The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Microsoft Word - BUKU_AJAR_PEMULIAAN_TERNAK_429_EDIT_Y.doc

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by soedito, 2019-11-02 22:30:25

Microsoft Word - BUKU_AJAR_PEMULIAAN_TERNAK_429_EDIT_Y.doc

Microsoft Word - BUKU_AJAR_PEMULIAAN_TERNAK_429_EDIT_Y.doc

PERBAIKAN MUTU GENETIK
DAN VARIANSI GENETIK

Variasi kualitatif dan kuantitatif

Tujuan peningkatan mutu genetik adalah meningkatkan efisiensi
reproduksi dan produksi dengan meningkatkan kemampuan reproduksi dan
produksi setiap ternak di dalam populasi. Menaikkan nilai tengah populasi
biasanya dinyatakan sebagai produksi per individu. Misal 15 l susu per ekor, 19
kg wol per ekor, 200 butir telur per ekor dst.

Menaikkan produk per individu tidak selalu sama dengan menaikkan
keuntungan ekonomis. Keadaan demikian disebabkan karena menaikkan
produksi biasanya diikuti dengan kenaikan ongkos produksi. Diperoleh banyak
bukti bahwa individu yang lebih produktif biasanya lebih efisien dalam
menggunakan pakan. Apabila fenomena tersebut benar maka tidak menyebabkan
kesalahan yang besar apabila karakteristik dinyatakan dalam unit produksi per
individu. Perlu selalu diperhitungkan dan ditirijau kembali efisiensi produksi
apabila produksi individu naik. Individu yang lebih produktif akan membutuhkan
pakan yang lebih banyak, tetapi biasanya lebih rentan terhadap penyakit.

Asumsi yang digunakan dalam membahas karakteristik ialah bahwa suatu
karakteristik ditentukan paling tidak oleh kombinasi gen atau yang sering disebut
dengan potensi genetik individu. Berdasar asumsi tersebut maka perbedaan antara

94

individu (kemampuan produksinya) menghasilkan suatu produk, sebagian
ditentukan oleh perbedaan kombinasi gen (potensi gen) yang dimiliki individu.

Pertanyaan yang perlu dijawab ialah - Bagaimana sesungguhnya
perbedaan tersebut terjadi ? Apakah kita dapat memanfaatkan perbedaan
tersebut?. Jawaban pertanyaan tersebut akan ditemui dalam mengikuti kuliah dan
membaca materi kuliah, mengikuti praktikum, diskusi dan membaca sumber
pustaka yang lain (di perpustakaan).

Beberapa perbedaan (genetik) tampak jelas pada individu dan dapat
diklasifikasikan dalam klas diskrit. Misal, warna kulit pada sapi, laju
pertumbuhan bulu pada ayam. Karakteristik yang masuk dalam klas diskrit
disebut karakteristik discontiriues atau kualitatif. Tidak semua karakteristik
kualitatif jelas dapat dilihat, misal gol darah, memerlukan bantuan teknik tertentu
untuk dapat membedakan golongan darah. Karakteristik kualitatif kalau
digunakan untuk mengelompokkan individu akan diperoleh klas diskrit.
Misalnya, pada sapi Shorthorn, RR merah, Rr roan (merah campur putih) dan
rr putih (tidak ada pigment). Untuk karakteristik tertentu, meskipun fenotipenya
diketahui, pengetahuan tersebut tidak dapat digunakan untuk spesifikasi individu
secara sempurna.

Berbeda dengan karakteristik kualitatif, karakteristik yang ekonomis
(kuantitatif) umumnya karakteristik yang tidak dapat dipakai untuk
mengelompokkan individu menjadi klas diskrit, tetapi dapat dalam klas
contiriues. Misal produksi susu pada laktasi pertama berkisar dari 800 l sampai
4000 liter. Berarti pada laktasi pertama tersebut ada kisaran variasi
(perbedaan/selisih) yang kontiriyu, seperti yang telihat dalam Gambar 4.1.

95

Gambar 4.1 Klas contiriues 3200 4000 l

800 1600 2400

Perbedaan karakteristik kualitatif dan kuantitatif dapat dijelaskan sebagai berikut.

Karakteristik kualitatif Karakteristik kuantitatif

Diskripsi dan analisinya Diskripsi dan analisinya ditirijau dari
secara individual populasi

Diskripsi variasi kuantitatif pada contoh di atas bagian terbesar individu
mempunyai produksi di sekitar nilai tengah, sebagian kecil anggota populasi
mempunyai produksi menjauhi nilai tengah.

-2σ -1σ 0 +1σ +2σ
Gambar 4.2 Frekuensi distribusi produksi susu dalam standar

deviasi , liter susu
Kurva frekuensi Gambar 4.2 dapat dicirikan dengan besaran, rata-rata
aritmetik atau mean, dan standar deviasi atau simpang baku. Kurang lebih 2/3
(dua pertiga) anggota populasi terletak di daerah -2σ s/d +2σ. Besaran pengukur
yang lain adalah variansi (variansi = kuadrat simpang baku). Variansi
disimbolkan dengan V dan simpang baku disimbolkan dengan σ. Berdasar con-

96

toh pada Gambar 1 dan 2 dapat dimengerti bahwa 2/3 anggota populasi
produksinya berkisar dari 1600 s/d 3200 liter (karena σ = 400 liter).

Komponen Variasi

Telah diuraikan bahwa hanya dengan mengetahui fenotipe individu, kita
tidak dapat dengan pasti menentukan kombinasi gen yang dimiliki individu.

Konsep Genetik

1. Landasan genetik atau konsep genetik karakteristik kuantitatif

adalah kompleks.

Banyak pasangan gen mempengaruhi ekspresi atau pemunculan karakteristik
kuantitatif. Beberapa gen pengaruhnya terhadap fenotipe adalah kecil

.
Telah banyak macam analisis dijalankan untuk mengetahui berpasang gen

mempengaruhi karakteristik kuantitatif tertentu. Estimasi yang diperoleh tidak
cermat. Hasil yang diperoleh melaporkan , ada petunjuk bahwa jumlah pasangan
gen tersebut berkisar 10 (sepuluh) sampai dengan 100 (seratus) pasang. Lepas dari
hasil tersebut yang bagi kita adalah, bagaimna kita dapat menaksir dan
selanjutnya dapat memilih individu dengan kombinasi gen atau potensi genetik
yang tidak diketahui dengan pasti berdasarkan hasil pengukuran karakteristik

97

kuantitatif. Proses fisiologik baik yang bersifat hormonal maupun enzymatik
banyak terlihat dalam pemunculan karakteristik kuantitatif.

2. Ekspresi karakteristik kuantitatif tidak hanya tergantung pada

kombinasi gen, tetapi juga pada faktor lingkungan.

Dua individiu monozygote indentical twin memiliki kombinasi gen yang
sama. Apabila kedua individu tersebut dipelihara di bawah faktor lingkungan
yang berbeda maka akan memunculkan karakteristik kuantitatif yang berbeda
pula. Gambarannya sebagai berikut.

2

Gambar 4.3 Gambaran ekspresi potensi genetik yang sama di bawah pengaruh
Faktor lingkungan yang berbeda

98

Berdasar penggambaran di atas dapat dimengerti bahwa perbedaan/variasi
ekspresi karakteristik ( P1, P2, P3 dan P4) disebabkan atau ditentukan oleh
perbedaan genetik dan atau lingkungan (iklim, cuaca, tata ransum, tata
perkawinan, sinatasi dll).

Setiap individu mempunyai kombinasi gen yang tetap dari saat individu
terbentuk sampai saat individu tersebut mati atau dihilangkan manusia.
Penyimpangan dari kejadian tersebut dapat terjadi apabila ada proses dapat
menimbulkan mutasi. Mengetahui hanya fenotipe individu tidak memberi
informasi bagaimana kemampuan berproduksi individu telah ditentukan oleh
kombinasi gen yang dimiliki individu.

Contoh yang telah diuraikan memunculkan problema pokok yang kita
hadapi dalam membahas dan mempelajari karakteristik kuantitatif.

Misal dapat dipertanyakan, Berapa proporsi variasi total yang ada di
dalam satu populasi yang merupakan variasi genetik ?

Pertanyaan tersebut dapat dijawab setelah beberapa batasan ditetapkan.
Batasan tersebut, ialah Kemampuan produksi seekor individu yang diukur
berdasar satu karakteristik ditentukan oleh genotipe atau kombinasi gen yang
dimiliki individu tsb dan pengaruh faktor lingkungan yang diterima individu
tersebut selama berproduksi-. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut.

P=G+E

P = nilai fenotipe individu (dinyatkan sebagai kemampuan produksi yang
terukur; n liter susu, n butir telur, n kg daging )

G = nilai pemuliaan (dengan mengabaikan efek dominan dan epistasis)
E = efek atau pengaruh faktor lingkungan (dapat positif atau negatif)

99

Nilai Pemuliaan (Breeding Value)

Misal suatu genotipe dapat dibangkitkan berulang kali, dan hasil
pembangkitan genotipe yang sama tersebut dipelihara di bawah faktor
lingkungan yang berbeda. Dapat digambarkan secara sederhana sebagai berikut.

P1 P2 P3 P4

E1 E2 E3 E4

P5 P6
E5 E6

Gambar 4.4 Individu dengan G yang berbeda dipelihara di E
yang berbeda memunculkan P yang berbeda

Performans atau kinerja dari G yang berinteraksi dengan E yang berbeda
akan memunculkan P yang berbeda pula. Di dalam populasi yang besar maka

dapat diasumsikan bahwa efek faktor lingkungan terdistribusi acak dan normal
sehingga memiliki µ = 0 dan σ = 1.; dapat dijelaskan sebagai berikut.

P G E pengaruh E
P1 = G + E1 (+)
P2 = G + E2 (-)
P3 = G + E3 (+)

100

P4 = G + E4 (-)
P5 = G + E5 (+)
Pn = G + En (-)

Σ = P = G + 0 (+)

Karena asumsi jumlah seluruh efek faktor lingkungan sama dengan nol
maka kemampuan produksi rata-rata individu (dengan genotipe tertentu) sama
dengan nilai pemulaian genotipe yang dimilikinya. Atau, apabila sejumlah
individu yang berbeda genotipenya merupakan satu populasi (misal seluruh sapi
dalam populasi tersebut memiliki laktasi pertama), maka untuk populasi tersebut
berlaku P = G. Nilai tengah populasi sama dengan nilai tengah fenotipe, dan
sama dengan nilai tengah genotipe seluruh anggota populasi. Dapat dijelaskan
seperti pada Gambar 4.

N P=G

P = Σ P/N

1

P=G+E Gi =Gj ya E=0 P=G

tidak tidak

P=G

101

Gambar 4.5 Interaksi G dengan E menghasilkan P

Harus diingat bahwa kemampuan individu diasumsikan sama dengan P,
dan P = G + E. Berdasar dari Gambar 3 dan 4 dapat disimpulkan bahwa variasi
dalam suatu karakteristik di suatu populasi disebabkan oleh perbedaan genetik
antar individu dan faktor lingkungan. Dalam bentuk persamaan dituliskan
sebagai berikut.

Variansi P = Variansi G + Variansi E atau VP = VG + VE
Angka banding (VG/VP) disebut heritabilitas = h2 = heritability
karakteristik.

Variansi, Heritabilitas dan Perbaikan Mutu Genetik

Tujuan program pemuliaan ternak adalah menaikkan atau memperbaiki
produktifitas rata-rata populasi ternak yang dikembangkan. Dari urian di muka
dapat diketahui bahwa peningkatan produktifitass untuk suatu karakteristik dapat
diperoleh dengan jalan menaikkan nilai pemuliaan rata-rata.

Berbeda dengan tujuan pemuliaan yang sering digariskan oleh para stud
breeder tersebut, tujuan yang lain adalah tidak hanya mencapai sampai tingkat
produksi yang ideal di dalam populasi yang sekarang, tetapi merubah seluruh
populasi sehingga nilai tengah dapat dinaikkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Bagaimana cara mencapai tujuan tersebut ?

Konsep dasar program pemuliaan ternak adalah memilih kelompok
individu generasi sekarang untuk dapat dijadikan tetua generasi yang akan datang.
Masalah yang dihadapi adalah – Bagaimana dapat memilih individu yang terbaik
tersebut untuk dijadikan tetua generasi yang akan datang ? Supaya dapat

102

menjawab pertanyaan tersebut perlu diketahui dan ditetapkan 1) batasan

karakterisik (kemampuan produksi ) yang akan diperbaiki, 2) cara mengukur

karakteristik tersebut, 3) metode seleksi dan program kerja.

Hasil perbaikan atau peningkatan mutu genetik tergantung atau

dipengaruhi oleh variansi genetik yang ada di dalam populasi yang akan

diperbaiki. Dibahas lebih dahulu dua kasus ekstrim di bawah ini.

1) Misalkan variasi fenotipe (untuk karakteristik tertentu) di dalam suatu

populasi diketahui sebagai berikut.

VG =0 VP = VE h2 =0 h2 = (VG/VP) = 0

Apabila seleksi dilakukan untuk memperbaiki karakteristik tersebut maka :

nilai tengah tetua terpilih lebih tiriggi (baik) dari nilai tengah populasi tetua awal;

generasi progeni mempunyai nilai tengah sama dengan nilai tengah populasi

tetua awal;

berarti tidak ada kenaikan mutu genetik.

Generasi tetua P Ps VG=0
Generasi progeni VP=VE

h2=0

Po ∆G=0

103

2) Misalkan variasi genotipe untuk karakteristik yang lain disebabkan oleh

(seluruhnya) faktor genetik, maka diketahui sebagai berikut.

VE = 0 VP = VG h2 =1 h2 = (VG/VP) = 1

Apabila seleksi digunakan untuk memperbaiki karakteristik tersebut maka

akan terjadi sebagai berikut.

a) Nilai tengah tetua terpilih lebih tiriggi dari nilai tengah tetua awal.

b) Nilai tengah keturunan (progeni) akan mempunyai nilai tengah sama

dengan nilai tengah tetua terpilih.

c) Pebaikan yang diperoleh maksimal.

Generasi tetua P Ps VE=0
Generasi progeni VP=VG

h2=1

Po ∆G=maksimal
Gambar 4.7 Keadaan ekstrim, VE=0

104

BAB V
GENETIKA POPULASI

Dalam membicarakan pewarisan gen multipel maka pendekatan dengan
memakai genetika Mendel. tidak lagi dapat dipakai secara eksperimentil.
Mengapa demikian, disebabkan karena genotipe individu tidak dapat dikenali.
Sebagai akibatnya angka banding keturunan hasil suatu perkawinan tak dapat
diamati dan tidak dapat dipakai sebagai informasi. Oleh karena itu unit yang
dipelajari tidak lagi famili atau kelompok lebih bcsar yang terdiri dan beberapa
famili.

Kensep baru perlu dipakai, perlu untuk mempelajari karakteristik genetik
yang dimiliki oleh suatu populasi, disebut Genetika Populasi. Perlu diingat bahwa
perbedaan genetika Mendel dan genetika populasi adalah bahwa pada yang
pertama yang dipelajari adalah individu, dikelompokkan da1am kelas atau
kelompok (genotipe) yang berbeda, sedang pada genetika populasi yang dipelajari
adalah pengukuran karakteristik (yang dikontrol oleh mutlipel gen) pada
individu. Sehingga pcrlu dipelajari pewarisan pengukuran (inheritance of
measurements).

1. Frekuensi Gen

Frekuensi gen A, adalah proporsi lokus di dalam populasi yang membawa
gcn A. Misalknn kita punya populasi dengan sepasang gen , A dan a (untuk 1ebih
sepasang cara penghitungannya sama). Di dalam populasi akan kita dapati tiga
macam genotipe yakni: AA, Aa dan aa. Populasi ini dapat pula dinyatakan dalam
bentuk frekuensi ketiga genotipe tersebut, disebut frekuensi genotipe atau
frekuensi zigotik.

105

Suatu populasi ternak pada kenyataannya adalah suatu kelompok (sebagian)
hasil perkawinan antara individu anggota populasi tersebut (hasil perkawinan
silang dalam). Dalam populasi tersebut terjadi pewarisan gen dari satu gcnerasi
ke generasi yang berikutnya, jelas bukan genotipe yang diwariskan tetapi
genotipe akan terpecah lebih dahulu pada waktu meiosis, dan gen (kombinasi)
yang kemudian diwariskan.

Teladan 5.1 Mencari Frekuensi Gen

Jumlah individu AA Aa aa Jumlah
Jumlah lokus gen A
Jumlah lokus gen a 40 50 10 100
Jumlah lokus 80 50 0 130
0 50 20 70
180 100 20 200

Keuntungan menggunakan frekuensi gen ialah menghemat (ekonomis)
sebab, misal untuk sepasang gen cukup satu frekuensi gen; tetapi kalau
menggunakan frekuensi genotipe maka dibutuhkan 3 (tiga) frekuensi (AA, Aa,
aa). Untuk n pasang gen hanya dibutuhkan n frekuensi gen, tetapi untuk frekuensi

genotipe dibutuhkan 3n.

2. Kawin Acak (Random matirig or Panmixia)

Disebabkan karena sigot adalah hasil persatuan gamet (♂ + ♀) maka
frekuensi sigotik ditentukan oleh cara perkawinan individu ( penghasil gamet).
Kawin acak terjadi apabila setiap macam gamet jantan mempunyai kemungkinan
bertemu dengan setiap macam gamet betina dengan peluang sebesar proporsi
gamet betina di dalam populasi.

106

3. Frekuensi Gen dan Frekuensi Zigotik

Misal di dalam suatu populasi terjadi kawin acak. Frekuensi gen A sama
dengan qA dan frekuensi gen a sama dengan (1- qA). Keadaan demikian berarti
bahwa gamet yang dihasilkan oleh populasi tersebut sebanyak qA akan membawa
gen A, dan sebanyak (1- qA). gamet akan membawa gen a. Kawin acak yang
terjadi dapat digambarkan sebagai berikut.

Spermatozoa
Aa
q (1-q)

Aq q2 AA q(1-q) Aa

Telur a (1-q) (1-q)q aA (1-q)2 aa

0,8 A 0,2a
(q) (1-q)

0,8A 0,64 AA 0,16
(q) 0,16 Aa Aa

0,2 0,04 aa
a

4. Hukum Hardy-Weinberg

Hukum Hardy - Weinberg mula-mula diketemukan oleh Hardy dan
Weinberg secara tersendiri pada tahun 1908.

Hukum tersebut berbunyi - Apabila di dalam suatu populasi kawin acak
yang berukuran besar dan tertutup tidak terjadi mutasi, migrasi atau seleksi maka:
(1) frekuensi sigotik sama dengan kuadrat frekuensi genetik, dan

107

(2) frekuensi gen dan frekuensi genotipe akan tetap dari generasi ke generasi atau

berada dalam keadaan equilibrium (seperti pada teladan).

Sebagai konsekuensi dari hukum H-W tersebut ialah bahwa, berapapun besar atau

nilai frekuensi genotipe awal maka satu generasi hasil kawin acak akan

memberikan frekuensi sesuai dengan harapan hukum H-W.

Genotipe

AA Aa Aa

q q2 2q(1-q) (1-q)2

0,00 0,0000 0,0000 1,0000

0,01 0,0001 0,0198 0,9801

0,10 0,0100 0,1800 0,8100

0,30 0,0900 0,4200 0,4900

0,50 0,2500 0,5000 0,2500

0,70 0,4900 0,4200 0,0900

0,90 0,8100 0,1800 0,0100

0,99 0,9801 0,0198 0,0001

Dari tabel di atas dapat dicatat keadaan sebagai berikut.
1. Apabila q = 0,5 maka angka banding genotipe menunjukkan angka banding

F2 pada genetika Mendel. Juga terlihat bahwa pada q = 0,5 maka proporsi
heterosigot adalah maksimum. Grafik 2q(1-q) terlukis sebagai berikut.

½

108

.

0 0,5 1
0 Aa aa
AA

2. Apabila qA mempunyai nilai mendekati nol maka proporsi gen A yang ada
pada susunan homosigot sangat kecil dan hampir seluruh gen A ada dalam
heterosigot, misal qA = 0,1 maka hanya (0,02/0,20) atau 0,1 gen A yang
berada di AA sedang apabila qA = 0,5 maka 0,5 gen A berada di AA. Begitu
juga keadaannya apabila qa mendekati nol, yang berarti qA mendekati 1, maka
gen a banyak terdapat pada heterosigot.
Contoh. Apabila karakteristik resesif, warna merah, pada Aberdeen Angus

mempunyai frekuensi ± (1/400) =(qa)2, maka frekuensi gen = (1/20) = 0,05
maka akan dapat diharapkan 0,095 atau 9,5% populasi yang mempunyai warna
merah adalah heterosigot.

5. Frekuensi Perkawinan

Apabila perkawinan terjadi secara cak maka frekuensi macam perkawinan
dapat ditentukan sebagai berikut:

BETINA 2 JANTAN 2

2 q AA 2q(1-q)Aa (1-q) aa

q AA 4 32 22

2q(1-q)Aa q 2q (1-q) q (1-q)

2 3 22 3

(1-q) aa 2q (1-q) 4q (1-q) 2q (1-q)

22 3 4

q (1-q) 2q (1-q) (1-q)

109

Dari perkawinan di atas dapat dilihat adanya nama tipe perkawinan. Tipe
perkawinan seperti pada F2 adalah salah satu dari keenam tipe tersebut yaitu, (Aa
X Aa ), oleh karena itu deduksi data F2 tidak mewakili populasi kawin acak.

6. Dasar Distribusi Genetik

Mengacu pada persilangan antara AaBbCc x AaBbbCc, maka akan dapat

memberi hasil dengan distribusi (½ + 2n , n adalah jumlah gen. Tetapi

½)

distribusi spesifik yakni qA = qB = qC = ½ bentuk yang lebih umum adalah :

7. Faktor-faktor Penyebab Frekuensi Gen Berubah

a. Kekuatan Sistematik
Adalah kekuatan yang dapat merubah yang dapat merubah frekuensi gen ;

perubahan yang terjadi dapat diduga besar dan arahnya.

Mutasi. Yang dibicarakan adalah mutasi bolak-balik dengan keccpatan

tertentu. Andaikan gen A mutasi ke gen a dengan frekuensi µ per generasi (µ
adalah proporsi semua gen A populasi yang berubah ke gen a dan terjadi diantara
satu generasi dengan generasi berikutnya). Dengan demikian apabila dalam suatu
populasi frekuensi gen A sama dengan q, maka akan terjadi µq mutant.
Sehingga pada generasi berikutnya frekuensi gen A =q1 akan menjadi : q1 = q -
µq. Maka perubahan frekuensi gen q (∆q) = q1 – q = q-µq-q = -µq

Sudah diterangkan dimuka bahwa laju mutasi sangat rendah (umumnya 10-5

-7

–10 per generasi). Oleh karena itu mutasi hanya dapat mengubah frekuensi gen
secara sangat lambat, sehingga tak begitu pcntirig (dan sudut perubahan tersebut)
dalam animal breeding, kecuali apabila :

110

Mutasi tersebut merupakan satu-satunya proses yang dapat memunculkan

keragaman genetik yang baru, sehingga dalam jangka panjang dapat mengubah

spesies.

Kebanyakan mutan adalah recesive dan merugikan individu. Oleh karena itu

perlu dikeluarkan dari populasi dengan seleksi, berarti perlu mendapat perhatian

khusus.

Imigrasi . Apabila sejumlah imigran yang mempunyai frekuensi gen

tertentu (berbeda dengan yang dipunyai populasi yang akan dimasuki) masuk atau

dimasukkan ke dalatn suatu populasi, maka frekuensi gen dalam populasi akan

berubah.

Contoh
m = proporsi imigran
1-m = proporsi populasi asli
qm = frekuensi gen dalam imigran
qo = frekuensi gen dalam populasi asli
q1 = frekuensi gen dalam populasi campuran
Maka, q1 = mqm + (1-m)qo = m(qm-qo) + qo dan laju perubahan frekuensi gen

∆q = q1 – qo = m(qm – qo)

b. Seleksi I

Apabila individu yang membawa gen A, karena sesuatu hal, mempunyai

kemampuan reproduksi lebih tiriggi dan daya hidup lebih baik dibanding dengan

individu yang membawa gen a, maka individu kelompok pertama akan

menghasilkan keturunan yang lebih banyak dibanding individu kelompok kedua.

Dengan demikian maka frekuensi gen A akan naik. Keadaan demikian

sesungguhnya adalah hasil dari proses seleksi (akan diuraikan kemudian).

c. Proses-Proses Memencarkan (Chance Processes)
Termasuk dalam proses ini adalah proses yang dapat diduga arahnya .

111

Proses terpenting adalah proses random sampling pada waktu terjadi segregasi
Mendel.

Gen yang diwariskan dari generasi ke generasi sebenarnya adalah contoh gen
dari generasi tetua. Oleh karena itu frekuensi gen tersebut dipengaruhi oleh
variasi yang tcrjadi dalam proses sampling tersebut, dari generasi ke generasi..
Makin kecil jumlah tetua (populasi kecil ) maka makin besar variasi.

Misal kita hanya membicarakan dua sel A dan a, q = 0,5 pada dua populasi.
Populasi pertama terdiri dari 100 0000 individu. Populasi kedua terdiri dari 50
individu.
Populasi I akan menghasilkan gamet 200 000 (A dan a). Jumlah gamet A dan a
yang akan diwariskan ke generasi berikutnya tidak akan pasti dalam jumlah yang
sama. Mungkin kurang dari 100 000. Kalau ditirijau dari distribusi binomium
maka jumlah gamet tersebut adalah sbb.

223 dan 5 adalah standard deviasi. Kalau dibandingkan dengan jumlah individu
maka pada standard deviasi pada populasi I = 0,233% dan pada populasi II
=0,10%.

Dapat juga diterangkan sebagai berikut
Misal jumlah individu pada populasi generasi tetua adalah N; dan jumlah ini

tctap pada generasi yang berikutnya maka generasi berikut tersebut merupakan
contoh dengan besar Gambar 4.6 Keadaan ekstrim, VG=0.

Dengan distribusi tersebut berarti kita akan mempunyai contoh yang banyak

sekali masing-masing dengan besar 2N. Maka contoh yang yang tidak membawa

2N 2N

gen A ada (1 — q) , sedang yang membawa gen A ada 2Nq(1-q) dan

seterusnya.

Apabila tidak ada kekuatan-kekuatan yang menekan maka nilai tengah

distribusi tidak akan berubah dan mempunyai s2= q(1-q)/2N (varian dari

112

2

distribusi binomium). Ragam (s ) yang menentukan perubahan frekuensi gen
sebagai akibat sampling proces.

Perhatikan, untuk 2N = 100.000

Sampling proses pada generasi yang kemudian, berjalan kembali, setiap galur
(lme) mulai dengan frekuensi gen yang baru, dan contoh tersebut akan makin
memencar. Sebagai konsekuensinya maka akan terbentuk banyak galur. Apabila
satu galur telah terjadi maka q = 0 atau q = 1 dan akan tetap dalam keadaan
demikian, dengan sendirinya kalau tidak ada mutasi. Sehingga akibat yang timbul
adalah menaikkan proporsi homozigot dalam populasi.

Teladan 5.2
Misal suatu populasi dengan 2 individu ( N = 2 ) frekuensi gen awal q = 0,5.
Anggaplah dua individu tersebut adalah Aa dan Aa. Generasi berikutnya akan

4

terdiri dari 4 gen dan akan tersebar menurut distribusi (½ + ½) sehingga akan
diperoleh sebaran sebagai berikut.

Jumlah gen A q Frekuensi
4A=0a 1.0
3A=1a 0,75 4
2A=2a 0,5
1A=3a 0,25 (½) = 1/16
0A=4a 0,0
4

4(½) = 4/16

4

6(½) = 6/16

4

4(½) = 4/16

4

(½) = 1/16

113

Ringkasan
The effects of sampling in small populations are

(1) To cause differentiation between lmes or sub-populastions.
(2) To increase the frequency of homozygotes and consequently decrease the

proportion of heterozygotes.
(3) As a result of (2) the gentic variation within a small population is

decreased.

d. S e l e k s II
Dalam spesies atau bangsa setiap individu mempunyai kemampuan yang
berbeda dalam menghasilkan anak atau keturunan. Meskipun demikian masih ada
faktor-faktor lain. Seekor sapi yang mempunyai siklus birahi yang teratur, dapat
juga mempunyai anak yang sama dengan jumlah anak yang dihasilkan oleh sapi
yang mempunyai siklus birahi yang tak teratur. Peternak ikut juga menentukan,
karena mereka akan mengatur individu mana yang akan dikawinkan, berdasarkan
nilai-nilai genotipe dan fenotipe individu yang telah diketahui.

Misalkan, kemampuan reproduksi atau fitness dikontrol oleh satu gen,
apabila gen tersebut akan mempunyai efek yang mematikan dalam homozigot
maka individu yang hidup adalah individu heterozigot. Gen yang lain yang
mempengaruhi kemampuan reproduksi, dapat berada dalam keadaan homozigot
tapi menyebabkan penurunan fertilitas, sedang heterozigot dapat mempunyai
fertilitas yang normal apabila allel normal adalah dominan. Keadaan diatas akan
jelas dalam tabel berikut.
Jumlah rata-rata anak homozigot normal A1A1 ditunjukkan oleh W. Penurunan
fitness heterozigot A1A2 ditunjukkan koefisien seleksi S1 dan S2.

114

Apabila S1=0,1 dan S2=0,2 maka jumlah rata-rata anak individu A1A2
berjumlah 90% dari jumlah anak A1A2 dan anak A2A2 akan 80%. Karena “ gen
pool” generasi tetua tergantung dari jumlah individu yang mencapai umur kawin
dan berproduksi, oleh karena itu seleksi koefisien untuk jumlah individu yang
telah mencapai umur kawin dan berproduksi.

Tabel 5.1 Fitnes genotipe

Frekuensi A1A1 Genotipe A2A2
p2 q2
Fitnes A1A2
w 2pq w(1-S2)
Frekuensi pada p2 w(1-S1) (1-S2)q2
generasi anak 2(1-S1)

Apabila ada atau terjadi dominan lengkap (complete dominance) maka individu
heterozigot dan homozigot dominan tak dapat dibedakan. Apabila sifat dominan
tersebut adalah kemampuan reproduksi maka frekuensi anak individu dengan
genotipe A1A1, A1A2, dan A2A2 akan terlihat sebagai berikut:
(S1 = 0 dan S2 = S)

115

Tabel 5.2 Seleksi tak lengkap melawan resesif

Frekuensi progeni A1A1 Genotipe A2A2
sebelum seleksi p2 q2
Frekuensi setelah A1A2
seleksi p2 2pq q2(1-S)
Frekuensi relativ q2(1-S)
p2 2pq 1-Sq2
Gamet yang 1-Sq2
2pq q2(1-S)
dihasilkan A1 p2 1-Sq2 1-Sq2
1-Sq2
pq
A2 1-Sq2

pq
1-Sq2

Setelah seleksi frekuensi gen A1 =

Teladan 5.3
Misalkan suatu populasi mempunyai frekuensi gen A2=0,1 (=q) sedang
koefisien seleksi (S)=0,5. Maka seleksi melawan (anak) A2A2 akan menambah
frekuensi gen A1 (p) perubahan tersebut (∆p)

Perbedaan hasil pada dua teladan tersebut menunjukan bahwa
perubahan frekuensi gen tidak hanya tergantung pada koefisien seleksi (S), yang

116

berarti kekuatan menghilangkan genotipe yang tidak di ingini, tetapi juga
tergantung pada frekuensi gen. Hal ini memang benar apabila terjadi dominan
lengkap, yang berarti pula bahwa pada frekuensi gen yang rendah, hampir
seluruh gen resesif terbawa dalam heterozigot hingga terlindung terhadap seleksi.
Angka banding antara gen resesif yang berada di heterozigot dan yang berada di
homozigot adalah sama dengan

Kalau harga q kecil maka angka banding tersebut mempunyai harga agak besar.
(q=0,01, p/q=99; q=0,001, p/q=999)

Untuk dua allel dan genetika maka rumus umum untuk perubahan
frekuensi gen karena seleksi tak lengkap melawan resesif menjadi

Apabila terjadi semi dominan maka kerugian reproduksi heterosigot sama
dengan setengah kemampuan reproduksi homosigot resesif , S1 = S2/2 maka
perubahan frekuensi gen setelah seleksi ( satu generasi ) =

Apabila seleksi yang dilakukan adalah melawan dominan (A2), berarti
S1=S2 maka perubahan frekuensi gen A1 sama dengan ∆p.

Pembagi pada formula di atas dapat disamakan dengan satu tanpa
menambahkan kesalahan yang besar, sehingga formula untuk perubahan
frekuensi gen karena seleksi menjadi sebagai berikut.

Apabila seleksi melawan resesif yang lethal maka frekuensi gen normal akan
mendekati nilai = 1. Perubahan frekuensi gen lethal akan mendekati harga=q2
karena p dan S diandaikan sama dengan 1 atau mendekati 1. Sebagai teladan;
apabila q=0,01 maka seleksi akan menurunkan frekuensi gen lethal sekitar 0,0001
setiap generasi.

117

Seleksi paling efektif akan terjadi apabila frekuensi gen mempunyai nilai
ditengah (intermediate) dan paling tidak efektif apabila frekuensi gen mempunyai
nilai (1) atau (0).

Pada rumus p untuk seleksi melawan resesif maka hasilnya terutama
dipengaruhi oleh q2. Apabila q mempunyai nilai rendah maka p akan menjadi
sangat kecil. Kalau q rendah/kecil maka sebagian besar gen (A2) akan berada di
heterozigot, apabila gen tersebut resesif maka akan terhindar dari seleksi.

1) Koefisien seleksi
Dapat mempunyai nilai dari nol sampai dengan satu dan mungkin juga
mempunyai nilai negatif. Nilai negatif tersebut disebabkan karena suatu genotipe
mempunyai fitnes yang lebih tiriggi dari standart pembanding yang dipakai.
Koefisien seleksi mempunyai nilai satu berarti pula menghilangkan gen
lethal yang menyebabkan kematian individu sebelum mencapai umur kawin.
Didalam bangsa-bangsa yang terdaftar, maka penyimpangan dari standard
bangsa mempunyai koefisien seleksi=1 karena hewan yang mempunyai
penyimpangan tersebut akan tidak terdaftar. Contoh penyimpangan tersebut
adalah warna merah pada F.H dan Abendeen-angus
Terlepas dari persoalan diatas umumnya nilai S tidak akan besar, mengingat
kerugian dan bahaya yang akan ditimbulkan pada populasi. Kita boleh
menganggap bahwa sebagian besar gen yang tak diingini mempunyai S kurang
dari 0,01.

118

Penggunaan seleksi melawan resesif atau untuk gen dominan efisiensi
tertiriggi akan tercapai apabila frekuensi gen dominan sekitar 0.33. Seleksi
melawan dominan atau untuk resesif akan mempunyai efesiensi tertiriggi apabila
gen yang diinginkan sekitar 0,67.
Pada keadaan demikian kemajuan akan terbesar apabila gen yang diinginkan
sudah banyak.Hal ini disebabkan karena jumlah homozigot resesif yakni genotipe
yang dapat memunculkan gen resesif masih dalam jumlah kecil, selama gen masih
sedikit. Dengan demikian variasi dalam populasi belum banyak sehingga seleksi
tak efektif.

Sebaliknya apabila seleksi untuk (=melawan resesif) dominan akan tampak
juga pada heterozigot, sehingga meskipun pada frekuensi gen yang rendah (berarti
sebagian gen terbawa pada heterozigot) maka dapat dibedakan individu yang
membawa gen dominan (meskipun dalam heterozigot) dan yang tidak membawa
gen dominan (homozigot resesif). Apabila gen dominan telah menjadi banyak
maka sebagian besar fenotipe adalan dominan(A1A1,A1A2) sehingga resesif
sedikit berarti pada waktu ini seleksi untuk dominan atau melawan resesif akan
kurang efektif (=karena resesif yang dapat dikeluarkan hanya sedikit)

2) Generasi Yang Dibutuhkan
Waktu yang dibutuhkan untuk merubah frekuensi gen sampai harga tertentu
dapat diperkirakan. Untuk memudahkan perhitungan baiklah kita umpamakan,

119

tidak terjadi mutasi sedang gen normal adalah dominan lengkap, koefisien

seleksi=1 berarti homozigot resesif adalah lethal atau steril.

Apabila kita tentukan A sebagai gen normal, dan gen lethal, maka

frekuensi genotipe setelah seleksi :

AA Aa aa

p2 2pg 0

Frekuensi gen A pada generasi 1, populasi yang ada setelah seleksi, adalah

Individu aa tak mampu beranak (steril). Setelah seleksi maka frekuensi gen A
akan menjadi,

Dari rumus di atas kemudian dapat dicari hubungan antara frekuensi gen dan
jumlah generasi yang diperlukan untuk seleksi.

Apabila n menunjukkan generasi yang ke n dalam seleksi maka gen
frekuensi pada generasi tersebut sama dengan

Apa yang telah diuraikan dimuka bahwa efesiensi seleksi tergantung dari
frekuensi gen, dengan rumus diatas dapat dijelaskan dengan cara lain yakni
dengan membandingkan jumlah generasi yang dibutuhkan dalam seleksi untuk
mengadakan perubahan frekuensi gen dengan nilai yang berbeda.

Teladan 5.4
Misalkan dalam suatu populasi 1% anggotanya mempunyai gen lethal atau
genotipe yang tidak diinginkan. Diketahui bahwa frekuensi gen lethal= 0,1.
Ditanyakan berapa generasi dibutuhkan dalam seleksi untuk menurunkan

120

frekuensi genotipe yang tak diinginkan menjadi 0,1% (atau frekuensi gen lethal)=
√ 0,001 = 0,032

Untuk frekuensi gen dengan harga menengah, untuk mengadakan
perubahan yang sama, generasi yang dibutuhkan akan lebih sedikit. Perubahan
setelah satu generasi seleksi akan lebih besar dari 1%. Untuk merubah frekuensi
gen dari 0,5 ke 0,1 akan dibutuhkan

Perubahan frekuensi gen hasil seleksi adalah permanent. Frekuensi gen baru
yang telah diperoleh akan tetap setelah seleksi selesai. Apabila seleksi dimulai
lagi maka frekuensi gen akan berubah lagi. Apalagi seleksi diteruskan pada salah
satu arah tanpa ada proses-proses yang melawan maka gen yang diseleksi akan
hilang, tetapi membutuhkan waktu yang sangat panjang.

Angka banding antara heterozigot dan homozigot sangat sedikit dipengaruhi
oleh seleksi. Apabila ∆p adalah perubahan pada frekuensi gen maka frekuensi

2

homozigot akan perubah dengan 2 [∆p(p-q) + ∆p ] pada satu arah dan

frekuensi heterozigot akan berubah dengan jumlah yang sama tetapi pada jurusan
yang berlawanan. Pada contoh di muka, waktu q=0,1 dan S=0,5 maka ∆p =
0,005. Setelah satu generasi seleksi maka homozigot naik dari 0,82 ke 0,828 dan
heterozigot turun dalam nilai yang sama. Pada q=0,5; S=0,5 ; ∆p=0,07
perubahan dalam homozigot =0,0049.

3) Seleksi untuk Heterozigot Genotipe A2A2
A1A1 A1A2

121

Frekuensi 2 2pq 2
Fitness
p q
(1-S1)
1 (1-S2)

Apabila A1A2 heterozigot mengungguli A1A2 dan A2A2 maka keadaan ini
disebut over dominan. Kalau hal ini terjadi maka seleksi akan melawan kedua
homozigot. Satu contoh extrim over dominan adalah balance lethals, pada
keadaan ini S1 dan S2 sama dengan satu. Besarnya perubahan frekuensi gen A1
= ∆p

Besarnya perubahan tersebut dapat positif, negatif atau dapat nol. Laju
perubahan itu (∆p) = nol apabila S1p =S2q, populasi telah mencapai equilibium.
Frekuensi gen pada titik equilibium =

Apabila frekuensi gen lebih tiriggi dari frekuensi gen pada titik
equilibium maka seleksi akan menurunkannya. Apabila frekuensi gen lebih
rendah dari frekuensi gen pada titik equilibium maka seleksi akan menaikkannya.
Perubahan ini berlangsung terus sampai akhirnya titik equilibium tercapai.
Dengan demikian populasi tidak akan dapat menjadi homozigot, kecuali secara
gen a1 sebesar kebetulan dalam populasi yang kecil seleksi tak efektik untuk
merubah frekuensi gen menjauhi titik equilibium.

Contoh
Misal S1 = 0,1, S2 = 0,01, individu A1A1 mempunyai anak dengan jumlah
90% dari jumlah anak A1A2 dan individu A2A2 mempunyai anak dengan jumlah
99% dari jumlah anak A1A2. Jelaslah bahwa genotipe A2A2 mengungguli A1A1.
Gen A2 akan mendesak gen A1 hingga menyebabkan frekuensi gen A2 tetap
sama dengan

122

f. Mutasi Timbal Balik

Untuk penyederhanaan suatu lokus mempunyai dua allel A1 dan A2. A1
adalah bentuk asli atau wild-type allele . Sejumlah bagian allel A1 mengalami
mutasi menjadi A2. Mutasi ini akan merubah frekuensi –(u)p, yakni pengurangan
jumlah bagian gen asli karena mutasi dikalikan frekuensi gen A1. Kemudian gen
A2 mutasi balik menjadi gen A1 dengan laju mutasi (v), yang berarti akan r
(1969). Menaikkan frekuensi gen A1 sebesar v(1-p). apabila equilibrium tercapai
maka gen yang hilang karena mutasi akan kembali karena adanya mutasi balik
sehingga sebagai akibatnya:

-up + v(1-p) =0 up = v(1-p)
Sebagian besar peneliti mendapatkan bahwa mutasi balik jauh lebih jarang

bila dibandingkan dengan mutasi kemuka. Apabila frekuensi kedua mutasi
tersebut mempunyai angka banding qu =v maka frekuensi gen asli = 1/(9+1) =
0,1.
Perhatian : Baca PIRCHNER (1969). Population Gentics in Animal Breeding;
mengenai lethal equivalents .

g. Seleksi dan Mutasi

Karena hampir semua mutasi itu merugikan, maka seleksi secara otomatis
akan melawan fenotipe mutan, yang mempunyai fitness yang tidak sempurna.
Seleksi menekan mutasi yang merugikan sampai mempunyai frekuensi yang
rendah. Apabila seleksi menghilangkan gen mutan pada suatu lokus sama
jumlahnya dengan gen baru hasil mutasi maka populasi akan berada dalam
equilibium dan frekuensi gen mutan akan tetap (stabil).

123

Besar frekuensi equilibium gen mutan dipengaruhi oleh gen tersebut
dominan atau resesif. Seleksi melawan gen mutan resesif hanya dapat dilakukan
terhadap genotipe resesif. Frekuensi gen resesif pada keadaan equilibium antara
seleksi dan mutasi dapat dinyatakan sebagai berikut .

Dengan perkataan lain frekuensi mutan resesif homozigot sama dengan

angka banding antara laju mutasi dan koefisien seleksi. Apabila koefisien seleksi

diketahui maka laju mutasi dapat diduga dari frekuensi fenotipe mutan.

Pada kasus fenotipe lethal maka S = 1 , sehingga dengan demikian laju

mutasi sama dengan frekuensi fenotipe mutan (pada populasi yang besar dan

terjadi panmiksis). Frekuensi mutan dominan, apabila tak ada mutasi balik

akan sama dengan

Frekuensi gen dominan (p) akan sangat kecil apabila S besar, dan q akan

mendekati 1 sehingga akibatnya :

S mempunyai nilai lebih besar dibanding u, bahkan dibanyak kasus nilai S jauh

lebih besar,

Frekuensi gen mutan resesif akan selalu lebih besar dari frekuensi gen

mutan dominan. Keadaan ini tidak berarti bahwa mutasi ke gen dominan kurang

sering dibanding mutasi ke gen resesif. Suatu gen mutan yang lethal akan

menghasilkan fenotipe mutan, sedang laju mutasi mempunyai nilai salah satu dari

2

q = u apabila gen mutan resesif
p = u apabila gen mutan dominan

-6

Laju mutasi diduga 10 (terdapat satu mutasi dalam tiap satu juta gamet).

Koefisien seleksi yang berbeda-beda akan menyebabkan frekuensi fenotipe mutan

(Q) yang berbeda pula :

S 0,01 0,1 1,0

-4 -6 -6

Q 10 10 10

124

Jelas bahwa mutasi merupakan kekuatan yang lemah terhadap gen
frekuensi (untuk dapat mengubah). Meskipun demikian pada koefisien seleksi
tertentu mampu menurunkan frekuensi gen mutan berarti juga fenotipe mutan, di
bawah frekuensi equilibium.

Meskipun untuk menghilangkan populasi suatu gen (dari suatu
populasi), yang memiliki frekuensi gen rendah, seleksi membutuhkan waktu yang
sangat lama, tetapi akan berhasil apabila tidak terjadi mutasi (atau imigrasi bolak
balik). Mutasi yang terjadi akan menciptakan gen baru yang telah dihilangkan
oleh seleksi, sehingga frekuensi gen tersebut tetap pada titik equilibium.

h. Gentic dan Mutation-load (beban genetik dan beban mutasi)

Yang dimaksud dengan gentic load adalah pengurangan atau penurunan
fitness suatu populasi disebabkan karena adanya genotipe sub optimal.
Penurunan fitness tersebut dapat juga disebabkan oleh tumbuhnya fenotipe mutan,
disebut mutatiaon load atau dapat juga disebabkan individu dalam keadaan
homozigot sedang individu heterozigot mempunyai fitness optimal, disebut
segregation load .

Beban mutasi sama dengan laju mutasi apabila gen mutan adalah lethal

2

resesif (q = u).
Apabila allel normal dari gen mutan tersebut menunjukkan dominan yang

tak lengkap, maka fitness individu heterozigot akan sedikit menurun dan frekuensi
gen lethal serta frekuensi homozigot resesif akan mempunyai nilai sangat kecil.
Hampir sebagian besar penurunan fitness disebabkan karena penurunan fitness
dari heterozigot (= 2S1pq). Pada titik equilibium frekuensi heterozigot tersebut
akan mendekati frekuensi mutasi, yakni 2S1pq = up sehingga q = (u/2S1). Oleh

125

karena itu beban mutasi dapat dinyatakan dengan rumus LM = (u/S1)S1 apabila p

mendekati nilai 1.

Apabila populasi dapat terdiri hanya dari individu homozigot, maka hanya
akan ada genotipe pA1A1 dan qA2A2 . Karena harga q pada titik eguilibium =
(u/2S1) , maka beban populasi homozigot = (u/S1) x S2 apabila S1 = hS2
sehingga (u/2S1) x S2 = (u/2hS1) x S2 = (u/2h) (= inbred load)
Dengan demikian maka angka banding antara beban pada populasi kawin acak
dengan beban populasi inbread = ( u / (2h/u)) = 1/2h.

22

Beban seagregasi dapat dinyatakan = S1p + S2q apabila fitness genotipe
optimal, yakni heterozigot sama dengan 1. Pada keadaan demikian maka
frekuensi gen pada titik equilibium p = S2/(S1 + S2). Beban seagregasi pada
frekuensi equilibium = (S1 S2)/(S1 + S2), apabila populasi hanya terdiri dari
individu homozigot (pA1A1 dan qA2A2) maka beban seagregasi populasi inbred
sama dengan (2S1 S2)/(S1 + S2), dua kali beban populsi kawin acak

Dengan k multiple allel beban inbread akan menjadi k x besar beban
populasi kawin acak.

Pengertian mengenai beban genetik perlu dipakai untuk mempelajari adanya

keragaman fitness .

BAB VI

HERITABILITAS DAN REPITABILITAS

Pengertian dan Manfaat Heritabilitas

Heritabilitas didefinisikan dalam arti luas (broad sense) dan arti sempit
(narrow sense) yang dibedakan dalam bentuk persamaan. Heritabilitas dalam arti
luas disimbolkan H2 dan dalam arti sempit disimbolkan h2.

Hubungan Saudara Kovariansi

Anak-dengan –satu tetua ½ VA
Anak-dengan –Mid Parent ½ VA

126

Saudara tiri ¼ VA
Saudara sekandung ½ VA + ¼ VD + VEC

Kovariansi x dan y =Σ (x-µx) (y-µy)/(n-1)
(Periksa Bab III)

Telah diketahui bahwa efek (pengaruh) genetik maupun lingkungan
menyebabkan timbulnya keragaman pada pengamatan berbagai karakteristik
kuantitatif. Berapa bagian dari perbedaan yang terukur pada individu akan
diwariskan kepada keturunan. Dari Ilmu Genetika telah dipahami bahwa hanya
efek genetik yang ditimbulkan oleh gen-gen dalam khromosom yang mungkin
diwariskan, sedang efek lingkungan tidak dapat diwariskan.

Selain itu diketahui pula bahwa masing-masing gen mempunyai cara
bereaksi yang berbeda, secara aditif, dominan atau epistatik. Efek gen tidak dapat
diketahui secara langsung, yang dapat diupayakan adalah mengadakan penaksiran

tersebut ditaksir terpisah dari efek dominan dan epistatik terhadap keragaman
fenotipik, yaitu dengan koefisien heritabilitas. Cara ini dapat dilakukan setelah
ditemukan cara statistik untuk menguraikan ragam fenotipik menjadi komponen
genetik dan non genetik. Selanjutnya para pemula memusatkan perhatiannya
kepada komponen genetik yang dapat diwariskan dari tetua kepada keturunannya

Selanjutnya perlu diketahui pula, apakah fenotipe seekor ternak dapat
dipakai untuk menaksir nilai atau mutu genetik seekor ternak ?; untuk dapat
menjawab pertanyaan tersebut maka dikembangkan suatu konsep yang berupa
koefisien heritabilitas. Oleh karena itu sangat penting untuk mendalami
mengertian heritabilitas. Heritabilitas mempunyai dua pengertian.:

(a). Heritabilitas dalam arti luas yang diberi notasi H didefinisikan dengan
beberapa cara. Heritabilitas adalah suatu koefisien yang menggambarkan

127

proporsi atau bagian dari keragaman fenotipik total yang disebabkan oleh

pengaruh genotipe secara keseluruhan. H dapat dinyatakan dengan rumus

H = Vg sedangkan Vg = Va + Vd + Vi, Vp = Vg + Ve
Vp

H = Va + Vd + Vi = Va + Vd + Vi
Vg + Ve Va + Vd + Vi + Ve

H = heritabilitas dalam arti luas

Vg = ragam genetik total
Vp = ragam fenotipik
Va = ragam genetik aditif
Vd = ragam genetik dominan
Vi = ragam genetik epistatik
Ve = ragam efek lingkungan (non genetik)

Menurut teori, pada setiap karakteristik kuantitatif atau poligenik, Vg adalah
hasil keragaman genetik total yang terdiri dari Va + Vd + Vi, tetapi dalam
kenyataan tidak mungkin dipisahkan ke dalam komponen tersebut. Demikian juga
pada umumnya sulit untuk menguraikan Vp menjadi komponen Vg dan Ve.

Heritabilitas dalam arti luas (H) hanya menjelaskan berapa bagian dari
keragaman fenotipik yang disebabkan oleh keragaman genetik dan berapa oleh
keragaman efek faktor lingkungan. Akan tetapi tidak menjawab pertanyaan -
Berapa bagian dari keragaman fenotipik yang ada pada tetua yang dapat
diwariskan kepada keturunannya ?.

Genotipe seekor ternak tidak diwariskan seluruhnya kepada keturunannya.
Karena keunggulan seekor ternak yang disebabkan oleh kombinasi gen yang
beraksi secara dominan dan epistasi akan terpecah dalam proses pindah silang dan

128

seagregasi dalam meiosis. Oleh karena itu heritabilitas dalam arti luas dianggap

tidak bermanfaat bagi Ilmu Pemuliaan Ternak maka tidak akan dibahas lebih

lanjut.
(b). Heritabilitas dalam arti sempit (h2) yang selanjutnya secara singkat

disebut heritabilitas atau dengan notasi h2, t didefinisikan dengan beberapa cara.
Heritabilitas (h2) adalah suatu koefisien yang menggambarkan proporsi atau

bagian dari keragaman fenotipik total yang disebabkan oleh keragaman pengaruh

kelompok gen yang beraksi secara aditif, yang dinyatakan dengan rumus sebagai

berikut.

h2 = Va = Va = Va

Vp Vg + Ve Va + Vd + Vi + Ve

• Heritabilitas (h2) menggambarkan proporsi atau bagian dari keragaman antar

individu dalam kelompok tetua terseleksi yang dapat diwariskan kepada

keturunannya.
• Heritabilitas (h2) menunjukkan arah ketepatan fenotipe seekor individu

digunakan sebagai penaksir nilai genetiknya.
• Heritabilitas (h2) adalah regresi antara nilai genetik (pemuliaan) dengan nilai

fenotipik, atau dengan rumus

h2 = bAP = ∑ (A − A)2 / n −1 = Va
∑ (P − P)2 / n −1 Vp

A = nilai genetik (pemuliaan)
A = rataan nilai genetik (pemuliaan)
P = fenotipe individu suatu karakteristik kuantitatif, P = rataan fenotipe
bAP = regresi antara nilai genotipik dengan nilai fenotipik

n = jumlah ternak dalam kelompok

Heritabilitas karakteristik kuantitatif dapat menaksir :

a. Nilai Pemuliaan (nilai genetik individu ternak),

129

b. menyusun rancangan program pemuliaan,
c. Menaksir respon seleksi
Di samping itu dengan mengetahui nilai heritabilitas maka kita dapat
mengetahui beberapa hal sebagai berikut.
a. Proporsi keragaman fenotipik total yang disebabkan oleh keragaman

efek kelompok gen yang beraksi secara aditif
b. Proporsi keragaman antar individu dalam kelompok tetua terseleksi

yang dapat diwariskan kepada keturunannya.
c. Aras ketepatan fenotipe seekor individu kalau digunakan untuk

menaksir nilai genetiknya
d. Secara kasar, dapat untuk mengetahui seberapa baik faktor lingkungan

yang dapat disediakan dalam populasi tersebut.

Penaksiran Nilai Heritabilitas

Heritabilitas dihitung, lebih tepat ditaksir, dengan cara membandingkan
atau mengukur hubungan atau kemiripan (kesamaan) antara catatan produksi
individu yang memiliki hubungan kekerabatan. Dalam cara ini yang paling
banyak digunakan adalah hubungan tetua dengan progeni (anak) dan antara
kelompok saudara tiri sebapak dan atau saudara sekandung. Kalau menggunakan
hubungan tetua dengan progeni, diperlukan adanya catatan produksi dari dua
generasi.. Sedangkan untuk hubungan saudara kandung dan tiri hanya diperlukan
data dari generasi progeni, akan tetapi dilengkapi data silsilah setiap individu
ternak.

Menggunakan analisis variansi dapat dicari komponen ragam yang
kemudian digunakan untuk menaksir Va dan Vp. Berbagai metode penaksiran
ternyata memberikan ketepatan yang berbeda dan pada umumnya diperlukan

130

pengamatan terhadap ratusan (sampai ribuan) ternak untuk mencapai tingkat
ketepatan tiriggi.

Dalam pustaka, pelaporan nilai h2 dilengkapi dengan alat baku yang
menunjukkan derajat ketepatan nilai yang dilaporkan. Ketepatan sangat
tergantung pada jumlah pengamatan dan metode penghitungan. Pada laporan
hasil penaksiran h2 dengan galat baku yang relatif besar perlu diragukan
ketepatannya dan hendaknya tidak dipergunakan untuk mengadakan peramalan.

Heritabilitas lebih sering ditaksir dengan menggunakan tiga metode.
1) Dengan menggunakan kovariansi antar saudara
2) Dengan regresi
3) Dengan korelasi
Metode half-sib correlation dan regression of offspring on parent contoh
metode yang sering digunakan.
Penaksiran heritabilitas dapat pula dilakukan dengan analisis kemiripan
antar saudara . Metode yang paling sering digunakan adalah 1) analisis regresi
kemampuan produksi anak pada kemampuan produksi parental, 2) variansi antara
nilai tengah saudara tiri. Heritabilitas yang ditaksir di dalam populasi dengan
individu di bawah 1000 (seribu) akan mengandung kesalahan yang cukup besar.
Hertabilitas yang diperoleh dari analisis statistik hanya merupakan suatu
kecenderungan (ancar-ancar) nilai. Oleh karena itu lebih baik heritabilitas dalam
kisaran tertentu atau masih dalam kisaran tersebut.
Heritabilitas adalah fraksi variansi teramati yang disebabkan oleh adanya
perbedaan faktor genetik. Misal, apabila berat sapih mempunyai h2 =30% sedang
rata-rata berat sapih =15 kg, dalam kasus ini tidak berarti bahwa ± 5 kg dari berat
sapih tersebut dihasilkan oleh pengaruh kombinasi gen dan sisanya ±10 kg
disebabkan oleh faktor lingkungan, tetapi heritabilitas hanya menunjukkan

131

variasi di sekitar nilai tengah. Pada suatu waktu nilai tengah berat sapih dapat
berubah, lebih kecil atau besar, tetapi h2 tidak berubah.

Manfaat Heritabilitas

Nilai koefisien pewarisan (heritabilitas) suatu karakteristik merupakan
petunjuk yang sangat penting dalam menggunakan kemampuan produksi sebagai
penaksir nilai pemuliaan. Nilai pemuliaan dapat ditaksir dengan menggunakan
berbagai macam informasi kemampuan produksi yang tersedia di dalam populasi.

1) Dengan menggunakan satu catatan kemampuan produksi dari satu
individu.

2) Dengan menggunakan lebih dari satu catatan kemampuan produksi dari
satu individu.

3) Dengan menggunakan catatan kemampuan produksi famili

4) Dengan menggunakan catatan produksi saudara.
5) Dengan menggunakan catatan kemampuan produksi keturunan.
6) Dengan menggunakan kombinasi berbagai catatan kemampuan

produksi.
Keenam cara tersebut dapat dengan mudah dikerjakan dengan bantuan path
coefficient analyisis , yang disederhanakan sebagai gambar di bawah.

1) Dengan satu catatan
G P NPG= h2 (P-P)

132

2) Dengan lebih dari satu catatan

P1

Gt

P2 P

.

Pn

3) Dengan catatan kemampuan produksi famili

GP

Gs G1 P1

rt P

G2 P2

..

Gn Pn

4) Dengan menggunakan catatan produksi saudara

Go1 P1 P
t
Go2
. P2
Gon .
r Pn
Gom

Apabila kita menginginkan membandingkan nilai pemuliaan dua pejantan
sedang uang dan waktu cukup tersedia, apa yang dapat dan harus kita kerjakan ?

133

Jawabnya
1) Kita harus kawinkan setiap pejantan dengan sejumlah betina.
2) Setiap pejantan harus dirandom terhadap betina yang digunakan.
3) Progeni hasil perkawinan tsb harus dipelihara di bawah faktor

lingkungan yang sama.
4) Diukur (dicatat) kemampuan produksi seluruh progeni dari masing-

masing pejantan.
5) Perbedaan kemampuan produksi kelompok progeni pada cara ke 4

menunjukkan besarnya perbedaan perbedaan breeding value dua
pejantan tersebut.

Apabila pejantan yang dibandingkan banyak maka breeding value seekor
pejantan akan dapat ditentukan sebagai berikut.

=-

1) Nilai pemuliaan akan positif untuk pejantan yang memiliki kemampuan
produksi di atas nilai tengah populasi.

2) Nilai pemuliaan akan negatif untuk pejantan yang memiliki kemampuan
produksi di bawah nilai tengah populasi.

134

Dalam Ilmu Pemuliaan Ternak ialah didefinisikan bahwa Nilai pemuliaan
individu pejantan sama dengan dua kali nilai tengah progeni seluruh pejantan
dikurangi nilai tengah pejantan yang dihitung nilai pemuliaannya.

= =2 -

Angka 2(dua) menunjukkan fakta bahwa anak hanya mendapatkan warisan
½ (setengah) kombinasi gen yang dimiliki tetua.

Nilai anak = ½ (nilai pejantan + nilai induk)
2 x (nilai anak) = (nilai pejantan + induk)

Karena induk yang digunakan sama dan pejantan yang digunakan hanya 1 maka
2 [ N nilai anak] = nilai [1 pejantan + N induk] (karena 1/N x N = 1)
2 MN nilai anak = nilai [M pejantan + MN induk]

= nilai M [pejantan + N induk]
2 [MN nilai anak – N anak]= nilai Mpejantan + MN induk – pejantan – N Induk
2 N anak [M-1]= pejantan [M-1]+ N induk (M –1)

Contoh perhitungan Nilai Pemuliaan

No BS x1 BS x2 x No BS x1 BS x2 x
ind 75 ind 70 76 73,0

1 70 72,5 11

135

2 77 70 73,5 12 75 71 73,0
3 70 89 79,5 13 77 76 76,5
4 77 72 74,5 14 74 77 75,5
5 76 85 80,5 15 71 84 77,5
6 71 88 79,5 16 79 84 81,5
7 76 86 81,0 17 70 88 79,0
8 74 76 75,0 18 74 70 72,0
9 76 89 82,5 19 75 77 76,0
10 72 74 73,0 20 82 82 82,0

x1 = 74,3 x2 = 79,45 x = 76,88 , n = 2 t =0,4 (BS = berat sapih)

Dari Tabel di atas dapat dihitung nilai pemuliaan individu dengan
menggunakan satu catatan produksi, dengan rumus NP ind = h2 (P-P). Hasil
perhitungan nilai pemuliaan kemudian digunakan untuk memilih calon induk atau
pejantan untuk generasi yang akan datang. Misal h2 = 0,25, maka akan diperoleh
nilai pemuliaan berturut-turut sebagai berikut.

No 1 NP = 0,25 (70-74,3) = -1,075

No 2 NP = 0,25 (77-74,3) = +0,675 dst

Kalau menggunakan dua catatan produksi maka rumus yang dipakai

NPG = nh 2 (P − P)
1 + (n −1)t

Maka diperoleh nilai pemuliaan sebagai berikut.

No1 NP = 2 x (0,25)/[1+(2-1)0,4](72,5-76,88) = -1,58
No2 NP = 0,36 (73,5-76,88) = -1,22
No3 NP = 0,36 (79,5-76,88) = +0,94 dst.

136

Menggunakan catatan keluarga

Data pertambahan berat badan harian

No urut Keluarga

1 I/A II/B III/C IV/D
2 400 526
3 585 309 403 406
4 346 429
5 304 600 460 397
6 537 595
7 482 553 376 403
8 332 436
9 593 316 386 585
10 364 340
Σ 596 396 309 304
x
4539 577 331 4421
45,9 442,1
495 460

446 444

467 531

348 386

4507 4086

450,7 408,6

Dari 4 (empat) keluarga yang masing-masing memiliki 10 anggota,
memiliki satu catatan produksi. Akan dipilih 10 calon induk. Pelaksanaannya
sebagai berikut.
1) Menghitung nilai tengah famili untuk menghitung nilai pemuliaan anggota

secara random
2) Menggunakan nilai tengah famili untuk menghitung nilai pemuliaan anggota

keluarga yang belum mempunyai data (masih muda).
Cara termudah adalah menggunakan analisis patah coefficient

Nilai pemuliaan individu (kalau diambil secara random) anggota famili
bila dihitung

Keluarga I/A II/B III/C IV/D

137

xF = 453,9 xF = 450,7 xF = 408,6 xF=442,1

NPind=0,68(453,9-438,8) NPind=0,68(450,7-438,8) NPind=0,68(408,6-438,8)

=+10,268 =+8,092 =-20,536

dst dst dst

Cara kedua
Menggunakan data produksi famili untuk menghitung nilai pemuliaan
individu (G0) yang tidak ikut menentukan nilai tengah famili. Individu yang
belum mempunyai produksi, tetapi saudaranya (G1 – G10) sudah mempunyai
produksi. Nilai pemuliaan individu dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
Contoh perhitungan Nilai pemuliaan dengan menggunakan Uji
keturunan.

Misal 4 pejantan pada Tabel Keluarga akan dibandingkan, untuk kemudian
akan dipilih seekor yang paling unggul Rumus yang digunakan sebagai berikut.

Apabila perkawinan terjadi atau diatur random maka kemampuan produksi
progeni rata-rata seekor tetua merupakan estimator noai pemulian tetua yang
cukup baik meskipun tidak cermat. Tidak cermat karena jumlah progeni yang
terbatas (kalau tidak menggunakan AI).

Meskipun menaksirkan nilai pemulaian tetua dengan menggunakan
kemampuan produksi progeni tidak cermat, tetapi hubungan antara nilai
pemuliaan dan kemampuan produksi dapat ditentukan (periksa Gambar ).

Setiap titik mewakili produksi rata-rata dari 237 ekor pasangan progeni dan
induk, seluruhnya melibatkan 5740 ekor sapi (Braford dan Van Vleck, 19..).
Apabila hubungan produksi induk dan progeni digambarkan dengan grafik garis
horisontal (produksi induk), garis vertikal (produksi progeni) maka pada

138

umumnya akan diperoleh bahwa titik yang menggambarkan hubungan tersebut
tidak akan tersebar tetapi cenderung terkumpul sepanjang garis lurus. Apabila
data cukup banyak maka titik nilai tengah akan terletak pada garis lurus sedang
titik lain terletak dengan jarak yang kurang lebih sama dari garis lurus tersebut
dan jarak tersebut tidak jauh. Garis tersebut adalah garis regresi kemampuan
produksi progeni rata-rata pada produksi tetua rata-rata. Yang perlu diketahui
adalah slope yang dikenal sebagai koefisien regresi

100 x

75 x x

50 x x
25 x x

0 x xx
-25 x x
-50 x x
-75 x

-400 -300 -200 -100 0 100 200 300 400

Gambar 6.1 Hubungan antara produksi susu induk dan progeni betina. Produksi
Susu diukur sebagai deviasi dari produksi populasi pada tahun
yang sama, untuk mengurangi pengaruh musim dan efek populasi

Koefisien regresi memberi petunjuk kepada kita berapa besar perubahan

akan terjadi pada nilai tengah progeni apabila nilai tengah tetua berubah satu unit.

(untuk karakteristik yang diukur). Dalam pemuliaan ternak koefisien regresi

tersebut adalah sama dengan koefisien pewarisan karakteristik atau heritabilitas

karakteristik (heritability of a trait).

139

Heritabilitas menunjukkan besarnya perubahan kemampuan produksi
progeni rata-rata yang disebabkan adanya perubahan satu unit ukuran suatu
karakteristik tetua. Heritabilitas umum dilambangkan dengn h2 . Kuadrat
digunakan karena pada kasus tertentu diperlukan akar dari heritabilitas (h).

Heritabilitas didefinisikan sebagai pecahan dari perbedaan kemampuan
produksi parental yang pada dasarnya menggambarkan perbedaan rata-rata yang
ada pada kelompok progeni (keturunan). Difinisi demikian merupakan definisi
yang berguna. Tetapi definisi ini dapat diterima atau tidak tergantung dari
penguasaan pengertian heritabilitas yang telah diuraikan di bagian terdahulu.

Batasan koefisien dalam bentuk persamaan matematis, bagi seseorang
mungkin lebih mengandung banyak arti, tetapi bagi orang lain justru
membingungkan. Perhatikan lagi persamaan P = G + E. Kalau G dianggap nilai
pemuliaan individu. Apabila tidak terjadi interaksi antara G dan E maka berlaku
rumus VP = VG + VE sehinga dapat dikatakan bahwa variansi pengamatan
(variansi produksi) sama dengan variansi nilai pemuliaan ditambah dengan
variansi efek faktor lingkungan.

Kepentingan relatif variansi nilai pemuliaan atau variansi genetik diukur
dari berapa pecahan (komponen atau bagian) variansi total (variansi
pengamatan/produksi) yang merupakan variansi genetik. Atau dinyatakan dalam
bentuk (VG/VP) dan disebut heritabilitas (h2, heritabilitas dalam arti sempit),

Berdasar rumus tersebut dapat dimengerti bahwa heritabilitas suatu
karakteristik tidak merupakan konstanta yang fundamental atau bernilai tetap.
Heritabilitas nilainya akan bervariasi tergantung dari besarnya VG dan VE dan
jelas tergantung pula pada metode yang digunakan untuk menaksir VG dan VE.

Apabila variansi genetik di dalam suatu populasi naik, misalnya karena kita
memasukkan kombinasi materi gen yang baru, sedang variansi dianggap tidak

140

berubah, maka h2 akan naik, meskipun karakateristik yang diukur tidak berubah.
Pada kasus lain, apabila efek faktor lingkungan lebih beragam, maka variansi E
akan naik, sebagai akibatnya h2 akan turun. Karena variansi mempunyai nilai
positif maka h2 akan mempunyai nilai dengan rentangan 0 sampai dengan 1.

Apabila h2 = 0 maka berarti bahwa tidak ada variansi genetik atau semua
individu memunyai kombinasi gen yang sama, maka tidak ada artiriya apabila
dilakukan seleksi. Apabila h2 = 1 maka berarti bahwa tidak ada efek faktor
lingkungan, perbedaan yang terlihat pada produksi terukur semuanya disebabkan
karena faktor genetik. Sebagai akibatnya kita dapat memilih individu lebih
cermat atau lebih mudah dan sebagai akibatnya seleksi lebih efektif.

Berdasar uraitan di atas jelas dapat dimengerti bahwa heritabilitas
merupakan ukuran langsung untuk fenotipik dalam menggambarkan nilai
pemuliaan. Apabila h2 tiriggi maka fenotipe dapat dengan baik menggambarkan
nilai pemuliaan atau dengan perkataan lain, bila h2 tiriggi maka harga P yang
tiriggi jelas dimunculkan oleh nilai pemuliaan yang tiriggi pula. Hal lain yang
disimpulkan dari hubungan h2 dengan variansi genetik dan lingkungan adalah
sebagai berikut.

Apabila kita tahu efek faktor lingkungan dan mempunyai catatan kemam-
puan produksi yang kita butuhkan maka dapat mengkoreksi kemampuan produksi
individu terhadap efek yang diketahui tersebut.

Contoh
Laju pertumbuhan cempe kembar lebih lambat dibandingkan dengan cempe
kelahiran tunggal. Jadi kalau kita akan menghilangkan pengaruh kelahiran
kembar kita harus koreksi kelahiran kembar ke kelahiran tunggal.

Penjelasan

141

Sebelum kita koreksi maka tidak cermat kalau kita membandingkan
pertumbuhan cempe kelahiran kembar dengan cempe kelahiran tunggal. Karena
jelas dengan adanya efek kelahiran kembar maka sikembar akan mempunyai
pertumbuhan lebih lambat. Oleh karena itu kalau mau membandingkan maka
cempe kelahiran kembar harus dikoreksi ke arah kelahiran tunggal lebih dahulu.
Setelah itu baru dapat dibandingkan pertumbuhan cempe kelahiran tunggal
dengan cempe kelahiran kembar yang sudah dikoreksi. Kalau cempe kembar
tersebut memiliki nilai yang lebih tiriggi dari yang dimiliki cempe tunggal maka
benar kesimpulannya kalau cempe kembar tumbuh lebih baik.

Kemampuan produksi sering dipengaruhi oleh umur individu. Koreksi
terhadap umur akan menghilangkan efek tersebut sehingga meningkatkan ke-
cermatan penaksiran nilai pemuliaan.

Masalah yang dihadapi dalam seleksi dengan menggunakan kemampuan
produksi adalah 1) menentukan efek faktor lingkungn yang perlu dikoreksi, 2)
menghitung atau menaksir faktor koreksi dengan cermat.

Meskipun telah dimengerti kalau kita mengatakan heritabilitas suatu
karakteristik, tetapi sebenarnya yang dimaksud adalah heritabilitas suatu hasil
pencatatan pengukuran suatu karakteristik. Kita katakan demikian karena
memang hasil catatan tersebut yang digunakan (h2 berat sapih = h2 hasil
pengukuran berat sapih , 10 kg …. dst ). Atas dasar pemikiran dan pengertian
tersebut, jelas bahwa kesalahan dan kecermatan pengukuran akan mempengaruhi
nilai VE , kalau menaikkan VE maka akan menurunkan nilai h2 . Oleh karena itu
pada waktu melakukan pengukuran dan pencatatan suatu karakteristik, ketelitian
perlu diperhatikan sehingga dapat menaikkan kecermatan pengukuran.

Misal

142

1) Berat badan diukur (ditimbang) pada saat yang sama dan pada kondisi
yang sama pula, misal dipuasakan beberapa jam sebelum penimbangan.

2) Data yang diperoleh harus dicatat dalam blangko yang telah disiapkan.
3) Pemindahan data dari blangko asli ke tempat lain diusahakan seminim

mungkin dan secermat mungkin untuk mengurangi kesalahan (fotocopy
sangat membantu).
4) Kecermatan yang kelewat (tak rasioanal) tidak diperlukan; misal berat
sapih ditimbang sampai lima angka di belakang koma.
5) Pencatatan data lebih rasional kalau ditulis ¼ sampai 1/3 standar
deviasi kecermatan.
6) Kecermatan kelewat tak ada gunanya karena tidak mungkin dapat
membedakan dua atau lebih individu dengan perbedaan panjang bandan
beberapa milimiter misalnya.

Kendala dalam menggunakan Heritabilitas

1) Heritabilitas menunjukkan variasi di dalam suatu populasi
2) Perbedaan antara populasi dapat lebih atau kurang heritibel

dibandingkan dengan perbedaan di dalam populasi lain, tergantung
pada kondisi di dalam populasi.
3) Heritabiltas tidak merupakan petunjuk untuk menilai berapa besar dari
perbedaan yang ada antara populasi disebabkan oleh faktor genetik.
Heritabilitas menunjukkan bahwa variansi dalam populasi disebabkan pula
adanya perbedaan faktor genetik. Kalau kita salah mengartikan heritabilitas maka
dapat terjadi bahwa populasi yang memiliki nilai tengah 20 dan h2=0,25 diartikan
bahwa 5 dari 20 tersebut disebabkan karena faktor lingkungan. P2-P1 =10 tidak
berarti bahwa yang 2,5 disebabkan karena faktor genetik.

143


Click to View FlipBook Version