The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by m hardi, 2023-02-14 00:56:18

IKRO softcopy

IKRO softcopy

151 makan sudah ada tempe goreng, sayur bayam dan sambal goreng. Terlihat sangat menggoda, tanpa tunggu lama asep dan nisa pun langsung santap siang. Mereka bergegas mengambil piring dan menyantap makanan yang tersedia, masih hangat dan menambah selera. “wah! anak ummi sepertinya lapar sekali. Memangnya tadi di sekolah tidak makan?” tanya ibu nisa kepada asep dan nisa. “ga sempet ummi, tadi tuh acaranya padet.” Jawab nisa. “ya sudah. setelah ini kalian pergi mandi ya, badan kalian sudah bau keringat. Jangan lupa juga shalat, terus istirahat!” tegas ibu nisa. Tercurah perhatian yang sangat besar dari seorang ibu kepada anak-anaknya. Asep pun merasa sangat tersentuh dengan kebaikan ibu nisa tersebut. Dia merasa sangat dihargai dan tidak dibeda-bedakan dengan nisa. Pada malam harinya asep menghampiri ibu nisa yang sedang menonton TV, sedangkan vita saat itu tengah berdiam diri di dalam kamar. ayah nisa belum pulang berdagang, mungkin saja tokonya sedang ramai. Karena Jika sedang ramai, ayah hanya pulang untuk shalat atau makan, setelah itu dia


152 biasanya kembali lagi ke toko yang tidak jauh dari rumahnya itu. Asep duduk di dekat ibu nisa. ”ummi! tadi pas asep ke sekolah, ada anak-anak yang ngamen di pinggir jalan. Apa mereka itu ga punya orang tua?” tanya asep. “mereka punya orang tua, tapi mungkin orang tua mereka tidak mampu merawatnya, atau mungkin juga mereka itu tidak punya orang tua sama sekali.” Jawab ibu nisa. “aku kira Cuma orang-orang di kampung saja yang hidupnya susah, ternyata di kota juga ada. malah lebih parah. bajunya kotor-kotor banget. Apa orang tuanya ga kasian anaknya ngamen?” tanya asep. “pasti kasihan nak. mereka juga pengen anakanaknya sekolah, belajar dan bisa berhenti mengamen.” Jawab ibu nisa. dia terdiam sesaat, lalu berkata “Kita ini adalah orang-orang yang beruntung, makanya kita harus banyak-banyak bersyukur, jangan suka mengeluh. Lihat mereka, setiap hari main di jalan, makanannya juga dingin dan tidak sehat.” Lanjut ibu nisa. “ternyata ada yang lebih tidak beruntung dibanding aku. Aku tidak punya ibu tapi aku masih beruntung punya nenek. sesulit apapun aku ketika di rumah,


153 nenek tidak pernah sampai menyuruhku mencari uang..” pikir asep. Asep terdiam, lalu kembali bertanya “mereka tinggal di mana?”. “biasanya rumah mereka itu di kolong-kolong jembatan atau di pinggir rel kereta, di berita-berita televisi bahkan ada yang hidup di gerobak. Mereka itu orang-orang yang kurang beruntung.” Jawab ibu nisa. “ooh. terus ummi, kenapa tidak ada yang membantu mereka?” tanya asep. “semua orang kesulitan nak, termasuk juga keluarga umi. Memang banyak juga orang kaya di jakarta ini, tapi biasanya mereka itu pelit. orang-orang kaya itu sebenarnya lebih miskin dibanding orang miskin.” Tegas ibu nisa. “di sini banyak gedung-gedung besar, tapi kenapa ada yang masih hidup di kolong jembatan? Di sini banyak orang berdasi, ada yang berjas hitam, ada yang naik mobil sedan, tapi kenapa masih ada yang berpakaian kotor dan mengamen di jalanan? tidak adakah yang peduli pada mereka? Kasihan. seandainya aku bisa bantu mereka.” pikir asep. “memangnya orang kaya itu makan apa ya ummi? Apa ada yang lebih enak dari roti isi coklat?” tanya asep.


154 “makanan mereka mahal-mahal nak. sekali mereka makan itu uangnya bisa buat tiga kali kita makan.” Ucap ibu nisa. “apa mereka itu tidak takut masuk neraka? Pelit itu kan dosa. kita kan harus berbagi.” Ucap asep. “neraka dan surga mereka itu ada di dunia. Jika mereka kaya dan bahagia maka mereka mendapatkan surganya. Jika mereka merugi atau bangkrut, maka mereka menganggap itu neraka. bagi mereka itu tidak ada neraka yang di akhirat.” Jawab ibu nisa. Asep terdiam sejenak. “apa bener begitu ummi? Agamanya islam kan? Aku heran deh. Kalau di kampung itu orang-orang masih mau berbagi makanan sama yang kesusahan. aku masih sering ngasih ikan ke tetangga. walaupun Cuma ikan sungai.” Ucap asep. “mereka itu muslim tapi mereka tidak benar-benar menjalankan islam. Kalau di kampung itu suasananya masih sejuk dan tenang nak, jadi hati orang-orang kampung itu lembut. nah, Kalau di sini kan serba besi dan tembok, jadi hati orang-orangnya juga banyak yang keras.” Jawab ibu nisa. Lalu dia tertawa seraya memandang ke arah asep. “yah! malah bercanda. masa hatinya keras kaya tembok.” Ucap asep yang juga ikut tertawa.


155 “makanya. kita harus menjaga kepekaan hati kita terhadap orang lain. Sekarang kita makan enak, bisa jadi besok kita sudah tidur di kolong jembatan, kita tidak pernah tahu rencana Allah. Kalau kita jadi seperti mereka , kita pasti akan butuh bantuan orang lain.” tegas ibu nisa. “hampir sama dengan yang dikatakan nenek, hati ini bisa mati kalau tidak dijaga. Tapi kenapa di kota ini banyak orang-orang yang hatinya keras? Apa karena televisi? Oh iyaa.. aku ingat kata-kata nenek.. kesenangan.. kesenangan itulah yang membuat mereka lupa pada penderitaan.” “umi, asep pamit tidur dulu ya. Ngantuk.” Ucap asep. “jangan lupa ambil wudlu dulu. terus baca doa! supaya tidak diganggu setan.” Jawab ibu nisa. Asep pergi mengambil wudlu dan masuk ke dalam kamarnya. Dia merebahkan tubuhnya keatas ranjang, merenungkan kembali percakapannya dengan ibu vita. Dia merasa sangat kasihan kepada anak-anak jalanan tersebut, namun dia juga tidak bisa membantu. “Ya Allah.. apa yang harus aku lakukan untuk membantu mereka, aku sangat ingin membantu. Dan kenapa pula Engkau membiarkan mereka dalam kesulitan? Bukankah lebih baik jika mereka diberi


156 kemudahan? Hhh.. ternyata selama ini aku sangat cengeng, mereka itu sangat kuat.” “Tokkeee.. tokkeee..” Terdengar suara tokek, hanya sebentar lalu hilang kembali. tak lama kemudian suara tokek itu kembali muncul. Asep yang kala itu sedang berpikir merasa terganggu dengan suara tokkek yang berisik. “huuus..!!” teriak asep. Asep mencoba menghentikan suara tokek tersebut namun dia tidak tahu di mana tokek itu bersembunyi. Dia mencarinya di balik lemari namun tidak ada, dia mencari ke kolong ranjang, namun tidak dia temukan juga. Akhirnya dia membiarkan sang tokek bersuara. perlahan-lahan tanpa sadar asep pun tertidur. Bab 13 Lingkungan sekolah Baru beberapa hari asep menggunakan seragam putih abu-abu. Dia sangat bersemangat untuk sekolah, meskipun dia masih harus menyesuaikan diri dengan gaya pergaulan anak kota. Bahasa yang terdengar berbeda di telinganya, dan dia mencoba menyesuaikan diri agar tidak terlalu terlihat berbeda.


157 Hari ini adalah hari ke-6 dia pergi sekolah. Pagi ini dia memulai hari layaknya di kampung halamannya. Dia tidak pernah lupa untuk menjalankan rutinitasnya yang dulu seperti bangun pagi-pagi dan shalat subuh serta membaca beberapa lembar Al-Qur’an. Bedanya kali ini dia berangkat dan bersiap-siap bersama dengan seorang teman yang sudah seperti saudaranya, yaitu nisa. Suasana kelas selalu ramai, berisik, entah apa yang orang-orang kota itu makan sehingga mereka selalu bersemangat. Asep hanya duduk diam di kursinya, dia tidak terlalu banyak bergaul dengan teman-temannya. orang seperti dia pasti selalu kesulitan untuk mendapatkan teman meskipun sudah ikut masa orientasi siswa. Asep berbeda kelas dengan nisa, asep duduk di kelas A sedangkan nisa di kelas C. Namun mereka selalu berangkat dan pulang bersama. Hari ini dia belajar bahasa indonesia. Pelajaran apapun selalu dia ikuti dengan serius, suka atau tidak suka bukanlah ukuran baginya untuk berusaha, jika itu baik maka dia akan berusaha sekuat tenaga. Waktu istirahat akhirnya tiba, Dua jam dengan bapak guru lumayan membuat otaknya berputar-putar. dan di hari ke-6 ini dia masih berjalan sendirian menuju kantin, dia membeli beberapa makanan ringan dan memakannya di dalam kelas.


158 Saat itu dia duduk sendirian di dalam kelas, anak-anak lain bermain di luar bersama teman-teman barunya. Namun kemudian tiba-tiba seorang murid masuk, dia duduk di kursinya. Murid itu hanya diam, tidak makan apapun juga tidak membaca buku, pun tidak berkata-kata apa-apa. Saat itu hanya ada mereka berdua, dan berdua dengan orang yang tidak dikenal sungguh sangat tidak nyaman bagi asep. Asep yang sedang memakan jajanannya mencoba menawarkan kepada anak tersebut, dia juga berharap bisa menjadi temannya. Mereka mengobrol dalam keadaan yang berjauhan. “eh kamu! mau ini ga?” ucap asep. Ucapan asep terdengar sangat kaku, padahal dia sudah berusaha sebisanya agar berbicara dengan bahasa kota. Saat itu asep merasa malu, namun dia melanjutkan usahanya agar mendapatkan teman. Inilah kesempatan baginya, ketika orang semakin ramai maka rasa malu itu pasti akan semakin parah. “ga ah! aku udah jajan.” Jawab anak tersebut seraya tersenyum. Entah apa yang dia rasa lucu, namun karena senyuman itulah asep bertambah canggung. “ooh..” ucap asep. Selang beberapa menit anak itu memulai kembali percakapan. “kamu kok ga main bareng tementemenmu?” tanya anak tersebut.


159 “ooh. aku belum dapet temen. sudah hampir satu minggu.” Jawab asep. “namaku tia, nama kamu siap?” tanya anak tersebut. “aku asep. Kamu sendiri kok ga keluar sama tementemenmu?” jawab asep. Logatnya masih terdengar kaku. Tia pun masih sering tertawa kecil ketika asep berbicara. “engga ah, lebih enak di sini.. lagian aku juga belum akrab sama mereka, jadi males.” Jawab tia. “ooh..” ucap asep. Mereka terdiam lagi, cukup lama, lalu tia kembali berkata “kamu kan yang sering nanya sama guru ya? kayaknya kamu itu pinter. iya kan?” tanya tia. “ooh. itu. aku juga masih belajar kok. Yang pinter itu justru yang tidak bertanya. Aku bertanya kan karena belum ngerti.” Jawab asep seraya tertawa kecil. “bener sih. tapi yang diem juga bukan orang pinter loh. Aku jarang nanya padahal aku ga pinter, malahan terlalu sering ga ngerti kalau lagi belajar.” Ucap tia. Suasana mulai mencair. tikungan tajam sudah jadi jalan tanpa tol tanpa hambatan. Tia adalah teman pertama asep di kelas, langkah awal ini pasti akan membuat mudah langkah-langkah asep untuk


160 mengenali yang lainnya. Asep akhirnya bisa punya teman, Karena meskipun asep senang menyendiri, dia tetap saja ingin mengenal dan akrab dengan orang lain. dia ingin mengetahui perilaku setiap temannya, dia sangat senang memperhatikan orang lain. Bel masuk berbunyi dan pelajaran kembali dimulai. Dan hari itu berlangsung dengan lancar. *** Satu bulan kemudian asep sudah mulai mengenali semua orang yang ada di kelasnya. Dia sudah memiliki banyak teman mengobrol atau berbagi pengetahuan tentang pelajaran sekolah. Anak-anak lain pun mulai menyadari bahwa asep adalah seorang anak yang cerdas, meskipun ada juga yang senang menggoda asep dengan logat daerahnya. Asep jarang sekali berbicara atau bercanda dengan teman-temannya, namun ketika belajar dia adalah orang yang aktif. Selalu ada pertanyaan yang asep ajukan kepada gurunya, dan tidak pernah sekalipun tidak mengerjakan PR-nya. Asep terus mengamati. Di dalam kelas ini terbentuk kelompok-kelompok pertemanan. Mereka menjadikan diri mereka terpisah dengan kelompok yang lain. bahkan ada satu kelompok di dalam kelas yang selalu berisik, mereka tidak pernah serius ketika belajar dan sering mengganggu teman-temannya yang lain.


161 Asep tetap berdiri sendiri, tidak mengikuti kelompok ini atau itu, karena dia menerima siapapun yang ingin jadi temannya. Bahkan dia lebih senang memperhatikan tingkah laku teman-temannya, mengingatkan mereka ketika mereka salah, membantu mereka ketika mereka kesulitan. Saat ini dia sedang berusaha memahami lingkunagnnya dan jadi berguna bagi lingkungannya. Asep pun terkadang mendapat pujian-pujian karena perilakunya yang baik, dan asep menanggapi pujian itu dengan senyum senang, pujian itu baginya adalah tanda bahwa dia telah berguna bagi orang lain. Bel pelajaran hari ini berbunyi, asep dan anak-anak yang lain merapihkan posisi duduknya dan bersiap menyambut sang guru. Namun ada beberapa temannya yang masih saja berisik, mereka itu adalah kelompok dodi dan kawan-kawannya. Mereka mengganggu asep yang sedang bersiap-siap belajar. “heh anak kampung! Kenalan yuk? ngapain lo sekolah ke kota? Kambing lo ada yang ngurusin ga disono? Hahahahaha...” ucap dodi. dodi dan temantemannya tertawa sangat keras, semua orang yang ada di kelas memperhatikan mereka. Asep tetap melanjutkan kegiatannya dan tidak menghiraukan ledekan anak-anak tersebut. Temanteman kelas yang lain juga hanya diam, namun dodi tidak berhenti mengganggunya.


162 “heh! lo budeg ya? Jawab dong pertanyaan gw! Dasar ndeso!” ucap dodi yang kemudian kembali tertawa dengan keras. “ngomong-ngomong itu badan lo kurus amat, lo kurang vitamin ya?” ujar dodi. Semua orang yang ada di kelas mendengar ucapan dodi yang sangat keras. Sebagian dari mereka ada yang ikut tertawa, namun ada juga yang diam dan tidak melakukan apa-apa. “biarkan sep.. biarkan saja.. sabar.. biar masuk telinga kiri tapi langsung keluarkan ke telinga kanan. Tidak usah pusing dengan hal-hal demikian, ada hal yang lebih penting untuk dipikirkan.” pikir asep. Akhirnya guru datang dan mengakhiri keributan tersebut. Ketika bel pulang sudah berbunyi, asep bertemu dengan nisa di depan pintu kelas. nisa menawarkan kepada asep sesuatu yang baru. Dia mengajak asep pulang sekolah naik metro mini, asep yang penasaran langsung setuju, dan hari ini mereka berencana pulang naik metro mini. Bel pulang berbunyi, asep menemui nisa di depan pintu kelasnya. Mereka berjalan bersama menuju jalan raya, kemudian menunggu metro mini. 5 menit, 10 menit, 15 menit, dan akhirnya metro mini yang dinanti-nanti datang. Kendaraan itu penuh sesak, bau yang menyengat keluar menusuk penciuman, entah dari mana asal bau itu, sungguh mengherankan bagi asep karena semua orang terlihat


163 cuek, padahal dia sudah puyeng mencium bau tersebut. Baru beberapa menit mereka berada di atas metro mini. metro mini itu kemudian berhenti untuk menurunkan penumpang. Metro mini itu mulai berjalan kembali, pak sopir mengemudikannya dengan kencang. namun selang beberapa menit metro mini itu kembali berhenti, kali ini untuk menaikkan penumpang. Begitu panas dan tidak nyaman ketika kendaraan itu berhenti. Dan kemudian metro mini itu kembali dipacu, baru saja beberapa detik berjalan, tiba-tiba metro mini itu ditempel dari samping oleh metro mini yang lain, dan lagi-lagi metro mini yang ditumpangi asep itu harus berhenti. kemudian terdengar percakapan antara pengemudi metro mini tersebut dengan seorang kernet dari metro mini yang lain. “woy setan! Sewa gw lo bawa!” teriak seorang kernet. “mana nyet! Bukannya lo tadi udah narik!” balas pengemudi metro mini. “belum bangsat! Cepet pindahin tu penumpang! Macem-macem lo ma gw!” ucap kernet tersebut. “dasar! Kenapa ga bilang dari tadi!” ucap pengemudi metro mini.


164 Setelah pertengkaran mulut itu penumpang dipaksa turun dan pindah ke metro mini yang lain, kali ini bahkan lebih berdesak-desakan dibanding sebelumnya. Sebagian orang memilih untuk tidak naik kembali. Asep tidak mengerti apa yang terjadi, dia melihat nisa yang tetap tenang sehingga membuatnya tidak terlalu ambil pusing. Ketika asep sudah sampai di dalam kamarnya, dia memikirkan apa yang tadi terjadi di atas metro mini. “aah.. kasur ini empuk sekali.. hmm.. metro mini yang tadi itu tidak menyenangkan, panas, kebutkebutan, dan supirnya galak. Apa semuanya seperti itu ya. kenapa bahasa mereka begitu kasar ya? Apa mereka selalu seperti itu setiap hari? Aku yang baru denger sekali saja sudah kepikiran gini, gimana kalau tiap hari.. apa mereka sudah biasa? Apakah mereka tidak pernah belajar sopan santun? ...Kalau di desa itu orangnya sopan-sopan, tidak seperti di sini, banyak yang kasar. Sepertinya aku tidak cocok tinggal di sini..” pikir asep. “tokkee.. tokkeee” Suara tokek yang kemarin kembali terdengar, asep bangkit dari ranjangnya dan mencari tokek tersebut. Dia memeriksa kembali belakang lemari, kolong ranjang, di ventilasi udara, tapi tetap tidak dia temukan. Tidak lama kemudian suara tokek itu berhenti.


165 “..tokeknya juga aneh, ada suaranya doang.. hiih..” pikir asep. *** Sebulan semenjak kejadian tersebut Asep kambali mendapat masalah di sekolah. Anak-anak nakal itu kembali berulah. Kali ini mereka tidak mengganggu orang lain, melainkan menonton video porno ketika jam istirahat. Mereka berkerumun berebut celah penglihatan ke arah sebuah ponsel. menonton video porno memang sering dilakukan oleh mereka, bahkan sering kali anak-anak perempuan juga ikut menonton tanpa merasa risih berdesak-desakan. kala itu asep dan beberapa orang hanya diam memperhatikan mereka. Namun Asep sadar bahwa perbuatan yang dilakukan temantemannya itu salah, dan dia merasa ikut merasa bersalah jika membiarkan kegiatan itu terjadi tanpa berbuat apa-apa. Dia pun menegur mereka. “dod! kamu liat video porno ya?” tegur asep. “emang kenapa? Lo mau ikutan nonton? Bentar ya gantian, tempatnya udah sempit nih.” Ucap dodi. “ga ada gunanya nonton yang kayak begitu dod! Merusak diri sendiri.” Ucap asep. “terus apa urusan lo!? gw suka kok nonton bokep! Lo ga suka! Hah! Ganggu gw aja lo!” bentak dodi. Dia


166 menatap asep dengan tajam. Badannya yang besar membuatnya terlihat sangat seram. “aku Cuma mengingatkan, kalau mau lanjut terus sih terserah.” Ucap asep. Asep kemudian kembali ke tampat duduknya. Dia merasa kaget ketika dibentak oleh dodi. Badan dodi yang besar memang menyeramkan, berbeda dengan asep yang kecil dan kurus. “oow. baru berapa minggu lo di sini, udah jadi ustad aja lo!” teriak dodi. Sedangkan asep kala itu tetap melangkah menjauhi dodi dan teman-temannya. Tak lama setelah itu teman-teman yang tadinya ikut menonton mulai pergi menjauh dari dodi dan kembali ke tempat duduk mereka masingmasing. Dodi hanya menonton video tersebut dengan kelompoknya, dan akhirnya mengakhiri kegiatan buruknya tersebut. Namun kemudian dodi beranjak dari tampat duduknya dan menghampiri asep yang sedang membaca buku. “jebb! gduprakk!” Tiba-tiba dodi menghantam wajah asep dengan kepalan tangannya yang besar. Menghujam tepat di rahang asep dan membuatnya terpelanting dari kursi. teman-teman yang melihat kejadian tersebut mendekati dodi dan asep. Kemudian Mereka menahan dodi agar tidak melanjutkan perbuatannya, namun dodi masih sempat menendang perut asep hingga asep melengking di


167 atas lantai. Hantaman itu sungguh membuatnya kesakitan, kepalanya terasa pusing dan dia kesulitan untuk berdiri. “rasain tuh! makanya jangan macem-macem sama gw!” bentak dodi kepada asep. Semua orang yang tadinya diluar kelas menjadi berkumpul ke dalam, bahkan menjadi ramai dengan datangnya anak-anak dari kelas lain. nisa yang beberapa menit kemudian mengetahui kejadian tersebut langsung memberi kabar kepada orang tuanya. hari itu asep dipulangkan lebih awal. Dia mengalami kesakitan di sekujur tubuhnya, dia diantar oleh seorang guru setelah sebelumnya diobati terlebih dahulu. Sesampainya di rumah asep hanya mampu tertidur, dan baru terbangun di keesokan harinya. Dia tidak masuk sekolah, kepalanya masih terasa pusing, dan perutnya masih sakit. Ibu nisa yang sedang duduk santai di ruang tengah meihat asep keluar dari kamarnya. “kamu kenapa nak, kok bisa sampe berantem?” ucap ibu nisa. Saat itu asep baru saja bangun tidur dan berjalan menuju kamar mandi. “aku bukan berantem ummi. aku Cuma mengingatkan dia, eh dia malah mukul.” Ucap asep seraya menghentikan langkahnya.


168 Ibu nisa beranjak dari tempat duduknya, lalu menghampiri asep. “gimana sakit di dagu kamu? Masih terasa?” tanya ibu nisa. “alhamdulillah udah baikan.” Jawab asep. Kang jalal turut keluar dari kamarnya. Dia menghampiri asep, lalu memperhatikan wajah asep. “ada apa ini sebenarnya nak. kamu punya masalah ya di sekolah?” tanya kang jalal. “nggak kok abi. Cuma salah paham aja. Nanti juga beres.” Ucap asep. “hati-hati ya nak, tidak semua orang senang dengan kebaikan. kita harus pintar-pintar menempatkan diri.” Tutur kang jalal. “iya abi. aku paham.” Jawab asep. “aku tidak menyangka dia bakal semarah itu.. padahal aku mengingatkan agar dia tidak terjerumus dalam keburukan.. hhh. Aku harus lebih hati-hati.” pikir asep. Orang tua nisa sudah tahu penyebab kejadian tersebut dari nisa. Mereka pun tidak mengungkitungkit masalah tersebut, karena mereka tahu hal tersebut adalah baik meski berbuah kesakitan. Mereka membiarkan asep tumbuh dengan benar dan menjaganya agar tetap dalam keadaan yang baik, tidak terpengaruh oleh teman-temannya yang nakal.


169 Setelah itu asep melanjutkan langkah kaikinya menuju kamar mandi. Dia membersihkan wajahnya, mengambil wudlu kemudian kembali ke kamar. lalu dia kembali tertidur. Asep terbangun. Kala itu sudah jam 2 siang. Seperti biasanya, siang itu sangat berisik. Suara anakanak kecil yang sedang bermain di depan rumah, ada juga yang sedang menangis, suara kendaraan bermotor menambah ramai suasana. semuanya bercampur membuat alunan nada yang tidak menyenangkan, sangat berbeda dengan suasan kampung yang damai dan menenangkan. Asep bergegas bangkit kembali untuk mengambil wudlu dan menegakkan shalat dzuhur. Selesai shalat itu dia kembali merebahkan badannya di tempat tidur. Dan kembali merenungkan apa yang telah terjadi. “kenapa dodi begitu tidak senang ketika diingatkan? Kenapa juga dia bisa senakal itu, apa orang tuanya tidak pernah mengajarinya baik dan buruk? Apa tidak pernah ada yang mengingatkannya ketika masih kecil? Video porno itu tidak bagus, melemahkan akal.. Pasti dia belum pernah belajar tentang itu. kenapa tidak ada yang mengajarinya? ..aku berdo’a kepada-Mu ya Allah, semoga dia sudah menjadi lebih baik ketika aku berjumpa lagi dengannya... kenapa kehidupan di sini banyak yang


170 berbeda? banyak hal yang tidak menyenangkan, hhh.. seandainya aku bisa pulang..” pikir asep. “tokkeee.. tokkee..” suara tokek itu kembali muncul. “itu tokek kok ada lagi sih, mengganggu lamunanku aja.. padahal udah lama ngilang, kenceng banget lagi suaranya. Tapi biarin aja lah, mungkin dia lagi ngobrol sama temennya.. tapi berisik.. hey tokek! jangan lama-lama ngomongnya, suaramu berisik..” Pikir asep. Kemudian suara tokek itu pun hilang dengan sendirinya. Entah ada di mana tokek itu, dia bersembunyi di suatu tempat yang tidak asep ketahui. Tokek itu sudah sering terdengar, dan suaranya sangat keras. Bab 14 Kesempatan pulang Asep sedang duduk menonton televisi dengan nisa, belakangan ini dia semakin sering menonton televisi. Dia menonton semua acara yang dia anggap menarik, kadang berita, film, kartun. Dan dia selalu mencerna segala yang dia lihat dalam otaknya, selalu bisa menyaring mana yang baik mana yang buruk. ketika menonton dengan orang lain, dia juga sering


171 mengomentari langsung hal-hal yang menurutnya aneh. kali ini nisa sedang menonton acara gosip, dan asep ada di sana. “Kenapa artis-artis kok sering cerai? Apa janganjangan mereka tidak nikah sungguhan.. Terus banyak juga yang selingkuh, apa mereka tidak tahu kalau itu tidak baik.. dan lebih anehnya, kok hal buruk itu disiarkan oleh televisi? Apa ga malu banyak yang lihat.. Benar kata nenek, televisi itu punya sisi buruk. Tapi kenapa masih banyak yang menonton acara seperti ini, apa mereka benar-benar terhibur? Hmm.. gimana kabarnya nenek ya? Jadi rindu pengen pulang.” pikir asep. Ketika itu Asep menegur nisa. “eh nis! acara itu kurang baik. Cari aja yang lain.” “aku juga jarang nonton gosip kok, ini Cuma lagi iseng-iseng aja.” Jawab nisa. “aku pindah aja ya. kita nonton yang bermanfaat aja.” Ucap asep. Dia mengambil remote TV yang ada di dekat nisa, lalu mulai memindahkan channel. Nisa pun hanya terdiam. Kali ini asep dan nisa menonton acara berita. Kala itu ada berita tentang penggerebekan hotel yang di dalamnya ada pasangan bukan suami isteri yang melakukan hubungan intim. Polisi menggerebek


172 hotel tempat para pelaku sex bebas itu dan menangkap beberapa pasangan liar. Asep kembali nyeletuk. “itu orang kok mukanya ditutupin pake baju, tapi dadanya ke mana-mana.” Ujar asep. “ya kan, kalau mukanya kelihatan jadi lebih malu sep. apalagi ada kamera!” ucap nisa. “ooh, iya juga sih. gawat juga kalau orang tuanya di rumah lihat acara ini.” ucap asep seraya tertawa kecil. “iya laah.” Nisa terdiam sesaat. “eh tapi ga tau juga sep. mungkin aja dia itu PSK yang ga punya keluarga dan ga punya rumah.” Lanjut nisa. “hmmm.” Gumam asep. “sebenarnya siapa yang salah? PSK mencari uang karena mereka butuh uang.. mereka tidak punya orang tua yang bisa membimbing mereka, mereka terjerumus.. ...tapi yang aneh itu.. kenapa dia malu pada kamera tv, tapi tidak malu kepada Tuhan.. kamera Tuhan kan ada dimana-mana.. bahkan bisa melihat ke dalam hati yang paling dalam.. dan sekarang kamera itu pasti sedang melihat isi hatiku ini.. hhhmmm.. yaa Allah.. Engkau sekarang pasti sedang mendengar kata hatiku ini.. aku titip salam kepada Rasulullah.. kata kan padanya bahwa kami rindu..” pikir asep.


173 Asep keluar dari lamunannya dan kembali serius menonton televisi. Di sampingnya ada nisa yang sedang serius sekali, seakan-akan juga sedang memikirkan banyak hal dalam pikirannya. “oiya nis! tadi aku mau nanya ini loh. kamu tuh kenal sama nenekku ga?” tanya asep. Nisa tersenyum. “nenekmu ya nenekku juga sep, gimana sih kamu.” Tutur nisa. Asep kaget mendengar ucapan nisa. Mana mungkin nisa ini adalah cucu nenek, karena neneknya belum pernah menceritakan tentang nisa ataupun keluarganya. “hah! Masa sih! Beneran nis?” ucap asep yang terkejut. “beneran lah, ngapain bohong.” Ucap nisa. “masa sih, nenek ga pernah cerita kalau dia punya cucu lain selain aku. dia kan tinggal di desa terus, sejak kapan dia punya anak di kota. berarti orang tua kamu itu ada yang anaknya nenek ya? kamu punya buktinya?” ucap asep dengan cepat dan penuh rasa penasaran. “pelan-pelan ngomongnya. tunggu deh aku ambil fhotonya dulu.” Ucap nisa. Nisa membuka sebuah laci di dekat televisi, dia mengambil sebuah album fhoto. Dibuka lembar demi lembar, dia amati perlahan tiap fhoto yang ada di dalamnya dan berhenti di sebuah halaman. “ini sep.” Ucap nisa.


174 “yang mana?” tanya asep. Nisa mengarahkan telunjuknya. “ini abi sama nenek.” ujar nisa. “jadi ini nenek pas masih muda ya, abi juga masih kecil. Tapi kenapa nenek belum pernah cerita sama aku? Kamu tahu kenapa nis?” tanya asep. Dia kebingungan dengan kenyataan yang baru dia ketahui itu. “aku juga ga tau sep. tapi kamu beruntung sep, kamu liat nenek setiap hari. Aku Cuma pernah ketemu sama nenek itu dua kali doang, itu pun bukan di rumah nenek, tapi di rumah orang.” Ucap nisa. “kok gitu, kenapa?” tanya asep. Kali ini dia ditimpa rasa heran yang semakin besar. “ya aku ga tau sep! itu juga udah lama, pas aku masih kecil.” Tutur nisa. Tiba-tiba kang jalal datang memotong pembicaraan nisa dan asep. Dia duduk disamping nisa yang sedang memegang album fhoto keluarga. Kang jalal sadar bahwa kedua anak itu sedang membicaarakan neneknya, dia pun langsung membuka percakapan dengan mereka. “lagi pada apa ini anak-anak abi?” tanya kang jalal. “jadi abi sebenarnya anak nenek ya? Atau umi yak anak nenek?” asep balik bertanya.


175 Kang jalal terdiam cukup lama. “yang anak nenek itu abi. Wah ceritanya panjang, kamu kangen sama nenek ya? Gimana kalu minggu depan kita pulang kampung, kalian juga sudah liburan semeter kan?” ajak kang jalal kepada asep dan nisa. “setuju! setuju abi. aku pengen ke kampung lagi, udah lama ga ke sana.” Ujar nisa. “pulang.. waah, tidak terasa ternyata aku sudah enam bulan tinggal di jakarta. Gimana ya kabar nenek. Kabar imam, ubed, vita, apa mereka baik-baik saja. Sekolah dimana mereka?” pikir asep. “nah nisa sudah setuju, kamu gimana sep?” tanya kang jalal kepada asep. “aku setuju abi.” Jawab asep dengan pasti. “baiklah! semua sudah setuju. persiapkan diri kalian, jaga kesehatan. Minggu depan kita berangkat.” Tegas kang jalal. Kemudian terdengar suara adzan dhuhur, mereka semua menyudahi obrolan tersebut. Ayah nisa pergi ke masjid, sedangkan asep shalat di rumah. Dia shalat berjama’ah menjadi imam untuk nisa dan ibunya. ***


176 Seminggu kemudian. pagi yang cerah menyambut asep dan keluarga barunya. Mereka sudah siap, semuanya ikut dan sangat antusias. Nisa yang sudah lama tidak berjumpa dengan nenek sudah tidak sabar ingin cepat sampai ke sana, dan berharap sang nenek masih ingat kepadanya. Keluarga ini berjalan menuju jalan raya kemudian mereka naik angkot. dan akan dilanjutkan dengan kereta api selama beberapa jam. Perjalanan kali ini terasa sangat berbeda bagi asep. Dia lebih merasakan guncangan kereta yang lembut, lebih menghayati indahnya pemandangan di sepanjang perjalanan, dan tentunya dia lebih merasakan kebahagiaan, sebentar lagi kerinduannya akan segera terbayarkan. Sesampainya di jalan desa, cuaca dingin mulai meyambut mereka. Ada mendung bermain di langit siang, angin laut tergesa-gesa mengejar matahari, dia menyisakan belaian-belaian tajam di sepanjang jalan yang menusuk kulit hingga ke dalam tulang, mencipta dingin yang sangat terasa. Keluarga ini mengenakan jaket yang mereka bawa, sedangkan asep tetap cuek dengan kaos tipisnya. Dia sudah rindu dengan suasana rumahnya yang sejuk. Tak lama kemudian Mereka tiba di rumah nek minah. Seorang nenek yang kini hidup sendirian. “assalamu ‘alaikum nek. ini asep nek, cepat buka.” Ucap asep dengan tergesa-gesa.


177 “Wa ‘alaikum salam..” nek minah menjawab dari dalam rumah. Nek minah terkejut ketika membuka pintu dan melihat ternyata asep pulang dengan jalal dan keluarganya. Sudah lama mereka tidak jumpa, dan pertemuan ini sangat tidak terduga bagi nek minah. Asep masuk ke dalam rumahnya, dia memeluk neneknya sebentar dan pergi menengok kamarnya, dia rindu kepada ranjangnya yang nyaman. Nek minah mempersilahkan masuk kang jalal dan keluarganya. asep keluar dari kamarnya dan mengajak neneknya mengobrol. “gimana kabarnya nek?” tanya asep. “alhamdulillah baik nak. Kamu sehat?” tanya nek minah. “kurang baik nek. ada banyak hal yang ingin aku ceritakan sama nenek.”ujar asep. Kemudian nenek menghentikan percakapannya dengan asep, dia lekas menyambut jalal dan keluarganya. Dia menggelar tikar di lantai, karena di dalam rumah nenek memang tidak ada ruang tamu yang bersofa, hanya lantai semen yang dingin dan tanpa karpet. “gimana kabarmu jalal?” tanya nek minah kepada kang jalal. “alhamdulillah baik. maafkan aku..” ucap kang jalal. Seraya merangkul dan menciumi tangan nek minah.


178 Asep kaget ketika melihat kang jalal yang mencium tangan nenek, merangkul, bahkan hingga menangis. Dia merasa penasaran apa yang sebenarnya tidak dia ketahui. siapa sebenarnya kang jalal ini, siapa nenek yang sebenarnya. tiba-tiba dia merasa asing berada di sana, karena kang jalal dengan neneknya terlihat begitu akrab. Perlahan asep keluar dari rumah melalui pintu dapur, dia tidak mau mengganggu nostalgia antar nenek dengan kang jalal. Ketika asep di samping rumah, dia berhadapan dengan pohon cabai yang sudah lama dia tinggalkan. Pohon itu masih segar, berbuah banyak, di sekitarnya juga bersih. nenek masih rajin merawat kebun kecil tersebut. “wahai pohon cabe.. apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apakah kamu tahu sesuatu yang mereka sembunyikan? Yaa, aku merasa ada sesuatu dari mereka yang tidak aku ketahui.” Pikir asep. “Asep! kemari nak.” Nenek memanggil asep. “iya nek.” jawab asep. Asep segera menghampiri neneknya yang sedang duduk di ruangan depan, lalu dia duduk bersandar di dinding yang bersebrangan dengan nek minah, sehingga mereka berhadapan. Ketika dia melihat sekeliling rumah, dia sadar ternyata kang jalal sudah tidak ada di sana. “bagaimana sekolahmu? Lancar?” tanya nek minah.


179 “lancar. tapi aku sempet kaget pertama kali sekolah di sana. Aku kurang nyaman.” Terang asep. “itu biasa nak, makanya kamu harus cepat beradaptasi. Jangan malu-malu sama lingkunganmu yang baru.” Ucap nek minah. “nek! aku mau nanya serius, jawab dengan jujur! siapa sebenarnya kang jalal itu?” tanya asep. Wajahnya terlihat sangat serius. “oo kamu sudah tahu ya. dia itu anak nenek.” jawab nek minah seraya tersenyum. Asep terdiam sejenak, lalu berkata “tapi sejak kapan nenek punya anak? Aku belum pernah sekalipun melihat dia, aku juga belum pernah mendengar bahwa nenek punya anak, warga kampung juga sepertinya ga ada yang tahu.. kalau ada yang tahu pasti aku pernah dengar. Aku masih heran nek. kok bisa gitu nek.” “tidak usah heran. nanti juga kamu terbiasa.” Ucap nek minah seraya kembali memberikan senyum kepada asep. “terus mereka sekarang kemana? kok tiba-tiba hilang.” Tanya asep. “mereka keluar, tadi si nisa ngajak jalan-jalan.” Jawab nek minah.


180 “ooh. gimana kabar temen-temenku nek?” tanya asep. “mereka baik-baik saja. setiap hari nenek lihat imam lewat depan rumah, Tapi kalau vita nenek jarang lihat. dia sudah tidak pernah main ke sini.” Terang nek minah. Asep kemudian bangkit dari duduknya, lalu berkata “kalau begitu aku pamit dulu ya nek, aku mau ketemu sama mereka.” Dia terlihat begitu tergesagesa. Asep pergi ke rumah imam, masih lekat ingatannya terhadap kampung tersebut. Jalanan berkerikil, warga yang sepi, hanya beberapa orang tua yang berpapasan dan memberikan senyum. Enam bulan yang terasa sangat lama ketika dia melihat kembali suasana kampungnya. Dari kejauhan asep melihat imam yang sedang duduk-duduk di beranda rumahnya, dia kaget ketika melihat imam sedang menghitung uang, dan imam terlihat sangat serius. “heh uang siapa tuh..” asep mengejutkan imam. “ya Allah!” imam terkejut, lalu dia mengangkat wajahnya tepat ke arah asep. “eh ada orang kota pulang kampung!” ucap imam. “gimana kabar mam? Itu uang siapa, banyak juga tuh?” tanya asep.


181 “kabar selalu baik. ini uangku lah! sekarang aku sering bantu-bantu di kebun teh sep. sekali kerja langsung dapet upah. kan lumayan sep.” ujar imam. “kamu pasti ga sekolah. terus gimana kabarnya vita? Anter aku ke rumahnya yuk mam. Sekarang! aku pengen banget ketemu sama dia.” Ajak asep tergesagesa, dia menarik tangan imam. Imam tetap terlihat malas. “yah telat sep. vita itu udah ga di sini, dia sekolah di kota. Yang di rumah itu tuh Cuma orang tuanya aja.” Tutur imam. “ah! ga percaya! dia kan dulu bilang mau sekolah di sekitar sini.”ucap asep. “tadinya sih gitu. tapi tiba-tiba aja dia pergi tanpa pamit, sama kayak kelakuan kamu tuh.” Ucap imam seraya menatap asep dengan serius. Asep terdiam, dia sangat berharap bisa bertemu dengan vita, namun ternyata gagal. pemuda ini tidak bisa menguasai rasa hatinya, dan dia mendapat luka kekecewaan yang lumayan dalam. “terus mam, pas aku pergi ke jakarta itu apa vita pernah nanyain aku?” tanya asep. “pernah sih. beberapa hari setelah kamu pergi, waktu itu pas pulang ngaji. aku jawab aja kalau kamu itu ke jakarta.” Terang imam.


182 Asep terdiam sejanak. “ya udah kalau gitu. aku pulang mam. Assalamu ‘alaikum.” Asep meninggalkan imam dan berjalan penuh rasa kekecewaan. “yeee. ujug-ujug datang, ujug-ujug pergi lagi. jadi tambah aneh tu anak.” Ujar imam. Asep tetap melanjutkan langkahnya yang penuh rasa kecewa. Pulang kampung ini terasa kurang lengkap baginya. dia tidak bertemu dengan vita, dia sempat berpikir untuk pergi menanyakan vita kepada kedua orang tuanya, namun pikiran itu langsung sirna ketika mendung bertambah kelam dan rintik hujan mulai berjatuhan. Setibanya di rumah dia mendapati neneknya yang sedang duduk di ranjang kamar. Sedangkan nisa dan keluarganya belum juga kembali. “nek, sudah lama aku ga dapet nasehat dari nenek.” ucap asep. “kamu mau nasihat apa, kamu kan sudah besar, bisa menasehati dirimu sendiri.” Ucap nek minah. “bagaimana menasehati diri sendiri? Kalau ada masalah itu aku masih sering bingung nek.” tutur asep. “bingung itu proses belajar nak. jika kamu punya masalah, jangan jadikan dirimu masalah pula. Jangan larutkan pikiranmu ke dalam masalah, bawalah pikiranmu itu keluar, perhatikan masalah itu, lalu


183 temukan penyelesaian. Kamu bisa paham?” terang nek minah. “jadi aku harus keluar dari diriku yang bermasalah, mencari sumber masalahnya lewat pikiranku, kemudian mencari penyelesaiannya, begitu?” asep balik bertanya kepada nek minah. “Tepat! Dan ketika pengetahuanmu sudah bertambah, mulailah menyelesaiakan masalah-masalah yang lebih besar. Seiring berjalannya waktu, kamu akan menemukan jalanmu sendiri. Dan satu lagi pesan nenek, Banyak-banyaklah belajar dan mendengarkan, kurangi bicara yang tidak penting dan jauhi dulu urusan dengan perempuan.” Tutur nek minah. “kenapa nenek sering melarangku mendekati perempuan nek, aku kan sudah semakin besar?” tanya asep. “kamu pasti sering mendengar, bahwa tiga hal yang paling menggoda di dunia adalah harta, tahta dan wanita, dan godaan itu bisa membuat manusia terlena, yang terlena itu nanti hatinya akan mati. Nah, biasanya nak, yang paling cepat menggoda tiap manusia adalah wanita. Kemudian Harta akan menggodamu setelah datang wanita, dan tahta akan datang menggoda setelah harta. Bumi ini tidak akan pernah cukup meski hanya ada dua orang yang mengikuti hawa nafsu. kamu harus bisa kendalikan


184 hatimu. jauhi dulu wanita karena belum saat untuk kamu.” Tutur nek minah. “maaf nek! bukannya aku tidak mau, tapi perempuan itu hal yang paling sulit bagiku untuk dihindari. aku sudah pernah menutup mata dari vita, namun aku kembali menatapnya dengan penuh hayalan. Dan barusan aku pergi mencari dia lagi.. ..meski ternyata dia tidak ada..” Pikir asep. “aku juga selalu mencoba nek.” ucap asep dengan pelan. “sibukkan dirimu dalam kesibukan yang bermanfaat. Di jakarta pasti banyak hal-hal yang menggoda, kunci untuk menjauhinya adalah berbahagia dengan yang kau punya, itu cukup. dan kamu harus lebih berbahagia jika mampu berguna bagi alam semesta, tidak usah menjadi seorang raja agar bisa berguna nak. Mulai dari sekarang kamu harus belajar membantu orang lain, gunakan ilmumu semaksimal mungkin.” Tutur nek minah. “selalu terdengar sangat mudah jika nenek yang mengucapkan.. tapi ketika berhadapan langsung dengan masalah aku pasti bingung, mungkin aku memang masih kecil..” Pikir asep. Nenek menyambung perkataannya “kok diam. apa yang kamu pikirkan?


185 “oh. nggak nek! aku pikir, semua itu pasti sulit.” Tutur asep. Nenek terdiam sejanak. Lalu berkata “sulit itu bukan mustahil nak. Dalam sulit itu masih ada kesempatan untuk berhasil. Lakukan secara bertahap, pasti kamu bisa. Ingat! semua ada takarannya. sekarang kamu belajar, lalu selesaikan masalah yang sesuai dengan kemampuanmu. jangan dulu dekati masalah yang terlalu besar. nanti kamu kewalahan. Nenek sangat berharap sekali kamu bukan hanya pintar, tapi juga berguna bagi lingkungan.” Tegas nek minah. Keluarga nisa tiba-tiba datang dalam keadaan basah kuyup, mereka tetap tersenyum dalam tubuh yang terlihat kedinginan. Karakter keluarga yang sudah sangat jarang ditemukan. siang itu pun berakhir dengan baik bagi mereka. Keesokan harinya asep dan keluarga jalal kembali ke kota. liburan yang cukup menyenangkan bagi mereka terutama bagi nisa. Meskipun sebentar namun sangat memberi kesan yang mendalam di benaknya, kebun teh, jalanan yang sepi dan tenang, orang-orang yang ramah, segala sesuatunya terlihat lebih baik daripada di kota.


186 Bab 15 Si ikat kepala putih dan si tokek Asep sudah mulai menemukan sisi yang lebih baik dari dirinya. Dia terus mempelajari lingkungannya, dia pun mulai tahu bahwa ayah nisa adalah anggota sebuah kelompok muslim yang ada di jakarta. Di daerah dekat rumahnya sering ada kegiatan-kegiatan mereka, seperti mengaji, rapat dan sebagainya. Bulan ramadhan sudah menjelang. Sudah banyak stasiun televisi yang mempromosikan acaraacara terbarunya, seperti ceramah ustadz-ustadz baru, acara mengaji dan tafsir Qur’an, dan tidak ketinggalan acara masak-masak menu berbuka. Nisa kala itu sedang menonton televisi, sedangkan asep tengah belajar di kamarnya yang berdekatan dengan ruang tengah. Asep terbiasa belajar dengan duduk di lantai, menjadikan pinggir ranjang sebagai meja. Diatas ranjangnya itu ada beberapa buku yang telah dia baca, dan sekarang dia sedang mengerjakan soal-soal matematika dan sudah satu jam lebih dia mengerjakan soal-soal tersebut. hari semakin malam, otaknya mulai kelelahan, dia rebahan di atas lantai yang tanpa


187 karpet. “Nisa! maaf tolong kecilin TV-nya! aku keganggu.” Pinta asep. “tapi kan aku lagi nonton, jadi ga kedengeran sep.” ucap nisa. “ya kecilin sedikit aja. yaaa?” rayu asep. “iya, iya! nih aku kecilin.” Jawab nisa seraya mengambil remot, lalu mengecilkan volume televisi. Akhirnya. Terasa dingin, menenangkan syaraf-syaraf otak asep yang tertekan oleh kerunyeman angka-angka dan bilangan. Suara televisi yang tadi terdengar sangat keras kini sedikit berkurang, tinggal suara derum mobil yang sayup terdengar dari kejauhan. “aku ingin istirahat, tapi nisa lagi nonton tv.. kayanya dia marah tuh keganggu.. begini nih makhluk sosial, tidak bisa benar-benar bebas, ada orang lain yang ternyata juga punya keinginan. Hmm.. kalau saja nisa tidak mengalah, maka aku yang akan kesal. Untungnya dia pengertian.. tapi dia marah ga ya.. ga mungkin ah.” Pikir asep. Tiba-tiba ibu nisa berlari dari dapur kemudian membuka pintu kamarnya dengan keras. Nisa segera menghampiri ibu yang tidak seperti biasanya. Saat itu wajah ibu sangat panik, dia melipat beberapa baju jalal dan memasukkannya ke dalam sebuah tas. “ummi ada apa? Jangan buat aku jadi takut.” Ucap


188 nisa. dia merasa heran, terlebih lagi dia melihat ekspresi wajah ibunya yang tidak seperti biasanya. Ibu nisa sibuk memasukkan baju ke daam sebuah tas. “abi mu nis!” jawab ibu nisa sambil terus memasukkan beberapa baju lagi ke dalam tas. “dia masuk rumah sakit!” tegasnya. Nisa begitu terkejut mendengar ucapan ibunya. “abi kenapa!?” tanya nisa dengan suara yang keras. “nanti saja ceritanya. ummi buru-buru!” jawab ibu nisa. “aku ikut ummi.” Pinta nisa. Ibu nisa tergesa-gesa pergi dari rumahnya, kemudian nisa mengikutinya dari belakang. Asep yang kala itu keluar kamar dan mencoba untuk ikut namun dilarang oleh ibunya nisa. Dia diperintahkan untuk menjaga rumah. Asep turut panik memikirkan apa yang sedang terjadi. Selang beberapa jam akhirnya nisa kembali ke rumah. Asep yang duduk di beranda langsung menyambut nisa dengan rentetan pertanyaan. “ada apa nis?” tanya asep seraya menggenggam kedua pundak nisa. “hiks.. hiks..” nisa menangis dan menundukkan wajahnya.


189 “nis! Ada apa?” tanya asep. “abi di.. pukulin preman.” Jawab nisa. ucapannya terpotong-potong tangisan, begitu sedih tangisannya saat itu. “kalau gitu aku ke rumah sakit dulu. assalam.” Ucap asep. Dia hendak masuk ke rumah. Namun nisa berteriak kepadanya. “asep! ngapain ke sana! Kamu mau niggalin aku di rumah sendirian?” nisa terdiam sejenak. Lalu berkata “kalau kamu kesana juga ga ada yang bisa kamu lakukan. Di sana ada banyak orang.” Tutur nisa. Dia mencoba menghapus air mata yang terus mengalir di pipinya. Pada akhirnya, asep mengurungkan niatnya. Dia kembali menatap nisa yang sedang dalam kesedihan, semampu mungkin dia menghiburnya dengan ucapan-ucapan yang menenangkan. Asep ikut panik, namun dia uga tidak tahu harus berbuat apa. Perasaan yang sangat tidak menyenangan. “terus keadaan abi gimana?” tanya asep. “aku ga tau. aku ga sempet liat, di sana banyak orang. ini udah sering kejadian, tapi abi masih aja ga kapokkapok.” Tutur nisa. “maksud kamu abi sering dipukulin? Siapa nis yang mukulin abi?” tanya asep.


190 Nisa masih menyisakan tangisan-tangisan kecil. Dia melanjutkan perkataannya “warga sini sering ribut sama preman-preman diskotik. Dulu-dulu juga banyak yang udah jadi korban. ini yang ke-2 kalinya abi yang kena pukul.” Tutur nisa. Baru saja asep dan nisa hendak masuk ke dalam rumah ketika tiba-tiba gerombolan orang berteriak. mereka berjalan bergerombol dan mulai mendekat. “Allahu Akbar..! Allahu Akbar..!” asep semakin bingung apa yang sebenarnya terjadi. Siapa lagi orang-orang ini, mereka berbaju rapih berwarna putih, melilitkan sorban di kepala mereka, membawa tongkat bambu dan berteriak lantang. “ada apa ini nis?” tanya asep. “mungkin mereka mau nyerang preman yang tadi mukulin abi. beginilah kalau udah mau bulan puasa, pasti ada ribut-ribut. Aku ga tau apa yang mereka pikirin, udah tahu itu bahaya.” Ujar nisa. “ya udah kamu tenangin diri ya, abi pasti sembuh. Tenang! Oke!” Ucap asep mencoba menenangkan nisa. Malam itu ibu nisa tidak kembali ke rumah, dia menginap di rumah sakit. Pagi harinya asep bangun seperti biasa, namun dalam otaknya berkecamuk kehawatiran. Dia membangunkan nisa


191 untuk shalat subuh, sekaligus bermaksud mengecek keadaannya. “nisa! kamu belum shalat subuh ya nis?” ucap asep dari depan pintu kamar nisa, dia mengetuk kamar nisa beberapa kali. Tak lama setelahnya nisa menjawab “aku sudah shalat sep! tumben bangunin. aku ga apa-apa kok sep!”. Asep yang tidak bisa menenangkan pikirannya kemudian menyalakan televisi untuk mencari hal yang bisa mengalihkan pikiran. Jam pagi televisi selalu dipenuhi oleh acara-acara berita, Asep pun meimilih salah satu acara berita yang dia suka. Dia kaget ketika melihat berita orang-orang yang berikat kepala putih sedang merusak pusat hiburan, kemudian dia memperbesar suara televisi tersebut. Nisa yang dari kamarnya bisa mendengar suara berita itu langsung keluar mendatangi ruang tengah, dia berdiri beberapa meter di hadapan televisi. Mereka berdua memperhatikan berita itu dengan seksama, namun hingga kata-kata terakhir habis, gambar terakhir hilang, berita tersebut ternyata tidak memberikan kabar tentang ayahnya, yang dia dengar hanyalah berita tentang pengrusakan tempat hiburan yang tidak terdapat korban di dalamnya, yang ada hanya kerugian material yang diderita pemilik tempat hiburan tersebut. Mereka berdua terdiam, dan tidak bersiap untuk pergi ke sekolah.


192 Sepertinya pagi itu langit sangat mendung, jalanan sangat licin, hingga membuat mereka malas untuk bergeras. Ditambah lagi sarapan belum ada yang menyajikan. Masalah ini membuat mereka hanyut dalam lamunan yang dalam, hingga sangat sulit menjalankan rutinitas pagi seperti biasa, ini di luar kemampuan mereka meskipun mereka ingin berbuat banyak. “ternyata di sini telah terjadi peperangan.. Ada banyak hal yang belum aku ketahui. berita di televisi itu sangat terlihat menakutkan, Orang-orang berteriak Allahu Akbar, menghancurkan meja-meja dan tempat hura-hura.. namun yang ada di televisi itu tidak lebih menyeramkan dari yang sekarang aku rasakan.. Nenek, rasanya aku tidak mampu merubah dunia ini menjadi lebih baik.. terlalu banyak masalah yang besar. Apa yang harus aku lakukan nek? ...masalah ini terlalu besar untuk pengetahuanku, aku belum mampu untuk mencari penyelesaiannya. Lalu apa yang bisa aku lakukan? apa yang harus aku lakukan? ....iya.. benar.. aku tahu.. lebih baik aku pergi sekolah. Tidak ada gunanya aku berpikir namun jawabannya belum mampu aku jangkau. Aku belum cukup untuk itu..” Pikir asep. Asep beranjak dari tempat duduknya. Dia bergegas merapihkan diri untuk berangkat sekolah. Namun nisa sepertinya sudah tidak punya semangat untuk sekolah, terlebih lagi ada SMS dari ibunya yang mengatakan bahwa ayahnya belum juga sadar.


193 “nis! ayo sekolah!” ucap asep mengajak nisa yang sedang duduk menonton TV. Nisa menatap asep. “aku ga sekolah sep! aku hawatir sama abi. aku di rumah aja.” Ucap nisa. “Nis! kebahagiaan itu kadang membuat kita larut dan lupa kepada yang menderita. Tapi, kesedihan juga bisa membuat kita larut dan lupa loh, bahkan bisa membuat kita menjadi sangat tidak berguna. Hawatir boleh, tapi jangan sampe kita ini Cuma diam nis!” Tegas asep. “aku ga peduli meskipun aku ga berguna. meskipun aku ke sekolah, aku ga bakal bisa mikir. Pikiranku lagi kacau sep! kamu pergi sendiri aja sana!” ucap nisa dengan nada yang serius. Akhirnya asep berangkat sendirian. dia lewati jalan-jalan seperti biasa, dia amati kegiatan-kegiatan di sekelilingnya. Tiba-tiba dia kembali melihat anakanak jalanan, sudah berbulan-bulan dia tidak melihat anak-anak tersebut. Dari atas angkot dia memandang ke arah para anak jalanan, merasa iba namun tidak bisa berbuat apa-apa. “anak-anak itu ada lagi di sana.. sudah lama mereka tidak ada, tapi kemudian mereka muncul lagi.. malng sekali mereka. Sedihnya, sampai sekarang pun aku masih belum bisa berbuat apa-apa.. masalah ini pun masih terlalu besar untukku.. aku bingung!!


194 Masalah-masalah di sini begitu besar bagiku. Apa ada yang bisa aku selesaikan? Entahlah.. semuanya terlalu sulit.” Pikir asep. Sesampainya di sekolah, dia belajar seperti biasa dan tetap dapat menangkap ilmu yang diberikan oleh gurunya. Dia pulang ke rumah dengan cepat. Asep tidak punya telpon genggam sedangkan dia ingin segera tahu kabar abi. Dia berusaha secepat mungkin sampai ke rumah dan menanyakan hal tersebut kepada nisa. Nisa sedang melamun di kamarnya, pintunya tidak dikunci. Asep berdiri di pintu dan menanyakan kabar abi, saat itu tubuhnya berkeringat dan masih sedikit terengah-engah. “nis! gimana abi?” tanya asep. “udah baikan sep! ummi tadi telpon.” Jawab nisa seraya mengarahan pandangannya kepada asep. Dia hanya tiduran di ranjangnya, telungkup menghadap tembok, entah apa yang ada di pikirannya. “alhamdulillah.” Ucap asep. Asep sangat bersyukur karena abinya dalam keadaan baik. Dia tidak bisa menjenguk abi di rumah sakit, yang bisa dilakukannya hanya berdo’a dan terus berdo’a. *** Belajar untuk malam ini telah selesai, asep kembali merebahkan dirinya di atas lantai. Asep


195 kembali merenungkan kejadian yang terjadi kemarin malam. “jika orang-orang berikat kepala putih itu orang yang berjalan di jalan yang benar, maka apakah kebenaran itu memang harus dipaksakan, dengan kekerasan? ..iya sep pasti harus.. jika saja kebenaran itu tidak dipaksakan, maka keburukan yang akan menghacurkan kebaikan. Aku selalu ingat kata-kata nenek.. “Yang Benar itu Mutlak, sedangkan baikburuk itu selalu bergeser”.. Mereka yang berikat kepala putih adalah orang-orang yang mencoba bertahan dari segala keburukan.” Pikir asep. “Tokkee.. tokkee” Tiba-tiba suara tokek itu kembali muncul, sudah lama sekali asep tidak mendengar suara tokek tersebut. Semakin lama suaranya semakin keras, asep membiarkan tokek tersebut meskipun dia mendengarnya. Kemudian asep kembali berpikir dalam lamunannya. “lagi-lagi si tokek mucul.. apa yang harus aku lakukan denganmu wahai tokek! kamu itu berisik, kadang ada kadang hilang! kenapa tidak hilang untuk selamanya! kenapa tidak perlihatkan wujudmu, supaya ku buang ke luar rumah! ..tapi tunggu.. Suara tokek itu kadang ada kadang hilang?..Ataukah dia selalu ada? namun aku tidak pernah benar-benar


196 mendengarkan.. Seperti beberapa bulan lau aku melihat ada anak jalanan.. tadi aku melihat kembali anak jalanan itu.. mungkin saja selama ini mereka ada di sana namun aku tidak benar-benar memperhatikan.. aku juga melihat dodi yang sangat sangat nakal, namun belakangan ini aku sudah tidak menghiraukannya.. mungkin selama ini mereka ada di sana, mereka masih seperti itu.. hanya saja aku tidak benar-benar memperhatikan mereka.. mungkin saja setiap hari si tokek itu bersuara, setiap hari juga anak jalanan itu ada di sana, tapi aku tidak sadar.. Lalu kenapa aku tidak sadar? Apakah aku lupa? ............... Aku tahu! Ya Allah.. terima kasih Ya Allah.. sekarang aku mengerti! Aku tahu! ternyata tanpa sadar selama ini aku telah hanyut! Aku yakin! Aku telah hanyut dalam rutinitasku hingga aku tidak mendengar tokek yang bersuara.. aku sibuk mengobrol dengan nisa sehingga aku tidak melihat anak-anak jalanan itu.. aku tidak peduli kepada dodi karena aku sibuk membaca buku.. ..aku hanya mendengar suara si tokek ketika aku merasa terganggu.. tapi kenapa aku bisa hanyut? Aku tidak mengejar kesenangan seperti hura-hura atau maen PS? Aku terus belajar dan ibadah.. tapi.. tunggu dulu.. ..mungkinkah yang telah membuatku hanyut itu adalah belajar dan beribadah,


197 mungkinkah itu? ..aku terus belajar dan beribadah hingga lupa pada suara tokek, lupa pada anak jalanan, lupa pada dodi yang nakal.. kenapa aku melupakan mereka? kalau begini aku tetap saja tidak berguna! iya benar! aku hanyut dalam ibadah pada Allah namun aku lupa pada saudaraku yang di jalanan.. aaaarrghh!! percuma ilmu dan nasehatnasehat nenek yang selama ini aku dapat.. sebenarnya banyak yang bisa aku lakukan.. kenapa aku Cuma satu kali mengingatkan dodi, kenapa aku tidak terus mengingatkan dia tiap kali dia berbuat buruk? Ya Allah.. tolong aku ya Allah, Engkau Maha Perkasa.. semua ini menumpuk di pikiranku.. apa yang harus aku lakukan? Terlalu banyak hal yang ternyata belum bisa aku selesaikan. Aku masih harus belajar mencari jawabannya.. ajari aku ya Allah.. ajari! ajari aku agar bisa berguna! Aku ingin merubah lingkunganku! .................................................................. .................................................................. .................................................................. ................IQRA! Iya! Iqra! benar.. iqra.. iqra itu adalah cara Allah mengajari manusia.. kalam.. baca dan tulis, aku harus terus membaca dan menulis.. benar.. mungkin


198 selama ini aku telah bisa membaca lingkunganku, namun aku masih seringkali lupa dengan pelajaran alam itu, aku hanyut tanpa aku sadari.. Lalu apa yang kurang? Iqra.. kalam.. baca tulis! Iya, benar sep! selama ini aku membaca namun tidak menulis.. itulah kekuranganku.. aku membaca namun aku tidak menulis. Hhh. mulai sekarang aku harus menulis, menulis apapun yang aku telah pahami dalam lingkunganku.. menulis segala hal yang belum aku selesaikan.. agar aku tidak lupa.. hingga mungkin suatu saat aku akan menyelesaikan semuanya.. aku pasti mampu menyelesaikannya! Asep bergegas bangkit dari tempat tidurnya, dia mengambil sebuah buku yang masih kosong. Dia mengambil sebuah pensil dan mulai mengguratkan pikirannya di atas buku tersebut. Kali ini dia benarbenar menemukan kunci yang selama ini dia cari. Menulis adalah cara agar tidak lupa terhadap masalah yang dia hadapi, ketika dia lupa maka masalah itu tidak akan terselesaikan, dan itu artinya dia tidak pernah belajar untuk menggunakan pengetahuan dan hatinya.


199 Bab 16 Mulai menulis Asep mulai menulis dan mencoba belajar tanpa harus melupakan masalah-masalah di sekitarnya. Ketika dia masuk kelas, dia belajar dan memperhatikan sekitarnya. Hari ini asep sudah duduk di kursinya yang nyaman, dia akan belajar bahasa inggris. Di belakang kelas terjadi keributan yang sangat mengganggu anak-anak kelas yang lain, padahal di kelas sebelah sedang ada yang belajar. Ternyata lagi-lagi genk dodi dkk., mereka bermain dengan menggunakan kertas yang dibentuk menjadi bola kecil, kemudian mereka menepuk bola itu seperti bermain badminton. Asep yang sadar bahwa perbuatan dodi itu mengganggu orang lain kemudian mengingatkan dodi. “dod! tolong jangan berisik. kelas sebelah lagi belajar.” Pinta asep dengan pelan. “yang lain aja ga protes! kenapa lo protes!?” jawab dodi. Dia melotot ke arah asep. “karena yang lain itu ga peduli sama kamu dod! aku protes, karena kamu itu main di tempat dan waktu yang salah. orang lain punya hak buat belajar dengan nyaman.” Tegas asep.


200 Dodi menggebrak meja, lalu membentak asep “alaaaah! berisik lo nyet!”. seketika seisi kelas menatap ke arah dodi dan asep. Dodi menghampiri asep yang hanya berjarak 3 meter darinya. Tiba-tiba dia menghajar asep lagi, namun kali ini asep yang sudah siap akhirnya berhasil mengelak dari pukulan tersebut. Dodi yang kesal mencoba lagi dengan pukulan yang kedua, kali ini tangan kirinya yang bergerak. “jebb..” asep tidak mampu mengelak, pukulan itu menghantam perutnya. Asep membungkuk memegang perutnya, kesakitan, lalu tersungkur. dodi pun menghentikan perbuatannya, dia pergi meninggalkan asep yang kesakitan. Asep dibantu oleh teman-temannya, namun kali ini dia tidak pulang, karena dia masih bisa menahan rasa sakit yang dideritanya. Dia ikhlas atas itu semua, dia sadar bahwa itulah resiko ketika mengingatkan seseorang. Dia belajar seperti biasa, tidak melaporkan perbuatan dodi tersebut kepada guru, karena dia tahu orang seperti dodi tidak akan jera oleh hukuman guru yang hanya menggunakan bentakan, selalu tidak berhasil mengobati namun juga tidak pernah mampu mencegah. Keesokan harinya. Bel istirahat berbunyi, asep dan temannya yang bernama farhan pergi ke kantin untuk makan dan ngobrol-ngobrol. Gerombolan dodi kemudian datang ke kantin, mereka


Click to View FlipBook Version