88 Lemahnya perencanaan dan analisis pasar juga membuat para pelaku UMKM mengalami hambatan dalam melakukan spesialisasi atau diversifikasi. Akibatnya, sering terlihat persamaan barang atau produk dari pelaku UMKM dalam daerah atau lokasi tertentu. Permasalahan lain dari UMKM adalah manajemen sumber daya manusia (SDM), baik dari sisi ketersediaan SDM maupun dari kualitas SDM khususnya dalam penguasaan teknologi dan digital marketing. Produk UMKM saat ini identik dengan produk kerajinan yang lebih banyak digeluti, dimana regenerasi usaha minim terjadi karena generasi muda saat ini lebih memilih untuk menjadi pekerja kantoran maupun pabrik. Regenerasi juga minim terjadi karena kebanyakan pelaku UMKM enggan untuk membagikan ilmunya kepada para pembantunya maupun terhadap anak kandungnya karena mereka biasanya menginginkan anak kandung mereka bernasib lebih baik dari mereka sendiri. Hal ini bisa terjadi akibat usaha UMKM masih dianggap sebagai alternatif pekerjaan bagi orang-orang yang tidak mendapatkan pekerjaan formal, sehingga seringkali pelaku UMKM adalah orang-orang yang dianggap tidak memiliki pendidikan yang tepat guna, ketrampilan dan relevan dengan bidang usaha yang hendak digeluti. Sehingga jarang ada perusahaan kecil yang sukses dalam jangka waktu lama. Dari sisi penguasaan teknologi, UMKM kebanyakan masih bertahan dengan secara tradisional sehingga produk yang dihasilkan juga masih belum maksimal, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, padahal pasar mulai dibanjiri oleh produk luar negeri, seperti dari Cina, Korea dan Malaysia dengan kualitas relatif lebih baik dan harga lebih murah. Saat ini, masih banyak merek UMKM yang ditawarkan untuk pasar lokal. Sehingga jika ada permintaan yang lebih banyak, UMKM seringkali tidak sanggup memenuhinya karena keterbatasan modal. Sehingga masih banyak merek-merek UMKM yang telah memiliki kualitas yang bagus, namun sayangnya seringkali mengalami kendala saat dipasarkan. Banyak UMKM belum berhasil menembus pasar terutama pasar ekspor karena mengalami hambatan sebagai berikut:
89 1. Rendahnya diversifikasi Para pelaku UMKM dianggap kurang mendorong diversifikasi produk/ jasa UMKM mereka baik desain, bentuk maupun fungsi produk yang dihasilkan. Pada umumnya pelaku UMKM dalam memproduksi barang/ jasanya dianggap hanya berkonsentrasi pada sejumlah produk/ jasa yang secara tradisional dan telah ditangani kelompok pelaku bisnis tertentu dan pada pasar tertentu saja. Oleh karena rendahnya tingkat diversifikasi UMKM, telah memberi kesan bahwa UMKM hanya berspesialisasi pada produk/ jasa tradisional yang memiliki keunggulan komparatif seperti barang-barang jadi dari kulit seperti jaket, alas kaki, dan kayu, termasuk meubel dan barang kerajinan, pakaian jadi, dan beberapa produk tekstil lainnya. Ketidakmampuan para pelaku UMKM melakukan diversifikasi ini juga yang membuat produk UMKM mereka terlihat sama dalam suatu daerah. Misalnya, di kawasan Cibaduyut hampir semua penjual menjual hasil kerajinan kulit yang sama mulai dari sepatu, dompet, tas, gantungan kunci, souvenir, dan lain-lain. Pelaku usaha cenderung hanya mengikuti saja jika ada pelaku usaha lain yang telah berhasil menjual produk sejenis. Para pelaku UMKM tidak berusaha untuk menciptakan lagi varian baru dari produk yang dihasilkan, diikuti rendahnya aksesibilitas terhadap sumber-daya produktif, terutama yang berkaitan pembiayaan, informasi pasar, promosi, teknologi, dan jaringan bisnis produk berorientasi ekspor. 2. Dampak globalisasi perdagangan Para pelaku UMKM dituntut semakin tinggi responsifnya terhadap pelaku bisnis, perubahan pasar dan perilaku konsumen. Kecepatan perubahan permintaan pasar dan selera konsumen, menuntut produk yang ditawarkan harus inovatif, beragam dan siklus produk menjadi relatif lebih pendek.
90 Sementara UMKM masih memiliki kendala dalam kemampuan untuk berinovasi karena selain keterbatasan SDM juga masalah permodalan. Tantangan dalam pemasaran saat ini menjadi semakin berat karena persaingan semakin kuat dari negara asia lainnya akibat masuknya produk-produk luar negeri khususnya Vietnam, Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Sementara di sisi lain, respon konsumen dalam negeri terhadap produk-produk asing tersebut sangat tinggi akibat konsumen industri masih menganggap superior produk asing. Konsumen membeli produk tersebut karena persepsinya mutu dan kualitas yang relatif lebih bagus dengan harga yang lebih murah. 3. Manajemen merek UMKM Salah-satu hal yang membuat produk UMKM mengalami kesulitan dalam pemasaran adalah tidak adanya pengelolaan merek pada produk UMKM tersebut. Seringkali pelaku UMKM hanya fokus dalam usaha menghasilkan produk, bahkan banyak pelaku UMKM yang tidak memikirkan tentang merek pada awal usaha. Para pelaku UMKM dianggap memandang bahwa manajemen merek hanya perlu dipikirkan setelah usaha mereka menjadi besar. Sementara pengembangan merek seharusnya tidak hanya dilakukan oleh industri dalam skala besar, tetapi juga usaha mikro, kecil, dan menengah. Pelaku UMKM seharusnya menyadari bahwa merek adalah aset yang cukup penting bagi kelangsungan bisnis mereka. Merek harus menjadi sebuah prioritas karena merek merupakan sebuah investasi dan diharapkan akan memberikan keuntungan bagi UMKM nantinya. Apabila perusahaan terlalu berorientasi pada produk, tindakan ini akan mudah sekali ditiru karena sebaik apapun kualitas produk yang dihasilkan, dalam waktu relatif singkat pasti pesaing sudah dapat menirunya.
91 Terlebih lagi, saat ini setiap kategori produk sudah memiliki standar kualitas minimal yang dipersyaratkan sehingga sekali produk memenuhi standar minimal yang dipersyaratkan maka produk akan mudah diterima pasar. Pengelolaan merek yang tepat juga dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan ekspor. Strategi optimalisasi pengelolaan merek diharapkan akan meningkatkan minat beli dan harga jual. Produk UMKM dengan pengelolaan merek yang direncanakan dengan baik, didesain secara menarik dan dikomunikasikan secara tepat akan lebih mudah masuk di pasar mancanegara dan bersaing dengan produk-produk negara lain. Peningkatan daya saing produk ekspor Indonesia melalui pengembangan merek merupakan langkah strategis yang mempunyai manfaat besar, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Produk-produk UMKM Indonesia sebenarnya memiliki potensi pengembangan pasar yang besar, baik untuk pasar di dalam negeri maupun pasar internasional. Oleh karena itu, dibutuhkan kejelian dalam melihat peluang dan potensi yang ada, khususnya peluang di pasar internasional. Karena, Indonesia memiliki sumber daya yang berlimpah, baik dari bahan baku berkualitas maupun sumber daya manusia untuk bisa menghasilkan produk UMKM yang berdaya saing. Belum lagi, dengan kreativitas dan inovasi dari sumber daya manusia Indonesia yang bisa menjadi keunggulan kompetitif produk UMKM Indonesia. Saat ini, pelaku UMKM di Indonesia juga sangat memerlukan fasilitas perlindungan merek dari instansi pemerintah terkait. Hal ini terjadi mengingat keterbatasan modal usaha mereka, disertai keterbatasan promosi, dan rendahnya kesadaran para pelaku UMKM mengenai pentingnya penggunaan merek pada hasil produksi mereka. Kondisi ini turut memprihatinkan mengingat semakin ketatnya persaingan pasar internasional yang mulai dimasuki oleh para pelaku UMKM, dan semakin banyaknya produk-produk pesaing dari negara lain yang dengan bebas masuk ke wilayah pasar Indonesia.
92 Jika produk UMKM tidak memiliki identitas merek khusus, maka akan menyulitkan konsumen untuk mencari kembali produk mereka, dan ketika konsumen ingin membeli lagi produk tersebut. Konsumen juga akan mudah untuk mengenali dan membedakannya dengan produk lain jika memang ada merek pada produk UMKM tersebut. Meskipun memiliki produk yang bagus dan unik, maka para pelaku UMKM harus berhasil mengkomunikasikannya kepada orang lain. Pengertian Merek Definisi merek menurut Asosiasi Marketing Amerika Serikat adalah suatu nama, simbol, tanda, atau desain atau kombinasi diantaranya, dan ditujukan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari para pesaingnya (Kotler, 2003). Selanjutnya Kotler menambahkan bahwa suatu merek adalah suatu simbol yang komplek yang menjelaskan enam tingkatan pengertian, yaitu: 1. Atribut Merek: atribut merek memberikan ingatan pada atribut - atribut tertentu dari suatu produk, misalnya jika kita ingin mendengar merek “Teh Botol Sosro”, tentunya kita teringat akan minuman kemasan rasa teh manis. 2. Manfaat Atribut: atribut produk yang dapat diingat melalui merek harus dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik secara fungsional maupun manfaat secara emosional, misalnya atribut kekuatan kemasan produk “Ayam Goreng Geprek Surabaya “menterjemahkan manfaat secara fungsional dan atribut harga produk “Laundry Kiloan Rawa Mukti” menterjemahkan manfaat secara emosional yang berhubungan dengan harga diri dan status. 3. Nilai Merek: nilai merek mencerminkan nilai yang dimiliki oleh produsen sebuah produk, misalnya merek “Sepeda Polygon” mencerminkan produsen
93 sepeda domestik yang memiliki teknologi yang canggih dan modern. 4. Budaya Merek: budaya mereka akan mempresentasikan suatu budaya tertentu, misalnya “Brodo” mempresentasikan budaya handmade Jawa Barat yang telaten, artistik, dan menggunakan bahan kulit berkualitas tinggi. 5. Kepribadian Merek: kepribadian merek akan dapat memproyeksikan suatu kepribadian tertentu, misalnya “Isuzu Panther” yang diasosikan dengan kepribadian binatang panther yang kuat (mengasosiasikan mesin kuat dan tahan lama). Para pengguna merek dapat mengelompokkan tipe - tipe konsumen yang akan membeli atau mengkonsumsi suatu produk mereka, misalnya “Honda Jazz” untuk konsumen remaja dan pemuda. Upaya Pengembangan Merek UMKM Para pelaku UMKM dapat mengikuti langkah awal berikut dalam membangun dan mengembangkan merek mereka: 1. Tentukan target audiens, yaitu dengan melakukan riset target audiens dan competitor potensial yang telah menjual produk sejenis. 2. Gambarkan kharakteristik dan fokus dari merek, yaitu memberikan nilai merek yang akan dimiliki usaha UMKM tersebut. Lalu kebutuhan apa yang akan dimiliki oleh merek tersebut. Sehingga secara bertahan dapat membantu menciptakan karakteristik merek UMKM tersebut. 3. Nilai merek, dimana kemajuan tersebut akan menentukan nilai merek di media sosial atau jaringan marketing yang akan dimiliki nantinya, serta menentukan seperti apa penampilan kreatif digital yang akan dipergunakan.
94 4. Menentukan nama merek, dimana karakteristik, tindakan, dan reputasi dari sebuah merek yang akan membuat suatu produk dikenal dan membuatnya memiliki arti di pasaran. 5. Menentukan slogan merek, dimana slogan yang singkat dan deskriptif akan mampu mewakili merek agar mudah untuk dikenali. Slogan yang catchy dan mampu mewakili visi dan misi produk UMKM dapat merupakan suatu keuntungan. 6. Perbaiki penampilan merek, dimana baik warna mapupun font yang terkandung dalam merek UMKM merupakan sesuatu yang sangat penting untuk ditetapkan. 7. Desain logo merek, dimana sebuah logo akan menjadi wajah sebuah merek sehingga mampu mewakili nilai, visi dan misi merek UMKM tersebut secara visual. 8. Kembangkan merek, dengan selalu menjaga reputasi merek di pasar, terutama di hadapan customer potensial dengan meningkatkan engagement pelanggan. 9. Buatlah konten yang menarik, berupa sesuatu yang dapat memberikan informasi maupun memberikan hiburan di media sosial. 10. Tentukan keunikan merek, Keunikan yang ditawarkan produk akan meninggalkan kesan tersendiri tentang merek bisnis tersebut di mata audiens. Keunikan tersebut akan membedakan produk UMKM tersebut dengan bisnis kompetitor sejenisnya. Menurut Helen Wing, Director of the Marketing Science Centre at Research International menyatakan bahwa produk baru dengan merek yang benar – benar baru membutuhkan usaha pemasaran dari segi waktu dan biaya yang lebih banyak untuk memperkenalkan merek dan membangun awareness konsumen. Dengan memahami bahwa ekuitas merek memiliki dampak yang besar dalam keputusan konsumen dalam pemilihan suatu produk dan adanya kondisi riil bahwa diperlukannya
95 biaya iklan yang tinggi untuk membangun awareness suatu produk baru dengan merek yang baru, maka strategi perluasan merek banyak digunakan oleh perusahaan untuk mensiasati kondisi pasar, kondisi ekonomi, dan kondisi persaingan. Pertimbangan lainnya adalah bahwa para pelaku usaha bisa mendapatkan keuntungan dari adanya ikatan emosional yang telah terbentuk antara merek induk dengan perluasannya sehingga inventasi yang dibutuhkan untuk perluasan merek bisa lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan merek yang baru. Hasil studi kasus internasional terhadap 22.000 macam kasus peluncuran merek baru didapatkan data sebagai berikut: 1. 83% direktur pemasaran lebih menyukai meluncurkan produk baru dengan perluasan merek, sedangkan 15% memberikan penilaian yang sama antara penggunaan merek baru ataupun menggunakan perluasan merek, dan hanya 2% yang berminat untuk menggunakan merek yang benar – benar baru. 2. 82% dari produk – produk baru, merupakan perluasan merek dan hanya sekitar 15% merupakan merek yang benar – benar baru. Dari hasil studi kasus tersebut, dapat diketahui bahwa penggunaan strategi perluasan merek sudah banyak digunakan dan bahkan mendominasi dalam setiap peluncuran produk – produk baru bukan hanya di Indonesia saja tetapi juga di beberapa negara lain. Selain itu sebagian besar dan bahkan hampir seluruh praktisi marketing juga setuju dengan penggunaan strategi perluasan merek dalam peluncuran produk baru. Dengan adanya data serta informasi yang mendukung strategi pengembangan merek. Berikut ini beberapa kelemahan dari strategi perluasan merek yang terdapat dalam jurnal marketing,”Brand Extension Is Not A Low Risk Option That Firms Think It Is” menyatakan:
96 1. Minat pembelian konsumen untuk produk dengan merek baru 10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan perluasan merek. Hal ini disebabkan karena rasa ingin tahu konsumen akan adanya merek baru membuat mereka berminat untuk mencoba produk baru tersebut. 2. Pesan yang disampaikan merek dengan perluasan harus cukup berbeda dengan merek induknya. Karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Milward Brown menyatakan bahwa kegiatan periklanan yang dilakukan untuk perluasan merek baru hanya mendapatkan tingkat awareness sebesar 65%. Hal ini disebabkan konsumen tidak melihat produk baru tersebut sebagai sesuatu yang baru karena masih terpaku pada merek induknya. Menyadari dan mempertimbangkan bahwa strategi perluasan merek juga memiliki keterbatasan dan kelemahan dalam aplikasinya, maka perusahaan juga perlu untuk mempelajari mengapa perluasan merek dapat gagal di pasar. Ada tiga faktor utama penyebab kegagalan sebuah strategi perluasan merek (Wing, 2004), antara lain tidak adanya perbedaan dari merek induk, kualitas produk kurang baik, maupun tidak adanya support pemasaran yang baik. Sehingga perusahaan harus benar – benar mempersiapkan produk baru yang akan diluncurkan dimana atribut – atribut produk harus berbeda dengan atribut – atribut produk merek induk. Para pelaku usaha hendaknya mengandalkan ekuitas merek yang tinggi dari merek induk serta harus menyediakan aktivitas – aktivitas pemasaran pendukung untuk memperkuat posisi dari produk baru tersebut. Alternatif Strategi Pengembangan Merek Perusahaan biasanya pada suatu saat akan mengembangkan merek yang dimilikinya, dengan tujuan untuk melayani market segment yang berbeda, atau dalam rangka melindungi merek utama mereka dari serangan para pesaing.
97 Secara umum ada lima pilihan untuk menentukan strategi merek (brand strategy) perusahaan, yaitu : 1. Strategi Merek Bersama (Co-Branding Strategy) 2. Strategi Merek Baru (New Brand Strategy) 3. Strategi Banyak Merek (Multi Brand Strategy) 4. Strategi Perluasan Merek (Brand Extension Strategy) 5. Strategi Perluasan Lini Produk (Product Line Extension Strategy) Dalam usaha untuk mengembangkan merek, perusahaan memiliki empat pilihan alternatif seperti yang tertera dalam tabel berikut: Gambar 6.1 Alternatif Pengembangan Merek Sumber: (Kotler P & Amstrong G., 2004) Strategi Merek Bersama (Co-Branding Strategy) Merek bersama atau co-branding adalah penggunaan dua merek untuk satu produk, atau biasa disebut juga kerjasama branding, dan strategi ini ditempuh perusahaan untuk mendapatkan kekuatan dari masingmasing merek tersebut. Biasanya strategi ini ditempuh oleh perusahaan besar yang sudah memiliki merek yang terkenal dan sudah sangat kuat, sehingga penggunaan dua merek tersebut akan semakin menguatkan posisi produk di pasar. Penguatan merek tersebut akan memiliki dampak meningkatnya jumlah konsumen dari produk tersebut, karena adanya penambahan jumlah konsumen dari masing-masing merek yang sudah eksis di pasar tersebut. Hal yang perlu diwaspadai dari penggunaan merek bersama atau co-branding adalah
98 dalam memilih merek yang akan di ajak kerjasama, karena jika nanti salah satu merek mengalami kejatuhan di pasar, maka merek yang lain akan terpengaruh juga. Contoh produk yang menggunakan strategi co-branding adalah institusi perbankan komersial dalam negeri – Niaga, dengan merek institusi perbankan luar negeri CINB, menjadi CINB Niaga. Strategi Merek Baru (New Brand Strategy) Produk baru dengan merek baru membutuhkan biaya untuk edukasi pasar, biaya komunikasi, biaya penjualan dan distribusi yang lebih besar dibandingkan dengan yang sudah existing. Penggunaan merek baru untuk meluncurkan produk baru biasanya dipilih oleh pelaku usaha dengan alasan, diantaranya agar jika suatu produk baru gagal, maka bisa mempengaruhi merek dan produk yang sudah ada. Perusahaan tidak mau mengambil resiko dengan merek dan produk yang baru tersebut. Dengan menggunakan merek yang sama sekali baru, maka jika terjadi kegagalan produk. Merek-merek yang sudah ada tidak akan terpengaruh, bahkan dalam prakteknya jika resiko kegagalan produk cukup tinggi, proses pemasaran dan distribusi merek tersebut disendirikan, dan kalau nantinya sudah eksis di pasar, baru akan diakuisisi kembali. Akan tetapi penggunaan merek produk yang sama sekali baru ini juga memiliki konsekuensi, yaitu biaya pemasaran yang cukup tinggi. Strategi Banyak Merek (Multi Brand Strategy) Ada berbagai alasan atau sebab mengapa perusahaan memilih strategi multi merek atau mengapa perusahaan memiliki banyak merek dalam kategori produk yang sama tersebut. Strategi multi merek adalah strategi di mana para pelaku usaha menggunakan banyak merek untuk setiap produknya, dalam kategori produk yang sama.
99 Kadang perusahaan memang tidak ingin mengganggu kinerja merek yang sudah ada, sehingga disaat akan memperluas lini produk maka digunakanlah merek yang baru, dengan demikian merek pertama akan aman, jika terjadi kegagalan pada merek kedua ini. Bisa juga perusahaan dengan sengaja menciptakan merek kedua dengan maksud untuk melindungi merek pertama, jadi merek kedua ini sifatnya atau fungsinya adalah untuk berperang jika ada produk pesaing yang mengganggu, istilahnya sebagai fighting brand atau flanking brand. Tetapi terjadinya multi merek ini bisa juga diakibatkan oleh proses akuisisi perusahaan dimana perusahaan yang diakuisisi juga memiliki merek untuk kategori produk yang sama. Strategi Perluasan Merek (Brand Extension Strategy) Strategi perluasan merek adalah saat perusahaan memutuskan untuk menggunakan merek yang sudah ada yang biasanya memang sudah berhasil di pasar untuk digunakan sebagai merek produk baru dalam lini produk yang berbeda. Dengan menggunakan merek yang sudah ada, perusahaan berharap proses pengenalan produk ke pasar akan lebih mudah, karena brand atau merek tersebut sudah dikenal oleh konsumen. Menggunakan merek yang sudah ada dan sudah dikenal luas oleh konsumen, memiliki banyak keuntungan, termasuk di dalamnya biaya untuk mengenalkan merek menjadi lebih rendah, biaya untuk promosi juga menjadi berkurang, karena reputasi merek yang sudah dikenal oleh konsumen. Kesadaran merek tersebut/ awareness merek sudah tinggi, sehingga tingkat kepercayaan konsumen terhadap produk baru tersebut sudah kuat. Yang perlu diperhatikan oleh para pelaku usaha dalam menggunakan strategi pengembangan merek ini adalah produk baru jangan sampai gagal, karena jika produk baru tersebut yang nota bene menggunakan merek yang sudah dikenal luas sebagai merek produk yang sukses mengalami kegagalan, maka produk pertama akan ikut
100 terpengaruh kinerjanya. Contoh penggunaan strategi perluasan merek adalah penggunaan merek GIV, Shampo GIV, Sabun Mandi GIV, kemudian penggunaan merek Asepso untuk shampo Asepso dan sabun mandi Asepso, dan lain sebagainya. Strategi Perluasan Lini Produk (Product Line Extension Strategy) Strategi ini banyak diterapkan oleh perusahaan yang sudah berhasil dengan merek produk pertama, kemudian ingin meningkatkan volume penjualan atau memang masih memiliki kapasitas produksi, sehingga perusahaan memutuskan untuk menambah lini produk baru. Strategi perluasan lini produk artinya perusahaan membuat produk baru atau produk tambahan dalam lini produk yang sama dan juga menggunakan merek yang sama, tetapi dengan tambahan atau kharakteristik tertentu, seperti rasa, kandungan, bentuk, ukuran kemasan, dan lain sebagainya. Dalam menggunakan strategi perluasan lini produk baru ini, ada yang harus diperhatikan adalah aspek pasarnya, yaitu kemungkinan terjadi kanibalisme yang tidak terkendali, dan lebih berbahaya adalah pelemahan produk utama atau produk yang sudah terlebih dahulu eksis di pasar. Kanibalisme bisa saja terjadi, dikarenakan konsumen yang tidak tertarik dengan produk utama diambil alih oleh produk kedua, dan bukan menggunakan produk kompetitor. Contoh dari strategi perluasan lini produk adalah, Sarimie Mie Goreng Sarimie, Sarimie Soto dengan Sarimie rasa Soto Ayam, Shampo Panthene dengan aneka variannya dan lain-lain.
101 Kesimpulan Dari uraian penjelasan mengenai strategi pengembangan merek diatas, maka di dalam era super kompetitif ini para pelaku UMKM perlu cerdas dan lihai dalam melihat kondisi pasar dan juga kondisi lingkungan pemasaran di dalam kaitan apabila para pelaku UMKM hendak melakukan peluncuran produk baru. Maka, perlu memilih strategi pengembangan merek yang tepat guna memudahkan agar produk baru tersebut dapat segera meraih pangsa pasar. Namun yang harus diperhatikan bahwa selalu ada resiko karena produk tersebut masih terkait dengan persepsi konsumen akan citra merek utamanya. Banyak perdebatan yang muncul dari berbagai pihak dimana ada pihak yang setuju, namun tidak sedikit pula pihak yang kontra dan meremehkan penggunaan strategi ini. Tidak ada peluncuran produk baru, baik dengan merek yang benar – benar baru ataupun dengan menggunakan strategi pengembangan merek yang tanpa resiko. Bahkan menurut Profesor Kotler, seorang ahli pemasaran internasional dari Universitas Northwestern, pada Kellogg Graduate School of Management di Chicago Amerika Serikat menyatakan bahwa 90% dari produk baru mengalami kegagalan di pasar. Disini peran para pelaku UMKM sangatlah penting dalam mengelola sumber daya yang dimiliki UMKM untuk mendukung sukses atau tidaknya suatu produk yang diluncurkan di pasar mereka. Namun kegiatan peluncuran merek UMKM baru patut didukung dengan antusiasme sepenuhnya.
102 Daftar Pustaka Ahonen, M. “Branding-Does It Even Exist Among SMEs?”. Proceedings of The 16th Nordic Conference on Small Business Research.2008. (http://www.oulu.fi/cobra/papers/Artikkelit%20konfere nsseissa/Branding%20%20does% 20it%20even%20exist%20among%20SMEs.pdf, diakses 21 September 2012). Churcchill, N. C. and Lewis, V. L. “The Five Stages of Small Business Growth”. Harvard Business Review. MayJune 1983. “Keragaman Definisi UKM di Indonesia”. (http://infoukm.wordpress.com/2008/08/11/keragama n-definisi-ukm-di-indonesia/, diakses 5 Februari 2013). “5 UKM Indonesia dengan Jangkauan Global”. (http://www.indonesiaberprestasi.web.id/pembangunanbangsa/headline/5-ukm-indonesia-dengan jangkauan-global/, diakses 15 April 2013). Marbun, B. N. Manajemen Perusahaan Kecil Aplikasi di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2011. Susanto, A.B. dan Wijanarko, Himawan. Power Branding Membangun Merek Unggul dan Organisasi Pendukungnya. Jakarta: Quantum Bisnis & Manajemen, 2004. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
103 Profil Penulis Fajar Satria, MSc., Mhum., CHRP., CPMP., CIRP., CHCM. Fajar memiliki pengalaman dalam bisnis, professional, konsultan dan Koordinator Akademik pada beberapa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hertfordshire – Raffles College, Institute Bisnis Kwik Kian Gie, Universitas Esa Unggul serta menjadi pembicara tamu di Magister Manajemen UNPAD dan program SBM-Institut Teknologi Bandung. Saat ini Fajar menjadi Partner dan Direktur Pengembangan Bisnis dan Strategi Manajemen pada AIK INVESTAMA, yang bergerak dalam bidang Government Relations dan Public Affairs, dan Komunikasi Bisnis. Fajar telah menjadi Global Counsel Member untuk wilayah Asia Pasifik untuk Gerrson Lehrman Group. Pengalamannya ditunjang masa kerja lebih dari 24 tahun di bebeberapa perusahaan Fortune-500 yang berhasil beroperasi di Indonesia, Amerika Serikat, benua Asia untuk bertanggung jawab, diantaranya Sales dan Marketing Effectiveness, dan Pengembangan Bisnis. Fajar bersama timnya telah berhasil mensukseskan berbagai insiatif bisnis yang sukses berhasil pada beberapa perusahaan melalui berbagai program/ proyek manajemen, diantaranya CRM, CME, CARE Big Data, Business Analytics dan mendapat pengakuan multinasional. Fajar mengikuti pendidikan PhD untuk bidang Manajemen dan mendapat beasiswa bergengsi untuk menyelesaikan Executive Education dari INSEAD MBA Program di Singapore/ Perancis, selanjutnya Fulbright’s Exchange Program Amerika Serikat serta Shimane University di Jepang. Fajar meraih gelar Double Master Degree with Second Major, yaitu Magister Hukum Bisnis dari Universitas Gadjah Mada dengan tesis bertema Hak Kekayaan Intelektual pada produk kesehatan di industri farmasi, sedangkan Master of Science pertama bidang Agricultural Economics dari Oklahoma State University, serta gelar Sarjana Ekonomi dan Studi Pembangunan dari Universitas Padjadjaran. Fajar aktif dalam komunitas bisnis, perhimpunan alumni dan organisasi Kewirausahaan, Forum Bisnis Keluarga, Komersial dan Perdagangan pada tingkat nasional, Asia dan Global. Email: [email protected]
104
105 7 PERSPEKTIF KOMUNIKASI DALAM BRANDING Sri Andika Putri, S.Pd., M.A Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang Komunika dalam Dunia Bisnis Berbicara tentang bisnis tentu tidak bisa dilepaskan dari peran komunikasi sebagai media atau sarana pelaksananya. Dikatakan pelaksana sebab dalam pelaksanaan bisnis terjadi transaksi tawar menawar yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Untuk melaksanakan proses tawar menawar ini maka dibutuhkan komunikasi antar dua orang atau lebih tersebut sebagai medianya, sehingga bisnis yang dilakukan benar-benar terjadi. Kita tahu bahwa dalam pelaksanaanya bentuk komunikasi ada dua yaitu bentuk verbal dan nonverbal. Dalam dunia bisnis kedua bentuk ini dapat dilakukan. Misal dalam bentuk nonverbal, ketika kita memberikan brosur atau menawarkan brand produk yang kita jual kepada pembeli. Ketika menerima brosur bisa saja pembeli memasang raut wajah yang tidak enak seperti malas menerima brosur yang kita sodorkan. Dari sini kita paham bahwa orang yang kita ajak komunikasi tidak dapat memberikan imbal balik yang baik. Berbeda dengan komunikasi verbal kita langsung berbicara dengan orang yang kita tawarkan.
106 Brand produk yang kita sodorkan langsung kita jelaskan dengan detail dan terjadi percakapan timbal balik dari orang yang kita ajak bicara. Baik itu respon positif maupun negatif. Untuk menghindari respon negatif dari lawan bicara saat melakukan transaksi bisnis alangkah baiknya kita memahami komunikasi dalam dunia bisnis itu sendiri. Menurut Djoko Purwanto (2010) pelaku bisnis tidak bisa lepas dari komunikasi baik itu bisnis dalam skala kecil, menengah, maupun skala besar. Bagi pelaku bisnis komunikasi merupakan faktor yang sangat penting demi pencapaian tujuan suatu organisasi bisnis. Media yang digunakan pun beraneka ragam, baik yang konvensional maupun elektronik. Secara umum komunikasi merupakan suatu proses pertukaran informasi antarindividu melalui suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan simbol-simbol, sinyalsinyal, maupun perilaku atau tindakan (Himsreet dan Baty, 1990). Proses pertukaran informasi ini berkaitan dengan bisnis seperti produk atau jasa yang ditawarkan. Dalam proses komunikasi ada informasi yang diberikan oleh si pemberi pesan dan ada informasi yang akan diterima oleh penerima pesan. Informasi yang disampaikan harus detail dan tidak menimbulkan pertanyaan yang menimbulkan keraguaan dalam menjalin hubungan bisnis. Komunikasi dalam dunia bisnis sangat penting untuk dipelajari oleh para pengusaha. Komunikasi bukan hanya sekedar untuk proses tawar menawar namun lebih jauh untuk meningkatkan penghasilan perusahaan. Melalui komunikasi diharapkan omset penjualan akan meningkat dan keberlangsungan perusahaan dapat terjamin beberapa tahun berikutnya. Beberapa manfaat komunikasi dalam dunia bisnis yaitu: 1. Pembuatan keputusan yang lebih kuat dan penyelesaian masaah yang lebih cepat. 2. Peringatan dini mengenai penyelesaian masalah.
107 3. Produktivitas yang meningkat dan arus kerja yang mantap. 4. Hubungan bisnis yang lebih kuat. 5. Citra profesional yang meningkat terkait pemberian kerja dan perusahaan. 6. Perputaran karyawan berkurang dan keputusan karyawan meningkat. 7. Hasil finansial yang lebih baik dan tingkat pengembalian modal investor yang lebih tinggi. Komunikasi dalam dunia bisnis dikatakan efektif apabila komunikasi tersebut dapat meningkatkan hubungan antara perusahaan dan seluruh pemangku kepentingan, kelompok yang saling berhubungan dengan aktivitas perusahaan seperti karyawan, pelangggan, pemegang saham, pemasok, rekan perusahaan, komunitas, dan negara (Bovee dan Thill, 2013). Dalam dunia bisnis, komunikasi antar komponen perusahaan sangat penting untuk menyamakan persepsi terhadap visi dan misi perusahaan. Hal ini perlu dilakukan untuk mempermudah pemilik atau pemimpin perusahaan dalam mengambil keputusan untuk mencapai target yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam hal ini, biasanya pemimpin perusahaan tidak akan segan-segan untuk memberhentikan karyawan yang tidak bisa bekerja sama dan sulit diajak berkomunikasi. Komunikasi yang terbentuk dengan baik antar komponen perusahaan akan membawa dampak positif bagi perusahaan. Misalnya dalam hal kenyamanan dalam bekerja, adanya peningkatan kinerja antar karyawan serta adanya pengaruh positif lainnya yang berdampak terhadap perkembangan perusahaan. Sebaliknya komunikasi yang kurang baik akan berdampak negatif terhadap perusahaan. Misalnya karyawan yang tidak bisa diajak berkomunikasi dengan baik tentang capaian visi dan misi perusahaan akan membuat perusahaan dalam masalah. Sederhananya jika dalam sebuah perusahaan ada bagian
108 marketing yang tidak bisa berkomunikasi dengan atasan tentang target perusahaan maka target dari marketing tersebut tidak akan terpenuhi dan hal ini akan berdampak dengan menurunnya penjualan perusahaan. Baik buruknya perusahaan memangberada ditangan pimpinan, namun pimpinan yang baik adalah pimpinan yang dapat berkomunikasi dengan baik dengan bawahannya. Tidak mungkin target perusahaan akan dicapai oleh pimpinan perusahaan tanpa ada bantuan dari komponen yang lain. Jika pimpinan perusahaan tidak mampu berkomunikasi dalam dunia bisnis dengan baik maka bisa dikatakan perusahaan tidak akan bertahan lama. Pentingnya Komunikasi Ketika Membangun Bisnis Baru Komunikasi sangat penting dipelajari dalam membangun bisnis baru. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa dalam berkomunikasi di dunia bisnis ada 7 manfaat yang diperoleh. 1. Pembuatan keputusan yang lebih kuat dan penyelesaian masalah yang lebih cepat. Setiap perusahaan akan mengambil keputusankeputusan penting disaat terjadi masalah atau disaat perusahaan memiliki target baru terhadap keberlangsungan perusahaan. Dalam menyelesaikan masalah komunikasi digunakan sebagai media untuk menjembatani persoalan yang ada. Persoalan yang ada akan dicari solusi secara bersama maupun diambil keputusan langsung oleh atasan, namun tetap dalam bentuk komuniaksi yang baik antarkomponen perusahaan. Komunikasi ini sangat penting dilakukan oleh setiap komponen perusahaan agar apa yang diputuskan nanti memiliki dasar hukum yang kuat. Apabila adaa perubahan mengenai aturan perusahaan akan dikomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal (tertulis).
109 Dengan melaksanakan komunikasi dengan baik, maka semua persoalan yang terjadi dapat diatasi dengan cepat dan tepat. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang memberikan umpan balik antara pembicara dan lawan bicara. Jika dalam perusahaan terjadi sebuah permasalahan maka atasan akan langsung menindaklanjuti permasalahan tersebut. Pemimpin perusahaan sebagai orang yang memiliki wewenang atas keputusan perusahaan perlu melakukan komunikasi dengan karyawan yang melakukan kesalahan. 2. Peringatan dini mengenai penyelesaian masalah. Namanya perusahaan pasti memiliki masalah, tidak mungkin tidak ada masalah sama sekali. Sebaik-baiknya pimpinan perusahaan dalam mengkoordinir perusahaanya pasti masalah kecil akan ada. Masalah ini terkadang terjadi karena kurangnya komunikasi. Dalam bisnis meskipun masalah tersebut terlihat sepela namun bisa berdampak besar terhadap perusahaan. Misal manajer lupa mengkomunikasikan target penjualan kepada bagian pemasaran. Komunikasi nonverbal dalam bentuk surat resmi akan menjadi peringatan dini terhadap masalah-masalah yang timbul dalam perusahaan jika masalah yang terjadi dirasa mengganggu keberlangsungan perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Peringatan dalam bentuk surat ini sebagai pengingat terhadap semua komponen perusahaan dalam memaksimalkan kinerjanya untuk perusahaan dimasa yang akan datang. Komponen perusahaan jadi punya acuan jika terjadi masalah. Hal ini juga mengantisipasi agar permasalahan yang terjadi tidak berlarut-larut dan cepat diselesaikan. 3. Produktivitas yang meningkat dan arus kerja yang mantap. Produktivitas setiap komponen akan mengalami peningkatan apabila ada motivasi dan adanya target yang akan dicapai ke depan. Untuk memberikan motivasi kepada setiap karyawan pasti dibutuhkan komunikasi yang baik, komunikasi yang dapat
110 membangkitkan keinginan untuk bekerja lebih baik lagi. Sebaik-baiknya motivasi dalam bentuk reward (bonus uang dll) akan lebih baik lagi jika setiap karyawan diberikan motivasi dalam bentuk kalimat uang membuat semua karyawan menjadi semangat bekerja. Sebab jika hanya sekedar memberikan bonus belum tentu apa yang ditargetkan tersebut benarbenar dicapai. Namun, jika motivasi dalam bentuk mindset, maka akan berdampak terhadap perilakunya. Perilaku yang baik akan memberikan dampak yang baik terhadap lingkungan kerja dan perusahaan. 4. Hubungan bisnis yang lebih kuat. Bisnis tentu saja bisa berjalan jika terjadi komunikasi antar komponen pengeraknya seperti penjual dan pembeli. Dalam perusahaan besar komunikasi bisnis amat penting peranannya sebab berjalan atau tidaknya bisnis yang direncanakan tergantung juga kepada komunikasi yang dipakai. Sederhananya seorang investor tidak mungkin akan memberikan investasi terhadap sebuah perusahaan apabila pemilik perusahaan tidak mengkomunikasikannya dengan baik dengan investor yang dituju. Investor akan merasa berada pada posisi yang sangat aman apabila dalam komunikasi bisnis semuanya dijelaskan dengan transparan. Bagaimana sistem pembagian keuntungan perusahaan terhadap investor dan pemilik perusahaan secara detail akan dituangkan dalam perjanjian kerja sama. Komunikasi bisnis juga memperkuat kerja sama antar perusahaan. Dengan adanya perjanjian yang jelas dan tertuang dalam surat perjanjian yang memiliki dasar hukum maka hubungan antar perusahaan bisa dikatakan tidak memiliki masalah selama kedua perusahaan tetap menjalankan perannya masingmasing sesuai dengan surat perjanjian yang telah disepakati bersama. Bisa saja perjanjian kerja sama ini bukan hanya membahas masalah pembagian
111 keuntuangan yang diperoleh kedua belah pihak, namun lebih dalam membahas bagaimana peran masing-masing dalam menjalankan bisnis, apa wewenang masing-masing perusahaan, serta apabila ada salah satu pihak yang melakukan pelanggaran apa konsekuensi yang akan diterima oleh pihak yang melakukan pelanggaran tersebut. 5. Citra profesional yang meningkat terkait pemberian kerja dan perusahaan. Dengan adaya komunikasi antar komponen dalam perusahaan, maka profesionalitas perusahaan dapat berjalan dengan baik. Meskipun pada kenyataan dilapangan kita lihat tidak semua perusahaan akan bersikap profesional kepada semua karyawannya. Akan ada satu atau dua karyawan yang memiliki keistimewaan dalam sebuah perusahaan, entah itu penilaian secara subjektif dari bagian HRD atau dari pimpinan langsung. Sejalan dengan fungsinya komunikasi bisnis harus bisa memberikan citra profesional yang baik terhadap perusahaan, maka dalam komunikasi bisnis dapat dituangkan dalam bentuk nonverbal berupa aturanaturan tertulis yang harus disepakati oleh semua karyawan perusahaan. Setiap karyawan wajib memiliki SOP yang jelas dan itu semua tertuang dalam bentuk perjanjian kerjas sama antar perusahaan dengan karyawan. Hal ini akan memberikan dampak positif kepada kedua belah pihak. Tidak akan ada yang merasa dirugikan apabila dari awal kerja sama kesepakatan telah ditetapkan. Perusahaan akan dipandang semakin memberikan kesempatan yang profesional kepada setiap karyawan dengan adanya SOP pada setiap bagian atau unit. Setiap unit memiliki perannya masing-masing dan jika ada yang melanggar aturan aka nada sanksi yang tegas terkait itu semua. Hal ini berdampak positif terhadap citra perusahaan keluar. Dengan adanya citra yang baik maka target perusahaan juga dengan
112 musah dicapai karena orang diluar perusahaan akan mudah percaya dengan perusahaan. Perusahaan dianggap memiliki kredibilitas yang tinggi dalam bekerja. 6. Perputaran karyawan berkurang dan keputusan karyawan meningkat. Perjanjian bisnis yang ada dalam perusahaan akan membuat perusahaan memiliki karyawan tetap dalam jangka waktu lama. Perputaran karyawan dapat dikerjakan dengan baik sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Misalnya perusahaan yang awalnya berukuran sedang kemudian berkembang menjadi perusahaan besar, jika perusahaan berkembang menjadi besar maka akan ada karyawan yang dipindahkan posisi ke posisi yang baru. Perpindahan posisi ini tidak akan menimbulkan masalah karena adanya perjanjian yang jelas diawal dengan semua karyawan. Karyawan dalam perusahaan juga memiliki wewenang dalam memutuskan karier mereka masing-masing. Keputusan karyawan dalam menjalankan karier masing-masing ini akan menjadi hal positif sebab karyawan menjadi tidak mudah untuk memutuskan hal-hal yang dapat merugikan karyawan dan perusahaan sendiri. Karyawan dengan perjanjian kerja sama yang baik diawal akan berpotensi bekerja loyal tanpa lagi melihat nilai rupiah yang diberikan oleh perusahaan. Bayangkan saja bagaimana perusahaan BUMN yang mampu berdiri tegap meskipun banyak masalah ekonomi yang terjadi di negara ini. Mendengar perusahaan saja banyak orang yang tertarik bekerja disana. Apalagi jika sudah bekerja dan mendapatkan posisi yang diinginkan. 7. Hasil finansial yang lebih baik dan tingkat pengembalian modal investor yang lebih tinggi. Komunikasi dalam bisnis bisa membuat perusahaan berkembang menjadi sangat besar bahkan melebihi
113 target perusahaan. Finansial yang menjadi tujuan utama perusahaan akan sangat mudah didapatkan dengan menerapkan komunikasi bisnis yang baik. Perhatikan saja bagian marketing, semua ilmu komunikasi dalam dunia bisnis seharusnya diupdate dengan baik. Sebaiknya bagian marketing diberikan pelatihan secara berkala dan continue tentang bagaimana berkomunikasi dengan klien bsinis. Dengan adanya komunikasi yang baik dibidang marketing maka daya tarik investor atau pelanggan akan menjadi tinggi. Hal ini dikarenakan adanya cara komunikasi yang mampu membuat investor tertarik dengan perusahaan. Begitu juga pelanggan, dengan komunikasi bsinis mampu membuat pelanggan tertarik atau hanya sekedar penasaran dengan produk yang ditawarkan. Hal ini tentu saja berdampak positif secara finansial terhadap perusahaan. Bayangkan dengan komunikasi yang mempu membuat orang tertarik saja, bagian marketing mampu memberikan keuntungan yang banyak terhadap perusahaan. Tidak salah jika banyak perusahaan besar seperti pabrik rokok, handphone dan sejenisnya meminta agar bagain marketing adalah orang-orang yang mampu memiliki komunikasi yang baik, bukan hanya sekedar penampilan yang mampu membuat orang menjadi tertarik dan bertanya tapi tutur kata dan pilihan katakatanya juga menarik. Untuk menarik investor asing maupun investor dalam negeri, perusahaan pasti membuat proposal pengajuan kerja sama dan merinci apa yang dimiliki perusahaan. Selain itu perusahaan juga akan memberikan imbalan berupa keuntungan yang akan didapatkan para investor. Keuntungan ini tentu akan menjadi perhatian utama para investor untuk menanamkan sahamnya dalam sebuah perusahaan. Agar investor benar-benar menanamkan sahamnya sesuai target perusahaan maka hal utama yang harus diperhatikan adalah proposal kerja sama yang akan disetujui kedua belah pihak. Proposal yang dibuat
114 haruslah mencantumkan semua hal yang dibutuhkan investor. Misalnya seorang investor menanamkan sahamnya disebuah perusahaan maka hal utama yang dipikirkan adalah berapa lama modal yang ditanam akan kembali dan berapa lama keuntungan akan diperoleh. Hal inilah yang menjadi perhatian utama ketika membuat proposal. Komunikasi bisnis sudah dengan jelas menyampaikan apa-apa saja hal yang harus ada dalam proposal perjanjian kerja sama. Membangun Branding Produk Baru Era digital yang semakin maju, apalagi beberapa tahun belakangan, menimbulkan banyaknya brand-brand baru diberbagai bidang. Misal brand dibidang kecantikan, banyak sekali brand-brand baru yang bermunculan sejak adanya pandemi covid-19. Banyak brand-brand lokal yang akhirnya mampu bersaing dengan brand ternama dari luar negeri. Dilihat dari segi waktu, memang pada saat pandemi adalah saat yang tepat untuk membangun brand lokal karena produk-produk dari luar negeri banyak yang tidak boleh masuk ke dalam negeri sementara kebutuhan akan barang tersebut terus berjalan. Hal ini menyebabkan brand-brand lokal mendapat kesempatan untuk dipasarkan di dalam negeri. Jika awalnya brand ini memiliki perbandingan, dengan tidak masuknya brand luar negeri orang merasa tidak ada salahnya mencoba brand lokal. Kita lihat sejarah beberapa brand lokal yang akhirnya berkembang pesat sekarang ini. Contoh brand Heaven Lights yang bergerak dibidang textile. Brand ini awalnya hanyalah jasa titip yang ada dimulai oleh seorang ibu rumah tangga. Namun seiring berjalan waktu dan mulai banyak permintaan maka perlahan mulai memproduksi sendiri hijab yang diberi brand Heaven Lights sambil tetap menerima jasa titip terhadap brand-brand lainnya. Perlahan-lahan brand yang biasanya dititip dihilangkan satu persatu hingga akhirnya yang dijual hanyalah brand sendiri. Heaven Lights hanya bermodalkan konsisten mengkomunikasikan produk yang dijual melalui sosial
115 media pada pembeli dan akhirnya sukses menjadi salah satu brand ternama bahkan saat ini sampai pada tingkat internasional. Hal ini mereka buktikan dengan adanya undangan untuk menghadiri acara New York Fashion Weeks tahun 2022. Belajar dari Heaven Lights kita bisa memahami bahwa komunikasi baik melalui media sosial maupun secara langsung akan memiliki dampak yang bersar terhadap brand sebuah produk. Lalu apakah dengan modal komunikasi yang baik akan memastikan sebuah brand mampu bersaing? Tentu saja jawabannya tidak, karena selain memiliki komunikasi yang baik sebuah brand juga harus memiliki sistem manajemen yang baik. Kita lihat saja banyak brand yang akhirnya gulung tikar karena kurangnya promosi dan sistem manajemen yang baik. Seperti brand-brand kue yang banyak digeluti para artis. Secara promosi mungkin sudah baik, namun kurangnya komunikasi kepada pembeli melalui media sosial menjadi salah satu penyebab brand-brand ini tutup. Banyak hal yang harus dipersiapkan ketika kita membuat sebuah brand baru diantaranya: 1. Survei pembeli Untuk membuat sebuah brand baru kita harus melakukan survei terhadap pembeli. Kira-kita produk yang akan kita pasarkan sudah pas atau belum untuk dipasarkan. Apakah pembeli yang kita targetkan mampu membeli produk kita? Apakah para pesaing dengan produk yang mirip memiliki kualitas dan harga yang bisa kita saingi atau tidak? Hal ini terlihat sepele namun secara ekonomi survei pelanggan merupakan hal yang penting. Maka bisa dikatakan modal saja tidak cukup untuk membangun sebuah brand baru. 2. Lokasi Untuk menjual sebuah brand baru kita harus memikirkan lokasi yang akan kita jadikan tempat usaha. Usahakan lokasi yang kita pilih adalah lokasi yang mudah diakses dan sesuai dengan target
116 pelanggan. Misal kita akan membuat sebuah brand baru dibidang kosmetik maka lokasi yang harusnya kita jadikan tempat usaha adalah lokasi yang gampang dijangkau oleh pengendara roda 2 dan roda 4 karena rata-rata brand ini akan dikunjungi oleh para wanita yang memiliki minat tinggi terhadap kecantikan. Wanita yang memiliki minat terhadap kecantikan biasanya akan datang bersama dengan rekannya dan malas untuk mencari lokasi yang tidak berada di daerah yang terjangkau. 3. Pilih nama brand yang menarik Nama brand adalah simbol yang akan diingat oleh pelanggan saat produk kita sebutkan. Brand bukan hanya sebuah penamaan tapi juga akan menjadi ciri khas dari produk kita. Pemilihan nama ini haruslah menarik dan yang paling penting mudah untuk diingat orang. Carilah nama brand yang belum pernah dipakai orang lain sehingga nama brand tersebut dapat dipatenkan dan tidak menimbulkan perselisihan dimasa yang akan datang. Sebaiknya nama brand yang dibuat mudah disebut oleh orang lain. Jika perlu nama brand yang dibuat nanti memiliki makna dan arti yang khusus, seperti memiliki nilai filosofi tertentu untuk pemiliknya. Misalnya penamaan Heaven Lights (HL) memiliki makna bahwa hijab digunakan untuk menutupi rambut seorang muslim dan seorang yang menggunakan hijab pasti berkeinginan masuk surga, maka hijab yang dikenakan diharapkan mendatangkan pahala menuju surga. Kata surga dalam bahasa inggris adalah heaven maka ditambahkan lights agar memiliki makna cahaya dari surga dan setiap orang yang menggenakan hijab yang diproduksi mendapatkan cahaya dari surga salah satunya dengan menutup rambutnya. 4. Tentukan ciri khas produk Dalam menentukan produk yang diproduksi, owner perusahaan tentu harus memiliki ide kreatif, misalnya jika memproduksi hijab maka owner harus tahu beda
117 hijab yang dia produksi dengan hijab yang diproduksi oleh owner lain dibagian apa saja, apa yang benarbenar menjadi ciri khas produk yang dihasilkannya. Jika perusahaan lain memproduksi hijab dengan harga murah namun kualitas kain yang kurang baik, bisa jadi sebagai owner baru kita menyuguhkan hijab dengan kualitas kain yang adem sehingga pengguna hijab merasa nyaman menggunakan meskipun dibawah terik matahari yang panas. Atau mungkin motif dari hijab yang sengaja diproduksi khusus dari bagian garmen sehingga corak warna dan motif tidak akan sama dengan hijab-hijab yang dijual oleh perusahaan lainnya. Memproduksi makanan pun seperti itu, meskipun sama-sama menjual mie ramen tapi sebagai owner yang ingin bertahan lama kita harus memiliki ciri khas tersendiri dengan rasa makanan yang kita jual. Apakah itu rasa kuah atau toping yang kita suguhkan diatasnya. Kita lihat beberapa brand yang sebenarnya sama namun memiliki ciri khas masing-masing yaitu chatime dengan xieboba, mereka berdua sama-sama menjual minuman boba namun keduanya mampu bersaing dan sama-sama memiliki pelanggan. Rasa keduanya jika dibandingkan ada perbedaan, xieboba dengan rasa boba yang agak lembut dan chatime dengan rasa minuman yang tidak terlalu hambar dan terlalu manis. 5. Logo yang menjadi daya tarik brand Dalam pemilihan logo perlu diperhatikan baik-baik karena logo adalah simbol yang akan diingat orang selama brand itu berdiri. Penentuan logo jangan sampai berubah selama perusahaan yang kita kelola berjalan. Contoh sederhana McDonal’s memiliki logo yang sama sejak awal berdiri hingga sekarang. Meskipun logo-logo perusahan yang sejenis telah banyak mengalami perubahan namun McD tetap menggunakan logo yang sama. Hal ini karena McD sangat paham bahwa logo sebuah produk akan
118 diingat bentuknya selama perusahaan itu berdiri. Jika logo diganti itu artinya perusahaan harus mengumumkan bentuk logo yang baru kepada semua pelanggannya dan ini bukanlah hal yang mudah untuk dikerjakan. Apabila ada pelanggan tertentu yang tidak mengetahui perubahan tersebut dan akan membeli kembali produk yang sama maka pelanggan mungkin saja tidak jadi membeli karena merasa produk yang sama sudah tidak bisa dia jumpai dipasaran. Maka dari itu sebelum benar-benar mengeluarkan logo produk pikirkan baik-baik makna dibalik logo tersebut. Pilihlah logo perusahaan yang mudah diingat bentuknya oleh orang banyak. Seperti McD yang hanya memasang logo huruf M saja. 6. Promosi Era digital yang sangat pesat sekarang promosi melalui media online jauh lebih efektif dibandingkan dengan promosi memasang iklan di balero atau stasiun televisi. Hampir 24 jam ada promosi yang terpajang di media sosial. Apalagi media sosial saat ini memiliki aplikasi khusus untuk mempromosikan brand-brand baru. Promosi ini tentu tidak lepas dari pilihan kata yang dapat menarik minat pembeli siapapun yang melihatnya. Promosi saat sekarang juga dapat dilakukan dengan menggunakan jasa influenser. Para influenser yang sudah memiliki follower yang banyak tentu akan mudah mempromosikan brand tertentu kepada pengikutnya. Pilihan kata yang digunakan para influenser biasanya langsung kalimat persuasif yang sifatnya lebih meyakinkan dibandingkan memasang iklan di baliho atau stasiun televisi. Selain promosi melalui influenser, promosi juga dapat dilakukan sendiri oleh owner dengan memanfaatkan aplikasi promosi berbayar pada sosial media yang digunakan seperti facebook ads, instagram, dan tik tok. Yang perlu diingat adalah ketika memasang iklan atau promosi secara online buatkan kalimat persuasif yang benar-benar meyakinkan pembeli untuk
119 membeli produk yang ditawarkan. Untuk mendapatkan kata-kata yang meyakinkan tentu kita perlu pelajari pilihan kata kekinian yang membuat orang tertarik untuk mendengarkan atau membaca iklan kita sampai selesai dan akhirnya memutuskan untuk membeli produk yang kita tawarkan. Komunikasi dan Branding Harus Senada Kita tahu bahwa dalam pelaksanaannya komunikasi dan branding sebuah produk baru tidak dapat dipisahkan. Ketika kita melakukan branding sebuah produk baru maka kita harus memikirkan kata-kata atau kalimat yang tepat yang mewakili brand yang kita buat. Kalimat yang dipilih harus mewakili bentuk produk, jenis produk, target pembeli dan kualitas produk. Sederhananya branding dilakuakn untuk membuat orang mengingat produk kita dengan baik, dan dalam branding kita tidak mungkin hanya dengan media gambar saja tentu kalimat disini memiliki peranan paling penting. Dalam branding produk komunikasi yang baik dan positif sangat diperlukan. Jangan pernah membandingkan brand yang baru kita buat dengan brand yang sudah ada dengan menggunakan pilihan kata yang lugas karena itu benar-benar mencerminkan tidak adanya etika bersaing yang baik dalam berusaha. Dalam komunikasi sudah jelas disinggung bahwa untuk menjalankan sebuah bisnis diperlukan adanya komunikasi bisnis yang baik dibidang ekonomi. Tentu saja komunikasi dibidang bisnis berbeda cara penyampaiannya dengan komunikasi dibidang penelitian. Branding yang baik memiliki cara berkomunikasi yang baik pula. Alangkah baiknya promosi yang dilakukan bukan dengan menggunakan konten perbandingan yang dapat menimbulkan pertikaian dalam usaha. Branding yang baik adalah branding yang dapat membuat orang hanya mengingat produk yang ditawarkan tanpa perlu membandingkan dengan produk yang lain meskipun banyak produk yang sama dipasaran. Branding dalam dunia usaha sangat dibutuhkan karena tanpa branding produk yang dihasilkan tidak akan berkembang dengan cepat.
120 Dengan adanya branding ini maka produk yang dihasilkan akan sangat mudah berkembang dengan bantuan media sosial dan media-media lainnya. Komunikasi yang dibangun oleh brand-brand baru bisa dikatakan cukup bagus dan ini sejalan dengan komunikasi yang harusnya dijalankan dalam dunia bisnis. Dalam komunikasi bisnis dijelaskan bagaimana membangun sebuah brand dan menciptakan komunikasi yang efektif agar brand yang dibuat dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama serta berkembang dengan pesat di masa yang akan datang. Sementara branding yang dilakukan belakangan sudah memenuhi kriteria tersebut. Meskipun ada beberapa brand yang tidak menggunakan komunikasi bisnis yang baik dengan membandingkan sebuah produk dengan produk lain melalui konten youtube dan sejenisnya. Branding yang baik adalah branding yang berfokus pada produk yang diciptakan tanpa harus membanding dengan produk yang lain. Hal ini akan berdampak positif terhadap penjualan produk tersebut karena orang yang melihat branding tersebut akan terfokus dengan produk yang sedang ditawarkan.
121 Daftar Pustaka Bovee, Coutland L dan Jhon V.Thill. 2012. Komunikasi Bisnis. Jakarta: Indeks. Purwanto, Djoko. 2006. Komunikasi Bisnis. Jakarta: Erlangga. Prasetyo, Bambang D dan Nufian S. Febriani. 2020. Strategi Branding: Teori dan Strategi Bisnis dalam Komunikasi. Malang: Brawijaya Press.
122 Profil Penulis Sri Andika Putri, S.Pd., M.A Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Bakat menjadi pendidik sudah terlihat dalam diri penulis masih duduk dibangku Sekolah Dasar dimana saat itu penulis sering diminta bantuan oleh guru untuk memeriksa tugas teman-temannya. Untuk mewujudkan keinginan menjadi guru yang profesional penulis menempuh kuliah S1 di Universitas Negeri Padang dengan jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Gadjah Mada dengan jurusan Linguistik. Setelah menyelesaikan studi Linguistik penulis diterima bekerja di salah satu universitas swasta di Jawa Timur bernama Universitas Tribhuwana Tunggadewi. Penulis aktif dalam forum diskusi dosen Bahasa Indonesia dan menjabat sebagai editor di beberapa artikel ilmiah yang dikelola oleh universitas. Penulis juga aktif melakukan penelitian dan pengabdian dibidang pendidikan terutama yang berkaitan dengan bidang Bahasa Indonesia. Hasil penelitian biasanya dimuat dalam artikel ilmiah bereputasi baik di dalam maupun di luar negeri. Penulis telah menghasilkan sebuah buku dengan judul Information Technology: Konsep dan Implementasinya bersama rekan-rekan dari universitas lain. Email penulis: [email protected]
123 8 BRAND REPUTATION DAN BRAND PROMISE Ratih Pratiwi, S.Pd., M.Si., M.M Universitas Wahid Hasyim Brand As Promise Saat ini, pelanggan menjadi lebih waspada terhadap merek yang akan mereka pilih. Tidak jarang konsumen melakukan riset terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk membeli. Konsumen akan melihat dari banyak sisi untuk mencari merek yang autentik, jujur, dan memenuhi keinginan pelanggannya (de Chernatony & Christodoulides, 2004). Pelanggan akan sangat memperhatikan reputasi merek barang yang mereka beli (Graham & Cascio, 2018). Reputasi merek adalah persepsi yang dimiliki pelanggan, karyawan, mitra, dan orang lain terhadap suatu merek (Sihite et al., 2018). Semakin kuat reputasinya, semakin banyak orang akan mempercayai dan mengadvokasi merek tersebut (Joshi & Yadav, 2018). Ketika sebuah merek menepati janjinya, akan mendorong reputasi merk yang baik dan membentuk basis pelanggan yang setia dan bangga menggunakan merek tersebut, mengenalkan merek kepada teman-temannya dan menyarankan merek kepada teman-temannya. Jika sebuah merek melanggar janjinya, maka akan menghancurkan kepercayaan pelanggannya. Akibatnya, pelanggan tidak hanya akan berhenti melakukan pembelian, namun mereka akan memberi tahu teman temannya tentang kekecewaannya pada merek, dan berkat viralitas komunikasi digital maka kerusakannya akan menjadi vital jika tidak ditangani dengan baik.
124 Brand Reputation Brand Reputation adalah persepsi publik tentang perusahaan atau organisasi (Joshi & Yadav, 2018). Bagaimana masyarakat memandang merek tertentu didasarkan pada pengalaman pribadi mereka secara langsung atau tidak langsung dengan merek tersebut. Mempertahankan Brand Reputation yang positif akan meningkatkan loyalitas pelanggan, membangun kepercayaan di pasar, dan membantu memposisikan perusahaan sebagai pemimpin di pasar (Foroudi et al., 2019). Dengan taktik manajemen Brand Reputation yang strategis, perusahaan akan dapat dengan mudah meningkatkan reputasi mereka (Louis MB Cabral, 2000). Brand Reputation yang positif—online dan offline— berarti bahwa pelanggan tidak hanya memercayai merek, tetapi mereka cenderung membeli produk atau layanan yang diproduksi (Bianchi et al., 2019). Value reputation, kadang-kadang disebut sebagai brand value, adalah nilai yang dirasakan dari suatu merek atau organisasi (Louis MB Cabral, 2000). Merek seperti Tylenol, IBM, Coke, dan Apple memiliki nilai yang sangat signifikan. Salah satu pendekatan untuk mengukur Brand Reputation adalah menganalisis harga saham perusahaan, laporan keuangan, dan loyalitas merek (Louis MB Cabral, 2000). Perusahaan dapat mengukur loyalitas pelanggan dengan melihat skor promotor bersih mereka, indeks loyalitas pelanggan, nilai seumur hidup pelanggan, dan/ atau tingkat pembelian berulang (Foroudi et al., 2019). Brand Reputation dapat menjadi satu-satunya faktor terpenting yang membuat merek tetap berjalan dan mampu bersaing di pasar (Khojastehpour & Johns, 2014). Kemampuan menghadapi persaingan tersebut juga menjadi alasan mengapa merek menghabiskan anggaran yang sangat besar untuk promosi pemasaran yang memberi mereka reputasi yang diperlukan (Bianchi et al., 2019).
125 Brand Reputation adalah alasan mengapa sebuah merek mampu menjual barang dan jasanya, alasan mengapa ia dapat memperluas dan memperkenalkan produk baru (Mostafa Rasoolimanesh et al., 2021). Sangat penting bagi setiap calon pemimpin bisnis untuk memahami nilai reputasi merek mereka dan bagaimana membangun dan mempertahankannya. Ada beberapa faktor yang dipengaruhi oleh jenis reputasi yang dimiliki merek. Berikut adalah beberapa aspek utama perusahaan yang dimungkinkan oleh reputasi pasar. 1. Trust. Konsumen mempercayai merek terkenal daripada merek baru dan merek yang mencoba peruntungan dengan menggunakan pendekatan gimmick. Reputasi tidak selalu dimiliki oleh merek besar, banyak merek besar namun tetapi bahkan merek yang terbukti tidak ramah konsumen sehingga begitu sebuah merek kehilangan kepercayaannya, maka pelanggan akan berpaling pada merek lain dan dibutuhkan banyak waktu untuk mendapatkan kepercayaan konsumen Kembali (Iglesias et al., 2020). 2. Costumer loyalty. Sebuah merek perlu terus-menerus memastikan loyalitas pelanggan dengan mempertahankan reputasi pasar mereka. Hal ini juga harus ditindaklanjuti pada tingkat individu karena konsumen di pasar saat ini diharapkan ditangani secara individual. Merek dapat secara teratur memberikan diskon dan penawaran lainnya kepada pelanggan mereka untuk memastikan loyalitas dan menjaga reputasi merek (de Castro et al., 2006). 3. Penjualan lebih tinggi. Penjualan terkait langsung dengan reputasi merek karena semakin tinggi reputasi suatu merek, semakin baik penjualannya. Konsumen akan selalu memilih merek yang bereputasi daripada merek yang tidak bereputasi. Oleh karena itu, merek berusaha untuk meningkatkan reputasi mereka untuk meningkatkan penjualan mereka (Foroudi, 2019; Mazurek, 2019).
126 4. Keunggulan kompetitif. Setiap merek membutuhkan keunggulan kompetitif atas merek serupa lainnya di pasar. Pemeliharaan brand value akan menjadi sangat penting untuk bersaing dengan merek lain (de Castro et al., 2006; Luca & Zervas, 2016). 5. Word of mouth. Di era digital, sebuah merek akan dengan mudah melakukan promosi untuk reputasi digitalnya, namun juga akan dengan mudah kehilangan reputasinya Ketika muncul review negative dari konsumen. Sehingga, harus dipahami bahwa merek harus mempertahankan reputasinya dengan memastikan kepuasan pelanggan, maka promosi WOM akan memberikan pemasaran organik yang konstan untuk merek tersebut (Han et al., 2019; Hu et al., 2019; Lăzăroiu et al., 2020; Li et al., 2018). 6. Ekspansi bisnis. Jika sebuah merek tidak bereputasi di satu pasar, cukup sulit untuk menjadi bereputasi di pasar lain. Untuk mengembangkan bisnisnya, sebuah merek juga perlu memperluas reputasinya. Melalui penciptaan reputasi yang solid, merek dapat menarik investor pasar asing juga dan menemukan cara inovatif untuk berkembang (Foroudi, 2019). Berdasarkan beberapa artikel terdahulu, berikut adalah 5 tips yang akan membantu membangun Brand Reputation yang positif: 1. Buat Persona. Persona perusahaan yang dimiliki akan menggambarkan perusahaan lebih dari promosi atau situs web apapun. Dan jika persona perusahaan transparan dan benar-benar mendukung nilai bisnis, maka merek perusahaan akan segera hadir di pasar (Graham & Cascio, 2018). Selalu pastikan bahwa perusahaan mampu menciptakan pesona merek yang dapat dipelihara dan dipertahankan dalam semua aspek merek. 2. Pengaruh Melalui Influencer. Era digital dengan media sosialnya membuka celah baru dalam moda promosi merek. Masyarakat akan sangat bergantung pada preferensi idolanya.
127 Apapun yang digunakan idolanya akan menjadi seleranya juga. Perusahaan dapat mencoba mempertahankan hubungan bisnis dengan influencer yang akan dapat mewakili merek dan membangun basis pengikut dengan cepat. 3. Mewakili Merek. Sebuah merek perlu diwakili dalam semua kontennya. Ide atau gambar desain merek produk akan berdampak pada persepsi dan penerimaan konsumen. Semakin desain mewakili reputasi merek maka akan semakin kuat kehadirannya dalam jiwa konsumen (Amoako & Okpattah, 2018). Berbagai merek hanya memilih untuk menampilkan logo mereka di tempat yang tak terhitung banyaknya untuk memastikan visibilitas mereka meningkat tanpa ada narasi apapun. 4. Mempertahankan Reputasi Dunia Nyata. Kecepatan arus informasi di media digital memaksa perusahaan untuk selalu mempertahankan reputasi mereknya di dunia nyata. Karena dengan demikian, Ketika reputasi positif dirasakan secara nyata oleh pelanggan maka akan mengikat konsumen untuk menjadi pelanggan setia dan mendorong konsumen untuk mewakili perusahaan menyuarakan keunggulan merek pada masyarakat luas (Pérez-Cornejo et al., 2019). 5. Menjaga nama baik perusahaan. Dengan percepatan informasi digital maka mendorong dunia untuk lebih cepat menilai, dan sehingga mengapa semua pemimpin bisnis perlu mengawasi perusahaan yang mereka pertahankan. Karena semua aktivitas publik dipertimbangkan ketika reputasi merek dibuat, setiap kontak dengan entitas yang meragukan akan mengarah pada reputasi yang lemah (Orozco -Toro & Ferré-Pavia, 2019). Banyak merek yang kehilangan reputasinya karena tindakan yang menjatuhkan citra positif perusahaan.
128 Penciptaan reputasi merek lebih mudah diucapkan daripada dilakukan dan begitu juga dalam mempertahankannya. Terutama jika perusahaan ingin menciptakan pesona bisnis yang unik di pasar yang kompetitif pada saat ini. Corporate Social Responsibility (CSR) dan Brand Reputation Banyak organisasi dan sektor industri telah menyadari potensi CSR untuk menciptakan reputasi yang baik bagi sebuah organisasi. Akibatnya, banyak organisasi telah melakukan upaya secara sadar untuk mengatasi masalah lingkungan konsumen dengan cara yang lebih responsif dan holistik (Wolff et al., 2018). Untuk tujuan ini, organisasi yang terlibat dalam kegiatan CSR sering berjanji untuk melakukan aktivitas bisnis mereka sedemikian rupa untuk melindungi kepentingan generasi saat ini dan masa depan (Bianchi et al., 2019). CSR menggambarkan tindakan dan kebijakan organisasi yang mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan dan triple bottom line kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan (Mostafa Rasoolimanesh et al., 2021). Kegiatan CSR organisasi dimaksudkan untuk berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat sekaligus meningkatkan reputasi atau merek organisasi (Bianchi et al., 2019). Memiliki reputasi yang baik meningkatkan nilai merek dan niat baik perusahaan (Foroudi, 2019). Khojastehpour & Johns (2014) berpendapat bahwa memastikan reputasi positif adalah kunci untuk berhasil dalam lingkungan yang kompetitif saat ini. Terkadang reputasi baik suatu merek adalah hal yang membedakannya dari merek lain di pasar di mana konsumen mungkin mengalami kesulitan dalam membedakan produk (Mostafa Rasoolimanesh et al., 2021).
129 Brand Promise: Visualitas Janji Sebuah Merek Jika merek adalah merupakan manusia, otak akan bertanggung jawab untuk hal-hal seperti penentuan posisi pasar dan proposisi nilai unik (unique value proposition) (Dahle et al., 2019). Tampilan dan gaya orang tersebut akan mewakili arah komunikasi merek. Janji merek merupakan jantungnya. Inti dari merek adalah bagaimana merek itu terhubung dengan pelanggan pada tingkat hubungan untuk memberikan pengalaman merek yang tak terlupakan. Konsumen mendasarkan reputasi merek pada ingatan/ pengalaman yang di kumpulkan dari setiap interaksi yang terjalin antara merek dan konsumen. Pengalaman akan merek akan bervariasi antara satu konsumen dengan konsumen lainnya. Gambar 8.1 Analogi Kedudukan Brand Promise dalam Perusahaan Sumber: (https://rmagency.com/living-brand-promise/) Merek adalah nama, istilah, desain, simbol, atau fitur lain apa pun yang mengidentifikasi barang atau jasa seorang penjual sebagai pembeda dari barang atau jasa penjual lainnya (Bhargava & Bedi, 2022). Istilah hukum untuk merek adalah trademark. Sebuah merek dapat mengidentifikasi sebuah jenis, beberapa jenis, atau semua jenis dari produk yang ada dari satu produsen yang sama. Unique value proposition Brain Brand Promise bagaimana merek terhubung dengan pelanggannya melalui Brand Value Direction konsep, tampilan, gaya, bersatu
130 Jika digunakan untuk perusahaan secara keseluruhan, istilah yang lebih disukai adalah tradename. Pada dasarnya, Brand promise menggambarkan kualitas produk, layanan, dan pengalaman pelanggan (Sihite et al., 2018). Brand promise adalah nilai atau pengalaman yang diharapkan diterima oleh pelanggan perusahaan setiap kali mereka berinteraksi dengan perusahaan itu. Janji Merek adalah inti dari merek dan kesuksesan merek. Semakin banyak perusahaan dapat memenuhi janji itu, semakin kuat nilai merek di benak pelanggan dan karyawan (Ulla Hytti et al., 2015). Pada akhirnya, Brand promise dapat disaring menjadi formula sederhana yaitu : “Apa yang perusahaan Lakukan dan untuk Siapa?”. Proses menciptakan brand promise bukan merupakan proses yang sederhana namun merupakan proses yang cukup sulit. Janji merek harus mampu memberi tahu pelanggan, baik secara eksplisit maupun implisit, apa yang dapat mereka harapkan dari produk atau layanan dari sebuah produk. Brand promise menetapkan harapan konsumen pada kualitas produk atau layanan yang diberikan sebuah merek. Janji sebuah merek kepada konsumennya merupakan bagian penting dari identitas merek (Bhargava & Bedi, 2022). Pada gilirannya, Brand promise akan menjadi sarana penilai reputasi sebuah merek dari konsumennya. Ketika janji dilanggar, merek akan kehilangan reputasinya, pelanggan, dan akhirnya pangsa pasar. Meskipun demikian, banyak merek gagal memenuhi janji mereka karena berbagai alasan. Secara khusus, mereka gagal memberikan pengalaman pelanggan yaitu interaksi antara merek dan pelanggan. Janji Merek diwujudkan dalam sebuah slogan yang sederhana, kredibel, unik, mudah diingat dan menginspirasi (Boukis et al., 2021).
131 Dari beberapa brand dapat dilihat bahwa Brand promise yang diusung memiliki ciri ciri sebagaimana berikut: 1. Indicative. Brand promise sebagai indikasi pengalaman merek yang diberikan oleh brand. Diantaranya mampu menjawab beberapa pertanyaan siapa brand ini? apa yang dapat diberikan oleh brand ini? apa yang membuat brand ini istimewa? Brand promise mengomunikasikan sesuatu yang penting tentang pengalaman, produk, layanan, atau kepercayaan brand. Brand promise harus mampu mengindikasikan pengalaman spesifik yang dapat diperoleh konsumen dari brand. Contohnya adalah “Merasa seperti seorang wanita. –Revlon” dan Brand promise dari Marriott: “Quiet luxury. Crafted experiences. Intuitive service.” 2. Differentiating. Brand promise harus mampu menunjukkan posisi perbedaan brand dari brand pesaingnya, menunjukkan mengapa konsumen harus memilih brand daripada brand pesaingnya, dan menunjukkan bahwa brand memiliki uniqueness yang akan memberikan sensasi pengalaman yang berbeda dengan brand lainnya. Sebagai contoh adalah Brand promise M&M’s “Meleleh di mulut Anda, bukan di tangan Anda” atau Brand promise dari Starbucks: “To inspire and nurture the human spirit – one person, one cup and one neighborhood at a time.” 3. Measurable. Brand promise harus dapat membuktikan sesuatu yang dapat diukur, dalam skala yang mudah dipahami, seperti Waktu, Emosi, Kualitas, Tabungan dan Jarak. Sebagai contoh adalah brand promise dari BMW: “The Ultimate Driving Machine” 4. Creating value. Brand promise harus dapat menciptakan nilai dengan bahasa yang dapat ditindaklanjuti. Perumusan Brand promise harus dapat fokus pada "mengapa" harus brand ini? Apakah keuntungannya? Apakah menimbulkan sensasi berbeda? Creating value lebih dari sekadar kalimat deskriptif atau aspiratif, namun menjadi sesuatu yang
132 harus mampu dilakukan brand untuk memberikan nilai lebih kepada konsumennya. 5. Tanpa memberikan nilai, janji merek Anda hanyalah sebuah slogan. Merek-merek ini memberikan jenis nilai yang sangat berbeda, “creating happiness through magical experiences. –Disney; dan “The pursuit of perfection” brand promise dari Lexus 6. Simple. Sederhana, singkat, manis, dan mudah dipahami selalu merupakan strategi terbaik untuk menyusun konsep brand promise yang dapat dipahami secara universal. Prinsip ini sangat penting jika merek akan menekankan kesederhanaan, seperti apple dengan “Think different” dan wallmart dengan brand promise “Save money. Live better.” 7. Consistent. Brand promise disusun untuk komitmen brand untuk menunjukkan mewujudkan tujuan, harapan, dan keinginan konsumen. Salah satu contoh adalah H&M: “More fashion choices that are good for people, the planet and your wallet.” Sehingga dengan demikian, Brand promise harus menyampaikan manfaat yang menarik bagi konsumen, otentik & kredibel serta menjadi bagian dari identitas brand (Boukis et al., 2021). Janji adalah pernyataan bersyarat yang kurang lebih secara eksplisit diungkapkan atau jaminan yang dibuat kepada pihak lain, atau kepada diri sendiri, sehubungan dengan masa depan, yang menyatakan bahwa seseorang akan melakukan atau menahan diri dari beberapa tindakan tertentu, atau yang akan memberikan atau menganugerahkan beberapa hal tertentu (Bhargava & Bedi, 2022). Pemahaman umum kami tentang tiga jenis janji merek yang berbeda mengacu pada (Anker et al., 2012) yang mengkategorikan merek sebagai fungsional, simbolis, pengalaman, atau campuran dari ketiganya. Setiap jenis merek akan membuat janji yang khusus yang sesuai dengan fungsi dan tujuan produknya, yaitu fungsional, simbolis, atau pengalaman penggunaan produk (Punjaisri et al., 2008).
133 Brand Promise: Not A Public Statement Banyak pertanyaan bagaimana kehadiran sederhana dari logo seperti simbol putri duyung dari Starbucks dapat memengaruhi tindakan konsumen? Alasan merek memengaruhi perilaku konsumen bukanlah hanya dari logo yang dilihat; namun apa yang dijanjikan logo kepada konsumen. Ketika melihat logo Starbucks di sebuah gedung, maka masyarakat tahu ada kopi segar yang kaya rasa dengan lingkungan yang menyenangkan untuk sekedar bersantai maupun melakukan pertemuan bisnis. Pernyataan janji merek hanyalah harapan pelanggan yang dimodifikasikan dalam satu atau dua kalimat baris. Untuk merek baru, janji merek adalah harapan yang ingin mereka ciptakan di benak pelanggan di masa depan (Positioning). Untuk merek yang sudah mapan, ini adalah pernyataan fakta tentang apa yang diharapkan pelanggan. Janji merek harus menempatkan produk dalam skala kategori, kualitas, dan tingkat harga, serta nilai-nilai organisasi yang berlaku misalnya: 1. Product category/ Kategori Produk: jenis produk atau layanan yang disediakan, misalnya, BMW: “The Ultimate Driving Machine” yang menunjukkan jenis produk kendaraan bermesin. 2. Quality/ Kualitas: yaitu merupakan tingkat kualitas yang diharapkan, atau kualitas produk yang diharapkan pelanggan misalnya, the coffee bean dengan brand promise “quality coffee and tea” yang menunjukkan minuman teh dan kopi yang berkualitas. 3. Price/ Harga: bagian dari pasar yang ditempati perusahaan Anda. Sebagai contoh adalah H&M: “More fashion choices that are good for people, the planet and your wallet.” yang menunjukkan bahwa baju berkualitas tidak harus mahal. 4. Value/ Nilai: nilai organisasi apa pun yang merupakan pertimbangan pembelian penting bagi pelanggan misalnya adalah “The pursuit of perfection” brand promise dari Lexus yang menunjukkan bahwa Lexus
134 selalu mengunggulkan kesempurnaan produk demi kepuasan dan kenyamanan konsumennya. Sebuah logo hanyalah sebuah grafik kecuali dan sampai ada janji yang berarti di baliknya: brand promise. Sebuah perusahaan membutuhkan brand promise untuk mengkomunikasikan harapan pelanggan kepada semua orang dalam perusahaan sehingga perusahaan akan berusaha menciptakan pengalaman yang konsisten bagi pelanggan. Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya brand atau merek adalah janji organisasi kepada pelanggan untuk memberikan apa yang diperjuangkan merek tidak hanya dalam hal manfaat fungsional tetapi juga manfaat emosional, ekspresi diri, dan sosial. Konsumen akan datang untuk mengharapkan produk, kualitas, dan harga tertentu dari suatu merek, dan tentunya mereka akan kecewa jika tidak mendapatkan apa yang mereka harapkan.
135 Daftar Pustaka Amoako, G. K., & Okpattah, B. K. (2018). Unleashing salesforce performance: The impacts of personal branding and technology in an emerging market. Technology in Society, 54(February), 20–26. https://doi.org/10.1016/j.techsoc.2018.01.013 Anker, T. B., Kappel, K., Eadie, D., & Sandøe, P. (2012). Fuzzy promises: Explicative definitions of brand promise delivery. In Marketing Theory (Vol. 12, Issue 3, pp. 267–287). https://doi.org/10.1177/1470593112451379 Bhargava, V. R., & Bedi, S. (2022). Brand as Promise. Journal of Business Ethics, 179(3), 919–936. https://doi.org/10.1007/s10551-021-04834-z Bianchi, E., Bruno, J. M., & Sarabia-Sanchez, F. J. (2019). The impact of perceived CSR on corporate reputation and purchase intention. European Journal of Management and Business Economics, 28(3), 206–221. https://doi.org/10.1108/EJMBE-12-2017-0068 Boukis, A., Punjaisri, K., Balmer, John M T, Kaminakis, K., & Papastathopoulos, A. (2021). Unveiling frontline employees’ brand construal types during corporate brand promise delivery: a multistudy analysis. Journal of Business Research, 1–13. http://sro.sussex.ac.uk Dahle, Y., Steinert, M., Toscher, B., Reuther, K., & Duc, A. N. (2019). An analysis of Core Competence and Unique Value Proposition as normative entrepreneurship elements. IEEE International Conference on Engineering, Technology and Innovation (ICE/ITMC), 1– 10. de Castro, G. M., López, J. E. N., & Sáez, P. L. (2006). Business and social reputation: Exploring the concept and main dimensions of corporate reputation. Journal of Business Ethics, 63(4), 361–370. https://doi.org/10.1007/s10551-005-3244-z
136 de Chernatony, L., & Christodoulides, G. (2004). Taking the brand promise online: Challenges and opportunities. Interactive Marketing, 5(3), 238–251. http://business.bham.ac.uk/crbm Foroudi, P. (2019). Influence of brand signature, brand awareness, brand attitude, brand reputation on hotel industry’s brand performance. International Journal of Hospitality Management, 76, 271–285. https://doi.org/10.1016/j.ijhm.2018.05.016 Foroudi, P., Yu, Q., Gupta, S., & Foroudi, M. M. (2019). Enhancing university brand image and reputation through customer value co-creation behaviour. Technological Forecasting and Social Change, 138, 218–227. https://doi.org/10.1016/j.techfore.2018.09.006 Graham, B. Z., & Cascio, W. F. (2018). The employerbranding journey: Its relationship with cross-cultural branding, brand reputation, and brand repair. In Management Research (Vol. 16, Issue 4, pp. 363–379). Emerald Group Holdings Ltd. https://doi.org/10.1108/MRJIAM-09-2017-0779 Han, H., Hwang, J., Lee, M. J., & Kim, J. (2019). Word-ofmouth, buying, and sacrifice intentions for ecocruises: Exploring the function of norm activation and value-attitude-behavior. Tourism Management, 70(September 2018), 430–443. https://doi.org/10.1016/j.tourman.2018.09.006 Hu, H. hua, Wang, L., Jiang, L., & Yang, W. (2019). Strong ties versus weak ties in word-of-mouth marketing. BRQ Business Research Quarterly, 22(4), 245–256. https://doi.org/10.1016/j.brq.2018.10.004 Iglesias, O., Markovic, S., Bagherzadeh, M., & Singh, J. J. (2020). Co-creation: A Key Link Between Corporate Social Responsibility, Customer Trust, and Customer Loyalty. Journal of Business Ethics, 163(1), 151–166. https://doi.org/10.1007/s10551-018-4015-y
137 Joshi, R., & Yadav, R. (2018). Exploring the Mediating Effect of Parent Brand Reputation on Brand Equity. Paradigm, 22(2), 125–142. https://doi.org/10.1177/0971890718787903 Khojastehpour, M., & Johns, R. (2014). The effect of environmental CSR issues on corporate/brand reputation and corporate profitability. European Business Review, 26(4), 330–339. https://doi.org/10.1108/EBR-03-2014-0029 Lăzăroiu, G., Popescu, G. H., & Nica, E. (2020). The role of electronic word-of-mouth in influencing consumer repurchase intention in social commerce. 03003, 1–7. Li, P., Yang, X., Yang, L. X., Xiong, Q., Wu, Y., & Tang, Y. Y. (2018). The modeling and analysis of the word-ofmouth marketing. Physica A: Statistical Mechanics and Its Applications, 493, 1–16. https://doi.org/10.1016/j.physa.2017.10.050 Louis MB Cabral. (2000). Stretching Firm and Brand Reputation. RAND Journal of Economics, , 658–673. Luca, M., & Zervas, G. (2016). Fake it till you make it: Reputation, competition, and yelp review fraud. Management Science, 62(12), 3412–3427. https://doi.org/10.1287/mnsc.2015.2304 Mazurek, M. (2019). Brand reputation and its influence on consumers’ behavior. In Contemporary Studies in Economic and Financial Analysis (Vol. 101, pp. 45–52). Emerald Group Publishing Ltd. https://doi.org/10.1108/S1569- 375920190000101004 Mostafa Rasoolimanesh, S., Poh Ling, T., Nejati, M., & Shafaei, A. (2021). Corporate Social Responsibility and Brand Loyalty in Private Higher Education: Mediation Assessment of Brand Reputation and Trust. Journal of Marketing for Higher Education, 1–37.