The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by m hardi, 2023-02-14 00:56:18

IKRO softcopy

IKRO softcopy

51 yang masih ingin memancing. Imam dan ubed masih ingin memancing, sedangkan vita dan asep sudah ingin pulang. “ah baru jam 4, kemarin aku pulang jam 6!” ucap imam. “aku udah janji ga bakal pulang terlalu sore.” Ucap asep. “nenekmu juga ga bakal marah atuh sep! paling Cuma nasihatin kamu doang.” Tutur imam. “aku juga dilarang pulang terlalu sore, ayo ah pulang! Di sini nyamuknya sudah tambah banyak, badanku jadi bentol-bentol nih!” ucap vita sambil menggaruk tangannya. “gateel..” lanjut vita. “tanggung sep! sebentar lagi. umpannya belum abis tuh! Habisin aja dulu, kan sayang kalau dibuang.” Terang ubed kepada asep. “ikannya juga ga akan habis sekarang bed, besok pasti masih ada. Iya kan?” ucap asep. Imam kemudian menyela seakan punya jawaban. “gini aja, kalian berdua pulang duluan. Aku sama ubed pulangnya nanti aja. Oke kan!” terang imam. “kalian ga takut di sini Cuma berdua, kan sepi.” Ucap vita. Dia msih saja menggaruk-garuk tangannya. terlihat beberapa bentolan yang sangat merah, Begitu jelas bertahta diatas kulitnya yang putih.


52 “aku takut sama apa? Aku udah biasa mancing begini neng! Tegas imam. Dia terdiam sejenak. “Apa jangan-jangan kamu sama asep yang takut pulang Cuma berdua? Jalannya kan lumayan jauh. Hehe..” imam tertawa kecil kemudian menyambung perkataannya. “terus ada anjing galak di deket saung. hahaha. Awas loh digigit. Guk guk. Ih serem..” ucap imam, dia terlihat sangat senang menakut-nakuti dua temannya yang hendak pulang. “ngapain juga takut. Ayo pulang ah vit! udah makin sore nih.” Ajak asep. Asep menghitung ikan yang ada di ember. Ada 30 ikan di ember, itu sudah termasuk yang berukuran kecil. Asep mengambil 10 ekor yang berukuran sedang, menguntai ikan tersebut satu persatu menggunakan ranting bambu yang kecil dan panjang. Dia menusuk ikan tersebut dari insang hingga tembus ke mulutnya yang besar, membuatnya beruntai seperti buah anggur. “mam! Bed! aku sama vita pulang duluan. Hasil mancing kita itu ikannya ada tiga puluh, jadi aku ambil sepuluh ekor. Adil kan?” tanya asep. “ok ok. Hati-hati dijalan ya, sore-sore gini biasanya banyak anjing. Aku serius loh, di sawah itu tuh yang anjingnya galak.. hiiii..” ucap imam. Vita mulai ketakutan oleh kelakuan imam yang menakut-nakuti. Namun Asep dan vita tetap pulang lebih dulu, sedangkan ubed dan imam sepertinya masih betah nongkrong menanti ikan di samping sungai.


53 Dalam perjalanan pulang, asep menenteng ikan yang tadi dia dapat. Dia merasakan bahwa ikan itu terus berontak, berontak seperti ingin dilepaskan. “ikan ini belum mati. Kasihannya dia.. mulutnya tertusuk kail, terus dia keluar dari air, terus tak lama lagi dia akan dimasak. Tapi, kenapa dia makan cacing yang ada benang dan kailnya? Apa dia tidak melihatnya? ataukah cacing itu memang terlalu enak? ...oh iya, dia itu kan binatang. Pasti tidak bisa berpikir.. Tapi tetap saja kasihan. Seandainya aku bisa bicara dengan ikan, aku pasti tahu apa yang dia rasakan sekarang.” pikir asep. Mereka berjalan mengikuti jalan yang sama seperti ketika berangkat ke sungai. Senja pun mulai memperlihatkan wajahnya. Merah, mega merona dikala mentari perlahan sembunyi kepunggung perbukitan. Sayup, Terdengar vita bernyanyi dengan suara pelan, suara yang cukup merdu untuk melawan teriakan jangkrik di dalam lubang-lubang. Vita sudah tidak lagi menggunakan sandalnya, dia menenteng sandal layaknya asep yang menenteng ikan. Di senja itu asep pun hanyut dalam lamunannya yang dalam. memperhatikan alam dan kehidupan yang ada di sekitarnya, dia mencoba untuk memahami alam. Kadang-kadang dia juga teringat kata-kata imam, dia melihat-lihat, dan berharap omongan imam itu adalah kebohongan.


54 Mereka mulai melewati persawahan, meniti jalan sambil menyaksikan burung pipit yang pulang ke sarang. Vita yang berada di belakang asep terus bernyanyi dan merentangkan kedua tangannya, sepertinya dia sudah menyatu dengan alunan nada alam. begitulah gambaran anak kota yang baru bertemu dengan persawahan. “burung pipit itu tetap ramai, meskipun padi tidak sedang berbuah. Apakah yang mereka makan selain padi? Apakah mereka makan apa saja dan punya menu makan siang, makan malam dan sarapan, yaa seperti manusia? Ataukah mereka terus mencari padi ke tempat lain? aaah.. lagi-lagi aku tidak bisa mengerti. Aku bukan nabi Sulaiman yang bisa bicara dengan segala binatang.” pikir asep. “Aaaaaaaaaaa!” suara jeritan vita. begitu kencang suara jeritan hingga memekakan telinga, membuyarkan segala lamunan asep. Ternyata salah satu kaki vita terperosok ke sawah, membuatnya menjerit kaget dan panik karena takut ada lintah. Apesnya vita, kali ini lumpur sawahnya sangat dalam, menenggelamkan kakinya setinggi lutut. Dia bertambah panik karena tidak mampu menarik kakinya kembali ke daratan. “asep!! cepat kesini, bantu aku naik..” vita memanggil asep yang berada di depannya. Asep berlari bergegas menghampiri vita. “nih! pegang kuat-kuat tanganku, nanti aku tarik.” asep


55 mengulurkan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya masih menenteng ikan. Dia sangat yakin mampu menarik vita meski hanya dengan sebelah tangannya. “ayo cepat tariik!! Cepat sep!” teriak vita. Namun belum saja asep siap untuk menarik vita, tiba-tiba vita menarik tangan asep lebih dulu dengan kekuatan penuh dan tanpa belas kasihan, asep yang kala itu belum siap siaga akhirnya ikut jatuh ke dalam lumpur. Baju dan badannya menjadi kotor semua, terkena cipratan air sawah dan lumpur yang pekat. Vita mengarahkan pandangannya kepada asep. “gimana sih sep. Kamu kok malah ikutan jatuh? Cepat naik lagi! Bantu aku sep, kakiku masuk tambah dalam terus, jangan-jangan ini lumpur hidup, aduuuuh. bisa mati aku. cepat sep cep..” ”aaaaaargh.. tenang dong vit!” Tiba-tiba asep memotong perkataan vita. Dia menegur dengan suara keras. Dia kesal dengan perilaku vita yang terus merengek. “dasar anak kota! Makanya jangan kebanyakan gerak, nanti malah tambah masuk tuh kaki.” Tegas asep. “itu bukan lumpur hidup! Tenang dong!” ucap asep. “kan ada lintah sep, takuut..” ucap vita dengan manja.


56 “udah jangan takut.” Perlahan asep mulai mengeluarkan kakinya dari lumpur. “kalau jam segini tuh lintahnya sudah tidur vit!” ucap asep. sebenarnya asep hanya berbohong untuk membuat vita tenang. Lintah tidak mungkin tidur jika ada kaki manusia yang mengganggu wilayahnya. getaran-getaran air yang di ciptakan oleh kaki vita dan mengundang lintah-lintah itu datang mendekatinya. “bener sep? Hhh, bagus deh, lumayan lega aku. tapi cepet bantu aku naik sep. kakiku tambah ke dalam nih. Ayoo..” pinta vita. ”sabaaaar! aku aja masih susah buat naik ke atas.” Ucap asep. “hhh.. ini anak kadang nyebelin juga. Untungnya cewek, aku kasihan.. kalau cowok udah aku tinggalin.. manja banget.” Pikir asep. Perlahan sudah mencabut kedua kakinya dari lumpur yang lengket. dia mampu kembali menjejakkan kakinya ke tanah. Asep membersihkan tangannya yang berlumpur ke bajunya sendiri, kemudian langsung mengulurkan kedua tangannya itu untuk membantu vita. Dengan kuat dia menarik vita keluar dari lumpur. Ketika itu dia sambi memeriksa kaki vita dengan teliti. Dia takut vita akan kembali panik jika ada lintah yang menempel di kakinya.


57 “makasih sep. huuuh.. akhirnya aku lolos dari lumpur hidup itu..” tutur vita diselingi tawa kecil. “nggak ada yang hilang kan vit? Lain kali jangan terlalu panik ya vit.” Ucap asep. “Eh sep, ikan kamu kemana?” tanya vita. “hah?! ikan!” Celingak-celinguk asep mencari ikannya. “iya vit! ikan, ikanku kemana vit? tadi perasaan aku pegang terus.” Asep kebingungan mencari ikannya. Dia mencari di sekitarnya dan mengingat-ingat apakah mungkin dia lupa telah menaruh ikannya. Namun beruntung bagi asep akhirnya vita menemukan ikan tersebut. Ikan tersebut terlempar ke tengah sawah yang berlumpur lebih dalam dari yang tadi. “waah... itu tuh sep, ada ditengah sawah” vita menunjuk ke arah ikan. “Mungkin tadi dia terbang pas kamu jatuh ke sawah itu.” terang vita. “aduuhhh.. jauh amat vit, tambah lama aja nih kita pulang. Pusiing aku!” ucap asep. Sementara hari sudah semakin sore, muncul rasa sebal dalam diri asep karena berhadapan dengan seorang yang merepotkan. “maaf ya sep, aku kan ga sengaja.” Ucap vita. Vita merasa bahwa dia sudah membuat asep kesal, namun dia juga tidak tahu harus berbuat apa lagi.


58 Asep turun lagi ke sawah, sedangkan vita hanya diam melihat asep yang mengambil ikannya. Cukup jauh. dan akhirnya asep mendapatkan kembali ikannya, namun dari sepuluh ikan hasil memancing, kini hanya tersisa satu ekor, itu pun yang sudah mati. Sembilan ekor ikan sudah kabur, tubuh asep penuh dengan lumpur, dan dia sangat kelelahan. Vita kembali berujar “loh kok Cuma satu ikannya? Ikannya pada kabur ya sep?”. vita sangat menyesal dengan segala tingkahnya yang membuat asep kesal. “sekali lagi maaf ya, gara-gara aku semuanya jadi kacau. kamu pasti marah ya sep? marahin aja aku sep! ga apa-apa kok.” Terang vita. “udah lah vit, aku ga marah kok.” Asep berusaha untuk tidak meluapkan rasa kesalnya. “sekarang kamu diem dulu ya vit!” pinta asep. “oke aku diam. Emang ada apa sep?” tanya vita. “diam dulu! aku mau bersihin kaki kamu yang banyak lumpurnya. Kalau tangan kamu itu kan ga boleh kotor.” Terang asep. Asep mengambil lintah yang ada di kaki vita bersamaan dengan tumpukan lumpur. si penghisap darah itu sudah sangat gendut, menggelayut malas karena kekenyangan. Asep segera membuangnya jauh ke tengah sawah, dia juga sempat membersihkan sisa darah yang mengalir di betis vita, beruntung saat itu vita tidak melihatnya.


59 “huuuh untung dia tidak lihat. Kalau lihat, bisa-bisa tambah lama aja pulang ke rumah.. Nenek pasti sudah khawatir..” pikir asep. ”ayo kita pulang vit!” ajak asep. “emangnya tadi ada apa sep? kayanya serius amat!” tanya vita. “lebih baik kamu engga tau.” Ucap asep sambil tertawa kecil. “ayo ah pulang, udah sore nih!” jelas asep. “ah ga asik ah, pake rahasia-rahasiaan!” ucap vita. “nanti saja aku ceritain. sudah sore nih, kita percepat lagi jalannya yuk.” Timpal asep. Sesampainya di depan rumah vita, asep berhenti sejenak untuk mengantar vita kedepan gerbang rumahnya. “vit, tadinya kan ikannya ada sepuluh ekor. Tadinya aku mau bagi lima ekor buat aku, terus lima ekor buat kamu.” Terdiam sejenak. “Tapi ternyata cuma satu yang bisa dibawa pulang. Ya udah nih ikannya buat kamu aja.” Memberikan ikannya ke dekat tangan vita. Kemudian melanjutkan perkataannya “kamu kan pertama kali mancing, kamu udah capek, kamu juga udah belepotan jatuh ke sawah, aku ga tega kalau kamu pulang ga bawa ikan.” “oh...” jawab vita. Wajahnya tersipu malu. “padahal kamu yang lebih capek. Makasih ya sep..” terdiam.


60 “Ternyata, kamu baiiiik banget.” Tutur vita seraya memberikan senyum yang sangat manis kepada asep. Saat itu asep berhadap-hadapan dengan vita. Entah mengapa, vita jadi terlihat menarik di matanya. sangat indah untuk dilihat, melebihi keindahan pagi di kebun teh yang terlihat dari bukit. Sangat indah, melebihi bunga ilalang yang beterbangan ke lelangitan alam. Wajahnya terlihat lebih merona melebihi senja bermega, lebih berwarna melebihi pelangi di atas telaga. Anak laki-laki ini merasakan ketertarikan yang pertama kali kepada perempuan. Dia terkurung ilusi, melihat vita layaknya seorang bidadari, mendobrak hatinya, menyuguhkan secangkir rasa bahagia yang dibagi dua. Sepertinya getar-getar cinta telah muncul dan membuatnya tersenyum tanpa alasan. “sep! kok malah bengong. Aku pulang dulu ya, kamu juga pulang gih! badan kamu udah belepotan banget tuh, pasti gatel rasanya.” Tutur vita. Dia kembali memberikan senyum manisnya kepada asep. “oh....” asep masih bengong. “iya...” terasa sulit untuk berkata. “Makasih..” ucap asep. ada sesuatu yang tiba-tiba menguasai perasaannya, menguasai otaknya, tubuhnya, hatinya, hingga lidahnya begitu sulit untuk digerakkan.


61 Asep merasa bahagia sekali sore itu. Vita pun mulai berjalan menjauhinya, asep masih mengintip dari balik tembok gerbang, rambut vita yang panjang terlihat dihembus angin, melayang-layang seperti melambaikan rayuan, kemudian vita menolehkan wajahnya ke arah asep, membuat asep semakin hanyut dalam keindahan. namun tiba-tiba pintu rumah vita terbuka, asep pun terbangun dari hayalannya. Ada suara perempuan yang menyambut vita dari dalam rumah. “waah, sayang kamu dapat ikan besar, tapi kok pulangnya sendirian, dimana temen-temennya?” perkataan yang terajut dari lidah perempuan itu. suaranya begitu hangat menyelinap ke dasar hati. Suara itu adalah milik ibu vita. Asep mengalihkan perhatiannya pada sosok ibu yang sedang berbincang dengan vita. “mah vita hebat kan bisa dapet ikan. hehe, tadi vita mancing bareng asep, tapi asep ga mampir dulu, dia buru-buru pulang.” Tutur vita. “ya sudah nanti ceritanya dilanjut. Sekarang kamu cepet bersih-bersih badan, supaya ga sakit. Sini ikannya mamah masak. taruh baju kotornya di mesin cuci ya sayang, nanti mamah yang nyuci.” Ucap ibu vita. Dia membimbing vita untuk masuk ke dalam rumah. “iya mah, masakin buat vita yang enak ya mah.” Ucap vita.


62 “seperti itulah ibu yang aku mau. Baik, selalu ada ketika aku pulang ke rumah. Tapi, apa ibuku seperti itu? Atau tidak sama sekali? Ah, kenapa lagi-lagi pikiranku selalu mengarah ke ibu? Stop! Aku bukan anak kecil lagi, Aku harus pulang. Ada nenek yang menunggu..” pikir asep. Asep melanjutkan perjalanan menuju rumah. Setibanya di rumah, dia menatap jam dinding yang menunjukkan jam 5 lewat 5 menit. dia bergegas pergi ke kamar mandi, menimba air dari sumur, mencuci sendiri bajunya yang kotor, mandi hingga bersih, dan bergegas shalat ashar. “baru pulang jam segini nak. katanya tadi mancing, mana ikannya?” tanya nek minah yang sedang di kamar. sambil merapihkan rambutnya, menyisirnya perlahan agar tidak berjatuhan. “uuuuh! tadi sih aku dapet ikan, tapi ceritanya panjang nek. aku capek kalau harus cerita sampe beres. Hehe..” asep tertawa kecil. Dia menjawab langsung dari kamarnya. “maaf ya nek aku baru pulang, soalnya tadi ada masalah dulu.” Lanjutnya. Kamar nenek dan asep berhadap-hadapan, mereka sering mengobrol dari kamar ke kamar. “kamu makan dulu sana! tadi siang kamu belum makan kan?” tanya nek minah. “nenek lupa nih, tadi siang kan memang belum ada makanan nek. makanya aku langsung berangkat


63 mancing.” Ucap asep. Seraya kembali tertawa kecil, kemudian senyam-senyum sendiri. “ada apa ini, kok cucu nenek sepertinya senang sekali?” tanya nenek. “tidak ada apa-apa nek! aku cuma seneng tadi mancingnya seru.” Tutur asep sambil berjalan mengambil makan. “bener nih cuma gara-gara mancing? bukan yang lain. nenek baru kali ini lihat kamu seperti ini. Nenek khawatir jangan-jangan kamu kesambet hantu sungai!” nek minah tersenyum kepada asep. “hahaha, nenek bisa aja. Ga lah nek, ga mungkin.” Ucap asep. “atau jangan-jangan, kamu kesambet hantu cewek rumah gedong. yang disana itu tuh.” Tutur nek minah. Asep mengerutkan dahinya. “yang di mana nek? aku ga kena hantu kok nek.” ucap asep. Kemudian Dia tersenyum karena mulai mengerti maksud pembicaraan nenek yang sedang menyinggung ke arah vita. “oke kalau tidak mau cerita. Nenek sudah tahu kok kenapa kamu tiba-tiba jadi sumringah begitu.” Nek minah terdiam sejenak, dia menggulung eambutnya kebelakang. “Nak, jangan sampai hatimu tersempitkan, mulai dari sekarang, belajar untuk


64 menempatkan segala sesuatunya dengan baik, aturlah perasaanmu, kuasai hatimu itu!” ucap nek minah. “hmmm” gumam asep. “sekarang kamu sudah besar, sebentar lagi lulus sekolah. Kamu pasti mulai lirik-lirikan perempuan kan? Hati-hati, jaman sekarang itu pergaulan sudah kacau. Kamu boleh pacaran, tapi berilah takaran yang tepat.” Terang nek minah kepada asep. “caranya gimana?” ucap asep yang sedang terlentang di ranjangnya. “Begini nak, Berikan rasa cintamu yang terbesar dan nomer satu untuk Allah, kedua untuk Nabi Muhammad dan orang-orang yang berjalan di jalan Allah, ketiga untuk keluargamu, barulah kemudian untuk orang diluar itu yang kamu sayangi. Diatur ya nak! ingat!” tegas nenek. “wah banyak amat nek! kalau begitu dia bisa ga kebagian dong!” Asep tertawa kecil. Kemudian melanjutkan perkataannya “aku Cuma becanda kok nek. aku pasti nurut sama nenek. Tapi nek, kata temen-temenku, cinta itu bukan paksaan, tidak bisa dipaksakan, datang secara tiba-tiba, pokoknya cinta itu tidak bisa diatur dan terkadang tidak masuk akal. Jadi ga mungkin ngatur gitu nek. pasti susah.” Ucap asep.


65 “ya, itu adalah cinta antara manusia. memang benar cinta itu tidak masuk akal, karena cinta itu letaknya di hati, bukan di akal. Dengarkan baik-baik, Kebenaran Cinta bukan dihakimi oleh perhitungan benar atau salah yang ada dalam akal. cinta merupakan perasaan yang ada dihatimu, dan kebenarannya dinilai oleh pertimbangan baik atau buruk yang ada dalam hati. Makanya kita seringkali terkecoh. Cinta itu sering menerobos hal-hal yang benar demi membela hal-hal yang dianggapnya baik.” Ucap nek minah. kemudian dia melanjutkan “itulah yang nenek takutkan, nenek takut kamu itu keterlaluan dalam pacaran.” Ucap nenek. “ah aku bingung nek.. bukan kah cinta itu membahagiakan? Terus indah.” Tutur asep. “memang begitulah kalau urusan perasaan diterjemahkan ke dalam bahasa perkataan, pasti runyam dan membingungkan.” Ucap Nek minah seraya tertawa. “nak, nenek tidak mau kamu pacaran atau menyukai wanita dengan berlebihan, nenek takut kamu tersesat dan masuk jurang, belum saatnya nak. Jika kita salah menyikapi, rasa cinta itu justru akan membawakan pedang disaat kita butuh roti dan makanan. Paham?” tegas nek minah. “hmm, pelan-pelan nek aku belum paham betul! Maksudnya diberi pedang itu aku ditusuk ya nek? terus apa yang sekarang harus aku lakukan?” tanya asep. Dia merasa kebingungan dengan ucapan nek


66 minah yang bertolak belakang dengan pemahamannya selama ini. “yang harus kamu lakukan sekarang adalah pergi mengaji. Kemarin kamu sudah libur karena hujan, kamu tertinggal satu lembar bacaan oleh yang lain. Ayo berangkat sana, dan Jaga pandanganmu dari perempuan!” tegas nenek. “oke nek oke.” Ucap asep seraya bangun dari kasurnya. “ Aku nanya satu lagi nek. Kalau menjaga pandangan sih aku bisa, tapi bagaimana kalau dia ngajak ngobrol? Apa harus aku cuekin? Kan susah nek.” lanjut asep. “mengobrol dengan baik dan ramah, tundukkan pandanganmu, itu kuncinya.” Terang nenek. “kalau pacaran harus sesulit itu, aku memang belum siap pacaran ya nek?” lanjut asep. Dia terlihat masih antusias untuk mengobrol dengan nek minah. “belum.” “sudah, cepat berangkat. kalau masih ada yang bingung, nanti setelah pulang ngaji kamu tanya nenek lagi.” Ucap nek minah. “iya nek, aku berangkat, assalamu ‘alaikum.” “wa ‘alaikum salam..” jawab nek minah. Dia memperhatikan cucunya yang berjalan menjauh. Cucunya yang semakin besar dan semakin pintar.


67 Asep berangkat menuju masjid untuk menegakkan shalat maghrib berjama’ah. setelah shalat berjama’ah, di masjid itu pula dia dan anakanak yang lain mengaji dibimbing oleh mang udin. Belajar membaca Al-Qur’an, belajar rukun islam, rukun iman, belajar perilaku yang sopan dan santun. Asep adalah salah satu murid mang udin yang sudah bagus bacaan Al-Qur’annya, asep sangat cepat dalam menangkap pelajaran yang disampaikan, sehingga dia lebih cepat dalam belajar dibanding teman-temannya. Jam 7 malam, mengaji selesai dan dilanjutkan dengan shalat isya berjama’ah kemudian pulang beramai-ramai. Malam itu asep mengaji seperti biasanya, lalu pulang dengan wajah ceria, dia selalu senang jika mendapat pengetahuan baru yang membuatnya merasa lebih pintar daripada sebelumnya. Sesampainya di rumah, dia kembali belajar. Kali ini giliran pelajaran sekolah yang dia garap. Ada semangat dalam dirinya untuk terus belajar dan belajar. Seperti itulah rutinitas asep. Dari sejak lama, hari demi hari berganti, Senja ditelan malam, subuh melahirkan pagi, dalam irama alam yang penuh keseimbangan. Selama itu asep tidak pernah bosan. Nek minah selalu mendampinginya agar disiplin, ketika dia nakal maka nek minah akan langsung menghukumnya dan memberinya hujan nasihat.


68 Bab 4 Ditakuti bukan dihormati Pagi itu cerah seperti biasanya. asep juga berangkat sekolah seperti biasa, dia memakai sebuah sepatu yang kumal dan alasnya mulai lepas, dengan baju yang kekuningan dan terlihat kebesaran. Hari ini adalah hari yang kurang disukai asep, karena hari ini ada pelajaran Fisika. Guru Fisika adalah pendatang dari kota, dia sangat galak ketika mengajar, bahkan tak segan untuk menghukum murid-muridnya yang nakal atau yang tidak mengerjakan PR. Asep mempercepat langkahnya agar tidak terlambat ke sekolah. Tak jauh di belakang asep ada vita, imam dan teman-temannya yang sedang mengobrol. Mereka tiba di sekolah hampir bersamaan. Asep langsung duduk di kursinya, dia membuka-buka lagi pelajaran minggu kemarin untuk meyakinkan diri bahwa tidak ada tugas yang lupa dikerjakan. Ketika semua anak sedang bermain di dalam kelas, tiba-tiba bapak guru masuk. Dia masuk dengan wajah tanpa senyumnya yang sangar, di tangan kanannya ada sebuah tas hitam, dan di tangan kirinya ada penggaris panjang yang selalu dia bawa. Seketika semua anak pun terdiam, dibungkam suasana seram yang mencekam. Pelajaran dimulai. Suasana terasa tegang, tidak ada suara apapun kecuali suara guru yang


69 sedang menjelaskan. Cara belajar seperti ini sama sekali membuat asep tidak bisa berpikir dengan jernih. Yang ada diotaknya hanya rasa ketakutan, bahkan dia merasa takut untuk bertanya. Rumusrumus dan lambang bertebaran begitu saja di otaknya, mungkin hanya satu dua perkataan sang guru yang bisa dia ingat. Itupun kata-kata bentakan dan lelucon yang sama sekali tidak terdengar lucu. Ketika semua pelajaran telah usai, Asep membuka obrolan kecil dengan teman-temannya. Mereka duduk di bangku kayu yang ada di depan kelas. Sedang vita sudah pulang lebih dulu. “eh! siapa yang ngerti pelajaran fisika tadi pagi?” tanya asep. “yah sep. jangankan fisika, bahasa indonesia aja susah..” jawab imam seraya tertawa. Teman asep yang lain ikut menjawab “aku ga bisa sep! susah banget, aku ga bisa konsentrasi.” Tegasnya. “sama berarti, aku juga ga ngerti. kenapa ya itu guru galak banget?” tanya asep. “mungkin dia lagi pengen galak sep. haha..” ucap imam. Dia kembali tertawa sendiri. “iiih becanda melulu si imam. aku serius nih mam. Ya udah lah ayo pulang!” ajak asep.


70 Sekolah hari ini usai. Asep pulang membawa beberapa baris ilmu pengetahuan, dia berjalan sambil terus mengingat pelajaran yang tadi dia dapat, terutama pelajaran yang belum dia mengerti. Sesampainya di rumah, dia langsung membuka lagi buku catatannya, dia berusaha untuk memahami pelajaran tadi pagi. Asep duduk di lantai dan membuka buku pelajarannya di ranjangnya. Yang yang tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek sehingga sangat nyaman untuk dijadikan meja. “bagaimana sekolahnya nak?” tanya nek minah. membuka percakapan dengan asep dari luar kamar. Dia sedang duduk di ruang depan, beralaskan lantai dan menyandarkan punggungnya ke dinding. “Sepertinya kamu kesulitan?” lanjut nek minah. “iya nek. pelajaran fisika susah nek, aku ga ngerti!” jawab asep mengharapkan nenek bisa membantunya, karena selama ini nenek sering kali membantu ketika dia kesulitan dalam belajar. “hmm..” gumam nenek. “tadinya nenek mau bantu. Tapi kalau pelajarannya fisika nenek juga kurang bisa.” terang nek minah. “yaaah aku kira nenek mau bantu.” Asep menjawab sambil tertawa. Terdiam sesaat lalu kembali berkata “tapi aku juga pasti bisa! Cuma lupa aja jalannya sedikit.” Tegas asep.


71 “terus kalau kamu belum bisa, kenapa tadi tidak nanya ke bapak gurunya?” tanya nek minah. “iiiihh, serem nek. gurunya galak!” ucap asep dengan suara yang keras. Bayang-bayang guru itu kembali muncul di benaknya. “ya tapi kalau Cuma bertanya pasti tidak sampai kena marah kaaan?” tanya nek minah. “tetep aja serem.” Asep membuka-buka bukunya. “Ngomong-ngomong kenapa ya nek bisa ada orang segalak itu?” tanya asep. “mungkin dia ingin kalian belajar serius, tidak berisik.. mungkin juga dia ingin dihormati oleh kalian, makanya dia jadi orang galak, tapi sebenarnya dia baik. namun caranya itu tetap saja salah.” Tutur nek minah. “boro-boro mau belajar serius, belajarnya aja tegang begitu. ga nyaman belajarnya.” Ucap asep. “naaah! disitu ada pelajaran yang bisa kamu ambil. Kalau nanti kamu jadi seorang guru, kamu tidak boleh mengajar dengan galak! kasihan muridmu.” Tegas nek minah. “iya nek.. aku pasti mengajar dengan baik hati.” Jawab asep. Perbincangan itu terhenti sejenak. Nek minah menghampiri asep di kamarnya, dia duduk di pinggir


72 ranjang asep. Sedangkan asep duduk di lantai dan menggunakan ranjangnya sebagai meja belajar. Kemudian nek minah mulai berbicara kembali “nak.. dengarkan baik-baik. ketika kita ditakuti bukan berarti kita telah dihormati. Lihat yang terjadi denganmu sekarang. Ketika di kelas kamu nurut ke gurumu itu, tapi ketika sampai rumah kamu pasti ngomongin guru itu. guru itu tidak menyenangkan.. iya kaan?” tegas nek minah, terdiam sesaat lalu berkata “Itu tandanya kamu itu belum menghormati gurumu. menjadi galak itu adalah cara yang salah untuk mendapat rasa hormat. Kamu mengerti dengan ucapan nenek?” tanya nek minah. “iya nek. galak itu tidak baik.” Jawab asep yeng kemudian menghentikan kegiatan belajarnya. Dia mengalihkan pandangannya ke arah nek minah. “terus bagaimana caranya supaya dihormati?” tanya asep. “berusahalah untuk jadi orang yang lembut. Pintar berbicara dan akrab dengan semua orang.” Jawab nek minah. “apa pasti berhasil? Kadang-kadang kan anak-anak kelas itu nakal nek. berisik banget kalau lagi di kelas.” Tanya asep yang serius memperhatikan tiap perkataan nenek. “tegaslah sekali-sekali, ketika dibutuhkan. jangan setiap saat!” ucap nenek.


73 “oooh..” asep menganggukan kepalanya pertanda dia telah memahami penjelasan neneknya. Lalu nenek melanjutkan perkataannya “satu lagi.. jika nanti kamu hidup dalam masyarakat. Mungkin akan ada orang yang bicaranya kasar dan sama sekali tidak bisa dinasehati. dia tidak menghormati kamu padahal kamu sudah lembut. Tinggalkan saja orang seperti itu, kamu tidak boleh marah-marah!” Tegas nenek. “yaaah. kalau kabur gitu kan ga membela harga diri nek! masa dikasarin diem aja.” Ucap asep seraya mengerutkan dahinya. “selama itu sebatas kata-kata, kamu lebih baik menghindar dari pertengkaran. Biarkan saja dia menghina, tidak usah kamu balas dengan menghina lagi. yang nanti menillai itu Allah. Allah lah yang lebih tahu siapa yang terhormat dan siapa yang tidak. Paham nak?” tanya nenek. “ooh..” asep kembali menganggukkan kepalanya. “paham nek. ya udah nek ngobrolnya. aku mau belajar, nanti ingatanku ilang niih. tambah susah nanti belajarnya.” Pinta asep. Asep kembali melanjutkan belajarnya. Nasehat nenek membantu pikirannya untuk lebih tenang dan tidak lagi memikirkan guru yang galak itu.


74 Bab 5 Membaca alam Sore itu, Matahari sudah hampir terbenam, asep melangkahkan kakinya menuju surau. Dia shalat maghrib berjama’ah seperti biasa. Di surau kampung itu itu ada tiga baris jama’ah yang shalat maghrib. Dua baris terdepan adalah orang-orang tua yang sudah membungkuk dan batuk-batuk, di baris ketiga merupakan anak-anak kecil yang masih senang bergurau. Sedang para pemuda biasanya lebih senang shalat di luar rumah dan diluar masjid. Mereka lebih terbiasa shalat di jalan atau shalat di atas motor atau shalat di tempat makan. Sedangkan bapak-bapak yang belum memiliki cucu lebih suka shalat di rumah. Ketika asep dan anak-anak yang lain tengah mengaji, terdengar suara salam yang datang dari depan pintu surau. Mereka serentak membalas salam dan menatap ke arah suara tersebut, di sana ada seorang laki-laki tua dan anak perempuan kecil yang berkerudung. Mang udin bangun dari duduknya dan menghampiri kedua orang itu. Ternyata kedua orang itu adalah pak herman dan anaknya, yaitu vita. “assalamu’ alaikum ustadz.” Salam dari ayah vita kepada mang udin.


75 “wa ‘alaikumussalam warahmatullah. silahkan duduk pak.” Jawab mang udin seraya mempersilahkan duduk. Mereka kemudian duduk, beralaskan karpet masjid yang kasar dan berlatar suasana malam yang hening. Di tempat lain, ada anak-anak yang sedang memperbincangkan mereka. Anak-anak itu saling berbisik satu sama lain, menerka-nerka siapa gerangan tamu yang datang. Ayah vita memulai percakapan “begini ustadz. Seperti yang juga ustadz ketahui, saya dan keluarga saya sudah cukup lama tinggal di sini. Dan tujuan lain saya pindah ke sini yaitu untuk menghindarkan anak saya dari pergaulan buruk yang ada di kota, saya ingin membuat pondasi agama yang kuat dalam diri anak saya. sekarang sepertinya vita sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan, dia juga sudah punya banyak teman, saya sangat berharap vita bisa ikut menuntut ilmu kepada ustadz.” Mang udin menatap ayah vita, setelah itu dia berkata “alhamdulillah. saya sangat senang ternyata masih ada orang seperti bapak, disaat orang-orang kota itu mulai sibuk dengan dunia, ternyata bapak mampu mempertahankan diri untuk menjaga agama. Saya tidak akan menolak siapapun untuk mencari ilmu, vita bisa langsung bergabung dengan temantemannya malam ini.”


76 Ayah vita tersenyum, mengusap dadanya, lalu menatap vita yang sedang menundukan wajahnya “alhamdulillah. terima kasih ustadz. Semoga anak saya mudah untuk diajari, saya titipkan anak saya kepada anda. Jika dia nakal, tegur dia dengan cara yang baik.” Ucap ayah vita. “amin.. insyaallah saya akan bersabar. Jadwal mengajinya adalah setiap hari ba’da maghrib ya pak.” Terang mang udin. Obrolan itu pun berakhir. vita akan mulai bergabung dengan asep dan anak-anak yang lain. namun Dia masih duduk di samping ayahnya, mungkin merasa canggung dengan suasana baru. Meskipun dia sudah mengenal sebagian anak yang ada di sana, dia tetap merasa sebagai seorang yang asing. Ayah vita kemudian berkata “vita, kamu ikut gabung ke anak-anak yang ada disana ya sayang. Kamu sudah kenal mereka kan. Jangan nakal ya nak, jangan ngobrol terus! belajarnya yang serius! papa pulang dulu ya.” tersenyum seraya bangkit dari tempat duduknya. Vita mulai menegakkan wajahnya. “iya pah, vita pasti sungguh-sungguh.” Jawab vita. “nanti pulangnya mau dijemput?” tanya ayah vita.


77 “ga usah pah! vita banyak temen kok, jadi ga bakal takut.” Ucap vita dengan tenang. Vita kemudian berjalan mendekati kumpulan anak-anak yang sedang memperbincangkannya, dia berusaha tetap cuek dan tidak terlihat canggung. Kemudian ayah vita pun akhirnya pamit pulang kepada mang udin. “ustadz, saya pulang dulu.. Terima kasih sudah mau mengajar anak saya. assalamu ‘alaikum..” ucap ayah vita kepada meng udin. “wa ‘alaikumussalam warahmatullah.” Ucap mang udin. Mang udin kembali menghampiri anak-anak yang mulai tidak konsentrasi dalam mengaji. “anakanak mulai hari ini vita ikut mengaji di sini. Kalian pasti sudah kenal dia.” Tutur mang udin, lalu mang udin menatap vita dan berkata “jangan malu-malu ya vita, belajarnya yang akur dengan yang lain, saling berbagi ilmu supaya cepet pintar.” Ucap mang udin. Malam itu vita mulai ikut mengaji di masjid bersama anak-anak kampung yang lain. Posisi duduk mereka membentuk lingkaran dan masing-masing membawa Al-Qur’an, membaca dan mempelajarinya, hingga nanti maju satu persatu dan diajari langsung oleh mang udin. Pada pertemuan pertama itu, banyak sekali anak yang terus memperhatikan vita. Bukan hanya karena bajunya yang bagus, tapi juga karena AlQur’an yang vita bawa itu sangat berbeda dengan


78 yang mereka punya. Vita membawa buku kecil yang di sampulnya tertulis judul “iqra”, berbentuk huruf arab seperti pada awal surat Al-‘Alaq. berbeda sekali dengan juz amma yang biasa digunakan asep dan teman-teman ketika belajar mengaji. Karena malam itu vita pun hanya duduk diam dan tidak banyak berkata-kata. Asep dan anak-anak yang lain hanya memperhatikan dan menyimpan rasa penasaran terhadap buku tersebut. Satu demi satu anak mengaji ke mang udin, dan tiba giliran vita tiba untuk berhadapan langsung dengan guru ngajinya. Vita maju dan membawa buku kecilnya, dia buka buku tersebut di halaman-halaman awal. Saat itu hampir semua anak memperhatikan apa yang ada di dalam buku tersebut. Merongrong mencuri-curi pandang, mereka sungguh merasa penasaran. Mereka semua sangat serius mengawasi vita. Dan mereka pun akhirnya melihat ternyata di dalamnya ada hurufhuruf hijaiyah yang berdiri sendiri-sendiri. Ada Alif, ba, ta, tsa, dan seterusnya. vita mulai mengaji, di ucapkannya satu persatu huruf itu, beberapa anak tertawa mengetahui isi buku tersebut ternyata hanya seperti itu, tadinya mereka kira isinya akan sangat istimewa, ternyata bukunya si orang kota tidak lebih hebat dari orang kampung. Ketika vita selesai mengaji, selesailah pula lah pelajaran yang diberikan mang udin pada malam


79 itu. Namun asep yang dari tadi menyimpan rasa ingin tahunya, kemudian mengutarakan pertanyaannya kepada mang udin. “mang, kenapa vita pake Qur’an yang berbeda dengan kita?” tanya asep. “itu bukan Al-Qur’an seperti yang kita pegang sekarang, itu adalah salah satu cara untuk belajar membaca Al-Qur’an.” Jawab mang udin. “lalu apa hubungannya dengan ayat pertama surat Al- ‘Alaq, kata-katanya kan sama mang?” tanya asep. ““iqra” itu adalah bahasa arab yang artinya “bacalah”, itu adalah perintah untuk membaca. “iqra” yang dipegang oleh vita itu adalah tata cara untuk membaca Al-Qur’an. Sedangkan “iqra” yang ada di surat Al-‘Alaq itu adalah perintah untuk membaca Al-Qur’an.” Jawab mang udin. “surat itu bercerita tentang apa mang? Surat itu paling sering diajarkan di sekolah, tapi aku masih sering merasa bingung. Nabi muhammad kan tidak bisa membaca, kenapa dia diperintahkan untuk membaca?” tanya asep. “surat itu berarti bahwa Allah mengajari manusia dengan kalam. Nih Mamang bacakan maksud dari 5 ayat pertama dari surat Al-Alaq. “bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia


80 mengajari kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Nah jadi, Allah memerintahkan kita untuk membaca Al-Qur’an, Dia juga mengajari kita dengan perantara kalam.” Terang mang udin. Asep mengkerutkan dahinya, dia sangat serius mencerna tiap kata yang keluar dari mulut mang udin. “apa yang dimaksud dengan kalam?” lanjut asep. “kalam itu adalah baca tulis. Allah menjadikan kalam untuk mengajari umat manusia.” Jawab mang udin. “apakah boleh jika aku membaca dan menulis alam semesta?” tanya asep, sedang anak-anak yang lain terlihat hanya menyimak. “Al-Qur’an itu adalah kalam Allah, dia merupakan pelajaran untuk manusia. dan alam semesta ini juga merupakan kalam Allah. tidak ada salahnya jika kita mau membaca alam ini. Alam ini datang dari Allah, begitu juga Al-Qur’an, tidak ada isi diantara keduanya yang bertentangan.” Terang mang udin. ”nenek ingin agar aku peka dan memahami lingkungan. Aku yakin Rasulullah itu adalah orang yang sangat pintar dalam memahami lingkungan. Dia diperintahkan oleh Allah untuk membaca padahal dia tidak bisa membaca.. sekarang aku mengerti! yang Allah perintahkan ketika itu bukanlah membaca Al-Qur’an, tapi lingkungan, alam. Rasul diperintahkan untuk membaca alam karena Rasul itu


81 kan tidak bisa baca tulis. yaa.. aku mengerti. Dalam alam itu ada ilmu yang selaras dengan Al-Qur’an. Karena itu kurang lengkap jika membaca Al-Qur’an tapi tidak membaca alam sama sekali.” Pikir asep. Asep termenung cukup lama. Lalu kembali berkata “aku ingin membaca alam dan lingkunganku. aku ingin tahu apakah mereka baik-baik saja. Karena aku itu sering merasa kasihan mang, jangan-jangan aku sudah menyakiti mereka. Seperti kalau kita mancing ikan gitu mang. kan ikannya kasihan keluar dari air gitu. Berontak, sepertinya dia ingin kembali ke air.” Tutur asep dengan penuh semangat. “kita memang harus membaca alam, memahaminya. Caranya ya dengan mengikuti ajaran Al-Qur’an, pasti alam ini akan terjaga seperti terjaganya Al-Qur’an sampai sekarang. Namun Lihatlah sekarang alam sudah dirusak oleh manusia, itulah tandanya bahwa manusia sudah meninggalkan Al-Qur’an atau mungkin tidak mempelajarinya sama sekali.” Terang mang udin. “mang udin tau dari mana alam ini sudah rusak?” tanya asep. “mamang kan sudah lebih dulu membaca alam ini.” jawab mang udin seraya tertawa kecil. “mamang sudah pernah berjalan ke berbagai tempat, ya beberapa kali.” Lanjut mang udin.


82 “caranya?” tanya asep, dia terlihat sangat serius menunggu jawaban dari mang udin. “ya belajar dari perjalanan mamang ke berbagai tempat.” Ucap mang udin. “hmmm. Kalau desa ini gimana? desa kita ini termasuk yang masih baik kan mang? Atau sudah rusak juga?” tanya asep. “banyak yang telah rusak di desa kita, bahkan mamang sendiri bisa jadi telah rusak.” Ucap mang udin. Asep merasa kebingungan dengan jawaban mang udin. Dahinya mengkerut dan posisi duduknya kembali berubah, bergeser seakan ada rasa gelisah. “kok bisa mang, apanya yang sudah rusak? Mamang kan sehat-sehat aja.” Ucap asep. “belajarlah! setelah dewasa kamu pasti mengerti. Nah anak-anak Sudah waktunya shalat isya, mamang mau adzan dulu, kalian yang wudlunya sudah batal, lekas berwudlu lagi.” Tegas mang udin. Anak-anak itu pun bergegas merapihkan reikal mereka masing-masing, melipatnya lalu menyusunnya di pojok belakang surau. Lalu mereka berjalan ke arah keran-keran air di samping masjid. Asep sendiri masih merasa bingung dengan jawaban mang udin, dia berusaha menjawab pertanyaan tersebut dengan pikirannya sendiri.


83 “Allahu Akbar..Allahu Akbar....” suara adzan berkumandang lantang, keluar dari lubang pengeras suara. “masih banyak yang membuatku bingung. Aku harus terus belajar, aku juga harus membaca alam, agar aku paham apa yang seharusnya aku lakukan. Tapi tetap saja aku tidak tahu caranya? Aku kan tidak mengerti bahasa alam.” pikir asep. Tidak pernah ada kebosanan ketika ada sesuatu baru yang didapatkan, atau ada rasa baru yang hadir dalam dirinya. Kabingungan adalah jalan awal menuju pengetahuan. Kali ini asep benar-benar merasa penasaran apa yang telah rusak di desanya, semakin dipikirkan dia justru semakin bingung. Dia ingin segera pulang dan menanyakan hal ini kepada nenek. orang-orang tua tetangga masjid mulai berdatangan, mang udin mengatur barisan anak-anak agar lurus dan berdekatan. Vita dan anak-anak perempuan yang lain berada di belakang anak lakilaki. 7 menit berlalu, shalat pun berakhir. Ketika asep menoleh kebagian kirinya, asep menyadari ternyata sedari tadi vita sedang memperhatikan dia. Timbul rasa malu dalam dirinya karena melihat vita yang sangat cantik malam itu. Vita yang mengaji dengan suara lembut, menggunakan kerudung putih, rok hitam dan baju merah jambu, membuat semua


84 orang yang ada disitu menggadaikan pandangannya kepada sosok perempuan muda itu. terlebih lagi asep yang memang sudah jatuh hati kepadanya. Asep ingat kata-kata neneknya untuk selalu menjaga pandangan, maka segeralah dia jatuhkan pandangan matanya ke alas masjid. Dia bergegas kembali mengambil wudlu karena hawatir pandangannya akan kembali menenggelamkan hatinya ke dalam ilusi. Pandangan yang menjadi jalan setan untuk menusuk hati manusia. Shalat isya telah selesai, anak-anak berhamburan keluar masjid, sedangkan orang-orang tua masih khusyuk dengan pujian kepada Tuhan. Vita yang kala itu pertama kali mengaji di masjid, baru menyadari bahwa rumahnya adalah paling jauh dari masjid dibanding anak-anak yang lain. Dia yang tidak terbiasa dengan jalanan sepi dan remangremang merasa ketakutan dilangkah awal. Ketika dia berdiri diam di pintu masjid, asep baru saja selesai berwudlu berjalan di hadapannya. “eh asep! aku boleh minta tolong lagi ga?” vita tibatiba menyapa asep yang sedang berjalan di hadapannya. Asep terdiam dan belum menoehkan pandangannya. “ya Allah, dia ada di sini. Kenapa dia belum pulang!? apa yang harus aku lakukan. Aku sudah mencoba menghindar dari perempuan ini, tapi dia yang justru terus datang lagi, datang lagi, aku jawab jangan ucapannya? Jawab, jangan, jawab.. apakah


85 tidak apa-apa? Pasti tidak apa-apa, aku sudah besar, aku bisa menguasai hatiku.. aaaah..susah.. dia memang cantik dan baik.” Pikir asep. “sep kok diem aja?” ucap vita membuat darah asep semakin mendidih. “minta tolong apa vit?” jawab asep. Dia masih berusaha menundukkan pandangannya. Cinta dalam hati seorang anak manusia, sedang berontak berharap menjadi ucapan, namun akal masih mampu melawan, mempertahankan kebenaran yang diyakini. “sep! rumah vita kan paling jauh. terus vita kan searah sama kamu pulangnya. anterin ya.. tolong.. aku ga ada temeen!” rayu vita dengan lembut. Entah serunyam apa hati asep saat ini. ada suara yang lembut membelai hatinya, begitu hangat, rasa membumbung tinggi dan akhirnya mengalahkan akal yang sedari tadi coba dipertahankan. Asep terdiam cukup lama. “hmm.” Dia mengaruk kepalanya, memasang wajah yang salah tingkah. “baiklah. Ayo pulang..” ucap asep. “hhh.. nenek.. menjaga pandangan itu susah, tapi aku selalu mencobanya.. menjaga hati juga susah, apalagi kalau aku sudah lihat wajahnya.. hhh.. pasti terbayang-bayang terus..” pikir asep. Mereka pulang bersamaan. Jalanan desa yang berkerikil, lampu-lampu kecil di kiri dan kanan


86 pandangan, suara-suara binatang malam yang nyaring, menemani mereka dalam perjalanan pulang. Krik.. krik.. krik.. suara jangkrik paling lantang terdengar, mereka berdua tidak membuka percakapan. Asep pun diam, diam dalam rasa malu yang masih sempat menjaga mereka dalam kebaikan. Asep melewati dulu rumahnya dan mengantarkan vita pulang. Sesampainya di depan rumah vita, dia langsung menyuruh vita masuk. Dia tidak ingin sesuatu yang aneh kembali menggerayangi pikirannya. “terima kasih ya asep. Kalau kamu bisa, besok aku minta anter pulang lagi ya sep. Tapi aku juga ga maksa.” Pinta vita. Asep terdiam sejenak. “oh.. insyaallah vit..” ucap asep dengan terbata-bata. Vita melepas senyum manis dan perlahan menghilang dari pandangan asep. Asep segera pulang dan sedikit berhasil mengendalikan perasaannya agar tidak menyempit kepada seorang perempuan. Asep memang sangat menuruti kata-kata neneknya, dia tidak ingin mengecewakan neneknya. Dia selalu berusaha menaati nenek, karena neneknya adalah satu-satunya orang yang selama ini dia punya. “assalamu ‘alaikum.. nek, asep pulang.” Salam asep seraya mengetuk pintu.


87 “wa ‘alaikum salam nak.. masuk saja, pintunya tidak dikunci.” Jawab nek minah. Asep masuk ke dalam rumah, didapatinya nenek sedang duduk di atas ranjangnya, memegang sebuah buku. Ada sebuah koper besar di lantai, di dalamnya ada buku-buku yang sudah lapuk. Asep tidak masuk ke kamarnya melainkan menghampiri nek minah. “buku apa itu nek?” tanya asep. “ini buku bacaan nenek dulu. Sudah lama sekali.” Jawab nek minah. “waaah! pantesan nenek pinter. bukunya tebel-tebel benget sih..” tutur asep, dia memperhatikan buku yang neneknya pegang. Lalu kembali berucap “pasti bacanya lama banget ya nek?” tanya asep. “ini belum tebal nak! masih ada buku nenek yang lebih tebal dari ini. setiap hari nenek baca buku 3 sampai 4 jam.” Tutur nek minah kepada asep. “aku mau lihat yang lebih tebel dong nek? Terus kalau aku mau baca bukunya boleh?” pinta asep. “bukunya sudah dimakan rayap, berlubang, lembarannya pun sudah menempel. Sebenarnya nenek mau memberikan buku-buku nenek ke kamu, tapi keadaannya sudah tidak mungkin untuk dibaca, perhatikan buku-buku di dalam koper itu, sudah hancur.” tutur nenek, terdiam sesaat menghela nafas.


88 “Sekarang kamu sudah besar, sebentar lagi lulus SMP, nenek ingin kamu terus bertambah pintar, buku-buku ini adalah gudang ilmu yang nenek simpan, ternyata sampai ke tanganmu dalam keadaan yang rusak. Sungguh sayang ya nak. di sekolah kamu kan pasti ada perpustakaan, banyak-banyak membaca ya nak, nenek juga dulu sangat senang membaca.” Tegas nenek. Asep memperhatikan buku-buku yang menumpuk di dalam koper hitam yang sudah berlubang. “iya nek. tapi nenek kok bisa punya buku sebanyak ini? dapet dari mana nek?” tanya asep. “ini buku nenek waktu masih muda, sampai sekarang masih nenek simpan.” Jawab nek minah. “ooh.. nek aku mau tanya lagi. Tadi pas aku ngaji, kata mang udin, desa kita sudah rusak. Emangnya bener nek?” tanya asep. “memang begitulah. Para calon penerus desa ini lebih senang dengan kehidupan yang menipu, memperindah diri dengan pernak-pernik modern, mereka pergi ke kota padahal di desa lebih nyaman. Bahkan ada yang menghilangkan akhlak baik demi mendapatkan kebahagiaan, kamu jangan ikuti hal itu, sifat baik itu harus dipertahankan. Kebahagiaan yang kita dapat itu harus suci.” Terang nek minah. Asep terdiam sesaat. “jadi yang rusak itu sifatnya ya? Terus kebahagiaan suci itu apa nek?”


89 “iya nak, tingkah lakunya.” Ucap nenek seraya memasukkan kembali buku yang dia pegang ke dalam koper. “Kebahagiaan yang suci adalah ketika kita mendapatkan kebahagiaan tanpa melanggar agama kita, ketika kita mendapatkan kebahagiaan tanpa merusak nilai-nilai kebaikan yang ada dalam lingkungan.” Terang nek minah. “terus nenek, nenek kan sudah pintar. Menurut nenek, apa aku sudah rusak?” tanya asep. “kamu masih bersih nak, sebersih kapas yang baru jatuh dari pohonnya. Nenek ingin kamu terus seperti ini, menjaga hatimu untuk yang terbaik, mempelajari dunia ini dan membuat perubahan. Nenek ingin kamu menjadi manusia yang berguna.” Tegas nenek sambil menggenggam kedua pundak asep. “berguna untuk siapa lagi? Yang aku punya kan cuma nenek.” tegas asep. Nek minah tersenyum, lalu berkata “berguna untuk semua orang, berguna untuk lingkungan. Nenek dan bangsa ini sangat membutuhkan kamu, kamu yang akan meneruskan cita-cita nenek dan semua orang yang cinta kepada bangsa ini. kamulah orang yang bertanggung jawab terhadap masa depan bangsa ini, kamu dan teman-temanmu!” tegas nenek. “karena itulah kamu harus pahami yang ada di buku dan yang ada di lingkunganmu.” Lanjut nek minah.


90 “baiklah nek! aku akan memperbanyak membaca buku, akan aku baca semua buku yang ada diperpustakaan.” Ucap asep seraya tertawa dengan ceria. “pahami juga lingkunganmu! itu yang paling penting! Jika kamu sudah bisa melakukan itu semua, kamu akan menjadi manusia yang dicintai penghuni bumi dan langit.” Tegas nenek. “lagi-lagi aku harus memahami lingkungan. Bagaimana caranya? nenek memang sering berbicara seakan hal itu mudah. aku ini masih kecil nek.. bagaimana caranya mengerti yang nenek maksud. Mengerti lingkungan, membaca alam, hhh itu pasti susah. Aku sudah pernah mencoba, tapi tidak berhasil. Bahkan, Pelajaran biologi pun tidak menjelaskan apa kebutuhan hidup dari seekor semut. Apakah semut itu bisa sakit? Apakah semut itu mengerti kata-kata manusia? ..bingung ah.” Pikir asep. Asep menatap nenek. “baik nek! aku akan menjadi seorang yang berguna.” Dia terdiam sejenak, kemudian melanjutkan perkataannya “tapi insyaallah ya nek..” Ucap asep. “kamu harus yakin nak! Jangan lemah.” Nenek tersenyum melihat tingkah cucunya. Dan mereka berdua tertawa bersama. Hari itu asep kembali melewati pelajaran-pelajaran dari lingkungan sekitarnya. Dalam kebingungannya itu sebenarnya


91 dia tengah belajar untuk peka terhadap lingkungannya. Belajar untuk bertanya kepada pikirannya tentang segala hal. Belajar untuk menjaga segala kegiatan dan perbuatannya yang berhubungan dengan lingkungan agar tidak membuat kerusakan. Bab 6 Bola kasti Ketika pulang sekolah siang tadi, asep, vita dan imam sudah berjanji akan main kasti. Ubed juga akan diajak, siang tadi mereka tidak sempat mengajak ubed, karena ubed memang tidaklah bersekolah seperti tiga temannya itu. Kasti merupakan permainan yang masih sangat disenangi di kampung mereka. Mereka sangat gemar memainkan permainan ini. ada dua kelompok yang berlomba dalam permainan ini, setiap kelompok terdiri dari beberapa orang. Ada sebuah bola dan sebuah pemukul. juga ada pos-pos perhentian untuk mengamankan diri dari lemparan bola, tipa pos itu ditandai dengan sebuah ayu yang menancap atau pepohonan. Salah satu kelompok dianggap menang ketika bisa kembali ke tempat awal mereka memukul bola tanpa terkena bola sama sekali di badannya. Arena permainannya luas dan jalur larinya berbentuk lingkaran.


92 Sore itu langit sedang cerah. Matahari hangat, cahayanya sedikit tertutup pepohonan. Sore itu mereka sudah berkumpul di lapangan depan sekolah. Lapangan yang bertanah lembab dan lumayan luas. Ada 8 orang yang ikut main, termasuk asep, vita, imam dan ubed. Mereka kemudian membagi kelompok bermain. Asep ternyata satu kelompok dengan ubed, sedangkan vita satu kelompok dengan imam. Permainan pun dimulai. Kelompok asep mendapat giliran pertama untuk jalan. Salah satu orang dari kelompok asep kemudian memegang pemukul dan bersiap memukul bola. Yang menjadi pelempar bola adalah dari pihak musuh, yang tidak lain adalah imam. Imam bersiap untuk melempar bola. Dia lempar bola itu, “tuiiing..” dan.. “bukk..!” bola kasti yang terbuat gumpalan plastik itu terbang, melayang ke atas kepala imam. Kelompok imam berlari dengan kencang mengejar bola itu, sementara anak yang memukul bola itu berusaha untuk lari ke tempat perhentian pertama. Kesempatan pertama itu berhasil dimaksimalkan oleh kelompok asep. Begitu juga kesempatan ke-dua dan ke-tiga, mereka berhasil memukul bola dan menghindari lemparan bola agar tidak terkena tubuhnya. Kali ini giliran asep. Asep adalah orang terakhir di kelompok itu, dia harus berhasil memukul bola dan berlari ke tempat awal. Orang terakhir


93 adalah orang yang paling sulit untuk berhasil, karena dia harus berlari lebih cepat dan sebisa mungkin untuk tidak berhenti. Imam melempar bola. Bola itu melayang rendah ke hadapan asep, pelan dan terarah. Asep mengayunkan pemukulnya dengan sekuat tenaga.. syeett.. Namun ternyata asep gagal memukul bola itu. kemudian dia berlari sebisanya, dia berlari agar tidak terkena lemparan bola. Imam melempar bola itu kepada temannya yang berdiri di jauh, mereka mengurung asep, asep kebingungan dan akhirnya kena. Kelompok mereka gagal melanjutkan permainan. Asep menjadi penyebab kegagalan timnya, dia pun terlihat sedikit kesal terhadap kebodohannya sendiri. Kali ini giliran kelompok imam yang main. Karena vita perempuan dan dia yang larinya paling pelan dalam kelompok, maka dia diberi kesempatan pertama oleh imam untuk memukul bola. Yang menjadi pelempar bola adalah asep. Asep bersiap, menggenggam bola itu dengan erat, kemudian melemparnya ke arah vita. “tuiiing..” dan.. “bukk!!” Tanpa disangka sebelumnya, vita berhasil memukul bola hingga melewati asep, melewati lapangan permainan, hingga menyebrangi jalan sekolah. Asep langsung berlari mengambil bola itu, sedang vita juga berlari menuju tempat perhentian pertama. Asep terlalu lama mengambil bola itu sehingga vita berhasil lolos.


94 Kemudian giliran imam yang memukul, asep yang melempar. Asep melempar bola itu.. dan.. “bukkk!” bola itu berhasil dipukul sangat kencang oleh imam, namun bola itu mengenai batang pohon jambu depan sekolah, memantul ke tanah dan berhenti beberapa meter di samping asep. Imam langsung berlari panik, vita pun turut berlari menuju tempat perhentian ke-dua. Asep mengambil bolanya, dia berlari sambil melihat imam yang sedang berlari juga. “Buuuss..” bola itu dilempar sekuat tenaga, membelah angin, meluncur dengan kencang. Imam yang melihat bola itu akhirnya bisa menghindarinya, namun ternyata bola itu lurus mengarah pada vita. “gdebukk..” bola itu tepat mengenai bagian telinga vita, vita pun langsung terhenti. Vita terhenti dari larinya dan berjongkok memegang telinga. Anak-anak yang ada di sana menghampiri vita, mereka hawatir terjadi sesuatu yang tidak baik. Asep mulai merasa hawatir, dia takut telah membuat vita kesakitan. Permainan yang tadinya penuh sorak sorai yang ceria, kini berubah menjadi bisik-bisik kehawatiran. “kamu ga apa-apa kan vit?” tanya asep. “Hiks..hiks..” vita menangis. Dia masih berjongkok di tempatnya, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dan merapatkannya ke dengkul.


95 Imam yang terkesan santai kemudian datang menghampiri mereka. “loh kok nangis sih.. sakit ya vit?” tanya imam. “vit, sakit ya?” asep kembali bertanya. Wajahnya penuh kebingungan. “udah main lagi sana! Aku ga apa-apa kok..” jawab vita yang masih meneteskan air matanya. “maaf ya vit.. aku ga sengaja.” Ucap asep. “aduuuh.. apa yang harus aku lakukan?. ga sengaja.. tapi pasti sakit tuh vita.. hhh.. semoga aja ga parah.. aku juga bingung mau gimana. Maaf vit maaf..” pikir asep. Vita merasa sakit di telinganya. ada suara mendengung dalam telinganya dan terdengar sangat mengganggu. Dia memutuskan untuk berhenti bermain. Anak-anak lain juga pada akhirnya turut menghentikan permainan karena merasa sudah tidak lagi mengasyikan. Mereka mengerumuni vita yang sudah berpindah tempat dan sedang duduk di atas sandalnya. “vit! aku minta maaf yaa. beneran ga sengaja viit.” Ucap asep dengan harapan vita akan segera memaafkannya. “iya sep. ga apa-apa..” hanya itu yang vita katakan kepada asep.


96 “kamu pulang aja ya vit, takut kenapa-kenapa. nanti aku kena marah ibu kamu.” Pinta asep. “iya.” Ucap vita dengan singkat dan pelan. Permainan berhenti total, sore itu mereka bubar dan kembali ke rumahnya masing-masing. Asep yang merasa bertanggung jawab kemudian mengantar vita pulang. Sepanjang jalan menuju rumah vita, mereka berdua hanya diam. Asep masih merasa bersalah, dan vita mungkin merasa kesal dan kesakitan. Setelah mengantar vita, asep langsung pulang ke rumahnya, dia bercerita kepada neneknya tentang kejadian tersebut. “nek! kalau kuping kena bola itu bisa jadi tuli ga nek?” tanya asep yang sedang berbaring di kamarnya. “siapa yang kena bola? Kamu?” jawab nek minah yang juga sedang di kamarnya. Kamar asep dan nek minah berhadapan, tidak ada pintu melainkan hanya sebuah kain layaknya kain gorden. dan jarak kedua kamar hanyalah satu meter, itupun hanya sebagai jalan penghubung antara dapur dan ruang tengah. “bukan aku nek! vita.” jawab asep. “kena bola apa? Bola tendang? Cewek kok main bola.” Ucap nek minah. “bola kasti nek! yang kecil itu, yang dari plastik.” Terang asep.


97 “mungkin Cuma akan sakit nak, tapi tidak akan tuli.” Ucap nek minah. “huuh! lega dehh. soalnya tadi aku main kasti terus bola yang aku lempar itu kena vita.” Terang asep kepada neneknya. “kalau main itu hati-hati nak.” ucap nek minah dengan lembut. “aku juga udah hati-hati nek. aku udah yakin bolanya bakal kena imam. eh ternyata malah kena vita. dia kan cewek, makanya dia nangis.” Terang asep. “meskipun waktu itu bolanya kena imam, tetap saja harus hati-hati, tidak boleh terlalu keras melempar. Kan sakit kalau kena.” Ucap nek minah. “hhh.” Gumam asep. “iya nek asep ngerti. kalau main lagi asep bakalan lebih hati-hati.” Ucap asep. Dia terlihat sangat menyesali perbuatannya. “terus tadi mainnya menang apa kalah?” tanya nek minah kepada asep. “belum ada yang menang nek! mainnya bubar. aku masih merasa bersalah nek sama vita. Dia diem aja pas aku minta maaf.” Ucap asep. “naah! itulah pelajarannya. Minta maaf kepada manusia itu susah, makanya kita harus hati-hati, jangan sampai menyakiti orang lain, apalagi teman


98 kita sendiri.” Terang nek minah dengan ucapan yang pelan dan penuh penjelasan. “ini kan kecelakaan nek, bukan sengaja.” Ucap asep. “beda sedikit antara kecelakaan dengan kecerobohan! kamu sengaja atau tidak sengaja, yang dirasain vita itu kan tetep aja sakit dan kesal. Begini nak, kita mungkin bisa menilai bahwa kita tidak sengaja, tapi bagaimana dengan rasa sakit yang kita buat terhadap orang lain? apa akan hilang? tidak nak, kita harus tetap meminta maaf. Sembuhkan lagi hatinya.” Terang nek minah. Asep terdiam cukup lama, lalu berkata “iya nek. nanti aku minta maaf lagi sama vita, sampe dia senyum lagi pokoknya.” Tutur asep. Terdengar nada malas dalam ucapannya. “memang harus begitu! jangan malu atau malas untuk minta maaf. Usahakan agar kita bisa mengobati hatinya. Kecuali dia sudah mengusir kamu, barulah berhenti minta maaf. itu sudah urusan Allah.” Terang nek minah. “kalau aku jadi vita.. pasti sekarang aku sedang kesakitan.. hhh.. semoga dia cepat sembuh deh.” Pikir asep. Nenek terdiam, lalu melanjutkan kata-katanya “tapi, kalau kamu yang kena bola kasti itu. kamu harus


99 cepet maafin orang yang melempar bola. Memaafkan itu lebih baik nak.” Tegas nek minah. “pasti susah nek.” jawab asep. “mudah!” tegas nek minah. “kamu jangan berkata sulit padahal kamu belum mencoba. Dan ingat nak! memaafkan itu harus datang dari hati, harus dengan tulus, dengan begitu racun yang membuat hatimu kesal juga akan ikut keluar bersamanya.” Lanjut nek minah. hari semakin sore. Ayam dibelakang rumah mulai berisik ingin masuk kandang. Asep menyudahi obrolannya dengan nenek, kemudian pergi memasukkan ayam-ayam itu ke kandangnya, dan dia pun bergegas mandi. Hari itu ada masalah yang cukup membuatnya malu kepada vita. Bab 7 Pohon cabe dan pisang Pagi yang cerah di hari minggu. Kuning sinaran mentari menyusuri lembah. menyentuh pucuk pinus di pegunungan, lalu turun menyentuh daun teh muda di perkebunan, menyibak kabut tebal yang menutupi jalanan, hingga tiba di pintu rumah para penduduk pedesaan.


100 Kala itu asep sedang mengurusi pohon cabe di samping rumahnya. Ada kebun kecil di hadapannya. pohon-pohon cabe, tomat, katuk, dan pepaya tumbuh berdampingan. Pikirannya kembali merenungkan segala yang telah dia jalani, namun tangannya tetap mencabut rumput-rumput yang tumbuh dan mengganggu kebunnya. “sebentar lagi aku lulus sekolah. Kemana ya aku lanjutkan sekolah? apa nenek punya uang untuk itu semua? Aku masih ingin sekolah tapi pasti ga mungkin.. Apa aku akan bekerja serabutan seperti mang udin? atau aku akan menjadi karyawan di kebun teh? Bagaimana caranya menjadi seorang yang berguna bagi orang lain, jika aku sendiri saja kesulitan mengatur masa depan. Hhhh..susah..” Pikir asep. Saat itu dia hanya sendirian. ketika dia menengadahkan wajahnya yang berkeringat, dia melihat pohon pisangnya yang sudah berbuah, tidak nampak jelas karena buahnya berada di sisi yang lain. hanya sesaat dia menatap pohon pisang itu kemudian kembali mengacuhkannya. Asep kembali merenungi hidupnya, bahkan mengajak berbincang pohon-pohon yang ada di kebun di dalam pikirannya. “wahai rumput-rumput.. apa yang kamu rasakan ketika aku cabut dari tanah? Apakah sakit? Apakah kamu punya anak yang akan menangis? Maaf ya aku tidak bermaksud membunuhmu.. lagipula kamu tidak menjadi rumput yang berguna untuk lingkungan?


Click to View FlipBook Version