39 mencapai 2 milliar perbulan. Selain itu, media sosial merupakan jenis konten internet yang paling sering diakses yakni mencapai 97,4% atau 129,2juta pengguna (Sukmanjaya, 2017). B. Kemerosotan Spiritualitas dan Moralitas di Era Digital Era digital memberikan dampak terhadap spiritualitas generasi muda saat ini. teknologi dan kehidupan pribadi dan sosial seakan telah melebur dan menjadi kebutuhan hampir setiap orang, termasuk anak. Perkembangan teknologi membentuk pola dan relasi yang baru antar manusia dan dirinya sendiri, sesama, alam bahkan dengan Allah. Kehadiran era digital membawa dampak positif dan juga negatuf. Dampak negatif dari era digital terjadi kemerosotan nilainilai moralitas dan spiritualitas pada anak. Merosotnya nilai moral pada anak memang menjadi keprihatinan serius pemerintah dan masyarakat, namun di era serba digital sekarang dengan arus teknologi infomasi yang sulit dibendung menjadikan persoalan tersebut tidak sederhana. Media yang tanpa kontrol dapat dengan mudah mencuci otak anak melalui game online. Anak lebih tertarik pada handphone (android-nya) dari pada permainan tradisional, dongeng, dan lagu-lagu anak yang sarat dengan pendidikan. Bahkan iklan barang haram seperti miras dan nakotika dikemas secara menarik bagi anak melalui internet dalam bentuk game online menambah kompleksitas persoalan moralitas anak dan spiritualitas (Setiawan, 2017). Generasi saat ini adalah generasi yang mengalami krisis secara global. Walaupun pada realitanya tidak semua mengalami krisis, tetapi searah perkembangan zaman generasi ini sudah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat mengubah seluruh aspek kehidupan baik spiritual maupun moral (Boiliu, 2016). Dalam hal ini, generasi ini dipengaruhi beberapa faktor yang jika dibiarkan dan tidak ada pembimbingan secara serius dan terus menerus maka akan
40 memunculkan generasi pemberontak. Dengan demikian, ada beberapa faktor itu antara lain: “media massa yang memberikan sajian gambar amoral, penyalahgunaan obat-obatan terlarang secara berlebihan, konsep intelektualitas menggantikan moralitas, gerakan zaman baru yang memberikan harapan-harapan palsu (Tong, 2001). C. Peningkatan Spiritualitas dan Moralitas Sesuai dengan hasil survei tersebut di atas maka dapat disimpulkanbahwa dampak negatif dari era digital sangat memengaruhi spiritualitas dan moralitas anak. Oleh sebab itu, orangtua harus bertanggung untuk meningkatkan spiritualitas dan moralitas anak melalui pengajaran PAK dalam keluarga. PAK pada dasarnya merupakan pendidikan yang bercorakkan moral-moral Kristiani. Dalam hal ini, materi pengajaran PAK merupakan materi yang berisi tentang nilai-nilai kebenaran iman Kristen (Rifai, 2012a). PAK juga berusaha untuk menumbuhkan dan membimbing sikap hidup yang sesuai nilainilai Kristiani supaya terbentuk pribadi Kristen yang sejati (Homrighausen, 2012a). PAK berfungsi sebagai penyampaian kebenaran yang dinyatakan Tuhan dalam Alkitab. Artinya bahwa tidak dapat dipungkiri bahwa, tanggung jawab pendidikan agama Kristen pertama-tama dan terutama terletak padaorang tua, yaitu ayah dan ibu (Amsal 1:8) (Nainggolan, 2009). Spiritualitas merupakan potensi yang harus dimiliki oleh anak sejak dini, karena pengaruhnya sangatlah besar dalam kehidupan anak kelak dimasa depan. Dalam hal ini, anak memiliki spiritualitas sejak dini sangat penting karena akan menentukan bagi perkembangan anak ketika dewasa kelak. Jika sejak awal diberi dengan stimulasi spiritual yang baik, maka ke depannya dapat menerapkan nilai-nilai spiritualitas tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Nuryanto, 2017). Spiritualitas merupakan potensi yang harus dimiliki oleh anak sejak dini, karena pengaruhnya sangatlah besar dalam kehidupan anak kelak dimasa depan. Dalam hal ini, anak memiliki spiritualitas sejak dini sangat penting karena akan menentukan bagi perkembangan anak ketika dewasa kelak. Jika sejak awal diberi dengan stimulasi
41 spiritual yang baik, maka ke depannya dapat menerapkan nilai- nilai spiritualitas tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Nuryanto, 2017). Peningkatan spiritualitas pada anak di era digital sangatlah penting untuk mengembangkan potensi dirinya agar menjadi manusia yang percaya kepada Tuhan Yesus dengan sungguh-sungguh. Spiritualitas Kristen yang sejati adalah keberadaan seseorang yang berada di dalam relasi yang benar dengan Allah, sesama, dan ciptaan yang lain. artinya benar itu bukan berbicara tentang what is (apa yang terjadi), melainkan what ought to (apa yang seharusnya terjadi). Dalam hal ini, apa yang seharusnya terjadi maka tentu saja kehidupan anak harus mengacu pada apa yang dinyatakan oleh firmanTuhan. Spiritualitas Kristen yang sejati menurut firman Tuhan adalah keberadaan seseorang yang tahu bagaimana ia seharusnya berelasi dengan Tuhan, sesama, dirinya sendiri dan ciptaan lain dan hidup berdasarkan apa yang ia tahu tersebut (Tanudjaja, 2018). Peningkatan moral anak di era digital sangatlah penting sebab moralitas merupakan sesuatu tentang baik dan buruk yang terdapat dimana- mana dan pada segala zaman (Bertens, 1993). Normanorma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur kebaikan seseorang. Sehingga moralitas sebagai sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia mencari keuntungan. Moralitas juga merupakan sikap danperbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih dan hanya moritaslah yang bernilai secara moral (Budiningsih, 2004). D. Pembelajaran PAK dalam Keluarga di Era Digital Rumah adalah latar yang paling ideal untuk menghu-bungkan kebenaran dan hidup dengan anak-anak. Para orangtua Kristen mempunyai kepedulian agar anak-anak mereka bertumbuh secara rohani dan jasmani. Para orangtua diperintah-kan untuk mengajarkan Alkitab kepada anak-anak (Lebar, 2006). Dasar pendidikan Allah adalah
42 pendidikan keluargadan pusat pendidikan agama dalam Ulangan 6:4-9 adalah keluarga. Dalam hal ini, sang ayah mengajar bahwa pendidikan agama Kristen berpusat pada hukum Allah dank urban melalui sistem imamat sebagai berikut: 1. Allah telah memberikan Sepuluh Hukum kepada umat Israel (Kel.20:1-17). 2. Perintah untuk mengasihi Allah (Ul.6:4-9) 3. Adanya peraturan-peraturan yang mengatur ibadah dan hubungan sosial (GP, 2017). Allah mendirikan keluarga agar anak belajar dari orangtua. Sebelum membentuk jemaat dan pemerintah, Allah menabiskan pernikahan dan keluarga sebagai bangunan dasar masyarakat. Tidak ada tempat yang lebih baik dan pentinguntuk menumbuhkan iman, dan menaburkan nilainilai kristiani selain keluarga (GP, 2012). Keluargalah yang merupakan pelaku dan sekaligus lingkungan primer bagi pembentukan watak, tata nilai dan disiplin anak sebelum memasuki usia sekolah, dan dunia masyarakat (Sidjabat, 1994). Keluarga merupakan lembaga yang fenomenal dan universal, di mana di dalamnya terdapat anak-anak yang dipersiapkan untuk bertumbuh (Kristianto, 2006). Keluarga sebagai pendidik utama di mana keluarga meletakkan dasar spiritual iman Kristen dan moral (S. Lase, 2011). Keluarga adalah sebuah institusi pendidikan yang utama dan bersifat kodrati (Djamarah, 2013). Dengan melihat hal tersebut, keluarga memiliki arti yang sangat penting dan utama dalam mengajarkan anak yang dianugerahkan Tuhan kepada setiap orang tua, sehingga anak tersebut bertumbuh di dalam pengenalan akan kebenaran firman Tuhan dan memiliki kepribadian yang sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan yang menjadi dasar dan pedoman dalam setiap langkah kehidupan anak tersebut. Didalam keluargalah anak-anak mendapatkan pengajaran iman dan nilai-nilai moral (Hastuti, 2013). Dengan bersandar kepada anugerah Tuhan, orangtua mendidik anak-anaknya sejak kecil dengan pola Alkitabiah sehingga mereka memiliki karakter Kristus (M. P.
43 Santoso, 2014). Dengan demikian, pembelajaran pendidikan agama Kristen dimulai dari keluarga. Anak harus dididik dan didorong untuk menerapkan semua nilai-nilai sebagaimana diajarkan firman Tuhan, dan dijauhkan dari segala hal yang dilarang firman Tuhan (Gulo, 2017b). Oleh sebab itu, orangtua dalam keluarga harus mengajarkan anak untuk menanamkan nilai-nilai kristiani dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun orangtua sebagai pengajar pertama dan utama dalam pertumbuhan kerohanian anak, tetapi orangtua harus menyadari bahwa Tuhanlah yang mengubah hati anak, orangtua hanya alat yang dipakai Tuhan dalam proses itu (Turansky, 2014). Artinya bahwa sebagaimana yang dijelaskan dalam I Korintus 3:6 bahwa, Paulus menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Kerohanian adalah sikap hidup yang mengamalkan daya Roh kudus dalam diri anak, supaya anak berkembang menjadi citra Allah yang semakin sesuai dengan cita-cita Sang Pencipta, di mana di dalamnya Roh Kudus mendorong setiap orang beriman dan memampukannya untuk mencapai tahap kedewasaannya dalam Kristus (Pribadi, 2020). E. Pembelajaran PAK dalam Peningkatan Spiritualits Anak Pembelajaran PAK di era digital sangat penting untuk meningkatkan spiritualitas anak. Dalam hal ini, spiritualitas anak yang terpengaruh karena kehadiran era digital atau yang nantinya terpengaruh harus ditingkatkan melalui pembelajaran PAK dalam keluarga. Peningkatan spiritualitas anak di era digital melalui pembelajaran pendidikan agama Kristen dalam keluarga dilakukan oleh orangtua. Oleh sebab itu, orangtua sebagai pengajar yang mengajarkan nilai-nilai spiritualitas pada anak dalam keluarga harus terus mengajarkan berulang- ulang. Dalam hal ini, melalui pembelajaran PAK dalam keluarga, maka orangtua mengajarkan anak agar memiliki karakteristik spritualitas Kristen yang berdasarkan norma-norma dan perintah yang Alkitabiah, sehingga secara individual bisa mengatasi dirinya untuk menjauh dari dosa dan
44 kenakalan-kenakalan sosial, ketidakadilan, gerakan ektrimis-me, radikal bisa diatasi (Rumahorbo, 2019). Peningkatan/perkembangan spiritualitas dipahami sebagai suatu kebutuhan terhadap agama dan manusia sebagai makluk religiusdianugerahi kemampuan dan perasaan untuk mengenal dan melakukan ajaranNya atau dapat juga dikatakan bahwa manusia diberikan karunia naluri beragama atau insting religius, dan ini merupakan kemampuan dasar yang berpeluang untuk berkembang dengan syarat lingkungan dalam hal ini orangtua dapat bertanggung jawab untuk meningkatkan spiritualitas anak melalui pengajaran pendidikan agama Kristen dalam keluarga. Dalam halini, pengajaran pendidikan agama Kristen dalam keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar dalam peningkatan spiritualitas anak (CarolinaL. Radjah 2020). Dengan demikian, untuk meningkatkan spiritualitas anak melalui pembalajaran pendidikan agama krisetan dalam keluarga yakni: 1. Orangtua sebagai pembentuk pribadi yang pertama bagi anak, dan tokoh yang ditirumaka orangtua seharusnya menjadi pribadi yang baik, pantas diidentifikasi anak, orangtua harus menjadi role model bagi anak. 2. Orangtua hendaknya memperlakukan anaknya dengan baik, tidak mempertontonkan sikap otoriter, respek dan menghargai pribadi anak, mau mendengar pendapat dan keluhan anak, memaafkan dan meminta maaf bila orangtua melakukan kesalahan, meluruskan kesalahan anak dengan cara yang tepat. 3. Orangtua hendaknya memelihara hubungan yang harmonis antar anggota keluarga sebab hubungan harmonis dan penuh pengertian akan berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan perilaku yang baik pula. 4. Orangtua hendaknya mengajarkan dan melatih anak agar senantiasa bersyukur atas berkat yang telah diberikan, bersikap jujur dan tidak melakukan hal-hal yang menyakitkan orang lain (Carolina L. Radjah 2020).
45 Peningkatan spiritualitas anak di era digital melalui pembelajaran pendidikan agama Kristen dalam keluarga, orangtua harus mengajarkan anak untuk mengasihi Tuhan. Orangtua mengajarkan anak untuk mengasihi Tuhan secara berulang-ulang akan dapat meningkatkan spritualitas anak. Peningkatan spiritualitas anak bukan sekadar pilihan yang boleh dipilih, dan boleh juga tidak namun pembentukan spiritualitas anak adalah suatu kenyataan hidup yang utama (Thompson 2011:10–11). Orangtua mutlak bertanggung jawab dalam mengajarkan spiritualitas pada anak-anaknya karena meningkatan spiritualitas anak-anak oleh orangtua tidak boleh diabaikan melainkan orangtua harus menganggapnya sebagai yang paling utama. Dalam hal ini, untuk meningkat spiritualitas anak di era digital, orangtua harus mengajarkan anak untuk mengasihi Tuhan dalam kehidupannya secara berulang-ulang sebagaimana dalam kitab Ulangan 6:4-9. Allah menyatakan bahwa Ia menghendaki umatNya dengan sungguh mengajarkan kepada anak-anak mereka untuk mengasihi Dia dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap kekuatan. Artinya, sejak kecil, anak-anak sudah harus diajarkan untuk mengasihi Tuhan Allah dengan sungguh-sungguh, melebihi apapun dan siapapun di dalam dunia ini, semakin hari semakin kuat serta menjadikan Dia sebagai pusat hidup satu- satunya (Santoso 2011). Dalam meningkatkan spiritualitas anak di era digital melalui pembelajaran pendidikan agama Kristen orangtua harus mendidik anak sesuai dengan ajaran dan nasihat Tuhan sebagaimana dikatakan dalam kitab Efesus 6:4 Tuhan menyatakan tanggung jawab setiap ayah untuk mendidik anaknya dalam nasihat dan ajaran Tuhan dengan tidak menimbulkan kemarahan dalam hati anak. Kata “mendidik” yang dipakai dalam ayat ini, dalam bahasa Yunani adalah paideia, mengandung arti mendidik yang menekankan karakter dan prinsip atau nilai hidup (Santoso 2011). Artinyajika orangtua mendidik anak dengan bijaksana, tidak menimbulkan kemarahan dalam hati anak, maka akan menumbuhkan karakter yang indah dalam diri mereka. Hal yang paling penting harus dilakukan oleh setiap ayah, yaitu mendidik anak-anaknya demkian, sebagai misi utama seorang ayah, yakni
46 membawa hati anak ke dalam hati Sang Juruselamat, menuntun anak mengenal Penebusnya (Santoso 2011). F. Pembelajaran PAK dalam Peningkatan Moralitas Anak Pembelajaran pendikan agama Kristen di era digital dalam peningkatan moralitas anak merupak tanggung jawab orangtua dalam keluarga. Moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau pinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain dan larangan mencuri, berzinah, membunuh, meminum minuman keras dan berjudi. Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya (Eliman 2017:143–44). Dalam hal ini, sangat penting untuk meningkatkan moralitas anak dengan menanamkan nilai-nilai kekristenan dan tata cara kehidupan yang baik sehingga perilaku anak tersebut dapat menghasilkan perilaku yang baik juga dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, untuk meningkatkan moralitas di era digital sehingga moral anak tersebut dapat menghasilkan perilaku yang baik langkah pertama dalam moralitas Kristen adalah menyerah-kan diri kepada Tuhan. Penyerahan ini berarti bahwa kita menjadi seperti Allah (Matius 5:44-48;Lukas 6:35-36). Makin akrab persekutuan kita dengan Allah makin kita mencerminkan sifat-sifat Allah. Oleh karena itu, supaya anak mempunyai perilaku moral yang baik, orangtua sebagai pembimbing harus membawa anak untuk menyerahkan kehidupannya kedalam tangan Tuhan dan mengajarkan serta menanamkan kepada anak untuk selalu membangun persekutuan dengan Tuhan, dengan hal itu anak dapat berperilaku yang baik karena anak diajar untuk menaati Firman Allah dan dididik kepribadiannya untuk bertumbuh secara rohani serta anak sudahmemahami gaya kehidupan Yesus dengan itu anak
47 dapat merefleksikan dalam kehidupannya sebagaimana dikehendaki Allah yaitu: kehidupan yang memiliki kasih sejati, kehidupan yang berbuah dan adanya kemurnian hidup serta kejujuran (Eliman 2017). Dengan demikian, pembelajaran pendidikan agama Kristen dalam keluarga untuk meningkatkan moralitas anak di era digital, orangtua perlumenerapkan beberapa hal yaitu: 1. Orangtua harus konsisten dalammendidik anak, orangtua harus memiliki sikap dan perlakuan yang sama dalam melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu, harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain. 2. Sikap orangtua dalam keluarga, secara tidak langsung sikap orangtua terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau sebaliknya dapat mempengaruhiperkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan. 3. Penghayatan dan pengalaman agama yang dianut, orangtua merupakan panutan bagi anak, termasuk di sini panutan dalam menjalankan ajaran agama. Orangtua yang membimbing tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami perkembangan moral yang baik. 4. Sikap konsisten orangtua dalam menerapkan norma, orangtua yang tidak menghendaki anaknya berbohong atau berlaku tidak jujur maka mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku berbohong atau tidak jujur. 5. Orang tua harus membangunkomunikasi yang baik dengan anak, sehingga orangtua dapat dengan mudah menanamkan nilai-nilai moral yang baik kepada anak-anak. Orangtua harus bersedia diam tanpa interupsi memancing aliran komunikasi anak. 6. Bimbingan yang berorientasi kasih sayang, diusahakan agar antara orangtua dengan anak terjalin hubungan yang baik, sehingga hubungan kasih sayang akan mendekatkan anak pada orangtuanya serta memudahkan orangtua memberikan nilainilai moral (Eliman 2017).
48 5 Upaya Mengatasi Penyalhgunaan Gadget yang Berlebihan Pada Anak A. Problematika Penggunaan Gadget Perkembangan teknologi ke arah digitai kini semakin berkembang pesat dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan besar dalam dunia. Era digital membawa suatu perubahan besar dalam hidup manusia. Dalam hal ini, manusia dengan mudah dapat melalukan akses terhadap informasi melalui banyak cara, serta dapat menikmati fasilitas dari teknologi digital dengan bebas, namun dampak negative pun muncul sebagai mengancam. Dengan demikian, tindak kejahatan mudah terfasilitasi melalui game online
49 yang dapat merusak mental generasi muda, pornografi, dan pelanggaran hak cipta mudah dilakukan, dan lain-lain. Teknologi yang membawa perubahan pada manusia di era digital adalah gadget.Dalam hal ini, setiap orang di seluruh dunia pasti sudah memiliki gadget dan bahkan sekarang ini banyak orang yang memiliki lebih dari satu gadget. Dalam penggunaan gadget tidak hanya berasal dari kalangan pekerja, tetapi hampir semua kalangan termasuk anak-anak sudah memanfaatkan gadget dalam aktifitas yang mereka lakukan setiap hari. Penggunaan gadget secara terus menerus akan berdampak buruk bagi pola perilaku anak dalam kesehariannya sehingga anak-anak yang cenderung terus- menerus menggunakan gadget akan sangat tergantung dan menjadi kegiatan yang harus dan rutin dilakukan oleh anak dalam aktifitas sehari-hari. Di era digital ini terbukti bahwa anak lebih senang bermain gadget dari pada belajar dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, hal ini mengkhawatirkan, sebab pada masa anak-anak mereka masih tidak stabil, memiliki rasa keingin tahuan yang sangat tinggi, dan berpengaruh pada meningkatnya sifat konsumtif pada anak-anakuntuk itu dalam penggunaan gadget anak-anak perlu mendapatkan perhatian khusus bagi orang tua. Karena ada beberapa kasus mengenai dampak negatif dari penggunaan gadget yang berlebihan pada anak yaitu mulai dari kecanduan internet, game, dan juga konten-konten yang berisi pornografi. Dalam hal ini, orang tua tidak bisa memisahkan anak dari gadget atau melarang anak supaya tidak menggunakan gadget karena penggunaan gadget juga sangat penting bagi anak untuk belajar halhal yang menambah pengatahuan bagi anak. Jadi bagaimanapun orang tua harus memberikan gadget pada anak namun tanpa adanya pengawasan orang dewasa atau orang yang lebih tua maka akan cenderung menimbulkan beberapa dampak negataif dalam penggunaan gadget yaitu anak akan lebih mudah mengakses
50 berbagai konten pornografi dari gadget yang dimiliki karena lebih mudah dan juga praktis. Pada era ini, membuat anak-anak sudah sangat akrab dengan gadget dan mereka sudah terbiasa melakukan aktivitas dengan gadget. Oleh sebab itu, orang tua harus bisa menyikapai masalah ini dengan baik dan yang harus menjadi perhatian untuk meningkatakan kewaspadaan terhadap anak-anak dalam penggunana gadget sebagaimedia bermain atau media komunikasi, khususnya dalam lingkungan keluarga yaitu orang tua sebagai institusi yang pertama dalam pembentukan moral dan spiritua sebagai tumbuh kembang anak seharusnya memiliki batasan dan aturan yang jelas dalam pemberian gadget pada anak. Hal ini membutuhkan peran pendidikan agama Kristen dalam keluarga untuk mengatsi penggunaam gadget yang berlebihan pada anak. B. Era Digital Era digital merupakan suatu masa dimana sebagia besar masyarakat pada era ini menggunakan menggunakan system digital dalam kehidupan sehari-hari. Digital berasal dari bahasa yunani yaitu, kata Digitus yang berarti jari jemari. Digital adalah sebuah metode yang kompleks, dan fleksibel yang membuatnya menjadi sesuatu yang pokok dalam kehidupan manusia (Aji, 2016). Menurut Wawan Setiawan Teknologi digital adalah teknologi canggih yang dapat mempermudah manusia dalam melalukan akses terhadap informasi melalui banyak cara, serta dapat menikmati fasilitas dari teknologi digital dengan bebas, namun dampak negatif muncul pula sebagai mengancam (W. Setiawan, 2017). Senada dengan hal ini, menurut Vania Maovangi Day Era digital merupakan ciri dari era millennial, dan tidak dapat dipisahkan dengan kemampuan literasi, karena selalu berkaitan dengan cara mendapatkan informasi dari yang seharusnya bisa dimanfaatkan secara bijak dan beretika (Zulfa et al., 2016). Dalam hal ini, hasil olah kecerdasan mansia, merekayasa
51 sinyal digital menghasilkan input keistimewaan tersendiri, sehingga dengan kecepatan tehnologi digital tersebut mengirimkan sinyal melebihi kecepatan cahaya, yang sistem ini tidak ditemukan dalam teknologi analog. Teknologi digital menghasilkan kecanggihan dalam perspektif komunikasi, dimana penyampaian pesan secara efisien, lebih dinamis tanpa terhalang oleh jarak, ruang dan waktu. Menurut Muhasim teknologi digital dalam kehidupan bermasyarakat saat ini, secara nyata dapat dilihat berkembang dalam komunikasi sosial dengan menggunakan perantara internet, dengan berbagai programseperti video call atau chatting, email, beloog, facebook, twiter dsbanya dalam menciptkan terjalinnya komunikasi dua arah. Namun pada hakikatnya perkembangan komunikasi menggunakan teknologi digital, juga berakhirnya pada terciptnya output komunikasi secara analog (Muhasim, 2017). Fungsi teknologi digital menjadi jembatan dalam mengirimkan data baik visual atau tulisan melalui gelombang sinyal, dan menghasilkan output komunikasi analog, karena hasilnya dapat oleh panca indera mansia. Dengan demikian, Perekembangan tehnologi digital ini mendorong penyebaran informasi yang demikian cepat, karena dengan mudahnya penyebaan informasi dari belahan dunia lain lingkungankehidupan disegala aspek kehidupan terus berubah. C. Dampak Positif dan Negatif Era Digital Dalam era digital yang menhadirkan teknologi canggih dan serba cepat mempermudah manusia dalam melakukan informasi dengan cepat pada aktivitas kehidupan sehari-sehari tentu banyak dampak yang dirasakan dalam penggunaan teknologi di era digital baik dampak positifnya maupun dampak negatifnya. 1. Dampak Positif Dampak positif dalam pada era digital adalah: a. Informasi yang dibutuhkan dapat lebih cepat dan lebih mudah dalam mengaksesnya. b. Tumbuhnya inovasi dalam berbagai bidang yang
52 berorentasi pada teknologi digital yang memudahkan proses dalam pekerjaan kita. c. Munculnya media massa berbasis digital, khususnya media elektronik sebagai sumber pengetahuan dan informasi masyarakat. d. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia melalui pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. e. Munculnya berbagai sumber belajar seperti perpustakaan online, media pembelajaran online,diskusi online yang dapat meningkatkan kualitaspendidikan. f. Munculnya e-bisnis seperti toko online yang menyediakan berbagai barang kebutuhan dan memudahkan mendapatkannya (W. Setiawan, 2017). 2. Dampak negatif Dampak negatif dari era digital yang harus di antisipasi dan mengatasi adalah: a. Ancaman pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) karena akses data yang mudah dan menyebabkan orang plagiatis akan melakukan kecurangan. b. Ancaman terjadinya pikiran pintas dimana anak-anak seperti terlatih untuk berpikir pendek dan kurang konsentrasi. c. ancaman penyalahgunaan pengetahuan untuk melakukan tindak pidana seperti menerobos sistem perbankan, dan lain-lain (menurunnya moralitas). d. Tidak mengefektifkan teknologi informasi sebagai media atau sarana belajar, misalnya seperti selain men-download e-book, tetapi juga mencetaknya, tidak hanya mengunjungi perpustakaan digital, tetapi juga masih mengunjungi gedung perpustakaan, perpustakaan, dan lain-lain (W. Setiawan, 2017).
53 D. Gadget Pada umumyan gadget merupakan sebuah perangkat atau instrumen elektronik yang memiliki tujuan dan fungsi praktis terutama untuk membantu pekerjaan manusia. Secara estimologi gadget adalah sebuah istilah dalam bahasa Inggris yang berarti perangkat elektronik kecil yang memiliki fungsi khusus. Dalam bahasa Indonesia, gadget disebut sebagai “acang” (Milana Abdillah Subarkah, 2016). Dalam hal ini, untuk membedakan gadget dengan perangkat elektronik lainnya adalah unsur “kebaruan”. Dengan demikian, gadget adalah piranti yang berkaitan dengan perkembangan teknologi masa kini, yang termasuk gadget misalnya tablet, smartphone, notebook, dan sebagainya (Nasional, 1999). Artinya, dari hari ke harigadget selalu muncul dengan menyajikan teknologi terbaru yang membuat hidup manusia menjadi lebih praktis. Menurut Sunita, Indian Mayasari, Eva gadget merupakan alat elektronik yang memiliki pembaharuan dari hari ke hari sehingga sehingga membuat hidup manusia lebih praktis (Sunita & Mayasari, 2018). Senada dengan hal ini, menurut Rahmandani gadget (smartphone) adalah media yang dipakai sebagai alat komunikasi modern. Dalam hal ini, gadget semakin mempermudah kegiatan komunikasi manusia. artinya kegiatan komunikasi telah berkembang semakin lebih maju dengan munculnya gadget (Rahmandani et al., 2018). Senada dengan hal ini, menurut M. Hafiz Al-Ayouby gadget merupakan salah satu teknologi yang sangatberperan pada era globalisasi ini. Sekarang gadget bukanlah benda yang asing lagi, hamper semua orang memilikinya. Tidak hanya masyarakat perkotaan, gadget jugadimiliki oleh masyarakat pedesaan (Al-Ayouby, 2017). Dengan demikian, merupakan alat elektronik yang membawa perubahan dalam kehidupan manusia dan semua orang bisa memilikinya baik anak kecil maupun orang dewasa, baik di kota meupun di pedesaan.
54 E. Penggunaan Gadget yang Berlebihan pada Anak Gadget memiliki banyak manfaat bagi penggunanya diantaranya adalah membantu menyelesaikan pekerjaan, mengisi waktuluang, hiburan dan sampai pada menambah pertemanan melalui media sosial. Dalam hal ini, penggunaan gadget pada saat ini perlu diperhatikan secara khusus karena penggunaan gadget yang berlebihan dapat mengakibatkan kerugian bagi penggunanya. Kerugian tidak hanya pada kesehatan saja, melainkan kerugian dalam segi ekonomi. Menurut Christiany Judhita durasi penggunaan gadget dapat di bagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Penggunaan tinggi yaitupada intensitas penggunaan lebih dari 3 jam dalam sehari. 2. penggunaan sedang yaitu pada intensitas penggunaan sekitar 3 jam dalam sehari. 3. penggunaan rendah yaitupada intensitas penggunaan kurang dari 3 jam dalam sehari.12 Senada dengan hal ini, menurut Nielson rata-rata orang indonesia memanfaatkan smartphone selama 189 menit (setara 3 jam 15 menit) dengan data sebagai berikut: 1. 62 menit dihabiskan untuk berkomunikasi, seperti menerima atau melakukan panggilan telepon, berkirim pesan melalui SMS atau Instant Message, dan mengirim e-mail. 2. Sekitar 45 menit dihabiskan untuk hiburan misalnya memainkan game tertentu dan melihat video atau audio. 3. 38 menit digunakan untuk menjelajahi aplikasi yang baru di download. 4. 37 menit dipergunakan untuk mengakses internet (Chusna, 2017). Dengan demikian, gadget dapat digunakan oleh siapa sajadan untuk apa saja tergantung dari kebutuhan pemilik gadget tersebut. Pemakaian gadget pada sekarang ini sudah digunakan mulai dari anak usia dinihingga orang dewasa. Sari dan Mitsalia menjelaskan bahwa rata-rata anak
55 menggunakan gadget untuk bermain game daripada menggunakan untuk hal lainnya (Nurrachmawati, 2015). Dalam hal ini, hanya sedikit yang menggunakan untuk menonton kartun dengan menggunakan gadget. Senada dengan hal ini, Nurrachmawati menambahkan bahwa PC tablet atau smartphone tidak hanya berisi aplikasi tentang pembelajaran mengenal huruf atau gambar, tetapi terdapat aplikasi hiburan, seperti sosial media, video, gambar bahkan video game. Pada kenyataannya, anak-anak akan lebih sering menggunakan gadgetnya untuk bermain game daripada untuk belajar ataupun bemain di luar rumah dengan teman-teman seusianya (Nurrachmawati, 2015). Dengan demikian, anak lebih banyak menggunakan gadget untuk bermain game dari belajar. Menurut Chusna, Puji Asmaul penggunaan gadget yang berlebihan akan berdampak buruk bagi anak. Dalam hal ini, anak yang menghabiskan waktunya dengan gadget akan lebih emosional, pemberontak karena merasa sedang diganggu saat asyik bermain game dan anak juga akan malas mengerjakan rutinitas sehari-hari (Chusna, 2017). Bahkan untuk makanpun harus disuap, karena sedang asyik menggunakan gadgetnya. Lebih mengakhawatirkan lagi, jika mereka sudah tidak tengok kanankiri atau mempedulikan orang disekitarnya,bahkan menyapa kepada orang yang lebih tuapun enggan. Selain itu juga ada beberapa hal yang perlu orang tua waspadai dari anak dalam penggunaan gadget yang berlebihan yaitu: 1. Ketika keasyikan dengan gadget anak jadi kehilangan minat dalam kegiatan lain. 2. Anak tidak lagi suka bergaul atau bermain diluar rumah dengan teman sebaya. 3. Anak cenderung bersikap membela diri dan marah ketika ada upaya untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan games. 4. Anak berani berbohong atau mencuri-curi waktu untuk bermain gadget (Chusna, 2017).
56 F. Mengantisipasi Penggunaan Gadget yang Berlebihan pada anak 1. Pendidikan agama Kristen dalam keluaraga Upaya pendidikan agama Kristen untuk mengatasi penggunaan gadget yang berlebihan pada anak di era digital dalam keluarga merupakan hal yang sangat penting dan tepat karena melalui peran orag tua dalam mengajar, mendidik dan mendampingi anak dalam penggunaan gadget akan mengarahkan anak menggunakan gadget sesuai dengan arahan dan kontrol dari orang tua sehingga hal ini akan mengurangi dampak negatif dari penggunaan gadget yang berlebihan pada anak. Dalam hal ini, keluarga merupakan tempet pertama dan utama bagi pendidikan agama Kristen. Keluarga dikatakan sebagai tempat pertama dan utama bagi pendidikan agama Kristen karena karena peran orang tua sangat penting untuk mengasuh anak-anaknya dalam segala hal (Daniel Nuhamara, 2007). Menurut Homrighausen pendidikan agama Kristen dalam keluarga merupakan dasar dari seluruh pendidikan lainnya,(Homrighausen, 2012b)1 dalam hal ini, sebagai dasar pendidikan agama Kristen dalam keluarga, orang tua harus mengajar, mendidika dan mendampingi anakanak dalam penggunaan gadget di rumah gadget sehingga mereka tidak salah menggunakan gadget, tidak kecanduan gadget, tidak menjadi budak teknologi, tidak mentuhankan teknologi dan gadget tidak pribadi yang individual. Dengan demikian, orang tua harus tidak boleh menyalahgunakan kewenangannya (Ronald W. Leigh, 2002),dalam tetapi memiliki sikap yang penuh kasih saying dalam mengajar, mendidik, dan mendisiplin anak dalam keluarga terhadap penggunaan gadget segingga orang tua tidak menjauhkan anak dari gadget, namun menjadikan anak dan gadget sahabat dan juga orang tua tidak menjadi musu bagi anak gara-gara ajaran, didikan, dan pendampingan pada anak
57 dalam penggunaan gadget. hal ini sebagai mana tertulis dalam alkitab “ jangan bangkitkan amarah di dalam hati anakanakmu” (Ef 6 : 4), disini Alkitab mengajarkan pentingnya orangtua memahami hati setiap anak dalam mengajar, mendidik dan membina mereka sehingga menghindari kesalahan rasa sakit hati, demdam, kepada orangtua dalam didikan yang terlalu tegas dan penuh kekerasan. Dalam upaya pendidikan agama Kristen di keluarga untuk mengantisipasi penggunaan gadget yang berlebihan pada anak, maka pola asuh yang efektif dari orang tua. 2. Pola asuh orang tua pada anak dalam penggunaan gadget Pada era modern atau seperti yang saat ini dikenal era digital yang membuat semua serba instan dan serba cepat akan mengubah cara pandang pendidikan agama Kristen dalam mendidik anak. Dalam hal ini, di era ini penggunaan gadget bagi anak merupakan hal yang wajar dan ini dunia mereka oleh sebab itu orang tua tidak bisa memisahkan anak dari gadget dan menjadikan anak dan gadget menjadi musuh. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi orang tua dalam mengajar, mendidik dan membina anak di era digital. Dengan demikia, pengasuhan yang tepat dari orang tua sangatlah penting diberikan kepada anak, karena anak masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing perkembangannya sendiri ke arah kematangan. Arahan serta bimbingan orang tua menjadi kunci keberhasilan anak untuk dapat membentuk kepribadian yang mandiri dan kompeten secara sosial.Pola asuh merupakan pola pengasuhan yang diberikan orangtua untuk membentuk kepribadian anak. Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Menurut Pola perilaku ini dapat dirasakan anak daris egi negative maupun segi positif. menurut Sochib pengasuhan adalah orang yang melaksanakan tugas bimbi-
58 ngan, memimpin atau mengelola. Pengasuhan yang dimaksud disini adalah pengasuhan terhadap anak (Moh. Sochib, 2010). Artinya pola asuhorang tua sangat menentukan perilaku anak dalam penggunaan gadget. Oleh sebab itu, dengan memberikan pola asuh yang baik dan positif kepada anak dalam penggunaan gadget, maka akan memunculkan konsep diri yang positif bagi anak dalam penggunaan gadget segingga anak terjerumus dalam penggunaan gadget yang berlebihan (Rifa Hidayah, 2009). Dalam hal ini, Pola asuh orang tua pada anak dalam keluarga dalam penggunaan gadget tergantung cara mendidik orang tua (Novie D S Pasuhuk, 2014), ada dua metode penting yang harus digunakan oleh orangtua dalam mendidik anak di lingkungan keluarga, yakni: a. Pembiasaan dan keteladanan agar terpatri dalam diri anak. b. Latihan dan praktikum, agar anak dapat melakukan sesuai dengan tuntutan yang telah ditetapkan oleh orang tua (Vitaurus Hendra, 2015). Arinya bahwa orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengajar, mendidik, mendampingi dan menjadi teladan pada anak dalam penggunaan gadget. Dengan demikian, sebagaimana telah dikatakan dalam Alkitab (Luk.14:26) seorang anak mendapatkan pemahaman tentang kehendak Allah dari pengajaran orang tuanya. Di dalam keluarga Kristen tidak tepat beranggapan bahwa tugas orang tua bertentangan dengan tugas Allah (Charles E. P feiffer and Everett F Harrison, 2001). Orangtua mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anaknya. Oleh karena itu, orangtua bertanggung jawab untuk membesarkan dan mempersiapkan masa depan anak (Adriarto Kapu Ebda, 2017). Wujud pertanggungjawaban tersebut adalah mengusahakan agar
59 anak-anaknya kelak dapat bertumbuh menjadi orang yang dewasa, yaitu orang yang dapat mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi masyarakat, dewasa, yaitu orang yang dapat mandiri, bertanggungjawab dan berguna bagi masyarakat (R.I. Suhartin, 2010). sebagaimana firman Tuhan pada Amsal 22:6, Salomo menuliskan “Didiklah seorang anak menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu”. G. Peran Orang Tua dalam Keluarga Orang tua memimiki peranyang sangat penting dalam keluarga untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak sejak dini. Dalam hal ini, cara yang ampuh untuk mencega penggunaan gadget yang berlebihan pada anak di era digital di dari keluarga karena anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama debngan orang tua di rumah. Oleh karena itu, orang tua harus sadar akan perannya di rumah karena ia memeliki peran yang sangat penting sehingga baik dan buruknya anak dalam penggunaan gadget tergantung pada peran orang tua. Dengan demikian, ada beberapa peran di rumah yang harus orang tua lakukan pada anak untuk mengantisipasi penggunaan gadget yang berlebihan yaitu, orang tua sebagai pengajar, orang tua sebagai pendidik, orang tua sebagai pendidiplin dan orang tua mentoring. 1. Orang tua sebagai pengajar Sebagai pengajar, orang tua harus mengajarkan berulangulang kepada anak tentang bagaimana cara menggunakan gadget yang baik dan benar sebagaimana cara mendidikan orang tua dalam Alkitab ulangan 11:19 “Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun;”. Dalam hal ini, orang tua juga harus menjelaskan sampak dari penggunaan gadget yang berlebihan akan
60 membuat anak-anak lebih mencintai gadget dari pada mencintai Tuhan. Oleh karena itu, orang tua harus bertanggung jawab untuk membicarakan firman Tuhan kepada anak-amak dan berusaha untuk menuntun setiap mereka kepada hubungan yang setia dengan Tuhan. Tujuan dari membicarakan firman Tuhan kepada anak ialah mengajar dia untuk takut akan Tuhan, berjalan pada jalan-Nya, mengasihi dan menghargai Dia serta melayani Dia dengan sepenuh hati dan jiwa (Ul. 4:6). Dalam mengajarkan anak-anak untuk menggunakan gadget tidak berlebihan, membutuhkan waktu yang lebih tepat, namun untuk bisa mengajar mereka orang tua juga harus mengajar mereka dengan menggunakan gadget karena ketika orang tua mengajar mereka dengan menggunakan gadget maka orang tua tidak hanya mengajar mereka dirumah saja tetapi dimana saja dan kapanpun orang tua bisa mengajarkan mereka sebagimana firman Tuhan di dalam Ulangan mengatakan bahwa membicarakan firman Tuhan kepada anak-anak bukan hanya ketika sedang berada di dalam rumah saja melainkan pada waktu bangun pagi, pada waktu bersama di luar rumah dan bahkan padawaktu akan tidur di malam hari. 2. Peran orang tua sebagai pendidik Di dalam keluarga orang tua tidak hanya sebatas pengajar yang hanya mengajarkan anak-anak tetapi orang tua juga memiliki peran sebagai pendidik. Mendidik anak-anak dalam penggunaan gadget bukan suatu hal yang mudah bagi orang tua karena orang tua tidak bisa menghentikan anak begitu saja dari penggunaan gadget karena dampaknya orang tua akan dimusuhi olah anak sendiri dan juga orang tua akan susah dalam mengontrolnya. Oleh karena itu, orang tua harus menjadi sahabat bagi anak, orang tua harus menjadi teman curhat dan orang tua harus menjadikan anak dan gadget adalah sahabat.
61 Menurut Elsyana Nelce Wadi “Setiap orang tua perlu mengklarifikasi dan mengajarkan nilai-nilai luhur keimanan ataupun moralitas kepada anak-anaknya serta mengkondusifkan proses interialisasinya (proses diterima dan tertanamnya nilai dalam diri seorang anak) (Wadi & Selfina, 2016). Sebagai pendidik dalam keluarga maka ada beberapa hal yang perlu orang tua lakukan untuk mendidik anak-anak, yaitu: a. Membentuk rutinitas sehari-hari keluarga dengan menyediakan waktu dan tempat yang cukup untuk belajar dengan anak-anak dan menugaskan tanggung jawab untuk tugas-tugas di dalam keluarga. b. Memantau kegiatan di luar sekolah, misalnya menetapkan batasan menonton televisi, mengurangi waktu bermain, dan memantau teman-temannya yang bergaul dengan anaknya. c. Orang tua harus menciptakan lingkungan rumah yang mempromosikan pembelajaran, memperkuat apa yang diajarkan di sekolah dan mengembangkan keterampilan hidup. Anak-anak perlu menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab (Adewumi Moradeke Grace, 2012). Dengan demikain, ketiga hal ini akan sangat membantu orang tua dalam mendidik anak-anak sehingga orang tua tidak menjadi musuh bagi mereka, orang tua tidak memisahkan mereka dari gadget dan orang tua mendidik mereka untu tidak menggunakan gadget secara berlebihan. 3. Peran orang tua dalam mendisiplin anak terhadap penggunaan gadget Di era digital pada saat ini, orang tua harus mendisiplin anak dalam penggunaan gadget. Dalam hal ini, bentuk disiplin yang orang tua lakukan terhadap anak bukan berarti menghentikan dari penggunaan gadget, tetapi menngunakan sesuai dengan batasan-batasan yang ada misalnya, menontob video-video yang khusunya ganya untuk anak, tidak boleh
62 menonto video-video pornografi, bermain game yang di dalamnya ada pembelajaran, sehari menggunakan gadget berapa kali dan digunakan untuk apa. Menurut Wadi and Selfina disiplin sangat diperlukan dalam mengajar dan mendidik anak sebagaimana tertulis dalam Alkitab pengajaran dari orang tua terhadap anak-anak dalam Perjanjian lama menurut kitab Amsal adalah “kedisiplinan”-Amsal 3:11-12; 19:15; 22:15. Kitab Amsal memberi penekanan yang sangat besar pada disiplin dan benar-benar menaruh perhatian sehingga disiplin dijalankan bersamaan dengan hukuman di dalamnya. Disiplin berarti harus meneladani apa yang Tuhan ajarkan berdasarkan hukum Taurat dan apabila anak lalai melakukannya maka akan diberlakukan hukuman, namun hukuman ini berjalan bukan berdasarkan kemarahan melainkan berdasarkan kasih (Ams. 3:11-12) (F. J. Simanjuntak et al., 2017). Disiplin berbicara mengenai banyak hal yang dapat dilakukan oleh orang tua kepada anak dalam penggunaan gadget. Berikut ada beberapa langkah dalam mendisiplinkan anak yang dapat dilakukan, yaitu: a. Tetapkan batas aturan, setiap orang tua bertanggung jawab untuk memberikan batasan/aturan kepada remaja dalam beraktifitas dengan gadget. “Aturan atau batas adalah sebuah pagar perlindungan yang akan memberikan rasa aman bereksplorasi kepada setiap anak di masa pertumbuhannya.” Orang tua harus dengan tegas memberikan batasan atau aturan kepada anak dalam penggunaan gadget. Misalnya; anak diijinkan untuk bermain dengan gadget atau internet hanya setelah selesai mengerjakan tugas rumahnya, dalam menonton televisi juga dibatasi hanya beberapa jam dalam sehari. b. Pengawasan, orang tua sangat diharapkan untuk dapat mengawasi anak dalam menggunakan gadgetnya. Dalam hal ini, ada baiknya jika orang tua memasang filter pada
63 situs-situs tertentu yang kurang baik untuk ditonton pada notebook dan sebaiknya orang tua juga harus dapat melihat isi dari gadget anakya (Elsyana Nelce Wadi1, 2016). 4. Orang tua menjadi teladan dalam keluarga dalam penggunaan gadget Kateladanan dari orangtua merupakan media pembelajaran bagi anak di rumah. Dalam hal ini, apapun yang orang tua lakukan atau tunjukan itulah yang akan anak meniru dan melakukan dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan dengan demikian kereladanan orang tua dalam keluarga akan menentukan perilaku anak karena yang terpancar dari diri orang tua akan terekam dalam diri anak dan akan terpencar keluar dari diri anak sesuai dengan yang terpencar dari orang tua. Jadi orang tua harus menjadi teladan dalam penggunaan gadget bagi anak karena sebagai mana tertulis dalam kitab Amsal dan pengajaran yang terdapat dalam kitab Amsal ini bersifat verbal, terdengar ayat-ayat yang menyatakan secara langsung “Hai anakku”. Tercermin dalam kitab Amsal bahwa semua yang di ajarkan itu merupakan suatu “keteladanan” – 20:7; 23:26; 13:20, penting untuk orang tua menjadi teladan bagi anak-anak. Meneladani bukanlah sesuatu yang diajarkan kepada anak, namun sikap meneladani sudah ada pada diri anak ketika dilahirkan (Elsyana Nelce Wadi1, 2016). Dengan demikian, enjadi teladan yang baik dalam sebuah keluarga merupakan suatu komitmen yang harus diterapkan dari orang tua. Dalam 2 Timotius 1:5 “Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakini hidup juga di dalammu.” Ayat ini membuktikan bahwa keteladanan iman dari orang tua sangat memengaruhi masa muda Timotius (Elsyana Nelce Wadi1, 2016).
64 H. Pendidikan Agama Kristen di sekolah Upaya pendidikan agama Kristen di sekolah untuk mengatasi penggunaan gadget yang berlebihan pada anak merupakan suatu hal yang sangat penting dan wajib dilakukan oleh guru sehingga dapat mencegah penggunaan gadget yang berlebihan pada anak saat ini dan di masa yang akan dating. Peranan Guru Pendidikan Agama Kristen sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi penggunaan gadget yang berlebihan pada anak. Dalam hal ini, guru mempunyai hak untuk mendidik, membimbing, serta mengarahkan peserta didik atau anak-anak dalam penggunaan gadget sehari-hari. Guru pendidikan agama Kristen adalah pribadi yang bertanggung jawab untuk mengajar, membimbing, dan mengarahkan dan anakanak dalam penggunaan gadget sehingga semakin mereka memahami memahami cara penggunaan gadget dan tidak terjerumus dalam penggunaan gadget yang berlebihan. Guru pendidikan agama Kristen harus memahami bahwa pendidikan agama Kristen di sekolah tidak hanya sebatas memberikan memberikan ilmu kepada peserta didik, tetapi juga harus mengarahkan peserta didik dalam penggunaan gadget sehingga mereka tidak berlebihan dalam penggunaan dan berdamak pada pertumbuhan iman moral (Lilis Ermindyawati, 2019). Dalam hal ini, peranan guru pendidikan agama Kristen sangat berguna dalam perubahan karakter dan perilaku anak, sehingga melalui peranan guru pendidikan agama Kristen yang efektif peserta didik akan lebih dewasa dalam pemahaman tentang cara menggunakan gadget yang baik dan benar.35 Peranan guru pendidikan agama Kristen terdiri dari peranan guru menjadi penafsir iman Kristen, guru menjadi seorang gembala, guru menjadi seorang pedoman dan pemimpin, dan guru menjadi seorang penginjil. Selain peranan tersebut guru Kristen juga memiliki peranan sebagai pengajar, konselor dan pendidik. Sebagaiai pengajar guru pendidikan agama harus mengajarkan kepada anak bagaimana cara menggunakan gadget yang baik dan
65 benar, manfaat penggunaan gadget, tujuan penggunaan gadget dan waktu dalam penggunaan gadget. sebagai konselor guru pendidikan agama Kristen mengkoselin anak-anak di sekolah untuk mengatasi penggunaan gadget yang berlebihan pada anak. Dalam hal ini, guru melakukan koseling pada anak-anak yang sudah canduh gadget dan juga pada anak-anak yang belum candu sehingga mereka juga tidak kecanduan gadget atau menggunakan gadget secara berlebihan. Sebagai pendidik guru pebdidikan agama Kristen harus mendidik anak-anak dengan cara memberikan disiplin dalam penggunaan gadget pada anak sehinga mengantisipenggunaan gadget yang berlebihan.
66 6 Pembelajaran PAK Berbasis Daring A. Asal Muasal Pembelajaran PAK secara Daring Kehadiran Covid 19 memberikan dampak yang sangat besar dalam segala aspek kehidupan manusia termasuk dunia pendidikan. Widjaja dkk., mengatakan Covid memberikan dampak besar pada dunia pendidikan sehingga terjadi perubahan dalam proses belajar mengajar di sekolah (Widjaja, Boiliu, et al., 2021). Perubahan dalam proses belajar mengajar di masa pandemi Covid 19 tidak hanyapada pendidikan pada umumnya tetapi Pendidikan Agama Kristen (PAK) juga mengalami perubahan dalam proses belajar mengajar di sekolah. Artinya akibat Covid 19, proses
67 belajar mengajar PAK di sekolah dilakukan secara daring sesuai kebijakan pemerintah. Menurut Rosali akibat Covid 19, pengajar dan siswa melakukan pembelajaran jarak jauh dengan model daring yang menggunakan aplikasi Vclass, meet Unsil, Zoom, Whatsapp, Telegram, google classroom, Youtube, facebook dan messenger (Rosali, 2020a). Senada dengan ini, Firdaus mengatakan bahwa akibat Covid 19 langkah alternatif guru melakukan pembelajaran jarak jauh dengan menggunakan aplikasi-aplikasi untuk menjangkau siswa dalam proses belajar mengajar (Firdaus, 2020). Sedangkan Rifa‟ie mengatakan alternatif yang dilakukan oleh guru di masa pandemi Covid 19 adalah model pembelajaran berbasis konten atau cara baru yang digunakan seperti video interaktif, komik, swafoto, animasi, poster ilmiah, instagram, twiter, facebook, tiktok dan yotube (Rifa‟ie, 2020). Dengan demikian dapat dipahami bahwa benar-benar terjadi perubahan dalam proses belajar mengajar selama masa pandemi di sekolah (Rusdiantho & Elon, 2021). Sebagai alternatif pembelajaran di masa pandemi Covid 19 dilakukan melalui pembelajaran jarak jauh dengan model daring. Pembelajaran PAK berbasis daring merupakan alternatif dalam proses belajar mengajar di sekolah selama masa pandemi Covid 19. Arifin dan Darmawan mengatakan pembelajaran PAK di masa pandemi dengan menggunakan teknogi membutuhkan kesiapan pelaku pembelajaran, komunikasi pembelajaran serta pengelolaan kelas (Arifin & Darmawan, 2021). Senada dengan ini, Wau mengatakan bahwa pembelajaran PAK yang dilakukan secara jarak jauh pada masa pandemi merupakan model pembelajaran yang dilakukan oleh Yesus sebagai guru Agung dalam Injil Matius sebagai ranah pendidikan kognitif, afektif dan psikomotorik (Wau, 2020). Hutapea menjelaskan bahwa pembelajaran PAK di masa pandemi guru harus kreatif mengembangkan diri dalam mengajar terutama menggunakan media pembelajaran (Hutapea, 2020). Hal ini, tentu akan menjadi tantangan bagi guru PAK yang menerapkan pembelajaran PAK berbasis daring di masa pandemi Covid 19. Oleh sebab itu, Manggoa mengatakan yang menjadi
68 tantangan penggunaan teknologi dalam pembelajaran berbasis daring di masa pandemic Covid 19 adalah ketidaksiapan guru, sarana dan prasarana yang kurang mendukung, metode pembelajaran dan sumber daya manusia (Manggoa, 2020). Dengan demikian, pembelajaran PAK berbasis daring di masa pandemi Covid 19, menuntut guru PAK untuk kreatif dalam penggunaan media pembelajaran sehingga mencapai tujuan yang telah ditentukan. Oleh sebab itu, pembelajaran PAK pada masa pandemi Covid 19 diharapkan dapat mencapai tujuan atau efektif dalam proses belajar mengajar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan di sekolah. Terkait efektivitas pembelajaran PAK di masa pandemi Covid 19, penelitian ini merujuk pada beberapa penelitian terdahulu yaitu: 1. Melia Astuti tentang analisis efektivitas penyelenggaraan pembelajaran daring di Sekolah Dasar pada masa pandemi Covid 19. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keefektifan pembelajaran daring di masa pandemi Covid 19 adalah 39,6% artinyaberada pada kategori rendah (Astuti, 2021). 2. Zulkifli N, Nurmayanti dan Ferdinansyah, tentang efektivitas media pembelajaran daring di masa pandemic covid 19. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dan hasil penelitian menunjukkan pembelajaran daring pada mahasiswa meningkat (N et al., 2021). 3. Adriana Damayanthi tentang efektivitas pembelajaran daring di masa pandemic covid 19 pada perguruan tinggi keagamaan katolik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran daring di masa pandemi belum efektif (Damayanthi, 2020). 4. Zainal Abidin, Adeng Hudaya, Dinda Andani tentang efektivitas pembelajaran jarak jauh pada masa pandemic Covid 19. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan hasil penelitian menunjukkan bahwa
69 pembelajaran daring yang dilakukan cukup efektif dan masih banyak kendala (Abidin et al., 2020). Dari beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai rujukan penelitian relevan yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis daring sudah efektif, cukup efektif tapi masih banyak kendala dan pembelajaran daring belum efektif. B. Pembelajaran PAK di sekolah Kehadiran Covid 19 memberikan dampak yang sangat besar dalam pembelajaran PAK di sekolah. Berdasarkan hasil wawancara dengan enam informan selaku guru PAK dari tingkat SD-SMA mengatakan bahwa 100% kehadiran Covid 19 berdampak pada pembelajaran PAK (Hasil Wawancara, 2021b). Dalam hal ini, kehadiran Covid 19 benar-benar berdampak dalam proses belajar mengajar di sekolah. Dampak yang terjadi adalah perubahan dalam proses belajar mengajar seperti pembelajaran tatap muka berubah menjadi tidak tatap muka atau pembelajaran daring. Menurut Mastura dan Santaria Covid 19 memberikan dampak yang sangat besar pada dunia pendidikan sehingga hal ini dirasakan oleh pihak kepala sekolah, guru, siswa dan orangtua (Mastura & Santaria, 2020). Selaras dengan ini, Amalia dan Sa‟adah mengatakan kehadiran Covid 19 secara langsung maupun tidak langsung tentu berdampak pada kegiatan belajar mengajar di sekolah (A. Amalia & Sa‟adah, 2020). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kehadiran Covid 19 di Indonesia benar- benar memberikan dampak dalam proses belajar mengajar di sekolah secara khusus pada pembelajaran PAK. Dalam hal ini, akibat dampak dari Covid 19 adanya perubahan dalam pembelajaran PAK di sekolah. Dampak tersebut adalah pembelajaran PAK yang sebelumnya dilakukan di kelas kini berubah di rumah, dari tatap muka kini berubah menjadi tidak tatap muka atau online, dari pengawasan penuh oleh guru kini orangtua yang mengawasi anak dalam proses belajar. Berdasarkan hasil wawancara dua informan mengatakan bahwa perubahan
70 pembelajaran PAK yang terjadi di masa pandemi Covid 19 adalah pembelajaran tatap muka di kelas berubah menjadi pembelajaran online (Hasil wawancara, 2021b). Selanjutnya dua informan mengatakan bahwa perubahan pembelajaran PAK di masa pandemi adalah perubahan metode yang harus di sesuaikan dengan pembelajaran secara online (Hasil Wawancara, 2021b). Sedangkan dua informan mengatakan perubahan pembelajaran PAK di masa pandemi Covid 19 adalah perubahan waktu, dimana sebelum pandemi pembelajaran PAK di kelas 3 jam, sementara di masa pandemi pembelajaran PAK hanya 1 jam saja sehingga pembelajaran PAK di masa pandemi tidak efektif (Hasil Wawancara, 2021b). Perubahan pembelajaran PAK di masa pandemi Covid 19 menurut Pantan dan Benyamin adalah pertemuan guru dan anak secara langsung berubah menjadi bertemu tidak secara langsung (Pantan & Benyamin, 2020). Selaras dengan ini, Wau mengatakan perubahan pembelajaran PAK di masa pandemi Covid 19 adalah pembelajaran di rumah (BDR) dan pembelajaran jarak jauh (PJJ) (Wau, 2020). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pembelajaran PAK selama masa pandemi dilakukan secara daring oleh guru. Dalam proses pembelajaran PAK berbasis daring selama masa pandemi Covid 19 ada kendala-kendala yang terjadi sebab guru dituntut untuk mengikuti perubahan tersebut. Kendalakendala yang dialami guru berdasarkan hasil wawancara tiga informan mengatakan bahwa sebagian besar siswa belum memiliki fasilitas teknologi seperti handphone, laptop, komputer dan jaringan yang memadai (Hasil Wawancara, 2021). Selanjutnya, dua informan lainnya mengatakan bahwa selama masa pandemi Covid 19 guru tidak dapat memantau siswa dengan baik sehingga pembelajaran PAK tidak berjalan dengan baik (Hasil Wawancara, 2021). Kendala-kendala dalam proses belajar mengajar di masa pandemi Manuputty dan Lakoruhut mengatakan masalah yang terjadi dalam pembelajaran dimasa pandemi adalah siswa tidak serius belajar sebab adanya kekurangan ekonomi, belum memiliki
71 handphone android, belum memahami penggunaan teknologi, dan malas mengerjakan tugas (Manuputty & Lakoruhut, 2020). Salah satu informan mengatakan bahwa kendala yang di alami dalam pembelajaran PAK selama masa pandemi Covid 19 adalah tidak ada tatap muka maka sulit baginya sebagai guru untuk mengetahui feadback dari siswa. Untuk mengatasi hal ini dilakukan tatap muka online, tetapi tidak maksimal karena tidak semua siswa mempunyai gadget yang support dan tidak semua siswa mampu memiliki data internet. Kendala berikutnya, apabila siswa tidak mengerjakan tugas, makaguru akan berusaha menghubungi melalui telepon dan chat pribadi, tetapi siswa kurang merespon (Hasil Wawancara, 2021). Menurut Basar kendala yang dihadapi guru dalam PJJ adalah keterbatasan sarana prasana khususnya dukungan teknologi dan jaringan internet dan kurangnya kesiapan sumber daya manusia seperti pendidik, peserta didik dan orangtua (M. A. M. Basar, 2021). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa guru- guru PAK di sekolah mengalami kendala dalam proses pembelajaran PAK berbasis daring selama masa pandemi Covid 19. Hal itu tentu harus diperhatikan oleh pimpinan sekolah atau pemerintah untuk menfasilitasi guru melalui pelatihan penggunaan teknologi dalam proses belajar mengajar dan menfasilitasi siswa yang kurang mampu dengan memberikan alat teknologi seperti handphone, laptop, komputer dan paket internet. Tindakan ini akan sangat membantu guru dan peserta didik sehingga proses pembelajaran PAK di sekolah akan berjalan dengan baik atau efektif. C. Desain Materi Pembelajaran PAK Secara Daring Pembelajaran PAK di sekolah selama masa pandemi Covid 19 menuntut guru untuk kreatif dan inovatif dalam mendesain materi sesuai dengan pembelajaran berbasis daring agar mempermudah guru dalam mengajar dan siswa dalam belajar. Berdasarkan hasil wawancara terkait dengan desain materi PAK di sekolah selama masa pandemi Covid 19 didapati tiga informan mengatakan selama masa pandemi materi pembelajaran PAK didesain
72 dalam bentuk power point, word, video dan dikirim pada grup Whatsaap, google meet, google classroom dan menjelaskan melalui zoom pada siswa (Hasil Wawancara, 2021a). Selanjutnya, satu informan mengatakan desain materi pembelajaran PAK selama masa pandemi dilakukan sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Covid yang di tetapkan oleh kementerian dengan mendesain materisecara kreatif dan menarik melalui power point dan animasi untuk memudahkan siswa dalam belajar (Hasil Wawancara, 2021a). Dapat diketahui bahwa guru-guru PAK telah berusaha melakukan desain pembelajaran PAK berbasis daring selama masa pandemi dan menerapkan dalam proses belajar mengajar. Terkait desain materi pembelajaran di masa pandemi Anugrahana mengatakan di masa pandemi Covid 19, guru dituntut untuk mendesain materi secara daring dengan kreatif dan inovatif untuk mempermudah siswa dalam belajar (Anugrahana, 2020) . Selaras dengan ini, Kurniasari, Pribowo dan Putra mengatakan pembelajaran dari rumah (BDR) di masa pandemi Covid 19 guru dituntut untuk mampu merancang materi pembelajaran secara sederhana dengan kreatif dan efektif. Terkait dengan desain pembelajaran PAK di masa pandemi, satu informan mengatakan bahwa materi didesain dengan menggunakan teknologi yang sudah ada seperti membuat video penjelasan materi, melakukan kelas virtual melalui zoom dan membuat youtube. Selanjutnya satu informan mengatakan materi pembelajaran di desain dengan berbagai cara, seperti melalui powerpoint, melalui video pembelajaran, melalui word bahkan melalui rekaman suara (Hasil Wawancara, 2021a). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa guru-guru PAK pada jenjang SD-SMA sudah berupaya mendesain materi sesuai tuntutan pembelajaran di masa pandami. Usaha ini tentu bertujuan untuk mempermudah dalam proses belajar mengajar dan mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Namun yang perlu pendampingan, pengawasan dan fasilitas dari pihak sekolah untuk mendukung guru-guru selama masa pandemi.
73 D. Media pembelajaran PAK secara Daring Penggunaan media dalam pembelajaran PAK tatap muka tentu berbeda dengan pembalajaran PAK berbasis daring di masa pandemi Covid 19. Oleh sebab itu, guru dituntut untuk menggunakan media yang tepat dalam pembelajaran PAK di masa pandemi Covid 19 untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Berdasarkan hasil wawancara terkait dengan penggunaan media pembelajaran di masa pandemi Covid 19 di sekolah didapati 30% informan menggunakan laptop dan handphone sebagai media pembelajaran PAK selama masa pandemi (Wawancara di Sekolah, 2021d). Selanjutnya 70% informan di masa pandemi menggunakan media pembelajaran PAK seperti zoom, youtube, googlemeet, video, power point, gambar cerita, word. Menurut Wau media pembelajaran yang digunakan selama masa pandemi Covid 19 conference call seperti zoom, skype, hangout dan youtube. Selain itu, menggunakan media sosial seperti telegram, whatsapp dan facebook (Wau, 2020). Selaras dengan ini, Hutapea mengatakan media pembelajaran yang digunakan selama masa pandemi Covid 19 adalah grup di media sosial seperti whatsapp (WA), telegram, instagram, aplikasi zoom ataupun media lainnya sebagai media pembelajaran PAK (Hutapea, 2020). Berdasarkan hasil wawancara satu informan mengatakan media pembelajaran PAK yang digunakan selama masa pandemi adalah whatsapp group, google classroom, youtube, google meet, zoom sedangkan untuk kuis atau ujian melalui google form, quiziz, dan kahoot (Hasil Wawancara, 2021d). Dengan demikian, penggunaan media pembelajaran PAK di masa pandemi Covied 19 oleh guru-guru PAK berbasis digital dengan tujuan untuk mempermudah dalam proses belajar mengajar. Terkait dengan penggunaan media pembelajaran PAK berbasis digital yang digunakan oleh guru- guru dalam pembelajaran PAK selama masa pandemi Covid 19 sebagai alternatif untuk mempermudah proses belajar mengajar secara
74 daring. Berdasarkan hasil wawancara informan mengatakan 60% media pembelajaran PAK yang digunakan untuk proses belajar mengajar selama masa pandemi Covid 19 sangat mempernudah dalam proses belajar mengajar (Sekolah, 2021d). Selanjutnya, 50% informan mengatakan media pembelajaran PAK yang digunakan selama pandemi belum maksimal dalam proses belajar mengajar dengan alasan guru, siswa dan orangtua belum memahami sepenuhnya penggunaan teknologi sehingga menjadi sulit ketika proses belajar mengajar sedang berlangsung (Hasil Wawancara, 2021d). Hal ini, ditegaskan oleh salah satu informan bahwa seharusnya penggunaan media pembelajaran di masa pendemi Covid 19 memudahkan apabila siswa serius dan mepunyai perangkat yang mumpuni. Sebaliknya dari pihak guru seharusnya memudahkan apabila sarana dan prasarana mumpuni (Hasil Wawancara, 2021d). Dengan demikian, dapat diketahui bahwa penggunaan media pembelajaran dalam pembelajaran PAK selama masa pandemi Covid 19 di sekolah belum maksimal dikarenakan guru, siswa tidak memiliki fasilitas teknologi yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar. E. Pengelolaan Pembelajaran PAK berbasi Daring Pengelolaan pembelajaran PAK berbasis daring di masa pandemi Covid 19 sangat penting dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan hasil hasil wawancara dua informan mengatakan cara mengelola pembelajaran PAK berbasis daring selama pandemi dilakukan dengan mengatur jadwal meet sesuai jadwal pembelajaran di kelas, menjelaskan materi secara singkat, menonton video materi bersama, tanya jawab dan pemberian tugas. Dapat dipahami bahwa pembelajaran PAK berbasis daring selama masa pandemi membutuhkan pengelolaan kelas secara daring yang efektif sebab pengelolaan kelas memiliki pengaruh dalam proses belajar mengajar. Artinya pengelolaan kelas secara daring guru harus keratif dan inovatif. Menurut Safitri pembelajaran berbasis daring selama masa pandemi dengan metode pemberian tugas
75 melalui whatsapp grup, ceramah online dan materi dibuat dalam bentuk video serta memanfaatkan konten-konten sangat membantu dalam proses belajar (Safitri et al., 2021). Oleh sebab itu, pengelolaan pembelajaran berbasis daring membutuhkan kreativitas dari guru dalam penerapan proses belajar mengajar. Berdasarkan hasil wawancara dua informan mengatakan dalam mengelola pembelajaran secara daring harus menggunakan waktu mengajar seefesien mungkin, membuat WA grup dengan siswa, membuat WA grup dengan orang tua, ceramah melalui zoom, mendesain materi dengan kreatif dan inovatif. Dengan demikian, untuk mengelola pembelajaran PAK berbasis daring tentu membutuhkan pengetahuan yang mendalam mengenai teknologi, membutuhkan teknologi yang memadai dan perlu control yang baik antara orang tua dan guru pada siswa selama pembelajaran berlangsung. Dalam hal ini, pengelolaan pembelajaran PAK berbasis daring dalam proses belajar mengajar bukan suatu hal yang muda dan apabila tidak dilakukan dengan baik maka akan sangat mempengaruhi proses belajar mengajar selama masa pandemi. Berdasarkan hasil wawancara didapati satu informan mengatakan untuk mengelola pembelajaran PAK berbasis daring selama masa pandemi Covid 19 meteri pembelajaran harus di desain semenarik mungkin sehingga siswa tidak bosan, misal: minggu pertama google meet, minggu ke kedua kuis atau penanyangan perdana pembalajaran dari youtube yang dapat diberikan komenter secara langsung. Selanjutnya satu informan mengatakan selain melakukan pembelajaran melalui zoom, google meet, google classroom, perlu melakukan pendekatan melalui telepon, wa pribadi, bahkan perkunjungan. Menurut Rosali penerapan pembelajaran berbasis daring selama masa pandemi dalam proses belajar mengajar melalui Vclass, Meet uncil, zoom whatsapp, telegram, google classroom, youtube, facebook dan messenger hasil balajarnya lancar, cukup baik dan kurang memuaskan (Rosali, 2020b). Senada degan ini, Atsani mengatakan pebelajaran berbasis daring dalam proses belajar
76 mengajar harus memastikan peserta didik mengikuti pembelajaran dalam waktu bersamaan walaupun ditempat berbeda (Atsani, 2020). Artinya bahwa guru harus mengontrol siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Untuk mengontrol siswa dalam proses belajar secara daring perlu kerja sama antara guru dan orang tua. F. Efektivitas Pembelajaran PAK Berbasis Daring Selama masa pandemi Covid 19 guru-guru menerapkan pembelajaran PAK berbasis daring. Oleh sebab itu, perlu diketahui efektivitas pembelajaran PAK pada masa pandemi Covid 19 apakah mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau belum. Berdasarkan hasil wawancara didapati bahwa 20% informan mengatakan pembelajaran PAK selama pandemi Covid 19 efektif. Artinya pembelajaran berbasis daring yang diterapkan selama masa pandemi berjalan dengan baik sehingga mencapai tujuan yang diharapkan. Namun sebaliknya didapati 80% informan mengatakan pembelajaran PAK di masa pandemi belum mencapai tujuan. Belum tercapainya pembelajaran PAK di masa pandemi disebab oleh beberapa kendala seperti kurang memadainya fasilitas teknologi pada guru dan siswa, faktor ekonomi tidak mendukung, guru belum menguasai teknologi dan orang tua tidak memperhatikan siswa selama pembelajaran daring. Damayanthi dalam hasil penelitiannya menunjukkan pembelajaran berbasis daring yang diterapkan oleh guru selama masa pandemi Covid 19 hasilnya belum mencapai tujuan yang diharapkan (Damayanthi, 2020). Selaras dengan ini, Syaiful, Rudiyansyah dan Aslam dalam hasil penelitiannya menunjukan bahwa pembelajaran berbasis daring yang diterapkan oleh guru dalam proses belajar mengajar selama masa pandemi hasilnya belum efektif karena masih banyak kendala yang dihadapi (Syaiful et al., 2021). Dengan demikian, pembelajaran PAK berbasis daring selama masa pandemi dapat diketahui bahwa belum efektif. Belum efektifnya pembelajaran selama masa pandemi disebabkan oleh beberapa kendala seperti
77 teknologi, ketidakmapuan guru, siswa dan orang tua dalam penggunaan teknologi. Hal ini tentu harus diperhatikan oleh pihak sekolah dan pemerintah dengan memfasilitasi, mendampingi dan mengevaluasi pembelajaran PAK selama masa pandemi. Dalam hal ini, tidak efektifnya pembelajaran PAK(CS & Boiliu, 2021) berbasis daring di masa pandemi Covid 19 disebabkan siswa yang malas belajar, tidak mengerjakan tugastugas yang diberikan oleh guru dan orang tua tidak memperhatikan siswa dalam belajar sehingga hal ini membuat guru tidak bersemangat dalam mengajar. Berdasarkan hasil wawancara didapati bahwa 80% informan mengatakan kendala yang menyebabkan pembelajaran PAK tidak efektif selama masa pandemi adalah alat komunikasi yang kurang memadai seperti handphone, laptop dan kuata internet sehingga proses belajar mengajar PAK tidak berjalan dengan baik selama masa pandemi Covid 19 (Hasil Wawancara, 2021c). Selanjutnya, 50% informan mengatakan kendala yang menyebabkan pembelajaran PAK tidak efektif selama masa pandemi adalah kurang pengawasan dari orangtua kepada siswa dan juga efek kondisi pandemi Covid yang terlalu lama membuat siswa malas belajar secara daring (Hasil Wawancara, 2021c). Hal ini dipertegas oleh Taradisa, Jarmita, dan Emalfida bahwa kendala-kendala yang terjadi dalam pembelajaran berbasis daring selama masa pandemi Covid 19 adalah kurangnya fasilitas teknologi pada siswa seperti smarphone, komputer dan paket internet (Taradisa et al., 2020). Selain itu, Basar mengatakan kendala-kendala dalam pembelajaran daring di masa pandemi Covid 19 adalah siswa kurang aktif dan jaringan internet kurang stabil (A. M. Basar, 2021). Wahyuningsih mengungkapkan beberapa hal sebagai kendala dalam pembelajaran berbasis daring di masa pandemi Covid 19 adalah: 1. Faktor guru: guru belum sepenuhnya menguasai IT, guru tidak terbatas dalam mengawasi siswa. 2. Faktor siswa: siswa kurang motivasi dan konsentrasi dalam belajar, siswa masih kekurangan fasilitas belajar dan akses
78 jaringan internet. 3. Orangtua: waktu terbatas untuk mengawasi anak dan belum memahami teknologi sepenuhnya (Wahyuningsih, 2021). Dengan demikian dapat diketahui bahwa faktor penyebab ketidakefektifan pembelajaran PAK di masa pandemi Covid 19 di sebabkan oleh beberapa fakor yakni keterbatasan fasilitas teknologi, jaringan internet, orang tua, siswa dan guru belum sepenuhnya memahami penggunaan teknologi dalam proses belajar mengajar.
79 7 Pengembangan Misi Melalui PAK di Era Digital A. Pengembangan Misi Allah di Era Digital Allah memberikan mandat kepada manusia untuk melaksanakan misi-Nya bagi dunia. Dalam kitab Kejadian 1:28, Adam manusia pertama yang dijelaskan dalam Alkitab diberi mandat misi untuk memenuhi, menguasai, dan menaklukkan bumi untuk kemuliaan Allah. Allah memberikan tanggungjawab sebagai mandat kepada Adam untuk mewujudkan damai sejahtera (syalom) bagi dunia. Pemberian amanat dan tanggung jawab dari Tuhan kepada umat pilihan-Nya adalah tugas misi Tuhan untuk kesejahteraan umat manusia dan seluruh ciptaan-Nya. Oleh karena itu, para pendidik Kristen baik di dalam keluarga, sekolah, dan gereja perlu menyampaikan misi Allah kepada generasi penerus.
80 Keluarga merupakan tempat misi Allah di dunia yang pertama dan utama dalam kehidupan orang percaya (Widjaja & Boiliu, 2019). Karakteristik misi di keluarga dalam Perjanjian Lama (PL) berfokus pada Allah sebagai pusat misi tersebut.(R. Pakpahan, 2020) Dalam keluarga orang tua mengajarkan anak tentang keyakinan dan moralitas yang sesuai dengan kebenaran Tuhan. Dalam PL, misi Allah dimulai dari keluarga melalui bapa-bapa leluhur (Vrizen, 2000). yaitu Abraham, Isak dan Yakub. Artinya bahwa, bapa-bapa leluhur sebagai orangtua yang telah mewariskan iman kepada keturunannya dan bahkan kepada semua bangsa di dunia. Selain itu, guru PAK di sekolah juga mempunyai peran sebagai pengembang misi. Artinya bahwa guru PAK memiliki peran penting untuk mewariskan iman kepada generasi berikutnya (Widjaja, 2019b). Dalam hal ini, iman tidak akan bertumbuh dengan sendiri, seiring bertambahnya usia, maka perlu adanya pembinaan iman secara intens. Hal ini sejalan dengan pendapat Purim Marbun bahwa perlu strategi yang baik dalam melaksanakan pembinaan iman (Marbun, 2020) karena tidak mudah untuk mewariskan iman kepada generasi yang berbeda lokus dan abad. Oleh sebab itu dalam artikel ini, peneliti berusaha untuk menemukan cara yang tepat dalam menyampaikan misi Ilahi yang sesuai untuk generasi Kristen di era revolusi industri 4.0. Di era revolusi industri 4.0, digitalisasi telah mempengaruhi seluruh kehidupan umat Tuhan. Dengan munculnya transformasi digital, tantangan baru akan ada dan akan semakin sulit. Hal ini karena teknologi digital sudah banyak membuat orang kecanduan, membuat orang semakin menjadi narsistik, mudah dipengaruhi oleh konten-konten negatif, seperti pornografi, kekerasan, hoaks, serta ujaran kebencian(Eliasaputra et al., 2021) Untuk itu pola dalam mengemban misi Tuhan harus diubah untuk memberikan pesan misi Tuhan dalam mempersiapkan umat-Nya menghadapi situasi saat ini(A. Purnomo & Sanjaya, 20 C.E.) . Oleh karena itu, salah satu hal yang harus terus ditingkatkan (update) dalam menyampaikan
81 misi Tuhan di dunia adalah pengajaran PAK harus disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan zaman. Terkait”dengan peran PAK”sebagai pengembangan misi”di era”revolusi”industri 4.0.”Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aldrin Purnomo dan Yudhy Sanjaya mengungkapkan bahwa gereja harus cerdas dalam menggunakan digital dalam dunia misi (A. Purnomo & Sanjaya, 20 C.E.). Hal tersebut seirama dengan penelitian Yosua Feliciano Camerling dkk, tentang”gereja yang menggunakan media digital untuk bermisi di era revolusi industri 4.0,”hasil penelitian menunjukkan bahwa penting untuk gereja melalukan misis melalui media digital di era revolusi 4.0 karena layanan media memiliki pengaruh yang sangat besara dalam menyampaikan (Camerling et al., 2020). Sesuai dengan hasil dapat dilihat bahwa, penelitian sebelumnya hanya membahas tentang pentingnya peran gereja untuk menggunakan media digital dalam melaksanakan misi. Oleh sebab itu, hal yang membedakan penelitian ini dengan lain yang dilakukan sebelumnya adalah memfokuskan pada pelaksanaan misi di lingkungan keluarga dan sekolah melalui PAK. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman bagi orangtua dan guru agar terlibat di dalam mengembangkan misi Allah melalui PAK yang sesuai dengan perkembangan zaman dan peradabannya. B. Penyampaian Misi Allah Misi adalah salah satu karya Allah bagi dunia untuk menyelamatkan dan memelihara ciptaan-Nya. Misi juga merupakan inisiatif Allah untuk menghadirkan damai sejahtera, menyelamatkan, dan menyatakan karya-Nya di dunia (Silalahi, 2020). Menyampaikan misi Allah pada masyarakat global dapat dilaksanakan oleh guru dan orangtua. Di era saat ini, guru dan orangtua dapat menggunakan berbagai macam alat peraga dan media yang bervariasi untuk menuntun anak
82 atau peserta didik mengerti akan misi Allah. Setiap anak hendaknya dapat memahami kehendak Allah bagi manusia di masa kini. Oleh sebab itu, untuk menarik minat anak belajar tentang misi Allah, guru dan orangtua harus pandai bersaing dengan kegiatan yang sifatnya having fun. karena mereka yang hidup di era revolusi 4.0 memiliki sifat kritis dan menganggap dirinya “orang yang tahu segalanya.” Perubahan persepsi generasi di era revolusi 4.0 terjadi karena mudahnya mendapatkan berbagai macam sumber informasi dari internet. Itulah sebabnya, misi Allah yang tak pernah berubah perlu disampaikan dengan cara yang berbeda, namun dapat diterima oleh generasi ini (Oliver, 2020). Misi Allah diharapkan dapat menyentuh sampai ke ranah akfektif dan psikomotik; salah satu pengembangannya adalah dengan mengangkat nilai-nilai budaya, etnis, dan lokasi sosial. Pengembangan kegiatan misi hendaknya tetap menyiratkan refleksi kasih Allah yang besar; secara umum dan khusus (Bevans, 2011). Menelaah jejak Kristus dalam menyampaikan misi Allah kepada murid-muridnya, dapat dijumpai dengan berbagai metode pendekatan yang luar biasa. Tuhan Yesus memandang “para korban” tidak sebagai objek belas kasihan, tetapi sebagai subjek transformasi diri mereka sendiri dalam bersinergi dengan Tuhan yang membebaskan. Yesus selalu mengutamakan kualitas dibanding kuantitas. Kualitas pelayanan-Nya tercermin dari model komunikasi yang kontekstual. Model ini memungkinkan Yesus mencapai misi yang diemban, dalam waktu yang singkat di dunia. C. Pembelajaran PAK sebagai pengembang Misi dalam Perspektif Alkitab Dalam kitab Perjanjian Lama dijelaskan bahwa misi Allah dimulai dari keluarga dan orangtua. Mereka memiliki peran penting untuk mengembangkan misi Allah melalui pendidikan agama dan keterampilan sehari-hari. PAK dimulai dari terpanggilnya”Abraham menjadi nenek moyang umat pilihan”Tuhan, bahkan PAK
83 berpokok”pada Allah sendiri, karena Allah yang menjadi pendidik agung”bagi umatNya (Homrighausen, 2012b). Dalam hal ini, Tuhan memilih dan memanggil Abraham untuk mengembangkan misi Allah guna untuk keselamatan manusia dan sebagai orangtua dia memiliki tanggungjawab untuk mewariskan misi Allah kepada anak cucunya. Pendidikan dan cara bersosialisasi anak-anak Israel terbagi menjadi beberapa kategori, terutama dalam ilmu keagamaan, kejuruan, dan kemiliteran. Para kontributor alkitabiah banyak merujuk tanggungjawab orangtua untuk mengajar anak-anaknya tentang makna pê‟ullôt YHWH,”“perbuatan Allah yang ajaib””(magnalia Dei)”dalam sejarah bangsa Israel.”Mereka mengajarkan tentang kuasa Tuhan melalui; wabah belalang (Kel. 10:1-2), hari raya roti tak beragi (Kel. 13:8), kisah Yosua dan 12 batu (Yos. 4:21-24), peringatan di Yakub dan hukum taurat (tôrâ) (Mzm. 78:5-8), penyertaan Tuhan (Mzm. 44:2-3), dan Hana membayar nazarnya (1 Sam. 1:22; 3:1,11) dan pengajaran lain tentang kuasa dan misi Allah. Selain mengajar ilmu agama, mereka juga mengajar keterampilan kepada anak-anaknya (1 Sam. 8:11-13). Demikianlah orang-orang Israel meneruskan misi Allah kepada kepada anakanaknya. Abraham, Ishak, dan Yakub ketika menunjukkan perannya sebagai orangtua, mereka mengembangkan misi Allah melalui janjijanji-Nya. Di dalam Perjanjian Lama (PL), Allah mengajarkan Abraham untuk percaya pada tuntunan dan janji-janji-Nya. Allah berjanji bahwa keturunannya Abraham akan diberkati dan menjadi bangsa yang terpilih (Kej. 12:1-3). Oleh sebab itu, Abraham mengajarkan tentang ketaatan kepada Allah (Kej.2:1-9) dan mengajarkan tentang iman (Kej. 22:1-9) (Budiyana, 2011). Selain itu, di dalam Perjanjian Baru (PB) Yesus merupakan guru Agung yang sempurna dan tidak ada bandingnya di dunia. Metode yang digunakan oleh Yesus adalah bervariasi dan”berwibawa sehingga tanpa diminta banyak orang berbondong-bondong”mengikuti Yesus (Homrighausen, 2012b). Artinya, metode yang digunakan”Yesus dalam pembelajaran
84 menarik sehingga membuat banyak orang takjub kepadaNya”(Mrk.1:22;12:37) (GP, 2012). Yesus”mengajar di mana saja:”di atas bukit, dari dalam perahu, di sisi”orang sakit, di tepi sumur, di rumah yang sederhana dan di”rumah orang kaya, didepan para”pembesar agama dan pemerintah,”bahkan di salib sekalipun. Yesus dalam setiap keadaan atau situasi apa pun, baik atau buruk selalu menyampaikan kebenaran dari firman Allah. Pengajaran Yesus bertujuan untuk melayani setiap orang yang ingin datang kepada-Nya. Dengan demikian, ada beberapa prinsip dalam pengajaran Yesus yakni: pengajaran Yesus memiliki kuasa, pengajaran Yesus menantang pendengar untuk berpikir, Yesus melakoni apa yang diajarkan, dan juga mengasihi orang-orang yang diajar-Nya (Antony, 2017). Dengan demikian, dalam menyampaikan misi Allah di dunia ini dapat dilaksanakan melalui pengajaran-pengajaran seperti yang telah dilaksanakan oleh Abraham di masa PL dan Yesus di masa PB. Walaupun berbeda masa/zaman, pengajaran sebagai suatu cara yang baik dalam menyampaikan misi Allah. Oleh karena itu, di Era revolusi Industri 4.0, guru juga dapat menyampaikan misi Allah melalui pengajaran PAK dengan menggunakan berbagai media dan teknologi agar membantu mereka dalam menyampaikan misi Allah kepada anak-anak yang diajar dan dididik. D. Orang Tua sebagai Pengembang Misi melalui PAK Orangtua memiliki peran penting dalam mengembangkan misi Allah sesuai tuntutan perkembangan zaman dan peradabannya. Pengembangan misi dapat dilaksanakan melalui adanya PAK keluarga (F. M. Boiliu, 2020c). Alkitab mencatat dengan jelas bahwa misi Allah di mulai dari keluarga sehingga orangtua memiliki peran penting untuk mengembangkan misi dengan mengajarkan anakanak sejak dini. Dalam hal ini, keluarga merupakan tempat pertama dan utama yang Allah siapkan untuk misinya dikembangkan dengan
85 menyebarkan dan memasukan nilai-nilai kehidupan (Ul. 6:6-7) (W.Pazmino, 2007). Artinya, ayah dan ibu sebagai inti keluarga berperan dalam memberikan pengajaran kepada anak-anaknya. Oleh sebab itu, dalam pengembangan misi orangtua harus mendidik anak dan mendorong untuk mengimplementasikan nilai-nilai luhur sesuai dengan Firman Allah (Hastuti, n.d.). Dalam mengembangkan misi Tuhan di era revolusi 4.0, orang tua harus memiliki spiritualitas dan keterampilan yang berkualitas dalam mendidik anak serta keinginan yang tinggi untuk membekali diri untuk meningkatkan kemampuan yang berkaitan dengan pendidikan anak. Orangtua memiliki peran penting sebagai pengembang misi Allah dalam keluarga di era revolusi industri 4.0 sebab keluarga terbentuk atas inisiatif Allah dengan tujuan untuk mengerjakan misi Allah (Kej. 2:18, 21-24). Dalam hal ini, orangtua Kristen selaku orang percaya harus menyadari akan perannya sebagai pengembang misi Allah (F. M. Boiliu, 2020a). Untuk itu, orangtua Kristen harus membuat keluarga yang menyenangkan, sebab dalam keluarga diletakkan dasar iman yang kokoh bagi anak-anak. Selain itu, orangtua menjadikan keluarga sebagai tempat pertama dan utama penyebaran firman Tuhan dan orangtua berperan sebagai penginjil, gembala, pengajar, pendidik, pendamping, motivator, fasilitator, mediator, dan konselor (M. P. Fredik Melkias Boiliu, 2020b). Orangtua dalam mengembangkan misi Allah, di era revolusi 4.0 sebagai sumber utama gerakan misi di keluarga. Dalam hal ini, orangtua perlu menyadari bahwa Allah memulai misinya pertama kali melalui sebuah keluarga. Artinya, ketika Allah menciptakan manusia dan membentuk keluarga, Allah sudah menaruh misi-Nya (Kej.1:27,28) sehingga orangtua bertanggung jawab untuk mengembangkan misi Allah sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan peradabannya (Groome, 2011). Dengan demikian, dalam pengembangan misi Allah hal-hal yang perlu orangtua lakukan yakni: Pertama, orangtua harus hidup bergaul dengan Allah atau memiliki hidup yang benar sesuai dengan standar Allah (Kej.6:9;7:1). Kedua, orangtua harus selalu mengajarkan kebenaran firman Allah
86 secara”berulang-ulang kepada anak-anaknya”(Ul. 6:7-9). Ketiga, orangtua tidak hanya sebatas mengajar tetapi juga harus menunjukkan sikap teladan yang mencerminkan kebenaran firman Allah”dalam kehidupan sehari-harinya. Seirama dengan ini Zega mengatakan bahwa, dalam membentuk spiritual anak, orangtua tidak cukup hanya mengajarkan kepada anak akan firman Allah tersebut tetapi juga harus menerapkannya. Keempat, orangtua harus memperkenalkan dunia misi kepada anak-anaknya dengan melibatkan mereka dalam kegiatan-kegiatan misi. Orang tua sebagai pengembang misi di era revolusi industri 4.0, harus serius menyikapi perkembangan dan perubahan yang terjadi saat ini. Selain itu, orang tua juga mampu melakukan inovasiinovasi terbaru sebagai kreasi dalam mengajar dan mendidik anak. Menurut Djoys Rantung orangtua memiliki peranan penting dalam membentukan karakter yang bercirikan Kristiani pada anak untuk menumbuhkan iman melalui tiga hal yaitu mengasuh, mendidik, dan memperlengkapi (Rantung, 2019). Dalam hemat penulis, orangtua memiliki tanggungjawab yang sangat besar untuk melanjutkan misi Allah di dunia ini sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Tugas orangtua sebagai pengembang misi di era ini adalah mengajarkan iman kepada anak-anak,”menanamkan nilai-nilai kehidupan (Ul. 6:6-7),”mendidik dan mendorong anak untuk menerapkan nilai-nilai luhur sesuai kebenaran firman Tuhan, megajar dan mendidik anak untuk menjauhi segala hal yang dilarang Allah (Marisi et al., 2020) (Marisi et al., 2020). Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Abraham, Ishak dan Yakub yang terus mengembangkan misi Allah dari generasi ke generasi (Nduru, 2019). Oleh sebab itu, orangtua sebagai pengembang misi di era ini yang perlu dilakukan yaitu mengajak anak untuk berdoa bersama setiap hari, membacakan firman Allah kepada anak yang belum bisa baca, mengontrol anak dalam penggunaan teknologi agar tidak menyebarkan hoaks dan tidak mentuhankan teknologi atau menganggap teknologi sumber segalanya, mengontrol anak untuk berdoa dan membaca Alkitab secara pribadi setiap hari. Penerapan
87 hal-hal ini perlu dilakukan”secara berulang-ulang sebagaimana dijelaskan dalam Ulangan”6:4-9 “orangtua harus mengajarkan kepada anak-anaknya secara berulang-ulang tentang kebenaran Firman Allah.” Dalam mengembangkan misi di era 4.0 orangtua dituntut untuk menjadi teladan yakni melalui sikap hidup yang selalu taat kepada Tuhan dan selalu mengandalkan Tuhan dalam segala keadaan apa pun. Tentu hal ini akan menjadi teladan yang baik bagi anak sehingga dengan”sendirinya anak akan memiliki sikap”yang dicerminkan oleh orangtuanya. Keteladanan orangtua merupakan model pembelajaran yang sangat ampuh. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Abraham, Ishak dan Yakub yaitu mengajarkan kepada anak-anaknya melalui keteladanan dan ketaatan kepada Allah (GP, 2017). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa di era 4.0 merupakan tantangan terbesar bagi orangtua untuk mengajarkan kebenaran firman Allah kepada anak dari teori sampai praktik. Selain itu, orangtua juga harus setia, sabar dan bijaksana dalam menjalankannya. Hal terpenting dalam mendidik anak di era ini sebagaimana dikatakan oleh Desi Sianipar bahwa orangtua harus menjalin hubungan sebaik mungkin dengan anak-anaknya sehingga mereka dapat mengahargai pengajaran dan didikan yang dilakukan orangtua, sebab pengajaran yang disampaikan sangat menentukan pemahaman anak tentang Allah (Sianipar, 2018a). Artinya bahwa orang tidak hanya berlaku sebagai, pendidik, pengajar, dan penginjil tetapi juga harus sebagai sahabat bagi anak. Ketika orangtua menjadi sahabat bagi anak maka orangtua akan mengetahui masalah yang dihadapi anak dan dengan mudah memberikan masukan serta motivasi berdasarkan kebenaran firman Allah. Artinya bahwa orang tidak hanya berlaku sebagai, pendidik, pengajar, dan penginjil tetapi juga harus sebagai sahabat bagi anak. Ketika orangtua menjadi sahabat bagi anak maka orangtua akan mengetahui masalah yang dihadapi anak dan dengan mudah memberikan masukan serta motivasi berdasarkan kebenaran firman Allah.
88 Orangtua sebagai pengembang misi Allah di era ini tentu harus meletakkan dasar yang kuat kepada anak tentang iman Kristen baik secara pengetahuan dan juga praktek dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tentunya orang tua mendidik anak dengan pandai, tegas, benar, membina dan memperbaiki dalam keluarga, agar anak berkembang secara kerohanian dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari (Fatmawati, 2019) . Orangtua juga harus mengantisipasi pengaruh era digital melalui beberapa cara, yaitu: (a) mendidik anak menjadi dewasa secara rohani, (b) mendidik anak untuk cinta dan keadilan, (c) membimbing anak untuk hidup dalam kelompok sosial, (d) menjadi contoh yang baik (Diana, 2019). Selain itu, yang harus orangtua lakukan dalam keluarga adalah mengajar anak secara berulang (Ul. 6:4-9), anak dididik untuk hidup benar berdasarkan Alkitab (Ams. 29:14), mendisiplinkan anak-anak ( Ams. 3:11-12), memberi contoh yang baik (Ams. 20:7) (Elsyana Nelce Wadi1, 2016). Kehadiran orangtua sebagai mentoring untuk mendampingi anak-anaknya agar tidak terjerumus pada arus perkembangan teknologi (Amrillah et al., 2020). Lumbantoruan untuk mendapingi anak di era ini, orang tua perlu menerapkan beberapa hal (Lumbantoruan, 2021), . yaitu: 1. Membuat kesepakatan bersama dengan anak mengenai penggunaan dan waktu penggunaan fasilitas seperti gadget, smartphone, tab, tablet dan internet. 2. Bekerjasama dengan sekolah dan gereja untuk mengontrol sikap, perilaku, spiritualitas anak dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengontrol anak dalam mengakses media sosial. 4. Memberikan contoh yang baik dalam menggunakan teknologi untuk anak-anak. Orangtua sebagai pengembang misi di era ini tentu harus memahami dan menyesuikan diri dengan konteks perkembangan zaman dalam mendidik anak. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu di terapkan orangtua yaitu: (Wicaksono et al., 2019)