The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by Creative, 2021-10-21 03:17:41

digital Book GAME-ONLINE-21-okt-OK

digital Book GAME-ONLINE-21-okt-OK

Hal ini menegaskan temuan sebelumnya oleh Utz (2000)
bahwa dibutuhkan waktu untuk membangun persahabatan
online. Namun, juga menunjukkan bahwa persahabatan
intim lebih mungkin dibangun jika para pemain mampu
mengintegrasikan MMORPG secara otonom ke dalam
identitas mereka.

Terdapat juga efek

positif dari hasrat obsesif untuk
game, yaitu banyaknya jumlah
persahabatan online, tetapi tidak
berpengaruh pada kualitas.

Dengan kata lain, pemain yang obsesif memanggil lebih
banyak teman untuk bermain, tetapi tidak terkait secara
mendalam menyangkut dukungan emosional. Mereka malah
sedikit memiliki emosi positif selama aktivitas dan lebih
banyak memiliki emosi negatif menurut Vallerand dkk.,
(2003).

Seperti prediksi sebelumnya, gairah harmonis hanya terkait
dengan tujuan persahabatan online dan tidak mencari
persahabatan offline. Yang terakhir ini sejalan dengan
temuan sebelumnya bahwa orang-orang dengan hasrat
harmonis terhadap suatu aktivitas dapat mengelola beberapa
domain kehidupan mereka dengan sukses.

138

Namun, hasil saat ini menunjukkan bahwa individu pada waktu
bersamaan berhasil menjalin pertemanan dalam game. Kraut
(2002) dari Carnegie Mellon University menemukan bahwa
pemain dengan gairah harmonis untuk MMORPG, mendapat
keuntungan dengan memiliki lebih banyak teman (tidak hanya
offline, tetapi juga online).
Memang, ada beberapa bukti bahwa gairah harmonis berkorelasi
dengan extraversion.

Penelitian selanjutnya

dapat melihat lebih dekat hubungan
gairah harmonis dan obsesif, juga
proses yang mendasari pembentukan
pertemanan online.

139

Bab 4
Beragam
Masalah Sosial
dari Para
Pecandu Game

140

Bab ini akan melihat sebuah konsepsi yang negatif
akibat kecanduan game secara spesifik. Di kalangan
orang dewasa, game pun menjadi sebuah momok
menakutkan. Sehingga dapat menimbulkan berbagai
masalah sosial. Penelitian yang diangkat oleh
Achab dkk., (2011) bisa memberikan gambaran
bahayanya bermain game berlebihan yang dilakukan
pada orang-orang dewasa di Perancis dengan
membandingkan karakteristik pencandu online vs
nonpecandu yang memainkan game online.

Massively Multiplayer Online
Role-Playing games (MMORPG)

merupakan permainan yang sangat populer dan
menyenangkan, yang dapat dimainkan dengan
santai. Tetapi, dengan semakin merebaknya
permainan online di seluruh dunia, ternyata
juga menimbulkan efek samping.

Beberapa orang akhirnya memainkannya terlalu
berlebihan sehingga ada yang harus dirawat di
rumah sakit dan masuk ruang isolasi. Untuk itulah,
diperlukan penelitian yang fokus pada potensi risiko
kecanduan.

141

Dalam bab ini juga akan dibahas mengenai pengaruh
game online kepada penyebaran paham terorisme. Saat
forum media sosial dan chat sudah diawasi platform
dan penegak hukum, banyak organisasi teroris
memindahkan komunikasi dan interaksinya ke game
online.

Bukan hanya media komunikasi,

game online pun diciptakan oleh
kelompok teroris untuk menyebarkan
paham dan pengaruhnya secara global.

Game seperti Salil al-Sawarem bertujuan untuk
mempromosikan paham dan publisitas dari ISIS.
Game ini diterima cukup baik di negara Arab. Selain
game yang secara jelas mempromosikan kekerasan
dan terorisme, game yang bernuansa aksi dan paham
terorisme juga dibuat developer game besar dan
terkenal. Dan sudah barang tentu, akan dibahas
counter narasi yang positif agar pemain game tidak
terjebak dalam paham dan promosi dalam game online.

Secara konseptual game online telah diteliti oleh Achab
dkk. (2011) menggunakan studi eksplorasi dengan
membandingkan karakteristik, kebiasaan online,
dan penggunaan berlebihan yang bermasalah pada
para pemain MMORPG. Penelitian ini berfokus pada
penyaringan gamer dengan potensi risiko kecanduan
MMORPG. Ini merupakan studi eksplorasi yang

142

berfokus pada karakteristik, kebiasaan online, dan
penggunaan berlebihan yang bermasalah pada gamer
dewasa MMORPG di Perancis.

Selain data sosio-demografis dan pola perilaku gamer,
penelitian ini menggunakan pemain MMORPG di
Perancis yang dipilih secara online selama 10 bulan
berturut-turut. Terdapat tiga pengukuran dalam
penelitian ini, yaitu Kriteria Ketergantungan untuk
Zat Diagnostik dan Statistik Manual pada Kekacauan
Mental, Edisi Revisi Keempat (DSM-IV-TR) yang telah
diadaptasi untuk MMORPG (DAS), Qualitative Goldberg
Internet Addiction Disorder Scale (GIAD), dan The
Quantitative Orman Internet Stress Scale (ISS). Untuk
semua skala, skor di atas ambang batas tertentu
dikatakan positif.

Penelitian Achab (2011) ini

menggunakan 448 gamer dewasa sebagai
partisipan yang merupakan lulusan
universitas, kategori dewasa muda dan
tinggal sendiri di daerah perkotaan.
Peserta menunjukkan tingkat kecanduan
Internet yang tinggi.

143

Dibandingkan dengan kelompok negatif, gamer
kelompok positif menunjukkan tingkat fenomena
toleransi yang jauh lebih tinggi (peningkatan jumlah
waktu dalam game online untuk mendapatkan efek
yang diinginkan) dan sejak mereka memulai game
online dinyatakan bermasalah secara signifikan pada
sisi:

- Sosial - Perkawinan (OR: 4,61)

- Finansial (OR: 4,85) - Keluarga (OR: 4,69)

- Profesional (OR: 4,42)

Selanjutnya, gamer yang kecanduan melaporkan sendiri bahwa
sejak permulaan game online mereka mengalami beberapa
gangguan (tiga kali lebih banyak):

- Mengantuk di siang hari,
- Kurang tidur karena bermain,
- Mood rendah,
- Perubahan emosional.

144

Studi oleh Achab, dkk. (2011) di Perancis ini menemukan
tingkat kecanduan MMORPG yang tinggi dan gejala
merugikan dalam aspek kehidupan yang penting,
termasuk suasana hati dan gangguan tidur. Ini
menegaskan perlunya mengatur program pencegahan
yang relevan dengan penggunaan game online yang
berlebihan.

145

Seputar Penelitian Mengenai
Kecanduan Game Online

Kecanduan melibatkan sistem kompleks faktor
bio-psikososial yang mempengaruhi individu dalam
tindakan dan budaya mereka. Pada tahun 1964,
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkenalkan
konsep ketergantungan untuk menggantikan
kecanduan dan habituasi. Istilah tersebut
mengacu pada keseluruhan jenis obat psikoaktif
(ketergantungan obat, zat kimia atau zat) atau
dengan referensi khusus untuk obat atau golongan
obat tertentu (ketergantungan alkohol atau opioid)
yang mengacu pada fisik dan psikologis.

Menurut Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan
Mental, Edisi Keempat-Teks Revisi (DSM-IV-TR),
beberapa gejala ketergantungan zat, yaitu

-- Toleransi/daya tahan
-- Penarikan diri
-- Dampak buruk pada area sosial dan

profesional

-- Kehilangan kontrol terhadap konsumsi

Kemudian muncul entitas baru, yaitu kecanduan non-
kimia (misalnya perilaku), seperti gangguan makan,
pembelian kompulsif, dapenyalahgunaan olahraga.

146

Dokter cenderung membedakan antara penyalahgunaan,
ketergantungan, dan kecanduan yang mengacu pada
perilaku. Hal ini ditopang oleh temuan neurobiologis
mengenai berbagai proses neuron yang terlibat dalam
ketergantungan atau kecanduan. Ketergantungan adalah
respons saraf adaptif terhadap efek farmakologis dari
penyalahgunaan zat. Sebelumnya, definisi ini sesuai
dengan «ketergantungan fisik», yang tidak menjelaskan
substansi dan kecanduan non-substansi.
Beberapa jenis perilaku, selain penggunaan zat psikoaktif,
menghasilkan kepuasan sementara yang menimbulkan
perilaku terus-menerus, terlepas dari timbulnya hal
yang merugikan. Ini yang disebut kecanduan «perilaku».
Kecanduan tersebut menyerupai kecanduan zat di banyak
sektor, komorbiditas, kontribusi genetik yang tumpang-
tindih, mekanisme neurobiologis, dan respons terhadap
pengobatan.

147

American Psychiatric Association (APA) menyatakan
bahwa kondisi patologis dan gangguan penggunaan
zat sangat mirip, terkait dengan kontrol impuls yang
buruk. Temuan ini mendukung DSM edisi kelima yang
akan datang, yang mungkin mengajukan kategori baru
ketergantungan dan gangguan terkait yang mencakup
gangguan penggunaan dan kecanduan non-substansi.
Data saat ini menunjukkan bahwa kategori gabungan
ini mungkin sesuai untuk mempelajari patologis dan
beberapa tingkah laku, misalnya kecanduan Internet dan
kecanduan video/game komputer.

Tahun 1994, kecanduan Internet digambarkan sebagai
lelucon oleh Goldberg (1996) dengan mereproduksi
kriteria DSM-IV untuk ketergantungan zat. Sejak saat
itu, «gangguan baru» ini menjadi topik yang diminati
ilmiah hingga mengeluarkan seruan agar kecanduan
digabung dengan jajaran klasifikasi DSM V. Fred Davis
(2001 dalam Achab, 2011) dari University of Maryland,
membagi penggunaan Internet yang bermasalah menjadi
dua entitas

- spesifik, konten tertentu yang bisa
berdiri sendiri dari vektor Internet,
seperti video game dan pertaruhan/
judi

- umum, konten spesifik di Internet,
seperti chatting, e-mail, dan media
sosial.

148

Internet mengubah permainan video game yang
daya tariknya mencakup seluruh dunia, terutama
dengan Massively Multiplayer Online Role-
Playing games (MMORPGs).

Contoh dari popularitas ini

adalah World of Warcraft© (WoW),
yang memiliki lebih dari 11,5
juta pelanggan aktif dan akun
sehingga menyumbang sekitar 62%
pasar video game online.

Namun, seiring popularitas MMORPG, muncul
banyak pertanyaan, apakah game ini menyebabkan
penggunaan yang berlebihan. MMORPG telah
dimainkan dengan jangka waktu yang lebih lama
dari game lainnya sehingga berpotensi lebih besar
menimbulkan efek negatif pada pemain.

149

Sedikit sekali penelitian video game online, terutama
tentang berbagai aspeknya, karakteristik pemain dewasa
dan tingkat kecanduan mereka. Studi sebelumnya berfokus
pada demografi gamer MMORPG. Beberapa penelitian telah
melihat efek MMORPG. Kim dkk., (2008) mengevaluasi
kecanduan game online menggunakan versi modifikasi
Young's Internet Addiction Scale. Hasilnya terdapat korelasi
positif antara kecanduan game online dan ciri kepribadian
narsistik, serta korelasi negatif antara kecanduan game
online dan pengendalian diri.

Hussain meneliti fenomena swapping
gender dalam sebuah studi eksplorasi.
Dia mewawancarai secara online 71
narasumber. Hasilnya menunjukkan
bagaimana gamer menggunakan MMORPG
untuk mengurangi perasaan negatif.
Sepertiga dari subjek memberikan
deskripsi rinci tentang masalah
pribadi yang muncul karena bermain
MMORPG.

150

40% dari 548
pemain MMORPG

menganggap
diri mereka

kecanduan.
15,4% gamer adalah perempuan

Longman, O’Connor, dan Obst (2009) memisahkan 206
partisipan internasional menjadi dua kelompok sesuai dengan
waktu yang dihabiskan untuk bermain MMORPG per minggu.
Studi eksplorasi tersebut mengamati bahwa kelompok
dengan penggunaan tinggi memiliki tingkat dukungan sosial
secara offline yang rendah dan tingginya gejala psikologis
negatif. Pendekatan lain memusatkan perhatian pada
hubungan antara kecanduan dan avatar (karakter game).

Mentzoni dkk., (2011) mengamati bahwa penggunaan video
game yang bermasalah berkaitan dengan kepuasan hidup dan
tingkat kecemasan, serta depresi yang tinggi para pemain.
Jika digunakan dengan baik, video game adalah kegiatan
santai yang menarik. Bahkan digunakan dalam aplikasi medis
(mengurangi nyeri, rehabilitasi otot, stimulasi kognitif, dll.).
Namun, efek sampingnya adalah kecanduan.

151

Untuk mengatasinya, pemerintah Korea Selatan,
negara perintis pengembang MMORPG, telah
menetapkan larangan bermain tengah malam bagi para
gamer muda dengan lockout selama 6 jam. Selain itu,
koneksi Internet mereka akan diperlambat via spyware
untuk pemain yang bermain selama lebih dari 6 jam
(MMORPG.com, 2010).

Begitu juga China, dengan sekitar 10 juta remaja
kecanduan Internet, mulai membatasi penggunaan
permainan komputer. Undang-undang saat ini
mencegah penggunaan game sehari-hari lebih dari 3
jam. Meski telah diakui selama satu dekade, kecanduan
MMORPG masih kontroversi seputar teori tentang
kecanduan perilaku dan «kekacauan konseptual»
di bidang kecanduan. Karena tidak ada klasifikasi
yang diakui secara ilmiah, dengan suara bulat, untuk
mendiagnosis kecanduan video game online (Block,
2008).

Banyak studi di bidang ini telah menyesuaikan
kriteria dari DSM-IV-TR seperti kriteria untuk Internet
Addiction Test (IAT), ketergantungan zat dan kriteria
untuk Problem Videogame Playing (PVP).

152

Data yang muncul menunjukkan adanya kemiripan
secara klinis dan neurobiologis antara kelainan
penggunaan zat dan kecanduan perilaku. Dalam
konteks ini, penelitian difokuskan untuk memisahkan
kecanduan MMORPG dari Internet Addiction (menurut
model teoretis Davis) dengan menggunakan alat
penyaringan yang berbeda untuk kecanduan pada
sampel yang sama. Untuk meneliti kecanduan
MMORPG, beberapa peneliti menggunakan kriteria
DSM-IV-TR untuk ketergantungan zat yang kemudian
diadaptasi untuk game video online (mengganti
istilah "substansi" dengan istilah "video game online").

Untuk mengatasi Internet Addiction, 2 skala yang
berbeda digunakan, yaitu kualitatif gangguan
ketergantungan pada Internet Goldzone (termasuk
kriteria ketergantungan toleransi dan penarikan)
dan Skala Stabilitas Orman Internet kuantitatif
(tidak termasuk kriteria toleransi ketergantungan
dan penarikan yang berfokus pada karakteristik
kecanduan, seperti kehilangan kontrol dan
konsekuensi buruk penggunaan Internet yang
berlebihan).

153

Meski peningkatan minat terhadap MMORPG telah
didokumentasikan, tidak ada konsensus mengenai skala
yang divalidasi untuk menentukan kecanduan MMORPG
secara spesifik. Sebagian besar penelitian sebelumnya
melihat populasi remaja tertentu dalam kaitannya
dengan Internet dan tidak fokus pada permainan video.

Sifat psikometrik skala Internet Addiction menjanjikan
hal lain. Penelitian lain hanya berdasarkan wawancara
pada gamer. Selain itu, penelitian sebelumnya tidak
membedakan antara Internet dan permainan video
online, atau antara berbagai jenis permainan video
online. MMORPG lebih cenderung dikaitkan dengan
penggunaan yang bermasalah daripada game
non-MMORPG karena gamer MMORPG cenderung
menghabiskan lebih banyak waktu untuk bermain.

Studi ini memiliki sejumlah keterbatasan. Pertama,
sampel yang dianalisis tidak dipilih secara acak dan
partisipasi bersifat sukarela (mengisi kuesioner online
dalam suatu web). Mungkin tidak semua tipe gamer
MMORPG termasuk dalam penelitian ini, terutama
hardcore (karena dianggap membuang waktu) atau
gamer kasual. Di sisi lain, gamer online menurut definisi
ini sulit dijangkau dengan cara selain melalui Internet.

154

Penelitian gamer MMORPG

di Perancis menunjukkan hasil tetap
sebanding dengan studi di Amerika
dan Asia dalam hal usia, jenis kelamin,
dan keluarga, serta status perkawinan.
Interaksi interpersonal (77,5%) adalah
daya tarik utama game ini (Achab,

2011). Dalam hal karakteristik gamer,
gamer kelompok positif (kecanduan)
menghabiskan lebih banyak waktu di
Internet per minggu daripada kelompok
negatif (tidak kecanduan). Mereka juga
menghabiskan lebih banyak waktu
bermain daripada keseluruhan populasi.

Ada hubungan yang kuat antara
definisi yang diberikan oleh peserta
(Casual, Hardcore gamer atau No life)
dan tingkat kecanduan, yaitu semakin
tinggi definisi skala, semakin tinggi
ketergantungan gamer dibandingkan
dengan keseluruhan populasi.

155

Seperti studi Hussain, gamer yang kecanduan
mengaku lebih mudah tersinggung. Sementara itu,
yang tidak kecanduan merasa lebih bahagia. gamer
mencari kesenangan dalam permainan. Oleh karena
itu, gamer yang mengaku lebih sedih/murung/
galau mencari peningkatan mood dalam game.
Kehadiran mereka dibutuhkan dalam permainan,
guna mencapai tingkat/level tinggi. Apalagi jika
bermain secara berkelompok yang biasanya
mengatur tentang ketertiban dan perencanaan
sehingga menciptakan kewajiban bagi anggota.

Beberapa perkumpulan

memilih anggota yang bersedia
menghabiskan waktu bermain game
lebih lama, dengan tujuan agar
dapat bersaing dengan perkumpulan
lain dan lebih unggul.

156

Akhirnya, gamer yang

kecanduan mengalami masalah
perkawinan, keluarga, pekerjaan,
dan keuangan, serta menghilangkan
kebutuhan mereka untuk melakukan
pembelian yang perlu dilakukan,
seperti yang diamati pada kecanduan
lainnya (kecanduan zat, dll.).

157

Masuknya Terorisme
dalam game Online

Secara konseptual media digital baru mendorong lebih
jauh propaganda terorisme. Melalui media digital yang
canggih, para teroris mempromosikan gagasan seperti
ISIS yang berhasil mendirikan negara khilafah. Mereka
juga telah merekrut ribuan anggota baru untuk bergabung
dengan organisasi teroris. Film tentang ISIS, banyak
mengadaptasi dan menggunakan trik produksi bergaya
Hollywood. Bahkan dan efek khusus juga menggambarkan
teroris ISIS sebagai pahlawan. Dalam film ini juga tersirat
penggambaran perjuangan ISIS yang mirip dengan
bermain dalam video game di kehidupan nyata.

Penggambaran kekerasan dan mengerikan ini
didistribusikan bersama dengan foto dan caption yang
menggambarkan romantisisme, menarik, dan kekayaan
harta yang dinikmati oleh para pemuda ISIS. Propaganda
ISIS juga menggabungkan nuansa mengerikan dan
menggoda yang secara sadar menargetkan orang remaja
melalui media sosial. Propaganda ini menggambarkan
kehidupan di wilayah ISIS sebagai glamor dan utopis, dan
para anggotanya bertindak heroik dan banyak diimpikan
(Lieberman, 2017).

Sebaran cakupan konten yang variatif melalui internet
secara eksponensial melipatgandakan audiens yang
mungkin terdampak. Kemampuan untuk menyebarkan

158

konten secara real-time di internet mampu melemahkan
kepercayaan public terhadap kanal komunikasi tradisional,
seperti berita. Walau berita dapat secara independen
mengevaluasi dan menyunting kredibilitas informasi atau
menghilangkan aspek provokatif. Akan tetapi, propaganda
daring mencakup juga konten seperti rekaman video
tentang aksi brutal terorisme atau video game yang
dikembangkan organisasi terorisme untuk mendorong dan
menginsinuasi pengguna untuk terlibat dalam permainan.
Dalam hal ini, pemain bertindak atau berperan sebagai
teroris virtual.

Aksi kekerasan menjadi bagian retorika terorisme menjadi
tren di berbagai platform berbasis internet. Internet
adalah juga media yang paling efektif merekrut anak di
bawah umur. Karena kebanyakan mereka adalah pengguna
internet. Jenis propaganda yang umum disebarkan melalui
internet untuk merekrut anak di bawah umur berbentuk
kartun, video musik dan game populer.

Nuansa terorisme semakin diamplifikasi pada model game
online atau daring saat ini. Kemudahan interaksi banyak
pemain game dari belahan dunia juga menghadirkan
tantangan cukup berat. Terutama bahwa ide-ide tentang
kekerasan dan terorisme menjadi disebarkan dengan
mudah dan cepat kepada anak-anak dan pemuda. Karena

159

secara mendasar, penggunaan internet dalam hal ini
game online, oleh teroris adalah untuk diseminasi
propaganda. Propaganda ini berbentuk komunikasi
via multimedia berisi instruksi ideologis atau praktis,
definisi, justifikasi atau promosi aktivitas terorisme.
Pesan-pesan virtual, presentasi, e-zine, materi audio
dan video serta video game banyak dikembangkan
organisasi atau simpatisan teroris. Konsekuensinya
propaganda terorisme ini adalah untuk mendorong
aksi kekerasan.
Perkembangan juga teknologi secara cepat
mengubah semua pemain game untuk bisa bersatu
dalam jejaring game online saat ini yang semakin
memudahkan interaksi langsung sesama pemain
terjadi (freejournal.com, 2019).

Game elektronik saat masih
menggunakan laserdisc sudah
disisipkan nuansa isu terorisme
seperti dalam plot permainan.
Salah satu contohnya adalah game
Cobra Command atau yang lebih
dikenal sebagai Thunder Storm.

160

Game arcade ini dirancang Yoshihisa Kishimoto
dirilis oleh Data East pada tahun 1984. Pemain
game menjadi penembak helikopter side-
scrolling bermisi untuk menyelamatkan para
sandera dari tangan teroris. Plotnya adalah
dengan menghancurkan jalan di enam level
game. Walau tidak berdampak secara langsung
seperti merekrut orang untuk jadi teroris. Namun
nuansa yang diciptakan telah cukup membuat
pemain sadar akan adanya terorisme, modus, dan
aktivitasnya.
Secara khusus, studi Al Rawi (2018) telah
berhasil memahami bagaimana video game ISIS
berjudul Salil al- Sawarem (Dentang Pedang)
menjadi bagian dari dunia daring di negara Arab.
Tujuan di balik pembuatan dan perilisan video
game ini adalah untuk memperoleh publisitas.
Lebih spesifik lagi untuk menarik perhatian
kelompok usia tertentu seperti anak muda.
Teknik utama ISIS adalah dengan cara “pancing/
jaring, nyalakan, dan libatkan”.

161

Teknik ini menunjukan relasi yang kuat antara penggunaan
media baru seperti video game untuk menyebarkan gagasan
terorisme. Banyak organisasi teroris global seperti ISIS
terus berusaha merekrut banyak pemuda dari negara-
negara Barat.

Istilah Salil al-Sawarem juga adalah nama dendang ISIS
untuk memicu motivasi. Salil al-Sawarem yang merupakan
game first person shooter (FPS) mencantumkan peringatan
yaitu “Your games which are producing from you, we do the
same actions in the battlefields.” Makna adalah, konfrontasi
bersenjata ISIS yang sebenarnya juga dilakukan sesuai
perang virtual yang dibuat video game tersebut. Istilah
pada game tersebut juga untuk menunjukkan kekuatan,
keberanian, dan resiliensi saat berperang. Diduga ISIS
menggunakan situs web tersembunyi untuk memuat game
tersebut. File game ini hanya berukuran 375 kB, terlalu
kecil untuk sebuah game seperti GTA (Grand Theft Auto) (Al
Rawi 2018).

162

Terkait video game dan terorisme, sejumlah game terkait
erat dengan isu terorisme, terutama game War on
Terror. Game lain seperti Splinter Cell yang beredar saat
peristiwa 9/11 juga bernuansa terorisme.S Sementara
game Counter-Strike online memungkinkan tim dari pihak
yang berlawanan untuk mengambil peran sebagai teroris
sekaligus kontra- teroris. Serupa dengan Counter-Strike,
game lain seperti America›s Army, Modern Warfare 2, dan
Medal of Honor: Warfighter mengajak pemain berperan
menjadi teroris. Game first-person-shooter lain yaitu RMA
III dari Microsoft serta versi Iain dari Call of Duty yang
terkenal. Game-game macam ini memberikan dampak
psikologis dan edukasi yang cukup signifikan.

163

Kelompok target dari video game tersebut adalah remaja
lebih tertarik pada kekerasan dan FPS. Ada daya tarik
emosional tertentu bagi para remaja khususnya laki-laki
untuk memainkan FPS. Hal ini termasuk keinginan untuk
berfantasi atas kekuasaan dan ketenaran, mengeksplorasi
dan berkuasa. Hal-hal yang mereka dipersepsikan
sebagai menyenangkan tetapi berbeda dari kehidupan
nyata. Kalanya game ini juga untuk mengatasi rasa marah
atau melepaskan stress, dan sebagai sarana sosialisasi.
Terdapat korelasi positif antara kemarahan remaja,
frustasi dan penolakan teman sebaya. Namun di satu sisi
terkait dengan preferensi konten media anti sosial dan
perundungan siber. Sehingga pada akhirnya banyak yang
terekrut organisasi terror, seperti ISIS.

Menurut pakar
intelijen AS, sekitar 1.000

pejuang asing telah bergabung
dengan ISIS setiap bulannya.
Beberapa di antara mereka berasal
dari negara-negara Barat. Menurut
sebuah sumber di FBI, ada lebih dari
ISO (Al-Rawi, 2018).

164

Sementara badan Intelijen Kanada memperkirakan bahwa
sekitar 130 orang asal Kanada bergabung dengan ISIS
pada 2014 sendiri. Menurut Komite Senat Kanada untuk
Keamanan dan Pertahanan Nasional puluhan orang Kanada
yang teradikalisasi berhasil diidentifikasi bergabung
dengan teroris di luar negeri. Beberapa dari mereka
telah kembali ke Kanada. Sedang sekitar 145 orang
Kanada diyakini berada di negara lain untuk memberikan
dukungan kepada kelompok-kelompok teroris. Seperti
yang telah dilakukan oleh Al-Awlaki. Ia adalah anggota
al-Qaeda yang lahir di New Mexico dan memperoleh gelar
di University of Colorado dan di University of San Diego. Ia
secara aktif menggunakan aplikasi internet dalam kegiatan
terorismenya (Seib & Janbek, 2010).

Komunikasi para teroris global saat ini tidak saja
menggunakan media Internet yang sangat umum dan
bisa diakses seperti website, Youtube, media sosial dan
e-zine, tetapi juga online game. Media ini telah diteliti oleh
para intelijen menjadi media mereka berkoordinasi dalam
menyusun strategi atau menyamarkan pesan sehingga

165

terlihat tidak berbahaya. Banyak forum daring yang
dienkripsi dan membutuhkan password untuk bergabung.
Hal ini diamati dengan disusupinya oleh agen-agen
intelijen pemerintah yang menyamar sebagai militan
online untuk mengetahui aksi para teroris tersebut
(Gardner, 2013).

Para anggota teroris
online ini memperluas

penggunaannya di media sehingga
NSA (National Security Agency) dan
pemerintah Inggris dapat memata-
matai komunikasi antara teroris
untuk memperluas jangkauan mereka
atau komunikasi yang efektif antara
anggota mereka untuk menyusup ke
game online untuk bermain peran
multi-pemain (MMORPG).

Bahkan game online Second Life juga digunakan untuk
memata- matai adanya pencucian uang tanpa bank oleh
para teroris untuk memperoleh dana. Fakta tersebut
diungkapkan oleh mantan anggota NSA, Edward Snowden,
dalam dokumen rahasia yang diberikan pada majalah
Inggris The Guardian dan New York Times (Gross, 2013).

166

Menurut Jeff Hermes, Direktur Hukum Proyek
Digital Media dan Jaringan Hukum Media Online
Berkman Harvard Center for Internet and the
Society mengungkapkan bahwa para teroris juga
telah berusaha menjual uang yang mereka peroleh
dari game online tersebut. Sedangkan, untuk game
daring World of Warcraft banyak digunakan sebagai
media untuk membicarakan strategi penyerangan.
Dengan media game online tersebut, mereka bisa
memanipulasi pemerintah dan pihak intelijen
menggunakan identitas palsu. Walau secara aktif,
pihak intelijen Amerika Serikat ingin mengetahui
rencana aksi (LeJacq, 2013).

Salah satu bentuk aksi teror
nyata yang dimulai dari game
online pernah terjadi di Paris
pada 2015. Serangan tersebut telah
menewaskan sedikitnya 127 orang dan
menyebabkan lebih dari 300 orang
terluka.

167

Pihak berwenang menemukan bagaimana pembunuhan
itu direncanakan dengan media konsol game, Sony
PlayStation 4. Pihak kepolisian berhasil menewaskan
delapan teroris, tetapi para simpatisan mungkin masih
aktif. Menteri Dalam Negeri Federal Belgia Jan Jambon
juga telah mengindikasikan dan mengatakan secara
langsung bahwa PS4 digunakan oleh anggota ISIS
untuk berkomunikasi.

Mereka memilihnya karena game dalam PS4 sulit
untuk dipantau komunikasinya. Menurut Jambon,
PlayStation 4 bahkan lebih sulit untuk dilacak daripada
aplikasi chat WhatsApp (Tassi, 2015).

Menurut Boy Rafli Amar, kepala BNPT,
aktivitas di daring yang dilakukan
teroris sangat mudah dilakukan dan
bahkan lebih efektif dalam mendoktrin
para remaja untuk mendukung ideologi.

Sehingga pada akhirnya ikut melakukan aksi teror.
Sebagai contoh kasus wanita muda yang menyerang
Mabes Polri beberapa waktu lalu di awal tahun
2020. Ia diduga terpapar ideologi terorisme ISIS
dari internet. Lebih jauh lagi, para teroris juga
menggunakan internet dalam melakukan pendanaan
untuk mendukung aksi terorisme (Hiru, 2021).

168

Game, terutama game online, cenderung digunakan
para teroris untuk jalur komunikasi efektif dan
alternatif selain menggunakan aplikasi chat seperti
Telegram. Banyak game online menyematkan
fitur chat untuk memudahkan para gamer untuk
berkomunikasi. Walaupun kenyataannya, fitur ini
juga menjadi menjadi media pelaku teror sebagai
kanal komunikasi perencanaan aksi terorisme. Selain
memanfaatkan fitur chat game online, berbagai
macam kanal juga digunakan untuk saling bertukar
pesan. Seperti misalnya maneuver, gerakan, dan
aktivitas sebuah karakter virtual di dalam game
online bisa dimanfaatkan sebagai sarana komunikasi.
Sehingga para teroris tak perlu menuliskan apa yang
dipesankan terhadap lawan komunikasinya (Zaenudin,
2017).

Model komunikasi

terselubung dan virtual ini memiliki
konsekuensi mengerikan. Selain aksi
teror yang telah ada beberapa dekade
terakhir, di tiga tahun terakhir
Indonesia telah merasakan aksi teroris
yang dilakukan perempuan. Aksi ini
terjadi di Surabaya, Sibolga dan
Makassar.

169

Selain itu, tantangan di masa pandemi Covid-19
ialah radikalisme serta adanya Warga Negara
Indonesia (WNI) yang menjadi teroris asing atau
Foreign Terrorist Fighters (FTF). Ditambahkan
oleh Anton Setiyawan dari Badan Siber dan Sandi
Negara (BSSN), mereka telah mendeteksi potensi
penggunaan game online sebagai sarana komunikasi
para teroris. Pantauan ini didasarkan pada kasus
serangan di Prancis pada 2015. Menurutnya
para teroris memakai aplikasi game online untuk
berkomunikasi. Dan potensi komunikasi ini juga
menggunakan PlayStation 4 seperti pada serangan di
Perancis (Ariesta, 2018).

170

Kontra Narasi game
Terorisme

Melawan atau bahkan menghilangkan pengaruh
aktivitas terorisme dan penyebaran konten radikal
di dunia maya tidaklah cukup dengan memotong
dan mematikan akses media mereka. Perkembangan
teknologi dan informasi merupakan keniscayaan
zaman yang telah menjadi media bebas nilai yang
bisa digunakan baik untuk kepentingan yang
bermanfaat maupun kejahatan sekalipun. Karena
itulah, kebijakan kontra narasi online digambarkan
sebagai upaya melawan narasi, ideologi, dan
propaganda kelompok radikal teror, menghilangkan
pengaruh konten radikal. menghiasi dunia maya
dengan berbagai konten damai, dan ujungnya adalah
meningkatkan daya tahan masyarakat dari pengaruh
paham radikal terorisme yang disebarkan melalui
media online.

171

Kebijakan kontra
narasi online bertujuan

memerahputihkan dunia maya sebagai
wahana informasi dan pengetahuan
yang penuh pesan—pesan penguatan
kebangsaan dan cinta NKRI. Program
kontra narasi online juga bertujuan
memoderasi dunia maya sebagai ruang
pengetahuan dan informasi yang
berisi dengan pengetahuan damai,
toleran, inklusif, dan terbuka.

Sejumlah usaha dilakukan oleh para game developer untuk
mengisi kontra narasi para teroris dengan menciptakan
berbagai game dengan plot polisi penumpas kejahatan
terorisme. Serangan Batik Polisi - Kontra Came Teroris
adalah salah satu yang banyak diminati dengan jumlah
pengunduh lebih dari satu juta gamers.

172

Informasi yang diberikan oleh developer dari Mizo
Studio. Inc. diterangkan pola permainan kontra teroris
untuk mencapai keterampilan menembak game FPS
sniper.
Pemain dilibatkan sebagai komando SWAT dari
departemen serangan balik polisi. game perang
kontra teroris membawa pemain dalam laju arena
penembakan polisi kontra teroris yang intens. Perang
pemogokan kritis telah terjadi di antara prajurit polisi
dan teroris. Dengan menggunakan senjata modern,
penembakan FPS intens, target mengalahkan pasukan
jahat dan kelompok gangster, yang telah datang
dengan pelatihan penuh.
Penggunaan keterampilan menembak sasaran
yang efektif dalam permainan menembak teroris
atau permainan menembak FPS akan memberikan
keberhasilan besar bagi serangan balasan polisi dalam
pertempuran permainan teroris.

173

Bab 5

Timbulnya
Kecemasan Sosial
dan Depresi Para
Pemain Game Online
yang Berlebihan

174

Penelitian di negara-negara Barat menguak tentang
kecemasan sosial dan depresi gamer online yang bermain
berlebihan. Penelitian tersebut menguji hubungan antara
kecemasan sosial, depresi, dan faktor psikologis lain di
antara gamer online.

Guna memahami perbedaan antara gamer yang
berlebihan (sehingga mengganggu hubungan, pekerjaan,
sosial, atau masalah kesehatan) dan gamer yang antusias
(menghabiskan banyak waktu luang bermain game, tetapi
tidak ada penurunan fungsi fungsional yang signifikan).

Sebuah tinjauan literatur mengungkapkan klasifikasi
game berlebihan/adiktif/bermasalah. Ini menunjukkan
kebutuhan untuk menganalisis kebiasaan game dalam hal
patologi diantara genre gamer online tertentu. Penelitian
Sheehan (2013) menggunakan data yang diperoleh dari
survei lebih dari 600 gamer online tentang perbedaan
dalam psikopatologi, kualitas hidup, dan tingkat
keparahan kebiasaan bermain game yang berlebihan
dibandingkan di tiga media game

a. Massively b. Game online c. Game konsol
Multiplayer di browser online
Online Role Play
Games (MMORPG)

175

Analisis statistik menunjukkan perbedaan genre
gamer antara yang berlebihan dan antusias. Hasil
kecanduan menunjukkan kecemasan dan depresi
akut di kalangan MMORPG dan gamer browser
Internet, dengan depresi menjadi prediktor yang jauh
lebih kuat. gamer browser Internet yang berlebihan
melaporkan tingkat depresi tertinggi. Selain itu,
gamer yang berlebihan juga melaporkan kualitas
hidup yang jauh lebih rendah.

Smahel, Blink, dan Ledabyl (2008) menyatakan
bahwa MMORPG merupakan video game berbasis
PC yang dimainkan secara online. gamer harus
menciptakan karakter dan bergabung dengan server
permainan, yang terdiri dari beberapa ribu pemain
lain.

Lebih lanjut, Smahel, Blink, dan Ledabyl (2008)
menemukan bahwa pemain MMORPG rata-rata
bermain 23 jam dalam seminggu dan memiliki
jumlah gamer tertinggi di antara jenis game lainnya.
(infografis) Ditemukan bahwa 9% pemain MMORPG
bermain lebih dari 40 jam dalam seminggu, 60% dari
pemain ini bermain lebih dari 10 jam sehari, dan 40%
diidentifikasi mengalami kecanduan.

176

MMORPG yang paling populer, seperti World of
Warcraft, Everquest 2, dan Warhammer Online,
bertemakan fantasi, terdiri dari pemain yang
berjuang melawan karakter dan karakter non-
pemain virtual yang dikendalikan oleh gamer
lainnya.

Menurut penelitian Chappell, Eatough, Davies,
dan Griffiths (2006), MMORPG menggabungkan
pencapaian yang diperoleh dari (1) tingkat
pengalaman, (2) kekayaan, misalnya karena selalu
memenangkan pertandingan, dan (3) peralatan
dengan komponen sosial, dalam bentuk pertarungan
dengan lawan, dan pembentukan kelompok sosial
yang memungkinkan pemain bekerja sama untuk
menyelesaikan konten paling sulit dalam game.
Karena MMORPG tidak memiliki akhir yang pasti,
sulit bagi seorang gamer untuk menang atau
menyelesaikan permainan sepenuhnya. game ini
berbeda dengan game browser Internet karena
umumnya dijalankan sebagai aplikasi atau
permainan terpisah, bukan melalui situs web.

177

Sementara itu, game berbasis browser
Internet, yang sering disebut sebagai
Massively Multiplayer Online
games (MMO), juga populer. Facebook
melaporkan lebih dari 70 juta
pengguna aktif bermain game, seperti
Farmville, YoVille, dan Mafia Wars.

Game ini juga dimainkan secara online dan
gamer-nya merupakan bagian dari komunitas
game besar. Perbedaan utamanya, gamer
bermain dalam durasi singkat sepanjang hari
tanpa harus masuk untuk sesi game yang
panjang. gamer browser akan login beberapa
kali sepanjang hari untuk membuat keputusan
dalam permainan. Kemudian, menunggu masa
real time sebelum masuk kembali untuk melihat
hasil pekerjaan mereka. Menurut Yin-Poole,
Deputy Editor eurogamer.net. game ini mudah
dipelajari dan ditujukan untuk menarik khalayak
luas.

178

Media game ketiga, yaitu game konsol online.
Kepopuleran game ini sudah dimulai sejak ATARI
menjual lebih dari 10 juta ATARI 2.600 unit antara
1979 dan 1982 berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Sutton dkk., (1986). game konsol
membutuhkan kehadiran fisik, biasanya berbentuk
konsol game dan televisi di rumah. game konsol
yang paling populer saat ini adalah Nintendo
Wii, Xbox 360, dan Playstation 3 (Entertainment
Software Association, 2016).
Awalnya, game konsol berorientasi pada single
player. Bisa multiplayer jika ada gamer lain yang
secara fisik hadir dan menghubungkan pengendali
kedua ke konsol. Namun, kini telah ada sistem
permainan konsol online terbaru, seperti Xbox Live
dan Playstation Network. Perbedaan dengan kedua
media lainnya, game konsol online menyediakan
saluran tersendiri untuk mengakses beragam genre
game yang dapat dimainkan secara online.

179

Menurut Entertainment Software Association
(ESA) di tahun 2016, industri video game terus
berkembang di seluruh dunia. Di Amerika Serikat
saja, bisnis video game adalah industri senilai
$18,8 miliar, dengan basis pelanggan terdiri dari
53% orang dewasa dan lebih dari 90% remaja.
Penelitian Young (2009) menunjukkan bahwa
90% dari seluruh anak AS, bukan hanya remaja,
sekarang adalah pemain video game. Dalam
populasi game dewasa, game komputer adalah
media yang paling populer (73%) meskipun game
konsol tetap populer (53%). Menurut Wei dkk.
(2010), game browser Internet dengan cepat
menjadi permainan terpopuler di dunia. Hal
ini terlihat dari game, seperti Farmville yang
mencapai lebih dari 80 juta pengguna bulanan.

Seiring pertumbuhan industri video game,
demografi gamer juga berkembang. Pada 2009,
ESA melaporkan bahwa 68% rumah tangga
Amerika memiliki setidaknya satu gamer. Rata-
rata umur gamer adalah 35 tahun, dan seperempat
gamer Amerika berusia di atas 50 tahun
(meningkat dari 9% di tahun 1999). Saat ini, 40%
gamer adalah wanita dan wanita berusia di atas 18
tahun adalah demografi gamer yang paling cepat
berkembang. Untuk pertama kalinya, terdapat
lebih banyak gamer wanita dewasa daripada
gamer pria berusia di bawah 17 tahun.

180

Sudah jelas bahwa permainan

video semakin populer di antara
semua umur dan jenis kelamin.
Namun, pesatnya pertumbuhan
telah menimbulkan kekhawatiran
di kalangan orang tua, guru, dan
psikolog. Karena terlalu banyak game,
bisa berbahaya bagi kesehatan gamer.

Penelitian tentang game, khususnya
kecanduan, sudah mulai populer sejak era
80-an. Perlu dipahami bahwa perbedaan dari
permainan yang membuat gamer antusias
dan faktor yang membuat kecanduan.
gamer yang antusias bermain selama 20 jam
seminggu atau lebih, akan menjadi gamer yang
berlebihan karena kebiasaan bermain game
menjadi obsesi dan mengganggu kehidupan
sosial, perkawinan, pekerjaan, atau akademis
mereka, menurut peneliti seperti Lafrenière
dkk., (2009).

181

Pada 2007, Wang dan Chu meneliti pengaruh gairah
terhadap motivasi para gamer. Studi ini diperluas
pada sebuah gagasan yang diajukan oleh Vallerand
(2008) bahwa gairah dikonseptualisasikan menjadi
dua bagian terpisah, yaitu harmonis dan obsesif.
Gairah harmonis terjadi ketika seseorang menikmati
sebuah aktivitas sampai pada kemampuan untuk
mengintegrasikan aktivitas itu ke dalam bagian
identitas seseorang dan mempertahankan kontrol
diri atas aktivitas tersebut. Gairah yang obsesif
adalah saat orang tersebut menikmati suatu
aktivitas sehingga dia gagal mengatur sendiri/sulit
untuk mengontrol dirinya dalam aktivitas tersebut.

Hasil penelitian oleh Wang dan Chu (2007)
menunjukkan bahwa gairah obsesif berkorelasi
positif dengan permainan yang berlebihan dan
gairah harmonis berkorelasi positif dengan game
yang sehat dan antusias. Pemain yang antusias
dengan gairah yang harmonis bisa bermain sesering
gamer yang berlebihan dengan gairah obsesif.
Perbedaan antara keduanya didefinisikan oleh
kemampuan gamer dalam mempertahankan kontrol.

182

Bila jumlah waktu yang

dihabiskan untuk bermain game
mengganggu fungsi dunia nyata
dan pemain tidak dapat berhenti,
gamer dapat dikategorikan menjadi
berlebihan dan bermasalah.

Pandangan ini didukung oleh konseptualisasi 9
Seay dan Kraut (2007) tentang game yang
berlebihan, sebagai konsumsi produk hiburan 12
dalam jumlah tertentu yang menyebabkan 5
masalah dalam kehidupan nyata pengguna.
Ini penting karena memberikan bukti bahwa
seseorang dapat memiliki identitas pemain
yang antusias sambil tetap mengendalikan
aktivitasnya.

1

10
3

183

Selain konseptualisasi teoritis, indikator biologis gamer
juga dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh
game terhadap individu. Studi yang dilakukan oleh Ralf
Thalemann, Wolfling, dan Grüsser (2007) peneliti dari
Charite Universitat Smedizin Berlin, menggunakan EEG
(Electroencephalogram) untuk mengukur aktivitas otak
dari gamer berlebih (yang diidentifikasi sendiri), dengan
rangsangan game.

Mereka menemukan bahwa

gamer yang berlebihan menjadi
lebih terangsang bila dipicu
oleh isyarat terkait permainan
positif atau negatif daripada
gamer yang diidentifikasi lebih
santai.

Isyarat tersebut dapat meningkatkan produksi
dopamin, yang mengaktifkan sistem kesenangan otak,
menurut Schlimme (2008) dalam penelitian Video
games Addiction. Lebih lanjut, mereka setuju bahwa
permainan yang berlebihan pada akhirnya menyebabkan
gejala kecanduan fisik dan mulai memproses motivasi
permainan secara intrinsik. Sebaliknya, gamer yang
santai tidak melakukannya.

184

Peneliti lain menunjukkan adanya reward pada otak
gamer pecandu. Weinstein (2010) melaporkan bahwa
waktu bermain game yang lama (sering mencapai
tingkat yang berlebihan) menghasilkan kepekaan
yang kurang terhadap penghargaan di dunia nyata.
Perubahan ini terlihat mirip dengan ketergantungan
unsur seperti seseorang ketergantungan dengan
sesuatu yang nyata.

Han dkk. (2010), mengungkapkan bahwa perubahan
biologis terjadi di dalam korteks prefrontal gamer jika
bermain berlebihan. Mereka menemukan bahwa area
otak yang sebelumnya telah terbukti terkait dengan
keinginan obat-obatan, seperti alkohol, tembakau,
dan kokain, bereaksi dengan cara yang sama ketika
gamer mulai berlebihan. Oleh karena itu, pemain lebih
sulit berhenti. Mereka merasa sangat dihargai (sudah
mencapai level tinggi dan achievement) saat bermain
game sehingga muncul kepuasan emosional.

Li, Jackson, dan Trees (2008) menyatakan bahwa
konsekuensi bermain berlebihan dan berkelanjutan
menjadi penghalang bagi hubungan dunia nyata
mereka, kinerja pekerjaan dan sekolah, kesehatan
fisik, psikologis, dan fungsi sehari-hari. Pemain yang
kecanduan tidak nyaman dengan interaksi sosial,
melaporkan gejala mood dysphoric. Dan mereka
juga mengalami hambatan dalam kehidupan pribadi,
profesional, atau hubungan lain dengan kualitas yang
lebih rendah daripada yang tidak kecanduan game.

185

Jika seseorang mengurangi kualitas hubungan
dunia nyata, itu merupakan indikator kecanduan
menurut Chappell dkk. (2006). Dia juga
memunculkan istilah “EverQuest Widow” yang
ditujukan untuk pasangan gamer MMORPG yang
berlebihan. gamer yang menghabiskan begitu
banyak waktu bermain game di Everquest sehingga
pasangannya menganggap gamer tersebut mati
secara fisik.

Parahnya dampak dari bermain game yang
berlebihan, termasuk kerugian nasional dalam
produktivitas karena kehilangan pekerjaan.
Pemerintah Korea Selatan dan China telah
memberlakukan larangan yang spesifik tentang
pembatasan waktu bermain game online pada
anak-anak. Di Asia Tenggara terdapat beberapa
kasus gamer yang bermain video game selama
berjam-jam dan berhari-hari berturut-turut
sehingga menyebabkan kematian karena kelelahan.

Pada 2005, seorang pria berusia 28 tahun
meninggal setelah bermain Starcraft terus-menerus
selama hampir 50 jam. Dia pingsan di kafe ber-wifi
dan penyebab kematiannya adalah gagal jantung
akibat kelelahan. Seorang pria berusia 26 tahun di
China meninggal setelah pesta game selama 15 hari
saat liburan.

186

Gamer yang berlebihan mengalami berbagai kelainan
psikologis, seperti kecemasan sosial, depresi, atau
lainnya. Psikolog Dr. Vagdevi Meunier (dalam Staehlin,
2003), menyamakan rangsangan narsistik antara anak
perempuannya yang berusia tiga tahun yang mencium
dirinya sendiri di cermin selama satu jam, dengan gamer
yang bermain untuk mendapatkan pujian dari orang lain.
Perilaku ini mulai bermasalah ketika gamer menghindari
orang lain dalam kehidupan nyata karena lebih mudah
memenuhi kebutuhan mereka secara online. Di titik
inilah gaming menjadi kecanduan. Beliau menyatakan
permainan berlebihan lebih mirip dengan kecanduan
makanan daripada ketergantungan obat fisik. Karena,
berkaitan dengan masalah kontrol atau pertarungan
sosial yang sering dikaitkan dengan gangguan makan.

Depresi dan bunuh diri

adalah masalah kelainan psikologis
tambahan yang perlu ditangani.

Beberapa penelitian telah menunjukkan korelasi
antara permainan yang berlebihan dan depresi.
Sebuah studi pada 2011 oleh Erick Messias dkk.,
mencakup lebih dari 15.000 peserta menemukan
bahwa remaja yang bermain lebih dari lima jam
sehari, memiliki risiko lebih tinggi menderita
depresi dan keinginan bunuh diri.

187


Click to View FlipBook Version