Bangkok
F oto raja mengisi sudut‐sudut tempat terbuka. Pigura
kotak dalam berbagai variasi bentuk itu menghiasi
bandara, pusat perbelanjaan, gedung instansi
pemerintah, hingga rumah beberapa penduduk. Bagi
seseorang yang terbiasa melihat foto presiden hanya dalam
ruang kelas. Fenomena itu menawarkan sesuatu yang baru.
Hal itu seharusnya tidak begitu mengejutkan, menilik cerita
dari pemandu wisata tentang kebijakan raja terdahulu dalam
mempertahankan kemerdekaan Thailand dari penjajahan
barat. Sosok raja terlihat begitu dihormati dan keluarga
kerajaan tampil sebagai tokoh yang disegani.
Bangkok terasa mewah dan sederhana pada saat yang
sama. Keajaiban infrastuktur abad ke‐21 menjulang tinggi
memenuhi setiap sisi jalan layang, menyuguhkan
pemandangan iklan raksasa, petak‐petak kondominium
mahal, kaca bangunan hotel yang bersinar menyilaukan, serta
jalinan aspal rumit yang bertingkat dan melingkar. Kota itu
tak berhenti bersinar di waktu siang dan senantiasa
berpendar dalam gulita malam.
Di sisi lain, kesenjangan ekonomi yang besar terlihat
nyata, meskipun setelah dipikir‐pikir lagi, hampir semua ibu
kota memiliki masalah yang sama. Rumah‐rumah di bawah
jalan tol dibangun di atas sungai, membentuk permukiman
padat di antara keramaian lalu lalang kendaraan bermotor.
Dalam sekilas pandang tampak kehidupan sosial yang akrab
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 243
antartetangga. Ruang sederhana itu begitu kontras dengan
arus cepat aktivitas di sekelilingnya, tetapi mungkin karena
itulah kedamaian kecil itu begitu terasa.
Multikulturalisme memenuhi setiap sisi kota. Selalu ada
manusia berbagai warna, rupa, dan negara berbeda
berkumpul untuk satu tujuan yang sama. Entah berbelanja,
bermunajat kepada Sang Pencipta, berswafoto gembira,
hingga duduk‐duduk menyeruput kelapa memuaskan dahaga.
Berbagai bahasa dan logat bicara membaur menjadi satu
dalam kerumunan warga. Turis Indonesia, Amerika, Malaysia,
dan negara lainnya berdesakan berjalan tanpa
mengesampingkan kepentingan lawan. Para warga berbeda
bangsa mengantre penuh etika demi sekeresek camilan dan
pakaian. Bahasa Inggris dan bahasa tubuh menjadi sarana
komunikasi universal, membuat bahasa Thailand terdengar
bagai sekadar gumaman latar belakang di banyak tempat.
Tujuan wisata didominasi rentetan pasar raya dalam
berbagai aroma dan warna. Berbagai orang dari berbagai
negara berkumpul bersama di suatu wahana, berpencar ke
segala penjuru, menikmati berbagai hal baru. Kesibukan para
pencari kesenangan dan pengalaman seakan tak pernah
berakhir. Orang‐orang, sendiri maupun dalam rombongan,
terlihat begitu mengerti ke mana mereka akan pergi dan apa
yang berikutnya mereka jelajahi. Keluarga bahagia dan
pasangan muda tertawa ceria di mana‐mana. Para turis
mancanegara seakan tahu betul memanfaatkan waktu
bersukacita sebelum dirampas oleh hari‐hari padat penuh
kerja.
244 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Kuliner Bangkok menyajikan cita rasa Asia dengan
kekhasan tersendiri. Unik, namun juga akrab. Masakannya
kaya rempah, versi agak berbeda dari makanan Indonesia,
namun bukan berarti tidak dapat dinikmati. Menu santap
berbahan buah menjadi nilai tambah yang luar biasa. Olahan
minuman, makanan penutup, maupun pembuka berbahan
mangga, jeruk, durian, dan anggur benar‐benar memanjakan
lidah. Aneka jenis buah dengan kualitas mengagumkan
membuat kota ini menjadi tujuan wisata yang bersahabat
bagi para vegetarian.
Turis Indonesia tidak perlu khawatir berdapatasi soal
suhu udara hari‐hari itu. Cuaca di Bangkok mulai tanggal 15
hingga 17 Februari 2019 begitu stabil, cerah, dan hangat.
Sesekali gerimis menemani malam, tetapi berhenti sebelum
remang malam kian kelam.
Jalanan kota Bangkok dipenuhi wisatawan yang
membaur dengan penduduk lokal. Lepas dari banyaknya turis
berpetualang, dinamika masyarakat kota terasa begitu wajar.
Para siswa berseragam yang pulang sekolah menyatu dengan
keramaian trotoar. Para pekerja proyek menekuni tumpukan
material berat di jalan. Sosok‐sosok berwajah lelah menaiki
kendaraan umum malam hari sepulang kerja, deretan penjual
yang berseru menawarkan dagangan, spanduk calon‐calon
perdana menteri yang berlomba meraih kekuasaan. Wanita
menjemur pakaian dari beranda apartemen, anjing, dan
kucing yang berlari lincah di antara para pejalan kaki. Bangkok
terasa begitu hidup. Bernyawa dan berjiwa.
Dari SEAMEO hingga JJ Mall, denyut perekonomian,
sosial, dan budaya dari kota itu seakan tak pernah mati.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 245
Bangkok memiliki pesonanya sendiri. Mungkin itulah alasan
mengapa turis yang datang dan pergi sering kali berkeinginan
untuk kembali. Karena Bangkok menawarkan apa yang tidak
semua kota miliki: sebuah jati diri.
Anisa Probo Nella, mahasiswa Universitas Diponegoro
246 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Target Kedua
L iburan semester ganjil baru saja usai. Kenangan
bersama keluarga di Pulau Dewata, masih lekat dalam
ingatan. Namun waktu tetap berjalan. Kegiatan belajar
mengajar pun telah dimulai. Berbagai persiapan saya lakukan.
Demi membekali anak‐anak bangsa dengan pengetahuan dan
keterampilan.
Semangat untuk bertemu dengan peserta didik selalu
membayangi diri. Ingin rasanya cepat pagi dan segera
bertemu dengan mereka. Selepas shalat Subuh, seperti biasa
saya melakukan berbagai aktivitas. Sayup terdengar nada
dering WA, saya pun tergoda untuk membuka dan membaca
pesan‐pesan itu.
Ternyata benar, ada satu pesan yang sangat mengejutkan
sekali. Chief Executive Officer (CEO) MediaGuru mengirimkan
informasi tentang jelajah literasi. Membaca tulisan Bangkok,
debar kegembiraan itu tak dapat saya tahan. Rasanya impian
saya selama ini akan terkabul. Setahun lalu saya berkeinginan
pergi ke Bangkok, namun masih belum ada kesempatan.
Tanpa berpikir panjang dan pertimbangan lainnya, saya
langsung mengisi form yang disediakan. Apalagi setelah
terdaftar, saya masuk grup dari tautan yang ada. Hari pun
berganti dengan cepat. Setiap kali membaca jadwal kegiatan
jelajah literasi Bangkok, pikiran ini tak mau berhenti untuk
berimajinasi.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 247
Awalnya saya sangat senang karena ada dua teman yang
akan ikut. Namun mereka harus mengundurkan diri sebab
jadwal keberangkatan ke Bangkok berbenturan dengan
agenda kedinasan. Sehingga saya harus berangkat sendiri.
Meskipun tak ada teman dari satu daerah, saya berusaha
untuk tetap ikut. Rasa syukur selalu terucap dalam hati selalu.
Karena ada saja jalan menuju ke Bangkok.
Sebelumnya saya akan memesan tiket sendiri. Akan
tetapi, setelah melalui berbagai pertimbangan saya pun
pasrah dengan Mas Iwan, seorang widyaiswara di Lembaga
Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP). Dialah teman yang sangat
baik dan banyak membantu saya. Sehingga urusan tiket
keberangkatan dan bagasi hingga pulang dapat teratasi.
Membaca tiket yang telah dipesan, kebahagiaan itu
membuat saya sangat bersemangat. Sebab tiket pesawat
tidak langsung menuju ke bandara Don Mueang (DMK). Akan
tetapi, pesawat harus transit di Kuala Lumpur (KL) terlebih
dahulu selama dua jam. Benar seperti kata pepatah “sambil
menyelam minum air.” Saya sangat bersyukur, walaupun
hanya sebatas melintasi Kuala Lumpur saja. Untuk sementara
waktu cukup di bandara saja, gumam saya dalam hati.
Sesampainya di bandara KL, kami keluar dari pesawat dan
memasuki ruangan bandara. Tanpa melihat tulisan gate pada
tiket, kami berjalan dan terus berjalan. Saya pun percaya
dengan Mbak Tuti, sebab saya sudah lama mengenalnya.
Apalagi dia mengatakan kalau dirinya hafal bandara KL.
Sembilan puluh menit telah berlalu. Kaki mulai terasa
panas dan pegal. Beberapa pemeriksaan telah kami lalui,
namun tak seorang dari teman‐teman yang dapat kami temui.
248 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Hingga pada akhirnya saya harus menunjukkan tiket pada
petugas. Agar dapat segera bertemu dengan mereka. Berkali‐
kali kami naik turun tangga. Keringat bercucuran,
tenggorokan pun terasa kering. Selama berjalan kami
menahan dahaga yang luar biasa. Hanya usaha dan doa yang
dapat kami lakukan. Hingga akhirnya kami dapat bertemu
dengan Mas Iwan dan lainnya.
Sesampainya di gate Q perut kami tak dapat diajak
kompromi. Walaupun waktu tinggal dua puluh menit lagi,
kami menyempatkan untuk mengisi perut terlebih dahulu.
Layaknya orang yang memiliki uang, kami pun memesan dua
porsi nasi lemak dan dua gelas lemon tea. Setelah terima nasi
dan minuman, baru kami tersadar. Ternyata kami tidak
mempunyai mata uang ringgit sama sekali. Saya pun tak ingin
dibuat malu. Setelah membaca tulisan yang tertempel pada
dinding, penjual menerima uang dollar. Perlahan saya pun
buka dompet semoga ada keajaiban. Alhamdulillah, ada
selembar uang dolar Singapura terselip di antara rupiah yang
saya miliki.
Usai makan pagi, terdengar suara panggilan bagi
penumpang tujuan DMK harus segera memasuki pesawat.
Kami bergegas menuju antrean panjang dengan tujuan sama.
Dalam penantian di ruang tunggu, kami bertemu dengan
seorang pelancong. Dia berasal dari Canada, namanya Kevin
Bond. Walaupun usianya sudah tidak muda lagi, tapi
semangatnya untuk menulis luar biasa. Dia menuliskan
berbagai pengalamannya. Buku yang telah ditulis tentang
kisah perjalanannya ke negara‐negara yang dikunjungi.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 249
Perjalanan menuju DMK sempat membuat hati ini gusar.
Saat itu memang cuaca kurang bersahabat. Dalam hati saya
hanya dapat berdoa dan memasrahkan takdir yang akan
terjadi pada kami. Apa pun yang terjadi itulah kehendak
terbaik dari‐Nya. Hanya ungkapan rasa syukur kami dapat
landing di DMK dengan selamat.
Lalu lalang pengunjung dari berbagai negara, membuat
bandara DMK makin riuh. Kedatangan kami telah disambut
oleh teman‐teman dari berbagai daerah. Rombongan dibagi
menjadi dua kelompok. Kebetulan saya ada di kelompok satu,
sehingga harus di bus satu.
Semua peserta memasuki bus sesuai pembagian
kelompok. Perencanaan telah dibuat dengan baik. Tour leader
kami orangnya sangat ramah dan lucu, dia bernama Terry.
Selanjutnya dia menyampaikan tujuan yang akan dikunjungi.
Kunjungan pertama merupakan tempat paling istimewa.
Karena selama ini saya sangat berharap dapat mengunjungi
Bangkok. Terutama berkesempatan belajar di kantor pusat
The Southeast Asian Ministers of Education Organization
(SEAMEO).
Sesampainya di gedung SEAMEO, kami disambut dengan
hangat dan hormat oleh para pegawainya. Para petugas
sangat mewaspadai setiap tamu yang masuk. Sehingga kami
harus diperiksa terlebih dahulu, untuk dapat memasuki
gedung itu. Selanjutnya kami mengikuti kegiatan seminar
yang berada di lantai enam. Peserta jelajah literasi sangat
antusias dalam mendengarkan informasi yang disampaikan
oleh Bapak Gatot.
250 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Materi yang disampaikan oleh direktur SEAMEO ternyata
membuat para peserta penasaran. Hingga pada akhirnya satu
per satu dari mereka mulai belajar untuk memahami pelatihan
model daring. Kegiatan berlangsung selama beberapa jam.
Selanjutnya kami menuju hotel untuk beristirahat.
Keesokan harinya kami seharian berkeliling kota
Bangkok. Mulai dari menikmati keindahan Wat Arun hingga
belanja berbagai souvenir dan kuliner. Wat arun merupakan
sebuah kuil yang berada di tepi Sungai Chao Phraya. Untuk
menuju kuil tersebut, para pengunjung harus naik perahu
terlebih dahulu. Selain airnya yang bersih, para pengunjung
juga dapat memberi makan ikan dengan roti tawar yang
tersedia.
Sesampainya di pelataran kuil, para pengunjung bebas
berekpresi. Para penjual mempromosikan dagangannya. Tak
jarang pengunjung perempuan yang menyewa baju
tradisional. Sedangkan pengunjung lainnya membeli suvenir
dan menikmati kuil yang megah dan menjulang itu.
Selama kegiatan jelajah literasi di Negeri Gajah Putih,
banyak hal menarik yang dapat saya pelajari. Di antaranya
tentang pengolahan dan pengemasan hasil bumi. Selain itu,
harga yang beredar di pasaran juga seragam. Sebagai contoh,
kemasan buah siap saji dan minuman yang berasal dari sari
buah segar. Semua pedagang memiliki standar harga jual
yang sama. Sehingga di mana pun kita membeli barang, baik
itu di bandara, hotel bahkan toko di pinggiran jalan
mempunyai banderol harga yang sama.
Saat mentari mulai terbenam, gemerlap lampu kota
semakin terlihat semarak. Para penjaja mulai memburu
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 251
kuliner sesuai dengan selera lidahnya. Berbagai masakan dari
ikan air tawar, laut, dan payau semua tersedia. Cara
penyajiannya pun beraneka. Ada yang diolah dengan
menggunakan bumbu rempah lengkap, ada juga yang hanya
direbus.
Cukup lama kami mengelilingi tempat perbelanjaan dan
kuliner. Hingga kaki terasa lecet dan perih. Waktu hampir
tengah malam, kami berkumpul di sebuah halte yang luas.
Para wisatawan berjubel penuh sesak. Tentu saja mereka
memiliki tujuan yang sama. Kami harus rela antre untuk
menunggu bus jemputan dan diantar ke hotel.
Kegiatan literasi pun mulai merambah ke negara
Thailand. Para pemateri sangat enerjik dalam menyemangati
siswa di Sekolah Indonesia Bangkok (SIB). Meski kegiatan
pelatihan menulis buku bertepatan pada hari Minggu, mereka
juga tetap hadir tepat watu. Kecuali beberapa siswa yang
beragama selain Islam. Sebab mereka harus beribadah
terlebih dahulu.
Bagi saya kegiatan jelajah literasi ini, sangat menginspirasi
dan memberikan pengalaman tersendiri. Pembiasaan disiplin
dan pola pikir yang lebih maju, kini telah menjadi budaya
mereka. Sebagai warga negara Indonesia, saya sangat
bersyukur dapat terlahir di negeri tercinta ini. Indonesia
merupakan negara kaya dan makmur. Hanya saja lahan yang
membentang nan luas di sana, masih belum tergarap dengan
baik.
Rini Marina,
Guru bahasa Inggris di SMP Negeri 2 Kalitidu, Bojonegoro
252 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Mengunjungi Masjid Islamic
Center di Thailand
B ersyukur Alhamdulillah MediaGuru Indonesia
mengadakan kegiatan Jelajah Literasi Bangkok
selama tiga hari mulai Jumat sampai Ahad tanggal 15
s.d. 17 Februari 2019 diikuti 93 peserta dari berbagai daerah di
Indonesia. Titik kumpul berada di Bandara Internasional Don
Mueang (DMK) Bangkok. Bersama dua anak saya, Nova Anif
Farizi guru SD Lukukamaru di Kabupaten Sumba Timur dan
Haris Firmana mahasiswa UMS Surakarta, kami mengikuti
kegiatan tersebut.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 253
Rombongan kami diantar oleh pemandu wisata kota
Bangkok bernama Bapak Bukhori. Beberapa tempat yang
dikunjungi di antaranya SEAMEO, Asiatique, Chaopraya River,
Masjid Islamic Center, Platinum Shopping, Madame Tussaud,
JJ Mall, Chatuchak Weekend Market. Banyak pengalaman
yang kami peroleh dalam berbagai kunjungan di kota
Bangkok ini.
Negara Thailand yang berjuluk Negeri Gajah Putih ini
memang terkenal dengan buah‐buahan unggul yang
berkesan dari jambu bangkok yang empuk sampai durian
montong yang lezat. Banyak kita dapatkan crispy durian
montong yang kriuk kremes yang harganya selangit. Jenis
bahan makanan pokok (beras, jagung, ketela), sayur‐sayuran
(kacang, terung, wortel, tomat, kol, sawi), dan lauk‐pauknya
(tahu, tempe, telur, ikan) hampir mirip dengan negara kita
Indonesia dari cara memasaknya. Hanya sedikit berbeda jenis
rempah‐rempah yang digunakan untuk bumbu pelezat
masakannya sehingga ada aroma yang khas. Di kota Bangkok
ini kami menikmati makan pagi, siang, dan malam di restoran
makanan halal.
Sebagian besar penduduknya memeluk agama Budha
94%, 1% Nasrani, Hindu, dan 5 % Islam. Namun, jumlah masjid di
Thailand banyak sekali, ada 3.400 masjid dan yang di pusat
kota Bangkok ada 170 masjid.
Salah satu masjid yang kami kunjungi adalah Masjid The
Foundation of Islamic Center of Thailand (FICT). Yayasan
Islamic Center Thailand memiliki sebidang lahan seluas sekitar
16.000 meter persegi yang kini sudah dibangun masjid. Lahan
tersebut merupakan lahan milik sendiri, sebagian diperoleh
254 | Tim Penulis Jelajah Literasi
dengan pembelian dan sebagian lagi sumbangan dari kaum
muslimin.
Pembangunan masjid ini dilaksanakan pada tahun 1954
yang menghabiskan dana sekitar 54 juta baht atau setara
dengan sekitar 20 miliar rupiah dengan arsitektur yang sangat
unik, gabungan antara arsitektur Siam dengan Timur Tengah.
Sebagian besar dana pembangunan berasal dari zakat dan
donasi dari muslim setempat, muslim dari luar negara, dan
dana layanan publik dari Pemerintah Kerajaan Thailand.
Masjid yang berkapasitas 3000 jemaah ini terdiri dari dua
ruang shalat utama, ruang shalat putri berada di lantai atas
dan putra berada di lantai bawah, dua tempat berwudu, toko
buku, perpustakaan, auditorium besar, ruang resepsi VIP,
ruang rapat, beberapa ruang kantor, kantor Islamic Center of
Thailand, kantor Thai Muslim Student Association, dapur dan
kantin makanan halal dengan menu nasi kuning. Pendapatan
dari pemanfaatan fasilitas ataupun sumbangan masjid ini
disalurkan kepada anak yatim. Di belakang masjid terdapat
sekolah untuk anak yatim yang merupakan sumbangan dari
pemerintah Arab Saudi.
FICT merupakan organisasi induk bagi semua organisasi
Islam di Thailand. FICT bertujuan memberikan pendidikan
untuk semua lapisan masyarakat sebagai Muslim di dalam
kehidupan yang multikultural, sebagai warga negara yang
ideal dan membantu Muslim berintegrasi dalam masyarakat
Thailand yang lebih luas, mengembangkan dan menyediakan
layanan sosial dan budaya, menciptakan kesadaran sosial dan
budaya antara Muslim dan masyarakat yang lebih luas,
memberikan layanan bimbingan dan sumber daya terutama
untuk lembaga pendidikan, rumah sakit hingga ke lembaga
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 255
pemasyarakatan (penjara), memberikan layanan konsultasi
untuk memecahkan masalah pendidikan, budaya dan sosial
masyarakat, memberikan pelayanan kesejahteraan sosial bagi
berbagai kelompok masyarakat, layanan pemakaman,
bantuan kemanusiaan dan dukungan di semua tingkat
masyarakat.
Pengelola FICT Bangkok dipilih setiap enam tahun yang
disebut The Executive Management Committee. Tugasnya
mengawasi keseluruhan operasional FICT. Ada 31 orang
Executive Management Committee terdiri atas President, Vice
President, Secretary General, Bendahara, Akuntan, Hubungan
Luar Negeri, Hubungan Masyarakat (Public Relation), dan
Anggota Committee. Visi FICT untuk memberikan kontribusi
demi kemajuan komunitas Muslim dan masyarakat pada
umumnya dan menjadi pemersatu bagi muslim di seluruh
Thailand. Misi FICT adalah menyediakan layanan keagamaan
dan bimbingan agama kepada komunitas Muslim bagi
perkembangan moral mereka sesuai dengan tuntunan syariah
Islam.
FICT menyelenggarakan berbagai kegiatan dalam rangka
kerja dakwah, tarbiyah, jemaah, dan pendidikan Islam sebagai
jalan hidup (Iqamat‐ud‐Diin). Kegiatan tersebut meliputi:
Study circles (semacam halaqoh), seminar dan konferensi,
training camps, pelatihan, pedidikan Islam bagi mualaf dan
nonmuslim yang berminat, Islam Awareness Week yang
ditujukan bagi khalayak umum selama bulan suci Ramadan.
Pengurus FICT menyelenggarakan barbagai kegiatan khusus
I’tiqaf selama bulan suci, bazar Ramadan, termasuk buka
puasa bersama.
Zuyyinah, S.Pd.SD, Kepala SD 3 Bulungkulon Jekulo Kudus
256 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Bangkok Dimulai dari Mimpi
Menjadi Bangkok
J elajah literasi MediaGuru ke Bangkok yang dilaksanakan
pada tanggal 15‐18 Februari 2019 bagi saya sebenarnya
ingin menjawab penasaran makna “bangkok” selama
ini. Di lingkungan masyarakat kita sering disebutkan ayam
bangkok, jambu bangkok, durian bangkok dan lain
sebagainya. Padahal, buah dan ayam itu bukan dari Bangkok.
Kata bangkok sebenarnya menggambarkan sesuatu yang
“besar”. Ayam bangkok ayam kampung tapi lebih besar dari
ukuran sebenarnya. Jambu bangkok juga demikian, yaitu
jambu yang berukuran lebih besar dari ukuran jambu lokal
yang ada. Durian bangkok sudah bisa dipastikan bahwa
durian itu memiliki buah yang besar, bijinya kuning merona,
daging tebal dan berbiji kecil. Intinya sesuatu yang bangkok
itu adalah produk rekayasa yang besar dan berkualitas.
Namun juga mengandung konotasi bahwa jambu Bangkok
jambu yang berasal dari Bangkok Thailand. Kenapa harus
membanggakan dan menyebut negara lain? Inilah kebiasaan
di negara kita, lebih bangga jika menyebut luar negeri.
Demikian juga perjalananku ke luar negeri kali ini. Saya begitu
penasaran apakah Bangkok memang kota yang sangat bagus
dan besar.
Perjalanan dari Surabaya transit di Kuala Lumpur dan
mendarat di Kota Bangkok belum memberikan gambaran
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 257
kebesaran nama itu. Bandara Internasional Don Mueang tidak
sebesar Bandara Soekarno‐Hatta di Indonesia. Bahkan
pesawat yang berjajar di bandara itu juga tidak lebih banyak
daripada di Bandara Soekarno Hatta. Tapi saya akui bahwa
pengelolaan bandara begitu rapi. Para calon penumpang
tertib antri di tempat check in. Antre di kasir minimarket,
antre di toilet, antre di pencarian taksi. Tidak ada
penumpukan kendaraan di luar bandara, penumpukan dan
perebutan penumpang dan antrean di toilet. Suasana menjadi
nyaman dan tertib.
Kunjungan pertama di Southeast Asian Minister of
Education Organization (Seameo) sebuah lembaga yang
beranggotakan 11 negara se‐Asia. Ternyata banyak pengurus
dan pengelolanya orang Indonesia. Sebenarnya banyak
warga negara Indonesia yang hebat di luar negeri. SEAMEO
dan lembaga sains dengan gedung besar itu belum bisa
memberikan besarnya Kota Bangkok yang bersemayam di
otakku.
River City Bangkok tidak seindah Baliku. Kuil Wat Arun
tidak sedahsyat Borobudurku. Ton Son Mosque tidak
semegah Istiqlalku bahkan Masjid Agung Surabaya. Harus aku
akui semuanya tampak indah karena bersih dan tertib.
Demikian juga tempat shopping, hampir sama seperti mal di
Indonesia. Hanya Asiatiq yang agak eksotik dengan segala
pernik Asia ada di sana. Pemandangan gedung menjulang di
balik kilau air sungai malam menambah mewah kerlip malam.
Sekali lagi tidak ada yang luar biasa di sini. Kerapian dan
kebersihan kota sama saja. Bahkan kita dibuat heran dengan
kabel‐kabel yang sangat banyak tersampir di pinggir‐pinggir
258 | Tim Penulis Jelajah Literasi
jalan. Tampaknya Bangkok masih berbenah, belum besar
seperti namanya.
Hari kedua di pasar tradisional saya tertarik dengan
mangga berwarna kuning besar, sebesar timun mas di
Indonesia digantung di kios‐kios penjual jus buah. Saat aku
mendekat, ternyata keras dan terbuat dari plastik. Di etalase
buah tampak buah mangga yang besarnya wajar.
“Oh, baru mimpi punya mangga yang besar rupanya,”
pikirku.
Tetapi ketika mataku tertuju pada merahnya buah delima,
aku terkesima. Buah lokal yang banyak mengandung
antioksidan itu direkayasa menjadi merah menarik dengan
ukuran yang lumayan besar. Durian montong juga tampil
besar sekali. Tidak ada buah impor, itu yang membuat saya
heran. Di pasar tradisional itu tersedia beraneka jajanan ketan
durian, ketan mangga, berbagai olahan ikan, olahan ayam
yang memang besar. Pasar itu tidak didominasi penduduk
lokal, tetapi para wisatawan dari berbagai negara. Saya
melihat orang dari berbagai negara itu dipaksa mencicipi
makanan khas Thailand.
Negara ini ingin menunjukkan hasil produksi unggulannya
yaitu nasi yang pulen, buah hasil rekayasa yang besar dan
enak, berbagai olahan makanan yang khas. Mereka bangga
dengan hasil produksi dalam negeri. Meskipun saya tidak bisa
mencicipi berbagai makanan karena saya harus makan dari
cafe yang berlabel halal, namun saya bisa pastikan berbagai
makanan yang tersedia dimasak dengan sajian yang enak.
Tidak ada meja yang kosong, padahal waktu makan siang
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 259
baru saja masuk. Semuanya lahap dan bahagia menikmati
berbagai sajian makanan di JJ Food.
Perjalanan pulang tak mampu membuat anganku takjub.
Saya berpikir negara‐negara Asia itu serumpun. Hampir
semua ada persamaan. Mulai perawakan, kebiasaan, budaya,
agama, alam dan iklimnya. Jika ada yang seolah besar berarti
itu memang dibuat besar. Pencitraan atau bermimpi menjadi
besar. Besar tidak harus meniru negara lain atau
membanggakan produk besar dari negara lain. Besar berarti
mengulang‐ulang berita sehingga menjadi dikenal dan akan
menjadi berita besar. Membuat produk unggulan dari barang
lokal dan memberikan label besar seolah sesuatu yang besar
itu berasal dari negara itu. Mengulang‐ulang atau konsisten
pada sesuatu yang kecil akan bisa membuat besar. Gajah
yang tidak ada gajahnya menjadi sesuatu yang besar karena
tampil di berbagai produk suvenir. Ada tas gajah, kaos gajah,
dompet gambar gajah, hiasan dinding gambar gajah sampai
dengan bros cantik bergambar gajah. Padahal kita tidak
pernah melihat gajah di sini.
Indonesia negara yang besar, tapi tidak ada produk
unggulan, atau ada tetapi tidak dibesar‐besarkan. Indonesia
negara yang memiliki alam indah sekali, tetapi tidak dibangga‐
banggakan, sehingga tidak diunggulkan, dirawat dan
dipromosikan sehingga orang memperhatikannya. Ibarat
gadis cantik dia tidak bersolek dan menampilkan diri. Dia
hanya tidur dan malu atau enggan menampakkan diri. Putri
itu malu‐malu mengakui bahwa dia cantik dan elok secara
alami. Indonesia sudah punya akses menjadi sangat terkenal
melalui Bali.
260 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Namun, sejak lama Bali berdiri sendiri tanpa diikuti daerah
lain yang besar dan indah untuk dikunjungi. Indonesia
memang ramah, tapi budaya bersih belum melekat pada jiwa‐
jiwa yang bersih itu. Orang terlanjur mengatakan bahwa kita
belum berbudaya bersih. Ditambah dengan budaya tidak
tertib di berbagai sektor. Ternyata keinginan menjadi besar
harus dimulai melalui mimpi besar. Suatu saat mimpi besar itu
akan menjadi besar, dengan konsistensi, promosi dan literasi.
Oleh‐oleh besar dari perjalanan ini adalah kesadaran
bahwa keelokan itu sejati ada di hamparan negeri sendiri.
Namun, butuh kesadaran berliterasi untuk bisa
mengeksplorasi dan mengekspos kecantikan negeri sendiri.
Sri Subekti
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 261
262 | Tim Penulis Jelajah Literasi
“Tom Yam Kung” yang
Nendang di Lidah
P erjalanan menuju ke negeri gajah putih merupakan
perjalanan pertama yang sangat menyenangkan. Pada
awalnya saya ragu bepergian ke Bangkok, apa sih
yang mau saya pelajari di negeri yang memang tak lebih indah
dan besar dari Indonesia? Pertanyaan itu timbul di benakku,
tetapi ketika sampai di sana. Wah, ternyata menarik juga dan
rasanya berbeda!
Sesampai kita di Bandara Don Mueang yang memakan
waktu sekitar 3,5 jam, kami menunggu untuk persiapan pergi
menuju SEAMEO untuk kegiatan seminar. Akhirnya, sekitar
jam 4 sore kita langsung meluncur dari bandara menuju
SEAMEO yang memakan waktu sekitar 45 menit. Banyak
pengalaman dan pelajaran di SEAMEO yang bisa diambil,
selain mengenal tentang SEAMEO itu sendiri dan berbagai
programnya. Yang terpenting adalah adanya berbagai aplikasi
yang dapat menunjang pembelajaran di kelas sebagai guru.
Walaupun secara global namun hal ini tentu saja dapat
ditindaklanjuti.
Setelah usai berkegiatan di SEAMEO kami langsung pergi
makan malam di sebuah hotel. Ada satu kata untuk rasa
makan malam di sana yaitu “wow” rasanya bergoyang di
lidah. “Tom Yam Kung” itu nama makanan khas, masakan sup
dengan udang dan jenis ikan lainnya ditambah jamur. Rasanya
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 263
nendang di lidah. Di Indonesa saya sering makan Tom Yam,
tapi cita rasa di sini berbeda sekali dengan di Indonesia.
Kuahnya kental tapi rasanya ringan di lidah. Segar‐segar
begitu, membuat ketagihan untuk terus makan. Rasanya
ingin lama‐lama untuk menikmati berbagai hidangan di sana,
tetapi waktu harus segera bergegas menuju hotel untuk
check in.
Sesampai di Hotel Livotel kami langsung bergegas
menuju kamar yang cukup nyaman. Kami terlelap tidur karena
kelelahan. Sejak malam hingga seharian belum beristirahat.
Pagi harinya bertemu lagi sarapan pagi. Sekali lagi saya
264 | Tim Penulis Jelajah Literasi
bertemu dengan Tom Yam Kung yang rasanya “wow” untuk
menu sarapan pagi yang rasanya pas di lidah.
Perjalanan selanjutnya adalah menuju Kuil Wat Arun
dengan menaiki perahu. Sambil di perahu memberi makan
ikan patin yang besar besar yang konon katanya ikan itu tidak
ditangkap dan tidak dimakan. Ikan itu dibiarkan begitu saja di
sungai. Sampailah di Kuil Wat Arun. Wah, ini sesi foto terbaik
yang pernah dijalani, mengapa? Karena saya berkesempatan
untuk memakai kostum tradisional Thailand. Rasanya seperti
ratu sejenak ketika menggunakan kostum tersebut.
Kenyang berfoto dan melihat kuil dengan arsitektur yang
indah kita langsung menuju Islamic Center sekalian untuk
melaksanakan ibadah shalat Zuhur dan Asar di jama qoshor.
Ada hal yang menarik di Islamic Center Tailand ini yaitu
perpustakaannya. Selain luas dengan berbagai koleksi buku
tentang agama dan pengetahuan umum, perlengkapan di
sana seperti kursi dan lain‐lainnya berwarna ungu, yang
memang warna‐warna favorit.
Setelah itu kami menuju Erawade tempat penjualan obat
herbal di Thailand. Sepertinya saya kurang tertarik berada di
sini. Tapi ternyata kutemukan obat yang selama ini kucari.
Walaupun rencana cuma setengah jam akhirnya berlama‐
lama juga di sini.
Selesai berkegiatan di Erawade sampai juga kami ke
Platinum. Yah, tempat berbelanja segala macam baju, sepatu,
dan berbagai suvenir serta makanan khas Thailand tersedia di
sana. Berbelanja di sana cukup nyaman. Aku banyak
membeli berbagai oleh‐oleh khas Thailand yang akan dibawa
pulang ke Indonesia. Saking asyiknya berbelanja sampai aku
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 265
hampir ketinggalan bus. Tapi masih ada rezeki, aku buru‐buru
sampai ke bus sebelum bus pergi meninggalkan kami.
Tak lama kami berhenti di Saim Paragon sebuah mal
besar di Bangkok. Di sana juga banyak berbagai kuliner
Thailand yang banyak menawarkan berbagai macam
makanan khas dari Thailand. Lagi‐lagi makanannya sangat
memanjakan lidah. Hm, sepiring fried noodles with shrimp,
rasanya nikmat sekali sambil menikmati malam yang indah.
Besok paginya bangun dengan kondisi segar siap untuk
sarapan pagi yang sangat dinanti dan berharap bertemu
dengan Tom Yam Kung yang ngangenin rasanya dan bertemu
lagi dengan Tom Yam Kung. Sepertinya makanan di sini tak
bosan‐bosannya. Rasanya terus nendang di lidah.
Pada hari ketiga ini kami menuju sentra oleh‐oleh
makanan di Thailand. Kami berbelanja lagi nih di sini. Setelah
berbelanja kami menuju Chatukchak. Di sini saya tak bisa
berlama‐lama karena saya mengambil penerbangan pulang
pukul 15.00 yang berarti 3 jam sebelum penerbangan saya
harus berada di bandara. Akhirnya, sampai juga di Bandara
Don Muang Thailand dengan banyak tentengan. Selama 3,5
jam perjalanan akhirnya tiba di Bandara Soetta, Indonesia.
Siap kembali untuk beraktivitas seperti biasanya. Ada hal
yang sampai saat ini masih teringat terus yaitu Tom Yam Kung
yang nendang di lidah.
Cucu Rukmini, SMAN 1 Soreang Kab. Bandung Jawa Barat
266 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Let’s Eat ‐ Bangkok Trip
M akanan Thailand memang mirip dengan makanan
Indonesia. Kelebihannya pada keanekaan bumbu
yang ringan dan menyegarkan, karena memang
bumbu‐bumbunya memadukan rasa manis, gurih dan masam.
Ciri khas makanan orang Thailand adalah adanya
keseimbangan antara rasa manis, asin, masam, pahit dan
pedas. Akan tetapi berbeda dengan Indonesia, kita dapat
menemukan berbagai macam cita rasa berbeda di berbagai
tempat. Seperti Sumatera yang dikenal dengan cita rasanya
yang pedas, namun nikmat. Atau orang Jawa yang terkenal
menyukai makanan manis, sehingga kebanyakaan masakan
Jawa bercita rasa manis.
Lidah orang Indonesia memang cocok dengan makanan
Thailand karena berbumbu dan memakai rempah yang juga
mudah ditemukan di negara kita. Sekilas kuliner Thailand
yang hampir sama dengan Indonesia tapi cita rasa sedikit
berbeda.
Pad Thai/Kwetiau Goreng
Pad Thai merupakan kwetiau. Kwetiau ini memiliki
ukuran yang lebar, terbuat dari mie gepeng (kwetiau),
tauge dan kucai, dimasak dengan udang kering, kuah
asem dan gula aren yang tambah dengan taburan
kacang dan daun bawang serta dihidangkan bersama
protein berupa daging atau produk hasil laut.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 267
Pad Thai merupakan satu‐satunya makanan khas
Thailand mengandung kata “Thai” dalam namanya.
Hak ini bukan tanpa sebab, di tahun 1930‐an. Pad Thai
dipopulerkan pada masyarakat guna membangkitkan
semangat nasionalisme. Selain itu, Pad Thai diciptakan
guna mengurangi penggunaan beras, walaupun
makanan tersebut dibuat dari beras.
Khao Pad Poo/ Nasi Goreng
Khao Pad Poo khas Thailand ini berbeda dengan
nasi goreng Indonesia. Bedanya, nasi goreng ini
dimasak dengan campuran melati. Selain itu, nasi
goreng ini dicampur dengan kepiting dan telur yang
dimasak dengan saus ikan khas Thailand dan sedikit
perasan jeruk nipis.
Khao Man Som Tum/Asinan Bogor
Khao Man Som Tum merupakan hidangan yang
menggunakan beragam jenis sayuran, dengan bahan
utama papaya. Khao Man Som Tum merupakan
makanan yang menyerupai salad. Di dalamnya
terdapat irisan papaya yang diberi bumbu bawang
putih, cabai dan tomat. Sama halnya dengan asinan
bogor yang berisi irisan buah‐buahan dengan bumbu
yang hampir sama dan lebih berkuah
Mae Pranom Nam
Mae Pranom Nam ini merupakan sambal rujak
gula aren. Yang bedakan Mae Pranom Nam dengan
sambal rujak Indonesia yaitu Mae Pranom Nam seperti
sambal rujak ditambah dengan udang kering kecil
utuh dan aroma terasi agak menyengat.
268 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Selain itu, membandingkan masakan Thailand khas
Thailand dengan masakan Thailand yang dibuat di Indonesia
seperti:
Tom Yum
Di Thailand, ada tiga jenis kuah Tom Yum, yaitu
nam sai atau kuah bening, Nam Khon atau kuah
menggunakan krim susu kental dan Kat Hi atau kuah
bersantan. Selain kuah yang berbeda, isinya yang
bervariasi juga memiliki nama sendiri seperti Tom Yum
Gung (udang), Tom Yum Pla (ikan), Tom Yum Kai
(ayam), Tom Yum Po Taek (udang dan cumi) dan Tom
Yum Kha Moo (Babi). Tom Yum yang sering dibuat di
Indonesia menggunakan kuah Nam Sai. Perbedaan
cita rasa terdapat pada rasa kuah Tom Yum khas
Thailand lebih ringan daripada yang dibuat di
Indonesia.
Cha Yen/Thai Tea
Perbedaan mendasar Cha Yen asli Thailand
dengan Thai Tea Indonesia yaitu pada cita rasa yang
ditonjolkan. Ketika minum Cha Yen, rasa kuat teh
mendominasi daripada krim dan susu sedangkan Thai
Tea yang terdapat Indonesia, kebalikan dari Cha Yen.
Nida Khairunnisa
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 269
270 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Detik‐Detik Keberangkatan
Jelajah Literasi Bangkok
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 271
K urang lebih dua bulan sudah berlalu persiapan untuk
pergi ke Bangkok bersama MediaGuru, tinggal
menunggu sekitar dua mingguan ke depan sampai
tanggal 13 keberangkatan kami. Banyak hal yang harus saya
persiapkan mulai dari tugas kecil sampai yang besar, tugas di
rumah untuk suami dan anak‐anak sayà, tugas sekolah, dan
siswa maupun siswi yang akan saya tinggalkan nanti.
Walaupun agenda acaranya hanya beberapa hari, namun
harus saya pertimbangkan.
Yang lebih mengesankan lagi di sela‐sela kesibukan
keberangkatan saya ini. Saya harus sempatkan waktu dan
perhatian saya terhadap kondisi suami saya pada saat
sebelum dan sesudah keberangkatan nanti. Kondisi inilah
yang menguras ekstra pemikiran saya harus bagaimana,
sehingga tugas rumah dan di luar rumah tertangani dengan
baik. Alhamdulillah, semua yang saya rencanakan berjalan
dengan baik. Keadaan suami pun sekitar semingguan belum
berangkat aman‐aman saja. Bila saya tinggalkan tidak terlalu
mengkhawatirkan.
Peserta dari Aceh hanya kami bertiga yaitu Bu Erlina, Pak
Riski dan saya sendiri. Mengingat kami hanya bertiga, maka
segala pengurusan sekitar transportasi keberangkatan saya
serahkan sepenuhnya pada Bu Erlina. Alhamdulillah, beliau
tidak keberatan untuk menangani tiket dan investasi ke CEO
MediaGuru perihal biaya hotel dan makan dengan
menggunakan uang beliau terlebih dulu. Belakangan baru
saya transfer lain untuk Bu Erlina.
272 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Rupanya di balik usaha beliau urus ini dan itu banyak
melodrama yang terjadi, sehingga tiada waktu di saat ke
traveloka beliau kontak dengan saya.
Jauh‐jauh hari beliau sudah mengawasi harga tiket ke
traveloka, menurut informasi yang beliau terima tiket
pesawat ada masa promonya. Wah, mendengar kabar ini
bagai angin surga yang datang menerpa kami. Mengingat
keadaan ekonomi, saya pun sangat setuju dengan beliau
untuk tidak membooking terus tiketnya. Siapa tahu dengan
begini bisa menghemat untuk belanja di rumah dan ketika
saya berangkat nanti. Padahal, tiketnya begitu bertingkat
bagaikan anak tangga, harganya mulai 7 ratus ribu rupiah.
Sehingga naik dan naik sampai 4 jutaan. Namun, harga tiket
yang naik ini tidak mengurangi semangat kami untuk tetap
ikut dalam Jelajah Literasi Bangkok ini. Sampai‐sampai
terbawa ke alam mimpi.
Tinggal detik‐detik dua hari menjelang keberangkatan
kami, saya terus memantau keadaan suami yang akan saya
tinggalkan. Alhamdulillah, masih aman‐aman saja.
Saya sangat bersyukur sekali semua tugas sudah teratasi
sebagaimana yang saya harapkan. Mulai dari rumah sampai
ke sekolah, bahkan kompetisi tilawaah (hafalan ayat/surat
pendek dengan arti dua bahasa Inggris dan Indonesia) saya
memotivasi diri mendapat reward dari saya pribadi oleh‐oleh
dari Bangkok.
Saking semangatnya anak‐anak mau tampil pada
kesempatan hari Jumat setelah yasinan dan hari Senin setelah
upacara bendera demi reward dari Thailand.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 273
Subhanallah, ternyata Allah berkehendak lain dari apa
yang telah saya rencanakan. Dengan semangat empat lima
hari, keesokannya saya berangkat pergi ke sekolah untuk
menunaikan tugas sehari‐hari seperti biasanya berjalan
dengan lancar dan baik. Tak terasa jam pulang pun tiba dan
saya bergegas pulang dengan harapan bisa menyempatkan
waktu untuk keluarga sambil bersiap‐siap menunggu waktu
berangkat.
Sungguh membuat hati terenyuh dan pilu dengan
melihat kondisi suami yang tiba‐tiba drop. Matanya sudah
remang‐remang dan terhuyung bila dia bangun. Tanpa
menunggu lama dan berpikir panjang, saya langsung
membenahi diri dan segera meminta bantuan tetangga untuk
memboyongnya ke rumah sakit terdekat.
Sesampainya di rumah sakit suami saya dinyatakan harus
dirawat dan tidak boleh pulang. Saya pun langsung
menyanggupinya. Sejenak saya melupakan hal‐hal yang lain
selain kesehatan suami saya. Namun, keadaan berubah pada
saat ibu dan kakak saya menyinggung keberangkatan saya.
Mereka menyuruh saya agar tetap berangkat. Suami saya
biar mereka yang mengurus. Namun, saya berpendapat lain
dari apa yang mereka anjurkan. Menurut saya 10 kali lipat lagi
dari tiket itu takkan sanggup menggantikan kesehatan suami
saya saat ini.
Dengan segera saya mengabarkan kepada Bu Erlina
tentang kesehatan suami. Beliau pun tak henti‐henti
memberikan semangat dan berdoa untuk perubahan
kesehatannya. Namun, keesokan harinya suami saya harus
274 | Tim Penulis Jelajah Literasi
dirujuk ke rumah sakit kota yang lebih baik dan lengkap
peralatannya.
Setiap saat saya terus saja mengabari kesehatan suami.
Hingga tibalah waktu kami berangkat. Dengan terpaksa Bu
Erlina harus berangkat sendiri. Saya pun merelakan dan
mengikhlaskan serta lebih memilih merawat suami.
Namun begitu, setiap saat saya buka grup WA. Saya
selalu mengikuti perjalanan Jelajah Literasi Bangkok dengan
setia. Dari awal keberangkatan sampai akhir kepulangan
mareka. Terima kasih MediaGuru, walaupun gagal mengikuti
Jelajah Literasi Bangkok namun berhasil jelajah WA literasi
Bangkok.
Tihawa
Salam literasi!
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 275
276 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Ada Cinta di SEAMEO
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 277
M enjejakkan kaki di Bangkok untuk pertama kali
dalam hidupku suatu anugerah. Apalagi
keberangkatan kali ini dengan putra semata
wayangku Dito. Namun, sempat ciut nyali karena Dito
mengalami sakit kepala dan mual, setiba dari negeri gajah
putih. Mungkin penyebabnya terlambat makan dan kurang
tidur. Sepanjang perjalanan ke gedung SEAMEO kami gelisah
kapan sampai dan segera mencari toilet (Hong Nam).
Memasuki gedung yang megah dan bersih Dito
segera menuju toilet di lantai satu. Aku menjaganya dengan
cemas. Sementara semua peserta dipandu menuju ruang
pertemuan di lantai lima saya memohon izin pada panitia
untuk mencari kantin yang ada di sekitar area gedung itu.
Sebelah kanan resepsionis tampak ada ruang yang tak
seberapa luas yang menyediakan makanan ringan dan
minuman.
Penjaga kantin seorang wanita yang masih belia dengan
ramah menyambut kedatanganku dengan Dito. Dengan
bahasa Inggris seadanya dan bahasa gerak tubuh terjadilah
kesepahaman. Gadis nan ramah ini menyodorkan menu yang
terterah beserta harganya. Akhirnya, aku memilih mi instan
dengan telur rebus dan es degan. Penjaga menyilakan kami
duduk di ruang lebih dalam lagi yang terpisah dengan ruang
pertama, dan disuruh menunggu untuk dibuatkan mi di
dapur.
Menunggu menu yang kami pesan selesai, Dito bolak‐
balik ke toilet mengeluh mual dan ingin muntah. Selang
beberapa saat wanita penjaga kantin datang dengan
278 | Tim Penulis Jelajah Literasi
membawa mi instan yang diberi telur rebus yang terpotong
menjadi empat bagian serta es degan yang segar.
Karena sudah terlambat makan tampaknya lambung
putraku sudah terisi gas dan susah menerima makanan.
Makan sesuap lari ke toilet ingin muntah. Hal ini berulang kali
terjadi. Tampaknya penjaga kantin ini mengamati apa yang
terjadi pada Dito.
Aku berusaha menjelaskan dengan bahasa isyarat dan
bahasa Inggris yang kacau jika Dito mengalami pusing dan
mual karena terlambat makan. Dia mengangguk‐angguk
tanda mengerti dan segera meninggalkan kami berdua. Tak
lama kemudian masuk dan menghampiri kami serta memberi
balsam dan obat pusing dengan mempraktikkan cara
memakainya. Ia dengan sigap membuatkan segelas teh
hangat dan diberikan padaku. Ketika saya bertanya berapa
harga yang harus kubayar dia menolak sambil mengucap “no,
no” sambil tersenyum. Aku terharu dan mengucapkan terima
kasih dengan mengucap “thank you”.
Kami berpamitan meninggalkan kantin dan menuju ruang
pertemuan yang berada di lantai lima. Acara telekonfrensi
sedang berlangsung. Namun Dito tidak bisa duduk dengan
tenang karena masih mual. Akhirnya dia keluar entah ke
mana. Mungkin ke toilet dan duduk di ruang tamu. Hingga
usai acara Dito menghampiriku dan mengatakan sudah
merasa lebih bugar. Tampaknya dia tidur di sofa ruang tamu
dan menghabiskan segelas teh hangat serta mengoleskan
balsam yang hangat. Legah rasanya melihat putraku sehat
kembali.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 279
Terima kasih kuucapkan dalam hati pada gadis penjaga
kantin yang baik. Cinta kasih pada sesama telah kaunyatakan
dan kauberikan pada kami. Kekuatan cinta mengalahkan
segalahnya. Meskipun kami berbeda negara dan terkendala
bahasa namun bahasa kasih pada sesama mengalahkan
segalanya. Rasa ingin menolong dan berbuat baik adalah
universal. Tuhan telah memberi rasa itu pada makhluk
ciptaan‐Nya.
Nindianingsih, SMPN 2 Balongbendo, Sidoarjo
280 | Tim Penulis Jelajah Literasi
Itinerary Bangkok
J elajah Literasi Bangkok merupakan agenda rutin yang
dilakukan oleh Tim Media Guru dalam rangka
membangkitkan iklim literasi di Indonesia. Peserta yang
mengikuti kegiatan adalah para penulis yang tergabung di
MediaGuru dari berbagai provinsi di Indonesia.
Pergi berwisata literasi beramai‐ramai memang seru dan
mengasyikkan. Namun, dengan jumlah anggota rombongan
yang besar sebanyak 94 orang memang tidaklah mudah,
terutama untuk menyesuaikan ritme dan kebiasaan setiap
perserta.
Inilah pertama kalinya saya mengunjungi Kota Bangkok,
Thailand. Ternyata Kota Bangkok ini menjadi magnet di
kalangan para wisatawan mancanegara. Hal ini bisa terlihat di
sepanjang jalan, orang‐orang dari berbagai negara memenuhi
jalanan seribu satu macam hal ini bisa kita lakukan dan
temukan di Bangkok.
Yang menyenangkan jelajah literasi MediaGuru kali ini
adalah kita tidak perlu lagi memikirkan uang makan, karena
dengan harga Rp 1.875.000,00 include dengan hotel bintang
4, akomodasi, dan makan selama di Bangkok. Biaya hidup
selama 3 hari dua malam di Bangkok sangat terjangkau
karena lebih murah dibandingkan dengan di Malaysia tempo
hari. Oleh karena itu, perjalanan ini sangat cocok untuk
membawa serta kedua putri saya. Inilah rute perjalanan
Jelajah Literasi Bangkok kali ini.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 281
1. Landing DMK (Don Mueang Airport) Bangkok
Bandara DMK adalah sebuah bandara di Kota
Bangkok. Terbang ke Bangkok langsung dari Jakarta
menggunakan maskapai Thai Air Asia, karena harganya
lebih murah. Saya bisa mendapatkan tiket Jakarta Bangkok
(PP) dengan harga Rp 1.090.000,00. Tentu saja untuk
melakukan check in minimal 3 jam lebih awal dari jadwal
keberangkatan. Bagasi pun diupayakan 0 kg untuk
menghindari pembayaran, tepat pukul 10.20 waktu
Bangkok pesawat mendarat.
2. SEAMEO
The Southeast Asian Ministers of Education Organization
(SEAMEO) adalah sebuah lembaga antar pemerintah yang
mencakup wilayah regional Asia Tenggara dan didirikan
pada tahun 1965 atas kesepakatan antara pemerintah
negara‐negara Asia Tenggara dalam rangka
mempromosikan kerjasama di bidang pendidikan dan
kebudayaan. Di sini kami melaksanakan seminar tentang
“Digital Literacy towards the Industrial Revolution 4.0 Era”
dengan Narasumber Bapak Dr. Gatot Suryoprawiro dan
CEO MediaGuru, Bapak Muhammad Ihsan.
3. Livotel Hotel
Beralamat di 707 Soi Lat Phrao 130, Lat Phrao Road,
Bangkapi, Bangkok 10240, Thailand. Hotel inilah yang
digunakan untuk kami menginap selama dua malam.
Fasilitas yang kami dapatkan kondisi hotel bagus, bersih,
wifi cukup bagus dan pelayanan yang ramah.
282 | Tim Penulis Jelajah Literasi
4. Kuil Wat Arun
Kuil ini disebut juga Temple of The Dawn. Keunikan kuil
ini adalah bangunan Pagoda utamanya yang disebut prang,
bergaya Khmer dengan tinggi sekitar 80 meter dan
melambangkan Mount Meru, pusat jagat raya di dalam
agama Hindu. Pagoda ini dihiasi kepingan porselen dan
kerang yang membuat tampilannya semakin anggun
menawan.
5. Ton Son Mosque
Inilah masjid tertua di Bangkok, berdiri sejak 1688
pada periode Ayutthaya. Termasuk salah satu situs
bersejarah di Bangkok, letak masjid ada di belakang Kuil
Wat Arun (Temple of Dawn).
6. Platinum Shooping
Toko di Platinum Mall ini menjual berbagai produk
fashion dan pernak pernik. Setiap lantai di mall ini diberi
nama seperti pusat‐pusat fesyen di dunia, yaitu Ginza,
Soho, Oxpord, dan Orchad. Foodcourt, restoran, dan
berbagai kafe juga melengkapi pusat perbelanjaan ini
sehingga sangat bagi kita yang ingin melakukan one stop
shopping.
7. Siam Paragon, Souvenir Market
Siam Paragon adalah pusat perbelanjaan favorit di
Bangkok. Termasuk mal kelas atas yang terletak di daerah
Siam.
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 283
8. Chao Praya River/ River Boat/ Kuil Wat Pho
Tiket untuk menyusuri Chao Praya Tourist Boat adalah
100 Bath. Didampingi tour guide yang siap memberikan
informasi tentang tempat‐tempat yang dilewati. Kami
menyusuri sungai ini dan tidak lupa membeli roti seharga
20 bath untuk makanan ikan patin di ujung sungai ini.
9. Chatuchak Weekend Market
Pasar serba ada terbesar di Asia ini seperti magnet bagi
wisatawan mancanegara. Tempat ini kita kunjungi di akhir
agenda jelajah literasi. Hampir semua barang yang kita
butuhkan ada di sini, seperti busana, aksesori, cendera
mata, keperluan rumah tangga, buku, interior design,
tanaman, hewan piaraan, dan tentunya yang tidak kalah
menarik adalah makanan dan jajanan.
10. Kuliner (Makan Siang)
Makanan Thailand memang sangat terkenal ke
seluruh penjuru dunia, demikianpun di Indonesia. Salah
satu makanan favorit keluarga adalah Tom Yung.
Mencoba mencicipi di sini ternyata lebih enak dan gurih.
Dua makanan favorit keluarga saya adalah:
a. Tom Yung
Sup khas Thailand telah mendunia, tersaji hamper
disetiap restoran Thailand. Sup ini rasanya asam
manis berisi udang dengan paduan bumbu dan
rempah‐rempah terdiri dari cabai, bawang putih dan
merah, daun limau, sereh, dan saus ikan. Di sini
284 | Tim Penulis Jelajah Literasi
ditemukan juga Tom Yung yang diberi santan dengan
isi sea food.
b. Red Curry dan Green Cury
Masakan kari Thailand dibuat dengan adonan kari
merah, santan, cabai, dan saus ikan. Dagingnya bisa
ayam atau ikan. Sedangkan untuk green curry
bahannya santan yang dicampur terung bulat,
rebung, kemangi, daun limau, dan beberapa bumbu
lainnya dengan memakai daging sapi. Kedua jenis kari
ini memiliki aroma yang sangat lezat.
11. Sayonara DMK Bangkok
Sawasdee kata itu yang kami ucapkan di Thailand
sebagai kata perpisahan, selamat tinggal Bangkok, kami
akan kembali ke tanah air.
Nuraeni, Pengawas SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur
Jelajah Literasi Bangkok 2019 | 285
286 | Tim Penulis Jelajah Literasi