The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.

Mengenal adat dan budaya Melayu Tamiang

Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by wdmuntasirwd, 2023-06-15 23:00:39

TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH

Mengenal adat dan budaya Melayu Tamiang

Keywords: sejarah

234 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 234 Allahuma shali’ala wassalam. d. Nyejok kedua mempelai dipelaminan, setelah penganten berdembagh (duduk bersanding dipelaminan), keluarga dari kedua belah pihak terutama orang tua dan wali kedua belah pihak melakukan tepung tawar, pada acara ini dilakukan tepung tawar lengkap seperti urutan yang telah diuraikan diatas. e. Nyejok Sunat Rasul (Khitan), Sunat rasul merupakan suatu kewajib-an, yang dilakukan bagi anak laki-laki dan anak perempuan. Upa-cara ini biasanya untuk anak lakilaki dilakukan lebih meriah bahkan menyamakan seperti pesta perkawinan, sedangkan untuk anak perempuan tidak dilakukan pesta. Bagi anak laki-laki yang sudah beru-mur antara 7-14 tahun berarti sudah waktunya untuk disunatkan. Upacara pesta sunat rasul bagi anak yang mau disunat dipakaikan pakaian adat kemudian didudukkan juga atas pelaminan pada saat inilah dilakukan tepung tawar (nyejok) oleh Kedua orang tuanya dan wali serta orang tuhe-tuhe dan imam dikampong. Pada malam hari sebelum pesta dilakukan khatam qur’an bagi anak yang akan disu-natkan yang menandakan bahwa anak sudah mulai akan beranjak remaja. Selesai pesta keesokan harinya barulah anak tersebut di langsungkan sunat rasul, dimana yang melakukan sunat tersebut adalah mudim (juru sunat), Keampuhan mudim ini sangat diakui dikalang masyarakat suku perkauman Tamiang, karena dapat me-ngalahkan keampuhan sunat dengan memakai tenaga medis. Sunat dengan mudim hanya menggunakan kekuatan ilmu bathin dimana kemaluan (dalam bahasa Tamiang “punè”) sianak dijampi dengan membaca mantra-mantra sehingga tidak terasa sakit sewaktu dipotong. Keahlian mudim ini juga berbeda-


235 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 235 beda keampuhannya ada yang begitu dipotong kulitnya tersebut dibalikkan (dilipat) kebagian luar sedemikian rupa sehingga kulit yang luka tersembunyi kebagian dalam dengan menjampi dan membaca mantra serta dibungkus dengan dedaunan, dalam beberapa menit sudah boleh langsung memakai celana dan berjalan. Mudim pada tingkat ini mampu menyunat lebih dari satu orang dalam waktu yang bersamaan ditempat yang berbeda. Sedangkan mudim yang biasa cara kerjanya sama hanya kesembuhannya memakan waktu antara 4-5 hari, pada tingkatan seperti ini sianak harus dijaga siang dan malam untuk hari pertamanya karena kelazimannya apabila mudim telah meninggalkan rumah yang disunat, maka sianak mulai terasa sakit dan dalam hal ini makanan sianak juga benar-benar harus dijaga sesuai petunjuk tok mudim terutama makanan yang tidak menyebabkan gatal. f. Nyejok dalam menyelesaikan persengketaan (sayam), Dalam kehidupan bermasyarakat suatu perkampungan atau suatu pedesaan, tidak terlepas dari suatu perselisihan faham diantara penduduk, misalnya antara si A dan B dalam suatu desa atau penduduk desa A dengan desa B, perselisihan ini mengakibat terjadinya pemukulan sehingga mengeluarkan darah apalagi darah kepala, maka setelah dilakukan perdamaian diadakan nyejok, pada saat nyejok ini kepada yang berdarah (pesakitan) diberikan uang oleh yang menyakiti de-ngan jumlahnya sesuai dengan keputusan perdamaian, perdamaian seperti ini disebut “sayam”, darah yang keluar dikepala dengan dibagian tubuh yang lain sayamnyapun berbeda (jumlah uang yang diberikan berbeda), sedangkan bila perselisihan yang tidak mengaki-batkan berdarah nyejok dilakukan tanpa memberi uang.


236 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 236 g. Nyejok padi beneh Padi hasil pertanian atau hasil panen disawah yang akan dijadikan bibit untuk musim tanam berikutnya, Nyejok ini dilakukan sebelum padi disemai disawah, perlakuan ini bertujuan sebagai harapan agar bibit yang akan ditanam mendapat rahmat dari Allah yang maha kuasa, dapat hidup subur dan mempunyai buah yang baik dan lebat. h. Nyejok mendirikan rumah baru, bagaimanapun bentuk dan keadaan rumah yang akan dibangun, baik besar maupun kecil bagi suku per-kauman Tamiang sudah menjadi keharusan melakukan tepung tawar terhadap rumah yang akan didirikan tersebut. Untuk mendiri-kan rumah inipun harus dipilih pada hari baik menurut perhitungan orang yang mengerti dan menurut kebiasaan masyarakat desa setempat, serta memilih bahan-bahan bangunan yang dianggap lebih baik. Dalam acara nyejok yang disejok (ditepung tawar) adalah Tiang utama (tiang tengah) atau disebut tiang “agam” dan tiang pembantu atau tiang “dare” serta tukang yang akan mengerjakannya juga ikut disejok. Hal ini dimaksudkan agar mendapat berkat dari Allah Yang Maha Kuasa dan agar diberikan keselamatan dalam mendirikannya. Pada tiang agam tersebut digantung kelapa muda (kelambe geroh) atau kelapa tumbuh, kain perca lapik tiang (warna merah, putih dan hitam), pisang sesisir bersama ikatan daun pe-sejok. i. Nyejok memasuki rumah baru, Bukan saja pada waktu mendirikan rumah dilakukan tepung tawar akan tetapi pada saat akan mema-suki rumah barupun dilakukan pesejok, dan untuk memasuki rumah barupun tetap melihat hari baik. Pesejok ini bermakna agar yang menempati rumah tersebut mendapat berkah dari Allah,


237 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 237 dimudahkan rezekinya dan selama menempati rumah tersebut selalu damai dan tetap sehat walafiat. Cara Pesijuk dilakukan dengan memercikan air jeruk purut dan rinjisan ramuan lainnya kedalam berbagai ruangan dan kamar rumah. j. Nyejok hewan qurban/Hakikah, Bagi umat islam yang mampu wajib melaksanakan qurban atau menyembelih hewan qurban pada hari raya idul adha baik berupa kambing, domba maupun lembu atau sapi dan menyembelih hewan hakikah pada saat selesai melahirkan anak, yaitu dua ekor kambing jantan bagi anak laki-laki yang lahir dan satu ekor kambing jantan bagi anak perempuan yang lahir. Dalam upacara nyejok hewan ini memang berlainan dengan nyejok yang lainnya, selain bahan-bahan pesejok biasa juga dilengkapi bahan-bahan lain untuk kelengkapan hewan tersebut seperti, cermin, bedak, sisir, payung, pisau cukur, kain putih, minyak wangi dan lainnya yang diyakini bahwa hewan-hewan ini kelak merupakan kenderaan diakhirat maka harus dihiasi. Cara pesijuk, sebelumnya hewan qurban dipupur bedak, dan disisir bulunya sebagai syarat dan dicerminkan, baru dilakukan tepung tawar dengan memercikan air rinjisan ramuan. Ketika hendak disembelih hewan tersebut dipayungi dan dibentangkan kain putih yang keempat sudutnya dipe-gang. k. Nyejok kenderaan, Apabila seseorang baru memiliki kendaraan ataupun alat angkutan lainnya apakah itu dibeli dalam keadaan baru ataupun barang bekas yang jelas telah berpindah tangan pemiliknya dari satu orang kepada yang lain maka akan dilakukan pesejok, hal ini dilakukan agar sipemiliknya dapat terhindar dari segala kerusak-an dan kecelakaan. Tepung tawar ini dilakukan sangat


238 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 238 sederhana, tanpa ada upacara khusus, artinya kapan saja diperlukan. Banyak perlakuan-perlakuan lainnya yang dilakukan untuk menepung tawar (nyejok), hal ini tidak termasuk dalam adat, hanya merupakan kebiasaan yang dilakukan sekedar mengambil sempenanya saja.


239 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 239 IV. GELAR DAN PANGGILAN KEHORMATAN A. PENGARUH ADAT. Gelar merupakan nama kehormatan yang melekat pada nama seseorang dan menjadi panggilan terhormat kepada orang-orang yang dianggap terkemuka. Beberapa tingkatan gelar yang pernah berlaku dalam suku perkauman Tamiang dapat dibedakan atas; a. Gelar Raja. b. Gelar bangsawan. c. Gelar jabatan d. Gelar pemuka agama. e. Gelar untuk jabatan tertentu. f. Panggilan dalam keluarga. Struktur pemerintahan dalam kerajaan Tamiang; 1. Raja adalah kepala pemerintahan yang mempunyai wewenang untuk mengesahkan atau membatalkan putusan yang diputuskan dewan-dewan majelis Negeri Balai-balai Empat Suku (Majelis adat dan hukum agama), keputusan ini diambil penuh dengan pertimbangan yang seadiladilnya. 2. Mangkuraja (Waklil Raja), berasal dari keturunan bangsawan. Apabila Mangkuraja ini berasal dari keluarga dekat Raja maka ia disebut “Raja Muda”, dan apabila mangkuraja berasal dari golongan pembesar ne-geri maka ia akan disebut “Bantaraja”. Tugas Mangkuraja adalah, menjalankan segala putusan raja yang meliputi; urusan keuangan, urusan perdagangan dan urusan luar negeri (Menteri luar negeri). Segala keuangan yang didapat dari segala sektor, apakah dari laut yang merupakan hasil-hasil yang telah dipungut oleh Panglima Laut, atau hasil yang dipungut oleh


240 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 240 Sahbandar dan Huria (Kepala Pekan) keseluruhannya dimasukan kedalam pembukuan Mangkuraja. Seluruh kekayaan negeri dari pendapatan bersih dibagi lima bagian yang dialo kasikan kedalam empat sektor yaitu : a. Untuk perbelanjaan istana dan pribadi Raja sebesar seperlima bagian (20 %). b. Untuk Perbelanjaan (Pembayaran Gaji) seluruh pegawai dan pem-besar istana sebesar Dua perlima bagian (40 %). c. Untuk pembangunan, pertahanan (membeli senjata, alatalat lain keperluan negeri) sebesar satu setengah perlima bagian (30 %). d. Untuk membayar upeti kepada Sulthan Aceh Raya sebesar sete-ngah perlima bagian (10 %). Apabila Raja mangkat maka meskipun mangkuraja sebagai wakil raja namun tidak boleh (tidak dapat) diangkat sebagai pengganti raja dan tidak boleh menjabat sebagai pejabat Raja ketika raja mang-kat. Bila Raja mangkat maka sebelum raja di makamkan, harus sudah dipilih pengganti Raja. Begitu Raja baru telah diangkat barulah boleh dimakamkan raja yang mangkat tersebut dan ditempat pemakaman tersebutlah sekaligus diumumkan raja yang baru sebagai pengganti raja yang telah mangkat. Pengumuman dilakukan sebelum lobang lahat ditutup. Kebiasaan ini disesuaikan dengan surat adat (sarakata) yaitu: “Mati Raje beganti raje, Mati raje namenye raje, Patah tumboh, hilang beganti, Adat benaskah, jase behibbah, Pusake usang, penimbang cerdik tuhe”


241 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 241 3. Datuk Mangkubumi adalah kedudukan yang sejajar dengan Mangku raja, yaitu juga langsung dibawah raja, dan mengurus segala urusan dalam negeri (Menteri dalam Negeri) Mangkubumi mempunyai wewenang untuk melakukan perubahan dalam adat istiadat sesuai dengan yang dikehendaki oleh masyarakat. Segala sesuatu perubahan, apakah ia ditambah atau dikurangi diusul-kan terlebih dahulu kepada Dewan Majelis Negeri Balai Datok Empat Suku untuk mendapat pertimbangan, apabila usulan tersebut diterima baru diteruskan kepada raja untuk mendapat pengesahan. Mangku-bumi juga diangkat dari kalangan pembesar yang telah memiliki usia menjelang tua (50 tahun keatas), memiliki harta, cakap serta memiliki pengalaman kerja. Mangkubumi ini juga tidak boleh diangkat menjadi Raja, namun apa-bila keadaan darurat atau terpaksa seperti yang terjadi ketika Raja MudaSedia hilang (mangkat) dalam peperangan) dengan tentera Mojo Pahit maka Mangkubumi Raja muda Sedinu merangkap jabatan seba-gai Raja Tamiang. 4. Datok Panglima Perang Besar, yaitu orang yang membantu Mangku bumi menjalankan hasil keputusan yang telah diputuskan oleh Dewan Majelis Negeri Balai Empat Suku. Panglima perang Besar ini bertang-gung jawab langsung kepada Raja, dan berkuasa penuh terhadap keamanan diseluruh kerajaan. 5. Datuk Empat Suku, Yaitu empat orang pembesar istana yang diistime-wakan dibawah kekuasaan Mangkubumi. Bertugas melakukan musya-warah terhadap segala persoalan yang dilimpahkan oleh Mangkubumi dan mangkuraja, hasil musyawarah dengan pertimbangan yang seadil-adilnya diserahkan kepada Raja untuk disahkan.


242 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 242 Hakikatnya yang berkuasa dalam segala keputusan diistana adalah Datuk Empat Suku. Datok Empat suku adalah penghulu cabang dan ranting persu- kuan, masingmasing mempunyai delapan kaum (penghulu) dua belas pihak pancar keturunan dan tiga pulu enam kerabat (1 pancar mem-punyai 3 kerabat, ketua puak / suku). Dalam bermusyawarah datuk empat suku menghadirkan juga Datuk Delapan Suku yang berada dibawahnya, Dalam Datuk Empat Suku terdapat seorang Imam Balai (Kepala Balai / Kepala Kantor) yang bertugas untuk menyiasati (memeriksa setiap orang yang bersalah yang kemudian laporannya diteruskan kepada Mangkubumi, barulah perkara tersebut diba-wa oleh Mangkubumi kedalam sidang dewan yang diputuskan oleh Datuk empat suku beserta anggota yang lain yaitu Datuk Delapan Suku. Dan Raja hadir sebagai Ketua Dewan tertinggi, Mangkuraja sebagai pembela atau pemberi petunjuk terha-dap persoalan yang akan diputuskan, Mangkubumi sebagai pembuka acara dalam memberikan laporan terhadap persoalan yang akan disidangkan. Apabila Raja mangkat maka Mangku bumi segera meme rintah Datuk Empat Suku mengadakan sidang istimewa untuk memilih Raja pengganti, bahkan dalam keadaan situasi pemerintahan yang labil Datuk Empat Suku dapat memberhentikan Raja dan menggantikannya dengan yang lain. Dalam bermusyawarah memilih raja pengganti dilakukan dengan sangat arif dan bijaksana dengan penuh pertimbangan, sebab dalam penggantian raja yang mangkat adalah keturunan langsung dari Raja yaitu salah seorang puteranya, menurut kebiasaan adalah putera yang tertua, namun apabila datuk empat suku menilainya tidak mencukupi persyaratan dalam kepemimpinan maka dapat diganti dengan putera-


243 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 243 nya yang lain. Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi raja adalah : - Tidak mempunyai cacat badan (cedera). - Tidak mengidap sakit jiwa dan penyakit menular. - Mempunyai tingkah laku yang baik, sopan santun, mau dihormati (tidak menolak disembah), membalas hormat dan membalas jasa-jasa. - Bukan lahir dari seorang hamba belian (gundik) atau hamba belian yang dimerdekakan. - Tidak pemabuk, penjudi, penzina, bertabiat kasar, tidak pe-nah tersangkut dalam perkara keji dan aib. Jika putera sulung tidak memenuhi syarat-syarat tersebut, maka dipilih calon putera kedua. Bila hal yang sama ditemui yaitu tidak meme-nuhi persyaratan maka dipilihlah putera berikutnya demikianlah seterusnya dan jika yang diingin sesuai dengan syarat tidak ada dari salah seorang putera raja maka calon dipilih dari wali akrab Raja, bila juga tidak ada maka dipilih dari keluarga-keluarga raja yang umum dan bila ini juga tidak ditemui maka pemerintahan kerajaan dipegang oleh Badan Dewan Negeri yaitu Datuk Empat Suku. Ketika pemilihan oleh Datuk Empat Suku pada saat Raja mangkat sangat dirahasiakan guna untuk menghindar perebutan kekuasaan dari keluarga yang lain, maka ketika raja hendak dikebumikan (dikubur), pada saat itulah diumum raja penggantinya. Datuk Empat Suku ini terdiri dari empat orang yang mempunyai gelar kehormatan masing-masing, dilain kerajaan terdapat gelar yang ber-lainan dari Datuk Empat Suku tersebut seperti misalnya - Kerajaan Tamiang Hulu (Kejuruan Muda) : 1. Datok Panglima Besar.


244 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 244 2. Datok Imam Balai. 3. Datok Penghulu dan 4. Tandil. - Kerajaan Karang : 1. Datok Imam Balai. 2. Datok Hakim. 3. Datok Penghulu dan 4. Tandil. - Kerajaan Behdahara: 1. Datok Panglima Besar. 2. Datok Sri Maharaja. 3. Datok Imam Balai. 4. Datok Kecik Perkasa. - Kerajaan Tamiang Hilir (sutan Muda) : 1. Datok mahkota Alam. 2. Datok Panglima Perang. 3. Datok Sri Bentara dan 4. Datok Panglima kaom. 6. Datok Delapan Suku, yaitu jabatan dibawah Datok Empat Suku dan membawahi mukim-mukim. Datok Delapan Suku ini bertugas menja-ga masing-masing mukimnya, Mukim ini terdiri dari beberapa Kam-pong (desa). Setiap mukim dipimpin oleh seorang Kepala Mukim dan membawahi beberapa kampong yang dikepalai oleh Ghecik (Kepala Kampong). Selain gelar yang merupakan nama kehormatan bagi kaum rajaraja suku perkauman Tamiang zaman dahulu, panggilan kehormatan me-rupakan perilaku yang normatif dalam pola kehidupan masyarakat sehing-ga berkaitan erat dan mempunyai kekuatan mengikat terhadap etika dan telah menjadi teradisi serta adat istiadat didalam kehidupan


245 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 245 bermasya-rakat itu. Diantara panggilan-panggilan tersebut adalah : “Sridiraja” atau “Tuanku” adalah panggilan kepada raja yang sedang me-merintah negeri, untuk keturunannya dari pihak laki-laki dipanggil dengan “R a j a”. “Po Tuan” adalah panggilan kepada permaisuri (isteri raja), kepada tu-runan Raja dari pihak perempuan dipanggil “P u t i” jika ibunya garaha dan “T a n”, jika ibunya dari turunan keluarga pembesar dan jika ibunya keturunan dari orang biasa (kebanyakan) dipanggi “Cut”. “Tengku” atau “Teuku” bukanlah titel atau gelar asli dari keturunan raja di Tamiang, Ketika Belanda masuk ke kerajaan Melayu Sumatera Timur dengan menjalankan politik adu domba, maka untuk membedakan kaum bangsawan dan kaum kebanyakan (biasa) maka diberilah gelar Tengku atau Teuku. Hal ini bermula pada tahun 1866 Belanda merampas kerajaan Siak Sri Indrapura yang ketika itu dibawah kedaulatan Aceh, ke-mudian Siak menyerahkan kedaulatannya kepada Belanda sesuai dengan perjanjian Siak tahun 1857 yang ditandatangani oleh Raja Ismail, ketika itu kerajaan Aceh diperintah oleh Sulthan Ibrahim Mansyursyah (1839 – 1869 M), sejak itulah Raja Ismail bergelar “Sulthan” Perjanjian siak memberikan pengakuan Belanda terhadap kedaulatannya, yang meliputi Daerah Suma-tera Timur termasuk kedalam kerajaan Siak, dan perbatasannya sampai ke Sungai Tamiang Bagian Timur. Dengan demikian kerajaan Tamiang Hilir dan Tamiang Hulu terpaksa masuk kedalamnya. Hal ini tertuang da-lam perjanjian raja Bendahara yang bergelar “Tuanku Raja Bendahara Pocut Muhammad Ali” (Teuku Raja Achmad) dengan Siak dan Belanda, namun hal ini tidak diakui oleh Raja dan rakyat Tamiang, akibatnya tentera siak dan Belanda datang dari Bengkalis menyerang Tamiang Hulu dan Bendahara, akhirnya kerajaan Tamiang Takluk dan mengakui


246 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 246 kedaulatan Siak. Hal ini menimbulkan kemarahan sulthan Aceh sehingga tentera Aceh selalu menyerang Tamiang. Pada tahun 1893, seluruh wilyaha Tamiang telah diduduki oleh Belanda, maka Raja Tamiang kembali ke Seruway (Tamiang), namun Ra-ja Tamiang Hulu Yang bergelar Tuanku Kejuruan Muda Raja Po Nyak Cut serta orang-orang yang membenci Belanda mengungsi ke Keureutoe tetap berdaulat kepada Sulthan Aceh dan Tamiang masuk kedalam Status Pe-merintahan Sumatera Timur dibawah kekuasaan Residen yang berkedu-dukan di Bengkalis. Setelah 15 Tahun Lamanya Tamiang menjadi bagian wilayah Su-matera Timur, pada tahun 1908 Tamiang dikembalikan kedalam wilayah Pemerintahan Couvernement Aceh dibawah pemerintahan seorang Gu-bernur yang berkedudukan diKutaraja. Sejak peristiwa diatas maka gelar dan panggilan kehormatan bagi suku perkauman Tamiang berubah akibat pengaruh adat istiadat Sumatera Timur ketika Tamiang masuk kedalam st-tus Sumatera Timur tesebut. Beberapa panggilan kehormatan bagi suku perkauman Tamiang adalah : - “Patik” adalah pengganti kata “aku (saya)” bila berbicara dengan Raja dan kaum bangsawan. - “Daulat–kebawah duli”, “Potuan kami”, “Tuanku Raja”, “Sri maha Mulia”, “Puti”, “Tan”, “Tu” adalah merupakan panggilan ketika berbica-ra dengan raja untuk menyebutkan raja tersebut. - “Orang Kaya (OK)”, untuk anak laki-laki dan “Aja”, untuk anak perem-puan adalah panggilan terhadap anak Datok Empat suku. Panggilan OK dan Aja ini juga merupakan gelar yang turun temurun, namun hanya melekat ketika orang tuanya masih menjabat sebagai Datok, apabila jabatan datok tersebut lepas maka turunan berikutnya tidak berhak menyandang


247 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 247 gelar OK dan Aja. Misalnya si A menjabat sebagai Datok Empat Suku, mempunyai anak sebanyak 5 orang; b, c, d, e, dan f, maka kelima anak ini akan bergelar OK atau Aja. Kemudi-an si b menggantikan ayahnya si (A) karena mangkat atau lain sebab (jabatan ini adalah turun temurun juga), maka yang masih berhak menyandang gelar OK dan Aja adalah hanya anak si b saja sedang-kan anak-anak dari c, d, e, dan f tidak lagi menyandang gelar tersebut, kecuali bila kelak ayahnya menjabat sebagai Datok Empat Suku. - “W a n” (untuk laki-laki dan perempuan), Panggilan ini adalah bagi yang ibunya keturunan bangsawan. dan panggilan inipun akan terpu-tus sampai pada anak. - “Datok” (untuk laki-laki), dan “Datin” (untuk perempuan), “ Pangeran” (untuk laki-laki) dan “Permaisuri”, (untuk perempuan), “Banta”, (untuk laki-laki) dan “Meurah” (untuk perempuan) adalah merupakan pang-gilan terhadap anakanak Raja yang ayahnya ada memerintah saja. Misalnya terdapat 4 orang keturunan Raja A, B, C dan D, yang memerintah menjadi Raja adalah A maka yang berhak mendapat pang gilan Datok, Datin, Pangeran, Permaisuri, Banta dan Meurah adalah anak Raja A saja sedangkan anak Raja B, C dan D tidak berhak men-dapat panggilan tersebut karena tidak sedang memerintah. Selain panggilan tersebut diatas juga ada panggilan yang didasarkan atas keturunan darah seperti; - Dikerajaan Tamiang Hulu - “Raja Po” adalah panggilan terhadap anak Raja yang ibunya gahara. (Gahara= keturuana Raja asli yaitu ayah dan ibunya adalah keturunan Raja). - “R a j a” adalah panggilan terhadap anak Raja yang ibunya bukan gahara. - Dikerajaan Karang,


248 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 248 - “Raja Tan” adalah panggilan terhadap anak raja yang ibunya gahara. - “R a j a” Panggilan yang ibunya bukan gahara. - Dikerajaan Bendahara dan Kerajaan Tamiang Hilir, - “Po Cut Raja” adalah panggilan yang ibunya gahara. - “Po Cut”, ibunya bukan gahara. - DiSungai Iyu, - “Raja Banta” (Untuk laki-laki) dan “Po Cut” (untuk wanita) ini adalah panggilan bagi anak raja yang ibunya gahara. - “R a j a” (untuk laki-laki) dan “C u t” (untuk wanita) yang ibunya bukan gahara. Disamping panggilan-panggilan dalam keluarga Raja kemudian bagi suku perkauman Tamiang berlaku juga namanama panggilan dalam keluarga rakyat kebanyakan (rakyat biasa). Panggilan-panggilan tersebut adalah; - Kulok, panggilan untuk anak laki-laki. - Subang, panggilan untuk anak perempuan. - Ulong (ada juga yang memanggil Yong atau Long) panggilan untuk anak tertua (pertama) atau sulung. - Ngah, untuk anak ke dua. - Alang, untuk anak ketiga - Uteh, untuk anak ke empat. - Andak, untuk anak kelima. - Ude, anak ke enam. - Uncu, untuk anak ke tujuh atau anak bungsu atau dipanggil si bongsu. Apabila anak melebihi dari Tujuh orang maka panggilanpanggilan diatas cukup ditambah dengan kata “cik” yaitu: - Ulong Cik, anak ke delapan. - Ngah Cik, anak ke sembilan. - Alang Cik, anak ke sepuluh. - Uteh Cik, anak ke sebelas. - Andak Cik, anak kedua belas.


249 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 249 - Ude Cik , anak ke tiga belas. - si Cik, anak ke empat belas. atau si kecil. Panggilan-panggilan yang dimulai dari anak kedelapan tersebut merupa-kan pembauran dari panggilan yang dipakai oleh orang melayu, dan seba-gian orang Tamiang yang telah berasimilasi dengan suku melayu mema-kai panggilanpanggilan tersebut, terutama sebagian orang Tamiang di Bagian Hilir. Selain panggilan tersebut ada lagi panggilan yang digunakan untuk me-manggil ipar yang lebih tua, misalnya panggilan “Temude” untuk abang ipar (suami dari kakak perempuan) dan “Dapou” untuk kakak ipar (Isteri dari abang), sedangkan untuk panggilan kepada adik ipar baik ipar laki-laki maupun ipar perempuan biasanya dipanggil berdasarkan tutur urutan siadik, misalnya suami adik yang nomor 4 dipanggil dengan sebutan “Uteh” dan seterusnya, panggilan ini hanya didasarkan urutan suami atau isteri yang statusnya sebagai adik kandung. Sebutan lain bagi suku perkauman Tamiang adalah sebutan kepada keturunan, ada beberapa sebutan yang biasa dipergunakan yang dimulai dari ayah keatas adalah: ➢ Sebutan Ayah adalah generasi.......................I keatas. ➢ Sebutan Atok (Datok) adalah Generasi ......... II keatas. ➢ Sebutan Unyang (Moyang) adalah generasi...III keatas. ➢ Sebutan D a t u adalah Generasi ...................IV keatas. ➢ Sebutan N i n i adalah Generasi..................... V keatas. Yang dimulai dari ayah kebawah; ➢ Sebutan A n a k adalah Generasi.................... I kebawah. ➢ Sebutan C u c u adalah Generasi....................II kebawah. ➢ Sebutan C i c i t adalah Generasi....................III kebawah.


250 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 250 ➢ Sebutan P i u t adalah Generasi....................IV kebawah. ➢ Sebutan Entah-entah Generasi seterusnya......V kebawah B. PENGARUH AGAMA ISLAM. Sejak Islam dimasukkan oleh Sulthan Ahmad Malikul Thahir Bahi-ansyah dari kerajaan Pasai diTamiang dan berkembang di masa pemerin-tahan Raja Mudasedia ± tahun 1330 M, maka sangat terasalah pengaruh-nya bagi segala sisi kehidupan masyarakat. Bentuk Islam yang mula-mula sampai ialah berupa bentuk Sufi yang lebih mengutamakan Tariqat dan dibawa oleh mubaligh-mubaligh dari Hindia Muka. Orang akan mengetahui kebenaran yang utama dan mengenal Allah dalam arti kata yang sebenar-nya melalui empat tingkat yaitu; Syari’at, Tariqat, Ma’rifat dan Hakikat. Kerajaan Samudera yang kemudian pecah menjadi dua yaitu kerajaan Pasai merupakan kerajaan islam yang tertua di Nusantara ini yang terletak di dekat Kota Lhok Semawe Aceh Utara dengan Sulthannya yang bernama Sulthan Malikul Saleh. Sampai sekarang Tamiang sama hal nya dengan masyarakat Aceh lainnya yang umumnya pengikut mazhab Syafi’i, Alqur’an dan Hadist Nabi Muhammad SAW adalah satusatunya pedoman hidup masyarakat. Semakin berkembangnya agama islam di Tamiang, semakin lebih menonjollah ajaran agama tersebut dalam segala bentuk dan manifestasinya didalam masyarakat, sehingga lama kelamaan pengaruh adat terus dipengaruhi oleh keberadaan agama tersebut yang menjadikan keduanya seperti kembar adanya, adat tak dapat dipisahkan dari agama. Adat dan tradisi yang semula hidup dan tumbuh secara liar dilingkungan suku perkauman Tamiang, telah mampu di jinakkan oleh agama Islam, sehingga kecenderungan mengkultuskan sesuatu lewat adat yang dapat mengarah kepada syirik telah mampu


251 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 251 dijinakkan oleh ajaran agama Islam, sehingga kemudian lahirlah falsafah hidup “sebadi Adat de-ngan Syara”, bila ditinjau dari pelaksanaan dan pemahamannya maka sudah tidak ada lagi perlakuan adat yang bertentangan dengan ajaran agama islam. Seperti telah diterangkan bahwa pengaruh agama memberi dam-pak perubahan didalam segala asfek kehidupan, demikian juga halnya yang berkenaan dengan Nama-nama asli dari suku Perkauman Tamiang biasanya diambil dari namanama Arab atau nama-nama Nabi yang selalu dimulai dengan nama “Muhammad” untuk anak laki-laki dan “Siti” untuk anak perempuan, misalnya; Muhammad Yusuf, Muhammad Yunus, Mu-hammad Ismail, siti Fatimah, Siti Zahara, Siti khadizah dan lain-lain. Demikianlah bukti nyata keterikatan agama dengan adat terus menyatu setelah agama islam berkembang di Tamiang khususnya dan Provinsi Aceh pada umumnya. Karena Aceh merupakan tempat Islam pertama kali ke Indonesia, dan ketaatannya serta fanatisme yang tinggi terhadap ajar-an Islam sehingga Aceh disebut denga serambi Mekah. V. TUNTUTAN TAMIANG MENJADI KABUPATEN A. TUNTUTAN KABUPATEN TAMIANG OLEH IKMAT. Sejak tahun 1955 pembicaraan mengenai pemekaran Tami-ang untuk dijadikan Kabupaten Daerah Tingkat II sudah mulai di bicarakan dikalangan tokoh-tokoh terkemuka Tamiang kala itu, namun ide ini baru menjadi suatu agenda dari tuntutan mayarakat Tamiang setelah IKMAT didirikan pada tahun 1957, namun konsep IKMAT yang telah berhasil dire alisasikan adalah tuntutan pemekaran Kecamatan yang semula 3 Kecama tan dimekarkan menjadi 6 Kecamatan, melihat kerja


252 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 252 IKMAT saat itu sung-guh-sungguh masyarakat Tamaing terus mempercayai IKMAT dengan mendesak agar Pemekaran Kabupaten Tamiang juga menjadi tanggung jawab IKMAT untuk merealisasikannya. Dengan pertimbangan situasi dan kondisi politik, keamanan dan kondisi daerah saat itu, maka dalam perjuangan tahap kedua ini merasa perlu menyusun data-data sebagai suatu alasan konkrit yang dapat diteri-ma untuk menjadi syarat agar Tamiang dapat dijadikan sebagai Kabupa-ten, lalu PB IKMAT Menunjuk O.K. Mahmoenarrasjid untuk menyususn berbagai data sebagai suatu argumen yang akan diajukan kepada Guber-nur Aceh (Nyak Adam Kamil). Berkenaan dengan program dimaksud, Pada bulan Oktober 1960 be-liau mengunjungi sekretariat Fakultas Sospol UGM (Universitas Gajah Mada) di Sitihinggil Jogyakarta dan bertemu dengan Bahrun BA. lalu mem bicarakan tentang apa saja persyaratan untuk pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II,kemudian dengan mandat yang dikeluarkan oleh PB. IKMAT O.K. Mahmoenarrasjid juga menghadap Sekjen Departemen Da-lam Negeri dan Otonomi Daerah (Mr. T.M. Hasan) membicarakan berba-gai persyaratan yang diperlukan untuk kelengkapan berkas usulan peme-karan Kabupaten tersebut. Pada tanggal 25 Nopember 1960 berangkatlah delegasi Tamiang yang terdiri dari Tadjoedin, H.M. Noerdin Saleh dan O.K. Mahmoenarra-sjid dengan surat tugas dari PB. IKMAT nomor 32/Or /Ikmat/60 tanggal 23 Nopember 1960 ke Banda Aceh menemui Gubernur Aceh dan DPRD GR Aceh guna menyampaikan tuntutan Masyarakat Tamiang Untuk membentuk sebuah Kabupaten yaitu Kabupaten Tamiang, dengan membawa ber-kas-berkas yang berisikan Pernyataan IKMAT dan berbagai alasan pendu-kung yang lengkap sebagai dasar tuntutan serta dukungan dari lapisan masyarakat Tamiang.


253 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 253 Tuntutan masyarakat Tamiang yang dibawa delegasi tersebut men-dapat sambutan yang serius dari pihak Pemerintah Tingkat I Aceh, dan pada prinsipnya sangat mendukung agar Tamiang dijadikan Kabupaten. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Aceh kala itu melanjutkan tun-tutan masyarakat Tamiang dan beserta pemekaran daerah lainnya kepada Yang Mulia Menteri Dalam negeri yang disusul melalui surat berturut-turut: • Tanggal 15 juli 1961, No. 719/Rahasia. • Tanggal 24 Juli 1962, No. 345/Rahasia. • Tanggal 18 Nopember 1964, No. 355/Rahasia. • Tanggal 29 September 1965, No. 375/Rahasia. • Tanggal 30 Maret 1966, No. 243/Rahasia (merupakan surat terakhir dari Gubernur). Perjuangan ini terus berlanjut secara kontinu, dengan melakukan berbagai pendekatan dengan pihak-pihak berkompeten. Untuk hal dimaksud Ismail Arief dan O.K. Mahmoenarrasjid pada tahun 1963 dan tahun 1964 sudah beberapa kali melakukan lobi dengan kepala urusan Otonomi pada Depar temen Dalam Negeri Mr. Teuku M. Hasan. Selain Gubernur Aceh DPR-GR Daerah Istimewa Aceh dalam sidang pari purnanya yang kedua tahun 1965, rapat ke 13 ad 1–2 telah menyampai-kan suratnya yang berkenaan dengan pemekaran Kabupaten Tamiang ke-pada pemerintah pusat cq Menteri Dalam Negeri dan komisi “B” DPR GR R.I. di Jakarta yang isinya agar segera merealisasikan pemekaran Daerah Tingkat II dalam propinsi Aceh termasuk didalamnya Kabupaten Tamiang. Selanjutnya DPR-GR Aceh Timur dengan Resolusinya No. 9/Res/Dprd /1967 tanggal 8 juni 1967 mendesak pemerintah Daerah Istimewa Aceh, agar mendesak pemerintah pusat untuk merealisasikan pemekaran Kabu-paten Tamiang.


254 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 254 Namun belakangan kemudian didalam tubuh tokoh-tokoh Tamiang timbul pengelompokan yang tidak jelas sama sekali persoalan-nya, kelompok-kelompok tersebut yang menonjol diantara tokoh-tokoh Tamiang kala itu adalah; Ismail Arief, O.K. Mahmoenarrasjid, M. Rasjid, Tajuddin dan pengikut-pengikut lainnya merupakan kelompok tersendiri dilain pihak terdiri dari; O.K. Amir Husin, O.K. Bakar Husin, H. Nurdin Saleh dan pengikut lainnya, sedangkan satu kelompok lagi adalah; Husin Saleh, Raman Baki dan beberapa pengikut lainnya, sehingga menimbul-kan kesan telah terjadi perpecahan. Ketiga kelompok inilah yang sangat menonjol namun konflik yang terjadi diantara kelompok ini tidak begitu kentara, dan persoalan yang berkembang saat itu adalah masalah karateker Bupati Tamiang bila menjadi Kabupaten. Yang menjadi keanehan pada saat itu adalah masing-masing kelompok mempertahankan bahwa mereka ingin mengajukan masingmasing calon mereka namun diantara ketiga kelompok ini juga saling merahasiakan siapa calon yang akan mere ka usulkan. Konflik ini lama kelamaan semakin mengembang sehingga ditangkap oleh pihak-pihak yang memang menginginkan agar Tamiang tidak menjadi Kabupaten sehingga berbagai isu dipolitisir dan dikembangkan isu yang sensitif terutama dari pihak sebelah barat yaitu “bila Tamiang kelak jadi Kabupaten maka mereka akan meninggalkan Aceh dan bergabung de-ngan Sumatera Utara, karena Tamiang memiliki kesamaan kultur dengan Melayu Deli”. Persoalan ini semakin santer dan memberikan rasa takut terutama bagi propinsi Aceh sehingga isu dan konflik sesama masyarakat Tamiang inilah yang dijadikan alasan oleh pemerintah tingkat satu untuk tidak memperjuangkan Tamiang ini kepusat, akhirnya Tamiang gagal.


255 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 255 B. PROSES TERBENTUKNYA KABUPATEN ACEH TAMIANG. Setelah tuntutan pertama masyarakat Tamiang melalui perjuangan IKMAT untuk menjadikan Tamiang sebagai Kabupaten gagal, masyarakat Tamiang seperti pesimis tidak ada lagi terdengar isyu yang berkembang kearah tersebut sementara daerah-daerah lain dalam wilayah Nanggroe Aceh Darussalam telah bermekaran seperti Kabupaten Bireun di Aceh Uta ra, Kabupaten Aceh Singkil di Aceh Selatan dan Kabupaten Semelue di Aceh Barat, yang seharusnya Tamiang juga bersamaan dengan mereka. Dalam kefakuman dan kepesimisan masyarakat Tamiang maka pada hari selasa tanggal 16 Februari 1999, Team Pengkajian peningkatan/ pemekaran wilayah Propinsi Daerah Istimewa Aceh berkunjung ke Langsa dalam urusan pemekaran kotif Langsa menjadi Daerah Kota dan mereka secara mendadak sekitar jam 7ºº wib pagi via telpon menghubungi Pem-bantu Bupati Wilayah III (Drs. Samaruddin Saleh) agar menunggu keda-tangan mereka ke Kualasimpang pada jam 9ºº wib, pagi itu juga secara mendadak pula Drs. Samaruddin Saleh menghubungi Camat dan para tokoh masyarakat yang memungkinkan dapat dihubungi supaya dapat bersama-sama memberikan masukan terhadap sesuatu yang diperlukan dalam upaya untuk mengusulkan Pembantu Bupati Wilayah III dimekarkan menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II. Dalam kunjungan tersebut Team pengkajian pemekaran wilayah Propinsi yang terdiri dari : 1. M.Nur Daud (Kasubbag Pengembangan Wilayah Biro Tata Pemerintahan Aceh). 2. Drs.H.Wijaya Kesuma (Mewakili Kepala Biro Pemerintahan Kantor Gubernur Aceh).


256 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 256 Dan ditambah lagi dengan team tingkat II Aceh Timur, hadir pula beberapa orang Camat dan tokoh-tokoh masyarakat antara lain : - Drs. Anwar Ahmad, Kasubbag Pembinaan. - Drs. Hasanuddin, Kasubbag. TU Pemerintahan. - Zainuddin M. Nur, Kasubbag Perkotaan. - Al Mukafh, Kasubbag. - Drs. Suaib Araby Us, Camat Seruway. - Drs. Muhammad Syahril, Camat Kualasimpang. - Baharuddin Saleh, Tokoh Masyarakat. - H. O.K. Abd. Manaf, Tokoh Masyarakat/Kepala Mukim Sei Liput. - M. Yatim, Kasie Pemerintahan Pembantu Bupati Wil. III. - Armadi SH, Kasubbag. - Chaidir HZ,SH, Tokoh MAsyarakat - H.M. Nurdin Saleh. Tokoh Masyarakat. - Mohd. Saleh (Purn.) Kepala Mukim Bukit Rata. - Abd. Wahid, Kepala Desa Durian. - Ahmad Effendi, Kepala Mukim Rantau. - Baharuddin, Kepala Desa Benua Raja. - Abd. Wahid, Kepala Mukim. Imam Balai - Adriadi SE, Kepala Desa Sungai Liput. - Abd. Rani, Kepala Desa Bukit Rata. - Syahrizal A. Kasie. Pembiayaan. _______(Sumber Kantor Pembantu Bupati wil. III). Dalam pertemuan tersebut disampaikan bahwa Program pemekaran Wilayah Tahun ini di perioritaskan bagi peningkatan status Daerah kerja Pem-bantu Bupati Wilayah III Kualasimpang menjadi Kabupaten Administratif. Hasil pertemuan ini disampaikan oleh Pembantu Bupati Wil. III kepada Bupati Aceh Timur yang sekaligus sebagai laporan untuk pembentukan Panitia Persiapan Pemekaran Wilayah dengan surat No: 109/045/1999, tanggal 2 Maret 1999 (14 zdulkaidah 1419 H). Selain itu Pembantu Bupati juga


257 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 257 mengirimkan data-data Wilayah Kantor Pembantu Bupati Wilayah III kepada Gubernur sebagai memenuhi persyaratan peningkatan/pemekaran Pembantu Bupati Wilayah III Kualasimpang menjadi Kabupaten Tamiang dengan surat No;175/050/1999 tanggal 25 Maret 1999/7 Dzulhijjah1419 H. Persoalan ini medapat respon terutama dari orang-orang Tamiang yang berada di Langsa, karena isu ini lebih dahulu berkembang di Langsa, dia-dakanlah pertemuan dirumah Iskandar Zulkarnain, SE (Alm. Abdurrasjid) di Paya Bujok Langsa lalu dibentuk Panitia persiapan Pemekaran Kabupa-ten Tamiang. Panitia sementara ini dibawa ke Kualasimpang guna dilaku-kan penyisipan dengan tokoh-tokoh Tamiang yang belum dimasukkan. Maka diadakan rapat pembentukan Panitia Persiapan Pemekaran Kabupa ten Tamiang yang permanen bertempat digedung Veteran Kualasimpang yang diprakarsai oleh Pembantu Bupati Wilayah III dan terbentuklah su-sunan Panitia dalam suatu Surat Keputusan Pembantu Bupati Wilayah III Kualasimpang Kabupaten Aceh Timur No: 003/SK/PB III/1999.- pada tangga 15 Oktober 1999/05 Rajab 1420 H, yang ditanda tangani oleh Drs. Syamaruddin Saleh dengan susunan Panitia sebagai berikut : Ketua : Hamdan Sati, (terdiri dari 4 orang wakil Ketua) Sekretaris : Drs. Iskandar Zulkarnain (3 orang wakil sekretaris) Bendahara : H. Ibnu Zakhwan. Terdiri dari 8 seksi dan anggota yang terdiri dari berbagai komponen ma-syarakat mewakili dari 7 Kecamatan, serta 58 orang anggota kehormatan. Dalam rapat tersebut disusunlah berbagai agenda yang berkenaan de-ngan persyaratan pengusulan pemekaran Kabupaten dan dalam rapat tersebut juga terjadi perdebatan mengenai penentuan nama, disatu pihak terutama orang-orang Aceh menghendaki nama Kabupaten yang akan diusulkan


258 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 258 harus memakai nama Aceh Tamiang, konflik semakin meruncing bahkan ada pihak yang walk out karena tidak setuju dengan nama ter sebut, dikhawatirkan perdebatan ini akan menjadi konflik yang dapat me-ngakibatkan kegagalan untuk kedua kalinya maka nama Kabupaten Aceh Tamiang disetujui dengan pertimbangan lain bahwa pada saat ini Aceh merupakan daerah yang termahal dengan situasi keamanan yang tidak kondusif sehingga dimungkinkan nama tersebut akan mempercepat lahir-nya Kabupaten Tamiang, dengan kemungkinan ada keinginan kelak untuk merubah nama tersebut menjadi Kabupaten Tamiang, seperti Kabupaten Pidi, Kabupaten Gayo Luwes, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Barat Daya dan lainnya yang juga tidak menggunakan nama Aceh. Setelah panitia terbentuk mulailah disusun proposal oleh team kesek retariatan yang penyusunannya dikoordinir oleh Drs. Syarifuddin Ismail. Setelah proposal dianggap telah memenuhi persyaratan maka ketua Pani-tia Persiapan pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang mengirim surat kepa-da Bupati Aceh Timur dengan nomor: 006/TAM/1999.- tanggal 28 Januari 2000/21 Syawal 1420 H. yang isinya penyampaian proposal dan permo-honan persetujuan serta dukungan untuk pembentukan Kabupaten Aceh Tamiang yang salah satu tembusannya disampaikan kepada Gubernur Aceh. Setelah berselang satu bulan lebih Panitia Pemekaran menerima surat instruksi Gubernur kepada Bupati Aceh Timur, pada tanggal 10 Maret 2000/4 Zulhijah 1420 H, Gubernur Aceh melalui suratnya yang ditanda ta-ngani oleh Sekretaris Daerah Propinsii Poriaman Siregar SH. nomor 135/-4097, atas dasar Surat Panitia Persiapan pemekaran tersebut, menginstruksikan kepada Bupati Aceh Timur untuk segera membentuk Panitia Peningkatan status tingkat Kabupaten yang bertugas melakukan penelitian dan pengkajian terhadap beberapa


259 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 259 aspek yaitu: Luas wilayah, jumlah pen-duduk, kemampuan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang akan di mekarkan, sosial budaya, wilayah bawahan dan rentang kendali, politik dan aspek-aspek lain yang berpotensi dan memungkinkan bagi pemben-tukan Daerah Otonomi sesuai dengan ketentuan pasal 5 Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan Daerah, Segala biaya dibe-bankan kepada Pemda Aceh Timur. Hasil penelitian tersebut segera di sampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Aceh Timur untuk mendapat dukungan / rekomendasi dan selanjutnya di sampaikan kepada Gubernur Aceh Cq. biro Tata Pemerintahan Sekretariat Daerah, Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Instruksi Gubernur Aceh tersebut mendapat tanggapan dari Bupati Aceh Timur dan mengirim surat kepada DPRD Aceh Timur dengan nomor : 2557/135 tanggal 23 Maret 2000 M/17 Zulhijjah 1420 H. yang isinya merespon instruksi Gubernur Aceh, dan meminta kesediaan DPRD untuk mendengar presentasii Proposoal oleh panitia Persiapan Kabupaten Aceh Tamiang dan agar dapat direkomendasikan pembentukan Kabupaten Aceh Tamiang kepada Gubernur Aceh. Setelah itu Bupati Aceh Timur segera membentuk Panitia Peningkatan Status Wilayah Kerja Pembantu Bupati Aceh Timur wilayah III Kualasimpang menjadi Kabupaten Aceh Tamiang (yang kemudian disebut sebagai Panitia Birokrasi) dalam bentuk surat keputusan dengan Nomor : 068 Tahun 2000. tanggal 27 Maret 2000/ 21 Zulhijjah 1420 H. Panitia ini terdiri dari para Birokrasi yang berlaku atas nama jabatan pokoknya yaitu : Ketua : Asisten Tata Praja (Drs. Ishak Juned). Sekretaris : Kabag. Tata Pemerintahan Setdakab (Zulfatir manaf). Bendahara: Staf Bag. Tata Praja Setdakab.


260 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 260 Bila ditelaah dari proses pembentukan Panitia Pemekaran Kabupa ten (Panitia Birokrasi), bahwa Pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang ada-lah merupakan Proyek Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Aceh, pem-bentukan panitia Birokrasi dan permohonan rekomendasi dari DPRD Aceh Timur merupakan instruksi Gubernur kepada Bupati Aceh Timur. Setelah seluruh panitia terbentuk dilakukanlah Presentasi proposal oleh panitia persiapan pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang didepan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Aceh Timur sekaligus untuk menda-patkan rekomendasi DPRD guna mengajukan proposal tersebut kepada Pemerintahan Tingkat I yang selanjutnya untuk diajukan kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Cq Dirjen PUMDA di Jakarta. Presentasi ini mendapat dukungan serius dari DPRD Aceh timur dan merekomendasikannya yang kemudian atas dasar rekomendasi DPRD ter sebut Bupati Aceh Timur mengajukan usulan Pemekaran/Peningkatan sta-tus Pembantu Bupati Wilayah III Kualasimpang menjadi Kabupaten kepa-da Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Aceh. Ditingkat I usulan ini diba has kembali oleh DPRD Tingkat I Propinsi Aceh, dan setelah mendapat persetujuan DPRD Aceh, maka Gubernur Aceh mengajukan usulan tersebut kepada Menteri dalam Negeri Cq. Dirjen PUMDA Depdagri dengan surat nomor : 135/13342 tanggal 25 Juli 2000 M./23 Rabiul Akhir 1421 H. dengan melampirkan surat usulan Bupati, surat persetujuan DPRD Tingkat II, dan Surat persetujuan DPRD Tingkat I. Bersamaan dengan hal tersebut Menteri dalam Negeri telah mengirim surat kepada gubernur Aceh pada tanggal 20 Juli 2000 dengan nomor surat : 135/1038/PUMDA tentang Aspirasi/Usulan pemben-tukan/Pemekaran Daerah Otonom. Merespon /menanggapi surdat tersebut yang


261 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 261 kemungkinan surat pertama belum dite-rima,maka Gubernur Aceh mengirim kembali surat usulan dari Pemekaran /peningkatan status 2 Kota administratif untuk menjadi Kota dan 5 Pembantu Bupati untuk menjadi Kabupaten dengan surat nomor: 135/ 14207, tanggal 5 Agustus 2000 M./4 Jumadil Awal 1421 H. yang ditanda tangani oleh H. Ramli Ridwan SH sebagai pejabat Gubernur saat itu. yang isinya mengusulkan Peningkatan status : 1. Kota Admisintratif Lhok Semawe menjadi Pemerintahan Kota Lhok Semawe 2. Kota Administratif Langsa, menjadi Pemerintahan Kota Langsa. 3. Pembantu Bupati Aceh Selatan Wilayah Blang Pidie, menjadi Kabupaten Barat Daya. 4. Pembantu Bupati Aceh Tenggara Wilayah Gayo Luwes, menjadi Kabupaten Gayo Luwes. 5. Pembantu Bupati Aceh Barat Wilayah Calang,menjadi Kabupaten Aceh Jaya. 6. Pembantu Bupati Aceh Barat Wilayah Seunagan, menjadi Kabupa ten Nagan Raya. 7. Pembantu Bupati Aceh Timur Wilayah III Kualasimpang menjadi Kabupaten Aceh Tamiang. Dalam usulan tersebut juga belum ada gambaran realisasinya, atas desak an dari masyarakat daerah yang akan dimekarkan, Gubernur Aceh Ir. Abdullah Puteh Msi, mengirim surat susulan kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Republik Indonesia Cq. Dirjen PUMDA dengan Nomor: 135/1764 tanggal 29 Januari 2001 M/4 Zulqaidah 1421 H. yang isi nya mendesak pemerintah agar tidak terlalu lama merealisasikan pening-katan status daerah yang diusulkan tersebut. Namun sebelumnya Panitia Persiapan pemekaran terasa sangat lamban dan terkesan seperti fakum, melihat kenyataan ini maka Himpunan mahasiswa dan pelajar Tamiang


262 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 262 (HIMPERATA) yang diketuai oleh Julian-sah dan sekretaris Syamsuddin bekerja sama dengan Drs. H. Buyung Arifin dan kawan-kawan lainnya mengundang para tokoh Tamiang untuk membicarakan kondisi yang tengah berjalan didalam tubuh kepanitiaan Persiapan pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang tersebut, pada Tangggal 18 Mei 2000 digedung SMU Alwashliyah yang dihadiri oleh Drs. H. Buyung Arifin, Juliansah, Drs. Syahril Hasbalah (Camat Kota Kualasimpang), bebe rapa Camat lainnya dalam wilayah Tamiang, Drs. Syarifuddin Ismail (Wakil Ketua I Panitia Persiapan), Drs. Wan Amiruddin (Pembantu Bupati Wil. III) juga termasuk dalam panitia persiapan dan para undangan lainnya yang terdiri dari tokoh masyarakat ± 50 orang. Setelah mendengar berbagai persoalan yang muncul yang dipaparkan oleh peserta tentang keberadaan kepanitiaan Persiapan Pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang, maka bebe-rapa tokoh memberi masukan kearah pembentukan suatu lembaga koodi-nasi masyarakat Tamiang yang dapat membantu kerja panitia persiapan Pemekaran dalam proses pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang. C. TERBENTUKNYA FORUM KERJASAMA KOMUNIKASI DAN INFORMASI MASYARAKAT TAMIANG (FKKI-MT). Berbeda halnya dengan pembentukan IKMAT pada tahun 1957 yang merupakan perjuangan terhadap tuntutan masyarakat Tamiang, FKKI-MT dibentuk hanya merupakan responsif terhadap kerja panitia Per-siapan kabupaten Aceh Tamiang yang terkesan lamban dan tidur dalam menjalankan tugasnya. Pada hari Selasa Tanggal 30 Mei 2000 bertempat di Aula Kantor Camat Kota Kualasimpang diadakanlah pertemuan oleh Himpunan Mahasiswa Pelajar Aceh Tamiang (HIMPERATA) untuk mem-bentuk lembaga yang direncanakan


263 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 263 terdahulu, dalam pertemuan tersebut hadir; Drs. Syari fuddin Ismail, H. Nurdin Saleh, Drs. Buyung Arifin, Ir. Muntasir Wan Diman, Juliansah, Husaini SH, Wan Iskandar, O.K. Abd. Manaf, Ramzi Abdullah, Mat Lani, Abd. Manan SAg, Herman Bahri SH, M. Syafei BA dan beberapa pemuda-pemuda lainnya. Dalam pertemuan ter-sebut berhasil dibentuk nama suatu lembaga yang dianggap akan mem-bantu kerja panitia persiapan, setelah beberapa nama dicetuskan maka H. Nurdin Saleh memberi usulan atas perbaikan dari berbagai nama yang dikemukakan di sepakatilah lembaga tersebut dengan Nama “FORUM KERJASAMA KOMUNIKASI DAN INFORMASI MASYARAKAT TAMIANG ”disingkat “FKKI–MT”. dengan ketentuan bahwa: 1. FKKI–MT hanya merupakan stimulator terhadap panitia Daerah Peme-karan Kabupaten Aceh Tamiang. 2. FKKI–MT hanya merupakan team sosialisasi pemekaran Kabupa-ten Aceh Tamiang yang tetap berkoordinasi dengan Panitia Persiap-an Kabupaten Aceh Tamiang. 3. FKKI – MT tidak melakukan sesuatu kegiatan yang merupakan wewe- nang Panitia Persiapan Kabupaten Aceh Tamiang. Ketentuan ini dibuat untuk menghindar dari dualisme kerja yang akan menimbulkan suatu perpecahan yang sudah pasti akan mengarah ke pada kegagalan. Selain ketentuan tersebut terbentuk juga formatur yang bertugas untuk menyusun kepengurusan FKKI-MT yang diberi tenggang waktu selama satu minggu, maka pada tanggal 31 Mei 2000 bertempat di ruangan Kepala SMU Negeri Kualasimpang di Desa Durian (Drs. Syarifud- din Ismail yang juga sebagai ketua formatur) diadakan sidang yang diha-diri anggota formatur sebanyak tujuh orang yaitu : Drs. Syarifuddin Ismail, Drs. H. Buyung Arifin, Ir. Muntasir Wan Diman, M. Syafei BA, Wan


264 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 264 ISkan-dar, Herman Bahari SH, Ramzi Abdullah dan ditambah juliansyah sebagai notulen. Dalam sidang tersusunlah kepenguru-san pada saat itu dengan susunan: Ketua : Drs.H. Buyung Arifin, Sekretaris : Juliansyah. Bendahara : M.Syafei BA. Sedangkan anggota formatur lainnya menduduki jabatan sebagai wakil ketua yang membidangi masing-masing bidang, kecuali Drs. Syarifuddin Ismail dan Ramzi Abdullah yang ditunjuk sebagai penasehat, selebihnya di duduki orang-orang yang merupakan wakil dari masing-masing Kecama-tan. Dalam perjalanan awalnya FKKI-MT juga tidak berjalan dan setelah kepe ngurusan tersusun organisasi inipun tidak solid, karena jangankan anggo-ta, pengurus hariannyapun tidak pernah hadir secara komplit dalam suatu pertemuan, kepengurusan ini masih didominasi dengan kerja beberpa orang pengurus FKKI-MT, sehingga timbul berbagai prediksi dikalangan lu ar yang terkesan merekapunya ambisi pribadi terutama dari pihak panitia persiapan itu sendiri. bahkan Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tang ga (AD/ART) merupakan produk mereka yang tidak ada pengesahan seca ra organisatoris, sedang anggota dan pengurus harian lainnya tidak tahu satupun apa isi dari pada AD/ART tersebut. Berbagai upaya telah mereka lakukan secara sepihak namun belum me-nampakkan suatu hasil apapun. Beberapa kali dilakukan rapat dan dihadiri ± 10 orang setiap kali pertemuan yang orangnya selalu berganti-ganti. Dalam setiap kali pertemuan sangat banyak ide-ide dan program yang mulukmuluk yang terkesan seperti dipaksakan, apalagi ide tersebut ada yang bertentangan dengan konsep panitia Persiapan Kabupaten Aceh Ta-miang, terutama ingin mengusulkan penggantian nama Aceh Tamiang menjadi Tamiang saja yang memang sudah baku untuk diusulkan oleh panitia Persiapan


265 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 265 kepada pemerintah, namun berbagai ide dan program tersebut tidak ada yang terealisasi, kecuali berkisar pada penaikan sepan-duk. Penaikan sepanduk pertama kali sebagai upaya sosialisasi dilakukan di Kualasimpang, namun terdapat kesalahan karena tidak sesuai dengan konsep yang ada pada Panitia persiapan yaitu mengenai nama yang seha rusnya Kabupaten Aceh Tamiang, pada sepanduk ditulis Kabupaten Tami-ang, maka sepanduk tersebut terpaksa diturunkan kembali. Hal ini terjadi ketika dilakukan pertemuan para Panitia Persiapan Kabupaten Aceh Tamiang di Rantau pada tanggal 20 juli 2000 yang dihadiri oleh Ketua umum dan sekretaris FKKI-MT. Pada kesempatan ini sekretaris FKKI-MT menuding bahwa Panitia Daerah Pemekaran selama ini hanya tidur dan tidak bekerja secara optimal maka diperlukan suatu lembaga yang dapat membantu kerja panitia Pemekaran tersebut, dalam hal ini FKKI-MT me-mohon kepada Panitia Persiapan agar FKKI-MT ditunjuk sebagai Team Sosialisasi Kabupaten Aceh Tamiang. Tudingan FKKI-MT membuat keter-singgungan Panitia Daerah Pemekaran Terutama Ketua Panitia, dan ini pulalah yang menjadi buntut ketidak harmonisan hubungan antara Panitia pemekaran dengan FKKI-MT. Dampak negatif terhadap kegiatan yang dilakukan FKKI-MT dari ide beberapa orang saja pada waktu itu adalah menjadikan prediksi sebagian orang bahwa FKKI-MT ingin menjadi pani-tia tandingan yang punya ambisi pribadi. Pada bulan Januari 2001 Pertamina mendapat tawaran kunjung-an K.H. Zainuddin MZ yang dijadwalkan pada tanggal 31 Januari 2001 pagi hari di Pangkalan Susu dan siang harinya di Lapangan Rantau, na-mun kemudian Drs. H. Buyung Arifin memohon kepada General Manager Pertamina Rantau untuk mengalihkan pelaksanaan tersebut kepada FKKI-MT dengan permohonan agar pertamina membantu juga dana kegiatan ter sebut, Pertamina mengabulkan. Dalam kesempatan yang


266 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 266 sama pula Perta mina Pangkalan Susu secara mendadak juga meyerahkan pelaksanaan tabligh ini kepada FKKI-MT. Kesempatan ini merupakan peluang yang sa-ngat menguntungkan bagi FKKI-MT, dan FKKI-MT menawarkan kepada Bupati Aceh Timur agar salah satu jadwal ditarik keLangsa. Dan menda-pat kesepakatan, jadwal pagi dilaksanakan di Langsa dan jadwal siang dilaksanakan di Lapangan Pembantu Bupati Kualasimpang. Dengan bantuan dana dari berbagai komponen masyarakat dan bantuan dari beberapa Camat dalam wilayah Tamiang, maka acara tabligh tersebut dapat dilaksanakan dengan sukses. Ketika acara Tabligh Akbar Zainuddin MZ berlangsung berbagai sepanduk yang mengarah pada sosia lisasi Kabupaten Aceh Tamiang mulai dipajangkan pada tempat-tempat strategis dijalan-jalan dari mulai Tugu Upah sampai ke Langkat Tamiang, namun kota Kualasimpang dan disekitar Lapangan Pemuda sebagai pusat kegiatan Tabligh Akbar dipasang lebih banyak sepanduk dengan berbagai ungkapan yang berkenaan dengan pembentukan Kabupaten. Suatu hal yang diluar dugaan ketika hari pelaksanaan Tabligh Akbar, pada tanggal 31 Januari 2001 jam 14ºº wib Bupati Aceh Timur seperti merasa kecolongan karena acara yang digelar bukan sekedar Tabligh Akbar mela-inkan seperti acara memproklamirkan terbentuknya Kabupaten Aceh Tami ang, hal ini tercermin dari gaya arogan dan Tendensius Bupati Aceh Timur dalam kata sambutannya mengatakan yang maksudnya bahwa “bila ingin Tamiang menjadi Kabupaten maka masyarakat Tamiang harus bersatu, apabila tidak bersatu maka perjuangan masyarakat Tamiang nol besar dan Kabupaten Tamiang hanya mimpi belaka”. Sejak kegiatan ini kecu-rigaan Bupati Aceh Timur terhadap FKKI-MT mulai dirasakan.


267 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 267 Pada tanggal 13 februari 2001 bertempat di guest house Pertami-na acara pembubaran Panitia Tabligh Abar yang dihadiri oleh Bupati Aceh Timur dan unsur muspida lainnya, dengan melakukan makan siang bersa-ma. Setelah acara bubar Pada siang harinya FKKI-MT melakukan sidang yang dipimpin oleh Ir. Muntasir Wan Diman sebagai Ketua Penelitian dan Pengembangan (Litbang) FKKI-MT untuk membentuk Himpunan Qori dan Qoriah (HIQQAH) se Tamiang dalam pemilihan dengan sistem formatur terpilih sdr. Drs. H. Umar Nafi sebagai Ketua dan Nafsiah O.K. sebagai wa kil ketua dan pembentukan Himpunan marhaban dan qasidah (HIMMADAH) se Tamiang, dengan formatur yang sama juga dipilih ketua yaitu sdr. Abdul Majid Yus dengan ketentuan kedua ketua bertugas melakukan perte muan untuk menyusun kepengurusan lainnya. Himmadah melakukan pertemuan untuk menyusun kepengurusannya bertempat di mesjid Benua Raja, hadir mewakili setiap Kecamatan dari 7 Kecamatan, karena ada masukan lain dari para Tokoh Tamiang yang berkeinginan agar dimasuk-kan bidang-bidang yang lain selain qasidah dan marhaban. Atas usul sdr. Drs. Adlius (Guru SMP Karang Baru) maka nama Himmadah sepakat di ganti dengan nama Himpunan Seni Dan Budaya Tamiang (HIMNITA), di bentuklah formatur kembali, ketua tetap dipilih Abdul Majid Yus. Pasca Kegiatan Tabligh Akbar FKKI-MT mulai aktif dengan anggo-ta-anggotanya, sementara orang-orang yang ketika pertama dibentuk FKKI-MT sarat dengan ide-ide namun tidak terimplementasikan mulai tidak aktif lagi, sebagai kelanjutan dari kegiatan FKKI-MT, melalui Hiqqah dijad-walkan safari kesetiap Kecamatan, namun hanya dua Kecamatan yang dapat dilaksanakan yaitu di Kecamatan Seruway pada bulan Maret 2001 dan di Pulau Tiga pada bulan Mei 2001. Berbagai pertemuan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan seba-gai upaya memantau proses yang


268 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 268 dilakukan oleh Panitia persiapan, na-mun kenyataannya ditubuh Panitia persiapan Pemekaran Kabupatenpun tidak solid ada indikasi terjadi perpecahan, karena jarang sekali melaku-kan pertemuan dengan sesama anggota apalagi dengan berbagai kompo-nen masyarakat lainnya yang mungkin dapat memberi masukan, sehingga diantara panitia memang banyak yang tidak mengikuti perkembangan, proses ini lebih didominasi oleh Ketua panitia, Sekretaris Panitia, Ketua DPRD Acah Timur, dan bila ada pertemuan sering dilakukan di Medan di rumah Ketua DPRD Aeh Timur yang dihadiri oleh orang-orang tertentu yang dianggap dekat dengan mereka sehingga berkembang isu diantara sesama panitia bahwa sudah ada pengkotakan sesama Panitia persiapan. Dalam proses pengurusan ini Ketua Panitia Persiapan dan Ketua DPR-D Aceh Timur sering melakukan kunjungan ke Jakarta, dengan selalu didam-pingi oleh Bupati Aceh Timur namun menurut keterangan pihak tertentu, bukan membantu melobi proses pembentukan Kabupaten melainkan me-mantau gerak gerik Ketua Panitia Persiapan dan Ketua DPRD Aceh Timur agar tidak terlalu maju dalam pengurusan Kabupaten tersebut. Dalam hal ini FKKI-MT terus memantau dan berhubungan dengan mere-ka, namun setiap kegiatan yang akan dilaksanakan oleh FKKI-MT bila di koordinasikan dengan Panitia persiapan juga selalu mendapat pengarah-an agar tidak terlalu jauh berbuat, selalu di ingatkan disetiap pertemuan dengan FKKI-MT bahwa ada pihak yang tidak menginginkan Tamiang menjadi Kabupaten sehingga setiap gerak Panitia Persiapan yang ber-kenaan dengan masalah Kabupaten selalu dipantau dan diikuti. Hal ini membuat Panitia persiapan merasa takut untuk berbuat banyak terutama dalam hal sosialisasi ditengah masyarakat Tamiang. Demikianlah yang sering terjadi dalam proses ini.


269 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 269 Melihat gejala ini ketua Umum FKKI-MT mengambil inisiatif mengadakan pertemuan dirumahnya di Komplek Pertamina Rantau pada tanggal 23 Februari 2001 yang dihadiri oleh ; Indra Syahputra SH, Drs. Syuibun An-war, Abdul Manan SAg, M. Yunus, Ikhsan Nur SAg, Juliansyah, Julian Mukhlis, Aswan Arifin, sedangkan Ir. Muntasir Wan Diman datang ± jam 17³º wib setelah ditelepon oleh Drs. H. Buyung Arifin. Pembicaraan menga rah kepada rencana ke Jakarta untuk menjajaki sejauh mana proses peme karan Kabupaten Aceh Tamiang di Depdagri dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat yang disesuaikan dengan ketersediaan dana dan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Panitia Persiapan Pemekaran Kabu-paten Aceh Tamiang, namun rencana inipun tidak terealisasi. Keesokan harinya Tanggal 24 Februari 2001 Gubernur Aceh Abdullah Puteh berkun-jung ke Pertamina Rantau Kualasimpang melakukan temu ramah dengan masyarakat Tamiang, dalam kesempatan tersebut juga dibicarakan masa-lah Kabupaten Aceh Tamiang, yang menurut penjelasan Gubernur proses-nya sudah di limpahkan ke Jakarta, untuk itu Masyarakat T amiang harus bersabar dan terus berdoa semoga perjuangan ini dapat terealisasi. Kepedulian FKKI-MT terhadap perkembangan ini terasa sangat kentara, karena secara rutin melakukan hubungan dengan panitia persiapan teruta-ma dengan Ketua Panitia Persiapan Kabupaten dan juga dengan sekreta ris Panitia persiapan serta dengan Ketua DPRD Aceh Timur. Dalam hal ini respon baik selalu diberikan panitia tersebut dalam arti kata ada penga-rahan-pengarahan dan berbagai penjelasan meskipun tidak ada kepastian yang jelas. Disisi lain kepedulian itu terus dipupuk dengan melakukan pertemuan-pertemuan kearah pembicaraan Kabupaten Aceh Tamiang yang juga tidak ada kejelasannya.


270 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 270 Pada tanggal 3 Maret 2001 bertempat di Lapangan Golf Pertamina Rantau FKKI-MT mengadakan pertemuan dengan beberapa anggota ± 14 orang membahas pokok-pokok pikiran Andi Malara-ngeng yang pernah dibicara-kan Ketua Umum FKKI-MT diJakarta ketika menjumpai Andi Malarangeng. Pembahasan ini sebagai persiapan rencana Ke Jakarta sebagai lanjutan pembicaraan ketika pertemuan dirumah Ketua FKKI-MT tanggal 23 Feb-ruari 2001, langkah-langkah yang dibicarakan adalah: 1. akan melakukan silaturahmi dengan forum peduli kota Langsa guna mensingkronkan proposal. 2. Rencana ke Banda Aceh guna mempelajari Strategi yang dilaku-kan daerah-daerah yang telah lebih dahulu dimekarkan. 3. Membuat dukungan kembali dari komponen masyarakat dengan dasar surat LitBang FKKI-MT, dukungan tersebut ditujukan kepa-da Panitia persiapan Kabupaten Aceh Tamiang. Rencana-rencana ini menjadi indikasi bahwa FKKI-MT telah melang-kah terlampau jauh, dimana rencana tersebut bukan wewe-nang FKKI-MT kecuali Panitia Persiapan memang membutuhkannya. Kesemua rencana tersebut belum terealisasi, kecuali membuat dukungan dari berbagai komponen masyarakat, dan kemudian dukungan tersebut dibawa langsung ke Jakarta oleh Panitia Kabupaten Aceh Timur (Panitia Birokrasi) yang ketika itu berkunjung ke Jakarta untuk menjajaki proses pe mekaran Kabupaten Aceh Tamiang. Setelah ada gambaran akan diadakan expose maka dilakukan penyem-purnaan proposal terutama melengkapi segala datadata yang belum cu-kup, dan selanjutnya ada petunjuk harus menyiapkan resume proposal dan buku saku sebagai bahan untuk expose di Jakarta. Penyempurnaan ini diserahkan


271 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 271 kepada pengurus FKKI-MT untuk menyusun resume dan buku saku serta membuat prospek Tamiang kedepan dalam bentuk Stake Holder yang acuannya diambil dari pemekaran Propinsi Banten, bekerja sampai jauh malam dengan menggunakan fasilitas Pertamina. Sekitar pertengahan bulan Mei 2001 FKKI-MT menerima Faximile tentang jadwal Expose Daerah-daerah yang akan dimekarkan dari Perwakilan FKKI-MT di Jakarta. Suatu hal yang mengagetkan, bahwa nama Kabupa-ten Aceh Tamiang tidak tercantum dalam jadwal itu. Namun Ketua Panitia Persiapan telah dahulu mengetahuinya, dan segera menemui Team Crais menanyakan persoalan tersebut yang kemudian ditemui jawabannya bah-wa belum adanya berkas proposal yang masuk. Menyikapi hal ini Ketua Panitia Persiapan Kabupaten Aceh Tamiang, memohon jalan keluarnya kepada Team CRAIS sebagai solusi dari persoalan tersebut, pada tingkat yang sudah sangat mendesak Ketua Panitia Persiapan menyerahkan persoalannya kepada Team CRAIS, apakah harus melakukan penyempur naan proposal, yang tujuan akhir apapun caranya Tamiang harus dapat ikut Ekspose. Hal ini menjadi Tanggung jawab Team Crais dan hasilnya pada jadwal kedua Tamiang tetap diikut sertakan dalam acara Expose tanggal 26 Mei 2001. Dipihak lain Menyikapi jadwal ekspose yang Tami-ang tidak masuk didalamnya FKKI-MT segera menghubungi staf dirjen Departemen Dalam Negeri di Jakarta via Telepon dan didapat keterangan bahwa Proposal Kabupaten Aceh Tamiang belum masuk ke Depdagri. De-ngan berbagai negosiasi dan permohonan agar Tamiang dapat diikut sertakan dalam Expose, maka FKKI-MT pada hari itu juga mengirim Propo sal Kabupaten Aceh Tamiang ke Jakarta lewat Faximile ± jam 16³º wib dan selesai sekitar jam 18.ºº wib yang kemudian ditelepon kembali oleh Ketua Umum FKKI-MT untuk mengetahui hasilnya, proses ini dilakukan diluar se


272 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 272 pengetahuan panitia persiapan. Berarti terdapat dua versi proposal yang berbeda, yang satu produk revisi Team Crais dan yang satu lagi produk Panitia yang dikirim oleh FKKI-MT kepada dirjen Depdagri. Pada tanggal 18 Mei 2001 Jadwal Expose dikirim kembali dari Jakarta lewat faximile kepada FKKI-MT yang isinya telah tercantum Kabupaten Aceh Tamiang untuk mengikuti Expose pada tanggal 26 mei 2001 di Jakarta dengan team konsultan CRAIS dari Universitas Indonesia dan jad wal tersebut kemudian segera dikirim oleh FKKI-MT lewat faximile kepada Panitia Persiapan Kabupaten Aceh Tamiang, Pemerintah Daerah Tingkat II di langsa dan Pemerintah Daerah tingkat I di Banda Aceh. Bila Depdagri yang mengirim Faximile jadwal tersebut maka yang berkompeten meneri-manya sudah pasti Panitia persiapan Pemekaran Kabupaten yang me-mang sudah duluan menerimanya. Persoalan ini tidak sampai pada tingkat timbulnya konflik untuk diperdebatkan, karena yang sangat urgensi untuk disyukuri adalah Tamiang telah dimasukkan dalam jadwal ekspose. Pada hari Sabtu tanggal 19 Mei 2001 bertempat dirumah H.O.K.Abdul Manaf Sungai Liput mengadakan pertemuan serta makan siang bersama dalam rangka membahas rencana Pekan Budaya Tamiang serta membuat draf Proposal, hadir ± 10 orang diantaranya; Ir. Muntasir Wandiman, Syam suddin dan Usman (dari Upak), Bahrani, Drs. H. Buyung Arifin, Ikhsan Nur SAg, Abd. Manan. Ketika akan menghadapi kunjungan Ekspose ke Jakarta, pada tanggal 20 Mei 2001 bersamaan dengan pelaksanaan do’a bersama di Mesjid Benua Raja yang diprakarsai oleh FKKI-MT untuk mendo’akan agar Kabupaten Aceh Tamiang segera terwujud, ketua Umum FKKI-MT dan beberapa o-rang anggotanya berkunjung ke Medan menemui Ketua Panitia Persiapan guna membawa hasil dari resume Proposal, buku


273 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 273 saku dan gambaran Tamiang kedepan dengan Stake holder, yang dipaparkan lewat komputer agar sinkron dengan apa yang akan dipaparkan oleh presenter (Sekretaris panitia persiapan). Ketika diminta waktu kepada sekretaris panitia untuk memperhatikan data-data yang telah dirangkum dalam komputer, dengan enteng beliau menggoyangkan tangannya sambil menggelengkan kepala mengatakan lagi pusing dan tak ada waktu, FKKI-MT ketika itu merasa berkecil hati, karena jerih payah rekan-rekan untuk membantu kerja Pani-tia persiapan kurang dihargai. Pada hari itu juga ditentukan orangorang yang akan berangkat ke Jakarta termasuk dari FKKI-MT diusulkan 4 orang telah disetujui melalui anggaran Pemda Aceh Timur. Namun pada saat hari akan berangkat ternyata FKKI-MT hanya disetujui 3 orang bahkan semula ketua umum FKKI-MT juga ditolak Oleh Bupati untuk dimasukkan dalam rombongan Pemda, namun atas negosiasi Ketua Panitia persiapan dengan Bupati maka ketua umum FKKI-MT disetujui untuk ikut rombong-an. Meskipun FKKI-MT hanya mendapat jatah 3 orang, atas kesepakatan maka Drs. Buyung Arifin dan kawan-kawan mengambil inisiatif untuk memberangkatkan anggota lainnya lebih duluan pada tanggal 22 mei 2001 dengan mengendarai Bus Umum atas biaya sendiri. Di Jakarta tanggal 25 malam diadakan pertemuan dilobi hotel tem-pat rombongan menginap dan suatu keteledoran bahwa dari sekian ba-nyaknya unsur Panitia persiapan yang berangkat tidak ada yang memba-wa peralatan untuk ekspose, ternyata fasilitas ini disediakan oleh FKKI-MT baik perwakilan di Jakarta maupun yang dibawa langsung dari Tamiang antar lain : Handycam, Kamera foto dan Infocus. Pertemuan malam itu berkisar membahas berbagai kemungkinan tentang expose yang akan diadakan pada tanggal 26 mei 2001, dalam pertemuan itu juga hadir Drs Azhari Kepala Kotif Langsa yang sudah duluan disahkan menjadi Daerah pemerintahan Kota,


274 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 274 beliau menyampaikan tentang bagaimana proses yang ditempuh Kotif Langsa dalam upaya pemekarannya menjadi Kota. Pada tanggal 26 Mei 2002, pagi-pagi Ketua Umum dan sekretaris Umum FKKI-MT menemui Ketua Panitia Persiapan Kabupaten guna memberikan sebuah konsep surat yang telah disiapkan untuk ditanda tangani oleh Pani tia Persiapan Kabupaten yang isinya Panitia Persiapan Kabupaten Aceh Tamiang menunjuk FKKI-MT sebagai Team sosialisasi Kabupaten Aceh Tamiang. Sebelum ditandatangani Ketua Panitia membicarakan hal terse-but dengan para tokoh-tokoh senior yang kemudian mendapat masukan untuk ditolak (tidak ditandatangani). Pada tanggal 26 Mei 2001 pagi hari itu juga Drs. Nabhani (Wakil Bupati Aceh Timur) via telepon menghubungi Drs. Buyung Arifin menganjurkan agar proposal segera dirubah karena terdapat kekeliruan data pada Keca-matan Kejuruan Muda yang telah dimekarkan menjadi dua Kecamatan yaitu Kecamatan Rantau. Hal ini lalu dirembukan dengan Drs.Mohd. Iljas Wan Diman, Drs. Iskandar Zulkarnain yang sepakat untuk tidak dirubah. ± jam 10ºº wib pagi Drs. Nabhani datang ke ruangan hotel tempat rombong-an menginap dan dijelaskan oleh Drs. Iskandar Zulkarnain bahwa untuk hari ini tidak ada sesuatu datapun yang salah, semua akan dipertanggung jawabkan, hal ini diterima. Pada jam 15ºº wib Acara Expose dimulai, Bupa-ti Aceh Timur sebagai pembuka kata memperkenalkan rombongan dari Aceh Timur satu persatu. Dari sekian banyak rombongan yang diperkenal-kan, dua peserta yang dijelaskan mendetail dan panjang lebar yaitu; DR (Hc) Syahril Hasballah, SH MM yaitu Camat yang bergelar Doktor, “untuk seluruh Indonesia hanya Aceh Timur yang memiliki Camat bergelar Doktor” ucap Bupati, selanjutnya Drs. Mohd. Iljas WD, Bupati memperke-nalkan “beliau ini adalah


275 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 275 tokoh masyarakat, tokoh politik dan tokoh peme-rintahan di Aceh Timur, kalau beliau ini sudah hadir saya selaku Bupati tidak bisa mengatakan tidak setuju Kalau Tamiang menjadi Kabupaten”. Begitulah suasana keakraban yang ditunjukkan Bupati Aceh Timur seba-gai ketua rombongan. Pada saat Expose giliran presenter memaparkan berbagai potensi dan data yang tertuang dalam proposal, penampilannya sangat bagus dan ber jalan lancar namun ketika Infocus menampilkan prospek Tamiang kede-pan dengan Stake Holder Team CRAIS meminta untuk dijelaskan, Presenter tidak menguasai hal tersebut, Drs. Mohd. Iljas Wan Diman segera memberi komando kepada Ketua umum FKKIMT untuk maju mempresentasikan data-data yang tertera pada monitor. Dalam ekpose tersebut Tamiang merupakan daerah terbaik dan berada pada peringkat satu dalam penampilan ekposenya dibandinkan dengan daerah pemekaran yang lainnya. Keberhasilan terbaik ini ternyata mengun dang kecemburuan dari pihak-pihak yang tidak menginginkan Kabupaten Aceh Tamiang terbentuk, berbagai upaya untuk menghambat agar Tami-ang tidak dijadikan Kabupaten, terus dilakukan oleh pihak-pihak tertentu melalui lobi Team Crais maupun melalui pihak-pihak yang menentukan berhasil tidaknya Tamiang untuk dimekarkan. Pihak-pihak yang ingin menggagalkan Tamiang ini secara nyata mendukung untuk Tamiang dija-dikan Kabupaten, namun dibelakang berusaha mencari lobi untuk meng-gagalkan Tamiang jadi Kabupaten. Pada hari Minggu tanggal 10 Juni 2001 M./18 Rabiul Awal 1422 H. bertempat digedumg SMU Al Washliyah diadakan peringatan satu tahun lahirnya FKKI-MT. Dalam acara tersebut hadir ± 70 orang dari 400 orang yang diundang dari berbagai unsur dan lapisan masyarakat serta instansi. Dalam Acara tersebut Ketua Panitia Ir. Muntasir Wan Diman


276 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 276 yang juga sebagai ketua Litbang FKKI-MT pada sambutannya menyampaikan : .......................................... “dalam memperingati hari ulang tahun FKKI-MT yang seharusnya pada tanggal 31 mei lebih difokuskan kepada evaluasi dan koreksi terhadap kinerja FKKIMT sebagai team sosialisasi Kabupaten Tamiang, sehingga diperlukan suatu kritikan. Kritikan tidak saja ditujukan pada sesuatu yang dianggap salah sehingga dapat diperbaiki akan tetapi sesuatu yang dianggap benar juga harus dikritik sehingga kebenaran tersebut benar-benar dapat diterima oleh semua masyarakat, sebab yang terbaik bagi kita belum tentu baik bagi kepentingan orang banyak..... ............................Dalam setiap kegiatannya FKKI-MT tetap berkoordinasi dan tetap diketahui oleh Panitia persiapan Kabupaten Aceh Tamiang, apapun yang dilakukan oleh FKKIMT dalam kapasitasnya sebagai team sosialisasi tidak akan pernah berbenturan dengan kepentingan pihak manapun, dan tidak berlebihan kalau saya katakan bahwa kami dari FKKI-MT hanyalah kancil pembuka jalan, harimau dan ular silakan mengguna-kannya, tapi jangan harap kancil akan meraungraung seperti harimau. FKKI-MT sangat menyadari keberadaan dan kemampuan yang kami miliki, untuk itu tidak akan pernah ada pemaksaan kehendak diluar batas kemampuan tersebut karena kami tetap ingat kate tetuhe “Besenoh bukan kadar bunge celake”, bila ini terjadi maka akan dikhawatirkan peristiwa ta-hun 1957 yang telah membuat kegagalan Tamiang akan terjadi.................. Apa yang disampaikan ketua panitia ulang tahun FKKI-MT yang juga ketua Litbang FKKI-MT, belakangan menjadi suatu kekeliruan, hal ini disebabkan ada pihak-pihak lain dalam tubuh FKKI-MT yang dinilai mela-kukan pemaksaan kehendak dengan suatu kepentingan terselubung, hal ini semakin lama semakin kentara, bukan saja pihak luar yang gerah meli-hatnya


277 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 277 , ketua litbang FKKI-MT sendiripun kemudian menjadi kecewa dan risih terhadap perilaku ini. D. PEMBENTUKAN PANITIA PEKAN BUDAYA TAMIANG. Pada hari Jumat malam Tanggal 10 Agustus 2001 bertempat di Rumah Drs. H. Buyung Arifin di desa Kota Lintang diadakan pertemuan guna menyusun panitia Pekan Budaya Tamiang (PBT) I yang dihadiri ± 30 orang, dalam pemilihan yang dilakukan secara langsung terpilih Ir. Muntasir Wan Diman sebagai Ketua Umum (terdiri dari 4 orang ketua), Abdul Manan SAg sebagai Sekretaris Umum terdiri dari 2 orang wakil sekretaris), Sofyan AS sebagai Bendahara (terdiri dari 1 orang wakil bendahara), Andis Prawira sebagai Keuangan dan seksiseksi lainnya yang dianggap perlu. Karena dalam penyusunan Panitia tersebut diang-gap belum lengkap orang-orang yang diundang maka diperlukan penyem-purnaan kepanitiaan selanjutnya setiap ada kekeliruan. Pada tanggal 12 Agustus bertempat di Kantor Pembantu Bupati Wilayah III Kualasimpang dilakukan pertemuan kembali sebagai upaya penyempurnaan susunan ke panitiaan, hadir dalam pertemuan itu ± 70 orang, namun juga belum mewa kili keseluruhan masyarakat Tamiang, untuk itu diperlukan penyempurna-an kembali, akan tetapi untuk sementara kepanitiaan hanya berjalan da-lam proses pengurusan administrasi yang menyangkut perizinan dan lain sebagainya. Sebelum program berjalan dengan baku maka diperlukan suatu kata sepakat dan masukan dari para tokoh adat dan pemuka masyarakat Tamiang. Pada tanggal 25 Agustus 2001 Panitia mengundang sebagian masyarakat Tamiang di 7 Kecamatan bertempat di Gedung Istana Balai Silang (Sekarang telah menjadi Kampus Universitas Islam Tamiang dising- kat dengan UNITA) yang dihadiri sekitar 70 orang. dalam penjelasannya Ketua Umum Panitia Ir. Muntasir


278 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 278 Wan Diman menyampaikan berbagai fenomena yang berkembang ditengah kehidupan masyarakat, dimana perlakuan adat sudah hampir tidak ada lagi menyentuh setiap sisi kehidupan masyarakat diberbagai aspek kehidupannya. Adat yang pada awalnya me-rupakan hasil interaksi Sosial dari masyarakat, bila tidak diwarisi maka akan terputus mata rantainya sehingga akan terjadi interaksi yang baru yang menghasilkan adat yang baru pula dan akan menghilangkan ciri adat yang diwarisi dari datu nini dahulu, akibat dari proses tersebut tidak ada yang dapat dijadikan panutan sebagai tuntunan hidup bermasyarakat, seperti kata pepatah “Urang yang cadek adat macam kapal cadek kemudi”, atas dasar pemikiran inilah tergugah ide dan fikiran untuk mengembalikan keberadaan adat ditengah kehidupan masyarakat dengan menggelar suatu acara Pekan Budaya Tamiang, untuk itu diminta masuk-an dan tanggapan dari para tokoh masyarakat Tamiang yang hadir apakah perlu digelar (dilaksanakan) PBT tersebut atau tidak. Sambutan dari selu-ruh peserta yang hadir sangat mendukung dan ditekankan kembali harus sesegera mungkin dilaksanakan. Atas dasar masukan dan dukungan para tokoh dan komponen ma syarakat Tamiang tersebut maka panitia melanjutkan program kerjanya dengan langkah pertama adalah menyusun proposal yang langsung di tangani oleh ketua Umum dan Sekretaris umum. Pada tanggal 5 September 2001 Panitia PBT yang terdiri dari ; Ir. Muntasir Wan Diman (Ketua Umum), dr. Marian Suhadi, Drs. Buyung Arifin (salah satu Panitia Pengarah), Juliansyah (Ketua II) dan Aswan Arifin (Wakil bendahara) datang menghadap Bupati Aceh Timur untuk me-ngajukan proposal sekaligus melapor rencana pelaksanaan, sebelum menghadap Bupati Aceh Timur Panitia terlebih dahulu menemui T. Yusni (Ketua


279 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 279 DPRD Aceh Timur) untuk mohon petunjuk. T. Yusni menyarankan agar beliau sebagai Ketua DPRD bersama dengan Bupati Aceh Timur diletakkan sebagai pelindung dalam kepanitiaan, selesai pengarahan dari T. Yusni yang pada prinsipnya ada dukungan dari beliau, panitia menuju ruang Bupati dimana pada saat itu Ir. Muntasir Wan Diman terserang Asam Urat sehingga terpaksa dipapah oleh dr. Marian Suhadi dan Aswan Arifin. Penjelasan rencana PBT yang direncanakan ketika itu pada tanggal 29 Oktober 2001 sampai dengan 4 Nopember 2001, disampaikan oleh Drs. H. Buyung Arifin dengan pertimbangan karena ianya berasal dari Pertamina yang telah mempunyai hubungan dengan Pemerintah Daerah dalam memberi bantuan diharapkan mendapat respon positif dari Bupati, namun kenyataannya biasa saja, tidak ada pengarahan yang berarti disam paikan oleh Bupati kecuali dengan jawaban “ya” atau “nanti kita pelajari dahulu” meskipun ketika disampaikan salah satu sumber dana mohon du-kungan untuk penjualan stiker, sumbangan dari PNS sebesar Rp 5000.-/bulan selama tiga bulan dan sumbangan dari para pelanggan PLN, PDAM dan Telekom sebesar Rp 1000.-/bulan selama tiga bulan. Bupati menyetu-juinya yang segala Administrasinya akan diselesaikan setelah proposal dipelajari, Panitia pulang dengan tidak ada jawaban yang pasti dari Bupa- ti kapan segala surat menyurat tersebut dapat diambil. Setelah menunggu sekian lama belum ada jawaban dari Bupati Aceh Ti-mur ketika itu jadwal Bupati sangat padat diluar daerah maka Panitia pada tanggal 26 september 2001 mengadakan pertemuan dengan berbagai komponen masyarakat dari berbagai etnis dalam wilayah Tamiang bertem-pat digedung UNITA Istana Raja Silang, sedangkan pada siang harinya di tempat yang sama diadakan pertemuan dengan para pengusaha di Tami-ang dan para Camat dalam Wilayah Tamiang.


280 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 280 Pada pertemuan pagi hari dengan para komponen dan tokoh masyarakat panitia ingin mendengar masukan terhadap rencana PBT dari berbagai kalangan masyarakat dan etnis atau suku yang ada. Berbagai asumsi dan prediksi dari kalangan non Tamiangpun bermunculan, timbul kesan dari sebagaian peserta yang hadir nama Tamiang dalam acara pekan budaya tersebut telah menggambarkan suatu pemisahan atau pengelompokan sebagai suatu dikotomi antara Tamiang dan non Tamiang, berbagai perta-nyaan berkisar seputar penggunaan nama Tamiang yang menimbulkan kesan tertutup berbagai kemungkinan terhadap yang lain. Ketua Umum Panitia Ir. Muntasir Wan Diman menanggapi secara hati-hati agar mereka bisa memahaminya dan mengerti sehingga tidak terbelenggu dengan sua-tu kecurigaan yang mengakibatkan perpecahan. Bila mendengar kata “Tamiang” orang hanya terbayang kepada satu suku, karena banyak yang lupa bahwa Kata “Tamiang” dimiliki oleh tiga elemen yaitu Tamiang seba-gai suku, Tamiang sebagai Bahasa dan Tamiang sebagai Daerah (Wila-yah), dalam konteks acara Pekan Budaya Tamiang merupakan acara kedaerahan bukan bersifat kesukuan. Dalam acara PBT tersebut lebih di fokuskan pada pemberdayaan adat Yaitu adat Tamiang, sedangkan me-ngenai budaya terbuka bagi semua budaya yang ada di Tamiang untuk tampil sebagai acara pendukung. Penjelasan ketua panitia mendapat dukungan positif dari peserta dan secara spontan ada yang langsung mengkoordinir dan membuka peluang untuk menyumbang dana. Pertemuan siang dengan para pengusaha dan Camat (yang hadir Drs. Syahril Hasbalah, Drs. Syuaib Araby Us, Drs. Rudianto) dipimpin langsung oleh ketua Kadin Aceh Timur Sofyan Effendy, pertemuan mana bertujuan untuk merekrut dana dari para pengusaha, sedangkan camat yang diun-dang


281 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 281 bukanlah sebagai kapasitas pengusaha akan tetapi dimohon ban-tuannya untuk mengkoordinir para pengusaha yang mengerjakan proyek di Kecamatan dan sekaligus peran sertanya dalam menyumbang dana untuk pelaksanaan PBT tersebut. Dalam pertemuan itu Ketua umum Ir. Muntasir Wan Diman menjelaskan hal yang sama seperti pertemuan dengan para tokoh pagi hari, mengenai tujuan Pekan Budaya Tamiang antara lain; - Pekan Budaya sebagai upaya untuk memberdayakan adat yang selama ini mulai luntur bahkan telah banyak ditinggalkan. - Dalam Pekan Budaya Tamiang inti pelaksanaannya adalah pagelaran adat perkawinan dan musyawarah adat masyarakat Tamiang (dudok setikar), yang harus dapat melahirkan suatu acuan yang normatif un-tuk dapat dijadikan pedoman dalam tatanan kehidupan sehari-hari ma- syarakat Tamiang kedepan. Acuan yang diambil dalam musyawarah ini, ketua umum PBT memohon kepada seluruh Camat Wilayah Tami-ang untuk membantu sepenuhnya dalam pelaksanaan PBT, terutama untuk mengadakan musyawarah LAKA diKecamatan yang merupakan lembaga resmi yang ada, dimana hasilnya kelak akan dijadikan acuan dalam melaksanakan musyawarah Masyarakat Tamiang, terhadap per lakuan adat dan sanksi adat. artinya Pekan Budaya Tamiang bukanlah pesta rakyat sekedar seremonial saja melainkan Pekan Budaya merupakan pesta adat masyarakat Tamiang, yang diharapkan hasil dari pekan Budaya Tamiang melalui dudok setikar antar LAKA Kecamatan dan tokoh adat lainnya dapat memberi acuan yang baku dalam pelak-sanaan adat. Bila memungkinkan hal-hal yang sifatnya tidak begitu prinsipil dapat disatukan antara Tamiang Hulu dan Hilir sehingga


282 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 282 tidak didengar lagi ucapan “ne...lah... adat kami dihini, ..ne......lah....adat kami dihane.....” Tapi akan dapat didengar menjadi “ne...lah...adat kite Tamiang”. Karena pada masyarakat Tamiang belum ada yang namanya ketua suku atau tetuhe adat yang merupakan lembaga resmi, maka untuk melegalitas terbentuknya Tetuhe Adat dalam musyawarah adat masya rakat Tamiang tersebut dan dapat juga melahirkan bentuk adat dan ketentuan hukum adat sebagai acuan normatif, harus melalui lembaga resmi yang sudah ada. Untuk itu LAKA yang satu-satunya lembaga resmi yang harus menjadi acuan dan terlibat langsung dalam musya-warah adat dalam melahirkan ketentuan-ketentuan dimaksud. - PBT juga akan merencanakan kegiatan pameran Pembangunan, un-tuk hal dimaksud kepada Camat juga dimohon untuk menampilkan peta detail Kecamatan yang menampilkan berbagai potensi alam, di harapkan ketika berlangsung Pameran dapat dilihat oleh para tamu terutama dari luar daerah, yang mungkin dapat menggugah hati mereka untuk mengirim investor setelah melihat potensi daerah yang dipamerkan. Para Camat mendukung semua rencana tersebut. Bupati Aceh Timur masih terus sulit untuk ditemui karena kesi-bukan tugas luar, sementara wakil Bupati dan Sekretaris Daerah juga tidak berada di Tempat dan karena waktu yang mendesak maka pada tanggal 22 Oktober 2001 M/06 Sya’ban 1422 H. atas dasar surat Panitia Nomor 05/SekPan/2001 tanggal 04 September 2001 perihal permohonan izin, maka dikeluarkanlah surat rekomendasi yang isinya memberi izin terhadap pencarian dana dengan nomor surat 12599/430.- yang ditanda tangani oleh Drs. Ishak Juned sebagai pejabat Sekretaris Daerah (Surat Tugas No. Peg.


283 TAMIANG DALAM LINTASAN SEJARAH 283 875.1/3558/2001.-) dengan rencana kegiatan ditunda pada tang-gal 21 s/d 26 Januari 2002.- Berbekalkan surat rekomendasi tersebut panitia mulai melakukan aktifi-tasnya terutama dalam hal pengumpulan dana. Pengutipan sumbangan melalui Pelanggan PLN, PDAM dan Telepon dimulai, namun baru berjalan 2 hari terjadi musibah banjir. Untuk menghindari berbagai kemungkinan oleh dampak pengutipan tersebut maka panitia secara sigap mengambil sikap menyetop pengutipan tersebut. Berbagai isyu dan tanggapan negatif terus berkembang terutama di Lang-sa, hal ini tidak terlepas dari sikap Ketua umum FKKI-MT yang dinilai ka-langan tertentu terlalu berlebihan dalam mensosialisasikan Kabupaten Aceh Tamiang yang dikaitkan dengan rencana Kegiatan PBT, hal ini di lakukan disetiap pertemuan dalam pengajian, peringatan hari besar Islam dan disetiap kesempatan ia dapat berbicara, dipihak lain Abd.Manan SAg. juga meniupkan bahwa Drs.H.Buyung Arifin sebagai calon Plt Bupati Tami ang, isyu ini terus mengembang yang membuat telinga pihak-pihak tertentu alergi mendengarnya, maka bertambah kentallah kecurigaan dan keben cian, terutama dari pihak Panitia persiapan dan Pemerintah Daerah yang sejak awal sudah tertanam bibit tidak senang terhadap perilaku FKKI-MT, hal ini dengan jelas diungkapkan oleh pihak Panitia persiapan Kabupaten Aceh Tamiang. Perilaku orang-orang tertentu dari FKKI-MT ini yang mencolok tidak terle-pas kaitannya dengan keberadaan Pekan Budaya terutama Ketua Umum Ir. Muntasir Wan Diman yang merupakan Adik Kandung dari Drs. Mohd. Iljas Wan Diman (Kepala PMD Aceh Timur). Timbul penafsiran dan ang-gapan dikalangan birokrasi Langsa bahwa PBT ini merupakan skenario dari Drs. Iljas Wan Diman, hal ini terus berkembang dan dikembangkan ter utama bagi birokrasi orang Tamiang di


Click to View FlipBook Version