The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Microsoft Word - BUKU_AJAR_PEMULIAAN_TERNAK_429_EDIT_Y.doc

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by soedito, 2019-11-02 22:30:25

Microsoft Word - BUKU_AJAR_PEMULIAAN_TERNAK_429_EDIT_Y.doc

Microsoft Word - BUKU_AJAR_PEMULIAAN_TERNAK_429_EDIT_Y.doc

1. Seleksi Individu (seleksi massa), ialah seleksi yang berdasarkan atas fenotipe
individu yang akan diseleksi. Dalam seleksi ini nilai pemuliaan ternak
ditaksir menggunakan catatan produksi inividu..

2. Seleksi Famili, ialah seleksi yang berdasarkan atas fenotipe famili rata-rata.
Dalam seleksi ini nilai pemuliaan ternak ditaksir menggunakan catatan
produksi famili rata-rata.

3. Seleksi pedigree (Seleksi menggunakan silsilah), ialah seleksi yang sebagian
atau secara keseluruhan berdasarkan atas fenotipe nenek moyangnya. Dalam
seleksi ini ternak-ternak ditaksir mutu genetiknya berdasarkan sebagian atau
seluruhnya catatan produksi nenek moyangnya.

Hasil Seleksi

Hasil seleksi (respon seleksi) ialah kenaikkan frekuensi gen yang
mengontrol sifat yang dijadikan sebagai kriteria seleksi. Karena perubahan
frekuensi gen yang mengontrol sifat tersebut tidak dapat diamati secara langsung
atau kenaikkan mutu genetik ternak populasi rata-rata tidak dapat diamati scara
langsung maka efek seleksi (hasil seleksi) diukur dari besarnya perubahan nilai
tengah populasi sebelum dan sesudah seleksi.

Hasil seleksi yang diharapkan dapat dikelompokkan menjadi dua.
a. Hasil seleksi yang terjadi dalam populasi (individu terpilih) yang harus

berproduksi
b. Hasil seleksi yang akan terlihat dalam generasi yang akan datang.

Faktor yang Mempengaruhi Hasil Seleksi

194

a) Kecermatan Seleksi, ialah derajat yang menyatakan hubungan antara kriteria
seleksi dengan nilai pemuliaan individu untuk sifat yang diseleksi.

b) Intensitas Seleksi, ialah keunggulan rata-rata ternak terpilih terhadap rata-
rata populasi asal ternak itu dipilih dalam satuan standart deviasi.

c) Keragaman Genetik, ialah jumlah keragaman genetik aditif dalam populasi.
Untuk respon seleksi per tahun, masih ditambah satu faktor lagi yaitu :

d) Generasi Interval, ialah umur rata-rata tetua pada waktu beranak

Seleksi Individu, Famili, Kombinasi dan Uji Keturunan

Pelaksanaan seleksi untuk berbagai macam metode seleksi pada dasarnya
sama, yang berbeda adalah pada waktu menaksir nilai pemuliaan, yaitu
menggunakan informasi yang berbeda (rumus berbeda) demikian pula dalam
menaksir hasil seleksinya.

Tahapan dalam seleksi
a. Menaksir nilai pemuliaan ternak yang dilibatkan dalam seleksi
b. Menjenjangkan (mengurutkan) ternak berdasarkan nilai pemuliaannya
c. Memilih kelompok ternak berdasarkan nilai pemuliaan
d. Menaksir hasil seleksi

Rumus yang digunakan untuk menaksir nilai pemuliaan ternak dan
menaksir respon seleksi untuk seleksi Individu, Famili, Kombinasi dan Uji
Keturunan adalah sebagai berikut.

Seleksi Individu

NPIND 1 CAT = h2 x (PI - P ) R = h2 x SMP
n.h 2
NPIND N CAT = [1 + n.h 2 x (Pi − P)
(n −1)t] R = [1 + (n − 1)t] x SMP

195

Seleksi Famili

NPf = h2 [1 + (n −1)R] x(Pf − Pf ) R= h 2[1 + (n −1)R] x SMP
[1 + (n −1)t] [1 + (n −1)t]

Seleksi Kombinasi

NPk = h2 [ 1− R x (Pi − Pf ) + [1 + (n −1)R] x (Pf −Pf )
1− t [1 + (n −1)t]

Rk = h2 1+ (R − t)2 x (n −1) x [1 + n 1)t] x SMP
(1 − t) [1 + (n −1)t] (n −

Uji Keturunan

NPGS = 0.50.n.h 2 x (Po − Po ) : R= 0,50.n.h 2 x SMP
[1 + (n −1)t] [1 + (n −1)t]

Konsep Seleksi

Cara peningkatan mutu genetik suatu karakteristik kuantitatif lewat seleksi
(dalam breeding stock) pada dasarnya adalah memilih anggota populasi yang
memiliki kualitas tiriggi serta mengeluarkan individu yang kualitasnya rendah.
Pemilihan didasarkan atas pengukuran karakteristik kuantitatif pada individu
anggota populasi.

196

Kesukaran yang dihadapi adalah kita tidak dapat secara langsung mengukur
nilai pemuliaan, breeding value, (P = G + E G = A + D + I) karakteristik
yang akan ditingkatkan.

Karakteristik kuantitatif tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, genetik
dan environment. Karakteristik kuantitatif tersebut dianggap mempunyai
distribusi normal dan andaikata tidak maka dianggap datanya dapat ditransfer
mendekati distribudi normal.

Secara sederhana seleksi dapat digambarkan sebagai berikut.

Jelas bahwa masalah yang dihadapi adalah menaksir nilai pemuliaan
anggota populasi dan atas dasar nilai tersebut dipilih individu (pada daerah b)
yang akan dijadikan tetua untuk generasi yang akan datang.

Efektifitas Seleksi

197

Respon seleksi, yaitu kenaikan nilai tengah populasi pada generasi yang
akan datang, akan ditentukan oleh tiga faktor utama yakni, 1) heritabilitas, 2)
seleksi deferensial, dan 3) generasi interval. Kalau ditulis dalam rumus

Kecermatan Seleksi
Kecermatan Seleksi dapat diukur dengan menghitung kecermatan
penaksiran breeding value (nilai pemuliaan) individu untuk karakteristik
tertentu. Nilai pemuliaan dapat ditaksir dengan menggunakan informasi yang
bersumber berbeda-beda asalnya. Karena nilai pemuliaan berbanding lurus
dengan nilai heritabilitas (h2) suatu karakteristik maka nilai heritabilitas yang
tiriggi akan memberikan kecermatan penaksiran yang tiriggi pula. Dengan
demikian maka akahirnya akan menaikkan kecermatan seleksi , yang berarti
seleksi akan efektif untuk karakteristik yang mempunyai nilai heritabilitas yang
tiriggi.

Intensitas Seleksi
Intensitas seleksi merupakan faktor terpenting dalam menentukan hasil dan
keefektifan seleksi. Intensitas seleksi dapat diukur dari nilai (besar kecilnya)
Seleksi deferensial (S).
Intensitas seleksi bagi ternak jantan lebih banyak ikut menentukan dan akan
meninggikan koefisien seleksi. Keadaan demikian disebabkan karena dalam
pemuliaan akan dibutuhkan jauh lebih sedikit ternak jantan dibandingkan jumlah
ternak betina. Jumlah pejantan akan lebih ditekankan lagi setelah digunakan AI
(Artificial Insemination) dan AB ( Artificial Breeding) dengan menggunakan
teknologi yang mutakir .
Faktor yang menyebabkan seleksi deferensial kecil adalah
a) fertilisasi yang rendah;

198

b) angka kematian yang tiriggi sebelum seleksi dilakukan, sehingga
menyebabkan turunnya jumlah individu dalam populasi;

c) mortalitas yang tiriggi terjasi setelah seleksi sehingga menyebabkan jumlah
yang dibutuhan untuk pengganti akan naik;

d) makin besarnya populasi yang diinginkan; dan
e) kurang efisien dalam menggunakan informasi yang ada.

Generasi Interval

Generasi interval dengan mudah dapat dihitung sebagai, umur rata-rata
tetua waktu beranak. Lebih jelas apabila menggunakan contoh perhitungan
generasi interval seperti pada Tabel 8.1.

Tabel 8.1 Contoh perhitungan Generasi Interval

Tahun 1991 1992 1993 1994 Jumlah
Umur pejantan 2 3 4 5
Jumlah progeni 50 50 50 50 200
U.p x J.p 700
100 150 200 250

Bandingkan dengan contoh ke 2 pada Tabel 8.2.

Dari contoh ke 2 jelas bahwa penundaan perkawinan dapat menyebabkan
memperpanjang generasi interval (dari 3,5 menjadi 5,00 tahun).
Tabel 8.2 Contoh Perhitungan Generasi Interval

Tahun 1991 1992 1993 1994 Jumlah

199

Umur pejantan 2 345

Jumlah progeni Belum 50 50 50 120
600
dikawikan

U.p x J.p - 150 200 250

Menaikkan Respon Seleksi

Menaikkan h2

Heritabilitas dan simpang baku adalah besaran - besaran yang dimiliki oleh

suatu karakteristik dan populasi. Oleh karena itu apabila cara penghitungan

berasal dari populasi yang berbeda maka akan berbeda pula hasilnya. Ditirijau

dari rumus h 2 = VA jelas bahwa nilai h 2 memang dipengaruhi oleh nilai
VG + VE

pemuliaan, (additively genetic value) tetapi pengaruh yang terbesar adalah berasal
dari faktor lingkungan (VE).

Apabila VE dapat diperkecil maka h2 akan dapat ditiriggikan. Usaha
tersebut dapat ditempuh dengan memakai catatan produksi lebih dari satu. Misal

pada pemakaian sumber informasi dari famili untuk menghitung nilai pemuliaan

maka

Heritabialitas dapat ditaksir dengan bermacam-macam cara, yang penting
diingat, ialah bahwa dalam mencatat prioritas urutan karakteristik kuantitatif yang
akan diperbaiki harus sudah lebih dahulu mengetahui nilai h2 nya. Dengan
demikian maka respon seleksi ,R , sudah dapat ditaksir. Dalam Tabel 8.3 dapat
diperiksa nilai h2 untuk karakteristik pada sapi pedaging. Dari sumber lain dapat
pula dipelajari nilai h2 untuk karakteristik yang lain.

Tabel 8.3 Hertability Estimates in Percentage for Various Economic Traits in
Beef Cattle

Trait N. of Studies Range Average

200

1 Weaning wt 11 6 to 64 25
8 23 to 53 33
2 Weaning score 10 26 to 99 57

3 Rate of gain in 5 17 to 75 36

feedlot 4 38 to 63 47
N of Studies Range Average
4 Efficiency of 1 to 73
4 16 to 84 46
gain 5 48
1 38
5 Slaughter grade
3 70
Carcass Item
2 61
1 Dressing %
Lasley (1972)
2 Carcass grade

3 Thickness of fat

4 Area of eye
muscle

5 Tendemess of
lean

Tabel 8.4. Heritability Estimates for Several Economically Important Traits in
Beef Cattle

No Character Approximate Heritability (%)
1 Calving interval average level 0 – 15

Low

2 Birth weight Medium 35 – 40

3 Weaning weight Medium 25 – 30

4 Weaning conformation score Medium 25 – 30

Berlanjut

Lanjutan Character Approximate Heritability (%)
No average level 20 – 40

5 Maternak ability of cow Medium

Steers of Bull fed in dry lot from
weaning to final age of 12 –15

201

months High 45 – 60
6 Feedlot gain

7 Efficiency of feedlot gain High 40 – 50

8 Final weight of feed High 50 – 60

9 Slaughter grade Medium to High 35 – 45

10 Carcas grade Medium to High 35 – 45

11 Areas rib-eye per cwt carcass Medium to High 30 – 40
25 – 45
weight 40 – 70

12 Fat thickness over rib per cwt Medium to High

carcaa weight

13 Tendemess of lean High

14 Summer pasture gain of yearling Medium 25 – 30
cattle High 45 – 55
20 – 40
15 18 months weight of pastured Medium
cattle

16 Cancer eye susceptibility

17 Matur cow weight High 50 – 70

Dalton et al., (1970)

Tabel 8.5 Heritability Estimates for Beef Cattle

No Character Percent
1 Fertility 0 - 15
2 Birth weight 33 – 40
3 Weaning weight 25 – 30
4 Yearling gain 25 – 30
5 Maternal ability 20 – 40
6 Carcas grade 35 – 45
7 Carcass weight 30 – 50

202

8 18-months weight 40 – 50
9 Mature cow eight 50 – 70
10 Tendemess 40 – 70
11 Loin of eye area 50 – 70

Clarke (1971)

Tabel 8.6 Heritability of Beef Traits (Preston and Wellis, 1970)

Of Importance to the feeder h2 N of references
1 Average daily gain in feedlot 0,52 56
2 Feed intake 0,44 8
3 Feed convertion 0,36 15
4 Percent edible meat 0,40 2
5 Perecent 1st quality of meat 0,30 3
6 Fat thickness 0,43 6
7 Longissimus muscle area 0,56 13
8 Tendemess (shear) 0,51 6
9 Reproductive performance 0,13 15
10 Percent survival 0,05 1
11 Mothering ability 0,05 1
12 Calf survival 0,05 1
13 Birth weight 0,38 54
14 Average daily gain to weaning 0,31 35
15 Weaning weight 0,30 61

203

Meningkatkan Intensitas Seleksi
Dari rumus tersebut, Sd dapat dihitung apabila PS dan P telah diketahui
Cara lain adalah dengan memakai tabel yang telah dibuat (dalam buku pemuliaan
biasanya dimuat) seperti pada Tabel 8.7.

Tabel 8.7 Showing Changes in Selection Deferential as Units of the Standard

Deviation when Different Proportion of the Total Population are
Saved Breeding

Fraction of all animal kept for Selection deferential as units of the

breeding standard deviation or selection

intensity (I)

1 0,90 0,20

2 0,80 0,35

3 0,70 0,50

4 0,60 0,64

5 0,50 0,80

6 0,40 0,97

7 0,30 1,16

8 0,20 1,40

9 0,15 1,40

10 0,10 1,76

11 0,05 2,05

12 0,01 2,64

13 0,001 3,37

Lasley (1972)

204

Dari Tabel 8.7 terlihat bahwa makin sedikit individu yang dipilih atau
dipertahankan untuk induk generasi yang akan datang (untuk breeding), Sd
(seleksi diferensial) makin tiriggi. Seleksi diferensial dalam tabel tersebut
dinyatakan dalam unit standar deviasi. Dengan demikian untuk menghitung Sd
maka angka dijalur kanan (i) harus dikalikan dengan σp karakteristik yang
diperbaiki.

Contoh penggunaan Tabel 8.7 sebagai berikut. Misal akan
mempertahankan 80% dari jumlah populasi awal, berarti i = 0,20, karakteristik
yang akan diperbaiki misal berat badan umur satu tahun; mempunyai σp = 40 kg,
maka SD (seleksi diferensial) i x σp = 0,20 x 40 = 8 kg. Kalau kemudian yang
akan dipertahankan diubah menjadi 5% (0,05) maka i menjadi = 2,05 sehingga

Sd = i x σp = 2,05 x 40 = 82 kg. Jelas dari contoh tersebut bahwa cara kedua,

menggunakan i = 0,05 ; seleksi akan lebih kuat (ingat ∆G = h2 S ).
Telah diuraikan bahwa besarnya Sd dipengaruhi oleh bermacam faktor.

Dapat ditambahkan bahwa pada umumnya S akan lebih besar untuk ternak yang
menghasilkan litter seperti Babi. Keadaan demikian disebabkan karena pada
ternak yang memiliki litter akan mempunyai akan yang lebih banyak per induk
pada tiap beranak, sehingga calon pengganti lebih banyak jumlahnya. Oleh
karena angka replacement (pengganti) yang dibutuhkan akan menentukan pula
nilai S. Tabel 8.8 dapat dipakai sebagai acuan untuk menetapkan angka
replacement.

205

Memperpendek Generasi Interval
Hight dan Qaurtermain (1970) menyatakan bahwa genasi interval (baik
jantan maupun betina) dapat diperpendek dengan cara mengawinkan hewan yang
diuji atau yang terpilih semuda mungkin. Baca Carter and Cox (1973).

Tabel 8.8. The Percentage of Progeny Required for Breeding (Replacement)
When the Herd Number Remains Constant in the Different Species

Species Percentage of total crop saved (%)

Beef cattle Males Females
Dairy cattle
Sheep 4 - 5 40 – 50
Swme
Horses 4 - 5 50 – 60
Chicken
2 - 3 40 – 50

1 - 2 10 – 15

2 - 4 40 – 50

1 - 2 10 –15

Lasley (1972)

SELEKSI SAPI POTONG

A. Program Seleksi

Keberhasi1an dari pelaksanan seleksi tergantüng pada tiga dasar
persyaratan.

206

1. Menentukan karakteristik yang memepengaruhi produksi dan keuntungan
yang akan diperoleh serta menentukan urutan Relative Economic Value
(REV) karakteristik tersebut.
Karakterisitk yang mempengaruhi produksi dan keuntungan telah diuraikan
di muka. Demikian pula cara menentukan REV-nya.

2. Cara mengukur dan mencatat karakterisitk di atas (karakterisitk
kemampuan reproduksi dan produksi).
Pencatatan kemampuan produksi (Performance Recording), Georgy et al., (
1961) menyatakan bahwa - Performance in Beef Cattle include all traits
that contribute to the efficient production of highly desirable beef-. Tujuan
mengadakan pencatatan produksi adalah untuk membantu mendapatkan
individu yang memiliki keunggulan genetik dibanding dengan individu lain
dalam kelompoknya.

3. Cara menggunakan data catatan produksi untuk menghitung atau menaksir
nilai pemuliaan.

Pengukuran dan Pencatatan Kemampuan Reproduksi dan Produksi
Bagaimana cara pengukuran dan pencatatan karakteristik kemampuan

reproduksi dan produksi dilaksanakan, tujuannya seharusnya adalah penggunaan
data tersebut untuk mengevaluasi perbedaan kemampuan produksi yang dimiliki
oleh individu dalam suatu kelompok atau populasi. Oleh karena perlu diusahakan
suatu cara atau metode sehingga evaluasi yang diakukan betul -betul efektif.

Telah dimaklumi bahwa kemampuan produksi suatu individu yang dapat

207

kita catat, misal berupa pertumbuhan berat badan, berat sapih dan lainnya.
Kemampuan yang dimunculkan tersebut merupakan hasil kerja sama antara
faktor temurun (genetik) dan faktor lingkungan. Karakteristik produktif yang akan
memberi gambaran tiriggi rendahnya kemampuan produksi akan diturunkan
dengan kekuatan yang berbeda. Karena kombinasi gen pada setiap individu tidak
akan sama maka jelas bahwa perbedaan yang ada dan dapat terlihat diantara
individu tersebut akan makin jelas apabila individu tersebut di bawah faktor
lingkungan yang sama. Maka perbedaan yang muncul di bawah pengaruh faktor
lingkungan yang sama dapat dikatakan karena adanya perbedaan faktor genetik
yang dimiliki oleh masing-masing individu.

E P1 E P2

rGE1 rGE1

G1 G2

Gambar 8.2. Pengaruh faktor genetik yang berbeda di bawah E yang sama
E = faktor lingkungan
G = faktor genetik
P = kemampuan produski
rEG = interaksi E dengan G dianggap sama dengan 0

208

G1 + E = P1 G2 + E = P2
P1 - P2 = G1 - G2 mudah di.mengertt bahwa perbedaan kemampuan

Dari Gambar 8.2

produksi (misal untuk sifat berat sapih) yang terlihat di bawah pengaruh faktor

lingkungan yang sama, dan tidak ada interaksi antara faktor E dan G, disebabkan

karena perbedaan G yang dimliki oleh individu. Tetapi perlu diingat bahwa

meskipun telah diusahakan mengadakan faktor lingkungan sesama mungkin untuk

setiap individu dalam suatu kelompok, maka masih selalu ada pengaruh faktor

lingkungan yang tidak bisa diketahui. Misal beberapa individu. dipengaruhi, oleh

penyebab penyakit infeksi sedang yang lain tidak.

Usaha memperkecil perbedaan pengaruh faktor lingkungan dapat dilakukan

dengan cara menggunakan faktor koreksi untuk catatan produksi sehingga

perbedaan yang ada (misalnya . pertambahan berat badan, berat sapih, karkas)

sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik. Dengan cara demikian maka

selanjutnya dapat memilih individu. atas dasar pencatatan kemampuan

produksihya.

Koreksi (faktor koreksi) perlu diadakan terhadap umur, sex, umur induk dan

faktor lingkungan lainnya yang dapat diukur atau diketahui efeknya. Untuk

produksi susu., faktor koreksi dibuät untuk umur, kali pemerahan dan jumlah hari

pemerahan. Dan uraian di atas dapat di.mengerti bahwa makin cermat

pengukuran karakteristik produktif maka makin efektif seleksi yang akan

dilakukan. Kecermatan tersebut dapat dicapai dengan peralatan yang baik. Carter

(1971) mcnulis - Performance recording has been widely advocated as a basis

for selection improvement in beef cattle

Kecermatan harus dibedakan dengan pengukuran yang jlimet . Misal tak
ada gunanya mengukur lingkar dada sampai dengan 3 angka di belakang koma

209

(0,001 mm).

1. Fertilitas
Bogart (1959) menulis - The word fetility is used in a board sense to mean
an animal's ability to produce normal, healthy young that are capable surviving-
Fertilitas diukur dalam berbagai cara tetapi untuk sapi poring biasanya
diukur sebagai persentase pedet yang dapat hidup sampai disapih oleh induk
dalam suatu kelompok (populasi). Atas dasar ukuran tersebut maka fertilitas
dipengaruhi oleh kemampuan induk memelihara pedet dari saat lahir sampai
disapih. Daya hidup pedet dari saat lahir sampai disapih dengan demikian
mempengaruhi fertilitas. Faktor lain yang mempengaruhi fertilitas adalah
tatalaksana khususnya pakan.
Tiriggi rendahnya fertilitas akan mempengaruhi efisiensi produksi - A high
level of reproduktive performance, usually measured as the number of calves
weaned per 100 cows mated, is the most important trait in controlling financial
returns from the breeding herd- dinyatakan demikian karena, sapi betina yang
tidak memelihara pedet membutuhkan pakan yang tidak jauh berbeda dengan
yang menyusui pedetnya. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah nilai
heritabilitas dan repitabilitas fertilitas. Dari penaksiran yang telah dihitung
menunjukkan bahwa h2 dan t untuk fertilitas rendah. Dengan demikian berarti
bahwa perbedaan fertilitas yang dapat diukur sebagian besar karena pengaruh
faktor lingkungan. Selanjutnya dapat ditaksir bahwa gen yang memepengaruhi
fertilitas adalah gen yang pengaruhnya tak dapat dijumlahkan (non additive
effects)
Pengaruh fertilitas terhadap efisiensi produksi oleh Lasley (1972) digambarkan
sebagai berikut.

210

Tabel 8.9. Percentage of calf weaned and cost per calf weaned

Percentage of calf crop weaned Cost per calf weaned ($)

100 100
90 111
80 125
70 143
60 167

Lasley (1972)

2. Berat lahir
Pencatatan berat lahir tidak merupakan keharusan di dalam program
pencatatan kemampuan reproduksi. Tetapi meskipun demikian, mencatat berat
lahir akan lebih menguntungkan dibanding yang tidak. Mengetahui berat lahir
maka akan dapat menghitung lebih cermat kenaikan berat badan dari saat lahir
sampai disapih. Seleksi untuk karakteristik yang menguntungkan cenderung
memilih berat sapih sebagai kriteria seleksi untuk tujuan mencapai berat sapih
yang optimal (bukan yang maksimal). Carter (1971) menyatakan bahwa berat
lahir penting diketahui dalam hubungan kesukaran beranak, dan juga
penggunaanya dalam membantu seleksi pada waktu yang seawal mungkin.

3. Berat sapih
Persentase pedet yang dilahirkan serta berat tiap pedet waktu disapih
merupakan dua karakteristik yang sangat penting dalam menentukan produksi.
Berat sapih dipengaruhi oleh produksi susu induk dan kemampuan tumbuh pedet.
Daya penurunan karakteristik berat sapih ke generasi yang akan datang telah
ditaksir oleh banyak peneliti.
Harga h2 dari penaksiran tersebut sekitar 25% dengan range 6 sampai 64%

211

(Lasley, 1972). Berdasar harga h2 tersebut dapat dimengerti bahwa karakteristik
berat sapih dipengaruhi sampai derajat tertentu oleh efek gen additiv sedang
pengaruh lain yang lebih besar berasal dari faktor lingkungan.

Dari hasil penelitian telah dilaporkan bahwa repitabilitas karakteristik berat
sapih sekitar 46%. Fakta ini menunjukkan bahwa berat sapih pedet pada
kelahiran pertama dapat dipakai sebagai indikator berat sapih pada kelahiran yang
berikutnya. Apabila faktor lingkungan dapat dipertahankan sesama mungkin dari
tahun ke tahun maka pengeluaran induk yang mengahasilkan berat sapih rendah
akan menaikkan rata-rata berat sapih populasi ditahun yan mendatang.

Adanya kenyataan bahwa nilai repitabilitas (t) yang lebih tiriggi dari nilai
heritabilitas (h2), berarti bahwa efek maternal (induk) merupakan juga sumber
terhadinya variasi berat sapih. Efek ini berupa efek faktor lingkungan dan genetik.
Faktor lingkungan dalam hal ini adalah pakan yang diperoleh embrio dalam
uterus dan pada waktu setelah lahir adalah priduksi susu induk.

Berat sapih dapat digunakan untuk mengevaluasi produksi susu induk,
kemampuan memelihara dan kemampuan tumbuh pedet. Disebabkan karena
banyak faktor-faktor non genetik mempengaruhi berat sapih maka sepanajang
faktor tersebut dapat diketahui, berat sapih dapat dikoreksi terhadap faktor
tersébut. Setelah koreksi dilakukan maka sebagian besar penyebab perbedaan
berat sapih yang ada adalah disebabkan karena faktor genetik. Koreksi. terhadap
umur induk, umur pedet, dan jenis kelamin pedet sudah digunakan.

USDA Extension Service telah membuat suatu petunjuk untuk
melaksanakan pencatatan berat sapih disertai koreksinya. Standar yang dipakai
adalah penyapihan pada umur 205 hari. Untuk mengoreksi penimbangan diluar
umur 205 hari digunakan rumus.

Berdasar rumus di atas jelas ada gunanya mencatat berat lahir. Rae (1970)
memakai patokan berat sapih pada umur 200 hari yanag selanjutnya dilakukan
koreksi untuk umur induk, rumus yang dipakai sebagai berikut.

212

Hasil di atas kemudian dikalikan dengan faktor koreksi umur induk dan
diperoleh Ajusted 200 day weight. Jelas bahwa kedua rumus tersebut pada
dasarnya sama. USDA menyusun faktor koreksi untuk umur induk sebagai
berikut.

Tabel 8.10 Faktor koreksi untuk umur induk

Age of dam in years Ajusted weaning weight of calf by this
factor to ajust to age of dam
2
3 1.15
4
5 - 10 1.10
11 - up
1.05

No ajust

1.05

Penggunaan faktor tersebut jelasnya demikian. Misal berat sapih dikoreksi
untuk umur 205 hari = x kg (lb), maka apabila umur induk 4 tahun maka berat
sapih terkoreksi untuk umur induk = X x 1,05 kg. Setelah berat sapih terkoreksi
dihitung, maka berdasar nilai tersebut dapat dipertanggung jawabkan untuk
memilih pedet sebagai individu penggangti.

Untuk keperluan yang sama dapat pula dipakai rumus weaning weight ratio.Pedet
yang mempunyai nilai 100 berarti mempunyai berat sapih di atas rata -rata
populasi dan sebaliknya.

Berat sapih pedet jantan perlu juga dikoreksi untuk faktoar adanya kastrasi

213

atau tidak (Steer and Bull). Apabila memiliki populasi yang besar maka dapat
menyusun faktor koreksi. Misal berat sapih rata-rata pedet jantan 250 kg, berat
sapih rata-rata pedet betina 233 kg . Maka kalau akan dikoreksi ke standar
berat sapih pedet jantan koreksinya adalah (250/233)=1,072

Data berat sapih digunakan pula selanjutnya untuk menentukan
kemampuan produksi induk. Cara yang dipakai adalah menghitung MPPA ( The
Most Probable Producing Ability ), kemampuan produksi yang paling mungkin
dimiliki. MPPA dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Mengenai hubungan berat sapih dengan laju pertumbuhan pada periode
setelah disapih Brumby et al., (1959) menulis - Heavy weaners grow at much
the same rate, as do light weaners when given the same treatment. Thus heavy
weaners offer many advantages under system of beef production which aims to
slaughter at the earliest possible age-

4. Laju Pertumbuhan (Growth Rate)

Laju pertumbuhan biasanya dihitung untuk dua periode. Pertama adalah
periode mulai lahir sampai disapih, kedua adalah periode setelah disapih. Laju
pertumbuhan untuk periode menyusu dihitung dalam bentuk pertumbuhan berat
badan dengan formula :
Laju pertumbuhan atau pertambahan berat badan harian rata-rata, pada periode
menyusu sangat dipengaruhi oleh produksi susu induk. Meskipun demikian
dipengaruhi pula oleh tahun atau musim karena musim mempengaruhi
pengadaan pakan khususnya rumput. Oleh karena itu pemilihan atas laju
pertumbuan harus dilakukan pada musim atau tahun atau waktu yang sama.

Laju pertumbuhan dipengaruhi pula oleh jenis kelamin pedet dan umur
induk . Oleh karena itu kalau umur tidak dikoreksi maka pedet induk muda harus
dibandingkan dengan induk yang muda pula.

Laju pertumbuhan pada periode setelah disapih dapat dihitung dengan
rumus :
Periode pemberian pakan dapat berlangsung selama satu tahun, Swiger Hasel
(1961) dan Swiger et al., (1963) menyarankan bahwa periode tersebut dapat

214

diperpendek asal ransum relative lebih baik (lebih tiriggi kandungan energinya)
keduanya adalah peneliti Amerika.

Kepentingan laju peretumbuhan dalam seleksi, oleh Carter (1971)
dilaporkan bahwa akan bermanfaat menggunakan berat sapih atau berat umur
satu tahun dibanding penggunaan laju pertumbuhan pada periode setelah
disapih.

5. Konfirmasi (pendagingan)
Konfirmasi biasanya dihubungkan dengan bentuk yang ideal sapi pedaging.
Konfirmasi gaya lama menghendaki bentuk sapi pedaging yang bentuknya segi
empat panjang (seperti tong) garis punggung dan garis bawah perut sejajar.
Konfirmasi gaya lama demikian setelah diteliti mempunyai kelemahan
disebabkan sapi yang mempunyai konfirmasi demikian adalah sapi yang kelewat
gemuk (berlemak) dan cenderung memiliki laju pertumbuhan yang rendah.

Konfirmasi yang disesuaikan dengan rfisiensi produksi ditulis oleh Barton
(1970) sebagai berikut.
If the animal is to give a carcas with a high yield of trimmed, boneless cuts, it
will shows a profound movement of its muscle as it walks, it will not be smooth all
over owing to thick layer of fat under its skin, but it will be wide through the
shoulder and hindquarter, will have a small brisket and have a flank which tends
to be thicked up.

Penilaian konfirmasi hanya dapat dilakukan oleh tenaga yang betul-betul
terlatih. Lasley (1972) menulis bahwa tipe hanya dapat ditaksir dari hasil
penglihatan, tetapi tidak dapat diukur. Tipe pada masa lampau dipakai dalam
tujuan seleksi, disebabkan mengenali tipe adalah cara yang sederhana cukup
dengan melihat/mengamati, meskipun kenyataannya tidak demikian. Penilaian

215

biasanya menggunakan type score.
Bacalah Barton (1971)- Assessing carcas merit in the live animal dan

Barton (1968) – Judging steers for meatmess- dan Barton (1965) – Quality in
Cattle and Beef of changed Concept.-

Rae (1970) menyatakan bahwa penekanan konfirmasi dalam seleksi tidak
akan meningkatkan kuntungan ekonomis secara nyata. Konfirmasi dan karkas
mempunyai korelasi yang rendah.

6. Karakteristik Karkas
Karkas dan daging yang memenuhi syarat sangat sukar ditentukan, karena
tergantung dari permintaan pasar yang berbeda untuk tempat, waktu dan faktor
lain yang berbeda pula. Meskipun demikian Barton (1971) menyatakan bahwa
ada dua faktor utama yang dapat dipakai untuk menentukan karakterisktik karkas.
Yang pertama adalah proporsi karkas yang dapat dimakan, yang kedua adalah
palatabilitas dari daging yang dihasilkan oleh karkas tersebut.
Seleksi pada sapi bibit untuk karakteristik karkas tidak dapat dilakukan
secara langsung, karena baru dapat dilakukan setelah ternak dipotong. Belum ada
cara yang cermat untuk dapat mengukur karakteristik karkas dari ternak yang
masih hidup. Oleh karena itu seleksi untuk karakteristik karkas dilakukan dengan
bantuan progeny test . Proporsi karkas yang dapat dimakan adalah cutability dan
diukur dalam unit atau persentase.

Faktor yang mempengaruhi Cutability
Konsep mengenai cutability disesuaikan dengan permintaan konsumen.
Misal karena New Zealand mengeksport daging ke Amerika maka ditentukan
batas-batas mengenai cutability di New Zealand disesuaikan dengan grading

216

sistem di Amerika dan South Island.
Empat faktor penting yang mempengaruhi cutability adalah

1) The amount of external fat on a carcass. Lemak ini diukur dalam bentuk yang
menutupi otot mata pada rusuk ke 12, tebalnya lemak. Telah diteliti bahwa
apabila lemak eksternalnya makin banyak maka persentase bagian yang dapat
dijual secara eceran menurun. Telah diketemukan pula bahwa jumlah lemak
dalam karkas mempunyai kepentingan 4½ kali lebih penting dibanding
pengaruhnya konfirmasi terhadap cutability.

2) The amount of kidney, pelvic and heart fat in the dressed carcass. Heart fat
adalah istilalah yang jarang tepat jarena istilah tersebut digunakan untuk
lemak disebelah dalam kaki muka. Apabila jumlah lemak ginjal, pelvis dan
heart naik maka pesentase bagian yang dijual ecertan (reatail cut) akan
menurun.

3) Area of the rib eye muscle at the 12th rib. Ruas daerah daging mata pada
rusuk ke 12 ini mempunyai korelasi positif (meskipun rendah)
denganpersentase trimmed retail cut.

4) Carcas weight. Apabila berat karkas naik maka persentase retail cut
menurun.

7. Klasifikasi dan Grading Karkas
Untuk memenuhi permintaan pasar dan selanjutnya digunakan dalam
program seleksi, maka perlu dibuat klasifikasi dan grading karkas. Dalam Barton
(1970) ditulis mengenai klasifikasi sebagai berikut.-Classification involves
schemes which attempt to describe the phisicle atribute of carcasses that area of
relevance to those who trade on them.- Sedang mengenai grading dikatakan ,-
Grading ha been defmed by Engelman (1957) as process of segementirig a highly

217

heterogenous supply of a commodity into smaller .-
Pengaruh klasifikasi atau grading karkas terhadap permintaan pasar sebagai

contoh dapat diperiksa pada Tabel 8.11.

Tabel 8.11 An Example of values per animal According to carcass weight
And Fatness

Carcass 0 Values per animal ($) 20
Weight (kg) 58 Fat thickness over loin (mm) 49

136 48
65 72

182 131 145 158 119

318 232 251 271 217

Everitt (1973)

Dari Tabel 8.11 tampak bahwa kelebihan lemak yang optimum (dikehendaki)

adalah 8 mm. Karkas dengan lemak lebih tipis atau tebal harganya akan turun.

Grading karkas menurut USDA berdasar pada

a) karakteristik yang dapat dipakai sebagai petunjuk untuk menentukan

palatibility;

b) persentase trimmed bonless dan mayor retail cuts (round, loin, rib, dan

chuck).

Atas di atas USDA mempunyai 8 (delapan) grade yaitu, Prime, Choise,
Good, Standard, Commercial, Utility, Cutter and Canner. Delapan grade tersebut
berdasar atas konfirmasi dan kualitas karkas. Kualitas karkas dinilai dari lemak
marbling dalam daging, keras lunaknya daging, dengan cara memeriksa
permukaan irisan dihubungkan dengan umur sapi yang dipotong. Kemasakan
karkas (maturity) ditentukan dengan cara mengukur besar, luas dan clasifikasi
tulang dan tulang rawan dan warna daging.

Di New Zealand grading didasrakan atas konfirmasi jumlah lemak pada
akhir penggemukan dan warna daging dalam karkas. Karkas yang mempunyai

218

Good atau Better konfirmasi dan mempunyai lemak yang cukup dan berwarna
putih, dimasukan dalam grade GAQ ( Good Average Quality) . Grade yang kedu
adalah FAQ (Fair Average Quality), ketiga BONER, karkas yang biasanya tipe
perah dalam konfirmasinya, lemak sub cutaneous sedikit berwarna kuning, grade
berikutnya adalah CANNER, karkas demikian biasanya berasal dari sapi yang
kurus. Masih ada grade yang masuk grade FAQ tetapi berasal dari sapi yang
muda disebut YAQ (Young Average Quality). YAQ biasanya berasal dari sapi
yang berumur kurang dari 23 bulan dan berasal dari dairy beef.

Grade TRIMMER adalah karkas yagn berlalu berlemak (overfat).
Hubungan grade karkas dengan berat karkas dapat ditentukan oleh permintaan
pasar. Misal pada periode 1949-1953 berat krakas yang didapat di New Zealand
rata-rata 725,5 lb (Bartaon, 1970). Gerrad (1966) melaporkan bahwa di pasar
Smithfield (Inggris) berat karkas yang disukai adalah 550-600 lb. Allen (1968)
dari hasil survainya melaporkan bahwa di pasar Amerika berat karkas yang
disukai adalah 600-650 lb.

Atas dasar faktor tersebut menurut USDA cutability dibagi menjadi 5
(lima) group.
Group I, mempunyai 52,3 persen (dari berat karkas) atau lebih terdiri dar mayor

retail cuts (round, loin, rib, dan chuck).
Group II, mempunyai 49,9-52,2 persen mayor retail cuts.
Group III, mempunyai 47,7 – 49,8 persen mayor retail cuts.
Group IV, mempunyai 45,4 – 47,6 persen mayor retail cuts

-800 kg

-750 kg

- 500 kg

219

Age

Gambar 8.3 Growth rate and mature size of cattle. Animal A
Grew faster than B and reached a greater mature size.
Animal C, idealistically, grows nearly as fast as A
But reached the mature size of B

B. Pelaksanaan Seleksi

Seleksi untuk sapi potong ada dua tujuan pokok
1. Memilih pejantan untuk menghasilkan progeni yang langsung dijual atau

dipotong.
2. Memilih pejantan dan induk untuk menghasilkan progeni yang akan dipakai

sebagai bibit (tetua untuk generasi yang akan datang).
Tujuan pertama pemilihan didasarkan atas laju pertumbuhan yang maksimal
dari saat lahir sampai berat akhir dengan mengingat persentase berat karkas dan
kualitas karkas. Pencapaian tujuan kedua mengingat pula kemampuan reproduksi.

Penelitian Seleksi
Penelitian seleksi pada dasarnya memiliki tiga tujuan.
1) Menguji teori seleksi.
2) Mengumpulkan data mengenai paramater genetik dan respons fisiologik
yang selanjutnya diperlukan untuk menyempurnakan metode seleksi.
3) Membandingkan kriteria seleksi atau sistem perkawinan yang dipakai.

220

Bangsa Sapi
Sampai sekarang di dunia terdapat 280 bangsa sapi yang telah dikenal. Di
tiap negara bangsa sapi dipelihara dengan cara berbeda - beda, sesuai dengan
perkembangan peternakan di negara tersebut. Bangsa sapi pedaging yang dikenal
biasanya bangsa sapi Inggris seperti, Angus, Hereford, Beef Shorthorn, Galloway,
Belted Galloway, dan Yersey.
Perkembangan teknologi berternak diluar negeri menyebabkan
dilakukannya importasi bangsa sapi dari luar negeri, yakni bangsa sapi pedaging
Eropa termasuk Inggris, Amerika, New Zealand, Australia dan Afrika. Di NZ
bangsa sapi yang dikenal dengan nama exotic breed adalah Charolias,
Simmental, Limousin, Blond d’Aquitanie, Pie Rouge, South Devon, semua
berasal dari Perancis; Chinia, Marchigiana, Romagnola, berasal dari Italia;
German, Gelvieh, dari Jerman; American Brahman, Santa Gertudis, dari Amerika.
Perbedaan genetik antar bangsa disebabkan oleh 2 (dua) faktor penyebab.
1. Suatu bangsa mungkin membawa satu pasangan gen homozygot sedang
bangsa lain membawa alil gen pada bangsa pertama tersebut. Apabila
keadaan tersebut berlaku untuk semua gen yang dibawa oleh kedua bengsa
tersebut maka perbedaannya dapat ditulis sebagai berikut.
Bangsa no 1 : AA BB cc dd EE ………………………….. NN
Bangsa no 2 : aa bb CC DD ee ………………………….. nn
Argumentasi di atas tidak begitu kuat sebab hanya sedikit gen yang dibawa
oleh suatu bangsa dalam susunan homozigot.
2. Sebab kedua ialah karena frekuensi gen yang terdapat pada suatu bangsa
berlainan dengan yang terdapat pada bangsa lain. Perbedaan tersebut dapat
ditulis sebagai berikut.
Bangsa no 1 : qAA + (1-qA)a qBB + (1-qB)b qNN + (1-qN)n

221

Bangsa no 1 : qA1A + (1-qA1)a qB1B + (1-qB1)b qN1N + (1-qN1)n
Dari kedua sebab perbedaan di atas maka ada perbedaan pula seleksi antara
bangsa dan seleksi dalam suatu bangsa. Meskipun demikian pada kedua macam
seleksi tersebut yang harus diperhatikan adalah semua karakteristik produktif
yang mempunyai hubungan dengan permintaan pasar dan kondisi tatalaksana di
suatu peternakan.

Jelas bahwa suatu bangsa yang memiliki keunggulan dalam semua
karakteristik produktif terhadap bangsa yang lain maka bangsa tersebut dapat
digunakan untuk prgram perbaikan mutu lewat program grading up, dan back
crossing.

Penilaian atau pemilihan bangsa, baik purebred atapun crossbred
dilakukan lewat uji kemampuan produksi dan uji keturunan (Dalton et al., 1970).
Dalam pengujian tersebut perlu diperhatikan contoh genetik yang berasal dari
bangsa yang diuji. Variasi genetik di dalam bandas sama pentingnya dengan
variasi genetik antar bangsa. Di dalam uji keturunan setiap bangsa harus diwakili
oleh jumlah pejantan yang cukup, (minimal 10 ekor). Sedang setiap pejantan
tersebut harus diuji keturunannya dalam jumlah yang cukup. Pemerintah NZ
dalam menguji pejantan import (exotic breed), setiap pejantan dikawinkan (lewat
AB) dengan 40 – 45 ekor sapi betina.

Perlu diingat bahwa keunggulan kemampuan produksi suatu bangsa di
negeri asalnya, tidak memberikan jaminan penuh bagi keunggulannya di negara
bangsa tersebut diimport. Keadaan demikian disebabkan karena adanya
perbedaan faktor lingkungan (E). Nilai dan keuntungan penggunaan suatu
bangsa baru dapat diketahui setelah mengetahui hasil uji kemampuan produksi
yang dilakukan di tempat atau negara baru. Meskipun demikian keunggulan
kemampuan produksi suatu bangsa itu merupakan kriteria yang dipakai untuk

222

memilih suatu bangsa. Sebelum memilih individu (kelompok individu) suatu
bangsa yang akan diimport, petugas DirJen Peternakan memeriksa catatan
kemampuan produksi dan keunggulan karakteristik yang dimiliki bangsa tersebut.

Dasar perbaikan mutu atau kualitas dengan menggunakan seleksi adalah
memilih anggota populasi yang berkualitas tiriggi (bernilai pemuliaan tiriggi) dan
menyisihkan anggota yang berkualitas rendah. Pemilihan tersebut didasarkan
pada pengukuran karakteristik yang dimiliki oleh anggota populasi. Seleksi
menyebabkan pula adanya perbedaan kemampuan reproduksi, sehingga jumlah
progeni dari setiap anggota populasi berbeda. Hanya anggota yang berkualitas
tiriggi yang diberi peluang tetap tiriggal di dalam populasi, dan mengahasilkan
progeni dari generasi ke generasi berikutnya. Apabila ternak yang membawa gen
A mempunyai progeni lebih banyak dibanding dari ternak yang tidak memiliki
gen A maka akibatnya gen A dalam populasi frekuensinya akan naik setelah
seleksi dilaksanakan.

Seleksi dapat dilakukan pada periode tertentu atau tahap tertentu di dalam
daur hidup individu. Tidak semua syarat yang diperlukan dalam seleksi dapat
dikontrol oleh manusia. Sebagai akibatnya hasil seleksi buatan manusia sering
jauh berbeda dari yang ditaksir sebelumnya.

Efek genetik utama seleksi adalah kenaikan frekuensi gen yang mengontrol
karakteristik yang dikehendaki (diperbaiki) di dalam populasi. Untuk menaikkan
produksi karakteristik yang diperbaiki adalah karakteristik kuantitatif.

C. Seleksi untuk Karakteristik Kuantitatif

Karena perubahan frekuensi gen yang mengontrol suatu karakteristik tidak
dapat diamati secara langsung, maka efek seleksi diukur dari perubahan nilai
tengah populasi sebagai akibat proses seleksi. Penghitungan besarnya perubahan

223

tersebut membutuhkan pengukuran karakteristik kuantitatif dalam populasi
generasi tetua dan generasi progeni pada umur yang sama. Karena seleksi adalah
memilih calon tetua untuk generasi yang akan datang maka sebagai akibatnya
populasi awal akhirnya akan terbagi menjadi dua. Kelompok pertama adalah
individu yang terpilih, sedang kelompok kedua adalah individu yang tidak
terpilih.

Seleksi untuk karakteristik kuantitatif, pelaksanaannya melalui dua tahap.
Tahap pertama adalah pendugaan nilai pemuliaan individu. Tahap kedua adalah
mengambil keputusan berdasar nilai pemuliaan tersebut , untuk menentukan
individu yang dipilih dan yang disisihkan.

Nilai pemuliaan adalah efek genetik yang dapat dijumlahkan. Nilai tersebut
dapat ditaksir dengan menggunakan bermacam data yang berasal dari sumber
yang bermacam pula. Sumber data tersebut dapat berupa sebagai berikut.
1) Satu catatan produksi individu.
2) Lebih dari satu catatan produksi individu.
3) Catatan produksi progeni individu.
4) Catatan produksi keluarga individu.
5) Catatan produksi tetua individu.
6) Kombinasi data pada 1 – 5.

Metode Seleksi
I. Seleksi Individu

Seleksi yang didasarkan atas fenotipe karakteristik tertentu individu yang
akan diseleksi. Sesuai dengan pentahapan pelaksanaan seleksi maka yang
dibutuhkan adalah catatan produksi individu. Tergantung dari nilai daya
pewarisan karakteristik (heritabilitas, h2) maka dibutuhkan suatu atau lebih
catatan produksi. Penaksiran nilai pemuliaan dilakukan sebagai berikut.

224

a. Menaksir nilai pemuliaan menggunakan satu catatan produksi
Penaksiran nilai pemuliaan (NP) dengan menggunakan persamaan regresi
sederhana. NP diberi simbol g, dan ditaksir dengan menggunakan rumus sebagai
berikut.

Mengacu perasamaan di atas, jelas bahwa dibutuhkan nilai h2 , x dan x.
Hasil yang diperoleh dari seleksi adalah perbedaan antara nilai tengah populasi
generasi tetua sebelum seleksi dan nilai tengah populasi progeni. Perhitungan
hasil seleksi tersebut menggunakan rumus sebagai berikut.

∆G = h2 S
∆G = hasil seleksi atau respon seleksi
S = seleksi diferensial, yaitu perbedaan nilai tengah populasi awal dan populasi

tetua terpilih
Berdasar rumus yang diuraikan, dapat dimengerti bahwa h2 mempunyai fungsi
yang penting.
(1) h2 ikut menentukan nilai pemuliaan individu;
(2) h2 ikut menentukan hasil yang diperoleh dari seleksi, apabila h2 tiriggi

nilainya maka seleksi akan efektif, sedang apabila rendah nilainya maka
seleksi tidak efektif;
(3) nilai h2 memberikan indikasi kekuatan fenotipe merefleksikan nilai
pemuliaan seekor ternak; apabila h2 bernilai tiriggi maka fenotipe
merupakan indikator yang baik untuk nilai pemuliaan individu.
Seleksi Diferensial. Nilai seleksi diferensial ditentukan oleh dua faktor, 1)
proporsi populasi yang terpilih, dan 2) nilai simpang baku fenotipik karakteristik

225

yang akan diperbaiki. Apabila karakteristik yang akan diperbaiki dengan seleksi
mempunyai distribusi normal maka harga S dapat dihitung dengan menggunakan
tabel yang telah disusun. Tabel 8.12 adalah harga S untuk karakteristik yang
mempunyai distribusi normal dan simpang baku 1(satu) unit.

Tabel 8.12. Nilai S berdasar proporsi populasi yang terpilih

Proporsi populasi yang terpilih (%) Harga S
60 0,64
50 0,80
40 0,97
30 1,16
20 1,40
10 1,76
5 2,06
3 2,27
2 2,44
1 2,64

Dari rumus ∆G = h2 S yang digunakan untuk menghitung hasil (respon)
seleksi, dengan metode seleksi individu, jelas bahwa lebih dahulu harus diketahui
nilai h2 karakteristik yang akan diperbaiki.Pada sapi pedaging, dengan
mengingat nilai h2 maka metode seleksi individu dengan satu catatan produski
dapat digunakan untuk karakteristik berat sapih. Bogart (1959) melaporkan
bahwa berat sapih pertama, atau pertama dan kedua merupakan indikator yagn
baik untuk berat sapih yang akan datang. Jadi dapat pula dalam seleksi individu
digunakan dua atau lebih catatan produksi. The New Mexico station dalam
waktu 20 tahun dengan seleksi dapat menaikkan berat sapih sebersar 35 kg untuk
tiap ekor pedet.

226

b. Menaksir nilai pemuliaan menggunakan lebih dari satu catatan
produksi

Pertama yang diperlukan adalah mencari x (rataan) produksi tiap individu
berdasarkan catatan.

Efisiensi menggunakan k catatan produksi dengan menggunakan satu catatan
dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

n t=0,05 t=0,10 t=0,25 t=0,50

2 1,38 1,35 1,26 1,15

5 2,04 1,89 1,58 1,29

10 2,63 1,29 1,75 1,35

Grosman (1975)

Menggunakan catatan produksi lebih dari satu perlu diperhitungkan

tambahan biaya yang diperlukan, dan kenaikan hasil yang diperlukan, dan

kenaikan hasil yang dapat diharapkan dari seleksi.

Contoh penggunaan catatan produksi

1. Menghitung MPPA dengan satu catatan
Misal ternak yang tersedia 50 ekor, karakteristik yang akan diperbaiki dengan
seleksi adalah berat sapihan. Berat badan dari 50 ekor induk di atas dilaporkan
pada Tabel 8.14

MPPA dihitung dengan menggunakan rumus

Tabel 8.14 Contoh data berat sapih (n=50, h2 =0,25, t =0,4) )

227

No Induk Berat sapih (kg) No Induk Berat sapih(kg)

1 1(x1) 2(x2) 26 1(x1) 2(x2)
2 27
3 70 75 28 88 89
4 77 70 29 86 86
5 70 89 30 75 77
6 77 72 31 76 74
7 76 85 32 79 87
8 71 88 33 82 81
9 76 86 34 79 86
10 74 76 35 70 89
11 76 89 36 79 82
12 72 74 37 80 71
13 70 76 38 87 81
14 75 71 39 73 80
15 77 76 40 76 84
16 74 77 41 89 79
17 71 84 42 81 70
18 79 84 43 78 74
19 70 88 44 77 75
20 74 70 45 78 82
21 75 77 46 84 89
22 82 82 47 89 81
23 89 89 48 77 75
24 81 70 49 85 74
25 75 89 50 89 79
74 85 89 88
79 85 82 86

1884 2007 2028 2019

Tabel 8.15. Nilai MPPA yang dihitung menggunakan satu catatan

No Induk MPPA No Induk MPPA

228

1 74,94 26 82,14
2 77,74 27 81,34
3 74,94 28 76,94
4 77,74 29 77,34
5 77,34 30 78,54
6 75,34 31 79,84
7 77,34 32 78,54
8 76,54 33 74,94
9 77,34 34 78,54
10 75,74 35 78,94
11 74,94 36 81,74
12 76,94 37 76,14
13 77,94 38 77,34
14 76,54 39 82,54
15 75,34 40 79,34
16 78,54 41 78,14
17 75,94 42 77,74
18 76,54 43 78,14
19 76,94 44 80,54
20 79,74 45 82,54
21 82,54 46 77,74
22 79,34 47 80,94
23 76,94 48 82,54
24 76,54 49 82,54
25 78,54 50 79,54

Kalau jumlah induk yang akan dipertahankan 40 ekor maka berarti harus
dipilih 10 ekor induk yang mempunyai MPPA di urutan 10 dari bawah. Rae
(1970) menyokong mendapat peneliti Amerika yang menyatakan bahwa berat

229

sapih yang tiriggi dapat dipakai sebagai petunjuk bahwa induk tersebut akan
menghasilkan progeni dengan berat sapih yang tiriggi pula pada waktu yang akan
datang.

Sepuluh induk yang dikeluarkan adalah No 1, 3, 6, 8, 10, 14, 15, 18, 24
dan 37. Nilai tengah populasi yang baru ( x ) menjadi (3912 – 723)/40 = 79,73
x 1(c) – x1 = 1,485 kg (79,925 – 78,24), untuk 40 ekor = 40 x 1,485 kg = 59,4
kg

Dari contoh terbukti bahwa dengan mengelurakan 10 ekor induk yang
mempunyai MPPA 10 terendah, berat sapih rata-rata naik menjadi 79,725
dengan catatan pengaruh faktor luar dianggap sama.

2. Menghitung MPPA menggunakan dua atau lebih catatan produksi

Rumus yang digunakan
Hasil menggunakan rumus tersebut dapat diperiksa pada Tabel 8.16, dengan
menggunakan data berat sapih pada Tabel 8.14.

Setelah dihitung maka MPPA 50 induk diperoleh seperti pada Tabel 8.16.

Kalau yang dipertahankan 40 ekor maka 10 ekor yang harus dikeluarkan adalah

induk no 1, 2, 4, 8, 10, 11, 12, 17, 18 dan 32.

Karena 10 induk tersebut di atas dikeluarkan, maka rataan berat sapih yang baru

menjadi (3950-752,14)/40 = 79,95 ( x )

Tabel 8.16. Nilai MPPA yang dihitung dengan dua catatan produksi

No Induk (x1+x2)/2 MPPA No Induk (x1+x2)/2 MPPA

1 72,50 75,37 26 88,50 84,49

2 73,50 75,94 27 86,00 83,07

230

3 79,50 79,36 28 76,00 77,37

4 74,50 76,51 29 75,00 76,80

5 80,50 79,93 30 83,00 81,36

6 79,50 79,36 31 81,50 80,50

7 81,00 80,21 32 72,50 75,37

8 75,00 76,80 33 79,50 79,36

9 82,50 81,07 34 80,50 79,93

10 73,00 75,66 35 75,50 77,08

11 73,00 75,66 36 84,00 81,93

12 73,00 75,66 37 76,50 77,65

13 76,50 77,65 38 80,00 79,65

14 75,50 77,08 39 84,00 81,93

15 77,50 78,22 40 75,50 77,08

16 81,50 80,50 41 76,00 77,97

17 79,00 70,09 42 76,00 77,37

18 72,00 75,09 43 80,00 79,65

19 76,00 77,37 44 86,50 83,35

20 82,00 80,79 45 85,00 82,50

21 89,00 84,78 46 76,00 77,37

22 75,50 77,08 47 79,50 79,36

23 82,00 80,79 48 84,00 81,93

24 79,50 79,36 49 88,50 84,49

25 82,00 80,79 50 84,00 81,93

Setelah 10 ekor induk tersebut dikelurkan dari populasi maka nilai tengah
berat sapih yang baru ( x ) = (3950-752,4)40 = 79,95. Induk yang terpilih
berbeda dengan induk yang terpilih menggunakan satu catatan.

Kesimpulannya, dengan menggunakan catatan produksi ternak , peternak
dapat meningkatkan karakteristik produksi (misal berat sapih) yang dikehendaki.

3. Menggunakan satu catatan produksi induk untuk menaksir NP
(Nilai Pemuliaan atau Breeding Value)

Rumus yang digunakan NP = h2 (x- x ) Penaksiran NP dipakai dalam
seleksi untuk memilih calon induk atau pejantan untuk tetua generasi yang akan

231

datang. Untuk memudahkan perhitungan maka digunakan data berat sapih pada
Tabel 8.16.

Tujuannya adalah meningkatkan rata-rata berat sapih pada populasi generasi
yang datang (anak). Jadi akan dipilih induk atas dasar nilai pemuliannya.
Heritabilitas yang digunakan, h2 =0,25, x = 78,24. NP positip rata-rata =
28,74/21 = + 1,368

Dengan menggunakan induk no 16, 20, 21, 22, 25, 26, 27, 30, 31, 32, 34,
35, 36, 39, 40, 44, 45, 47, 48, 49, dan 50 maka berat sapih rata-rata dalam
populasi induk terpilih 83,7 kg.

Seleksi diferensial = 83,7 - 78,24 = 5,47 kg. Respon seleksi dihitung
dengan rumus ∆G = h2 x S = 0,25 (83,70 – 78,24) = 1,368

Tabel 8.17 Nilai pemuliaan h2 = 0,25 dan x = 78,24

No induk NP No induk NP

1 -2,06 26 +2,44
2 -0,31 27 +1,94
3 -2,06 28 -0,81
4 -0,31 29 -0,56
5 -0,56 30 +0,19
6 -1,81 31 +0,94
7 -0,56 32 +0,19
8 -1,06 33 -2,06
9 -0,56 34 +0,19
10 -1,56 35 +0,44
11 -2,06 36 +2,19
12 0,81 37 -1,31

232

13 -0,31 38 -0,56
14 -1,06 39 +2,69
15 -1,81 40 +0,69
16 +0,19 41 -0,06
17 -2,06 42 -0,31
18 -1,06 43 -0,06
19 -0,81 44 +1,44
20 +0,94 45 +2,69
21 +2,69 46 -0,31
22 +0,69 47 +1,69
23 -0,81 48 +2,69
24 -1,06 49 +2,69
25 +0,19 50 +0,94

4. Menghitung Nilai Pemuliaan dengan menggunakan dua atau lebih
Catatan produksi

Penaksiran Nilai pemuliaan dengan menggunakan dua atau lebih catatan
produksi, berat sapih pada Tabel 8.14, ditaksir dengan menggunakan rumus:
Setelah dihitung maka diperoleh nilai pemuliaan yang disusun pada Tabel 8.18

Tabel 8.18. NP hasil penaksiran dengan menggunakan dua catatan produksi ( (x1
+x2)/2, Pada Tabel 8.14)

No induk NP No induk NP

1 -2,40 26 +3,36
2 -2,04 27 +2,46
3 +0,12 28 -1,14
4 -1,68 29 -1,50
5 +0,48 30 +1,38
6 +0,12 31 +0,86
7 +0,66 32 -2,40
8 -1,50 33 +0,12
9 +1,20 34 +0,48
10 -2,22 35 -1,32
11 -2,22 36 +1,74
12 -2,22 37 -0,96

233

13 -0,96 38 +0,30
14 -1,32 39 +1,74
15 -0,60 40 -1,32
16 +0,84 41 -1,14
17 -0,60 42 1,14
18 -2,58 43 +0,30
19 -1,14 44 +2,64
20 +1,02 45 +2,10
21 +3,31 46 -1,14
22 -1,32 47 +0,12
23 +1,02 48 +1,74
24 +0,12 49 +3,36
25 +1,02 50 +1,74
NP positip rata-rata = 34,35/27 = 1,27

Dari perhitungan ketiga diperoleh 21 induk yang mempunyai NP positif,
dan dari perhitungan keempat diperoleh 27 induk yang mempunyai NP positif.
Nilai pemuliaan positif pada perhitungan ketiga dan keempat diperoleh + 1,368
dan + 1,270.
Diketahui pula bahwa x populasi pada perhitungan ketiga = 78,24 kg
(menggunakan satu catatan produksi ), dan pada perhitungan keempat = 79,18
kg (menggunakan dua catatan produksi).

Dari perhitungan ketiga kalau 20 induk yang mempunyai NP+ dipilih
sebagai induk untuk generasi yang akan datang maka populasi induk baru
tersusun seperti pada Tabel 8.19

Tabel 8.19. Dua puluh induk dengan NP+ yang terpilih

No No Berat NP + No urut No Berat NP +
urut induk sapih Induk sapih
0,44
1 20 82 0,94 11 35 80 2,19
87 2,69
2 21 89 2,69 12 36 89 0,69
81 1,44
3 22 81 0,69 13 39 84

4 25 79 0,19 14 40

5 26 88 2,44 15 44

234

6 27 86 1,94 16 45 89 2,69
7 30 79 0,19 17 47 85 1,69
8 31 82 0,94 18 48 89 2,69
9 32 79 0,19 19 49 89 2,69
10 34 79 0,19 20 50 82 0,94

Kalau digambar sebagai berikut

Pada contoh yang te1ah diuraikan di atas jelas bahwa ke 20 induk tersebut
hanya. akan menghasi1kan keturunan dengan berat sapih rata-rata 79,67 kg.
(78,24 + 1,43) , kalau pejantan yang dipakai juga mempunyai NP = + 1,43; Induk
mempunyai nilai pemuliaan + 1,43 untuk karakteristik berat sapih, berarti bahwa
apabila induk tersebut dikawinkan dengan pejantan yang mempunyai NP = 0

235

maka anak betinanya akan mempunyai anak dengan berat sapih + 1,43/2 di atas
berat sapih rata-rata yang dimiliki generasi induknya, pada contoh

Induk dengan NP + 1,43 x pejantan dengan NP = 0 =
(Berat sapih 84 kg ) (anak dari induk dg berat sapih 78,24 kg
= rata-rata populasi)

Perkawinan tersebut akan menghasilkan anak betina yang mempunyai anak
dengan berat sapih = 78,24 + ½(1,43) = 78,96 kg

Dikawinkan dengan

maka akan menghasilkan progeni yang menghasilkan cempe dengan berat sapih
= 78,24 kg (rataan populasi) + ½(1,43) kg (dari induk ) + ½(1,43) kg (dari
pejantan) = 78,24 + 1,43 = 79,67 kg

Dapat diperjelas dengan gambar (path diagram)

236

Seleksi diferensial dapat dihitung dengan menggunakan bantuan tabel
(hal…). Langkah yang pertama adalah menetapkan proporsi induk yang
dipertahankan, misal 40%. (20 induk) . Kemudian gunakan tabel, untuk mencari
nilai pada baris untuk proporsi yang dipertahankan 40%.
Pada tabel diperoleh angka 0,7

Kalau pada perhitungan 4) (menggunakan dua catatan produksi) juga hanya 40%
(20) induk yang dipertahankan maka akan diperoleh seperti pada Tabel 8.20.

Tabel 8.20 Nilai pemuliaan 20 indukyang ditaksir dengan dua catatan produksi

No No Berat NP + No urut No Berat NP +
urut induk sapih Induk sapih
0,48 11 1,38
1 5 80,5 0,66 12 30 0,86
2 7 81,0 1,20 13 31 0,12
3 9 82,5 0,84 14 33 0,48
4 16 81,5 1,02 15 34 1,74
5 20 82,0 3,31 16 36 0,30
6 21 88,5 1,02 17 38 1,74
7 23 82,0 1,02 18 39 2,64
8 25 82,0 3,36 19 44 1,74
9 26 88,5 2,46 20 48 3,36
10 27 86,0 49

Pada data di atas terlihat bahwa induk yang terpilih tidak sama dengan

kalau memakai hanya satu catatan produksi. Hasil pada Tabel 8.20 , NP lebih
tiriggi disebabkan karena h2 yang ditaksir dengan dua catatan produksi lebih

tiriggi yakni 0,36.

237

Dari contoh di atas jelas terlihat bahwa seleksi mampu menaikkan nilai
tengah populasi atau dengan perkataan lain karakteristik yang dikehendaki dapat
dinaikkan. Kenaikan ini tidak akan hilang tetapi diturunkan dari generasi ke
generasi yang berikutnya (generasi progeni).

5. Memilih Calon Induk atau Calon Pejantan
Apabila pada contoh 3 dan 4 dihendaki untuk menambah populasi induk

dari 20 yang terpilih menjadi 30 maka harus dipilih calon induk tambahan. Calon
induk tersebut dapat dipilih dari anak 10 induk yang mempunyai NP dengan
urutan 1 sampai 10 dari atas.

Jadi untuk calon induk dipilih pedet dari induk (dari contoh 4 Tabel 8.16)

238

No 49, 26, 21, 27, 44, 45, 48, 36, 39, dan 50. Demikian halnya apabila akan
memilih calon pejantan, misal 2 (dua) ekor maka dipilih dari anak induk No 20
dan 26 yang mempunyai NP = + 3,36. Dengan menggunakan pejantan yang
mempunyai NP > NP maka dari generasi ke generasi nilai tengah populasi akan
naik.

Sebagai contoh, misal pejantan dengan NP = +3,36 dikawinkan dengan
induk yang mempunyai NP = +1,66 maka progeninya akan mempunyai berat sapi
rata-rata = (3,36 + 1,66)/2 = 2,51 kg di atas rerata berat sapih populasi tetuanya.
Nilai tengah berat sapih populasi progeni akan naik menjadi 83,8 + 2,51 = 86,31
kg. Kalau ditirijau dari berat sapih awal, maka terlihat bahwa nilai tengah
populasi dari 79,18 kg dapat dinaikkan menjadi 80,84 kemudian dapat dinaikkan
lagi menjadi 86,31 kg. Dari contoh yang sederhana tersebut dapat dimengerti
bahwa kalau seleksi segera dimulai, dan dilakukan dengan cermat, maka di waktu
akan datang karakteristik produktif sapi potong dapat dinaikkan dengan pasti.
Jelas apa yang dicapai oleh stasiun perocobaan di luar negeri, yaitu menaikkan
berat sapih sebesar 35 kg per ekor dalam waktu 20 tahun bukan sesuatu yang
mustahil. Cara yang yang lebih cepat ialah apabila dilakukan juga crossbreeding
atau grading up. Misal di Indonesia, menggunakan bibit unggul import.

II. Seleksi Famili atau Keluarga

Pada metode seleksi famili, individu yang dipilih sebagai induk atu pejantan
didasarkan pada Np-nya yang dihitung dari data produksi keluarga individu
tersebut. Famili atau keluarga adalah kelompok individu yang mempunyai
hubungan keturunan disebabkan mempunyai tetua bersama, dapat berupa induk
dan pejantan, induk atau pejantan, atau tetua bersama yang lebih jauh (nenek dan

239

atau kakek). Berdasar batasan tersebut maka famili dapat berupa kelompok
saudara kandung (full sib), dan saudara setengah kandung (half sib).

Oleh karena itu pada seleksi famili, informasi atau data yang dibutuhkan
adalah catatan produksi anggota famili dan rata-rata produksi famili.

Sebagai contoh misal Falultas Peternakan Unsoed memiliki 4 (empat)
kelompok famili setengah kandung dari progeni pejantan American Brahman, A,
B, C dan D. Untuk memudahkan misal masing-masing keluarga terdiri dari 10
individu. Famili tersebut dapat dimisalkan sebagai berikut.

Tabel 8.21 Famili saudara setengah kandung

Keluarga Pejantan Nomor Progeni

I A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

II B 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

III C 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

IV D 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Dalam seleksi famili, misal karakteristik laju pertumbuhan yang akan diperbaiki.
Maka akan digunakan data pertambahan berat badan harian yang telah dikoreksi
untuk jenis kelamin dan umur induk.

Dari famili di atas akan dipilih 10 calon induk atau pejantan . Maka
pemilihan tersebut akan didasarkan pada data yang telah terkumpul. Misal data
yang diperoleh sebagai berikut.

240

Tabel 8.22. Data pertambahan berat badan harian (gram)

Keluraga

I/A II/B III/C IV/D
526
1 400 309 403 406
2 585 600 460 429
397
3 346 553 376 595
403
4 304 316 386 436
585
5 537 396 309 340
304
6 482 577 331 4421
442,1
7 332 495 460

8 593 446 444

9 364 467 351

10 596 348 386

∑ 4539 4507 4086

xf 453,9 450,7 408,6

xf 438,6

Dari famili di atas misal akan dipilih 10 ekor calon induk/pejantan. Maka
pemilihan dijalankan sebagai berikut.

a. Kalau pemilihan berdasar kemampuan individu maka akan dipilih 10 ekor
individu yang mempunyai kemampuan atau NP teratas.; yang terpilih
adalah\

241

No PBBH No PBBH
2 600 16 577
10 596 13 553
8 593 3 537
2 585 29 531
38 585 31 526
b. Kalau didasarkan nilai tengah famili, maka seluruh anggota keluarga I
terpilih (nilai tengahnya tertiriggi = 453,9)
c. Kalau didasarkan nilai individu dan famili maka individu nomor 31 dapat
tidak terpilih karena nilai tengah famili lebih rendah dari nilai tengah
keluarga A dan B.

Cara Menghitung Nilai Pemuliaan Menggunakan 2 (dua) cara

(1) Menggunakan nilai tengah famili untuk menghitung nilai pemuliaan
anggota famili secara random, dengan menggunakan nilai tengah famili.

(2) Menggunakan nilai tengah famili untuk menghitung nilai pemuliaan
anggota keluarga yang belum mempunyai data (masih muda).

242

Cara pertama
Perhitungan nilai pemuliaan akan mudah dengan bantuan diagram path

coefficient.

Keluarga I/A

G1 h x1

G2 h x2

G3 h x3

G4 h x4

G5 h x5 xI=453,9

G6 h x6

G7 h x7

G8 h x8

G9 h x9

G10 h x10

Untuk keluarga II/B, III/C dan IV/D dapat disederhanakan sebagai berikut.

g10 h x10

g11 h x11 y xf2

. .y

g20 h x20

g21 h x21
g22 h x22 y xf3
. .y
g30 h x30

243


Click to View FlipBook Version