The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by komsos, 2021-10-15 01:58:46

E-Book Walking with Inigo isi

E-Book Walking with Inigo isi

setiap bagian tubuhnya diperiksa. Untuk mengusir hawa dingin, ia meminta semua
pakaiannya kembali, termasuk jubahnya yang sudah usang. Permintaannya ini ditolak.
Ia hanya diberikan celana pendek dan jaketnya yang telah sobek. Kata mereka,
komandan mereka akan membuatnya berbicara dengan ancaman penyiksaan; Inigo pun
sedikit gentar.

52. bergembira karena menderita bersama Kristus – godaan untuk
menunjukkan sikap hormat agar terhindar dari penderitaan

Pada kesempatan itu Si Peziarah mempunyai gambaran seperti waktu mereka
membawa Kristus, walaupun bukan visiun seperti yang lain. Ia dibawa lewat tiga jalan besar;
dan ia berjalan tanpa merasa sedih, sebaliknya dengan gembira dan senang. Ia punya
kebiasaan menyapa orang, siapa pun dia, dengan sebutan "engkau.” Itu semacam devosi,
karena begitulah cara berbicara Kristus dan para rasul, dan seterusnya. Saat berjalan muncul
dalam benaknya bahwa sebaiknya ia meninggalkan kebiasaan itu dalam situasi gawat seperti
itu dan menyapa komandan dengan kata "Tuan", sebab ia sedikit takut mereka akan
menyiksa dia, dan seterusnya. Akan tetapi ketika ia menyadari bahwa itu suatu godaan, ia
berkata, "Kalau begitu, aku tidak akan menyapanya dengan kata "Tuan", dan tidak akan
memberi hormat kepada dia, dan tidak akan membuka topi untuknya."

Penangkapan, interogasi, pengalaman diikat dan diseret sepanjang jalan, kemudian
dipenjara di ruangan bawah tanah mengingatkan tentang bagaimana Kristus
diperlakukan pada kisah sengsara-Nya. Inigo ingin mengenakan busana Kristus dan kini
ia diperlakukan seperti apa yang dialami oleh Tuhannya.

Sebelumnya, ketika ditinggalkan sendirian dia sebuah padang besar pada suatu
malam, ia telah melihat Kristus [41]. Sekarang, di dalam penghinaan yang dialaminya,
Inigo merasakan kehadiran Kristus dan perasaan dekat dengan Tuhan yang sedang
menderita. Peristiwa ini memenuhi hatinya dengan “kegembiraan dan kedamaian.”

Namun, terlepas dari rasa gembiranya ini, ia masih merasa takut akan penyiksaan
yang mungkin mereka lakukan padanya. Untuk beberapa saat, ia berpikir bahwa jalan
yang lebih aman adalah dengan memberi hormat besar kepada komandan mereka
dengan memanggilnya “Tuan”, seperti yang dilakukan oleh seorang pelayan terhadap
majikannya. Ini dapat membantunya terlepas dari perlakuan kasar. Namun, setelah

135

memikirkan lebih jauh tentang hal ini, ia sadar bahwa ini adalah godaan. Gaya bicaranya
yang biasa meniru cara bicara Kristus dengan para murid-Nya, “seperti seorang teman
berbicara kepada temannya”, seperti yang ia anjurkan dalam Latihan Rohani (LR 54).

Sekali lagi, perasaannya mendorongnya untuk berpikir dan berefleksi dan lalu
mengerti secara lebih jelas apa yang sedang terjadi. Ia memutuskan untuk bersikap
seperti biasa dan menerima konsekuensinya. Ia sedang meniru Kristus dalam sengsara-
Nya.

53. diperlakukan seperti orang gila – diperlakukan dengan baik oleh orang-orang
Perancis

Mereka berjalan sampai ke markas komandan. Ia dibawa ke dalam sebuah kamar di
bawah dan di situ komandan segera datang berbicara dengan dia. Tanpa memberi tanda
hormat sedikit pun ia memberi jawaban singkat, dengan menunggu cukup lama antara yang
satu dengan yang lain. Komandan menganggap dia orang sinting, dan kepada mereka yang
membawa dia ke situ ia berkata, "Orang ini tidak punya pikiran; berikan barangnya dan suruh
dia keluar." Ketika ke luar dari tempat itu, ia segera bertemu dengan seorang Spanyol yang
tinggal di situ. Orang itu membawa dia begitu saja ke rumahnya dan memberi dia makan
dan semua yang diperlukannya untuk malam itu. Pagi harinya ia berangkat dan berjalan
sampai sore. Waktu itu ia dilihat oleh dua tentara yang berdiri di menara dan turun untuk
menangkapnya. Mereka membawanya ke komandan, seorang Perancis. Komandan itu
bertanya kepadanya, antara lain dari mana dia. Ketika mendengar bahwa dari Guipuzcoa, ia
berkata, "Aku dekat dari situ.” Tampaknya ia dari tempat yang dekat dengan Bayonne.
Kemudian ia berkata, "Bawa dia dan beri dia makan dan perlakukan dengan baik.” Pada
perjalanan itu dari Ferrara ke Genua terjadi banyak hal lain yang kurang panting. Akhirnya
ia sampai ke Genua, di mana ia dikenal oleh seorang dari Biskaya yang bernama Portu[o]ndo,
yang dahulu pernah berbicara dengan dia, ketika masih abdi di istana Raja Katolik. Orang itu
membantu dia naik kapal yang akan berangkat ke Barcelona. Dalam perjalanan itu ada
bahaya besar, mereka akan ditangkap oleh Andreas Doria, yang mengejar mereka, sebab
pada waktu itu dia berada di pihak Perancis.

Keputusannya untuk tidak memberi hormat kepada komandan tentara adalah
sesuatu yang tidak biasa dilakukan Inigo. Sopan santun merupakan sesuatu yang telah
tertanam dalam dirinya sejak ia berada di istana dan ia biasanya menghormati orang-

136

orang yang memiliki kedudukan. Penjelasan yang paling mungkin dapat ditemukan
dalam “godaan” yang ia rasakan tadi. Roh jahat sedang berupaya untuk memengaruhi
sikapnya dan mengendalikannya lewat rasa takutnya. Ketika Inigo menyadari hal ini, ia
memutuskan untuk tidak hanya menolak roh jahat, tetapi juga menghancurkannya
dengan melakukan kebalikannya. Seperti yang telah dicatat sebelumnya (bdk. [20]),
metode yang disarankan Inigo dalam Catatan Pendahuluan Latihan Rohani untuk
melawan musuh (seperti saat kita digoda untuk mengurangi waktu doa), kita perlu untuk
tidak saja ‘menolak musuh, tetapi bahkan menghancurkannya’ dengan melakukan apa
yang berkebalikan dari yang disarankannya. Akibatnya, keputusan awalnya ditambah. Ia
berkeyakinan untuk tidak menunjukkan penghormatan terhadap komandan tentara
atau bahkan melepas topinya.

Meskipun kita tidak mengetahui apakah dalam kasus ini Inigo telah mengambil
keputusan yang benar, Tuhan tetap dapat menggunakannya untuk menyelamatkan
Inigo dari bahaya. Komandan tersebut menganggap Inigo tidak waras dan
memerintahkan agar ia diberikan jubahnya kembali dan dibebaskan. Senang karena
dihina dan dianggap bodoh seperti Kristus, Inigo kembali melanjutkan perjalanannya.

Tidak lama setelah meninggalkan tempat itu, Inigo berjumpa dengan orang Spanyol
yang bersikap layaknya orang Samaria yang baik hati. Ia membawa Inigo ke rumah yang
aman, menyembuhkan “derita” kelaparannya, dan menyediakan segala hal lain yang
dibutuhkan Inigo.

Peringatan yang diberikan oleh tentara Spanyol kepadanya [51] terbukti sangat
tepat karena sewaktu ia melanjutkan perjalanannya ia mendapat masalah lagi dan
ditangkap oleh tentara Spanyol. Mereka menanyainya, tetapi kali ini ia diperlakukan
dengan baik dan diberikan makanan karena komandan mereka, yang berasal dari
daerah Bayonne dekat Guipuzcoa, melihat kesamaannya sebagai orang Bask dalam diri
Inigo. Inigo bersyukur manakala ia diperlakukan dengan baik, seakan-akan ia merasa
tidak pantas menerimanya.

Inigo mempunyai ingatan yang baik tentang hal-hal kecil dan ini memainkan
peranan penting sewaktu ia bergulat dengan kebimbangan batin yang dialaminya di
Manresa [25]. Ia mengingat banyak hal kecil lain yang terjadi selama perjalanannya,
tetapi ia hanya menuturkan yang lebih penting saja untuk menunjukkan cara Tuhan
berkarya dalam hidupnya, khususnya dengan memberinya kesempatan untuk
merasakan penderitaan Kristus.

137

Perjalanan dari Ferrara ke Genoa menempuh jarak sejauh 450 kilometer dan ini
merupakan salah satu dari prestasinya yang luar biasa dalam hal berjalan kakinya. Ia
berjalan melewati sebuah medan peperangan dengan kemampuan bahasa yang
terbatas, tanpa uang atau pakaian yang layak, dalam cuaca dingin dan keletihan,
melewati sungai-sungai yang telah membeku dan pegunungan, dan tetap dapat tiba
dengan selamat. Tidaklah mengherankan jika ia sungguh percaya akan perhatian Tuhan
kepadanya.

Ketika ia akhirnya tiba di Genua, Inigo ditemui oleh Rodrigo Portundo. Orang ini
memiliki pengaruh besar. Pekerjaannya ialah memastikan bahwa tentara-tentara
Spanyol mendarat dengan selamat. Mereka telah saling mengenal satu sama lain ketika
Inigo masih mengabdi Pangeran Najera. Seperti yang tampaknya sering terjadi pada diri
Inigo, pertemuan ini adalah sebuah pertemuan berahmat karena Portundo berhasil
mengatur agar Inigo mendapat tiket gratis untuk pergi ke Barcelona. Akan tetapi, ia
masih tetap membutuhkan perlindungan Tuhan. Doria adalah kapten kapal hebat yang
pada waktu ini berada di pihak Perancis. Namun, walaupun ia jarang dikalahkan di laut,
pada kesempatan kali ini ia tidak dapat mengejar mereka dan mereka dapat tiba dengan
selamat di Barcelona. Mereka dalam “bahaya besar” akan ditangkap, dan Inigo mungkin
ingat akan bahaya besar yang ia alami ketika ia tanpa ditemani pengawal Turki pergi
untuk melihat jejak kaki Kristus di Bukit Zaitun [47].

Sekali lagi, dalam setiap kejadian yang beragam ini, Inigo melihat belas kasih dan
penyelenggaran ilahi Tuhan atas dirinya. Cerita Inigo tentang peristiwa-peristiwa selama
perjalanannya dari Venesia ke Barcelona seperti sebuah kidung syukur pada Tuhan yang
telah memelihara dan membimbing setiap langkah perjalanannya.

138

139

Bab 6

Studi di Barcelona dan Alcala [54-63]

54. keinginan untuk studi di Manresa – memulai studi di Barcelona

Ketika sampai di Barcelona ia membicarakan keinginannya untuk belajar dengan
Isabella Ros[c]er dan dengan Magister Ardevol, yang mengajar Bahasa Latin dasar. Kedua-
duanya merasa bahwa itu baik sekali. Magister Ardevol menawarkan diri untuk mengajarnya
dengan cuma-cuma, dan Isabella akan memberikan dia apa yang perlu untuk hidup. Di
Manresa dahulu Si Peziarah mengenal seorang rahib, yang kiranya dari Ordo St. Bernardus,
seorang yang sangat rohani. Ia ingin tinggal bersama orang itu untuk belajar untuk
memperhatikan hal-hal rohani dengan lebih mudah, dan juga untuk membantu orang. Maka
ia menjawab bahwa ia mau menerima tawaran mereka jika di Manresa ia tidak menemukan
apa yang diharapkannya. Akan tetapi, ketika pergi ke sana ia menemukan rahib itu sudah
meninggal. Maka ia kembali ke Barcelona dan mulai belajar dengan amat rajin. Namun, ada
sesuatu yang sangat mengganggunya, yaitu bila ia mulai menghafalkan sesuatu,
sebagaimana perlu kalau mulai belajar dasar-dasar sebuah bahasa, ia mendapat pengertian
baru mengenai hal-hal rohani dan juga perasaan baru sedemikian hebat, bahwa tidak dapat
menghafalkan lagi. Betapa pun ia melawan pikiran itu ia tidak dapat mengusirnya.

Inigo tiba di Barcelona antara awal hingga pertengahanMaret 1524. Barcelona
sendiri adalah sebuah kota unik yang memiliki penduduk paling banyak di Spanyol. Kota
ini juga memiliki nilai penting di daerah Mediterrania dan dikagumi karena keindahan
serta semangat, pengharapan dan penghargaannya yang begitu tinggi bagi dunia
pendidikan. Walaupun ketika Inigo tiba kota ini belum memiliki universitas, sudah ada
banyak sekolah di Barcelona yang mengganti sistem pendidikan zaman abad
pertengahan dengan tren baru yang mengarah pada pengembangan humaniora. Di kota

inilah Inigo memulai pendidikan lanjutnya, yang nantinya akan bercorak lebih akademis
daripada rohani.

Kecenderungannya untuk studi sekembalinya dari Tanah Suci [50] ia ceritakan
kepada kedua temannya, Isabel Roser dan Magister Ardevol, yang merupakan seorang
guru yang amat dihormati di kota ini. Dengan menceritakan niatnya, Inigo sedang
mencari penegasan lebih lanjut tentang keputusannya untuk studi sehingga dapat
menyelamatkan jiwa-jiwa. Keduanya amat antusias dengan ide Inigo dan memujinya
atas keputusan ini. Mereka lalu menawarkan untuk membantu dia dengan biaya sekolah
gratis dan dengan hal-hal lain yang ia butuhkan.

Akan tetapi, Inigo tidak yakin bahwa ini adalah jenis studi yang mesti ia tempuh.
Ketika di Manresa, ia biasa mengunjungi seorang rahib Cistercian (Trapis) di Biara St.
Paulus. Ia sendiri mendapatkan pencerahan di tepi Sungai Cardoner ketika ia sedang
dalam perjalanan mengunjungi rahib ini. Tampaknya, ia telah belajar banyak dari rahib
ini, yang disebut Inigo sebagai seorang “manusia rohani.” Ia sekarang ingin belajar lebih
banyak darinya soal kehidupan rohani sehingga kerasulannya dapat menjadi lebih
efektif.

Inigo mencari orang-orang rohani di Manresa karena ia tidak memiliki pengetahuan
apa pun mengenai hal-hal rohani sewaktu ia tiba pertama kali di kota ini. Ia juga
melakukan hal yang sama ketika di Barcelona. Akan tetapi, sewaktu ia meninggalkan
Barcelona ia berkata bahwa “ia telah kehilangan gairah untuk menemui orang-orang
rohani” [37]. Maka, sedikit mengherankan bahwa Inigo ternyata merasa perlu untuk
menemui kembali rahib Trappist ini. Mungkin, rahib ini adalah salah satu dari sedikit
orang yang dirasa oleh Inigo dapat membantunya. Atau, mungkin Inigo sedang berusaha
mengklarifikasi jenis studi macam apa yang harus dijalaninya: rohani atau akademis.

Perjalanan ke Manresa ini akhirnya tidak menghasilkan apa-apa karena rahib
tersebut sudah meninggal.

Kegagalannya untuk menemui rahib Cistercian ini merupakan kelanjutan dari
pelajaran Tuhan bagi dirinya. Inigo ia perlu menjadi lebih peka terhadap bimbingan Roh
seperti yang ditunjukkan melalui peristiwa-peristiwa hidupnya (bdk. [50]). Ia tidak lagi
mengatur hidupnya sebagai “seorang perancang.” Ia adalah seorang peziarah, yang
masa depannya tidak jelas.

141

Awalnya, ia mengira bahwa cara terbaik untuk belajar bagaimana “menyelamatkan
jiwa-jiwa” adalah dengan mempelajari hal-hal rohani. Akan tetapi, Tuhan telah
mengarahkannya pada suatu jenis studi yang amat berbeda. Inigo kini harus mencari
tahu bagaimana mempelajari unsur-unsur tata bahasa Latin akan membantunya
mencapai keinginannya membantu orang lain bertumbuh dalam Roh. Pengalaman ini
pasti ibarat sebuah misteri bagi Inigo.

Tampaknya, saat ini cara Inigo memahami bagaimana ia dapat “menyelamatkan
jiwa-jiwa” juga sudah sedikit berbeda. Sebelumnya, ia lebih memusatkan perhatiannya
pada suatu cara membantu yang lebih aktif, di mana ia “memberikan sesuatu.” Mulai
saat ini, manakala ia berpikir tentang “menyelamatkan jiwa-jiwa”, ia akan bersikap lebih
pasif dengan menyediakan diri bagi orang-orang dan membagikan kepada mereka
segala miliknya yang dapat membantu mereka. Ia telah belajar tentang betapa
pentingnya mendengarkan orang lain [42]; dan bagi dirinya, ini menjadi lebih penting
daripada berbicara. Maka, tidaklah mengherankan kalau Tuhan sedang mengarahkan ia
untuk lebih mempelajari bahasa Latin daripada hal-hal rohani.

Sama seperti sebelumnya, di Barcelona Inigo tinggal di rumah seorang janda
bernama Ines Pascual. Ia bukanlah seorang wanita kaya dan meskipun Isabel Roser
menawarkan bantuannya, Inigo lebih memilih untuk mengemis demi mendapatkan
makanannya setiap hari.

Inigo bukanlah seseorang yang terlahir untuk menjadi seorang intelektual. Ia tidak
pernah menunjukkan cinta yang mendalam pada hidup akademis. Sebelas tahun studi
yang akan dijalaninya pastilah merupakan sebuah ujian bagi kegigihan Inigo. Sahabat-
sahabat pertama Inigo yang mengenalnya dengan baik memberikan beberapa komentar
tentang Inigo, yang mungkin disertai dengan sedikit imbuhan berlebih-lebihan. Polanco
menulis,

“belajar dengan sebuah kesetiaan yang mengagumkan … dan melakukan
matiraga luar biasa keras supaya dapat belajar dari guru-guruduniawi
setelah pikirannya diajarkan oleh Guru yang lebih baik, yaitu Roh Kudus
sendiri.”

142

Lainez lalu menambahkan,

“Ia merasakan keengganan yang besar manakala harus belajar … karena ini
adalah hal manusiawi danlebih membosankan jika dibandingkan dengan
hal-hal surgawi.”

Komentar-komentar ini lantas membantu kita untuk memahami mengapa pilihan
pertama Inigo adalah pergi ke Manresa dan menemui seorang guru rohani.

Inigo memulai studinya dengan mempelajari dasar-dasar tata bahasa Latin sembari
duduk di lantai bersama dengan anak-anak kecil. Ia mencoba sebisanya untuk
menghafalkan materi-materi yang diberikan kepadanya. Akan tetapi, cintanya yang
utama adalah pada hal-hal rohani. Ketika ia berupaya untuk menghafalkan tata bahasa
Latin, ia menyadari bahwa ia terusik oleh kegembiraan yang ia dapatkan dari
pemahaman-pemahaman baru tentang hal-hal rohani. Meskipun ia telah berupaya
keras, ia tidak dapat mengesampingkan pikiran dan perasaannya ini sehingga ia tidak
dapat melakukan tugasnya untuk menghafal.

55. mengalahkan godaan – kesehatan yang membaik

Ia berpikir banyak mengenai hal itu danberkata pada dirinya, "Kalau mulai berdoa atau
ikut Misa aku tidak pernah mendapat pikiran yang sehebat itu." Sedikit demi sedikit ia mulai
mengerti bahwa itu suatu godaan. Sesudah berdoa ia pergi ke Gereja Bunda Maria dari Laut,
yang dekat dengan rumah gurunya. Ia telah minta kepada gurunya supaya mau
mendengarkannya sebentar di gereja itu. Mereka duduk di situ, dan dengan jujur ia
mengatakan kepadanya segala yang terjadi di dalam hatinya; betapa sedikit ia maju sampai
waktu itu karena soal itu. Kemudian ia membuat janji kepada guru itu, "Saya berjanji kepada
Anda bahwa dua tahun ini saya selalu akan datang mendengarkan Anda, selama di
Barcelona saya bisa menemukan roti dan air untuk hidup." Setelah membuat janji itu dengan
tegas sekali, tidak pernah ada godaan itu lagi. Penyakit perut yang dia derita di Manresa, dan
yang karenanya ia memakai sepatu juga hilang. Dia merasa perutnya baik sejak ia pergi ke
Yerusalem. Karena itu, ketika ia berada di Barcelona untuk studi muncul keinginannya untuk
kembali kepada matiraga seperti dahulu. Maka ia mulai membuat lubang di sol sepatu.
Sedikit demi sedikit ia memperbesar lubang itu, sehingga ketika musim dingin tiba, tinggal
bagian atas saja.

143

Ketika ia memikirkan hal ini, ia teringat pengalaman serupa di Manresa ketika
pencerahan rohani dan konsolasi mengganggu tidurnya [26]. Kalau ini memang dari Roh
Baik, mengapa ini tidak datang pada saat ia sedang berdoa atau mengikuti Ekaristi?
Lewat permenungannya, ia secara perlahan-lahan menyadari bahwa ini berasal dari roh
jahat. Setelah mendoakan hal ini, ia membuat keputusan untuk menceritakan hal ini
kepada gurunya sambil menjelaskan mengapa ia tidak mengalami banyak kemajuan. Ia
membuat janji untuk bertemu dengan gurunya di Gereja St. Maria del Mar, yang akan
segera menjadi sebuah tempat istimewa bagi Inigo. Sekarang ini, ada ukiran pada anak
tangga kedua di gereja ini “St. Ignasius dari Loyola, pendiri Serikat Yesus, duduk di anak
tangga ini sambil mengemis pada 1525.”

Inigo mengungkapkan isi hatinya kepada gurunya, seakan-akan gurunya itu adalah
bapa pengakuannya. Pada beberapa kesempatan sebelumnya, kita telah mencatat
bagaimana Inigo bersikap amat terbuka dengan orang-orang yang dirasa dapat
membantunya [17, 25, 36].

Ia telah menyadari pengalaman ini sebagai sebuah godaan sehingga ia berjanji
bahwa selama dua tahun studinya ia tidak akan membiarkan dirinya diganggu oleh
godaan semacam ini. Sesuai dengan ciri khasnya, ia berkehendak untuk menghancurkan
roh jahat sepenuhnya dengan mengambil tindakan tegas terhadapnya, seperti yang
telah dilakukannya dalam peristiwa-peristiwa lain [20 dan 52]. Ribadeneira bercerita
bahwa Inigo pergi ke gurunya dan

“memohon sambil berlutut di hadapan gurunya (Magister Ardevol) supaya
memperlakukan ia seperti anak termuda di kelasnya dan menghukumnya
secara berat setiap kali ia melihat Inigo malas atau kurang perhatian dalam
studinya.”

Ia mengalahkan Roh Jahat secara telak dan godaan ini tidak pernah muncul lagi.

Dalam perspektif tertentu, Inigo melihat sebuah hubungan antara penyakit dan
matiraga. Ketika ia sakit, ia tidak melakukan matiraga tetapi menerima sakitnya sebagai
sebuah kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan (bdk. [34]). Ia mempunyai
perhatian besar terhadap mereka yang sakit dan menyarankan orang lain agar berhati-
hati dalam melakukan matiraga. Ia percaya bahwa ada sebuah hubungan antara
matiraga dan pencerahan batin serta konsolasi (LR 213). Matiraga sendiri akan terus
menjadi bagian peziarahannya. Manakala kesehatan badannya membaik, ia kembali

144

melakukan matiraga, walaupun caranya lebih halus. Ia tidak menunjukkan matiraganya
secara terang-terangan dengan bepergian tanpa alas kaki. Ia tetap mengenakan
sepatunya, tetapi pelan-pelan ia membuat sebuah lubang besar pada alas sepatunya
sehingga ia sebenarnya berjalan di atas permukaan yang dingin. Ia tentunya
menceritakan hal ini bukan serta merta untuk memberikan sesuatu yang dapat kita tiru,
melainkan untuk memberi sebuah tantangan yang dapat kita renungkan.

Selama berada di Barcelona, selain studi dan berdoa selama berjam-jam, ia mulai
menyelamatkan jiwa-jiwa secara lebih serius. Dengan bantuan dari beberapa wanita
terpandang di kota itu, yang memberinya bantuan uang dan makanan, ia dapat
melakukan karya amal kasih bagi orang-orang miskin dan sakit. Selain itu, Polanco
menulis “…selama studi, ia tidak berhenti membantu banyak orang lewat teladan
percakapan dan latihan rohaninya.” Para wanita terpandang yang membantunya ini juga
terbantu oleh bimbingan rohani yang diberikan Inigo.

Salah satu hal yang sangat penting baginya dan ini akan menyita tenaganya selama
tahun-tahun ke depan adalah reformasi biara-biara suster. Dalam hal ini, hal yang
menjadi perhatiannya adalah mengembalikan semangat meninggalkan dunia dan
menaati regula-regula mereka sebagai religius. Para suster dapat meninggalkan
biaranya kapanpun mereka mau dan sering menerima kunjungan dari para kerabat,
teman dan bahkan “sahabat” laki-laki. Upayanya untuk memperbaiki penyelewengan ini
mengantarnya pada konflik-konflik, yang terkadang berbahaya dengan beberapa
pengunjung yang tidak beres. Inigosecara khusus terlibat dengan tiga biara: Biara
Heronimian St. Matias, Biara Benediktin St. Klara (komunitas Sr. Teresa Rejadell), dan
Biara Dominikan St. Maria Ratu Malaikat. Biara St. Klara baru berada di bawah Regula
Benediktin selama enam tahun dan perubahan ini menyebabkan ketidaktentraman yang
disebabkan oleh penolakan beberapa orang.

Kegiatan kerasulan lain, yang di masa depan akan menjadi sangat penting, ialah
upayanya untuk mengumpulkan sahabat-sahabat dalam jalan hidup rohani.

56. disarankan untuk studi lanjut – dihina karena mengemis

Ia belajar dua tahun di Barcelona. Menurut kata orang dalam waktu itu ia mengalami
banyak kemajuan. Maka gurunya berkata kepadanya bahwa ia siap untuk studi artes
(filsafat), sebaiknya, ia pergi ke Alcala. Ia minta seorang doktor teologi untuk mengujinya.

145

Orang itu pun berkata hal yang sama. Maka ia pergi ke Alcala sendirian, walaupun kiranya ia
sudah mempunyai beberapa teman. Sampai di Alcala ia mulai mengemis dan hidup dari
sedekah. Ia sudah hidup sepuluh atau dua belas hari dengan cara demikian, ketika pada
suatu hari seorang rohaniwan, dan beberapa orang lain yang bersama dengan dia melihat
ia minta sedekah. Mereka mulai menertawakan dia, dan juga mengejek seperti yang biasanya
dilakukan terhadap orang yang walaupun sehat toh minta-minta. Pada saat itu lewatlah
pengurus hospital baru di Antezana. Tampaknya ia tidak senang dengan semua itu. Maka ia
memanggilnya dan membawanya ke hospital, di mana ia diberi sebuah kamar dan segala
yang dibutuhkannya.

Walaupun mengalami banyak kesulitan, Inigo berhasil menyelesaikan studinya.
Gurunya lalu menyarankan agar ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Alcala. Ia
masih berusaha untuk mengenali jalannya dan kurang yakin bahwa ini adalah langkah
selanjutnya yang harus ia ambil. Ia lalu meminta pendapat seorang Doktor Teologi, yang
kemudian menegaskan saran yang telah ia terima dari gurunya.

Tuhan membimbing Inigo dengan menggunakan perisitiwa-peristiwa hidupnya
untuk menunjukkan langkah berikutnya yang harus ia ambil. Inilah bentuk ziarah yang
sedang dijalani oleh Inigo.

Inigo sepertinya meninggalkan Barcelona pada akhir Maret 1526 untuk memulai
perjalanan sejauh 640 kilometer menuju Alcala. Mungkin, di dalam dirinya ada sedikit
kesedihan karena sepuluh tahun sesudahnya ia pernah menulis dalam sebuah surat,
“tanpa ragu sedikitpun, saya mempunyai hutang paling besar terhadap Barcelona
dibandingkan kota-kota lainnya di dunia.” Dalam perjalanannya, ia pasti dapat melihat
pegunungan Montserrat secara jelas. Perjalanan ini pasti akan mengingatkannya pada
banyak hal.

Inigo bepergian seorang diri. Keputusannya sejak awal memang seperti ini. Akan
tetapi, ia menambahkan sebuah catatan bahwa ia percaya bahwa “ia telah memiliki
beberapa sahabat” di Barcelona. Dari manakah keinginan untuk memiliki sahabat ini
muncul? Ia tidak menceritakan hal ini kepada kita. Kalau dilihat dari keteguhan Inigo
sebelumnya untuk tidak mempunyai sahabat [53], hal ini merupakan sesuatu yang
mengejutkan dan kita hanya dapat menyimpulkan bahwa Tuhanlah yang
membimbingnya untuk melakukan ini. Polanco menjelaskan

146

“Mulai dari sana [Barcelona], ia mulai mengumpulkan orang untuk
menemani ia dalam melaksanakan rencananya memperbaiki apa yang salah
dalam pelayanan kepada Tuhan. Mereka akan menjadi seperti pewarta
Kristus. Dan ada empat orang sahabat yang menyertainya.”

Pada tahap ini, kita dapat mengamati ada tiga keinginan yang saling berkaitan dalam
Inigo:

• menyelamatkan jiwa-jiwa; keinginan ini akan terus bertumbuh secara kokoh
dalam dirinya.

• studi; studi muncul dari kecenderungan yang ia rasakan sewaktu kembali dari
Yerusalem. Ini juga ditegaskan oleh saran yang diterimanya di Barcelona.

• mengumpulkan sahabat-sahabat; ini adalah sebuah keinginan yang baru dan
penting bagi dirinya.

Sahabat yang bergabung pertama kali dengan Inigo adalah Calisto, yang merupakan
keturunan orang Portugis. Namanya muncul dalam salah satu surat-surat awal Inigo,
yang masih tersimpan sampai sekarang. Surat ini ditulis kepada Ines Pascual pada
Desember 1524 dan di dalamnya Inigo menulis

“Seorang peziarah bernama Calisto sekarang berada di Barcelona dan saya
sangat ingin kamu mengomunikasikan bermacam-bacam hal dengannya;
sungguh padanya kamu akan menemukan lebih banyak daripada yang
kamu kira.”

Dua orang berikutnya yang akan bergabung dengannya adalah dua orang Spanyol,
yaitu Arteaga dan Caceres. Orang yang keempat ialah orang Perancis bernama Jean
Reynalde, yang akan bergabung dengannya di Alcala.

Universitas Alcala, yang berdiri pada 1508 adalah salah satu universitas baru di
Spanyol yang memiliki fasilitas-fasilitas dan dosen-dosen yang bermutu. Kampusnya
sendiri memiliki suasana yang tenang dan damai. Universitas ini didirikan oleh Cardinal
Francisco Ximénez de Cisneros atas permintaan Francis I, yang membuat klaim bahwa
universitas ini sebaik Universitas Paris, “… Universitas Paris, yang merupakan
kebanggaan kerajaanku, merupakan hasil kerja selama berabad-abad. Ximenes telah
menciptakannya seorang diri.”

147

Ketika Inigo tiba di sana pada 1526, universitas ini memiliki 3.000 mahasiswa dan
terkenal di seluruh tanah Spanyol dan Perancis. Alcala sendiri adalah sebuah kota yang
sedang berkembang dengan pesat dan telah menjadi pusat humanisme di Spanyol. Di
sinilah untuk pertamanya Inigo menempuh pendidikan pada tingkat universitas.

Tidak jauh dari Alcala terdapat pusat sebuah kelompok yang disebut “Illuminati”
atau “Alumbrados.” Seperti yang akan kita lihat kemudian [58], Inigo nanti akan dituduh
sebagai anggota kelompok ini.

Sejak di Manresa, Inigo hidup dalam keadaan yang begitu miskin. Mengemis telah
menjadi cara yang biasa ia lakukan untuk mendapatkan makanan. Selama tahun-tahun
awal studinya, ia terus melakukan hal ini. Mengemis adalah bagian dari
ketergantungannya secara penuh pada Tuhan dan keinginannya untuk hidup tanpa
jaminan dan dalam ketidakpastian. Sebagai orang miskin yang tidak dikenal, ia
bergantung pada belas kasih sesama. Akan tetapi, ketika di Alcala, ia merasakan akibat
dari keputusannya untuk mengemis. Sebuah kelompok, termasuk di dalamnya seorang
imam, mulai menertawakan dan mengejeknya ketika melihat ia mengemis. Dua hal
dapat dicatat dalam peristiwa ini. Pertama, sementara ia diperlakukan seperti Kristus
yang dihina, ia memaafkan mereka yang menertawakannya dan mengampuni
perbuatan mereka. Kedua, ia merasakan belas kasih pimpinan Rumah Sakit Bunda yang
Berbelas Kasih (Nuestra Señora de Las Mercedes). Orang ini membawanya ke rumah sakit
di mana ia diberikan makanan, kamar, tempat tidur dan lilin. Sama seperti pengalaman
Inigo sebelumnya dengan seorang Spanyol [53], ia mengalami kasih orang Samaria yang
murah hati.

57. studi di Alcala – karya kerasulan – bantuan dan dukungan dari Eguia
bersaudara

Ia studi di Alcala kurang lebih satu setengah tahun. Ia tiba di Barcelona masa puasa1524,
dan studi di Barcelona dua tahun, maka ia tiba di Alcala[15]26. Ia mempelajari logika dari
Soto, fisika dari Albertus [Magnus], dan [Petrus Lombardus] Magister Sententiarum. Di Alcala
ia mencoba memberi Latihan Rohani dan menerangkan ajaran Kristiani. Pekerjaan itu
berhasil, demi kemuliaan Allah. Banyak orang memperoleh pengertian dan rasa mendalam
tentang hal-hal rohani. Ada juga orang yang mengalami macam-macam godaan: seperti satu
orang yang ingin mendera diri namun tidak dapat karena tangannya seperti ditahan, dan
masih ada hal-hal lain yang menimbulkan desas-desus di kota, terutama karena banyak

148

orang datang di tempat ia mengajar agama.

Tidak lama sesudah tiba di Alcala ia mulai mengenal Pastor Diego de [E]guia yang tinggal
di rumah saudaranya, yang punya percetakan di Alcala dan cukup mampu. Mereka
membantu dia dengan sedekah guna menolong orang miskin. Tiga teman peziarah boleh
tinggal di rumah itu. Suatu ketika, waktu ia datang untuk minta sedekah bagi kebutuhan
tertentu, Pastor Diego berkata bahwa tidak punya uang tetapi ia membuka peti. Ada macam-
macam benda di dalamnya. Ia memberikan kepadanya juga beberapa potong kain untuk
alas tidur dengan aneka warna dan beberapa kaki lilin dan hal-hal lain semacam itu. Si
Peziarah memasukkannya dalam seprei, memikulnya dan pergi menolong orang miskin.

Inigo tampaknya tiba di Alcala pada Maret 1526. Ia lalu pergi meninggalkan kota ini
pada Juni 1527, atau bahkan mungkin lebih awal. Oleh karena itu, ia berada di Alcala kira-
kira satu tahun, dan bukan satu setengah tahun seperti yang diceritakannya. Pada waktu
ini, studinya terhambat oleh dua persoalan, yaitu metode belajar dan karya kerasulan.
Ini menunjukkan bahwa Inigo masih harus terus belajar untuk menata hidupnya,
khususnya hidup studinya. Untuk itu, ia harus mengesampingkan keinginan pribadinya
demi terlaksananya keinginan Tuhan atas dirinya.

Meskipun Inigo belajar secara pribadi di bahwa bimbingan seorang profesor di luar
ruang kuliah, pilihan mata kuliahnya kurang menunjukkan adanya koordinasi yang baik.
Ia tidak memberikan kita banyak detail tentang apa yang ia pelajari. Namun, dari
komentar umumnya tampak jelas bahwa ia mengambil informasi dari sana dan sini.
Lebih jauh lagi, karena ia begitu tergesa-gesa, ia hanya dapat mencerna sedikit sekali
dari semua pelajaran yang ia ambil. Akibatnya, ia tidak mendapat sebuah landasan yang
kokoh dari apa yang telah ia pelajari sehingga ia tidak meraih hasil apa pun sebelum ia
berpindah ke tingkat yang lain. Satu-satunya hal yang ia pelajari dari atmosfer studi di
Alcala adalah tentang pentingnya studi dan juga tentang pentingnya perkembangan
yang teratur dalam proses studi. Hal ini nantinya akan menjadi ciri formatio Yesuit di
masa depan.

Kita juga mendapatkan informasi mengenai karya kerasulan Inigo dan akibatnya. Ini
adalah untuk pertama kalinya ia menyebut bahwa ia “memberikan latihan rohani” dan.
Di masa depan, cara ini akan menjadi perwujudan dari keinginannya untuk
menyelamatkan jiwa-jiwa. Dari pengalaman pribadinya di Loyola, Manresa dan Tanah
Suci, ia berhasil mengumpulkan beberapa bentuk latihan rohani untuk membantu orang

149

lain. Ia mempunyai bakat dan kemampuan khusus dalam hal ini. Ini lantas digabungkan
dengan talenta khususnya untuk membedakan roh.

Pada saat yang bersamaan, Inigo memberi penjelasan tentang pokok-pokok iman
Kristiani. Sebagai seorang remaja di Arevalo, Inigo pasti mempunyai banyak waktu untuk
membaca buku-buku yang ada di perpustakaan di sana dan mendengarkan kotbah-
kotbah. Dari sini ia mendapat pengetahuan dasar yang sekarang dapat ia bagikan
dengan orang lain.

Sewaktu meninggalkan Loyola, niat Inigo adalah memuliakan Tuhan dengan
mengerjakan hal-hal lahiriah hebat sebagaimana diteladankan oleh para kudus.
Sekarang, Tuhan mengajarkan sebuah cara yang amat berbeda untuk “memuliakan
Tuhan”, yaitu dengan menyentuh hati orang-orang.

Karya kerasulannya ini membuat berbagai macam orang dengan beragam masalah
berdatangan pada Inigo untuk meminta bantuannya. Ia dapat memberikan bantuan
kepada banyak orang yang datang kepadanya dengan membawa mereka pada sebuah
kesadaran rohani, serta rasa gembira dan damai yang menyelimuti hidup baru mereka.
Ia menyebutkan orang-orang lain yang memiliki pengalaman luar biasa, tetapi ia tidak
menyebutkan apakah ia berhasil membantu mereka atau tidak. Meskipun kurang begitu
jelas, Polanco menceritakan pengalaman aneh Inigo pada suatu malam yang sepertinya
adalah pertempuran antara dirinya dengan hantu dan Roh Jahat. Inigo mengalahkan
mereka dengan cara menyerahkan dirinya pada Tuhan; kepadanya-Nya lah ia berharap
perlindungan.

Gambar yang menunjukkan orang banyak mengelilingi Inigo sewaktu ia mengajar
mengingatkan kita pada Yesus di kisah-kisah Injil. Akan tetapi, rumor juga mulai beredar
tentang pengajar yang berpenampilan tidak wajar ini, serta kejadian-kejadian baik, tapi
juga terkadang aneh, yang terjadi setelah orang-orang mendengarkan Inigo. Pertemuan-
pertemuan ini tampak mirip dengan pertemuan para anggota Alumbrados (bdk. [56 &
58]. Dari sinilah masalah Inigo di Alcala dimulai. Mungkin karena Inigo dapat menatanya
dengan lebih baik, kegiatan kerasulannya menjadi lebih sukses daripada studinya.

Dua orang yang memainkan peranan besar dalam membantu Inigo selama di Alcala
adalah Eguia bersaudara. Miguel adalah orang mempunyai percetakan di kota ini dan
menyediakan tempat bagi ketiga sahabat Inigo di rumahnya, meskipun mereka juga
tinggal di tempat lain. Ia juga mencetak karya Erasmus, yang tidak begitu berkenan di

150

hati Inigo. Don Diego de Eguia adalah seorang imam dan nantinya akan menjadi bapa
pengakuan Inigo di Roma. Selain menunjukkan kemurahan hati yang besar kepada Inigo,
mereka juga memberinya uang untuk membantu orang miskin. Seorang lagi dari
mereka, yaitu Esteban, akan mengadakan ziarah dengan Diego ke Yerusalem. Nantinya,
keduanya akan bertemu dengan Inigo di Italia dan bergabung dengan Serikat Yesus.

Inigo juga menceritakan secara rinci tentang kejadian yang agak aneh melibatkan
Eguia bersaudara ini. Suatu waktu ketika mereka tidak mempunyai uang untuk diberikan
kepada Inigo, Don Diego membuka sebuah kotak penuh barang-barang tua dan
memberikannya kepada Inigo supaya ia dapat memperoleh uang dengan menjual
benda-benda tersebut. Mengapa ia menceritakan hal ini dengan begitu rinci, bahkan
sampai menceritakan bagaimana ia membawanya? Mungkin, ia sedang menekankan
pentingnya kemurahan hati kepada orang miskin dan kesediaan untuk memberikan
segala sesuatu demi menolong mereka. Dalam sebuah surat kepada Jaime Cazador pada
1536, yang merupakan salah seorang donaturnya di Barcelona, ia memberikan
pendapatnya tentang seseorang yang sedang sekarat

“Kalau ia tidak mempunyai anak atau saudara dekat yang dapat menerima
warisannya secara sah, menurut saya jauh lebih baik apabila ia
meninggalkan hartanya kepada Ia yang telah memberikannya kepadanya,
yaitu kepada Sang Pemberi segalanya, Penguasa dan Tuhan kita. Ia dapat
melakukan ini dengan mengingat keinginan-keinginan saleh, adil, dan suci.
Sejauh mungkin hal ini harus dilakukan selama ia masih hidup daripada
sesudahnya.”

Inigo tidak percaya bahwa kita harus menyimpan harta benda, yang sebenarnya bisa
diberikan kepada orang lain.

Seorang imam lain yang menjadi teman Inigo pada waktu ini adalah orang Portugis
bernama Manuel Miona. Inigo memilihnya untuk menjadi bapa pengakuannya,
walaupun Manuel mendorongnya untuk membaca Enchiridion yang ditulis oleh Erasmus.
Dalam sebuah surat yang ditulis kepada Manuel pada 1536, Inigo menulis tentang
hutangnya kepadanya dalam hal bimbingan rohani dan mendorongnya untuk menjalani
Latihan Rohani. Dalam surat itu dikatakan bahwa Latihan Rohani

151

“merupakan sarana terbaik dalam hidup ini yang dapat saya temukan untuk
membantu seseorang memperkaya dirinya dan membawa bantuan,
keuntungan dan kebaikan bagi banyak orang lain.”

Nantinya, Manuel Miona akan menjalani Latihan Rohani dan lalu bergabung dengan
Serikat Yesus.

Ada satu hal menarik yang pantas untuk dicatat. Selama Inigo berada di Alcala, ada
empat orang lain yang juga sedang studi di sini dan nantinya akan bergabung dengan
Inigo. Mereka adalah Diego Lainez, Alfonso Salmeron, Nicolas Bobadilla dan Hieronimus
Nadal. Ketiga yang disebut pertama bertemu dengan Inigo di Paris dan dapat langsung
dimenangkan hatinya oleh Inigo. Nadal juga bertemu dengan Inigo di Paris, tetapi
menolak pendekatan Inigo dan tidak akan bergabung dengan Serikat Yesus sampai
dengan 1545, lima tahun setelah Serikat Yesus berdiri. Karisma dan kemampuan Inigo
memang tidak selalu membawa hasil instan.

58. penyelidikan oleh pihak Inkuisisi – pengadilan Vikaris– mewarnai pakaian
mereka

Seperti telah dikatakan di atas ada ribut besar di daerah itu mengenai segala hal yang
dilakukannya di Alcala. Yang satu berkata begini, yang lain begitu. Masalah itu sampai kepada
inkuisisi di Toledo. Ketikamereka datang ke Alcala, Si Peziarah diberitahu oleh pengurus
penginapan yang juga berkata bahwa mereka (Inigo dan kelompoknya) disebut orang
jubahan, bahkan juga "alumbrados", kalau tidak keliru, dan bahwa mereka mau dihukum
mati. Segera orang inkuisisi mulai menyelidiki dan membuat perkara mengenai hidup
mereka. Akan tetapi akhirnya mereka kembali ke Toledo tanpa memanggilnya, walaupun
sebetulnya mereka datang khusus untuk itu. Mereka menyerahkan perkara itu kepada
Figueroa, Vikaris (Uskup Agung Toledo), yang sekarang ikut kaisar (ke Jerman). Beberapa hari
kemudian Figueroa memanggil mereka dan berkata bahwa telah diadakan pemeriksaan dan
dibuat perkara mengenai kehidupan mereka oleh para petugas inkuisisi, dan tidak ditemukan
kesalahan dalam ajaran atau kehidupan mereka. Karena itu mereka dapat meneruskan apa
yang dilakukan sampai waktu itu tanpa rintangan dan halangan apa pun. Namun, karena
mereka bukan biarawan, kiranya tidak baik bahwa mereka punya pakaian seragam.
Sebaiknya, dan itu memang perintah, dua orang, maksudnya Si Peziarah dan Arteaga,
mencelup pakaian mereka menjadi hitam, kedua yang lain, Calisto dan Caceres, membuatnya
coklat muda; dan Juanico, yang adalah seorang pemuda Perancis, boleh tetap begitu.

152

Rumor yang disebutkan dalam paragraf sebelumnya terus menyebar. Meskipun
rumor ini mengandung kenyataan, tetapi ada juga hal-hal yang membingungkan di
dalamnya. Dalam waktu singkat, rumor ini sampai kepada pihak Inkuisisi di Toledo.
Miguel Carasco dan Alonso Mejia lalu pergi ke Alcala untuk mengadakan investigasi.

Inigo dan kelompoknya telah diperingatkan tentang bahaya dari rumor-rumor
semacam ini. Ia dan kelompoknya telah menarik perhatian orang-orang di Kota Alcala.
Salah satu yang menarik perhatian adalah cara mereka berpakaian, yang membuat
mereka dijuluki “orang-orang jubahan.” Mereka mengenakan kain abu-abu tipis, yang
merupakan kain termurah yang dijual di pasar, sampai ke kaki. Disatukan oleh cinta
mereka kepada Kristus, mereka hidup miskin, melakukan matiraga, dan mengemis
untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Walaupun tidak tinggal bersama,
mereka sering berkumpul sebagai kelompok untuk berbincang-bincang. Mereka juga
merasuldengan mengumpulkan orang-orang di sekitar mereka, lalu mengajar mereka.
Kelakuan aneh yang ditunjukkan oleh beberapa pendengar mereka [57] adalah alasan
lain mengapa mereka menjadi pusat perhatian.

Ada rumor yang bahkan menyatakan bahwa mereka adalah Alumbrados. Beberapa
pokok penting dari ajaran kelompok Alumbrados adalah:

• Praktik-praktik keagamaan tidak berlaku bagi mereka karena mereka adalah
orang-orang terpilih.

• Mereka dapat melanggar aturan Gereja tanpa terikat sanksi dosa.
• Kesatuan mistik dengan Tuhan diberikan berdasarkan kemerdekaan seseorang

dari dosa.
• Perilaku seksual tidak memengaruhi kesatuan mereka dengan Tuhan.

Maka, tidaklah mengherankan apabila pihak otoritas Gereja sangat menentang
pandangan-pandangan ini dan mencurigai pertemuan rutin yang diadakan oleh anggota
kelompok yang merasa “mendapat pencerahan” ini. Beberapa bulan sebelumnya,
tepatnya pada September 1525, pihak Inkuisisi telah melarang 48 pandangan
Alumbrados. Sebuah maklumat yang melarang keberadaan mereka juga telah
diterbitkan di wilayah Toledo. Pihak yang berwenang juga sangat cemas terhadap
pewarta-pewarta yang sedang berziarah dan singgah di Alcala dan kemudian
mengumpulkan orang-orang dalam kelompok untuk mewartakan Kabar Gembira. Cara
ini tentu saja persis dengan apa yang sedang dilakukan oleh Inigo dan kelompoknya.

153

Tidaklah mengherankan kalau begitu apabila Inigo diberitahu bahwa pihak Inkuisisi
akan menjadikan mereka “daging cincang.” Ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh
para dokter terhadap kakinya ketika ia di Loyola sehingga ancaman ini tidak
membuatnya takut. Hampir dua puluh tahun setelah ini, dalam sebuah surat kepada
Raja João III dari Portugal, Inigo menceritakan tentang periode ini.

“Sekembalinya dari Yerusalem, para pemimpin saya di Alcala, de Henares,
membuat saya harus menghadapi tiga pengadilan. Saya ditangkap dan
ditahan selama 42 hari.”

Pengadilan yang pertama dimulai pada 19 November 1526. Dengan
menceritakannya sebagai sebuah “investigasi dan penyelidikan” (disebut sebanyak dua
kali), Inigo dengan jelas ingin menunjukkan bahwa ini adalah proses yang begitu
menyeluruh meliputi gaya hidup dan kegiatan kerasulan mereka. Seandainya ada
kesalahan pasti akan segera diketahui.

Pihak Inkuisisimulai dengan menginterogasi seorang Fransiscan bernama Ferando
Rubio. Ia menggambarkan Inigo sebagai orang muda berusia sekitar 20 tahun.
Seharusnya saat itu Inigo berumur sekitar 26 tahun. Ia telah melihat Inigo duduk dengan
dua atau tiga perempuan yang berlutut dengan sikap berdoa di lantai, memandang ia
dan terkesima dengan apa yang dikatakan oleh Inigo.

Mereka juga menanyai kepala rumah sakit tempat Inigo tinggal, yaitu Julian Martinez
dan istrinya. Mereka bertanya tentang

“sekelompok orang yang berjalan di dalam kota mengenakan busana abu-
abu sampai ke tumit, beberapa ia antaranya tanpa alas kaki dan
mengatakan bahwa mereka menghayati hidup seperti yang diteladankan
oleh para rasul.”

Pertanyaan ini menyentuh tidak hanya penampilan lahiriah Inigo dan kawan-
kawannya, tetapi juga hasrat batiniah mereka untuk menjadi rasul yang dikumpulkan di
sekeliling Kristus dan membantu orang lain. Seperti yang dicatat pada nomor [56], ada
sebuah perkembangan penting dalam budi Inigo, mulai dari hasrat untuk bekerja
seorang diri di Tanah Suci hingga pada hasrat untuk membentuk sebuah kelompok.
Proses ini akan berakhir pada pembentukan sebuah ordo religius baru bernama Serikat
Yesus.

154

Mereka juga menanyai Beatriz Ramires, yang begitu murah hati kepada Inigo
dengan memberikannya hadiah matras, sprei, dan, sesekali makanan seperti anggur dan
daging. Ia juga meminta bahan dari dua wanita kaya untuk membuatkan Inigo sebuah
jubah baru.

Setelah melontarkan semua pertanyaan mereka, pihak Inkuisisi tidak dapat
menemukan indikasi adanya kepercayaan Alumbrados atau kesalahan-kesalahan lain.
Mereka bahkan tidak merasa perlu menanyai Inigo dan sahabat-sahabatnya, meskipun
ini adalah alasan utama mereka datang ke Alcala. Beberapa tahun kemudian ketika
sedang merenungkan masa ini, Inigo menekankan bahwa ia “… tidak pernah mengenal
salah seorang dari kelompok Alumbrados (Illuminati) atau berurusan dengan mereka.”
Di sini, dan di bagian-bagian lain di Autobiografi, Inigo berusaha keras untuk
menunjukkan bahwa pihak otoritas Gereja tidak pernah menemukan kesalahan baik
dalam apa yang diajarkannya maupun apa yang dilakukannya.

Akhirnya, para Inkuisitor kembali ke Toledo dan menyerahkan masalah ini ke tangan
Figueroa, Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Alcala. Meskipun ada beberapa perdebatan
panas, Figueora memperlakukan mereka dengan begitu baik. Beberapa tahun yang akan
datang ia akan berada di bawah bimbingan Petrus Faber, salah seorang sahabat pertama
Inigo di Paris.

Karena tidak ada penolakan atau masalah dengan gaya hidup maupun kegiatan
kerasulan mereka, mereka dengan bebas dapat melanjutkan kegiatan mereka. Akan
tetapi, ada sebuah syarat, yaitu mereka harus mencelup pakaian mereka dengan warna
berbeda. Alasan yang diberikan memang cukup masuk akal karena pihak Inkuisisi
khawatir mereka akan memulai sebuah kelompok religius baru. Ini tentu bukanlah apa
yang dipikirkan oleh Inigo. Jubah mereka adalah bagian dari kemiskinan mereka dan
kesaksian yang mereka berikan tentang gaya hidup asketis dan sederhana. Anehnya,
saat Serikat Yesus berdiri, anggota-anggotanya tidak memiliki jubah khusus.

59. perseteruan yang sengit – mereka taat – penyelidikan yang lain lagi

Si Peziarah mengatakan bahwa mereka akan melakukan apa yang diperintahkan. "Akan
tetapi saya tidak tahu", katanya, "apa gunanya membuat penyelidikan itu. Baru saja seorang
imam tidak mau memberi komuni kepada seseorang karena ia menyambut setiap Minggu.
Juga bagi saya sendiri mereka membuat kesulitan. Maka kami ingin tahu, apakah mereka

155

menemukan suatu bidah pada kami.” "Tidak", kata Figueroa, "sebab, seandainya ditemukan,
kamu pasti dihukum mati dan dibakar.” "Mereka akan membakar kamu juga," kata Si
Peziarah, "seandainya menemukan bidah padamu.” Mereka mewarnai pakaian,
sebagaimana diperintahkan. Lima belas atau dua puluh hari kemudian Figueroa juga berkata
kepada Si Peziarah bahwa ia dan teman-temannya harus memakai sepatu, tidak boleh tidak.
Itu pun dilakukan dengan tenang, seperti dalam segala hal semacam itu yang diperintahkan.
Empat bulan kemudian Figueroa sendiri mengadakan penyelidikan lagi mengenai mereka. Di
samping hal-hal yang biasa kiranya juga ada masalah, yaitu bahwa seorang wanita yang
telah menikah dan dari kalangan atas punya perhatian khusus kepada Si Peziarah; dan
supaya jangan dikenal orang ia datang ke hospital pagi hari, waktu masih gelap, dengan
kepala tertutup, seperti yang dilakukan di Alcala Henares. Setelah masuk ia membuka kain
kepala dan pergi ke kamar si peziarah. Akan tetapi waktu itu mereka tidak melakukan apa-
apa. Juga sesudah mereka diperiksa, mereka tidak dipanggil dan juga tidak diperintahkan
apa-apa.

Inigo melakukan apa yang diperintahkan kepadanya, tetapi ia tidak mau digertak
begitu saja. Dalam paragraf ini,empat kali ia mengatakan bahwa ia “diperintahkan.” Ia
selalu menaatinya, sama seperti ketika berada di Yerusalem [47]. Karena ia adalah orang
yang mencintai Gereja, maka ketika otoritas Gereja berbicara, ia akan melakukan apa
yang diperintahkan kepadanya, termasuk untuk mengenakan sepatu. Ketika para wanita
di Manresa mendorongnya untuk mengenakan sepatu karena cuaca musim dingin, ia
melakukannya [34]. Akan tetapi, ketika kesehatannya membaik di Barcelona, ia
melubangi sepatunya [35]. Sekarang atas nama ketaatan pada Gereja, ia kembali
mengenakan sepatu.

Namun, Inigo tidak sepenuhnya tunduk. Ia mengajukan dua gugatan kepada
otoritas Gereja. Pertama, ia mengatakan bahwa penyelidikan ini adalah pemborosan
waktu karena tidak ada bidah yang dapat ditemukan dalam dirinya. Kedua, ada seorang
imam yang menolak memberikan komuni pada salah seorang anggota kelompoknya.
Inigo sendiri juga sempat mengalami kesulitan untuk menerima komuni. Figueroa tidak
menanggapi gugatan yang kedua. Ia malah mengingatkan Inigo bahwa kalau seandainya
ia ditemukan melakukan bidah, ia akan dibakar. Inigo menjawab dengan mengatakan
bahwa Figueroa juga akan dibakar kalau ditemukan melakukan bidah. Ini
memperlihatkan bahwa Inigo adalah seseorang yang kuat dan minta untuk diperlakukan
dengan adil. Imam yang disebutkan di atas bernama Canon Alonzo Sanchez, yang

156

selanjutnya, karena digerakkan oleh hasrat kelompok ini, menjadi teman Inigo dan
kelompoknya dan bahkan sampai mengundang mereka makan.

Pada Maret 1527, empat bulan setelah pengadilan yang pertama, Figueroa sendiri
yang memulai pengadilan atau investigasi yang kedua. Hal ini sepertinya disebabkan
oleh tindak-tanduk seorang wanita yang telah menikah. Karena tidak ingin dikenali, ia
datang menemui Inigo pagi-pagi buta sambil menutupi wajahnya. Ia mempunyai
“penghormatan khusus” kepada Inigo dan ini sepertinya berarti bahwa ia dapat
menemukan Tuhan dalam percakapannya dengan Inigo.

Selain wanita itu, ada banyak wanita lain yang datang menemui Inigo dan Figueroa
ingin mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Meskipun kebanyakan pengunjung
Inigo adalah wanita, baik yang sudah menikah maupun belum, ada juga laki-laki paruh
baya atau lanjut usia, religius dan pelajar. Terkadang mereka datang dalam kelompok
sebesar sepuluh atau dua belas orang. Inigo menyampaikan ajaran Kristiani kepada
mereka semua [57].

Salah seorang dari wanita ini, yaitu Mencia de Benavente, menjelaskan bagaimana
Inigo berbicara dengan mereka. Ia menjelaskan tentang dosa-dosa besar, pancaindra
yang ada dalam badan dan daya-daya jiwa. Ia melakukannya dengan menggunakan Injil,
surat-surat Paulus, dan para kudus lainnya. Ia menyarankan agar mereka memeriksa
batin mereka dua kali sehari untuk mengingat kembali dalam hal apa saja mereka telah
berdosa. Ia menyarankan agar mereka mengaku dosa setiap delapan hari sekali dan
menerima Sakramen Mahakudus pada saat bersamaan. Dengan ini, ia sebenarnya
sedang memberikan mereka latihan-latihan sederhana untuk mengembangkan
kehidupan rohani mereka.

Keponakan Mencia de Benavente, Maria de la Flor, mengakui kepada para
penyelidik bahwa “dahulu saya adalah seorang yang jahat, dan sibuk menemani para
mahasiswa. Saya adalah salah seorang yang hilang.” Akan tetapi, Inigo membantunya
untuk memperbaiki hidupnya. Selama satu bulan ia rutin berbicara kepadanya tentang
bagaimana dosa ringan dapat menjadi berat, bagaimana godaan sesungguhnya dapat
membantu kita dan arti dari Sepuluh Perintah Allah. Pada waktu ini, ia juga
merekomendasikan kepadanya agar ia mengaku dosa dan menerima komuni setiap
delapan hari sekali. Ia memperingatkan bahwa awalnya ia akan merasa begitu gembira
dan ini akan dikuti dengan kesedihan hingga akhirnya ia akan merasa bahwa ia memang

157

telah mengalami kemajuan. Ia sudah mulai mengajarkan berbagai macam gerakan-
gerakan roh.

Sekali lagi, tidak ada tuduhan yang dijatuhkan kepada Inigo dan kelompoknya.
Pengakuan dari para wanita menenangkan segala kritik yang diarahkan terhadap
mereka. Mereka dibiarkan untuk melanjutkan gaya hidup dan percakapan rohani
mereka.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 1541, Petrus Faber sedang berada di
Alcala dan bertemu dengan Mencia de Benavente serta Beatriz Ramirez [58]. Ia menulis
kepada Inigo untuk memberitahukan bahwa “wanita saleh bernama Ramirez telah
dengan bahagia beristirahat di rumah, di mana ia menikmati masa tuanya dalam doa.”
Walaupun sekarang ia sudah terlalu tua untuk menelusuri jalan-jalan di kota Alcala demi
mencari wanita-wanita yang membutuhkan bantuan, ia akan melakukannya jika Inigo
memerintahkan ia untuk melakukannya. Hal yang sama berlaku untuk segala hal lain
yang ia katakan.

Selama Inigo berada di Manresa dan Barcelona, Inigo lebih banyak berhubungan
dengan wanita-wanita kelas atas. Ketika di Alcala, Inigo berhubungan dengan wanita-
wanita yang lebih sederhana, seperti janda-janda miskin, istri-istri buruh, pramuwisma,
wanita-wanita tidak memiliki pekerjaan tetap, pelayan mahasiswa, dan gadis-gadis muda
yang sedang menempuh pendidikan. Setelah merenungkan kerasulannya ke berbagai
macam wanita, Inigo menjadi lebih selektif dan hati-hati dalam karya kerasulannya
dengan wanita. Ia cenderung untuk lebih memilih untuk melayani laki-laki.

60. dipenjara – kemerdekaan dalam menjalani hukuman penjara – menderita
bersama Kristus

Empat bulan kemudian, ketika ia tinggal dalam sebuah pondok kecil, di luar hospital itu,
pada suatu hari polisi datang. Polisi memanggil dia dan berkata, "Ikut sebentar." Ia
dimasukkan penjara dan dikatakan, "Kamu tidak akan keluar dari sini sampai ada perintah
baru." Hal itu terjadi di musim semi. Ia tidak dijaga terlalu ketat maka banyak orang datang
mengunjunginya. Ia berbuat sama seperti waktu masih bebas: mengajar agama dan memberi
latihan rohani. Ia tidak mau minta tolong seorang pengacara atau penasihat hukum
walaupun banyak orang menawarkan diri.

Secara khusus ia teringat akan Ibu Teresa de Cardenas yang menyuruh orang

158

mengunjunginya dan seringkali menawarkan untuk mengeluarkannya. Akan tetapi ia tidak
mau menerima itu dan selalu berkata, "Dia yang karena cinta kepada-Nya saya masuk, akan
menarik saya keluar juga kalau itu demi pengabdian kepada-Nya."

Inigo pindah ke sebuah pondok kecil pada 18 atau 19 April. Artinya, ia ditangkap
kira-kira sekitar empat atau lima minggu setelah penyelidikan yang kedua dan bukan
setelah empat bulan seperti yang dikatakannya. Setelah ditangkap, ia berada di penjara
sampai dengan 1 Juni. Penangkapannya tidak didasari oleh alasan apa pun. Maka,
kesediaan Inigo pergi mengikuti para polisi memperlihatkan kedamaian yang telah
diberikan Tuhan kepadanya. Orang Moor [15] yang dahulu ditemuinya pasti akan
terkejut menyaksikan perubahan seperti ini di dalam diri Inigo.

Selama enam bulan ke depan di Alcala dan Salamanca, penjara menjadi hal biasa
dalam hidup Inigo. Ia sendiri tidak terlalu mempermasalahkan hal ini karena ia lebih
memperhatikan soal masalah keadilan dan kebebasan untuk melanjutkan karyanya
menyelamatkan jiwa-jiwa.

Seperti yang dikatakan oleh Inigo, ia “tidak dijaga terlalu ketat” karena di dalam
dirinya ada sebuah kemerdekaan batin yang tidak dapat diambil oleh siapa pun jua. Ia
juga diberi izin untuk menerima banyak tamu dan dapat melanjutkan mengajar dan
memberikan Latihan Rohani. Salah seorang pengunjungnya adalah bapa pengakuannya,
Manuel Miona, yang pertama kali ia temui di Alcala [57]. Seorang pengunjung lain adalah
Doktor George Navaros, seorang profesor di universitas. Ia mengunjungi Inigo sangat
lama sampai ia akhirnya telat memberikan kuliah. Alasan yang ia berikan kepada para
murid ialah “saya baru saja melihat Paulus yang sedang dirantai.” Pada akhir hayatnya,
Paulus dipenjara di Roma selama dua tahun, tetapi masih dapat menerima tamu yang
mendengarkan pewartaannya tentang Yesus dan Kerajaan Allah (Kis. 28: 30-31).

Dalam pengalamannya, Inigo merasakan apa yang kira-kira dialami oleh Paulus
bahwa Sabda Tuhan tidak dapat dipenjara. Ia dipenjara pada waktu Pekan Suci dan
melihat ini sebagai kesempatan untuk berada bersama Tuhan yang menderita. Maka,
ketika teman-temannya menawarkan bantuan hukum, ia menolaknya. Namun, ia tetap
mengingat dengan penuh syukur upaya mereka untuk membantunya. Dona Teresa de
Cardenas, yang merupakan teman almarhumah Ratu Isabella dan dikenal luas di seluruh
Spanyol karena devosinya kepada Sakramen Mahakudus, boleh jadi adalah penderma
utamanya. Akan tetapi,Inigo tidak menerima bantuan yang kerap datang darinya.

159

Tanggapannya amat mirip dengan apa yang diberikan oleh Paulus, “Sebab justru dengan
pengharapan Israellah aku diikat dengan belenggu ini” (Kis. 28: 20).

Di masa lampau, Inigo telah membuat keputusan tentang jalan hidupnya dan
bagaimana ia akan mengabdi Tuhan. Sekarang ia semakin menemukan bagaimana ia
berada dalam tangan Tuhan. Ia sedang belajar untuk percaya kepada bimbingan Tuhan
dan memberi kesempatan bagi peristiwa-peristiwa hidupnya untuk memberitahukan
kepadanya bagaimana ia dapat mengabdi di masa depan. Pada 1545, ketika menulis
kepada Raja João III tentang hidupnya di Alcala, Inigo mengakui bahwa ia telah diberikan
rasa percaya yang begitu besar kepada Tuhan

“dengan rahmat Tuhan, saya tidak pernah menginginkan atau sampai
memiliki, pembela lain selain Tuhan, dalam Dia, dengan bantuan rahmat
dan kebaikan-Nya, saya telah meletakkan segala kepercayaan saya untuk
masa kini dan yang akan datang.”

61. alasan pemenjaraan – penjelasan Inigo

Tujuh belas hari ia di penjara tanpa diperiksa dan juga tanpa mengerti apa alasannya.
Sesudah itu Figueroa datang di penjara memeriksa dia mengenai banyak hal, sampai
bertanya apakah dia menghormati hari Sabat dan juga apakah dia mengenal dua wanita,
yang adalah ibu dan anak. Ia berkata, "Ya.” Dia juga ditanya apakah dia sebelumnya sudah
tahu bahwa mereka mau pergi, ia berkata, "Tidak", demi sumpah yang mengikatnya.
Kemudian vicarius meletakkan tangan di pundaknya dan berkata dengan ramah, "Itulah
sebabnya mengapa kamu di sini." Di antara sekian orang yang mengikuti Si Peziarah memang
ada seorang ibu dengan anak perempuannya, keduanya janda. Anak itu masih sangat muda
dan amat cantik. Keduanya sangat maju dalam hidup rohani, khususnya yang muda. Karena
itu, walaupun mereka dari kalangan bangsawan, mereka pergi ke [tempat ziarah kain]
Veronika di Jaen dengan berjalan kaki, mungkin dengan mengemis, dan sendirian. Itulah yang
menimbulkan banyak omongan di Alcala. Dr.Ciruelo, yang sedikit banyak bertanggung jawab
untuk mereka mengira bahwa si tahanan itu menganjurkannya kepada mereka. Itulah
sebabnya iamenyuruh menangkap dia. Kemudian, setelah Si Tahanan mendengar apa yang
dikatakan vicarius ia berkata, "Setujukah engkau bahwa aku berbicara sedikit lebih banyak
mengenai hal itu?" "Baik," jawabnya. "Nah kalian harus tahu," kata Si Tahanan, "bahwa kedua
wanita itu sudah banyak kali menyatakan kepada saya bahwa mereka ingin keliling seluruh
dunia dan melayani kaum miskin di hospital, dari yang satu kepada yang lain. Dan saya selalu

160

berusaha menjauhkan mereka dari rencana itu justru karena si anak begitu muda dan cantik,
dan seterusnya. Saya berkata kepada mereka, bahwa kalau mereka ingin melayani kaum
miskin dapat dilakukan di Alcala juga, dan juga dapat mengantar Sakramen Mahakudus."
Selesai percakapan itu, Figueroa pergi bersama paniteranya dengan membawa semua
keterangan tertulis di atas kertas.

Meskipun ia sama sekali tidak diberitahu mengapa ia dipenjara, Inigo tidak merasa
terganggu. Ia baru akan diperiksa setelah tujuh belas hari berada di penjara.
Penyelidikan/pengadilan yang ketiga ini akan dimulai pada awal Mei.

Salah satu hal yang dibahas adalah kejadian pingsannya beberapa wanita secara
tiba-tiba setelah mendengarkan Inigo. Hal ini khususnya terjadi pada kelompok wanita
usia belia. Inigo menjelaskan bahwa mereka pingsan akibat rasa tertekan yang muncul
dari keputusan-keputusan sulit yang harus diambil oleh beberapa dari mereka. Mungkin,
jika ini terjadi pada hari ini, dan melihat fenomena konser pop remaja, ia akan
memberikan penjelasan yang berbeda.

Salah satu dari banyak pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah tentang asal-
usulnya. Katakan saja, pertanyaannya adalah: “Apakah Anda pindahan dari agama
Yahudi?” Bagi seorang bangsawan Spanyol yang dibesarkan dalam lingkungan yang
menjaga kemurnian iman Katolik dan tidak mudah menerima orang-orang Yahudi,
pertanyaan ini adalah sebuah bentuk penghinaan. Memang ada beberapa pindahan
Yahudi dalam kelompok Alumbrados sehingga pertanyaan ini adalah penegasan lebih
jauh tentang keterlibatannya dengan kelompok ini. Jawabannya singkat dan jelas, “Setiap
Sabtu saya berdevosi kepada Bunda kita dan saya tidak mengetahui praktik agama lain.
Tidak ada orang Yahudi di daerah saya.” Akan tetapi, dari pertanyaan ini kita dapat
mengetahui rumor-rumor tidak sedap yang beredar tentang dirinya.

Pertanyaan berikutnya lebih berbahaya dan penting dari sebelumnya. Maria del
Vado dan putrinya Luisa Velasquez telah berangkat dari Alcala untuk bepergian ke Jaen,
yang berada di Spanyol Selatan, sekitar 340 kilometer dari Alcala. Di tempat ini dikatakan
ada duplikat dari kain Veronica yang menerima gambaran wajah Yesus. Dua wanita
bangsawan ini berjalan kaki dan tidak ditemani, kecuali oleh seorang pembantu wanita
mereka. Setelah mengunjungi Jaen, kedua wanita ini berkeinginan untuk melakukan
ziarah ke Gua Maria di Guadalupe, yang sulit untuk dijangkau. Karena mereka telah
sungguh dipengaruhi sewaktu mendengarkan Inigo, rumor yang beredar di Alcala adalah

161

Inigo telah membujuk mereka untuk pergi ke Jaen. Mereka berdua berada di bawah
pengawasan Doktor Pedro Ciruelo, salah satu profesor di universitas, seorang dosen
senior dan orang penting. Ia adalah seorang guru yang keras dan tidak populer. Tidaklah
mengherankan bahwa ia yang meminta agar Inigo ditangkap. Ada yang mengatakan
bahwa ia menyenangi adu banteng karena pada hari-hari ini ia dapat bekerja tanpa
diganggu murid-muridnya.

Walaupun Inigo tidak berkeberatan untuk terus tinggal di dalam penjara, ia tidak
senang apabila ada rumor tidak benar tentang dirinya. Hal ini selalu menjadi perhatian
khusus bagi Inigo karena tuduhan-tuduhan yang salah ini memiliki dampak negatif bagi
karya kerasulannya. Di waktu yang akan datang, manakala ia dituduh melakukan bidah,
ia pasti akan meminta surat keterangan resmi yang menyatakan bahwa ia tidak bersalah
[86 & 98].

Pada waktu ini, Inigo pertama-tama bersumpah bahwa ia tidak tahu apa-apa soal
kepergian mereka. Ia lalu bertanya kepada Figueroa apakah ia mau mendengarkan
kebenaran. Akhirnya, ia menjelaskan situasinya. Ia mengetahui keinginan suci yang
dimiliki oleh kedua wanita itu. Dari pengalaman sebelumnya bersama seorang ibu dan
anaknya di waktu peziarahannya ke Yerusalem, ia paham betul akan resiko dari niat
seperti itu, apalagi si putri masih muda dan cantik. Maka, ia memberikan saran bagus
yang telah ia diskresikan kepada mereka agar mereka tinggal di Alcala karena memang
ada banyak kesempatan untuk membantu kaum miskin di kota mereka sendiri ini.

Penjelasan panjang ini menunjukkan bahwa Inigo memiliki pemahaman baru
mengenai “panggilannya.” Ia bukan lagi seorang peziarah nekad yang siap
mempertaruhkan nyawanya dengan tinggal di Yerusalem ketika diperingatkan bahwa ia
bisa terbunuh. Sekarang, ia melihat dirinya sebagai seorang peziarah di tangan Tuhan,
seseorang yang diajarkan dan dibimbing ke mana ia harus pergi dalam perjalanannya
dan seseorang yang harus terus bertanya bagaimana Tuhan ingin ia mengabdi-Nya.
Pilihannya mungkin saja adalah menderita dan dijatuhi tuduhan palsu seperti yang
dialami oleh Yesus, tetapi ia harus bertanya pada dirinya sendiri apa yang Tuhan
inginkan darinya. Sangat jelaslah bahwa Tuhan menginginkan gabungan keduanya –
keinginannya dan keinginan Tuhan bagi dirinya. Ia sedang melakukan sebuah diskresi
yang begitu rumit – Tuhan dapat dilayani dengan Inigo tetap berada di penjara, tetapi
bukan dengan secara pasrah menerima tuduhan-tuduhan palsu yang dialamatkan
padanya. Percakapannya dengan Figueroa dicatat secara rinci, tetapi setelah itu Inigo
masih berada di dalam penjara.

162

62. Calisto datang ke penjara – dibebaskan – vonis

Pada waktu itu Calisto tinggal di Segovia. Ketika mendengar bahwa Si Peziarah
dipenjara, ia segera datang, biarpun baru sembuh dari sakit keras, dan masuk penjara
bersama dia. Akan tetapi Si Peziarah berkata bahwa lebih baik pergi bertemu dengan vikaris.
Si vikaris memperlakukannya dengan baik tetapi berkata bahwa dia harus masuk penjara
juga. Ia perlu di sana sampai datang wanita-wanita itu, untuk melihat apakah cerita mereka
cocok dengan apa yang dikatakan Si Peziarah. Calisto tinggal beberapa hari di penjara. Akan
tetapi ketika Si Peziarah melihat bahwa tidak baik untuk kesehatannya karena dia belum
seluruhnya sembuh, ia berusaha agar Calisto dikeluarkan dengan pertolongan seorang
dokter, seorang sahabat akrab. Mulai dari hari Si Peziarah masuk ke dalam penjara sampai
ia dikeluarkan, lebih dari empat puluh dua hari. Akhirnya, ketika kedua wanita saleh itu sudah
kembali, datanglah panitera di penjara untuk membacakan vonisnya, Ia bebas, tetapi harus
berpakaian seperti mahasiswa yang lain. Ia tidak boleh berbicara mengenai hal-hal yang
menyangkut iman; harus belajar empat tahun dahulu, karena belum punya pengetahuan.
Padahal sesungguhnya Si Peziarah banyak tahu, tetapi dengan tidak banyak dasar. Itulah hal
pertama yang biasanya ia katakan bila ia diinterogasi.

Kesiapan Calisto untuk bersatu dengan Inigo dalam saat susahnya menunjukkan
banyak hal tentang kedekatan keduanya. Meskipun ia sendiri sedang sakit, ia dengan
penuh semangat keluar masuk penjara untuk menemani Inigo. Akan tetapi, Inigo berkata
kepadanya bahwa apabila kedatangannya ke penjara merupakan kehendak Tuhan,
maka ini harus dilakukan atas perintah otoritas Gereja. Ia lalu menyuruhnya pergi
kepada Figueora, yang kemudian memintanya untuk tetap tinggal di penjara. Ada
beberapa hal yang menunjukkan bahwa Figueroa mencoba untuk bersikap ramah
terhadap Inigo dan kelompoknya. Dalam paragraf sebelumnya, ia telah meletakkan
tangannya di bahu Inigo dengan bahasa tubuh yang bersahabat dan di sini ia
memperlakukan Calisto dengan ramah, mungkin karena ia menyadari bahwa kesehatan
Calisto tidak baik. Pada 1538, ketika Inigo dan sahabat-sahabatnya dijatuhi tuduhan
palsu di Roma, Figueroa adalah salah satu dari orang-orang berpengaruh yang
mendukung dan membela mereka [98].

163

Inigo mengetahui bagaimana rasanya sakit dan diperlakukan dengan penuh
kebaikan. Sewaktu ia menyadari bahwa kesehatan Calisto memburuk, ia mengatur lewat
bantuan seorang teman dekat agar Calisto bisa dikeluarkan dari penjara.

Akhirnya, kedua wanita saleh itu kembali ke Alcala dan mengkonfirmasi cerita Inigo
tentang apa yang telah terjadi. Ia dibebaskan pada1 Juni 1527. Akan tetapi, walaupun
mereka menyatakan bahwa ia dapat keluar, vonis yang diberikan sangat mengekang
dirinya. Berbagai vonis yang dijatuhkan kepadanya di Alcala dan kemudian di Salamanca
akan sangat mengekang karya kerasulannya sehingga ia akhirnya terdorong untuk pergi
ke Paris. Tuhan sedang menggunakan berbagai peristiwa hidupnya untuk membimbing
dirinya dalam sebuah jalan yang khusus.

Bagian pertama dari vonis tersebut terkait dengan pakaian mereka. Mereka
diharuskan untuk berpakaian seperti mahasiswa biasa. Inigo pun sekarang kembali ke
situasi awal, yaitu berpakaian sesuai dengan situasinya. Ia telah meninggalkan Loyola
dengan pakaian mahal keluarganya. Ia lalu menggantinya dengan pakaian peziarah dan
memodifikasinya menjadi pakaian yang menyerupai busana biara, yang dikenakan
olehnya dan sahabat-sahabatnya di Alcala. Sekarang ia adalah seorang peziarah dalam
arti bahwa kita semua juga peziarah, sehingga ia pun kembali mengenakan pakaian
biasa.

Bagian kedua dari vonis ini adalah bagian yang sulit, yaitu sebuah perintah keras
yang dijatuhkan dengan ancaman ekskomunikasi dan pengusiran selamanya dari
Kerajaan. Mereka tidak diperbolehkan untuk melanjutkan mengajar sampai mereka
selesai studi empat tahun lagi. Inigo mengakui bahwa ia tahu lebih banyak daripada
sahabat-sahabatnya dan studinya sendiri agak kacau balau. Ia memang agak lambat
dalam menyadari pentingnya studi dan enggan mengalokasikan banyak waktu untuk itu.
Tampak bahwa ketika di Alcala ia lebih tertarik pada hal-hal rohani daripada hal-hal
akademik, dan baru ketika di Paris ia akan membuat dirinya belajar dengan sepenuh
hati. Tahun-tahun yang akan datang, ia semakin sadar akan pentingnya studi dan pada
1548, ia menulis kepada Fransiskus Borgias

“Di masa depan, studi akan selalu menjadi kebutuhan atau pasti berguna,
dan tidak hanya memahami apa yang diterima, tetapi juga apa yang
didapatkan lewat studi.”

164

Inigo telah diperiksa berulang kali dan dengan cara yang berbeda-beda:
• Ia telah memeriksa dirinya sendiri dan keputusan-keputusannya [16, 27, 33]
• Ia telah diperiksa oleh penjaga di berbagai tempat [42& 51]
• Ia telah membiarkan dirinya diperiksa oleh seorang Doktor Teologi [56] sebelum
berangkat ke Alcala

Akan tetapi, pemeriksaan di Alcala dan selanjutnya di Salamanca lebih berbahaya karena
akan mengganggu upayanya untuk “menyelamatkan jiwa-jiwa.”

63. Dampak dari vonis – berkonsultasi dengan Fonseca – menuju Salamanca

Dengan keputusan itu dia sedikit bingung, "Apa yang harus dilakukan?" Ia merasa bahwa
dengan demikian tertutuplah pintu untuk membantu orang lain. Padahal tidak diberikan
alasan lain kecuali bahwa ia belum selesai studinya. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk
pergi ke Uskup-Agung Toledo, Mgr. Fonseca, dan menyerahkan masalahnya kepada beliau. Ia
pergi dari Alcala dan bertemu dengan Uskup Agung di Valadolid. Dengan jujur ia
menceritakan apa yang terjadi dan mengatakan bahwa walaupun tidak tinggal di wilayah
kuasanya dan tidak wajib menaati keputusannya, namun ia akan melakukan apa yang
diperintahkannya (ia memakai kata "engkau", seperti biasanya ia katakan kepada semua
orang). Uskup Agung menerimanya dengan baik sekali dan [ketika mendengar bahwa ia ingin
pindah ke Salamanca, berkata kepadanya] bahwa di Salamanca ia malah punya sahabat dan
sebuah kolese. Ia boleh pergi ke sana. Ketika Si Peziarah pulang, ia menyuruh memberinya
empat escudos.

Vonis ini membuatnya merasakan kembali perasaan yang ia rasakan sewaktu
otoritas Gereja menolak untuk memberinya izin tinggal di Tanah Suci. Sekali lagi,
keinginan-keinginan dan diskresi pribadinya bertentangan dengan kehendak dan
pertimbangan Gereja dan ada ketegangan antara ketaatan penuh kesetiaan kepada
otoritas dan keinginan pribadinya untuk membantu orang lain. Bagaimanakah ia dapat
menjalin relasi yang positif dengan Gereja yang tampaknya selalu menutup pintu bagi
Inigo?

Di Paris, Tuhan akan mengajarkan ia bahwa upaya negatif melakukan reformasi
justru menghancurkan Gereja dan reformasi sejati hanya akan bisa dilakukan oleh

165

mereka yang mempunyai komitmen pada Gereja dan bertindak dari dalam di bawah
pengaruh Roh.

Setelah vonis dijatuhkan, ia tidak tahu harus berbuat apa. Seperti sebelumnya,
ketika tidak diizinkan untuk tinggal di Yerusalem, ia “berkeputusan” untuk pergi ke
Barcelona [50] dan berkonsultasi dengan orang-orang lain, jadi sekarang ia
“berkeputusan” untuk pergi ke Fonseca, Uskup Agung Toledo, dan berkonsultasi
dengannya. Keputusan membawanya pada tindakan. Ia meninggalkan Alcala pada 21
Juni dan meskipun ada beberapa kesulitan, ia tiba di Valladolid pada akhir bulan untuk
menemui Fonseca.

Ia sangat lugas ketika berurusan dengan Uskup Agung dan memberikan penjelasan
penuh tentang situasinya. Ia tidak merasa mempunyai kewajiban dari Gereja untuk
menaati apa pun yang mungkin akan diputuskan oleh Fonseca, tetapi karena ia diterima
secara bersahabat dan mereka berbincang-bincang secara ramah, ia akan menaati apa
pun yang diperintahkan oleh Uskup Agung. Ketaatan Inigo merupakan sebuah
percampuran menarik antara mengikuti aturan secara ketat dan selalu siap untuk “lewat
bawah” jika itu membawa pada hasil yang lebih menjanjikan.

Dalam percakapan mereka, Inigo pasti memberi petunjuk bahwa ia mempunyai
kecenderungan dan keinginan untuk pergi ke Salamanca. Sangat mungkin bahwa ia
pernah mengunjungi Salamanca ketika ia masih di Arevalo (kedua kota ini berjarak
kurang dari 100 km). Fonseca amat mendukung ide ini karena ia sendiri telah mendirikan
sebuah kolese di Salamanca bagi mahasiswa-mahasiswa yang kurang mampu. Ia
menawarkan untuk merekomendasikan Inigo ke beberapa temannya di sana dan
memberinya uang sebagai hadiah perpisahan.

Inigo melanjutkan dalam proses berdiskresi selangkah demi selangkah, mendengarkan
suara Tuhan dalam segala yang terjadi padanya, bahkan dalam larangan yang
dijatuhkan kepadanya oleh otoritas Gereja. Sewaktu ia meninggalkan Alcala, ia
mungkin sambil merenungkan sabda Yesus, “Apabila mereka menganiaya kamu dalam
kota yang satu, larilah ke kota yang lain, dan apabila mereka menganiaya kamu di sana,
larilah ke kota yang lain lagi” (Mat 10: 23).

166

167

Bab 7

Masalah di Salamanca [64-72]

64. pakaian baru – sahabat-sahabat – jebakan dari para Dominikan

Setibanya di Salamanca, ia pergi berdoa di sebuah gereja. Maka seorang wanita saleh
mengenal dia sebagai salah seorang anggota kelompok itu, sebab keempat sahabat sudah
beberapa hari di situ. Ia ditanya namanya, dan segera dibawa ke tempat teman yang lain.
Ketika di Alcala mereka secara resmi diberi tahu bahwa harus berpakaian mahasiswa, Si
Peziarah berkata, "Ketika disuruh mengubah warna pakaian, kami memang melakukannya,
tetapi sekarang ini kami tidak dapat melaksanakan perintah itu karena kami tidak punya
uang untuk membeli pakaian mahasiswa."Dengan demikian vicarius sendiri menyediakan
bagi mereka pakaian dan topi dan semua yang lain yang dipakai mahasiswa. Dengan pakaian
itu mereka berangkat dari Alcala.

Ia pergi mengaku kepada seorang dominikan di biara St. Stefanus. Sudah sepuluh atau
dua belas hari ia di situ. Maka pada suatu hari bapa pengakuan berkata kepadanya, "Para
pater dari rumah ingin berbicara dengan kalian.” Ia menjawab, "[Baiklah,] demi nama
Tuhan." Lalu, kata bapa pengakuan, "Baik juga kalau kalian datang kemari ikut makan pada
Minggu. Satu hal yang kukatakan kepadamu: Mereka ingin tahu banyak hal dari kamu.”
MakaMinggu ia datang bersama dengan Calisto. Sesudah makan, pater sub-prior, karena
pater prior tidak ada, bersama bapa pengakuan dan kalau tidak keliru masih satu pater lain,
berkumpul dengan mereka dalam sebuah kapel. 'Pater sub-prior dengan ramah sekali mulai
berkata betapa banyak kabar baik telah didengar mengenai kehidupan dan kelakuan
mereka, bahwa mereka berkeliling sambil berkotbah seperti para rasul. Mereka akan senang
sekali kalau boleh mengetahui hal-hal itu sedikit lebih khusus. Ia mulai bertanya studi apa
yang telah mereka lakukan. Si Peziarah menjawab, "Di antara kami yang paling banyak
belajar ialah saya.” Dengan jelas ia menerangkan betapa sedikit ia belajar dan betapa lemah
dasarnya.

Perintah kepada Inigo dan sahabat-sahabatnya untuk berpakaian layaknya
mahasiswa biasa [62] menghadirkan sebuah permasalahan baru karena mereka tidak
mempunyai uang untuk membeli pakaian baru. Inigo menjelaskan kepada Vikaris
Jenderal Keuskupan Agung Alcala mengapa mereka tidak dapat mematuhi keputusan
tersebut, meskipun mereka sebenarnya ingin melakukannya. Figueroa, sang Vikaris
Jenderal, sekali lagi menunjukkan perhatiannya dan persahabatannya dengan
menyediakan mereka pakaian mahasiswa yang mereka butuhkan.

Inigo tiba di Salamanca pada Juli 1527. Para sahabatnya telah mendahuluinya.
Tampaknya, ia semula tidak tahu di mana mereka tinggal. Akan tetapi, melalui
perantaraan seorang wanita saleh, ia sekali lagi mengalami perhatian Tuhan baginya.
Wanita ini adalah salah seorang dari para perempuan tidak dikenal yang membantu
Inigo. Ia tidak menceritakan bagaimana perempuan ini dapat mengenalinya. Mungkin,
ketika menyaksikan semangat doanya, perempuan itu dapat menebak bahwa ia adalah
salah seorang dari kelompok yang sudah terlebih dahulu tiba dan ia memastikan hal ini
dengan menanyakan namanya. Beberapa informasi menunjukkan bahwa mereka telah
dikenalsampai ke Salamanca. Perlakuan yang ia terima dari para Dominikan adalah salah
satu buktinya. Pada tahap ini, Inigo mungkin merasa bahwa persahabatan dalam
kelompok kecil ini telah terjalin erat dan akan bertahan lama. Jika ia memang merasa
seperti ini, ia akan kecewa nantinya.

Inigo pergi ke Salamanca untuk melanjutkan studinya, tetapi hanya dalam waktu 12
hari, ia sudah terjerat masalah lagi. Pada masa itu, Salamanca sedang berada dalam
masa keemasannya. Di kota ini, para Dominikan mempunyai pengaruh yang begitu kuat
dengan memberikan beberapa dari para profesor terbaik di universitas tersebut. Tanpa
mempertimbangkan masak-masak, Inigo pergi kepada seorang imam Dominikan untuk
melakukan pengakuan dosa. Imam itu lalu mengatakan bahwa komunitasnya ingin
berbicara dengannya. Inigo menerima undangan tersebut dengan senang hati.
Bukankah ini yang ia lakukan dengan para sahabatnya setiap waktu: melakukan
percakapan sederhana dengan orang-orang yang datang kepada mereka. Ia menerima
undangan ini “Dalam nama Tuhan” yang telah memberikan kepadanya begitu banyak
tanda yang menunjukkan perhatian-Nya kepadanya. Akan tetapi, biarawan tersebut
“memberi peringatan” bahwa mereka akan mengajukan banyak pertanyaan kepadanya.
Ketika berada dalam kapal menuju Tanah Suci, Inigo telah diperingatkan untuk tidak
mengutuk kelakuan awak kapal kecuali jika ia ingin ditinggalkan di sebuah pulau [44]. Di
Italia, ia telah diperingatkan akan bahaya melintasi kawasan perang [51]. Di Alcala, ia

169

telah diperingatkan bahwa kelompoknya dicurigai sebagai Alumbrados [58]. Apakah
kepercayaannya kepada Tuhan begitu besar sampai-sampai ia tidak mengindahkan
peringatan-peringatan ini? Pada kesempatan ini, pihak yang berwenang dari Ordo
Dominikan tampaknya tidak tulus. Mereka tahu tentang Inigo dan kelompoknya.
Sepertinya mereka sedang menyiapkan jebakan untuk mempersalahkan mereka dan
karya-karyanya.

Pada awalnya mereka dengan ramah mengundang Inigo dan kelompoknya ke
sebuah perjamuan makan pada Minggu dan berbincang-bincang secara bersahabat
dengan mereka. Mereka memuji kelompok tersebut, termasuk cara hidup mereka dan
cara mereka melakukan pekerjaannya. Inigo sendiri merasa senang mendengar bahwa
kelompoknya dideskripsikan sebagai kelompok yang “berkotbah secara rasuli.” Inilah
gambaran yang ia rujuk dalam “Meditasi Dua Panji” (LR 145), di mana para rasul
berkumpul di sekeliling Kristus dan diutus oleh-Nya untuk berkotbah. Dalam sebuah
surat kepada Jaime Cazador pada 1536, Inigo menulis

“Akan tetapi, saya akan berkotbah sebagai seseorang yang miskin dan
tentunya tidak dengan kelebihan yang tidak mengenakkan, tetapi sekarang
saya nikmati, dari studi saya.”

Kemiskinan yang ia maksudkan bukan pertama-tama soal materi, melainkan kemiskinan
akibat sedikit belajar dan “kelemahan” yang diungkapkan oleh St. Paulus (1Kor 1: 26-28).

Namun, nada pembicaraan mereka dengan cepat berubah ketika mereka mulai
menanyakan apa saja yang telah dipelajari Inigo dan sahabat-sahabatnya. Seperti yang
ia katakan kepada Figueroa [62], Inigo mengakui bahwa ia telah belajar secara optimal,
tetapi studinya tidak lengkap dan tidak mempunyai landasan yang kuat.

65. apa yang kamu kotbahkan – apakah kamu “orang yang mendapat iluminasi”
atau seorang penganut Erasmus?

Lalu katanya, "Kalau berkotbah apa yang kamu katakan?" "Kami, kata Si Peziarah,
“sebenarnya tidak berkotbah; hanya secara kekeluargaan, kami omong mengenai perkara
Allah, misalnya sesudah makan dengan orang-orang yang mengundang kami." "Akan tetapi,”
kata pater itu, "apa yang kalian bicarakan mengenai perkara Allah. Itulah yang ingin kami
ketahui." Kata Si Peziarah, "kami suatu kali bicara mengenai keutamaan ini, lain kali

170

mengenai itu, dan keutamaan kami puji; suatu kali mengenai kebiasaan jelek ini, lain kali
mengenai itu. Kebiasaan-kebiasaan jelek itu kami tolak." "Kamu belum selesai studi," kata
pater itu, "dan kamu bicara mengenai keutamaan dan kebiasaan jelek. Mengenai kedua hal
itu orang hanya dapat bicara atau karena belajar atau karena diterangi Roh Kudus. Nah,
tidak karena telah belajar, maka karena terang Roh Kudus."

Di situ Si Peziarah mulai sedikit hati-hati. Ia tidak senang dengan cara diskusi ini.
Sesudah diam sebentar, ia berkata bahwa tidak perlu bicara lagi mengenai hal itu. Akan tetapi
pater itu mendesak, "Bagaimana? dewasa ini ada begitu banyak ajaran menyeleweng entah
dari Erasmus entah dari sekian orang lain, yang telah menyesatkan dunia! Tidak maukah
kamu menerangkan apa yang kamu katakan?"

Semakin Inigo berusaha menjelaskan kerasulan yang dikerjakan oleh kelompoknya,
semakin keraslah pertanyaan yang diajukan. Ia membantah bahwa mereka telah
berkotbah; mereka tahu bahwa mereka tidak mempunyai wewenang untuk itu. Mereka
hanya berbicara secara akrab dan bersahabat dengan orang-orang tentang hal-hal yang
berkaitan dengan Tuhan. Dengan demikian, ia menjadi aman karena tak seorang pun
dapat melarangnya berbicara tentang Tuhan. Sejak di Manresa, ia telah menggunakan
kesempatan saat makan untuk melakukan percakapan semacam ini [42].

Akan tetapi, biarawan tersebut ingin mengetahui apa yang ia maksud dengan “hal-
hal yang berkaitan dengan Tuhan” dan bagaimana ia dapat mengetahuinya. Semakin
Inigo menjelaskan dirinya, semakin percakapan tersebut berubah menjadi sebuah
permainan catur dan tidak lama kemudian Inigo dipaksa masuk ke dalam posisi “skak
mat.” Biarawan itu memberinya dua pilihan, yang kedua-duanya tidak dapat dipilih oleh
Inigo. Ia telah mengakui bahwa ia tidak “berpendidikan.” Alternatifnya adalah mengakui
bahwa ia diterangi secara langsung oleh Roh Kudus. Ini sama saja mengakui bahwa ia
adalah seorang anggota Alumbrados [58].

Pada waktu ini, Inigo menyadari apa yang sedang terjadi. Ia pun akhirnya menolak
untuk berbicara lebih jauh. Biarawan itu tetap memaksa dengan bertanya apakah ia
seorang reformis Gereja seperti Desiderius Erasmus (1466-1536).

Erasmus sangat kritis terhadap Gereja. Meskipun beberapa kritiknya ada benarnya,
cara penyampaiannya yang tajam dan penuh sindiran membuat banyak orang
tersinggung. Ia secara bulat-bulat menolak otoritas Gereja, tanpa bersikap kritis
terhadap pernyataan-pernyataannya sendiri. Pendekatannya terhadap Injil terlalu

171

akademis dan baginya Kristus lebih merupakan seorang guru yang mengajarkan prinsip-
prinsip hidup daripada seseorang yang dapat kita ajak membangun relasi personal.
Berbeda dengan Inigo, Erasmus tidak mendengar undangan Kristus untuk hidup
bersama-Nya dalam kemiskinan Injili secara radikal. Mungkin, karena Erasmus tidak
memiliki kehangatan dan kedekatan personal kepada Kristus dan karena gaya hidupnya,
Inigo tidak merasa tertarik saat membaca karya Erasmus. Lalu, fakta bahwa di dalam
Gereja ada sebuah kontroversi tentang Erasmus dan orang-orang penting dalam Gereja
bersikap kritis terhadapnya, Inigo menjadi lebih hati-hati dalam menyikapi Erasmus.

Pandangan rohaniwan itu bahwa Inigo mungkin menyebarluaskan
kesalahpahaman dan menipu orang pasti terasa amat menusuk dan menyakitkan bagi
Inigo karena kebohongan adalah ciri khas roh buruk. Dalam Meditasi Dua Panji di dalam
Latihan Rohani, kita memohon rahmat untuk mengenali “tipu muslihat” musuh (LR 139),
dan di dalam Pedoman Pembedaan Roh, kita seringkali diperingatkan untuk waspada
terhadap tipu muslihat dan kebohongannya (LR 334). Inigo selalu memperhatikan hal ini
secara teliti. Ia juga selalu menginginkan agar Gereja meneguhkan sikapnya yang sejati.

66. menolak untuk berbicara lebih jauh – tahanan rumah oleh para Dominikan

Si Peziarah berkata, "Pater, saya tidak akan mengatakan lebih dari yang telah saya
katakan kecuali di hadapan para pembesar saya yang dapat mewajibkan saya untuk berbuat
demikian." Sebelumnya pater itu sudah bertanya mengapa Calisto datang dengan pakaian
seperti itu. Dia memakai baju pendek dan topi besar di kepalanya, tongkat di tangan dan
sepatu Lars yang hampir sampai setengah kaki (dan karena dia besar sekali, maka kelihatan
lucu). Si Peziarah bercerita bagaimana mereka di Alcala ditangkap dan disuruh berpakaian
sebagai mahasiswa, dan temannya ini, karena panas sekali, memberikan jubahnya kepada
seorang rohaniwan yang miskin. Di situ pater itu berkata pada dirinya sambil
memperlihatkan sikap tidak senang, "Cintakasih mulai dari dirinya sendiri."

Kembali kepada cerita tadi, karena pater sub-prior tidak dapat mengorek keterangan
lain lagi dari Si Peziarah, maka ia berkata, "Baik, tinggal di sini saja, kami akan membuat
kalian menceritakan segalanya." Kemudian cepat-cepat semua pater itu keluar. Sebelumnya
Si Peziarah masih bertanya kepada pater sub-prior, apakah mereka harus tinggal di kapel itu,
atau di mana mereka harus tinggal. Pater sub-prior menjawab, bahwa mereka harus tinggal
di kapel. Segera sesudahnya para pater mengunci semua pintu dan tampaknya mereka
berunding dengan para hakim. Mereka berdua tinggal di dalam biara tiga hari dan tidak ada
keputusan apa-apa dari pihak pengadilan. Bahkan mereka makan di kamar makan bersama

172

para pater. Kamar mereka hampir selalu penuh dengan pater yang datang menengok. Si
Peziarah selalu berbicara dengan mereka seperti biasa. Maka di antara para pater terjadi
semacam perpecahan karena ada banyak yang merasa simpati.

Dengan membahas soal Erasmus, para rohaniwan telah mengangkat suatu masalah
yang sangat serius tentang rasa hormat Inigo terhadap otoritas Gereja. Sejak awal, Inigo
adalah orang yang sangat menyadari akan pentingnya kehormatan. Ia telah memberi
contoh tentang mengenai kesiapannya untuk membayar kembali hutang budinya
kepada orang-orang [13] atau membela Maria di hadapan orang Moor [15]. Lebih jauh
lagi, sejak ia bermasalah dengan otoritas Gereja di Yerusalem, rasa tanggung jawab ini
perlahan berpindah kepada Gereja dan mereka yang berwenang dalam Gereja. Ia telah
memercayai mereka karena ia percaya bahwa Tuhan berkarya melalui mereka. Di sisi
lain, Erasmus mempunyai sikap acuh tak acuh terhadap otoritas Gereja dan Inigo tidak
ingin dibandingkan dengannya.

Penolakan Inigo untuk berbicara lebih jauh, kecuali jika diperintahkan oleh
pembesarnya, adalah ungkapan rasa tanggung jawab ini dan juga sikap percayanya
kepada Gereja.

Biarawan itu juga mempermasalahkan pakaian Calisto yang sangat aneh. Ia masih
memakai bahan karung untuk jubah peziarahnya dan ia juga membawa tongkat
peziarah. Topi dan sepatu bootnya yang besar membuatnya terlihat semakin aneh.
Mengapa ia tidak berpakaian seperti mahasiswa biasa? Inigo mencoba membelanya
dengan mengatakan bahwa ia telah memberikan pakaian mahasiswanya kepada
seorang klerus yang miskin. Biarawan tersebut tidak dapat menerima alasan ini.
Keanehan cara berpakaian Calisto membantu kita untuk mengenali ia lebih dalam. Ia
adalah orang yang aneh. Meskipun saat ini ia dekat dengan Inigo, nantinya ia akan
meninggalkan hidupnya sebagai seorang mahasiswa miskin dan menjadi orang kaya.

Pater sub-prior (wakil kepala biara), yang sebelumnya “bersikap amat baik”,
sekarang mulai menunjukkan rasa frustrasinya. Pertama ia memarahi Calisto dan seperti
para serdadu dalam kejadian sebelumnya [51], mengancam bahwa mereka akan
“membuat” Inigo berbicara. Saat ini walaupun ada perubahan dalam nada pembicaraan
mereka, Inigo selalu dipenuhi kedamaian yang telah ia tunjukkan ketika ia ditangkap di
Alcala [60].

173

Inigo tidak marah. Ia siap untuk tinggal di kapel atau di mana pun pater sub-prior
biara menginginkannya untuk berada. Para biarawan lalu memutuskan untuk membawa
kasus mereka kepada para hakim Gereja karena hanya merekalah yang dapat memaksa
Inigo berbicara lebih jauh.

Beberapa biarawan yang ada di sana terkesan dengan keberanian Inigo dan selama
tiga hari ke depan, banyak dari mereka datang ke ruangannya untuk berbicara
dengannya. Meski ia sedang berada dalam kesulitan, Inigo tetap menarik perhatian
banyak orang. Pada saat ini, ia telah mengembangkan suatu gaya berbicara tentang
dirinya dan dalam menangani mereka yang datang kepadanya untuk memohon bantuan
melalui percakapan yang akrab, dan penjelasan sederhana tentang perintah Tuhan, dan
lain-lain. Inilah yang ia kerjakan dengan para biarawan. Sekarang, komunitas mereka
terbagi dua karena perbedaan pendapat tentang Inigo.

Biara Dominikan St. Stefanus memiliki reputasi yang sangat baik di mata
masyarakat. Inigo sendiri, meskipun bermasalah dengan beberapa anggota komunitas
ini, tidak kehilangan respeknya terhadap mereka. Bertahun-tahun kemudian, ia siap
mencari cara untuk membantu seorang Dominikan yang telah dituduh melakukan bidah
dan setelah diinterogasi oleh pihak Inkuisisi di Salamanca, dipenjara selama tiga tahun.

67. kembali dipenjara – pemeriksaan oleh Gereja dimulai

Pada akhir tiga hari itu datang seorang panitera dan membawa mereka ke penjara.
Mereka tidak ditempatkan bersama dengan para penjahat di bawah tetapi dalam sebuah
bilik di atas, yang amat kotor. Rumah itu tua dan tidak dihuni. Mereka berdua diikat dengan
satu rantai, masing-masing pada satu kaki. Rantai itu diikatkan pada sebuah tiang di tengah-
tengah ruangan, panjang rantai itu 10 atau 13 jengkal. Setiap kali yang satu mau melakukan
sesuatu, yang lain harus ikut. Sepanjang malam itu mereka tidak tidur. Hari berikutnya, ketika
diketahui bahwa mereka dipenjarakan, orang-orang di kota mengirim kasur untuk tidur dan
semua yang diperlukan dengan berlimpah. Selain itu selalu banyak orang datang menengok
dan Si Peziarah meneruskan kebiasaannya berbicara mengenai Allah, dan seterusnya.
Bacalaureus Frias datang untuk menyelidiki mereka satu per satu. Si Peziarah memberikan
kepadanya semua kertasnya untuk diperiksa, yaitu Latihan Rohani. Ia bertanya kepada
mereka, apakah punya teman, dan mereka berkata, "Ya", dan menceritakan di mana mereka
tinggal. Atas perintah bacalaureus segera mereka pergi ke sana, dan Caceres serta Arteaga
juga dimasukkan penjara. Mereka membiarkan Juanico, yangdi kemudian hari menjadi

174

fransiskan. Akan tetapi kedua orang itu tidak ditempatkan di atas bersama dengan kedua
yang lain, melainkan di bawah di mana ada tahanan umum. Kali ini juga, lebih lagi daripada
dulu-dulu, ia tidak mau minta tolong seorang pengacara atau penasihat hukum.

Penangkapan Inigo dan kelompoknya pasti menarik perhatian karena ia belum
melakukan apa pun yang membuatnya layak dipenjara. Ia telah berkata bahwa ia akan
menjawab mereka yang memiliki wewenang. Pada waktu itu, para Uskup mempunyai
kuasa untuk menahan mereka yang melanggar hukum Gereja sehingga mereka lalu
mengirim seorang petugas untuk membawa Inigo dan sahabat-sahabatnya ke rumah
tahanan milik Uskup. Tempat ini adalah bagian dari penjara umum kota, tetapi mereka
ditempatkan di bagian yang berbeda. Rantai dan kotoran di dalam sel mereka pasti
membuat tidak nyaman. Barangkali, serangga-serangga membuat mereka terjaga
semalaman sehingga mereka menghabiskan waktu dengan berdoa dan melakukan vigili.

Mereka baru berada di kota selama sekitar tiga minggu dan sudah banyak orang
yang mendengar tentang mereka. Tuhan memperhatikan mereka melalui orang-orang
ini, yang menyediakan apa yang mereka perlukan untuk tidur dan hal-hal lain yang
mereka butuhkan. Semuanya ini diberikan secara berlimpah. Dengan kehadiran para
pengunjung ini, Inigo dapat melanjutkan kerasulannya, memberikan mereka latihan-
latihan dan seperti yang ia jelaskan kepada Pater sub-prior, berbicara tentang hal-hal
yang berkaitan dengan Tuhan.

Namun, sekarang Gereja telah memulai penyelidikan resmi atas Inigo dan
kelompoknya. Pertama, Bacalaureus Frias, Vikaris Uskup Salamanca, menanyai mereka
secara terpisah dan meminta catatan Latihan Rohani Inigo. Inilah pertama kalinya Inigo
menyebutkan soal sebuah manuskrip atau buku. Sejak di Loyola, ia telah mencatat hal-
hal penting dari bacaannya [11]. Di Montserrat [18], ia mulai mencatat pengalaman-
pengalaman pribadinya [18], dan ia melanjutkan hal ini ketika berada di Manresa. Pada
waktu di Alcala, ia telah menata catatannya secara lebih sistematis sehingga ia dapat
menggunakannya untuk membantu orang lain. Catatan-catatan ini akan menjadi dasar
dari buku Latihan Rohani yang ditulisnya.

Bacalaureus Frias lalu memerintahkan agar Caceres dan Arteaga ditangkap lalu
ditempatkan bersama para tahanan di penjara umum kota. Karena alasan-alasan
tertentu, sahabat keempat Inigo, Juanico, tidak ditangkap. Nantinya ia akan bergabung
dengan Ordo Fransiskan.

175

Sama seperti di Alcala, Inigo memercayakan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Ia
menyatakan kepada orang-orang yang ingin membantunya apa yang ia tulis berulang
kali, yaitu bahwa “Ia tidak mau minta tolong seorang pengacara atau penasihat hukum.”

68. di hadapan para hakim

Beberapa hari kemudian ia dipanggil menghadap empat hakim, yaitu tiga doktor teologi,
Sanctisidoro, Paravinhas, dan Frias, dan yang keempat ialah Bacalaureus Frias. Semua telah
mempelajari Latihan Rohani. Pada saat itu mereka menanyakan banyak hal, bukan hanya
mengenai Latihan Rohani, tetapi juga mengenai teologi, misalnya mengenai Trinitas dan
sakramen [mahakudus], serta bagaimana ia mengartikan ajaran itu. Pertama-tama ia
memberikan semacam pengantar. Kemudian, karena disuruh oleh para hakim, ia berbicara
sedemikian rupa sehingga tidak ada yang dapat dipersalahkan. Bacalaureus Frias, yang
dalam hal itu selalu lebih tampil daripada yang lain, bertanya juga kepadanya suatu kasus
hukum Gereja. Ia harus menjawab semua, walaupun ia selalu berkata dahulu bahwa tidak
tahu apa yang diajarkan para teolog mengenai hal itu. Kemudian mereka menyuruhnya
menerangkan perintah yang pertama dengan cara yang biasanya ia pakai. Ia siap
menjelaskannya. Ia omong begitu lama, dan mengatakan begitu banyak hal mengenai
perintah pertama itu. Akhirnya mereka tidak berminat untuk bertanya lagi. Sebelumnya,
ketika berbicara mengenai Latihan Rohani, mereka amat mempersoalkan satu hal, yang ada
di situ pada awalnya yaitu, kapan sebuah pikiran menjadi dosa kecil, dan kapan dosa besar.
Soalnya, walaupun belum selesai studi, ia berani menentukan hal itu. Ia menjawab, "Hal ini
benar atau tidak; hendaknya diputuskan sekarang. Kalau tidak benar, hendaknya dinyatakan
salah." Akhirnya mereka pergi dari situ tanpa menyatakan ada sesuatu yang salah.

Akhirnya, para biarawan itu membawa Inigo ke hadapan para hakim, yang dapat
menjatuhkan hukuman kepadanya. Pengadilan ini adalah proses pengadilan legal
menyangkut manuskrip Latihan Rohani-nya, pengetahuan teologisnya dan ajaran-
ajarannya.

Mereka bertanya kepadanya tentang Trinitas dan Ekaristi. Seperi biasa, Inigo mulai
dengan mengatakan bahwa ia belum belajar banyak dan pengetahuannya tidak memiliki
dasar yang kokoh. Memang, pengetahuannya yang berasal dari studi formal tidaklah
banyak, tetapi ia telah mendapatkan pencerahan dan pemahaman luar biasa ketika di

176

Manresa [28-29]. Pencerahan itu adalah sebuah dasar yang begitu kuat, meskipun ia
tidak dapat menjelaskannya kepada orang lain. Karena tidak dapat menemukan
kesalahan pada jawaban Inigo, Bacalaureus Frias lalu mengajukan pertanyaan tentang
hukum kanonik. Pertanyaan ini adalah sesuatu yang belum pernah didalami oleh Inigo.
Tampaknya, Frias sendiri mulai tidak sabar ingin menemukan kesalahan dalam jawaban-
jawaban Inigo. Inigo sendiri menjelaskan bahwa ia tidak tahu mengenai apa yang
diajarkan oleh para cendekia tentang hal-hal tersebut.

Mereka lalu menanyakan soal apa yang diajarkan oleh Inigo. Mereka mulai dengan
perintah Allah yang pertama. Inigo dengan mudah menjawab pertanyaan ini. Ia bahkan
dapat berbicara banyak sekali tentang hal ini tanpa satu kesalahan pun sampai-sampai
mereka harus membuatnya berhenti berbicara. Sebelumnya, Inigolah yang “tidak mau
berbicara lagi”, tetapi kali ini, Inigo yang membuat mereka diam.

Akhirnya, mereka membahas manuskrip Latihan Rohani Inigo dan kemudian mereka
memusatkan perhatian mereka pada satu hal. Dalam catatannya, ada sebuah penjelasan
panjang mengenai bagaimana kita dapat memperoleh manfaat dari pikiran-pikiran jahat
dan saat pikiran itu mengenai dosa berat atau dosa dingan. Melalui pergulatannya
dengan kebimbangan batin di Manresa, Inigo menyadari betapa pentingnya menjadi
sadar akan pikiran-pikiran kita dan menentukan beratnya sebuah dosa. Para hakim
berpendapat bahwa karena ia belum mempelajari teologi, ia seharusnya tidak membuat
keputusan tentang hal-hal seperti ini. Jawaban Inigo memberikan tantangan kepada
mereka: biarkan mereka memutuskan apakah apa yang ia tulis itu salah atau benar.
Kalau salah, biarlah mereka menyalahkannya. Dengan meminta sebuah sikap yang jelas
terhadap masalah ini, ia telah membuat mereka menjadi bingung. Mereka akhirnya tidak
menyalahkan apa pun.

Dalam Latihan Rohani, ada sebuah bagian yang membahas tentang “pikiran” (LR 33-
37). Di dalamnya, Inigo memberikan penjelasan yang baik dan benar tentang bagaimana
kita dapat berdosa dengan “pikiran.” Sekarang ini, kita mungkin tidak akan peduli dengan
perbedaan antara dosa besar dan dosa kecil, tetapi di zaman Inigo perbedaan ini
dianggap penting. Maka, kita mungkin bersimpati kepada para hakim yang pada
akhirnya sedang berusaha melindungi umat mereka dari ajaran sesat.

Sesungguhnya, seluruh paragraf ini berbicara tentang Latihan Rohani Inigo, yang
dimulai dengan sebuah pernyataan bahwa para hakim telah melihat Latihan Rohani dan
berakhir dengan pernyataan bahwa mereka tidak menemukan sesuatu pun yang dapat

177

dipergunakan untuk mempersalahkannya. Itulah mengapa penyelidikan ini menjadi
penyelidikan yang amat penting bagi Inigo. Ia mengerti benar bahwa Latihan Rohani-
nyalah yang sedang diselidiki dan reputasinya lebih penting daripada reputasi Inigo
sendiri sebagai pribadi. Ia sedang mengupayakan pengakuan Gereja atas Latihan Rohani-
nya.

69. para pengunjung – bahagia berada dalam penjara – menolak kesempatan
untuk melarikan diri

Di antara sekian banyak orang yang datang ke penjara untuk berbicara dengan dia,
suatu kali datang juga Mgr. Francisco de Mendoza, yang sekarang katanya menjadi kardinal
di Burgos. Ia datang bersama dengan Bacalaureus Frias. Dengan ramah ia bertanya
kepadanya bagaimana di penjara, dan apakah ia merasa susah dipenjarakan. Ia menjawab,
"Saya akan memberi jawaban yang hari ini saya berikan kepada seorang ibu yang memberi
penghiburan ketika melihat saya dipenjara. Saya berkata kepadanya, 'Di sini kelihatan bahwa
kamu tidak ingin dipenjarakan demi kasih kepada Allah. Apakah menurut kamu penjara itu
kemalangan yang begitu besar?' Maka saya katakan kepada kalian, bahwa di Salamanca
tidak ada begitu banyak ruji dan rantai, hingga saya tidak menginginkan lebih dari itu demi
kasih kepada Allah." Pada waktu itu semua tahanan di penjara melarikan diri. Akan tetapi
kedua teman yang tinggal bersama mereka tidak lari. Pagi hari ketika mereka ditemukan,
pintu penjara dalam keadaan terbuka, dan hanya mereka saja yang masih berada di situ,
maka semua orang amat terkesan kepada mereka. Timbul keheranan besar di kota. Segera
mereka diberi sebuah vila, dekat dan situ, sebagai penjara.

Salah seorang dari banyak orang yang mengunjunginya ialah orang muda yang
sangat pintar bernama Don Fransisco de Mendoza. Pada saat itu, ia menjabat sebagai
ketua program studi Yunani di universitas. Nantinya, ia akan menjadi salah seorang
sahabat Serikat Yesus. Lalu, pada waktu Inigo mendiktekan Autobiografi-nya, ia telah
menjadi seorang Kardinal dan Uskup di Burgos. Ia menunjukkan perhatiannya kepada
Inigo dan bertanya apakah ia “merasa susah dipenjarakan.” Ini lantas memberi
kesempatan kepada Inigo untuk menguraikan apa yang di dalam Latihan Rohani
disebutnya sebagai “Kerendahan Hati tingkat Ketiga” (LR 167). Kalau kita ingin dekat
dengan Tuhan dan menunjukkan cinta kita kepada-Nya, maka kita ingin diperlakukan
seperti apa yang Ia alami. Ini adalah alasan mengapa ia tidak merasa susah berada di
penjara. Ia bahkan rela menderita lebih banyak lagi demi “cinta kepada Tuhan.”

178

Dalam suratnya kepada Raja João III yang dikutip di atas [60], Inigo menjelaskan apa
yang ia maksud dengan “busana Kristus” dan mengapa ia merasa gembira untuk
mengenakannya:

“Kamu akan mengerti bahwa semakin kita menginginkan untuk berhasil,
sejauh itu tidak menimbulkan masalah bagi sesama kita, dalam
mengenakan busana Kristus Tuhan kita, yang dirajut dengan penghinaan,
kesaksian palsu dan segala bentuk ketidakadilan lainnya, semakin kita akan
maju dalam Roh dan mendapat kekayaan rohani, yang kita ingini sebagai
penghias jiwa kita, jika kita menghayati sebuah hidup rohani.”

Dalam perjalanannya menuju Montserrat [17], Inigo telah bermimpi mengenai
perbuatan-perbuatan besar yang akan ia lakukan demi cinta kepada Tuhan. Sekarang ia
sudah berubah jauh. Ia sudah senang berada dalam penjara demi “cinta Tuhan.” Dan ia
akan tinggal di sana sampai Tuhan membebaskannya melalui otoritas Gereja [60].
Penderitaan dan penjara telah menjadi sebuah keuntungan baginya.

Peristiwa yang terjadi selanjutnya menunjukkan bahwa ini bukanlah kata-kata
belaka. Ketika tahanan lain dapat melarikan diri, Inigo dan kelompoknya tetap tinggal di
penjara. Tindakan Inigo ini meniru apa yang dilakukan oleh Paul dan Silas yang bertahan
di penjara ketika ada gempa bumi dan pintu penjara terbuka (Kis 16: 25-28).

Di Alcala, rumor yang telah beredar di kota berdampak amat buruk bagi Inigo. Akan
tetapi, sekarang rumor yang beredar setelah peristiwa ini amat positif dan penuh pujian.
Akibatnya, ia dan kelompoknya dibawa keluar dari penjara dan ditempatkan di tempat
yang jauh lebih baik. Inigo sendiri mengatakan bahwa tempat ini seperti sebuah “istana.”

70. hukuman yang dijatuhkan – tanggapan para hakim – tanggapan Inigo

Pada hari kedua puluh dua sejak ditangkap, mereka dipanggil untuk mendengarkan
vonisnya, yaitu bahwa tidak ditemukan satu kesalahan pun baik dalam hidup maupun dalam
ajaran mereka. Maka mereka dapat berbuat seperti sebelumnya, mengaiar agama dan
berbicara mengenai perkara Allah. Namun, tidak boleh menentukan ini dosa besar dan itu
dosa kecil, sebelum lewat empat tahun untuk belajar lebih banyak. Setelah membaca vonis
itu para hakim memperlihatkan banyak simpati. Tampaknya mereka ingin supaya ia mau

179

menerima vonis itu. Namun, Si Peziarah berkata bahwa ia akan melakukan segala yang
diperintahkan oleh vonis tetapi tidak dapat menerimanya. Sebab tanpa mempersalahkan
mereka dalam hal apa pun, mereka harus tutup mulut sehingga tidak dapat menolong
sesama sejauh mampu. Bagaimana pun Doktor Frias mendesaknya dengan memperlihatkan
sikap amat ramah, Si Peziarah tidak mengatakan lebih dari bahwa selama ia tinggal dalam
daerah kekuasaan Salamanca ia akan melakukan apa yang diperintahkan. Segera mereka
dikeluarkan dari penjara. Ia mulai meletakkan nasibnya di hadapan Allah dan berpikir apa
yang harus dilakukan selanjutnya. Ia menemukan kesulitan besar untuk tinggal di Salamanca.
Ia mendapat kesan bahwa telah ditutup pintu untuk membantu orang dengan larangan
bahwa tidak boleh menentukan dosa besar dan kecil.

Inigo tidak hanya merasa tidak malu berada di penjara. Ia bergembira atas hal ini.
Menurut Ribadeneira, ia dengan senang hati menceritakan hal ini pada orang lain.

“Ketika Bapa kita sedang bercakap-cakap secara pribadi dengan orang yang
berkedudukan tinggi, ia memberitahunya secara terang-terangan dan
terperinci mengenai hukuman penjara dan penganiayaan yang dialaminya
serta alasannya. Ia melakukan ini supaya orang-orang itu mengetahui
kebenaran secara menyeluruh dan oleh karena itu tidak akan
mendengarkan orang lain yang karena iri hati akan memberikan informasi
yang tidak benar soal hal ini. Inilah yang menjadi cara bertindaknya dalam
hubungannya dengan Putri dari Austria dan beberapa Kardinal.”

Setelah 22 hari para hakim sampai pada sebuah kesimpulan dan memanggil Inigo
dan sahabat-sahabatnya. Kali ini vonis yang diberikan yang lebih terperinci dibandingkan
vonis yang diberikan di Alcala [62]. Tidak ada kesalahan yang ditemukan dalam cara
hidup mereka yang tidak wajar dan mereka bebas berbicara soal Tuhan. Inigo telah
melakukan hal ini sejak masa penyembuhannya di Loyola dan ia menyatakan bahwa
hanya inilah yang ia perbuat di Salamanca [65]. Para hakim juga mengatakan bahwa
mereka dapat mengajarkan ajaran Gereja, tetapi dengan sebuah syarat, yaitu mereka
tidak dapat menjelaskan kapan sebuah dosa itu termasuk dosa berat dan kapan sebuah
dosa adalah dosa ringan sampai mereka telah menyelesaikan studi selama empat tahun.
Sebenarnya vonis ini lebih ringan dibandingkan di Alcala, di mana mereka sama sekali
tidak diperbolehkan berbicara tentang “hal-hal yang berkaitan dengan Tuhan” dalam
cara apa pun [62]. Akan tetapi, Inigo merasa bahwa vonis ini membatasi karyanya.
Pembicaraan secara abstrak tentang dosa tidak akan menghasilkan buah yang ia

180

inginkan. Ketika ia berbicara dengan orang, ia ingin mereka bertatapan langsung dengan
dosa-dosa mereka dan kelekatan-kelekatan yang menghambat kemajuan mereka
supaya mereka dapat mendengar tawaran pribadi yang diberikan oleh Tuhan kepada
mereka.

Vonis yang mewajibkan mereka untuk belajar sama seperti vonis yang diberikan di
Alcala. Tampaknya, Tuhan berupaya menjelaskan kepada Inigo langkah berikut yang
harus diambilnya. Di Loyola, buku bacaannya membuka matanya dan memberi arah
baru dalam hidupnya. Di Alcala dan Salamanca, hukuman yang dijatuhkan oleh otoritas
Gereja menjadi sarana yang digunakan oleh Tuhan untuk menuntun Inigo dalam
peziarahannya.

Para hakim begitu menginginkan Inigo menerima vonis yang diberikan. Mereka
amat ramah kepadanya dan Bacalaureus Frias juga menunjukkan sikap yang amat
bersahabat. Mungkin hati mereka tergerak ketika menyaksikan banyak orang yang
datang mengunjungi Inigo di penjara dan mereka melihat hal-hal baik dari kunjungan ini.
Mereka melihat bahwa Inigo mempunyai sesuatu yang dapat diberikan kepada orang-
orang Salamanca, dan ini mungkin adalah alasan mengapa mereka memberinya banyak
kebebasan.

Namun, di sisi lain, Si Peziarah merasa tidak puas dengan vonis yang dijatuhkan
kepadanya. Para hakim berbicara atas nama Gereja, sehingga ia akan melakukan apa
yang mereka perintahkan. Ia akan taat sebagaimana biasanya, tetapi ia tidak akan
menerima vonis tersebut sebagai hukuman yang adil.

Pada akhirnya, mereka tidak menemukan suatu kesalahan apa pun pada uraiannya
tentang dosa berat dan dosa ringan. Lalu, mengapa ia tidak dapat meneruskannya?
Akibat dari vonis ini sama dengan pada waktu di Alcala; “mereka menutup pintu baginya
untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.” [63] Tampaknya, ia merasa bahwa pintu yang
sebelumnya telah ditutup akan tetap ditutup secara rapat dan mereka harus memasang
kunci pada mulutnya. Ia tahu dari pengalaman bahwa ia dapat membantu orang dalam
kesusahan dan ini menjadi perhatian utamanya di Alcala dan Salamanca. Sekali lagi, ia
merasa dihalangi dalam memenuhi keinginannya yang semakin menggelora untuk
“menyelamatkan jiwa-jiwa.”

Apa yang Tuhan inginkan untuk ia perbuat? Ini adalah pertanyaan yang ia tanyakan
kepada dirinya sekembalinya dari Yerusalem dan sekali lagi di Alcala. Sekarang, karena

181

tampaknya tidak tepat bila ia tetap di Salamanca, ia menempatkan seluruh situasinya di
tangan Tuhan. Tuhan pasti akan menunjukkan kepadanya apa langkah berikut yang
harus diambilnya. Seperti yang telah dilakukan sebelumnya, Inigo merenung. Dalam
permenungannya ini, apakah ia perlahan-lahan sadar bahwa mungkin Tuhan sendirilah
yang menutup pintu baginya untuk berkarya “menyelamatkan jiwa-jiwa” di Salamanca?
Apakah Tuhan yang memberinya isyarat untuk studi penuh waktu di Paris dan sebuah
masa depan yang tidak dapat ia bayangkan? Seperti yang dikatakan oleh Rodrigues:

“Setiap dari kita yang berkumpul bersama dalam Serikat tahu bahwa Tuhan
memberi sketsa dan bentuk awal di universitas Paris yang hebat dan terpuji
itu.”

Perlahan-lahan, Inigo sadar bahwa inilah waktu bagi dirinya untuk kembali melanjutkan
perjalanannya.

Menarik untuk mencermati bahwa di dalam Autobiografi, Inigo cukup memberi
perhatian untuk menekankan bahwa ia tidak pernah dipanggil secara pribadi oleh pihak
Inkuisisi dan sebagainya, tetapi hanya oleh para vikaris dan bahwa ia tidak pernah
mendapat hukuman dari Inkuisisi.

71. ke Paris untuk belajar – atau bergabung dengan tarekat religius

Ia mengambil keputusan untuk pergi belajar di Paris. Ketika Si Peziarah di Barcelona
mempertimbangkan apakah dia akan belajar dan seberapa banyak, seluruh persoalan
sebetulnya adalah apakah selesai studi ia akan masuk biara atau berkelana. Bila timbul
pikiran untuk masuk biara, langsung ia ingin masuk dalam sebuah biara yang merosot dan
belum diperbarui, sebab ia mau masuk biara supaya di situ ia dapat lebih banyak menderita.
Ia berpikir juga bahwa Allah kiranya akan membantu mereka. Allah memberikan kepadanya
keyakinan besar bahwa ia akan menanggung semua penghinaan dan ketidakadilan yang
akan dilakukan terhadapnya.

Akan tetapi, waktu di penjara di Salamanca muncul pikiran yang sama banyaknya untuk
membantu orang. Oleh karena itu ia akan belajar dahulu dan mengumpulkan beberapa
orang dengan cita-cita yang sama dan akan mempertahankan mereka yang sudah ada. Ia
telah mengambil keputusan pergi ke Paris dan bersepakat dengan yang lain bahwa mereka
akan menunggu. Dia akan pergi untuk melihat apakah mungkin bagi mereka untuk belajar di
sana.

182

Masalah yang dihadapinya di Alcala pasti membuat ide yang selama ini telah
mengganggunya kembali mengemuka: mempertahankan kebebasannya versus
ketaatan pada pihak yang berwenang.

• Di Loyola ia telah berpikir tentang apa yang ingin ia lakukan setelah kembali dari
peziarahannya ke Yerusalem. Ia telah berpikir untuk menjadi seorang religius
Kartusian atau berkeliling dunia sambil melakukan penitensi [12]. Sebagai Kartusian
ia harus taat kepada pembesar dan ia tidak dapat bebas melakukan matiraga
tambahan yang ia inginkan.

• Di Yerusalem pada 1523, Inigo berharap untuk mendapatkan kebebasan untuk
tinggal di Tanah Suci agar dapat melakukan devosi pribadi dan menyelamatkan jiwa-
jiwa. Akan tetapi, para Fransiskan yang mendapat kuasa dari Gereja
memerintahkannya untuk pergi [45].

• Di Barcelona pada 1524, Inigo berharap mendapatkan kebebasan untuk mempelajari
hal-hal rohani dan menyelamatkan jiwa-jiwa, tetapi ia harus taat kepada seorang guru
dan berkonsentrasi penuh untuk belajar bahasa.

• Tampaknya di Barcelona ini Inigo juga merasakan kecenderungan untuk bergabung
dengan sebuah tarekat yang tidak baik supaya ia dapat melakukan reformasi. Ini
membuatnya kembali berhadapan dengan dilema terkait “kebebasannya untuk
menjelajah dunia” yang dibatasi oleh tuntutan hidup religius dalam biara [71].

• Di Alcala dan sekali lagi di Salamanca, Inigo berharap untuk mendapatkan kebebasan
menanggapi panggilan yang ia rasakan dari Tuhan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa,
tetapi vonis Gereja sangat membatasi karyanya sehingga ia harus melanjutkan
peziarahannya [70].

Pada 1539 di Roma, selama periode yang disebut “Deliberasi para Bapa Pertama”,
Inigo dan sahabat-sahabatnya menghadapi masalah yang sama: bertahan sebagai
kelompok sahabat yang bebas bepergian ke mana saja atau menjadi sebuah ordo
religius dengan bahaya dikurung di balik tembok biara. Secara luar biasa, Tuhan
menyelesaikan apa yang tampaknya sebuah konflik ini dengan memberi mereka
inspirasi tentang sebuah model baru dalam hidup religius. Seluruh dunia akan menjadi
biara mereka.

Catatan Inigo di sini tentang keinginannya untuk bergabung dengan sebuah ordo
yang merosot sehingga ia dapat menderita dalam upayanya melakukan reformasi
tampaknya merupakan kelanjutan dari upaya-upaya sebelumnya di Barcelona untuk

183

mereformasi beberapa biara suster yang tidak hidup sesuai dengan regula mereka [55].
Ia telah belajar bahwa reformasi biara bukanlah sebuah proyek mudah dan
mengakibatkan banyak penderitaan. Ia telah mengalami penyerangan satu kali atas hal
ini. Sekarang, ia melihat ini sebagai sebuah kesempatan untuk menderita demi Kristus.

Semenjak di Manresa, ia telah mengalami banyak peristiwa yang menunjukkan cinta
Tuhan kepadanya, yaitu anggota-anggota tarekat religius yang diperbaharuinya. Di
Alcala, ia ditertawakan dan dihina [56] dan ia merasa bahwa ia dengan mudah dapat
menahan “penghinaan dan luka”, apalagi Yesus yang baru lahir sudah siap menanggung
derita, penghinaan, dan rela mati “di Salib” bagi-Nya (LR 116). Pastinya, Inigo akan siap
untuk “berbuat dan menderita bagi-Nya” (LR 195-197). Lewat paragraf ini, kita dapat
merasa ada semangat “lebih” dan hasrat untuk memberikan “persembahan yang lebih
luhur dan berharga” (LR 97).

Setelah merenung, Inigo akhirnya memutuskan untuk pergi ke Paris untuk studi.

Pada akhir persinggahan singkatnya di Salamanca (ia hanya berada di sini kurang
dari 2 bulan) tampaknya Inigo mempunyai 5 keinginan untuk masa depannya:

• Untuk menyelamatkan jiwa-jiwa, khususnya dengan menggunakan Latihan
Rohani yang ditulisnya

• Untuk mengumpulkan sahabat-sahabat yang bisa membantunya dan
memperta-hankan yang sudah terkumpul

• Untuk menderita bersama Kristus yang miskin dan dihina
• Mungkin, untuk bergabung dengan sebuah tarekat religius

Keinginan-keinginan ini memiliki intensitas yang berbeda-beda. Walaupun tampaknya
keinginan-keinginan ini tidak saling berhubungan, ia akhirnya akan menyatukan
semuanya ketika ia dan sahabat-sahabatnya mendirikan sebuah ordo religius.

Dalam Vita Patris Ignatii yang ditulis dua tahun sebelum wafatnya, kita dapat
menemukan sebuah ringkasan yang baik tentang posisi Inigo pada waktu ini:

“Ketika Ignasius tiba di Barcelona, ia memutuskan untuk tinggal di sana
selama beberapa waktu. Karena ia tidak dapat tinggal di Yerusalem, ia lalu
banyak berpikir tentang jalan hidup apa yang harus ia ikuti di masa depan
demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar. Dan karena ia selalu mempunyai
hasrat yang kuat untuk membantu sesama dan rindu untuk menderita

184


Click to View FlipBook Version