138 Orozco -Toro, J. A., & Ferré-Pavia, C. (2019). The Effects of Branding Intangibles on Corporate Reputation. Revista de Comunicación, 18(1), 111–134. https://doi.org/10.26441/rc18.1-2019-a6 Pérez-Cornejo, C., de Quevedo-Puente, E., & DelgadoGarcía, J. B. (2019). How to manage corporate reputation? The effect of enterprise risk management systems and audit committees on corporate reputation. European Management Journal, 37(4), 505–515. https://doi.org/10.1016/j.emj.2019.01.005 Punjaisri, K., Wilson, A. M., & Evanschitzky, H. (2008). Exploring the Influences of Internal Branding on Employees’ Brand Promise Delivery: Implications for Strengthening the Customer-Brand Relationships. Journal of Relationship Marketing, , 7(4), 407-424. Sihite, J., Assauri, S., & Halim, R. E. (2018). Brand Promise and Reputation Against the Campaign of a Political Party. In European Research Studies Journal: Vol. XXI. Ulla Hytti, Päivikki Kuoppakangas, Kati Suomi, Chris Chapleo, & Massimo Giovanardi. (2015). Challenges in delivering brand promise – focusing on municipal healthcare organisations. International Journal of Public Sector Management, 28(3), 254–272. Wolff, A., Gondran, N., & Brodhag, C. (2018). Integrating corporate social responsibility into conservation policy. The example of business commitments to contribute to the French National Biodiversity Strategy. Environmental Science and Policy Elsevier, 106–114. https://doi.org/10.1016/j.envsci.2018.05.007ï
139 Profil Penulis Ratih Pratiwi, S.Pd., M.Si., M.M Menulis adalah sebuah hobi bagi penulis. Dengan sekian deretan buku yang telah dihasilkan dan puluhan artikel yang telah dipublish, penulis berharap dapat memberikan referensi-referensi yang berkualitas bagi semua orang. Aktif selama belasan tahun di dunia Pendidikan, saat ini penulis berhomebase di Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Wahid Hasyim Semarang. Berkesempatan mengikuti Sertifikasi BNSP Digital Marketing membuat penulis turut aktif dalam bidang pemasaran. Perannya sebagai certified of digital marketer mendorong penulis untuk aktif sebagai pengelola laborat kewirausahaan Unwahas, Soul Café, memberikan real-experience bagi penulis. Pemasaran tidak lagi hanya sekedar teori namun juga aplikasi. Mendukung perannya sebagai seorang dosen, penulis juga aktif melaksanakan kegiatan pengabdian dan penelitian. Tidak hanya berkecimpung diseputaran manajemen SDM, subbidang manajemen lainpun dirambah penulis. Dengan banyaknya penguasaan sub ilmu manajemen, penulis berharap dapat memberikan kontribusi lebih dan mendampingi mahasiswa-mahasiswa yang diampunya mencapai capaian maksimal mereka. Tak heran, tahun 2019 penulis mendapatkan penghargaan sebagai dosen favorit di Fakultas Ekonomi Unwahas. Email Penulis: [email protected]
140
141 9 BRAND ATTITUDE DAN BRAND AWARENESS Dr. Windi Novia Ratri Wardhani, S.Ikom., M.M Universitas Wahid Hasyim Semarang Brand Awareness Setiap merek ingin menjadi seperti “Aqua” yang merepresentasikan air mineral, hansaplast untuk perekat luka, “Softex” untuk pembalut Wanita, dll. Pencapaian tertinggi dalam kesadaran merek adalah membuat merek menjadi identik dengan seluruh kategori produk sejenis. Sehingga muncullah ungkapan "top of mind" yang berasal dari merupakan hal pertama yang terlintas dalam pikiran konsumen ketika memikirkan kategori produk tertentu, bahkan walau ternyata bukan nama produk yang sebenarnya (Hakala et al., 2012). Inilah yang dinamakan brand awarenes atau kesadaran merek. Pemasaran merek lebih dari sekadar mengiklankan produk atau layanan yang dimiliki perusahaan. Pemasaran merek adalah rencana holistik, jangka panjang, dan strategis yang melibatkan berbagai upaya yang dirancang untuk terus meningkatkan kesadaran dan pengakuan merek serta reputasinya (Li, 1992). Pada dasarnya, pemasaran merek adalah ekspresi berkelanjutan tentang merek dan untuk siapa merek itu diproduksi (Gilles Laurent et al., 1995). Ketika perusahaan berinvestasi dalam upaya pemasaran merek, maka perusahaan harus siap untuk membangun dan mengembangkan hubungan dengan audiens target/pasar sasaran.
142 Manfaat pemasaran merek sangat banyak, diantaranya adalah peningkatan pengakuan pelanggan akan merek. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang merek di pasar yang sangat kompetitif saat ini merupakan nilai keunggulan yang tidak dapat diremehkan. Kedua, meningkatkan loyalitas pelanggan, ketika pelanggan terus-menerus dihadapkan pada representasi positif dari merek yang sesuai dengan keinginan mereka, maka mereka cenderung loyal. Ketiga, efektivitas iklan yang lebih baik. Pemasaran merek membantu meningkatkan peluang keberhasilan iklan karena merek pada dasarnya bertindak sebagai jaminan bagi pelanggan. Setiap iklan baru yang berasal dari merek kuat yang mereka yakini akan dipenuhi dengan rasa ingin tahu dan minat yang tinggi (Jean Noel Kapferer et al., 2017). Dalam literatur manajemen merek, kesadaran merek adalah salah satu yang paling penting faktor penting yang menentukan kekuatan merek dan sebagai konsekuensinya mengarah pada keunggulan kompetitifnya (Jean Noel Kapferer et al., 2017). Brand awareness dapat diindikasikan sebagai tingkat keakraban konsumen dengan suatu merek (Rossiter, 2014). Brand awareness adalah kapasitas konsumen untuk mengenali merek di antara merek lain (Jalleh et al., 2022). Sedangkan Gilles mendefinisikan brand awarenes sebagai komponen kunci dari nilai merek (Gilles Laurent et al., 1995). Perancangan program brand awareness dapat dilakukan dengan melibatkan brand review dan brand acknowledgment. Brand awareness sangat terkait dengan kekuatan jejak ingatan akan merek di benak pelanggan yang menghasilkan kapasitas mereka untuk mengenali (mengidentifikasi) merek di bawah berbagai kondisi pasar (Hakala et al., 2012).
143 Beberapa definisi dari brand awareness yang dirumuskan oleh para ahli adalah sebagaimana table 9.1 berikut ini: Tabel 9.1 State of the Art Brand Awareness No Author Definition 1. Assael & George S. Day (1986) Kesadaran Merek adalah sejauh mana pelanggan menyadari merek sebagai anggota kategori, dan ditandai oleh hubungan antara merek dan isyarat kategori. 2. Romaniuk et al (2017) Kesadaran Merek adalah kapasitas pelanggan tertentu untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa merek tertentu termasuk dalam kategori produk tertentu 3. Rossiter (2014) Kesadaran merek didefinisikan sebagai kemampuan pembeli untuk mengidentifikasi merek secara cukup rinci untuk melakukan pembelian 4. Foroudi (2019) Kesadaran merek didefinisikan sebagai makna pribadi tentang merek yang tersimpan dalam memori konsumen, yaitu, semua informasi deskriptif dan evaluatif terkait merek yang berhubungan dengan ilustrasi kognitif merek. 5. Aaker & George S. Day (1974) Tingkat kesadaran konsumen akan merek yang lebih tinggi dapat meningkatkan kemungkina konsume memutuskan membeli suatu produk atau jasa. 6. Febriyantoro (2020) Kesadaran konsumen terhadap perusahaan atau merek dapat muncul sebagai salah satu batu loncatan dalam proses pembelian konsumen. 7. Świtała et al (2018) Kesadaran konsumen didefinisikan sebagai alat yang menekankan pada mendefinisikan dan menghasilkan keakraban dan pengenalan audiens target terhadap merek tertentu
144 8. Singh et al (2010) Kesadaran konsumen adalah instrumen yang digunakan bisnis untuk memengaruhi sikap konsumen terhadap merek atau perusahaan dengan menciptakan asosiasi dan kepercayaan audiens target terhadap organisasi, atau produk tertentu. 9. Lesmana et al (2020) Untuk mengidentifikasi keberhasilan sikap konsumen terhadap merek atau perusahaan, penting untuk menciptakan asosiasi merek dan kepercayaan merek yang menguntungkan. 10. Machi et al (2022) Kesadaran merek adalah kemampuan konsumen untuk mengingat dan mengenali merek dan mengaitkan merek dengan produk atau layanan spesifiknya dengan benar Dari definisi yang diberikan di atas, dapat disimpulkan bahwa brand awareness berarti menyadari keberadaan dan hubungannya dengan produk tertentu. Brand awareness mengacu pada seberapa sadar pelanggan dan calon pelanggan terhadap perusahaan dan produknya. Komponen utama dari rencana untuk mengembangkan brand awareness adalah: 1. Identification dan pemahaman target pelanggan 2. Product branding : nama perusahaan, logo, dan slogan 3. Value added : melalui kemasan, lokasi, layanan, acara khusus, dll. 4. Periklanan 5. Tindak lanjut purna jual dan manajemen hubungan pelanggan Menurut Aaker & George S. Day (1974) tingkat brand awareness meliputi (a) pengenalan merek sebagai kemampuan pembeli untuk mengenali merek tertentu antara lain; (b) ingatan merek sebagai suatu kondisi di mana pembeli diandalkan untuk memberikan nama merek dalam kelas barang; dan (c) top of mind sebagai
145 merek pertama yang dapat ditinjau oleh pelanggan di antara produk kategori tertentu. Tiga jenis pengukuran brand awareness ditunjukkan (Torelli, 2013): 1. spontaneous awareness, yang menunjukkan persentase pelanggan yang mampu memberikan nama merek tertentu tanpa bantuan pewawancara; indikator ini menentukan bidang nyata pilihan pelanggan pada saat yang sama; 2. top of mind knowledge, yang menginformasikan berapa persentase responden yang menunjukkan merek tertentu sebagai merek pertama dalam penelitian (yang pertama muncul di benak mereka); itu menunjukkan bahwa itu berakar kuat pada kesadaran pembeli; supported awareness, yang mewakili berapa persentase responden yang menyatakan pengetahuan merek setelah disebutkan oleh pewawancara, yang menunjukkan hubungan yang buruk dengan merek tertentu. Brand Attitude Branding membawa kepentingan utama dalam keberhasilan setiap produk atau layanan di pasar (Graham & Cascio, 2018). Branding berfungsi sebagai pengidentifikasi unik untuk suatu produk di pasar, memungkinkan pelanggan untuk mengidentifikasi produk dari semua produk kompetitif yang tersedia (Punjaisri et al., 2008). Brand Attitude dapat ditunjukkan sebagai evaluasi konsumen secara menyeluruh atas kemampuan merek dalam memenuhi kebutuhan (Rossiter, 2014). Attitude terdiri dari berbagai dimensi yang terdiri dari dimensi afektif, perilaku, dan kognitif (Rossiter, 2014). Dimensi tersebut dapat ditunjukkan melalui afeksi merek, niat beli, dan kepercayaan merek sebagai penyajian dimensi afektif, perilaku, dan kognitif dari sikap merek (Foroudi et al., 2021). Sikap konsumen dapat digunakan untuk memprediksi niat dan perilaku pembelian mereka (Foroudi et al., 2021) yang selanjutnya mempengaruhi loyalitas merek.
146 Salah satu definisi sikap yang paling luas adalah kecenderungan perilaku positif atau negatif yang konsisten dalam kaitannya dengan objek apa pun, sedangkan sikap terhadap suatu merek juga dapat didefinisikan sebagai penilaian umum seorang konsumen dalam hubungannya dengan suatu merek (Moore & Homer, 2008). Brand Attitude terdiri dari umum yang konstan, penilaian positif atau negative dan perilaku efektif dalam kaitannya dengan merek yang didefinisikan sebagai ukuran tertentu dari preferensi merek (Li, 1992). Sikap dapat mempengaruhi perilaku dan sebaliknya (Franzen, 2005:59). Sikap konsumen terhadap suatu merek dinilai sebagai penentu terpenting dalam keputusan daya beli (Farquar, 1989: 26). Sikap dapat didefinisikan sebagai "kecenderungan yang dipelajari untuk merespons dengan cara yang menguntungkan secara konsisten sehubungan dengan objek tertentu" (Dai et al., 2019). Diasumsikan bahwa sikap mencerminkan perasaan keseluruhan seseorang terhadap suatu objek dan dapat diukur pada suatu kontinum evaluatif mulai dari positif hingga negatif atau menguntungkan hingga tidak menguntungkan dan berlaku juga pada kecenderungan dalam memilih merek yang sesuai dengan rpeferensinya. Beberapa definisi dari brand attitude yang dirumuskan oleh para ahli adalah sebagaimana table 9.2 berikut ini: Tabel 9.2 State of the Art Brand Attitude No Author Definition 1. Sigit (2018) Brand Attitude adalah pernyataan mental yang menilai positif atau negatif, baik tidak baik, suka tidak suka suatu produk. Sikap merek yang baik akan sangat menguntungkan perusahaan dalam pembelian ulang yang mungkin akan dilakukan konsumen dan pada akhirnya membuat loyalitas kepada konsumen.
147 2. Dülek & Saydan (2019) Brand Attitude merupakan kecenderungan konsisten dari perilaku positif atau negatif yang dipelajari dalam kaitannya dengan objek apapun 3. E. Y. Kim & Park (2013). Brand Attitude merupakan opini pelanggan terhadap produk atau layanan yang diidentifikasi melalui riset pasar yang dilakukan 4. Foroudi (2019) Sikap positif terhadap merek tertentu akan memungkinkan konsumen melakukan pembelian terhadap suatu merek, sebaliknya sikap negatif akan berdampak buruk bagi konsumen untuk melakukan pembelian. 5. Y. Kim & Ross (2015) Brand Attitude dianggap sebagai keadaan pikiran konsumen yang memungkinkan mereka untuk memilah produk atau layanan melalui semua opsi yang tersedia untuk konsumen. Brand Attitude dianggap sebagai keadaan pikiran konsumen yang memungkinkan mereka untuk memilah produk atau layanan melalui semua opsi yang tersedia untuk konsumen (Y. Kim & Ross, 2015). Definisi tersebut menjelaskan seberapa besar pelanggan lebih menyukai merek tersebut daripada merek pesaing lainnya di industri. Suka atau tidak suka pelanggan ini dapat menyebabkan persepsi mereka tentang merek serta penggunaan merek sebagai kebiasaan. Brand Attitude terdiri dari komponen kognitif dan afektif. Komponen kognitif, atau keyakinan logis, memandu perilaku dan komponen afektif, atau perasaan emosional, memberi energi pada perilaku; sedangkan komponen congitive dapat terdiri dari serangkaian keyakinan manfaat tertentu dari dalam diri mereka sendiri (Li, 1992). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Brand Attitude adalah merupakan sebuah konstruksi relatif. Pada hampir semua kategori produk, yang dicari
148 adalah merek yang secara relatif memenuhi motivasi yang dirasa lebih baik daripada merek alternatif yang ada. Selama motivasi untuk berperilaku ada, pembeli akan memilih merek yang paling memenuhi motivasi tersebut dibandingkan barang alternatif yang ada. Brand Attitude bukanlah merupakan konstruksi sederhana, akan tetapi merupakan konstruk yang sangat penting bagi strategi periklanan yang efektif. Konsep brand Attitude merupakan factor yang sangat penting baik bagi bisnis maupun konsumen. Menciptakan sikap merek yang positif terhadap konsumen dapat membantu bisnis dalam banyak hal. 1. Meningkatkan penjualan karena semakin banyaknya daya tarik pelanggan terhadap merek. 2. Mudah mencapai keunggulan kompetitif karena menonjolkan merek di antara merek-merek kompetitif di industri. 3. Membantu pertumbuhan jangka panjang merek. 4. Manfaat dalam memperluas pasar, serta jangkauan produk sebagai merek, memiliki sikap pelanggan yang positif. Brand Attitude juga dapat dikatakan sebagai persepsi subjektif dari masing-masing target pasar individu pada state of mind masing-masing. Namun, ada hal-hal yang dapat digarisbawahi yang dapat menjelaskan seberapa besar pelanggan lebih memilih suatu merek dibandingkan pesaingnya: 1. Experience. Keadaan perasaan positif atau negatif pelanggan berdasarkan pengalaman mereka terhadap merek tertentu (H. Kim & Choi, 2013) 2. Connections. Keyakinan bahwa pelanggan memiliki perasaan positif atau negatif pada produk (Moore & Homer, 2008). Menurut Krosnick dalam bukunya yang berjudul Attitude strength: antecedents and consequences sikap yang kuat terhadap sebuah merek akan cenderung: (a) gigih dari waktu ke waktu, (b) tahan terhadap perubahan, dan (c)
149 cenderung memiliki dampak yang kuat pada pemrosesan dan perilaku informasi konsumen. Untuk mengukur kekuatan sikap, para peneliti telah menggunakan berbagai dimensi misalnya: (1) Intensitas Sikap (Attitude Intensity) kekuatan reaksi emosional yang ditimbulkan oleh objek sikap; (2) Kepastian Sikap (Attitude Certainty ) sejauh mana seorang individu yakin atau yakin bahwa sikapnya terhadap suatu objek adalah benar; (3) Pentingnya Sikap (Attitude Importance) mana seorang individu sangat peduli dan secara pribadi diinvestasikan dalam suatu sikap (Tourageau dan Rasinski, 1988); dan (4) Minat pada Informasi yang Relevan (Interest in Relevant Information) sejauh mana seorang individu termotivasi untuk mengumpulkan informasi tentang suatu objek sikap (Moore & Homer, 2008). Menciptakan sikap merek yang positif di pasar dapat menciptakan manfaat jangka pendek maupun jangka panjang bagi merek tersebut. Untuk mencapai sikap merek yang positif, perusahaan harus mengidentifikasi harapan pelanggan yang belum terpenuhi di pasar sasaran dan cara memenuhi kebutuhan melalui produk bermerek. Ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan merek ketika menciptakan sikap merek yang positif untuk produk mereka. 1. Identifikasi harapan pelanggan dari merek (Langaro et al., 2018). Perusahaan harus melakukan riset pasar dan mengidentifikasi harapan pelanggan dari produk dan kesenjangan saat ini antara harapan pelanggan dan produk yang tersedia di pasar. Perusahaan harus bertujuan untuk memenuhi harapan pelanggan yang belum terpenuhi melalui produk. 2. Keunikan. Keunikan produk memberikan alasan bagi pelanggan untuk membeli produk dari semua pilihan yang tersedia. Keunikan dapat dengan mudah dicapai jika produk tersebut memenuhi kebutuhan pasar sasaran yang belum terpenuhi. Keunikan produk membantu
150 pelanggan untuk menyoroti produk dari pilihan yang tersedia serta untuk menciptakan loyalitas merek (Ferrell et al., 2019). Keunikan merek dapat membantu produk untuk mengubah pembeli pertama kali menjadi pelanggan setia merek. 3. Nilai tambah. Hal ini dianggap sebagai bagian dari keunikan merek. Produk tersebut dapat memberikan manfaat tambahan sebagai metode untuk menarik dan mempertahankan pelanggan (Foroudi et al., 2021). Penambahan nilai pada produk dapat membantu merek untuk mencapai keunggulan kompetitif. Brand Attitude and Brand Awareness Brand awareness merupakan salah satu komponen penting yang memberikan arah pada preferensi merek dan sikap konsumen serta berdampak pada sikap mereka terhadap merek (Sigit, 2018). Menciptakan kesadaran yang sesuai dengan nilai-nilai konsumen dapat menyebabkan perubahan sikap merek yang positif dan diinginkan (Langaro et al., 2018). Paparan konsumen yang terus menerus terhadap komunikasi merek meningkatkan kesadaran yang memperkuat jejak memori dalam kaitannya dengan merek, menambah kehangatan dan keakraban terhadap merek dan menciptakan sikap merek yang positif (Dülek & Saydan, 2019). Dalam situasi tertentu, dukungan selebriti dapat menambah daya ingat dan evaluasi konsumen terhadap produk (Ferina et al., 2021). Dukungan selebriti membantu dalam membangun merek yang sudah ada atau merek baru apa pun menjadi merek yang terlihat dengan memengaruhi gagasan pra-pembelian konsumen. Strategy endorsement dapat meningkatkan efek produk tertentu atau mendorong penjualan produk lama yang membutuhkan dorongan (Fairuz, 2021). Pelanggan cenderung membeli produk yang mereka kenali sebagai produk yang familiar dan disukai secara teratur. Mereka
151 menyimpulkan bahwa kesadaran sangat penting untuk memengaruhi perilaku dalam kondisi pembelian. Citra perusahaan yang baik akan membentuk tingkat kesadaran merek produk perusahaan dalam tatanan yang baik dan sikap konsumen terhadap merek yang dihasilkan perusahaan. Brand Attitude, Brand awareness dan kaitannya dengan Purchase Intention Banyak peneliti telah menganalisis tentang Brand Attitude dan Brand awareness terhadap Purchase Intention. Beberapa hasil penelitian yang mengkaitkan tentang peran dari sikap merek dan kesadaran merek terhadap niat pembelian adalah sebagaimana ditampilkan dalam table berikut ini: Tabel 9.3 State of the Art Brand Attitude, Brand awareness dan kaitannya dengan Purchase Intention No Author Result 1. ebriana et al. (2015) terdapat pengaruh positif dan signifikan iklan terhadap kesadaran merek dan kesadaran merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat pembelian. Semakin bagus iklannya, semakin baik pula upaya membangun brand awareness di benak konsumen. Semakin baik merek tersebut dikenal konsumen, maka semakin besar potensi merek tersebut diminati oleh konsumen. 2. (Hakala et al., 2012) Kesadaran merek adalah pendahulu yang diperlukan untuk sikap merek 3. Dülek & Saydan (2019); Machi et al., (2022) sikap merek yang mengarah pada niat beli.
152 4. (Tian et al., 2022). Sikap terhadap niat beli ditentukan oleh pertimbangan dukungan selebriti, sikap merek produk meningkatkan niat beli di antara konsumen karena motivasi mereka meningkat. 5. (Ferrell et al., 2019; Foroudi, 2019; E. Y. Kim & Park, 2013b; Langaro et al., 2018; Rossiter, 2014). niat pembelian merek merupakan fungsi dari sikap merek Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasannya brand attitude dan brand awareness akan lebih membuka peluang adanya indikasi pembelian merek dan selanjutnya mempengaruhi perluasan jumlah produk konsumen. Sikap terhadap merek merupakan pernyataan mental bahwa konsumen memiliki penilaian yang positif atau negatif, baik tidak baik, akan suatu produk. Sikap terhadap merek tertentu seringkali mempengaruhi apakah konsumen akan membeli atau tidak. Sikap positif terhadap suatu merek tertentu akan memungkinkan konsumen melakukan pembelian terhadap suatu merek, sebaliknya sikap negatif akan berdampak buruk bagi konsumen untuk melakukan pembelian. Sikap merek yang baik akan sangat menguntungkan perusahaan dalam pembelian ulang yang mungkin akan dilakukan konsumen dan pada akhirnya menimbulkan loyalitas kepada konsumen. Kesadaran merek yang memiliki karakteristik pengenalan dan brand memory / ingatan merek akan menambah nilai penting dalam menciptakan citra merek selain membangun persepsi kualitas dan kepercayaan merek. Sikap periklanan dan sikap merek tidak dapat dipisahkan dengan kesadaran merek yang dapat mendukung minat beli konsumen.
153 Daftar Pustaka Aaker, D. A., & George S. Day. (1974). A dynamic model ofrelationships among advertising, consumer awar eness,attitudes and behaviour. Journal of Applied Psychology, , 59(3), 281–286. Assael, H., & George S. Day. (1986). Attitudes and awareness as predictors of market share. Journal of Advertising Research, 8(4), 3–10. Dai, Y. Y., Qin, Q., & Ma, S. (2019). Influence of travel enterprise public welfare marketing and brand attitude on brand trust. ACM International Conference Proceeding Series, 107–112. https://doi.org/10.1145/3352740.3352759 Dülek, B., & Saydan, R. (2019). The impact of social media advertisement awareness on brand awareness, brand image, brand attitude and brand loyalty: a research on university students. International Journal of Contemporary Economics and Administrative Sciences, 2, 470–494. https://doi.org/10.5281/zenodo.3596116 Fairuz, N. A. (2021). PENGARUH CELEBRITY ENDORSER DAN WORD OF MOUTH TERHADAP MINAT BELI ULANG MELALUI BRAND TRUST PADA PRODUK KOSMETIK. Febriyantoro, M. T. (2020). Exploring YouTube Marketing Communication: Brand awareness, brand image and purchase intention in the millennial generation. Cogent Business and Management, 7(1). https://doi.org/10.1080/23311975.2020.1787733 Ferina, N., Agung, A., Sri Darma, G., & Mahyuni, L. P. (2021). Does Influencer Marketing Really Improve Sustainable Brand Awareness and Sales? In Inovbiz: Jurnal Inovasi Bisnis (Vol. 9). www.ejournal.polbeng.ac.id/index.php/IBP Ferrell, O. C., Harrison, D. E., Ferrell, L., & Hair, J. F. (2019). Business ethics, corporate social responsibility, and brand attitudes: An exploratory
154 study. Journal of Business Research, 95(July 2018), 491–501. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2018.07.039 Foroudi, P. (2019). Influence of brand signature, brand awareness, brand attitude, brand reputation on hotel industry’s brand performance. International Journal of Hospitality Management, 76, 271–285. https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2018.05.016 Foroudi, P., Palazzo, M., & Sultana, A. (2021). Linking brand attitude to word-of-mouth and revisit intentions in the restaurant sector. British Food Journal, 123(13), 221–240. https://doi.org/10.1108/BFJ-11-2020- 1008 Gilles Laurent, Jean Noel Kapferer, & Francoise Roussel. (1995). The underlying structure of brand awareness scores. Marketing Science, 14(3), 170–179. Graham, B. Z., & Cascio, W. F. (2018). The employerbranding journey: Its relationship with cross-cultural branding, brand reputation, and brand repair. In Management Research (Vol. 16, Issue 4, pp. 363–379). Emerald Group Holdings Ltd. https://doi.org/10.1108/MRJIAM-09-2017-0779 Hakala, U., Svensson, J., & Vincze, Z. (2012). Consumerbased brand equity and top-of-mind awareness: A cross-country analysis. Journal of Product and Brand Management, 21(6), 439–451. https://doi.org/10.1108/10610421211264928 Jalleh, G., Donovan, R. J., Giles-Corti, B., & Holman, A. J. (2022). SPONSORSHIP: IMPACT ON BRAND AWARENESS AND BRAND ATTITUDES PEER REVIEWED. Social Marketing Quarterly, 8(1). Jean Noel Kapferer, Brexendorf, T. O., Kernstock, J., & Powell, S. M. (2017). Advances in Luxury Brand Management. Journal of Brand Management: Advanced Collections; Springer Nature, 1–262. http://www.springer.com/series/15099
155 Kim, E. Y., & Park, K. (2013a). Marketing mix elements influencing brand attitude strength: Global vs. domestic SPA brands. Journal of Global Scholars of Marketing Science, 23(3), 263–281. https://doi.org/10.1080/21639159.2013.788364 Kim, E. Y., & Park, K. (2013b). Marketing mix elements influencing brand attitude strength: Global vs. domestic SPA brands. Journal of Global Scholars of Marketing Science, 23(3), 263–281. https://doi.org/10.1080/21639159.2013.788364 Kim, H., & Choi, B. (2013). The Influence of Customer Experience Quality on Customers’ Behavioral Intentions. Services Marketing Quarterly, 34(4), 322– 338. https://doi.org/10.1080/15332969.2013.827068 Kim, Y., & Ross, S. (2015). The effect of sport video gaming on sport brand attitude, attitude strength, and the attitude-behavior relationship. Journal of Sport Management, 29(6), 657–671. https://doi.org/10.1123/JSM.2013-0117 Langaro, D., Rita, P., & de Fátima Salgueiro, M. (2018). Do social networking sites contribute for building brands? Evaluating the impact of users’ participation on brand awareness and brand attitude. Journal of Marketing Communications, 24(2), 146–168. https://doi.org/10.1080/13527266.2015.1036100 Lesmana, R., Widodo, A. S., & Sunardi, N. (2020). The Formation of Customer Loyalty From Brand Awareness and Perceived Quality through Brand Equity of Xiaomi Smartphone Users in South Tangerang. Jurnal Pemasaran Kompetitif, 4(1), 1. https://doi.org/10.32493/jpkpk.v4i1.7211 Li, C. (1992). A model of brand awareness and brand attitude advertising strategies Related papers. Machi, L., Nemavhidi, P., Chuchu, T., Nyagadza, B., & Venter de Villiers, M. (2022). Exploring the impact of brand awareness, brand loyalty and brand attitude on purchase intention in online shopping.
156 International Journal of Research in Business and Social Science (2147- 4478), 11(5), 176–187. https://doi.org/10.20525/ijrbs.v11i5.1841 Moore, D. J., & Homer, P. M. (2008). Self-brand connections: The role of attitude strength and autobiographical memory primes. Journal of Business Research, 61(7), 707–714. https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2007.09.002 Punjaisri, K., Wilson, A. M., & Evanschitzky, H. (2008). Exploring the Influences of Internal Branding on Employees’ Brand Promise Delivery: Implications for Strengthening the Customer-Brand Relationships. Journal of Relationship Marketing, , 7(4), 407-424. Romaniuk, J., Wight, S., & Faulkner, M. (2017). Brand awareness: revisiting an old metric for a new world. Journal of Product and Brand Management, 26(5), 469– 476. https://doi.org/10.1108/JPBM-06-2016-1242 Rossiter, J. R. (2014). “Branding” explained: defining and measuring brand awareness and brand attitude. Journal of BrandManagement, 21(7/8), 533–540. http://ro.uow.edu.au/buspapers/635 Sigit, M. (2018). The Influence of Advertising and Brand Attitude on Purchasing Interest Mediated By Brand Awareness (Case Study on Citra Bath Soap in Yogyakarta City). KnE Social Sciences, 3(10). https://doi.org/10.18502/kss.v3i10.3382 Singh, K., Shetty, S., Bhat, N., Sharda, A., Agrawal, A., & Chaudhary, H. (2010). Awareness of Consumer Protection Act among Doctors in Udaipur City, India. Journal of Dentistry for the Tehran University of Medical Sciences, 7(1), 19–23. Świtała, M., Gamrot, W., Reformat, B., & BilińskaReformat, K. (2018). The influence of brand awareness and brand imageon brand equity – an empirical study of logisticsservice providers. Journal of Economics and Management, 33, 96–119. https://doi.org/10.22367/jem.2018.33.06
157 Tian, S., Tao, W., Hong, C., & Tsai, W. H. S. (2022). Meaning transfer in celebrity endorsement and cobranding: meaning valence, association type, and brand awareness. International Journal of Advertising, 41(6), 1017–1037. https://doi.org/10.1080/02650487.2021.1940059 Torelli, Carlos. (2013). Globalization, culture, and branding: How to leverage cultural equity for building iconic brands in the era of globalization. springer.
158 Profil Penulis Dr. Windi Novia Ratri Wardhani, S.Ikom., M.M Ketertarikan membaca Jurnal Penelitian memotivasi Penulis untuk dapat membuat Karya yang juga dapat menginspirasi Peneliti lain. Lulusan Pendidikan Diploma III Bahasa Inggris di UNSOED Purwokerto pada tahun 2002, kemudian pada tahun 2012 Penulis menyelesaikan Studi di Ilmu Komunikasi STIKOM Semarang dan lulus. Kemudian tahun 2013 mengambil Strata 2 Magister Majemen di UNISSULA Semarang lulus tahun 2015, dan lanjutan ke Program Doktoral Ilmu Manajemen pada tahun 2018 di tempat yang sama yaitu UNISSULA Semarang dan lulus tahun 2021. Penulis memiliki kepakaran dibidang Manajemen Strategik dan untuk mengembangkan keilmuannya ini Penulis sekarang mengabdi sebagai Dosen Paruh Waktu di Universitas Wahid Hasyim Semarang. Penulis juga aktif meneliti dibidang kepakarannya tersebut sebagai kontribusi terhadap keilmuan yang dimiliki. Email Penulis: [email protected]
159 10 BRAND IMAGE DAN BRAND PERSONALITY Dr. Darwin Lie, S.E., M.M Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sultan Agung Pendahuluan Merek merupakan salah satu atribut utama dari sebuah produk. Merek produk dapat menambah nilai suatu produk. Merek lebih dari sekedar nama produk, tapi identitas Untuk membedakannya dari produk perusahaan lain. Produk tertentu dengan identitas khusus konsumen dan kali ini tentunya akan memudahkan perusahaan dalam membeli ulang produk (Kotler, 2000). Keahlian unik dari pemasar profesional dan berpengalaman membuat, memelihara, melindungi, dan perbaikan pada merek yang dijual atau sudah dijual. Pakar pemasaran mengatakan merek adalah seni dan bagian terpenting dalam pemasaran. Menurut American Marketing Association, merek adalah nama, istilah, simbol, Simbol, desain, atau kombinasinya identifikasi dan dedakan diri perusahaan dari produk pesaing (Kotler and Keller, 2013). (Kaplan and Haenlein, 2011) Dalam hal ini, merek adalah produk atau jasa dan dimensinya berbeda. Merek dagang yang dirancang dengan cara apa pun dari produk atau layanan lain Untuk memenuhi kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional atau rasional Ini sangat berkaitan dengan kinerja produk dari merek tersebut. Perbedaan ini bisa lebih besar tidak ada yang berhubungan dengan simbolik, emosional atau penting.
160 Merek dapat berupa nama, merek, logo, atau simbol lainnya. merek Ini akan menjadi alat untuk mengidentifikasi penjual atau produsen merek. Selain itu, merek sebenarnya adalah janji penjual untuk memberikan gambaran yang konsisten. Manfaat dan layanan khusus untuk pembeli. Garansi merek terbaik Kualitas dan merek bukan hanya simbol (Kotler and Keller, 2016). Menurut (Amaral et al., 2013) Merek “memiliki nama yang unik dan/atau Simbol untuk mengidentifikasi produk (logo, merek, desain kemasan dan lainnya) atau untuk membedakan antara jasa penjual dan produk tersebut dalam kelompok penjual atau Layanan pesaing. (Fine, 2007) Mempromosikan produk atau layanan merek dengan cara yang membuat seluruh merek menonjol dikenal sebagai pemasaran merek. Ini membutuhkan pembangunan dan pemeliharaan hubungan merek-konsumen dan atribut merek pemasaran. (Stewart, Scott and Warshaw, 2012) mengungkapkan merek juga merupakan karakteristik yang diasosiasikan orang dengan merek tertentu dan memberikan gambaran umum tentang segala sesuatu yang terkait dengan pemasaran merek, termasuk strategi pemasaran merek, jenis merek, kesadaran merek, ekuitas merek, relevansi merek, dan kesadaran merek. Pengertian Brand Image Menurut Coaker (2021), Tharpe (2014), dan Simonson dan Schmitt (2009). Mengemukakan bahwa citra merek (brand image) merupakan pemaknaan kembali dari segenap persepsi terhadap merek yang dibentuk dari informasi dan pengalaman konsumen maupun pelanggan di masa lalu terhadap merek. Menurut Espíndola (2020) dan Arifin dan Fachrodji (2015), citra merek berhubungan dengan sikap konsumen yang berupa preferensi terhadap suatu merek. Kotler, Keller, Brady, Goodman, Hansen (2019) dan Kotler dan Armstrong (2018) menyatakan bahwa merek bukanlah hanya sekedar nama maupun simbol saja, namun merek menjadi elemen kunci dalam hubungan antara perusahaan dengan pelanggannya.
161 Mcpheron (2021) dan Wardhana, et al. (2021) mengemukakan jika pelanggan memiliki citra positif terhadap suatu merek, maka pelanggan akan melakukan pembelian produk itu kembali. Namun sebaliknya, jika citra pada suatu merek negatif, maka kemungkinan kecil untuk terjadinya pembelian produk itu kembali. Berdasarkan uaian di atas bahwa citra merek merupakan persepsi mengenai merek di benak konsumen yang membentuk kepercayaan konsumen maupun pelanggan terhadap suatu merek. Menurut Caputo (2021), Ezeuduji dan Mhlongo (2019), Blokdyk (2020), Joseph Plummer (2007) citra merek terdiri dari tiga komponen, yaitu: 1. Citra perusahaan (corporate image) merupakan serangkaian asosiasi yang dipersepsikan dalam benak konsumen terhadap perusahaan yang memiliki produk tertentu seperti. kredibilitas, popularitas, jaringan perusahaan, serta konsumennya. 2. Citra pemakai (user image) merupakan serangkaian asosiasi yang dipersepsikan dalam benak konsumen terhadap pemakai produk tertentu seperti pemakai atau konsumen maupun pelanggan itu sendiri, gaya hidup, maupun status sosial. 3. Citra produk (product image) merupakan serangkaian asosiasi yang dipersepsikan dalam benak konsumen terhadap merek produk seperti atribut produk, harga, manfaat, prestise, serta garansi. Adapun manfaat citra merek bagi konsumen maupun perusahaan menurut Caputo (2021), Foster (2016), Wardhana, et al. (2021) sebagai berikut: 1. Konsumen dengan citra yang positif terhadap suatu merek, lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian. 2. Perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap merek produk lama.
162 Faktor-Faktor Brand Image Merek memainkan peran penting dalam pemasaran produk. Produsen menggunakan merek untuk menunjukkan bahwa produk mereka memiliki kualitas yang dapat diperusahaanlkan. Merek sangat dibutuhkan oleh produsen karena mereka menggunakannya untuk membantu target pelanggan mereka memahami produk yang mereka tawarkan. Menurut Chernev (2020), Sahney (2016), Riley, Charlton, Wason (2015) menyatakan faktorfaktor pembentuk citra merek sebagai berikut: 1. Kesesuaian ekonomi (economic fit) yaitu kesesuaian antara merek dengan harga atau nilai yang ditawarkan.. 2. Kesesuaian simbolik (symbolic fit) yaitu kesesuaian manfaat simbolik yang diterima oleh konsumen apabila konsumen ingin memiliki produk dengan merek tersebut. Manfaat simbolik memenuhi kebutuhan konsumen dalam rangka peningkatan prestise atau gengsi atau harga diri, identifikasi ego atau kebanggaan menggunakan merek tersebut, gaya hidup, dan lain sebagainya. 3. Kesesuaian perasaan (sensory fit) yaitu kesesuaian antara perasaan atau pengalaman konsumen dengan kondisi ketika menggunakan produk dari merek yang dapat membentuk kesan positif terhadap merek tersebut. 4. Kesesuaian futuristik (futuristic fit) yaitu kesesuaian yang berkaitan dengan teknologi antara desain, inovasi, keunikan, dan hal lainnya dibandingkan dengan merek dan aliansi merek yang dapat dirasakan menjadi lebih positif. 5. Kesesuaian manfaat (utilitarianfit) yaitu penilaian terhadap merek yang didasarkan pada kesesuaian manfaat yang diterima yang ditunjukkan dengan kualitas pabrikan, material yang digunakan, daya tahan, dan kehandalan dari produk dengan merek tersebut.
163 Menurut Kotler, Keller, Brady, Goodman, Hansen (2019), Sahney (2016), Aaker (2011), dimensi-dimensi citra merek, yaitu: 1. Identitas merek (brand identity) yaitu ciri atau karakteristik yang berkaitan dengan logo produk, logo atau identitas perusahaan, kombinasi penggunaan warna, bentuk dan label kemasan, motto atau slogan, dan lain sebagainya. Identitas merek ditujukan guna mempermudah konsumen maupun pelanggan dalam mengenali produk dengan merek tertentu dan membedakan dengan produk lainnya maupun merek pesaingnya. 2. Personalitas merek (brand personality) merupakan ciri khas atau karakter khas yang dimiliki sebuah merek guna mempermudah konsumen maupun pelanggan dalam membedakannya dengan merek lain pada kategori yang sama seperti karakter yang tegas, kemurahan senyuman, kehangatan, rasa sayang, jiwa sosial, dinamis, kreatif, kemandirian, dan lain sebagainya. 3. Asosiasi merek (brand association) merupakan berbagai hal yang berkaitan dengan suatu merek seperti: penawaran yang unik dari suatu produk, aktivitas sponsorship maupun kegiatan tanggung jawab social perusahaan, berbgai isu yang berhubungan dengan merek tersebut, berbagai simbol dan makna tertentu yang sangat kuat terkait dengan suatu merek. 4. Sikap dan perilaku merek (brand attitude and behavior) yaitu sikap dan perilaku merek yang berkaitan dengan sikap atau perilaku komunikasi, maupun interaksi antara merek dengan pelanggannya dalam menawarkan nilai atau manfaat produk. Hal yang mencakup aspek ini adalah sikap dan perilaku konsumen, perilaku karyawan perusahaan pemilik merek, perilaku pemilik merek, aktivitas dan atributatribut yang melekat pada merek saat berhubungan dengan konsumen maupun pelanggan.
164 Menurut Caputo (2021), Aaker (2020), Kotler, Keller, Brady, Goodman, Hansen (2019), bahwa persepsi konsumen atas citra merek terbentuk dari informasi yang terkait dengan merek atau berbagai jenis asosiasi merek yang ada dalam benak konsumen. Berikut ini merupakan berbagai jenis asosiasi merek yang menjadi faktor pembentuk citra merek, yaitu: 1. Strength of Brand Association adalah representasi tentang bagaimana informasi masuk dalam benak konsumen dan kemudian membangun popularitas terhadap merek tertentu melalui komunikasi pemasaran seperti periklanan, promosi penjualan, penjualan personal, word of mouth, maupun berbagai media promosi lainnya. 2. Favorability of Brand Association adalah representasi tentang keunggulan suatu merek ditinjau dari atribut dan manfaat produk. Jika merek suatu produk mampu memberikan kepuasan atas kebutuhan dan keinginan konsumen, maka akan membentuk kesan dan sikap positif konsumen terhadap merek produk tersebut. 3. Uniqueness of Brand Association adalah representasi terkait dengan keunikan atau ciri khas produk yang sulit ditiru oleh pesaing. Pengertian Brand Personality Brand personality merupakan karakter khas yang dimiliki sebuah brand yang membentuk kepribadian dari brand sehingga konsumen dengan mudah membedakan antara brand perusahaan dengan brand pesaing. Brand personality berhubungan dengan ikatan emosional brand terhadap manfaat brand tersebut yang berhubungan dengan pelanggan. Brand personality lebih cepat mengalami perubahan disebabkan oleh perubahan selera konsumen.
165 Brand personality merupakan jenis elemen dari brand yang meliputi karakter, komitmen dan nilai dari produk atau jasa dari perusahaan yang dikenal konsumen (Firmansyah, 2019). Karakter brand yang dibentuk dapat berupa karakter yang tegas, berwibawa, penyayang, berjiwa sosial, independen, kreatif dan sebagainya. Dalam pengembangannya brand harus memiliki identitas yang unik dan berbeda dengan pesaing yang dikembangkan secara komperensif untuk konsumen. Pendekatan yang dilakukan untuk mengukur brand personality (Aningsih, 2017), yaitu: 1. Tipe pengguna atau konsumen produk, tipe pengguna produk diasosiasikan dengan karakter tertentu misalnya rokok malboro dalam iklannya memperlihatkan seorang pria macho, kuat, berani, yang lihai dalam menjinakkan kuda. Sehingga produk rokok tersebut mengasosiasikan lelaki sejati. 2. Demografi, di mana brand yang berhubungan dengan keadaan demografi seperti jenis kelamin, usia, ras dan golongan sosial. 3. Gaya hidup, hal ini berhubungan dengan kegemaran, aktivitas, pandangan hidup dan lainnya. 4. Ciri pembawaan, hal ini berhubungan dengan kepribadian dan sifat manusia. 5. Iklan, merupakan media yang digunakan untuk membentuk kepribadian dari suatu brand. 6. Tangline atau slogan dapat membentuk kepribadian suatu brand sehingga perlu diciptakan seunik mungkin, mudah diingat, dan diucapkan konsumen. Jika terdapat kecocokan antara brand personality dengan kepribadian konsumen maka akan membentuk (a) Hubungan yang sangat kuat yang menggambarkan kesetiaan konsumen; (b) Hubungan yang mungkin dapat menimbulkan ancaman perpindahan ke brand lain; (c) Hubungan yang lemah yang tidak memiliki kesetiaan terhadap brand.
166 Faktor-Faktor Pembentuk Brand Personality Merek memudahkan orang untuk mengenali suatu produk. Merek juga merupakan kumpulan aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh pemilik merek dalam proses membangun dan menumbuhkan sebuah merek (Sudarso et al., 2019). Tanpa kegiatan komunikasi yang terorganisir dan terencana dengan baik bagi konsumen, merek tidak akan dikenal dan tidak berarti bagi konsumen dan konsumen sasaran. Namun, atribut merek harus terlebih dahulu dipertimbangkan untuk memilih pesan yang tepat untuk menjangkau audiens yang tepat di pasar ini. Brand yang positif terbentuk dalam benak konsumen dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berikut ini (Kusuma et al., 2020), : 1. Kualitas produk atau jasa, brand image dapat terbentuk akibat adanya kualitas produk atau jasa yang diberikan perusahaan. Kualitas dan mutu yang baik akan memberikan kesan dan pengalaman yang positif terhadap konsumen sehingga meningkatkan brand image dalam benak konsumen. 2. Dipercaya dan disenangi, produk atau jasa yang ditawarkan dipercaya dan disenangi konsumen. 3. Kegunaan dan Manfaat, produk atau jasa yang ditawarkan memiliki kegunaan dan manfaat yang bisa dipercaya oleh konsumen. Adanya pendapat konsumen tentang manfaat positif dari produk atau jasa yang dikonsumsi oleh konsumen. 4. Servis atau Layanan, pelayanan yang baik dan berkesan dapat meningkatkan pengalaman positif konsumen terhadap perusahaan. Perusahaan yang memberikan pelayanan yang baik terhadap konsumen saat menawarkan produk atau jasanya akan menjadi pengalaman yang tidak dilupakan konsumen. 5. Minim Risiko, pembelian produk atau jasa yang dilakukan konsumen mendapatkan manfaat yang besar dan memiliki risiko yang kecil.
167 6. Risiko penggunaan produk atau jasa berpengaruh terhadap cara pandang konsumen terhadap perusahaan. 7. Harga, harga memengaruhi penilaian konsumen, harga sesuai dengan manfaat yang diterima konsumen. Jumlah uang yang dikeluarkan konsumen akan berpengaruh terhadap penilaian terhadap produk. Tinggi rendahnya harga akan memengaruhi persepsi konsumen terhadap brand image. Citra brand itu sendiri, pandangan konsumen terhadap produk atau jasa yang ditawarkan sangat dipengaruhi oleh banyaknya informasi yang diterima konsumen sebelum melakukan pembelian. Semakin banyak informasi yang dimiliki konsumen maka semakin mudah untuk melakukan pembelian sesuai dengan kebutuhan konsumen. Ragam Komunikasi Brand Image dan Brand Personality Komunikasi adalah aktivitas manusia yang menghubungkan manusia dan menciptakan hubungan yang sifatnya emosional antara satu individu ke individu lainnya. Komunikasi merek memiliki peranan penting dalam mengelola emosional calon pelanggan untuk menilai suatu merek produk, apakah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Representatif merek yang terlibat dalam komunikasi relasional merupakan pesan pribadi atau pribadi dikirim ke pelanggan reguler sebagai bagian dari strategi pemasaran hubungan perusahaan. Namun, sedikit yang diketahui mengenai proses dasar yang mengatur penciptaan hasil relasional yang ditargetkan. Menggambar di sosial Teori norma hubungan, penelitian ini menunjukkan bahwa dengan memengaruhi sifat gratifikasi media, kontekstual norma komunal daripada norma pertukaran memiliki efek yang lebih kuat pada bagaimana gratifikasi berkontribusi pada sikap terhadap media dan terima kasih merek sebagai anteseden terkait merek yang signifikan terkait media
168 (Simon, 2017). Komunikasi merek terdiri dari komunikasi yang sifatnya satu arah dan komunikasi yang sifatnya dua arah. Komunikasi satu arah (tidak langsung); Komunikasi satu arah terdiri dari iklan cetak-TV-radio dll. Jenis komunikasi ini terutama bertujuan untuk meningkatkan merek kesadaran; untuk meningkatkan sikap merek seperti kepuasan merek dan kepercayaan merek; dan untuk mempengaruhi pembelian perilaku, seperti pilihan merek (Zehir et al., 2011). Komunikasi dua arah (langsung); Dua arah atau langsung Fokus komunikasi merek terutama pada pengaruh langsung terhadap perilaku pembelian pelanggan yang ada dan sedangpada dasarnya berorientasi pada transaksi (Şahin, Zehir and Kitapçi, 2011). Dalam menilai dampak terpadu kampanye komunikasi pemasaran, tujuan utama adalah untuk menciptakan pemasaran merek yang paling efektif dan komunikasi yang efisien. Enam kriteria yang relevan dapat diidentifikasi, antara lain: 1. Cakupan; 2. Kontribusi; 3. Kesamaan; 4. Komplementaritas; 5. Fleksibilitas; 6. Biaya; Kapasitas merek dalam memanfaatkan emosi pelanggan dapat terlihat dengan kuat menjangkau dan menghubungkan pengalaman. Ketika merek adalah sebuah cerita bahwa, maka sebaiknya terus untuk berkembang, menciptakan emosional pada konteks orang-orang yang perlu untuk berbagi pengalaman. Gambar 2.3 menunjukkan aspek unik dari cakupan berhubungan dengan "efek utama", aspek umum berhubungan dengan efek interaksi.
169 Gambar 10.1 IMC Audience Communication Option Overlap Sumber: (Kwun, 2012) Membangun teori motivasi berbasis identitas (Oyserman, 2009), mengusulkan bahwa tujuan identitas yang menonjol antara status pribadi dengan status sosial akan mempengaruhi dampak kepribadian merek pada persepsi konsumen etika merek. Kami telah menyebutkan yang kami harapkan konsumen membuat kesimpulan etisitas merek berdasarkan merek kepribadian. Kami juga berpendapat bahwa tujuan identitas sosial yang menonjol akan lebih menarik perhatian pada etika merek, meningkatkan efeknya kepribadian merek pada persepsi etika merek. (Sudirman, Halim and Pinem, 2020)berpendapat bahwa tujuan identitas dapat memodifikasi kepentingan relatif dari perilaku prososial, seperti keputusan pembelian terkait produk ramah lingkungan dibandingkan yang konvensional. Kebanyakan orang yang tergolong konsumen berpikir tentang etika dan nilai-nilai perusahaan setiap hari. Mereka berasumsi karena disebutkan di halaman tentang situs web perusahaan atau dalam materi pemasaran mereka, bahwa itu adalah sesuatu yang orang ketahui tentang suatu merek produk yang mereka tawarkan. Pastikan bahwa semua orang di perusahaan tahu bagaimana melakukan pekerjaan mereka dengan etika dan nilai-nilai yang paling utama dalam pikiran. Mendengarkan orang-orang akan membuat suatu persepsi dalam bentuk penilaian tentang kinerja perusahaan.
170 Komunikasi digital memiliki efek kecepatan kilat pada reputasi merek sebuah produk dikarenakan orang-orang akan berbagi pengalaman mereka dengan orang lain tentang apa yang mereka alami setelah menilai sebuah merek dengan nilai-nilai yang terkandung pada pesan sebuah merek (Sinaga et al., 2020). Keuntungan Membangun Brand Image dan Brand Personality Istilah branding tampaknya menjadi sesuatu yang selalu didengar oleh setiap perusahaan bisnis atau berbasis startup. Jika kita pernah mengunjungi konferensi wirausaha atau menonton video bisnis startup online, kemungkinan Anda telah mendengar kata merek ratusan kali dalam satu jam. Gagasan branding setiap orang berbeda dikarenakan beberapa orang berpikir bahwa sebuah merek hanya font dan warna yang diputuskan untuk digunakan perusahaan. Perusahaan pemasaran bisnis hebat mana pun akan memberi tahu kepada konsumen bahwa memiliki merek yang kuat pasti akan membantu bisnis menonjol dan melampaui pesaing (Cass, 2018). Hanya sedikit keunikan, kualitas, pesan yang jelas, filosofi yang kuat, pemasaran yang ditargetkan, dan kesadaran audiens. Biasanya, apa yang membuat merek hebat bukan hanya satu hal yang luar biasa melainkan itu adalah kombinasi dari beberapa elemen. Jadi mengapa branding begitu penting bagi sebuah perusahaan bisnis, dan apa yang sebenarnya yang dimiliki oleh merek yang kuat untuk dapat menguasai pasar bisnis. Menurut Cass (2018) perilaku bisnis dan perilaku konsumen adalah iklim yang selalu berubah, tetapi di sini ada 8 manfaat utama dari branding bagi sebuah perusahaan bisnis, antara lain:
171 Gambar 10.2 Eight Key Benefits of Branding Sumber: (Cass, 2018) Jangan pernah meremehkan kekuatan keakraban calon pelanggan. Ketika seorang pelanggan berbelanja dan melihat tipograf atau warna serta gambar merek yang jelas mereka kenal, mereka lebih cenderung mengambil produk itu daripada keramaian merek orang lain yang mengelilinginya. Begitu pembeli mulai mengenali dan membeli suatu layanan atau produk, merek yang baik dapat membuat mereka kembali untuk mendapatkan lebih banyak dan dapat membuat mereka menjadi “pengikut” loyal dari merek itu. Ketika sebuah perusahaan menggabungkan produk hebat dengan branding menarik yang menyentuh semua catatan yang tepat dengan pembeli, sebuah bisnis akan melihat loyalitas pelanggan mereka mulai membangun kepercayaan yang kuat kepada pelanggan. Begitu sebuah bisnis memiliki branding-nya, maka filosofi perusahaan, pemasaran, warna, tipografi, cetak, situs web, dan lain-lain, dikarenakan ia dapat mulai memodelkan sisa upayanya setelah itu. Ketika ada "menetapkan" branding foundation di tempat, itu membuat pilihan lain jauh lebih mudah, dan semua pemasaran masa depan perusahaan dapat berkembang. Tidak cukup hanya mengeksploitasi merek, merek harus
172 selalu merespons perubahan dan pergeseran tren sosial tetap selaras dengan audiensnya. Ini menciptakan peluang yang menantang untuk merek manajer. Manfaat merek adalah representatif dari nilai dan makna pribadi sebuah produk (Sereikiene and Marcinkeviciute, 2014), maka dari itu manfaatnya antara lain adalah: 1. Posisi fungsional: menyelesaikan masalah, memberikan manfaat kepada pelanggan, mendapatkan kinerja yang menguntungkan konsepsi oleh investor, pemberi pinjaman. 2. Posisi simbolik: peningkatan citra diri, identifikasi ego, rasa memiliki dan sosial kebermaknaan. 3. Posisi eksperimental: memberikan stimulasi sensorik, memberikan stimulasi kognitif. Kata merek sangat luas digunakan tetapi sering kurang dipahami. Sebuah nama merek yang terutama terlihat dari persepsi khas produk terlihat beberapa perbedaan sederhana yang muncul dari merek dagang sebuah produk (Laroche et al., 2012). Branding membawa berbagai keuntungan yang dapat diidentifikasi dilihat dari perspektif pasar dan dari sebuah organisasi perspektif (Ekawati et al., 2021). Keunggulan merek jika ditinjau dari perspektif pasar terdiri dari: 1. Merek membedakan satu produk dari yang lain 2. Merek mengidentifikasi produk 3. Merek memberikan manfaat emosional, fungsional, dan ekspresif diri 4. Merek menciptakan hubungan pribadi dengan pelanggan 5. Merek merangsang pembelian 6. Merek mengurangi risiko dan meningkatkan keandalan produk Merek melambangkan kualitas, umur panjang, kemewahan, atau simbol lainnya.
173 Daftar Pustaka Amaral, G. et al. (2013) Marketing Kotler, Journal of Petrology. doi: 10.1017/CBO9781107415324.004. Ekawati, N. W. et al. (2021) ‘The Effect of Hedonic Value, Brand Personality Appeal, and Attitude Towards Behavioral Intention’, Management Science Letters, 11, pp. 253–260. doi: 10.5267/j.msl.2020.8.008. Fine, L. M. (2007) ‘Selling and sales management’, Business Horizons, 50(3), pp. 185–191. doi: 10.1016/j.bushor.2007.01.001. Kaplan, A. M. and Haenlein, M. (2011) ‘The early bird catches the news: Nine things you should know about micro-blogging’, Business Horizons, 54(2), pp. 105– 113. doi: 10.1016/j.bushor.2010.09.004. Kotler, P. (2000) ‘Marketing Management , Millenium Edition’, Marketing Management, 23(6), pp. 188–193. doi: 10.1016/0024-6301(90)90145-T. Kotler, P. and Keller, K. L. (2013) Marketing Management 14e. Pearson Education Limited, Pearson. doi: 10.1080/08911760903022556. Kotler, P. and Keller, K. L. (2016) MarkKotler, P., & Keller, K. L. (2016). Marketing Management. Global Edition (Vol. 15E). https://doi.org/10.1080/08911760903022556eting Management, Global Edition. Kusuma, A. H. P. et al. (2020) Brand Management: Esensi, Posisi dan Strategi. Cetakan 1. Medan: Yayasan Kita Menulis. Kwun, D. J. (2012) ‘Brand Management in The Hospitality Industry’, Journal of Tourism & Hospitality, 01(01), pp. 1–2. doi: 10.4172/2167-0269.1000e104. Laroche, M. et al. (2012) ‘The Effects of Social Media Based Brand Communities on Brand Community Markers, Value Creation Practices, Brand Trust and Brand Loyalty’, Computers in Human Behavior. Elsevier Ltd, 28(5), pp. 1755–1767. doi: 10.1016/j.chb.2012.04.016.
174 Oyserman, D. (2009) ‘Identity-based motivation: Implications for action-readiness, proceduralreadiness, and consumer behavior’, Journal of Consumer Psychology, 19(3), pp. 250–260. doi: 10.1016/j.jcps.2009.05.008. Şahin, A., Zehir, C. and Kitapçi, H. (2011) ‘The effects of brand experiences, trust and satisfaction on building brand loyalty; an empirical research on global brands’, Procedia - Social and Behavioral Sciences, 24, pp. 1288–1301. doi: 10.1016/j.sbspro.2011.09.143. Sereikiene, J. and Marcinkeviciute, J. (2014) Positioning & Branding Strategies. Lithuania: SMK University of Applied Social Sciences. Simon, F. (2017) ‘Relationship norms and media gratification in relational brand communication’, Journal of Business Research. Elsevier, 79(April 2016), pp. 12–22. doi: 10.1016/j.jbusres.2017.05.023. Sinaga, O. S. et al. (2020) ‘Mampukah Citra Merek, Fasilitas dan Kepercayaan Meningkatkan Kepuasan Pengunjung Taman Hewan Kota Pematangsiantar’, Inovbiz: Jurnal Inovasi Bisnis, 8(1), pp. 151–157. Stewart, H. R., Scott, P. J. D. and Warshaw, P. M. R. (2012) ‘Komunikasi Pemasaran’, Humaniora, 3(1), pp. 215– 222. Sudarso, A. et al. (2019) Manajemen Merek, Journal of Chemical Information and Modeling. Medan: Yayasan Kita Menulis. Sudirman, A., Halim, F. and Pinem, R. J. (2020) ‘Kepercayaan Sebagai Pemediasi Dampak Citra Merek dan Harga Terhadap Kepuasan Konsumen Gojek’, Jurnal Pemasaran Kompetitif, 3(3), pp. 66–76. Zehir, C. et al. (2011) ‘The effects of brand communication and service quality in building brand loyalty through brand trust; the empirical research on global brands’, Procedia - Social and Behavioral Sciences, 24, pp. 1218–1231. doi: 10.1016/j.sbspro.2011.09.142.
175 Profil Penulis Dr. Darwin Lie, S.E., M.M Lahir di Kota Pematangsiantar, 10 Januari 1963. Menyelesaikan Studi S-1 di Universitas Simalungun Tahun 1988. Melanjut studi Magister (S-2) di Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Islam Sumatera Utara lulus pada tahun 2004. Tahun 2010 melanjutkan studi S-3di Program Doktor Ilmu Manajemen Fakultas Pascasarjana Universitas Pasundan lulus bulan Juni tahun 2012. Saat ini aktif mengajar dan menjabat sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sultan Agung. Menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pengupahan Kota Pematangsiantar Periode 2019-2021. Berkolaborasi dengan beberapa penulis untuk menulis buku: Pengantar Bisnis, Manajemen Strategik, Usaha Kecil & Kewirausahaan: Pola pikir, Pengetahuan, Keterampilan, Pengantar Manajemen, Manajemen Sumber Daya Manusia. Email Penulis: [email protected]
176
177 11 BRAND VISIBILITY DAN BRAND INTEGRITY Endah Widati, M.B.A Universitas Indraprasta PGRI Pendahuluan Apalah arti sebuah nama? Kalimat yang pernah diucapkan oleh William Shakespere ini menjadi sangat terkenal dan sering terdengar di telinga jika ingin berkenalan atau mengetahui identitas seseorang atau kelompok. Hal yang sama juga terjadi pada produk, ketika seseorang memutuskan untuk menawarkan dan memasarkan suatu produk kepada pasar, maka secara nyata perlu memberi suatu identitas pada produk tersebut agar mudah dikenali dan dibedakan dari produk pesaing. Identitas ini dapat berupa nama, istilah, tanda, gambar, warna, simbol atau desain atau kombinasi dari berbagai aspek tersebut yang disebut dengan merek (brand). Bagi perusahaan dan produk, merek menjadi penting karena berfungsi sebagai tanda pengenal, alat pelindung bagi fitur-fitur unik produk dan juga hal-hal terkait proses produksi melalui paten, merek dagang dan desain kemasan melalui hak kekayaan intelektual (HAKI) baik desain maupun merek dagang. Selain itu, merek dapat memberikan pendapatan bagi perusahaan jika merek sudah berada pada posisi strategis di benak konsumen. Bagi konsumen merek merupakan sebuah janji antara perusahaan dan konsumen potensial yang dapat meminimalisir risiko konsumen mendapatkan produk dengan kualitas tidak sesuai harapan. Selain itu, merek
178 juga berperan sebagai identitas diri yang menjadi bagian penting dari kepribadian dan konsep diri konsumen. Oleh karena itu, proses branding suatu produk memiliki jangka waktu yang tidak pendek. Branding adalah suatu proses memberkati produk dengan kekuatan merek (Kotler & Keller, 2016) yang akan memberikan nilai tambah di benak dan persepsi konsumen. Kesuksesan proses branding yang panjang akan membuat perusahaan dapat menikmati hasil berupa customer-based brand equity (CBBE). Kotler, Pfoertsch and Michi (2006) menjelaskan bahwa agar proses branding bisa dilakukan lebih cepat dan efektif sesuai dengan kerangka kerja princip percepatan melalui branding, perusahaan dapat menerapkan branding principles yang terdiri dari 5 (lima) elemen yaitu konsistensi (consistency), murni (clarity), keberlanjutan (continuity), visibilitas (visibility) dan keaslian (authenticity). Visibilitas (visibility) merupakan salah satu faktor dari brand awareness yang dapat meningkatkan customerbased brand equity (CBBE) sebagai tujuan akhir proses branding. Namun disisi lain, visibilitas dapat menjadi ancaman bagi merek perusahaan karena bagaimanapun juga semakin tinggi customer-based brand equity (CBBE) maka persepsi dan juga brand image produk perusahaan akan semakin tinggi. Hal ini memungkinkan terjadinya persaingan tidak sehat dan tidak etis terutama bagi pihakpihak yang hanya ingin mencari keuntungan saja tanpa berpikir apakah aktifitas yang dilakukan bertentangan dengan hukum. Di era globalisasi dan revolusi industri 4.0, informasi terkait data produk dan merek menjadi hal yang riskan atau memiliki risiko tinggi apabila data tersebut dicuri dan disalahgunakan. Hal ini karena hak kekayaan intelektual (HAKI) dari produk dan merek merupakan kunci sukses perusahaan. Counterfeiting dan clonning merupakan bisnis yang dilakukan secara tidak etis terhadap produk dan merek perusahaan, sehingga wajib bagi perusahaan untuk mengambil langkah tegas terkait kedua aktivitas ini melalui brand integrity. Bab ini akan membahas tentang brand visibility dan brand integrity.
179 Konsep dan Definisi Brand Visibility Istilah brand visibility mulai dikenal ketika internet dan media sosial mulai marak digunakan untuk berbagai aktivitas bisnis. Selain itu peningkatan lama waktu per hari yang dihabiskan untuk mengakses internet dan media sosial yang cenderung meningkat setiap tahunnya mempengaruhi keputusan perusahaan untuk menggunakan berbagai platform yang tersedia guna kepentingan bisnis. Brand visibility adalah tingkat di mana merek terlihat oleh target audiensnya melalui saluran pemasaran konvensional dan digital yang berbeda (Bhasin, 2022). Sedangkan Kotler, Pfoertsch and Michi (2006) menjelaskan bahwa brand visibility adalah meningkatkan eksposur merek ke mata konsumen untuk mendapatkan brand mindshare yang lebih besar. Dengan kata lain, brand visibilitas dapat didefinisikan sebagai tingkat ukuran seberapa besar merek menonjol secara online dan dikenal oleh konsumen. Lalu bagaimana konsep brand visibility bekerja? Apa perbedaan dengan brand awareness? Dilihat dari tingkatannya brand visibility merupakan bagian dari brand awareness. Brand awareness adalah tingkat kesadaran konsumen akan eksistensi merek perusahaan. Gambar 11.1 menunjukkan konsep brand visibility mempengaruhi brand awareness dan akan berdampak pada customer-based brand equity (CBBE). Gambar 11.1 Cara Kerja Brand Visibility.
180 Peran Brand Visibility Dari sisi psikologi, ada aspek yang disebut "Efek Eksposur Semata". Dimana semakin seseorang melihat atau menemukan sesuatu, orang tersebut cenderung menyukainya. Dengan kata lain, jika sering melihat maka akan menjadi ingat karena hal tersebut berulang itu dan pada akhirnya akan memberikan dampak signifikan. Seperti yang terlihat pada gambar 11.1 bahwa brand visibility berperan sebagai kontributor brand awareness. Sedangkan brand awareness berkontributor pada customer-based brand equity (CBBE). Sementara berdasarkan hasil penelitian brand visibility juga berperan penting sebagai salah satu faktor keputusan pembelian pada anak-anak (Gregori et al., 2017), meningkatkan intesitas pembelian (Vianna, Mesquita, Linhares, & Moreira, 2016), persepsi konsumen (Kim & Kim, 2016) dan menjadi sumber competitive advantage bagi perusahaan jasa (Smithson, Devece, & Lapiedra, 2011). Strategi Brand Visibility Levy (2014) menjelaskan bahwa untuk dapat meningkatkan dampak brand visibility, perusahaan harus dapat menjaga logo, slogan, foto dan iklan produk di setiap media sosial yang digunakan tetap konsisten. Sedangkan Bhasin (2022) dan Birkett (2022) menyebutkan bahwa untuk dapat menjaga agar merek (brand) perusahaan tetap visible, maka perusahaan dapat melakukan beberapa hal berikut ini: 1. Mengkomunikasikan Merek 2. Membuat penawaran produk yang jelas 3. Menggunakan fitur Search Engine Optimization (SEO) 4. Membuat asosiasi atau mitra menggunakan media onlinen 5. Menciptakan segmen berbeda untuk merek perusahaan 6. Miliki Digital Appearance yang efektif
181 7. Buatlah kontak layanan bebas pulsa 8. Menerapkan Co-creation dalam membuat blog 9. Membuat video iklan 10. Desentralisasi konten pemasaran 11. Melakukan review pada marketing site. Mengukur Brand Visibility Untuk mengetahui hasil dari aktivitas brand visibility maka perusahaan dan pemasar perlu mengukur hasilnya. Bhasin (2022) menyebutkan ada 3 cara mengukur brand visibility yaitu dengan mengukur website traffic, mengecek jumlah pencarian keyword merek perusahaan dan memanfaatkan daftar data sosial yang dikeluarkan pihak ketiga. Dilihat dari metode yang digunakan, ada 6 (enam) metode yang dapat digunakan untuk mengukur apakah merek (brand) perusahaan visible atau tidak (Birkett, 2022). Keenam metode pengukuran brand visibility (lihat gambar 11.2) yaitu: Gambar 11.2 Alat Ukur Brand Visibility Sumber:Birkett (2022) 1. Brand Search (organic) 2. Metrik berbayar – paid ads and ad clicks 3. SERP Visibility 4. Social Media (organic)
182 5. Social Media (berbayar) 6. Referral and Review Sites Konsep dan Definisi Brand Integrity Kylander & Stenzel (2013) mendefinisikan integritas merek (brand integrity) sebagai aktivitas menyelaraskan identitas merek dan citra merek menggunakan dan menyetarakan identitas merek dengan misi, nilai, dan strategi yang diterapkan pada fungsi dan peran organisasi. Sementara Post & Post (2008) mendefinisikan brand integrity sebagai strategi, proses, fitur, desain,dan praktik bisnis yang memastikan integritas produk, kekayaan intelektual, reputasi, citra, dan nilai pemegang saham. Dengan kata lain, brand integrity adalah usaha yang dilakukan oleh perusahaan dalam bentuk strategi, proses dan juga komitmen seluruh stakeholder terkait untuk mengukur bagaimana konsumen memandang merek di semua titik kontaknya. Ini adalah jumlah dari bagian-bagian organisasi yang dihitung oleh publik, dan memiliki korelasi langsung dengan nilai merek secara keseluruhan. Konsep brand integrity didasari pada hukum brand integrity (Post & Post, 2008) itu sendiri yakni: 1. Integritas merek lebih dari sekadar perlindungan hukum. 2. Jika suatu produk bernilai, seseorang akan mencoba mengambil keuntungan dari produk tersebut 3. Jika perusahaan tidak melindungi produk perusahaan maka tidak akan ada yang melakukannya. 4. Jika perusahaan menunggu sampai produk perusahaan diserang, maka perusahaan akan kalah. 5. Lindungi produk perusahaan, dan orang jahat akan menyerang pesaing perusahaan. 6. Jika perusahaan memiliki harga yang berbeda di pasar yang berbeda, perusahaan lain akan mencurangi keuntungan yang di dapat perusahaan
183 7. Produk perusahaan sendiri seringkali merupakan pesaing terbesar perusahaan. 8. Terus pantau pasar untuk menurunkan risiko dan meningkatkan keuntungan. Proses Brand Integrity Tujuan dari brand integrity adalah melindungi produk, melindung citra dan reputasi produk dan perusahaan, melindungi merek, menyediakan pendapatan produk dan laba serta meminimalisir biaya produksi. Berdasarkan tujuan ini maka yang harus dilindungi adalah produk, informasi, reputasi, nilai pemegang saham dan marjin (Post & Post, 2008). Agar aset-aset ini terlindungi dan konsep brands integrity berkembang, perlu adanya kebijakan perusahaan yang menetapkan brands integrity sebagai tujuan utama perusahaan. Pada saat mengimplementasikan brand integrity perlu beberapa hal yang diperhatikan (Post & Post, 2008): 1. Komponen brand integrity Program 2. Filosofi Brand Integrity 3. Kebijakan 4. Prosedural dan Struktur Penyusunan dan Pengelolaan Brand Integrity Untuk dapat menyusun dan mengelola brand integrity, terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan (Post & Post, 2008), yaitu: product centric, business process and enforcement. Seperti yang mungkin diharapkan, perkembangan untuk menggunakan beberapa jenis pendekatan brand integrity bervariasi menurut perusahaan dan jenis produk, tetapi biasanya dimulai dengan insiden dari beberapa jenis.
184 Berbagai pendekatan untuk kegiatan brand integrity tersedia diantaranya: 1. Tidak ada yang formal 2. Proses tertanam 3. Dimensi tunggal 4. Rencana perlindungan produk 5. Multidimensi 6. Staf pendukung khusus 7. Fungsi khusus 8. Dikoordinasikan oleh keamanan perusahaan 9. Dikoordinasikan oleh departemen hukum 10. Layanan komersial 11. Aliansi dan asosiasi Model Program Brand Integrity Model program yang dibuat untuk brand integrity dibuat berdasarkan fokus masalah yang dihadapi (Post & Post, 2008), seperti gray market, counterfeit, integrated dan juga tergantung pada ukuran perusahaan, apakah kecil, sedang atau besar. Adapun program yang dirancang berdasarkan prinsip “someone is watching the store” ketika pada faktanya, “the lights are on but nobody is home.” Sehingga, program harus dirancang untuk mencerminkan masalah yang dihadapi manajemen utama. Program dibuat berdasarkan level program yaitu korporat, produk lini dan produk spesifik. Selain itu dalam merancang sebuah program, penting untuk diingat bahwa program brand integrity di semua perusahaan akan mencerminkan enam ide spesifik yaitu: 1. Program brand integrity melibatkan hampir semua entitas organisasi, departemen dan kegiatan di perusahaan. 2. Brand integrity merupakan tanggung jawab setiap individu pegawai.
185 3. Karena berbagai kompleksitas produk dan pilihan perusahaan, penerapan langkah-langkah brand integrity tertentu akan bervariasi. 4. Penerapan program akan menjadi tanggung jawab manajer merek dan manajer umum sebagai atasan untuk melapor. 5. Layanan staf perusahaan (keamanan, hukum, IT, SDM, audit, dll.) ada untuk memberikan pedoman pelaksanaan dan program bantuan pembangunan untuk memastikan dukungan, bantuan teknis dan koordinasi. 6. Rencana operasi brand integrity yang disesuaikan dengan kebutuhan spesifik itu produk, fasilitas, atau operasi digunakan oleh setiap fasilitas, produk, atau fungsi.
186 Daftar Pustaka Bhasin, H. (2022). Brand visibility – Definition, Importance, Strategies and Measurement. Retrieved October 24, 2022, from marketing91.com/brandvisibility/#:~:text=Brand visibility is extremely important,boost brand building and awareness. Birkett, A. (2022). Brand Visibility—What Is It? How Can I Increase It? Retrieved November 9, 2022, from https://www.semrush.com/blog/brand-visibilitywhat-is-it-how-can-i-increase-it/#3--review-sitemarketing Gregori, D., Lorenzoni, G., Ballali, S., Vecchio, M. G., Verduci, E., & Berchialla, P. (2017). Is brand visibility on snacks packages affecting their consumption in children? results from an experimental ad-libitum study. Arch Latinoam Nutr, 67, 36–49. Kim, H., & Kim, J. (2016). Influence of Self-construal and Self-monitoring on Brand Product PreferenceFocusing on the Moderating Effect of Brand Visibility. Journal of the Korean Society of Clothing and Textiles, 40(3), 539–553. Kotler, P., & Keller, K. L. (2016). Marketing Management Global Edition. Pearson (Fifthteen). New York: Pearson Education Limited. Kotler, P., Pfoertsch, W., & Michi, I. (2006). B2B Brand Management. Berlin: Springer. Kylander, N. L., & Stenzel, J. S. (2013). The Brand IDEA: Managing Nonprofit Brand with Integrity, Democracy and Affinity. Wiley Publishing. Levy, S. (2014). Tweet Naked. Enterpreneur Press. Post, Ri. S., & Post, P. N. (2008). Global Brand Integrity Management: How to protect your product in today’s competitive environment. McGraw-Hill. https://doi.org/10.1036/0071494448
187 Smithson, S., Devece, C. A., & Lapiedra, R. (2011). Online visibility as a source of competitive advantage for small-and medium-sized tourism accommodation enterprises. The Service Industries Journal, 31(10), 1573–1587. Vianna, K. A., Mesquita, J. M. C. de, Linhares, M. R. S., & Moreira, P. de C. G. (2016). The relationship between viral marketing, purchase intention, and brand visibility: Study with Brazilian customers. In Rediscovering the Essentiality of Marketing (pp. 229– 241). Springer.