TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 333 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS dysuria letargi vomitus dan hasil pemeriksaan urine ditemukan paling tidak terdapat satu dari hal di bawah ini: adanya leukosit atau nitrat dari hasil peme- riksaan urine. pluria (terdapat ≥ 10 [WBC]/ mm3 atau 3 WBC/high power field of unspun urine) adanya mikroorga- nisme gram dalam sample urine dan hasil kultur urine menunjuk- kan hasil ≥ 103 and <105 CFU/ml dengan tidak lebih dari 2 spe- sies mikroorganisme. TOTAL SKOR Nama dan paraf petugas yang melakukan penilaian C. Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struktur proses, dan outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS. Secara umum aspek penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrumen, audit (EDIA). 1. Aspek struktur (input) Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS yang meliputi M1 (tenaga), M2 (sarana prasarana), M3 (metode asuhan keperawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran), dan lainnya. Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik akan lebih menjamin mutu pelayanan. Kualitas struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas, biaya (efisiensi), dan mutu dari masing-masing komponen struktur. 2 Proses Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain yang mengadakan interaksi secara profesional dengan pasien. Interaksi
334 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan ini diukur antara lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan. 3. Outcome Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain terhadap pasien. a. Indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi: • Angka infeksi nosokomial: 1-2%; • Angka kematian kasar 3-4%; • Kematian pascabedah: 1-2%; • Kematian ibu melahirkan: 1-2%; • Kematian bayi baru lahir 20/1.000; • NDR (Not Death Rate) 2,5%; • ADR (Anesthesia Death Rate) maksimal 1/5.000; • PODR (Post-Operation Death Rate): 1 %; • POIR (Post-Operative Infection Rate): 1 %. b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS: • Biaya per unit untuk rawat jalan; • Jumlah penderita yang mengalami dekubitus; • Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur; • BOR: 70-85%; • BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat tidur/tahun; • TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari T’T yang kosong; • LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosokomial; gawat darurat; tingkat kontaminasi dalam darah; tingkat kesalahan; dan kepuasan pasien); • Normal tissue removal rate: 10%. c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur dengan jumlah keluhan dari pasien/keluarganya, surat pembaca di koran, surat kaleng, surat masuk di kotak saran dan lainnya.
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 335 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS d. Indikator mutu pelayanan sebuah RS terdiri atas: • Jumlah dan persentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak RS dengan asal pasien; • Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembedahan dan jumlah kunjungan SMF spesialis; • Mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika bukan angka standar nasional, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil pencatatan mutu pada tahun-tahun sebelumnya di rumah sakit yang sama, setelah dikembangkan kesepakatan pihak manajemen/direksi RS yang bersangkutan dengan masingmasing SMF dan staf lainnya yang terkait. e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien: • Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi; • Pasien diberi obat salah; • Tidak ada obat/alat emergensi; • Tidak ada oksigen; • Tidak ada suction (penyedot lendir); • Tidak tersedia alat pemadam kebakaran; • Pemakaian obat; • Pemakaian air, listrik, gas, dan lain-lain. f. Indikator keselamatan pasien, sebagaimana dilaksanakan di SGH (Singapore General Hospital, 2006) meliputi: • Pasien jatuh disebabkan kelalaian perawat, kondisi kesadaran pasien, beban kerja perawat, model tempat tidur, tingkat perlukaan dan keluhan keluarga: • Pasien melarikan diri atau pulang paksa, disebabkan kurangnya kepuasan pasien, tingkat ekonomi pasien, respon perawat terhadap pasien, dan peraturan rumah sakit; • Clinical incident di antaranya jumlah pasien flebitis, jumlah pasien ulkus dekubitus, jumlah pasien pneumonia; jumlah pasien tromboli, dan jumlah pasien edema paru karena pemberian cairan yang berlebih;
336 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan • Harap injury, meliputi bekas tusukan infus yang berkali-kali, kurangnya keterampilan perawat, dan komplain pasien; • Madication incident, meliputi lima tidak tepat (jenis obat, dosis, pasien, cara, waktu). Tabel Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan D. Mutu Pelayanan Keperawatan 1. Pengertian mutu Suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh profesi keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan pasien dalam mempertahankan status kesehatan dari segi biologis, psikologis, sosial dan spiritual pasien (Suarli dan Bahtiar, 2012). Kesempurnaan dari produk jasa dengan memenuhi standar yang telah ditetapkan (minimal mutu), mutu pelayanan yang biasa digunakan dalam penilaian suatu kualitas pelayanan kesehatan mengacu pada lima dimensi mutu. Mutu adalah pemenuhan terhadap harapan pelanggan dan sesuai dengan standar yang berlaku serta tercapainya tujuan pelayanan keperawatan yang diharapkan (tappen, 2010). Mutu pelayanan keperawatan menurut DEPKES RI tahun 2012 Pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pasien sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan yang akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan Standar Nasional Σ BOR Σ ALOS Σ TOI (Turn Over Interval) Σ BTO (Bed Turn Over) Σ NDR (Net Death Rate) Σ GDR (Gross Death Rate) Σ ADR (Anesthesia Death Rate) Σ PODR (Post-Operative Death Rate) Σ POIR (Post-Operative Infection Rate) Σ NTRR (Normal Tissue Removal Rate) Σ MDR (Maternal Death Rate) Σ IDR (Infant Death Rate) 75-80% 1-10 hari 1-3 hari 5-45 hari < 2,5% < 3% 1,15000 < 1% < 1% 10% < 0,25% < 2%
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 337 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS masyarakat kepada rumah sakit serta dapat melahirkan keunggulan komparaif melali pelayanan yang bermutu, effisien, inovatif dan beri infact pada curtomer responsiveerness. 2. Dimensi mutu Dimensi mutu terdiri dari 5 komponen sebagai berikut : a. Cepat Tanggap (Responsiveness) b. Keandalan (Reliability) c. Terjamin (Assurance) d. Empaty (Emphaty) e. Bukti Fisik (Tangible) (Tappen, 2010). Dimensi kualitas YANKEP a. Tangible; (nyata/berwujud) b. Reliability (keandalan) c. Responsiveness (Cepat tanggap) d. Competence (kompetensi) e. Access (kemudahan) f. Courtesy (keramahan), g. Communication (komunikasi) h. Credibility (kepercayaan) i. Security (keamanan) j. Understanding the Customer (Pemahaman pelanggan) (Watson, 2000, Leininger, 2002, Hamid, 2002, Nurachmah, 2004, Dikti ;2006; Hendroyono. 2009). E. Kredensialing 1. Pengertian kredensialing Credentialing, secara umum, merupakan istilah yang memayungi lisensi, sertifikasi, akreditasi, dan pendaftaran/registrasi (Hamid, 2010). Credentialing diperlukan untuk menjamin kualitas standar pelayanan praktik seseorang sehingga baik praktisi atau konsumen mempunyai
338 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan jaminan yang secara legal dapat dipertanggung jawabkan oleh instansi atau organisasi. Credentialing adalah proses penentuan dan memelihara kompetensi dalam praktek keperawatan dan salah satu cara bagaimana profesi keperawatan mempertahankan standar praktik dan akuntabilitas untuk pendidikan preparationof anggota itu. Credentialing termasuk lisensi, tregistration, sertifikasi dan akreditasi. 2. Tahapan Credentialing diperoleh melalui 3 tahapan yaitu: lisensi, akreditasi dan registrasi (Jean M, 2000). Lisensi merupakan pencantuman nama seseorang dan informasi lain pada badan resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah. Untuk dapat terlisensi, perawat harus telah menyelesaikan pendidikan keperawatan dan menerima ijasah. Ijasah tersebut akan diberikan oleh institusi pendidikan yang telah terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). Langkah yang berikutnya dalam credentialing dalam keperawatan adalah registrasi tenaga keperawatan (Hamid, 2010). Tujuan utama credentialing adalah untuk melindungi masyarakat dengan memastikan tingkat kompetensi tenaga profesional kesehatan dalam menjamin kepedulian terhadap hak-hak pasien (Jean M, 2000).
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 339 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kredensialing perawat baru. F. Jenjang Kerier Perawat Pengertian jenjang karier adalah suatu sistem untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme, sesuai dengan bidang pekerjaan melaui peningkatan kemampuan kompetensi, pengembangan sistem jenjang karier bagi perawat, membedakan antara pekerjaan dan karier (Depkes 2010). Peran perawat : Perawat klinis Perawat klinis merupakan perawat yang memberikan asuhan keperawatan kepada pasien langsung sebagai individu, keluarga, kelompok dan masyaraRekruitmen dan Seleksi Penugasan kerja sesuai area Bidang keperawatan Bidang keperawatan Bidang keperawatan Komite keperawatan Direktur RS Bidang keperawatan Bidang keperawatan Penetapan Kewenangan Klinik Pemberian Penugasan Klinis Kenaikan Penjenjangan Karir Proses magang selama 1 tahun pada 4 (empat) pelayanan dasar yaitu: - Anak - Maternitas - Medikal - Bedah ASSESMEN KOMPETENSI 1. Usulan 2. Pra konsultasi 3. Asesmen 4. Banding 5. Hasil Asesmen Bidang keperawatan Bidang keperawatan Bidang keperawatan Direktur RS Bidang keperawatan Bidang keperawatan Komite keperawatan Rekruitmen dan Seleksi Penugasan kerja sesuai area Penetapan Kewenangan Klinik Pemberian Penugasan Klinis Kenaikan Penjenjangan Karir Proses magang selama 1 tahun pada 4 (empat) pelayanan dasar yaitu: - Anak - Maternitas - Medikal - Bedah ASSESMEN KOMPETENSI 1. Usulan 2. Pra konsultasi 3. Asesmen 4. Banding 5. Hasil Asesmen Kredensial
340 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan kat. Perawat klinis merupakan perawat yang terjun langsung, di wahana praktik klinik, baik itu puskesmas, rumah sakit atau klinik yang memberikan pelayanan keperawatan langsung kepada pasien. Perawat manager Perawat yang mempunyai peran melakukan tatatkelola pelayanan keperawatan di suatu unit pelayanan kesehatan dan institusi pelayanan kesehatan. Peran manajer bisa sebagai lower manager, middle manager atau top manager. Perawat manager bisa sebagai ketua tim, kepala ruangan, kepala bidang keperawatan, direktur keperawatan, pemilik home care, klinik, bisa juga sebagai kaprodi, dekan, ketua Stikes atau yang berhubungan dengan pendidikan tinggi keperawatan. Perawat pendidik Perawat yang berperan memberikan pendidikan kepada generasi muda penerus profesi. Perawat ini bekerja di Pendidikan Tinggi Keperawatan sebagai dosen pengajar. Jalur jenjang karier dosen keperawatan mengikuti alur kebijakan kemeristekdikti. Perawat peneliti/Riset Perawat yang mempunyai peran melakukan riset-riset keperawatan. Hasil riset keperawatan dipublikasikan pada jurnal nasional dan internasional berreputasi. Selain itu penelitiannya digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan. Peran perawat resecher di Indonesia masih sangat sedikit, masih sangat diperlukan. Jenjang karier perawat menurut PPNI (2005), bahwa jenjang karier perawat teridiri dari : Perawat klinik I, perawat klinik II, perawat klinik III, perawat klinik IV dan perawat klinik V. Jenjang karier tersebut ditentukkan oleh indikator atau karakteristik tertentu, skematis secara lengkap dapat di lihat pada skema sebagai berikut :
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 341 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS D-III Keperawtan atau Ners pengalaman kerja 0 tahun Mempunyai sertifikat BHD • • Ners Spesialis I dengan pengalaman kerja > 4 tahun mempunyai sertifikat PK IV Ners Spesialis II (Konsultan) dengan pengalaman kerja 0 tahun • • D-III : 0-1 thn Ners : 0-1 thn • • D-III : 6-9 thn Ners : 4-7 thn • • D-III : 3-6 thn Ners : 2-4 thn • • Hingga masa pensiun • D-III Keperawtan atau Ners Pengalaman kerja > 1 tahun Mempunyai sertifikat pra klinik • • • D-III Keperawtan dengan pengalaman kerja > 4 tahun Ners dengan pengalaman kerja > 3 tahun Mempunyai sertifikat PK I • • • D-III : 9-12 thn Ners : 6-9 thn Ners Sp I : 2-4 thn • • • Ners : 9-12 thn Ners Sp I : 6-9 thn • • D-III Keperawtan dengan pengalaman kerja > 10 tahun dan mempunyai sertifikat PK II Ners dengan pengalaman kerja > 7 tahun dan mempunyai sertifikat PK II Ners Spesialis I dengan pengalaman kerja 0 tahun • • • Ners dengan pengalaman kerja > 13 tahun Ners Spesialis I dengan pengalaman kerja > 2 tahun Mempunyai sertifikat PK III • • • Bidang keperawatan Proses magang selama 1 tahun pada 4 (empat) pelayanan dasar yaitu: - Anak - Maternitas - Medikal - Bedah ASSESMEN KOMPETENSI 1. Usulan 2. Pra konsultasi 3. Asesmen 4. Banding 5. Hasil Asesmen Bidang keperawatan KENAIKAN JENJKANG Komite keperawatan Direktur Rumah Sakit Bidang keperawatan Kredensialing Pemberian penugasan klink Pemberian kerja sesuai dengan area praktiknya Rekrutmen dan seleksi Skema Jenjang Karir Perawat Klink Baru
342 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan G. Komite Etik Keperawatan 1. Pengertian Komite keperawatan adalah wadah non structural rumah sakit yang mempunyai fungsi utama mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme profesi perawat melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi dan pemeliharaan etik serta disiplin profesi. 2. Karakteristik PMK No 49 Tahun 2013 : Rumah Sakit Harus Membentuk Komite Keperawatan. Komite Keperawatan dibentuk oleh direktur rumah sakit dan bertanggungjawab kepada direktur rumah sakit. Susunan organisasi komite Keperawatan rumah sakit terdiri dari ketua komite keperawatan, sekretaris komite keperawatan dan subkomite. Subkomite terdiri dari subkomite (1) kredensial, (2) mutu profesi dan (3) etika dan disiplin profesi. 3. Wewenang kominte kerepawatan a. Memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis, b. Memberikan rekomendasi perubahan rincian kewenangan klinis, c. Memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis tertentu, d. Memberikan rekomendasi surat penugasan klinis, e. Memberikan rekomendasi tindak lanjut audit keperawatan dan kebidanan, Pelaksanaan pendidikan berkelanjutan Pelaksanaan Askep Monitoring kompetisi Monitoring penerapan etik dan disiplin profesi. Supervisi klinik • • • • Monitoring indikator mutu keperawatan klink Monitoring indikator kinerja individu • •
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 343 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS f. Memberikan rekomendasi pendidikan keperawatan dan pendidikan kebidanan berkelanjutan, g. memberikan rekomendasi pendampingan dan memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin. 4. Struktur organisasi Struktur organisasi Komite Keperawatan mengambarkan tiga sub komite keperawatan beserta tugas dan tanggungjawabnya. Sub komite keperawatan tersebut meliputi : sub komite kredential, sub komite mutu profesi, sub komite etik dan disiplin profesi. Struktur organisasi komite keperawatan dapat diamati pada bagan struktur organigram berikut ini: H. Audit Mutu Keperawatan Audit mutu pelayanan kesehatan dilakukan melalui dua cara, sebagai berikut: 1. Internal : bagian penjaminan mutu rumah sakit. 2. External : lembaga resmi akreditasi. Pendekatan penilaian mutu menurut Dona Bedian, (1998). Telah menetapkan indikator prioritas yaitu idikator area klinis, indikator area manajemen dan indikator keselamatan pasien (patien Safety).
344 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan Adanya kegiatan audit mutu internal, terutama audit medit di rumah sakit, menimbulkan dampak yang signifikan dalam berkembangnya sistem manajemen mutu standar yang berdampak pada mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kegiatan audit mutu saat ini dipandang sebagai kegiatan yang dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan kinerja rumah sakit, puskesmas dan pendidikan tinggi keperawatan atau kesehatan. Kegiatan audit mutu juga dapat berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan dan kepuasan pasien, keluarga, masayarakat sebagai pelanggan (customer). Indikator mutu pelayanan kesehatan Monitoring dan evaluasi audit medic di rumah sakit dilakukan oleh komite medik. Agar supaya dapat melakukan evaluasi dan monitoring, komite medik mengembangkan indikator mutu pelayanan kesehatan yang harus dicapai.
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 345 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS A. Latar Belakang Tenaga Kesehatan dalam UU Nomer 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang dimaksud tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabadikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan yang untuk jelas tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Bagian integral dari profesi kesehatan adalah profesi keperawatan. Penelitian Huber, (2004) 80 % dari kegiatan pelayanan kesehatan adalah kegiatan pelayanan keperawatan. Sumber Daya Keperawatan adalah sumber daya yang terbanyak di suatu rumah sakit. Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia 2012 jumlah rumah sakit di Indonesia sebanyak 1.721 unit dengan 170.656 tempat tidur. Padahal jumlah idealnya adalah 237.000. Semuanya itu dibutuhkan ketenagaan. Sumber daya kesehatan yang bisa memberikan pelayanan kesehatan. Kecukupan sumber daya kesehatan secara kuantitas dan kualitas akan menentukan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan. Kecukupan SDM Kesehatan atau keperawatan ada formulasi formulasi tertentu yang memperhatikan berbagai dimensi dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit, puskesmas PENGATURAN SUMBER DAYA KEPERAWATAN (SDM) 11 BAB
346 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan dan klinik. Kebutuhan SDM Keperawatan juga diperlukan bagi Pendidikan Tinggi Keperawatan. B. Hakekat Ketenagakerjaan Hakekat Sumber Daya Manusia atau ketenagakerjaan pada intinya adalah pengaturan, mobilisasi potensi, memaksimalkan skill, proses motivasi, dan pengembangan sumber daya manusia dalam memenuhi kepuasan melalui kinerjanya. Kemampuan kinerja berguna untuk tercapainya tujuan individu, visi dan misi organisasi, ataupun komunitas dimana ia berkarya. Keputusan yang diambil tentang tata kelola Sumber Daya Manusia atau ketenagakerjaan sangat dipengaruhi oleh filosofi dan kebijakan yang dianut oleh pimpinan keperawatan tentang pemberdayaan Sumber Daya Keperawatan. Misalnya, pandangan tentang motivasi kerja dan konsep tentang profesi keperawatan. Pandangan Pimpinan dan manajer tentang profesi keperawatan akan terbentuk pola kebutuhan Sumber daya keperawatan, yang sesuai dengan kebijakan rumah sakit serta terstandar sesuai dengan standar akreditasi yang berlaku, baik KARS, ISO 9001 dan Joint Commition International (JCI). C. Prinsip-Prinsip dalam Ketenagakerjaan 1. Pembagian Kerja Prinsip dasar untuk mencapai efisiensi yaitu pekerjaan dibagi-bagi sehingga setiap orang memilik tugas tertentu. Untuk ini kepala bidang keperawatan perlu mengetahui tentang : a. Pendidikan dan pengalaman setiap staf. b. Peran dan fungsi perawat yang diterapkan di RS tersebut. c. Mengetahui ruang lingkup tugas kepala bidang keperawatan dan kedudukan dalam organisasi. d. Mengetahui batas wewenang dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. e. Mengetahui hal-hal yang dapat didelegasikan kepada staf dan kepada tenaga non keperawatan.
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 347 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengelompokkan dan pembagian kerja. a. Jumlah tugas yang dibebankan seseorang terbatas dan sesuai dengan kemampuannya. b. Tiap bangsal/bagian memiliki perincian aktivitas yang jelas dan tertulis. c. Tiap staf memiliki perincian tugas yang jelas. d. Variasi tugas bagi seseorang diusahakan sejenis atau erat hubungannya. e. Mencegah terjadinya pengkotakkan antar staf/kegiatan. f. Penggolongan tugas berdsasarkan kepentingan mendesak, kesulitan dan waktu. Disamping itu setiap staf mengetahui kepada siapa dia harus melapor, minta bantuan atau bertanya, dan siapa atasan langsung serta dari siapa dia menerima tugas. 2. Pendelegasian Tugas Pendelegasian adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kepada staf untuk bertindak dalam batas-batas tertentu. Dengan pendelegasian, seorang pimpinan dapat mencapai tujuan dan sasaran kelompok melalui usaha orang lain, hal mana merupakan inti manajemen. Selain itu dengan pendelegasian, seorang pimpinan mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal lain yang lebih penting seperti perencanaan dan evaluasi. Pendelegasian juga merupakan alat pengembangan dan latihan manajemen yang bermanfaat. Staf yang memiliki minat terhadap tantangan yang lebih besar akan menjadi lebih komit dan puas bila diberikan kesempatan untuk memegang tugas atau tantangan yang penting. Sebaliknya kurangnya pendelegasian akan menghambat inisiatif staf. Keuntungan bagi staf dengan melakukan pendelegasian adalah mengambangkan rasa tanggung jawab, meningkatkan pengetahuan dan rasa percaya diri, berkualitas, lebih komit dan puas pada pekerjaan. Disamping itu manfaat pendelegasian untuk kepala bidang keperawatan sendiri adalah mempunyai waktu lebih banyak untuk melakukan hal-hal lain seperti perencanaan dan evaluasi, meningkatkan kedewasaan dan rasa percaya diri, memberikan pengaruh dan power baik intern maupun
348 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan ekstern, dapat mencapai pelayanan dan sasaran keperawatan melalui usaha orang lain. Walaupun pendelegasian merupakan alat manajemen yang efektif, banyak pimpinan yang gagal mengerjakan pendelegasian ini. Beberapa alasan yang menghambat dalam melakukan pendelegasian : a. Meyakini pendapat yang salah “Jika kamu ingin hal itu dilaksanakan dengan tepat, kerjakanlah sendiri”. b. Kurang percasya diri. c. Takut dianggap malas. d. Takut persaingan. e. Takut kehilangan kendali. f. Merasa tidak pasti tentang apa dan kapan melakukan pendelegasian, mempunyai definisi kerja yang tidak jelas. g. Takut tidak disukai oleh staf, dianggap melemparkan tugas. h. Menolak untuk mengambil risiko tergantung pada orang lain. i. Kurang kontrol yang memberikan peringatan dini adanya masalah, sehubungan dengan tugas yang didelegasikan. j. Kurang contoh dari pimpinan lain dalam hal mendelegasikan. k. Kurang keyakinan dan dan kepercayaan terhadap staf, merasa staf kurang memiliki keterampilan atau pengetahuan untuk melakukan tugas tersebut. Dalam pendelegasian wewenang, masalah yang terpenting adalah apa tugas dan seberapa besar wewenang yang harus dan dapat dilimpahkan kepada staf. Hal ini tergantung pada : a. Sifat kegiatan : untuk kegiatan rutin, delegasi wewenang dapat diberikan lebih besar kepada staf. b. Kemampuan staf : tugas yang didelegasikan jangan terlalu ringan atau terlalu berat. c. Hasil yang diharapkan : Applebaum dan Rohrs menyarankan agar pimpinan jangan mendelegasikan tanggung jawab untuk perencanaan strategik atau mengevaluasi dan mendisiplin bawahan baru. Mereka juga menyarankan agar mendelegasikan tugas yang utuh dari pada mendelegasikan sebagian aspek dari suatu kegiatan.
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 349 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Beberapa petunjuk untuk melakukan pendelegasian yang efektif : a. Jangan membaurkan dengan pelemparan tugas. Oleh karena itu jangan mendelegasikan tugas yang anda sendiri tidak mau melakukannya. b. Jangan takut salah. c. Jangan mendelegasikan tugas pada seseorang yang kurang memiliki keterampilan atau pengetahuan untuk sukses. d. Kembangkan tingkat keterampilan dan pengetahuan staf, sehingga mereka dapat melakukan tugas yang didelegasikan. e. Perlihatkan rasa percaya atas kemampuan staf untuk berhasil. f. Antisipasi kesalahan yang dapat terjadi dan ambil langkah pemecahan masalahnya. g. Hindari kritik bila terjadi kesalahan. h. Berikan penjelasan yang jelas tentang tanggung jawab, wewenang, tanggung gugat dan dukungan yang tersedia. i. Berikan pengakuan dan penghargaan atas tugas yang telah terlaksana dengan baik. Langkah yang harus ditempuh agar dapat melakukan pendelegasian yang efektif : a. Tetapkan tugas yang akan didelegasikan. b. Pilihlah orang yang akan diberi delegasi. c. Berikan uraian tugas yang akan didelegasikan dengan jelas. d. Uraikan hasil spesifik yang anda harapkan dan kapan anda harapkan hasil tersebut. e. Jelaskan batas wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki staf tersebut. f. Minta staf tersebut menyimpulkan pokok tugasnya dan cek penerimaan staf tersebut atas tugas yang didelegasikan. g. Tetapkan waktu untuk mengontrol perkembangan. h. Berikan dukungan. i. Evaluasi hasilnya.
350 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 3. Koordinasi Koordinasi adalah keselarasan tindakan, usaha, sikap dan penyesuaian antar tenaga yang ada dibangsal. Keselarasan ini dapat terjalin antar perawat dengan anggota tim kesehatan lain maupun dengan tenaga dari bagian lain. Manfaat Koordinasi: a. Menghindari perasaan lepas antar tugas yang ada dibangsal/bagian dan perasaan lebih penting dari yang lain. b. Menumbuhkan rasa saling membantu. c. Menimbulkan kesatuan tindakan dan sikap antar staf. Cara koordinasi: Komunikasi terbuka, dialog, pertemuan/rapat, pencatatan dan pelaporan, pembakuan formulir yang berlaku. 4. Manajemen Waktu Dalam mengorganisir sumber daya, sering kepala bidang keperawatan mengalami kesulitan dalam mengatur dan mengendalikan waktu. Banyak waktu pengelola dihabiskan untuk orang lain. Oleh karena itu perlu pengontrolan waktu sehingga dapat digunakan lebih efektif. Untuk mengendalikan waktu agar lebih efektif perlu : a. Analisa waktu yang dipakai; membuat agenda harian untuk menentukan kategori kegiatan yang ada. b. Memeriksa kembali masing-masing porsi dari tiap aktifitas. c. Menentukan prioritas pekerjaan menurut kegawatan, dan perkembangannnya serta tujuan yang akan dicapai. d. Mendelegasikan. Hambatan yang sering terjadi pada pengaturan waktu a. Terperangkap dalam pekerjaan. b. Menunda karena takut salah. c. Tamu yang tidak terjadwal. d. Telepon. e. Rapat yang tidak produktif.
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 351 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS f. Peraturan “open door”. g. Tidak dapat mengatakan “tidak” pada hal-hal yang tidak perlu. D. Perhitungan Sumber Daya Keperawatan Perhitungan tenaga perawat Penerapan kebutuhan ketenagaan atau Sumber Daya Keperawatan perlu memperhatikan adanya faktor faktor yang sangat berkaitan dengan terkait beban kerja perawat. Faktor-faktor yang berkaitan tersebut sebagai berikut: 1. Jumlah klien yang dirawat/hari/bulan/tahun dalam suatu unit. 2. Kondisi atau tingkat ketergantungan klien. 3. Rata-rata hari perawatan klien. 4. Pengukuran perawatan langsung dan tidak langsung. 5. Frekuensi tindakan yang dibutuhkan. 6. Rata-rata waktu keperawatan langsung dan tidak langsung. 7. Pemberian cuti. Menurut Suyanto (2008), perhitungan tenaga kerja perawat perlu diperhatikan hal-hal, sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan tenaga keperawatan. a. Faktor klien, meliputi : tingkat kompleksitas perawat, kondisi pasien sesuai dengan jenis penyakit dan usianya, jumlah pasien dan fluktuasinya, keadaan sosial ekonomi dan harapan pasien dan keluarga. b. Faktor tenaga, meliputi : jumlah dan komposisi tenaga keperawatan, kebijakan pengaturan dinas, uraian tugas perawat, kebijakan personalia, tingkat pendidikan dan pengalaman kerja, tenaga perawat spesialis dan sikap ethis profesional. c. Faktor lingkungan, meliputi : tipe dan lokasi rumah sakit, layout keperawatan, fasilitas dan jenis pelayanan yang diberikan, kelengkapan peralatan medik atau diagnostik, pelayanan penunjang dari instalasi lain dan macam kegiatan yang dilaksanakan. d. Faktor organisasi, meliputi : mutu pelayanan yang ditetapkan dan kebijakan pembinaan dan pengembangan.
352 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 2. Rumusan perhitungan tenaga perawat a. Peraturan Men.Kes.R.I. No.262/Men.Kes./Per/VII/1979 menetapkan bahwa perbandingan jumlah tempat tidur rumah sakit dibanding dengan jumlah perawat adalah sebagai berikut : Jumlah tempat tidur : Jumlah perawat = 3-4 tempat tidur : 2 perawat. b. Hasil Work Shop Perawatan oleh Dep.Kes RI di Ciloto Tahun 1971 menyebutkan bahwa : Jumlah tenaga keperawatan : pasien = 5 : 9 tiap shift. c. Menggunakan sistem klasifikasi pasien berdasarkan perhitungan kebutuhan tenaga. Klasifikasi Klien Berdasarkan Tingkat Ketergantungan Menurut Douglas (1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999) membagi klasifikasi klien berdasarkan tingkat ketergantungan klien dengan menggunakan standar sebagai berikut : a. Kategori I : Self care/perawatan mandiri, memerlukan waktu 1-2 jam/hari • Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri. • Makanan dan minum dilakukan sendiri. • Ambulasi dengan pengawasan. • Observasi tanda-tanda vital setiap pergantian shift. • Minimal dengan status psikologi stabil. • Perawatan luka sederhana. b. Kategori II : Intermediate care/perawatan partial, memerlukan waktu 3-4 jam/hari • Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu. • Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam. • Ambulasi dibantu. • Pengobatan dengan injeksi. • Klien dengan kateter urin, pemasukan dan pengeluaran dicatat. • Klien dengan infus, dan klien dengan pleura pungsi.
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 353 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS c. Kategori III : Total care/Intensif care, memerlukan waktu 5-6 jam/ hari • Semua kebutuhan klien dibantu. • Perubahan posisi setiap 2 jam dengan bantuan. • Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam. • Makan dan minum melalui selang lambung. • Pengobatan intravena “perdrip”. • Dilakukan suction. • Gelisah/disorientasi. • Perawatan luka kompleks. E. Formulasi Perhitungan SDM Keperawatan Tingkat ketergantungan perhitungan tenaga perawat ada beberapa metode, antara lain yaitu: 1. Metode Douglas 2. Metode Ilyas Yaslis 3. Metode Gillies 4. Metode Depkes Penjelasan dari metode-metode cara perhitungan ketenagakerjaan adalah sebagai berikut : 1. Metode Douglas Douglas menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit perawatan berdasarkan klasifikasi klien, dimana masing-masing kategori mempunyai nilai standar per sif nya, yaitu sebagai berikut : Jumlah Pasien Klasifikasi Klien Minimal Parsial Total Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam 1 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20 2 0,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40 3 0,51 0,42 0,21 0,81 0,45 0,30 1,08 0,90 0,60 Dst
354 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan Contoh kasus Ruang Mawar, RSUD kota Nabire, merupakan ruang penyakit dalam dan bedah. Jumlah ketersediaan tempat tidur 32 tempat tidur. BOR rerata 100%. Jumlah pasien total care rerata 10 pasien. Jumlah perawat: Ners 3 orang, 9 orang D3 Keperawatan, total 12 perawat. Hitunglah kebutuhan perawat setiap sif. Maka jumlah perawat yang dibutuhkan : 2. Metode Ilyas Yaslis, (2010) Metode ini dikembangkan oleh Yaslis Iyas sejak tahun 1995. Metode ini berkembang karena adanya keluhan dari rumah sakit di Indonesia bahwa metode Gillies menghasilkan jumlah perawat yang terlalu kecil sehingga beban kerja perawat tinggi sedangkan PPNI menghasilkan jumlah perawat yang terlalu besar sehingga tidak efisien. Rumus dasar dari formula ini adalah sebagai berikut: Tenaga Perawat = Keterangan: A : Jam perawatan/24 jam (waktu perawatan yang dibutuhkan pasien) B : Sensus harian (BOR x jumlah tempat tidur) 365 : Jumlah hari kerja selama setahun 255 : Hari kerja efektif perawat/bln (365-(12 hari libur nasional +12 hari libur cuti tahunan x ¾) = 255 hari Jam kerja/hari : 6 jam, didapat dari 40 jam (total jam kerja/minggu) ; 7 hari. Indeks ¾ merupakan indeks yang berasal dari karakteristik jadwal kerja perawat di rumah sakit yang dihitung dari setiap empat hari kerja efektif, Minimal Parsial Total Jumlah Pagi 0,17 0.27 0.36 x 10 = 3.6 3.6 (4) orang Sore 0.14 0.15 0.3 x 10 = 3 3 orang Malam 0.07 0.10 0.2 x 10 = 2 2 orang Jumlah secara keseluruhan perawat perhari A x B x 365 hari 255 x jam kerja setiap hari
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 355 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS dimana perawat mendapat libur satu hari setelah jadwal jaga malam. Uraiannya sebagai berikut hari pertama perawat masuk pagi, hari kedua siang, hari ketiga malam dan hari keempat perawat mendapat libur satu hari. Contoh Kasus: Diketahui rata-rata perawatan selama 24 jam adalah 6 jam. BOR ratarata 70%, jumlah tempat tidur 100, berapa kebutuhan perawat di rumah sakit. Jawab: Tenaga perawat = = Jadi jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan adalah 100 orang. 3. Metode Gillies Gillies menjelaskan rumus kebutuhan tenaga keperawatan di suatu unit perawatan adalah sebagai berikut : jumlah jam keperawatan yang dibutuhkan klien/hari - rata klien/hari x jumlah hari/tahun jumlah hari/tahun x hari libur masing-masing perawat x jumlah jam kerja tiap perawat = jumlah keperawatan yang dibutuhkan/tahun jumlah jam keperawatan yang dibutuhkan perawat/tahun = jumlah perawat di satu unit A x B x 365 hari 255 x jam kerja/hari 6 x (100x0,7) x 365 255 x 6 6 x 70 x 365 1530 = 153.300 1.530 = = 100,19 = 100
356 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan Prinsip perhitungan rumus Gillies : Jumlah Jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari adalah : a. Waktu keperawatan langsung (rata rata 4-5 jam/klien/hari) dengan spesifikasi pembagian adalah : keperawatan mandiri (self care) = ¼ x 4 = 1 jam, keperawatan partial (partial care) = ¾ x 4 = 3 jam, keperawatan total (total care) = 1-1.5 x 4 = 4-6 jam dan keperawatan intensif (intensive care) = 2 x 4 jam = 8 jam. b. Waktu keperawatan tidak langsung menurut RS Detroit (Gillies, 1994) = 38 menit/klien/hari, menurut Wolfe & Young ( Gillies, 1994) = 60 menit/klien/hari = 1 jam/klien/hari c. Waktu penyuluhan kesehatan lebih kurang 15 menit/hari/klien = 0,25 jam/hari/klien d. Rata rata klien per hari adalah jumlah klien yang dirawat di suatu unit berdasarkan rata-rata biaya atau menurut Bed Occupancy Rate (BOR) dengan rumus : jumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentu jumlah tempat tidur x 365 hari x 100% e. Jumlah hari pertahun yaitu : 365 hari. f. Hari libur masing-masing perawat pertahun, yaitu :73 hari (hari minggu/libur = 52 hari untuk hari sabtu tergantung kebijakan rumah sakit setempat, kalau ini merupakan hari libur maka harus diperhitungkan, begitu juga sebaliknya, hari libur nasional = 13 hari, dan cuti tahunan = 8 hari). g. Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari kerja efektif 6 hari maka 40/6 = 6.6 = 7 jam per hari, kalau hari kerja efektif 5 hari maka 40/5 = 8 jam per hari). h. Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan disatu unit harus ditambah 20% (untuk antisipasi kekurangan/cadangan). i. Perbandingan profesional berbanding dengan vocasional = 55% : 45%. 4. Metode Depkes Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 357 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS a. BOR Menurut Depkes RI, BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85%. Rumus BOR = Persentase BOR 60% - 85%/tahun merupakan standar nilai dari DEPKES RI, bila rata-rata tingkat penggunaan tempat tidur di bawah 60% berarti tempat tidur yang tersedia di rumah sakit belum dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan apabila lebih dari 85% dapat menjadi risiko terjadinya peningkatan infeksi nosokomial. b. AVLOS AVLOS menurut Depkes RI adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari. Rumus AVLOS = 1) Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari. 2) Jadi apabila nilai AVLOS di bawah 6 ada kemungkinan pelayanan yang jelek atau sebaliknya (tinggal melihat jenis kepulangan pasien). 3) Bila lebih dari 9 kemungkinan tingkat efisiensi pelayanan buruk, gambaran mutu pelayanan keperawatan yang jelek. c. TOI TOI menurut Depkes RI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. jumlah hari perawatan rumah sakit jumlah TT x jumlah hari dalam satu periode x 100% jumlah lama dirawat jumlah pasien keluar (mati + hidup)
358 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan Rumus TOI = Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. Maka bila lebih dari 3 hari di indikasikan pelayanan keperawatan buruk. 1. Kasus Rumah Sakit X, adalah rumah sakit tipe C dengan 200 TT. Mau menghitung tenaga keperawatan di ruang bedah dengan kapasitas 40 TT dengan BOR rata-rata 75%.Dalam seminggu rata-rata 5 pasien dengan tingkat ketergantungan minimal, 14 pasien dengan ketergantungan parsial, 11 pasien dengan ketergantungan total. 2. Hitungan a. Perhitungan tenaga menurut Douglas: Total : 9 + 6 + 4 = 19 orang Jadi total tenaga perawat yang dibutuhkan adalah 19 orang Jumlah tenaga lepas dinas perhari : 86 x 19 279 = 5,85 = 6 orang Stuktural : Ketua Tim = 2 orang Penanggung Jawab Siang/Malam = 2 orang Kepala Ruangan = 1 orang Wakil kepala ruangan = 1 orang Jumlah Struktural = 6 orang (jumlah TT x periode) - hari perawatan jumlah pasien keluar (mati + hidup) Tingkat Ketergantungan Jumlah Pasien Jumlah Kebutuhan Tenaga Kerja Pagi Sore Malam Minimal 5 5x0,17= 0,85 5x0,14=0,7 5x0,07= 0,35 Parsial 14 14x0,27=3,75 14x0,15=2,1 14x0,10= 1,4 Total 11 11x0,36=3,96 11x0,30=3,3 11x0,20= 2,2 Jumlah 30 8,56 (9 orang) 6,1 (6 orang) 3,96 (4 orang)
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 359 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Total jumah perawat = jumlah perawat + jumlah lepas + struktural = 19 + 6 + 6 = 31 orang b. Perhitungan tenaga menurut Gillies : 1) Jumlah perawatan yang dibutuhkan pasien per hari a) Perawatan Langsung Mandiri 5 x 2 jam = 10 jam Parsial 14 x 3 jam = 42 jam Total 11 x 6 jam = 66 jam Jumlah = 118 jam b) Perawatan tidak langsung 30 x 1 jam = 30 jam c) Penyuluhan kesehatan 30 x 0,25 = 7,5 jam Total jam secara keseluruhan 118 jam + 30 jam + 7,5 jam= 155,5 jam. Total perawatan yang dibutuhkan pasien per hari adalah 155,5 30 = 5,18 jam 2) Kebutuhan tenaga keperawatan pada ruang tersebut : 5,18 x 30 x 365 (365 - 86) x 7 = = 29 orang 56,721 1953 Cadangan 20% x 30 = 6 orang Jadi jumlah tenaga kerja = 29 orang + 6 orang = 31 orang. 3) Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan per hari = 22 orang 30 x 5,18 7 jam
360 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan Struktural : Ketua Tim = 2 orang Penanggung Jawab Siang/Malam = 2 orang Kepala Ruangan = 1 orang Wakil kepala ruangan = 1 orang Jumlah Struktural = 6 orang Total kebutuhan hari itu = kebutuhan perawat + struktural = 22+6= 28 orang 4) Jumlah tenaga per sif : Pagi 47% x 28 = 13,16 (14 orang) Sore 36% x 28 = 10,08 (10 orang) Malam 17% x 28 = 4,76 (5 orang) Total 14+10+5 = 29 orang Kombinasi : a) 55% x 31 = 17,1 (17 orang) b) 45% x 31 = 13,95 (14 orang) c. Perhitungan tenaga menurut Depkes RI 2005 1) Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan : jumlah jam perawatan jumlah jam kerja efektif per sif 30 x 4 7 jam = = 17 orang 2) Loss Day / Tambahan Perawat : jumlah hari minggu 1 thn + cuti + hari besar x jumlah perawatan tersedia jumlah hari kerja efektif 79 286 = x 17 = 4,7 (5 orang) (52 + 12 + 15 x 17 orang) (365 - 79) No Jenis/ katagori Rata-rata pasien/hari Rata-rata jam perawatan/ pasien/hari Jumlah perawatan/hari 1 Pasien Bedah 30 4 120
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 361 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS 3) Non Nursing Job : (Jumlah tenaga keperawatan + Loss day) × 25 % = (17 + 5) x 25% = 22 x 25 % = 5,5 (5 orang). Jumah perawat = 17 + 5 + 5 = 27 orang Struktural : Kepala Ruangan = 1 orang Wakil kepala ruangan = 1 orang Ketua TIM = 2 orang Penanggung jawab Sore/Malam = 2 orang Total jumah perawat = 27 + 6 = 33 orang
362 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 363 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Pengertian change atau perubahan adalah suatu proses yang diakibatkan perilaku individu atau kelompok yang benubah. Teori perubahan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang berkembang karena adanya penultalhan budaya manusia. Perubahan akan menjadi bermakna karena selalu menga - rah kepada kemajuan dan bermanfaat bagi perawat dan pelanggan (pasien, keluarga dan masyarakat). Walaupun dalam pelaksanaanya ternyata tidak semua orang mau mengikuti perubahan. Tetapi penulis yakin bahwa pe - rubahan akan berjalan dengan alami dan secara sukarela akan menerima pada akhinya. Ada yang menolak perubahan dengan keras, ada yang lang - sung menerima dan ada yang bertahap. Semua itu berdasarkan kepada se - berapa jauh paparan pengetahuan tentang perubahan yang pernah diterima secara rasional. Manusia memiliki perbedaan level dalam menghadapi setiap ada perubahan yang mengenakkan atau tidak menyenangkan. Pada hakekatnya manusia secara naluri memiliki kebutuhan: 1. Merubah keseimbangan yang lebih baik secara personel/individu, kelom - pok atau komunitas. 2. Mengadakan penyelidikan atau eksplorasi terhadap hal-hal baru. 3. Menyempurnakan apa yang sudah dialami saat sekarang. TEORI BERUBAH 12 BAB
364 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 4. Menerapkan ide dan konsep baru yang dinilai lebih baik. 5. Mencari hal-hal yang belum tercapai. Menurut Sampson (1971), ada beberapa proses perubahan yang akan terjadi bila akan diperkenalkan secara individu maupun kelompok, yaitu: 1. Perubahan spontan, yaitu perubahan yang kejadiannya alamiah, tidak bisa dikontrol atau diramalkan sebelumnya seperti karena pengaruh teknologi atau disaster, sehingga memaksa pimpinan mengadakan perubahan. 2. Perubahan pada perkembangan, yaitu perkembangan yang terjadi karena memang kebutuhan individu, kelompok atau organisasi agar bisa mengikuti perkembangan di luar. 3. Perubahan direncanakan, yaitu kemauan berubah memang direncanakan agar bisa mengikuti perubahan jaman yang lebih maju. Perubahan ini yang dikehendaki oleh semua stakeholder sehingga bila tidak mau berubah maka akan dikeluarkan dari komunitas. Perubahan bila dilihat dari segi cara pengelolaan meliputi: 1. Berencana, yaitu menyesuaikan dengan tujuan awal organisasi, dimulai dengan langkah awal dan persiapan yang jelas dan langsung dipimpinoleh para stakeholder organisasi. 2. Tidak terencana/acak, yaitu tidak ada persiapan, langkah belum jelas tidak serentak tetapi bagian tertentu saja yang berubah. Untuk merubah semua bagian butuh energi besar dan waktu yang lama. 3. Keterlibatan, yaitu perubahan terjadi karena ada keterlibatan pihak institusi dalam menginisiasi perubahan sehingga bersifat: a. Partisipatif, yaitu informasi dari organisasi cukup baik sehingga muncul sambutan positip dan komitmen tinggi dari semua karyawan dari tingkat rendah sampai tinggi. b. Paksaan, yaitu adanya pemaksaan dari organisasi agar semua karyawan mengikutinya. Satu sisi berubah untuk kebaikan organisasi tetapi informasi kurang cukup sehingga tidak semua bagian merasa menikmati perubahan.
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 365 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Proses dalam kehidupan sehari-hari di organisasi manapun perubahan harus memperhatikan etika, karena tidak semua orang mau berubah. Oleh karena itu change agent (agen perubah) tidak boleh memaksakan perubahan kepada staf lain atau pelanggan (pasien). Pertimbangan etika yang diperhatikan antara lain : 1. Hak seseorang untuk berubah atau tidak berubah. Untuk itu sebenarnya tidak ada paksaan secara individu tetapi organisasi yang bisa memaksanya karena kebutuhan organisasi. 2. Kewajiban perawat dalam pelayanan keperawatan adalah membantu pasien/keluarga agar mengetahui bahaya bila tidak mengikuti nasihatnya, dan sifat yang selalu menguntungkan pasien. 3. Pasien berhak untuk membuat keputusan akan berubah atas semua informasi yang telah diterimanya. Menurut Rose (2008), perubahan akan mengikuti model dari transtheoritical model, sesuai dengan pendapat Prochaska, DiClemente & Norcross, (1992), yang dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini. Tabel Model Transtheoritical dan Fase Perubahan Fase Perubahan Karakteristik Perilaku Proses Perubahan Precomtemplation Puas dengan situasi yang ada, individu tidak ada perhatian terhadap perubahan dan mungkin menolak. - Kenaikan kesadaran (Consciousness Raising). - Kebebasan yang dramatis (Dramatic Relief). Contemplation Mengenal masalah tetapi tidak ada komitmen untuk berubah dengan perilaku negatif. Pertanda penting fase ketidaksiapan untuk berubah walaupun tahu baik atau buruk situasi yang terjadi. - Mengevaluasi kembali lingkungan kerja (Environmental Reevaluation). - Mengevaluasi diri sendiri (Self-Reevaluation). Preparation Fase ada komitmen untuk berubah dan individu berkeinginan untuk ambil tindakan dalam waktu dekat. - Kesadaran kebebasan (Self-Preparation). Action Kegiatan positip diambil untuk merubah situasi. Individu perilaku berubah untuk masa satu hari sampai 6 bulan. - Penguatan dari manajemen (Reinforcement management) - Hubungan mencari bantuan (helping relationship) - Kondisi keseimbangan (counter conditioning) - mengontrol rangsangan (stimulus control)
366 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan Sumber Prochaska, J.Q, DiClemente,C.C, & Norcross,J,C., (1992), In search of how people change: Aplication to addictive behaviors, Journal of American Psychologist, 47, 1102-1114. Ada 6 orang ahli teori perubahan yaitu Lewin dengan Force Field Lippits dengan Planned Change, Havelock dengan linkages, Rogers dengan Innovation-Diffusion, Transtheoritical Approach, Prochaska dan Bridges dengan Making Transitions. Adapun perbedaannya keenam ahli perubahan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel Perbandingan antara Fase yang Mewakili Teori Model Perubahan Sumber Rose (2008) Advanced Your Career: Concepts of Profesnional Nursing, p 239 Adapun tahapan perubahan yang terjadi secara individual bila akan menerima adanya perubahan adalah: 1. Kesadaran diri, yaitu menimbang apakah menjadi harapan/cita-cita atau malah menjadi ancaman bagi kedudukan atau jabatannya. 2. Minat, yaitu bila perubahan menjadi harapan atau berefek baik bagi seseorang maka akan timbul minat untuk mengadopsi dan mengikutinya. Maintenance Perilaku baru jadi prioritas semua anggota. Individu komitmen untuk menjalankan. Sebagai fase “hallmarks” sebagai perubahan perilaku yang stabil, dan menghindari balik lagi. Berlangsung 6 bulan sampai selamanya. NAMA AHLI FASE 1 2 3 4 5 6 7 Lewin (1951) Unfreezing Moving Refreezing Lippit (1973) Diagnosis of problem Assessment of motivation andcapacity for change Change agent’s motivation andresources Selection change objective Choosing change agent’s role Maintaining the change Termination the relationship Havelock (1971) Perception of need Diagnosis ofthe problem Identification of the problem Devising a plan of action Gaining acceptance of plan Stabilization Self-renewal Rogers (1983) Knowledge Persuasion Decision Implemen tation Confirmation Transthooritical Approach Prochaska (1992) Precontemplation Contemplation Preparation action Maintenance Bridges (2003) Ending losing, letting go The neutral zone The new beginning
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 367 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS 3. Penilaian, yaitu melihat untung-ruginya sebelum mengambil keputusan lebih jauh, karena akan berdampak baik atau buruk. Melakukan pertimbangan kemampuan diri sendiri dan masukan dari orang lain tentang manfaat jauh kedepan bagi diri dan organisasi. 4. Percobaan, yaitu mencoba-coba baik dalam skala kecil maupun besar. Bila dirasakan menyenangkan dan tidak ada dampak negatif akan dilanjutkan, akan tetapi bila tidak menyenangkan bisa menolak melanjutkan. 5. Penerimaan, yaitu akan menerima semua perubahan karena dirasakan keharusan dan memang sudah menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Skema Proses Adopsi terhadap Perubahan Dari skema di atas menunjukkan bahwa perubahan akan dimulai oleh sedikit orang (innovators 3%) sebagai pemicu/trigger adanya suatu perubahan (dari 12 % sampai 50%). Orang-orang perubah (Change Agent) sudah merasa yakin dan ingin segera merubah kondisi yang ada (Status Quo) menjadi yang lebih segar dan lebih baik. Unsur keadilan dan mengikuti trend masa depan akan memicu orang-orang ini untuk bertujuan baik secara sendirian maupun kelompok. Bila kita lihat para pejuang keperawatan adalah pelopor sendirian (ada yang kelompok) dalam memperjuangkan ide dan keyakinan akan kebenaran keilmuannya. Karena keyakinannya mereka akhirnya bisa merubah status quo menjadi lebih baik. Adapun efek kepada orang yang akan menerima perubahan
368 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan langsung (Early Adopters) lebih sedikit daripada yang menerima bertahap (Early Majority dan Late Majority). Bahkan yang menolak lebih banyak lagi (Resisters Laggards). Untuk itu komitmen dan konsistensi untuk merubah sesuatu harus dipegang para change agent dan yakin bahwa perubahan kearah yang lebih baik pasti akan terjadi secara lambat atau cepat. Inovasi itu adalah suatu pembaharuan dan memperbaharui kebiasaan secara perlahan, bertahap namun berkesinambungan. Karena itu, inovasi membutuhkan keberanian. Hanya individu atau organisasi yang pemberani yang siap dan melakukan inovasi. Begitu juga halnya, hanya organisasi yang inovatif yang selalu menjadi rujukan bagi organisasi lainnya. Perlu di pahami bahwa inovasi bukanlah tujuan, melainkan sebuah strategi untuk mewujudkan organisasi yang lebih berkinerja, lebih melayani, dan lebih sejahtera. “Melalui inovasi inilah kita bisa membedakan dengan mudah mana PEMIMPIN dan mana PENGIKUT”..... mana leaders and follower.
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 369 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Teori IQ – EQ – SQ ini pertama kali diperkenalkan oleh pakar pendidikan yang juga dari Universitas Havard, Howard Gardner. Howard membaginya menjadi delapan jenis kecerdasan anak, yaitu word smart (kecerdasan linguistik), number smart (kecerdasan logika atau matematis), self smart (kecerdasan intrapersonal), people smart (kecerdasan interpersonal), music smart (kecerdasan musikal), picture smart (kecerdasan spasial), body smart (kecerdasan kinetik), dan nature smart (kecerdasan naturalis). Thomas menjelaskan, setiap anak barangkali bisa memiliki delapan jenis kecerdasan ini. Hanya saja, ada anak yang hanya menonjol pada satu atau lebih jenis kecerdasan tersebut. Untuk itu, menurut Thomas, orangtua seharusnya mengenali jenis kecerdasan anak, kemudian membantu mengasah kecerdasannya. “Dukunglah anak sesuai jenis kecerdasannya. Adanya minat, bisa membangun kompetensi anak kemudian hari,” kata Thomas dalam talkshow bertajuk Beda Anak Beda Pintar oleh S-26 Procal Gold Wyeth Nutrition di Jakarta, Kamis (1/10/2015). Thomas menegaskan, orangtua tidak bisa memaksa bakat yang dimiliki anak. Anak seharusnya didukung sesuai minatnya. Seperti apa 8 tipe kecerdasan anak ini? Berikut penjelasannya dan cara mengembangkannya. KECERDASAN YANG DI PERLUKAN SEORANG LEADERS 13 BAB
370 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 1. Word smart (kecerdasan linguistik) Jenis kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan anak dalam berbahasa baik dalam bentuk tulisan maupun saat berbicara. Kecerdasan linguistik dapat dilihat ketika anak suka membaca, cepat bisa mengeja kata dengan baik, suka menulis, suka berbicara, dan mendengarkan cerita. Jika anak menunjukkan kesukaannya seperti ini, orangtua bisa memberikan bukubuku cerita, mainan huruf alphabet, kertas untuk menulis, atau mainan yang berkaitan dengan huruf dan kata-kata lainnya yang bisa menstimulasi kecerdasannya ini. Orangtua juga bisa mendukung anak dengan sering mengajaknya bercerita, membaca bersama, membacakan dongeng, dan melakukan dialog berdua dengan anak. 2. Number smart (kecerdasan logika atau matematis) Jenis kecerdasan ini bisa ditandai ketika anak tertarik dengan angkaangka, menyukai matematika, dan hal-hal yang berbau sains, maupun yang berhubungan dengan logika. Untuk mengasah kemampuannya ini, berikan anak-anak alat berhitung yang menarik, benda-benda untuk dihitung, balok bertulisan angka-angka, puzzle, hingga timbangan untuk mengukur berat. Orang tua bisa mengajak anak mengunjungi museum ilmu pengetahuan, mengajak anak bermain sambil menghitung, atau bermain monopoli. 3. Self smart (kecerdasan intrapersonal) Anak dengan tipe kecerdasan ini cenderung lebih suka bermain sendiri. Namun, ia bisa mengatur emosi dengan baik. Anak ini biasanya memiliki ambisi dan sudah tahu ingin jadi apa saat besar nanti. Ia juga memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan bisa mengomunikasikan perasaannya dengan baik. Jika si kecil menunjukkan tanda kecerdasan ini, berikan ia dukungan dengan menyediakan tempat yang nyaman untuk bermain sendiri, boneka, atau mainan untuk main peragaan. Orang tua bisa mengajak si kecil berbicara mengenai perasaannya dan menanyakan pendapat mereka tentang berbagai hal. Bisa juga dengan mengajak mereka melakukan aktivitas yang bersifat reflektif seperti yoga. 4. People smart (kecerdasan interpersonal) Berbanding terbalik dengan self smart, anak yang memiliki tipe kecerdasan ini lebih suka bermain dengan banyak orang. Anak juga memiliki empati, mampu memahami perasaan orang lain, dan cenderng menon
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 371 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS jol sehingga suka memimpin saat bermain. Anak seperti ini sangat cocok diberikan kostum-kostum untuk bermain drama atau teater boneka. Orang tua bisa mengajak mereka bermain bersama di luar rumah atau sering mengajak si kecil datang ke acara keluarga untuk bersosialisasi. 5. Music smart (kecerdasan musikal) Kecerdasan musikal barangkali salah satu tipe kecerdasan yang paling mudah dilihat oleh orang tua. Ciri-ciri anak yang memiliki kecerdasan ini, antara lain suka bernyanyi, menggoyangkan badan atau berjoget ketika mendengar suara musik, suka mendengarkan musik, mengingat lagu, suka memukul-mukul seperti bermain drum, dan main piano. Untuk mendukung minat anak di bidang musik, berikanlah ia alat musik seperti drum kecil, keyboard, piano, pianika, dan berbagai alat musik lainnya. Ajaklah si kecil bermain musik bersama, bernyanyi, mendengarkan musik, bahkan mengajaknya menonton konser musik anak-anak. 6. Pictue smart (kecerdasan spasial) Anak yang memiliki kecerdasan ini biasanya terlihat dari kesukaannya menggambar, mencorat-coret kertas, mewarnai, suka berimajinasi, hingga suka bermain-main membangun sesuatu menggunaan balok. Untuk anak ini, berikanlah buku gambar, perlengkapan untuk mewarnai seperti kuas dan cat air, dan kamera. Seringlah melakukan kegiatan menggambar bersama hingga mengunjungi musium seni. 7. Body Smart (kecerdasan kinetik) Anak yang memiliki kecerdasan body smart sangat aktif, seperti suka berolahraga, menari, menyentuh berbagai benda dan mempelajarinya, atau membuat sesuatu dengan tangannya. Untuk mendukung kecerdasannya, berikan anak mainan balok-balok kayu, kantong pasir agar ia bisa membuat suatu bangunan atau rumah-rumahan. Bisa juga memberikan anak tali untuk bermain lompat tali. Anak seperti ini sangat senang diajak berolahraga bersama keluarga, membuat prakarya, atau memonton pertunjukkan balet atau teater. 8. Nature smart (kecerdasan naturalis) Anak-anak yang memiliki kecerdasan naturalis sangat suka bermain di alam. Anak ini juga menyukai binatang, memiliki kepedulian terhadap lingkungan, suka dengan tanaman. Untuk mendukungnya, berikan anak binatang peliharaan, akuarium, sediakan kebun dan tanaman, hingga alat
372 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan teropong untuk melihat burung-burung. Anak seperti ini sangat suka diajak berjalan-jalan di alam bebas, pergi ke kebun binatang, dan melakukan kegiatan berkebun bersama sambil mengenal jenis tanaman dan hewan atau serangga yang ditemui. Perbedanya antara IQ, EQ dan SQ Sudah menjadi dambaan setiap orang tua kalau anaknya itu akan jadi anak yang pinter, cerdas dan berbudi pekerti luhur. Anak-anak sering mengalami hal itu, didoakan, diharapkan, dipaksa, bahkan diomeli oleh orang tua agar anak-anak mereka menjadi pintar. Oleh karena itu, pasti kita tidak asing dengan singkatan IQ, yang merupakan singkatan dari Intelligence Quotient atau nilai kecerdasan seseorang. sedangkan EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient). Sebenernya apa yang dimaksud dengan itu semua? Apakah benar bahwa kecerdasan emosional dan spiritual orang bisa dikuantifikasi? A. IQ - Intelligence Quotient IQ atau nilai kecerdasan seseorang. Konsep yang sudah ada sejak akhir abad 19, kira-kira di tahun 1890-an, yang pertama kali dipikirin oleh Francis Galton (sepupunya Charles Darwin, Bapak Evolusi). Berlandaskan dari teori sepupunya mengenai konsep survival dari individu dalam suatu spesies, yang disebabkan oleh “keunggulan” sifat-sifat tertentu dari individu yang
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 373 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS diturunkan dari orangtua masing-masing, Galton menyusun sebuah tes yang rencananya mengukur intelegensi dari aspek kegesitan dan refleks otot-otot dari manusia. Baru pas awal abad 20, Alfred Binet (dibaca: Biney), psikolog dari Perancis, ngembangin alat ukur intelegensi manusia yang mulai kepake sama orang-orang. Dari alat ukur ciptaan Binet ini, akhirnya berkembang deh alat-alat ukur IQ sampe yang kita kenal dan pake sekarang. Karena orang mulai sadar sama pentingnya intelegensi dan pengetesannya, maka, para ahli psikologi meneliti dan membuat hipotesis tentang kecerdasan. Banyak yang akhirnya muncul dengan pendapat yang berbeda-beda, masing-masing dengan bukti yang dianggap kuat oleh masing-masing pihak. Ada yang menganggap bahwa kecerdasan adalah konsep tunggal yang dinamakan faktor G (General Intelligence). Ada juga yang menganggap kecerdasan itu pada intinya terbagi jadi dua macam set kemampuan, yaitu fluid (Gf) dan crystallized (Gc). Berbagai macam pengetesan kecerdasan dibuat mengacu ke pandangan-pandangan ini sepanjang abad ke 20. Tapi yang sedang ngetrend sekarang adalah yang namanya multiple intelligence, atau kecerdasan berganda yang dicetuskan oleh Howard Gardner pada tahun 1983. Gardner mengatakan bahwa kecerdasan manusia bukan merupakan sebuah konsep tunggal atau bersifat umum, namun merupakan set-set kemampuan yang spesifik dan berjumlah lebih dari satu, yang semuanya merupakan fungsi dari bagian-bagian dari otak yang terpisah, serta merupakan hasil dari evolusi manusia selama jutaan tahun. Gardner awalnya membagi kecerdasan manusia menjadi delapan kategori yaitu: 1. Music-rhythmic & Harmonic, 2. Visual-spatial, 3. Verbal-linguistic, 4. Logical mathematical, 5. Bodily-kinesthetic, 6. Intrapersonal, 7. Interpersonal, 8. Naturalistic.
374 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan Seiring berjalannya waktu, akhirnya Gardner menambahkan lagi aspek kecerdasan kesembilan, yaitu (i) Existential – yang mencakup sisi spiritual dan transendental. Walaupun populer, teori ini mendapat banyak kritik karena kurangnya bukti empiris. Oleh karena itu, sampai sekarang para ahli belum sepakat dalam memberi definisi apa itu kecerdasan, diukur dengan alat apa, serta apa arti dari skor kecerdasan seseorang. Oleh karena itu, saat ini para praktisi ilmu psikologi, pendidik, sekolah, dan beberapa negara maju sudah tidak menggunakan lagi istilah “tes IQ”. Alih-alih mereka mengatakan test tertentu seperti “tes kemampuan akademik”, “tes kecerdasan verbal”, dan sebagainya. Masalahnya, di Indonesia masih umum dengan istilah IQ. Tidak jarang juga kita mendengar pertanyaan: “IQ Anda berapa?”, “Gimana, besok tes IQ, udah siap?”, “Itu butuh IQ berapa sih biar bisa keterima di sekolah/kelompok itu?”, dan sebagainya. Banyak pengetesan yang sebenernya tidak mengukur kecerdasan umum, tapi mengklaim sebagai tes IQ. Kita harus hati-hati dalam menyikapinya. Ini bukan berarti yang namanya IQ atau kecerdasan umum itu tidak ada. IQ itu ada, tapi yang bermasalah itu alat ukurnya biasanya tidak akurat. Jadi sebaiknya urusan seperti itu diserahkan kepada para ahli bidang yang bersangkutan. Kembali ke pandangan umum masyarakat tentang konsep “kecerdasan umum” atau yang dikenal sebagai IQ tadi. IQ saya tinggi, terus? IQ saya jongkok, terus? Kalau nilai skor tes saya jeblok, apa berarti saya orang yang bodoh, apakah begitu? Nah, pertanyaan-pertanyaan ini yang tidak bisa dijawab dengan jawaban yang simpel seperti: “Iya ya ternyata saya bodoh karena IQ saya rendah”, atau sebaliknya. Yang namanya bodoh, itu tidak hanya karena IQ yang rendah saja, atau cerdas karena IQ tinggi. Seperti ini misalnya, seseorang punya skor IQ tinggi trus pada suatu kesempatan sedang mengendarai sepeda motor. Karena pingin cepet-cepet sampai, dia mengambil jalan yang berlawanan arus. Lalu karena tindakan ini, dia jadi didamprat orang yang lagi jalan kaki di jalur yang semestinya. Sehinga dia dikatakan “Ah tolol luh!” tidak salah juga, kalo dia didamprat seperti itu, padahal skor IQ dia tinggi. Kasus di atas memberi suatu kesan untuk kalangan umum non-akademik untuk berpikir bahwa kemampuan pikiran belum tentu membuat seseorang menjadi terlihat cerdas dan adaptif dalam bertingkah laku. Padahal di atas disebutkan bahwa kecerdasan itu pada intinya adalah kemampuan yang
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 375 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS membuat manusia adaptif sebagai individu. Pandangan-pandangan umum yang seperti ini yang akhirnya membuat para ilmuwan kejiwaan mengembangkan sebuah konsep terpisah yang dinamakan EQ. B. EQ - Emotional Quotient (Emotional Intelligence) Apa bedanya antara Emotional Quotient (EQ) dan Emotional Intelligence (EI)? Sebenernya sama, tapi memang sudah jelas kalau istilah EQ (yang arti harfiahnya itu “hasil pembagian dari emosi) itu salah. Lebih tepat digunakan kecerdasan emosional untuk menjelaskan konsep yang dimaksud. Sehingga pada akhirnya para ahli lebih memilih istilah Emotional Intelligence (EI). Selanjutnya kita membahas tentang EQ (atau EI). Sering kita mendengar orang-orang mengatakan “Percuma IQ tinggi tapi EQ jeblok” atau semacamnya. Sering kan? EQ pertama kali dikonsepkan oleh Keith Beasley didalam tulisannya pada artikel Mensa pada tahun 1987. Tapi, istilah ini baru sudah sangat mendunia (dan sudah diganti menjadi EI) setelah Daniel Goleman pada bukunya “Emotional Intelligence – Why it can matter more than IQ” yang terbit pada tahun 1995. Walaupun buku ini dianggap bukan sebagai buku akademik, tapi konsep EI yang disusun oleh Goleman membuat para ahli psikologi ramai membuat penelitian tentang hal ini. Kecerdasan Emosional, pada intinya adalah kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengontrol emosi diri sendiri, orang sekitar dan kelompok. Para peneliti menyatakan bahwa EI menyatakan bahwa
376 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan EI lebih penting daripada sekadar kecerdasan kognitif. Goleman sendiri membagi kemampuan-kemampuan emosional menjadi lima kemampuan: 1. Kesadaran diri, 2. Kontrol diri, 3. Kemampuan sosial, 4. Empati, 5. Motivasi. Goleman berpendapat bahwa tanpa kelima kemampuan ini, orang yang memiliki IQ tinggi akan terhambat dalam kegiatan akademik serta pekerjaan. Walaupun laku keras di kalangan umum, banyak ilmuwan dan praktisi psikologis yang tetep skeptis dengan kecerdasan emosional. Yang paling mereka kritik adalah pengetesannya. Ilmuwan harus bekerja berdasarkan bukti. Jika seorang ilmuwan di bidang apapun mmebuat suatu hipotesis, harus didukung oleh pengukuran yang akurat. Para ahli psikologi mengekritik EI karena alat ukurnya tidak valid (valid ini maksudnya tidak ngukur apa yang harusnya diukur). Alat-alat tes EI itu kebanyakan soalnya berupa pilihan-pilihan jawaban yang bisa saja orang yang mengisinya berbohong ketika menjawabnya. Oleh karena itu, para ahli kurang bisa nerima hasil pengukuran EI. Belom selesai masalah EI, ada lagi yang mengusulkan sebuah konsep kecerdasan baru yang dinamain SQ. C. SpQ - Spiritual Quotient (Spiritual Intelligence) Spiritual Intelligence (SI) atau kecerdasan spiritual. Pertama kali dikonsepkan oleh psikolog yang bernama Danah Zohar, pada tahun 1997. Konsep ini dapat dikatakan sebuah konsep baru dalam dunia psikologi, karena memang konsepnya saja belum dianggap matang. Banyak kritik yang mucul soal konsep SI ini bahkan bukan soal pengukurannya atau nilainya, tapi soal konsep dasarnya. SI ini dibuat oleh Zohar untuk mengukur kemampuan seseorang dalam memaknai kehidupannya, jadi tidak ada hubungannya dengan agama ataupun kerohanian dalam konsep awam. Kemampuan-kemampuan yang menurut Zohar tergabung dalam konsep SI antara lain: Spontanitas, visioner, rasa kemanusiaan, kemampuan untuk bertanya hal-hal yang bersifat mendalam seperti “siapakah saya dalam dunia ini?”, kemampuan untuk menerima perbedaan, dan sebagainya. Lagi-lagi,
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 377 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS selain konsepnya yang belom matang, alat ukurnya lebih tidak jelas lagi, kalo menurut ahli-ahli ilmu psikologi. Alat ukurnya lebih bisa membuat yang mengisi untuk berbohong soal kondisinya, yang akhirnya membuat skor tesnya menjadi tinggi. Memang sulit mengukurnya kalaua seperti itu. Seperti biasa, dunia bisnis berkembang jauh lebih cepet daripada dunia ilmu pengetahuan. Kalau ada konsep-konsep yang menarik dan “laku dijual”, para pelaku bisnis pasti cepat tanggap, padahal belum yakin itu konsep sudah matang atau belum. Kalau dalam ilmu lain, fisika kimia misalnya, kalau ada penemuan yang belum matang tetapi sudah laku di pasaran, risikonya kan jelas, seperti meledak lah, beracun lah, mengakibatkan kematian, dan lain-lain. Tetapi dalam ilmu psikologi, dampak-dampak itu tidak keliatan langsung, tapi sebenarnya pada akhirnya akan terasa dampaknya. Contohnya, konsep EI dan SI belum matang, alatnya belum valid, tapi sudah dipakai untuk menyeleksi manajer di suatu perusahaan. Dari hasil tes didapat hasil bahwa si calon X punya kecerdasan emosional dan spiritual yg tinggi, tetapi tesnya tidak valid. Walhasil, si manajer tidak bekerja sesuai yang diharapkan. Akhirnya, sangat sayang uang yang dipakai untuk seleksi dan gaji si manajer X. Maka dari itu, setiap orang tua ingin anaknya cerdas, berpekerti luhur, spiritual, dan sebagainya adalah sebuah keniscayaan. Tapi, kita sebagai kaum terpelajar yang harus berpikir kritis, jangan cepet-cepet percaya dengan apa pun yang dinyatakan oleh orang lain. Telusuri sendiri sebelum rugi. Di Indonesia misalnya, dimana konsep EI belum jelas alat ukurnya, pelatihanpelatihan dan pengukuran EI sudah menjamur di mana-mana. Pakai alat apa juga tidak peduli, yang penting laku. Danah Zohar di atas mengatakan bahwa SI tidak ada hubungannya dengan agama, tapi pelatihan-pelatihannya banyak sekali. Bisa kita bayangkan kalau ternyata konsepnya tidak matang dan pelatihan tersebut bukan malah membuat seseorang menjadi cerdas secara spiritual, tapi malah misalnya menjadi takut dengan kehidupan, merasa banyak dosa, dsb. Tidak nyambung dengan yang dikonsepkan oleh Danah Zohar bukan? Maka sebagai kaum terpelajar, kita harus telusuri dahulu sebelum percaya apa pun, terutama kalau itu bisa bikin kita rugi baik secara finansial maupun psikologis.
378 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan D. SQ – Social Quotient Social Quotient adalah kepandaian menjalin relasi dengan sesama. Berkomunikasi efektif. Menjadi rekan, sahabat dan warga masyarakat yang baik. Mampu menempatkan diri pada tatanan sosial dimanapun berada, mampu menghargai dan menghormati perbedaan. Serta mampu mengerti dan memahami kekurangan dan kelebihan dirinya untuk dioptimalkan dalam membantu sesama. Social Quotient juga menggambarkan kemampuan seseorang untuk memgedepankan pengertian guna memahami keterbatasan orang lain. Hidup harmonis dalam tatanan sosial level apapun dimanapun berada. E. AQ - Adversity Quotient Perenungan atas kejadian bunuh diri kakak beradik di Bandung. Kedua korban menderita gangguan jiwa setelah ibunya meninggal dunia. Berikut pendapat yang disampaikan oleh Elly Risman (Senior Psikolog dan Konsultan, UI) yang berjudul “Suatu Saat Kita Akan Meninggalkan Mereka Jangan Mainkan Semua Peran”. Dimana beliau menyatakan bahwa, Kita tidak pernah tahu, anak kita akan terlempar ke bagian bumi yang mana nanti, maka izinkanlah dia belajar menyelesaikan masalahnya sendiri, jangan memainkan semua peran, ya jadi ibu, ya jadi koki, ya jadi tukang cuci, ya jadi ayah, ya jadi supir, ya jadi tukang ledeng, Anda bukan anggota tim SAR! Anak anda tidak dalam keadaan bahaya. Tidak ada sinyal S.O.S! Jangan selalu memaksa untuk membantu dan memperbaiki semuanya. Anak mengeluh karena mainan puzzlenya tidak bisa nyambung menjadi satu, “Sini...Ayah bantu!”. Tutup botol minum sedikit susah dibuka, “Sini... Mama saja”. Tali sepatu sulit diikat, “Sini...Ayah ikatkan”. Kecipratan sedikit minyak “Sudah sini, Mama aja yang masak”. Kalau sikap orang tua seperti ini, Kapan anaknya bisa? Kalau bala bantuan muncul tanpa adanya bencana, Apa yang terjadi ketika bencana benar-benar datang? Berikan anakanak kesempatan untuk menemukan solusi mereka sendiri. Kemampuan menangani stres, menyelesaikan masalah, dan mencari solusi, merupakan keterampilan/skill yang wajib dimiliki. Softskill ini harus dilatih untuk bisa terampil, skill ini tidak akan muncul begitu saja hanya dengan simsalabim!
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 379 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kemampuan menyelesaikan masalah dan bertahan dalam kesulitan tanpa menyerah bisa berdampak sampai puluhan tahun ke depan. Bukan saja bisa membuat seseorang lulus sekolah tinggi, tapi juga lulus melewati ujian badai pernikahan dan kehidupannya kelak. Tampaknya sepele sekarang. Secara apalah salahnya kita bantu anak? Tapi jika anda segera bergegas menyelamatkannya dari segala kesulitan, dia akan menjadi ringkih dan mudah layu. Sakit sedikit, mengeluh. Berantem sedikit, minta cerai. Masalah sedikit, jadi gila. Jika anda menghabiskan banyak waktu, perhatian, dan uang untuk IQ nya, maka habiskan pula hal yang sama untuk AQ nya. Menurut Paul G. Stoltz, AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami. Bukankah kecerdasan ini lebih penting daripada IQ, untuk menghadapi masalah sehari-hari? Perasaan mampu melewati ujian itu luar biasa nikmatnya. Bisa menyelesaikan masalah, mulai dari hal yang sederhana sampai yang sulit, membuat diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika kita benar2 tidak sanggup lagi. Jadi, izinkanlah anak anda melewati kesulitan hidup. Tidak masalah anak mengalami sedikit luka, sedikit menangis, sedikit kecewa, sedikit telat, dan sedikit kehujanan. Tahan lidah, tangan dan hati dari memberikan bantuan. Ajari mereka menangani frustrasi. Kalau anda selalu jadi ibu peri atau guardian angel, Apa yang terjadi jika anda tidak bernafas lagi esok hari? Bisa-bisa anak anda ikut mati. Sulit memang untuk tidak mengintervensi, Ketika melihat anak sendiri susah, sakit dan sedih. Apalagi menjadi orangtua, insting pertama adalah melindungi, jadi melatih AQ ini adalah ujian kita sendiri juga sebagai orangtua. Tapi sadarilah, hidup tidaklah mudah, masalah akan selalu ada. Mereka harus bisa bertahan dalam menghadapi kesulitan hidup. Melewati hujan, badai, dan kesulitan, yang kadang tidak bisa dihindari. Hasil penelitian di Jepang tahun 2002, bahwa Iq hanya 28 % saja memperngaruhi kesuksesan seseorang. Sisanya akan ditentikan oleh kecerdasan yang lainnya (Eq, Sq, Spq dan Aq). Seorang pemimpin bukanlah orang yang sempurna, tetapi kalau dia paham seorang pemimpin akan melengkapi, kepandaian atau kecerdasan apakah yang hatus ia kembangkan dan
380 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan optimalkan potensinya dalam memerankan kepemimpinan dan manajerial. Beberapa tinjauan teori tersebut mengingatkan kepada bahwa menjadi pemimpinan atau manajer dalam pelayanan keperawatan diperlukan kelengkapan berbagai kecerdasan. Kecerdasalan ini banyak faktor yang mempengaruhinya, bisa dari bakat, pengaruh keluarga, lingkungan belajar, pengalaman, asupan gizi sewaktu masa dalam kandungan dan selama periode perkembangan. Kecerdasan ini bisa dipelajari, dikembangkan dan di optimalkan potensinya.
TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan 381 TIDAK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANYA UNTUK KEPENTINGAN DINAS Biodata Penulis hun 1990. S1 Kesehatan Masyarakat di FKM-UNDIP Semarang, lulus tahun 1996. S2 Kepemimpinan dan Manajemen Pelayanan Keperawatan di FIK UI Lulus tahun 2008. Program Doktor Ilmu Keperawatan (Kepemimpinan dan Manajemen Pelayanan Keperawatan) FIK – UI lulus tahun 2012. Pengalaman bekerja di Rumah Sakit Misi lebak, Pengalaman mengajar di bidang pendidikan keperawatan dimulai dengan menjadi pengajar di SPK Misis Lebak, Dosen pengajar di AKPER Immanuel Bandung, Dosen pengajar di STIKes Immanuel mengajar dan pembimngbing praktek klinik pada program D3 Keperawatan, S1 Keperawatan dan program profesi Ners dari tahun 2000 sd 2019. Menjadi Dosen tamu (Dosen luar) biasa pada pada program magister keperawatan (Kepmankep) di FIK-UNPAD, STIKes Jenderal A.Yani Bandung, Stikes St. Carolus Jakarta dari tahun 2013 sd Sekarang. Tahun 2019 pindah Home Base sebagai dosen tetap di Stikes Karya Husada Semarang. Menjadi Dosen Tamu (Luar biasa) pada Program Magister Keperawatan – Prodi Keperawatan FK – UNDIP Semarang. Menjadi konsultan pengembangan pendidikan keperawatan di Stikes Halmahera Utara dari tahun 2013 s/d Sekarang. Pengalaman Bench Marking dan menyeBlacius Dedi adalah anak ketiga dari empat bersaudara, lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat. Menamatkan SDN Cijoho di Tasikmalaya, menamatkan SLTP di Kabupaten Kuningan Jawa Barat, Kemudian SPK Misi di Rangkasbitung Lebak. Meneruskan kuliah di AKPER DepKes Pajajaran Bandung lulus ta-
382 Kepemimpinan Dan Manajemen Pelayanan Keperawatan lesaikan MoA dengan Flinder University – Adelaide South Australia tahun 2008. Pembicara pada berbagai seminar Nasional dan Nara sumber pelatihan pada Bidang kepemimpinan dan manajemen pelayanan keperawatan di berbagai Akper, Stikes dan Institusi Rumah Sakit serta Bench Marking ke Bangkok Thailand. Beberapa kali bench marking dan menyelesaikan MoA ke Trinity Universiti of Asia dan St. Luk Hospital Quizon City – Manila, University of The Cordilleras Baquio City, University of Baquio Philiphina - dan memberi kuliah tamu di Bangguet State University dan University of the Cordilleras sertamen jadi Jugges Seminar Internasional PNA di Baquio City-Philiphina.