The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Microsoft Word - BUKU_AJAR_PEMULIAAN_TERNAK_429_EDIT_Y.doc

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by soedito, 2019-11-02 22:30:25

Microsoft Word - BUKU_AJAR_PEMULIAAN_TERNAK_429_EDIT_Y.doc

Microsoft Word - BUKU_AJAR_PEMULIAAN_TERNAK_429_EDIT_Y.doc

empat bentuk fenotipe yakni 9 : 3 : 3 : 2. Keadaan demikian dapat terjadi apabila
ada gen yang terlibat mempunyai efek yang terpisah dan terletak pada kromosom
yang berbeda (tidak ada kaitan). Tetapi kejadian-kejadian lain dapat terjadi misal
gen yang satu. merubah atau mempengaruhi efek gen yang lain secara langsung
atau lewat rantai antara kerja gen dan fenotipe. Dapat terjadi satu gen
mempengaruhi satu rantai reaksi, misal menghentikannya. Karena pengaruh
tersebut maka tidak terbentuk subtrat yang dibutuhkan maka rantai reaksi yang
berikutnya akan terputus pula meskipun rantai tadi dipengaruhi oleh gen yang
lain. Contoh untuk kejadian tersebut adalah gen yang menyebabkan Albinisme,
gen ini akan memutus semua efek gen yeng mengontrol pigmentasi.

Kemampuan yang dimiliki oleh satu gen menutupi manifestasi gen lain
disebut epistasis. Gen-gen epistatik menutupi atau mempengaruhi gen-gen
hipostatik ( hypostatic gen). Apabila ada epistatis dan interaksi gen, maka contoh
angka banding 9 : 3 : 3 : 1 akan berubah, kemungkinan yang dapat timbul adalah
sebagai berikut.

16.1 Tidak ada interaksi 9 AB : 3 Ab = 3 aB : 1 ab
16.2 Epistatis resesif (A, gen epistatik ), (B, gen hipostatik)

9 AB : 3Ab : 4 (aB, ab)
A berbeda dengan B dan b ditutupi oleh a atau b hanya tampak kalau
ada A
16.3 Epistatis dominan
12 (AB, Ab) : 3 aB : 1 ab
A berbeda dengan B , b ditutup A atau hanya tampak kalau ada a.
16.4 Gen Komplementer
9 AB 7 (Ab, aB, ab)
Fenotipe dominan hanya terlihat kalau A dan B bersama-sama

44

16.5 Gen Supresor
B menekan kerja A atau Ab menampakkan fenotipe lain
13 (AB, aB, ab) : 3 Ab

16.6 Gen Duplikat
A atau B mempunyai fenotipe yang sama tetapi efeknya tidak dapat
dijumlahkan, a harus bersama dengan b.
15 (AB, aB, Ab) : 1 ab.

16.7 Gen Aditif
A dan B mempunyai efek yang sama dan dapat dijumlahkan.
9 AB : 6 (Ab, aB) : 1 ab

17. Sifat yang dikontrol banyak gen

Dalam pemuliaan ternak dan tanaman sifat yang dipelajari biasanya
kompleks, misal produksi padi, berat wol, produksi susu dan lain-lain.
Bagaimana kekomplekan tersebut dapat mudah dimengerti bila kita melihat atau
meneliti semua faktor yang dapat mempengaruhi sifat yang dipe1ajari tersebut.
Misal sifat tersebut adalah berat sapih cempe.

Skema pada halaman 43 belum memasukkan semua faktor yang terlibat.
Meskipun demikian sudah dapat memberikan gambaran bahwa minimal sudah
dua kelompok faktor yang kerjanya tergantung pada genotipe induk (untuk
produksi susu) dan faktor lingkungan semua faktor di atas bisa mengadakan
interaksi dalam bentuk yang bermacam-macam.

45

Andaikan dua cempe mempunyai genotipe identik untuk pertumbuhan dan berat
lahir maka faktor lingkungan masih dapat menjadi penyebab timbulnya variasi
pada berat sapih.

Dalam kejadian ini kita tak mungkin mengenali genotipe tersebut dengan
menggunakan analisis genetika Mendel. Cara yang dapat dipakai adalah
menggunakan data atau informasi yang ada dan mengadakan penaksiran hasil dari
bermacam-macam perkawinan. Inilah persoalaan yang kita hadapi dan harus
dipecahkan dalam pemuliaan ternak.
Cara di atas didasarkan atas kelakuan satu gen dan kemudian mengadakan
modifikasi yang diperlukan sehingga cara tersebut dapat digunakan dalam
praktek.

Misal 17.1.
Kita sepakati bahwa tiga pasang gen yang berbeda mengalami segregasi
dan menentukan suatu sifat yang bisa kita ukur. Setiap pasang gen mempunyai
efek yang sama untuk sifat tersebut, setiap gen dengan huruf besar memberi harga

46

(tambahan) satu unit pada sifat tersebut, sedangkan gen dengan huruf kecil

memberi nol.

Efek untuk tiap fokus dapat dijumlahkan, sehingga AA BB CC

mempunyai harga 6 unit. Aa BB CC = AA BB Cc = 5 unit dan seterusnya.; aa bb

cc = 0, Aa Bb Cc = 3 unit. Kalau perkawinan yang terjadi sebagai berukut :

Aa Bb Cc X Aa Bb Cc,

Maka akan dihasilkan 8 (delapan) macam gamet oleh setiap tetua, yakni akan

terdapat 8 x 8 = 64 macam kombinasi (tidak semuanya berbeda) gamet. Apabila

kemudian disusun menurut unit pengukuran maka diperoleh

Fenotipe 65 4 3 2 1 0

Jumlah anak

(kombinasi) 1 6 15 20 15 6 1

Jelas bahwa distribusi di atas adalah distribusi binomium yang rumus umumnya

dapat ditulis sebagai berikut.
(½ A + ½a) 2 (½ B + ½b) 2 (½ C + ½c) 2

Karena A, B, dan C mempunyai efek yang sama maka dapat ditulis
(½+ ½) 6

Distribusi Binomial merupakan distribusi pokok dalam genetika, untuk

asumsi yang tetapi dengan n pasang gen maka rumusnya menjadi sbb.
(½+ ½) 2n

Apabila n makin besar maka Bionomial distribusi mendekati distribusi

normal; berarti bahwa penggunaan distribusi normal kontinue dapat dipakai

dalam mengadakan penaksiran. Perlu diingat bahwa gen memisahkan diri atau

mengalami segregasi sesuai dengan Basic Mendelian Mechanism.

Kembali ke contoh di muka mean (nilai tengah) tetua (parents) = 3 unit

sedang nilai tengah anak atau progeni = 3 unit juga. Ragam (variance) progeni =

1,5 unit (S = npq = 6 x ½ x ½ = 1,5 ). Nilai tengah dan ragam merupakan dua

47

sifat yang penting dari distribusi keturunan.

Hampir semua sifat yang dipelajari dalam pemuliaan ternak dikontrol oleh

banyak gen dan dipengaruhi oleh variasi lingkungan. Efek lingkungan ini dapat

digambarkan dengan menyusun efek lingkungan dalam unit yang sama dengan

genetik dan harganya -1, 0, dan + 1., sedang distribusinya tersebar dengan angka

banding 1:2:1, untuk setiap genotipe maka distribusi yang baru dapat disusun

sebagai berikut.

Genotipe (AA BB CC = 6) dst

Harga genotipe 6 5 4 3 2 1 0 (sebelum + efek lingkungan)

Efek lingkungan Frekuensi distribusi Angka banding sebaran

1 1 6 15 20 15 6 1 1

0 2 12 30 40 30 12 2 2

- 1 1 6 15 20 15 6 1 1

Apabila efek lingkungan ditambahkan pada nilai genotipe dengan proporsi
1:2:1 maka akan diperoleh susunan nilai genotipe sbb.

7 6 5 4 3 2 1 0 -1 (nilai genotipe + efek
lingkungan)

1 6 15 20 15 6 1
2 12 30 40 30 12 2
1 6 15 20 15 6 1

1 8 28 56 70 56 28 8 1
Distribusi baris terbawah dapat dijelaskan secara berikut.

48

Dapat dihitung bahwa nilai tengah (mean) masih tetap = 3 tetapi ragamnya
berubah menjadi 2 (dua) unit. Harga 2 ini berasal dari ragam genetik (semula)
yang 1,5 unit ditambah dengan ragam lingkungan 0,5 unit . Munculnya angka
banding 1,5/2 = 75% menunjukkan besarnya ragam yang disebabkan oleh
adanya perbedaan genetik pada progeni, sedang sisanya 25% , adalah ragam yang
disebabkan oleh karena efek lingkungan. Angka banding (1,5/2) = (ragam
genetik/ ragam fenotipik) disebut heritabilitas (heritability) = h2 . Heritabilitas
merupakan parameter pokok dalam pewarisan karakteristik yang dikontrol oleh
multiple gen.

Masih berhubungan dengan multipel gen perlu dicatat.
1. Apabila jumlah pasangan gen (n) besar maka genotipe yang akan terjadi juga

makin besar.

Jumlah gen Jumlah gamet Jumlah genotipe

1 2 3
2 4 9
3 8 27
4 16 81
n 2n 3n

Silahkan hitung untuk n = 20
2. Efek dari masing-masing gen jarang dapat dibedakan, tetapi tidak boleh

dilupakan bahwa adanya dominan, interaksi, dan epistrasi serta kaitan.
3. Hampir semua karakteristik yang dikontrol oleh multipel gen dipengaruhi oleh

lingkungan, sering malah mudah dipengaruhi sehingga yang dapat diamati

49

tidak dapat dipakai sebagai indikator yang baik untuk genotipenya.

BAB III
PENGGUNAAN STASTIKA DALAM

PEMULIAAN TERNAK

Tujuan penggunaan statistika dapat dibagi menjadi dua pokok.
1. Menyingkat data menjadi hanya beberapa tetapan sederhana bentuknya dan
2. Menilai pentingnya peranan tetapan-tetapan tersebut.
Satistics is the branch of scientific method which deals with the data obtamed by
countirig or measuring the properties of populations of natural phenomena.

Data yang diperoleh dapat berasal dari segala bidang yang sedang dipelajari.
Dengan sendirinya data yang (akan) dibutuhkan dan akan dibicarakan adalah yang
berasal dari bidang pemuliaan ternak.

Populasi adalah kumpulan item atau individu. Populasi mempunyai

50

anggota tertentu atau terbatas dan kecil, dapat terbatas dan besar, atau dapat
dengan jumlah tak terbatas. Oleh karena itu populasi dapat digunakan sebagai
sumber pemilihan dan pengambilan contoh. Pengambilan contoh dilakukan
karena tak dapat mengukur semua individu anggota populasi tersebut. Populasi
didefinisikan oleh tetapan-tetapan yang berparameter. Dari contoh dapat
ditentukan tetapan-tetapa-n yang disebut statistik.
Contoh yang diambil dari populasi yang sama akan menghasilkan statistik yang
belum tentu sama nilainya dengan statistik yang dihasilkan dari contoh
sebelumnya. Oleh karena nilai statistik suatu contoh dipengaruhi oleh kesalahan
acak yang timbul karena proses pengambilan contoh.
Dalam garis besarnya analisis statistik perlu dilakukan karena asalan sebagai
berikut.
1. Adanya variasi atau perbedaan diantara populasi dan contoh yang dipelajari.
2. Data yang dibutuhkan atau yang ada tidak sempurna
3. Tak mungkin dan tak efisien untuk mengumpulkan data dalam jumlah besar

dengan harapan dapat menarik kesimpulan bebas dari kesalahan.
4. Statistik merupakan cara yang rasional dan cocok untuk membuat

kesimpulan-kesimpulan secara induktif.
Dalam menggunakan statistika dalam pemuliaan ternak perlu sekali lagi diingat
hal-hal sebagai berikut.
a. Cara mendefinisikan atau menerangkan suatu populasi, mengurangi jumlah

data yang dibutuhkan sedemikian rupa sehingga mudah dimengerti dan
dipergunakan.
b. Cara membandingkan dua kelompok data dengan menggunakan Uji Nyata
(Test of Significance).
c. Bagaimana mendefinisikan atau menerangkan suatu populasi yang tersifat

51

karena adanya lebih dari satu peragam ( misal berat wol dan kualitas wol

pada domba).
d. Bagaimana membandingkan lebih dari dua kelompok.

Pengertian yang Diperlukan

1. Populasi
Dipakai untuk kumpulan obyek, individu atau sejumlah ketegori. Contoh
populasi dalam pemuliaan ternak.
(1) Berat lahir anak domba di Baturraden.
(2) Nilai pemuliaan untuk karakteristik berat sapihan domba.
(3) Tiriggi dan berat domba umur tertentu.
(4) Data produksi harian per laktasi sekelompok sapi perah.
Perlu diperhatikan pentingnya spesifikasi pengukuran. Berat lahir domba lokal (1
kg) misalnya akan berbeda kalau yang dimaksudkan lokal di Baturaden dan lokal
di lain daerah, daerah Priangan misalnya, maka berasal dari dua populasi yang
berbeda.

2. Peubah (variabel)
Dipakai untuk menerangkan kuantitas, karakteristik atau pengukuran yang
berbeda beda.
a. Mengenai punya tidaknya tanduk pada ternak dalam populasi ternak
tertentu, disebut variabel yang diskrit (descrete). Contoh lain adalah
jawaban ya dan tidak atas pertanyaan yang diajukan, jumlah cempe per
induk yang mati atau hidup (merupakan hasil penghitungan ).
b. Berat wol adalah karakteristik yang dapat diukur sampai kecermatan
tertentu dapat diukur misalnya 0,5 kg , 1 kg, 1,1 kg atau sampai satu angka

52

dibelakang koma, dan dalam kg, Variabel yang bersifat demikian disebut
variabel kontiriyu (Contiriues); variabel yang merupakan hasil pengukuran.

3. Contoh Acak (Random Sample)
Yang dimaksud dengan contoh acak adalah contoh yang diambil dari
populasi dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap anggota dari populasi
tersebut mempunyai peluang yang sama untuk dapat menjadi contoh. Dengan cara
demikian contoh dapat dipakai untuk manaksir parameter populasi dengan
kesalahan yang dapat dipertanggung jawabkan.

4. Sebaran Frekuensi

Hasil pengukuran terhadap beberapa karakteristik suatu kelompok individu

akan berbeda beda. Langkah pertama yang harus dikerjakan adalah menyusunnya

ke dalam beberapa golongan nilai. Dari hasil penyusunan tersebut akan diperoleh

sebaran frekuensi.

Teladan 3.1

Dari pengukuran satu karakteristik diperoleh data sebagai berikut. 23
24 23 24 28 35 30 28 27 26 31 26 28
27 29 31 28 26 29 32 29 27 25 26 31
26 25 30 31 32 27 25 27 19 25 36 24
29 30 32 28 31 22 29 28 23 32 33 30
28 28 29 33 26 30 26 29 30 27 37

Data tersebut apabila disusun dalam bentuk frekuensi distribusi maka dapat

memberi lebih banyak informasi. Susunan data menjadi sebagai berikut.

X ( pengukuran ) Grafik F (frekuensi) XF

19 ; 1 19
20 ;
21 1 22
22

53

23 ; ; ; 3 69
72
24 ; ; ; 3 100
156
25 ; ; ; ; 4 162
224
26 ;;;;;; 6 203
180
27 ;;;;;; 6 186
128
28 ;;;;;;;; 8 66

29 ;;;;;;; 7 35
36
30 ;;;;;; 6 37

31 ;;;;;; 6

32 ; ; ; ; 4

33 ; ; 2

34

35 ; 1

36 ; 1

37 ; 1

Besaran-besaran statistika

54

55

56

Teladan 3.2 Data tersusun dalam distribusi frekuensi

x f xf xf2

4 3 12 48
5 4 20 100
6 6 36 216
7 4 28 196
8 3 24 192
Σ 30 20 120 752

Teladan 3.3

Dua contoh acak dengan nilai tengah yang sama tetapi dengan s
yang berbeda

6 6
6 567
457 3456789
45678 2 3 4 5 6 7 8 9 10
45678
45678

Pengambilan contoh dari distribusi normal
Diumpamakan suatu populasi (pertambahan berat badan) yang mempunyai nilai
tengah (µ) = 30 kg dan σ = 10 kg. Dari populasi tersebut contoh diambil.
Contoh yang diambil secara acak dengan pertolongan angka random .
Gambaran populasi tersebut sebagai berikut.
Tabel 3.1. Populasi berat badan dengan (µ) = 30 kg dan σ = 10 kg

57

NX N X N X NX

00 3 25 24 50 30 75 37

01 7 26 24 51 30 76 37

02 11 27 24 52 30 77 38

03 12 28 25 53 30 78 38

04 13 29 25 54 30 79 39

05 14 30 25 55 31 80 39

06 15 31 26 56 31 81 40

07 16 32 26 57 31 82 40

08 17 33 26 58 31 83 40

09 17 34 26 59 32 84 41

10 18 35 27 60 32 85 41

11 18 36 27 61 33 86 41

12 18 37 27 62 33 87 42

13 19 38 28 63 33 88 42

14 19 39 28 64 33 89 42

15 19 40 28 65 33 90 43

16 20 41 29 66 34 91 43

17 20 42 29 67 34 92 44

18 20 43 29 68 34 93 45

19 21 44 29 69 35 94 46

20 21 45 30 70 35 95 47

21 22 46 30 71 35 96 48

22 22 47 30 72 36 97 49

23 23 48 30 73 36 98 53

24 23 49 31 74 36 99 57

Data di atas (populasi) mendekati distribusi normal dengan µ =30 dan σ = 10

Yang perlu dipikirkan adalah kegunaan dan proses pengambilan contoh acak
yang berulang kali dari suatu populasi dengan distribusi normal dalam membantu
pengambilan atau penarikan kesimpulan secara statistik.

Tabel 3.2. Angka Random

89262 86332 51718 70663 11623 29834
86866 09127 98021 03871 27789 584444
90814 64833 08759 74645 05046 94056

58

19192 82756 20553 58446 55376 88914

23757 16364 05096 03192 62386 45389
45989 96257 23850 26216 23309 21526
92970 94243 07316 41467 64837 52406
74346 59596 40088 98176 17896 86900

50099 71030 45146 06146 55211 99429
10127 46900 64984 75348 04115 33624
67995 81977 18984 64091 02785 27762
23604 80217 84934 82657 69291 35397

Teladan 3.4
Dengan pertolongan Tabel 3.2 maka akan dapat diambil contoh (!0) secara
acak dari populasi pada Tabel 1, yang mempunyai . µ = 30 kg dan σ = 10 kg. Cara
menggunakan Tabel 2 tersebut adalah sebagai berikut. Pilih satu (deret) angka ( 5
digit) yang mewakili nomor yang akan dipakai sebagai anggota contoh acak.
Misalnya 41309 maka 09 merupakan anggota contoh acak no 1. Kalau Tabel 1
diperiksa maka menunjukkan hasil pengamatan pada no 17. Untuk menentukan
anggota yang kedua dilanjutkan gerakan ke bawah, ke samping atau ke atas. Misal
ke bawah maka akan didapatkan angka 71038. Periksa pada Tabel 1 maka
menunjukkan nomor urut 38 dengan data x =28 kg. Demikian seterusnya
sehingga jumlah data dalam contoh acak yang dibutuhkan terpenuhi, yaitu contoh
acak yang beranggotakan 10. Setelah contoh acak diperoleh kemudian dihitung

rataan, simpang baku dan variansi, apabila diperlukan dihitung pula salah baku,
serta mencari t.

Proses pengambilan contoh acak dengan n = 10 di atas diulangi sehingga
memperoleh jumlah 511 contoh acak. Kemudian distribusi frekuensi nilai tengan
ke 511 contoh acak tersebut tersusun sebagai berikut.

59

Tabel 3.3 Distribusi frekuensi nilai tengah dari 511 contoh acak

Klas Frekuensi Frekuensi teoritis

19 1 0,20
20 1
21 0 0,41
22 7
23 5 1,18
24 10
25 19 2,71
26 30
27 41 5,62
28 48
29 66 10,78
30 72
31 56 18,60
32 46
33 45 29,02
34 22
35 24 41,14
36 12
37 5 52,07
38 0
39 1 61,63
Jumlah 511
64,23

61,63

52,07

41,14

29,02

18,60

10,78

5,62

2,71

1,84

511,00 x=29,87

Dari uraian di muka dapat dilihat bahwa
1. Tiap nilai tengah dari contoh acak adalah penduga untuk nilai tengah

populasi, yakni µ = 30 kg. Jadi dari contoh tersebut x mempunyai range 19
sampai 39. Dari informasi yang diperoleh jelas bahwa apabila sipeneliti
hanya mengambil satu kali contoh kemudian x-nya begitu saja dipakai
sebagai penduga µ maka resiko yang dihadapi jelas terlihat.
2. Distribusi dari nilai tengah mendekati distribusi normal (teoritis normal).
3. Nilai tengah contoh acak lebih seragam dibandingkan dengan nilai masing-
masing individu

60

4. Nilai tengah dari distribusi nilai tengah adalah 29,87 kg, merupakan penduga
yang tidak bias (unbiased estimate) untuk nilai tengah populasi µ = 30 kg.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap contoh acak akan memberi
penduga nilai tengah populasi, dan penduga salah baku dari nilai tengah populasi,
dan penduga salah baku dari nilai tengah tersebut. Besarnya nilai salah baku ini
akan memberikan gambaran ketepatan pendugaan (mendekati atau menjauhi)
yang telah dikerjakan. Dapat pula dikatakan bahwa 2/3 nilai tengah dalam
contoh acak yang diambil berulang kali terletak di dalam.

5. Distribusi t
Dari rumus di atas dapat diperiksa bahwa t dalam kata-kata adalah
perbedaan nilai tengah taksiran dengan nilai tengah populasi yang sebenarnya.
Distribusi t ini secar teroritis telah disusun oleh W.S Gosset pada tahun 1908
dalam bentuk tabel statistik.
Dari rumus dapat dilihat bahwa nilai t dari hasil perhitungan akan besar
apabila nilai tengah contoh acak mempunyai nilai yang berbeda jauh dengan nilai
tengah populasi (µ), dan atau jika salah baku mempunyai nilai kecil.
Pada Teladan 4.4, distribusi t dari 511 contoh acak dapat dilihat pada Tabel
4 yang disertai pula distribusi t secara teoritis, tampak bahwa keduanya mendekati
kesamaan. Dikatetahi bahwa contoh acak berasal dari populasi yang sama yang
mempunyai µ = 30 kg. Setiap t memberi gambaran sejauh mana nilai tengah
contoh acak menumpang dari nilai µ. Dapat dilihat dalam Tabel 4 bahwa
meskipun semua nilai acak berasal dari populasi yang sama 5% dari contoh

61

tersebut mempunyai t yang bernilai lebih besar dari 3,250 dan lebih kecil dari
-3,250. Dapat dinyatakan bahwa dengan contoh acak beranggota sepuluh (n=10)
tersebut di atas peluang t mempunyai nilai di luar ± 2,262 adalah 0,05 apabila
contoh acak berasa dari populasi yang sama dan peluang t mempunyai nilai di
luar ± 3,250 adalah 0,01.

Menggunakan dasar pemikiran di atas, setelah mengadakan penghitungan
nilai t, maka dapat dibuat hypotesis bahwa nilai tengah contoh acak sama dengan
nilai tengah populasi.
Hipotesis tersebut dapat ditulis dalam bentuk H (x = µ) atau H (x-µ = 0) dan
disebut Hipotesis nol (Null Hypothesis) yang menyatakan tidak adanya perbedaan
antara nilai tengah contoh acak dan populasi. Penghitungan t termasuk dalam
langkah atau rangka pengujian hipotesis tersebut. Uji tersebut kemudian disebut
uji t (test stastistic t).

Dalam perocobaan sesungguhnya tidak diketahui harga µ (nilai tengah
populasi), tetapi meskipun demikian hipotesis nul tetap dapat dipakai, yang
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara nilai tengah populasi dan nilai
tengah contoh acak yang diambil dari populasi tersebut. Langkah yang dikerjakan
adalah menghitung nilai t dari contoh acak tersebut, kemudian memilih batas
peluang (5% atau 1%) yang dipakai untuk monolak atau menerima hipotesis.

Apabila nilai t dari penghitungan tersebut lebih besar dari nilai t dari tabel
dengan batas peluang 5%, maka hipotesis nol ditolak. Alasannya adalah apabila
hipotesis nol benar maka nilai t (dari contoh) yang lebih besar dari t 0,05 tabel
akan jarang diketemukan, jadi pada kejadian di atas diketemukan t yang lebih
besar berarti bahwa hipotesis ditolak. Pemilihan batas 5% atau 1% tergantung dari
peneliti dan macam penelitian (untuk penelitian obat misalnya menggunkan batas
1%).

Teladan 3.5

62

Misal dari contoh acak diperoleh data 8, 9, 10, 7, 9, 9, 8, 11, dan 10 unit. Uji
hipotesis bahwa nilai tengah populasi yang telah diambil contohnya tersebut
mempunyai nilai tengah 8 unit ?

63

6. Menghitung Koefisien Korelasi
Dua peubah (x dan y) yang saling tergantung dapat dilihat pada satu
individu dan data diperoleh dengan pengukuran pada individu tersebut.

Misal
1. Berat wol dan berat tubuh dari setiap domba (Romney)
2. Kualitas wol dan berat wol
3. Berat hidup dan berat karkas

Koefisien korelasi (r) dapat mempunyai harga dari -1 sampai +1; (r) = 0
berarti tidak ada korelasi ; (r) = - berarti bahwa nilai x yang berada di atas x
berhubungan atau tergantung pada nilai y di bawah y; (r) = + berarti bahwa nilai
x di atas x berhubungan dengan nilai y di atas y

Teladan 3.6
xY
67
76
89
77
98
37 37

64

Menguji hipotesis untuk koefisien korelasi

7. Regresi Linier dan Multipel
Pada banyak kejadian dua peubah dalam populasi , x dan y, yang satu (y)
tergantung atau dikontrol oleh peubah yang lain (x). Misal
1. Berat wol anak tergantung atau dikontrol sampai batas-batas tertentu oleh
berat wol induk.
2. Besar dan berat seekor hewan tergantung, sampai batas-batas tertentu pada
umurnya.
3. Laju pertumbuhan tergantung, sampai batas-batas tertentu pada jumlah
pakan yang dimakan.
Pada banyak kejadian tersebut hubungan antara dua peubah tersebut dapat
digambarkan dalam bentuk persamaan garis lurus. Persamaan tersebut adalah y=
a + bx , a mempunyai nilai sama dengan y untuk x = 0; b adalah besar perubahan
pada y apabila terjadi perpubahan satu unit pada x. Apabila ada regresi maka
titik-titik pada (x,y) tidak terletak tepat pada garis lurus dan hubungannya tidak
pasti. Garis lurus tersebut hanya merupakan pendekatan keadaan yang
sebenarnya kecuali kalau rxy = 1.

Untuk menetapkan posisi dan kecondongan garis tersebut memerlukan
penaksiran nilai a dan b. Dasar yang dipakai dalam penaksiran tersebut adalah
mencari harga paramater tersebut sehingga kuadrat jumlah deviasi pengamatan
terhadap garis tersebut kecil sekali. Cara demikian disebut Method of Least
Squares. Cara tersebut dapat diterangkan sebagai berikut.
Umpamakan setiap pengukuran y mempunyai model Yi = a + bxi + eI, Yi dan xi
adalah peubah sedang a dan b adalah seperti telah diterangkan di muka; e adalah

65

deviasi yi dari garis ( sering disebut kesalahan = error)
ei = yi - a - bx = deviai

66

8. Membandingkan dua kelompok

Misal seorang peneliti ingin mempelajari efek pemberian suatu vitamin,

dengan cara injeksi, pada sekolompok anak ayam. Sejumlah 18 ekor anak ayam

digunakan dan dibagi secara acak dalam dua kelompok, masing-masing kelompok

dengan 9(sembilan) ekor. Satu kelompok diinjeksi dengan vitamin dan kelompok

yang lain dipakai sebagai kontrol. Kedua kelompok kemudian dipelihara dalam

satu kandang, kemudian dicatat kenaikan berat badannya, hasilnya sebagai

berikut.

Teladan 3.7

Diinjeksi dengan 11 13 12 12 10 8 7 6 11 90
vitamin (x)

Kontrol (y) 7 4 5 6 6 9 11 11 7 66

Jelas terlihat bahwa terdapat variasi dalam masing-masing kelompok. Yang perlu
dipertanyakan adalah, apakah perbedaan antar kelompok tersebut disebabkan
karena pengaruh injeksi vitamin, meskipun kedua kelompok tersebut berasal dari
populasi yang sama (faktor genetik dianggap sama). Untuk menjawab pertanyaan
tersebut diperlukan langkah-langkah sebagai berikut.
1. Memilih menggunakan hipotesis H(µ1 = µ2) atau H(µ1 - µ2 = 0)
2. Menentukan batas nyata. Batas nyata yang biasanya diterima adalah P = 0,05

(5% batas nyata) dan P = 0,01 (1% batas nyata). Tetapi batas yang lain dapat
pula dipilih.
3. Menentukan uji nyata. Pada penelitian di atas yang dipakai adalah uji t.
4. Menghitung harga t.
5. Membandingkan harga t hasil perhitungan dengan t ,pada pada batas yang
dipilih, dari tabel.
6. Apabila tkalkulasi > t tabel (peluang lebih rendah dari peluang pada batas nyata)
maka hipotesis ditolak, dan apabila sebaliknya maka hipotesis diterima atau
uji diulang.
Kalau disusun kembali dalam bentuk rumus maka langkah tersebut tampak lebih

67

sederhana.
1. H(µ1 - µ2 = 0)
2. Batas nyata yang dipilih 5%
3. Uji t

Teladan 3.8 Jumlah yang tidak sama dalam 2 (dua) kelompok
Jumlah individu pada tiap kelompok yang akan dibandingkan tidak perlu

sama, seperti pada teladan IX.1, tetapi rumus yang dipakai juga tidak sama. Misal
jumlah individu pada dua kelompok tersebut n dan k. Jumlah kuadrat (Σ (x)2)
dihitung dengan cara yang sama, tetapi derajat bebas yang dipakai menjadi (n + k
- 2).

Kecermatan uji t akan tergantung dari (besar/harga) (1/k + 1/n), yakni sekecil
mungkin. Oleh karena itu apabila jumlah (k+n) sudah ditentukan maka (1/k +
1/n) akan paling kecil kalau k = n atau dalam arti lain dua kelompok mempunyai
jumlah individu yang sama.

Perlu diingat bahwa pada penggunaan pola percobaan di atas unit
experiment harus diletakkan dalam kelompok secara acak, dan unit diusahakan
mempunyai keseragaman yang maximal sebelum percobaan dimulai, untuk unit
ternak hal ini tidak begitu mudah.

9. Uji t berpasangan (the Paired t Test)
Dalam suatu percobaan untuk membandingkan dua perlakuan dapat
digunakan dasar pengelompokan unit percobaan secara berpasangan. Misal
apabila unit percobaan yang tersedia atau akan dipakai adalah, kembar identik,
permukaan daun, dst. Dalam percobaan ini maka setiap pasangan dapat

68

dipandang sebagai satu unit percobaan dan perlakuan disebarkan secara acak pada
dua individu atau anggota dalam pasangan tersebut.

Sebagai teladan, misal kita akan membandingkan keunggulan dua varietas
A dan B (kalau pada bidang pemuliaan misal akan membandingkan keunggulan
dua ekor pejantan). Maka dua varietas kemudian ditanam, secara acak, pada
perak unit percobaan yang telah disusun berpasangan (pada bidang pemuliaan,
pada pasangan kembar identik). Data yang diperoleh kemudian disusun sebagai
berikut.

Teladan 3.9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
28 23 29 43 21 29 36 44 28 29
Petak 22 17 20 30 12 23 29 25 31 31
Varietas A 6 6 9 13 9 6 7 19 -3 -2
Varietas B
d = (A-B)

Cara penyelesaian di halaman 72

Perhatian 3.9
Condition Required for Validiy of t Test
For the t test to be valid, it is necessary in the strictest sense that :
1. The errors in the variables must be independent.

(Is achieved by randomisation)
2. The variables be normally distributed.

(The accuracy of the t test is little affected by quite wide departurs from
normally)

69

3. The groups have the same variance.
(Test of equality of variance between groups are available and special
methods of nalysis are available when equality not hold , (Snedecor, 1964))

10. Sidik Ragam (Analysis of Variance)
Cara-cara statistik yang dipakai untuk membedakan dua kelompok atau
perlakuan dengan data pengukuran telah diuraikan secara singkat.
Seorang peneliti sering perlu membandingkan lebih dari dua kelompok atau
perlakuan. Untuk keperluan itu diperlukan analisis yang disebut Analysis of
Variance dan uji yang dipakai bukan uji t tetapi uji F. Misal dari suatu populasi
diambil 4 contoh acak, masing-masing dengan 5 pengamatan. Hasil
pengambilan contoh tersebut disusun dalam tabel seperti berikut.

Tabel 3.4 Susunan data yang disiapkan untuk contoh Sidik ragam

Contoh I II III IV 360
a a+2 b +0 c c+1 d d-3 18
Σx 29 31 18 18 01 63 8398
x 13 15 16 16 20 21 10 7 6480
Σ x2 35 37 99 67 17 14 1918
(Σ x)2/n 9 11 28 28 26 27 22 19
SS 24 26 34 34 28 29 10 7
110 120 105 105 80 85 65 50
22 24 21 21 16 17 13 10
2892 3352 2601 2601 1896 2061 1009 664
2420 2880 2205 2205 1280 1445 845 500
247 472 396 396 616 616 164 164

70

Data diolah sebagai berikut
Karena keempat contoh acak berasal dari satu populasi maka dapat

dianggap sebagai satu contoh acak dengan 20 pengamatan (4 x 5), kemudian
varians dapat dicari.

Ketiga hasil perhitungan dapat disusun sebagai berikut

Source of variance d.f S.S Var Estimate of F
Sumber variasi d.b JK KT
Total 19 1918 1009 Taksiran F
Between mean of group 3 270 90 s2
Within groups (pooled) 16 1648 103 s2
s2

Dalam tabel analisis variansi tersebut terlihat bahwa
1. Setiap baris memberi penaksiran untuk s2 karena semua contoh acak berasal

dari populasi yang sama.
2. Derajat bebas dan SS/JK untuk between groups dan within groups kalau

dijumlahkan sama dengan d.b dan JK total.
3. Karena kenyatan pada butir 2 tersebut maka cara pengolahan data yang

demikian disebut Analysis of Variance. Total SS dipisah menjadi 2 bagian
(yang dapat dijumlah) dengan d.b. yang sesuai.
4. Perlu diperhatikan angka banding

Dapat dilihat bahwa pada teladan di atas harga F mendekati nilai 1, ini
desebabkan karena F merupakan penaksir (s2/s2=1)

10.1 Efek Perlakuan

Gunakan Tabel 3.4
Misalkan bahwa 4 perlakuan (A, B, C, dan D) yang berbeda diberikan pada 4

71

contoh acak tersebut. Efek perlakuan tersebut mempunyai nilai sebagai berikut.

Perlakuan A pada contoh nomor I = + 2 unit

B pada contoh nomor II = 0 unit

C pada contoh nomor III = + 1 unit

D pada contoh nomor IV = - 3 unit

+ berarti menambah, - berarti mengurangi, periksa kembali Tabel 3.4

Pengelohan data setelah ada perlakuan
1. Total S.S = 8678 - 6480 = 2198 dengan d.b. 19
2. Within group S.S mempunyai harga seperti sebelum perlakuan 16 s2 = 1648
3. Between group S.S. = 550 dengan d.b. 3

Tabel Analisis Variansi

Sumber Variasi d.b. JK KT penaksir F
550 183.3 s2+5s2t
Antar kelompok 3 1648 103 s2
2198
Dalam kelompok 16

Total 19

Catatan
1. JK antara kelompok = (5 x 3) (ragam kelompok nilai tengah). Tetapi karena

perlakuan maka nilai tengah kelompok tersusun dari dua bagian. Bagian
pertama merupakan nilai tengah dari 5 pengamatan yang berasal dari populasi
awal, sedang bagian kedua merupakan hasil efek dari perlakuan (nilai tengah
kelompok I = 22 + 2). Karena ragam suatu jumlah sama dengan jumlah
ragam dari bagian tersebut maka ragam nilai tengah kelompok adalah penaksir

72

dari

Apabila hipotesis benar maka nilai F mendekati 1. Sebaran F adalah distribusi
dari angka banding dua taksiran variansi yang bebas, yang berasal dari distribusi
normal yang sama, dengan derajat bebas yang sesuai. Seperti halnya t, apabila
mengambil berulang kali 4 contoh acak dengan 5 pengamatan dan menghitung
harga F maka dapat diharapkan mendapatkan 5% dari contoh akan mempunyai
nilai F lebih besar dari 3,29 (ini berarti kalau hipotesis (H(st2 = 0) benar). Perlu
diingat bahwa persis sama dengan H( µ1 = µ2 = µ3 = µ4 ), µ adalah nilai tengah
perlakuan yang benar, apabila the true treatment means sama, maka ragamnya =
0, sedang kalau berbeda ragamnya harus lebih besar dari 0

11. Model umum Sidik Ragam untuk Penggolongan tunggal
Apabila suatu percobaan menggunakan p perlakuan dan tiap perlakuan
pada n individu, maka jumlah individu yang dipakai adalah pn Data yang
diperoleh disusun dalam table, sebagai berikut.

Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan i Perlakuan p
X11 X21 Xi1 Xp1
X12 X22 Xi2 Xp2
X13 X23 Xi3 Xp3

X11 X21 Xi1 Xp1

Setiap mengamatan dapat dinyatakan dalam bentuk
Xij = µ + ti + eij

73

µ = nilai tengah populasi
xij = hasil pengukuran pada individu yang ke j pada perlakuan yang ke i
t i = efek perlakuan yang ke i = 1, 2………………. P
eij = kesalahan acak pada setiap individu
eI = dianggap tersebar secara bebas dan normal dan mempunyai nilai tengah = 0

Total S.S (T) = ∑ xi2j − C.T

ij

C.T = (∑. xij)2 / pn

ij

Disusun dalam tabel berbetuk sebagai berikut

Source of variation d.f S.S M.S
Total Pn-1 T
Between Treatments p-1 B B/p-1
Within Treatment p(n-1) W W/p(n-1)

Apabila Fkalkulasi < F 0,05 maka perbedaan treatment tidak nyata, apabila diantara F
0,05 dan F0,01 maka nyata untuk taraf 5%. Apabila lebih besar dari F0,01 maka nyata
untuk taraf 1%.
Apabila didapat F tidak nyata maka analisis sudah selesai atau berhenti. Akan
tetapi apabila didapatkan F yang nyata maka analisis perlu dilanjutkan untuk
mengetahui kelompok atau golongan nilai tengah yang berbeda dari yang lain.
Salah satu cara yang dapat dipakai adalah menghitung Least Significant Different
(LSD) pada taraf 5% dengan uji t.
Nilai tengah yang memiliki beda dari LSD dinyatakan berbeda nyata . LSD
menunjukkan besarnya perbedaan yang dipakai sebagai syarat untuk dapat
dikatakan berbeda nyata diantara sepasang perlakuan yang diambil secara acak.
Standard error nilai tengah perlakuan dinyatakan dengan rumus

74

Penggunaan lebih lanjut F test dipersilahkan mempelajari pada penggunaannya
dalam pola percobaan.

12. Penggunaan Sidik Ragam dalam Pemuliaan Ternak

(Variance Component and Intra Class Correlation)

Misalkan pengamatan yang dilakukan mengenai berat wol anak betina dari
p ekor penjantan; tiap penjantan mempunyai n ekor akan betina. Berdasar pada
bahasan yang telah diuaraikan berat wol dapat dinyatakan dalam bentuk
Xij = µ + si + eij
i = 1,2,……………..p pejantan
j = 1,2………. …….n progeni (anak)
si = efek pejantan yang ke I

Asumsi yang dipakai seperti yang telah diterangkan yaitu
Berarti bahwa pejantan yang dipakai, diambil secara acak, berasal dari populasi
pejantan yang mempunyai nilai tengah = 0 dan ragam = σs2 . Dalam konteks ini
σs2 dan σ2 disebut variance component dan tujuan analisis sering untuk mencari
penaksir komponen tersebut. Cara yang dipakai adalah analisis Sidik Ragam

Source of variation d.f S.S M.S M.S estimate
Total pn-1 T
Between Treatments p-1 B M.S (B) σ 2 + nσ 2
M.S (W) s(ire)
Within Treatment p(n-1) W
σ2

Selanjutnya diadakan pengecekan apakah ada korelasi antara dua individu dari
kelompok pejantan yang sama. Pengecekan tersebut dilakukan dengan
menghitung r (koefisien korelasi), yakni Intra Class korelasi. Cara menghitung

75

nya sebagai berikut.

Pejantan 1 Pejantan 2

x11 x21
x12 x22
x13 x23
x14 x24

x1n x2n

76

Dalam pemuliaan ternak digunakan untuk menghitung repitabilitas

Teladan 3.10

Po J Pejantan 1 Pejantan 2 Pejantan 3 Pejantan 4

Anak betina 1 3 3 6 5

Anak betina 2 2 4 8 5

Anak betina 3 1 3 7 5

Anak betina 4 3 5 4 3

Anak betina 5 1 0 10 2

Jumlah 10 15 35 20

Rataan 23 7 4

p = 4, n = 5, pn = 20

Apabila ingin menguji perbedaan nilai tengah pejantan, maka menggunakan uji F

F = (23,3/2,9) = 8,03 dengan d.b. 3 dan 16

F 0,01 = 5,29; F kalkulasi > F 0,01 berarti perbedaan nilai tengah sangat nyata
Setelah nilai tengah pejantan diperiksa, maka terlihat bahwa pejantan 3

berpengaruh nyata (taraf 5%) lebih tiriggi dibanding yang lain. Salah baku nilai

tengah pejantan :

13. Rangkuman
Besaran Statistik yang dipakai dalam Pemuliaan Ternak

1. Umum
2. Regresi linier (Liniar Regression)

3. Korelasi (Correlation)
4. Regresi ganda (Multiple Regression)
It is easy to genralize from simple lmear regression to the case where there is
more then one independent variate e.g.

77

An alternative approach is to express each of the three variates as standardised
variates; i.e express each variates as a deviation from its mean and divide by its
standard deviation. Then the multiple regression becomes:

To show these partial regression coefficients are interpreted consider the
following : y is rate of gain pr day in pogs, x1 is initial age, x2 is initial weight.
Then Y = 1.388 - 0,0033 (x1 - 77) + 0,0074 (x2 - 52,7) Then b1 = -0,0033
indicate that the average daily gain increased 0,0033 lb (pound) per day with
each day increase in initial age. On the other hand daily gain increased 0,0074
lb/day with each pound increase in initial weight.

5. Analisis Variansi dan Korelasi Intraklas (Analysis of Variance and
Intraclass Correlation)

As an example of the use of the intraclass correlation, we consider the paternal
half -sib correlation which is the correlation between offspring having the same
sire. Let there be p sires, each with n offsprings, and on each of the pn offsprings
we have a record of a trait say, fleece weight. Then from this data the following
analysis of variance can be computed.

Source of variation d.f S.S M.S.
Total pn-1 T
Between sires p-1 B M.S (B)
Within sire groups p(n-1) W M.S (W)

78

If the variance component between sires is represented by s and variance
component within sire b W then
The proportion of the total variationin the trait which is associated with
differences between sires. Another way of expressing this I s to say that it is the
correltation berween individuals which have the same sire - the paternal - half-
sib correlation. Since the variation berween sires involves gentic differences, the
correlation allows the estimates of the gentic variation of the trait within the
population from which the sires were drawn.

6. Useful theorems concerning variance and covariance
6.1 Variance of a Sum of Variates

Let x, y and z be three variates with variance denoted by Varx, Var y, and Var z.
Let a, b, and c be constants. Let S = ax + by + cz then
Var (S) = a2 Varx + b2 Vary + c2Varz + 2ab Covxy + 2ac Covxz + 2bc Covyz
Note that the covariances area multplied by two. This arises from the fact that,
for example, Cov xy is the as Cov yx and so the two are combmed and writtern as
2 Cov xy. If there were n variates in the sum then there are n(n-1)/2 covariances.

A special form of the above theorem occure if all variates are uncorrelated.
Then Var (S) = a2 Varx + b2 Vary + c2Varz
If in addition a = b = c = 1
Then Var (S) = Varx + Vary +Varz

Example
The variance of a mean when the observations are assumed uncorrelated (Which
is the case with random samples) can be found using the above theorem:

79

The square root of this is the standard error of a mean as noted earalier. When the
observations are assumed correlated, then we need to take account of the
covariances, xixj = r Varx

Covariance Between Two Sum
Let U = (x + y)

V = (w + z)
Then Cov UV = Cov (x + y)(w + z)=Covxw+Covxz+Covyw+Covyz
This often occurs in the form Cov x(x + y) = Varx + Covxy
Ofen x and y are uncorrelated, in which case : Covx(x+y) =Varx

14. Path Coefficient Analysis
Korelasi antara dua peubah yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara
dua peubah tersebut, tidak memberikan petunjuk tentang sebagai adanya
hubungan tersebut dan hubungan efek antara dua peubah tersebut. Untuk
memecahkan persoalan tersebut Sewall Wright (19..) memperkenalkan metode
yang disebut Path Coefficient Analysis, dengan tujuan menggunakan atau
memperhatikan sebab sebenarnya adanya korelasi atau hipotesis mengenai Causal
Relationships dalam mempelajari hubungan antara dua peubah. Cara ini telah
jauh dikembangkan dalam genetika karena di dalam genetika telah dikembangkan
teori mengenai hubungan kausa dan hubungan efek atau pengaruh.

Untuk menggambarkan metode ini, dimisalkan peubah Y dikontrol atau
tergantung pada tiga peubah A, B, dan C. Selanjutnya diketahui pula bahwa A
dan B dan C berkorelasi, sedang A dan C tidak berkorelasi. Informasi di atas
dapat digambarkan sebagai berikut.

80

Pada diagram di atas path coefficient dirupakan sebagai garis lurus dengan anak
panah menunjukkan arah dari asal kausa dan kausa tersebut menimbulkan
pengaruh. Pada diagram di atas diberi nama a, b, dan c. Dengan diagram tersebut
maka informasi bahwa peubah A mengontrol atau mempengaruhi Y tampak lebih
jelas dengan pertolongan path coefficient . Path Coefficient sesungguhnya adalah
standardised partial regression coefficient, yang dinyatakan dalam bentuk
persamaan Y = aA + bB + cC

Dalam persamaan Y = aA + bB + cC, Y, A, B, dan C adalah deviasi dari
nilai tengah masing-masing dibagi dengan simpang baku (standar deviasi).
Sehingga dengan demikian a, b dan c adalah Standardised Partial Regression
Coefficient. Ada dua prinsip utama yang dipakai dasar dalam penggunaan Path
Coefficient.

Prinsip I

Kuadrat dari path coefficient (a2, b2, dan c2) menunjukkan derajat kekuatan

A, B, dan C dalam mengontrol Y. Apabila A, B, dan C adalah peubah bebas

(berarti rAB = rBC =0) maka :

a2 + b2 + c2 = 1

Apabila rAB = 0 dan rBC = 0 (B dan C berkorelasi) maka :
a2 + b2 + c2 + 2bc rBC = 1

Apabila rAB = rBC = 0 maka :
a2 + b2 + c2 + 2bc rBC + 2ab rAB = 1

dan seterusnya

81

Perhatian 14.1
Prinsip di atas memakai asumsi bahwa Y dikontrol oleh A, B dan C secara
sempurna. Oleh karena itu pemakaian metode di atas di luar genetika
membutuhkan perhatian yang istimewa atau khusus.
(The model underlying the conformation of path coefficient assumes complete
determination of dependent variable by differences in A, B and C. Therefore the
sum of squares and of products of path coefficient is unity)

Prinsip II

Misalkan peubah X dikontrol oleh tiga kasus A, B dan C. Peubah Y
dikontrol oleh B, C dan D. Juga diketahui bahwa B dan C berkorelasi, sedang
korelasi antara A, B, C dan D = 0. Informasi tersebut kemudian dibuat dalam
bentuk gambar sebagai berikut.

A aX

B b
rBC
b'
C c'
d'

Prinsip II yang dipakai berdasarkan analisis korelasi antara X dan Y

menjadi beberapa komponen; dinyatakan dengan kata-kata sebagai berikut.

Korelasi antara dua peubah, sama dengan jumlah hasil kali antara path

coefficient yang menjadi penghubung antara dua peubah yang berkorelasi

tersebut. Pada diagram di atas diperoleh 4 (empat) penghubung anatara X dan Y.

1) X-B-Y lewat bb'

2) X-C-Y lewat cc'

82

3) X-B-C-Y lewat b rBCc'
4) X-C-B-Y lewat c rBCb' sehingga diperoleh hasil penjumlahan sbb.

rxy = bb' + cc' + b rBCc' + c rBCb'

14.1 Teladan Penggunaan Prinsip I dan II
Akan digunakan kedua prinsip yang berlaku dalam path coefficient analysis
untuk menganalisis korelasi antara fenotipe induk dan fenotipe progeni-nya.
Yang diperlukan adalah informasi genetik bahwa :
a) Fenotipe suatu individu ditentukan oleh nilai genotipenya ditambah dengan

komponen yang ditimbulkan oleh faktor lingkungan.

a) Fenotipe suatu individu ditentukan oleh nilai genotipenya ditambah dengan
komponen yang ditimbulkan oleh faktor lingkungan.
Ee
P
Gh
E dan G biasanya tidak berkorelasi. Dengan memakai Prinsip I maka
diperoleh : h2 + e2 = 1 atau h2 = h2/(h2 + e2)

b) Meiosis menyebabkan terbentuknya gamet yang membawa contoh acak
separo gen yang dibawa oleh individu penghasil gamet.
b o gamet ♂
G
b o gamet ♀
b = path coefficient antara nilai genotipe individu dan gamet yang dihasilkan

c) Nilai genotipe progeni ditentukan dengan sempurna oleh dua gamet (Ε+Γ)
yang bersatu dan membentuk progeni tersebut.
gamet ♂ o a
F G (genotipe progeni)

83

gamet ♀ o a

Dapat terjadi gamet jantan dan betina berkorelasi, yakni dalam inbreeding.
Menggunakan Prinsip I diperoleh a2 + a2 + 2 a2F = 1

Untuk menghitung nilai b, dipakai dua dasar pemikiran (1) gen yang dibawa oleh

gamet ditentukan oleh gen yang dibawa oleh zigot tetua.; (2) gen yang dibawa

oleh gamet ditentukan oleh chance dalam meiosis. Sedang pada (1) gen yang

dibawa zigot tetua ditentukan oleh gen yang dibawa oleh gamet yang membentuk

zigot tersebut. Dapat lebih jelas dengan menggunakan diagram di bawah ini.

Gamet ♂ o o Gamet ♂

F' G

Gamet ♀ o o Gamet ♀

Path Coefficient antara G dan gamet yang dihasilkan sama dengan korelasi

antara G dan gamet yang membentuknya. Dengan menggunakan Prinsip II maka

diperoleh :

rG Γ= a' + a'F' = b

Dengan informasi di atas dapat dibuat diagram korelasi fenotipe tetua dan
progeni sebagai berikut.

84

Dengan menggunakan Prinsip II maka korelasi antara fenotipe induk dan progeni
(fenotipe yang dapat diukur) sama dengan rPDPO
Berarti bahwa pada percobaan yang menggunakan kawin acak, dapat memberikan
penaksiran heritabilitas dengan cara perhitungan yang sederhana. Heritabilitas
tersebut dapat ditaksir ( dua kali korelasi) apabila dapat mencatat produksi
(karakteristik) induk dan progeni yang ditaksir heritabilitasnya.

14.2 Hubungan antara kelompok

Dalam penggunaan path coefficient analysis pada bab atau bagian seleksi,
mencari korelasi antara individu dan nilai tengah hasil pengamatan pada progeni
individu tersebut, sering diperlukan.

Cara menghitungnya

85

Permulaan Pedigree Breeding
Pedigree breeding adalah suatu cara perkawinan yang hanya mengawinkan

individu-individu seasal usul atau individu-individu murni.
Barton (1970) menyatakan “Pedígree cattle breeding can be defmed as the
method of breeding in which only pedigrre and purebred, are mated”

A. Sejarah Pedigree Breeding di Inggris dan Eropa
Pedigree breeding mulai di England pada abad ke 18 dan breed societies

terbentuk sekitar pertengahan abad ke 19. Robert Bakewell (masa hidupnya 1725
- 1795) peternak dan Dishley Grange, England, adalah orang yang mula-mula
menggunakan pedigree breeding dan dikenal sebagai pendiri atau bapak animal
breeding. Sebutan tersebut kiranya tidak berlebihan kalau kita dapat mengerti
bahwa kemampuan Robert Bakewell dalam masa itu melebihi kemampuan
peternak pada umumnya.

Ia mempunyai beberapa murid antara lain Collin bersaudara2 Charles dan
Robert, mereka yang meletakkan dasar-dasar pembentukan bangsa Shorthorn.
Ada pula beberapa muridnya yang berasal dari Herefondshire yang kemudian
memperbaiki sapi lokal yang akhirnya menjadi bangsa Hereford. (Robert
Bakewell dalam pedigree breedingnya menggunakan sapi Longhorn, domba
Leicester dan kuda Shires).

Mereka dan murid-murid Bakewell yang lain dengan cepat dapat
memperbaiki mutu ternak-ternaknyà dan kemudian dapat mengembangkan export
ternak bibit. Dengan makin berkembangnya perbaikan mutu ternak tersebut maka

86

kemudian timbul kebutuhan baru yakni perlu adanya “ breed -registry societies “

yang bertujuan menjaga kemurnian individu yang dipakai dalam pedigree dan
yang diexport.

Prinsip-prinsip yang dipakai Bakewell adalah : Like produces like or the
likenes of some ancestor; inbreeding produces prepotency and refmement; breed
the best to the best.
Sedang sumbangan tcrbesar kepada cara-cara breeding adalah mengenai
inbreeding yang dinyatakan - inbreeding is the most effective tool for producing
refmement and fixing type.

Bakewell dalam kerjanya memakai cara meminjamkan pejantan dengan
tujuan ia akan mendapatkan keturunan yang banyak dari pejantan tersebut.
Dengan cara demikian maka dia dapat menguji pejantan-pejantannya dan ia
selalu mendapatkan calon pejantan yang kemudian dapat menjadi yang lebih
unggul dari yang telah dimiliki. Dengan digunakannya clover and root crops
dalam bidang pertanian di Inggris maka pcrkembangan animal breeding makin
pesat, karena bidang pakan ternak ikut diperbaiki.

Kemudian dengan adanya revolusi industri maka pasaran hasil-hasil
pertanian, termasuk ternak makin berkembang pula. Export ternak menjadi
tambahan penghasilan yang cukup besar bagi peternak.

B. Sejarah Pedigree Breeding di Amerika
Secara singkat pcrkembangan animal breeding di USA dapat dibagi

menjadi 4 periode.

87

1. Periode pionir, dalam periode ini ternak belum mendapat tempat yang penting.
2. Periode mengembangkan ternak lokal dan mulai mengadakan percobaan

dengan ternak import.
3. Periode menggunakan ternak import dengan percobaan secara extensip dan

mulai mengembangkan dan mcmpertahankan kemurnian bangsa ternak.
4. Periode mengembangkan bangsa ternak khususnya memenuhi permintaan

akan pejantan unggul.

C. Perkembangan Animal breeding di Indonesia ?.
Saya anjurkan saudara menulis jawaban pertanyaan di atas setelah cukup

membaca publikasi, penerbitan atau laporan, hasil seminar, atau loka karya dan
yang berhubungan dengan pcrkembangan peternakan di Indonesia.

D. Pembentukan Bangsa Ternak
Barton (1970) menulis tentang definisi bangsa (breed) sebagai berikut - A

breed can be regarded as comprising a group of animals derived from a selected
small sample of the species and this sample is more or less kept separate from
other groups or breeds.-

Menurut Lush (1945) pembentukan bangsa berjalan dengan urutan
demikian.
1. Mengenali munculnya tipe ternak yang diakui mempunyai kelebihan dalam

kegunaan dan memenuhi keinginan peternak, bila dibandingkan dengan tipe
yang biasa.
2. Ternak yang mempunyai tipe terbaik dipilih kemudian diternakkan secara
tertutup, tanpa memasukkan ternak dari luar. Sehingga terjadi inbreeding
yang kuat dan menghasilkan ternak yang berbeda (perwujudannya) dari
ternak di sekitarnya atau di daerah itu.
3. Apabila 2 berhasil mendapatkan individu baru yang dapat diterima, maka

88

bangsa baru tersebut kemudian akan dikenal dan kemudian dikembangkan
hingga menjadi terkenal.
4. Kemudian karena jumlah ternak yang makin meningkat, maka asal usul
individu sukar ditelusuri sehingga diperlukan Central Herd Book Akhirnya
Breed society terbentuk dengan tujuan mempertahankan kemurnian
bangsa, dan mengadakan promosi.
Perlu diingat bahwa individu yang dipakai dalam pembentukan bangsa
adalah merupakan contoh acak dari populasi asal usul yang berada di suatu
daerah tempat bangsa tersebut dibentuk. Oleh karena itu individu yang terpilih
tersebut tidak akan dapat memiliki seluruh gen yang ada di dalam populasi,
bahkan sebaliknya dapat terjadi yakni contoh acak tersebut membawa gen yang
tidak diinginkan.

89

BAB IV
VARlASI

Variasi, yaitu perbedaan antara individu, materi yang digunakan oleh
peternak dalam bekerja. Kalau tidak ada variasi maka peternak tidak punya
rangsangan dan harapan dalam memajukan peternakannya.

Rice et al., (1957) mengatakan bahwa - Variation is at once the hope and
despair of the breeder - merupakan harapan karena peternak dapat mengharapkan
mendapat ternak yang lebih baik dari ternak yang telah dimilikinya, merupakan
kekecewaan apabila setelah bekerja keras mendapatkan hasil yang malah lebih
jelek karena makin banyaknya perbedaan yang muncul dan yang tidak
diharapkan.

Ada perbedaan tersebut tidak berarti bahwa pasti ada perbedaan yang
menyolok, ada yang sangat jelek dan ada yang sangat baik, sehingga peternak
dengan begitu saja dapat memilih individu yang unggul dan sempurna. Penyebab
timbulnya variasi karena ada perbedaan pengaruh dua faktor.
a) Perbedaan dalam faktor temurun/kebakaan yang dimiliki oleh individu sejak

mulai hidup.
b) Perbedaan pengaruh faktor lingkungan, luar dan dalam, baik yang diketahui

maupun yang tidak, yang ada di sekitar individu pada masa perkembangan
dan pertumbuhannya.
Sangat jarang ada, dua individu mempunyai susunan atau kombinasi gen yang
identik, kecuali mungkin pada kembar identik yang berasal dari satu telur.
Demikian juga tidak ada dua individu yang berkembang dan tumbuh di bawah
faktor lingkungan yang betul-betul identik. Oleh karena itu di dalam prakteknya
adanya perbedaan antara individu selalu disebabkan oleh kedua faktor tersebut,
yakni faktor kebakaan (genetik) dan faktor lingkungan. Besarnya perbedaan
yang ditumbukan oleh kedua faktor tersebut mempunyai taraf tertentu, tetapi

90

kedua faktor tersebut pasti ada. Keduanya dapat bekerja searah dan dapat pula
saling bertentangan. Efek bersama dapat timbul karena adanya korelasi antara
dua faktor tersebut. Dapat pula kerjasamanya kedua faktor tersebut memberi efek
yang tidak dapat dijumlahkan; sehingga efek faktor temurun dapat lebih besar di
bawah suatu faktor lingkungan bila dibandingkan di bawah faktor lingkungan
yang lain dan scbaliknya. Satu perubahan pada faktor lingkungan dapat
menyebabkan pcrubahan yang besar pada individu dengan genotipe yang sama,
tetapi perubahan itu akan kecil pada individu dengan genotipe yang lain.

Adanya korelasi positip antara faktor temurun dan faktor lingkungan
menyebabkan populasi lebih beragam disebabkan efek faktor temurun dan efek
faktor lingkungan tidak saling menghilangkan, sedang kalau keduanya tidak
berkorelasi efek tersebut dapat saling menghilangkan sehingga populasi dapat
lebih seragam.

Diperkirakan bahwa efek yang tidak dapat dijumlahkan adalah kecil,
tetapi kerjasama yang demikian itu memang dapat terjadi.

1. Variasi Temurun
Variasi yang disebabkan perbedaan faktor temurun, terjadi karena
perbedaan genotipe yang dimiliki individu. Parbedaan gonotipe itu dapat pula
terjadi karena:
1.1 timbulnya rekombinasi
1.2 mutasi gen, dan
1.3 kelainan kromosom.
Oleh karena itu variasi tetap ada meskipun di dalam spesies yang sama. Variasi
temurun dapat dibagi menjadi :
(a) variasi temurun yang disebabkan oleh efek faktor temurun yang dapat
dijumlahkan, yang disebut additively gentic effect;
(b) variasi temurun yang disebabkan oleh efek faktor temurun yang tidak dapat

91

dijumlahkan dan disebut non additively gentic effect.
2. Variasi yang Disebabkan oleh Faktor Lingkungan
Variasi ini timbul karena faktor lingkungan tata laksana, pakan, iklim, dan
sebagainya membatasi atau mempengaruhi perwujudan fenotipe suatu individu
meskipun tidak membatasi genotipenya (genotipenya tetap).
Kekurangan pakan yang menyebabkan individu kerdil tidak berarti genotipe
individu tersebut berubah, Anak individu tersebut akan dapat tumbuh normal
kalau pakan yang diterimanya cukup. Oleh karena itu variasi yang disebabkan
oleh faktor lingkungan tidak diwariskan (temurun).

Hubungan antara faktor temurun dan faktor lingkungan dalam hal
menyebabkan timbulnya variasi fenotipe pada individu akan lebih jelas kalau
dinyatakan dalam bentuk model sebagai berikut.

r

Apabila individu dalam populasi, di bawah (satu) faktor lingkungan yang sama
maka VarE = 0 sehingga VarP = VarG , berarti bahwa nilai karakterisitk dapat
digunakan sebagai penaksir yang baik nilai genotipe.
Cara menaksir harga h2 dapat memakai bermacam-macam cara. Secara umum
dapat dibedakan tiga pola cara penaksiran.
Beberapa karakteristik tertentu dapat diukur berulang kali pada individu yang
sama, misal 1) produksi susu, 2) jumlah anak sepelahiran, 3) berat wol, 4)
produksi telur, 5) berat sapih, dan karakteristik produktif dan reproduktif yang
lain.

92

Setiap hasil pengamatan, P, adalah hasil kerja sama antara G dan E, karena
pengamatan berulang kali maka E pada pengamatan pertama tidak sama dengan E
pada pengamatan yang kedua. E pada pengamatan yang kedua tidak akan sama
dengan E pada pengamatan yang ketiga, dan berikutnya. Hubungan P, G dengan
E pada pengamatan berulang dapat disederhanakan sebagai berikut.

Untuk menaksir taraf perbedaan antara P2 dan P1, dapat dicari dengan memakai
nilai t = repeatability.

3. Perbedaan antara Bangsa

Ada dua dasar genetik yang menyebabkan timbulnya perbedaan antar

bangsa.

3.1 Suatu bangsa dapat mempunyai gen dalam keadaan atau susunan

homozigot dominan sedang gen tersebut pada bangsa lain dalam

keadaan homozigot resesif. Apabila keadaan ini berlaku untuk semua

gen, maka dapat digambarkan sebagai berikut.

Bangsa 1 AA BB cc dd EE …………………………NN

Bangsa 2 aa bb CC DD ee ………………………….nn

3.2 Sepasang gen tidak dalam keadaan homosigot, tetapi frekuensi gen

tersebut berbeda pada bangsa yang berbeda.

93


Click to View FlipBook Version