dapat melihat dengan jelas bagian-bagiannya. Hal-hal yang dilihat itu meneguhkan dirinya
waktu itu dan selalu meneguhkan imannya. Malah seringkali ia berpikir dalam hati:
Seandainya tidak ada Kitab Suci, yang mengajarkan hal-hal iman itu kepada kita, ia berani
mati untuk itu, hanya karena melihatnya.
Penglihatan kedua:
Kita harus bersusah payah untuk memeluk makna dari apa yang Inigojelaskan
mengenai penciptaan. Sesuatu yang putih, cahaya, dan terang memberi kita sedikit
gambaran tentang apa yang ia “pahami.” Di dalam setiap pencerahan, ia menekankan
adanya perubahan di dalam budinya, tetapi ia tidak dapat menyampaikan hal itu kepada
kita. Rahmat-rahmat yang ia terima adalah pencerahan budi yang diberikan Tuhan
kepadanya. Bahkan gambaran yang ia gunakan untuk menggambarkan semuanya itu
berasal dari pengertian ini dan bukanlah sesuatu yang sifatnya visual.
Di dalam “Asas dan Dasar” (LR 23), Inigo berusaha untuk membagikan penglihatan
kedua ini dengan kita. Tuhan dihadirkan sebagai pencipta kita dan segala ciptaan lain di
dunia ini. Cara pandang ini menentukan bagaimana kita hidup dan bagaimana kita
menggunakan ciptaan lain. Titik awal bagi Inigo adalah Tuhan karena semua berasal dari
Dia, sehingga gerak yang terjadi berasal dari atas.
Dalam “Kontemplasi untuk Mendapatkan Cinta” (LR 230-237), kita mendapatkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang apa yang diberikan Tuhan kepadanya. Dalam
doa ini, Inigo menyebutkan bahwa Tuhan tidak hanya hadir dalam segala ciptaan, tetapi
juga hadir sebagai “seseorang yang tengah berkarya.” Akhirnya, dalam kata-kata yang
mirip dengan apa yang digunakannya untuk menjelaskan pencerahan ini, Inigo berkata
bahwa Tuhan datang ke setiap ciptaan, “bagaikan sinar cahaya turun dari matahari” (LR
237) sehingga kita dapat menemukan-Nya dalam setiap ciptaan.
Inigo tidak dapat “mengingat” secara jelas terang rohani yang ia dapatkan, tetapi
semua itu telah memengaruhidan mengubah caranya memandang segala sesuatu.
Karena semuanya itu tertanam begitu secara begitu mendalam di dalam batinnya, Inigo
tidak merasa khawatir bahwa ini adalah karya Roh Buruk. Situasi ini berbeda dengan
peristiwa ketika pencerahan-pencerahan itu datang pada waktu ia seharusnya tidur [26].
85
Penglihatan ketiga:
Pencerahan ini adalah pengertian tentang bagaimana Yesus hadir di dalam Ekaristi.
Dia menunjukkan secara rinci di mana dan kapan itu terjadi, yaitu saat “Tubuh Kristus
diangkat” sewaktu Misa. Akan tetapi, seperti sebelum-sebelumnya, ia tidak dapat
menjelaskan apa yang ia pahami. Ada sinar-sinar putih yang datang “dari atas.” Ia
menyebutnya sebagai pemberian dari Tuhan. Kali ini sinarnya berwarna putih dan
terlihat dengan mata batinnya. Pengaruh dari pencerahan ini adalah devosi yang begitu
kuat dan penghormatan pada Ekaristi. Dia tidak pernah memandang Ekaristi sebagai hal
remeh.
Penglihatan keempat:
Inigo menyebut secara jelas bahwa setiap pencerahan sebelumnya hanya diberikan
kepadanya satu kali. Akan tetapi, pencerahan yang ini diberikan kepadanya berkali-kali
dan pengalaman nyata akan ini berlangsung lebih lama daripada yang lain. Pertama, ia
melihat kemanusiaan Kristus dan lalu kemanusiaan Maria. Walaupun Maria tidak
disebutkan di dalam pencerahan kedua dan ketiga, “Kontemplasi Penjelmaan” dalam (LR
101-109) menunjukkan bahwa Maria sungguh terlibat ketika ketiga Pribadi ilahi memeluk
penciptaan dan mengirimkan Pribadi Kedua ke tengah-tengah manusia. Bagi Inigo,
Kristus saat ini telah menjadi Tuhan Semesta Abadi.
Sekali lagi, detail yang diberikan oleh Inigo tidak begitu jelas. Tubuh putih, bentuk
dan ukuran yang tidak jelas. Walaupun menyebutkan bahwa ia mendapat bentuk yang
sama pada kesempatan-kesempatan lain, ia tidak dapat memberi keterangan lebih rinci
mengenai penampakan ini. Apa yang jauh lebih penting adalah dampak dari pencerahan
ini bagi Inigo untuk saat itu dan ke depannya. Pengalaman ini memberinya keyakinan
yang begitu rupa mengenai iman dan kepercayaannya sehingga ia rela mati untuk
keduanya meskipun tanpa bukti lain kecuali pengalaman ini. Kemanusiaan Kristus ini
amatlah penting bagi Inigo dan nantinya penampakan Kristus dalam rupa ini
menenangkan dia, memberinya konsolasi dan meneguhkannya [41] dan [44]. Seperti
penampakan Maria dengan Kanak-Kanak Yesus di Loyola [10], dampak dari pengalaman
ini menunjukkan kesejatiannya. Di dalam akhir Autobiografi, Inigo sekali lagi
menunjukkan kepada kita kehadiran Maria Bunda Kita yang meneguhkan [100].
Dari penjelasannya mengenai pencerahan-pencerahan ini, tampak jelas bahwa
Tuhan berkarya lewat akal budinya. Ini mungkin dapat menjelaskan masa penuh
86
kegembiraan yang ia alami di Manresa, di mana menurut para saksi mata ia tampak
kurang sadar akan keberadaan orang lain.
Sewaktu menceritakan pencerahan-pencerahan pribadinya ini, Inigo melakukannya
dengan penuh kejujuran dan kerendahan hati. Mereka memang nyata terjadi, tetapi
bukan karena upayanya. Semuanya ini adalah bukti dari pernyataan bahwa Tuhan telah
memberinya begitu banyak pelajaran begitu banyak sejak peristiwa di Pamplona dan
telah memperlakukan dia ibarat “seorang guru sekolah terhadap seorang anak” [27]. Ini
adalah sebuah pesan yang tidak ingin kita lewatkan. Dampak dari pengalaman-
pengalaman ini meyakinkan dia bahwa semua pengalaman ini sungguh berasal dari
Tuhan.
Di tengah-tengah berlangsungnya pencerahan-pencerahan ini, Inigo mempunyai
sampingan. Kuku-kuku dan rambutnya, yang telah dibiarkannya tumbuh sejak awal
kedatangannya di Manresa, kini mulai dipotong. Perbuatan ini adalah simbol dari
perubahan-perubahan yang telah terjadi padanya semenjak ia pertama datang ke
Manresa dan semenjak Tuhan mulai “menenangkan dirinya.”
Beberapa dari perubahan-perubahan yang telah diperhatikannya adalah sebagai
berikut:
• Ia telah melewati tiga tahap selama berada di Manresa: terang, kegelapan dan
kemuliaan.
• Ia memasuki masa kedamaian setelah bergulat dengan badai kebimbangan
batin.
• Tahap baru ini adalah karya Tuhan, yang terjadi khususnya karena belas kasih-
Nya.
• Dia dapat membantu orang-orang lain melalui percakapan-percakapan rohani.
• Dia sebelumnya terlalu berlebihan dalam upayanya menjadi orang kudus.
• Tuhan adalah gurunya dan ia masih harus terus belajar.
• Pelayanan bagi Tuhan diwujudkan dengan melakukan apa yang Tuhan inginkan
dari dirinya daripada sekedar melakukan matiraga yang ia pilih secara pribadi.
• Pencarian kehendak Tuhan merupakan proses diskresi yang perlahan-lahan dan
bukan sekedar mengimitasi orang lain tanpa merenungkannya.
• Mungkin Tuhan akan menggunakannya untuk membantu orang lain.
• Hidupnya penuh dengan “awal”, baik itu perubahan-perubahan di dalam jiwanya,
permenungan tentang roh apa yang bekerja dalam batinnya, dan lain-lain. Ini
87
adalah hidup yang terus bergerak maju. Hidup seorang peziarah dalam arti yang
belum pernah ia bayangkan sebelumnya. Dia terus-menerus mengagumi hal ini.
Dia masih tetap seorang peziarah yang hidupnya penuh matiraga dalam perjalanan
menuju Yerusalem. Akan tetapi, ia telah belajar bahwa hidup penuh dengan penemuan-
penemuan baru dan seorang peziarah sejati harus selalu siap akan hal ini dan memulai
kembali dari awal. Tuhan bukanlah seorang guru yang biasa.
30. Visiun (penglihatan) Cardoner
Kelima, suatu kali demi devosinya ia pergi ke sebuah gereja yang letaknya satu mil lebih
sedikit dari Manresa, kalau tidak keliru disebut Gereja St. Paulus. Jalan ke situ dekat dengan
sungai. Ia berjalan sambil berdoa penuh devosi, ia duduk sebentar dengan muka ke arah
sungai yang mengalir di bawahnya. Ketika ia duduk di situ, tampaknya mata budinya mulai
dibuka: Ia tidak melihat sebuah visiun, tetapi memahami dan mengerti banyak hal, baik
rohani maupun yang menyangkut iman dan ilmu. Semua itu dengan kejelasan yang begitu
besar sehingga segala-galanya kelihatan baru.
Ia tidak dapat menerangkan secara detil hal-hal yang waktu itu banyak dipahaminya,
selain bahwa ia menerima penerangan besar dalam budinya. Maka dalam seluruh
perkembangan hidupnya, sampai umur enam puluh dua tahun, kalau menghitung semua
bantuan yang diperoleh dari Allah, dan segala sesuatu yang pernah dipelajarinya, juga kalau
semua diambil bersama-sama, tampaknya belum sebanyak seperti yang diperoleh pada satu
kali itu.
Penglihatan kelima:
Inigo menggambarkan pengalaman yang paling penting ini secara amat sederhana.
Ia sedang dalam perjalanan untuk berdoa di Gereja St. Paulus Petapa, yang terletak di
tepi Sungai Cardoner. Ia sedang begitu terserap dalam devosinya dan ia mungkin sedang
berdoa atau merenungkan apa yang telah ia meditasikan atau baca sebelumnya pada
hari itu. Ia memberi kita beberapa rincian kecil tentang sikap badannya dan apa yang
sedang ia lihat. Dia sedang duduk, menatap sungai, dan memperhatikan kedalamannya.
Mungkinkah ia sedang memberi kita gambaran tentang apa yang akan diberikan
kepadanya: pemahaman baru yang mendalam tentang hal-hal rohani ketika ia sedang
berada situasi reflektif yang hening?
88
Tuhan telah memberinya begitu banyak pelajaran mengenai gerak-gerak roh dan
diskresi sejak ia memulai peziarahannya dari Loyola hingga ia berada di Manresa.
Sekarang ini, Inigo akan mendapat pelajaran yang paling penting. Sebelumnya, ia telah
berkata bahwa dia “tidak tahu apa-apa mengenai hidup rohani” [21]. Di sini, ia diajarkan,
dalam kata-kata yang digunakan oleh Petrus Faber tentang dirinya, sebuah “cara
mengangkat dirinya sendiri ke pemahaman tentang kehendak ilahi dan diri pribadi.” Ini
adalah kemampuan baru untuk mendiskresikan kehendak Tuhan. Ini adalah sebuah
anugerah yang unik, yaitu “pengertian yang amat jelas mengenai cara memahami segala
sesuatu.” Ini adalah pelajaran puncak dalam pendidikan rohani Inigo. Dia sekarang jauh
lebih mengerti tentang metodologi diskresi dan peranan konsolasi sebagai penegasan
proses diskresi.
Empat kali dalam bagian ini Inigo menyebut kata “pengertian” untuk menekankan
bahwa ini bukan hanya untuk waktu itu saja, melainkan sesuatu yang sifatnya permanen.
Ini akan terus menjadi alat bantu bagi dirinya untuk memahami karya Tuhan dalam
dirinya dan orang lain. Akan tetapi, ini bukanlah pengertian dalam arti teologis, seakan-
akan ia telah diberikan segenggam kebenaran imam yang tidak dimiliki oleh orang lain,
melainkan sebuah pengertian tentang jalan Tuhan. Seperti yang ia uraikan, ini adalah
sesuatu yang baru, sebuah “pencerahan yang begitu hebat.” Mata budinya “mulai
dibuka” dan “segala hal tentang Tuhan yang telah ia meditasikan dan baca” [26] “menjadi
baru baginya.” Sepanjang hidupnya ia telah menerima begitu banyak bantuan dari
Tuhan, tetapi inilah yang akan menjadi keunggulannya, yaitu mendiskresikan gerakan-
gerakan roh dalam dirinya dan orang lain.
Apa yang ia pahami tidak ada hubungannya dengan peristiwa-peristiwa masa
depan, atau bahwa ia akan mendirikan sebuah ordo religius. Seperti yang dikatakan oleh
Nadal kepada kita, “ia sedang dibimbing dengan lembut ke arah yang ia sendiri tidak
tahu.” Ia memahami segala sesuatu dengan “kejelasan” yang baru dan dalam paragraf-
paragraf berikutnya ia memberi kita contoh-contoh tentang hal ini:
• Ular cantik itu berasal dari setan dan oleh karena itu harus dihadapi dengan
rasa benci [31].
• Salah satu cara untuk menguji otensitas pengalaman adalah dengan
menimbang-nimbangnya dalam terang salib.
• Dalam perjalanan bertahun-tahun ia akan melihat situasi kematian dalam
perspektif yang berbeda-beda [32-33].
89
• Ia menjadi percaya sepenuh-penuhnya bahwa Tuhan akan menjaga dia [35].
• Ia tidak akan terbebas dari godaan (seperti keinginan untuk memuliakan diri
[32]), tetapi ia akan dapat mengatasinya.
Selama sisa hidupnya, kepercayaan Inigo akan perlindungan Tuhan akan menjadi faktor
dominan dalam segala sesuatu yang diperbuat olehnya.
31. mengucapkan terima kasih – pemahaman baru terhadap penampakan ular
yang cantik
Semua itu berlangsung selama beberapa waktu. Sesudahnya ia merebahkan diri dan
berlutut di muka sebuah patung salib yang dekat di situ untuk mengucapsyukur kepada Allah.
Di situ tampak sebuah penglihatan yang seringkali sudah dilihatnya dan yang tidak pernah
dapat dimengerti atau dipahaminya, yaitu hal yang sudah disebut di atas, dan yang tampak
bagus sekali dengan banyak mata. Ia melihat dengan jelas dimuka salib itu, bahwa kali ini
barang indah itu tidak punya warna bagus seperti biasa. Ia mengerti denganjelas, dengan
persetujuan kehendak yang kuat, bahwa itu setan. Juga sesudah itu, seringkali dan cukup
lama, ia mendapat penglihatan itu lagi, tetapi ia menghinanya, mengusirnya dengan sebuah
tongkat yang biasa dibawanya.
Rasa syukur sudah selayaknya menjadi sebuah reaksi yang pantas atas penglihatan
yang terakhir ini. Ketika ia berlutut di hadapan salib, “sesuatu” yang cantik, yang
sebelumnya memberi dia konsolasi muncul lagi [19]. Di samping salib, sesuatu itu
kehilangan warnanya yang biasa muncul. Dengan kemampuan barunya untuk
berdiskresi, dia mengerti bahwa ini berasal dari setan.
Di bawah terang salib kita dapat melihat segala sesuatu dengan lebih jelas dan
dapat berdiskresi dengan lebih cermat. Sebelumnya, Inigo telah mendapatkan kepastian
serupa, sebuah keyakinan kehendak semacam ini saat ia akan makan daging [27]. Inigo
masih akan terus berkembang dalam kemampuannya berdiskresi. Dengan mengingat
kembali pengalamannya behadapan dengan roh jahat pada kesempatan sebelumnya
[20], ia mengusirnya pergi dengan tongkat peziarahnya.
90
32. pengalaman menjelang ajal di Manresa – selamanya tetap seorang pendosa
Suatu ketika ia sakit di Manresa. Panas badannya tinggi sampai mau mati. Ia yakin
jiwanya akan segera meninggalkannya. Pada waktu itu timbullah pikiran, bahwa dia itu orang
suci. Pikiran itu begitu mengganggu dia, ia harus menolaknya dan mengingat kembali semua
dosanya. Pikiran itu sesungguhnya lebih mengganggu daripada panas badannya. Akan tetapi
ia tidak mampu mengatasi pikiran itu, bagaimana pun ia telah berusaha. Ketika sudah tidak
begitu panas lagi, dan tidak lagi dalam bahaya maut, ia mengeluh keras kepada beberapa
ibu yang datang menengoknya. Ia minta supaya mereka, demi kasih Allah, kalau lain kali
melihat dia dalam sakrat maut, supaya dengan keras-keras berteriak kepadanya dan berkata
bahwa dia seorang pendosa, supaya dia ingat bagaimana ia menghina Allah.
Setelah menceritakan berbagai penglihatan mengagumkan dan pelajaran-pelajaran
lain yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, Inigo sekarang menceritakan tiga peristiwa
yang membuatnya hampir mati. Kisah ini menggambarkan perubahan sikapnya
terhadap kematian dan Tuhan sendiri. Dengan menempatkan kisah ini setelah
pengalamannya berdiskresi dan membuat keputusan terkait penampakan ular,
pengalaman-pengalaman Inigo hampir mati ini mengingatkan kita tentang beberapa
saran tentang pengambilan keputusan yang ditulisnya di dalam Latihan Rohani. Di dalam
buku ini, Inigo meminta kita untuk membayangkan saat kita berada di ambang kematian
dan melihat kembali hidup kita. Keputusan apakah yang seharusnya kita ambil dan apa
yang seharusnya yang menjadi motivasi kita dalam melakukan ini (LR 186). Atau, kita bisa
juga membayangkan hari pengadilan terakhir dan bertanya keputusan apa yang
harusnya kuambil pada saat ini (LR 187). Dia tentu menuliskan ini berdasarkan
pengalaman pribadinya.
Peristiwa pertama terjadi di Manresa. Sepertinya peristiwa ini terjadi pada waktu
musim panas 1522. Ia terkena demam yang sangat tinggi sehingga berada pada ambang
kematian. Beberapa perempuan menemukannya dalam keadaan tidak sadarkan diri di
Ruang Doa St. Maria dari Villardordis dan kemudian membawanya ke Rumah Sakit St.
Lusia dan lalu ke rumah keluarga Amigant.
Ketika ia berbaring di tempat tidur, tiba-tiba muncul pikiran bahwa ia adalah orang
yang baik. Dalam “Pedoman Pembedaan Roh” di dalam Latihan Rohani, Inigo
menjelaskan bagaimana musuh kodrat manusia bersikap seperti komandan tentara
yang menyelidiki kondisi sebuah benteng dan kemudian “menyerbu pada titik
91
terlemahnya” (LR 327). Bagi Inigo, kelemahan terbesarnya adalah “mengejar kemuliaan
diri.” Dalam pikiran-pikiran seperti ini, ia menyadari adanya godaan ke arah keangkuhan.
Godaan ini begitu kuat dan mengganggunya lebih daripada penderitaan yang
disebabkan oleh demamnya. Meskipun sudah berupaya untuk melawan godaan ini
dengan mengingat kembali dosa-dosanya, ia tetap tidak dapat menghilangkannya.
Inigo berulang kali mempergunakan kata “pikiran.” Maksudnya adalah untuk
mengingatkan kita tentang pelajaran yang telah kita dapatkan bahwa pikiran kita dapat
memengaruhiperasaan kita. Itulah mengapa kita harus terus mencermati pikiran-pikiran
kita. Anehnya, ia berhasil mengingat kembali dosa-dosanya tanpa diganggu lagi oleh
kebimbangan batin seperti yang terjadi pada peristiwa sebelumnya.
Dengan bantuan para perempuan yang merawatnya dengan penuh cinta, Inigo
berangsur-angsur sembuh dan dapat bersikap lebih keras terhadap pikiran-pikiran ini.
Dengan teriakan-teriakan keras ia memohon kepada para wanita agar tetap memanggil
dia “seorang pendosa” dan menunjukkan dosa-dosanya saat ia menjelang ajal.
Dalam kesempatan ini, Inigo melihat dirinya sebagai seorang pendosa yang pantas
mendapat hukuman akibat dosa-dosanya terhadap Tuhan.
33. kebingungan karena tidak menggunakan talentanya – bersuka cita dalam
kematian
Lain waktu, ketika ia pergi dari Valencia ke Italia melalui jalan laut ada badai besar
sekali. Kapal yang ia tumpanginya patah dan situasi begitu buruk. Menurut dia dan menurut
banyak orang lain di kapal itu, maut tidak dapat dihindari kalau tidak terjadi sesuatu yang
luar biasa. Pada waktu itu ia mengadakan pemeriksaan batin dengan teliti dan
mempersiapkan diri menghadapi kematian. Namun, ia tidak dapat merasa takut karena
dosa-dosanya, dan juga tidak merasa akan masuk neraka. Akan tetapi ia merasa sangat
susah dan sedih, karena tidak memanfaatkan dengan baik anugrah dan rahmat yang oleh
Allah Tuhan kita diberikan kepadanya. Suatu hari, pada1550, dia sakit keras karena suatu
penyakit yang amat berat. Dia serta banyak orang lain berpendapat bahwa ini akan menjadi
saat terakhir. Pada waktu itu ia berpikir mengenai maut, ia merasa begitu gembira dan
mendapat begitu banyak penghiburan rohani karena ia akan meninggal sehingga air
matanya mengalir terus. Hal itu terjadi begitu kerap, ia sering berhenti berpikir mengenai
kematian supaya tidak terlalu merasakan penghiburan itu.
92
Peristiwa kedua terjadi pada November 1535 ketika Inigo sedang berada dalam
perjalanan pulang menuju Italia setelah ia mengunjungi Spanyol. Perahu yang ia
tumpangi diterjang badai hebat. Bersama dengan orang-orang lain yang berada di atas
perahu, ia tidak percaya bahwa mereka dapat diselamatkan oleh “cara biasa” [91].
Faktanya, mereka selamat dan tampaknya Inigo meyakini ini sebagai wujud perhatian
Tuhan yang begitu besar. Kali ini, ketakutannya tentang hukuman berubah menjadi
perasaan susah dan sedih karena tidak memanfaatkan dengan baik anugerah dan
rahmat yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Kesusahan dan kebingungan adalah
salah satu tema doa tentang dosa-dosa kita dalam Minggu I Latihan Rohani. Kesusahan
dan kebingungan ini melahirkan perasaan bahwa Tuhan telah memberikan kita begitu
banyak dan melakukan banyak hal bagi kita dan bagaimana kita telah menyia-nyiakan
semua itu. Ini adalah sikap seorang ksatria yang berdiri di hadapan rajanya dengan
penuh rasa malu dan aib karena telah menghina beliau yang sebelumnya telah banyak
memberi anugerah dan kurnia (LR 74).
Pengalaman yang ketiga terjadi pada1550 (jauh setelah peristiwa terakhir yang
tercatat dalam Autobiografi). Saat itu, ia sungguh sakit dan sedang menghadapi kematian,
tetapi dia tidak takut atau bingung. Kali ini dia merasakan kegembiraan dan konsolasi
yang begitu besar. Sekarang kematian dilihatnya sebagai kesempatan untuk bersatu
sepenuhnya dengan Tuhannya dan pikiran ini menimbulkan rasa gembira yang
membuatnya menangis. Ini menjadi sebuah kondisi permanen sehingga ia sampai harus
berhenti berpikir mengenai kematian.
Dia telah menghadapi kematian di Pamplona, tetapi reaksinya sekarang begitu
berbeda. Dari sini kita dapat melihat pertumbuhan dalam kedekatannya dengan Tuhan
dan perubahan dalam sikapnya terhadap keberdosaan. Kita pun lantas dapat
merenungkan secara lebih dalam: apa yang kita rasakan manakala kita merenungkan
kematian kita?
34. wanita-wanita dari kalangan atas merawat dia – hasrat untuk melakukan
percakapan rohani
Ketika musim dingin tiba ia jatuh sakit. Penyakitnya cukup parah. Untuk
menyembuhkannya pimpinan kota menyuruh membawa dia ke rumah ayah seseorang
bernama Ferrara, yang di kemudian hari menjadi pegawai Baltasar de Faria. Di situ ia dirawat
93
dengan penuh perhatian. Banyak wanita dari kalangan atas yang bersimpati kepadanya.
Mereka datang berjaga malam. Ketika sembuh dari penyakit itu, ia tetap sangat lemah dan
di perutnya terasa amat nyeri. Karena alasan itu, dan karena memang musim dingin yang
amat dingin, maka mereka mendesaknya supaya mengenakan pakaian tebal, sepatu, dan
juga menutup kepala. Mereka juga mendorong dia supaya mau menerima dua baju
berwarna gelap dari wol yang agak tebal dan sebuah topi dari bahan yang sama, seperti peci
tetapi kecil. Pada waktu itu seringkali ia ingin berbicara mengenai hal-hal rohani, dan
bertemu dengan orang yang mampu dalam hal itu. Sementara itu telah dekat waktu yang ia
tetapkan untuk pergi ke Yerusalem.
Inigo tampaknya tidak menganggap sakitnya sewaktu musim dingin 1522 sebagai
sesuatu yang hampir merenggut nyawanya, meskipun sakitnya ini sebenarnya cukup
serius. Walaupun Inigo sendiri memilih untuk tidak dikenal oleh publik dan hanya
menjadi seorang peziarah miskin, dia menarik perhatian para pengurus kota dan dicintai
oleh sekumpulan orang-orang terpandang. Ada yang mengatakan bahwa karena
pengaruhnya di dalam Kota Manresa, Inigo disebut-sebut sebagai “Penjelmaan Injil yang
hidup” dan “sebelumnya tidak ada pengetahuan tentang Tuhan di kota ini hingga
kedatangan Bapa Ignasius.” Pernyataan ini adalah pernyataan-pernyataan yang sedikit
dilebih-lebihkan, apalagi karena Manresa dikenal sebagai kota yang penuh iklim
kesalehan. Akan tetapi, pernyataan-pernyataan ini tetap menunjukkan dampak luar
biasa dari kehadiran Inigo bagi orang-orang.
Dalam keadaan sakit, Inigo dibawa ke rumah Antonio Ferrera dan istrinya Juana.
Anak mereka akan mengabdi Baltasar de Faria. Inigo menyebut nama mereka karena
Baltasar adalah abdi Raja João III dari Portugal. Dari surat yang ditulis oleh Inigo pada 9
Oktober 1546, kita mengetahui bahwa Raja João III (yang pada tahun-tahun mendatang
akan bersahabat dengan Inigo) menunjukkan bahwa Prester Yohanes, Raja Etiopia, ingin
menjalin relasi dengan Sri Paus. Raja João menugaskan Baltasar untuk berbicara dengan
Inigo dan dengan Paus tentang kemungkinan mengirimkan Petrus Faber sebagai Uskup
di sana. Hal ini kemudian tidak ditindaklanjuti karena Faber telah meninggal dan Inigo
tidak berkenan untuk mengirim orang lain.
Selama ia tinggal di Manresa dan pada waktu-waktu lainnya, wanita adalah bagian
dari hidup Inigo. Mungkin dalam hal ini ia melihat kesamaan antara wanita-wanita ini
dengan mereka yang dikisahkan dalam Injil mengikuti dan merawat Yesus. Kita juga
mengetahui beberapa nama dari para wanita ini, termasuk Ines Pascual dan Angela
94
Amigrant. Ines dan Inigo menjalin hubungan akrab dan ia (selain kakak ipar Inigo,
Magdalena de Araoz) bertindak seperti seorang ibu bagi Inigo. Nantinya, sewaktu Inigo
dibeatifikasi, banyak perempuan, cucu-cucu dari wanita-wanita yang dikenal Inigo,
meneguhkan kesucian Inigo melalui peristiwa-peristiwa terkait dan melalui cerita-cerita
yang disampaikan secara turun-temurun dari ibu-ibu mereka. Dalam terang pengalaman
Inigo ini, sungguh mengherankan jika dikatakan bahwa para Yesuit tidak dapat berelasi
dengan baik dengan wanita!
Perawatan yang mereka berikan adalah ungkapan terima kasih mereka atas segala
bantuan yang telah mereka terima dari Inigo. Ia telah memberikan mereka latihan-
latihan sederhana, yang membuat mereka terdorong untuk melakukan karya amal kasih
dan terlibat dalam kegiatan kelompok wanita bernama “Inigas.” Mereka berhasil untuk
membujuk Inigoagar mengenakan pakaian yang lebih pantas, yaitu pakaian hangat yang
dapat melindunginya dari dingin. Penjelasan Inigo yang begitu rinci tentang keberhasilan
mereka mengubah gaya pakaiannya menunjukkan bahwa Inigo begitu menghargai
perhatian mereka terhadap dirinya. Rasa sakit pada perutnya ini diakibatkan oleh batu-
batu empedu yang nantinya akan menyebar ke seluruh tubuhnya dan akhirnya
menyebabkan kematian (pada 1556).
Sepanjang Autobiografi-nya, penyakit-penyakit Inigo disebutkan dan ditunjuk-kan
beberapa kali [3]. Namun, karena pengalaman sakit tampaknya berperan besar dalam
hidup Inigo, maka masih diperlukan beberapa komentar.
Autobiografi sendiri didiktekan pada waktu Inigo sedang sakit dan pada
kenyataannya baru selesai kira-kira enam bulan sebelum kematiannya. Jadi, tidaklah
mengejutkan jika penyakit-penyakitnya disebutkan secara cukup sering. Akan tetapi,
informasi yang diberikan oleh Inigo seringkali membangkitkan rasa ingin tahu, meskipun
terkadang juga membingungkan. Dalam Konstitusi [272], Inigo menekankan agar para
Yesuit:
• “mengambil manfaat” dari sakitnya itu,
• pada waktu ini menunjukkan sikap amat sabar dan bukannya kurang sabar
atau sukar dilayani,
• taat pada dokter,
• menunjukkan “bahwa ia menerima penyakit sebagai pemberian dari tangan
Pencipta dan Tuhan kita”,
• melihat sakit sebagai kurnia tidak kurang daripada sehat.
95
Kalau kita membaca Autobiografi, kita dapat dengan mudah melihat bahwa ini
adalah pelajaran-pelajaran yang telah ia petik dari pengalaman pribadinya. Tuhan telah
memberinya begitu banyak pelajaran, termasuk tentang peran sakit dalam
pertumbuhan hidup rohani. Ia belajar untuk bersikap “lepas bebas” terhadap penyakit
sehingga ia dapat menerimanya dengan penuh kesabaran. Sikap “lepas bebas” ini
digemakan dalam “Asas dan Dasar” (LR 23), di mana ia menyatakan bahwa “kita tidak
memilih kesehatan lebih daripada penyakit.” Bagi banyak orang, ini seperti salah satu
dari nasihat-nasihat Injil yang sulit untuk dihayati. Bersikap sabar dalam penderitaan
adalah sesuatu yang ia praktikkan di Loyola ketika mereka memotong tulangnya lututnya
dan ia berkata bahwa ia “menanggungnya” dengan ketabahan yang selalu diperlihatkan
[4].
Satu-satunya hal tentang sakit yang mengkhawatirkan Inigo ialah jika itu
menghambat pengabdiannya kepada Tuhan. Akan tetapi, jika sakitnya itu memberikan
kemuliaan bagi Tuhan, maka ia akan menerimanya dengan damai. Itulah mengapa ketika
sakit ia tidak menunjukkan upaya yang sama dengan pada waktu ia sedang mencari
kesembuhan dari penyakit rohaninya, seperti ketika ia memohon kepada Tuhan supaya
membebaskan dari kebimbangan batinnya yang terjadi selama bulan-bulan
kegelapannya di Manresa. Akan tetapi, ia tetap terbuka untuk menerima bantuan orang
lain yang bersedia merawatnya dan bahkan menaati mereka ketika mereka
menyarankannya untuk lebih menjaga dirinya. Dia mempunyai kepercayaan yang begitu
besar kepada Tuhan sehingga manakala sakit, ia menyerahkan diri sepenuhnya ke dalam
tangan-Nya dan menerima apapun yang menjadi hasilnya.
Yang terakhir, tampaknya bagi Inigo ada hubungan antara sakitnya dengan
pertumbuhan kerohaniannya. Banyak hal yang sepertinya terjadi ketika ia sedang sakit.
Ini berarti penyakit dapat menjadi kesempatan pertumbuhan rohani, tetapi bukan sebab
langsung dari itu. Matiraga berlebihan di Manresa telah menyebabkan sakit permanen
dalam tubuh Inigo dan meskipun ia tidak menyesalinya, ia begitu memperhatikan
kesehatan orang lain. Oleh karena itu, baik dalam Latihan Rohani maupun Konstitusi, kita
dapat menemukan himbauan untuk menghindari matiraga berlebihan dan menjaga
kesehatan kita supaya penyakit tidak menghalangi karya kerasulan kita.
Dari pengalamannya, Inigo belajar bahwa amatlah bermanfaat untuk berbicara
dengan orang lain tentang hal-hal rohani. Di Manresa ia mencari orang yang bisa diajak
untuk melakukan pembicaraan rohani dan yang dapat membantunya. Hasil dari
96
percakapan-percakapan ini dapat dilihat sebagai peneguhan bahwa perjalanan yang
akan dilakukannya ke Yerusalem adalah sebuah keputusan yang tepat. Sebentar lagi ia
harus meninggalkan Spanyol untuk pergi ke Tanah Suci.
Sahabat-sahabat Inigo yang pertama berkata bahwa ketika ia meninggalkan
Manresa, Inigo telah merumuskan substansi dari buku Latihan Rohani. Kebanyakan dari
isinya berasal dari pengalaman pribadinya selama berada di kota ini. Ia mempunyai
catatan-catatan tentang renungan-renungan kunci, struktur Empat Minggu, cara-cara
berdoa, pedoman pembedaan roh dan pemilihan, pedoman tentang kebimbangan batin
dan catatan-catatan tentang pemeriksaan kesadaran umum dan khusus, serta beberapa
catatan tentang pengakuan dosa dan komuni. Catatan-catatan ini akan terus
ditambahkan dan diperbaiki dalam tahun-tahun mendatang. Inigo tidak memberikan
suatu petunjuk bahwa ia mengarang Latihan Rohani di Manresa. Gambar yang terkadang
kita lihat tentang bagaimana Bunda Maria mendiktekan Latihan Rohani kepada Ignasius
lebih menunjukkan devosi dan kesalehan daripada fakta. Asal-usulnya jelas lebih
terbukti dari sejarah pertumbuhan hidup rohani dan batin Inigo. Sejarah batin ini jugalah
yang akan membentuk landasan Konstitusi Serikat Yesus.
Ketika menulis tentang hidup Inigo di Manresa, Nadal mengungkapkan
“Setelah melatih dirinya selama beberapa waktu dalam pokok-pokok yang
kita kenal sebagai Minggu I, Tuhan kita memberinya banyak kemajuan dan
ia mulai merenungkan misteri hidup Kristus Tuhan kita. Dari sini, ia
mendapatkan konsolasi besar dan keinginan untuk mengikuti-Nya. Pada
saat yang bersamaan, keinginan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa lahir di
dalam dirinya’.
Sekarang, dengan mengikuti Yesus, Inigo siap untuk memulai perjalanan ke
Yerusalem. Di Pamplona, Inigo telah menunjukkan keberanian duniawi pada mereka
yang mempertahankan benteng kota bersamanya. Di Manresa, Tuhan telah
memampukannya untuk menyampaikan sesuatu yang berbeda pada mereka yang
berada di sekitarnya, yatu kekuatan dan idealisme rohani. Ia tidak lagi menggantungkan
diri pada pedang dan belatinya, tetapi pada pengalamannya menjalankan Latihan
Rohani.
97
35. Tuhanlah satu-satunya tempat pengungsian – tiket gratis
Pada awal 1523 ia berangkat ke Barcelona untuk naik kapal. Ada beberapa orang yang
menawarkan diri akan menemaninya. Akan tetapi ia ingin pergi sendirian saja supaya seluruh
nasibnya ada di tangan Allah, sebagai satu-satunya penolong. Pada suatu hari orang-orang
amat mendesaknya supaya mencari teman, karena ia tidak tahu Bahasa Italia atau Latin.
Mereka berkata bahwa itu akan amat membantunya. Betapa balk orang itu. Ia menjawab,
bahwa juga seandainya orang itu anak atau saudara pangeran dari Cardona, ia tidak akan
pergi bersama orang itu. Sebab ia ingin mempartahankan tiga keutamaan: cintakasih, iman,
dan pengharapan. Kalau membawa seorang teman, bila lapar ia akan mengharapkan
bantuan dari dia; kalau jatuh ia akan membantunya untuk bangun. Dengan demikan
pengharapannya ada pada dia. la pun akan punya simpati untuknya, padahal ia ingin
seluruh kepercayaan, kasih, dan pengharapannya ada pada Allah saja. Apa yang
dikatakannya demikian juga terasa demikian di dalam hatinya. Maka, dengan pikiran
demikian itu Ia ingin naik kapal tidak hanya sendirian, tetapi juga tanpa membawa bekal.
Ketika mulai mengurus perjalanan, yang punya kapal mengizinkan dia naik dengan gratis
karena dia tidak punya uang. Akan tetapi ada syaratnya, ia harus membawa sedikit roti keras
untuk dimakan; kalau tidak, ia tidak akan diterima dengan alasan apa pun.
Ketika berjalan menuju Barcelona, Inigo tidak mempunyai gambaran tentang
rencana masa depan Tuhan baginya. Dia tahu bahwa ia telah diubah oleh Tuhan ketika
ia berada di Manresa, tetapi ia masih tetap memiliki rencananya sendiri untuk berziarah.
Setibanya di Barcelona, Inigo mengunjungi rumah Ines Pascual yang menawarinya
penginapan di dalam sebuah ruangan kecil di loteng rumahnya. Ini persis yang
dibutuhkan oleh Inigo. Anak Isabel Roser, Juan, nantinya akan menceritakan bagaimana
ia sering mendengar doa-doa malam dari tamu yang tidak biasa ini. ia sering mendengar
Inigo berbisik, “Tuhanku, betapa tidak terbatasnya kebaikan-Mu karena Engkau sudi
memperhatikan seseorang yang begitu jahat dan rusak seperti aku ini.” Meskipun Inigo
yakin bahwa ia telah diampuni, Inigo tidak pernah kehilangan rasa keberdosaannya.
Pada kesempatan kali ini, Inigo hanya tinggal bersamanya selama tiga minggu
sembari ia menunggu kapal untuk membawanya ke Roma dan kemudian ke Tanah Suci.
Akan tetapi, Inigo selalu diterima dengan ramah di rumah ini. Ketika ia kembali dari
Tanah Suci, ia akan kembali menerima hospitalitas Ines untuk jangka waktu yang lebih
lama.
98
Pada waktu ini jugalah Inigo bertemu dengan Isabel Roser yang akan menjadi teman
setia Inigo dan membantunya ketika studi. Dia juga akan menjadi salah satu dari tiga
perempuan yang diterima di dalam Serikat Yesus selama kira-kira satu tahun.
Isabel Roser mengisahkan bahwa ia pertama kali bertemu Inigo ketika ia sedang
menghadiri kotbah di gereja dengan suaminya yang buta,
“Di sana saya melihat bapa kita yang diberkati duduk di antara tangga altar
bersama anak-anak. Saya menatapnya beberapa kali dan melihat ada
semacam terang pada wajahnya dan saya mendengar suara dari dalam hati
saya yang berseru, “Panggil dia! Panggil dia!” Meskipun awalnya saya tidak
percaya, saya meninggalkan gereja dengan hati tersentuh. Ketika saya tiba
di rumah dan menceritakan hal ini pada suami saya, kami langsung keluar
untuk mencari Si Peziarah dan mengundangnya untuk makan bersama
kami. Dia datang dan setelah makan dan berbicara tentang hal-hal rohani
yang memberikan kesan mendalam bagi kami.”
Ketika ia akan memulai perjalanannya, teman-temannya ingin agar Inigo menerima
tawaran untuk dibantu dan memberikan Inigo alasan-alasan bagus dengan
menunjukkan bahwa Inigo tidak memahami bahasa-bahasa yang dibutuhkan – masalah
yang biasa dihadapi oleh para peziarah. Dengan kehendak kuatnya, Inigo menolak
tawaran mereka dengan berkata bahwa ia bahkan tidak akan menerima seorang
anggota keluarga Cardona sebagai teman perjalanannya. Cardona adalah salah satu
keluarga bangsawan paling terpandang di Catalan dan Juana, saudari putri dari
Pangeran, adalah istri Pangeran Najera yang dahulu diabdi oleh Inigo [13]. Dia juga
mempunyai alasan khusus untuk menolak tawaran mereka untuk membantu dia, yang
didasarkan pada keinginannya untuk memercayakan diri sepenuhnya hanya pada
Tuhan.
Dia menjelaskan alasan pertamanya. Jika ia mempunyai teman seperjalanan ia akan
mengharapkan bantuan darinya manakala ia lapar atau jatuh. Amat mungkin bahwa dia
sedang merujuk pada perjalanan Yesus ke Bukit Kalvari. Namun, ia menginginkan hanya
“Tuhan semata” sebagai satu-satunya tempat ia bisa berpaling. Ia ingin agar Tuhan
menjadi satu-satunya tempat pengungsiannya.
99
Alasan yang kedua ialah ia berharap dapat mengamalkan tiga keutamaan, yaitu
cinta kasih, iman dan harapan. Ini adalah motivasi baru yang nuansanya lebih positif
dalam peziarahannya. Dalam “Pedoman Pembedaan Roh” (LR 316), Inigo menjelaskan
konsolasi sebagai bertambahnya tiga keutamaan teologis ini. Dia sedang mencari
sesuatu yang lebih daripada sekedar meniru kehebatan dan matiraga orang-orang
kudus. Di dalam dirinya telah tumbuh pemahaman mengenai apa itu keutamaan sejati
[14]. Seperti yang ia tunjukkan kepada teman-temannya, Inigo ingin meletakkan iman,
cinta kasih dan harapannya pada “Tuhan semata.”
Dia tidak mempunyai keraguan sedikitpun mengenai hal ini karena ia
merasakannya pada kedalaman eksistensinya. Hal ini terus bertumbuh sehingga ia
dapat mempunyai keyakinan tentang hal apa yang harus dilakukan dari kemampuannya
untuk merasakan apa yang terjadi di dalam batinnya (merasakan apa yang tepat adalah
hal penting dalam berdiskresi).
Tidak puas hanya dengan bepergian sendirian, Inigo memutuskan untuk semakin
meletakkan kepercayaannya pada Tuhan dengan tidak membawa bekal makanan untuk
perjalanannya. Bukankah ini juga yang dikatakan kepada para rasul? Ia pergi kepada
pemilik kapal, yang dengan murah hati menyetujui untuk mengangkutnya tanpa biaya,
tetapi dengan satu syarat. Inigo harus membawa roti untuk makanan pribadinya. Bagi
pemilik kapal, syarat ini tidak dapat ditawar, tetapi bagi Inigo hal ini menjadi sebuah
masalah besar.
36. roti untuk bekal perjalanan – khawatir akan memuliakan diri – apakah ada
hal baik di Roma?
Perihal roti yang harus dicari, ia mendapat banyak skrupel: Begitukah pengharapan dan
kepercayaanmu terhadap Allah, yang tidak akan mengkhianati engkau? dan seterusnya. Hal
itu terjadi begitu hebat dan ia amat terganggu. Akhirnya, karena tidak tahu apa yang harus
dilakukan, sebab dari segala segi ada alasan yang masuk akal, ia mengambil keputusan untuk
memercayakan diri kepada bapa pengakuan. Ia menerangkan kepadanya betapa ia ingin
menempuh jalan kesempurnaan dan mencari apa yang menjadi kemuliaan Tuhan yang lebih
besar. Akan tetapi, ada hal yang membuat dia ragu-ragu, yaitu apakah ia harus membawa
bekal. Bapa pengakuan memutuskan bahwa ia harus mengemis apa yang diperlukan dan
membawanya pada perjalanan itu. Ia juga minta sedekah kepada seorang ibu. Orang itu
bertanya ke mana ia akan pergi. Sebentar ia ragu-ragu, apakah akan mengatakannya.
100
Akhirnya ia tidak mengatakan lebih dari bahwa akan pergi ke Italia dan Roma. Ibu itu dengan
rasa heran berkata, "Mau ke Roma? Mereka yang pergi ke sana belum tentu bagaimana akan
kembali!"(maksudnya, bahwa di Roma orang sering tidak mengambil banyak untung rohani).
Alasannya mengapa ia tidak berani berkata bahwa akan pergi ke Yerusalem ialah karena
takut akan memegahkan diri. Ia juga tidak pernah berani berkata dari daerah dan keluarga
mana ia berasal. Ketakutan-ketakutan itu begitu menekannya. Akhirnya ia mendapatkan roti
dan naik kapal. Akan tetapi ketika pergi ke pantai ia masih punya lima atau enam keping
uang kecil yang diperolehnya waktu mengemis dari rumah ke rumah (sebab itulah cara
hidupnya). Ia meninggalkannya di sebuah bangku dekat pantai.
Sebelum Inigo memulai perjalanannya, keinginan besarnya untuk menambatkan
iman dan harapannya kepada Tuhan semata sudah mendapat cobaan. Meskipun
kebimbangan batin yang ia rasakan tidak lagi sebesar saat di Manresa, hal ini tetap
menjadi sebuah masalah besar karena ia tidak tahu apa yang seharusnya ia lakukan. Ia
menjadi putus asa. Prinsip-prinsip pembedaan roh yang telah diajarkan oleh Tuhan
kepadanya tidak membantu. Dia mempunyai keyakinan besar bahwa Tuhan ingin ia
melakukan sesuatu dan sekarang idenya ditolak hanya oleh seorang pemilik kapal. Ia
menggunakan akal budinya untuk memecahkan masalah ini dengan mengamati alasan-
alasan untuk membawa bekal dan alasan-alasan untuk tidak membawanya. Cara ini
tidak membantu karena ia dapat melihat alasan-alasan pada kedua sisi, khususnya
karena pemilik kapal tidak dapat ditawar dan Inigo juga bersikeras ingin pergi ke
Yerusalem. Dalam kebingungannya ini, Inigo mendapat pelajaran lain dalam berdiskresi.
Dalam situasi tertentu, satu-satunya hal yang dapat dilakukan ialah membiarkan orang
lain mengambil keputusan. Inilah cara terakhir ketika semua cara lain gagal.
Ia pun pergi kepada bapa pengakuannya. Pertama, ia membuka jiwanya kepada
bapa pengakuannya seperti yang biasanya ia lakukan (bdk. [25]). Melalui hal ini, kita
dapat melihat perkembangan baru di dalam pencariannya,yaitu keinginan untuk
mendapatkan kesempurnaan diri dengan melakukan apa yang lebih bagi kemuliaan
Tuhan. Pada perjalanan sebelumnya, ketika ia sedang menuju Montserrat, Inigo sungguh
yakin bahwa cara untuk memberi kemuliaan bagi Tuhan adalah dengan melakukan
“perbuatan lahiriah” yang besar dalam rangka meneladan para kudus. Sekarang dia telah
memiliki pengertian yang lebih baik bahwa kemuliaan dapat diberikan pada Tuhan lewat
cara-cara lain. Untuk pertama kalinya Inigo berusaha untuk memilih apa yang “lebih”
(magis) bagi kemuliaan Tuhan. Inilah permulaan dari ide yang akan terus berevolusi
menjadi tujuan utama dari ordo religius yang ia dirikan bersama sahabat-sahabatnya, di
101
mana anggota-anggotanya mengejar “keselamatan dan kesempurnaan” mereka dengan
mencurahkan “segenap tenaga mereka dalam membantu tercapainya keselamatan dan
kesempurnaan jiwa-jiwa sesama mereka.” Melalui tujuan ganda inilah mereka akan
memuliakan bagi Tuhan.
Ia menjelaskan masalahnya kepada bapa pengakuannya.Lantas bapa
pengakuannya memberi penyelesaian sederhana: letakkan kepercayaanmu pada Tuhan
dengan mengemis hanya sebatas apa yang diperlukan dan bawalah naik ke dalam kapal.
Meskipun solusi ini tampaknya sederhana, tetap saja ada masalah yang timbul
karenanya. Perempuan yang ia mintai uang bertanya kepada Inigo mengapa ia
membutuhkannya. Ada yang menyebut bahwa wanita ini adalah Isabel Roser. Akan
tetapi, mengingat rasa hormatnya yang begitu besar terhadap Inigo dan kenyataan
bahwa ia mungkin mengetahui rencana Inigo, maka kelihatannya tidak masuk akal.
Kemungkinan yang lebih besar adalah perempuan ini merupakan seseorang yang tidak
dikenal, sama seperti perempuan yang ia jumpai di Manresa. Dengan kejujurannya,
perempuan-perempuan seperti ini menantang Inigo untuk melihat secara lebih dalam
pada dirinya sendiri. Inilah talenta yang dimiliki oleh perempuan ketika berurusan
dengan laki-laki. Dalam hal ini, wanita ini membuat Inigo ragu karena jika ia
memberitahukan rencana besarnya, ia akan memuji Inigo dan lantas membesarkan
kemuliaan diri Inigo. Seperti yang telah ditunjukkan oleh Inigo [18] dan [22], inilah
kelemahannya yang terbesar dan selalu diwaspadainya. Inilah salah satu alasan
mengapa ia ragu untuk memberi informasi seputar latar belakangnya. Mungkin sejenak
ia sempat bertanya pada dirinya sendiri apakah motivasinya untuk melakukan ziarah ke
Yerusalem sesungguhnya merupakan bentuk tersembunyi dari pencarian kemuliaan
diri. Wanita ini beranggapan bahwa Roma tidaklah berguna bagi pertumbuhan rohani
seseorang. Akan tetapi, Kota Roma inilah yang akan menjadi “Yerusalem” bagi Inigo,
tempat ia menghabiskan enam belas tahun terakhir hidupnya.
Mengemis disebutkan berulang kali sepanjang Autobiografi. Mengemis adalah cara
yang wajar bagi Inigo untuk mendapatkan uang yang ia butuhkan. Kepemilikan uang
seolah menandakan kurangnya kepercayaan pada Tuhan dan rahmat pemeliharaan-
Nya. Setiap kali ia memiliki uang sisa, ia memberikannya pada orang lain. Ketika ia
menyadari bahwa ia masih mempunyai beberapa blanca (koin dengan nilai paling
rendah), ia meletakannya pada bangku sehingga orang-orang miskin dapat
menemukannya. Nanti, seperti yang ada di dalam “Pedoman Membagi Derma” di dalam
102
Latihan Rohani, Inigo akan melihat uang sebagai sarana efektif bagi kerasulan, tetapi
kecenderungan terbesarnya ialah membagikannya pada kaum miskin.
37. tidak ada bantuan dari orang-orang rohani – memulai perjalanannya
Ia kemudian naik kapal setelah tinggal di Barcelona lebih dari dua puluh hari. Ketika
masih di Barcelona sebelum naik kapal, sesuai dengan kebiasaannya ia mengunjungi semua
orang rohani, biarpun tinggal di pertapaan yang jauh dari kota, untuk berbicara dengan
mereka. Akan tetapi baik di Barcelona maupun di Manresa, selama tinggal di sana ia tidak
dapat menemukan orang yang dapat memberikan bantuan sebagaimana diinginkannya.
Hanya di Manresa, seorang wanita tua yang telah disebut di atas, dan yang berkata
kepadanya bahwa akan minta dari Allah supaya Yesus Kristus menampakkan diri kepadanya,
hanya dia itulah yang tampaknya masuk ke dalam hal-hal rohani lebih mandalam. Karena
itu, setelah berangkat dari Barcelona, ia tidak lagi punya keinginan untuk mengunjungi orang
rohani.
Secara umum cara bertindak Inigo pada waktu ini adalah sebagai berikut:
• Memperhatikan secara cermat pengalaman-pengalamannya
• Merenungkan pengalaman-pengalaman tersebut
• Mencari orang yang bisa diajak berdiskusi mengenai hal ini
• Menggunakan apa yang telah ia pelajari dari pengalamannya sendiri untuk
membantu orang lain
Inilah mengapa pada hari-hari terakhirnya di Barcelona Inigo mencari orang-orang
rohani yang dapat mendengarkan cerita pengalamannya seputar hal-hal baru yang telah
terjadi dalam dirinya. Dia sempat melakukan percakapan rohani dengan beberapa
suster. Ketika ia kembali dari Yerusalem pada 1525, ia membawa cenderamata bagi
salah satu suster itu, yaitu sebuah kotak yang berisi tanah dan bunga-bunga dari Tanah
Suci. Dia bahkan pergi ke pertapaan-pertapaan yang letaknya jauh di luar kota dengan
kepercayaan bahwa ia dapat menemukan orang-orang rohani yang dicarinya di antara
mereka yang hidup dalam kesendirian. Nantinya, ia akan berada di tengah-tengah kota
dan persimpangan hidup manusia untuk mencari dan menemukan Tuhan. Di Manresa
dan Barcelona, Inigo tidak dapat menemukan apa yang sungguh ia inginkan, kecuali
seorang wanita yang sudah disebut sebelumnya [21]. Dia masih harus menunggu
sampai ketika ia telah mengumpulkan sahabat-sahabat yang berpikiran serupa agar
103
dapat melakukan percakapan bermanfaat yang membahas hal-hal rohani secara
mendalam.
Di akhir bab ini, Inigo telah menjadi seseorang yang sangat berbeda dibandingkan
di awal bab. Ketika tiba di Manresa, Inigo mempunyai keinginan yang begitu kuat untuk
mengabdi Tuhan. Ia begitu gigih dalam melakukan ini. Akan tetapi, ia tidak tahu apa-apa
tentang hidup rohani dan semangatnya untuk melakukan matiraga adalah jenis
“Semangat yang tidak didasarkan pada pengetahuan yang cukup.” Ia kemudian akan
memperingatkan pengikutnya akan hal ini.
Selama periode waktu dari Loyola hingga saat ia dibebaskan dari kebimbangan
batinnya di Manresa, Inigo telah diajarkan banyak prinsip dan fakta mengenai
pembedaan roh dan pengambilan keputusan. Kita telah mencatat hal ini pada paragraf
[25]. Sekarang, ketika ia akan meninggalkan Barcelona, ia dapat mengembangkannya:
• Dalam permenungannya, ia menyadarinya pentingnya untuk mencermati
pikiran-pikiran dan perasaan-perasaannya. Terkadang ia harus
membiarkan segala sesuatunya berjalan terlebih dahulu agar mendapat
kejelasan.
• Berbagai roh menimbulkan gerakan-gerakan dalam jiwanya dan ia menyadari
pentingnya membedakan apakah ini merupakan tanda-tanda dari Tuhan (roh
baik) atau godaan setan (roh jahat) atau prasangka (dari dirinya sendiri).
• Amat penting menemukan cara roh-roh masukke dalampengalamannya
• Ia tidak dapat mengambil keputusanmengenai apa yang benar yang harus
dilakukan sampai ia tahuroh-roh apa yang menggerakkannya.
• Pada waktu-waktu tertentu, Tuhan dapat meninggalkan jejak sedemikian
mendalam di batinnya mengenai apa yang harus dilakukannya sehingga ia
tidak dapat lagi meragukannya.
• Pada waktu-waktu lain ia akan mempunyai “firasat” tentang apa yang
seharusnya dilakukan.
• Pada saat lain ia harus meminta nasihat dari orang-orang lain dan memberi
mereka kesempatan untuk mengatakan padanya tentang apa yang harus ia
lakukan.
• Peneguhan bahwa ia telah mengambil keputusan benar dapat datang dengan
berbagai cara.
104
Di masa depan, Inigo akan secara sadar menggunakan prinsip-prinsip dan norma-
norma ini dalam menentukan keputusan-keputusan dan tindakan-tindakannya. Ia masih
harus terus belajar mengenai petunjuk praktis diskresi, tetapi ia telah mempunyai
beberapa pedoman yang dapat membantunya.
Dalam suratnya yang terkenal kepada Suster Teresa Rejadell pada Juni 1536, kita
dapat melihat banyak bukti bahwa apa yang telah ia pelajari di Manresa memberinya
pelajaran yang berguna dalam membantu orang lain. Beberapa dari topik-topik yang ia
tulis telah dibahas dalam paragraf-paragraf sebelumnya:
• Bagaimana musuh berkata bahwa bertahan dalam pengabdian kepada Tuhan
itu terlalu sulit untuk dilakukan [20]
• Godaan mencari kemuliaan diri [36]
• Kebimbangan batin [22-25]
• Konsolasi [20]
• Desolasi,ketiadaan penghiburan dalam doa [21]
• Apa yang timbul dari Tuhan dan apa yang timbul dari diri kita [35]
• Mencari bimbingan dari pimpinan Gereja [36]
Kalimat terakhir bab ini memberi kita gambaran akan adanya pemutusan
selamanya dengan cara hidup Inigo yang sebelumnya. Hidupnya tidak akan lagi
didasarkan pada hasrat meniru model yang telah diberikan oleh orang lain. Ia
mempunyai kepercayaan diri baru dalam dirinya dan dalam kemampuannya untuk
membaca bagaimana Tuhan bertindak secara langsung dalam jiwanya.
Ia tidak akan lagi menyebut dirinya tak berpengetahuan dalam hal-hal rohani.
Sebaliknya, bukannya mencari bimbingan, ia justru sekarang ingin membantu
sesamanya. Ketika meninggalkan Barcelona, Inigo tampak lebih siap untuk memberi
bantuan rohani daripada menerimanya. Dia telah siap untuk bertanggung jawab secara
penuh terhadap hidupnya. Inigo, sang murid, telah menerima pelajaran-pelajarannya
dengan baik.
105
Bab 4
Ziarah ke Yerusalem [38-48]
38. mulai berlayar – Tuhan menyelamatkannya dari badai – menyelamatkan
seorang ibu dan anak putrinya
Kapal mendapat angin belakang yang begitu kuat, sehingga mereka dari Barcelona
sampai ke Gaeta hanya dalam waktu lima hari-lima malam. Akan tetapi semua agak takut
juga karena angin badai yang hebat itu. Di seluruh daerah Gaeta orang-orang takut kena pes;
namun segera sesudah mendarat ia mulai berjalan menuju Roma. Penumpang kapal yang
ikut bersama dia ialah seorang ibu dengan anak perempuannya yang berpakaian laki-laki,
dan seorang pemuda. Mereka ikut dengan dia, karena mereka juga minta-minta. Ketika
sampai pada sebuah rumah, ada perapian besar di situ dan banyak tentara yang memberi
makan kepada mereka dan juga banyak anggur. Mereka diajak minum dan sepertinya
memberi kesan mereka akan dimabukkan. Kemudian mereka dipisah: Ibu itu dengan
anaknya ditempatkan dalam sebuah kamar di atas, peziarah dengan pemuda itu dalam
kandang. Tengah malam ia mendengar teriakan keras di atas. Ketika bangun untuk melihat
apa yang terjadi, ia menemukan ibu dan anaknya di bawah, di gang, menangis dan mengadu
bahwa mereka mau diperkosa. Ia menjadi begitu marah, lalu berteriak, "Apakah ini harus
dibiarkan?" dan teriakan lain yang serupa. Ia mengatakannya dengan begitu tegas sehingga
semua yang ada di rumah itu mulai gemetar, Akan tetapi tidak ada orang yang membuat
sesuatu untuk melawan dia. Si pemuda melarikan diri, dan mereka bertiga mulai berjalan
lagi di tengah malam.
Pada awal Maret 1523 Inigo berlayar dari Barcelona. Ketika ia memulai
perjalanannya ke Yerusalem, Inigo ingin menggantungkan semua iman dan harapannya
pada Tuhan. Dalam kisah di bawah ini, setiap peristiwa menjadi bukti perhatian Tuhan
kepadanya.
Angin kencang yang membawa mereka dengan begitu cepat ke Gaeta, sebelah
selatan Kota Roma, adalah bagian dari badai yang menakutkan. Akan tetapi, Tuhan
membawanya dengan selamat ke Italia dan melindunginya dari wabah yang berbahaya.
Walaupun Inigo begitu yakin dengan keputusannya untuk bepergian seorang diri, ia
dengan senang menemani orang lain yang sedang bepergian ke arah yang sama. Pada
perjalanan kali ini, ia menemani seorang ibu dan anak putrinya, dan seorang laki-laki
muda. Kedua wanita yang kurang hati-hai ini nantinya akan membawa Inigo pada
sebuah situasi sulit, seperti yang dilakukan oleh seorang ibu dan anak putrinya pada
sebuah peristiwa lain [61]. Sewaktu berada di penginapan, para tentara bersikap amat
ramah terhadap mereka. Mereka tidak segan-segan memberikan anggur untuk
diminum. Kalaupun Inigo mencurigai motivasi mereka – dan tampaknya memang begitu
– Ia tidak mengatakan apa-apa soal itu. Akan tetapi, ketika niat mereka sudah menjadi
jelas sewaktu tengah malam, Inigo dengan sigap bertindak. Kita tidak dapat mengetahui
apakah ia sedang menjadi seorang ksatria yang datang menyelamatkan kedua wanita
tersebut atau seorang hidalgo yang sedang mempertahankan benteng Pamplona. Akan
tetapi, ia melawan para tentara itu dengan energi yang begitu besar sehingga mereka
pun mundur. Ia tidak takut meskipun jumlah mereka lebih banyak. Suaranya yang
menggelegar dalam mengajukan pertanyaannya menunjukkan wibawanya. Ini pasti
mengejutkan mereka yang semula melihatnya hanya sebagai seorang peziarah yang
berpenampilan miskin. Lelaki muda itu lari, tetapi Tuhan tetap melindungi mereka dari
bahaya dan menjaga mereka sepanjang malam. Dalam situasi ini, Inigo mungkin teringat
akan kisah pengungsian Yesus ke Mesir.
39. Tuhan membantunya melewati gerbang kota
Ketika sampai di sebuah kota yang tidak begitu jauh, ternyata pintu kota tertutup.
Karena tidak dapat masuk, malam itu mereka bertiga tinggal di situ dalam sebuah gereja
yang bocor. Pagi harinya orang tidak mau membukakan pintu kota untuk mereka. Di luar
kota mereka tidak memperoleh sedekah, kendatipun sudah sampai di sebuah istana yang
dekat. Di situ peziarah merasa lemah sekali, karena kelelahan selama perjalanan di laut
maupun karena apa yang terjadi kemudian. Ia tidak mampu berjalan lebih jauh lagi. Maka
ia tinggal di situ. Ibu itu dengan anaknya pergi ke Roma. Hari itu banyak orang keluar dari
kota. Ia mendengar bahwa hari itu ratu di daerah itu akan datang ke situ. Maka ia
menghadapnya dan mengatakan bahwa ia hanya sakit karena kelelahan dan minta
dibiarkan masuk ke dalam kota supaya di situ bisa mencari sedikit obat. Tanpa kesulitan
107
beliau menyetujuinya. Ia kemudian mulai mengemis di kota. Ia mengumpulkan uang kecil
cukup banyak. Dua hari ia beristirahat di situ, kemudian meneruskan perjalanannya. Ia tiba
di Roma padaMinggu Palma.
Mereka pergi ke sebuah kota yang bernama Fondi, tetapi mereka tidak dapat masuk
ke dalamnya karena banyak kota yang ditutup untuk mencegah penyebaran wabah.
Kota-kota ini tidak memperkenankan orang asing untuk memasuki kota kecuali mereka
dapat menunjukkan surat keterangan sehat. Badan yang lemah dan kesehatan yang
kurang baik akan menjadi masalah bagi Inigo pada beberapa kejadian lainnya.
Inigo tidak dapat memasuki kota, tidak mendapat makanan sedikit pun, ditinggalkan
oleh ibu dan anak putri yang telah dilindunginya, dan keletihan akibat perjalanan laut
dan pekerjaan-pekerjaan lain yang ia lakukan. Inigo sekarang tinggal seorang diri, tetapi
ia tidak ditinggalkan oleh Tuhannya.
Tuhan mengirimkan kepada Inigo “perempuan yang menguasai daerah itu”, yang
memperlakukan Inigo dengan baik. Wanita ini kemungkinan adalah Putri Beatrice
Appiani, yang menjadi penguasa kota ini. Ia percaya bahwa penyakit Inigo disebabkan
oleh keletihan dan bukan karena wabah. Inigo pun lalu diperbolehkan memasuki kota.
Di dalam kota ia dapat mengemis dan memperoleh cukup uang untuk mendapatkan
makanan.
Dengan kepercayaan bahwa Tuhan masih terus menyertainya, Inigo melanjutkan
perjalanan ke Kota Roma. Dari Gaeta ke Roma Inigo harus menempuh perjalanan sejauh
120 km dan ia menempuh perjalanan ini dengan kaki pincang, dalam cuaca yang dingin
dan lembab serta tanpa makanan dan penginapan yang layak. Pada 29 Maret 1523, Inigo
memasuki Kota Roma. Dia berada di sana selama Pekan Suci dan seminggu sesudahnya.
40. keyakinan bahwa ia akan memperoleh jalan ke Yerusalem – tetapi ada
momen keragu-raguan
Di situ semua orang yang bercakap-cakap dengan dia, ketika mendengar bahwa ia tidak
punya uang untuk pergi ke Yerusalem, mulai memberi nasihat, supaya jangan pergi. Mereka
mengajukan banyak alasan, dan dengan tegas mengatakan bahwa tidak mungkin naik kapal
kalau tidak punya uang. Akan tetapi, ia punya keyakinan besar dalam hati dan tidak bisa
108
bimbang bahwa akan ada jalan untuk pergi ke Yerusalem. Setelah menerima berkat dari Paus
Adrianus VI, selanjutnya ia pergi ke Venesia delapan atau sembilan hari sesudah Paska. Ia
membawa enam atau tujuh dukat, yang diberikan kepadanya untuk perjalanan dari Venesia
ke Yerusalem. Ia menerima uang itu karena sedikit dikalahkan oleh rasa takut yang
dimasukkan orang ke dalam hatinya dengan berkata, bahwa tidak ada jalan lain untuk pergi
ke Yerusalem. Tetapi dua hari sesudah ia berangkat dari Roma, ia mulai sadar bahwa itu
berarti kurang percaya. Ia menyesal sekali telah menerima dukat itu dan berpikir apakah
tidak baik melepaskannya saja. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk membagikannya
dengan lapang hati kepada mereka yang ditemuinya, biasanya orang miskin. la melakukan
itu sehingga ketika sampai di Venesia, ia sudah tidak memiliki lebih dari beberapa keping
uang kecil yang malam itu dibutuhkannya.
Inigo telah tiba di Roma untuk mendapatkan izin serta berkat Paus untuk
perjalanannya. Ia menerimanya dua hari setelah kedatangannya. Ada catatan resmi yang
menyebutkan bahwa pada31 Maret 1523 Paus Adrianus VI memberi izin kepada ENECO
de Loyola, klerus Keuskupan Pamplona, untuk mengunjungi makam suci Tuhan dan
tempat-tempat kudus lainnya. Paus Adrianus VI adalah paus yang sebelumnya dihindari
oleh Inigo ketika ia berbelok ke Manresa [18]. Karena Inigo ditutupi oleh pakaian
peziarahnya dan lebih kurus dari biasanya, serta menjadi bagian dari sebuah
rombongan, tampaknya sulit bagi siapa pun untuk mengenali Inigo.
Orang-orang yang bercakap-cakap dengannya kemungkinan besar adalah orang-
orang Spanyol karena Inigo belum dapat berbahasa Italia. Mereka mencoba
menunjukkan dengan akal sehat bahwa ia tidak mungkin dapat melakukan ziarah ke
Yerusalem tanpa uang. Biaya satu kali perjalanan adalah sekitar 20 hingga 40 dukat.
Meski mereka sudah mengumpulkan 6 atau 7 dukat pastilah tidak akan mencukupi.
Akan tetapi, ia mempunyai ”keyakinan besar dalam jiwanya” bahwa ia akan
mendapatkan cara untuk pergi Yerusalem. Inilah sebuah cara pengungkapan yang
menunjukkan bahwa keyakinan ini tertanam begitu dalam di batinnya. Walaupun tidak
dapat dibuktikan atau dilawankan dengan akal sehat, keyakinan ini sendiri adalah
peneguhan bahwa ia melakukan hal yang benar. Tuhan ada besertanya.
Terlepas dari keyakinannya tersebut, perkataan-perkataan mereka telah
menimbulkan kecemasan dalam dirinya bahwa ia tidak akan dapat sampai ke Yerusalem
tanpa membawa uang. Namun, pada saat yang sama, ia merasa terusik karena telah
109
menerima dan menyimpan beberapa dukat. Ketika ia merenungkan hal ini, dia bertanya
kepada dirinya sendiri, pada siapakah ia percaya: Tuhan atau uang. Ia mengajukan
pertanyaan yang sama ketika akan meninggalkan Barcelona dan jawabannya waktu itu
jelas. Ia ingin percaya sepenuhnya hanya kepada Tuhan. Dengan prinsip ini, Inigo
memutuskan untuk melepaskan uang yang ia pegang dengan memberikannya secara
cuma-cuma. Dia menambahkan sebuah catatan kecil tapi penting, yaitu bahwa orang
yang biasanya ia temui dan menerima manfaat dari pemberiannya adalah orang-orang
miskin. Orang-orang miskin adalah teman-temannya dan ia ingin dekat dengan mereka.
Dalam Latihan Rohani, ada sebuah meditasi tentang “Tiga Golongan Orang”, di mana
masing-masing telah menerima sejumlah uang dan harus mengambil keputusan akan
diapakan uang tersebut. Golongan I tidak dapat mengambil keputusan. Golongan II
memutuskan apa yang mereka inginkan, yaitu menyimpannya sendiri. Golongan III
bertanya apa yang Tuhan inginkan agar mereka lakukan dan bertindak seturut hal itu.
Dalam peristiwa ini, Inigo telah memberi kita contoh orang Golongan III dengan bertanya
kepada dirinya untuk mencari tahu apa yang Tuhan minta darinya. Rasa percayanya
pada Tuhan telah memberinya kekuatan untuk melepaskan uang tersebut.
Perjalanan dari Roma ke Venesia adalah perjalanan yang sulit. Inigo harus
menempuh jarak sekitar 600 km. Ia berjalan sendirian melewati jalan berlumpur, berada
dalam bahaya dirampok, terkena wabah penyakit dan kelaparan. Sekurang-kurangnya,
ia tidak merasa terbebani oleh uang dan hanya mempunyai uang secukupnya untuk
malam pertamanya di Venesia.
Hal yang begitu penting untuk dicatat di sini adalah keyakinan Inigo yang begitu
mendalam, yang ia “rasakan dalam hatinya.” Ia ingin menempatkan segala “kepercayaan,
afeksi dan harapannya pada Tuhan semata” [35]. Ia tidak mengetahui secara rinci
bagaimana hal ini dapat terwujud, tetapi ia akan kembali pada keinginan ini manakala ia
harus mengambil keputusan praktis terkait dengan roti, izin naik kapal, uang, surat
keterangan sehat dan lain-lain. Ini merupakan prinsip dasar bagi Inigo.
41. menjadi sakit dan lemah – dikuatkan oleh Kristus – memasuki Padua
Selama perjalanan ke Venesia, karena tindakan yang diambil berhubung dengan wabah
pes ia tidur di pendopo luar. Pernah terjadi, pagi hari ketika ia bangun, seseorang yang
melihat dia menjadi takut sekali dan melarikan diri. Ternyata karena ia tampak pucat sekali.
110
Dalam perjalanan itu ia sampai ke Chioggia. Ia bersama dengan beberapa teman yang telah
menggabungkan diri dengan dia. Mereka mendapat kabar bahwa tidak akan diberi izin untuk
masuk Venesia. Teman-temannya mengambil keputusan untuk pergi ke Padua guna mencari
tanda bukti kesehatan. Ia pun berangkat bersama mereka. Akan tetapi ia tidak dapat berjalan
begitu baik, padahal mereka berjalan cepat sekali. Maka menjelang malam ia ditinggalkan di
padang yang luas. Ketika berada di situ tampaklah olehnya Kristus dengan cara yang seperti
biasa, sebagaimana telah kami katakan di atas, dan Ia amat menguatkannya. Dengan
hiburan itu hari berikutnya, pagi hari, tanpa memalsukan surat seperti yang dilakukan oleh
teman-temannya itu, ia sampai di pintu kota Padua. Ia masuk tanpa dimintai apa-apa oleh
para penjaga, yang sama terjadi ketika ia keluar. Teman-temannya amat heran akan hal itu,
karena mereka datang ke Padua justru untuk meminta surat guna pergi ke Venesia. Ia tidak
ambil pusing mengenai hal itu.
Lagi-lagi, ia mendapat masalah akibat ketakutan orang akan wabah penyakit dan
upaya mereka untuk melindungi kota mereka. Wabah penyakit ini mematikan dan
penyebarannya harus dicegah. Orang-orang yang masuk ke dalam kota tanpa surat
keterangan sehat dihukum berat, bahkan sampai digantung atau dibakar hidup-hidup.
Ada sebuah kasus di mana empat wanita yang memasuki kota secara diam-diam
akhirnya didera di depan umum hingga hampir mati akibat perintah pengadilan.
Beratnya perjalanan menuju Venesia pasti telah memengaruhi Inigo sedemikian rupa
sampai-sampai hanya dengan melihatnya saja orang sudah ketakutan, apalagi jika
sampai tidak sengaja tersentuh oleh Inigo.
Letak Chioggia hanya sekitar 25 km di sebelah Selatan Venesia. Beberapa peziarah
lain yang ia ikuti memutuskan untuk pergi ke Padua untuk memperoleh surat
keterangan sehat sehingga mereka dapat masuk ke Kota Venesia. Dalam kondisinya
yang lemah, ia tidak mampu mengikuti mereka. Ia pun ditelantarkan di sebuah “padang
luas.” Tempat seperti ini merupakan tempat “Meditasi Dua Panji” dalam Latihan Rohani.
Sebab, di dalamnya ada dua cara hidup yang ditawarkan: Panji Kristus (jikalau Inigo
mempertahankan niatan hatinya) atau Panji Lucifer (kalau Inigo memalsukan surat
keterangan sehat).
Saat tengah malam dan ketika sedang seorang diri, ia mendapat pengalaman
khusus merasakan kehadiran kemanusiaan Kristus, seperti yang ia rasakan ketika di
Manresa [29]. Dia begitu diteguhkan oleh hal ini untuk terus melanjutkan perjalanannya,
sama seperti ketika ia meneguhkan teman-temannya di Pamplona untuk
111
mempertahankan benteng. Konsolasi yang ia rasakan merupakan peneguhan bahwa
keputusannya untuk memercayai “Tuhan semata” adalah keputusan yang benar, dan
terlepas dari apa pun yang terjadi, Tuhan akan melindunginya. Hal ini dibuktikan dengan
begitu mudahnya ia memasuki dan meninggalkan Kota Padua.
Di dalam dirinya juga tumbuh keinginan untuk tidak saja berada bersama Kristus
yang miskin, tetapi juga Kristus yang dihina dan menderita. Ia merasakannya lewat
penghinaan yang muncul dari orang yang menuduhnya terjangkit wabah dan peristiwa
ditinggalkan oleh teman-teman seperjalanannya. Ini adalah semangat yang disebutnya
sebagai “Kerendahan Hati Ketiga” (LR 167):
“… supaya dapat meneladan dan lebih menyerupai Kristus Tuhan kita, aku
menghendaki dan memilih kemiskinan bersama Kristus yang miskin,
melebihi kekayaan, penghinaan bersama Kristus yang dihina, melebihi
penghormatan, aku memilih dianggap bodoh dan gila demi Kristus yang
lebih dahulu dianggap begitu, daripada dianggap pandai dan bijaksana di
dunia ini.”
Keinginan untuk menjadi seperti Kristus ini akan terus bertumbuh hingga akhirnya
menjadi prinsip utama dalam ajaran rohani Inigo.
Inigo mempunyai kemampuan untuk mengejutkan orang. Kita dapat menemukan
ini dalam beberapa peristiwa, seperti ketika ia mampu menanggung rasa sakit sewaktu
dokter-dokter bedah mengoperasi kakinya [4] atau ketika ia mengungkapkan
keinginannya untuk pergi ke Roma [36], atau energi amarahnya terhadap para prajurit
yang berusaha memperkosa ibu dan anak putrinya [38] atau di sini, ketidakpeduliannya
untuk berusaha mendapatkan surat keterangan sehat. Setiap peristiwa yang tercatat di
dalam bab ini adalah bukti lebih jauh tentang betapa besarnya perhatian Tuhan kepada
Inigo Lopez de Loyola.
42. Venesia – Tuhan bersamanya – percakapan rohani
Ketika sampai di Venesia, para penjaga datang ke perahu untuk memeriksa semua
penumpang yang ada di dalamnya, satu per satu; hanya dia yang dibiarkan. Waktu di Venesia
ia hidup dari minta-minta, dan tidur di lapangan St. Markus. Ia tidak mau pergi ke rumah
duta kaisar, dan ia juga tidak terlalu berusaha untuk mencari apa yang perlu untuk naik
112
kapal. Ia punya kepastian besar dalam hati, bahwa Allah akan memberi dia apa yang perlu
untuk pergi ke Yerusalem. Ia begitu diteguhkan oleh pikiran itu. Segala alasan dan
kekhawatiran yang dikemukakan orang kepadanya tidak membuatnya bimbang. Pada suatu
hari ia bertemu dengan seorang Spanyol yang kaya. Orang itu bertanya kepadanya apa yang
dilakukannya dan ke mana ia akan pergi. Ketika mendengar apa tujuannya, orang itu
mengajak dia makan di rumahnya, dan kemudian ia bisa tinggal di situ beberapa hari sampai
semua siap untuk berangkat. Sejak di Manresa Si Peziarah punya kebiasaan kalau makan
bersama orang, ia tidak berbicara kecuali untuk memberi jawaban singkat. Akan tetapi ia
mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan, lalu mengambil beberapa hal yang
kemudian menjadi alasan untuk berbicara tentang Allah. Sesudah makan ia berbuat
demikian.
Inigo akhirnya tiba di Venesia pada pertengahan Mei 1523. Bagian terakhir dari
perjalanan menuju Venesia ini dilakukan dengan kapal. Para penjaga yang masuk ke
dalam perahu dengan teliti memeriksa dokumen-dokumen setiap temannya. Akan
tetapi, meskipun Inigo tidak memiliki surat keterangan sehat, mereka tidak
mempermasalahkannya.
Venesia adalah tempat persinggahan bagi para peziarah ke Tanah Suci dan mereka
seringkali harus menunggu berbulan-bulan untuk mendapatkan kapal yang dapat
membawa mereka. Inigo sendiri harus tinggal di Venesia selama dua bulan. Para
peziarah umumnya diperlakukan secara khusus. Karena ini Inigo sebenarnya dapat pergi
ke Duta Besar Spanyol untuk mendapatkan bantuan, tetapi ia lebih memilih untuk
percaya kepada Tuhan dan hidup dengan caranya yang biasa, yaitu dengan meminta-
minta ketika siang dan tidur di lapangan St. Markus saat malam.
Keyakinan besar yang ada di dalam dirinya ketika di Roma [40] tetap ada, tetapi
sekarang ada sedikit perbedaan dalam cara Inigo mengungkapkannya. Sebelumnya
adalah sebuah keyakinan bahwa “Tuhan akan memberikannya jalan.” Penekanannya
tidak lagi pada ia yang mengerjakan segala sesuatu, melainkan pada membiarkan Tuhan
yang berkarya. Tampaknya, perjalanan panjang dari Roma telah meningkatkan
kepercayaannya pada Tuhan sedemikian rupa sehingga ia tidak lagi dapat takut atau
ragu. Dia sama sekali tidak merasa perlu mencari uang untuk perjalanannya atau
berpikir bahwa begitu banyak perkataan, yang mengusiknya ketika di Roma, sekarang
masih berpengaruh bagi dirinya. Fakta bahwa keyakinan ini tetap tinggal dalam dirinya
memberinya kekuatan baru.
113
Cara-cara yang Tuhan gunakan cukup sederhana. Tuhan akan memperkenalkan
Inigo pada seseorang yang berkuasa, yang sungguh mengagumi Inigo sehingga bersedia
mengatur perjalanan gratis baginya. Pertemuan dengan orang Spanyol yang kaya dan
baik hati, Marc-Antonio Trevisano, sebenarnya tidak disengaja. Dalam sebuah cerita
dikatakan bahwa suatu malam Trevisano tidak bisa tidur dan lalu pergi jalan-jalan ke
lapangan St. Markus. Di sana ia berjumpa dengan Inigo. Ketika ia mengetahui bahwa
Inigo adalah seorang peziarah, ia menunjukkan kebaikan dan keramahan orang-orang
Venesia pada umumnya. Ia membawa Inigo ke rumahnya dan membantu mengatur
perjalanan Inigo. Marc-Antonio Trevisano tidak hanya terkesan dengan kesediaan Inigo
untuk mendengarkannya saat makan, tetapi kemampuan Inigo untuk mendengarkan
dengan perhatian yang begitu besar sehingga ia dapat mengeluarkan makna-makna
tersembunyi dan membantu para pembicara mengenali keinginan-keinginan terdalam
mereka.
Sejak masa penyembuhannya di Loyola, Inigo mengetahui bahwa ia dapat
membantu orang lain dengan “membicarakan hal-hal yang terkait dengan Tuhan” [11].
Hal ini sudah dibuktikannya di Manresa ketika ia melakukan percakapan rohani [21 dan
26]. Sekarang, ia sedang menggunakan lebih jauh apa yang telah ia dapatkan. Sejak di
Alcala, percakapan rohani, dan lebih khususnya, mendengarkan dengan penuh
perhatian, adalah cara yang biasa ia gunakan untuk menolong sesama.
43. perjalanan gratis – tetap berangkat meskipun sakit demam
ltulah sebabnya orang baik itu dan seluruh keluarganya senang kepada dia. Mereka
ingin supaya ia tetap bersama mereka dan berusaha supaya ia tetap tinggal di rumah
mereka. Tuan rumah sendiri mengantar dia kepada pangeran Venesia untuk berbicara
dengan dia. Tuan rumah mengusahakan agar dia dapat masuk dan bertemu. Pangeran itu,
setelah bertemu dengan Si Peziarah, menyuruh supaya ia diberi tempat di kapal gubernur
yang akan pergi ke Siprus. Pada tahun itu ada banyak peziarah yang akan ke Yerusalem. Akan
tetapi kebanyakan dari mereka kembali ke negeri mereka karena situasi baru berhubungan
dengan jatuhnya Rodos. Ada tiga belas orang di kapal peziarah yang berangkat pertama, dan
delapan atau sembilan ikut kapal gubernur. Waktu mau berangkat, Si Peziarah jatuh sakit
keras, panas badannya tinggi. Setelah beberapa hari, ia tidak panas lagi. Kapal itu berangkat
pada hari ia mengambil obat perut (urus-urus). Orang di rumah bertanya kepada dokter
apakah ia bisa naik kapal ke Yerusalem, dan dokter itu berkata, kalau mau dikubur di sana
114
bisa saja naik kapal. Akan tetapi ia naik kapal dan berangkat pada hari itu juga. Ia muntah
dan merasa badan jauh lebih baik. Ia mulai sembuh. Di kapal itu dengan terang-terangan
orang berbuat cabul dan jorok. Maka dengan keras ia menegur mereka.
Tentang Venesia Paus Julius II pernah berkata, “Seandainya Venesia tidak ada,
seseorang harus menciptakannya.” Ia sebenarnya sedang menunjuk pada keindahan
kota itu yang luar biasa dan caranya merayakan festival yang spektakuler dan penuh
warna. Ketika Inigo berada di sini, mereka mengadakan prosesi Tubuh Kristus, di mana
para peziarah diberi tempat kehormatan. Inigo kemungkinan menyaksikan peristiwa ini,
walaupun ia tidak menyebutkannya. Matanya tertuju pada Yerusalem dan perlakuan
ramah penuh cinta kasih dari tuan rumahnya tidak dapat membelokkan dia. Ini
sebenarnya juga merupakan kesempatan melakukan karya kerasulan. Akan tetapi,
untuk saat ini, hal ini tidak menjadi prioritas utamanya. Bagaimana Tuhan mengatur
segala sesuatunya bagi dia bertambah semakin jelas ketika tuan rumahnya berhasil
memberinya kesempatan beraudiensi dengan Pangeran Venesia yang baru saja
diangkat.
Dia memerintahkan supaya Inigo diberikan tiket gratis dalam kapal yang sedang
membawa para gubernur baru ke Siprus. Dari Siprus Inigo hanya membutuhkan
perjalanan yang lebih singkat ke Tanah Suci melalui laut.
Rute perjalanan laut yang biasa dari Venesia ke Siprus hampir melewati Rhodes.
Karena Rhodes telah jatuh ke tangan Turki, yang tidak menyukai orang-orang Kristen,
rute ini sekarang dianggap terlalu berbahaya dan akibatnya banyak peziarah
membatalkan perjalanan mereka. Karena hal ini, perahu yang umumnya dipakai para
peziarah tidak beroperasi dan 21 peziarah yang masih ingin berangkat ke Tanah Suci
dibawa dalam dua kapal yang lebih kecil. Kapal yang lebih kecil diberi nama oleh Inigo
sebagai “kapal peziarah” dan membawa 13 peziarah. Delapan lainnya ikut dengan kapal
gubernur yang bernama Negrona dan merupakan salah satu kapal terbaik. Meskipun
para peziarah diharapkan membawa makanan masing-masing, Inigo mendapatkan apa
yang ia butuhkan.
Beberapa hari sebelum hari pelayaran mereka yang telah dijadwalkan, Inigo jatuh
sakit. Ia terkena demam yang menjadikannya begitu lemah, bahkan ketika demamnya
sudah hilang. Ketika berkonsultasi dengan seorang dokter, nasihatnya sederhana dan
jelas. Kalau Inigo naik kapal, ia akan mati. Dengan perpaduan antara sifat keras
115
kepalanya dan rasa percayanya pada Tuhan, Inigo berangkat. Ternyata, setelah muntah,
ia dapat sembuh dengan cepat. Inigo sampai seakan-akan ingin menunjukkan bahwa ini
adalah campur tangan langsung dari Tuhan yang ia percayai. Kapal Negrona berangkat
pada 14 Juli 1523.
44. harapannya pada Tuhan – Tuhan menampakkan diri kepadanya – di tanah
menuju Yerusalem
Orang Spanyol di situ menasihati dia supaya jangan berbuat begitu sebab anak kapal
berniat mau meninggalkan dia di sebuah pulau. Akan tetapi Tuhan kita berkenan bahwa
mereka segera sampai di Siprus. Di situ mereka turun dari kapal dan lewat darat pergi ke
pelabuhan lain yang disebut Las Salinas, sepuluh mil dari situ. Mereka naik kapal peziarah,
dan ia tidak membawa bekal lain daripada pengharapannya kepada Allah, seperti juga
dalam kapal yang lain. Seluruh waktu itu Tuhan kita seringkali menampakkan diri kepadanya.
Dan itu memberikan banyak penghiburan dan kekuatan kepadanya. Ia merasa melihat
sesuatu yang bundar dan besar, seperti dari emas, dan itu tampak kepadanya sesudah
berangkat dari Siprus hampir sampai di Jaffa. Mereka berjalan ke Yerusalem dengan naik
keledai kecil seperti biasa. Dua mil sebelum Yerusalem, seorang Spanyol, tampaknya seorang
bangsawan bernama Diego Manes, berkata kepada para peziarah dengan banyak devosi,
bahwa mereka sudah dekat dengan tempat di mana mereka dapat melihat kota suci; maka
sebaiknya semua mempersiapkan hati dan berjalan dengan diam.
Di dalam kapal, beberapa awak dengan terang-terangan memuaskan diri dengan
aktivitas homoseksual. Meskipun ada seorang Imam Spanyol di atas kapal, Inigolah yang
berbicara paling keras menentang perbuatan ini sampai-sampai ia hampir ditinggal di
sebuah pulau. Sekali lagi, ia percaya bahwa Tuhan ada bersamanya. Meskipun angin kecil
berarti perjalanannya menjadi lambat, angin itu berhembus cukup kencang untuk
membawa mereka ke Siprus sebelum para awak kapal dapat berbuat sesuatu terhadap
dia. Mereka tiba di sana setelah sebulan berlayar pada 14 Agustus 1523.
Para peziarah kemudian berjalan ke Larnaca untuk mengambil kapal lain. Kapten
kapal ini pada awalnya ragu untuk mengangkut mereka karena ia berpikir bahwa jumlah
mereka yang hanya tiga belas orang tidaklah menguntungkan. Namun, ketika
rombongan lain sejumlah delapan orang tiba, ia berubah pikiran dan bahkan rela
membawa Inigo tanpa biaya.
116
Selama waktu ini, Inigo melihat Tuhan sebagai “sesuatu yang bundar dan besar”
seperti dari emas. Ini tampak berbeda dengan pada waktu Ia menampakkan diri di
Manresa [29] dan dalam perjalanan ke Padua [41]. Inigo sendiri lebih tertarik untuk
menjelaskan dampak dari penampakan ini daripada menceritakannya secara rinci
bentuknya. Deskripsinya memang kurang jelas, tetapi dampaknya jelas, yaitu “konsolasi
dan kekuatan.” Bagi Inigo, ada hubungan antara konsolasi dan kekuatan. Dalam
“Pedoman Pembedaan Roh”, Inigo mengatakan pada kita untuk “mencari kekuatan-
kekuatan baru“ dari konsolasi kita untuk masa depan (LR 323). Inilah yang ia lakukan
pada saat ini. Dia tentu amat membutuhkan tenaga karena peziarahan ini, bahkan bagi
mereka yang secara fisik kuat, amatlah menguras tenaga.
Mereka meninggalkan Siprus pada 19 Agustus dan pada 24 Agustus mereka hampir
tiba di Jaffa (Joppa). Namun, kapten mereka, Fransisco, membuat kesalahan navigasi dan
berlayar terlalu ke Selatan. Mereka baru mendapat izin berlabuh dan tiba pada 31
Agustus. Biasanya, para peziarah tidak mendapat perlakuan ramah dari orang-orang
Turki di sana, tetapi Inigo sendiri tidak mengatakan apa-apa. Ia menunggangi seekor
keledai dan hatinya penuh dengan kegembiraan. Peristiwa ini begitu penting baginya
sehingga setelah bertahun-tahun ia bahkan masih dapat mengingat nama orang Spanyol
yang berada di kapal yang sama dengannya.
Sekarang, mereka sudah berada dekat dengan tempat-tempat keramat. Yang
pertama mereka lihat adalah Kota Suci. Usul Diego Manesagar mereka menyiapkan diri
lewat rekoleksi dan dalam keheningan diterima oleh para peziarah. Setelah semua yang
telah ia lewati, Inigo pasti dipenuhi dengan berbagai harapan bahwa setidaknya
keinginannya akan terwujud.
45. melihat kota untuk pertama kalinya – keputusan untuk tinggal di sana –
masalah dengan para penjaga
Semua setuju dengan itu, maka masing-masing mulai rekoleksi. Tidak jauh dari tempat
di mana dapat melihat kota, mereka turun dari keledai karena melihat para Fransiskan
dengan salib telah menantikan mereka. Ketika melihat kota, Si Peziarah mengalami
penghiburan besar. Menurut kata orang lain, itu dialami oleh semua, dengan kegembiraan
yang tampaknya tidak biasa. Penghiburan yang sama selalu dialaminya waktu mengunjungi
tempat-tempat suci. Dia punya niat yang kuat untuk tinggal di Yerusalem dan senantiasa
117
mengunjungi tempat-tempat suci. Ia juga punya niat membantu orang di samping devosi.
Untuk itu dia membawa surat rekomendasi untuk pemimpin Fransiskan dan
menyerahkannya kepadanya. Ia juga mengatakan kepadanya bahwa punya niat tinggal di
situ demi devosinya. Akan tetapi ia tidak menyebut hal kedua, yaitu bahwa mau membantu
orang. Sebab, itu belum dikatakan kepada siapa pun, sedang yang pertama sudah sering
dikatakannya secara terbuka. Pemimpin Fransiskan mengatakan bahwa ia tidak melihat
bagaimana hal itu bisa terjadi, sebab di rumah mereka amat berkekurangan. Tidak ada
cukup untuk para anggotanya sendiri, sampai-sampai diambil keputusan beberapa dari
mereka akan pulang bersama para peziarah. Si Peziarah menjawab bahwa ia tidak minta
apa-apa dari rumah mereka, kecuali kadang-kadang diperbolehkan mengaku dosa di situ.
Pemimpin berkata bahwa kalau begitu bisa dilakukan; tetapi ia harus menunggu sampai
Pater Provinsial datang (kiranya dia pembesar ordo yang paling tinggi di situ), yang waktu itu
berada di Betlehem.
Inigo dapat mengenang dengan jelas peristiwa-peristiwa ini, yang membuatnya
tidak dapat mengesampingkan keinginannya untuk mengunjungi Tanah Suci. Dia
mengenang kembali tempat-tempat keramat dalam hidupnya:
• Loyola,tempat perubahan arah hidupnya
• Montserrat, tempat melaksanakan vigili semalam suntuk, tempatnya
mempersembahkan diri sebagai ksatria Kristus dan mengenakan busana Kristus
• Manresa, tempat Tuhan telah mengajarkannya begitu banyak hal
Sekarang ia telah tiba di tempat-tempat yang dikuduskan oleh kehadiran Tuhan sendiri.
Ia menyiapkan diri dengan mengingat-ingat semua tempat-tempat yang pernah dilalui
oleh Yesus sebagaimana telah dibacanya dalam Riwayat Hidup Kristus.
Ketika ia pertama kali memandang Yerusalem, hatinya dipenuhi dengan
“kegembiraan luar biasa.” Dari reaksi mereka, para peziarah lain pun jelas mengalami
hal serupa. Hal ini sepertinya mempunyai sesuatu yang sangat khusus. Ia merasakan
kegembiraan begitu mendalam yang tidak mau meninggalkannya. Rahmat ini adalah
rahmat istimewa dari Tuhan. Dunia Tanah Suci seakan-akan lalu menjadi Injil kelima bagi
Inigo yang membuka kehadiran Tuhan sehinggakapanpun ia berziarah ke tempat-
tempat suci ia akan selalu merasakan kegembiraan yang sama.
118
Umumnya, para peziarah mengikuti sebuah jadwal khusus yang mengatur
kunjungan mereka ke tempat-tempat suci. Pada ziarah kali ini, ada dua orang, yaitu Peter
Fussli dan Philip Hagen, yang menyimpan catatan terperinci tentang apa yang terjadi,
sehingga kita dapat mengetahui ke mana Inigo pergi. Mereka mulai dengan berziarah ke
ruangan tempat Tuhan mengadakan perjamuan terakhir dan menetapkan ekaristi.
Dalam Gereja Makam Suci, mereka melewatkan malam dengan vigili dan setelah masing-
masing mengaku dosa, mereka mengikuti Misa dan menerima komuni. Selanjutnya,
pada hari yang sama, mereka melakukan jalan salib sepanjang Via Dolorossa. Mereka
mengunjungi tempat Kenaikan Tuhan dan Betsaida, Betania dan Betlehem, termasuk
gua tempat kelahiran Kristus. Mereka juga mengunjungi Lembah Kedron dan Taman
Getsemani dan tempat Yesus berdoa. Tempat-tempat lain, yang dikhususkan bagi Maria,
juga termasuk dalam daftar tujuan ziarah mereka. Itulah daftar dari beberapa tempat
yang mereka kunjungi. Mereka menghabiskan semalam lagi untuk vigili di Makam Suci
dan lalu dua hari untuk beristirahat. Akhirnya, dengan dikawal oleh tentara Turki, mereka
berangkat ke Yeriko dan melihat Sungai Yordan. Hari-hari terakhir mereka lewati di
tempat tinggal St. Yohanes.
Selama lebih dari satu tahun Inigo amat merindukan untuk mengunjungi tempat-
tempat suci ini. Hidupnya sekarang berpusat pada Kristus dan pengabdian kepada-Nya.
Dengan mengunjungi tempat-tempat di mana Tuhan secara fisik hadir, Inigo mengalami
pertumbuhan rohani dan mendapat gambaran yang lebih utuh tentang Kristus.
Niatnya semula adalah mengunjungi Yerusalem dan lalu kembali ke Spanyol [12].
Namun, karena kenyataannya ia telah membawa surat rekomendasi kepada Fransiskan
berarti pada tahap tertentu ia pasti telah berpikir lebih serius untuk tinggal lebih lama.
Peristiwa ini mungkin terjadi ketika di Manresa, ketika pengalaman rohaninya
meneguhkan hasratnya dan mengembangkan kemampuannya untuk menolong sesama
[26]. Jika digabungkan dengan keinginannya untuk berziarah, ia mungkin berpikir bahwa
Tanah Suci adalah tempat untuk melakukan hal ini.
Di Tanah Suci, ia dapat mengikuti Kristus, mengunjungi kota-kota yang dilalui oleh
Kristus dan menolong jiwa-jiwa. Polanco menulis bahwa niat semula untuk mengadakan
perjalanan silih kini telah berubah. Niatnya kini adalah:
“tetap tinggal di sana demi manfaat yang lebih besar bagi jiwanya dan orang-
orang kafir dengan mengajarkan iman dan ajaran Kristiani pada mereka.”
119
Ia tahu bahwa pekerjaan ini tidak akan mudah, tetapi ia sudah siap untuk ikut
menderita bersama Kristus demi menyelamatkan jiwa-jiwa. Pikiran seperti ini dapat
terlihat pula pada sahabat-sahabatnya yang pertama ketika mereka menjalani Latihan
Rohani dan menjawab Panggilan Raja. Ide untuk menyelamatkan jiwa-jiwa, yang sedang
tumbuh dalam dirinya, nantinya akan menjadi elemen penting dalam hidupnya.
Konsolasi yang ia rasakan selama tiga minggu ini meneguhkan niatnya untuk tinggal
di Yerusalem agar dapat mengunjungi tempat-tempat suci dan menawarkan bantuan
pada jiwa-jiwa. Polanco menulis, “ia digerakkan secara begitu kuat oleh kegembiraan
rohani sehingga apa yang sebelumnya hanya ia pikirkan, ia putuskan dengan sebuah
keyakinan yang besar.” Tinggal di Yerusalem kini telah menjadi keputusan bulat.
Inigo sekarang telah mencapai apa yang tampak baginya sebagai tujuan terakhir.
Sejak di Loyola, seluruh perhatiannya telah diarahkan pada ziarah ini dan sekarang,
lewat konsolasi yang ia rasakan, ia yakin bahwa Tuhan telah memberikan tanda yang
amat jelas bahwa ia ingin Inigo tetap tinggal di sana sepanjang hidupnya. Namun, Inigo
masih perlu belajar lagi tentang diskresi.
Dalam paragraf berikutnya, Inigo memberikan catatan mendetail tentang
bagaimana ia belajar tentang hal ini. Yerusalem, seperti Pamplona, akan menjadi
peristiwa traumatik dalam hidupnya dan juga sebuah panggung bagi perubahan besar
berikutnya dalam hidup Inigo.
Ketika memberitahu para penjaga Tanah Suci bahwa ia ingin tetap tinggal dan
mengunjungi tempat-tempat suci, penjaga itu menjelaskan bahwa para Fransiskan tidak
dapat mendukung keputusannya. Mereka sendiri kekurangan uang sehingga harus
mengirim beberapa anggotanya kembali ke Eropa. Inigo menjelaskan bahwa apa yang ia
harapkan dari mereka hanyalah untuk mendengarkan pengakuan dosanya. Permintaan
ini tampak sebagai sesuatu yang wajar bagi penjaga, tetapi ia kemudian menjelaskan
bahwa hanya Pater Provinsial yang dapat memberikan persetujuan akhir.
120
46. mempersiapkan diri untuk menetap – keyakinan untuk bertahan –
diperintahkan untuk pergi
Dengan janji itu Si Peziarah merasa tenang dan mulai menulis surat ke Barcelona untuk
orang rohani. Ia sudah menulis satu dan mau mulai menulis yang lain, sehari sebelum para
peziarah akan berangkat, ketika ia dipanggil oleh pemimpin dan pater provinsial, sebab
beliau sudah datang. Dengan halus pater provinsial berkata bahwa ia sudah mendengar
tentang niatnya yang baik untuk tinggal di tempat-tempat suci itu, dan bahwa beliau sungguh
memikirkan hal itu, namun berdasarkan pengalaman dengan orang lain, beliau berpendapat
bahwa itu tidak baik. Sebab sudah banyak orang berkeinginan seperti itu, beberapa
ditangkap, bahkan beberapa malah dibunuh. Kemudian ordo bertanggung jawab untuk
membeli kembali mereka yang tertangkap. Oleh karena itu, hendaknya ia bersiap-siap untuk
pergi pulang bersama dengan para peziarah yang lain hari berikutnya. Akan tetapi ia
menjawab bahwa akan tetap pada keputusannya. Ia berpendapat bahwa dengan alasan apa
pun ia tidak akan membatalkan pelaksanaan keputusannya. Dengan hormat ia
mengemukakan bahwa juga kalau pater provinsial tidak setuju, ia tidak akan meninggalkan
niatnya karena takut akan sesuatu, sebab ini bukan soal dosa. Akan tetapi pater provinsial
menjawab bahwa beliau punya kuasa dari Takhta Suci untuk menyuruh orang pergi dari situ
atau membiarkannya tinggal, menurut pendapatnya sendiri. Ia juga diberi kuasa untuk
mengenakan ekskomunikasi kepada orang yang tidak mau menaatinya. Dalam kasus ini
beliau berpendapat bahwa ia tidak dapat tinggal di situ, dan seterusnya.
Seperti yang dikatakan di atas, adalah sesuatu yang wajar bagi para peziarah untuk
menghabiskan hari-hari terakhirnya beristirahat dan selama itu, mereka tidak boleh
pergi tanpa ditemani orang Turki untuk menjaga dan melindungi mereka. Inigo
menggunakannya untuk menulis surat. Ia begitu yakin bahwa ia akan diberikan izin
tinggal sehingga ia mulai menulis surat kepada teman-temannya di Barcelona untuk
memberitahu mereka bahwa rencananya telah berubah. Salah satunya ditujukan
kepada Ines Pascual dan ini menceritakan tentang seluruh pengalamannya selama di
Tanah Suci. Ribadeneira telah membacanya. Namun, sayang surat tersebut hilang,
padahal surat ini pasti akan menjadi sebuah bacaan yang menyenangkan.
Ketika ia sedang menulis surat, dia dipanggil oleh Pater Provinsial Fransiskan. Ia
memuji niat baik Inigo, tetapi ia tidak dapat memperbolehkannya untuk tinggal karena
terlalu berbahaya. Di masa lalu, beberapa peziarah telah dibunuh dan ada yang
ditangkap sehingga harus ditebus oleh para religius. Inigo menyatakan bahwa tekadnya
121
sudah bulat dan ia tidak takut. Dia begitu yakin dalam hatinya bahwa hingga saat ini
Tuhan telah begitu memperhatikannya dan ia percaya bahwa hal ini akan terus
berlangsung di masa depan.
Sekarang ia akan segera belajar hal baru tentang diskresi. Walaupun kita yakin
bahwa Tuhan memanggil kita untuk mengambil sebuah keputusan, bukan berarti bahwa
Tuhan menghendaki keputusan tersebut dilaksanakan.
Ini bisa jadi merupakan sebuah ujian, di mana Tuhan sedang menguji kemurahan
hati dan kesiapan kita untuk mengikuti jalan yang sulit. Inigo harus belajar bahwa
keputusan yang didiskresikannya bukan merupakan jalan yang Tuhan kehendaki. Ini
adalah situasi “Orang Golongan Ketiga” yang dibahas sebelumnya (bdk. [40]). Seberapa
merdekakah orang ini di hadapan Tuhan? Terkadang, keputusan akhir berada di tangan
otoritas Gereja dan inilah yang persis terjadi di sini. Provinsial Fransiskan mengatakan
bahwa ia tidak hanya mempunyai otoritas dari Takhta Suci untuk menyuruh orang untuk
pergi, tetapi juga untuk mengekskomunikasi mereka jika mereka menolak untuk taat.
Hal ini pasti sangat mengejutkan bagi Inigo. Inilah pertama kalinya ia berseberangan
dengan Gereja dan ujian pertamanya dalam hal ketaatan. Sebelumnya, orang-orang
telah memberinya nasihat, tetapi ia merasa bebas untuk mengikutinya atau tidak. Hanya
saja, pada saat seperti ini, di mana ia tidak tahu harus mengambil keputusan apa, ia lalu
berkonsultasi dengan pihak Gereja lewat figur seorang bapa pengakuan. Sekarang, ia
sedang sungguh-sungguh diuji. Apakah ia setia dengan Gereja? Dalam sejarahnya,
keluarga Inigo telah setia dan menghormati Gereja. Ibunya setia dalam iman dan secara
khusus dipuji karena ketaatannya pada Hierarki Gereja. Sekarang, anaknya sedang diuji
dalam hal serupa.
47. kehendak Tuhan menjadi jelas – melakukan devosi-devosi untuk terakhir
kalinya
Pater provinsial mau memperlihatkan surat-suratnya, yang memberinya kuasa untuk
menjatuhkan ekskomunikasi. Tetapi ia berkata bahwa tidak perlu melihatnya. Ia percaya
kepada yang mulia. Karena beliau mengambil keputusan dengan kuasa yang dimilikinya,
maka ia akan menaatinya. Sesudah itu, ketika kernbali ke tempat di mana ia berada
sebelumnya, timbul keinginan besar untuk kembali ke Bukit Zaitun sebelum berangkat,
karena ternyata bukan kehendak Tuhan bahwa ia tinggal di tempat-tempat suci itu. Di Bukit
122
Zaitun ada batu, tempat Tuhan kita naik ke surga, dan sampai sekarang masih dapat dilihat
bekas-bekas-Nya di situ. Itulah yang mau dilihat lagi. Begitulah, tanpa mengatakan apa-apa
dan tanpa pengawal (padahal mereka yang pergi tanpa dikawal orang Turki memiliki risiko
besar), diam-diam ia meninggalkan yang lain, dan seorang diri pergi ke Bukit Zaitun. Penjaga
tidak memperbolehkan dia masuk. Ia memberikan kepada mereka sebuah pisau kecil dari
kotak alat tulis yang dibawanya. Setelah berdoa dengan penghiburan besar, ia pergi ke
Betfage. Ketika di situ, teringat olehnya bahwa tidak melihat dengan tepat di Bukit Zaitun di
mana ada kaki kanan, dan di mana kaki kiri. Ia kembali ke situ, dan — kalau tidak keliru —
ia memberikan guntingnya kepada penjaga supaya membiarkan dia masuk.
Tanggapan Inigo sendiri mengejutkan. Dalam paragraf sebelumnya dua kali ia
menyatakan bahwa tekadnya untuk tinggal begitu bulat sehingga tidak akan ada alasan
yang dapat menggagalkannya. Hanya ada satu alasan yang dapat mengubahnya, yaitu
otoritas Gereja. Di dalamnya, ia melihat perwujudan kehendak Tuhan bagi dirinya. Ia taat
dengan begitu cepatnya sehingga ia bahkan tidak merasa perlu melihat dokumen-
dokumen resmi.
Momen ini tampaknya menjadi titik awal perubahan dalam diri Inigo: dari peziarah
seorang diri menjadi seorang peziarah dalam Gereja:
• sebelumnya ia telah mengikuti apa yang ia percayai sebagai panggilan pribadi
dan langsung dari Tuhan, yaitu untuk tinggal di Tanah Suci.
• Setelah ini, ia akan semakin menyadari pentingnya aspek komunitas, dalam hal
ini adalah orang lain dan Gereja, untuk menemukan perutusannya.
• Tanah baru, di mana ia akan menemukan Yesus dan panggilannya adalah Gereja
dan bukan Tanah Suci.
• Bagi Inigo, “peziarah” tidak lagi berarti seorang dalam perjalanan menuju
Yerusalem, tetapi seseorang yang setia mendengarkan Tuhan dan mencari tahu
apa langkah berikutnya yang dikehendaki oleh Tuhan bagi dirinya.
• Yesus di Tanah Suci telah membawanya pada Gereja dan mulai saat ini, Gereja
akan hadir dalam hidupnya dalam cara-cara yang mengecewakan dia, tetapi juga
membimbingnya. Pada akhirnya, ia akan mempersembahkan dirinya di bawah
ketaatan pada Paus untuk tahu secara pasti di mana Tuhan menginginkannya
berkarya.
123
Kehendak Tuhan telah menjadi jelas dalam masalah utama yang dihadapi Inigo,
yaitu apakah ia akan terus tinggal di Tanah Suci. Akan tetapi, otoritas Gereja tidak berkata
apa-apa tentang mengunjungi Bukit Zaitun sekali lagi.
Kunjungan ke batu tempat Tuhan berpijak sebelum naik ke surga menunjukkan
kesalehan Inigo yang begitu sederhana dan mistiknya yang begitu inkarnatoris. Batu ini
suci karena telah dipijak oleh kaki Tuhan sendiri sehingga dengan melihatnya Inigo dapat
memperdalam relasinya dengan Tuhan. Dalam Riwayat Hidup Kristus, Ludolphus
mengajak pembaca untuk mencium bumi dan menghormati serta memeluk tempat-
tempat yang telah dikunjungi oleh Tuhan dan tempat-tempat di mana Ia telah mengajar
dan mengadakan mukjizat. Inigo kembali mengikuti sarannya.
Dalam Latihan Rohani, ada bentuk doa yang disebut “Pengenaan Panca Indra.”
Dalam doa ini, kita diajak untuk menempatkan diri dalam kisah Injil. Kita lalu mendapat
saran yang sangat tidak biasa, “dengan peraba, menyentuh: misalnya memeluk dan
mencium tempat-tempat di mana pribadi-pribadi itu berdiri dan duduk” (LR 125). Hal-hal
fisik dan imajinatif telah menjadi sarana kita menyentuh apa yang rohani dan ilahi dan
menjadi semakin menyatu dengan pribadi-pribadi yang ada dalam kisah Injil. Ini adalah
sebuah bentuk doa yang berbeda dan khusus, serta tidak mudah, tetapi sangat mirip
dengan pengalaman Inigo di Bukit Zaitun.
Karena berbahaya, para peziarah dilarang meninggalkan penginapan tanpa
pengawal. Devosi Inigo dan kepercayaannya yang besar pada Tuhan membuat Inigo
merasa bebas untuk mengabaikannya. Ia pun meninggalkan penginapan tanpa ditemani
pengawal. Ia harus menyuap secara halus untuk melewati penjaga di Bukit Zaitun. Hasil
dari kunjungan ini adalah konsolasi baik saat berdoa di atas batu dan nanti sewaktu ia
ditangkap. Walaupun buku Riwayat Hidup Kristus mempunyai gambar jejak kaki yang
ditinggalkan oleh Kristus di atas sebuah batu di Bukit Zaitun, Inigo harus memastikan
bahwa ingatannya benar. Sungguh amat tepat bahwa tempat Kenaikan Tuhan adalah
tempat terakhir yang dikunjungi oleh Inigo sebelum ia meninggalkan Tanah Suci. Inikah
alasan mengapa kisah Injil terakhir yang ia berikan kepada kita dalam Latihan Rohani
adalah tentang Kenaikan Kristus Tuhan kita (LR 312).
Bagi para Rasul, Kenaikan Tuhan Yesus adalah tanda perpisahan jasmani mereka
dengan Yesus. Bagi Inigo, perintah untuk meninggalkan Tanah Suci memberikan tanda
perpisahannya dengan tempat-tempat di mana Yesus pernah hadir dan dari tempat di
124
mana ia memperoleh devosi yang begitu besar. Tanpa ia ketahui saat itu, Gereja akan
menjadi “Tanah Suci”-nya di mana ia akan berjumpa dengan Tuhan.
48. “ditangkap” – tetapi mendapat penghiburan dan melihat Kristus
Ketika di biara diketahui bahwa ia berangkat tanpa pengawal, para Fransiskan
mengambil tindakan untuk mencari dia. Maka ketika ia turun dari Bukit Zaitun, ia dijumpai
oleh seorang Kristen Syria yang menjadi pelayan di biara. Orang itu, yang kelihatan jengkel
sekali, dengan sebuah tongkat memberi tanda bahwa mau memukulnya. Ketika sampai
kepadanya, ia memegang lengannya keras-keras. Ia membiarkan dirinya dibawa. Akan tetapi
orang itu tidak mau melepaskannya. Sambil berjalan, ketika ia dipegangi oleh orang Syria itu,
ia menerima penghiburan besar dari Tuhan kita, seperti melihat Kristus terus-menerus di
atasnya. Hal itu terjadi terus dengan berlimpah-limpah sampai di biara.
Para biarawan menjadi begitu khawatir ketika mengetahui bahwa Inigo telah pergi
tanpa pengawalan. Mereka mengirim seorang “Kristen Syria” untuk mencari dia. Orang
ini diberi julukan “Kristen bersabuk” karena ikat pinggang khusus yang dikenakan oleh
kelompok mereka. Mereka adalah separuh pelayan dan separuh tentara dan mereka
juga menjadi pelayan di biara. Orang Kristen ini amat marah dengan Inigo,
mengancamnya dengan tongkatnya dan memegangnya dengan erat. Akan tetapi, bagi
Inigo peristiwa ini adalah rahmat karena ia merasa diperlakukan seperti Kristus pada
waktu sengsara-Nya, seperti pada waktu Ia dipegang secara kasar dan diseret sepanjang
jalan. Karena peristiwa ini, ia merasa bahwa Kristus sedang bersamanya dan ia dipenuhi
oleh konsolasi yang begitu besar dan lama. Konsolasi ini ia sebut secara eksplisit berasal
dari Tuhan.
Hanya berada bersama Kristus saja tidaklah cukup bagi Inigo. Di dalam dirinya terus
bertumbuh hasrat untuk berada bersama Kristus yang menderita. Seiring dengan
bergantinya rencana masa depannya, Inigo semakin bertumbuh dalam kepercayaan.
Kini, ia “dengan mudah” membiarkan dirinya dibimbing oleh Tuhan, seperti yang ia
perbuat dengan “orang baik” yang memegangnya secara erat.
Inigo telah menghabiskan 21 hari yang penuh kenangan di Tanah Suci. Dengan
penuh berat hati meninggalkannya demi ketaatan pada Gereja. Namun, hasrat untuk
kembali tetap tinggal dalam dirinya dan muncul kembali ketika ia datang bersama
125
sahabat-sahabatnya pada 1535. Pada kesempatan itu, ia akan gagal lagi pergi ke Tanah
Suci dan kemudian menghabiskan 16 tahun sisa hidupnya di Roma.
Agar dapat berdiskresi dengan baik, kita harus menyentuh diri kita yang sejati. Inigo
berupaya untuk mencapai tujuan ini. Namun, barangkali hasrat kuatnya untuk pergi ke
Yerusalem masih menyisakan banyak idealisme palsu dirinya. Ia masih harus banyak
belajar tentang penyempurnaan proses diskresi dan kepekaan yang lebih tajam akan
gerak-gerak Roh. Setelah itu, barulah ia bisa yakin bahwa ia telah membaca Roh dengan
benar. Rahmat ini akan dianugerahkan padanya di kemudian hari.Selain itu, Catatan
Harian Rohaninya adalah contoh yang bagus mengenai diskresi dan pergulatannya
menggunakan kemampuan yang diajarkan Tuhan kepadanya.
126
127
Bab 5
Kembali Ke Spanyol [49-53]
49. sebuah kapal kecil di tengah badai besar – pakaiannya yang mengenaskan
Mereka berangkat hari berikutnya. Di Siprus para peziarah naik kapal yang berbeda. Di
pelabuhan ada tiga atau empat kapal menuju ke Venesia. Satunya milik orang Turki, satu
sangat kecil, dan yang satunya lagi sangat besar dan kuat, milik seorang kaya dari Venesia.
Kepada nakhoda kapal itu beberapa peziarah minta supaya mau membawa Si Peziarah.
Akan tetapi ketika nakhoda mendengar bahwa ia tidak punya uang, maka orang itu tidak
mau, biarpun banyak orang memintanya dan memuji dia, dan seterusnya. Nakhoda itu
menjawab, kalau ia memang seorang suci ia dapat berjalan seperti St. Yakobus atau
semacam itu. Orang lalu meminta nakhoda kapal kecil dan demikian mudah disetujuinya.
Mereka berangkat pada suatu pagi dengan angin baik tetapi sore harinya datang prahara.
Kapal-kapal terpisah satu dari yang lain. Yang besar hancur di dekat kepulauan Siprus, para
penumpangnya selamat. Kapal orang Turki tenggelam juga dengan semua penumpangnya.
Kapal kecil mengalami banyak kesulitan, tetapi akhirnya mereka dapat mendarat di Apulia.
Saat itu bertepatan dengan musim dingin. Udara amat dingin dan banyak salju. Pakaian Si
Peziarah tidak lebih dari satu celanadari kain kasar sampai ke lutut, dengan kakinya
telanjang. Ia memakai sepatu, baju dari kain hitam, yang terbuka dengan banyak sobekan di
punggung, dan sebuah mantol pendek yang tipis.
Inigo meninggalkan Yerusalem menuju Jaffa pada malam tanggal 23 September
1523. Perjalanan ini tidaklah mudah karena para peziarah diserang oleh perampok-
perampok yang merampas makanan mereka. Mereka tiba di Jaffa keesokan harinya
dalam kondisi letih dan lapar. Di sini, mereka terpaksa dikurung selama beberapa hari
dalam sebuah tempat yang tidak layak, serta tanpa air minum dan makanan yang
mencukupi. Selain itu, gubernur di sana meminta mereka untuk menyerahkan uang dan
pakaian mereka. Pada waktu ini, beberapa dari mereka jatuh sakit. Inigo sendiri tidak
bercerita apa-apa soal kesusahan ini karena ia sepertinya masih sangat terpesona oleh
kenangan-kenangan indah yang ia dapatkan selama di Tanah Suci.
Kelompok ini berlayar ke Siprus pada3 Oktober. Perjalanan mereka kali ini juga tidak
mudah. Angin tidak berhembus, mereka kehabisan makanan, kehilangan arah dan
perahu mereka mulai bocor. Salah satu dari mereka lalu meninggal dalam perjalanan.
Akhirnya mereka tiba di Siprus pada 14 Oktober. Setibanya di sini, mereka harus
menghadapi masalah-masalah baru karena kapal gubernur telah kembali ke Venesia
tanpa mengikutsertakan mereka.
Inigo menjelaskan bahwa ada tiga kapal yang sedang bersiap untuk berlayar ke
Venesia. Dalam ceritanya, Inigo melawankan antara kekayaan dan kekuasaan dengan
kemiskinan dan kelemahan. Dengan cara ini, Inigo sesungguhnya sedang menuturkan
apa yang telah ia pelajari mengenai kemiskinan dan kerendahan hati sebagai jalan
Tuhan. Walaupun para peziarah lain, yang telah sangat tersentuh oleh kebaikan Inigo,
memintakan tiket gratis untuknya dalam kapal yang terbesar dan terbaik, nakhoda kapal
menolaknya. Ia malah memberi tanggapan sarkastik tentang St. Yakobus. Menurut
legenda abad pertengahan, setelah kemartiran St. Yakobus, para muridnya secara diam-
diam mengambil tubuhnya dengan bantuan malaikat lalu meletakkannya dalam kapal
yang telah diberikan oleh Tuhan. Kapal ini lalu berlayar dan membawa seluruh kelompok
dengan selamat sampai ke Spanyol.
Ironisnya, perjalanan ketiga kapal ini penuh dengan kesulitan. Ketiganya terjebak
dalam badai yang mengerikan dan satu-satunya yang selamat ialah kapal kecil yang
dinakhodai oleh orang yang setuju membawa Inigo secara cuma-cuma, seakan-akan
kebaikan nakhoda ini mendapat balasannya.
Rombongan ini berangkat pada1 November. Sebenarnya kapal ini hampir
tenggelam ketika layar utamanya robek sewaktu badai. Selain badai, dinginnya udara
dan salju membuat seluruh perjalanan menjadi amat berbahaya. Sekali lagi, Inigo tidak
menceritakan apa-apa soal hal ini. Meskipun ia memiliki devosi besar pada Bunda Maria,
ia tidak menceritakan bahwa para pelaut menyanyikan “Salve Regina”, sembari berdoa
kepada Bunda Maria memohon perlindungannya dalam menghadapi badai. Inigo justu
menceritakan tentang dinginnya cuaca ketika mereka tiba. Ia juga memberi deskripsi
rinci tentang pakaiannya. Ini adalah pakaian yang diberikan oleh para perempuan di
Manresa [34]. Sekarang, pakaian ini sudah usang dan tidak dapat memberinya
perlindungan yang cukup dari cuaca buruk. Inilah busana baru Kristus yang ia kenakan
sekarang dan sangat berbeda dengan pakaian modis yang sebelumnya pernah
dikenakan oleh Inigo de Loyola.
129
50. Apa yang harus ia lakukan – terdorong untuk studi – pemberi derma
Ia tiba di Venesia, pertengahan Januari1524. Berangkat dari Siprus November, Desember
mereka di laut, dan juga sampai pertengahan Januari. Di Venesia ia bertemu dengan salah
seorang dari dua orang yang menerimanya di rumah mereka sebelum berangkat ke
Yerusalem. Ia memberinya sedekah 15 atau 16 juli dan sepotong kain. Kain itu dilipat-nya
beberapa kali dan ditaruh di perut karena dingin sekali. Setelah Si Peziarah mengetahui
bahwa Allah tidak menghendaki ia tinggal di Yerusalem, ia terus berefleksi dan berpikir apa
yang akan dilakukannya (quid agendum) Akhirnya ia lebih cenderung untuk belajar beberapa
waktu supaya dapat membantu orang. Ia mengambil keputusan untuk pergi ke Barcelona.
Maka ia berangkat dari Venesia ke Genua. Pada suatu hari, ketika di Ferrara dan di gereja
pusat membuat doa-doanya, seorang miskin minta sedekah kepadanya. Ia memberi
kepadanya sebuah marketo, sebuah mata uang yang nilainya 5 atau 6 quatrin. Sesudah dia,
datang orang lain. Kepadanya juga diberi mata uang yang dibawanya, sedikit lebih besar.
Ketika datang yang ketiga, ia hanya mempunyai juli saja, maka diberikan sebuah juli. Karena
orang miskin lain melihat bahwa ia memberi sedekah, mereka terus-menerus datang, dan
begitu dihabiskan semua uang yang dibawanya. Akhirnya masih datang banyak orang miskin
lain bersama-sama untuk minta sedekah. Ia minta maaf karena sudah tidak punya apa-apa
lagi untuk diberikan.
Setelah dua setengah bulan berada di laut, mereka tiba di Venesia pada
pertengahan Januari 1524. Selama waktu ini, Tuhan senantiasa memeliharanya dan hal
ini terus berlanjut setibanya di Venesia. Di kota ini Inigo bertemu dengan dua orang
teman yang menyediakan pakaian hangat yang amat dibutuhkannya serta sejumlah
uang. Penampilannya yang seperti orang miskin, kedinginan, dan pakaiannya yang kasar
membuatnya tidak dipedulikan oleh banyak orang. Namun, orang ini adalah orang yang
akan digunakan oleh Tuhan, tidak hanya untuk menyentuh hati orang-orang Eropa yang
kala itu mengalami kemerosotan iman dan keterpecahan, tetapi juga hati manusia
seluruh dunia.
Selama perjalanan panjang di laut dari Yerusalem, Inigo mempunyai banyak waktu
untuk berpikir. Satu hal yang baginya telah menjadi jelas adalah bahwa Tuhan tidak
menghendaki agar ia tinggal dan bekerja di Tanah Suci. Hanya dua kali dalam Autobiografi
Inigo secara eksplisit menggunakan ungkapan “kehendak Tuhan” [47] dan keduanya
130
berkaitan dengan niatnya untuk tinggal di Yerusalem. Hasrat untuk pergi ke Yerusalem
ini muncul ketika ia masih di Loyola dan telah berkembang sedemikian rupa sehingga
menjadi sebuah niat yang kokoh dan keyakinan teguh bahwa inilah tempat yang Tuhan
kehendaki baginya. Akan tetapi, keputusan otoritas Gereja menjadikan keinginan ini
tidak mungkin untuk diwujudkan. Dia pasti merasa sangat bingung tentang cara Tuhan
membimbingnya.
Maka, ia sekarang bertanya, “Apakah kehendak Tuhan kepadaku?”
Inigo tidak lagi bertanya bagaimana ia ingin melayani Tuhan, melainkan
bagaimana Tuhan ingin dilayani olehnya.
Inilah kesadaran yang begitu penting bagi Inigo. Pertanyaan yang ia ajukan kepada
dirinya sendiri sekarang telah dibalik. Dalam perjalanan berikutnya, seluruh hidup Inigo
akan dibolak-balik lagi. Untuk menjawab pertanyaan ini, Inigo perlu menggunakan
kemampuan diskresi yang telah diajarkan oleh Tuhan kepadanya. Maka:
• Dia merenung dan bertanya pada dirinya sendiri, “Apa yang harus aku
lakukan?” Perhatikan bahwa ia tidak bertanya, “Apa yang ingin aku lakukan?”
tetapi “Apa yang Tuhan minta untuk kulakukan?”
• Ia memerhatikan perasaan dan kecenderungan yang muncul dari
permenungannya. Dari sinilah terlihat kecenderungan untuk studi supaya ia
dapat menyelamatkan jiwa-jiwa.
• Seturut permenungan dan perasaannya ini, ia membuat keputusan untuk
pergi ke Barcelona.
• Iamelaksanakan keputusan ini dan lalu mencermati apakah ini membawanya
pada konsolasi.
• Nantinya, ia akan menyerahkan keputusan ini pada semacam pembesar
(teman-temannya di Barcelona untuk mendapat penegasan).
Inilah cara bertindak khas Inigo. Ia merenungkan pengalamannya untuk mendapatkan
buah dan pembelajaran darinya.
Mulai dari sekarang, Inigo akan terus-menerus dan dengan penuh perhatian
merenungkan pengalamannya demi menemukan kehendak Tuhan bagi dirinya dalam
pengalaman itu. Ziarahnya ke Yerusalem telah mengikuti sebuah jalan yang jelas. Kini,
masa depannya tidak jelas dan ia tidak lagi memiliki rencana jangka panjang. Ia harus
131
berjalan selangkah demi selangkah, menemukan setiap harinya jalan yang digunakan
oleh Tuhan untuk menuntunnya. Ini adalah sebuah bentuk ziarah yang baru dan
berbeda.
Di Yerusalem, Inigo mengikuti Roh Yesus, yang datang tidak untuk melaksanakan
kehendaknya sendiri, tetapi kehendak Bapa. Sikap seperti ini telah membangkitkan
kepatuhan baru terhadap bimbingan Roh yang bekerja dalam diri Inigo. Seperti yang
akan ia tulis nantinya, ini adalah tujuan utama Latihan Rohani: “mencari dan menemukan
kehendak Allah dalam hidup nyata guna keselamatan jiwa kita.”[1]
Kecenderungannya untuk “menyelamatkan jiwa-jiwa” ini tidaklah mengejutkan.
Seperti yang telah kita catat, hal ini telah tumbuh sejak ia berada di Manresa [26] dan
mungkin telah ada sejak pengalamannya di Loyola ketika ia menyadari bahwa
percakapannya “memberi manfaat” bagi orang-orang yang mendengarkannya [11].
Namun, kecenderungannya untuk studi adalah sesuatu yang baru dan
mengejutkan. Dari manakah asal keinginannya untuk studi ini? Tidak ada indikasi yang
jelas. Hal ini pasti merupakan sebuah keputusan sulit baginya, karena menurut
Ribadeneira, “sepanjang hidupnya, studi senantiasa menjadisesuatu yang sulit baginya.”
Mungkindalam keheningan permenungannya, Roh Kudus menyatakan bahwa dia harus
menempuh studi jika ingin menyelamatkan jiwa-jiwa. Dalam tahun-tahun berikutnya,
pengalaman-pengalaman Inigo menunjukkan kebenaran hal ini.
Pada awal Februari 1524, Inigo meninggalkan Venesia untuk pergi ke Barcelona.
Dalam arti tertentu, Venesia memiliki makna geografis dan rohani bagi Inigo:
• Dari Venesia, ia memulai perjalanannya ke Yerusalem dan kembali ke sana untuk
memikirkan masa depannya.
• Ia berangkat dari Venesia untuk memulai studinya di Barcelona.
• Ia kembali ke sana sebagai Imam dan bertemu kembali dengan sahabat-
sahabatnya.
• Di Venesia, ia dan kelompok sahabatnya menghabiskan satu tahun menanti
kapal ke Yerusalem sebelum akhirnya pergi ke Roma untuk mempersembahkan
diri kepada Paus.
• Ia meninggalkan Venesia untuk terakhir kalinya dan menghabiskan sisa hidupnya
di Roma.
132
Dalam perjalanan ke Barcelona, ada beberapa kejadian yang membuatnya butuh
pertolongan Tuhan. Di Ferrara, ia berhenti untuk berdoa di Gereja. Yang didoakan ialah
agar ia selalu melaksanakan kehendak Tuhan.Inilah doa yang biasanya ia gunakan untuk
mengakhiri surat-suratnya. Ketika ia berdoa, seorang miskin datang meminta derma
darinya. Ia memberikan orang itu uang receh terkecil yang ia miliki. Tak lama kemudian,
seorang yang lain juga datang. Ternyata, orang-orang terus berdatangan hingga ia
akhirnya tidak punya uang lagi, termasuk juga uang giulli yang lebih besar nilainya.
Akhirnya, seperti Petrus dan Yohanes yang pergi ke Bait Allah (Kis. 3: 3-6), Inigo tidak
mempunyai uang untuk diberikan pada mereka yang memintanya. Satu-satunya yang
dapat ia lakukan adalah meminta sesuatu dari mereka, yaitu pengampunan mereka.
Sekali lagi ia menunjukkan bahwa uang tidaklah terlalu penting baginya. Ia percaya
bahwa Tuhan akan memelihara dirinya.
Menarik untuk mengira-ngira apakah dalam peristiwa ini Inigo telah melihat
penegasan keputusannya untuk studi. Hal ini terjadi ketika ia sedang “memenuhi”
devosinya di Gereja. Tanggapan Maria pada malaikat saat menerima Kabar Gembira
ialah supaya kehendak Tuhan “terpenuhi” dalam dirinya dan rahmat yang dimohon
dalam Meditasi Panggilan Raja ialah supaya kita siap sedia dan penuh minat “memenuhi”
kehendak-Nya bagi kita. Penjelasan Inigo yang terperinci tentang nilai uang dan
kerendahan hatinya untuk meminta maaf pada kaum miskin juga menunjukkan bahwa
ia melihat suatu makna khusus dalam peristiwa ini.
51. berjalan di jalan utama yang penuh bahaya – dipenjara oleh tentara-tentara
Spanyol
Kemudian ia berangkat dari Ferrara ke Genua. Di tengah jalan ia bertemu dengan
beberapa tentara Spanyol, yang malam itu memperlakukannya dengan baik. Mereka heran
sekali ia bisa menempuh perjalanan itu, sebab ia harus melewati tengah-tengah di antara
dua tentara yaitu tentara dari Perancis dan dari kaisar. Mereka menganjurkan supaya ia
meninggalkan jalan raya, dan mengambil jalan lain yang lebih aman, yang mereka tunjukkan.
Akan tetapi ia tidak menuruti nasihat mereka, sebaliknya ia mengambil jalan lurus dan tiba
di sebuah desa yang terbakar dan hancur. Dengan demikian sampai sore hari ia tidak
menenukan orang yang memberikan sesuatu untuk dimakan.
Ketika matahari terbenam tibalah ia pada sebuah tempat yang dibentengi. Para penjaga
langsung menangkapnya, karena mengira bahwa ia seorang mata-mata. Ia dimasukkan
dalam sebuah pondok dekat pintu gerbang dan mereka mulai menginterogasinya, seperti
133
biasanya kalau ada orang yang dicurigai. Terhadap semua pertanyaan ia menjawab bahwa
tidak tahu. Mereka menelanjanginya, sepatunya diselidiki, dan seluruh tubuhnya, untuk
mencari apakah dia membawa surat. Ketika sama sekali tidak dapat mengorek apa-apa
darinya mereka membawanya kepada komandan supaya komandan memaksanya untuk
bicara. Ketika minta supaya boleh mengenakan mantolnya, mereka tidak memberinya.
Mereka membawanya begitu saja dengan celana dan baju seperti tersebut di atas.
Inigo telah mendengar panggilan untuk hidup bersama Kristus dalam kemiskinan
dan ia telah menjawabnya dengan hidup miskin. Dari Manresa hingga Tanah Suci kita
dapat melihat banyak sekali contoh kepercayaan Inigo pada Tuhan dan perhatian Tuhan
padanya. Dalam kejadian-kejadian yang akan terjadi, ia dibawa selangkah lebih maju dan
diundang untuk turut merasakan penghinaan Kristus.
Perjalanan sepanjang jalan utama dari Ferrara ke Genoa membawanya persis ke
tengah-tengah zona peperangan antara tentara Karl V dan Francis I. Pasukan tentara
yang ia temui pertama kali ialah sekelompok tentara Spanyol. Mereka terkejut akan apa
yang bagi mereka tampak seperti sebuah perbuatan gila. Akan tetapi, sesungguhnya ini
semua adalah bentuk kepercayaann Inigo yang begitu mendalam terhadap kasih Tuhan
kepadanya. Inilah contoh lain tentang kemampuannya untuk mengejutkan orang
melalui tindakannya yang tidak terduga, seperti yang telah kita catat sebelumnya (bdk.
[41]). Tentara-tentara ini memperlakukannya dengan baik, seperti ketika ia berada di
Pamplona, dan seperti Tuhan, gurunya memperlakukannya. Mereka menyarankan
secara baik-baik agar ia mengambil rute yang lebih aman, tetapi ia tidak
menghiraukannya.
Ia hanya menceritakan apa yang ia lakukan, tanpa sekali lagi, membuat klaim bahwa
ia melakukan hal yang benar. Faktanya, ia nantinya akan belajar bahwa meskipun
percaya kepada Tuhan adalah sesuatu yang amat baik, ia juga tetap harus menggunakan
nalarnya dan mendengarkan saran orang lain.
Ketika ia berjalan terus, ia melihat bukti nyata tentang bahaya yang sedang
dihadapinya, khususnya sewaktu ia melewati desa-desa yang telah hancur dan tak ada
seorangpun yang dapat menolongnya. Ketika ia akhirnya tiba di sebuah kota yang
dikelilingi tembok, ia ditangkap oleh para penjaga. Tidak seperti orang-orang Spanyol
sebelumnya, yang memperlakukan Inigo dengan baik, kelompok orang Spanyol kali ini
tidak memperlakukannya dengan baik. Ia dipermalukan dengan cara ditelanjangi dan
134