The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Microsoft Word - BUKU_AJAR_PEMULIAAN_TERNAK_429_EDIT_Y.doc

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by soedito, 2019-11-02 22:30:25

Microsoft Word - BUKU_AJAR_PEMULIAAN_TERNAK_429_EDIT_Y.doc

Microsoft Word - BUKU_AJAR_PEMULIAAN_TERNAK_429_EDIT_Y.doc

Konsep yang diajukan penulis

Pendekatan

Pendekatan pola operasional perbibitan didasarkan pada, peternakan
adalah suatu sistem bio-sosio-ekonomik. Sistem tesebut akan berhasil apabila
semua faktor yang terlibat di dalamnya dapat ditangani dengan benar. Faktor
tersebut adalah 1) kebutuhan bibit unggul genetik (khusus trah/rumpun
lokal) ruminansia kecil, 2) ketrampilan peternak, 3) budaya setempat, 4)
penyediaan, kuantitas dan kualitas pakan, 5) tatalaksana ( pakan, kesehatan,
reproduksi, produksi, pemuliaan dan pemasaran), 6) persaingan pasar.
Pendekatan yang lain adalah bahwa peternakan merupakan a) pendukung
upaya swasembada protein, b) preferensi masyarakat terhadap ruminansia
kecil, c) potensi ruminansia kecil sebagai penghasil daging, kulit , pupuk, dan
susu , d) potensi daerah dalam penyediaan hijauan pakan ternak dan pakan
tambahan (konsentrant), e) peternakan sebagai sumber pertumbuhan baru
(khususnya di kawasan andalan dan Kapet), f) pendukung upaya pengentasan
kemiskinan (khususnya di desa IDT, daerah transmigrasi).

Pengertian bibit dan pembibitan

Bibit atau calon bibit adalah ternak jantan atau betina yang diternakkan
(budidayakan) untuk menghasilkan bibit baru atau calon bibit baru, bakalan
atau ternak komersial/ ternak potongan ( Amsar dkk., 1983). Bakalan
diartikan sebagai ternak yang dipelihara sampai umur tertentu untuk dijadikan
ternak potongan. Ternak yang tidak layak dijadikan calon bibit atau bibit
digolongkan sebagai afkiran. Ternak afkiran jantan dapat dikebiri menjadi
ternak kebiren. Tidak semua kebiren adalah ternak afkiran karena bakalan juga
dapat dikebiri.
Ternak bukan bibit (unggul) sebaiknya disebut sebagai pawitan (modal awal)
untuk menghindari kerancuan antara bibit (yang bersertifikat) dan ternak

375

jantan dan betina bukan bibit yang diberikan oleh pemerintah kepada
peternak, atau ternak jantan dan betina yang oleh peternakan di pasar ternak
untuk diternakan.

Pembibitan merupakan kegiatan usaha atau perusahaan yang
dilaksanakan oleh perorangan, lembaga, badan hukum atau pemerintah, yang
bertujuan untuk menghasilkan (memproduksi) bibit atau calon bibit atau
bakalan. Bibit yang dihasilkan harus memenuhi kriteria (genetik dan non-
genetik) bibit yang telah ditentukan (oleh pemerintah cq dewan bibit nasional).

Sistem Pembibitan Nasional

Sistem Pembibitan Nasional diartikan sebagai suatu metode (berdasar
IPTek) yang digunakan sebagai patokan dalam usaha perbibitan, baik yang
dilakukan oleh pemeritah, swasta ataupun perorangan, untuk menghasilkan
bibit unggul genetik yang teruji baik dari aspek kinerja reproduksi maupun
produksinya dibawah faktor lingkungan budidaya tertentu. Bibit tersebut
selanjutnya diteguhkan dengan sertifikat bibit yang dikeluarkan oleh Dewan
Bibit Nasional. Dewan Bibit Nasional (diusulkan, adalah suatu
badan/instusi/lembaga pemerintah atau swasta yang diberi kewenangan oleh
pemerintah ,Menteri Pertanaian/ Dir Jen Peternakan, untuk memberikan
sertifikat bagi bibit yang telah teruji).

Berdasar pengalaman di luar negeri maka sistem perbibitan nasional
(umum dikembangkan oleh pihak swasta) dikembangkan dengan
memanfaatkan dan mengoptimasikan penerapan teknologi beternak yang
dikenal dengan peningkatan mutu genetik dengan menggunakan seleksi dan
sistem perkawinan. Di luar negeri (khususnya di New Zealand dan Australia)
sistem perbibitan didukung dengan program komputerisasi yang teleh
dikembangkan dan lembaga perkoperasian yang mantap (peternak

376

berpartisipasi aktif). Meskipun rumenasia kecil di kedua negara tersebut
utamanya adalah domba tetapi sistem perbibitan yang dikembangkan dapat
digunakan sebagai acuan.

Tujuan

1. Membentuk Dewan Pertimbangan Bibit Ternak Nasional, yang bertugas
menetapakan landasan hukum perbibitan Nasional dan Sistem perbibitan
yang digunakan serta memberi sertifikat bibit unggul yang telah teruji,
mengadakan mengawasan terhadap menggunaan bibit ternak di Indonesia.

2. Mendirikan pusat perbibitan yang bertugas menghasilkan bibit unggul
genetik yang dibutuhkan (oleh pemerintah, swasta dan masyarakat).

3. Mengembangkan pola perbibitan yang dapat menjamin menghasilkan bibit
unggul genetik yang berkelanjutan.

4. Menguji bibit unggul genetik (baik hasil dalam negeri maupun hasil
importasi) sebelum disebarkan.

5. Melaporkan hasil kepada Dewan Pertimbangan Bibit Ternak Nasional
untuk mendapatkan sertifikat bibit unggul genetik yang telah teruji.

6. Menyebarluaskan bibit unggul bersetifikat ke masyarakat yang
membutuhkan.

Tahapan

Program perbibitan terdiri beberapa tahap yaitu 1) penyiapan populasi
awal, 2) uji kemampuan produksi, 3) proses seleksi calon bibit, 4)
pengujian bibit, 5) penyebaran bibit, 6) evaluasi bibit.

Strategi dan Pengembangan

Meningkatkan populasi (menurunkan angka kematian dan penanganan
penyakit) Meningkatkan efisiensi reproduksi dan produksi individu
sehingga dapat meningkatkan nilai tengah populasi.Strategi penggunaan
tanah.

377

Peningkatan Populasi

Meningkatkan Populasi yang awal harus diusahakan adalah
menyelamatkan populasi yang telah dihasilkan (baik oleh pemerintah maupun
masyarakat). Cara utama yang harus ditempuh adalah menekan angka
kematian pada cempe yang disebabkan kerena penyakit dan kekurangan
pakan.

Peningkatan Efisiensi Reproduksi dan Produksi
a) Memanfaatkan populasi yang ada, lewat uji kemampuan produksi di

tingkat peternak. Hasil uji kemampuan produksi digunakan sebagai
populasi awal di tingkat UPT (Unit Pelaksana Teknis) perbibitan.
Jumlah ternak dalam populasi awal disesuaikan kemampuan UPT tetapi
merupakan kelipatan populasi calon bibit terkecil yang terdiri dari 8
(delapan) ekor pejantan dan 40 (empat puluh) ekor induk. Uji
didasarkan pada kriteria beranak pertama kembar dan berasal dari
kelahiran kembar umur di bawah 24 bulan.

b) Melaksanakan program seleksi untuk meningkatkan efisiensi reproduksi
dan produksi. Kriteria yang digunakan untuk memilih bibit dan calon bibit
adalah jumlah cempe sapihan per induk per kelahiran (JCSI) dan
jumlah berat cempe sapihan per induk per kelahiran (JBCSI). Kedua
kriteria tersebut dapat dijadikan satu kriteria dengan menggunakan Indeks
seleksi untuk JCSI dan JBCSI seperti yang digunakan Adjisoedarmo
(1989) dan Adjisoedarma (1996). Calon bibit diuji minimal setelah
beranak tiga kali. Metode seleksi yang digunakan adalah direct pedigree
selection dilanjutkan dengan uji progeni untuk calon pejantan. Seleksi
ditujukan untuk menciptakan bibit unggul genetik yang selalu beranakan
kembar dan jumlah cempe sapihan (umur 100 hari) di atas 20 kg.

378

c) Melaksanakan uji dan perbanyakan bibit di tingkat peternak.
d) Mengadakan evaluasi bibit.
e) Membentuk Dewan Pertimbangan Bibit Nasional

379

DAFTAR PUSTAKA

Adisudono, 1982. Pola Pemuliaan Sapi Perah di Indonesia. Seminar
Nasional Sapi. Sapi Perah. Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.

Adjisoedarmo, S., B. Purnomo, A.T. Ari Sudewo, E. Agus Marmono dan
Suparwi., 1994. Menciptakan Bibit Unggul Domba Lokal Menggunakan
Seleksi. Laporan Akhir Penelitian. HB II/1. DP3M Dirjen Penti

Adjisoedarmo, S., B. Purnomo, A.T. Ari Sudewo, E. Agus Marmono dan
Agus Setya., 1995. Menciptakan Bibit Unggul Domba Lokal
Menggunakan Seleksi (Lanjutan). Laporan Akhir Penelitian. HB II/2.
DP3M Dirjen Penti

Adjisoedarmo, S., B. Purnomo, A.T. Ari Sudewo, E. Agus Marmono dan
Agus Setya., 1996. Menciptakan Bibit Unggul Domba Lokal
Menggunakan Seleksi (Lanjutan). Laporan Akhir Penelitian. HB II/3.
DP3M Dirjen Penti

Adjisoedarmo, S., B. Purnomo, A.T. Ari Sudewo, E. Agus Marmono dan
Agus Setya., 1997. Menciptakan Bibit Unggul Domba Lokal
Menggunakan Seleksi (Lanjutan). Laporan Akhir Penelitian. HB II/4.
DP3M Dirjen Penti

Adjisoedarmo, S., 1976. Pemuliabiakan Ternak Sapi Potong. Bagian
Produksi Ternak Daging. Fakultas Peternakan Unsoed, Purwokerto.

Adjisoedarmo, S., 1978. Pengaruh Waktu Penyapihan terhadap Pertumbuhan
Cempe Domba Lokal . Proceeding Seminar Ruminansia. Bogor, 24-25
Juli 1978.

Adjisoedarmo, S., 1984. Analisis Genetik Karakteristik Pertumbuhan
Sebelum Disapih Domba Bercak Hitam Jawa Tengah. Proceeding
Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminansia Kecil. Bogor Indonesia. 163-
166.

380

Adjisoedarmo, S., 1989. Simulasi Seleksi untuk Meningkatkan Mutu Genetik
Domba Lokal. Disertasi. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Adjisoedarmo, S., 1991. Small Ruminant Loan in Kind Project in The Central
Jawa Province. International Seminar on Small Ruminant Production
in the Tropics. Brawidjaya University, Malang, Indonesia.

Adjisoedarmo, S., 1991a. Uji Keturunan untuk Membandingkan Keunggulan
Dua Ekor Pejantan di bawah Kondisi Pedesaan. Fakultas Peternakan
Unsoed, Purwokerto

Adjisoedarmo, S., 1995. Pemilihan dan Penanganan Bibit (Domba induk)
untuk Meningkatkan Produktifitass Cempe, di Desa Tambak Sari Kidul,
Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas. Laporan Pelaksanaan
Kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat. LPM Unsoed, Purwokereto.

Adjisoedarmo, S., Amsar, S. Martodipoetro dan A. Muljono., 1977. Tahapan
Penyusunan Pola Usaha Ternak Kecil (domba dan kambing). Lokakarya
Penyusunan Kebijkasanaan Pengembangan Usaha Sapi Perah dan
Ternak Kecil. Dit. Bina Program Peternakan Ditjen Peternakan. 1-4
Agusutus 1977. Jakarta 104 p.

Adjisoedarmo, S., dan D. Purwantirii, 1988. Performans Cempe Hasil
Persilangan Pejantan Pernakanan Etawah dengan Betina Kacang di
tingkat Kelompok Peternak Kabupaten Rembang. Fakultas Peternakan
Unsoed.

Adjisoedarmo, S., 1997. Sistem Pembibitan Ternak Nasional Ruang Lingkup
Ternak Ruminansia Kecil Ditirijau dari Aspek Mutu Gentis, Budidaya,
Standar dan Pengawasan Mutu. Kajian Kebijaksanaan Pembangunan
Pertanian PJP I dan Pokok-Pokok Pemikiran Untuk Pelita VII, 24 Maret
1997, Bogor.

Amsar, Soedjadi, Is Rismaniah dan S. Adjisoedarmo., 1983. Pola Pembibitan
dalam Penyediaan Bibit Ternak untuk Bantuan dan Penyebaran Aneka
Ternak (Khususnya ternak kambing). Fakultas Peternakan Unsoed.
Pertemuan Pemantapan Proyek Bantuan dan Pengembangan Ternak di
Desa Rawan.

381

Anonimus, 1984. Laporan Kegiatan. Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan
Makanan Ternak Baturraden. Pertemuan Koordinasi UPT BPT dan HPT
Indonesia Bagian Tengah di Baturraden, Jawa Tengah. 13-16 September
1984.

Anonimus, 1986. Hasil Pencatatan Performans dan Produksi Susu Sapi Peran
dari Frozen Semen Progenty tested Bull. Proyek Produksi Semen Beku
Bandung. BIB. Lembang. Dir. Jen. Pet. Departemen Pertanian.

Anonimus, 1990. Peningkatan Pendapatan Petani Ternak Melalui Usaha Tani
Ternal Ruminansia Besar. DPP PPSKI. Disampaikan pada acara
Seminar dalam peringatan HUT XXVI Fakultas Perternakan Universitas
Jenderal Soedirman, Purwokerto. 3 Maret 1990

Anonimus, 1990a. Petunjuk Operasional Pembinaan Usaha Peternakan dalam
Rangka Deregulasi Tahun 1989/1990. Dir. Jen. Pet. Direktorat Bina
Usaha Petani Ternak dan Pengolahan Hasil Peternakan.

Baker, F. H., dan M.E., 1984. Sheep and Goat Handbook. Volume 4.
International Stockmen's School Handbooks. Westview Press.

Becker, W.A. 1975. Manual of Quantitative Gentics. Wasington State
University Press. Washington University. Pullman. Washington.

Becker, W.A., 1975. Manual of Quantitative Gentics. 3 rd ed. Students
Book Corporation., Washington. Boediman, S. 1991. Peraturan dan
KebUakan Pemuliaan di Jndocnsia Serta

Boediman, S., 1991. Peraturan dan Kebijakan Pemuliaan di Indonesia
Serta Permasalahannya. Disampaikan dalam Seminar Sehari Bersama
Pemuliaan Ternak , 26 September 1991. Fakultas Peternakan IPB.

Bogart, B.. 1952 Improvement of Livestock. First Printng. The Macmillan
Company, New York.

Bracken, B.O., Seidel, G.E., and S.M. Seide, 1981. New Teechnologies
in Animal Breeding. Academic Press, New York, London

Chapman, All 1985. Genral and Quantitative Gentics. Elsevier
Science Publisher BY. Amsterdam, Oxford, NewYork, Tokyo.

382

Coop, I.E., 1982. Sheep and Goat Production. Lincoln College, Centerbury,
New Zealand. 492 p

Cuningham, E.P., 1970. SELIND. A Fortran Computer Program for Gentic
Selection. Proc. N.Z. Soc. Anim. Prod., 36:23-29

Dalton, D.C. 1987. An Introduction to PracticalAnimal Breeding. Granada.
London. Toronto, New York

Dalton, D.C. and A.L. Rae, 1978. The New Zealand Romneey Sheep: A
Review of Productive Performance. Animal Breeding Abstracts. 46:
657-600

Dalton, D.C. dan G.K. Hight, 1972. Breeding Better Livestock for Hill
Country. Proceeding Ruakura Farmers' Conference. 62-76

Dent, J.B. and JR. Anderson. 1971. System Analysis in /Ditirijau dari Segi
Perbaikan Mutu Gentis. Disampaikan pada Seminar Sehari Bersama
Peinuliaan Ternak. Fakultas Peternakan IPB , Bogor.

Djanuar, R. dan Adjisoedarmo, 1977. Potensi Peternakan di DAS
Serayu. Seminar Pengembangan Peternakan di DAS Serayu.10-11
Januari 1977.

Djojodihardjo, H., 1984. Pengantar Sistem Komputer. Erlangga. Jakarta.

Elseth, G.D. and X.D. Baumgardner. 1984. Gentics. Adison –Wesley
Publishing Company. Massucheset, Menlo Park, Califorania, London,
Amsterdam, Don Mills, Ontario, Sydney.

Falconer, D.S. 1987. Introdstction to Quantitative Gentics. Second
Edition, Longman Inc. London, New York.

Gie, T.L., 1984. Konsepsi tentang Ilmu. Yayasan Studi Ilmu dan Teknologi.
120 p

Grossman, M. 1975. Quantitative Gentics. Fakutas Peternakan Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapang. Cetakan
Pertain. P.T. Gramedia. Widiasarana. Indonesia, jakarta.

383

Hughes, H.G., 1983. AGNET. A National System for Cttlemen. Sheep and
Goat Handbook. Volume 3. Winrock International Project Published by
Westview Press. 359-368

Ibrahim M.N.M., R. de Jong, J van Bruchem dan H. Purnomo, 1991.
Lovestock and Feed Development int The Tropics. Proceeding of the
International Seminar held at Brawidjata University, Malang,
Indonesia, 21-25 October, 1991

Kamrudin, A. dan S. Adjisoedarmo., 1984. Pelaksanaan Sistem Gaduhan
Ternak Kambing di Jawa Tengah pada Wilayah PDP I Tahun 1979/1980
– 1983/1984. Proceeding Lokakarya Bagi Hasil Ruminansia Kecil.
Ciawi Bogor, 21 November 1983.

Lasley, J.F. 1978. Gentics of Livestock Improvement. 3”’ Edition. Prentice-
Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Li CC. 1955. Population Gentics. The University of Chicago Press
Chicago and London.

Lush, JR. 1963. Animal Breeding Plan. 3”’ Edition Iowa State University
Press.

McLaren, D.G., Buchanan D.S. dan J.F. William., 1987. Economic
Evaluation of Alternative Crossbreeding System Involving four Breeds
of Swme. J. Anim. Sci. 65:910-918

Martojo, H., 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi IPB. Direktorat Jenderal Pendidikan Tiriggi,
Departemen Pendidikan Tiriggi, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Bogor.

Martoyo, H. 1986. Pelestarian Sumber Daya Genetik Bangsa Ternak Ash di
Indonesia.Dis~mpaikan Pada Penetaran Pengembangan Metode
Pengajaran di FakultasPeternakan UGM, Yogyakarta.

Mason, I.L., dan V. Buvanendran., 1982. Breeding for Ruminant Livestock
in the Tropics. FAO., Animal Production and Helath Paper., Rome.

384

Meyer, H.H., J.N. Clarke, M.L. Bigham dan A.H. Carter, 1977. Reproductive
Performance, Growth and Wool Production of Exotic Sheep and Their
Crosses with Romney. Proceeding of the New Zealand Society of
Animal Production, 37:220-9

Minkema, D., 1993. Dasar Genetika Dalam Pembudidayaan Ternak.
Cetakan Kedua. P.T. Bharata Niaga Media, Jakarta
Mubyarto, 1982. Growth and Equaty in Indonesia Agricultural
Development. XVIII International Conference of Agricultural
Economics. Jakarta August 24 –September 2, 198. Yayasan Agro
Ekonomi. 258 p

Natasasmita, A., Nana Sugana, M., Duljaman dan Amsar., 1986. Penentuan
Parameter Seleksi dan Pengarahan Metoda Pembibitan Domba di
Kalangan Petani. IPB. Fakultas Peternakan., Bogor.

Padmowijoto, S., 1988. Pola Perkembangan Usaha Ternak Domba dan
Kambing untuk Ekspor. Seminar Ekspor Ternak Potong. Kumpulan
Makalah Panitia Seminar Ekspor Ternak Potong, 1988.

Pane, I., 1986. Pemuliabiakan Ternak Sapi. P.T. Gramedia, Jakarta.
Permasalahannya. Disampaikan pada Seminar Sehari Bersama
Pemuliaan TernakiFakultas Peternakan LPB , Bogor.

Pirchner, 1981. Population Gentics in Animal Breeding. S. Cliand &
Company Ltd Ram Nagar, New Delhi.
Preston, T.R., 1973. Intensive Beef Production. Proceeding of the
Ruakura Farmer’s Conference.

Rahardja, P., 1989. Geografi dan Kependudukan. Ed. Pertma. Pt Intan
Parawira. 201 p

Rice, V, A, Andrews F.N, Warwick E.J. and J.E. Legates, 1957. Breeding
and Improvement of Farm Animals. 5 th ed. Mc Graw Hill Book
Company, Inc., New York.

Robertson, A., 1980. The Contribution of Computer Studies to Selection
Theory. Experiments in Laboratory of Domestic Animals. The
Proceeding a Symposium.

385

Scheinberg, E., 1968. Methodology of Computer Research. Can. J.Gent.
Cytol., 10:75-761

Soehadji, 1991. Pembangunan dan Pengembangan Peternakan di Indonesia di
Ditirijau dari segi Perbaikan Mutu Gentis. Disampaikan dalam Seminar
Sehari Bersama Pemuliaan Ternak , 26 September 1991. Fakultas
Peternakan IPB

Soehadji, 1993. Peneliltlian Unggulan di Bidang Peternakan yang Mendukung
Kebijaksanaan Pengembangan Peternakan di Indonesia. Disampaiakan
Pada Forum Komunikasi Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat di
Yogyakarta 22 Nopember 1993. Departemen Pertanian Dijen
Peternakan.

Soehadji, 1993. Strategi dan Kebija.ksanawa Pen gem bangan Agroindustri
Peternakan Pada PJPT II. Disainpaikan Dihadapan Civitas Academica
Unsoed, Purwokerto

Subandryo dan R. M. Gatenby, 1993. Advances in Small Ruminant
Research in Indonesia. Proceding of a workshop held at the Reserach
Institute for Animal Production, Ciawi-Bogor Indonesia, Agust 3-4,
1993

VanVleck, D., 1976. Notes On The Theory and Application of Selection
Principle for the Gentic Improvement of Animals. Department of
Animal Science. Comell University. New York. 14853

Warwick, E.J. and E.J. Legates. 1979. Breeding and Improvement of Farm
Animals. Seveth Edition. Tata McGraw-Hill Publishing Company. Ltd.
New Dehhi.

Warwick, E.J., Astuti, M., Hardjosubroto, W., 1983. Pemuliaan Ternak.
Gajah Mada Unmersity Press, Yogyakarta.

Weller, J.J. 1994. Economic Aspects of Animal Breeding. Published by
Chapman &Hall, 2-6 Boundary Row, London SE! SHIN, UK

Widodo, R.J., 1984. Pengantar Sistem Komputer. Dasar-dasar Sistem
Komputer. Erlangga. Jakarta. 7-19

386

BAB XI
PETUNJUK PRAKTIKUM

PEMULIAAN TERNAK

387

KATA PENGANTAR

Petunjuk praktikum ini dilengkapi dengan buku laporan, disusun dengan
tujuan untuk membantu para mahasiswa menyiapkan diri lebih awal untuk
mengikuti praktikum. Dimaksudkan pula supaya mahasiswa dapat lebih
mudah memahami tugas-tugas yang harus dikerjakan untuk praktikum dan
untuk membantu mahasiswa memahami bahan kuliah lebih mudah.

Pada edisi ke 13 ini ada perubahan acara praktikum serta laporan.
Perbaikan tersebut dimaksudkan agar mahasiswa dapat lebih memahami dan
melaksanakan praktikum dengan baik. Untuk mempermudah bimbingan dan
pengawasan, praktikan dikelompokkan sehingga laporan praktikum dinilai
secara kelompok.

Disadari oleh Kepala Laboratorium Pemuliaan Ternak bahwa dalam
Buku Petunjuk ini masih banyak kekurangannya. Saran, masukan, dan usulan
yang bersifat membangun kami hargai untuk perbaikan penerbitan Buku
Petunjuk dan Laporan Praktikum yang akan datang.

Terima kasih disampaikan kepada seluruh staf Laboratorium
Pemuliaan Ternak yang telah berhasil menerbitkan Buku Petunjuk Praktikum
edisi ke 13 tahun 1999/2000.

Purwokerto, 1 September 1999
Lab. Pemuliaan Ternak Terapan
Fakultas Peternakan UNSOED
Kepala Laboratorium,

ttd
Ir. Bambang Purnomo SU
NIP. 130604349

388

TATA TERTIB PRAKTIKUM
ILMU PEMULIAAN TERNAK

Tata tertib ini berlaku untuk seluruh mahasiswa yang mengikuti
praktikum ilmu pemuliaan ternak semester gasal tahun 1999. Praktikan yang
tidak dapat sepenuhnya mengikuti tata tertib ini akan menanggung resiko
dapat ditunda menyelesaikan praktikumnya sampai tahun depan.
1. Acara praktikum harus diikuti 100 persen dan dilaksanakan setiap hari

Rabu.
2. Praktikan diwajibkan membawa mesin hitung dan mempelajari buku

petunjuk praktikum dengan kesungguhan hati.
3. Praktikum dimulai pukul 14.15 WIB dan diakhiri pukul 18.00 WIB kecuali

ada perubahan yang sebelumnya telah diumumkan.
4. Terlambat datang dapat menyebabkan nilai praktikum dikurangi hingga 60

persen. Tiga kali berturut-turut terlambat tanpa alasan yang dapat
diterima, menyebabkan yang bersangkutan praktikumnya ditunda tahun
depan.
5. Sebelum praktikum dimulai, diadakan tes selama 15-20 menit mengenai
acara praktikum yang akan dilakukan.
6. Hasil praktikum langsung ditulis pada buku laporan praktikum dengan
ballpoint warna hitam.
7. Selama praktikum berlangsung, praktikan dilarang meninggalkan ruang
kecuali untuk melaksanakan sholat.
8. Kartu praktikum diisi pada saat praktikum, diserahkan kembali bersama-
sama laporan pada saat menyerahkan hasil praktikum kepada dosen
pengawas.
9. Praktikan wajib merapikan tempat duduk sebelum meninggalkan ruang.
Bila ada regu yang tidak merapikan tempat duduk, semua anggota regu
yang duduk di ruang tersebut nilai praktikumnya dikurangi 25 persen.
10. Laporan praktikum dapat diambil kembali mulai Selasa pukul 09.30 WIB
dengan mengisi daftar pengambilan yang sudah disiapkan.
11. Kartu puas praktikum merupakan syarat untuk bebas laboratorium
pemuliaan ternak. Bila tidak diambil dalam waktu yang sudah
ditentukan, bebas laboratorium tidak akan dilayani.

389

DAFTAR ACARA PRAKTIKUM

1. PENAKSIRAN REPITABILITAS DAN HERITABILITAS
2. SELEKSI INDIVIDU
3. METODE SELEKSI
4. UJI KETURUNAN
5. SELEKSI n GENERASI
6. KORELASI GENETIK
7. INBREEDING
8. OUT BREEDING
9. TUGAS AKHIR
10. PRESENTASI I
11. PRESENTASI II
12. PRESENTASI

I. PENAKSIRAN REPITABILITAS DAN
HERITABILITAS

SASARAN BELAJAR
Setelah melaksanakan praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat:

1. Memahami repitabilitas
2. Memberikan definisi repitabilitas
3. Menaksir repitabilitas dengan analisis variansi
4. Memahami heritabilitas
5. Memberikan definisi heritabilitas
6. Menaksir heritabilitas dengan analisis variansi

DASAR TEORI

Repitabilitas adalah besaran yang menggambarkan bagian dari ragam
total suatu populasi yang disebabkan oleh perbedaan antar individu yang
bersifat permanen. Hal ini terjadi karena adanya pengukuran yang berulang
pada individu yang sama dalam waktu yang berbeda.

Repitabilitas adalah konsep yang erat hubungannya dengan heritabilitas
dan berguna untuk sifat/karakterisitik yang dapat diuukur berulang kali pada
waktu yang berbeda dan pada individu yang sama. Misalnya produksi susu,
jumlah anak sepelahiran dan produksi wol. Keeratan hubungan tersebut dapat
dilihat pada rumus matematiknya.

t = Var G + Var Ep
Var G + Var Et + Var Ep

Var Et dan Var Ep merupakan pecahan Var E (ragam lingkungan). Var
Et merupakan pengaruh lingkungan temporer sedangkan Var Ep merupakan

391

pengaruh lingkungan yang permanen. Jadi repitabilitas meliputi semua
pengaruh genetik ditambah pengaruh lingkungan yang bersifat permanen.

Pengaruh lingkungan yang permanen adalah semua pengaruh yang
bukan bersifat gentis tetapi mempengaruhi produktifitass seekor ternak selama
hidupnya. Misalnya penyakit, kurang gizi pada awal pertumbuhannya, dll.

Heritabilitas dan repitabilitas dapat ditaksir apabila variansi genetik telah
diketahui. Variansi fenotipik dapat dihitung dari data produksi dalam
populasi. Variansi gentis dapat ditaksir dengan menggunakan kovariansi antar
saudara, misalnya tetua dengan anak. Kovariansi tersebut dapat digunakan
untuk menaksir h2 dengan menggunakan analisis regresi. Untuk menaksir
koefisien pewarisan pada praktikum ini digunakan data produksi yang telah
dikoreksi untuk JHP (305, ME, kali pemerahan dan umur).
TUGAS YANG HARUS DILAKUKAN PRAKTIKAN
1. Praktikan menghitung taksiran nilai repitabilitas untuk sifat produksi susu

menggunakan 3 catatan produksi.
2. Praktikan menghitung taksiran nilai heritabilitas untuk sifat produksi susu

menggunakan catatan produksi laktasi pertama.

392

Contoh penaksiran repitabilitas

Individu Prod-1 Prod-2 Prod-3 225967
1 2000 2380 2270
2 2310 2290 2460
3 2170 2380 2355
4 2200 2470 2600
5 2790 2610 2800
6 2490 2680 2370
7 2060 2260 2410
8 2585 2280 2420
9 2300 2250 2270
10 2470 2600 2680
11 2500 2780 2520
12 3145 2785 2920
13 2915 2315 2675
14 2795 2135 2795
15 2600 2940 2485
16 2910 2520 2785
17 2070 2600 2495
18 2265 2470 2675
19 2905 2305 2775
20 2705 2275 2505
21 2605 2475 2575
22 2215 2800 2270
23 2375 2875 2580
24 2495 2770 2355
25 2375 2195 2745
26 2485 2270 2310
27 2160 2510 2875
28 2270 2610 2785
29 2685 2705 2560
30 2412 2375 2675

Jumlah 74265 74710 76995

393

1. F. Koreksi = 2259672 / 90 = 567345389,8

2. JK Total = (20002 + … + 26752) – FK
= 572569619 - 567345389,8 = 5224229,122

3. JK produksi = (742622 + … + 769952) / 30 – FK
= 567488625,6 - 567345389,8 = 143235,7555

4. JK individu = (66502 + … + 74622) / 3 – FK
= 569738539,6 - 567345389,8 = 2393149,788

5. JK prod x indiv = 5224229,122 – 143235,7555 - 2393149,788
= 2687843,577

Tabel Analisis Variansi

S. Variasi DB JK KT Komp. variansi
Produksi 2 143235,756 71617,87775
Individu 29 2393149,788 82522,40651 Var w + n Var s
Prod x Indiv 58 2687843,577 46342,13064 Var w

TOTAL 89 5224229,122

Jumlah catatan produksi tiap individu sama (3 buah catatan), maka n = 3

Var w = KT prod x indiv = 46342,13064

Var w + 3 Var s = KT indiv = 82522,40651
Var s = (82522,40651 - 46342,13064) / 3
= 12060,09196

394

t = Var S = 12060,09196

Var w + Var s 46342,13064 + 12060,09196

t = 12060,09196 = 0,2065
58402,2246

Contoh penaksiran heritabilitas

AB C D E
687 618 618 600 717
691 680 687 657 658
793 592 763 669 674
675 683 747 606 611
760 631 678 718 678
753 691 737 693 788
704 694 731 669 650
717 732 703 648
5466
5720 5321 5564 5260 27331

1. F. Koreksi = 273312 / (8x5) = 17197,6

2. JK Total = (6872 + … + 6902) – FK
3. JK Ant. Pej. = 18773473 – 18674589 = 98883,98
= (57202 + … + 54662 / 8 – FK
= 18691787 – 18674589 = 17197,6

4. JK Dlm. Pej. = 98883,98 - 17197,6 = 81686,38

395

Tabel Analisis Variansi

S. Variasi DB JK KT Komp. variansi
Antar Pejantan 4 17197,6 4299,4 σ2w + ki σ s2
Dalam Pejantan 35 81686,38 2333,896 σ2w

TOTAL 39 98883,98

ki = 8 (anak tiap pejantan sama yaitu = 8 ekor)

Var w = 2333,896

Var s = (4299,40 − 2333,896) = 245,6879
8

t = 245,6879 = 0,095243
2579,584

h2 = 0,380973

396

II. SELEKSI INDIVIDU

SASARAN BELAJAR
Setelah melaksanakan praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Memahami aktivitas yang harus dilakukan dalam seleksi.
2. Memahami dan melakukan seleksi individu berdasarkan satu dan tiga

catatan produksi.
3. Menghitung taksiran respon, kecermatan, efektivitas dan relatif efisiensi

seleksi.
4. Membandingkan kedua macam seleksi yang telah dilakukan.

DASAR TEORI
Seleksi adalah memilih ternak-ternak yang mempunyai mutu genetik

tiriggi untuk dijadikan sebagai tetua pada generasi yang akan datang. Untuk
melakukan seleksi maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menaksir mutu genetik ternak (Nilai Pemuliaan = NP) semua individu

yang dilibatkan dalam seleksi.
2. Me-ranking individu-individu tersebut berdasarkan NP-nya.
3. Memilih individu berdasarkan NP tersebut.
4. Menaksir hasil seleksi.

Hasil seleksi dapat dilihat untuk generasi yang akan datang (future
genration) dan dapat juga untuk generasi yang sedang berjalan (current
genration).

397

TUGAS YANG HARUS DILAKUKAN PRAKTIKAN
1. Setiap praktikan akan mendapatkan data produksi susu dari 30 ekor

individu sapi perah yang merupakan keturunan dari 5 ekor pejantan dan 30
ekor induk.
2. Taksirlah NP semua individu yang dilibatkan dalam seleksi menggunakan
1 catatan dan 3 catatan produksi dan hasilnya ditulis pada Tabel 2.1.
3. Me-ranking individu-individu berdasarkan NP-nya, dan hasilnya ditulis
pada Tabel 2.2.
4. Pilihlah 80 persen individu yang mempunyai NP tiriggi dengan cara
melingkari nomor urut dari individu terpilih.
5. Hitung respon seleksi, kecermatan seleksi, efektivitas seleksi dan relatif
efisiensinya.

398

III.METODE SELEKSI

SASARAN BELAJAR
Setelah melaksanakan praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Memahami langkah-langkah yang harus dilakukan dalam seleksi individu,

seleksi famili, dan seleksi kombinasi.
2. Memahami dan melakukan seleksi individu, seleksi famili, dan seleksi

kombinasi.
3. Menghitung respon, kecermatan, efektivitas dan relatif efisiensi untuk

masing-masing metode seleksi.
4. Membandingkan hasil seleksi antara ketiga metode seleksi tersebut.

DASAR TEORI
Seleksi individu adalah seleksi yang didasarkan atas fenotipe individu

yang diseleksi, oleh karena itu NP individu tersebut ditaksir berdasarkan data
individu yang bersangkutan.

Seleksi famili adalah seleksi yang didasarkan atas rata-rata fenotipe
famili, oleh karena itu NP famili ditaksir berdasarkan data rata-rata familinya.
Atas dasar NP tersebut seluruh anggota famili dapat di-culling atau
dipertahankan.

Seleksi kombinasi adalah seleksi untuk memilih individu berdasarkan
fenotipe individu dan juga fenotipe rata-rata familinya. Oleh karena itu pada
seleksi ini NP ditaksir berdasarkan data produksi individu dan juga data
produksi rata-rata familinya.

399

TUGAS YANG HARUS DILAKUKAN PRAKTIKAN

1. Praktikan tidak perlu mengerjakan seleksi individu, tetapi menggunakan
hasil Praktikum II.

2. Melakukan seleksi famili menggunakan data yang saudara terima dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Taksir NP famili, dan hasilnya tulis pada Tabel 3.1.
b. Ranking famili berdasarkan NP-nya, dan hasilnya tulis pada Tabel 3.2.
c. Pilih 4 famili yang mempunyai mutu genetik tiriggi (NP), dengan cara
melingkari nomor urut famili pada Tabel 3.2.
d. Hitung taksiran respon seleksi, kecermatan seleksi, efektivitas seleksi
dan relatif efisiensinya.

3. Lakukan seleksi kombinasi menggunakan data yang saudara terima dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Taksir NP individu berdasarkan data kombinasi (individu dan famili)
dan hasilnya ditulis pada Tabel 3.3.
b. Ranking individu berdasarkan NP-nya, dan hasilnya ditulis pada Tabel
3.4.
c. Pilih 24 individu yang mempunyai mutu genetik (NP) tiriggi dengan
cara melingkari nomor urut individu.
d. Hitung taksiran respon seleksi, kecermatan seleksi, efektifitas seleksi
dan relatif efisiensinya.

4. Tulis hasil taksiran respon seleksi, kecermatan seleksi, efektifitas seleksi
dan relatif efisiensinya untuk ketiga metode seleksi dalam Tabel 3.5.

5. Uraikan bahasan Saudara tentang hasil seleksi berdasarkan Tabel 3.5

400

IV. UJI KETURUNAN
SASARAN BELAJAR
Setelah melaksanakan praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat
1. Memahami langkah-langkah yang harus dilakukan dalam uji keturunan

(progeny testirig).
2. Memahami dan melakukan uji keturunan (progeny testirig).
3. Menghitung respon, kecermatan, efektivitas serta relatif efisiensi uji

keturunan.
DASAR TEORI

Uji keturunan adalah seleksi yang digunakan untuk memilih pejantan
atau induk (pada umumnya pejantan) dengan menggunakan data produksi
keturunannya. Sesuai dengan batasan tersebut dapat dikatakan bahwa uji
keturunan adalah membandingkan dan kemudian memilih pejantan atau induk
berdasarkan kemampuan produksi keturunannya.

Anak merupakan contoh acak kombinasi gen tetuanya, NP anak dapat
diduga dari NP tetua yaitu sama dengan (NP Pej + NP Induk) / 2. Oleh karena
itu NP tetua dapat ditaksir dari produksi anaknya.

401

TUGAS YANG HARUS DILAKUKAN PRAKTIKAN
1. Sebelum melakukan uji keturnan semua praktikan harus membuat rencana

program seleksi uji keturunan yang efisien untuk menentukan jumlah
pejantan yang akan dipilih, jumlah anak per pejantan yang akan digunakan
untuk menaksir NP pejantan dan nilai heritabilitasnya.
2. Taksirlah NP pejantan berdasarkan data produksi keturunannya dan
hasilnya ditulis pada Tabel 4.1.
3. Buat jenjang pejantan berdasarkan NP-nya dan hasilnya ditulis pada Tabel
4.2.
4. Pilih pejantan berdasarkan NP-nya dengan melingkari nomor urutnya.
5. Hitung taksiran respon seleksi, kecermatan seleksi, efektivitas seleksi,
serta relatif efisiensinya.

Tabel 4.1. Nilai Pemuliaan Calon Pejantan

Nomor Urut Tag Tag Anak Produksi Anak NP Pejantan
Pejantan
1 ...... ...... ......
2 ...... ...... ...... ......
. ......
.
30 ...... ...... ...... ......

402

Tabel 4.2. Hasil Ranking Calon Pejantan Berdasarkan NP-nya

Nomor Urut Tag Pejantan Tag Anak Produksi NP Pejantan
Anak
1 ...... ...... ...... ......
2 ...... ...... ...... ......
.
. ...... ......
30 ...... ......

403

V. KORELASI GENETIK
:
SASARAN BELAJAR
Setelah melaksanakan praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat
1. Memahami langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menaksir

korelasi genetik.
2. Mengetahui besaran-besaran yang digunakan untuk menaksir korelasi

genetik, korelasi lingkungan dan korelasi fenotipik.
3. Dapat mengetahui besarnya nilai/koefisien korelasi genetik yang pernah

ditaksir.

DASAR TEORI
Pada dasarnya ternak mempunyai banyak sifat/karakteristik. Diantara

sifat/karakteristik yang dipunyai individu dapat berkorelasi. Adanya korelasi
fenotipik ini bisa disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan.

Korelasi fenotipik yang disebabkan oleh adanya korelasi genetik dapat
disebabkan oleh dua hal yaitu adanya pleiotropi dan atau linkage (korelasi
fenotipik semu).

Korelasi genetik dapat digunakan untuk membantu seleksi lebih dari
satu karakteristik, menyusun indek seleksi serta membantu seleksi tidak
langsung.

404

TUGAS YANG HARUS DILAKUKAN PRAKTIKAN
Taksirlah korelasi genetik, korelasi lingkungan dan korelasi fenotipik

berdasarkan data yang Saudara diterima.

Pelajari contoh perhitungan di bawah ini.
Ada 4 pejantan masing-masing mempunyai 8 anak, karakteristik yang diukur
Litter Size (ekor) dan Jumlah Bobot Sapih (ons) komoditi ternak kelinci.

Pej A B C D

LS TBS LS TBS LS TBS LS TBS
3,0 15,0 5,0 23,0 6,0 21,0 6,0 25,0
4,0 27,0 6,0 24,0 3,0 14,0 5,0 24,0
4,0 21,0 5,0 19,0 7,0 29,0 5,0 24,0
4,0 19,0 3,0 17,0 5,0 19,0 5,0 25,0
6,0 28,0 7,0 26,0 6,0 22,0 4,0 22,0
3,0 18, 5,0 19,0 4,0 24,0 6,0 26,0
6,0 23,0 6,0 23,0 6,0 30,0 5,0 23,0
4,0 15,0 4,0 20,0 6,0 25,0 4,0 28,0

Σ 34,0 166,0 41,0 171,0 43,0 184,0 40,0 197,0

Σ Litter Size = 158,0
Σ Totaaal B.S = 718,0

Perhitungan JK dan JHK

1. F.K XX = 1582 /32 = 780,125
F.K
F.K YY = 7182 /32 = 16110,1

XY = (158 x 718) / 32 = 3545,13

405

2. JK Tot XX = (32 + . . . + 42) – FK XX

= 822 – 780,125 = 41,875

JK Tot YY = (152 + . . . + 282) – FK YY
= 16638 – 16110,1
= 527,875

JHK Tot XY = (3 x 15) + . . . + (4 x 28) – FK XY
= 3643 – 3545,13
= 97,875

3. JK Pej XX = (342 + . . . + 402) / 8 – FK XX
= 785,75 – 780,125
= 5,625

JK Pej YY = (1662 + . . . + 1972) / 8 – FK YY
= 16182,8 – 16110,1
= 72,625

JHK Pej XY = (34 x 166) + . . . + (40 x 197) – FK XY

= 3555,88 – 3545,13 = 10,75

4. JK Glt XX = 41,875 − 5,625 = 36,25
JK Glt YY = 527,875 – 72,625 = 455,25
JHK Glt XY = 97,875 – 10,75 = 87,125

406

Tabel Analisis Kovarian

S. Variasi DB JK dan JHK Var dan Cov

Pej XX XY YY XX XY YY
Dlm Pej 3 5,625 10,75 72,625 1,875 3,5833 24,208
28 36,25 87,125 455,25 1,25 3,1116 16,259

Total 31 41,875 97,875, 527,875

Komponen Ragam dan Peragam

Litter Size L.Size x B. Sapih Bobot Sapih

σ2w + k1 σ2s Cov w + k1 Cov s σ2w + k1 σ2s
σ2w Cov w σ2w

k1 = n = 8 = jumlah anak pada setiap pejantan

Litter Size
σ2w = 1,29464
σ2s = 1,875 − 1,29464 = 0,07254

8

Total Bobot Sapih

σ2w = 16,2589

σ2s = 24,2083 − 16,2589 = 0,99368
8

407

Litter Size x Total Bobot Sapih

Cov w = 3,11161

Cov s = 3,58333 − 3,11161 = 0,05897
8

rg12 = 4 Cov s (XY)
4σ 2s (XX) x 4σ 2s (YY)

rg12 = 0,23586 = 0,23586 = 0,21962

0,29018x3,9747 1,07395

re12 = Cov w (XY) - 3 Cov s (XY)
[σ 2w (XX) - 3 σ 2s (XX)] x [σ 2w (YY) − 3 σ 2s (YY)]

re12 = 2,93471 = 2,93471 = 0,77605

1,07701 x 13,2779 3,78159

rp12 = Cov s (XY) + Cov w (XY)
[σ 2w (XX) + σ 2s (XX)] x [σ 2w (YY) + σ 2s (YY)]

rp12 = 3,17058 = 0,652828

1,36718 x 17,25258

408

VI. INBREEDING

SASARAN BELAJAR
Setelah melaksanakan praktikum ini mahasiswa dapat:

1. Memahami pengertian tentang nbreeding (silang dalam).
2. Dapat menggambar dengan benar path coefficient suatu perkawinan

antar saudara.
3. Dapat menghitung koefisien inbreeding dan koefisien kekerabatan.

DASAR TEORI
Inbreeding adalah perkawinan antara individu-individu yang

mempunyai keturunan. Dua individu disebut mempunyai hubungan keturunan
apabila minimal kedua individu tersebut mempunyai satu tetua yang sama.
Apabila dua individu mempunyai hubungan keturunan tersebut dikawinkan
maka perkawinannya disebut Inbreeding.

Konsekuensi dua individu yang dikawinkan mempunyai hubungan
keturunan maka kedua individu tersebut cenderung mempunyai gen-gen yang
sama yang berasal dari tetua bersamanya, sehingga keturunannya
mendapatkan replika gen yang sama yang berasal dari tetua bersama (tetua
yang sama).

Replika gen yang menguntungkan maupun yang tidak, mempunyai
peluang yang sama untuk diturunkan pada keturunannya. Peluang Inbreeding
mendapatkan gen yang sama/identik dari tetua bersamanya diukur dengan
koefisien Inbreeding.

409

TUGAS YANG HARUS DILAKUKAN PRAKTIKAN
1. Gambar skema perkawinan Inbreeding teratur menggunakan perkawinan

antar saudara sekandung dan saudara setengah kandung (saudara tiri)
dengan ketentuan:
a. Untuk perkawinan antar saudara kandung, gambarlah sampai

menghasilkan inbred generasi yang keempat.
b. Untuk perkawinan antara saudara tiri, gambarlah sampai menghasilkan

inbred generasi ketiga.
2. Hitung koefisien inbreeding seekor inbred untuk setiap generasinya.

410

VII. OUT BREEDING

Praktikum ini diharapkan dapat menunjang pokok bahasan 8.

SASARAN BELAJAR
Setelah melaksanakan praktikum ini mahasiswa dapat
1. Membuktikan sendiri proses pewarisan sifat dari tetua kepada

keturunannya pada peristiwa dominansi, over dominan serta epistasi.
2. Menjelaskan proses pewarisan sifat dari tetua kepada keturunannya pada

peristiwa dominansi, over dominan dan epistasi serta dapat menghitung
besarnya pemunculan sifat tersebut.

DASAR TEORI
Setiap pasang gen akan diturunkan kepada keturunannya hanya satu

alelnya. Karena gen merupakan pembawa sifat maka anak merupakan contoh
acak gen (sifat) dari tetuanya. Oleh karena itu apabila ingin merubah
kombinasi gen dalam suatu populasi maka dapat dilakukan dengan
mendatangkan materi genetik baru, yaitu dengan melakukan perkawinan Out
breeding (silang luar). Out breeding adalah perkawinan antara individu-
individu yang tidak mempunyai hubungan keturunan. Dengan Out breeding
kita dapat mengharapkan munculnya heterosis keturunannya.

411

TUGAS YANG HARUS DILAKUKAN PRAKTIKAN
1. Menyediakan kartu gamet sebanyak 80 lembar.
2. Mengambil secara acak ternak jantan dan betina yang telah tersedia

dengan cara mengocok botol (populasi) jantan dan betina. Hasil
pengacakan tersebut dilaporkan kepada asisten.
3. Kawinkan ternak jantan dan betina tersebut untuk menghasilkan keturunan
F1.
4. Buatlah gamet individu F1 tersebut dengan kartu gamet yang tersedia,
dengan catatan setiap macam gamet dibuat rangkap 5 (lima).
5. Kawinkan antara individu F1 dengan cara mengocok kartu gamet pada
nomor 4, sehingga menghasilkan individu F2 sebanyak 96 ekor.
6. Hitung produksi rata-rata:
a. Tetua jantan dan betina.
b. Individu-individu F1.
c. Individu-individu F2.

untuk peristiwa over dominan, dominan serta epistasi.
7. Buatlah simpulan hasil praktikum Saudara baik dari sudut genetik maupun

fenotipik.

KETENTUAN UNTUK MASING-MASING PERISTIWA GENETIK

1. DOMINAN
4 macam gen dominan mempunyai produksi 4,80.
3 macam gen dominan mempunyai produksi 3,60.
2 macam gen dominan mempunyai produksi 2,40.
1 macam gen dominan mempunyai produksi 1,20.
0 macam gen dominan mempunyai produksi 1,00.

412

2. OVER DOMINAN
4 pasang gen heterozigot mempunyai produksi 4,80.
3 pasang gen heterozigot mempunyai produksi 3,70.
2 pasang gen heterozigot mempunyai produksi 2,50.
1 pasang gen heterozigot mempunyai produksi 1,30.
0 pasang gen heterozigot mempunyai produksi 1,00.

3. EPISTASI
Kombinasi 1 atau 2 gen A dan B mempunyai produksi 2,00.
Kombinasi 1 atau 2 gen C dan D mempunyai produksi 2,00.
Kombinasi 1 atau 2 gen A dan B serta kombinasi 1 atau 2 gen C dan D
mempunyai produksi 2,40.
Tidak ada kombinasi 1 atau 2 gen A dan B serta kombinasi 1 atau 2 gen C
dan D mempunyai produksi 1,60.

Dalam praktikum ini diasumsikan:
1. Faktor lingkungan tidak berpengaruh terhadap pemunculan sifat gen.
2. Masing-masing pasang gen heterozigot mempunyai efek yang sama

terhadap produksi. Demikian pula untuk macam gen dominan.

413

IX. TUGAS AKHIR

Praktikum ini diharapkan dapat menunjang seluruh pokok bahasan.

SASARAN BELAJAR
Setelah melaksanakan praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat

mengetahui, memahami, menerangkan dan menganalisis hasil kuliah dan
praktikum dalam suatu rangkuman karya tulis ilmiah serta dapat
menyajikannya dalam forum seminar terbatas.

TUGAS YANG HARUS DILAKUKAN PRAKTIKAN

1. Buat makalah secara kelompok dengan topik bebas.

2. Sebelum mulai mengerjakan acara praktikum ini, praktikan harus sudah

menyelesaikan dan menyerahkan semua tugas terstruktur.

3. Setiap mahasiswa harus sudah mengetahui kelompok kerjanya (akan

diumumkan pada acara Praktikum VIII).

4. Membawa buku acuan yang diperlukan, serta menyiapkan topik makalah

yang sudah didiskusikan dengan kelompok lain (topik boleh sama).

5. Penulisan draft makalah dikerjakan pada acara praktikum ini.

6. Draft makalah yang telah disetujui, diketik dan diserahkan paling lambat 1

(satu) hari sebelum acara Praktikum IX.

Format pengetikan adalah sebagai berikut:

a. Sembir (margin) atas, bawah dan kanan = 3 cm.

b. Tepi (margin) kiri = 4 cm.

c. Spasi = 1.5

d. Jumlah halaman = 4 - 6 halaman (tidak

termasuk halaman judul dan daftar pustaka).

e. Susunan makalah:

414

1. Judul (kertas buffalo warna kuning).
Berisi judul topik, nomor kelompok, nama dan NIM anggota
kelompok.

2. Pendahuluan (berisi perumusan masalah).
3. Tinjauan Pustaka.
4. Materi dan Metode Penulisan.
5. Hasil dan Pembahasan.
6. Kesimpulan.
7. Daftar Pustaka.
7. Makalah tugas akhir akan dipresentasikan pada acara Praktikum IX, X dan
XI.
8. Pada saat presentasi setiap kelompok diharuskan membuat ringkasan
makalah dalam beningan (tranparency).

415

RUMUS-RUMUS YANG DIGUNAKAN

PRAKTIKUM I
1.1. t = Var s

Var w + Var s
1.2. h2 = 4 Var s

Var w + Var s

PRAKTIKUM II

2.1. NP = h2 (P − P) .......... untuk satu catatan
.......... untuk lebih dari satu
2.2. NP = nh2 (P − P)
[1+ (n − 1)t Lebih dari 1 catatan

catatan

2.3. Respon Seleksi

Satu catatan

a. R = h2 x imp x σP

R = nh2 x i mp x σ
[ 1 + (n -1)t] P

R = nh 2 x imp x σP
[1 + (n − 1)t]

b. R = h2 x Smp R = [1 + nh 2 1)t] x Smp
(n


imp = (ijantan + ibetina)/2

Smp = (Sjantan + Sbetina)/2

σP = σP  [1 + (n − 1)t]  −1
n

416

2.4. Kecermatan Seleksi Lebih dari 1 catatan
Satu Catatan
r =h n
rGP = h2
GP [1 + (n − 1)t]
2.5. Efektivitas Seleksi
Satu Catatan Lebih dari 1 catatan
ES = R x 100 % ES = R x 100 %
P
P
2.6. Efisiensi Relatif
Satu Catatan Lebih dari 1 catatan

ER = h2 h n
h2 ER = [1 + (n − 1)t]

h2

PRAKTIKUM III

3.1. NP famili = h2 [1 + (n − 1)r] x (P f − P f )
[1 + (n − 1)t]

3.2. NP komb.= h2  1− r (Pi − P f ) + [1 + (n − 1)r ] ( P f 
 1− t [1 + (n − 1)t ] − Pf )

3.3. Respon Seleksi

a.1. Rf = h2 [1 + (n - 1) r] xσ
n [1 + (n - 1) t] x imp P

a.2. Rf = h2 [1 + (n - 1) r] x Smp
n [1 + (n - 1)]

417

b.1. Rk = h2 1 + (r − t)2 x (n - 1) t ]  x imp x σ p
(1 − t) [1 + (n - 1)

b.2. Rk = h2 1 + (r − t)2 x [1 (n − 1) ]  x Smp
(1 − t) + (n − 1)t

imp = (ijantan + ibetina) / 2
Smp = (Sjantan + Sbetina) / 2

3.4. Kecermatan Seleksi

a. Famili r = h [1 + (n − 1) r]
GP n [1 + (n − 1) t ]

b. Kombinasi r =h 1 + (r - t)2 x (n - 1) t 
(1 − t) [1 + (n - 1)
GP

3.5. Efektivitas Seleksi

a. Famili ES = R f x 100 %
Pf

b. Kombinasi ES = Rk x 100 %
P

3.6. Efisiensi Relatif

a. Famili r (famili)
ER = GP

rGP (individu)

r (kombinasi)
b. Kombinasi ER = GP

rGP (individu)

PRAKTIKUM IV

4.1. NPGS = [1 0,5 nh2 t ] x ( P GS - PGS )
+ (n − 1)

418

4.2. Respon Seleksi

a) R = 0.5 h2 [1 + n − 1t)] x i mp x σP
(n

b) R = 0.5 h 2 n
[1 + (n − 1t)] x Smp

imp = (ijantan + ibetina)/2
Smp = (Sjantan + Sbetina)/2

4.3. Kecermatan Seleksi

rGPGS = 0,5 h n
[1 + (n − 1) t]

4.4. Efektivitas Seleksi

ES = R x 100 %
P

4.5. Efisiensi Relatif

ER = rGPGS
rGP

419

Tabel intensitas seleksi (i)
P .00 .01 .02 .03 .04 .05 .06 .07 .08 .09
0.0 2.67 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99 1.92 1.86 1.80
0.1 1.75 1.71 1.67 1.63 1.59 1.55 1.52 1.49 1.46 1.43
0.2 1.40 1.37 1.35 1.32 1.30 1.27 1.25 1.22 1.20 1.18
0.3 1.16 1.14 1.12 1.10 1.08 1.06 1.04 1.02 1.00 0.98
0.4 0.97 0.95 0.93 0.91 0.90 0.88 0.86 0.85 0.83 0.81
0.5 0.80 0.78 0.77 0.75 0.74 0.72 0.70 0.69 0.67 0.66
0.6 0.64 0.63 0.61 0.60 0.58 0.57 0.56 0.54 0.53 0.51
0.7 0.50 0.48 0.47 0.45 0.44 0.42 0.41 0.39 0.38 0.36
0.8 0.35 0.34 0.32 0.30 0.29 0.27 0.26 0.24 0.23 0.21
0.9 0.20 0.18 0.16 0.14 0.13 0.11 0.09 0.07 0.05 0.03

PRAKTIKUM V

Gunakan rumus-rumus pada Praktikum II untuk individu dengan satu
catatan produksi.

PRAKTIKUM VI

6.1. Korelasi Genetik

rg12 = 4 Cov s (XY)
4σ 2s (XX) x 4 σ 2s (YY)

420

6.2. Korelasi Lingkungan

re12 = Cov w (XY) - 3 Cov s (XY)
[σ2w (XX) - 3 σ2s (XX)] x [σ2w (YY) - 3 σ2s (YY)]

6.3. Korelasi Fenotipik

rp12 = Cov s (XY) + Cov w (XY)
[σ 2 w (XX) - 3σ 2s (XX)] x [ σ 2w (YY) - 3σ 2s (YY)]

PRAKTIKUM VII

Fx = ∑ [ (0,5)n1+ n2 +1 (1 + Fa) ]
Fx : Koefisien inbreeding individu x.
n1 : Jumlah garis generasi dari pejantan individu inbred ke tetua bersama.
n2 : Jumlah garis generasi dari induk individu inbred ke tetua bersama.

Fa : Koefisien inbreeding tetua bersama.

PRAKTIKUM VIII

a. Persentase Heterosis = (Panak ) - (Ptetua ) x 100 %
(Ptetua )

b. Persentase Heterosis = (Panak ) - (Ptetua jantan ) x 100 %
(P tetua jantan )

c. Persentase Heterosis = (Panak ) - (Ptetua betina ) x 100 %
(Ptetua betina )

421

DAFTAR PUSTAKA
Becker, W.A., 1984. Manual of Quantitative Gentics. Fourth Edition.

Academic Enterprises, Pullman, Washington.
Falconer, D.S., 1981. Introduction to Quantitative Gentics. Second Edition.

Longman, Esex, United Kingdom.
James, J.W. and Pattie, W.A., 19xx. Animal Breeding. Part 2. Autralian-

Asian Universities.
Warwick, J.E. and J.E. Legates, 1979. Breeding and Improvement of Farm

Animals. THM Edition. Tata McGraw-Hill Publishing Company Ltd,
New Delhi.
Warwick, J.E., J.M. Astuti dan W. Hardjosubroto, 1983. Pemuliaan Ternak.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

422


Click to View FlipBook Version