The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Buku ini mengulas bagaimana pendidikan agama Kristen mengalami transformasi dalam era digital yang semakin maju. Penulis mengajukan pertanyaan tentang bagaimana teknologi telah mempengaruhi cara belajar, mempraktikkan iman, dan menyampaikan ajaran agama Kristen kepada generasi yang tumbuh dengan teknologi sebagai bagian integral dari kehidupan mereka. Dengan penekanan pada nilai-nilai spiritualitas dan moralitas, buku ini menelusuri perubahan dalam pendekatan pengajaran agama Kristen, dari penggunaan platform online untuk kurikulum yang disesuaikan dengan gaya belajar individual. Selain itu, buku ini juga membahas tantangan dan peluang yang muncul dalam menghadapi penggunaan teknologi dalam konteks pendidikan agama, seperti memastikan keaslian dan kebenaran dari konten digital serta menjaga keseimbangan antara penggunaan teknologi dengan interaksi tatap muka yang penting dalam pengalaman rohani. Dengan kajian secara mendalam dan wawasan praktis, buku ini mengilustrasikan bagaimana pendidikan agama Kristen dapat beradaptasi dan berkembang dalam era digital untuk memperkuat iman, moralitas, dan hubungan dengan Tuhan.

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by penamudamedia, 2024-06-23 00:20:16

Transformasi Pendidikan Agama Kristen di Era Digital

Buku ini mengulas bagaimana pendidikan agama Kristen mengalami transformasi dalam era digital yang semakin maju. Penulis mengajukan pertanyaan tentang bagaimana teknologi telah mempengaruhi cara belajar, mempraktikkan iman, dan menyampaikan ajaran agama Kristen kepada generasi yang tumbuh dengan teknologi sebagai bagian integral dari kehidupan mereka. Dengan penekanan pada nilai-nilai spiritualitas dan moralitas, buku ini menelusuri perubahan dalam pendekatan pengajaran agama Kristen, dari penggunaan platform online untuk kurikulum yang disesuaikan dengan gaya belajar individual. Selain itu, buku ini juga membahas tantangan dan peluang yang muncul dalam menghadapi penggunaan teknologi dalam konteks pendidikan agama, seperti memastikan keaslian dan kebenaran dari konten digital serta menjaga keseimbangan antara penggunaan teknologi dengan interaksi tatap muka yang penting dalam pengalaman rohani. Dengan kajian secara mendalam dan wawasan praktis, buku ini mengilustrasikan bagaimana pendidikan agama Kristen dapat beradaptasi dan berkembang dalam era digital untuk memperkuat iman, moralitas, dan hubungan dengan Tuhan.

Transformasi Pendidikan Agama Kristen Di Era Digital


Transformasi Pendidikan Agama Kristen di Era Digital Copyright© PT Penerbit Penamuda Media, 2024 Penulis: Fredik Melkias Boiliu, M.Pd ISBN: 978-623-8586-76-9 Desain Sampul: Tim PT Penerbit Penamuda Media Tata Letak: Enbookdesign Diterbitkan Oleh PT Penerbit Penamuda Media Casa Sidoarium RT 03 Ngentak, Sidoarium Dodeam Sleman Yogyakarta HP/Whatsapp : +6285700592256 Email : [email protected] Web : www.penamuda.com Instagram : @penamudamedia Cetakan Pertama, Juni 2024 xii + 270, 15x23 cm Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa izin Penerbit


v Kata Pengantar engan mengucap syukur kepada Tuhan atas hikmat dan pertolonganNya, akhirnya buku referensi ini dapat diselesaikan dengan baik. Buku referensi yang berjudul "Transformasi Pendidikan Agama Kristen di Era Digital" ini hadir sebagai tanggapan atas perkembangan teknologi digital yang semakin pesat dan memberikan dampak signifikan terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan agama Kristen. Di era digital ini, teknologi telah mengubah cara belajar, mengajar, mendidik, membina dan berinteraksi dengan informasi. Pendidikan agama Kristen tidak lagi terbatas pada ruang kelas konvensional, tetapi telah merambah ke dunia maya melalui berbagai platform digital. Transformasi ini membuka peluang baru untuk memperkaya pengalaman belajar dan memperdalam pemahaman iman Kristen di kalangan keluarga, gereja, sekolah dan masyarakat majemuk. Buku ini disusun dengan tujuan untuk memberikan panduan dan wawasan bagi para pendidik, pelajar, orang tua dan gereja dalam mengintegrasikan teknologi digital dengan pendidikan agama Kristen. Perkembangan teknologi dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam menyampaikan ajaran-ajaran Kristen, namun juga memerlukan kebijaksanaan dan tanggung jawab dalam penggunaannya. Oleh karena itu, buku ini tidak hanya membahas tentang penerapan teknologi dalam pendidikan agama Kristen, tetapi juga menyentuh aspek etis dan spiritual yang perlu diperhatikan. Buku ini sangat penting bagi mahasiswa, guru, gereja, keluarga dalam memahami seluk beluk pendidikan agama Kristen. Pembahasan materi yang ada dalam buku ini tidak hanya meliputi teori-teori yang lazim dikaji pendidikan agama Kristen atau disingkat PAK, tetapi juga disertai dengan penerapan dalam keluarga, gereja, sekolah, masyarakat D


vi majemuk secara kontekstua di era digital. Dengan demikian, pembelajaran PAK tidak stagnan tetapi terus berkembangan sesuai dengan perkembangan ilmu pengentahuan dan teknologi. Apalgi saat ini di era digital yang menjadi tantangan terbesar bagi PAK, oleh sebab itu, pembelajaran PAK harus transformatif untuk senantiasa up to dete sehingga mengantisipasi dampak negatif dari era digital. Penulis berharap buku ini dapat menjadi referensi yang bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam pendidikan agama Kristen, serta dapat menginspirasi dan memotivasi untuk terus berinovasi dalam mengembangkan metode pembelajaran yang relevan dengan zaman. Kiranya buku ini dapat memberikan kontribusi positif bagi kemajuan pendidikan agama Kristen di Indonesia dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan kontribusinya dalam penyusunan buku ini. Segala saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Tangerang, 12 Juni 2024 Fredik Melkias Boiliu, M.Pd


vii Daftar Isi Kata Pengantar..................................................................................... v Daftar Isi ............................................................................................ vii Bab 1 - Pendahuluan .............................................................................1 Bab 2 - Teknologi Pendidikan Agama Kristen .................................... 4 A. Perkembangan Teknologi Industri Revolusi 1.0-5.0...............................4 B. Pandangan Alkitab terhadapTeknologi .....................................................7 C. Penggunaan Teknologi Menurut Iman Kristen.......................................8 D. PAK Antisipatif Penggunaan Teknologi................................................ 10 Bab 3 - Transformasi Spiritulitas dan Moralitas .................................20 A. Spiritualitas Anak....................................................................................... 20 B. Moralitas Anak........................................................................................... 22 C. Dampak Era Digital Terhadap Spiritualitas danMoralitas Anak........ 24 D. Peran PAK dalam Keluraga di Era digital ............................................. 26 E. Pmbentukan spiritualitas anak di era digital .......................................... 28 F. Pembentukan Moralitas Anak di Era Digital ........................................ 33


viii Bab 4 - Praksis PAK dalam Keluarga Di Era Digital..........................37 A. Problematika dalam Penggunaan Teknologi..........................................37 B. Kemerosotan Spiritualitas dan Moralitas di Era Digital.......................39 C. Peningkatan Spiritualitas dan Moralitas..................................................40 D. Pembelajaran PAK dalam Keluarga di Era Digital ...................................41 E. Pembelajaran PAK dalam Peningkatan Spiritualits Anak....................43 F. Pembelajaran PAK dalam Peningkatan Moralitas Anak......................46 Bab 5 - Upaya Mengatasi Penyalhgunaan Gadget yang Berlebihan Pada Anak ............................................................................48 A. Problematika Penggunaan Gadget...........................................................48 B. Era Digital ...................................................................................................50 C. Dampak Positif dan Negatif Era Digital ................................................51 D. Gadget..........................................................................................................53 E. Penggunaan Gadget yang Berlebihan pada Anak..................................54 F. Mengantisipasi Penggunaan Gadget yang Berlebihan pada anak .......56 G. Peran Orang Tua dalam Keluarga............................................................59 H. Pendidikan Agama Kristen di sekolah ....................................................64 Bab 6 - Pembelajaran PAK Berbasis Daring......................................66 A. Asal Muasal Pembelajaran PAK secara Daring.....................................66 B. Pembelajaran PAK di sekolah..................................................................69 C. Desain Materi Pembelajaran PAK Secara Daring .................................71 D. Media pembelajaran PAK secara Daring................................................73 E. Pengelolaan Pembelajaran PAK berbasi Daring ...................................74 F. Efektivitas Pembelajaran PAK Berbasis Daring....................................76


ix Bab 7 - Pengembangan Misi Melalui PAK di Era Digital ..................79 A. Pengembangan Misi Allah di Era Digital............................................... 79 B. Penyampaian Misi Allah ........................................................................... 81 C. Pembelajaran PAK sebagai pengembang Misi dalam Perspektif Alkitab ......................................................................................................... 82 D. Orang Tua sebagai Pengembang Misi melalui PAK............................ 84 E. Guru sebagai Pengembang Misi Melalui PAK...................................... 89 Bab 8 - Pemberdayaan Ekonomi Kreatif di Gereja di Era Digital......92 A. Gereja dan Perannya ................................................................................. 92 B. Problematika di Lingkungan Gereja ....................................................... 94 C. Ekonomi Digital ........................................................................................ 96 D. Pemberdayaan Ekonomi Kreatif di Era Digital.................................... 98 E. Pemberdayaan ekonomi di Gereja ........................................................ 102 F. Perspektif Alkitab Terhadap Pemberdayaan Ekonomi di Gereja.... 104 G. Peran PAK di Gereja terhadap Ekonomi Kreatif.............................. 105 H. Peran PAK di Geraja untuk Mengajarkan Jemaat.............................. 108 I. Peran PAK di Geraja untuk Melatih Jemaat....................................... 110 J. Peran PAK di Gereja untuk Mendampingi Jemaat............................ 111 Bab 9 - Upaya Mengatasi Krisis Lingkungan Hidup di Masa Kini.. 114 A. Permasalahan Lingkungan Hidup......................................................... 114 B. Lingkungan Hidup dalam perspektif Alkitab...................................... 116 C. Edukasi PAK dalam Keluarga tentang Lingkungan Hidup.............. 117 D. Edukasi PAK di Gereja tentang Lingkungan Hidup ......................... 119 E. Edukasi PAK di Sekolah tentang Lingkungan Hidup....................... 122


x Bab 10 - Gereja Sebagai Pusat Pendidikan Bagi Segala Usia........... 126 A. Peran Gereja............................................................................................. 126 B. PAK Sebagai Pusat Pendidikan di Gereja ........................................... 128 C. PAK Sebagai bentuk Pembinaan Pendalaman Alkitab ..................... 129 D. PAK di Gereja Sebagai Sarana Memperkenalkan Karya Keselamatan Allah................................................................................... 131 E. PAK di Gereja Sebagai Bekal Pengembangan Kepribadian............. 132 Bab 11 - PAK Antisipatif Hoaks di Era Digital.................................136 A. Hoaks ........................................................................................................ 136 B. Problematika Hoaks................................................................................ 139 C. Pandangan Alkitab terhadap Hoaks..................................................... 143 D. Mengatasi Hoaks melalui PAK ............................................................. 144 Bab 12 - Pendidikan Agama Kristen Berwawasan Majemuk ........... 149 A. Permasalahan dalam Masyarakat Majemuk ......................................... 149 B. Kemajemukan Beragama di Indonesia................................................. 151 C. Problematika Keberagaman Agama ..................................................... 152 D. Model Pendidikan Agama Kristen Berwawasan Majemuk............... 155 E. Sikap Toleransi Beragama di Indonesia ............................................... 161 Bab 13 - Pendidikan Agama Kristen Antisipatif Radikalisme .......... 164 A. Permasalahan Radikalisme ..................................................................... 164 B. Fenomena Radikalisme........................................................................... 167 C. PAK Antisipasi Radikalisme dalam Keluarga ..................................... 170 D. PAK Antisipasi Radikalisme dalam Gereja ......................................... 172


xi E. PAK Antisipasi Radikalisme dalam Sekolah ....................................... 174 F. PAK Antisipasi Radikalisma dalam Masyarakat Majemuk................ 177 Bab 14 - Edukasi Pendidikan Agama Kristen Antikorupsi...............179 A. Korupsi...................................................................................................... 179 B. Problematika Korupsi............................................................................. 183 C. Korupsi dalam perpspektif Alkitab....................................................... 184 D. Korupsi dalam Perspektif PAK............................................................. 186 E. Edukasi PAK dalam Keluarga Antikorupsi......................................... 187 F. Edukasi PAK di Gereja Antikorupsi.................................................... 189 G. Edukasi PAK di Sekolah Antikorupsi.................................................. 190 Bab 15 - Upaya Mengatasi Penyalahgunaan Narkoba .....................193 A. Narkoba..................................................................................................... 193 B. Penyalahgunaan Narkoba....................................................................... 196 C. Kasus Penyalahgunaan Narkoba........................................................... 198 D. Perspektif Alkitab terhadap Penyalahgunaan Narkoba ..................... 200 E. Perspektif PAK terhadap penyalahgunaan Narkoba ......................... 201 F. Peran Keluarga dalam Mencegah Penyalahgunaan Narkoba ........... 203 G. Peran Gereja dalam Mencegah Penyalahgunaan Narkoba................ 208 Bab 16 - Diagnostik Pembelajaran PAK ........................................... 210 A. Pendidikan Agama Kristen .................................................................... 210 B. Tanggung Jawab Guru............................................................................ 211 C. Pembelajaran PAK di Sekolah............................................................... 214


xii D. Diagnostik Kesulitan Belajar PAK....................................................... 215 E. Perilaku Bermasalah dalam Belajar PAK............................................. 217 F. Peran Guru PAK dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa............ 218 G. Peran Guru PAK dalam Mengatasi Perilaku Bermasalah................. 220 H. Mengatasi Kesulitan Belajar dan Perilaku Bermasalah Siswa ........... 222 I. Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar dan Perilaku Bermasalah Siswa224 Bab 17 - Kesimpulan ......................................................................... 231 Daftar Pustaka................................................................................... 233 Tentang Penulis ................................................................................ 270


1 1 Pendahuluan erkembangan teknologi digital telah mengakibatkan perubahan besar-besaran dalam segala aspek kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Pendidikan agama Kristen atau disingkat PAK sekarang dihadapkan pada tantangan dan kesempatan baru karena adanya kemajuan teknologi, sehingga metode tradisional seperti pengajaran di gereja dan sekolah minggu perlu disesuaikan. Tuntutan perubahan ini membutuhkan pendekatan yang lebih kreatif dan fleksibel agar tetap memiliki nilai dan efektivitas dalam membimbing siswa menuju perubahan spiritual yang sesungguhnya. Perubahan dalam PAK di zaman digital sangat penting untuk mencapai generasi yang tumbuh dengan teknologi sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka. Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran PAK memberikan berbagai manfaat. Kemajuan teknologi memperluas jangkauan dan kemudahan akses ke sumber belajar, memungkinkan siswa untuk belajar P


2 dengan fleksibilitas waktu dan tempat. Pemanfaatan platform online, aplikasi di ponsel, dan jejaring sosial dapat menjadi cara yang efektif untuk menyebarkan ajaran Alkitab, teologi, dan nilai-nilai Kristen kepada banyak orang. Dengan menggunakan teknologi, pembelajaran PAK dapat disesuaikan dengan gaya belajar yang berbeda dan kebutuhan individu siswa, sehingga pembelajaran menjadi lebih personal dan menarik. Namun, transformasi ini juga menimbulkan hambatan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah memastikan bahwa teknologi dimanfaatkan sebagai alat untuk mendukung, bukan menggantikan, hubungan langsung dan kehadiran dalam komunitas rohani yang sangat penting dalam perkembangan iman Kristen. Dalam hal ini, PAK harus selalu memegang teguh nilai-nilai inti seperti solidaritas, dukungan dari komunitas, dan pembinaan rohani yang mendalam. Karena itu, penggunaan teknologi harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan seimbang, dengan cara menggabungkan komponen-komponen digital dengan metode tradisional yang masih relevan. Selain itu, hal lain yang menjadi problem adalah bagaimana meyakinkan bahwa konten yang tersedia melalui media digital memiliki kualitas dan kebenaran yang tepat. Pada zaman yang penuh dengan informasi, guru, orang tua, pihak gereja harus waspada terhadap potensi penyebaran ajaran yang tidak sejalan dengan ajaran Kristen yang sebenarnya. Karenanya, gereja dan institusi sekolah serta keluarga perlu terlibat secara aktif dalam mengawasi dan memilih konten digital, serta menyediakan sumber daya yang dapat dipercaya dan berkualitas bagi siswa dan anggota jemaat. Dalam usaha menanggapi tantangan dan memanfaatkan peluang di zaman digital, kerjasama antara berbagai pihak sangatlah vital. Agama Kristen perlu didukung oleh kerjasama antara gereja, sekolah, keluarga, dan komunitas dalam pengembangan program pendidikan yang mengakomodasi seluruh kebutuhan dan relevan bagi siswa, jemaat dan keluarga. Pelatihan untuk guru dan pemuka agama dalam memanfaatkan teknologi dengan efisien juga merupakan hal vital. Dengan pendekatan


3 yang menyelaraskan dan bekerjasama, perubahan dalam pengajaran agama Kristen di zaman digital dapat dicapai, membantu siswa dan jemaat untuk bertumbuh dalam kepercayaan dan menjadi teladan Kristus di dunia yang terus berkembang.


4 2 Teknologi Pendidikan Agama Kristen A. Perkembangan Teknologi Industri Revolusi 1.0-5.0 Teknologi merupakan semacamperpanjangan tangan manusia untuk dapat memanfaatkan alam dan sesuatu yang ada di sekelilingnya secara lebih maksimal. Dengan demikian, secara sederhana teknologi bertujuan untuk mempermudah pemenuhan kebutuhan manusia. Kata teknologi berasal dari bahasa Yunani, techne yang berarti keahlian dan logika yang berarti pengetahuan (Rajab, 2020). Dalam halini, teknologi secara sempit mengacupada obyek benda yang digunakan untuk kemudahan aktivitas manusia, seperti mesin, perkakas, atau perangkat keras. Teknologi secara luas


5 dapat meliputi sistem, organisasi, juga teknik. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, pengertian teknologi menjadi semakin meluas, sehingga saat ini teknologi merupakan sebuah konsep yang berkaitan dengan jenis penggunaan dan pengetahuan tentang alat dan keahlian, dan bagaimana ia dapat memberi pengaruh pada kemampuan manusia untuk mengendalikan dan mengubah sesuatu yang ada di sekitarnya. Teknologi yang berkembang dengan pesat, meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Dalam hal ini, sulit memisahkan kehidupan manusia denganteknologi, bahkan sudah merupakan kebutuhan manusia. Perkembangan teknologi yang sebelumnya merupakan bagian dari ilmu atau bergantung dari ilmu, sekarang ilmu dapat pula bergantung dari teknologi (Irma Budiana, 2019). Teknologi mengalami perkembangan seiring dengan zaman yang berubah dan teknologi mempunyai ciri khas masing-masing di zamannya. Dalam penggunaan teknologi manusia menggunakan sesuai dengan kebutuhannya, agar dapat mempermudah aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.Teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam revolusi industri (Wahyono, 2019). Dengan demikian, ada empatperkembangan teknologi di era revolusi industri, yaitu: Pertama, revolusi industri1.0 pertama kali terjadi di Inggris pada akhir abad ke-18 dan para ahli menemukan mesin uap, sinar X, (Santoso, 2011) mengembangkan bibit baru yang unggul dengan cara mutasi dan pupuk kimia sertaobat hama penyakit. Revolusi Industri 1.0 berlangsung periode antara tahun 1750-1850. Kedua, revolusi industri 2.0 kelanjutan yang tidak terpisahkan dari revolusi industrisebelumnya yang mulai di Inggris pada abad ke-18 (Santoso, 2011) dan ditandai dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik dan motor pembakaran dalam (combustionchamber). Revolusi yang kedua ini terjadi pada akhir abad ke-19 di mana mesin-mesin produksi yang ditenagai oleh listrik digunakan untuk kegiatan produksi secara masal (Hoedi Prasetyo & Wahyudi Soetopo, 2018). Penemuan ini memicu kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, dan lain-lain yang


6 mengubah wajah dunia secara signifikan (Hoedi Prasetyo & Wahyudi Soetopo, 2018). Ketiga, revolusi industri 3.0 diawali dengan munculnya teknologi informasi dan elektronik yang masuk ke dalam dunia industri yaitu sistem otomatisasi berbasis komputer dan robot. Peralatan industri sudah tidak lagi dikendalikan oleh manusia, namun sudah dikendalikan oleh komputer atau lebih dikenal dengan istilah komputerisasi (Hamdan, 2018). Pada periode 1960-2010 melahirkan inovasi pengembangan sistem perangkat lunak untuk memanfaatkan perangkat keras elektronik. Keempat, revolusi Industri 4.0 pertama kali di Jerman pada tahun 2011 yang ditandai dengan revolusi digital yaitu robot kecerdasan buatan (artificial intelligence robotic), teknologi nano, bioteknologi, dan teknologi komputer kuantum, blockchain (seperti bitcoin), teknologi berbasis internet, dan printer 3D (Slamet Rosyad, 2018). Era Industri 5.0 menandai evolusi teknologi yang lebih maju dari Industri 4.0, dengan fokus pada kolaborasi harmonis antara manusia dan mesin. Industri 5.0 mengintegrasikan teknologi canggih seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), big data, dan robotika dengan tujuan meningkatkan efisiensi produksi sambil memperhatikan aspek humanis. Dalam era ini, manusia dan mesin bekerja bersama untuk menciptakan nilai tambah yang lebih besar, di mana peran manusia beralih dari sekadar operator menjadi desainer dan pengambil keputusan yang dibantu oleh teknologi. Misalnya, di pabrik pintar, robot melakukan tugas-tugas rutin dan berat, sementara manusia fokus pada inovasi, pengembangan produk, dan manajemen strategis. Selain itu, Industri 5.0 juga menekankan pentingnya keberlanjutan dan kesejahteraan pekerja. Teknologi digunakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan nyaman, mengurangi risiko cedera dan kelelahan melalui automasi proses yang berbahaya dan repetitif. Penggunaan data analitik dan AI memungkinkan prediksi dan pemeliharaan preventif terhadap mesin, yang tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional tetapi


7 juga mengurangi dampak lingkungan. Dengan demikian, Industri 5.0 berusaha mencapai keseimbangan antara keuntungan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan keberlanjutan lingkungan, menjadikan industri lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan dan nilainilai manusia. B. Pandangan Alkitab terhadapTeknologi Dalam Alkitab dapat dijumpai bahwa teknologi sudah ada sejak manusiadiciptakan. Dalam hal ini, Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupaNya (Imago Dei) dan memperlengkapi manusia dengan kekuatan berpikir (rasio) (Kej. 1:27-31) (Dakhi, 2018) dengan tujuan agar manusia berpikir dan mampu menggali potensi alam untuk memenuhi kebutuhannya. Artinya teknologi yang kita lihat, rasakan, dan kembangkan saat ini sesungguhnya sudah ada di Alkitab meski tidak secanggih sekarang (Drie S. Brotosudarmo, 2007). Dalam kitab Kejadian kisah air bah, Allah memerintahkan Nuh membuat kapal untuk menyelamatkan dirinya dan keluarganya dari kebinasaan air bah. Dalam hal ini, kemampuan Nuh bukan berarti Allah tidak campur tangan dalam menentukan pembangunan kapal tersebut tetapi Allah menentukan dimensi ruang dalam kapal bahkan bahannya pun Allah yang menentukan (Kej. 6:14-15) (Hugh J. Blair, 1992). Dalam Kitab Keluaran juga Musa diperintahkan Allah untuk membuat Kemah Suci (Kel. 25:9). Allah sendiri telah menjadi arsitek yang merencanakan ruang-ruang, dimensi dan bahan untuk kemah suci tersebut (Kel. 25:1-27:21) dan kemuliaan Allah memenuhi Kemah Suci tersebut (Kel. 40:35). Selanjutnya di dalam Kitab 1Raja- Raja juga dapat dilihat tentang Bait Suci dan istana yang dibangun oleh Salomo (1Raj. 7-8), sejak dari awal perencanaan pun Allah sudah campur tangan (Benget Rumahorbo, 2015). Dengan demikian, kita dapat ketahui bahwa teknologi sudah ada sejak zaman manusia diciptakan. Allah yang memerintahkan manusia untuk menciptakan teknologi dan Allah sendiri sebagai arsitek yang terlibat lansung dalam menciptakan teknologi. Artinya bagwa yang menciptakan teknologi itu adalah manusia tetapi Allah


8 yeng memerintahkan manusia untuk menciptakan teknologi dan membekali manusia dengan ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, Allah tidak melarang manusia untuk menciptakan teknologi, menggunakan dan mengembangkan karena itu merupakan mandat yang Allah berikan kepada manusia untuk mengelolah alam semesta untuk kebetuhan manusia itu sendiri. Namun yang Allah sangat menentang manusia dalam menciptakan teknologi, mengunakan dan mengembangkan dengan motivasi yang salah. Hal ini terlihat jelas di Kitab Kejadian Allah memporakporandakan kota Babel (Kej.11:1-9). Dalam hal ini, yang ditentang Allah bukanlah pendirian kota dan menara Babel-nya, tetapi motivasi mereka dalam membangun adalah untuk mencari nama dan ingin menyamai Allah (Kej. 11:4) (Elwood, 1992). Pada zaman Salomo, Allah menghukum bangsa Israel karena kemewahan, gemerlap teknologi di zamannya telah disalah gunakan oleh Salomo untuk mengoleksi wanita asing sehingga dia kemudian jatuh kepada penyembahan berhala (1Raj. 11:1-13) (Evi Tobeli, 2017). 23 Di zaman Yesus, ketika murid-murid menunjuk pada bangunan Bait Suci Yesus mengatakan bahwa bangunan tersebut akan diruntuhkan, apabila tidak digunakan sebagaimana mestinya untuk memuliakan Allah (Mat. 24:1-2). Di zaman Yesus juga dapat dijumpai dalam Alkitab Perjanjian Baru bahwa Yesus menentang penyalahgunaan fungsi Bait Suci yang dibangun selama empat puluh enam tahun menjadi arena komersil (Yoh. 2:16) (Evi Tobeli, 2017). Dengan demikian, Allah menentang manusia dalam menciptakan teknologi ialah penyimpangan atau motivasi manusia dalam menciptakan teknologi untuk menyombongkan diri, meyalahgunakan teknologi dan menyamakan diri dengan Allah. C. Penggunaan Teknologi Menurut Iman Kristen Dalam pandangan Alkitab terhadap teknologi, jika dihubungkan dengan ayat dalam Alkitab yang berbicara tentang penentangan Allah terhadap teknologi maka dapat diketahui bahwa teknologi memang tidak bersalah, teknologi muncul karena kemampuan olah pikir yang diberikan Allah kepada manusia (Evi Tobeli, 2017).


9 Sehingga manusia menciptakan, menggunakan dan mengembangkan teknologi. Namun semuanya itu dibawa kontrolnya Allah. Artinya manusia yang menciptakan, menggunakan dan mengembangkan namun tetap dibawa kobtrolnya Allah dengan tujuan agar manusia tidak menciptakan teknologi untuk menyombongkan diri atau menyamakan diri dengan Allah tetapi untuk kebutuhan manusia dan untuk kemuliaan Tuhan. Dalam hal ini, walaupun perintah tersebut diberikan kepada Adam sebagai manusia pertama, namun perintah itu juga diberikan secara tidak langsung kepada seluruh manusia hingga saat ini. Artinya Allah memperlengkapi manusia dengan akal budi, pikiran dan perasaan sehingga lewat akal budi inilah manusia mengembangkan teknologi dengan cepat, sesuai perkembangan zaman danperadaban. Dalam Alkitab mengatakan, “Baiklah orang bijak mendengar dan menambah ilmu dan baiklah orang yang berpengertian memperoleh bahan pertimbangan” (Ams. 1:5). Dalam hal ini, Allah sebenarnya menghendaki manusiauntuk terus mengembangkan diri, menambah ilmu dan pengertian. Sebagai orang Kristen tetap menerima segala kemajuan teknologi yang ada dengandasar Iman Kristen, yaitu takut akan Tuhan. Hal ini berarti bahwa tidak perlu menjauhi teknologi tapi justru terus mengembangkannya menjadi lebih baik lagi. Sebab Tuhan sendiri yang memberikan pengertian dan pengetahuan, keahlian, dalam berbagai pekerjaan kepada seseorang (Kel. 35:31). Sebagai mitra Allah maka manusia diberi kemampuan untuk mengetahui namun tetap dalam rasa hormat dan tunduk terhadap otoritas Allah Sang Pencipta (Ams.1:7). Iman Kristen memberikan dasar kepada kita untuk menerima perkembangan teknologi yang ada dalam iman Kristen yang menjadi dasar adalah Tuhan (Allah adalah arsitek). Dengan demikian, ada beberapa hal yang perlu orang Kristen lakukan dalam penggunaan teknologi yang sesuai dengan iman Kristen, yaitu: Pertama Allah adalah sumber pengetahuan (Ams. 1:7) "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan”. Dalam hal ini, pengetahuan itu berasal atau bersumber dari Tuhan dan sikap diri


10 yang takut akan Tuhan akanmenghasilkan pengetahuan yang benar serta dapat menggunakan pengetahuan tersebut dengan bijak untuk mengabdi kepada Tuhan dan kebaikan bagi sesama. Dengan demikian, pengetahuan tersebut berasal dari Allah, maka teknologi memiliki keterbatasan. Artinya seluruh ciptaan Allah atau yang berasal dari Allah memiliki keterbatasan, hanya Allah sendirilah yang sempurna dan tidak terbatas. Secanggih apa pun teknologi yang terus berkembang, dan hebatnya teknologi yang ada sekarang ini, tetap saja tidak dapat membuktikan keberadaan Allah. Keberadaan Allah dan kehadiran-Nya dalam diri orang percaya hanya dapat dipahami dengan iman. Kedua sebagai orang Kristen harus dapat menguasai teknologi dan bukan dikuasai oleh teknologi (1 Kor. 6:12). "Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak akan membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apapun." Dalam hal ini, teknologi hasil dari akal budi manusia diizinkandigunakan untuk mengupayakan kebaikan dan kesejahteraan hidup manusia. Akan tetapi, ketika teknologi yang merupakan hasil dari akal budi manusia yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia itu telah digunakan untuk menentang hukum Tuhan, maka manusia akan kembali menjadi budak dosa. Allah tentunya akan memberikan hukuman kepada manusia yang telah menjadi budak dosa dengan membuat teknologi sebagai "allah", yang karenanya manusia telah diperhamba. Seperti halnya Allah mengacaukan upaya orang-orang Babel yang membangun kota dan mendirikan menara dengan motivasi untuk mencari nama dan melawan Allah. D. PAK Antisipatif Penggunaan Teknologi 1. Pendidikan agama Kristen di keluarga Pendidikan agama Kristen memiliki peran penting untuk mengantisipasi penggunaan teknologi menurut iman Kristen di era revolusi industri 4.0 melalui pengajaran PAK dilingkungan


11 keluarga. Dalam hal ini, keluarga merupakan lingkungan yang terutama melakukan pembentukan sosial anak untuk menentukan tujuan seorang anak dan tempat tumbuh kembang. Pendidikan agama Kristen dalam keluargasangat penting, agar setiap orang tua mengerti bagaimana memperlakukan dan cara pendampingan kepada anak-anak (Rantung, 2020). menurut Marhin Luther yaitu melibatkan semua warga jemaat, khususnya kaum muda dalam rangka belajar teratur dan tertib agar semakin sadar akan dosa- dosanya (Robert R Boehlke, 2006). Senada dengan hal ini, menurut Janse Belandina pendidikan Agama Kristen dalam keluarga bertujuan untuk: a. Mengalami proses pertumbuhan sebagai pribadi dewasa dalam segala aspek. b. Mampu mengidentifikasi berbagai pergumulan dalam keluarga serta kaitannya dengan pengaruh modernisasi. c. Mampu menjelaskan makna kebersamaan dengan orang lain tanpa harus kehilangan identitasnya sebagai orang Kristen yang percaya kepada Yesus Kristus. d. Mampu mewujudkan nilai-nilai Kristiani dalam menghadapi gaya hidup modern. e. Mampu mengkritisi perkembangan budaya dan IPTEK (Talizaro Tafonao, 2018). Peran pendidikan agama Kristen dalam keluarga sangat penting diterapkan oleh orang tua di era 4.0. Salah satu peran pendidikan agama Kristen dalam keluarga saat ini adalah mengupayakan kerjasama orang tua ayah dan ibu dalam mendidik anak serta menciptakan keharmonisan dalam keluarga. Peran orang tua di era revolusi industiri 4.0 saat ini adalah bagaimana orang tua mengajar, mendidik dan mendampingi anak-anak dalam penggunaan teknologi sehingga mereka tidak menyalahgunakan teknologi namun tetap menggunakan teknologi menurutiman Kristen. Dalam hal ini, anak-anakzaman sekarang yang berada pada zaman teknologi sangat canggih, yang ditandai dengan Smartphone, Internet,


12 Facebook, Twitter, Whatshapp, Line, Instagram, games online, dll. Orang tua memiliki peran yang sangat penting untuk mengantisipasi penggunaan teknologi sehingga walaupun zaman semakin berkembang dan teknologi semakin canggih tetap mereka beriman kepada Yesus Kristus. Dengan demikian orang tua harus menyadari bahwa keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak belajar tentang iman dan menjadi dasar bagi hidup iman mereka. Sebagai orangtua merekalah yang menyiapkan dan memberikan bekal kehidupan bagi anak-anak dalam keluarga. Bekal kehidupan itulah yang menentukan hidup dan kehidupan anak di masa depan. Bukan bekal dalam artimateri, tetapi lebih pada hal-hal rohani, yaitu iman yang hidup, kasih yang sejati, sikap hati, kepekaan terhadap sesama, cara berpikir dan berbicara, kekuatanmental, daya juang untuk hidup dan daya tahan terhadap godaan serta bertindak bijaksana. Dalam hal ini, setiap orang tua yang ingin memahami dan mendidik anak-anak, haruslah memahami dunia mereka. Orang tua tidak dapat menutup diri dan menarik diri dari kenyataan yang sedang terjadi bahwa secara tidak langsung juga telah terlibat di dalam pengaruh era globalisasi. Artinya, ada banyak reaksi orang tua dalam menyikapi tantangan globalisasi ini khususnya perkembangan dalam dunia teknologi; dari orang tua yang sangat ketakutan, tidak peduli, hingga yang sangat terbuka terhadap perkembangan ini. “Reaksi- reaksi tersebut dikategorikan menjadi tiga, yaitu; menarik diri (Bubble Way), menyerahkan diri (EGP-Emang Gue Pikirin) dan menerima dengan kritis (Smart Way) (Wadi & Selfina, 2016). Oleh karena itu, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam keluarga untuk menagantisipasi penggunaan teknologi pada anak melalui pengajaran pendidikan agama Kristen melalui bebarpa hal yang harus orang tua lakukan yaitu: a. Orangtua sebagai pengajar


13 Peran orang tua dalam keluarga sebagai pengajar untuk mengajar anak dalam penggunaan teknologi menurut iman Kristen. Dalam hal ini, sebagai pengajar Orang tua harus mengajar dengan membicarakannya sebagaimana dalam Alkitab (Ul. 11:19) ”Kamu harus mengajarkannya kepada anakanakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.” Artinya orang tua bertanggung jawab membicarakan firman Tuhan kepada anak dan berusaha untuk menuntun setiap anak kepada hubungan yang setia dengan Tuhan. Tujuan dari membicarakan firman Tuhan kepada anak ialah mengajarnya untuk takut akan Tuhan, berjalan pada jalan-Nya, mengasihi dan menghargai Dia serta melayani Dia dengan sepenuh hati dan jiwa (Ul. 4:6). Dalam membicarakan firman Tuhan kepada anak membutuhkan waktu yang baik dan tepat, namun untuk mendapatkan waktu, di generasi ini sangat susah karena keseharian anak akan dipenuhi dengan alat-alat digital berupa handphone, gadget, Notebook, Smartphone, dan lainnya. Selain itu, anak juga akan banyak menghabiskan waktu bersama dengan teman-teman sebayanya di luar rumah. Oleh karena itu, firman Tuhan di dalam Ulangan mengatakan bahwa membicarakan firman Tuhan kepada anak-anak bukan hanya ketika sedang berada di dalam rumah saja melainkan pada waktu bangun pagi, pada waktu bersama di luar rumah dan bahkan pada waktu akan tidur di malam hari. Artinya orang tua selain mengajar dengan membicarakan secara lansung juga bisa mengajar melalui gadget dengan tujuan agar anak tidak salah menggunakan teknologi, namun tetap menggunakan teknologi sesuai iman Kristen. b. Orang tua sebagai pendidik Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam keluarga untuk mendidik anak dalam penggunaan teknologi menurut iman Kristen. Dalamhal ini, didikan dari orang tua sangat menentukan kehidupan anak dalam penggunaan


14 teknologi. Artinya anak menggunakan teknologi sesuai iman Kristen atau tidak tergantung didikan dari orang tua. Mendidik anak dalam penggunaan teknologi merupakan suatu tugas yang besar bagi orang tua dalam menuntunnya untuk memiliki potensi yang bermanfaat bagi generasi ini, jikaorang tua tidak dengan sadar mendidikanak dalam penggunaan teknologi yang baik, maka anak akan menjadi budak teknologi dan mentuhankan teknologi.Hal yang sangat mendasar bagi orang tua untuk mendidik harus berdasarkan firman Tuhan. Setiap orang tua perlu mengklarifikasi dan mengajarkan nilai- nilai luhur keimanan ataupun moralitas kepada anak-anaknyaserta mengkondusifkan proses interialisasinya (proses diterima dan tertanamnya nilai dalam diri seorang anak). Dengan demikian, sebagai pendidik dalam keluarga ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam hal mendidik anak yaitu: (Adewumi Moradeke Grace, 2012) (a) Membentuk rutinitas sehari-hari keluarga dengan menyediakan waktu dan tempat yang cukup untuk belajar dengan anak-anak dan menugaskan tanggung jawab untuk tugas-tugas di dalam keluarga. (b) Memantau kegiatan di luar sekolah, misalnya menetapkan batasan penggunaan teknologi, mengurangi waktu bermain gadget, dan memantau teman- temannya yang bergaul dengan anaknya. (c) Orang tua harus menciptakan lingkungan rumah yang mempromosikan pembelajaran, memperkuat apa yang diajarkan di sekolah dan mengembangkan keterampilan hidup sehingga anak-anak perlu menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. c. Orang tua sebagai mentoring Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam keluarga sebagai pendamping. Dalam hal ini sebagai pendamping orang tua harus mengontrol anak dalam penggunaan teknologi sehingga tidak salah menggunakan tetapi tetap menggunakan sesuai dengan yang sudah orang tua ajarkan. Pendampingan orang tua terhadap anak dalam


15 penggunaan teknologi yang efektif harus memberikan disiplin pada anak sebagai mana pengajaran dari orang tua terhadap anak-anak dalam Perjanjian Lama menurut Kitab Amsal adalah “kedisiplinan” (Ams. 3:11-12; 19:15; 22:15). Kitab Amsal memberi penekanan yang sangat besar pada disiplin dan benarbenar menaruh perhatian sehingga disiplin dijalankan bersamaan dengan hukuman di dalamnya. Disiplin berarti harus meneladani apa yang Tuhan ajarkan berdasarkan hukum Taurat dan apabila anak lalai melakukannya maka akan diberlakukan hukuman, namun hukuman ini berjalan bukan berdasarkan kemarahan melainkan berdasarkan kasih (Ams. 3:11- 12). Disiplin berbicara mengenai banyak hal yang dapat dilakukan oleh orang tua kepada anak yang berhubungan dengan alat komunikasi, media dan teknologi informasi yang digunakan. Dengan demikian, ada beberapa langkah dalam mendisiplinkan anak yang perlu dilakukan, yaitu: (Hellen Chou Pratama, 2012) a. Tetapkan batas/aturan, setiap orang tua bertanggung jawab untuk memberikan batasan/aturan kepada anak dalam beraktifitas dengan gadget. Dalam hal ini, “aturan atau batas adalah sebuah pagar perlindungan yang akan memberikan rasa aman bereksplorasi kepada setiap anak di masa pertumbuhannya. Dengan demikian, orang tua harus dengan tegas memberikan batasan atau aturan kepada anak dalam penggunaan internet dan alat komunikasi. Misalnya; anak diijinkan untuk bermain dengan gadget atau internet hanya setelah selesai mengerjakan tugas rumahnya, dalam menonton televisi juga dibatasi hanya beberapa jam dalam sehari. b. Pengawasan, orang tua sangat diharapkan untuk dapat mengawasi anak dalam menggunakan internet dan gadgetnya. Dalam hal ini, ada baiknya jika orang tua memasang filter pada situs-situs tertentu yang kurang baik


16 untuk ditonton pada notebook dan sebaiknya orang tua juga harus dapat melihat isi dari gadget anaknya. 2. Pendidikan Agama Kristen di Gereja Keberadaan dan kemajuanteknologi di era revolusi 4.0 sangat membantu manusiauntuk menyelesaikan berbagai pekerjaan yang lebih efisien dan lebih baik. Dalam perkembangan media komunikasi ini, gereja ikut serta membudidayakan media tersebut dalam praktek pelayanannya. Secara khusus media elektronik yang sangat berkembang saat ini, gereja membudidayakannya untuk memfasilitasi pertumbuhan iman umat. Dalam hal ini, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap bentuk media komunikasi khususnya elektronik, memiliki dampak positif dan negatif. Gereja perlu mengantisipasi pengaruh perkembangan media ini agar tidak menjadi batu sandungan bagi pertumbuhan iman jemaat karena sangat disayangkan dengan tujuan yang baik tetapi justru dapat menghancurkan esensi persekutuan itu sendiri (F. M. Boiliu, 2020b). Pendidikan agama Kristen memiliki peran yang sangat penting di gereja untuk mengantasipasi penggunaan teknologi pada jemaat sehingga mereka tidak salah menggunakan teknologitetapi menggunakannyamenurut iman Kristen (Hasugian, 2019). Pendidikan agama Kristen yangdilakukan di gereja dalam berbagai kategori usia yakni dari anak sampai lansia. Dalam hal ini, gereja berperan dalam pendidikan Kristen, baik itu melalui pengajaran maupun keteladanan hidup anggota jemaat yang dapat memberi didikan kepada jemaat yang membutuhkan pendidikan agama Kristen (Sianipar, 2020a). Gereja tidak hanya mendidik melalui pengajaran Kristen tetapi juga melalui kehidupan nyata. Menurut Iris V Cully pendidikan agama Kristen sejak permulaan gereja telah menjadi masyarakat yang mengajar (Cully, 2012).Artinya dimanapun dan kapan saja gereja


17 merupakan masyarakat yang tetap meneruskan pengajaran. Gereja tidak hanya mengajar tetapi juga melalui keteladanan hidup, baik melalui pendeta atau gembala-gembala sidang, majelis dan anggota jemaat juga dapat menolong jemaat dalam mengunakan teknologi sesuai dengan nilai-nilai Kristiani atau iman Kristen. Dalam hal ini, pendidikan agama Kristen memiliki peran yang sangat penting di gereja melalui pengajaran untuk mengantisipasi penggunaan teknologi sehingga jemaat tidak salah menggunakan teknologi. Dengan demikian, yang perlu gereja mengajarkan kepada jemaat dalam penggunaan teknologi melalui beberapa hal yaitu: Pertama, menggunakan teknologi sesuai fungsi dan daya kemampuan bukan persaingan. Kedua, teknologi adalah alat bukan tujuan jadi jangan memberhalakan teknologi atau menggunakan teknologi secara berlebihan sehingga menimbulkan gaya saing di antara setiap orang (Celia Deane Drummond, 2001). Ketiga tidak boleh membiarkan kemajuan- kemajuan teknologi menjadi objek yang keliru dan meninggalkan ketergantungan kepada Allah (Kej. 11:1-9) (Evi Tobeli, 2017). Gereja bertanggungjawab mengajarkan kepada jemaat dalam penggunaan teknologi maka perlu juga mengajarkan mereka dalam bertanggung jawab menggunakan teknologi. Dalam hal ini, sikap bertanggung jawab dalam mengunakan teknologi merupakan hal yang harus di pahami oleh jemaat dalam menggunakan teknologi. Adapun hal-hal yang harus dipahami oleh jemaat berkaitan dengan sikap tanggung jawab dalam menggunakan teknologi adalah sebagai beriku: Pertama, Takut akan Tuhan (Ams. 1:7), artinya dalam penggunaan teknologi harus disertai hati nurani, dibangun dengan kesadaran dan kebenaran untuk kehidupan banyak orang (Evi Tobeli, 2017). Dengan demikian, segala sesuatu yang diciptakan atas dasar takut akan Tuhan, tentunya dalam pengembangannya akan selalu melihat dari segi-segi dampak


18 yang berguna bagi kehidupan manusia dan selalu melihat dari ukuran nilai dan norma yang berlaku (Evi Tobeli, 2017). Kedua, jemaat harus menyadari bahwa teknologi adalah tugas. Dalam hal ini, jemaat harus memiliki sikap yang bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan Allah kepada manusia sebagaimana tertulis dalam (Kej. 1:28) “Allah memberkatimereka, lalu Allah berfirman kepadaAmereka: “beranak cuculah danbertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” Artinya Tuhan memerintahkanmanusia untuk menguasai segala yang ada di bumi termasuk teknologi untuk memuji dan memuliakan nama Tuhan. Ketiga, jemaat harus menggunakan teknologi sesuai dengan nilai moral. Dalam hal ini, setiap orang percaya dapat menggali dan mempergunakan teknologi sesuai dengan nilai-nilai moral, dengan taat dan bertanggung jawab kepada norma-norma Allah. Teknologi juga digunakan harus sesuai dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Penyalahgunaan teknologi dapat ditahan oleh penggunaan teknologi secara positif sesuai dengan normanorma Tuhan dan dengan perjuangan memberantas penyalahgunaanteknologi. Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia (Evi Tobeli, 2017). 3. Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Kehadiran teknologi di Era Revolusi Industri 4.0 yang serba cepat dan canggih merupakan suatu tantangan dan peluang bagi guru dan siswa di sekolah. Dalam hal ini, peluang dalam teknogi bagi guru dan siswa adalah menggunakan teknologi sebagai media pembelajaran untuk menjadi metode dalam proses belajar mengajar, sedangkan yang menjadi tantangan ialah penyalahgunaan teknologi oleh siswa-siswa terhadap hal- hal yang merusak moral dan spiritual mereka. Hal ini merupakan tugas dan tanggung jawab seorang guru di sekolah khusunya guru pendidikan agama Kristen yang mengajarkan pendidikan agama Kristen. Pendidikan agama


19 Kristen di sekolah memiliki peran yang sangat penting untuk mengantisipasi penyalahgunaan teknologi yang tidak sesuai dengan iman Kristen. Dalam hal ini, Guru PAK merupakan unsur penting dalam mengajar di bidang Pendidikan Agama Kristen, terutama di sekolah demi pertumbuhan iman siswa. Di Era revolusi industri 4.0 merupakan era di mana siswa dengan mudah dapat mengakses apa saja yang ia inginkan sehingga hal ini akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan iman mereka. Di sinilah peranan guru pendidikan agama Kristen sangat diperlukan untuk berperan aktif dalam mengarahkan siswa mengalami pertumbuhan iman. Peranan guru pendidikan agama Kristen di sekolah sangat membantu siswa untuk mengenal Yesus Kristus secara pribadi. Selain dari itu, guru merupakan tenaga pendidik yang memiliki tanggung jawab serta intensitas pertemuan yang tinggi dengan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Peran guru pendidikan agama Kristen di sekolah untuk mengantisipasi penggunaan teknologi pada siswa yaitu: Pertama, guru PAK harus mengajarkan kepada siswa tentang penggunaan teknologi yang baik dan benar berdasarkan standar kebenaran Firman Tuhan. Kedua, guru PAK harus mengkonseling siswa-siswi yang sudah kecanduan teknologi dan yang belum kecanduan sehingga mereka tetap menggunakan teknologi sesuai dengan kebutuhan. Ketiga, guru PAK harus megontrol siswa dalam penggunaan teknologi yang mana di sekolah siswa tidak boleh menggunakan handphone pada saat belajar. Selain itu, guru harus membangun kerja sama dengan orang tua untuk mengontrol siswa dalampenggunaan teknologi di rumah.


20 3 Transformasi Spiritulitas dan Moralitas A. Spiritualitas Anak Spiritualitas dalam artian mengacu pada kepercayaan dan praktik yang didasarkan pada keyakinan bahwa ada dimensi nonfisik (transcendent) dalam kehidupan. Spiritualitas menggambarkan hubungan antara manusia dan tuhan dan berbagai kebajikan yang dihasilkan dari hubungan tersebut. Percaya dengan adanya dimensi transenden dalam kehidupan. Inti dari keyakinan ini berupa kepercayaan terhadap Tuhan atau apapun yang dipersepsikan oleh individu sebagai sosok transenden ataupun sesuatu yang lebih besar dari diri seorang individu (Syamsuddin, 2017). Secara umum,


21 perbedaan mendasar yang paling menonjol tentang istilah “spiritualitas”dalam terminologi Kristen dibandingkan dengan makna secara umum terletak pada adanya keterlibatan Allah dalam penjelasan yang diberikan, juga dalam kaitannya dengan arti penting keberadaan objekrelasi dari sifat rohaniah manusia itu sendiri, bahkan Allah di dalam keterlibatan-Nya justru dilihat sebagai Inisiator dan Mediator dari relasi tersebut. Artinya, studi tentang spiritualitas Kristen tidak akan terlepas dari pembicaraan tentang relasi antara manusia dengan Allah sebagai Penciptanya, bahkan pemahaman tentang relasi ini akan menjadi dasar bagipemahaman dan penerapan dari spiritualitas itu sendiri (Pranoto, 2005). Spiritualitas dapat dikatakan sebagai spiritualitas Kristen ketika Allah yang diyakini umat Kristen menjadi keyakinan utama dalam kehidupan seseorang; kehidupan manusia yang saling berinteraksi merujuk pada kehidupan Yesus; dan „spirit‟ dalam spiritualitas Kristen diidentifikasi sebagai Roh Kudus (Anamofa, 2013). Dalam hal ini, spiritualitas merupakan potensi yang harus dimiliki oleh anak sejak dini, karena pengaruhnya sangatlah besar dalam kehidupan anak kelak dimasa depan. Dalam hal ini, anak memiliki spiritualitas sejak dini sangat penting karena akan menentukan bagi perkembangan anak ketika dewasa kelak. Jika sejak awal diberi dengan stimulasi spiritual yang baik, maka ke depannya dapat menerapkan nilai-nilai spiritualitas tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Nuryanto, 2017). Oleh karena itu, optimalisasi spiritualitas anak sangat penting untuk mengembangkan potensi dirinya agar menjadi manusia yang yang percaya kerpada Tuhan Yesus dengan sungguh-sungguh. Spiritualitas Kristen yang sejati adalah keberadaan seseorang yang berada di dalam relasi yang benar dengan Allah, sesama, dan ciptaan yang lain. Yang dimaksudkan dengan benar di sini bukan berbicara tentang what is (apa yang terjadi), melainkan what ought to (apa yang seharusnya terjadi). Dalam hal ini, apa yang seharusnya terjadi, maka tentu saja kehidupan anak harus mengacu pada apa yang dinyatakan oleh firman Tuhan. Spiritualitas Kristen yang sejati menurut firman


22 Tuhan adalah keberadaan seseorang yang tahu bagaimana ia seharusnya berelasi dengan Tuhan, sesama, dirinya sendiri dan ciptaan lain dan hidup berdasarkan apa yang ia tahu tersebut (Tanudjaja, 2018). Hal inilah yang perlu di miliki oleh anak sejak dini sebagai bekal menuju masa depan. B. Moralitas Anak Moraliats pada umumnya merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal. Dalam hal ini, moralitas adalah sesuatu tentang baik dan buruk merupakan sesuatu yang umum, yang terdapat dimana-manadan pada segala zaman (Bertens, 2011). Norma-norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Moral yang sebenarnya disebut moralitas. moralitas sebagai sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia mencari keuntungan. Dengan demikian, moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betulbetul tanpa pamrih dan hanya moritaslah yang bernilai secara moral (Budiningsih, 2004). Moralitas berasal dari kata moral dan kata moral berasal dari bahasa latin “moris” yang berarti adat istiadat, nilai-nilai atau tata cara kehidupan (Yusuf, 2003). Burhanuddin Salim menjelaskan bahwa moralitas memiliki dua arti: Pertama,s istem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagaimana manusia. Kedua,tradisi kepercayaan, dalam agama atau kebudayaan tentang perilaku yang baik dan buruk (Salam, 1997). Moralitas bersumber pada suara hati nurani manusia. Dalam hal ini, meskipun sifat suara hati nurani manusia adalah universal, namun sulit untuk diketahui secara pasti. Oleh karena itu, untuk mengetahui suara hati nurani manusia hanyalah dapat dilakukan melalui manifestasi-manifestasinya, baik berupa perilaku maupun ucapan-ucapan yang diutarakannya (Pulungan, 2011). Moral anak adalah bagian yang krusial dalam pembentukan karakter yang menentukan bagaimana mereka berinteraksi dengan


23 masyarakat dan memengaruhi keputusan serta perilaku mereka. Sejak usia dini, nilai-nilai moral anak sudah mulai terbentuk melalui pengaruh dari keluarga, pendidikan, dan lingkungan sekitarnya. Peranan orang tua sangat penting dalam menyemai nilai-nilai moral seperti kejujuran, tanggung jawab, empati, dan keadilan melalui teladan tingkah laku sehari-hari dan komunikasi yang konsisten. Pendidikan resmi di lembaga pendidikan juga turut berperan dalam menyediakan pengetahuan mengenai norma-norma sosial dan tata krama melalui program pembelajaran dan hubungan dengan rekan sebaya dan pengajar. Mendidik anak dalam agama juga sangat penting dalam membentuk karakter moral mereka. Sebab anak dipersiapkan untuk memahami nilai-nilai spiritual dan moral yang penting melalui ajaran agama, termasuk kasih sayang, pengampunan, dan kebenaran. Kegiatan keagamaan seperti pengajaran agama anak, doa bersama, dan bacaan kitab suci membantu meningkatkan pemahaman mereka tentang prinsip-prinsip moral dan etika. Pendidikan agama juga memberikan dasar yang kuat bagi anak-anak untuk memahami pemahaman tentang hal yang baik dan buruk serta membangun kepribadian yang jujur. Faktor sosial dan budaya juga berpengaruh dalam pembentukan moralitas anak. Berpaling dengan teman sebaya, media, dan masyarakat umum dapat memberikan contohcontoh perilaku yang dapat mempengaruhi cara mereka melihat dan bertindak. Maka, adalah sangat penting bagi orangtua dan guru untuk memantau dan membimbing anak-anak dalam memilih pengaruh yang baik dan memberikan arahan yang sesuai. Dengan pengaruh dari keluarga, pendidikan, agama, dan lingkungan sosial yang positif, anak-anak dapat berkembang menjadi individu yang memiliki integritas yang kuat, mampu mengambil keputusan yang tepat, dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.


24 C. Dampak Era Digital Terhadap Spiritualitas danMoralitas Anak Era digital sudah menyatuh dengan kondisi anak-anak saat ini. Dalam hal ini, anak-anak semakin mudah dan memiliki peluang yang lebih besar dalam mengakses berbagai informasi. Anak-anak juga semakin dimanjakan dengan adanya perkemangan teknologi yang begitu pesat karena semakin mudah dan cepat mengakses teknologi terbaru, maka penyebaran iformasi juga semakin cepat. Era digital telah membawa berbagai perubahan yang baik sebagai dampak positif yang bisa digunakan sebaik-baiknya (Pratiwa, 2017) dan era digital juga membawa dampak negatif sehingga menjadi tantangan baru dalam kehidupan anak-anak era digital ini (Prisgunanto, 2017). Dampak negatif dari era digital ini akan berdampak pada spiritualitas dan moralitas anak yang dimana mereka akan lebih patuh dan percaya kepada teknologi. Era digital bukan persoalan siap atau tidak dan bukan pula suatu opsi namun sudah merupakan suatu konsekuensi (Seriawan, 2017). Perkembangan kecanggihan teknologi yang akan diciptakan oleh manusia (Rantung & Boiliu, 2020). Kecanggihan teknologi secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi perkembangan moralitas dan spiritualitas anak. Dalam hal ini, seseorang anak dapat berperilaku buruk akibat penggunaan teknologi yang tidak pada tempatnya. Efek dari kecanggihan teknologi tersebut dapat kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Menghilangnya norma dan nilai serta sopan santun yang ada di masyarakat akibat pengaruh teknologi membuat generasi muda tidak lagi mengindahkan moral yang ada di Indonesia (W. Setiawan, 2017). Dampak dari era digital yakni tidak sedikit dari anak-anak yang menggunakan internet yang tidak mengakses sesuatu hal yang sewajarnya, mereka telah memanfaatkan internet dengan menyalah gunakan kecanggihan teknologi dengan mengakses situs-situs yang mengandung unsur pornografi baik berupa gambar maupun video yang semuanya itu sangat tidak wajar untuk ditampilkan dan


25 disebarluaskan bagi para pengguna internet, khususnya para pelajar untuk memanfaatkan dengan menyaksikan tayangan-tayangan serta gambar-gambar budaya asing yang tidak normatif. Membuka situssitus video pornografi, gambar pornografi tidak sesuai dengan hal yang dibutuhkan di dalam bidang Pendidikan (Mardi Fitri, 2020). Penyalahgunaan kecenggihan teknologi tersebut sangat mempengaruhi perkembangan spiritualitas dan moralitas anak-anak. Kemajuan teknologi telah mengubah cara anak-anak mendapatkan informasi dan berhubungan dengan lingkungan sekitar, dan ini memiliki dampak yang signifikan pada nilai-nilai spiritual dan moral mereka. Kemudahan akses ke internet dan platform media sosial memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk memperoleh pengetahuan tentang beragam nilai dan norma dari berbagai budaya dan sudut pandang. Sumber daya digital seperti aplikasi agama, video tutorial, dan konten online dapat memberikan dukungan yang segar dan menarik bagi pertumbuhan spiritual mereka. Meskipun demikian, terpapar pada materi yang tidak pantas atau buruk juga bisa merusak moralitas anak. Anak-anak bisa terpengaruh oleh nilai-nilai yang tidak sejalan dengan ajaran agama dan prinsip moral yang diterapkan oleh keluarga mereka jika mereka tidak mendapat bimbingan yang tepat. Selain itu, keterlibatan dalam lingkungan digital dapat berdampak pada kaitan sosial dan nilai-nilai moral anak-anak. Media sosial adalah sebuah instrumen yang sangat berpengaruh dalam membentuk komunitas dan mendapatkan dukungan, namun juga bisa menjadi pemicu dari berbagai perilaku negatif seperti cyberbullying, kecemasan sosial, dan tekanan untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma yang merugikan. Sangat penting bagi orang tua dan guru untuk secara aktif terlibat dalam kehidupan digital anak-anak, memantau apa yang mereka lakukan online, dan memberikan petunjuk tentang cara menggunakan teknologi dengan bijaksana. Dengan strategi yang sesuai, perkembangan digital dapat digunakan untuk meningkatkan nilai-nilai spiritual dan moral anak-


26 anak, tetapi jika tidak diawasi dengan baik, potensi risiko dapat mengganggu perkembangan moral dan spiritual mereka. D. Peran PAK dalam Keluraga di Era digital Pendidikan Agama Kristen pada dasarnya merupakan pendidikan yang bercorakkan moral-moral Kristiani. Dalam hal ini, materi pengajaran pendidikan agama Kristen merupakan materi yang berisi tentang nilai-nilai kebenaran iman Kristen (Rifai, 2012b). Pendidikan Agama Kristen juga berusaha untuk menumbuhkan dan membimbing sikap hidup yang sesuai nilai-nilai Kristiani supaya terbentuk pribadi Kristen yang sejati (Homrighausen, 2012a) Pendidikan Agama Kristen berfungsi sebagai penyampaian kebenaran yang dinyatakan Tuhan dalam Alkitab. Artinya bahwa tidak dapat dipungkiri bahwa, tanggung jawab Pendidikan Agama Kristen pertama-tama dan terutama terletak pada orang tua, yaitu ayah dan ibu (Amsal 1:8) (Nainggolan, 2009). Dalam hal ini, pendidikan agama Kristen memiliki peran yang sangat penting dalam keluarga karena keluarga adalah lembaga pertama yang ditetapkan Allah di bumi. Allah mendirikan keluarga agar anak belajar dari orang tua. Sebelum membentuk jemaat dan pemerintah, Allah menabiskan pernikahan dan keluarga sebagai bangunan dasar masyarakat. Tidak ada tempat yang lebih baik dan penting untuk menumbuhkan iman, dan menaburkan nilai-nilai kristiani selain keluarga (Harianto GP, 2012). Keluargalah yang merupakan pelaku dan sekaligus lingkungan primer bagi pembentukan watak, tata nilai dan disiplin anak sebelum memasuki usia sekolah, dan dunia masyarakat (Sidjabat, 1994). Keluarga merupakan lembaga yang fenomenal dan universal, di mana di dalamnya terdapat anak-anak yang dipersiapkan untuk bertumbuh (Kristianto, 2006). Keluarga sebagai pendidik utama di mana keluarga meletakkan dasar spiritual iman Kristen dan moral (S. Lase, 2011). keluarga adalah sebuah institusi pendidikan yang utama dan bersifat kodrati (Djamarah, 2013). Dengan melihat hal tersebut, keluarga memiliki arti yang sangat penting dan utama dalam


27 mendidik anak yang dianugerahkan Tuhan kepada setiap orang tua, sehingga anak tersebut bertumbuh di dalam pengenalan akan Kebenaran Firman Tuhan dan memiliki kepribadian yang sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan yang menjadi dasar dan pedoman dalam setiap langkah kehidupan anak tersebut. Pendidikan agama Kristen memiliki peran penting dalam keluarga karena keluarga pada dasarnya merupakan setting pertama dan utama dari Pendidikan Agama Kristen (PAK). Keluraga dikatakan sebagai setting utama dan pertama tidak lain karena peranan orang tua dalam mengasuh anak-anaknya sangat penting (Nuhamara, 2007). Didalam keluargalah anak-anak mendapatkan pengajaran iman dan nilai-nilai moral (Hastuti, 2013). Dengan bersandar kepada anugerah Tuhan, orang tua mendidik anakanaknya sejak kecil dengan pola Alkitabiah sehingga mereka memiliki karakter Kristus (M. P. Santoso, 2014). Dengan demikian pendidikan agama dimulai dari keluarga. Anak harus dididik dan didorong untuk menerapkan semua nilai-nilai sebagaimana diajarkan firman Tuhan, dan dijauhkan dari segala hal yang dilarang firman Tuhan (Gulo, 2017a). Oleh sebab itu, orang tua dalam keluarga memegang peranan yang sangat penting untuk mendidik anak khususnya Pendidikan Agama Kristen. Meskipun orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan kerohanian anak, tetapi orang tua harus menyadari bahwa Tuhanlah yang mengubah hati anak, orang tua hanya alat yang dipakai Tuhan dalam proses itu (Scott Turansky, 2014). Artinya bahwa sebagaimana yang dijelaskan dalam I Korintus 3:6 bahwa, Paulus menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Kerohanian adalah sikap hidup yang mengamalkan daya Roh kudus dalam diri kita, supaya kita berkembang menjadi citra Allah yang semakin sesuai dengan cita-cita Sang Pencipta, di mana di dalamnya Roh Kudus mendorong setiap orang beriman dan memampukannya untuk mencapai tahap kedewasaannya dalam Kristus (Pribadi, 2020).


28 Pendidikan agama Kristen memiliki peran yang sangat penting dalam keluarga di era digital. Dalam hal ini, pendidikan agama Kristen harus menjawab tuntutan perubahan zaman, khususnya dalam era digital. Peran pendidikan agama Kristen di Era digital merupakan bagian dalam mengimplementasikan amanat agung dengan menggunakan teknologi tersebut sebagai hamba untuk menyampaikan tema-tema pemuridan dan pengajaran sehingga setiap orang dapat mengenal Kristus melalui kemajuan digital yang ada (Hartono, 2018). Dengan demikian, peran pendidikan agama Kristen dalam keluarga di era digital bertujuan mendidik agar anak meiliki moralitas Kristen mencerminkan nilai-nilai Kristiani, yang didasarkan relasi spiritualitasnya dengan Tuhan yang adalah pusat Kasih, Kedamaian dan Pengampunan. Anak yang memiliki moralitas dan spiritualitas Kristen akan membangun relasi dengan sesama dan ciptaan lainnya dengan baik sehingga akan terbangun komunikasi yang saling menghargai, bertoleransi, hidup harmonis meskipun dalam perbedaan dan kepelbagaian. E. Pmbentukan spiritualitas anak di era digital Orang tua adalah “ayah ibu kandung”, (Poerwadarminta, 2007) dan orang tua adalah “tempat menggantungkan diri anak secara wajar (Hasbullah, 1999). Dalam hal ini, orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk satu keluarga (FutichaTurisqoh, n.d.). Dengan demikian, orang tua memiliki tanggung jawab mendidik, mengasuh dan membimbing anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap menghadapi kehidupan bermasyarakat. Kehadiran era digital dan dampaknya menjadi suatu tantang terbesar bagi orangtua. Dalam hal ini, era digital selain memiliki dampak positif, memiliki dampak positif. Dampak positif dari era digital sangat mempengaruhi spiritualitas anak yakni tanpa disadari anak bisa menjadi budak teknologi dan mentuhankan teknologi. Hal ini akan sangat memperuhi spiritualitas anak. oleh karena itu, orang


29 tua sangat memegang peranan yang penting dalam hal pembentukan spiritualitas seorang anak. Pembentukan spiritual bukan sekadar pilihan yang boleh dipilih, dan boleh juga tidak. Namun pembentukan spiritual anak adalah suatu kenyataan hidup yang utama (Thompson, 2011). Oleh sebab itu, orang tua mutlak bertanggung jawab dalam membentuk spiritualitas anak-anaknya karena membentuk spiritualitas anak-anak oleh orang tua tidak boleh diabaikan melainkan orang tua harus menganggapnya sebagai yang paling utama. Dengan demikian, untuk membentuk spiritualitas anak di era digital maka orangtua perlu melakukan beberapa peran yaitu: 1. Peran orangtua sebagai Teaching Orangtua memiliki peran yang sangat penting di era digital untuk mengajarkan anak dalam membentuk spiritualitas. Dalam hal ini, untuk membentuk spiritualitas anak maka orangtua harus berperan sebagai guru yang selalu mengajar dan mengajar berulang-ulang kepada anak dalam spiritualitas. Orangtua mengajar anak untuk taat kepada orangtua sebagaimana dikatakan dalam alkitab bahwa anak-anak, taatilah orang tuamu, karena Allah telah memberi wewenang atas kamu (Susanto, 2010). Orangtua juga harus mengajarkan firman Tuhan kepada anak secara berulang-ulang pada anak sebagaimana dikatakan dalam Ul.11:19 “Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun;”. Artinya orangtua bertanggung jawab membicarakan firman Tuhan kepada anak dan berusaha menentun mereka kepada hubungan yang setia dengan Tuhan. Tujuan dari mengajarkan firman tuhan kepada anak ialah untuk takut kan Tuhan dan berjalan sesuai jalanNya, mengasihi dan menghargai Dia, serta melayani Dia dengan sepenuh hati dan jiwa Ul.4:6 (Wadi & Selfina, 2016).


30 Orang tua memiliki kewajiban yang tidak dapat dihindari, yaitu memenuhi kebutuhan spiritualitas anak sehingga anak tersebut tumbuh dengan normal, sehat dan cerdas (Elisabeth, 2009). Oleh sebab itu dalam keluarga, anak-anak perlu mendapatkan pelajaran dari orang tua, dan tentunya orang tua perlu mengajar anak tersebut dengan lemah lembut, dan penuh kasih sayang. Dalam keluarga inilah bagaimana orang tua mengajarkan anak-anaknya untuk takut akan Tuhan, karena takut akan Tuhan adalah hal yang sangat mendasar untuk anakanak dalam pertumbuhan kerohaniannya. Dengan demikian, peran orangtua sebagai guru untuk mengajar anak takut dan taat kepada orangtua, kepada Allah merupakan peran dari orangtua untuk membentuk spiritualitas anak dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga. 2. Peran orangtua sebagai pendidik Orangtua juga berperan sebagai pendidik dalam keluarga di era digital untuk membentuk spiritualitas anak. Dalam hal ini, kewajiban sebagai orangtua harus mendidik anak-anaknya, mendidik bukan hanya dalam artian untuk memperluas wawasan atau pengetahuan melainkan mendidik supaya si anak semakin hari semakin takut akan Tuhan, mendidik dalam artian membawa si anak dalam pengenalan akan Allah (Waharman, 2018). Anak perlu dididik dengan baik sesuai dengan jalan yang benar, sehingga dimasa tuanya ia tidak akan menyimpang daripada jalan yang diajarkan kepadanya yaitu jalan kebenaran. Karena itu “tujuan orang tua dalam mendidik anak bukanlah memberi jawaban yang mudah, tetapi menguatkan anak untuk mencari jalan hidup tanpa didikte (J. Simanjuntak, 2009). Kitab Amsal memberikan suatu nasihat agar orang bijaksana (termasuk orang tua dan pembina rohani) mendidik anak-anak dengan penuh pengabdian. Mendidik adalah kunci agar seorang anak dapat menikmati dan memiliki hidup yang berarti (Richards, 2007). Mendidik anak bukanlah suatu hal yang rumit tetapi didiklah mereka dengan benar berdasarkan kebenaran


31 Firman Tuhan. Orangtua sebagai pendidik dalam keluarga maka ada beberapa hal yang perlu orang tua lakukan untuk mendidik anak-anak, yaitu: a. Membentuk rutinitas sehari-hari keluarga dengan menyediakan waktu dan tempat yang cukup untuk belajar dengan anak-anak dan menugaskan tanggung jawab untuk tugas-tugas di dalam keluarga. b. Memantau kegiatan di luar sekolah, misalnya menetapkan batasan menonton televisi, mengurangi waktu bermain, dan memantau teman-temannya yang bergaul dengan anaknya. c. Orang tua harus menciptakan lingkungan rumah yang mempromosikan pembelajaran, memperkuat apa yang diajarkan di sekolah dan mengembangkan keterampilan hidup. Anak-anak perlu menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab.(Adewumi Moradeke Grace, 2012) 3. Peran orangtua sebagai mentoring Peran orangtua sebagai pendamping dalam membentuk spiritualitas anak di era digital sangat penting. Dalam hal ini, bentuk pendamping yang orangtua lakukan ialah untuk mengontrol perkembangan spiritualitas anak yang sudah mendapatkan pengajaran dan didikan dari orangtua. Ketika dalam pendamingan tersebut di dapati si anak tidak melakukan tidak sesuai dan tidak melakukan apa yang dudah di ajarkan oleh orangtua maka harus memberikan disimplin. Menerapkan disiplin pada anak merupakan hal penting sebagai bentuk wujud pendampingan dari orangtua. Hal ini sebagaimana terdapat dalam kitab Amsal adalah “kedisiplinan” Amsal 3:11- 12; 19:15; 22:15. Dalam hal ini, Kitab Amsal memberi penekanan yang sangat besar pada disiplin dan benar-benar menaruh perhatian sehingga disiplin dijalankan bersamaan dengan hukuman di dalamnya. Disiplin berarti harus meneladani apa yang Tuhan ajarkan berdasarkan hukum Taurat


32 dan apabila anak lalai melakukannya maka akan diberlakukan hukuman, namun hukuman ini berjalan bukan berdasarkan kemarahan melainkan berdasarkan kasih (Ams. 3:11-12). 4. Peran orangtua sebagai role model Dalam pembentukan spiritualitas anak di era digital, orangtua harus berperan sebagai pemberi teladan pada anak. Orang tua sebagai teladan, memiliki peran yang sangat penting bagi anak yaitu harus mampu memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya, baik dari perbuatan ataupun perkataan (Fitria, 2016). Keteladanan dari orang tua merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian anak. Karena keteladanan kerupakan metode yang sangat efektif bagi anak (Nur Hotimah, 2019). Keteladanan merupakan hal yang paling utama dalam membentuk spiritualitas anak. Dalam hal ini, meneladankan sendiri proses itu, sehingga kaum muda mempunyai orang dewasa dalam kehidupan mereka yang terlihat bertekad menggapai cita-cita yang tinggi dan berjuang mengaktualisasikan secara lebih penuh” Artinya, tidak ada pembentukan karakter yang jadi tanpa ada teladan.Tuhan Yesus Kristus adalah teladan hidup kita, tetapi orang tua juga sebagai teladan bagi anak (Telaumbanua, 2018). Oleh sebab itu, dalam membentuk spiritualitas anak, orangtua harus menjadi teladan bagi anak karena sebagai mana tertulis dalam kitab Amsal dan pengajaran yang menyatakan secara langsung “Hai anakku”. Tercermin dalam kitab Amsal bahwa semua yang di ajarkan itu merupakan suatu “keteladanan” 20:7; 23:26; 13:20, penting untuk orang tua menjadi teladan bagi anak-anak. Meneladani bukanlah sesuatu yang diajarkan kepada anak, namun sikap meneladani sudah ada pada diri anak ketika dilahirkan (Fredik Melkias Boiliu, Kaleb Samalinggai, 2020). Dengan demikian, menjadi teladan yang baik dalam sebuah keluarga merupakan suatu komitmen yang harus diterapkan dari orang tua. Dalam 2 Timotius 1:5 “Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup


33 di dalam nenekmu lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakini hidup juga di dalammu.” Ayat ini membuktikan bahwa keteladanan iman dari orang tua sangat memengaruhi masa muda Timotius. 5. Peran orangtua sebagai motivator Pembentukan spiritualitas anak di era digital membutuhkan peran dari orangtua sebagai motivator yang memotivasi anak untuk meningkatkan spiritualitasnya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, orang tua sebagai pemberi motivasi, memberi motivasi dalam meningkatkan kecerdasan spiritual anak sangat erat kaitannya dengan optimisme masa depan pada tiap individu (Intarti, 2016). Oleh sebab itu, orangtua selaku pemberi motivasi, hendaknya senantiasa memberikan pandangan-pandangan yang mengarah pada masa depan anak sehingga anak termotivasi untuk melakukan hal-hal yang memiliki nilai-nilai spiritual. Dalam membentuk spiritualitas anak, maka motivasi dari orang tua sangatlah dibutuhkan karena tanpa adanya motivasi dari orang tua, spiritualitas anak tidak akan berkembang dengan baik disebabkan kurangnya dukungan yang maksimal dari orang tua (R. Amalia et al., 2021). Dalam membentuk spiritualitas anak, orang tua bisa memberi motivasi dengan memberikan hadiah atau mengajaknya jalanjalan, atau bahkan hanya dengan cara memberinya penghargaan yang berupa ciuman atau pelukan yang tulus bagi anak apabila anak bisa melakukan hal-hal yang mengandung nilai-nilai spiritualitas misalnya anak sudah bisa melakukan doa makan, doa tidur, membaca Alkitab, dan melakukan kegiatan-kegiatan rohani lainnya. F. Pembentukan Moralitas Anak di Era Digital Di zaman yang serba modern ini pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Salah satu hal yang terpenting dari pendidikan itu adalah pendidikan moral,


34 yang mewujud dalam karakter dan sifat seseorang dalam kehidupan seharihari (Nuraeni & Syihabuddin, 2020). Kehadiran era digital membawa dampak positif dan negatif. Dampak negatif dari era digital, memberi pengaruh negatif terhadap moralitas anak yakni terjadi krisis moral. Oleh sebab itu, anak memiliki moralitas yang baik atau tidak akan tercermin melalui karakternya.Orangtua pada dasarnya memiliki peran penting dalam pembentukan moralitas anak dalam keluarga. dalam hal ini, orang tua merupakan tempat pertama sekali terbentuknya moral anak. Kasih sayang yang diberikan orang tua terhadap anak, membangun sistem interaksi yang bermoral antara anak dengan orang lain. Hubungan dengan orang tua yang hangat, ramah, gembira dan menunjukkan sikap kasih sayang merupakan pupuk bagi perkembangan moral anak. Oleh karena itu orangtua perlu melakukan usaha untuk membentuk moralitas anak dengan cara: 1. Peran orangtua sebagai Teaching Dalam membentuk moralitas anak di era digital orangtua harus mengajarkan nilai-nilai moral pada anak sejak dini. Sebagai pengajar orangtua harus memperkenalkan nilai moral yang berlaku di masyarakat. Anak harus diperkenalkan dengan pedoman dalam bertingkah laku yakni agama, pancasila dan adat istiadat. Sehingga anak akan mengikuti kebiasaan yang berlaku di masyarakat, oleh sebab itu anak akan bertingkah laku sesuai yang dianggap baik oleh masyarakat (Retnowati, 2018). Adapun peranan orang tua dalam memperkenalkan nilai moral yang berlaku di masyarakat adalah sebagai berikut: (a) orang tua mengajarkan anak pendidikan tentang agama yang berkaitan dengan bagaimana bergaul dengan sesama manusia (b) orangutan menanamkan sikap yang penuh kasih pada anak. Jika orang tua memelihara anaknya dengan penuh kasih sayang, toleransi, dan kelembutan, maka anaknya cenderung memiliki sifat-sifat seperti di atas sehingga dalam berhubungan dengan orang lain, sifat-sifat itu selalu mewarnai tingkah laku anak tersebut (c) Orangtua membangkitkan perasaan bersalah anak.


35 Anak-anak yang mudah mengalami perasaan bersalah menjadi takut sekali melakukan pelanggaran moral, sebaliknya anakanak yang memiliki sedikit perasaan bersalah, sedikit pula kemauannya untuk melawan godaan. 2. Peran orangtua sebagai pendidik Orangtua memiliki peran penting dalam pembentukan moralitas anak di era digital. Dalam hal ini, untuk membentuk moralitas anak di era digital orangtua berperan sebagai pendidik. Sebagai pendidik orangtua mendidik anak sehingga anak memiliki moralitas yang baik (Boiliu, 2020) . Artinya ketika anak mendapat didikan yang baik dari orangtua dalam moralitas maka akan tercermin dalam katakter anak (F. M. Boiliu, 2020a). baik buruknya karakter anak dalam kehidupan sehari-hari dapat menunjukan didikan orangtua terhadap moralitasnya. Oleh karena itu, orangtua harus berperan sebagai pendidik dalam menanam nilai-nilai sosial, budaya dana agama pada anak dan sebagai pendidik orang tua melarang anak untuk tidak mencuri, berzina, membunuh, meminum minuman keras, berjudi, melakukan seks bebas dan menghina ajaran agama lain. 3. Peran orangtua sebagai mentoring Dalam membentuk moralitas anak di era digital orangtua harus menjadi pendamping yang selalu setia mendampingi anak dalam kehidupan sehari-hari terkait dengan moralitas anak (Alia, 2018). Dalam hal ini, sebagai pendamping orangtua harus terlibat lansung dalam mengontrol katakter anak dalam kehidupan sehari-hari untuk mengetahui moralitas yang sudah orangtua ajarkan apakah berkembang atau tidak. Peran orangtua sebagai pendamping selalu mendampingi anak akan terbangun keharmonisan sehingga nilai-nilai moral akan terbentuk dalam diri anak. Peran orangtua sebagai pendamping pada anak, orangtua harus memberikan pengawasan Pengawasan mutlak diberikan pada anak agar anak tetap dapat dikontrol dan diarahkan. Tentunya pengawasan yang dimaksud


36 bukan berarti dengan memata-matai dan main curiga. Tetapi pengawasan yang dibangun dengan dasar komunikasi dan keterbukaan. Orang tua perlu secara langsung dan tidak langsung untuk mengamati dengan siapa dan apa yang dilakukan oleh anak, sehinga dapat meminimalisir dampak pengaruh negatif pada anak (F. M. Boiliu & Zega, 2023). 4. Peran orangtua sebagai role model Ketaladanan orangtua dalam keluarga sebagai model pembelajaran yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan anak. Dalam hal ini, moralitas anak tercermin baik atau buruk dalam hidupnya tidak terlepas dari karakter orangtua yang tercermin dalam kehidupan seharihari dalam keluarga (Eliman, 2017). oleh sebab itu, dalam membentuk moralitas anak di era digital, orangtua harus memberikan teladan yang baik terkait dengan moralnya melalui sikap hidupnya.


37 4 Praksis PAK dalam Keluarga Di Era Digital A. Problematika dalam Penggunaan Teknologi Hasil survei tahun 2015 yang dilakukan oleh Lembaga PBB untukanak UNICEF bersama para mitra yang salah satunya adalah dari Kementerian Komunikasi dan Informa-tika dan Universitas Harvard Amerika Serikat, menyatakan bahwa dari 400 responden berusia 10-19 tahun dari seluruh Indonesia dan mewakili daerah pedesaan dan perkotaan, dapat ditemukan bahwa sebanyak 98 persen dari anak dan remaja mengaku tahu tentang internet dan 79,5 persen di antaranya adalah penggunainternet (Rahmatullah, 2017). Disampaikan juga bahwa para penggunanya yakni kaum remaja dan anak sangat rentan melakukan penyimpangan perilaku yang diakibatkan oleh internet tersebut, apalagi bila tidak ada pendampingan dari orang


38 tua. Data lain yang berhasil ditemukan adalah data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang menyatakan bahwa sejak tahun 2014 hingga tahun 2015 jumlah anak korban pornografi yang dilakukan mencapai jumlah 1.022 anak, dengan rinciannya adalah anakanak yang menjadi korban pornografi online sebesar 28%, pornografi anak online 21%, prostitusi anak online 20%, objek cd porno 15% serta anak korban kekerasan seksual online 11% (Fatmawati, 2019). Berdasarkan data statistik yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2016, menyebutkan bahwa jumlah total pengguna internet di Indonesia sekitar 132,7 juta pengguna. Angka tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 51,8 persen dibandingkan dengan survei yang dilakukan pada tahun 2014 (UI, 2010).Tahun 2017 total pengguna internet naik menjadi 143,26 juta jiwa dan berdasarkan komposisi usia pengguna internet, pengguna internet anak-anak sekitar 16,68% atau sekitar 23,89 juta jiwa (Maulidiyah, 2018). Hal yang cukup mengejutkan bahwa di usia muda telah banyak anak yang menggunakan internet. Arus internet yang semakin luas dan dapat dinikmati oleh semua pihak tentunya memberikan kemudahan yang luar biasa dan tidak dapat disangkal. Namun, kemudahan tersebut haruslah diwaspadai, karena kemudahan yang dimaksud tidak hanya dari segi positif tapi juga dalam arti negatif. Berdasarkan fakta saat ini, anak-anak sudah akrab dengan perubahan di era digital, terutama dengan penggunaan internet. Menurut Surabaya pada anak usia 6-12 tahun menyebutkan bahwa responden yang paling banyak meng-gunakan internet pertama usia 8 tahun (27%), dan yang menarik adalah beberapa respondennya telah mengenal internet sejak balita yakni sejak 5 tahun (12%), 4 tahun (4%) dan 3 tahun (1%) (Candra, 2013). Hal ini tentunya harus diperhatikan oleh orangtua, karena selain mencari informasi, anak- anak usia 10-14 tahun sering menonton video, salah satunya di situs YouTube yang menghasilkan prestasi luar biasa, yakni selama 12 tahun tidakkurang 300 juta video diunggah setiap menitnya dengan jumlah penonton


Click to View FlipBook Version