri dibujuk oleh teman teman, sebab
mereka yang berasal dari Spanyol masih punya urusan di sana, dan ia dapat melakukan itu.
Mereka bersepakat bahwa bila merasa diri baik segera ia akan mengurusi perkara-perkara
mereka, dan kemudian pergi ke Venesia. Di sana ia menantikan teman teman.

Menurut para dokter, satu-satunya yang dapat menyembuhkan Inigo adalah
kembali ke tanah kelahirannya. Sahabat-sahabat Inigo lalu memaksanya untuk pulang.

Pola baru dalam relasi Inigo dengan sahabat-sahabatnya ini menarik untuk
dicermati. Orang-orang muda yang dididik bersama-sama di istana punya tradisi
membangun persahabatan yang amat erat. Mereka mengangkat diri sebagai saudara
yang berjanji mengikat diri dalam persahabatan. Inigo pasti merasakan semangat seperti
ini ketika ia berada di lingkungan istana. Sampai titik ini, ia telah menjadi “guru” bagi
sahabat-sahabatnya, mengajari mereka dan membimbing mereka melewati perjalanan
Latihan Rohani. Akan tetapi, sekarang suatu semangat baru telah berkembang karena
mereka telah menjadi “sahabat-sahabat dalam Tuhan.”

Awalnya Inigo menolak saran mereka karena mungkin ia tidak yakin bahwa ini
sesuai dengan jalan Tuhan bagi hidupnya. Namun, dalam refleksinya, Inigo merasakan
keinginan untuk kembali ke kampung halamannya dan memberi teladan baik setelah
banyak hal jelek yang ia lakukan di sana pada masa mudanya. Lalu, ketika teman-
temannya berkata bahwa mereka ingin Inigo membantu mereka mengurus beberapa

214

masalah keluarga dan bisnis, Inigo membiarkan dirinya dibujuk oleh mereka. Ia mungkin
melihat bahwa ini adalah keinginan Tuhan bagi dirinya. Ia lalu memulai perjalanan begitu
ia merasa cukup sehat.

Pada 15 Agustus 1534 Inigo dan sahabat-sahabatnya berkumpul di sebuah kapel
kecil bernama St. Denis di Montmartre untuk berbicara dan berdoa tentang apa yang
akan mereka lakukan begitu menyelesaikan studi mereka. Uniknya, pengalaman Latihan
Rohani seakan telah menanamkan di dalam setiap dari mereka keinginan untuk pergi ke
Yerusalem dan bekerja di sana demi keselamatan jiwa-jiwa. Mereka mungkin melihat diri
mereka berkumpul di sekitar Kristus, yang lalu mengutus mereka ke setiap pelosok
tanah Suci. Inigo pasti sangat gembira dengan hal ini karena Polanco pernah menulis
bahwa “… setelah gagal pada kesempatan pertama, Bapa Ignasius ingin mencoba untuk
kedua kalinya.” Akan tetapi, ia sadar dengan apa yang telah terjadi padanya di
kesempatan yang pertama.

Sebuah alternatif lain lalu muncul dalam pembicaraan mereka, yaitu
mempersembahkan diri kepada Bapa Suci untuk menerima tugas perutusan darinya.
Alternatif ini tidak serta merta berarti bahwa mereka memiliki devosi khusus kepada
Paus, tetapi lebih merupakan sebuah cara mendiskresikan kehendak Tuhan bagi
mereka, yang, seperti diungkapkan oleh Faber, diutarakan lewat “suara wakil-Nya di
dunia.” Dalam hal ini, mereka melihat diri berkeliling di sekitar Wakil Kristus dan siap
menerima perutusannya untuk diutus ke setiap pelosok dunia.

Dasar dari keinginan mereka adalah “menyelamatkan jiwa-jiwa” dan mereka
memilih untuk menjadikan Yerusalem sebagai pusat kegiatan mereka dan Tanah Suci
sebagai tempat berkarya. Hal ini terbukti dari kerelaan mereka untuk menunggu selama
satu tahun di Venesia untuk mendapatkan kapal yang berlayar ke Tanah Suci. Mereka
baru akan menyerahkan diri kepada Paus apabila tidak ada kapal yang berlayar menuju
Tanah Suci atau apabila mereka tidak diizinkan untuk tinggal di sana.

Dalam Misa Kudus yang dipimpin oleh Petrus Faber, masing-masing dari mereka
mengikrarkan kaul untuk menghabiskan hidup mereka bekerja di Yerusalem atau jika
tidak dapat melakukannya, mempersembahkan diri mereka kepada Wakil Kristus.
Keputusan dan komitmen untuk menghayati rencana masa depan ini mempersatukan
mereka sebagai sebuah kelompok. Mulai saat ini nasib masing-masing dari mereka,
termasuk Inigo akan ditentukan oleh kelompok. Walaupun mereka setuju untuk pergi ke
Tanah Suci, tidak semua dari mereka berkeinginan untuk tinggal di sana selamanya. Ini

215

akan menjadi sebuah keputusan di waktu lain bagi mereka dan keinginan Inigo untuk
tinggal di sana harus disesuaikan dengan penegasan rohani bersama teman-teman
kelompoknya.

Dari Montmartre, Vicenza sampai di Roma, keputusan-keputusan mereka akan
diambil melalui proses penegasan rohani bersama sebagai sebuah kelompok. Sejak di
Paris, tampaknya Tuhan telah memberi secara khusus rahmat persahabatan kepada
mereka dan meskipun mereka tidak ingin memulai sebuah ordo religius, mereka
mempunyai keinginan yang kuat untuk mempertahankan kelompok mereka.
Tampaknya, Inigo sendiri mempunyai mimpi yang lebih besar bagi mereka karena
beberapa bulan setelah ini ia bercerita kepada keponakannya di Loyola bahwa ia
berharap dapat membuat sebuah “Serikat.” Artinya, ia akan mendirikan sebuah tarekat
religius.

Paragraf ini menunjukkan sebuah perubahan penting dalam status Inigo sebagai
seorang peziarah. Ia memulai peziarahannya dengan kehendak untuk melakukannya
seorang diri. Ia lalu merasa mendapat panggilan untuk membentuk kelompok sahabat.
Di Paris, ia mengumpulkan mereka dan menjadi pemimpin mereka. Sekarang, ia melihat
dirinya hanya sebagai salah seorang dari mereka dan kelompok itu yang memimpin. Ini
adalah alasan mengapa Inigo kemudian menerima saran mereka untuk kembali ke
Spanyol. Lewat kelompoknya, Inigo mendengarkan suara Tuhan yang berbicara
kepadanya.

Ia masih terus belajar bahwa panggilan pribadinya harus diintegrasikan dengan
komunitas yang terdiri sahabat-sahabatnya, dan mereka juga harus diintegrasikan ke
dalam tubuh Gereja.

Inigo dengan begitu jelas membuat hubungan antara “kemuliaan Tuhan” dengan
“pelayanan bagi jiwa-jiwa.” Ia melihat ini sebagai dua sisi dari mata uang yang sama.

Di Loyola ia mencoba memuliakan Tuhan dengan meniru para kudus [14].
Menjelang akhir hari-hari penuh doanya di Manresa, ia mulai menyadari bahwa
menyelamatkan jiwa-jiwa juga memberinya devosi. Di Alcala, ia melihat hubungan antara
buah karya kerasulannya dengan kemuliaan Tuhan [57]. Ia lalu sadar bahwa
menyelamatkan jiwa-jiwa memberi kemuliaan kepada Tuhan dan memajukan
kehidupan rohani pribadinya. Ia membagikan pengetahuan ini kepada Jaime Cazador
dalam sebuah surat yang ia tulis pada 1536:

216

“… Prinsip umum yang selalu saya pegang adalah membahas hal-hal tentang
Tuhan manakala saya berhubungan dengan orang lain, meskipun ia adalah
pendosa besar. Saya merasa bahwa sayalah yang selalu menerima
manfaatnya.”

Seperti Ignasius, Lainez juga menekankan hubungan antara melayani sesama dan
melayani Tuhan ketika ia merenungkan keputusan kelompoknya di Montmartre. Ia
berkata bahwa kaul tersebut merupakan:

“wujud penyucian diri kita kepada pelayanan bagi Tuhan dan sesama
dengan hidup dalam kemiskinan, seraya berkotbah dan melayani di rumah
sakit.”

86. pemberesan akhir – dituduh di hadapan Inkuisisi

Itu terjadi pada 1535. Teman-teman akan berangkat, sesuai dengan persetujuan antara
mereka,1537, pada Hari Raya Bertobatnya St. Paulus. Karena ada perang, terpaksa mereka
berangkat November 1536.

Pada saat Si Peziarah akan berangkat, ia mendengar bahwa dibuat dakwaan terhadap
dirinya di inkuisisi, dan ada perkara mengenai dia. Ketika mendengar hal itu dan melihat
bahwa ia tidak dipanggil, ia pergi ke inkuisisi dan mengatakan apa yang didengarnya bahwa
ia mau berangkat ke Spanyol, dan bahwa punya teman. Maka ia minta supaya dijatuhkan
vonis. Petugas inkuisisi berkata bahwa memang ada beberapa dakwaan tetapi ia tidak
melihat bahwa ada hal yang penting. Ia hanya mau melihat tulisannya mengenai Latihan
Rohani. Setelah melihatnya, ia amat memujinya dan meminta Si Peziarah meninggalkan satu
kopi baginya. Permintaan itu dipenuhinya. Kendatipun demikian ia mendesak lagi supaya
diteruskan proses yang telah dimulai, sampai ada vonis. Petugas itu mohon dimaafkan
karena tidak bisa memenuhi permintaan. Maka ia datang dengan seorang notaris dan saksi-
saksi ke rumahnya, dan memperoleh sebuah surat resmi mengenai seluruh soal itu.

Sekarang semuanya telah selesai. Kelompok itu akan melanjutkan studi Teologi dan
meninggalkan Paris pada 25 Januari 1537. Namun, karena perang, mereka akhirnya
harus berangkat beberapa bulan lebih awal pada November 1536. Sementara itu, Inigo
akan pergi ke Spanyol dan lalu Venesia untuk bertemu dengan sahabat-sahabatnya dua

217

tahun lagi pada 1537. Ia pasti memiliki rasa percaya yang sedemikian besar terhadap
ikatan persahabatan di dalam kelompoknya ini. Ia percaya bahwa ikatan mereka tidak
akan terganggu apabila ia harus berada jauh dari mereka untuk jangka waktu yang lama.

Saat ia akan berangkat, ia mendengar bahwa ada tuduhan yang diajukan oleh pihak
Inkuisisi kepada dirinya. Kali ini, sebagaimana pada waktu sebelumnya, pihak Inkuisisi
tidak memanggilnya. Ia sebenarnya dapat begitu saja pergi. Namun, Inigo telah belajar
dari pengalamannya di Alcala dan Salamanca, juga ketika ia membuat Dr. Fraga heran
karena ia tidak dikejar-kejar sewaktu di Paris. Ia lalu mengambil inisiatif untuk langsung
pergi ke pihak Inkuisisi, yaitu P. Valentin Lievin (bdk. [61]). Pihak Inkuisisi tidak
memanggilnya [70].

Tidak ada kesalahan yang dapat ditemukan dalam hidup dan ajaran Inigo, tetapi ia
sekarang mempunyai kelompok sahabat yang masih tinggal di Paris. Inigo ingin menjaga
reputasi dan nama baik mereka. Dari sikapnya, tampak jelas bahwa Inigo mempunyai
keyakinan dalam berurusan dengan orang lain dan ia tidak takut menghadapi tuduhan
apa pun. Dari tanggapannya yang terus terang, ia tampaknya siap untuk dihakimi oleh
pihak Inkuisisi tentang apa yang diperbuat oleh dirinya dan kelompoknya. Pihak Inkuisisi
sendiri tidak merasa bahwa tuduhan itu adalah sesuatu yang penting, tetapi Inigo justru
meminta seluruh urusan ini dicatat di hadapan notaris dan saksi.

Pengalaman telah mengajarkan Inigo bahwa apabila ia dan kelompoknya berbicara
tentang hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan, mereka akan dikejar. Hal ini nantinya akan
sangat terasa ketika mereka berada di Roma. Itulah mengapa Inigo merasa bahwa amat
penting untuk mendapatkan pernyataan dari pihak Inkuisisi bahwa tidak ada kesalahan
dalam hidup dan ajaran mereka.

Pihak Inkuisisi sendiri merasa tertarik untuk melihat salinan Latihan Rohani. Inigo
sendiri saat ini pasti sudah mempunyai beberapa salinan karena pada waktu itu ketika
P. Valentin Lievin meminta sebuah salinan. Ia pasti sangat terkesan dengan karya Inigo
ini.

Keinginan Inigo agar pihak yang berwenang dalam Gereja memberi pengakuan
terhadap dirinya dan kelompok sahabatnya menunjukkan bahwa ia sedang merasa
bahwa ia akan melakukan sesuatu yang penting. Setelah bertahun-tahun Tuhan telah
begitu aktif dalam hidupnya, mengajarinya dan membimbingnya dalam setiap langkah
menuju ke sebuah tujuan akhir yang hingga saat ini masih belum jelas.

218

219

Bab 9

Kembali ke Spanyol [87-91]

87. Berjumpa dengan orang-orang bersenjata – diundang ke rumah kakaknya

Setelah itu ia naik seekor kuda kecil, yang dibelikan oleh teman-teman. Ia pergi seorang
diri ke tanah air. Di jalan ia merasa diri jauh lebih baik. Ketika tiba di provinsinya, ia
meninggalkan jalan umum dan mengambil jalan melalui pegunungan yang lebih tenang.
Ketika telah berjalan sedikit melalui jalan itu, ia bertemu dengan dua orang bersenjata yang
datang ke arahnya (jalan itu cukup terkenal karena banyak pembunuh). Orang-orang itu,
setelah melewati dia sedikit, berbalik kembali dan menyusulnya dengan cepat sekali. Ia agak
takut. Ia menyapa mereka dan ia diberi tahu bahwa mereka itu pegawai kakaknya. Kakaknya
menyuruh mereka menjemputnya. Sebab, dari Bayonne di Perancis, di mana Si Peziarah
dikenal, rupanya diberi kabar bahwa ia datang. Mereka kemudian pergi dahulu dan ia
mengambil jalan yang sama. Tidak jauh sebelum sampai di rumah ia bertemu lagi dengan
orang tersebut. Orang itu menghadap dia dan amat mendesak mau mengantarkan dia ke
rumah kakaknya. Akan tetapi, mereka tidak berhasil memaksa dia. Ia pergi ke hospital, dan
pada saat-saat tertentu ia pergi minta-minta di daerah itu.

Pada awal April 1535 Inigo meninggalkan Paris untuk menempuh perjalanan sejauh
700 kilometer menuju Azpeitia. Sahabat-sahabatnya menunjukkan perhatian mereka
dengan membelikan Inigo seekor kuda. Bepergian dengan kuda pada waktu itu dapat
disamakan dengan bepergian dengan pesawat pada masa sekarang. Maka, bagi Inigo
yang terbiasa untuk berjalan kaki sebagai seorang miskin, perjalanan kali ini sangat
mewah. Tampaknya, Inigo sedang menaati sahabat-sahabatnya yang telah membelikan
ia seekor kuda.

Perjalanan ini memakan waktu sekitar satu bulan. Ini berarti bahwa Inigo
mempunyai banyak waktu untuk merenungkan segala sesuatu yang telah terjadi pada
dirinya sejak ia meninggalkan Loyola tiga belas tahun yang lalu. Sewaktu di perjalanan,
ia sudah merasa bahwa kesehatannya mulai membaik. Mungkin, ini adalah pengaruh
udara di tanah kelahirannya. Namun, bisa juga ini terjadi karena Inigo sudah tidak
terbebani oleh stres yang timbul akibat studi selama bertahun-tahun.

Sebuah peristiwa aneh terjadi ketika Inigo mulai memasuki daerah Azpeitia.
Sepertinya, saudara Inigo, Martin, telah mendengar kabar kedatangan Inigo melalui Juan
de Eguibar, seorang penjual daging di Pasar Azpeitia, yang melihat Inigo di Bayonne.
Saudaranya mengirim dua orang pelayannya untuk menyambut Inigo dan membawanya
ke istana mereka. Akan tetapi, bagaimana mereka bisa tahu bahwa Inigo mengambil rute
pegunungan? Inigo sengaja memilih jalur yang sepi, entah karena ia menginginkan
kedamaian dan ketenangan pegunungan tersebut, yang begitu ia cintai ketika muda,
atau karena ingin menghindari Loyola. Inigo sendiri sempat takut ketika bertemu dua
orang bersenjata karena mereka dapat melukainya. Ia tetapi dapat mengatasinya
dengan prakarsa untuk mengajak mereka bicara. Mereka lalu melanjutkan perjalanan
bersama-sama.

Sikap mereka yang menuntut Inigo agar tinggal di tempat kakaknya memberi
gambaran tentang hormat dan perhatian yang dimiliki oleh kakak Inigo terhadap adiknya
itu. Dahulu, kakak Inigo menaruh banyak harapan pada Inigo dan sangat menyesali
kepergian adiknya itu. Akan tetapi, kalau ia menduga bahwa kunjungan Inigo kali ini
adalah momen kembalinya “Anak yang Hilang” maka ia akan kecewa. Inigo tidak hanya
menolak untuk pulang ke rumah. Ia juga memilih tempat penginapan bersama orang-
orang miskin. Selain itu, Inigo juga mengemis selama di sana. Kita juga dapat melihat
betapa mudahnya Inigo menerima “harta” kuda pemberian sahabatnya dan betapa
gampangnya ia melepaskan kuda itu agar ia dapat tinggal bersama orang-orang miskin.
Ia akhirnya memberikan kuda itu kepada rumah sakit tersebut sebagai ungkapan terima
kasih atas hospitalitas mereka. Kuda itu sendiri masih ada di sana ketika Fransiskus
Borgias, yang saat itu sudah menjadi seorang Yesuit, mengunjungi rumah sakit itu.

Walaupun ia tidak menceritakannya kepada kita, Inigo sebenarnya sempat bertemu
dengan kakak laki-lakinya. Saat itu, kakak Inigo sudah lama terlibat dalam sebuah
masalah dengan seorang wanita saleh dari Biara Maria yang Dikandung Tanpa Noda
(Maria Immaculata). Inigo lalu menggunakan kemampuan bernegosiasinya untuk
bertindak sebagai penengah. Berkat Inigo, masalah itu dapat dipecahkan.

221

88. berbagai jenis kegiatan kerasulan di Azpeitia

Di hospital itu ia mulai bicara mengenai perkara Allah dengan banyak orang yang
datang mengunjunginya. Karena rahmat-Nya ada cukup banyak yang berhasil. Langsung
pada awal kedatangannya ia memutuskan untuk mengajarkan agama kristiani setiap hari
kepada anak-anak. Kakaknya amat melawan itu, katanya tidak akan ada yang datang. Ia
menjawab bahwa cukup satu. Akan tetapi sejak ia melakukannya terus-menerus banyak
orang datang mendengarkannya, termasuk kakaknya sendiri.

Kecuali memberi pelajaran agama ia juga berkotbah setiap Minggu dan Hari Raya. Itu
berguna dan menolong orang yang datang bermil-mil jauhnya untuk mendengarkannya. Ia
juga berusaha untuk menghentikan beberapa kebiasaan buruk. Dengan pertolongan Allah
beberapa hal dapat dibereskan. Misalnya, ia meyakinkan kepala pengadilan untuk melarang
main judi, dan dijalankan juga. Di situ ada satu kebiasaan buruk lain, yaitu gadis-gadis di
daerah itu tidak pernah memakai tutup kepala, mereka baru memakainya sesudah menikah.
Akan tetapi, ada banyak gundik dari imam dan orang lain yang setia kepada mereka, seolah-
olah istri mereka. Sudah menjadi kebiasaan umum bahwa gundik-gundik itu tidak malu lagi
mengatakan bahwa memakai tutup kepala untuk orang itu. Juga diakui seperti itu.

Setibanya di sana, Inigo segera memulai karya kerasulannya. Satu hal penting yang
harus dicatat ialah meskipun ia seorang awam, ia berupaya membawa reformasi hidup
religius di daerah itu:

• Orang-orang datang mengunjunginya di rumah sakit. Mungkin mereka didorong
oleh rasa ingin tahu untuk berjumpa lagi dengannya atau bahkan untuk
menemui ia untuk pertama kalinya. Ia berbicara tentang hal-hal yang
berkaitan dengan Tuhan kepada mereka dan rahmat Tuhan dapat terlihat
dalam perubahan yang terjadi dalam diri mereka.

• Ia mengajarkan doktrin Kristiani kepada anak-anak kecil. Saat itu, karya
seperti ini adalah sebuah inovasi baru, yang sangat dihargai oleh para sahabat
pertama. Awalnya kakak Inigo sangat menentang pekerjaan seperti ini karena ia
mungkin merasa bahwa pekerjaan seperti ini tidak sesuai dengan martabat
keluarga Loyola. Inigo menyatakan bahwa ia akan senang bahkan jika ia hanya
dapat membantu satu orang saja. Akhirnya, kakak Inigo pun ikut serta dalam
pelajaran yang diberikan oleh Inigo.

222

• Ia berkotbah setiap Minggu dan Hari Raya. Banyak orang datang untuk
mendengarkan Inigo, bahkan mereka yang berasal dari daerah-daerah jauh.
Kadang ia berkotbah sambil duduk di atas sebatang pohon dan kotbah-
kotbahnya berisi tentang hal-hal sederhana seputar Injil, Sepuluh Perintah Allah,
kuasa dosa, metode doa dan tema-tema lain yang mirip dengan apa yang
sebelumnya ia ajarkan sewaktu di Alcala dan Salamanca. Kali ini Inigo juga dapat
merasakan rahmat Tuhan bekerja dalam hati orang-orang yang sangat terbantu
oleh kotbah-kotbahnya. Inigo pasti merasa bahagia dengan ini semua karena ia
hanya bertujuan untuk “melayani dan menolong sesamanya.”

• Ia juga berupaya untuk melakukan reformasi dan memperbaiki pelanggaran-
pelanggaran yang terjadi di kotanya. Kesuksesan yang ia dapatkan ia sebut
sebagai karya Tuhan dan bukan dirinya.

Salah satu penyelewengan yang terjadi ialah perjudian. Perbuatan ini adalah salah
satu penyebab kemiskinan orang-orang di daerah ini. Seperti biasa, Inigo pergi ke tempat
orang yang memiliki kuasa dan meyakinkan ia agar tidak hanya melarang perjudian,
tetapi juga agar larangan tersebut ditepati. Inigo sedang berusaha membuat perubahan
struktural sehingga perbaikan ini dapat menjadi sesuatu yang sifatnya permanen.

Penyelewengan kedua terkait soal keberadaan wanita simpanan para imam dan
laki-laki lainnya di kota itu. Budaya setempat menyatakan bahwa hanya perempuan yang
telah menikah yang “menutup kepalanya.” Akan tetapi, para wanita simpanan ini
menutup kepala mereka untuk seorang imam atau pria lain yang bukan suaminya,
seakan-akan mereka telah menikah dengannya. Tentu saja ini bukanlah sesuatu yang
pantas dipertahankan. Inigo mencoba mencari penyelesaiannya dengan menemui
gubernur kota agar praktik seperti ini dilarang secara hukum dan agar para
pelanggarnya dapat dihukum.

Inigo juga mempunyai keprihatinan untuk mereformasi secara lebih luas kaum
klerus, yang bersikap tidak adil atau rakus dalam membagikan beneficium dan uang yang
dihasilkan dari kegiatan seperti itu. Empat tahun kemudian, ia menulis surat kepada
keponakannya Beltran, yang telah menjadi tuan Loyola yang baru. Di suratnya, ia
merujuk pada upayanya pada 1535 dan mendorong Beltran untuk melanjutkannya:

“Harapan saya dalam Tuhan Allah kita agar Allah yang mahakuasa
menjagamu sampai saat ini dengan tujuan menentramkan dan
mereformasi kaum rohaniwan, khususnya yang ada di kotamu … Sekali lagi,

223

saya memohon kepadamu demi cinta dan hormat kepada Allah Tuhan kita
untuk mengingat betapa seringnya saya berbicara soal ini dan memusatkan
semua upayamu pada terpenuhinya hal ini.”

89. perubahan sosial lain yang diprakarsai oleh Inigo

Banyak hal buruk terjadi karena kebiasaan itu. Si Peziarah berhasil meyakinkan
gubernur untuk membuat hukum, yaitu bahwa semua yang memakai tutup kepala padahal
bukan istri mereka, akan dihukum oleh pengadilan. Dengan demikian kebiasaan buruk itu
mulai dihapus. Untuk kaum miskin ia mendorong orang untuk membuat peraturan, bahwa
bagi mereka akan disediakan keperluan secara umum dan teratur. Tiga kali sehari harus
dibunyikan lonceng untuk Ave Maria (Angelus), yaitu pagi, siang, dan sore, supaya umat
berdoa seperti di Roma

Walaupun pada awal ia merasa diri baik, kemudian ia jatuh sakit keras. Sesudah
sembuh ia memutuskan untuk pergi melaksanakan apa yang dititipkan kepadanya oleh
teman-teman, dan ia berangkat tanpa uang. Kakaknya sangat tidak senang dengan itu karena
merasa malu bahwa ia akan berjalan kaki. Sore hari Si Peziarah mau mengalah terhadap
dia, dan akan naik kuda sampai perbatasan provinsi bersama kakak dan saudara-
saudaranya.

Ada beberapa perubahan lain yang diprakarsai oleh Inigo. Ia juga memastikan agar
perubahan ini terus berlangsung dengan memastikan bahwa ini dicantumkan dalam
peraturan setempat. Inigo memang orang rohani, tetapi ia juga orang yang realistis dan
paham akan pentingnya menggerakkan orang-orang lain untuk mempertahankan
reformasi. Perubahan-perubahan lain yang disebutkannya adalah:

• Ia membuat dana khusus untuk membantu orang-orang miskin dan melarang
pengemis. Ia sendiri memang senang mengemis untuk dirinya sendiri, tetapi ia sadar
betapa memalukan dan merendahkan bagi orang lain jika ia sampai harus mengemis.
Ia juga membedakan antara mereka yang benar-benar butuh dan mereka yang malas
bekerja. Kelompok pemalas ini tidak mendapat bantuan dari kota. Untuk itu,
dibuatlah sebuah daftar yang memuat nama-nama orang yang benar-benar
membutuhkan bantuan.

• Ia berhasil membuat lonceng Gereja dibunyikan tiga kali sehari. Ini adalah
kebiasaan di Roma, yang tujuannya mengingatkan orang agar berdoa bagi para

224

pendosa, khususnya mereka yang berada dalam dosa berat dengan satu kali doa
Bapa Kami dan satu kali doa Salam Maria. Lonceng ini juga bertujuan untuk
mengingatkan kebutuhan untuk melanjutkan secara terus-menerus upaya
memperbaiki penyelewengan di kota tersebut. Akhirnya, Martin, kakak Inigo juga
tergerak untuk memastikan bahwa lonceng terus dibunyikan. Sisa warisan Inigo
sendiri dipergunakan untuk membayar gaji para pembunyi lonceng.

Pada 1540 Inigo menulis kepada penduduk Kota Azpeitia. Suratnya berisi tentang
kenangannya sewaktu ia berada di sana dan dorongan kepada mereka agar tetap setia
pada upaya reformasi yang diprakarsainya ketika ia berada di sana bersama mereka. Ia
mengungkapkan bahwa ia memiliki keinginan untuk memberikan pelayanan rohani
kepada mereka dan ia merasa bahwa keinginan ini adalah sebuah rahmat.

“Keagungan ilahi yang mahakudus pasti sangat memahami berapa sering ia
memberikan saya keinginan tulus dan serius untuk dapat memberikan
pelayanan rohani, meskipun tidak banyak, dan berbuat baik kepada semua
laki-laki dan perempuan di tanah kelahiran saya … Keinginan-keinginan ini,
yang datang dari Tuhan dan Pencipta kita, daripada dari sebuah sebab alami
apa pun mendorong saya untuk pergi dari Paris ke kotamu pada waktu lima
tahun yang lalu.”

Pada waktu ini, Inigo kembali jatuh sakit. Alasannya mungkin ialah banyaknya
pekerjaan yang ia lakukan untuk membantu orang lain. Sesudah ia merasa lebih baik, ia
memutuskan untuk memenuhi tujuan lain dari perjalannya kali ini, yaitu mengerjakan
urusan-urusan sahabat-sahabatnya.

Sewaktu kakaknya mengetahui bahwa Inigo akan pergi tanpa membawa uang dan
dengan berjalan kaki, ia marah dan malu bahwa seorang bangsawan Loyola akan
bepergian dengan cara seperti itu. Akhirnya, untuk menenangkan kakaknya, Inigo setuju
untuk bepergian dengan naik kuda. Keluarganya, yang sungguh senang menerima Inigo
kembali di Azpeitia, mengantarnya sampai ke perbatasan provinsi. Setibanya di sana,
dengan berat hati mereka melepas Inigo untuk melanjutkan perjalanannya. Selama
beberapa bulan ia berada di kota itu, selain memprakarsai beberapa reformasi, ia juga
membawa rekonsiliasi dan perdamaian bagi orang-orang yang sebelumnya
bermusuhan.

225

90. Kunjungan ke beberapa keluarga sahabat-sahabatnya dan ke Castro

Akan tetapi, ketika keluar dari provinsi, ia turun dan berjalan kaki lagi, tanpa membawa
apa-apa. Ia pergi ke Pamplona. Ia pergi ke Almazan, tempat P. Lainez. Sesudah itu ke Siguenza
dan Toledo, dari Toledo ke Valencia. Di semua tempat teman-temannya ia tidak mau
menerima apa-apa walaupun ditawarkan kepadanya sumbangan besar, dan dengan
didesak-desak. Di Valencia ia berbicara dengan Castro, yang telah menjadi rahib kartusian.
Ia mau naik kapal ke Genoa, dan orang saleh dari Valencia itu menganjurkan supaya jangan
melakukan itu karena katanya, Barbarosa ada di laut dengan banyak kapal dan seterusnya.
Tetapi betapa banyak hal dikatakan kepadanya, yang cukup dapat menakutkannya, tidak ada
yang membuat dia bimbang.

Sewaktu keluarganya tidak dapat melihatnya lagi, Inigo dengan penuh kegembiraan
melompat dari kudanya dan tanpa membawa apa-apa berjalan sejauh 950 km menuju
Valencia.

Di Pamplona, ia mengunjungi rumah keluarga Fransiskus Xaverius. Xaverius sendiri
telah menulis kepada saudaranya betapa besar penghargaan yang ia miliki terhadap
Inigo. Ia juga meminta agar Inigo diberi sambutan yang hangat. Namun, sepertinya
keluarga Xaverius tidak tergerak hatinya.

Dari sana, Inigo pergi ke Almazan dan menerima sambutan ramah dari orang tua
Diego Lainez.

Ia lalu pergi Siguenza. Tidak jelas mengapa Inigo pergi ke tempat ini. Lainez dahulu
pernah studi di sini sehingga mungkin saja Inigo membawa surat bagi salah seorang
mantan dosen Lainez.

Urusan terakhir yang harus dilakukan Inigo bagi sahabat-sahabatnya adalah
mengunjungi orang tua Alfonso Salmeron di Toledo. Walaupun mereka hidup dalam
kemiskinan dan kesendirian, mereka amat bahagia bahwa anak mereka memilih untuk
hidup dalam kemiskinan dan mengikuti Inigo.

Sebagai ungkapan hormat dan syukur, keluarga sahabat-sahabatnya ini ingin
memberikan Inigo hadiah. Akan tetapi, walaupun mereka memaksa seperti apa pun,

226

keinginan Inigo untuk mengikuti Kristus yang miskin lebih kuat dan ia pergi tanpa
membawa pemberian apa pun.

Di Valencia, Inigo mengunjungi Castro yang tinggal di sebuah biara Kartusian [78].
Ia tinggal di sana selama delapan hari dan hidup bersama para rahib, bergabung
bersama mereka dalam doa ofisi dan menikmati kedamaian dan ketenangan dari
kesendirian seorang Kartusian. Ini adalah pertama kalinya Inigo mendapat kesempatan
untuk menghidupi cara hidup Kartusian dan ini pasti mengingatkan Inigo tentang
hidupnya sendiri ketika di Manresa. Mungkinkah hari-hari ini akan menanamkan sebuah
keinginan untuk hidup sebagai seorang Kartusian dalam dirinya? Di masa depan, dalam
Serikat Yesus, Inigo akan menggabungkan dedikasi penuh dan kedekatan dengan Tuhan
dalam hidup monastik dengan terlibat dalam hidup apostolik.

Castro lalu memperkenalkan Inigo dengan Martin Perez. Orang ini adalah salah satu
“orang saleh” yang memperingatkan Inigo akan bahaya menaiki kapal ke Italia. Dalam
hidupnya, Inigo telah seringkali diperingatkan oleh orang lain akan bahaya yang akan
dihadapinya dalam perjalanan, dan ia pernah merasa takut. Akan tetapi, ia begitu
percaya akan kasih dan perhatian Tuhan kepadanya sehingga kalau ia yakin bahwa
perjalanan itu adalah kehendak Tuhan, tidak ada suatu pun yang dapat membuatnya
ragu.

91. rasa takut saat berada dalam badai dan jalur yang sempit – tiba di Bologna

Ia naik kapal besar, mengalami prahara seperti yang telah disebut di atas, ketika
dikatakan bahwa tiga kali ia dalam bahaya maut. Ketika tiba di Genoa ia mengambil jalan ke
Bologna. Di situ ia menderita banyak terutama ketika ia tersesat. Ia berjalan sepanjang sungai
yang ada di bawah, sedang jalannya di atas. Akan tetapi semakin ia maju, makin sempit
jalannya. Akhirnya jalan menjadi begitu sempit, ia tidak dapat maju lagi, dan juga tidak dapat
kembali. Ia mulai merangkak. Ia merangkak cukup jauh dan dengan takut sekali sebab setiap
kali ia bergerak, ia merasa akan jatuh ke sungai. ltulah kesusahan dan penderitaan badaniah
paling besar yang pernah dialaminya. Akan tetapi akhirnya ia selamat. Ketika mau masuk
Kota Bologna, ia harus melewati sebuah jembatan kecil dari kayu. Ia jatuh dari jembatan.
Ketika keluar ia bawah kuyup dengan lumpur dan air, ia menjadi tertawaan orang banyak
yang hadir di situ. Ketika telah masuk kota Bologna, ia mulai minta-minta. Tetapi ia tidak
mendapat apa-apa, betapapun ia minta-minta di seluruh kota. Beberapa waktu ia sakit di
Bologna, kemudian pergi ke Venesia selalu dengan cara yang sama.

227

Tahap berikutnya dalam perjalanan Inigo memang menempatkannya dalam
bahaya. Akan tetapi, ini bukanlah bahaya dari perompak Barbarosa seperti yang disebut
oleh orang-orang.

Pertama, badai menerjang mereka ketika berada di laut. Inigo sendiri pernah
menyebut kejadian seperti ini pada bagian terdahulu [33]. Kemudi kapal patah dan
hampir setiap orang yang berada di atas kapal, termasuk Inigo, menyangka bahwa
mereka akan mati. Namun, kapal itu akhirnya tiba dengan selamat di Genoa.

Kedua, dalam perjalanannya dari Genoa ke Bologna, Inigo ”sangat menderita” dalam
sebuah kejadian yang ia gambarkan secara rinci. Dalam perjalanannya, Inigo salah jalur
dan lalu berada dalam sebuah jalur di atas gunung. Di bawahnya ada sungai yang
mengalir deras. Semakin lama ia berjalan, jalannya menjadi semakin sempit. Karena
tidak bisa berputar balik, ia terus berjalan dengan penuh rasa takut membayangkan
jatuh ke sungai dan mati. Ia lalu harus merayap cukup jauh dan ini pasti amat menyiksa
lutut Inigo yang sakit. Dari penjelasannya, Inigo seakan-akan sedang mengambil bagian
dalam sengsara Kristus karena kata-kata yang ia gunakan mirip dengan apa yang ia
gunakan untuk menggambarkan sengsara Kristus (LR 206). Lalu, rasa sakit pada
badannya mirip seperti derita rohani yang ia alami dalam perjalanannya menuju Rouen
[79]. Kesulitan ini berakhir sewaktu ia mendekati kota tempat pakaian Yesus disimpan.

Ada beberapa hal yang membingungkan dalam kisah ini. Walaupun Inigo telah
berjalan kaki di sebagian besar daerah-daerah di Eropa, ia tidak bercerita bahwa ia
pernah tersesat (walaupun mungkinsaja ia pernah tersesat beberapa kali). Ia telah
menghadapi banyak bahaya dalam hidupnya, termasuk bahaya kematian sebanyak tiga
kali, tetapi ia menceritakan bahwa ini adalah salah satu yang “terbesar.” Pada banyak
kesempatan lain, Inigo mengatakan bahwa ia tidak takut menghadapi bahaya besar di
hadapannya, tetapi di sini ia sangat ketakutan. Selama bertahun-tahun Inigo memiliki
kepercayaan yang besar kepada Tuhan, tetapi ketika ia keluar dari bahaya ia tidak
menulis soal rasa syukurnya kepada Tuhan. Mungkin, dari pengalaman ini Inigo melihat
metafor perjalanan hidupnya di mana Tuhan telah mempersempit pikirannya sehingga
yang terakhir ialah ambil bagian dalam penderitaan Tuhannya. Atau mungkin ia sedang
mengajarkan kita bahwa meskipun kita mempunyai rasa percaya yang besar terhadap
Tuhan, kita masih akan merasa takut dan khawatir dalam situasi-situasi tertentu.

228

Kisah ini sendiri berakhir dengan sebuah anti-klimaks yang amat memalukan bagi
Inigo. Sewaktu ia menyeberangi jembatan menuju ke kota, Inigo terjatuh ke air
berlumpur di bawahnya dan memberikan hiburan menarik bagi orang-orang yang
kebetulan lewat.

Inigo sepertinya pergi ke Bologna untuk mendaftar di universitas di sana supaya ia
dapat melanjutkan studinya dalam bidang Teologi. Inigo lalu kembali melanjutkan
kebiasaannya untuk mengemis, tetapi meskipun sudah berusaha susah payah, Inigo
tetap tidak mendapatkan apa-apa. Untungnya, ia mendapat bantuan ketika pergi ke
Kolese San-Clemente yang menampung murid-murid dari Spanyol. Polanco bercerita
bahwa di sana “ia bertemu dengan seseorang yang dikenalnya dan memberi ia
kesempatan untuk mandi dan makan.”

Akan tetapi, Inigo tidak tinggal lama di Bologna karena menurut Polanco ia tidak
tahan dengan cuaca berkabut di kota itu.

Inigo sendiri menjelaskan dalam suratnya kepada Jaime Cazador pada Februari
1536:

“Dua minggu sebelum Natal, ketika di Bologna, saya mengalami sakit selama
seminggu akibat sakit perut, kedinginan dan demam. Saya lalu memutuskan
untuk pergi ke Venesia dan setelah berada di sini selama satu setengah
bulan kesehatan saya membaik.”

Batu-batu empedu Inigo kembali menjadi sumber masalah baginya.

Pada akhir Desember, Inigo pergi ke Venesia dengan berjalan kaki dan mengemis.

Inigo, yang sedang pergi ke Venesia untuk bertemu kembali dengan sahabat-
sahabatnya, adalah orang yang sangat berbeda dengan Inigo yang berada dalam
“sebuah benteng yang sedang diserang oleh pasukan Perancis” empat belas tahun yang
lalu [1]. Selama lebih dari empat belas tahun, Tuhan berkarya ibarat seorang tukang
periuk yang sedang mengubah bahan tanah liat Loyola ini menjadi alat untuk mengabdi-
Nya.

Ini adalah sebuah proses formatio dan pembelajaran yang pelan. Prosesnya
melibatkan penderitaan dan kekecewaan, tetapi juga tanda-tanda bahwa Tuhan

229

memperhatikannya dan bahwa ia membuat keputusan yang benar. Dengan ini semua,
Kristus yang miskin dan dihina telah menjadi pusat hidup Inigo.

Ia telah belajar bahwa seluruh hidup adalah sebuah peziarahan di mana ia harus
bersikap lebih atentif dan sensitif terhadap Roh yang membimbingnya dalam
menentukan langkah berikut yang harus ia ambil. Peristiwa-peristiwa hidupnya adalah
tempat ia berjumpa dengan Roh dan diskresi adalah sarana untuk mendengarkan suara
Roh.

Dengan kedewasaan dan kepercayaan yang baru pada Tuhan, Inigo dapat melihat
kembali waktu ia kembali dari Yerusalem dalam keadaan bingung dan kecewa. Ia pasti
dapat merenungkan semua yang telah terjadi padanya sejak saat itu:

• Ia telah belajar dan lulus dengan gelar M.A.
• Ia telah mengumpulkan sahabat-sahabat yang akan tinggal bersamanya.
• Cara hidup dan ajarannya telah ditemukan bebas dari kesalahan setelah melalui

beberapa penyelidikan.
• Buku Latihan Rohani-nya telah diperiksa dan dipuji.
• Ia telah mengalami betapa luar biasanya dampak Latihan Rohani bagi orang yang

menjalaninya.
• Ia telah berhasil membawa reformasi sosial dan perubahan sosial di kotanya.
• Ia telah bekerja menyelamatkan jiwa-jiwa dalam banyak cara dan melihat bahwa

Tuhan telah menggunakannya untuk menghasilkan banyak buah.
• Ia juga tampaknya telah menyimpulkan bahwa usaha apostoliknya lebih aman

jika diarahkan pada laki-laki daripada perempuan (bdk. [54 & 97]).

Dalam Imitatio Christi, Inigo telah membaca tentang “Keluhuran Salib Suci” (Buku 2
Bab XII). Dalam banyak hal, ini telah menjadi bagian peziarahannya. Ini akan terus
berlanjut karena ia masih akan menemui penganiayaan-penganiayaan. Akan tetapi, ia
tetap percaya bahwa Tuhan selalu membimbingnya.

230

231

Bab 10

Venesia dan Vicenza [92-97]

Mulai dari bab ini tampak sebuah perubahan dalam nuansa penulisan Autobiografi.
Ada perasaan bahwa perjalanan geografis Inigo mulai mendekati titik akhir dan
peziarahan rohaninya juga bergerak menuju sebuah peristiwa yang amat menentukan.

Perjalanan Inigo dari Genoa ke Vicenza menempuh jarak sejauh 450 kilometer.
Perjalanan selanjutnya dari Venesia ke Roma adalah perjalanan Inigo yang terakhir,
meskipun saat ini ia belum mengetahuinya.

92. Memberikan Latihan Rohani kepada orang-orang penting

Di Venesia waktu itu ia mencoba memberikan Latihan Rohani dan juga melibatkan diri
dalam percakapan rohani yang lain. Orang paling penting yang kepadanya ia memberikan
Latihan Rohani ialah Mag. Pietro Contarini, Mag. Gasparro de Doctis, dan seorang Spanyol
yang bernama Rozas. Masih ada satu orang Spanyol lagi, yang disebut Baccalaureus Hoces,
yang kerap bergaul dengan Si Peziarah dan juga dengan uskup dari Chieti. Walaupun punya
minat untuk melakukan Latihan Rohani, namun ia tidak melakukan. Akhirnya ia mengambil
keputusan untuk melakukan. Sesudah melakukannya 3 atau 4 hari, ia membuka hati kepada
Si Peziarah bahwa takut kalau-kalau dalam Latihan ia akan mendapat ajaran jelek sebab ada
orang yang mengatakan hal semacam itu kepadanya. Karena alasan itu ia membawa
beberapa buku, supaya dapat mengecek, seandainya kebetulan ia akan disesatkan. Orang itu
mengambil banyak manfaat dari latihan itu. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk
mengikuti hidup Si Peziarah. Dari antara mereka dialah yang pertama akan meninggal.

Inigo pergi ke Venesia dengan tujuan menyelesaikan studi Teologinya dan
menunggu kedatangan kelompok sahabatnya. Karena tidak ada universitas di Venesia,
Inigo terpaksa melakukan studinya secara privat di bawah bimbingan beberapa imam
yang terpelajar.

Pada waktu ini Inigo tidak perlu khawatir soal akomodasi dan uang. Ia menulis
kepada Jaime Cazador :

“Saya tinggal dengan seseorang yang amat baik dan terpelajar. Saya kira
saya tidak mungkin bisa mendapatkan yang lebih baik daripada ini.”

Orang baik ini adalah Andrea Lippomano, kepala biara La Santissima Trinita di
Venesia dan orang yang nantinya akan menjadi seorang benefaktor Serikat Yesus. Inigo
juga menerima bantuan dari Isabel Roser dan Jaime Cazador sehingga ia dapat membeli
buku-buku yang ia butuhkan dan beberapa pakaian baru.

Inigo juga tetap bersemangat dalam membaktikan dirinya untuk karya-karya
kerasulan. Dalam sebuah surat kepada Dona Maria pada 1536, Inigo menulis

“Dengan berterima kasih sebisa mungkin kepada Tuhan, sekarang saya
secara fisik sehat dan sedang menanti Masa Prapaskah agar dapat
meninggalkan studi saya dan mengerjakan hal-hal lain yang lebih besar dan
berharga … Saya ingin berjerih payah di kebun anggur Tuhan.”

Ia segera memulai jerih payahnya di Venesia. Sebagaimana yang telah ia berikan
sebelumnya, ia melakukan percakapan rohani dan memberikan Latihan Rohani secara
penuh.

Ia menyebut nama tiga orang penting yang menjalani Latihan Rohani di bawah
bimbingannya. Pietro Contarini adalah seorang rohaniwan terpandang di Venesia dan
pengacara Rumah Sakit Incurabili. Beberapa tahun kemudian ia menjadi Uskup Verona.
Ia adalah kerabat dari Kardinal Gaspar Contarini yang banyak mendukung Serikat Yesus
di tahun-tahun awal berdirinya.

Gasparo de Doctis adalah wakil Nuntius di Venesia. Ia adalah orang yang cukup
berkuasa di Venesia. Ia sebenarnya berharap bahwa ia dapat melepaskan seluruh
jabatan gerejawinya dan bergabung dengan Inigo. Namun, hal ini tidak mungkin.

233

Nantinya, saat ia diangkat menjadi Gubernur Loreto, Inigo memperbolehkannya untuk
mengucapkan tiga kaul sederhana dalam Serikat asalkan ia tetap menjabat sebagai
Gubernur.

Mengenai orang Spanyol bernama Rozas, tidak ada informasi apa pun mengenai
dia.

Inigo juga memberikan Latihan Rohani kepada beberapa orang lain, termasuk Diego
dan Esteban de Eguia, yang sebelumnya berjumpa dengan Inigo di Alcala [57]. Nantinya
kedua bersaudara ini akan bergabung dengan Serikat Yesus.

Seorang lain yang menerima bimbingan untuk menjalani Latihan Rohani adalah
Bacalaureus Hoces. Saat Hoces mengunjungi Inigo, ia juga menjalin relasi dengan Gian
Pietro Caraffa, Uskup Chiette. Caraffa adalah pendiri Ordo Theatin, yang dikritik oleh
Inigo. Mereka hidup dari derma, tetapi tidak mau mengemis. Mereka juga tidak terlibat
dalam karya amal kasih di masyarakat yang dapat mendorong orang untuk mau
membantu mereka. Dalam sebuah surat, yang sebenarnya mungkin tidak pernah
dikirim, tetapi isinya diketahui oleh Caraffa, Inigo mengomentari gaya hidup Caraffa yang
mewah dan ketidakberhasilan Ordo Theatin untuk berkotbah bagi orang-orang atau
melakukan karya-karya amal kasih. Kritik ini tidak diterima dengan baik dan
menimbulkan salah paham antara Inigo dan Caraffa. Ketika di masa depan Caraffa
terpilih menjadi Paus Paulus IV, Inigo sempat mengkhawatirkan masa depan Serikat
Yesus.

Tampaknya, Caraffa jugalah yang memperingatkan Hoces agar berhati-hati saat
berhubungan dengan Inigo. Inilah alasan mengapa Hoces agak ragu untuk memulai
Latihan Rohani. Setelah ia mulai menjalaninya, ia membawa serta beberapa buku agar
dapat memastikan ortodoksi dari semua yang telah dikatakan Inigo kepadanya. Akan
tetapi, setelah beberapa hari, Hoces digerakkan oleh Roh sedemikian rupa sehingga ia
mengakui apa yang telah ia lakukan. Ini merupakan sebuah bentuk kerendahan hati
yang luar biasa karena ini berarti mengakui bahwa ia tidak memercayai Inigo sampai ia
merasa perlu untuk melindungi diri dari tipuan roh jahat. Ini menunjukkan kemampuan
Latihan Rohani untuk melahirkan keterbukaan hati dan kesediaan untuk jujur.

Pengalaman menjalani Latihan Rohani memberi dampak yang luar biasa bagi Hoces.
Ia lalu memutuskan untuk mengikuti cara hidup Inigo dan sahabat-sahabatnya dengan

234


Click to View FlipBook Version