The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Andi Sawe Ri Esso, S.E., M.Si, 2023-02-24 23:18:59

Buku Digital Manajemen Merek

Buku Digital Manajemen Merek

188 Profil Penulis Endah Widati, M.B.A Ketertarikan penulis terhadap ilmu manajemen bisnis dimulai pada saat memutuskan melanjutkan pendidikan kejenjang perguruan tinggi dimana sebelumnya penulis masuk ke sekolah menengah kejuruan di SMKN 20 Jakarta Jurusan Akuntansi di tahun 1997 dan berhasil menyelesaikan studi S1 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Jakarta dengan bidang amatan Manajemen Pemasaran di tahun 2004. Setelah lulus S1 penulis bekerja pada beberapa perusahaan dan membantu mengelola usaha orang tua. Pada tahun 2008 penulis memutuskan untuk melanjutkan kuliah ke jenjang S2 dan berhasil lulus pada tahun 2010 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan bidang amatan manajemen strategic dan juga mengikuti program Student Exchange selama 6 bulan di Universiti of Brunei Darussalam, Brunei Darussalam dengan fokus mata kuliah enterprenuership and joint ventures dan Strategic Financial Management. Setelah lulus, penulis bekerja pada salah satu perusahaan garmen yang melayani pembeli dari perusahaanperusahaan apparels merek internasional sebagai business development dan merchandiser sebelum akhirnya memutuskan untuk mengabdi di Universitas Indraprasta PGRI. Kesukaan akan bidang pemasaran dan strategik manajemen membuat penulis melakukan penelitian di kedua bidang tersebut. Penulis merupakan penulis pemula yang baru membuat bahan ajar terkait pemasaran dan English for Business di tahun 2018. Email Penulis: [email protected]


189 12 BRAND LOVE DAN BRAND EMOTIONAL Dr. Fahrina Mustafa, S.E., M.Si Universitas Hasanuddin Merek Merek dibutuhkan untuk membuat suatu produk mempunyai “value” dan membuat seorang konsumen menjadi loyal. Merek telah menjadi elemen penting yang berkontribusi terhadap kesuksesan bagi suatu organisasi. Namun demikian, konsumen tidak terlalu terobsesi dengan merek seperti seorang professional yang membuat merek. Konsumen sadar atau tidak mereka dipengaruhi oleh sebuah merek. Nama merek mapan yang memberikan keunggulan kompetitif adalah salah satu asset penting perusahaan, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, pada kinerjanya. Manajemen merek yang efektif menciptakan identitas untuk produk dan layanan dan membedakannya dari competitor lain. Strategi pemasaran yang sukses adalah dengan menentukan mengapa pelanggan harus memilih produk anda. Produk anda adalah produk baru yang memasuki pasar yang ramai atau produk khusus yang manfaatnya diperkenalkan ke dunia. Terlepas dari kategori apa produk yang anda tawarkan, penting untuk menjalin hubungan dengan pelanggan yang ditargetkan dengan memperhatikan kebutuhan dan keinginan mereka, sebuah praktik yang menciptakan budaya cinta merek (brand love).


190 Daftar dibawah ini diadaptasi dari sebuah artikel di Brandweek dan memberikan contoh tentang bagaimana perusahaan meningkatkan pemasaran melalui produk bermerek. 1. Buat hari-hari menjadi penggunaan merek. (Contoh : Senin untuk Shampoo Sunsilk, Selasa untuk kopi Tora Bika, Sarapan untuk merek Quaker, Jeruk bukan hanya untuk sarapan lagi). 2. Temukan pelanggan di luar grup target Anda. (Sunsilk Hijab; Gillette Venus untuk perempuan). 3. Temukan cara baru menggunakan produk. (Campuran Sup Resep Lipton; Soda Kue dapat digunakan sebagai pasta gigi; Puding Jell-O dapat digunakan sebagai isian kue; Bubuk Disinfektan Komet tidak hanya membersihkan permukaan di rumah Anda, tetapi juga bagus untuk digunakan pada peralatan berkebun tua dan sepatu kets tua). 4. Posisikan produk Anda seperti yang digunakan oleh para profesional. (Chapstick dan Picabo Street; Tide dan "penatu profesional", Trisula dan dukungan tersirat dari dokter gigi). 5. Ceritakan kisah yang menarik tentang asal usul produk/layanan Anda. (Jack Daniels; Nantucket Nectars; Ben & Jerry's). 6. Membuat jingle yang berhubungan dengan fitur unik produk, atau kaitkan merek dengan musik tertentu. ("Antisipasi" dari kecap Heinz; "Ring around the Collar" dari Wisk; Alka Seltzer "Plop, Plop, Fizz, Fizz", penggunaan musik Nissan oleh The Who). Brand Love Brand love adalah strategi pemasaran yang berupaya mengadopsi pelanggan setia merek dan mengubahnya menjadi pendukung untuk merek. Dalam upaya mencapai budaya ini, merek harus mendorong kepuasan pelanggan, nilai pelanggan, dan hubungan pemasaran.


191 Pada literature pemasaran, konsep brand love ini merupakan konsep yang baru. Brand love atau Cinta merek adalah fenomena yang dialami oleh sekelompok konsumen yang puas. Brand love sebagai konstruk menggambarkan perasaan afektif (affective feelings) dari grup konsumen yang puas. Penelitian Carroll dan Ahuvia (2006), menyatakan bahwa brand love adalah tingkat ikatan emosional yang kuat pada diri konsumen dan konsumen puas terhadap merek tersebut. Lain lagi halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggraeni dan Rachmanita (2015) menyatakan bahwa brand love dapat mendorong konsumenmelakukan word of mouth yang positif. Menurut Sandra, Langeslag, dan Strien (2016), brand love didasarkan pada pengertian tentang love, “The word ‘love’ has many different meanings and may have different meanings to different people”. Istilah “love” memiliki banyak arti yang berbeda-beda untuk setiap orang. Tiap orang bisa mengartikan love dengan arti yang berbeda berdasarkan pada perspektif pandangnya masing-masing. Definisi love, menurut Kochar dan Sharma (2015), “Love is a combination of emotions, cognitions, and behaviors that often plays a crucial role in intimate romantic relationships”. Love dipahami sebagai kombinasi antara emosi, kognisi, dan perilaku yang memiliki peran dalam menciptakan hubungan dekat yang bersifat romantis. Emosi menggambarkan rasa suka, kognisi yang menggambarkan tingkat pengenalan yang mendalam, dan perilaku menunjukkan respon dalam bentuk tindakan, di mana ketiganya membentuk hubungan erat yang bersifat romantis. Menurut Albert, Merunka, dan Florence (2008), “Love is a three-dimensional construct composed of affiliation and need for dependence, predisposition to help, and exclusivity and absorption (inclusion of the other)”.


192 Rasa cinta pada sebuah merek melibatkan tiga dimensi, yaitu: ketergantungan kebutuhan pada sebuah merek, kecenderungan untuk membantu merek, dan eksklusivitas serta keasyikan hubungan. Penjelasan dari ketiga dimensi ini adalah sebagai berikut: 1. Affiliation and need for dependence. Kecintaan pada sebuah merek menjadikan seorang pelanggan merasa selalu membutuhkan sebuah merek dan tidak bisa beralih ke merek lainnya. Kecintaan pada sebuah merek menjadikan adanya perasaan ketergantungan terhadap sebuah merek. 2. Predisposition to help. Kecintan sebuah merek pada diri pelanggan juga melahirkan respon positif terhadap sebuah merk. Ketika konsumen mencintai sebuah merek, terdapat kecenderungan untuk ikut membantu merek, misalnya dengan memberikan umpan balik mengenai pengalaman-pengalaman penggunaan merek ke perusahaan atau kepada konsumen lainnya. 3. Exclusivity and absorption, Pada dimensi ini menjelaskan bahwa kecintaan pada sebuah merek menyebabkan adanya perasaan hubungan khusus pada sebuah merek, dan hubungan tersebut berbeda dengan hubungan antara konsumen dengan merek lain. Kekhususan hubungan ini menunjukkan exclusivity and absorption. Pontinha dan Coelho do Vale (2020) mendeskripsikan beberapa hasil atau konsekuensi dari brand love, yaitu: 1. Brand loyalty, sebab brand loyalty tidak hanya menimbulkan dampak positif terhadap pemasaran namun juga tingkat komitmen konsumen untuk membeli berulang kali. 2. Positive word of mouth, yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Konsumen yang cinta dengan merek favorit mereka


193 cenderung tidak hanya membicarakan merek tersebut. tetapi juga merekomendasikannya dengan semangat. 3. Resistensi terhadap informasi negative, Brand love sering dikaitkan dengan pengampunan atas kegagalan suatu merek dalam situasi negatif Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa brand love merupakan kecintaan dan kasih sayang pelanggan atas suatu brand yang memberikan kepuasan dan kebanggaan tersendiri bagi pelanggan dalam menggunakan suatu brand. Pembentukan brand love pada konsumen terutama di masa-masa awal berdirinya sebuah merek, akan menghasilkan banyak manfaat di bidang pemasaran, seperti positive word of mouth dan brand loyalty, sehingga diharapkan melalui brand love dapat membuat pendapatan perusahaan meningkat, meningkatkan daya saing terutama ditingkat internasional serta mempertahankan bisnis untuk jangka panjang. Brand Emotional Ada banyak alasan mengapa seseorang memutuskan untuk membeli sesuatu. Bisa karena harga yang lebih murah, akses yang lebih mudah, atau pilihan yang lebih banyak. Namun selain dari itu ada satu hal lagi yang juga sangat efektif untuk memengaruhi keputusan konsumen dalam membeli, yakni emosi. Manusia membeli berdasarkan emosi dibandingkan dengan logika. Bahkan terdapat suatu pernyataan yang mengatakan bahwa kesadaran dan relevansi dapat membuat merek kuat dan besar, tetapi emosional mampu membuat merek hebat. Emosi yang terlibat dalam pembelian dapat menciptakan ikatan dengan pelanggan yang berkontribusi langsung untuk membangun keuntungan dan keloyalan konsumen. Dan kini sudah banyak pengusaha yang memahami bahwa mereka harus memicu pelanggan secara emosional agar mau membeli produk atau menggunakan pelayanan mereka. Strategi ini berhasil meningkatkan banyak manfaat dan keuntungan.


194 Di era digital ini interaksi dengan konsumen banyak dilakukan melalui dunia maya. Maka cara yang bisa dipakai adalah dengan melakukan branding secara online melalui iklan dan media promosi lainnya untuk membangkitkan sisi emosional konsumen. Dan upaya ini disebut dengan emotional branding. Kepuasan dan pengalaman menjadi salah satu hal utama yang perlu dipertimbangkan dalam srategi pemasaran. Hal ini bisa dibangun melalui emotional branding di mana pelanggan merasa memiliki keterikatan secara emosional dengan suatu brand. Ikatan emosional itulah yang akan menciptakan loyalitas pelanggan dan menentukan kesuksesan dari brand yang dibangun oleh sebuah perusahaan. Emotional branding adalah sarana bagi konsumen dan brand dalam membangun hubungan secara tidak disadari. Hubungan antara konsumen dan brand terbentuk atau dibangun dengan menggunakan metode yang menggunakan faktor emosional. Emotional Branding berperan sebagai penentu kesuksesan sebuah brand dalam kompetisi pasar. Identitas sebuah brand dapat dibentuk dengan menghubungkan brand dan konsumen secara personal. Membangun emosi ini biasanya mengacu pada rasa percaya konsumen terhadap brand. Dengan kata lain, rasa percaya konsumen terbangun karena adanya keterlibatan emosi mereka dengan sebuah brand. Mereka membeli produk dari brand tertentu bukan semata-mata karena kebutuhan, tetapi transaksi yang dilakukan berdasarkan keinginan atau hasrat mereka. Intinya, strategi branding yang terintegrasi menjadi bagian penting dari emotional branding. Branding adalah bagaimana cara agar orang selalu ingat dan loyal terhadap suatu merk. Misalnya, saat orangorang memikirkan merek/brand air mineral, merk pertama yang muncul di pikiran mereka adalah Aqua. Nah, ini menandakan bahwa branding merk Aqua ini sangatlah kuat.


195 Contoh Emotional Branding yang dilakukan para Influencer. Emotional branding ini tidak hanya belaku untuk merk/brand dari perusahaan, tetapi juga berlaku untuk personal branding para influencer. Banyak influencer di berbagai sosial media yang mengunakan emotional branding untuk membentuk ciri khas pasarnya. Salah satunya adalah Sisca Kohl. Salah satu salah satu influencer yang saat ini memiliki 9.400.000 pengikut di TikTok adalah Sisca Kohl. Dia memiliki ciri khas konten membuat masakan dengan menggunakan bahan-bahan yang tidak murah alias mahal, review produk dengan pembelian dalam jumlah fantastis, dan juga membuat es krim dari bahan-bahan yang mind-blowing. Dapat dikatakan Sisca memiliki konten lain daripada yang lain. Bahkan salah satu videonya yang memasak boba dengan harga fantastis dilihat lebih dari 36.600.000 orang. Selain itu, dia pernah membuat video bersama adiknya yang menemukan celengan/brankas semasa kecil yang berisi uang puluhan juta, emas dan handphone keluaran terbatas yang dilihat lebih dari 45.000.000 orang. Di setiap videonya, Sisca menggunakan nada dan frasa yang sama yaitu "Selamat Mencoba!". Secara tidak langsung, video-video tersebut menggugah kemarahan dan kegemasan pengguna TikTok karena memang kontennya yang tidak bisa dicoba oleh sembarang orang. Inilah salah satu titik emotional brandingnya. Para Pengguna tiktok dimainkan emosinya dalam bentuk kemarahan. Dan emotional branding ini terbukti berhasil. Setiap kali teringat dengan akun TikToknya, penonton diingatkan dengan kontennya yang berharga fantastis.


196 Pesan emosional dalam branding dan pemasaran akan membantu membuat bisnis lebih dapat diterima. Berikut adalah enam tips tentang cara menggunakan merek emosional untuk bisnis Anda: 1. Ketahui apa yang memicu pelanggan secara emosional Sebagian besar bisnis menjual produk dan layanan kepada pelanggan sasaran yang luas. Namun, sulit untuk menjalin koneksi dengan audiens yang beragam. Jadi, fokuskan pada apa yang memotivasi pelanggan dan gabungkan ke dalam strategi pemasaran dan branding bisnis anda. Jika Anda baru saja memulai bisnis dan belum mengetahui apa yang memicu pelanggan secara emosional, pelajari pesaing Anda di media sosial dan lakukan penelitian pasar. Ada banyak cara untuk mendapatkan masukan yang dapat ditindaklanjuti dari pelanggan, dan Anda harus mempelajari pesan apa yang paling sesuai dengan pelanggan dan prospek Anda. Selain itu, anda juga harus menempatkan diri pada posisi pelanggan dan mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan seperti ini: a. Apa yang ingin saya dapatkan dari bisnis ini? b. Tujuan apa yang dapat saya capai ketika saya membeli produk dan layanan? c. Bagaimana produk ini dapat membantu menambah nilai dalam hidup saya? d. Apakah produk ini mendukung gerakan sosial yang saya dukung? e. Bagaimana produk ini dapat mengatasi kekhawatiran saya dengan lebih baik? f. Berpikir seperti pelanggan Anda membantu Anda melihat hal-hal yang tidak akan diperhatikan oleh pemilik bisnis pada umumnya. Sangat penting untuk menjembatani kesenjangan dengan mengetahui apa yang menggerakkan pelanggan secara emosional.


197 2. Bagikan cerita asli Para pelanggan menyukai cerita yang menginspirasi dan menyenangkan. Cerita membantu orang untuk terikat secara emosional. Tapi, itu tidak cukup untuk berbagi cerita emosional. Anda harus mencari tiga poin penting saat memilih cerita mana yang akan diceritakan: a. Kerentanan. Orang-orang menginginkan kisah nyata. Kisah nyata tidak sempurna. Bagikan awal mula merek Anda yang sederhana atau perjuangan Anda sebagai pemilik bisnis. Minta karyawan Anda untuk berbagi perjuangan mereka. Orang bisa berhubungan dengan tantangan hidup. b. Keterkaitan. Kita bisa berbagi cerita sedih kepada pelanggan, tetapi haruskah? Jika ceritanya terhubung dengan bisnis/produk anda, cerita sedih bisa bekerja dengan baik. Jadi, pastikan cerita sedih ini berkaitan dengan merek Anda dan membuat orang tertarik untuk membelinya. c. Real. Orang tidak menyukai cerita yang dibuat-buat, terutama karena cerita seperti itu membuat bisnis menjadi tidak autentik. Jadi, bagikan kisah nyata orang-orang yang menggunakan produk atau layanan dari perusahaan anda. Bagikan masukan para pelanggan. Masukan ini menunjukkan bagaimana produk anda dapat memberi nilai tambah bagi kehidupan orang-orang dan membangun ekuitas merek. 3. Fokus pada pengalaman pelanggan yang dipersonalisasi Mulailah dengan mengumpulkan data tentang pelanggan yang sudah ada dan calon pelanggan: produk favorit mereka, pembelian sebelumnya, dan data demografis lainnya seperti jenis kelamin, usia.


198 Gunakan informasi ini untuk menyesuaikan cara Anda berkomunikasi dengan mereka. Misalnya, saat Anda membeli produk Apple, Apple memungkinkan Anda untuk mencantumkan nama atau frase favorit Anda pada produk tersebut. Tujuan Apple adalah untuk menunjukkan betapa menghargai pelanggan. Pelanggan senang karena mereka dilayani secara pribadi. Jadi, carilah cara untuk memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik di seluruh titik kontak antara pelanggan dan perusahaan Anda. 4. Ciptakan kepribadian merek Kepribadian adalah segalanya dalam bisnis. Ini adalah cara terbaik untuk tampil menonjol dan menjalin hubungan dengan pelanggan. Mulailah dengan mengidentifikasi kepribadian merek mana yang sesuai dengan produk anda: menarik, kompeten, canggih, kasar, halus, inovatif, keren, dan lain-lain. Dengan mengetahui kepribadian merek akan sangat membantu perusahaan menyusun strategi bagaimana produk ini akan dipasarkan dan mengkomunikasikan merek kepada pelanggan. Selanjutnya, perusahaan harus memupuk kepribadian ini. Pastikan semuanya selaras dengan kepribadian merek: nada suara dalam komunikasi, pemasaran, dan visual seperti desain grafis, logo perusahaan, font, dan warna. Tujuannya adalah untuk membuat merek tampak manusiawi dengan kepribadian. Konsisten dan hindari membingungkan pelanggan dengan menggunakan suara lain saat berkomunikasi atau tiba-tiba mengganti kepribadian merek saat melakukan kampanye. Misalnya, mobil Jeep dibuat untuk perjalanan darat dan trekking. Jadi, merek tersebut berfokus pada kepribadian mereknya yang kasar dan kokoh. Anda dapat melihat ini di situs web mereka, desain produk, dan bahkan warna merek.


199 5. Jangan pernah melupakan layanan pelanggan purna jual Transaksi bisnis tidak berakhir begitu saja setelah penjualan. Jangan pernah melupakan layanan pelanggan purnajual. Bersikap penuh perhatian setelah obral menunjukkan bahwa Anda peduli dengan pelanggan setelah mereka membeli produk atau layanan Anda. Terus berkomunikasi dengan pelanggan setelah melakukan penjualan. Beri tahu mereka bahwa dukungan pelanggan selalu siap membantu atau mengatasi masalah. Layanan pelanggan purna jual menciptakan ikatan dan kepercayaan dengan pelanggan. Ini dapat membantu menumbuhkan loyalitas pelanggan dalam jangka panjang. Tapi ingat bahwa menunjukkan kepedulian kepada pelanggan tidak terbatas pada menjawab pertanyaan. Anda dapat berbuat lebih banyak untuk menunjukkan bahwa Anda peduli dan meningkatkan kesadaran merek. Misalnya, dukungan pelanggan Rackspace memukau banyak orang ketika mereka mengirim pizza selama panggilan telepon pemecahan masalah dengan pelanggan selama maraton. Merek tersebut menarik perhatian banyak orang dan meningkatkan kredibilitas dan kesadaran merek. 6. Cepat tanggap dalam menanggapi isu-isu kritis Membuat kesalahan itu wajar, terutama ketika memulai sebuah bisnis baru. Namun, perusahaan bertanggung jawab atas merek untuk memprioritaskan pelanggan dan peka terhadap kekhawatiran mereka. Misalnya, saat meluncurkan kampanye pemasaran, berhati-hatilah dengan perpesanan merek.


200 Dan jika orang menawarkan umpan balik negatif, selalu dengarkan dan ambil tindakan segera untuk memperbaiki kesalahan apa pun. Bersikap responsif menunjukkan bahwa perusahaan mendengar kekhawatiran pelanggan dan telah berupaya untuk melakukan yang lebih baik. Misalnya, kampanye iklan Pepsi tahun 2017 yang salah arah yang dibintangi oleh selebriti wanita terkenal. Para pelanggan Pepsi mengungkapkan rasa frustrasi dan sentimen mereka tentang iklan tersebut. Pepsi mendengar teriakan orang-orang dan menarik iklan tersebut. Emotional branding dapat menciptakan pelanggan setia seumur hidup dengan merek anda.


201 Daftar Pustaka Albert, N., Merunka, D., & Florence, P. V. (2008), When consumers love their brands: Exploring the concept and its dimensions. Journal of Business Research 61 (2008) 1062–1075. Bairrada, C.M., Coelho, Arnaldo, A., Lizanets, V., (2019), The impact of brand personality on consumer behavior : the role of brand love, Journal of Fashion Marketing and Management, Vol. 23, No. 1, Emerald Publishinh, Blackston, Max., (2018), Brand Love is not enough : A Theory of consumer brand relationship in practice, Routledge, New York Carrol, Barbara. A., Ahuvia, Aaron. C., (2006), some antecedents and outcomes of brand love, Market Lett., Springer, doi 10.1007/s11002-006-4219-2 Davies, Mark, (1998), Understanding Marketing, Prentice Hall, Pearson Education Limited Gobe, Mark., (2010), Emotional branding : The new paradigm for connecting brands to people, Alworth Press Joshi, Rica & Garg, Prerna., (2021), Role of brand experience in shaping brand love, International journal of Consumer Studies, https://doi.org/10.1111/ijcs.12618 Kang, Amanpreet, (2015), Brand Love – Moving Beyond Loyalty : An Empirical Investigation of Perceived Brand Love of Indian Consumer, Arab Economics and Business Journal, Kodrat,Sukardi D., (2020), Manajemen Merek dan Strategi E-Commerce : Pendekatan Praktis, Prenamedia Grup, Jakarta Millman, Debbie, (2011), Brand Thinking and Other Noble Pursuits, Allworth Press, New York Sandra, J., Langeslag, E. & Strien, J. W. V. (2016). Regulation of romantic love feelings: Preconceptions, strategies, and feasibility. journal. Pone 1(1), 1 – 29.


202 Sudarso, A., Kurniullah, Ardhariksa. Z., Halim, F., Purba, PB., Dewi, IK., Simarmata, HMP., Prba, Bonaraja., Sipayung, R., Sudirman, A., Manullang, SO., (2020), Manajemen Merek, Yayasan Kita Menulis Pontinha, V. M., & Coelho do Vale, R., 2020, ‘Brand love measurement scale development: an inter-cultural analysis’. Journal of Product and Brand Management, vol, 29(4), pp. 471–489


203 Profil Penulis Dr. Fahrina Mustafa, S.E., M.Si Penulis yang lahir di Ujung Pandang, 2 September 1974, adalah dosen di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin. Menyelesaikan pendidikan S1 pada jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Hasanuddin, Makassar, pada tahun 2000. Kemudian melanjutkan S2 pada program studi Manajemen dan Keuangan, Pascasarjana, Universitas Hasanuddin dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun 2017, penulis melanjutkan studinya pada Program Doktor Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Anak ke-empat dari enam bersaudara ini aktif menuangkan tulisan di media online. Semoga chapter book ini menjadi titk awal dari penulis untuk menjadi penulis best seller. Customer citizenship behavior dan Digital marketing adalah minat penulis. Untuk mewujudkan karir sebagai dosen professional, penulis pun aktif sebagai peneliti di kedua bidang tersebut. Selain menulis di jurnal-jurnal bereputasi, penulis juga aktif menulis di media online. Harapan penulis semoga Chapter Book ini dapat memberikan kontribusi positif bagi bangsa dan Negara. Email Penulis: [email protected]


204


205 13 BRAND TRUST AND BRAND VALUE Arnida, SE., M.Si Universitas Handayani Pendahuluan Brand trust and brand value merupakan dua bahasa yang terkait dalam Bahasa marketing, yang harus diperhatikan dalam dunia persaingan bisnis. Brand trust atau suatu kepercayaan pelanggan terhadap merek atau sebuah persepsi dari pelanggan ataupun konsumen agar bisa mempercayai kemampuan merek suatu produk. Brand value atau jumlah pelanggan yang rela membayar biaya lebih untuk menggunakan suatu produk atau layanan dari suatu brand dari pada brand lainnya, atau dengan kata lain tingkat kepercayaan pelanggan atas suatu brand sehingga intensitas menggunakan brand tersebut lebih sering. Seiring teknologi yang begitu kencang diiringi dengan persaingan dunia bisnis sehingga untuk mewujudkan peningkatan brand trust and brand value banyak hal yang harus diperhatikan seperti penggunaan teknologi, peningkatan kualitas produk, kompettif dari segi harga dan pemenuhan pelayanan yang terbaik. Brand Trust and Brand Value Brand trust merupakan nilai kepercayaan pelanggan terhadap bisnis yang kita bangun seberapa besar bisa memenuhi keinginan pelanggan, seberapa setia merekmu pada nilai nilai yang kamu pegang, sehingga pelanggan memegang kepercayaan setia kepada merek bisnis anda.


206 1. Menurut Chaudhuri dan Holbrook (2001), brand trust adalah kemauan dari rata-rata konsumen untuk bergantung kepada kemampuan dari sebuah merek dalam melaksanakan segala kegunaan atau fungsinya. 2. Menurut Lau dan Lee (2007), brand trust adalah keinginan pelanggan untuk bersandar pada sebuah merek dengan risiko-risiko yang dihadapi karena ekspektasi terhadap merek itu akan menyebabkan hasil yang positif. 3. Menurut Tjiptono (2014), brand trust adalah kesediaan konsumen untuk mempercayai atau mengandalkan merek dalam situasi risiko dikarenakan adanya ekspektasi bahwa mereke yang bersangkutan akan memberikan hasil yang positif. Dari tiga pengertian Brand Trust diatas disimpulkan bahwa Kepercayaan terhadap merek sangat bernilai tinggi hal ini dapat mengurangi ketidakpastian dalam sebuah lingkungan di mana konsumen merasa tidak aman di dalamnya, karena mereka mengetahui bahwa mereka dapat mengandalkan merek yang sudah dipercaya tersebut. Kepercayaan terbangun karena adanya harapan bahwa pihak lain akan bertindak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Kepercayaan konsumen terhadap suatu merek sebagian besar terjadi apabila merek produk tersebut mampu memenuhi self concept, need dan value. Bagaimana Meningkatkan Brand Trust Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam strategi meningkatkan brand trust antara lain: 1. Apa sebenarnya Tujuan dari Brand trust Menaikkan kepercayaan brand salah satu strategi penting hal ini membuat fanatik konsumen terhadap suatu produk sehingga tidak mudah untuk berpindah ke brand` yang lain.


207 2. Miliki brand trust lead Salah satu aspek penting perusahaan harus ditangani oleh tim khusus adalah miliki Brand trust. dan jika memang perlu, kamu bisa mencari seorang brand trust lead. dimana bertanggung jawab menjalankan visi kepercayaan akan merek. 3. Lakukan Brand storytelling Maksud storytelling di sini adalah menciptakan brand narrative. yang bisa membuat cerita yang berkaitan dengan merek. Misalnya, berupa video berisi kisah pelanggan dan brand yang dimiliki. Dari cerita yang dibuat ini, bisa membagikan unsur penting perusahaan. Unsur-unsur itu misalnya nilai, tujuan selain keuntungan, budaya, dan lain-lain. Semua itu bisa meningkatkan brand trust. Sebab, merekmu terasa lebih hidup dan jujur. 4. Pemberian experience konsisten pada Costumer Costumer service merupakan hal penting bagi perusahaan namun hal ini hanya sifatnya transaksional, pada costumer experience akan melihat perjalanan didalam brand dan jika menjadi hal yang benar dan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pelanggan maka akan membuat merekm makin dibutuhkan karena mendapat kepercayaan. 5. Fokus Pada hubungan bukan pada konversi Semakin tinggi nilai jual sebuah produk maka tingkat kepercayaan semakin tinggi pula dan mempengaruhi kesuksesan bisnis. Tangka kepercayaan yang tinggi inilah diharuskan untuk bisa focus pada sebuah hubungan yang baik pada pelannggan dan bukan hanya pada produk. 6. Transparansi Nilai kepercayaan yang tinggi dari pelanggan membuat suatu brand menjadi tingkat konsumsinya meninggkat sehingga Transparansi pada produk harus disampaikan kepada pelanggan secara jujur.


208 7. Jangan melupakan Word of mouth Bentuk penilaian yang postif dan strategi dari mulut kemulut dari setiap pelanggan menjadi ujung tombak dari brand trust, dan hal ini bisa kita jadikan sebagai strategi pemasaran, untuk itu perlunya perhatian yang terus menerus kepada kepuasan pelanggan sehingga brandmu tetap menjadi rekomendasi bagi pelanggan dan bagi orang disekitarnya. Indikator Brand Trust Terdapat tiga faktor yang menjadi indikator dalam kepercayaan merek atau brand trust menurut lau and lee 2007 : 1. Karakteristik merek Karakteristik merek mempunyai peran yang penting dalam menentukan pengambilan keputusan konsumen untuk mempercayai suatu merek, hal ini disebabkan konsumen melakukan penilaian sebelum membelinya. Karakteristik merek yang berkaitan dengan kepercayaan merek meliputi: a. Brand Reputation. Persepsi konsumen bahwa suatu merek memiliki reputasi yang bagus sangatlah berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. b. Brand Predictability. Prediktabilitas ini dapat terkait dengan tingkat kekonsistenan kualitas produk. Prediksi atau persepsi konsumen adalah bahwa suatu merek dapat diprediksikan erat kaitannya dengan kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. c. Brand Competence. Brand competence merupakan merek yang mempunyai kemampuan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh konsumen dan memenuhi segala keperluannya. Kemampuan merupakan elemen penting yang mempengaruhi kepercayaan.


209 d. Konsumen mungkin mengetahui brand competence melalui penggunaan secara langsung atau komunikasi dari mulut ke mulut. Karakteristik Perusahaan (Company Characteristic) Karakteristik dari perusahaan mampu mempengaruhi tingkat kepercayaan pelanggan pada sebuah merek. Pengetahuan konsumen terhadap perusahaan kemungkinan akan mempengaruhi penilaiannya terhadap merek perusahaan. Karakteristik perusahaan yang diperkirakan dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen terhadap perusahaan (trust in the company) adalah sebagai berikut: 1. Trust in the Company (Kepercayaan terhadap Perusahaan). Trust in a company adalah rasa percaya bahwa perusahaan itu bagus, bonafit, dan mempunyai kemampuan untuk menciptakan produk yang berkualitas. 2. Company Reputation. Persepsi konsumen bahwa perusahaan memiliki reputasi kesetaraan sangat berkaitan erat dengan kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. 3. Perceived Motives of the Company (Motif Perusahaan yang Dirasakan Pelanggan). Persepsi konsumen bahwa perusahaan memiliki motif yang menguntungkan sangat berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap merek yang diluncurkan perusahaan tersebut. 4. Company Integrity (Integritas Perusahaan). Integritas perusahaan merupakan persepsi konsumen yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang logis, misalnya menepati janji, bertindak etis, dan berlaku jujur.


210 Karakteristik Konsumen Merek (Consumer-Brand Characteristic) Suatu hubungan tidak satu arah, setiap kelompok saling mempengaruhi dalam hubungannya dengan kelompok lain. Sehingga karakteristik pelanggan-merek dapat mempengaruhi kepercayaan pelanggan terhadap merek. Karakteristik dalam hubungan pelanggan dengan merek mencakup kesamaan antara self-concept pelanggan dengan citra merek, kesukaan pelanggan terhadap merek, pengalaman pelanggan, kepuasan pelanggan, serta dukungan dari rekan. Karakteristik konsumen merek adalah sebagai berikut: 1. Similarity between Consumer's Self-Concept and Brand Personality (Kemiripan antara konsep diri konsumen dengan kepribadian merek). Kepribadian merek adalah asosiasi yang terkait dengan merek yang diingat oleh konsumen dalam menerimanya. Kesamaan antara konsep diri konsumen dengan kepribadian merek sangat berkaitan dengan kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. 2. Brand Liking. Bagi konsumen, untuk membuka hubungannya dengan suatu merek, maka konsumen tersebut harus menyukai dulu merek tersebut. Di pasar konsumen, jika seorang konsumen menyukai suatu jenis merek (yaitu suatu merek yang menurutnya sesuai dan menarik), kemungkinan konsumen akan lebih mempercayai merek tersebut. 3. Brand Experience. Pengalaman merek (brand experience) adalah pengalaman masa lalu konsumen dengan merek tersebut, khususnya dalam lingkup pemakaian. Pengalaman konsumen dengan suatu merek sangat berkaitan dengan kepercayaannya terhadap merek tersebut.


211 4. Brand Satisfaction. Brand Satisfaction merupakan hasil evaluasi subjektif terhadap apa yang telah dicapai oleh merek terpilih dalam rangka memenuhi apa yang diharapkan konsumen. Fenomena ini sesuai dengan paradigma diskonfirmasi kepuasan konsumen, di mana perbandingan antara harapan konsumen dengan hasil yang dirasakan sangat mencirikan definisi kepuasan. 5. Peer Support. Salah satu determinan perilaku individu adalah pengaruh yang dibawa oleh individu lain. Untuk menyatakan secara tidak langsung bahwa pengaruh sosial merupakan determinan penting dalam pembentukan perilaku individu. Faktor yang Mempengaruhi Brand Trust Menurut Mowen dan Minor (2000), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi brand trust pada suatu produk atau jasa, yaitu self concept, need dan value. Adapun penjelasan ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Self concept Self concept merupakan bentuk perasaan dan perkiraan secara keseluruhan dari individu terhadap sebuah objek yang mencerminkan dirinya. Komponen self concept adalah sebagai berikut: a. Actual self. Bagaimana seseorang atau individu sebenarnya memahami dirinya. b. Ideal self. Bagaimana seseorang atau individu akan dapat memahami tentang dirinya. c. Social self. Bagaimana seseorang atau individu percaya bahwa orang lain memahami dirinya. d. Ideal sosial self. Bagaimana seseorang atau individu menginginkan orang lain memahami dirinya.


212 e. Expected self. Menjelaskan bagaimana seseorang akan bersikap atau bertindak. f. Situational self. Bagaimana sikap atau kepribadian seseorang pada situasi tertentu. g. Extended self. Konsep kepribadian seseorang atau individu yang termasuk mampu mempengaruhi image kepribadian yang dimiliki individu tersebut. h. Possible self. Bagaimana seseorang atau individu ingin menjadi, akan menjadi, dan takut untuk menjadi orang lain. 2. Needs (kebutuhan) Terdapat lima macam kebutuhan manusia, yaitu: a. Physiological needs (kebutuhan fisiologis). Merupakan kebutuhan dasar dan merupakan tingkatan utama dari kebutuhan manusia. b. Safety dan security needs (kebutuhan akan rasa aman). Kebutuhan ini tidak hanya didasarkan atas pertimbangan keamanan fisik, akan tetapi juga rasa aman atas keterlibatan, stabilitas, dan pengendalian hidup seseorang dan lingkungan. c. Sosial needs (kebutuhan sosial). Kebutuhan ini mencakup kebutuhan akan rasa sayang, rasa saling memiliki, keinginan untuk bisa diterima dalam lingkungan pergaulan atau lingkungan sosial. d. Egoistic needs (kebutuhan sifat ego). Kebutuhan ini dapat berupa orientasi ke dalam atau inward orientation dan keluar atau outward orientation atau bahkan keduanya. Orientasi ke dalam mengarahkan kepada suatu gambaran kebutuhan individu akan kebebasan, kesuksesan, pengakuan diri, penerimaan diri, dan kepuasan pribadi terhadap pekerjaan dan telah dilaksanakan.


213 Sedangkan orientasi keluar mengarahkan kepada suatu gambaran terhadap kebutuhan reputasi, status. Kesuksesan dan keberhasilan seseorang merupakan gambaran yang merefleksikan dari orientasi keluar. e. Need for self actualitation. Kebutuhan ini mengarahkan pada keinginan individu untuk mewujudkan sesuatu hal yang dapat dilakukan untuk dicapai atau mencapai kepuasan yang telah didambakan. 3. Value (nilai) Value atau nilai yang diinginkan oleh konsumen terhadap suatu produk, yaitu: a. Internal value. Nilai internal individu meliputi kepuasan pribadi (self fulfillment) perasaaan akan kesempurnaan (sense of accomplishment), penghargaan diri (self respect) dan kesenangan (excitement). b. External value. Nilai external individu meliputi perasaan memiliki (regards of sense belonging) perasaan dihargai dengan baik (being well of respecting), dan keamanan (security). c. Internal orientation value. Orientasi hubungan antar pribadi seperti rasa nikmat dan kesenangan. Brand Value Brand Value adalah nilai sebuah brand yang didasarkan pada angka, kejelasan, diferensiasi, konsistensi, kinerja merek dan lain-lain. Hal ini tidak hanya diukur berdasarkan puas tidaknya konsumen terhadap suatu produk/brand, tetapi juga dilihat dari analisis keuangan dan pemasaran.


214 Pengertian lain dari Brand value adalah nilai yang menyatakan jumlah total berapa banyak konsumen yang rela membayar lebih pada satu merek tertentu dibandingkan dengan merk yang lain. Artian kata bahwa seberapa sering konsumen memilih, mengingat, memiliki harapan dan juga sebuah hubungan dengan suatu merek dibandingkan dengan produk lainnya. Dalam menjalankan sebuah bisnis, ada banyak elemen yang perlu dipersiapkan dan digunakan agar dalam menjalankannya, bisnis tersebut tidak kekurangan sesuatu hal. Dalam menjalankannya pasti kita perlu melakukan branding agar brand atau merek yang kita jual dapat disadari kehadirannya oleh pasar. Namun sebelum melakukan branding, apakah Anda mengerti betul arti dari brand itu sendiri? Tahukah Anda bahwa dalam brand terdapat 2 jenis penilaian yakni brand value dan brand equity? Brand value dan brand equity atau ekuitas merek tampak sama namun sebenarnya kedua istilah tersebut memiliki definisi yang berbeda. Berikut ini adalah beberapa perbedaan dari brand value dan brand equity. 1. Brand value diukur berdasarkan analisa keuangan serta pemasaran sedangkan brand equity hanya dinilai dari tingkat kepuasan dan kepercayaan pelanggan saja. 2. Brand value merupakan nilai bersih sebuah merek atau produk sedangkan brand equity adalah persepsi serta kemampuan konsumen terhadap sebuah merek. 3. Brand value menggambarkan total nilai dari penjualan sebuah merek di pasaran sementara brand equity menunjukkan kekuatan merek di pasaran. 4. Brand value diukur dari kejelasan, keaslian, komitmen, diferensiasi, kinerja, konsistensi merek dan sebagainya sedangkan brand equity hanya dinilai dari recall value saja.


215 5. Produk dengan brand equity tinggi sangat digemari konsumen karena faktor produksi oleh brand kesukaan mereka. Hal seperti ini tidak berlaku bagi brand value. Fungsi dari Brand Value 1. Lalu apa sebenarnya manfaat serta fungsi dari brand value tersebut bagi sebuah merek, produk maupun usaha? Beberapa fungsi dari brand value antara lain sebagai berikut: Untuk mengetahui nilai finansial yang terdapat pada sebuah merek di pasaran yang. Nilai tersebut ditentukan melalui analisis pada keuangan serta pemasaran. 2. Untuk mengetahui berapa nilai bersih pendapatan yang bisa diperoleh di masa yang akan datang dari sebuah merek. 3. Untuk mengetahui kejelasan, keaslian, diferensiasi, komitmen, konsistensi, kejelasan merek dan sebagainya. 4. Untuk mengetahui berapa nilai total penjualan atau finansial sebuah merek di pasaran. Manfaat dari Brand Value Nilai merek dalam bisnis sangat penting karena dapat berpengaruh pada tinggi rendahnya merek tersebut di mata publik. Adapun beberapa manfaatnya pada suatu perusahaan sebagai berikut: 1. Meningkatkan Loyalitas Konsumen Brand value yang tinggi, dapat mendapatkan keloyalitasan konsumen yang tinggi juga. Dimana brand value dapat meningkatkan ingatan, kemauan, dan harapan dari konsumen. Namun, brand itu sendiri juga biasanya memberikan reward atau penawaran khusus kekonsumen agar relasi brand terhadap konsumen itu sendiri terjaga dengan baik.


216 2. Mengetahui Target Pasar Jika mengetahui brand value kamu, secara otomatis kamu juga dapat mengetahui siapa target yang akan kamu tuju. Misalnya sebuah merek mobil sport yang mewah, mereka otomatis mengetahui bahwa target mereka adalah orang-orang kalangan atas yang dapat membeli produknya. Jika kamu sudah mengetahui brand value kamu, kamu dapat meningkatkan karakteristik dari brand kamu agar menambah nilai dari merek tersebut. 3. Meningkatkan Harga Jual Dengan memiliki brand value, suatu perusahaan dapat meningkatkan harga jual dari produk merek tersebut. Misalnya, produk A yang kurang tekenal memiliki harga jual berkisaran 50 ribu hingga 100 ribu. Namun produk B yang telah mendapat kepercayaan publik akan merek tersebut meski produknya sama bisa memiliki harga jual yang lebih tinggi. Kenaikan harga ini merupakan keuntungan dari brand value 4. Peluang Pelanggan Baru Terbuka Lebar Brand value yang tinggi berarti memiliki tingkat kepercayaan konsumen yang tinggi juga. Dimana ini juga dapat menghadirkan calon konsumen yang menaruh kepercayaan terhadap brand kamu untuk memberanikan diri membeli produk kamu. Biasanya yang saat ini paling sering terjadi adalah review produk melalui media sosial, atau omongan dari teman terdekat yang telah menggunakan jasa atau produk brand kamu. 5. Meningkatkan Kredibilitas Sebuah nilai merk mampu meningkatkan kredibilitas merk tersebut. Nah, selain dari nama brand, kredibilitas brand akan mempengaruhi penilaian orang terhadap brand. Sehingga, image brand menjadi lebih baik dari para kompetitor.


217 6. Mendapatkan Toleransi dari Konsumen Setiap brand akan mengupayakan segalanya berjalan sebaik mungkin. Namun, apabila terdapat kesalahan tak sengaja, bisa saja hal tersebut menjadi bumerang yang dapat merugikan brand. Nah, brand dengan nilai yang baik di mata publik bisa meminimalisir hal tersebut terjadi. Kesalahan kecil yang dilakukan brand bisa lebih mudah mendapatkan toleransi dari konsumen. 7. Memberikan Pengalaman Pembeli Sebuah nilai pada merek sekaligus bisa menciptakan pengalaman pada pembeli. Jarang diperhatikan, tetapi pengalaman yang dirasakan oleh pembeli atau konsumen sangat penting, loh! Meski barang serupa menjual produk dengan material, bahan, hingga kenyamanan yang sama, merek yang memiliki value tinggi akan lebih dipilih oleh banyak orang. Meningkatkan brand value merupakan suatu perhatian khusus yang perlu dilakukan setiap manajemen usaha, Semakin tinggi nilai merek sebuah produk, semakin tinggi pula loyalitas yang terbentuk pada setiap konsumen. Loyalitas yang sudah terbentuk ini pada akhirnya akan membuat konsumen terus menggunakan produk. Ada 5 hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan brand value yakni: a. Melakukan kolaborasi dengan pihak-pihak yang tepat untuk pengembangan produk. Melakukan kolaborasi dengan merek lain adalah metode efektif untuk meningkatkan nilai merek namun perlu diperhatikan pula dalam emilih partner kolaborasi yang tepat. Pilihlah brand yang memiliki kredibilitas yang tinggi atau paling tidak setara dengan brandmu. Selain itu, kamu bisa melihat faktor-faktor dari nilai serta tujuan yang sama untuk hasil yang lebih efektif. Kolaborasi dapat kamu lakukan tidak dengan brand saja, namun bisa dengan influencer juga.


218 b. Ikuti apa yang menjadi Trand masa kini Cara mudah yang dilakukan untuk meningkatkan brand value adalah mengikuti trand saat ini, hal ini bis akita lihat pada media media sosial yang ada, hal ini juga bisa memotivasi untuk melakukan inovasi inovasi yang lebih baik buat suatu brand. Beberapa tren yang dilakukan untuk meningkatkan brand value adalah giveaway, QNA, atau memanfaatkan kolom komentar media sosial. c. Menjangkau pasar baru yang lebih sesuai dengan produk. d. Meningkatkan produksi agar mendongkrak penjualan produk. e. Meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk. Brand value memiliki pengaruh terhadap bisnis. Fungsi nilai merek, yakni dapat memengaruhi pendapatan perusahaan dan pasar tertentu. Oleh karena itu, meningkatkan brand awareness menjadi penting untuk membangun kesadaran dan pengenalan pelanggan terhadap merek. Hal ini karena dapat meningkatkan nilai brand. Jika pelanggan menyukai satu merek tertentu dan sering membeli produknya, perusahaan ini biasanya memperoleh ROI (return on investment) yang lebih tinggi. Selain itu, sebuah merek dalam pasar bisa saja memiliki loyalitas pelanggan yang tinggi. Hal ini dapat mencegah perusahaan baru memasuki pasar tersebut untuk meningkatkan pangsa pasar. Merek merupakan aset tidak berwujud, tetapi memiliki nilai finansial. Itulah mengapa mengetahui nilai merek sangat penting ketika berbicara tentang investasi. Ada berbagai cara untuk mengukur nilai merek.


219 Kamu hanya perlu memilih pendekatan yang paling masuk akal untuk identitas, situasi, dan tujuan perusahaanmu. 1. Valuasi Berbasis Pasar Ini merupakan metode untuk mengukur brand value. Metode ini memungkinkanmu untuk menentukan nilai merek berdasarkan iklim pasar. Cara termudah, yakni dengan mencari tahu nilai perusahaan serupa di pasar. Jika ingin mendapat gambaran jelas mengenai nilai merek perusahaanmu, kamu dapat memperhatikan pengukuran di pasar lainnya. Misalnya, melihat dari kinerja saham. 2. Valuasi Berbasis Biaya Metode lain dalam mengukur, yakni valuasi berbasis biaya. Untuk menemukan nilai yang tepat, kamu perlu menghitung biaya yang dikeluarkan untuk membuat dan mengembangkan perusahaanmu. Kamu dapat memperkirakannya dengan menjumlahkan semua biaya atau pengeluaran dari awal perusahaan berdiri hingga kini. Ingatlah untuk memasukkan hitungan pengeluaran pemasaran, gaji karyawan, kontrak dengan agensi branding, merek dagang, dan lain-lain untuk menentukan brand value. Dari hitungan tersebut, kamu bisa tahu berapa banyak uang yang sudah kamu investasikan dalam bisnismu. Namun, cara ini tidak dapat menunjukkan nilai merek terkini secara akurat. 3. Valuasi Berbasis Pendapatan Cara mengukur lainnya, yakni dengan metode valuasi berbasis pendapatan. Pendekatan ini berfokus pada uang yang dihasilkan bisnismu. Untuk mengukur, kamu perlu memperhatikan aliran keuangan bisnismu. Mulai dari pendapatan, arus kas, penghematan biaya, hingga pendapatan masa depan, yang semuanya harus dievaluasi untuk mengukur brand value.


220 4. Valuasi Net Promoter Score (NPS) NPS adalah ukuran yang menunjukkan apakah pelanggan dapat mempromosikan merek bisnismu. Jika kamu ingin menghitung NPS bisnismu, kamu perlu melakukan survei terhadap pelanggan. Hal yang perlu ditanyakan kepada pelanggan, yaitu apakah mereka akan merekomendasikan perusahaanmu kepada orang yang mereka kenal? Kemudian, pelanggan diminta untuk menjawabnya dalam bentuk skor dengan rentang 0 sampai 10. Dengan cara ini, kamu akan menentukan berapa banyak konsumen yang tahu, percaya, dan menyukai merekmu.


221 Daftar Pustaka Amelia Riskita October 25, 2022 Pentingnya Brand Value untuk menakar nilai perusahaan http s://store.sirclo.com/blog/pentingnya-brand-value/ diakses 01 november 2022 Ari Handojo Tim penulis Daya. 2021. Pengertian brand value,/www.daya.id/usaha/artikeldaya/pemasaran/pengertian-brand-value-lengkapdengan-fungsi-fungsinya. Diaksess 31 oktober 2022. Ika, Nuruni dan Kustini. 2011. Experiential Marketing, Emotional Branding and Brand Trust and their Effect on Loyalty. Journal of Economic, Business and Accountancy Ventura, Vol.14, No.1. Kanada Kurniawan, 2021, Ap aitu brand value, pengertian dan perbedaanya, diakses 28 oktober 2022 Riadi, Muchlisin. (2020). Brand Trust (Pengertian, Indikator, Dimensi dan Faktor yang Mempengaruhi). Diakses pada 10/31/2022, dari https://www.kajianpustaka.com/2020/08/bran d-trust-kepercayaan-merek.html


222 Profil Penulis Arnida, SE., M.Si Lahir di kabupatem Gowa Sungguminasa 24 januari 1978 sulawesi selatan pada tahun 1993 menempuh sekolah menengah umun pada SMA Negeri 1 sungguminasa kemudian setelah menyelesaikan studi di SMA tertarik untuk menlanjutkan pada bidanng ilmu ekonomi sehingga menempuh Pendidikan strata satu pada tahun 1997 di STIE YPUP program studi manajemen setelah selesai menempuh sarjana ekonomi, pada,tahun 2001 penulis mendapat tawaran menjadi dosen diuniversitas Handayani pada tahun 2002 kemudian menempuh pendidkan strata 2 pada universitas hasanuddin pada tahun 2007 jurusan ekonomi sumber Daya, penulis selama dalam kariernya menjadi dosen penah menadi kepala BAUK, staf accounting, ketua Lembaga Penjaminan Mutu , dan ketua program studi komputerisasi akuntansi pada Universitas handayani Makassar, 20 tahun menjadi dosen aktif melakukan penelitian dan pengabdiam masyarakat serta aktif dalam nenulis buku sebagai kewajiban dari tri darma perguruan tinggi yang didanai secara internal perguruan tinggi dan kemenristek dikti. Email: [email protected]


223 14 BRAND GENDER DAN BRAND ENGAGEMENT Akhmad Sefudin, S.E., M.M. Universitas Indraprasta PGRI Pendahuluan Warna pink atau merah muda identik dengan warna perempuan dan warna biru identik dengan warna laki-laki padahal ada banyak warna di dunia ini. Hampir setiap produk untuk perempuan memiliki pilihan warna pink atau merah muda dan produk untuk laki-laki identik dengan warna biru. Walaupun tren warna berubah namun kedua warna tersebut selalu menjadi simbol untuk membedakan antara laki-laki dengan perempuan. Hal tersebut menggambarkan persepi orang awam terhadap generalisasi warna namun pada kenyataannya warna-warna tersebut menggambarkan karakteristik kepribadian seseorang apakah maskulin ataupun feminine bukan pada jenis kelamin. Tidak hanya warna namun beberapa merek juga menjadi simbol untuk konsep diri dan kepribadian seseorang sehingga secara disadari atau tidak, merek-merek tersebut mengarah pada referensi konsumen baik perempuan maupun laki-laki. Sebagai contoh jam tangan merek Tag Hauer dan Swiss Army identik dengan jam tangan untuk laki-laki dan konsumen yang memiliki kepribadian maskulin sedangkan jam tangan merek Alexandre Christie, Fossil dan Daniel Wellington untuk perempuan dan konsumen yang memiliki kepribadian feminin.


224 Secara teori, hubungan kepribadian dengan merek sudah dibahas sejak lama oleh David A. Aaker. Begitu pula hubungan gender dan merek yang mulai diperhatikan ketika bisnis dan gender mulai dibahas pada tahun 1890an (Kwolek-Folland, 2001). Setiap merek yang diciptakan memiliki karakteristik dan kepribadian (Alarçin, 2020) sesuai dengan apa yang ingin dibentuk oleh si pemilik. Karakteristik dan kepribadian merek yang dibentuk disebut sebagai brand personality. Aaker (1996) mendefinisikan brand personality sebagai seperangkat karakteristik manusia yang terasosiasi dengan merek. Dalam brand personality, beberapa faktor dari kategori demografi seperti gender, jenis kelamin dan usia menjadi hal yang dipertimbangkan sebagai bagian dari variabel penentuan segmentasi dan proses pemilihan target market walaupun saat ini banyak perusahaan yang mengaburkan (bluring) perbedaan yang mencolok (Sandhu, 2017) antara feminin dan maskulin dengan menawarkan produk dengan merek yang dikenal sebagai “unisex brand”. Brand personality melalui brand gender berperan untuk meningkatkan brand engagement suatu produk (Kumar, 2021). Brand engagement juga menjadi salah satu kontributor pada customer-based brand equity (CBBE)(Farhat, 2020). Bab ini akan membahas mengenai brand gender dan brand engagement dalam eksistensi manajemen merek. Konsep dan Definisi Brand Gender Menarik perhatian singkat calon konsumen potensial menjadi tugas berat bagi pemasar karena harus memikirkan dengan cermat teknik dan strategi yang digunakan karena hal ini berkaitan dengan alam bawah sadar pikiran (unconscious mind) manusia. Wertime (2003) menjelaskan bahwa dengan memahami cara kerja pikiran bawah sadar, pemasar dapat memotivasi calon konsumen potensial dengan lebih baik untuk mendapat perhatian dan membujuk agar mengarah pada keputusan pembelian.


225 Dalam membangun merek, secara tidak sadar ada beberapa pola dasar yang terasosiasi antara satu simbol dengan simbol lainnya. Simbol-simbol ini dikenal sebagai pola dasar merek (archetypes of brand). Jung (dalam Mark & Pearson, 2001) mendefinisikan archetypes sebagai bentuk-bentuk atau gambaran-gambaran yang bersifat kolektif yang terjadi secara praktis di seluruh bumi sebagai unsur-unsur mitos dan pada saat yang sama sebagai produk individu yang berasal dari alam bawah sadar manusia. Berkaitan dengan brand archetypes ada 2 pendapat berbeda walaupun jumlah dari kedua pendapat tersebut sama yaitu 12 pola dasar (archetypes). Tabel 14.1 Archetypes of Brands Jung’s Archetypes of Brands Wertime’s Archetypes of Brands Polos (Innocent) Kekuatan Tertinggi (The Ultimate Strenght) Orang Bijak (Sage) Wanita bersayap (The Sirene) Pahlawan (The Hero) Pahlawan (The Hero) Bayangan (Shadow) Anti Pahlawan (The Anti Hero) Sang Pencipta (Creator) Sang Pencipta (The Creator) Pemberi Perhatian (The Caregiver) Master Perubahan (The Change Master) Pemberontak (The Outlaw) Pialang Kekuasaaan (The Power Broker) Petualang (Explorer) Orang tua yang bijaksana (The Wise Old Man)


226 Laki- laki / Peremuan Biasa (Regular Guy / Girls) Loyalis (The Loyalist) Pencinta (Lover) Bunda Kebaikan (The Mother of Goodness) Pelawak (Jester) Penipu Kecil (The Little Tricker) Penguasa (Ruler) Enigma (The Enigma) Sumber: Mark & Pearson (2001) & Wertime (2003) Pola dasar ini digunakan dalam melakukan branding dan juga aktivitas komunikasi pemasaran seperti iklan dan event, sehingga menjadi hal biasa jika menarik audiens dengan menggunakan daya tarik lawan jenis (penggunaan archetypes yang berbeda pada target market). Hal ini terjadi karena beberapa merek memang memilih target market pada jenis kelamin tertentu. Bagaimanapun hal ini menjadi fakta yang tidak dapat diabaikan karena konsumen mengekspresikan diri mereka melalui merek. Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi proses keputusan pembelian dan penggunaan merek. Istilah jenis kelamin dalam Bahasa Indonesia memiliki makna solid baik secara tertulis maupun terminologi yaitu sebagai pembeda antara laki-laki dan perempuan baik secara psikologis maupun biologis atau fisik. Sedangkan istilah jenis kelamin dalam Bahasa Inggris memiliki 2 kata berbeda dengan arti serupa yaitu gender dan sex. Secara terminologi gender dan sex itu berbeda (Lindsey, 2016). Sex (biological sex) adalah karakteristik biologis yang membedakan antara laki-laki dan perempuan baik anatomi, hormon dan reproduksi sehingga secara alamiah memiliki perbedaan yang jelas terlihat. Sedangkan gender adalah ciri-ciri berdasarkan karakteristik nonbiologis seperti sosial, budaya dan psikologis yang membedakan laki-laki dan perempuan sehingga mengelompokkan mereka menjadi feminin dan maskulin.


227 Konsep gender dapat dilihat dari 3 aspek (Liven, 2018) yaitu dua sisi berlawanan (bipolar), sudut pandang yang benar (orthogonal) dan kategori (categorical). Konsep gender dilihat dari satu sisi dimensi bipolar, secara biologis laki-laki terasosiasi dengan sifat maskulin dan perempuan lebih feminin. Namun dengan berkembangnya jaman terutama dalam kehidupan sehari-hari dan pekerjaan konsep ini ditolak oleh berbagai pihak karena peranan gender telah berubah. Liven (2018) menjelaskan bahwa dari sudut pandang yang benar (orthogonal) dan kategori (categorical) berdasarkan pengukuran multi dimensi dari Bem Sex Role Inventory (BSRI) dan Personality Atributes Quesionnaire (PAQ) melihat dari satu sisi bahwa skala tengah dari 2 pilihan adalah netral yang menggambarkan bukan feminin dan maskulin. Sedangkan dari dua skala sisi, terdapat 4 kelas gender dalam diagram maskulin-feminin yaitu maskulin, femini, unisex dan androgynous (berkelamin 2). Alarçin (2020) menjelaskan bahwa gender diterima sebagai konstruk penting dalam branding. Hal ini karena baik perempuan dan laki-laki lebih dapat menerima suatu merek yang terasosiasi dengan mereka dan cenderung menolak merek yang terasosiasi dengan lawan jenis mereka. Sebagai contoh, laki-laki tidak suka memilih parfum dengan nama yang sama dengan perempuan sehingga akhirnya para produsen parfum memberikan nama yang beda untuk jenis parfum yang sama dengan perempuan (Alarçin, 2020). Oleh karena itu istilah brand gender mulai muncul dan berkembang menjadi salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam proses branding. Grohmann (2009) mendefinisikan brand gender sebagai kareakteristik gender, maskulin dan feminine, yang konsumen asosiasikan dengan suatu merek. Sedangkan Ulrich, Tissier-Desbordes, & Dubois (2011) menjelaskan brand gender adalah seperangkat atribut dan ciri kepribadian maskulin dan feminin yang diasosiasikan dengan merek tersebut oleh konsumen.


228 Dari kedua definisi ini dapat disimpulkan bahwa brand gender adalah sekumpulan karekteristik dan kepribadian yang dimiliki laki-laki maupun perempuan baik berorientasi feminin maupun maskulin yang terasosiasi dengan suatu merek. Dimensi Brand Gender Hasil penelitian yang lakukan oleh Ulrich et al. (2011) menunjukkan bahwa brand gender memiliki 7 (tujuh) dimensi yaitu: 1. Nama Merek dan Logo (Brand Name and Logo) Nama merek (brand name) merupakan suatu simbol kompleks yang merepresentasikan berbagai ide dan kualifikasi yang menjadi pusat ide produk sehingga dapat terasosiasi dengan baik. Dengan kata lain, nama merek dapat merujuk pada suatu hal, benda, abstrak, sifat maupun karakteristik yang menunjukkan identitas produk. Alarçin (2020) menjelaskan bahwa bunyi dan makna menjadi faktorfaktor yang dipertimbangkan dalam proses penciptaan nama merek. Sebagai contoh: merek “Dior” diperuntukkan bagi wanita atau perempuan yang memiliki kesenangan pada produk fashion dan trendi, “Gillette” diperuntukkan untuk laki-laki walaupun ada produk untuk perempuan. Sedangkan logo didefinisikan sebagai simbol visual yang menjadi stimulus agar identitas merek dapat dengan mudah dikenali. Beberapa logo yang terasosiasi dengan gender dapat dengan mudah dikenali seperti adanya bunga mawar pada logo LANCÔME sehingg merek dan logo ini terasosiasui dengan feminism dan logo dari merek Polo Ralph Lauren yaitu orang bermain polo menjadi identik dengan maskulin.


229 Gambar 14.1 Logo Lancome Sumber: www.google.com (2022) Gambar 14.2 Logo Polo Ralph Lauren Sumber: www.google.com (2022) 2. Kategori Produk (Product Category) Hal berikutnya yang menjadi dimensi dari brand gender adalah kategori produk seperti perawatan kulit (skincare) dan peralatan rias (makeup) identik dengan feminine. Sedangkan otomotif (automotive) dan rokok identik dengan maskulin. 3. Atribut Produk (Product Attributes) Atribut produk adalah elemen yang melekat pada produk sebagai penanda seperti warna label, bentuk kemasan dan model tulisan. Warna lembut identik dengan feminism sedangkan warna pekat dan solid seperti hitam dan abu-abu menjadi warna yang identik dengan maskulin. 4. Orang Terkait (Associated People) Dimensi ke4 adalah associated people dimana orangorang terkait yang mendukung produk, baik sebagai brand ambassador ataupun model iklan akan lebih mempermudah bagi konsumen untuk mengenali. Sebagai contoh Maudy Ayunda dan Wendy “Red


230 Velvet” sebagai bintang iklan Ponds sehingga produk Ponds terasosiasi dengan feminism walaupun ada produk merek Ponds untuk pria. 5. Pembeli dan konsumen yang biasa membeli (Typical Buyers and Consumers) Dimensi berikutnya dilihat dari pembeli dan pengguna yang biasa menggunakan produk tersebut. Seperti motor dan mobil otomatis cenderung digunakan oleh perempuan sehingga identik dengan feminisme sedangkan motor dan mobil dengan transmisi manual identik dengan maskulinisme. 6. Kepribadian yang dirasakan (Perceived Personality) Dari sisi kepribadian (personality) brand gender dibedakan berdasarkan persepsi yang diterima oleh konsumen seperti lembut, sensual, menggoda, riang, ceria, penuh kasih dan sensitif menunjukkan sisi feminin sedangkan macho, agresif, tampil kompetitif, tegas, kuat dan kasar menjadi kepribadian yang dirasa lebih maskulin. 7. Atribut Komunikasi (Communication Attributes) Pada dimensi ini, umumnya konsumen akan mengaitkan brand gender dengan brand ambassador atau juru kampanye merek seperti pada dimensi ke4 serta tema dari kampanye iklan dan aktivitas. Efek Brand Gender Seperti yang telah dijelakan bahwa brand gender memberikan dampak atau efek yang cukup signifikan pada beberapa hal dalam proses branding dan manjemen merek. Hasil penelitian menunjukkan secara garis besar brand gender akan mempengaruhi secara positif dan signifikan brand credibility (Başgöze & Özer, 2012), brand equity (Lieven & Hildebrand, 2016; Liven, 2018; Machado, Vacas-de-Carvalho, Azar, André, & Dos Santos, 2019), brand engagement (Kumar, 2021; Lee, Hansen, & Lee, 2020) dan brand love (Sulistyo, Kirana, Hendrati, & Handayani, 2021).


231 Konsep dan Definisi Brand Engagement Dampak brand gender salah satunya adalah pada brand engagement. Konsep brand engagement berasal dari dua kata yaitu “brand” dan “engagement” – secara terminologi merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, simbol atau desain atau kombinasi yang sengaja digunakan untuk mengidentifikasi produk dari sekelompok penjual dan membedakan produk tersebut diantara pesaing (Kotler & Keller, 2016). Sementara keterlibatan (engagement) didefinisikan sebagai bentuk komitmen emosional dan moral (Buckingham, 2008). Sedangkan Obilo, Chefor, & Saleh (2021) mendefinisikan “engagement” sebagai spektrum aktivitas dan pengalaman periklanan konsumen seperti kognitif, emosional dan fisik, yang akan berdampak positif pada merek. Adapun pengertian atau definisi dari brand engagement adalah hubungan antara janji-janji dibuat oleh perusahaan dan sejauh mana mereka terhubung dengan kehendak bebas individu yang digerakkan oleh kebutuhan, baik itu karyawan atau pelanggan (Buckingham, 2008). Hollebeek (2011) menjelaskan brand engagement sebagai tingkat motivasi pelanggan individu, yang terkait dengan merek dan keadaan pikiran yang bergantung pada konteks yang dicirikan oleh tingkat aktivitas kognitif, emosional dan perilaku tertentu dalam interaksi merek Sedangkan Keller & Swaminathan (2020) mendefinisikan brand engagement sebagai komitment atau kesediaan konsumen untuk menginvestasikan waktu, energi, uang atau sumber daya lain dalam merek di luar dari apa yang dikeluarkan selama pembelian atau konsumsi merek tersebut. Secara sederhana, brand engagement dapat didefinikan sebagai komitmen konsumen untuk secara sadar terlibat pada setiap aktivitas yang ada di tingkat kognitif, emosional.


232 Level dan Piramida Brand Engagement Keller & Swaminathan (2020) membedakan tiga tingkat keterlibatan pelanggan berdasarkan sejauh mana pelanggan terlibat dalam berbagai jenis perilaku terhadap merek. Tingkatan tersebut adalah: 1. Tingkat keterlibatan merek yang rendah (Low brand engagement) Tingkat keterlibatan merek yang rendah dapat dilihat dari frekuensi konsumen yang lebih tinggi untuk membeli produk atau memberikan umpan balik positif tentang produk atau layanan perusahaan. Pada catatan terkait, harus disadari bahwa sebagian besar konsumen mungkin tidak memiliki keterlibatan dengan merek tersebut. Jenis konsumen ini dapat disebut sebagai "tidak peduli" terhadap merek. 2. Tingkat keterlibatan merek sedang (Moderate brand engagement) Salah satu aktivitas konsumen yang menggambarkan tingkat keterlibatan merek yang sedang adalah ketika konsumen menghubungi saluran bantuan perusahaan untuk mencari informasi tambahan tentang produk atau layanan atau memberikan umpan balik kepada perusahaan tentang rasa baru dapat dianggap sebagai keterlibatan merek yang moderat. 3. Tingkat keterlibatan merek tinggi (High brand engagement) Bentuk positif dari keterlibatan merek yang tinggi termasuk bergabung dengan merek komunitas atau memulai halaman penggemar di Facebook yang didedikasikan untuk suatu merek, memecahkan masalah keluhan pelanggan pada suatu situs, membantu orang lain menemukan varian produk yang tepat.


233 Disisi lain, perusahaan juga mengelompokkan konsumennya berdasarkan tingkat keterlibatannya. Pendekatan yang digunakan untuk mengelompokkan konsumen berdasarkan tingkat keterlibatannya adalah piramida brand engagement (lihat gambar 14.3) Gambar 14.3 Piramida Brand Engagement Sumber: Keller & Swaminathan (2020) Dalam gambar terdapat dua warna panah yang memiliki arti berbeda. Panah biru mencerminkan aktivitas pemasaran merek atau pengaruh lain yang berada di luar kendali pemasar merek; panah merah mencerminkan aliran informasi dan pengaruh baik di dalam maupun di seluruh tingkat yang berbeda dari piramida keterlibatan merek (Brand Engagement Pyramid). Untuk dapat menentukan level keterlibatan merek (level of brand engagement) pemasar perlu menjawab beberapa pertanyaan penting terkait hal tersebut (Keller & Swaminathan, 2020). Adapun pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan level of brand engagement adalah: 1. Apa bentuk piramida keterlibatan merek? Berapa ukuran kelompok yang sangat terlibat secara positif? Berapa ukuran kelompok yang tidak terlalu terlibat versus kelompok yang sangat terlibat? Berapa banyak pelanggan yang terlibat secara negatif dan pada tingkat apa?


234 2. Apakah ada efek trickle-down, sehingga konsumen sangat terlibat memberikan pengaruh? Apakah ada pengaruh dari kelompok yang tidak terlibat pada kelompok yang terlibat atau sebaliknya? Apakah pengaruh sebaliknya dari yang kurang terlibat pada pelanggan yang sangat terlibat merugikan merek, dan bagaimana pemasar dapat membendung arah pengaruh ini jika sifatnya negatif? 3. Apa arus informasi (serta pengaruh) untuk tingkat keterlibatan tertentu? Apa implikasinya bagi loyalitas merek dan perilaku pembelian? Di antara konsumen yang sangat terlibat, apakah sarana komunikasi pemasaran yang paling efisien? Demikian pula, di antara konsumen yang paling tidak terlibat, bagaimana komunikasi pemasaran dapat dimanfaatkan untuk memperkuat keterlibatan tersebut? Faktor Penyebab Brand Engagement Tinggi rendahnya tingkat keterlibatan merek seorang konsumen ditentukan oleh beberapa hal (Keller & Swaminathan, 2020) yaitu: 1. Karakteristik Merek (Brand characteristics) Jenis merek tertentu memiliki nilai yang lebih tinggi keterikatan. Contohnya, merek yang memiliki positioning simbolis (atau nonfungsional) dan merek yang memiliki atribut berbeda atau asosiasi unik cenderung memperoleh keterlibatan merek yang lebih tinggi. Jenis barang (apakah dikonsumsi publik atau pribadi) juga telah terbukti memengaruhi keterlibatan merek, dengan konsumen yang menunjukkan keterlibatan lebih tinggi untuk barang-barang yang dikonsumsi publik. 2. Karakteristik Pesan (Message characteristics) Pesan yang berkaitan dengan merek dapat mencakup iklan oleh merek, konten yang dibuat atau dikuratori oleh merek dan dibagikan melalui media sosial, blog


235 bersponsor atau item berita apa pun yang menampilkan merek. Karakteristik pesan ini dapat memengaruhi keterlibatan merek. Relevansi pesan kepada konsumen juga dapat meningkatkan keterlibatan merek. Cara tambahan bagi merek untuk melibatkan konsumen adalah untuk membangkitkan emosi tertentu melalui pesan yang pemasar posting secara online. Contohnya penelitian telah menunjukkan bahwa emosi seperti kagum dan terkejut meningkatkan keinginan konsumen untuk terlibat dengan pesan merek. 3. Karakteristik Media (Medium characteristik) Ukuran audiens dan kekuatan ikatan antara konsumen dan audiens (yaitu, konsumen lain) juga dapat mengubah keterlibatan dengan pesan merek. Penelitian telah menunjukkan bahwa konsumen juga dapat menjadi strategi pengikat di mana konsumen memposting pesan berdasarkan jenis media. Co-lokasi merek dengan nama merek lain pada media yang sama atau dalam pesan yang sama dapat juga memengaruhi persepsi merek tertentu dengan menciptakan percakapan ruang di mana merek bersaing satu sama lain untuk mendapatkan perhatian pelanggan. Oleh karena itu, merek mungkin lebih baik memilih yang unik atau tempat atau saluran media sosial yang kurang ramai, sehingga meningkatkan kemampuan mereka untuk “didengar” oleh konsumen. 4. Karakteristik Konsumen (Consumer charakteristic) Beberapa karakteristik konsumen juga telah terbukti mendorong keterlibatan merek, termasuk loyalitas dan tujuan identitas sebelumnya, seperti keinginan konsumen untuk mengekspresikan diri atau untuk mengelola kesan orang lain tentang mereka. Mengundang konsumen untuk bersama-sama menciptakan berbagai aspek produk atau layanan atau iklan dapat membantu memperkuat keterlibatan, tetapi ini hanya berfungsi untuk tipe konsumen tertentu dan pada tipe kategori produk tertentu.


236 Daftar Pustaka Aaker, D. A. (1996). Building strong brands. New York: Simon and Schuster. Alarçin, E. Y. (2020). BRAND GENDER. In S. H. Sarıoğlan, Mehmet; Bağlama (Ed.), Critical Studies in Social Sciences and Humanities (pp. 111–120). Livre de Lyon. Başgöze, P., & Özer, L. (2012). Gender effect on brand credibility and purchase relation: Does BC vary among different brands. International Journal of Arts and Commerce, 1(5), 58–69. Buckingham, I. P. (2008). Brand Engagement: How Employees Make or Break Brands. New York: Palgrave Macmilan. Farhat, K. (2020). Linking brand engagement to customerbased brand equity and role of brand experience, brand personality, and brand affect: A case of automobile market of Pakistan. Management Science Letters. Grohmann, B. (2009). Gender dimensions of brand personality. Journal of Marketing Research, 46(1), 105– 119. Hollebeek, L. (2011). Exploring customer brand engagement: definition and themes. Journal of Strategic Marketing, 19(7), 555–573. Keller, K. L., & Swaminathan, V. (2020). Strategic Brand Management: Building, Measuring, and Managing Brand Equity (Fifth Edit). New Jersey: Pearson Education, Inc. Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). Marketing Management Global Edition. Pearson (Fifthteen). New York: Pearson Education Limited. Kumar, J. (2021). Understanding the ties between brand gender and brand engagement in online brand communities: the moderating role of consumers’ biological sex. Journal of Product & Brand Management.


237 Kwolek-Folland, A. (2001). Gender and business history. Enterprise & Society, 2(1), 1–10. Lee, J. K., Hansen, S. S., & Lee, S.-Y. (2020). The effect of brand personality self-congruity on brand engagement and purchase intention: The moderating role of selfesteem in Facebook. Current Psychology, 39(6), 2116– 2128. Lieven, T., & Hildebrand, C. (2016). The impact of brand gender on brand equity: Findings from a large-scale cross-cultural study in ten countries. International Marketing Review, 33(2), 178–195. Lindsey, L. L. (2016). Gender: Sociological Perspectives (6th Editio). New Jersey: Routledge. Liven, T. (2018). Brand Gender: Increasing Brand Equity Through Brand Personality. St. Gallen: Palgrave Macmilan. Machado, J. C., Vacas-de-Carvalho, L., Azar, S. L., André, A. R., & Dos Santos, B. P. (2019). Brand gender and consumer-based brand equity on Facebook: The mediating role of consumer-brand engagement and brand love. Journal of Business Research, 96, 376–385. Mark, M., & Pearson, C. S. (2001). The Hero and the Outlaw: Building Extraordinary Brands Through the Power of Archetypes. McGraw-Hill. Obilo, O. O., Chefor, E., & Saleh, A. (2021). Revisiting the consumer brand engagement concept. Journal of Business Research, 126, 634–643. Sandhu, N. (2017). Consumer response to brand gender bending: An integrated review and future research agenda. Business Perspectives and Research, 5(2), 151– 166. Sulistyo, D. A., Kirana, E. K., Hendrati, I. M., & Handayani, W. (2021). BRAND GENDER AS THE ANTECEDENT OF BRAND LOVE MEDIATED BY COSRX SKINCARE CONSUMER ENGAGEMENT. International Journal of Economics, Business and Accounting Research (IJEBAR), 5(4), 1216–1231.


Click to View FlipBook Version