COVER
BUNGA RAMPAI MANAJEMEN MEREK
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4 Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pembatasan Pelindungan Pasal 26 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap: i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual; ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan; iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran. Sanksi Pelanggaran Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). 2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
MANAJEMEN MEREK Sherly | Andi Sawe Riesso Eka Hendrayani |Febrianty Christina Bagenda |Fajar Satria Sri Andika Putri |Ratih Pratiwi Windi Novia Ratri Wardhani Darwin Lie |Endah Widati Fahrina Mustafa |Arnida Akhmad Sefudin Cut Faradilla Abdurohim Penerbit CV. MEDIA SAINS INDONESIA Melong Asih Regency B40 - Cijerah Kota Bandung - Jawa Barat www.medsan.co.id Anggota IKAPI No. 370/JBA/2020
MANAJEMEN MEREK Sherly | Andi Sawe Riesso Eka Hendrayani |Febrianty Christina Bagenda |Fajar Satria Sri Andika Putri |Ratih Pratiwi Windi Novia Ratri Wardhani Darwin Lie |Endah Widati Fahrina Mustafa |Arnida Akhmad Sefudin Cut Faradilla Abdurohim Editor : Acai Sudirman Tata Letak : Mega Restiana Zendrato Desain Cover : Nathanael Ukuran : A5 Unesco: 15,5 x 23 cm Halaman : viii, 275 ISBN : 978-623-362-950-8 Terbit Pada : Desember 2022 Hak Cipta 2022 @ Media Sains Indonesia dan Penulis Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis. PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA (CV. MEDIA SAINS INDONESIA) Melong Asih Regency B40 - Cijerah Kota Bandung - Jawa Barat www.medsan.co.id
i KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga buku kolaborasi dalam bentuk book chapter dapat dipublikasikan dan dapat sampai di hadapan pembaca. Preferensi konsumen dalam memilih suatu produk saat ini sangatlah meningkat tajam sesuai dengan perkembangan teknologi informasi yang berdampak pada pencarian informasi yang lebih terkini tidak terkecuali preferensi dalam memilihi merek suatu produk. Saat ini indentitas sebuah merek sangatlah penting untuk dikembangkan untuk meningkatkan market share sebuah produk. Kami mengharapkan buku ini dapat menjadi referensi dan bahan bacaan untuk menambah pengetahun para pembaca khususnya yang berkaitan eksistensi merek dalam pemasaran produk. Sistematika buku Pemasaran Era Kini: Pendekatan Berbasis Digital ini mengacu pada pendekatan konsep teoritis dan contoh penerapan. Buku ini terdiri atas 16 bab yang dibahas secara rinci, diantaranya: Bab 1 Pengantar dan Konsep Manajemen Merek, Bab 2 Sejarah dan perkembangan Merek, Bab 3 Pengelolaan Merek dan Brand Equity, Bab 4 Sistem Identitas Merek Produk, Bab 5 Pengembangan Identitas Merek, Bab 6 Alternatif Strategi Pengembangan Merek, Bab 7 Perspektif Komunikasi dalam Branding, Bab 8 Brand Reputation dan Brand Promise, Bab 9 Brand Attitude dan Brand Awareness, Bab 10 Brand Image dan Brand Personality, Bab 11 Brand Visibility dan Brand Integrity, Bab 12 Brand Love dan Brand Emotional, Bab 13 Brand Trust and Brand Value, Bab 14 Brand Gender dan Brand Engagement, Bab 15 Brand Performance dan Brand Loyalty, dan Bab 16 Customer-Based Brand Equity (CBBE) Kami menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan, sejatinya kesempurnaan itu hanya milik Yang Kuasa. Oleh sebab itu, kami tentu menerima masukan dan saran dari pembaca demi penyempurnaan lebih lanjut. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
ii yang telah membantu dalam proses penulisan buku ini hingga dapat selesai dengan baik, secara khusus kepada Penerbit Media Sains Indonesia sebagai inisiator book chapter ini. Penulis berharap buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat memberi kontribusi yang positif demi kemajuan nusa dan bangsa Indonesia yang tercinta. Pematangsiantar, 28 November 2022 Editor
iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...........................................................i DAFTAR ISI....................................................................iii 1 PENGANTAR DAN KONSEP MANAJEMEN MEREK.............................................1 Pendahuluan ..........................................................1 Konsep Manajemen Merek ......................................3 Kunci Utama Brand ................................................6 Keputusan Memilih Strategi Branding ....................8 Strategi Pengembangan Merek..............................10 2 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MEREK............19 Memahami Konsep Dasar Merek...........................19 Sejarah perkembangan Merek...............................22 Perkembangan Hukum Merek di Indonesia...........24 Prospeksi Perkembangan Undang-Undang Merek di Masa Mendatang ....................................28 Teori Dasar Perlindungan Merek...........................30 Proses Pengembangan Nilai Merek........................31 3 PENGELOLAAN MEREK DAN BRAND EQUITY ......37 Merek (Brand) .......................................................37 Fungsi Merek........................................................38 Jenis Merek ..........................................................42 Tujuan dan Manfat Merek.....................................42 Manfaat Merek......................................................44 Pengelolaan Merek................................................45 Brand Equity.........................................................46
iv Indikator Brand Equity..........................................46 Brand Awareness..................................................47 Tingkatan Brand Awareness.................................48 4 SISTEM IDENTITAS MEREK PRODUK ..................53 Pendahuluan ........................................................53 Pengertian Identitas Merek Produk .......................55 Ciri-Ciri Merek Produk..........................................56 Tujuan Merek Produk ...........................................57 Simbol – Simbol Huruf Merek Produk ...................59 Makna Warna dalam Sebuah Logo Produk ...........62 Contoh Identitas Produk.......................................63 Kesimpulan...........................................................65 5 PENGEMBANGAN IDENTITAS MEREK .................69 Pendahuluan ........................................................69 Pengaruh dari Identity Terhadap Brand Value, Satisfcation, Trust and Brand Loyalty....................70 Pengembangan Identitas Merek ............................76 Penutup................................................................80 6 ALTERNATIF STRATEGI PENGEMBANGAN MEREK....................................85 Manajemen Merek UMKM.....................................86 Pengertian Merek..................................................92 Upaya Pengembangan Merek UMKM.....................93 Alternatif Strategi Pengembangan Merek ..............96 Strategi Merek Bersama (Co-Branding Strategy) ..........................................97 Strategi Merek Baru (New Brand Strategy)............98 Strategi Banyak Merek (Multi Brand Strategy) .......98
v Strategi Perluasan Merek (Brand Extension Strategy) ....................................99 Strategi Perluasan Lini Produk (Product Line Extension Strategy).........................100 Kesimpulan.........................................................101 7 PERSPEKTIF KOMUNIKASI DALAM BRANDING .............................................105 Komunika dalam Dunia Bisnis ...........................105 Pentingnya Komunikasi Ketika Membangun Bisnis Baru .........................108 Membangun Branding Produk Baru ...................114 Komunikasi dan Branding Harus Senada ...........119 8 BRAND REPUTATION DAN BRAND PROMISE.......123 Brand As Promise................................................123 Brand Reputation ................................................124 Corporate Social Responsibility (CSR) dan Brand Reputation .........................................128 Brand Promise: Visualitas Janji Sebuah Merek.....................................................129 Brand Promise: Not A Public Statement ................133 9 BRAND ATTITUDE DAN BRAND AWARENESS .....141 Brand Awareness................................................141 Brand Attitude.....................................................145 Brand Attitude and Brand Awareness .................150 Brand Attitude, Brand awareness dan kaitannya dengan Purchase Intention ..................151 10 BRAND IMAGE DAN BRAND PERSONALITY .........159 Pendahuluan ......................................................159 Pengertian Brand Image......................................160
vi Faktor-Faktor Brand Image.................................162 Pengertian Brand Personality ..............................164 Faktor-Faktor Pembentuk Brand Personality................................................166 Ragam Komunikasi Brand Image dan Brand Personality ....................167 Keuntungan Membangun Brand Image dan Brand Personality ....................170 11 BRAND VISIBILITY DAN BRAND INTEGRITY ........177 Pendahuluan ......................................................177 Konsep dan Definisi Brand Visibility ...................179 Peran Brand Visibility .........................................180 Strategi Brand Visibility ......................................180 Mengukur Brand Visibility ..................................181 Konsep dan Definisi Brand Integrity....................182 Proses Brand Integrity.........................................183 Penyusunan dan Pengelolaan Brand Integrity....................................................183 Model Program Brand Integrity............................184 12 BRAND LOVE DAN BRAND EMOTIONAL .............189 Merek .................................................................189 Brand Love..........................................................190 Brand Emotional .................................................193 13 BRAND TRUST AND BRAND VALUE....................205 Pendahuluan ......................................................205 Brand Trust and Brand Value..............................205 Bagaimana Meningkatkan Brand Trust...............206
vii Indikator Brand Trust .........................................208 Karakteristik Perusahaan (Company Characteristic).....................................209 Karakteristik Konsumen Merek (Consumer-Brand Characteristic) .........................210 Faktor yang Mempengaruhi Brand Trust.............211 Brand Value........................................................213 Fungsi dari Brand Value .....................................215 Manfaat dari Brand Value ...................................215 14 BRAND GENDER DAN BRAND ENGAGEMENT .....223 Pendahuluan ......................................................223 Konsep dan Definisi Brand Gender .....................224 Dimensi Brand Gender........................................228 Efek Brand Gender..............................................230 Konsep dan Definisi Brand Engagement..............231 Level dan Piramida Brand Engagement ...............232 Faktor Penyebab Brand Engagement...................234 15 BRAND PERFORMANCE DAN BRAND LOYALTY ........................................241 Brand Performance..............................................241 Brand Loyalty .....................................................245 16 CUSTOMER-BASED BRAND EQUITY (CBBE)........259 Pendahuluan ......................................................259 Merek (Brand) Perusahaan Membedakan Perusahaan dengan Perusahaan Lain.................263 Pendekatan Brand Equity Berdasarkan Prespektif Konsumen .....................264
viii Mengintegrasikan Brand Equity Melalui Kegiatan Marketing Comunication ...........265 Model Equity Brand Perusahaan yang Dipergunakan dalam Membangun Merek Perusahaan yang Kuat .............................267
1 1 PENGANTAR DAN KONSEP MANAJEMEN MEREK Sherly, S.E., M.M Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sultan Agung Pendahuluan Pemasaran mempunyai peranan yang penting dalam masyarakat karena pemasaran menyangkut berbagai aspek kehidupan, termasuk bidang ekonomi dan sosial. Karena kegiatan pemasaran menyangkut masalah mengalirnya produk dari produsen ke konsumen, maka pemasaran menciptakan lapangan kerja yang penting bagi masyarakat. Dengan demikian pemasaran merupakan sektor yang penting dalam pendapatan masyarakat. Disamping itu, pula perlu disadari bahwa sebagian besar pengeluaran uang masyarakat konsumen mengalir ke kegiatan pemasaran. Beberapa ahli telah melakukan penelitian berkesimpulan, hampir 50% pengeluaran uang masyarakat konsumen di Amerika seriakat adalah untuk biaya-biaya pemasaran, termasuk biaya distribusi, biaya penelitian pasar, biaya pelayanan, dan biaya pengembangan produk. Pentingnya pemasaran dalam masyarakat, tercermin pula pada setiap kehidupan dalam masyarakat yang tidak terlepas dari kegiatan pemasaran yang ada. Media promosi yag digunakan untuk mempresentasikan produk, toko tempat kita berbelanja dan banyak lagi, merupakan kegiatan pemasaran. Selain itu pemasaran selalu mendorong untuk dilakukanya penelitian dan inovasi, sehingga menimbulkan terdapatnya produk-produk baru (Afwa et al., 2021).
2 Hal ini karena pemasaran selalu berusaha menggugah dan menarik para konsumen, kegiatan mana membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak. Preferensi konsumen dalam memilih suatu produk saat ini sangatlah meningkat tajam sesuai dengan perkembangan teknologi informasi yang berdampak pada pencarian informasi yang lebih terkini (Sudirman et al., 2020). Maka dari itu, perlu adanya pengembangan bisnis berkelanjutan dengan mendorong perusahaan atau organisasi bisnis agar fokus menanggapi kepuasan dan loyalitas konsumen (Widati, 2022). Persepsi merupakan faktor penting bagi perusahaan guna memastikan keefektifan mekanisme dari sistem pemasaran telah berjalan sesuai dengan yang direncanakan (Sutiksno et al., 2020). Maka dari itu, dalam aktivitas bisnis yang berhubungan dengan pemasaran, diperlukan pembelajaran terkait pola perubahan perilaku konsumen agar perusahaan atau organisasi bisnis dapat menyiapkan strategi pemasaran yang efektif dan efisien (Sudarso et al., 2019). Aspek ini dinilai penting bagi perusahaan dalam mengembangkan kebijakan yang berorientasi pada perilaku konsumen dan merupakan salah satu indikator yang dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan perusahaan atau organisasi bisnis (Dörtyol, Coşkun and Kitapci, 2018). Konsumen dengan perilaku dan kepuasan yang tinggi adalah pencapaian terbesar bagi perusahaan dan organisasi bisnis yang bertujuan untuk menjadi pemimpin pasar sehingga memiliki umur panjang di sistem pemasaran kontemporer (Sinaga et al., 2020). Dalam keberhasilan dan keberlanjutan usaha, para pelaku bisnis maupun perusahaan juga harus mempelajari secara mendalam mengenai studi perilaku konsumen yang memuat upaya konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan mereka (Solomon, 2011).
3 Dalam studi perilaku konsumen sendiri setidaknya terdapat tiga tahapan dalam memahami proses pembelian konsumen yaitu: tahap sebelum membeli dengan menekankan alasan bagi konsumen untuk membeli produk dan cara mendapatkan informasi mengenai produk yang akan dibeli dan produk pilihan, tahap pembelian yang menekankan tentang pengalaman konsumen saat membeli, dan tahap selepas pembelian yang menjelaskan tentang nilai dan manfaat yang didapatkan dari uang yang sudah dikeluarkan oleh konsumen (Solomon, 2011). Lebih lanjut, dengan memahami karakter konsumen yang tersegmentasi dan perilaku mereka, perusahaan dapat melakukan pengembangan lebih lanjut terhadap produk dan jasanya yang sesuai dengan karakter konsumennya serta dapat merumuskan strategi komunikasi pemasaran yang tepat sasaran. Konsep Manajemen Merek Saat ini indentitas sebuah merek sangatlah penting untuk dikembangkan untuk meningkatkan market share sebuah produk. Indentitas yang dimiliki sebuah produk sangatlah melekat dan indentik dengan namanya merek. Hampir setiap orang yang ingin membeli suatu produk menyebutkan nama merek agar mudah dikenali dan dimengerti. Sebuah merek tidak hanya sekedar logo, nama atau desain suatu industri melainkan merupakan gambaran yang muncul ketika persepsi pelanggan mempengaruhi preferensi pilihan mereka. Menariknya positioning merek berdasarkan proposisi nilainya tidak bisa dihindari untuk menghasilkan gambar merek yang jelas dan untuk membuat perbedaan yang dapat dilihat dalam persaingan lingkungan hidup (Daun and Klinger, 2006). Kondisi inilah yang menimbulkan adanya keinginan perusahaan atau industri barang dan jasa memperbaiki kinerja mereknya dengan menciptakan ekstensi baru sebuah merek. Ketika ekstensi baru diluncurkan, konsumen mengevaluasinya berdasarkan sikap mereka terhadap merek induk dan kategori ekstensi (Charters, 2006).
4 Ciri khas yang dimiliki sebuah merek akan berimplikasi pada penilaian seorang konsumen dalam mengenali produk yang akan dibelinya. Merek yang dirasakan sesuai kebutuhan akan membentuk persepsi yang kuat dalam membangun yang namanya nilai pelanggan. Nilai persepsi pelanggan bisa dibilang salah satu yang paling kritis penentu niat beli dan tentunya berimplikasi pada kesediaan seseorang untuk membeli (Chiu, Hsieh and Kuo, 2012). Dasar fundamental dari strategi perusahaan adalah pencapaian yang luas dan mendalam tentang wawasan merek, lingkungan kompetitif, persyaratan dan kebutuhan pelanggan (Putri, et al., 2021). Ini termasuk penelitian menyeluruh tentang persepsi pelanggan saat ini terhadap sebuah merek, sementara saat ini mungkin sering dilakukan dengan pelanggan yang sudah ada, beberapa perusahaan memiliki ide yang jelas apa yang dipikirkan calon pelanggan tentang mereka. Namun, ini merupakan prasyarat utama untuk menentukan status kedudukan sebuah merek dan mengidentifikasi hal-hal apa saja yang perlu untuk dilakukan perbaikan (Daun and Klinger, 2006). Ketika setiap orang di organisasi dimana pun bisa membantu menciptakan positioning merek yang hebat, baik itu yang memiliki toleransi yang tinggi untuk berbicara dalam bidang pemasaran atau tidak, sehingga untuk melakukannya seseorang harus terlebih dahulu memahami beberapa konsep dasar terkait brand positioning (Grams, 2012). Kegiatan manajemen merek hanya bisa didefinisikan dengan relevan dan konkret dengan proposisi nilai. Dalam proses implementasi, sangat penting nilainya proposisi berlaku di setiap titik kontak dengan pelanggan. Merek adalah dibentuk melalui setiap bentuk interaksi dengan kelompok sasaran. Jarijarinya sebesar dampak telah diperluas secara terus menerus, terutama melalui cara-cara baru komunikasi. Dalam konteks ini, manajer merek grup hotel sering memperdebatkannya tamu-tamu mereka sebagian besar mengalami proposisi nilai khusus ketika mereka berada di lokasi (Daun and Klinger, 2006).
5 Akhirnya, asosiasi atribut-produk yang kuat membatasi opsi perluasan merek dan dengan demikian fleksibilitas strategis merek. Merek yang kuat melampaui atribut produk dan membedakan asosiasi merek seperti, asosiasi organisasi, kepribadian merek, simbol, manfaat emosional, manfaat ekspresif diri (Olsson and Sandru, 2006). Hankinson dan Cowking (1993) menjelaskan pengembangan merek dan pemeliharaan merek yang kuat dalam model lima langkah yang disebut "Siklus branding" (lihat gambar 2.1). Langkah-langkah siklus branding berisi dari; penelitian, proposisi merek, bauran pemasaran, pemicu komunikasi dan konsumen. Gambar 1.1 The Branding Cycle Sumber: (Hankinson & Cowking, 1993)
6 Kunci Utama Brand Merek yang sukses adalah merek yang berhasil berkomunikasi dengan konsumen melalui cerita yang tercermin dari tampilan merek (Chiu, Hsieh and Kuo, 2012). Kisah merek memainkan peran penting dalam membantu konsumen memahami serta mengingat dalam memori mereka tentang indentitas sebuah merek. Penggunaan data merek dagang dalam studi inovasi masih terbatas karena belum ada pedoman untuk memastikan merek dagang mana yang terkait dengan inovasi. Perusahaan menggunakan strategi branding khusus untuk inovasi dan ini strategi branding memiliki konsekuensi penting untuk desain merek dagang baru dan ruang lingkup aplikasi mereka (Flikkema et al., 2019). Beberapa urgensi daam membangun elemen sebuah merek terdiri dari nama merek, alamat website, logo, karakter merek, slogan, dan pesan suara (Sereikiene and Marcinkeviciute, 2014). 1. Nama merek, fungsi nama merek untuk menangkap tema sentral atau asosiasi utama suatu produk secara kompak dan ekonomis mode. Karena itu merek nama menjadi begitu terikat untuk itu produk dalam pikiran dari pelanggan, Itu adalah juga itu paling sulit elemen untuk pemasar untuk perubahan. Di umum, Itu adalah dipercayai bahwa merek kesadaran adalah ditingkatkan kapan merek nama adalah terpilih bahwa adalah sederhana dan mudah untuk mengucapkan atau mengeja, akrab dan berarti dan berbeda, khusus dan luar biasa. 2. Alamat website, digunakan untuk menentukan lokasi halaman di web, yang biasa disebut sebagai nama domain. Penarikan merek sangat penting untuk URL karena, setidaknya pada awalnya, konsumen harus mengingat itu alamat untuk Dapatkan untuk itu situs Khas, untuk sebuah ada merek, itu utama URL adalah secara langsung dan mungkin bahkan harfiah terjemahan dari itu merek nama, meskipun disana adalah pengecualian dan variasi.
7 3. Logo, sebagai elemen grafis dari suatu merek memiliki sejarah panjang sebagai sarana untuk menunjukkan asal, kepemilikan atau asosiasi. Sana adalah banyak jenis dari logo, mulai dari perusahaan nama atau merek dagang (kata tanda) untuk abstrak logo (tidak terkait) untuk itu kata menandai). Tanpa kata logo sering bernama simbol. Contohnya dari merek dengan kuat kata tanda termasuk Coca-Cola, Dunhill, Kit Kat, abstrak logo- Rolex mahkota, Nike disiram, Olimpiade berdering. 4. Karakter merek, mengambil karakteristik manusia atau kehidupan nyata. Mereka dapat diperkenalkan melalui kampanye pemasaran dan desain kemasan. Beberapa karakter dianimasikan (Kellog's Tony the Tiger, Michelin Man), yang lain adalah tokoh liveaction (Ronald Mc Donald, SMK-ietis). Kemampuan konsumen untuk memiliki hubungan yang menyenangkan bisa lebih mudah ketika merek memiliki karakteristik manusia. Perhatian harus diberikan pada fakta bahwa jika karakter disukai maka mereka dapat mendominasi elemen merek lain dan mengurangi kesadaran. Seringkali karakter harus diperbarui dari waktu ke waktu dikarenakan perubahan perilaku konsumen yang signifikan. 5. Slogan, adalah frasa pendek yang mengkomunikasikan informasi deskriptif atau persuasif tentang sebuah merek. Slogan adalah perangkat yang kuat, seperti nama produk yang efisien, singkatan berarti membangun ekuitas merek. Mereka dapat berfungsi sebagai "pengait" untuk membantu pelanggan memahami makna suatu merek hal apa itu dan apa yang membuatnya istimewa. Slogan bisa lebih ekspansif dan lebih tahan lama dari sekadar slogan iklan. Sebuah slogan yang menjadi sangat kuat diidentifikasikan dengan sebuah merek dapat menaruhnya di dalamnya. Sekali slogan berhasil tingkat pengakuan dan penerimaan yang tinggi, mungkin masih efektif sebagai pengingat merek.
8 Di banyak kasus, memodifikasi slogan mungkin terbukti lebih bermanfaat daripada memperkenalkan yang baru dengan satu set makna baru. 6. Pesan suara, adalah pesan musik yang ditulis di sekitar merek, seperti slogan yang diperluas. Biasanya tersusun oleh profesional penulis lagu, mereka sering memiliki cukup menarik kait dan paduan suara untuk menjadi hampir secara permanen terdaftar dalam pikiran dari pendengar- terkadang apakah mereka ingin mereka atau tidak. Jingles bisa menyampaikan merek manfaat, tapi sering mereka menyampaikan produk berarti secara abstrak cara, terkait untuk perasaan dan kepribadian. Sering itu jingle ulang itu merek nama dalam lucu cara bahwa mengizinkan konsumen banyak encoding peluang. Keputusan Memilih Strategi Branding Dalam memilih strategi branding, pihak manajemen perusahaan melalui marketer harus fokus dan perhatian atas apa yang dilakukan secara detail dan sistematis pada sebuah merek, sehingga dapat membantu perusahaan dan marketer memperbaiki atau membuat perbedaan yang kuat untuk pertumbuhan merek yang suskes di pasar (Kusuma et al., 2020). Eksistensi merek yang kuat dapat memberikan penjualan dan laba yang lebih tinggi, memiliki potensi yang kuat untuk bekerja bagi produk lainnya, asosiasi merek lebih kuat, kesadaran merek yang lebih cepat, biaya promosi secara subtansial lebih rendah (Hasan, 2013). Oleh karena itu, dalam menjalankan strategi branding yang tepat sasaran dapat dilakukan dengan empat pilihan sebagai berikut: 1. Line Extension Strategi Usaha untuk memperluas garis pasar secara lebih komprehensif dan tersruktur perlu dilakukan ketika sebuah perusahaan berusaha memperkenalkan produk baru dengan line merek yang lebih luas pada kategori lain, namun tetap menggunakan nama merek yang sudah ada.
9 Upaya ini dilakukan ketika perusahaan ingin menambahkan dan memperkenalkan item tambahan pada produk baru tersebut, seperti rasa, bentuk, warna, komposisi bahan, dan ukuran baru. Kemampuan merek dapat diperluas untuk produk jenis lain, ketika efek langsung dari kualitas produk asli dapat berinteraksi dengan kualitas produk yang sudah ada dengan memperhatikan target sasaran. Gambar 1.2 Pilihan Strategi Branding Sumber: (Hasan, 2013) 2. Brand Extension Strategi Brand extension merupakan usaha atau langkah yang diambil perusahaan ketika produk baru yang diluncurkan pada segmen pasar yang dikategorikan lain yang akan melakukan ekspansi merek di pasar yang baru. Sebuah merek yang suskes membantu perusahaan masuk pada kategori produk yang lebih mudah. Strategi ini menawarkan banyak keuntungan, seperti meningkatkan penjualan, merebut pangsa pasar dan efisiensi promosi. 3. Multibrands Strategi Mengelola stabilitas merek dalam kategori produk yang sama atau merek tambahan pada segmentasi yang sama.
10 Langkah ini digunakan sebagai pengembangan awal sebuah merek baru agar dapat dikenal oleh pasar sasaran. 4. New Brands Strategi Mengembangkan produk dalam kategori yang berbeda merek baru untuk membedakan produk baru, dalam kategori produk yang ada atau produk kategori baru. Penguatan pada merek baru dipercaya dapat memudahkan konsumen untuk mengevaluasi dan membuat keputusan membeli dari semua rincian nilai-nilai yang terkait dengan kinerja produk. Strategi Pengembangan Merek Membangun teori motivasi berbasis identitas (Oyserman, 2009), mengusulkan bahwa tujuan identitas yang menonjol antara status pribadi dengan status sosial akan mempengaruhi dampak kepribadian merek pada persepsi konsumen etika merek. Kami telah menyebutkan yang kami harapkan konsumen membuat kesimpulan etisitas merek berdasarkan merek kepribadian. Kami juga berpendapat bahwa tujuan identitas sosial yang menonjol akan lebih menarik perhatian pada etika merek, meningkatkan efeknya kepribadian merek pada persepsi etika merek. Lebih lanjut (Salazar, Oerlemans & Van Stroe-Biezen, 2013), berpendapat bahwa tujuan identitas dapat memodifikasi kepentingan relatif dari perilaku prososial, seperti keputusan pembelian terkait produk ramah lingkungan dibandingkan yang konvensional. Kebanyakan orang yang tergolong konsumen berpikir tentang etika dan nilai-nilai perusahaan setiap hari. Mereka berasumsi karena disebutkan di halaman tentang situs web perusahaan atau dalam materi pemasaran mereka, bahwa itu adalah sesuatu yang orang ketahui tentang suatu merek produk yang mereka tawarkan (Lestari et al., 2021). Di dunia dikala ini, karena tuntutan pelanggan yang diperbarui serta berubah serta aspek teknologi yang bertumbuh cepat, industri serta manajer mencari strategi terkini buat membuat perbandingan dalam produk serta layanan mereka.
11 Dikala kompetisi mulai bertambah, pasar mulai fokus pada pendekatan terkini serta inovasi produk buat menarik anggapan serta atensi pelanggan. Salah satunya metode melainkan yang efisien merupakan memakai estetika. Estetika visual produk menghasilkan angka untuk pelanggan (Halim, Sherly and Sudirman, 2020). Visual estetika menciptakan nilai signifikan untuk produk dan membuatnya lebih istimewa dan berimplikasi pada tingkat sensitivitas konsumen ketika produk lebih unik dan bergengsi (Mumcu and Kimzan, 2015). Ciri khas yang dimiliki sebuah merek akan berimplikasi pada penilaian seorang konsumen dalam mengenali produk yang akan dibelinya. Merek yang dirasakan sesuai kebutuhan akan membentuk persepsi yang kuat dalam membangun yang namanya nilai pelanggan. Nilai persepsi pelanggan bisa dibilang salah satu yang paling kritis penentu niat beli dan tentunya berimplikasi pada kesediaan seseorang untuk membeli (Chiu, Hsieh and Kuo, 2012). Merek yang berhasil merupakan merek yang sukses berinteraksi dengan pelanggan melalui narasi yang terlihat dari bentuk merek Cerita merek memainkan kedudukan berarti dalam menopang pelanggan menguasai dan mengenang dalam kesan mereka mengenai indentitas suatu merek (Sudirman et al., 2021). Penggunaan data merek dagang dalam studi inovasi masih terbatas karena belum ada pedoman untuk memastikan merek dagang mana yang terkait dengan inovasi. Perusahaan menggunakan strategi branding khusus untuk inovasi dan ini strategi branding memiliki konsekuensi penting untuk desain merek dagang baru dan ruang lingkup aplikasi mereka (Flikkema et al., 2019). Beberapa urgensi dalam membangun elemen sebuah merek terdiri dari nama merek, alamat website, logo, karakter merek, slogan, dan pesan suara (Sereikiene and Marcinkeviciute, 2014).
12 1. Nama merek, fungsi nama merek untuk menangkap tema sentral atau asosiasi utama suatu produk secara kompak dan ekonomis mode. Karena itu merek nama menjadi begitu terikat untuk itu produk dalam pikiran dari pelanggan, Itu adalah juga itu paling sulit elemen untuk pemasar untuk perubahan. Di umum, Itu adalah dipercayai bahwa merek kesadaran adalah ditingkatkan kapan merek nama adalah terpilih bahwa adalah sederhana dan mudah untuk mengucapkan atau mengeja, akrab dan berarti dan berbeda, khusus dan luar biasa. 2. Alamat website, digunakan untuk menentukan lokasi halaman di web, yang biasa disebut sebagai nama domain. Penarikan merek sangat penting untuk URL karena, setidaknya pada awalnya, konsumen harus mengingat itu alamat untuk mendapatkan situs khas, untuk sebuah ada merek, itu utama URL adalah secara langsung dan mungkin bahkan harfiah terjemahan dari itu merek nama, meskipun disana adalah pengecualian dan variasi. 3. Logo, sebagai elemen grafis dari suatu merek memiliki sejarah panjang sebagai sarana untuk menunjukkan asal, kepemilikan atau asosiasi. Sana adalah banyak jenis dari logo, mulai dari perusahaan nama atau merek dagang (kata tanda) untuk abstrak logo (tidak terkait) untuk itu kata menandai (Sudirman, Wardhana and Hartini, 2022). Tanpa kata logo sering bernama simbol. 4. Karakter merek, mengambil karakteristik manusia atau kehidupan nyata. Mereka dapat diperkenalkan melalui kampanye pemasaran dan desain kemasan. Beberapa karakter dianimasikan (Kellog's Tony the Tiger, Michelin Man), yang lain adalah tokoh liveaction (Ronald Mc Donald, SMK-ietis). Kemampuan konsumen untuk memiliki hubungan yang menyenangkan bisa lebih mudah ketika merek memiliki karakteristik manusia.
13 Perhatian harus diberikan pada fakta bahwa jika karakter disukai maka mereka dapat mendominasi elemen merek lain dan mengurangi kesadaran. Seringkali karakter harus diperbarui dari waktu ke waktu dikarenakan perubahan perilaku konsumen yang signifikan. 5. Slogan, adalah frasa pendek yang mengkomunikasikan informasi deskriptif atau persuasif tentang sebuah merek. Slogan adalah perangkat yang kuat, seperti nama produk yang efisien, singkatan berarti membangun ekuitas merek. Mereka dapat berfungsi sebagai "pengait" untuk membantu pelanggan memahami makna suatu merek hal apa itu dan apa yang membuatnya istimewa. Slogan bisa lebih ekspansif dan lebih tahan lama dari sekadar slogan iklan. Sebuah slogan yang menjadi sangat kuat diidentifikasikan dengan sebuah merek dapat menaruhnya di dalamnya. Sekali slogan berhasil tingkat pengakuan dan penerimaan yang tinggi, mungkin masih efektif sebagai pengingat merek. Di banyak kasus, memodifikasi slogan mungkin terbukti lebih bermanfaat daripada memperkenalkan yang baru dengan satu set makna baru (Tiris Sudrartono et al., 2022). 6. Pesan suara, adalah pesan musik yang ditulis di sekitar merek, seperti slogan yang diperluas. Biasanya tersusun oleh profesional penulis lagu, mereka sering memiliki cukup menarik kait dan paduan suara untuk menjadi hampir secara permanen terdaftar dalam pikiran dari pendengar- terkadang apakah mereka ingin mereka atau tidak. Jingles bisa menyampaikan merek manfaat, tapi sering mereka menyampaikan produk berarti secara abstrak cara, terkait untuk perasaan dan kepribadian. Sering itu jingle ulang itu merek nama dalam lucu cara bahwa mengizinkan konsumen banyak encoding peluang.
14 Daftar Pustaka Afwa, A. et al. (2021) ‘Raising the Tourism Industry as an Economic Driver’, in Proceedings of the 2nd Annual Conference on Blended Learning, Educational Technology and Innovation (ACBLETI 2020) Raising, pp. 118–123. Charters, S. (2006) ‘Aesthetic Products and Aesthetic Consumption: A Review’, Consumption Markets & Culture, 9(3), pp. 235–255. doi: 10.1080/10253860600772255. Chiu, H. C., Hsieh, Y. C. and Kuo, Y. C. (2012) ‘How to Align your Brand Stories with Your Products’, Journal of Retailing, 88(2), pp. 262–275. doi: 10.1016/j.jretai.2012.02.001. Daun, W. and Klinger, R. (2006) ‘Delivering the message: How premium hotel brands struggle to communicate their value proposition’, International Journal of Contemporary Hospitality Management, 18(3), pp. 246– 252. doi: 10.1108/09596110610658643. Dörtyol, İ. T., Coşkun, A. and Kitapci, O. (2018) ‘Chapter 3: A Revıew of Factors Affectıng Turkısh Consumer Behaviour’, Marketing Management in Turkey, pp. 105–139. doi: 10.1108/978-1-78714-557-320181010. Flikkema, M. et al. (2019) ‘Trademarks’ relatedness to product and service innovation: A branding strategy approach’, Research Policy. Elsevier, 48(6), pp. 1340– 1353. doi: 10.1016/j.respol.2019.01.018. Grams, C. (2012) The Ad-Free Brand: Secrets to Building Successful Brands in a Digital World. Edited by A. P. G. Wiegand. United States of America: Library of Congress Cataloging. Available at: https://books.google.com/books?id=RruWDobjsDsC &pgis=1. Halim, F., Sherly and Sudirman, A. (2020) Marketing dan Media Sosial, e-conversion - Proposal for a Cluster of Excellence. Bandung: Media Sains Indonesia.
15 Hasan, A. (2013) Marketing dan Kasus-Kasus Pilihan. Edisi 1. Yogyakarta: CAPS (Center For Academic Publishing Service). Kusuma, A. H. P. et al. (2020) Brand Management: Esensi, Posisi dan Strategi. Cetakan 1. Medan: Yayasan Kita Menulis. Lestari, R. et al. (2021) The Art of Branding. Yogyakarta: Zahir Publishing. Mumcu, Y. and Kimzan, H. S. (2015) ‘The Effect of Visual Product Aesthetics on Consumers’ Price Sensitivity’, Procedia Economics and Finance. Elsevier B.V., 26(15), pp. 528–534. doi: 10.1016/s2212-5671(15)00883-7. Olsson, A. and Sandru, C. (2006) The Brand Proposition. Luleå University of Technology Bachelor. Oyserman, D. (2009) ‘Identity-based motivation: Implications for action-readiness, proceduralreadiness, and consumer behavior’, Journal of Consumer Psychology, 19(3), pp. 250–260. doi: 10.1016/j.jcps.2009.05.008. Putri, D. E. et al. (2021) Brand Marketing. Bandung: Widina Bhakti Persada. Salazar, H. A., Oerlemans, L. and Van Stroe-Biezen, S. (2013) ‘Social influence on sustainable consumption: Evidence from a behavioural experiment’, International Journal of Consumer Studies, 37(2), pp. 172–180. doi: 10.1111/j.1470-6431.2012.01110.x. Sereikiene, J. and Marcinkeviciute, J. (2014) Positioning & Branding Strategies. Lithuania: SMK University of Applied Social Sciences. Sinaga, O. S. et al. (2020) ‘Mampukah Citra Merek, Fasilitas dan Kepercayaan Meningkatkan Kepuasan Pengunjung Taman Hewan Kota Pematangsiantar’, Inovbiz: Jurnal Inovasi Bisnis, 8(1), pp. 151–157. Solomon, M. R. (2011) Consumer Behaviour: Buying, Having and Being. New Jersey, USA: Pearson Prentice Hall.
16 Sudarso, A. et al. (2019) Manajemen Merek, Journal of Chemical Information and Modeling. Medan: Yayasan Kita Menulis. Sudirman, A. et al. (2020) ‘Loyalitas Pelanggan Pengguna Gojek Ditinjau Dari Aspek Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen’, Procuration: Jurnal Ilmiah Manajemen, 8(1), pp. 63–73. Sudirman, A. et al. (2021) Pemasaran Kontemporer (Sebuah Tinjauan Teori Dan Praktis). Bandung: Widina Bhakti Persada. Sudirman, A., Wardhana, A. and Hartini, H. (2022) Manajemen Pemasaran (Era Revolusi Industri 4.0). Bandung: Media Sains Indonesia. Sutiksno, D. U. et al. (2020) Tourism Marketing. Medan: Yayasan Kita Menulis. Tiris Sudrartono et al. (2022) Manajemen Pemasaran Jasa. Bandung: Widina Bhakti Persada. Widati, E. (2022) ‘Peran Marketing Dalam Sustainability’, in Sudirman, A. (ed.) Business Sustainability: Concept, Strategies and Implementation. Jakarta: Media Sains Indonesia, p. 206.
17 Profil Penulis Sherly, S.E., M.M., Lahir di Kota Pematangsiantar pada tanggal 5 Mei 1984. Penulis menyelesaikan pendidikan S-1 di STIE Sultan Agung dan pendidikan S-2 di Universitas HKBP Nommensen. Saat ini penulis melanjutkan pendidikan Doktor Prodi Manajemen Pendidikan di Unimed. Selain melanjutkan pendidikan Doktor, penulis juga Dosen tetap STIE Sultan Agung pada Prodi Manajemen. Email: [email protected]
18
19 2 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MEREK Andi Sawe Ri Esso, S.E., M.Si Universitas Patompo Memahami Konsep Dasar Merek Brand atau merek merupakan perangkat yang menjadi bagian dari strategi pemasaran. Perangkat ini terbentuk bersamaan dengan didirikannya sebuah kegiatan usaha, walaupun ada juga pemilik yang tidak menyadari tentang keberadaan brand pada usaha yang dijalankannya. Dalam pemasaran, merek adalah simbol pengejawantahan seluruh informasi yang berkaitan dengan produk atau jasa. Merek biasanya terdiri dari nama, logo dan seluruh elemen visual lainnya seperti gambar, tipografi, warna, dan simbol. Merek juga merupakan visualisasi dari citra yang ingin ditanamkan di benak konsumen (Vidada, 2012). Kotler dan Armstrong mengungkapkan merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk mengenali produk atau jasa dari seseorang atau penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Jadi merek mengidentifikasi pembuat atau penjual dari suatu produk. Merek juga merupakan janji penjual untuk menyampaikan kesimpulan sifat, manfaat, dan jasa spesifik secara konsisten kepada pembeli (Fortunisa, 2019). Jadi merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat.
20 Dalam UU merek dagang, penjual diberi hak eksklusif untuk menggunakan merek selamanya, ini berbeda dari aktiva lainnya seperti paten dan hak cipta yang mempunyai batas waktu. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan tampilan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun Tentang Merek, brand (merek)adalah unsur dalam suatu barang atau jasa yang memiliki daya pembeda. Daya pembeda ini berguna agar konsumen dapat membedakan barang dan jasa dari satu produsen dengan produsen lainnya. Unsur yang dimaksud oleh undang-undang ini berupa gambar, nama, kata-kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang memiliki daya pembeda. Definisi brand tidak berhenti dalam kalimat yang terdapat dalam undang-undang tersebut, namun berkembang seiring kemajuan zaman. Pendefinisian brand dalam undang-undang lebih kepada penegasan kepastian hukum terhadap hal-hal yang perlu dijaga oleh pemilik brand, sehingga memiliki kekuatan hukum saat terjadi permasalahan pada suatu waktu (Hendrawan, 2015). Merek dapat menyampaikan empat tingkat arti: 1. Atribut Merek akan mengingatkan orang pada atribut tertentu. Misalnya keawetan dan sebagainya sehingga hal ini memberikan suatu landasan pemosisian bagi atribut lain dari produk tersebut. 2. Manfaat Pelanggan tidak membeli atribut tetapi mereka membeli manfaat dari produk tersebut. Oleh karena itu atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. 3. Nilai Merek juga mencerminkan sesuatu mengenai nilai – nilai pembeli. Misalnya saja menilai prestasi, keamanan, dan prestise tinggi suatu produk.
21 4. Kepribadian Merek menggambarkan kepribadian. Merek akan menarik orang yang gambaran sebenarnya dan citra dirinya cocok dengan citra merek (Fortunisa, 2019). Menurut Sadat (2009: 19), merek tidak dapat dipisahkan dari eksistensi sebuah produk. Akan tetapi, hal ini masih kurang disadari oleh sebagian besar pemasar. Merek sebagai pembentuk karakter produk lebih berfungsi saat ditawarkan kepada konsumen dalam lingkungan persaingan yang ketat. Banyaknya jumlah produk sejenis membuat konsumen kesulitan dalam melakukan identifikasi secara tepat dan akurat terhadap atribut dan manfaat yang ditawarkan. Di sinilah peran strategis merek sebagai guide bagi konsumen terkait kualitas, daya tahan, nilai, citra atau gaya yang tidak dimiliki merek lainnya. Fenomena ini sebagai shifted paradigm dalam komunikasi pemasaran di mana awalnya fokus pada penjualan menjadi fokus pada pemerekan (branding) melalui komunikasi yang membentuk persepsi (Suharyanti et al., 2017). Jika suatu produk tidak memiliki merek khusus, maka akan menyulitkan konsumen untuk mencari kembali ketika konsumen ingin membeli lagi. Konsumen juga akan mudah untuk mengenali dan membedakan dengan produk lain jika memang tidak ada merek pada produk tersebut (Sudarwati & Eka Satya, 2013). Meskipun memiliki produk yang bagus dan unik, namun tidak akan berarti jika gagal mengkomunikasikannya pada orang lain. Maka dari itu pemberian dan pengembangan merek sangatlah penting dalam suatu usaha. Dewasa ini hampir semua yang dipakai baik barang maupun jasa tidak terlepas dari namanya merek. Merek sangatlah penting bagi dunia industri perdagangan, karena dengan adanya merek tersebut bisa membedakan antara barang yang satu dengan barang yang lainnya. Selain itu dengan adanya merek bisa menunjukan asal usul dari barang tersebut, dan merek dapat menunjukan dari kualitas barang tersebut, sehingga konsumen tidak terjebak atau tersesatkan.
22 Disadari atau tidak, brand terbentuk dan memberikan dampak dalam kegiatan pemasaran barang atau jasa. Brand yang dikelola dengan baik memberikan fungsi yang maksimal dalam kegiatan pemasaran, sedangkan brand yang tidak dikelola dengan baik dapat membawa kemunduran dalam suatu kegiatan usaha. Dalam rangka mengelola brand dengan baik, pemilik usaha harus memahami terlebih dahulu apa itu brand dan struktur dasar yang membentuk brand tersebut. Sejarah perkembangan Merek Dapat diperkirakan, berkembangnya pengenalan dan pengertian manusia akan hak milik perorangan (Personal Properti) atau hak milik komunal (Komunal Property), mengangkat derajat dan peran merek, semakin penting. Akan tetapi yang paling kuat mendorong perkembangannya, sangat berkaitan dengan Personal Property (Syafrinaldi, 2003). Sejarah merek dapat ditelusuri bahkan mungkin berabad-abad sebelum masehi. Sejak zaman kuno, misalnya Periode Minoan, Orang sudah memberikan tanda untuk barang-barang miliknya, hewan bahkan manusia. Di era yang sama bangsa Mesir sudah menerakan namanya untuk batu bata yang dibuat atas perintah raja. Perundang-undangan tentang merek dimulai dari statute of parma yang sudah mulai memfungsikan merek sebagai pembeda untuk produk berupa pisau, pedang, atau barang dari produk tembaga lainnya. Bersamaan dengan berkembangnya industri, berkembang pula penggunaan iklan untuk memperkenalkan produk. Sejalan dengan berekambang dan meningkatnya penggunaan iklan, maka meningkat pula penggunaan merek dalam fungsinya yang modern, yaitu sebagai tanda pengenal atau sumber produsen dari barang-barang yang bersangkutan. Pada masa itu telah dikenal penggunaan merek perniagaan (marques de Scommerce, trademark, merek) dalam pengertian sendiri, sebagai tandingan merek perusahaan (marques de fabrique, manufacturer’s mark,
23 fabrieksmereken). Asal muasal perbedaan ini karena di Perancis pada waktu itu merek dari pedagang sutera lebih penting dari pada merek yang berasal dari perusahaan kain suteranya, sehingga para pedagang sutera yang bersangkutan merasa berkepentingan untuk dapat menggunakan atau melindungi merek mereka, seperti halnya para pengusaha pabrik dengan merek perusahaannya. Pembedaan ini kemudian diakui secara resmi dalam hukum Perancis pada 1857. Pembedaan ini juga dianut oleh banyak negara didunia, termasuk di Inggris pada 1962, Amerika Serikat pada 1870 dan 1876, sedangkan di Belanda tertuang dalam Merkenwet 1893. Dari sejarah perkembangannya, diketahui bahwa hukum merek yang berkembang pada pertengahan abad XIX, sebagai bagian dari hukum yang mengatur masalah persaingan usaha dan pemalsuan barang. Norma dasar perlindungan merek bahwa tidak ada seorang pun berhak menawarkan barangnya kepada masyarakat seolah-olah sebagai barang pengusaha lainnya, yaitu dengan menggunakan merek yang sama yang dikenal oleh masyarakat sebagai merek pengusaha lainnya. Lambat laun perlindungan diberikan sebagai suatu pengakuan bahwa merek tersebut sebagai milik dari orang yang telah memakainya sebagai tanda pengenal dari barang-barangnya dan untuk membedakannya dari barang-barang lain yang tidak mengggunakan merek tersebut. Pengakuan tersebut didasarkan pada pengenalan atau pengetahuan masyarakat bahwa merek dagang itu berfungi sebagai ciri pembeda. Pengenalan tersebut mendorong masyarakat untuk membeli barang yang memaakai merek tertentu itu, sehingga menjadikannya sebagai objek hak milik dari pemilik merek yang bersangkutan.
24 Perkembangan Hukum Merek di Indonesia Perkembangan merek di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor yang mendukung untuk terus bertumbuhnya merek baru di Indonesia. Perubahan dan perkembangan zaman merupakan salah satu alasan terus bertumbuhnya merek-merek baru di dunia industri dan perdagangan. Menurut Aaker (2016), faktor yang mendukung perkembangan merek (brand) di Indonesia semakin maju adalah tingkat pertumbuhan penduduknya. Banyak faktor yang membentuk terjadinya perkembangan merek yang begitu luar biasa (Rini Raharjo et al., 2013). Di Era Globalisasi saat ini dikala dunia terasa semakit sempit dengan semakin banyaknya umat manusia dan perkembangan pesat di bidang teknologi informasi maupun transfortasi, turut berdampak pula pada peningkatan persaingan bisnis saat ini. Berbagai produsen berlomba-lomba menjajakan produk mereka kepada konsumen sebanyak-banyaknya dan saling memperebutkan posisi pasar yang semakin besar. penguasaan pangsa pasar tentunya menjadi salah satu poin penting bagi para produsen. Dan keberadaan sebuah merek, menjadi simbol serta identitas tersendiri dalam peluncurkan sebuah produk ke pasaran, produk-produk sederhana pun diproduksi dapat menjelajah ke penjuru dunia berkat sarana dan prasarana alat transfortasi yang semakin cepat dan modern, negosiasi dan penawaran produk pun dapat dilakukan melalui lintas benua karena perkembangan pesat teknologi informasi saat ini (Vidada, 2012). Latar belakang lahirnya undang-undang merek antara lain didasari munculnya arus globalisasi di segenap aspek kehidupan umat manusia, khususnya dibidang perekonomian dan perdagangan. Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan transportasi mendorong tumbuhnya integrasi pasar perekonomian dan perdagangan dalam skala global. Era perdagangan global tersebut hanya dapat dipertahankan jika didukung oleh adanya iklim persaingan usaha yang sehat.
25 Perlindungan hukum terhadap merek merupakan salah satu cara untuk memperkuat sistem perdagangan yang sehat. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, maka diperlukan penyempurnaan Undangundang merek lama (Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 jo Undang-undang Nomor 14 tahun 1997), dengan undang-undang merek baru. Tahun 1961, Undang-Undang Merek kolonial tahun 1912 tetap berlaku sebagai akibat dari penerapan pasal-pasal peralihan dalam Undang - Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang RIS 1949 serta Undang-Undang sementara 1950. Undang-Undang merek 1961 merupakan pengganti dari Undang-Undang merek kolonial. Namun Undang-Undang merek 1961 tersebut sebenarnya hanya merupakan ulangan dari UndangUndang sebelumnya. Undang-undang Merek yang berlaku untuk Indonesia adalah Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (selanjutnya disebut UUM 1961) yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961 dan mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Undang-undang ini menggantikan peraturan tentang Merek yang sebelumnya berlaku, yaitu Reglement Industrieële Eigendom (Reglemen tentang Hak Milik Perindustrian) tahun 1912 (Rafianti, 2015). Dengan adanya UUM 1961, Reglement Industrieële Eigendom tahun 1912 tidak berlaku lagi. Ketentuanketentuan yang terdapat dalam UUM 1961 adalah sejalan dan dapat dikatakan merupakan pengalihan dari Reglement Industrieële Eigendom tahun 1912.8 Pertimbangan lahirnya UUM 1961 adalah untuk melindungi masyarakat dari tiruan barang yang memakai Merek yang sudah dikenal sebagai Merek barang-barang yang bermutu baik. Dengan adanya UUM 1961, Reglement Industrieële Eigendom tahun 1912 tidak berlaku lagi. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UUM 1961 adalah sejalan dan dapat dikatakan merupakan pengalihan dari Reglement Industrieële Eigendom tahun 1912.8 Pertimbangan lahirnya UUM
26 1961 adalah untuk melindungi masyarakat dari tiruan barang yang memakai Merek yang sudah dikenal sebagai Merek barang-barang yang bermutu baik (Rafianti, 2015). UUM 1961 bertahan selama kurang lebih 31 tahun, kemudian undang-undang ini dengan berbagai pertimbangan harus dicabut dan digantikan oleh Undangundang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (selanjutnya disebut UUM 1992) yang diundangkan dalam Lembaran Negara R.I Tahun 1992 No. 81 dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 3490, pada tanggal 28 Agustus 1992. UUM 1992 ini beraku sejak 1 April 1993. Adapun alasan dicabutnya UUM 1961 karena dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan masyarakat pada saat itu sehingga banyak perubahan yang dibentuk oleh penggantinya, yaitu UUM 1992. Tahun 1992 UndangUndang Merek baru diundangkan dan berlaku mulai tanggal 1 April 1993, menggantikan Undang-Undang Merek tahun 1961. Dengan adanya Undang-Undang baru tersebut, surat keputusan administratif yang terkait dengan prosedur pendaftaran merek pun dibuat. Berkaitan dengan kepentingan reformasi Undang-Undang merek, Indonesia turut serta meratifikasi Perjanjian Internasional Merek WIPO (Rafianti, 2015). Setelah Indonesia menjadi anggota WTO melalui ratifikasi Agreement Estabishing of WTO dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, Indonesia secara sah ikut dalam persetujuan TRIPs. Akibatnya, Indonesia harus melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan termasuk Merek dengan persetujuan internasional tersebut. Tahun 1997 UndangUndang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek diubah dengan mempertimbangkan pasal-pasal dari perjanjian internasional tentang aspek-aspek yang dikaitkan dengan perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual (TRIPs)/GATT. Pasal-pasal tersebut memuat perlindungan atas indikasi asal dan geografis. Undang-undang sebelumnya dimana pengguna merek pertama di Indonesia berhak untuk mendaftarkan merek tersebut sebagai merek.
27 Adapun penambahan dalam UUM 1997 mengenai Lingkup Pengaturan Perlindungan adalah selain perlindungan terhadap Merek barang dan jasa, dalam Undang-undang ini diatur pula perlindungan terhadap indikasi geografis, yaitu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam atau faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Di samping itu diatur pula perlindungan terhadap indikasi asal, yaitu tanda yang hampir serupa dengan tanda yang dilindungi sebagai indikasi geografis, tetapi perlindungannya diberikan tanpa harus didaftarkan (Rafianti, 2012). Setelah berlaku selama empat tahun, UUM 1997 digantikan oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2001 tentang Merek (selanjutnya disebut UUM 2001). Perubahan ini selain dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan teknologi, juga dimaksudkan untuk menampung beberapa aspek atau ketentuan dalam persetujuan TRIPs yang belum ditampung dalam UUM 1997. Beberapa perbedaan yang menonjol dalam undang-undang ini dibandingkan dengan Undang-undang Merek lama antara lain menyangkut proses penyelesaian permohonan. Tahun 2001 UndangUndang Merek baru berhasil diundangkan oleh pemerintah. Undang-Undang tersebut berisi tentang berbagai hal yang sebagian besar sudah diatur dalam Undang-Undang terdahulu. Beberapa perubahan penting yang tercantum dalam Undang-Undang No 15 Tahun 2001 Tentang Merek adalah penetapan sementara pengadilan, perubahan delik biasa menjadi delik aduan, peran pengadilan niaga dalam memutuskan sengketa merek, kemungkinan menggunakan alternatif penyelesaian sengketa dan ketentuan pidana yang diperberat (Rafianti, 2015).
28 Prospeksi Perkembangan Undang-Undang Merek di Masa Mendatang Dalam menjadikan hukum sebagai panglima, hukum tidak boleh tertinggal dari berbagai perkembangan yang terjadi di masyarakat. Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa terdapat hubungan yang erat antara hukum dan masyarakat yakni hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Sejak kemerdekaan Negara Republik Indonesia hingga saat ini sudah berlaku empat undang-undang tentang Merek dan tidak menutup kemungkinan di masa mendatang terdapat lagi perubahan undang-undang untuk dilakukannya penyempurnaan guna mencapai tujuan yang lebih baik dalam hal pengaturan Merek di Indonesia. UUM 2001 sudah cukup komprehensif dalam mengatur Merek di Indonesia dari segi legislasi, di luar itu, penegakan hukumnya masih lemah karena rendahnya kesadaran masyarakat atas perlindungan Merek. Undang-undang hanya akan menjadi kata-kata mati jika tidak didukung oleh faktor-faktor lain dalam pelaksanaannya, seperti faktor filosofis dan sosiologis. Sejak tahun 2001 hingga 2012 telah banyak perkembangan yang terjadi sehingga UUM 2001 tidak mampu mengakomodasi isu-isu terkini di bidang Merek. Beberapa penyempurnaan ketentuan mendatang dikutip dari (Rafianti, 2012) dapat dilakukan dalam hal: 1. Penyesuaian dengan Hukum Internasional Persetujuan TRIPs tidak statis, saat ini sedang berlangsung perundingan Putaran Doha sejak tahun 2001. Salah satu bidang yang didiskusikan adalah mengenai sistem notifikasi dan pendaftaran indikasi geografis. Kesepakatan internasional dinamis lainnya adalah Treaty on the Law of Trademark yang mengalami perkembangan dalam teks yang disepakati di Singapura (Singapore Treaty on the Law of Trademark).
29 Dalam teks Singapura ini salah satu isu yang penting adalah perluasan jenis tipe Merek yaitu suara dan bau yang saat ini belum diatur dalam peraturan perundang-undangan Merek di Indonesia. Hukum internasional lain yang tidak kalah “trend” dalam perbincangan mengenai Merek adalah Protokol Madrid. Protokol ini menyediakan sistem pendaftaran internasional untuk Merek seperti sistem PCT (Patent Cooperation Treaty) pada paten. 2. Perluasan pengaturan Indikasi Geografis Peraturan mengenai indikasi geografis saat ini masih berpegang pada standar wine and spirit. Begitupun dengan Peraturan Pemerintah tentang Indikasi Geografis masih menggunakan standar yang terlalu tinggi dengan kemiripan dengan ketentuan yang berlaku di Perancis. Indonesia sangat kaya akan potensi perlindungan indikasi geografis, diharapkan melalui peraturan perundang-undangan ke depan, persyaratan pendaftaran indikasi geografis dapat lebih sederhana. 3. Penggolongan pelanggaran Merek UUM 2001 hanya mengenal istilah pelanggaran Merek untuk setiap pemakaian yang tidak sah atas Merek. Di beberapa negara maju telah terdapat perbedaan antara pelanggaran Merek bisa, passing off, dan dilusi. 4. Penggunaan Merek dalam Teknologi Informasi dan Informasi (TIK) Dewasa ini, TIK merupakan lahan yang sangat digemari dan sudah menjadi gaya hidup di kalangan masyarakat. Penggunaan Merek pun merambah ke lahan yang memiliki karakteristik khusus ini. Demikian pula pengaturan pemakaian dan perlindungan Merek dalam kaitannya dengan TIK harus disesuaikan dengan perkembangan yang ada, seperti penggunaan merek dalam internet serta kaitan antara merek dan nama domain.
30 Teori Dasar Perlindungan Merek 1. Masa Kolonialisme Belanda Pada masa kolonialisme Belanda, peraturan Merek yang berlaku adalah Reglement Industrieële Eigendom (Reglemen tentang Hak Milik Perindustrian) tahun 1912, S. 1912 Nomor 545 yang mulai berlaku sejak tahun 1913. Pengaturan tentang Hak Milik Perindustrian ini mengikuti pada umumnya peraturan tentang Merek dan hak milik industri yang berlaku di Nederland.5 Ketentuan ini diberlakukan untuk wilayah-wilayah antara lain: Indonesia, Suriname dan Curacao.6 Penyusunan peraturan ini mengikuti sistem Undang-undang Merek Belanda dan menerapkan sistem konkordansi yaitu ketentuanketentuan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan untuk diterapkan pada negara jajahan Belanda. Ketentuan ini terdiri atas 27 pasal. Beberapa ketentuan penting antara lain: jangka waktu perlindungan Merek adalah 20 tahun 7, menganut sistem deklaratif dalam perlindungan Merek, 2. Hak-hak alami Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Deklarasi Hak Asasi Manusia, “setiap orang memiliki hak untuk memperoleh perlindungan (ekonomi dan moral) yang diperoleh dari ciptaan ilmiah, kesusastraan atau artistk dalam hal ia sebagai pencipta”. Merek dianggap sebagai hak yang layak untuk dimiliki oleh pemilik atau pemegang Merek karena secara alami, pemilik Merek telah mencetuskan suatu nama atau logo sebagai identifikasi produknya. Pemilihan Merek tertentu bukanlah hal mudah dalam dunia bisnis karena Merek harus menarik, mudah diingat dan memiliki karakteristik khusus sehingga konsumen tertarik untuk membeli barang atau menggunakan jasanya,
31 3. Perlindungan reputasi Perusahaan sering menghabiskan banyak waktu dan uang untuk membangun sebuah reputasi bagi produk-produk mereka, 4. Dorongan dan imbalan dari inovasi HKI adalah sebuah bentuk kompensasi dan dorongan bagi orang untuk mencipta. Manakala suatu produk dengan Merek tertentu menjadi sangat meningkat hasil penjualannya, produsen lainnya akan berlombalomba untuk meningkatkan kualitas barangnya. Inilah yang dimaksud dengan teori dorongan, bahwa HKI khususnya Merek dapat mendorong produsen lain untuk bersama-sama memperoleh nilai ekonomi yang lebih tinggi dalam bisnisnya, 5. Periodisasi Hukum Merek di Indonesia Secara garis besar, pengaturan Merek di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu: masa kolonialisme belanda, masa sebelum berlakunya Persetujuan TRIPs, dan masa setelah berlakunya Persetujuan TRIPs (Rafianti, 2012). Proses Pengembangan Nilai Merek Dalam mengembangkan bisnis pelaku usaha perlu mengenal dan memiliki sikap Branderpreneurship untuk menerapkan strategi pengembangan merek dalam usaha mereka. Menurut Wijaya Branderpreneurship adalah suatu penerapan strategi pengembangan merek yang terarah dan terpadu dengan memaksimalkan sumbersumber daya yang ada dalam menunjang pengembangan usaha sehingga memberikan nilai tambah bagi kewirausahaan. Branderpreneurship juga dapat dipahami sebagai sikap mental atau mindset yang menyinergikan semangat kewirausahaan dan strategi pengembangan merek (Suharyanti et al., 2017). Strategi pemasaran yang spesifik mengaitkan komunikasi merek dan pola pikir kewirausahaan dalam pengembangan usaha belum terlalu banyak diulas.
32 Karena itu, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus dari kacamata konsep branderpreneurship yakni dengan menganalisis data dan informasi melalui lensa model the circle of values development yang merupakan inti dari branderpreneurship. Strategi branderpreneurship memiliki berbagai dimensi dalam pengembangan nilai merek, yakni identifying values (mengidentifikasi nilai), creating values (menciptakan nilai), delivering/ distributing values (mengantarkan/ mendistribusikan nilai), communicating values (mengomunikasikan nilai), maintaining values (merawat/ menjaga nilai), evaluating values (mengevaluasi nilai), dan updating values (memperbarui nilai). Menurut (Suharyanti et al., 2017) : 1. Identifying Values Sebelum memulai usaha atau menelurkan sebuah produk/ servis, seorang wirausahawan sebaiknya menggali informasi dari konsumen atau pasar mengenai apa yang sesungguhnya diinginkan, dibutuhkan, didambakan, diobsesikan, baik secara sadar maupun tanpa sadar oleh konsumen berkaitan dengan ide usaha/ produk/ servis yang akan diluncurkan. Proses ini disebut consumer insights. Pemahaman yang baik dan mendalam terhadap konsumen akan meminimalisir the failure of product launching, sekaligus berpotensi menimbulkan emotional bond secara efektif, karena konsumen merasakan apa yang ditawarkan seolah mengerti dirinya yang sesungguhnya. 2. Creating Values Berdasarkan consumer insights yang baik, seorang wirausahawan kemudian mulai mengembangkan bisnis/ produk/ servisnya dengan melakukan modifikasi dari ide awal. Hal ini dapat berupa penambahan atau penggantian fitur dan atribut produk, modifikasi lokasi, waktu, kemasan atau the way of consuming maupun the way of getting involved. Pendek kata, value yang diciptakan berdasarkan consumer insights dapat berkaitan dengan konten
33 maupun konteks produk. Dalam tahap ini juga seorang wirausahawan mendialogkan hasil temuan dengan situasi kompetisi, sehingga apa yang diputuskan untuk ditawarkan kepada konsumen tidak hanya sesuai dengan insights konsumen, tetapi juga memiliki diferensiasi yang tajam serta keunggulan yang kompetitif (competitive advantage). 3. Delivering values Setelah modifikasi ide dan kreasi penawaran dari usaha/ produk/ servis telah final, maka seorang wirausahawan kemudian mengemas dan menyampaikannya kepada konsumen melalui berbagai saluran distribusi yang sesuai dengan insights konsumen. Di sini fungsi distribusi dan saluran penjualan/ pengantaran nilai merek memegang peran utama. 4. Communicating Values Jika penyampaian produk/ servis telah pasti dan lancar, yang tak kalah pentingnya adalah komunikasi. Nilai-nilai berupa penawaran dan benefit yang akan diperoleh konsumen dikomunikasikan secara tepat dan kreatif, sehingga merek lebih cepat dikenal (brand awareness), diketahui lebih banyak (brand knowledge), dipersepsikan bagus (brand image) dan dirasakan/ dialami secara baik (brand experience), sehingga membuat konsumen menjadi pelanggan yang setia (brand loyalty) dan bahkan membantu menjualkan nilai-nilai yang dirasakannya kepada konsumen lain dan masyarakat secara luas melalui berbagai medium (baik online berupa social media dan personal media maupun offline berupa traditional wordof-mouth serta media-media komunikasi lainnya). 5. Maintaining Values Jika nilai-nilai yang ditawarkan merek telah dikomunikasikan dan berhasil menggaet sejumlah konsumen, maka tugas berikutnya bagi pemilik merek adalah menjaga konsumen agar tetap menikmati
34 nilai-nilai yang telah ditawarkan oleh merek. Ini berarti, strategi yang harus dikembangkan adalah mengubah konsumen menjadi pelanggan (consumer to customer). Berbagai program dapat dibuat oleh pemilik merek/ usaha, dapat berupa retention program, loyalty program hingga brand community program. 6. Evaluating Values Dalam periode tertentu, seorang wirausahawan harus melakukan evaluasi terhadap apa yang telah dilakukannya. Melihat sejauh mana tawaran-tawaran yang diberikan masih relevan, melihat perkembangan baru (teknologi, bencana, dan lain-lain) yang mengubah cara pandang konsumen dalam memaknai apa yang ditawarkan produk/ servis/ usaha, melihat bagaimana kiprah competitor, pengikut, merek-merek duplikat atau KW, dan sebagainya. Lalu, bagaimana respon konsumen, respon masyarakat secara keseluruhan, respon media, respon mitra dan karyawan. Semua memerlukan evaluasi berupa audit merek dan riset konsumen. Menurut Wijaya, fungsi ini dapat diintegrasikan dengan fungsi consumer insights dan tidak harus berbiaya besar. Seorang wirausahawan dapat melakukannya sendiri atau memanfaatkan sumber daya yang ada. 7. Values Development adalah Updating values Dari hasil evaluasi tersebut kemudian dilakukan pembaruan, pengkinian dan peningkatan nilai produk/ servis/ usaha sehingga konsumen senantiasa memperoleh sesuatu yang baru dan menyenangkan. Hal-hal baru dan menyenangkan dari apa yang ditawarkan kepada mereka pada akhirnya akan membuat hidup mereka pun lebih segar dan bernilai, sehingga menguatkan ikatan emosional dengan merek yang mereka gunakan.
35 Daftar Pustaka Fortunisa, A. (2019). Program Pengembangan Merk Baru Produk Lokal Unggulan Yang Berorientasi Ekspor Di Indonesia Sebagai Upaya Strategi Marketing Pada Pasar Global. 1(1), 41–60. Hendrawan, A. (2015). Pola Dasar Penggunaan Brand Dari masa ke Masa. Artika, 1(1), 22–28. https://doi.org/10.34148/artika.v1i1.25 Rafianti, L. (2012). Perkembangan Merek Di Indonesia. 6(1), 1–14. Rafianti, L. (2015). Perkembangan Hukum Merek di Indonesia. FIAT JUSTISIA:Jurnal Ilmu Hukum, 7(1). https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v7no1.364 Rini Raharjo, Surjani, R. M., & Rinawiyanti, E. D. (2013). Pengembangan Merek Dan Pengkajian Strategi Pemasaran Di Depot Rasa Suka Kediri. Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, 2(1), 1–19. Sudarwati, Y., & Eka Satya, V. (2013). Strategi Pengembangan Merek Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, 4(1), 89–101. Suharyanti, S., Harista, A., Kania, D., & Hanathasia, M. (2017). Pengembangan Merek melalui Personalisasi, Kustomisasi dan Komunikasi Kreatif. Jurnal Ilmu Komunikasi, 15(2), 87. https://doi.org/10.31315/jik.v15i2.2158 Syafrinaldi. (2003). Sejarah dan Teori Perlindungan HKI. Al-Mawarid, 9, 1–14. Vidada, I. A. (2012). Strategi merek dalam pemasaran produk. Jurnal Widya Cipta, 3(1). https://repository.bsi.ac.id/index.php/repo/viewite m/652
36 Profil Penulis Andi Sawe Ri Esso, S.E., M.Si Adalah seorang Dosen tetap Universitas Patompo Fakultas Ekonomi Prodi Manajemen Beliau Lahir Pada Tahun 20 Maret 1982, awal Mulai SD hingga SMU di Kota Makassar. Lulus S.1 Pada Program Studi Manajemen, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pembangunan Indonesia Tahun 2005, kemudian melanjutkan studi S.2 Pada Program Studi Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin dan lulus pada Tahun 2011 kegiatan yang lain beliau juga sebagai peneliti dan telah menghasilkan beberapa artikel Penelitian yang terbit pada Jurnal dan Prosiding, baik yang berskala nasional maupun Internasional, dan telah menghasilkan beberapa buku baik yang berupa buku ajar maupun berupa buku referensi selain itu telah memiliki hak kekayaan intelektual berupa hak cipta Email Penulis: [email protected]
37 3 PENGELOLAAN MEREK DAN BRAND EQUITY Eka Hendrayani, S.E., M.M Institut Teknologi dan Bisnis Haji Agus Salim Bukittinggi Merek (Brand) Pasar menyediakan beragam kebutuhan konsumen, dengan berbagai kuaiitas, bentuk, jenis merek dan harga. Produsen menciptakan merek sebagai tanda pembeda antara produk yang dihasilkan dengen produk kompetitor. Merek bertujuan untuk menciptakan penjualan dan keuntungan dengan memberikan image, mainset terhadap calon konsumen atau konsumen dalam membeli ulang. Brand atau merek berasal dari kata brandr yang artinya “to burn”, bangsa Viking memberikan tanda bakar bagi hewan mereka sebagai bentuk kepemilikan hewan peliharaan mereka. Merek adalah salah satu faktor penting dalam kompetisi bisnis dan merupakan aset perusahaan yang bernilai. Merek sangat berpengaruh dalam memciptakan keunggulan bersaing melalui kapabilitasnya di pikiran konsumen. Asosiasi Pemasaran Amerika (Kotler 2008) dalam Resti (2014) mendefinisikan merek (brand) sebagai nama, istilah, tanda, simbol dan rancangan atau kombinasi dari semua yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk atau jasa pesaing.