The words you are searching are inside this book. To get more targeted content, please make full-text search by clicking here.
Discover the best professional documents and content resources in AnyFlip Document Base.
Search
Published by 19 Inez Idelia, 2024-05-28 01:08:40

DASAR MEKANIKA TANAH Inez Idelia/13

NaskahbukuDasar-DasarMekanikaTanah

Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 51 2.6. Metode Klasifikasi USCS. Klasifikasi tanah sistem USCS (Unified Soil Classification System), diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American Standard Testing of Materials(ASTM), telah memakai USCS sebagai metode standar guna mengklasifikasikan tanah. Dalam USCS , suatu tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama yaitu: a. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil dan pasir yang mana kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200 (F200 < 50). Simbol kelompok diawali dengan G untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil (gravelly soil) atau S untuk pasir (sand ) atau tanah berpasir (sandy soil). b. Tanah berbutir halus (fine-grained soils) yang mana lebih dari 50% tanah lolos saringan No. 200 (F200 ≥ 50).) Selanjutnya tanah diklasifikasikan dalam sejumlah kelompok dan sub-kelompok. Digunakan symbol-simbol dalam sistem USCS sebagai berikut : G = gravel (kerikil) S = sand (pasir) C = anorganic clay (lempung) M = anorganic silt (lanau) O = lanau atau lempung organik Pt = peat (tanah gambut atau tanah organic tinggi) W = well-graded (gradasi baik) P = poorly-graded (gradasi buruk) H = high-plasticity (plastisitas tinggi) L = low-plasticity (plastisitas rendah). Prosedur penentuan klasifikasi tanah dengan Sistem Unified sebagai berikut :


52|Dasar-Dasar Mekanika Tanah 1. Tentukan tanah apakah berbutir “halus” atau “kasar” (secara visual atau saringan No. 200). 2. Untuk tanah berbutir kasar, maka lakukan ; a. Saringan tanah tersebut dan gambarkan grafik distribusi butiran. b. Hitung persen lolos saringan No.4 ; bila persentase lolos < 50% klasifikasikan tanah sebagai “kerikil” ; bila persentase lolos > 50% klasifikasikan tanah sebagai “pasir”. c. Hitung persen lolos saringan No.200 ; bila persentase lolos < 5% maka hitung Cu dan Cc ; bila termasuk bergradasi baik, klasifikasikan sebagai GW (bila kerikil) dan klasifikasikan sebagai SW (bila pasir) ; bila termasuk bergradasi buruk, klasifikasikan sebagai GP (bila kerikil) dan klasifikasikan sebagai SP (bila pasir). d. Apabila persentase butiran yang lolos saringan No.200 diantara 5% sampai 12%, maka tanah akan memiliki symbol ganda dan mempunyai sifat plastisitas (GW-GM atau SW-SM, dan lain-lain). e. Apabila persentase butiran yang lolos saringan No.200 > 12%, maka harus dilakukan uji batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran tanah yang tinggal pada saringan No.40. Kemudian dengan menggunakan diagram plastisitas, tentukan klasifikasinya (GM, GC, SM, SC, GM-GC atau SM-SC). 3. Untuk tanah berbutir halus, maka : a. Lakukan uji batas-batas Atterberg dengan menyingkirkan butiran yang tinggal di atas saringan No.40. Bila batas cari (LL) > 50, klasifikasikan tanah tersebut sebagai H (plastisitas tinggi) ; bila LL < 50 klasifikasikan tanah sebagai L (plastisitas rendah)


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 53 b. Untuk tanah H, bila batas-batas Atterberg diplot pada grafik plastisitas dan berada di bawah garis A, tentukanlah apakah masuk kategori OH (organic) atau MH (anorganik). Dan bila plottingnya jatuh di atas garis A, klasifikasikan sebagai tanah CH (organic plastisitas tinggi). c. Untuk tanah L, bila batas-batas Atterberg diplot pada grafik plastisitas dan berada di bawah garis A dan area yang diarsir, tentukanlah apakah masuk kategori OL (organic) atau ML (anorganik) berdasarkan warna, bau atau perubahan batas cair dan batas plastisnya dengan mengeringkannya di dalam oven. d. bila batas-batas Atterberg diplot pada grafik plastisitas dan berada pada area yang diarsir, dekat dengan garis A, atau nilai LL sekitar 50, maka gunakan symbol ganda. Contoh Soal 2.1 : Untuk penggunaan sistem Unified, dapat dicontohkan pada analisis berikut ini. Dari uji laboratorium diperoleh data : PL = 16% ; LL = 42% ; dan hasil analisis saringan diperoleh persentasi lolos saringan sebagai berikut : Nomor Saringan % Lolos 4 (4,75 mm) 100 10 (2,00 mm) 93,2 40 (0,42 mm) 81,0 200 (0,075 mm) 61,5 Karena : persentase lolos saringan No. 200 adalah 61,5% > 50% Maka : pada tabel 1.5 harus menggunakan baris bawah (berbutir halus) Karena : nilai LL = 42% < 50%


54|Dasar-Dasar Mekanika Tanah Maka : tanah termasuk CL atau ML Hitung Plasticity Index (PI) = LL – PL = 42% – 16% = 26% Plot nilai PI dan LL ke dalam diagram plastisitas, dan ditemukan letak titiknya di atas garis A, yang menempati zone CL. Jadi tanah tersebut dapat diklasifikasikan sebagai CL (lempung anorganik plastisitas rendah). Tabel 2.2. Klasifikasi Tanah Dengan Metode USCS


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 55 Gambar 2.3. Grafik Plastisitas Casagrande


56|Dasar-Dasar Mekanika Tanah Gambar 2.4. Tahapan Diskripsi Tanah Dengan Sistem USCS


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 57 2.7. Metode Klasifikasi AASTHO Klasifikasi tanah dengan cara AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials), mempunyai tujuan agar kita dapat dengan mudah memilih material tanah untuk konstruksi subgrade. Pemilihan tanah tersebut, tentunya didasarkan atas hasil uji tanah dan apabila kita telah mempunyai pengalaman lapangan dalam pembuatan konstruksi subgrade maka pemilihan tanah sangat mudah dilakukan. Sistem klasifikasi tanah sistem AASHTO pada mulanya dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System. Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam delapan kelompok, A-1 sampai A-7. Setelah diadakan beberapa kali perbaikan, sistem ini dipakai oleh The American Association of State Highway Officials (AASHTO) dalam tahun 1945. Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan AASHTO, sampai menemukan kelompok pertama yang data pengujian bagi tanah tersebut yang terpenuhi. Khusus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya. Indeks kelompok didefinisikan, sesuai dengan kelompok tanah, yang dapat diklasifikasikan berdasarkan partikel butiran tanah, seperti pada tabel-tabel berikut. Untuk jenis tanah yang berbutir kasar (granuler soils), dibagi atas tujuh golongan/klasifikasi,seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut :


58|Dasar-Dasar Mekanika Tanah Tabel 2.3. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Tanah Granuler) Klasifikasi Umum Tanah Berbutir (Granuler Soil) (35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200) Klasifikasi Ayakan A-1 A-3 A-2 A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 Analisis Ayakan (% lolos) No. 10 N0. 40 N0. 200 Maks 50 Maks 30 Maks 15 Maks 50 Maks 25 Maks 51 Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI) – Maks 6 – Maks 6 Non Plastisitas Maks 40 Maks 10 Maks 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Min 41 Min 11 Tipe material yang paling dominan Batu pecah kerikil pasir Pasir Halus Kerikil dan pasir yang berlanau Penilaian sbg bahan tanah dasar Baik Sekali sampai Baik Sumber : Braja M. Das (1998) Menurut sistim di atas tanah dibagi menjadi 7 kelompok, dan diberi nama dari A-1 sampai A-7. Semakin kecil angkanya, semakin baik untuk bahan subgrade jalan, dan sebaliknya semakin besar angkanya semakin jelek untuk subgrade. Kecuali pada tanah dalam group A-3, lebih baik dari pada semua jenis tanah dalam group A-2 sebagai bahan untuk subgrade jalan. Untuk jenis tanah yang berbutir halus (finer soils), terbagi atas empat kelompok/ klasifikasi, seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut :


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 59 Tabel 2.4. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Tanah Finer) Klasifikasi Umum Tanah Lanau-Lempung (lebih dari 35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200) Klasifikasi Kelompok A4 A5 A6 A7 A7-5 A7-6 Analisis Ayakan (% lolos) No. 10 N0. 40 N0. 200 – – Min 36 – – Min 36 – – Min 36 – – Min 36 Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI) Maks 40 Maks 10 Maks 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Min 41 Min 11 Tipe material yang paling dominan Tanah Berlanau Tanah Berlempung Penilaian sbg bahan tanah dasar Biasa sampai Jelek Sumber : Braja M. Das (1998) Catatan : Kelompok A7 dibagi atas A7-5 dan A7-6, bergantung pada batas plastisitasnya (PL) : - Untuk PL > 30 ; klasifikasinya A7-5 - Untuk PL < 30 ; klasifikasinya A7-6 AASHTO (American Assosiation of State Highway and Transportation Officials Classification), sebagai badan transportasi dan jalan raya di Amerika Serikat menyusun sistem klasifikasi tanah untuk keperluan perencanaan lapisan pondasi jalan (subbase) dan lapisan tanah dasar jalan (subgrade).


60|Dasar-Dasar Mekanika Tanah Pengujian tanah yang diperlukan dalam klasifikasi ini adalah “analisis saringan” dan “uji batas-batas Atterberg”. Selanjutnya dihitung indeks kelompok (group index – GI), yang digunakan untuk mengevaluasi pengelompokan tanahtanah. Indeks kelompok dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : GI = (F-35)[0,2+0,005(LL-40)] + (F-15)(PI-10)............. (2.1) Yang mana : F = persen lolos saringan No.200 LL = batas cair PI = indeks plastisitas Apabila nilai indeks kelompok semakin tinggi, maka semakin berkurang ketepatan dalam pemilihan penggunaan tanah tersebut (gradasi jelek). Tanah granuler diklasifikasikan dalam A1 sampai A3. Sedangkan tanah berbutir halus diklasifikasikan dalam A4 sampai A7. Tanah klasifikasi A1, adalah tanah granuler bergradasi “baik”, dan tanah klasifikasi A3, merupakan pasir bersih yang bergradasi “buruk”.Sedangkan klasifikasi A2 adalah tanah granuler (kurang dari 35% lolos saringan No. 200), tapi masih mengandung lanau dan lempung. Contoh Soal : Untuk penggunaan sistem AASHTO dapat ditunjukkan pada contoh analisis klasifikasi tanah sebagai berikut : Dari hasil analisis butiran tanah anorganik (analisis saringan dan hydrometer), didapat distribusi butiran seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut : Diameter butiran (mm) % Lolos 2,0 (saringan No. 10) 100 0,075 (saringan No.200) 75 0,05 65 0,005 33 0,002 18


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 61 Dari uji batas-batas Atterberg didapatkan data : LL = 54% dan PI =23% Penentuan klasifikasi tanah dilakukan sebagai berikut : F = 75% > 35% ; berarti tanah termasuk jenis “lanau” atau “lempung” LL = 54% ; kemungkinan masuk kelompok A5 (min 41%), A7-5 (min 41%), atau A7-6 (min 41%) PI = 23% ; untuk A5 terlihat PI maks 10%, jadi tidak terpenuhi. Sekarang tinggal 2 alternatif (A7-5 atau A7-6). Untuk menentukan dari keduanya, hitung PL = LL – PI = 54 – 23 = 31 Karena PL > 30, maka klasifikasi tanah tersebut adalah A7-5 Selanjutnya hitung indeks kelompoknya : GI = (75-35)[0,2+0,005(54-40)] + 0,01(75-15)(23-10) = 19. Jadi klasifikasi lengkap tanah tersebut yaitu tanah A7- 5(19) Ada beberapa aturan dalam penggunaan nilai GI, yakni : 1. Bila nilai GI < 0, maka dianggap GI = 0 2. Nilai yang dihitung dari formula GI, dibulatkan ke angka terdekat. 3. Nilai GI kelompok tanah A1-a, A1-b, A2-4, A2-5, dan A3 selalu sama dengan nol. 4. Untuk kelompok tanah A2-6 dan A2-7, hanya bagian dari persamaan indeks kelompok yang dipergunakan, yaitu : GI = 0,01(F-15)(PI-10) 5. Nilai GI tidak ada batas atasnya, walaupun ditentukan tanah kelompok A-7 GI maks 20.


62|Dasar-Dasar Mekanika Tanah Gambar 2.5. Tahapan Diskripsi Tanah Dengan Sistem AASHTO


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 63 Tabel 2.5 Perbandingan Sistem AASHTO dengan Sistem Unified (Liu, 1967) Kelompok tanah AASHTO Kelompok tanah yang sebanding dalam sistem Unified Sangat mungkin Mungkin Kemungkinan kecil A1-a GW, GP SW, SP GM, SM A1-b SW, SP, GM, SM GP - A3 SP - SW, GP A2-4 GM, SM GC, SC GW, GP, SW, SP A2-5 GM, SM - GW, GP, SW, SP A2-6 GC, SC GM, SM GW, GP, SW, SP A2-7 GM, GC, SM, SC - GW, GP, SW, SP A4 ML, OL CL, SM, SC GM, GC A5 OH, MH, ML, OL - SM, GM A6 CL ML, OL, SC GC, GM, SM A7-5 OH, MH ML, OL, CH GM, SM, GC, SC A7-6 CH, CL ML, OL, SC OH, MH, GC, GM, SM 2.8. Metode Klasifikasi FAO/UNESCO Sistem klasifikasi tanah ini dibuat dalam rangka pembuatan peta tanah dunia dengan skala 1 : 5.000.000. Peta tanah ini terdiri dari 12 peta tanah. Sistem ini terdiri dari 2 kategori. Kategori pertama setara dengan great soil group, dan kategori kedua setara dengan sub group dalam Taksonomi Tanah (USDA). Untuk pengklasifikasian, digunakan horisonhorison penciri yang sebagian diambil dari kriteria-kriteria horison penciri pada Taksonomi Tanah dan sebagian dari sistem klasifikasi tanah ini.


64|Dasar-Dasar Mekanika Tanah Adapun beberapa nama dan sifat tanah dalam kategori Great Groupmenurut sistem FAO (Food and Agriculture Organization) dan badan dunia UNESCO (United Nation Educatioal, Scientific and Cultural Organization) sebagai berikut : Fluvisol, Gleysol, Regosol, Lithosol, Arenosol, Rendzina, Ranker, Andosol, Solonet, Yermosol, Xerolsol, Kastanozem, Chernozem, Phaeozem, Greyzem, Cambisol, Luvisol, Podzoluvisol, Podsol, Planosol, Acrisol, Nitosol, Ferrasol, dan Histosol. 2.9. Metode Klasifikasi BSCS Selain sistem USCS, USDA, AASHTO, dan FAO/UNESCO, terdapat pula salah satu sistem pendeskripsian tanah yang sering digunakan, yaitu British Standard atau British Soil Classification System (BSCS). Ada beberapa hal yang menjadi tolak ukur atau dasar-dasar dalam mendeskripsi tanah dengan BS (British Standard), antara lain : a. Rapat massarelatif, diperoleh dari pengujian di lapangan. Jika tidak dilakukan pengujian terhadap sampel, maka deskripsi rapat massa tidak dapat dicantumkan. Pengujian yang sederhana terhadap tanah, adalah tanah yang mudah disekop berarti tanah tersebut memiliki rongga-rongga sehingga tidak padat atau longgar dan demikian pula sebaliknya. Adapaun ukuran-ukuran deskripsi rapat massa relative antara lain, very soft,soft,firm, stiff, very stiff, danhard. b. Fabricatau fissuring (hubungan antara butir-butir penyusun tanah). Kemas atau fabric adalah hubungan antara butir-butir penyusun tanah. Terdapat 2 kemungkinan, yaitu kemas tertutup dan kemas terbuka. Kemas tertutup berarti butir-butir penyusun saling bersentuhan atau bersinggungan karena ukuran butir yang relative sama. Kemas terbuka berarti diantara butirbutir penyusun tanah, masih terdapat ukuran butir yang


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 65 lebih halus dari yang lainnya sehingga tidak saling bersentuhan. Untuk melihat kemas ini, dapat dilakukan dengan memotong secara vertikal dan tegak lurus terhadap bidang datar tanah. Celah-celah tersebut harus diperiksa untuk memastikan adanya butiran-butiran yang berbeda ukuran atau lebih halus. c. Warna menunjukkan tingkatan pelapukan dari tanah. Warna tanah yang diamati dapat memberikan informasi mengenai ciri-ciri tanah. Warna ini dapat dilihat dengan mata telanjang. Selain itu, dalam menentukan warna tanah, harus menggunakan standar tertentu. Salah satunya, berdasarkan sistem klasifikasi warna Munsell adalah Geological Society of America(GSA), berupa bagan warna tanah. d. Subsidiary Constituents. Dalam prakteknya sangat sulit untuk memperkirakan konstituen sekunder tanah dengan mata dan dengan perasaan, dan terutama di tanah kohesif. Presentasi materi sekunder ini tidak lebih dari 10%. Dalam tanah granular, materi sekunder ini penting untuk diketahui karena permeabilitas tanah granular didominasi oleh materi-materi sekunder yang halus ini. e. Bentuk butir, dalam mendeskripsi tanah sangat mudah pada ukuran butir kerikil dan pasir. Bentuk butir ini didasarkan pada kebundaran butir yang terkandung pada tanah. Terdapat beberapa ukuran dalam bentuk butir, yaitu rounded, subrounded,subangular, dan angular. f. Ukuran Butir. Kebanyakan tanahakan terdiri dari berbagai ukuran partikel yang berbeda, beberapa di antaranya mungkin kohesif. Jenis penyusun butiran tanah yang utama adalah batu-batu, berbatu, kerikil, pasir atau lumpur yang dianggap mewakili secara umum tipe-tipe tanah. Adapun ukuran-ukuran dalam tipe-tipe tanah antara lain:boulders, cobbles, gravel, sand, silt, dan clay.


66|Dasar-Dasar Mekanika Tanah g. Keterangan Rinci Tentang Kemas (Fabric) dan Materi Tambahan Keterangan yang lebih detail mengenai kemas dan materi-metri penyusun tambahan dapat ditambahkan dalam klasifikasi jika terdeteksi pada saat melakukan pengujian sampel di lapangan maupun di laboratorium. h. Sumber Geologi Tanah Dalam klasifikasi BS, juga diberikan salah satu keterangan mengenai asal mula tanah yang ditemukan atau jenis tanah pertama kali ditemukan. Jika sumber geologi tanah tidak diketahui, maka tidak akan menjadi masalah. i. Simbol Klasifikasi Tanah sebagai opsi tambahan, dalam mendeskripsi tanah juga dapat diberikan simbol-simbol klasifikasi tanah yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 2.10. Metode Klasifikasi Tanah Ekspansif Tanah lempung ekspansif adalah tanah yang mempunyai potensi kembang yang besar. Apabila terjadi peningkatan kadar air tanah akan mengembang disertai dengan peningkatan tekanan air pori dan timbulnya tekanan pengembangan dan sebaliknya apabila kadar air berkurang akan terjadi penyusutan. Beberapa mineral yang biasa terdapat pada tanah ekspansif adalah montmorilonite, kaolinite, dan illite. Dari hasil penelitian sebelumnya memberikan konfirmasi bahwa masalah terbesar terjadi pada tanah ekspansif dengan kandungan montmorilonite tinggi seperti terlihat pada table berikut ini : Tabel 2.6. Hubungan Mineral Tanah dengan Aktifitas Mineral Aktifitas Kaolinite 0,33 – 0,46 Illite 0,90 Montmorillonite (Ca) 1,50 Montmorillonite (Na) 7,20 Sumber : Chen F.H. (1975)


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 67 Menurut Chen (1975) bahwa sifat-sifat fisis tanah yang mempengaruhi pengembangan pada tanah ekspansif di antaranya yaitu : - Kadar Air - Kepadatan Kering (Dry Density) - Indeks Properties. Adanya korelasi yang baik untuk menunjukkan sifat tanah ekspansif berdasarkan dari persentase tanah lempung, batas cair dan tahanan penurunan tanah di lapangan, seperti yang terlihat pada tabel berikut : Tabel 2.7. Hubungan % Lolos Saringan No. 200& Batas Cair terhadap Potensi Pengembangan. Sumber : Chen F.H. (1975) Klasifikasi tanah ekspansif juga dapat dilihat dari hubungan antara Indeks Plastis (IP) dan Batas Susut (Shrikage Limit) yang dimiliki tanah, seperti yang diperlihatkan pada tabel berikut : Tabel 2.8. Hubungan IP dan SL dengan Tingkat Pengembangan % Koloid IP Batas Susut Tingkat Pengembangan Data Laboratorium dan Lapangan Kemungkinan Pengembangan % total Perubahan Volume Tekanan Pengembangan (ksf) Potensi %Lolos Pengembangan No.200 Batas Cair % Tahanan Penurunan Standar (blow/ft) > 95 > 60 > 30 > 10 > 20 Sangat Tinggi 60 – 95 40 – 60 20 – 30 3 – 10 5 – 20 Tinggi 30 – 60 30 – 40 10 – 20 1 – 5 3 – 5 Sedang < 30 < 30 < 10 1 1 Rendah


68|Dasar-Dasar Mekanika Tanah > 28 > 35 > 11 Sangat Tinggi 20 – 31 25 – 41 7 – 12 Tinggi 13 – 23 15 – 28 10 – 16 Sedang < 15 < 18 < 15 Rendah Sumber : Chen F.H. (1975) Selanjutnya klasifikasi tanah ekspansif lebih sederhana bila dilihat dari nilai Indeks Plastis yang dimiliki tanah, seperti yang diperlihatkan pada tabel berikut : Tabel 2.9. Hubungan IP dengan Potensi Pengembangan Indeks Plastisitas (%) Potensi Pengembangan 0 – 15 Rendah 15 – 35 Sedang 20 – 55 Tinggi > 55 Sangat Tinggi Sumber : Chen F.H. (1975) Pengukuran pengembangan tanah ekspansif dengan cara langsung dapat dilakukan dengan menggunakan alat konsolidasi satu dimensi (oedometer), untuk mendapatkan angka prosentase pengembangan. Untuk mengetahui tingkat kondisi suatu tanah ekspansif yang mengalami pengembangan, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.10. Hub. Persen Pengembangan dengan Tingkat Kondisi % Pengembangan Tingkat Kondisi > 100 Kritis 50 – 100 Batas < 50 Aman Sumber : Chen F.H. (1975)


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 69 BAB –III SIFAT HIDROLIK TANAH 3.1. Komposisi Air Tanah. Pada setiap perencanaan konstruksi yang akan dibangun di atas lapisan tanah, sifat-sifat hidrolik tanah di bawah bangunan sangat penting untuk dipertimbangkan, karena sangat sering kegagalan pada struktur adalah merupakan efek dari sifat-sifat hidrolik yang tidak dipertimbangkan, ataupun akibat kesalahan dalam menganalisisnya.Sifat-sifat hidrolik pada tanah meliputi eksistensi air tanah, permeabilitas tanah, dan kerembesan pada tanah. Sumber utama air tanah adalah air hujan yang meresap ke bawah lapisan tanah melalui ruang pori di antara butiran tanah.Air tanah sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat teknis tanah, terutama pada jenis tanah berbutir halus. Air tanah juga sangat penting dipertimbangkan pada berbagai rekayasa terhadap tanah, seperti penurunan konstruksi, stabilitas pondasi, stabilitas lereng, stabilitas subgrade, dan lain sebagainya. Secara umum air tanah didefinisikan sebagai air yang terdapat di bawah permukaan bumi. Sementara itu secara garis besar air yang berada di bawah permukaan tanah, berada pada dua macam zona, yakni zona tak jenuh (unsaturated zone) atau biasa juga disebut vedose zone, dan zona jenuh (saturated zone) atau freatis zone. Terkait dengan keberadaan air di dalam tanah, ada empat macam zone lapisan tanah yang dekat ke permukaan bumi,


70|Dasar-Dasar Mekanika Tanah yang terdiri atas dua zona yang merupakan lapisan “vedose zone”, yakni pendular zone dan funicular zone. Juga terdapat dua zonalapis yang merupakan lapisan “saturated zone”, yaitu capillary zone dan freatis zone. Keempat zona tersebut tersusun berturut-turut dari atas ke bawah sebagai berikut : a. Zone air penduler atau air menggantung (tanah tak jenuh) b. Zone air funikuler atau air bergerak (tanah tak jenuh) c. Zone air kapiler (tanah jenuh pada pori tanah asli) d. Zone freatis (tanah jenuh) Illustrasi posisi air tanah di dalam tanah dapat dilihat pada skema lapisan tanah dan diskripsi sumur bor yang digambarkan sebagai berikut : Gambar 3.1. Skema lapis tanah zona tak jenuh sampaizona jenuh (Abdul S. et al., 1989).


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 71 Dari skema dan boring loging yang digambarkan di atas, terlihat bahwa eksistensi air di dalam lapisan tanah ada dua jenis, yakni : 1. Air tanah yang berada pada lapisan tak jenuh (unsaturated). 2. Air tanah yang berada pada lapisan jenuh (saturated). Menurut Darwis (2017a), bahwa esensi air yang berada pada kedua zona tersebut juga berbeda, yang mana air yang berada pada vedose zone adalah merupakan airtanah (soil water) yang diperlukan oleh tanaman untuk bertumbuh dan tidak merupakan bagian dari akuifer. Sedangkan air yang berada pada saturated zone adalah merupakan air tanah (groundwater), yang sebagian merupakan penopang terhadap pertumbuhan tanaman (capillary water) dan sebagian lagi merupakan simpanan akuifer (freatis water). Zona kapiler (capillary zone) adalah sesuatu yang unik dalam komposisi air tanah, yang mana lapisan ini bersifat jenuh (saturated zone) dengan kondisi pori-pori pada lapisan tanah asli di atasnya. Akan tetapi ketika dilakukan penggalian air kapiler tidak akan menggenang seperti halnya pada air yang berada pada freatis zone, walaupun keduanya berada pada lapisan jenuh (saturated layer). Hal ini disebabkan oleh karena air kapiler adalah merupakan air hisapan akibat adanya tekanan kapiler (capillary pressure) yang terjadi di dalam tanah, dimana rangkaian pori-pori di dalam tanah berfungsi sebagai tabung kapiler. Besarnya tekanan kapiler di dalam tanah sangat tergantung pada ukuran pori yang terbentuk di dalam lapisan tanah (Darwis, 2017b). 3.2. Infiltrasi dan Perkolasi. Sejumlah besar air tersimpan di dalam lapisan tanah. Airnya masih bergerak, mungkin sangat lambat, dan masih merupakan bagian dari siklus air. Sebagian besar air di tanah berasal dari curah hujan yang menyusup ke bawah dari


72|Dasar-Dasar Mekanika Tanah permukaan tanah. Lapisan atas tanah adalah zona tak jenuh, di mana air hadir dalam jumlah yang bervariasi yang berubah dari waktu ke waktu, namun tidak memenuhi tanah. Di bawah lapisan ini adalah zona jenuh, di mana semua pori-pori, celah, dan ruang di antara partikel batuan jenuh dengan air. Istilah air tanah digunakan untuk menggambarkan daerah ini. Istilah lain untuk air tanah adalah "akuifer," meskipun istilah ini biasanya digunakan untuk menggambarkan formasi cadangan air yang mampu menghasilkan cukup air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Aquifer adalah gudang besar air tanah dan orangorang di seluruh dunia banyak yang bergantung pada air tanah dalam kehidupan sehari-hari mereka. Sumber : The Water Cycle - USGS (2016) Gambar 3.2. Susunan Lapisan Tanah & Proses Pengisian Ulang Bagian atas permukaan tempat air tanah terjadi disebut muka air tanah (water table). Pada diagram diagram di atas, dapat terlihat bagaimana tanah yang ada di bawah muka air tanah akan jenuh dengan air (zona jenuh). Aquifers diisi ulang oleh rembesan presipitasi yang jatuh di permukaan tanah, namun ada banyak faktor geologi, meteorologi, topografi, dan manusia yang menentukan tingkat pengisian ulang pada


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 73 akuifer. Batu memiliki karakteristik porositas dan permeabilitas yang berbeda, yang berarti air tidak bergerak dengan cara yang sama di semua lapisan batuan. Dengan demikian, karakteristik pengisian air tanah bervariasi di seluruh dunia (USGS, 2016). Proses pengisian air tanah melalui infiltrasi dan perkolasi untuk sampai ke zona jenuh (saturated zone). Infiltrasi adalah proses masukkan air dari permukaan tanah ke dalam zona pendular sampai pada zona funikular, sebagai akibat gaya kapiler dan gaya gravitasi. Sedangkan perkolasi adalah proses mengalirnya air dari zona funikuler ke dalam zona kapiler akibat gaya gravitasi, dan selanjutnya mengisi cadangan akuifer pada zona freatis. Pengertian tentang infiltrasi dan perkolasi banyak dikemukakan para ahli, diantaranya menurutClay Asdak (2007), bahwainfiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan), masuk ke dalam tanah. Sedangkan perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air tersebut ke dalam tanahyang lebih dalam. Sementara menurut Sitanala Arsyad (1989), bahwa infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah (umumnya tetapi tidak mesti) melalui permukaan tanah dan secara vertical.Sedangkan perkolasi adalah peristiwa bergeraknya air ke dalam profil tanah. Pengertian lain, bahwa infiltrasi adalah proses perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah melalui pori-pori tanah (Soemarto, 1999). Laju infiltrasi adalahbanyaknya air per satuan waktuyang masuk melalui permukaan tanah. Sementara kapasitas infiltrasi adalah laju maksimum gerakan air dari permukaan masuk ke dalam tanah. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya, apabila intensitas hujan lebih kecil daripada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan lajucurah hujan. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dengan mm/jam


74|Dasar-Dasar Mekanika Tanah atau mm/hari. Sedangkan kapasitas infiltrasi dinyatakan dalam cm atau inch. Laju perkolasi adalahbanyaknya air per satuan waktuyang masukke dalam lapisan tanah dari zona tak jenuh ke zona freatis. Sedangkan kapasitas perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang terjadi.Untuk lebih memperjelas arti dan perbedaan kapasitas infiltasi (f) dan kapasitas perkolasi (p), dapat dilihat dari gambar di bawah ini: Gambar 3.3. Profil Lapisan Tanah yang Dilewati Infiltrasi Pada Gambar A di atas,akan menghasilkan daya infiltrasi yang besar, tetapi daya perkolasinya kecil, karena lapisan atasnya terdiri dari lapisan kerikil yang mempunyai permeabilitas tinggi dan lapisan bawahnya terdiri dari lapisan tanah liat yang relatif kedap air. Demikian pula sebaliknya pada Gambar B akan menghasilkan daya infiltrasi yang kecil, tetapi daya perkolasinya besar, karena lapisan atasnya terdiri dari lapisan kedap air dan lapisan bawahnya merupakan lapisan berpori yang bersifat cukup tiris. Laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi mempengaruhi beberapa hal, diantaranya : 1. Air Limpasan ; Lajuinfiltrasi menentukan besarnya air hujan yang dapat diserap ke dalam tanah. Sekali air hujan tersebut masuk ke dalam tanah ia dapat diuapkan kembali


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 75 atau mengalir ke bawah mengisi air tanah.Selisih antara curah hujan dengan laju infiltrasi adalah merupakan laju air limpasan.Semakin tinggi laju infiltrasi maka selisih antara curah hujan dengan laju infiltrasi semakin kecil. Akibatnya bahwa laju air limpasan juga akan semakin kecil, sehingga debit puncaknya juga akan semakin kecil. 2. Pengisian Lengas Tanah (Soil Moisture) dan Air Tanah ;Pengisian lengas tanah dan air tanah adalah penting untuk tujuan pertanian. Akar tanaman menembus daerah tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk evapotranspirasi dari lapisan tanah pada zona vedose. Pengisian kembali lengas tanah sama dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi. Pada permukaan air tanah yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir agak halus, maka pengisian kembali lengas tanah ini dapat pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses infiltrasi secara umum, antara lain : a. Karakteristik hujan (curah hujan, durasi hujan) b. Kondisi-kondisi permukaan tanah ; - Tetesan hujan, hewan maupun mesin yang beroperasi di permukaan tanah, mungkin memadatkan permukaan tanah dan akanmengurangi infiltrasi. - Pencucian partikel yang halus dapat menyumbat poripori pada permukaan tanah dan mengurangi laju infiltrasi. - Kemiringan tanah secara tidak langsung mempengaruhi laju infiltrasi terutama pada saat curah hujan tinggi, karena pada tanah yang miring tidak terjadi penggenangan. - Penggolongan tanah (terasering, pembajakan berkontur, dan lain-lain), dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi. c. Kondisi-kondisi penutup permukaan ;


76|Dasar-Dasar Mekanika Tanah - Pori-pori tanah yang tersumbat oleh partikel-partikel halus, akan menurunkan laju infiltrasi. - Salju yang menutupi permukaan tanah mempengaruhi infiltrasi, dimana laju infiltrasi sangat rendah atau tidak ada. - Urbanisasi (bangunan, jalan, sistem drainase bawah permukaan), akan mengurangi infiltrasi. d. Transmibilitas tanah - Banyaknya pori yang besar, yang menentukan sebagian dari struktur tanah, merupakan salah satufaktor penting yang mengatur laju transmisi air yang turun melalui tanah. - Infiltrasi beragam secara terbalik dengan lengas tanah. e. Karakteristik-karakteristik air yang berinfiltrasi - Suhu air mempunyai banyak pengaruh, tetapi penyebabnya dan sifatnya belum pasti. - Kualitas air merupakan faktor lain yang mempengaruhi infiltrasi. Laju infiltrasi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu jenis permukaan tanah, kadar air, tumbuh-tumbuhan, dan cara pengolahan tanah. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok (Musgrave& Holtan, 1964 dalam Sri Harto, 1984), yaitu sifat permukaan tanah, kepadatan tanah, sifat dan jenis tanaman. 1. Sifat-sifat permukaan tanah Proses infiltrasi diawali dengan meresapnya air melalui permukaan tanah, maka sifat-sifat permukaan tanah memegang peranan penting terutama untuk menentukan batas infiltrasi, dengan tidak mengabaikan peranan dari lapisan tanah di bawahnya. 2. Kepadatan tanah Makin tinggi tingkat kepadatan tanah maka infiltrasi makin kecil. Akibat adanya dampak pukulan air


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 77 hujanterhadap butir-butir tanah maka kepadatan tanah akan bertambah. 3. Sifat dan jenis tanaman Dengan adanya tanaman akan memberikan keuntungan karena akan memperbesar infiltrasi. Hal ini disebabkan adanya: - Akar tanaman yang menyebabkan struktur tanah makin gembur yang berarti memperbesar permeabilitas tanah. - Tanaman di permukaan yang dapat mengurangi kecepatan “run-off”, sehingga memperbesar waktu tinggal air di permukaan. - Pemadatan yang diakibatkan oleh pukulan air hujan di permukaan sangat berkurang. Dalam hal ini sebenarnya yang memberikan pengaruh lebih besar adalah kerapatan tanaman daripada jenis tanaman. 4. Cara pengerjaan tanah Cara pengerjaan tanah dengan tersering yang benar akan memperbesar infiltrasi pula. 5. Sifat transmisi lapisan tanah Sistem perlapisan tanah akan mempengaruhi sifat transmisi pada lapisan tanah, dan juga akan sangat menentukan besarnya laju infiltrasi, misalnya: - Formasi tanah dengan kapasitas perkolasi besar, tetapi kapasitas infiltrasi kecil. - Formasi tanah dengan kapasitas infiltrasi besar, tetapi kapasitas perkolasi kecil. Sedangkan menurut hemat penulis bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi laju infiltrasi, diantaranya : 1. Kedalaman genangan air diatas permukaan tanah dan tebal lapisan jenuh. Infiltrasi air melalui permukaan tanah dapat diumpamakan sama denganaliran lewat pipa-pipa sangat kecil, dalam jumlah besar, dengan panjang dandiameter


78|Dasar-Dasar Mekanika Tanah tertentu. Pada permulaan musim hujan pada umumnya tanah masih jauhdari jenuh sehingga pengisian akan berjalan terus pada waktu yang lama sehinggadaya infiltrasi akan menurun terus pada hujan yang berkesinambungan, meskipunpada periode sama. 2. Derajat kemiringan permukaan tanah. Kemiringan permukaan tanah sangat menentukan kedalaman genangan (depth of puddle), serta waktu penggenangannya (flooding time), yang mana kedua variabel tersebut sangat mempengaruhi laju dan kapasitas (daya) infiltrasi/perkolasi. 3. Kadar Air Dalam Tanah. Jika sebelum hujan turun permukaan tanah sudah lembab, daya infiltrasi(ft)akan lebih rendah di bandingkan dengan jika pada permukaan tanah yangsemula kering. Suatu jenis tanah berbutir halus yang dapat digolongkan sebagaikoloid, bila terkena air danmenjadi basah akan mengembang. Perkembangantersebut mengakibatkan berkurangnyavolume pori-pori, sehingga daya infiltrasi/perkolasi akan mengecil. Ini merupakan alasan mengapa pada tanah yang berbutir halus ftakan cepat mengecil dengan bertambahnya durasi hujan. 4. Kelembaban Tanah. Besarnya kelembaban tanah pada lapisan teratas sangat mempengaruhilajuinfiltrasi. Potensi kapiler bagian lapisan tanah yang menjadi kering (olehevaporasi) kurang dari kapasitas menahan air normal akan meningkat jika lapisantanah dibasahi oleh curah hujan. Peningkatan potensial kapiler ini bersama-samadengan grafitasi akan mempercepat infiltrasi. Bila kekurangan kelembaban tanah diisi oleh infiltrasi, maka selisih potensial kapiler akan menjadi kecil. Pada waktu yang sama kapasitas infiltrasi/perkolasipada permulaan curah


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 79 hujan akan berkurang tiba-tiba, yang disebabkan oleh pengembangan bagian koloid dalam tanah. Jadi kelembaban tanah itu adalah sebagian tanah dari sebab pengurangan tiba-tiba dari infiltrasi. 5. Tekstur Tanah. Menurut Hardjowigeno dalam Januardin (2008), tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2mm50μ), debu (50-2 μ) dan liat (<2 μ) di dalam tanah.Kelas tekstur tanah dibagi dalam 12 kelas, yaitu: pasir, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung, lempung berdebu, debu, lempung liat, lempung liat berpasir, lempung liat berdebu, liat berpasir, liat berdebu, liat.Berdasarkan ukurannya, bahan padatan tanah digolongkan menjadi tiga partikel yaitu pasir, debu, dan liat. Tanah berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir > 70 %, porositas rendah (<40%), sebagian besar ruangpori berukuran besar,sehingga aerasinya baik daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menahan air dan unsur hara rendah. Tanah disebut bertekstur liat jika kandungan liatnya > 35 %, porositas relatip tinggi (60 %), tetapi sebagian besar merupakan pori berukuran kecil, daya hantar air sangat lambat dan sirkulasi udara kurang lancar (Utomo dalam Januardin, 2008). Pada tekstur tanah pasir, laju perkolasisangat cepat, pada tekstur tanah lempung laju perkolasiadalah sedang hingga cepat dan pada teksturliat laju perkolasiakan lambat (Serief dalam Januardin, 2008). 6. Pemampatan oleh partikel-partikel curah/butiran hujan. Gaya pukulan butir-butir air hujan terhadap permukaan akan mengurangidebit resapan air hujan. Akibat jatuhnya tersebut butir-butir tanah yang lebih halusdilapisan permukaan tanah akan terpencar dan masuk kedalam ruang-ruangantarbutir-butir tanah, sehingga terjadi efek pemampatan. Permukaan tanah yang terdiriatas lapisan


80|Dasar-Dasar Mekanika Tanah yang bercampur tanah liat akan menjadi kedap air karenadimampatkan oleh pukulan butir-butir hujan tersebut. Tapi tanah pasiran tanpacampuran bahan-bahan lain tidak akan dipengaruhi oleh gaya pukulan partikelbutir-butir hujan itu. 7. Tumbuh-tumbuhan. Lingkungan tumbuh tumbuhan yang padat, misalnya seprti rumput atauhutan cenderung untuk meningkatrkan resapan air hujan. Ini disebabkan oleh akaryang padat menembus kedalam hutan, lapisan sampah organic dari daun-daunatau akar-akar dan sisa-sisa tanaman yang membusuk membentuk permukaanempuk, binatangbinatang dan serangga-serangga pembuat liang membuka jalankedalam tanah, lindungan tumbuh-tumbuhan mengambil air dari dalam tanahsehingga memberikan ruang bagi proses infiltrasi/perkolasiberikutnya. 8. Pemanpatan oleh Hewan dan Orang. Pada bagian lalu lintas orang atau kendaraan, permeabilitas tanahberkurang karena struktur butir-butir tanah dan ruang-ruang yang berbentuk pipayang halus telah dirusaknya dan mengakibatkan tanah tersebut menjadi padat,sehingga laju infiltrasi/perkolasipada daerah tersebut sangat rendah. Contohnya kebunrumput tempat memelihara banyak hewan, lapangan permainan dan jalan tanah.Pemampatan oleh injakan orang atau binatang dan lalu lintas kendaraan sangatmenurunkan laju infiltrasi/ perkolasi. 9. Karateristik-karateristik Air yang Berinfiltrasi. a. Menurut Warddalam Sosrodarsono(1999),suhu air mempunyai beberapa pengaruh, tetapi sifat dan penyebarannyabelum pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada bulan-bulanmusim panas kapasitas infiltrasi lebih tinggi. Namun ini tentu


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 81 disebabkanoleh sejumlah faktor dan tentunya bukan karena suhu saja. b. Kualitas air merupakan factor lain yang mempengaruhi infiltrasi/ perkolasi. Mineral tanah liat yang halus pada partikel debu yang dibawa dengan air ketika perkolasikebawahdapat menghambat ruang pori yang lebih kecil. Kandungan garam dapurair mempengaruhi visikositas air dan laju pengembangan koloid(Sosrodarsono,1999). Beberapa istilah lainnya yang perlu untukmemahami dan mempelajari infiltrasi/perkolasi dengan baik, antara lain : 1. Kapasitas lapang (field capacity) adalah jumlah kandungan air maksimum yang dapat ditahan oleh tanah terhadap pengaruh gaya gravitasi. 2. Soil moisture deficiency (s.m.d) adalah jumlah kandungan yang masih diperlukan untuk membawa tanah pada “field capacity”. 3. Intersepsiadalah air hujan yang langsung diserap oleh tanaman 4. Abstraksi awal (initial abstraction) adalah jumlah intersepsi dan tampungan permukaan (depression storage) yang harus dipenuhi sebelum terjadi limpasan (overland flow). Selanjutnya untuk memprediksi infiltrasi, ada beberapa formula yang dapat dipergunakan, diantaranya : 1. Formula Green-Ampt Green dan Ampt, mengusulkan pada tahun 1911 sebuah model perkiraan yang secara langsung menerapkan hukum Darcy, dengan persamaan untuk menghitung laju infiltrasi sebagai berikut : f fs f f L K H S L f .( . ) 0 .......................(3.1)


82|Dasar-Dasar Mekanika Tanah Yang mana : f = laju infiltrasi (mm/menit) Kfs = konduktivitas hidrolik pada zona transmisi (mm/menit) Ho = kedalaman air genangan di atas permukaan tanah Sf = pengisapan efektif pada lapisan pembasahan Lf = kedalaman pembasahan dari permukaan tanah Gambar 3.4. Illustrasi Asumsi Proses Infiltrasi (Green-Ampt, 1911) Bower (1966), mengusulkan persamaan untuk Infiltrasi Komulatif sebagai berikut : = − . = . .......................(3.2) Apabila kedalaman penggenangan air permukaan sangat dangkal, sehingga H0 ≈ 0, maka persamaan Green-Ampt, dapat dimodifikasi sebagai berikut (Bower, 1966) : F K M S f K fs i f fs . . ......................(3.3) Yang mana Mi adalah defisit air, atau perbedaan antara kandungan air volumetrik pada kondisi jenuh dan kondisi awal.


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 83 Meskipun Green dan Ampt mengasumsikan bahwa pembasahan mengakibatkan tanah jenuh total, namun menurut Philip (1954) yang mengamati bahwa ini bukan persyaratan yang diperlukan. Dia berasumsi bahwa θs konstan, tapi tidak harus sama dengan porositas total. Demikian pula, Kfs diperkirakan sedikit kurang dari konduktivitas hidrolik jenuh. 2. Metode Kostiakov : Kostiakov (1932), mengajukan suatu persamaan infiltrasi empiris sederhana berdasarkan penyisipan kurva dari data lapangan. Persamaan ini menghubungkan infiltrasi ke waktu sebagai fungsi daya : f K t p k . .......................(3.4) Yang mana : fp = kapasitas infiltrasi (cm/jam) t = waktu setelah infiltrasi dimulai (jam) Kk (cm) dan α (unitless), adalah konstanta yang bergantung pada tanah dan kondisi awal. Parameter, Kk dan α harus dievaluasi dari data infiltrasi yang diukur, karena tidak memiliki interpretasi fisik. Persamaan ini menggambarkan kurva infiltrasi yang diukur dan diberi tanah yang sama dan kondisi air awal yang sama, memungkinkan prediksi kurva infiltrasi menggunakan konstanta yang sama yang dikembangkan untuk kondisi tersebut. Di dalam perkembangan selanjutnya, beberapa ahli menggunakan persamaan Kastiakov denga melakukan modifikasi yang disesuaikan dengan kondisi tinjauannya. Diantaranya adalah : (1) Criddle dkk. (1956), menggunakan persamaan Kastiakov dalam bentuk logaritmik dengan bentuk persamaan sebagai berikut : f K e t p k log log .log .......................(3.5)


84|Dasar-Dasar Mekanika Tanah (2) Mezencev (1948) mengusulkan modifikasi pada persamaan Kostiakov dengan menambahkan konstanta pada persamaan yang mewakili tingkat infiltrasi akhir yang dicapai saat tanah menjadi jenuh setelah infiltrasi berkepanjangan. p k c f K t f . .......................(3.6) (3) Mbagwu (1994), menghubungkan nilai Kk dari persamaan Kostiakov Kk dengan nilai Ca pada persamaan Philip, dengan sebuah persamaan sebagai berikut : Kk = 24,22 Ca - 0,83 .......................(3.7) Infiltrasi akumulatif : ( 1) 1 0 . ( 1) . . n t n K F K t dt .......................(3.8) Yang mana : fp = Laju infiltrasi (mm/menit) t = Waktu (menit) K = konstanta yang dipengaruhi oleh faktor lahan dan kadar air tanah awal. 3. Metode Horton : Horton mendefinisikan proses kelelahan (exhausion process), sebagai salah satu tingkat kerja yang dilaksanakan sebanding dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Dia menghubungkan laju infiltrasi dengan laju kerja yang dilakukan dan perubahan kapasitas infiltrasi dari fp menjadi fc karena pekerjaan yang harus dilakukan, dengan β sebagai faktor proporsionalitas (Horton, 1940). Horton (1939, 1940) mendapatkan persamaan untuk infiltrasi, yang menggambarkan


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 85 pola eksponensial pada tingkat infiltrasi dari hubungan dasar yang dijabarkan sebagai berikut : p c p f f dt df t f f df p c p . ; Bila persamaan ini diintegralkan pada kedua sisi, maka didapat : lnf p f c .t konsta Jika t = 0 dan fp = f0, maka : t f f f f c p c ln . 0 ; atau t c p c e f f f f . 0 Selanjutnya dapat dijabarkan lebih lanjut : t p c c f f f f e . 0 ( ). .......................(3.9) Bila = k, maka persamaan laju infltrasi didapat : k t p c c f f f f e . 0 ( ). .......................(3.10) Yang mana : f = laju infiltrasi pada saat t(cm/jam) fc = laju infiltrasi saat konstan (cm/jam) fo = laju infiltrasiawal, t0 (cm/jam) k = konstanta t = waktu infiltrasi e = 2,718 Model persamaanperhitunganlajuinfiltrasi di atas, pertama kali dikemukakan oleh Horton pada tahun 1939 namun publikasinya baru dilakukan pada tahun 1940.Menurut Garg bahwa rumus Horton ini, memberi hasil hitungan laju infiltrasidalamhubungan dengan waktu.


86|Dasar-Dasar Mekanika Tanah Untuk memperoleh nilai konstanta k, yang melengkapi persamaan kurvainfiltrasi, maka persamaan Horton dijabarkan sebagai berikut : f = fc + (fo –fc) e-kt f –fc = (fo –fc) e-kt Persamaan di atas selanjutnya dilogaritmakan pada sisi kiri dan kanan, didapatkan : log (f –fc) =log (fo –fc) e-kt, atau log (f –fc) =log (fo -fc)–ktlog e log (f–fc)–log(fo–fc) =–ktloge maka : t = (-1/(kloge)) [log (f–fc)–log(fo –fc)] t = (-1/(klog e)) log (f –fc) + (1/(kloge)) log (fo –fc) Dengan menggunakan persamaan umum liner, y = m X + C, sehingga : y = t m = -1/(klog e) X = log (f –fc) C = (1/klog e) log (fo –fc) Dengan mengambil persamaan, m = -1/(klog e) .......................(3.11) Maka : k= -1/(m log e) atau k= -1/(m log 2,718) Atau : k = -1/0,434.m .......................(3.12) Yang mana m = gradien Dengan demikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam sebuah garislurus yang mempunyai nilai gradien :


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 87 k e m .log 1 .......................(3.13) Bentuk dari garis lurus persamaantersebut dapat diperlihatkan dalam gambar berikut : Gambar 3.5. Hubunganwaktu (t)terhadaplog (fo–fc) Dengan mensubtitusi nilai-nilai k, fo, fcke dalam persamaan 3.10, maka didapat nilai laju infiltrasi (fp) untuk masing-masing waktu (t) berjalannya infiltrasi. Serangkaian nilai laju infiltrasi yang dihasilkan digambarkan dalam kurva infiltrasi seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut : log (fo–fc) Ti m e (t) = −1 log


88|Dasar-Dasar Mekanika Tanah Gambar 3.6. Kurva Infiltrasi (Horton) Nilai k, juga dapat dihitung dengan menggunakan nilai fo, fc, dan Fc yang didapatkan dari kurva infiltrasi, sebagai berikut : c c F f f k 0 .......................(3.13) Yang mana : fc = laju infiltrasi saat konstan (cm/jam) fo = laju infiltrasiawal, t0 (cm/jam) Fc = volume infiltrasi, yaitu selisih volume infiltrasi total dengan volume infiltrasi konstan (cm). atau Fc= luas kurva yang diarsir pada gambar Laju infiltrasi tipikal setelah satu jam untuk berbagai jenis tanah berpenutup rumput,yang diperlihatkan pada tabel berikut :


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 89 Tabel 3.1. Laju infiltrasi tipikal kelompok tanah selang 1 jam Kelompok Tanah Laju infiltrasi setelah 1 jam (mm/jam) tanah pasir (tinggi) 12,50 – 25,00 Lempung, lumpur, banyak geluh (sedang) 2,50 – 12,50 Banyak lempung, geluh lempung (rendah) 0,25 – 2,50 Sumber : ASCE Manual of Engineering Practice, No 28. Contoh Perhitungan Infiltrasi Diketahui : Data hidrograf hujan seperti pada tabel berikut : Waktu, t (menit) Intensitas hujan, I (cm/jam) 0 – 10 1,25 10 – 20 2,50 20 – 30 6,00 30 – 40 4,50 40 – 50 4,00 50 – 60 3,00 60 – 70 0,80 Untuk kondisi tanah yang diamati, didapatkan data sebagai berikut : - kapasitas infiltrasi terakhir (fc)= 1,25 cm/jam - kapasitas infiltrasi awal (fo) = 6 cm/jam - parameter kapasitas infiltrasi diambil(k) = 3 h-1 Jika diasumsikan bahwa perubahan waktu dari kapasitas infiltrasi tanah dihitung dengan persamaan Horton (dengan memperhatikan bahwa persamaan ini mengasumsikan banyaknya limpasan air di permukaan, disebabkan karena kondisi jenuh pada permukaan tanah). Diminta : Analisisinfiltrasi dan limpasan (runoff) yang terjadi selama hujan berlangsung ?


90|Dasar-Dasar Mekanika Tanah Penyelesaian : Tabel Perhitungan : Waktu (mnt) Intensitas Hujan (cm/jam) Tinggi hujan (cm) Hujan Komultf (cm) Laju Infiltrasi (cm/jam) Infiltrasi Komultf (cm/jam) Limpasan (cm) 0 1,25 0,21 0,21 6,00 1,58 (0,33) 10 2,50 0,42 0,63 4,13 1,78 0,72 20 6,00 1,00 1,63 3,00 1,55 4,45 30 4,50 0,75 2,38 2,31 1,74 2,76 40 4,00 0,67 3.05 1,89 1,94 2,06 50 3,00 0,50 3,55 1,64 2,13 0,87 60 0,80 0,13 3,68 1,49 2,33 (1,53) Langkah-langkah perhitungan 1) Hitung Tinggi hujan ; Tinggi hujan = Intesitas hujan (cm/jam) x waktu (jam) Tinggi hujan (t1) = 1,25 cm/jam x 10/60 jam = 0,21 cm Tinggi hujan (t2) = 2,50 cm/jam x 10/60 jam = 0,42 cm Tinggi hujan (t3) = 6,00 cm/jam x 10/60 jam = 1,00 cm Tinggi hujan (t4) = 4,50 cm/jam x 10/60 jam = 0,75 cm Tinggi hujan (t5) = 4,00 cm/jam x 10/60 jam = 0,67 cm Tinggi hujan (t6) = 3,00 cm/jam x 10/60 jam = 0,50 cm Tinggi hujan (t7) = 0,80 cm/jam x 10/60 jam = 0,13 cm 2) Hujan komulatif = tinggi hujan saat t+ tinggi hujan sebelumnya Hujan komulatif (t1) = 0,21 + 0,00 = 0,21 cm Hujan komulatif (t2) = 0,42 + 0,21 = 0,63 cm Hujan komulatif (t3) = 0,63 + 1,00 = 1,63 cm Hujan komulatif (t4) = 1,63 + 0,75 = 2,38 cm Hujan komulatif (t5) = 2,38 + 0,67 = 3,05 cm Hujan komulatif (t6) = 3,05 + 0,50 = 3,55 cm Hujan komulatif (t7) = 3,55 + 0,13 = 3,68 cm 3) Laju infiltrasi : f(t) = fc + (fo –fc) e-kt f(0) = 1,25 + (6 – 1,25).(2,718) – 3.(0/60) = 6,00 cm/jam f(10) = 1,25 + (6 – 1,25).(2,718) – 3.(10/60) =4,13cm/jam f(20) = 1,25 + (6 – 1,25).(2,718) – 3.(20/60) = 3,00cm/jam f(30) = 1,25 + (6 – 1,25).(2,718) – 3.(30/60) = 2,31 cm/jam


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 91 f(40) = 1,25 + (6 – 1,25).(2,718) – 3.(40/60) = 1,89 cm/jam f(50) = 1,25 + (6 – 1,25).(2,718) – 3.(50/60) = 1,64 cm/jam f(60) = 1,25 + (6 – 1,25).(2,718) – 3.(60/60) = 1,49 cm/jam Lakukan kontrol f(t) > Intensitas hujan. Mulai pada f20 (3,00 cm/jam) < I20 (6,00 cm/jam) Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi terhadap awal waktu infiltrasi aktual, sbb : F(t=20) = (I0 + I10) x t10 = (1,25 + 2,5) x (10/60) = 0,625 cm. Sehingga dapat dituliskan sbb : = . + − . (1 − − ) 0,625 = (1,25.tp + 6−1,25 3 .(1 – 2,718 –3.tp) 0,625 – 1,583 = 1,25.tp – 4,303–3.tp 4,303–3.tp – 1,25.tp = 0,958 Didapat nilai : tp = 0,0075 jam Nilai tp tersebut merupakan waktu aktual mulai terjadinya kejenuhan tanah. Sehingga kapasitas infiltrasi aktual pada menit ke 20 ditentukan sebagai berikut : f(tp) = fc + (fo –fc) e-k.tp f(20) = 1,25 + (6 – 1,25).(2,718) – 3.(0,0075) = 5,89 cm/jam. Maka perhitungan berikutnya terjadi perubahan parameter, dimana : fo = f(20) = 5,89 cm/jam (jadi : fo 6 cm/jam) Hal tersebut juga menyebabkan pergeseran waktu. Nilai t akan kembali ke awal, sehingga t yang digunakan pada saat menit 30 adalah (10/60). Hal tersebut dilakukan dengan aggapan bahwa t awal bergeser menjadi tp. 4) Infiltrasi Komulatif, dihitung dengan rumus : = . + − . (1 − − ) f20 = fo = 5,89 cm/jam F(0) = (1,25x(0/60))+((6-1,25)/3)x(1–2,718 – 3.(0/60)) = 1,58 cm/jam F(10) = (1,25x(10/60))+((6-1,25)/3)x(1–2,718 – 3.(10/60))= 1,78 cm/jam


92|Dasar-Dasar Mekanika Tanah F(20) = (1,25x(20/60))+((5,89-1,25)/3)x(1–2,718 – 3.(20/60))= 1,55 cm/jam F(30) = (1,25x(30/60))+((5,89-1,25)/3)x(1–2,718 – 3.(30/60))= 1,74 cm/jam F(40) = (1,25x(40/60))+((5,89-1,25)/3)x(1–2,718 – 3.(40/60))= 1,94cm/jam F(50) = (1,25x(50/60))+((5,89-1,25)/3)x(1–2,718 – 3.(50/60))= 2,13 cm/jam F(60) = (1,25x(60/60))+((5,89-1,25)/3)x(1–2,718 – 3.(60/60))= 2,33 cm/jam 5) Limpasan = Intensitas hujan – Infiltrasi Komulatif L(0) = 1,25 – 1,58 = – 0,33 (negatif tidak terjadi limpasan) (L10) = 2,50 – 1,78 = 0,72cm/jam L(20) = 5,89 – 1,55 = 3,91 cm/jam L(30) = 4,50 – 1,74 = 2,76 cm/jam L(40) = 4,00 – 1,94 = 2,06 cm/jam L(50) = 3,00 – 2,13 = 0,87cm/jam L(60) = 0,80 – 2,33 = – 1,53 (negatif tidak terjadi limpasan) 4. Metode Philip ; Philip (1957) mengembangkan persamaan infinite-series untuk memecahkan persamaan diferensial parsial non linier, yang menjelaskan aliran cairan transient dalam medium berpori, untuk infiltrasi vertikal dan horizontal. Seri Philip yang konvergen dengan cepat memecahkan persamaan aliran untuk tanah dalam yang homogen dengan kandungan air awal yang seragam dalam kondisi tergenang. Untuk infiltrasi kumulatif, bentuk umum model infiltrasi Philip dinyatakan dalam fungsi akar kuadrat waktu (squareroot of time), sebagai berikut : . . . . ... 2 3 3/ 2 1 2 1/ 2 F S t Ca t Ca t Ca t ............(3.14)


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 93 Yang mana : F = infiltrasi kumulatif (cm) S = Kemampuan penyerapan (sorptivity) ( ), fungsi kandungan air tanah awal dan akhir, θi dan θn. Ca1, Ca2 = konstanta yang bergantung pada kedua sifat tanah dan pada θi dan θn. Sorptivity (S) adalah kuantitas fisik terukur yang mengekspresikan kapasitas media berpori untuk pengambilan kapiler dan pelepasan cairan (Philip, 1957). Namun menurut White and Perroux (1987), menganggap sorptivity sebagai sifat integral dari difusivitas hidrolik tanah, S konstan asalkan kandungan air pada arus masuk konstan. Oleh karena derivatif waktu dari fungsi-F (infiltrasi akumulatif), adalah merupakan laju infiltrasi (f), sehingga dapat dituliskan : dt d S t C t C t C t dt dF f a a a . . . . .. 2 3 3/ 2 1 2 1/ 2 . 2 . .. 2 3 . 2 1 3 1/ 2 1 2 1/ 2 f S t C C t C t a a a ..........(3.15) Catatan : Untuk infiltrasi horisontal (yaitu tidak ada aliran akibat gravitasi), maka semua nilai parameter infiltrasi menjadi nol, sehingga persamaan Philip hanya dapat berlaku apabila variabel-variable infiltrasi lebih besar dari nol (Sullivan et al., 1996). Sedangkan untuk infiltrasi vertikal persamaan infiltrasi komulatif (F) dan laju infiltrasi (f) dari Philip dapat berlaku, namun hanya untuk waktu yang singkat yaitu ketika gradien matrik-potensial jauh lebih besar daripada gradien potensial gravitasi (Sullivan et al., 1996). Selanjutnya Philip (1957), juga mengusulkan bahwa dengan memotong solusi seri untuk infiltrasi dari permukaan


94|Dasar-Dasar Mekanika Tanah genangan air, maka persamaan tingkat infiltrasi yang sederhana dapat diperoleh yang akan berguna untuk durasi waktu yang kecil. Persamaan yang diusulkan adalah : Ca t S f 1/ 2 2 .......................(3.16) Perhatikan persamaan sederhana dari Philips di atas, sangat mirip dengan persamaan Kostiakov. Sebenarnya persamaan ini dimodifikasi dari Kostiakov dengan α sama dengan 0,5. Parameter S dan Ca bergantung pada tanah dan kadar air awal, dan dapat dievaluasi secara numerik dengan menggunakan prosedur yang diberikan oleh Philip, jika sifat difusivitas dan tekanan air (head pressure) sebagai fungsi kandungan air tanah diketahui. Philips (1957) dan Talsma (1969), menunjukkan bahwa nilai konstanta laju (Ca), yang dihasilkan dari penggunaan metode Philip adalah sekitar Ks/3. Namun, persamaan tersebut memprediksi nilai laju infiltrasi yang terlalu rendah untuk periode waktu yang lama, karena perkiraan ini tidak konsisten secara fisik, dan juga karena t mendekati nilai tak terbatas. Tingkat infiltrasi harus mendekati konduktivitas hidrolik jenuh, namun Ca tidak sama dengan Ks (Philip, 1957; Youngs, 1968, Skaggs et al., 1969). 5. Metode Holtan ; Sejak tahun 1961, Holtan megembangkan sebuah persamaan empiris berdasarkan konsep penyimpanan. Persamaan ini dikembangkan di laboratorium hidrograf USDA dari Agicultural Research Service (ARS), untuk menyediakan sarana yang dapat digunakan untuk memperkirakan infiltrasi dengan menggunakan informasi yang umumnya tersedia, atau dapat segera diperoleh untuk lahan-lahan milik negara Premis dari persamaan ini adalah bahwa faktor-faktor yang memiliki pengaruh terbesar terhadap laju infiltrasi adalah penyimpanan


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 95 air tanah, porositas permukaan yang terhubung, dan pengaruh jalur akar tanaman (Holtan, 1967). Setelah melalui beberapa modifikasi, bentuk akhir dari persamaan infiltrasi ditulis sebagai berikut (Holtan dan Lopez, 1971) : p c f GI a SA f 1,4 . .( ) ...........................(3.17) Yang mana : fp = kapasitas infiltrasi pada waktu tertentu (cm/jam) SA = penyimpanan yang tersedia di lapisan permukaan, A adalah cakrawala pada waktu tertentu (jam) GI = indeks pertumbuhan tanaman dalam persen kematangan a = indeks porositas permukaan yang terhubung penympanan (in.hr.-1 per (in.)1.4. Ini adalah fungsi dari kondisi permukaan dan kepadatan akar tanaman. fc = laju infiltrasi konstan atau steady state dan persamaan Holtan diperkirakan dari kelompok hidrologi tanah (cm/jam) Selanjutnya Holtan memberikan persamaan untuk mendapatkan variabel SA, sebagai berikut : SA ( s i )d ...........................(3.18) Yang mana : s = kadar air tanah jenuh %) i = kadar air volumetrik aktual pada tanah (%) d = kedalaman dari permukaan lapisan (m) Menurut Smith (1976), bahwa kurva infiltrasi secara fisik jauh lebih erat kaitannya dengan gradien kelembaban dan konduktivitas hidrolik daripada porositas tanah. Oleh karena itu persamaan Holtan tidak dapat diharapkan untuk menggambarkan secara memadai tentagproses infiltrasi yang sebenarnya. Namun, penelitian terbaru telah dilakukan yang menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara tingkat infiltrasi dan porositas tanah (Messing et al., 2005; Kozak dan Ahuja, 2005). Novotny dan Olem, (1994) menulis bahwa


96|Dasar-Dasar Mekanika Tanah walaupun model Holtan lebih kompleks daripada Horton, tapi Holtan nampaknya kurang berbasis fisik, karena berkaitan dengan tingkat infiltrasi terhadap total kadar air dalam lapisan kontrol, yang daimbil secara acak pada lapisan pembasahan di zona tanah tak jenuh. Oleh karena persamaan Holtan tidak secara langsung merujuk waktu, maka f (t) sulit dikembangkan. Karena laju infiltrasi adalah fungsi dari penyimpanan air yang tersedia, maka persamaan infiltrasi harus dilengkapi dengan penyelesaian simultan dari persamaan penyimpan sebagai berikut : SA SA F f t t t1 t1 c ...........................(3.19) Yang mana : SAt = penyimpanan yang tersedia pada waktu t (cm) SAt-1 = penyimpanan yang tersedia pada waktu t(cm), atau SAt-1 = penyimpanan yang tersedia pada langkah waktu sebelumnya (cm) Ft-1 = infiltrasi kumulatif pada langkah waktu sebelumnya (cm) fc = tingkat infiltrasi konstan akhir (atau tingkat drainase) (cm/jam) Δt = waktu berselang (tambahan waktu). 6. Metode Soegeng Djojowirono (1993) : Formula Soegeng biasanya dipergunakan untuk menghitung infiltrasi yang terjadi pada sebuah galian, yang memiliki ukuran lebar (b), panjang (l), dan tinggi galian (h). ( . ) 2{( )( 0,5 ) . . n n b l b l n S S b l f .......................(3.20) Yang mana : f(t) = Laju Infiltrasi (cm/jam)


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 97 Sn = Penurunan air ke-n , dimana Sn =S(n+1) b = Lebar galian (m) l = Panjang galian (m) h = Tinggi galian (m) Selanjutnya untuk menghitung perkiraan perkolasi air dari zona aerasi (vedose zone) ke dalam lapisan tanah pada zona jenuh (freatis zone), terdapat beberapa persamaan yang dapat dipergunakan, diantarnya adalah : 1. Metode Ground Water Balance Metode keseimbangan air ini pertama kali dikembangkan oleh Thornthwaite (1948), lalu kemudian direvisi. Metode dasarnya adalah prosedur pencatatan, yang memperkirakan keseimbangan antara arus masuk dan arus keluar air. Di sini, volume air yang dibutuhkan untuk menjenuhkan tanah dinyatakan sebagai kedalaman air yang sama, dan disebut defisit air tanah. Keseimbangan air tanah dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut (Kommadath. 2000) : Ri = P – Ea + W – Ro .......................(3.21) Yang mana : Ri = Pengisian air tanah (perkolasi) P = Presipitasi (hujan) Ea = Evapotranspirasi aktual W = Perubahan cadangan air tanah Ro = Limpasan (run-off) Salah satu kondisi yang ditegakkan, adalah jika defisit air tanah lebih besar dari nilai kritis (disebut konstanta akar), maka evapotranspirasi akan terjadi, danmemiliki laju yang kurang dari tingkat potensial. Besarnya konstanta akar bergantung pada vegetasi, tahap pertumbuhan tanaman dan sifat tanah. Berbagai teknik untuk memperkirakan Ea, biasanya berdasarkan persamaan tipe Penman dapat digunakan.


98|Dasar-Dasar Mekanika Tanah 2. Metode Zero Flux Plane Metode ini bergantung pada lokasi memiliki bidang gradien hidrolik nol di dalam lapisan tanah. Pengisian ulang setiap selang waktu, dapat diperoleh dengan penjumlahan perubahan kandungan air di bawah permukaan tanah. Posisi bidang flux nol biasanya ditentukan dengan alat tensiometer. Hukum Darcy memberi nilai flux (q), yang didefinisikan sebagai volume air per satuan waktu yang melewati area unit pada setiap kendalaman, sebagai berikut (Kommadath. 2000) : z H q K (). ................. (3.22) Yang mana : q = fluxaliran air tanah (volume/waktu) K() = konduktivitas hidrolik pada tanah tak jenuh H = tinggi potensial = h() – z h = potensi matrik (negatif) z = kedalaman di bawah permukaan (positif) = kadar air Dengan mengetahui nilai konduktivitas hidrolik tak jenuh, dan gradien potensial, maka nilai flux dapat ditentukan. Alat Tensiometer atau dengan alat hamburan neutron (neutron scattering technique), dapat digunakan untuk mengukur potensi air. Estimasi konduktivitas hidrolik dibutuhkan beberapa perhatian, seperti ; (i) K dapat bervariasi, bahkan lebihi kadar air normal dari tanah tipikal, dan (ii) K berbeda-beda tergantung pada lokasi tanah, walaupun tanah dianggap bersifat homogen. 3. Metode Ground Water Level Fluctuation Metode ini tidak langsung untuk menyimpulkan pengisian ulang dari fluktuasi level air tanah. Kenaikan muka air tanah pada musim hujan digunakan untuk memperkirakan pengisian pada air tanah (perkolasi), asalkan level air tanah dapat terbaca jelas perbedaannya antara awal musim hujan


Dasar-Dasar Mekanika Tanah| 99 dengan akhir musim kering. Asumsi dasarnya adalah kenaikan permukaan air terutama karena adanya resapan curah hujan. Diketahui bahwa faktor lain seperti pemompaan atau pengairan pada musim hujan tidak berpengaruh. Jika kenaikan muka air tanah > Ds ( Ds = resapan curah hujan), maka besarnya pengisian ulang (Ri) dapat dihitung dengan persamaan berikut (Kommadath. 2000): Ri = Sy.s + Tp.Rt .......................(3.23) Yang mana : Sy = (specific yield) s = penambahan specific yield. Tp = abstraksi, selama musim hujan dibagi dengan luas area. Rt = aliran balik, akibat adanya irigasi yang terjadi saat musim hujan. Kelemahan mendasar dari persamaan di atas adalah bahwa arus masuk dan arus keluar dibawah permukaan (subsurface inflow and outflow) diabaikan, dan mengasumsikan bahwa setiap arus masuk dan arus keluar didistribusikan secara merata di atas area tersebut. Ini mungkin benar untuk curah hujan, dan bahkan untuk arus balik dari irigasi. Tetapi anggapan ini jarang benar untuk menggambarkan abstraksi dari akuifer. Saat pemompaan berkurang atau berhenti pada musim hujan, penyebaran (redistribution) air tanah akan terjadi, sehingga bagian kenaikan air yang diamati dapat terjadi karena gejala pemulihan normal tersebut. Selain itu, persamaan di atas bergantung pada nilai hasil spesifik, yang sulit ditentukan karena fluktuasi muka air tanah dapat juga terjadi pada zona jenuh sebagian.


100|Dasar-Dasar Mekanika Tanah 4. MetodeVaccaro Vaccaro(2006), mengembangkan suatu analisis model terhadap perkolasi dengan Deep Percolation Model (DPM) mencakup komponen hemat energi dan air yang diwakili sebagai proses fisik di DPM. Komponen proses diwakili dalam persamaan keseimbangan massa untuk setiap Hydrologic Response Unit (HRU), sebagai berikut : R=P–SE–PT–SRO–EI–SUB–(±SNO±SM±IS)±DS ........(3.24) Yang mana : R = perkolasi dalam (mengisi ulang). P = presipitasi (hujan). SE = penguapan tanah. PT = transpirasi tanaman. SRO = limpasan permukaan. EI = penguapan air yang tercegat. SUB = sublimasi salju. ± SNO = perubahan dalam snowpack. ± SM = perubahan air tanah di akar atau zona tanah. ± IS = perubahan pada penyimpanan kelembaban yang disadap ± DS = defisit atau surplus. Jumlah SE, PT, EI, dan SUB dalam persamaan di atas, adalah model yang dihitung dari evapotranspirasi aktual. Perhitungan defisit/surplus (DS) dalam persamaan di atas, memperhitungkan limpasan permukaan langsung. 5. MetodeSilva Pemantauan kelembaban tanah dalam profil dengan dimensi horizontal (R) dan vertikal (L), di mana alat uji(probe) pada TDR (time-domain-reflectometry) mendistribusikan ait pada titik (r, z) dalam profil tanah.Tingkat perkolasi air dapat


Click to View FlipBook Version