Wedding Anniversary 21 th
S ejak menikah pada tanggal 6 Februari 1998, aku tidak
pernah pergi berdua dengan suami tanpa membawa
anak, kecuali saat beribadah haji pada tahun 2017. Baru
bisa pergi berdua setelah 21 tahun usia perkawinan,
bertepatan dengan saat mengikuti Seminar "Digital Literacy
Towards the Industrial Revolution 4.0 Era" di gedung
Southeast Asian Ministers of Education Organization
(SEAMEO) Bangkok dan Jelajah Literasi Thailand yang
diadakan oleh MediaGuru Indonesia yang dipimpin oleh
Bapak Mohammad Ihsan dan Bapak Eko Prasetyo. Kegiatan
ini berlangsung pada tanggal 15 ‐ 17 Februari 2019.
Kami berangkat bertiga pasang pasutri dari Yayasan
Pendidikan Iqra' Bismirabbika Kota Solok Sumatera Barat.
Sayang, salah seorang suami dari kawan tidak bisa ikut karena
harus menjadi Mutawwif atau pemandu umrah. Jadinya
hanya 2 pasang pasutri yang bisa pergi seminar dan jelajah
literasi ke Bangkok Thailand sekalian honey moon...hihihi...
Perjuangan saat meminta izin cukup alot dari Kepsek tempat
aku mengajar sampai harus membuat surat pernyataan siap
menanggung risikonya.
Mungkinkah akan hilang tunjangan sertifikasiku? Hidup ini
adalah pilihan dan kita harus siap dengan semua
konsekuensinya. Walaupun aku masih berharap pengertian
dan kebijaksanaan kepala sekolah karena kegiatan ini
termasuk program sekolah yaitu sebagai pengembangan diri
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 93
guru. Ilmu yang kudapat akan kusampaikan kepada anak
didikku dan rekan kerja. Apalagi biaya pendaftaran dan lain‐
lain secara mandiri.
Banyak yang pro dan kontra dengan kepergianku.
Walaupun aku tidak meninggalkan jam mengajar pada 3 lokal
yang aku ajar karena bertepatan dengan jadwal ujian praktik
kelas XII IPA. Jadwal ujian praktikku dilaksanakan pada hari
lain.
Pada saat keberangkatan aku memesan tiket sore
hari, agar bisa sekolah dulu. Ternyata mendapat SMS bahwa
penerbangan dimajukan 3 jam, sehingga harus lebih awal
berangkat dari rumah. Sampai di bandara ternyata
pesawatnya di‐delay 3 jam lagi dengan kompensasi diberi nasi
kotak yang berisi nasi dengan porsi sedang, ayam balado,
dan air mineral kemasan minus sayur. Soal rasa menurutku
kurang nendang walau tempat makannya elite. Sebelumnya
sempat juga membeli bakso kosong, 5 butir plus kuah
seharga Rp 70.000,00 per mangkuk. Begitulah tarif bandara.
Hm, tarik ulur jadwal keberangkatan. Mungkin agar lama
di bandara dan bisa belanja di sana, ya. Aku memilih transit ke
Jakarta daripada ke Kualalumpur dengan pertimbangan lebih
mengenal lokasi dan mudah berkomunikasi dengan petugas
bandara. Juga sebagai bukti lebih cinta akan NKRI. Ternyata
sempat juga silaturahmi ke rumah adik dan kakak yang ada di
Jakarta.
Hari pertama, dari Bandara Don Mueang (DMK) Bangkok
langsung diantar ke gedung SEAMEO Bangkok untuk
mengikuti Seminar Literasi. Bahasa pengantarnya adalah
bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Kami guru dimotivasi
94 | Tim Penulis Jelajah Literasi
agar lebih
giat menulis apa saja seputar dunia pendidikan dan disiplin
ilmu masing‐masing.
Sesudah seminar rombongan kami melanjutkan
perjalanan ke objek wisata Asiatique, Kuil Wat Arun, Ton Son
Mosque, Platinum Shopping, Siam Paragon, Souvenir
Market, Chaopraya River/River Boat/Kuil Wat Pho, Madame
Tussaud dan Chatuchak Weekend Market. Bekal 7100 Bath
ludes, tinggal bersisa sekitar 1800 Bath lagi.
Saat menginap di Hotel Metro Point Bangkok, timbul
kecemasan karena pintu kamar hotelnya tidak bisa terkunci
dari dalam, tapi bisa terkunci dari luar. Untuk jaga‐jaga aku
letakkan kursi meja rias di balik pintu, dengan asumsi jika
pintu terbuka saat kami tidur, kursi akan jatuh dan
menimbulkan suara yang dapat membangunkan
kami. Ternyata apa yang kami takutkan tidak terjadi. Kami
dapat melalui malam Wedding Anniversary 21 tahun kami
dengan aman dan bahagia. Karena cinta perlu dipelihara, agar
tidak hilang digerus masa. Kita akan jatuh bangun dalam
memelihara cinta dan yang lebih penting, percayalah
kekuatan cinta. Believe or not?
Noviana Idaningrum
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 95
96 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Skenario Allah
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 97
A lhamdulillahi rabbil 'alamin, saya termasuk dalam
daftar peserta Jelajah Literasi Bangkok Thailand yang
diselenggarakan oleh MediaGuru Indonesia pada
tanggal 14 ‐ 17 Februari 2019. Saya dan istri berangkat dari
Kota Solok, Sumbar, pada hari Kamis, 14 Februari 2019 sekitar
pukul 09.00 WIB dengan mobil Zah Murni menuju Bandara
Internasional Minangkabau (BIM). Alhamdulillah,
perjalanannya cukup menyenangkan, namun tiba‐tiba kami
semua terkejut ketika Zah Murni mengatakan paspor beliau
tertinggal di rumah. Setelah berkoordinasi dengan saudara
beliau yang bernama Leo dan Mbak Tin akhirnya paspor
dapat ditemukan dan dibawa ke tempat kami menunggu
yakni di Masjid Sukarami. Menjelang Leo datang, kami dapat
menikmati sarapan di Soto Yen dan melakukan shalat Duha di
Masjid Sukarami.
Setelah paspor sampai di tangan Ustadzah Murni,
kami langsung berangkat menuju BIM. Karena jadwal
penerbangan kami dimajukan. Alhamdulillah, kami selamat
sampai di BIM dengan on time, setelah berpamitan dengan
Ust Syaifuddin (suami Zah Murni) kami langsung menuju
tempat check in kemudian menuju ruang tunggu. Beberapa
saat kemudian kami kembali kaget karena ada informasi
bahwa jadwal terbang kami diundur (delay) 2 jam dari waktu
sebelumnya.
Muncul rasa yang kurang nyaman, tapi Alhamdulillah
dengan delay‐nya jadwal terbang tersebut kami dapat
istirahat dan yang lebih penting lagi dapat melakukan shalat
dan tilawah lebih banyak.
98 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Dari penantian yang katanya 2 jam tadi, realisasinya
menjadi 3 jam. Alhasil, berangkat pada pukul 17.00 WIB
setempat kami naik ke pesawat menuju Bandara Soekarno
Hatta Jakarta.
Sampai di Bandara Soetta kami menghubungi taksi online
untuk menuju rumah saudara masing‐masing, setelah di
sepakati terlebih dahulu.
Saya dan istri sampai di rumah orang tua di Kelapa Gading
pukul 20.30 WIB. dengan rasa penuh haru kami bersalaman
dan bertemu dengan sanak saudara. Pertemuan dengan
saudara terasa sangat singkat namun cukup hangat, kami
saling bercerita, membagi informasi, bertanya, bercanda, dan
tertawa bersama.Tanpa terasa 2 jam berlalu, mata mulai
terasa berat, dan minta diistirahatkan, terbayang besok
sebelum subuh harus balik lagi ke bandara.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 99
Alhamdulillah sekitar pukul 02.30 WIB saya terbangun,
kemudian langsung menuju toilet, mandi, wudu kemudian
qiyamullail atau shalat malam, ditutup dengan membaca Al‐
Matsurat kubra (kumpulan doa‐doa). Terdengar adik sedang
memasak untuk sarapan kami. Sambil sarapan kami pun
bercerita kemudian kami terkaget karena di luar terdengar
klakson mobil yang telah kami pesan sebelumnya. Jam
dinding menujukkan pukul 03.50 WIB. Setelah foto bareng,
kemudian kami menuju Bandara Soekarno Hatta.
Setelah menempuh perjalanan selama 1 jam, kami sampai
di bandara, langsung check in dan menuju tempat imigrasi.
Alhamdulillah, semua berjalan lancar, kami shalat Subuh di
bandara dan sekitar pukul 07.00 WIB kami sudah berada di
dalam pesawat.
100 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Di pesawat kursi kami berdampingan dengan seorang ibu
muda dari Tangerang yang mau ke Thailand untuk menemui
saudaranya yang punya keperluan berdagang.
Perjalanan Jakarta ‐ Bangkok makan waktu kurang lebih
3,5 jam, sekitar pukul 10.20 waktu Bangkok pesawat
mendarat di Bandara Don Mueang (DMK) Bangkok.
Selama di pesawat saya isi waktu dengan tilawah dan
membaca doa‐doa. Alhamdulillah, saya bisa tilawah kurang
lebih 1 juz.
Sesampainya di Bandara Don Mueang Bangkok kami
mengurus keperluan imigrasi. Alhamdulillah, berjalan lancar
kemudian kami menuju ruang tunggu. Di ruang tunggu kami
bertemu dengan teman‐teman dari berbagai daerah di
Indonesia. Kami saling bertanya, bercerita, dan berbagi
informasi sambil menunggu kawan‐kawan yang lain, kira‐kira
1 jam kemudian Sumatera tengah (perut) sudah mulai
berdendang tandanya minta diisi. Setelah bertanya‐tanya
kami dapatkan informasi bahwa makanan halal ada di lantai 3
bandara.
Setelah melihat daftar menu yang ada di meja, sambil
berpikir mana makanan yang kira‐kira cocok dengan perut.
Saya memilih nasi Briyani dengan Beef (daging sapi ), jujur ini
kali pertama mencobanya walau terasa agak aneh karena
perut lapar akhirnya habis juga. Setelah membayar di kasir
kami kembali ke lantai 1.
Sambil menunggu jadwal berikutnya saya sempat tertidur
di kursi. Menjelang pukul 15.00 kami berkumpul, pemandu
wisata kami Bapak Bukhori melakukan absensi peserta,
setelah lengkap kami menuju mobil. Ada 2 mobil yang
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 101
disiapkan untuk melanjutkan perjalanan berikutnya. Setelah
30 menit berselang kami melanjutkan perjalanan menuju
gedung SEAMEO Bangkok.
Sesampainya di gedung SEAMEO, kami foto‐foto,
kemudian memasuki gedung yang sebelumnya melalui X‐Ray.
Saya langsung mencari informasi toilet dan tempat wudu,
karena belum shalat. Rupanya kawan‐kawan yang lain juga
demikian. Setelah shalat saya langsung menuju ruang seminar
yang sudah diinformasikan tempatnya.
Seminar dengan Text Conference dengan pembicara
Bapak Dr. Gatot dengan dipandu oleh Mas Nanang yang
kelihatannya masih muda ternyata juga sudah S3 (Doktor).
Dalam seminar itu Pak Gatot menyampaikan bagaimana
menggali potensi guru‐guru dan siswa untuk menulis dengan
memanfaatkan berbagai macam teknologi baru yakni tidak
lagi menggunakan pena dan kertas tapi langsung dengan
android, lalu dikirim melalui email bisa juga disatukan dengan
video‐video singkat. Beliau juga bercerita tentang reward
yang akan didapatkan dari hasil mengikuti kelas‐kelas
tertentu. Tentunya setelah melalui berbagai macam seleksi
dari panitia.
Ada 2 hal menarik yang saya amati di Thailand. Pertama,
ketika terjadi kemacetan di jalan raya para para pengendara
tetap menunggu dengan tertib, tanpa ada klakson dan suara
gaduh. Kedua, saya melihat tidak ada ternak berkeliaran di
jalanan, yang juga bisa merusak pemandangan dan menjadi
sumber kemacetan.
Di samping itu ada juga 2 hal yang terasa menyulitkan
para wisatawan Muslim. Pertama, ketika mau mencari
102 | Tim Penulis Jelajah Literasi
makanan halal, jumlah restorannya sangat sedikit. Kedua,
ketika mau ke toilet (Hong Nam) agak minim air untuk
bersuci.
Hari berikutnya, Sabtu 16 Februari 2019 kami
mengunjungi tempat wisata air yakni
Sungai Chaopraya yang cukup terkenal dan ramai
dikunjungi wisatawan dari mancanegara. Namun, pada waktu
mau berangkat dari hotel ada sedikit kesedihan di hati kami
karena saudara kami Bapak Afrizal Malik (suami Ustadzah
Yeni) sakit, jadi mereka berdua tidak dapat ikut kegiatan pada
hari itu.
Kami juga mengunjungi sebuah masjid terbesar yang ada
di Kota Bangkok. Ada rasa kagum dan bahagia ketika sampai
di Masjid Islamic Centre tersebut karena Kota Bangkok hanya
memiliki 5 % penduduk muslim. Meskipun demikian, punya
tempat ibadah yang cukup besar dan bersih serta makanan
kantinnya yang insyaallah 100% halal. Skenario Allahlah yang
mengizinkan kami shalat jamak qoshor zuhur ashar di masjid
tersebut. Alhamdulillah.
Heri Sepriawarman
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 103
104 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Di Sudut Kota Bangkok
M bolang ke luar negeri tentunya memberikan kesan
tersendiri bagiku. Persiapan ekstra baik tenaga,
finansial dan vitalitas menjadi hal wajib saat
bepergian jauh dan berhari‐hari. Aku sangat bersyukur sekali
karena aku bisa merasakan udara Kota Bangkok untuk kedua
kalinya. Rombongan Jelajah Literasi Bangkok mengajakku
mengenal singkat sudut‐ sudut kota Gadah Putih ini. Salah
satu sudut yang aku kunjungi adalah kantor Sekretariat
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 105
SEAMEO (The Southeast Asian Ministers Education) di Jalan
Sukhumvit 920, Prakanong.
SEAMEO merupakan wadah para menteri pendidikan dari
11 negara Asia Tenggara khususnya kerja sama bidang
pendidikan dan kebudayaan. Rombongan Jelajah Literasi
disambut hangat oleh staf SEAMEO. Ruang pertemuan
dengan fasilitas webex meeting microphone menjadi saksi
kehadiran kami. Untuk pertama kalinya, aku mendengarkan
penjelasan tentang program‐program SEAMEO. School
Networks, SEA Creativecamp, Smart School, dan Virtual
Coordinator Training adalah sederat kegiatan berbasis digital
yang mereka tangani. Di sudut kota ini, aku mengenal Literasi
Digital. Revolusi Industri 4.0 menjadi tantangan bagi penulis
di Indonesia untuk menghadirkan teks bacaan yang
terintegrasi dengan gambar, video, film, dan interaksi. Salah
satu pesan dari Pak Gatot, Direktur SEAMEO, yang sempat
bertatap muka dalam dunia maya saat itu.
Di sudut kota ini pula, aku belajar tentang Literasi Negara
dan Literasi Budaya. Mengunjungi negara lain dapat
membuka wawasan, budaya, sifat, karakter suatu bangsa
sehingga aku bisa belajar hal baru dan menghargai warga
negara lain. Tiga hari di sini tentu belum cukup untuk
mendetailkan kondisi realistis Bangsa Thailand. Terlebih lagi,
aku berkelana bersama tour guide dan tidak langsung
berinteraksi dengan masyarakat di kota ini dalam tempo
lama.
Setidaknya ada tiga hal yang bisa kujadikan catatan dari
kunjungan pertamaku tahun 2018 dan kunjungan keduaku di
tahun 2019 ini. Pertama, mayoritas masyarakat di sini
106 | Tim Penulis Jelajah Literasi
memeluk agama Budha sehingga negara ini layak sekali
dijuluki Negara Seribu Pagoda. Jelajah Literasi Bangkok
mengajakku menjelajah sudut kota yang belum pernah aku
jamah. Wat Arun, Chao Phraya River, Wat Pho, Patung Budha
Tidur, Grand Palace, Wat Phra Kaew atau Temple of Emerald
Budha adalah pojok‐ pojok yang belum puas kunikmati karena
aku diburu waktu.
Ternyata, kata Wat merupakan sebutan untuk Kuil atau
Wihara. Arsitektur khas Thailand yang indah dan motif yang
terpahat apik di dinding kuil membuat hasil jepretan fotoku
tambah memukau. Dekorasinya pun terkesan rumit. Tak
jenuh para pengunjung berswafoto di depan kuil yang
menjulang berlatar biru langit nan cerah. Sifat ramah orang
Thailand juga menjadi catatan kecil dalam kunjunganku. Saat
aku memasuki objek wisata, aku menemukan orang‐orang
Thailand yang mau menyapa dengan anggukan kecil dan
senyuman. Pedagang di area wisata juga cakap ber‐Bahasa
Indonesia.
Kedua, sarana transportasi sangat memadai. Kota
Bangkok adalah kota metropolitan seperti kota Jakarta.
Transportasi umum yang mudah dan beraneka macam
membuat kota ini ramai 24 jam. Transportasi berbasis rel
seperti BTS (skytrain), MRT (kereta bawah tanah), Airport Rail
Link (ARL), transportasi darat dan juga transportasi sungai
dengan Chao Phraya Express siap melayani siapa pun yang
membutuhkan. Aku pernah merasakan naik taksi, berjalan
kaki dan juga naik MRT (kereta bawah tanah). Dengan MRT,
satu stasiun ke stasiun lainnya bisa ditempuh dalam hitungan
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 107
menit saja. Penumpang berjejalan, tak henti‐hentinya ada
yang naik ada yang turun.
Aku menyaksikan orang‐orang yang sibuk dengan diri
mereka sendiri. Jarang sekali kulihat ada percakapan di antara
para penumpang MRT. Mereka bergegas mengejar waktu,
berjalan cepat dalam kerumunan orang tanpa basa‐basi.
Sungguh berbeda sekali dengan di Indonesia. Dalam satu
perjalanan, sesama penumpang bisa mengobrol sampai
berjam‐jam meski pada awalnya mereka tak saling kenal. Hal
terakhir yang sempat kucatat adalah hampir tak ada suara
klakson di jalan meski jalan macet dan penuh kendaraan.
Padatnya kendaraan tak berarti harus saling berebut
maju mendahului. Meski kendaran di depannya pelan, sopir
bus yang mengantarku memilih untuk bersabar menunggu
kendaraan di depannya. Begitu juga kendaraan lain di
sekitarku. Mereka antre, taat aturan dan sabar menanti meski
panas mentari memeras keringat. Aku jadi tahu bahwa
mereka punya kemampuan mengendalikan diri yang bagus.
Aku terbiasa mengendarai motor kemanapun aku pergi.
Semakin padat kendaraan semakin orang berebut untuk
cepat dan klakson saling bersahutan. Itulah yang biasa
kutemui dalam keseharianku.
Sudut kota ini juga mengajariku tentang Literasi Nurani.
Kota Bangkok selain menjadi tempat piknik juga menjadi
pusat perbelanjaan yang menarik dan murah meriah. Barang‐
barang seperti tas, aksesori, kaos, pernak‐pernik, makanan
kecil, sabun, ataupun gantungan kunci bisa dijadikan suvenir.
Di hari kedua, setelah mengunjungi Chao Phraya, Wat Arun,
108 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Islamic Centre dan Eraweeda, aku diajak mampir ke spot
perbelanjaan Platinum, MBK dan Asiatique. Wow!
Di komplek pasar malam Asiatique ini harganya lumayan
murah karena dengan 100 bath atau sekitar 45 ribu aku bisa
dapatkan sebuah tas tenteng cantik berlogo khas Gadjah.
Kusempatkan membeli 11 buah tas untuk suvenir handai
tolan. Aku ingin sekali membeli tas dan kerudung untuk
koleksi pribadi. Namun, hati kecilku mengatakan “ Ingat, apa
yang kau inginkan tak sama dengan apa yang kaubutuhkan, ”
What you want is not what you need. Iya, aku masih punya
beberapa tas yang jarang kupakai dan kerudung yang
tersimpan rapi di almariku.
Terbayang olehku, beberapa anak Muslim Thailand yang
sempat aku temui di Islamic Centre siang tadi, ketika mereka
mengulurkan kotak donasi kepadaku. Aku pun teringat
saudara muslimku yang ada di belahan dunia lain, di Suria
yang sedang dilanda kelaparan karena perang, dan juga
rumah tahfid di kotaku yang belum sempat kusambangi.
Kuberikan bathku untuk mereka sajalah, keputusanku
mengakhiri rasa galauku. Ya. Jelajah Literasi Bangkok
mengajariku mendengarkan nurani hati.
Jelajah Literasi Bangkok melatih kemampuan literasi yang
sesungguhnya. Dari selembar tiket ke luar negeri, aku belajar
disiplin dan cermat. Mulai dari bangun pagi, sarapan pagi jam
03.00, menyiapkan paspor, masuk check in 3 jam sebelum
jadwal departure, bagasi tidak boleh lebih dari 20 kg,
menyimpan boarding pass dan arrival card agar tidak tercecer,
tidak membawa barang yang dilarang, menunggu di gate
yang ditentukan, duduk di nomor seat sesuai yang tertera
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 109
dalam tiket, menaati aturan rombongan dan juga menyiapkan
sebuah botol khusus untuk ke kamar kecil. Experience is the
best teacher terbukti sudah.
Rangkaian pengalamanku berawal dari sebuah tiket
gratis yang mengantarkanku bertemu sudut Kota Bangkok.
Terima kasih Direktorat PAUD DIKMAS Kemdikbud. Karya
kecil ini tak bisa membalasnya. Salam Literasi.
Herin Ratna
(Tutor Keaksaraan PKBM Tunas Harapan Bantul, Yogyakarta)
110 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Srikandi‐Srikandi Perkasa
MediaGuru Indonesia
Hj.Titin Marini
S etelah dua hari menempuh perjalanan panjang,
mengikuti berbagai kegiatan rombongan Jelajah
Literasi Bangkok yang diadakan oleh MediaGuru
Indonesia, di antaranya Seminar di SEAMEO, Kuil Watt Arun
River City, Islamik Center Thailand, makan siang di restoran
halal, Platinum Mall, BMK, dan Asiatique. Tibalah di hari ke‐3
tepatnya pada hari Minggu tanggal 17 Februari 2019
kunjungan kami di kota Bangkok, Thailand. Setelah sarapan
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 111
pagi selanjutnya kami check out Hotel Livotel. Tepat jam
08.00 waktu Bangkok, bus 1 datang menjemput kami. Jadwal
kegiatan rombongan Jelajah Literasi Bangkok Media Guru
Indonesia hari ini yang pertama adalah mampir ke tempat
pusat oleh‐oleh sebentar, kemudian dilanjutkan ke tempat
pusat oleh‐oleh Chatuchak. Di sana aku dan Bu Hj. Mini makan
siang bersama teman‐teman yang lain di food courd
Chatuchak pesan makanan halal. Setelah sampai waktu yang
kami sepakati untuk kumpul, kami kembali masuk biu untuk
segera menuju Bandara Don Moeang mengantar para peserta
yang akan langsung kembali ke Indonesia. Sebagian lagi
memperpanjang bermalam di Bangkok satu malam lagi
bahkan ada yang 2 malam lagi. Ada sebagian yang bermalam
di bandara.
Kami bersembilan memutuskan untuk bermalam di
hotel yang telah dipesankan online oleh Mas Adi. Dengan
mengendarai 3 taksi kami menuju hotel tempat kami
menginap. Yang menjadi kendala kami adalah sulitnya
komunikasi dengan masyarakat Bangkok karena mereka tidak
bisa bahasa Inggris maupun Melayu. Walau sempat beberapa
kali kesasar, alhamdulillah akhirnya ketemu juga hotelnya.
Satu per satu kami turun dari taksi dengan bawaan koper
masing‐masing yang penuh belanjaan oleh‐oleh. Setelah
berbincang dengan resepsionis hotel kami pun dipersilakan
masuk ke kamar di lantai 4. Ternyata untuk naik ke lantai 4
hotel tidak ada liftnya dan harus melalui tangga yang sangat
tinggi dan terjal. Astaghfirullahaladzim. Dalam keadaan yang
sangat lelah dan letih kami harus menarik koper, ransel dan
112 | Tim Penulis Jelajah Literasi
tas‐tas yang penuh dengan oleh‐oleh ke lantai 4. Sungguh
pengalaman yang sangat luar biasa.
Setelah shalat jama’ takhir qoshor Zuhur dan Asar, aku
dan Bu Hj. Mini memutuskan untuk pergi ke Madame
Tussaud. Sementara teman‐teman lain tidak ikut karena ada
beberapa yang kemarin sudah ke sana, ada yang ingin
istirahat dan ada juga yang alasannya uang bahtnya sudah
habis. Aku dan Bu Mini membulatkan tekad untuk pergi ke
Madame Tussaud walau berdua saja. Jam 17.45 kami
berangkat dengan naik taksi 350 Baht tambah bayar tol 70
baht.
Sampai Madame Tussaud pukul 18.05. Segera kami pesan
tiket dan masuk. Pukul 20.30 kami keluar dari Madame
Tussaud. Kami berdua sempat agak kebingungan cara
memesan taksi karena setiap orang yang ditanya tidak bisa
bahasa Inggris. Akhirnya kami bertemu dengan seorang
karyawati yang juga mau pulang. Kami menanyakan di mana
ada taksi. Dengan bahasa Inggris dia menunjukkan tempat
pelayanan taksi. Selanjutnya kami berjalan menuju ke
pelayanan taksi. Setelah disepakati harga 500 baht, akhirnya
kami diantar ke hotel tempat kami menginap. Alhamdulillah,
sangat lega hati kami berdua. Kurang lebih satu jam
sampailah ke hotel kami menginap. Setelah bayar taksi kami
pun kembali naik ke kamar hotel di lantai 4 pukul 21.30.
Alhamdulillah, ya Allah, syukur kami kepada‐Mu yang selalu
melindungi kami selama perjalanan kegiatan Jelajah Literasi
Bangkok.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 113
Selanjutnya kami istirahat tidur dan esok paginya
kembali ke Bandara Don Moeang untuk terbang ke Jakarta.
Alhamdulillah.
114 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Wat Arun Bikin Manyun
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 115
J umat lalu saya mengikuti Jelajah Literasi Bangkok yang
diselenggarakan oleh MediaGuru. Ada sepenggal kisah
yang sangat menjengkelkan yang kualami. Sabtu, 16
Februari 2019 adalah hari kedua kami di Bangkok. Pagi itu,
kunikmati sarapan nasi dan telur ceplok setengah matang,
teh hangat, semangka, dan jus jeruk. Sungguh nikmat karena
semalam kecapaian, pagi‐pagi terasa lapar. Sehingga seluruh
isi piring kusapu bersih.
Usai sarapan, saya menuju halaman hotel bersama
teman‐teman lain. Suasana Hotel Livotel tempat kami
menginap memang cukup sejuk dan tenang. Tidak lupa kami
memanfaatkan waktu baik ini untuk berfoto ria. Dasar emak‐
emak, semua spot tidak luput dari jepretan kamera. Berbagai
atribut ikut melengkapi gaya kami. Ada syal, kaca mata, buku
dan jaket seragam.
Menurut jadwal, hari ini kami akan mengunjungi Wat
Arun. Perjalanan naik double decker atau bus tingkat sangat
mengasyikkan. Jalan raya di sana sama macetnya dengan
Jakarta. Namun, ada yang patut kita teladani, orang‐orang
Bangkok sangat patuh dengan rambu‐rambu lalu lintas. Kira‐
kira satu jam perjalanan akhirnya sampailah kami di River City
Park.
Begitu bus berhenti kami segera turun dan menuju
anjungan River City Park. Kami segera menyewa perahu
menyeberangi sungai menuju Wat Arun. Asyik juga naik
perahu, namun tiba‐tiba perahu melaju kencang, ombak
besar dan byuuur, air masuk ke dalam perahu, alhasil tas
punggung dan pakaianku basah kuyub. Kira‐kira sepuluh
menit perahu berhenti di anjungan Wat Arun.
116 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Tak sabar saya segera turun dari perahu dan menuju
spot bagus untuk berfoto dengan latar belakang pagoda
besar nan megah. Kemudian kulanjut dengan menyewa
pakaian adat dan kembali meminta teman untuk menjepret.
Karena banyak yang antri, akhirnya cepat‐cepat kulepas baju
adat dan terus berburu suvenir di kios‐kios yang tersebar.
Pertama, saya tertarik pena untuk oleh‐oleh teman‐teman
kantor. Yang kedua kupilih kemeja putih dan baju takwa
untuk suami dan anak‐anakku. Untukku kulot, blus putih dan
celana panjang kolor untuk tidur nanti malam, sebab saya
lupa membawa dari rumah. Tidak lupa dompet‐dompet cantik
bergambar gajah untuk kenang‐kenangan. Semua barang
yang dijual di situ membuatku terhipnotis dan khilaf sehingga
lupa waktu. Akhirnya, temanku kuajak kembali ke anjungan
tempat rombongan kami berkumpul.
Di tempat kami berkumpul tadi ternyata sudah sepi,
hatiku jadi ciut, jangan‐jangan kami sudah ditinggal
rombongan. Tanpa berpikir panjang kami berdua langsung
naik perahu motor yang sarat penumpang. Begitu naik kami
agak deg‐degan karena semua penumpang nampak asing dan
mereka memandang kami penuh tanda tanya. Setelah kira‐
kira lima menit perahu melaju, saya jadi curiga, tadi waktu ke
Wat Arun dari arah barat, kok ini melajunya ke arah timur.
Langsung saya bertanya pada penarik karcis tapi dia tidak
paham bahasa Inggris. Akhirnya, saya bertanya kepada laki‐
laki muda yang berpakaian seperti satpam, alhamdulillah dia
paham. Kemudian dia mengantarkan kami turun di sebuah
anjungan untuk ganti perahu, lalu menyuruhku membeli tiket
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 117
dan petugas tiket menyuruh antre di barisan yang menuju
River City.
Hatiku lega karena perahu jurusan River City sudah
datang dan kami segera naik. Selama perjalanan mataku
selalu menatap tajam gedung‐gedung di pinggir sungai yang
mungkin tadi kami lewati. Beberapa saat kemudian saya
melihat gedung yang saya lihat saat berangkat ke Wat Arun.
Sambil mulut terus komat‐kamit berdoa agar ditunjukkan
jalan pulang. Beberapa kali saya bertanya kepada penarik
karcis.
“Is it still far River City from here?” tanyaku.
“Next two,” jawab kondektur perahu itu. Hatiku semakin
tenang. Ternyata betul, tak lama kemudian saya melihat ada
tulisan besar River City di pinggir sungai. Saya berteriak
kepada kernet yang membawa tali jangkar.
“I want to stop here!” Tetapi dia malah tertawa,
mengejek saya dengan bahasa tubuhnya gaya berenang.
Maksudnya, perahu tidak menepi di anjungan River City.
“Apa kita mau berenang menepi?” tanyanya dengan
bahasa tubuh.
Untung ada orang yang menangkap bahasa Inggrisku.
“You can walk,” kata perempuan setengah baya itu.
“Thank you!” jawabku.
Akhirnya perahu berhenti di anjungan Phraya di dekat
River City. Kami segera turun dan bertanya kepada petugas di
anjungan itu.
“Excuse me, could you show me the way to the River City?”
tanyaku.
118 | Tim Penulis Jelajah Literasi
“You can walk then turn right, go straight and turn left,”
jawabnya.
“Ok, thank you,” ucapku berterima kasih. Kami bergegas
mengikuti petunjuk tadi. Akhirnya ketemulah tempat di mana
bus menurunkan kami. Namun kami melongo karena bus tak
ada di tempat.
Hati yang baru saja gembira, kini galau lagi. Kuhubungi
tour leader (TL) ternyata sudah sampai di destinasi
selanjutnya yaitu Islamic Centre. Saya disuruh menyusul naik
taksi. Kutanya sopir taksi, tak ada yang tahu tempat itu.
Akhirnya ada sopir taksi online yang tahu tempat itu. Dia
ternyata peka karena melihat kepanikanku. Dia ingin
menelepon TL‐ku langsung. Kutelepon TL dan langsung
kusambungkan ke sopir taksi online itu. Kutanya lagi TL,
apakah aman naik taksi online tadi, dia menjawab aman.
Akhirnya kami berdua naik taksi online hitam dengan hati
sedikit was‐was. Tidak lupa temanku kutugasi memotret
mobil dengan menampakkan plat nomornya. Fitur mobil
bagian dalam dan sopirnya tampak samping juga dijepret
semua. Lalu dikirimkan ke TL, sebagai antisipasi jika ada hal
buruk terjadi akan mudah diatasi.
Di dalam taksi online kami bertanya ini itu untuk
mencairkan suasana supaya tidak beku. Untungnya dia bisa
berbahasa Inggris, jadi lancarlah komunikasi di antara kami.
Kami sudah bisa tertawa‐tawa bersama. Dia memilih lewat tol
supaya cepat. Maafkan aku ya Allah, awalnya aku mengira dia
orang jahat, karena badannya kurus, hitam seperti morfinis.
Ternyata dia orang baik. Kita memang tidak boleh menilai
orang dari casing‐nya saja. Akhirnya kami sampai di Islamic
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 119
Centre dengan selamat. Ternyata sebuah masjid besar.
Alhamdulillah, Allah masih melindungi kami.
“Thank you so much, you are good driver, you are fast
driver,” pujiku.
“You are welcome,” jawabnya sambil tersenyum.
Kami segera berwudu lalu shalat Zuhur dan Asar dijamak
qasar. Akhirnya kami bisa bertemu rombongan lagi. Meskipun
Wat Arun bikin manyun, namun kami tetap berpikir positif.
Rupanya Allah sudah memberi kami sebuah inspirasi untuk
menulis buku tentang jelajah literasi.
Neti Soelistyani, S.Pd.
(SMP Negeri 1 Kedungjati, Grobogan, Jateng)
120 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Jelajah Literasi Bangkok
Mengantarkan Aku ke
SEAMEO
J elajah Literasi Bangkok adalah program kegiatan yang
diadakan oleh MediaGuru. Kegiatan dilaksanakan
selama 4 hari dimulai tanggal 15 sampai dengan 18
Februari 2019, jumlah peserta 94 peserta yang berasal dari
seluruh Indonesia.
Jelajah Literasi Bangkok telah mengantarkan aku sampai
ke Secretariat SEAMEO. SEAMEO adalah Sekretariat Menteri
Pendidikan se‐Asia Tenggara. Selama ini aku hanya mengikuti
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 121
beberapa kegiatan SEAMEO secara online, hanya bisa
membayangkan sekretariat yang berada di Bangkok Thailand.
Selama ini aku memimpikan, kapan aku bisa mengunjungi
Secretariat SEAMEO yang berada di Negara Thailand.
Beberapa hari sebelum keberangkatan Pak Ihsan
mengumumkan bahwa akan ada jadwal untuk seminar di
SEAMEO di WA grup Jelajah Literasi Bangkok. Aku senang
sekali karena mimpiku akan menjadi kenyataan. Aku benar‐
benar berada di Secretariat SEAMEO Bangkok Thailand.
Sekretariat SEAMEO menjadi satu dengan Unesco, lantai
1 sampai dengan lantai 3 adalah Secretariat UNESCO,
sedangkan lantai 4 sampai dengan lantai 6 adalah kantor
SEAMEO. Pada hari pertama kami tiba di Bangkok Thailand
langsung menuju Kantor SEAMEO, kami disambut baik oleh
pihak SEAMEO dengan baik. Setelah kami shalat Zuhur di
musala yang berada di lantai 6, dilanjutkan seminar di lantai 5.
Di sana kami telekonferensi dengan direktor SEAMEO
yaitu Bapak Gatot Hari Priowirjanto. Beliau memaparkan
tentang banyak kegiatan SEAMEO yang melibatkan guru,
siswa dan sekolah. Menurut beliau kita harus mampu
bersaing dengan sekolah‐sekolah se‐Asia Tenggara.
Menyongsong revolusi industri 4.0 yang ditopang oleh
teknologi abad 21 maka sumber daya manusia Indonesia
harus sigap dalam mempersiapkan diri meng‐upgrade
kompetensi menyusun strategi untuk menghadapinya.
Salah satu gebrakan bakti untuk bangsa yang
dipersembahkan oleh SEAMEO Secretariat dan guru‐guru
Indonesia adalah program Virtual Coordinator Indonesia
(VCI). VCI adalah program pelatihan mengelola training
122 | Tim Penulis Jelajah Literasi
online. Dengan VCI, diseminasi pengetahuan baru terkini
akan mudah dan cepat dilakukan. Saat ini VCI bath 1 dan 2
telah selesai. Peserta yang telah memenuhi syarat akan lulus
dan mendapatkan sertifikat dari SEAMEO. Syaratnya adalah
masing‐masing peserta 2 kali menjadi presenter, 2 kali
menjadi moderator, dan 2 kali menjadi host. Di antara peserta
yang hadir ada 4 peserta yang sudah lulus pada kegiatan VCI
Bath 2 dan memperoleh sertifikat dari SEAMEO. Salah satu di
antaranya adalah aku.
Kami yang telah lulus di VCI Bath 2 diharapkan bisa
membantu teman‐teman yang lain untuk mengikuti VCI Bath
3, pendaftarannya sampai tanggal 28 Februari 2019. Dengan
senang hati aku berbagi pengalaman dengan teman‐teman
tentang pengalaman mengikuti VCI bath 2 sampai
memperoeh sertifikat dan membantu mereka untuk
mendaftar di VCI Bath 3.
Setelah telekonferensi dengan direktor SEAMEO
dilanjutkan dengan Bapak Mohammad Ihsan CEO MediaGuru
yang menyampaikan peluncuran Majalah Literasi Indonesia
yang bisa diakses melalui www.majalahliterasi.id. Setelah itu
dilanjutkan dengan pemaparan tentang kegiatan SEAMEO
oleh 2 orang yang berasal dari SEAMEO. Terima kasih
MediaGuru yang telah mengantarkan aku sampai ke
sekretariat SEAMEO di Bangkok Thailand.
Renu Nurhapsari
(Guru SMP Negeri 2 Umbulsari, Jember, Jawa Timur
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 123
124 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Jejak Kaki Menuju Bangkok
Y ABIS Bontang KALTIM, dengan rida dan kasih sayang
Allah dapat mengikuti jelajah Literasi di Bangkong
yang diselenggarakan oleh MediaGuru. Kehadiran
saya dan teman‐teman sebagai apresiasi dari Kemendikbud
Jakarta yang begitu luar biasa membantu kami dalam
perjalanan ini. Kota Bangkok memiliki daya tarik yang unik
bagi turis mancanegara, banyak tempat wisata yang menjadi
sejarah bagi Negara Thailand. Keanekaragaman budaya yang
dimiliki oleh negara ini membuat kota ini tak pernah sepi dari
pengunjung.
Perjalanan kami mengunjungi tempat keramaian sebagai
arus perekonomian masyarakat Bangkok, yang dipandu oleh
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 125
Tim MediaGuru yang begitu solid menjadi sebuah renungan.
Negara dengan kondisi tiga musim ini menjadikan warganya
cinta dengan kebersihan, terib dalam segala hal, pekerja
keras walau cuaca yang begitu panas. Jejak kaki menelusuri
indahnya kota Bangkok dengan menaiki kapal wisata menuju
wisata kuil Wat Arun yang memilki nama lain Kuil Fajar atau
Candi Fajar terletak di tepian Sungai Chao Pray, sungai yang
begitu indah dan bersih terawat dengan apik dipenuhi
dengan habitat ikan patin yang besar‐besar. Konon penduduk
setempat meyakini hewan yang hidup di sekitar lokasi kuil
dilarang untuk diambil.
Keunikan menuju kuil Wat Arun banyak menyedot para
turis menaiki perahu secara bergantian, arus ini menjadi
pendapatan warga yang sangat dinantikan. Perjalanan
selanjutnya jejak kaki menuju wisata kuil Budha Tidur, Wot
Pho. Di kuil ini banyak fenomena tradisi yang bisa kami lihat
konon kuil ini sebagai tempat tinggal Budha. Mulai awal
memasukinya dengan alas kaki yang dilepas lalu kami
masukkan ke dalam kantong plastik yang telah disediakan.
Kemudian kami bawa ke dalam kuil, saat masuk dalam kuil ini
suara gemerincing terdengar keras. Entah dari arah mana
sumber suaranya. Saya beserta rombongan tak ingin
melewatkan momen terindah tanpa mengambil gambar dari
patung Budha Tidur.
Di sela‐sela menikmati indahnya kuil tersebut, sampailah
kami pada ujung jalan. Suara misteri yang terdengar
bersumber dari ujung. Rupanya para peziarah setelah ibadah
memasukkan koin‐koin ke dalam kendi‐kendi yang telah
disediakan. Konon koin‐koin dimasukkan untuk Budha
126 | Tim Penulis Jelajah Literasi
sebagai harapan agar Budha memberikan rahmat,
keberkahan, dan kemakmuran kepada pengikutnya.
Jejak kaki tak hanya sampai di sini. Kami melanjutkan
perjalanan menuju Kerajaan Thailand (Mueang Thai), kerajaan
yang luas dipenuhi dengan kuil‐kuil yang dibangun dengan
megah, saat ini masih terus mengalami renovasi dan
perawatan gedung. Sebuah bangunan yang bersejarah tak
heran jika antusias pengunjung memadati wisata ini.
Pengawasan yang ketat serta tata cara memasuki gedung
sangat diperhatikan mulai dari busana yang kita kenakan
harus sopan sehingga petugas menyediakan pakaian untuk
pengunjung yang belum mematuhi aturan.
Sebuah wisata literasi yang sangat bermanfaat sekali
sebagai penyegaran hati dan pikiran kita untuk menjelajah
kemajuan dunia dengan segala keunikan dan kekayaan
budanya menambah referensi kita untuk menanamkan
motivasi menulis dan berpikir tentang sebuah kemajuan yang
kita miliki menjelajah kekayaan negeri mengasah kemampuan
yang ada, melalui MediaGuru sebagai fasilitas kita untuk
mewujudkan semua itu, takkan terlupakan seluruh panitia
dari Kemendikbud yang membawa kita ke negeri Gajah Putih
hingga pulang ke tanah air tercinta Indonesia.
Kekayaan literasi yang sangat berguna yang mampu
dikembangkan di daerah setempat terutama penanaman
hidup bersih yang dapat kita teladani di Bangkok ini.
Perhatian dalam menjaga lingkungan terutama sampah telah
menjadi budaya setempat mulai dari pedagang serta
masyarakat sekitarnya. Selain itu, budaya antre dalam
menjadi perhatian khusus kami. Hal yang sangat mudah kita
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 127
lakukan, namun kebanyakan dari kita enggan melakukan
budaya antre ini. Bahkan pertengkaran dan adu emosi yang
terlihat pada saat antre.
Tak kalah menariknya ketaatan penduduk setempat
dalam beribadah di kuil‐kuil menjadi wisata religi saya yang
amat menyentuh. Di setiap sudut kota dipenuhi dupa‐dupa
serta patung‐patung sebagai pemujaan bagi masyarakat
Bangkok. Antusias dan semangat dalam melakukan pemujaan
kepada Tuhan menjadi pelajaran terindah, agar kita lebih
dekat dan terus dekat serta selalu teringat kepada Sang
Khalik, Allah SWT yang telah memberikan segalanya kepada
kita yang tak dapat dihitung dan terhitung. Sebagai
perjalanan jejak kaki di hari terakhir meninggalkan Kota
Bangkok, kota yang belum pernah terjajah. Indahnya kota
Bangkok seindah wisata yang dimilikinya. Keramahan
penduduknya yang selalu menyapa dan memberikan
senyuman kepada kami membuat kami betah tinggal lama.
Semua berkesan. Semangat juang dalam bekerja, lalu
lintas kota yang tertata dengan rapi mulai saat
penyeberangan yang dipandu oleh petugas dengan seutas
tali sebagai sarana. Juga ketertiban dan keamanan dalam
menyeberang hingga denda bagi yang melanggar aturan,
bebas asap rokok menjadi sorotan utama. Warga Bangkok
memiliki tempat‐tempat khusus dalam merokok. Dengan
demikian dampak asap rokok yang sangat berbahaya dapat
diatasi. Semoga hal‐hal ini dapat kita terapkan tanah air.
Kebersihan kota dan warganya tampak terlihat dengan jelas
dari penampilan warga yang bersih dan berbusana dengan
rapi, serta pesona budayanya yang unik sehingga banyak
128 | Tim Penulis Jelajah Literasi
menyedot investor asing ke Negeri Gajah Putih ini. Semoga
saya dapat kembali mengunjungi kota ini. Harapan terindah
dan mendalam kepada MediaGuru terus menggiatkan jelajah
literasi ini sebagai wahana dan rujukan serta penyegaran bagi
kita untuk giat menulis, menulis, dan menulis tiada henti.
Kegiatan ini menjadi langkah awal saya menuju dunia nyata
literasi yang sangat bermanfaat luar biasa.
Wahyuningsih (Ning Nafasa)
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 129
130 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Kekuatan Doa Sahabat
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 131
K ami berasal dari kultur daerah yang berbeda.
Kebersamaan membuat kami dekat. Aku seorang ibu
yang berasal dari Minang menetap di Bogor. Bertemu
dan berkenalan dengan Dr. Laila Maharani, seorang dosen
muda yang kreatif berdarah Solo menetap di Lampung ketika
kegiatan bersastra. Begitu juga dengan Dr. Mulyadi,
pengawas yang supel dan Uni Ir. Fitriany Febby Agnia S.E.,
M.Pd.
Kegiatan Jelajah Literasi Bangkok ini pun kami ikuti karena
ingin kembali bersilaturahmi menambah ilmu dan wawasan
di Negeri Gajah Putih melalui fasilitasi MediaGuru. Tidak sabar
menunggu hari keberangkatan sambil melihat kekurangan
barang bawaan yang sudah kukemas beberapa waktu
sebelumnya.
Ujian datang menerpaku ketika gadis semata wayang
panas tinggi, sementara itu waktu keberangkatan tinggal 1
minggu lagi.
“Ya Rabb, seandainya Engkau izinkan aku menuai ilmu
di negeri surganya kuliner ini aku akan sampai di sana. Bila
tidak berilah kesembuhan untuk gadis kecilku.”
Dari hasil laboratorium anakku harus dirawat karena
trombosit dan lektositnya rendah. Kepasrahan pada Sang
Khalik membuatku mengikhlaskan dan memutuskan untuk
tidak berangkat. Anak adalah kekuatan hidupku. Sedih
rasanya. Bayangan Negeri Gajah Putih yang memikat lenyap
ditemani senyapnya kamar rumah sakit dengan
pemandangan lunglainya gadis kecilku terbalut jarum infusan
yang setiap saat harus kujaga.
132 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Telepon tak berhenti berdering. Ucapan kekuatan dalam
doa dan semangat setiap saat datang dari tiga sahabat yang
tidak berhenti berdoa agar kami bisa kembali melanjutkan
petualangan literasi di Negeri Gajah Putih.
Empat hari sudah aku di rumah sakit. Mulai dari trombosit
yang merangkak turun, sampai pendarahan. Hal inilah yang
kutakutkan. Aku bersyukur ketika akhirnya kembali
trombosit anakku naik dengan menambahkan vitamin dan
madu untuknya. Aku pun berusaha untuk tetap fit agar tidak
ikut sakit meskipun letih mendera.
“Adek harus sembuh, Nak!” ujarku. Air mata kesedihan
tak kuasa kubendung.
Tuhan mendengar doaku dan doa sahabat‐sahabat
terbaikku. Semua karena cinta dan doanya serta doa sahabat
dalam grup jelajah yang begitu baik. Terima kasih ya Rabb,
Engkau maha mengetahui apa yang tidak kami ketahui.
Sehari sebelum keberangkatan gadis kecilku
diperbolehkan pulang, namun harus kontrol Senin depan.
Aku pun kembali bingung, siapa yang akan mengantar anakku
kontrol bila aku jadi berangkat. Aku bersyukur punya suami
yang sangat memahami apa yang kurasakan. Dengan rida‐Nya
aku diizinkan berangkat menuai ilmu.
“Senin nanti ayah yang mengantar adek, Mama
berangkat saja.”
Subhanallah. Aku diizinkan berangkat. Sementara aku
sendiri sudah tidak terpikirkan untuk ikut. Aku fokus pada
kesembuhan anakku.
Berita ini kusampaikan kepada tiga sahabatku yang sudah
begitu setianya setiap hari memantau perkembangan putriku.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 133
Setiap saat Bunda Laila, Uni Fitri, dan Pak Mulyadi selalu
berdoa untuk kesembuhan Syfa.
“Nggak apa‐apa, Mama nanti aku sama ayah ke
dokternya, Mama berangkat saja. Sayang ilmunya kalau tidak
jadi ikut,” ujar gadis kecilku yang sudah beranjak dewasa.
Aku kembali semangat untuk berkemas dan
mempersiapkan keberangkatan esok hari. Suamiku
mengantar ke bandara karena pesawatnya berangkat pagi
pada pukul 06.35 WIB. Sementara itu ketiga sahabatku sudah
menunggu sejak malam karena transit dari Padang dan
Lampung. Pertemuan yang membahagiakan. Empat sekawan
mulai kembali bertualang menuju Negeri Para Biksu. Negeri
berjuta kuliner. Meskipun sangat sulit untuk mencari
makanan halal di negeri ini.
Kami tiba di Bangkok sekitar pukul sebelas. Di sana kami
menunggu teman‐teman yang masih dalam perjalanan
menuju Bandara DMK. Hal yang menyenangkan karena bisa
mengenal sahabat dari berbagai daerah yang berbaur
menjadi satu dalam Jelajah Literasi MediaGuru, sebuah
wadah yang menginspirasi kami para guru belajar berkreasi
dan berinovasi melalui literasi.
Ilmu baru, perjalanan indah yang mengesankan, penuh
canda, suka duka kami lalui dengan kebahagiaan. Berkat
bimbingan dan arahan dari koordinator MediaGuru,
khususnya CEO, Bapak Mohammad Ihsan yang telah
mengantar kami dalam petualangan Jelajah Literasi Bangkok
ini.
Jakarta 19.02.2019
Fitri Analis
134 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Mutiaraku Sampai Bangkok
B u Yuli penilik, begitu aku dipanggil oleh teman‐teman
dan masyarakat. Panggilan itu lebih akrab bagi
mereka sehingga memudahkan aku untuk mencari
data lengkap yang kubutuhkan, sebagai penilik dan pengelola
Sekolah Luar Biasa. Buku berjudul Mutiara di Tambang Pasir
yang kutulis ternyata dapat membawaku terbang ke
Bangkok.
Pada hari Kamis, 14 Februari 2019, aku berangkat menuju
Jakarta. Sampai di hotel yang ditentukan oleh panitia, aku
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 135
mendapat kamar bernomor 806. Lalu masuk untuk mandi
dan shalat. Teman sekamarku, Kadek Restika Dwi dari Bali
belum datang, jadi aku sendirian. Tepat pada pukul 19.00
WIB, kami bersembilan diberi pengarahan dari Ibu Alhidayati
Aziz tentang keberangkatan ke Bangkok. Lalu aku istirahat
karena akan berangkat ke bandara pukul 04.00 WIB. Aku
telah siap dari pukul 03.00 dini hari. Setelah sarapan di hotel
aku dan rombongan menuju Soekarno Hatta International
Airport. Aku tidak putus‐putusnya berdoa memohon kepada
Allah SWT agar aku dan rombongan diberikan keselamatan
sampai Bangkok. Aamiin.
Aku naik pesawat dengan nomor penerbangan QZ 250.
Aku duduk di seat nomor 25 A pada pukul 07.15 WIB.
Bismillah, aku dan rombongan berangkat pada hari Jumat, 15
Februari 2019. Pada pukul 10.55 sampailah kami di Don
Mueang International Airport. Aku masih punya waktu 2 jam
untuk beristirahat dan makan siang serta mendapat
pengarahan dari MediaGuru di Meeting Point karena acara
pertama adalah seminar di Southeast Asian Miniters of
Education Organization (SEAMEO) yang dimulai pukul 14.00.
Yang menarik bagiku ada dua dari tujuh program
prioritas SEAMEO yaitu Early Childhood Care and Education
dan Addresing Barriers to Inclusion. Aku berharap bisa
bergabung dengan SEAMEO pada program tersebut sesuai
dengan tugas dan fungsiku sebagai penilik yaitu Pengendali
Mutu dan Evaluasi Dampak Program PNFI dan mengelola
Sekolah Luar Biasa.
Setelah dari SEAMEO jadwal selanjutnya ke Asiatique
karena waktu di SEAMEO sampai pukul 18.00 WIB, maka
136 | Tim Penulis Jelajah Literasi
destinasi tersebut terlewatkan. Aku dan rombongan menuju
hotel dengan bus tingkat berwarna merah yang dipandu
seorang guide bernama Muhammad Buchori, bersama 42
orang lainnya dari MediaGuru Indonesia di Picnic Hotel untuk
makan malam sebelum menuju penginapan di Livotel Hotel
Lat Phrao yang berlokasi 707 Soi Lat Phrao Road Bangkapi
Bangkok 10240 Thailand.
Selamat pagi Bangkok, hari kedua Sabtu 16 Februari 2019,
matahari menyapa begitu cerah dan semangat seperti hati
dan niatku dan rombongan menuju Kuil Wat Arum Pagoda,
menelusuri sungai Kota Bangkok. Aku naik perahu bersama
29 orang lainnya. Di depan kuil pinggiran dermaga aku
melihat banyak ikan patin berukuran besar.
“Kenapa tidak dimakan, ya?” ucapku lirih.
Aku lihat semua orang memberi makan ikan dengan roti
yang dijual di setiap perahu. Setelah aku naik ke Kuil Wat
Arum aku mengamati sebagian kecil keadaan kuil tersebut
karena sakit di kaki kananku. Sehingga aku hanya berada di
bagian depan kuil dan melihat beberapa pedagang suvenir
dan pedagang bersepeda yang menjajakan kartu undian.
Perjalanan selanjutnya ke Islamic Center untuk shalat Zuhur
dan makan siang. Setelah itu aku membeli ketan mangga
yang rasanya enak dan manis seharga 160 bath.
Bangkok adalah kota yang sedang berkembang saat
aku melihat pembangunan jalan dan beberapa gedung yang
megah. Namun, aku tidak bertanya mengapa kabel listrik
tidak tertata dengan baik seperti benang kusut. Aku tidak
bertanya karena aku tidak pandai bahasa Thailand. Beberapa
toilet umum tidak ada keran air, hanya disediakan tisu saja.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 137
Menjelang sore hari, rombongan menuju Bangkok
Platinum, sebuah mal yang besar. Semua makanan dijual di
sana. Ada udang goreng, durian montong, kedai sosis bakar,
dan berbagai minuman. Namun, aku tidak membelinya. Aku
hanya membeli es krim kelapa muda. Pukul 19.30 waktu
setempat aku dan rombongan menuju pasar malam
Asiatique. Aku turun dari bus untuk membeli air mineral lalu
mengunjungi beberapa pedagang kaki lima. Ketika aku
berjalan menuju halte untuk menunggu bus, alangkah
kagetnya, aku melihat buaya yang dijual sebagai makanan.
Sate buaya bagi ku ini sangat aneh, karena makanan ini
dilarang oleh agamaku. Tepat pukul 22.00 waktu setempat,
aku kembali naik bus menuju hotel untuk istirahat.
Hari terakhir Jelajah Literasi Bangkok, 17 Februari 2019.
Aku menyempatkan diri mengunjungi Temple Wat Tpho. Aku
melewati jalan Tanao Rd yang terdapat banyak penjual buah
di tepi jalan. Sampailah aku di Temple Wat Tpho. Setelah
turun dari bus aku melihat petugas keamanan yang
mengarahkan pengunjung agar tidak salah arah. Aku telah
memiliki tiket yang dibelikan oleh panitia, lalu aku masuk ke
istana tersebut.
Pertama kulihat berapa orang berdoa di kuil‐kuil dengan
bau dupa yang khas. Aku sempatkan melihat orang Thailand
yang ahli dalam pengobatan. Ia menyembah patung yang
disebut “The Statue of Cheewok Komaraphat” yang
bertuliskan “The Hermit Doctor” sebagai tanda
penghormatan. Beberapa bangunannya terbuat dari batu‐
batu yang tersusun rapi. Aku juga menyempatkan masuk ke
138 | Tim Penulis Jelajah Literasi
kuil tempat patung Budha sedang terbaring dengan ornamen
khas Budha.
Setelah itu aku dan rombongan menuju Grand Palace,
sebuah istana kerajaan Thailand terdahulu. Lalu aku dan
rombongan makan siang dan shalat di Nouvo City Hotel.
Destinasi terakhir adalah pabrik kerajinan tangan dari kulit asli
seperti kulit buaya dan kulit ular. Setelah kunjungan ke pabrik
tersebut lalu kami menuju Don Mueang International Airport
untuk kembali ke Indonesia. Good bye Bangkok! Sampai
berjumpa lagi.
Terima kasih kuucapkan kepada Kemdikbud dan
MediaGuru Indonesia atas kesempatan yang telah diberikan
dalam kegiatan Jelajah Literasi Bangkok ini.
Fitri Analis
Yuli Kurniati, PNFI Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan
Kabupaten Lampung Tengah
[email protected]
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 139
140 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Jika Allah SWT
Memudahkan, Maka Tiada
yang Mampu Mempersulit
S eolah seperti mimpi yang tak bertepi, ketika kakiku
menginjak Bandara Don Mueang untuk yang pertama
kalinya. Berliku peluh dan getir yang harus kuhadapi
seorang diri untuk bisa sampai di kota gajah tersebut. Dari
awal keberangkatan daku harus menghadapi kenyataan yang
sangat mengharu biru. Saat rekan seperjalananku dari Aceh
harus gagal berangkat dikarenakan sang suami tercinta harus
dirawat di rumah sakit.
Saat itu satu hari menjelang keberangkatan, daku
terdiam dengan seribu perasaan yang berkecamuk dalam
batinku. Bingung, cemas, resah, dan sedih, kucoba untuk
menenangkan hati dengan istigfar yang selalu terlantun
dalam hari‐hariku. Dalam kegelisahan yang mendalam,
malam itu daku terus bermunajat pada Allah SWT untuk
kesembuhan suami temanku dengan harapan ada "Mukjizat
yang Allah SWT turunkan dalam waktu satu malam lagi
keberangkatan". Akhirnya, daku tertidur dalam heningnya
malam itu, sambil terus berdoa dan berdoa, hingga tanpa
kusadari terlelap dalam kegelisahan.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 141
Keesokan harinya di madrasah daku sungguh kehilangan
gairah serta mulai bimbang dengan rencana
keberangkatanku ke Thailand karena tak sanggup daku
membayangkan harus melakukan rute sejauh itu dari Aceh
seorang diri. Rupanya sahabat dekatku melihat kegelisahan di
wajahku, meskipun sekuat tenaga daku mencoba
menyembunyikannya. Kuceritakan padanya musibah yang
menimpa sahabatku Tihawa yang harus batal berangkat.
Namun, tanpa kuduga sahabat dekatku itu tersenyum sambil
berkata, “Er, selama ini kamu mampu menjalani hidup
seorang diri setelah semua keluargamu hilang dalam tsunami,
kan? Jadi, kenapa kamu ragu untuk melangkah ke Thailand?
Bukankan kalau Allah SWT mempermudah perjalananmu
maka tiada seorang pun yang mampu mempersulit?”
Daku terpana mendengar kalimat yang keluar dari bibir
sahabat setiaku itu. Masyaallah, tiba‐tiba saja hilang lenyap
semua kegelisahan serta kebimbangan yang menggelayut di
lentera hatiku mulai dari semalam. Ya Allah SWT sahabatku
benar, selama ini daku berani hidup sebatang kara setelah
tsunami yang telah merenggut seluruh anggota keluargaku,
kenapa daku harus takut berangkat sendiri? Bukankan Allah
SWT ada bersamaku? Tiba‐tiba daku tersenyum pasti dan
mengucapkan terima kasih kepada sahabat setiaku yang
selalu ada di saat daku gelisah.
"Terima kasih Linda, insyaallah daku sudah mantap untuk
berangkat nanti malam, semuanya kupasrahkan pada‐Nya,
semoga dimudahkan di perjalanan. Amin Ya Raab.”
Akhirnya, malam itu daku berangkat dengan langkah
pasti menuju Medan dengan menggunakan bus yang diantar
142 | Tim Penulis Jelajah Literasi