201 selalu berisik, seperti bebek yang bersuara ketika lapar. kali ini asep cuek dengan suara-suara mereka karena dia sedang menghabiskan makanannya, dan dia menganggap bahwa kantin memang tempat untuk santai-santai. Dodi merogoh sakunya, mengeluarkan sebuah HP canggih keluaran terbaru. Dia memang anak orang kaya, jadi tidak heran jika HP-nya bisa sebagus itu. teman-temannya memperhatikan dodi dan HP barunya. Kemudian salah satu teman dodi yang baru datang bertanya pada dodi “dod! HP baru ya? Ada bokepnya ga?” Dodi menjawab tanpa menolehkan wajahnya dari layar HP. “baru bro! kalo bokep selalu ada dong! Percuma HP kalo ga ada hiburannya.” Ucap dodi. “nonton dong! W lagi pengen liat nih.” Pinta teman dodi. “ada banyak nih yang baru! kemaren gw dapet yang bagus banget! yang maennya cwe jepang. Beuuh!! Lo musti liat!” ucap dodi seraya mengotak-atik HP-nya. “ya udah, cepet buka dong! Bikin penasaran aja lo!” ucap teman dodi. Asep yang kala itu mendengarkan percakapan mereka merasa harus untuk mengingatkan dodi. apa
202 gunanya tahu baik dan buruk jika hanya menyimpannya untuk diri sendiri, sedangkan lingkungan dibiarkan menanggung keburukan dalam ketidaktahuannya. Asep bangun dari kursinya, menyapa dodi dengan pelan dan tenang. Asep yakin bahwa yang akan dia lakukan ini adalah hal yang benar. “Dodi! maaf.. bukankah lebih bagus kalau HP kamu itu buat hal-hal yang berguna.” Ucap asep. Dodi menatap asep. “mulai! Mulai! lo cari-cari masalah mulu ya ma gw! Apa mau lo?” bentak dodi. “mungkin karena jodoh kita jadi ketemu terus. aku juga heran, kenapa tiap kali kita ketemu pasti ada halhal yang ga baik. aku ga mau ganggu kamu! aku cuma ga mau kalian-kalian ini rusak! Kalian bisa terjerumus ke dunia seks bebas kalau terus-terusan nonton kaya gitu!” tegas asep. Terlihat kepercayaan diri dalam tatapan dan ucapan asep. “seks bebas juga enak kok! Gw rela ikutan seks bebas! Hahaha...” ucap dodi. Dia dan temantemannya tertawa terbahak-bahak. Asep diam sejenak, lalau berkata “suatu saat kalau kamu terbaring karena AIDS kamu pasti nyesel dod! Semua ini menghanyutkan, makanya kita itu harus pegangan. jangan ngikutin arus, karena arus itu sedang membawa kamu menuju jurang. Sekarang
203 kalian tertawa, menganggap ini lelucon. Tapi suatu saat nanti ga ada yang tahu dod. Kamu menggelepar di atas kasur, kurus, borokan, penyakitan. Sex bebas itu bukan lelucon, itu bahaya dod! jangan tertipu oleh kesenangan yang akan membawa pada kehancuran! Berpikirlah! Kalian-kalian ini sudah dewasa! Sudah tahu mana yang baik atau tidak! Ya sudah, cukup banyak yang aku omongin, semoga kalian sadar bahwa aku ini bukan sedang menggurui atau merusak kesenangan kalian. Aku sedang menolong kalian!” ucap asep. Dia kemudian pergi meninggalkan dodi dan teman-temannya. Dodi dan teman-temannya terdiam. Kemudian dia memasukkan kembali HP-nya ke dalam kantong celananya. dia beranjak meninggalkan kantin dan teman-temannya tanpa sepatah kata pun. Namun ada yang berubah dari dodi, wajah yang tadinya angkuh berubah menjadi menunduk, tatapan mata yang tadinya sombong berubah menjadi lemah, langkah yang tadinya tegak kini terlihat begitu lelah. Dodi telah menerima kekalahan, kekalahan dari sebuah kebaikan. Hatinya telah dijajah, dijajah oleh kebenaran. Manusia tidak ada yang benar-benar hitam atau benar-benar putih. Hati ini pekat, sukar untuk dibaca, namun pasti ada dalam kalbu itu satu warna yang tersembunyi, dia itu bisa hitam yang tertutupi putih, atau putih yang tertutupi hitam. Dodi yang kasar, tidak sopan, sangat nakal, pada akhirnya
204 melihat titik putih itu, dan kini titik putih itu berusaha mencemari kubangan hitam yang ada di hatinya. *** Keesokan harinya. Asep masuk seperti biasa, duduk di kursinya dan tidak banyak berbicara. Kemudian dodi datang ke kelas, hari ini dia datang lebih awal dari biasanya. Dodi juga tidak banyak berbicara, dia membuat teman-temannya merasa aneh. Seorang pentolan kelas yang biasanya sangat berisik sekarang menjadi pendiam. Dan itu berlangsung sepanjang hari, hingga bel tanda pulang berbunyi. Asep yang seharian itu telah menyadari perbedaan dodi, berharap dodi memang teah benarbenar berubah. Asep pulang dan merebahkan tubuhnya di kasur, kemudian dia mengambil buku catatannya. Di dalam buku catatannya ada tulisan “ingatkan dodi dan teman-temannya yang nakal”, di bawah tulisan itu ada bagian kertas yang masih kosong, kemudian dia memberi catatan di atas kertas yang masih kosong tersebut “aku sudah menghadapinya dengan sabar, semoga dia menjadi lebih baik.”, dia memberi catatan lagi di bawahnya “di luar sana masih banyak orang yang seperti dodi, dan aku akan bersabar menghadapi mereka.” “di luar sana masih banyak orang seperti dodi, terus apakah orang seperti aku juga masih banyak? Di
205 kelas saja Cuma aku yang berani menegur dodi. Hmm.. tapi pasti masih ada lah, aku yakin Allah masih peduli pada dunia ini.” pikir asep. Asep menutup kembali buku catatannya, kemudian dia pergi mengambil wudlu dan menegakkan shalat. Hatinya mendapatkan kebahagiaan karena telah maksimal dalam menggunakan pengetahuan dan kemampuannya. Namun dia juga terus berdo’a, berharap agar kemampuannya terus meningkat. Di luar sana masih banyak dodi-dodi yang lainnya yang juga butuh bantuan. Asep tetap saja memiliki kegeisahan terhadap lingkungannya, karena tidak mungkin dia bisa menyelesaikan masalah-masalah itu sendirian. Bab 17 Sang anak jalanan Sore itu asep pulang sekolah sepert biasa. Namun dia berencana untuk menyempatkan diri mampir di tempat anak-anak jalanan biasa dilihatnya. dia naik angkot bersama nisa. ketika sampai di tempat anak-anak jalanan itu asep memberitahu kepada nisa bahwa dia tidak bisa pulang sekarang.
206 Asep menarik tali tas nisa yang panjang, lalu berkata “nis! aku turun di sini. kamu kasih kabar aja ke ummi ya.” Ucap asep. “kamu mau kemana sep?” tanya nisa. “Cuma mau jalan-jalan sedikit, aku mau lihat anakanak jalanan.” ucap asep. “buat apa?” tanya nisa. Dia terdiam sesaat. Lalu nisa melanjutkan perkataannya. “Kalau aku ikut boleh?” “kamu mau ikut? Aduuuh. nanti ummi hawatir loh nis.” Ucap asep. “aku telpon ummi aja buat minta izin. gimana? Ummi pasti setuju, perginya kan sama kamu.” Ujar nisa. “ooh.. ya udah terserah.” Ucap asep singkat. Terdengar nisa yang menelpon orang tuanya, dia meminta izin untuk pergi bersama asep ke tempat anak-anak jalanan. beberapa menit percakapannya berlangsung, hingga akhirnya ibunya memberi izin. “Kiri bang!” ucap asep menghentikan mobil angkot yang dia tumpangi. Lalu asep berkata “ayo turun nis!” ajak asep kepada nisa. “iya sep!” jawab nisa.
207 Mereka turun dari angkot. Mulai berjalan menyusuri trotoar, mencari-cari kumpulan anak jalanan. sebelumnya asep telah membeli beberapa permen, dia ingin memberi sesuatu kepada anak-anak itu meskipun tidak banyak. “emang kamu mau ngapain sep?” ucap nisa. Mereka mengobrol sambil mengarahkan mata mereka ke segala penjuru angin. Mencari sosok kumal yang bermain di jalanan. “aku pengen ngobrol-ngobrol aja ma mereka.” Jawab asep. Tak lama kemudian asep melihat seorang anak sedang duduk malas di trotoar, dia dan nisa segera menghampiri anak tersebut, mereka jongkok berhadap-hadapan dengan anak itu. Anak jalanan itu berumur sekitar 10 tahun, dia sangat kumal dan kurus. Menggenggam sebuah alat musik yang terbuat dari tutup botol sirup yang dipipihkan, disusun bertumpuk, digoyang sehingga menghasilkan suara gesekan. Hanya itulah mungkin harta anak tersebut. “assalamu ‘alaikum adek.” Salam asep. “iya kak! ada apa ya?” jawab anak jalanan tersebut. Dia merubah posisi duduknya menjadi lebi tegak. “nggak, kakak tadi lagi jalan-jalan aja di sini terus liat kamu lagi duduk di jalan. Emangnya lagi apa?” tanya asep seraya memperhatikan keadaan tubuh anak itu yang sangat memperihatinkan.
208 “lagi istirahat kak. abis ngamen.” Ujar anak jalanan itu. “orang tua kamu di mana?” tanya asep. “ga tau! Mungkin ngamen di bis.” jawab anak jalanan. “kamu mau permen ga? Kakak punya nih banyak. Temen-temen kamu mana? Kamu Kok Cuma sendirian?” tanya asep. “permennya ga ada apa-apanya kan?” ucap anak jalanan. terlihat wajahnya sedikit takut kepada asep. Entah apa yang anak itu pikirkan. Mungkin janggal baginya ada seorang yang berbaju sekolah rapih menghampiri dia, karena itu sangat jarang atau bahkan tidak pernah terjadi kepadanya. “emang kamu kira kakak ini siapa? Ya permen biasa dek.” Ucap asep seraya membuka sebuah permen yang ada di tangannya. kemudian dia memakan permen tersebut. Lalu asep merogoh saku bajunya dan memberikan beberapa buah permen. “niha buat kamu, permennya manis kok!” ucap asep seraya tersenyum kepada anak jalanan itu. Dia merasa sangat kasihan kepada anak ini. tatapan anak ini begitu kosong seakan tidak ada masa depan dalam hidupnya. Anak itu menerima pemberian asep, Setelah itu asep berkata “dek! kamu pernah sekolah?” “aku ga sekolah!” Ucap anak jalanan.
209 Asep terdiam sejenak. “ooh. ya udah kakak pulang dulu ya dek. udah sore. Kamu juga cepet pulang ya! jangan maen di jalan terus.” Tegas asep. Anak itu menundukkan pandangannya, lalu berkata “aku bukan maen kak! aku ngamen!”. Asep kembali terdiam. Dia merasa sangat iba kepada anak ini, namun tidak ada lagi yang bisa dia lakukan. Dia kembali menatap sekujur tubuh anak itu yang sangat kumal. “hhh. ya udah. Nih kakak ada sedikit uang buat kamu. beliin makanan oke! Kakak pulang dulu.” Ucap asep. Asep memberikan sisa uang jajannya hari itu dan yang kemarin. Dia memberikan beberapa lembar uang seribuan, Anak itu pun hanya tertunduk, entah apa yang dia rasakan. Asep dan nisa pergi menjauh dari anak tersebut kemudian pulang ke rumah. *** Sesampainya di kamarnya. Asep membuka laci meja dan mengambil buku catatannya, dia kembali menulis beberapa hal yang dia ketahui hari ini. “anak jalanan itu akan kembali melahirkan anak jalanan, karena keluarganya hidup di jalanan. mereka tidak akan menjadi orang yang lebih baik selama tidak ada yang merangkul mereka. Mereka tidak belajar, mereka tidak dididik, mereka
210 berkeluarga dan akan terus bertambah karena mereka tidak punya kemampuan untuk membuat hidupnya menjadi lebih baik. Anak-anak itu tidak diajari tentang baik dan buruk, pencurian adalah hal yang terdengar biasa bagi mereka, penodongan adalah santapan mata mereka setiap hari, mengemis adalah mata pencaharian yang terhormat bagi mereka, karena mereka anak-anak, mereka tidak pahan apa itu norma atau nilai agama. Sejauh ini aku belum bisa berbuat banyak, kecuali hanya menghiburnya. Mengenalkan keramahan kepadanya.” Itulah catatan asep hari ini. Bab 18 Penolakan yang manis Desember sudah membusuk, Januari pun telah layu, sedangkan Februari tengah mekar merona. Di tanggal 13 bulan februari ini di tahun yang lalu, asep mengenal satu hari istimewa orang-orang kota yang biasa disebut “hari valentine”. Hari valentine adalah hari yang dipenuhi “cinta”, kasih sayang dan harapan. Di hari itu orangorang akan memberikan sesuatu yang berharga untuk orang lain yang mereka sayangi. Entah itu bunga,
211 puisi, pernyataan cinta, sebuah pesta, sebatang coklat, atau bahkan “mahkota” yang paling berharga. Valentine tahun ini sudah di depan mata. Banyak orang bersiap-siap menyambutnya, temanteman kelas asep juga sudah ramai bergerombol dan mengobrol dalam kelompok-kelompoknya. Valentine sehari lagi, mereka memasang target, laki-laki mengincar perempuan, perempuan mengincar lakilaki. Layaknya bidadari penggoda, mereka cantik namun murah, mereka indah namun semu. Kasih sayang tertumpah dalam satu hari valentine, sehari kemudian menyisakan tetesan-tetesan kecil yang berceceran, hingga ia benar-benar habis, kering dan dilupakan. *** hari valentine tiba. bel tanda pelajaran berakhir telah berbunyi, asep tenang-tenang saja dan tidak terburu-buru untuk pulang. Dia keluar kelas dan duduk di bangku taman yang panjang sambil membaca buku, dia menunggu nisa yang sepertinya masih di dalam kelasnya. Ada pohon yang rindang menaungi asep, asep sangat sering membaca buku di bawah pohon ini. suasana yang sejuk dan pemandangannya membuat pikiran menjadi tenang. suasana hari ini lebih ramai dari sebelumnya. Ada seorang lelaki yang memberi coklat pada perempuan, ada yang bergerombol dan pergi dengan
212 mobil pribadinya, ada yang mengobrol sambil bergandengan tangan, dan banyak kegiatan yang lainnya. Kemudian seorang anak mendekati asep dan menyapanya. “hai asep” sapa anak tersebut. “eh tia! hai juga! ada apa ti?” tanya asep seraya tersenyum. “lagi apa sep? aku ganggu kamu ga?” tanya tia. Dia berdiri di hadapan asep. Melipat tangannya ke belakang dan sedikit menundukkan wajahnya. Rambutnya yang panjang terlihat indah ketika dihembus angin taman. “lagi baca buku nih. sama sekali ga ganggu kok. Duduk ti!” jawab asep. Dia menawari tia untuk duduk. Bangku taman yang cukup panjang itu bahkan cukup untuk 4 orang. “ooh..” ucap tia seraya duduk di samping asep. Mereka hanya berjarak dua jengkal tangan. Asep tetap serius membaca bukunya, lalu tia kembali berkata “buku apa aja yang udah kamu baca?” Asep menutup bukunya, meletakkannya di samping. Setelah itu dia berkata seraya menatap tia “buku apa aja aku baca ti, yang penting yang bukan porno.” Ucap asep. Dia dan tia tertawa kecil bersama-sama.
213 “kamu ga ngerayain valentine?” tanya tia dengan lembut dan pelan. “ga!” jawab asep, dengan singkat dan sangat dingin. dia kembali membuka bukunya, asep semakin mampu mengendalikan hatinya, meskipun di sampingnya sekarang sedang duduk seorang perempuan yang cantik. Perempuan yang menjadi rebutan cowok-cowok sekolahan, tipe perempuan idola lelaki jaman sekarang. Asep tetap berusaha untuk mengatur mata dan hatinya, agar tidak terjerat sosok dewi kecantikan yang sedang menghampirinya. “kenapa?” tanya tia. Tia pun hanya tertunduk dan sesekali menatap asep. “kurang pas ti, dengan keyakinan agamaku.” jawab asep. “kurang pas apanya sep?” tanya tia penasaran. Asep terdiam sejenak. Dia meletakkan bukunya kembali, dia harus lebih serius untuk menjawab pertanyaan tia, terlebih karena tia adalah seorang non muslim. Asep tidak mau ada salah pengertian tentang keyakinan agamanya. “begini ti, dalam islam itu ada yang disebut aqidah. Keyakinan seorang penganut terhadap Tuhannya. Aqidah itu salah satu pilar agama, kalau dia rusak, maka pilar yang lain juga ikut retak, malah bisa ikut hancur. Yang aku yakini sih seperti itu ti.” Tegas asep.
214 “lalu apa hubungannya dengan valentine? Aku ga ngerti.” Ucap tia. “ya valentine itu bisa merusak aqidah ti. Valentine itu kan acaranya agama lain, semua yang ada dalam perayaannya juga tidak sesuai dengan agamaku, contohnya mesra-mesraan, sampai hal paling parah pun kadang dilakukan. Makanya aku ga ikutan.” Ucap asep. “kenapa ga boleh ngerayain acara agama lain? kalau ngucapin “Selamat valentine” aja bisa ga?” tanya tia. “tetep ga boleh ti!” tegas asep. “agama kamu kok gitu ya. semua agama itu sama sep. ga boleh gitu!” tegas tia. “kalau semua agama itu sama berarti semua agama itu benar dong ti. Mana bisa kayak gitu, ga masuk akal.” Ucap asep. “ga masuk akal gimana?” tanya tia. Dia sangat bingung dengan yang asep katakan, namun wajahnya masih menyimpan rona kecantikan seorang wanita muda yang modern. Sesekali dia membetulkan rambutnya yang acak-acakkan karena tertiup angin. “kalau semua agama itu benar, maka Tuhan ada banyak. Tuhan islam benar, Tuhan yahudi benar, Tuhan kristen benar, Dewa-dewa juga benar, jadi ada berapa Tuhan yang benar? Kan ga mungkin.
215 Pancasila juga bilang “ketuhanan yang Maha Esa”. berarti Tuhan itu Esa.” Jelas asep. Tia terdiam cukup lama. Lalu berkata pelan kepada asep “uuh! kamu itu.. terus kalau ngasih coklat aja gimana?” tanya tia. “hmm.. aku kurang tahu ti! Tapi buat amannya aku lebih baik menghindar aja ti, aku ga mau ambil resiko. Agama itu kan bukan mainan. Lagian kalau Cuma mau ngasih coklat doang kenapa harus hari valentine, hari kemerdekaan juga bisa.” Ucap asep seraya tersenyum. Tia juga tertawa kecil mendengar ucapan asep. “ih.. malah becanda!” ucap tia, dia terdiam kembali lalu berkata “Tapi aku sering lihat temen-temenku yang islam ngerayain valentine, mereka biasa-biasa aja.” Ucap tia. ““islam” itu nama agamanya, sedangkan orang-orang yang beragama islam itu namanya “muslim”. Muslim itu bukan berarti islam, jadi jangan menilai islam hanya dari perilaku seorang muslim, karena seorang penganut bisa saja melanggar aturan panutannya. silahkan-silahkan saja mereka melakukan itu, selama tidak mengganggu orang lain maka urusannya langsung dengan Tuhan. Begitu ti..” jelas asep. “oooh gitu ya.” Ucap tia.
216 “kok kita malah ngobrolin valentine. Emang ada perlu apa kamu ke sini?” tanya asep. Dia memandang tia yang dari tadi hanya tertunduk dan menyerangnya dengan pertanyaan seputar hari valentine. “nggak. aku iseng aja!” jawab tia seraya memalingkan wajahnya. “ooh iseng doang toh.” Ucap asep seraya tertawa. “ya udah sep! aku pergi dulu ya. Bye asep!” ucap tia. Tia beranjak dari tempat duduknya, dia kemudian membalikkan badan dan berjalan menjauhi asep. Baru beberapa langkah dia berjalan, asep kembali memanggil namanya. “Tia!” asep memanggil tia dengan suara yang cukup keras. Tia membalikkan badannya lalu berkata “apa lagi sep? aku udah kenyang denger ceramah kamu! Bye!”. Kemudian dia kembali melanjutkan langkahnya. “sebentar aku mau nanya dulu! itu coklat buat siapa?” tanya asep. Ternyata ketika tia membalikan badannya tadi asep sempat melihat coklat yang disembunyikannya. Mendengar teriakan asep tersebut Tia kaget dan menjadi gugup. “ooh.. ini.. aku.. ini buat temenku.. tuh dia nuggu di sana..” ucap tia. Kemudian tia
217 melanjutkan langkahnya dengan lebih cepat, sedang wajahnya tetap saja tertunduk. “hhh.. apa dia bermaksud ngasih coklat itu ya? semoga aja Cuma perasaanku.. tapi kalau benar dia tadi mau ngasih coklat itu, waah.. berarti aku udah ngecewain orang yang berniat baik. Dia kan ga tau tentang islam, dia juga ga ada niat buat ngerusak aqidahku.. yang dia tau itu ngasih coklat, udah itu aja.. aaahh.. udah biarin ah.. semoga terkaan ini salah.. kenapa juga aku jadi kepedean gini..hihi..” Pikir asep. *** Sesampainya di rumah asep langsung mengeluarkan buku catannya, kemudian dia mencatat masalah yang tadi dia dapat. “pemuda-pemudi di kota bergaul tanpa bimbingan, pergaulannya itu sudah parah, mereka sangat berani bertindak tanpa berpikir akibatnya. Mungkin ini yang disebut pergaulan bebas. Bebas pergi kemana saja, dengan siapa saja, bebas makan apa saja, bebas menghisap apa saja, minum apa saja. tidak ada manusia yang menemani mereka ketika di luar rumah. Sedangkan hati mereka juga belum mengenal baik yang namanya kebaikan dan disiplin terhadap kebaikan tersebut. Belum ada yang bisa aku lakukan untuk masalah besar yang satu ini, ini juga masih di luar jangkauan kemampuanku. Aku hanya bisa
218 mengingatkan beberapa orang dekatku saja. jutaan remaja di luar sana, mereka temanku juga, namun aku belum mampu mengingatkan mereka. Tapi aku yakin aku bisa, semoga lingkungan ini masih sempat terselamatkan, karena aku merasa kebaikan sudah sangat diasingkan di dunia ini.” itulah kata-kata yang dia tulis dibuku catatannya. Dia menyisakan tempat kosong di bawah tiap permasalahan yang dia tulis untuk menulis perkembangan masalah tersebut. *** Satu minggu kemudian. asep sedang makan siang di kantin sekolah. Dia duduk di pojok, ditemani Sepiring nasi, dua buah tempe goreng dan segelas air putih. Sesuap demi sesuap nasi itu dipecah dan dikunyah giginya. Asep berhenti ketika perutnya hampir kenyang, kemudian seteguk demi seteguk air itu diminum hingga membuatnya kenyang. dia selalu menjaga agar perutnya tidak terlalu kenyang, karena baginya rasa kenyang itu bisa mendatangkan kemalasan berpikir. Selesai sudah makan itu disantap, asep berencana akan kembali ke kelas, namun tiba-tiba tia kembali menghampirinya. “eh ada tia. ada apa ti?” tanya asep kepada tia yang baru saja menghampirinya.
219 Tia duduk di kursi kantin dekat asep, lalu berkata “gini loh sep.. kemarin itu aku sebenernya pengen ngasih coklat ke kamu, tapi ga jadi. Tapi aku juga ga bisa ngasih coklat itu ke orang lain. sekarang kan bukan hari valentine kan sep, boleh ga kalau aku ngasih coklat ini ke kamu?” ucap tia. Tia memberikan sebuah coklat yang ada di tangannya. kepalanya menunduk, pipinya memerah namun bukan marah, wajahnya memberi ekspresi yang sulit untuk dimengerti. Asep terdiam sesaat, dia mencoba menguasai suasana dirinya. Lalu asep mulai berkata “ooh itu.. lagian kemarin kamu ga ngomong langsung. kalau aku tahu mungkin kemarin aku ngomongnya lebih baik. maaf ya ti soal kemarin.” Ucap asep. “udah ga apa-apa sep. udah nih cepet ambil coklatnya! mumpung ga ada yang liat. kalau ada orang lain kan aku malu.” Ucap tia. “kenapa harus malu ti? Ini pemberian biasa kan? Bukan yang aneh-aneh?” tanya asep. “iya. tadinya sih aku juga..” tia terdiam cukup lama, dia masih memegang coklatnya dia atas meja kantin yang licin. Setelah itu dia melanjutkan perkataannya “Tapi aku yakin pasti kamu ceramah lagi. Udah ah, terima ya coklat ini!” ucap tia.
220 Asep menerima coklat pemberian tia, namun perutnya sudah sangat kenyang oleh makanan tadi. dia juga baru pertama kali mendapatkan pemberian seperti itu, sehingga dia kebingungan apa yang selanjutnya harus dilakukan. “ooh. ya udah makasih ya coklatnya. Aku buka sekarang aja boleh ti?” tanya asep. Tia tersipu, dia meletakkan kedua tangannya di atas meja, lalu berkata “terserah kamu sep, itu kan udah jadi punya kamu.” Asep membuka bungkus coklat tersebut. Coklat yang cukup besar dan tidak mungkin habis jika dimakan sendirian. asep mematahkan coklat itu menjadi dua bagian, kemudian diberikan sebagian kepada tia. “ini ti, aku kasih lagi setengah ke kamu. Hehe.. aku tadi udah makan, kenyang banget, jadi kamu harus bantuin ngabisin coklatnya.” Ucap asep. Tia mengambil coklat tersebut. terlihat rona pengharapan di wajahnya. Ada suatu maksud yang tersampaikan meski tidak dikatakan. Asep pun mengerti apa yang sebenarnya tia ingin katakan dalam benaknya, namun dia tetap berusaha agar tia tidak mengatakan itu. bahkan asep hendak berusaha untuk menghilangkan perasaan tia itu dengan cara yang baik. “ti! aku mau nanya nih. kamu udah berapa kali pacaran?” tanya asep.
221 “sekali. itu juga waktu SMP, emang ada apa sep?” tanya tia yang perlahan menatap asep. Mereka mengobrol sambil memakan coklat. Coklat yang begitu manis. “oh, tadinya aku pikir kamu udah berkali-kali pacaran.” Ucap asep. “kok bisa mikir gitu.” Tanya tia. “bisa berani nyamperin cowok sendirian gini, berarti kan kamu udah terbiasa.” Ucap asep. “ini pertama kalinya sep aku nyamperin cowok! Asep..” “stop!” asep memotong perkataan tia. “giliran aku yang ngomong.” ucap asep, lalu melanjutkan perkataannya “gini ti, aku mohon kamu jangan nyamperin cowok lagi, oke! Jaga diri kamu itu, kalau cowok yang kamu samperin itu punya niat jahat kan repot. Bisa bahaya ti. kalau nanti kamu udah hancur, mana ada cowok yang mau deketin kamu. rugi tuh kamu.” Ucap asep. Tia terdiam, dia terkejut mendengar ucapan asep. Setelah itu dia burbicara dengan suara yang semakin kecil “asep.. iya aku juga bukan anak kecil, aku pasti ga sembarangan nyamperin cowok, aku kan udah kenal kamu dari pertama masuk sini.” Ucap tia.
222 “kenal sih udah lama, tapi kan cuma di sekolah doang. kamu ga tau kegiatanku di luar sekolah. Kadang kala penilaian kita terhadap orang lain itu salah loh ti.” Ucap asep seraya menatap tia dengan serius. “iya aku ngerti, udah dong sep jangan ceramahin aku terus. aku malu.” Ucap tia. Asep tersenyum. “maaf ya ti.” ucap asep. Lalu asep berkata “gini ti. Aku tahu kamu itu cewek baik-baik. aku ga mau orang-orang kaya kamu ini rusak. Kalau nanti kamu suka sama cowok, lebih baik kamu ungkapkan perasaan itu dengan cara yang lebih rapih, yaitu jadi temannya. Maaf.. bukannya aku sok ngatur, maaf banget.. jaga tubuhmu itu ti, seperti berlian yang harganya mahal, jarang dilihat, jarang disentuh, dan hanya orang-orang yang berhak yang dapat menyentuhnya.. begitu berharga berlian itu, begitu beruntung dan hebat orang yang bisa mendapatkannya. Aku juga pasti berusaha dapet yang seperti berlian, bukan sampah atau barang rongsokan.” Asep tersenyum kepada tia, senyum yang lebih tulus dari sebelumnya, dia ingin meyakinkan tia dengan kata-katanya, dia ingin tia tidak ikut hanyut oleh pergaulan remaja yang mulai kacau. “udah itu ceramah yang terakhir, ayo kita masuk kelas!” ucap asep. Kemudian dia bangkit dari tempat duduknya.
223 Tia tersenyum menegakkan kepalanya, wajahnya terlihat lebih manis dan lebih ceria dibanding sebelumnya. “iya ustat! nanti kalau aku ada masalah aku minta ceramah sama kamu aja deh.” Ucap tia seraya tertawa. Asep ikut tertawa mendengar ucapan tia. “harus ada bayarannya baru aku mau ti.” Ucap asep sambil berjalan meninggalkan kantin. Tia mengikuti di belakangnya. Mereka kembali masuk ke kelasnya masing-masing. Asep merasa lebih tenang karena ternyata tia baik baik saja. *** Setibanya di rumah, asep langsung membuka kembali buku catatannya. Namun dia berpikir kembali apa yang akan dia tulis. “iya aku ingat.. masalah para pemuda indonesia adalah kurangnya bimbingan dari orang tua, sehingga mereka menginduk pada lingkungan. Sedangkan jaman sekarang itu informasi bisa datang dari mana saja.. Beruntungnya aku.. meskipun tidak punya orang tua tapi aku punya seorang nenek yang hebat..” Pikir asep. Kemudian dia menulis pikiran terbarunya itu dibawah tulisan permasalahan yang kemarin dia tulis. Asep paham bahwa masalah akan terus berkembang seiring berjalannya waktu, sehingga dia selalu
224 berusaha agar permasalahan yang dia tulis itu cepat terselesaikan. Meskipun lagi-lagi kemauannya sering berbenturan dengan kemampuan. “remaja masa kini sangat haus ilmu pengetahuan, sayangnya pengetahuan yang kurang baik. Mereka mudah memasukkan apa saja ke dalam pikirannya, tanpa saringan atau batasan. Mungkin sebab utamanya adalah kurangnya penanaman moral dari orang tua. kemudian juga pengetahuan yang paling mudah mereka temukan adalah lewat teknologi informasi yang semakin maju. Televisi dan majalah yang selalu membahas perkembangan mode pakaian namun tidak pernah membahas perkembangan intelek. Hasilnya adalah remaja-remaja itu menjadi egois, hedonis, lebih senang fashion, HP terbaru, baju terbaru, cowok terbaru, dan mereka akan terus berkecimpung dalam hal itu jika tidak ada yang bergerak untuk membatasi mereka. pengetahuan yang paling dekat kepada mereka adalah tetang hedonisme itu sendiri, di situlah letak permasalahannya. Terakhir kali aku pulang, Seorang anak di desa sudah berani meminta HP kepada ibunya yang miskin karena anak itu melihat di TV. perpustakaan sangat jarang, acara keilmuan di TV sangat sedikit, kurang sekali pecutan-pecutan semangat untuk belajar pada diri anak muda jaman sekarang. Mereka tersesat.” Itulah catatan asep untuk hari ini.
225 Bab 19 Wanita yang ronda? Pagi itu asep sedang duduk di kelasnya. Dia sedang menunggu pelajaran dimulai. Di sampingnya ada seorang temannya yang bernama farhan. Farhan adalah teman sebangku asep, sejak dari kelas satu mereka selalu bertemu dalam satu kelas. “pagi sep! eh sep. di senayan ada pameran buku loh. Ke sana yuk!” ajak farhan. “pameran buku?” tanya asep. “iya. Kamu ini di sini sudah hampir dua tahun tapi masih belum tahu pameran buku. Hadeuuh, masih kampungan ternyata. Hehe. Di sana ada banyak buku sep, harganya juga didiskon!” Ucap farhan seraya tersenyum kepada asep. Farhan seringkali meledek asep, namun asep juga sudah terbiasa dengannya, karena mereka sudah akrab. “kapan ke sana nya?” tanya asep. “sekarang aja sep, pulang sekolah.” Jawab farhan. “hmm. gimana ya, aku pengen ikut sih.” Terdiam sesaat, lalu berkata “iya deh, tapi pulang sekolah kita ke kelas sebelah dulu.” Ucap asep.
226 “oke sip!” ucap farhan. *** Setelah semua pelajaran hari itu selesa, asep dan farhan keluar dari kelas dan menunggu nisa keluar dari kelasnya. Tak berapa lama mereka menunggu akhirnya nisa keluar. Asep mrnghampiri nisa. “nisa! bilangin ke ummi ya, aku pergi ke pameran buku. Oke!” ucap asep. Di umurnya yang sudah mulai dewasa asep masih merasa penting untung memberi kabar kepada kedua orang tua angkatnya itu. dia tidak ingin ada kehawatiran dalam benak mereka. “sama siapa?” tanya nisa. “ nih! temen kelas, oke oke.” Ucap asep. Seraya menunjuk farhan yang ada di sampingnya. “iya.” Ucap nisa. Farhan dan asep kemudian berangkat menuju tempat pameran buku, mereka kesana menggunakan sepeda motor milik farhan. Sebuah motor cepat dengan merk terkenal dan harga yang mahal. *** Sesampainya di sana asep sangat terkejut. Begitu banyak buku, semuanya menarik untuk
227 dibaca. dia baca beberapa lembar dari buku yang ada di sana, dia dapatkan ilmu semampunya. “seandainya aku punya uang.. aku mau beli bukubuku yang sangat bagus ini.. kalau bisa semua buku ini mau aku beli.. semuanya penuh ilmu pengetahuan yang menarik..” pikir asep. Farhan terlihat sudah membeli beberapa buku, dan asep pun membeli sebuah buku yang tipis. Tubuh mereka ahirnya kelelahan. hari sudah mulai sore, mereka memutuskan untuk pulang. Farhan mengajak asep untuk ikut terlebih dahulu ke rumahnya, asep sudah sangat akrab dengannya, namun belum pernah sekali pun main ke rumahnya. “ke rumahku dulu yuk sep. kalau tahu kan nanti kamu bisa main lagi.” Ajak farhan. Asep terdiam cukup lama. Dia memikirkan ongkos untuk pulang, dia juga belum hafal arah dan jalur jalanan ibu kota. “rumah kamu di mana?” tanya asep. Farhan sudah mengerti apa yang asep pikirkan. “ga jauh dari arah kamu pulang. ah jangan terlalu lama mikir! kalau masalah pulang gampang sep, nanti aku anter pake motor!” ucap farhan. Asep tertawa mendengar ucapan farhan. Lalu berkata “oohh.. oke deh kalau gitu.” Ucap asep.
228 Mereka meluncur menuju rumah farhan. Asep melihat sekeliling perjalanan, begitu banyak gedunggedung bertingkat, kendaraan dan orang-orang di pinggir jalan. *** sampailah mereka di rumah farhan. Rumah yang besar, dengan pagar yang sangat tinggi, taman yang luas dan indah. Sangat berbeda dengan lingkungan rumah kang jalal yang sempit dan berbau aneh. Farhan tinggal di sebuah perumahan elit, lingkungannya sangat bersih, jalanannya juga tidak kotor dan berisik. “ini rumah kamu han?” tanya asep. Asep tidak menyangka ternyata teman sebangkunya selama ini adalah orang yang sangat kaya. Sangat kaya melebihi perkiraan dia sebelumnya. Farhan orangnya pendiam dan jarang mengobrol, mirip dengan asep. Sehingga mereka berdua jarang berbagi informasi pribadi, namun mereka sudah saling mengenal tabiat masingmasing. “iya sep. ayo masuk, jangan malu-malu! ga ada siapa-siapa kok di dalem.” Ucap farhan. Mereka mengobrol sambil berjalan ke dalam rumah. Rumah itu sangat indah. Ada beberapa lukisan di dinding, punya dua lantai, atapnya sangat tinggi dan sangat luas.
229 “orang tua kamu ke mana han?” tanya asep. “kerja laah.” Jawab farhan. “ibu kamu juga kerja?” tanya asep. “iya kerja juga sep.” jawab farhan. “terus yang di rumah ini siapa?” tanya asep. “yang nungguin rumah itu pembantu sep! mau minum apa nih? biar aku ambilin.” Tanya farhan. Farhan sangat sopan kepada asep. Meskipun dia orang yang kaya namun dia berperilaku baik, tidak seperti teman-teman asep yang lain. bahkan ada orang miskin yang terkadang sombongnya melebihi orang kaya. “rumah sebesar ini yang menikmati hanya para pembantu. Sibuk kerja untuk beli rumah. Tapi ketika rumahnya sudah mampu dibeli justru tidak ditinggali. Aneh, Lalu apa sebenarnya tujuan bekerja itu? bukankah memenuhi kebutuhan? apakah rumah yang besar dan indah ini belum cukup? atau mungkin mereka sedang menumpuk uang untuk memenuhi rumah ini? hhh.. di luar sana ada orang yang hanya beralas karung untuk tidur.” pikir asep. Asep termenung cukup lama, lalu berkata “minum apa aja deh. kamu ngapain aja kalau di rumah?”.
230 “yaa paling maen PS, maen komputer sambil OL, baca komik, gitu-gitu lah!” ucap farhan. “oooh.” Ucap asep. “kamu punya adik kan? Di mana adik kamu?” lanjut asep. “mungkin lagi main sama si mba.” Jawab farhan. “mungkin ini yang disebut emansipasi wanita.. lakilaki dan wanita punya peranan yang sama dalam lingkungan. Laki-laki kerja, wanita juga ingin kerja, namun anak terbengkalai.. terkesan sangat memaksakan..” pikir asep. Hari itu hingga sore sekali asep menemani farhan di kamarnya. Segala macam permainan farhan kenalkan pada asep. Hingga hari mulai gelap dan asep diantarkan oleh farhan menuju rumahnya. *** Sesampainya di rumah langit sudah gelap. asep langsung membereskan diri dan menunaikan kewajibannya sebagai muslim. Setelah itu semua beres, asep kemudian duduk di samping nisa yang sedang menonton TV. “gimana di sana? Rame ga?” tanya nisa. “rame banget nis! bukunya juga banyak.” Jawab asep.
231 “terus beli buku apa?” tanya nisa. “apa aja deh. mau tau aja! Hehe.” Jawab asep seraya tertawa. “huuhh!” nisa sedikit kesal dengan perkataan asep. “eh nis! aku mau nanya sama kamu. Kamu kan wanita, bagaimana pendapat kamu tentang emansipasi wanita?” tanya asep. Nisa terdiam sesaat. Lalu berkata “bagus lah! wanita punya kedudukan dan hak yang sama dengan lakilaki. Jadi wanita itu tidak lagi disepelekan!” “ooh.. tapi bukankah itu terkesan memaksa? Wanita kan tetap saja tidak sekuat laki-laki.” Asep menatap nisa. “wanita juga kuat-kuat kok. bisa jadi apa aja.” Ucap nisa dengan yakin. “hmm.” Asep terdiam cukup lama. “sekarang begini. Kamu mau ga kalau wanita digilir buat jaga keamanan alias ngeronda?” lanjut asep. “bisa-bisa aja sep. tapi ga tahu juga deh aku mau apa nggak. Hehe.” Jawab nisa yang kemudian tertawa. “itulah yang aku maksud dengan memaksa. ada yang tidak bisa diberikan wanita, yaitu rasa aman. wanita itu tidak bisa memberi rasa aman kepada laki-laki,
232 karena laki-laki lebih suka memberi rasa aman kepada wanita. Laki-laki yang memimpin, wanita yang dipimpin. Kalau para isteri ngeronda, suamisuaminya juga pasti ga bisa tidur nis. Entah karena hawatir atau juga karena anaknya di rumah nangis terus. Hehe.” Ucap asep. “jadi menurut kamu wanita ga bisa jadi pemimpin? itu namanya diskriminasi.” Ujar nisa. “wanita itu pemimpin untuk dirinya dan anakanaknya. jangan memaksakan nis! Aku setuju kalau wanita itu belajar sampai tinggi, sampai dia pintar. Tapi kalau sudah berkeluarga ya bagusnya dia itu ngurusin anak, mendidik anak, gunakan kepintarannya itu, ciptakan seorang anak yang nantinya jadi seorang pemimpin. Nah, suami itu tugasnya bekerja. Hhhh.. ga kebayang kalau yang jaga anak dan masak itu suami sedangkan isteri justru bekerja di luar rumah.. ga lucu ih. Bisa kacau dunia.” Tutur asep. Nisa terdiam sejenak lalu berkata dengan pelan “iya juga siih.” Sepertinya dia sudah mulai setuju dengan pendapat asep. Asep melanjutkan perkataannya “dan juga nis! wanita kan dianugerahi dengan perasaan yang lembut, makanya dia bisa lebih sabar ketika menemani anaknya tumbuh. laki-laki dianugerahi dengan kemampuan yang lebih, baik itu kemampuan
233 tenaga ataupun pikiran, ya gunanya untuk menjaga dan membahagiakan isteri dan anak.” Asep terdiam, setelah itu kembali berkata “kamu kalau nanti punya anak, kamu harus didik anak kamu nis! jangan Cuma ditinggal kerja terus kasih game doang! Hehe. Kecuali keluarga kamu itu sangat kekurangan dalam materi.” Ucap asep. “iya pak ustad!” jawab nisa. Dia membiarkan asep berbicara dan matanya tetap saja menonton TV. “jangan kebiasaan sebut ustadz gitu ah! sedih nih hati. juz ‘amma aja ga hafal!” tutur asep. Nisa tertawa seraya menatap asep. “terus apa lagi stad?” ujar nisa menggoda asep. Dia sengaja terus memangil asep yang sering kali menasehatinya. “ih ni anak! jadi kesimpulannya adalah, emansipasi itu harusnya bukanlah persamaan gender, tapi keadilan gender. Harus tepat dalam menempatkan sesuatu, hak wanita adalah untuk dihormati laki-laki. Lalu laki-laki itu menghormati wanita dengan cara memberi penghidupan yang baik dan membahagiakan. hehe. gimana nis?” tutur asep. Nisa masih saja tertawa. “setuju aja deh stad!” ucap nisa. “iih dasar nisong! Orang ngomong serius dia malah becanda!” ucap asep yang sedikit kesal dengan
234 kelakuan saudarinya itu. namun mereka pada akhirnya tertawa bersama. Kemudian Mengalihkan perhatian mereka menuju layar kaca. Menit-menit berlalu hingga asep mulai merasakan kantuk. dia bangkit lalu berjalan menuju kamarnya. Sesampainya di kamar asep langsung mengambil kembali buku catatannya. dia menulis beberapa hal yang dia dapat hari ini. “ketika seorang ibu terlalu lama di luar rumah atau jauh dari anaknya, maka anaknya akan belajar pada televisi, internet, game, dan lingkungan. Emansipasi itu jangan salah disikapi. Ibu kartini juga pasti sedih kalau melihat para ibu justru meninggalkan anakanaknya demi mengejar rupiah.” Itulah catatannya hari ini. catatan selesai, dia pun segera berdo’a dan menyambut lambaian mimpi malam itu. Bab 20 Islam berbeda-beda Tahun telah melangkah maju sekali lagi. Kang jalal sudah kembali sehat, hanya menyisakan bekas jahitan yang panjang di lengannya. Banyak yang telah asep tulis di bukunya, ada pula beberapa
235 hal yang sudah dia perbuat untuk lingkungannya, dan ada pula permasalahan yang belum tersentuh sama sekali. Setiap lima atau enam bulan sekali dia pasti menyempatkan diri untuk pulang, mengecek keadaan neneknya, meminta nasihat darinya karena masalah yang dihadapi semakin kompleks. Dia juga tidak lupa mengecek kebun kecil yang ada pohon-pohon cabainya, memastikan pohon cabai itu punya keturunan, setidaknya asep ingin memastikan bahwa cabai itu akan selalu ada ketika nenek membutuhkannya. Beberapa bulan yang lalu dia sudah mengenal dan menggunakan yang namanya “internet”. Dia menggunakannya sebagai sarana untuk berbagi pemikiran dengan orang lain, saling mengingatkan, dia juga mencari tahu terus perkembangan bangsa dan lingkungannya. Hari minggu yang lumayan cerah. Ada langit polos yang digambar oleh polusi kendaraan. Terdengar derum dentum mesin dan baja yang menghantam daratan, suara-suara keras tidak punya keindahan menyayat daun telinga, lalu menghantam keras ke dalam pikiran. Asep keluar dari rumah, dia berencana pergi ke warnet. Di hari libur seperti ini, dia selalu menyempatkan diri untuk mengecek facebook dan surel-nya, mungkin saja ada pesan
236 yang penting, atau ada berita baru yang tidak terlihat oleh mata lahirnya secara langsung. satu langkah meninggalkan pintu rumah, asep sudah mengerutkan dahinya, begitu panas, matanya terasa sangat tegang menghadapi tatapan matahari yang lebih tajam. Hanya perlu berjalan beberapa langkah saja menuju warnet, di kota seperti jakarta ini warnet memang sudah sangat banyak bertebaran, seperti rumput yang tumbuh di musim hujan. *** tak lama kemudian asep sudah terhubung ke jaringan. Dia buka FB-nya, ada beberapa permintaan teman dari beberapa orang yang tidak dia kenal. Ada beberapa pemberitahuan tentang teman-teman yang ngasih jempol di statusnya. Dan ada beberapa pesan masuk. Ada info beasiswa, ada pesan dari sebuah group, dan satu lagi pesan dari teman SMA-nya. dia baca satu persatu. Ada satu Pesan dari salah satu group yang membuatnya sangat penasaran dan ingin memperdalam pengetahuannya, pesan tersebut berjudul “sekilas teologi islam”. Dia tidak bisa berhenti hanya dengan membaca pesan tersebut, dia mencari tahu lagi tentang islam dan aliran-aliran teologi yang ada. Dia buka mbah google, dan dengan hitungan detik informasi yang dia inginkan langsung bisa ditemukan.
237 Artikel demi artikel dia baca. Asep sangat terkejut, ternyata islam itu banyak sekali jenisnya, meskipun Tuhannya Cuma satu. Ada aliran khawarij yang sangat keras, ada mu’tazilah yang rasionalis, ada jabariyah yang serba pasrah, ada syi’ah, dan lain sebagainya. Tadinya asep hanya tahu sebatas islam NU dan Muhammadiyah yang ada di indonesia, dan tentang 4 madzhab. ternyata ada lebih banyak golongan-golongan dalam islam. Yang lebih membuat dia kaget adalah golongan-golongan tersebut saling mengkafirkan satu sama lain. dia membaca pula perberdebatan antara suni dengan syi’ah, sufi dengan wahhabi. “ada banyak sekali golongan itu.. mereka mengkotak-kotakan diri, mereka saling membiarkan, mereka tidak bersatu. apakah memang Rasulullah pernah memerintahkan untuk membuat kelompokkelompok baru? Apakah Rasulullah pernah mengatakan dia islam golongan apa? Ataukah mereka punya Nabi lagi setelah Rasulullah? Hmm.. yang aku tahu, Rasulullah itu membawa islam saja, bukan islam suni, islam syi’ah, islam wahhabi dan islam-islam yang lainnya. ..Berbeda pendapat memang anugerah, tapi ketika pendapat itu menjadikan manusianya turut terpisah, maka itu tidak baik! aku hanya ingin islam yang Rasulullah ajarkan..tidak lebih. Karena tidak mungkin islam itu rahmat bagi semesta alam jika sesamanya saja masih bertengkar.” pikir asep.
238 Satu jam sudah asep lewati untuk membaca tulisan-tulisan tentang islam. Dia memutusan untuk mengakhiri perjalanan dunia maya kali ini. sudah ada pengetahuan yang dia dapat, satu jam yang bermanfaat. kemudian dia melangkahkan kakinya kembali menuju rumah. *** Sesampainya di kamar. Dia kembali menyempatkan diri untuk berpikir sejenak atas apa yang dia dapat. “internet adalah ladang ilmu.. namun di sana juga ada jurang-jurang yang terjal.. sudah beberapa bulan ini membuka-buka.. Di sana ada banyak hal yang bagus, berita-berita yang lebih beragam dibanding di TV, diskusi-diskusinya juga bagus, juga ada debat-debat yang panas.. namun di sana juga ada hal-hal yang sangat buruk seperti pornografi.. anehnya, semua orang boleh masuk, buka internet, bayar 2500 terus bisa pulang..” pikir asep. Dia kembali mengambil buku catatannya. Diguratkan beberapa kata yang dia dapat hari ini. “pembatasan internet itu baik. Jangan biarkan semua orang bisa membukanya, akan berbahaya jika anak kecil yang membuka. Lebih bahaya lagi jika orang jahat yang ingin menyebarkan video porno membuka
239 internet. Internet itu ladang ilmu, namun juga ladang ranjau.” “islam harus bersatu. Ini masalah yang sangat sulit, butuh kepintaran dan pengaruh yang kuat agar bisa mempersatukan jalan pikiran yang berbeda. Permasalahan ini mungkin setingkat dengan masalah pemanasan global. Setidaknya aku harus menjadi seorang presiden negara yang kuat agar bisa menyelesaikan permasalahan ini. akan ku satukan para pemuka agama, para pemimpin dunia, aku ajak mereka berdiskusi, memikirkan arah yang lebih baik dari dunia ini.” Beberapa baris dia tuliskan di bukunya. Namun asep juga sadar bahwa permasalahan yang satu ini sangat sulit, kemampuannya belum sampai ke sana. dia hanyalah pemuda yang punya keinginan besar namun masih belum mampu mewujudkannya. Tidak lama kemudian terdengar suara adzan, dia bergegas mengambil pecinya dan berangkat menuju masjid. Setelah shalat, dia membaca Alqur’an 1-2 lembar, berharap ketenangan hatinya tetap terjaga, agar Allah memberinya kekuatan untuk terus meneriakkan kebaikan menurut pandangan yang diyakininya.
240 Bab 21 Jimat dan pemerintah hari-hari berlalu. Yang lewat tak bisa diperbaiki, yang kini sedang diperjuangkan, yang nanti harus direncanakan. Asep semakin tumbuh dewasa, pengetahuannya juga terus bertambah. Asep sudah mulai membawa buku catatannya kemanapun dia ketika keluar rumah, dia tidak mau kehilangan ingatan tentang segala sesuatu yang dia dapatkan dalam lingkungan. Liburan sekolah sudah kembali tiba. asep memutuskan untuk pulang ke kampung. Dia selalu merindukan neneknya untuk menceritakan banyak hal yang dia temukan di kota jakarta. Pagi itu dia berangkat menuju rumah, kali ini dia sudah berani pulang ke rumah sendirian. sebelum-sebelumnya dia selalu merasa was-was dan takut nyasar. Matahari sudah condong ke barat ketika asep sampai di rumahnya. Nek minah kala itu sedang memasak air, dia menyambut dengan sapaan singkat dan kembali ke depan tungku yang apinya hampir padam. Asep duduk di lantai dekat dapur. “gimana kabarnya nek?” tanya asep.
241 “uhuk.. uhuk..” nek minah batuk karena terlalu banyak menghisap asap. “alhamdulillah baik. Gimana kabarmu nak? Badanmu itu tambah besar saja, hampir-hampir nenek lupa.” ujar nek minah. Asep tersenyum, lalu berkata “alhamdulillah baik juga. Biarpun aku tambah besar, tapi kalau ketemu nenek aku selalu merasa kecil nek. eh nek tadi dijalan aku lihat ada ramai-ramai di kantor desa, orang-orang sampe desak-desakan. itu ada apa ya?” “ooh. itu ada pembagian uang dari pemerintah.” Ujar nek minah. “bantuan langsung tunai. Iya, pasti itu uang BLT!” pikir asep. “terus nenek dapet?” tanya asep. “nenek dapet. hampir semua orang di sini dapat, tapi nenek tidak ambil nak.” Ucap nek minah. “kenapa ga diambil nek? kan lumayan buat bantubantu keuangan nenek.” ucap asep. “nenek sudah merasa cukup. nenek tidak punya hutang ke siapa pun, nenek juga tidak punya anak yang cerewet dan banyak maunya. hehe.” Nek minah tertawa seraya menatap asep. Lalu dia melanjutkan perkataannya “Nak, apa kamu sudah bisa memahami lingkungan?”
242 Asep terdiam cukup lama “itu.” ucap asep dengan pelan. “aku masih bingung nek. kenapa ketika aku ingin memahami lingkungan, yang aku pahami itu justru adanya masalah? Masalah dan masalah!” ujar asep. Nenek tersenyum. “hehe. ya karena memang yang ada di sana itu masalah. coba kalau kamu Cuma di desa, apa yang bisa kamu pahami? Cuma pohon pisang?” ucap nek minah seraya kembali tertawa kecil yang diselingi batuk. “iya juga sih nek! di desa itu tidak banyak keributan. Mungkin orang-orang kota itu sudah terlalu pintar jadinya saling menyalahkan.” Ucap asep. “mungkin.” Jawab nek minah. “ya sudah nek. aku mau ke rumah imam dulu ya!” ucap asep. Asep kemudian pergi ke rumah imam. Dia berharap imam ada di rumah, karena dia ingin menanyakan lagi tentang vita. Setiap kali pulang ke rumah asep selalu menanyakan kabar vita kepada imam, dia tidak berani untuk langsung pergi ke rumah vita karena dia tidak begitu akrab dengan keluarga vita, dan dia sudah lama tidak bertemu dengan mereka. *** “assalamu ‘alaikum. Imam! ini asep mam!” salam asep dari depan rumah imam.
243 Imam keluar dari pintu rumahnya yang sempit. dia terlihat lebih hitam, mendekati asep dengan langahnya yang santai. “baru dateng sep? ada apa nih? hmmm. pasti soal vita lagi?” tanya imam. “iya mam! gimana kabarnya vita? Dia udah ada pulang?” ucap asep. “setahuku sih dia belum pulang-pulang sep! mungkin dia betah di kota. Hehe” ujar imam seraya tertawa. Imam masih saja punya selera humor dan masih sering menjaili orang lain, meskipun dia bukan lagi anak kecil. “yah.. kapan ya aku bisa ketemu lagi sama dia, pengen rasanya ngobrol bertiga lagi.” Ujar asep seraya tersenyum pada imam. “Ngomong-ngomong itu apa yang di jari kamu? Udah kayak dukun aja pake cincin gede gitu.” Ucap asep yang melihat cincin berwarna merah dan besar. Di pasang di jari tengah imam. “eh.. jangan ngomong macem-macem kamu sep. Ini cincin sakti sep!” ucap imam. “hmmm. jangan pake-pake yang kayak begitu ah mam. Ga baik!” tegur asep. “ga baik kenapa? Ini kan buat jaga-jaga sep.” ujar imam.
244 “emangnya dia bisa apa? Kalau kamu mau ketabrak mobil apa dia bisa loncat terus nyelametin kamu?” tanya asep. Imam tertawa mendengar ucapan asep. “hehe. ya caranya sih ga tau. pokoknya dia ini bisa bikin kita kuat.” Ujar imam. “jangan ah mam! itu syirik mam. Kita jangan memberi kepercayaan kepada sesuatu yang penjelasannya tidak masuk akal.” Ucap asep. “kata guruku sep. ini tuh seperti obat asma sep. buat jaga-jaga. kita sewaktu-waktu bisa aja butuh.” Tutur imam. “ya, kalau obat asma kan memang masuk akal, ada penjelasannya. Di dalamnya ada berbagai zat yang bisa menyembuhkan. nah kalau cincin kamu itu gimana penjelasannya? Masa cincin batu bisa bikin kita jadi kuat. lewat apa? pasti ada jinnya. jin itu ghaib mam, tidak bisa kita lihat dan jelaskan.” Ujar asep. “belajar dari mana tuh? Kayaknya ngerti amat?” ucap imam. “dari mana aja deh! hehe.” Asep terdiam sesaat, lalu berkata “Dari buku mam!” “jadi ga boleh nih pake cincin ini?” tanya imam.
245 “lebih baik jangan! percayakan saja segala sesuatu yang diluar pengetahuan kita atau yang ghaib kepada Allah. jangan kepada yang lain.” ujar asep. “okelah kalau begitu!” ucap imam. Asep tersenyum. “ngomong-ngomong gimana kabarnya ubed?” tanya asep. “dia kan sekarang kerja bareng aku sep di kebun teh!” tutur imam. “ooh. ya sudah saudaraku. Aku hendak kembali ke rumah. sampai jumpa lagi di lain waktu dan lain tempat.” Ucap asep dengan gaya bicara yang serius. “haalaaaah! bahasamu itu sep, gaya benget! Hehe” imam tertawa melihat perilaku temannya yang sudah semakin berbeda semenjak tinggal di kota. Asep terlihat lebih bersih, dia juga lebih pintar dan lebih cakap ketika berbicara. “wassalamu ‘alaikum mam.” Salam asep. “wa ‘alaikum salam.” Jawab imam. Asep kembali ke rumah dengan perasaan kecewa. Lagi-lagi dia tidak bisa berjumpa dengan vita. sudah dua tahun lebih dia tidak berjumpa dengan vita, perpisahannya pun sangat tidak menyenangkan. Hanya kenangan-kenangan kecil yang selalu asep ingat, kenangan itu yang membuat
246 asep ingin kembali bertemu dengan vita. kenangan manis masa lalu, tergurat indah meski yang terjadi hanya canda tawa bocah yang tidak begitu bermakna dalam. *** Sesampainya di rumah, nenek sedang tertidur di kamar. asep yang tahu bahwa nenek sedang istirahat kemudian masuk ke kamar dan berusaha agar tidak mengganggu neneknya. “penduduk bangsa ini masih menderita, mereka miskin dan kebanyakan masih bodoh dalam pengetahuan ilmu. mereka memberikan kepercayaan penuh kepada pemerintah yang sama sekali tidak mereka kenal. Uang BLT itu tidak akan berpengaruh banyak. Mungkin akan habis untuk membelikan anak-anak baju baru, atau untuk menuruti anak perempuan yang mulai ngambek ingin beli kosmetik. Harus ada pengelolaan uang tersebut agar tidak habis dengan begitu saja, sedangkan rakyat kecil itu selalu terburu-buru karena didesak kebutuhan. mereka tidak bisa membuat rencana yang lebih matang.” Pikir asep. Asep mengambil buku catatannya yang ada di dalam tas, dia mulai menulis sesuatu yang dia dapat hari itu.
247 “kepercayaan rakyat kepada pemerintah lebih seperti kepercayaan seorang manusia terhadap sebuah jimat. Pemimpin itu dipilih tanpa penjelasan sama sekali tentang kemampuannya, rakyat hanya bermodal percaya dan bersabar setelahnya. selanjutnya jimat itu akan sering memberi muslihat kepada si pemilik yang kepercayaannya mulai pudar. jimat itu tidak baik, aku harus mulai merubah jenis kepercayaan buta seperti itu. suatu saat nanti aku akan menjadi pemimpin bangsa ini, aku akan mengubah pola pikir masyarakat yang mudah percaya. mungkin semua itu akan sulit, namun sulit itu bukanlah mustahil.” Itulah catatannya hari ini. dia kemudian membaringkan tubuhnya di ranjang yang selalu dia rindukan. Ranjang reyot dengan suaranya yang khas. Sedikit bergoyang seakan memberi pijatan, menuntun raga yang kelelahan menuju alam peristirahatan. Bab 22 Semangat Mahasiswa Dua hari kemudian asep memutuskan untuk kembali ke jakarta. Cukup banyak hal yang sudah dia lakukan di desa. Meskipun masih terasa kurang karena dia belum bisa bertemu dengan vita.
248 Pagi berwarna indah seperti biasa, mentari tidak pernah berhenti memberi sinarnya. Pemuda itu sedang bersiap di kamarnya. Langkah kakinya akan kembali dijilat beton dan aspal. Tangannya akan kembali mengaduk polusi udara. Asep sudah bersiap untuk kembali ke kota. Dia memakai sebuah kemeja panjang yang digulung hingga di bawah siku. Dengan celana panjang yang berkantong besar pemberian kang jalal. Dan sebuah tas punggung besar yang juga adalah pemberian kang jalal. Pagi itu nek minah sedang di kebun kecilnya. Mencabuti rumput-rumput yang tumbuh di sekitar pohon cabainya. Asep menghampiri nek minah. Namun dia hanya berdiri di belakang nek minah, punggungnya bersandar di pintu dapur. “nek! aku hendak berangkat!” asep diam sejenak, nek minah pun belum berkata apa-apa, lalu asep kembali berkata “Aku minta nasehat nek!” Nenek menarik nafas panjang. “hmm.. nasehat apalagi nak? Kamu sudah besar, pasti sudah lebih pintar dari nenek.” ucap nek minah. “tidak nek. sampai kapan pun aku pasti butuh nasehat.” Ucap asep dengan pelan. “baik. kamu kan sekarang sudah semakin besar, kamu sudah melihat banyak hal. Nenek harap kamu
249 juga punya kepedulian terhadap lingkungan sekitarmu, jangan egois.” Tutur nek minah dengan lembut. “iya nek.” ucap asep. Nek minah kemudian melanjutkan perkataannya “kamu tahu pendaki gunung?” tanya nek minah kepada seorang cucunya yang kini telah tumbuh dewasa. “iya nek.” jawab asep. “semakin tinggi dia mendaki, maka pandangan yang dia dapat akan semakin luas. Begitulah orang yang sedang menuntut ilmu. semakin dia belajar, semakin banyak ilmu pengetahuannya, maka cara pandangnya akan semakin luas. Ketika sampai di puncak, pendaki gunung itu bisa melihat sungai, jurang, lubang, dia juga bisa melihat jalan yang lebih bagus. Nah, pendaki gunung yang paling pintar itu adalah yang bisa memanfaatkan penglihatannya. Dia bisa memperbaiki jalannya, menghindari jurang, menambal lubang, dia juga bisa mengingatkan orang lain agar waspada, agar tidak menginjak lubang.” Tegas nek minah. “intinya aku harus menggunakan ilmuku untuk menyelesaikan masalah telah ku lihat.” Ucap asep. “iya. Kamu harus mencoba menambal lubang yang kamu lihat, jangan sampai orang lain yang masih
250 bodoh masuk ke dalam lubang itu. semakin kamu pintar, kamu pasti semakin menyadari perbedaan dan akan semakin lembut. Kamu juga akan merasa bahwa ilmu yang kamu dapat itu masih sedikit dan masih banyak ilmu yang belum kamu dapat.” Ucap nek minah. Dia terdiam sejenak, lalu kembali berkata “kamu juga akan lebih luas dalam berpandangan dan tidak sembarangan dalam menghakimi orang lain. paham nak?” “iya nek, aku paham. terima kasih nek. aku pamit berangkat.” Ucap asep. Dia merasa perpisahan kali ini terasa sangat berat, terasa nenekya sangat dekat dengannya, dia masih merindukan suasana kecil dulu. Dia merasakan kesedihan. “sebenarnya aku masih rindu tempat ini.. tapi aku harus berangkat.” Gumam asep. Lalu dia kembali berkata “Ya sudah nek. asep berangkat. wassalamu ‘alaikum.” Asep mencium tangan nek minah. Dia menahan air mata kesedihannya tetap tersimpan dalam hati. “wa ‘alaikum salam. hati-hati di jalan ya nak. Belajar yang benar!” tegas nek minah. Asep berangkat menuju jakarta. Dia kembali harus meninggalkan neneknya sendirian. dia masih harus menuntut ilmu meskipun dia sangat ingin untuk tinggal dengan neneknya. Asep lalu berjalan keluar dari rumah. Sesampainya di pinggir jalan desa, pikirannya kembali menatap ke arah rumah vita, dia kembali teringat kepada perempuan muda itu.