The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Mengenal adat dan budaya Melayu Tamiang

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by wdmuntasirwd, 2023-06-15 23:00:39

TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH

Mengenal adat dan budaya Melayu Tamiang

Keywords: sejarah

284 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 284 Langsa yang terbelenggu dengan berbagai kehawatiran bila ini benar yang dikaitkan dengan kepentingan PLT Bupati Tamiang kedepan. Berkaitan dengan berbagai isu yang ber-kembang dua kali Ir. Muntasir Wan Diman dalam kapasitas sebagai ketua umum PBT dipanggil oleh Drs. Iljas Wan Diman untuk dimintai keterangan tentang berbagai isu yang berkembang, dalam penjelasannya ketua umum tetap mempunyai prinsip bahwa PBT adalah urusan Budaya dan adat istiadat tidak punya kaitannya dengan hal-hal yang lain. Karena ulah beberapa orang dikalangan Birokrasi dan kalangan tertentu lainnya, Rencana Pekan Budaya ini telah sarat dengan muatan politik, maka Ir. Muntasir Wan Diman atas nama ketua Umum ketika ditemui oleh Drs. H. Buyung Arifin dan Abd. Manan SAg pada tanggal 25 Oktober 2001 memutuskan kembali bahwa “Pekan Budaya Tamiang tidak ada hubung-annya dengan urusan Kabupaten Aceh Tamiang, Pekan Budaya hanya mengurus kegiatan Budaya dan urusan Kabupaten Aceh Tamiang adalah urusan Panitia persiapan dan Buapti Aceh Timur”. Keputusan tersebut tidak begitu ikhlas dapat diterima oleh Drs. Buyung Arifin dan Abd. Manan, hal ini hanya tercermin dari raut wajah keduanya yang saling berpandang-an dan kecewa namun tidak memberi komentar yang berarti. Sejak keputusan ini terasa perubahan terhadap kinerja Abd. Manan seba-gai Sekretaris Umum mulai berubah, bahkan setiap ada rapat kepanitiaan, banyak undangan yang tidak disampaikan kepada yang bersangkutan se-hingga kerja panitia menjadi tidak maksimal. Sementara berbagai isu sensitif terus bergulir ditengah masyarakat, terutama berkembangnya isu bahwa Bupati Aceh Timur dan T. Yusni (Ketua DPRD Aceh Timur) tidak mendukung pelaksanaan PBT, menyikapi isu tersebut timbul inisiatif dari ketua umum untuk mengklarifikasi berbagai informasi keliru yang diterima Bupati,


285 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 285 inisiatif ini dihalangi oleh Drs. Buyung Arifin karena dianggap tidak begitu penting dan dibiarkan saja. Ir. Muntasir (Ketua umum PBT) meya-kinkannya bahwa bila PBT ingin berhasil birokrasi jangan di tinggalkan dan harus dirangkul, karena segala sesuatu yang mendukung untuk terlaksana nya PBT tidak terlepas dari wewenang Bupati. Ir. Muntasir Wandiman mencoba untuk berkonsuiltasi dengan pihak-pihak luar yang dianggap senior tentang rencana untuk menghadap Bupati, semua masukan satu kata yaitu memang harus menghadap Bupati untuk mengklarifikasi berbagai isu yang tidak benar agar persoalannya selesai dan pada tingkat kaitannya dengan keberadaan Drs. Mohd. Iljas WD, Camat Kejuruan Muda (Drs. T. Basyir) memberi saran dan masukan yang arahannya lebih baik jika Ir. Muntasir melepaskan jabatan ketua umum, hal ini untuk menghindar persepsi jelek dari berbagai kalangan. Pada hari selasa tanggal 8 Januari 2002 M./ 23 Syawal 1422 H. Ir.Muntasir Wan Diman, Bahrani dan Mahmun (Sekretaris I) menghadap Bupati, diruang kerjanya disaksikan juga oleh Drs. Jafar latif (mantan Ca-mat Bendahara) yang duduk di kursi tamu bersama dengan Bahrani dan Mahmun, Ketika berhadapan dimeja kerjanya, sikap yang ditampilkan Bupati adalah tidak acuh seperti tidak meperdulikan terhadap kedatangan Ketua umum PBT, dan beberapa saat kemudian Bupati mengesamping-kan segala surat menyurat yang sedang ia tanda tangani barulah terjadi di alog antara lain: Bupati : hm............... ada apa ? Ketua : Kami dari Panitia Pekan Budaya.............(belum selesai berbicara langsung dipotong oleh Bupati dengan nada sangarnya) Bupati : Ya... itu sudah saya setop, tidak boleh lagi, jangan kalian pikir itu Tamiang sudah jadi Kabupaten, besok


286 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 286 bisa saya batalkan (de-ngan mata terbelalak,namun Ketua umum PBT tetap tersenyum) Kau bilang sama Buyung Arifin, jangan dia terlalu maju............... (begitu ada peluang Ir. muntasir lalu memotong pembicaraannya) Ketua : Itulah Pak maka saya datang kemari untuk mengklarifikasinya, (Wajah Bupati langsung berubah agak lembut) Bupati : ya... apa........ ! Ketua : Karena selama ini banyak sekali informasi jelek yang bapak terima maka saya datang untuk menjelaskannya, Saya sebagai Ketua Umum Pekan Budaya, hanya bertanggung jawab dan me-ngurus soal budaya, Urusan Kabupaten Tamiang, itu adalah Urusan Bupati dan Panitia Persiapan bukan urusan Kami. Apa-pun yang akan kami gelar melalui Pekan Budaya tidak terlepas kaitannya dengan keberadaan Pemerintah Daerah, baik buruk yang kami kerjakan tidak terlepas dari nama baik atau buruk Pemerin tah Daerah, untuk itulah saya datang melapor kepada Bapak, jangan nanti Bapak salahkan Kami. (terjadi : perubahan drastis diwajah Bupati Drs. Azman Usmanuddin berputar 360º) Bupati : Anggarannyapun saya belum terima. Ketua : Tapi proposal telah kami serahkan kepada Bapak. Bupati : Ya.. tapi saya sudah serahkan kepada LAKA untuk meng-koreksinya.......... coba kamu buat lagi proposal baru serahkan sama saya, jangan minta-minta sama rakyat, jangan meresah-kan masyarakat dan jangan jual lagi stiker dijalan-jalan, Ketua : mengenai pengutipan dana melalui pelanggan PLN, PDAM dan telepon sudah kami setop, hanya berjalan selama 2 hari dan suratnya sudah saya kirimkan


287 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 287 kepada Bapak, karena musibah banjir dikhawatirkan ada pihak yang mempolitisirnya, semua ini kan sudah kami konfirmasikan kepada Bapak dan Bapak menyetujuinya, sedang stiker bagaimana kami setop sudah dicetak dalam jumlah yang banyak kemana harus kami bawa.. Bupati : jual saja sama Pegawai Negeri, Ketua : mana mungkin pak, karena pegawai Negeri telah kami kutip melalui pemotongan Gaji sebesar Rp 5.000.- perbulan perorang, Bupati : Ya..sudahlah terserah kau yang penting jangan susahkan rakyat, kau tunjuk perusahaan mana yang akan kau minta sumbangan nanti akan saya rekomendasikan, kemarinpun saya ada jumpa pengusaha di Jakarta dan telah bercerita nanti saya akan buat-kan rekomendasi, kamu minta kesana dan nanti akan saya ma-sukkan dalam Anggaran Daerah (APBD), kalau kurang juga nanti akan saya tambah dengan uang saya, Ketua : Apa mungkin pak, rencana Acara akan kami gelar pada Bulan April, Bupati ; Kenapa tidak....kan saya yang tentukan, kalau ini dapat berjalan, sangat baik mengingat situasi kita yang tidak kondusif akan dapat mengalihkan perhatian masyarakat....... (bercerita panjang lebar yang intinya sudah sangat mendukung) Ketua : Tapi pak yang menjadi kendala kami untuk bekerja, dimasyarakat telah tersebar isu bahwa Bupati tidak mengizinkan dan tidak mendukung Pekan Budaya, Bupati : tidak...tidak saya tidak pernah mengeluarkan statement seperti itu,


288 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 288 ketua : saya yakin bahwa Bapak tidak akan pernah berbicara seperti itu, tapi kenyataannya itulah yag telah dikembang-kan oleh pihak-pihak tertentu. agak terdiam sejenak kemudian ketua menanyakan kapan proposal itu boleh dimasukkan, Bupati menjawab; terserah kau, kapan kau mau. Dari hasil pertemuan tersebut dapatlah dirasakan dengan sesung-guhnya apa yang berkembang diluar tentang tidak harmonisnya hubungan antara Bupati dengan Ketua umum FKKI-MT dan inilah penyebab timbul-nya persepsi yang keliru dari Bupati terhadap Pekan Budaya, sebelumnya ketika berada diruang tunggu Bupati informasi tentang tidak senangnya Bupati dengan FKKI-MT telah disampaikan oleh beberapa orang yang ada diruang tunggu tersebut. Hasil peretemuan ini segera disampaikan kepada Drs. Buyung Arifin di ruang kerjanya Komplek Pertamina Rantau dan Ketua umum mengambil sikap demi berjalan lancarnya rencana PBT, maka nama Drs. Buyung Arifin tidak dicantumkan lagi untuk setiap surat menyurat dalam kapasitas-nya mengetahui atas nama FKKI-MT. Hal ini dilakukan agar tidak timbul kesan bahwa Panitia PBT dibawah interpensi FKKI-MT untuk memuluskan kepentingan individu. Dalam hal ini Ir. Muntasir Wan Diman juga sebagai ketua umum telah menjelaskan kepada setiap unsur Panitia bahwa Kepa-nitiaan PBT adalah berjalan sendiri dan kaitannya dengan FKKI-MT dalam hal ini dengan Drs. H. Buyung Arifin hanya dalam kapasitas sebagai salah satu Stering Comite (Panitia Pengarah), namun wewenang tetap berada dalam kepanitiaan dibawah kendali Ketua Umum. Pernyataan dan keputusan tersebut memang agak berat untuk didengar dan diterima oleh Drs. H. Buyung Arifin, namun Mahmun menambahkan bahwa kita terpaksa harus berjiwa besarlah demi suksesnya Acara. Hari itu juga dilakukan


289 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 289 penyempurnaan proposal terutama anggaran biaya yang dibutuhkan, sore itu ketua kembali menemui Drs. Buyung Arifin men jelaskan persoalan dengan Bupati, untuk menghindari persepsi tidak baik dan menetralisir suasana maka Ketua umum PBT menyampaikan kepada Ketua umum FKKI-MT bahwa jangan terlalu mempercayai apa yang di ucapkan Bupati, strategi kita tetap kita laksanakan, artinya nama Drs. Buyung Arifin hanya dihilangkan untuk surat ke birokrasi. mendengarkan keterangan ini berubah jugalah wajah Buyung Arifin dan agak tenang, hal ini dilakukan ketua agar jangan timbul prasangka jelek terhadap ketua, meskipun langkah sebelumnya adalah untuk kepentingan PBT dan me-mang dalam proseduralnya tidak ada relevansinya surat menyurat dan segala administrasi kepanitiaan PBT harus mengetahui Ketua Umum FKKI-MT yang kapasitasnya sebagai panitia pengarah, karena kepanitiaan hanya bertanggung jawab selain kepada masyarakat Tamiang juga kepada pemerintah daerah sebagai penguasa wilayah terutama dalam kaitannya terhadap penggunaan dana instansi dan masyarakat. Rabu, 10 Januari 2002 ketika sedang menyusun Proposal dirumah ketua sekitar jam 15.ºº Wib. ketua menerima telepon dari Kalimantan untuk segera datang kesana guna menjemput adiknya yang akan pulang, karena suaminya (polisi) tidak dapat mengantarnya dalam melakukan operasi di Sampit, ini merupakan moment yang tepat sebagai upaya mengundurkan diri bagi ketua untuk menghindari berbagai dampak jelek akibat perilaku yang sulit untuk dikontrol dari orang-orang yang punya kepentingan indivi du. Hal ini disampaikan kepada Drs. Buyung Arifin untuk mencari orang peng-ganti guna menghadap Bupati mengantarkan proposal. Juliansyah dihubungi namun berhalangan, lalu dihubungi Abdul Majid Yus juga salah seorang ketua, namun ketika akan pergi ke Langsa pada hari Kamis Bah-rani tidak setuju dan menyarankan nanti saja


290 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 290 setelah diadakan rapat yang telah direncanakan ketua pada hari minggu untuk membicarakan peng-ganti ketua Umum. Dalam situasi yang dilematis ketua mengambil sikap dan mengajak Bah-rani untuk menghadap Bupati kembali guna mengajukan proposal, pada hari sabtu tanggal 12 Januari 2002, dalam waktu yang mendadak dan sa-ngat sempit, karena Bupati akan berangkat ke Jakarta hari itu juga dalam rangka SEPAMEN, bertempat di Pendopo Bupati ketua menghadap, dalam pertemuan tersebut ketua menyodorkan proposal untuk ditanda tangani tetapi Bupati menolak karena harus dipelajari dahulu, dalam waktu yang sempit itu sementara tamu lainnya juga antri untuk bertemu Bupati, ketua menyampaikan tentang tidak aktif lagi di Ketua umum, namun ban-tuan sepenuhnya dari Bapak Bupati sangat diharapkan, terakhir ketua umum panitia PBT menegaskan kepada Bupati bahwa acara ini adalah murni acara Pekan Budaya, tidak ada muatan politiknya, agaknya Bupati memaklumi hal tersebut. Pada hari Minggu tanggal 13 Januari 2002 bertempat di Gedung SMU Alwashliyah diadakan pertemuan untuk membahas penggantian ketua Umum, hadir ± 40 orang dan untuk pertama kali sekretaris umum hadir setelah ± 2 bulan tidak aktif dalam segala kegiatan dan pertemuan, dan hadir juga Ketua Umum FKKI-MT sebagai Panitia pengarah. Dalam pertemuan tersebut Ketua Umum (Ir. Muntasir Wan Diman) menjelaskan berbagai kronologis proses kerja Panitia, terutama hubungan dengan bi-rokrasi yang kurang harmonis akibat salah persepsi terhadap perilaku dari panitia itu sendiri perlu dilakukan pendekatan kembali, selanjutnya ketua umum menyampaikan pertanggung jawaban keuangan serta perlu memilih kembali pengganti ketua umum karena ada hal yang ianya harus tangani. Drs. Buyung Arifin pertama sekali menyarankan agar jangan diganti, cu-kup dialihkan kepada ketua I (Drs. Syuibun Anwar) sebagai pelaksana dan ketua


291 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 291 umum tetap, namun Ir.Muntasir menolak dengan alasan agar pelak-sana dapat bekerja dengan ikhlas bila ianya langsung menjabat sebagai ketua umum. Dari jumlah yang hadir sekitar 90 % yang masih mengingin-kan agar Ir. Muntasir jangan mengundurkan diri dan yang menginginkan agar mengundurkan diri sangat mencolok dengan kepentingannya bah-kan memang ada yang berambisi ingin langsung menjadi ketua umum, terjadilah ulur tarik yang sangat menegangkan bahkan orang yang mengi-nginkan mundur seperti sangat mendesak dan berusaha mengantisipasi keinginan orangorang yang mempertahankan dengan usulan agar keputusannya menunggu Drs. Buyung Arifin (ketika itu Drs. Buyung Arifin sudah meninggalkan ruangan beberapa saat ketika acara dimulai untuk menghadiri acara jemaah haji), suasana semakin tegang melihat gelagat yang sangat tidak menguntungkan Ir. Muntasir yang masih sebagai ketua umum mengambil alih pembicaraan antara lain menyampaikan : “Kepanitiaan pekan budaya ini bukanlah dikuasai oleh satu komponen sa-ja, artinya bukan karena saya ketua umum berasal dari FKKI-MT lantas PBT ini FKKI-MT punya, akan tetapi terdiri dari berbagai unsur dan golong an yang telah bergabung dalam suatu wadah kepanitiaan yang diberi nama Panitia Pekan Budaya Tamiang, jadi bukan keputusan satu orang yang ingin kita ikuti, andai kata PBT ini FKKI-MT punya cukup saya buat surat pengunduran diri dari ketua umum dan saya kirimkan kepada Pak Buyung, terserah beliau mau diapakan dan saya tidak perlu mengundang saudara-saudara kesini untuk bermusyawarah. Perlu diketahui bahwa PBT ini sudah sangat sarat dengan muatan politiknya untuk itu perlu lebih hati-hati dalam mengambil sikap, janganlah ada terselip kepentingan pribadi, jangan Pekan Budaya ini diseret kedalam kepentingan pribadi tapi biarkan kepentingan kita itu yang diseret oleh Pekan Budaya. Bila ingin mencari populer rasanya


292 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 292 terlalu bodoh saya mengundurkan diri, karena hutan besar sudah saya tebang dan sudah saya rintis sekarang tinggal menugal-nya, untuk itu siapapun yang menjadi ketua Umum haruslah berhati-hati kalaupun kita ibaratkan ladang, ladang kita ini masih dikelilingi oleh hutan dimana hutan tersebut banyak penghuninya binatang buas, bila bertindak ceroboh bukan mustahil binatang buas ini akan masuk, untuk itu cobalah kita bekerja dengan ikhlas dan satu tujuan sukses”. Akhir pertemuan, karena suatu kesepakatan dan perjanjian maka diterima jugalah keputusan dari floor Ketua Umum tetap Ir. Muntasir Wan Diman dan Drs. Syuibun Anwar sebagai pelaksana. Beberapa hari kemudian dilakukan serah terima dan ketua umum mengi-rim surat pertanggung jawaban keuangan kepada Bupati Aceh Timur sam-pai batas waktu serah terima, hal ini dilakukan karena dana yang dikutip adalah melalui instansi-instansi pemerintah dan swasta dalam wilayah Kabupaten Aceh Timur. Beberapa hari setelah pengalihan ketua pelaksana kepada Drs. Syuibun Anwar, Ir. Muntasir Wan Diman menghubungi T. Yusni via telepon untuk menyampaikan pengunduran diri dari ketua umum, dan menanyakan peri-hal kenapa T. Yusni mengembangkan isu bahwa beliau tidak mendukung kegiatan pekan Budaya Tamiang, karena ketika akan menghadap Bupati pertama kali panitia terlebih dahulu minta petunjuk kepada T. Yusni dan arahan yang diterima panitia agar T. Yusni dan Bupati diletakkan sebagai pelindung, andaikata memang ada sesuatu dampak yang terjelek dari akibat pelasanaan PBT saat ini, Ir. Muntasir yang pada saat itu sebagai ketua umum akan mampu untuk membatalkan atau menunda pelaksanaannya. Dalam persoalan tersebut T. Yusni mengakui bahwa pada prin-sipnya beliau belum setuju PBT dilaksanakan pada saat itu, mengingat situasi keamanan yang tidak kondusif dan


293 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 293 dapat memberi dampak buruk terhadap perjuangan Kabupaten namun Ketua Umum FKKI-MT memaksa kan kehendaknya untuk melaksanakan PBT tersebut. Drs. Syuibun Anwar dengan jabatan ketua pelaksana mulai menu-angkan berbagai ide yang ketika Ir. Muntasir ketua umum tidak pernah di cetuskannya, ia melakukan rapat rutin pada saat-saat awal menjabat sebanyak 2 – 3 kali dalam satu minggu. Dengan penuh ambisius berbagai perombakan terus dilakukan sampai kepada perubahan nama menjadi Pekan Budaya Aceh Tamiang (PBAT), mengenai hal ini terjadi perdebatan dengan Ir. Muntasir yang tetap punya pendirian dan prinsip kepada Pekan Budaya Tamiang, karena dalam konsep Budaya tidak ada bentuk budaya Aceh Tamiang, melainkan yang ada hanya budaya Aceh dan Budaya Tamiang, meskipun terjadi asimilasi diantara keduanya, kecuali dalam bentuk kolaborasi atau paguyuban antara budaya Aceh dan Budaya Tami-ang sehingga disebut Budaya Aceh Tamiang, akan tetapi Pekan Budaya ini bukan pesta rakyat yang bisa dimodivikasi menurut selera yang mem-buat melainkan adalah pesta adat/budaya yang memang sudah memiliki acuan dasar yang telah diwarisi datu nini dahulu. Drs. Syuibun Anwar tetap pada prinsipnya dengan alasan; yang pertama ia tidak mau mengkotak-kotak dan membedakan antara suku Aceh dan Tamiang kare-na kedua suku tersebut ada di Tamiang. Pada hal Ir. Muntasir sejak awal rencana kegiatan telah menjelaskan kepada seluruh etnis yang ada pada suatu pertemuan di Unita, bahwa acara ini adalah acara kedaerahan bu-kan acara kesukuan, namun tetap terbuka dalam kegiatannya kepada selu ruh suku yang ada di Tamiang. yang kedua alasannya karena atas usul Drs. Nabhani (Wakil Bupati Aceh Timur) untuk menggunakan nama Aceh Tamiang karena sebentar lagi Tamiang sudah menjadi Kabupaten Aceh Tamiang, sehingga timbul per-sepsi yang salah terhadap


294 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 294 konsep budaya seperti yang telah dikemas se-mula, dan PBT ini juga tidak ada hubungannya dengan nama Kabupaten. Atas anjuran Bupati untuk mengajukan proposal yang baru sudah dima-sukkan langsung kepada Bupati Drs. Azman Usmanuddin, namun Drs. Syuibun Anwar menempuh jalur melalui Wakil Bupati dengan membawa Proposal yang bentuk lain lagi untuk memohon rekomendasi yang baru. Sebelumnya sudah ada rekomendasi dan izin yang juga bukan ditanda tangani Bupati, tetapi ditanda tangani oleh Drs. Ishak Juned atas nama Set-da Kabupaten Aceh Timur. Dalam proses Birokrasinya telah terjadi tumpang tindih pada satu kelembagaan, dimana satu pihak Bupati menginginkan langsung ditandatangani oleh Bupati sendiri, sementara pihak panitia melalui Drs. Syuibun Anwar menempuh jalur Wakil Bupati yang ditandatangani oleh Drs. Nabhani, dengan demikian Panitia Pekan Budaya Tamiang telah memiliki dua reko-mendasi dari lembaga yang sama dan versi yang berbeda. Agaknya hal ini yang telah memperlebar jurang pemisah terhadap birokrasi. Dalam pelaksanaan tugas ketua Panitia oleh Drs. Syuibun Anwar memasang sekretariat Pekan Budaya Tamiang dikantor Kelurahan Kota, hal ini juga yang telah memicu konflik antara Drs. Syuibun Anwar dengan Rafi’i. BA, Sekretaris Wilayah Kecamatan (Setwilcam) yang mempersoal-kan pemakaian kantor Kelurahan Kota sebagai Sekretariat Pekan Budaya, ketika pelantikan Camat Kota Kulasimpang rafi’i ditemui oleh Drs. Syuibun Anwar membicarakan hal tersebut, bahwa bila ini dipersoalkan suatu saat rafi’i akan berhadapan dengan orang Tamiang. Karena merasa takut dengan ucapan tersebut, rafi’i melaporkan hal tersebut kepada bekas atasannya Drs. Syahril Hasbalah. SH yang kemudian melaporkannya kepada Bupati. ± satu minggu kemudian Drs. Syuibun Anwar dipindah tugaskan jabatannya dari Setcam


295 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 295 Bendahara ke posko kantor Bupati Aceh Timur. Agaknya perpindahan ini dikaitkan oleh Drs. Syuibun Anwar de-ngan surat pertanggung jawaban keuangan ketua umum Ir. Muntasir Wan Diman yang dikirimkan kepada Bupati yang ia tanyakan kepada Ir. muntasir via telepon. Sejak peristiwa itu nama Ir. muntasir Wan Diman sebagai ketua umum dihilangkan tanpa ada pemberitahuan lebih dahulu dan status Syuibun Anwar sebagai ketua pelaksana berubah menjadi Ketua umum, memang rencana Ir. Muntasir ke Kalimantan sampai saat itu belum berangkat yang kemudian memang batal. Akibat pembatalan kebe-rangkatan ke Kalimantan tersebut anggapan dari mereka adalah suatu kebohongan sehingga mereka tidak melibatkan lagi Ir. Muntasir dalam se-tiap pertemuan. Perjalanan Pekan Budayapun berjalan dengan wajah baru dan konsep baru yang tetap berada dibawah kendali ketua Umum FKKI-MT, dimana setiap surat menyurat tetap harus mengetahui ketua umum FKKI-MT, sementara Ketua umum FKKI-MT adalah sebagai Steering Komite (panitia pengarah). Pemaksaan kehendak agar Pekan Budaya disamakan dengan peresmian Kabupaten terus dikembangkan, sehingga kosep pekan budaya itu sendiri menjadi kabur dan luntur. Pada bulan Mei 2002 bertempat digedung Pemuda Kualasimpang Panitia Pekan Budaya Tamiang mengadakan pertemuan dengan para tokoh dan komponen masyarakat Tamiang, hadir juga pada pertemuan tersebut Drs. Abdul Latief. Dalam undangan, ditulis “Acara dalam rangka menentukan hari pelaksanaan pekan Budaya Tamiang dan peresmian Kabupaten Aceh Tamiang”, dan dibawah tertulis suskses tidak acara ini tergantung dengan kehadiran saudara. Malam sebelum acara, ketua Pani-tia Persiapan Kabupaten Aceh Tamiang menghubungi Ir. Muntasir via Te-lepon, menanyakan


296 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 296 mengapa Drs. Syuibun Anwar yang mengundang, karena beliau belum tahu kalau ketua Umum sudah diambil alih oleh Drs. Syuibun Anwar. Dalam pembicaraan itu ditanyakan mengenai peresmian Kabupaten apakah sudah jelas tanggalnya dan apakah yang dilaksankan Panitia PBT telah konfirmasi dengan Panitia Persiapan Kabupaten, de-ngan tertawa lebar Ketua panitia persiapan menjelaskan bahwa belum ada informasi yang jelas kapan Kabupaten Aceh Tamiang akan dires-mikan dan untuk menentukan hari dan tanggal peresmian yang dilaksana-kan oleh Panitia PBT tidak dikonfirmasi sama sekali dengan Panitia Per-siapan Kabupaten Aceh Tamiang. Perilaku-perilaku inilah yang membuat Panitia Persiapan semakin gerah melihat Panitia Pekan Budaya yang melakukan sesuatu yang bukan wewenangnya. Yang menjadi pertanyaan, Panitia persiapan sendiri belum tahu kapan Kabupaten Aceh Tamiang akan diresmikan, kenapa Panitia Pekan Budaya telah ingin menentukan hari peresmiannya ?. Kekelirun-kekeliruan yang sering dilakukan oleh Panitia PBT telah mempertebal rasa ketidak percayaan pihak-pihak tertentu terhadap gerak gerik mereka. E. PERESMIAN KABUPATEN YANG DIMEKARKAN DI JAKARTA. Dalam sidang paripurna DPR R.I. bulan Maret, yaitu pada hari Senin tanggal 11 Maret 2002 telah disahkan peningkatan status Pembantu Bupati wilayah III Kualasimpang menjadi Kabupaten Aceh Tamiang, yang kemudian disahkan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri dalam bentuk UU no. 4 tahun 2002.- Dalam pengesahan tersebut seluruh Bupati daerah Tingkat II hadir di Jakarta untuk menyaksikan


297 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 297 pengesahan Kabupaten me-reka, namun untuk Aceh Tamiang hanya dihadiri oleh Ketua DPRD Aceh Timur saja. Beberapa hari kemudian keluarlah ucapan terima kasih di Harian Surat Kabar Waspada dari Panitia persiapan Pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang yang ditanda tangani oleh (dto) Hamdan Sati sebagai Ketua dan Drs. Iskandar Zulkarnain sebagai sekretaris, ucapan terima kasih tersebut ditujukan kepada seluruh elemen dan komponen Masyarakat serta seluruh Perusahaan yang ada di Tamiang, namun untuk FKKI-MT yang juga telah banyak berbuat dalam hal sosialisasi Pemekaran Kabupaten Tamiang dite ngah masyarakat tidak dicantumkan dalam ucapan terima kasih tersebut, hal ini dapat dijadikan indikasi mungkin FKKI-MT memang tidak dipermaklumkan oleh Panitia Persiapan Pemekaran dengan segala kegiatannya. Sebelum diundangkannya pemekaran Kabupaten Tamiang, telah terben-tuk satu kelompok yang dikoordinir oleh salah satu anggota DPRD Aceh Timur asal Tamiang secara diam-diam mencari dukungan ke Kecamatan-Kecamatan untuk mecalonkan T. Yusni, Abdul Latif dan Zulfatir Manaf menjadi Pelaksanaan Tugas (PLT) Bupati Aceh Tamiang. Dalam dukung-an ini T. Yusni yang diprioritaskan sebagai Plt. Bupati, dukungan ini sangat sarat muatan politisnya maka dilakukan secara diam-diam dan ter-selubung untuk memacu start lebih awal demi suatu kepentingan. Setelah usulan ini masuk ke Bupati dengan membawa orang-orang yang dianggap kelompok tersebut sebagai tokoh Tamiang seperti; Gani Ma’at (yang belum berapa lama tinggal di Kualasimpang), Sutan Jamilis seorang Pedagang Emas. Sementara tokoh-tokoh Tamiang lain baik yang masih Aktif di PNS maupun yang telah Pensiun yang dianggap juga layak untuk memimpin Tamiang kedepan seperti Drs. Mohd. Iljas Wan Diman, Drs. Abdul Hamid, Drs. Samaruddin Saleh, Drs. Wan Amiruddin, Drs. Abd.


298 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 298 Hakim Thaeb, Drs. Ali Kaseh mereka tinggalkan. Namun kemudian pihak lain memunculkan dua nama lagi diantara mereka yaitu Drs. M. Iljas Wan Diman dan Drs. Abdul Hamid. Wilayah Tamiang membentang dari Kuala Peunaga (Selat Malaka) sam-pai ke Bengkelang dan dari Manyak Payed sampai ke Langkat Tamiang, namun dari sikap yang ditampilkan oleh beberapa orang yang punya kepentingan individu maupun kelompok telah menimbulkan kesan seolaholah Tamiang ini hanya Kualasimpang sekitarnya saja. Perilaku kelom-pok penggalang ini menimbulkan konflik diantara pendukung lainnya dari masyarakat Tamiang, yang semakin mendekati peresmian Kabupaten, konflik tersebut semakin meruncing diantara pendukung. Berbagai rumor berkembang tentang perilaku tersebut yang mengabaikan keberadaan Tokoh masyarakat Tamiang yang sesungguhnya dan sikap Panitia Persiapan Pemekaran terhadap perkembangan tersebut juga tidak ada respon, yang seharusnya panitia persiapan memang punya andil untuk mengumpulkan semua tokoh yang di anggap layak untuk duduk setikar, sesuai dengan adat dan resam Masya-rakat Tamiang : “Adat dipangku Syara’ dijunjong, kanun diatur resam di jalin, duduk setikar”, dan sesuai pula dengan falsafah Tamiang “bulat aye karene pembuloh, bulat kate karene mufakat”, bila tahapan ini dilakukan tidak ada lagi pihak yang merasa diagungkan dan tidak ada pula pihak yang merasa dilecehkan. Dan kita akan yakin bila pola ini telah mampu diterapkan maka pemeo lama yang mengatakan “Kalau aku tidak kaupun jangan” akan berubah menjadi “Kalau tidak aku kau sajalah”. Hal ini sebenarnya tidak akan terjadi bila Panitia Persiapan pemekaran mau berbuat arif terhadap tokohtokoh Tamiang yang senior dan menyerahkan persoalan yang pertama ini kepada mereka, cukup dengan satu ucapan “ Ini Tamiang telah menjadi Kabupaten, sekarang terserah Bapak-


299 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 299 bapak dan abang-abanglah untuk bermufakat siapa yang akan memimpin Tamiang ini untuk yang pertama, dan setelah itu untuk kedepan sebagai Bupati definitif tolonglah Bapak-bapak dan abang-abang dukung kami yang muda-muda untuk maju”. Perilaku ini akan membuka peluang yang damai bila benarbenar dihayati. Nasehat Aristoteles perlu dicermati bahwa; nilai manusia bukanlah ditentukan oleh kehancuran yang menimpa dirinya, tetapi pada per-juangannya mempertahankan harkat dirinya. Tragis adalah sifat dari keja-dian yang menyedihkan, tetapi tragedi adalah pergumulan dengan nasib yang tidak dimenangkan. Pada kekalahan hikmah ditemukan, didalam sejarah bukan sesuatu yang diingat akan tetapi peristiwanyalah yang diingat dan makna ditemukan. Perlakuan yang telah dipicu dan dipacu oleh kelompok penggalang yang dikoordinir oleh salah seorang angota DPRD asal Tamiang ini dikhawatir-kan akan menjadi preseden buruk terhadap perkembangan Tamiang kede pan, apalagi bila dikaitkan dengan jabatan balas jasa dari orang yang di dukung, tidak mustahil akan timbul kelompok-kelompok baru terhadap orang yang punya berbagai kepentingan dan hal ini juga dapat menjadi bahaya latent yang mungkin dapat menghambat akselerasi pembangunan Tamiang kedepan. Pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang bukanlah sarana untuk mengukir predikat sebagai Pahlawan, sekecil apapun andil dan peranan orang lain perlu dihargai bukan dikultuskan, apapun yang dimiliki dan yang dicapai, sudah pasti tidak terlepas dari andil orang lain.Secara filosofis perlu kita pandang bahwa keberhasilan Tamiang menjadi Kabupaten tidak terlepas dari “Tuah Tamiang”. Secara jujur dan arif masyarakat Tamiang harus bersyukur, bahwa mungkin dalam sejarah orde baru, hanya


300 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 300 baru kali ini Ketua DPR-D Aceh Timur dijabat oleh satu-satunya putra Tamiang, dan sudah pasti peran be-sar Ketua DPR-D dalam Lembaga legislatif untuk menghantarkan Tami-ang menjadi Kabupaten harus dihargai, Tapi bukan untuk dikultuskan. Pengkultusan individu akan membawa orang terjebak pada sikap menjilat dan pamrih, perlu dicermati apa yang dikatakan orang bijak bahwa “orang yang pertama memberi sanjungan terhadap seseorang, memberi peluang dan kemungkinan besar akan menjadi orang yang pertama pula yang akan menghancurkan orang tersebut”. Ketua Panitia Persiapan Kabupaten Aceh Tamiang memberi pen-jelasan Bahwa menurut informasi yang didapati dari Depertemen Dalam Negeri di Jakarta bahwa Plt Bupati adalah berasal dari Pegawai Negeri Sipil yang masih aktif dan dari Departe men Dalam Negeri tidak boleh dari unsur lainnya, andaikata ini boleh menurut pengakuan Hamdan Sati iapun berhak dan akan maju untuk menjadi Plt Bupati Aceh Tamiang, mengingat ia sebagai Ketua Panitia Persiapan yang telah banyak berjuang untuk Ka-bupaten. Meskipun persyaratan Plt. Bupati tersebut telah berkembang secara umum, namun T. Yusni melalui berita media massa tetap bersedia menjadi Plt. Bupati Aceh Tamiang bila ada dukungan dari Masyarakat. Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Tamiang itu muncul juga tepatnya pada hari selasa tanggal 2 Juli 2002 dilakukan aca-ra peresmian terhadap 18 Kabupaten dan 3 pemerintahan Kota yang telah dimekarkan, oleh Menteri Dalam Negeri (Hari Sabarno) di Jakarta terma-suklah Kabupaten Aceh Tamiang didalamnya, dan menurut penjelasan Menteri Dalam Negeri, 14 hari setelah peresmian Kabupaten, Plt. Bupati harus sudah ada yang diusulkan oleh Bupati Induk. Dalam acara ini hadir dari tiga kelompok (group) yang terdiri dari rombong-an Pemda Aceh Timur (Para Camat Wilayah


301 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 301 Tamiang, dan unsur birokrasi serta tokoh masyarakat lainnya), rombongan Hamdan Sati (tokoh-tokoh Tamiang yang ada di Kualasimpang dan sekitarnya ± 12 orang) dan rom-bongan T. Yusni. Sementara di Jakarta juga telah menunggu masyarakat Tamiang yang berdomisili disana dibawah koordinasi Mayjend.TNI Drs.Sulaiman. AB, (Putra Tamiang dari Tanjung Karang Kecamatan Ka-rang Baru, yang sekarang menjabat Dan PusPom ABRI di Jakarta). Me-mang merupakan suatu kejanggalan yang sangat da’if ternyata yang menghadiri acara peresmian tersebut diwarnai dengan orang-orang yang semula nyata-nyata tidak mendukung Tamiang menjadi Kabupaten. Dari ketiga group yang berangkat ke Jakarta Tersebut unsur FKKI-MT tetap tidak mendapat undangan dari pihak manapun, hal ini benar-benar men-jadi pukulan berat terhadap FKKI-MT, dimana yang selama ini peranan FKKI-MT dianggap cukup besar, terutama dalam sosialisasi ke masyara-kat. Meskipun tidak diundang melalui FKKI-MT, Drs, Buyung Arifin MBA secara pribadi berangkat ke Jakarta untuk menghadiri Peresmian Kabupa-ten Aceh Tamiang. Selesai pelantikan, pada malam hari dilakukan temu ramah masyarakat Tamiang yang ada di Jakarta, turut hadir pada acara tersebut Asrul Zulmi Artis film yang berasal dari Tamiang, Dalam acara tersebut Drs. Syarifuddin Ismail yang juga salah satu unsur Panitia persiap an Kabupaten Aceh Tamiang menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang dan juga kepada semua pihak yang turut menghambat, karena dengan adanya tantangan maka semakin gigih dan besarlah tekad perju-angan tersebut sehingga dapat berhasil Tamiang menjadi Kabupaten. Dalam kesempatan itu secara tidak sengaja beberapa tokoh dari Tamiang datang menjumpai team CRAIS dan salah seorang anggota Komisi II DPR R.I. untuk menanyakan kepada pihak mana lagi kami harus berterima kasih selain kepada


302 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 302 Team CRAIS yang telah mengantarkan Tamiang men jadi Kabupaten. secara Spontan salah seorang Team CAIS menjelaskan sebenarnya Pak Hamdan Sati yang telah memberikan bola api kepada kami, sehingga kami tidak mampu untuk menghindar dan telah menjadi-kan tanggung jawab kami, yang berarti bahwa terlepas dari kewajiban memang kepada Hamdan satilah terima kasih itu harus diucapkan F. PELAKSANAN PEKAN BUDAYA TAMIANG DAN PERESMIAN PLT. BUPATI. Karena Keinginan Panitia Pekan Budaya untuk menyatukan pelaksa naan PBT dengan pelantikan Plt. Bupati Tamiang sangat besar sehingga terjadi penundaan beberapa kali terhadap rencana PBT yang rencana semula dimulai dari bulan Oktober 2001, kemudian ditunda tanggal 26 Januari 2002, ditunda lagi menjadi bulan April 2002 (penundaan ini pada saat Ir. Muntasir Wan Diman menjabat ketua Umum, yang tidak pernah mengaitkan antara Kabupaten dengan PBT, penundaan tersebut hanya disebabkan karena kesiapan yang belum matang dalam segala hal), ke-mudian ditunda lagi dengan tidak ada kepastiannya, penundaan ini dikait-kan dengan keberadaan Kabupaten Aceh Tamiang, kerena belum ada gambaran kapan Kabupaten Aceh Tamiang diresmikan. Ketika Penunda-an terus berlanjut tanpa ada kepastian, sementara masya-rakat terus menunggu dalam suatu penantian, Ir. Muntasir Wan Diman pernah menya rankan agar segala sesuatunya benar-benar dipersiapkan, terutama dana, apabila dianggap telah memungkinkan supaya menghadap panitia Persi-apan Kabupaten untuk membuat komitmen yang kongkrit, apakah panitia setuju atau tidak apabila pelantikan Plt. Bupati dilaksanakan di Karang Baru pada saat Pembukaan Pekan Budaya Tamiang, karena hal ini bukan wewenang Panitia PBT dan untuk menghindari kekecewaan nantinya.


303 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 303 Namun saran ini tidak begitu ditanggapi karena mereka sudah sangat yakin dengan keberadaan hubungan mereka dengan panitia persiapan Kabupaten dan segala pihak yang menentukan. Pada tanggal 2 Juli Kabupaten diresmikan, maka sesuai dengan rencana panitia PBT sebelumnya, dimana pelantikan Plt Bupati akan dilaksanakan secara bersamaan dengan acara pembukaan Pekan Budaya dan hal ini te lah dibicarakan oleh Drs. Buyung arifin kepada Gubernur di Jakarta ketika peresmian Kabupaten, berdasarkan penjelasan Drs. buyung Arifin Guber-nur NAD Ir. Abdullah Puteh Msi sangat mendukung dan bersedia untuk datang melantik Plt. Bupati Aceh Tamiang yang bertempat di Arena Pekan Budaya, namun hal ini akan dikondisikan kembali di Banda Aceh antara Panitia PBT dengan Gubernur. Pada tanggal 7 Juli 2002 Panitia PBT yang terdiri dari Drs. Syuibun Anwar, Husni dan Drs. H. Buyung Arifin berangkat ke Banda Aceh untuk beraudiensi dengan Gubernur sekaligus menentukan kepastian tanggal pelantikan Plt Bupati dan Pembukaan Pekan Budaya Tamiang, Keberang-katan Panitia PBT menghadap gubernur tanpa ada persetujuan Bupati Aceh Timur karena tidak melakukan konfirmasi terlebih dahulu. Pelantikan Plt. Bupati Tamiang adalah wewenang Bupati Aceh Timur, karena wewe-nang Bupati Aceh Timur tersebut merasa dikangkangi maka timbul per-sepsi dan asumsi bahwa bila ingin mencari muka masih banyak cara lain bukan harus mengangkangi wewenang Bupati. Dar ihasil pertemuan antara panitia PBT dengan Gubernur telah disepakati bahwa pembukaan Pekan Budaya Tamiang yang disamakan sekaligus de-ngan Pelantikan Plt Bupati Tamiang bertempat dikampus UNITA (Istana Karang, Karang Baru) pada tanggal 28 Juli 2002.


304 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 304 Pada pertengahan bulan juli 2002 Panitia PBT mengadakan perte-muan bertempat di Gedung Pemuda Kualasimpang yang pada saat itu pe-laksanaan direncanakan dipercepat menjadi tanggal 27 Juli 2002. Perte-muan kali ini lebih banyak menghadirkan masyara-kat Tamiang dan Tokoh Tamiang yang berada di Langsa, Dalam pertemuan tersebut Drs. Buyung Arifin menjelaskan pertemuannya dengan gubernur yang dalam acara makan bersama duduk berdampingan disamping gubernur, setelah selesai menceritakan kronologis pertemuan antara Buyung Arifin dengan Guber-nur NAD Ir. Abdullah Puteh Msi sejak di Jakarta dan di Banda Aceh, me-nyusun teknis acara penyambutan yang akan dilakukan gladi resik maka acara pertemuan beralih pada pengumpulan dana terhadap peserta yang ingin menyumbang. Dalam pertemuan yang sedang berjalan itu, sekretari-at memberi kabar bahwa ada telepon dari Banda Aceh tentang penundaan pelantikan Plt. Bupati pada tanggal 1 Agustus 2002. Beberapa hari kemudian terjadi perubahan kembali, bahwa Pelantik-an Plt. Bupati dan Pembukaan Pekan Budaya Tamiang akan dilaksanakan oleh Gubernur Aceh pada hari Senin tanggal 05 Agustus 2002. maka pada awal agustus diadakan rapat penyusunan acara dengan protokoler Bupati di Langsa, dalam pertemuan yang dihadiri oleh para camat dalam Wilayah Tamiang, Ketua Panitia persiapan (Hamdan Sati), Panitia PBT (Drs. Syuibun Anwar, Drs. Buyung Arifin dan beberapa orang anggota lainnya), tokoh masyarakat yang diwakili (Iljas Ahmad yang akrab dipanggil oleh orang Tamiang Uteh Lijas dari Langsa) dan unsur pejabat lainnya. Perte-muan tersebut langsung dibuka oleh Setdkab (Drs. T. Syahril) menyampai kan bahwa pelantikan Plt. Bupati akan dilaksanakan digedung DPR-D Aceh Timur, hal ini mengingat masalah kondisi keamanan yang tidak kon-dusif dikhawatirkan


305 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 305 terjadi sesuatu yang dapat berakibat fatal terhadap keberadaan Kabupaten Aceh Tamiang itu sendiri, selain dari pada itu mengingat terbatasnya dana untuk acara pelantikan tersebut juga merupakan persoalan yang diperhitungkan. Pendapat ini dikuatkan oleh Hamdan Sati sebagai ketua Panitia Persiapan pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang dengan nada yang sama berkisar pada persoalan keamanan dan dana, selanjutnya atas nama tokoh masyarakat Iljas Ahmad (Uteh liyas) menam bahkan, bahwa berdasarkan pesan dan amanah anak cucu ingin melaku-kan pelantikan di Tamiang, namun semuanya ini adalah wewenang peme-rintah daerah, kemudian mewakili atas nama Camat Drs. Amirullah WD, Msi (camat Bendahara) meyakinkan tentang kewenangan pemerintah daerah tersebut dan sekaligus mempertanyakan apakah Acara pelantikan PLT Bupati yang merupakan acara pemerintahan akan menumpang ke-pada acara PBT? Akhir pertemuan maka pelantikan tetap dilaksanakan di DPRD, kemudian baru dilakukan pembukaan PBT oleh Gubernur di Kampus Unita Istana Raja Silang Karang Baru. Bila dipelajari pembatalan pelantikan Plt. Bupati di Tamiang tidak terlepas dari perilaku Panitia PBT, yang bertindak diluar jalur koordinasi dengan Bupati. Dampak dari pembatalan tersebut timbul kesan dari Panitia PBT bahwa para Camat sengaja bersekutu untuk menolak pelantikan Plt Bupati diarena PBT, Camat Kota Kualasimpang (Wardiah SH) sempat didatangi oleh Salah seorang ketua PBT dalam kapasitasnya sebagai wartawan, menuding bahwa Camat Kota Kualasimpang (Wardiah SH) tidak mendu-kung terbentuknya Kabupaten Aceh Tamiang dan PBT, hal ini mendapat sanggahan keras dari Camat Wardiah SH karena tudingan itu tidak ber-alasan, Kegiatan PBT juga para Camat memberi dukungan dana dan sumbangan lainnya, mengenai pelantikan


306 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 306 Plt Bupati itu adalah wewenang Bupati, Camat hanya mengikuti instruksi atasan, ucap Wardiah SH. Ternyata dampak pembatalan tersebut tidak sampai disitu saja, Ilyas Ahmad (Uteh Lijas) salah seorang Tokoh Tamiang yang berbicara pada acara pertemuan itu mendapat telepon gelap yang mengatas namakan salah satu unsur Panitia PBT, menuding bahwa orang tua ini tidak mendu-kung Kabupaten Tamiang dan Pelantikan Plt. Bupati di Tamiang. Meski Pelantikan Plt. Bupati di Arena Pekan Budaya digagalkan, Panitia tetap mengambil kesempatan pada moment lainnya yaitu melakukan peusijuk (Tepung Tawar), sehingga kaitan PBT tidak terlepas dengan kebe radaan Kabupaten Aceh Tamiang, menurut jadwal tepung tawar dilakukan kepada Gubernur Aceh (Ir. Abdullah Puteh Msi), Komandan PusPOM ABRI (Mayjend. TNI. Sulaiman AB, belakangan batal karena diberitakan tidak jadi pulang), Bupati Aceh Timur (Drs. Azman Usmanuddin MM) dan Bupati Aceh Tamiang (Drs. Abdul Latif), setelah itu baru dilakukan pembukaan PBT. Namun kemudian setelah susunan acara diseleksi oleh proto-koler gubernur acara pembukaan yang diperkenankan adalah tepung tawar terhadap Gubernur NAD dan Plt. Bupati. Sedangkan kata-kata sambutan cukup ketua Panitia PBT yang waktunya juga dibatasi dan pem-bukaan oleh Gubernur, sedangkan kata sambutan dari tokoh masyarakat dicoret karena dianggap oleh protokoler orang tersebut memang tidak layak untuk memberi sambutan atas nama tokoh Tamiang. Dalam menghadapi Pembukaan PBT berbagai persiapan dilakukan, sepan duk berjejer disepanjang jalan dan diarena pelaksanaan dengan bertulis-kan Pekan Budaya Aceh Tamiang, namun penulisan pada papan yang akan dibuka oleh Gubernur mendapat kritikan dari tokoh Tamiang terha-dap pengguanaan nama Pekan Budaya Aceh Tamiang (PBAT),


307 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 307 yang kemudian panitia terpaksa menuliskan nama “PEKAN BUDAYA TAMI-ANG”. Tidak sampai disitu saja Pelaminan yang dipertunjukkanpun bukan pelaminan adat Tamiang,karena tidak sesuai dengan bentuk pelamin yang memang sudah lama dan biasa digunakan dalam adat Tamiang, pada per-soalan ini Drs. Syarifuddin Ismail mengarahkan untuk dirubah, meskipun tidak mungkin dirubah keseluruhannya, sehingga pada tingkat yang tidak menyenangkan, Drs. Syarifuddin Ismail memberi alternatif, supaya diatas pelaminan tersebut ditulis saja “Ini bukan Pelaminan Tamiang”. bila tidak mau merubahnya. Selama tiga hari berturut-turut sebelum hari “H” team protokoler Kabupa-ten Aceh Timur meninjau, yang pada hari terakhir ( “H” -1) terjadi hujan de-ngan angin bertiup kencang sehingga atap stand pameran yang terbuat dari tenda plastik terangkat hampir seluruhnya dan angin inipun hanya ter jadi disekitar lokasi tersebut saja, sehingga timbul asumsi dari berbagai kalangan tua bahwa raja-raja Tamiang sedang memperingati, karena ba-nyak keluarganya yang ditinggalkan dalam acara ini. Karena sesungguh-nya pelaksanaan adat dari awalnya tidak terlepas kaitannya dengan kebatinan. Pada hari senin 05 Agustus 2002, pada jam 10³º wib barulah dilaksa nakan acara pelantikan Plt. Bupati Aceh Tamiang yang pada jadwalnya direncanakan jam 9.ºº wib, tidak jelas apa motif sehingga waktunya men-jadi tertunda. Dalam acara pelantikan tersebut hadir berbagai pejabat dinas, instansi dan unsur Muspida baik dari Propinsi maupun Kabupaten Aceh Timur dan turut juga hadir mantan Bupati Aceh Timur Alauddin AE, dan M. Nuh AR. Pembukaan Pekan Budaya Tamiang yang dijadwalkan jam 11ºº wib juga molor menjadi jam 14³º. Rombongan Gubernur yang diluar perkiraan dimana hampir seluruh pejabat Propinsi dan Kabupaten yang ikut acara Pelantikan Plt. Bupati


308 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 308 hadir pada acara Pembukaan Pekan Budaya Tami-ang. Ketika tiba dikaki tangga balai Gubernur dan sebagian rombongan ditaburi beras padi kemudian langsung naik keatas balai yang dilatar bela-kangi dengan pelaminan (bukan pelaminan Tamiang). Gubernur beserta isteri Ny. Linda Purnomo Abdullah Puteh, duduk diposisi tengah pelaminan dengan beralaskan tikar cio dan Drs. Abdul Latif beserta Ny. Abdul Latif di sebelah kanan. Gubernur langsung ditepung tawari oleh 5 orang yang me-wakili sesepuh Tamiang antara lain : Ahmad Basyir (Ka. Mukim Tanjung karang yang juga ayahanda dari Mayjend. TNI. Drs. Sulaiman AB), Teng-ku Mariani, Ny. Sonya T. Amir, Sayed Abdullah namun tidak jadi karena terlambat datang dan H. Nurdin Saleh. Untuk acara tepung tawar yang kedua Plt. Bupati yang ditepung tawari oleh : H. O.K. Abdul Manaf, Ham-dan Sati dan Drs. Buyung Arifin. Selesai ditepung tawar rombongan di persilakan makan siang bersama secara adat Tamiang yang telah disedia- kan diruangan depan Gedung UNITA (Istana Raja Silang). Dalam sambutannya Gubernur menyampaikan tentang keberadaan Kabupaten Aceh Tamiang dengan Plt. Bupati yang memiliki tanggung jawab dan tugas yang berat untuk menata Kabupaten yang baru ini. Da-lam penataan tersebut akan dilakukan evaluasi secara periodik, andaikata Plt. Bupati Tidak mampu ataupun dinilai tidak mampu melaksanakan tugas yang telah diberikan maka gubernur Aceh akan menarik kembali Drs. Abdul Latif dalam kapasitasnya sebagai Plt. Bupati Aceh Tamiang dan akan menunjuk orang yang dianggap cakap dan mampu untuk melak-sanakan tugas Plt. Bupati. Hal yang sama juga telah disampaikan pada acara pelantikan digedung DPR-D pada pagi harinya. Dalam acara pembukaan PBT terdapat tumpang tindihnya ucapan dan sepanduk yang terpajang mengenai nama acara tersebut, dalam un-sur panitia sendiripun tidak


309 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 309 satu kata dalam menyebutkan nama acara tersebut, ketua Umum menyebutkan acara Pekan Budaya Tamiang (yang semula merubah nama tersebut), dan protokol serta unsur Panitia lainnya menyebut Pekan Budaya Aceh Tamiang. Dalam hal ini Gubernur dalam acara pembukaan menyebutkan Membuka acara Pekan Budaya Aceh Tamiang, sementara papan nama yang dibuka oleh Gubernur bertuliskan “Pekan Budaya Tamiang”. Hal ini dapat terjadi karena Panitia pelaksana Pekan Budaya Tamiang tidak memiliki konsep yang tepat terhadap acara yang hendak digelar, sehingga labil dan menyebabkan tidak konsekwen-nya acara tersebut. Dalam acara Pekan Budaya ditampilkan kesenian dari berbagai suku yang ada di Tamiang, namun pelaksanaan adat hanya terbatas pada acara perkawinan dan ini juga belum sesempurna yang pernah dilakukan oleh orang-orang tua terdahulu. Pada hari kedua dilaksanakan Musyawa-rah masyarakat Tamiang yang dihadiri sebanyak 40 orang bertempat di Wisma Rencong Guest House Pertamina Rantau. Dalam Musyawarah tersebut hanya membuat suatu komitmen dalam bentuk rekomendasi yang disampaikan kepada Plt. Bupati Tamiang, Gubernur Aceh dan DPR-D. Dalam Musyawarah (dudok setikar) direkomendasikan antara lain yang maksudnya agar diterapkan Pelaksanaan Adat dalam kabupaten Aceh Tamiang yang menyangkut segala aspek kehidupan, Pelaksanaan syariat islam, pembentukan MPU dan lain sebagainya. G. KECAMAN DARI BERBAGAI PIHAK TERHADAP PELAKSANAAN PBT. Pelaksanaan Pekan Budaya Tamiang adalah sukses bila ditinjau dari segi pengumpulan massa, karena selama ini masyarakat tengah dice-kam ketakutan dan keresahan dengan situasi keamanan yang dianggap belum kondusif pada saat ini,


310 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 310 sehingga dengan adanya suatu keramaian dapat terhiburlah kegalauan dan kegelisahan hidup mereka. Pekan Budaya Tamiang yang proses pembentukannya didasarkan atas permintaan masyarakat setelah mendengar program dan rencana kegiat-an yang dipaparkan oleh Ketua umum panitia waktu itu. Pekan Budaya Tamiang yang dirancang sebagai Pesta adat yang memungkinkan untuk dapat melahirkan suatu konsep yang memiliki legalitas untuk dijadikan acuan yang normatif dalam kehidupan Tamiang kedepan, dalam realitas pelaksanaannya telah menjadikan PBT sebagai pesta rakyat lebih cende-rung sebagai acara seremonial dalam menyambut kelahiran Kabupaten yang hanya dapat untuk mengukir sejarah sebagai ingatan buat anak cucu kelak, selebih dari pada itu tidak membuahkan hasil apaapa. Musyawarah yang telah dilakukan dengan melahirkan suatu rekomendasi tak ubah seperti orang lapar disuruh makan, yang sudah merupakan suatu hukum kewajiban, namun belum tau menu apa yang harus dimakan, apakah karena lapar apapun akan kita makan sekedar memenuhi kekenyangan ? Pada mulanya konsep pertama dari Pada pekan Budaya Tamiang adalah pelaksanaan adat yang inti pelaksanaannya adalah dudok setikar (Musya-warah masyarakat adat Tamiang) yang dapat melahirkan sesuatu yang baku sebagai acuan normatif dalam tatanan kehidupan masyarakat kede-pan. Implementasinya musyawarah adat (dudok setikagh) tersebut dila-kukan melalui musyawarah LAKA Kecamatan. Kesemerawutan ini bila ditelaah secara jujur dan arif tidak terlepas karena konsentrasi yang bercabang terhadap pelaksanaan Pekan Budaya disatu sisi dan keinginan melaksanakan peresmian Kabupaten yang kemudian beralih pada Pelantikan Plt. Bupati yang sangat bertergantungan kepada wewenang pihak lain, dan keinginan lain agar hari


311 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 311 pekan budaya Tamiang dapat dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Tamiang yang tidak terakomo dasi dalam kepentingan kehidupan masyarakat banyak. Sampai saat ini belum ada lembaga adat resmi dari masyarakat Tamiang apakah itu namanya Kepala Adat atau Kepala Suku, kecuali Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh (LAKA) yang dibentuk oleh Pemerintah. Me-ngacu kepada persoalan tersebut dalam pelaksanaan adat secara kese-luruhannya hanya berlaku dalam kapasitas acuan LAKA dimasing-masing Kecamatan. Harus diakui bahwa dalam suku perkauman Tamiang terda-pat perbedaan-perbedaan yang tidak begitu prinsipil yang dapat merubah sempena dari perilaku adat tersebut, hal ini dapat terjadi karena kedinamis an adat tersebut, dimama ada suatu daerah yang samapun melakukan perlakuan yang berbeda demikian juga terhadap sanksi hukum pada kasus yang samapun terjadi sanksi yang berbeda. Dalam Musyawa-rah Adat seharusnya memang kesepakatan inilah dahulu yang dilahirkan barulah merekomendasikan penerapannya, bukan membuat sesuatu itu asal jadi yang penting dilaksanakan tanpa peduli orang lain merasa dilecehkan. Satu hal yang sangat menarik dan tendensius terhadap kebiasaan masya rakat Tamiang, dimana kebiasaan pada orang-orang tua Tamiang bila anaknya sangat bandel dan tak sanggup lagi untuk ditegah (dinasehati) maka orang tua ini akan mengatakan bertuah kalilah kau nak...... demikian juga ucapan kepada hal-hal yang lain yang merupakan suatu kekesalan mereka akan menyebutkan pada persoalan tersebut langsung dengan ucapan “bertuah”, ucapan pujian dengan menggunakan kata betuah hanya disebutkan orang lain tetapi bukan kepada yang bersangkutan, misalnya bertuah kali anakmu itu. Untuk menyatakan suatu kesuksesan orang Tamiang akan mengatakan berkat Tuah Tamiang. Ungkapan


312 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 312 “TUAH TAMIANG”, mempunyi makna sakral, ada sesuatu kekuatan pada diri Tamiang tersebut, ketinggian marwah, kekuatan batin dan kekuatan magis telah terakumulasi dalam ungkapan Tuah Tamiang. Kemanapun orang Tamiang pergi dan berada dalam menemui suatu keberhasilan, pasti tidak akan lupa mengatakan karena “Tuah Tamiang” bukan karena Tamiang Bertuah. Berbagai tanggapan baik atas kekeliruan panitia ataupun kelalaian Panitia PBT telah menimbulkan reaksi keras terhadap DPRD Aceh Timur yang akan memanggil Panitia PBT untuk meminta pertanggung jawaban terha-dap perlakuan mereka kepada Ketua DPRD Aeh Timur, hal ini tertuang dalam berita Surat Kabar Waspada terbitan hari Sabtu tanggal 10 Agustus 2002. Kekecewaan ini tidak sebatas pada anggota DPRD ternyata hal yang sama juga mendapat respon positif dari Ketua DPRD Aceh Timur yang dituang pada Berita Waspada hari Senin tanggal 12 Agustus 2002 dengan judul Ketua DPRD Aceh Timur Nyatakan Kecewa pada PBAT. H. MEMBANGUN TAMIANG KEDEPAN. 1. Tamiang Dalam Otonomi Daerah. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah pasal 1 huruf b mengatakan, bahwa Pemerintah daerah adalah Kepa la Daerah beserta perangkat daerah otonomi yang lain sebagai badan Eksekutif Daerah.Bab 3 pasal 4 ayat (1) Dalam rangka azas desentralisasi dibentuk dan disusun daerah Propinsi, Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang berwewenan mengatur dan mengurus kepentingan masyarkat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. 33 33 Hadi Setia Tunggal, SH. “UU. RI. No.22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah” tahun 2000.- halaman 4 dan 6.


313 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 313 Dalam Sistem desentralisasi yang diamanatkan UU No 22 tersebut, peme- rintah pusat (dalam hal ini Presiden dan Menteri) telah menyerahkan we-wenang pemerintahan kepada Daerah Otonom (Bupati dan Wlikota), hal mana telah memungkinkan segala proses pembangunan dapat di tentukan dan dijalankan dengan ketentuan daerah sendiri secara cepat. Peluang masyarakat untuk menikmati kesejahteraan terhadap hasil daerah yang dimiliki lebih besar. Otonomi Daerah yang telah memberikan rasa takut terhadap terciptanya raja-raja kecil didaerah, merupakan suatu hal yang terlalu mengadangada karena terbelenggu oleh kejadian silam, kita harus menolaknya dan jangan terbelenggu dengan masa silam. Persoalan yang harus di hadapi dan ditata kembali dalam era otonomi Daerah adalah me-manfaatkan potensi yang ada dengan seluas-luas dan sebebas-bebasnya demi kepentingan rakyat banyak. Hal ini dapat memungkinkan karena peran serta rakyat dalam melakukan pembangunan dapat terlibat secara dekat. Hakekat Otonomi Daerah tidak lain adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat untuk mempercepat proses pembanguan di daerah pada kewenangan tertentu. Bila kita berbicara tentang pembangunan disuatu daerah, yang menjadi perhitungan dan pemikiran adalah ketersediaan sumber daya ma-nusia (SDM) dan ketersediaan sumber daya alam (SDA) didaerah terse-but. Secara filosofis hanya putra daerah yang punya orientasi untuk kema-juan daerahnyalah cenderung dapat menciptakan perubahan yang menda-sar dan strategis terhadap pembangunan daerahnya, bila dibandingkan dengan orang yang memanfaatkan jabatan, karena kesempatan atau karena hanya melalui masa tugasnya dan setelah itu akan merasa lepas segala beban dan tanggung jawabnya. Dalam konteks ini “para intelektual Tamiang hanya akan memiliki makna dan fungsi bila mereka selalu berada ditengah-tengah masyarakat (rakyat), menerangi massa,


314 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 314 membimbing massa dan bersama-sama massa melakukan pembaharuan kearah kehi-dupan yang lebih baik, lebih islami”. Barangkali telah menjadi kesepakatan semua orang, modal utama dari suatu pembangunan adalah keberadaan Sumber Daya Manusianya, hal ini mengarah kepada kwalitasnya bukan pada kwantitas. Nilai intelektual seseorang tidak dapat diukur dari nilai kesarjanaannya, karena pada ting-kat pendidikan model perguruan tinggi yang beraneka ragam sekarang ini, pola penempatan sumber daya manusia memang harus selektif terutama dari segi pengalaman dan kemampuan. Tingkat kerapian berpakain belum menunjukan tingkat ketinggian ilmu, sebab ilmu bukan didasi, bijak bukan disepatu, kearifan bukan dibaju. penempatan sumber Daya manusia yang berkwalitas secara proporsional, akan mengabaikan kesewenang-wenang-an kepentingan dan tidak akan terjebak pada primordialisme. Penilaian itu suatu kenisbian, namun nilai itu sendiri adalah mutlak seperti buruk atau jahat, pintar atau bodoh, mampu atau tidak mampu. Pemberian penilaian terhadap nilai itu sendiri adalah kenisbian, mungkin sudah menjadi hal yang wajar dalam pemberian penilaian, orang selalu akan terikat pada hubungan emosional seperti kerabat, imbal balas jasa, intervensi dari pihak yang berperan dalam menempatkan kewenangan dan lain sebagai-nya. Dalam posisi seperti ini kearifan sangat dituntut berada pada posisi lini terdepan, untuk melahirkan suatu proporsionalitas yang permanen, sebab hal ini akan menjadi gambaran langkah berikutnya terhadap suatu pembangunan dalam suatu pembaharuan. Dengan terbentuknya Kabupaten Aceh Tamiang yang merupakan Kabupa ten Baru memberi peluang dan kesempatan posisi terhadap sumber daya manusia Tamiang untuk mengembangkan karirnya dalam pelaksanaan pembangunan. Meskipun Tamiang merupakan Kabupatean


315 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 315 yang baru, bukanlah berarti memiliki sistem pemerintah yang baru, akan tetapi sistem pemerintahan yang telah berlaku akan diseret kedalam wilayah yang memiliki sumber daya manusia dengan specificitas kultural. Dengan demi-kian penempatan, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya manusia yang merupakan motor penggerak pembangunan akan benar-benar me-merlukan tatanan yang proporsional, sehingga pendelegasian kekuasaan dan wewenang akan disesuaikan dengan kemampuan. Bila ini terjadi secara evaluatif tidak akan terjadi provokasi dalam pembangunan yang dapat menyebabkan stagnasi. Ketersediaan sumber daya manusia bagi Kabupaten Tamiang Bu-kan suatu hal yang menjadi keraguan, namun yang menjadi persoalan adalah kemampuan untuk memanage, sehingga segala potensi alam yang ada baik yang telah diekploitasi maupun dalam bentuk eksplorasi dapat dipergunakan dalam kepentingan menyeluruh. Wajah Tamiang yang nota-bene Kualasimpang yang merupakan kota perdagangan Tamiang, seba-gai bukti nyata terhadap keberadaan sumber daya manusia Tamiang yang berperan dalam meletakkan strategi pembangunan dengan telah merubah wajah lama yang kumuh menjadi wajah baru yang semerawut, tanpa dida-sari dengan tata ruang kota berdasarkan tatanan yang sesungguhnya. Sistem Otonomi Daerah yang akan diterapkan telah memberi kesem patan seluas-luasnya kepada daerah untuk mengurus daerahnya sendiri dalam segala bidang pemerintahan, kecuali yang menyangkut; bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, serta agama (pasal 7 UU No. 22 Tahun 1999). Menurut Josef Riwu Kaho ada empat faktor yang mempengaruhi pelaksa-naan otonomi daerah yaitu: 1. Manusia pelaksananya harus baik.


316 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 316 2. Keuangan harus cukup dan baik. 3. Peralatan yang harus cukup dan baik. 4. Organisasi dan managemennya harus baik.34 Dari keempat faktor diatas memberi gambaran bahwa manusia sebagai subjek, faktor yang utama mutlak diperlukan dan merupakan keterkaitan erat dengan tiga faktor lainnya, manusia yang baik akan mempengaruhi segala-galanya dari ketiga faktor pengikutnya, sebaik apapun sistem yang ada, ia akan cemar dan ternoda dengan faktor manusia yang tidak baik yaitu menyangkut moral /mentalitasnya secara umum, baik secara jujur, mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap pekerjaannya, mampu menjadi abdi masyarakat (public servant), selain itu juga manu-sianya memang harus memiliki kecakapan/kemampuan yang tinggi dalam melaksanakan tugas-tugasnya, mampu mengambil sikap dan kebijakan dalam kondisi dan situasi apapun demi kepentingan orang banyak. Secara umum dan nasional untuk menentukan seorang pemimpin lebih cenderung berpatokan kepada bersih diri dan bersih lingkungan terutama dari keterlibatan terhadap G. 30 S. PKI, bagi masyarakat Tamiang bukan itu saja yang menjadi ukuran, akan tetapi berdasarkan pesan dan warisan datu nini dahulu menentukan seorang pemimpin bagi masyarakat Tamiang tidak dapat terlepas dari garis keturunan, dalam hal ini bukanlah berarti suatu jabatan turun temurun sebagai warisan akan tetapi seorang pemim-pin itu apakah ada turunan darah kepemimpinan dari seorang pemimpin. Berbeda dengan budaya Jawa yang lebih mengutamakan Bobot baru bibit namun bagi masyarakat Tamiang lebih diutamakan bibit kemudian baru bobot, jadi bagi seorang pemimpin dalam 34 Drs.Josef Riwu Kaho,MPA. 1998. “Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia” Hlm. 60. dan seterusnya.


317 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 317 masyarakat Tamiang dilihat dahulu keturunan siapa dia kemudian barulah dilihat kemampuannya. Faktor keuangan yang harus cukup bukanlah berarti sematamata pada ketersediaan keuangan yang cukup akan tetapi mencakup segala sesuatu yang memiliki hak terhadap hubungannya dengan masalah uang, dalam hal ini menyangkut sumber pendapatan, ketersediaan uang yang cukup, pengelolaan anggaran yang sesuai dengan tujuan dan peraturan yang ber laku. Kabupaten Aceh Tamiang yang berdasarkan sumber BPS Aceh Timur memiliki Penerimaan Daerah Sendiri atau pendapatan asli daerah (PAD) sejak tahun 1996 – 2000 , sebesar 30 % dari penerimaan Daerah Sendiri Aceh Timur. seperti Tabel VI. 1. dibawah ini PENERIMAAN DAERAH SENDIRI (Rp. Juta) Sumber : BPS. A.Timur Dari tabel diatas dapat diperhitungkan bagaimana prospek Tamiang kede-an dalam pengelolaan dana yang tersedia yang dimungkinkan akan terus mengalami peningkatan sesuai dengan perkembangan daerah tersebut. Dari 30 % PAD yang diberikan oleh Tamiang kepada Aceh Timur dengan perbandingan jumlah penduduk 30,5 % dan luas wilayah 20 % dari Aceh Timur dirasakan sudah sangat memungkinkan Tamiang akan memberi perubahan terhadap pembaharuan dari daerahnya. Pengalokasian dana yang tak seimbang telah menciptakan ketimpangan dan ketidak seimbangan terhadap pembangunan bagi wilayah Tamiang bila dibandingkan dengan wilayah lain dari Kabupaten Aceh Timur, yang berarti setelah Tamiang menjadi Daerah otonom akan memungkinkan ke-timpangan No Kabupaten 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 1. Aceh Tamiang 2.501,20 3.022,95 2.795,94 3.175,45 2.936,27 2. Aceh Timur 5.964,38 7.208,53 6.667,20 7.572,20 7.001,57 T o t a l 8.465,58 10.231,48 9.463,14 10.747,65 9,938,14


318 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 318 dan ketidak seimbangan pembangunan tersebut akan segera tertutupi. Kemampuan menggali dan mengoptimalkan berbagai potensi daerah yang dapat memberikan masukan kepada Pendapatan Asli Daerah merupakan peranan pokok dari pemerintah daerah. Kerjasama antara Legislatif (DPR-D) dan eksekutif dalam mengalokasikan dana yang sesuai dengan pera-turan yang berlaku dan mengenai sasaran yang sesuai dengan tujuan se-hingga mampu memberi kesejahteraan bagi kehidupan masyarakat ba-nyak merupakan indikator berhasilnya pelaksanaan otonomi daerah. Mana kala Pemerintah daerah meletakan suatu kebijakan dalam suatu pemba-ngunan, DPR-D telah mampu meresponnya, apakah kebijakan tersebut memang dapat menyentuh kepentingan masyarakat banyak atau hanya untuk kaum dan golongan tertentu. Menyikapi persoalan tersebut selayak-nyalah anggota DPRD dituntut memiliki kwalitas yang memadai dalam segi kemampuan ilmu pengetahuan, sehingga semua kebijakan yang me-nyangkut penggunaan uang akan benar-benar dapat dianalisa dan akan dapat dialokasikan sesuai dengan tujuan dan aturan yang berlaku. Kolusi antara Eksekutif dengan Legislatif (Dalam hal ini Kepala Daerah dengan DPRD) akan mempercepat keterpurukan suatu daerah otonom yang memberi rentetan terhadap kesengsaraan orang banyak (misalnya gaji dan ra-pel gaji Pegawai yang terus tertunda, honor para pegawai yang tak ter-bayar,berbagai proyek yang telah disahkan namun tidak cair anggaran dll). Pengelolaan keuangan dalam suatu daerah merupakan hal yang penting untuk pengembangan daerah tersebut kedepan, sesuai apa yang dikata-kan oleh M. Manulang dalam Josef Riwu Kaho : “Bagi kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting. Makin baik keuangan suatu negara maka makin stabil pula kedudukan pemerintah dalam negara


319 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 319 itu, sebaliknya kalau keuangan negara itu kacau, maka pemerintah akan menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan dalam menyelenggarakan segala kewajiban yang diberikan kepadanya. Demikian juga bagi suatu pemerintah daerah, keuangan merupakan masalah penting baginya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah”35 J. Wajong dalam Josef Riwu Kaho menyatakan : a. bahwa pengendalian keuangan mempunyai pengaruh begitu besar pada hari kemudian penduduk sedaerah, sehingga kebijkasana an yang ditempuh pada melakukan kegiatan itu dapat menyebabkan kemakmuran atau kelemahan, kejayaan atau kejatuhan penduduk daerah itu. b. bahwa kepandaian mengendalikan daerah tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan abadi, tanpa cara pengendalian keuangan yang baik, terlebih lagi tanpa kemampuan melihat kemuka dengan penuh kebijaksanaan, yang harus diarahkan pada melindungi dan memperbesar harta daerah, dengan mana semua kepentingan masyarakat sedaerah sangat erat hubungannya. c. bahwa anggaran adalah alat utama pada pengendalian keuangan da-erah, sehingga rencana anggaran yang diperha-dapkan kepada De-wan Perwakilan Rakyat Daerah haruslah tepat dalam bentuk dan susunanya dengan memuat rancangan yang dibuat berdasarkan keahlian dengan pandangan kemuka yang bijaksana”.36 Dari uraian tersebut diatas, pengelolaan keuangan yang tepat guna merupakan faktor yang mutlak diperlukan oleh Pemerintah Daerah untuk mencapai hasil dalam pengelolaan Otonomi daerah. 35 Drs. Josef Riwu Kaho, MPA. 1997.-Op cit. Halaman. 61. 36 Ibid. halaman 62.


320 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 320 Pengelolaan keuangan yang terkonsentrasi pada kepentingan kelompok akan memungkinkan sebagai upaya penciptaan terhadap suatu kemiskin-an yang disebut dengan kemiskinan struktural, bukan pada penciptaan ke miskinan individu yang lebih cenderung disebabkan karena malas bekerja. “Menurut Selo Sumarjan, yang dimaksud dengan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber - sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan struktural tidak sekedar terwujud dengan kekurangan sandang dan kekurangan pangan saja, akan tetapi juga melipuiti kekurangan fasili-tas pemukiman yang sehat, kekurangan pendidikan, kekurangan komuni- kasi dengan dunia sekitarnya, bahkan sering juga kekurangan perlindungan dari hukum dan pemerintah”.37 Sumber diatas nyata-nyata membuktikan hanya wewenang dan kebijakan pemerintah daerahlah yang mampu melaksanakan dan mengantisipasi segala ketentuan dan kemungkinan tersebut. Untuk memeperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah memang harus ditunjang dengan ketersediaan peralatan, peralatan-pera-latan ini akan membantu menciptakan suatu pemerintahan daerah yang baik. Penyediaan peralatan ini juga harus benar-benar praktis, efisien dan efektif, sehingga penggunaannya juga dapat terkendali secara efisien dan efektif. Penyalah gunaan persediaan alat-alat akan menjadi suatu pembo-rosan dan mubazir dan akan berdampak buruk terhadap perkembangan sektor lainya yang juga membutuhkan dana. 37 Selo Soemarjan,1980.“Kemiskinan Struktural, suatu bunga rampai” halamam 5.


321 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 321 Faktor yang terakhir dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah kearah yang baik dan berhasil adalah organisasi dan managemen yang baik, da-lam hal ini seperti telah disinggung terdahulu organisasi yang baik adalah menyangkut pendelegasian wewenang dan kekuasaan kepada pejabat secara proporsional berdasarkan evaluasi yang objektif, adanya hubungan satu sama lain diantara kekuasaan dan lembaga sehingga terjalin kerja sama dalam tujuan yang sama. Dalam hal ini management merupakan upaya Kepala daerah memanage orang-orang yang telah menerima pendelegasian wewenang dan kekuasaan agar segala tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai dengan baik. Dalam upaya membangun ker-jasama dalam bentuk organiasasi dan management daerah otonom dapat memungkinkan melakukan peningkatan terhadap berbagai potensi dan sumber daya yang ada sehingga menambah pendapatan daerah yang hasilnya dapat membawa kepada kesejahteraan rakyat, disisi lain dapat memberi pengaruh terhadap pengembangan lapangan kerja yang mampu menekan dan meminimalisir tingkat kemiskinan 2. Tamiang dalam Peran Komponen Masyarakatnya. Masyarakat Tamiang yang tinggi dengan nilai budaya dan adat-nya sangatlah erat berpegang pada norma-norma etika yang telah berlaku terdahulu, hal ini sangat memungkinkan peran serta dan keikut sertaannya dalam meletakkan dasar-dasar pembangunan Tamiang kedepan. Ketika isu pembangunan bergulir komponen masyarakat dengan berbagai ele-mennya telah mampu meninjau keberadaan suatu perencanaan pemba-ngunan tersebut, sehingga benar-benar merupakan pembangunan yang akan menyentuh kepentingan kehidupan masyarakat banyak dalam sega-la aspeknya.


322 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 322 Melihat peranan Daerah otonom dengan azas desentralisasi, terutama menyangkut keberadaan Legislatif sebagai lembaga yang menge sahkan suatu perencanaan pembangunan, sudah selayaknyalah partai-partai politik menatap jeli kedepan terhadap keberadaan elemen-elemen partainya atau kader-kader partai yang punya kemampuan dan potensi dalam menempati kursi dilembaga legislatif. Dengan demikian akan terhindar dari berbagai dominasi kekuasaan terhadap suatu pembangunan yang dapat menjebak pada suatu kepentingan dan kenikmatan sesaat dari segelintir orang atau kelompok yang mendominasi. Bila terjadi sutau dominasi berarti telah terjadi sebuah kekuatan sosial politik yang sukar dikontrol (karena kemampuan dan potensi yang lain sangat rendah), bila sebuah kekuatan sosial politik berada pada kondisi yang “sukar dikontrol” maka diperlukan suatu rekayasa kehidupan perpolitikan yang tepat dari berbagai komponen masyarakat lainnya agar kekuatan ini tidak meningkat kepada tingkatan yang semakin sukar dikontrol, dan kondisi ini tentunya tidak menunjang terwujudnya kehidupan politik yang lebih demokratis dan akan menghambat berbagai pembangunan kepentingan masyarakat. Sebagai upaya antisipasi terhadap berbagai dominasi kekuatan dan kekuasaan maka partai politik hasur benar-benar menempatkan kader nya pada posisi yang punya kemampuan, sehingga tidak lagi didasarkan kepada jasa dan lamanya bergelut dalam sebuah partai, karena hakekat-nya partai-partai politik adalah harapan rakyat banyak untuk membuat suatu pembaharuan dalam suatu perubahan kearah kehidupan yang lebih baik. Secara kultural peranan komponen masyarakat yang informal terutama pemuka-pemuka adat dan tokoh-tokoh ulama sangatsangat perlu diperhi-tungkan dalam menata Tamiang kedepan, secara tidak langsung peranan tokoh-tokoh ini terutama didesa


323 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 323 masih mengikat sebagai centrum regilius dan centrum kultural yang telah menyekat masyarakat desa pada perso-alan ritualisme, pada desa-desa yang kekuatan ini masih mengikat pada kehidupan masyarakatnya, peranan centrum-centrum inilah yang merupa-kan suara mereka, ventalasi aspirasi dari masyarakat benar-benar dapat terbuka lebar pada hal-hal yang memungkinkan ada transparansinya. Hubungan yang harmonis antara pemerintah daerah dengan berbagai komponen masyarakat akan menciptakan suatu tatanan pembangunan dalam kehidupan yang harmonis pula, kemiskinan dan pengangguran yang merupakan gejala purba perlahan-lahan akan dapat terkikiskan. 3. Tamiang Dalam Potensi Daerahnya. Pengembangan wilayah disuatu Daerah sangat tergantung kepa-da keberadaan potensi didaerah tersebut. Untuk dapat memprediksi Tami-ang kedepan, akan ditampilkan data tentang potensi daerah tersebut diantaranya Tabel VI. 2. Luas Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang dirinci menurut penggunaan lahan tahun 1999.- No. Jenis Penggunaan Tanah Luas (HA) Persentase 1. Lahan Sawah 15.319 9,16 2. Tegalan / Kebun 17.965 10.74 3. Perkebunan Besar 30.123 18,01 4. Perkebunan Rakyat 23.951 14,32 5. Tambak / Kolam 3.168 1,89 6. Kawasan Hutan 40.821 24,41 7. Pemukiman / Perkarangan 11.293 6,75


324 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 324 8. Kawasan Perdagangan 13 0,01 9. Kawasan Industri 93 0,06 10. Kawasan Perkantoran 25 0,01 11. Lain - lain 24,940 14,64 J U M L A H 167.261 100,00 Sumber : BPS Aceh Timur Kawasan hutan yang merupakan lahan yang terluas dari penggunaan lahan lainnya yaitu sebesar 24 % dari luas wilayah merupakan investasi terbesar dalam pengelolaan hasil hutan yang memungkinkan akan mampu menyediakan kebutuhan eksport terhadap hasil-hasil hutan tersebut bila dikelola secara propesional, sektor ini akan memberi kontribusi terhadap pemasukan anggaran yang besar bagi daerah. Perambahan Hutan secara liar dan pembukaan lahan yang tanpa memperhatikan topografi yang sesuai dan tidak diimbangi dengan reboisasi merupakan ancaman yang dahsyat kedepan terhadap kelangsungan hidup generasi berikutnya. Tanpa disadari perambahan hutan yang serampangan akan memberi efek buruk terhadap perusakan keseimbangan ekosistem yang ada. Ancaman besar dari perambahan hutan dan modifikasi alam (merubah wajah hutan menjadi perkebunan yang tidak sesuai dengan kondisi topo-grafinya) menjadikan siklus alam goyah (labil), curah hujan yang besar akibat penggundulan hutan menyebabkan tertjadinya erosi yang parah, penyerapan sinar matahari yang langsung melalui bumi membuat pengu-apan menjadi besar, akibatnya tanah menjadi tandus, bahaya elnino akan menjadi ancaman dan tanah akan mencapai pada titik layu yaitu tanah tidak lagi mengandung air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan suatu tanaman sehingga tanaman yang tumbuh menjadi layu. Air bagi tanaman berada dalam suatu keadaan aliran yang sinambung (kontinu), kehilangan air dapat menyebabkan terhentinya pertumbuhan dan defisit air.


325 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 325 Kerusakan keseimbangan ekosistem yang diakibatkan kecerobohan da-pat membuat siklus alam akan berubahrubah. Penebangan Kayu dan pembakaran yang mengeluarkan Carbon dioksida membuat siklus pem-bentukan ozon terganggu dan menjadi rusak. Lapisan ozon yang berada dilapisan bagian bawah atmosfer diperkirakan setebal 3 mm dengan berba gai provokasi alam telah menjadikannya rusak sehingga tidak mampu menyerap gelombang pendek yang dipantulkan oleh matahari ke bumi, dimana gelombang pendek tersebut dipantulkan kembali oleh bumi ke Atmosfer dalam bentuk gelombang panjang. Karena lapisan atmosfer telah rusak, tidak mampu menyerap sinar yang dipantulkan oleh bumi, akibatnya gelombang panjang tersebut berputar-putar dipermukaan bumi sehingga menimbulkan panas bagi permukaan bumi, peristiwa ini lebih dikenal dengan “peristiwa rumah Kaca”. Lester R. Brown melaporkan “ Tak ada contoh kehancuran yang lebih tragis dari pada bencana kelaparan yang melanda seluruh benua Afrika, tahun 1970 Afrika mampu berswasembada pangan, tapi pada tahun 1980 sudah mulai mengimpor padi-padian dari luar negeri akibat ke marau yang panjang. Kemarau panjang tersebut telah menyebabkan bencana kelaparan, disamping itu kemerosotan pangan terutama dikait kan dengan tiga kecenderungan yang sudah tetap yaitu; - Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk yang melampaui benua mana pun dalam sejarah, - Penggundulan hutan dan erosi tanah yang meluas, - Kegagalan Pemerintah Afrika dalam memberikan dukungan yang dibu tuhkan oleh sektor pertanian. Pada tahun 1978 Lembaga Pembangunan International A.S. melaporkan, Ethiopia kehilangan 1 milyar ton lapisan tanah


326 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 326 subur tiap tahun akibat erosi. Hal ini melukiskan suatu malapetaka lingkungan yang terjadi akibat tindakan rakyat Ethiopia yang berjuang untuk hidup dengan mencangkul permukaan tanah yang sudah terkikis erosi sehingga terkeruk lebih dalam lagi, besarnya jumlah orang yang berusaha mencari nafkah dilahan kritis bisa memungkinkan mempercepat proses kekeringan”.38 Lahan sawah seluas 9,6 % dari luas wilayah Tamiang akan mam-pu menjadi penyangga terhadap berbagai kemungkinan diatas, Wilayah Tamiang yang dikelilingi dengan daerah aliran sungai (DAS), dapat mem-beri kontribusi terhadap bidang pertanian padi sawah dengan memperluas areal percetakan sawah baru sistem pasang surut, hal seperti ini telah dilakukan di Kecamatan Bendahara, desa Cinta Raja, dan telah membukti-kan kebutuhan air untuk pertanian padi sawah tersebut dapat terpenuhi. Ketersediaan areal untuk percetakan sawah baru dengan sistem pasang surut melalui Daerah Aliran Sungai (DAS), bila dapat dikelola secara intensif, akan memungkinkan Kecamatan Bendahara khususnya dan Tami ang pada Umumnya akan menjadi lumbung beras bagi kebutuhan pendu-duk. Sektor lainnya juga akan memberi masukan terhadap pendapatan daerah yang akan membawa Kabupaten Aceh Tamiang kepada tingkat yang dapat memberi kesejahteraan kepada rakyatnya, terutama perkebun-an Kelapa Sawit swasta yang kapitalistik dengan persaingan ketat merek-rut berbagai perkebunan rakyat untuk memenuhi kebutuhan Pabrik Kelapa Sawit yang mereka miliki, memberi peluang yang cerah terhadap prospek Tamiang kedepan. Hal ini dapat tercapai bila ada koordinasi yang terpadu dari pemerintah daerah. Jenis-jenis bahan Tambang yang terdapat di Kabupaten Aceh Tamiang dapat dijumpai diberbagai Kecamatan seperti; 38 Lester R. Brown, “Dunia penuh Ancaman” tahun 1987.- hlm 2.


327 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 327 Minyak di Kecamatan Kejuruan Muda, Karang Baru, Seruway dan Kuala-simpang. emas dan Semen terdapat diKecamatan Tamiang Hulu. Batu Kapur terdapat di Kecamatan Tamiang Hulu dan Kejuruan Muda. Bahan-bahan tambang ini yang akan memungkinkan terjadinya kompetitif terha-dap para investor yang berminat menanamkan investasinya dalam penge-lolaan potensi daerah yang tersedia tersebut. Dilain pihak pengembangan tambak udang yang banyak terdapat di Kecamatan Bendahara, Seruway dan Manyak Payed juga merupakan potensi yang perlu dikembangkan terus melalui pengelolaan orang-orang yang propesional. Wisata bahari dan upaya membuka pelabuhan yang dapat memungkinkan peluang bagi hubungan perdagangan luar Negeri terutama Malaysia, Penang yang jarak tempuh relatif dekat, Kondisi Kecamatan Bendahara atau Kecamatan Seruway memungkinkan peluang kearah tersebut. Jalur transportasi laut ini membuka peluang kepada semua sektor dan terhadap perluasan lapangan kerja yang sangat kompetitif, yang berarti telah membantu untuk menekan angka pengangguran. Berbagai macam potensi dan sumber daya Alam Tamiang yang masih tersimpan dan terpendam, belum memungkinkan untuk dipaparkan disini, yang dibicarakan diatas hanya bagian terkecil dari keberadaan Tamiang dalam potensi daerahnya.


328 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 328


329 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 329 DAFTAR PUSTAKA. 1. Annonymous, Kesimpulan Seminar Sejarah masuk dan berkem- bangnya Islam di Aceh dan Nusantara, Majelis Ulama Propinsi Daerah Istimewa Aceh dan Pemda TKII Aceh Timur. (1980).- 2. Annonymous, “Pedoman Umum ADAT ACEH”, Edisi 1,Lembaga Adat Kebudayaan Aceh (LAKA) Propinsi Darah Istimewa Aceh, 1990.- 3. ___________ “Proposal Pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang”, Panitia Persiapan Kabupaten Aceh Tamiang. 2000.- 4. ___________ “Resam Kanun Peradatan Mengawinkan Anak Suku Perkauman Tamiang”. Lembaga Adat Kebudayaan Aceh (LAKA) Aceh Timur (T.T.) (Tidak dipublikasikan). 5. ___________ “UU R.I. No. 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”. Diperbanyak oleh Dinas Informasi dan Komunikasi Kabupaten Aceh Timur Langsa 2001. 6. ___________ “Kesaksian Kaum Muda”, Penyelenggara Kelompok Studi Indonesia. Yayasan Studi Indonesia Jakarta, 1988.- 7. Ali Shariati,Dr.“Tugas Cendekiawan Muslim”.CV.Raja Wali Jakarta. 1982.-


330 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 330 8. Alfian dkk, “Kemiskinan Struktural” (suatu bunga rampai), Pulsar Jakarta, 1980.- 9. Hadi SetiaTunggal,SH, “UU Republik Indonesia Nomor 22 tahun1999, tentang Pemerintahan Daerah”. Harvarindo 2000.- 10.Josef Riwu Kaho, Drs, MPA. “Prospek Otonomi Daerah di Negara Re-publik Indonesia”, PT. Raja Grafindo Persada Jakarta, 1997.- 11.Koentjaraningrat, Prof, Dr. “Pengantar Ilmu Antropologi”. Aksara Baru Jakarta. 1986.- 12.__________________ “Manusia dan Kebudayaan diIndonesia”. Penerbit Djambatan 1988.- 13.Lah Husny, T.M. “Butir-butir Adat Budaya Melayu”. Badan Penerbit Husny Medan 1968.- 14.Lukman Sinar,Tengku.“Jati Diri Melayu”. Lembaga Pembinaan dan Pe ngembangan Seni Budaya Melayu.–MABMI, Medan 2001.- 15.____________ “Adat Perkawinan dan Tatarias Pengantin Melayu”. Lembaga Pembinaan dan pengembangan Seni Buda-ya Melayu (SATGAS – MABMI) Medan 2001.- 16.Lester R. Brown, dkk. “Dunia Penuh Ancaman”, Yayasan Obor Indo-nesia, 1987 17.Leirissa, R.Z. Drs, MA.“Sejarah Masyarakat Indonesia”. Jurusan Ilmu-Ilmu Sejarah, FSUI Jakarta 1979 (tidak dipublikasikan) 18.Mohammad Said, “Aceh Sepanjang Abad”, Penerbit Waspada Medan tahun 1961. 19.Muhamaad Yamin, “Gajah Mada Pahlawan Persatuan Nusantara “ Balai Pustaka Jakarta 1986


331 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 331 20.Mahmoenarrasjid, O.K. “Monografi Kabupaten Aceh Timur” (Tamiang Dalam Cukilan Sejarah Tanah Air), SetDaKab. Aceh Timur, Langsa, 1971.- 21.R.Pitono Hardjowardojo.Drs, “Aditya Warman sebuah study tentang tokoh-tokoh Nasional dari abad XIV”, 1966. Bhratara, Djakarta. 22.Syarifuddin Ismail dkk, “Senibudaya Suku Perkauman Tamiang” Da-lam Memperkaya Khasanah Senibudaya Aceh. Panitia Pekan Kebudayaan Aceh III Kabupaten Aceh Timur, 1988.- (tidak dipublikasikan). 23.Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”. Rajawali Pers Jakarta 1990.- 24.Taufik Abdullah dkk, “Manusia dalam Kemelut Sejarah”. LP3ES, 1978.- 25.Zainuddin, H.M. “Tarich Atjeh dan Nusantara”. Pustaka Iskandar Muda Medan, jilid 1, 1961.-


332 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 332 NAMA-NAMA NARA SUMBER. 1. Hj. Siti Habsyah Tj. Lipat Bendahara. 2. Datok Ulong, Tanjong Gelumpang, 3. Drs. Syarifuddin Ismail Kualasimpang. 4. Drs. Syahrul Amri Langsa. 5. Sayed Zainal Abidin Karang Baru 6. H. Nurdin Saleh Kualasimpang 7. Drs. Syamaruddin Saleh Kualasimpang.


333 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 333 LAMPIRAN NAMA-NAMA DAN JABATAN TERTENTU. 1. Bupati Aceh Timur (2002); Drs. Azman Usmanuddin MM. 2. Ketua DPRD Aceh Timur (2002); T.Yusni. 3. Ketua Panitia Persiapan Kabupaten Aceh Tamiang; Hamdan Sati. 4. Sekretaris Panitia Persiapan Kab. Aceh Tamiang; Drs. Iskandar Zulkarnaen 5. Ketua Umum FKKI-MT (2002); Drs. H. Buyung Arifin. 6. Ketua Umum Panitia Pekan Budaya Tamiang (2001); Ir. Muntasir Wan Diman. 7. Ketua Umum Pekan Budaya Aceh Tamiang (2002) Drs. Syuibun Anwar. 8. Anggota DPRD Aceh Timur Asal Tamiang (Golkar); Burhanuddin Manaf 9. Pembantu Bupati Wilayah III (s/d 1999);Drs. Syamaruddin Saleh. 10.Pembantu Bupati Wilayah III (1999 s/d dihapuskan); Drs. Wan Amiruddin. 11.Anggota DPRD Tamiang (PDIP; Zainal Arifin. 12.Anggota DPRD Tamiang (PDIP); M. Nurdin Diah. 13.Anggota DPRD Tamiang (PDIP); Syahruddin Harun. 14.Anggota DPRD Tamiang ((PDIP); Anhar. 15. Anggota DPRD Tamiang (PDIP) ; Suparji.


Click to View FlipBook Version