The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by GENIUS LIBRARY, 2021-12-27 07:34:35

Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

by Azwardi, S.Pd., M.Hum.

Keywords: sastra,Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

BAB III

LAPORAN PENELITIAN

1. Uraian Materi
1.1 Pengertian Karya Ilmiah

Istilah karya ilmiah di sini mengacu kepada karya tulis yang menyusunan
dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah.
Dilihat dari panjang pendeknya atau kedalaman uraian, karya tulis ilmiah
dibedakan atas makalah (paper) dan laporan penelitian. Dalam penulisan,
baik makalah maupun laporan penelitian, didasarkan pada kajian ilmiah
dan cara kerja ilmiah. Penyusunan dan penyajian karya semacam itu
didahului oleh studi pustaka dan studi lapangan.

1.2 Penentuan Topik dan Judul

Dalam menulis laporan teknis kegiatan yang pertama-tama dilakukan
adalah menentukan topik. Hal itu berarti bahwa harus ditentukan apa
yang akan dibahas dalam laporan. Setelah berhasil memilih topik, langkah
kedua yang harus dilakukan adalah membatasi topik tersebut. Dalam hal
ini perlu dipikirkan topik yang cukup terbatas, menarik, dan dikuasai
dengan baik.

Setelah diperoleh topik yang sesuai, topik itu harus dinyatakan dalam
suatu judul karangan. Dalam laporan teknis atau karangan ilmiah judul
harus dapat menunjukkan atau menggambarkan topiknya. Penentuan

Laporan Penelitian 39

judul itu harus dipikirkan secara sungguh-sungguh dengan mengingat
beberapa persyaratan, antara lain, sebagai berikut:
(1) Judul harus sesuai dengan atau menggambarkan topik.
(2) Judul sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frasa, bukan dalam bentuk

klausa atau kalimat, misalnya, Pronomina Persona Bahasa Aceh,
bukan Pronomina Persona Terdapat dalam Bahasa Aceh.
(3) Judul diusahakan sesingkat mungkin, misalnya, judul Pronomina
Persona Pertama, Kedua, dan Ketiga, baik Tunggal maupun Jamak,
yang Terdapat dalam Bahasa Aceh dapat disingkat dalam bentuk frasa
seperti di atas.
(4) Judul harus dinyatakan secara eksplisit (jelas), misalnya, judul
Menjelajahi Neraka Dunia tidak dapat digunakan dalam karangan
ilmiah yang memapar-kan hasil pengamatan terhadap keadaan
ekonomi negara-negara yang sedang berperang.

Sehubungan dengan hal ini, perlu diperjelas bahwa terdapat
perbedaan yang sangat mendasar antara tema, topik, dan judul. Ketiga
istilah tersebut selama ini cenderung dipahami secara tumpang tindih atau
salah. Tema adalah kesan keseluruhan dari sebuah topik. Topik adalah
pokok persoalan atau masalah yang dibicarakan. Judul adalah titel atau
nama suatu karya ilmiah atau karangan.

Judul karya ilmiah harus dapat memberikan gambaran yang jelas
tentang materi atau ruang lingkup masalah yang akan dibahas. Selain
itu, judul harus dapat menarik perhatian pembaca dan menggelitik rasa
ingin tahu akan keseluruhan isi karya tersebut. Pada umumnya judul baru
dipikirkan penulis setelah karyanya selesai.

Penempatan dan penulisan judul karya ilmiah, nama penulis, dan
keterangan lain seperti nomor mahasiswa, nama program studi/fakultas/
perguruan tinggi, serta tempat dan tahun penyusunan karya ilmiah, baik
pada halaman sampul atau kulit luar atau kover maupun pada halaman
judul, sebaiknya mengikuti ketentuan-ketentuan berikut:

40 Metode Penelitian

(1) Penentuan penulisan judul diatur sebagai berikut:
1) Judul ditulis pada baris paling atas dengan jarak dari tepi kertas atas

sekurang-kurangnya 3 cm. Judul yang panjang dapat ditulis menjadi
dua baris atau lebih dengan jarak dua spasi.
2) Judul dan anak judul (jika ada) ditulis dengan huruf kapital semua.
3) Anak judul dipisahkan dari judul dengan tanda titik dua.
4) Judul tidak diakhiri dengan tanda titik atau tanda baca lain.

(2) Penjelasan tentang bentuk dan kedudukan karya ilmiah yang
bersangkutan dalam sistem pendidikannya atau dalam kegiatan ilmiah
ditulis dengan jarak empat spasi dari baris terakhir judul. Penjelasan
yang berupa klausa itu disusun menjadi tiga baris berjarak satu spasi.
Dengan jarak empat spasi ke bawah dicantumkan kata oleh dengan
menggunakan huruf kecil semua.

(3) Nama penulis dan keterangan diri lainnya ditulis berurutan ke bawah
dengan jarak empat spasi dari kata oleh. Huruf yang digunakan adalah
huruf kapital semua. Penulisan nama penulis dan keterangan diri
lainnya tersebut tidak diakhiri dengan tanda baca apa pun.

(4) Nama program, fakultas, dan program studi ditulis berurutan ke bawah
dengan jarak empat spasi dari baris terakhir keterangan diri penulis. Di
dalam penulisannya huruf kapital hanya digunakan pada awal kata,
kecuali kata tugas.

(5) Nama perguruan tinggi atau instansi dicantumkan dengan jarak delapan
spasi dari keterangan pada butir (4). Pada halaman sampul dan halaman
judul, di antara ruang delapan spasi itu diisi lambang atau logo perguruan
tinggi atau instansi. Berikutnya dicantumkan nama kota. Nama perguruan
tinggi atau instansi dan nama kota ditulis dengan menggunakan huruf
kapital semua berjarak satu spasi. Di posisi paling bawah dicantumkan
tahun perampungan karya ilmiah tersebut.

(6) Penempatan tulisan pada halaman sampul dan halaman judul perlu
diperhatikan keseimbangan jarak margin atas, bawah, kiri, dan kanan.

Laporan Penelitian 41

(7) Penulisan unsur-unsur yang dimuat pada halaman sampul dan halaman
judul, ada dua pilihan, yaitu (1) sistem lurus; margin kiri lurus mulai
dari judul sampai dengan tahun dan (2) sistem simetris; susunan baris-
baris terletak di tengah-tengah lebar kertas.

Catatan
Ketentuan layout di atas tidak berlaku mutlak. Artinya, format tersebut dapat
disesuaikan dengan gaya selingkung yang berlaku pada setiap instansi.

1.3 Penggunaan Bahasa dan Aspek Penalaran

Apa pun karya ilmiah yang dihasilkan di dalamnya harus terdapat dua
hal pokok, yaitu sistematika penulisan dan sistematika penyajian.
Penggunaan bahasa untuk penulisan karya ilmiah berkaitan dengan hal
pertama, yaitu sistematika penulisan, agar orang lain mengerti informasi
yang disampaikan di dalam tulisan tersebut. Secara umum penggunaan
bahasa yang dimaksud di sini meliputi ejaan, diksi, kalimat, dan paragraf.

Karya ilmiah disampaikan dengan menggunakan media bahasa.
Bahasa yang digunakan dalam penulisan artikel dan laporan hasil
penelitian adalah bahasa ragam tulis baku, bukan ragam lisan. Ragam
tulis baku menggunakan kata-kata yang sesuai dengan prinsip-prinsip
pemilihan kata, antara lain, baku, cermat, sesuai dengan maksud, sesuai
dengan kaidah bahasa, dan lazim. Kalimat-kalimat yang digunakan adalah
kalimat yang efektif atau kalimat yang gramatikal. Paragraf-paragraf yang
disusun harus logis. Ejaan yang dipakai mengikuti kaidah ejaan bahasa
Indonesia yang disempurnakan.

Menulis merupakan proses bernalar. Untuk mengemukakan suatu
topik kita harus berpikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta,
membandingkan, dan sebagainya. Berdasarkan prosesnya bernalar
dapat dibedakan atas bernalar induktif dan bernalar deduktif. Secara
umum penalaran dalam penulisan laporan teknis mencakup kedua
proses bernalar tersebut.

42 Metode Penelitian

Suatu laporan teknis merupakan hasil proses bernalar induktif,
deduktif, atau gabungan keduanya. Suatu tulisan yang bersifat deduksi
dimulai dengan sebuah pernyataan umum berupa kaidah, peraturan, teori,
atau pernyataan umum lainnya. Selanjutnya, pernyataan umum itu akan
dikembangkan dengan pernyataan yang bersifat khusus. Sebaliknya, suatu
tulisan yang bersifat induksi dimulai dengan rincian-rincian dan diakhiri
dengan suatu simpulan umum. Gabungan antara keduanya dimulai dengan
pernyataan umum yang diikuti rincian dan diakhiri dengan pengulangan
pernyataan umum itu.

Dalam praktiknya, proses deduktif dan induktif itu diwujudkan dalam
satuan tulisan yang berupa paragraf. Di dalam paragraf suatu pernyataan
umum yang mengandung gagasan utama dikembangkan melalui kalimat-
kalimat yang padu. Dengan demikian, dalam hal ini dikenal paragraf
deduktif, yaitu paragraf yang kalimat utamanya terletak pada awal
paragraf, paragraf induktif, yaitu paragraf yang kalimat utamanya terletak
pada akhir paragraf, dan paragraf campuran, yaitu paragraf yang kalimat
utamanya terletak pada awal dan akhir paragraf.

Proses berpikir deduktif dan induktif itu diterapkan dalam
pengembangan seluruh karangan. Paragraf deduktif dan induktif mungkin
dipergunakan secara bergantian, bergantung kepada gaya yang dipilih
penulis sesuai dengan efek dan tekanan yang ingin diberikan. Penulisan
laporan teknis merupakan sintesis antara proses deduktif dan induktif.

1.4 Sistematika Penyajian
1.4.1 Abstrak

Abstrak merupakan representasi dari keseluruhan isi sebuah tulisan.
Dalam abstrak karya ilmiah yang berupa artikel hasil pemikiran (opini)
atau makalah perlu dikemukakan secara singkat dan jelas, antara lain, latar
belakang, masalah, tujuan, dan pembahasan, sedangkan dalam abstrak
karya ilmiah yang berupa laporan penelitian perlu dikemukakan secara
singkat dan jelas, antara lain, latar belakang, masalah, tujuan, anggapan

Laporan Penelitian 43

dasar, hipotesis, populasi, sampel, metode, teknik, dan hasil (sesuai
dengan karakteristik penelitian).

Khusus artikel ilmiah, selain abstrak, hal yang perlu dicantumkan
adalah kata kunci (keyword). Kata kunci adalah istilah-istilah terbatas, baik
berupa kata maupun frasa, yang populer digunakan dalam keseluruhan
isi sebuah artikel. Jumlah kata kunci ini maksimal lima, dan biasanya
berupa kata atau frasa terminologi. Pencantuman kata kunci dalam artikel
posisinya setelah abstrak.

1.4.2 Kata Pengantar

Dalam kata pengantar sekurang-kurangnya berisi hal-hal berikut: (1) penjelasan
mengenai tugas pembuatan karya ilmiah tersebut, (2) penjelasan mengenai
pelaksanaan pembuatan karya ilmiah, (3) informasi tentang bimbingan atau
arahan dan bantuan yang diperoleh sehubungan dengan pembuatan karya
ilmiah, (4) ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dan
memungkinkan terwujudnya karya ilmiah, dan (5) penyebutan tempat (kota),
tanggal, bulan, tahun pembuatan karya ilmiah, dan nama penulis.

Kata pengantar sebagi tajuk ditulis dengan huruf kapital semua,
ditempatkan di tengah, dan tidak diberi garis bawah. Isi kata pengantar
diketik dengan jarak empat spasi dari tajuk. Jika judul karya ilmiah disebut
di dalam kata pengantar, judul itu diletakkan di antara tanda petik, ditulis
dengan huruf kapital padaawal kata yang bukan kata tugas.

Nama kota (tempat), tanggal, bulan (ditulis lengkap dengan huruf, bukan
dengan angka), dan tahun penyusunan karya ilmiah ditempatkan di sebelah
kanan bawah dengan jarak empat spasi dari baris terakhir teks. Selanjutnya,
nama penulis ditempatkan di bawah nama kota dengan jarak dua spasi.

1.4.3 Daftar Isi

Untuk memudahkan para pembaca mengetahui isi karya ilmiah atau
menemukan bagian-bagian tertentu, misalnya bab atau subbab atau
subsubbab yang dikehendaki, karya ilmiah yang panjangnya lebih dari

44 Metode Penelitian

sepuluh halaman sebaiknya dilengkapi dengan daftar isi. Karya ilmiah
seperti skripsi, tesis, disertasi atau laporan penelitian lainnya, tentu bab,
subbab, dan subsubbab lebih banyak sehingga derajat penomorannya
dibatasi sampai empat digit. Tajuk bab, subbab, dan subsubbab yang
bernomor tersebut dicantumkan dalam daftar isi.

Daftar isi sebagai tajuk ditulis dengan huruf kapital semua, ditempatkan
di tengah, dan tidak diberi garis hawah. Dalam penulisan daftar isi, yang
berjarak empat spasi dari tajuk, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
(1) Tajuk kata pengantar, daftar singkatan, dan sebagainya (jika ada), bab,

daftar pastaka, lampiran, dan indeks (jika ada) ditulis dengan huruf
kapital semua dan tidak diberi garis bawah, sedangkan subbab dan
subsubbab ditulis dengan huruf kapital pada awal kata, kecuali kata-
kata yang berupa kata tugas, diberi garis bawah jika diketik dengan
dengan mesin tik, dan ditebalkan jika diketik dengan komputer.
(2) Butir-butir daftar isi tidak bernomor serta ditulis tepat dan margin
kiri. Bab-bab yang bernomor angka Romawi besar di dalam daftar
isi tetap memakai nomor angka Romawi besar. Begitu juga subbab
dan subsubbab bernomor angka Arab tetap diberi nomor angka Arab
seperti yang terdapat di dalam teks.
(3) Di antara tulisan BAB dan nomornya, demikian pula di antara nomor
bab dan tajuknya tidak ada titik, tetapi ada jarak satu ketukan. Di antara
nomor subbab dan tajuknya pun tidak dibubuhi tanda titik, tetapi ada
jarak satu ketukan. Jika nomor bab atau subbab dan tajuknya tidak
termuat, di dalam satu baris, digunakan baris kedua dan seterusnya.

1.4.4 Pendahuluan

Pendahuluan suatu karya ilmiah bermaksud mengantar pembaca ke
dalam pembahasan suatu masalah. Dengan membaca bagian pendahuluan
pembaca sudah mendapat gambaran umum tentang penyajiannya.
Pendahuluan karya ilmiah hendaklah dapat memudahkan pembaca
memahami keseluruhan isi karya ilmiah tersebut. Bagian pendahuluan

Laporan Penelitian 45

karya ilmiah yang berupa laporan penelitian (skripsi, tesis, dan disertasi)
berisi latar belakang, masalah atau rumusan masalah, tujuan, signifikansi
atau manfaat, teori yang dipakai, anggapan dasar dan hipotesis, populasi,
sampel, atau sumber data, dan metode dan teknik yang digunakan.

Bagian pendahuluan untuk karya ilmiah yang berupa makalah cukup
berisi tiga butir yang pertama, yaitu latar belakang, masalah atau rumusan
masalah, dan tujuan. Dalam bagian latar belakang perlu dikemukakan,
antara lain, hal-hal sebagai berikut: penalaran pentingnya pembahasan
masalah atau alasan pemilihan topik, telaah pustaka atau komentar
mengenai tulisan yang telah ada yang berhubungan dengan masalah
yang dibahas, dan manfaat praktis dari hasil yang diperoleh. Dalam
bagian masalah atau rumusan masalah perlu dicantumkan secara jelas
lingkup masalah pokok yang akan dibahas dalam bentuk pertanyaan atau
pernyataan yang dapat membangkitkan perhatian pembaca. Kemudian,
tujuan yang dirumuskan harus berkorespondensi dengan masalah yang
telah dirumuskan. Artinya, tujuan adalah menjawab masalah.

1.4.5 Isi

Dalam bagian isi, yang merupakan inti karya ilmiah, dipaparkan uraian
pokok masalah yang dibahas. Uraian bagian ini hendaknya dapat
memberikan petunjuk kepada pembaca dalam memahami setiap langkah
dari keseluruhan pembahasan. Di samping itu, bagian isi ini harus
menunjukkan kelengkapan, kekonsistenan, keeksplisitan analisis, dan
kesimpulan materi yang dibahas. Panjang uraian harus proporsional
dengan pentingnya masalah yang dibahas.

1.4.6 Penutup

Bagian penutup karya ilmiah berisi simpulan dan saran (jika ada). Hal-
hal yang dikemukakan dalam simpulan adalah pernyataan-pernyataan
kesimpulan analisis atau pembahasan yang dilakukan di dalam bab-bab
isi. Simpulan merupakan jawaban permasalahan yang dikemukakan dalam

46 Metode Penelitian

pendahuluan. Simpulan bukan rangkuman atau ikhtisar. Redaksi simpulan
dapat berupa uraian atau berupa butir-butir pernyataan yang bernomor.
Pada bagian akhir penutup dapat dikemukakan saran yang dirasa perlu
disampaikan kepada pembaca berkenaan dengan topik yang dibahas.

1.4.7 Daftar Pustaka

Daftar pustaka adalah daftar buku, majalah, surat kabar, artikel dalam
kumpulan karangan, website, dan sebagainya yang digunakan sebagai
acuan atau referensi dalam penyusunan karya ilmiah. Daftar pustaka
merupakan persyaratan suatu karya ilmiah. Di samping itu, penyusunan
daftar pustaka sebagai daftar acuan bertujuan untuk memudahkan pembaca
yang ingin menemukan sumber acuan yang digunakan.

1.5 Teknik Penyusunan Catatan Kaki

Catatan kaki adalah keterangan-keterangan teks yang ditempatkan
pada kaki halaman karangan (Keraf, 1994:193). Dalam menulis karya
ilmiah, seperti skripsi, tesis, dan disertasi, catatan kaki kadangkala
perlu ditulis pada kaki halaman karangan sebagai pengakuan terhadap
sumber informasi, dukungan terhadap argumen, pemberian materi
tambahan bagi pembaca, pembuktian kutipan naskah, perluasan makna
dalam naskah, penunjukan bagian lain dalam naskah bagi pembaca,
atau penjelasan tambahan oleh penulis (Parera, 1993:153). Dengan
perkataan lain, catatan kaki bukan hanya untuk menunjukkan sumber
tempat terdapatnya sebuah kutipan, melainkan juga untuk memberikan
keterangan-keterangan lainnya terhadap teks. Oleh karena itu, catatan
kaki dan bagian teks yang akan diberi penjelasan itu memiliki hubungan
yang sangat erat.

Keraf (1994:193) mengemukakan bahwa catatan kaki pada dasarnya
dibuat untuk maksud-maksud sebagai berikut: (1) menyusun pembuktian,
(2) menyatakan utang budi, (3) menyampaikan keterangan tambahan, dan
(3) merujuk bagian lain dari teks.

Laporan Penelitian 47

Sebuah catatan kaki memiliki angka penunjukan yang ditempatkan
agak ke atas setengah spasi dan memiliki isi dari catatan kaki yang akan
memberikan corak pula terhadap jenis catatan kaki. Berkaitan dengan hal
ini, Keraf (1994:197) mengemukakan bahwa ada tiga macam jenis catatan
kaki, yaitu (1) catatan kaki penunjukan sumber (referensi), (2) catatan
kaki catatan penjelas, dan (3) catatan kaki gabungan sumber dan penjelas.

1.5.1 Penunjukan Sumber (Referensi)

Catatan kaki jenis ini menunjukkan sumber tempat sumber kutipan
terdapat. Catatan kaki semacam ini disebut juga sebagai referensi.
Referensi harus dibuat oleh penulis jika
(1) menggunakan sebuah kutipan langsung;
(2) menggunakan sebuah kutipan tak langsung;
(3) menjelaskan dengan kata-kata sendiri hal yang telah dibaca;
(4) meminjam sebuah tabel, peta, atau diagram dari suatu sumber;
(5) menyusun sebuah diagram berdasarkan data-data yang diperoleh dari

suatu sumber atau beberapa sumber tertentu;
(6) menyajikan sebuah evidensi khusus yang tidak dianggap sebagai

sebuah pengetahuan umum;
(7) menunjuk kembali kepada bagian lain dari karangan itu.

1.5.2 Catatan Penjelas

Ada juga catatan kaki yang dibuat dengan tujuan membatasi suatu
pengertian atau menerangkan dan memberikan komentar terhadap suatu
pernyataan atau pendapat yang dimuat dalam teks. Penjelasan ini harus
dibuat dalam catatan kaki dan tidak dimasukkan dalam teks karena akan
mengganggu uraian dalam teks. Catatan semacam ini disebut catatan
penjelas karena fungsinya hanya memberikan penjelasan tambahan.

1.5.3 Gabungan Sumber dan Penjelas

Jenis catatan kaki berikutnya adalah gabungan dari kedua jenis catatan kaki
di atas, yaitu menunjuk kepada sumber tempat diperolehnya bahan-bahan

48 Metode Penelitian

yang terdapat di dalam teks dan memberikan komentar atau penjelasan
seperlunya tentang pendapat atau pernyataan yang dikutip.

Catatan kaki terletak pada bagian-bagian berikut:
(1) antarparagraf (jarang dipakai);
(2) pada halaman yang sama bagian bawah (dianjurkan dan diharuskan

dalam tulisan dan karangan ilmiah yang berupa tesis, disertasi, atau
buku);
(3) pada halaman tersendiri (dibiasakan apabila menulis artikel untuk
harian atau majalah.

Pengetikan catatan kaki dilakukan dengan cara sebagai berikut:
(1) memisahkan catatan kaki dari naskah halaman yang sama dengan tiga

spasi;
(2) memisahkan antara satu catatan kaki dan catatan kaki yang lain dengan

dua spasi;
(3) mengetik satu spasi sebuah catatan kaki yang lebih dari satu baris;
(4) mengetik catatan kaki agak ke dalam sejajar dengan baris paragraf

dan baris-baris berikutnya diketik sejajar dengan baris-baris yang lain
dalam naskah;
(5) catatan kaki mendapatkan nomor urut berkelanjutan dalam satu bab
atau dalam satu laporan tanpa ada pembagian-pembagian bab;
(6) nomor urut diberi dalam angka Arab dan tidak diberi tanda apa pun
juga;
(7) dalam naskah, nomor urut catatan kaki diketik agak ke atas tanpa ada spasi.

Urutan informasi tentang buku atau referensi kutipan adalah sebagai berikut:
(1) nama pengarang tanpa dibalik urutannya atau dalam urutan normal;
(2) diberi tanda koma;
(3) judul karangan (dicetak miring) tanpa tanda koma;
(4) nama kota, nama penerbit, tahun terbit, dan nomor halaman (diterakan

di dalam tanda kurung)

Laporan Penelitian 49

Contoh
7Prof. Dr. Ismail Suny, S.H., M.C.L., Pergeseran Kekuasaan Eksekutif
(Jakarta: CV Galindra 1965), halaman 72.

Rachman Wirisudarmo, Komputer di Segala Bidang (Jakarta:
Mutiara,1980), halaman 32.

Dalam penulisan catatan kaki juga ditemukan penulisan ibid, op.cit.
dan ioc.cit. Tiga singkatan ini dipakai untuk menyingkat informasi buku
dalam catatan kaki. Ibid adalah singkatan dari bahasa Latin ibidem ‘di
tempat yang sama’. Singkatan ini dipakai sesudah satu catatan kaki
yang utuh yang langsung mendahuluinya dan tidak dipakai jika telah
ada catatan kaki lain yang menyelinginya. Pengetikan atau penulisannya
diawali dengan huruf kapital, diberi garis bawah, dan dibubuhi tanda titik.
Jika referensi kedua berasal dari jilid atau halaman yang lain, dibelakang
ibid diberi tanda koma, nomor jilid, dan nomor halaman.

Contoh
3Edgar Johson, Charles Dickens: His Tragedy and Triumph (New York:
Duel, Sloan and Pearce,1952), 1, 24.
4Ibid.,
5Ibid., halaman 27
6Ibid., II, 95
7Ibid., I, 28

Selain ibid, terdapat pula op.cit. Op.cit. merupakan singkatan
dari kata Latin opera citatto ‘dalam karya yang telah disebut’.
Singkatan ini dipakai langsung jika karya yang disebutkan itu dekat
atau baru saja disebutkan. Masing-masing singkatan itu harus diberi
garis bawah dan tanda titik. Singkatan ini dapat didahului oleh nama

50 Metode Penelitian

pengarang atau nama panggilan dan singkatan nama buku, disertai
dengan nomor halaman.

Contoh
8Satjipto Rahardjo, Hukum Masyarakat dan Pembangunan (Bandung:
Alumni, 1976), halaman 111.
9Rahardjo, op.cit., halaman 125

atau

10Kuntjoro Purbopranoto, Hak-hak Asasi Manusia dan Pancasila (Jakarta:
Pradjna Paramita, 1975), halaman 100.

11Kuntjoro, Hak-hak Asasi, op.cit., halaman 110.

Loc.cit. juga dipakai dalam penulisan catatan kaki. Loc. cit.
merupakan singkatan dari Latin loco citato ‘di tempat atau halaman yang
telah disebutkan’. Loc. cit. hanya dipakai untuk merujuk buku yang sama,
halaman yang sama, dan untuk catatan kaki yang baru mendahuluinya.
Singkatan ini tidak pernah diikuti oleh nomor halaman, dan dalam
penulisannya nama panggilan pengarang disebutkan.

Contoh
11Franz Magnis-Suseno, Kuasa dan Moral (Jakarta: PT Gramedia, 1986),
halaman, 21,
12 Franz Magnis, loc.cit.

Berikut ditampilkan contoh-contoh catatan kaki yang bersumber
dari buku, jurnal, majalah, dan surat kabar.

Laporan Penelitian 51

Contoh Catatan Kaki yang Satu Pengarang
10H.B. Jassin, Surat-surat 1943-1983 (Jakarta, PT Gramedia, 1984),
halaman 61.
11Noam Chomsky, Aspects of Theory of Syntax (Cambridge, Mass: MIT
Press, 1965), halaman 53

Contoh Catatan Kaki yang Dua Pengarang
12J.M. Sinclair dan R.M. Coulthard, Towards an Analysis of Discourse
(London: Oxford University Press, 1975) hlm. 79.

Contoh Catatan Kaki yang Tiga Pengarang
13Agus Sujanto, Halem Lubis, dan Taufik Hadi, Psikologi Kepribadian.
(Jakarta: Penerbit Aksara Baru, 1982), hlm. 120.

Catatan
Dalam catatan kaki, ketiga nama pengarang harus ditulis, dan tidak boleh
disingkat dengan et.al. atau dkk.

Contoh Catatan Kaki yang Lebih dari Tiga Pengarang
14Sudjatmoko dkk., An Introduction to Indonesian Historiography (Ithaca:
Cornell University Press, 1975) hlm. 127.

Contoh Catatan Kaki yang dari Lembaga atau Instansi sebagai Penulis
15Biro Pusat Statistik, Proyeksi Angkatan Kerja Indonesia Sampai Tahun
2000 (Jakarta: B.P.S., 1982), hlm., 17.

Contoh Catatan Kaki yang dari Karya Terjemahan
16James C. Van Horne, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Alih
Bahasa oleh Junius Tirok M.B.A. (Jakarta: Penerbit Erlangga,
1983), hlm., 100.

52 Metode Penelitian

Contoh Catatan Kaki yang dari Artikel dalam Jurnal dan Majalah
17S. Takdir Alisyahbana, “Merayakan Hari Raya yang Penting dalam
Sejarah Kebangsaan”, Ilmu dan Budaya, No. 9 (Juni 1986), 641-645.

Catatan
(1) Hilangkan singkatan volume dan halaman (v. dan hlm.) jika dalam

catatan kaki rujukan atau referensi dikutip pula dari halaman rujukan
yang sama. Nomor urut volume dan halaman ditulis dengan angka
Arab dan untuk membedakan nomor volume dan halaman, nomor
volume diletakkan pada urutan pertama dan urutan halaman ditulis
pada urutan kedua. Keduanya dipisahkan dengan tanda koma.
(2) Jurnal dan majalah biasanya diterbitkan mingguan, bulanan, dua
bulanan, dan tiga bulanan. Catatlah nomor volume langsung setelah
nama jurnal dan majalah. Bulan dan tahun diletakkan dalam tanda
kurung setelah nomor volume.

Contoh Catatan Kaki yang dari Artikel dalam Sebuah Antologi
18David Riesman, “Character and Society,” Toward Liberal Education,
eds. Louis G. Locke, William M. Gibson, and George Arms (New
York, 1962), hal. 572-573).

Dalam catatan catatan kaki di atas judul artikel dan judul buku harus
dimasukkan; begitu pula nama penulis dan editornya.

Contoh Catatan Kaki yang dari Artikel dalam Ensiklopedi
19Robert Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia Britannica (1997),
XIX, 257-260.
20T. Wright, “Language Varieties: Language and Dialect,” Encyclopedia
of Linguistics, Information and Control (Oxford: Pergamon Press
Ltd., 1969), hal. 243-251
21”Vaccination,” Encyclopaedia Britannica (14 th ed.), XXII, 921-923.

Laporan Penelitian 53

Ketiga contoh di atas memperlihatkan cara membuat catatan kaki yang
menunjuk kepada artikel yang dibuat dari sebuah ensiklopedi. Catatan kaki
yang pertama menunjuk kepada ensiklopedi yang terkenal sehingga penerbit
dan tempat terbitnya dapat diabaikan. Catatan kaki kedua mencantumkan
tempat dan nama penerbit. Catatan kaki yang ketiga memperlihatkan sebuah
artikel ensiklopedi yang tidak ada nama penulisnya.

Contoh Catatan Kaki yang dari Surat Kabar
22Juwono Sudarsono “Asean: Pembangunan Ekonomi dan Masalah
Pertanian”, Kompas, 20 Mei 1983, hlm., 4-5.

Dalam Encyclopaedia Britannica nama-nama pengarang ditulis
dengan inisialnya. Untuk mengetahui nama lengkap harus dicari keterangan
tentang singkatan-singkatan nama itu pada jilid I dari ensiklopedi. Bila tidak
ada nama pengarang, judul artikellah yang didahulukan. Bila dicantumkan
penanggalan tanpa tempat terbit dan penerbit, Tahun terbit atau nomor edisi
itu ditempatkan dalam kurung sesudah judul ensiklopedi itu.

Untuk rujukan surat kabar kita cukup menyebutkan nama surat
kabar dan digarisbawahi. Jika ada nama penulis atau pengarang artikel,
nama penulis atau pengarang diterakan, dan rujukan surat kabar itu
dimulai dengan judul artikel, tajuk rencana, fokus, dan surat pembaca.
Jika nama surat kabar tersebut belum dikenal dan belum diketahui nama
kota penerbit, sebaiknya nama kota disebutkan di dalam kurung, misalnya
Pikiran Rakyat (Bandung).

1.6 Bahan dan Perwajahan

Kertas yang digunakan untuk mencetak karya ilmiah adalah kertas HVS
yang berukuran kuarto (21,5 cm x 28 cm). Kulit (sampul) karya ilmiah, baik
makalah maupun laporan penelitian, digunakan karton manila. Khusus
makalah, pada sampul depan biasanya digunakan kertas transparan (mika)
dan dijilid dengan pita isolasi.

54 Metode Penelitian

Dalam penulisan teks makalah dan laporan penelitian lazimnya tipe
huruf yang digunakan adalah Times New Roman ukuran 12. Pengetikan
dilakukan pada satu muka kertas, berjarak spasi 2, dan di-setting serapi
mungkin dengan memperhatikan lebar margin-margin (pias) tertentu
untuk keperluan penjilidan. Jarak spasi antara tajuk dan uraian atau jarak
antara tajuk bab dan subbab adalah 4 spasi, sedangkan jarak spasi antara
subbab dan uraian adalah 2. Jarak antara baris terakhir teks uraian dan
subbab berikutnya adalah 3 spasi. Demikian juga jarak antara teks uraian
dan tabel, bagan, diagram, denah, atau gambar.

Berdasarkan ketentuan yang berlaku setting margin karya ilmiah yang
berupa makalah dan laporan penelitian adalah sebagai berikut: (1) pias atas 3
cm, (2) pias bawah 3,5 cm, (3) pias kiri 4 cm, dan (4) pias kanan 2,5.

Halaman judul, halaman lembar pengesahan, abstrak, kata pengantar,
daftar isi, daftar tabel, dan daftar lambang diberi nomor halaman angka
Romawi kecil. Khusus halaman judul dan halaman lembar pengesahan nomor
halamannya tidak diterakan. Halaman pendahuluan sampai dengan lampiran
diberi nomor halaman angka Arab. Letak nomor halaman berada pada bagian
atas-kanan berjarak spasi 2 dari margin atas tersebut dan lurus margin kanan.
Pada halaman bertajuk, seperti abstrak, kata pengantar, dan daftar isi, nomor
halaman diletakkan di bagian bawah-tengah berjarak spasi 2 dari margin
bawah. Selanjutnya, untuk penomoran bab digunakan angka Romawi besar,
sedangkan subbab atau subsubbab berikutnya digunakan angka Arab dengan
sistem digital. Nomor subsubbab berkorespondensi dengan nomor subbab,
nomor subbab berkorespondensi dengan nomor bab. Pembagian subbab
dibatasi sampai empat digit. Setiap nomor berdigit tersebut digarisbawahi
atau dicetak tebal dan dimunculkan dalam daftar isi.

Halaman yang bertajuk, misalnya, abstrak, kata pengantar, daftar isi,
pendahuluan, bab-bab isi, daftar pustaka, dan lampiran karya ilmiah yang
berupa laporan penelitian penempatannya pada halaman baru. Dalam hal
ini jarak antara bab enam spasi. Kata bab ditulis dengan huruf kapital
semua dan nomor bab ditulis dengan angka Romawi besar pada jarak

Laporan Penelitian 55

lebih kurang sepuluh cm dari margin atas atau turun sepertiga halaman
teks. Kata bab itu terletak di tengah sehingga jarak dari margin kiri dan
margin kanan ke kata bab itu sama. Berkaitan dengan tata letak, lebih
jelas perhatikan ilustrasinya pada bagian lampiran!



2. Ringkasan

Istilah karya ilmiah mengacu kepada karya tulis yang menyusunan dan
penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Dilihat
dari panjang pendeknya atau kedalaman uraian, karya ilmiah dibedakan
atas makalah paper) dan laporan penelitian.

3. Latihan

Balai Bahasa Banda Aceh memiliki dana Rp100.000.000.000,00 untuk
suatu penelitian dengan topik analisis kesalahan penulisan bahasa
Indonesia pada media luar ruang di Kota Banda Aceh. Anda dipercayakan
untuk melakukan penelitian tentang topik tersebut, yang menurut Anda
aspek kesalahan yang terjadi berkaitan dengan (a) EYD, (b) diksi, (c)
kalimat. Lakukanlah penelitian tersebut dengan objeknya adalah data
kesalahan penulisan bahasa Indonesia pada media luar ruang (papan nama
ruko/instansi, spanduk, dan baleho) di jalan-jalan utama Kota Banda
Aceh. Tugas ini dikerjakan secara berkelompok dalam waktu dua minggu.

56 Metode Penelitian

BAB IV

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

1. Uraian Materi
1.1 Konsep Dasar Penelitian Tindakan Kelas

Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu
pendekatan pemecahan berbagai permasalahan tersebut adalah pemanfaatan
penelitian pendidikan, yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Ada beberapa sebab kurang berdampaknya langsung PTK dalam
peningkatan kualitas di sekolah. Pertama, penelitian-penelitian tersebut
umumnya dilakukan oleh peneliti, baik peneliti di Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK) maupun di lembaga penelitian yang
mandiri. Oleh karena itu, meskipun sering kali kelas digunakan sebagai
sarana penelitian, permasalahan yang diteliti kurang dihayati oleh guru.
Akibatnya, para guru tidak terlibat dalam pembentukan pengetahuan
yang merupakan hasil penelitian. Kedua, penyebarluasan hasil penelitian
ke kalangan praktisi di lapangan memakan waktu yang sangat panjang.
Publikasi hasil-hasil penelitian melalui berbagai jurnal ilmiah memakan
waktu relatif lama.

Berdasarkan pertimbangan sebagai perkembangan dewasa ini, dirasa
perlu memberikan kesempatan kepada para dosen. LPTK dan guru untuk
merancang dan melaksanakan penelitian pendidikan bersama. Sasaran
penelitian dapat diambil dari berbagai permasalahan dalam pembelajaran

Penelitian Tindakan Kelas 57

yang menjadi perhatian guru dan sekolah yang dapat digunakan sebagai
titik-titik pelaksanaan dan prakarsa PTK. Dengan demikian diharapkan
para dosen LPTK dan guru dapat memperbaiki atau meninggalkan mutu
pembelajaran mereka.

1.1.1 Pengertian PTK

Salah satu upaya peningkatan kinerja dan profesionalitas guru dilaksanakan
melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau sering disebut Classroom
Action Research atau Colaborative Action Research (CAR). Kegiatan
ini dilaksanakan oleh guru dengan asumsi bahwa permasalahan dalam
pembelajaran sering terjadi dan mengganggu pencapaian target hasil
belajar. Permasalahan itu dapat diketahui dan dipecahkan dengan PTK,
antara lain, memodivikasi bagian-bagian atau langkah-langkah tertentu
dari pembelajaran yang sedang dilaksanakan.

PTK atau CAR saat ini sedang berkembang dengan pesat di
negara-negara maju seperti Inggris, Amerika, Australia, dan Kanada.
Para ahli penelitian pendidikan akhir-akhir ini menaruh perhatian yang
cukup besar terhadap PTK. Kecendrungan baru ini mengemuka karena
jenis penelitian ini mampu menawarkan pendekatan dan prosedur baru
yang lebih memberi dampak langsung dalam bentuk perbaikan dan
peningkatan profesionalisme guru dalam mengelola pembelajaran di
kelas atau mengimplementasikan berbagai program di sekolahnya dengan
mengkaji berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran
yang terjadi pada siswa atau keberhasilan proses atau hasil implementasi
berbagai program sekolah.

PTK dapat didefenisikan sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat
repleksif (oleh pelaku tindakan), yang dilakukan untuk meningkatkan
kemantapan rasional dan tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan
tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan itu,
dan memperbaiki kondisi tempat praktik-praktik pembelajaran tersebut
dilakukan. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut praktik dilaksanakan

58 Metode Penelitian

dalam bentuk proses pengkajian berdaur (cleticol) yang terdiri atas empat
tahap, yaitu merencanakan, melakukan tindakan, mengamati, dan merefeksi.

Setelah itu, biasanya muncul permasalahan atau pemikiran baru
yang perlu mendapat perhatian sehingga pada akhirnya perlu dilakukan
perencanaan, tindakan, pengamatan ulang, serta refleksi. Tahap kegiatan
ini terus berulang sampai dengan permasalahan dapat teratasi. Setelah itu,
muncul lagi permasalahan lain yang juga harus diperlakukan serupa. Konsep
PTK dapat dipahami melalui jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:
(1) Apakah PTK itu?
(2) Mengapa dosen LPTK atau guru melakukan PTK?
(3) Siapa saja yang biasanya terlibat dalam PTK.
(4) Kondisi bagaimana yang berdampak menggalakkan kebiasaan

melaksanakan PTK secara kolaboratif antara guru dan dosen LPTK?
(5) Bagaimana langkah pertama dalam pelaksanaan PTK secara

kolaboratif?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan memberi indikasi
mengenai makna dan prosedur pelaksanaan PTK melalui pendekatan
kemitraan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

1.1.2 Karakteristik PTK

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, dapat dicermati bahwa
karakteristik PTK berbeda dengan penelitian formal. Karakteristik
tersebut, antara lain, adalah sebagai berikut:

1.1.2.1 An Inquiry on Practice from Whithin

PTK berawal dari permasalahan praktis yang dihadapi guru dalam
pelaksanaan tugas mengajar sehari-hari dalam kegiatan pembelajaran.
Dengan perkataan lain, PTK bersifat practice driven dan action driven
dalam arti bahwa PTK bertujuan memperbaiki praktik secara langsung. Hal
tersebut berarti bahwa PTK memusatkan perhatian kepada permasalahan

Penelitian Tindakan Kelas 59

yang spesifik dan kontekstual sehingga tidak terlalu menghiraukan
kerepresentatifan sampel. PTK tidak bertujuan menemukan pengetahuan
baru yang dapat diterapkan secara luas, tetapi lebih kepada perbaikan
proses pembelajaran di kelas.

Berbeda dengan pelatihan formal, PTK menerapkan metodologi
yang bersifat lebih longgar; tidak terlalu memperhatikan pembukuan
instrumentasi, tetapi sebagai kajian yang taat asas (disiplin ediriauiry).
Pengurupulan data dilakukan dengan menekankan pada objektivitas.
Dalam hal ini impersialitas dipegang teguh sebagai acuan dalam analisis
serta interpretasi data.

Dalam pada itu, peran dosen LPTK pada tahapan awal pemantul
gagasan bagi guru yang sedang menghadapi permasalahan dalam
pelaksanaan tugasnya, serta membantu mengemukakan permasalahan
tersebut sehingga dapat dijajaki tindakan pengatasannya melalui PTK.

1.1.2.2 ACollaborative Effort Between School Teachers and Teacher
Educators

Ciri kolaboratif ini harus secara konsisten tertampilkan sebagai kerja
sama kesejawatan dalam keseluruhan tahapan penyelenggara PTK, yaitu
identifikasi permasalahan serta diagnosis keadaan, perancangan tindakan
perbaikan, pengumpulan serta analisis data, refleksi mengenai temuan,
dan penyusunan laporan. Manfaat besar yang dapat diperoleh dari
penyelenggaraan PTK secara efektif adalah terbangunnya mekanisme
serta tradisi interaksi kesejawatan antara dosen LPTK dan sekolah.

1.1.2.3 A Reflective Practice, Made Public

Keseluruhan proses pemantauan dan perbaikan kinerja dilakukan dengan
mengacu kepada kaidah-kaidah penelitian ilmiah seperti telah ditemukan
di atas meskipun dengan menggunakan paradigma yang berbeda dari
yang lazim diberlakukan dalam penelitian formal, khususnya paradigma
positivistik yang sangat kental dengan wacana kajian eksperimental,

60 Metode Penelitian

sementara penyebarluasan laporannya dilakukan sebagai bagian dari
interaksi serta titik kesejawatan (peer review) yang kondusif bagi
pertumbuhan profesional.

1.1.3 PTK Versus Penelitian Formal

PTK termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan
bisa saja bersifat kuantitatif. PTK berbeda dengan penelitian formal.
Penelitian formal bertujuan menguji hipotesis dan membangun teori
yang bersifat umum. PTK lebih terfokus pada perbaikan kinerja, bersifat
kontekstual, dan hasilnya spesifik. Perbedaan antara PTK dan penelitian
formal dimatrikkan sebagai berikut.

Penelitian Formal PTK
dilakukan oleh orang luar dilakukan oleh guru atau dosen

sampel harus representatif kerepresentatifan sampel tidak

diper-hatikan

instrumen harus valid dan re- instrumen yang valid dan relia-

liabel bel tidak diperhatikan

menuntut penggunaan analisis tidak menggunakan analisis sta-

statistik tistik yang rumit
mempersyaratkan hipotesis tidak selalu menggunakan hipo-

mengembangkan teori tesis
tidak mengembangkan teori

tidak memperbaiki praktik memperbaiki praktik pembelaja-

pembel-ajaran secara langsung ra se-cara langsung

hasil penelitian merupakan hasil penelitian merupakan pro-

produk ilmu duk il-mu, terutama prosesnya



Sebelum dibicarakan lebih lanjut mengenai PTK, ada baiknya

kita cermati perbandingan antara penelitian deskriptif dan penelitian

eksperimen. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mengumpulkan

informasi atau data tentang fenomena yang diteliti, misalnya kondisi

Penelitian Tindakan Kelas 61

sesuatu atau kejadian, disertai dengan informasi tentang faktor penyebab
sehingga mungkin muncul kejadian yang dideskripsikan secara rinci, urut,
dan objektif. Penelitian eksperimen dimaksudkan untuk mengumpulkan
informasi atau data tentang akibat dari adanya suatu treatment atau
perlakuan. Penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetes suatu
hipotesis yang dilandasi dengan asumsi yang kuat akan adanya hubungan
sebab-akibat antara dua variabel. Setelah diketahui, misalnya model
pembelajaran mana yang lebih baik memberikan hasil, peneliti diharapkan
mempunyai niat untuk melanjutkan hasil tersebut dengan penelitian yang
lebih intensif dalam bentuk penelitian tindakan (Arikunto, 2006:26).

Jika dibandingkan dengan kedua penelitian tersebut, penelitian
tindakan tidak lagi mengetes sebuah perlakuan, tetapi sudah memiliki
kemantapan akan ampuhnya suatu perlakuan. Lebih lanjut, dalam PTK
peneliti langsung menerapkan perlakuan tersebut dengan hati-hati
sambil mengikuti setiap langkah dari proses serta dampak perlakuan
dimaksud. Dengan demikian, PTK dapat dipandang sebagai tindak lanjut
dari penelitian deskriptif atau penelitian eksperimen. Perbedaannya
adalah PTK tidak mengenal populasi dan sampel karena hasilnya tidak
dimaksudkan untuk membuat sebuah generalisasi. Dengan perkataan lain,
hasil PTK hanya berlaku bagi kasus yang diteliti.

1.1.4 Prinsip Dasar PTK

Hopkins (dalam Depdikbud, 1999:12-14) mengemukakan bahwa terdapat
6 prinsip dasar PTK, yaitu sebagai berikut:
(1) Pekerjaan utama guru adalah mengajar, dan apa pun metode PTK

yang kebutulan diterapkannya, seyogianya tidak berdampak pada
mengganggu komitmennya sebagai pengajar.
(2) Metode pengurupulan data yang digunakan tidak menuntut waktu
yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang menggangu proses
pembelajaran. Dengan perkataan lain, sejauh mungkin harus digunakan
prosedur pengurupulan data yang dapat ditangani sendiri oleh guru
sementara ia aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas secara penuh.

62 Metode Penelitian

(3) Metodologi yang digunakan harus cukup reliabel sehingga
memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis
secara cukup meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat
diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang dapat
digunakan untuk menjawab hipotesis yang dikemukakannya.

(4) Masalah penelitian yang diusahakan oleh guru seharusnya merupakan
masalah yang cukup merisaukannya, dan bertolak dari tanggung
jawab profesionalnya, guru sendiri memiliki komitmen terhadap
pengatasannya.

(5) Dalam menyelenggarakan PTK guru harus selalu bersikap konsisten
menaruh kepedulian yang tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan
dengan pekerjaannya.

(6) Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru,
dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan classroom
exceeding perspective dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas
dalam konteks kelas atau mata pelajaran tertentu, tetapi dalam
perspektif misi sekolah secara keseluruhan.

1.1.5 Tujuan dan Luaran PTK

Tujuan utama PTK adalah memecahkan permasalahan nyata yang terjadi
di dalam kelas. Meskipun demikian, kegiatan penelitian ini tidak hanya
bertujuan memecahkan masalah, tetapi juga mencari jawaban ilmiah
mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan. PTK juga
bertujuan meningkatkan kegiatan nyata guru dalam pengembangan
profesionalnya.

Dapat dikatakan bahwa pada dasarnya PTK bertujuan memperbaiki
berbagai persoalan nyata dan praktis dalam peningkatan mutu pembelajaran
di kelas yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dan siswa yang
sedang belajar. Secara lebih rinci, PTK, antara lain, bertujuan sebagai berikut:
(1) meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan

pembelajaran di sekolah;

Penelitian Tindakan Kelas 63

(2) membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah
pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas;

(3) meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan;
(4) menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah

sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu
pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable).

Berkaitan dengan hal tersebut, luaran yang diharapkan dapat
dihasilkan dari PTK adalah peningkatan atau perbaikan mutu proses dan
hasil pembelajaran, antara lain, meliputi hal-hal berikut: (1) peningkatan
atau perbaikan kinerja belajar siswa di sekolah, (2) peningkatan atau
perbaikan mutu proses pembelajaran di kelas, (3) peningkatan atau
perbaikan kualitas penggunaan media, alat bantu, dan sumber belajar
lainnya, (4) peningkatan atau perbaikan kualitas prosedur dan alat
evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa,
(5) peningkatan atau perbaikan masalah pendidikan anak di sekolah; (6)
peningkatan dan perbaikan terhadap kualitas penerapan kurikulurn dan
pengembangan kompetensi siswa di sekolah.

1.1.6 Prosedur Pelaksanaan PTK
1.1.6.1 Pengantar

PTK merupakan proses pengkajian melalui sistem berdaur dari berbagai
kegiatan pembelajaran. Dengan menggunakan kerangka berpikir
sebagaimana dikemukakan Joni (1998) terdapat lima tahapan pelaksanaan
PTK, termasuk tahap awal, berupa proses penghayatan mengenai adanya
permasalahan yang perlu mendapat penanganan. Dalam kenyataannya
tahap-tahap tersebut merupakan titik-titik semacam estafet yang terdapat
dalam suatu siklus. Adapun tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:
(1) penetapan fokus masalah penelitian;
(2) perencanaan tindakan perbaikan;
(3) pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi, dan interpretasi;

64 Metode Penelitian

(4) analisis dan refleksi;
(5) perencanaan tindak lanjut.

Dalam pelaksanaannya, PTK diawali dengan kesadaran akan adanya
permasalahan yang dirasakan mengganggu, yang dianggap menghalangi
pencapaian tujuan pendidikan sehingga ditengarai telah berdampak kurang
baik terhadap proses dan hasil belajar siswa serta implementasi program
sekolah. Bertolak dari kesadaran akan adanya permasalahan tersebut, yang
besar kemungkinan masih tergambarkan secara kabur, guru, baik sendiri
maupun dalam kolaborasi dengan dosen LPTK yang menjadi mitranya;
kemudian menetapkan fokus permasalahan secara lebih tajam, jika perlu
dengan mengumpulkan tambahan data lapangan secara lebih sistematis
dan melakukan kajian pustaka yang relevan.

Pada gilirannya, dengan perumusan masalah secara lebih tajam itu dapat
dilakukan diagnosis kemungkinan-kemungkinan penyebab permasalahan
secara lebih cermat sehingga terbuka peluang untuk menjajagi alternatif-
alternatif tindakan perbaikan yang diperlukan. Alternatif pengatasan
permasalahan yang dinilai terbaik, kemudian diterjemahkan menjadi
program tindakan perbaikan yang akan dicobakan. Hasil pencobaan tindakan
perbaikan itu dinilai dan direfleksikan dengan mengacu kepada kriteria-
kriteria perbaikan yang dikehendaki yang telah ditetapkan sebelumnya.

1.1.6.2 Penetapan Fokus Masalah Penelitian
1.1.6.2.1 Merasakan Adanya Masalah

Suyanto (dalam Depdikbud, 1999:28) mengemukakan bahwa manakala
guru merasa puas terhadap apa yang ia lakukan dalam proses pembelajaran
di kelasnya, meskipun sebenarnya terdapat banyak hambatan yang
dialami dalam pengelolaan proses pembelajaran, sulit kiranya bagi
guru untuk memanculkan pertanyaan seperti tersebut yang kemudian
dapat memicu untuk memulainya. Oleh sebab itu, seorang guru dituntut
keberaniannya untuk mengatakan secara jujur, khususnya kepada dirinya

Penelitian Tindakan Kelas 65

sendiri mengenai sisi-sisi lemah yang masih terdapat dalam implementasi
program pembelajaran yang dikelolanya. Dengan perkataan lain, guru
harus mampu merefleksi apa saja yang telah dilakukan dalam proses
pembelajaran dalam rangka mengidentifikasi sisi-sisi lemah yang
mungkin ada. Dalam perenungan itu terbuka peluang bagi guru untuk
menemukan kelemahan-kelemahan praktik pembelajaran yang selama
ini selalu dilakukannya secara tanpa disadari. Oleh karena itu, untuk
memanfaatkan secara optimal PTK bagi proses perbaikan pembelajaran
guru perlu memulainya sedini mungkin begitu ia merasakan adanya
persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran.

Dapat dikatakan bahwa permasalahan yang diangkat dalam PTK harus
benar-benar merupakan masalah yang dihayati oleh guru dalam praktik
pembelajaran yang dikelolanya, bukan permasalahan yang disarankan,
apalagi ditentukan oleh pihak luar. Permasalahan dapat bersumber dari siswa,
guru, bahan ajar, kurikulum, interaksi pembelajaran, dan hasil belajar siswa.

1.1.6.2.2 Identifikasi Masalah PTK

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa penerapan arah PTK
berangkat dari diagnosis terhadap keadaan yang bersifat umum. Guru juga bisa
memicu proses penemuan permasalahan tersebut dengan bertolak dari gagasan-
gagasan yang masih bersifat umum mengenai keadaan yang perlu diperbaiki.
Hopkins (dalam Depdikbud, 1999:29) mengemukakan bahwa untuk mendorong
pikiran-pikiran dalam mengembangkan fokus PTK kita dapat bertanya kepada
diri sendiri, antara lain, dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
(a) Apa yang sedang terjadi sekarang?
(b) Apakah yang terjadi itu mengandung permasalahan?
(c) Apa yang bisa saya lakukan untuk mengatasinya?

Bila pertanyaan tersebut telah ada di dalam pikiran guru
sebagai peneliti PTK, langkah berikutnya dapat dilanjutkan dengan
mengembangkan beberapa pertanyaan berikut:

66 Metode Penelitian

(a) Saya berkeinginan memperbaiki…
(b) Berapa orangkah yang kurang merasa puas tentang…
(c) Saya dibingungkan oleh…
(d) Saya memilih untuk mengujicobakan di kelas saya gagasan tentang…
(e) dst.

1.1.6.2.3 Analisis Masalah

Abimanyu (dalam Depdikbud, 1999:30) mengatakan bahwa arahan
yang perlu diperhatikan dalam pemilihan permasalahan PTK adalah
sebagai berikut:
(1) Pilih permasalahan yang dirasa penting oleh guru sendiri dari muridnya

atau topik yang melibatkan guru dalam serangkaian aktivitas yang
memang diprogaramkan sekolah!
(2) Jangan memilih masalah yang berada di luar kemampuan dan/atau
kekuasaan guru untuk mengatasinya!
(3) Pilih dan tetapkan permasalahan yang skalanya cukup kecil dan terbatas!
(4) Usahakan untuk bekerja secara kolaboratif dalam pengembangan
fokus penelitian!
(5) Kaitkan PTK yang akan dilakukan dengan prioritas-prioritas yang
ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah!

1.1.6.2.4 Perumusan Masalah

Setelah teridentifikasi secara baik, langkah berikutnya yang perlu
dilakukan oleh peneliti adalah merumuskan permasalahan tersebut
secara terukur, spesifik, dan operasional. Hal tersebut dilakukan demi
menetapkan tindakan perbaikan solusi perlu dilakukan, data yang perlu
dikumpulkan, prosedur perekamannya, cara menginterpretasikan, dan
proses dan hasilnya. Di samping itu, penetapan tindakan perbaikan yang
akan dicobakan itu juga memberikan arahan kepada guru untuk melakukan
berbagai persiapan, termasuk yang berbentuk latihan guna meningkatkan
keterampilan melakukan tindakan perbaikan yang dimaksud. Perlu

Penelitian Tindakan Kelas 67

ditegaskan kembali bahwa saat pelaksanaan PTK, selain sebagai pelaksana
penelitian, juga berperan sebagai aktor pelaksana tindakan perbaikan.

1.1.6.3 Perencanaan Tindakan
1.1.6.3.1 Formulasi Solusi dalam Bentuk Hipotesis Tindakan

Alternatif tindakan perbaikan dapat juga diidentifikasi sebagai hipotesis,
yaitu dugaan tentang suatu perbaikan yang akan dilakukan. Contohnya,
bila pembiasaan membaca siswa ditingkatkan melalui penugasan mencari
kata atau istilah asing, kosakata akan meningkat pada capaian rata-rata
10% setiap bulan. Berdasarkan ilustrasi tersebut, dapat dikatakan bahwa
hipotesis tindakan adalah tindakan yang diprediksikan dapat memecahkan
persoalan yang hendak diatasi.

Redaksi hipotesis tindakan PTK tidak sama dengan redaksi hipotesis
penelitian formal lainnya. Dalam hipotesis penelitian formal terdapat adanya
hubungan atau pengaruh dua variabel atau lebih, sedangkan dalam hipotesis
tindakan tidak demikian, tetapi menyatakan sesuatu seperti pernyataan
berikut, “Kita percaya tindakan kita akan menjadi suatu solusi yang dapat
memecahkan permasalahan yang diteliti”, atau ”Pelibatan orang tua dalam
perencanaan kegiatan akademik sekolah akan berdampak pada peningkatan
perhatian mereka terhadap penyelesaian tugas siswa di rumah’.

Terkait dengan hal ini, Soedarsono (dalam Depdikbud, 1999:33)
menerangkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan
hipotesis tindakan, yaitu sebagai berikut:
(1) Rumuskan alternatif tindakan perbaikan berdasarkan hasil kajian.

Artinya, alternatif tindakan perbaikan hendaknya mempunyai landasan
yang mantap secara konseptual.
(2) Setiap alternatif tindakan perbaikan yang dipertimbangkan perlu
dikaji ulang dan dievaluasi segi relevansinya dengan tujuan, kelaikan
teknis serta keterlaksanaannya. Di samping itu, perlu juga ditetapkan
cara penilaiannya sehingga dapat memfasilitasi pengumpulan serta
analisis data secara cepat dan tepat selama program perbaikan tindakan

68 Metode Penelitian

perbaikan itu diimplementasikan.
(3) Pilih alternatif tindakan serta prosedur implementasi yang dinilai

paling menjanjikan hasil optimal, namun masih tetap ada dalam
jangkauan kemampuan guru untuk melakukannya dalam kondisi dan
situasi sekolah yang aktual.
(4) Pikirkan dengan saksama perubahan-perubahan yang secara implisit
dijanjikan melalui hipotesis tindakan itu, baik yang berupa proses dan
hasil belajar siswa maupun teknik mengajar guru.

1.1.6.3.2 Analisis Kelaikan Hipotesis Tindakan

Setelah diperoleh gambaran awal mengenai hipotesis tindakan, perlu
dilakukan pengkajian terhadap kelaikan masing-masing hipotesis
tindakan itu dari segi jarak yang terdapat antara situasi riil dan situasi
ideal yang dijadikan rujukan. Hal ini dilakukan atas pertimbangan bahwa
jika terdapat jarak yang terlalu jauh antara keduanya, sehingga dalam
praktik akan terlalu sulit untuk mengupayakan perwujudannya, tindakan
yang dilakukan tidak akan membuahkan hasil yang optimal. Oleh karena
itu, sebagai aktor PTK guru hendaknya cukup realistis dalam menghadapi
kenyataan dunia sekolah tempat ia melaksanakan tugasnya.

Hipotesis tindakan harus dapat diuji secara empirik. Artinya, baik proses
implementasi tindakan yang dilakukan maupun dampak yang diakibatkannya
dapat teramati oleh peneliti. Sebagian gejala-gejala yang dapat diamati itu
dapat dinyatakan dalam angka-angka dan sebahagian lagi dapat diperikan
secara kualitatif. Namun, yang paling penting adalah gejala-gejala tersebut
harus dapat diverifikasi oleh pengamat lain jika diperlukan.

Dalam pada itu, untuk melakukan tindakan agar menghasilkan
sesuatu sebagaimana diharapkan, diperlukan pengkajian terkait dengan
kelayakan hipotesis tindakan terlebih dahulu. Berkaitan dengan hal ini,
Soedarsono (dalam Depdikbud, 1999:34) mengemukakan bahwa terdapat
beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam mengkaji kelayakan
hipotesis tindakan, yaitu berikut:

Penelitian Tindakan Kelas 69

(1) Implementasi suatu PTK akan berhasil apabila didukung oleh
kemampuan dan komitmen guru sebagai peneliti PTK. Di pihak lain,
pelaksanaan PTK kadang-kadang masih diperlukan peningkatan
kemampuan guru melalui berbagai bentuk pelatihan sebagai
komponen penunjang. Selanjutnya, selain persyaratan kemampuan,
keberhasilan pelaksanaan PTK juga ditentukan oleh adanya komitmen
guru yang merasa tergugah melakukan tindakan perbaikan. Artinya,
PTK dilakukan bukan atas dasar ditugaskan oleh atasan atau didorong
oleh keinginan untuk memperoleh imbalan finansial.

(2) Kemampuan siswa juga perlu diperhitungkan, baik dari segi fisik,
psikologi, maupun sosial budaya serta etik. PTK seyogyanya tidak
dilaksanakan apabila diduga akan berdampak merugikan siswa.

(3) Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas atau sekolah juga
perlu diperhitungkan, sebab pelaksanaan PTK dengan mudah dapat
tersabotase oleh kekurangan dukungan fasilitas penyelenggaraan.
Oleh karena itu, demi keberhasilan PTK guru dan mitranya dituntut
untuk dapat mengusahakan fasilitas dan sarana yang diperlukan.

(4) Selain kemampuan siswa sebagai perseorangan, keberhasilan PTK juga
sangat tergantung pada iklim belajar di kelas atau sekolah. Namun,
pertimbangan ini tentu tidak dapat diartikan sebagai kecenderungan
untuk mempertahankan statuskuo. Perbaikan iklim belajar di kelas dan di
sekolah memang justru dapat dijadikan sebagai salah satu sasaran PTK.

(5) Karena sekolah juga merupakan sebuah organisasi, selain iklim belajar,
iklim kerja sekolah juga menentukan keberhasilan penyelenggaraan
PTK. Dukungan dari kepala sekolah serta rekan sejawat guru dapat
memperbesar peluang keberhasilan PTK.

1.1.6.3.3 Persiapan Tindakan

Sebelum sampai pada tahap pelaksanaan penelitian, peneliti hendaknya
merencakan persiapan-persiapan yang matang sehingga semua hal yang
direncanakan dapat dikendalikan secara maksimal. Untuk itu, Soedarsono

70 Metode Penelitian

(dalam Depdikbud, 1999), lebih lanjut mengemukakan bahwa yang perlu
dipersiapkan adalah sebagai berikut:
(1) membuat skenario pembelajaran yang berisi langkah-langkah yang

dilakukan guru di samping bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan siswa
dalam rangka implementasi tindakan perbaikan yang telah direncanakan;
(2) mempersiapkan fasilitas dan saran pendukung yang diperlukan di
kelas, seperti gambar-gambar dan alat-alat peraga;
(3) mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data mengenai proses
dan hasil tindakan perbaikan, jika perlu juga dalam bentuk pelatihan-
pelatihan.
(4) Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan untuk menguji
keterlaksanaan rancangan sehingga dapat menumbuhkan serta
mempertebal kepercayaan diri dalam pelaksanaan yang sebenarnya.
(5) Sebagai peneliti PTK, guru harus terbebas dari rasa takut gagal dan
takut berbuat kesalahan.

1.1.6.4 Pelaksanaan Tindakan dan Observasi-Interpretasi

PTK dilakukan oleh seorang guru atas prakarsanya sendiri, meskipun juga
terbuka peluang dilakukan secara kolaborasi. Hal ini berarti bahwa observasi
yang dilakukan olehgurusebagaipenelititidakdapatdigantikanolehpengamat
luar atau oleh sarana perekam. Artinya, penyaturagaan implementasi tindakan
dan obsertvasi interpretasi proses dan hasil implementasi tindakan tersebut
terjadi tidak lebih dan tidak kurang karena keduanya merupakan bahagian
yang tidak terpisahkan dalam tindakan alamiah pembelajaran. Kekhasannya
adalah bahwa dalam konteks PTK kedua kegiatan dilakukan dengan tingkat
kesadaran serta eksplisitasi yang lebih tinggi, seringkali melibatkan sejawat
dan mitra di samping berbagai peralatan pembantu rekam yang lazimnya
tidak digunakan dalam konteks pembelajaran sehari-hari.

Akhirnya, agar tidak menimbulkan kerancuan, Hopkins (dalam
Depdikbud, 1999:36) secara eksplisit menegaskan bahwa paparan
mengenai observasi kelas itu ditampilkannya bukan semata-mata dalam

Penelitian Tindakan Kelas 71

kontek PTK, melainkan dalam konteks pengembangan guru dan sekolah
yang lebih luas sehingga juga melibatkan supervisor.

Sebaliknya, dalam penyelenggaraan PTK yang diprogrmkan, baik
melalui PPGSD maupun PPGSM, fokus ditempatkan pada pemanfaatan
peluang bagi para dosen LPTK dan guru SD/SM sebagai mitranya,
terutama untuk mengakrabi PTK sebagai mekanisme perbaikan yang
efektif. Oleh karena itu, dampak perbaikan yang diperoleh apabila
memang telah terwujud, harus dilihat lebih sebagai semacam keuntungan
tambahan, bukan sebagai misi yang harus ditambahkan pada tahap
pelatihan dan pengakraban ini. Ini juga berarti bahwa para dosen LPTK
yang berperan sebagai mitra dalam PTK perlu diingatkan agar tidak serta-
merta menempatkan diri sebagai supervisor dalam arti yang lebih mapan
itu gara-gara kurang cermat memahami pesan yang dikemukakan oleh
Hopskin tersebut. Sebaliknya, para dosen LPTK tersebut justru harus
menempatkan diri juga sebagai pihak yang masih perlu mengakrabi PTK
di samping mengakrabi lapangan. Dengan perkataan lain, para dosen
LPTK yang menjadi peneliti PTK bukan merupakan pihak senior yang
ada pada posisi untuk membina guru SD, baik dalam PTK maupun dalam
peningkatan mutu pembelajaran di SD. Oleh karena itu, sebagaimana
halnya apabila guru bermitra dengan sesama guru, dalam proses observasi
dalam rangka PTK, hubungan kerja antara guru SD sebagai aktor PTK
dan dosen LPTK mitra PTK adalah hubungan kesejawatan yang setara.
Maksudnya, meskipun kerangka observasi yang dirujuk pada awalnya
memang dirancang untuk supervisi klinis yang sangat produktif digunakan
dalam menata hubungan antara guru pamong/dosen pembimbing dan
praktikan dalam proses pembimbingan PPL, namun dalam konteks PTK
para dosen LPTK yang menjadi mitra PTK itu harus selalu waspada
menempatkan diri sebagai sejawat yang setara. Artinya, pendekatan
kolaboratif harus diterapkan dalam menyiapkan kerangka pikir observasi-
interpretasi, menyajikan data hasil observasi, baik yang direkam oleh
mitra pengamat maupun oleh guru sebagai pelaku tindakan perbaikan,

72 Metode Penelitian

membahas bersama interpretasi dari data tersebut dalam kerangka pikir
tindakan perbaikan yang telah diterapkan sebelumnya, dan menyepakati
berbagai tindak lanjut yang diperlukan apabila masih ada.

1.1.6.4.1 Pelaksanaan Tindakan

Kegiatan pelaksanaan tindakan perbaikan merupakan tindakan pokok
dalam siklus PTK. Pada saat bersamaan kegiatan pelaksanaan juga
dibarengi dengan observasi, interpretasi, dan refleksi. Penggabungan
pelaksanaan tindakan dengan observasi dan interpretasi perlu dicermati
dengan saksama. Observasi dan interpretasi memang lazim dalam konteks
supervisi pengajaran. Akan tetapi, PTK bukan supervisi pengajaran
meskipun mungkin saja dalam PTK juga tergelar dimensi supervisi
pengajaran. Supervisi pengajaran yang berpeluang terjadi adalah supervisi
kesejawatan (peer supervision). Berbeda dengan konteks supervisi pada
umumnya, yaitu terdapat peran supervisor-supervise dalam tata hubungan
yang bersifat subordiriatif. Sebaliknya, dalam konteks PTK terdapat
keterlibatan dua pihak yang setara sehingga mekanisme yang digelar lebih
menyerupai interaksi kesejawatan (peer to peer).

1.1.6.4.2 Observasi dan Interpretasi

Kadar interpretasi yang terlibat dalam penelitian dapat direntang mulai
dari 0 seperti yang dilakukan dalam kerangka pikir interaction analisis
yang dikembangkan oleh Flanders, (dalam Depdikbud, 1999:39) sehingga
hanya menghasilkan tiga kategori yang relatif miskin makna, yaitu teacher
talk, pupil talk dan silence/confusion. Oleh karena sama sekali tidak
disertai interpretasi, pendekatan observasi sebagaimana dikembangkan
oleh Flanders itu dinamakan low-inference observation.

Sebaliknya, sesuai dengan hakikat data yang dikehendaki, ada
pula observasi yang justru harus dilakukan secara bersamaan dengan
interpretasi. Misalnya, interpretasi itu perlu dilakukan pada saat yang
bersamaan dengan observasi seperti yang lazim dilakukan dalam

Penelitian Tindakan Kelas 73

mengamati atau mengakses keputusan atau tindakan profesional guru
dalam interaksi pembelajaran. Interpretasi tersebut dinamakan high-
inference observation.

Pendekatan interpretatif dalam observasi yang dikemukakan
belakangan ini, antara lain, digunakan dalam rangka penerapan Alat Penilai
Kemampuan Guru (APKG) sebagai piranti pengumpulan data mengenai
kinerja calon guru dalam pelaksanaan PPL. Oleh karena itu, perlu dirancang
mekanisme perekaman hasil observasi yang tidak mencampuradukkan
antara fakta dan interpretasi. Akan tetapi, juga tidak terseret oleh kaidah
umum yang secara tanpa kecuali menafikan interpretasi dalam pelaksanaan
observasi. Apabila yang terakhir ini dilakukan, sehingga yang direkam
hanyalah fakta tanpa interpretasi, akan timbul risiko bahwa makna dan
perangkat fakta yang telah diamati itu tidak lagi dapat dibangkitkan secara
utuh karena proses erosi yang terjadi dalam ingatan, terlebih jika pengamat
adalah juga seorang pelaku tindakan. Dalam hubungan ini, agaknya prosedur
perekaman hasil observasi yang telah banyak digunakan dalam penelitian
kualitatif dapat dimanfaatkan secara produktif.

Berhubung dengan kandungan teknisnya yang cukup tinggi,
beberapa aspek prosedur observasi yang relevan dengan kebutuhan PTK
perlu dipaparkan secara lebih rinci.

1.1.6.4.3 Analisis dan Refleksi

Salah satu ciri khas profesionalitas adalah dilakukannya pengambilan
keputusan ahli sebelum, sementara, dan setelah tindakan layanan
ahli dilaksanakan. Dengan bermodalkan kemampuan dan wawasan
kependidikan seorang guru membuat rancangan pembelajaran berdasarkan
serentetan keputusan situasional dengan menggunakan apa yang telah
diketahuinya, seperti tujuan, materi, kesiapan siswa, dan dukungan
lingkungan belajar sebagai titik-titik berangkat.

Dengan berpegang teguh pada principles of reaction, guru melakukan
diagnosis dan mengambil keputusan secara cepat untuk melakukan

74 Metode Penelitian

penyesuaian-penyesuaian (fine-tuning) yang diperlukan saat kegiatan
pembelajaran berlangsung. Berdasarkan apa yang tercapai dan apa yang
tidak tercapai dalam suatu episode pembelajaran, serta dipandu dengan
kerangka pikir perbaikan yang telah ditetapkan, guru mengidentifikasi
sasaran-sasaran perbaikan yang dikehendaki serta menjajaki strategi-
strategi perbaikan yang perlu dilakukan.

Agar dapat melakukan pengambilan keputusan secara efektif
sebelum, sedang, dan setelah suatu program pembelajaran dilaksanakan,
guru, terutama ketika berperan sebagai pelaksana PTK, melakukan
refleksi; merenungkan secara intens apa yang telah terjadi dan apa yang
tidak terjadi. Mengapa sesuatu itu terjadi atau tidak terjadi. Intensnya
refleksi dalam pelaksanaan pekerjaan professional itulah yang diartikan
oleh Schon (dalam Depdikbud, 1999:41) dalam karyanya yang berjudul
The Reflektive Practioner.

Secara teknis refleksi dilakukan dengan melakukan analisis dan
sintesis, di samping induksi dan deduksi. Dengan perkataan lain, refleksi
dalam arti metodologi, merupakan upaya membuat deduksi dan induksi.
Induksi secara silih berganti secara tepat meskipun tanpa dukungan data
yang memenuhi semua persyaratan secara tuntas. Sebaliknya, kecepatan
dalam menemukan gagasan-gagasan kunci yang dilandasi oleh refleksi
secara akumulatif menampilkan mutu kinerja yang tinggi. Artinya,
tindakan yang reflektif terbukti membuahkan berbagai perbaikan praktis
yang nyata Natawidjaya, (dalam Depdikbud, 1999:43).

1.1.6.4.4 Analisis Data

Analisis data adalah proses menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan,
mengabstraksikan, dan mengorganisasikan data secara sistematis
dan rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan
menjawab tujuan PTK.

Analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, paparan
data, dan penyimpulan. Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang

Penelitian Tindakan Kelas 75

dilakukan melalui seleksi, pemfokusan, dan pengabstraksian data mentah
menjadi informasi yang bermakna. Paparan data adalah proses penampilan
data secara lebih sederhana dalam bentuk paparan naratif, representasi
tabulasi, termasuk dalam format matrik, representasi grafis, dan sebagainya.
Penyimpulan adalah proses pengambilan intisari dan sajian data yang telah
terorganisasi tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat atau formulasi yang
singkat dan padat, tetapi mengandung pengertian yang luas.

1.1.6.4.5 Refleksi

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, refleksi dalam PTK adalah upaya
untuk mengkaji apa yang telah atau tidak terjadi, apa yang telah dihasilkan
atau yang belum berhasil dituntaskan dengan tindakan perbaikan yang
telah dilakukan. Hasil refleksi itu digunakan untuk menetapkan langkah
selanjutnya dalam upaya mencapai tujuan PTK. Dengan perkataan lain,
refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan
dalam pencapaian tujuan.

1.1.6.4.6 Perencanaan Tindak Lanjut

Hasil analisis dan refleksi akan menentukan apakah tindakan yang telah
dilaksanakan telah dapat mengatasi masalah atau belum. Jika hasilnya
belum memuaskan, perlu dilakukan tindakan perbaikan lanjutan dengan
memperbaiki tindakan sebelumnya, bila perlu, dengan menyusun kembali
tindakan perbaikan yang betul-betul baru untuk mengatasi masalah yang
ada. Dengan perkataan lain, jika masalah yang diteliti belum tuntas, PTK
harus dilanjutkan pada siklus kedua dengan prosedur yang sama seperti
pada siklus kesatu.

1.1.6.4.7 Refleksi Prosedur Obsevasi

Ada sejumlah kriteria yang dapat digunakan dalam memilih teknik
observasi yang akan digunakan untuk suatu siklus tindakan perbaikan.
Adapun kriteria-kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut:

76 Metode Penelitian

(1) jenis data yang diperlukan dalam rangka implementasi sesuatau siklus
di tengah perbaikan;

(2) indikator-indikator yang relevan yang termanifestasikan dalam bentuk
tingkah laku guru dan siswa;

(3) prosedur perekaman data yang paling sesuai;
(4) pemanfaatan data dalam analisis dan refleksi.

1.1.6.4.8 Interpretasi

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, kadar interpretasi dalam
observasi dapat direntang mulai dari yang bersifat sepenuhnya mekanistis
tanpa interpretasi sehingga dinamakan low-inference observation seperti
yang dikembangkan oleh Flanders (dalam Depdikbud, 1999:47). Untuk
memetakan kecenderungan pendominasian wacana (discourse) dalam interaksi
pembelajaran, akan banyak sisi-sisi kajian lain yang tidak akan tersentuh
dengan kajian lain. Untuk keperluan yang terakhir ini diperlukan high-inference
observation, yaitu satu observasi yang mempersyaratkan penafsiran secara
langsung (instaneous interpretation) dalam perekaman data hasil observasi.

Fakta yang direkam dalam observasi itu langsung diinterpretasikan
dengan kerangka pikir tertentu yang diartikulasikan sebagai asas-asas
pembelajaran siswa-aktif (learner-centered instruction).

(1) Fokus
Penetapan fokus yang dimaksud adalah perhatian pengamat, terutama
dibatasi pada titik incar pada yang telah ditetapkan itu. Di pihak lain, hal
ini tentu tidak dapat diartikan bahwa pengamat akan secara kaku menutup
mata dan telinga dan kejadian-kejadian di luar fokus yang justru dianggap
memiliki makna atau implikasi penting berkaitan dengan tindakan
perbaikan yang sedang dilakukan.

(2) Pelaksana
Salah satu format yang merupakan modifikasi catatan lapangan (field
notes) yang dapat dimanfaatkan oleh guru yang merangkap fungsi sebagai

Penelitian Tindakan Kelas 77

actor tindakan perbaikan dan pengamat dengan hasil yang menjanjikan
adalah jurnal harian. Pada dasarnya, jurnal harian yang produktif adalah
yang mengandung empat komponen yaitu sebagai berikut:
(1) identifikasi konteks observasi;
(2) informasi faktual yang menonjol dalam sesuatu periode observasi;
(3) makna dan informasi faktual tersebut dalam konteks dimana ia

teramati;
(4) implikasi dan fakta dan makna yang dimaksud dalam butir (2) dan (3)

dalam kerangka pikir tindakan perbaikan yang sedang dilakukan.

(3) Tujuan
Dalam penelitian formal, observasi dilakukan untuk mengumpulkan data
yang sahih dan handal (valid dan reliable) yang dapat digunakan sebagai
bahan dalam menjawab pertanyaan-pertayaan peneliti, termasuk yang
dikemas dalam bentuk hipotesis-hipotesis.

(4) Alat Bantu Rekam
PTK nyaris tidak mengunakan alat bantu rekam, kecuali selembar kertas
kosong dan alat rekam, yaitu kamera video.

(5) Sasaran Observasi
Data dan interpretasi hasil observasi tersebut dijadikan sebagai masukan
dalam rangka pelaksanaan refleksi. Dengan mengunakan kombinasi dari
berbagai sudut pandang di atas sebagai rujukan, dapat dibedakan adanya
empat metode observasi, yaitu observasi terbuka, observasi terfokus,
observasi terstruktur, dan observasi sistematik. Untuk itu, pelaksanaan
observasi perlu dilakukan dalam tiga fase kegiatan, yaitu pertemuan
perencanaan, pelaksanaan observasi, dan diskusi balikan.

1) Pertemuan Perencanaan
Dalam menyusun rencana observasi perlu diadakan pertemuan bersama

78 Metode Penelitian

untuk menentukan urutan kegiatan observasi dan menyamakan persepsi
antara pengamat (observer) dan yang diamati (observee) mengenai fokus,
kriteria atau kerangka pikir interpretasi. Dalam fase ini perludilakukan
hal-hal berikut:
a. Penetapan fokus observasi; segala suatu yang menjadi titik incar dalam

pelaksanaan observasi.
b. Kriteria observasi; kriteria yang digunakan dalam pelaksanaan

observasi, yaitu kerangka pikir yang digunakan dalam menafsirkan
makna dari berbagai fakta yang terekam sebagai indikator dan berbagai
gejala yang diharapkan terjadi sebagai perwujudan dan proses atau
dampak dari tindakan perbaikan yang diimplementasikan. Beberapa
contoh kriteria observasi adalah peningkatan proses pembelajaran,
peningkatan hasil belajar, dan peningkatan keterlibatan warga sekolah
dalam tindakan perbaikan.
c. Alat bantu observasi; berbagai alat bantu observasi dapat digunakan
untuk memfasilitasi perekaman data sesuai dengan spesifikasi yang
dikehendaki. Berbagai alat bantu tersebut dapat direntang mulai
dari yang paling terbuka sampai dengan yang paling terstruktur.
Selain itu, juga terdapat alat bantu rekam elektronik yang dapat
mendokumentasikan peristiwa secara relatif lengkap.
d. Keterampilan mengobservasi; ada tiga keterampilan utama yang
diperlukan untuk dapat melakukan observasi yang baik, yaitu
kemampuan menunda kesimpulan, keterampilan dalam hubungan
antarpribadi, dan kemampuan teknis.

2) Pelaksanaan Observasi
Pada saat observasi dilakukan observer mengamati proses pembelajaran
dan mengumpulkan data, baik yang terjadi pada guru, siswa, maupun
situasi kelas. Observer hanya mencatat apa yang dilihat dan didengar,
tidak memberikan penilaian. Observer sebaiknya memberikan catatan
observasi kepada guru yang diobservasi.

Penelitian Tindakan Kelas 79

3) Diskusi Balikan (Review Discussion)
Diskusi balikan harus dilaksanakan dalam situasi yang harmonis; saling
mendukung serta didasarkan pada informasi yang diperoleh selama
observasi. Penentuan serta penetapan target dilakukan berdasarkan
pembahasan yang terjadi dalam diskusi balikan ini. Sebagaimana
telah dikemukakan sebelumnya, meskipun dirujuk supervise klinis
dalam menetapkan kerangka observasi PTK, perlu selalu diingat
kekhasannya, yaitu observasi oleh dan untuk sejawat (part-nearship
observation). Dalam observasi kesejawatan ini mitra pengamat dapat
mengelar berbagai fungsi sesuai dengan kebutuhan yang kontekstual;
melakukan pengamatan secara umum, memusatkan perhatian kepada
sesuatu fokus, secara langsung melakukan semacam verifikasi kepada
siswa di saat-saat yang tepat saat kegiatan pembelajaran berlangsung,
dan mencatat suatu insiden penting yang mungkin luput dari perhatian
guru sebagai aktor tindakan perbaikan.

Observasi kelas akan bermanfaat jika pelaksanaannya diikuti
dengan diskusi balikan. Balikan yang terburuk adalah yang terlalu
dipusatkan kepada kekurangan atau kesalahan guru aktor tindakan
perbaikan dan diberikan secara satu arah, yaitu dari pengamat kepada
guru yang bertolak dari kesan-kesan yang kurang didukung data, dan
dilaksanakan terlalu lama setelah observasi dilakukan. Sebaliknya,
diskusi balikan menjanjikan kemanfaatan yang optimal apabila
dilakukan sebagai berikut:
a. diberikan tidak lebih dari 24 jam setelah observasi;
b. digelar dalam suasana mutually supportive dan non-threatening;
c. bertolak dari rekaman data yang dibuat oleh pengamat;
d. diinterpretasikan secara bersama-sama oleh pelaku tindakan perbaikan

dan pengamat dengan kerangka pikir tindakan perbaikan yang sedang
dilakukan;
e. pembahasan mengacu kepada penetapan sasaran serta pengembangan
strategi perbaikan untuk menentukan perencanaan berikutnya.

80 Metode Penelitian

1.1.7 Siklus PTK

Tahap PTK terdiri atas empat rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam
siklus yang berulang. Keempat kegiatan utama yang terdapat pada
setiap siklus tersebut adalah perencanaan (planning), tindakan (acting),
pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Hal tersebut dapat
diilustrasikan dalam bagan alir berikut.

Tahap 1; Perencanaan (Planning)
Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di
mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian
tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara
pihak yang melakukan tindakan dari pihak yang mengamati proses
jalannya tindakan. Istilah untuk cara ini adalah penelitian kolaborasi.
Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya untuk mengurangi unsur
subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan amatan yang dilakukan.
Dengan mudah dapat diterima bahwa pengamatan yang diarahkan pada
diri sendiri biasanya kurang teliti dibanding dengan pengamatan yang

Penelitian Tindakan Kelas 81

dilakukan terhadap hal-hal yang berada di luar diri karena adanya unsur
subjektivitas yang berpengaruh, yaitu cenderung mengunggulkan dirinya.
Apabila pengamatan dilakukan oleh orang lain, pengamatannya lebih
cermat dan hasilnya akan lebih objektif.

Penelitian kolaborasi ini sangat disarankan kepada para guru yang
belum pernah atau masih jarang melakukan penelitian. Meskipun dilakukan
bersama, karena kelasnya berbeda, dan tentu saja peristiwanya berbeda,
hasilnya pasti berbeda. Jika hasilnya dilaporkan sebagai karya tulis ilmiah
dalam bentuk laporan penelitian, masing-masing guru akan mendapat nilai
sama. Dalam hal ini guru tidak perlu ragu nilainya dibagi dua, seperti jika
menulis bersama atau melakukan penelitian kelompok. Dalam penelitian
tindakan, masing-masing berdiri sebagai peneliti meskipun ketika menyusun
rencana dilakukan bersama-sama. Dengan demikian, penelitian tindakan
yang baik adalah apabila dapat diusahakan sebagai berikut.

Dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan tindakan adalah
guru itu sendiri, sedangkan yang diminta melakukan pengamatan terhadap
berlangsungnya proses tindakan adalah peneliti, bukan guru yang sedang
melakukan tindakan. Kolaborasi juga dapat dilakukan oleh dua orang guru,
yang dengan cara bergantian mengamati. Ketika sedang mengajar dia adalah
seorang guru; ketika sedang mengamati, dia adalah seorang peneliti.

Dalam tahap menyusun rancangan peneliti menentukan titik atau
fokus penistiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati,
kemudian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk membantu
peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung.
Jika yang digunakan dalam penelitian ini bentuk terpisah, peneliti dan
pelaksana harus melakukan kesepakatan antara keduanya. Pelaksana guru
peneliti adalah pihak yang paling berkepentingan untuk meningkatkan
kinerja. Untuk itu, pemilihan strategi pembelajaran disesuaikan dengan
selera dan kepentingan guru peneliti agar pelaksanaan tindakan dapat
terjadi secara wajar, realistis, dan dapat dikelola dengan mudah.

82 Metode Penelitian

Tahap 2; Tindakan (Acting)
Tahap kedua adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau
penerapan isi ranicangan, yaitu melakukan tindakan di kelas. Hal yang perlu
diingat adalah bahwa dalam tahap kedua ini guru harus ingat dan berusaha
menaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan secara wajar; tidak
dibuat-buat. Dalam refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan dan perencanaan
perlu diperhatikan secara saksama agar sinkron dengan maksud semula.

Ketika mengajukan laporan penelitiannya, peneliti tidak melaporkan
seperti apa perencanaan yang dibuat karena langsung melaporkan
pelaksanaan. Oleh karena itu, bentuk dan isi laporannya harus sudah
lengkap menggambarkan semua kegiatan yang dilakukan, mulai dari
persiapan sampai dengan penyelesaian. Banyak di antara karya tulis
yang diajukan oleh guru tidak dapat dinilai atau ditenima oleh tim penilai
karena isi laporannya tidak lengkap. Pada umumnya penulis merasa sudah
menjelaskan tahapan metode yang dilaksanakan dalam tindakan, padahal
baru disinggung dalam kajian pustaka saja, dan belum dijelaskan secara
rinci bagaimana keterlaksanaannya ketika tindakan terjadi.

Tahap 3; Pengamatan (Observing)
Sebetulnya kurang tepat pengamatan dipisahkan dengan pelaksanaan
tindakan. Seharusnya pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang
dilakukan. Jadi, keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Sebutan
tahap kedua diberikan untuk memberikan peluang kepada guru pelaksana
yang juga berstatus sebagai pengamat. Ketika guru tersebut sedang
melakukan tindakan, karena harinya menyatu dengan kegiatan, tentu tidak
sempat menganalisis peristiwanya ketika sedang terjadi. Oleh karena itu,
kepada guru pelaksana yang berstatus sebagai pengamat agar melakukan
pengamatan balik terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung.
Sambil melakukan pengamatan balik, guru pelaksana mencatat sedikit
demi sedikit apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk
perbaikan siklus berikutnya.

Penelitian Tindakan Kelas 83

Tahap 4; Refleksi (Reflecting)
Refleksi merupakan kegiatan mengemukakan kembali apa yang sudah
dilakukan. Istilah refleksi berasal dari kata bahasa Inggris reflection, yang
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi pemantulan. Kegiatan
refleksi sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai
melakukan tindakan yang berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan
implementasi rancangan tindakan. Istilah refleksi sama dengan memantul.
Dalam hal ini, guru pelaksana sedang memantulkan pengalamannya pada
peneliti yang baru saja mengamati kegiatannya dalam tindakan. Inilah inti
penelitian tindakan, yaitu ketika guru pelaku tindakan siap mengatakan
kepada peneliti pengamat tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan
baik dan bagian mana yang belum. Dengan perkataan lain, guru pelaksana
sedang melakukan evaluasi diri. Apabila guru pelaksana juga berstatus
sebagai pengamat, refleksi dilakukan terhadap diri sendiri.

Jika penelitian tindakan dilakukan melalui beberapa siklus, dalam
refleksi terakhir peneliti menyampaikan rencana yang disarankan kepada
peneliti lain apabila dia menghentikan kegiatannya atau kepada diri sendiri
apabila akan melanjutkan dalam kesempatan lain. Catatan-catatan penting
yang dibuat sebaiknya rinci sehingga siapa pun yang akan melaksanakan
dalam kesempatan lain tidak akan kesulitan.

Bagi peneliti pemula, sangat disarankan untuk melakukan
penelitian kolaborasi, yaitu penelitian yang dilakukan bersama-sama atau
berpasangan. Jika guru menginginkan model seperti ini dapat menentukan
(1) teman yang sama mata pelajaran, tetapi berbeda kelas; (2) teman satu
sekolah berbeda kelas, tetapi mata pelajarannya mirip; (3) teman mana
saja asal saling memahami metode satu dengan lainnya.

1.1.8 Penyusunan Instrumen

Instrumen utama PTK adalah dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Kemudian, untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran diperlukan
instrumen pelaksanaan tindakan. Instrumen pelaksanaan tindakan berisi

84 Metode Penelitian

berbagai aspek dan indikator yang dapat diamati atau diobservasi terkait
dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas. Selain itu, mengetahui hasil
yang telah dicapai diperlukan juga instrumen evaluasi dan refleksi. contoh
konkret instrumen PTK dapat dicermati pada bagian lampiran buku ini.

1.1.9 Penyusunan Proposal PTK

Berkaitan dengan penyusunan proposal tidak dibahas dalam modul ini. Namun,
contoh konkret proposal PTK dapat dicermati pada bagian lampiran buku ini.

1.1.10 Contoh Topik dan Rumusan Judul PTK

Sebagai inspirasi dalam mengidentifikasi masalah, topik, dan rumusan
judul PTK, berikut disajikan contoh topik beserta rumusan judulnya.

No. Topik Judul
1. Sastra Peningkatan Penguasaan Peribahasa Indonesia den-
gan Menggunakan Software Peribahasa Indonesia
2. Kebahasaan Siswa Kelas II SMPN Darussalam Banda Aceh
Penggunaan Modul untuk Meminimalisasi Miskon-
3. Pembelajaran sepsi Mahasiswa dalam Perkuliahan Linguistik Umum
Mahasiswa PBSID FKIP Unsyiah
4. Keterampilan Penerapan ICT untuk Meningkatkan Aktivitas dan
Menulis Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas II
SMPN Darussalam Banda Aceh
5. Keterampilan Meningkatkan Keterampilan Menyusun Wacana
Menulis Deskriptif dengan Model Learning Community Siswa
Kelas II SMPN Darussalam Banda Aceh
6. Keterampilan Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Siswa
Menulis Kelas II SMPN Darussalam Banda Aceh dengan
Strategi Mapping
Peningkatan Kemampuan Menulis Eksposisi melalui
Metode Quantum Learning di SMPN Darussalam
Banda Aceh

Penelitian Tindakan Kelas 85

7. Keterampilan Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa
Membaca Kelas I SDN I 82 Banda Aceh dengan Metode Memb-
aca Suku Kata
8. Keterampilan Penerapan Pendekatan Proses 5 Fase untuk Mening-
Menulis katkan Kualitas Pembelajaran Menulis pada Siswa
Kelas 5 SD
9. Kosakata Peningkatan Penguasaan Kosakata dengan Menggu-
nakan Multimedia di Kelas 2 SMKN 3 Banda Aceh
10. Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Guru Kelas II-1 SMPN
Banda Aceh Menerapkan Contextual Teaching and
11. Keterampilan Learning dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Membaca Upaya Meningkatkan Minat Baca Anak Melalui Peneng-
gelaman (Immersion) Keaksaraan di TK FKIP Unsyiah
12. Keterampilan Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan den-
Membaca gan Metode Asosiatif Siswa Kelas I SD Negeri 82
Banda Aceh
13. Keterampilan Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa Kelas
Membaca VII SMP Negeri 12 Banda Aceh Tahun Pelajaran
2011/2012 melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe
14. Keterampilan Strategi Round Table
Menulis Pembelajaran Menulis Teks Drama dengan Menggu-
nakan Teknik Transformasi Puisi Pada Siswa Kelas VII
15. Keterampilan SMP Negeri 12 Banda Aceh Tahun Pelajaran 2011/2012
Menulis Penerapan Model Bengkel Sastra sebagai Upaya
Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa PBSI FKIP
16. Keterampilan Unsyiah dalam Menulis Cerita Pendek dan Menyusun
Menulis Strategi Pembelajaran Menulis Cerita Pendek
Pemanfaatan Media Lagu dalam Upaya Meningkatkan
17. Kosakata Pembelajaran Keterampilan Menulis Narasi Siswa Kelas
VII SMPNegeri 12 BandaAceh Tahun Pelajaran 2011/2012
Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam Pembela-
jaran Kosakata Bahasa Aceh di Sd Negeri 69 Banda
Aceh Tahun Pelajaran 2011/2012

86 Metode Penelitian

18. Keterampilan Pengembangan Pembelajaran Menulis Karangan Ar-
Menulis gumentasi dengan Menggunakan Teknik Think-Talk-
Write (TTW) Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Ban-
19. Keterampilan da Aceh Tahun Pelajaran 2011/2012
Menulis Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Menggunakan
Media Komik pada Siswa Kelas X SMA Negeri 5
20. Keterampilan Banda Aceh Tahun Pelajaran 2011/2012
Menulis Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan
Menggunakan Media Teks Wacana Dialog sebagai
21. Keterampilan Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Kelas
Membaca VII MTs Negeri Model Banda Aceh Tahun Pelaja-
ran 2011/2012
Pembelajaran Membaca Pemahaman Wacana Narat-
if sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Menu-
lis Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 12
Banda Aceh Tahun Pelajaran 2011/2012

1.1.11 Contoh Judul, Rumusan Masalah, Tujuan dan Indikator
Kenerja PTK

Judul Rumusan Tujuan Indikator
Masalah Kinerja

Peningkatan Ke- Apakah meningkatkan Kemampuan
siswa mengung-
mampuan Menulis penggunaan kemampuan siswa kapkan kembali
isi cerita rakyat
Paragraf dengan media cerita kelas VI SDN dalam bentuk
paragraf terlihat
Menggunakan Me- rakyat dapat Tanjong Bungong dalam bentuk:
• ketepatan
dia Cerita Rakyat meningkatkan mengembangkan
struktur kali-
pada Siswa Kelas kemampuan paragraf mat
• ketepatan
VI SDN Tanjong siswa kelas kaidah ejaan
• sistematika
Bungong VI SDN Tan- penalaran

jong Bungong

mengem-

bangkan para-

graf?

Penelitian Tindakan Kelas 87

Peningkatan Apakah meningkatkan Penguasaan
siswa terha-
Penguasaan Peri- penggunaan kemampuan siswa dap peribahasa
Indonesia terlihat
bahasa Indonesia software kelas II SMPN dalam bentuk:
• kecepatan
dengan Menggu- peribahasa In- Darussalam Banda
identifikasi
nakan Software donesia dapat Aceh menguasai • ketepatan

Peribahasa Indone- meningkatkan peribahasa Indo- pemakaian
dalam kon-
sia Siswa Kelas II kemampuan nesia teks

SMPN Darussalam siswa kelas II Minimalisasi
miskonsepsi
Banda Aceh SMPN Darus- mahasiswa dalam
menguasai konsep
salam Banda dasar linguistik
umum terlihat dari
Aceh mengua- • kesamaan

sai peribahasa pemahaman
konsep
Indonesia? • ketepatan
penerapan
Penggunaan Mod- Apakah peng- meningkatkan contoh
ul untuk Memini- gunaan modul kemampuan maha-
malisasi Miskon- dapat mem- siswa PBSI FKIP Peningkatan akti-
sepsi Mahasiswa inimalisasi Unsyiah memaha- vitas dan prestasi
dalam Perkuliahan miskonsepsi mi konsep dasar belajar bahasa
Linguistik Umum mahasiswa linguistik umum Indonesia siswa
Mahasiswa PBSI dalam perkuli- terlihat dari
FKIP Unsyiah ahan Linguis- • antusiasme
tik Umum
Mahasiswa belajar siswa
PBSI FKIP • kecepatan
Unsyiah
penemuan
Penerapan ICT Apakah meningkatkan ak- bahan belajar
yang berag-
untuk Meningkat- penerapan tivitas dan prestasi am
• kemudahan
kan Aktivitas dan ICT dapat belajar bahasa memahami
konsep
Prestasi Belajar meningkatkan Indonesia siswa
Bahasa Indonesia aktivitas dan kelas II SMPN

Siswa Kelas II prestasi baha- Darussalam Banda

SMPN Darussalam sa Indonesia Aceh

Banda Aceh siswa kelas II
SMPN Darus-

salam Banda

Aceh?

88 Metode Penelitian


Click to View FlipBook Version