Jelajah Literasi Bangkok 2019 | i
Jelajah Literasi Bangkok 2019
Penulis: Tim Penulis Jelajah Literasi
ISBN 978-623-217-202-9
Editor: Adrianus Yudi Aryanto
Penata Letak: @timsenyum
Desain Sampul: @kholidsenyum
Copyright © Pustaka Media Guru, 2019
vi, 286 hlm, 14,8 x 21 cm
Cetakan Pertama, Mei 2019
Diterbitkan oleh
CV. Pustaka MediaGuru
Anggota IKAPI
Jl. Dharmawangsa 7/14 Surabaya 60286
Website: www.mediaguru.id
Dicetak dan Didistribusikan oleh
Pustaka Media Guru
Hak Cipta Dilindungi Undang‐Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta, PASAL 72
Daftar Isi
Daftar Isi .................................................................................... iii
Thailand di Mata Saya ............................................................ 1
Pengalaman di Jelajah Literasi Thailand .............................. 5
Jelajah Literasi Thailand ........................................................ 11
Kendil Amal ‐ The Power of Sedekah .................................. 17
Don Mueang, Oh Don Mueang ........................................... 27
Pengalaman di Jelajah Literasi Thailand ............................ 33
In The Morning at Wat Arun Pagoda ..................................37
Siapa Lelaki yang Menghuni Bed di Belakangku? .............. 43
Berbusana Thailand di Wat Arun, Bikin Kami Jadi Seleb
Sekejap ................................................................................ 49
Farewell Time ....................................................................... 53
Tour Thailand Penuh Keunikan .......................................... 57
Ikan Teri Sambal Pahlawanku ............................................ 65
“Si Pembantai” MediaGuru, Berwajah Upin dan Ipin ....... 69
Menuju Negeri Gajah Putih dengan Makanan Halal ..........73
Menggapai Asa di Bumi Gajah Putih .................................. 79
Belum Jadi Jelajah ............................................................... 83
Jerawat Bangkok ................................................................ 89
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | iii
Wedding Anniversary 21 th ................................................. 93
Skenario Allah ..................................................................... 97
Di Sudut Kota Bangkok ...................................................... 105
Srikandi‐Srikandi Perkasa Media Guru Indonesia .............. 111
Wat Arun Bikin Manyun ...................................................... 115
Jelajah Literasi Bangkok Mengantarkan Aku ke SEAMEO
............................................................................................. 121
Jejak Kaki menuju Bangkok ............................................... 125
Kekuatan Doa Sahabat ....................................................... 131
Mutiaraku Sampai Bangkok .............................................. 135
Jika Allah SWT Memudahkan, Maka Tiada yang Mampu
Mempersulit ....................................................................... 141
3 Hari Menjelajahi Bangkok ............................................... 147
Bangkok ...I am coming ...................................................... 155
Berliterasi ke Negeri Siam ................................................. 159
Bahasa Kalkulator vs Bahasa Indonesia ............................ 165
Literasi Bangkok Jalan Kenangan ..................................... 169
Serpihan‐Serpihan Kisah Thailand Selatan "Pattani" ........ 171
Tiga Hari Berkeliling Bangkok, Thailand........................... 177
Potret Kehidupan Religius di Thailand .............................. 183
Menembus Batas Budaya .................................................. 187
“Negeri Gajah Putih” Bangkok .......................................... 191
iv | Tim Penulis Jelajah Literasi
Gara‐Gara Buku .................................................................. 197
Kenangan Indah di Thailand .............................................. 201
Perbedaan Muka dan Pantat Platinum ............................ 207
Ekspektasi dan Realitas ...................................................... 211
Four Hots in Bandara Don Mueang ................................... 217
Meniti Pesona Literasi Negeri Seribu Arwah .................... 221
Bangkok yang Ayu ............................................................. 227
Pesona Budaya Antre di Bangkok ..................................... 231
Jangan Menua Tanpa Karya .............................................. 235
Fobia Timbangan ............................................................... 239
Bangkok ............................................................................. 243
Target Kedua ..................................................................... 247
Mengunjungi Masjid Islamic Center di Thailand ............... 253
Bangkok Dimulai dari Mimpi Menjadi Bangkok ............... 257
“Tom Yam Kung” yang Nendang di Lidah ....................... 263
Let’s Eat ‐ Bangkok Trip .................................................... 267
Detik‐Detik Keberangkatan Jelajah Literasi Bangkok ...... 271
Ada Cinta di SEAMEO ......................................................... 277
Itinerary Bangkok ............................................................... 281
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | v
vi | Tim Penulis Jelajah Literasi
Thailand di Mata Saya
E mpat hari di Thailand banyak terekam dalam ingatan.
Banyak pengalaman menarik bagi saya. Saat pertama
menginjakkan kaki ke Negeri Gajah Putih ini. Saya
sudah berniat untuk meneliti apa hebatnya Thailand dan
bagaimana kehidupan sosial dan agama di Bangkok.
Alhamdulillah, Allah memberi kesehatan sehingga saya
bisa mengunjungi beberapa tempat, kantor perwakilan
SEAMEO di Bangkok dan beberapa tempat destinasi wisata
lainnya. Bahkan kemarin dan hari ini saya masuk sudut‐sudut
pasar dan ke lorong‐lorong melihat langsung kehidupan
penduduk di sini.
Ada beberapa pelajaran penting buat saya, mudah‐
mudahan jadi pelajaran juga untuk yang lain. Negara Thailand
adalah negara yang sedang berkembang sama halnya dengan
Indonesia. Pembangunan infrastruktur sedang dilakukan di
mana‐mana. Saya yakin 10 tahun ke depan wajah kota
Bangkok akan berubah lagi. Tapi saya tidak tahu kabel listrik
dan telepon yang semrawut itu akan berubah atau tidak.
Saya mencoba masuk ke sudut sudut kota seperti di
sekitar Viqtori Monument, Asiatique the Riverfront, Nana
Plaza dan Jatuchak Center Market dan lain‐lain. Bangkok
adalah kota besar yang dikunjungi oleh manusia di berbagai
negara. Pantas saja Thailand jadi destinasi wisata terbesar di
Asia mengalahkan Malaysia, Singapora, dan Indonesia.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 1
Saya mencoba menganalisis mengapa banyak turis dan
wisatawan di berbagai negara datang ke Thailand. Menurut
analisis naif saya, Thailand negara yang aman bagi turis.
Thailand juga menawarkan wisata kuliner paling menarik,
walaupun saya hampir muntah saat melihat Crocodile BBQ.
Nah, saya tidak ada hak protes, toh saya bukan buaya.
Thailand menawarkan wisata religi bagi umat Budha,
wisata alam, laut, taman dan sungainya yang luas. Bagi kaum
hawa Thailand adalah sangat cocok untuk destinasi shopping.
Di sini mata uang Indonesia punya nilai tukar lumayan,
dibandingkan Singapura dan Malaysia. Jadi, untuk berbelanja
tidak terlalu mahal.
Salah satu pusat perbelanjaan
Selain menyiapkan uang, paspor, dan obat untuk
kebutuhan perjalanan, Anda juga harus mempersiapkan iman.
2 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Iman sangat penting selama berada di Bangkok. Menjaga
shalat 5 waktu dan menjaga pandangan supaya tidak khilaf.
Apalagi di Bangkok ini saya sendiri tidak bisa membedakan
mana lady dan lady boy. Mereka (lady boy) saya akui memang
cantik, tetapi jujur saja saya lebih takut lady boy daripada
kuntilanak dan hantu lainnya. "Neu peuwo lon Mae". Wisata
seks di Thailand sangat diminati oleh para lelaki buaya.
Bagusnya laki‐laki buaya itu saja yang dipanggang lalu diberi
saus BBQ.
Di sini Anda harus hati‐hati memilih makanan. Karena di
Bangkok bebas menjual daging babi, buaya, dan hewan
lainnya yang tidak disembelih secara Islam. Bagi saya
makanan yang halal adalah prioritas. Selama di sini saya lebih
memilih roti pandan, buah, dan sayur‐sayuran karena tidak
berisiko.
Memang setiap gang di kota Bangkok bersih. Tidak ada
sampah. Semua pedagang di sana saat menutup
dagangannya memasukkan sampah ke plastik besar untuk
dibuang. Tapi yang masih membuat saya kesal adalah bau
amis kencing di beberapa lorong pasar yang saya masuki di
Bangkok. Bau "chung" membuat hidung saya seperti ditusuk
tombak hingga ke otak. Warga di tempat itu sepertinya hanya
memakai tisu untuk membersihkan setelah buang air kecil.
Alhamdulillah, saya bersyukur tinggal di Aceh. Orang menjaga
buang hajatnya tidak sembarangan.
Bangkok 18 Februari 2019
Rizki Dasilva, S.Pd.I, M.A.
Kepala Sekolah SDIT Muhammadiyah Bireuen
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 3
4 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Pengalaman di Jelajah
Literasi Thailand
T anggal 15,16,17 Februari 2019 hari bersejarah buatku.
MediaGuru mengajak saya benar‐benar menjadi
seorang “wonder woman”. Tiga hari di Bangkok
pengalaman yang sungguh berkesan. Sebuah pengalaman
yang tidak bisa saya lupakan. Pengalaman yang penuh
dengan canda dan tawa. Kuliner
Bangkok yang penuh dengan
warna‐warni antara halal dan
nonhalal membuat saya harus
ekstra hati‐hati dalam memelih
menu makanan.
Bangkok adalah ibu kota dan
kota terbesar di Thailand. Kota ini
terletak di tepi barat Sungai Chao
Phraya, dekat Teluk Thailand.
Bangkok adalah salah satu kota
yang berkembang pesat dengan
ekonomi yang dinamis dan
kemasyarakatan yang progresif di
Asia Tenggara. Saya baru pertama
kali ke Bangkok dengan segala rasa campur aduk deg‐degan,
cemas, takut, was‐was, gembira, dan bahagia menjadi satu. Di
situlah tumbuh merasa menjadi “wonder woman”.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 5
Hari pertama perjalanan menuju ke SEAMEO. Di
sepanjang jalan saya benar‐benar merasa kagum dengan kota
Bangkok yang begitu indah. Sesampainya di SEAMEO saya
dan rombongan mengikuti seminar penjelasan tentang
SEAMEO (Southeast Asian Ministers of Education
Organization). Dari namanya saja sudah terlihat ranah
kerajaan. SEAMEO bergerak di bidang pendidikan dengan
negara‐negara di Asia. Salah satu program dari SEAMEO
adalah SEA‐Teacher. Tujuan program SEA‐Teacher adalah
memberikan kesempatan untuk merasakan praktik mengajar
di negara‐negara tetangga. Diharapkan setelah itu guru dapat
meningkatkan kemampuan mengajar dan juga pedagogis.
Pedagogis tidak bisa dipelajari hanya dengan membaca
buku teks tentang pendidikan, pembelajaran, peserta didik,
dst. Akan tetapi, dapat ditumbuhkembangkan ketika semakin
banyak pengalaman dalam mengajar baik di dalam maupun
luar negeri.
Hari kedua kunjungan ke Kuil Wat Arun. Kuil ini
merupakan salah satu kuil utama umat Budha di Thailand. Kuil
ini merupakan salah satu tempat peribadatan utama umat
Budha di Thailand. Kuil ini konon katanya juga merupakan
saksi janji yang pernah dilontarkan oleh salah satu raja
Thailand. Kuil ini dihiasi dengan berbagai ornamen yang
sangat indah, misalnya ukiran dinding yang mengisahkan
perjalanan Budha, hewan‐hewan mitologi, dan ukiran Dewa
Indra di atas Gajah Erawan.
Meskipun Kuil Wat Arun tempatnya di pinggir sungai,
ternyata memiliki transportasi air yang cukup bisa
diandalkan. Perahu‐perahu yang ada memang sengaja
6 | Tim Penulis Jelajah Literasi
digunakan untuk mengangkut para wisatawan. Sungai Chao
Phraya tampak amat terawat. Tidak ada sampah yang
menumpuk di bantaran sungai dan airnya terlihat cukup
jernih. Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju Masjid
The Foundation of Islamic Center of Thailand untuk
melaksanakan shalat Zuhur.
Meskipun negara tersebut bukanlah negara Islam, namun
ternyata banyak juga masjid yang berdiri di negara Thailand.
The Foundation of The Center Mosque of Thailand atau The
Foundation of Islamic Center of Thailand atau kita singkat
menjadi FICT merupakan sebuah organisasi yang bertujuan
mewadahi semua aspirasi dari kaum muslimin yang berada di
seluruh Bangkok secara khusus dan untuk negara Thailand
secara umum.
Perjalanan berikutnya menuju ke Asiatique The
Riverfront, sebuah mal terbuka terdapat bermacam‐macam
toko mulai dari outlet barang branded sampai produk lokal
yang murah meriah, lucu‐lucu, dan menggoda iman untuk
berbelanja. Asiatique di Bangkok dibagi menjadi empat lokasi
untuk membantu kita menemukan apa yang kita cari.
Distrik Chareonkrung adalah sebuah tempat kita akan
menemukan sebagian besar butik atau toko kecil yang
menjual suvenir, kerajinan tangan, perhiasan, dan pakaian.
District Factory pusatnya barang‐barang elektronik dan
teknologi. Di sini menjual berbagai macam kebutuhan
elektronik dan barang‐barang lainnya. Toko‐toko kecil di sini
sangat menarik. Saya saja sampai tidak bisa menahan diri
untuk membeli tas cantik seharga 250 Bath. Setelah ditawar‐
tawar harganya turun menjadi 200 Bath (Rp 92.000,00).
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 7
Di Asiatiqe The Riverfront juga ada banyak restoran yang
pastinya menyediakan makanan enak dan suasananya asyik
buat hang out bareng teman. Mau menu makanan Asia
sampai Western semuanya ada di sini. Lengkap tinggal pilih
sesuai selera. Jangan lupa juga untuk mencoba jajanan khas
Thailand seperti Kanom Krok Kue, kelapa yang dibuat di
penggorengan seperti takoyaki, perpaduan tepung, santan,
dan gula aren. Manggo Sticky Rice juga enak, sejenis buah
mangga yang dimakan dengan ketan yang lembut dengan
siraman gula santan. Durian Sticky Rice juga sangat menggoda
dan sangat lezat. Buah durian yang dimakan dengan ketan
dan disiram gula santan. Belum lengkap rasanya bila kita
makan tidak ditemani Thai Tea. Di sini dikenal dengan nama
Cha Yen Tea campuran teh Thailand dengan susu. Selain
makanan Thailand di Asiatique juga ada restoran Korea,
Taiwan, dan berbagai macam restoran bernuansa Amerika
dan Eropa. Mulai dari makanan yang enak‐enak hingga
makanan ekstrim seperi serangga goreng, buaya guling dan
sebagainya.
Hari ketiga ke Chatuchak. Bila Anda sudah berada di
pasar Chatuchak, makan es krim kelapa adalah keharusan.
Rugi kalau tidak mencobanya. Es krim yang begitu lembut
disertai potongan daging kelapa dan dua topping lainnya
sangat direkomendasikan di tengah panasnya cuaca di pasar
Chatuchak. Setelah muter‐muter berjalan dan belanja pasti
merasa lapar. Cobalah mencicipi menu makanan khas
Thailand yang sangat populer seperti babi panggang
(nonhalal) bagi nonMuslim.
8 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Babi panggang dari Moo Yang Nam Peung ini adalah
salah satu makanan yang paling populer. Daging yang sangat
lembut namun tetap garing disertai rasa madu sangatlah
nikmat (katanya ). Makanan khas lainnya untuk yang Muslim
tak kalah lezatnya, Chicken Wing Yang. Makanan khas lainnya
adalah Tom Yum Goong merupakan sup dari Thailand yang
terkenal hingga seluruh dunia. Cita rasanya yang lezat dengan
berbagai pilihan kuah segar asam pedas membuat Tom Yum
pas sekali disajikan saat udara dingin dan mabuk perjalanan.
Di Chatuchak juga ada restoran muslim Kah Jak yang menjual
berbagai menu Thailand seperti; nasi ayam, papaya salad, dll.
Hati‐hati, dilarang merokok di area Chatuchak. Ingat,
walaupun merupakan pasar terbuka, tetapi seluruh area
Chatuchak ini Anda dilarang merokok. Ada denda sebesar
2000 Bath jika tertangkap merokok. Hal ini juga berlaku di
sebagian besar tempat umum di Bangkok.
Endang Listiawati, S.Pd., M.M.
Guru SDN Gembongdadi 01, Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 9
10 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Jelajah Literasi Thailand
F ebruari di tahun 2019 ini sungguh menjadi bulan yang
membahagiakan. Bagaimana tidak, berlanjut dari
kegiatan TNGP Jakarta beberapa bulan lalu kali ini
MediaGuru mengadakan kegiatan jelajah literasi. Kegiatan ini
tidak dilakukan di dalam negeri, tapi di luar negeri. Di Thailand
tepatnya dan terjadwal selama 4 hari. Pasti akan banyak
sekali ilmu pengetahuan, pengalaman, bahkan pembelajaran
yang akan kami dapatkan di Negara Gajah Putih ini.
Jumat, 15 Februari kami berangkat dari Bandara
Soekarno Hatta dengan jarak tempuh kurang lebih 3 jam
menuju Bangkok Don Mueang International Airport ( DMK ).
Sampai di Bandara DMK saya dan rombongan MediaGuru
langsung disambut dengan dua bus besar lengkap dengan
pemandu wisata menuju tempat seminar, kantor SEAMEO
(Southeast Asian Ministers of Education Organization) di
Kota Bangkok.
Hari pertama penuh kesan dalam mengikuti kegiatan
seminar itu. Saya merasa bangga bahwa pimpinan dari
SEAMEO itu adalah orang yang berasal dari Indonesia,
namanya Bapak Gatot Hari Priowirjanto. Dalam kesempatan
ini kami tidak dapat face to face (bertatap muka langsung)
dengan beliau, namun kami bisa berkomunikasi dengan video
call. Beliau sangat fasih berbahasa Inggris walaupun logat
jawanya tidak dapat dihilangkan.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 11
Banyak program dari SEAMEO yang menganjurkan
kami bergabung, agar bisa mengikuti perkembangan SDM
dalam revolusi industri 4.0. Seminar sehari berakhir pada
pukul 18.00 waktu setempat. Dalam seminar ini MediaGuru
pun mengumumkan peluncuran Majalah Literasi Indonesia
yang dipimpin oleh Bapak Mohammad Ihsan. Pembaca pun
sudah bisa mengunduhnya secara gratis melalui alamat
www.majalahliterasi.id. Ada juga peluncuran buku dari salah
satu siswa yang tergabung dalam program Sasisabu (Satu
Siswa Satu Buku). Semua tampak hebat berkat bimbingan
MediaGuru.
Hari kedua kegiatan saya dan rombongan yaitu
melanjutkan jelajah ke beberapa tempat destinasi wisata.
Salah satunya ke River City Bangkok. Kami melanjutkan
perjalanan melalui jalur sungai dengan menggunakan perahu
menuju Kuil Wat Arun. Kuil Wat Arun merupakan salah satu
kuil tertua di Thailand. Kuil ini dipenuhi dengan dekorasi
berupa mozaik kaca dan porselin China. Wat Arun terletak di
Thonburi, sebuah lokasi yang berseberangan dengan
Rattanakossin Island. Saya dan rombongan tak ketinggalan
pula mencoba memakai pakaian adat istiadat Thailand yaitu
pakaian Panong.
Pakaian Panong ini merupakan sehelai kain yang dililit di
bagian bawah badan dan dimasukkan di celah kaki. Pakaian
adat Thailand ini disebut Kaftan atau Tunika. Dilengkapi
dengan mahkota yang dipasang di kepala serasa menjulang
sampai ke langit. Dengan membayar 100 Bath kami sudah
bisa mengenakan pakaian adat ini dan foto kostum dengan
12 | Tim Penulis Jelajah Literasi
gaya kami yang sangat luar biasa. Benar‐benar sangat
menyenangkan.
Walaupun mayoritas masyarakat Thailand beragama
Budha, ternyata ada juga tempat beribadah untuk umat
muslim, namanya The Foundation of Islamic Centre of Thailand.
Kami melaksanakan shalat Zuhur di sini. Setelah itu kami
melanjutkan kembali perjalanan menuju Erawadee, salah
satu toko obat herbal yang ada di Thailand. Pramusajinya
berasal dari Indonesia sehingga sangat memudahkan kami
dalam berkomunikasi. Banyak di antara kami yang berbelanja
obat herbal, khususnya obat pegal linu dan obat‐obatan
lainnya.
Bergaya dengan kostum adat khas Thailand
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 13
Perjalanan diteruskan menuju The Platinum Fashion Mall.
Kemudian lanjut ke Asiatique dan lagi‐lagi kami berbelanja
lagi. Dari outlet barang‐barang hingga kuliner tersedia di sini.
Berbagai makanan tersaji luar biasa jenisnya. Ada makanan
halal yang saya nikmati saat itu yaitu Tom Yum Goong.
Sebuah masakan dengan bumbu yang berani, memadukan
campuran berbagai rempah yang rasanya sangat nendang.
Udang segar dan jamur memanjakan tubuh, baunya khas
mengingatkan tentang parfum yang eksotis, sementara asam
pedas panas menambah cita rasa tersendiri. Kuliner lainnya
yang menjadi perhatian saya yaitu Crocodile Grill with BBQ
Sauce yang membuat saya sangat terpana. Buaya dipanggang
dan dijadikan santapan. Tak percaya melihatnya. Bagaimana
cara makan buaya sebesar itu, ya? Itulah ragamnya kuliner di
Thailand dan kami cukup puas memandang tanpa harus
memegangnya. Cukup membeli makanan dengan label halal
walaupun sangat sulit untuk mendapatkannya.
Perjalanan saya dan rombongan pada hari ketiga yaitu
menuju pusat oleh‐oleh ke JJ Mall, Chatuchak Market. Pasar
terbuka yang sangat luas. Harga grosir yang ditawarkan
sangat memikat kami dan tentunya menambah semangat
dalam berbelanja tanpa berpikir bahwa itu akan menambah
berat koper kami.
Jelajah Literasi berakhir. Minggu malam saya beserta 8
orang lainnya harus pindah hotel yang dekat dengan bandara
karena penerbangan ke tanah air terjadwal pada Senin siang.
Sungguh hal yang di luar dugaan kami disatukan dalam
kebersamaan. Tidur bersama dalam satu dormitory tanpa ada
perasaan yang berbeda dan membedakan. Hanya ada satu
14 | Tim Penulis Jelajah Literasi
tujuan yaitu kebersamaan, kekompakan, dan saling
membantu satu sama lain.
Saya merasa bersyukur dipertemukan dengan orang‐
orang hebat dan sangat luar biasa bagi saya. Saya menjadi si
bungsu dari Lampung yang sangat disayangi oleh mereka.
Banyak pembelajaran dan hikmah yang saya dapatkan. Canda
tawa, saling menghibur menjadi penutup hari kami dalam
jelajah literasi kali ini.
Kami berpisah setelah sampai di Bandara Soekarno Hatta
karena harus pulang menuju daerah kami masing‐masing.
Tidak lupa berswafoto menjadi hal wajib, jangan sampai
terlewati agar selalu menjadi kenangan yang indah dan tak
terlupakan. Alhamdulillah, semoga lelah membawa berkah.
Sampai jumpa pada jelajah literasi selanjutnya pada masa
yang akan datang. Insyaallah.
Reni Septiana, S.Pd.SD
(Guru SD Negeri 2 Kampung Kotaagung Tanggamus, Lampung)
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 15
16 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Kendil Amal ‐ The Power of
Sedekah
K unjungan kedua saya ke Bangkok kali ini bersama
grup Jelajah Literasi Thailand. Bersama para penggiat
literasi se‐Nusantara di bawah bendera MediaGuru,
cukup berkesan dan menyenangkan dengan sedikit pernak‐
perniknya. Mulai dari kunjungan ke SEAMEO, mengarungi di
Sungai Chao Phraya, mengunjungi kuil‐kuil bersejarah sampai
dengan wisata belanjanya. Semuanya menarik untuk
dinikmati para pencari inspirasi.
Saya merasakan suasana berbeda dengan kunjungan
pertama saya di Thailland pertengahan tahun 2017. Saat itu
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 17
masih berkabung atas wafatnya Raja Thailand, Bhumibol
Adulyadej pada usia 88 tahun. Masyarakat Thailand saat itu
berpakaian warna gelap atau putih, kami pun menyesuaikan.
Banyaknya wisatawan yang datang berkunjung tidak
mengurangi kesan bersih dan tertib. Saat itu saya melihat
antrean masyarakat Thailand maupun wisatawan yang ingin
berdoa untuk sang raja sampai mengular di area pintu masuk
Grand Palace. Saya pikir ini hal yang biasa dalam area wisata,
namun ternyata saya temui pula di jalan‐jalan. Masyarakat
Bangkok yang menunggu ojek motor antre dengan rapi.
“Hm, kalau di Jakarta pemandangan seperti ini biasa di
depan toko makanan terkenal kali, ya?”
Bagian yang ingin saya ceritakan adalah pengalaman saya
saat mengunjungi Reclining Buddha atau Patung Buddha
tidur. Selain harus berpakaian sopan, pengunjung diharuskan
melepas alas kaki saat memasuki ruangan. Pemandu wisata
mengingatkan untuk tidak berfoto dengan mengangkat kaki
karena hal ini dianggap tidak sopan. Aturannya mirip saat
memasuki lokasi wisata kuil lain, termasuk Wat Arun dan Wat
Pho. “Tidak aneh kalau ada stan khusus menyewakan pakaian
dekat loket pembelian tiket masuk,” pikir saya. Petugas tidak
segan‐segan menegur, bahkan memperingatkan langsung
jika tidak mematuhi peraturan. Sempat terlihat petugas
wanita berpakaian seragam khusus dengan tongkat di tangan
sedang memperingatkan salah seorang wisatawan yang ingin
mengambil foto pada area kuil yang sedang digunakan untuk
peribadatan. Memang ada area yang terlarang. Oleh karena
itu, kita harus perhatikan betul rambu‐rambu yang ada.
18 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Setelah melepas sepatu dan memasukkannya ke kantong
plastik yang sudah disediakan, saya bersama rombongan
mulai memasuki ruang Reclining Buddha atau Patung Buddha
Tidur. Tampak kepala Buddha lebih tinggi dengan disangga
tangan. Rombongan mulai terpencar menikmati
pemandangan patung di area Wat Pho, yang konon
berdasarkan informasi pemandu memiliki panjang sekitar 46
meter dan tinggi 15 meter. Patung ini kabarnya terdiri dari 336
lapis emas 18 karat. Wow, luar biasa!
Menarik untuk diambil gambarnya. Saya pun mencoba
mencari sudut yang tepat untuk dapat mengambil gambar
dengan latar seluruh Patung Budhha Tidur. Pada saat sampai
bagian kaki patung Buddha Tidur ini, saya mulai mendengar
suara “ting ting ting” yang cukup lama. Saya coba
mendatangi pusat suara, berasal dari balik patung. Tampak
berbaris para pengunjung, tua dan muda bahkan anak‐anak
antre memasukkan uang koin mereka ke dalam kendil yang
tersedia sepanjang jalan menuju pintu keluar. Sayang, saya
tidak menghitung jumlah kendil yang ada. Terlepas dari
keyakinan umat Budha, fenomena ini membuat saya berpikir
bahwa banyak hal yang bisa kita lakukan dengan sedekah
koin. Dari sisi pendidikan, ini dapat menjadi satu parameter
“kesalehan” sosial seseorang.
Saya teringat sekitar tahun 2010, gerakan koin untuk
Bilqis. Bilqis Anindya Passa, bayi usia 17 bulan yang mengidap
penyakit Atresia Bilier. Bayi tersebut membutuhkan sekitar 1
miliar untuk biaya operasi. Sementara dia dari keluarga
kurang mampu. Dengan kekuatan sedekah koin, masyarakat
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 19
mampu membantu penyelesaian masalah sosial kemanusiaan
yang disebabkan oleh kefakiran.
Satu lagi kisah “Koin Keadilan” untuk Prita. Berawal dari
perseteruan antara Prita Mulyasari dengan Rumah Sakit Omni
Internasional pada tahun 2008, hingga putusan peradilan
perdata mengharuskan Prita membayar denda sejumlah Rp
204.000.000,00. Inilah merupakan cikal bakal gerakan sosial
“Koin Keadilan” yang mengumpulkan uang berasal dari
sejumlah uang recehan berupa koin dalam jumlah 605 juta
rupiah, bahkan ada yang menyebutkan dana mencapai Rp
825.728.550,00.
Inilah yang saya disebut dengan The Power of Sedekah.
Budaya tolong‐menolong, membantu sesama mutlak
ditanamkan sejak dini. Peduli sesama, mampu menjadikan si
pelakunya hidup lebih sehat. Bagaimana tidak, seorang yang
mampu memberikan sebagian harta yang ia miliki
berkeyakinan bahwa harta yang ia sedekahkan pada
hakikatnya tidak akan hilang, bahkan ia yakin bahwa akan
kembali kepada dirinya dengan lebih baik.
Sedekah membawa pelakunya menjadi lebih sehat,
produktif, dan makin kaya. Jika tidak percaya silakan dicoba
saja! Apalagi bagi seorang muslim, harus yakin dengan firman
Allah SWT dalam surat Al Hadid ayat 18, yang artinya:
“Sesungguhnya orang‐orang yang bersedekah baik laki‐laki
maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah dengan
pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan
(pahalanya) kepada mereka dan bagi mereka pahala yang
banyak”.
20 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Dalam QS Al‐Baqoroh ayat 261, Allah berfirman yang
artinya: “Perumpamaan orang‐orang yang mendermakan
(shodaqoh) harta bendanya di jalan Allah, seperti (orang yang
menanam) sebutir biji yang menumbuhkan tujuh untai dan
tiap‐tiap untai terdapat seratus biji dan Allah
melipatgandakan (balasan) kepada orang yang dikehendaki,
dan Allah Maha Luas (anugrah‐Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Berikutnya hadis riwayat Thabrani: Nabi SAW bersabda
“Sesungguhnya sedekahnya orang muslim itu dapat
menambah umurnya, dapat mencegah kematian yang buruk
(su’ul khotimah), Allah akan menghilangkan darinya sifat
sombong, kefakiran dan sifat bangga pada diri sendiri”. (HR.
Thabrani).
Nah, luar biasa bukan?
Kembali ke deretan kendil‐kendil untuk sedekah koin
yang ada di Wat Pho. Tampak di antara pengunjung yang
antre memasukkan koin‐koinnya, ada salah seorang petugas
yang memindahkan koin‐koin tadi ke dalam wadah ember
besar, di dekat dinding ke arah pintu keluar Wat Pho.
“Aduh, gara‐gara asyik memperhatikan dan merekam
pemandangan tersebut, saya terpisah dengan rombongan,”
gumamku sambil terus melanjutkan merekam.
Oh ya, satu hal lagi. Bagi yang tidak punya uang receh,
sedekah dengan uang kertas pun tidak masalah. Pada sisi
belakang Patung Buddha Tidur tersedia ranting pohon yang
penuh tempelan uang‐uang kertas, mirip seperti pohon uang.
Hm, menarik juga. Jadi ingat Dimas Kanjeng atau Taat Pribadi,
sambil tersenyum sendiri.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 21
Intinya mari kita biasakan bersedekah karena ini
merupakan sikap yang mulia. Bagi yang berharta dengan
harta atau dengan bahasa, senyum juga sedekah! Bersedekah
itu berbagi rasa kepedulian terhadap sesama. Ia merupakan
perekat si miskin dan kaya, jalinan mesra antarmanusia. Harta
benda yang kita simpan Itu semua akan kita tinggalkan. Harta
yang kekal adalah yang kita infakkan sebagai bekal hari
kemudian. Takkan susah orang yang sedekah. Bahkan
hartanya akan bertambah. Manfaat yang penuh berkah dan
dijauhkan dari bencana. Ini adalah kutipan sebagian dari lirik
lagu Rhoma Irama yang berjudul “sedekah”.
Sebagai penutup, mari kita memohon agar senantiasa
diberi kekuatan untuk bisa bersedekah.
Ya Allah, jadikan dunia dalam genggamanku, bukan di
hatiku.
Neni Syarifatun Nisa
(Staf Dit PGTK PAUD dan Dikmas, Jakarta)
22 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Jelajah Literasi Bangkok
Semua cerita diawali dari kami mengikuti kegiatan
Sagusabu Karawang I. Berkat ilmu dan bimbingan dari Tim
MediaGuru, alhamdulillah terwujudlah buku pertama saya
yang berjudul 40 Days in Mecca and Medina sehingga dapat
mengantarkan saya mengikuti perayaan Hari Guru Nasional
berupa Kegiatan Seminar Nasional di Jakarta tepatnya pada
tanggal 24‐25 November 2018 di Gedung Kemendikbud
Jakarta.
Pada saat seminar tersebut Pimpinan MediaGuru, Bapak
Mohammad Ihsan sempat mengumumkan akan diadakan
jelajah literasi ke Bangkok, Thailand pada tanggal 15‐17
Februari 2019. Namun, pesertanya terbatas. Tidak berpikir
lama begitu link pendaftaran dibuka saya dan rekan saya pun
langsung mendaftarkan diri karena takut kehabisan jatah.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 23
Alhamdulillah, keinginan mengikuti Jelajah Literasi Bangkok
bersama guru‐guru serta pengawas hebat dan berprestasi
pun terwujud. Barakallah.
Dengan modal tekad dan motivasi ingin mendapatkan
ilmu dan pengalaman yang berbeda dan berharap bisa
banyak belajar dari sharing pengalaman guru‐guru hebat dari
seluruh Nusantara semoga dapat menambah wawasan dan
pengetahuan kami. Akhirnya, bersama rekan sekantor kami
pun pergi bersama. Walaupun awalnya sempat dag‐dig‐dug
juga mengingat nanti bertemu dengan seluruh peserta dan
Tim CEO setelah berada di Bandara Don Mueang, Bangkok.
Namun, alhamdulillah semua berjalan lancar berkat doa dan
dukungan keluarga serta rekan‐rekan.
Sesuai Itinerary Jelajah Literasi Bangkok, 15‐17 Februari
2019, tepat pukul 13.00 kami semua sudah berkumpul di
Meeting Point DMK‐Bangkok. Tujuan utama adalah
menghadiri Seminar SEAMEO dengan tema “Digital Literacy
Towards the Industrial Revolution 4.0 Era”. Materi seminar
disampaikan oleh Dr. Gatot Hari Priowirjanto selaku Director
SEAMEO Secretariat, yang dilakukan melalui media webcam
yang menggunakan aplikasi Webex Meet. Beliau
menyampaikan tentang pelatihan VCI (Virtual Coordinator
Indonesia). Saya sangat tertarik dan termotivasi untuk
mengikutinya apalagi setelah mendengar pengalaman‐
pengalaman dari beberapa teman yang telah mengikuti
pelatihan VCI Batch 2. Sebagai guru di era revolusi Industri 4.0
saya harus mengikuti pelatihan tersebut.
Keesokan harinya kami berwisata ke Chaopraya River,
Kuil Wat Arun, Islamic Centre of Thailand, Platinum Shopping
24 | Tim Penulis Jelajah Literasi
dan terakhir di hari kedua berkunjung ke Asiatique, tempat
belanja suvenir termurah menurut saya. Hari ketiga adalah
hari kepulangan bagi teman‐teman yang pulang tanggal 17
Februari. Kami semua hanya sempat mengunjungi Chatuchak
Weekend Market. Selanjutnya kontrak pemandu wisatanya
pun selesai. Saya dengan beberapa rekan lain menambah
satu hari sehingga kami bersembilan pun harus bermalam di
hotel terdekat dengan bandara.
Sore harinya saya berdua dengan rekan saya berkunjung
ke Madame Tussauds dan Mall Siam Paragon dengan
mengendarai taksi online.
Sungguh berkesan perjalanan yang kami lalui di jelajah
literasi ini. Perbedaan karakter, budaya, agama, suku dan
bahasa tidak membuat kami kapok. Namun, sebaliknya kami
menjadi lebih kaya akan semua itu. Pembelajaran baik yang
paling saya garis bawahi selama di Thailand adalah
pelestarian budaya yang kuat termasuk budaya antrenya
yang patut dicontoh. Sementara untuk wisata kuliner karena
mayoritas muslim maka kami sangat berhati‐hati dalam
memilih menu makanan yang halal.
Rukmini, S.Pd. M.Pd.
(Guru SMPN 2 Telukjambe Timur, Karawang)
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 25
26 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Don Mueang, Oh Don
Mueang
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 27
P erjalanan hari terakhir di Bangkok dimulai dengan
kehebohan pagi di Hotel Livotel. Dengan sisa
kelelahan dan kurang tidur, kami harus bersiap
packing untuk kembali ke tanah air karena rencananya kami
harus check out langsung dari hotel setelah sarapan pagi.
Ketakutan kelebihan bagasi menghantui kami sehingga harus
benar‐benar memanfaatkan kemampuan ilmu ukur alias kira‐
kira untuk memperkirakan berat bagasi.
Urusan beberes bagasi selesai, kami langsung check out
dari hotel menuju Candi Wat Pho dan Grand Palace sembari
menunggu sore. Puas mengelilingi kedua tempat wisata
tersebut, kami langsung menuju bandara. Setiba di Bandara
Don Mueang, penderitaan pun dimulai. Begitu kami masuk
dalam ruang bandara, kami dikagetkan dengan lautan
manusia. Kondisinya sangat berbeda dengan bandara di
Soetta maupun Halim. Benar‐benar penuh manusia. Mungkin
ini dikarenakan week end. Karena dulu saat berkunjung ke
Bangkok tahun 2017 mengikuti kegiatan magang di PKBM‐nya
Thailand dan pulang melalui Bandara Don Mueang juga, saya
tidak menemukan kondisi penuh manusia seperti ini. Untuk
berjalan masuk ke ruang untuk check in harus berjuang
melewati lautan manusia ditambah kurangnya papan
informasi dan petugas bandara.
Sehingga kami kebingungan harus masuk lewat mana.
Bayangkan, dengan rombongan sebanyak 26 orang plus
ditambah koper yang sudah beranak bercucu, kami harus ke
sana kemari seperti orang bingung. Kebingungan semakin
bertambah melihat antrean orang yang mengular bahkan
sudah melingkar‐lingkar untuk check in.
28 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Akhirnya, setelah bingung ke sana kemari dengan
rombongan 26 orang tersebut, diputuskan untuk membagi
menjadi dua rombongan. Satu rombongan melakukan check
in online melalui mesin karena sebagian belum check in.
Sedangkan, satu rombongan antre drop bagasi. Kebingungan
untuk drop bagasi tidak kalah hebohnya. Minimnya tulisan
dalam bahasa Inggris membuat kami hanya bisa meraba‐raba
di mana harus antre dan ternyata salah masuk antrean.
Perjuangan kami mengikuti antrean yang melingkar‐
lingkar ternyata untuk penerbangan dosmetik. Dengan
rombongan sirkus, kami pun pindah ke antrean penerbangan
internasional. Ketidaktahuan kami harus mulai antre dari
mana membuat kami diomeli karena memotong antrean di
tengah. Dengan lunglai, kami pun harus mencari ujung
antrean.
Berjalan dengan rombongan banyak dan tas yang juga
tidak kalah banyak membuat kami kesusahan membelah
lautan manusia. Akhirnya, kami putuskan hanya beberapa
orang yang antre dan beberapa teman serta koper
menunggu mendekati tempat check in. Alhasil, teori kami ini
sempat menimbulkan kecurigaan beberapa bule yang ngantre
karena dikira teman kami dengan troli koper memotong
antrean.
Dengan keterbatasan kemampuan bahasa Inggris, kami
yang berada di antrean orang hanya bisa teriak “My bag”
sambil menunjuk ke tumpukan tas kami. Bahasa “tarzan”
kami lumayan dimengerti oleh bule‐bule itu sehingga kami
tidak dipelototi lagi dan malah mereka mengacungkan jempol
dan bilang “beautiful” untuk kemampuan kami mengatur
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 29
orang dan koper‐kopernya. Butuh waktu yang lumayan lama
sekitar 1,5 jam untuk sampai ke meja check in. Akhirnya, kami
bisa check in. Kehebohan pun terjadi lagi karena awalnya kami
berpikir dengan menggabungkan semua paspor plus
boarding pass bisa lebih cepat check in dan bisa
menggabungkan bagasi.
Ternyata harus masing‐masing orang check in dengan
paspornya. Heboh lagi membagikan paspor kepada 26 orang
anggota rombongan. Ternyata sistem drop bagasi bandara
Don Mueang berbeda dengan di tanah air. Di Bandara Don
Mueang untuk timbang bagasi dan tempat drop bagasi tidak
satu tempat sehingga kami harus menggotong koper lagi.
Setelah itu ditimbang ke meja X‐ray untuk drop bagasi.
Penderitaan check in selesai, kami bergegas untuk masuk
ruang tunggu dan ternyata penderitaan untuk antre dimulai
lagi saat melewati bagian imigrasi karena saking banyaknya
orang.
Kelelahan karena panjangnya antrean di Bandara Don
Mueang membuat kami berusaha secepatnya untuk sampai
di ruang tunggu. Berharap bisa secepatnya meluruskan kaki
alias nggelosor dan ternyata ruang tunggunya berada paling
ujung di gate 26. Langkah gontai dengan wajah kelelahan dan
perut lapar, kami menyusuri Bandara Don Mueang menuju
ruang tunggu. Setibanya di ruang tunggu, rombongan kami
langsung duduk di lantai meluruskan kaki yang kelelahan.
Persis pengungsi.
Untunglah penerbangan dari sebuah maskapai
penerbangan tepat waktu sehingga tidak begitu lama
menunggu di ruang tunggu Bandara Don Mueang yang
30 | Tim Penulis Jelajah Literasi
penuh sesak. Saya dan teman‐teman rombongan sangat
berharap bisa secepatnya naik pesawat karena kelaparan.
Bandara Don Mueang sangat langka makanan halal sehingga
kami menahan diri untuk tidak membeli makanan. Semua
rombongan sudah bertekad membeli makanan di dalam
pesawat yang jelas kadar halalnya.
Sebelum masuk pesawat sudah terbayang nasi lemak,
nasi padang, dan kawan‐kawannya. Namun, nasib baik belum
berpihak kepada saya dan teman yang satu barisan tempat
duduk. Pada saat pramugari yang membawa troli makanan
sampai ke barisan tempat duduk kami, ternyata makanannya
sudah habis. Lengkap sudah penderitaan kami. Kelelahan dan
kelaparan. Dengan wajah memelas menahan lapar, saya
meminta pramugari mencarikan persediaan mi. Pramugari
pun berusaha mencari sisa persediaan mereka. Itu pun
membutuhkan waktu yang lumayan lama. Walau hanya
mendapatkan satu cup mi namun terasa nikmat luar biasa.
Pengalaman dan penderitaan check in di Don Mueang
menyadarkan saya bahwa bandara di tanah air jauh lebih
bersahabat.
Emilda Lovisia
(Staf Direktorat PGTK PAUD dan Dikmas, Kemendikbud)
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 31
32 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Pengalaman di Jelajah
Literasi Thailand
S awaddi Ka...ucapnya saat pertama kali kami panggil
untuk mendekati kami, yang waktu itu sedang
berkumpul di depan Sekolah Indonesia Bangkok (SIB).
Aku dan temanku banyak menanyakan hal yang berhubungan
dengan anak‐anak yang bersekolah di SIB ini. Sawaddi Krap
adalah ucapan salam yang diucapkan untuk pria ketika
bertemu dengan orang lain di suatu tempat. Untuk
perempuan Sawaddi Ka. Ini yang pertama kali dijelaskan oleh
kedua anak siswa kelas 4 dan kelas 2 di SIB ini. Ngobrol iseng
bersama kedua anak itu sungguhlah menyenangkan. Banyak
hal yang diceritakannya. Jadi, waktu istirahat setelah tim
MediaGuru memberikan pelatihan kepada guru dan siswa SIB
itu tidak terasa, berlalu begitu cepatnya. Rasanya sayang
sekali harus berpisah dengan anak‐anak yang cerdas ini.
Kedua anak kecil tersebut ternyata bernama Daviq dan
Wafiq. Dua orang kakak beradik yang ternyata siswa di
Sekolah Indonesia Bangkok (SIB). Sungguh, kedua anak ini
mampu membuatku terpesona. Bayangkan, di negeri Gajah
Putih yang mayoritas beragama Budha dan sebagian Hindu
ini, mereka menjawab pertanyaanku dengan begitu religius.
Apa yang mereka katakan?
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 33
Mereka datang ke sekolah itu menunggu waktu shalat
Zuhur. Mereka akan shalat di SIB, yang saat itu waktu
menunjukkan pukul 11.00 waktu setempat.
Kedua anak itu betul‐betul luar biasa. Manakala imaji
sebagian orang termasuk aku bahwa di negeri minoritas ini,
akan membuat kaum muslim banyak yang terkontaminasi.
Namun, tidak dengan kedua anak ini. Buktinya mereka
menunggu shalat sebelum masuk waktu shalat. Betapa
mengagumkan hasil didikan orang tuanya.
Pertanyaanku tidak cukup hanya menanyakan nama dan
mengapa datang ke sekolah ini, padahal hari ini Minggu
adalah hari libur. Sambil berbincang‐bincang gaya anak‐anak
aku banyak mendapatkan informasi tentang keluarganya.
Bahwa ayahnya sudah tua dan ibunya masih muda. Usia
ayahnya dua kali lipat dari usia ibunya. Ayahnya orang China
yang mualaf dan ibunya asli Tangerang. Ayahnya bekerja di
Puket dan ibunya menjual kue‐kue, lauk‐pauk dan menerima
pesanan aneka ragam kue. Hal ini diceritakan oleh Wafiq sang
kakak, yang masih kelas 4 SD SIB, sedangkan sang adik yang
bernama Dafiq mendengarkan sambil main‐main dengan
kakaknya ini.
Apa yang diceritakan Wafiq langsung diperlihatkan lewat
HP yang dipegangnya. Ada foto ayahnya yang memang sudah
tua berkisar 60 tahun lebih. Ibunya yang masih cantik berkisar
37 tahun menurut prediksiku.
Kedua kakak beradik ini tidak sibuk bermain HP. Tapi
mereka bermain sepeda, berlari‐larian gembira layaknya anak‐
anak yang tidak kecanduan HP. Masih ada dua orang lagi
anak‐anak SIB yang sempat kuperhatikan. Namun, fokusku
34 | Tim Penulis Jelajah Literasi
hanya kepada dua kakak beradik yang informatif ini. Setiap
kutanya pasti mereka menjawab.
Memang benar yang diceritakannya tadi bahwa mereka
menunggu waktu shalat. Saat waktu shalat Zuhur hampir
tiba, kami menuju musala yang ada di SIB. Mereka sudah lebih
dulu ada di sana. Tidak berapa lama kemudian Wafiq pun
mengumandangkan azan pertanda waktu shalat sudah tiba.
Kami pun shalat berjemaah di negeri yang terkenal banyak
bencongnya ini.
Perempuan‐perempuan cantik yang banyak bekerja di
toko‐toko, restoran sudah mampu mengelabuiku dan aku
memang betul‐betul bingung melihat dan mendengar
kenyataan ini. Terbukti saat aku dan rombongan menunggu
jemputan di lounge Bandara Don Meuong (DMK). Karena
waktu menunggu agak lama, maka aku ingin membeli roti
dan kopi panas. Ketika bertransaksi dengan perempuan
cantik yang melayaniku, aku bingung "Siapa yang ngomong
tadi, ya? Kok suara laki‐laki?" Aku menoleh ke kiri dan kanan.
Tidak ada orang laki‐laki. Saat dia katakan roti yang kubeli ini
mau dibakar nggak? Kira‐kira begitu yang kutangkap
maksudnya. Oh, benar ini suara si cewek cantik ini. Oh,
ternyata ini bencong.
Masih berkaitan dengan sosok “perempuan cantik”. Saat
kami makan malam di sebuah restoran halal di tengah kota
ini. Hal yang sama muncul lagi seperti kejadian siang tadi.
Seorang cewek cantik mengenakan kaus oranye berdiri di
dekatku. Mereka akan melayani kami makan malam. Waktu
akan menambahkan lauk‐pauk terdengar lagi suara laki‐laki.
Dengan refleks aku menoleh ke sumber suara. Ternyata tidak
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 35
ada laki‐laki. Oh, ternyata ini satu lagi survei membuktikan
memang banyak di sini berkeliaran cewek‐cewek cantik tapi
palsu. Hal ini juga yang ternasuk topik yang diceritakan Wafiq
kecil tadi, di negeri ini banyak wanita cantik tapi palsu.
Kembali aku terkesima dengan dua kakak beradik ini.
Ternyata mereka sudah tahfiz juz 30 Alquran. Aku juga
sempat mengetesnya baca surat‐surat pendek saat
berbincang‐bincang dengan mereka. Sungguh aku kagum
dengan cara mendidik anak dari seorang ayah dari warga
China yang masuk Islam. Mereka merupakan bukti bahwa
tidak selamanya dan tidak semua orang yang hidup di negeri
minoritas muslim akan melupakan ajaran‐ajaran
keislamannya.
Wafiq dan Dafiq adalah contoh anak‐anak yang diasuh
dengan cara Islam dan mereka membuktikannya dengan
sikap dan teladan terpuji, yang patut diacungi jempol.
Terakhir saat akan berpisah, aku menanyakan bagaimana
mengucapkan terima kasih dalam bahasa Thailand
"kopunkap” untuk terima kasih pada laki‐laki “kopunka” pada
perempuan.
Banyak sekali hal yang kudapat dari kedua anak ini, anak
Indonesia yang bersekolah di Sekolah Indonesia Bangkok.
Tetaplah komitmen dan konsisten dengan ajaran agama kita
di mana pun berada.
Dr. Hj. Eti Fahriaty, S.Pd.I, M.Pd.
(Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pangkalpinang)
36 | Tim Penulis Jelajah Literasi
In The Morning at Wat Arun
Pagoda
E ksplorasi budaya tak ada batas, itulah hal yang
menyenangkan. Kali ini ada kesempatan yang baik dan
sangat menikmati yaitu perjalanan eksplorasi budaya
Thai. Negara Thailand merupakan negara ke‐50 terbesar di
dunia, yang ukurannya hampir sama dengan Spanyol.
Thailand adalah sebuah negeri yang memesona dengan kuil‐
kuil buddha, alam margasatwa yang eksotik, pulau‐pulau
yang spektakuler. Bersama‐sama melakukan jelajah literasi
dengan komunitas teman‐teman dari MediaGuru Indonesia
suatu kebahagiaan tersendiri.
Kebudayaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari kehidupan, yang di dalamnya mendulang juga kreativitas
dalam setiap dimensi dan aktivitas kehidupan manusia.
Sementara kehidupan ini sendiri mengimplikasikan adanya
kreativitas. Sebab kreativitas itulah yang memberi isi, corak,
dan nuansa kepada kehidupan. Mengacu kepada kata‐kata
pemikir Yunani klasik, Heraklitos, segala sesuatu mengalir dan
berubah (pantarei).
Perubahan yang progresif dalam kehidupan dan
kebudayaan terjadi berkat kreativitas manusia dengan
beragam tingkat dan kualitasnya. Berdasarkan kontribusinya
bagi kehidupan, kreativitas setiap orang berbeda tinggi dan
rendahnya. Ada orang yang mampu memberikan kontribusi
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 37
yang sangat besar dan ada pula yang hanya seadanya. Secara
makro, perkembangan kebudayaan dan peradaban terjadi
berkat hasil‐hasil kreativitas orang‐orang yang istimewa
dalam berbagai bidang kehidupan: pendidikan, politik, seni,
ekonomi, militer, sains, teknologi, agama, bisnis, dan lain‐lain.
Simonton (1984) menyebut “outstanding individuals”
tersebut sebagai orang‐orang genius, yakni mereka yang
telah mampu mewujudkan kreativitasnya yang unggul dalam
kehidupan nyata.
Survei yang kami lakukan saat eksplorasi perjalanan
membenarkan konstatasi di atas. Kreativitas ditempatkan
dalam kerangka hubungan interaksional antara manusia
kreatif dengan lingkungan sosial budaya yang
mendukungnya. Saat kami menginjakkan kaki untuk sampai
di Wat Arun Pagoda kami diantarkan melewati sungai kurang
lebih 45 menit perjalanan. Sepanjang perjalanan di kanan kiri
banyak gedung yang menjulang dengan arsitekstur yang
indah. Sebelum turun dari perahu yang mengantarkan kami,
plus dalam genggaman ada roti tawar untuk memberi makan
ikan patin yang berada di dalam aliran sungai tersebut,
dengan simbol jika kedapatan ikan patin yang putih maka
keberkahan akan didapatkan. Meskipun demikian, walhasil
tak satu pun dari kami mendapati ikan patin putih muncul di
permukaan sungai. Ahay, hipotesis yang tertolak! Seru juga
perjalanan ini.
Alhamdulillah, sampai juga di pintu masuk Wat Arun
Pagoda tepat saat matahari pagi memberikan sinarnya yang
berkilauan. Satu per satu kami menuruni perahu. Ketakjuban
luar biasa hadir di sana, tempat ritual keagamaan Budha yang
38 | Tim Penulis Jelajah Literasi
sangat indah, kokoh, dan menawan. Di sinilah terletak kuil
Budha tertua. Wat Arun Pagoda memiliki gaya arsitektur yang
unik. Hampir semua dinding dan menara kuilnya diselimuti
porselen dan keramik yang berwarna‐warni dari Tiongkok.
Sambutan pertama dari pintu masuk tampilan kreatif
busana Thai yang mengagumkan dengan warna‐warni yang
dipenuhi kreativitasnya. Meskipun di awal sedikit keraguan
untuk mencoba mendekat, ternyata busana adat Thai itu pun
sangat memikat hati. Dengan menukar 100 Bath sudah dapat
mengenakannya plus dengan seperangkat perhiasan yang
melengkapi. Alhamdulillah, dalam sekejap baju itu pun habis
disewa pakai oleh rombongan dari komunitas MediaGuru.
Ternyata tidak ingin kehilangan momen kreatif dan cantik
berbalut busana Thai. Warna yellow menjadi pilihan favorit
bersama‐sama tujuh orang teman memilih busana. Akhirnya,
kami saling berebutan untuk berfoto dalam waktu yang
bersamaan. Setelah semua diabadikan, tinggallah kami
berdua dengan busana Thai yang anggun dan menawan.
Kami masih enggan untuk melepaskan busana itu. Ternyata
kami berdua belum mendapatkan foto yang terbaik dengan
busana itu.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 39
Beginilah pose kami dengan busana Thailand
40 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Akhirnya, dengan kongruen kami mengabadikan gaya
kami dengan balutan busana Thai, saat yang paling diinginkan
adalah foto berdua. Tetiba dari arah depan kami ada seorang
pria paruh baya yang sedari tadi selalu memperhatikan kami
sambil tersenyum dan tiba‐tiba kontak wajah dengan
membalas senyum serta berkata, “Hi, lets taking a pict for you
guys!”
Kami berdua berpandangan dan berujar, “You’re so kind,
thank you so much!” dengan semburat wajah bahagia sekali.
Ternyata sejak tadi bule Inggris itu memperhatikan tingkah
polah kami bergaya masing‐masing. Akhirnya, jepretan foto
dan arahan gaya darinya membuat kami bersemangat difoto
berbagai gaya dengan balutan busana Thai. Alhamdulillah,
akhirnya usai acara foto‐foto kami. Dengan sedikit kelelahan
sambil rehat sebentar kami membuka komunikasi. Ternyata
sahabat baru seorang guru seni tari berprestasi yang sudah
menjelajah sampai negeri Belanda serta menyukai seni tari.
Dari komunikasi antarpribadi resonansi kreativitas karya
seninya bertemu. Sebenarnya menari adalah salah satu hobi
saat duduk di bangku sekolah menengah dahulu. Ah, bicara
kreativitas seni selalu menyenangkan dan kami kongruen
dengan kreativitas seni.
Eksplorasi akhir di Wat Arun Pagoda adalah menelusuri
kuil‐kuil budha. Ada keistimewaan tersendiri di Wat Arun
Pagoda. Sebelum masuk ke dalam kuil terlihat kreativitas
penjual dengan interaksi sosialnya terlihat sangat menarik.
Banyak kios penjual suvenir hand made menawarkan
dagangannya dengan bahasa Indonesia dan menerima
pembayaran dengan rupiah. Juga penjual buah‐buahan
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 41
fenomenanya hampir sama seperti di Indonesia. Subhanallah,
ternyata keberkahannya ada di sini semua yang dijual
mendapat tawaran dari pembeli dari berbagai mancanegara.
Jelajah Literasi MediaGuru mempertemukan para inspirator
yang membuat tak lelah untuk terus berkreasi.
Meskipun ahli filsafat menyatakan bahwa manusia
merupakan enigma atau teka‐teki, namun dalam konteks
kreativitas, tidak berarti bahwa penciptaan iklim tersebut
mustahil. Semoga keberadaan kelompok orang kreatif pada
suatu masa yang menjadi contoh atau model bagi generasi
yang lahir berikutnya (role model) merupakan faktor positif
bagi lahirnya orang‐orang kreatif yang lain. Itu telah dijawab
pada komunitas MediaGuru, diversitas‐nya mempunyai
pengaruh besar terhadap lahirnya orang‐orang kreatif
dengan karya‐karya baiknya. Bravo!
Dr.Laila Maharani, M.Pd.
(Dosen UIN Raden Intan Lampung)
42 | Tim Penulis Jelajah Literasi