294 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH BAB X KARYAWAN Pasal 18 Karyawan (1) Karyawan Perseroan diangkat dan diberhentikan berdasarkan perjanjian kerja oleh Direksi. (2) Karyawan Perseroan dalam melaksanakan tugasnya taat kepada prinsip dan peraturan Perseroan. BAB XI KEUANGAN DAN KEKAYAAN Pasal 19 Keuangan dan Kekayaan (1) Direksi Perseroan menyusun Rencana Kegiatan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja setiap tahunnya yang disahkan oleh RUPS. (2) Keuangan dan kekayaan Perseroan merupakan aset Perseroan yang terpisah dari aset pendirinya. (3) Pengelolaan keuangan dan kekayaan Perseroan menjadi kewenangan Direksi. BAB XII LAPORAN Pasal 20 Laporan Direksi Perseroan wajib menyampaikan laporan tahunan, laporan akhir masa jabatan, dan laporan insidental yang berkaitan dengan program dan kegiatan, perkembangan usaha, serta keuangan dan kekayaan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris yang tembusannya disampaikan kepada Pimpinan Pusat, dan PWM, PDM, PCM, Pimpinan Ortom Khusus ‘Aisyiyah atau Pimpinan AUM pengusul pendirian. BAB XIII KETENTUAN LAIN Pasal 21 Ketentuan Lain Hal-hal yang belum diatur dalam Pedoman ini diatur lebih lanjut dalam Ketentuan Majelis. BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 22 Ketentuan Peralihan Dalam waktu tiga tahun terhitung sejak Pedoman ini berlaku semua badan usaha yang berbentuk Perseroan yang kepemilikan sahamnya belum sesuai dengan Pedoman ini dialihkan menjadi atas nama Muhammadiyah.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 295 BAB XV PENUTUP Pasal 23 Penutup (1) Pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 04/PED/I.0/B/2017 tentang Badan Usaha Milik Muhammadiyah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (2) Semua ketentuan dalam aturan pelaksanaan yang mengatur mengenai BUMM, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Pedoman ini atau belum diganti berdasarkan ketentuan dalam Pedoman ini. (3) Pedoman ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di: Yogyakarta Pada tanggal: 08 Rabi’ul Awwal 1440 H 16 November 2018 M PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Ketua Umum, Sekretaris, Dr. H. Haedar Nashir, M.Si. Dr. H. Agung Danarto, M.Ag. NBM: 545549 NBM: 608658
296 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH PEDOMAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH NOMOR 01/PED/I.0/B/2019 TENTANG WAKAF DAN KEHARTABENDAAN MUHAMMADIYAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH: Menimbang : a. bahwa segala wakaf dan harta benda yang diperoleh Muhammadiyah harus dikelola secara amanah; b. bahwa perolehan wakaf dan harta benda Muhammadiyah yang semakin berkembang dan kompleks perlu dikelola secara tertib; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan b, perlu menetapkan Pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Wakaf dan Kehartabendaan Muhammadiyah; Mengingat : 1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah; 2. Qaidah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/QDH/I.0/B-2013 tentang Unsur Pembantu Pimpinan Persyarikatan; 3. Peraturan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 06/PRN/I.0/B/2015 tentang Majelis Wakaf dan Kehartabendaan; Berdasar : 1. Pembahasan dan keputusan Rapat Pleno Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 3 Agustus 2018 di Jakarta; 2. Pembahasan dan keputusan Rapat Pimpinan Pusat Muhammadiyah tanggal 24 Maret 2019 di Yogyakarta; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PEDOMAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH TENTANG WAKAF DAN KEHARTABENDAAN MUHAMMADIYAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Ketentuan Umum Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan: 1. Muhammadiyah adalah Persyarikatan berbadan hukum yang merupakan gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. 2. Ideologi Muhammadiyah adalah keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah, meliputi pandangan hidup, tujuan hidup, ajaran,dan cara untuk mencapai tujuan Muhammadiyah.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 297 3. Pimpinan Pusat Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Pusat, adalah pimpinan tertinggi yang memimpin Muhammadiyah secara keseluruhan. 4. Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Wilayah, adalah pimpinan Muhammadiyah dalam wilayahnya yang melaksanakan kebijakan Pimpinan Pusat. 5. Pimpinan Daerah Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Daerah, adalah pimpinan Muhammadiyah dalam daerahnya yang melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. 6. Pimpinan Cabang Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Cabang, adalah pimpinan Muhammadiyah dalam cabangnya yang melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. 7. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan, selanjutnya disebut Majelis, adalah Unsur Pembantu Pimpinan Muhammadiyah yang bertugas membantu menyelenggarakan amal usaha, program, dan kegiatan bidang wakaf dan kehartabendaan. 8. Organisasi Otonom, selanjutnya disebut Ortom, adalah satuan organisasi di bawah Muhammadiyah yang memiliki wewenang mengatur rumah tangganya sendiri, dengan bimbingan dan pembinaan oleh pimpinan Muhammadiyah. 9. Amal Usaha Muhammadiyah, selanjutnya disebut AUM, adalah bentuk usaha berupa tindakan yang dilembagakan dan pengorganisasiannya diatur pada ketentuan tersendiri dalam rangka pelaksanaan program Muhammadiyah. 10. Ketentuan Majelis adalah aturan yang dibuat oleh Majelis tingkat pusat atas persetujuan Pimpinan Pusat dalam rangka penyelenggaraan bidang kehartabendaan. 11. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. 12. Harta benda adalah semua kekayaan yang menjadi hak Muhammadiyah baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. 13. Kehartabendaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan perolehan dan pengelolaan harta benda. 14. Jual-beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan sesuatu barang/benda, dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga. 15. Tukar-menukar adalah suatu persetujuan, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal balik sebagai suatu ganti barang lainnya. 16. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang yang masih hidup kepada Muhammadiyah. BAB II DASAR, PRINSIP, FUNGSI, DAN TUJUAN Pasal 2 Dasar Perolehan dan pengelolaan wakaf dan kehartabendaan Muhammadiyah dilaksanakan berdasar pada nilai-nilai Islam. Pasal 3 Prinsip Perolehan dan pengelolaan wakaf dan kehartabendaan Muhammadiyah berprinsip pada amanah, berkeadilan, efisien, efektif, transparan, bersaing, akuntabel, dan berkepastian hukum.
298 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Pasal 4 Fungsi Perolehan dan pengelolaan wakaf dan kehartabendaan Muhammadiyah berfungsi untuk mendukung pelaksanaan gerakan dakwah Muhammadiyah. Pasal 5 Tujuan Perolehan dan pengelolaan wakaf dan kehartabendaan Muhammadiyah bertujuan memanfaatkan harta benda demi tercapainya maksud dan tujuan Muhammadiyah. BAB III PEMILIK DAN PENGELOLA Pasal 6 Pemilik Muhammadiyah sebagai nazhir benda wakaf dan pemilik harta benda. Pasal 7 Pengelola (1) Pimpinan Pusat berwenang melakukan pengelolaan harta benda wakaf dan harta benda Muhammadiyah. (2) Pimpinan Pusat berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan pengelolaan harta benda wakaf dan harta benda Muhammadiyah. (3) Pimpinan Pusat dapat melimpahkan kewenangan kepada Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, Pimpinan Ortom, dan Pimpinan AUM dalam hal pengelolaan harta benda wakaf dan harta benda Muhammadiyah. (4) Pimpinan Pusat mewakili Muhammadiyah untuk melakukan tindakan di dalam dan di luar pengadilan dalam hal wakaf dan kehartabendaan Muhammadiyah. (5) Pimpinan Pusat dapat memberikan kuasa kepada Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, Pimpinan Ortom, dan Pimpinan AUM untuk melakukan tindakan di dalam dan di luar pengadilan dalam hal wakaf dan kehartabendaan Muhammadiyah. (6) Majelis tingkat pusat berwenang menetapkan Ketentuan Majelis sebagai tidak lanjut terhadap kebijakan Pimpinan Pusat dalam hal wakaf dan kehartabendaan Muhammadiyah. (7) Majelis di semua tingkat berkewajiban secara aktif membantu Pimpinan Muhammadiyah dalam hal wakaf dan kehartabendaan Muhammadiyah. BAB IV WAKAF Pasal 8 Wakif 1. Wakif merupakan pihak yang mewakafkan harta benda miliknya yang sah, halal dan tidak mengikat kepada Muhammadiyah. 2. Wakif meliputi perseorangan, organisasi, dan badan hukum baik di dalam maupun di luar negeri. 3. Wakif perseorangan harus memenuhi persyaratan: a. beragama Islam; b. dewasa;
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 299 c. berakal sehat; d. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; e. pemilik sah harta benda wakaf; dan f. memiliki integritas moral. 4. Wakif organisasi dan badan hukum dapat diterima apabila sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan Muhammadiyah. Pasal 9 Nazhir (1) Muhammadiyah bertindak sebagai nazhir yang menerima harta benda wakaf berdasar kehendak wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah. (2) Nazhir Muhammadiyah terdiri dari nazhir tingkat pusat, nazhir perwakilan tingkat wilayah, nazhir perwakilan tingkat daerah, dan nazhir perwakilan tingkat cabang. (3) Pembentukan nazhir perwakilan dilakukan melalui surat keputusan Pimpinan Pusat. (4) Nazhir Muhammadiyah wajib didaftarkan pada Menteri Agama dan BWI (Badan Wakaf Indonesia) melalui KUA (Kantor Urusan Agama) setempat, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (5) Nazhir tingkat pusat mengelola harta benda wakaf dengan skala internasional dan nasional, nazhir perwakilan wilayah mengelola harta benda wakaf dengan skala provinsi, nazhir perwakilan daerah mengelola harta benda wakaf dengan skala kabupaten/kota, dan nazhir perwakilan cabang mengelola harta benda wakaf dengan skala kecamatan dan/atau desa. (6) Pelaksana tugas nazhir terdiri dari anggota pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat dan atau perseorangan yang diangkat oleh pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan. (7) Majelis berkewajiban secara aktif dan bertanggung jawab membantu pelaksanaan tugas nazhir. (8) Nazhir mempunyai tugas: a. meneliti, menerima dan melakukan pengadministrasian harta benda wakaf; b. melakukan pengurusan perwakafan; c. mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya; dan d. mengawasi dan melindungi harta benda wakaf. (9) Pelaksana tugas nazhir perwakilan membuat laporan tahunan, laporan pertanggungjawaban, dan laporan insidental kepada pelaksana tugas nazhir Muhammadiyah di atasnya. (10) Nazhir wajib membuat laporan secara berkala kepada Menteri Agama dan BWI atas pelaksanaan tugas mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (11) Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen), sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (12) Apabila Nazhir dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak Akta Ikrar Wakaf dibuat tidak melaksanakan tugasnya, Kepala KUA baik atas inisiatif sendiri maupun atas usul Wakif atau ahli warisnya berhak mengusulkan kepada BWI untuk pemberhentian dan penggantian Nazhir, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (13) Nadzir dilarang menelantarkan benda wakaf, sesuai peraturan perudangan yang berlaku.
300 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Pasal 10 Jenis Harta Benda Wakaf (1) Harta benda wakaf terdiri dari: a. benda tidak bergerak; b. benda bergerak selain uang; dan c. benda bergerak berupa uang. (2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: (3) hak atas tanah baik yang sudah maupun yang belum terdaftar, bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah serta tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah; a. hak milik atas satuan rumah susun; dan b. benda tidak bergerak lain. (4) Benda bergerak selain uang karena sifatnya yang dapat diwakafkan meliputi: a. kapal; b. pesawat terbang; c. kendaraan bermotor; d. mesin atau peralatan industri yang tidak tertancap pada bangunan; e. logam dan batu mulia; dan/atau f. benda lainnya yang tergolong sebagai benda bergerak karena sifatnya dan memiliki manfaat jangka panjang. (5) Benda bergerak selain uang yang dapat diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah meliputi: a. surat berharga yang berupa: 1. saham; dan 2. surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang. b. hak atas kekayaan intelektual yang berupa: 1. hak cipta; 2. hak merk; 3. hak paten; 4. hak desain industri; 5. hak rahasia dagang; 6. hak sirkuit terpadu; 7. hak perlindungan varietas tanaman; dan/atau 8. hak lainnya. c. hak atas benda bergerak lainnya yang berupa: 1. hak sewa, hak pakai dan hak pakai hasil atas benda bergerak; atau 2. perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas benda bergerak. Pasal 11 Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW) (1) Ikrar wakaf merupakan pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada nazhir Muhammadiyah untuk mewakafkan harta benda miliknya. (2) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nazhir Muhammadiyah di hadapan PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf) dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dari Muhammadiyah. (3) Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW. (4) Dalam hal wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, wakif dapat
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 301 menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi dari Muhammadiyah. (5) Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan: a. beragama Islam; b. dewasa dan berakal sehat; c. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan d. memiliki komitmen terhadap Muhammadiyah. (6) Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf memuat: a. nama dan identitas wakif; b. nama dan identitas nazhir Muhammadiyah; c. nama dan identitas saksi; d. data dan keterangan harta benda yang akan diwakafkan; e. peruntukan harta benda wakaf (mauquf alaih) bagi Muhammadiyah; dan f. jangka waktu wakaf. (7) Dalam hal wakif organisasi atau badan hukum, nama dan identitas wakif yang dicantumkan dalam akta adalah nama pengurus organisasi atau direksi badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar masing-masing. (8) Akta ikrar wakaf yang telah ditandatangani oleh wakif, nazhir Muhammadiyah, 2 (dua) orang saksi dari Muhammadiyah, dan/atau mauquf alaih disahkan oleh PPAIW. (9) Pembuatan akta ikrar wakaf benda tidak bergerak wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan sertifikat hak atas tanah atau sertifikat satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah serta persyaratan lainnya. (10) Nazhir Muhammadiyah membantu secara aktif proses pensertifikatan tanah yang akan diwakafkan kepada Muhammadiyah. (11) Pembuatan akta ikrar wakaf benda bergerak selain uang wajib memenuhi persyaratan dengan menyerahkan bukti pemilikan benda bergerak selain uang. (12) Pernyataan kehendak wakif dituangkan dalam bentuk akta ikrar wakaf sesuai dengan jenis harta benda yang diwakafkan, diselenggarakan dalam majelis ikrar wakaf yang dihadiri oleh nazhir, mauquf alaih, dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dari Muhammadiyah. (13) Kehadiran nazhir dan mauquf alaih dalam majelis ikrar wakaf untuk wakaf benda bergerak berupa uang dapat dinyatakan dengan surat pernyataan nazhir dan/atau mauquf alaih. (14) Dalam hal mauquf alaih sebagai masyarakat luas (publik), maka kehadiran mauquf alaih dalam majelis ikrar wakaf tidak disyaratkan. (15) Dalam hal perbuatan wakaf benda tidak bergerak berupa tanah yang belum dituangkan dalam akta ikrar wakaf sedangkan perbuatan wakaf sudah diketahui berdasarkan berbagai petunjuk (qarinah) dan 2 (dua) orang saksi serta akta ikrar wakaf tidak mungkin dibuat karena wakif sudah meninggal dunia atau tidak diketahui lagi keberadaannya, maka dibuat akta pengganti akta ikrar wakaf. (16) Tata cara pembuatan akta pengganti akta ikrar wakaf dilaksanakan berdasarkan permohonan masyarakat atau saksi yang mengetahui keberadaan benda wakaf. (17) Permohonan masyarakat atau 2 (dua) orang saksi yang mengetahui dan mendengar perbuatan wakaf harus dikuatkan dengan adanya petunjuk (qarinah) tentang keberadaan benda wakaf. Pasal 12 Peruntukan Harta Benda Wakaf (1) Harta benda wakaf diperuntukan sesuai dengan kehendak wakif yang dikelola Muhammadiyah sebagai sarana dan prasarana dakwah. (2) Nazhir Muhammadiyah dapat melimpahkan peruntukan dan pengelolaan harta benda wakaf kepada nazhir perwakilan, Ortom, dan AUM.
302 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Pasal 13 Pendaftaran dan Pengumuman Harta Benda Wakaf (1) Harta benda wakaf harus didaftarkan atas nama Muhammadiyah sebagai nazhir. (2) Terdaftarnya harta benda wakaf atas nama Nazhir Muhammadiyah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku tidak membuktikan kepemilikan Nazhir Muhammadiyah atas harta benda wakaf. (3) Pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah dilaksanakan berdasarkan Akta Ikrar Wakaf atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf dan surat pengesahan Nazhir dari Penjabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). (4) Pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah pada kantor pertanahan setempat harus dilampirkan persyaratan sebagai berikut: a. sertifikat hak atas tanah atau sertifikat satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya; b. surat pernyataan dari yang bersangkutan bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara, sitaan dan tidak dijaminkan yang diketahui oleh kepala desa atau lurah atau sebutan lain yang setingkat, yang diperkuat oleh camat setempat; c. identitas Nazhir, wakif dan saksi; d. Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan Akta Pengganti Ikrar Wakaf (APIW). (5) Pendaftaran sertifikat tanah wakaf dilakukan berdasarkan Akta Ikrar Wakaf atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf dengan tata cara sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku sebagai berikut: a. terhadap tanah yang sudah berstatus hak milik didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir Muhammadiyah; b. terhadap tanah hak milik yang diwakafkan hanya sebagian dari luas keseluruhan harus dilakukan pemecahan sertifikat hak milik terlebih dahulu, kemudian didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir Muhammadiyah; c. terhadap tanah yang belum berstatus hak milik yang berasal dari tanah milik adat langsung didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir Muhammadiyah; d. terhadap hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah negara didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir Muhammadiyah; e. terhadap tanah negara yang di atasnya berdiri bangunan masjid, musala, makam, didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir Muhammadiyah. Pasal 14 Perubahan Status Harta Benda Wakaf (1) Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang: a. dijadikan jaminan; b. disita; c. dihibahkan; d. dijual; e. diwariskan; f. ditukar; atau g. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. (2) Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dapat dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 15 Pengelolaan dan Pengembangan (1) Nazhir Muhammadiyah wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan gerakan Muhammadiyah, berprinsip syariah, dilakukan secara produktif, dan dapat melalui kerjasama dengan pihak lain.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 303 (2) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir Muhammadiyah dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari BWI berdasar peraturan perundangan yang berlaku. (3) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir Muhammadiyah dapat diberhentikan oleh BWI dan diganti dengan Nazhir lain apabila tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berdasar peraturan perundangan yang berlaku. (4) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk lembaga keuangan Syariah dan/atau instrumen keuangan Syariah. BAB V KEHARTABENDAAN Pasal 16 Penggolongan Harta Benda Penggolonggan harta benda Muhammadiyah berdasarkan pengadaan dan cara perolehannya terdiri dari: a. jual-beli; b. tukar-menukar; c. hibah. Pasal 17 Jual Beli (1) Pembelian merupakan pengalihan hak harta benda kepada Muhammadiyah dari pihak lain dengan penyerahan penggantian dalam bentuk uang. (2) Penjualan merupakan pengalihan hak harta benda Muhammadiyah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. (3) Jual beli harta benda dilakukan oleh Muhammadiyah dengan pihak lain sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, peraturan dalam Muhammadiyah, dan peraturan perundangan yang berlaku. (4) Jual beli harta benda wajib atas nama Muhammadiyah. (5) Pimpinan Pusat dapat memberikan kuasa kepada Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, Pimpinan Ortom, dan Pimpinan AUM untuk melakukan tindakan hukum di dalam dan di luar pengadilan dalam hal pengurusan jual beli. (6) Penjualan harta benda Muhammadiyah dilaksanakan dengan pertimbangan untuk optimalisasi harta benda yang berlebih atau tidak digunakan/dimanfaatkan dan secara ekonomis lebih menguntungkan bagi Muhammadiyah apabila dijual. (7) Penentuan nilai sebagai batasan terendah dalam rangka penjualan harta benda Muhammadiyah secara lelang dilakukan dengan memperhitungkan faktor penyesuaian. (8) Penjualan dan pembelian harta benda oleh Muhammadiyah yang bernilai sampai dengan Rp. 500.000.000.- (lima ratus juta rupiah) dapat dilakukan melalui penunjukan atau lelang tertutup. (9) Penjualan dan pembelian harta benda oleh Muhammadiyah yang bernilai lebih dari Rp. 500.000.000.- (lima ratus juta rupiah) harus dilakukan melalui lelang tertutup. (10) Pimpinan Muhammadiyah, Pimpinan Ortom, dan Pimpinan AUM wajib membuat laporan tahunan atas jual beli harta benda tidak bergerak dan disampaikan kepada pimpinan di atasnya.
304 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Pasal 18 Tukar Menukar (1) Tukar menukar merupakan pengalihan kepemilikan harta benda yang dilakukan antara Muhammadiyah dengan pihak lain dengan menerima penggantian utama dalam bentuk harta benda, paling sedikit dengan nilai seimbang. (2) Tukar menukar harta benda oleh Muhammadiyah dilakukan dengan prinsip-prinsip syariat Islam, peraturan dalam Muhammadiyah, dan peraturan perundangan yang berlaku. (3) Tukar menukar harta benda tidak bergerak harus mendapat izin tertulis dari Pimpinan Pusat. (4) Tukar menukar harta benda dilaksanakan dengan pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan operasional, optimalisasi harta benda, dan tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja, serta telah dilakukan setidaknya analisis teknis, ekonomis, dan yuridis. (5) Pelaksanaan serah terima harta benda yang dilepas dan harta benda pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima harta benda. (6) Tukar menukar harta benda tidak bergerak berupa tanah harus dengan akta tukar menukar yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). (7) Tukar menukar harta benda Muhammadiyah dilakukan oleh Panitia yang ditetapkan Pimpinan Muhammadiyah, Pimpinan Ortom, atau Badan Pembina Harian AUM. (8) Pimpinan Muhammadiyah, Pimpinan Ortom, dan Pimpinan AUM wajib membuat laporan tahunan atas tukar menukar harta benda tidak bergerak dan disampaikan kepada pimpinan di atasnya. Pasal 19 Hibah (1) Hibah merupakan pengalihan kepemilikan harta benda dari pihak lain secara sukarela sebagai pemilik sah atas harta benda kepada Muhammadiyah tanpa memperoleh penggantian. (2) Hibah dilakukan dengan prinsip-prinsip syariat Islam, peraturan dalam Muhammadiyah, dan peraturan perundangan yang berlaku. (3) Hibah diterima dengan pertimbangan untuk kepentingan dakwah Muhammadiyah. (4) Hibah benda tidak bergerak berupa tanah dilakukan dengan akta hibah yang dibuat dihadapan notaris/PPAT sesuai dengan peraturan yang berlaku. (5) Hibah dilakukan dengan pengalihan kepemilikannya wajib atas nama Muhammadiyah. (6) Pimpinan Pusat dapat memberikan kuasa kepada Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, Pimpinan Ortom, dan Pimpinan AUM untuk melakukan tindakan hukum di dalam dan di luar pengadilan dalam hal pengurusan hibah. (7) Pimpinan Muhammadiyah, Pimpinan Ortom, dan Pimpinan AUM wajib membuat laporan tahunan atas hibah harta benda tidak bergerak dan disampaikan kepada pimpinan di atasnya. Pasal 20 Jenis Harta Benda Hibah (1) Harta benda hibah terdiri dari: a. benda tidak bergerak; b. benda bergerak selain uang; dan c. benda bergerak berupa uang. (2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 305 a. hak atas tanah baik yang sudah maupun yang belum terdaftar, bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah; b. hak milik atas satuan rumah susun; c. benda tidak bergerak lain. (3) Benda bergerak selain uang karena sifatnya yang dapat dihibahkan meliputi: a. kapal; b. pesawat terbang; c. kendaraan bermotor; d. mesin atau peralatan industri yang tidak tertancap pada bangunan; e. logam dan batu mulia; dan/atau f. benda lainnya yang tergolong sebagai benda bergerak karena sifatnya dan memiliki manfaat jangka panjang. (4) Benda bergerak selain uang yang dapat dihibahkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah meliputi: a. surat berharga yang berupa: 1. saham; 2. surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang. b. hak atas kekayaan intelektual yang berupa: 1. hak cipta; 2. hak merk; 3. hak paten; 4. hak desain industri; 5. hak rahasia dagang; 6. hak sirkuit terpadu; 7. hak perlindungan varietas tanaman; dan/atau 8. hak lainnya. c. hak atas benda bergerak lainnya yang berupa: 1. hak sewa, hak pakai dan hak pakai hasil atas benda bergerak; atau 2. perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas benda bergerak. BAB VI PENGELOLAAN KEHARTABENDAAN Pasal 21 Perencanaan (1) Perencanaan kebutuhan harta benda disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi Pimpinan Muhammadiyah, UPP (Unsur Pembantu Pimpinan Muhammadiyah), Ortom, dan AUM berdasar ketersediaan harta benda yang ada. (2) Perencanaan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu dasar dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru (new initiative) dan angka dasar (baseline) serta penyusunan rencana kerja dan anggaran. (3) Perencanaan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan, dan/atau standar harga yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat. Pasal 22 Penggunaan Penggunaan harta benda Muhammadiyah dilakukan oleh Pimpinan Muhammadiyah, UPP, Ortom, dan AUM dengan mengedepankan prinsip efisiensi dan efektivitas serta pencapaian tujuan dakwah Muhammadiyah.
306 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Pasal 23 Pemanfaatan (1) Pemanfaatan harta benda Muhammadiyah dilakukan oleh Pimpinan Muhammadiyah, UPP, Ortom, dan AUM, serta pihak lain atas dasar kerja sama yang saling menguntungkan dan mencapai tujuan dakwah Muhammadiyah. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, bangun guna serah atau bangun serah guna, atau kerja sama penyediaan infrastruktur. Pasal 24 Pengamanan dan Pemeliharaan (1) Pengelola harta benda Muhammadiyah wajib melakukan pengamanan harta benda yang berada dalam penguasaannya. (2) Pengamanan harta benda Muhammadiyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum. (3) Harta benda Muhammadiyah yang berupa tanah wajib disertifikatkan atas nama Muhammadiyah yang diwakili oleh Pimpinan Pusat. (4) Pimpinan Pusat dapat memberikan kuasa kepada Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, Pimpinan Ortom, dan Pimpinan AUM dalam melakukan pengurusan sertifikat tanah. (5) Sertifikat hak milik atas tanah dan sertifikat wakaf tanah disimpan oleh Pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat yang dititipkan di Bank. (6) Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Cabang wajib melaporkan fotokopi sertifikat tanah kepada Pimpinan Pusat. (7) Pengelola harta benda Muhammadiyah dapat bekerja sama dengan pihak asuransi dalam rangka pengamanan harta benda Muhammadiyah dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan. Pasal 25 Penilaian (1) Penilaian harta benda Muhammadiyah dilakukan untuk mengetahui nilai wajar taksiran kekayaan Muhammadiyah. (2) Penilaian harta benda Muhammadiyah dilakukan oleh penilai independen yang ditunjuk oleh Pimpinan Muhammadiyah. Pasal 26 Pemusnahan (1) Pemusnahan merupakan tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan harta benda Muhammadiyah. (2) Pemusnahan harta benda Muhammadiyah dapat dilakukan dalam hal harta benda yang dimaksud sudah tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat dipindahtangankan. (3) Pemusnahan harta benda Muhammadiyah dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan di lingkungan internal Muhammadiyah. (4) Pemusnahan harta benda Muhammadiyah wajib dituangkan dalam berita acara dan dibuatkan laporannya.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 307 Pasal 27 Penghapusan (1) Penghapusan harta benda merupakan tindakan menghapus harta benda Muhammadiyah dari daftar harta benda dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan pengelola dan pengguna dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas harta benda yang berada dalam penguasaannya. (2) Penghapusan harta benda dari daftar harta benda Muhammadiyah dilakukan dalam hal harta benda yang bersangkutan sudah tidak berada dalam penguasaan pengelola, sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan, atau karena sebab lain. (3) Penghapusan harta benda Muhammadiyah dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari pimpinan di lingkungan internal Muhammadiyah. (4) Penghapusan harta benda Muhammadiyah wajib dituangkan dalam berita acara dan dibuatkan laporannya. Pasal 28 Penatausahaan (1) Penatausahaan merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan kekayaan harta benda Muhammadiyah. (2) Pembukuan dilakukan dengan cara pendaftaran dan pencatatan harta benda yang berada di bawah penguasaannya ke dalam daftar barang pengelola menurut penggolongan dan kodefikasi barang. (3) Inventarisasi harta benda yang berada di bawah Pimpinan Muhammadiyah, Pimpinan Ortom, dan Pimpinan AUM dikoordinasikan oleh Majelis dan dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (4) Pelaporan tahunan, akhir masa jabatan, dan insidental berkaitan dengan pengelolaan dan pengembangan wakaf dan kehartabendaan Muhammadiyah dibuat oleh Pimpinan Muhammadiyah, Pimpinan Ortom, dan Pimpinan AUM dan disampaikan kepada pimpinan di atasnya. BAB VII PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN Pasal 29 Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (1) Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian pengelolaan harta benda Muhammadiyah dilakukan oleh Majelis dan dilaporkan kepada Pimpinan Muhammadiyah. (2) Nazhir perwakilan mendapat pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dari Pimpinan Muhammadiyah setingkat di atasnya. BAB VIII GANTI RUGI DAN SANKSI Pasal 30 Ganti Rugi dan Sanksi (1) Setiap kerugian Muhammadiyah akibat kelalaian, penyalahgunaan atau pelanggaran hukum atas pengelolaan harta benda Muhammadiyah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
308 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH (2) Setiap pihak yang mengakibatkan kerugian Muhammadiyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan peraturan yang berlaku. BAB IX HARTA BENDA DI LUAR YURISDIKSI INDONESIA Pasal 31 Harta Benda di Luar Yurisdiksi Indonesia Perolehan dan pengelolaaan harta benda Muhammadiyah di luar yurisdiksi Indonesia mengikuti Pedoman ini dan memperhatikan hukum yang berlaku di negara setempat. BAB X SENGKETA HARTA BENDA Pasal 32 Sengketa Harta Benda (1) Muhammadiyah masing-masing tingkat mengelola dan mengembangkan harta benda Muhammadiyah yang berada di wilayah masing-masing tingkat. (2) Apabila terjadi sengketa harta benda antartingkatan Muhammadiyah, diselesaikan oleh Pimpinan Muhammadiyah setingkat di atasnya dan/atau Pimpinan Pusat Muhammadiyah. BAB XI PANITIA Pasal 33 Panitia (1) Jual beli, tukar-menukar, dan hibah harta benda oleh Muhammadiyah dilakukan oleh Panitia/Tim yang ditetapkan Pimpinan Muhammadiyah, Pimpinan Ortom, BPH AUM. (2) Panitia/Tim terdiri dari berbagai unsur Muhammadiyah dan memiliki keahlian yang sesuai. BAB XII PEMBIAYAAN Pasal 34 Pembiayaan Segala biaya yang menyangkut perwakafan, sertifikasi, pembelian, penjualan, tukar-menukar, hibah ditanggung Muhammadiyah sesuai dengan kebijakan Pimpinan Pusat dan/atau pihak lain berdasarkan kesepakatan para pihak.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 309 BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 35 Ketentuan Peralihan (1) Demi kemaslahatan Muhammadiyah dan umat, proses perolehan harta benda dari perorangan, organisasi, dan badan hukum kepada Muhammadiyah dalam bentuk Wakaf diarahkan dalam bentuk Hibah. (2) Harta benda milik Muhammadiyah yang masih atas nama perorangan wajib dialihkan menjadi hak milik Muhammadiyah sebagai badan hukum melalui Hibah selambatselambatnya dalam waktu 3 (tiga) tahun. (3) Setiap pergantian kepemimpinan Muhammadiyah di setiap tingkatan, pimpinan yang lama wajib menyerahkan daftar harta benda Muhammadiyah beserta dokumen kepada pimpinan yang baru. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Ketentuan Penutup Pedoman ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Yogyakarta Pada tanggal : 11 Sya’ban 1440 H 16 April 2019 M PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Ketua Umum, Sekretaris Umum, Dr. H. Haedar Nashir, M.Si. Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed. NBM. 545549 NBM. 750178
310 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH PEDOMAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH NOMOR 03/PED/I.0/K/2021 TENTANG NAZHIR WAKAF UANG MUHAMMADIYAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH, Menimbang : a. bahwa wakaf uang sebagai sarana keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan Muhammadiyah; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Nazhir Wakaf Uang Muhammadiyah; Mengingat : 1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah; 2. Qaidah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/QDH/I.0/B-2013 tentang Unsur Pembantu Pimpinan Persyarikatan; 3. Peraturan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 06/PRN/I.0/B/2015 tentang Majelis Wakaf dan Kehartabendaan; 4. Pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/PED/I.0/B/2019 Tentang Wakaf dan Kehartabendaan Muhammadiyah; 5. Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 145/KEP/1.0/B/2015 tentang Penetapan Nomenklatur Unsur Pembantu Pimpinan Persyarikatan Muhammadiyah Periode 2015–2020; 6. Keputusan Rapat Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tanggal 2 Oktober 2021; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PEDOMAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH TENTANG NAZHIR WAKAF UANG MUHAMMADIYAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Ketentuan Umum Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan: 1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan Persyarikatan berbadan hukum. 2. Ideologi Muhammadiyah adalah keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah, meliputi pandangan hidup, tujuan hidup, ajaran, dan cara untuk mencapai tujuan Muhammadiyah.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 311 3. Pimpinan Pusat Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Pusat, adalah pimpinan tertinggi yang memimpin Muhammadiyah secara keseluruhan. 4. Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Wilayah, adalah pimpinan Muhammadiyah dalam wilayahnya yang melaksanakan kebijakan Pimpinan Pusat. 5. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan, selanjutnya disebut Majelis, adalah Unsur Pembantu Pimpinan Muhammadiyah yang bertugas membantu menyelenggarakan amal usaha, program, dan kegiatan bidang wakaf dan kehartabendaan. 6. Ketentuan Majelis adalah aturan yang dibuat oleh Majelis tingkat pusat atas persetujuan Pimpinan Pusat dalam rangka penyelenggaraan bidang wakaf. 7. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. 8. Wakaf Uang adalah wakaf berupa uang dalam bentuk rupiah dan/atau uang asing yang dapat dikelola secara produktif, hasilnya dimanfaatkan untuk mauqūf ‘alaih. 9. Lembaga Keuangan Syariah adalah Lembaga yang mendapatkan legalitas dari Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia untuk menerima wakaf uang. 10. Wakif adalah pihak yang mewakafkan uang yang diperoleh secara halal. 11. Nazhir adalah Muhammadiyah sebagai badan hukum yang menerima uang wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya untuk mencapai tujuan Muhammadiyah. 12. Dewan Pengawas adalah organ Nazhir yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Pengelola dalam menjalankan kegiatan pengelolaan wakaf uang. 13. Dewan Pengawas Syariah adalah organ Nazhir yang bertugas melakukan pengawasan dan pengarahan atas pengelolaan wakaf uang agar sesuai syar’i sebagaimana telah ditentukan oleh lembaga yang berwenang. 14. Pengelola adalah organ Nazhir yang bertugas melakukan perencanaan, pelaksanaan, pengoordinasian, dan evalusi dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf uang. 15. Pelaksana adalah organ Nazhir yang bertugas membantu Pengelola. 16. Pembinaan adalah pengarahan, pengkoordinasian dan pengembangan yang dilakukan oleh Majelis atas nama pimpinan Muhammadiyah terhadap organ Nazhir. 17. Pengawasan adalah pemeriksaan dan pengendalian yang dilakukan oleh Majelis atas nama pimpinan Muhammadiyah terhadap organ Nazhir. 18. Penghargaan adalah pemberian penghormatan yang dilakukan oleh Majelis atas nama pimpinan Muhammadiyah terhadap organ Nazhir karena berprestasi. 19. Sanksi adalah tindakan administratif dan/atau yuridis yang dilakukan oleh Majelis atas nama pimpinan Muhammadiyah terhadap organ Nazhir secara institusi dan/atau perorangan. BAB II DASAR, PRINSIP, FUNGSI, DAN TUJUAN Pasal 2 Dasar Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang dilaksanakan berdasar pada nilai-nilai Islam. Pasal 3 Prinsip Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang berprinsip pada amanah, efisiensi, efektivitas, kemanfaatan, profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, sinergi, berkeadilan, dan berkepastian hukum.
312 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Pasal 4 Fungsi Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang berfungsi untuk mendukung pelaksanaan gerakan dakwah Muhammadiyah. Pasal 5 Tujuan Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang bertujuan memanfaatkan uang demi tercapainya maksud dan tujuan Muhammadiyah. BAB III NAMA, LAMBANG DAN LOGO Pasal 6 Nama (1) Nama Nazhir wajib ada kata Muhammadiyah. (2) Aturan lebih lanjut mengenai penggunaan nama diatur dengan Ketentuan Majelis. Pasal 7 Lambang dan Logo (1) Lambang Nazhir wajib ada lambang Muhammadiyah. (2) Logo Nazhir mencerminkan identitas dan kekhasan yang dikembangkan di Nazhir. (3) Aturan lebih lanjut mengenai Lambang dan Logo diatur dengan Ketentuan Majelis. BAB IV KELEMBAGAAN Pasal 8 Muhammadiyah (1) Muhammadiyah merupakan badan hukum yang berkedudukan dan bertindak sebagai Nazhir berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Muhammadiyah dapat membentuk Nazhir Perwakilan tingkat wilayah. Pasal 9 Pimpinan Pusat (1) Pimpinan Pusat berkedudukan sebagai penanggung jawab Nazhir. (2) Pimpinan Pusat membentuk dan menetapkan organ Nazhir tingkat pusat yang terdiri dari: a. Dewan Pengawas; b. Dewan Pengawas Syariah; dan c. Pengelola. (3) Pimpinan Pusat menugaskan Pengelola di tingkat pusat dalam pengesahan pendirian Nazhir Perwakilan. Pasal 10 Majelis Tingkat Pusat (1) Majelis tingkat pusat membantu Pimpinan Pusat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan organ Nazhir. (2) Majelis tingkat pusat berwenang menetapkan Ketentuan Majelis.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 313 Pasal 11 Pimpinan Wilayah (1) Pimpinan Wilayah dapat mengusulkan pendirian Nazhir Perwakilan tingkat wilayah kepada Pimpinan Pusat. (2) Pimpinan Wilayah berkedudukan sebagai penanggung jawab Nazhir Perwakilan tingkat wilayah. (3) Pimpinan Wilayah membentuk dan menetapkan organ Nazhir Perwakilan tingkat wilayah yang terdiri dari: a. Dewan Pengawas; b. Dewan Pengawas Syariah; dan c. Pengelola. Pasal 12 Majelis Tingkat Wilayah (1) Majelis tingkat wilayah membantu Pimpinan Wilayah dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan organ Nazhir Perwakilan tingkat wilayah. (2) Majelis tingkat wilayah berkewajiban melaksanakan Ketentuan Majelis. (3) Majelis tingkat wilayah berkewajiban membantu Majelis tingkat pusat. Pasal 13 Dewan Pengawas (1) Pimpinan Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat. (2) Dewan Pengawas dipimpin oleh seorang Ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) Anggota. (3) Dalam hal Ketua berhalangan tidak tetap, salah seorang Anggota bertindak sebagai Pelaksana Harian Ketua atas penunjukan Ketua. (4) Dalam hal Ketua berhalangan tetap, pimpinan Muhammadiyah mengangkat pejabat Ketua dari salah seorang Anggota sebelum diangkat Ketua definitif. (5) Dewan Pengawas bertanggung jawab kepada pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat. (6) Masa jabatan pimpinan Dewan Pengawas selama 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya. (7) Dewan Pengawas bertugas mengawasi pengelolaan dan pengembangan wakaf uang. (8) Dewan Pengawas mengkonsultasikan dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Pimpinan Pusat dan Majelis tingkat pusat bagi Dewan Pengawas tingkat pusat; (9) Dewan Pengawas mengkonsultasikan dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Dewan Pengawas di tingkat atasnya dan kepada pimpinan Muhammadiyah serta Majelis tingkat wilayah bagi Dewan Pengawas di tingkat wilayah. (10) Aturan lebih lanjut mengenai Dewan Pengawas diatur dengan Ketentuan Majelis. Pasal 14 Dewan Pengawas Syariah (1) Pimpinan Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat. (2) Dewan Pengawas Syariah dipimpin oleh seorang Ketua dan sekurang-kurangnya 2 (dua) Anggota. (3) Dalam hal Ketua berhalangan tidak tetap, salah seorang Anggota bertindak sebagai Pelaksana Harian Ketua atas penunjukan Ketua.
314 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH (4) Dalam hal Ketua berhalangan tetap, pimpinan Muhammadiyah mengangkat pejabat Ketua dari salah seorang Anggota sebelum diangkat Ketua definitif. (5) Dewan Pengawas Syariah bertanggung jawab kepada pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat. (6) Masa jabatan Dewan Pengawas Syariah selama 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya. (7) Dewan Pengawas Syariah bertugas mengawasi kesesuaian tindakan Pengelola dalam menjalankan program dan kegiatan pengelolaan dan pengembangan wakaf uang dengan ketentuan syariah sebagaimana ditentukan oleh lembaga yang berwenang. (8) Dewan Pengawas Syariah mengkonsultasikan dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Pimpinan Pusat dan Majelis tingkat pusat bagi Dewan Pengawas Syariah tingkat pusat. (9) Dewan Pengawas Syariah mengakonsultasikan dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Dewan Pengawas Syariah di tingkat atasnya dan kepada pimpinan Muhammadiyah serta Majelis tingkat wilayah bagi Dewan Pengawas Syariah di tingkat wilayah. (10) Aturan lebih lanjut mengenai Dewan Pengawas Syariah diatur dengan Ketentuan Majelis. Pasal 15 Pengelola (1) Pimpinan Pengelola diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat. (2) Pengelola dipimpin oleh seorang Ketua, sekurang-kurangnya 1 (satu) Wakil Ketua, seorang Sekretaris, sekurang-kurangnya 1 (satu) Wakil Sekretaris, seorang Bendahara, sekurang-kurangnya 1 (satu) Wakil Bendahara, dan sekurang-kurangnya 2 (dua) Anggota. (3) Dalam hal Ketua berhalangan tidak tetap, salah seorang Wakil Ketua bertindak sebagai Pelaksana Harian Ketua atas penunjukan Ketua. (4) Dalam hal Ketua berhalangan tetap, pimpinan Muhammadiyah mengangkat pejabat Ketua dari salah seorang Wakil Ketua sebelum diangkat Ketua definitif. (5) Pengelola bertanggung jawab kepada pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat. (6) Masa jabatan Pengelola selama 4 (empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya. (7) Wakaf uang harus dilakukan melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS PWU) sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. (8) Tugas pokok Pengelola meliputi: a. melakukan pengadministrasian wakaf uang; b. mengelola dan mengembangkan wakaf uang sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya; c. mengawasi dan melindungi wakaf uang; d. mendistribusikan hasil pengelolaan wakaf uang; e. mengkonsultasikan dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Pimpinan Pusat dan Majelis tingkat pusat bagi Pengelola tingkat pusat; dan f. mengkonsultasikan dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada Pengelola di tingkat atasnya dan kepada pimpinan Muhammadiyah serta Majelis tingkat wilayah bagi Pengelola di tingkat wilayah. (9) Pengelola di semua tingkatan berkewajiban membuat rencana strategis dan rencana operasional tentang program dan kegiatan, keuangan dan kekayaan internal, serta pengelolaan dan pengembangan wakaf uang yang disahkan oleh Majelis. (10) Program dan kegiatan atas pengelolaan dan pengembangan wakaf uang dalam Muhammadiyah diperuntukkan bagi: a. sarana dan kegiatan ibadah; b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan; c. bantuan kepada fakir miskin, anak telantar, yatim piatu, beasiswa; d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 315 e. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (11) Pengelola tingkat pusat berwenang membuat Standard Operating Procedure (SOP) pelaksanaan kegiatan dan keuangan atas pengelolaan dan pengembangan wakaf uang yang dipergunakan bagi Pengelola dan Pelaksana di tingkat pusat dan di tingkat wilayah. (12) Aturan lebih lanjut mengenai Pengelola diatur dengan Ketentuan Majelis. Pasal 16 Pelaksana (1) Pelaksana diangkat dan diberhentikan oleh Pengelola. (2) Pelaksana bertanggung jawab kepada Pengelola. (3) Pelaksana bertugas membantu secara operasional tugas Pengelola dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf uang. (4) Aturan lebih lanjut mengenai Pelaksana diatur dengan Ketentuan Majelis. BAB V HUBUNGAN DAN KERJA SAMA Pasal 17 Hubungan dan Kerja Sama (1) Organ Nazhir di tingkat pusat dan wilayah berhubungan secara koordinatif. (2) Pengelola dapat mengadakan kerja sama dengan amal usaha dan institusi lainnya di lingkungan Muhammadiyah dengan pemberitahuan kepada Majelis sesuai tingkatannya. (3) Pengelola dapat mengadakan kerja sama dengan pihak lain di luar Muhammadiyah dengan persetujuan Majelis sesuai tingkatannya. (4) Pengelola dapat mengadakan kerja sama dengan pihak luar negeri dengan berpedoman pada aturan Pimpinan Pusat. (5) Aturan lebih lanjut mengenai hubungan dan kerja sama diatur dengan Ketentuan Majelis. BAB VI RAPAT-RAPAT Pasal 18 Rapat Pleno (1) Rapat Pleno diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan. (2) Rapat Pleno dihadiri oleh: a. wakil pimpinan Muhammadiyah sesuai tingkatannya; b. wakil Majelis; c. Dewan Pengawas; d. Dewan Pengawas Syariah; dan e. Pengelola. Pasal 19 Rapat Pengelola (1) Rapat Pengelola diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) minggu. (2) Rapat Pengelola dihadiri oleh: a. Ketua dan Wakil Ketua; b. Sekretaris dan Wakil Sekretaris; c. Anggota; dan d. Pelaksana.
316 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Pasal 20 Rapat Kerja (1) Rapat Kerja merupakan rapat yang diadakan oleh dan atas tanggung jawab Pengelola untuk membahas perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan dan anggaran, serta masalah lain yang mendesak yang diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (2) Rapat Kerja dihadiri oleh: a. di tingkat Pusat: 1) Pimpinan Pusat; 2) Ketua Majelis; 3) Dewan Pengawas; 4) Dewan Pengawas Syariah; 5) Pengelola; 6) Pelaksana; dan 7) ketua dan sekretaris Pengelola tingkat wilayah; b. di tingkat wilayah: 1) Pimpinan Wilayah; 2) Ketua Majelis; 3) Dewan Pengawas; 4) Dewan Pengawas Syariah; 5) Pengelola; 6) Pelaksana; dan 7) Ketua Pimpinan Daerah. Pasal 21 Rapat Koordinasi Rapat koordinasi organ Nazhir di tingkat pusat merupakan rapat koordinasi yang dilakukan oleh organ Nazhir tingkat pusat terhadap organ Nazhir tingkat wilayah guna membahas pelaksanaan dan evaluasi kegiatan. BAB VII KEUANGAN DAN KEKAYAAN Pasal 22 Keuangan dan Kekayaan (1) Keuangan dan kekayaan di luar objek wakaf uang secara internal milik Muhammadiyah. (2) Pimpinan Pusat mewakili Muhammadiyah untuk melakukan tindakan di dalam dan di luar pengadilan dalam hal keuangan dan kekayaan Nazhir. (3) Pimpinan Pusat dapat memberikan surat kuasa kepada pihak yang ditunjuk untuk melakukan tindakan di dalam dan di luar pengadilan dalam hal keuangan dan kekayaan Nazhir. (4) Keuangan dan kekayaan internal Nazhir dapat diperoleh dari sumber Muhammadiyah, masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah, dan pihak lain yang sah, halal, dan tidak mengikat. (5) Pengelola menyusun Rencana Induk Pengembangan (RIP) 25 (dua puluh lima) tahunan, Rencana Strategis (Renstra) 5 (lima) tahunan, Rencana Kerja (Renja) 1 (satu) tahunan, RAPB 1 (satu) tahunan yang disetujui oleh Dewan Pengawas dan Dewan Pengawas Syariah serta selanjutnya disahkan oleh Majelis sesuai dengan tingkatannya. (6) Pengelola tingkat pusat berkewajiban memberikan bimbingan kepada Pengelola tingkat wilayah dalam hal penyusunan RIP, Renstra, Renja, dan RAPB.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 317 (7) Petunjuk teknis tentang RIP, Renstra, Renja, dan RAPB diatur dengan Ketentuan Majelis. (8) Keuangan dan Aset Nazhir di luar wakaf uang diatur dengan Pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Wakaf dan Kehartabendaan Muhammadiyah. BAB VIII SISTEM INFORMASI Pasal 23 Sistem Informasi (1) Sistem informasi yang memuat database pengelolaan dan pengembangan wakaf uang disusun secara lengkap dan periodik oleh Pengelola. (2) Sistem informasi pengelolaan dan pengembangan wakaf uang diintegrasikan dengan sistem informasi Muhammadiyah. (3) Pengelola mengembangkan sistem informasi manajemen wakaf uang secara modern. BAB IX LAPORAN Pasal 24 Laporan (1) Laporan tahunan dan pertanggungjawaban akhir masa jabatan wajib dibuat oleh organ Nazhir dan disampaikan kepada pimpinan Muhammadiyah melalui Majelis masing-masing tingkat. (2) Laporan insidental tentang penanganan terhadap peristiwa khusus wajib dibuat oleh organ Nazhir selambat-lambatnya satu bulan setelah penanganan selesai dan disampaikan kepada pimpinan Muhammadiyah melalui Majelis masing-masing tingkat. (3) Laporan wajib dibuat oleh Nazhir yang dibantu oleh Majelis dan organ Nazhir dan disampaikan kepada lembaga negara yang berwenang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. (4) Aturan tentang laporan diatur lebih lanjut dengan Ketentuan Majelis. BAB X PENGHARGAAN DAN SANKSI Pasal 25 Penghargaan (1) Penghargaan kepada organ Nazhir yang berprestasi baik institusi dan/atau perorangan diberikan oleh Majelis atas nama pimpinan Muhammadiyah. (2) Pemberian penghargaan terhadap organ Nazhir diatur lebih lanjut dengan Ketentuan Majelis. Pasal 26 Sanksi (1) Majelis atas nama pimpinan Muhammadiyah memberikan sanksi administratif dan/atau yuridis terhadap organ Nazhir baik institusi dan/atau perorangan yang ketentuan yang berlaku dalam Pedoman ini. (2) Pemberian sanksi terhadap organ Nazhir diatur lebih lanjut dengan Ketentuan Majelis.
318 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 27 Pada saat Pedoman ini mulai berlaku, semua Nazhir Wakaf Uang Muhammadiyah wajib menyesuaikan dengan Pedoman ini, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun. BAB XII PENUTUP Pasal 28 Penutup Pedoman ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal, 22 Rabiulawal 1443 H 29 Oktober 2021 M Ketua Umum, Sekretaris Umum, Prof. Dr. H. HAEDAR NASHIR, M.Si. Prof. Dr. H. ABDUL MU’TI, M.Ed. NBM 545549 NBM 750178
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 319 PEDOMAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH NOMOR 01/PED/I.0/B/2021 TENTANG AMAL USAHA MUHAMMADIYAH BIDANG PELAYANAN SOSIAL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH, Menimbang : a. bahwa untuk memenuhi kebutuhan material, spiritual, dan sosial bagi umat, khususnya anak, lansia, kaum marjinal, dan difabel, perlu dibuat Pedoman mengenai amal usaha Muhammadiyah bidang pelayanan sosial; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a tersebut perlu menetapkan Pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Amal Usaha Muhammadiyah Bidang Pelayanan Sosial; Mengingat : 1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah; 2. Qa’idah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/QDH/I.0/B/2013 tentang Unsur Pembantu Pimpinan; 3. Peraturan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 08/PRN/I.0/B/2015 tentang Majelis Pelayanan Sosial; 4. Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 145/KEP/I.0/B/2015 tentang Penetapan Nomenklatur Unsur Pembantu Pimpinan Muhammadiyah Periode 2015–2020; 5. Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 101/KEP/I.0/B/2015 tentang Tanfidz Keputusan Musyawarah Nasional Tarjih XXVII, Lampiran Keluarga Sakinah; 6. Keputusan Rapat Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tanggal 11 November 2020; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PEDOMAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH TENTANG AMAL USAHA MUHAMMADIYAH BIDANG PELAYANAN SOSIAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Ketentuan Umum Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan: 1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan Persyarikatan berbadan hukum. 2. Ideologi Muhammadiyah adalah keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah, meliputi pandangan hidup, tujuan hidup, ajaran, dan cara untuk mencapai tujuan Muhammadiyah.
320 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH 3. Pimpinan Pusat Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Pusat, adalah pimpinan tertinggi yang memimpin Muhammadiyah secara keseluruhan. 4. Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Wilayah, adalah pimpinan Muhammadiyah dalam wilayahnya yang melaksanakan kebijakan Pimpinan Pusat. 5. Pimpinan Daerah Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Daerah, adalah pimpinan Muhammadiyah dalam daerahnya yang melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. 6. Pimpinan Cabang Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Cabang, adalah pimpinan Muhammadiyah dalam cabangnya yang melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. 7. Majelis Pelayanan Sosial, selanjutnya disebut Majelis, adalah Unsur Pembantu Pimpinan (UPP) Muhammadiyah yang bertugas membantu menyelenggarakan amal usaha, program, dan kegiatan bidang pelayanan sosial sesuai dengan kebijakan Muhammadiyah. 8. Ketentuan Majelis adalah aturan yang dibuat oleh Majelis tingkat pusat dalam rangka penyelenggaraan amal usaha, program, dan kegiatan bidang pelayanan sosial sesuai dengan kebijakan Muhammadiyah. 9. Amal Usaha Muhammadiyah bidang pelayanan sosial, yang selanjutnya disebut AUMSos, adalah lembaga-lembaga milik Muhammadiyah yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial yang berbentuk Pusat Santunan Keluarga, Pusat Asuhan Keluarga, Muhammadiyah Children Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak), Muhammadiyah Senior Care (Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia), Muhammadiyah Disability Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas), Rumah Singgah, Rumah Sakinah, dan Balai Kesejahteraan Sosial. 10. Program dan kegiatan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh AUMSos dalam menyelenggarakan kesejahteraan sosial. 11. Pusat Santunan Keluarga adalah AUMSos yang menyelenggarakan usaha-usaha untuk memberikan dukungan kepada anak dan keluarga rentan agar memiliki kapasitas mengasuh, melindungi anak, dan memenuhi kebutuhan dasar anak. 12. Pusat Asuhan Keluarga adalah AUMSos yang menyelenggarakan usaha-usaha asuhan yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki pertalian darah dan tidak memiliki pertalian darah tetapi berkesanggupan dan berkemampuan untuk mengasuh, memenuhi kebutuhan dasar dan melindungi anak. 13. Muhammadiyah Children Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) adalah AUM yang menyelenggarakan usaha-usaha asuhan anak yang dilakukan di dalam lembaga dalam kurun waktu tertentu, yang merupakan model pilihan terakhir asuhan anak dengan tujuan untuk melindungi dan memenuhi kebutuhan dasar anak. 14. Muhammadiyah Senior Care (Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia) adalah AUM yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia (lansia). 15. Muhammadiyah Disability Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas) adalah AUMSos yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas. 16. Rumah Singgah adalah AUMSos yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi anak yang rentan bekerja di jalanan, dan/atau yang bekerja dan hidup di jalanan yang menghabiskan sebagian waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari. 17. Rumah Sakinah adalah AUMSos yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi korban tindak kekerasan, eksploitasi, diskriminasi, perdagangan orang (human trafficking), dan konflik sosial. 18. Balai Kesejahteraan Sosial adalah AUMSos yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi gelandangan, pengemis, dan pemulung. 19. Pengawasan penyelenggaraan AUMSos adalah kegiatan monitoring, evaluasi, dan pembinaan yang dilakukan oleh Majelis atas nama Pimpinan Muhammadiyah terhadap AUM. 20. Penghargaan adalah pemberian karena prestasi yang dilakukan oleh Majelis atas nama Pimpinan Muhammadiyah kepada AUMSos.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 321 21. Sanksi adalah hukuman yang diberikan oleh Majelis atas nama Pimpinan Muhammadiyah kepada AUMSos. BAB II DASAR, PRINSIP, FUNGSI, DAN TUJUAN Pasal 2 Dasar AUMSos diselenggarakan berdasarkan pada nilai-nilai yang bersumber pada Al-Qur’an dan AsSunnah serta aturan dalam Muhammadiyah. Pasal 3 Prinsip AUMSos diselenggarakan dengan prinsip berkeadilan, berkemajuan, keikhlasan, kejujuran, kebersamaan, amanah, profesional, transparan, akuntabel, imparsial, peduli kaum duafa, dan keseimbangan yang memadukan ilmu, iman, dan amal. Pasal 4 Fungsi AUM berfungsi dalam hal: 1. da’wah dan kaderisasi; 2. fasilitasi; 3. layanan sosial; 4. advokasi; 5. bimbingan dan konseling; 6. rujukan; 7. motivasi; 8. dinamisasi; 9. pemberdayaan; dan 10. manajemen kasus. Pasal 5 Tujuan Terpenuhinya kebutuhan dasar material, spiritual, sosial sehingga dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri untuk melaksanakan fungsi sosial dalam rangka mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. BAB III NAMA, LAMBANG, DAN LOGO Pasal 6 Nama (1) Nama pada AUMSos wajib mencantumkan kata Muhammadiyah dan mempertimbangkan faktor historis. (2) Nama pada AUMSos lebih lanjut diatur dalam Ketentuan Majelis.
322 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Pasal 7 Lambang (1) Lambang pada AUMSos wajib memuat lambang Muhammadiyah. (2) Aturan lambang pada AUMSos lebih lanjut diatur dalam Ketentuan Majelis. Pasal 8 Logo (1) Logo pada AUMSos mencerminkan identitas Muhammadiyah dan ciri khas serta nilainilai yang dikembangkan pada AUMSos bidang pelayanan sosial. (2) Aturan logo pada AUMSos lebih lanjut diatur dengan Ketentuan Majelis. BAB IV PUSAT SANTUNAN KELUARGA Pasal 9 Pendirian dan Penetapan Pendirian dan penetapan Pusat Santunan Keluarga dilakukan oleh: 1. Pimpinan Wilayah; 2. Pimpinan Daerah; atau 3. Pimpinan Cabang. Pasal 10 Pelayanan Pusat Santunan Keluarga (1) Pusat Santunan Keluarga menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi anak telantar. (2) Pusat Santunan Keluarga menyelenggarakan kesejahteraan sosial berupa pendidikan, kesehatan, pemenuhan kebutuhan makanan dan suplemen, sumberdaya ekonomi, kecakapan hidup, dokumen kependudukan anak dan orang tua, konseling, psikologis, psikososial, peningkatan kapasitas pengasuhan, dan mencegah perkawinan pada usia anak. (3) Pusat Santunan Keluarga memperjuangkan kepentingan terbaik bagi anak, menghargai partisipasi anak, tumbuh kembang anak, dan mencegah keterpisahan anak dengan keluarga, kecuali demi kepentingan terbaik bagi anak. BAB V PUSAT ASUHAN KELUARGA Pasal 11 Pendirian dan Penetapan Pendirian dan penetapan Pusat Asuhan Keluarga dilakukan oleh: 1. Pimpinan Daerah; atau 2. Pimpinan Cabang. Pasal 12 Pelayanan Pusat Asuhan Keluarga (1) Pusat Asuhan Keluarga menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi anak telantar, anak yang memerlukan perlindungan khusus, anak dalam asuhan keluarga yang tidak mampu melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai orang tua dan anak yang diasuh oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 323 (2) Pusat Asuhan Keluarga menyelenggarakan pengasuhan berbasis keluarga melalui pengasuhan oleh keluarga sedarah, orang tua asuh, perwalian, dan pengangkatan anak. (3) Pusat Asuhan Keluarga menyelenggarakan kesejahteraan sosial berupa pendidikan, kesehatan, pemenuhan kebutuhan makanan dan suplemen, sumberdaya ekonomi, kecakapan hidup, dokumen kependudukan anak dan orang tua, konseling, psikologis, psikososial, peningkatan kapasitas pengasuhan, mencegah perkawinan pada usia anak, reunifikasi dan rencana pengasuhan permanen anak khusus untuk pengasuhan oleh orang tua asuh, serta pengasuhan keluarga sedarah. (4) Pusat Asuhan Keluarga memperjuangkan kepentingan terbaik bagi anak, menghargai partisipasi anak, tumbuh kembang anak, dan mencegah keterpisahan anak dengan keluarga, kecuali demi kepentingan terbaik untuk anak. BAB VI MUHAMMADIYAH CHILDREN CENTER (LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK) Pasal 13 Pendirian dan Penetapan Pendirian dan penetapan Muhammadiyah Children Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) dilakukan oleh: 1. Pimpinan Wilayah; 2. Pimpinan Daerah; atau 3. Pimpinan Cabang. Pasal 14 Pelayanan Muhammadiyah Children Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) (1) Muhammadiyah Children Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi: a. anak telantar; b. anak tidak memiliki keluarga atau keberadaanya tidak diketahui; c. anak yang tidak mendapat pengasuhan yang memadai, dan/atau orang tua yang melepaskan tanggung jawab atas anaknya; dan d. anak korban perlakuan salah. (2) Muhammadiyah Children Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) menyelenggarakan kesejahteraan sosial berupa tempat tinggal yang layak, perawatan - pengasuhan, pendidikan, kesehatan, pemenuhan kebutuhan makanan dan suplemen, sumberdaya ekonomi, dokumen kependudukan anak dan orang tua, konseling, psikologis, psikososial, kecakapan hidup, peningkatan kapasitas pengasuhan, mencegah perkawinan pada usia anak, reunifikasi, dan rencana pengasuhan permanen anak. (3) Muhammadiyah Children Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) memperjuangkan kepentingan terbaik bagi anak, menghargai partisipasi anak, tumbuh kembang anak, dan mencegah keterpisahan anak dengan keluarga, kecuali demi kepentingan terbaik bagi anak.
324 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Pasal 15 Lokasi Lokasi Muhammadiyah Children Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) harus sedekat mungkin dengan lokasi lingkungan tempat tinggal anak. Pasal 16 Pilihan Alternatif Pengasuhan Anak Muhammadiyah Children Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) menjadi pilihan alternatif terakhir dalam pengasuhan anak. BAB VII MUHAMMADIYAH SENIOR CARE (LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL LANJUT USIA) Pasal 17 Pendirian dan Penetapan Pendirian dan penetapan Muhammadiyah Senior Care (Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia) dilakukan oleh: 1. Pimpinan Wilayah; 2. Pimpinan Daerah; atau 3. Pimpinan Cabang. Pasal 18 Pelayanan Muhammadiyah Senior Care (Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia) (1) Muhammadiyah Senior Care (Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia) menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi orang berusia 60 tahun ke atas yang terlantar, korban perlakuan salah, dan miskin di lembaga dan/atau keluarga/masyarakat. (2) Muhammadiyah Senior Care (Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia) dalam lembaga menyelenggarakan layanan kesejahteraan sosial berupa penyediaan tempat tinggal yang layak, pengasuhan, perawatan, pemenuhan kebutuhan makanan dan suplemen, kesehatan, konseling, sumberdaya ekonomi, psikologis, psikososial, perawatan jenazah dan pemakaman, bantuan hukum, kecakapan hidup, pemberdayaan dan pencegahan perlakuan salah terhadap lansia, serta peningkatan kapasitas pendamping lansia. (3) Muhammadiyah Senior Care (Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia) dalam keluarga dan/atau masyarakat menyelenggarakan kesejahteraan sosial berupa pendampingan lansia dan keluarga lansia, keluarga pengganti lansia, kesehatan, pemenuhan kebutuhan makan dan suplemen, sumberdaya ekonomi, konseling, psikologis, bedah rumah, bantuan 329okum, kecakapan hidup, perawatan jenazah dan pemakaman, peningkatan kapasitas pendamping lansia, pemberdayaan dan pencegahan perlakuan salah terhadap lansia, keluarga dan komunitas ramah lansia, dan/atau kawasan ramah lansia. (4) Muhammadiyah Senior Care (Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia) dalam keluarga dan/atau masyarakat melaksanakan layanan khusus berupa: a. layanan harian (day care); b. perawatan lansia di rumah (home care); dan c. perawatan jangka panjang
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 325 BAB VIII MUHAMMADIYAH DISABILITY CENTER (LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS) Pasal 19 Pendirian dan Penetapan Pendirian dan penetapan Muhammadiyah Disability Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas) dilakukan oleh: 1. Pimpinan Wilayah; 2. Pimpinan Daerah; atau 3. Pimpinan Cabang. Pasal 20 Pelayanan Muhammadiyah Disability Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas) (1) Muhammadiyah Disability Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas) menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi penyandang disabilitas di dalam institusi dan/atau di keluarga/masyarakat. (2) Disabilitas meliputi seseorang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif. (3) Muhammadiyah Disability Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas) dalam institusi sebagaimana tercantum dalam ayat (1) menyelenggarakan kesejahteraan sosial berupa akses terhadap pemenuhan kebutuhan dasar alat bantu, tempat tinggal yang layak, pengasuhan/perawatan, pendidikan, kesehatan, pemenuhan kebutuhan makanan dan suplemen, akses sumberdaya ekonomi, kecakapan hidup, konseling, psikologis, dan psikososial. (4) Muhammadiyah Disability Center (Lembaga Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas) dalam keluarga/masyarakat sebagaimana tercantum dalam ayat (1) menyelenggarakan kesejahteraan sosial berupa akses terhadap pemenuhan kebutuhan dasar alat bantu, pendidikan, kesehatan, sumberdaya ekonomi, kecakapan hidup, konseling, psikologis, psikososial, serta pendampingan keluarga komunitas dan/atau kelompok penyandang disabilitas. BAB IX RUMAH SINGGAH Pasal 21 Pendirian dan Penetapan Pendirian dan penetapan Rumah Singgah dilakukan oleh: 1. Pimpinan Daerah; atau 2. Pimpinan Cabang. Pasal 22 Pelayanan Rumah Singgah (1) Rumah Singgah menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi anak yang rentan bekerja di jalanan dan/atau anak yang bekerja dan hidup di jalanan yang menghabiskan sebagian waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari.
326 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH (2) Rumah Singgah menyelenggarakan kesejahteraan sosial berupa pendidikan, kesehatan, sumberdaya ekonomi, dokumen kependudukan anak dan orang tua, peningkatan kapasitas pengasuhan, kecakapan hidup, konseling, psikologis, psikososial, reunifikasi, dan rencana pengasuhan permanen anak. (3) Rumah Singgah memperjuangkan kepentingan terbaik bagi anak, menghargai partisipasi anak, tumbuh kembang anak, dan mencegah keterpisahan anak dengan keluarga, kecuali demi kepentingan terbaik bagi anak. BAB X RUMAH SAKINAH Pasal 23 Pendirian dan Penetapan Pendirian dan penetapan Rumah Sakinah dilakukan oleh: 1. Pimpinan Wilayah; atau 2. Pimpinan Daerah. Pasal 24 Pelayanan Rumah Sakinah (1) Rumah Sakinah menyelenggarakan fungsi pusat rehabilitasi 331ocial dan rumah perlindungan 331ocial. (2) Rumah Sakinah menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi korban tindak kekerasan dalam rumah tangga, eksploitasi, diskriminasi, perdagangan orang (human trafficking), dan konflik sosial. (3) Rumah Sakinah menyelenggarakan kesejahteraan sosial berupa bantuan hukum, konseling, psikologis, psikososial, reunifikasi, kecakapan hidup, sumberdaya ekonomi, dan kesehatan. BAB XI BALAI KESEJAHTERAAN SOSIAL Pasal 25 Pendirian dan Penetapan Pendirian dan penetapan Balai Kesejahteraan Sosial dilakukan oleh: 1. Pimpinan Daerah; atau 2. Pimpinan Cabang. Pasal 26 Pelayanan Balai Kesejahteraan Sosial (1) Balai Kesejahteraan Sosial menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi gelandangan, pengemis, dan pemulung. (2) Gelandangan meliputi orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencaharian, dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum. (3) Pengemis meliputi orang-orang yang mendapat penghasilan meminta-minta di tempat umum dengan berbagai cara, dengan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain. (4) Pemulung meliputi orang-orang yang pekerjaannya mengais barang-barang bekas untuk memenuhi kebutuhan hidup. (5) Balai Kesejahteraan Sosial menyelenggarakan kesejahteraan sosial berupa pendidikan, kesehatan, sumberdaya ekonomi, kecakapan hidup, dokumen kependudukan anak dan orang tua, konseling, psikologis, dan psikososial.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 327 BAB XII SISTEM DAN PROSEDUR KESELAMATAN ANAK Pasal 27 Sistem dan Prosedur Keselamatan Anak (1) AUMSos wajib memiliki sistem dan prosedur keselamatan anak. (2) Sistem dan prosedur keselamatan anak meliputi pengaturan interaksi antara pengurus, pengelola, dan pegawai AUMSos dengan anak penerima layanan AUMSos. (3) Sistem dan prosedur keselamatan anak bertujuan untuk mencegah kekerasan, penelantaran, dan eksploitasi terhadap anak. (4) Petunjuk teknis tentang sistem dan prosedur keselamatan anak diatur dengan Ketentuan Majelis. BAB XIII PERSYARATAN, PENDAFTARAN, DAN STATUS BADAN HUKUM Pasal 28 Persyaratan, Pendaftaran, dan Status Badan Hukum (1) AUM dapat didirikan dengan persyaratan: a. memenuhi kebutuhan Muhammadiyah; b. sesuai dengan kebutuhan masyarakat; c. memiliki prasarana dan sarana; dan d. memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk membina. (2) Persyaratan lebih lanjut dan tata cara pendirian AUMSos diatur dengan Ketentuan Majelis. (3) AUMSos yang didirikan wajib didaftarkan kepada Majelis tingkat pusat untuk mendapatkan nomor registrasi. (4) AUMSos yang didirikan wajib menggunakan Badan Hukum Muhammadiyah. BAB XIV PENYELENGGARA, PENGURUS, DAN PENGELOLA Pasal 29 Penyelenggara (1) Pimpinan Muhammadiyah merupakan penyelenggara AUMSos. (2) Majelis membantu pimpinan Muhammadiyah dalam menyelenggarakan AUMSos. (3) Majelis tingkat pusat berwenang menetapkan Ketentuan Majelis untuk menindaklanjuti kebijakan Pimpinan Pusat dalam menyelenggarakan AUMSos. (4) Majelis tingkat bawah wajib berkoordinasi dengan Majelis tingkat di atasnya dalam membantu penyelenggaraan AUMSos. (5) Majelis berkewajiban menginisiasi pendirian, membina, mengarahkan, mengoordinasi, mengawasi, dan mengevaluasi AUMSos. Pasal 30 Pengurus (1) Pengurus AUMSos terdiri dari unsur-unsur Pimpinan Muhammadiyah pendiri, Majelis terkait, tokoh Muhammadiyah, dan profesional. (2) Pengurus AUMSos diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan Muhammadiyah pendirinya.
328 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH (3) Masa jabatan pengurus AUMSos berjangka waktu empat (4) tahun dan dapat diangkat kembali. (4) Struktur pengurus AUMSos ditetapkan dalam Ketentuan Majelis. (5) Tugas dan wewenang pengurus AUMSos ditetapkan dengan Ketentuan Majelis. (6) Hak dan kewajiban pengurus AUMSos ditetapkan dengan Ketentuan Majelis. Pasal 31 Pengelola (1) Pengelola AUMSos terdiri dari kepala, pengasuh, kelompok profesional, staf administrasi, staf keuangan, serta staf informasi dan publikasi. (2) Kepala diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Muhammadiyah pendiri. (3) Masa jabatan kepala berjangka waktu empat (4) tahun dan dapat diangkat kembali. (4) Pengasuh diangkat dan diberhentikan oleh pengurus. (5) Kelompok profesional dan staf administrasi, staf keuangan, serta staf informasi dan publikasi diangkat dan diberhentikan oleh pengurus. (6) Struktur Pengelola ditetapkan dengan Ketentuan Majelis. (7) Tugas dan wewenang kepala, pengasuh, kelompok profesional, staf administrasi, staf keuangan, serta staf informasi dan publikasi ditetapkan dengan Ketentuan Majelis. (8) Hak dan kewajiban kepala, pengasuh, kelompok profesional, staf administrasi, staf keuangan, serta staf informasi dan publikasi ditetapkan dengan Ketentuan Majelis. BAB XV JENIS DAN STANDARISASI PELAYANAN DAN TATA KELOLA Pasal 32 Jenis dan Standarisasi Pelayanan Jenis dan standarisasi pelayanan AUMSos diatur dengan Ketentuan Majelis. Pasal 33 Tata Kelola Tata kelola AUMSos diatur dengan Ketentuan Majelis. BAB XVI PERSEROAN TERBATAS DAN UNIT USAHA Pasal 34 Perseroan Terbatas AUMSos dapat mendirikan Perseroan Terbatas dengan berpedoman pada Pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Badan Usaha Milik Muhammadiyah. Pasal 35 Unit Usaha (1) AUMSos dapat mendirikan unit usaha ekonomi dengan tujuan untuk melakukan pelatihan, pembinaan, pemberdayaan, dan kemandirian kelompok sasaran layanan. (2) Jenis dan tata cara pengelolaan unit usaha ekonomi diatur dengan Ketentuan Majelis. (3) Pelaksana unit usaha diangkat dan diberhentikan oleh kepala. (4) Struktur pelaksana unit usaha diatur dengan Ketentuan Majelis. (5) Tugas dan wewenang pelaksana unit usaha ditetapkan dengan Ketentuan Majelis. (6) Hak dan kewajiban pelaksana unit usaha ditetapkan dengan Ketentuan Majelis.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 329 BAB XVII BIMBINGAN KEAGAMAAN Pasal 36 Bimbingan Keagamaan (1) Bimbingan keagamaan wajib dilakukan oleh AUMSos dengan tujuan untuk mendorong kelompok sasaran layanan agar dapat memulihkan kepercayaan dan harga diri serta menjalankan ibadah sesuai ajaran Islam. (2) Tata cara pelaksanaan bimbingan keagamaan diatur dengan Ketentuan Majelis. BAB XVIII PERIZINAN, AKREDITASI, DAN SERTIFIKASI Pasal 37 Perizinan, Akreditasi, dan Sertifikasi (1) Sistem dan prosedur perizinan eksternal AUMSos diatur dengan Ketentuan Majelis. (2) Sistem dan prosedur akreditasi internal dan eksternal AUMSos diatur dengan Ketentuan Majelis. (3) Sistem dan prosedur sertifikasi bagi pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial secara internal dan eksternal diatur dengan Ketentuan Majelis. BAB XIX KEUANGAN DAN KEKAYAAN Pasal 38 Keuangan dan Kekayaan (1) Keuangan dan kekayaan AUMSos milik Muhammadiyah. (2) Pimpinan Pusat mewakili Muhammadiyah untuk melakukan tindakan di dalam dan di luar pengadilan dalam hal keuangan dan kekayaan AUMSos. (3) Pimpinan Pusat dapat memberikan surat kuasa kepada pihak yang ditunjuk untuk melakukan tindakan di dalam dan di luar pengadilan dalam hal keuangan dan kekayaan AUMSos. (4) Keuangan dan kekayaan AUMSos dapat diperoleh dari sumber Muhammadiyah, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah, perseroan terbatas, unit usaha, dan pihak lain yang sah, halal, dan tidak mengikat. (5) AUMSos menyusun Rencana Strategis (Renstra) lima (5) tahunan, Rencana Kerja (Renja) tahunan, Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) tahunan yang disahkan oleh Majelis sesuai dengan tingkatannya. (6) Petunjuk teknis perencanaan strategis, rencana kerja, dan RAPB AUMSos diatur dalam Ketentuan Majelis sesuai dengan aturan dalam Muhammadiyah. BAB XX PENGAWASAN, PENGHARGAAN, DAN SANKSI Pasal 39 Pengawasan (3) Majelis sesuai tingkatannya melakukan pengawasan umum terhadap AUMSos dan melaporkannya kepada pimpinan Muhammadiyah sesuai tingkatannya secara periodik.
330 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH (4) Majelis sesuai tingkatannya melakukan monitoring, evaluasi, dan pembinaan terhadap pelaksanaan Renja dan RAPB AUMSos dan melaporkannya kepada pimpinan Muhammadiyah sesuai tingkatannya secara periodik. (5) Petunjuk teknis pengawasan terhadap AUMSos diatur dalam Ketentuan Majelis. Pasal 40 Penghargaan (3) Majelis memberikan penghargaan kepada AUMSos yang berprestasi baik institusi dan/atau perorangan. (4) Petunjuk teknis pemberian penghargaan kepada AUMSos diatur dengan Ketentuan Majelis. Pasal 41 Sanksi (3) Majelis memberikan sanksi kepada AUMSos, baik institusi dan/atau perorangan yang menyalahi peraturan yang berlaku, berupa tindakan administratif dan/atau yuridis. (4) Petunjuk teknis pemberian sanksi kepada AUMSos diatur dengan Ketentuan Majelis. BAB XXI HUBUNGAN DAN KERJA SAMA Pasal 42 Hubungan dan Kerja Sama (1) AUMSos dapat mengadakan hubungan kerja sama dengan amal usaha dan institusi lainnya di lingkungan Muhammadiyah dengan pemberitahuan kepada Majelis sesuai tingkatannya. (2) AUMSos dapat mengadakan hubungan kerja sama dengan pihak lain di luar Muhammadiyah dengan persetujuan Majelis sesuai tingkatannya. (3) AUMSos dapat mengadakan hubungan kerja sama dengan pihak luar negeri dengan berpedoman pada aturan Pimpinan Pusat. BAB XXII SISTEM INFORMASI Pasal 43 Sistem Informasi (4) Majelis menyusun sistem informasi penyelenggaraan AUMSos yang memuat database dan perkembangan hasil binaan secara lengkap dan periodik. (5) Sistem informasi penyelenggaraan AUMSos terintegrasi dengan sistem informasi Muhammadiyah. BAB XXIII LAPORAN Pasal 44 Laporan (1) Laporan tahunan dan laporan pertanggungjawaban akhir masa jabatan tentang hasil kerja pelaksanaan program dan kegiatan serta pengelolaan keuangan dan kekayaan wajib
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 331 dibuat oleh Kepala AUMSos dan disampaikan kepada pimpinan Muhammadiyah pendiri melalui Majelis. (2) Laporan insidental tentang penanganan terhadap peristiwa khusus wajib segera dibuat oleh Kepala AUMSos dan disampaikan kepada pimpinan Muhammadiyah pendiri melalui Majelis. (3) Petunjuk teknis laporan AUMSos diatur dengan Ketentuan Majelis. BAB XXIV PEMBUBARAN Pasal 45 Pembubaran (1) Pembubaran AUMSos dapat dilakukan oleh pimpinan Muhammadiyah setingkat di atas pimpinan pendiri. (2) Tata cara pembubaran AUMSos diatur dengan Ketentuan Majelis. BAB XXV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 46 Ketentuan Peralihan Pada saat Pedoman ini berlaku: (1) Aturan AUMSos tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Pedoman ini. (2) AUMSos yang ada sebelum berlakunya Pedoman ini wajib menyesuaikan dengan Pedoman ini, selambat-lambatnya dalam jangka waktu dua (2) tahun setelah Pedoman ini ditetapkan. BAB XXVI PENUTUP Pasal 47 Penutup Pedoman ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 22 Jumadilawal 1442 H 6 Januari 2021 M Ketua Umum, Sekretaris Umum, Prof. Dr. H. HAEDAR NASHIR, M.Si. Prof. Dr. H. ABDUL MU’TI, M.Ed. NBM 545549 NBM 750178
332 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH PEDOMAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH NOMOR 02/PED/I.0/B/2021 TENTANG AMAL USAHA MUHAMMADIYAH BIDANG KESEHATAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH, Menimbang : a. bahwa Pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/PED/I.0/B/2011 tentang Amal Usaha Kesehatan Muhammadiyah sudah tidak mencukupi lagi sehingga perlu dibuat aturan baru; b. bahwa peraturan perundang-undangan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlaku sebagai hukum positif telah mengalami banyak perubahan; c. bahwa untuk mewujudkan penyelenggaraan Amal Usaha Muhammadiyah bidang kesehatan yang efektif dan efisien, perlu adanya pedoman tentang Amal Usaha Muhammadiyah Bidang Kesehatan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu menetapkan Pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Amal Usaha Muhammadiyah Bidang Kesehatan; Mengingat : 1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah; 2. Qa’idah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/QDH/I.0/B/2013 tentang Unsur Pembantu Pimpinan Persyarikatan; 3. Peraturan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 19/PRN/I.0/B/2015 Tentang Majelis Pembina Kesehatan Umum; 4. Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 145/KEP/I.0/B/2015 tentang Penetapan Nomenklatur Unsur Pembantu Pimpinan Persyarikatan Muhammadiyah Periode 2015–2020; 5. Keputusan Rapat Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tanggal 13 November 2020; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PEDOMAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH TENTANG AMAL USAHA MUHAMMADIYAH BIDANG KESEHATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Ketentuan Umum Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan:
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 333 1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan Persyarikatan berbadan hukum. 2. Ideologi Muhammadiyah adalah Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah yang meliputi pandangan hidup, tujuan hidup, ajaran, dan cara untuk mencapai tujuan Muhammadiyah. 3. Pimpinan Pusat Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Pusat, adalah pimpinan tertinggi yang memimpin Muhammadiyah secara keseluruhan. 4. Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Wilayah, adalah pimpinan Muhammadiyah dalam wilayahnya yang melaksanakan kebijakan Pimpinan Pusat. 5. Pimpinan Daerah Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Daerah, adalah pimpinan Muhammadiyah dalam daerahnya yang melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. 6. Pimpinan Cabang Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Cabang, adalah pimpinan Muhammadiyah dalam cabangnya yang melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. 7. Pimpinan ‘Aisyiyah adalah pimpinan organisasi otonom khusus yang diberi wewenang menyelenggarakan amal usaha. 8. Majelis Pembina Kesehatan Umum, selanjutnya disebut Majelis, adalah Unsur Pembantu Pimpinan (UPP) Muhammadiyah yang bertugas membantu menyelenggarakan amal usaha, program, dan kegiatan bidang kesehatan sesuai dengan kebijakan Muhammadiyah. 9. Badan Pembina Harian, selanjutnya disebut BPH, adalah badan yang dibentuk oleh dan mewakili Pimpinan Muhammadiyah dalam penyelenggaraan Amal Usaha Muhammadiyah Bidang Kesehatan. 10. Ketentuan Majelis adalah aturan yang dibuat oleh Majelis tingkat pusat dalam rangka penyelenggaraan amal usaha, program, dan kegiatan bidang kesehatan sesuai dengan kebijakan Muhammadiyah. 11. Amal Usaha Muhammadiyah bidang Kesehatan, yang selanjutnya disebut AUMKes, adalah lembaga milik Muhammadiyah yang menyelenggarakan pelayanan, pendidikan, penelitian, perkaderan, dan media dakwah dalam bidang kesehatan. 12. Rumah sakit adalah lembaga pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 13. Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistis. 14. Program dan kegiatan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh AUMKes dalam melaksanakan pelayanan bidang kesehatan. 15. Penghargaan adalah pemberian karena prestasi yang dilakukan oleh Majelis atas nama Pimpinan Muhammadiyah kepada AUMKes. 16. Sanksi adalah hukuman yang diberikan oleh Majelis atas nama Pimpinan Muhammadiyah kepada AUMKes. BAB II DASAR, PRINSIP, DAN TUJUAN Pasal 2 Dasar AUMKes diselenggarakan berdasarkan pada nilai-nilai yang bersumber pada Al-Qur’an dan AsSunnah serta aturan dalam Muhammadiyah.
334 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Pasal 3 Prinsip AUMKes diselenggarakan dengan prinsip sosial, kemanusiaan, perlindungan, keselamatan, amanah, berkeadilan, berkemajuan, profesional, transparan, akuntabel, dan imparsial. Pasal 4 Tujuan AUMKes bertujuan: a. memberikan pelayanan kesehatan berkualitas kepada masyarakat; b. memberikan pelayanan pendidikan dan penelitian; dan c. mengembangkan dakwah dan kaderisasi Muhammadiyah. BAB III NAMA, LAMBANG, DAN LOGO Pasal 5 Nama (1) Nama AUMKes wajib menggunakan nama PKU Muhammadiyah. (2) Aturan lebih lanjut mengenai penggunaan nama diatur dengan Ketentuan Majelis. Pasal 6 Lambang dan Logo (1) Lambang AUMKes menggunakan lambang Muhammadiyah. (2) Logo AUMKes mencerminkan identitas dan kekhasan yang dikembangkan oleh AUMKes. (3) Aturan lebih lanjut tentang lambang dan logo diatur dengan Ketentuan Majelis. BAB IV PEMILIK, PENDIRI, DAN PENYELENGGARA Pasal 7 Pemilik (1) Pemilik AUMKes adalah Muhammadiyah sebagai badan hukum. (2) Pimpinan Pusat mewakili Muhammadiyah dalam penyelenggaraan Amal Usaha Muhammadiyah Bidang Kesehatan untuk tindakan di dalam dan di luar pengadilan. (3) Pimpinan Pusat dapat memberikan surat kuasa kepada pihak yang ditunjuk untuk tindakan di dalam dan di luar pengadilan. Pasal 8 Pendiri Pendirian AUMKes dapat dilakukan oleh: a. Pimpinan Pusat; b. Pimpinan Wilayah; c. Pimpinan Daerah; d. Pimpinan Cabang; atau e. Pimpinan ‘Aisyiyah.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 335 Pasal 9 Penyelenggara (1) Majelis sebagai UPP Muhammadiyah menyelenggarakan AUMKes dalam hal: a. perencanaan, pengorganisasian, dan pengoordinasian atas pengelolaan amal usaha, program, dan kegiatan; b. pengembangan kualitas dan kuantitas AUMKes; dan c. penyampaian masukan kepada Pimpinan Muhammadiyah sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan AUMKes. (2) Majelis tingkat pusat berwenang menetapkan Ketentuan Majelis. (3) Majelis tingkat pusat menetapkan tata cara pendirian Rumah Sakit Pendidikan. BAB V RUMAH SAKIT Pasal 10 Jenis dan Klasifikasi (1) Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit dibedakan menjadi: a. Rumah Sakit Umum; dan b. Rumah Sakit Khusus. (2) Klasifikasi Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. Rumah Sakit Umum kelas A; b. Rumah Sakit Umum kelas B; c. Rumah Sakit Umum kelas C; dan d. Rumah Sakit Umum kelas D. (3) Klasifikasi Rumah Sakit Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. Rumah Sakit Khusus kelas A; b. Rumah Sakit Khusus kelas B; dan c. Rumah Sakit Khusus kelas C. (4) Rumah Sakit Pendidikan merupakan Rumah Sakit Umum atau Rumah Sakit Khusus yang digunakan oleh perguruan tinggi sebagai tempat pendidikan, pelatihan, dan pelayanan yang terdiri atas: a. Rumah Sakit Pendidikan yang didirikan oleh Perguruan Tinggi Muhammadiyah atas persetujuan Pimpinan Pusat; dan b. Rumah Sakit Pendidikan yang merupakan kerja sama antara Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Rumah Sakit Umum atau Rumah Sakit Khusus. Pasal 11 BPH (1) BPH wajib dibentuk pada setiap rumah sakit. (2) Anggota BPH diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan Muhammadiyah setingkat lebih tinggi dan atas usul pimpinan Muhammadiyah pendiri. (3) BPH bertanggung jawab kepada pimpinan Muhammadiyah pendiri. (4) BPH bertindak mewakili pimpinan Muhammadiyah untuk melakukan pembinaan, pengarahan, dan pengawasan yang meliputi: a. penanaman, pemahaman, dan pengamalan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK); b. arah kebijakan rumah sakit; c. rencana strategis; d. rencana anggaran; e. kendali mutu dan kendali biaya;
336 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH f. hak dan kewajiban pasien; g. hak dan kewajiban rumah sakit; h. kepatuhan penerapan etika rumah sakit, etika profesi, dan peraturan perundangundangan; dan i. pengembangan rumah sakit. (5) BPH berfungsi sebagai Dewan Pengawas Rumah Sakit. (6) Keanggotaan BPH terdiri dari unsur pimpinan Muhammadiyah, organisasi profesi bidang kesehatan, asosiasi perumahsakitan Muhammadiyah, dan tokoh masyarakat Muhammadiyah. (7) Susunan BPH berjumlah sekurang-kurangnya lima (5) orang dan sebanyak-banyaknya tujuh (7) orang, yang terdiri dari unsur ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota. (8) BPH berwenang mengangkat dan memberhentikan pegawai tetap rumah sakit. (9) Masa jabatan BPH berjangka waktu empat (4) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu (1) periode berikutnya. (10) Ketua BPH dapat dijabat oleh orang yang sama maksimal dua (2) kali masa jabatan. (11) BPH wajib menyampaikan laporan tahunan, insidental, dan akhir masa jabatan kepada pimpinan Muhammadiyah pendiri melalui Majelis. (12) Aturan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian serta hak dan kewajiban anggota BPH diatur dengan Ketentuan Majelis. (13) Pimpinan Pusat dalam hal tertentu dapat mengambil keputusan lain tentang BPH demi kemaslahatan Muhammadiyah. Pasal 12 Direksi (1) Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus kelas A dan B dipimpin oleh satu (1) orang direktur utama dan maksimal empat (4) orang direktur. (2) Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus kelas C dipimpin oleh satu (1) orang direktur utama dan maksimal tiga (3) orang direktur. (3) Rumah Sakit Umum kelas D dipimpin oleh satu (1) orang direktur utama dan dapat ditambah satu (1) orang direktur. (4) Salah satu direktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) harus ada yang membidangi Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK). (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dirangkap oleh salah satu direktur. (6) Direktur utama diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan Muhammadiyah setingkat lebih tinggi dan atas usul pimpinan Muhammadiyah pendiri serta masukan dari Majelis penyelenggara. (7) Direktur utama bertanggung jawab kepada Majelis penyelenggara. (8) Direktur diangkat dan diberhentikan oleh Majelis setingkat lebih tinggi dan atas usul Majelis penyelenggara serta masukan BPH dan direktur utama. (9) Direktur bertanggungjawab kepada direktur utama. (10) Direktur utama berwenang mengangkat dan memberhentikan pegawai tidak tetap rumah sakit. (11) Masa jabatan direktur utama dan direktur berjangka waktu empat (4) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu (1) periode berikutnya. (12) Direktur utama dapat dijabat oleh orang yang sama maksimal dua (2) kali masa jabatan. (13) Tugas dan tanggung jawab direksi adalah a. menyusun rencana strategis lima (5) tahunan untuk mencapai visi dan misi AUMKes untuk selanjutnya disetujui oleh BPH serta disahkan oleh Majelis; b. menyusun rencana kerja dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB) satu (1) tahunan untuk selanjutnya disetujui oleh BPH serta disahkan oleh Majelis; dan c. melaksanakan program, kegiatan, dan anggaran. (14) Direktur utama wajib menyampaikan laporan tahunan, insidental, dan akhir masa jabatan
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 337 yang sudah disetujui BPH kepada pimpinan Muhammadiyah pendiri melalui Majelis. (15) Direksi bertindak sebagai pengelola rumah sakit. (16) Direksi tidak dapat merangkap jabatan pimpinan Majelis. (17) Direksi wajib berkonsentrasi secara penuh pada satu AUMKes yang dipimpinnya. (18) Direksi dalam melaksanakan tugasnya wajib taat kepada prinsip, kebijakan, dan peraturan Muhammadiyah. (19) Pimpinan Pusat dalam hal tertentu dapat mengambil keputusan lain tentang direksi demi kemaslahatan Muhammadiyah. (20) Aturan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian serta hak dan kewajiban direksi diatur dengan Ketentuan Majelis. Pasal 13 Pegawai (1) Pegawai terdiri dari pegawai tetap dan pegawai tidak tetap. (2) Jumlah dan jenis pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan bentuk dan jenis rumah sakit. (3) Pegawai tetap diangkat dan diberhentikan oleh BPH. (4) Pegawai tetap tidak dapat merangkap sebagai pegawai tetap di lembaga lain di dalam maupun di luar Muhammadiyah. (5) Pegawai tidak tetap diangkat dan diberhentikan oleh direktur utama. (6) Pegawai dalam melaksanakan tugasnya wajib taat pada prinsip, kebijakan, dan peraturan Muhammadiyah. (7) Pegawai tetap memperoleh hak kesejahteraan berlandaskan pada Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah dengan memperhatikan kemampuan keuangan AUMKes serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. (8) Hak kesejahteraan di atas batas maksimal, diinfakkan kembali kepada AUMKes. (9) Aturan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian serta hak dan kewajiban pegawai diatur dengan Ketentuan Majelis. (10) Pimpinan Pusat dalam hal tertentu dapat mengambil keputusan lain tentang pegawai demi kemaslahatan Muhammadiyah. BAB VI KLINIK Pasal 14 Jenis (1) Berdasarkan jenis pelayanan, klinik dibedakan menjadi: a. Klinik Pratama; dan b. Klinik Utama. (2) Klinik Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medis dasar baik umum maupun khusus. (3) Klinik Utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medis spesialistis atau pelayanan medis dasar dan spesialistis. (4) Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan cabang/disiplin ilmu atau sistem organ. (5) Aturan lebih lanjut mengenai jenis klinik diatur dengan Ketentuan Majelis.
338 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH Pasal 15 Kepala dan Wakil Kepala (1) Klinik dipimpin oleh seorang kepala dan wakil kepala. (2) Wakil kepala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membidangi Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) dan bidang lain yang diperlukan. (3) Kepala diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan Muhammadiyah pendiri atas usulan Majelis penyelenggara. (4) Kepala bertanggung jawab kepada Majelis penyelenggara. (5) Wakil kepala diangkat dan diberhentikan oleh Majelis penyelenggara atas usulan kepala. (6) Wakil kepala bertanggung jawab kepada kepala. (7) Kepala berwenang mengangkat dan memberhentikan pegawai tidak tetap klinik. (8) Masa jabatan kepala dan wakil kepala empat (4) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu (1) periode berikutnya. (9) Kepala dapat dijabat oleh orang yang sama maksimal dua (2) kali masa jabatan. (10) Kepala dan wakil kepala bertindak sebagai pengelola klinik. (11) Tugas dan tanggung jawab kepala dan wakil kepala: a. menyusun dan melaksanakan rencana strategis lima (5) tahunan untuk mencapai visi dan misi AUMKes untuk selanjutnya disahkan oleh Majelis; b. menyusun RAPB satu (1) tahunan untuk selanjutnya disahkan oleh Majelis; dan c.melaksanakan dan melaporkan program, kegiatan, dan anggaran. (12) Kepala wajib menyampaikan laporan tahunan, insidental, dan akhir masa jabatan kepada pimpinan Muhammadiyah pendiri melalui Majelis. (13) Kepala dan wakil kepala tidak dapat merangkap jabatan pimpinan Majelis. (14) Kepala dan wakil kepala wajib berkonsentrasi secara penuh pada satu AUMKes yang dipimpinnya. (15) Kepala dan wakil kepala dalam melaksanakan tugasnya wajib taat pada prinsip, kebijakan, dan peraturan Muhammadiyah. (16) Aturan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian serta hak dan kewajiban kepala dan wakil kepala diatur dengan Ketentuan Majelis. (17) Pimpinan Pusat dalam hal tertentu dapat mengambil keputusan lain tentang kepala dan wakil kepala demi kemaslahatan Muhammadiyah. Pasal 16 Pegawai (1) Pegawai terdiri dari pegawai tetap dan pegawai tidak tetap. (2) Jumlah dan jenis pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan bentuk dan jenis AUMKes. (3) Pegawai tetap diangkat dan diberhentikan oleh Majelis. (4) Pegawai tidak tetap diangkat dan diberhentikan oleh kepala. (5) Pegawai dalam melaksanakan tugasnya wajib taat pada prinsip, kebijakan, dan peraturan Muhammadiyah. (6) Pegawai tetap tidak dapat merangkap sebagai pegawai tetap di lembaga lain di dalam dan di luar Muhammadiyah. (7) Pegawai tetap memperoleh hak kesejahteraan berlandaskan pada Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah dengan memperhatikan kemampuan keuangan AUMKes serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. (8) Hak kesejahteraan di atas batas maksimal, diinfakkan kembali kepada AUMKes. (9) Aturan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian serta hak dan kewajiban pegawai diatur dengan Ketentuan Majelis. (10) Pimpinan Pusat dalam hal tertentu dapat mengambil keputusan lain tentang kepegawaian demi kemaslahatan Muhammadiyah.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 339 BAB VII PENDIRIAN, PERIZINAN, PENDAFTARAN, AKREDITASI, PERUBAHAN, DAN PEMBUBARAN Pasal 17 Pendirian, Perizinan, dan Pendaftaran (1) Pendirian AUMKes menjadi wewenang pimpinan Muhammadiyah. (2) Setiap pendirian AUMKes kepemilikannya atas nama Muhammadiyah sebagai Badan Hukum. (3) Setiap pendirian AUMKes wajib memperoleh persetujuan tertulis dari pimpinan Muhammadiyah setingkat di atas pimpinan Muhammadiyah pendiri. (4) Setiap pendirian AUMKes wajib didaftarkan pada Pimpinan Pusat melalui Majelis tingkat pusat untuk mendapatkan Surat Keputusan Pimpinan Pusat tentang Pengesahan Pendirian dan Nomor Register. (5) Setiap AUMKes yang telah didirikan wajib membuat Nomor Pajak Wajib Pajak (NPWP) tersendiri. (6) Pelanggaran atas kewajiban sebagaimana ditentukan pada ayat (3), (4), dan (5) dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau tertulis oleh Pimpinan Pusat. (7) Aturan lebih lanjut mengenai tata cara pendirian, perizinan, dan pendaftaran AUMKes diatur dengan Ketentuan Majelis. Pasal 18 Perubahan (1) Perubahan atas bentuk dan jenis AUMKes menjadi wewenang pimpinan Muhammadiyah pendiri. (2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapat persetujuan dari pimpinan Muhammadiyah setingkat di atasnya. (3) Setiap perubahan AUMKes wajib dilaporkan kepada Pimpinan Pusat melalui Majelis tingkat pusat untuk mendapatkan Keputusan Pimpinan Pusat tentang Pengesahan Pendirian dan Nomor Register. (4) Aturan lebih lanjut mengenai perubahan AUMKes diatur dengan Ketentuan Majelis. Pasal 19 Pembubaran (1) Pembubaran AUMKes menjadi wewenang Pimpinan Pusat atas usul Pimpinan Wilayah. (2) Aturan lebih lanjut mengenai tata cara pembubaran AUMKes diatur dengan Ketentuan Majelis. BAB VIII KEUANGAN DAN KEKAYAAN Pasal 20 Keuangan dan Kekayaan (1) Keuangan dan kekayaan AUMKes milik Muhammadiyah. (2) Pimpinan Pusat mewakili Muhammadiyah untuk melakukan tindakan di dalam dan di luar pengadilan dalam hal keuangan dan kekayaan AUMKes. (3) Pimpinan Pusat dapat memberikan surat kuasa kepada pihak yang ditunjuk untuk melakukan tindakan di dalam dan di luar pengadilan dalam hal keuangan dan kekayaan AUMKes.
340 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH (4) Keuangan dan kekayaan AUMKes dapat diperoleh dari sumber Muhammadiyah, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah, serta pihak lain yang sah, halal, dan tidak mengikat. (5) AUMKes menyusun Rencana Induk Pengembangan (RIP) dua puluh lima (25) tahunan, Rencana Strategis (Renstra) lima (5) tahunan, Rencana Kerja (Renja) satu (1) tahunan, RAPB satu (1) tahunan yang disetujui oleh BPH dan selanjutnya disahkan oleh Majelis sesuai dengan tingkatannya. (6) Petunjuk teknis tentang RIP, Renstra, Renja, dan RAPB AUMKes diatur dengan Ketentuan Majelis. (7) Aset AUMKes yang berupa wakaf dan hibah diatur dalam Pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Wakaf dan Kehartabendaan Muhammadiyah. BAB IX PENGHARGAAN DAN SANKSI Pasal 21 Penghargaan (1) Penghargaan kepada AUMKes yang berprestasi baik institusi dan/atau perorangan diberikan oleh Majelis atas nama pimpinan Muhammadiyah. (2) Pemberian penghargaan kepada AUMKes diatur lebih lanjut dengan Ketentuan Majelis. Pasal 22 Sanksi (1) Sanksi kepada AUMKes baik institusi dan/atau perorangan yang menyalahi peraturan yang berlaku yang berupa tindakan administratif dan/atau yuridis diberikan oleh Majelis atas nama pimpinan Muhammadiyah. (2) Pemberian sanksi kepada AUMKes diatur lebih lanjut dengan Ketentuan Majelis. BAB X HUBUNGAN DAN KERJA SAMA Pasal 23 Hubungan dan Kerja Sama (1) AUMKes dapat mengadakan hubungan kerja sama dengan amal usaha dan institusi lainnya di lingkungan Muhammadiyah dengan pemberitahuan kepada Majelis sesuai tingkatannya. (2) AUMKes dapat mengadakan hubungan kerja sama dengan pihak lain di luar Muhammadiyah dengan persetujuan pimpinan Muhammadiyah melalui Majelis sesuai tingkatannya. (3) AUMKes dapat mengadakan hubungan kerja sama dengan pihak luar negeri dengan persetujuan Pimpinan Pusat melalui pimpinan Muhammadiyah sesuai tingkatannya. (4) AUMKes berkewajiban bekerja sama dan membantu Organisasi Otonom di sekitar AUMKes. BAB XI SISTEM INFORMASI Pasal 24 Sistem Informasi (1) Sistem informasi yang memuat database penyelenggaraan AUMKes disusun secara lengkap dan periodik oleh Majelis.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 341 (2) Sistem informasi penyelenggaraan AUMKes diintegrasikan dengan sistem informasi Muhammadiyah. (3) AUMKes mengembangkan sistem informasi manajemen rumah sakit modern. BAB XII LAPORAN Pasal 25 Laporan (1) Laporan tahunan dan pertanggungjawaban akhir masa jabatan wajib dibuat oleh pimpinan AUMKes dan disampaikan kepada pimpinan Muhammadiyah pendiri melalui Majelis. (2) Laporan insidental tentang penanganan terhadap peristiwa khusus wajib dibuat oleh pimpinan AUMKes selambat-lambatnya satu (1) bulan setelah penanganan selesai dan disampaikan kepada pimpinan Muhammadiyah pendiri melalui Majelis. (3) Laporan AUMKes diatur lebih lanjut dengan Ketentuan Majelis. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 26 Ketentuan Peralihan (1) Pada saat Pedoman ini mulai berlaku, semua aturan yang mengatur mengenai penyelenggaraan AUMKes dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan aturan yang baru dan wajib disesuaikan dengan Pedoman ini. (2) Pada saat Pedoman ini mulai berlaku, semua AUMKes wajib menyesuaikan dengan Pedoman ini, selambat-lambatnya dalam jangka waktu dua (2) tahun. BAB XIV PENUTUP Pasal 27 Penutup (1) Pada saat mulai berlakunya Pedoman ini, Pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/PED/I.0/B/2011 tentang Amal Usaha Kesehatan Muhammadiyah dinyatakan tidak berlaku. (2) Pedoman ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 22 Jumadilawal 1442 H 6 Januari 2021 M Ketua Umum, Sekretaris Umum, Prof. Dr. H. HAEDAR NASHIR, M.Si. Prof. Dr. H. ABDUL MU’TI, M.Ed. NBM 545549 NBM 750178
342 PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH PEDOMAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH NOMOR 01/PED/I.0/B/2022 TENTANG MASJID/MUSALA MUHAMMADIYAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH, Menimbang : a. bahwa masjid/musala sebagai pusat ibadah, dakwah, dan perkaderan serta dalam rangka menjaga kemurnian paham keagamaan dan manhaj gerakan Muhammadiyah, perlu didukung kelembagaan masjid yang efektif; b . bahwa untuk menggerakkan masjid/musala sebagai pusat pelayanan dan pemberdayaan umat dalam hal pendidikan, keterampilan, dan kesejahteraan sosial ekonomi, perlu didukung pengelolaan masjid/musala yang efisien dan efektif; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b tersebut perlu membentuk pedoman Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang masjid/musala Muhammadiyah; Mengingat : 1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah; 2. Keputusan Muktamar ke-44 tahun 2000 Tentang Pembinaan Sholat Jamaah dan Pemakmuran Masjid; 3. Qa’idah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/QDH/I.0/B/2013 Tentang Unsur Pembantu Pimpinan; 4. Peraturan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/PRN/I.0/B/2015 Tentang Majelis Tabligh; 5. Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 68/KEP/I.0/B/2019 Tentang Tanfidz Keputusan Tanwir Muhammadiyah Tahun 2019; 6. Keputusan Rapat Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tanggal 4 Agustus 2022 melalui telekonferensi video; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PEDOMAN PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH TENTANG MASJID/ MUSALA MUHAMMADIYAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Ketentuan Umum 1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan Persyarikatan berbadan hukum.
HIMPUNAN PERATURAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH 343 2. Ideologi Muhammadiyah adalah keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah, meliputi pandangan hidup, tujuan hidup, ajaran, dan cara untuk mencapai tujuan Muhammadiyah. 3. Pimpinan Pusat Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Pusat, adalah pimpinan tertinggi yang memimpin Muhammadiyah secara keseluruhan. 4. Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Wilayah, adalah pimpinan Muhammadiyah dalam wilayahnya yang melaksanakan kebijakan Pimpinan Pusat. 5. Pimpinan Daerah Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Daerah, adalah pimpinan Muhammadiyah dalam daerahnya yang melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. 6. Pimpinan Cabang Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Cabang, adalah pimpinan Muhammadiyah dalam cabangnya yang melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. 7. Pimpinan Ranting Muhammadiyah, selanjutnya disebut Pimpinan Ranting, adalah pimpinan Muhammadiyah dalam rantingnya yang melaksanakan kebijakan pimpinan di atasnya. 8. Majelis Tabligh, selanjutnya disebut Majelis, adalah Unsur Pembantu Pimpinan Muhammadiyah yang diserahi tugas sebagai penyelenggara usaha-usaha dalam bidang tabligh, sesuai dengan kebijakan pimpinan Muhammadiyah masing-masing tingkat. 9. Tabligh adalah usaha-usaha untuk menanamkan keyakinan, memperdalam dan memperluas pemahaman, meningkatkan pengamalan, serta menyebarluaskan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan berdasar paham keagamaan dan manhaj gerakan Muhammadiyah. 10. Ketentuan Majelis adalah aturan yang dibuat oleh Majelis tingkat pusat dalam rangka penyelenggaraan amal usaha, program, dan kegiatan bidang tabligh sesuai dengan kebijakan Muhammadiyah. 11. Masjid/musala Muhammadiyah adalah lembaga milik Muhammadiyah yang menyelenggarakan ibadah, dakwah, pendidikan, pelatihan, pembinaan jama’ah, serta pelayanan dan pemberdayaan umat. 12. Program adalah bentuk usaha bidang dakwah, pembinaan jemaah, serta pelayanan dan pemberdayaan umat yang direncanakan dan dilaksanakan oleh masjid/musala Muhammadiyah secara berkesinambungan untuk jangka waktu tertentu. 13. Kegiatan adalah aktivitas-aktivitas sebagai tindak lanjut dari program. 14. Keuangan dan kekayaan adalah seluruh harta benda yang dimiliki dan diperoleh dari sumber yang sah dan halal serta digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan usahausaha, pelaksanaan program dan kegiatan yang dikelola oleh masjid/musala Muhammadiyah. 15. Pembinaan adalah pengarahan, pengkoordinasian, dan pengembangan oleh pimpinan Muhammadiyah yang dilaksanakan oleh Majelis terhadap masjid/musala Muhammadiyah. 16. Pengawasan adalah pemeriksaan dan pengendalian oleh pimpinan Muhammadiyah yang dilaksanakan oleh Majelis terhadap masjid/musala Muhammadiyah dalam menyelenggarakan usaha-usaha, program, dan kegiatan serta mengelola keuangan dan kekayaan. 17. Penghargaan adalah pemberian penghormatan oleh pimpinan Muhammadiyah yang dilaksanakan oleh Majelis kepada masjid/musala Muhammadiyah yang berprestasi. 18. Sanksi adalah hukuman yang diberikan oleh pimpinan Muhammadiyah yang dilaksanakan oleh Majelis kepada masjid/musala Muhammadiyah baik kelembagaan maupun perorangan yang menyalahi Pedoman ini.