251 “mungkin aku masih lama kembali ke sini.. salah tidak ya kalau aku ke rumah vita, aku tanyakan vita langsung ke orang tuanya. Imam itu tidak pernah serius kalai di tanya, dia juga kadang berbohong.. hmm.. aku ke sana sekarang.. iya.. aku harus berani, kenapa harus malu, aku tidak punya salah apa-apa. Tapi kalau nenek tahu hal ini dia pasti marah.. hmm, jangan sampai nenek tahu.” Pikir asep. Asep berjalan menuju rumah vita. dia sangat berharap ada seseorang di depan rumah tersebut, agar dia tidak usah menghadapi rasa malu ketika mengetuk pintu. Dia berjalan dengan perlahan, semakin dekat jantungnya terasa berdebar lebih keras. Adalah aneh baginya pergi ke rumah seorang perempuan sendirian, tanpa tujuan yang jelas selain alasan rasa cinta. Sesampainya di depan rumah vita, asep berdiri di dekat tembok pagar. Dia menyandarkan tubuhnya, seakan sedang mengumpulkan semangat. “oke.. sekarang aku sudah di sini.. terus apalagi yang harus aku lakukan? Kalau aku ketuk pintu nanti siapa yang keluar dari rumahnya.. gimana kalau yang buka itu ayahnya, aku malu.. mau bicara apa aku.. aaarrghh.. bingung! kenapa aku ke sini? Kenapa pula kok jadi susah begini rasanya.. dia Cuma temen biasa, kenapa malu? Boleh kan kalau temen menanyakan kabar? ..Tapi kok rasanya aneh.. dia itu cantik, aku suka dia. Hhhh.. tapi keluarganya
252 kaya.. aku malu.. ini sulit, lebih baik aku berangkat ke jakarta.. vita mungkin sudah tidak peduli masa lalu itu.” Pikir asep. Pada akhirnya asep tidak punya keberanian untuk mengetuk pintu. Wajahnya menunduk, dia kalah oleh keadaan yang menghakiminya dengan tidak adil. Kenangan masa lalu yang masih teringat indah kini harus mulai dia lupakan. layaknya dia melupakan keinginan untuk menemukan ibunya. Langkah kembali dijejak, dia memutuskan berangkat menuju jakarta. *** Ketika sampai di atas kereta, ternyata tidak ada tempat duduk yang tersisa untuk asep. Dia harus berdiri seperti sebagian penumpang yang lainnya. Kali ini kereta sangat penuh, ada banyak jenis orang berkumpul dalam kereta, berisik dan tidak teratur. Asep diam dalam gerbong yang panjang, di sampingnya ada seorang nenek yang juga sedang berdiri, sedang di hadapannya ada seorang lelaki muda yang sepertinya bukan orang indonesia. Lelaki itu bertubuh tinggi, dengan janggut yang dicukur tipis dan hidung yang mancung. Sepertinya dia adalah orang india atau orang arab yang sedang berlibur di indonesia. Asep memikirkan lelaki itu ketika kemudian lelaki itu mempersilahkan si nenek yang berdiri untuk duduk. Dan kini lelaki itu
253 berdiri dekat dengan asep, asep ingin bertanya kepada lelaki itu untuk menyingkirkan prasangka aneh dalam otaknya. Dia sangat penasaran dengan orang yang dia lihat itu, terlebih lagi dia sudah mendengar laki-laki itu berbicara dalam bahasa indonesia. Baru saja asep hendak bertanya kepada lelaki itu, asep justru mendapat sapaan lebih dulu dari lelaki itu. “assalamu ‘alaikum..” sapa lelaki tersebut. “wa ‘alaikumussalam..” jawab asep. Mereka mengobrol sedang tubuhnya menghadap ke dinding kereta. Tangannya mereka menggenggam besi rak barang yang ada di atas kepala mereka. Kala itu mereka berdekatan sehingga tetap mudah berbincang meski suasana kereta sedang ramai. “mau kemana?” tanya lelaki tersebut. “ke jakarta.” jawab asep “siapa nama ente? Perkenalkan, saya rajesh!” ucap lelaki tersebut. “saya asep! maaf ya dari tadi saya memperhatikan abang.” Ucap asep. “tidak masalah, jangan panggil abang dong! Saya masih muda kok! memang sedikit aneh melihat orang berpenampilan seperti saya. Makanya, saya juga
254 selalu berusaha untuk akrab kepada siapa saja. Termasuk ente!” Ujar rajesh. “kok lancar pake bahasa indonesia? Emang asalnya dari mana? “saya dari kecil tinggal di indonesia, Cuma orang tua saya itu keturunan india. “ooh.. terus sekarang mau kemana?” tanya asep. “saya kuliah di jakarta. ente sendiri ngapain ke jakarta?” tanya rajesh. “sekolah. kuliahnya di mana? Boleh ga saya nanyananya tentang mahasiswa? “di universitas islam di jakarta. Mau tanya apa? kalau bisa, pasti saya jawab.” Ujar rajesh. “kalau mahasiswa demo itu kenapa sering anarkis?” tanya asep. “mahasiswa demo anarkis? Tidak semua mahasiswa seperti itu, ada juga yang berdemo dengan tertib. Keadaan di lapangan terkadang membuat mahasiswa terpancing kemudian meluapkan amarahnya. Mahasiswa kan selalu bersemangat!” tutur rajesh. “ooh.. aneh aja. saya saja yang anak SMA ga suka yang namanya kekerasan, tapi kenapa mereka yang
255 sudah mahasiswa justru memakai kekerasan, bakar ban di jalan dan lain sebagainya.” Ucap asep. “mahasiswa itu harus berani. Tidak boleh lembek!” Ujar rajesh. “tapi kalau menurut saya sih, berani yang seperti itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Yang ada Cuma capek! yang ngedengerin mereka teriak-teriak juga cuma pagar DPR atau cuma polisi. Jangan marah ya bang, ini cuma pendapat aja loh.” Ucap asep seraya tersenyum. “santai saja lah! Saya bukan pemarah. Gini, mahasiswa juga sering mengirim surat terlebih dahulu, namun biasanya tidak ada tanggapan. Makanya mereka turun ke jalan.” Tutur rajesh. “ooh.. mungkin suratnya ga nyampe tuh, hehe. terus kalau lagi di kampus itu mahasiswa ngapain aja? Yang saya tahu mahasiswa itu cuma tukang demo.” Ucap asep. “mahasiswa juga belajar, juga berorganisasi, kamu tidak punya saudara yang kuliah?” tanya rajesh. “iya. Pengen tahu aja nih gimana kegiatannya kalau kuliah.” Ucap asep. “di dalam kampus itu ada organisasi-organisasi yang menarik. Ada juga badan yang bertindak seperti DPR
256 dan presiden di negara ini, ada partai juga, dan sebagainya. Pokoknya lengkap.” Tutur rajesh. “jadi kampus itu seperti sebuah negara mini ya? Terus jadi tempat belajar berpolitik juga?” tanya asep. “iya, di kampus juga ada pemilu, seringkali pemilunya juga sering ribut seperti pemilu presiden indonesia. Yaa, mirip banget lah, ada kampanyenya juga.” Tutur rajesh. loh kok ribut? Emang apa untungnya kalau menang? Apa ada gajinya juga?” tanya asep keheranan. “saya kurang tahu. mungkin seperti itu. yang pasti ada lah untungnya, mungkin nilai kuliahnya bisa jadi lebih baik karena lebih dikenal. Atau jadi lebih mudah dapat beasiswa.” Ucap rajesh. Asep terdiam sejenak, lalu berkata “kalau mahasiswa juga masih senang ribut dengan temannya sendiri, lalu apa bedanya dengan yang di DPR sana? Kan sama-sama suka ribut.” Rajesh tertawa mendengar ucapan asep. Setelah itu dia berkata “waduh, bedanya apa ya? Mungkin beda umurnya.” Ujar rajesh, dia kembali tertawa kecil. “kalau memang bener mahasiswa suka ribut gitu, berarti mahasiswa itu sama aja kayak anggota DPR.
257 Ribut membela kepentingannya masing-masing.” Ucap asep. “tidak sesimple itu.” ucap rajesh. Asep kembali terdiam. Kereta berhenti di sebuah stasiun, beberapa stasiun lagi akan sampai di stasiun tujuan asep. “mungkin juga aku yang salah dalam berpendapat. Tapi yang aku lihat sih memang seperti itu. mungkin mahasiswa itu juga sedang belajar untuk menjadi anggota DPR ya? Jadi yang contoh itu DPR?” ucap asep. “mungkin begitu. saya juga tidak terlalu aktif ikut organisasi di kampus. saya lebih senang belajar di kelas dan diskusi.” Tutur rajesh. Cukup lama mereka mengobrol, tak terasa kereta sudah mulai kosong. Sebagian penumpang sudah mulai turun, ada pula yang naik tapi tidak terlalu banyak. Namun Mereka berdua masih belum mendapatkan tempat duduk. Asep pun terus menanyakan hal-hal yang selama ini dia kenali tantang mahasiswa. Stasiun demi stasiun terlewati hingga akhirnya sampai di kota jakarta. Mereka turun bersama dan berpisah ketika di pintu keluar stasiun. Asep sangat senang mendapat pengetahuan baru hari itu, dia bergegas naik angkot menuju rumah.
258 Ketika di dalam angkot menuju rumah, angkot tersebut lagi-lagi harus merayap di atas jalanan. asep duduk dengan sabar, lalu dia melihat seorang lelaki yang dibopong oleh polisi. Orang itu terlihat berdarah-darah, bajunya sobek dan wajahnya pun hancur sudah. Sementara di belakang orang itu ada banyak orang yang masih berusaha untuk memukulnya. Memukul wajah yang sudah hancur itu. asep terus memperhatikan kejadian mengerikan yang sering dia lihat di TV itu, kejadian penghakiman oleh masyarakat kepada pelaku kejahatan. Ternyata lebih seram jika melihat secara langsung. “Ya Allah.. kenapa mereka itu bernafsu sekali dalam menyakiti? Sungguh kasihan orang itu. mungkin dia hanya mencuri sebungkus roti atau sebuah alas kaki. Mungkin dia merasa lapar, mungkin juga di rumahnya ada anak isterinya yang sedang kelaparan. Tubuhnya pasti kesakitan.. tapi kenapa juga dia mencuri, harusnya dia mencari pekerjaan yang baik. Hhh, aku bingung. Mereka itu mencuri, padahal mereka dilengkapi akal untuk berusaha. Mereka itu semua manusia, tapi begitu kejam. Mereka menghakimi kejahatan dengan kejahatan yang lebih jahat. Hhh..” Pikir asep. *** Sesampainya di rumah dia langsung masuk ke dalam kamarnya, merebahkan tubuhnya di atas lantai yang dingin. beberapa jam yang lalu dia masih
259 merasakan sejuknya suasana desa, hangatnya nasihat dari neneknya. Kini dia sudah kembali terkurung di kamar betonnya, tergeletak di lantai keramik, ditiup angin yang kasar dari kipas listrik. “kalau memang benar mahasiswa seperti tadi itu.. maka mahasiswa itu tidak ada bedanya dengan anggota DPR. Mereka ribut, cekcok, membela kepentingan partainya masing-masing.. Hmmm.. berarti ada siklus para pemimpin yang senang ribut di negeri ini.. mahasiswa itu kan para penerus, bagaimana jadinya kalau mereka juga belajar untuk ribut.. siapa yang mikirin anak jalanan yang kelaparan.. hhh kacau balau.. aku juga tidak bisa apa-apa, aku masih terlalu kecil untuk masalah ini.. tapi mereka itu lebih kecil dari aku.” Pikir asep. Asep mengeluarkan buku catatannya dari tas, kemudian menulis beberapa hal penting hari ini. “gunakan ilmu untuk menyelesaikan masalah, jangan mudah menghakimi.” “mahasiswa harus berhenti mencontoh sesuatu yang tidak baik, mereka harus lebih baik dari yang sekarang menjadi pemimpin bangsa. jika mereka ikut-ikutan senang berebut kekuasaan, bukan bekerja sama memperbaiki keadaan bangsa, maka siapa yang sebenarnya pantas berdemo atau didemo? Suatu saat aku akan kuliah, aku akan menjadi mahasiswa dan mencoba memperbaiki itu semua.”
260 “oh iya.. penjahat yang tadi juga butuh bantuan.” Pikir asep. “penjahat itu punya kebutuhan. Mereka mencuri bukan untuk memperkaya diri, mereka hanya mencari makan. Mencari makan dengan cara yang memang salah dan resikonya dapat hukuman. Masalah utamanya adalah banyaknya koruptor yang memperkaya diri, tidak peduli pada rakyat kecil yang butuh makan. Jadi, yang salah paling besar bukanlah pencuri di jalanan, tapi pencuri berdasi yang resmi. Mereka pintar namun tidak mau membantu yang bodoh. Suatu saat nanti aku akan jadi pejabat, semoga aku bisa mengobati ini semua. Untuk sekarang aku belum mampu. Aku masih harus belajar semaksimal mungkin.” itulah beberapa hal dia catat. Dia telah kembali ke kota, semakin banyak pengetahuan dan permasalahan yang dia temukan. Permasalahan yang semakin menumpuk di buku catatannya. Semakin hari semakin banyak, hanya terselesaiakan beberapa masalah kecil di kehidupan pribadinya.
261 Bab 23 Catatan-catatan seiring waktu berlalu, ada banyak hal yang mengisi ruangnya. Asep terus mencatat hal-hal penting. Dia selalu berusaha untuk lebih memahami lingkungannya. Semakin banyak catatan yang asep buat, buku kecil itu pun hampir penuh. “kriminalitas semakin meningkat, bahkan sudah semakin berkembang dan kejam. Para pelakunya sudah tidak segan-segan lagi membunuh, menghancurkan ciptaan Tuhan. Sangat disayangkan karena kebanyakan yang menjadi korban justru adalah orang-orang yang pas-pasan, yang tidak punya kunci rumah, atau jendelanya tidak pakai teralis. Ketika orang-orang pas-pasan itu menjadi korban pencurian, maka bisa jadi mereka akan berubah menjadi pencuri baru yag lebih kejam. Manusia mudah berubah karena rasa sakit. Manusia penuh dengan rasa dendam. Manusia sangat ingin bahagia. Ketika banyak penjahat berkeliaran, maka semua hal dalam lingkungan akan semakin patut untuk dicurigai. Seorang yang bertanya jalan akan dicurigai sebagai tukang gendam. Seorang yang membelikan es krim akan dicurigai sebagai penculik. Seorang asing yang butuh bantuan akan dicurigai sebagai penipu. Akan ada banyak kecurigaan. Kemudian manusia akan lebih mengasingkan dirinya, tidak saling membantu. Televisi dan berita di semua media
262 masa akan membuat hal-hal ini menjadi biasa, menjadi semakin akrab di telinga. Mutilasi yang tadinya terdengar sangat menyeramkan kini telah menjadi biasa. Bangsa yang dulu dikenal ramah suatu saat nanti akan dikenal sebagai bangsa pemarah. Masalah ini sangat besar, aku harus menjadi seorang presiden, seorang ustadz sekaligus seorang rakyat, agar manusia-manusia yang butuh makan itu tidak bertindak nekat.” “ada gerombolan manusia primitif di bangsa ini, bahkan mereka yang mengaku elit. Mereka meletakkan kebenaran sebagai hak golongan. Melihat perkara dari satu pihak, menghakimi seakan paling benar. Mereka mengelompokkan diri. Geng, partai, tukang pukul yang membela anggotanya yang disakiti kelompok lain. mereka tidak peduli siapa yang salah, karena mereka berada disisi golongan, bukan disisi kebenaran. Aku harus memperbaiki pola pikir mereka. aku harus menjadi orang yang kaya, aku bangun sebuah perpustakaan di tiap desa. Ada banyak buku-buku tentang kebaikan, tentang cara pandang, tentang menghargai pendapat, tentang manusia dan hak orang lain, tentang cara berdiskusi. Aku akan membuat manusia-manusia itu menjadi lebih manusiawi. Ini memang sulit, tapi ini tidak mustahil!” “para remaja pemalas sangat senang dengan dunia dunia hiburan. Sebenarnya mereka merasa puas dengan sebungkus kacang dan sebatang rokok,
263 mereka menyetop perkembangan otak dengan berlama-lama dalam kesia-siaan. Mereka hidup dalam kebebasan dan semangat yang bodoh. mereka marah ketika budaya bangsa dicontek bangsa lain, tapi justru tidak marah ketika bangsa dikotori oleh budaya buruk bangsa lain. mereka bodoh! mereka contek habis sek bebas, gaul bebas, tontonan bebas, baju bebas, serba bebas. Ini masalah yang besar, remaja bangsa ini salah mencontek. Mereka mencontek amerika yang rakyatnya sudah kaya. Rakyat amerika bisa membeli rok mini tanpa ngutang, mereka bisa membiayai bayi tanpa harus berhenti belajar, mereka bisa berobat AIDS tanpa harus mencuri. Tapi beda dengan remaja bangsa yang masih miskin ini. mereka merengek pada orang tua, minta HP terbaru, minta baju terbaru, mereka hamil diluar nikah, ada pembunuhan, aborsi, pencurian demi penghargaan cinta, dsb. Pada akhirnya yang miskin akan semakin miskin dan yang kaya tidak pernah peduli. Aku harus merubah sistem pendidikan di bangsa ini. kurangi kekakuan antara guru dan murid, kurangi sifat mencolok yang dimunculkan si kaya, perbanyak nasihat-nasihat dalam tiap pelajaran, bahkan dalam pelajaran matematika. Jangan terlalu banyak soal-soal baku yang membuat otak menjadi kotak, membuat hati menjadi mati. perbanyak tugas membaca, beri mereka buku wajib. Buku tentang kebaikan, tentang kebebasan yang baik, tentang cara bergaul dan memberi. Itulah yang dibutuhkan bangsa ini.”
264 “bangsa ini sangat indah, ada banyak makhluk untuk berbagi di dalamnya. Ada potensi besar di dalam bangsa ini, Seekor semut pun masih bisa hidup di tengah beton dan aspal, entah bagaimana cara dia membuat lubang. Aku sangat bahagia bisa dilahirkan di sini, bangsa yang sangat kaya. Namun Kebahagiaan ini dipeluk erat kesedihan. Entah kenapa semakin hari keadaan bangsa ini justru semakin memburuk. Apakah aku yang salah memahami mereka, atau mereka yang tidak memahami dirinya. Pemimpin tidak punya leher, sedangkan rakyat masih memujanya. Pendidikan selalu diukur angka, mereka puas dengan Index prestasi 3,99, sedang lupa pada akhlak yang mulia, lupa pada lingkungan sekitarnya, pada akhirnya mereka hanya menjadi orang pintar yang mengeruk harta, pemeras rakyat jelata. Orang-orang pintar di bangsa ini pun sebenarnya tengah dibodohi oleh orang-orang yang lebih pintar dari bangsa lain, mereka merasa untung padahal tengah bangkrut. Bangsa ini mencaplok sistem yang membatasi perkembangan, memberi peraturan dan perjanjian yang merugikan. Entahlah, aku belum yakin. Tapi nanti aku akan paham tentang semua ini. aku akan menjadi orang yang pintar! Tunggu aku bangsaku, suatu saat nanti aku yang akan memimpinmu!”
265 “ada banyak penegak hukum yang melanggar hukum. Hukum menjadi mainan di tangan mereka. dijadikan alat pemeras dan pembodoh rakyat yang tidak berpendidikan. Jaksa dan polisi sama saja dengan partai, grup, golongan, yang mengelompokan diri dalam sebuah badan resmi. Mereka sama sekali tidak membela kebenaran, mereka tidak berada disisi kebenaran, mereka berada di sisi golongan. Mereka itu orang-orang bodoh dalam kepintarannya. Mereka itu orang-orang yang tidak bernorma dalam agamanya. Masalah ini lebih rumit dibanding dengan masalah kriminalitas. Karena masaah ini halus meski kasar, tersusun rapih meski tidak terarsipkan. Suatu saat nanti aku akan menjadi pemimpin bangsa ini. akan kubuat sumpah jabatan yang baru. Setiap penegak hukum akan bersumpah bahwa dia siap dipenggal jika mempermainkan keadilan, siap dihujat dalam pengadilan Tuhan, siap masuk neraka. Meski hukuman mati itu tidak mengobati secara langsung, setidaknya aku akan mengurangi para pemeran setan di atas sandiwara bangsa ini.” “bangsa ini selalu dididik untuk menjadi pengemis, Sampai-sampai pemerintah pun sangat senang menyantuni rakyat dengan dasar kemalasan. Rakyat yang masih bodoh dan miskin tidak akan menjadi lebih baik dengan uang 300 ribu rupiah. Justru mereka akan semakin tidak malu untuk mengaku sebagai miskin, merengek-rengek di kaki penguasa. Masalah ini mungkin tidak sesimpel yang terlihat. Para penguasa bangsa ini sepertinya memang sengaja
266 membuat rakyat tetap miskin dan bodoh, agar mereka mudah memperdaya rakyat yang perutnya sedang lapar, agar mereka tetap duduk diatas dan menginjak rakyat tanpa dihakimi sebagai penjahat oleh rakyat, rakyat yang masih bodoh. Aku harus membuat sebuah tempat yang bisa mendidik rakyat menjadi lebih baik. Aku akan buat sebuah stasiun televisi yang khusus mengenalkan tentang pemerintah, perkembangan bangsa, kelebihan dan kekurangan yang sedang dihadapi pemerintah. karena pers sekarang juga dimiliki oleh para penguasa, maka tidak heran jika ada subjektifitas dalam tiap pembawaan berita mereka. aku harus membuat komite khusus untuk mengenalkan bangsa ini dan pemerintahannya kepada rakyat.” “PSSI adalah contoh lain bentuk pembelaan yang berlebihan terhadap golongan. Sama dengan polisi, kejaksaan, bahkan terkadang juga agama. Setiap individu yang katanya memiliki kebebasan berbicara sepertiya lebih senang membunuh nuraninya dan menjadi antek pemimpin serakah. Semuanya karena uang. Demokrasi atau kebebasan bicara tidak mungkin tercipta jika mulut yang hendak bicara masih terancam tidak bisa makan, terancam terkena PHK atau kriminalisasi. Aku harus memberhentikan semua petinggi yang sama sekali tidak punya visi yang kuat, yang tidak punya misi untuk memperbaiki masalah, yang justru senang menyembunyikan masalah dan duduk ditempat aman yang kotor. Akan aku ganti mereka dengan orang-orang yang merasa
267 cukup dengan harta. Punya keberanian, tidak usah terlalu pintar bicara, tapi pintar bekerja. Pemimpin yang punya rasa sebagai yang dipimpin, bukan pemimpin yang selalu merasa berhak untuk dibela, bukan pemimpin yang cengeng dan alergi dengan teguran. Pemimpin yang baik akan membuat orangorang yang di pimpin itu merasa nyaman untuk berbicara, mengemukakan pendapat, bahkan menegur.” “neraca alam semesta sudah tidak seimbang. Dihitung dengan metode apapun pasti akan sulit untuk mencapai titik keseimbangan. Karena ada satu variabel yang terbaru, yang tidak mampu menyesuaikan dengan yang lain. variabel itu adalah manusia, manusia yang tidak mampu menyeimbangkan hati dan akalnya, hingga tidak selaras dengan alam. Entahlah. Masalah ini akan sulit untuk dicarikan jalan keluar, harus ada kesadaran dari tiap individu. Dan memberikan kesadaran itu tidak mudah jika manusia justru menutup jalannya.” “Prof. Dr. Ir. SH. MA. MM. Lc. Phd. Dan lain sebagainya gelar berderet. Memberi kebanggaan tersendiri bagi pemiliknya. Namun kebanyakan dari mereka sama saja dengan orang bodoh lainnya. Mereka pintar, mereka disegani, namun kepintarannya yang besar itu sama sekali tidak membuat bangsa ini jadi pintar dan disegani oleh bangsa lain. ilmu mereka banyak, namun tidak mau berbuat banyak, hanyut dalam kebanggaan diri. Aku
268 tidak butuh semua gelar itu. karena aku adalah muhammad ali, lantang dan berani meski sendiri. Karena aku adalah mahatma ghandi, bijak dan penuh keyakinan meski dalam tekanan. Aku tidak butuh penghargaan orang lain, aku tidak peduli pesimisme orang lain terhadapku. Aku yakin, suatu saat nanti aku akan jadi orang yang berbuat banyak. Aku akan berdiskusi dengan khomeini. Aku akan berdiskusi dengan rockefeller. Aku yakin aku akan jadi seorang yang besar, aku mampu merubah bangsa ini dengan kebaikan itu sendiri, bahkan aku bisa merubah dunia ini. Catatan ini takkan hilang. Ingat ini sep! ingat semangat ini!” “Bank syari’ah hanya beda dalam halal dan haram. Sedang kontribusinya untuk lingkungan tidak terasa, atau mungkin aku yang tidak tahu, tapi bisa jadi mereka sama saja dengan yang lainnya, mencari keuntungan pribadi. Harus ada semangat islam dalam Bank konvensional, dan hilangkan Bank islam yang bersemangat kapitalis. Hapuskan sistem bunga yang membuat perekonomian naik turun tanpa kepastian. Lebih baik lagi jika aku hapuskan jual beli “uang” di bursa saham, yang membuat uang menjalar di kabel dan udara, tak pernah menyentuh tanah. padahal orang miskin itu pasti mainnya di tanah.” “papua, oh papua. Korban jargon “budaya”. Mereka dibiarkan terbelakang dengan alih-alih menjaga ciri khas daerah dan kekayaan budaya indonesia. Mereka menari telanjang dada, perut buncit, berkubang
269 dengan kebodohan. Mereka dibiarkan! Atas nama “kebudayaan yang dijaga”. Aku harus hadirkan pengetahuan di sana, aku akan berikan penerangan juga, aku akan menghargai mereka yang cinta akan bangsanya. Tunggu aku wahai papuaku.” Semakin hari asep semakin yakin dengan tujuan hidupnya. Dia bersungguh-sungguh untuk mewujudkan impiannya itu. meski dia terkadang merasa kesepian dalam pergaulannya, karena pemikirannya itu belum terjangkau oleh temantemannya. Dia sering mencari teman diskusi atau teman berbagi cerita, namun kebanyakan temannya enggan. Ada kesepian dalam kebenaran, karena keburukan sudah berbentuk keramaian. “ada banyak hal indah di dunia ini, ada banyak harapan. Hati sungguh mudah menangkap warna cinta. Namun akan sulit ketika harus menerjemahkannya ke dalam bahasa perbuatan. Karena itu, lebih baik simpan rasa cinta dalam hati, terjemahkan semampunya dalam perbuatan. Daripada diucapkan dengan lidah namun justru tidak mampu membuktikannya sama sekali. Hanya menjadikan hidup semakin terkekang dalam rasa sayang yang sempit, pun jadi mudah menyakiti orang lain. ucapan sering membuat sebuah batasan atau ikatan, maka kurangilah berbicara, biarkan segala kebaikan tercerminkan dalam perbuatan, tersimpan dalam hati setiap orang yang menyadari.”
270 “bangsa ini punya potensi. Dia besar. Dia surga dunia. Seorang arab pasti menyangka telah di surga jika dia melihat tanah bangsa ini. Lihatlah betapa kaya tanah bangsa ini, hanya saja ada segelintir orang yang serakah. betapa rakyatnya cinta perdamaian, hanya saja ada segelintir orang yang merusaknya. Betapa perbedaan telah menjadi perhiasan yang indah, hanya saja ada segelintir orang yang menodainya. Betapa banyak manusia jenius, hanya saja ada segelintir orang yang membuat mereka tidak betah. “Segelintir orang” itu adalah orang yang sama. Betapa aku yakin bahwa bangsa ini akan menjadi hebat kembali, meski aku belum siap menghadapi segelintir orang itu. karena mereka terorganisir dan kuat, wajah mereka tersembunyi, dan tangan mereka menggenggam belati. aku sendirian saat ini, aku harus membangun kekuatan untuk mengalahkan mereka. mereka itu kegelapan.” “bangsa ini punya semangat, bangsa ini punya jati diri, bangsa ini kaya sumber daya alam. Bangsa ini bukanlah pengecut. Besar-kecil bangsa ini, kuatlemah bangsa ini, Semua tergantung siapa yang memimpin, karena pada dasarnya bangsa ini mudah untuk diarahkan. Rakyatnya murah senyum dan berbaur dalam perbedaan, alamnya kaya hingga rumputpun tumbuh di samping trotoar. Bangsa ini butuh gebrakan semangat! Jika semua tidur, maka aku yang masih terbangun. Aku akan bangkitkan bangsa ini!”
271 “Bangsa ini adalah seorang pemuda yang overweight. pekerjaannya hanya makan, kini untuk berjalan saja kesulitan. Sedangkan tetangganya adalah bocah kecil yang lincah, mereka bermain, belajar, dan sesekali menjaili bangsa ini. pemuda ini terlalu gendut hingga tak bisa berlari mengejar lincahnya bocah yang nakal. Pemuda ini punya banyak makanan di kulkas, juga punya banyak lahan di belakang rumah. Sekarang dia harus sadar, cukup sudah makan makanan instan dari kulkas! Sekarang saatnya dia berkebun, gunakan tenaganya, barulah dia makan. Dia harus Bergerak! Bergerak! Agar tubuhnya menjadi atletis dan kuat. Agar dihormati, punya harga diri. Bahkan seekor harimau pun akan bersembunyi menatap matanya.” Bab 24 Malam renungan, siang perpisahan Malam itu asep baru saja selesai belajar. Buku-buku masih berserakan dan dia sudah mulai mengantuk. Dia memutuskan untuk mengambil air wudlu dan bersiap-siap tidur. Setelah selesai bersuci asep kemudian membaringkan tubuhnya keatas tempat peristirahatan. meluruskan kakinya, menghadapkan wajahnya ke atap rumah. Lalu menjalankan kebiasaannya ketika hendak tidur, yaitu merenungi hidupnya secara lebih mendalam.
272 “badan ini semakin tua.. tidak lama lagi lulus, setelah itu mungkin kuliah atau mungkin kerja.. tapi harus merawat nenek dulu.. aku tidak bisa membiarkan dia sendirian dalam masa tuanya.. tapi sampai kapan? Hhh.. harus memikirkan ini semua.. tapi kali ini jawabannya belum aku temukan.. semakin lama aku di sini, semakin merasakan perbedaan yang banyak antara kota dengan desa.. aku juga menemukan masalah yang banyak dan tidak terselesaikan.. masalah-masalah itu jika dikumpulkan maka pasti membuatku sangat pusing.. kapan aku bisa menyelesaikan masalah-masalah itu.. ..sebenarnya sumber utamanya adalah tidak adanya kepedulian.. menyepelekan permasalahan karena hanyut dalam kesenangan dunia.. yaa persis lah seperti yang diucapkan nenek.. ..persis juga dengan yang diucapkan ummi, hati orang-orang itu mulai keras.. mulai lupa dengan asalnya sebagai manusia, kini mulai berubah menjadi setan.. yaa itulah masalahnya.. hati itulah kunci masalahnya.. banyak orang pintar dan kaya namun tidak menggunakan hatinya dengan benar.. hatinya penuh dengki.. hatinya mulai ditanggalkan.. iya betul.. hati ini adalah indera ke-enam yang dimiliki manusia.. Lewat hati inilah aku bisa mengenal Tuhanku.. lewat hati ini aku bisa merasakan keberadaan manusia lain.. lewat hati ini aku bisa merasakan kepedulian.. bukan hanya aku, tapi seluruh manusia.. lewat hati, manusia bisa membedakan baik-buruk.. hati ini harus terus digunakan sep! Hhh.. tubuh ini sama sekali tidak berguna kalau hati ini tidak digunakan..
273 meskipun sepi sekali rasanya tubuh ini, namun, aku yakin suatu saat keramaian akan menyambutku. Iyaa.. keramaian yang indah.. bagianku ada di surga.” pikir asep. Asep membuka kembali buku catatannya. Dia menulis beberapa baris catatan. “hati itu tidak butuh aktivasi, tapi dia bisa mati. Harus dijaga, harus diasah agar peka. Harus ditempa agar kuat menjalani penderitaan, agar paham penderitaan yang dirasa orang lain. Hati harus banyak berdo’a agar tidak lupa pada penciptanya. Hati itu ada, namun kebanyakan orang melupakannya. Aku belum mampu memperbaiki permasalahan ini, ini diluar kemampuanku. Seorang ustadz pun pasti kesulitan mengobati hati seorang manusia jika orang tersebut tidak punya kemauan yang kuat untuk menemukan hatinya kembali. Kebanyakan hati manusia telah dikuasai oleh hawa nafsunya sendiri.” “aku harus menjadi pemimpin bangsa ini agar mampu merubahnya menjadi lebih baik. setidaknya agar bangsa ini tidak bodoh dan serakah, seperti lalat yang tenggelam dalam semangkuk susu. Jika aku bisa jadi pemimpin bangsa ini, biarlah aku terlihat dzalim di mata rakyatku yang bodoh, yang pasti aku ini baik dan tidak membodohi mereka.” pikir asep.
274 Asep menutup buku catatannya, membaringkan tubuhnya di peristirahatan, memanjatkan do’a kepada penciptanya lalu dia tertidur dengan nyenyak malam itu. *** Satu huruf dari seribu rumusan, mampu dibaca namun sukar digunakan. Satu kata dari seribu pembahasan, mampu dimengerti namun sukar dituliskan. Cahaya yang berangkat dari timur hijrah ke barat, menemani seorang yang mencari pengetahuan dari penglihatan. Telah banyak yang asep pelajari semasa sekolahnya, sekarang dia menghadapi hari perpisahan dengan perpustakaan tersebut. Dia akan menyambut gudang ilmu yang lebih besar, yaitu alam semesta. Tidak ada batasan akan hal yang bisa dia baca, kecuali membaca rupa Sang Pencipta. Ujian nasional sudah lewat, kelulusan sudah didapat, namun ada lagi satu kebiasaan baru yang dia dapat dari warga kota, yaitu acara perpisahan sekolah. Pesta perpisahan sekolah itu disiapkan dengan rapih. Semua siswa yang lulus pada hari itu akan tampil dengan pakaian yang rapih pula. Mereka akan diperlakukan layaknya orang yang sudah sukses besar, ada kebahagiaan, rasa haru dan bangga akan kelulusan yang didapat. Laki-laki akan menggunakan celana hitam panjang, kemeja putih berdasi dan
275 dibalut dengan jas hitam yang gagah. Perempuan akan menggunakan baju yang lebih bervariasi, mereka hanya diharuskan untuk memakai baju kebaya, dengan warna dan gaya yang bisa mereka pilih sendiri. Asep duduk di samping kang jalal yang sedang duduk di beranda depan rumah. “abi! asep sama nisa kan ada perpisahan sekolah. Nah terus harus pake jas sama sepatu hitam yang kaya punya abi itu. sebenarnya aku malu ngomong ini sama abi, tapi aku juga bingung.” tutur asep. “gampang. bisa diatur. Kamu pake aja sepatu sama jas abi, ada tuh di lemari jarang abi pake, digantung terus. Tapi mungkin sedikit kebesaran.” Ucap kang jalal. Asep tersenyum. “beneran ada abi? ga apa-apa deh kebesaran juga, yang penting kan aku pake.” Ucap asep seraya tersenyum. Dia sangat senang ternyata tidak harus membeli atau meminjam ke orang lain. “coba kamu minta tolong sama ummi, biar nanti ummi yang ambil jasnya.” Ucap kang jalal. “siap! tapi nanti aja deh, kayaknya umi lagi serius masak. terima kasih ya abi.” Ujar asep. Selesailah persiapan asep untuk menyambut hari penting itu. ***
276 3 hari kemudian. hari yang ditunggu ahirnya tiba. nisa hari itu terlihat cantik, dengan balutan kebaya putih dan kerudung yang ditata dengan rapih, terlihat bercahaya dan bersih. Asep juga terlihat lebih gagah dibanding biasanya, meskipun terlihat sedikit janggal dengan jasnya yang kebesaran. Saat itu sudah mulai terlihat kedewasaan di tubuhnya, dia berdiri lebih tegap, berjalan lebih tenang, dengan mata tajam yang sedikit tenggelam di bawah alisnya. Untaian acara diikuti oleh asep dan temantemannya, hingga tiba pada acara akhir. Asep duduk sendirian mengistirahatkan badannya yang kelelahan, sedang nisa dan teman-temannya yang lain sibuk berbincang kata-kata perpisahan. Saat itu asep memperhatikan sekelilingnya. Dia melihat tia yang sedang berbincang-bincang dengan teman-temannya. Dia ketika itu menggunakan kebaya putih dengan rambut yang rambut yang ditata sangat rapih. Dia terlihat paling mrncolok diantara perempuan lain yang ada di sana. Asep memperhatikan tia. Dia melihat tia seakan telah tersihir oleh kecantikan wanita itu. “hmm.. hari ini dia terlihat berbeda, dia cantik.. senyumnya juga terlihat sangat manis.. hmmmmm.. kayaknya aku bisa beneran suka nih ma dia..” pikir asep. Entah warna dari mana yang tiba-tiba hinggap di tubuh tia sehingga dia memancarkan keindahan
277 yang membuat asep terlena. Entah bidadari surga mana yang sempat-sempatnya bermain dengan manusia, dia berbincang di ruang sana dan tertangkap oleh mata seorang pria muda. Entah model dari mana yang kabur dari catwalknya, menampakkan tubuh indahnya pada seorang pemuda yang sedang kesepian di sudut hatinya. Asep terus memandang tia, menatap seakan kehilangan kesadarannya. namun asep kembali mampu berpikir dan merenungkan apa sebenarnya yang dia rasakan itu. apakah itu nyata atau kah lagi-lagi hanya ilusi. Seperti halnya padanya ketika melihat vita. “dia itu cantik... iya dia itu cantik! aaaahh.. jenis pikiran bodoh apa ini.. dengar asep, dia bukan siapasiapa! Hanya seorang wanita yang terlihat cantik karena nafsumu! Kuasai diri asep! ...tapi dia beneran cantik juga sih... senyumnya beneran manis.. aaaaaah ga biasanya aku kayak gini.. aku harus pergi dari suasana ini!” pikir asep. Asep menundukkan pandangannya. Dia mencoba kembali menenangkan diri. Dia mencoba keluar dari dirinya yang sedang hanyut dalam rupa indah seorang wanita. Dia mengamati perasaan itu dengan pikiran yang jernih, mencoba menguasai hal yang sedang terjadi. Asep tetap tertunduk, mencoba berpikir sejernih mungkin.
278 ”sekarang, apa pentingnya lama-lama liatin dia? Dia bukan siapa-siapa, hanya gadis muda.. lalu apa anehnya dengan seorang gadis muda.. ga ada yang aneh.. dia cantik? Terus apa pentingnya cantik? Jangan menyempitkan hati.. jangan bermain perasaan.. belum saatnya.. kuasai dirimu.. jangan tumpulkan pikiran.. berpikir.. berpikir.. jangan sempitkan hati.. jangan sempitkan hati.. masih banyak yang harus dibaca dan dimengerti.. iya benar.. benar.. jodohku sudah Tuhan siapkan, jodohku sudah ada, entah sekarang dia sedang memasak, atau sedang tiduran, atau sedang apa saja.. dia ada, di sana. yang pasti belum saatnya aku pikirkan..” pikir asep. Asep tersenyum sendiri. “mungkin ini yang sering dilihat anak-anak muda jaman sekarang.. begitu indah.. pantesan banyak banget yang pacaran.. kecantikan seorang wanita memang membuat hati meronta, ingin rasa memeluknya, ingin memiiki dia seutuhnya.. tia.. dia cantik tapi saat ini kecantikan itu bukan hakku.. aku bukan pemuda lemah yang bisa begitu saja terlena! Iya.. aku bukan lelaki lemah!” pikir asep. “aku bukan mereka! tiap ada yang cantik.. ganteng.. baik.. tertarik.. cinta.. terus pacaran.. berduaan.. pandang-pandangan.. pegangan.. sampe tiduran.. bosen.. berantem.. nangis.. terus putusan.. ketemu lagi yang baik.. pacaran lagi.. pegangan lagi.. liat
279 yang lebih manis.. ganti yang baru.. putusin yang udah butut.. hhhh.. untungnya aku ini tidak sebodoh mereka.. aku bukan mereka! buang-buang masa muda dengan hal itu.. aku bisa mengendalikan diri.. hhh.. benar sep.. ga ada gunanya hidup kaya gitu.. bikin sempit hati! ..suatu saat nanti akan ku rengkuh cinta yang suci, bahkan bidadari surga akan iri kepada isteriku. Akan ku curahkan semua kasih sayang yang kutabung dari sekarang.” pikir asep. Sore harinya dia pulang ke rumah, namun dia tidak bersama nisa. Mungkin nisa pergi main dengan teman-temannya. Beberapa bulan belakangan mereka memang sudah jarang pulang bersama. Mungkin sudah merasa dewasa dan tak lagi butuh teman di jalan. *** “assalmu ‘alaikum ummi.” Salam asep. ibu nisa yang sedang menyetrika baju di ruangan tengah. “wa ‘alikum salam warahmatullah. masuk nak. gimana acaranya? lancar?” tanya ibu nisa. Asep berjalan masuk ke dalam rumah. “alhamdulillah lancar umi. hhh. capek.” Ucap asep seraya masuk ke dalam kamarnya. “nisanya mana?” tanya ibu nisa.
280 “dia tadi pergi sama temen-temennya, dia juga ga bilang mau kemana.” Ujar asep. Dia meletakkan tasnya di lantai dekat meja belajar. “mmm..” gumam ibu nisa. “abi belum pulang ummi?” tanya asep. “tadi dia pulang sebentar, terus berangkat lagi.” Ucap ibu nisa. Ibu nisa menghentikan pekerjaan menyetrikanya. dia mengambil telepon genggam yang ada di kamarnya, kemudian menelepon nisa. Asep yang sedang berada di kamar dapat mendengar suara ibu nisa yang sedang menelpon nisa sambil berjalan ke ruang depan. “assalamu ‘alaikum nisa!” Ucap ibu nisa kepada nisa. “wa ‘alaikum salam ummi.” Jawab nisa. “kamu di mana nak?” tanya ibu nisa dengan suara yang lembut. “aku pergi jalan sama temen. Umi Aku janji ga pulang malem, boleh ya? Ok ok.” Pinta nisa. Dia tahu bahwa ibunya sedang hawatir padanya. “kamu perginya ke mana? Hati-hati.” Ucap ibu nisa.
281 “iya ummi. nisa pergi ke rumah temen, sama tementemen cewek kok, mereka baik-baik semua.” Ucap nisa. “jangan lupa makan ya nak. Awas jangan lupa waktu!” Ucap ibu nisa. “iya ibukuu! assalamu ‘alaikum.” Ucap nisa. “wa ‘alaikum salam warahmatullah.” Ucap ibu nisa. Telepon itu pun berakhir. Suasana di rumah kembali sunyi. Asep sedang duduk dilantai kamarnya yang lumayan dingin, dia tekan juga tombol kipas angin di posisi 2. Kemudian dia mengambil buku catatannya lalau nulis beberapa hal penting yang dia temukan hari ini. “berusahalah sekuat mungkin mengendalikan hawa nafsu. Ketika memandang seseorang, kendalikan diri, jangan terlalu lama memandang jika dirasa akan terlena. memang lebih baik menunduk dari awal.” “seorang ibu hawatir kepada anaknya melebihi rasa hawatir anak itu terhadap dirinya sendiri, karena ibu sudah lebih pintar dari anak dan dia juga lebih penyayang, setiap ibu harusnya seperti itu. menemani kemanapun si anak pergi. Dalam artian bahwa ibu harus selalu perhatian agar anak tidak merasa sendirian ketika dalam kesulitan. Karena itulah
282 seorang ibu baiknya mempunyai pendidikan yang bagus, juga memiliki hati yang lembut.” itulah beberapa catatannya hari ini. “ibu.. seorang ibu itu memang baik, namun kadang kala ada anak yang bodoh, tidak sopan kepada ibunya.. mungkin anak itu rusak karena lingkungan teman-temannya yang tidak baik.. hhhmmm... nenek.. aku rindu nenek.. sudah 4 bulan aku belum pulang.. aku harus pulang. Sekarang aku lulus nek, nilaiku juga bagus.. oh iya, lebih baik aku tunjukkan buku catatanku.. bagaimana ya pendapatnya. Semoga dia bangga padaku.” pikir asep. Cukup sudah meredakan lelah. Asep bangkit untuk menegakkan shalat ashar. Dia berjalan menuju kamar mandi, membasuh saraf-saraf wajahnya yang tegang, membasuh hatinya yang sempat goyah. *** Malam telah kembali menyelimuti. Asep sedang membaca buku di dalam kamar krtika tibatiba nisa mengetuk pintu dan memanggilnya. “aseeep.. ada telepon dari temenmu nih.” Ucap nisa. Asep bergegas bangun dari duduknya. Dia membuka pintu. Nisa pun langsung menyerahkan telepon genggamnya kepada asep.
283 “halo.. maaf ini siapa?” tanya asep. Asep bersandar ke tiang pintu. Sedangkan nisa kembali ke kamarnya. “ini farhan sep!” ucap seseorang diujung lain telepon itu. “ooh farhan. Ada apa han?” tanya asep. “gini loh sep. ada yang ngajakin aku main ke dufan, tapi aku ga ada temen yang akrab. Kamu ikut ya sep!” pinta farhan. “hmm..” gumam asep. Asep terdiam, Dia tidak memberikan jawaban apapun. “yah! pasti mikirnya lama. Jangan kebanyakan mikir sep. ayo ikut lah. Nanti aku yang bayar masuknya. Kita kesana naik motorku aja. Oke oke, ikut yaa. Sekali-sekali hiburan sep, jangan belajar melulu. kamu pasti belum pernah ke dufan kan? hehe” Ucap farhan seraya tertawa. Asep terdiam sejenak, lalu memberikan jawabannya “iya deh, aku ikut.” ucap asep singkat. “sip! Besok jam sepuluhan aku ke rumah kamu sep.” tegas farhan. “hah! Emang besok kesananya?” tanya asep kaget. “besok sep. udah ah jangan dipikirin lagi. Kamu cukup pake baju, soal dana aku yang urusin. Anggap
284 aja ini acara perpisahan kita. Di sana pasti lebih seru sep.” ucap farhan. “oo.. oke deh, besok aku tunggu. makasih han.” Ucap asep. *** Matahari begitu cerah. Asep sudah siap dengan penampilan yang lumayan rapih. Terdengar suara klakson motor farhan. Asep pun bergegas pamit kepada kang jalal dan isterinya. Dia menemui farhan yang sama sekali tidak turun dari motornya. Setibanya di dufan, farhan tidak buang-buang waktu. Dia bergegas mengajak asep membeli tiket dan masuk. Sesampainya di dalam, farhan kemudian membawa asep ke dekat pintu antrian sebuah wahana. Farhan menggenggam handphone-nya seraya mengarahkan pandangannya ke segala penjuru, dia mencari seseorang yang kemarin mengajaknya datang. “nyari siapa han?” tanya asep. “tia sama temennya sep. kemarin aku janjian sama dia di sini, katanya dia sebentar lagi nyampe.” Ucap farhan. “hah! Tia? Kamu kenapa ga bilang kalau kamu main ke sini sama tia?” tanya asep.
285 “karena kalau aku bilang pasti kamu tambah mikir lagi sep. Haha. Udah tenang aja, emang kenapa sih dengan tia? dia juga ga bakal ngigit kok.” Ucap farhan. “haduuuh.. kenapa harus tia lagi. Bisa repot lagi nih otak.. semoga bisa mengendalikan diri.. harus bisa, Amin.” Pikir asep. Dari kejauhan samar-samar terlihat seorang perempuan melambaikan tangannya. Dia menatap lurus ke arah asep dan farhan. Perempuan itu menghampiri asep. Semakin dekat semakin jelas bahwa perempuan itu adalah tia. tia datang bersama seorang temannya yang juga merupakan teman sekelas asep dan farhan, namanya dian. Mereka langsung menyapa asep dan farhan. “maaf ya kami telat. Ga pada sebel kan? Hehe.” Ucap tia. “sebel banget lah. Dari tadi nunggu, katanya udah deket, tapi lama banget datangnya. Bikin esmosi aja, hehe..” Ucap farhan yang diselingi canda. “terus kita mulai dari mana nih?” tanya tia. Dia terlihat sangat cantik hari itu. dengan kaus berwarna krem dan celana pendek yang terlihat santai, rambutnya dia biarkan terurai. “langsung aja kita naik yang ini dulu.” Ucap dian. Saat itu mereka tengah berada di depan wahana yang
286 bernama “pontang-panting”. Mereka pun langsung masuk antrian. Perlahan kekakuan pun mulai mencair. Canda dan tawa memenuhi tiap obrolan mereka. cukup lama mereka mengantri, hingga giliran mereka untuk naik wahana tersebut akhirnya tiba. wahana tersebut berbentuk seperti cangkir-cangkir besar yang bisa dinaiki. Asep duduk di samping farhan, di sisi lain cangkir itu atau di hadapan mereka, ada tia dan dian yang juga duduk berdampingan. Wahana mulai dijalankan. Cangkir itu berputar dengan cepat dan semakin cepat. Terlihat ada wajah-wajah yang ketakutan, ada pula yang justru terlihat sangat senang. Farhan yang biasanya sangat pendiam jika di dalam kelas, kali ini dia berteriak keras. Tia juga berteriak, wajahnya terlihat lebih cantik dari biasanya, ada aura keceriaan yang terpancar. Sedangkan asep yang juga sangat senang, tetap berusaha untuk tidak memandang tia, dia tidak mau kembali tersilaukan oleh kecantikan tia. Sang operator dengan piawai berinteraksi dengan para pengunjung. Putaran demi putaran dimainkan. Hingga saatnya usai. Mereka turun dari wahana itu dengan ceria, meskipun terasa sedikit pegal di leher mereka. mereka melanjutkan langkah kaki mereka menuju wahana berikutnya. “apakah salah jika aku mengagumi kebaikan seseorang? ..tidak. lalu apakah salah jika aku
287 mengagumi kecantikan seseorang? ..hmm.. tia sangat cantik, dia juga baik. Apakah aku salah jika mengaguminya? Yang tidak boleh itu kan melanggar aturan agama.. sungguh, Tanganku ini tidak menjamahnya, mataku ini tidak memandangnya, mulutku ini tidak menciumnya, lidahku ini tidak merayunya.. hanya hatiku ini yang mengaguminya.. kagum kepada ciptaan Tuhan yang sangat indah. Entahlah.. perasaan ini sedikit berbeda dengan perasaan ketika bertemu dengan vita.. aaarrgh, susah sekali untuk tidak tergoda. Wanita itu menggoda meskipun mereka diam.. mereka menggoda.” Pikir asep. Kali ini mereka mengantri untuk naik sebuah wahana yang bernama “kora-kora”. Bentuknya adalah perahu yang besar layaknya perahu sungguhan yang ada di lautan. Perahu ini diayunkan di udara, menciptakan ketegangan seperti hendak jatuh dari ketinggian. Giliran mereka tiba. farhan masuk lebih dulu, disusul asep, kemudian tia, lalu dian. Mereka duduk berdampingan dalam satu baris. Asep yang baru pertama kali duduk sedekat itu dengan perempuan merasakan panik yang teramat sangat di dalam hatinya. Ada sedikit penolakan dalam dirinya, namun ada pula sebagian kacil hatinya yang justru bergetar merasakan kebahagiaan. Hatinya kembali diterkam cinta, cinta yang berusaha dipungkiri oleh penjaganya. Ketika wahana itu mulai dijalankan,
288 mereka semua menjerit. tia bahkan sampai histeris, dia menggenggamkan tangannya ke tangan asep. “tangan tia.. aduuuh.. tolong lepaskan ti..” pikir asep. Asep sibuk dalam pikirannya sendiri. Hatinya bahkan melayang lebih tinggi dibanding wahana itu. melayang merasakan sesuatu yang baru dia temukan. Menemukan kecintaan terhadap keindahan perhiasan dunia, yaitu wanita. Namun dia tetap berusaha menguasai dirinya yang sebenarnya sudah terlena. Sesaat setelah wahana itu berhenti. Tia menyadari bahwa tangannya sudah menggenggam lengan asep. Dia langsung menarik kembali tangannya, menundukkan pandangannya seraya berkata “maaf sep.. aku tadi megang kamu.”. Asep terdiam mendengar ucapan tia. Ucapan itu terdengar sangat menyejukkan. Sangat lembut membelai ke relung hati terdalam. Asep semakin terbang dalam lamunannya. Dia kembali sadar ketika farhan menegurnya untuk segera turun. Asep beranjak dari duduknya seraya membalas ucapan tia, “ga apa-apa ti.” Ucap asep. Dia masih menundukkan pandangannya, tak berani untuk memandang tia. Wahana demi wahana mereka naiki. Hari itu benar-benar menjadi hari yang sangat menyenangkan. Mengugguratkan sebuah cerita manis yang suatu saat nanti mungkin akan kembali
289 diperbincangkan. Mereka membawa pulang sejuta senyuman yang tersimpan dalam hati mereka. hari itu adalah perpisahan yang indah. *** Asep sudah kembali pulang. Dia mengistirahatkan tubuhnya yang kelelahan. Namun pikirannya masih enggan mengambil jeda untuk diam. Dia masih terus memikirkan banyak hal. “perpisahan yang indah.. hhh.. farhan sangat baik. tia juga sangat baik meskipun dia bukan muslimah. Aku yakin bahwa hatinya sudah berkerudung, hatinya lebih lembut dibanding orang-orang yang berkerudung namun hatinya munafik. Semoga Allah menentukan jodoh yang baik untukku.. terima kasih ya Allah, Engkau telah memberikan rasa cinta manusia ketika saatnya untuk berpisah. Perpisahan ini adalah kebaikan. Jika semakin lama aku dekat dia, aku pasti bisa benar-benar terlena.” Pikir asep. Dia mengambil buku catatannya. Lalu menulis beberapa baris temuannya hari ini, diaduk dengan beberapa pengetahuannya yang lalu. “rasa sayang itu meluap-luap dalam hati, ia ingin tercurah. Namun batasi rasa itu, biarkan dia mengalir dengan lembut, jangan sampai menerjang norma. Jangan pula lidah berucap cinta ketika jiwa ini masih muda, karena hati belum mengerti arti kasih yang tanpa pamrih. Aku belum mampu mengasihi tanpa
290 pamrih, namun aku masih terus belajar. Suatu saat nanti aku pasti paham, aku akan curahkan kasih tanpa pamrih, layaknya ibu yang merawat anaknya, tanpa keluhan tanpa rasa terpaksa. Akan aku hapus tipuan yang berjubah ajaran kasih sayang, yang selalu mengharap imbalan.” Asep meletakkan kembali buku catatannya. kemudian tertidur. Menghampiri mimpi-mimpi yang sudah menanti jiwanya untuk menari. Bab 25 Ayah, aku dan anakku Hari ini adalah 17 agustus. Di hari kemerdekaan ini banyak sekali anak-anak sekolah yang berkumpul di lapangan sepak bola, atau lapangan yang besar. Mereka akan melaksanakan upacara bendera sebagai bentuk penghormatan kepada jasa para pahlawan. Hari ini biasanya diisi oleh perlombaanperlombaan yang menarik. Ada canda dan tawa di setiap sudut kota hingga pedesaan. Mereka bercambur-baur. Pada hari itu semua orang merasa bangga pada bangsanya yang merengkuh kemerdekaan lewat perjuangan.
291 Asep berdiam diri di kamarnya. Dari pagi hingga sore menjelang dia sama sekali tidak keluar dari kamarnya. Nisa yang baru pulang dari acara perlombaan di sekitar rumahnya merasa aneh dengan perilaku asep. Dia lalu menegur asep. Nisa mengetuk pintu kamar asep. Lalu berkata “sep! kok di kamar terus, kamu ga ikut panjat pinang?” Asep membuka pintu kamarnya. “kenapa kamu bahagia nis?” tanya asep. “harusnya aku yang nanya. Kenapa kamu kelihatannya sedih?” nisa balik bertanya kepada asep. Asep sangat murung. Di wajahnya terpendam kesedihan yang sepertinya hendak meledak. “aku mau cerita sesuatu sama kamu nis!” ucap asep. “Cerita aja langsung.” Jawab nisa. Asep menarik nafas sangat dalam. dia kembali ke tempat ranjangnya, dia duduk dipinggir ranjang dan memandang nisa yang berdiri dekat pintu, lalu berucap “apa yang kamu pahami tentang kemerdekaan? Proklamasi? perjuangan?” Nisa terdiam sejenak. Dia heran dengan tingkah laku asep. Di tahun-tahun sebelumnya asep masih merayakan 17 agustus-an seperti biasa, namun kali ini asep terlihat berbeda. “aku tidak begitu paham sep. mungkin perjuangan itu kan jalannya sep, terus proklamasi itu pernyataan resminya.” Ucap nisa.
292 “setelah merdeka seperti sekarang ini, kenapa ‘perjuangan’ kita terhenti, justru hanya ‘pernyataan’nya saja yang kita banggakan?” ucap asep. “maksud kamu sep?” tanya nisa kebingungan. “aku sedih nis. Kali ini aku melihat upacara bendera hanya sebagai rutinitas yang tidak bermakna. Selama ini kita hormat pada sebuah kain merah putih, bukan pada arti merah putih itu. Aku melihat perayaan kemerdekaan hanya hiburan bagi yang dibodohi para penguasa. Aku sedih karena di luar sana mereka tertawa tanpa sadar mereka semua dibodohi.” Asep terdiam sejenak, dia menghela nafas, “aku ingin kalian semua sadar. Aku ingin kalian semua merasakan yang aku rasakan. Tidakkah kamu hawatir pada bangsa ini nis? Tidakkah kamu melihat kerusakan yang semakin besar?” sambung asep. “aku...” nisa bingung harus menjawab apa. Dia hanya terdiam. “aku mengajakmu nis. Mari kita berpikir dengan luas. Jangan lagi mempersempit hati kita hanya untuk seorang pacar, perluaslah nis, cintai bangsa ini. pahami bangsa ini yang tengah menjerit. Apa kamu tidak dengar suaranya yang keras?” “sep.. di negara ini sudah ada pemerintah yang mengatur. Pemerintah juga pasti sudah berusaha sebaik mungkin. Bangsa ini besar sep, sulit untuk
293 membangunnya. Aku juga sedih seperti kamu, tapi apa yang bisa kita lakukan?” Ucap nisa. “berhenti merayakan agustus-an! berhenti hormat pada merah putih! Jika itu semua hanya semangat buatan. Berhenti memilih pemimpin yang asing. Nis! Apa kamu pernah mendengar seorang presiden berkata bahwa bangsa ini sulit untuk dibangun? Tidak nis, tidak ada seorang presiden pun yang berkata seperti itu. kenapa? Karena sebenarnya mereka sadar bangsa ini bisa dibangun, hanya saja mereka tidak mau. Kamu lihat nis! Ngurusin sungai saja bangsa ini kelabakan. apa masuk akal? Orangorang pintar seperti mereka tidak mampu membuat sungai lebih dalam dan menyudahi banjir tiap tahun, apa itu masuk akal nis!? Mereka bukannya tidak mampu, bukan kesulitan, mereka hanya tidak mau!! Di luar sana masih banyak yang kesulitan mencari makan!” ucap asep dengan emosi yang membludak. Tertumpah sudah tekanan pikiran yang sejak lama tertahan. lanjut dia berkata “mungkin tidak banyak yang bisa kita perbuat sekarang. Tapi aku ingin kita semua sadar bahwa kita masih dalam peperangan.” Mereka berdua terdiam. Nisa terus memandang asep yang sedang menunduk. “aku paham sep..” ucap nisa. “maaf jika kata-kataku terdengar kasar. Aku hanya merasa sangat asing di dunia ini. kenapa hanya sedikit orang yang berpikir sepertiku? Ya sudah nis.
294 Terima kasih sudah mau mendengar ocehanku.” Ucap asep. “aku bangga padamu sep. teruskan perjuanganmu. Aku pasti selalu mendukung.” Ucap nisa. “ini perjuangan kita nis. Bukan cuma aku. Semua penghuni bangsa ini harus mulai bangun dan berjuang kembali.” Ucap asep. “iya sep.. maksudku seperti itu.” jawab nisa. “generasi tua sudah sulit untuk diandalkan. Kita siapkan kursi roda yang nyaman untuk mereka. sekarang saatnya kita yang memimpin. Kita yang punya kesadaran!” ucap asep. “ya sudah sep, aku mau kembali ke kamar. Mungkin aku juga butuh sedikit ketenangan, karena tiba-tiba aku merasa bingung.” Ucap nisa. Nisa menjauh dari kamar asep. Dia masuk ke dalam kamarnya. Merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk, sedangkan pikirannya melayang. Dia mendapat sesuatu yang sangat besar dalam hatinya yang selama ini tertutupi, yaitu kesadaran akan lingkungan sekitar yang lama dia lupakan. *** Sehari setelah hari kemerdekaan. Esok pagi Asep hendak pulang ke kampung, dia memikirkan apa saja yang akan dia bawa besok pagi. Dia
295 berencana untuk tinggal bersama nenek dalam waktu yang cukup lama. Dia masih bingung akan kuliah atau bekerja. Asep membawa satu tas berisi baju, beberapa buku dan tidak lupa buku catatannya. Dia merapihkan kamarnya, berusaha agar memberi kesan baik pada keluarga yang telah merawatnya. Setelah semuanya beres, dia merebahkan dirinya diatas ranjang. Namun dia mengeluarkan kembali buu catatannya dari dalam tas, dia membaca semua isi catatannya selama ini. dia ingat-ingat hal telah terjadi kepadanya selama ini. “sudah banyak yang aku jalani di sini, besok aku kembali pulang.. sudah banyak juga yang terlewatkan olehku.. sudah beberapa bulan ini aku belum pulang.. nanti berapa lama ya aku di rumah.. aku tidak akan selamanya di sana. Aku masih ingin belajar..” pikir asep. Satu jam dia terus berpikir. segala macam hal berputar di otaknya, hingga akhirnya dia merasa sangat mengantuk. “tokkee.. tokkeee..” Baru saja dia akan menutup matanya, suara si tokek muncul. Asep menyempatkan diri untuk menyapa temannya itu. “hai tokek.. bagaimana kabarmu? Besok aku pulang, jaga kamarku yaa.. mungkin aku pulang cukup lama.
296 Ya udah lah aku ngantuk nih.. aku tidur duluan ah.. dah tokek...” Pikir asep. Asep meletakkan begitu saja buku catatannya di samping tubuhnya yang lelah. Baru beberapa menit rasanya dia tertidur, tiba-tiba dia sudah terbangun lagi di sebuah tempat yang sangat luas, seperti tidak memiliki batas atau dinding. Tempat itu berwarna putih, dia hanya berdiri sendiri disana. Tidak lama kemudian muncul seorang lelaki tua yang berjalan membungkuk, berbaju compangcamping, rambutnya sudah putih dan menyisakan beberapa helai saja, matanya merah dan berair, kulit wajahnya terlihat sangat kendur, tangannya bergetar dan ujung jarinya meneteskan darah. sepertinya orang tua itu sudah berumur ratusan tahun dan sangat tersiksa. Asep ingin membantunya untuk berjalan namun dia tidak dapat menggerakkan badannya, dia tidak bisa apa-apa kecuali berkata dalam hatinya. “Siapa orang tua ini? kasihan sekali dia.” Ucap asep. Tiba-tiba ada suara yang menjawab. “aku adalah orang tuamu. Aku belum tua, aku tidak mau mengalah padamu.. lihatlah tubuhku yang masih kuat.. lihatlah mataku yang masih jeli.. lihatlah aku yang masih gagah.. sejak kapan kau ada di depanku, bukankah kau anakku? kembalilah kebelakangku, kau tidak pantas berada di sini..”
297 Asep merasa heran dengan keadaan yang dia alami. Baru saja dia merenungkan kata-kata orang tua tersebut, si orang tua sudah berjalan lagi dan mulai menjauh. Kemudian asep melihat lagi seseorang yang mendekati dirinya, semakin dekat dan semakin dekat. Kali ini seorang pemuda berbaju rapih dan berwajah sangat bersih. Namun pemuda itu berjalan membungkuk, dia mengelap ceceran darah yang tadi menetes dari jari si orang tua. Asep merasa heran dengan perbuatan anak tersebut. Dia pun kembali berkata dalam hatinya. “siapa pemuda ini? apa yang dia lakukan? Kenapa dia mengelap darah orang tua itu?” ucap asep. Lagi-lagi ada suara yang menjawab. “kenapa engkau tidak mengenali dirimu sendiri? Aku adalah engkau.. berapa lama lagi aku bisa mengejar orang tua itu? aku lelah harus mengejarnya sambil mengelap darah.. tidak, tidak bisa terus seperti ini.. sungguh orang tua yang egois.. dia tidak pernah mau mengerti kepedulianku.” Asep merasa bingung dengan jawaban pemuda tersebut. Dia mencoba mencerna perkataan si pemuda. Namun tiba-tiba pemuda itu pun mulai berjalan kembali, dia menjauh dari asep. Kemudian ada lagi yang mendekat. Ada seorang anak laki-laki kecil, berumur sekitar 15
298 tahun, tidak memakai baju, berwajah tampan dan bersinar. Namun anehnya, bocah itu berjalan membungkuk dan tangannya menjuntai ke bawah. asep makin bingung dengan keadaan yang dilihat dan dialaminya. Kemudian suara asing itu kembali berucap. “siapa lagi anak ini? wajahnya tampan, dia juga sudah besar. Tapi apa yang dia lakukan? apakah dia membungkuk? Ataukah dia merangkak? Kenapa dia tidak berjalan dengan tegak? Kenapa pula dia tidak memakai baju?” ucap asep. Kemudian suara yang ada dalam hatinya kembali menjawab. “hai ayah.. apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau tidak berjalan di depanku? Lalu, apa itu merangkak ayah? Apa itu membungkuk? Bukankah aku sudah berjalan sepertimu?” Asep sangat bingung karena mendapat jawaban seperti itu. dia kebingungan dan tiba-tiba anak itu pun melanjutkan perjalanannya. Ketika asep merasa bingung, tiba-tiba terdengar suara tanpa wujud sama sekali, dan suara itu sangat keras. “bangun nak!” “Nenek!” asep berteriak. Tiba-tiba asep terbangun dari tidur, ternyata yang tadi terjadi padanya hanyalah sebuah mimpi. Mimpi yang sangat tidak dia mengerti. Tanpa
299 menunggu lama, asep yang merasa bingung kemudian meraih buku catatannya lalu menulis mimpi itu. dia tulis sebisa mungkin yang dia ingat. “mimpi apa itu.. hhmm, mungkin aku terlalu banyak membaca buku.. nenek.. tadi itu nenek yang memanggilku.. aku benar-benar rindu pada nenek..” pikir asep. Jam menunjukkan pukul 3 dini hari, asep memutuskan untuk shalat malam dan berdoa. Dia meneruskan dengan membaca Al-Qur’an hingga waktu shalat subuh tiba, dan pagi pun menyambutnya. *** Pagi yang cerah menyambut asep. Jam 7 pagi dia sudah siap untuk berangkat. Dia kemudian keluar dari kamarnya dan pamitan kepada keluarga jalal yang waktu itu sedang berkumpul di depan TV. Asep membawa sepatunya keluar dari rumah lalu dia kembali mengkampiri keluarga jalal. “Abi! Ummi! asep pulang dulu.” Ucap asep. “kapan kamu kembali ke sini?” tanya kang jalal. “aku kurang tahu, mungkin agak lama.” Jawab asep. Kang jalal menepuk pundak asep. “hati-hati di jalan ya nak, titip salam buat nenek.” ucap kang jalal.
300 “abi. ummi. terima kasih untuk selama ini. asep juga minta maaf udah ngerepotin. insyaallah kita akan ketemu lagi, semoga.” Ucap asep. Asep mencium tangan kedua orang tua itu, dia sangat berterima kasih. Keluarga yang hangat yang telah membantunya untuk tumbuh. Ada kesedihan dalam diri asep karena harus berpisah, namun memang ada hal yang lebih penting yang harus dia lakukan. “kamu harus kembali ke sini, harus kuliah. jangan malas!” ucap ibu nisa. “iya ummi. Insyaallah asep kembali. Cuma belum tau kapan.” Ujar asep. “ya sudah, cek dulu barang-barangnya nak, takut ada yang ketinggalan.” Ucap ibu nisa. “sudah asep cek berkali-kali. ya udah. Abi. ummi. asep pamit. Ngomong-ngomong nisa di mana? Asep belum pamit ke dia.” Ucap asep. “dia ada di kamar. Mungkin lagi tiduran.” Ucap ibu nisa. Asep meninggalkan ayah dan ibu nisa. Dia menuju kamar nisa, mengetuk pintu kamar tersebut dan pamit kepada nisa. “nis! nisa. aku pamit mau pulang nis.” Ucap asep dengan suara yang sedikit keras.